KAJIAN TEKNIK ELEKTROKOAGULASI UNTUK PEMISAHAN MIKROALGA
SKRIPSI
NOVA AFRIYANTI F34070011
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
THE STUDY OF ELECTROCOAGULATION TECHNIQUE FOR MICROALGAE REMOVAL Nova Afriyanti Departement of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 0856 9255 3141, e-mail :
[email protected]
ABSTRACT Although microalgae can grow fast in liquid wastes, there was no efficient technique yet for remove them. An electro-coagulation technique was examined to remove microalgae from the liquid wastes. For the batch system electro-coagulation process used in this experiments two aluminum electrode. This type of metal selected because it could introduce the coagulation agent into the liquid, there by microalgae could be removed. The used wastes are wastewater from animal husbandry and synthetic wastewater. The experiment was done by batch method used 1 Liter microalgae for each treatment on direct current variated from 9, 12 and 15 Volt and operation time from 10 to 40 minutes. The result of treatment were remarkably good and the efficiencies to total suspended solid (TSS) as the amount of microalgae removed reached to 51,55% for husbandry wastewater and 28,98% for synthetic on the direct current of 15 Volt and operation time 40 minutes. Beside can removed microalgae from wastewater electro-coagulation give effect for the other parameters of the wastewater like turbidity, color, concentration of COD, concentration of phosphate and pH value. The reduction of those parameters value reached along with the raising direct current voltage and operating time. Keywords: Electro-coagulation, Microalgae, Wastewater
NOVA AFRIYANTI. F34070011. Kajian Teknik Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga. Dibawah bimbingan Suprihatin dan Muhammad Romli. 2011
RINGKASAN
Mikroalga (biasa dikenal sebagai fitoplankton) merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang biasa hidup di perairan tawar dan laut. Mikroalga dapat tumbuh dengan cepat yaitu dalam waktu 4-10 hari. Mikroalga memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena mikroalga memiliki kemampuan untuk menghasilkan minyak yang tinggi (58.700-136.900 L/ha.tahun). Selain itu mikroalga juga banyak digunakan untuk produksi protein sel tunggal atau yang biasa dikenal sebagai Single Cell Protein (SCP) (Kowaroe et al., 2010 dan Stainer, 1976). Limbah cair hasil kegiatan manusia yang tidak mengalami pengolahan terlebih dahulu akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Mikroalga termasuk salah satu mikroorganisme yang biasa digunakan untuk pengolahan limbah cair secara biologis. Mikroalga mengkonsumsi bahan organik pada limbah cair seperti N-Organik dan fosfor untuk pertumbuhannya. Dengan menumbuhkan mikroalga pada limbah cair akan diperoleh manfaat yang ganda. Selain untuk mereduksi pencemar yang ada pada limbah cair, mikroalga yang tumbuh pada limbah cair tersebut dapat dipanen untuk dimanfaatkan. Salah satu contoh limbah cair yang dapat digunakan untuk membiakan mikroalga adalah limbah cair peternakan. Produktivitas rata - rata mikroalga pada media limbah cair peternakan adalah 130 mg/L atau sekitar 26 gram m2 perhari (Manalu, 2010). Pembiakan mikroalga dengan menggunakan media limbah cair di Indonesia sangat menjanjikan. Pengkajian mengenai metoda atau cara yang efisien untuk pemisahan dan pemanenan mikroalga yang telah dibiakkan pada limbah cair perlu dilakukan. Teknik pemisahan yang efektif dan effisien akan menghasilkan jumlah panenan mikroalga yang banyak sehingga dapat diperoleh manfaat yang lebih banyak pula. Salah satu teknik pemisahan mikroalga yang akan dikaji adalah teknik pemisahan mikroalga dengan cara elektrokoagulasi. Jika dibandingkan dengan teknik koagulasi secara kimia (metode jar test), teknik elektrokoagulasi memerlukan biaya yang lebih murah karena pada teknik elektrokoagulasi tidak membutuhkan bahan kimia tambahan. Untuk itu pengkajian mengenai penggunaan teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga perlu dilakukan. Selain untuk pemisahan mikroalga dari medianya, elektrokoagulasi juga dapat membantu menurunkan zat pencemar dilihat dari parameter COD, kadar fosfat, warna, dan kekeruhan dari limbah cair. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemungkinan teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga melalui pengamatan TSS, kekeruhan, warna, COD, konsentrasi fosfat dan nilai pH. Pada penelitian ini pemisahan mikroalga dilakukan dengan menggunakan teknik elektrokoagulasi. Perlakuan yang dilakukan menggunakan variasi tegangan dan waktu kontak. Tegangan yang digunakan adalah 9 , 12, dan 15 Volt. Dan variasi waktu kontak yang digunakan adalah 10, 20, 30, dan 40 menit. Untuk setiap kombinasi perlakuan diterapkan pada 1000 ml mikroalga yang telah dibiakan pada dua jenis limbah cair yaitu limbah cair peternakan sapi dan limbah cair sintetik. Pada perangkat elektokoagulasi digunakan jenis elektroda aluminium. Banyaknya mikroalga yang dapat dipisahkan dihitung dengan melihat penurunan TSS yang diperoleh setelah penerapan teknik elektrokoagulasi. Selain itu parameter pencemar lain dihitung melalui parameter kekeruhan, warna, konsentrasi COD, konsentrasi Fosfat, dan pH limbah cair peternakan dan limbah cair sintetik yang digunakan. Variasi tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi yang diberikan memepengaruhi penurunan nilai TSS, kekeruhan, warna, konsentrasi COD dan konsentrasi fosfat. Sedangkan untuk nilai pH mengalami peningkatan. Efisiensi tertinggi untuk penurunan nilai kedua limbah (limbah cair peternakan ; limbah cair sintetik) berturut - turut adalah sebagai berikut TSS (51,55% ; 28,98%), kekeruhan (20,83 % ; 23,42 %), warna (19,80% ; 27,41 %), konsentrasi COD (59,15% ; 58,17%), dan konsentrasi fosfat ( 65,24 % ; 49,34 %). Sedangkan nilai pH tertinggi yang dicapai oleh kedua limbah setelah elektrokoagulasi adalah 8,0 untuk limbah peternakan dan 8,1 untuk limbah sintetik. Semakin tinggi tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi yang diberikan maka kondisi akhir limbah cair
yang digunakan semakin baik karena penurunan kadar parameter pencemar yang ada semakin tinggi. Efisiensi pemisahan mikroalga tertinggi yang dapat dicapai adalah 51,55 % untuk limbah cair peternakan dan 28,98% untuk limbah cair sintetik (dilihat dari nilai TSS).
KAJIAN TEKNIK ELEKTROKOAGULASI UNTUK PEMISAHAN MIKROALGA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh NOVA AFRIYANTI F34070011
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Kajian Teknik Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga
Nama
: Nova Afriyanti
NIM
: F34070011
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr.-Ing.Ir. Suprihatin)
(Dr. Ir. Muhammad Romli, M. Sc, St)
NIP. 196312211990031002
NIP. 196012051986091001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 196210091989032001
Tanggal Lulus : 24 Juni 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar - benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011 Yang membuat pernyataan
Nova Afriyanti F34070011
© Hak cipta milik Nova Afriyanti, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
RIWAYAT HIDUP Nova Afriyanti, lahir di Tangerang, Banten pada tanggal 30 Januari 1990 dari pasangan Afrizon dan Yati Iskandar. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak bernama Novi Afriyanti dan adik bernama Mutia Chaerunisa. Sebelumnya penulis telah menyelesaikan jenjang pendidikan di TK Cahaya Budi Tangerang pada tahun 1996, sekolah dasar SD Negeri Doyong 1 Tangerang pada tahun 2001, SMP Negeri 12 Tangerang pada tahun 2004, dan sekolah mengengah atas SMA Negeri 4 pada tahun 2007. Selama sekolah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan OSIS (Organisasi Siswa Intera Sekolah) dan mengikuti ekstrakulikuler klub olah raga bola basket. Penulis melanjutkan studi perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), kemudian diterima sebagai mahasiswa departemen Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2008. Selama kuliah di IPB, penulis aktif pada beberapa kegiatan organisasi seperti klub bola basket Fakultas Teknologi Pertanian sebagai sekretaris umum (2009-2010) dan sebagai anggota HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) pada tahun 2008-2010. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi pada tahun 2010 dan asisten Praktikum Teknik Penyimpanan dan Penggudangan pada tahun 2011 serta aktif pada kegiatan kepanitiaan serta berbagai kegiatan kampus lainnya. Pada tahun 2010 penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang (PL) di PT. Amanah Prima Indonesia, Curug, Tangerang Banten dengan judul “ Mempelajari Teknologi Proses dan Sistem Manajemen Lingkungan di PT. Amanah Prima Indonesia Tangerang”. Untuk memperoleh gelar Sarana Teknologi Pertanian penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Kajian Penerapan Teknik Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Teknik Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga dilaksanakan di Laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan sejak bulan Februari sampai Maret 2011. Pada pelaksanaan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Prof. Dr. -Ing. Ir. Suprihatin sebagai dosen pembimbing I yang tiada henti - hentinya memberikan saran, arahan, bimbingan, serta kritik positif kepada penulis. Dr. Ir. Muhammad Romli, M. Sc, St. sebagai dosen pembimbing II yang juga senantiasa memberikan tuntunan serta kritik yang membangun. Drs. Purwoko, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan kritik yang membangun bagi penulis. Orang tua, kakak, adik serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya. Seluruh Dosen, laboran, dan staf TIN yang telah banyak membatu penulis selama menuntut ilmu di TIN dan menjalankan penelitian. Mba Lya Agustina atas bantuan dan kerjasamanya Nurhidayanti dan Agung Utomo selaku teman seperjuangan atas dukungan dan kerjasamanya. Seluruh temen - teman seperjuangan TIN 44 atas segala dukungan, bantuan dan kebersamaannya, serta Rekan - rekan TIN 43, 45 dan 46 atas dukungan dan bantuannya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian.
Bogor, Juni 2011 Nova Afriyanti
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1 1.2 TUJUAN ................................................................................................................... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 2 2.1 KULTIVASI MIKROALGA .................................................................................... 2 2.1.1 Definisi Alga dan Mikroalga ......................................................................... 2 2.1.2 Sifat Mikroalga .............................................................................................. 4 2.1.3 Komposisi Sel Mikroalga ............................................................................... 4 2.1.4 Media Pertumbuhan Mikroalga...................................................................... 5 2.2 PEMISAHAN MIKROALGA .................................................................................. 7 2.2.1 Sedimentasi .................................................................................................... 7 2.2.2 Flotasi............................................................................................................. 8 2.2.3 Koagulasi/Flokulasi ....................................................................................... 8 2.2.4 Filtrasi ............................................................................................................ 8 2.2.5 Sentrifugasi .................................................................................................... 9 2.2.6 Elektrokoagulasi ............................................................................................ 9 III. METODOLOGI ................................................................................................................. 12 3.1 ALAT DAN BAHAN ............................................................................................... 12 3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ................................................................. 12 3.3 METODE PENELITIAN ......................................................................................... 12 3.3.1 Penumbuhan Mikroalga ................................................................................. 12 3.3.2 Penentuan Waktu Kontak .............................................................................. 13 3.3.3 Penelitian Utama ............................................................................................ 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 19 4.1 PENUMBUHAN MIKROALGA ............................................................................. 19 4.2 PENENTUAN WAKTU KONTAK ......................................................................... 22 4.3 PENGARUH TEKNIK ELEKTROKOAGULASI ................................................... 22 4.3.1 TSS................................................................................................................. 23 4.3.2 Kekeruhan ...................................................................................................... 28 4.3.3 Warna ............................................................................................................. 30 4.3.4 COD ............................................................................................................... 32 4.3.5 Konsentrasi Fosfat.......................................................................................... 33 4.3.6 pH................................................................................................................... 35 4.4 KEBUTUHAN ENERGI DAN BIAYA ................................................................... 36 V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 39 5.1 KESIMPULAN ......................................................................................................... 39 5.2 SARAN ..................................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 40 LAMPIRAN....................................................................................................................... 42
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Golongan Besar Alga ........................................................................................................... 3 Tabel 2. Beberapa perbedaan syarat lingkungan hidup dan sifat Fisiologis antara Alga dan Bakteri ........................................................................................................ 4 Tabel 3. Komposisi Sel Blue-Green Alga .......................................................................................... 5 Tabel 4. Kondisi tempat tumbuh mikroalga ....................................................................................... 5 Tabel 5. Beberapa Mikronutrien pada Pertumbuhan Mikroalga ........................................................ 6 Tabel 6. Komposisi Media Diatom .................................................................................................... 7 Tabel 7. Karakterisasi Limbah Cair Peternakan Sindang Barang ...................................................... 19 Tabel 8. Karakteristik Awal Limbah Cair Sebelum Elektrokoagulasi ............................................... 23
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram venn proses yang mendasari elektrokoagulasi ................................................ 9 Gambar 2. Mekanisme elektrokoagulasi .......................................................................................... 10 Gambar 3. Rangkaian elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga............................................... 14 Gambar 4. Diagram alir penelitian 1 (limbah cair peternakan) ........................................................ 17 Gambar 5. Diagram alir penelitian 2 (limbah cair sintetik) .............................................................. 18 Gambar 6. Mikroalga tumbuh pada media limbah 1 ........................................................................ 20 Gambar 7. Air sebelum dan sesudah ditumbuhi mikroalga .............................................................. 21 Gambar 8. Mikroalga yang ditumbuhkan pada media limbah cair sintetik ...................................... 21 Gambar 9. Flok Mikroalga yang terbentuk ...................................................................................... 22 Gambar 10. Grafik nilai TSS limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi .......... 24 Gambar 11. Grafik nilai TSS limbah cair sintetik setiap perlakuan elektrokoagulasi ........................ 24 Gambar 12 . Mikroalga limbah cair peternakan sebelum dan sesudah elektrokoagulasi ............................................................................................................. 26 Gambar 13. Mikroalga dari limbah cair sintetik sebelum dan sesudah elektrokoagulasi ............................................................................................................. 27 Gambar 14. Mikroalga mengapung dan mengendap setelah elektrokoagulasi................................... 27 Gambar 15. Grafik nilai kekeruhan limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 28 Gambar 16. Grafik nilai kekeruhan limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 29 Gambar 17. Grafik konsentrasi warna limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 30 Gambar 18. Grafik konsentrasi warna limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 30 Gambar 19. Grafik konsentrasi COD limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 32 Gambar 20. Grafik konsentrasi COD limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 33 Gambar 21. Grafik konsentrasi fosfat limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 34 Gambar 22. Grafik konsentrasi fosfat limbah sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............................................................................................................. 34 Gambar 23. Grafik nilai pH limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ............ 35 Gambar 24. Grafik nilai pH limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi ................. 36 Gambar 25. Hubungan kebutuhan energi dengan reduksi TSS, konsentrasi COD, dan konsentrasi fosfat pada limbah cair peternakan ...................................................... 37 Gambar 26. Hubungan kebutuhan energi dengan reduksi parameter kekeruhan dan konsentrasi warna pada limbah cair peternakan ...................................................... 38
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap TSS limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 43 Lampiran 2. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap TSS limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 44 Lampiran 3. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi TSS limbah cair peternakan ........................................................ 45 Lampiran 4. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi TSS limbah cair sintetik.............................................................. 45 Lampiran 5. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 46 Lampiran 6. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan ................................................................. 47 Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan pada α = 0,05 ......................................................... 47 Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan pada α = 0,01 ........................................................................... 47 Lampiran 9. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 48 Lampiran 10. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik ....................................................................... 49 Lampiran 11. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik...................................................................................... 49 Lampiran 12. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik ....................................................................................................... 49 Lampiran 13. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan sebagai tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 50 Lampiran 14. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan ........................................................................ 51 Lampiran 15. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan ....................................................................................... 51 Lampiran 16. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoasulasi terhadap warna limbah cair peternakan ....................................................................................... 51 Lampiran 17. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik sebagai tumbuh mikroalga .................................. 52 Lampiran 18. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik .............................................................................. 53 Lampiran 19. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik ............................................................................................ 53 Lampiran 20. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik ............................................................................................ 53 Lampiran 21. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga ........................................................................................................ 54 Lampiran 22. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga ........................................................................................................ 55 Lampiran 23. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD pada limbah cair peternakan ................................................................. 56
Lampiran 24. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD limbah cair sintetik ............................................................................... 56 Lampiran 25. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga ........................................................................................................ 57 Lampiran 26. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga ........................................................................................................ 58 Lampiran 27. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat pada limbah cair peternakan ............................................. 59 Lampiran 28. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair sintetik ........................................................... 59 Lampiran 29. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair sintetik .......................................................................... 59 Lampiran 30. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat pada limbah cair sintetik ............................................................................................... 60 Lampiran 31. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap pH limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 61 Lampiran 32. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH pada limbah cair peternakan ............................................................ 62 Lampiran 33. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair peternakan ........................................................................................... 62 Lampiran 34. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair peternakan ................................................................................................. 62 Lampiran 35. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap pH limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga ...................................................................................................................... 63 Lampiran 36. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair sintetik........................................................................... 64 Lampiran 37. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair sintetik ................................................................................................. 64 Lampiran 38. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair sintetik ....................................................................................................... 64 Lampiran 39. Hubungan antara kebutuhan energi elektrokoagulasi dengan efisiensi penurunan beberapa parameter dari limbah cair peternakan ........................................ 65 Lampiran 40. Hubungan antara kebutuhan energi elektrokoagulasi dengan efisiensi penurunan beberapa parameter dari limbah cair sintetik .............................................. 65 Lampiran 41. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2009 mengenai baku mutu limbah cair industri peternakan .................................................. 66 Lampiran 42. Prosedur pengujian COD (Chemical Oxygen Demand)(APHA ed. 21th 4500- H+ B, 2005) ........................................................................................................ 66 Lampiran 43. Prosedur Pengujian Konsentrasi Ortofosfat (APHA ed 21 th 4500-P D,2005) ......................................................................................................................... 66 Lampiran 44. Prosedur pengujian TSS dengan Spektrofotometer ...................................................... 67 Lampiran 45. Prosedur pengujian Kekeruhan dengan Spektrofotometer ............................................ 67 Lampiran 46. Prosedur pengujian warna dengan Spektrofotometer ................................................... 67 Lampiran 47. Prosedur pengukuran pH dengan pH meter (APHA ed 21 th 4500-H+ A,2005) ......................................................................................................................... 67 Lampiran 48. Perhitungan kebutuhan energi untuk teknik elektrokoagulasi ...................................... 67 Lampiran 49. Perhitungan kebutuhan energi dan biaya teknik elektrokoagulasi dan teknik koagulasi secara kimia ...................................................................................... 70
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mikroalga (biasa dikenal sebagai fitoplankton) merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang biasa hidup di perairan tawar dan laut. Mikroalga dapat tumbuh dengan cepat yaitu dalam waktu 4-10 hari. Mikroalga memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis karena mikroalga memiliki klorofil dalam selnya. Mikroalga menggunakan CO2 sebagai sumber karbon dan mengkonsumsi bahan organik pada media tumbuhnya untuk pertumbuhannya. Mikroalga memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena mikroalga memiliki kemampuan untuk menghasilkan minyak yang tinggi (58.000-136.900 L /ha. tahun). Selain itu mikroalga juga banyak digunakan untuk produksi protein sel tunggal atau yang biasa dikenal sebagai Single Cell Protein (SCP) (Kowaroe et al., 2010 dan Stainer, 1976). Selain dapat tumbuh pada media air laut dan tawar, mikroalga juga dapat dikembangkan pada media limbah cair. Limbah cair hasil kegiatan manusia yang tidak mengalami pengolahan terlebih dahulu akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Mikroalga termasuk salah satu mikroorganisme yang biasa digunakan untuk pengolahan limbah cair secara biologis. Mikroalga mengkonsumsi bahan organik pada limbah cair seperti N-Organik dan fosfor untuk pertumbuhannya. Dengan menumbuhkan mikroalga pada limbah cair akan diperoleh manfaat yang ganda. Selain untuk mereduksi pencemar yang ada pada limbah cair, mikroalga yang tumbuh pada limbah cair tersebut dapat dipanen untuk dimanfaatkan. Salah satu contoh limbah cair yang dapat digunakan untuk membiakkan mikroalga adalah limbah cair peternakan. Produktivitas rata - rata mikroalga pada media limbah cair peternakan adalah 130 mg/L atau sekitar 26 gram m2 perhari (Manalu, 2010). Pembiakan mikroalga dengan menggunakan media limbah cair di Indonesia sangat menjanjikan. Pengkajian mengenai metoda atau cara yang efisien untuk pemisahan dan pemanenan mikroalga yang telah dibiakkan pada limbah cair perlu dilakukan. Teknik pemisahan yang efektif dan effisien akan menghasilkan jumlah panenan mikroalga yang banyak sehingga dapat diperoleh manfaat yang lebih banyak pula. Salah satu teknik pemisahan mikroalga yang akan dikaji adalah teknik pemisahan mikroalga dengan cara elektrokoagulasi. Jika dibandingkan dengan teknik koagulasi secara kimia (metode jar test), teknik elektrokoagulasi memerlukan biaya yang lebih murah karena pada teknik elektrokoagulasi tidak membutuhkan bahan kimia tambahan. Untuk itu pengkajian mengenai penggunaan teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga perlu dilakukan. Selain untuk pemisahan mikroalga dari medianya, elektrokoagulasi juga dapat membantu menurunkan zat pencemar dilihat dari parameter COD, kadar fosfat, warna, dan kekeruhan dari limbah cair.
