KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG
Wenny Damayanti
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang. Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Wenny Damayanti C24060356
RINGKASAN Wenny Damayanti. C24060356. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Zairion. Perairan laut Teluk Jakarta merupakan salah satu lokasi kegiatan perikanan tangkap di DKI Jakarta baik perikanan pelagis, demersal, maupun karang. Hasil tangkapan utama nelayan di Teluk Jakarta, yang didaratkan di TPI Muara Angke adalah ikan pelagis kecil, salah satunya yaitu ikan selar (Caranx leptolepis). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan, mortalitas dan koefisien pertumbuhan serta faktor kondisi ikan selar melalui analisis frekuensi panjang. Penelitian ini dilaksanankan di TPI Muara Angke, Provinsi DKI Jakarta berlangsung dari tanggal 6 Februari 2010 hingga 28 Maret 2010. Jumlah ikan selar yang diamati selama penelitian sebanyak 341 ekor. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari beberapa nelayan yang ada, kemudian ikan diambil 30100 ekor per tiap pengambilan contoh dari keranjang nelayan. Ikan contoh didapatkan dengan cara meminjamnya kepada nelayan. Analisis data dikelompokkan kedalam dua aspek, mulai dari aspek pertumbuhan hingga aspek eksploitasi. Dalam penentuan sebaran frekuensi panjang digunakan data panjang total. Distribusi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode plot Ford-Walford. Laju mortalitas total diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang. Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z). Faktor kondisi ikan selar diduga dengan menggunakan metode Panderal’s Index yang menggunakan data panjang total (mm) dan bobot (gr). Pola pertumbuhan ikan selar di perairan Teluk Jakarta yang di daratkan di Muara Angke bersifat allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot). Panjang asimtotik (infinitif) ikan selar sebasar 282.98 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.31 per tahun. Nilai t0 didapatkan secara empiris yaitu -0.15. Sehingga persamaan pertumbuhan untuk ikan selar adalah Lt = 282.980 (1-e[-0.31(t+0.15]). Faktor kondisi tertinggi terdapat pada awal Februari yaitu berkisar dari 0.7527-1.5392, yang diduga merupakan waktu pemijahan ikan selar. Mortalitas total (Z) ikan selar sebesar 2.2510 dan mortalitas alami (M) sebesar 0.0739, serta tingkat eksploitasi bagi perikanan selar sebesar 96.72%. Hal ini menunjukkan bahwa stok ikan selar di perairan Teluk Jakarta mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing). Kematian ikan selar di perairan Teluk Jakarta cenderung disebabkan oleh aktivitas penangkapan Kata kunci : analisis frekuensi panjang, faktor kondisi, ikan selar (Caranx leptolepis), pertumbuhan, Teluk Jakarta.
KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG
Wenny Damayanti C24060356
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi
:
Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang.
Nama
:
Wenny Damayanti.
NIM
:
C24062948
Program Studi
:
Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA NIP. 19570928 198103 1 006
Ir. Zairion, M. Sc NIP. 19640703 199103 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc. NIP. 19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus : 10 Agustus 2010
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Muara Angke pada februari hingga Maret 2010. Hal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Zairion, M.Sc, masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyususnan skripsi ini. 2. Ir. Rahmat Kurnia M,Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M.Phill selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi saran dan dukungannya. 4. Dinas pertanian dan perikanan DKI Jakarta atas dukungan dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Keluarga tercinta, mama (Marnelis), papa (Usman), kakak (Dewi dan Amri), dan adik (Ikshi) atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya kepada penulis. 6. Seluruh staf Tata Usaha dan sivitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perkanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 7. Teman-teman MSP 43 khususnya (Genny, Adis, Nadler, Wana) atas kebersamaan dan bantuan selama penelitian dan perkuliahan. 8. Teman-teman kos Rempati khususnya (Michelle, Ajeng, dan mba Arta) atas semangat dan bantuannya. 9. MOSI crew, serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palu, Sulawesi Tengah pada tanggal 17 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Usman dan Ibu Marnelis. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Impres Lolu VI Palu (2000), SMPN 4 Palu (2003), SMAN 1 Palu (2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, kemudian di terima di Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai pegurus Divisi Minat Bakat (HRD) pada tahun 2008/2009 dan anggota Divisi HRD HIMASPER tahun 2007/2009, serta aktif dalam kegiatan non akademik (Tenis Lapangan). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiii
1. PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 1.3. Tujuan .............................................................................................. 1.4. Manfaat ............................................................................................
1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Selar ........................................................................................... 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi ..................................................... 2.1.2. Distribusi ikan selar .............................................................. 2.2. Alat Tangkap Ikan Selar ................................................................... 2.3. Sebaran Frekuensi Panjang ............................................................... 2.4. Pertumbuhan ...................................................................................... 2.5. Hubungan Panjang dan Bobot ........................................................... 2.6. Faktor Kondisi .................................................................................. 2.7. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ........................................................ 2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .................................................
4 4 5 5 7 7 8 8 9 10
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu ............................................................................. 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 3.3. Pengumpulan Data ............................................................................ 3.4. Analisis Data ..................................................................................... 3.4.1. Sebaran frekuensi panjang .................................................... 3.4.2. Identifikasi kelompok ukuran .............................................. 3.4.3. Pertumbuhan ......................................................................... 3.4.3.1. Hubungan panjang dan bobot ................................ 3.4.3.2. Plot Ford-Walford .................................................. 3.4.4. Faktor kondisi ................................................................................... 3.4.5. Mortalitas dan laju eksploitasi ..........................................................
11 12 12 13 13 14 15 15 16 18 18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil .................................................................................................. 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Jakarta .................................. 4.1.2. Sebaran frekuensi panjang ....................................................
20 20 21
ix
x
4.1.3. Kelompok umur .................................................................... 4.1.4. Hubungan panjang dan bobot ............................................... 4.1.5. Perameter pertumbuhan ........................................................ 4.1.6. Faktor kondisi ....................................................................... 4.1.7. Mortalitas dan laju eksploitasi .............................................. 4.2. Pembahasan ......................................................................................... 4.2.1. Sebaran frekuensi panjang .................................................... 4.2.2. Kelompok umur .................................................................... 4.2.3. Hubungan panjang dan bobot ............................................... 4.2.4. Perameter pertumbuhan ........................................................ 4.2.5. Faktor kondisi ....................................................................... 4.1.5. Mortalitas dan laju eksploitasi .............................................. 4.2.7. Implikasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan selar di Teluk Jakarta ...................................................................... 5.
21 23 23 24 26 27 27 27 28 29 31 31 33
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan . ..................................................................................... 5.2. Saran .................................................................................................
34 34
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
35
LAMPIRAN .. .................................................................................................
38
x
DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan Bahan ..........................................................................................
12
2. Sebaran frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) bulan Februari hingga bulan Maret 2010 ....................................................
21
3. Sebaran kelompok ukuran ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh ........................................................................
23
4. Hubungan panjang berat ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh ........................................................................
23
5. Kisaran nilai faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh di perairan Teluk Jakarta. ...............................
24
6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar ...........................................
26
7. Parameter pertumbuhan ikan selar (Caranx spp.) dari beberapa hasil penelitian ............. ..............................................................................
30
8. Laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F) ikan selar dengan spesies yang berbeda .......
32
.
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Selar (Caranx leptolepis) .................................................................
4
2. Peta sebaran ikan selar (Caranx leptolepis) ..............................................
5
3. Cara kerja alat tangkap purse seine .........................................................
7
4. Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan selar di Teluk Jakarta ........................................................................................
11
5. Diagram alir pengumpulan data panjang dan berat ikan selar Di TPI Muara Angke ................................................................................
13
6. Frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) periode bulan Februari hingga bulan Maret 2010 .........................................................................
22
7. Kurva pertumbuhan Von Bartalanffy ikan selar di Teluk Jakarta ............
24
8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis)...........................................
25
9. Kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang ..............
26
10. Hubungan panjang-bobot ikan selar (Caranx leptolepis) di perairan Teluk Jakarta. ...........................................................................................
29
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data mentah panjang dan bobot ikan selar (Caranx leptolepis) di Teluk Jakarta ...........................................................................................
39
2. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh pertama. .............................
43
3. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kedua .................................
44
4. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh ketiga ................................
45
5. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh keempat .............................
46
6. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kelima ...............................
47
7. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis)pada pengambilan contoh pertama (6 Februari 2010)................................................................
48
8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kedua (16 Februari 2010) ................................................................
50
9. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh ketiga (26 Februari 2010) ................................................................
52
10. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh keempat (18 Maret 2010) .................................................................
54
11. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kelima (28 Maret 2010) ...................................................................
55
12. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F) dan laju eksploitasi ..........................................................
