KANDUNGAN MAGNESIUM PADA BIOMASSA TANAMAN Acacia mangium Willd DAN PADA PODSOLIK MERAH KUNING DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN
Sahrul Anhar E14201015
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KANDUNGAN MAGNESIUM PADA BIOMASSA TANAMAN Acacia mangium Willd DAN PADA PODSOLIK MERAH KUNING DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN
Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Sahrul Anhar E14201015
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Skripsi
: KANDUNGAN MAGNESIUM PADA BIOMASSA TANAMAN Acacia mangium Willd DAN PADA PODSOLIK MERAH KUNING DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN
Nama Mahasiswa: SAHRUL ANHAR Nomor Pokok : E14201015
Menyetujui: Pembimbing
(Dr. Ir Basuki Wasis, MS) NIP. 131 950 983
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan
(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131 430 779
Tanggal Lulus:…………………….
RINGKASAN Sahrul Anhar (E14201015). Kandungan Magnesium pada Biomassa Tanaman Acacia mangium Willd dan pada Podsolik Merah Kuning di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan kayu. Permintaan terhadap kayu dari HTI meningkat seiring meningkatnya konsumsi kayu masyarakat dan makin berkurangnya produksi kayu dari hutan alam akibat laju kerusakan hutan alam yang semakin meningkat.
Sejak dicanangkan
pembangunan HTI di Indonesia, jenis Acacia merupakan salah satu jenis favorit. Dalam pengelolaan HTI salah satu kegiatannya adalah pemanenan. Kegiatan pemanenan di Hutan Tanaman Industri menyebabkan hilang atau terangkutnya unsur hara, salah satunya adalah unsur hara magnesium. Pengambilan data dilakukan di PT. Musi Hutan Persada, sedangakan untuk mengetahui kadar Magnesium pada jaringan tanaman dan tanah dilakukan analisis unsur hara di Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian IPB. Untuk mengetahui konsentrasi unsur Mg pada tanaman A. mangium dilakukan dengan menggunakan metode destruksi basah (pengabuan basah) yaitu merupakan destruksi dengan menggunakan asam. Asam-asam yang digunakan adalah H2SO4, HNO3, dan HClO4. Analisa kimia tanah dilakukan dengan metode AAS. Metode ini dikembangkan untuk tanah-tanah masam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi unsur hara magnesium (Mg) dan penyebarannya pada tanah podsolik merah kuning dan pada jaringan tanaman A. Mangium Willd pada rotasi kedua terutama pada akar,cabang, batang kayu, kulit dan daun, serta untuk mengetahui kandungan Mg pada biomassa tanaman A. mangium Willd. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan laju pertumbuhan tinggi dan diameter pada rotasi pertama dan rotasi kedua. Laju pertumbuhan dan tinggi diameter yang mengalami penurunan disebabkan karena keadaan tempat tumbuh memiliki kandungan hara yang rendah ataupun dikarenakan oleh hilangnya salah satu unsur hara yang diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan
pada rotasi pertama.
Penurunan pada tinggi dan diameter tanaman juga
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah biomassa pada tanaman Acacia mangium Willd. Konsentrasi hara Mg pada bagian tanaman banyak terkonsentrasi pada bagian daun yaitu sebesar 0,18%. Pada bagian daun banyak mengandung Mg karena sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan fotosintesis, reaksi gelap dan proses metabolisme. Konsentrasi hara Mg terbesar pada tanah untuk rotasi pertama adalah pada umur 1 tahun yaitu 2,52 me/100 gram, sedangkan untuk rotasi kedua kandungan Mg terbesar adalah pada umur 1 tahun yaitu sebesar 1,02 me/100 gram. Penurunan kandungan hara yang terjadi pada tempat tumbuh A. mangium Willd yang mempunyai jenis tanah podsolik merah kuning tersebut mungkin dikarenakan adanya kegiatan pemanenan yang menyebabkan hara Mg pada tanah menjadi terangkut keluar. Panen batang kayu dan kulit menyebabkan hilangnya unsur hara saat (pengangkutan keluar). Besarnya kehilangan ini tergantung pada volume panen dan level unsur hara spesifik spesies yang terdapat pada batang kayu dan kulit. Penurunan tingkat pertumbuhan pada rotasi kedua meliputi penurunan tinggi, diameter, biomassa dan kandungan Mg pada bagian tanaman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bima pada tanggal 15 Juni 1983 merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Abdul Karim dan Ibu Hadijah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Kemala Bhayangkari Bima, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 3 Raba dan lulus pada tahun 1995, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Raba dan lulus pada tahun 1998. Selanjutnya penulis menjalani pendidikan di SMU Negeri 1 Raba dan lulus pada tahun 2001. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Kamojang – Sancang Garut dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Tasikmalaya. Pada Bulan Februari-April tahun 2006, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor, Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul “Kandungan Magnesium pada Biomassa Tanaman Acacia mangium Willd dan pada Podsolik Merah Kuning di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. dibawah bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat beserta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yang berjudul ”Kandungan Magnesium pada Biomassa Tanaman Acacia mangium Willd dan pada Podsolik Merah Kuning di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Menurunnya produktivitas hutan tanaman industri akibat pengelolaan hutan yang berkesinambungan menjadi acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian ini, sehingga nantinya dapat bermanfaat untuk memperoleh informasi dasar guna menunjang pengelolaan hutan secara lestari, khususnya di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada keluarga tercinta atas ketulusan doa, kasih sayang dan motivasi; Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi, serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya penulis ucapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian............................................................................... 2 C. Hipotesa……………………………………………………………. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Acacia mangium Willd…………………………..…………….…... 3 B. Magnesium…………………………………………….................... 5 C. Biomassa........................................................................................... 7 D. Tanah Podsolik Merah Kuning..........................................................8
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 9 B. Bahan dan Alat...................................................................................9 C. Tahapan Penelitian………………………….……………………… 9 D. Pengolahan Data…………………………………………………… 12
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi................................................................................................ 14 B. Topografi dan Kelerengan................................................................. 14 C. Geologi dan Tanah…….................................................................... 15 D. Iklim.............…………………………………………………...….. 15 E. Flora dan Fauna................................................................................. 15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengukuran Diameter dan Tinggi................................................ 17 2. Pengukuran Biomassa ................................................................. 18 3. Pengukuran Kandungan Hara Magnesium….....…….………… 20 4. Kandungan Hara Magnesium pada Biomassa.........…………… 22 B. Pembahasan 1. Diameter dan Tinggi.................................................................. 26 2. Biomassa Tanaman...................................................................... 28 3. Kandungan Hara Magnesium pada Tanah dan Tanaman...……. 31 4. Kandungan Hara Magnesium pada Biomassa............................. 35
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................................ 39 B. Saran.................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 41 LAMPIRAN……………………………………………………………….. 43
DAFTAR TABEL
No
Teks
Halaman
1
Hubungan antara Umur dan Diameter...........................................
16
2
Hubungan antara Umur dan Tinggi ..............................................
17
3
Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun A. mangium pada Rotasi I................................................................................... 18
4
Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun A. mangium pada Rotasi II……………………………….................................
5
Konsentrasi Mg pada Jaringan Tanaman A. mangium pada Rotasi II .............................................................................
6
9
22
Rata-Rata Konsentrasi Hara Mg pada Tiap Umur pada Rotasi II………………………………………...……...................
8
22
Konsentrasi Mg pada Jaringan Tanaman A. mangium per Umur pada Rotasi II.................................................................................
7
21
22
Konsentrasi Hara Mg pada Tanah pada Rotasi I dan Rotasi II …....................................................................................
23
Kandungan Hara Mg pada Biomassa pada Rotasi I.......................
24
10
Kandungan Hara Mg pada Biomassa pada Rotasi II...................... 39
11
Perbandingan Umur dengan Diameter pada Rotasi I dan II dan Total Mg pada Biomassa................................................................ 26
DAFTAR GAMBAR
No. 1
Teks
Halaman
Perbandingan Umur dengan Tinggi pada Rotasi I dan Rotasi II........................................................................................ 27
2
Perbandingan Umur dengan Diameter rotasi I dan Rotasi II........................................................................................ 28
3
Persentase Diameter pada Umur 5 dan Umur 25 Tahun pada Rotasi I dan Rotasi II...................................................................
4
Persentase Biomassa pada Umur 5 dan Umur 25 Tahun pada Rotasi I dan Rotasi II.......................................................………
5
Kadar Mg pada Bagian Tanaman................................................
6
Kadar Mg pada Jaringan tanaman per Umur...............................
7
Kadar Mg pada Tanah (me/100 gram) per Umur pada Rotasi I.........................................................................................
8
32 33
36
36
Perbandingan Umur Terhadap Kandungan Mg pada Biomassa Total Rotasi I dan Rotasi II.........................................................
10
30
Kadar Mg pada Tanah (me/100 gram) per Umur pada Rotasi II.......................................................................................
9
30
37
Perbandingan Umur dengan Diameter pada Rotasi I dan Rotasi II........................................................................................ 37
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
Halaman
1
Pengukuran Tinggi pada Rotasi I dan Rotasi II...........................
43
2
Pengukuran Diameter pada Rotasi I dan Rotasi II........................
44
3
Hasil Pengukuran Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun Acacia mangium pada rotasi I..............................................
4
5
45
Hasil Pengukuran Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun Acacia mangium pada rotasi II.............................................
46
Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah.................................................
47
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sumber daya alam khususnya sumber daya hutan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dan potensial bagi kehidupan manusia sehingga perlu dijaga keberadaannya sebagai fungsi penyangga sistem kehidupan. Hutan mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap keadaan tanah, sumber air, pemukiman manusia, rekreasi, pelindung marga satwa dan pendidikan. Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan kayu. Permintaan terhadap kayu dari HTI meningkat seiring meningkatnya konsumsi kayu masyarakat dan makin berkurangnya produksi kayu dari hutan alam akibat laju kerusakan hutan alam yang semakin meningkat.
Pembangunan HTI
disamping upaya untuk meningkatkan produktivitas dan potensi hutan juga merupakan upaya rehabilitasi lahan hutan yang tidak produktif, penyediaan lapangan kerja dan memperluas kesempatan untuk berusaha.