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mempelajari teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga melalui pengamatan TSS, kekeruhan, warna, COD, konsentrasi fosfat dan nilai pH.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULTIVASI MIKROALGA 2.1.1 Definisi Alga dan Mikroalga Pelczar dan Reid (1958) mendefinisikan alga sebagai tumbuhan sederhana, yang tidak memiliki akar, batang dan daun. Alga memiliki klorofil yang menyebabkan mereka dapat mensintesis makanan sendiri dengan melakukan fotosintesis. Alga menggunakan energi dari cahaya matahari untuk mengubah bahan inorganik menjadi senyawa organik dalam selnya. Menurut Kanibawa (2001), mikroalga merupakan jasad renik atau mikroorganisme dengan tingkat organisasi sel termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah. Mikroalga dikelompokan dalam filum thalophyta. Kawaroe (2010) menjelaskan mikroalga (juga lazim disebut fitoplakton) merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar dan laut. Presscott (1978) menambahkan bahwa sebagian besar alga yang tumbuh di air tawar tergolong ke dalam mikroalga karena bersifat mikroskopik. Namun ada beberapa jenis yang dapat dilihat tanpa menggunakan bantuan mikroskop. Mikroalga yang hidup di air tawar dapat menyebabkan “water-bloom”. Keragaman alga cukup besar, ukuran alga bermacam - macam mulai dari yang terkecil memiliki diameter 0,2 - 2 µm hingga yang besar mencapai 60 meter panjangnya. Keanekaragaman alga juga dilihat dari ekologi dan habitannya, struktur selnya, tingkat morfologinya, pigmen fotosintesis yang dimilikinya. Istilah alga mencakup makroalga (berukuran besar) dan mikroorganisme yang biasa dikenal sebagai mikroalga. Spesies alga diperkirakan mencapai satu sampai sepuluh juta spesies dan kebanyakan adalah golongan mikroalga (Barsanti dan Gualtieri 2006). Tabel 1 berikut ini menampilkan beberapa golongan alga beserta jenis pigmen sistem, komposisi dinding sel, bahan cadangan, jumlah flagel dan rentang struktur tubuh yang dimilikinya.
Tabel 1. Golongan Besar Alga Komposisi Bahan Dinding Pigmen cadangan Sel Lain
Jumlah
Rentang
Flagel
Struktur
-
Umumnya
Uniseluler,
dua
mirip
Sistem Pigmen Nama Grup
Klorofil
Alga
a+b
Hijau
Selulosa
Pati
(Chlorophyta)
flagel
per sel
tumbuhan, multiseluler
Euglena
a+b
-
(Euglenophyta)
Tidak
Lemak
Satu,
dua
Semua
memiliki
dan
atau
tiga
Uniseluler
dinding
Paramilum
flagel per sel
Pati
Dua
Kebanyakan
flagelata,
Uniseluler
(bentuk dan
berbentuk
posisinya
filament
sel Dinoflagelata
a+c
(Phyrrophyta)
Karotenoid
Selulosa
tertentu
dan
Minyak
dalam
sel
dan
atau
lembaran
tidak sama) Chrysophyta dan
a+c
diatom
Karotenoid
Silica dan
Leocosin
Dua
Uniseluler
tertentu
beberapa
dan
Flagelata
lembaran
tidak
minyak
(Chrysophyta)
dan
memiliki dinding sel Alga Cokelat
a+c
Karotenoid
Selulosa
Laminarin
Dua
Mirip tanaman,
tertentu
dan algin
dan lemak
Flagelata
multiseluler
dengan panjang yang
tidak
sama Alga Merah
a
Phycobilin
Sumber : Stainer (1976)
Selulosa
Pati
Tidak
Uniseluler,
memiliki
mirip tanaman,
Flagel
dan multiseluler
2.1.2 Sifat Mikroalga Sebagai bagian dari alga, mikroalga memiliki sifat yang hampir sama dengan alga lainnya. Beberapa alga yang melakukan fotosintesis dan menggunakan CO2 sebagai sumber karbon dapat tumbuh dengan baik pada tempat gelap dengan menghabiskan beberapa senyawa organik. Hal ini berarti sifat metabolismenya berubah dari fotosintesis menjadi respirasi. Perubahan ini tergantung pada keberadaan sinar matahari. Alga yang seluruhnya terbungkus oleh dinding sel adalah osmotropik. Sumber energi yang digunakan untuk pertumbuhan alga di tempat gelap tergantung dari keberadaan substrat organik yang terlarut di dalam media. Beberapa mikroalga yang tidak mempunyai dinding sel dapat menelan bakteri atau organisme yang lebih kecil (Stanier, 1976). Menurut Pleczar dan Chan (1986), alga menyimpan berbagai produk makanan cadangan hasil kegiatan fotosintesis sebagai granula di dalam selnya. Alga dapat menyimpan kelebihan nutrien dalam massa selnya. Oleh karena itu, alga dapat digunakan sebagai alat untuk mengambil beberapa nutrien yang terdapat pada hasil buangan atau limbah cair. Pengambilan nutrien dalam sistem alga akan memberikan hasil yang baik apabila tersedia tanah yang cukup luas, cukup mendapatkan sinar matahari, dan jenis alga yang ditumbuhkan cukup mudah dipanen dan dimanfaatkan. Diantara mikroorganisme yang melakukan fotosintesis, mikroalga merupakan mikroorganisme yang paling efisien dalam menggunakan sinar matahari, yaitu sekitar 7% dengan kemampuan produksi 60 - 80 ton berat kering/ha/tahun, sedangkan produktivitas tanaman budidaya secara konvensional berkisar antara 10 - 30 ton berat kering/ha.tahun. Walaupun sama - sama tergolong mikroorganisme, alga dan bakteri memiliki perbedaan syarat lingkungan hidup dan sifat fisiologisnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Beberapa perbedaan syarat lingkungan hidup dan sifat Fisiologis antara Alga dan Bakteri Karakteristik
Alga
Bakteri
pH optimum
4 - 11
6,5 - 7,5
Suhu optimum
20 - 30°C
20 - 37°C
Kebutuhan oksigen
Aerobik
Aerobik atau anaerobik
Cahaya
Sebagian besar
Sebagian kecil
Sumber Karbon
Kabanyakan organik
Organik dan anorganik
Dinding Sel
Sebagian
besar
selulosa,
Peptidoglikan
beberapa digantikan oleh xilan dan manan Sumber : Pleczar dan Chan (1986)
2.1.3 Komposisi Sel Mikroalga Mikroalga menyimpan cadangan makanan didalam sel granulanya. Komposisi biokimia yang terdapat pada cadangan makanan yang disimpannya bermacam - macam. Menurut (Dodge, 1973) beberapa mikroalga mengandung polosakarida dalam bentuk butiran pati. Selain itu mikroalga juga menyimpan cadangan Lemak dan Protein. Cadangan lemak disimpan dalam bentuk droplets dan terkadang droplets yang disimpan terlihat terdiri dari globula globula. Pelczar dan Reid (1958) menambahkan bahwa beberapa mikrolaga dapat mensintesis beberapa jenis vitamin seperti vitamin A, D, B1, C dan vitamin E.
Komposisi nutrisi yang dikandung mikroalga sangat tergantung pada ukuran sel, daya cerna, komposisi biokimia yang dimilikinya. Komposisi nutrisi yang dikandung oleh jenis mikroalga satu berbeda dengan mikroalga lainnya. Menurut Fogg (1973) walaupun komposisi nutrisi pada setiap mikroalga berbeda, protein merupakan senyawa yang dominan, kemudian diikuti oleh lipid dan karbohidrat. Komponen lipid dalam mikroalga (khususnya mikroalga hijau-biru) yang beragam, banyak terdapat lamela fotosintesis. Lipid ini terlibat dalam transport elektron, pengambilan cahaya sekaligus perlindungan terhadap cahaya yang berlebihan, dan kemungkinan besar juga berperan pada proses evolusi oksigen. Komponen lipid dalam mikroalga terbagi atas beberapa kategori yaitu klorofil, karotenoid, digliserida, quinon, dan sterol. Selain kelima kategori ini terdapat pula lipid droplet yang menyebar diantara tilakoid sel dan didekat permukaan sel (Fogg et al. 1973). Tabel 3. Berikut ini menunjukkan komposisi nutrisi sel mikroalga (blue-green alga). Tabel 3. Komposisi Sel Blue-Green Alga Komponen
Persentase (%)
Protein
50
Karbohidrat
30
Lipid
5
Abu
15
Sumber : Fogg (1973)
2.1.4 Media Pertumbuhan Mikroalga Alga dapat tumbuh dihampir semua habitat. Alga dapat ditemukan di tanah, danau, sungai, dan perairan tawar. Kultur dapat didefinisikan sebagai lingkungan buatan dimana alga tumbuh. Kultur memiliki syarat tertentu untuk dapat ditumbuhi mikroalga, yaitu ketersediaan cahaya, CO2, dan nutrien. Barsanti (2006) mengatakan bahwa parameter terpenting untuk pertumbuhan mikroalga adalah temperatur, cahaya, pH, salinitas, serta kuantitas dan kualitas nutrien. Tabel 4 berikut menunjukan contoh paremeter yang biasanya dapat ditumbuhi mikroalga. Tabel 4. Kondisi tempat tumbuh mikroalga Paremeter
Satuan
Nilai
Temperatur
°C
16 - 27
Cahaya
µE/sm2
100 - 200
PH Salinitas Sumber : Barsanti (2006)
7-9 g/L
20 - 24
Kuantitas dan kualitas nutrien juga merupakan substansi penting untuk pertumbuhan mikroalga. Menurut Richmond (1986) konsentrasi nutrien yang optimal bagi pertumbuhan strain mikroalga tertentu sangat bervariasi tergantung pada kerapatan populasi, intensitas matahari, suhu dan pH media. Nutrien yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh diketegorikan menjadi beberapa ketegori utama, yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, sumber fosfor dan mikronurtien. Menurut Stainer (1976) mikroalga menggunakan CO2 sebagai sumber karbon. Barsanti (2006) menambahkan bahwa CO2 diperoleh mikroalga dari udara dan untuk menjaga ketersediaan CO2 tersebut kultur mikroalga sebaiknya diberi silkulator. Kebanyakan mikroalga mempunyai kemampuan menggunakan ammonium (NH4), nitrit (NO3), dan nitrat (NO2), sedangkan kemampuan mengikat nitrogen dari udara hanya dimiliki oleh mikroalga prokariotik. Beberapa mikroalga dapat menggunakan berbagai senyawa Norganik seperti amida, urea, glutamin, dan asparagin sebagai sumber nitrogennya (Richmond 1986). Fosfor merupakan salah satu elemen utama yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga secara normal. Menurut Richmond (1986) kekurangan fosfor dapat menyebabkan perubahan morfologi sel, misalnya perubahan bentuk dan ukuran sel, karena fosfor berperan dalam transfer energi dan sintesa asam nukleat. Bentuk fosfor utama yang digunakan mikroalga adalah P-anorganik. Beberapa mikronutrien yang esensial terhadap pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Tabel 5.
Unsur
Tabel 5. Beberapa Mikronutrien dan Peranannya pada Pertumbuhan Mikroalga Peranan
Besi (Fe)
Asimilasi nitrogen, fotosintesis, sintesa pigmen, fotosintesis utama (klorofil -A)
Bohr (B)
Diperlukan oleh beberapa cyanobacteria dan diatom, tetapi tidak diperlukan oleh alga hijau.
Mangan dan Tembaga
Komponen penting dalam transfer elektron fotosintesis, sebagai
(Mn dan Cu)
komponen dan kofaktor beberapa enzim dan diperlukan oleh semua alga.
Molibden (Mo)
Diperlukan alga untuk reduksi nitrit dan fiksasi nitrogen
Vanadium (V)
Penting bagi alga tertentu
Kobalt (Co)
Diperlukan beberapa alga Cyanobacterium, seperti Calotrix parientina, Coccochloris peniocystic, Diplocystis aeruginosa.