56
xiii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perairan laut Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang labih 33 kilometer dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter dan merupakan salah satu lokasi kegiatan perikanan tangkap di DKI Jakarta, baik perikanan pelagis, demersal, maupun karang. Penangkapan ikan di Teluk Jakarta terjadi pada saat musim Barat, yaitu dari Bulan Desember sampai Maret sedangkan musim paceklik berlangsung dari bulan Juni sampai November. Hasil tangkapan utama nelayan di Teluk Jakarta, terutama yang didaratkan di TPI Muara Angke adalah ikan pelagis kecil, salah satunya yaitu ikan selar (Caranx leptolepis). Ikan selar merupakan ikan yang banyak diminati pembeli (konsumen) selain jenis tongkol, kue, dan bawal yang sebagian besar berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Menurut Dirjen Perikanan (1994) in Rifqie (2007), 63% sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat Indonesia terutama berasal dari ikan pelagis kecil. Menurut data perikanan tangkap DKI Jakarta dari tahun 1997 sampai tahun 2008, penangkapan ikan selar mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga 2008 yaitu dari 209 956 kg turun hingga 80 921 kg. Hal ini disebabkan karena ikan selar sangat digemari untuk dikonsumsi dan harga jualnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan harga jual ikan-ikan pelagis lainnya. Pada dasarnya kemajuan yang dapat dicapai dalam suatu kegiatan usaha penangkapan disuatu daerah memerlukan adanya pengkajian menyeluruh, di mulai dari aspek biologi yaitu sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, diikuti aspek teknis seperti alat tangkap, aspek sosial yang berkaitan dengan tenaga kerja, dan aspek ekonomi. Adapun aspek biologi yang dapat dikaji diantaranya adalah perubahan stok sumberdaya yang dieksploitasi yang dapat meliputi hal-hal yang dipengaruhi oleh pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami, dan mortalitas penangkapan. Hubungan panjang dan berat (Length - Weight Relationship/LWR) merupakan informasi yang penting dalam penelitian ilmiah perikanan khususnya biologi perikanan, karena dapat memberikan informasi parameter-parameter
2
pertumbuhan dan kondisi populasi (Krause et al. 1998; Ovedral et al. 2002; Ecoutin et al. 2005 in Hendyds 2009). Dengan mengetahui pola pertumbuhan (aspek biologi) ikan selar diharapkan tercipta suatu strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
1.2. Rumusan Masalah Hasil tangkapan ikan selar di perairan Teluk Jakarta cukup banyak, karena banyaknya permintaan pasar akan ikan selar. Dengan banyaknya permintaan dan penangkapan akan ikan selar, maka suatu saat stok ikan tersebut akan mengalami penurunan. Semakin meningkatnya upaya penangkapan terhadap ikan di alam, dapat menimbulkan kekhawatiran akan turunya populasi ikan tersebut (Isriansyah dan Sukarti 2007 in Tampubolon 2009). Perubahan (dinamika) sumberdaya yang dieksploitasi tidak terlepas dari halhal yang dipengaruhi mortalitas penangkapan, dan ikan pelagis kecil dilaut jawa umumnya telah mengalami tangkapan lebih (over fishing). Over fishing diduga sebagai salah satu penyebab utama semakin mengecilnya ukuran panjang ikan yang tertangkap sehingga diperlukan suatu pengelolaan yang tepat. Dalam upaya meningkatkan produksi perikanan di Teluk Jakarta diperlukan informasi mengenai pertumbuhan ikan selar. Melihat pentingnya informasi panjang maupun bobot, serta belum tersedianya informasi yang dimaksudkan untuk ikan selar, maka diperlukan suatu kajian atau penelitian yaitu studi kasus tentang penyebaran kelompok umur berdasarkan analisis frekuensi panjang, hubungan antara panjang dan bobot tubuh ikan selar. Selain itu, dari data panjang total dan bobot tubuh tersebut dapat memberikan nilai faktor kondisi ikan selar. Dari hasil kajian pertumbuhan dapat menjadi masukan dalam strategi pengelolaan perikanan ikan selar yang berkelanjutan.
3
1.3. Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menduga pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) di perairan Teluk Jakarta. 2. Menduga parameter pertumbuhan, mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar di perairan Teluk Jakarta.
1.4. Manfaat Informasi mengenai pertumbuhan ikan selar ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan ikan selar di perairan Teluk Jakarta.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Selar 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan selar (Gambar 1) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub Ordo
: Perciformes
Famili
: Carangidae
Genus
: Caranx
Spesies
: Caranx leptolepis (Cuvier, 13983)
Sinonim
: Selaroides leptolepis (Cuvier, 1833) Caranx mertensii Caranx procaranx
Nama umum : Slender Scaled Scad, Smooth-Tail Trevally, Thinscaled Trevally, Yellow Stripe Trevally, Yellowstripe Scad. Nama lokal
: Selar (Jakarta), Selar kuning (Jakarta)
Gambar 1. Ikan selar (Caranx leptolepis).
5
Ikan selar tergolong ikan pelagis yang suka bergerombol (schooling) ikan ini berkerabat dengan ikan pelagis lainnya seperti golongan famili scombridae dan clupeidae. Bentuk tubuh ikan selar (Caranx leptolepis) lebih kecil dari pada ikan selar yang lain. Ikan selar memiliki ciri-ciri morfologi seperti : memiliki finlet berjumlah 5-7, panjang maksimum 22 cm, dan panjang pada umumnya 15 cm serta berat maksimum untuk ikan ini 625 gr (www.fishbase.org 2009), badan pipih, lonjong dan memanjang, sirip punggung dan sirip dubur tanpa sirip tambahan, tidak terdapat gigi pada rahang bagian atas, sisik yang menebal relatif besar, terdapat sebuah garis kuning lebar dari pinggiran bagian atas mata ke batang ekor, pada operkulum bagian atas terdapat bintik hitam terang. Ikan selar kuning termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat.
2.1.2. Distribusi ikan selar Daerah penyebaran ikan selar dapat dilihat pada Gambar 2 yaitu meliputi Pasifik bagian barat, tersebar hampir di seluruh Indonesia, Persian, Philippina, Jepang bagian utara, Arafuru bagian selatan dan Autralia. Ikan selar hidupnya di sekitaran karang, berada di kedalaman 1-25 m (www.fishbase.org).
Gambar 2. peta sebaran ikan selar (Caranx leptolepis). Sumber : www. Fishbase.org (2009)
6
2.2. Alat Tangkap Ikan Selar Ikan selar termasuk kedalam jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan menggunakan berbagai janis alat tangkap seperti gillnet, payang, pukat cincin (purse seine), bagan dan jaring insang hanyut. Pukat cincin adalah alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang bersifat bergerombol dan berada dipermukaaan air (Gambar 3).
Gambar 3. Cara kerja alat tangkap purse seine Sumber : http://www.eurocbc.org/page371.html Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line diantara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan dalam hal ini agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Pukat cincin dapat dioperasikan pada siang hari maupun malam hari. Pengoperasian pukat cincin pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Alat bantu pengumpul ikan yang sering digunakan dalam pengoperasian pukat cincin di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks. Gafa et al. (1987) in www.perikanan-diy (2007) mengemukakan bahwa payaos selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai
7
penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Panjang purse seine tergantung pada ukuran kapal, waktu operasi, dan jenis ikan yang akan ditangkap. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan antara lain adalah kecerahan perairan, gelombang, sinar bulan, musim, binatang buas, panjang dan ke dalaman jaring, kecepatan kapal pada waktu melingkari gerombolan ikan, serta kecepatan menarik purse line.
2.3. Sebaran Frekuensi Panjang Busacker et al. (1990) in Syakila (2009) menyatakan bahwa umur ikan bisa ditentukan dari sebaran frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur, karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu sebaran normal. Dengan mengelompokkan ikan dalam kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut bisa diketahui kelompok umur ikan. Metode ini umumnya tepat digunakan untuk menentukan umur ikan yang berada pada kisaran 2-4 tahun, namun kurang akurat pada kelompok ikan yang lebih tua karena ada tumpang tindih distribusi panjang (Rounsefell & Everhart 1962 in Tutupoho 2008). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan yang lambat pada ikan-ikan yang lebih tua dibandingkan dengan pertumbuhan ikan yang lebih muda (Effendie 1979).
2.4. Pertumbuhan Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (Moyle & Cech 2004 in Tutupoho 2008). Widodo dan Suadi (2006) berpendapat laju pertumbuhan ikan di tentukan oleh: (i) faktor genetik yang berbentuk dalam setiap spesies, (ii) jumlah pakan, (iii) temperature, (iv) siklus hormonal, dan (v) beberapa faktor lain seperti suasana berdesak-desakkan (crowding) yang menekan pertumbuhan ikan.
8
Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie 1997). Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Weatherley 1972 in Tutupoho 2008).
2.5. Hubungan Panjang dan Bobot Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bobot ikan merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya, nilai pangkat (b) dari analisis tersebut dapat menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe petumbuhan ikan tersebut bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan petumbuhan panjang. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nila b sama dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifat isometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan petumbuhan bobot (Effendie 1997). Perhitungan hubungan panjang dan bobot antara ikan jantan dan betina sebaiknya dipisahkan, karena umumnya terdapat perbedaan hasil antara ikan jantan dan ikan betina (Effendie 1997). Tipe pertumbuhan memberikan informasi mengenai baik atau buruknya pertumbuhan ikan yang hidup di lokasi pengamatan, sehingga akan ada gambaran mengenai ekosistem yang sesuai atau tidak untuk tempat ikan tersebut (Utomo 2002).
2.6. Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokkan ikan dengan angka. Faktor kondisi ini disebut juga Ponderal’s index (Legler 1961 in Effendie 1979). Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi (Effendie 1997). Satuan faktor kondisi sendiri tidak berarti apapun, namun kegunaanya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain. Perhitungan
9
faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad (Effendie 1979). Faktor kondisi yang tinggi pada ikan betina dan jantan menunjukkan ikan dalam tahap perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah mengindikasikan ikan kurang mendapat asupan makanan.
2.7. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Mortalitas terdiri atas mortalitas karena penangkapan dan mortalitas alami yang meliputi berbagai peristiwa seperti kematian karena penyakit, predasi dan umur (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas penangkapan (fishing mortality rate) merupakan fungsi dari upaya penangkapan (fishing effort), yang mencakup jumlah, jenis, efektivitas dari alat penangkapan dan waktu yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Widodo dan Suadi 2006). Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan begitu pula sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari pada ikan kecil (Beverton & Holt 1957). Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teroritis (L∞) dan laju pertumbuhan. Dalam populasi yang tidak dieksploitasi, mortalitas total mencangkup mortalitas alami yang terdiri dari proses-proses seperti pemangsaan, penyakit, dan kematian melalui perubahan-perubahan drastis dari lingkungan. Dalam populasi yang dieksploitasi, mortalitas total terdiri dari mortalitas alami dan mortalitas penangkapan (Widodo dan Suadi 2006). Dalam menentukan tingkat dan pola yang memadai dari mortalitas penangkapan secara substansial dihambat oleh kesulitan dalam melakukan estimasi kelimpahan populasi dan laju dinamika populasi serta keragamannya (Widodo dan Suadi 2006). Laju eksploitasi (E) merupakan bagian dari populasi ikan yang ditangkap selama periode waktu tertentu (1 tahun), sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Eksploitasi
10
optimal dicapai jika laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M), yaitu 0.5 (Pauly 1984).
2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Mallawa (2006) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah kepada SDI yang ada saat ini agar mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, aspek pengelolaan berkelanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktifitas penangkapan yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui MSY, sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya alam yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. UU perikanan No 45. Tahun 2009 pasal 2 menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan indonesia salah satunya dilakukan melalui asas pembangunan yang berkelanjutan, dimana pengelolaan perikanan yang dilakukan secara terencana dan mampu meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk mas kini dan mendatang. JICA (2009) juga menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan tanpa melakukan penangkapan belum tentu dapat mengamankan stok sumberdaya ikan di perairan, akan tetapi dalam keadaan yang berkesinambungan dapat ditentukan banyaknya ikan yang boleh ditangkap (potensi lestari) sehingga kegiatan penangkapan dan kegiatan pencegahan dalam rangka mempertahankan volume sumberdaya alam di lautan dapat berlangsung secara berkesinambungan.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu dari bulan Februari 2010 hingga Maret 2010 dengan interval waktu pengambilan contoh 10 hari. Pengambilan data primer berupa data panjang dan bobot ikan di TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan pengambilan data sekunder dilakukan selama penelitian berlangsung. Ikan contoh yang diamati terutama berasal dari hasil tangkapan nelayan di Teluk Jakarta (Gambar 4). Peta Teluk Jakarta
Daerah penangkapan ikan selar. TPI Muara Angke. Kepulauan Seribu.
