BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang memungkinkan route jalan melintasi halangan yang berupa sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Route trasportasi berupa jalan kereta api, jalan trem, pejalan kaki, rentetan kendaraan, dan lain-lain. Jembatan yang melintasi diatas jalan biasanya disebut viaduct, jembatan untuk menyebrangkan air disebut aquaduct sedangkan jembatan untuk jalan masuk / keluar viaduct disebut ramp. I.1.2 Klasifikasi jembatan Klasifikasi jembatan menurut bindra dapat dibagi berdasarkan : 1. Klasifikasi menurut material yang digunakan -
Jembatan kayu
-
Jembatan pasangan batu
-
Jembatan baja
-
Jembatan beton
-
Jembatan beton bertulang
-
Jembatan beton prategang
-
Jembatan beton komposit
2. Klasifikasi menurut alignement -
Jembatan lurus (Straight)
-
Jembatan miring / membentuk sudut (skew)
3. Klasifikasi menurut letak lantai jembatan : -
Jembatan elevasi tinggi, elevasi lantai dan oprit diatas MAB rencana
-
Jembatan elevasi rendah,
-
Jembatan Ford dan floodway
4. Klasifikasi menurut tujuan pengunaanya -
Jembatan aquaduct
-
Jembatan viaduct
-
Jembatan kereta api
-
Jembatan untuk pejalan kaki
5. Klasifikasi menurut bentuk superstruktur -
portal frame
-
Jembatan rangka
-
Jembatan Balance kantilever
-
Jembatan gantung
-
Kabel rentang
6. Klasifikasi menurut umur -
Jembatan permanen
-
Jembatan sementara (temporary bridge)
7. Klasifikasi menurut beban dan kapasitas -
Kelas A
-
Kelas B
-
Kelas C
8. Klasifikasi menurut keperluan pelayaran
9
-
Jembatan tetap
-
Jembatan gerak
Klasifikasi menurut panjang bentang -
Jembatan Culverts (bentang < 8,00 m)
-
Jembatan pendek (bentang 8,00 – 30 m)
-
Jembatan panjang (bentang 30 m – 120 m)
-
Jembatan bentang sangat panjang ( > 120 m)
10 Klasifikasi menurut tingkat / derajat kebebasan -
Statis tertentu
-
Statis tak tentu
11 Klasifikasi menurut jenis sambungan untuk jembatan baja -
paku keling
-
baut
-
las
I.1.3 Standar bangunan jembatan a. Lebar jembatan harus sesuai dengan peraturan muatan bina marga no 12/1970 (bina marga loading spec). Lebar jembatan ditentukan sebagai berikut : 1. Untuk satu jalur lebar jembatan minimum : 2,75 m maksimum : 3,75 m Untuk dua jalur jembatan minimum : 5,5 m maksimum : 7,50 m 2
Lebar trotoar umumnya berkisar antara 1 m – 1,5 m
3
Lebar kerb : ± 0,5 m
4
Lebar jalan untuk slow traffic ± 2,5 m
b. Banyaknya gelagar utama setiap beton jembatan tipe balok T dengan melihat lebar jembatan, sebanyak 5 buah dengan jarak 180 cm. c. Jenis jembatan antara lain -
Jembatan gelagar (girder bridge) Jembatan pelengkung (busur)
-
Jembatan rangka (Truss bridge)
-
Jembatan portal (Rigid frame bridge)
-
Jembatan gantung (suspention bridge)
-
Jembatan kabel (Cable stay bridge)
d. Siar muai Menurut jenisnya terbagi atas dua macam : 1.
Jenis baja Siar dari jenis ini dipakai dengan ketentuan-ketentuan khusus
2. Jenis karet Pemakain siar muai jenis karet harus mencantumkan spesifikasi kekuatan bahan dari perusahaan yang bersangkutan atau hasil pemeriksaan uji laboratorium dengan seizin direksi. e. Pemakaian standar Pemakaian standar ini harus dibawah pengawasan seorang ahli.
f. Lawan lendut Pada pelaksanaan lawan lendut, harus diberikan ditengah bentang sesuai dengan ketinggiannya. I..2. Komponen utama struktur jembatan 1.2.1
Bangunan atas : Bangunan atas dari jembatan dalam hal ini, memegang peranan penting
karna dibuat untuk menahan beban kendaraan. Beban ini sudah termasuk beban mati dan beban hidup dari jembatan tersebut. Adapun
yang termasuk dari
bangunan atas dari suatu konstruksi jembatan antara lain : a. Gelagar b. Tiang Sandaran c. Trotoar d. Landasan Digunakan bila
lapisan tanah pondasi
yang telah diperhitungkan
mampu memikul beban-beban diatasnya, terletak pada lokasi yang dangkal dari tanah setempat. Pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah keras yang memikul beban letaknya cukup dalam. Sehingga beban – beban harus disalurkan melalui konstruksi penerus yang disebut tiang pancang atau pondasi sumuran. Diharapkan dalam pembuatan bangunan bawah agar lebih selektif karena hal ini akan mempengaruhi kepada kekuatan dari jembatan yang dibuat. 1.2.2
Oprit Oprit adalah berupa timbunan tanah dibelakang abutment, timbunan
tanah ini harus dibuat sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya penurunan (settlement) hal ini tidak mengenakan bagi pengendara. Apabila terjadi penurunan, akan terjadi kerusakan pada ekspantion join atau bidang pertemuan antara bangunan atas dengan abutment. Untuk menghindari hal ini, pemadatan harus semaksimal mungkin dan diatasnya dipasang plat injak dibelakang abutment. 1.2.3
Bangunan pelengkap
Bangunan
ini dibuat pada kedua sisi abutment yang berguna untuk
mengantisipasi terjadinya longsoran tanah akibat gerusan air sungai disekitar abutment tersebut. 1.3
Data-data perencanaan jembatan a. Data umum 1. 2. 3.