Selain dari itu
pembangunan
dalam
HTI
merupakan
kebijaksanaan
pemerintah
upaya
mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan berwawasan lingkungan, sejalan dengan kesepakatan ITTO di Bali 1990 yang telah ditanda tangani oleh Indonesia (Balitbang Kehutanan, 1998). Sejak dicanangkan pembangunan HTI di Indonesia, jenis Acacia merupakan salah satu jenis favorit. Pada awalnya jenis ini di kelompokkan kedalam jenis kayu untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas, karena A. mangium memiliki panjang serat 0,7 - 1 mm dengan kerapatan 410-530 kg/m2 (Palakongas, 1996). A. mangium juga tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan dapat tumbuh pada lahan yang tidak subur, sehingga banyak dikembangkan dalam HTI. Kegiatan pemanenan pada kulit dan batang kayu menyebabkan hilangnya unsur hara (pengangkutan keluar).
Besarnya kehilangan ini tergantung pada
volume panen dan level unsur hara spesifik yang terdapat pada batang kayu dan kulit. Hilangnya unsur hara saat pemanenan mempunyai dampak yang penting pada siklus unsur hara pada hutan tanaman industri. Output unsur hara yang
berkelanjutan akan menyebabkan degradasi tanah yang menyebabkan turunnya produktivitas (Mackensen, 2000). Salah satu unsur hara yang dapat hilang ataupun berkurang adalah unsur hara Magnesium (Mg). Mg merupakan salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk berbagai kegiatan metabolisme. Mg merupakan satu-satunya ion logam yang terdapat dalam molekul klorofil dan merupakan inti klorofil. Banyak enzim yang ikut serta dalam metabolisme karbohidrat membutuhkan Mg sebagai aktivator (Marschner, 1986). Kekurangan unsur ini akan menyebabkan klorosis pada tanaman dan menghambat reaksi gelap pada proses fotosintesis.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi unsur hara Magnesium (Mg) dan pada tanah podsolik merah kuning dan pada jaringan tanaman A. mangium pada rotasi kedua terutama pada akar,cabang, batang kayu, kulit dan daun, serta untuk mengetahui kandungan Mg pada biomassa tanaman A. mangium.
C. Hipotesa •
Terjadi penurunan pertumbuhan diameter dan tinggi pada rotasi kedua penanaman A. mangium.
•
Terjadi penurunan konsentrasi unsur hara magnesium (Mg) pada jaringan tanaman dan tanah
TINJAUAN PUSTAKA
A. Acacia mangium Willd A.1. Taksonomi dan Morfologi Acacia mangium Willd termasuk ke dalam jenis pohon berbuah polongpolongan (Famili Leguminoceae) yang cepat tumbuh. Jenis ini pertama kali ditemukan oleh Rumphius pada tahun 1653 sewaktu mempelajari tumbuhtumbuhan di kepulauan Maluku tetapi hasilnya baru dipublikasikan pada tahun 1750. Jenis ini mulai dikenal oleh masyarakat luas setelah diperkenalkan pada tahun 1966, dengan memasukkan jenis pohon ini ke Sabah, Malaysia dari habitat alamnya di hutan hujan tropika Queensland, Australia (National Academy of Science, 1983). A. mangium memiliki nama lain yaitu Mangium montanum Rump dan Acacia gaucescens, secara umum A. mangium juga dikenal dengan nama brown salwood, black wattle dan hickory wattle (Jensen, 1999).
Klasifikasi
botanis ini secara lengkap adalah sebagai berikut: Sub Kingdom :
Embryophita
Phylum
:
Tracheophyta
Sub Phylum
:
Pteropsida
Kelas
:
Angoispermae
Sub Kelas
:
Dicotyledone
Sub Famili
:
Mimosoideae
Genus
:
Acacia
Species
:
Acacia mangium Willd
Pada awal perkecambahan, A. mangium mempunyai daun majemuk yang serupa dengan Leucaena dan Albizia sp.
Serta jenis lain dari sub famili
mimosoideae. Daun majemuk setelah beberapa minggu membentuk daun palsu yang disebut Phyllodia, yang ditandai dengan melebarnya tangkai daun dan sumbu utama daun majemuk menjadi rata. Daun umumnya berbentuk bulat telur sampai ellips, halus atau sedikit bersisik, berwarna hijau tua. Bunga majemuk berbentuk simetris dengan banyak stemen. Petal dan filament berwarna putih sedangkan anther berwarna kuning. Biji yang telah masak berkulit keras, warna hitam dengan panjang 7-8 mm dan lebar 3-5 mm.
Pohon A. mangium yang telah dewasa mempunyai bentuk batang lurus, kulit batang tebal, kasar, kayu gubal sempit sempit berwarna terang dan kayu teras berwarna coklat kemerahan (Nacional Academy of Science, 1983)). Kayu A. mangium berwarna kuning muda kecoklatan dengan sapwood yang sempit dan serat tertutup.
A.2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh Penyebaran A. mangium secara alami berada di wilayah timur Indonesia yaitu Maluku dan Irian Jaya. Di Maluku, ditemukan di Trangan Ngaiber (Pulau Aru), Sula, Taliabu danb Pulau Tege, Kairatu dan Waesalam (Pulau Seram) dan di Maluku Utara. Di Irian Jaya ditemukan di Manokwari, Sedai, sepanjang Sungai Digul, Fakfak dan Merauke. Sebagai bahan baku industri penanaman A. mangium ditanam di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi (Awang dan Taylor, 1993) Menurut Jensen (1999), A. mangium mempunyai tempat tumbuh pada ketinggian antara 300 sampai 700 mdpl, dengan curah hujan tahunan 1000 – 4500 mm per tahun. Menurut Wong dalam Awang dan Taylor (1993), pada dataran rendah dengan tipe iklim yang basah dan panas, dengan suhu bulanan rata-rata minimal 22 0C dan maksimal 32 0C. Dengan rotasi tanam selama delapan tahun, hasil ratarata yang diharapkan dari HTI adalah sebesar 200 m3/ha atau 25 m3/ha per tahun. Pada rotasi pertama, hasil aktual A. mangium lebih besar daripada yang diharapkan. Sebagai tanaman pionir, A. mangium dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada rotasi pertama meskipun pada tanah yang miskin unsur hara (Mackensen, 2000) A. mangium merupakan jenis tanaman pioner yang tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah dengan pH rendah yaitu di bawah 4,2; tanah miskin hara, padang alang-alang, lahan bekas tebangan, tanah-tanah tererosi dan tanah berbatu. A. mangium mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada kondisi klimatis yang berbeda dari habitat alaminya, namun keberhasilan dari pertumbuhannya kemungkinan dipengaruhi oleh ketinggian tempat, kelembaban, curah hujan tinggi dan temperatur yang tetap
sepanjang tahun. Seperti tanaman pionir lainnya A. mangium dapat tumbuh dengan bagus pada keadaan yang penuh cahaya. Seperti tanaman polong-polongan lainnya A. mangium melakukan simbiosis dengan bakteri tanah dari genus Rhizobium.
Bakteri melakukan
penetrasi pada permukaan akar muda dalam tanah kemudian akan memperbanyak diri dengan membentuk bintil akar pada permukaan akar. Melalui bintil-bintil akar, bakteri akan menyerap gas nitrogen dari udara pada tanah. A. mangium yang tumbuh dengan normal memiliki bintil akar yang besar sehingga bisa mencegah terjadinya kekurangan nitrogen, karena bakteri Rhizobium mampu menyediakan kebutuhan nitrogen yang cukup.
A.3. Kegunaan Penanaman Acacia mangium pada HTI umumnya adalah untuk menghasilkan bahan baku pembuatan pulp dan kertas, selain itu untuk pembuatan furniture dan pembuatan alat-alat rumah tangga serta pembuatan papan partikel unggul. Dengan kepadatan dan nilai kalori sebesar 4.800 sampai 4.900 kkal per kilogram kayu A. mangium sangat bagus digunakan untuk pembuatan papan partikel yang cukup bagus (National Academy of Science, 1983). Menurut Jensen (1999), dalam keadaan mendesak daun A. mangium bisa juga digunakan untuk makanan ternak. Menurut Awang dan Taylor (1993) beberapa spesies akasia dari daerah humid atau sub humid digunakan untuk kegiatan reforestasi, dan menghasilkan kayu untuk produksi pulp, kayu gergajian dan bahan bakar. Di daerah beriklim kering beberapa spesies akasia berguna untuk program rehabilitasi dan mempunyai potensi untuk digunakan dalam kegiatan agroforestri.
B. Magnesium B.1. Unsur Hara Unsur hara menurut Mengel dan Kirkby (1982) adalah bahan kimia yang dibutuhkan atau diserap oleh tanaman untuk diserap oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan proses metabolisme. Unsur hara tersebut sangat penting karena menentukan hidup tanaman. Bahan kimia yang dimaksud berdasarkan jumlah
yang diperlukan bagi tanaman dapat dibedakan menjadi dua yaitu unsur hara, yaitu makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari C, H, N, P, K, S, Ca, Mg, Na dan Si. Sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl dan Co. Suatu unsur hara dikatakan esensial jika : a. Kekurangan unsur hara tersebut dapat menghambat dan mengganggu pertumbuhan baik vegetatif maupun generatif. b. Kekurangan unsur hara tersebut tidak dapat diganti oleh unsur lain c. Unsur tersebut harus secara langsung terlibat dalam gizi makanan tanaman. Menutrut Mackensen (2000), unsur-unsur hara yang hilang akibat kegiatan manajemen HTI adalah berkisar antara 80 – 170% untuk N, 80 – 250% untuk P, 50 – 280% untuk K, 30 – 190% untuk Ca, dan 70 – 450% untuk Mg. Output unsur hara yang berlebihan dan berkelanjutan akan menyebabkan degradasi tanah, yang menyebabkan turunnya produktivitas. Persediaan hara dalam tegakan dan konsentrasi elemen-elemen pada masing-masing bagian dari tegakan, bagian dari tegakan yang diperhatikan dan dipertimbangkan meliputi batang kayu, kulit, cabang, ranting, dan daun. Dalam pemanenan, batang kayu dan kulit diangkut keluar dari lokasi, sedangkan cabang ranting dan daun ditinggalkan dilokasi sebagai sisa phytomasa. Persediaan hara berbeda pada masing-masing pohon. Kandungan hara pada kulit pohon sangat tinggi.
B.2. Magnesium dalam Tanah Magnesium (Mg) yang terdapat didalam tanah berada dalam bentuk: segera tersedia, lambat tersedia, dan tidak tersedia bagi tanaman (Tisdale dan Nelson, 1975). Unsur Mg yang tersedia bagi tanaman berada dalam bentuk dapat dipertukarkan dan/atau dalam larutan tanah. Bentuk lambat tersedia dalam keseimbangan dengan bentuk yang dapat dipertukarkan. Sedangkan yang tidak tersedia terdapat dalam mineral-mineral primer biotit, serpentin, olivin, dan horblende serta dalam mineral-mineral sekunder khlorit, vermikulit, ilit dan monmorilonit. Jika mineral-mineral tersebut terlapuk akan dibebaskan unsur Mg yang dapat diserap oleh tanaman.
