KAJIAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA FORMAL PERKOTAAN DI I NDONESIA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi p3da Magister Perencilnaan d2n Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Oleh: Toni Priyanto Jayadi NPM . 5600220669
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBDAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2004
KAJIAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA FORMAL PERKOTAAN DI INDONESIA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ·
Oleh: Toni Priyanto Jayadi N PM . 6600220669
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2004
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
Toni Priyanto Jayadi
Tempat/Tanggal Lahir
Jakarta/22 Mei 1965
NPM
6600220669
Judul Tesis
Kajian Produktivitas Tenaga Kerja Formal Perkotaan di Indonesia
Menyetujui: Pembimbing,
(Dr.Ir. Bambang idianto, MA) NIP. 350 000 362
Mengetahui: Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
o Tanda bakti pada Ayah dan Ibu o Tanda cinta kepada Istriku, Intan o Tanda sayang kepada anakku, Billy
dan Tia
ABSTRAKSI Faktor produksi sering diklasifikasikan menjadi empat, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan.
Pengklasifikasian
terhadap keempat faktor produksi tersebut didasarkan atas perbedaan elstisitas penawaran parsial, karakeristik yang terkandung pada setiap faktor produksi, dan imbalan yang diterima masing-masing pemilik faktor produki. Secara historis, pembedaan ini bersesuaian dengan berkembangnya bergaining position antara tiga kelompok masyarakat, kapitalis, tuan-tuan tanah dan buruh (tenaga kerja). Kekuatan pasarlah yang kemudian menentukan berapa besar imbalan yang akan diterima masing-masing. Tenaga kerja akan mendapatkan upah, tuan tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik modal mendapatkan tingkat bunga. Pandangan
ekonomi
kapitalis
terhadap
tenaga
kerja
tidak
terlepas dari konsep faktor produksi atau input. Perkembangan iklim usaha menuntut adanya penyesuaian perlakuan terhadap tenaga ke:-ja. Pada awalnya ada kecenderungan tenaga kerja dianggap sebagai suatu faktor produksi lainnya yang memberikan kontribusi relatif tetap terhadap
produksi.
Pandangan
ini
yang
menghasilkan
sistem
pengupahan tetap terhadap tenaga kerja sebagaimana input tanah mendapatakan sewa tetap dan modal mendapatkan bunga. Adanya
ketidakstabilan
sifat
dan
karakter
tenaga
kerja,
mendorong perusahaan untuk memberikan perlakuan lain terhadap tenaga kerja. Tenaga kerja dipandang sebagai suatu faktor produksi yang mampu untuk meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya (mengolah tanah, memanfaatkan modal, dsb) sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai suatu investasi. Pandangan mainstream economy terhadap permintaan tenaga kerja adalah sebagaimana permintaan terhadap faktor produksinya, dianggap
sebagai
permintaan
turunan
(derived
demand),
yaitu
penurunan dari fungsi perusahaan. Meskipun fungsi perusahaan cukup bervariasi, meliputi memaksimumkan keuntungan, memaksimumkan penjualan
atau
perilaku
untuk
memberikan
kepuasan
kepada
konsumen, namun maksimisasi keuntungan sering dijadikan dasar analisis dalam menentukan penggunaan tenaga kerja. Dengan pertimbangan tersebut (maksimisasi keuntungan), dan dengan asumsi perusaha beroperasi dalam sistem pasar persaingan, maka perusahaan cenderung untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja
(Value Marginal Product of Labor, VMPL) VMPL menunjukkan tingkat upah
maksimum
yang
mau
dibayarkan
oleh
perusahaan
agar
keuntungan perusahaan maksimum. Beberapa indikator yang diduga mempunyai hubungan yang erat dengan struktur upah adalah jumlah pekerja, nilai tambah, tingkat pendidikan, pasar yang akan dituju apakah domestik atau luar negeri, serta
kepemilikan
perusahaan.
Indikator-indikator
di
atas
akan
dianalisis menggunakan metode regresi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan masing-masing indikator dengan upah yang diterima di tiap masing-masing kelompok lapangan usaha. Lebih lanjut juga akan dianalisa mengapa struktur upah yang diterima pekerja berbeda di masing-masing kelompok usaha.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Mei 1965 di Jakarta, sebagai putra kelima dari tujuh bersaudara keluarga Bapak 0. Srijadi Hardjo Saputro (aim) dan Ibu Siti Rukajah (almh). Menikah dengan Intan Komala dan telah dikaruniai dua orang anak bernama Tanto Putra Pratama (Billy) dan Mayanti Dwi Putriani (Tia). Penulis
menyelesaikan
pendidikan
Sekolah
Dasar di
PSKD
Kwitang IV Jakarta tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama di Yayasan Perguruan Cikini
Jakarta tahun 1980, Sekolah Menengah Atas Negeri
XXV Jakarta Tahun 1983, Diploma 3 di Sekolah Tinggi Managemen dan Informatika Komputer Tahun 1992 dan lulus tingkat Sarjana dari Sekolah Tinggi Managemen dan Informatika Komputer Jakarta tahun 1997. Pada Agustus Tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa reguler Program Magister
Perencan~an
dan Kebijakan publik Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Pada tahun 1986-1997, penulis bekerja sebagai staf pada Biro Pengolahan Data dan Informasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas}. Pada Tahun 2001 penulis diangkat menjadi Kepada Sub Bagian Analisa Data pada Biro Pengolahan Data dan Informasi Bappenas. Sejak Tahun 2003 hingga sekarang, penulis bergabung pada Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter Bappenas, dan diangkat sebagai Kepala Seksi Dana Perimbangan.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kurnia-Nya dan memberikan berkah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk dapat menyelesaikan jenjang studi Strata 2 di Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Untuk melengkapi persyaratan akademis di atas, maka penulis menulis tesis
de~gan
judul "Kajian Produktivitas Tenaga
Formal
Perkotaan di Indonesia". Tetwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan petunjuk serta dorongan semangat yang diberikan kepada penulis dari semua pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: o
Bapak Dr. Robert A Simanjuntak, selaku Ketua Program MPKPFEUI, Depok;
o
Ibu Dr. Ine Minara S. Ruky, selaku Sekretaris Program MPKPFEUI, merangkap sebagai Dosen Penguji;
o
Bapak Ir. Anton Hendranata MSi,
selaku Asisten Pimpinan
MPKP-FEUI, merangkap sebagai Dosen Penguji; o
Bapak
Dr.
Ir.
Bambang
Widianto
MA,
selaku
Direktur
Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas merangkap sebagai Dosen Pembimbing Materi, yang
terus mendorong
penulis untuk menyelesaikan tugas tesis; o
Bapak
Ir. Wismana Adi Suryabrata, MIA, selaku Direktur
Keuangan Negara dan Analisis Moneter Bappenas, yang telah memberikan kelonggaran waktu dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan tugas tesis ini; o
Rekan-rekan
karyawan
Bappenas,
khususnya
di
Direktorat
Keuangan Negara dan Analisis Moneter dan Pusat Data dan
Informasi Perencanaan yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi; o
Staf Pengajar MPKP-FEUI Depok;
o
Para staf Bagian Akademik, Bagian Sekretariat dan Bagian Keuangan
MPKP,
FEU!
Depok,
dengan
penuh
kesabaran
memberikan pelayanan yang luar biasa kepada penulis; o
Rekan-rekan
Mahasiswa
MPKP
Angkatan
IX
yang
dengan
ketulusan hati membantu dan memberikan semangat yang tidak ternilai kepada penulis; o
Staf Perpustakaan Badan Pusat Statistik, Jakarta;
o
Serta seluruh pihak yang membantu penulis, yang tidak mungkin dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan
tugas tesis ini dapat berguna bagi pengambilan kebijakan di bidang ketenaga kerjaan.
Depok, September 2004
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................... iii Daftar lsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v Daftar Tabel ........................................................................... vii Daftar Gam bar .......................................................... ." ............. viii
Daftar Lampiran ...................................................................... ix
Bab I
Bab II
PENDAHULUAN ........ ................................. ......... .. 1 1.1
Latar Belakang ........................................... 1
1.2
Permasalahan ....... ........... ............. ........... ... 5
1.3
Tujuan Penelitian .......................... ........ ...... 6
1.4
Metodologi Penelitian....................... ............. 6
1.5
Sistematika Penulisan...................... ............. 8
Landasan Teori ................................................... . 10
2.1
Konsep dan Definisi ...................................... 10
2.2
Pasar Tenaga Kerja (Labour Market) ............. 16
2.3
Hubungan Inflasi dan Pengangguran ............. 27
2.4
Produ ktivitas .............................................. 31
2.5
Perbedaan Upah dan Penggunaan Tenaga Kerja .......................................................... 33
2.6 Bab III
Bab IV
Regresi Varia bel Ganda ................................. 37
Keadaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan ... 43 3.1
Kondisi Pasar Kerja di Indonesia .................... 43
3.2
Upah Minimum ............................................ 46
3.3
Gambaran Sektor Industri Pengolahan ............ SO
Pembahasan ......................................................... 57 4.1
Model dan Data ........................................... 57
4.2
Hasil Anal isis ............................................... 58
4.3
Diskriptif Anal isis ......................................... 67
v
Bab V
Penutup ............................................................... 77 5.1
Kesimpulan ................................................. 77
5.2
Saran ........................................................ 78
Daftar Pustaka ........................................................................ 80 Lampiran .............................................................................. 81
Vl
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.
Karakteristik Tenaga Ke:ja Tahun 2001 - 2002......... 3
Tabel 1.2.
Perkembangan Kesempatan Kerja di Sektor Formal ... 4
Tabel 1.3.
Pertumbuhan Lapangan Kerja, Upah Riil dan Nilai Tam bah Industri Manufaktur .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 4
Tabel 3.1.
Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerja Utama Dan Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan Tahun 2002 ........................................ 44 Tabel 3.2.
Struktur Angkatan Kerja, Pekerja dan Pengangguran Terbuka Tahun 2002 Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ..................... 45
Tabel 3.3.
Ringkasan Hasil Survey Industri Besar dan Sedang
Tahun 1993 - 2001 ............................................... 51 Tabel 3.4.
Pertumbuhan jumlah Tenaga Kerja Tahun 1993- 2001 ............................................... 53
Tabel 4.1.
Hasil Komputasi Metode SUR (Parsial) ..................... 64
Tabel 4.2.
Hasil Komputasi Metode SUR (Serentak) .................. 65
Tabel 4.3.
Deskriptif Analisis Tahun 1993 ................................ 69
Tabel 4.4.
Deskriptif Analisis Tahun 1994 ................................ 70
Tabel 4.5.
Deskriptif Analisis Tahun 1995 ................................ 71
Tabel 4.6.
Deskriptif Analisis Tahun 1996 ................................ 72
Tabel 4.7.
Deskriptif Analisis Tahun 1997 ................................ 73
Tabel 4.8.
Deskriptif Analisis Tahun 1998 ................................ 74
Tabel 4.9.
Deskriptif Analisis Tahun 1999 ................................ 75
Tabel 4.10. Deskriptif Analisis Tahun 2000 ................................ 75 Tabel 4.11. Deskriptif Analisis Tahun 2001 ................................ 76
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja ............... 11
Gam bar 2.2.
Kurva Permintaan Tenaga Kerja ......................... 17
Gam bar 2.3.
Kurva Penawaran Tenaga Kerja .......................... 19
Gam bar 2.4.
Backward-Bending Labor Supply ........................ 20
Gam bar 2.5.
Pasar Tenaga Kerja (Demand Shifting) ................ 21
Gam bar 2.6.
Pasar Tenaga Kerja (Supply Shifting) .................. 22
Gam bar 2. 7.
Pasar Tenaga Kerja versus Usia Kerja ................. 23
Gambar 2.8.
Hubungan antara Inflasi dan Pengangguran (Phillips Curve) ................................................ 29
Gambar 2.9.
Kurva Titik Optimal Produsen ............................. 34
Gambar 2.10.
Kurva Tingkat Upah ditentukan oleh Mekanisme Pasar .............................................................. 35
Gambar 3.1.
Upah Minimal dan Upah Riil di beberapa Sektor (Index 100 untuk Kuartal 1, 1996} ..................... 47
Vlll
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data proses regresi menggunakan metode OLS ............................................................... .. 82
Lampiran 2.
Data proses regresi menggunakan metode SUR .. .. 86
Lampiran 3.
Hasil analisis regresi pertama menggunakan metode OLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
Lampiran 4.
Hasil analisis regresi kedua menggunakan metode OLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
Lampiran 5.
Hasil analisis regresi ketiga menggunakan metode OLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
Lampiran 6.
Hasil analisis regresi keempat menggunakan metode OLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Lampiran 7.
Hasil analisis regresi kelima menggunakan metode OLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 93
Lampiran 8.
Hasil analisis regresi keenam menggunakan metode OLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 94
Lampiran 9.
Hasil analisis regresi menggunakan metode SUR (satu per satu) ............................... 95
Lampiran 10.
Hasil analisis regresi menggunakan metode SUR (serentak) ..................................... 100
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia biasa digambarkan sebagai pasar tenaga kerja yang dualistik. Di satu sisi terdiri dari pasar tenaga kerja modern dan di sisi lain terdari dari pasar tenaga kerja tradisional atau informal, dimana perbedaan yang sangat mencolok antara pasar tenaga kerja formal dan informal adalah tingkat teknologi yang digunakan dan produktivitasnya. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar
100,8 juta jiwa atau sekitar 67 ,8°/o dari seluruh penduduk usia kerja dan terus bertambah tiap tahunnya sebesar 2,5 juta angkatan kerja baru. Dari jumlah tenaga kerja tersebut di atas, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia cukup besar dan cenderung meningkat selama periode lima tahun terakhir ini. Belum lagi banyak pekerja yang bekerja di sektor yang kurang produktif atau sering disebut sebagai sektor informal (sebesar 70°/o) dengan upah yang rendah. Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan
1997
mengakibatkan
pengangguran pertumbuhan tersebut
jumlah
penduduk
miskin
dan
meningkat, walaupun secara ekonomi ekonomi
terlihat
menunjukkan
bahwa
penawaran
tingkat
makro,
laju
perbaikan.
Dari
keterangan
tenaga
kerja
mengalami
peningkatan. Tantangan utama yang berkaitan dengan pasar tenaga kerja adalah menciptakan lapangan kerja yang produktif dan memberikan dorongan agar tenaga kerja dapat berpindah dari pekerjaan yang kurang produktif ke pekerjaan yang lebih produktif. Beberapa hal yang sang at memprihatinkan dan membutuhkan perhatian adalah: 1.
Adanya kecenderungan berkurangnya pekerja formal, seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1. Pada tabel 1.2 menunjukkan pada tahun 2002 pekerja formal berkurang sebesar kurang lebih
1,5 juta orang, dimana 500.000 merupakan pekerja yang
bekerja di sektor formal di perkotaan. Pengurangan lapangan kerja formal
di perkotaan
menunjukkan
bahwa
penciptaan
lapangan pekerjaan mendapat tekanan yang berat mengingat lapangan kerja formal terutama di perkotaan
seharusnya
menjadi penggerak perekonomian. 2.
Sektor informal meningkat di tahun 2002 yang tidak dibarengi dengan peningkatan upah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia tidak semakin modern.
3.
Produktivitas pekerja yang diperlihatkan dengan makin cepatnya pertumbuhan upah riil dibandingkan dengan pertumbuhan nilai tambah per pekerja, yang mengakibatkan lebih baiknya daya saing perekonomian, menunjukkan penurunan. Nilai tambah pekerja sebagai proxi dari produktivitas menunjukkan penurunan pada
periode
setelah
krisis
untuk
perusahaan
besar
dan
menengah maupun untuk perusahaan kecil dan rumah tangga. Dari sisi upah riil, meningkat
di industri besar dan menengah tetap
walaupun
pertumbuhan
kesempatan
kerjanya
menurun. Berbeda dengan industri kecil dan rumah tangga kesempatan kerja meningkat tetapi
upah riil turun (lihat Tabel
1.3); 4.
Adanya
kecenderungan
dengan
cepat
dalam
pengangguran tahun
2002,
usia yang
muda berarti
tumbuh bahwa
pertumbuhan lapangan kerja lebih rendah dari pertumbuhan angkatan kerja.
2
Tabel 1.1. Karakteristik Tenaga Kerja Tahun 2001 - 2002 2001 Lokasl De sa Kota Populasl dan Angkatan Kerja Penduduk diatas 15 Tahun (juta) Angkatan Kerja (juta) Bekerja (juta) Tingkat partisipasi (%)
2002
Jenis Kelamln Prla Wan ita
Jumlah
Jumlah
64,3 40,5 36,1 63
79,7 58,3 54,7 73,1
71,3 61,2 57,1 85,8
72,7 37,7 33,7 51,8
144 98,9 90,8 137,6
148,7 10,8 91,7 67,8
11,3 20 30,5 20,9 17,3
65,2 8,9 11,8 6,3 7,8
43,3 12,2 15,7 11,7 17,1
45,5 15,2 25,2 12,9 2,2
43,8 13,3 19,2 12,1 11,6
43,3 13,2 19,4 11,3 11,8
3,7 49,7
1,7 15,8
4,3 31,9
1,1 24,8
3,1 29,3
3 27,3
53,4
18,5
36,1
25,9
32,3
30,4
1,7 3 32,2 8,8
5,5 2,5 47,2 26,4
3,7 3,6 15,8 8,1
4,5 1,1 29,9 38,6
1 2,7 41,6 19,4
4,9 3,9 43,2 17,6
Tingkat Pengangguran (%)
11
6,1
6,6
10,5
8,1
9,1
Setengah Pengangguran Bekerja < 25 jam/Mg (%) Bekerja < 55 jamiMg (%)
9,4 18,6
20,8 39,9
10,5 23,5
26,1 45
16,2 31,4
18,3 34,2
612
409
582
419
531
599
24 63 21 24
43 67 36 26
23
49
55
88
18 15
34 39
32 66 25 25
25 61 17 20
16 3 8 26
6 1 2 25
13 2 10 31
9 0 3 18
12 2 6 26
16 2 10 34
Lapangan Pekerjaan (%) Menurut lndustrl Pertanian Manufaktur Perdagangan Jasa Lainnya Keseluruhan Menurut Status (%) Bekerja dengan Buruh Tetap Karyawan/Buruh/Pekerja Pekerja Formal Pekerja Lepas di Pertanian Pekerja Lepas di luar Pertanian Bekerja Sendiri Pekerja Keluarga Keseluruhan
Upah per Bulan Rata-rata Upah (ribu Rp) Upah < Rp. 300rb (%) Semua sektor Pertanian Manufaktur Jasa Upah > Rp. 1jt (%) Semua sektor Pertanian Manufaktur Jasa Sumber: Sakemas-BPS 2001,2002
3
Tabel 1.2, Perkembangan Kesempatan Kerja di Sektor Formal 2000
Status Pekerjaan Berusaha Dengan Buruh Tetap Perkotaan Perdesaan Nasional
2001
1.002.252 1.030.275 2.032.527
1.342.678 1.446.200 2.788.878
Tahun Perubahan
340.426 415.925 756.351
2002
Peru bah an
1.437.827 1.348.399 2.786.226
95.149 -97.801 -2.652
Pekerja/Buruh/Karyawan Perkotaan Perdesaan Nasional
17.581.703 17.928.849 11.916.336 8.650.151 29.498.039 26.579.000
347.146 17.459.389 -3.266.185 7.590.404 -2.919.039 25.049.793
-469.460 -1.059.747 -1.529.207
Keseluruhan Pekerja Formal Perkotaan Perdesaan Nasional
18.583.955 19.271.527 12.946.611 10.096.351 31.530.566 29.367.878
687.572 18.897.216 -2.850.260 8.938.803 -2.162.688 27.836.019
-374.311 -1.157.548 -1.531.859
Sumber: Sakemas - BPS, 2002
Tabel 1.3, Pertumbuhan Lapangan Kerja, Upah Riil dan Nilai Tambah Industri Manufaktur Tahun 1986 - 2000 ( 0/o per tahun) Rata2 Pertumbuhan Besar Kecil dan dan Rumah Sedang Tangga Lapangan Kerja
86-96 96-00
9,10 0,90
5,40 2,10
4,06 0,85
4,51 -6,50
5,86 0,72
1,12 -0,96
Upah Riil
86-96 96-00 Nilai Tambah
86-96 96-00
Sumber: Statistik Indonesia - BPS, 2001
Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, Indonesia tidak dapat mengandalkan diri dari sumber-sumber keunggulan komparatif yang tradisional, seperti tenaga kerja yang murah dan sumber daya alam yang berlimpah. Indonesia perlu mengembangkan keunggulan komparatif
yang
dinamis,
yakni
sumber
daya
manusia
yang 4
berkualitas, produktif dan profesional, sehingga perlunya penanganan yang lebih serius penyediaan lapangan kerja formal serta peningkatan kemampuan pekerja sehingga setiap tenaga kerja dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan produktif yang akhirnya dapat memberikan sumbangan bagi besaran produktivitas. Rendahnya produktivitas seringkali dikaitkan dengan tingkat pendidikan. Diasumsikan makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula tingkat produktivitas yang mungkin dicapai. Asumsi bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki produktivitas yang rendah sering digunakan sebagai tameng oleh para investor untuk menekan upah yang diterima
pekerja.
mengakibatkan
Dengan tingkat pendidikan
penguasaan
teknologi
juga
yang
rendah.
rendah Padahal
Penguasaan teknologi juga merupakan salah satu indikator penentu tingkat produktivitas, di samping penguasaan informasi.
