KANDUNGAN VITAMIN A, C DAN KOLESTEROL TELUR AYAM YANG DIBERI MENGKUDU (Morindra citrifolia) DALAM RANSUM
TUTY MARIA WARDINY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kandungan Vitamin A, C dan Kolesterol Telur Ayam yang Diberi Mengkudu (Morindra citrifolia) dalam Ransum adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumb er informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
Tuty Maria Ward iny NIM D051030021
iii
ABSTRAK TUTY MARIA WARDINY. Kandungan Vitamin A, C dan Kolesterol Telur Ayam yang Diberi Mengkudu (Morindra citrifolia) dalam Ransum. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG dan LATIFAH K. DARUSMAN. Mengkudu (Morindra citrifolia) bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan tanaman yang tidak asing lagi karena telah digunakan sebagai sayuran dan berkhasiat sebagai obat yang secara turun temurun telah digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah manusia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari mengkudu (Morindra citrifolia) dalam ransum ayam terhadap kualitas telur ayam. Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari penelitian ini. Seratus empat puluh tujuh ekor ayam petelur strain ISA Brown dibagi menjadi 7 (tujuh) perlakuan dengan 3 (tiga) ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 7 (tujuh) ekor ayam petelur. Ransum perlakuan adalah ransum kontrol (R0), 3% tepung daun mengkudu (R1), 6% tepung daun mengkudu (R2), 9% tepung daun mengkudu (R3), 3% sari buah mengkudu (R4), 6% sari buah mengkudu (R5), dan 9% sari buah mengkudu (R6). Parameter yang diukur adalah umur dewasa kelamin, konsumsi ransum, produksi telur, konversi ransum, berat telur, warna kuning telur, kandungan kolesterol kuning telur, kandungan vitamin A dan vitamin C kuning telur. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa umur dewasa kelamin, produksi telur, konversi ransum, berat telur, warna kuning telur dan kandungan kolesterol kuning telur nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh ransum perlakuan. Konsumsi ransum tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9% tepung daun mengkudu (R3) dalam ransum memberikan hasil yang terbaik terhadap penampilan dan kualitas telur dibandingkan dengan perlakuan ransum lainnya, karena mengandung vitamin A yang tertinggi dan kadar kolesterol kuning telur yang terendah. Kata kunci : telur, Morindra citrifolia, vitamin A, vitamin C, kolesterol
iv
ABSTRACT TUTY MARIA WARDINY. The Vitamin A, Vitamin C and Cholesterol Content in Egg Yolk of Laying Hens Fed Morindra citrifolia in the Diet. Under the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG and LATIFAH K. DARUSMAN Morinda citrifolia known as a medicinal plant that can decrease cholesterol in human blood. The research was designed to evaluate the effect of Morinda citrifolia in laying hens diet on egg quality. A Completely Randomized Design was used to analyze the data obtained from this research. One hundred and fourty seven layers were divided into 7 treatment groups with 3 replications and 7 hens in each replicate. Seven treatment diets were diet with 0% Morindra (R0); diet with 3% Morindra leaf meal (R1); diet with 6% Morindra leaf meal (R2); diet with 9% Morindra leaf meal (R3); diet with 3% Morindra juice (R4); diet with 6% Morindra juice (R5); and diet with 9% Morindra juice (R6). The parameters observed were age maturity, feed consumption, egg production, feed conversion, egg yolk colour, egg yolk cholesterol and egg yolk vitamin A and vitamin C. The results of this research showed that the age maturity, egg production, feed conversion, egg weight, egg yolk colour and egg yolk cholesterol were significantly different (P<0.05) for all treatment diets. Feed consumption was not significantly different for all treatment diets. This research showed that 9% Morindra leaf meal (R3) in the diet gave the best performance and the best quality of eggs than the other treatment group s because it contained the highest vitamin A and the lowest cholesterol in the egg yolk. Keywords : eggs, Morindra citrifolia, vitamin A, vitamin C, cholesterol
v
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, 2006
Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, dan sebagainya
vi
KANDUNGAN VITAMIN A, C DAN KOLESTEROL TELUR AYAM YANG DIBERI MENGKUDU (Morindra citrifolia) DALAM RANSUM
TUTY MARIA WARDINY
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
vii
Judul Tesis Nama NIM
: Kandungan Vitamin A, C dan Kolesterol Telur Ayam yang Diberi Mengkudu (Morindra citrifolia) dalam Ransum : Tuty Maria Wardiny : D051030021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ternak
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc
Tanggal Ujian : 30 Juni 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2005 ini ialah mengkudu (Morindra citrifolia ), dengan judul Kandungan Vitamin A, C dan Kolesterol Telur Ayam yang Diberi Mengkudu (Morindra citrifolia) dalam Ransum. Keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, kepada Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Asep Sudarman M.RurSc (Dosen Fakultas Peternakan IPB), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian (30 Juni 2006) penulis, atas semua masukan yang sangat berharga untuk perbaikan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Bakri Beck, Rahmat, Dedi,Edo, Ifan, dan Narko yang telah banyak membantu kelancaran penelitian. Disamping itu, penulis menghaturkan terima kasih kepada Ibu Desmayati, Resmi, Eni dan Jerni dari Balitnak Ciawi, Bogor atas bantuan dan kerjasamanya yang baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Rektor UT beserta seluruh staf yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh studi Program Magister Sain di Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan FMIPA UT, beserta seluruh Staf Dosen dan Pegawai, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf dan Pegawai atas kelancaran administrasi; serta kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Mami Suwarni Soelin (alm) dan Papi Syarifuddin Nurdin atas dorongan moril maupun materil kepada penulis. Ucapan terima kasih yang sangat khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Fakhrial SE. MM. serta ananda Marini Altyra Fakhri dan Saphira Nurina Fakhri atas segala kasih sayang, kesabaran, pengertian serta dorongan moril maupun materil. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat untyuk banyak pihak dan dapat menyumbangkan hal positif bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pembangunan Peternakan di Indonesia. Bogor, Juni 2006 Tuty Maria Wardiny
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1964 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Syarifuddin Nurdin dan Ibu Suwarni Soelin (alm). Tahun 1982 penulis lulus dari SMA Negeri 70 Bulungan Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur PMDK. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB, lulus tahun 1986. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sain di Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai tenaga edukatif di Fakultas MIPA UT sejak tahun 1988 sampai sekarang dengan jabatan terakhir adalah Lektor pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2 Hipotesis ......................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Mengkudu (Morindra citrifolia ) ..................................................... Kandungan dan Khasiat Mengkudu ................................................ Pengaruh Pemberian Mengkudu terhadap Ternak .......................... Vitamin A ........................................................................................ Vitamin C ........................................................................................ Kolesterol ........................................................................................ Anti Nutrisi pada Unggas ...............................................................
3 4 9 9 11 12 14
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... Ternak ............................................................................................. Kandang dan Peralatan ................................................................... Ransum Perlakuan .......................................................................... Pembuatan Tepung Daun Mengkudu ............................................. Pembuatan Sari Buah Mengkudu ................................................... Rancangan Percobaan ..................................................................... Peubah yang Diukur .......................................................................
19 19 19 19 21 21 22 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Proksimat Mengkudu.......................................................... Analisa Fitokimia Mengkudu ......................................................... Umur Dewasa Kelamin ................................................................... Konsumsi, Produksi dan Konversi Ransum ................................... Warna Kuning Telur ....................................................................... Kandungan Vitamin A dan C Kuning Telur ................................... Kandungan Kolesterol Kuning Telur ..............................................
27 27 28 30 34 37 38
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 43
xi
LAMPIRAN ............................................................................................... 47
xii
DAFTAR TABEL Halaman
1. Kandungan karoten pada Morindra citrifolia, Brassica chinensis dan Colocasia esculenta ....................................................................... 5 2. Kandungan bahan -bahan terpenting dalam 100 gr buah mengkudu ..... 5 3. Kandungan bioaktif dalam sari bauh mengkudu................................... 6 4. Susunan ransum penelitian ................................................................... 20 5. Hasil analisis proksimat, mineral dan vitamin mengkudu (as fed)....... 27 6. Hasil analisa fitokimia mengkudu ........................................................ 28 7. Rataan umur dewasa kelamin ............................................................... 28 8. Kandungan dan konsumsi vitamin A .................................................... 29 9. Rataan konsumsi, produksi dan konversi ransum ................................. 30 10. Rataan konsumsi protein dan energi ..................................................... 31 11. Rataan jumlah dan berat telur................................................................ 32 12. Rataan skor warna kuning telur ............................................................ 34 13. Kandungan vitamin A dan vitamin C kuning telur ............................... 37 14. Kandungan dan konsumsi vitamin C..................................................... 38 15. Kandungan kolesterol kuning telur .................................................. 39 16. Rataan konsumsi serat kasar.................................................................. 39
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Pohon mengkudu ..................................................................................
4
2. Struktur kimia retinol dan ß-karoten ......................................................
10
3. Senyawa flavonoid ................................................................................. 15 4. Struktur kimia alkaloid ...........................................................................
16
5. Struktur kimia saponin
.......................................................................
17
6. Komposisi kimia tanin ............................................................................
18
7. Struktur kimia steroid ............................................................................
18
8. Daun mengkudu .....................................................................................
21
9. Buah mengkudu ...................................................................................... 21 10. Warna kuning telur .................................................................................
36
xiv
LAMPIRAN Halaman
1. Analisa kolesterol kuning telur komersil ................................................
48
2. Analisis sidik ragam untuk umur dewasa kelamin (minggu) .................
49
3. Analisis sidik ragam untuk konsumsi ransum (g/ekor/hari) ..................
49
4. Analisis sidik ragam untuk produksi telur hen day (%) .........................
49
5. Analisis sidik ragam untuk konversi ransum .........................................
50
6. Analisis sidik ragam untuk berat telur (g/butir) ....................................
50
7. Analisis sidik ragam untuk skor warna kuning telur ..............................
50
8. Analisis sidik ragam untuk kandungan kolesterol kuning telur (mg/g) ..
51
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan produk peternakan yang banyak keunggulannya. Harga relatif murah, praktis mengolahnya, rasanya lezat dan kandungan gizinya sempurna.
