KAJIAN KECENDERUNGAN PERUBAHAN KONTAMINAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN TELUK JAKARTA Zainal Arifin Pusat Penelitian Osanografi – LIPI Jl. Pasir Putih I, Jakarta 14430 Abstrak Hasil kajian kami menunjukkan bahwa Teluk Jakarta tidak saja mengalami tingkat penyuburan (eutrofikasi) yang sangat tinggi namun juga peningkatan konsentrasi logam berat dalam sedimen. Perairan dengan jarak 3 – 5 km dari garis pantai dapat dikategorikan sangat subur (hyper-euthrophic) dengan tingkat cemaran logam (Pb, Cu dan Cd) yang tinggi, pada jarak 5 – 10 km kondisi subur (eutrophic) dengan konsentrasi logam dalam sedimen sedang, dan pada jarak lebih dari 10 km dari garis pantai kondisi kontaminan logam relatif sangat rendah. Konsentrasi logam terlarut dalam perairan umumnya relatif rendah, kecuali logam Cd dan Pb. Konsentrasi logam terlarut tidak menunjukkan kecenderungan perubahan yang nyata di Teluk Jakarta dalam 20 tahun terakhir. Hal ini diperkirakan akibat peran besar dari proses absorpsi kontaminan oleh padatan tersuspensi. Tingginya produktivitas primer dan kegiatan budidaya kerang hijau di Teluk Jakarta berkontribusi dalam proses absorpsi logam terlarut yang selanjutnya mengalami proses pengendapan (sinking) ke sedimen. Konsentrasi logam dibeberapa biota telah terdeteksi, terutama pada jenis kerang hijau dan kerang darah. Kajian tentang jumlah daging kerang (average daily intake) yang aman untuk dimakan sangat diperlukan bagi masyarakat nelayan sekitar Teluk Jakarta. Kata kunci: Teluk Jakarta, Logam Berat, Kontaminan Abstract Our review on the trend of metal contaminants in Jakarta Bay showed that metals contaminants in sediments increased in the last 20 years. At the distance of 3 – 5 km from the shoreline, not only was the bay hyper-eutrophic but also the concentration of metals (Pb, Cu and Cd) in sediment was the highest. At the distance of 5 – 10 km form shoreline, the metals in sediment were medium concentrations and very low concentration of metals were detected at distance more than 10 km from shoreline. Metal concentrations in solute form were relatively low, except for Cd and Pb. A rapid decreased in metal concentration in water could be contributed by suspended particles through sorbtion processes. High primary productions and dense green mussels culture were among important factors that determined low concentrations of most heavy metals in solute forms. Heavy metal was also detected in several biota especially green mussels and blood cockles. High concentrations of green mussels reflected that the coastal waters of the bay was highly polluted by heavy metals. As consequence, the study on average daily intake for coastal community around the Jakarta bay was needed. Key words: Jakarta Bay, Heavy metals and Contaminants Citation: in Ruyitno et al. (eds.). 2008. Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta. Puslit Oseanografi – LIPI. LIPI Press, Jakarta. p: 211 – 228.
1. Pendahuluan Teluk Jakarta secara geografis terletak antara Tanjung pasir di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur, dan secara administratif terletak di tiga propinsi yaitu Propinsi Banten, DKI dan Propinsi Jawa Barat.
Teluk Jakarta
merupakan perairan dangkal dengan rata-rata kedalaman 15 meter dan panjang pantai sekitar 72 km serta luas perairan diperkirakan 490 km2 (ARIFIN, 2004a). Perairan Teluk Jakarta memberikan banyak jasa ekologis seperti pelayaran, kepelabuhanan, turisme dan perikanan. Pada tahun 1970-an, perikanan merupakan merupakan salah satu sektor utama bagi masyarakat pesisir, namun saat ini kurang dari 40 % nelayan adalah sebagai pembudidaya ikan, udang dan kerang.
