Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan1 Wiryanto Dewobroto email :
[email protected]
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan Karawaci, Tangerang, Banten Abstrak : Era perkembangan peradaban yang dipicu oleh kemajuan ekonomi, menuntut tersedianya infrastruktur fisik yang mendukung, bisa berupa bangunan gedung, maupun jembatan dan jalan sebagai sarana transportasinya. Keberadaannya tidak sekedar pelengkap, tetapi telah menjadi urat nadi perekonomian itu sendiri. Jadi keandalannya, menjadi hal yang penting. Salah satu upayanya adalah memanfaatkan kemajuan bidang teknologi komputer, khususnya piranti lunak rekayasa untuk perencanaan dan evaluasi struktur. Apa dan bagaimana implementasinya akan disajikan dalam makalah ini, yang merupakan hasil studi literatur terbaru. Fokus utama adalah jembatan, meskipun struktur lain jika relevan juga dibahas. Hasil studi menunjukkan bahwa teknologi yang dimaksud sangat membantu, dapat dibuat simulasi perilaku struktur yang kompleks, sehingga banyak permasalahan dapat dianalisis secara teliti dan mendapat solusinya. Meskipun demikian, untuk menggunakannya perlu latar belakang pengetahuan yang cukup, karena bagaimanapun komputer hanya sekedar alat bantu. Insinyur pemakai adalah kata kuncinya. Jadi, selain perlu piranti lunak yang tepat, juga kompetensi s.d.m. menentukan. Perlu pengetahuan dan pelatihan khusus yang teratur. Akhirnya, semoga hasil studi yang dibuat ini dapat menjadi bahan pemikiran, bagaimana mencari format tepat untuk kemajuan dan perkembangan dunia konstruksi khususnya jembatan di Indonesia. Kata kunci: piranti lunak komputer, rekayasa struktur
1. PENDAHULUAN Era perkembangan peradaban yang dipicu oleh kemajuan ekonomi, menuntut ketersediaan infrastruktur fisik pendukung, bisa berupa konstruksi bangunan gedung, maupun konstruksi bangunan jembatan dan jalan sebagai sarana transportasinya. Keberadaannya tidak sekedar pelengkap, atau hiasan semata tetapi telah menjadi urat nadi perekonomian itu sendiri. Jika terjadi kegagalan atau tidak berfungsinya infrastruktur tersebut, maka jalan perekonomian menjadi terganggu. Tidak saja hanya setempat pada tempat kejadian perkara, karena jika yang rusak adalah infrastruktur vital maka tentu bisa mengganggu sistem secara keseluruhan. Bisa-bisa perkembangan peradaban itu sendiri yang terganggu. Oleh sebab itulah, faktor keandalan konstruksi bangunan adalah utama dan menjadi kepentingan bersama. Risiko terjadinya bencana alam, menjadi hal yang relatif standar yang harus dipersiapkan dengan baik oleh insinyur untuk menghadapinya. Meskipun kepastian bentuk, besar dan kapan datangnya peristiwa alam yang menimbulkan bencana itu sendiri masih jadi misteri. Tentu saja itu semua tidak menjadi alasan untuk tidak memikirkannya atau menyerahkan saja pada sang pencipta. Sebagai manusia, wajiblah hukumnya untuk berusaha, meskipun keputusan akhir, Tuhan juga yang menentukan. Jika sebagai manusia saja, berusaha adalah suatu kewajiban, apalagi bagi seorang insinyur yang telah meluangkan waktu mempelajari berbagai ilmu pengetahuan maupun fenomena alam terkait, sehingga tentu saja harus dapat menyikapinya dengan lebih baik dan bahkan memberi solusi yang lebih rasional. 1
Invited Speaker pada Seminar Nasional Teknik Sipil oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang, Gedung Sasana Budaya UNM, Kamis, 9 Oktober 2014.
1 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Segala tindakan yang dilakukan belum tentu bisa menunda atau mencegah peristiwa alam yang biasanya mengiringi bencana itu terjadi. Tetapi tindakan yang dilakukan itu diharapkan bisa mengurangi atau meminimalisir risiko bahaya kerusakan struktur bangunan, atau jatuhnya korban jiwa yang tidak perlu. Untuk itu, persiapan yang dapat dilakukan insinyur adalah melakukan pendataan akan bencana yang pernah terjadi, dan memprediksi kemungkinan yang terjadi berikutnya. Selanjutnya dapat dibuat model bentuk atau macam bencana yang kemungkinan besar akan terjadi. Berdasarkan model bencana tersebut maka dapat dibuatlah simulasi pada perencanaan konstruksi yang akan dibangun, bisa juga diterapkan pada bangunan yang sudah ada dengan maksud melihat potensi risiko yang terjadi. Hasilnya tentu dapat menjadi feedback bagi perbaikan atau tindakan lebih lanjut yang lebih baik.
2. PENTINGNYA TEKNOLOGI BERBASIS KOMPUTER Simulasi perilaku struktur untuk perencanaan atau evaluasi struktur, melibatkan pengolahan data numerik, mulai yang sederhana sampai kompleks, baik di segi kuantitas atau kualitasnya. Untuk itu, mau tidak mau sekarang ini harus mengandalkan teknologi berbasis komputer, khususnya piranti lunak rekayasa untuk dijadikan tool penting seorang insinyur. Jika digunakan dengan benar, pemakaian komputer dengan piranti lunak rekayasanya dapat memberikan solusi permasalahan secara presisi, tepat dan cepat, khususnya yang melibatkan jumlah variabel numerik yang besar. Jika masalah numerik tidak lagi menjadi kendala, maka tentu dapat dibuat berbagai model numerik yang lebih mendekati kondisi real, yang berarti estimasi yang dibuat akan semakin tepat. Jika demikian maka tindakan yang menyertainya kemudian tentunya akan semakin efektif pula. Akhirnya konstruksi bangunan rencana atau yang dievaluasi akan dapat semakin andal, sesuai dengan harapan. Simulasi numerik yang penting bagi seorang insinyur adalah terkait perilaku struktur terhadap beban-beban atau kondisi kerja yang mungkin terjadi. Termasuk perilaku keruntuhan, khususnya untuk kondisi beban tak terduga. Saat ini, simulasi numerik telah menjadi trend untuk memastikan bahwa struktur mampu menghadapi kondisi yang tidak bisa diduga, seperti gempa bumi maupun serangan teroris.
3. KOMPUTER DAN CODE PERENCANAAN 3.1. Umum Simulasi numerik perilaku struktur bagi insinyur tentu saja adalah analisis struktur. Untuk menangani problem yang relatif besar dan komplek maka pemakaian piranti lunak rekayasa khusus berbasis komputer adalah keharusan, agar dapat diselesaikan secara cepat dan teliti. Tentu saja ketelitiannya, sesuai model yang dibuat. Jika modelnya sederhana maka keluaran hasilnya juga relatif sederhana. Pembuatan model struktur, bila tidak ada ketetapan khusus atau code maka akan banyak variasinya, tergantung piranti lunak yang dipakai, kebiasaan, kemauan, dan yang lebih penting kemampuan insinyur yang mengerjakannya. Masalahnya, menentukan model dan strategi paling tepat untuk dipilih, belum tentu terjawab tuntas. Jadi, pembahasan akan dimulai dari yang tertulis pada code, karena ada landasan hukumnya. Adapun code yang dipilih, dimulai dari konstruksi jembatan, karena dianggap masalahnya cukup kompleks dan sesuai dengan topik yang didiskusikan.