Komposisi asam amino sempurna, daya cerna dan daya serapnya
tinggi tetapi lebih rendah dibandingkan air susu ibu (ASI). Namun karena kuning telur kaya kolesterol, akhir-akhir ini telur makin dipojokkan dan dicurigai sebagai penyebab serangan stroke dan penyakit jantung koroner terutama pada usia lanjut. Masalahnya sekarang, mungkinkah memanfaatkan gizi telur tanpa mendapat dampak buruk kolesterolnya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu dicari pakan ayam petelur yang dapat menghasilkan telur dengan kadar kolesterol rendah dan kandungan gizi yang tinggi. Mengkudu (Morinda citrifolia ) atau pace bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan
tanaman yang tidak asing lagi karena telah digunakan
sebagai sayuran dan berkhasiat sebagai obat yang secara turun temurun telah digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain kolesterol. Penelitian yang dilakukan Solomon dari John Hopkins Medical Institut, Amerika di tahun 1997-1998, menyatakan bahwa 78% dari pengguna sari buah mengkudu berhasil untuk mengatasi penyakit kanker, kolesterol tinggi, jantung, gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi, dsb. Senyawa-senyawa yang berperan dalam mengkudu (Morinda citrifolia ), antara lain xeronin , proxeronin, proxeronase, serotonin , zat anti kanker (damnacanthal), scopoletin, sumber vitamin C, antioksidan, mineral, protein, enzim, alkaloid dan fitonutrien lainnya yang sangat aktif dalam menguatkan sistim kekebalan tubuh, memperbaiki fungsi sel dan mempercepat regenerasi sel-sel yang rusak (Djauhariya dan Tirtoboma 2001) Penelitian tentang pemberian tepung daun dan sari buah mengkudu pada ransum ayam petelur yang bertujuan untuk menurunkan kolesterol dan meningkatkan kualitas telur sampai saat ini belum dilakukan. Penelitian ini membahas tentang pemberian tepung daun dan sari buah mengkudu sebagai pakan
2
ayam petelur yang dicampurkan dengan sebagian besar dedak padi, tanpa penggunaan jagung kuning. Maksudnya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam kuning telur, disamping itu tepung daun mengkudu sebagai sumber ßkaroten diharapkan juga dapat berperan sebagai pengganti jagung.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas telur ayam dengan menurunkan kadar kolesterol kuning telur, meningkatkan kandungan vitamin A dan C kuning telur. Disamping itu diharapkan produktivitasnya juga meningkat, dan akan menghasilkan telur yang lebih sehat dan berkualitas tinggi.
Hipotesis Penelitian Pemberian tepung daun dan sari buah mengkudu (Morinda citrifolia) pada ransum dapat meningkatkan kualitas dan produksi telur pada ayam petelur yaitu dengan menurunkan kadar kolesterol kuning telur, meningkatkan kandungan vitamin A dan C kuning telur serta intensitas warna kuning telur.
3
TINJAUAN PUSTAKA Mengkudu (Morinda citrifolia) Mengkudu merupakan tanaman obat tropis yang termasuk dalam salah satu tanaman obat dari suku Rubiaceae (kopi-kopian) yang sudah dimanfaatkan manusia sejak jaman dahulu. Tanaman tersebut diketahui berasal dari Asia Tenggara yang pada 100 tahun sebelum masehi dibawa oleh penduduk asli yang berimigrasi ke kepulauan Polinesia. Dari kepulauan tersebut mengkudu menyebar keberbagai belahan dunia seperti Cina, India, Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Australia, Karibia, Haiti, Fiji, Florida dan Kuba (Djauhariya 2002). Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) tanaman mengkudu diklasifikasikan kedalam : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Rubiales
Suku
: Rubiaceae
Marga
: Morinda
Species
: Morinda citrifolia Linn
Di berbagai daerah di Indonesia mengkudu dikenal dengan nama Kemudu (Aceh), Leodu (Enggano), Bakudu (Batak Toba), Paramai (Mandailing), Makudu (Nias), Neteu (Mentawai), Bingkudu (Minangkabau), Mekudu (Lampung), Bangkudu (Melayu), Mangkudu (Dayak Ngaju), Aikombo (Sumba), Manakudu (Roti), Bakulu (T imor), Wungkudu (Bali), Pace (Jawa), Kuduk (Madura), Cangkudu (Sunda), Mengkudu (Indones ia) Tanaman ini berupa pohon dengan tinggi 4 – 8 m, batangnya berkayu, bulat, kulit kasar, percabangan monopodial, penampang cabang muda segi empat, coklat kekuning-kuningan. Daun berbentuk tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata dengan panjang 10 – 40 cm, lebar 5 – 17 cm, pertulangan menyirip, tangkai pendek, daun penumpu bulat telur berukuran panjang 1 cm dan berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk bongkol bertangkai, terletak di ketiak daun. Bunga memiliki benang sari sebanyak lima buah dengan
4
tangkai sari berambut yang melekat pada tabung mahkota. Tangkai bakal buah berukuran panjang 1 – 5 cm berwarna hijau kekuningan, mahkota berbentuk terompet dengan leher berambut sepanjang 1 cm berwarana putih. Buah berbentuk bongkol dengan permukaan tidak teratur, berdaging berukuran panjang 5 – 10 cm dan berwarna hijau kekuningan, berbiji keras segi tiga, berwarna coklat kemerahan. Tanaman ini berakar tunggang berwarna coklat muda (S yamsuhidayat dan Hutapea 1991), untuk leb ih jelasnya dapat dilih at pada Gambar 1.
Gambar 1 Pohon mengkudu.
Kandungan dan Khasiat Kimia Mengkudu
Kandungan Mengkudu Hampir semua bagian tanaman mengkudu mengandung berbagai macam senyawa kimia yang berguna bagi pengobatan dan kesehatan manusia. Daun mengkudu (Morinda citrifolia ) mengandung protein, zat besi, karoten dan askorbin. Hasil penelitian Aalbersberg dan Solomon (1993) bahwa kandungan
5
karoten pada daun mengkudu (Morinda citrifolia)
lebih tinggi dibandingkan
dengan daun cay sin (Brassica chinensis) dan Colocasia esculenta (Tabel 1) dan kandungan bahan -bahan terpenting dalam buah mengkudu pada Tabel 2. Tabel 1 Kandungan karoten pada Morinda citrifolia, Brassica chinensis dan Colocasia esculenta Tanaman Morinda citrifolia Brassica chinensis Colocasia esculenta
Bagian tanaman
Kandungan karoten (mg/100g daun segar)
Daun Buah Daun Daun
12.40 0.52 2.40 4.80
Sumber : Aalbersberg et al. (1993)
Tabel 2 Kandungan bahan-bahan terpenting dalam 100 gr buah mengkudu Jenis bahan
Kandungan (%)
Protein Lemak Air Abu Serat Karbohidrat
0.75 1.51 7.12 4.82 33.38 52.42
Sumber : Solomon (1998)
Senyawa-senyawa yang lebih berperan dalam pengobatan tradisional adalah yang terdapat dalam sari buahnya, antara lain xeronin , proxeronin, proxeranase, serotonin , damnacanthal ( zat anti kanker ), scopoletin , vitamin (sumber vitamin C yang besar), antioksidan, mineral, protein, karbohidrat, enzim, alkaloid, kofaktor tanaman
dan fitonutrien lainnya yang sangat aktif dalam
menguatkan sistem kekebalan tubuh, memperbaiki fungsi sel dan mempercepat regenerasi sel-sel yang rusak. Kandungan kimia daun dan buah mengkudu (Morinda citrifolia) secara umum mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakinon, disamping itu daunnya juga mengandung polifenol. Senyawa-senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon isometrik yang sangat berguna bagi tubuh yaitu
6
membantu tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991). Untuk saat ini penelitian ilmiah yang paling monumental terhadap tanaman mengkudu adalah yang dilakukan Solomon dari John Hopkins Medical Institution, Amerika ditahun 1997 – 1998. Penelitian ini melibatkan 40 dokter dan 8.000 pasien pengguna sari buah mengkudu. Kesimpulannya, 78% dari pengguna sari buah mengkudu telah merasakan manfaatnya untuk mengatasi penyakit yang dideritanya, yaitu : kanker, kolesterol tinggi, jantung, gangguan pencernaan, diabetes melitus, tekanan darah tinggi dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Tabel 3 Kandungan bioaktif dalam sari buah mengkudu Kandungan Bioaktif
Manfaat bagi Tubuh
Metil asetil ester Moridon Soranjidiol Analgestik Sedatif Damnakantal
Mematikan kuman Melancarkan buang air besar Melancarkan keluarnya air seni Pereda rasa sakit Penenang syaraf Menumpas sel kanker dan meningkatkan daya tahan tubuh Mengatasi radang dan alergi Meremajakan sel-sel tubuh Mengaktifkan kelenjar tyroid dan timus (fungsi kekebalan tubuh) Menyelaraskan kerja sel dalam tubuh
Antthraquinone & Scopoletin Terpenes Xeronine Proxeronine Sumber : Solomon (1998)
Khasiat Mengkudu Tanaman mengkudu sudah dimanfaatkan sejak dulu di Indonesia, mulamula yang digunakan adalah kulit akarnya karena didalam sari kulit akarnya terkandung senyawa moridon dan moridin sebagai zat pewarna. Namun setelah diketahui bagian lainnya mengandung zat yang berkhasiat obat, maka selanjutnya tanaman mengkudu lebih dikenal sebagai tanaman obat. Djauhariya dan Tirtoboma (2001) menyatakan bahwa pemanfaatan mengkudu sebagai obat tradisional adalah sebagai berikut : 1. Akar dan kulit batang digunakan untuk obat luka, eksema dan disentri 2. Daun digunakan sebagai obat sakit perut, mulas dan pencahar
7
3. Buah digunakan untuk obat radang, melancarkan kencing, batuk, dipteri, nyeri, liver, sariawan, luka terpukul, kencing manis, cacingan, tekanan darah tinggi, kegemukan, membersihkan darah, p elembab kulit dan ketombe. Secara ilmiah mengkudu berkhasiat sebagai : 1. Meningkatkan daya tahan tubuh Heinecke (1981) dalam Djauhariya dan Tirtoboma (2001) mengadakan penelitian bertahun-tahun tentang bahan berkhasiat obat dari bromelain (alkaloid), berhasil diidentifikasi sejenis alkaloida baru dari sari buah mengkudu pada bulan Desember 1981 dan dipatenkan dengan nama xeronine. Menurutnya buah mengkudu yang masak mengandung enzim proxeronase didalam tubuh manusia dapat mengkonversi proxeronine menjadi xeronine, ikut aktif dalam reaksi biokimia dalam tubuh. Xeronine berfungsi sebagai pengatur spesifik keutuhan protein. Tanpa xeronine, protein dalam tubuh akan rusak, dan menyebabkan kematian. Sari buah mengkudu dapat membantu penyediaan xeronine di dalam tubuh, membantu tugas kelenjar tiroid dan kelenjar timus. Fungsi kelenjar tiroid dan kelenjar timus sangat penting dalam sistem kekebalan tubuh menghadapi infeksi dari luar. 2. Mengatur siklus energi tubuh Xeronine juga turut berperan dalam pengaturan siklus energi tubuh dengan cara xeronine diserap pada tempat penyerapan endorphin dan bertindak sebagai prekusor hormon untuk mengaktifkan protein reseptor yang memberikan perasaan enak dan memiliki banyak energi bagi yang mengkonsumsinya. 3. Mengatur siklus suasana hati (mood) Menurut Harrison dalam Djauhariya dan Tirtoboma (2001) senyawa scopoletin yang terdapat dalam sari buah mengkudu dapat meningkatkan kelenjar peneal di dalam otak , yang merupakan tempat serotonin diproduksi. Serotonin merupakan salah satu zat penting didalam trombosit manusia yang melapisi saluran pencernaan dan otak. Serotonin di dalam otak berperan sebagai penghantar sinyal (neurotransmitt er) dan prekusor hormon melatonin. Serotonin juga digunakan untuk menghasilkan hormon melatonin. Serotonin dan melatonin membantu mengatur beberapa kegiatan tubuh seperti tidur,
8
regulasi suhu badan, suasana hati (mood ), masa pubertas, siklus produksi sel telur, rasa lapar dan perilaku seksual. Orang yang kekurangan serotonin dalam tubuh bisa menderita penyakit pusing, migran dan depresi. 4. Menghilangkan rasa sakit Dalam sejarah pengobatan tradisional di Amerika Tengah mengkudu disebut pain killer tree karena kemampuan buah mengkudu dapat menghilangkan rasa sakit yang ditimbulkan dari sel-sel jaringan otak. Heinecke (1981) dalam Djauhariya dan Tirtoboma (2001) menyatakan bahwa xeronine dalam buah mengkudu berperan menormalkan protein dalam sel-sel yang abnormal, termasuk sel dalam otak tempat pengendalian rasa sakit 5. Obat peradangan dan alergi Senyawa scopoletin sangat efektif sebagai obat radang arthritis, bursitis, calpaltuner syndrome dan alergi. 6. Anti bakteri Hasil penelitian yang dimuat dalam Jurnal Pasific Science (1950) yang dikutip oleh tim peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, bahwa anthraquinon yang terkandung dalam buah mengkudu bersifat anti septik dan anti bakteri. Young (1950) dalam Djauhariya dan Tirtoboma (2001), ahli mikrobiologi dari UTAH, USA mengemukakan bahwa racun yang dihasilkan jamur dan yiest molds dapat menyebabkan sel-sel sakit karena derajat keasaman tubuh (pH) meningkat. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengkonsumsi sari buah mengkudu, karena sari buah mengkudu membantu mengatur keseimbangan pH tubuh sehingga meningkatkan kemampuan tubuh menyerap vitamin-vitamin, mineral dan protein. 7. Menormalkan tekanan darah Solomon (1998) peneliti masalah kesehatan dari Amerika melaporkan bahwa senyawa scopoletin (sejenis fitonutrien) yang terkandung dalam buah mengkudu berfungsi memperlebar saluran pembuluh darah yang mengalami penyempitan, sehingga tekanan darah menjadi normal.
