Kajian Tunjangan Membesarkan Anak Untuk Single Mother yang Bercerai di Jepang Mutiara Aulia 1006714941 dan Ferry Rustam 19580431987031002 Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Tunjangan Membesarkan Anak merupakan tunjangan yang diberikan oleh pemerintah Jepang untuk single mother yang mempunyai anak di bawah 18 tahun. Tunjangan Membesarkan Anak menjadi salah satu sumber pemasukan bagi single mother sejak tahun 1962. Single mother yang bercerai mendominasi tenaga kerja wanita di Jepang karena harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan mereka dan anak-anak mereka. Walaupun mereka mempunyai tingkat pekerja wanita yang tinggi, pendapatan mereka dibandingkan dengan rumah tangga biasa tergolong rendah. Oleh sebab itu, single mother yang bercerai harus mencari tambahan pemasukan agar bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka dan anak-anak mereka. Salah satunya mengajukan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis membahas mengenai kajian Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai di Jepang. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil dari skripsi ini adalah meningkatnya single mother yang bercerai menyebabkan peningkatan penerima Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai. Kata kunci: Tunjangan Membesarkan Anak, single mother, bercerai
The Study of Child-Rearing Allowance for Divorced Single Mother in Japan Abstract Child Rearing Allowance is allowance that given by the Japanese Government for single mother who has children under the age of 18 years old. Child rearing allowance becomes one of the source income for single mother since 1962. Divorced single mother has dominated the women labor force because they have to provide the basic needs for their children. Even though single mother have a high rate of labor force, but their income is much lower compared to standard households. Therefore, divorced single mother had to have another source of income in order to provide the basic needs for her and their children. To lessen the hardship of women’s income, they decided to submit Children-Rearing Allowance. According to those problem, this thesis discusses about the study of child rearing allowance for divorced single mother in Japan. This study uses the method of analysis descriptive. The result of this study concluded that the increase rate of divorced single mother has affected the rate of child rearing allowance. Keywords: Child-Rearing Allowance, single mother, divorced
Pendahuluan Tunjangan Membesarkan Anak (Jidou Fuyou Teate) merupakan salah satu bentuk tunjangan kesejahteraan sosial keluarga yang dirancang pemerintah Jepang untuk membantu para single mother yang biasanya disebabkan karena bercerai ataupun yang tidak ingin menikah tetapi sudah mempunyai anak. Tunjangan ini pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Jepang pada tahun
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
1962. Tunjangan Membesarkan Anak dibentuk oleh pemerintah Jepang karena adanya rendahnya pendapatan yang dialami oleh single mother di Jepang (Akaishi, 2011). Sebelum ada Tunjangan Membesarkan Anak, Menurut Fujiwara Chisa dalam tulisannya berjudul Lone Mothers and Welfare-to-Work Policies in Japan and the United States: Towards an Alternative Perspective, pemerintah Jepang pernah memberikan tunjangan yang khusus diberikan kepada para janda yang ditinggalkan oleh suaminya karena gugur ketika Perang Dunia II. Kebanyakan dari mereka masih muda, dan mempunyai anak-anak yang masih kecil. Selain itu, mereka tidak mempunyai pengalaman kerja dan pendidikan yang cukup. Maka pada masa itu, para janda tersebut mengalami kehidupan yang cukup berat karena tidak bisa mengandalkan apapun, karena itu kebanyakan mereka mendapat Seikatsu Hogo (生活保護) atau Tunjangan Kesejahteraan dari pemerintah Jepang untuk mendukung kehidupan mereka. Namun karena banyak beban finansial yang ditanggung oleh pemerintah Jepang, maka pemerintah mencari program alternatif yang dapat mengurangi beban pengeluaran negara. Pada tahun 1959, pemerintah Jepang membentuk sistem dana pensiun yang ditujukan untuk para janda yaitu Boshi Nenkin ( 母 子 年 金 ). Pada tahun 1962, pemerintah Jepang memperkenalkan Jidou Fuyou Teate yang merupakan penyempurnaan dari Boshi Nenkin. Pemerintah Jepang menyempurnakan sistem kesejahteraan sosial ini agar penerima single mother tidak hanya para janda yang ditinggal suaminya ketika perang, tetapi juga single mother yang dikarenakan bercerai, tidak menikah, dan ditinggalkan oleh suaminya tanpa kejelasan status1. Survei nasional yang dilakukan oleh the Ministry of Welfare atau Kementerian Kesejahteraan Sosial, membuktikan pada tahun 2003 bahwa wanita bercerai terhitung sebagai persentase terbanyak status perkawinan single mother di Jepang yaitu 79.9%. Sedangkan, wanita janda sebanyak 12.0% dan wanita yang tidak menikah sebanyak 5.8%. Dalam survei yang dilakukan Kementerian Kesejahteraan, masing-masing single mother mempunyai anak yang umurnya dibawah 20 tahun. Sebelum tahun 1960-an, Jepang memiliki angka perceraian yang tergolong rendah. Rata-rata single mother di Jepang sebelum tahun 1960-an didominasi oleh para janda 1
Fujiwara, Chisa. 2005. Lone Mothers and Welfare-to-Work Policies in Japan and the United States: Towards an
Alternative Perspective. Journal of Sociology and Social Welfare
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
yang ditinggal oleh suaminya karena perang seperti pada tahun 1952 85% single mother di Jepang adalah para janda. Namun, pada tahun 1983 perlahan-lahan mengalami kenaikan pada persentase perceraian yaitu mencapai 49,9%. Menurut Kimoto dan Hagiwara, hal ini karena kebanyakan dari mereka ditinggal mati suami akibat Perang Dunia II, dan hanya 7.5% yang karena bercerai. Namun pada tahun 1967 terjadi kenaikan single mother karena bercerai, tidak menikah, dan berpisah dengan suaminya2. Hingga tahun 2003, persentase single mother didominasi oleh yang karena bercerai mencapai 79,9%, merupakan persentase tertinggi yang dicapai sejak survei tersebut dimulai (Kimito & Hagiwara: 2010). Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah deskriptif analisis. Metode ini adalah penelitian dijelaskan secara deskriptif, kemudian dianalisis mengenai Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai di Jepang. Data yang diperoleh untuk mendukung penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari studi kepustakaan dan internet yaitu buku-buku, e-book, jurnal, berita-berita, data statistik. Data yang terkumpul dibaca, dipahami, dan dianalisis. Pembahasan Dalam situs Kousei Roudou-shou (厚生労働省) atau Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan3 , sekitar tahun 1945 hingga 1955 perlindungan bagi gelandangan remaja4 dan anak yatim merupakan masalah yang memprihatikan bagi Jepang karena para single mother tidak mempunyai pekerjan, dan pendidikan yang cukup untuk memenuhi kehidupan anak mereka, pemerintah Jepang mendirikan Biro Anak pada bulan Oktober 1946 dalam Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan untuk melaksanakan langkah-langkah kesejahteraan anak-anak. 2
Masih tercatat dalam buku pernikahan negara, tapi tidak tinggal dalam satu atap rumah.