Gambar 4. Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan selar di Teluk Jakarta.
12
3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan No Alat dan bahan
Kegunaan
Keterangan
1. 2. 3. 4. 5.
Mengukur berat ikan Mengukur ukuran tubuh ikan Membersihkan tubuh ikan Sebagai alas timbangan digital Dokumentasi Untuk mencatat data panjang dan berat ikan Bahan yang digunakan
Ketelitian 1 gr Ketelitian 1 mm Merek canon
6. 7.
Timbangan digital Penggaris Tissue Plastik bening Kamera digital Alat tulis Ikan selar
-
3.3. Pengumpulan Data Pengambilan contoh ikan dilakukan secara acak terhadap jenis ikan selar yang hanya ditangkap di perairan Teluk Jakarta dan didaratkan di TPI Muara Angke, Jakarta Utara. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari beberapa nelayan yang ada, kemudian ikan diambil 30-100 ekor per tiap pengambilan contoh dari keranjang nelayan. Ikan contoh didapatkan dengan cara meminjamnya kepada nelayan. Alur pengumpulan data disajikan pada Gambar 5. Ikan selar tersebut ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan mini purse seine, mata jaring 1.7 inchi, dan dioperasikan dengan kapal berukuran < 10 GT. Pengambilan data ikan dilakukan dengan interval waktu 10 hari selama dua bulan. Pengumpulan data primer meliputi pengukuran panjang dan bobot ikan. Panjang ikan selar yang diukur adalah panjang total dengan menggunakan penggaris 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung mulut (bagian depan) hingga ujung ekor (bagian belakang). Data bobot diperoleh dari hasil penimbangan bobot basah total ikan selar, yaitu total jaringan tubuh ikan dan air yang terkandung di dalam tubuh ikan. Dalam pengambilan data bobot digunakan timbangan digital dengan skala terkecil 1 gram. Pengumpulan data sekunder juga dilakukan selama penelitian berlangsung dengan mengumpulkan data yang berasal dari arsip TPI Muara Angke dan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data
13
kapal perikanan, alat tangkap yang digunakan, dan kondisi umum lingkungan Teluk Jakarta.
Kapal & alat tangkap ikan selar
Kapal 1
Kapal 2
1 keranjang
1 keranjang
30-100 ekor contoh ikan
Data panjang dan bobot
Analisis data
Gambar 5. Diagram alir pengumpulan data panjang dan bobot ikan selar di TPI Muara Angke
3.4. Analisis Data 3.4.1. Sebaran frekuensi panjang Dalam penentuan sebaran frekuensi panjang digunakan data panjang total ikan. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan selang kelas, nilai tengah dan frekuensi dari masing-masing selang kelas tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut :
14
1. menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari keseluruhan data panjang total ikan selar. 2. menentukan jumlah kelas berdasarkan (1+3.32 log n), n adalah ukuran contoh. 3. menentukan lebar kelas dengan (nilai maksimum-nilai minimum)/selang kelas. 4. menentukan nilai tengah untuk setiap selang kelas. 5. menentukan frekuensi untuk setiap selang kelas tersebut. 6. menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total data panjang. Distribusi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat distribusi kelas panjang. Pergeseran distribusi frekuensi panjang mengambarkan jumlah kohort yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok yang sama.
3.4.2. Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, ...,N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, ...,G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { μˆ j , σˆ j , pˆ } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maksimum likelihood function) :
L=
n
∑ i =1
qij =
1
σ j 2π
G
fi log ∑ p j qjj
e
(1)
j =1
⎛ xi − μ j ⎞ 2 ⎟ ⎟ ⎝ σj ⎠
1⎜ 2⎜
yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan
nilai tengah µj dan simpangan baku σj. xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i.
15
Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj dan pj sehingga diperoleh dugaan μˆ j , σˆ j , dan pˆ yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
3.4.3. Pertumbuhan 3.4.3.1. Hubungan panjang bobot
Pola hubungan eksponensial panjang-bobot ditentukan dengan persamaan berikut (Effendie 1997): W = aLb
(2)
untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus digunakan transformasi sebagai berikut : Log W = Log a + b Log L
(3)
W adalah , L adalah panjang, Log a adalah Intersept (perpotongan sumbu y), dan b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot. Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, maka didapatkan persamaan regresi : yi = βo + β1xi + εi atau Yˆ1 = b0 + b1x (i = 1,2, ..., n), n adalah ukuran contoh. Konstanta b diduga dengan b1 dan konstanta a diduga dengan 10 b0 . Sedangkan b1 dan b0 masing-masing
dihitung dengan (Dowdy et al. 2004): n
b1 =
∑ xi y i − i =1
n 1 n x ∑ i ∑ yi n i =1 i =1
1⎛ n ⎞ xi − ⎜ ∑ xi ⎟ ∑ n ⎝ i =1 ⎠ i =1 n
2
(4)
2
dan b0 = y − b1 x
(5)
Untuk menguji nilai β1 dilakukan pengujian dengan menggunakan dengan hipotesis:
uji-t,
16
H0 : β1 = 3, pola hubungan panjang dan bobot adalah isometrik H1 : β1 ≠ 3, pola hubungan panjang dan bobot adalah allometrik Dimana allometrik terbagi menjadi dua, yaitu allometrik positif (b > 3, pertambahan bobot lebih cepat dibanding pertambahan panjang) dan allometrik negatif (b < 3, pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan bobot). thitung =
b1 − b Sb1
(5)
s b1 adalah simpangan baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan :
s b1 =
s2 n
∑x i =1
2 i
n
− (∑ x i ) 1 n
(6) 2
i =1
Sedangkan s2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga σ2, yang dapat dihitung dengan : 2 n ⎡ n 2 1⎛ n 1 n ⎫⎤ ⎞ ⎤ ⎡ ⎧n ⎢∑ y i − ⎜ ∑ y i ⎟ ⎥ − ⎢bi ⎨∑ x i y i − ∑ x i ∑ y i ⎬⎥ n ⎝ i =1 ⎠ ⎥⎦ ⎣ ⎩ i =1 n i =1 i =1 ⎭⎦ ⎢ i =1 s2 = ⎣ n−2
(7)
Setelah mendapatkan nilai untuk thitung, kemudian nilai tersebut dibandingkan dengan ttabel pada selang kepercayaan 95%. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dapat diambil keputusan sesuai kaidah : thitung > ttabel berarti tolak hipotesis 0 (terima H1) thitung < ttabel berarti gagal tolak hipotesis 0 ( terima H0)
3.4.3.2. Plot Ford-Walford (L∞, K, dan t0)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode plot Ford-Walford, sedangkan nilai dugaan t0 (umur teorotis ikan pada saat panjang sama dengan nol ) diperoleh melalui persamaan Pauly (1984) Log (-t0) = 3.3922 – 0.2752 (Log L∞ ) – 1.038 (Log K)
(8)
17
Ketiga nilai dugaan parameter tersebut dimasukkan ke model pertumbuhan Von Bartalanffy : Lt = L∞ [1 – e − K ( t −t0 ) ]
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah
(9) panjang
maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaan (9) menjadi : Lt+1 = L∞[1- e − K ( t −t0 ) ]
(10)
Sehingga, Lt+1 – Lt = L∞ e − K ( t −t0 ) [1-e-K]
(11)
Dengan mensubtitusikan persamaan (9) dan (11), diperoleh Lt+1 – Lt = [L∞ - Lt] [1- e-K]
(12)
Lt+1 = L∞[1-e–K] + Lt e–K
(13)
atau,
Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan saat t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (1= tahun, bulan atau minggu) (Pauly 1984). Persamaan (13) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b0 + b1x, jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1-e–K]. Dengan demikian, nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara sebagai berikut : K = -ln (b)
(14)
dan L∞ =
a (1 − b)
(15)
18
3.4.4. Faktor Kondisi
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun untuk bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan selar termasuk pertumbuhan isometrik (b = 3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 1997): K=
10 5 W L3
(16)
Namun, jika pertumbuhan allometrik (b ≠ 3) maka digunakan rumus berikut (Effendie 1997) : K=
W aLb
(17)
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh (gram), L adalah panjang ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan yang diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang tipe pertumbuhannya allometrik negatif.
3.4.5. Mortalitas dan laju eksploitasi
Mortalitas alami dapat dihitung dengan hubungan linear empiris (Pauly 1980
in Sparre & Venema 1999) Ln M = -0.0152-0.279 ln L∞+0.6543 ln K+0.463 ln T
(18)
Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) menyarankan untuk ikan yang bergerombol, persamaan hubungan linear untuk mortalitas alami dikalikan 0.8 sehingga untuk spesies yang bergerombol nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah : M = 0.8 e[-0.152-0.279 Ln L∞ +0.6543 ln K+0.463 ln T]
(19)
M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan Von Bartalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air (0C).
19
Laju mortalitas total diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkah sebagai berikut : Pertama
: mengkonversi data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan Von Bartalanffy.
t(L) = t0 – (
Kedua
1 L ln(1 − )) K L∞
(20)
: menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang
∆t = t(L2)- t(L1) = ( Ketiga
L − L1 1 ln(1 − ∞ )) K L∞ − L 2
(21)
: menghitung (t + ∆t/2) L + L2 L 1 + L2 1 = t0 - ( ln(1 − 1 )) K 2 L∞ 2
t
(22)
Keempat : menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan dan dikonversikan ke panjang Ln
L + L2 C ( L1 , L2 ) =C–Zt 1 Δt ( L1 , L2 ) 2
(23)
Dari rumus di atas, diperoleh persamaan linear sebagai berikut : y = Ln
L + L2 C ( L1 , L2 ) , x=t 1 dan kemiringan (b) = -Z 2 Δt ( L1 , L2 )
(24)
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984). E=
F F = F+M Z
(25)
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) masing-masing adalah : Foptimum = M
sehingga Eoptimum = 0.5
(26)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, pada posisi geografis 5054’40” 6000’40” Lintang Selatan (LS) dan 106040’45” – 107001’19” Bujur Timur (BT). Perairan ini memiliki luas sekitar 285 km2 dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter, dan garis pantai sepanjang 33 km.