Menurunnya
scopoletin yang terdapat dalam buah mengkudu dapat berintegrasi sinergis dengan makanan yang berfungsi untuk mengatur tekanan darah tinggi menjadi normal, tapi tidak menurunkan tekanan darah yang sudah normal.
9
8. Obat tumor dan kanker Pada tahun 1993 peneliti Jepang menemukan zat anti kanker (Damnachantal) yang terkandung dalam buah mengkudu. Buah mengkudu bekerja sinergis dengan mikronutrien lain dalam menghambat aliran darah yang menuju ke selsel tumor. Mengkudu dapat mengontrol pertumbuhan tumor otak dengan merusak alat-alat peredaran darah yang mensuplai darah menuju ke sel-sel kanker dan memperpanjang umur tikus percobaan. Pengaruh Pemberian Mengkudu terhadap Ternak Telah dilakukan beberapa penelitian tentang mengkudu pada ayam broiler, tetapi masih jarang mengenai kualitas dan produksi ayam petelur. Desmayati (2003) melaporkan bahwa pemberian bahwa ayam kampung yang diberi tambahan larutan buah mengkudu sebanyak 10 ml kedalam satu liter air minum, menampilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi jika dibandingkan daun sambiloto dan jamu hewan, rataan konsumsi ransum lebih banyak jika dibanding kontrol dan jamu hewan. Serta konversi ransum yang lebih kecil jika dibandingkan dengan ransum kontrol. Wiryanti (2004) menyatakan bahwa titer antibodi yang diberi ekstrak buah mengkudu dengan dosis 0,5 kg/kg BB lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda nyata terhadap tampilan produksi ayam pedaging. Yusuf, Yuniwarti, Saraswati (2004) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam konsumsi ransum ayam broiler yang diberi tepung buah mengkudu sebesar 5% dan 10% dalam ransum. Vitamin A Vitamin A merupakan jenis vitamin yang aktif dan terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu : retinol (vitamin A alkohol), retinal (vitamin A aldehida), asam retinoat (vitamin A asam) dan ester retinil (vitamin A ester). Satuan ukuran untuk vitamin A yang digunakan adalah International Unit (IU) atau Satuan Internasional (SI). Telah banyak disarankan agar satuan ukuran diganti dengan retinol equivalent (RE), karena satuan ini lebih tepat serta dapat memberikan
10
gambaran keadaan yang sesungguhnya; termasuk pertimbangan masalah penyerapan karoten serta derajat konversinya menjadi vitamin A. Coward (1947) dalam Piliang (2004) telah menggunakan metoda analisis statistik untuk menghitung aktifitas vitamin A dari bahan yang diteliti dalam International Units (IU). Satu International Units (1 IU) vitamin A setara dengan 0.6 mikrogram ß-karoten. Struktur kimia retinol dan ß-karoten dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Struktur kimia retinol dan ß-karoten (Winarno 1992)
Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah sebagian besar karoten menjadi vitamin A. Dalam tanaman terdapat beberapa jenis karoten, namun yang lebih banyak ditemui adalah a -, ß -, dan ? – karoten, mungkin juga terdapat kriptoxantin.
Keaktifan biologis karoten jauh
lebih rendah dibandingkan dengan vitamin A. Tidak semua karoten yang terserap akan diubah menjadi vitamin A. Kelompok FAO-WHO telah mengadakan perhitungan bahwa separuh dari karoten yang terserap tersebut akan diubah menjadi vitamin A, jadi kira-kira 1/6 dari kandungan karoten dalam bahan makanan yang akhirnya akan dimanfaatkan oleh tubuh. Perubahan karoten dalam tubuh terutama terjadi dalam mukosa dinding usus kecil manusia. Sesudah makanan dicerna, maka bentuk awal vitamin A dalam jaringan hewan dan bentuk provitamin karotenoid dalam sayuran dilepas dari protein proteinnya oleh enzim pencernaan pepsin dalam lambung dan oleh enzim proteolitik dalam usus halus. Dalam lambung karotenoid yang bebas dari ester
11
retinil akan cenderung bergabung dalam globul lemak yang kemudian masuk kedalam duodenum. Dengan adanya garam-garam empedu, maka globul-globul lemak dipecah menjadi butiran-butiran lemak yang lebih kecil, yang dapat lebih mudah dicerna oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh pankreas, enzim retinil ester hidrolase, cholesteril ester hidrolase, dan enzim -enzim pencernaan lainnya. Hasil pencernaan micelles yang mengandung retinol, karotenoid, sterol, beberapa fosfolipid, monogliserida, digliserida dan asam-asam lemak kemudian berdifusi kedalam lapisan glikoprotein disekitar microvillus yang memungkinkan terjadinya kontak dengan membran-membran sel. Berbagai komponen micelles, selain dari garam-garam empedu, akan siap diabsorpsi kedalam sel-sel mukosa, terutama dibagian atas usus halus (Piliang 2004). Vitamin C Vitamin C atau asam askorbik, adalah vitamin yang larut dalam air, tersebar luas dalam tanaman dan pada hewan. Vitamin C merupakan zat makanan penting dalam nutrisi, berfungsi untuk mempertahankan kesehatan tubuh (Piliang 2004). Pada kondisi lingkungan yang normal biosintesis vitamin C pada ternak pada umumnya terdapat dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya, akan tetapi pada beberapa kondisi tertentu seperti temperatur lingkungan tinggi ternyata sintesis vitamin C tidak cukup ditandai dengan defisiensi vitamin C yang segera terlihat pada ternak (Christensen 1983). Secara evolusi, biosintesis dimulai dalam ginjal hewan-hewan amphibia dan reptilia kemud ian pada hewan-hewan mamalia sintesis terjadi dalam hati, sedang pada hewan -hewan marmot, mamalia yang dapat terbang (kelelawar) dan hewan -hewan primata biosintesis L-asam askorbik tidak terjadi (Chaterjee et al. 1975). Burns (1959) dalam Piliang (2004) mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia dan hewan primata, marmot, kelelawar, beberapa jenis burung, beberapa jenis ikan dan insekta untuk mensintesis L-asam askorbik, menyebabkan hewanhewan tersebut memerlukan konsumsi vitamin C dari makanan. Hewan -hewan tersebut tidak memiliki enzim L-gulono gammma -laktoneoksidase, suatu enzim dalam hati yang sangat esensial untuk mengkonversi L-gulono gamma-laktose
12
menjadi 2-oxo -L-gulono gamma askorbik yang secara spontan ditransformasi menjadi vitamin C. Piliang (2004) melaporkan bahwa L-asam askorbik dapat menurunkan gejala hypercholesterolenia, tingginya kadar kolesterol dalam plasma darah menurun dalam hati dengan cara metabolisme menjadi asam empedu melalui peranan enzim-enzim hidroksilase. Sesuai dengan pernyataan Khomsan (2002) dimana vitamin C berperan dalam metabolisme kolesterol melalui cara : 1) meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu, 2) meningkatkan kadar HDL yang menyapu kolesterol jahat LDL, dan 3) dapat berfungsi sebagai pencahar sehingga meningkatkan pengeluaran kotoran, hal ini juga menurunkan pengabsorpsian kembali asam empedu dan konversinya menjadi kolesterol. Hal ini sesuai dengan penelitian Habibie (1993) yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin C 600 ppm, 900 ppm dan 1200 ppm dalam ransum ayam petelur dapat menurunkan kadar kolesterol dalam kuning telur.
Kolesterol Kolesterol adalah produk khas hasil metabolisme hewan dan dengan demikian terdapat dalam segala makanan yang berasal dari hewan seperti kuning telur, daging, hati dan otak. Kolesterol merupakan hasil dari sintesis metabolisme yang normal di dalam tubuh, akan tetapi dapat juga didapatkan dari bahan makanan yang berasal dari hewan (Mayes 1999). Kolesterol dalam tubuh berasal dari dua sumber yaitu dari makanan yang disebut kolesterol eksogen dan diproduksi sendiri oleh tubuh yang disebut kolesterol endogen (Piliang dan Djojosoebagio 2004). Didalam tubuh tidak dapat dibedakan koleterol yang berasal dari sintesis dalam tubuh dan kolesterol yang berasal dari makanan. Kolesterol yang terdapat dalam makanan memegang peranan penting karena merupakan sterol utama didalam tubuh manusia serta komponen membran sel dan membran intra seluler. Jika jumlah kolesterol dari makanan kurang, maka sintesis kolesterol didalam hati dan usus meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain. Sebaliknya jika jumlah kolesterol didalam makanan meningkat maka sintesis kolesterol didalam hati dan usus menurun (Muchtadi et al. 1993).