3.2. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan - BMS 1992 Peraturan perencanaan teknik jembatan di Indonesia (BMS 1992) adalah rujukan utama para insinyur jembatan di Indonesia. Pada kata pendahuluan tentang analisa struktur, peraturan menyatakan sebagai berikut :
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
2 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Cara analisis elastis linier tingkat pertama disarankan karena bersifat konservatif, adapun cara elastis linier tingkat kedua diutamakan untuk rangka portal tidak terikat (portal bergoyang). Cara plastis hanya dipahami dan dipakai untuk kasus yang sederhana saja. Ada pengertian bahwa perilaku struktur jembatan adalah rumit, hingga perlu perhitungan matematik canggih, yang diolah komputer memakai piranti lunak rekayasa yang sesuai. Ada pemahaman, jika memakai cara manual maka sifatnya harus lebih konservatif. Meskipun telah digunakan komputer dan piranti lunak yang sesuai, tetapi disyaratkan harus diawasi oleh ahli teknik perencanaan yang berkualifikasi dan berpengalaman, serta punya kualifikasi akademis sesuai bidang, lulusan universitas atau lembaga setara yang diakui formal. Pengalaman minimal 4 tahun bidang perencanaan dan pelaksanaan jembatan, dan sekurang-kurangnya 2 tahun bidang perencanaan. Cara analisis yang diijinkan adalah cara elastis-linier, tidak linier, plastis dan sederhana. Proses analisis struktur akan dimulai dengan pemodelan, untuk itu perlu proses trial-anderror, atau berulang untuk dilakukan modifikasi atau perbaikan model. Maklum model adalah pendekatan, bukan struktur sesungguhnya. Frekuensi pengulangan tergantung dari pengalaman insinyur yang mengerjakannya. Pada detail pembahasan Analisis Struktural (Pasal 3.3 BMS-1992), perencanaan jembatan secara umum mensyaratkan bahwa perilaku unsur struktur terhadap beban rencana untuk setiap kondisi batas harus dianggap tetap elastis (kecuali Ps. 3.2.2 : Ultimate Limit Stated Design). Ada beberapa metoda analisis struktural yang ditulis pada code, sebagai berikut : Analisis Elastis Tingkat Pertama (elastis linier), pengaruh perubahan geometri akibat pembebanan dan pengaruh gaya aksial diabaikan. Stabilitas struktur global jika ada, diatasi dengan faktor pembesaran momen. Detail analisisnya sendiri pada code dijelaskan secara rinci dalam bentuk tabel (Tabel 3.1a), antara lain : cara penyederhanaan, grid, pelat orthotropik, metode elemen hingga, metode finite strip dan folded plate, metode analisis tradisionil untuk truss, rigid-frame dan pelengkung, juga analisis model (skala kecil). Analisis elastis orde-2 (analisis elastis tingkat ke-2) : unsur-unsur masih dianggap elastis kecuali perubahan geometri portal pada beban rencana dan perubahan kekakuan efektif unsur akibat gaya aksial, harus diperhitungkan. Analisa elastis orde ke-2 ini harus dipakai untuk analisis struktur jembatan gantung (suspension bridge). Pilar jembatan tinggi harus didesain terhadap gempa, apalagi jika jembatannya menyatu dengan pilar tersebut. Analisis struktural lengkap (rigorous) : untuk frame tertambat efektif terhadap tekuk atau instabilitas, dapat dilakukan analisa struktur lengkap atau rigorous, dengan syarat bahwa analisis harus dapat memodelkan secara tepat perilaku aktual struktur. Jika perlu maka hal-hal yang relevan perlu diperhitungkan, misal properti bahan material, tegangan sisa (residual stress), geometri imperfection, efek orde ke-2, tahapan konstruksi (erection) dan interaksi tanah-struktur pada pondasi. (Lihat CATATAN). Analisis struktural lengkap harus memperhitungkan bentuk alaminya dalam tiga dimensi atau ruang, serta teori yang terkait. Analisis plastis. Adapun penjelasan yang menyertainya adalah : metode non-linier yang dievaluasi adalah salah satu atau keduanya dari [1] geometri nonlinier - perubahan geometri yang signifikan akibat pemberian beban, seperti misalnya yang terjadi pada jembatan gantung [2] material nonlinier - perilaku tegangan-regangan bahan, seperti misal pengaruh retak pada beton, atau plastifikasi pada baja. (Lihat CATATAN). Analisis bangunan atas yang disederhanakan, yaitu cara analisis yang berfokus pada respon struktur yang utama saja, adapun respon sekunder yang tidak signifikan pengaruh-
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
3 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
nya, diabaikan. Analisis relatif menjadi sederhana, tetapi tidak berarti hasilnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Maklum ada batasan yang harus dipenuhi. Contoh analisis yang disederhanakan : struktur rangka (truss) dan pelengkung dengan mengabaikan keberadaan momen, puntir dan geser pada arah memanjangnya; struktur pelat dengan mengabaikan pengaruh geser melintang atau torsi memanjang. CATATAN: Materi BMS-1992 tentang analisa struktur yang dipertanyakan. Uraian tentang analisis struktural pada Pasal 3.3 BMS-1992 perlu mendapatkan perhatian. Meskipun materi tersebut resmi berlaku sejak 1992 tetapi definisi yang diberikan, khususnya terkait hal [1] Analisis struktural lengkap (rigorous); dan [2] Analisis plastis, perlu ditanggapi secara kritis, sebagai berikut : Analisis struktural lengkap (rigorous) mensyaratkan untuk memasang pertambatan lateral pada frame terlebih dahulu sehingga tidak ada masalah tekuk (buckling) atau instabilitas. Itu memberi kesan, bahwa tekuk atau instabilitas tidak bisa diatasi. Sehingga jika benar, maka istilah “lengkap” yang digunakan untuk analisis tersebut perlu dipertanyakan. Analisis plastis merujuk pada perilaku tegangan-regangan material (nonlinier material), yang tentunya berbeda dari nonlinier geometri. Jadi deskripsi tentang analisa plastis tetapi menyaratkan adanya pengaruh geometri tentu menjadi tidak tepat lagi. Jadi definisi pada Pasal 3.3 BMS-1992 terkait dua hal tersebut mengalami kerancuan, harus dikoreksi dan diperbaiki. Bagaimanapun juga peraturan atau code adalah rujukan resmi bagi para insinyur, jika petunjuknya saja rancu maka tentu tidak akan sampai tujuan.
3.3. LRFD Bridge Design Specification – AASHTO 2005 Metode analisa struktur pada jembatan tidak dibatasi oleh AASHTO, asalkan memenuhi persamaaan keseimbangan, kompatibilitas dan hubungan tegangan-regangan dari materialnya. Jadi setiap program komputer rekayasa yang memenuhi persyaratan dapat digunakan, tetapi perlu diingat bahwa program tersebut sifatnya hanya tool atau alat saja, dan keputusan akhir tetap pada sang insinyur, yang harus dapat mempertanggung-jawabkan hasilnya. Untuk itu, AASHTO mengusulkan agar hasilnya perlu diverifikasi, khususnya terhadap: Hasil penyelesaian yang secara umum telah diakui kebenarannya, Hasil dari program komputer lain yang telah diverifikasi. Hasil uji eksperimen untuk kasus-kasus yang belum punya pembanding. Untuk digunakan dalam kontrak proyek, maka nama program komputer yang dipakai, versi program dan tanggal release harus dicantumkan. Ini penting untuk dijadikan data rujukan bagi jembatan yang didesain kalau nanti suatu saat diketahui mengalami kerusakan. Jadi itu juga menjadi semacam verifikasi juga bagi program komputer yang digunakan. Aspek penting dalam penggunaan program komputer, yaitu pemodelan struktur juga diberikan oleh AASHTO, yang disebutnya sebagai Mathematical Modeling (Bab 4.5). Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam pemodelan struktur, yaitu : [1] Beban; [2] Geometri; [3] Material; dan [4] Respon karakteristik pondasi. Adapun pilihan modelnya didasarkan pada kondisi batas yang ditentukan, pengaruh pembebanan dan ketelitian yang diharapkan, tentu juga metode penyelesaian atau program komputer yang digunakan. Untuk kondisi batas layan (service) dan fatig, termasuk juga kondisi batas kekuatan, maka struktur harus berperilaku elastis. Balok menerus boleh mengalami kondisi inelastis sehingga dapat dilakukan redistribusi momen. Adapun pemodelan inelastik diperlukan untuk evaluasi perilaku keruntuhan struktur. Pentingnya memasukkan respon karakteristik pondasi pada pemodelan struktur, tergantung dari tingkat sensitifitas struktur itu terhadap terjadinya
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
4 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
perubahan geometri pondasi, misalnya pada struktur pelengkung dengan tumpuan jepit, atau ketika menghitung waktu getar alami struktur. Kondisi tumpuan sangat mempengaruhi hasilnya, jika terdapat keraguan maka bisa saja dicari kondisi konservatif, yaitu ditinjau pada dua kondisi ekstrim, misalnya satu dengan tumpuan jepit dan satu dengan tumpuan sendi, lalu dicari yang konservatif yan mengakomodasi keduanya. Untuk struktur jembatan yang sifatnya fleksibel, seperti jembatan gantung atau jembatan cable-stayed maka harus dianalisis dengan metode elastis nonlinier yaitu large displacement analysis, yang termasuk kategori geometri nonlinier. Karena nonlinier, maka urut-urutan pemberian beban menentukan dan mempengaruhi hasil, sehingga analisa struktur jembatan yang fleksibel ditentukan juga oleh tahapan konstruksi yang dilakukan. Untuk itu urutan pelaksanaan antara rencana dan aktual harus dipastkan, tidak terdapat banyak perbedaan. Karena jika berbeda, maka hasil analisis yang telah dilakukan, memakai analisa nonlinier bisa menjadi tidak valid lagi. Kecuali yang flesibel, jembatan pelengkung bentang panjang jug diminta untuk dianalisis dengan analisa nonlinier, yaitu untuk mengantisipasi adanya stabilitas keseluruhan, termasuk pengaruh out-of-straight dari batangnya (imperfection). Untuk tipe jembatan gantung yang relatif sangat panjang, maka analisa fisik terowongan angin dipersyaratkan juga dalam perencanaan, khususnya untuk mengantisipasi pengaruh induksi vortex, akibat angin sehingga tidak melebihi ambang batas untuk menjadi bahaya fatig. Jembatan dengan perbandingan bentang ke lebar atau tinggi jembatan lebih dari 30 dianggap rawan terhadap pengaruh angin. Jika pengaruh angin cukup dominan maka faktorfaktor berikut seperti percepatan vortex, galloping, flutter harus diperhitungkan. Salah satu metode yang diusulkan untuk analisis struktur berbasis komputer oleh AASHTO adalah refine analysis method, seperti memakai finite strip atau finite element method. Dari keduanya, maka finite element method-lah saat ini yang paling banyak dijumpai. Adapun yang dimaksud dengan refine analysis method adalah strategi analisa struktur yang memperhitungkan keseluruhan bangunan atas (superstructure) sebagai satu kesatuan yang dapat bekerja bersama menerima beban luar dan berdeformasi. Oleh karena itu diperlukan pemodelan tiga dimensi, dan saat ini strategi seperti itu baru dapat diatasi secara memuaskan jika digunakan bantuan program komputer berbasis finite element method. Kecuali istilah refine analysis method, yang sebenarnya analisis struktur biasa (tapi lengkap) dengan finite element method, dan keharusan memperhitungkan nonlinier geometri untuk struktur fleksibel atau yang terpengaruh stabilitas, maka pada prinsipnya AASHTO (2005) tidak memberikan prosedur khusus terkait pemakaian komputer untuk analisis.
3.4. LRFD Steel Design Specification – AISC 2010 American Institute of Steel Construction dengan code terbarunya, AISC (2010) memuat hal baru bahwa Direct Analysis Method secara resmi dipakai sebagai metode utama analisis stabilitas struktur, sehingga metode perencanaan sebelumnya yang mengandalkan faktor K untuk memperhitungkan kelangsingan batang tekan, telah digantikan dengan sistem yang baru tersebut, meskipun prakteknya faktor K masih dipakai tetapi nilainya konstan atau K=1. Adapun Direct Analysis Method atau DAM itu sendiri adalah suatu analisis stabilitas yang mengandalkan komputer sebagai alat bantunya, lebih tepatnya DAM memerlukan program komputer analisa struktur elastis dengan kemampuan P-Delta yang dapat digunakan untuk menghitung stabilitas struktur secara keseluruhan (global). Hal yang menarik, meskipun hanya memakai analisis elastis, tetapi dengan manipulasi yang ditentukan, maka hasilnya dapat memprediksi pengaruh plastisitas (akibat residual stress) maupun imperfection pada struktur. Pada cara sebelumnya, keduanya dihasilkan dari data-data empiris dan pendekatan, adapun pengaruhnya ke struktur diberikan dengan faktor pembesaran momen (pendekatan).
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
5 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Penulis belum mempunyai kesempatan membahas code AASHTO selain versi 2005 di atas, yang ternyata belum mempunyai materi seperti AISC (2010). Dari kebiasaan yang ada, materi yang ada pada AISC selalu selaras dengan AASHTO, atau sebaliknya. Oleh karena itulah materi AISC, yaitu Direct Analysis Method, akan dibahas agar pembaca memperoleh gambaran akan materi sama jika diterapkan nantinya pada AASHTO.