Silikon
Komponen utama dinding sel diatom
Selenium
Meningkatkan Cyanobacterium dan menurunkan diatom
Sumber : Richmond (1986)
Media untuk pertumbuhan mikroalga diantaranya adalah laut (perairan asin) (Harrison dan Berges, 2005) dan perairan tawar (Watanabe, 2005). Selain berasal dari media alami, media untuk pertumbuhan mikroalga juga dapat dibuat (media sintetik). Menurut Barsanti (2006), media perairan tawar dipilih karena karakteristiknya mirip dengan lingkungan alam habitat mikroalga tumbuh. Media sintetik dikenal sebagai komposisi kimia sering dijadikan sebagai media tambahan yang digunakan untuk mensimulasikan kebutuhan nutrisi dan kebutuhan fisik dari jenis mikroalga tertentu. Tabel 6 berikut berisikan contoh komposisi kimia yang dibutuhkan untuk menumbuhkan mikroalga jenis diatom. Tabel 6. Komposisi Media Diatom Reagent
Per (mg/ L)
Ca(NO3)2*4H2O
20
KH2PO4
12,4
MgSO4
25
NaHCO3
15,9
EDTA FeNa
2,25
EDTA Na2
2,25
H3BO3
2,48
MnCl2*4H2O
1,39
(NH4)6Mo7O24*4H2O
1,0
Biotin (Vitamin H)
0,04
Thiamine (Vitamin B1)
0,04
Cyanocobalamin (Vitamin B12)
0,04
Na2SiO3*9H2O
57
pH = 6,9
Sumber : Barsanti (2006)
2.2 PEMISAHAN MIKROALGA Pemisahan mikroalga adalah bagian yang penting dari proses produksi mikroalga. Proses pemisahan menentukan banyak sedikitnya hasil mikroalga yang dapat diperoleh. Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan cara yang tepat sangat disarankan. Beberapa metode untuk pemisahan mikroalga diantaranya adalah sedimentasi, koagulasi/flokulasi, sentrifugasi, autokoagulasi, dan elektrokoagulasi.
2.2.1 Sedimentasi Sedimentasi adalah proses pengendapan bahan terlarut pada suatu cairan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pada pemisahan mikroalga, sedimentasi (pengendapan) dilakukan pada sebuah tangki. Pemisahan mikroalga dengan teknik sedimentasi membutuhkan ruang yang cukup.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mohn (1988), penambahan ruang sedimentasi 300 m pada pengembangan mikroalga skala besar, dapat memisahkan 15m3/h mikroalga. Biasanya sedimentasi dilakukan setelah melakukan flokulasi. Selama sedimentasi endapan dipaksa untuk keluar melalui lubang kerucut pada dasar wadah melelui saluran. Pada proses sedimentasi, cairan jernih yang dihasilkan menunjukan efisiensi proses sedimentasi yang dilakukan. 2
2.2.2 Flotasi Flotasi atau pengapungan adalah suatu cara untuk memisahkan padatan dari cairan dengan cara mengapungkan. Flotasi mudah untuk dilakukan karena terdapat beberapa zat padat atau substansi dengan kerapatan yang renggang sulit untuk diendapkan tetapi mudah untuh diapungkan. Cara untuk mengapungkan suspense tersebut biasanya dilakukan dengan memasukan gelembung udara pada larutan tersebut ( Sugiharto, 1987). Lebih lanjut Mohn (1988) melakukan pemisahan mikroalga dengan cara flotasi. Mohn menyatakan bahwa proses operasi flotasi lebih efisien dibandingkan dengan sedimentasi dan juga menghasilkan fraksi padatan lebih tinggi sampai dengan 7%. Kekurangan dari proses pemisahan mikrolaga dengan flotasi adalah biaya investasi untuk fasilitas flotasi cukup tinggi.
2.2.3 Koagulasi/ Flokulasi Koagulasi adalah proses penghilangan stabilitas partikel koloid sehingga perkembangan partikel dapat terjadi sebagai akibat dari benturan partikel. Sedangkan flokulasi adalah proses dimana ukuran partikel meningkat dikarenakan oleh benturan partikel. Proses koagulasi biasanya diikuti oleh proses flokulasi. Biasanya proses koagulasi flokulasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia pembantu yang biasanya dikenal sebagai koagulan dan flokulan. Koagulan dan flokulan yang biasanya digunakan adalah polimer, garam logam seperti alum atau ferric sulfat (Metcalf dan Eddy, 2004). Menurut Oswald (1988) koagulan dan flokulan yang paling efektif untuk memisahkan alga adalah aluminium sulfat dan ferric sulfat. Reaksi yang terbentuk antara lain : Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2AlCl3 + 3Ca(HCO3)2 2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2
=> => => =>
3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 3CaSO4 + 2 Fe(OH)3 + 6CO2 3CaCl2 + 2Al(OH)3 + 6CO2 3CaCl2 + 2Fe(OH)3 + 6CO2
2.2.4 Filtrasi Filtrasi adalah suatu cara untuk mengendapkan dan mengambil partikel dengan jalan melewatkan cairan kedalam lapisan berporus dan berlubang (Sugiharto, 1978). Menurut Mohn (1988) proses pemisahan mikroalga dengan cara filtrasi dilakukan dengan “filter press” yakni memisahkan alga dengan ukuran tertentu. Proses penyaringan ini membutuhkan tambahan energi yang berasal dari pompa. Selain itu uap juga dihembuskan untuk mengurangi kandungan air yang ada. Selain itu proses pemisahan dengan cara filtrasi juga dapat dilakukan dengan cara rotary vacuum filters, Vacuum band filters, dll.
2.2.5 Sentrifugasi Proses sentrifugasi biasa digunakan untuk memisahkan padatan dan cairan dengan cara menghilangkan air yang ada pada larutan dengan menggunakan gaya sentrifugal (putaran). Setelah proses sentrifugasi selesai maka akan terbentuk endapan didasar dan cairan (supernatant) dibagian atas. Oswald (1988) menerangkan bahwa kebanyakan spesies mikroalga dapat dipisahkan dari medianya dengan menggunakan sentrifugasi dengan rentang 500-3600 kali lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan gaya gravitasi. Untuk menghasilkan 500 g alga memerlukan waktu 10 menit pada proses sentrifugasi dengan mangkuk padat.
2.2.6 Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi adalah suatu teknik pemisahan yang menggunakan sel elektrokimia yang biasa digunakan untuk menangani air. Elektrokoagulasi merupakan suatu teknik yang menjanjikan yang dapat diterapkan diberbagai bidang. Elektrokoagulasi terdiri dari tiga proses dasar yaitu elektrokimia, koagulasi dan flotasi. Ketiga proses dasar ini saling berinteraksi dan berhubungan untuk menjalankan elektrokoagulasi. Peranan ketiga proses dasar pada elektrokoagulasi dapat dilihat pada diagram venn berikut :
Gambar 1. Diagram venn proses yang mendasari elektrokoagulasi Sumber : Holt , 2002
Holt (2002) menambahkan elektrokoagulasi yang melibatkan proses elektrokimia, koagulasi dan flotasi tersebut dapat dilakukan dalam sebuah reaktor kontinyu ataupun dengan reaktor batch. Didalam setiap proses elektrokimia, akan digunakan elektrode yang bersentuhan langsung dengan air yang tercemar. Elektroda yang biasa digunakan adalah aluminium, besi dan stainless steel. Aplikasi elektrokoagulasi yang sudah dilakukan dalam beberapa tahun belakangan diantaranya penerapan elektrokoagulasi untuk peningkatan kualitas air (Ni’am et al., 2007; Holt et al., 2004; Susetyaningsih et al., 2008). Selain itu elektrokoagulasi juga telah diteliti untuk diterapkan dalam rangka mengurangi kandungan logam pada limbah cair (Nouri et al., 2010; Hansen et al., 2007), untuk proses decolorization atau pengurangan zat warna berbahaya pada limbah cair (Ghosh et al., 2008; Essadki et al., 2008), untuk menangani limbah cair industri penyamakan kulit ( Babu et al., 2007) dan untuk pemisahan mikroalga dari effluent lumpur aktif. Reaksi kimia yang terjadi pada proses elektrokoagulasi yaitu reaksi reduksi oksidasi, yaitu sebagai akibat adanya arus listrik (DC). Pada reaksi ini terjadi pergerakan dari ion-ion yaitu ion positif (disebut kation) yang bergerak pada katoda yang bermuatan negatif.
Sedangkan ion-ion negatif bergerak menuju anoda yang bermuatan positif yang kemudian ionion tersebut dinamakan sebagai anion (bermuatan negatif) (Purwaningsih, 2008). Berikut adalah gambaran yang dapat menunjukkan interaksi/ mekanisme yang terjadi didalam reaktor elektrokoagulasi.
DC Voltage source
Stable floc
electrons
Al
H2O
Pollutant rises to surface
electrons
Al
3+
Al Solution Chemistry
flocculation
flotation
(Pollutant)
coagulation
Anode (oxidation)
H2(g) H2 gas formation
3+
(Al )
OH
Hydrated cation
-
Cathode (reduction)
Pollutant settles
Precipitate
Water pH Sludge
Gambar 2. Mekanisme Elektrokoagulasi (Holt et.al ,2002)
Proses elektrokoagulasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengolah limbah cair. a. Kelebihan Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi dalam pengolohan limbah sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi abad 20 ini telah ditemukan berbagai pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi, berikut ini kelebihan dari elektrokoagulasi : 1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan. 2. Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama dengan flok yang dihasilkan koagulasi biasa. 3. Keuntungan dari elektrokoagulasi ini lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses. 4. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan. 5. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur. 6. Tidak diperlukan pengaturan pH. 7. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. b. Kelemahan Elektrokoagulasi Ada beberapa kekurangan elektrokoagulasi ini, berikut ini kekurangan dari proses elektrokoagulasi :
1. 2.
3.
Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda. Batangan anoda yang mudah mengalami korosi sehingga harus selalu diganti.
III. METODOLOGI 3.1
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam kultivasi yaitu 1 unit bak/ wahana raceway (p = 100 cm, l = 60 cm, dan t = 40 cm), 2 unit aquarium (p = 40 cm, l = 25 cm, dan t = 50 cm), saringan 35 mesh, derigen 25 liter sebanyak 8 buah. Alat yang digunakan untuk pengujian antara lain : spektrofotometer, COD reactor, Automatic N Distillator, Pompa vacum, pH meter, botol sampel berbagai ukuran, serta berbagai alat gelas seperti erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, buret, dan sudip. Alat yang digunakan untuk pemisahan mikroalga yaitu gelas piala ukuran 1 liter, pipet volumetrik, dan power supply. Penelitian ini menggunakan dua jenis limbah sebagai media pertumbuhan yaitu limbah cair peternakan sapi dan limbah cair sintetik. Limbah cair peternakan adalah hasil buangan peternakan sapi yang berwujud cair. Limbah cair ini berasal dari air sisa pencucian kandang, pencucian alat - alat dan urin ternak. Limbah cair peternakan yang digunakan pada penelitian ini diambil dari unit peternakan Fahara Farm yang terletak di daerah Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat. Limbah cair sintetik yang digunakan dibuat dengan cara menambahkan pupuk NPK kedalam air bersih yang dimasukkan kedalam aquarium. Tujuan penambahan pupuk NPK adalah agar air mengandung nutrisi dan bahan organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga. Menurut Askari (2011), pupuk NPK tergolong kedalam pupuk majemuk karena mengandung tiga unsur sekaligus yaitu nitrogen dalam NH3 (15%), fosfor dalam bentuk P2O5 (15%), dan kalium dalam bentuk K2O (15%). Kultur mikroalga yang akan ditumbuhkan atau dijadikan sebagai inokulum yakni kultur mikroalga alamiah yang berasal dari Danau LSI IPB. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan mikroalga yang telah beradaptasi dengan cuaca dan iklim didaerah Bogor. Mikroalga yang diambil sebanyak 45 liter untuk diinokulasikan pada media limbah cair peternakan. Berbagai macam bahan kimia yang digunakan dalam pengujian antara lain : NaOH 6N, larutan H2SO4 0,02%, larutan ammonium molybdat, larutan SnCl 2, glycerol, air destilata, larutan K2Cr2O7, pereaksi asam COD H2SO4 , indikator ferroin, dan larutan Ferro Aluminium Sulfat (FAS) 0,1 M.
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari hingga bulan Meret 2011, bertempat di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Taknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor (Laboratorium Pengemasan, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratorium Teknik Manajeman Lingkungan, dan Laboratorium Instrumen).
3.3 METODE PENELITIAN 3.3.1 Penumbuhan Mikroalga Penumbuhan mikroalga pada limbah cair peternakan menggunakan bak kultivasi dengan ukuran 100 cm x 60 cm x 40 cm. Manalu (2010) melaporkan bahwa untuk dijadikan media pertumbuhan mikroalga, perbandingan komposisi yang paling optimal antara limbah cair peternakan dengan kultur biakan mikroalga adalah 75% : 25 %. Media limbah cair peternakan yang dimasukkan kedalam bak kultivasi sebanyak 135 Liter atau mencapai
ketinggian 22,5 cm dari bak kultivasi. Sedangkan inokulum mikroalga yang dimasukkan kedalam bak kultivasi sebanyak 45 Liter atau mencapai ketinggian 7,5 cm dari bak kultivasi. Sebelum diinokulasikan mikroalga, dilakukan karakterisasi limbah cair peternakan yang digunakan serta dilakukan pretreatment (perlakuan pendahuluan). Perlakuan pendahuluan yang dilakukan diantaranya adalah penyaringan dan aerasi. Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan zat terlarut berukuran besar yang ada pada limbah cair peternakan sedangkan aerasi dilakukan untuk menyuplai udara. Udara yang dimasukkan akan menciptakan gelembung untuk menaikan bahan - bahan terlarut. Penyediaan udara pada limbah cair juga membantu pada proses pendegradasian zat pencemar seperti nitrit, nitrat atau fosfat oleh mikroorganisme aerobik. Menurut Sirait et al. (2008), mengolah limbah secara aerobik memanfaatkan aktivitas mikroba aerob dalam kondisi aerob untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air limbah menjadi zat inorganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Setelah dilakukan aerasi selama 7 hari, inokulum mikroalga dimasukkan kedalam bak kultivasi yang telah diisikan limbah cair peternakan. Waktu inkubasi yang dilakukan adalah selama 14 hari. Berbeda dengan limbah cair peternakan, pada limbah cair sintetik tidak dilakukan pretreatment. Hal ini disebabkan karena asal limbah cair sintetik adalah air sumur yang bersih yang diberi pupuk NPK sehingga bahan organik yang berpotensi sebagai pencemar yang ada pada limbah cair sintetik dianggap tidak terlalu banyak dan tidak akan menganggu pertumbuhan mikroalga.
3.3.2 Penentuan Waktu Kontak Penelitian pendahuluan dilakukan pada tahap pemisahan mikroalga. Tujuan dilakukannya penelitian pendahuluan adalah untuk menentukan waktu kontak yang dibutuhkan untuk pemisahan mikroalga yang akan dilakukan pada penelitian utama dengan menggunakan teknik elektrokoagulasi. Sebanyak 1000 ml mikroalga dimasukkan kedalam gelas piala. Kemudian didalam gelas piala dipasangkan alat elektrokoagulasi berupa plat elektroda terbuat dari aluminium yang dipasangkan pada power supply dengan tegangan yang dapat diatur (9 V, 12 V dan 15 V). Pada penelitian pendahuluan ditetapkan waktu kontak pemisahan mikroalga selama 5, 10, 15, 20, dan 25 menit. Setiap selang waktu diamati reaksi dan perubahan yang terjadi.
3.3.3 a.
Penelitian Utama
Prosedur Pemisahan Mikroalga dengan Teknik Elektrokoagulasi Mikroalga yang telah dibiakkan pada media diambil untuk dipisahkan sebanyak 1 L untuk setiap parlakuan dan dimasukkan kedalam gelas piala. Kemudian dipasang rangkaian alat elektrokoagulasi yang terdiri dari power supply atau pembangkit tegangan dan plat elektroda. Pemisahan mikroalga pada penelitian ini dilakukan dengan sistem batch. Plat elektroda yang digunakan terbuat dari bahan aluminium. Baik pada kutub positif (anoda) dan kutub negatif (katoda) menggunakan bahan elektroda yang sama. Plat elektroda yang dipasangkan berukuran 15 cm x 2 cm dengan tebal 0,2 cm. Namun luas permukaan yang langsung bersentuhan dengan kultur pada saat pemisahan hanya berukuran 13 cm x 2 cm x 0,2 cm. dengan demikian luasan efektifnya adalah 116 cm2.
Setelah rangkaian elektrokoagulasi telah dipasang dan dihubungkan pada sumber listrik, pengatur tegangan diputar sesuai dengan besar tegangan yang diinginkan. Variasi besar tegangan yang digunakan adalah 9 Volt, 12 Volt, dan 15 Volt. Proses pemisahan dilakukan dengan beberapa variasi waktu yaitu 10, 20, 30, dan 40 menit. Setelah mencapai waktu yang ditentukan, proses elektrokoagulasi dihentikan. Sebelum sampel diambil, terlebih dahulu mikroalga didiamkan selama 15 menit dengan tujuan memberikan kesempatan pada flok yang terbentuk untuk terpisah secara sempurna dengan cara mengendap atau mengapung. Sampel diambil sebanyak 100 ml untuk diuji dilaboratorium dengan parameter TSS, Kekeruhan, Warna, COD, Konsentrasi Fosfat, dan pH. Sampel diambil di 5 titik yang berbeda dengan menggunakan pipet volumetrik pada kedalaman kurang lebih setengah dari tinggi gelas piala atau sekitar 6 cm. Sampel yang telah diperoleh untuk masing - masing kombinasi perlakuan disimpan pada wadah.
Power Supply -
-
+
+
Media yang telah ditumbuhi mikroalga
Gambar 3. Rangkaian Elektrokoagulasi untuk Pemisahan Mikroalga Total sampel yang diambil dari dua jenis media dan dua kali ulangan adalah 52 sampel. Setiap ulangan dari satu jenis media diambil 13 sampel dengan rincian sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. b.