13
Kolesterol memiliki formula C27H 45OH, merupakan alkohol monohidrat dari derivat sterol yang tidak jenuh. Kolesterol merupakan sterol terpenting dari organ hewan serta terdapat dalam semua sel hewan, sehingga tersebar luas dalam tubuh dan terdapat dalam darah serta cairan empedu (Tillman et al. 1991). Kolesterol berfungsi pada pembentukan asam empedu, yang dibutuhkan untuk mengelmusi lemak pada usus halus.Kolesterol diperlukan juga pada sintesa hormonal, yang merupakan unsur penting pada dinding sel. Kolesterol bebas dan kolesterol ester terikat dengan empedu, membentuk senyawa protein yang larut dalam plasma darah. Kolesterol dengan fosfolipida di dalam plasma terikat dengan protein dan beredar sebagai satu-satuan lipoprotein. Lipoprotein adalah suatu senyawa yang terdiri dari protein, fosfolipida, lemak netral, kolesterol bebas dan kolesterolester. Plasma kolesterol terdapat dalam dua bentuk lipoprotein yang dibedakan berdasarkan kepadatannya yaitu lipoprotein yang kepadatannya jarang atau disebut sebagai LDL (Low Density Lipoprotein) dan lipoprotein yang mempunyai kepadatan tinggi disebut HDL (High Density Lipoprotein). LDL mempunyai struktur 7ß-lipoprotein dan sebagian besar kolesterol terdapat dalam bentuk LDL, sedangkan HDL mempunyai struktur 7a-lipoprotein dan hanya terdapat sedikit dalam kolesterol. Kolesterol LDL mempunyai sifat yang berbahaya pada pembuluh darah dan jantung. Pada penyakit yang disebabkan dengan naiknya kadar kolesterol maka serum darah terlihat naiknya kadar LDL. Kolesterol HDL sebaliknya dapat menurunkan kolesterol LDL secara lambat. Kolesterol HDL tidak diperoleh dalam ransum akan tetapi disintesis dalam tubuh (Briggs dan Brothern 1970). Mayes (1999) mengatakan biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahap: (1) Mevalonat, yang merupakan senyawa enam -karbon, disintesis dari asetil-KoA. (2) Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melaui pelepasan CO2. (3) Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk senyawaantara, skualena. (4) Skualena mengalami siklisasi untuk menghasilkan sen yawa steroid induk, yaitu lanosterol. (5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol setelah melewati beberapa tahap selajutnya, termasuk pelepasan tiga gugus metil
14
Sekitar 1 gram kolesterol dikeluarkan dari dalam tubuh setiap harinya. Kurang lebih separuhnya dieksresikan ke dalam feses setelah sebelumnya diubah menjadi asam empedu. Sisanya akan dieksresikan sebagai kolesterol. Seabagian besar kolesterol yang dieksresikan ke dalam empedu akan diserap kembali dan diyakini bahwa sekurang-kurangnya sebagian kolesterol merupakan prazat senyawa sterol feses berasal dari mukosa intestinal (Mayes 1999). Menurut Beynen (1980) pengeluaran kolesterol dari tubuh melalui beberapa jalan, yaitu : kolesterol hati membentuk cairan empedu, dikeluarkan kedalam usus dan selanjutnya kolesterol bersama asam empedu hilang bersama feses, hilang dalam mukosa usus dan kulit, bergabung dengan hormon-hormon steroid dan dikeluarkan bersama urine. Lubis (1993) menyatakan bahwa jumlah kolesterol bervariasi baik untuk setiap individu maupun pada setiap organ tubuh. Pada dasarnya mekanisme pengaturan kolesterol didalam tubuh hewan bergantung pada sintesis kolesterol dan ekskresi steroid dalam feses. Jumlah kolesterol yang disintesis tubuh meliputi kolesterol dalam diet dan kolesterol yang dihasilkan hampir setiap organ tubuh. Selanjutnya dilaporkan oleh Mann (1977) dalam Piliang dan Djojosoebagio (2004) bahwa tingginya kadar kolesterol dalam serum disebabkan oleh gangguan mekanisme dalam pengubahan kolesterol menjadi asam empedu. Sedangkan Girindra (1988) menyatakn bahwa kadar kolesterol plasma naik jika makan banyak kolesterol, obstruksi duktus empedu, fungsi hati terganggu dan diabetes melitus. Herman (1991) menyatakan pula bahwa tingginya masukan lemak total, tingginya masukan lemak jenuh, rendahnya perbandingan lemak tak jenuh dengan lemak jenuh, dan tingginya masukan kolesterol akan meningkatkan kolesterol dalam darah. Anti Nutrisi Pada Tanaman Anti nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain (allelochemic). Kehadiran anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsic factor) yaitu suatu keadaan ketika tanaman tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ
15
tubuhnya. Contohnya antara lain adalah alkaloida, tanin, saponin dan lain-lain. Faktor lain adalah faktor luar (environment factor), yaitu keadaan di mana secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan, zat yang tidak diinginkan masuk dalam organ tubuhnya. Contohnya adalah unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya. Tanaman mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Beberapa zat pada tanaman dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga. Sebagian besar anti nutrisi diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Cheeke dan Shull (1985), Widodo (2005) menyatakan bahwa: 1. Flavonoid Flavonoid adalah klas penting dari grup phenol, dan hampir 90 persen terdapat sebagai glikosida (mengandung glukosa pada rantai sampingnya) dan 10 persen sebagai aglikon (tanpa glukosa pada rantai sampingnya). Grup phenol lainnya adalah simpel phenolic (benzoic dan cinamic acid), lignans, flavonoid, dan tanin. Jika dihidrolisis dengan asam dalam suasana panas akan menghasilkan suatu aglikon dan sebagain kecil gula. Aglikon ini memiliki sifat antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan glikosida yang kekurangan 3 hidroksil bebas pada cincin C (Sibuea
2004).
Flavonoid
mempunyai
efek
yang
menguntungkan bagi kesehatan manusia, diantaranya sebagai anti alergi, anti inflamasi dan antioksidan (Buhler dan Miranda 2000). Struktur kimia flavonoid dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur kimia flavonoid ( Buhler dan Miranda 2000).
16
2. Alkaloid Alkaloid adalah suatu senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Diperkirakan sekitar 15 – 20% vascular tanaman mengandung alkaloid. Sebagian besar alkaloid merupakan turunan asam amino. Asam amino disintesis dalam tanaman dengan proses dekarboksilasi menjadi amina, amina kemudian dirubah menjadi aldehida oleh amina oksida. Meskipun kebanyakan alkaloid adalah racun seperti strychnine atau coniine, beberapa digunakan dibidang kesehatan sebagai analgestik atau anastetik seperti morphine dan codeine. Alkaloid biasanya memiliki rasa pahit. Alkaloid ini diklasifikasikan lagi berdasarkan tipe dasar kimia pada nitrogen yang terkandung dalam bentuk heterosiklik. Beberapa komposisi kimia dari senyawa alko loid dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Senyawa alkaloid (Widodo 2005).
3. Glikosida Glikosida adalah eter yang mengandung setengah karbohidrat dan setengah non karbohidrat yang bergabung dengan ikatan eter. Komponen non gula dikenal sebagai aglikon sedangkan komponen gula disebut glikon. Yang termasuk glikosida adalah saponin.
4. Saponin adalah glikosida, yang terdiri dari gugus gula yang berkaitan dengan aglikon atau sapogenin. Saponin berwarna putih kekuning-kuningan, amorf
17
dan sifatnya higroskopis. Saponin mempunyai rasa pahit menyebabkan iritasi pada selaput lendir. Sifatnya yang lain dapat membentuk busa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik seperti sabun. Saponin mempunyai efek biologis pada manusia dan hewan, dengan pengaruh positif dan negatifnya. Positifnya dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah manusia dan memperkecil resiko aterosklerosis. Aspek positif lainnya adalah digunakan dalam pembuatan shampo, pembentukan busa pada alat pemadam kebakaran, soft drinks dan sabun. Sisi negatifnya dapat menghambat penampilan produksi dari ternak unggas. Struktur kimia saponin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur kimia saponin (Widodo 2005).
5. Tanin merupakan senyawa bahan alam yang terdiri dari sejumlah besar gugus hidroksi phenol. Senyawa ini banyak terdapat pada berbagai jenis tanaman karena diperlukan oleh tanaman itu tersebut sebagai sarana proteksi dari serangan ternak, bakteri atai insekta. Serangan dari ternak diproteksi dengan menimbulkan rasa sepat, sedangkan serangan dari bakteri dan insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protease dari bakteri dan insekta yang bersangkutan. Konsumsi pakan yang bertanin tinggi dapat menurunkan bobot badan, dan terlihat sangat nyata kecernaan dan efisiensi penggunaan pakan (Butler dan Rogler 1992). Antinutrisi tersebut mempunyai efek yang luas sebagai inhibitor terhadap kecernaan
protein.
Kemampuan
tanin
untuk
mengendapkan
protein
18
disebabkan adanya kandungan sejumlah gugus fungsional yang dapat membentuk ikatan kompleks yang sangat kuat dengan molekul protein. Sifat tanin yang dapat membentuk ikatan kompleks ini dilaporkan sangat merugikan ternak. Tanin dapat berikatan dengan enzym-enzym pencernaan sehingga aktifitasnya terganggu atau berikatan dengan protein pakan sehingga tidak dapat tercerna. Tanin juga dapat berikatan dengan protein mukosa intestin sehingga sangat mempengaruhi penyerapan nutrien. Interaksi tanin dengan protein saliva dan glycoprotein dalam mulut akan menimbulkan rasa sepat, sehingga sangat jelas mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas pakan. Komposisi kimia tanin dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Komposisi kimia tanin (Widodo 2005). 6. Steroid Steroid adalah suatu lipid yang ditandai karbon skeleton yang mempunyai empat cincin fusi. Ratusan steroid telah diidentifikasi berasal dari tananam, binatang dan jamur. Mereka mempunyai peranan penting dalam sistem kehidupan sebagai hormon (King 2006). Sangat jarang kelompok lemak menyebabkan keracunan. Struktur kimia steroid dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Struktur kimia steroid (King 2006).
19
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Bapak Bakri Beck di Kampung Sawah, Kota Kembang Depok, mulai bulan Maret 2005 sampai dengan Oktober 2005. Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ay am petelur strain ISA Brown sebanyak 147 ekor berumur 15 minggu, Ayam petelur tersebut dibagi acak kedalam 7 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 7 ekor ayam.
Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu ukuran 22 cm x 40 cm x 40 cm yang diisi satu ekor ayam. Setiap kandang individu dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang ditempatkan di luar kandang. Sanitasi terhadap peralatan dilakukan setiap hari dengan membersihkan tempat pakan dan tempat minum. Ransum Perlakuan Ransum perlakuan disusun secara isoprotein dan isokalori. Ransum perlakuan terdiri atas 7 macam, yaitu : R0 = ransum kontrol (tanpa penambahaan mengkudu) R1 = ransum yang mengandung 3 % tepung daun mengkudu R2 = ransum yang mengandung 6% tepung daun mengkudu R3 = ransum yang mengandung 9 % tepung daun mengkudu R4 = ransum yang mengandung 3% sari buah mengkudu R5 = ransum yang mengandung 6 % sari buah mengkudu R6 = ransum yang mengandung 9 % sari buah mengkudu Ransum dicampur setiap minggu sekali di Pabrik Pakan Ternak Indo Feed Bogor. Untuk ransum yang mengandung sari buah mengkudu, ransum dicampur dengan sari buah mengkudu yang sudah cair ketika akan diberikan pada ternak . Setelah dicampur kemudian d iangin-anginkan terlebih dahulu, supaya tidak terjadi
20
jamur. Pencampuran ini dilakukan setiap dua hari sekali supaya ransumnya tetap segar. Ransum perlakuan diberikan pada ayam petelur umur 17 – 31 minggu, umur 15 – 17 minggu merupakan masa adaptasi pemberian ransum perlakuan. Susunan ransum ayam penelitian dan kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Susunan ransum penelitian Bahan Makanan
Ransum perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
R5
R6
Dedak Padi
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
Bungkil Kedelai
12.00
12.00
12.00
12.00
12.00
10.00
9.00
Bungkil Kelapa
12.00
9.00
6.00
3.00
8.00
5.00
1.00
Tepung Ikan
3.00
3.00
3.00
3.00
4.00
6.00
8.00
Mengkudu
0.00
3.00
6.00
9.00
0.00
0.00
0.00
Buah Mengkudu
0.00
0.00
0.00
0.00
3.00
6.00
9.00
Minyak
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
CaCO3
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
Dik alsium fosfat
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
Premiks
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
Protein Kasar (%)
17.62
17.60
17.59
17.57
17.40
17.14
17.11
EM (Kkal/kg)
2811
2795
2780
2765
2801
2788
2776
SK (%)
7.13
7.08
7.04
7.07
6.63
6.16
5.61
Lemak (%)
9.26
9.09
8.91
8.86
8.83
8.61
8.26
Ca (%)
3.55
3.29
3.37
3.85
3.06
3.15
3.25
P (%)
0.40
0.44
0.47
0.50
0.40
0.40
0.40
Tepung Daun
Nilai Nutrisi
Keterangan : ransum disusun berdasarkan perhitungan dari hasil analisis proksimat bahan makanan.