3.5. EUROCODE 3 — Design of steel structures Note: Part 1-1 : General structural rules Eurocode (EN 1993 1-1 : 20xx), versi 24 September 2001, pasal 5 tentang Analisa Struktur, ada lima hal pokok yang menjadi perhatian, yaitu [1] pemodelan; [2] stabilitas struktur; [3] imperfection; [4] hal yang mempengaruhi dalam perhitungan respons struktur; [5] klasifikasi penampang terkait dengan analisis struktur. Jika dicermati dan mengacu pengetahuan berbasis analisis struktur klasik (cara manual) maka ke lima hal tersebut bukanlah hal pokok yang perlu dibahas khusus. Maklum cara klasik umumnya berupa elastis-linier yang belum memperhitungkan pengaruh stabilitas. Keberadaan stabilitas struktur harus dipertimbangkan sedemikian sehingga tidak mempengaruhi analisis. Itulah mengapa keberadaan struktur bracing dan yang semacamnya tidak masuk dalam pemodelan struktur. ** pemodelan dan stabilitas struktur ** Adanya pembahasan tentang stabilitas, sekaligus dijadikan sebagai pokok bahasan tentunya sesuatu yang baru. Itu berarti suatu strategi analisa struktur baru, yang memperhitungkan masalah stabilitas, sesuatu yang hanya umum jika dikerjakan dengan komputer (piranti lunak rekayasa analisis struktur, yang punya kemampuan elastis-nonlinier, minimal P-Delta). Jika pada analisis struktur cara klasik, sistem bracing tidak perlu dimodelkan, sedangkan analisis struktur yang mampu memperhitungkan stabilitas maka keberadaan sistem bracing menjadi penting sehingga harus masuk dalam pemodelannya secara lengkap. Jika perlu maka harus memakai model 3D atau ruang. Itu alasan, mengapa bahasan tentang pemodelan dan stabilitas diperlukan. Jika digunakan model 3D bentuk fisiknya menjadi tidak sederhana, memerlukan banyak titik nodal untuk mendefinisikan geometrinya, sekaligus perlu d.o.f (degree of freedom) yang lebih banyak untuk setiap titik nodalnya. Semuanya itu tentu berdampak pada jumlah persamaan matrik yang tidak sedikit, sehingga untuk mengatasinya diperlukan analisis struktur berbasis komputer. Pemodelan struktur pada dasarnya adalah proses penyederhanaan struktur dari suatu kondisi real, dengan banyak variable, menjadi suatu model yang variabelnya terbatas (disesuaikan dengan strategi analisisnya). Karena strategi analisisnya memakai komputer, maka variabel yang dapat dianalisis menjadi tidak terbatas (relatif sangat banyak dibanding manual). Oleh karena itulah mengapa model struktur yang dihasilkan juga semakin kompleks. Jika hal itu digabung dengan imajinasi insinyur yang mempersiapkannya maka dapat dihasilkan banyak alternatif model. Untuk mengantisipasi agar model yang dibuat dapat mewakili struktur real sebenarnya maka faktor konsistensi pada pilihan yang diambil, menjadi hal yang penting. Konsistensi dimulai sejak analisis sampai desain penampang. Maklum, setiap pilihan umumnya membawa keterbatasan, sehingga hal itu harus terus diantisipasi sampai akhir (desain penampang), termasuk juga dalam proses konstruksinya di lapangan, dan bahkan strategi perbaikan jika nantinya diperlukan. Oleh sebab itu, mengambil asumsi yang diterima umum menjadi suatu yang penting. ** imperfection ** Untuk melakukan simulasi berbasis komputer tentang stabilitas struktur, khususnya tekuk, maka perlu memasukkan kondisi imperfection, yang menurut code terdiri dari plastisitas akibat tegangan sisa (residual stress) maupun ketidak-sempurnaan kondisi geometri, seperti:
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
6 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
ketidak-vertikalan kolom (lack of verticality), ketidak-lurusan batang (lack of straightness), ketidak-merataan permukaan (lack of flatness), ketidak-tepatan pemasangan (lack of fit) dan adanya eksentrisitas yang tidak bisa dihindari, misal pada sambungan.
Selanjutnya kondisi imperfection tersebut perlu diperhitungkan dalam analisis struktur secara keseluruhan termasuk sistem bracing-nya (global), juga untuk elemen batangnya (lokal). ** hal yang mempengaruhi dalam perhitungan respons struktur ** Hal-hal yang dianggap mempengaruhi perhitungan respons struktur adalah [a] geometri nonlinier dan [b] material nonlinier. Geometri nonlinier, adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh adanya deformasi struktur (second order effect). Pada kasus tertentu adanya kondisi shear-lag (biasa terjadi pada sambungan) maupun tekuk lokal, jika perlu harus dimasukkan dalam perhitungan, misal dengan prinsip lebar efektif. Kecuali itu, adanya slip pada sambungan baut mutu tinggi perlu dipikirkan. Material nonlinier dikaitkan dengan analisis struktur menyeluruh (global), dapat dilakukan berdasarkan pendekatan penampang [a] elastis dan [b] plastis. Penampang elastis merupakan pendekatan yang konservatif, hubungan tegangan-regangan bersifat linier, berapapun nilai tegangan yang terjadi. Jika besarnya beban dapat diketahui, maka cara ini umumnya dapat diterima untuk setiap jenis struktur. Adapun penampang plastis harus memenuhi persyaratan tertentu. Maklum, tidak setiap penampang mampu mencapai kondisi plastis saat dibebani. Persyaratan untuk memakai cara plastis mencakup :
Perilaku material didekati sebagai kurva bilinier, atau kurva nonlinier sebenarnya berdasarkan hasil uji eksperimen.
Memberikan sistem pertambatan lateral pada daerah yang dianggap akan terbentuk sendi plastis.
** klasifikasi penampang terkait dengan analisis struktur ** Klasifikasi penampang disini mirip dengan persyaratan penampang terhadap kemungkinan terjadinya tekuk lokal sebelum mencapai leleh atau tidak, sehingga AISC (2010) membagi kategori penampang menjadi profil kompak, nonkompak dan slender. Adapun Eurocode membagi menjadi empat (4) Class, yaitu :
Penampang Class-1 : jika pada penampang tersebut mampu membentuk sendi plastis dan mengalami rotasi sehingga berperilaku seperti sendi. Ini equivalen dengan profil kompak (AISC 2010) yang memenuhi persyaratan untuk analisis plastis.
Penampang Class-2 : jika pada penampang mampu menghasilkan momen plastis tertentu tetapi terbatas dalam kemampuan berotasi. Ini equivalen dengan profil kompak menurut AISC (2010)
Penampang Class-3 : jika pada serat terluar penampang dapat mengalami leleh, tetapi sebelum terbentuk momen plastis penuh akan terjadi tekuk terlebih dahulu. Ini equivalen dengan profil nonkompak pada AISC (2010).
Penampang Class-4 : jika penampang sebelum mengalami leleh akan terjadi tekuk lokal terlebih dahulu. Ini equivalen dengan profil slender pada AISC (2010).
Klasifikasi penampang ini diperlukan karena dalam analisa struktur yang biasa, detail dari profil penampang yang digunakan tidak dievaluasi secara seksama, karena umumnya cukup memakai formulasi sebagai elemen 1D, dan dianggap penampang dengan simetri ganda.
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
7 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
4. SIMULASI NUMERIK DAN PERILAKU STRUKTUR Simulasi numerik, merupakan istilah umum yang merujuk pada penyelesaian analisa struktur berbasis komputer (dengan piranti lunak yang sesuai). Jika hal itu dikaitkan dengan berbagai metode analisa struktur, maka perbedaannya pada algoritma pemrograman numerik yang diadopsi. Oleh karena hal itu adanya di dalam program komputer, maka bisa saja tidak setiap piranti lunak untuk analisa struktur di pasaran, juga mempunyai algoritma yang dimaksud. Itu berarti tidak setiap kasus, dapat diproses oleh suatu piranti lunak analisa struktur. Piranti lunak rekayasa analisa struktur standar, umumnya dilengkapi metode analisa struktur elastis-linier, suatu metode penyelesaian yang relatif sederhana dan sangat mencukupi untuk perencanaan struktur sehari-harinya terhadap beban kerja yang relatif konstan (fluktuasinya relatif kecil sehingga dapat diprediksi secara tepat), seperti berat sendiri (beban mati) dan beban hidup. Metode ini juga yang umumnya dijadikan materi utama pembelajaran bagi calon-calon insinyur di tingkat perguruan tinggi. Hasilnya bersifat linier, jadi jika perilaku struktur dapat diwakili oleh hubungan beban dan deformasi, maka hubungan keduanya berupa garis lurus (linier) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perilaku elastis-linier
Prinsip linier, dimana hubungan beban (F) dan deformasi (δ) berupa garis lurus, sangat membantu menyederhanakan perencanaan. Bagaimana tidak, kasus-kasus beban dapat ditinjau terpisah, bekerja independen, tidak saling tergantung satu dengan lainnya. Sehingga untuk mendapatkan berbagai tinjauan kondisi pembebanan, cukup dilakukan kombinasi dari kasuskasus beban yang telah ditinjau, yaitu memanfaatkan asas super-posisi, yaitu menjumlahkan masing-masing kasus beban dengan kasus beban yang lainnya. Prinsip elastis-linier ini pula yang digunakan pada perencanaan kuat ultimate, dimana beban pada kondisi ultimate hanya didasarkan pada hasil elastis-linier yang dikalikan faktor beban (ditentukan oleh code atau peraturan) dan kombinasinya, misalnya ASCE/SEI 7-05 menetapkan sebagai berikut :
Kombinasi dengan beban terfaktor di atas, dimana ketentuan kombinasi dan besarnya faktor beban didasarkan pada prinsip statistik dan probabilitas, telah menjadi standar industri pada perencanaan. Itu merupakan bukti bahwa hasil analisa struktur elastis-linier mencukupi. Jadi wajar juga jika peraturan jembatan Indonesia (BMS-1992) merekomendasikannya juga. Dengan bantuan komputer, maka berbagai konfigurasi geometri dan juga pembebanan dapat dengan mudah dianalisis. Jika hal itu digabungkan dengan imajinasi insinyur perencananya, maka bisa saja keterbatasan analisa elastis-linier akan tercapai. Jadi sebenarnya cara tersebut hanya valid untuk struktur-struktur yang memenuhi persyaratan berikut :
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
8 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Geometri struktur sebelum dan sesudah pemberian beban dapat dianggap konstan, tidak ada perubahan signifikan, dianggap deformasi struktur yang terjadi relatif sangat kecil. Struktur kabel pada jembatan gantung (suspension bridge) sangat fleksibel, oleh sebab itu code memerlukan analisa struktur orde ke-2 yang telah memperhitungkan deformasi. Bahan material yang digunakan harus dapat dianggap memenuhi kriteria elastis-linier, yang umumnya terjadi pada kondisi beban relatif kecil. Jadi jangan sampai dibuat elemen struktur yang akhirnya akan menerima beban berlebihan sehingga kondisinya menjadi non-linier. Jika itu terjadi, maka besarnya gaya-gaya atau deformasi yang diperoleh dari hasil analisa elastis-linier sebelumnya menjadi tidak valid lagi. Maklum, pada kondisi non-linier maka bisa saja terjadi redistribusi momen atau semacamnya. Ingat peristiwa redistribusi momen tidak bisa diakses melalui analisa elastis-linier. Pertambatan lateral yang dapat mencegah tekuk atau instabilitas struktur, harus ada dalam pemikiran insinyur meskipun hal itu tidak dimodelkan dan tidak mempengaruhi hasil analisa struktur elastik-linier. Kondisi itu menunjukkan bahwa analisa struktur tipe elastis-linier belum bisa mengevaluasi stabilitas struktur. Tanggung jawab insinyur. Jika keterbatasan analisa elastis-linier tidak dipenuhi, maka perilaku struktur tidak valid lagi untuk dianalisi dengan cara elastis-linier, perlu analisa inelastis-nonlinier. Untuk itu tidak setiap program komputer analisa struktur mampu memberikan solusi, maklum prosedur atau algoritma penyelesaian numeriknya berbeda dan lebih kompleks. Penyebab non-linier cukup banyak, bahkan belum semua dapat teridentifikasi dengan baik. Meskipun demikian untuk kasus engineering mechanic, secara garis besar dapat dibagi dalam tiga kelompok utama (Cook et.al. 2002), yaitu [1] Nonlinier geometri; [2] Problem kontak dan [3] Nonlinier material. Jika dapat dicari dan dipahami penyebab nonliniernya yang dominan, dan penyelesaiannya dapat difokuskan untuk itu saja, maka strategi analisa struktur nonlinier relatif akan lebih sederhana dan mudah dilakukan. Oleh sebab itu, ada baiknya unsur nonlinier yang dimaksud dapat dibahas secara tersendiri sebagai berikut. 1. Nonlinier Geometri Syarat analisa elastis-linier, tidak ada perubahan geometri, kondisi sebelum dan sesudah dibebani dianggap sama atau tidak berubah. Jadi lendutan struktur hasil analisis perlu diperiksa dan besarnya harus relatif kecil dibandingkan geometri keseluruhan. Misalnya simpel-beam, lendutan di tengah harus << L/360.