3
Kousei Roudou-shou (厚生労働省) merupakan kepanjangan dari The Ministry of Health, Labour, dan Welfare (Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan) merupakan salah satu kabinet yang bertanggung jawab atas sistem yang terkait dengan kesehatan, dana pensiun, tenaga kerja, child care ,dan public assistance. Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan didirikan pada tahun 1937, dan Kementerian Tenaga Kerja didirikan pada tahun 1947 http://www.mhlw.go.jp/english/org/pamphlet/index.html Diakses pada tanggal 12 Oktober 2014
4
anak yang umurnya di bawah 18 tahun setelah waktu sekolah dasar. (UUD Kesejahteraan Anak Pasal 4)
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Lalu pada bulan Desember 1947, Kementerian Kesejahteraan melaksanakan undang-undang kesejahteraan anak sebagai langkah mensejahterahkan anak-anak Jepang. Salah satunya adalah memberikan Seikatsu Hogo (生活保護) atau Tunjangan Kesejahteraan yang diberikan kepada para janda untuk mendukung kehidupan mereka dalam membesarkan anak mereka5. Antara tahun 1955 hingga 1965 Jepang mengalami perkembangan industrialisasi terutama di daerah perkotaan. Bersamaan dengan perkembangan tersebut, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan menunjukkan bahwa para keluarga Jepang mulai kehilangan fungsi mereka dalam membesarkan anak. Seperti berkurangnya taman bermain untuk anak dibeberapa daerah perkotaan dan meningkat angka keluarga Jepang double-income households6. Selain itu, pemerintah Jepang mulai memperhatikan pada rumah tangga single-families, atau keluarga yang hanya terdiri dari ayah atau ibu dan anak. Namun, rumah tangga single families didominasi oleh rumah tangga ibu dan anak. Oleh karena itu, pada tahun 1961 pemerintah Jepang mulai membentuk Tunjangan Membesarkan Anak dan menerapkannya pada tahun 1962, yaitu penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak agar single mother yang karena bercerai, tidak menikah, dan ditinggalkan suaminya tanpa alasan bisa mendapatkan kesejahteraan sosial. Lalu pada tahun 1963 pemerintah Jepang juga menyiapkan dana subsidi untuk mendanai tempat dan komunitas anak agar anak-anak Jepang bisa berkembang dengan lingkungan yang sehat dan kooperatif7. Pada tahun 1965 hingga tahun 1970-an, pemerintah mulai mengembangkan penitipan anak karena sudah semakin banyak wanita yang sudah menikah yang berkecimpung dalam dunia kerja. Penitipan Anak adalah salah satu fasilitas dari kesejahteraan sosial anak Jepang, yaitu fasilitas penitipan anak ketika orang tua mereka sedang tidak ada karena bekerja. Selain itu pada tahun 1971, Kementerian Kesejahteraan Sosial mulai memberikan bantuan uang tunai dalam
5
http://www1.mhlw.go.jp/english/wp_5/vol1/p1c3s3.html Diakses pada tanggal 24 Oktober 2014
6
Double-income households adalah keluarga inti (terdiri dari suami, istri, dan anak-anak) yang suami-istri yang sama-sama bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. http://www.edu.pe.ca/southernkings/familynuclear.htm Diakses pada tanggal 26 Oktober 2014 pukul 15.06 WIB 7
Ibid
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
bentuk Jidou Teate (児童手当) atau tunjangan anak untuk memastikan kehidupan anak-anak Jepang stabil untuk tumbuh kembang yang sehat8. Tunjangan Membesarkan Anak adalah tunjangan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang agar bisa membantu para single mother di Jepang. Pemerintah Jepang berusaha agar keadaan keuangan single mother di Jepang stabil9. Sejak tahun 1962, Tunjangan Membesarkan Anak merupakan dukungan pemerintah Jepang yang didapatkan oleh wanita bercerai dan wanita yang tidak pernah menikah yang mempunyai anak untuk penambahan pemasukan mereka (Ezawa: 2006). Dalam situs Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, tujuan membuat Tunjangan Membesarkan Anak adalah pemerintah Jepang ingin mendukung kesejahteraan anakanak yang datang dari keluarga-keluarga mandiri seperti keluarga dari wanita bercerai, wanita yang tidak menikah, dan wanita yang ditinggalkan suaminya10. Dalam undang-undang kesejahteraan sosial anak, Tunjangan Membesarkan Anak merupakan salah satu program kesejahteraan anak yang menggunakan in-cash benefit system atau sistem uang tunai untuk membantu kehidupan anak-anak Jepang. Pemerintah Jepang mengharapkan anak-anak Jepang bisa hidup di lingkungan yang stabil di dalam keluarga agar mereka bisa bertumbuh kembang dengan sehat11. Sistem Kesejahteraan Sosial Jepang merupakan sistem yang mendukung kehidupan masyarakat Jepang untuk membantu kebutuhan hidup agar mereka berkecukupan. Jepang mempunyai kesejahteraan sosial untuk keluarga dan anak seperti childcare service, dan bantuan finansial seperti Tunjangan Anak, dan Tunjangan Membesarkan Anak. Dalam daftar pengeluaran jaminan sosial, Tunjangan Memembesarkan Anak masuk dalam daftar pengeluaran kesejahteraan sosial keluarga. Berikut grafik pengeluaran dari tahun 1989-2011:
8
Ibid
9
Shakai Fukushi-shi Shiken Taisaku Kenkyuukai. Fukushi Kyoukasho Shakai Fukushi-shi Kanzen Goukaku Tekisuto Senmon Kamoku 2014-nenban. 2013. Japan: Exampress Fukushi Kyouka-shou 10
Ibid
11
Ibid
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Anggaran untuk Tunjangan Membesarkan Anak* 7 000 6 000 5 000 4 000 Anggaran untuk Tunjangan Membesarkan Anak*
3 000 2 000 1 000 0
Ket: *dalam ratus juta Yen Sumber: Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan (2011)
Grafik Anggaran untuk Tunjangan Membesarkan Anak tahun 2000-201112
Berdasarkan Grafik anggaran untuk Tunjangan Membesarkan Anak pada tiap tahunnya terus meningkat. Sejak tahun 2000, Pemerintah Jepang mengeluarkan anggaran sebanyak 419,900,000 Yen untuk Tunjangan Membesarkan Anak, dan meningkat hingga tahun 2011 mencapai 608,700,000 Yen. Anggaran Tunjangan Membesarkan Anak didapatkan dari pajak negara. Tunjangan Membesarkan Anak mempunyai sistem kredit pajak yang dikembalikan untuk menambahkan pendapatan untuk rumah tangga yang mempunyai pendapatan rendah (Chisa: 2008). Pada tahun 2007, seluruh anggaran dana untuk Kesejahteraan Sosial, pajak negara menyumbangkan 32,2 %. Dari total anggaran dana pajak negara, tunjangan kesejahteraan sosial keluarga hanya mendapatkan 3,2%. Persentase ini termasuk rendah dibandingkan dengan persentase anggaran dana untuk Dana Pensiun (Lampiran 1) 13 . Dana yang diberikan pada 12