Perairan ini mempunyai peranan di
berbagai sektor, antara lain sektor industri, pertanian, dan pariwisata serta tempat bagi nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan yang di konsumsi masyarakat. Salah satu jenis ikan hasil tangkapan dari perikanan ini adalah ikan selar (Caranx leptolepis). Karakteristik dasar perairan Teluk Jakarta umumnya didominasi oleh lumpur, pasir dan kerikil. Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir semakin menonjol di bagian laut lepas. Menurut Anna (1999) in www.antara.co.id (2007) beban pencemaran dan konsentrasi senyawa nitrat, amoniak, dan fosfat diperairan Teluk Jakarta pada tahun 1984-1997 menunjukkan kecendrungan meningkat diikuti dengan meningkatnya pencemaran minyak di Kepulauan Seribu. Adanya data FAO (1998) in www.antara.co.id (2007) yang menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata logam berat berupa merkuri (Hg) dalam sedimen Teluk Jakarta adalah 0.6 mg/kg, sedangkan konsentrasi alami dan baku mutu maksimalnya adalah 0.5 mg/kg. menurut hasil penelitian Apriadi (2005) pada titik contoh sejauh 3 000 m dari muara sungai, kandungan logam berat di Teluk Jakrta diantaranya timbal (Pb) berkisar antara 0.0040-0.0560 mg/l, sedangkan kandungan krom (Cr) berkisar antara 0.0110-0.0300 mg/l. nilai tersebut telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 untuk biota laut, yaitu masing-masing sebesar 0.0080 mg/l dan 0.0050 mg/l.
21
4.1.2. Sebaran frekuensi panjang Jumlah ikan selar yang diamati sebanyak 341 ekor, dengan panjang total antara 105 mm – 270 mm. Berdasarkan hasil pengelompokkan ke dalam kelas panjang didapatkan 17 kelas panjang dengan frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap kelas panjang tersebut (Tabel 2). Jumlah ikan selar yang tertangkap di Teluk Jakarta secara temporal cenderung fluktuatif, dengan jumlah yang terkecil pada tanggal 28 maret 2010. Tabel 2. Sebaran frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) dari bulan februari hingga bulan maret 2010 Selang kls
Sabtu
Selasa
Jumat
Kamis
Minggu
(mm)
6 februari 2010
16 februari 2010
26 februari 2010
18 maret 2010
28 maret 2010
105-114 115-124 125-134 135-144 145-154 155-164 165-174 175-184 185-194 195-204 205-214 215-224 225-234 235-244 245-254 255-264 265-274
0 0 0 6 16 36 33 16 8 0 0 1 0 0 0 0 1
1 16 15 6 9 17 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 10 13 17 17 7 4 0 0 0 0 0 0 0 0
2 12 8 7 3 7 11 2 0 0 2 0 0 0 0 0 0
0 0 5 11 5 3 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0
4.1.3. Kelompok umur Berdasarkan metode Bhatacharya, maka di dapat kurva normal yang menggambarkan jumlah kohort dari sebaran frekuensi panjang yang ada. Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada tanggal 16 Februari 2010 hingga 28 Maret 2010, ikan selar mengalami pertumbuhan panjang, dilihat dengan pergeseran modus ke arah kanan dan perubahan ukuran panjang ikan untuk tiap waktu pengambilan contoh.
22
Selanjutnya hasil analisis sebaran kelompok ukuran ikan selar setiap pengambilan contohnya disajikan pada Tabel 3.
n = 117
6 Februari 2010
n = 73
16 Februari 2010
n = 69
26 Februari 2010
n = 54
18 Maret 2010
n = 28
28 Maret 2010 Gambar 6. Frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) periode bulan Februari hingga bulan Maret 2010
23
Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh 1 2 3 4 5
mean ± s.d kelompok ukuran 1 kelompok ukuran 2 194.50±14.00 163.53±10.50 157.60±12.97 124.27±5.94 164.50±10.62 166.60±6.81 122.65±6.75 179.53±8.47 139.50±7.96
waktu 6 Februari 2010 16 Februari 2010 26 Februari 2010 18 Maret 2010 28 Maret 2010
indeks separasi 2.52 3.53 6.48 4.87
4.1.4. Hubungan panjang dan bobot Hubungan panjang dan bobot ikan selar menghasilkan satu nilai b untuk tiap pengambilan contoh yang tertangkap di perairan Teluk Jakarta (Tabel 4). Pengambilan contoh pertama hingga kelima menunjukkan tipe pertumbuhan allometrik negatif, yaitu laju pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot. Hal ini didukung setelah dilakukan uji t pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai b (Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 6). Tabel 4. Hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh 1 2 3 4 5
Waktu 6 Februari 2010 16 Februari 2010 26 Februari 2010 18 Maret 2010 28 Maret 2010
n 117 73 69 54 28
a -4
16x10 5x10-5 48x10-4 7x10-5 35x10-3
b
R2
r
ket
1.9560 2.6288 1.7831 2.5593 2.7150
0.6430 0.9611 0.6131 0.8759 0.8690
0.8018 0.9804 0.7830 0.9359 0.9322
allometrik negatif allometrik negatif allometrik negatif allometrik negatif allometrik negatif
4.1.5. Perameter pertumbuhan Parameter pertumbuhan diduga dengan metode plot Ford-Walford. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan selar adalah Lt = 282.980 (1-e[-0.3100(t+0.1547)]). Panjang maksimum ikan yang tertangkap di
24
Teluk Jakarta yang di daratkan di Muara angke adalah 270 mm, dengan nilai panjang asimtotik (infinitif) sebasar 282.98 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.31 per tahun. Nilai t0 didapatkan secara empiris yaitu -0.15. Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan selar tidak sama selama rentang hidupnya. Ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang berumur tua. L∞
Lt = 282.980 (1-e[-0.31(t+0.15)])
Gambar 7. Kurva pertumbuhan Von Bartalanffy ikan selar di Teluk Jakarta
4.1.6. Faktor kondisi Selama waktu pengamatan, faktor kondisi ikan selar di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 0.6945-1.5329. Kisaran faktor kondisi ikan selar untuk tiap pengambilan contoh disajikan pada Tabel 5. Fluktuasi nilai faktor kondisi selama penangkapan dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 5. Kisaran nilai faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh di perairan Teluk Jakarta Pengambilan contoh 1
6 Februari 2010
2
16 Februari 2010
0.7527-1.5392 0.9571-1.2410
3
26 Februari 2010
0.7676-1.2387
4
18 Maret 2010
0.6945-1.2954
5
28 Maret 2010
0.9203-1.3703
waktu
Faktor kondisi
25
FK rata-rata 6 Februari 2010
16 Februari 2010
26 Februari 2010
26 Februari 2010
18 Maret 2010
28 Maret 2010
Gambar 8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis)
26
4.1.7. Mortalitas dan laju eksploitasi Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan selar dilakukan dengan kurva hasil tangkapan dilinearkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 9. Untuk pendugaan laju mortalitas alami digunakan rumus empiris Pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Teluk Jakarta 28.950C (Praseno & Kastoro 1980). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar dapat dilihat pada Tabel 6.
ln [C (L 1,L 2)/dt]
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
t(L 1+ L 2/2)
Gambar 9. Kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang (■ : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z)
Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar Parameter
Nilai (per tahun)
Mortalitas total (Z)
2.2510
Mortalitas alami (M)
0.0739
Mortalitas penangkapan (F)
2.1771
Eksploitasi (E)
0.9672
27
Laju mortalitas total (Z) ikan selar adalah 2.2510 per tahun dengan laju mortalitas alami sebasar 0.0739 pertahun, sedangkan untuk laju eksploitasi yaitu sebesar 96.72%.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Sebaran frekuensi panjang Total ikan selar contoh adalah sebanyak 341 ekor dengan Jumlah ikan yang banyak tertangkap terdapat pada selang panjang 154-164 mm, yaitu sebanyak 80 ekor. Panjang maksimum ikan yang tertangkap adalah sebesar 270 mm. Menurut data fishbase.org panjang maksimum ikan selar adalah sebesar 22 cm (220 mm). Perbedaan ukuran panjang total ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan contoh ikan. Spesies yang sama tetapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula, karena adanya perbedaan faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendie (1997), faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan ikan antara lain keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah suhu dan makanan. Analisis frekuensi panjang digunakan dalam menentukan parameter petumbuhan yaitu dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut agar kelompok umur ikan dapat diketahui. Kelompok umur ikan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.
4.2.2. Kelompok umur Kelompok
ukuran
ikan
dipisahkan
dengan
menggunakan
metode
Bhatacharya. Berdasarkan grafik sebaran ukuran panjang ikan selar (Gambar 6) terlihat adanya pergeseran ukuran panjang. Pergeseran dimulai dari sebaran panjang pada tanggal 16 Februari 2010 hingga tanggal 28 Maret 2010. Pada tanggal 6 Februari sebaran frekuensi kelas panjang bergeser ke arah kiri. Pergeseran kelompok umur yang terjadi pada tanggal 28 Februari dan
28 Maret ke arah kanan
menunjukkan adanya pertumbuhan, sedangkan pada tanggal 8 Februari pergeseran
28
kelas panjang ke arah kiri. Hal ini dapat diduga karena adanya rekruitmen atau ikan telah mengalami pemijahan. Namun untuk menentukan musim pemijahan dan rekruitmen ikan selar di Teluk Jakarta perlu dilakukan kajian yang lebih lanjut. Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode Bhatacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (S.I < 2), maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran, karena terjadi tumpang tindih yang besar antara kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan Tabel 3, nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar sebasar 2.52, 3.53, 6.48 dan 4.87. hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan selar dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Umumnya ikan selar memiliki dua kelompok umur, dimana panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa umur ikan selar yang tertangkap di Teluk Jakarta tidak melebihi dua tahun.