1.2.
Permasalahan Dalam satu kesempatan di Ball, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengatakan bahwa sistem upah minimum sekarang ini amat tidak adil. Perusahaan yang padat karya disamakan dengan yang padat modal. Perusahaan PMA (penanaman modal asing) disamakan dengan
perusahaan
dikatakan bahwa
tahu-tempe,
dan
sebagainya.
Selanjutnya
perbedaan upah tertinggi dan terendah ini sangat
besar sekali. Lebih lanjut dikatakan bahwa masalah upah perlu diatur dengan aturan sistem pengupahan sehingga pekerja benar-benar mendapatkan hak yang sesuai dengan produktivitasnya. Dari pernyataan Menteri Tenaga kerja di atas, telah disadari bahwa masalah upah merupakan suatu hal yang mendesak untuk di atur. Saat ini biaya upah masih di bawah 10 persen dari biaya perusahaan, sementera proses produksi sudah sebesar 60 persen. Idealnya bahwa biaya upah harus dapat mencapai 15-20 persen. Dari uraian di atas, perlu adanya kajian mengenai sejauh mana upah pekerja di Indonesia dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja 5
formal perkotaan khususnya di sektor industri pengolahan yang dapat memberikan
sumbangan
positif
terhadap
perekonomian.
Selain
produktivitas, perlu pula di lihat keterkaitan upah pekerja dengan variabel-variabel lain, seperti tingkat pendidikan pekerja, pertumbuhan ekonomi
nasional,
pangsa
pasar yang
dituju
oleh
perusahaan,
kontribusi output sub sektor industri pengolahan terhadap total output (PDB)
serta
kepemilikan
perusahaan.
Variabel-variabel
yang
disebutkan di atas diduga memiliki keterkaitan dengan struktur upah. 1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat menjelaskan tujuan seperti yang disebutkan di bawah ini: •
Mempelajari
lebih
mendalam
faktor-faktor
yang
mempengaruhi upah pekerja di sektor formal perkotaan khususnya di sektor industri pengolahan; •
Mempelajari kaitan antara masing-masing faktor dengan upah yang diterima.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan masukan kepada para pengambil keputusan untuk dapat membuat kebijakan
perbaikan
struktur
upah
sehingga
dapat
mendorong
peningkatan produktivitas tenaga kerja formal perkotaan di Indonesia khususnya di sektor industri pengolahan. 1.4.
Metodologi Penelitian a.
•
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan sebagai analisis adalah data sekunder yang diperoleh publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), data publikasi dari Dep. Tenaga kerja dan Trasmigrasi, Dep. Perindustrian dan Perdagangan serta Bappenas;
•
Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari informasi yang terkait dengan penelitian ini, dengan cara mempelajari buku-
6
buku, literatur, jurnal-jurnal ilmiah serta dokumen-dokumen lain yang mendukung. Metode Analisis Data
b.
Struktur upah diduga sangat dipengaruhi oleh produktivitas pekerja yang dihitung melalui nilai tambah yang dihasilkan pada masing-masing sub-sektor industri pengolahan dibandingkan dengan jumlah pekerja. Dugaan selanjutnya struktur upah juga dipengaruhi oleh kemampuan pekerja, kepemilikan perusahaan, pangsa pasar yang dituju serta seberapa
besar kontribusi produk perusahaan terhadap
total produk. Jumlah tenaga kerja wanira juga diduga mempengaruhi struktur upah, di samping laju pertumbuhan ekonomi dan GDP. Dari penjelasan di atas, didapatkan model sederhana sebagai berikut di bawah ini: WAGE = f ( FDI, X, FEML, EDUC, PROD, W t- 1
)
dimana : W FDI X FEML
= = = =
Upah Pekerja Persentase share perusahaan asing Persentase output yang diekspor Persentase penggunaan Pekerja Wanita ditiap KLUI
EDUC = Persentase tingkat pendidikan berpendidikan SMA atau lebih
Pekerja
yang
PROD = Merupakan perhitungan antara Nilai Tambah dibagi jumlah tenaga kerja Wt- 1
= Upah pekerja tahun sebelumnya
Dari rumusan di atas akan dilakukan regresi variabel ganda untuk melihat masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Untuk melihat karakteristik struktur upah pada masing-masing kelompok industri, maka dilakukan pula
regresi variabel ganda untuk
masing-masing kelompok industri dengan model sebagai berikut: WAGE31 = f ( FDI31, X31, FEML31, EDUC31, PROD31, W3lt. 1 ) WAGE32 = f ( FDI32, X32, FEML32, EDUC32, PROD32, W32t. 1 ) 7
WAGE33 = f ( FDI33, X33 FEML33, EDUC33, PROD33, W33t- 1 ) WAGE34 = f ( FDI34, X34, FEML34, EDUC34, PROD34, W34t- 1 ) WAGE35 = f ( FDI35, X35, FEML35, EDUC35, PROD35, W35t- 1 ) WAGE36 = f ( FDI36, X36, FEML36, EDUC36, PROD36, W36t- 1 ) WAGE37 = f ( FDI37, X37, FEML37, EDUC37, PROD37, W37t- 1 ) WAGE38
= f ( FDI38, X38, FEML38, EDUC38, PROD38, W38t- 1 )
WAGE39 = f ( FDI39, X39, FEML39, EDUC39, PROD39, W39t-l ) dimana: 31-39 = 2 Digit Kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) Untuk memperkuat hasil regresi di atas digunakan diskriptif analisis terhadap
variabel-variabel
bebas yang
mempengaruhinya
sebanyak waktu observasi.
1.5.
Sistematika Penulisan
Babl
Bab II
Bab III
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
1.2.
Permasalahan
1.3.
Tujuan Penelitian
1.4.
Metodologi Penelitian
1.5.
Sistematika Penulisan
Landasan Teori 2.1.
Konsep dan Definisi
2.2.
Pasar Tenaga Kerja (Labour Market)
2.3.
Hubungan Inflasi dan Pengangguran
2.4.
Produktivitas
2.5.
Perbedaan Upah dan Penggunaan Tenaga Kerja
2.6.
Regresi Variabel Ganda
Keadaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan 3.1.
Kondisi Pasar Kerja di Indonesia
3.2.
Upah Minimum
3.3.
Gambaran Sektor Industri Pengolahan
8
Bab IV
Bab V
Pembahasan
4.1.
Model dan Data
4.2.
Hasil Analisis
4.3.
Diskriptif Analisis
Penutup
5.1.
Kesimpulan
5.2.
Saran
9
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Konsep dan Definisi 1.
Ketenagakerjaan
Sumber daya manusia (SDM) mengandung yaitu: (i)
dua pengertian,
SDM mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang
dapat diberikan dalam proses produksi, dan (ii) SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang
mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa
kegiatan tersebut
menghasilkan barang dan jasa. Secara umum, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja dan dinamakan tenaga kerja atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (working age population). Aspek yang terkandung dari kedua pengertian SDM di atas adalah aspek kuantitas dalam arti jumlah penduduk yang mampu bekerja dan aspek kualitas dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk produksi. Pengertian di atas juga menegaskan bahwa SDM mempunyai peranan sebagai faktor produksi. Sebagai faktor produksi,
SDM
memiliki
jumlah
yang
terbatas
sehingga
harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menghasilkan barang dan jasa. Definisi tenaga kerja menurut Payaman ialah tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah, dan mengurus rumah tangga. Tiga kelompok yang disebut terakhir, walaupun tidak bekerja, dianggap secara fisik mampu dan dapat ikut bekerja (potential labor force). Secara umum batasan yang digunakan untuk membedakan penduduk sebagai tenaga kerja adalah batas usia minimum dan maksimum tertentu. Penetapan batas usia penduduk yang digunakan adalah minimum 15 (lima belas) tahun tanpa ada batasan maksimum.
Lebih jauh dalam memahami konsep ketenagakerjaan, pada dapat dicermati lebih jelas tentang pemilahan penduduk
gambar 2.1 menjadi
kelompok-kelompok
ketenagakerjaan.
Adapun
komposisi
penduduk dan tenaga kerja berikut di bawah ini: Gambar 2.1, Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja
Keterangan: a.
Daerah bagian atas termasuk pemilahan penduduk berdasarkan pendekatan angkatan kerja (the Labor Force Concept)
b.
Daerah
bagian
bawah
termasuk
pemilahan
penduduk
berdasarkan pendekatan pemanfaatan tenaga kerja 2.
Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah, tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas), yang sedang bekerja dan/atau mempunyai pekerjaan, namun sementara tidak bekerja dan/atau yang sedang mencari pekerjaan. Pembatasan usia 15 tahun ke atas, didasari pada 11
bertambahnya kegiatan pendidikan dengan diterapkannya, yaitu wajib belajar 9 tahun, dimana anak-anak sampai dengan umur 14 tahun masih berada di sekolah. Dengan demikian jumlah penduduk yang bekerja pada batas usia tersebut menjadi sangat kecil. Sedangkan yang termasuk dalam bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja karena alasan-alasan sebagai berikut: (l)Sekolah, yaitu mereka yang kegiatan utamanya bersekolah; (2) Mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang hanya mengurus rumah
tangga
tanpa
menerima
upah,
sebagian
besar
kelompok ini adalah wanita; (3)Melaksanakan dibedakan
kegiatan
menjadi
2
lainnya, yaitu:
dalam
mereka
kelompok yang
ini
menerima
pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa atas hak milik, serta mereka yang tidak menerima pendapatan, yaitu karena lanjut usia, cacat, narapidana atau sakit kronis. Kelompok bukan angkatan kerja, disebut juga sebagai angkatan kerja
potensial
(potensial
labor force).
Karena
kelompok
bukan
angkatan kerja ini, sewaktu-waktu dapat terjun untuk ikut bekerja dan/atau mencari pekerjaan. Termasuk dalam kelompok ini juga adalah, mereka yang menarik diri dari pasar kerja. Jika dalam kelompok ini (terutama yang tidak menerima pendapatan), tidak mampu lagi membiayai kegiatannya, maka mereka untuk sementara akan terjun ke dalam kelompok angkatan kerja. 3.
Bekerja dan Menganggur
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), yang merupakan rasio antara kelompok penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan (angkatan kerja), dengan kelompok penduduk usia kerja (tenaga kerja). Secara umum biasanya perbedaan TPAK dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; (a) Umur , (b) Jenis kelamin,
dan (c)
Sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan, lokasi tempat tinggal). 12
Ditinjau
dari
sebab-sebab
terjadinya,
pada
dasarnya
pengangguran dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: (l)Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang terjadi karena kesulitan sementara dalam mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja yang ada. Misalnya, pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan demikian sebaliknya, atau kurangnya mobilitas pencari kerja. (2) Pengangguran struktural, yaitu pengganguran yang terjadi karena adanya perubahan dalam struktur dan/atau komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.
Misalnya,
pergeseran
dari
ekonomi
yang
terkonsentrasi pada pertanian menjadi ekonomi yang menitik beratkan
pada
kegiatan-kegiatan
industri,
atau
akibat
penggunaan teknologi maju, (3) Pengangguran musiman, yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi. 4.
Upah Pekerja
Upah atau gaji bersih adalah, penerimaan buruh/karyawan berupa uang atau barang yang dibayarkan perusahaan/kantor/ majikan tersebut. Penerimaan dalam bentuk barang dinilai dengan harga setempat. setelah
Sedangkan penerimaan bersih yang dimaksud adalah,
dikurangi
dengan
potongan-potongan
iuran
wajib,
pajak
penghasilan dan sebagainya oleh perusahaan/ kantor/majikan Upah pekerja mempunyai dampak nyata baik secara mikro maupun makro. Secara mikro, upah dapat mernpengaruhi produktivitas kerja,
yang
pada
akhirnya
dapat
mempengaruhi
output
yang
dihasilkan. Secara logika dapat diterangkan bahwa, dengan rendahnya upah
yang
diberikan
layak/tenang, kemudian
menyebabkan
sehingga
mempengaruhi
dapat
pekerja
mempengaruhi
penampilan
tidak
dapat
hidup
kesehatan
yang
(performance)
kerja
serta
produktivitasnya. 13
Sedangkan
secara
makro,
upah
dapat
mempengaruhi
pendapatan nasional baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, upah akan mempengaruhi produktivitas kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi output dan secara kumulatif akan mempengaruhi total output (produksi nasional) dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan nasional. Namun demikian, peningkatan upah pekerja yang terlalu cepat pada masa krisis ekonomi dimana kegiatan ekonomi tumbuh sangat lamban justru akan mengurangi produktifitas tenaga kerja. Turunnya produktifitas tenaga kerja justru akan menurunkan tingkat daya saing perekonomian yang dapat merugikan keseluruhan kegiatan ekonomi. 5.
Klasifikasi Ketenagakerjaan
Jenis atau jabatan pekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang atau
pernah dilakukan oleh orang-orang yang termasuk
golongan bekerja atau orang yang mencari pekerjaan namun pernah bekerja.
Dalam
buku
Klasifikasi
Jabatan
Indonesia
(KJI),
jenis
pekerjaan digolongkan dalam 8 (delapan) golongan besar, yaitu: (a) tenaga
profesional,
teknisi
dan
yang
sejenisnya;
(b)
tenaga
kepemimpinan dan ketatalaksanaan; (c) tenaga tata usaha dan tenaga yang sejenisnya; (d) tenaga usaha penjualan; (e) tenaga usaha jasa; (f) tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan , dan perikanan; (g)
tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar; dan (8) tenaga lainnya. Dalam analisis sektor ketenagakerjaan, pengelompokan sektor pekerjaan juga dilakukan sesuai dengan yang terdapat dalam buku Klasifikasi
Lapangan
Usaha
Indonesia
(KLUI).
Definisi
lapangan
. pekerjaan atau usaha (sektor ekonomi) adalah bidang kegiatan dari usaha atau perusahanan atau instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Klasifikasi tersebut memuat penggolongan dari 1 (satu) digit kode lapangan usaha hingga lebih rinci dalam 5 (lima) digit kode. Adapun klasifikasi 1 (satu) digit KLUI yang biasa digunakan dikelompokikan dalam 9 (sembilan) golongan, yaitu: (1) pertanian, 14
perburuan,
kehutanan,
dan
perikanan;
(2)
pertambangan
dan
penggalian; (3) industri pengolahan; (4) Jistrik, gas dan air; (5) bangunan; (6) perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel; (7) angkutan, penggudangan dan komunikasi; (8) keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan; dan (9) jasa kemasyarakatan. Sedangkan pengelompokan lain yang biasa digunakan dalam analisis sektor ketenagakerjaan
adalah
status pekerjaan.
Status
pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha atau kegiatan, yang dibedakan menjadi: (a) berusaha sendiri-, adalah mereka yang bekerja atas resiko sendiri tanpa bantuan orang lain; (b) berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap, adalah seseorang yang dalam mengusahakan usahanya dibantu oleh anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap; (c) berusaha dan buruh tetap, adalah seseorang yang melakukan usahanya dengan mempekerjakan buruh tetap yang dibayar (mereka ini sering diartikan sebagai majikan); (d) buruh atau karyawan, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi (baik pemerintah atau swasta) dengan menerima upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang. Buruh tani digolongkan dalam status pekerjaan ini walaupun tidak mempunyai majikan tertentu; (e} pekerja tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu usaha untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan yang dilakukan oleh salah seorang anggota rumah tangga atau bukan anggota rumah tangga, tanpa mendapatkan upah atau gaji. Selain itu, berdasarkan pengelompokan dari BPS, kelompok industri dapat pula dilihat dari jumlah tenaga kerjanya. Ada 4 (empat) kelompok industri, yaitu: (a) industri rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja 1 - 4 orang; (b) industri kecil, dengan tenaga kerja antara 5 - 19 orang; (c) industri sedang, dengan tenaga kerja antara 20 - 99 orang; dan (d) industri besar, dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang.
15
2.2.
Pasar Tenaga Kerja 1 (Labor Market)
Dalam definisi yang paling sederhana, pasar adalah lokasi fisik di mana komoditi dipertukarkan dimana ada kesepakatan tidak tertulis bahwa tidak ada unsur paksaan dalam melakukan transaksi pertukaran komoditi. Dalam konteks pasar tenaga kerja, penduduk mempunyai peran ganda
pada
perekonomian
yaitu
pada
sisi
permintaan
sebagai
konsumen barang dan jasa dan d isisi penawaran sebagai produsen barang dan jasa. Di sisi permintaan, penduduk adalah konsumen, sumber permintaan akan barang-barang dan jasa. Sedangkan di sisi penawaran, penduduk adalah produsen, ketika yang bersangkutan menjadi pengusaha atau pedagang, atau tenaga kerja jika yang bersangkutan bekerja. Di pasar tenaga kerja, buruh menjual tenaganya pada pemilik tanah dan perkebunan. Pasar jenis ini jelas berkaitan langsung dengan paksaan dan kekuasaan, dan ini sudah berlangsung ratusan tahun. Taraf upah ditentukan oleh kekuatan buruh berhadapan dengan majikan. Dalam beberapa kasus, para buruh begitu tak berkuasa sehingga mereka bahkan tidak dibayar dan status mereka merosot tidak lebih dari budak. Dengan
berperan
sebagai
pedagang
yang
menjual
jasa
tenaganya, seorang buruh tidak hanya menyerahkan suatu obyek yang ada di luar dirinya. Ia mengasingkan sebagian dirinya, aktivitas otot, syaraf dan otaknya. Belum pernah tercatat dalam sejarah manusia ada pasar tenaga kerja yang merupakan pasar antar pihak yang setara. Buruh menjual dirinya karena mereka tak punya uang dan tenaga mereka dibeli oleh mereka yang punya uang. Apabila buruh dalam posisi setara dengan pembeli tenaganya, mereka tak akan pernah ada yang menjual tenaganya. Di dalam pasar tenaga kerja, permintaan dan penawaran secara bersama-sama menentukan jumlah yang akan dipekerjakan serta upah 1 Don
Bellante and Mark Jackson, "Ekonomi Ketenagakerjaan", Lembaga Penerbit FEUI, halaman
14
16
yang akan diterima. Dalam hal semacam itu pasar tenaga kerja sama halnya dengan pasar barang. Dalam kedua pasar tersebut, pilihan para pembeli dan penjual tercermin dalam gambaran yang terjadi di pasar. Walaupun demlkian pasar tenaga kerja tidaklah sama dengan pasar bagi komoditi lainnya dalam berbagai segi. Perbedaan antara pasar tenaga kerja dengan pasar komoditi lainnya terletak pada perilaku manusia dalam produksi yang terus berkembang sejalan dengan waktu dimana untuk komoditi lain hanya akan sebagai objek yang digunakan untuk proses industri. Perseorangan yang akan menjual jasa ketenagakerjaannya akan melakukan pemilihan sebelum menjual jasanya. Mereka akan menilik dahulu rangkaian kondisi kerja berupa letak dan keadaan lingkungan tempat bekerja, jaminan tugas pekerjaan,
kesempatan
dan
lain
sebagainya sebelum memutuskan untuk menerima suatu lowongan dibandingkan dengan bila hanya berdiam diri saja. 1.
Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja adalah
hubungan antara tingkat upah
dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan. Kurva permintaan tenaga kerja menggambarkan jumlah maksimum tenaga kerja yang dipekerjakan pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu. Gambar 2.2, Kurva Permintaan Tenaga Kerja
w
D=MRPL
0
L
17
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka akan terjadi hal-hal berikut; o
Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi perusahaan yang selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit barang yang diproduksi. Konsumen akan merespon dengan cepat kenaikan harga dengan mengurangi konsumsi atau
bahkan
tidak
lagi
mau
membeli
barang
yang
bersangkutan. Akibatnya banyak produksi barang yang tidak terjual
dan
terpaksa
produsen
produksinya.
Turunnya
jumlah
menurunkan produksi
jumlah
berpengaruh
terhadap jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Turunnya jumlah tenaga kerja yang diakibatkan oleh turunnya jumlah produksi disebut sebagai efek skala produksi atau scaleeffect. o
Naiknya tingkat upah (asumsi harga barang modal lainnya tidak berubah), maka pengusaha ada yang lebih suka untuk menggunakan
teknologi
padat
modal
dalam
proses
produksinya untuk menggantikan kebutuhan akan tenaga kerja.
Penurunan
tenaga
kerja
yang
dibutuhkan
akibat
adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesinmesin disebut sebagai efek substitusi atau substitution-effect. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja lainnya adalah: o
Naik-turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan produksi
yang
bersangkutan.
meningkat,
maka
Bila
produsen
permintaan akan
hasil
cenderung
menambah kapasitas produsinya yang pada akhirnya akan menambah penggunaan tenaga kerja. Keadaan ini akan mengakibatkan kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke kanan. Pergeseran kurva permintaan ke kanan menunjukkan
18
bahwa jumlah tenaga kerja yang diminta adalah bertambah besar pada semua tingkat upah yang berlaku. o
Harga barang modal, bila harga barang modal turun yang mengakibatkan harga jual per unit barang akan turun, maka produsen cenderung akan meningkatkan produksi barangnya akibat dari bertambah besarnya permintaan akan barang tersebut. Keadaan ini juga akan mengakibatkan penambahan tenaga kerja yang akan menggeser kurva permintaan ke kanan ( efek skala produksi). Efek substutisi juga dapat terjadi jika produsen cenderung untuk menambah jumlah barang modalnya, sehingga terjadi kapital intensif dalam proses produksi. Jadi secara relatif penggunaan tenaga kerjanya adalah berkurang. Hal ini mengakibatkan kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke kiri.
Sementara itu, penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang bersedia mengisi lowongan pekerjaan dengan upah yang ditav.;arkan dalam jangka waktu
tertentu.
Kurva
penawaran
melukiskan
jumlah
tenaga
maksimum yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada berbagai kemungkinan tingkat upah untuk tiap periode tertentu.
Gambar 2.3, Kurva Penawaran Tenaga Kerja
w s
0
L
19
Sebenarnya penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh keputusan seseorang, apakah orang tersebut mau bekerja atau tidak. Keputusan ini
tergantung
kepada
perilaku
seseorang
untuk
menggunakan
waktunya, apakah untuk kegiatan yang mendatangkan nilai ekonomis (bekerja), digunakan untuk kegiatan yang sifatnya lebih santai (tidak produktif tetapi konsumtif) atau merupakan kombinasi keduanya. Bila dikaitkan dengan dengan tingkat upah, maka keputusan untuk orang bekerja dipengaruhi oleh tinggi rendahnya penghasilan seseorang. Bila penghasilannya relatif cukup tinggi, maka tenaga kerja tersebut cenderung untuk mengurangi waktu yang dialokasikan untuk bekerja
dan
waktunya
akan
digunakan
untuk
"menikmati"
penghasilannya. Bentuk kurva penawaran akan berubah membelok ke kiri setelah mencapai titik tertentu (backward bending supply curve). Kurva tersebut menunjukkan terjadinya pengurangan alokasi waktu tenaga kerja saat tingkat upah mencapai nilai Ul. Biasanya, semakin tinggi
tingkat
penghasilan
seseorang
akan
semakin
tinggi
pula
konsumsi waktu yang dibutuhkan untuk "leisure" atau kegiatan lain yang bersifat konsumtif.
Gambar 2.4, Backward Bending Labor Supply Upah
Ul
0
WI
Waktu yang dialokasikan untuk bekerja
20
2.
Interaksi Antara Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Pasar permintaan tenaga kerja dan pasar penawaran tenaga kerja secara bersamaan akan menentukan suatu keseimbangan tingkat upah dan keseimbangan tenaga kerja. Bila diasumsikan bahwa tenaga kerja itu bersifat homogen, maka pada Gambar 2.5 menggambarkan keseimbangan pasar tenaga kerja. Apabila D dan 5 adalah permintaan dan penawaran tenaga kerja, maka tingkat keseimbangan upah adalah We
sedangkan
jumlah
tenaga
kerja
yang
digunakan
dalam
keseimbangan adalah Ne. Bila permintaan tenaga kerja membawa kenaikan ke D*, pad a tingkat upah We yang ada, jumlah tenaga kerja yang diminta akan menjadi Nd. Sehingga untuk membuat suatu keseimbangan baru, maka perlu
didorong naik tingkat upah dari We menjadi W*. Asumsi
bahwa penawaran tenaga kerja adalah tetap. Gambar 2.5, Pasar Tenaga Kerja (Demand Shifting)
w
D*
0
Ne
N
Nd
L
Bila asumsi di atas diubah, dimana permintaan tenaga kerja yang konstan, maka hal yang mungkin dapat terjadi adalah adanya pergeseran dari kurva penawaran tenaga kerja seperti yang terlihat pada Gambar 2.6 di mana suatu kenaikan dalam penawaran tenaga kerja dapat mengakibatkan suatu kenaikan dalam keseimbangan jumlah tenaga kerja dari Ne ke N*. Akan tetapi kenaikan dalam 21
penggunaan tenaga kerja dibarengi
oleh suatu penurunan dalam
keseimbangan We ke W*. Gambar 2.6, Pasar Tenaga Kerja (Supply Shifting)
w s s•
0
Ne
L
N*
Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dan besarnya penawaran tenaga kerja. Besarnya permintaan tenaga kerja
yang
ditunjukan
pad a
Gam bar
2. 7
tersebut
antara
lain
dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dalam suatu daerah atau wilayah tertentu.
Proses
terjadinya
penempatan
melalui
penawaran
dan
permintaan tenaga kerja dinamakan pasar tenaga kerja (labor market). Seseorang dalam pasar kerja berarti dia menawarkan jasanya untuk produksi,
apakah
dia
sedang
bekerja
atau
mencari
pekerjaan.
Selanjutnya kekuatan penawaran dan permintaan di pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah.
22
Gam bar 2. 7, Pasar Tenaga Kerja versus Usia Kerja
w
N*
s
D N1
Ne
L
N2
Pada gambar di atas, kurva D yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah menggambarkan bahwa apabila tingkat upah tinggi, maka permintaan tenaga kerja sedikit, dan semakin rendah tingkat upah, maka semakin banyak permintaan tenaga kerja. Sedangkan untuk
kurva
5
yang
menaik
dari
kiri
bawah
ke
kanan
atas
menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat upah, maka semakin banyak tenaga kerja yang ditawarkan.
Untuk kurva N* merupakan
penduduk usia kerja. Apabila tingkat upah fleksibel, mekanisme pasar di pasar tenaga kerja akan menyebabkan keseimbangan di antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, yaitu seperti yang digambarkan oleh titik E (ekuilibrium). Dengan kata lain, jumlah orang yang bersedia kerja adalah
sama
dengan
jumlah
tenaga
kerja
yang
diminta
atau
dibutuhkan, yaitu masing-masing sebesar Ne pada keseimbangan We. Di sini tidak ada kelebihan penawaran tenaga kerja (excess supply of labor) maupun kelebihan permintaan tenaga kerja (excess demand of labor). Pada tingkat upah keseimbangan We, maka semua orang yang
ingin bekerja telah dapat bekerja. Artinya tidak ada orang yang menjadi
pengangguran
terpaksa
(invaluntary
unemployment),
sedangkan pengangguran sukarela (valuntary unemployment) adalah sebanyak NeN*. Secara teoritis oleh para ahli ekonomi klasik, keadaan 23
seperti
itu
full
disebut
employment
dengan
asumsi
bahwa
keseimbangan ini terjadi dalam pasar yang sempurna (perfect market). Dalam kenyataan, titik E ini tidak pernah tercapai karena informasi memang tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan institusional selalu ada. Keynes berpendapat bahwa pasar tenaga kerja bukanlah pasar persaingan sempurna. Dalam perekonomian modern, serikat
buruh
mempunyai
peranan
yang
sangat
besar
dalam
menentukan tingkat upah. Misalkan, interaksi antara serikat buruh dengan majikan dalam menentukan tingkat upah pada Wl. Pada tingkat upah ini, para majikan hanya akan menggunakan tenaga kerja sebanyak Nl, sementara tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja sebanyak N2 sehingga terjadi selisih sebesar N1N2 yang merupakan pekerja yang belum mendapat lowongan pekerjaan. N1N2 ini
dinamakan
pengangguran
terpaksa,
sedangkan
N2N*
disebut
sebagai pengangguran sukarela. Pada tingkat upah Wl, penawaran tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja. Jumlah orang yang menawarkan
dirinya
untuk
bekerja
adalah
sebanyak
N2
orang,
sedangkan yang diminta atau dibutuhkan adalah sebanyak Nl orang. Terlihat adanya kondisi kelebihan penawaran tenaga kerja. Sebaliknya, jika tingkat upah ditentukan sebesar W2, dengan permintaan tenaga kerja sebanyak N2 orang dan penawaran tenaga kerja sebanyak Nl orang, maka N1N2 (titik cd) merupakan kondisi kelebihan permintaan tenaga kerja. Kelebihan permintaan tenaga kerja biasanya terjadi pada pasar kerja yang dimasuki oleh mereka yang berpendidikan tinggi dan memiliki
produktivitas
kerja
yang
tinggi
pula.
Jika
pertumbuhan
ekonomi meningkat dengan signifikan akan mengakibatkan permintaan untuk pekerja dengan mutu yang tinggi akan meningkat dengan tajam pula. Kondisi tersebut harus diimbangi dari sisi penawaran tenaga kerja sehingga kekurangan pekerja tidak terjadi. Di negara berkembang, di samping masalah pengangguran terbuka
di
bidang
ketenagakerjaan,
juga
menghadapi
masalah 24
setengah pengangguran. Dengan metode penghitungan pengangguran yang di terbitkan oleh BPS, dinyatakan bahwa menganggur sebagai suatu kemewahan, dimana hanya penduduk yang termasuk kelompok mampu saja yang dapat bertahan untuk menganggur dalam waktu yang cukup lama.
3. Pasar Kerja Internal Pasar kerja internal terjadi apabila pengusaha/produsen ataupun instansi
pemerintah
mengisi
lowongan
kerja
yang
ada
dengan
menggunakan sumber dari perusahaan itu sendiri melalui promosi. Konsep pasar kerja internal ini timbul karena adanya anggapan bahwa proses hiring-investment (investasi masa depan meliputi pembukuan lamaran,
pemanggilan,
seleksi
serta
penerimaan
pegawai
baru)
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu cara seleksi pegawai yang dapat menekan biaya yang dikeluarkan, biasanya digunakan cara seleksi melalui pemeriksaan ijazah, penentuan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lain-lain yang dianggap sebagai alat penyaring untuk menyeleksi pencari kerja, walaupun faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi seseorang (seperti motivasi, tingkat ketergantungan, kejujuran) tidak dapat diseleksi. Pendekatan Jain untuk menekan biaya penerimaan pegawai dan memaksimalkan produktivitas pegawai yang menempati jabatan yang bersangkutan,
maka
dilaksanakan
pengangkatan
pegawai
melalui
promosi menggunakan sumber-sumber tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Pengangkatan pegawai melalui sumber internal ini dikenal sebagai pasar kerja internal. Bila hal di atas dilakukan, penerimaan pegawai dari luar akan dikonsentrasikan pada posisi pekerjaan atau jabatan yang rendah (ports of entry). Istilah rendah di sini diukur dengan derajat tingkat
tanggung
jawabnya.
Posisi
ini
meskipun
rendah
tetapi
sangat
menentukan kelancaran operasional perusahaan.
25
Salah satu keuntungan dari pasar kerja internal untuk mengisi lowongan yang ada adalah perusahaan yang bersangkutan sudah mengetahui kemampuan, keterampilan bahkan keperibadian calon pekerja yang akan menduduki posisi jabatan yang dimaksud.
4. Dual Market Labor Theory Terdapat 2 (dua) jenis pasar tenaga kerja, yaitu primary labor market
dan secondary labor market. Biasanya pasar kerja primer
merupakan pasar kerja di sektor formal, dimana ada aturan atau prosedur
yang
jelas
pada
mekanisme
pasar
kerja
dalam
mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Sebaliknya pasar kerja sekunder hanya menawarkan tingkat upah yang relatif rendah, tidak mempunyai jenjang jabatan (dead end job). Karakteristik dari pasar tenaga kerja yang pertama adalah: (i) membutuhkan
tingkat
kemampuan
dan
keterampilan
tinggi;
(ii)
menawarkan tingkat upah yang relatif tinggi; (iii) Kondisi kerja baik; (iv) tingkat mobilitas tenaga kerja (turn over) kecil; (v) pekerja mempunyai hak dan kewajiban yang jelas; (vi) mengikuti peraturan kepegawaian
yang
jelas;
(vii)
ada
pedoman
kerja;
dan
(viii)
mempunyai kesempatan untuk maju atau naik ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Karakteristik dari pasar tenaga kerja yang kedua adalah: (i) tidak membutuhkan tingkat kemampuan dan keterampilan yang tinggi, lebih diutamakan kemampuan fisik yang baik; (ii) menawarkan tingkat upah relatif rendah; (iii) kondisi kerja yang kurang baik; (iv) turnover atau penggantian pekerja tinggi; (v) pekerja tidak mempunyai hak dan kewajiban yang jelas; (vi) tidak mempunyai pedoman kerja; (vii) tidak mempunyai kesempatan untuk maju (dead-end-job). Kedua jenis pasar tenaga kerja tersebut terdapat di negara kita, dimana
di
satu
pihak
ada
sektor-sektor
ekonomi
yang
telah
menggunakan teknologi tinggi, sedangkan di pihak lain ada sektor-
26
sektor ekonomi yang menggunakan cara-cara tradisional.
Hal ini
mencerminkan ciri-ciri masyarakat dualistik2 • Sektor-sektor ekonomi yang menggunakan teknologi yang tinggi kurang memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar, karena sektor modern ini relatif padat modal. Sekalipun demikian, masih diperlukan SDM dengan kualitas yang tinggi, sehingga upahnyapun relatif tinggi. Sebaliknya sektor-sektor ekonomi yang bersifat tradisional seperti sektor pertanian, masih memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar dengan kualitas SDM relatif rendah sehingga tingkat upah juga relatif rendah. 2.3.
Dalam
Hubungan Inflasi dan Pengangguran
suatu
perekonomian
yang
dinamis
kekuatan
yang
menentukan permintaan tenaga kerja maupun penawaran tenaga kerja secara terus menerus berubah, akibatnya keseimbangan upah dan keseimbangan pengg:.maan tenaga kerja juga mengalami perubahan. Jika tidak ada perubahan dalam tingkat harga, maka perubahan upah nominal adalah identik dengan perubahan upah nyata (wage), dan baik pekerja maupun majikan menyesuaikan perilaku mereka biia upah nyata mengalami perubahan. Tetapi dalam kenyataannya, tingkat hargapun mengalami perubahan tanpa disadari oleh pekerja maupun majikan. Bila perubahan harga barang-barang yang bersifat umum bergerak naik dan terus menerus, maka dikatakan telah terjadi inflasi Inflasi dapat didifinisikan sebagai suatu proses kenaikan hargaharga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian. Boediono (1982: 37), menegaskan bahwa secara teori, inflasi terjadi jika hargaharga hasil produksi meningkat secara terus menerus sebagai akibat jumlah penawaran uang melebihi dari jumlah barang yang diproduksi atau penurunan nilai mata uang yang terus menerus. Secara umum, kebijakan makro ekonomi diharapkan dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat. Salah satu target utama
2
JH Boeke, Ekonoml Pembangunan dan Perencanaan, ML Jhingan, PT Raja Grafindo, 1994 hal 255
27
dalam manajemen makroekonomi adalah menekan rendahnya tingkat pengangguran.
Target manajemen
makroekonomi
lainnya
adalah
mendorong pertumbuhan ekonomi dan menekan inflasi pada tingkat yang rendah (Ninasapti Triaswati, 1998: 1). Akan tetapi persoalannya yang dihadapi dalam perekonomian Indonesia dewasa ini
adalah
bagaimana mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah, dan sekaligus
mengurangi
campur
perekonomian nasional
tangan
pemerintah
di
dalam
(Paul Ormerod dalam Parakitri T. Simbolon,
1999: 15). Para
ekonom
khususnya
ekonomi
aliran
Keynesian
cukup
memahami bahwa jika pengangguran merosot mendekati angka nol, maka itu berarti semua orang bekerja (full employment). Jika semua orang
bekerja,
hal
itu
berarti
bahwa
permintaan
tenaga
kerja
meningkat terus, "harga" tenaga kerja juga akan membumbung. ini
berarti
biaya
perusahaan
meningkat,
dan
kondisi
Hal
tersebut
mengakibatkan inflasi yang relatif naik. Paul
Ormerod
dalam
Parakitri
T.
Simbolon
(1999:
17),
mengungkapkan bahwa upaya menjamin lowongan kerja atau full
employment, hal itu
pada akhirnya akan mengakibatkan inflasi akan
meningkat juga. Hubungan ini dapat dikatakan bersifat negatif, dalam arti jika tingkat pengangguran (unemployment) rendah (pada tingkat
5°/o atau kurang, sudah dianggap full employement), maka inflasi (inflation) meningkat. Lord
Kahn
mengungkapkan
dalam bahwa
Parakitri salah
T.
satu
Simbolon kebijakan
(1999: untuk
18-19) memutus
hubungan negatif antara full employement dan inflation adalah incomes
policy atau wages policy. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan tingkat
upah,
pengangguran
sehingga yang
tingkat
rendah
tidak
perekonomian akan
dengan
tingkat
mengakibatkan
inflasi.
Sementara itu, Bill Phillips dalam Parakitri T. Simbolon (1999: 27) menegaskan bahwa semakin tinggi laju peningkatan upah, maka semakin rendah tingkat pengangguran. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pengangguran, semakin rendah laju peningkatan upah. 28
Secara
eksplisit,
hubungan
antara
tingkat
inflasi
dengan
pengangguran telah dikemukakan oleh Paul A. Samoelson dan Robert Merton Sollow dengan teorinya yang terkenal yaitu Teori Samuelson Sollow. Pada intinya, ada dua kubu teori yang dikemukakan, yaitu
demant pull theory, dan cost push theory. Demand pull theory mengatakan bahwa
inflasi meningkat karena ditarik oleh permintaan
yang semakin tinggi (hight level of demand). Sementara itu, Cost Push theory, mengungkapkan bahwa inflasi meningkat karena terdorong oleh tekanan penawaran yang merosot (low level of supply).
Gambar 2.8, Hubungan Antara inflasi dan Pengangguran (Kurva Phillips) Inflasi
il
i2
Dari gambar di atas terlihat biaya dari pengurangan tingkat pengangguran adalah inflasi (naiknya tingkat upah). Misalkan titik B merupakan
kondisi
awal
dengan tingkat upah W2.
Bila tingkat
pengangguran ingin ditekan pada titik Ul, maka tingkat upah akan meningkat menjadi Wl. Berarti terjadi inflasi. Berhubungan dengan inflasi dan pengganguran tersebut, kedua ekonom tersebut berkesimpulan bahwa ketika tingkat pengangguran adalah tinggi, maka tingkat inflasi akan rendah, atau sebaliknya.