Nama sungai, jalan dan lokasi jembatan Titik triangulasi terdekat dan elevasinya Volume dan sifat lalu lintas pada saat dimana akan dibangun jembatan
b. Data sungai 1.
Elevasi banjir tertinggi, banjir biasa, muka air terendah untuk mengetahui clerence jembatan dari tinggi jembatan.
2.
Lokasi, bentuk, kemiringan dan keadaan tanah, intensitas dan frekuensi hujan dari catchment area dll.
3.
Persyaratan lalu lintas sungai (Ada/tidak)
c. Data Geologi 1.
Keadaan tanah dan profil bor pada kemungkinan lokasi jembatan untuk menentukan tipe pondasi.
2.
Letak kualitas Quarry terdekat untuk bahan beton.
3.
Penyelidikan batuan di adakan jika pemeriksaan tanah memberi hasil yang meragukan misalnya ada gejala patahan, daerah bergerak, retak-retak batuan.
d. Data penyelidikan tanah Bertujuan untuk mendapatkan suatu perkiraan yang sebaik-baiknya bagi lokasi dan tipe lokasi jembatan. Diperlukan suatu penyelidikan lapangan dan laboratorium untuk mendapatkan data-data tanah yang diperlukan untuk perencanaan pondasi. Apabila hasil-hasil penyelidikan yang penting diantaranya sebagai berikut : 1.
sifat tanah sampai pada kedalaman tertentu.
2.
kedalaman, tebal komposisi tiap dari tiap lapisan tanah tertentu.
3.
Lokasi muka tanah
4.
Kedalaman, komposisi tanah keras (rock).
5.
Sifat teknik dari tanah dan rock yang menentukan perecanaan pondasi. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam pengambilan contoh tanah
(soil exploration) 1. Boring 2. Sondir 3. SPT 4. Cara geophisic
BAB II KONSEP DESAIN JEMBATAN II.1
Penentuan route jembatan/As jembatan Adapun beberapa hal yang mengikat dalam menentukan lokasi (route jembatan) ini antara lain ; a. Kondisi topografi b. Kondisi aliran sungai c. Penempatan abutment Route jembatan harus diusahakan tegak lurus dengan aliran sungai sehingga mampu mempermudah dalam pelaksanaan konstruksi, bentang sependek mungkin. Pengukuran topografi meliputi : 1. Pengumpulan data : Pengumpulan data dasar sekitar lokasi proyek. 2. Penentuan titik tetap (BM) Dengan memasang minimum 4 patok pada rencana lokasi proyek. 3. Pengukuran poligon Dengan memasang 4 patok yang dipasang pada setiap jarak interval 25 m. 4. Pengukuran profil memanjang Dikaitkan ke BM, untuk mengetahui elevasi patok poligon 5. Pengukuran profil melintang
II.2
Penentuan elevasi muka air banjir rencana Penentuan elevasi muka air banjir berdasarkan analisis hidrologi disajikan
pada
laporan
hidrologi,
dimana
hasil
perhitungan
tersebut
dibandingkan dengan data muka air banjir dilapangan berdasarkan keterangan dari penduduk setempat yang representatif. penentuan elevasi MAB rencana didapatkan berdasarkan perhitungan dibawah ini.