B.3. Magnesium dalam Tanaman Magnesium merupakan hara makro esensial. Tanaman mengambil unsur ini dalam bentuk ion Mg2+, terutama melalui intersepsi akar. Walaupun mekanisme serapan hara Mg melalui intersepsi akar adalah yang terpenting, tetapi serapannya melalui aliran massa dan difusi merupakan hal yang penting untuk tanah-tanah tertentu. Bahkan kedua mekanisme tersebut menunjukkan korelasi yang nyata terhadap serapan Mg terutama untuk tanah-tanah dengan kandungan Mg sangat tinggi atau rendah (Indrarjo, 1986 dalam Arios, 2005). Magnesium mempunyai peran yang penting dalam berbagai proses yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Unsur ini merupakan salah satu hara yang dibutuhkan tanaman untuk kegiatan metaboliknya. Magnesium berperan penting dalam tanaman karena merupakan satu-satunya unsur logam yang menyusun molekul klorofil (Tisdale dan Nelson, 1975). Kira-kira 10% unsur magnesium di dalam tanaman dijumpai di dalam kloroplas dan berperan sebagai aktivator spesifik dari beberapa enzim. Menurut (Indrarjo, 1986 dalam Arios, 2005) enzim yang ikut serta dalam metabolisme karbohidrat yang membutuhkan magnesium sebagai aktivator seperti enzim transfosforilase, dehidrogenase, dan karboksilase.
C. Biomassa Biomassa merupakan istilah untuk bobot bahan hidup, biasanya dinyatakan sebagai bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas. Biasanya dinyatakan sebagai kerapatan biomassa per unit luas. Biomassa tumbuhan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup dan untuk memudahkannya kadang-kadang biomassa dibagi menjadi biomassa tumbuhan diatas tanah (daun, cabang, dahan dan bahan pokok) dan biomassa di dalam tanah (akar-akaran) (Kusmana dan Istomo, 2003). Pengetahuan tentang biomassa sangat penting untuk aspek-aspek fungsional hutan seperti produktivitas primer, siklus hara dan aliran energi (Harse et al., 1992).
Oleh karena itu data biomassa penting untuk mengetahui
karakteristik ekosistim hutan dalam rangka menentukan sistim pengelolaan hutan berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian hasil (Kusmana et al., 1992).
Menurut Satoo & Madgwick (1982) selain curah hujan dan temperatur yang mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan adalah umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan, kualitas tempat tumbuh yang mempengaruhi besarnya biomassa. Unsur hara yang diserap tanaman digunakan antara lain untuk menyusun bagian-bagian tubuh tanaman tersebut berbeda untuk setiap jenis tanaman maupun untuk jenis tanaman yang sama tetapi dengan tingkat produksi yang berbeda (Hardjowigeno, 1985).
D. Tanah Podsolik Merah Kuning Podsolik merah kuning adalah jenis tanah yang terbentuk oleh proses pedogenesis yang menyerupai pembentukan tanah podsol. Dalam hal ini proses tersebut terkenal sebagai podsolisasi (Wiryodiharjo, 1963 dalam Indrihastuti 2004). Ciri utama proses tersebut adalah terkonsentrasinya silika pada bagian atas tanah (horizon A) sedangkan kadar Al dan Fe oksida lebih tinggi pada horizon B daripada horizon A. Tanah tua yang telah mengalami proses pembentukan tanah dan terjadi perubahan-perubahan yang lebih nyata pada horizon A dan B kemudian terbentuklah horizon-horizon A1,2,3 dan B1,2,3 dan lain-lain. Disamping itu pelapukan mineral dan pencucian basa-basa makin meningkat sehingga tinggal mineral-mineral yang sukar lapuk di dalam tanah dan tanah menjadi keras dan masam. Jenis tanah tua tersebut adalah tanah Ultisol atau yang sering disebut sebagai tanah podsolik merah kuning dan oxisol atau laterit (Hardjowigeno, 1985).
Pada Umumnya tanah podsolik merah kuning adalah tanah yang
mempunyai perkembangan profil, konsistensi teguh, bereaksi masam, dengan tingkat kejenuhan basa rendah. Podsolik merupakan segolongan tanah yang mengalami perkembangn profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah hingga kuning dengan kedalaman satu hingga dua meter. Tanah ini memiliki konsistensi yang teguh sampai gembur (makin ke bawah makin teguh), permeabilitas lambat sampai sedang, struktur gumpal pada horizon B (makin kebawah makin pejal), tekstur
beragam dan agregat berselaput liat. Di samping itu sering dijumpai konkresi besi dan kerikil kuarsa (Saptodihardjo, 1976 dalam Indrihastuti 2004).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dilakukan dilaboratorium kesuburan dan kimia tanah, Fakultas Pertanian, IPB dengan menggunakan data yang diambil di Hutan Tanaman Industri PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan yang dilaksanakan pada bulan April 2004
B. Bahan dan Alat B.1. Bahan Bahan utama yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah daun, cabang, batang, kulit batang, dan akar dari tanaman Acacia mangium yang berumur satu sampai lima tahun pada rotasi kedua pada HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan bahan yang digunakan di laboratorium adalah HClO4, HNO3, HCl, larutan pewarna P-A dan air aquades.
B.2. Alat Alat yang diperlukan di laboratorium adalah lumpang porselain, ayakan tanah 2 mm, timbangan, mesin pengocok, larutan lantan, UV-VIS Spectrometer, flamephotometer, Block disgestion, Mesin giling (Blender tanaman), tabung pereaksi, corong, labu digest, pipet, oven timbangan, kertas saring. Sedangkan alat yang digunakan penelitian adalah Perconal Computer (PC) dengan Software Microsoft Excels dan Software Minitab.
C. Tahapan Penelitian C.1. Tahapan Analisa Unsur Magnesium pada Tanaman Untuk mengetahui konsentrasi unsur magnesium pada tanaman A. mangium dilakukan dengan menggunakan metode destruksi basah (pengabuan basah) yaitu merupakan destruksi dengan menggunakan asam. Asam-asam yang digunakan adalah H2SO4, HNO3, dan HClO4. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam destruksi basah tanaman A. mangium pada bagian daun, batang kayu, kulit
batang, cabang dan akar dalam menentukan unsur magnesium adalah sebagai berikut: 1. Oven contoh bagian tanaman (daun, batang, kulkit batang, cabang dan akar) masing-masing 200 gram selama 48 jam dengan suhu 600 C sampai kadar airnya habis dan mencapai kering giling. 2. Setelah mencapai kering giling kemudian masukkan masing-masing bagian tanaman tersebut kedalam mesin giling untuk digiling hingga menjadi serbuk. 3. Timbang serbuk daun, batang, kulit batang, cabang dan akar A. mangium masing-masing sebanyak 0,5 gram lalu masukkan masing-masing serbuk bagian tanaman tersebut pada lima labu ukur 100 ml. 4. Tambahkan larutan HNO3, dan HClO4 lima mililiter dengan perbandingan 1:2 pada labu ukur tersebut, kemudian diinkubasi (direndam) selama semalam. 5. Panaskan ekstrak daun, batang kayu, kulit batang, cabang dan akar A. mangium yang ada di labu ukur ke dalam block Digestion (alat penangas) dengan suhu 1500 C selama 1,5 jam, sampai asap coklat hilang dan asapnya menjadi putih.
Untuk menghilangkan koloid yang tertinggal
tambahkan satu mililiter larutan HCl. 6. Naikkan suhu Block digestion sampai 230 0C selama 30 menit. 7. Dinginkan ekstrak yang telah dipanaskan tersebut, tambahkan air aquades sampai tanda tera pada labu ukur 50 mililiter ( + 10 mililter air aquades) supaya ekstrak tidak menempel di dinding. 8. Himpitkan ekstrak kedalam labu ukur 50 ml. Bila ekstrak keruh maka saring dengan kertas saring. 9. Kemudian ukur kadar unsur hara magnesium dari ekstrak dengan menggunakan UV VIS Spechtrometer.
C.2. Analisa Unsur Magnesium pada Tanah Analisa Kimia tanah yang dilakukan dengan metode AAS. dikembangkan untuk tanah-tanah masam. sebagai berikut :
Metode ini
Langkah-langkah ekstraksi adalah
1. Kering udarakan contoh tanah selama tujuh hari. 2. Tumbuk tanah dalam lumpang porselen sampai halus kemudian ayak dengan ayakan berdiameter 2 mm. Lakukan pada setiapa contoh tanah per horizon dan loikasi. 3. Masukkan 1,5 gram tanah yang sudah ditumbuk dan diayak ke dalam labu ekstraksi. 4. Tambahkan 15 mililiter larutan pengekstrak P-A 5. Kocok selama 15 menit dengan mesin pengocok. Larutan P – A berupa campuran antara HCl 0,025 N + NH4 0,03 N sehingga menjadi larutan 30 ml larutan P – A menjadi satu liter atau 1,11 gram NH4F + 4,16 HCl N per liter. 6. Saring ekstrak tanah tersebut dengan menggenakan kertas saring. 7. Pipet 5 ml ekstrak tanah dan tambahklan 5 ml air aquades untuk pengenceran. 8. Tambahkan larutan lantan. 9. Hitung kandungan unsur hara magnesium pada ekstrak tanah dengan menggunakan alat Flamephotometer.