21
Pembuatan Tepung Daun Mengkudu
Gambar 8 Daun mengkudu (Morindra citrifolia). Daun mengkudu yang berwarna hijau tua, seperti terlihat pada Gambar 8 di atas, diiris tipis-tipis dan dikeringkan di udara terbuka selama 1-2 hari. Kemudian dimasukan dalam oven pada suhu 500C selama 24 jam. Selanjutnya daun mengkudu digiling sampai berbentuk tepung halus. Tepung daun mengkudu ini kemudian siap untuk dicampur sebagai bahan pakan penyusun ransum.
Pembuatan Sari Buah Mengkudu
Gambar 9 Buah mengkudu (Morindra citrifolia). Buah mengkudu yang sudah tua berwarna putih kekuningan, seperti terlihat pada Gambar 9 diletakkan dalam tampah dan diamkan selama 1 – 2 hari ditempat yang teduh. Setelah itu, buah mengkudu yang sudah masak dibuang bijinya kemudian diblender diambil sari, daging dan kulit luar buahnya. Lalu disimpan dalam freezer, bila akan digunakan untuk pencampuran dalam ransum baru dikeluarkan
22
dari freezer dan didiamkan dulu hingga cair. Kemudian dicampur dengan bahan pakan penyusun ransum lainnya. Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menu rut Rancangan Acak Lengkap (Steel dan Torrie, 1995), dengan 7 (tujuh) perlakuan dan 3 (tiga) ulangan dengan 7 (tujuh) ekor ayam untuk setiap ulangan. Model statistik untuk percobaan ini adalah sebagai berikut :
Yij = µ + α i + ε ij Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ
= Nilai rata-rata sesungguhnya
αi
= Pengaruh perlakuan ke-i
ε ij
= Galat
i
= R0,R1, R2, R3, R4, R5, R6
j
= 1,2,3 Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan menggunakan sidik
ragam (analysis of variance/ANOVA) dan jika menunjukkan pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan Uji Least Significant Difference (Steel dan Torrie 1995). Peubah yang Diukur 1. Umur dewasa kelamin (minggu) Umur dewasa kelamin ditentukan berdasarkan rata-rata umur pertama ayam bertelur. 2. Konsumsi ransum (gram/ekor/hari) Konsumsi ransum diperoleh dari jumlah ransum yang dikonsumsi (gram) dibagi dengan jumlah ayam yang ada (ekor) selama penelitian, kemudian dirata-ratakan menjadi gram/ekor/hari. 3. Produksi telur hen day (%) Produksi telur hen day diperoleh dari jumlah telur yang dihasilkan setiap hari (butir) dibagi dengan jumlah ayam yang ada pada hari yang sama (ekor) selama penelitian, kemudian dikalikan 100%.
23
4. Konversi ransum Konversi ransum diperoleh dari
jumlah ransum (gram) yang dikonsumsi
dibagi dengan jumlah telur (gram) yang dihasilkan. 5. Berat telur (gram/butir) Berat telur d iperoleh dari jumlah berat telur (gram) yang diproduksi dibagi dengan jumlah telur (butir) yang dihasilkan . 6. Warna kuning telur Pengukuran intensitas warna kuning telur dilakukan setiap bulan sekali kemudian dirata-ratakan. Intensitas warna kuning telur diukur dengan menggunakan Yolk Colour Fan, warna kuning telur yang dihasilkan dari setiap perlakuan diberi nilai atau skor sesuai dengan angka yang tertera pada skor warna Yolk Colour Fan. 7.
Kandungan kolesterol kuning telur Kadar kolesterol kuning telur diukur pada akhir periode penelitian. Analisis kolesterol dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi. Pengukuran kadar kolesterol dengan
menggunakan Spektrofotometer
(ICNND 1963). Prosedurnya : Kuning telur ditimbang seberat 0.1 gram dan 0.1 ml aquadest sebagai blanko. Lalu ditambahkan 1 ml alkoholoic KOH 33%, aduk terus sampai terjadi gumpalan. Kemudian dis impan di waterbath 390 – 40 0 C selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 4 ml PE 400 – 600 C, untuk deret standar tambahkan 2 ml PE. Kemudian ditambahkan 0.25 ml H2O, kocok selama 1 menit, buka, tutup lagi sentrifuse. Standar dan contoh 200 µl diambil dengan menggunakan pipet dan ditambahkan batu didih. Disimpan di waterbath 800 C selama 2 menit. Dik eringkan di oven 105 0 - 110 0 C selama 35 menit, dinginkan pada suhu kamar. Ditambahkan 4 ml acetic–sulfuric acid , kocok dan diamkan 35 menit, lalu baca dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
Kolesterol dalam kuning telur (mg/gr) : ( Abs Contoh - Abs Blk ) X Faktor rata-rata X 4/2 Gram Contoh
24
Faktor = Konsentrasi Std Abs Std 8.
Kandungan vitamin A kuning telur Kandungan vitamin A pada telur dilakukan dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Adapun caranya sebagai berikut : a. Penyiapan contoh yaitu timbang dengan teliti kuning telur kira-kira 2 – 10 gram, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml bertutup rapat. Kemudian ditambahkan 1 gram askorbat dan 40 ml larutan etanol, kemudian kocok sampai bercampur. Ditambahkan 10 ml larutan KOH 60% kocok kembali dan bilas dinding erlenmeyer dengan 10 ml etanol. Biarkan larutan ditempat yang gelap selama 20 jam, kemudian kocok larutan dengan magnetik stirrer selama 60 menit. Ditambahkan 75 ml dietil eter : petroleum eter (1:1) dikocok 2 jam. Masukan larutan kedalam labu pemisah 500 ml dan bilasi erlenmeyer dengan 2 x 20 ml air suling, kocok dan biarkan larutan memisah dengan sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas (pet.eter) kedalam labu kocok lain. Cuci lapisan bagian bawah (air) dengan 2 x 30 ml pet.eter dietil eter (1:1). Gabungan lapisan bagian atas kedalam labu pemisah dan kemudian cuci larutan tersebut dengan aquades hingga bebas basa. Pindahkan larutan kedalam labu dasar bulat berleher dan usapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Residu dilarutkan dengan propanol sehingga volumenya menjadi 5 ml, lalu larutan disuntikkan ke dalam alat HPLC. b. Penyiapan standar induk Vit A 1259 IU/ml yaitu timbang 250 mg retinol asetat ke dalam erlenmeyer bertutup rapat. Kemudian ditambahkan 1 gram askorbat dan 40 ml larutan etanol, lalu kocok sampai bercampur. Tambahkan 10 ml larutan KOH 60% kocok kembali dan bilas dinding erlenmeyer dengan 10 ml etanol. Biarkan larutan ditempat yang gelap selama 20 jam, kemudian kocok larutan dengan magnetik stirrer selama 60 men it. Tambahkan 75 ml dietil eter: petroleum eter (1:1) dikocok 2 jam. Masukan larutan kedalam labu pemisah 500 ml dan bilasi erlenmeyer dengan 2 x 20 ml air suling, kocok dan biarkan larutan memisah dengan sempurna. Pindahkan lapisan bagian atas (pet.eter) kedalam labu kocok lain. Cuci lapisan bagian bawah (air) dengan 2
25
x 30 ml pet.eter dietil eter (1:1). Gabungan lapisan bagian atas kedalam labu pemisah dan kemudian cuci larutan tersebut dengan aquades hingga bebas basa. Larutan dipindahkan kedalam labu dasar bulat berleher asah dan usapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering. Residu dilarutkan dengan propanol sehingga volumenya menjadi 5 ml, lalu larutan disuntikkan ke dalam alat HPLC. Residu yang mengandung retinol bebas dilarutkan dengan propanol, masukan kedalam labu ukur 100ml dan samakan dengan tanda garis propanol. Buat deret standar disesuaikan dengan konsentrasi contoh. Pipet 1 ml, 2 ml dan 3 ml larutan stock standar masing-masing kedalam labu ukur 25 ml, encerkan dan samakan dengan propanol. Larutan ini masing-masing mengandung 50 IU/ml, 100 IU/ml dan 150 IU/ml.
Perhitungan : Kandungan Vitamin A (IU/gr) dalam contoh (kuning telur) dapat dihitung dengan rumus :
C sp =
A sp x C st vit x Vi st x VA A st Vi sp ___________________________________ W sp
Keterangan : C sp
= konsentrasi contoh
A sp
= area contoh
A st
= area standar
C st vit A = konsentrasi vitamin A (IU/ml) Vi st
= volume standar yang disuntikkan (µl)
Vi sp
= volume contoh yang disuntikkan (µl)
VA
= volume akhir (ml)
Fp
= faktor pengencer
W sp
= bobot contoh (gram)
x fp
26
9. Kandungan vitamin C kuning telur Kandungan vitamin C pada telur dilakukan
dengan
menggunakan
Spektrofotometer. 10. Kandungan kolesterol telur komersil Sebagai pembanding dilakukan analisa kandungan kolesterol telur komersil yang terdapat di pasar. Analisa kolesterol dilakukan di Laboratorium Biokima IPB dengan menggunakan Metode Lieberman-Burchard (Kleiner dan Dotti 1962).
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat, Mineral dan Vitamin Mengkudu Hasil analisis proksimat, mineral dan vitamin mengkudu pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis proksimat, mimeral dan vitamin mengkudu (as fed) Komponen Kadar air (%)* Kadar Abu (%)* Protein Kasar (%)* Lemak Kasar (%)* Serat Kasar (%)* Ca (%)* P (%)* Fe (ppm) ** Zn (ppm) ** ? -karoten (ppm) *** Vitamin C (ppm) **
Tepung Daun
Sari Buah
9.36 9.84 22.11 7.65 11.75 10.30 0.12 437 35.80 161 406
88.06 0.94 1.21 0.26 1.05 0.08 1.22 8.78 3.50 1.30 1247
* Hasil Analisais Proksimat di Pusat Studi Ilmu Hayati Lembaga Penelitian IPB (2005) ** Hasil Analisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi (2005) *** Hasil Analisis di Laboratorium Balai Besar Agro Industri Bogor (2005)
Dari hasil analisis proksimat terlihat bahwa tepung daun mengkudu memiliki kandungan protein, mineral dan ß-karoten yang lebih tinggi tetapi kandungan vitamin C lebih rendah dibandingkan dengan kandungan vitamin C dalam sari buah mengkudu. Kandungan protein tepung daun mengkudu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein dalam sari buah mengkudu.