http://www.mhlw.go.jp/english/database/db-hh/xls/6-07.xls diakses pada tanggal 25 November 2014
13
http://www.ipss.go.jp/s-info/e/Jasos2011/ss2011.pdf diakses pada tanggal 27 November 2014
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Kesejahteraan Keluarga dibagi menjadi dua, yaitu in-kind dan in-cash. In-Kind adalah bersifat pelayanan yang diberikan oleh pemerintah Jepang seperti pelayanan tempat penitipan anak. Incash adalah bersifat pemberian uang tunai pada keluarga dengan pendapatan yang rendah, salah satunya Tunjangan Membesarkan Anak. Persyaratan Penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak Untuk menerima Tunjangan Membesarkan Anak, pengaju harus mengikuti beberapa persyaratan agar bisa menerima tunjangan tersebut. Menurut situs Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan14, dengan National Diet of Japan15, ada beberapa syarat agar penerima bisa menerima tunjangan tersebut yaitu: 1. Kewarganegaraan Jepang dan berdomisili di Jepang 2. Penerima harus sudah berstatus janda, bercerai, tidak menikah, legal guardians16, dan ayahnya berkebutuhan khusus mempunyai masalah finansial untuk biaya hidup membesarkan anak. 3. Umur anak tersebut harus di bawah 18 tahun 17(sebelum tanggal 31 Maret) 4. Penerima sedang tidak berbagi pendapatan rumah tangga dengan ayah anak tersebut akibat perceraian atau meninggalkan tanpa kabar (lebih dari 1 tahun tidak menerima uang dari ayahnya bila dia masih hidup). Dalam kasus tertentu, Tunjangan Membesarkan Anak tidak dapat diterima apabila single mother dan anak mempunyai salah satu dari kondisi tersebut dialami. Kondisi tersebut adalah: 1. Anak tidak berdomisili di Jepang 2. Jika anak bisa mengumpulkan uang dari pensiun karena ayah atau ibunya sudah meninggal (Kecuali ketika pembayaran uang pensiun sudah selesai masa waktunya). 14
http://www.sangiin.go.jp/japanese/annai/chousa/rippou_chousa/backnumber/2010pdf/20100401040.pdf pada tanggal 25 Oktober 2014 pukul 18.46 WIB
15
diakses
http://www.mhlw.go.jp/english/wp/wp-hw3/dl/7-36.pdf diakses pada tanggal 26 Oktober pukul 20.31 WIB
16
Seseorang yang diresmikan oleh pengadilan untuk hidup dengan merawat, dan mengelola biaya hidup anak karena anak tersebut sudah tidak mempunyai orang tua.
17
Dalam Undang-Undang Tenaga Kerja pasal 60 anak yang masih di bawah 18 tahun masih di bawah pengawasan orang tua atau wali. http://www.ilo.org/dyn/natlex/docs/WEBTEXT/27776/64846/E95JPN01.htm diakses pada tanggal 8 Januari 2015
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
3. Jika anak bisa menerima Izoku Nenkin(遺族年金)atau survivors’ compensation18 dan masa waktu penerimaan belum habis (belum 6 tahun) 4. Jika anak tinggal dengan orang tua angkat atau tinggal di fasilitas kesejahteraan anak 5. Jika anak memenuhi syarat program pensiun ayah 6. Jika anak tinggal dengan ayahnya (kecuali, ketika situasi si ayah dinyatakan secara resmi berkebutuhan khusus) 7. Jika anak dibesarkan oleh pasangan baru ibunya. Termasuk pasangan yang dari pernikahan resmi, kecuali bila pasangannya dinyatakan resmi berkebutuhan khusus 8. Jika anak dibesarkan oleh ibu yang memenuhi syarat menerima Izoku Nenkin dan belum lewat 6 tahun dari penerimaan 9. Jika ibu bisa memenuhi syarat untuk menerima Seikatsu Hogo Jumlah Nominal Uang dan Waktu Penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak Untuk menerima tunjangan ini, para single mother harus sudah bekerja minimal selama 5 tahun. Jumlah pendapatan per tahun ditentukan setiap tanggal 1 Agustus dan berakhir tahun depannya tanggal 31 Juli. Jenis penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak yang diberikan dibagi menjadi 2 jenis yaitu Zenbu Shikyuu (全部支給) dan Ichibu Shikyuu (一部支給). Pembagian 2 jenis ini berdasarkan pendapatan single mother yang bercerai. Zenbu Shikyuu adalah bila single mother mempunyai satu anak dan gaji yang didapat kurang dari 1.3 Yen per tahun. Dengan pendapatan ini mereka bisa menerima tunjangan penuh sebesar 41.720 Yen per bulan. Sedangkan Ichibu Shikyuu adalah bila pendapatan ibu di antara lebih dari 1.3 Juta Yen sampai 3.65 Juta Yen per tahun. Dengan pendapatan ini penerima menerima tunjangan antara 41.720 Yen hingga 9.850 Yen. Bila single mother mempunyai dua anak maka uang akan ditambahan 5.000 Yen sedangkan mempunyai tiga anak atau lebih akan ditambahkan 3.000 Yen dan seterusnya. Untuk pendapatan yang melebihi 3.6 Juta Yen, tidak bisa menerima tunjangan ini. Pada gambar berikutnya akan digambarkan tingkat pembayaran Tunjangan Membesarkan Anak yang diterima untuk single mother yang bercerai. Berikut Tingkat Pembayaran dari Tunjangan Membesarkan Anak: 18
Izoku Nenkin merupakan salah satu bagian National Pension diperuntukkan korban bencana alam. Diberikan kepada istri dan anak yang masih dibawah 18 tahun. Lalu sudah berkontribusi selama 10-20 tahu (Rohl, 2007: 597)
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Ket: 就労等収入: Pendapatan Kerja; 総収入(就労等収入と手当ての合計類): Total Pendapatan (Total Pendapatan Penghasilan Kerja dan Tunjangan)
Gambar Tingkat Pembayaran Penerima19 Tunjangan Membesarkan Anak20
Pada Gambar tersebut menggambarkan tingkat pembayaran yang akan diterima oleh penerima Tunjangan Membesarkan Anak, baik untuk Zenbu Shikyuu dan Ichibu Shikyuu. Berdasarakan gambar tersebut semakin rendah pendapatan single mother, tunjangan yang akan diberikan akan semakin banyak. Bila pendapatan per bulan adalah 1.3 juta Yen per tahun, single mother akan mendapatkan tunjangan zenbu shikyuu. Berarti dalam sebulan, single mother akan memperoleh 180 ribu Yen tiap bulannya. Bila pendapatan single mother semakin tinggi, maka tunjangan yang diberikan pun semakin sedikit. Bila pendapatan single mother adalah 3.65 juta per tahun, maka single mother akan mendapatkan tunjangan ichibu shikyuu. Berarti dalam sebulan, single mother akan memperoleh 377 ribu Yen. Tingkat Manfaat ini belum ditambahkan bila single mother mempunyai lebih dari satu. Gambaran Umum Single Mother di Jepang Menurut Albeda, Himmelweit, dan Humphries (2005) dalam Redman (2007: 20) single mother bisa diartikan sebagai lone mothers, female-headed households, dan sole parents. Ketiga 19
Berlaku apabila single mother mempunyai 1 anak. Bila mempunyai anak lebih dari 1, akan ditambah sesuai urutan anak tersebut.