Sementara perikanan menjadi
salah satu alternatif mata pencaharian bagi masyarakat pesisir, kehawatiran akan pencemaran dari daratan semakin kuat karena Teluk Jakarta telah menjadi tempat bermuara limbah terakhir bagi 20,3 juta penduduk wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi) Seperti banyak kota-kota besar di negara sedang berkembang, Metropolitan Jakarta (Jabotabek) mengalami laju pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat cepat dalam 20 tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut memberikan konsekwensi penurunan kualitas lingkungan, tidak hanya di darat, tetapi juga diperairan Teluknya. Dengan jumlah industri yang menghasilkan limbah B3 sebanyak 2050 industri (BPLHD-DKI, 2003) serta kurangnya fasilitas pengelolaan limbah di wilayah Jabotabek menyebabkan limbah domestik dan industri sebagai sumber input utama nutrien dan bahan pencemar ke Teluk Jakarta. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan lingkungan, antara lain meningkatnya konsentrasi bahan pencemar, baik organik maupun anorganik, terjadinya eutrofikasi dan penurunan jumlah fauna (PRASENO 1981), menurunnya kualitas air dan sedimen (THAYIB dan LISTIAWATI, 1977, HUTAGALUNG dan RAZAK, 1982, HUTAGALUNG, 1994, HINDARTI et al., 1999). Namun demikian, dalam kondisi sedemikian tercemar, ditemukan kenyataan lain bahwa beberapa jenis ikan, kerang hijau (Perna viridis) dan kerang darah (Anadara indica) (GENISA, 1999, KASTORO et al., 1997) masih dapat ditemui di Teluk Jakarta. Hal ini menjadi keprihatinan kita, karena melalui rantai makanan, sumber protein dari Teluk Jakarta akan menjadi sumber polutan yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan manusia yang memakannya. Oleh karena itu,
dalam tulisan ini, kami menfokuskan tentang kajian kecenderungan kontaminan logam baik dalam komponen air (logam terlarut), komponen sedimen, dan komponen biota sebagai bahan pertimbangan untuk pengelolaan kawasan pesisir Teluk Jakarta. 2. Kontaminan Logam Berat dalam Air Pertumbuhan daerah pemukiman dan industri tanpa perencanaan yang baik telah memperparah kerusakan lingkungan. Sungai merupakan salah satu sistem yang terkena dampak langsung dari kegiatan tersebut. Kondisi ekologis dan biologis sungai telah berubah akibat tingkat erosi yang melebihi batas normal dan meningkatnya buangan limbah industri dan domestik yang masuk ke dalam aliran sungai. Kondisi ini memperburuk kondisi muara dan pesisir Teluk Jakarta. Secara umum kontaminan logam berat dapat dibagi dalam 3 kelompok, berdasarkan sifat ketoksikan dan sumber keberadaanya (RAZAK, 1990).
Ketiga
kelompok tersebut adalah, 1) besi dan mangaan yang bersifat racun sangat rendah dan hasil pengukuran memperlihatkan lebih berasal dari keadaan alami sedimen dari pada hasil kegiatan manusia; 2) nikel, chrom dan cobalt yang bersifat toksik menengah; dan 3) air raksa, timah hitam, seng, tembaga dan cadmium yang bersifat toksik tinggi dan lebih banyak berasal dari kegiatan manusia daripada proses alami. Konsentrasi logam berat dalam air (logam berat terlarut) di Teluk Jakarta dipersepsikan sudah melampau ambang batas yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) – Indonesia. Namun demikian konsentrasi logam berat dalam bentuk terlarut tidak mudah dikuantifikasi. Penentuan konsentrasi beberapa logam
berat
umumnya
dianalisa
dengan
menggunakan
alat
flame
AAS
(Spektrofotometri Serapan Atom) yang tingkat ketelitiannya pada satuan kerkecil ‘ppm’.
Instrumen ini juga merupakan alat yang sangat umum digunakan oleh
instansi-instansi penelitian yang ada di Indonesia. Konsentrasi logam berat terlarut yang umumnya dalam jumlah sangat kecil, kira-kira 1/1000 konsentrasi yang ada dalam sedimen, sehingga memberikan kendala dalam hal penarikan kesimpulan secara meyakinkan. Oleh karena itu, kajian spesifik tentang logam berat terlarut menjadi sangat penting untuk kajian kontaminan logam 15 – 20 tahun yang akan datang. Pada tahun 1980-an, Teluk Jakarta menjadi obyek penelitian oleh berbagai instansi (LON-LIPI, 1979; DPMA, 1983; PPSML – UI. 1986.), namun pemahaman
tentang kondisi Teluk Jakarta hingga saat ini masih berbeda-beda. Pakar lingkungan umumnya berpendapat bahwa kondisi Teluk Jakarta makin menurun, akibat polutan yang meningkat baik yang berasal dari industri maupun rumah tangga. Sampai awal tahun 1990-an konsentrasi logam terlarut umumnya relatif rendah, kecuali pada daerah-daerah muara sungai seperti Muara Angke, Muara Kamal dan Cilincing (Tabel 1). Di Muara Angke dan Muara Kamal variasi konsentrasi Hg terlarut berkisar antara < 1,00 dan 135 ppb. Variasi konsentrasi logam Hg dalam air sangat tinggi, demikian juga dengan Cd berkisar antara 0,5 dan 196 ppb. Konsentrasi logam terlarut terutama Hg, Pb dan Cd sangat membahayakan tidak saja bagi ketersediaan sumberdaya laut namun juga bagi manusia yang mengkonsumsinya. Selanjutnya, pada tahun 2000-an, konsentrasi terlarut tidak mengalami kecenderugan menurunan yang nyata. Konsentrasi Hg dan Cd masing-masing berkisar 0,02 - 420 ppb dan 3,00 – 80,28 ppb. Tingginya konsentrasi Hg dan Cd serta logam-logam terlarut lainya (Pb, Cu dan Zn) menunjukkan bahwa lemahnya upaya pengelolaan limbah industri dan lemahnya upaya penegakan hukum. Konsentrasi logam-logam terlarut umunya terkonsentrasi di wilayah perairan kurang dari 5 km dari pantai, hal ini kemungkinan disebabkan tingkat sorbsi logam terlarut oleh padatan tersusupensi; sehingga logam-logam beracun yang terlarut segera diendapkan tidak jauh dari pantai.