C.3. Penentuan Biomassa Biomassa yang diukur adalah pada bagian batang kayu, kulit cabang dan daun, berat kering total pada masing-masin bagian pohon (batang kayu, kulit, cabang dan daun) diperoleh dengan menggunakan rumus :
BK =
BB 1 + ( % KA / 100)
% KA diperoleh dari nilai rata-rata % KA sampel sebanyak tiga ulanagan pada tiap bagian pohon yang diambil. berikut :
%KA =
BBc - BKc BKc
Keterangan : Bk
= Berat kering
BB
= Berat basah
Adapun perhitungan %KA adalah sebagai
% KA
= Persen kadar air
BBc
= Berat basah contoh
BKc
= Berat kering contoh
Penentuan kadar Mg pada biomassa yaitu dengan Mg pada Biomassa = Biomassa pada tiap bagian tanaman x Konsentrasi Mg pada tiap bagian
D. Pengolahan data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan Software Minitab. D.1 Pengolahan Data pada Tanaman
Kadar Y = Konsentrasi Y (dari kurva standar) x FBK x Faktor pengenceran Keterangan : FBK : Faktor bahan kering Y
: Unsur bahan kering
Model
penentuan
biomassa
pada
tegakan
A.
mangium
menggunakan D (cm) dan tinggi (m) sebagai parameter berikut : Height
= -3,821 + 1,796* dbh – 0,025* (dbh)2
Ln(Berat Batang)
= -3,212 + 0,905*Ln ((dbh)2*H)
Ln(Berat Cabang)
= -2,073 + 1,030*Ln(Berat Batang)
Ln(Berat Cabang)
= -5,464 + 0,942*Ln((dbh)2*H)
Ln(Biomassa)
= 0,9892 + 0,2781*Log(dbh2H)
Dimana : Dbh
= Diameter setinggi dada
B
= Biomassa (kg)
H
= Tinggi total
D.2 Pengolahan Data pada Tanah
%KA =
BBc - BKc BKc
dengan
Keterangan : % KA = Persen kadar air BBc
= Berat basah contoh
BKc
= Berat kering contoh
Kandungan magnesium pada tanah Perhitungannya : Mg tanah (PPM) = Mg dalam larutan (ppm) x
15 100 + KA x 1,5 100
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
PT Musi Hutan Persada adalah merupakan perusahaan patungan antara BUMN/Pemerintah (40%) dengan perusahaan swasta PT Enim Musi Lestari (60%) yang berdiri pada tanggal 27 Maret 1991 bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah Propinsi Sumatera Selatan, dengan luas kawasan sebesar 296.400 ha yang terdiri dari hutan tanaman A. mangium seluas 193.500 ha, hutan produksi yang dikonservasi seluas 86.000 ha dengan sarana dan prasarana pemukiman seluas 16.000 ha. Realisasi luas hutan tanaman industri jenis A. mangium seluas 193.500 ha tersebut ditanam selama 8 tahun, jadi rata-rata ditanam 25.000 ha/tahun, yang semula adalah lahan kritis dengan vegetasi tanah kosong.
A. Lokasi
Lokasi hutan tanaman industri (HTI) terbagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu Benakat seluas 197.741 ha, Subanjeriji seluas 87.354 ha dan Martapura seluas 10.305 ha. Lokasi penelitian dilakukan di Kelompok Hutan Subanjeriji PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Daerah Subenjeriji terdiri empat lokasi yaitu Merbau, Caban, Sodong dan Gemawang. Subanjeriji secara administratif pemerintahan terletak di di Kecamatan Rambangdangku, Kabupaten Muaraenim Propinsi Sumatera Selatan. Menurut pembagian kawasan kehutanan Subanjeriji termasuk Resort Polisi Hutan Subanjeriji, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Muaraenim, Kesatuan Pemangkuan Hutan Lematang Musi Hulu, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan. Menurut wilayah daerah aliran sungai (DAS) Subanjeriji masuk DAS Musi, Sub DAS Sungai Lematang.
Posisi
Geografis dari areal tersebut terletak antara 103010’ – 104025’ Bujur Timur dan 300’ – 4028’ Lintang Selatan.
B. Topografi dan Kelerengan
Keadaan topografi dilokasi penelitian umumnya relatif datar hingga bergelombang dengan kemiringan lahan berkisar antara 2-20%. Areal HPHTI PT Musi Hutan Persada terletak pada variasi ketinggian 100-250 m dpl.
C. Geologi dan Tanah
Tanah di kelompok hutan Subanjeriji didominasi oleh asosiasi podsolik, asosiasi latosol dan podsolik merah kekuningan, menurut taksonomi tanah masuk order ultisol. Tekstur tanah umumnya berliat berat dengan tingkat kesuburan rendah dan permeabilitas kurang baik, serta kedalaman efektif berkisar antara 6090 cm. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Menurut taksonomi tanah masuk ke dalam ordo Ultisol secara umum merupakan daerah yang masih tersisa untuk dikembangkan kawasan budidaya. Air daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tersedia dari curah hujan yang tinggi, reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa rendah, Kadar Al yang tinggi, kadar unsur hara yang rendah merupakan pembatas utama kegiatan budidaya. Untuk penggunaan budidaya yang baik diperlukan pengapuran, pemupukan dan pengelolaan yang tepat (Hardjowigeno, 1993).
D. Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson daerah penelitian termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.500 mm sampai dengan 3.000 mm. Sedangkan berdasarkan iklim oldeman termasuk iklim kering dengan 4 bulan basah yaitu pada bulan Desember-Maret dan 8 kering. Suhu rata-rata bulanan maksimum berkisar 320C dan rata-rata bulanan minimum berkisar 270C. Kecepatan angin rata-rata bulanan sebesar 30,2 km/jam dengan kelembaban nisbi rata-rata 30-88%.
E. Flora dan Fauna
Kawasan hutan PT. MHP termasuk hutan hujan dataran rendah, dimana di dalamnya terdiri dari hutan tanaman dan hutan alam. Kawasan hutan tanaman ditanami jenis A. mangium, sedangkan hutan alam didominasi oleh jenis Kempas (Koompasia malaccensis), Medang (Endianolsa rubecens), Dangku (Pimelcoden macrocarpum), dan Balam (Madhuca sericea).
Sedangkan jenis fauna yang ditemukan dikawasan ini meliputi kelompok mamalia yang terdapat di areal hutan alam PT. MHP antara lain Kancil (Tragulus javanicus) dan Simpai (Presbytis melalophos).
Jenis primata yang tersebar
didalam hutan konservasi HTI PT. MHP yaitu Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Siamang (Hylobates syndactylus), dan Beruk (Macaca nemestrina).
Sedangkan untuk jenis reptilia : Labi-labi (Chitra indica), Ular sawah (Phyton reticulatus) dan Biawak (Varanus nebulosus) dan jenis-jenis burung yang
dilindungi adalah Elang Bondol (Halistur indus), Ayam hutan (Gallus ignita), Kuau (Arqusianus argus), Enggang (Anthracoceos cilloostrisis), Rangkong (Buceros rhinoceros), dan Alap-alap (Michirane fringillarius).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian A.1. Pengukuran Diameter dan Tinggi
Tabel 1 menampilkan perbandingan pertumbuhan diameter pada rotasi pertama dengan rotasi kedua. Pada rotasi pertama terjadi pertumbuhan yang sangat cepat tiap tahunnya, dimana pada umur 25 tahun sudah mencapai 25,12 cm. Sedangkan pada rotasi kedua pada umur 1 sampai dengan 4 tahun terjadi pertumbuhan diameter yang cukup baik yaitu sebesar 12,45 cm, tetapi setelah umur 5 sampai dengan 20 tahun pertumbuhan yang terjadi sangat kecil dengan ukuran diameter sebesar 12,59 cm. Tabel 1. Hubungan antara Umur dan Diameter Umur (Tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sumber :
1)
Diameter Rotasi I (cm)1) 3.74 6.96 9.71 12.08 14.11 15.85 17.34 18.62 19.72 20.66 21.47 22.16 22.76 23.27 23.71 24.08 24.4 24.68 24.92 25.12
Diameter Rotasi II (cm) 0.44 4.07 10.87 12.45 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59
Saharjo 1999
Untuk melihat perbandingan tinggi A. mangium pada rotasi pertama dan kedua dapat dilihat pada Tabel 2. Pada rotasi pertama pertumbuhannya sangat cepat, pada umur 20 tahun tingginya sudah mencapai 33,09 meter. Sedangkan pada rotasi kedua pada umur 20 tahun tinggi A. mangium hanya mencapai 14,16 meter, hal ini menunjukkan perbedaan pertumbuhan tinggi yang sangat jauh antara rotasi pertama dan rotasi kedua.
Tabel 2. Hubungan antara Umur dan Tinggi Tinggi Rotasi I (meter)1) 4.14 7.81 11.07 13.95 16.49 18.76 20.76 22.52 24.11 25.49 26.73 27.82 28.79 29.65 30.41 31.08 31.68 32.21 32.68 33.09
Umur (Tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tinggi Rotasi II (meter) 0.73 3.81 7.27 9.76 11.29 12.21 12.79 13.16 13.4 13.58 13.69 13.79 13.86 13.91 13.95 13.98 14.01 14.03 14.05 14.06
Sumber : 1)Saharjo 1999 A.2. Pengukuran Biomassa A.2.1. Pengukuran Biomassa Rotasi I
Untuk mengetahui jumlah biomassa pada rotasi pertama dilakukan pengukuran pada jaringan tanaman A. mangium yaitu pada bagian batang, kulit, cabang, dan daun untuk rotasi pertama. Jumlah biomassa yang terbesar terdapat pada bagian batang, hal ini dikarenakan pada bagian batang digunakan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan dan besarnya biomassa ini dipengaruhi oleh diameter setinggi dada (DBH).
Bagian tumbuhan yang memberikan
kontribusi terbesar hingga terkecil secara berurutan adalah: batang > cabang > kulit > daun. Hasil pengukuran Biomassa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun A. mangium pada Rotasi I Umur (Thn) 5 6 7 8 9
Diameter (cm) 14.1 15.85 17.34 18.62 19.72
Batang (Ton/ha) 24.22 33.7 43.09 52.08 60.47
Kulit (Ton/ha) 3.98 5.38 6.75 8.05 9.25
Cabang (Ton/ha) 5.62 7.32 8.95 10.48 11.88
Daun (Ton/ha) 2.21 2.73 3.22 3.66 4.07
Bimassa Total (Ton/ha) 36.03 49.13 62.01 74.27 85.67
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
20.66 21.47 22.16 22.76 23.27 23.71 24.08 24.4 24.68 24.92 25.12 25.29 25.45 25.57 25.68 25.78
68.17 75.14 81.39 86.96 91.88 96.22 100.01 103.33 106.21 108.72 110.89 112.78 114.41 115.81 117.03 118.07
10.36 11.35 12.24 13.03 13.73 14.35 14.89 15.36 15.76 16.12 16.43 16.69 16.92 17.12 17.29 17.43
13.16 14.31 15.34 16.24 17.04 17.74 18.35 18.89 19.35 19.75 20.1 20.4 20.66 20.89 21.08 21.24
4.44 4.76 5.05 5.31 5.53 5.73 5.56 6.04 6.17 6.28 6.38 6.46 6.54 6.59 6.65 6.69
96.13 105.56 114.02 121.54 128.18 134.04 138.81 143.62 147.49 150.87 153.8 156.33 158.53 160.41 162.05 163.43
A.2.2 Pengukuran Biomassa Rotasi II
Pada rotasi kedua mempunyai biomassa yang lebih rendah bila dibandingkan dengan biomassa pada rotasi pertama begitu juga dengan besarnya diameter yang selisihnya cukup besar bila dibandingkan dengan rotasi pertama, penurunan biomassa ini mungkin disebabkan menurunnya kualitas tempat tumbuhnya. Bagian tumbuhan yang memberikan kontribusi terbesar sehingga terkecil secara berurutan adalah : batang > cabang > kulit > daun.