II.2.1 Perhitungan curah hujan rata-rata Tahun
No
Xi
pengamatan 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
120,00 145,00 120,00 116,00 117,00 133,00 90,00 85,00 91,00 134,00 1151,00 115,1
Jumlah rata-rata
standar deviasi T 10 25 50
(Xi-Xr)2
Xi-Xr 4,90 29,90 4,90 0,90 1,90 17,90 -25,10 -30,10 -24,10 18,90
24,01 894,01 24,01 0,81 3,61 320,41 630,01 906,01 580,81 357,21 3740,9 374,09
= 36,409
Yn 0,4925 0,5309 0,5485
Sn 0,9496 1,0915 1,1607
yt 2,2502 3,1985 3,9019
k 1,85099 2,443976 2,889119
X' 182,4927 204,0827 220,2899
II.2.2 Perhitungan Debit rencana curah hujan rata-rata T50 (Rt)
220,289
luas daerah pengaliran (A)
39,5
km2
panjang aliran (L)
7,75
km
kemiringan rata-rata sungai (s)
0,01
koefisien aliran (a)
0,5
kecepatan aliran V = 72x(H/l)2/3
4,542 m/det
waktu konsentrasi
1,705 det
koefisien
t = L/V
r = Rt/24 x(24/t)^2/3
44,846
debit sungai Q = (a x r xA) / 3,60
246,032 m3/det
lebar rata-rata sungai (B)
45,00 m
koefisien manning (n)
0,2
kemiringan aliran rata-rata (s)
0,008
Keliling Basah No
E (m)
h (m)
(m) 2h+B (P)
R Luas Basah bxh (A)
hidrolis A/P
Kecepatan 1/n.R2/3.S1/2 (V)
debit (Q) AxV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000 5,500 6,000 6,500 7,000
0,000 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500
45,000 46,000 47,000 48,000 49,000 50,000 51,000 52,000 53,000 54,000 55,000 56,000 57,000 58,000 59,000
0,000 22,500 45,000 67,500 90,000 112,500 135,000 157,500 180,000 202,500 225,000 247,500 270,000 292,500 315,000
0,000 0,489 0,957 1,406 1,837 2,250 2,647 3,029 3,396 3,750 4,091 4,420 4,737 5,043 5,339
0,000 0,036 0,137 0,295 0,503 0,755 1,045 1,368 1,719 2,096 2,495 2,912 3,345 3,791 4,249
0,000 0,802 6,149 19,899 45,262 84,901 141,012 215,392 309,499 424,504 561,327 720,681 903,099 1108,959 1338,509
Dari lengkung debit didapatkan tinggi elevasi muka air banjir rencana = 3,600 m II.2.3 Perhitungan gerusan 1. Perhitungan gerusan (scouring) A. Metode I general sour : gerusan yang terjadi akibat tergerusnya material dasar sungai Ds1
=
(Yr x Vo x K) / (A/W)1/2
lebar regime W
=
45 m
Debit banjir Q
=
246,032 m3/det
Tinggi air banjir : h
=
3,600 m
K
=
(W/4,83) x Q1/2)1/2
K
=
12,088
Luas Bukaan : A = W x h =
162
m2
Kecepatan rata-rata aliran Vo = Q / A =
1,518
m/det
Kenaikan tinggi muka air dari keadaan normal sampai keadaan banjir ( Yr = 0,50)
Ds1
=
(Yr x Vo x K) / (A / W)1/2
=
4,838 m
Lokal scour : gerusan yang terjadi disekitar lokasi abutment akibat terjadinya pusaran air (turbulensi) Ds2
=
0,8 X ( Vo x b)1/2
=
0,5
m
Total gerusan = Ds1 + Ds2 = 5,324 m B. Metode II kondisi non Alluvial stream (lebar regime < lebar jembatan ) Ds = 0,472 x ( Q / f )1/3 f : faktor lacey regime = 1,76 x d 1/2 d : diameter butiran dasar sungai : 0,6 mm f
= 1,363
Ds = 2,667 m II.3.
Pengaturan elevasi jembatan dan jalan pendekat A.
B.
Elevasi – Elevasi dasar 1
Elevasi sungai terendah
:
+ 16,038
2.
Elevasi muka banjir
:
+ 19,648
3.
Elevasi tanah pada titik sondir
:
+ 24,600
4.
Elevasi ujung aspal oprit arah kiri
:
+ 25,865
5.
Elevasi ujung aspal oprit arah kanan
:
+ 26,666
Elevasi Clerence dari tinggi muka air banjir Tinggi clerence ( tinggi ruang bebas antara muka air banjir dengan balok jembatan terendah), ditetapkan = 5,26 meter
C
Pertimbangan scour depth Elevasi dasar abutmen yang cukup aman diambil + 5,32 m dari lokasi titik sondir.
D.
Tinggi abutmen
Tinggi abutment adalah 11,428 m II.4
Pemilihan Type pondasi Pemilihan tipe pondasi berdasarkan hasil uji lapangan tentang kepadatan tanah yang berupa data sondir yang ada. Yang dapat berupa pondasi sumuran atau pondasi pancang.
BAB III PENUTUP III.1. Pengaturan Jumlah Bentang dan Tipe Bangunan Atas 1.
Tipe bangunan atas yang digunakan adalah tipe komposit (gabungan antara baja dan beton prategang).
2.
Panjang bentang adalah 45 m.
3.
Untuk 2 jalur jembatan yang direncanakan 7,00 m
4.
Lebar trotoar = 1,00 m
5. III.2
Lebar kerb ± 0,50 m
Tinggi dan Tipe Abutmen 1. Tinggi abutment = 11,428 meter. 2. Tipe abutment yang digunakan adalah tipe kantiliver atau tipe T terbalik.
III.3
Rekomendasi Pondasi yang Dapat Digunakan Berdasarkan hasil pengujian lapangan, diperoleh data bahwa kedalaman tanah keras dimana tahanan ujung konus menunjukkan nilai > 50 kg/cm2 dari pengujian didapatkan pada kedalaman 23,00 meter. Berdasarkan data dari lapangan tentang kedalaman tanah keras kondisi tanah disekitar kedalaman dan tinjau dari segi pelaksanaan maka digunakan pondasi tiang pancang.