Gambar 2. Geometri Nonlinier (Dewobroto 2013)
Pada kondisi tertentu, bisa saja karena konfigurasi struktur atau besarnya beban maka deformasi yang terjadi mengakibatkan perubahan perilaku struktur. Untuk itu, Gambar 2 memperlihatkan struktur rangka sederhana dengan beban P di tengah bentang. Pada konfigurasi asli sebelum dibebani maka diprediksi gaya batangnya adalah aksial tekan. Fakta, akibat lendutan δ yang relatif besar dibanding konfigurasi strukturnya, maka perilakunya berubah. Pada kondisi yang berubah tersebut, akibat P gaya batangnya tidak lagi tekan, tetapi tarik. Jadi jika dianalisis pakai elastis-linier hasilnya batang tekan, faktanya adalah batang tarik, berarti cara elastis-linier tidak valid. Itulah nonlinier geometri.
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
9 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
2. Problem Kontak Geometri nonlinier bisa mempengaruhi kondisi tumpuan, sehingga perilaku strukturnya akan berubah sama sekali. Gambar 3 adalah pelengkung dengan dua tumpuan sendi-rol. Karena rol, saat dibebani akan mengalami translasi (ke kanan). Besarnya tergantung dari kekakuan lentur penampang, jika translasi yang terjadi lebih besar dari gap, dinding akan menghambat translasi tersebut. Perubahan sifat tumpuan, dari rol menjadi sendi.
Gambar 3. Problem Gap atau Kontak (Dewobroto 2013)
Meskipun pelengkung tetapi jika kondisi tumpuannya sendi-rol maka perilakunya adalah balok lentur. Tetapi saat berubah menjadi pelengkung dengan tumpuan sendi-sendi. Maka perilaku struktur dari balok lentur menjadi pelengkung (arch), yang didominasi oleh gaya aksial yang relatif sangat kaku dibanding perilaku lentur balok. Perubahan kondisi tumpuan pelengkung semula rol dan kemudian menjadi sendi itulah yang disebut problem nonlinier kontak. Perubahan kondisi tersebut juga disebabkan adanya deformasi yang cukup signifikan, tidak bisa diabaikan, sehingga nonlinier kontak dan geometri biasanya harus dianalisis bersama-sama. Masalah tentu akan lebih rumit lagi jika nonlinier material terjadi juga, seperti terjadi leleh (plastifikasi penampang). Untuk penyederhanaan maka bisa dipilih yang paling dominan saja. 3. Material Non-Liner Hubungan tegangan-regangan material diwakili oleh konstanta Modulus Elastisitas harus mengikuti hukum Hooke, yaitu elastik-linier. Jadi perlu dicek apakah gaya-gaya internal batang yang terjadi menghasilkan tegangan pada penampang yang masih pada batas proporsionalnya atau tidak. Tentunya kalau sudah melewati tegangan leleh (misalnya baja), akan menjadi petunjuk bahwa hasil analisis pada model struktur sudah tidak valid lagi dibanding kondisi struktur real.
Gambar 4. Pengaruh Tegangan Material Terhadap Hasil Analisis (Dewobroto 2013)
Meskipun hanya tiga kategori nonlinier, tetapi implementasinya tidak sesederhana itu saja. Masih banyak kasus-kasus non-linier yang belum terindentifikasi baik. Adapun kategori di atas adalah untuk penyederhanaan saja, karena prakteknya masing-masing kelompok memerlukan strategi penyelesaian yang berbeda, termasuk cara formulasinya. Adanya dukungan teknologi komputasi yang semakin canggih dan terjangkau menyebabkan analisa struktur nonlinier menjadi hal umum. Analisis tersebut dilakukan dengan tujuan
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
10 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
mendapatkan kepastian dan keandalan struktur terhadap suatu kondisi beban yang tak terduga. Harapannya agar struktur berperilaku daktail. Meskipun demikian, kebenaran hasilnya tidak absolut masih perlu uji eksperimental untuk kasus yang sama sebagai validasi. Analisa nonlinier umumnya tidak mencari kuantitas gaya atau lendutan, lebih diutamakan untuk mengetahui perilaku struktur yang dibebani, mulai dari linier, nonlinier dan ultimate, yang perlu untuk memperkirakan risiko struktur saat menerima beban tak terduga. Penyelesaian analisa nonlinier berbasis komputer umumnya memakai iterasi numerik untuk mencari solution point dari suatu tahapan beban yang memenuhi persamaan keseimbangan struktur setelah berdeformasi. Prosesnya tidak sederhana, sangat tergantung perilaku struktur (kurva beban - lendutan) yang kadang-kala unik tidak sama satu sama lain. Salah satu metode iterasi lama yang umum untuk menyelesaikan problem non-linier adalah metode Newton-Rahpson (Gambar 5). Untuk kasus nonlinier, matrik kekakuan tangent KT dipengaruhi oleh hasil analisis, yang nilainya baru diketahui jika telah selesai dilakukan analisis. Oleh sebab itu prosesnya seperti trial-and-error, yaitu dimulai dengan menetapkan tahapan beban awal ΔF0. Selanjutnya dicari selisih hasil antara KT awal dan KT setelah analisis, proses dilakukan secara iterasi sampai dihasilkan selisih hasil yang dianggap relatif kecil atau tidak berpengaruh (kondisi konvergen). Prinsipnya sederhana, tetapi implementasi praktis melibatkan algoritma pemrograman numerik yang rumit, itulah mengapa sampai ada versi modifikasi (Gambar 5b), yaitu agar jalannya iterasi lebih efisien (cepat). Bahkan pada kondisi tertentu, metode Newton Rahpson dapat menghasilkan kondisi divergen, yaitu pada tahapan beban yang diberikan berikutnya tidak diperoleh solution point yang memenuhi persamaan keseimbangan. Itu terjadi jika kondisi kurva beban-deformasi struktur mencapai Limit Point (lihat Gambar 5). Jadi metode Newton Rahpson pemakaiannya masih terbatas pada perilaku struktur sampai kondisi batas (ultimate) saja, setelah itu fail.
(a). Konvensional
(b). Modifikasi
Gambar 5. Metode iterasi Newton-Rahpson (www.nida-naf.com)
Informasi perilaku struktur sampai kondisi batas (Limit Point di Gambar 5), tidak cukup jika yang diharapkan adalah untuk melihat perilaku daktailnya. Karena jika hanya itu tujuannya, maka pendekatan dengan analisa elastis-linier dan faktor beban akan memberi hasil lebih mudah, sekaligus tidak ada keberatannya karena telah disarankan juga oleh code. Selanjutnya jika ingin diperoleh hasil analisa struktur nonlinier untuk kondisi daktailnya, maka solusi atau algoritma numerik lain telah tersedia, yaitu metode Displacement Control; Constant Work; Arc-Length; dan Minimum Residual Displacement (lihat Gambar 6). Metode-metode telah dibuat untuk opsi penyelesaian pada program NIDA (Nonlinier Integrated Design &
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
11 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Analysis), program analisa struktur nonlinier yang dibuat oleh Prof S.L. Chan, Hong Kong Polytechnic University, Hong Kong (http://www.nida-naf.com).