20
http://www.mhlw.go.jp/wp/hakusyo/boshi/08/dl/08.pdf diakses pada tanggal 21 November 2014
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
istilah tersebut mengartikan bahwa single mother bisa mencerminkan berbagai makna tergantung situasi yang dialami. Karena arti konotatif dari female-headed households adalah seorang wanita yang mempunyai tanggung jawab dan kekuatan dalam rumah tangga, biasanya disebabkan suaminya tidak mempunyai kemampuan secara ekonomi dan fisik. Sedangkan lone mother diartikan sebagai seorang wanita yang ditinggalkan dan sendirian. Menurut Redman (2007: 21) dalam perspektif postmodern, “single mother” belum ada parameter yang jelas dalam mengartikan kata single mother itu sendiri, karena banyak perempuan secara sembunyi mempunyai pengasuhan secara independen dalam suatu pernikahan ketika pasangannya tidak mampu secara fisik, finansial, atau emosional. Namun, Menurut Akiko S. Oishi dalam penelitian Child Support and the Poverty of Single Mother Households in Japan, definisi single mother di Jepang adalah seorang wanita yang membesarkan anak yang umurnya di bawah 18-20 tahun secara mandiri karena bercerai atau ditinggalkan suami tanpa alasan. Definisi ini juga termasuk pada single mother dan anaknya yang tinggal dengan orang tua atau kerabat terdekat single mother (Oishi, 2013:7). Survei nasional yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, menyatakan bahwa pada tahun 2003 wanita yang bercerai terhitung sebagai persentase terbanyak dalam status perkawinan single mother di Jepang yaitu 79.9%. Sedangkan, wanita janda sebanyak 12.0% dan wanita yang tidak menikah sebanyak 5.8%. Merupakan persentase terbesar untuk periode tahun 1952-2003. Pada tahun 1952, persentase status perkawinan single mother didominasi oleh para janda, sebanyak 85,1%. Untuk persentase perceraian hanya 7,5%, dan tidak menikah hanya 1,1%. Persentase perceraian pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebanyak 72,4% sejak tahun 1952. Berikut persentase status perkawinan single mother untuk periode 1952-2003 (tahun terpilih):
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Gambar 2.5.1: Tabel Persentase Status Perkawinan Single mother di Jepang21 Berdasarkan gambar 2.5.1, dalam survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, masing-masing single mother mempunyai anak yang umurnya dibawah 20 tahun. Sebelum tahun 1960-an, Jepang memiliki angka perceraian yang tergolong rendah. Rata-rata single mother di Jepang sebelum tahun 1960-an didominasi oleh para janda yang ditinggal oleh suaminya karena perang. Burns dan Scott menyatakan bahwa: “The small nuclear family became steadily more dominant through the 1950s and early 1960s. divorce continued to be seen as a disgrace, and could be disaster for women who had nowhere else to go and no means of support.” “Nuclear Family22 menjadi keluarga yang lebih dominan sepanjang tahun 1950-an hingga awal 1960-an. Perceraian dianggap sesuatu yang rendah dan bisa menjadi bencana untuk wanita karena tidak tahu harus ke mana dan tidak mempunyai dukungan yang berarti” (Burns dan Scott, 1994: 33)
21
Kimito, Kimiko & Hagiwara , Kumiko. 2010. Feminization of Poverty in Japan: A Special Case. New York: Oxford University Press
22
Nuclear Family adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan keturunan biologis (anak kandung) atau anak angkat, yang sering juga disebut sebagai keluarga tradisional http://www.edu.pe.ca/southernkings/familynuclear.htm Diakses pada tanggal 26 Oktober 2014
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Dari pernyataan tersebut, bisa diketahui bahwa perceraian sebelum tahun 1960 merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan bagi para wanita Jepang karena dukungan di lingkungan mereka tidak memenuhi kebutuhan mereka. Namun bila pria yang mengajukan dianggap hal yang lazim, karena mereka memperlakukan wanita seperti sebuah produk. Bila produk itu sudah tidak inginkan atau rusak, mereka bisa melepaskan sesuka mereka. Namun perkembangan ekonomi Jepang di tahun 1960-an, mengiringi pendidikan dan kesempatan bekerja bagi para wanita Jepang yang sudah menikah. Para wanita Jepang mulai memasuki dunia kerja sejak awal mereka menikah. (Burns & Scott, 1994: 34). Perbedaan yang sangat jelas antara wanita yang menikah dengan single mother adalah wanita yang menikah tidak diharuskan bekerja untuk menambah kebutuhan hidup keseharian mereka. Sedangkan, bagi single mother mencari pekerjaan merupakan hal yang terpenting untuk mereka lakukan, setelah mereka bercerai atau ditinggalkan suaminya tanpa alasan karena mereka tidak bisa tergantung pada apa pun untuk mendukung kehidupan mereka. Berdasarkan Gambar 2.6.1, di Jepang, pekerja wanita yang single mother memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dibandingkan pekerja wanita yang menikah.