Proses absorpsi akibat dari peningkatan
produktivitas primer yang sangat tinggi dan meningkatnya kegiatan budidaya kerang hijau disepanjang sisi pantai barat dan timur Teluk Jakarta. Dua faktor ini menyebabkan logam-logam beracun terlarut tidak menyebar secara meluas, namun sebaliknya terabsorpsi dan terendapkan tidak jauh dari pantai. Kondisi ini tercermin dari kadar tertinggi logam Pb, Cd, Cu dan Cr dalam sedimen umumnya ditemukan dekat muara sungai seperti Muara Kamal, Muara Angke, Muara Baru, Tanjung Priok, Cilincing dan Marunda (ARIFIN, 2004b). Hasil penelitian lima tahun terakhir menunjukkan bahwa logam Pb, Cd dan Cu terlarut berkisar antara 1/100 – 1/10 dibanding konsentrasi dalam logam tersebut dalam sedimen. Namun demikian, hasil penelitian ARIFIN dan FITRIATI (2006) menunjukkan bahwa konsentrasi Cd dalam air (terlarut + tersusupensi) selalu ada di atas ambang batas yang telah ditetapkan oleh MenLH (10 ppb).
Kecenderungan
logam dalam air masih memerlukan kajian lebih akurat sebagai upaya untuk mengurangi ketidakpastian hasil uji sebelumnya.
Table 1. Konsentrasi logam terlarut di perairan Teluk Jakarta ; Nd –dibawah batas deteksi alat Lokasi/sampling M. Angke/1979 M Angke/Okt 1980 M Angke/Feb 1981 Perairan Ancol/1985 Kamal/1993 Kamal/Agt 1993 T. Jakarta/m barat & m timur 1997 Kamal/Juli, Sept, Nov 2000 Kamal/2001 Kamal/m. barat & m timur 2002 Cilincing/2002 T Jakarta/Juli 2003 T Jakarta/Agt 2003 T. Jakarta/Jan 2004
Hg (ppb) 4,0 – 135,00 -
Cd (ppb)
Pb (ppb)
Cu (ppb)
Zn (ppb)
0,5 93,00 – 196,00
-
-
-
Referens LON-LIPI (1979)
120,00 – 140,00
-
-
-
LON LIPI (1981) in FITRIATI (2004)
0,84 – 2,42
<5
-
-
-
MULYANTO (1985)
1,10 – 4,70
48,30 – 95,40
5,10 – 7,90
-
-
WAHYONO (1994)
<1,00 - 2,16
84,00 – 110,00
1,32 – 1,75
-
-
DINIAH (1995)
20,00 – 60,00
40,00 – 540,00
20,0 – 290,0
10,0 – 290,0
ANONIMOUS (2000)
0,02 – 420,0
3,00 – 20,00
40,00 – 150,00
-
-
VITNER et al., (2001)
0,08 – 0,13 0,75 – 1,23
6,00 – 46,00 26,89 – 78,49
6,00 – 34,00 3,00 – 9,31
-
-
MULYAWAN (2005)
0,74 – 1,03 -
18,88 – 80,28 Nd
5,92 – 12,24 1,00 – 3,00
1,00 – 2,00
1,00 – 30,00
ARIFIN et al., ( 2003)
-
< 1,00
3,00 – 13,00
< 1,0 – 5,00
< 1,00 – 5,00
ROCHYATUN, et al.,(2003)
-
Nd
1,00 – 5,00
1,00 – 2,00
1,00 – 17,00
SUSIANINGSIH (2005)
-
FITRIATI (2004)
3. Kontaminan Logam Berat dalam Sedimen Sedimen dapat digunakan sebagai indikator kegiatan pencemaran di darat karena fungsinya sebagai ‘sink’ bagi bahan-bahan pencemar. Peningkatan konsentrasi logam berat dalam sedimen yang sewaktu-waktu termobilisasi akibat pergerakan arus dan bioturbation dapat memberikan pengaruh kepada komunitas bentos yang ada di perairan Teluk Jakarta.