Analisis Fitokimia Mengkudu Hasil analisis fitokimia mengkudu pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Dari hasil analisis fitokimia terlihat bahwa buah mengkudu memiliki kandungan flavonoid, alkaloid, flavonoid, glikosida, dan tanin yang lebih tinggi dibandingkan tepung daun mengkudu, tetapi tidak memiliki kandungan steroid seperti yang terdapat pada tepung daun mengkudu; yang dapat mengganggu proses reproduksi.
28
Tabel 6 Hasil analisis fitokimia mengkudu Kandungan
Buah
Tepung Daun
Flavonoid Alkaloid Glikosida Tanin Saponin Steroid
++++ +++ +++ ++ + -
+ + ++
Keterangan : - : negatif, + : positif lemah, ++ : positif, +++ : positif kuat, ++++ : positif sangat kuat Hasil Analisais Fitokimia di Laboratorium Kimia Analitik IPB (2005)
Jadi buah mengkudu mengandung zat antinutrisi tanin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan tanin dalam tepung daun mengkudu, yang dapat mempengaruhi penyerapan nutrien.
Umur Dewasa Kelamin Rataan umur dewasa kelamin (min ggu) pengaruh pemberian ransum yang mengandung mengkudu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rataan umur dewasa kelamin Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan umur dewasa kelamin (mg) 19.33 b ± 0.30 19.43 b ± 1.22 17.76 a ± 1.08 17.86 a ± 0.99 19.33 b ± 0.30 19.43 b ± 0.29 19.14 b ± 0.38
Keterangan : rataan dengan superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01) R0 = Ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Rataan umur dewasa kelamin ayam petelur pada semua perlakuan berkisar antara 17.76 – 19.43 minggu. Hasil sidik ragam menujukkan bahwa umur dewasa kelamin pada ayam petelur nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan ransum.
29
Nilai rataan umur dewasa kelamin dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi taraf pemberian tepung daun mengkudu semakin cepat umur dewasa kelamin ayam. Pemberian tepung daun mengkudu 6% (R2) dan 9% (R3) dalam ransum mempunyai umur dewasa kelamin yang tercepat diantara kontrol dan ransum perlakuan lainnya. Lebih awalnya umur dewasa kelamin pada ayam yang diberi ransum tepung daun mengkudu 6% (R2) dan 9% (R3) disebabkan karena konsumsi vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan ransum lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kandungan dan konsumsi vitamin A Ransum Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kandungan ß-karoten Vitamin A (ppm) (IU/100 g) 4.83 9.66 14.49 0.039 0.078 0.117
80.5 161 241.5 0.65 1.30 1.95
Konsumsi Vitamin A (IU/ekor/hari)
73.83 148.52 229.84 0.60 1.20 1.82
Keterangan : R0 = Ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu Kandungan vitamin A dihitung berdasarkan konversi dari kandungan ß-karoten tepung daun atau mengkudu. yaitu 1 IU vit. A = 6 µg ß-karoten
Selain itu jika dilihat dari Tabel 2, tepung daun mengkudu mengandung Fe dan Zn yang lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe dan Zn buah mengkudu, dan pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa tepung daun mengkudu mengandung steroid. Kandungan vitamin A, Fe, Zn dan steroid yang terdapat pada daun mengkudu merangsang ayam untuk cepat dewasa kelamin. Hal ini sesuai dengan Piliang (2004) yang menyatakan bahwa fungsi vitamin A untuk penglihatan dan berperan dalam pertumbuhan dan reproduksi.
Steroid
merangsang kelenjar
hypofisa untuk meningkatkan sekresi hormon-hormon seksual yaitu progesteron, estrogen dan androgens. Dengan meningkatnya hormon estrogen maka ayam akan cepat dewasa kelamin. Selain itu mineral Fe (besi) yang fungsi utamanya adalah untuk mencegah anemia, ternyata implikasinya juga dapat meningkatkan
30
produktivitas (Saragih 2005), sedangkan mineral Zn (seng) berfungsi untuk pertumbuhan dan kematangan seksual ( Silviane dan Wahyuni 2003).
Konsumsi , Produksi dan Konversi Ransum Pengaruh pemberian tepung daun atau sari buah mengkudu terhadap konsumsi, produksi dan konversi ransum dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rataan konsumsi, produksi dan konversi ransum Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Konsumsi Ransum (gram/ekor/hari) 91.39 ± 0.45 91.72 ± 0.66 92.25 ± 1.03 95.17 ± 4.86 91.75 ± 1.00 92.31 ± 0.17 93.08 ± 3.29
Produksi Telur Hen day (%)
Konversi Ransum
68.39 ab ± 5.56 70.04 abc ± 6.53 71.16 bc ± 5.62 77.91 c ± 4.73 67.13 ab ± 3.57 61.97 a ± 4.89 63.49 ab ± 3.15
2.51 abc ± 0.13 2.48 ab ± 0.20 2.42 a ± 0 .35 2.33 a ± 0 .23 2.65 abc ± 0.16 2.87 c ± 0.22 2.83 bc ± 0.04
Keterangan : rataan dengan superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
Rataan konsumsi ransum ayam penelitian pada semua perlakuan berkisar antara 91.39 – 95.17 g/ekor/hari. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi ransum tidak memberikan perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Konsumsi ini lebih rendah dibandingkan dengan standar konsumsi ransum untuk ayam petelur ISA Brown yang dikemukakan oleh Creswell (2003), yaitu 120 g/ekor/hari maupun NRC (1994) yaitu 110 g/ekor/hari. Hal ini dapat disebabkan kandungan serat kasar dalam ransum tinggi, yaitu berkisar antara 5.61 – 7.13% , sedangkan kandungan serat kasar ransum komersial rata-rata kurang dari 4%. Tingginya serat kasar dalam ransum penelitian disebabkan karena penggunaan dedak padi yang tinggi yaitu 60% sebagai sumber energi pengganti jagung kuning, dimana dedak padi ini mengandung serat kasar yang tinggi, yaitu 11.4% (NRC 1994) dan tepung daun mengkudu kandungan serat kasarnya juga tinggi, yaitu 11.75%. Semakin tinggi kandungan serat kasar ransum maka semakin sedikit konsumsi ransum, sehingga konsumsi energinya rendah seperti terlihat pada Tabel 10.
31
Tabel 10 Rataan konsumsi protein dan energi Ransum Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Konsumsi Protein g/ekor/hari 16.10 16.14 16.23 16.72 15.96 15.82 15.93
Konsumsi Energi Metabolis (kkal/ekor/hari) 256.92 256.36 256.35 262.93 256.99 257.36 258.39
Keterangan : R0 = Ransum kontrol (tanpa men gkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Ransum yang mengandung serat kasar tinggi bersifat bulky. Ayam akan merasa cepat kenyang dengan mengkonsumsi sedikit ransum karena temboloknya cepat penuh (Scott et al. 1982). Tetapi untuk ransum perlakuan R3 (9% tepung daun mengkudu) yang kandungan serat kasarnya lebih tinggi daripada ransum perlakuan sari buah mengkudu, konsumsi ransumnya lebih banyak . Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kandungan tepung daun mengkudu dalam ransum maka ransum semakin berwarna hijau. Sesuai dengan pernyataan Sturkie (1965) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum pada ayam lebih dipengaruhi oleh warna ransum dan ayam lebih menyukai pakan yang berwarna kuning, merah dan hijau. Produksi telur penelitian pada semua perlakuan berkisar antara 61.97% – 77.91% . Hasil sidik ragam menujukkan bahwa produksi telur nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan ransum. Produksi telur ayam yang mendapat perlakuan tepung daun mengkudu dalam ransum nyata (P<0.05) meningkat dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan sari buah mengkudu dalam ransum. Hal ini dapat disebabkan karena konsumsi protein ayam yang mendapat perlakuan tepung daun mengkudu dalam ransum lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan lainnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Selain itu, jika dilihat dari Tabel 2 daun mengkudu mengandung ß-karoten, Fe dan Zn yang lebih tinggi dibandingkan kandungan ß-karoten, Fe dan Zn buah
32
mengkudu, dan pada Tabel 7 terlihat konsumsi vitamin A ayam yang mendapat ransum tepung daun mengkudu lebih tinggi dibandingkan ransum perlakuan lainnya. Vitamin A, Fe dan Zn yang terdapat pada daun mengkudu berperan dalam pertumbuhan yang dapat meningkatkan produksi telur karena ayam menjadi lebih cepat dewasa kelamin atau bertelur, sehingga telur yang dihasilkan lebih banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat jumlah butir telur yang dihasilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Rataan jumlah dan berat telur Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Jumlah Telur (butir)
350 361 368 400 342 319 327
Jumlah Telur (butir/ekor/minggu)
4.17 4.30 4.38 4.76 4.07 3.80 3.90
Berat Telur (g/ekor) 52.46 bc ± 1.09 51.83 abc ± 0.20 52.72 c ± 0.22 52.42 bc ± 0.40 50.94 a ± 0.16 51.32 ab ± 1.09 51.09 a ± 0.94
Keterangan : rataan dengan superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) R0 = Ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Jadi ransum yang mengandung tepung daun mengkudu mengandung zat nutrisi yang lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, vitamin dan mineral penting tersedia dalam jumlah cukup dibandingkan dengan ransum perlakuan lainnya. Rendahnya produksi telur ayam yang mendapat perlakuan sari buah mengkudu dalam ransum dapat disebabkan karena konsumsi protein yang rendah dibandingkan ransum perlakuan lainnya (Tabel 10). Selain itu berdasarkan hasil analisis fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA IPB buah mengkudu mengandung tanin,
dimana tanin ini dapat menekan retensi
nitrogen dan menurunkan daya cerna asam-asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh villi-villi usus yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan, perkembangan jaringan tubuh dan produksi telur (Widodo 2002).
33
Rataan berat telur hasil pen elitian berkisar antara 50.94 g/butir – 52.72 g/butir. Berat telur dalam penelitian ini hampir sama dengan berat telur menurut Lesson dan Summers (2001), yaitu berat telur umur ayam 25-32 minggu adalah 52 g/butir. Hasil sidik ragam menujukkan bahwa berat telur nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan ransum. Ayam yang mendapat perlakuan tepung daun mengkudu dalam ransum nyata lebih tinggi berat telur dibandingkan dengan perlakuan sari buah mengkudu dalam ransum. Lesson dan Summers (2001) menyatakan bahwa protein dan asam amino merupakan zat makanan yang paling berperan dalam mengontrol ukuran telur, disamping genetik dan ukuran tubuh unggas. Dengan adanya kandungan mineral Zn pada daun mengkudu yang lebih besar dibandingkan pada buah mengkudu, menjadikan mineral Zn lebih tersedia untuk meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis maupun pencernaan protein. Piliang (2004) menyatakan bahwa mineral Zn penting untuk berfungsinya enzim Pancreatic carboxypeptidase A dan B yang mencerna peptida-peptida menjadi asam-asam amino, enzim Dipeptidase yang memecah dipeptida menjadi bentuk asam-asam amino bebas dan enzim Protease yang memecah protein dalam pencernaan agar dapat diabsorpsi. Adanya peningkatan daya cerna ini mengakibatkan asupan zatzat makanan menjadi lebih baik sehingga telur yang dihasilkan menjadi lebih besar. Rataan konversi ransum ayam petelur selama penelitian pada semua perlakuan berkisar antara 2.33 – 2.83. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) diantara perlakuan. Ayam yang mendapat perlakuan tepung daun mengkudu dalam ransum nilai konversi ransumnya lebih baik (2.33-2.48) dibandingkan dengan ransum perlakuan lainnya (2 .51-2.83). Disini dapat dilihat bahwa penambahan tepung daun mengkudu dalam ransum dapat memperbaiki nilai konversi ransum. Konversi ransum yang terbaik dihasilkan oleh R3 sebesar 2.33 dimana peningkatan konsumsi ransum diikuti oleh produksi telur sehingga dapat disimpulkan bahwa R3 mempunyai efisiensi penggunaan ransum yang paling baik dibandingkan dengan ransum kontrol dan ransum perlakuan lainnya.