Grafik Tingkat Partisipasi Pekerja Wanita Jepang Berdasarkan Umur dan Status Pernikahan
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Berdasarkan grafik tersebut terlihat grafik “Mountain Shape” atau grafik berbentuk gunung pada grafik pekerja single mother yang bercerai, menunjukkan bahwa angka pekerja wanita yang single mother yang bercerai di Jepang memiliki grafik yang tertinggi yaitu di atas 80% untuk umur diantara 40-44 tahun. Berbeda dengan angka pekerja wanita yang menikah yang sangat rendah dibanding angka pekerja wanita yang single mother. Penelitian yang dilakukan Japanese Institute Labor menyatakan bahwa, pada tahun 2001 pekerja wanita yang sudah hanya 25.1% yang memiliki anak yang berumur antara 0-1 tahun, sedangkan pekerja wanita single mother mencapai 58.2%. Ketika anak sudah mencapai umur dua sampai tiga tahun, pekerja wanita single mother meningkat mencapai 83.5% sedangkan pekerja wanita yang menikah hanya 37.1%. Lalu pekerja wanita single mother juga memiliki persentase Seishain (正社員) atau pekerja tetap, yang tinggi dibandingkan pekerja wanita yang menikah, yaitu mencapai 48%, sedangkan pekerja wanita yang menikah hanya 22% yang memiliki jabatan tetap dalam pekerjaanya (Ezawa, 2006: 63). Walaupun pekerja wanita single mother lebih dominan dibandingkan dengan pekerja wanita yang menikah, pendapatan pekerja wanita single mother relatif rendah dibandingkan pekerja wanita yang menikah. Berdasarkan Tabel 2.7.1, hampir 80% pendapatan pekerja wanita single mother di bawah 3 juta Yen dan 50% pendapatan yang di bawah 2 juta Yen. Hal ini dikarenakan pemasukan yang mereka dapat hanya dari sumber pemasukan mereka sendiri, tidak seperti rumah tangga yang biasa sumber pemasukan mereka ada dua sumber. Perbedaan rata-rata pendapatan antara rumah tangga single mother antara rumah tangga yang biasa mengalami perubahan tiap tahunnya. Pada tahun 1979, perbedaan rata-rata pendapatan rumah tangga single mother dengan rumah tangga yang biasa mencapai 58,6%, dan mengalami penurunan pada tahun 1999 menjadi 46,1%. Lalu pada tahun 2004, perbedaan rata-rata pendapatan rumah tangga single mother dengan pendapatan rumah tangga yang biasa mengalami kenaikan menjadi 48,1%. Bila dibandingkan dengan standar pendapatan rumah tangga yang biasa, jumlah pendapatan pekerja wanita single mother hanya sepertiga dari pendapatan keluarga yang samasama mempunyai anak (pendapatan 7 juta Yen). Berikut tabel 2.7.2 mengenai perbandingan pendapatan per-tahun rumah tangga single mother dan rumah tangga yang biasa:
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Pendapatan Pertahun*
Rumah Tangga Single mother, %
Rumah Tangga yang Biasa, %
<0.5
5.6
0.7
0.5<1
15.7
1.3
1<1.5
13.5
1.9
1.5<2
15.7
2.2
2<2.5
19.1
3.7
2.5<3
10.1
3.2
3<3.5
7.9
4.9
3.5<4
1.1
4.1
4<4.5
1.1
5.3
4.5<5
1.1
7.3
5<6
1.1
10.1
6<7
2.2
9.6
Lebih dari 7
5.6
45.7
Rata-Rata Pendapatan perTahun
2.33 Juta Yen
7.19 Juta Yen
Pendapatan Tahunan per-Kapita
0.83 Juta Yen
1.61 Juta Yen
Median Income
1.98 Juta Yen
6.45 Juta Yen
*Dalam Juta Yen Sumber: Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, 2005
Tabel Pendapatan Per-Tahun Rumah Tangga Single mother23, Rumah Tangga yang Biasa24, 2004 Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa terjadi kesenjangan penghasilan antara rumah tangga single mother dan rumah tangga yang biasa. Rata-rata pendapatan single mother hanya mencapai 217,676 yen per bulan. Pendapatan sangat rendah dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga yang biasa yang bisa mencapai 452,098 Yen per bulan.
23
Single mother yang mempunyai anak di bawah umur 20 tahun
24
Pasangan yang mempunyai anak di bawah umur 18 tahun
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Menurut Aya Ezawa, rendahnya pendapatan rumah tangga single mother juga menggambarkan bahwa terjadi kesenjangan pendapatan rata-rata antara laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2002, kesenjangan rata-rata pendapatan wanita yang bekerja mencapai 64,9% di bawah pendapatan laki-laki. Karena hal tersebut, pendapatan rumah tangga single mother dengan rumah tangga yang berpasangan terjadi kesenjangan. Akibat rendahnya pendapatan single mother, kebanyakan dari mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup selayaknya kebanyakan keluarga yang utuh di Jepang. Bahkan, pada tahun 2006, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan melaporkan bahwa hanya 19,0% single mother yang menerima bantuan finansial dari mantan suami mereka (Ezawa: 2011,64). Kesulitan dalam finansial inilah yang memicu single mother untuk mengajukan sebagai penerima Tunjangan Membesarkan Anak agar bisa memenuhi kehidupan mereka dan anak-anak mereka. Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan berdasarkan survei pada tahun 2004, menyatakan bahwa grafik perceraian di Jepang setiap tahun mengalami peningkatan sejak tahun 1947. Berdasarkan grafik tersebut, peningkatan perceraian di Jepang dimulai sejak tahun 1964, dan mencapai puncak hingga tahun 1983, tetapi mengalami penurunan hingga tahun 1991. Walaupun penurunan grafik perceraian tidak mengalami penurunan yang sangat drastis. Grafik 3.1.1 perceraian akan dijelaskan pada halaman berikut
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Sumber: Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, 2004
Grafik Perceraian di Jepang pada tahun 1942-2003, tahun tertentu Berdasarkan Gambar 3.1.1, walaupun grafik perceraian mengalami penurunan hingga tahun 1991, grafik perceraian di Jepang mengalami peningkatan kembali. Bahkan pada tahun 2002, ada sebanyak 290 ribu perceraian di Jepang, merupakan catatan angka tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, peningkatan perceraian mengakibatkan peningkatan single mother di Jepang. Pada tahun 2003, total rumah tangga single mother di Jepang sebanyak 1,224,400 rumah tangga, sedangkan pada tahun 1996 total rumah tangga single mother di Jepang adalah 954,900 rumah tangga. Berarti peningkatan sebanyak 28 % semenjak tahun 1996. Pada tahun 2003, rumah tangga single mother didominasi oleh single mother yang bercerai yaitu 79.9%, single mother karena suaminya meninggal sebanyak 12%, dan single mother yang hamil di luar nikah sebanyak 5,8%. Menurut
Kementerian
Kesehatan,
Tenaga
Kerja,
dan
Kesejahteraan,
dengan
meningkatnya single mother di Jepang, penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak juga meningkat. Berdasarkan Gambar 3.1.2, penerima Tunjangan Membesarkan Anak mengalami peningkatan sejak tahun 1980 hingga tahun 1985. Lalu mengalami penurunan hingga tahun 1994.