Satu sampel awal (sebelum perlakuan) Satu sampel dengan tegangan 9 V dalam waktu pemisahan 10 menit Satu sampel dengan tegangan 9 V dalam waktu pemisahan 20 menit Satu sampel dengan tegangan 9 V dalam waktu pemisahan 30 menit Satu sampel dengan tegangan 9 V dalam waktu pemisahan 40 menit Satu sampel dengan tegangan 12 V dalam waktu pemisahan 10 menit Satu sampel dengan tegangan 12 V dalam waktu pemisahan 20 menit Satu sampel dengan tegangan 12 V dalam waktu pemisahan 30 menit Satu sampel dengan tegangan 12 V dalam waktu pemisahan 40 menit Satu sampel dengan tegangan 15 V dalam waktu pemisahan 10 menit Satu sampel dengan tegangan 15 V dalam waktu pemisahan 20 menit Satu sampel dengan tegangan 15 V dalam waktu pemisahan 30 menit Satu sampel dengan tegangan 15 V dalam waktu pemisahan 40 menit
Rancangan Percobaan Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah tegangan dan waktu elektrokoagulasi. Tegangan dihasilkan melalui power supply yang telah dibuat. Besarnya tegangan yang digunakan bervariasi yaitu 9 Volt, 12 Volt, dan 15 Volt. Sedangkan waktu kontak elektrokoagulasi yang digunakan adalah 10 , 20, 30, dan 40 menit. Pada penelitian ini
dilakukan kombinasi antara tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi. Selanjutnya akan diteliti apakah variasi tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi akan mempengaruhi pemisahan mikroalga dan parameter - parametar yang akan diamati. Terdapat enam parameter yang akan diamati pada penelitian ini. Pertama adalah TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi. TSS diukur sebagai banyaknya sel mikroalga yang dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik elektrokoagulasi. Selisih jumlah TSS sebelum dan sesudah dilakukannya pemisahan dengan teknik elektrokoagulasi dihitung sebagai banyaknya mikroalga yang dapat terpisahkan. Parameter lain yang akan diamati adalah kekeruhan, warna, COD, Fosfat, dan pH. Parameter - parameter tersebut biasa digunakan sebagai syarat pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini akan diamati apakah perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh terhadap parameter -parameter tersebut sebagai nilai tambah yang dapat diperoleh. Selain dapat memisahkan mikroalga, teknik elektrokoagulasi juga dapat digunakan untuk pengolahan limbah cair yang digunakan sebagai media sebelum dibuang ke lingkungan. Setelah dilakukan perlakuan terhadap sampel penelitian, nilai yang diperoleh akan ditabulasi dan diuji secara statistik untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh atau tidak. Metode pengujian yang digunakan adalah model rancangan acak blok (rancangan acak petak jalur). Rancangan petak jalur adalah rancangan faktorial yang bertujuan memeriksa interaksi dan faktor utama dengan tingkat ketelitian yang sama, artinya dideteksi dengan satu macam galat percobaan. Adapun model untuk rancangan petak jalur adalah sebagai berikut :
(
)
di mana : Yijk : respon yang diamati µ : nilai tengah umum Rk : Pengaruh kelompok atau ulangan ke-k Ai : Pangaruh faktor A yang ke-i Bj : Pengaruh faktor B yang ke-j ABij : Pengaruh interaksi faktor A ke-i, faktor B ke-j ijk : Pengaruh sisa karena faktor A ke-I,faktor B ke-j, dan ulangan ke-k (Hicks, 1973) Nilai yang diperoleh dari peralakuan akan dibuat tabulasi dan akan dilakukan analisis variannya (ANOVA). Adapun contoh gambaran ANOVA untuk rancangan petak jalur (blok) adalah sebagai berikut : SK Ulangan (kelompok) Waktu Tegangan Interaksi Galat Total
Db r-1
JK JK U
KT KTU
Fhitung -
F 5% -
F 1% -
a-1 b-1 (a-1)(b-1) (a-1)(b-1)(r-1) (a)(b)(r)-1
JK A JK B JK AB JK G JK Total
KTA KTB KTAB KTG
KTA/KTG KTB/KTG KTAB/KTG
2,90 3,13 2,31
4,50 5.10 3,30
di mana : SK JK KT
: Sumber Keragaman : Jumlah Kuadrat : Kuadrat Tengah
Untuk menghitung JK, KT, dan F hitung digunakan rumus sebagai berikut : JK = ∑ X2 -
(
)
KT = JK/db F Hitung = KT Perlakuan (A,B, atau AB) /KTG
Setelah ANOVA dari rancangan petak jalur diperoleh, selanjutnya dilakukan pengujian tahap lanjut dengan menggunakan metode UJD (Uji Jarak Duncan). UJD dilakukan untuk melihat perlakuan mana yang memiliki pengaruh yang signifikan. Nilai tengah perlakuan dengan selang perlakuan tertentu dibandingkan dengan nilai UJD. Untuk mencari UJD digunakan rumus :
UJD = Ra(P; db Galat) x √ di mana : p : Banyaknya perlakuan R: tergantung dari banyaknya perlakuan yang dibandingkan (lihat tabel rp) (Sastrosupadi, 2000)
Diagram alir 1 dan 2 berikut akan menjelaskan mengenai tahapan penelitian yang akan dilakukan. Limbah Cair
Karakterisasi
Penyaringan
Aerasi
Inokulasi Mikroalga
Inkubasi selama 14 Hari
Mikroalga dalam media
Analisis : TSS, Kekeruhan, Warna, COD, Konsentrasi Fosfat, dan pH
Pemanenan Mikroalga (Elektrokoagulasi)
Tegangan : 9 V Waktu 10 mnt
Tegangan : 9 V Waktu 30 mnt
Tegangan : 9 V Waktu 20 mnt
Tegangan :12 V Waktu 10 mnt
Tegangan : 9 V Waktu 40 mnt
Tegangan :12 V Waktu 30 mnt
Tegangan :12 V Waktu 20 mnt
Tegangan :15 V Waktu 10 mnt
Tegangan :12 V Waktu 40 mnt
Tegangan :15 V Waktu 30 mnt
Tegangan :15 V Waktu 20 mnt
Mikroalga terkoagulasi
Pendiaman selama 15 menit
Pengambilan cairan sampel
Analisis : TSS, Kekeruhan, Warna, COD, Konsentrasi Fosfat, dan pH
Hasil
Gambar 4. Diagram alir penelitian 1 (limbah cair peternakan)
Tegangan :15 V Waktu 40 mnt
Air Sumur
Penambahan pupuk NPK
Inkubasi selama 4 hari
Mikroalga dalam media
Analisis ; TSS, Kekeruhan, Warna, COD, Konsentrasi Fosfat, dan pH
Pemanenan mikroalga (Elektrokoagulasi)
Tegangan : 9 V Waktu 10 mnt
Tegangan : 9 V Waktu 30 mnt
Tegangan : 9 V Waktu 20 mnt
Tegangan :12 V Waktu 10 mnt
Tegangan : 9 V Waktu 40 mnt
Tegangan :12 V Waktu 30 mnt
Tegangan :12 V Waktu 20 mnt
Tegangan :15 V Waktu 10 mnt
Tegangan :12 V Waktu 40 mnt
Tegangan :15 V Waktu 30 mnt
Tegangan :15 V Waktu 20 mnt
Mikroalga terkoagulasi
Pendiaman selama 15 menit
Pengambilan cairan sampel
Analisis : TSS, Kekeruhan, Warna, COD, Konsentrasi Fosfat dan pH
Hasil
Gambar 5. Diagram alir penelitian 2 (limbah cair sintetik)
Tegangan :15 V Waktu 40 mnt
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PERTUMBUHAN MIKROALGA Pertumbuhan mikroalga pada penelitian ini dilakukan pada dua jenis limbah yaitu limbah cair peternakan dan limbah cair sintetik. Penumbuhan pada limbah cair peternakan dilakukan pada bak kultivasi berukuran 100 cm x 60 cm x 40 cm. Sebanyak 135 liter limbah cair peternakan dimasukkan kedalam bak kultivasi. Sebelum dilakukan penanganan pendahuluan (pretreatment) terlebih dahulu dilakukan karakterisasi terhadap limbah cair peternakan yang digunakan. Tabel 7 berikut menunjukkan karakteristik limbah cair peternakan yang digunakan. Tabel 7. Karakteristik limbah cair peternakan Sindang Barang Parameter
Satuan
Nilai
TSS
mg/L Suspended Solid
23
Kekeruhan
FTU Turbidity
121
Warna
Unit PtCo
614
COD
mg/L
276
Fosfat
mg/L
28,99
NH4+
mg/L
2,18
NO3-
mg/L
9,64
pH
5,2
Berdasarkan hasil karakterisasi yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa kandungan senyawa organik yang ada pada limbah cair peternakan cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada COD (Chemical Oxygen Demand) yang ada. Nilai COD yang dimiliki oleh limbah cair peternakan yang digunakan sebesar 276 mg/L. Dengan demikian limbah peternakan yang digunakan tergolong kedalam limbah tercemar karena melebihi baku mutu air limbah usaha peternakan sapi berdasarkan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2009 yaitu sebesar 200 mg/L. Untuk itu pengolahan pendahuluan diperlukan untuk menurunkan zat pencemar yang ada pada limbah tersebut. Kandungan zat organik yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan mikroalga dan akan mencemari lingkungan. Untuk itu untuk mengurangi kandungan bahan organik tersebut dilakukan penanganan pendahuluan (pretreatment). Penanganan pendahuluan yang dilakukan meliputi penyaringan dan aerasi. Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan zat terlarut berukuran besar yang ada pada limbah cair peternakan sedangkan aerasi dilakukan untuk menyuplai udara. Udara yang dimasukkan akan menciptakan gelembung untuk menaikan bahan - bahan terlarut. Penyediaan udara pada limbah cair juga membantu pada proses pendegradasian zat pencemar seperti nitrit, nitrat atau fosfat oleh mikroorganisme aerobik. Menurut Sirait et al. (2008), mengolah limbah secara aerobik memanfaatkan aktivitas mikroba aerob dalam kondisi aerob untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air limbah menjadi zat inorganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Aerasi dilakukan selama 7 hari.
Setelah pretreatment dilakukan, sebanyak 45 liter inokulum mikroalga dimasukkan pada media limbah cair peternakan kemudian dilakukan inkubasi selama 14 hari. pada hari ke 14 setelah diinokulasikan, mikroalga tumbuh pada limbah cair peternakan namun jumlahnya hanya sedikit. Mikroalga terlihat menumpuk pada bagian tepi bak dan hanya sedikit mikroalga yang berada pada permukaan. Berbeda dengan limbah cair peternakan, pada limbah cair sintetik tidak dilakukan pretreatment atau penanganan pendahuluan. Hal ini disebabkan karena asal limbah cair sintetik adalah dari air sumur yang bersih dan diberi pupuk NPK sehingga zat pencemar yang ada pada limbah cair sintetik dianggap masih belum terlalu banyak. Tujuan pemberian pupuk dilakukan agar air sumur yang digunakan mengandung bahan organik yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh. Menurut Kowaroe et al. (2010) unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri dari mikronutrien dan makronutrien. Makronutrien antara lain C, H, N,P K, S, Mg dan Ca. Sedangkan makronutrien yang dibutuhkan antara lain adalah Fem Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn. Dan Si. Biasanya dalam kultivasi mikroalga ditambahkan nutrien antara lain nitrat, fosfat dan silikat untuk memenuhi nutrien yang dibutuhkan. Pertumbuhan mikroalga pada limbah cair peternakan dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
Sel Mikroalga yang tumbuh
Gambar 6. Mikroalga tumbuh pada limbah cair peternakan Pertumbuhan mikroalga pada limbah cair sintetik dapat diindikasikan dengan perubahan warna air yang awalnya jernih atau bening menjadi berwarna hijau. Warna hijau yang timbul menandakan keberadaan mikroalga karena mikroalga memiliki pigmen hijau atau klorofil. Mikroalga yang biasa dijumpai di danau dan di kolam adalah Chlorophyta (alga hijau) yang memiliki klorofil dan mampu melakukan fotosintesis (Kowaroe, 2010). Perbedaan warna air setelah ditumbuhi mikroalga dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
A B Gambar 7. Air Sebelum (A) dan Sesudah Ditumbuhi Mikroalga (B) Waktu yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh pada media limbah cair sintetik lebih cepat dibandingkan dengan limbah cair peternakan. Mikroalga tumbuh hanya dalam waktu 4 hari setelah pemberian pupuk. Hal ini dikarenakan pada limbah cair sintetik nutrisi dan bahan organik yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh dapat tercukupi dengan baik. Menurut Askari (2011), pupuk NPK tergolong kedalam pupuk majemuk karena mengandung tiga unsur sekaligus yaitu nitrogen dalam NH3 (15%), fosfor dalam bentuk P2O5 (15%), dan kalium dalam bentuk K2O (15%). Barsanti (2006) menambahkan bahwa pertumbuhan mikroalga tidak dikontrol oleh total nutrien yang tersedia tetapi dikontrol oleh jumlah terkecil nutrien yang tersedia yang dibutuhkan oleh mikroalga tersebut. Mikroalga pada limbah cair sintetik ditumbuhkan dengan menggunakan dua buah aquarium dengan volume 50 liter. Mikroalga yang sudah tumbuh pada aquarium dengan media limbah cair sintetik dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. Dapat dilihat pada gambar tersebut mikroalga yang tumbuh cukup banyak yang tersebar pada cairan dan sebagian berkumpul pada permukaan limbah cair sintetik.
Sel Mikroalga yang tumbuh Sel Mikroalga yang tumbuh
Gambar 8. Mikroalga yang Ditumbuhkan pada Media Limbah Cair Sintetik
4.2
WAKTU KONTAK ELEKTROKOAGULASI
Penentuan waktu kontak dilakukan pada penelitian pendahuluan. Sebanyak 1 liter mikroalga akan dipisahkan dengan menggunakan perangkat elektrokoagulasi. Tegangan yang digunakan adalah 9 , 12 dan 15 V sedangkan untuk waktu kontak awal yang digunakan adalah 5, 10, 15, 20 dan 25 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada waktu kontak 5 menit, elektrokoagulasi yang dilakukan belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Gelembung udara pada elektroda belum dihasilkan. Pada waktu 25 menit flok mikroalga yang terbentuk masih terlalu kecil dan masih cenderung untuk melayang pada larutan dan tidak terpisah. Untuk itu diambil kesimpulan dari penelitian pendahuluan ini adalah perlu dilakukannya penambahan waktu kontak. Sehingga pada pemisahan mikroalga dengan elektrokoagulasi pada penelitian utama menggunakan waktu kontak 10, 20, 30 dan 40 menit serta diberi penambahan waktu 15 menit setelah elektrokoagulasi dilakukan. Mikroalga yang terbentuk pada waktu kontak 25 menit pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.
Flok mikroalga melayang pada larutan
Flok mikroalga melayang pada larutan
Gambar 9. Flok mikroalga yang terbentuk
4.3
PENGARUH TEKNIK ELEKTROKOAGULASI
Setelah mikrolaga tumbuh pada kedua limbah, pemisahan mikroalga dilakukan dengan menerapkan teknik elektrokoagulasi. Pada masing - masing limbah, mikroalga yang diambil untuk pemisahan sebanyak 12 liter untuk setiap ulangan (terdapat dua ulangan). Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah tegangan dan waktu kontak. Tegangan memiliki tiga taraf perlakuan (9 V, 12 V, dan 15 V) dan waktu kontak memiliki empat taraf perlakuan (10, 20, 30, dan 40 menit). Masing - masing perlakuan akan diterapkan untuk memisahkan mikroalga sebanyak 1000 ml dengan sistem batch.
Sebelum dilakukan pemisahan, terlebih dahulu dilakukan karakteristik kondisi awal mikroalga pada kedua jenis media. Kondisi awal limbah yang telah ditumbuhi mikroalga sebelum dipisahkan menggunakan teknik elektrokoagulasi dinilai sebagai kondisi mikroalga pada waktu kontak 0 menit. Kondisi awal limbah cair sebelum mikroalga dipisahkan dengan teknik elektrokoagulasi dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Karakteristik awal limbah cair sebelum elektrokoagulasi Parameter
Satuan
Nilai Limbah Cair Peternakan
Limbah Cair Sintetik
TSS
mg/L
27
105
Kekeruhan
FTU Turbidity
88
111
Warna
Unit PtCo
459
808
COD
mg/L
265
106
Fosfat
mg/L
26,30
70,95
7,1
7,4
pH
Dapat dilihat pada Tabel 8, nilai TSS yang diasumsikan sebagai jumlah mikroalga yang ada meningkat dari kondisi limbah cair peternakan sebelum diinokulasikan (lihat Tabel 7). Beberapa parameter lain seperti COD dan konsentrasi fosfat mengalami penurunan. Hal ini menandakan bahwa zat organik yang terdapat pada limbah cair peternakan dipergunakan untuk metabolisme mikroalga. Menurut Ginting (2007), penggunaan zat organik pada limbah menandakan terjadinya mekanisme pengolahan limbah cair secara biologis. Pengolahan limbah biologis yang terjadi pada penelitian ini terjadi secara aerobik. Karena mekanisme ini melibatkan oksigen yang dihasilkan oleh aerator yang dipasang. Mikroalga berperan dalam penyediaan oksigen untuk bakteri pengolah limbah. Hal ini terjadi karena mikroalga memiliki kemampuan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen.