(a). Displacement Control
(b). Constant Work Method
(c). Arch-Length Method
(d). Minimum Residual Displacement Method
Gambar 6. Berbagai algoritma penyelesaian numerik non-linier (www.nida-naf.com)
Hasil analisa struktur nonlinier sangat spesifik, tidak bisa dilakukan superposisi antara hasil satu dengan yang lainnya. Bahkan urutan pembebanan menentukan hasil. Penyelesaian satu kasus nonlinier saja, cukup kompleks, apalagi jika harus memasukkan semua penyebab nonlinier. Oleh sebab itu kasus yang ditinjau perlu dievaluasi terlebih dahulu, apa penyebab nonlinier yang paling dominan, atau dipertanyakan juga apakah ada perbedaan signifikan dengan analisa elastis-linier yang standar. Oleh sebab itu, pertama-tama harus mempunyai informasi perilaku elastis-linier terlebih dahulu. Maklum analisis struktur nonlinier relatif lebih kompleks, maka itu dijadikan pilihan terakhir, jika elastis-linier tidak mencukupi lagi. Untuk menunjukkan bahwa hasil analisa nonlinier adalah unik, dan tidak mudah ditebak jika hanya mengandalkan pengalaman sebelumnya, sehingga pelaksanaannya harus hati-hati maka ada baiknya melihat kasus yang diselesaikan oleh Sivaselvan dan Reinhorn (2003). Struktur yang ditinjau pada penelitian tersebut relatif sederhana, sehingga setiap insinyur yang paham analisa struktur tentu dapat menduga atau membayangkan bagaimana perilakunya ketika dibebani. Juga dapat dibayangkan mengapa ketika digunakan analisa struktur elastis-linier maka hasilnya jelas-jelas salah, sehingga perlu analisa struktur nonlinier.
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
12 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Penelitian Sivaselvan dan Reinhorn (2003) memberikan illustrasi analisis struktur nonlinier struktur rangka yang dibebani sampai melewati batas-batas elastis-linier-nya. Adapun struktur tersebut hanya ditinjau dari segi geometri nonlinier-nya saja.
a). Kasus 1: struktur rangka dengan h/L = 0.05
b). Kasus 2: struktur rangka dengan h/L = 0.25 Gambar 7. Perilaku nonlinier rangka (Sivaselvan and Reinhorn 2003)
Gambar 7 memperlihatkan hasil analisis struktur nonlinier Sivaselvan dan Reinhorn (2003) terhadap dua buah struktur rangka (truss) yang mempunyai konfigurasi sama, hanya berbeda pada perbandingan h/L-nya saja. Hasil analisis nonlinier berbentuk kurva hubungan antara beban (F) dan lendutan (u), dimana pada kurva tersebut dapat dilihat : bahwa perbedaan nilai h/L saja bisa mempengaruhi perilaku keruntuhan struktur, meskipun sama-sama mempunyai sifat daktail, tetapi terdapat perbedaan. Konfigurasi alami struktur rangka ketika dibebani menyebabkan batangnya mendapat gaya aksial tekan dan sekaligus berdeformasi. Jika beban terus ditambahkan, batang tekan akan mengalami tekuk (kegagalan). Karena material batang dianggap daktail (tidak ada evaluasi), maka kegagalan struktur ditandai dengan adanya deformasi besar. Akibatnya, konfigurasi struktur menjadi berubah, elemen batang tidak lagi menerima gaya aksial tekan, tetapi tarik. Karena materialnya selain daktail juga mampu menahan gaya tarik, menyebabkan setelah terjadi keruntuhan pertama (kurva drop) maka strukturnya mempunyai kekakuan lagi (kurva naik). Itu berarti struktur rangka mampu untuk menerima tambahan beban lagi sampai dibatasi oleh kekuatan materialnya (tercapai leleh dan akhirnya fraktur).
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
13 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Konsep timbulnya kekuatan lagi setelah terjadi keruntuhan tekuk yang pertama ini, banyak dimanfaatkan pada perencanaan struktur baja canai dingin (cold-formed). Beda antara Kasus 1 dan Kasus 2 pada Gambar 7, bahwa rangka dengan h/L= 0.05 (Kasus 1) perlu beban yang lebih kecil untuk mengubah elemen batang menerima gaya aksial tekan jadi tarik, selain itu perubahannya relatif tidak bersifat mendadak. Adapun rangka dengan h/L= 0.25 (Kasus 2) strukturnya relatif lebih kaku, perlu beban lebih besar dan perubahannya bersifat tiba-tiba (lihat Gambar 7b, terdapat perubahan kurva yang tajam). Jadi resiko adanya bahaya kejut (impact) pada Kasus 2 akan lebih besar. Jika massa-nya cukup signifikan besarnya, maka tidak hanya perilaku statik, tetapi perilaku dinamiknya perlu juga mendapat perhatian. Untuk kasus di atas, penyelesaian analisa struktur nonlinier dengan metode Newton-Rahpson tentunya tidak akan berhasil secara tuntas dalam menghasilkan kurva beban-deformasinya, maklum metode tersebut hanya terbatas untuk mendapatkan nilai beban tertinggi pertama. Struktur tersebut pada kenyataannya meskipun mengalami kehilangan kekakuan (umumnya dianggap sebagai kuat ultimate struktur), padahal jika beban diteruskan, struktur menjadi stabil dan kuat lagi. Informasi ini jelas tidak bisa diakses dengan analisis elastis-linier. Mempelajari hasil penelitian analisis nonlinier struktur sederhana oleh Sivaselvan dan Reinhorn (2003), sedikit banyak dapat memahami bagaimana kompleksnya suatu analisis nonlinier, bahkan itu hanya berasal dari satu kategori nonlinier yang ditinjau saja, yaitu geometri nonlinier. Kompleksitas yang dimaksud adalah : Perilaku struktur hasilnya kadang tidak terduga bentuknya. Ini tentu akan menyulitkan bagi insinyur yang belum berpengalaman, tidak mudah mengetahui apakah hasilnya telah benar atau salah. Untuk hal seperti ini, kalibrasi dengan hasil eksperimental sangat perlu. Jika tidak bisa dilakukan langsung, maka ada baiknya membandingkannya dengan hasil publikasi di jurnal-jurnal ilmiah international. Tidak setiap program dilengkapi dengan algoritma numerik yang mampu memberikan solusi nonlinier yang memuaskan. Sisi lain, kalaupun digunakan program komersial yang sudah terkenal untuk solusi nonlinier, seperti ABAQUS misalnya, maka kesulitan timbul dari sisi insinyur, tentang bagaimana memilih satu yang paling sesuai dari beberapa atau bahkan ratusan metode atau algoritma penyelesaian yang disediakan program. Dalam hal ini diperlukan proses trial-and-error dan juga kompetensi insinyur yang mengerjakannya. Dua alasan itu saja rasanya mencukupi untuk mencari tahu, berapa besar perbedaan masingmasing jenis analisis jika digunakan, seperti : elastis-linier, geometri-nonlinier, material-nonlinier, atau gabungan geometri dan material nonlinier. Trahair (2008) menyajikan kurva hubungan beban-deformasi yang merepresentasikan perilaku struktur yang dievaluasi dengan berbagai jenis analisis tersebut, lihat Gambar 8.
Gambar 8. Perilaku keruntuhan elemen struktur (Trahair et.al 2008)
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
14 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Mempelajari kurva hubungan beban-deformasi hasil dari berbagai macam metode analisis struktur dapat diketahui bahwa : Untuk semua metode analisis yang digunakan, pada beban relatif kecil, memberikan hasil kurva yang berimpit, atau sama. Itu berarti analisa struktur elastis-linier sebagai cara yang standar, pada kondisi tersebut memberi hasil yang cukup teliti. Pada kondisi beban yang besar, mendekati ultimate, perilaku struktur yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung tinjauan non-linier yang dipakai. Berarti, analisa nonlinier yang tepat diperlukan untuk mempelajari perilaku struktur pada kondisi ultimate. Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat diketahui bahwa analisa struktur elastis-linier mencukupi untuk dipakai dalam perencanaan secara umum. Jika ada keraguan, maka safety factor untuk pembebanannya dapat ditingkatkan. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa ada pernyataan di BMS 1992 yang menyebutkan bahwa cara analisis elastis linier tingkat pertama disarankan karena bersifat konservatif. Tentu saja jika pembebanan rencana lebih tinggi daripada beban sesungguhnya yang terjadi. Jika tidak, tentu pernyataan itu tidak valid. Evaluasi terhadap kerusakan atau keruntuhan struktur melibatkan kondisi nonlinier. Analisis seperti itu umumnya diperlukan untuk mempelajari atau meneliti penyebab keruntuhan suatu struktur dan membuat sistem perbaikannya. Oleh karena itu penggunaan analisis struktur elastis-linier untuk mengevaluasi kekuatan batas struktur adalah tidak dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Harus digunakan program analisa struktur yang dilengkapi opsi nonlinier yang sesuai. Oleh karena itu kemampuan mengidentifikasi jenis nonlinier yang menjadi penyebab keruntuhan suatu struktur akan dievaluasi adalah sangat membantu. Langkah awal untuk itu adalah mempelajari dan mengenal dengan baik berbagai perilaku keruntuhan dari berbagai macam struktur yang pernah diuji di laboratorium (atau yang ada di jurnal ilmiah), termasuk juga dokumentasi keruntuhan yang pernah terjadi sesungguhnya. Jadi proses mendokumentasikan dengan baik keruntuhan suatu struktur dan mengevaluasi penyebabnya merupakan bagian dari usaha peningkatan ilmu pengetahuan. Bahkan dapat dimanfaatkan sebagai latihan untuk melakukan simulasi numerik dengan komputer, sehingga bila diperlukan nanti maka infrastruktur dan s.d.m-nya telah siap.
5. IMPLEMENTASI ENGINEERING-SOFTWARE 5.1. Umum Dari penjelasan tentang “Simulasi Numerik dan Perilaku Struktur” diketahui bahwa software analisa struktur dengan opsi inelastis-nonlinier sekalipun, jika dipakai sekedar mengevaluasi struktur pada kondisi elastis-linier, maka hasilnya akan sama saja (lihat Gambar 8). Kecuali tentunya jika strukturnya sendiri mempunyai permasalahan stabilitas, seperti misal struktur langsing. Padahal saat ini struktur yang seperti itu, baik yang dipakai untuk memenuhi aspek estetika atau efisiensi pelaksanaan, telah menjadi trend. Akibatnya permasalahan stabilitas dapat menentukan dan harus diperhitungkan dengan baik. Itulah alasannya, mengapa pada code perencanaan yang terkini, AISC (2010) atau Eurocode (2001), telah memberi persyaratan bahwa analisa struktur yang dikerjakan minimal berupa elastis-nonlinier. Adapun yang bersifat nonlinier di sini adalah analisa struktur dapat memperhitungkan pengaruh P-Delta atau perubahan geometri (nonlinier geometri). Adanya persyaratan seperti itu, saat ini tidak lagi menjadi masalah besar. Maklum program komersial lama, seperti SAP2000 ver 7.4 yang direlease satu dekade yang lalu (tahun 2000), terbukti dapat menghitung pengaruh P-Delta, yaitu dengan lolos uji benchmark AISC (2010).