4.2.3. Hubungan panjang dan bobot Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan selar di perairan Teluk Jakarta. Hubungan panjang bobot ikan selar di Teluk Jakarta adalah W = 0.00002 L2.833 dan persamaan untuk pola pertumbuhan ikan selar di Teluk Jakarta adalah log Log W = - 4.665 + 2.833Log L (Gambar 10). Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap penambahan satu logaritma panjang akan menurunkan logaritma bobot ikan sebesar 2.858 gram. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 81.8%, hal ini berarti variasi bobot ikan selar yang terjadi akibat perubahan panjang dapat dijelaskan oleh formula tersebut sebesar 81.8%. Nilai b yang diperoleh adalah sebesar 2.858 dan setelah dilakukan uji t (α=0.05) terhadap nilai b tersebut, diketahui bahwa ikan selar di Teluk Jakrata memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih
29
cepat dari pertambahan bobot (Effendie 1997). Hal ini didukung pula dengan bentuk morfologi ikan selar yang relatif pipih (kurus). 2.4
120
2.0
80
L o g W
b o b o t (g r)
100
60 W = 2E ‐05L 2.833
40
1.6 Log W = 2.833Log L ‐ 4.665 R ² = 0.854
1.2
20 0 100
150
200
250
panjang (mm)
(a)
300
0.8 2.0000
2.1000
2.2000
2.3000
2.4000
2.5000
L og L
(b)
Gambar 10. Hubungan panjang-bobot ikan selar (Caranx leptolepis) di perairan Teluk Jakarta.
4.2.4. Perameter pertumbuhan Pendugaan umur dan pertumbuhan ikan di daerah tropis lebih sulit dibandingkan dengan daerah subtropis. Metode yang digunakan untuk pendugaan umur pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah melalui analisis frekuensi panjang. Panjang ikan akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur, maka bisa dikatakan panjang merupakan fungsi umur dan secara sistematis untuk mengetahui umur bisa dilihat dari panjangnya. Ikan-ikan yang memiliki koefisien pertumbuhan (K) yang tinggi menyebabkan ikan tersebut cepat mati dikarenakan cepat mencapai panjang asimtotiknya. Ikan yang berumur panjang memiliki nilai k yang rendah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mencapai panjang asimtotiknya (Sparre & Venema 1999). Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ikan selar tidak sama selama rentang hidupnya. Ikan yang berumur muda mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan saat tua. Pada saat ikan selar berumur 36 bulan, secara teroritis panjang total ikan selar adalah 282.98 mm dengan nilai koefisien pertumbuhan ikan selar yang diperoleh sebesar 0.31 per tahun. Faktor
30
lingkungan perairan Teluk Jakarta diduga sangat berpengaruh bagi kecepatan pertumbuhan ikan selar dan juga ketersediaan makanan di parairan. Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model von Bartalanffy (K dan L∞) diduga dengan metode plot Ford-Walford dengan menggunakan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang. Persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan selar adalah Lt = 282.980 (1-e[-0.3100(t+0.1547)]) dengan koefisien pertumbuhan (K) ikan selar sebesar 0.31 per tahun dan panjang asimtotik sebesar 282.98 mm. Hasil analisis dari beberapa peneliti mengenai parameter pertumbuhan ikan selar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Parameter pertumbuhan ikan selar (Caranx spp.) dari beberapa hasil penelitian Sumber
Spesies
Tempat
Koefisien pertumbuhan (K) per tahun
L∞
Boer et al. (1998)
Caranx kalla
Bengkulu
0.68
26.9 cm
Damayanti (2010)
Caranx leptolepis
Teluk Jakarta
0.31
28.3 cm
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, ikan selar di perairan Bengkulu memiliki nilai K sebesar 0.68 per tahun dan L∞ sebesar 26.9 cm (269 mm). Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor genetik (perbedaan spesies), parasit dan penyakit. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah kualitas perairan dan ketersediaan makanan (Effendie 1997). Menurut Moyle & Cech (2004) in Tutupoho (2008) bahwa pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Sehingga diduga perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dan nilai panjang asimtotik disebabkan karena adanya perbedaan genetik serta kondisi perairan yang berbeda. Parameter pertumbuhan ini memegang peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan invers persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang
31
tertentu, sehingga dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan lebih mudah dilakukan.
4.2.5. Faktor kondisi Nilai faktor kondisi tertinggi selama penelitian terdapat pada awal pengambilan contoh yaitu berkisar antara 0.7527-1.5392 (Tabel 5) yang diduga merupakan periode pemijahan ikan selar tersebut. Nilai faktor kondisi ikan selar cukup fluktuatif. Fluktuasi ini diduga lebih dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan dan umur yang berbeda-beda. Fluktuasi faktor kondisi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya adalah perbedaan umur, TKG, kondisi lingkungan, dan ketersediaan makanan (Effendie 1979).
4.2.6. Mortalitas dan laju eksploitasi Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan selar digunakan rumus empiris Pauly (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas total (Z) ikan selar sebesar 2.2510 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0.0739 per tahun. Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu perairan sebesar. Perbandingan hasil analisis laju mortalitas ikan selar di perairan Teluk Jakarta dengan hasil penelitian di perairan Bengkulu dapat di lihat pada Tabel 8. Laju mortalitas tangkapan (F) ikan selar di perairan Teluk Jakarta lebih besar di bandingkan dengan laju mortalitas ikan selar di perairan Bengkulu. Hal ini di karenakan tangkapan di perairan Bengkulu belum dimaksimalkan, dan menurut Boer et al. (1996) bahwa pemanfaatan ikan selar di perairan Bengkulu masih rendah dan pemanfaatannya masih dapat ditingkatkan. Sedangkan untuk penangkapan ikan selar di Teluk Jakarta sudah sangat banyak (over fishing). Hal ini ditunjang juga dengan nilai eksploitasi yang hampir mencapai 100% yaitu sebesar 96.72%. Perbedaan laju mortalitas penangkapan (F) juga di sebabkan oleh jumlah upaya yang terus dilakukan setiap tahunnya oleh nelayan di Teluk Jakarta. Laju mortalitas alami (M)
32
di perairan Teluk Jakarta lebih rendah di bandingkan dengan laju mortalitas alami (M) di perairan Bengkulu. Hal ini diduga karena perbedaan kualitas perairan terutama pada suhu perairan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi laju mortalitas alami adalah suhu perairan. Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teroritis (L∞) dan laju pertumbuhan. Ikan selar di perairan Bengkulu memiliki nilai K yang lebih besar dari pada ikan selar di perairan Teluk Jakarta, sehingga nilai M ikan selar di Perairan Bengkulu besar. Hal ini ditunjang dengan pernyataan Beverton & Holt (1957) yang menyatakan bahwa ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan begitu pula sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari pada ikan kecil. Tabel 8. Laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F) ikan selar dengan spesies yang berbeda. Sumber
Spesies
Tempat
Laju mortalitas alami (M) per tahun
Laju mortalitas penangkapan (F) per tahun
Boer et al. (1998)
Caranx kalla
Bengkulu
1.43
0.22
Damayanti (2010)
Caranx leptolepis
Teluk Jakarta
0.07
2.18
Berdasarkan hasil analisis juga diketahui laju eksploitasi ikan selar di perairan Teluk Jakarta sebesar 96.72%. Kematian ikan selar di perairan Teluk Jakarta lebih disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Laju eksploitasi ikan selar yang besar di sebabkan oleh banyaknya permintaan pasar akan ikan selar dan tingkat konsumsi yang tinggi, sehingga penangkapan ikan selar terjadi tiap harinya oleh para nelayan. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar (Lelono 2007).
33
4.2.7. Implikasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan selar di Teluk Jakarta Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan bertujuan untuk memaksimalkan hasil secara biologis (biomassa) maupun secara ekonomis dengan mempertahankan hasil maksimum dari sumber perairan melalui pengendalian dan pengusahaan yang dikerjakan oleh manusia. Ikan selar merupakan sumberdaya alam yang dapat terbaharui dengan syarat pemanfaatan ikan selar itu sendiri tidak melebihi dari kapasitas produksinya. Tingkat eksploitasi ikan selar cukup tinggi (96.72%) dan dikhawatirkan dapat menurunkan populasi ikan selar, sehingga perlu adanya pengelolaan dan penanganan yang tepat dengan membatasi jumlah tangkapan serta pengaturan waktu penangkapan yang tepat yaitu pada saat ikan selar telah mengalami pemijahan (awal bulan Februari) dan menghindari penangkapan di tempat ikan selar memijah, sehingga pada bulan Februari dapat dilakukan pengalihan tempat penangkapan atau pembatasan penangkapan. Namun dalam pengelolaan perikanan tidak mudah untuk merubah keadaan yang telah ada, sehingga upaya yang mungkin dilakukan dengan tidak mengijinkan perahu tangkap baru yang masuk tanpa mengurangi jumlah perahu nelayan yang telah ada. Pengelolaan terhadap lingkungan perairan juga merupakan faktor penting dalam mempertahankan populasi ikan selar di perairan Teluk Jakarta, karena faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Pola pertumbuhan ikan selar (Caranx leptolepis) di perairan Teluk Jakarta yang di daratkan di Muara angke bersifat allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot). Persamaan pertumbuhan untuk ikan selar adalah Lt = 282.980 (1-e[-0.31(t+0.15]). Faktor kondisi tertinggi terdapat pada awal Februari yaitu berkisar dari 0.75271.5392, yang diduga merupakan waktu pemijahan ikan selar. 2. Mortalitas total (Z) ikan selar sebesar 2.2510 dan mortalitas alami (M) sebesar 0.0739, serta tingkat eksploitasi bagi perikanan selar sebesar 96.72%. hal ini menunjukkan bahwa stok ikan selar di perairan Teluk Jakarta mengalami kondisi tangkap lebih (over fishing). Kematian ikan selar di perairan Teluk Jakarta cenderung disebabkan oleh aktivitas penangkapan.