29
Namun demikian, inti teori itu dapat dianggap terdiri dari dua bagian juga, yaitu: (1)
Bila inflasi diinginkan nol persen (zero inflation), maka tingkat pengangguran 3kan berkisar pada S-6%.
(2)
Pada tingkat pengangguran 3%, yang dianggap sama dengan difinisi full employment, maka inflasi bisa merayap pada tingkat antara 4-5°/o setahun. Berdasarkan pada asumsi teori ini, pemerintah merasa memiliki
senjata ampuh untuk merangsang perekonomian dengan berbagai kebijakannya
seperti, tax rates, interest rate, dan public spending.
Pemerintah juga dapat merasa sesuka hati mengendalikan inflasi dan pengangguran.
Sejalan
penganguran,Teori
dengan
upaya
Keynes justru
melakukan campur tangan melalui
pengendalian
menganjurkan
inflasi
dan
agar pemerintah
pembiayaan proyek-proyek baru
demi menyediakan lapangan kerja, alias mengurangi pengangguran. Di Indonesia, pengendalian inflasi diperlukan dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional. Apabila laju inflasi tidak terkendali di atas ambang batas kewajaran, pembangunan ekonomi akan sulit dilakukan dengan baik. Bank Indonesia (1998: 59) menyatakan bahwa untuk menahan laju inflasi dari sisi uang beredar. Akan tetapi, di pihak lain, berbagai
kebijakan
seperti halnya kenaikan
upah
minimum
regional (UMR) secara drastis dalam beberapa tahun belakangan akan menurunkan daya saing dan pada akhirnya mengakibatkan depresiasi yang lebih besar yang
memperkuat tekanan pada inflasi. Pada
gilirannya upah riil yang diterima pekerja akan mengalami penurunan nilai sebagai akibat terjadinya inflasi. Friedman
dkk
dalam
Parakitri
T.
Simbolon
(1999:
mennyatakan bahwa di dalam penetapan tingkat upah, hal itu
37) harus
memperkirakan efek inflasi yang diharapkan. Dimana para pekerja akan lebih tertarik pada upah riil, yaitu banyaknya barang yang dapat mereka beli dengan upah mereka, dan bukan pada upah nominalnya, yaitu nilai satuan nominal uang dari upah tersebut.
30
Para
pekerja
yang
tertarik
dengan
upah
riilnya,
akan
menginginkan upah nominal yang sepenuhnya mencerminkan laju inflasi yang mereka perkirakan selama jangka waktu antara saat upah itu ditetapkan dan saat upah itu benar-benar di-bayarkan. Dengan kata lain, terlepas dari efek tingkat kesempatan kerja terhadap kemampuan tawar-menawar upah, para pekerja akan menginginkan kompensasi atau laju inflasi yang telah ditetapkan tadi.
2.4.
Produktivitas
Secara
sederhana
produktivitas
dapat
diartikan
sebagai
kemampuan faktor produksi tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan kemampuannya pada periode waktu tertentu. Produktivitas tenaga kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa dalam satuan waktu, misalnya seminggu,
sebulan
dan
sebagainya.
Produktivitas
tanah
adalah
kemampuan tanah dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Produktivitas kapital adalah kemampuan kapital
untuk
menghasilkan barang tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dari
pengertian
di
atas
terlihat
bahwa
studi
mengenai
produktivitas itu adalah berkaitan dengan hubungan antara faktor produksi dengan kemampuannya untuk menghasilkan barang atau jasa. Semakin tinggi kemampuan satu unit faktor produksi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dalam jangka waktu tertentu akan semakin tinggi produktivitas faktor yang bersangkutan. Dan sebaliknya,
kemampuan
memberikan
indikasi
menghasilkan rendahnya
faktor yang
produktivitas
rendah
akan
faktor
yang
bersangkutan. Dalam
makro
berhubungan didasarkan
dengan
pada
ekonomi teori
menyatakan
pertumbuhan
bahwa (growth
studi jangka panjang, dengan
produktivitas theory)
maksud
yang
melihat
terjadinya pertumbuhan ekonomi pada satu negara tertentu. Teori ini muncul diakibatkan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi tinggi pada satu negara dan ada pula negera yang mengalami pertumbuhan 31
ekonomi rendah. Perbedaan pertumbuhan ekonomi juga terjadi pada satu negara tertentu antar waktu. Sebagai contoh di Indonesia, sebelum
tahun
1970-an
mengalami
pertumbuhan
rendah
dan
mengalami pertumbuhan tinggi setelah periode waktu tersebut. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang mencakup dua hal, yaitu: (a)
sumber
pertumbuhan
dan
(b)
berhubungan
dengan
teori
pertumbuhan. Sumber pertumbuhan berhubungan dengan pengukuran peranan masing-masing faktor dalam pertumbuhan ekonomi negara tertentu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2003-2004 berkisar antara 4°/o - 5°/o. Dari angka pertumbuhan tadi berapa persenkah yang disebabkan atau yang dihasilkan oleh tenaga kerja, tanah, . kapital dan sebagainya. Pembahasan seperti ini sering pula disebut sebagai "teori produktivitas". Pertumbuhan
ekonomi jangka
panjang
mempunyai
asumsi
bahwa ekonomi berada pada kondisi "full employment", artinya bahwa baik tenaga kerja maupun kapital sudah digunakan secara penuh. Orang telah bekerja sesuai dengan kemampuan yang ada. Kapital telah digunakan secara penuh sesuai dengan kemampuan teknis yang ada. Tidak ada under-capacity bagi kapital dan tidak ada under-employment atau unemployment
bagi tenaga kerja. (dalam kasus Amerika, full
employment terjadi bila angka pengangguran sebesar 5°/o dari total angkatan kerja). Implikasi perubahan
dari
output
anggapan
tersebut
(katakanlah
sebagai
di
atas suatu
adalah
bahwa
pertumbuhan)
sepenuhnya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor produksi yang ada. Ada dua bentuk perubahan yang terjadi, yc;itu (a) perubahan dalam jumlah dan (b) perubahan yang berkaitan dengan
kemampuan.
Bentuk
perubahan
yang
berkaitan
dengan
kemampuan inilah yang berkaitan dengan produktivitas. Kemampuan
berproduksi
faktor tertentu
selalu
mengalami
perubahan dari waktu-ke waktu. Dari segi kapital disebut sebagai perubahan teknologi, sedangkan dari segi tenaga kerja disebut sebagai perubahan
produktivitas tenaga
kerja.
Pendidikan,
pelatihan dan 32
pengalaman
seorang
pekerja
mempunyai
pengaruh
terhadap
produktivitasnya 3 •
2.5.
Perbedaan Upah dan Penggunaan Tenaga Kerja
Pandangan dikatakan
tidak
orang
tentang
berubah,
artinya
tingginya asal
tingkat
mencukupi.
upah Namun
boleh arti
mencukupi sangat relatif dan tergantung sudut pandang yang dipakai. Sisi lain dari mencukupi adalah kewajaran. Malthus meninjau upah dalam kaitannya dengan perubahan penduduk, dimana jumlah penduduk merupakan faktor strategis yang dipakai untuk menjelaskan berbagai hal. Menurut Malthus, upah adalah harga penggunaan tenaga kerja dengan tingkat upah yang terjadi karena hasil bekerjanya permintaan dan penawaran. Bila penduduk bertambah maka penawaran tenaga kerja juga bertambah, maka hal ini menekan tingkat upah. Demikian pula untuk sebaliknya. Oleh sebab itu, dilihat dari sisi lain usaha menaikkan tingkat upah tidak akan berfaedah untuk jangka panjang. Bila tingkat upah lebih tinggi dari semula, ada kecenderungan orang untuk mempunyai keluarga besar. Orang tidak ragu-ragu untuk menikah dan mempunyai anak yang lebih banyak. Sikap tersebut dalam jangka panjang akan menurunkan upah kembali ke tingkat semula. John Stuart Mills juga menyimpulkan bahwa tingkat upah juga tidak akan beranjak dari tingkatnya semula dengan alasan yang berbeda. Menurutnya, dalam masyarakat tersedia dana upah (wage funds)
untuk
pembayaran
upah.
Dunia
usahapun
menyediakan
sebagian dari dananya bagi pembayaran upah. Pada saat investasi sudah dilaksanakan, jumlah dana untuk pembayaran upah sudah ditentukan. Jadi tingkat upah tidak dapat berubah jauh dari alokasi terse but. Dari pandangan Malthus dan Mills, terkesan adanya pes1m1sme bahwa tingkat upah hanya akan berkisar pada tingkat yang rendah. 3
Sumber: Kajian Peningkatan Produktivitas Masyarakat Dalam Mewujudkan Ekonomi Rakyat,
Pusat Studi Kependudukan Universitas Andalas dan Bappenas, Padang, Desember 1997
33
Berbeda dengan kelompok Neoklasik yang pada intinya mengajukan bahwa tingkat upah dapat saja tinggi, asal sesuai dengan produk marginalnya. Menurut kelompok ini tingkat upah sama dengan nilai pasar dari produk marginalnya. Ada kemungkinan bahwa tenaga kerja pada tingkat mikro tidak homogen, sehingga tingkat upah juga tidak sama untuk semua tenaga kerja. Satu tingkat kualitas tenaga kerja terdapat satu tingkat produk marginal dan satu tingkat upah. Kualitas tenaga kerja merupakan dasar bagi pencapaian produktivitas. Kualitas ini tergantung atas kemampuan masing-masing tenaga kerja. Makin tinggi
kemampuan
seorang
tenaga
kerja
maka
makin
tinggi
kualitasnya. Kemampuan yang dimaksudkan adalah pendidikan latihan yang dipunyai, pengalaman kerja, dan kesehatan.
Gambar 2.9, Kurva titik optimal produsen
MRP 1 MRP
0
L
Dilihat dari kurva di atas, bila kualitas tenaga kerja bertambah, maka marginal revenue (MRP, penghasilan tambahan yang diperoleh dari penggunaan satu lagi faktor input untuk memproduksi atau menjual unit-unit output) bergeser ke kanan ke arah f:"1RP 1 , sehingga dengan tingkat penggunaan input L sebanyak
Lo tingkat upahnya naik
menjadi W1 dari W0 • Keuntungan yang diperoleh dari kenaikan kualitas bersifat ganda. Pada satu pihak pengusaha bersedia membayar upah lebih tinggi, dan bersedia pula mempekerjakan tenaga kerja yang lebih banyak, seperti yang digambarkan pada kurva berikut:
34
Gambar 2.10, Kurva tingkat upah ditentukan oleh mekanisme pasar
w. Wo -
Berbagai tingkat upah terkait dalam suatu struktur tertentu. Dalam Struktur upah dikenal adanya: struktur upah eksternal dan struktur upah internal. Dalam strutur upah eksternal, hal-hal yang mempengaruhi upah adalah: Sektoral, jenis jabatan, letak geografis, keterampilan, seks, ras. Sementara untuk struktur upah internal yang dimaksud adalah biasanya dalam sebuah organisasi biasanya terdapat struktur upah yang teratur. Kriterianya didasarkan atas jabatan. Struktur upah sektoral berdasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan satu sektor berbeda dengan sektor lain. Sektor pertanian misalnya pada umumya cenderung menawarkan tingkat upah yang lebih rendah dari sektor yang lebih membutuhkan keterampilan/ kemampuan. Di satu sektor pun, tiap sub sektor mempunyai tingkat upah yang berbeda-beda. Seperti yang terjadi pada sektor industri pengolahan, yang
memiliki beberapa sub sektor juga mengalami
perbedahan upah. Struktur upah tidak statis melainkan dinamis. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadiknya
dinamika
struktur
upah
adalah:
produktivitas, besarnya penjualan, laju inflasi, sikap pengusaha, serta institusional. Produktivitas
merupakan
sumber
yang
dapat
menambah
pendapatan perusahan, maka bila produktivitas naik maka upah cenderung akan naik. Perubahan produktivitas disebabkan perbaikan modal insan (human capital) yang ada pada tenaga kerja atau pula dapat disebabkan oleh perubahan teknologi.
35
Penjualan merupakan sumber dari pendapatan usaha, dimana dalam penjualan dapat diperoleh keuntungan dari perusahaan. Hal tersebut merupakan sumber yang menentukan apakah perusahaan dapat membayar seluruh biaya produksi, baik itu yang bersifat biaya tetap (fixed cost) maupun yang bersifat biaya yang tidak tetap (variable cost). Bila keuntungan riil meningkat, maka upah pekerja cenderung dapat naik, ceteris paribus. Laju inflasi menjadi sangat penting. Daya beli rumah tangga terhadap barang dan jasa yang dihasilkan produsen mempunyai hubungan langsung dengan upah riil yang diterima. Upah yang diterima pekerja merupakan upah nominal, karena itu laju inflasi digunakan untuk mendeflasikan upah nominal menjadi upah riil. Kecepatan pengusaha
dalam
perubahan
tingkat
menghadapi
upah tergantung
faktor-faktor yang
dari
sikap
mengakibatkan
perubahan upah. Sikap pengusaha dapat dikelompokkan menjadi sikap liberal dan sikal konservatif. Sikap liberal yang dimaksud adalah sikap yang longgar dalam arti mudah melakukan kenaikan upah. Sikap liberal terbentuk karen a: (1)
Rendahnya proporsi biaya tenaga kerja terhadap biaya total. Kenaikan yang cukup besar pada upah hanya akan membawa dampak yang kecil terhadap total biaya. Kenaikan upah inipun tidak segera diikuti dengan kenaikan harga juga barang per unitnya;
(2)
Elastisitas permintaan komoditas di pasar, yaitu situasi pasar input dimana elastisitasnya harganya rendah, dan dimana pada akhirnya situasi menghendaki adanya kenaikan harga akibat kenaikan tingkat upah harus ditanggung konsumen, permintaan konsumen terhadap barang dan jasa tersebut tidak banyak berpengaruh (Ep<1 - Inelastis) Sikap konservatif disini diartikan sebagai sikap yang hati-hati,
dimana alasan kehati-hatian pengusaha terbentuk akibat kebalikan dari sikap liberal, yaitu: (1) tingginya proporsi biaya tenaga kerja relatif
36
terhadap biaya total, serta (2) Elastisitas permintaan komoditas di pasar, dimana pasar komoditas elastis terhadap perubahan harga. institusional,
Peran
dalam
hal
ini
serikat
pekerja
dalam
meningkatkan dinamika tingkat upah sangat diharapkan, dimana perusahaan yang telah memiliki serikat pekerja diharapkan dapat lebih dinamis mengikuti perkembangan dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki serikat pekerja. Dalam kenyataannya dugaan tersebut di atas tidak selalu terbukti. Bila pekerja telah terikat dalam perjanjian kerja dalam satu rentang waktu tertentu (misalnya 3 - 5 tahun), maka tingkat
upah
menjadi
kurang
fleksibel.
Di
sektor
pemerintah,
pemerintah sebagai "majikan" sangat dominan, sehingga struktur upahnya pun kurang fleksibel sehingga pengupahan di sektor swasta lebih cepat dapat menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dari pada sektor pemerintah. 2.6.
Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda merupakan pengembangan dari analisis regresi linier sederhana, dimana perbedaan yang paling mendasar terletak pada banyaknya variabel bebas, yaitu pada regresi linier sederhana hanya menggunakan satu variabel bebas, sementara regresi linier berganda mempunyai variabel bebas lebih dari satu. Secara umum model persamaan regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai:
y, = b0 + b1x11 + b2x21 + b3x3, + ... + bA:xkt + e, di mana y
= variabel terikat
x1
= variabel bebas ke-i (i = 1,2,3, ... ,k)
t
= waktu, berupa tahun, bulan, minggu dan lain-lain
k
= banyaknya variabel bebas yang diikutkan dalam model
Penduga model dilakukan dengan pendugaan terhadap koefisien regresi b0 , b1 , b2 sampai bk atau biasa disingkat dengan vektor koefisien .Q. Pedugaan tersebut didapatkan melalui serangkaian hasil
37
observasi terhadap variabel terikat y dan variabel bebasnya x 1 , x 2 , x 3 sampai dengan xk. Untuk menduga model regresi tersebut diperlukan suatu kriteria pendugaan,
salah
satunya
menggunakan
kwadrat terkecil
(least
square) sebagai salah satu penduga yang paling umum digunakan.
Falsafah yang mendasari
penduga ini adalah bahwa tiap model
mempunyai kesalahan, dimana bila kesalahan tersebut dijumlahkan, maka akan sama dengan nol, maka untuk menggambarkan besarkecilnya error tersebut digunakan jumlah kuadratnya. Karena yang digunakan adalah membuat
jumlah kwadrat error atau kesalahan
sekecil. mungkin, maka metode ini dikenal sebagai metode kwadrat terkecil_biasa atau Ordonary Least Square (OLS). Setelah dilakukan regresi menggunakan paket program statistik, misalnya TSP, EVIEWS, SPPS dan lainnya, maka akan didapat angka koefisien dari masing-masing variabel bebasnya. Penafsiran koefisien regresi model mempunyai arti: "perubahan nilai varia bel be bas sebesar 1 unit, akan mengakibatkan perubahan variabel terikatnya sebesar angka koefisien variabel bebas. Kecuali menggunakan OLS, pada penelitian ini juga digunakan Seemingly Unrelated Regress (SUR). Sebagai sebuah model dugaan, sudah barang tentu model tersebut mempunyai kesalahan yang biasa disebut sebagai error atau residual. Pada model yang diteliti, masingmasing dari kelompok lapangan usaha akan di-regress menggunakan variabel bebas yang sama, sehingga secara logika bahwa faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan pada dasarnya adalah sama. Dengan kata lain, antara residual persamaan satu dengan residual persamaan yang lain terdapat korelasi yang cukup kuat, atau biasa disebut sebagai contemporaneous correlation. Bila signifikan,
contemporaneous
correlation
tersebut
maka
persamaan
model
pendugaan
diduga
cukup
dilakukan
secara
bersamaan Uointly estimated) akan lebih efisien dibandingkan bila pendugaan dilakukan secara terpisah dengan menggunakan OLS. Pendugaan secara bersamaan ini disebut sebagai seemingly unrelated 38
regression
estimation
(SUR).
Seluruh
persamaan
tersebut
akan
digabung menjadi satu model regresi besar. Evaluasi model digunakan untuk memutuskan apakah estimasiestimasi
terhadap
parameter
(theoritically meaningful)
dan
sudah nyata
bermakna secara
secara
teorotis.
statistik (statistically
significant). Untuk itu digunakan tiga kriteria untuk mengevaluasinya, yaitu: 1)
Kriteria ekonomi. Kriteria ini ditentukan oleh prinsip-prinsip teori ekonomi. Jika nilai maupun tanda estimasi parameter tidak sesuai dengan kriteria ekonomi, maka estimasi-estimasi tersebut harus ditolak, kecuali ada alasan kuat untuk menyatakan bahwa dalam
kasus-kasus tertentu
prinsip ekonomi
tidak
berlaku
sehingga alasan untuk membenarkan estimasi yang berbeda dengan alasan yang telah digariskan oleh teori ekonomi harus dinyatakan dengan jelas. 2)
Kriteria statistika. Kriteria ini ditentukan oleh teori statistik, termasuk koefisien korelasi dan standar deviasi atau standard error, koefisien determinasi, dihitung dari data sampel. Koefisien ini menjelaskan prosentase variasi terikat yang disebabkan oleh perubahanvariabel
bebas.
Estimasi
standard
error
menggambarkan penyebaran estimasi disekitar parameter yang sebenarnya. Semakin besar standard error estimasi semakin kurang bisa dipercaya. 3)
Kriteria ekonometrika. Kriteria ini ditentukan berdasarkan toeri ekonometrika. Pengujian dengan kriteria ini membantu dalam menetapkan apakah suatu estimasi memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan, seperti unbiasedness, konsistensi, sufficiency, dan lainnya. Jika asumsi ekonometri yang diterapkan untuk mengestimasi parameter tidak dipenuhi, maka estimasi tersebut dianggap tidak memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan. Pengujian kriteria ini meliputi multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi yang merupakan penyimpangan asumsi model.
39
Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model. Jika hanya ada satu variabel bebas dalam model berarti tidak ada masalah multikolinearitas. Jika multikolinearitas ada diantara variabel-variabel bebas menyebabkan koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas menjadi tidak signifikan, sehingga tidak dapat diketahui variabel yang mempengaruhi variabel
terikat
Pendektesian
variable).