34
Terjadinya perbedaan rataan konversi ransum dapat dijelaskan sebagai berikut : rataan konsumsi ransum tidak dipengaruhi oleh ransum perlakuan, tetapi bila dikaitkan dengan rataan produksi (Tabel 9) terlihat dengan jelas bahwa semakin tinggi kandungan tepung daun mengkudu dalam ransum maka semakin tinggi pula rataan produksi telur. Dengan demikian maka rataan konversi ransumnya semakin baik . Sebaliknya pada ayam yang mendapat ransum yang mengandung sari buah mengkudu, ternyata rataan produksi telurnya adalah rendah, sehingga diperoleh hasil rataan konversi ransum yang kurang baik
Warna Kuning Telur Hal lain yang dapat diamati pada kuning telur adalah mengenai warna dari kuning telur yang juga mengalami perubahan sesuai dengan jumlah tepung daun atau sari buah mengkudu yang terdapat dalam ransum, makin banyak tepung daun mengkudu yang terdapat dalam ransum, intensitas warna kuning telur semakin bertambah. Sedangkan pada sari buah mengkudu tidak terlalu berbeda. Warna kuning telur perlakuan diamati dengan menggunakan Roche Yolk Colour Fan yang memberikan rataan seperti yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Rataan skor warna kuning telur Ulangan
1 2 3 Rataan Sd
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
R5
R6
1.00 1.12 1.00
4.00 4.37 4.42
7.00 6.34 6.76
9.00 8.57 8.80
1.00 1.29 1.79
1.33 1.39 1.74
1.33 2.56 1.52
1.04 a 0.07
4.26 b 0.23
6.70 c 0.33
8.79 d 0.22
1.36 a 0.40
1.49 a 0.22
1.80 a 0.66
Keterangan : rataan dengan superskrip yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01)
Rataan skor warna kuning telur berkisar antara 1.04 – 8.79. Hasil sidik ragam menujukkan bahwa skor warna
kuning telur sangat nyata (P<0.01)
dipengaruhi oleh perlakuan ransum. Semakin tinggi penambahan tepung daun
35
mengkudu dalam ransum semakin baik warna kuning telur yang dihasilkan dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10. Hal ini disebabkan karena penambahan tepung daun mengkudu dalam ransum akan meningkatkan kandungan vitamin A dalam ransum dan akhirnya akan meningkatkan konsumsi vitamin A pada ayam (Tabel 8). Peranan ß-karoten dalam tepung daun mengkudu selain prekusor vitamin A juga berperan sebagai sumber pigmen pada kuning telur. Hal ini dijelaskan juga oleh Winarno (1992) yang menyatakan bahwa ß-karoten adalah karotenoid yang mempunyai aktivitas paling tinggi dibanding karoten lain yang akan diubah dalam tubuh ayam menjadi vitamin A . Warna kuning telur ini dapat menggambarkan kandungan vitamin A dalam tepung daun mengkudu atau mengkudu yang diserap oleh tubuh.Warna kuning telur merupakan karakteristik kualitas telur yang diperhatikan oleh konsumen. Hal ini membuktikan bahwa dalam daun mengkudu mengandung ß-karoten yang di dalam tubuh dimetabolisir membentuk vitamin A yang memberikan warna (pigmen) pada kuning telur. Kandungan vitamin A dan ß-karoten dalam ransum dideposit pada kuning telur seiring dengan penambahan tepung daun mengkudu.
Score 1.04
Score 4.26
Score 6.70
Score 8.79
R0
R1
R2
R3
Score 1.36
Score 1.49
Score 1.80
R6 36
R4 R5 Gambar 10 Warna kuning telur.
Kandungan Vitamin A dan C Kuning Telur Pengaruh perlakuan terhadap kandungan vitamin A dan C kuning telur dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kandungan vitamin A dan C kuning telur Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Vitamin A (IU/100g) 2038 2315 2666 3413 2198 2253 2776
Vitamin C (mg/l) 76 80 88 109 185 222
Keterangan : R0 = Ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Rataan kandungan vitamin A pada kuning telur berkisar antara 2038 IU/100g – 3413 IU/100g, dan rataan kandungan vitamin C pada kuning telur berkisar antara 76 mg/l - 222 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan vitamin A dan C dalam kuning telur meningkat dengan adanya tepung daun atau buah mengkudu didalam ransum. Kandungan vitamin A tertinggi sebesar 3413 IU/100g dihasilkan oleh perlakuan R3 (tepung daun mengkudu 9%), hal ini disebabkan karena tepung daun mengkudu mengandung ß-karoten sebesar 161 ppm sehingga konsumsi vitamin A lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 8). Semakin tinggi kandungan tepung daun mengkudu dalam ransum maka semakin tinggi kandungan vitamin A kuning telur. Scott et al. (1982) mengemukakan bahwa vitamin A kuning telur akan meningkat dengan bertambahnya tingkat vitamin A dalam ransum. Kandungan vitamin C tertinggi sebesar 222 mg/l dihasilkan oleh perlakuan R6 (9% sari buah mengkudu), hal ini disebabkan karena buah mengkudu mengandung vitamin C sebesar 1247 ppm sehingga konsumsi vitamin C lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 14.
38
Tabel 14 Kandungan dan konsumsi vitamin C Ransum Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kandungan vitamin C ppm/100g
Konsumsi vitamin C ppm/ekor/hari
12.18 24.36 36.54 37.41 74.82 112.23
11.17 22.47 34.78 34.32 69.07 104.46
Keterangan : R0 = Ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Semakin tinggi kandungan sari buah atau tepung daun mengkudu dalam ransum semakin tinggi kandungan vitamin C kuning telur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Habibie (1993) yang menyatakan semakin tinggi tingkat suplementasi vitamin C, maka semakin tinggi pula kandungan vitamin C dalam plasma darah. Pemberian 9% tepung daun mengkudu dan 9% sari buah mengkudu dalam ransum dapat menghasilkan kandungan vitamin A dan vitamin C pada kuning telur yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Kandungan Kolesterol Kuning Telur Kandungan kolesterol pada kuning telur berkisar antara 8.93 mg/g – 14.37 mg/g, sedangkan kandungan kolesterol kuning telur komersil yang dijual dipasar berdasarkan analisis kolesterol di Biokimia IPB adalah 25.68 mg/g. Hasil sidik ragam menujukkan bahwa kandungan kolesterol pada kuning telur sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan ransum. Kandungan kolesterol dalam kuning telur
ayam yang mendapat perlakuan tepung daun mengkudu atau sari buah
mengkudu dalam ransum, lebih rendah dibandingkan dengan kandungan kolesterol ayam yang diberi ransum kontrol, hal ini dapat dilihat pada Tabel 15.
39
Tabel 15
Kandungan kolesterol kuning telur yang diberi ransum perlakuan dibandingkan dengan kuning telur yang diberi ransum kontrol dan kuning telur komersial
Penurunan kadar kolesterol (%) kuning telur penelitian dibandingkan kolesterol kuning Perlakuan Kandungan kolesterol telur perlakuan kontrol (R0) dan kolesterol (mg/g) kuning telur komersial (Tk)
Tk R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
25.69 14.37d 12.50 c 10.37 ab 8.93 a 12.00 bc 10.53 ab 9.20 a
± 0.95 ± 1.58 ± 0.75 ± 0.42 ± 0.06 ± 1.84 ± 0.70 ± 0.26
R0
Tk
13.01 27.84 37.86 16.49 26.72 35.98
44.04 51.32 59.62 65.23 53.27 58.99 64.17
Keterangan : rataan dengan superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) Tk= Telur komersil, R0 = ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Kandungan kolesterol terendah 8.93 mg/g dihasilkan pada ransum perlakuan R3 (9% tepung daun mengkudu), disini terjadi penurunan sebesar 37.86% jika dibandingkan dengan ransum kontrol dan 65.23% jika dibandingkan dengan telur komersil. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi kandungan tepung daun, sari buah mengkudu dalam ransum semakin kecil kandungan kolesterol kuning telur, jika dibandingkan dengan ransum kontrol maupun ransum komersil. Rendahnya kadar kolesterol dalam kuning telur ini pada R3 (tepung daun mengkudu 9%) dapat disebabkan karena adanya kandungan serat kasar yang tinggi pada tep ung daun mengkudu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 rataan konsumsi serat kasar ransum perlakuan. Serat kasar ini akan mempercepat laju pakan (transit time), mengikat asam empedu yang sangat diperlukan dalam penyerapan lemak sehingga absorpsi lemak terhambat dan meningkatkan ekskresi lemak termasuk kolesterol melalui feses.
40
Tabel 16 Rataan konsumsi serat kasar Ransum Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 R5 R6
Konsumsi Serat Kasar (g/ekor/hari) 6.52 6.49 6.49 6.73 6.08 5.69 5.22
Keterangan : R0 = Ransum kontrol (tanpa mengkudu); R1 = 3% tepung daun mengkudu ; R2 = 6% tepung daun mengkudu ; R3 = 9% tepung daun mengkudu ; R4 = 3% sari buah mengkudu ; R5 = 6% sari buah mengkudu ; R6 = 9% sari buah mengkudu
Hal ini sesuai dengan pendapat Williams (1985) yang menyatakan serat kasar memiliki sifat mengikat bahan organik lain, misalnya asam empedu yang kemudian akan terbuang bersama feses. Asam empedu berfungsi memecah lemak hingga terurai menjadi asam lemak yang akan diserap tubuh. Adanya serat makanan yang mengikat asam empedu, jumlah asam empedu bebas akan berkurang, sehingga akan dibutuhkan asam empedu baru. Asam empedu baru dibentuk dari kolesterol yang ada dalam darah, dengan demikian kolesterol dalam darah akan menurun. Piliang et al. (1982) menyatakan bahwa pemberian ransum yang mengandung serat kasar tinggi untuk unggas petelur, ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol darah, serta menurunkan kadar kolesterol dalam kuning telur. Dan adanya kandungan serat kasar ransum yang cukup tinggi yaitu sekitar 6-7%. Bordwell dan Erdman (1998) menyatakan bahwa serat kasar yang tinggi dalam ransum akan meningkatkan ekskresi lemak melalui feses, termasuk kolesterol. Sedangkan rendahnya kandungan kolesterol pada R6 (9% sari buah mengkudu) selain adanya serat kasar, kemungkinan disebabkan oleh adanya kandungan vitamin C dalam mengkudu. Adanya vitamin C ini meningkatkan produksi enzim untuk mendegradasi trigliserida sehingga trigliserida dalam serum menurun dan menguatkan dinding sel karena meningkatnya sintesis kolagen dan mukopolisakharida dalam dinding sel (Jupp 2006 dan Piliang 2004). Selain itu bersama dengan saponin yang memiliki sifat seperti deterjen menyebabkan
41
menurunnya tingkat penyerapan kolesterol sehingga kolesterol yang masuk dalam tubuh berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khomsan (2002) dimana vitamin C berperan dalam metabolisme kolesterol melalui cara : 1) meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu, 2) meningkatkan kadar HDL yang menyapu kolesterol jahat LDL, dan 3) dapat berfungsi sebagai pencahar sehingga meningkatkan pengeluaran kotoran, hal ini juga menurunkan pengabsorpsian kembali asam empedu dan konversiny a menjadi kolesterol. Dan hasil penelitian Habibie (1993) yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin C 600 ppm, 900 ppm dan 1200 ppm dalam ransum ayam petelur dapat menurunkan kadar kolesterol dalam kuning telur. Serta pernyataan Amelia (2006) yang menyatakan bahwa saponin dapat menurunkan kolesterol dengan jalan menurunkan tingkat absorpsi kolesterol dan meningkatkan eksresi, sehingga secara langsung dapat mengurangi kolesterol yang masuk ke dalam tubuh. Jika dibandingkan dengan telur yang terdapat dipasaran maka kandungan kolesterol kuning telur pada R3 dan R6 sangat rendah. Rendahnya kandungan kolesterol kuning telur pada perlakuan R3 dan R6 diduga disebabkan oleh serat kasar, kandungan vitamin C, dan saponin yang terdapat pada mengkudu. Jadi ransum R3 (9 % tepung daun mengkudu) dapat menghasilkan kandungan kolesterol pada kuning telur yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain serta memiliki
kandungan vitamin A yang tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Dengan demikian kita dapat membantu masyarakat dalam mendapatkan telur yang bernilai nutrisi tinggi serta rendah kolesterol.