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
15 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Dampak adanya software analisa struktur saat ini tidak sekedar sebagai pengganti kalkulator, tetapi telah meningkatkan kemampuan analisis, karena dengan prosedur tepat seperti Direct Analysis Method (AISC 2010) sekaligus dapat dievaluasi stabilitasnya secara global. Analisa struktur cara lama, yang diarahkan untuk perhitungan manual, terbatas pada kondisi elastislinier tanpa stabilitas. Adapun masalah stabilitas didekati dalam desain penampang secara setempat dengan cara pembesaran momen, tidak dihitung keseluruhan secara langsung.
5.2. Computational Solid Dynamics Computational Solid Dynamics (CSD) berkembang pesat seiring kemajuan teknologi komputer. CSD digunakan untuk melakukan simulasi perilaku dinamis jembatan bentang panjang dengan dengan sistem kabel, yang sebelumnya hanya didapat dari penelitian empiris model terowongan angin (Szabó dan Györgyi 2009). Seperti diketahui bahwa masalah dinamis, khususnya risiko terjadinya flutter akibat pengaruh angin pada jembatan panjang, menjadi perhatian penting sejak terjadinya keruntuhan jembatan Tacoma-Narrow pada tahun 1941.
Gambar 9. Fenomena flutter pada jembatan Tacoma Narrows (Szabó dan Györgyi 2009)
Pada mulanya, uji terowongan angin dipakai untuk mengakses kinerja aerodinamis jembatan. Untuk itu perlu dibuatkan suatu model fisik jembatan skala kecil sesuai hukum similiritas, sehingga dianggap dapat mewakili perilaku struktur sebenarnya. Model uji terowongan angin yang dimaksud, bisa terdiri dari model skala penuh, atau cukup model potongan-penampang. Model skala penuh hasilnya lebih teliti tetapi perlu dibuat model yang mendetail, adapun model potongan penampang cukup berupa potongan deck jembatan (lihat Gambar 10).
a. Model skala penuh (Miyata 2003) b. Model potongan-penampang (Gimsing 1983) Gambar 10. Uji model pada terowongan angin
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
16 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Jika memperbandingkan antara model skala penuh dan model potongan-penampang, sistem peredaman akibat adanya interaksi osilasi global dan lokal pada jembatan dengan sistem kabel, antara keduanya sangat berbeda (Gimsing 1983). Selain itu, saat tahap pelaksanaan, risiko adanya bahaya angin bisa saja terjadi, dan itu tentu saja tidak akan valid jika dipakai model potongan-penampang (Szabó dan Györgyi 2009). Jadi hanya model skala penuh yang dapat mensimulasi secara lebih sempurna, meskipun hasilnya juga tergantung dari kemiripan detail yang dibuat antara model dan jembatan yang sesungguhnya. Akibatnya pembiayaan uji model terowongan angin menjadi mahal, dan tidak mudah (lama) jika perlu perubahan atau modifikasi. Keterbatasan tersebut menyebabkan banyak dicari alternatif penggantinya, dan yang populer adalah simulasi numerik berbasis komputer (Szabó dan Györgyi 2009). Salah satu program komputer komersil yang dapat melakukan simulasi numerik terowongan angin adalah ANSYS, dengan fasilitas CSD (Computational Solid Dynamic) dan CFD (Computational Fluid Dynamic) (Szabó-Györgyi 2009, Hong et.al 2009, Waterson-Baker 2010).
b. CFD pada model aliran angin a. CSD pada model struktur jembatan Gambar 11. Fasilitas simulasi numerik terowongan angin (Szabó dan Györgyi 2009).
Pemodelan struktur jembatan untuk CSD (Computational Solid Dynamic) pada prinsipnya sama seperti analisis struktur untuk tegangan-regangan dengan FEM (Finite Element Model), seperti element Shell yang dapat memodelkan bentuk permukaan struktur yang akan berinteraksi dengan aliran angin, secara mudah. Model aliran angin untuk CFD (Computational Fluid Dynamic) dapat dibuat dengan modul CFX (dari program ANSYS) berdasarkan Finite Volume Method (FVM) yang perlu mendiskritisasi model menjadi sel-sel kecil atau mesh, sehingga menghasilkan element yang sangat banyak. Itu semuanya tentu berdampak pada kapasitas komputer dan lamanya proses. Jadi alih-alih memakai model 3D yang meskipun secara teori lebih baik dari model 2D, tetapi karena pertimbangan perlunya komputer kapasitas tinggi, atau lamanya waktu proses, maka model 2D masih masih menjadi pilihan. Minimal langkah awal untuk memprediksi hubungan antara kecepatan angin, bentuk penampang jembatan dan fenomena flutter. Maklum model 2D relatif sederhana dan cepat. Waterson-Baker (2010) memakai program ANSYS dengan model 2D berhasil mensimulasi perilaku dinamik angin yang diduga meruntuhkan jembatan Tacoma-Narrow di tahun 1941. Gambar 12 di bagian atas memperlihatkan rekaman perubahan sudut (radian) dari waktu ke waktu dalam bentuk grafik riwayat waktu untuk dua kondisi kecepatan berbeda, jika perubahan sudut maksimal di kecepatan 10m/s dianggap 100% (acuan) maka ketika kecepatan angin ditingkatkan menjadi 15m/s, terjadi peningkatan perubahan sudut maksimum yang besar pula sebesar 400%. Ini selaras dengan hasil uji terowongan angin (Farquharson 1952)
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
17 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
yang mengindikasikan terjadinya divergensi torsi di sekitar kecepatan 16m/s. Perlu dicatat bahwa jembatan Tacoma-Narrow itu sendiri runtuh pada kecepatan angin sekitar 19m/s.
Gambar 12. Riwayat waktu perubahan sudut (atas) dan kontur kecepatan angin (bawah) yang terjadi pada simulasi jembatan 1st Tacoma-Narrow (Waterson-Baker 2010)
Gambar 12 di bagian bawah menunjukkan kondisi penampang jembatan masih dalam kondisi stabil pada aliran angin dengan kecepatan 10m/s, dan disampingnya ketika kecepatan aliran angin ditingkatkan menjadi 19 m/s, terjadi perubahan sudut yang signifikan. Pada kecepatan angin seperti itulah keruntuhan jembatan Tacoma-Narrow pada tahun 1941 terjadi. Jadi, dapat dikatakan bahwa program rekayasa teknik sipil yang didukung dengan kemajuan teknologi komputer, telah membuka peluang baru untuk meneliti pengaruh dinamik interaksi angin dan struktur. Akibatnya dapat didesain struktur ditempat dengan risiko tinggi terkena terpaan angin kencang, seperti jembatan bentang panjang, secara lebih aman dan ekonomis.
5.3. Perencanaan Detailing dan Evaluasi Keruntuhan Struktur Perkembangan program komputer rekayasa saat ini tidak terbatas pada kemampuan dalam mengolah data numerik, tetapi telah merambah pada kemampuan visualisasi objek 3D dalam bentuk grafik resolusi tinggi yang presisi. Pada kasus tertentu, bahkan hasil simulasi komputer tidak berbeda jauh dari hasil produk fotografi, karena terlihat real. Dua kemampuan tersebut, yaitu [1] olah data numerik dan [2] grafik resolusi tinggi membuka peluang dilakukan simulasi perilaku struktur secara lebih real, model dapat dibuat secara lebih lengkap dan teliti (mendetail). Meskipun hal seperti itu untuk desain tidak signifikan dampaknya. Maklum analisis struktur yang diperlukan umumnya cukup elastis-linier saja, adapun untuk memprediksi kondisi ultimate-nya cukup mengalikannya dengan faktor beban yang telah terdefinisi dalam code perencanaan yang berlaku. Kondisi seperti itu menyebabkan kebenarannya (ultimate) hanya sesuai jika ditinjau dari sisi statistik dan probabilitas saja. ** desain terhadap fatig ** Pada kondisi tertentu, yaitu jika risiko fatig dan fraktur dapat terjadi, maka perencanaan yang memakai model yang sangat detail untuk bagian-bagian struktur tertentu, kemungkinan besar sangat membantu menghasilkan konstruksi yang relatif lebih aman. Seperti diketahui bahwa permasalahan fatig dan fraktur terjadinya banyak pada bagian struktur yang diskontinyu dan
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
18 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
mengalami konsentrasi tegangan (Nussbaumer et. al 2011), umumnya detail sambungan, pada bagian tersebut risiko terjadi retak sangat besar. Meskipun awalnya retak yang timbul sangat kecil (tidak terdeteksi mata), tetapi jika mendapat beban siklik pada waktu lama, retak dapat melebar (propogasi retak). Pada kondisi seperti itu keruntuhan akibat fatig tinggal soal waktu saja, struktur bisa runtuh pada kondisi tegangan yang relatif kecil (elastis). Sayangnya, meskipun FEM mampu mengevaluasi bagian struktur diskontinyu dengan detail rumit terhadap risiko fatig, pelaksanaannya perlu model dengan meshing rapat. Gambar 13a memperlihatkan mesh standar model elemen mesin untuk analisis tegangan, Gambar 13b adalah model sama dengan mesh halus (refine) untuk analisis terhadap fatig yang diperlukan agar hasilnya dapat diterapkan secara konservatif (Colquhoun-Draper 2000).
Gambar 13. Finite element meshing untuk analisis tegangan dan fatig (Colquhoun-Draper 2000)
Terkait perlunya detailing model secara teliti (mesh kecil) bahkan diperlukan teknik khusus untuk mengatasi, misalnya dengan pembuatan mesh yang sangat detail hanya pada bagian yang terindikasi fatig. Tekniknya sendiri terdiri dari pembuatan global model untuk bagian regular dan sub-model pada bagian yang terindikasi (Aygül 2012), lihat Gambar 14 berikut.