(dependent
masalah
multikolinearitas dalam model, dapat dilakukan dengan cara: o
tingginya nilai koefisien determinasi (R2 ), umumnya berkisar antara 0,7 sampai dengan 1,
o
pada model yang meliputi dua variabel yang menjelaskan, multikolinearitas dapat dilihat dari korelasi derajat nol yang juga tinggi,
o
jika model meliputi lebih dari dua variabel multikolinearitas juga mungkin pterjadi pada korelasi derajat nol yang rendah, untuk itu perlu diperiksa koefisien korelasi parsial,
o
Jlka R2 tinggi tapi korelasi parsial rendah, mungkin ada masalah multikolinearitas yang terjadi jika ada satu atau lebih variabel yang berlebihan. Mengatasi masalah multikolinearitas dapat dilakukan dengan
beberapa
metode,
antara
lain
(i)
informasi
apnon,
(ii)
menghubungkan data cross section dengan data time series, (iii) mengeluarkan
salah
satu
variabelnya
dan
bias
spesifikasi,
(iv)
regresi
akan
transformasi variabel, dan (v) menambah data baru. Heteroskedastisitas
pada
suatu
model
menyebabkan estimasi koefisien menjadi tidak efisien. Hasil estimasi menjadi kurang atau lebih dari nilai semestinya. Sebenarnya tidak ada aturan yang kuat untuk mendeteksi heteroskedastisitas, yang ada hanya beberapa pedoman praktis. Metode untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam varian error term suatu model antara lain dengan: o
Metode grafik, dengan melihat plot pencaran error kuadrat terhadap estimasi. Jika plot relatif homogen (variasinya relatif 40
konstan)
disimpulkan
dapat
ada
tidak
masalah
heteroskedastisitas. o
Metode Park, yang dilakukan dengan estimasi antar e2 dengan variabel bebas dalam bentuk persamaan logaritma (log). Bila koefisien yang diestimasi secara statistik signifikan maka
hal
itu
adanya
menunjukkan
heteroskedastisitas.
Sebaliknya jika koefisien yang diestimasi ternyata tidak signifikan maka dapat disimpulkan bahwa
disturbance terms
bersifi at homoskedastisitas. Salah satu cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini adalah. dengan melakukan transformasi log terhadap model asal. Ini akan m.engurangi heteroskedastisitas karena memperkecil skala ukuran varia bel. Autokorelasi adalah hubungan yang terjadi antara anggota dari serangkaian pengamatan pada data
time series atau data cross
section. Autokorelasi ini dapat terjadi antara lain karena (a) inersia, yang meliputi data time series sehingga observasi yang berurutan kelihatannya saling bergantungan, (b) bias spesifikasi, yaitu ada variabel yang seharusnya ada dalam model tetapi tidak dimasukkan dalam model, (c) bias spesifikasi dengan bentuk fungsional yang tidak benar, (d) fenomena Cobweb, (e) Lag data, dan (f) manipulasi data. Akibat adanya autokorelasi diantara terhadap estimasi adalah
error terms (varian residual)
error terms akan lebih rendah dari nilai
semestinya sehingga R2 akan lebih tinggi dari yang seharusnya. Akibat lainnya adalah pengujian hipotesis denga t-hitung atau F-hitung akan menyesatkan. Untuk menguji masalah autokorelasi ini salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Durbin-Watson Statistic (D-W Test). Untuk menguji Durbin-Watson dua sisi, terdapat lima himpunan daerah untuk nilai d seperti gambar berikut:
41
f(d)
.., "'
,,I.., ,I , "' Menolak Ho Daerah
Bukti autokorelasi (-)
0
o
Keraguraguan
I<
..,
> "'
,.......
Daerah Menolak H*o Keragu....... raguan Bukti autoMenerima Ho atau H*o korelasi (+) atau dua-duanya 2 4-du du 4d
.., "'
,
Jika nilai d lebih kecil dari pada nilai dL atau Jebih besar dari nilai ( 4-dL) berarti hotesis no I ditolak yang menunjukkan adanya masalah autokorelasi.
o
Jika nilai d berada diantara nilai du dan ( 4-du) maka hipotesis no I diterima yang berarti tidak ada masalah autokorelasi.
o
Dan jika nilai d berada antara dL dan du atau antara ( 4-du) dan ( 4-dL) maka tidak dapat disimpulkan ada tidaknya masalah autokorelasi (inconclusive).
42
BAB III KEADAAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
3.1.
Kondisi Pasar Kerja di Indonesia Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia merupakan
negara
dengan jumlah
angkatan
kerja
yang
melimpah.
Jumlah
angkatan kerja pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta jiwa atau sekitar 67,8 persen dari seluruh penduduk usia kerja. Setiap tahunnya sebesar kurang lebih 2,5 juta angkatan kerja baru menambah jumlah angkatan kerja yang sudah ada. Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia cukup besar dan cenderung
meningkat
selama
periode
lima
tahun
terakhir
ini.
Pengangguran terbuka didefinisikan sebagai penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, dan penduduk yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia dalam kurun waktu 1997 - 2002 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di perkotaan, tingkat pengangguran perempuan lebih besar dibanding dengan
tingkat
pengangguran
pengangguran
terbuka
sebesar
laki-laki. 4,7
Sejak
persen
dan
tahun
1997,
berturut-turut
mengalami peningkatan pada tahun 1999, 2001 dan 2002 masingmasing sekitar 6,9 persen, 8,1 persen dan 9,1 persen. Peningkatan penganggur usia muda sekitar 2,3 juta jiwa pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2,8 jiwa. Perlu dicermati meningkatnya penganggur usia muda tersebut karena pada usia tersebut diharapkan mereka sedang mengikuti kegiatan sekolah. Selain
tingkat pengangguran
terbuka
yang
tinggi,
banyak
pekerja di Indonesia bekerja di sektor yang kurang produktif atau sering disebut dengan sektor informal. Hal tersebut berakibat pada rendahnya pendapatan dan rawan jatuh di bawah garis kemiskinan
(near poor). Mereka yang bekerja pada sektor informal ini dapat dilihat melalui banyaknya jumlah pekerja setengah penganggur yaitu orang
yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. Pada tahun 1997, tingkat
setengah
menganggur
adalah
33,9%
yang
selanjutnya
meningkat pada tahun 1999 sebesar 35,3%. Terjadi sedikit penurunan pada tahun 2001 sebesar 33,3 persen dan menjadi 35,3 perseil pada tahun 2002. Tingkat setengah pengangguran di daerah perkotaan jauh lebih kecil di bandingkan di daerah perdesaan. Tenaga kerja di perdesaan memasuki
sektor
yang
mempunyai
produktivitas
yang
rendah.
Pekerjaan dengan produktivitas yang rendah biasanya pekerja di sektor pertanian di daerah perdesaan. Keadaan di Indonesia dimana hanya sekitar 30 persen pekerja yang bekerja di sektor formal sedangkan sisanya atau sekitar 70 persen bekerja di sektor informal. Dengan tingkat pendidikan pekerja yang mayoritas adalah sekolah dasar ke bawah, maka penggambaran pasar tenaga kerja yang dualistik sangat jelas terlihat. Pekerja formal atau
waged
workers
adalah
pekerja
dengan
status
pekerja/buruh/karyawan dan berusaha dengan buruh tetap (lihat tabel di bawah ini).
Tabel 3.1 Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekelja Utarna dan Pen
No Status Pekelja Utama
SDdanSDKe bawah (juta) (%)
SLTP (jula)
SMU (%)
(juta)
SMK (%)
uuta)
Diploma/Akadem (%)
uuta)
(%)
Jumlah
Universitas (juta)
(%)
uuta)
(%)
1.
Berusaha sendlrt tanpa dibanlu Otang lain
11.450.091
20,5
3.431.590
22,4
1.716.000
17,C
n9.464
13,0
99.564
5,1
156.200
6,5
17.632.909
19.2
2.
Berusaha dengan dibantu ARTIBRH tak
17.249.902
30,9
2.920.n6
19,0
1.167.112
11,6
536.955
8,9
72.113
3,7
n.515
3,0
22.019.373
24,0
tetap
3.
Berusaha dengan buruh
1.449.562
2.6
511.013
3,3
439.354
4,4
200.568
3,3
53.180
2,7
132.529
5,5
2.768.226
3,C
4.
tetap PelcerjaiBunH
7.453.613
13,3
4.617.744
30,1
5.450.679
54,1
3.856.603
64,1
1.664.759
85,8
1.968.395
82,2
25.049.793
27,3
5.
Karyawan Pekelja bebas per1anlan
3.964.150
7,1
406.951
2,7
78.436
0,8
42.585
0,7
806
0,0
890
0,0
4.513.600
4,S
6.
Pekerja bebas bukan
2.456.131
4,4
697.568
4,5
233.755
2,3
153.112
2,5
11.681
0,6
7.480
0,3
3.559.927
3,S
Pekerja lak dlbay.w
11.791.950
21,1
2.756.806
18,0
987.956
9,8
445.783
7,4
42.204
2,1
60.817
2,5
16.085.318
17,6
Jumlah
55.835.399 100,0
15.342.470
pertanlan
7.
100,0 10.073.292 100,0
8.015.07( 100,0
1.964.489 100,0
2.416.426 100,0
91.647.146 100,(
S u - Sokomu, BPS, 2002
Dengan jumlah pengangguran yang demikian besar, sebagian penduduk bekerja pada sektor informal, sebagian besar memiliki 44
tingkat
pendidikan
formal
dan
keterampilan
yang
rendah
serta
umumnya masih berusia muda, dengan memperhatikan dinamika pasar tenaga
kerja
dualistik,
maka
perumusan
kebijakan
yang
menghasilkan fleksibilitas pasar tenaga kerja harus lebih diutamakan sehingga dapat mendorong kesempatan kerja kepada industri yang padat pekerja. Kebijakan yang harus diambil pada pasar tenaga kerja perlu
dikondisikan
agar
orang
dapat
dengan
mudah
berpindah
pekerjaan. Tantangan utama dari pembangunan sektor ketenagakerjaan di Indonesia
adalah:
pertama,
bagaimana
menciptakan
lapangan
pekerjaan di sektor modern yang seluas-luasnya. Lapangan pekerjaan yang harus diciptakan adalah lapangan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat keterampilan pekerja yang tersedia dimana sebagian besar angkatan kerja berpendidikan sekolah dasar ke bawah dengan usia muda. Kondisi tersebut tidak akan banyak berubah sampai 20 tahun mendatang. Struktur pekerja menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini. Tabel 3.2, Struktur Angkatan Kerja, Pekerja dan Pengangguran Terbuka Tahun 2002 Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Struktur Angkatan Kerja
No Tingkat Pendidikan
Outa orang)
1. SO dan SO ke bawah
2.
SLTP 3. SMU 4. SMK 5. Oiploma/Akademi 6. Universitas
Jumlah
(%)
Struktur Pengangguran Terbuka
Struktur Pekerja Outa orang)
(%)
Outa orang)
(%)
59,05 17,49 12,21 7,12 2,21 2,69
58,6 17,4 12,1 7,1 2,2 2,7
55,84 15,34 10,07 6,02 1,96 2,42
60,9 16,7 11,0 6,6 2,1 2,6
3,22 2,15 2,14 1,11 0,25 0,26
35,3 23,5 23,4 12,2 2,7 2,8
100,77
100,0
91,65
100,0
9,13
100,0
dukungan
yang
Sumber: Sakemas, BPS, 2002
Kedua
adalah
bagaimana
memberikan
diperlukan agar pekerja dapat berpindah dari pekerjaan dengan
45
produktivitas rendah ke pekerjaan dengan produktivitas tinggi. Dengan kata lain secara bertahap pekerja sektor informal dapat pindah ke sektor formal. Dengan demikian penciptaan lapangan kerja formal melalui industri padat pekerja, industri kecil, dan industri yang berorientasi ekspor harus selalu didorong. Dari sisi peraturan perundangan ketenagakerjaan, Pemerintah telah
berhasil
mensahkan
UU
No.
13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan, dimana secara umum peraturan tersebut memuat aturan
mengenai
representasi
pekerja
dalam
rangka
proses
perundingan kolektif, yaitu: (a) yang berkaitan dengan perlidungan di tempat kerja; (b) yang berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); _serta (c) yang berkaitan dengan penetapan Upah Minimum.
3.2.
Upah Minimum Makin
modernnya
perekonomian,
ditandai
dengan
makin
meningkatnya sektor formal. Yang terjadi di Indonesia adalah sektor informal terus membesar dalam tahun 2002. Yang memprihatinkan adalah peningkatan di sektor informal tidak dibarengi dengan naiknya upah riil. Upah riil untuk sektor informal hanya sebesar 80 persen dibandingkan dengan upah riil sebelum krisis, sementara upah riil di industri besar manufaktur sudah 20 persen di atas tingkat upah riil sebelum krisis ekonomi terjadi. Sementara itu kecenderungan upah riil di sektor informal yang sebelum krisis sejalan dengan kenaikan upah riil di sektor formal tidak terjadi lagi, dimana upah riil sektor formal meningkat dengan pesat sedangkan upah riil di sektor informal tidak mengalami perubahan. Dengan demikian sektor informal memperoleh imbas akibat hilangnya lapangan pekerjaan di sektor formal (Lihat gambar 3.1) Pemerintah Indonesia telah memberlakukan
upah minimum
dalam rangka untuk membantu pekerja agar lebih produktif. samping
itu
mempunyai
pula
ketentuan
implikasi
terhadap
upah
minimum
penanggulangan
yang
Di
diberlakukan
kemiskinan
serta
46
mempertahankan
agar
tenaga
kerja
dapat
rnempertahankan
pekerjaannya di sektor modern.
Gambar3.1 Upah Minimum dan Upah Riil di Beberapa Sektor (Index= 100 untuk kuartal 1, 1996)
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
--+-PRT -tr-lndustri Besar _._ Pertanian
-upahMin -:-*-lndustri Sedang
Kenaikan upah minimum riil (setelah diperhitungkan dengan tingkat inflasi), misalnya di wilayah Jabotabek, telah dinaikan sebesar 24 persen pada tahun 2000 dan kemudian dinaikan kembali antara 33 persen hingga 36 persen pada tahun 2001. Secara riil tingkat upah minimum yang berlaku saat ini sudah lebih tinggi dari pada tingkat upah minimum tertingg.i sebelum masa krisis yang dicapai pada tahun
1997. Hasil kajian Lembaga PeneUtian SMERU
menunj ukkan bahwa
karakteristik perusahaan juga mempengaruhi pe:nerapan peraturan upah minimum di tingkat perusahaan, dimana perusahaan yang
47
umumnya membayar upah lebih tinggi adalah perusahaan-perusahan yang mempunyai karakteristik:
(a) sektor padat modal di banding
dengan sektor padat karya; (b) perusahan modal asing dibandingkan dengan
perusahan
modal
domestik;
dan
(c)
perusahaan
yang
berorientasi pasar ekspor dibandingkan perusahaan yang berorientasi pasar domestik. Perusahaan-perusahaan tersebut membayar upah minimum lebih tinggi ternyata lebih diakibatkan karena perusahaan tersebut masuk dalam kategoti perusahaan skala besar. Karakteristik
pekerja
pun
mempengaruhi
penerapan
upah
minimum. Pekerja pria rata-rata digaji lebih tinggi dari wanita, tingkat pendidikan formal serta pengalaman mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat upah yang diterima. Selanjutnya pada kajian SMERU, juga ditemukan bahwa terdapat dampak negatif dari penerapan upah minimum yang dirasakan oleh kelompok
yang
mempunyai
kerentanan
yang
tinggi
terhadap
perubahan dalam kondisi pasar tenaga kerja, seperti tenaga kerja wanita, pekerja usia muda dan pekerja dengan berpendidikan rendah, yang notabene merupakan mayoritas dari pekerja di Indonesia, baik di sektor formal maupun informal. Elastisitas bagi penyerapan tenaga kerja wanita dan usia muda terhadap upah minimum lebh besar dari 0,3, yang artinya adalah setiap 10 persen kenaikan upah minimum riil akan mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja wanita dan usia
muda
dengan
lebih
dari
3
persen.
penyerapan tenaga kerja bagi mereka yang
Sementara
berpendidik~n
elastisitas
rendah juga
relatif besar dengan angka -0,2. Berbeda dengan pekerja kerah putih, dimana elastisitasnya adalah sempurna, yaitu bernilai 1,0. Hal ini menunjukkan adanya efek substitusi dari upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja dari berbagai jenis pekerja, dimana bila ada kenaikan upah minimum, maka perusahaan kan mengurangi sebagian tenaga kerja untuk digantikan dengan pekerja kerah putih. Lebih lanjut yang terjadi adalah dengan adanya kenaikan upah minimum, perusahaan akan mengubah proses
48
produksi yang padat tenaga kerja dengan proses produksi yang lebih padat modal dan lebih menuntut keterampilan. Dampak negatif dari kebijakan upah minimum lainnya adalah dapat dihambatnya perkembangan sejumlah perusahaan, terutama perusahaan
skala
menengah
dan
kecil,
skala
dimana
dengan
meningkatnya upah minimum dapat meningkatkan faktor produksi sehingga dapat menghambat peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Kebijakan upah minimumpun dapat menjadi salah satu pemicu perselisihan antara majikan dan buruh. Upah minimum tampaknya juga telah mengurangi insentif bagi pekerja
untuk
produktivitasnya.
meningkatkan
Kenaikan
upah
minimum yang demikian cepat telah sampai pada satu titik dimana upah minimum menjadi standar tingkat upah yang berlaku bagi sebagian pekerja. Pada perusahaan kecil dan menengah, semua pekerja yang tidak terampil dan setengah terampil menerima upah yang kurang lebih sama besarnya, yaitu upah minimum. Hal tersebut membatasi kemampuan perusahaan untuk upah
sebagai
sistem
untuk
insentif
menggunakan komponen
meningkatkan
produktivitas
pekerja, malahan dikhawatirkan akan menimbulkan disinsentif bagi pekerja yang lebih produktif. Pada akhirnya hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas secara keseluruhan di perusahaan tersebut. Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penerapan upah minimum perlu dilakukan secara ketat dan berhati-hati,
dimana
penerapan
upah
minimum
tersebut
dapat
menguntungkan sebagian pekerja tetapi merugikan sebagian lainnya. Dalam iklim pertumbuhan ekonomi tinggi, peningkatan upah minimum tidak menjadi persoalan karena pertumbuhan itu sendiri akan mendorong peningkatan upah, serta pertumbuhan ekonomi juga dapat mendorong penciptaan kesempatan kerja yang lebih besar dibanding kesempatan kerja yang
hilang akibat kebijakan upah minimum.
Namun, dalam iklim pertumbuhan ekonomi rendah seperti yang sedang dialami
Indonesia,
kenaikan
upah
minimum
yang
tinggi
dapat
49
menimbulkan efek merugikan terutama pada pekerja yang rentan terhadap perubahan pasar tenaga kerja.
3.3.
Gambaran Sektor Industri Pengolahan Secara definisi, industri pengolahan adalah suatu
kegiatan
ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling). Klasifikasi yang digunakan dalam tulisan ini adalah Klasifikasi Lapangan
Usaha
Industri
(KLUI)
yang
berdasarkan
kepada
International Standard industrial Classification of All Economic Activities
(ISIC) revisi 2 dengan klasifikasi sebagai berikut: 31. Industri makanan, minuman dan tembakau 32. Industr! tekstil, pakaian jadi dan kulit 33. Industri Kayu, barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga 34. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan 35. Industri Kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik 36. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara 37. Industri log am dasar 38. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya 39. Industri pengolahan lainnya Seperti telah diketahui, perusahaan industri pengolahan dapat dibagi dalam 4 (em pat) golongan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya sebagai berikut: industri besar (>100 pekerja), industri sedang (20-99 pekerja), industri kecil (5-19 pekerja) dan industri rumah tangga (1-4 pekerja).
50
Tabel 3.3, Ringkasan Hasil Survei Industri Besar dan Sedang Tahun 1993 - 2001 Tahun
1993
1994
1995
19H
1997
1991
1999
2000
2001
18.163
19.017
21.551
22.997
22.388
21.423
22.070
22.174
21.396
Uralan
Satuan
Banyaknya Perusahaan
Unit
Banyaknya Tsnaga Kelja
Orang
Biaya Tenaga Kerja
MiliarRp.