5.2. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola distribusi, pemijahan serta reproduksi mengenai ikan selar khususnya di perairan Teluk Jakarta agar informasi mengenai ikan selar lebih menyeluruh, serta dilakukan pembatasan penangkapan di Teluk Jakarta yang telah mengalami Over fishing sehingga populasi ikan selar tidak terus menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Apriadi D. 2005. Kandungan logam bobot Hg, Pb, dan Cr pada air, sediment, dan kerang hijau (Perna viridis) di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 24-29 hlm. Beverton RJH & Holt SJ. 1957. On the dynamics of exploited fish population. Her Majessty’s Statinery Office. London, USA. 533p. Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4(1): 75-84. Boer M, Azis KA & Muchsin I. 1998. Pendugaan koefisien pertumbuhan ikan selar (Caranx calla) di perairan Bengkulu. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 6(1): 75-84. Dowdy S, Weardon S & Chiko D. 2004. Statistics for research third edition. A Jhon Whilley & Sons Inc. Hoboken, New Jersey. 627 p. [DKP-DKI Jakarta] Dinas Kelautan dan pertanian DKI Jakarta. 2009. Data perikanan DKI Jakarta tahun 1997-2008. DKP. Jakarta. 109-111 hlm. Effendie MI. 1979 Metoda Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Hendyds. 2009. Hubungan Panjang-Bobot Udang Vaname. [terhubung berkala]. http://www.scribd.com. [10 Desember 2009] [JICA] Japan International Cooperation Agency. 2009. Pengelolaan sumberdaya perikanan. JICA, DKP. Jakarta. 70 hlm. King M. 1995. Fishery biology, assessment, and management. Fishing News Books. London, USA. 341p. Lelono TD. 2007. Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardunela lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggelek, p.1-11. in: Isnan SA, Murwantoko, Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H, Ekantari N, Ptiyono SB (editor). Prosiding : seminar nasional tahun IV hasil penelitian perikanan dan kelautan 28 Juli 2007 Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
36
Mallawa A. 2006. Pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan dan berbasis masyarakat. [terhubung berkala]. http://regional.coremap.or.id/downloads /Materi-pengelolaan.pdf. [11 Juni 2010] Pauly D. 1984. Fish population dynamic in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. 325p. Praseno DP & Kastoro W. 1980. Evaluasi hasil pemonitoran kondisi perairan teluk Jakarta tahun 1975-1979. Lembaga Oseanologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta. 8 hlm. Rifqie GL. 2007. Analisis frekuensi panjang dan hubungan panjang berat ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Jakarta. Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Binacipta. Jakarta. 520 hlm. Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-1 manual (edisi terjemahan). Kerjasama Organisasi Pakan, Perserikatan BangsaBangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 438 hlm. Syakila S. 2009. Studi dinamika stok ikan tembang (Sardinella fimbriata) di perairan Teluk Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hlm. Tampubolon F. 2009. Pertumbuhan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hlm. Tutupoho SNE. 2008. Pertumbuhan Ikan Motan (Thynnichths thynnoides Bleeker, 1852) Di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hlm. Utomo
AD. 2002. Pertumbuhan dan biologi reproduksi udang galah (Macrobrachium rosenbergii) di sungai Lempuing Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 8(1):15-6.
Widodo J & Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. www.antara.co.id. Empat juta orang buang sampah ke Teluk Jakarta [terhubung berkala]. www.antara.co.id/print/1173149856.[16 April 2010]. www.fishbase.org. Selaroides leptolepis. [terhubung berkala]. http://www. fishbase. com/ species summary.htm. [1 Januari 2010].
37
http://www.perikanan-diy. Info Perikanan [terhubung berkala]. http://www. Perikanan-diy.info/home.php?mode=content&submode=detail&id=205. [11 Juni 2010].
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Data hasil pengukuran panjang dan bobot ikan selar (Caranx leptolepis) no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
6 Februari 2010 L(mm) W(gr) 138 139 140 140 140 144 145 145 146 146 148 149 149 150 150 150 150 151 152 152 153 153 155 155 155 155 156 157 158 158 158 158 159
35 33 38 28 24 35 35 32 35 34 41 27 43 42 39 30 31 34 35 41 48 31 43 42 35 43 35 30 49 33 38 30 41
16 Februari 2010 L(mm) W(gr) 110 115 115 119 120 122 122 122 122 123 123 123 124 124 124 124 124 125 125 125 125 126 126 126 126 127 127 128 128 130 130 134 135
15 16 14 16 16 16 18 18 16 18 15 17 18 19 18 17 17 18 20 19 20 17 19 18 16 19 19 18 19 21 22 22 19
26 Februari 2010 L(mm) W(gr) 186 191 164 167 180 176 169 168 135 162 150 153 143 183 147 167 136 138 165 143 179 157 140 162 173 162 156 152 164 159 148 177 159
61 70 36 40 54 59 49 43 31 37 41 44 39 58 38 39 35 33 46 36 46 35 35 33 44 41 35 31 43 43 42 54 33
18 Maret 2010 L(mm) W(gr) 210 100 170 48 165 39 116 15 116 16 165 37 165 42 114 14 135 25 133 21 116 13 178 43 153 40 155 56 164 41 167 40 167 39 174 45 126 17 162 38 143 18 169 38 140 21 140 20 135 23 151 28 105 12 120 17 118 14 122 17 157 46 163 56 169 46
28 Maret 2010 L(mm) W(gr) 135 136 163 146 139 133 127 144 164 189 139 152 162 174 153 140 150 133 133 147 180 141 132 136 138 177 135 143
24 19 39 25 21 19 17 25 37 61 23 23 37 44 32 34 36 21 23 25 47 24 20 20 22 49 21 23
40
Lampiran 1. (lanjutan) no 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
6 Februari 2010 L(mm) W(gr) 159 159 159 160 160 160 160 160 160 160 161 161 162 162 162 162 162 162 163 163 164 164 164 164 164 165 165 165 165 165 165 165 165
36 35 49 31 38 38 37 38 33 40 40 30 41 42 39 41 41 39 48 36 42 36 40 41 38 38 63 39 38 41 44 44 39
16 Februari 2010 L(mm) W(gr) 136 137 139 141 142 145 147 149 150 152 153 153 154 155 155 155 156 157 158 158 159 160 160 160 162 162 162 164 164 164 165 166 167
19 22 20 23 37 30 31 31 32 33 36 35 34 34 36 34 38 34 36 42 42 39 42 38 39 35 40 41 43 45 42 45 42
26 Februari 2010 L(mm) W(gr) 167 138 150 135 160 168 153 147 164 146 175 165 167 156 162 192 170 150 148 150 165 160 156 140 160 145 129 183 170 185 165 144 170
44 31 36 34 41 37 36 42 49 43 48 37 41 38 41 78 43 39 29 42 43 38 30 36 35 39 26 55 43 51 39 26 45
18 Maret 2010 L(mm) W(gr) 162 132 133 123 177 132 125 142 120 118 160 205 167 173 115 126 134 140 148 115 116
28 Maret 2010 L(mm) W(gr) 46 22 20 15 42 13 16 17 19 13 38 80 40 47 15 15 24 27 40 10 12
41
Lampian 1. (lanjutan) no 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
6 Februari 2010 L(mm) W(gr) 166 167 167 167 167 168 168 168 168 169 169 169 170 170 170 170 170 170 171 171 172 172 172 173 175 175 175 175 175 175 176 177 178
40 35 43 42 40 37 38 41 44 38 41 47 46 45 47 45 48 41 50 50 46 43 50 41 48 49 57 51 44 40 49 55 47
16 Februari 2010 L(mm) W(gr) 167 168 170 170 170 153
43 47 42 47 41 36
26 Februari 2010 L(mm) W(gr) 165 37 165 43
18 Maret 2010 L(mm) W(gr)
28 Maret 2010 L(mm) W(gr)
42
Lampiran 1. (lanjutan) no 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117
6 Februari 2010 L(mm) W(gr) 179 179 180 180 181 182 184 185 187 187 190 190 191 193 194 220 270
16 Februari 2010 L(mm) W(gr) 47 54 57 58 54 54 54 59 62 42 72 64 59 75 61 86 82
26 Februari 2010 L(mm) W(gr)
18 Maret 2010 L(mm) W(gr)
28 Maret 2010 L(mm) W(gr)
43
Lampiran 2. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh pertama. •
Waktu pengambilan contoh
: 6 Februari 2010
•
Ukuran contoh (n)
: 117
•
b (nilai pola pertumbuhan ikan selar) : 1.9560
•
Sb (standar eror nilai b)
: 0.1358
Contoh perhitungan : H0 : b≥3 H1 : b<3 thitung = (1.9560-3)/ 0.1358 = 7.68742 ttabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 115 = 1.9808 oleh karena thitung > ttabel maka tolak hipotesis nol (H0) dan terima H1 : b≠3 artinya pola pertumbuhan ikan selar bersifat allometrik pada selang kepercayaan 95%
44
Lampiran 3. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kedua. •
Waktu pengambilan contoh
: 16 Februari 2010
•
Ukuran contoh (n)
: 73
•
b (nilai pola pertumbuhan ikan selar) : 2.6288
•
Sb (standar eror nilai b)
: 0.0628