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Walaupun mengalami penurunan, jumlah penerima Tunjangan Membesarkan Anak masih banyak dibandingkan penerima tahun 1980.
Sumber: Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, 2004
Grafik Penerima Tunjangan Membesarkan Anak Tahun 1980-2003 Pada tahun 1992 penerima Tunjangan Membesarkan Anak mengalami peningkatan. Walaupun sempat mengalami penurunan lagi di tahun 1998, hingga tahun 2002, penerima Tunjangan Membesarkan Anak terus meningkat, dan mencapai 822,958 penerima, pada tahun 2001 mencapai 759,197 penerima Tunjangan Membesarkan Anak. dan tahun 2003 mencapai 871,181 penerima. Penerima Tunjangan Membesarkan Anak mengalami peningkatan sekitar 55% sejak tahun 1980, merupakan peningkatan yang sangat signifikan. Pada bulan November 2002, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan memutuskan untuk meningkatkan kebijakan Undang-undang Kesejahteraan Anak dengan merevisi kebijakan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak. Pada awalnya, Tunjangan Membesarkan Anak dirancangnya oleh pemerintah Jepang bertujuan untuk membantu single mother yang tidak bisa memenuhi syarat menerima boshi nenkin, izoku nenkin, dan seikatsu hogo, seperti single mother yang bercerai. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
mengambil keputusan merevisi kebijakan Tunjangan Membesarkan Anak karena meningkatnya single mother yang bercerai di Jepang. Akibat peningkatan single mother yang bercerai yang bercerai menyebabkan peningkatan penerima Tunjangan Membesarkan Anak single mother yang bercerai. Revisi kebijakan penerima Tunjangan Membesarkan Anak adalah merubah pembatasan jumlah pendapatan rumah tangga single mother. Sebelumnya, jumlah pendapatan single mother untuk menerima Zenbu Shikyuu adalah 2,048,000 Yen, namun setelah revisi kebijakan Tunjangan Membesarkan Anak pada bulan November 2002, batasan jumlah pendapatan single mother diubah menjadi 1,300,000 Yen (Yuzawa; 2007). Selain mengubah pembatasan jumlah pendapatan rumah tangga single mother, tujuan pemberian Tunjangan Membesarkan Anak juga direvisi oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, menjadi dukungan terhadap single mother yang independen dan bekerja. Tujuan revisi kebijakan ini adalah Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan berharap agar single mother di Jepang menjadi sosok yang independen dan mempunyai pekerjaan yang stabil, maka Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan merevisi kebijakan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak untuk rumah tangga single mother, dari kesejahteraan bantuan pemasukan pendapatan, ke mendukung finansial secara independen dan memajukan pendukung finansial single mother yang baru memasuki fase awal menjadi rumah tangga single mother. Dengan revisi tujuan, dan pembatasan jumlah pendapatan rumah tangga single mother penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak, pemerintah Jepang berharap bisa menekan jumlah single mother yang bercerai yang mengajukan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak (Yuzawa: 2007). Menurut Ekatrina Hertog dalam buku berjudul Tough Choices: Bearing Illegitimate Child in Japan, pembatasan jumlah pendapatan single mother yang direvisi oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, untuk menerima Tunjangan Membesarkan Anak tidak berpengaruh dengan menurunnya jumlah penerima Tunjangan Membesarkan Anak terutama single mother yang bercerai bahkan setiap tahunnya terus meningkat (Hertog: 2009,73). Sejak revisi kebijakan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak pada bulan November 2002, peningkatan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak terus terjadi meskipun revisi kebijakan penerimaan telah dilaksanakan (lihat Gambar 3.1.3). Pada tahun 2002 total penerima Tunjangan Membesarkan Anak sebanyak 822,958 orang dan 88% dari total penerima Tunjangan
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Membesarkan Anak adalah single mother yang bercerai yaitu 725,403 orang. Persentase tertinggi dibandingkan rumah tangga single mother lainnya (single mother yang tidak menikah 7,3%, single mother dengan suaminya yang berkebutuhan khusus 2,2%, dan single mother yang ditinggalkan suaminya tanpa kejelasan sebanyak 2,4%). Pada tahun 2009, penerima Tunjangan Membesarkan Anak mencapai 985ribu penerima. Jumlah terbesar penerima Tunjangan Membesarkan Anak adalah single mother yang bercerai.
Berikut adalah grafik mengenai
penerima Tunjangan Membesarkan Anak: 1,200,000 Total Penerima Jidou Fuyou Teate
1,000,000
Bercerai (離婚) 800,000 Widowed single-‐mother households (死別母子世帯)
600,000 400,000
Unmarried single-‐mother households (未婚の母子世帯)
200,000
Households of mother and child (ren) with disabled father (障害 者世帯)
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, 2011 (data telah diolah)
Grafik Penerima Tunjangan Membesarkan Anak Berdasarkan Status Perkawinan Single mother tahun 2001-2010 Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa, setelah revisi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan pada tahun 2002, total penerima Tunjangan Membesarkan Anak tetap meningkat. Terutama penerima Tunjangan Membesarkan rumah tangga single mother yang bercerai mengalami peningkatan dan mendominasi penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak. Pada tahun 2010 mencapai 1,005,181 orang, dan 86% (868,709 orang) penerima Tunjangan Membesarkan Anak adalah single mother yang bercerai (Lampiran 2). Grafik Penerima Tunjangan Membesarkan Anak Berdasarkan Status Perkawinan Single Mother tahun 2001-2010 memperlihatkan bahwa antara total seluruh penerima Tunjangan
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Membesarkan Anak dan total penerima Tunjangan Membesarkan Anak yang bercerai tidak jauh berbeda karena penerima Tunjangan Membesarkan Anak didominasi oleh single mother yang bercerai. Sebelum revisi yang diadakan pada bulan November 2002, peningkatan penerima Tunjangan Membesarkan Anak kepada single mother yang bercerai sudah terjadi. Peningkatan ini terus terjadi setiap tahunnya, bahkan lebih dari 60% single mother yang bercerai menerima tunjangan Tunjangan Membesarkan Anak.