9.744
11.215
13.627
15.752
21.000
28.643
30.438
36.466
56.239
Jumlah OUtput
MlliarRp.
135.864
155.825
194.680
244.011
264.271
430.273
488.144
628.808
722.360
Jumlah Biaya Antara
MiliarRp.
86.043
95.969
120.771
150.679
163.362
275.622
296.752
391.950
452.730
Jumlah Nilai Tambah
MiliarRp.
49.821
59.856
73.909
93.332
100.909
154.651
191.393
236.858
269.630
3.574.809 3.813.670 4.174.141 4.214.957 4.170.093 4.123.612 4.234.408 4.368.816 4.385.923
Sumber. lndikator lndustri Sesar dan Sedang, 1997, 2001
Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Indonesia terus
1993 ke tahun 1996, yaitu dari 19.017
meningkat dari tahun
perusahaan menjadi 22.997 perusahaan (Tabel 3.3). Namun jumlah perusahaan industri besar dan sedang tersebut mulai menampakkan menurun
gejala
pada tahun
1997 menjadi 22.386 perusahaan.
Penurunan yang paling besar ada pada kelompok Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (KLUI No. 32) sebesar 5,51 persen, serta selanjutnya pada Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara (KLUI No. 36) sebesar 4,36 persen. Sub sektor Industri logam dasar (KLUI No. 37) masih bernilai positif merupakan kontributor terbesar dalam dalam jumlah perusahaan sebesar 9,89°/o diikuti oleh sub-sektor industri lainnya. Berbeda dengan tahun 1997, pertumbuhan jumlah perusahaan sedang tahun 1993 sampai dengan tahun 1996 per tahun meningkat hampir
sebesar
27
persen.
Namun
pada
tahun
1997 jumlah
perusahaan sedang berkurang sebesar 3,5°/o atau dari 16.317 di tahun
1996
menjadi
15.748
perusahaan.
Jumlah
perusahaan
besar
meningkat dari 5.893 pada tahun 1993 menjadi 6.680 perusahaan pada tahun 1996 atau naik secara rata-rata 1,7 persen per tahun. Pada tahun 1997 jumlah perusahaan turun menjadi 6.638 perusahaan. Tingkat pertumbuhan perusahaan besar memang tidak setinggi tingkat pertumbuhan perusahaan sedang sebelum tahun 1997. Namun, pada tahun
1997 jumlah perusahaan sedang berkurang lebih banyak 51
dibanding perusahaan besar. Tercatat bahwa di tahun 1997 jumlah perusahaan besar hanya berkurang sebanyak 42 perusahaan saja, jumlah
padahal
perusahaan.
Nampaknya,
berkurang
sedang
perusahaan
ekonomi
krisis
yang
sebanyak mulai
659
melanda
Indonesia lebih mempersulit keberadaan perusahaan sedang dibanding perusahaan besar. Dilihat dari skala usaha tampak bahwa sekitar 70 persen dari industri besar dan sedang di Indonesia adalah industri sedang. Namun demikian, setelah krisis tahun 1998 pertumbuhan jumlah industri besar cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan industri sedang. Tidak seperti· tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2000 dan 2001 jumlah berskala sedang ternyata mengalami penurunan masing-
industri.
masing sebesar 0,1 dan 4,7 persen, sedangkan industri_ berskala besar mengalami kenaikan sebesar 1,8 persen pada tahun 2000, tetapi mengalami penurunan sebesar 0,9 persen pada tahun 2001. Dengan demikian sejak ta,hun 2000 rasio jumlah perusahaan besar meningkat menjadi
beberapa tahun
31 persen padahal
sebelumnya
hanya
mencapai 30 persen. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan besar
dan
pertumbuhan
sedang
sebelum
jumlah
tahun
tenaga
1997 lebih tinggi
kerja
di
Indonesia.
dibanding Rata-rata
pertumbuhan tenaga kerja industri besar dan sedang per tahun adalah 5 persen (dari tahun 1994 s.d 1996). Angka ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan jumlah tenaga kerja di Indonesia yang sebesar 3 persen (Tabel 3.4 ). Namun tingkat pertumbuhan tenaga perusahaan industri besar dan sedang menurun menjadi -1.06 persen pada tahun 1997. Hal ini menunjukkan bahwa tenga kerja industri besar dan sedang tahun
1997
menurun.
Walaupun
krisis
ekonomi
yang
melanda
Indonesia akan berpengaruh besar pada sektor industri pengolahan pada tahun 1998, data di tahun 1997 menunjukkan adanya indikasi menuju ke arah tersebut. Secara umum jumlah tenaga kerja di sektor industri besar dan sedang meningkat dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1996, lalu 52
menurun pada tahun 1997. Penurunan jumlah tenaga kerja adalah sebesar 44.874. Krisis ekonomi yang mulai melanda negara ini sejak pertengahan tahun 1997 tidak hanya berdampak pada berkurangnya jumlah perusahaan, akan tetapi juga pada pemutusan hubungan kerja yang sudah mulai terjadi sejak akhir tahun 1997.
Tabel 3.4, Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 1993 2001
Tahun
Tenaga Kerja Nasional
Pertumbuhan
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
79.200.542 82.038.109 80.110.060 86.701.813 87.049.756 84.372.449 88.816.589 89.837.730 91.647.166
0,87 3,58 -2,35 8,23 0,4 0,71 1,31 1,15 2,01
Tenaga Kerja lndustri Besar dan Sedang
3.574.809 3.813.670 4.174.142 4.214.967 4.170.093 4.123.612 4.234.408 4.366.816 4.385.923
Pertumbuhan
Peran Sektor lndustri Besar dan Sedang
7,93 6,66 9,45 0,98 -1,06 -1 '11 2,69 3,13 0,44
4,51 4,65 5,21 4,86 4,79 4,70 4,77 4,86 4,79
Sumber: lndikator lndustri Besar dan Sedang, 1997, 2001
Tingkat pertumbuhan tenaga kerja industri besar sudah mulai memperlihatkan dampak negatif krisis ekonomi. Jumlah tenaga kerja industri besar sedikit menurun dari 3.592.860 di tahun 1995 menjadi 3.591.141 pada tahun 1996. Lalu pada tahun 1997 menurun lagi menjadi 3.561. 724 tenaga kerja. Di lain pihak, jumlah tenaga kerja di sektor industri sedang walaupun meningkat dari 581.281 di tahun 1995 menjadi 623.826 di tahun 1996, jumlah tersebut menurun menjadi 608.369 tenaga kerja pada tahun 1997. Jika dilihat dari jumlah tenaga kerja per sektor, secara umum terjadi penurunan kecuali di sub-sektor kerjas dan percetakan (KLUI 34). Pada sub-sektor kertas dan percetakan, jumlah tenaga kerja perusahaan besar meningkat dari 165.390 orang pada tahun 1996
53
menjadi
167.568
orang
pada
tahun
1997,
walaupun
jumlah
perusahaannya berkurang. Jumlah tenaga kerja di sub-sektor kertas dan percetakan yang meningkat pada tahun 1997 adalah perusahaan besar. Walaupun subsektor lainnya mengalami penurunan jumlah tenaga kerjanya, jumlah tenaga kerja pada sub-sektor ini tetap meningkat dari 135.399 orang menjadi 138.433 orang. Jika dilihat dari kontribusi tenaga kerja, tidak ada perubahan yang signifikan di tahun 1997. Sub-sektor tekstil masih memberikan kontribusi yang paling tinggi, khususnya pada perusahaan besarnya. Pada tahun 1997, kontribusi sub-sektor ini adalah 32 persen, atau kurang .lebih sama dengan kotribusi tahun 1996. Kontribusi ini masih jauh lebih tinggi dari kontribusi terbesar kedua, yaitu sub-sektor makanan, minuman dan tembakau. Pada tahun 1999 dan 2000, pertumbuhan tenaga kerja di industri besar dan sedang lebih tinggi dari pertumbuhan tenaga kerja seluruh sektor.
Pada tahun
tersebut pertumbuhan tenaga
kerja
nasional hanya sebesar 1,31 persen dan 1,15 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan tenaga kerja industri telah mencapai 27 persen dan 3,13 persen. Namun pada tahun 2001 tenaga kerja nasional tumbuh 2,01 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan tenaga kerja industri besar dan sedang hanya tumbuh 0,44 persen. Nilai tambah sektor industri besar dan sedang terus meningkat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 1997, besarnya nilai tambah masih meningkat, walaupun tidak sebesar tahun sebelumnya. Dari tahun 1994 sampai dengan 1997 kontribusi nilai tambah perusahaan per tahun adalah 93 persen dari total nilai tambah. Ini berarti tidak terjadi perubahan komposisi nilai tambah pada perusahaan besar dan sedang dalam lima tahun terakhir ini. Namun demikian secara absolut nilai tambah perusahaan besar meningkat sebanyak 18 triliun rupiah dari tahun 1995 sampai dengan 1996. Di pihak lain, nilai tambah perusahaan sedang hanya bertambah sebesar 1 triliun rupiah pada periode yang sama. Karena pengaruh krisis ekonomi, peningkatan nilai 54
tambah
pada
tahun
1997
lebih
kecil
di
banding
tahun-tahun
sebelumnya. Pada tahun 1997 nilai tambah hanya meningkat sebesar 7,6 triliun rupiah. Pada tahun 1996 kontribusi nilai tambah industri barang dari logam,
mesin
dan
peralatannya
melebihi
sub-sektor
makanan,
minuman dan tembakau. Pada tahun ini kontribusi nilai tambah industri barang dari logam, mesin dan peralatannya melebihi 21 triliun rupiah. Sementara itu, industri makanan, minuman dan tembakau hanya memberikan kontribusi sebesar 17,5 triliun rupiah. Namun pada tahun 1997
kontribusi
nilai
tambah
industri
makanan,
minuman
dan
tembakau kembali meningkat hampir menyamai industri mesin dan log_am .. Penyebab perbedaan peningkatan ini adalah bahwa industri barang dari logam, mesin dan perlengkapannya sedang naik daun sebelum
tahun
1997
karena
lebih
padat
modal
(dilihat
dari
produktivitasnya yang lebih tinggi) dan lebih berorientasi ke ekspor. Dalam kurun waktu 4 tahun nilai tambah industri barang dan logam, mesin dan perlengkapannya meningkat sebesar 4.000 miliar per tahun. Di lain pihak, nilai tambah industri makanan, minuman dan tembakau justru berkembang pesat melebihi 5,081 triliun rupiah dari tahun 1996 ke tahun 1997. Nampaknya, gejala melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika justru meningkatkan pendapatan sub-sektor ini. Jadi, dari 7,877 triliun tambahan nilai tambah pada tahun 1997 sebesar 67 persen berasal dari sub-sektor makanan, minuman dan tembakau. Sub-sektor yang mengalami penurunan nilai tambah adalah subsektor logam dasar. Nilai tambah sub-sektor ini turun drastis dari 9.851 triliun rupiah pada tahun 1996 menjadi 5.650 triliun rupiah pada tahun 1997. Penurunan ini dialami pada industri besar. Sub-sektor tersebut yang turun dari 8.561 triliun rupiah menjadi 4.211 triliun rupiah. Sementara itu untuk tahun 1999, 2000 dan 2001, nilai tambah sektor industri besar dan sedang mengalami penurunan, yaitu sekitar 25 persen, 23 persen, dan 14 persen. Sedang kontribusi nilai tambah 55
untuk perusahaan besar pada tahun 2000 adalah sekitar 93 persen dari keseluruhan industri besar dan sedang, namun pada tahun 2001 kontribusi ini menurun menjadi sekitar 91 persen atau dengan kata lain ada peningkatan kontribusi nilai tambah dari industri sedang Dari tahun 1994 sampai dengan 1997 komposisi produktivitas tenaga kerja perusahaan sedang sangat berbeda dengan komposisi perusahaan
besar.
Produktivitas tenaga
kerja
perusahaan
besar
biasanya lebih tinggi dibanding produktivitas tenaga kerja perusahaan sedang. Perusahaan besar cenderung memiliki tenaga kerja yang lebih terampil dan cenderung lebih padat modal ketimbang perusahaan menengah. Produktivitas tenaga
kerja perusahaan besar
meningka~ ~.
dari 16juta rupiah pada tahun 1994 menjadi 24 juta rupiah pada tahun 1996. Namun pada tahun 1997, produktivitas tenaga kerja hanya meningkat menjadi 26 juta rupiah karena krisis ekonomi. Di lain pihak, produktivitas tenaga kerja perusahaan menengah hanya meningkat dari 7,8 juta rupiah pada tahun 1994 menjadi 9,9 juta rupiah
pada
tahun 1996. Pada tahun 1997 produktivitas meningkat menjadi 12,8 juta rupiah. Sub sektor yang menunjukkan peningkatan yang paling tajam adalah sub-sektor makanan, minuman dan tembakau. Pada tahun 1997 produktivitas sub-sektor tersebut meningkat menjadi 28,65 juta rupiah dari 21,71 juta rupiah pada tahun 1996. Angka ini lebih tinggi dari
produktivitas
seluruh
sektor.
Padahal
pada
tahun
1996,
produktivitas sub-sektor ini di bawah angka keseluruhan. Sebenarnya peningkatan
produktivitas
di
sub-sektor
tersebut
disebabkan
peningkatan di industri besar yang meningkat produktivitasnya dari 25,28 juta rupiah di tahun 1995 menjadi 33,35 juta rupiah di tahun 1997. Sub sektor lainnya juga menunjukkan kenaikan produktivitas kecuali sub-sektor logam dasar (KLUI 37). Produktivitas subsektor logan dasar turun dari 19,5 juta rupiah pada tahun 1996 menjadi 10,5 juta rupiah pada tahun 1997. Ternyata hal ini disebabkan oleh produktivitas perusahaan besar dan sedang yang turun. 56
BABIV PEMBAHASAN 4.1.
Model dan Data Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: Wage= a 0 + a 1FDI + a 2 X + a 3 FEML + a 4 EDUC + a 5 PROD + a 6 W,_ 1 dimana: FDI
=
Merupakan share perusahaan asing
X
=
Persentase output yang diekspor
FEML
=
Persentase penggunaan Pekerja Wanita
EDUC
=
Persentase
tingkat
pendidikan
Pekerja
yang
berpendidikan SMA atau lebih PROD
=
Merupakan perhitungan antara nilai tambah dibagi jumlah tenaga kerja
=
Upah pekerja tahun sebelumnya
Dari persamaan di atas data yang digunakan adalah data publikasi Badan Pusat Statistik yang diambil dari buku Statistik Industri Besar dan Sedang untuk tahun 1993 - 2001, buku Indikator Industri Besar dan Sedang, meliputi data-data sebagai berikut: o
Jumlah
perusahaan
menurut status permodalan
dan
kode
industri, 1993-2001. Dari data ini didapat jumlah perusahaan dengan status permodalan PMA, PMDN serta lainnya; o
Jumlah perusahaan dan tenaga kerja menurut kode industri, 1993-2001. Data yang diperoleh adalah jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja serta komposisi gender;
o
Pengeluaran untuk karyawan menurut kode industri dan jenis pengeluaran, 1993-2001. Upah pekerja diperoleh melalui tabel ini. Yang digunakan adalah upah pekerja produksi;
o
Jumlah tenaga kerja yang dibayar menurut pendidikan yang ditamatkan. Data yang didapatkan adalah data untuk tahun
1996 dan tahun 1997. Untuk data tahun observasi lainnya dilakukan proxy melalui data Sakernas; o
Tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri, yang dibeli dan yang dijual menurut kode industri, 1993-2001. Data ini digunakan untuk
alternatif
penghitungan
produktivitas.
Produktivitas
biasanya dihitung berdasarkan nilai tambah per pekerja, tetapi dapat pula penghitungan produktivitas melalui kapital stock per pekerja. Tenaga listrik yang dibeli diasumsikan sebagai kapital stock; o
Nilai output menurut kode industri, 1993-2001, dari tabel ini didapatkan jumlah output masing-masing kelompok lapangan usaha;
o
Nilai tambah menurut kode industri, 1993-2001. Data nilai tambah didapatkan dari tabel ini, sedangkan yang digunakan adalah nilai tambah biaya faktor produksi;
o
Persentase nilai produksi yang diekspor Industri Besar dan Sedang, 1993-2001. Data prosentase nilai produsi yang diekspor hanya tersedia untuk tahun 1994-2001, sehingga untuk data tahun 1993 diisi dengan data ramalan;
o
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja, 1993-2001;
o
Ringkasan hasil survei industri besar dan sedang, 1993-2001.
4.2.
Hasil Analisis a.
Ordonary Least Square (OLS)
Proses pertama yang dilakukan menggunakan model regresi dengan metode OLS. Proses ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat upah per pekerja secara menyeluruh tanpa membedakan kelompok usaha di industri pengolahan. Hal tersebut dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh data yang ada (KLUI 31-39 tiap-tiap tahun observasi) dan memasukkan seluruh variabel
bebas (FDI,
Export, Human
Capital,
Produktivitas,
dan
prosentase tenaga kerja wanita) serta seluruh variabel dummy untuk mengontrol tiap kelompok lapangan usaha dan tahun observasi. Untuk 58
data laju pertumbuhan dan GDP manufaktur tidak dapat dimasukan ke dalam model, karena nilai masing-masing variabel tadi akan berharga sama di tiap tahun observasi. Data yang akan diberlakukan sebagai pool data. Hasil yang didapat dari komputasi variabel-variabel tersebut belum menunjukkan adanya variabel yang signifikan (lihat lampiran 3), hanya pada variabel bebas produktivitas (VA/Labor) menl!njukkan mendekati (suma) signifikan dengan hubungan positif dan
angka
probabilitas sebesar 0,0899. Proses kedua dengan hasil seperti yang ditunjukkan pada lampiran 4, dengan menambahkan variabel bebas WAGELAG sebagai partial adjustment parameter. Ternyata hasil yang didapat relatif sama
dengan
proses
pertama.
Perbedaannya
adalah
Adjusted
R2
menunjukkan sedikit peningkatan dari proses sebelumnya, sementara untuk variabel produktivitas (VA/Labor) menunjukan perbaikan sampai pada angka probabilitas 0,0680, dimana tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5 persen. Dengan menggunakan seluruh variabel dummy, baik untuk variabel dummy yang digunakan untuk mengontrol kelompok lapangan usaha maupun dummy variabel yang digunakan tahun observasi, hasil komputasi persamaan regresi belum menunjukkan hasil yang baik. Untuk itu dicoba melakukan perubahan persamaan model regresi dengan menghilangkan variabel dummy kelompok lapangan usaha. Hasil yang diperoleh tampak pada lampiran 5 dengan model sebagai berikut: LOG(WAGE) = 7.506*CONSTANT + 0.4122*LOG(WAGELAG) + 0.0733*LOG(FDI) + 0.0928*LOG(HC) + 0.0087*LOG(X) + 0.1293*LOG(VNLABOR)0.0891*LOG(FEML) + 0.0850*DV1995- 0.2420*DV1996- 0.0240*DV1997 0.4608*DV1998- 0.0373*DV1999 + 0.3528*DV2000 + 0.6100*DV2001
Adj R2=0,8491
n
+
= 72
Variabel bebas yang secara signifikan berpengaruh terhadap upah per pekerja hanya upah rata-rata pekerja waktu yang lalu
59
(wagelag) dan tingkat produktivitas {VA/LABOR), sehingga dari itu persamaan di atas dianggap belum menunjukkan hasil yang baik. Selanjutnya dicoba kembali untuk merubah persamaan model dengan menghilangkan variabel ekspor (X). Hasil komputasinya dapat dilihat pada lampiran 6 dengan persamaan model sebagai berikut: LOG(WAGE) = 7.6804*CONSTANT + 0.4019*LOG(WAGELAG) + 0.0767*LOG(FDI) + 0.09426*LOG(HC) + 0.1291 *LOG(VA/LABOR) - 0.0901 *LOG(FEML) + 0.0859*DV1995- 0.2401*DV1996- 0.0263*DV1997 + 0.4661*DV19980.0227*DV1999 + 0.36532*DV2000 + 0.6263*DV2001
Adj. R2 = 0,8766
n = 72
Kesesuaian terhadap hipotesis yang telah dibahas pada bab terdahulu sudah dapat terlihat pada persamaan linier regresi ini, dimana ada hubungan positif untuk FDI, human capital, produktivitas, dan ada hubungan negatif untuk prosentase jumlah tenaga kerja wanita terhadap tingkat upah per pekerja. Variabel bebas yang secara signifikan mempengaruhi upah per pekerja pada persamaan di atas adalah tingkat upah masa lalu (wagelag)
dan
tingkat
produktivitas
{VA/LABOR).