4.3.1 TSS TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganik (Huda, 2009). Pada penelitian ini mikroalga yang dapat dipisahkan dilihat dari selisih nilai TSS sebelum dilakukan elektrokoagulasi dan nilai TSS setelah dilakukan elektrokoagulasi. Jumlah mikroalga yang tumbuh pada limbah cair sintetik lebih banyak dibandingkan dengan mikroalga yang tumbuh pada limbah cair peternakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai TSS pada masing-masing limbah (Tabel 8). Hal ini disebabkan karena pada limbah sintetik jumlah nutrien dan bahan organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga tersedia dengan cukup baik. Selain itu limbah cair sintetik tidak memiliki bahan organik yang terlalu berlebihan
dibandingkan dengan limbah cair peternakan sehingga pertumbuhan mikroalga tidak mengalami hambatan. Berikut ini adalah hasil penerapan teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga dari limbah cair peternakan dan pengaruhnya terhadap milai TSS limbah. 30
TSS (mg/L)
25 20 Tegangan 9 V
15
Tegangan 12 V
10
Tegangan 15 V 5 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 10. Grafik nilai TSS limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi Hasil penerapan teknik elektrokoagulasi terhadap limbah cair sintetik dan pengaruhnya terhadap nilai TSS dapat dilihat pada Gambar 11 berikut. 120 100
TSS ( mg/L)
80 Tegangan 9 V
60
Tegangan 12 V 40
Tegangan 15 V
20 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 11. Grafik nilai TSS limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi Dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11 bahwa penerapan elektrokoagulasi memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai TSS. Pengaruh elektrokoagulasi pada kedua jenis limbah yang digunakan menunjukkan hasil yang berbeda. Pada limbah cair peternakan (Gambar 10) elektrokoagulasi menyebabkan
penurunan nilai TSS untuk masing - masing tegangan dengan waktu kontak 10 menit. Namun terjadi peningkatan kembali pada tegangan 9 V dan 12 V dengan waktu kontak 20 sampai dengan 40 menit. Sedangkan pada tegangan 15 V terjadi penurunan mulai dari waktu kontak 0 sampai dengan 40 menit. Efisiensi penurunan nilai TSS terbesar yang dapat dicapai pada limbah cair peternakan terjadi pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 10 menit yaitu sebesar 51,55%. Sedangkan efisiensi penurunan TSS terkecil dicapai pada tegangan 12 V pada waktu 40 menit (Lampiran 1). Perlakuan elektrokoagulasi yang diterapkan rata - rata efisiensi penurunan mikroalga yang dapat dicapai sebesar 41,15%. Pada pemisahan mikroalga dari limbah cair peternakan tidak terlalu sesuai dengan teori yang ada. Secara teori, semakin tinggi tegangan dan semakin lamanya waktu kontak yang diterapkan pada elektrokoagulasi maka nilai TSS yang dikandung akan semakin menurun. Ketidaksesuaian ini dikarenakan jumlah mikroalga yang tumbuh pada limbah cair peternakan tidak terlalu banyak sehingga pada saat koagulasi terjadi mikroalga yang terkoagulasi belum mencapai bobot yang cukup untuk mengendap sehingga cenderung melayang pada limbah. Sehingga pada saat pengambilan sampel untuk analisis mikroalga yang melayang ikut terbawa dan terhitung sebagai nilai TSS yang ada. Pada pemisahan mikroalga dari limbah cair sintetik menunjukkan penurunan nilai TSS yang signifikan (Gambar 11). Semakin besar tegangan dan waktu kontak yang diberikan nilai TSS semakin rendah. Efisiensi penurunan nilai TSS tertinggi didapat dengan tegangan 15 V dengan waktu kontak 40 menit yaitu mencapai 28,98%. Sedangkan efisiensi penurunan nilai TSS yang terendah diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 10 menit yaitu 5,7% (Lampiran 2). Teknik elektrokoagulasi yang diterapkan melibatkan reaksi elektrokimia didalamnya. Reaksi kimia yang terjadi adalah reaksi oksidasi dan reduksi. Pada saat elektrokoagulasi berlangsung reaksi yang terjadi pada kedua elektrodanya adalah sebagai berikut :
Reaksi di Anoda (Positif) Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi dari logam penyusun elektrodanya. Dalam penelitian ini yang akan mengalami oksidasi adalah aluminium. Al Al3+(aq) + 3eAl3+(aq) + 3 H2O Al(OH)3 + 3H+(aq) nAl(OH)3 Aln(OH)3n
Reaksi di Katoda (Negatif) Pada Katoda akan terjadi reaksi reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutannya. Pada kondisi netral atau basa reaksi reduksi yang terjadi adalah reduksi air. 2H2O + 2eH2(g)+ 2 OH-
Reaksi oksidasi pada anoda menghasilkan gugus Al(OH) 3 sebagai hasil bergabungnya ion Al dengan ion OH-. Gugus Al(OH)3 memiliki kemampuan untuk mengadsorbsi dan bertindak sebagai koagulan/flokulan. Semakin lama waktu elektrokoagulasi dilakukan maka aluminium yang mengalami reduksi semakin banyak dan semakin banyak pula gugus Al(OH) 3 yang terbentuk. Dengan banyaknya koagulan yang terbentuk maka jumlah flok mikroalga yang terbentuk akan semakin banyak. Reaksi reduksi yang terjadi pada katoda akan menghasilkan gas hidrogen (H 2) dan ion hidroksi (OH-). Pembentukan gas hidrogen akan membantu proses pencampuran dan flokulasi atau koagulasi. Setelah flok dan koagulan terbentuk gas hidrogen membantu flok mengalami 3+
flotasi sehingga flok yang terbentuk akan berada dipermukaan cairan. Sedangkan ion hidroksi (OH-) yang terbentuk akan kembali berikatan dengan Al3+ dan membentuk koagulan - koagulan lainnya. Melalui reaksi reduksi-oksidasi inilah mikroalga dapat dipisahkan. Reaksi reduksioksidasi mengganggu kestabilan larutan limbah sehingga zat yang tersuspensi pada larutan tersebut juga mengalami destabilitas. Ketidakstabilan muatan pada limbah cair dan mikroalga menyebabkan mikroalga dengan muatan yang sejenis membentuk flok untuk mencapai kestabilannya kembali dengan melakukan koagulasi. Mikroalga yang membentuk flok atau terkoagulasi jika sudah mencapai bobot yang cukup akan mengendap. Sedangkan mikroalga yang masih ringan akan terbawa gas H2 dan mengalami flotasi. Semakin tinggi tegangan dan semakin lamanya waktu kontak yang diterapkan koagulan yang terbentuk akan semakin banyak sehingga nilai TSS akan semakin menurun. Berikut ini adalah gambar mikroalga dari limbah cair peternakan sebelum dan setelah elektrokoagulasi. Sel mikroalga berkumpul di anoda
(-)
(+)
A Sel mikroalga yang mengapung ke permukaan
B
(-)
(+)
Gelembung gas hidrogen pada katoda
C D Gambar 12. Mikroalga Limbah Cair Peternakan Sebelum dan Sesudah elektrokoagulasi Ket
: A : Mikroalga limbah cair peternakan sebelum elektrokoagulasi B : Sel mikroalga yang terkoagulasi berkumpul pada anoda C : Gelembung gas hydrogen pada katoda D : Flok mikroalga yang mengapung ke permukaan
Mikroalga pada limbah cair sintetik pada saat sebelum dan sesudah elektrokoagulasi dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13 berikut.
Sel mikroalga yang mengapung ke permukaan
A B Gambar 13. Mikroalga dari limbah cair sintetik sebelum (A) dan sesudah (B) elektrokoagulasi
Sel mikroalga yang mengapung ke permukaan
Sel mikroalga yang mengendap
A B Gambar 14. Mikroalga mengapung (A) dan mengendap (B) setelah elektrokoagulasi Gambar 12, 13 dan 14 memperlihatkan perbedaan flok mikroalga yang terbentuk pada limbah cair peternakan dan limbah cair sintetik. Pada limbah cair peternakan flok mikroalga yang terjadi menempel pada anoda dan akan melepaskan diri (berflotasi) setelah tegangan dimatikan dan elektroda dikeluarkan dari wadah. Mikroalga pada limbah cair peternakan lebih banyak yang mengapung dibandingkan mengendap. Hal ini terjadi karena jumlah sel mikroalga yang terdapat pada limbah cair peternakan tidak terlalu banyak sehingga lembaran sel yang terbentuk masih cenderung ringan dan cenderung mengapung dibandingkan dengan mengendap. Hal lain terjadi pada pemisahan mikroalga pada limbah cair sintetik. Mikroalga yang terbentuk bersamaan dengan proses elektrokimia yang terjadi akan mengapung dan mengendap. Terlihat jelas pada Gambar 14 sel mikroalga yang mengalami flotasi dan sedimentasi lebih banyak dibandingkan pada limbah cair peternakan (Gambar 12).
4.3.2 Kekeruhan Salah satu karakteristik limbah yang menjadi nilai penting bagi limbah sebelum dibuang ke lingkungan adalah kekeruhan. Kekeruhan atau turbidity digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan - bahan yang melayang biasanya bahan organik dan inorganik (Huda, 2009). Semakin pekat atau keruh suatu limbah cair yang dibuang ke lingkungan maka kualitas limbah dan keamanannya terhadap lingkungan semakin buruk. Baku mutu air limbah usaha dan kegiatan peternakan sapi menyatakan bahwa besar maksimal TSS yang boleh ada pada suatu limbah cair adalah 100 mg/L (Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2009). Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa limbah peternakan yang digunakan dilihat dari parameter TSS yang dimiliki belum melewati baku mutu air limbah usaha peternakan sapi yang telah ditetapkan (Lampiran 41). Selain berpengaruh pada penurunan nilai TSS, elektrokoagulasi yang dilakukan juga berpengaruh pada nilai kekeruhan dari limbah yang digunakan. Hal ini berarti selain dapat memisahkan mikroalga, elektrokoagulasi yang dilakukan pada penelitian ini memberikan manfaat tambahan yaitu dengan mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga parameter yang berbahaya bagi lingkungan dapat diminimalisir. Hasil pengaruh elektrokoagulasi terhadap nilai kekeruhan limbah sebagai media pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada gambar berikut.
Kekeruhan (FTU Turbidity)
120 100 80 Tegangan 9 V
60
Tegangan 12 V 40
Tegangan 15 V
20 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 15. Grafik nilai kekeruhan limbah cair peternakan setiap perlakuan elektrokoagulasi
Kekeruhan (FTU Turbidity)
160 140 120 100 80
Tegangan 9 V
60
Tegangan 12 V
40
Tegangan 15 V
20 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 16. Grafik nilai kekeruhan limbah cair sintetik setiap perlakuan elektrokoagulasi Pengaruh perlakuan elektrokoagulasi terhadap limbah cair peternakan dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil uji yang diperoleh menunjukkan penurunan nilai kekeruhan semakin besar seiring dengan peningkatan tegangan dan waktu kontak yang diberikan. Efisiensi penurunan nilai kekeruhan tertinggi didapat pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 30 menit yaitu sebesar 20,83%. Efisiensi penurunan nilai kekeruhan yang terendah diperoleh pada tegangan 12 V dengan waktu kontak 40 menit yaitu 7,54 % (Lampiran 5). Hasil uji keragaman menunjukkan (Lampiran 6), perlakuan variasi waktu kontak memberikan pengaruh nyata terhadap kekeruhan limbah peternakan pada taraf 95% sedangkan variasi tegangan memberikan pengaruh nyata terhadap kekeruhan limbah cair peternakan pada taraf 99%. Dengan menggunkan uji Duncan (Lampiran 7) waktu kontak elektrokoagulasi 40 menit memeberikan perbedaan nyata terhadap kekeruhan limbah cair peternakan dibandingkan dengan waktu kontak 10, 30 dan 20 menit. Waktu kontak 10, 20 dan 30 menit tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pada waktu kontak 0 atau sebelum koagulasi memberikan perbedaan nyata terhadap seluruh waktu kontak lainnya. Tegangan elektrokoagulasi pada 15 volt tidak berbeda nyata dengan tegangan 12 dan 9 volt. Namun pada tegangan 0 atau pada kondisi sebelum elektrokoagulasi memberikan perbedaan nyata dengan tegangan yang lainnya (Lampiran 8). Sama halnya dengan pengaruh elektrokoagulasi terhadap limbah cair peternakan, pengaruh elektrokoagulasi terhadap limbah cair sintetik menyebabkan penurunan nilai kekeruhan (Gambar 16). Efisiensi penurunan nilai kekeruhan pada limbah cair sintetik diperoleh pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 30 menit yaitu sebesar 23,42%. Sedangkan efisiensi penurunan nilai kekeruhan yang terendah diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 20 menit yaitu 9,91% (Lampiran 9). Berdasarkan hasil uji keragaman (Lampiran 10), perlakuan variasi waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekeruhan limbah cair sintetik pada taraf 99%. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 11) penerapan waktu elektrokoagulasi 40 dan 30 menit memberikan perbedaan nyata terhadap kekeruhan limbah cair sintetik dibandingkan dengan waktu kontak 0, 10 dan 20 menit. Sedangkan tegangan elektrokoagulasi 15 Volt memberikan perbedaan nyata dengan 9 dan 12 volt (Lampiran 12).
Ni’am et al. melaporkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukannya elektrokoagulasi dapat menurunkan kekeruhan sebagai fungsi dari waktu. Dalam arti semakin besar waktu yang diberikan maka pengurangan kekeruhan pada limbah semakin besar pula. Hal ini disebabkan oleh agen penghilang kestabilan yang diproduksi pada anode selama reaksi elektrokimia.
4.3.3 Warna Parameter lain yang dapat dijadikan indikasi baik tidaknya kualitas limbah cair adalah warna. Warna yang semakin gelap kualitas limbah cair yang dibuang ke lingkungan semakin buruk. Sebaliknya semakin jernih limbah cair maka kualitas limbah tersebut semakin baik. Pada penelitian ini akan diuji mengenai pengaruh elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair yang digunakan sebagai media tumbuh mikroalga. Berikut ini adalah hasil pengujian pengaruh perlakuan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair.
Warna (Unit PtCo)
600 500 400 300
Tegangan 9V
200
Tegangan 12 V
100
Tegangan 15 V
0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 17. Grafik warna limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi
Warna (Unit PtCo)
900 800 Tegangan 9 V
700
Tegangan 12 V 600
Tegangan 15 V
500 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 18. Grafik warna limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi Berdasarkan hasil uji yang diperoleh menunjukkan bahwa elektokoagulasi juga memberikan pengaruh terhadap penurunan warna limbah cair yang digunakan (limbah cair
peternakan dan limbah cair sintetik). Penurunan warna disebabkan oleh proses adsorbsi oleh koagulan yang terjadi pada proses elektrokoagulasi. Penurunan warna terbesar pada limbah cair peternakan diperoleh pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 30 menit yaitu mencapai efisiensi 19,80 % (Gambar 17). Sedangkan efisiensi penurunan warna yang terkecil diperoleh pada tegangan 12 V dengan waktu kontak 40 menit yaitu 6,77% (Lampiran 13). Hasil analisa keragaman yang dilakukan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang diberikan yaitu variasi waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan pada taraf kepercayaan 99% (Lampiran 14). Berdasarkan hasil uji lanjut duncan (Lampiran 15), waktu kontak 30,20, dan 10 tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Sedangkan pada waktu kontak 40 dan pada kondisi sebelum elektrokoagulasi memberikan perbedaan yang nyata terhadap warna limbah cair peternakan. Sedangkan tegangan elektrokoagulasi 15, 12, dan 9 volt memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan kondisi awal sebelum elektrokoagulasi (Lampiran 16). Dapat dilihat pada Gambar 17, terdapat fluktuasi penurunan warna limbah cair peternakan pada tegangan dan waktu kontak tertentu, contohnya pada tegangan 12 V. Pada waktu kontak awal (0) dan waktu kontak 10 menit warna limbah cair menurun. Namun warna meningkat kembali pada waktu kontak 20, 30 dan 40 menit. Hal ini dapat disebabkan karena saat waktu waktu tersebut terjadi penurunan kuat arus yang berakibat pada penurunan tegangan sebagai akibat dari lapisan yang menempel disekitar elektroda. Lapisan tersebut dapat berupa mikroalga yang terkoagulasi. Lapisan tersebut mencegah arus listrik untuk masuk ke dalam larutan sehingga ion aluminium yang berfungsi sebangai koagulan tidak tersebar seperti pada waktu kontak sebelumnya. Tidak meratanya penyebaran koagulan pada larutan menyebabkan jumlah koagulan yang berikatan dengan zat warna pada limbah cair peternakan lebih sedikit dari jumlah koagulan yang berikatan dengan zat warna pada waktu kontak sebelumnya. Begitu pula halnya dengan limbah cair sintetik, pengaruh elektrokoagulasi menyebabkan penurunan warna limbah cair pada setiap perlakuannya. Semakin besar tegangan dan waktu kontak yang diberikan maka penurunan warna akan semakin besar (Gambar 18). Efisiensi penurunan warna limbah cair sintetik diperoleh pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 40 menit yaitu sebesar 27,41 %. Sedangkan efisiensi penurunan terkecil diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 20 menit (Lampiran 17). Hasil analisa keragaman limbah cair sintetik menunjukkan bahwa perlakuan yang dilakukan memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna limbah cair sintetik pada taraf 99% (Lampiran 18). Berdasarkan hasil uji lanjut duncan yang dilakukan, waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi yang diterapkan memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kondisi sebelum elektrokoagulasi (Lampiran 19 dan 20). Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan rentang nilai antara warna limbah cair peternakan dan limbah cair sintetik. Warna limbah cair peternakan berkisar 400 - 500 PtCo. Sedangkan rengtang nilai warna limbah cair sintetik sekitar 800 PtCo. Dapat dilihat bahwa dari nilai warna yang diperoleh limbah cair sintetik memiliki warna yang lebih pekat dibandingkan limbah cair peternakan. Warna pekat pada limbah cair sintetik ditimbulkan dari konsentrasi mikroalga yang cukup banyak sehingga memberikan warna yang pekat pada limbah. Zat warna ini ditimbulkan dari pigmen klorofil yang dimilikinya.