Grafik Jumlah Single mother (Bercerai) di Jepang dan Penerima Tunjangan Membesarkan Anak tahun 1962-200625 Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa penerima Tunjangan Membesarkan Anak meningkat bersamaan dengan meningkatnya single mother yang bercerai di Jepang. Bahkan pada tahun 1987, 90% single mother yang bercerai menerima tunjangan Tunjangan Membesarkan Anak. Hingga pada tahun 2006, penerima tunjangan Tunjangan Membesarkan Anak mencapai 955,741 penerima, merupakan jumlah penerima tertinggi untuk periode 1962-2006. Walaupun kebijakan penerima Tunjangan Membesarkan Anak sudah direvisi pada bulan November 2002,
25
Chisa, Fujiwara. 2008. Single mother and Welfare Restructuring in Japan: Gender and Class Dimensions of Income and Employment. The Asia-Pacific Journal: Japan Focus
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
peningkatan penerima Tunjangan Membesarkan Anak tetap terjadi karena peningkatan single mother yang bercerai. Peningkatan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak kepada single mother yang bercerai disebabkan pendapatan mereka sangat rendah. Salah satu syarat penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak adalah pendapatan single mother harus diantara 1,3 juta yen per tahun hingga 3,6 juta yen per tahun (Ezawa, 2006; Chisa, 2008). Menurut Fujiwara Chisa, hampir selama 2 dekade lebih pekerja wanita single mother mengalami kesulitan untuk mencukupi keluarga mereka karena kurangnya pendapatan pekerjaan mereka. Pada tahun 1990-an, rata-rata pendapatan pekerja wanita single mother kurang dari 40% dari rata-rata pendapatan all households (Grafik 3.1.5).
Grafik Pendapatan Rata-Rata antara rumah tangga single mother dan all households26, tahun tertentu, 1975-200327 Berdasarkan grafik tersebut pendapatan rumah tangga yang single mother sangat berbanding jauh dengan pendapatan all households karena pendapatan rumah tangga single mother adalah
pendapatan jenis single-earner atau pendapatan hanya dari satu sumber.
Meningkatnya kesenjangan pendapatan antara all households dengan rumah tangga single mother dapat dijelaskan dengan meningkatnya jumlah dual-earner28 yang tidak dimiliki oleh rumah 26
Rata-rata pendapatan seluruh rumah tangga
27
Chisa, Fujiwara. 2008. Single mother and Welfare Restructuring in Japan: Gender and Class Dimensions of Income and Employment. The Asia-Pacific Journal: Japan Focus
28
Dual-earner adalah pemasukan yang berasal dari dua sumber, yaitu dari suami dan istri
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
tangga single mother. Karena rata-rata pendapatan single mother sesuai dengan persyaratan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak, banyak single mother yang mengajukan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak untuk memenuhi kebutuhan hidup anak mereka. Menjadi single mother yang mempunyai anak, berarti mereka harus mencari nafkah untuk anak-anak mereka, karena sebelum bercerai mereka bisa tergantung dengan suami mereka yang bekerja. Jika hanya bergantung dengan pendapatan mereka yang rendah dibandingkan rata-rata pendapatan rumah tangga yang biasa, mereka akan mengalami kesulitan bila tidak ada dukungan tambahan dari luar. Karena itu, dengan meningkatnya single mother yang bercerai menyebabkan meningkatnya penerima Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai. Kesimpulan Dari pembahasan sebelumnya, sebelum tahun 1960-an single mother yang bercerai memiliki angka perceraian yang sangat rendah. Status perkawinan single mother sebelum tahun 1960-an, didominasi oleh para janda yang ditinggalkan suami mereka ketika perang. Sebelum tahun 1960-an, mengajukan perceraian bagi wanita Jepang dianggap sangat tabu untuk dilakukan karena bisa menjadi bencana bagi wanita Jepang karena tidak tahu harus ke mana dan tidak mempunyai dukungan yang berarti. Namun setelah tahun 1960-an, meningkatnya perceraian di Jepang, single mother yang berstatus bercerai pun juga meningkat. Lalu hak asuh anak banyak yang ditanggung oleh ibu dibandingkan oleh ayah. Maka dari itu, para single mother yang bercerai harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri mereka dan anak-anak mereka. Dengan meningkatnya single mother yang bercerai, status pekerja single mother yang bercerai mendominasi dalam tenaga kerja wanita. Walaupun mereka mendominasi dalam tenaga kerja wanita, pendapatan mereka justru terbilang rendah dibandingkan pendapatan rumah tangga yang biasa. Karena mereka mempunyai pendapatan yang rendah, mereka harus mencari cara untuk menambah pemasukan mereka agar mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka dan anakanak mereka. Salah satunya, mengajukan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak. Tunjangan Membesarkan Anak menjadi salah satu sumber pemasukan yang dapat membantu single mother sejak tahun 1962. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan merancang kebijakan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak agar single mother mempunyai tambahan pemasukan untuk membesarkan anak, agar keluarga, dan anak bisa berkebutuhan yang cukup. Dalam penjelasan paragraf sebelumnya, pendapatan single mother
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
yang bercerai termasuk rendah walaupun tenaga kerja wanita didominasi oleh single mother yang bercerai. Karena itu, banyak single mother yang bercerai mengajukan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak untuk tambahan pemasukan rumah tangga mereka. Untuk menerima tunjangan Tunjangan Membesarkan Anak, single mother harus tetap bekerja karena salah satu persyaratan menerima Tunjangan Membesarkan Anak adalah single mother harus mempunyai pendapatan. Menurut
Kementerian
Kesehatan,
Tenaga
Kerja,
dan
Kesejahteraan,
dengan
meningkatnya single mother di Jepang, penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak juga meningkat.
Walaupun pemerintah Jepang sudah merevisi kebijakan penerimaan Tunjangan
Membesarkan Anak pada tahun 2002, peningkatan penerima Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai tetap meningkat. Menurut Ekatrina Hertog, revisi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang tidak berpengaruh dengan menurunnya penerima Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai. Bahkan sejak revisi kebijakan, peningkatan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak tetap meningkat. Menurut Aya Ezawa peningkatan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak kepada single mother yang bercerai disebabkan pendapatan mereka sangat rendah. Salah satu syarat penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak adalah pendapatan single mother harus diantara 1,3 juta yen per tahun hingga 3,6 juta yen per tahun. Tunjangan Membesarkan Anak menjadi solusi bagi single mother yang bercerai karena mereka bisa mendapatkan pemasukan pendapatan sebagai tambahan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan anak-anak mereka. Tunjangan Membesarkan Anak bisa menjadi solusi untuk mengurangi kemiskinan yang dialami oleh single mother di Jepang karena kesejahteraan single mother menjadi fokus dari pemerintah Jepang dalam memberikan Tunjangan Membesarkan Anak tersebut. Berdasarkan penjelasan bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa meningkatnya single mother yang bercerai menyebabkan peningkatan penerimaan Tunjangan Membesarkan Anak untuk single mother yang bercerai.