Pada tahun 1996, penelitian tentang pengaruh bahan
pencemar dari daratan terhadap hewan bentos dilakukan oleh REES et al., (1999), dan menyimpulkan bahwa sebaran logam (trace metals) terlarut di air, SPM dan daging kerang relatif serupa dan tidak nampak adanya gradien yang konsisten dari pantai ke arah lepas pantai. Berbeda dengan konsentrasi logam berat terlarut, logam berat dalam sedimen menunjukkan bahwa dalam jangka waktu sekitar 20 tahun, konsentrasi logam berat di sedimen Teluk Jakarta meningkat tajam (Tabel 2). Pertumbuhan industri di kawasan pantai dan kegiatan pelabuhan termasuk doking kapal dan pengerukan pasir juga memberikan kontribusi terhadap kondisi kualitas air Teluk Jakarta. Konsentrasi unsur logam (Pb, Cd dan Cu) dalam sedimen umumnya tinggi di sekitar pantai barat dan pantai timur Teluk Jakarta, dan konsentrasi tertinggi terjadi terutama di daerah-daerah muara sungai (estuary) pada jarak < 5 km dari garis pantai (Gambar 1). Konsentrasi logam Pb, Cd, dan Cu cenderung menurun semakin jauh dari garis pantai. Peningkatan logam berat dalam sedimen mengindikasikan bahwa logam yang ada dalam kolom air banyak terendapkan bersamaan dengan padatan tersuspensi; yang diwaktu yang akan datang akan menjadi masalah bagi ekosistem pelajik. Sedimen yang berperan sebagai ’sink’ dari berbagai aktifitas manusia memiliki potensi sebagai sumber logam. Sehingga kegiatan monitoring masih diperlukan untuk mengkaji peran sedimen sebagai sumber pencemar. Secara ringkas konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, Cr, Zn dan Ni dalam sedimen di muara sungai umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang jauh dari muara sungai. Konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cr, Zn dan Ni dalam sedimen di Teluk Jakarta umumnya lebih tinggi di sebelah timur (muara Cilincing dan Marunda) juga di pelabuhan Tg Priok kadar Pb tinggi. Kadar Cr, Cu, Zn, Mn dan Ni tertinggi ditemukan di Muara Kamal, sedangkan kadar Cu tertinggi di Muara Baru.
Tabel 2. Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta dan perairan pantai lainnya
Lokasi penelitian
Jumlah stasiun
Jenis logam Hg Pb
Teluk Jakarta
13
Cd Cu Cr Pb Cd
Teluk Jakarta
23
Cu Zn Ni Pb Cd
Teluk Jakarta
23
Cu Zn Ni
Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung
Perairan Telaga Tujuh, Kep. Riau Perairan sekitar Pelabuhan perikanan Pel. Ratu
7
5
8
Konsentrasi range (ratarata±SD) ppm 0,13 - 1,63 (0,550 ±0,428) 79,50 - 176,50 (101,3 ± 26.0) 0,90 - 2,66 (1,74 ± 0,57) 7,2 - 53,9 (27,50 ± 13,45) 10,50 - 24,00 (18,10 ± 3,95) 2,65- 42,91 (22,505) 0,04 - 0,50 (0,178) 8,62 - 186,75 (46,086) 51,88 - 480,50 (172,80) 2,87 - 28,02 (10,061) 3,23 - 57,76 (18,67) 0,01 - 0,28 (0,11) 4,79 - 76,78 (24,057) 40,77 - 408,47 (139,407)
Pb
1,909 - 21,386 (9,229) 7,383 - 16,089
Cd
ttd -– 0,011
Zn
17,51 - 39,82
Ni
3,27 - 9,74
Cr
6,497 - 15,654
Cu
1,625 - 6,073
Pb
82,50 - 98,33 (88,17)
Cu Zn
23,70 - 71,60 (46,34) 48,17 - 149,33 (96,79)
Cd
0,068 - 0,343
Cu
12,866 - 47,419
Ni
4,563 - 9,1886
Pb
7,722 - 28,899
Zn
72,053 - 145,353
Tahun Penelitian (th, bln)
1990, Juni, Nov
Referen
HUTAGALUNG (1994)
2003, Juli ARIFIN et al (2003)
2004, Januari
1998, Juli, Sept kecuali Cd bln Sept dan Ni bln Juli
2001, Juli
2002, Mei
SUSIANINGSIH (2005)
NANTY (1998)
AMIN, (2002)
ANINDITA (2002)
Gambar 1. Tren konsentrasi logam berat Pb, Cu dan Zn dalam sedimen Teluk Jakarta (ARIFIN, 2004b)
70
Pb in sediment (mg kg-1)
60 50 40
Data Pb in sediment Juli2003/Jan2004
30 20 10 0 <5
5 - 10 > 10 Distance from coast line (km)
150
Cu in sediment (mg kg-1)
125 100 75 50 25 0 <5
5 - 10 Distance from coast (km)
> 10
0.4
-1
Cd in sediment (mg kg )
0.5
0.3
0.2
0.1
0.0 <5
5-10 > 10 Distance from coastline (km)
Tingginya kadar logam berat tersebut dan distribusinya di muara sungai erat hubungannya dengan aktivitas yang ada di sekitarnya yang berpotensi dalam menaikan kadar logam berat seperti industri, pelabuhan/ perkapalan dan juga aktivitas di darat yang limbahnya terbawa oleh sungai. 4. Kontaminan Logam Berat dalam Biota Penelitian kandungan logam berat dalam jaringan biota telah dilakukan oleh beberapa peneliti Indonesia (HUTAGALUNG et al., 1989; AKBAR, 2002; SURYANTO, 2003; dan APRIANDI, 2005).