Hasil
pengukuran biomassa pada rotasi kedua dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun A. mangium pada Rotasi II Umur (Thn) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Diameter (cm) 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59
Batang (Ton/ha) 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23
Kulit (Ton/ha) 2.94 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95
Cabang (Ton/ha) 4.33 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34
Daun (Ton/ha) 1.8 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81
Bimassa Total (Ton/ha) 26.3 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59
17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23 17.23
2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95 2.95
4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34 4.34
1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81 1.81
26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33 26.33
A.3. Pengukuran Kandungan Hara Magnesium (Mg) A.3.1. Konsentrasi Hara Magnesium (Mg) pada Daun, Cabang, Batang, Kulit dan Akar.
Pengukuran hara magnesium (Mg) pada sampel jaringan tanaman A. mangium rotasi kedua yang meliputi bagian daun, cabang, batang, kulit batang
dan akar dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan basah (wet destruction) di laboratorium menunjukkan bahwa pada daun memiliki konsentrasi
Mg terbesar yaitu 0,18% dan yang memiliki konsentrasi Mg terendah adalah pada bagian batang yaitu 0,07%. Hasil pengukuran hara Mg pada jaringan tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konsentrasi Mg pada Jaringan Tanaman A. mangium pada Rotasi II Keterangan Konsentrasi Rata-rata
Daun
Cabang
Batang
Kulit
Akar
0,18 ± 0,02
0,1 ± 0,03
0,07 ± 0,03
0,11 ± 0,05
0,08 ± 0,02
A.3.2. Konsentrasi Hara Magnesium (Mg) pada jaringan Tanaman Tiap Umur pada Rotasi II
Pada rotasi kedua menunjukkan adanya penurunan konsentrasi Mg, adanya perbedaan umur dan tempat tumbuh menyebabkan perbedaan kandungan konsentrasi Mg. Pada umur 4 tahun mempunyai konsentrasi hara Mg terendah yaitu sebesar 0,42% sedangkan pada umur 2 tahun mempunyai konsentrasi hara Mg yang terbesar yaitu 0, 68%. Hasil pengukuran konsentrasi hara Mg pada tiap umur dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Konsentrasi Mg pada Jaringan Tanaman A. mangium per Umur pada Rotasi II Umur 1
Keterangan Daun
Umur 2
Umur 3
Umur 4
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
0.19
0.18
0.15
0.2
0.26
0.26
0.18
0.15
0.12
0.19
0.16
0.16
Rata-rata
0.17 ± 0.02
Cabang
0.13
Rata-rata
0.14
0.24 ± 0.03
0.15
0.12
0,14 ± 0,01
Batang
0.03
Rata-rata
0.08
0.05
Rata-rata
0.05
0.14
0.06
0.05
Rata-rata
0.05
0.08
0.12
0.09
0.11
0.15
0.1
0.07
0.07
0.14
0.11
0.09
0.07
0.04
0.09
0.16
0.19
0.04
0.05
0.05
0.1
0.07
0.05
0.04
0.03
0,04 ± 0,01
0.06
0.18
0,13 ± 0.07
0,1 ± 0,05
0.03
0,05 ± 0,02
0,05 ± 0,02
0,12 ± 0,03
0,07 ± 0,01
0.08
0.17 ± 0.01
0,08 ± 0,01
0,09 ± 0,03
0,06 ± 0,02
Akar
0.06
0,13 ± 0,07
0,08 ± 0,06
Kulit
0.21
0.15 ± 0.03
0.1
0.05
0,11 ± 0,07
0.06
0.05
0,08 ± 0,02
0.05
0.06
0,05 ± 0,01
Tabel 7. Rata-Rata Konsentrasi Hara Mg pada per Umur pada Rotasi II Umur 1
Konsentrasi Mg per Pohon (%)
Umur 2
Umur 3
Umur 4
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
0,45
0,50
0,60
0,63
0,85
0,56
0,59
0,53
0,37
0,54
0,38
0,35
Rata-Rata
0,52 ± 0,08
0,68 ± 0,15
0,49 ± 0,11
0,42 ± 0,10
A.3.3. Konsentrasi Hara Magnesium (Mg) pada Tanah.
Besarnya konsentrasi hara Mg pada tanah mengalami penurunan pada rotasi pertama ke rotasi kedua. Pada rotasi pertama konsentrasi terendah terjadi pada Umur 3 tahun yaitu sebesar 1,98 me/100 gram sedangkan konsentrasi tertinggi terjadi pada Umur 1 tahun sebesar 2,52 me/100 gram. Pada rotasi kedua konsentrasi Mg terendah terjadi pada Umur 2 tahun yaitu sebesar 0,72 me/100 gram dan konsentrasi Mg tertinggi pada Umur 1 tahun yaitu sebesar 1,02 me/100 gram. Besar konsentrasi Mg pada rotasi pertama dan rotasi kedua dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Konsentrasi Hara Mg pada Tanah pada Rotasi I dan Rotasi II Umur 1 2 3 4 Rata-Rata
Konsentrasi Mg pada tanah (me/100 gram) Rotasi I Rotasi II 2,52 1.02 ± 0,34 2,28 0,72 ± 0,10 1,98 0,88 ± 0,21 1,99 0,81 ± 0,31 0,86 ± 0,13 2,19 ± 0,26
A.4. Kandungan Hara Magnesium (Mg) pada Biomassa
Besar kandungan hara Mg pada biomassa setiap jaringan tanaman yang ditentukan dengan mengalikan jumlah biomassa pada setiap jaringan tanaman dengan konsentrasi Mg yang dimiliki setiap jaringan tanaman memberikan hasil seperti pada Tabel 9 untuk rotasi I dan Tabel 10 untuk rotasi II.
Semakin bertambahnya umur dan pertumbuhan maka semakin besar pula kandungan Mg yang dimilikinya. Kandungan hara Mg pada biomassa terbesar terdapat pada bagian batang. Antara rotasi pertama dan rotasi kedua memiliki selisih biomassa total yang cukup besar, dimana pada umur 25 tahun untuk rotasi pertama memiliki biomassa total sebesar 328,004 kg/ha, sedangkan pada rotasi kedua hanya memiliki biomassa total sebesar 21,86 kg/ha.
Tabel. 9. Kandungan Hara Mg pada Biomassa pada Rotasi I Umur (Tahun) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Diameter (cm) 14.10 15.85 17.34 18.62 19.72 20.66 21.47 22.16 22.76 23.27 23.71 24.08 24.4 24.68 24.92 25.12 25.29 25.45 25.57 25.68 25.78
Daun 4.435 5.479 6.463 7.346 8.168 8.911 9.553 10.135 10.657 11.099 11.500 11.159 12.122 12.383 12.604 12.805 12.965 13.126 13.226 13.347 13.427
Biomassa (kg/ha) Cabang Batang Kulit 11.279 48.610 7.988 14.691 67.636 10.798 17.963 86.482 13.547 21.033 104.525 16.156 23.843 121.363 18.565 26.412 136.817 20.793 28.720 150.806 22.779 30.787 163.350 24.566 32.594 174.529 26.151 34.199 184.403 27.556 35.604 193.114 28.800 36.828 200.720 29.884 37.912 207.383 30.828 38.835 213.163 31.630 39.638 218.201 32.353 40.341 222.556 32.975 40.943 226.349 33.497 41.465 229.621 33.958 41.926 232.431 34.360 42.308 234.879 34.701 42.629 236.966 34.982
Total 72.312 98.604 124.454 149.060 171.940 192.933 211.859 228.838 243.931 257.257 269.018 278.592 288.245 296.012 302.796 308.677 313.754 318.170 321.943 325.234 328.004
Tabel. 10. Kandungan Hara Mg pada Biomassa pada Rotasi II Umur (Tahun) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Diameter (cm) 12.585 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596 12.596
Daun 3.24 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26
Biomassa (kg/ha) Cabang Batang Kulit 3.24 12.06 3.23 3.26 12.09 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24 3.26 12.10 3.24
Total 21.77 21.85 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86
Tabel 11. Perbandingan Umur dengan Diameter pada Rotasi I dan II dan Total Mg pada Biomassa Umur
Diameter (cm)
Total Mg Biomassa (Kg/ha)
(Tahun)
Rotasi I
Rotasi II
Rotasi I
Rotasi II
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
14.11 15.85 17.34 18.62 19.72 20.66 21.47 22.16 22.76 23.27 23.71 24.08 24.4 24.68 24.92 25.12 25,29 25,45 25,57 25,68 25,78
12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59 12.59
72.31 98.60 124.45 149.06 171.94 192.93 211.86 228.83 243.93 257.26 269.01 278.59 288.24 296.01 302.80 308.68 313.75 318.17 321.94 325.23 328.00
21.77 21.85 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86 21.86
B. Pembahasan B.1. Diameter dan Tinggi
Pertumbuhan A. mangium pada suatu tempat tumbuh sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain adalah : curah hujan, temperatur, umur, kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan. Pada rotasi pertama penanaman A. mangium, pada umur 1 tahun penanaman, tegakan A. mangium memiliki tinggi 4,14 meter, dan pada umur 20 tahun mempunyai tinggi 33,09 meter. Pertumbuhan yang terjadi pada A. mangium tersebut dikarenakan keadaan tempat tumbuh yang masih mempunyai ketersediaan hara yang cukup untuk memenuhi pertumbuhan dan pembelahan sel-selnya dapat terus berlangsung. Pada rotasi kedua penanaman A. mangium, pada umur satu tahun tegakan tersebut memiliki tinggi 0,73 meter, pada umur 15 tahun tinggi mencapai 13,95 meter dan sampai umur 20 tahun tinggi tegakan hanya mencapai 14,06 meter. Perbedaan laju pertumbuhan tinggi pada rotasi pertama dengan rotasi kedua cukup besar, pada umur 20 tahun antara kedua rotasi tersebut memiliki selisih tinggi sebesar 19,03 meter. Laju pertumbuhan tinggi yang mengalami penurunan ini disebabkan karena keadaan tempat tumbuh memiliki kandungan hara yang rendah ataupun dikarenakan oleh hilangnya unsur hara yang diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan pada rotasi pertama, sehingga kebutuhan tanaman akan unsur hara tidak dapat dipenuhi oleh tanah. Keadaan
kekurangan unsur hara biasanmya menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan sel-sel pada tanaman, salah satunya adalah terhambatnya pertumbuhan tinggi tanaman. Berdasarkan pada Tabel 1. perbandingan antar umur dengan tinggi pada rotasi kedua dapat dilihat pada Gambar 1. 35 30
Tinggi (m)
25 20
Tinggi Rotasi I (meter)
15
Tinggi Rotasi II (meter)
10 5 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Umur (tahun)
Gambar 1. Perbandingan Umur dengan Tinggi pada Rotasi I dan Rotasi II
Hasil pengukuran diameter menunjukkan bahwa pada rotasi pertama pertumbuhan diameter cukup besar, pada umur satu tahun penanaman tegakan A. mangium memiliki diameter 3,74 cm, sampai pada umur 20 tahun diameter yang
dimiliki adalah 25,78 cm, pertumbuhan diameter ini juga mencapai 25,12 cm, pertumbuhan diameter ini juga dipengaruhi salah satunya oleh ketersediaan hara pada tempat tumbuh yang cukup baik.