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
Daftar Referensi Buku: Akaishi, Chieko. 2011. Single mother. Dalam Fujimura, Kamiko (Eds). Transforming Japan: How Feminism and Diversity Are Making a Difference. New York: Feminist Press Burns, Ailsa & Scott, Catherine. 1994. Mother-headed Families and Why They Have Increased. Kanada: Routledge Publisher Ezawa, Aya. 2010. Motherhood and Class: Gender, Class, and Reproductive Practices Among Japanese Single mother. Dalam Ishida, Hiroshi dan Slater, H. David (Eds). Social Class in Contemporary Japan: Structures, Sorting, and Strategies. Kanada: Routledge Publisher Hertog, Ekatrina. 2009. Toughe Choices: Bearing an Illegitimate Child in Contemporary Japan. California: Standford University Press Kimito, Kimiko & Hagiwara , Kumiko. 2010. Feminization of Poverty in Japan: A Special Case. Dalam Goldberg, Gertrude Schaffner (Eds). Poor Women in Rich Country. New York: Oxford University Press Shakai Fukushi-shi Shiken Taisaku Kenkyuukai. 2013. Fukushi Kyoukasho Shakai Fukushi-shi Kanzen Goukaku Tekisuto Senmon Kamoku 2014-nenban. Jepang: Exampress Fukushi Kyouka-shou Uda, Kikue, Takeshi Takasawa, dan Kojun Furukawa, eds. 2001. Shakai Fukushi no Rekishi. Tokyo: Yuhikaku Publishing Co., Ltd. Walker, Alan and Wong, Chack-kie. 2004. The Ethnocentric Construction of the Welfare State. Dalam Kennett, Patricia (Eds.). A Handbook of Comparative Social Policy. Amerika Serikat: Edward Elgar Thesis: Redman, J. Tonya. 2007. Negotiating Matriarchy: The Discourse of Single Mothers Taking Care of Their Families on Small Income. Texas: University of Texas. Dalam Albeda, R., Himmelweit, S., & Humphries, J. (2005). Dilemmas of Lone Motherhood. London: Routledge Shimada, Midori. 2009. Fertility Rate Decline in Japan From The Perspective of Gender Inequality and Social Problems of Modern Japanese Family. University of Jyväskylä Jurnal: Chisa, Fujiwara. 2008. Single mother and Welfare Restructuring in Japan: Gender and Class Dimensions of Income and Employment. The Asia-Pacific Journal: Japan Focus Ezawa, Aya. How Japanese Single mother Work. 2006. Arsenal: Special issue on “How Japan Works” vol 18 Fujiwara, Chisa. 2005. Lone Mothers and Welfare-to-Work Policies in Japan and the United States: Towards an Alternative Perspective. Journal of Sociology and Social Welfare Oishi, Akiko S. 2013. Child Support and the Poverty of Single mother Households in Japan. Jepang: National Institute of Population and Social Security Research Yuzawa, Naomi. 2007. Single mother Urged to Become Financially “Independent”. Jepang: Voices From Japan Women’s Asia 21 ed. 18 Publikasi Lembaga City of Miyakonojo. http://cms.city.miyakonojo.miyazaki.jp/display.php?cont=121112130631 diakses pada tanggal 26 Oktober 2014
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014
House of Councillors, The National Diet of Japan. Hitori Oya Katei e no Shien-saku: Jidou Fuyou Teate-hou no Ichibu Kaisei-an. http://www.sangiin.go.jp/japanese/annai/chousa/rippou_chousa/backnumber/2010pdf/201004 01040.pdf diakses pada tanggal 25 Oktober 2014 Ministry of Foreign Affairs of Japan. 1996. The Initial Report of JapanUnder Article 44, Paragraph 1 of The Convention on The Rights of The Child. http://www.mofa.go.jp/policy/human/child/initialreport/introduction.html diakses pada tanggal 10 November 2014 Ministry of Health, Labour, and Welfare. Annual Report on Health and Welfare: 1998-1999 Social Security and National Life. http://www1.mhlw.go.jp/english/wp_5/vol1/p1c3s3.html Diakses pada tanggal 24 Oktober 2014 Ministry of Health, Labour, and Welfare. Annual Report on Health, Labour and Welfare: 20082009 http://www.mhlw.go.jp/english/wp/wp-hw3/dl/7-36.pdf diakses pada tanggal 26 Oktober Ministry of Health, Labour, and Welfare. Boshi Katei o Meguru Jyoukyou. http://www.mhlw.go.jp/wp/hakusyo/boshi/05/dl/02.pdf diakses pada tanggal 21 November 2014 Ministry of Health, Labour, and Welfare. Jiritsu o Sokushin suru tame no Keizai-teki Shien-sakutou. 2008. http://www.mhlw.go.jp/wp/hakusyo/boshi/08/dl/08.pdf diakses pada tanggal 21 November 2014 Ministry of Health, Labour, and Welfare. Pamphlet about Ministry of Health, Labour, and Welfare http://www.mhlw.go.jp/english/org/pamphlet/index.html Diakses pada tanggal 12 Oktober 2014 Ministry of Health, Labour, and Welfare. Social Security Expenditure for Child And Family: Fiscal Year1975-2011. http://www.mhlw.go.jp/english/database/db-hh/xls/6-07.xls Diakses pada tanggal 25 November 2014 Ministry of Internal Affairs and Communications: Statistics Bureau. Income and Expenditures of Households of Mother and Children. http://www.stat.go.jp/english/data/zensho/2004/hutari/gaiyo23.htm diakses pada tanggal 21 November 2014 National Institute of Population and Social Security Rsearch. Social Security Expenditure by Revenue, Scheme, Category, Function and Target Individuals: fiscal year 2008. http://www.ipss.go.jp/s-info/e/Jasos2011/ss2011.pdf diakses pada tanggal 27 November 2014 Publikasi Eletronik Family Ties. Nuclear Family. http://www.edu.pe.ca/southernkings/familynuclear.htm Diakses pada tanggal 26 Oktober 2014 Insititute for Research on Poverty. Single Mothers and Poverty in Japan: The Role of Living Arrangements. http://www.irp.wisc.edu/newsevents/seminars/Presentations/20122013/raymo_040413.pdf diakses pada tanggal 22 November 2014 International Labour Organization. Child Welfare Act 1947. http://www.ilo.org/dyn/travail/docs/2036/ diakses pada tanggal 8 November 2014 Japan Children’s Right Network. Type of Divorce in Japan. http://www.crnjapan.net/The_Japan_Childrens_Rights_Network/div-types.html diakses pada tanggal 13 November 2014
Kajian Tunjangan..., Mutiara Aulia, FIB UI, 2014