Pengukuran pada Feb-Juli 1979
terhadap contoh ikan, udang dan moluska yang dijual di Muara Angke menunjukkan bahwa kandungan logam kandungan yang masih dibawah ambang batas Hg, Pb, Cd, Cu, Cr, Zn international (HUTAGALUNG dan RAZAK, 1982). Pada tahun 1980-an, (HUTAGALUNG 1987, HUTAGALUNG et al., 1989). menganalisa kandungan merkuri dan cadmium pada kerang bulu (Anadara granosa) dan kerang hijau (Perna viridis) serta udang (Penaeus monodon) dan menemukan konsentrasi merkuri dan cadmium yang cukup tinggi, walaupun masih belum mencapai ambang batas yang dibuat WHO, yakni 0.5 ppm. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya kecenderungan bahwa individu yang berukuran kecil mengakumulasi merkuri dan kadmium dalam prosentase yang lebih tinggi. Kajian logam berat dalam biota pada periode 1990 – 2000 terutama dilakukan dikawasan budidaya kerang hijau terutama pantai timur dan pantai barat Teluk Jakarta (Tabel 3). Konsentrasi logam Pb dalam daging kerang hijau (ukuran panjang cangkang < 4 cm) berkisar antara 2,22 dan 16,55 µg/g berat kering (bk), sedangkan kerang hijau dengan panjang cangkang > 5 cm memiliki kandungan Pb antara 4,02 dan 46,47 µg/g bk. Tren yang sama untuk logam Cd dalam daging kerang ukuran < 5 cm berkisar antara 0,49 dan 2,70 µg/g bk, sedangkan kerang dengan ukuran > 5 cm mengandung Cd antara 0,12 dan 0,66 µg/g bk. Kajian kajian ini menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat pada kerangkerang yang berukukuran kecil jauh lebih tinggi dibanding kerang yang ukuran besar. Hal ini dapat dipahami karena kerang hijau ukuran kecil memiliki tingkat proses fisiologi yang tinggi dalam upaya meningkatkan pertumbuhannya. Namun demikian, jika kita melihat pada tingkat beban kontaminan, yang dikenal sebagai ‘contaminant
Table 3. Beberapa penelitian kandungan logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) di Teluk Jakarta. bk –berat kering
Logam Berat
Lokasi
Ukuran panjang cangkang (cm)
Konsentrasi (µg/g bk)
Cilincing
3-4
9,1
Teluk Jakarta
7
7,527
<3
2,67 – 16,55
3–5
2,22 – 5,70
5–7
4,02 – 8,77
>7
4,64
>6
40,80 – 46,47
4-6
34,25 – 35,69
Pb Muara Kamal
<4
12,47 – 13,27
4-6
1,71
>6
0,99
Muara Kamal
>5
0,66
Cilincing
3,0 - 4,0
2,7
Teluk Jakarta
7
0,35
5
0,12
>6
0,24
Onrust
Cd
Muara Kamal
Pantai Ancol Teluk Jakarta Muara Kamal Cu
Teluk Banten
Muara Kamal
<3
0,70 – 1,46
3–5
0,49 – 0,87
5–6
0,34 – 0,49
6-<7
0,31 – 0,43
7–9
0,33
5
3,51
7–9
1.42 – 1,86
7
1,23
5
0,31
>6
0,36
4-6
4,95
>6
4,17
<3
5,21 – 19,98
3–5
5,43 – 8,12
5 - <6
5,05 – 5,72
6–7
3,59 – 6,13
>7
4,33
Referensi TAMPUBOLON (1997) IN AKBAR (2002) HARTANTI (1998) in AKBAR (2002) PRAYEKTI (2001) in AKBAR (2002)
APRIADI (2005) SYUKMADI (1983) in AKBAR (2002) UTAMI (1996) in AKBAR (2002) TAMPUBOLON (1997) in AKBAR (2002) HARTANTI (1998) in AKBAR (2002) PRAYEKTI (2001) in AKBAR (2002) AKBAR (2002)
SURYANTO (2003) PRARTONO (1985) in AKBAR (2002) HARTANTI (1998) in AKBAR (2002) PRAYEKTI (2001) in AKBAR (2002) JUMARIAH (2001) in AKBAR (2002) AKBAR (2002)
SURYANTO (2003)
Logam Berat
Lokasi
Ancol
Ukuran panjang cangkang (cm) 5
9,03 – 13,23
Muara Kamal
>5
48,75
Cilincing
3.4
205,70
Muara Kamal
Cr
Hg
1,71
7–9
Zn
Ni
Konsentrasi (µg/g bk)
Muara Kamal
5
35,59
>6
48,88
<3
52,38 – 309,03
3–5
47,95 – 71,19
4,5 – 6
20,42 – 22,90
6,0 – 8,5
17,02 – 23,28
<3
1,95 – 6,51
3–5
1,20 – 3,34
4,0 – 5,0
1,16 – 1,56
5,0 – 6,0
0,82 – 1,56
6,0 – 8,5
0,95 – 1,19
>6
19,70 – 21,00
4-6
21,69 – 23,95
<4
1,69 – 3,03
>6
0,009 – 0,015
4-6
0,013- 0,020
<4
0,005 – 0,007
Muara Kamal
Muara Kamal
Referensi PRARTONO (1985) in AKBAR (2002) WAHYONO (1993) in AKBAR (2002) TAMPUBOLON (1997) IN AKBAR (2002) PRAYEKTI (2001) in AKBAR (2002) AKBAR (2002) SURYANTO (2003) AKBAR (2002)
SURYANTO (2003)
APRIADI (2005)
APRIADI (2005)
body burden’ maka sumber kontaminan (e.g. logam) akan selalu ditemukan pada kerang-kerang yang berukuran dewasa.