Sedangkan pada rotasi kedua terjadi
penurunan laju pertumbuhan diameter, pada tahun pertama penanaman diameter yang dimiliki oleh tegakan tersebut hanya 0,44 cm, pada umur 4 tahun memiliki diameter 12,45 cm dan sampai pada umur 25 tahun hampir tidak terjadi pertumbuhan diameter yang signifikan karena diameter yang dimiliki hanya 12,59 cm. Hal ini dapat dilihat Tabel 1. dan Perbandingan antara umur dan diameter pada rotasi pertama dan rotasi kedua dapat dilihat pada Tabel 1. dan Gambar 2. Menurut Ross dan Salisburry (1995), tumbuhan akan menanggapi kurangnya pasokan unsur hara esensial dengan menunjukkan gejala yang khas.
Gejala yang terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan akar, batang atau daun, serta klorosis atau nekrosis pada berbagai organ tanaman. Terjadinya penurunan laju pertumbuhan tinggi dan diameter batang pada rotasi kedua ini disebabkan karena terjadinya kekurangan dan ketidak seimbangan unsur hara yang tersedia dalam tanah ini terjadi karena adanya kegiatan pemanenan, dimana pada kegiatan pemanenan ini terjadi pengangkutan unsur hara keluar, terutama panen batang kayu dan kulit.
30
Diameter (cm)
25 20
Diameter Rotasi I (cm)
15
Diameter Rotasi II (cm)
10 5 0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19
Umur (tahun)
Gambar 2. Perbandingan Umur dengan Diameter rotasi I dan Rotasi II
B.2. Biomassa Tanaman
Tanaman selama masa hidupnya atau selama masa tertentu membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan umur tanaman akan terjadi, dan merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling sering digunakan. Biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang kasar, berasal dari bahan fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah melalui proses biosintesis. Biomassa tumbuhan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup dan untuk memudahkannya kadang-kadang biomassa dibagi menjadi biomassa tumbuhan diatas tanah (daun, cabang, dahan dan bahan pokok) dan biomassa di dalam tanah (akar-akaran) (Kusmana et., al, 2003). Hasil penghitungan biomassa pada jaringan A. mangium pada bagian batang, kulit,
cabang, dan daun menunjukkan bahwa pada umur 25 tahun untuk rotasi pertama tegakan A. mangium mempunyai biomassa total sebesar 163,43 ton /ha. Besarnya biomassa pada rotasi pertama dipengaruhi oleh jumlah pohon dan
diameter
pohon. Menurut Siregar (1995) dalam Mejupan (2001) menyatakan bahwa 98,7 % biomassa tanaman dipengaruhi oleh diameter setinggi dada. Selain itu tingkat pertumbuhan tegakan dan besarnya biomassa yang dimiliki oleh tegakan juga dipengaruhi oleh umur tegakan itu sendiri. Apabila diamati struktur tegakan mulai umur 20 tahun sampai umur 25 tahun, pada diameter setinggi dada tidak mengalami pertumbuhan lagi karena antara umur 20-25 tahun mempunyai selisih hanya sebesar 0,66 cm, sehingga pada umur 20-25 tahun selisih biomassa total yang dimiliki oleh tegakan A. mangium sebesar 9,63 ton/ha. Bagian tumbuhan pada rotasi pertama ini mempunyai urutan biomassa dari yang terbesar hingga terkecil: batang > cabang > kulit > daun. Jika dibandingkan dengan rotasi pertama, pada penanaman A. mangium rotasi kedua terjadi penurunan laju pertumbuhan diameter dan penurunan jumlah biomassa, baik itu pada batang, cabang, cabang kulit dan daun. Besarnya diameter mempengaruhi jumlah bimassa suatu tanaman, maka semakin kecil diameter maka jumlah biomassa juga kecil, menurunnya diameter dan jumlah biomassa menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas.
Pada umur sepuluh tahun
biomassa total untuk rotasi kedua adalah 26,30 ton/ha, sedangkan pada umur 25 tahun 26,33 ton/ha. Mulai umur 5 tahun sampai umur 25 tahun biomassa total adalah sebesar 0,03 ton/ha. Bagian tumbuhan pada rotasi kedua ini mempunyai urutan biomassa dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah: batang > cabang > kulit > daun. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa semakin besar ukuran atau tingkat pertumbuhan maka semakin besar biomassa yang dikandungnya. Tingkat pertumbuhan tegakan tentunya berhubungan dengan umur tegakan. Besarnya perbandingan biomassa dan diameter berdasarkan umur pada rotasi pertama dan kedua dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
30 25,78
Diameter (cm)
25 20 15
14,11
12,59
12,59
10 5 0 Umur 5 tahun Rotasi I
Umur 25 tahun Rotasi II
Gambar 3. Persentase Diameter pada Umur 5 dan 25 Tahun pada Rotasi I dan Rotasi II
180
163,43
Biomassa (Ton/ha)
160 140 120 100 80 60 40
36,3
26,3
26,33
20 0 Umur 5 tahun Rotasi I
Umur 25 tahun Rotasi II
Gambar 4. Persentase Biomassa pada Umur 5 dan 25 Tahun pada Rotasi I dan Rotasi II
Penurunan laju pertumbuhan diameter dan biomassa pada tegakan A. mangium yang ditanam pada rotasi kedua ini kemungkinan disebabkan oleh
adanya penurunan kualitas tempat tumbuh. Seperti diungkapkan oleh Kusmana et
al. (1992) bahwa bervariasinya data dalam biomassa dapat disebabkan oleh umur
tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, kondisi iklim setempat terutama temperatur dan curah hujan.
Pada rotasi pertama
mempunyai kualitas tempat tumbuh yang lebih baik daripada rotasi kedua, pada rotasi pertama belum banyak terjadi pengurasan unsur-unsur hara yang banyak diperlukan dalam pertumbuhan tegakan. Kegiatan pemanenan terutama panen batang dan kulit menyebabkan terjadinya pengangkutan keluar sehingga banyak unsur-unsur hara terangkut keluar. Sehingga pada rotasi kedua terjadi kekurangan unsur-unsur hara dan menyebabkan pertumbuhan A. mangium menjadi terhambat dan biomassanya tidak sebesar pada rotasi pertama.
B.3. Kandungan Hara Magnesium (Mg) pada Tanah dan Tanaman
Magnesium mempunyai peranan penting dalam berbagai proses yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Unsur ini merupakan salah satu hara yang dibutuhkan tanaman untuk kegiatan metaboliknya. Unsur Mg di dalam tanaman dijumpai di dalam kloroplas dan berperan sebagai aktivator spesifik dari beberapa enzim. Menurut Indrarjo (1986) dalam Arios (2005) enzim yang ikut serta dalam metabolisme karbohidrat yang membutuhkan Mg sebagai aktivator seperti enzim transfosforilase, dehidrogenase, dan karboksilase. Tabel 5. dan Tabel 6. menunjukkan bahwa pada bagian daun memiliki konsentrasi Mg terbesar, yaitu 0,18% dan bagian terkecil adalah pada batang yaitu 0,07%.
Magnesium lebih banyak terakmulasi pada bagian daun karena
merupakan satu-satunya unsur logam yang menyusun molekul klorofil dan salah satu unsur yang berperan penting dalam proses fotosintesis dan reaksi gelap. Besarnya perbandingan unsur hara Mg pada bagian tanaman dapat dilihat pada Gambar 5.
0.2
0.18
Kadar Mg (%)
0.18 0.16 0.14 0.12
0.11
0.1
0.1 0.08
0.08
0.07
0.06 0.04 0.02 0 Bagian Tanaman Daun
Cabang
Batang
Kulit
Akar
Gambar 5. Kadar Mg pada Bagian Tanaman
Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa pada bagian batang memiliki kandungan hara Mg yang paling rendah bila dibandingkan bagian yang lain, hal ini dikarenakan batang merupakan bagian yang sudah menjadi organ yang kurang aktif melakukan pertumbuhan dan pembelahan sel. Menurut Zimmerman (1947) dalam Kadarwati (1989) banyaknya Mg dijumpai pada merismatik muda, dalam
biji dan buah dibandingkan pada akar dan batang karena magnesium mempunyai hubungan erat dengan pembentukan fosfolipida dan sintesis nukleoprotein. Umur juga mempengaruhi jumlah Mg yang dikandung oleh suatu jaringan tanaman. Semakin bertambahnya umur maka Mg yang dikandung akan semakin berkurang. Tanaman A. mangium yang sudah tua pada umumnya sudah tidak aktif lagi melakukan pertumbuhan dan pembelahan sel sehingga penyerapan Mg yang terjadi semakin berkurang. Pada Gambar 6 menunnjukkan bahwa pada Umur 2 tahun memiliki kandungan Mg yang paling besar yaitu 0,68%, pada Umur 2 tahun merupakan umur yang sangat produktif bagi tanaman untuk melakukan pertumbuhan dimana sebagian jaringan tanaman aktif dalam melakukan pertumbuhan dan pembelahan sel, sehingga Mg banyak diserap oleh tanaman untuk melakukan proses fotosintesis, Mg banyak dikandung oleh organ-organ tanaman yang aktif melakukan proses pertumbuhan terutama daerah merismatik. Kandungan Mg terendah dimiliki terdapat pada Umur 4 tahun, pada Umur 4 tahun
umumnya organ-organ tanaman sudah tidak produktif lagi dalam melakukan pertumbuhan dan pembelahan sel, sebagian besar organ-organ tanaman berfungsi sebagai organ penyimpan. Persentase kandungan hara Mg per Umur dapat dilihat pada Gambar 8. 0.8 0.68
0.7 Kadar Mg (%)
0.6
0.52
0.49
0.5
0.42
0.4 0.3 0.2 0.1 0 Umur (Tahun) Umur 1
Umur 2
Umur 3
Umur 4
Gambar 6. Kadar Mg pada Jaringan Tanaman per Umur Tanah podsolik merah kuning yang merupakan tanah masam dengan pH yang rendah termasuk tanah yang kurang subur. Menurut Hardjowigeno (1993) masalah tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi fosfor.