Tetapi
dengan
dihilangkan variabel bebas ekspor terlihat adanya multicollinear antara FDI dengan Human Capital. Dengan demikian maka perlu dilakukan perubahan model kembali untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dengan menghilangkan variabel bebas human capital (pekerja dengan
tingkat pendidikan
relatif tinggi,
setingkat SMA dan
di
atasnya). Setelah dilakukan komputasi, maka didapat hasil persamaan model sebagai berikut (lihat lampiran 7): LOG(WAGE) = 7.210*CONSTANT + 0.4258*LOG(WAGELAG) + 0.0929*LOG(FDI) 0.1322*LOG(VA/LABOR) 0.0990*LOG(FEML) + 0.0786*DV1995 0.2567*DV1996 - 0.0326*DV1997 + 0.4564*DV1998 - 0.04719*DV1999 0.3562*DV2000 + 0.6.107*DV2001
Adj. R2 = 0,8758
n
+ +
= 72
Persamaan di atas memberikan hasil yang lebih baik dari persamaan sebelumnya, dimana variabel bebas yang ada pada model tersebut terlihat signifikan berpengaruh terhadap upah per pekerja. Demikian pula angka yang terlihat pada Adj. R2 = 0,8758.
60
Untuk lebih meyakinkan penulis, dicoba kembali untuk merubah persamaan di atas dengan mengganti variabel bebas wagelag dengan variabel bebas human capital, dan hasil komputasi yang dihasilkan seperti terlihat pada lampiran 8. Model persamaan yang di dapat adalah sebagai berikut: LOG(WAGE) = 13.2724*CONSTANT + 0.1290*LOG(FDI) + 0.1805*LOG(HC) + 0.1777*LOG(VA/LABOR)- 0.1602*LOG(FEML) + 0.07388*DV19950.2230*DV1996- 0.1150*DV1997 + 0.3942*DV1998 + 0.1475*DV1999 0.4328*DV2000 + 0.8351 *DV2001
Adj. R2 = 0,8766
+
n = 72
Hasil yang didapat adalah cukup baik, dimana hanya variabel
human capital yang terlihat tidak signifikan. Hal ini dimungkin adanya missing
data
tingkat pendidikan
untuk tiap
KLUI
pada
industri
pengolahan besar dan sedang. Data human capital menggunakan data proxy dari sakernas. Bila melihat hasil regresi yang telah dijalankan menggunakan perangkat analisis, maka persamaan regresi yang dipilih untuk di anal isis lebih lanjut adalah persamaan regresi pad a lampiran 7. Hal yang mendasari dipilihnya persamaan pada lampiran 7 tersebut adalah variabel bebas yang dimasukan ke dalam persamaan secara signifikan mempengaruhi upah per pekerja. Persamaan model yang dipilih adalah sebagai berikut: LOG(WAGE) = 7.210*CONSTANT + 0.4258*LOG(WAGELAG)
(2,1840)
(0,1556)
0.1322*LOG(VA/LABOR)- 0.0990*LOG(FEML)
(0,0467) (0,0969) 0.3562*DV2000
(0,1045)
(0,0961)
+ 0.4564*DV1998- 0.04719*DV1999 + (0,1078)
(0,1209)
+ 0.6107*DV2001
(0,1099)
Adj. R2
(0,0561)
+ 0.0786*DV1995-
(0,0538)
0.2567*DV1996- 0.0326*DV1997
+ 0.0929*LOG(FDI) +
= 0,8758
(0,1280)
n
= 72
Dari persamaan di atas, dapat diketahui bahwa nilai intersep adalah sebesar 7,210. Untuk kasus dalam penelitian ini, intersep tidak dapat di-intepretasikan apa-apa, sehingga angka tersebut hanyalah sebagai angka hasil perhitungan menggunakan metode OLS. Berbeda dengan kajian lain, sebagai contoh kasus untuk mencari hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi. Angka intersept bisa 61
dijelaskan, tanpa dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebas yang lain,
maka konsumsi sebesar angka koefisien yang tertera pada intersep. Nilai adjusted R2 sebesar 0,8758 menunjukkan bahwa variabelvariabel bebas dalam persamaan dapat mempengaruhi tingkat upah per pekerja sebesar 87,58 persen. Sementara sisanya sebesar 12,42 persen adalah berasal dari faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam model persamaan regresi ini. Apabila ada penambahan faktor-faktor lain dimasukan dalam persamaan model ini, maka nilai adj R2 akan mendekati angka satu. Uji F-Statistik juga dilakukan untuk melihat kesamaan koefisien dari persamaan regresi yang berbeda, atau dikenal juga dengan uji stabilitas struktural. Dengan menggunakan uji stabilitas Ramsey Reset Test dengan 1 fitted term, didapat F-hitung sebesar 4,05008 dengan probability sebesar 0,0487. Jika dibandingkan dengan F tabel (Fo,os;n) diperoleh angka 2,45. Karena F hitung lebih besar dari F tabel, maka secara statistik model dapat dinyatakan secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya. Secara parsial dengan tingkat signifikansi sebesar 5 persen, dapat
dilihat
keberartian
dari
masing-masing
koefisien
dengan
membandingkan t tabel dengan t hitung. Untuk t tabel diperoleh nilai t (t o,os;n) sebesar 1,64. Sehingga dengan membandingkan masingmasing t hitung pada persamaan regresi di atas (nilainya tercantum di dalam tanda kurung di bawah masing-masing nilai koefisiennya) maka seluruh variabel bebas yang digunakan dalam persamaan di atas mempunyai t hitung lebih besar dari t tabel. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan di atas dapat mempengaruhi tingkat upah per pekerja secara signifikan sebesar nilai koefisiennya. Dengan koefisien FDI sebesar 0,0929 maka dapat diartikan bahwa setiap perubahan share perusahaan asing sebesar 10 persen, akan meningkatkan upah per pekerja sebesar 0,9 persen.
62
Koefisien produktivitas (VA/LABOR)
memiliki angka sebesar
0,132 dapat diartikan bahwa setiap kenaikan produktivitas sebesar 10 persen dapat meningkatkan upah per pekerja sebesar 1,3 persen. Selanjutnya untuk koefisien prosentase penggunaan pekerja wanita (FEML) sebesar -0,0990. Dengan angka negatif mengindikasikan adanya faktor diskriminasi upah. Bila hanya diartikan secara statistik, maka angka tersebut berarti bahwa bila ada kenaikan prosentase penggunaan pekerja wanita sebesar 10 persen, maka akan menurunkan tingkat upah per pekerja sebesar 0,99 persen. Tetapi telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa indikasi adanya faktor diskriminasi upah pekerja wanita di sektor industri pengolahan belum dapat disimpulkan menggunakan model persamaan regresi di atas tanpa melakukan kajian secara lebih fokus pada masalah tersebut. Variabel
bebas tingkat upah per pekerja tahun yang lalu
(WAGELAG) mempunyai koefisien sebesar 0,4258. Untuk variabel lag hanya merupakan partial adjustment parameter, sehingga yang dapat dikatakan
di
sini,
bahwa
upah
per
pekerja
masa
lalu
juga
mempengaruhi besarnya upah masa sekarang. Secara keseluruhan dari hasil analisis persamaan regresi di atas adalah upah pekerja di industri pengolahan berhubungan erat dengan share perusahaan asing, produktivitas, prosentase penggunaan pekerja wanita serta upah per pekerja di masa lalu.
b.
Seemingly Unrelated Regression (SUR)
Dengan menggunakan model yang sama untuk serta variabel bebas
yang
sama,
maka
diduga
bahwa
residual
model
akan
mempunyai pola yang hampir sama pula sehingga antara residual persamaan satu dengan residual persamaan yang lain terdapat korelasi yang
cukup
kuat,
atau
biasa
disebut sebagai
contemporaneous
correlation. Sehingga akan lebih efisien Pendugaan secara bersamaan menggunakan
metode seemingly unrelated regression
estimation
(SUR), dimana seluruh persamaan tersebut akan digabung menjadi satu model regresi besar.
63
Pada penggunaan metode SUR ini akan dianalisis tiap kelompok lapangan usaha. Penggunaan metode SUR pada penelitian ini masih kurang mendapatkan hasil yang diharapkan, dimana hasil komputasi model belum dapat menampilkan
signifikansi seluruh variabel bebas
yang masuk ke dalam model. Sehingga yang akan dianalisis untuk penggunaan
metode
ini
hanyalah
variabel-variabel
memang secara statistik mempengaruhi
bebas
yang
variabel terikat secara
signifikan. Seluruh data yang akan dijalankan dengan metode ini dibuat melebar dengan variabel yang akan dianalisis sebagai kolom dan tahun observasi diatur sebagai baris. Dilakukan proses estimasi satu per satu untuk tiap kelompok lapangan usaha serta melakukan estimasi secara bersamaan untuk tiap kelompok usaha. Hasil yang didapat kurang lebih sam a yang dapat dilihat sebagaimana berikut di bawah ini: Tabel 4.1. Hasil Komputasi Metode SUR (Parsial) IVar IFDI 11-'KUU 11-t:ML IX lEDUC IW.A~F
Adj R"
X X A~
-
31
X
-
-
32
X X
-
X
-
33
-
X
-
34
35
X X
-
-
X X X
-
36
37 X
36
-
-
X
X X
-
-
39
-
-
-
-
0,4783 -0,6269 0,9722 0,9942 0,7544 0,8650 0,4691 0,9137 0,7022
X=Signifikan
Tabel 4.1 memperlihatkan hasil komputasi metode SUR secara parsial. Kelompok lapangan usaha KLUI 32 mendapatkan Adj R2 negatif, sementara untuk kelompok lapangan usaha KLUI 39 tidak terdapat hasil yang signifikan. Untuk hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran 9. Berikut secara lengkap persamaan model untuk masingmasing kelompok lapangan usaha.
LOG(WAGE31) =30. 0911 +0. 6455*LOG(FDI31)-1. 6615*LOG(PROD31)1.5341 *LOG(FEML31)+2.9861 *LOG(X31)+ 7.1 090*LOG(EDUC31)0.9142*LOG(WAGE31LAG) LOG(WAGE32)=273.8895792-5.6450*LOG(FDI32)+4.032*LOG(PROD32)17.9182*LOG(FEML32)-2.3584*LOG(X32)-22.3324*LOG(EDUC32)0.5624 *LOG(WAGE32LAG) 64
LOG(WAGE33)=25.5751-0.02717*LOG(FDI33)+0.9123*LOG(PROD33)1.5157*LOG(FEML33)-0. 0293*LOG(X33)+ 1. 624 *LOG(EDUC33)0.5823*LOG(WAGE33LAG) LOG(WAGE34)=150.6682-1.7812*LOG(FDI34)-1.5099*LOG(PROD34)+ 5.5445*LOG(FEML34)+0.8479*LOG(X34)-19.8031*LOG(EDUC34)2.5715*LOG(WAGE34LAG) LOG(WAGE35)=1 02.2881-1.5653*LOG(FDI35)+3.9011 *LOG(PROD35)8.6052*LOG(FEML35)-3. 7674*LOG(X35)-7.5173*LOG(EDUC35)0.2780*LOG(WAGE35LAG) LOG(WAGE36)=23.5355+0.111 O*LOG(FDI36)-0.2149*LOG(PROD36)1. 0776*LOG(FEML36)+ 0.2058*LOG(X36)+3.1619*LOG(EDUC36)0.1824 *LOG(WAGE36LAG) LOG(WAGE37)=-223.0020+2.6822*LOG(FDI37)-0.4137*LOG(PROD37)+ 4.3515*LOG(FEML37)-3.2894*LOG(X37)+52.0923*LOG(EDUC37)+ 0.4580*LOG(WAGE37LAG) LOG(WAGE38)=91.1338-1.1944*LOG(FDI38)-1.9674*LOG(PROD38)+ 4.6860*LOG(FEML38)+1.1040*LOG(X38)-12.7147*LOG(EDUC38)0. 7756*LOG(WAGE38LAG) LOG(WAGE39)=127.2142-0.1 0479*LOG(FDI39)+ 1.4753*LOG(PROD39)7. 9440*LOG(FEML39)-3.1993*LOG(X39)-6.5119*LOG(EDUC39)0.37662*LOG(WAGE39LAG)
Untuk
lebih
meyakinkan
hasil
komputasi
satu-satu,
maka
dilakukan pula komputasi metode SUR secara serentak (lampiran 10) dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Komputasi Metode SUR (Serentak) IVar IFDI [PROD It-I:.ML IX I:.LJUG WAC.;FI Ar.;
Adj R"
X
-
31
-
X X
-
32
-
-
X
X X
-
33
34 X
-
-
X
X
-
-
-
X X
-
35
X X X
-
36
37 X
-
X X
X -
38
-
-
39
0,3921 -0,8652 0,9687 0,9937 0,7260 0,8562 0,3989 0,9111 0,6930
=signifikan
LOG(WAG£31)=31.3413+0.3931 *LOG(FDI31)-1.658*LOG(PROD31)1.4479*LOG(FEML31)+2. 9645*LOG(X31)+6.4360*LOG(EDUC31)0.8081 *LOG(WAGE31LAG) LOG(WAG£32)=262.9428-7.101 *LOG(FDI32}+4.5959*LOG(PROD32)15. 7545*LOG(FEML32)-1. 9213*LOG(X32)-24. 7686*LOG(EDUC32)0.57160*LOG(WAGE32LAG) LOG(WAGE33) =26.2806-0. 0769*LOG(FDI33)+0.8381 *LOG(PROD33)1.6246*LOG(FEML33)-0.0556*LOG(X33)+1.4837*LOG(EDUC33)0.4637*LOG(WAGE33LAG) LOG(WAGE34)=150.6063-1.7787*LOG(FDI34)-1.5322*LOG(PROD34)+ 5.53470*LOG(FEML34)+0.8608*LOG(X34)-19. 7084 *LOG(EDUC34)2.5704*LOG(WAGE34LAG)
65
LOG(WAG£35)=98.1682-2. 7568*LOG(FDI35)+4.523*LOG(PROD35)7.0823*LOG(FEML35)-4.2244*LOG(X35)-8.8638*LOG( EDUC35)0.3076*LOG(WAGE35LAG) LOG(WAGE36)=26.09182074+0.0904*LOG(FDI36)-0.2 837*LOG(PROD36)1.2502*LOG(FEML36)+0.2359*LOG(X36)+3.3061 *LOG(EDUC36)0.2111 *LOG(WAGE36LAG) LOG(WAGE37)=-211.7347+2.6256*LOG(FDI37)0.5612*LOG(PROD37)+4.1 004*LOG(FEML37)3.2235*LOG(X37)+50.6249*LOG(EDUC37)+0.42170*L OG(WAGE37LAG) LOG(WAGE38)=91.4483-1.2516*LOG(FDI38)-2.0106*L OG(PROD38)+ 4.943*LOG(FEML38)+1.1099*LOG(X38)-12.7556*LOG (EDUC38)0.8223*LOG(WAGE38LAG) LOG(WAGE39)=100.1842-0.0893*LOG(FDI39)+1.8068 *LOG(PROD39)6.3209*LOG(FEML39)-2. 6622*LOG(X39)-5.8567*LOG(EDUC39)0.3635*LOG(WAGE39LAG)
Dari
kedua
hasil
di
atas,
maka
variabel-variabel
yang
mempengaruhi upah per pekerja untuk tiap kelompok lapangan usaha adalah sebagai berikut: •
Upah
per
pekerja
Kelompok Industri
makan,
minuman
dan
tembakau (KLUI 31) secara signifikan dipengaruhi oleh output yang ekspor dan tingkat pendidikan pekerjanya; •
Upah per pekerja Kelompok Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (KLUI 32) hanya dipengaruhi oleh produktivitas pekerja;
•
Upah per pekerja Kelompok Industri Kayu, barang-barang kayu, termasuk perabot rumah tangga (KLUI 33) dipengaruhi oleh produktivitas, prosentase jumlah pekerja wanita, serta tingkat pendidikan pekerja;
•
Upah per pekerja Kelompok Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan (KLUI 34) dipengaruhi oleh share perusahaan asing serta output yang diekspor;
•
Upah per pekerja Kelompok Industri Kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik (KLUI 35) dipengaruhi oleh produktivitas dan prosentase jumlah pekerja wanitanya;
•
Upah per pekerja Kelompok Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara (KLUI 36) dipengaruhi oleh prosentase jumlah pekerja wanita, output yang diekspor serta tingkat pendidikan pekerja; 66
•
Upah per pekerja Kelompok lndustri logam dasar (KLUI 37) dipengaruhi oleh share perusahaan asing, tingkat pendidikan serta upah masa lalu;
•
Upah per pekerja Kelompok Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (KLUI 38) dipengaruhi oleh output yang diekspor;
•
Upah per pekerja Kelompok Industri pengolahan lainnya tidak dapat dibuktikan, karena tidak satupun variabel yang secara statistik dapat mempengaruhi upah per pekerja.
4.3.
Deskripsi Analisis Deskripsi analisis dianggap perlu untuk dilakukan. Analisis yang
dilakukan untuk lebih mempertajam hasil analisis yang dilakukan dengan metode regresi. Seperti halnya analisis regresi, maka akan ditampilkan data untuk masing-masing kelompok lapangan usaha tiap tahun observasi (1993-2001). Variabel yang menjadi fokus analisis untuk tiap-tiap kelompok adalah: tingkat pendidikan, perbedaan gender, kepemilikan modal, produktivitas serta orientasi penjualan ekpor. a.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan menentukan tingkat keahlian (skill) pekerja. Makin tinggi tingkat pendidikan seorang pekerja, maka area pekerjaan yang
dapat
penguasaan
dimasuki teknologi,
akan
lebih
besar.
makin tinggi
Demikian
pendidikan
juga
dalam
seseorang
maka
penguasaan teknologi akan semakin besar. Tingkat keahlian dan penguasaan
teknologi
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas yang selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat upah. b.
Perbedaan Gender
Perbedaan
gender
juga
diduga
sebagai
faktor
yang
mempengaruhi perbedaan upah. Hal yang mendasari mengapa pekerja wanita mempunyai upah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan pekerja laki-laki di industri pengolahan adalah masih ada anggapan bahwa produktivitas pekerja laki-laki lebih tinggi dibanding pekerja 67
wanita.
Lebih lanjut masih dari sisi produktivitas, bahwa sesuai
kodratnya, jam kerja wanita dianggap lebih rendah dengan adanya cuti haid, cuti hamil dan waktu yang digunakan untuk mengurus rumah tangga. Dengan anggapan tersebut, maka diang9ap wajar bila ada perbedaan upah tersebut. Di
sisi
mempekerjakan
lain
belumlah
lebih
banyak
dapat pekerja
dikatakan wanita
bahwa
akan
yang
menjadikan
pembayaran upah relatif lebih kecil. Pada beberapa kelompok lapangan usaha lebih memilih tenaga kerja wanita dibandingkan dengan pekerja pria, dimana ada anggapan bahwa pekerja wanita lebih teliti serta lebih sabar dalam melaksanakan tugas yang telah terspesialisasi. Sebagai contoh dalam industri tekstil, garmen, akan lebih banyak menggunakan tenaga kerja wanita dalam proses pemasangan kancing dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah.
c.
Kepemilikan Modal
Kepemilikan
Modal
dari
perusahaan
mempengaruhi tingkat upah, dimana industri
diduga
juga
dapat
dengan kepemilikan
Modal asing yang relatif lebih besar akan membayar upah yang relatif lebih besar pula. Apresiasi terhadap tenaga yang dikeluarkan pekerja menjadi faktor yang mengakibatkan upah yang diterima pekerja juga lebih besar. Tetapi biasanya PMA ini lebih mengutamakan pekerja terampil dan lebih padat modal.
d.