Gambar 14. Global model dan sub-model teknik (Aygül 2012)
Perlunya pemodelan yang “rumit” untuk analisis fatig tentunya tidak praktis jika digunakan untuk desain, khususnya untuk proyek konstruksi. Kondisi berbeda untuk desain komponen
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
19 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
mesin yang diproduksi (otomobil atau pesawat terbang), dimana kerja keras prosesnya akan terbayar dengan hasil produk yang lebih efisien. Untuk komponen struktur pada proyek konstruksi, kalaupun terpaksa harus didesain memanfaatkan FEM (komputer) maka tentunya hanya dipilih pada bagian-bagian struktur yang vital dan yang belum ada sebelumnya (komponen baru). Sedangkan untuk keperluan desain konstruksi yang umum, akan lebih baik mengacu saja pada standar detail yang sudah ada, dan tentunya yang terbukti kinerjanya, daripada membuat analisis yang rumit dengan FEM yang perlu biaya tinggi dan waktu lama. ** simulasi perilaku keruntuhan – pushover analysis** Salah satu upaya sederhana untuk mendapatkan jaminan keselamatan bagi pemakai bangunan konstruksi (jembatan) adalah dengan memastikan bahwa struktur yang direncanakan akan berperilaku daktail pada saat keruntuhan. Bisa saja struktur bangunan direncanakan terhadap suatu pembebanan rencana yang sangat besar untuk menjamin keamanan pemakai, tetapi jika itu digunakan sebagai suatu pertimbangan umum, maka jelas akan sangat tidak ekonomis. Jadi pada prinsipnya, struktur direncanakan aman terhadap suatu pembebanan rencana yang telah disepakati bersama (code), dan ketika mendapat beban tak terduga ketika mengalami kerusakan harus memperlihatkan deformasi yang besar (daktail) sebelum runtuh. Kondisi ini memungkinkan pemakai tahu kapan meninggalkannya secara cepat agar selamat. Pada tahap perancangan, penggunaan analisa struktur elastis linier ataupun elastis non-linier dengan P-Delta, sekedar memastikan kekuatan dan kekakuan struktur yang direncanakan. Adapun perilaku daktail yang diharapkan, umumnya hanya mengandalkan tahapan desain, yaitu dengan memastikan detail-detail konstruksi sesuai code yang berlaku. Meskipun demikian hal itu umumnya hanya mengevaluasi bagian struktur lokal, interaksi non-linier antar bagian secara keseluruhan tidak diketahui. Dengan dukungan teknologi komputasi berbasis komputer saat ini telah berkembang tool sederhana untuk mengakses perilaku struktur, untuk mengetahui apakah strukturnya mempunyai daktilitas yang mencukupi atau tidak. Tool tersebut yang saat ini cukup populer di dunia konstruksi adalah push-over analysis. Push-over analysis pada prinsipnya adalah pengembangan dari analisis struktur elastis-nonlinier (dengan P-Delta) biasa, hanya saja pada elemen-elemen tertentu pada model struktur dapat berperilaku non-linier. Pembebanan diberikan bertahap, secara statik, ketika tercapai suatu kondisi momen dan rotasi tertentu pada elemen yang dimaksud, dapat terbentuk sendi plastis. Bagaimana sendi plastis pada elemen tersebut terbentuk, dan apakah sudah mewakili kondisi aktual struktur, maka disitulah fokus penelitian tentang push-over. Ada yang sekedar menyisipkan titik nodal yang akan berperilaku sebagai sendi pada kondisi beban tertentu, tetapi bahkan ada yang membagi-bagi elemen menjadi serat atau fiber-model agar dapat mendeteksi secara teliti kondisi non-linier yang terjadi, sebagaimana dilakukan Casarotti dan Pinho (2006) dalam memodelkan elemen beton bertulang berikut.
Gambar 15. Fiber modeling approach untuk elemen beton bertulang (Casarotti- Pinho 2006)
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
20 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Strategi pemodelan elemen beton bertulang menjadi serat-serat yang terbagi sangat detail seperti pada Gambar 15 di atas tentu hanya dimungkinkan jika didukung oleh komputer. Terbentuknya sendi plastis pada elemen suatu struktur-statis-tertentu berarti kekuatan ultimate-nya telah tercapai. Beban yang menyebabkan runtuh sudah dapat diperoleh tanpa harus memakai analisis struktur yang canggih. Tetapi jika strukturnya adalah statis-tak-tentu maka terbentuknya sendi-plastis pada satu bagian tidak akan menyebabkan kondisi ultimate, akan terjadi terlebih dahulu redistribusi momen ke bagian-bagian lain, sehingga bagian tersebut bisa juga mengalami sendi plastis. Semakin banyak sendi plastis terbentuk, struktur akan semakin daktail. Bahkan dengan digunakannya komputer rekayasa khusus dapat dimodelkan secara detail interaksi struktur dengan tanah dan lainnya yang memungkinkan simulasi yang mendekati kondisi real. Gambar 16 memperlihatkan contoh model yang dimaksud.
Gambar 16. Model 3D jembatan dengan SAP2000 (Shafiei et al 2011)
Gambar 16 adalah pemodelan 3D dari struktur jembatan I-5 Ravenna (Shafiei et al 2011), untuk mencari responsnya terhadap berbagai level beban gempa rencana memakai analisis pushover. Pengaruh interaksi antara tanah dan struktur yang nonlinier juga telah dapat dimodelkan, termasuk juga hubungan PC girder dengan RC pier jembatan memakai Elastomeric Bearing. Pemakaian PC girder pracetak yang penempatannya menimbulkan gap, juga telah dapat dimodelkan dan dipelajari pengaruhnya terhadap perilaku keruntuhan. Salah satu hasil analisis pushover dapat memberikan urutan keruntuhan elemen struktur jembatan berikut.
Gambar 17. Urutan terjadinya sendi-plastis arah memanjang jembatan (Shafiei et al 2011)
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
21 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Analisis pushover memprediksi besarnya beban lateral yang menyebabkan keruntuhan. Selanjutnya dapat dikalibrasi dengan besarnya gempa yang mungkin terjadi. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah struktur aman atau tidak pada level gempa tertentu tersebut. ** simulasi perilaku keruntuhan – mencari penyebab keruntuhan** Perlunya simulasi model struktur yang sangat mendetail dengan FEM (komputer) belum jadi kebutuhan mutlak bagi proses perencanaan atau desain konstruksi, bahkan untuk simulasi perilaku keruntuhan struktur seperti analisis pushover belum memerlukannya. Meskipun demikian jika simulasi yang dimaksud untuk mencari tahu penyebab keruntuhan secara tepat maka model struktur yang mendetail akan diperlukan. Untuk memahami hal yang dimaksud, ada baiknya mempelajari bagaimana para insinyur dapat mendeteksi secara tepat penyebab keruntuhan jembatan Minneapolis I-35W (USA) tanggal 1 Agustus 2007 yang lalu.
Gambar 18. Puing-puing jembatan Minneapolis I-35 yang runtuh (source : blog.cleveland.com)
Jika melihat dari kaca mata awam, yaitu didasarkan kondisi jembatan sebelum runtuh atau puing-puing setelah keruntuhan, seperti terdokumentasi pada foto-foto berikut.
Gambar 19. Joint sebelum runtuh (kiri) dan potongan pelat buhul yang ditemukan (kanan) - internet
Dapat saja diungkapkan bahwa penyebabnya adalah korosi pelat buhul. Oleh karena itu, baru setelah ± 40 tahun jembatan tersebut berdiri maka keruntuhan itu terjadi. Itulah penjelasan segera, terkait dengan keruntuhan yang terjadi. Tetapi apakah benar seperti itu adanya. Fakta yang ditemukan kemudian ternyata berbeda dari prediksi awal. Maklum, kesimpulan singkat seperti di atas tidak memuaskan para pejabat penanggung jawab transportasi di sana. Perlu penelitian yang mendalam untuk mendapatkan jawaban tepat, seperti yang dihasilkan oleh Kenneth et. al. (2008), Toshio Nakamura dan Dassault Systemes Simulia Corp. (2008), Howard et. al. (2008), dan banyak yang lain. Penelitian dimulai dengan mempelajari fakta
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
22 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
lapangan bahwa terjadi kerusakan yang parah pada bagian pelat sambungan (gusset plate). Apakah hal itu dipicu oleh korosi seperti foto, atau hal lain. Untuk penelitian mengandalkan simulasi numerik berbasis komputer, khususnya FEA (Finite Element Analysis). Langkah pertama evaluasi struktur jembatan adalah membuat analisa struktur menyeluruh, dilanjutkan dengan check kondisi elemen struktur terhadap beban-beban rencana. Prosesnya dikerjakan dengan program analisis struktur SAP2000 (Howard et al 2008). Pada tahap ini ternyata tidak ditemukan masalah. Semua elemen struktur memenuhi kriteria perencanaan yang berlaku. Hal ini dapat dimaklumi karena program SAP2000 memang tidak bisa mengakses kondisi pelat sambungan (gusset plate), yang diduga menjadi sumber pemicu terjadinya keruntuhan jembatan. Dugaan diperkuat dengan adanya fakta baru, yang diketemukan setelah mempelajari dokumentasi foto-foto yang dibuat sebelumnya, khususnya pada bagian sambungan yang dicurigai, yaitu pelat sambungan terlihat melengkung (lihat Gambar 20).
Gambar 20. Gusset-plate yang sudah terlihat melengkung (Source : NTSB)
Selanjutnya analisis dilanjutkan dengan membuat model bagian gusset-plate yang mendetail untuk dijadikan satu dengan model struktur keseluruhan memakai program Abaqus. Model sambungan gusset plate yang detail tersebut dibuat dengan element Shell (element 2D FEM) sebagaimana terlihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Pemodelan analisis struktur global dengan model gusset-plate yang detail. (Source : Simulia)
Program Abaqus yang saat ini dimiliki perusahaan Dassault System (www.3ds.com) pada dasarnya seperti program SAP2000, hanya saja kemampuan analisa nonlinier-nya lengkap dan didukung oleh kemampuan grafis pemodelan 3D yang canggih. Itulah mengapa dapat dengan mudah memodelkan baut-baut pada sistem sambungan yang ditinjau. Karena elemen struktur dapat dimodelkan secara detail seperti halnya komponen-komponen mesin, maka bagian yang mengalami overstress atau berdeformasi berlebihan dapat langsung terdeteksi.
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
23 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Sebagaimana terlihat pada Gambar 22 berikut yang memperlihatkan pada suatu tahapan beban yang dievaluasi, terjadi konsentrasi tegangan yang kritis (maksimum) pada pelat.
Gambar 22. Simulasi perilaku nonlinier gusset-plate (Schultheisz et al. 2008)
Pada pelat buhul yang menghubungkan elemen U10-L9W selain terjadi konsentrasi tegangan yang besar juga memperlihatkan terjadinya tekuk. Pelat yang digunakan adalah ½ inch. Hasil studi selanjutnya menunjukkan bahwa inilah penyebabnya. Bagian pelat bahkan bisa dievaluasi secara independen untuk setiap tahapan pembebanan, lihat Gambar 23.