4.3.4 COD Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat - zat organik yang ada pada suatu cairan atau limbah cair menjadi CO2 dan H2O. COD merupakan salah satu indikator penting untuk pencemaran didalam air yang disebabkan oleh limbah yang mengandung bahan organik. Secara umum COD yang tinggi pada suatu limbah menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah banyak. Menurut peraturan menteri negara lingkungan hidup no. 11 tahun 2009, standar baku maksimal untuk COD pada limbah usaha atau kegiatan peternakan sapi adalah 200 mg/L. COD dari limbah cair peternakan sebelum digunakan sebagai media tumbuh mikroalga cukup tinggi yaitu 276,12 mg/L (Tabel 7). Dengan nilai COD tersebut, limbah cair peternakan dapat dikategorikan sebagai limbah yang tercemar. Untuk itu sebelum dilakukan inokulasi mikroalga perlu dilakukan pengolahan pendahuluan untuk menurunkan COD limbah tersebut. Penurunan COD yang terjadi tidak lepas dari peran bakteri aerobik yang tumbuh dan mengolah limbah dengan bantuan oksigen yang dihasilkan dari aerator. Penurunan COD pada limbah cair peternakan dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. COD limbah cair peternakan yang awalnya sebesar 276,12 mg/L menjadi 265,04 mg/L setelah dilakukan aerasi. Namun penurunan COD yang terjadi belum terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh waktu aerasi yang tergolong singkat. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya penurunan COD sebagai akibat dari perlakuan elektrokoagulasi yang dilakukan. Pengaruh elektrokoagulasi terhadap COD pada limbah cair yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.
400 350 COD (mg/L)
300 250 200
Tegangan 9 V
150
Tegangan 12 V
100
Tegangan 15 V
50 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 19. Grafik COD limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi
250
COD (mg/L)
200 150 Tegangan 9 V 100
Tegangan 12 V
50
Tegangan 15 V
0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 20. Grafik COD limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan COD limbah cair peternakan sebagai akibat proses elektrokoagulasi. Efisiensi penurunan COD yang tertinggi diperoleh pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 40 menit yaitu sebesar 59,15 %. Sedangkan efisiensi penurunan COD yang terendah diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 10 menit yang hanya mencapai 5,21 % (Lampiran 21). Penurunan COD juga terjadi pada limbah cair sintetik (Gambar 20). Efisiensi penurunan COD tertinggi diperoleh pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 30 menit yaitu sebesar 76,05 % . Sedangkan efisiensi penurunan COD terkecil diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 10 menit yang hanya mencapai 22,17 % (Lampiran 22). Namun pada tegangan 12 V terjadi peningkatan COD yang sangat jauh berbeda yaitu pada waktu kontak 10 menit dan 30 menit. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya kontaminasi pada sampel pada saat pengujian COD.
4.3.5 Konsentrasi Fosfat Salah satu elemen penting untuk pertumbuhan mikroalga adalah P-Organik (Richmond, 1986). Pada limbah cair, P- Organik seringkali dinilai sebagai konsentrasi fosfat yang ada pada limbah cair tersebut. Konsentrasi fosfat pada limbah cair peternakan sebelum diinokulasikan mikroalga adalah 28,99 mg/L (Tabel 7). Setelah ditumbuhkan mikroalga, konsentrasi fosfat menjadi 26,30 mg/L (Tabel 8). Terjadi penurunan konsentrasi fosfat pada limbah cair peternakan. Hal ini dikarenakan konsumsi P-Organik oleh mikroalga untuk pertumbuhan pada limbah tersebut. Namun penurunan konsentrasi fosfat yang digunakan oleh mikroalga pada penelitian ini tidak terlalu besar hanya 3,66 mg/L. Oleh karena itu jumlah mikroalga yang tumbuh pada limbah cair peternakan tidak terlalu banyak. Fosfat (PO43-) merupakan senyawa organik yang dapat mencemari lingkungan. Untuk itu terhadap limbah yang mengandung konsentrasi fosfat yang cukup tinggi sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini konsentrasi fosfat akan diamati pada setiap perlakuan elektrokoagulasi. Berikut ini adalah hasil dari pengaruh perlakuan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat pada limbah cair.
35 Konsentrasi Fosfat (mg/L)
30 25 20 Tegangan 9 V
15
Tegangan 12 V
10
Tegangan 15 V
5 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 21. Grafik konsentrasi fosfat limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi 80
Konsentrasi Fosfat (mg/L)
70 60 50 40
Tegangan 9 V
30
Tegangan 12 V
20
Tegangan 15 V
10 0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 22. Grafik konsentrasi fosfat limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin tinggi tegangan dan semakin lama waktu kontak elektrokoagulasi yang diberikan maka semakin menurun konsentrasi fosfat yang ada. Efisiensi penurunan konsentrasi fosfat tertinggi pada limbah cair peternakan (Gambar 21) diperoleh pada tegangan 15 V dengan waktu kontak 40 menit yaitu sebesar 65,24 %. Sedangkan efisiensi penurunan terkecilnya diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 10 menit yang hanya mencapai 22,61 % (Lampiran 25). Efisiensi penurunan konsentrasi fosfat tertinggi pada limbah cair sintetik (Gambar 22) diperoleh pada tegangan 15 V pada waktu 30 menit yaitu sebesar 49,34 %. Efisiensi terendahnya diperoleh pada tegangan 9 V dengan waktu kontak 30 menit yang hanya mencapai 7,06 % (Lampiran 26). Pengaruh elektrokoagulasi terhadap penurunan konsentrasi fosfat terjadi karena ion positif yang dihasilkan oleh anoda melalui reaksi oksidasi akan berikatan dengan ion negatif
(PO43-) sebagai fosfat dan membentuk koloid yang dapat berfungsi sebagai koagulan. Semakin lama waktu kontak dan tegangan yang diberikan memungkinkan pembentukan koagulan yang terjadi semakin banyak sehingga konsentrasi fosfat menjadi menurun.
4.3.6 pH Nilai pH dari limbah cair peternakan sebelum diinokulasikan mikroalga adalah 5,2. Hal ini berarti sifat dari limbah cair peternakan adalah asam. Sebelum diinokulasikan mikroalga, limbah cair peternakan memerlukan perlakuan pendahuluan untuk meningkatkan pH nya menjadi netral. Hal ini dilakukan agar limbah tersebut dapat digunakan sebagai media tumbuh mikroalga. Menurut Kowaroe et al.(2010) rata - rata pH untuk kultivasi sebagian besar spesies mikroalga antara 7 - 9. Pengaruh elektrokoagulasi yang dilakukan terhadap nilai pH limbah cair dapat dilihat pada Gambar 23dan 24. Dapat dilihat bahwa pH limbah karakterisasi awal limbah cair peternakan sebelum diinokulasikan mikroalga tergolong pada pH asam. karena itu mikroalga tumbuh pada waktu yang cukup lama dan dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
9,0 8,5
PH
8,0 Tegangan 9 V
7,5
Tegangan 12 V
7,0
Tegangan 15 V
6,5 6,0 0
10
20
30
40
Waktu (menit) Gambar 23. Grafik nilai pH limbah cair peternakan pada setiap perlakuan elektrokoagulasi
8,2 8,0
PH
7,8 7,6
Tegangan 9 V
7,4
Tegangan 12 V Tegangan 15 V
7,2 7,0 0
10
20
30
40
Waktu (Menit) Gambar 24. Grafik nilai pH limbah cair sintetik pada setiap perlakuan elektrokoagulasi Gambar 23 menunjukkan adanya peningkatan nilai pH limbah cair peternakan akibat pengaruh elektrokoagulasi yang dilakukan. Pada tegangan 9 V peningkatan nilai pH terjadi dari waktu kontak 0 atau sebelum elektrokoagulasi sebesar 7,1 menjadi 7,3 ; 7,35 ; 7,45 ; 7,55 pada waktu kontak 10, 20, 30 dan 40 menit (Lampiran 31). Peningkatan nilai pH yang terjadi pada tegangan 12 V lebih tinggi dari peningkatan pada tegangan 9 V. Pada tegangan 12 V nilai pH meningkat untuk waktu kontak 10,20 30 dan 40 yaitu 7,6 ; 7,6; 7,7 dan 7,8. Peningkatan nilai pH terbesar terjadi pada tegangan 15 V. Nilai pH meningkat untuk waktu kontak 10, 20, 30 dan 40 menit menjadi 7,9 ; 7,85 ; 8,00 dan 7,95. Gambar 24 menunjukkan adanya peningkatan nilai pH limbah cair sintetik akibat pengaruh elektrokoagulasi yang dilakukan. Pada tegangan 9 V peningkatan nilai pH terjadi dari waktu kontak 0 atau sebelum elektrokoagulasi sebesar 7,4menjadi 7,4 ; 7,4 ; 7,4 ; 7,55 pada waktu kontak 10, 20, 30 dan 40 menit (Lampiran 35). Peningkatan nilai pH yang terjadi pada tegangan 12 V lebih tinggi dari peningkatan pada tegangan 9 V. Pada tegangan 12 V nilai pH meningkat untuk waktu kontak 10,20 30 dan 40 yaitu 7,55 ; 7,6; 7,7dan 7,8. Peningkatan nilai pH terbesar terjadi pada tegangan 15 V. Nilai pH meningkat untuk waktu kontak 10, 20, 30 dan 40 menit menjadi 7,7 ; 7,9 ; 8,05 dan 8,10. Peningkatan nilai pH yang terjadi disebabkan karena pada proses elektrokoagulasi terjadi pengakumulasian ion OH- ( Niam et al., 2007). Konsentrasi ion OH- mengindikasikan kebasaan dari suatu larutan. Dengan demikian pada proses elektrokoagulasi yang terjadi semakin banyaknya ion OH- yang dihasilkan melalui reaksi reduksi air pada katoda maka nilai pH atau kebasaan dari limbah cair yang digunakan semakin meningkat.
4.4
KEBUTUHAN ENERGI DAN BIAYA
Energi yang dibutuhkan untuk penerapan elektrokoagulasi dihitung berdasarkan daya dan lama waktu penerapannya. Pada penelitian ini digunakan tiga taraf tegangan dan empat taraf waktu kontak (Lampiran 48). Untuk masing-masing perlakuan dapat dihitung kebutuhan energinya dengan menggunakan rumus:
Daya (P) = V x I dimana V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere/L)
Energi listrik yang dibutuhkan (W) W =Pxt dimana P = daya (watt/L) t = waktu (jam)
Gambar 25 berikut menunjukkan hubungan antara kemampuan ektrokoagulasi untuk mereduksi parameter yang diuji dengan jumlah energi yang dibutuhkannya. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa peningkatan kebutuhan energi tidak sebanding dengan peningkatan efisiensi reduksi TSS, COD, dan konsentrasi fosfat. Selisih kebutuhan energi antar tegangan dan waktu yang diterapkan tidak terlalu besar namun dapat meningkatkan efisiensi yang cukup besar. Sebagai contoh pengaruh elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat pada tegangan 12 V dalam waktu 40 menit membutuhkan energi sebanyak 8 Kwh/m3 sedangkan pada tegangan 15 V dalam waktu 40 menit membutuhkan energi 10 Kwh/m3. Hanya dengan peningkatan 2 Kwh/m3 efisiensi penurunan konsentrasi fosfat meningkat sebanyak 10,85% (Lampiran 36). 70
Efisiensi penurunan (%)
60 50 40 TSS 30
Konsentrasi COD Konsentrasi fosfat
20 10 0 1,5
3
4,5
6
2
4
6
Kebutuhan energi
8
2,5
5
7,5
10
(Kwh/m3)
Gambar 25. Hubungan kebutuhan energi dengan reduksi parameter TSS, COD dan konsentrasi fosfat pada limbah cair peternakan Hubungan antara kebutuhan energi dengan kemampuan elektrokoagulasi untuk mereduksi parameter kekeruhan dan warna dapat dilihat pada Gambar 26 berikut. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa peningkatan efisiensi penurnanan parameter kekeruhan dan warna pada limbah cair peternakan semakin meningkat namun selisih jumlah energi yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Terlihat pada tegangan 12 V dengan waktu 40 menit membutuhkan energi sebesar 8 Kwh/m 3 sedangkan pada tegangan 15 V dengan waktu 40 menit membutuhkan energi sebesar 10 Kwh/m 3.
Dengan selisih 2 Kwh/m3 peningkatan efisiensi penurunan parameter yang dapat dicapai adalah 13,01% untuk kekeruhan dan 11,39 % untuk warna (Lampiran 39).
Efisiensi penurunan (%)
25 20 15 Kekeruhan
10
Konsentrasi warna
5 0 1,5
3
4,5
6
2
4
6
Kebutuhan energi
8
2,5
5
7,5 10
(Kwh/m3)
Gambar 26. Hubungan kebutuhan energi dengan reduksi parameter kekeruhan dan warna pada limbah cair peternakan Jika dibandingkan dengan teknik koagulasi secara kimia (metode jar test), teknik elektrokoagulasi membutuhkan energi dan biaya yang jauh lebih murah. Untuk memisahkan 1 liter mikroalga, pada penelitian ini membutuhkan energi sebesar 0,01 Kwh sedangkan untuk metoda jar test membutuhkan energi yang lebih tinggi yaitu sebesar 200 watt atau 0,2 Kwh. Pada teknik elektrokoagulasi tidak memerlukan bahan kimia sedangkan pada teknik koagulasi secara kimia membutuhkan tambahan kimia. Melalui perhitungan (Lampiran 49) dapat disimpulkan bahwa biaya dan kebutuhan energi untuk menerapkan teknik elektrokoagulasi adalah 27% dari biaya untuk melakukan koagulasi secara kimia. Pemisahan mikroalga dengan teknik elektrokoagulasi dengan skala besar belum dilakukan. Namun untuk pemisahan mikroalga dengan teknik lain sudah pernah dilakukan oleh Oswald (1988). Oswald (1988) melakukan penelitian untuk memisahkan mikroalga dengan cara sentrifugasi. Untuk memisahkan 1 ton mikroalga kering dari 200 mg/L suspensi dengan sistem kontinyu (1000 L/menit) membutuhkan diameter disk sentrifuse yang cukup besar dan energi yang cukup besar yaitu 3500 Kwh untuk ukuran diameter disk sentrifuge 76,2 cm).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Teknik elektrokoagulasi selain dapat digunakan untuk memisahkan mikroalga melalui reaksi elektrokimia tetapi dapat digunakan juga untuk menurunkan tingkat pencemaran dari limbah cair yang digunakan. Variasi tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi yang diberikan memepengaruhi penurunan nilai beberapa paremeter pencemaran oleh limbah diantaranya TSS, kekeruhan, warna, konsentrasi COD dan konsentrasi fosfat. Sedangkan untuk nilai pH mengalami peningkatan. Nilai efisiensi tertinggi untuk penurunan nilai beberapa paremeter tersebut pada kedua limbah (limbah cair peternakan ; limbah cair sintetik) berturut - turut adalah sebagai berikut TSS (51,55% ; 28,98%), kekeruhan (20,83 % ; 23,42 %), warna (19,80% ; 27,41 %), konsentrasi COD (59,15% ; 58,17%), dan konsentrasi fosfat ( 65,24 % ; 49,34 %). Sedangkan nilai pH tertinggi yang dicapai oleh kedua limbah setelah elektrokoagulasi adalah 8,0 untuk limbah peternakan dan 8,1 untuk limbah sintetik. Semakin tinggi tegangan dan waktu kontak elektrokoagulasi yang diberikan maka kondisi akhir limbah cair yang digunakan semakin baik karena penurunan kadar parameter pencemar yang ada semakin tinggi. Efisiensi pemisahan mikroalga tertinggi yang dapat dicapai adalah 51,55 % untuk limbah cair peternakan dan 28,98% untuk limbah cair sintetik (dilihat dari nilai TSS). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, biaya untuk memisahkan 1 Liter mikroalga dengan teknik elektrokoagulasi lebih murah dari biaya pemisahan dengan teknik koagulasi biasa.