5. Toksikokinetik kontaminan logam berat Kajian toksikokinetik logam berat di Teluk Jakarta relatif masih jarang, walau demikian proses toksikokinetik pada biota tropis ini dapat diturunkan dari kajiankajian yang dilakukan di daerah temperate atau subtropik. Beberapa kajian sedimen toksisitas telah dilakukan dalam rangka Asean Marine program pada tahun 1994 – 1998 (HINDARTI et al., 1999). Kajian toksisitas sedimen memberikan hasil yang tidak konklusif karena tidak saja faktor kontaminan logam namun juga kandungan nutrien yang tinggi di sedimen. Sehingga, hewan uji (phytoplankton) merespons positif (tumbuh subur) sedangkan hewan uji (larva kerang hijau) merespon negatif.
Penelitian lebih jauh tentang resistensi biota terhadap kontaminan (Etty Riani pers com) menyebutkan bahwa tingkat pencemaran di Teluk Jakarta sudah sangat tinggi, dengan diketahuinya tingginya prosestase deformasi pada cangkang kerang yang dibudidayakan di perairan Teluk Jakarta. Oleh karena itu, kajian toksikokinetik akan merupakan bidang kajian menarik untuk mengetahui nasib kontaminan pada biota bentik maupun pelajik yang ada di Teluk Jakarta. Secara ringkas, dalam 20 tahun terakhir, perairan Teluk Jakarta menunjukkan kecenderungan semakin sangat subur (hyper-eutroph), (SIDABUTAR, 2008; MUCHTAR; 2008) dan dalam waktu yang bersamaan tingkat pencemaran semakin berat (ARIFIN, 2004). Berdasarkan konsentrasi unsur hara, konsentrasi logam berat dan faktor biotik (keragaman jenis ikan), perairan Teluk Jakarta secara garis besar dapat dibagi kedalam 3 zona yaitu 1) zona sangat subur dan tercemar berat yang berada pada jarak kurang dari 5 km dari garis pantai, 2) zona subur dan tercemar sedang pada jarak 5 – 10 km dari garis pantai, dan 3) zona subur dan tercemar ringan pada jarak > 10 km dari garis pantai. Berdasarkan kondisi tersebut, maka upaya untuk perbaikan kondisi ekologis Teluk Jakarta pada intinya adalah pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan mengurangi segala jenis polutan yang masuk ke Teluk Jakarta. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain: -
Semua industri yang memanfaatkan Teluk Jakarta atau sungai-sungai yang muaranya di Teluk Jakarta, baik sebagai sumber air maupun penampung limbah, harus menerapkan perlakuan terhadap buangan industrinya.
-
Transformasi pemanfaatan lahan di DAS harus ditinjau ulang. Hal ini untuk mengurangi beban limbah baik domestik maupun industri, masuknya materi organik yang berlebihan dari aktivitas pertanian dan tercucinya tanah karena pembukaan lahan untuk perumahan.
-
Penggalian pasir yang masih berlangsung sampai saat ini perlu dievaluasi dan ditertibkan kembali, mengingat dampaknya yang merugikan kualitas air dan biota akibat remobilisasi bahan pencemar.
-
Usaha perikanan di daerah pesisir harus dibatasi sehingga bahan organik yang dihasilkan dari kegiatan ini tidak melewati ambang batas penerimaan ekosistem. Hal ini untuk mencegah eutrofikasi yang antara lain menyebabkan ledakan mikroalgae dan menimbulkan kematian massal biota perairan.
Mengingat bahwa tindakan proaktif yang kami ajukan barangkali bukan yang pertama kali disampaikan, oleh karena itu kami menyarankan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk: 1. Berkemauan politik yang tinggi untuk memperbaiki kondisi perairan Teluk Jakarta.