Contoh perhitungan : H0 : b≥3 H1 : b<3 thitung = (2.6288-3)/ 0.0628 = 5.91239 ttabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 71 = 1.9934 oleh karena thitung > ttabel maka tolak hipotesis nol (H0) dan terima H1 : b≠3 artinya pola pertumbuhan ikan selar bersifat allometrik pada selang kepercayaan 95%
45
Lampiran 4. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh ketiga. •
Waktu pengambilan contoh
: 26 Februari 2010
•
Ukuran contoh (n)
: 69
•
b (nilai pola pertumbuhan ikan selar) : 1.7831
•
Sb (standar eror nilai b)
: 0.1731
Contoh perhitungan : H0 : b≥3 H1 : b<3 thitung = (1.7831-3)/ 0.1731 = 7.03169
ttabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 68 = 1.9961 oleh karena thitung > ttabel maka tolak hipotesis nol (H0) dan terima H1 : b≠3 artinya pola pertumbuhan ikan selar bersifat allometrik pada selang kepercayaan 95%
46
Lampiran 5. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh keempat. •
Waktu pengambilan contoh
: 18 Maret 2010
•
Ukuran contoh (n)
: 54
•
b (nilai pola pertumbuhan ikan selar) : 2.5593
•
Sb (standar eror nilai b)
: 0.1336
Contoh perhitungan : H0 : b≥3 H1 : b<3 thitung = (2.5593-3)/ 0.1336 = 3.29929
ttabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 53 = 2.006647 oleh karena thitung > ttabel maka tolak hipotesis nol (H0) dan terima H1 : b≠3 artinya pola pertumbuhan ikan selar bersifat allometrik pada selang kepercayaan 95%
47
Lampiran 6. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kelima. •
Waktu pengambilan contoh
: 28 Maret 2010
•
Ukuran contoh (n)
: 54
•
b (nilai pola pertumbuhan ikan selar) : 2.7150
•
Sb (standar eror nilai b)
: 0.0431
Contoh perhitungan : H0 : b≥3 H1 : b<3 thitung = (2.7150-3)/ 0.0431 = 6.6123
ttabel untuk selang kepercayaan 95% dengan derajat bebas 26 = 2.0555 oleh karena thitung > ttabel maka tolak hipotesis nol (H0) dan terima H1 : b≠3 artinya pola pertumbuhan ikan selar bersifat allometrik pada selang kepercayaan 95%
48
Lampiran 7. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh pertama (6 Februari 2010). no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
L(mm) 138 139 140 140 140 144 145 145 146 146 148 149 149 150 150 150 150 151 152 152 153 153 155 155 155 155 156 157 158 158 158 158 159 159 159 159 160 160 160 160 160 160 160 161 161 162 162 162 162 162 162 163 163 164 164 164 164 164 165
W(gr) 35 33 38 28 24 35 35 32 35 34 41 27 43 42 39 30 31 34 35 41 48 31 43 42 35 43 35 30 49 33 38 30 41 36 35 49 31 38 38 37 38 33 40 40 30 41 42 39 41 41 39 48 36 42 36 40 41 38 38
aLb 28.6927 29.1074 29.5252 29.5252 29.5252 31.2257 31.6582 31.6582 32.0937 32.0937 32.9735 33.4179 33.4179 33.8652 33.8652 33.8652 33.8652 34.3155 34.7687 34.7687 35.2248 35.2248 36.1460 36.1460 36.1460 36.1460 36.6111 37.0791 37.5500 37.5500 37.5500 37.5500 38.0239 38.0239 38.0239 38.0239 38.5007 38.5007 38.5007 38.5007 38.5007 38.5007 38.5007 38.9805 38.9805 39.4633 39.4633 39.4633 39.4633 39.4633 39.4633 39.9490 39.9490 40.4377 40.4377 40.4377 40.4377 40.4377 40.9293
w/aLb 1.2198 1.1337 1.2870 0.9483 0.8128 1.1208 1.1055 1.0107 1.0905 1.0593 1.2434 0.8079 1.2867 1.2402 1.1516 0.8858 0.9153 0.9908 1.0066 1.1792 1.3626 0.8800 1.1896 1.1619 0.9682 1.1896 0.9559 0.8090 1.3049 0.8788 1.0119 0.7989 1.0782 0.9467 0.9204 1.2886 0.8051 0.9869 0.9869 0.9610 0.9869 0.8571 1.0389 1.0261 0.7696 1.0389 1.0642 0.9882 1.0389 1.0389 0.9882 1.2015 0.9011 1.0386 0.8902 0.9891 1.0139 0.9397 0.9284
no L(mm) W(gr) aLb w/aLb 60 165 63 40.9293 1.5392 61 165 39 40.9293 0.9528 62 165 38 40.9293 0.9284 1.0017 63 165 41 40.9293 64 165 44 40.9293 1.0750 1.0750 65 165 44 40.9293 66 165 39 40.9293 0.9528 1.0139 67 166 42 41.4238 68 166 40 41.4238 0.9656 0.8348 69 167 35 41.9214 70 167 43 41.9214 1.0257 1.0018 71 167 42 41.9214 72 167 40 41.9214 0.9541 0.8721 73 168 37 42.4218 74 168 38 42.4218 0.8957 0.9664 75 168 41 42.4218 76 168 44 42.4218 1.0372 0.8852 77 169 38 42.9252 78 169 41 42.9252 0.9551 1.0949 79 169 47 42.9252 80 170 46 43.4316 1.0591 1.0361 81 170 45 43.4316 82 170 47 43.4316 1.0821 1.0361 83 170 45 43.4316 84 170 48 43.4316 1.1051 0.9440 85 170 41 43.4316 86 171 50 43.9409 1.1378 1.1378 87 171 50 43.9409 88 172 46 44.4532 1.0347 0.9673 89 172 43 44.4532 1.1247 90 172 50 44.4532 91 173 41 44.9684 0.9117 1.0433 92 175 48 46.0077 93 175 49 46.0077 1.0650 1.2389 94 175 57 46.0077 95 175 51 46.0077 1.1085 0.9563 96 175 44 46.0077 97 175 40 46.0077 0.8694 1.0530 98 176 49 46.5318 99 177 55 47.0588 1.1687 0.9876 100 178 47 47.5888 101 179 47 48.1217 0.9766 1.1221 102 179 54 48.1217 103 180 57 48.6576 1.1714 1.1920 104 180 58 48.6576 105 181 54 49.1964 1.0976 1.0856 106 182 54 49.7381 107 184 54 50.8305 1.0623 1.1482 108 185 59 51.3811 109 187 62 52.4912 1.1811 0.8001 110 187 42 52.4912 111 190 72 54.1784 1.3289 1.1812 112 190 64 54.1784 113 191 59 54.7467 1.0776 1.3418 114 193 75 55.8921 115 194 61 56.4692 1.0802 1.1860 116 220 86 72.5083 117 270 82 108.9394 0.7527 Ket : Pengelompokkan warna tiap selang kelas L
49
Lampiran 7. (lanjutan) pada pengambilan contoh pertama nilai a=0.0016 dan b=1.9878
BB 105 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235 245 255 265
BA 114 124 134 144 154 164 174 184 194 204 214 224 234 244 254 264 274
xi 109.5 119.5 129.5 139.5 149.5 159.5 169.5 179.5 189.5 199.5 209.5 219.5 229.5 239.5 249.5 259.5 269.5
fi
Rata-rata FK 0 0 0 6 16 36 33 16 8 0 0 1 0 0 0 0 1
SD
1.0871 1.0760 1.0015 0.9284 1.0749 1.1424
0.1762 0.1607 0.1283 0.1702 0.0959 0.1702
1.1860
0
0.7527
0
Keterangan : BB = batas bawah, BA=batas atas, Xi= nilai tengah, fi = frekuensi, FK = faktor kondisi, SD = standar deviasi
50
Lampiran 8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kedua (16 Februari 2010). a = 0.00005 dan b = 2.6288 no
L(mm)
W(gr)
aLb
w/aLb
no
L(mm)
W(gr)
1
110
15
11.6247
1.2904
38
2
142
24
22.7460
1.0551
115
16
13.0657
1.2246
39
3
145
23
24.0311
0.9571
115
14
13.0657
1.0715
40
4
147
24
24.9123
0.9634
119
16
14.2945
1.1193
41
5
149
25
25.8132
0.9685
120
16
14.6124
1.0950
42
6
150
26
26.2711
0.9897
122
16
15.2613
1.0484
43
7
152
30
27.2020
1.1029
122
18
15.2613
1.1795
44
8
153
31
27.6749
1.1201
122
18
15.2613
1.1795
45
9
153
31
27.6749
1.1201
122
16
15.2613
1.0484
46
10
153
32
27.6749
1.1563
123
18
15.5924
1.1544
47
11
154
32
28.1530
1.1366
123
15
15.5924
0.9620
48
12
155
32
28.6361
1.1175
123
17
15.5924
1.0903
49
13
155
32
28.6361
1.1175
124
18
15.9278
1.1301
50
14
155
32
28.6361
1.1175
124
19
15.9278
1.1929
51
15
156
32
29.1243
1.0987
124
18
15.9278
1.1301
52
16
157
31
29.6177
1.0467
124
17
15.9278
1.0673
53
17
158
31
30.1162
1.0293
124
17
15.9278
1.0673
54
18
158
33
30.1162
1.0958
125
18
16.2677
1.1065
55
19
159
38
30.6198
1.2410
125
18
16.2677
1.1065
56
20
160
37
31.1287
1.1886
125
19
16.2677
1.1680
57
21
160
37
31.1287
1.1886
125
19
16.2677
1.1680
58
22
160
36
31.1287
1.1565
126
17
16.6121
1.0234
59
23
162
37
32.1620
1.1504
126
19
16.6121
1.1437
60
24
162
35
32.1620
1.0882
126
18
16.6121
1.0835
61
25
162
36
32.1620
1.1193
126
16
16.6121
0.9632
62
26
164
35
33.2163
1.0537
127
19
16.9609
1.1202
63
27
164
37
33.2163
1.1139
127
19
16.9609
1.1202
64
28
164
37
33.2163
1.1139
128
18
17.3142
1.0396
65
29
165
38
33.7514
1.1259
128
19
17.3142
1.0974
66
30
166
37
34.2918
1.0790
130
19
18.0345
1.0535
67
31
167
38
34.8375
1.0908
130
20
18.0345
1.1090
68
32
167
40
34.8375
1.1482
134
20
19.5300
1.0241
69
33
167
40
34.8375
1.1482
135
19
19.9155
0.9540
70
34
168
41
35.3886
1.1586
136
19
20.3057
0.9357
71
35
170
37
36.5068
1.0135
137
22
20.7005
1.0628
72
36
170
40
36.5068
1.0957
139
20
21.5044
0.9300
73
37
170
41
36.5068
1.1231
141
23
22.3274
1.0301
aLb
w/aLb
Ket : Pengelompokkan warna tiap selang kelas panjang
51
Lampiran 8. (lanjutan) pada pengambilan contoh pertama nilai a=0.00005 dan b= 2.6288 BB
BA 105 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235 245 255 265
xi 114 124 134 144 154 164 174 184 194 204 214 224 234 244 254 264 274
fi 109.5 119.5 129.5 139.5 149.5 159.5 169.5 179.5 189.5 199.5 209.5 219.5 229.5 239.5 249.5 259.5 269.5
rata-rata 1 16 15 6 9 17 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1.1100 1.0884 0.9825 1.0572 1.1198 1.1092
SD 0.0672 0.0577 0.0601 0.0847 0.0539 0.0455
Keterangan : BB = batas bawah, BA=batas atas, Xi= nilai tengah, fi = frekuensi, FK = faktor kodisi, SD = standar deviasi
52
Lampiran 9.
Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh ketiga (26 Februari 2010).
no
L(mm)
W(gr)
aLb
w/aLb
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
129 135 135 136 138 138 140 140 143 143 144 145 146 147 147 148 148 150 150 150 150 152 153 153 156 156 156 157 159 159 160 160 160 160 162
26 31 34 35 33 31 35 36 39 36 26 39 43 38 42 42 29 41 36 39 42 31 44 36 35 38 30 35 43 33 41 38 35 41 37
27.8377 30.1884 30.1884 30.5882 31.3949 31.3949 32.2108 32.2108 33.4519 33.4519 33.8702 34.2907 34.7135 35.1386 35.1386 35.5660 35.5660 36.4275 36.4275 36.4275 36.4275 37.2981 37.7368 37.7368 39.0662 39.0662 39.0662 39.5139 40.4159 40.4159 40.8703 40.8703 40.8703 40.8703 41.7857
0.9340 1.0269 1.1263 1.1442 1.0511 0.9874 1.0866 1.1176 1.1659 1.0762 0.7676 1.1373 1.2387 1.0814 1.1953 1.1809 0.8154 1.1255 0.9883 1.0706 1.1530 0.8311 1.1660 0.9540 0.8959 0.9727 0.7679 0.8858 1.0639 0.8165 1.0032 0.9298 0.8564 1.0032 0.8855
no
L(mm)
W(gr)
aLb
w/aLb
36 162 33 41.7857 0.7897 37 162 41 41.7857 0.9812 38 162 41 41.7857 0.9812 39 164 36 42.7100 0.8429 40 164 43 42.7100 1.0068 41 164 49 42.7100 1.1473 42 165 46 43.1754 1.0654 43 165 37 43.1754 0.8570 44 165 43 43.1754 0.9959 45 165 39 43.1754 0.9033 46 165 37 43.1754 0.8570 47 165 43 43.1754 0.9959 48 167 40 44.1130 0.9068 49 167 39 44.1130 0.8841 50 167 44 44.1130 0.9974 51 167 41 44.1130 0.9294 52 168 43 44.5851 0.9644 53 168 37 44.5851 0.8299 54 169 49 45.0595 1.0875 55 170 43 45.5360 0.9443 56 170 43 45.5360 0.9443 57 170 45 45.5360 0.9882 58 173 44 46.9787 0.9366 59 175 48 47.9515 1.0010 60 176 59 48.4412 1.2180 61 177 54 48.9331 1.1035 62 179 46 49.9233 0.9214 63 180 54 50.4217 1.0710 64 183 58 51.9299 1.1169 65 183 55 51.9299 1.0591 66 185 51 52.9462 0.9632 67 186 61 53.4576 1.1411 68 191 70 56.0469 1.2490 69 192 78 56.5712 1.3788 Ket : Pengelompokkan warna tiap selang kelas panjang
53
Lampiran 9. (lanjutan) pada pengambilan contoh pertama nilai a=0.0048 dan b= 1.7831 BB
BA 105 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235 245 255 265
xi 114 124 134 144 154 164 174 184 194 204 214 224 234 244 254 264 274
fi 109.5 119.5 129.5 139.5 149.5 159.5 169.5 179.5 189.5 199.5 209.5 219.5 229.5 239.5 249.5 259.5 269.5
rata-rata FK 0 0 1 10 13 17 17 7 4 0 0 0 0 0 0 0 0
1.0550 1.0721 0.9164 0.9463 1.0701 1.1830
SD
0.1148 0.1361 0.0884 0.0711 0.0933 0.1758
Keterangan : BB = batas bawah, BA=batas atas, Xi= nilai tengah, fi = frekuensi, FK = faktor kondisi, SD = standar deviasi
54
Lampiran 10. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh keempat (18 Maret 2010). no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
L(mm) 105 114 115 115 116 116 116 116 118 118 120 120 122 123 125 126 126 132 132 133 133 134 135 135 140 140 140
W(gr) 12 14 15 10 15 16 13 12 14 13 17 19 17 15 16 17 15 17 13 18 19 18 18 18 21 20 21
BB
aLb 10.4214 12.8628 13.1535 13.1535 13.4482 13.4482 13.4482 13.4482 14.0497 14.0497 14.6672 14.6672 15.3010 15.6240 16.2825 16.6179 16.6179 18.7190 18.7190 19.0841 19.0841 19.4535 19.8272 19.8272 21.7612 21.7612 21.7612
BA 105 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235 245 255 265
w/aLb 1.1515 1.0884 1.1404 0.7603 1.1154 1.1897 0.9667 0.8923 0.9965 0.9253 1.1591 1.2954 1.1110 0.9601 0.9827 1.0230 0.9026 0.9082 0.6945 0.9432 0.9956 0.9253 0.9078 0.9078 0.9650 0.9191 0.9650
xi 114 124 134 144 154 164 174 184 194 204 214 224 234 244 254 264 274
no L(mm) W(gr) aLb w/aLb 28 142 17 22.5657 0.7534 0.7835 29 143 18 22.9747 0.8371 30 148 21 25.0870 0.7952 31 151 21 26.4091 0.7688 32 153 21 27.3136 0.8145 33 155 23 28.2367 0.7882 34 157 23 29.1786 0.7510 35 160 23 30.6268 0.8224 36 162 26 31.6162 0.8224 37 162 26 31.6162 0.8095 38 163 26 32.1181 0.7969 39 164 26 32.6248 0.8450 40 165 28 33.1364 0.8450 41 165 28 33.1364 0.9054 42 165 30 33.1364 0.9364 43 167 32 34.1740 44 167 31 34.1740 0.9071 1.0534 45 167 36 34.1740 46 169 38 35.2313 1.0786 1.2205 47 169 43 35.2313 48 170 43 35.7673 1.2022 1.1763 49 173 44 37.4050 50 174 45 37.9608 1.1854 51 177 42 39.6585 1.0590 52 178 43 40.2344 1.0687 53 205 70 57.7524 1.2121 54 210 80 61.4262 1.3024 Ket : Pengelompokkan warna tiap selang kelas panjang fi
109.5 119.5 129.5 139.5 149.5 159.5 169.5 179.5 189.5 199.5 209.5 219.5 229.5 239.5 249.5 259.5 269.5
2 12 8 7 3 7 11 2 0 0 2 0 0 0 0 0 0
rata-rata FK 1.1199 1.0427 0.9219 0.8859 0.8004 0.8007 1.0323 1.0639
SD 0.0446 0.1506 0.1015 0.0843 0.0344 0.0253 0.1491 0.0068
0.8004 1.1199
Keterangan : BB = batas bawah, BA=batas atas, Xi= nilai tengah, fi = frekuensi, FK = faktor kondisi, SD = standar deviasi
55
Lampiran 11. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis pada pengambilan contoh kelima (28 Maret 2010). no
L(mm)
aLb
W(gr)
w/aLb
1 127 17 15.4507 1.1003 2 132 18 17.1585 1.0490 1.1420 3 133 20 17.5137 1.3704 4 133 24 17.5137 1.3133 5 133 23 17.5137 1.0966 6 135 20 18.2380 0.9869 7 135 18 18.2380 1.0211 8 136 19 18.6071 1.1823 9 136 22 18.6071 1.1364 10 138 22 19.3594 1.1650 11 139 23 19.7427 1.1650 12 139 23 19.7427 1.0929 13 140 22 20.1307 1.0232 14 141 21 20.5235 0.9379 15 143 20 21.3235 0.9204 16 144 20 21.7308 0.9309 17 146 21 22.5600 1.0443 18 147 24 22.9820 0.9886 19 150 24 24.2778 1.0331 20 152 26 25.1667 1.1710 21 153 30 25.6188 0.9693 22 162 29 29.9195 0.9203 23 163 28 30.4236 0.9375 24 164 29 30.9330 1.1562 25 174 42 36.3256 1.3140 26 177 50 38.0512 1.2052 27 180 48 39.8278 1.1656 28 189 53 45.4690 Ket : Pengelompokkan warna tiap selang kelas panjang
BB
BA 105 115 125 135 145 155 165 175 185 195 205 215 225 235 245 255 265
xi 114 124 134 144 154 164 174 184 194 204 214 224 234 244 254 264 274
fi 109.5 119.5 129.5 139.5 149.5 159.5 169.5 179.5 189.5 199.5 209.5 219.5 229.5 239.5 249.5 259.5 269.5
rata-rata FK 0 0 5 11 5 3 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0
1.1950 1.0662 1.0336 0.9424 1.1562 1.2596 1.1656
SD 0.1395 0.0935 0.0889 0.0248 0.0770
Keterangan : BB = batas bawah, BA=batas atas, Xi= nilai tengah, fi = frekuensi, FK = faktor kondisi, SD = standar deviasi.
56
Lampiran 12. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F), dan laju eksploitasi Nilai L∞, K, dan t0 : L∞ K t0
282.980 0.3100 -0.1547
persamaan linear yang digunakan untuk memperoleh niali mortalitas total (Z) : y = Ln
C ( L1 , L2 ) L + L2 , x=t 1 dan kemiringan (b) = -Z Δt ( L1 , L2 ) 2
fi SB SA xi t(L1) ∆t t(L1/L2)/2=x ln(fi/dt)=y 3 105 114 109.5 1.4237 0.1915 1.4237 2.7514 28 115 124 119.5 1.6153 0.2036 1.6153 4.9237 29 125 134 129.5 1.8189 0.2173 1.8189 4.8936 40 135 144 139.5 2.0362 0.2330 2.0362 5.1454 46 145 154 149.5 2.2693 0.2512 2.2693 5.2101 80 155 164 159.5 2.5205 0.2724 2.5205 5.6824 2.7929 5.4748 71 165 174 169.5 2.7929 0.2976 27 175 184 179.5 3.0905 0.3278 3.0905 4.4111 13 185 194 189.5 3.4183 0.3650 3.4183 3.5729 0 195 204 199.5 3.7833 0.4116 3.7833 2 205 214 209.5 4.1949 0.4719 4.1949 1.4441 1 215 224 219.5 4.6668 0.5530 4.6668 0.5925 0 225 234 229.5 5.2197 0.6678 5.2197 0 235 244 239.5 5.8875 0.8431 5.8875 0 245 254 249.5 6.7306 1.1445 6.7306 0 255 264 259.5 7.8751 1.7901 7.8751 1 265 274 269.5 9.6652 -9.6652 9.6652 Keterangan : • • • • •
• •
Xi Sb Sa fi
= nilai tengah kelas panjang = selang bawah kelas panjang = Selang atas kelas panjang = frekuensi 1 L1 t(L1) = t0 – ( ln(1 − )) K L∞ ∆t = L2-L1 L 1 + L2 L + L2 1 t = t0 - ( ln(1 − 1 )) K 2 L∞ 2
57
Lampiran 12. (lanjutan) •
Ln
L + L2 C ( L1 , L2 ) =C–Zt 1 Δt ( L1 , L2 ) 2
1. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang. Hasil regresi y = Ln
C ( L1 , L2 ) L + L2 , x=t 1 diperoleh nilai –b (Z) = 2.2510 Δt ( L1 , L2 ) 2
2. Laju mortalitas alami (M) M = 0.8exp[-0.152-0.279ln L∞+0.6543ln K+0.463ln T] M = 0.8exp[-0.152-0.279ln 282.980+0.6543ln 0.3100+0.463ln -0.1547] M = 0.0739 pertahun 3. Laju mortalitas tangkapan (F) F = Z-M F = 2.2510-0.0739 F = 2.1771 4. Laju eksploitasi (E) E = F/Z E = 2.1771/2.2510 Z = 0.9672