Gambar 23. Perilaku pelat buhul pada tahapan kondisi beban yang berbeda (Schultheisz et al. 2008)
Jadi konsentrasi tegangan yang timbul pada pelat buhul memicu pelat buhul mengalami kondisi instabilitas (tekuk). Studi lebih lanjut juga menunjukkan bahwa jika ketebalan pelat ditingkatkan dari ½ inch ke 1 inch maka dapat dipastikan keruntuhan tidak akan terjadi.
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
24 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Gambar 24. Simulasi gusset plate dengan ketebalan berbeda (Ballarini-Okazaki 2009)
Studi yang dilakukan Ballarini-Okazaki (2009) memperlihatkan bahwa jika digunakan pelat dengan ketebalan 1 inch atau dua kali dari ketebalan pelat eksisting, maka perilaku pelat masih pada kondisi elastis (ditunjukkan oleh garis lurus hubungan gaya-deformasi) adapun untuk pelat ½ inch perilaku pelat sudah dalam kondisi nonlinier, bahkan ultimate. Pada studi lain, juga telah dievaluasi pengaruh korosi, yaitu dengan cara mereduksi bagian pelat yang diduga mengalami korosi, yang hasilnya ternyata tidak signifikan pengaruhnya. Demikian gambaran singkat bagaimana simulasi komputer digunakan menemukan sumber penyebab keruntuhan struktur. Memang, untuk melakukan simulasi tersebut tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan. Untuk kasus yang dapat dilakukan uji empiris di laboratorium, maka ini bahkan bisa saja lebih mudah dilakukan daripada simulasi numerik. Meskipun demikian, salah satu keunggulan simulasi numerik berbasis komputer (FEM) dibanding uji empiris di laboratorium adalah bahwa datanya berupa data digital, yang dapat diakses berulang kali tanpa mengalami penurunan mutu. Proses simulasi numerik sendiri dapat di-stop di tengah jalannya proses dan dilakukan pengamatan. Setiap parameter yang mempengaruhi simulasi numerik dapat diamati secara independen (contoh lihat Gambar 23). Hal-hal tadi tentu tidak bisa diterapkan pada penelitian empiris. Bahkan dengan studi parametris maka pengaruh parameter satu dengan yang lainnya terhadap keruntuhan dapat dicari hubungan dan pengaruhnya. Bahkan untuk menentukan suatu penyebab secara pasti, umumnya dilakukan dengan studi parametris tersebut, yaitu dapat memastikan bahwa parameter yang dimaksud memang berpengaruh sekali terhadap keruntuhan struktur yang terjadi.
6. KESIMPULAN Program komputer rekayasa teknik sipil saat ini membuka peluang digunakan oleh insinyur tidak sekedar sebagai pengganti kalkulator saja, tetapi telah masuk pada wilayah kerja baru yang sebelumnya bahkan tidak terbayangkan. Agar dapat bermanfaat bagi kemajuan konstruksi jembatan di negeri ini, alangkah baiknya jika potensi tersebut mulai menjadi perhatian serius bagi semua pihak, pemerintah, praktisi konstruksi maupun akademisi.
7. PENUTUP Penulis mengucapkan terima kasih kepada panitia atas kesempatan berpartisipasi pada acara CIVIL DAYS 2014 oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. Semoga tulisan dan paparan yang diberikan menginspirasi dan
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
25 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
menambah wawasan adik-adik mahasiswa tentang rekayasa struktur. Bagaimanapun juga, materi ini pernah dibawakan pertama-kali secara terbatas di acara Focus Group Discussion yang diselenggarakan Balai Jembatan & Bangunan Pelengkap Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum, Bandung (26 Agustus 2013). Semoga pemikiran yang disampaikan dapat memicu pemikiran lain yang lebih berbobot agar dapat ditindak-lanjuti oleh pihak yang terkait untuk kepentingan kemajuan bangsa. Semoga Tuhan Allah Bapa di surga berkenan atas semuanya itu. Amin.
Always make sure you are right and then - go for it. David Crockett
8. DAFTAR PUSTAKA Alain Nussbaumer, Luis Borges, Laurence Davine. (2011). “Fatigue Design of Steel and Composite Structure”, ECCS Euroced Design Manuals, ECCS – European Convention for Constructional Steelwork AISC. (2010). “ANSI/AISC 360-10 : Specification for Structural Steel Buildings”, AISC, Chicago, Illinois AISC. (1992). “Manual of Steel Construction – Volume II Connections ASD 9th Ed./LRFD 1st Ed.”, AISC, Chicago Aygül, M. (2012). “Fatigue Analysis of Welded Structures Using the Finite Element Method”, Thesis : Department of Civil and Environmental Engineering, Division of Structural Engineering, Steel and Timber Structures, Chalmers University Of Technology, Gothenburg, Sweden 2012 Casarotti, C., Pinho, R. (2006). “Seismic response of continuous span bridges through fiber-based finite element analysis”. Journal of Earthquake Engineering and Engineering Vibration, 5:1, 119-131 Carl R. Schultheisz, Alan S. Kushner, Justin M. Ocel, William J. Wright, John Finke, Carlos Matos, Jihshya Lin. (2008). - Modeling Group Chairman Final Report - Report No. 08-119, National Transportation Safety Board , Washington DC Cook, Malkus, Plesha and Witt. (2002), “Concept and Applications of Finite Element Analysis 4th Ed.”, Wiley Colquhoun, C., dan J. Draper. (2000). "Fatigue Analysis of an FEA Model of a Suspension Component, and Comparison with Experimental Data", NAFEMS Seminar : Fatigue Analysis, November 8 - 9, 2000, Wiesbaden, Germany CSI. (2007). “Steel Frame Design Manual AISC 360-05/IBC2006 - for SAP2000 & ETABS”, CSI, Berkeley Dewobroto, W. (2013). “Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000”, Lumina Press, Jakarta Farquharson, F.B. (1952). “Aerodynamic stability of suspension bridges”. University of Washington Experiment Station, Bulletin Number 116, Part I and III. Gimsing, N.S. (1983). “Cable supported Bridges - Concept and Design”, John Wiley & Sons, 1983 Hong, H.P., Z. Hu and J.P.C. King.(2009). "Gust responses of bridges to spatially varying wind excitations and calibration of wind load factors", Highway Standards Branch, Ontario Ministry of Transportation Howard J. Hill, Jonathan C. McGormley, Michael J. Koob dan William J. Nugent.(2008). “I-35W Bridge Over The Mississippi River Collapse Investigation”, Final Report, Prepared by Wiss, Janney, Elstner Associates, Inc, for Minnesota Department of Transportation Bridge Office Kenneth W. Gwinn, Gerald W. Wellman, James M. Redmond.(2008). "Peer Review of the National Transportation Safety Board Structural Analysis of the I-35W Bridge Collapse", SANDIA REPORT SAND2008-6206, Sandia National Laboratories Miyata, T. (2003). “Historical view of long-span bridge aerodynamics”, Journal of Wind Engineering and Industrial Aerodynamics 91 (2003) 1393–1410 Shafiei-Tehrany, R., M. ElGawady, W. Coffer. (2011). "Pushover Analysis of I-5 RAVENNA Bridge", Electronic Journal of Structural Engineering 11(1) 2011 Sivaselvan, M.V., dan A.M Reinhorn. (2003). “Nonlinier structural analysis toward collapse simulation A Dynamical system approach”, Technical Report MCEER‐XXXXXX, University at Buffalo
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
26 dari 27
Kajian Teknologi Analisa Struktur dalam Perancangan dan Evaluasi Struktur Jembatan
Szabó, G., dan J. Györgyi (2009). “Threedimensional FluidStructure Interaction Analysis for Bridge Aeroelasticity”, http://www.ara.bme.hu/oktatas/tantargy/NEPTUN/BMEGEATMW02/2009‐2010‐ I/ea_lecture/11_12_GergelySzabo_FSI.pdf (download 7 Agustus 2013) Toshio Nakamura dan Dassault Systemes Simulia Corp.(2008). "Structural and Local Failure Study of Gusset Plate In Minneapolis Bridge Collapse", Final Report ‐ NTSBC070010, Submitted to National Transportation Safety Board, Washington Waterson, N. P., dan N. Baker. (2010).“Numerical prediction of flutter behaviour for longspan bridge decks”, The Fifth International Symposium on Computational Wind Engineering (CWE2010), Chapel Hill, North Carolina, USA May 23‐27, 2010
-------------------------------------------- Penulis --------------------------------------------Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT., dosen tetap di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang. Pendidikan formal S1-UGM (1989), S2-UI (1998) dan S3-Unpar (2009), semuanya bidang ilmu teknik sipil, kekhususan struktur. Pengalaman profesional di bidang rekayasa praktis : PT. Wiratman & Associates Jakarta (1989–1994), PT. Pandawa Swasatya Putra, Jakarta (1994–1998). Dosen Universitas Tarumanagara (1989–1994), dan sejak Juli 1998 sampai sekarang sebagai dosen tetap di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan. Bidang peminatan structural engineering dan komputer serta hal-hal terkait di antara keduanya. Informasi tentang kegiatan dan pemikirannya secara tertulis dapat dibaca di http://wiryanto.wordpress.com . Publikasi buku yang telah diterbitkan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dewobroto, W., L. Hidayat dan H. Vaza. (2013).“Bridge Engineering in Indonesia”, in : Chapter 21 of the Handbook of International Bridge Engineering, by WF. Chen dan L. Duan, CRC Press, Boca Raton, FL. Dewobroto, W. (2013). “Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000”, Lumina Press, Jakarta Dewobroto, W. (2007). “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000 – Edisi Baru”, PT. Elex Media, Jakarta. Dewobroto, W. (2005). “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 : Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002”, PT. Elex Media, Jakarta Dewobroto, W. (2004). “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000”, PT. Elex Media, Jakarta. Dewobroto, W. (2003). “Aplikasi Sain dan Teknik dengan Visual Basic 6.0”, PT. Elex Media, Jakarta. Dewobroto, W., Reineck, K.-H. (2002). “Beam with indirect support and loading”, in: Reineck, K.-H. (2002): (Editor): Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models, ACI SP-208, ACI, Farmington Hills, MI.
2013
2013
2007
2005
2004
2003
2002
Segera di 2015
Wiryanto Dewobroto – Universitas Pelita Harapan
27 dari 27