Walau perbaikan ekosistem tidak akan dapat mengembalikan
ekosistem perairan Teluk Jakarta seperti 20 – 30 tahun yang lalu, namun ekosistem tersebut dapat diperbaiki sesuai peruntukan dimasa yang akan datang. 2. Mengelola secara terpadu antara kawasan hulu dan hilir, atau pengelolaan berdasarkan bentang alam daerah aliran sungai dengan menekankan aspek penegakan hukum yang lebih pasti dan memonitor kondisi perairan Teluk Jakarta secara terus-menerus. 3. Melaksanakan program aksi sebagai indikator keberhasilan pengelolaan huluhilir kawasan Jabopunjur (Jakarta, Bogor, Puncak dan Cianjur) yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA AKBAR. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni Pada Kerang Hijau (Perna viridis) Ukuran < 5 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. AMIN, B. 2003. Distribusi Logam Berat Pb, Cu dan Zn pada Sedimen di per2 n Telaga Tujuh Karimun, Kepulauan Riau. Jurnal Natur Indonesia 5(1): 9-16 (2002). ISSN 1410-9379. ANINDITA, A.D. 2002. Kandungan Logam Berat Cd, Cu, Ni Pb dan Zn Terlarut dalam Badan Air dan Sedimen pada Perairan Sekitar Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. ANONIMOUS. 2000. Laporan Pemantuan Kualitas Lingkungan di propinsi DKI Jakarta. Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan Daerah, Propinsi DKI Jakarta. APRIADI, D. 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb, dan Cr Pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. ARIFIN, Z. 2004a. Local Mellineum Ecosystem Assessment: Condition and trends of the Greater Jakarta Bay Ecosystem. Report submitted to the Ministry of Environment, Republic of Indonesia. Jakarta, 33 p. ARIFIN, Z. 2004b. Trend of coastal pollution in Jakarta bay, Indonesia: its implication for fishery and recreational activities. In:Bilateral workshop on Coastal Resources Exploitation and Conservation: Indo-German Experiences (Eds. R. Rachmawati, E. Aldrian, N. Hendiarti and I. Tejakusuma). Proceedings of International Workshop, October 2004 Bali – Indonesia. p:6166. ARIFIN, Z. and M. FITRIATI. 2006. Green mussels cultured in highly polluted area of Jakarta Bay, Indonesia. In: International Conference on Hubs, Harbours and Deltas in Southeast Asia: Multidisciplinary and Intercultural Perspectives (Phnom-Penh, Cambodia, 6 – 9 February 2006). pp. 525 - 536 ARIFIN, Z., SUSANA, T., PURWATI, P., MUCHSIN, R., HINDARTI, D., RIYONO, S.H., RAZAK, A., MATONDANG, E., SALIM. & FARIDA, N. 2003. Ecosystem and productivity of Jakarta Bay and its surrounding. Draft Report of Competitive Research, Indonesian Institute of Sciences, Jakarta (in Indonesian). BPLHD - DKI. 2003. Status Lingkungan Hidup Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2002 (State of the Environment Report of Special Territory of Jakarta: year 2002). Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. 260 p. DAMAYANTI, Y. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Daging Ikan Demersal di Perairan Estuary Kuala Tungkal Daerah Tingkat I provinsi Jambi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
DINIAH. 1995. Correlation between heavy metals (Hg, Cd, Pb) in consumption fish and pollution degree in Jakarta Bay. M.Si thesis, Faculty of Graduate Studies, Bogor Agricultural University, Indonesia. (in Indonesian). DPMA. 1983. Pengendalian Pencemaran Logam berat daerah Jabotabek dan Teluk Jakarta. Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA), Direktorat Jenderal Pengairan, Departmen Pekerjaan Umum. Republik Indonesia. 215/LA23/1983. FITRIATI, M. 2004. Bioakumulasi logam raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada kerang hijau Perna viridis yang dibudidayakan di perairan pesisir kamal dan cilincing Jakarta. Sekolah Pasca Sarjana – IPB, Bogor. 96 p. HINDARTI, D, Y. DARMAYATI, SULISTIJO, and M.G. LILY PANGGABEAN, 1999. Effects of Jakarta Bay sediment on green mussel (Perna viridis) and phytoplankton (Chaetoceros gracilis). Proceedings of the 4th ASEAN-Canada CPMS-II Technical Conference. Towards Sustainable Development and Integrated Management of the Marine Environment in ASEAN. 26-31 October 1998, Langkawi, Malaysia. HUTAGALUNG H.P. dan H. RAZAK. 1982. Pengamatan pendahuluan kandungan Pb dan Cd di air dan biota di muara Angke. Oseanologi di Indonesia, 15: 1-10. HUTAGALUNG, H.P. 1987. Mercury content in the water and marine ogranism in Angke Estuary, Jakarta Bay. Bulletin of Environmental Contaminantion and Toxicology 1524 (39) HUTAGALUNG, H.P., H.S. SANUSI, E. LANDRIATI, E. ROCHATUN. 