5.2 Saran Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai penerapan teknik elektrokoagulasi untuk pemisahan mikroalga dengan menggunakan tegangan dan waktu kontak yang lebih tinggi dan luasan elektroda yang lebih besar untuk meningkatkan efisiensi pemisahan. Selain itu sebaiknya dilakukan pembandingan teknik elektrokoagulasi dengan teknik pemisahan konvensional sehingga dapat diketahui teknik mana yang lebih efektif dan efisien untuk digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Andersen RA. 2005. Algal culturing techniques. California : Elsivier Academic Press. Anonim. 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2009. Jakarta : Departemen Lingkungan Hidup Indonesia. Askari W. 2011.Pupuk N-P-K. http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/pupuk-n-p-k/.[26 Mei 2011]. Azarian GH, Mesdaghinia AR, Vaezi F, Nabizadeh R, and Nematollahi D. 2007. Algae removal by electro-coagulation process, application for treatment of the effluent from an industrial wastewater treatment plant. Iranian J Publ Healt 36 (4) : 57-64. Babu RR, Bhadrinarayana NS, Begun KMMS, and Anantharaman N. 2007. Treatment of tennery wastewater by electrocoagulation. J Unv Chem Tech and Met 42 (2) : 201-206. Barsanti L, Gualtieri P. 2006. Algae : Anatomy, Biochemistry and Biotechnology. New York : CRC Press,Taylor & Francis Group, Boca Raton. Borowitzka MA, Borowitzka LJ. 1988. Micro-algal biotechnology. New York: Cambridge University Press. Charles RT dan Hariono B. 1991. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan Pengelolaannya. Bull. FKH-UGM Vol X:2. Dodge JD. 1973. The Fine Structure of Algal Cells. New York: Academic Press. Eaten AD, Clesceri LS, Rice EW and Greenberg AE. (editor). 2005. Standard Methods for Water and Wastewater.21th edition. Washington DC : American Public Health Association. Essadki AH et al. 2008. Electrocoagulation/electroflotation in an external-loop airlift reactorapplication to the decolorization of textile dye wastewater : a case study. Chemical Engineering and Processing 47 : 1211-1223. Fogg GE, Stewart WDP, Fay P, and Walsby AE. 1973. The Blue-Green Alga. New York: Academic Press. Ghosh D, Medhi CR, Solanki H, and Purkait MK. 2008. Decolorization of crystal violet solution by electrocoagulation. J Env Protect Sci 2: 25-35. Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung :Yrama Widya. Hansen HK, Nunez P, Raboy D, Schippacasse I, and Grandon R. 2007. Electrocoagulation in wastewater containing arsenic: comparing different process designs. Electrochimica Acta 52 :3464-3470. Harrison PJ, Berges JA. 2005. Marine cultur media. In: Andersen RA, editor. Handbook of Algal culturing techniques. California : Elsivier Academic Press. P. 13-20 Hicks CR. 1973. Fundamental Concept in the Design of Experiments .2nd edition.New York : Holt, Rinehart & Winston, Inc. Holt P. 2002. Electrocoagulation : Undervelling and Synthesising the Mechanisms Behind a Water Treatment Process [tesis]. Sydney : Doctor of Philosophi in Chemical Enginee-ring, University of Sydney. Holt PK, Barton GW, and Mitchell CA. 2005. The future for electrocoagulation as a localisec water treatment technology. Chemosphere 59 :355-367. Huda T. 2009. Hubungan antara total suspended solid dengan turbidity dan dissolved oxygen. http://thorik.staff.uii.ac.id/2009/08/23/hubungan-antara-total-suspended-solid-denganturbidity-dan-dissolved-oxygen/. [26 mei 2011]. Kanibawa INK. 2001. Mikroalga Sebagai Sumberdaya Hayati Perairan dalam Persfektif Bioteknologi. Bogor : Puslitbang-Biotek. Kawaroe M, Prartono T, Sanuddin A, Sari DW, Augustine D.2010. Mikroalga. Bogor : IPB Press. Manalu S. 2010. Karakterisasi Pertumbuhan Mikroalga dan Eliminasi Nutrien dari Limbah Cair Peternakan dengan Sistem Semi Kontinu [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Metcalf , Eddy .2004. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. 4th Edition. New York : MC. Graw- Hill. Mohn FH.1988. Harvesting of micro-algal biomass. In : Borowitzka MA and Borowitzkia LJ, editors. Micro-algal biotechnology. New York: Cambridge University Press. P. 395-414
Ni’am MF, Othman F, Sohaili J, and Fauzia Z. 2007. Removal of COD and turbidity to improve wastewater quality using electrocoagulation technique. The Malaysian Journal of Analytical Sciences 11 (1) :198-205. Nouri J, Mahvi AH, and Bazrafshan E. 2010. Application of elektrocoagulation process in removal of zinc and copper from aqueous solutions by aluminium electrodes. Int. J. Environ. Res 4(2) :201-208. Oswald WJ. 1988. Large-scale algal culture systems (engineering aspect). In : Borowitzka MA and Borowitzkia LJ, editors. Micro-algal biotechnology. New York: Cambridge University Press. P. 357-394 Pelczar Jr.MJ, Reid Roger D. 1958. Microbiology. New York : McGraw-Hill Book Company Inc. Pelczar Jr.MJ, Chan ECS. 1986. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Terjemahan Hadioetomo RS, Imas T, Tjitroromo SS dan Angka SL. Jakarta : UI Press. Purwaningsih I. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna [Tugas Akhir]. Program Sarjana, Universitas Islam Indonesia. Richmond A. 1986. Handbook of Microalga Culture: Biotechnology and Applied Phycology. New York: Boca Raton, CRC Press. Richmond A. 1986. Biological principles of mass cultivation. In: Richmond A, editor. Handbook of microalga culture: biotechnology and applied phycology. Blackwell; P. 125-177 Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius. Sirait RF, Simamora SMS, dan Damanik SPD. 2008. Mekanisme penguraian limbah cair organik secara aerob. http://artikazzani.wordpress.com/2010/10/25/mekanisme-penguraian-limbahcair-organik-secara-aerob/. [26 Mei 2011]. Stanier RY, Adelberg EA, Ingraham JL. 1976. The Microbiological World. New Jersey: PrenticeHall, Inc., Englewood Cliffs. Sugiharto. 1987. Dasar - Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta : UI Press. Susetyaningsih R, Kismolo E, Prayitno. 2008. Kajian proses elektrokoagulasi untuk pengolahan limbah cair. Makalah pada Seminar Nasional IV SDM Tknologi Nuklir, 25-26 Agustus 2008, Yogyakarta. Watanabe MM. 2005. Freshwater cultur media. In: Andersen RA, editor. Handbook of Algal culturing techniques. California : Elsivier Academic Press. P. 13-20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap TSS limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 11
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
27
22,39
13
5,66
51,55
14
5,66
47,83
15
6,36
45,96
16
3,54
42,24
27
22,39
16
3,54
42,24
16
6,01
39,44
16
6,72
39,44
18
5,66
32,92
27
22,39
17
4,60
35,71
17
4,24
36,65
17
4,95
38,51
16
3,89
41,30
43 9 17 10 18 10 19 13 18 11 43 13 18 12 21 12 21 14 22 11 43 14 21 14 20 13 20 13 19
Lampiran 2. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap TSS limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit)
0 10 9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 84
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
105
30,05
99
28,64
5,70
99
22,63
5,94
96
25,81
8,55
99
19,80
5,94
105
30,05
98
25,10
7,13
94
19,09
11,16
80
17,68
24,47
80
22,63
23,99
105
30,05
84
28,28
20,19
85
21,21
19,24
76
17,32
27,55
75
15,20
28,98
127 79 120 83 115 78 115 85 113 84 127 80 116 80 107 67 92 64 96 84 127 64 104 70 100 64 89 64 86
Lampiran 3. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi TSS limbah cair peternakan
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
2878,68
Waktu
4
466,44
116,61
1,52*)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
586,43
195,48
2,55*)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
162,01
13,50
0,18*)
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
1453,94
76,52
Total Keterangan :
*)
39 Tidak berbeda nyata pada a) α = 0,05 dan b) α = 0,01
Lampiran 4. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi TSS limbah cair sintetik
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
12691,41
Waktu
4
2390,81
597,70
21,66**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
1359,17
453,06
16,42**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
945,74
78,81
2,86*)
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
524,22
27,59
Total 39 Keterangan : *) interaksi antara waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi berbeda nyata pada taraf a) α = 0,05
Lampiran 5. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 76
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
88
17,56
78
1,77
11,50
78
2,12
12,35
79
3,54
10,65
79
1,41
11,22
88
17,56
78
3,18
11,50
79
8,84
10,93
78
8,13
11,50
82
6,72
7,54
88
17,56
75
7,42
14,89
73
4,95
18,00
70
5,66
20,83
70
10,96
20,55
101 77 80 76 79 77 82 78 80 76 101 76 81 73 85 73 84 77 87 76 101 70 81 69 76 66 74 63 78
Lampiran 6. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Ulangan (Kelompok)
1
2104,91
Waktu
4
698,02
174,51
Tegangan
3
684,07
228,02
Interaksi AB
12
280,27
23,36
Galat c
19
815,23
42,91
Fhitung
F tabel
F tabel
2,90a)
4,50b)
5,31**)
3,13a)
5,01b)
0,54
2,31a)
3,30b)
4,07*)
Total 39 Keterangan : *) Berbeda nyata pada a) α = 0,05 dan **) berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran7. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan pada α = 0,05 Waktu
Rata - rata
Pengelompokan duncan
40
301,17
A
10
323,17
30
323,67
BC
20
323,92
BC
0
353,67
(Volt)
B
D
Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair peternakan pada α = 0,01 Tegangan
Rata - rata
Pengelompokan duncan
(Volt) 15
391,67
A
12
395,92
AB
9
395,92
AB
0
442,08
C
Lampiran 9. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mik-roalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 90
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
111
29,70
99
19,45
11,04
100
16,97
9,91
97
16,26
13,06
100
15,56
9,91
111
29,70
99
18,74
10,59
95
14,50
14,19
90
7,07
18,92
88
16,26
21,17
111
29,70
91
19,80
18,02
94
12,37
15,54
85
11,31
23,42
88
14,85
21,17
132 85 113 88 112 85 108 89 111 90 132 86 113 85 106 85 95 76 99 90 132 77 105 85 103 77 93 77 98
Lampiran 10. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
8850,63
Waktu
4
1455,94
363,98
6,03**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
1470,92
490,31
8,12**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
582,51
48,54
0,80
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
1147,38
60,39
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 11. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik
Waktu kontak (menit)
Rata - rata
Pemgelompokan Duncan
40
377,25
A
30
379,5
A
20
405,5
10
406,25
0
444
B C D
Lampiran 12. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap kekeruhan limbah cair sintetik
Tegangan (Volt)
Rata - rata
Pengelompokan Duncan
15
481,25
A
12
482,75
AB
9
493,5
AB
0
555
C
Lampiran 13. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 401
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
459
82,50
413
16,62
10,04
410
13,08
10,59
415
26,52
9,61
414
4,60
9,83
459
82,50
407
12,02
11,30
410
41,72
10,64
410
40,66
10,59
428
33,59
6,77
459
82,50
393
36,42
14,40
384
27,93
16,36
368
28,28
19,80
376
53,74
18,16
517 401 425 401 420 396 434 411 417 401 517 399 416 381 440 382 439 404 452 401 517 367 419 364 404 348 388 338 414
Lampiran 14. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
49514,70
Waktu
4
15759,61
3939,90
4,52**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
15552,35
5184,12
5,95**)
3,13 a)
5,01 b)
Interaksi AB
12
6630,87
552,57
2,31 a)
3,30 b)
Galat c
19
16561,78
871,67
0,63
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 15. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan
Waktu
Rata - rata
Pengelompokan duncan
(menit) 40
1586,08
30
1689,58
A
20
1689,58
BC
10
1696,58
BC
0
1835,33
B
D
Lampiran 16. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair peternakan
Tegangan
Rata - rata
Pengelompokan duncan
(Volt) 15
2051,83
A
12
2071,83
AB
9
2079,33
AB
0
2294,17
C
Lampiran 17. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit)
9V
0
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 481
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
808
462,45
717
375,83
11,29
724
358,86
10,43
718
373,71
11,11
705
328,45
12,72
808
462,45
713
364,16
11,82
707
353,91
12,47
641
275,06
20,73
633
324,92
21,69
808
462,45
659
362,75
18,50
647
322,44
19,93
593
295,92
26,58
587
294,86
27,41
1135 10
451 983
20
470 978
30
454 983
40
473 938
12 V
0
481 1135
10
455 970
20
457 958
30
446 835
40
403 863
15 V
0
481 1135
10
402 915
20
419 875
30
384 803
40
378 795
Lampiran 18. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi tehadap warna limbah cair sintetik
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
2987988,91
Waktu
4
105899,19
26474,80
5,61**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
91672,52
30557,51
6,48**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
39995,26
3332,94
0,71
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
89596,97
4715,63
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 19. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik
Waktu Kontak
Rata - Rata
Pengelompokan Duncan
(Volt) 40
2634,75
30
2739,75
A
20
2933
BC
10
2966,75
C
0
3232
AB
D
Lampiran 20. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap warna limbah cair sintetik
Tegangan
Rata - rata
Pengelompokan Duncan
(Volt) 12
3470,25
A
15
3478,5
AB
9
3517,5
AB
0
4040
C
Lampiran 21. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 322,00
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
265,04
80,55
251,24
72,58
5,21
232,08
85,87
12,44
204,80
76,14
22,73
231,68
79,54
12,59
265,04
80,55
200,72
81,91
24,27
171,84
46,84
35,16
218,60
118,74
17,52
200,90
102,36
24,20
265,04
80,55
157,16
60,70
40,70
179,92
104,43
32,12
166,48
102,73
37,19
108,28
60,81
59,15
208,08 302,56 199,92 292,80 171,36 258,64 150,96 287,92 175,44 322,00 208,08 258,64 142,80 204,96 138,72 302,56 134,64 273,28 128,52 322,00 208,08 200,08 114,24 253,76 106,08 239,12 93,84 151,28 65,28
Lampiran 22. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 161,12
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
106,72
76,93
78,92
62,28
26,05
83,06
74,30
22,17
73,31
64,22
31,30
47,00
29,47
55,96
106,72
76,93
216,48
281,49
102,85
40,46
38,72
62,09
152,88
191,54
43,25
53,18
56,71
50,17
106,72
76,93
57,42
62,71
46,20
57,36
68,79
46,25
25,56
23,82
76,05
44,64
50,80
58,17
52,32 122,96 34,88 135,60 30,52 118,72 27,90 67,84 26,16 161,12 52,32 415,52 17,44 67,84 13,08 288,32 17,44 93,28 13,08 161,12 52,32 101,76 13,08 106,00 8,72 42,40 8,72 80,56 8,72
Lampiran 23. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD pada limbah cair peternakan
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
133999,15
Waktu
4
32346,97
8086,74
30,75**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
36321,33
12107,11
46,04**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
14491,99
1207,67
4,59**)
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
4996,30
262,96
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 24. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap COD limbah cair sintetik
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
131269,26
Waktu
4
11610,75
2902,69
0,88*)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
9777,56
3259,19
0,98*)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
51851,72
4320,98
1,30*)
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
62921,44
3311,65
Total 39 Keterangan : *) Tidak berbeda nyata pada a) α = 0,05 dan b) α = 0,01
Lampiran 25. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 29,18
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
26,30
4,07
20,35
0,27
22,61
18,35
0,80
30,23
18,98
1,15
27,85
17,35
2,39
34,04
26,30
4,07
14,53
3,37
44,76
13,78
0,35
47,61
13,59
1,51
48,33
15,09