Magnesium diperlukan sebagai
pembawa fosfor ke tanaman, sehingga kenaikan kandungan Mg akan diikuti oleh kandungan fosfor (Indardjo, 1986 dalam Arios, 2005.) Kualitas lahan dan status hara pada rotasi kedua mengalami penurunan jika dibandingkan dengan rotasi pertama. Pasokan hara Mg pada rotasi pertama cukup besar daripada rotasi kedua. Pada rotasi pertama kandungan hara Mg terbesar pada tanah adalah pada Umur 1 tahun yaitu sebesar 2,52 me/100 gram, sedangkan terendah adalah pada Umur 3 tahun yaitu sebesar 1,98. Pada rotasi kedua pasokan hara Mg mengalami penurunan, kandungan hara terbesar terdapat pada pada Umur 1 tahun yaitu 1,02 me/100 gram, dan yang terendah adalah pada Umur 4 tahun, sebesar 0,81 me/100 gram.
Penurunan kandungan hara yang terjadi pada tempat tumbuh A. mangium yang mempunyai jenis tanah podsolik merah kuning tersebut mungkin dikarenakan adanya kegiatan pemanenan yang menyebabkan hara Mg pada tanah menjadi terangkut keluar. Panen batang kayu dan kulit menyebabkan hilangnya unsur hara saat pengangkutan keluar. Besarnya kehilangan ini tergantung pada volume panen dan level unsur hara spesifik spesies yang terdapat pada batang kayu dan kulit. Hilangnya unsur hara saat pemanenan mempunyai dampak siklus hara tanaman industri. Output unsur hara yang berkelanjutan akan menyebabkan degradasi tanah, yang mengakibatkan turunnya produktivitas. Menurut Meckensen (2000), persediaan kandungan hara tergantung pada volume tegakan dan konsentrasi elemen-elemen pada masing-masing bagian dari tegakan.
Bagian tegakan yang dipertimbangkan meliputi batang kayu, kulit,
cabang/ranting dan daun.
Dalam pemanenan, batang kayu dan kulit yang
diangkut keluar dari lokasi, sedangkan cabang/ranting dan daun ditinggalkan dilokasi. Perbandingan unsur hara Mg pada tanah untuk rotasi I dan rotasi II terdapat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Kadar Mg Tanah (me/100 gr)
3 2.52 2.5
2.28 1.98
1.99
2 1.5 1 0.5 0 Umur 1
Umur 2
Umur 3
Umur 4
Gambar 7. Kadar Mg pada Tanah (me/100 gram) per Umur pada rotasi I
1.2 Kadar Mg Tanah (me/100 gr)
1.02 1
0.88 0.81 0.72
0.8 0.6 0.4 0.2 0 Umur 1
Umur 2
Umur 3
Umur 4
Gambar 8. Kadar Mg pada Tanah (me/100 gram) per Umur pada Rotasi II B.4. Kandungan hara Magnesium pada Biomassa
Hasil pengukuran kandungan hara Mg yang terdapat pada biomassa pada bagian batang kayu, kulit, cabang dan daun memperlihatkan kandungan terbesar hingga terkecil, untk rotasi pertama adalah : batang > cabang > kulit > daun, sedangkan untuk rotasi kedua adalah : batang > cabang, kulit > daun. Pada umur 25 tahun rotasi pertama mempunyai kandungan hara Mg pada biomassa total sebesar328,004 kg/ha dengan diameter sebesar 25,78 cm, sedangkan pada rotasi kedua mempunyai kandungan hara Mg pada biomassa total sebesar 21,86 kg/ha. Bagian batang memiliki kandungan Mg yang besar karena bagian tersebut memiliki biomassa yang besar pula, dimana nilai kandungan hara Mg pada biomassa dihitung dari nilai dari biomassa pada jaringan tanaman dikalikan dengan konsentrasi Mg per jaringan tanaman. Jadi kandungan hara Mg pada biomassa tergantung dari biomassa pada bagian tanaman itu sendiri.
Seperti
dijelaskan oleh Siregar (1995) dalam Mejupan (2001) bahwa setiap peningkatan nilai diameter akan meningkatkan nilai biomassa tiap bagian pohon dan 98,7% biomassa batang dipengaruhi oleh diameter setinggi dada, begitu pula dengan biomassa cabang, ranting, daun dan kulit. Pada rotasi pertama terjadi kenaikan kandungan hara Mg pada biomassa seiring dengan bertambahnya umur.
Pada rotasi kedua pertumbuhan A. mangium terhambat karena tidak tercukupinya akan kebutuhan hara terutama hara esensial sehingga terjadi pertumbuhan yang lambat apabila dibandingkan dengan rotasi pertama yang memiliki pertumbuhan yang bagus.
Pada rotasi kedua menunjukkan bahwa
dengan pertambahan umur tidak diiringi dengan pertumbuhan diameter tegakan serta kandungan hara Mg pada biomassa juga tidak mengalami peningkatan pada tiap bagian tanaman. Pada bagian kulit memiliki kandungan Mg pada biomassa paling rendah karena kulit pada rotasi kedua memiliki kandungan biomassa yang kecil bila dibandingkan dengan rotasi I.
350 Biomassa (Kg/ha)
300 250 200 150 100 50 0 5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Umur (Tahun) BMT I
BMT II
Gambar 9. Perbandingan Umur Terhadap Kandungan Mg pada Biomassa Total Rotasi I dan Rotasi II Tidak seperti pada rotasi pertama yang mengalami peningkatan kandungan hara Mg pada biomassa seiring bertambahnya umur, pada rotasi kedua mulai umur lima tahun sampai umur 25 tahun hampir tidak terjadi peningkatan kandungan hara Mg pada biomassa total, karena pada Gambar 9 menunjukkan sebuah garis lurus.
350 Diameter (cm)
300 250 200 150 100 50 0 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Umur (Tahun) D RI
D RII
Gambar 10. Perbandingan Umur dengan Diameter pada Rotasi I dan II
Begitu pula pertumbuhan diameter pada rotasi kedua juga menunjukkan tidak terjadi pertumbuhan yang bagus, perbandingan antara umur dan diameter terdapat pada Gambar 10. Keadaan menurunnya pertumbuhan A. mangium pada rotasi kedua bisa disebabkan oleh banyak faktor lingkungan, antara lain : suhu, ketersediaan air, cahaya, mutu atmosfer, struktur dan komposisi udara tanah, reaksi tanah dan organisme. Pertumbuhan akan sangat dibatasi oleh ketersediaan air sangat rendah ataupun sangat tinggi. Air dibutuhkan oleh tanaman untuk membuat karbohidrat di daun, untuk menjaga hidrasi protoplasma dan sebagai pengangkut dan mentranslokasikan makanan dan unsur-unsur mineral. Kandungan air dalam sel tanaman menyebakan reduksi pembelahan dan perpanjangan sel tanaman. Kegiatan penggunaan alat berat saat pemanenan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah, sehingga porositas menjadi menurun. Akibat dari pemadatan tanah menyebabkan akar dari tanaman A. mangium mengalami kesulitan untuk menembus tanah untuk menyerap air dan hara mineral yang diperlukan, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan yaitu : 1. Taksiran jumlah total biomassa dari bagian batang, kulit, cabang, dan daun pada umur 25 tahun pada rotasi pertama adalah sebesar 163,43 ton/ha sedangkan pada rotasi kedua sebesar 26,33 ton/ha. Pada rotasi kedua terjadi penurunan jumlah biomassa total tanaman. 2. Konsentrasi hara Mg terbesar pada tanah untuk rotasi pertama adalah pada Umur 1 tahun yaitu 2,52 me/100 gram, sedangkan untuk rotasi kedua kandungan Mg terbesar adalah pada Umur 1 tahun yaitu sebesar 1,02 me/100 gram. 3. Konsentrasi hara Mg pada bagian tanaman banyak terkonsentrasi pada bagian daun yaitu sebesar 0,18 % . pada bagian daun banyak mengandung Mg karena sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan fotosintesis, reaksi gelap dan proses metabolisme. 4. Kandungan hara pada Mg pada biomassa untuk rotasi kedua mengalami penurunan, pada rotasi pertama sebesar 328,4 kg/ha, sedangkan pada rotasi kedua sebesar 21,86 kg/ha. 5. Penurunan tingkat pertumbuhan pada rotasi kedua meliputi penurunan tinggi, diameter, biomassa dan kandungan Mg pada bagian tanaman. Penurunan pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya kegiatan pemanenan yang dilakukan pada rotasi pertama, dimana pada kegiatan pemanenan tersebut panen batang dan kulit menyebabkan hilangnya unsur hara. Hilangnya unsur hara saat pemanenan mempunyai dampak pada siklus hara tanaman industri.
Dan kegiatan penggunaan alat berat saat
pemanenan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah, sehingga akar tanaman sulit untuk menyerap unsur hara dan air. 6. Output unsur hara yang berkelanjutan menyebabkan degradasi tanah, yang menyebabkan turunnya produktivitas.
B. Saran
Jumlah biomassa dan kandungan hara Mg pada hutan tanaman yang mengalami penurunan pada rotasi kedua perlu mendapat perhatian yang serius dalam pengelolaannya. Unsur hara mengalami penurunan pada saat kegiatan pemanenan, kegiatan manajemen hutan tanaman mempunyai hubungan yang erat dengan hilangnya unsur hara. Dalam hal ini, harus diambil tindakan-tindakan untuk mengurangi dan menggantikan unsur hara yang hilang, salah satunya yaitu dengan cara pemupukan. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan dapat berupa mengurangi efek yang ditimbulkan dari penggunaan alat-alat berat yang mengakibatkan pemadatan tanah yaitu dengan meninggalkan cabang, ranting, daun dan kulit kayu yang telah diekstraksi taninnya, serta memperbanyak vegetasi penutup tanah (cover cropping) untuk mengurangi terjadinya pencucian hara oleh air hujan.
Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan siklus hara yang
seimbang dalam hutan tanaman industri guna menunjang kelestarian hasil produksi hasil hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus. 1991. Kesuburan Tanah. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Arios, J.R. 2005. Pengaruh Pemberian Pupuk Magnesium (Mg) Terhadap Kadar Klorofil Total Daun, dan Serapan Hara Mg Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) pada Podsolik Jasinga dan Latosol Darmaga. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Tidak Dipublikasikan. Awang, K dan D. Taylor. 1993. Acacia mangium : Growing and Utilization. Winrock International and Food and Agriculture Organization of The United Nation. Bangkok. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Kayu Komersil. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta. Jensen, M. 1999. Trees Commonly Cultivated in Southeast Asia. FAO Regional Office for Asia and the Pacific (RAP). Bangkok. Indrihastuti, D. 2004. Kandungan Kalsium pada Biomassa Tanaman Acacia mangium Willd dan pada Tanah Podsolik Merah Kuning di Hutan Tanaman Industri. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan. Kusmana, C., S. Sabiham., K. Abe and A. Watanabe. 1992. An Estimation Of Above Ground Tree Biomass of a Mangrove Forest in Sumatera Indonesia. Tropics, 1(4):243-257. Kusmana, C. dan Istomo. 2003. Penuntun Praktikum Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan. Bogor Mackensen, J. 2000. Kajian Suplai Hara Lestari pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh, Implikasi Ekologi dan Ekonomi di Kalimantan Timur, Indonesia. Badan Kerjasama Teknis Jerman – Deutche GeselischhaftfurTecchnische Zusammenarbeit (GTZ). Eschborn, Jeman. Mejupan, E. 2001. Pengukuran Biomassa dan Kandungan Hara Kalsium (Ca) di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus di HPH PT Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Propinsi Dati I Riau). Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan.
Mengel, K. and E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Third Edition. International Potash Institute. Bern, Zwitzerland. 665 p. National Academy of Science. 1983. Mangium and Other Fast Growing Acacias for The Humid Tropics : Innovation in Tropical Reforestation National Academy Press, Washington D.C. USA. Nurhasybi. 2000. Benih Tanaman Hutan Indonesia. Balai Teknologi Perbenihan. Vol 2. No.3. Bogor. Saharjo, B.H. 1996. Fire Behaviour and Forest Manajement in Acacia mangium Plantation in South Sumatera, Indonesia.(Thesis). Japan : M. Agr. Kyoto University. Saharjo, B.H. 1999. Study on Forest Behaviour and Forest Manajement in Acacia mangium Plantation in South Sumatera Indonesia.(Disertatin). Japan: PhD. Kyoto University. Tisdale, S.L. and W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. 3rd. McMilan Publishing Co. New York.
Lampiran 1. Pengukuran Tinggi pada Rotasi I dan Rotasi II Umur (Tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tinggi Rotasi I (meter) MHP (2003) Saharjo (1999) 4,341953 4,143866 8,006636 7,814711 11,09969 11,06653 13,71028 13,94715 15,91367 16,49896 17,77336 18,75947 19,34298 20,76195 20,66776 22,53584 21,7859 24,10724 22,72962 25,49927 23,52615 26,7324 24,19342 27,82477 24,76584 28,79244 25,24475 29,64966 25,64895 30,40902 25,99011 31,0817 26,27805 31,6776 26,52108 32,20547 26,7262 32,67809 26,89933 33,08733
Tinggi Rotasi II (meter) 0,732604 3,813519 7,27471 9,755319 11,28558 12,21118 12,78574 13,15617 13,40428 13,57631 13,69931 13,78962 13,85747 13,9095 13,9501 13,98229 14,00816 14,02921 14,04653 14,06093
Lampiran 2. Pengukuran Diameter pada Rotasi I dan Rotasi II Umur (Tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Diameter Rotasi I (cm) MHP (2003) Saharjo (1999) 5,381725863 3,744733447 9,111125056 6,957287686 11,69550388 9,713292854 13,48641269 12,07763099 14,72746697 14,10596347 15,58748603 15,84604142 16,18345737 17,33882986 16,59645036 18,6194721 16,882644 19,7181171 17,08096891 20,66062921 17,21840304 21,46919712 17,31364139 22,16285617 17,37963915 22,75793653 17,42537392 23,26844761 17,45706695 23,7064079 17,47902941 24,08212789 17,49424884 24,40445278 17,50479552 24,68097079 17,5121041 24,918917 17,51716876 25,12170019 17,52067844 25,29628726 17,52311056 25,44606306 17,52479596 25,57455362 17,5259639 25,68478386 17,52677325 25,77934884
Diameter Rotasi II (cm) 0,43839223 4,069267538 10,87471181 12,44767566 12,58522298 12,59573964 12,59653499 12,59659509 12,59659963 12,59659997 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966 12,5966
Lampiran 3. Hasil Pengukuran Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun Acacia mangium pada rotasi I Umur (Thn))
Diameter (cm)
Batang (Ton/ha)
Kulit (Ton/ha)
Cabang (Ton/ha)
Daun (ton/ha)
Biomassa Total (Ton/ha)
1
7,744733447
0,538418437
0,09950974
0,166556304
0,279910754
1,084395235
2
6,957287686
2,079359894
0,547339919
1,125804031
0,737539135
4,490042979
3
9,713292854
8,222625377
1,582922612
2,62088603
1,292980964
13,71941498
4
12,07763099
17,0411805
2,950740889
4,416864447
1,889338316
26,29812415
5
14,10596347
24,22398125
3,984530821
5,624270201
2,215345191
36,04812746
6
15,84604142
33,70467599
5,38096506
7,317922602
2,731090575
49,13465423
7
17,33882986
43,09693264
6,74903342
8,948271962
3,216063058
62,01030108
8
18,6194721
52,08092955
8,047858724
10,35696239
3,663408807
74,14915947
9
19,7181171
60,47005768
9,254230244
11,35288162
4,070212327
85,14738187
10
20,66062921
68,16881743
10,35696239
13,16403434
4,436154091
96,12596825
11
21,46919712
75,14281699
11,35288162
14,31296085
4,762565597
105,5712251
12
22,16285617
81,39753704
12,24399217
15,33691078
5,0517708
114,0302108
13
22,75793653
86,96342724
13,03549214
16,24353212
5,306633069
121,5490846
14
23,26844761
91,88555942
13,73440115
17,04205609
5,530248905
128,1922656
15
23,7064079
96,21654649
14,34862549
17,7423672
5,725745815
134,033285
16
24,08212789
100,0117882
14,88633457
18,35439146
5,561535365
138,8140496
17
24,40445278
103,3263653
15,35555744
18,8877087
6,044326376
143,6139578
18
24,68097079
106,2130904
15,76393324
19,35132069
6,172900796
147,5012451
19
24,9181917
108,7213621
16,11856827
19,75352648
6,284276778
150,8777336
20
25,12170019
110,8965701
16,4259658
20,10186999
6,380617165
153,8050231
21
25,29628726
112,77987
16,6920043
20,40313534
6,463843728
156,3388534
22
25,44606306
114,4081995
16,92194721
20,66337237
6,535672584
158,5291917
23
25,57455362
115,8144474
17,12047213
20,88794031
6,597608586
160,4204684
24
25,68478386
117,0277121
17,2917113
21,08156121
6,650974466
162,0519591
25
25,77934884
118,0736068
17,43929752
21,24837772
6,696926943
163,458209
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Biomassa pada Batang, Kulit, Cabang, dan Daun Acacia mangium pada rotasi II Umur (Thn))
Diameter (cm)
Batang (Ton/ha)
Kulit (Ton/ha)
Cabang (Ton/ha)
Daun (ton/ha)
Biomassa Total (Ton/ha)
1
0,43839223
5,269878233
0,492131884
0,069471908
0,022303975
5,85378600
2
4,069267538
0,419374039
0,107634269
0,224751187
0,316861754
1,068621249
3
10,87471181
12,14502077
2,199502496
3,449077767
1,572094615
19,36569565
4
12,44767566
18,71795185
3,204888362
4,738616499
1,992691991
28,6541487
5
12,58522298
17,23189446
2,928887643
4,32637072
1,808302204
26,29545503
6
12,59573964
17,27610504
2,94555901
4,334767847
1,810977163
26,36740906
7
12,59653499
17,27945093
2,946063866
4,335540283
1,811179543
26,37223462
8
12,59659509
17,27983038
2,946102018
4,335450812
1,811194836
26,37257805
9
12,59659963
17,27972288
2,9461049
4,335454437
1,811195992
26,37247821
10
12,59659997
17,27972433
2,946105118
4,335454711
1,811196079
26,37248024
11
12,5966
17,27972443
2,946105134
4,335454732
1,81119086
26,37247516
12
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
13
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
14
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
15
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
16
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
17
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
18
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
19
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
20
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
21
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
22
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
23
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
24
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
25
12,5966
17,27977244
2,946105136
4,335454733
1,81119086
26,37252317
Lampiran 5. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Peninggi 0,597 0,574 0,5955 0,5942 0,9638 0,9344 1,0719 1,0719 1,0492 1,1239 1,1461 1,1818
Umur 0,666667 0,666667 0,666667 0,4 0,4 0,4 0,285714 0,285714 0,285714 0,222222 0,222222 0,222222
pH 4,38 4,41 4,23 4,32 4,35 4,26 4,58 4,37 4,14 4,37 4,22 4,37
C - Org 1,69 1,11 1,54 2,15 4,46 4 4,46 4,14 3,85 4,08 4,28 6,46
P tanah 5,75 7,55 7,88 5,09 6,24 7,72 6,73 6,57 6,9 5,91 8,04 7,06
Ca-dd 1,16 1,36 0,83 1,56 0,93 0,83 2,83 1,15 1,02 0,98 0,96 2,32
Mg-dd 1,03 1,36 0,68 0,82 0,62 0,72 1,12 0,73 0,8 0,61 0,65 1,16
K-dd 0,25 0,31 0,31 0,2 0,22 0,25 0,26 0,25 0,21 0,21 0,22 0,36
B Bintil 0,38 0,35 0,26 0,48 0,6 0,45 2,44 2,16 2,32 2,26 2,25 2,81
AS 6,57 7,24 3,68 11,63 6,43 4,61 11,12 9,33 5,21 8,11 9,38 7,76