42
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Pemberian mengkudu (Morindra citrifolia) baik dalam bentuk tepung daun maupun sari buah dalam ransum terbukti dapat menurunkan kandungan kolesterol, meningkatkan kandungan vitamin A dan vitamin C kuning telur . Perlakuan 9% tepung daun mengkudu (R3) dalam ransum merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan ayam lebih cepat dewasa kelamin, meningkatkan produksi telur, warna kuning telur, kandungan vitamin A, C kuning telur serta menurunkan konversi ransum dan kandungan kolesterol kuning telur.
SARAN
Perlu dianalisis secara kuantitatif kandungan senyawa anti nutrisi yang terdapat dalam tepung daun dan sari buah mengkudu serta usaha mengatasi pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh senyawa anti nutrisi terhadap penampilan hewan percobaan. Perlu diteliti penggunaan campuran tepung daun dan sari buah mengkudu dalam ransum terhadap penampilan hewan percobaan.
43
DAFTAR PUSTAKA Aalbersberg WGL, Shabina H, Wirian AS. 1993. and Medicinal Plant 2(1) : 51-54.
Journal of Herbs, Spices
Amelia. 2006. Fito -kimia komponen ajaib cegah PJK, DM dan kanker. http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?/artikel&1100397943. (11 Maret 2006) Beynen, AC. 1980. Animal models for cholesterol metabolism studies. Di dalam: Beynen AC, editor. New Developments in Biosciences : Their Implications for Laboratory Animal Science. Boston: Martinus Nijhoff Publishers . hlm 279-294. Bordwell CE, Erdman JW. 1998. Nutrient Interaction . New York: Marcel Dekker, Inc. Briggs, MN, Brotherton J. 1970. Egg production of light and medium hybrids given diets varying in energy level during the chick rearing and laying stage. British Poultry Sci 11: 53-56. Buhler
DR, Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoids. http://lpi.oregonstate.edu/f -w00/flavonoid.html (10 Juni 2006)
Chartejee, IB, Majander AK, Nandi BK, Subramanian N. 1975. N.Y. Acad Sci 258 : 24. Cheeke, PR. and Shull LR. 1985. Natural Toxicants in Feed and Poisonous Plants. Westport Connecticut: Avi Publishing Company,Inc. Christensen, K. 1983. The Pools of Cellular Nutrients Vitamin. Di dalam: Rilis PM, editor. Dinamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier, Amsterdam. Creswell D. 2003. Optimum production and nutrition of layers. Asian Poultry Magazine September 2003 : 18-20. Djauhariya, E dan Tirtoboma. 2001. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Tanaman Obat Tradisional Mu ltikhasiat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Puslitbang Perkebunan Bogor 7: 1-7. Desmayati Z. 2003. Pengaruh Pemberian Tumbuhan Obat Buah Mengkudu dan Sambiloto terhadap Pertumbuhan Ayam Kampung. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional XXIII Tumbuhan Obat Indonesia. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta. Girindra, A. 1988. Biokimia . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
44
Habibie, A. 1993. Pengaruh cekaman panas terhadap kebutuhan vitamin C pada ayam petelur komersial yang sedang reproduksi (disertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Heinecke, RM. 2003. Pharmacologically active ingredient http://www.iwr.com/noni-juiced/xeronine.html. (21 juli 2005)
of
noni.
Herman, S. 1991. Pengaruh gizi terhadap penyakit kardiovaskuler. Cermin Dunia Kedokteran, 73:12-16. Jupp T. 2006. Reduce cholesterol with vitamin C. http://www.upnaw ay.com?poliowa/reduce%20Cholesterol.html (10 Mei 2006) Khomsan A. 2002. Vitamin C dan E cegah penyakit jantung. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0206/05/234849.htm. (10 Maret 2006) King, MW. 2006. Steroid. http://en.wikipedia.org/wiki/Steroid (10 Juni 2006) Lesson S, Summers JD. 2001. Nutrition of Chicken . Ed ke-4, Guelph, Ontario: University Books. Lubis, MI. 1993. Pengaruh minyak ikan lemuru dalam pakan terhadap respon vaskuler kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang hiperkolestero lemik(disertasi). Bogor: Program Pascas arjana, Institut Pertanian Bogor. Mayes, PA. 1999. Sintesis, Pengangkutan dan Ekskrersi Kolesterol. Di dalam: Hartono A, penerjemah; Santoso HA, editor. Harper’s Biochemistry. Ed ke-24. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 277-289. Muchtadi, D, Sri Palupi N, dan Astawan, M. 1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jilid II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 43-48. North, MC. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-3.. Wesport Connecticut: The Avi Publishing Co. Inc. National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirement of Poultry. Ed ke-9. Washington, DC: National Academy Press. Piliang, WG. dan S. Djojosoebagio Al Haj. 2004. Fisiologi Nutrisi Vol I. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. Piliang, WG. 2004. Nutrisi Vitamin Vol I. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor
45
Piliang, WG. 2004. Nutrisi Vitamin Vol II. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor Piliang, WG. 2004. Nutrisi Mineral. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Saragih, B. 2005. Peranan mineral untuk menurunkan kolesterol. http://www.kompas.com/kompas -cetak/0506/20/ilpeng1825251.htm. (12 Januari 2006) Scott, ML,Nesheim MC, Young RJ. 1982. Nutrition of the Chicken s. Ed ke-3. Ithaca, New York: ML Scott & Associates. Sibuea, P. 2004. Kuersetin senjata pemusnah radikal bebas. http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0402/10/ilpeng/840926.htm (10 Juni 2006) Silviane I dan Wahyuni C. 2003. Langsing bukan berarti kurang gizi. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/29/334850.htm. (15 Januari 2006) Syamsuhidayat, SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI. Solomon, N. 1998. Buah mengkudu dan khasiatnya “A gift From Nature”. Ed ke2. http:// www.ekafood.com. (4 September 2005). Solomon, N. 2002. Tahitian noni http://www.noni888.com/TahitianNoniJuice.htm. (30 Juli 2005).
juice.
Steel, RGD dan Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika-Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-2. Cetakan Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.. Sturkie, PD. 1965. Avian Physiology. Ed ke-2. New York: Comstock Publishing Associates. Cornell University Press. Tejayadi, S. 1991. Kolesterol dan hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler. Cermin Dunia Kedokteran 73: 34-35. Tillman, AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawiro S dan Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Fakultas Peternakan Gadjah Mada University Press. hlm. 158-159. Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Konteksual. Malang: Fakultas Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah. Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
46
Williams SR. 1985. Nutritional and Diet Therapy. St. Louis : College Publishing. Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. Yusuf, E, Yuniwarti, Saraswati TR. 2004. Respon fisiologis ayam broiler setelah pemberian berbagai kadar tepung buah mengkudu dalam ransum. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional XXV Tumbuhan Obat Indonesia. Tawangmangu. Wiryanti I. 2004. Tanggap Kebal dan Tampilan Produksi Ayam Pedaging yang Diberi Ekstrak Buah Mengkudu (tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
48
Lampiran 1. Analisis kolesterol kuning telur komersil berdasarkan Metode Lieberman Burchard (Kleiner dan Dotti, 1962) Cara kerja : Sampel sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berskala 15 ml. Kemudian ditambahkan campuran alkohol eter 3 : 1 sebanyak 10 ml, lalu disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam gelas piala 50 ml dan dipanaskan pada penangas air sampai kering. Ekstrak dilarutkan dengan 2,5 ml kloroform sedikit demi sedikit atau dicuci sebanyak dua kali dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10 ml untuk disetarakan volumenya menjadi 5 ml. Lima ml kolesterol standard (0,4 mg kolesterol dalam 5 ml kloroform) dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Keduanya ditambahkan 2 ml asetat anhidrid a dan 100 µl H2SO 4 pekat, kemudian dikocok sampai timbul warna hijau dan disimpan selama 15 menit di dalam ruang gelap. Selanjutnya dilakukan pembacaan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420nm. Nilai kolesterol diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kolesterol (mg /100g) =
100 Absorbans sampel X 0,4 (konsentrasi standar) X berat sampel Absorbans standar
49
Lampiran 2. Analisis sidik ragam untuk umur dewasa kelamin Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
Perlakuan Galat
6 14
10.09
1.68
8.07
0.58
Total
20
18.16
Fhit
F0.05
2.92*
2.85
Fhit
F0.05
0.94
2.85
Fhit
F0.05
3.41*
2.85
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05), ** berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 3. Analisis sidik ragam untuk konsumsi ransum Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
6 14
29.82 74.33
Total
20
18.16
Kuadrat tengah 4.97 5.31
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05), ** berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 4. Analisis sidik ragam untuk produksi telur Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
6 14
344.41
Total
20
847.11
502.70
Kuadrat tengah 83.78 24.60
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05), ** berbeda sangat nyata (P<0.01)
50
Lampiran 5. Analisis sidik ragam untuk konversi ransum Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
6 14
0.76 0.61
Total
20
1.38
Kuadrat tengah 0.13 0.04
Fhit
F0.05
2.91*
2.85
Fhit
F0.05
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05)
Lampiran 6. Analisis sidik ragam untuk berat telur Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
6 14
9.42 7.05
Total
20
16.47
Kuadrat tengah 1.57 0.50
3.12* 2.85
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05), ** berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 7. Analisis sidik ragam untuk skor warna kuning telur Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
6 14
168.73 1.73
Total
20
170.45
Kuadrat tengah 28.12 0.12
Fhit
F0.05
228.23** 2.85
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05), ** berbeda sangat nyata (P<0.01)
51
Lampiran 8. Analisis sidik ragam untuk kandungan kolesterol Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
6 14
67.80 14.37
Total
20
82.16
Kuadrat tengah 11.30 1.03
Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05), ** berbeda sangat nyata (P<0.01)
Fhit
F0.05
11.01** 2.85