1,15
42,61
26,30
4,07
12,59
0,44
52,14
12,71
4,34
51,66
11,34
0,62
56,90
9,14
2,30
65,24
23,42 20,54 20,17 18,91 17,79 19,79 18,16 19,04 15,66 29,18 23,42 16,91 12,15 14,03 13,53 14,65 12,53 14,28 15,91 29,18 23,42 12,90 12,27 9,64 15,78 10,90 11,77 7,52 10,77
Lampiran 26. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 74,27
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
Efisiensi (%)
70,95
4,69
64,57
2,57
9,00
63,50
0,89
10,50
65,94
8,77
7,06
57,74
1,77
18,62
70,95
4,69
55,65
2,53
21,57
57,55
2,75
18,89
65,38
29,94
7,86
46,28
0,44
34,77
70,95
4,69
44,59
3,19
37,16
46,84
1,06
33,98
35,95
4,43
49,34
38,58
2,13
45,63
67,64 66,38 62,75 64,13 62,88 72,14 59,74 56,49 58,99 74,27 67,64 53,86 57,44 59,49 55,61 86,55 44,21 45,97 46,59 74,27 67,64 42,33 46,84 47,60 46,09 32,82 39,08 40,08 37,07
Lampiran 27. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat pada limbah cair peternakan
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
59,26
Waktu
4
631,45
157,86
24,82**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
651,18
217,06
34,13**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
230,05
19,17
3,01*)
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
120,84
6,36
Total 39 Keterangan : *) Berbeda nyata pada a) α = 0,05 dan **) interaksi berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 28. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair sintetik
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
268,49
Waktu
4
2481,51
620,38
12,53**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
1708,20
569,40
11,50**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
1247,34
103,95
2,10
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
940,86
49,52
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 29. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat limbah cair sintetik
Waktu (menit)
Rata - rata
Pengelompokan duncan
40
192,32
30
227,20
A B
20
241,90
B
10
264,97
C
0
283,82
C
Lampiran 30. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap konsentrasi fosfat pada limbah cair sintetik Tegangan (Volt)
Rata - rata
Pengelompokan duncan
12
272,33
A
15
277,62
A
9
305,49
0
354,77
B C
Lampiran 31. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap pH limbah cair peternakan sebagai media tumbuh mikroalga Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 74,27
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
70,95
4,69
64,57
2,57
63,50
0,89
65,94
8,77
57,74
1,77
70,95
4,69
55,65
2,53
57,55
2,75
65,38
29,94
46,28
0,44
70,95
4,69
44,59
3,19
46,84
1,06
35,95
4,43
38,58
2,13
67,64 66,38 62,75 64,13 62,88 72,14 59,74 56,49 58,99 74,27 67,64 53,86 57,44 59,49 55,61 86,55 44,21 45,97 46,59 74,27 67,64 42,33 46,84 47,60 46,09 32,82 39,08 40,08 37,07
Lampiran 32. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH pada limbah cair peternakan
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
0,65
Waktu
4
2,01
0,50
17,20**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
1,62
0,54
18,46**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
0,71
0,06
2,02
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
0,55
0,03
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 33. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair peternakan
Waktu (menit)
Rata - rata
Pengelompokan duncan
0
28,4
A
10
29,2
20
29,85
30
30,5
D
40
30,9
D
B C
Lampiran 34. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair peternakan
Tegangan (Volt)
Rata - rata
Pengelompokan duncan
0
35,5
A
9
37,5
12
37,85
BC
15
38
BC
B
Lampiran 35. Data hasil uji pengaruh waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap pH limbah cair sintetik sebagai media tumbuh mikroalga
Tegangan (Volt)
Waktu (menit) 0 10
9V
20 30 40 0 10
12 V
20 30 40 0 10
15 V
20 30 40
Setelah Elektrokoagulasi (mg/l) 7,0
Rata - Rata (mg/l)
Standar Deviasi
7,4
0,57
7,4
0,85
7,4
0,85
7,4
0,85
7,6
0,78
7,4
0,57
7,6
0,78
7,6
0,85
7,7
0,71
7,8
0,85
7,4
0,57
7,7
0,99
8,0
0,78
8,1
0,64
8,1
0,57
7,8 6,8 8,0 6,8 8,0 6,8 8,0 7,0 8,1 7,0 7,8 7,0 8,1 7,0 8,2 7,2 8,2 7,2 8,4 7,0 7,8 7,0 8,4 7,4 8,5 7,6 8,5 7,7 8,5
Lampiran 36. Hasil analisa keragaman waktu kontak dan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair sinetetik
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel
F tabel
Ulangan (Kelompok)
1
9,80
Waktu
4
1,27
0,32
15,97**)
2,90a)
4,50b)
Tegangan
3
0,40
0,13
6,62**)
3,13a)
5,01b)
Interaksi AB
12
0,45
0,04
1,90
2,31a)
3,30b)
Galat c
19
0,38
0,02
Total 39 Keterangan : **) Berbeda nyata pada b) α = 0,01
Lampiran 37. Hasil uji lanjut Duncan waktu kontak elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair sintetik
Waktu (menit)
Rata - rata
Pengelompokan duncan
0
29,6
A
10
29,6
A
20
30,1
30
30,6
40
31,5
B C D
Lampiran 38. Hasil uji lanjut Duncan tegangan elektrokoagulasi terhadap nilai pH limbah cair sintetik
Tegangan (Volt)
Rata - rata
Pengelompokan duncan
0
37
A
9
38
12
38,2
BC
15
38,2
BC
B
Lampiran 39. Hubungan antara kebutuhan energi elektrokoagulasi dengan efisiensi penurunan beberapa parameter dari limbah cair peternakan
Tegangan (Volt)
Waktu (menit)
Kebutuhan Energi (Kwh/L)
Efisiensi penurunan (%) pH TSS
Kekeruhan
Warna
9
10
0,0015
55,15
11.50
10,04
5,21
Konsentrasi Fosfat 22,61
9
20
0,0030
47,83
12,35
10,59
12,44
30,23
7,35
9
30
0,0045
45,96
10,65
9,61
22,73
27,85
7,45
9
40
0,0060
42,24
11,22
9,83
12,59
34,04
7,55
12
10
0,0020
42,24
11,50
11,30
24,27
44,76
7,60
12
20
0,0040
39,44
10,93
10,64
35,16
47,61
7,60
12
30
0,0060
39,44
11,50
10,59
17,52
48,33
7,70
12
40
0,0080
32,92
7,54
6,77
24,20
42,61
7,80
15
10
0,0025
35,71
14,89
14,40
40,70
52,14
7,90
15
20
0,0050
36,65
18,00
16,36
32,12
51,66
7,85
15
30
0,0075
38,51
20,83
19,80
37,19
56,90
8,00
15
40
0,0100
41,30
20,55
18,16
59,15
65,24
7,95
COD
7,30
Lampiran 40. Hubungan antara kebutuhan energi elektrokoagulasi dengan efisiensi penurunan beberapa parameter dari limbah cair sintetik
Tegangan (Volt)
Waktu (menit)
Kebutuhan Energi (Kwh/L)
Efisiensi penurunan (%) pH TSS
Kekeruhan
Warna
9
10
0,0015
5,70
11,04
11,29
26,05
Konsentrasi Fosfat 9,00
9
20
0,0030
5,94
9,91
10,43
22,17
10,50
7,40
9
30
0,0045
8,55
13,06
11,11
31,30
7,06
7,40
9
40
0,0060
5,94
9,91
12,72
55,96
18,62
7,55
12
10
0,0020
7,13
10,59
11,82
102,85
21,57
7,55
12
20
0,0040
11,16
14,19
12,47
62,09
18,89
7,60
12
30
0,0060
24,47
18,92
20,73
43,25
7,86
7,70
12
40
0,0080
23,99
21,17
21,69
50,17
34,77
7,80
15
10
0,0025
20,19
18,02
18,50
46,20
37,16
7,70
15
20
0,0050
19,24
15,54
19,93
46,25
33,98
7,95
15
30
0,0075
27,55
23,42
26,58
76,05
49,34
8,05
15
40
0,0100
28,98
21,17
27,41
58,17
45,63
8,10
COD
7,40
Lampiran 41. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2009 mengenai baku mutu air limbah bagi usaha peternakan
Lampiran 42. Prosedur pengujian COD (Chemical Oxygen Demand)(APHA ed. 21th 4500- H+ B, 2005) Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung COD mikro, kemudian ditambahkan 1,5 ml larutan K2Cr2O7 dan 3,5 ml pereaksi H2SO4 (asam COD). Setelah itu dipanaskan selama 2 jam pada suhu 148° C dengan menggunakan COD reactor. Setelah dingin, larutan dituang kedalam erlenmeyar 100 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator ferroin 1- 2 tetes. Larutan kemudaian dititrasi dengan larutan Ferro Aluminium Sulfat (FAS) 0.1 M hingga warna menjadi kecoklatan. Proses diulangi pada blanko aquades. Perhitungan kadar COD dilakukan dengan rumus berikut : Kadar COD (mg/l) =
(
)
Dimana A adalah ml FAS untuk titrasi blanko, B adalah ml FAS untuk titrasi sampel dan M adalah molaritas FAS. Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan FAS perlu distandarisasi. Standarisasi dilakukan sama seperti langkah - langkah pengukuran COD hanya saja tidak dilakukan pemanasan dengan COD reactor dan sampel yang digunakan diganti dengan air destilata. Perhitungan molaritas FAS dengan menggunakan rumus berikut : ( ) Molaritas FAS = X 0.1 (
)
Lampiran 43. Prosedur Pengujian Konsentrasi Ortofosfat (APHA ed 21th 4500-P D,2005) Sebelum melakukan analisis ortofosfat terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dengan cara sebagai berikut. Larutan standar fosfat diencerkan hingga konsentrasi bervariasi dari 0.0-2.0 ml/L PO4. Dari masing - masing standar dipipet sebanyak 25 ml dan diukur intensitas warna biru yang terbentuk akibat pencampurannya dengan ammonium molibdat dan SnCl 2 pada panjang gelombang 690 nm. Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorbansi. Kemudian dapatkan persamaan regresi linier dari kurva tersebut. Kadar fosfat pada sampel diukur dengan cara yang sama yaitu 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 1 ml ammonium molibdat serta 0.125 (+ 5 tetes) SnCl2. Larutkan kemudian dikocok hingga merata, kemudian diamkan selama 10 menit. Warna biru yang terjadi diukur intensitasnya pada panjang gelombang 690 nm. Kadar ortofosfat ditentukan dengan memasukkan nilai absorbansi hasil pengukuran sampel ke dalam persamaan linier kurva kalibrasi.
Lampiran 44. Prosedur pengujian TSS dengan Spektrofotometer Setelah power DR 2000 dihidupkan, kemudian dimasukkan nomor program (tertera pada cover DR 2000) untuk parameter Suspended Solid dipilih metode 630 kemudian tekan ENTER. Sesuaikan panjang gelombang pada 810 nm. Sebagai blanko, aquades sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam kuvet, kemudian dimasukkan ke dalam alat lalu tutup dan tekan tombol ZERO. Setelah itu aquades pada kuvet diganti dengan sampel yang akan diperiksa nilai TSSnya, tekan READ/ENTER. Lalu baca nilai TSS dalam mg/l suspended solid yang tertera pada layar. Lampiran 45. Prosedur pengujian Kekeruhan dengan Spektrofotometer Setelah power DR 2000 dihidupkan, kemudian dimasukkan nomor program (tertera pada cover DR 2000) untuk parameter Turbidity (kekeruhan) dipilih metode 750 kemudian tekan ENTER. Sesuaikan panjang gelombang pada 450 nm. Sebagai blanko, aquades sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam kuvet, kemudian dimasukkan ke dalam alat lalu tutup dan tekan tombol ZERO. Setelah itu aquades pada kuvet diganti dengan sampel yang akan diperiksa nilai kekeruhannya, tekan READ/ENTER. Lalu baca nilai turbidity dalam FTU Turbidity yang tertera pada layar. Lampiran 46. Prosedur pengujian warna dengan Spektrofotometer Setelah power DR 2000 dihidupkan, kemudian dimasukkan nomor program (tertera pada cover DR 2000) untuk parameter warna dipilih metode 120 kemudian tekan ENTER. Sesuaikan panjang gelombang pada 455 nm. Sebagai blanko, aquades sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam kuvet, kemudian dimasukkan ke dalam alat lalu tutup dan tekan tombol ZERO. Setelah itu aquades pada kuvet diganti dengan sampel yang akan diperiksa warnanya, tekan READ/ENTER. Lalu baca nilai warna dalam unit PtCo yang tertera pada layar. Lampiran 47. Prosedur pengukuran pH dengan pH meter (APHA ed 21 th 4500-H+ A,2005) Sebelum digunakan untuk pengukuran pH, terlebih dahulu pH meter dikalibrasi menggunakan pH kalibrasi 4 dan 7. Setelah dikalibrasi masukan pH meter kedalam sampel yang akan diukur pH nya. Secara otomatis pH meter akan menampilkan nilai pH sampel yang diuji. Setelah digunakan, sensor pada pH meter dimasukkan ke dalam aquades untuk membersihkan dan menetralkan kembali. Lampiran 48. Perhitungan kebutuhan energi untuk teknik elektrokoagulasi
Daya 9 Volt, Waktu kontak 10 menit Daya
= 9 Volt x 1 Ampere/L = 9 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt =9
x 10 menit x
x
x
x
x
3
= 1,5 Kwh/m
Daya 9 Volt, Waktu kontak 20 menit Daya
= 9 Volt x 1 Ampere/L = 9 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt =9
x 20 menit x
= 3,0 Kwh/m3
Daya 9 Volt, Waktu kontak 30 menit Daya
= 9 Volt x 1 Ampere/L = 9 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt =9
x 30 menit x
x
x
x
x
3
= 4,5 Kwh/m
Daya 9 Volt, Waktu kontak 40 menit Daya
= 9 Volt x 1 Ampere/L = 9 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt =9
x 40 menit x 3
= 6,0 Kwh/m
Daya 12 Volt, Waktu kontak 10 menit Daya
= 12 Volt x 1 Ampere/L = 12 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 12
x 10 menit x
x
x
x
x
x
x
3
= 2,0 Kwh/m
Daya 12 Volt, Waktu kontak 20 menit Daya
= 12 Volt x 1 Ampere/L = 12 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 12
x 20 menit x 3
= 4,0 Kwh/m
Daya 12 Volt, Waktu kontak 30 menit Daya
= 12 Volt x 1 Ampere/L = 12 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 12
x 30 menit x
= 6,0 Kwh/m3
Daya 12 Volt, Waktu kontak 40 menit
Daya
= 12 Volt x 1 Ampere/L = 12 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 12
x 40 menit x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
3
= 8,0 Kwh/m
Daya 15 Volt, Waktu kontak 10 menit Daya
= 15 Volt x 1 Ampere/L = 15 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 15
x 10 menit x 3
= 2,5 Kwh/m
Daya 15 Volt, Waktu kontak 20 menit Daya
= 15 Volt x 1 Ampere/L = 15 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 15
x 20 menit x 3
= 5,0 Kwh/m
Daya 15 Volt, Waktu kontak 30 menit Daya
= 15 Volt x 1 Ampere/L = 15 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 15
x 30 menit x 3
= 7,5 Kwh/m
Daya 15 Volt, Waktu kontak 40 menit Daya
= 15 Volt x 1 Ampere/L = 15 Watt/L Energi listrik yang dibutuhkan : W =Pxt = 15
x 40 menit x 3
= 10 Kwh/m
Lampiran 49. Perhitungan kebutuhan energi dan biaya teknik elektrokoagulasi dan teknik koagulasi secara kimia
1.
Metode Elektrokoagulasi\ Tegangan yang digunakan (V) = 15 V Kuat arus yang digunakan (I) = 1 Ampere/L Waktu kontak (t) = 40 menit Daya (P)= V x I = 15 Volt x 1 Ampere/L = 15 watt/L Energi listrik yang dibutuhkan (W) W =Pxt = 15 watt/L x 40 menit x = 0,01 Kwh/Liter Tarif listrik / Kwh = Rp 795/Kwh Tarif listrik total = W x Tarif listrik/Kwh = 0,01 Kwh/L x Rp 795/Kwh = Rp 7,95/Liter Berat plat aluminium yang larut dihitung dengan rumus: w = I x t x Mr nxF dimana : w = berat aluminium yang larut (gram) I = kuat arus yang digunakan (Ampere) t = waktu kontak (detik) Mr = berat molekul aluminium, yaitu 27 gram Mol n = valensi aluminium, yaitu 3 F = konstanta Faraday, 96500 Coulomb/mol (Hukum Faraday) Berat plat aluminium yang larut pada penelitian ini adalah : w = 1 x 2400 x 27 = 0,224 gram 3 x 96500 Harga plat Al per Kg = Rp 60.000 (harga di pasaran) Harga total plat Al = 0,224 gram X Rp 60,00/ gram = Rp 13,43/liter Harga total yang di[erlukan untuk metode elektrokoagulasi : = Tarif listrik total + Harga total plat Al = Rp 7,95/Liter + Rp 13,43/Liter = Rp21,38
2.
Metode Koagulasi secara Kimia Dosis koagulan Al2O3 1% = 0,04 ppm Harga koagulan Al2O3 = Rp 3.500/Kg Berat jenis Al2O3 = 1,37 Kg/L Daya (P) dari alat jar test = 200 watt Waktu Operasi (t) = 30 menit Kebutuhan koagulan 100% untuk membuat larutan koagulan Al2O3 1 % sebanyak 100 ml :
1 ml koagulan Al2O3 100 % dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 100 ml
Berat koagulan Al2O3 100 % yang diperlukan : = 0,001 liter x 1,37 Kg/liter = 0,00137 kg untuk 100 ml koagulan Al2O3 1%
Berat koagulan Al2O3 100 % untuk 1 ml koagulan Al2O3 1 % = 0,0000137 kg/ml
Untuk dosis 0,04 ppm diperlukan 4 ml koagulan Al 2O3 1 % sehingga berat koagulan Al2O3 100 % yang diperlukan : = 0,0000137 kg/ml x 4 ml = 0,0000548 kg untuk mengolah 1 liter air Harga bahan kimia untuk jar test per liter = kebutuhan alum x harga alum per gram = 0,0000548 kg/L x Rp 3500/Kg = Rp 0,1918/Liter Energi listrik yang dibutuhkan (W) W =Pxt = 200 watt x 30 menit x = 100 watt/L = 0,1 kwh/L Tarif listrik / kwh = Rp 795/Kwh Tarif listrik total = W x Tarif listrik/kwh = 0,1 kwh/ L x Rp 795/kwh = Rp. 79,5/L Harga total yang diperlukan untuk metode jartest: = Tarif listrik total + Harga bahan kimia = Rp 79,5/Liter + Rp 0,1918/Liter = Rp 79,6918/Liter Biaya elektrokoagulasi : Biaya koagulasi biasa = Rp 21,38 x 100 % Rp 79,69 = 26,82%