1989. Kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) dalam udang windu, Penaeus monodon, yang dibudidayakan dalam tambak di Kamal, Jakarta Utara. Seminar Ekologi Laut dan Pesisir I, Jakarta 27 – 29 November 1989. p: 114 – 121. HUTAGALUNG, H.P. 1994. Kandungan Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Seminar Pemantauan Pencemaran Laut, Jakarta, 07-09 Februari 1994. P2O-LIPI. Jakarta. p: 1- 6. HUTAGALUNG, H.P. MANIK, J. 2002. Kandungan Logam Berat dalam air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Digul dan Arafuru. Pesisir dan Pantai Indonesia VII. P2O-LIPI. Jakarta. KASTORO, W.W., A. AZIZ, I. ASWANDY, I. AL HAKIM, 1997. Soft bottom benthic community in Jakarta Bay. In. ASEAN Marine Environmental Environment Management: Quality Criteria and Monitoring for Aquativ Life and Human Health Protection. Proc. Of the ASEAN-Canada Technical Conference on Marien Science (24-28 June, 1996).p: VIII, 17-27. LON-LIPI 1979. Laporan Pelayaran KM. Samudera No. 16 di Teluk Jakarta, 27 - 29 Juli 1979. Proyek Penelitian Masalah Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pencemaran Laut, Lembaga Oseabologi Nasuinal – LIPI, Jakarta: 35 – 43. MOCHTAR, M. 2008. Fluktuasi Kandungan Zat Hara Fosfat, Nitrat dan Silikat di Teluk Jakarta. Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta (in press) MULYAWAN, I. 2005. Correlation between heavy metals (Hg, Pb, Cd and Cr) in waters, sediments and green mussels in Kamal Muara waters, Jakarta Bay. M.Si thesis, Faculty of Graduate Studies, Bogor Agricultural University, Indonesia. (in Indonesian). MULYANTO. 1985. Kandungan logam berat raksa (Hg) dalam tubuh kerang hijau (Mytilus viridis, L) di perairan Teluk Jakarta. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan IPB, Bogor.
NANTY, I.H. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. PPSML – UI. 1986. Pemantauan pencemaran perairan semi tertutup dan upaya penanggulangannya. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan (PPSML) – UI. 91 p PRASENO, D.P. 1981. The bloom of Dinophysis caudata KENT at coastal waters of Jakarta Bay. LON-LIPI, Jakarta (in Indonesian). RAZAK, H. 1990. Kandungan Logam Berat dalam Air Laut di Perairan Sekitar Batu Ampar dan Sekupang. Perairan Pulau Batam. P2O-LIPI. Jakarta. REES, J.G., D. SETIAPERMANA, V.A. SHARP, JM. WEEKS, TM WILLIAMS. 1999. Evaluation of the impacts of land-based contaminants on the benthic faunas of Jakarta Bay, Indonesia. Oceanologica Acta, 22(6): 627-640. ROCHYATUN, E. 1997. Pemantauan Kadar Logam Berat (Pb, Cd dan Cr ) dalam sedimen di Muara sungai Dadap, Teluk Jakarta. Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut Pesisir II. P2O LIPI. Jakarta. ROCHYATUN, E. EDWARD dan A. ROZAK. 2003. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. P2O-LIPI. Jakarta. ROCHYATUN, E., EDWAND dan LESTARI. 2004. Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air laut dalam kaitannya dengan kepentingan budidaya perikanan di Teluk Jakarta. Dalam Proseding Pengendalian Penyakit pada Ikan dan Udang berbasis imunisasi dan biosecurity (Editor: A. Irianto, P. Sukardi, T. Budhi P., Sukanto, Rokhmani dan S. Santoso). Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV, Purwokerto, 18 – 19 Mei 2004. p: 117 - 123 SIANINGSIH, A. 2005. Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam Air dan Sedimen Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. SIDABUTAR T. 2008. Kondisi Plankton di Teluk Jakarta: Kajian Perubahan Ekosisitem Perairan Teluk Jakarta. Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta (in press) SURYANTO, D. 2003. Pendugaan Laju Akumulasi Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni Pada Kerang Hijau (Perna viridis L) Ukuran lebih dari 4,7 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. THAYIB, S. S. dan J.T.D. LISTIAWATI. 1977. Perairan Teluk Jakarta dengan mikroorganismenya yang berpotensi menyakit. Teluk Jakarta. Sumber Daya, Sifat-sifat Oseanologis, serta permasalahannya. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi, Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI. Jakarta. pp. 233244. VITNER, Y., SAENI, M. and SUKIMIN, S. 2001. Macrozoobenthos sommunities structures and growth of green mussels (Perna viridis, Linn 1758) in Kamal Muara and Bojonegara. WAHYONO, M.M. 1994. Study on environmental quality and concentration of heavy metals in blood cockle (Anadara indica, Gmelin) in Kamal Muara estuary, Jakarta Bay. M.Si thesis, Faculty of Graduate Studies, Bogor Agricultural University, Indonesia. (in Indonesian)