Produktivitas
Kenaikan dalam produktivitas tenaga kerja akan meningkatkan pula tingkat upah pada umumnya, walaupun disadari bahwa tingkat pertumbuhan produktivitas sangatlah berbeda antara satu industri dengan industri lainnya. Bila pertumbuhan produktivitas meningkat, maka pada akhirnya akan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Bila kurva permintaan meningkat, maka tingkat upahpun akan terdorong ke atas.
68
e. Orientasi Pasar {Ekspor/Lokal) Pasar yang dituju untuk penjualan produk diduga juga dapat tingkat
mempengaruhi
upah,
dimana
industri
dengan
orientasi
penjualan ekspor yang lebih besar akan membayar upah yang relatif lebih besar pula. Dengan orientasi penjuala ekspor, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan telah mendapatkan pasar dengan permintaan akan barang tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah memiliki informasi permintaan yang cukup sempurna. Dengan informasi tersebut; maka jumlah barang modal, bahan baku yang digunakan, serta jumlah pekerja produksi dapat relatif lebih efisien ·
untuk
dialokasikan.
produktivitas
dapat
produktivitas
kecenderungan
Dengan
dinaikkan,
dan untuk
adanya seiring upah
efisiensi, dengan
maka
kenaikan
meningkat
sangat
dimungkinkan. f. Hasil Deskriptif Analisis Berikut disampaikan hasil analisis secara deskriptif per tahun observasi
untuk
masing-masing
kelompok
lapangan
usaha
yang
menonjol. Tabel 4.3. Deskriptif Analisis Tahun 1993
KLUI
UPAH PER PEKERJA
31 2.181.164 32 1.795.836 33 1.904.340 34 3.267.893 35 3.798.771 36 2.772.104 37 4.692.424 38 3.476.297 39 1.474.470 Sumber: BPS, diolah
OUTPUT JML TK PRODUKTIVI YG WANITA PMA (%) TAS DIEKSPOR (%) (%)
. 56,36 66,61 38,60 27,70 42,01 28,21 5,87 30,09 71,31
21.030.749 9.055.216 10.585.770 21.497.864 20.882.271 17.175.935 98.634.469 29.294.447 6.734.599
16,06 31,48 52,67 9,34 22,16 8,44 17,14 22,15 33,84
2,18 5,00 3,06 2,18 8,64 1,40 15,11 11119 12,21
TK. PENDDK >SMA
22,26 37,73 38,32 55,22 39,06 35,48 64,12 64,92 32,64
Pada tabel 4.3 di atas diperlihatkan nilai masing-masing varibel yang dibandingkan dengan upah rata-rata pekerja.
Pada tahun 1993 69
prosentase jumlah tenaga wanita di industri logam dasar (KLUI 37) terlihat
mempunyai
nilai
terkecil
sebesar
5,87
persen,
dengan
produktivitasnya sebesar Rp 98.634.469, persentase PMA sebesar 15,11 persen, serta tingkat pendidikan pekerja yang relatif tinggi yaitu 64,92 persen pekerja dengan tingkat pendidikan SMA atau lebih, dapat memberikan upah pekerja sebesar Rp 4,7 juta. Tenaga kerja wanita pada industri ini memang tidak terlalu dibutuhkan,
dimana
kegiatan/pekerjaan
yang
dilakukan,
seperti
mandor, tukang cor logam serta tukang giling logam adalah pekerjaan yang selayaknya dilakukan oleh pekerja pria. Sementara pekerja wanita- hanya ditaruh pada pekerjaan administrasi. Bila dibandingkan dengan industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (KLUI 32), jumlah pekerja produksi adalah sebesar 1.063.070 orang dengan tenaga kerja wanita sebesar 66,61 persen. Hal tersebut menandakan bahwa tenaga kerja wanita dalam berproduksi di KLUI 32 memang dibutuhkan. Tabel 4.4, Deskriptif Analisis Tahun 1994
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 32 33 34 35 36 37 38 39
1.896.470 1.831.258 1.807.401 3.381.320 3.402.771 2.709.802 5.213.550 3.334.415 1.654.582
OUTPUT JMLTK PRODUKTIVI YG WANITA PMA(%) TAS DIEKSPOR (%) (%)
59,92 67,22 37,46 26,73 42,73 26,52 3,48 33,00 72,72
15.833.375 11.156.746 11.477.667 25.578.698 22.896.641 17.745.207 114.012.478 33.316.819 6.401.574
16,42 33,71 60,90 7,72 20,08 3,29 32,92 19,72 51,57
2,71 5,09 1,74 2,52 9,12 1,93 13,91 13,21 14,32
TK. PEND OK >SMA
32,71 46,12 48,11 63,11 49,26 46,89 70,31 71,80 41,49
Sumber: BPS, diolah Selanjutnya untuk tahun 1994 pada tabel 4.4, dengan adanya peningkatan produktivitas sebesar kurang lebih 16 persen industri pengolahan logam dasar (KLUI 37) dapat meningkatkan upah pekerja produksi menjadi Rp 5,2 juta atau sebesar kurang lebih 10,5 persen. Peningkatan produktivitas juga diikuti dengan ekspor hasil pengolahan
70
serta adanya rekruitmen tenaga kerja dengan pendidikan yang relatif tinggi. Peningkatan produktivitas dihampir semua kelompok indutri pengolahan (kecuali untuk KLUI 31 dan KLUI 39), tidak semuanya dibarengi dengan peningkatan upah per pekerja. Yang paling menonjol ada pada industri makanan, minuman dan tembakau, dimana terdapat penurunan produktivitas sebesar hampir 25 persen mengakibatkan turunnya upah per pekerja hingga lebih dari 13 persen, sementara untuk variabel lainnya mengalami kenaikan. Sehingga untuk KLUI 31 ini produktivitas mempunyai hubungan yang positif terhadap upah. Sementara untuk industri pengolahan lainnya (KLUI 39), dengan adanya. penurunan produktivitas justru meningkatkan upah, dimana untuk variabel lainnya mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi ada pada variabel output yang di ekspor.
Tabel 4.5, Deskriptif Analisis Tahun 1995
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 32 33 34 35 36 37 38 39
1.946.509 2.045.360 2.096.167 3.722.107 3.751.624 2.911.164 5.304.491 3.885.405 1.982.781
OUTPUT JMLTK PRODUKTIVI YG WANITA PMA (%) TAS DIEKSPOR (%) (%)
51,70 67,09 36,07 25,40 42,21 26,96 2,95 31,67 71,64
17.698.554 10.782.971 13.064.937 29.231.164 25.396.180 17.251.943 134.487.319 38.074.168 7.366.920
24,46 37,15 64,25 11,51 25,94 8,61 16,59 19,20 44,59
TK. PENDDK >SMA
2,40 4,88 2,54 3,09 9,12 1,43 15,38 12,47 11,76
28,82 43,38 44,80 60,85 46,03 46,03 68,66 69,86 38,49
Sumber: BPS, diolah Untuk tahun 1995, terlihat bahwa adanya peningkata11 upah di seluruh industri pengolahan, dimana pada hampir seluruh industri pengolahan
terjadi peningkatan produktivitas
kecuali untuk KLUI 32
dan KLUI 36 menurun masing-masing sebesar 9,1 persen dan 2,7 persen. Untuk KLUI 36, tampaknya peningkatan upah didorong adanya peningkatan output yang diekspor menjadi sebesar 8,61 persen.
71
Walaupun
secara
keseluruhan
jumlah
pekerja
mengalami
peningkatan, tetapi pekerja dengan tingkat pendidikan SMA atau lebih semuanya mengalami penurunan. Artinya bahwa industri pengolahan pada tahun 1995 menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 8,2 persen dibanding tahun 1994 sebesar 7,5 persen dan GDP industri juga meningkat menjadi Rp 81,8 miliar dibanding tahun 1994 sebesar Rp 72,4 mitiar. Secara umum pada tahun 1995 ini faktor yang mendorong peningkatan upah disebabkan oleh adanya peningkatan produktivitas pekerja serta adanya peningkatan ekspor terhadap output hasil produksi.
Tabel 4.6, Deskriptif Analisis Tahun 1996
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 32 33 34
35 36 37 38 39
1.694.560 1.865.211 1.782.720 2.996.268 2.379.991 2.144.320 3.849.202 5.614.842 1.551.437
OUTPUT JML TK PRODUKTIVI YG WAN ITA PMA (%) DIEKSPOR TAS
(%)
58,42 67,65 36,05 25,77 41,43 26,47 3,16 37,79 70,32
(%)
21.633.911 12.650.072 13.895.654 36.926.123 31.010.362 23.236.769 238.919.626 75.751.809 10.228.844
16,53 47,04 73,03 10,82 26,45 11,60 10,42 53,18 50,85
2,32 4,80 2,73 2,80 9,72 1,25 17,03 20,80 8,87
TK. PENDDK >SMA
26,44 41,48 42,54 59,29 43,91 40,48 67,49 69,62 36,47
Sumber: BPS, diolah Peningkatan upah terjadi pada industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (KLUI 38), sementara untuk industri pengolahan lainnya terjadi penurunan. Terdapat peningkatan produktivitas hampir
100°/o dibanding dengan tahun sebelumnya. Demikian pula adanya peningkatan ekspor hasil produksi. Dua hal tersebut diduga sebagai faktor yang secara signifikan mempengaruhi upah per pekerja. Pengaruh peningkatan produktivitas pada industri makanan, minuman dan tembakau (KLUI 31) yang ditunjukan pada tabel 4.6 di atas tidak dapat mendorong peningkatan upah, sementara variabel
72
bebas lainnya relatif mengalami penurunan. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan untuk KLUI 31 ini penurunan upah yang terjadi disebabkan oleh faktor-faktor lain diluar variabel bebas yang dianalisis. Hal yang sama terjadi dihampir seluruh industri pengolahan, kecuali untuk KLUI 38. Tabel 4.7, Deskriptif Analisis Tahun 1997 OUTPUT JML TK PRODUKTIVI YG WAN ITA PMA{%) TAS DIEKSPOR {%) {%)
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 . 32 33 34 35 36 37 38 39
57,90 66,62 36,53 24,76 40,16 24,76 3,12 33,98 71,69
1.953.195 2.093.926 2.069.563 2.760.527 2.815.527 2.466.303 4.719.157 3.119.136 1.744.525
29.185.564 12.225.352 15.433.537 42.233.251 36.892.897 27.940.326 125.021.476 51.874.954 11.518.992
16,09 31,48 52,59 9,87 22,16 9,85 9,30 22,16 33,84
TK. PENDDK >SMA
2,78 3,34 3,62 3,29 10,82 2,08 22,00 16,95 11,33
26,61 43,67 42,80 61,27 45,92 42,99 67,28 67,67 43,71
Sumber: BPS, Diolah Dapat dilihat pad a tabel 4. 7 di atas, peningkatan upah pekerja terjadi di beberapa kelompok lapangan usaha, seperti pada KLUI 31, 32, 33, 35, dan 37. Kelompok industri KLUI 37 mampu meningkatkan upah
pekerja
dengan
meningkat menjadi prosentase
masuknya
PMA,
dimana
22 persen dibandingkan
PMA sebesar 17,03 persen,
prosentase
PMA
tahun sebelumnya
padahal
ada
penurunan
produktivitas menjadi sekitar Rp 125 miliar. Di
awal
krisis
ekonomi
yang
melanda
Indonesia,
terjadi
penurunan output yang diekspor. Penurunan terbesar terjadi pada industri dengan KLUI
38 menjadi hanya sebesar 22,16 persen yang
berakibat pada upah yang diterima per pekerja
menurun hampir
sebesar 45 persen. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa industri pengolah masih dapat bertahan pada awal terjadinya krisis ekonomi, dimana peningkatan
upah
produktivitas serta
masih
relatif
didorong
menurunnya jumlah tenaga
oleh kerja
peningkatan wanita.
Di 73
samping
itu
peningkatan
output
yang
diekspor
juga
sangat
berpengaruh terhadap meningkatnya upah per pekerja.
Tabel 4.8, Deskriptif Analisis Tahun 1998 OUTPUT JML TK TK. PRODUKTIVI YG WANITA PMA (%) PENDDK DIEKSPOR TAS (%) >SMA (%) 57,22 56,55 3,19 48.567.265 27,87 33,77 67,34 23.584.133 5,71 44,90 38,66 12,34 3,38 44,06 29.093.093 72,00 22,09 4,05 62,77 67.772.607 38,17 66.782.783 34,90 13,25 47,60 25,42 34.995.219 46,55 2,41 44,60 5,84 134.023.700 41,99 24,14 68,67 37,79 75.751.809 53,18 20,80 69,62 72,74 46,89 22.994.900 5,24 44,99
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 32 33 34 35 36 37 38 39
3.778.003 3.504.684 3.566.365 3.296.920 5.354.569 4.128.003 8.482.599 5.614.842 6.316.261
Sumber: BPS, diolah Pada tahun 1998, seluruh upah per pekerja meningkat tanpa dengan peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut
terkecuali,
diduga akibat perubahan yang signifikan terhadap produktivitas serta kenaikan dari varibel-variabel bebas lainnya. Pekerja dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggipun meningkat, kecuali pada industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi, batu bara, karet dan plastik (KLUI 36). Peningkatan upah per tenaga kerja terbesar ada pada industri pengolahan
lainnya,
dimana
peningkatannya
sampai
hampir 3,S
kalinya yang didukung peningkatan produktivitas hampir SO persen dan peningkatan output yang juga lebih dari SO persen. Hal
ini
agak mengherankan,
mengingat pada saat itu
di
Indonesia terjadi inflasi yang cukup tinggi, dengan tingkat suku bunga tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi. Bila demikian, maka dapat dikatakan bahwa krisis ekonomi tidak melanda
industri
pengolahan,
atau
dengan
kata
lain
industri
pengolahan dapat bertahan dari krisis ekonomi.
74
Tabel 4.9, Deskriptif Analisis Tahun 1999
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 32 33 34 35 36 37 38 39
2.686.548 2.944.563 3.003.091 3.566.577 4.449.195 3.544.527 6.952.150 5.036.403 2.844.915
OUTPUT JML TK YG PRODUKTIVI PMA (%) WAN ITA DIEKSPOR TAS (%) (%)
TK. PEND OK >SMA
3,16 6,60 3,65 3,93 12,86 2,50 24,89 20,55 6,57
28,01 44,51 43,87 62,45 47,50 44,64 68,31 69,60 44,74
59,12 64,10 37,88 27,62 37,85 25,69 5,10 41,22 45,89
57.821.071 27.709.895 34.796.376 93.962.211 81.407.916 40.586.750 163.268.687 87.010.254 18.535.399
57,18 74,74 34,60 46,87 46,05 64,72 62,39 75,16 86,38
Sumber: BPS, diolah Kembali terlihat, bahwa peningkatan produktivitas tidak disertai dengan peningkatan upah pekerja. Tampaknya dampak dari krisis ekonomi juga mulai melanda sektor industri pengolahan, dimana terjadi penurunan jumlah tenaga kerja untuk KLUI 31, 34, 35 dan 39 disertai dengan penurunan upah. Penurunan upah terbesar pada KLUI 39 hampir sebesar 55 persen yang juga diikuti dengan penurunan prosentase pekerja dengan pendidikan SMA atau lebih menjadi 44,74 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 44,99 persen. Tabel 4.10, Deskriptif Analisis Tahun 2000
UPAH PER PEKERJA
KLUI
31 32 33 34 35 36 37 38 39
4.451.173 4.015.046 4.297.474 5.034.092 5.713.198 4.954.081 8.934.280 6.259.624 3.826.656
OUTPUT JML TK PRODUKTIVI YG PMA (%) WAN ITA DIEKSPOR TAS (o/o) (%)
TK. PEND OK >SMA
3,25 6,63 4,53 4,22 14,27 2,67 23,53 20,64 6,74
33,18 48,72 48,61 66,62 52,73 50,41 71,91 74,25 49,43
57,76 62,09 37,77 25,79 37,75 25,67 6,41 41,59 44,71
62.003.401 27.478.218 37.758.486 115.392.272 89.604.414 57.365.016 168.140.232 143.334.426 19.021.566
56,60 77,46 47,17 54,03 40,04 64,68 58,94 60,54 87,36
Sumber: BPS, diolah
75
Untuk tahun 2000, kegiatan perekonomian pasca krisis telah pulih untuk industri pengolahan, dimana peningkatan upah pekerja terjadi tanpa terkecuali di tiap kelompok lapangan usaha. Tingkat kepercayaan investor asing juga terlihat pulih, dimana hanya KLUI 37 sedikit menurun sementara lainnya mulai beranjak naik.
Tabel 4.11, Deskriptif Analisis Tahun 2001
KLUI
UPAH PER PEKERJA
31 5.814.364 32 4.348.056 33 4.439.054 34 5.246.118 35 5.471.525 36 4.944.497 37 30.900.384 38 12.451.977 39 8.775.007
OUTPUT JML TK PRODUKTIVI YG WANITA PMA (%) TAS DIEKSPOR (%) (%) 48,07 61,35 65.952.285 4,48 60,12 23.458.327 72,65 6,33 33,48 42.648.593 74,04 3,96 19,97 104.650.700 45,18 6,54 32,98 67.277.484 48,18 11,43 21,78 72.885.779 53,51 2,24 5,66 238.893.402 58,66 17,37 30,86 114.759.089 57,47 15,62 40,12 93,32 29.298.836 6,07
TK. PENDDK >SMA
32,90 48,29 48,28 66,13 52,29 49,99 71,46 73,79 49,00
Sumber: BPS, diolah Untuk tahun 2001 terjadi peningkatan upah
per pekerja yang
relatif sama dengan dengan tahun sebelumnya. Tingkat perubahan untuk variabel bebas yang lainnyapun hampir mempunyai pola yang sama dengan tahun sebelumnya. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan sementara bahwa industri pengolahan telah stabil pasca krisis.
76
BABY PENUTUP
5.1. •
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa memang terdapat hubungan yang erat antara struktur upah dengan variabelvariabel
bebas
yang
mempengaruhinya.
varia bel
yang
mempengaruhi
struktur
Secara upah
menyeluruh
· adalah
share
perusahaan asing (FDI), produktivitas pekerja (Nilai tambah per pekerja) serta prosentase jumlah tenaga wanita; •
Untuk tiap-tiap
kelompok lapangan usaha diperoleh upah per
pekerja sebagai berikut: Upah per pekerja KLUI 31 dipengaruhi oleh output yang ekspor dan tingkat pendidikan pekerjanya; Upah per pekerja KLUI 32 hanya dipengaruhi oleh produktivitas pekerja; Upah
per
pekerja
KLUI
33
dipengaruhi
oleh
produktivitas,
prosentase jumlah pekerja wan ita, serta tingkat pendidikan pekerja; Upah per pekerja KLUI 34 dipengaruhi oleh share perusahaan asing serta output yang diekspor; Upah per pekerja KLU 35) dipengaruhi oleh produktivitas dan prosentase jumlah pekerja wanitanya; Upah per pekerja KLUI 36 dipengaruhi oleh prosentase jumlah pekerja wanita, output yang diekspor serta tingkat pendidikan pekerja; Upah per pekerja KLUI 37 dipengaruhi oleh share perusahaan asing, tingkat pendidikan serta upah masa lalu; Upah per pekerja KLUI 38 dipengaruhi oleh output yang diekspor; serta Upah per pekerja KLUI 39 tidak dapat dibuktikan, karena tidak satupun variabel yang secara statistik dapat mempengaruhi upah per pekerja secara signifikan. •
Adanya hubungan negatif antara struktur upah dengan besarnya prosentase pekerja wanita. Hal tersebut mengindikasikan adanya faktor diskriminasi upah. Tetapi pada kenyataannya hal tersebut belum
dapat dikatakan adanya diskriminasi tingkat upah bagi
pekerja wanita khususnya di sektor industri. Alasan yang mendasari
adalah
bahwa
masing-masing
industri
membutuhkan
jumlah
pekerja wanita yang beragam, dimana industri logam dasar hanya membutuhkan
2,95
persen
sampai
6,41
persen
dari
total
pekerjanya. Sementara itu untuk industri tekstil, pakaian jadi dan kulit membutuhkan tenaga kerja wanita antara 60,12 persen sampai 67,65 persen. Sehingga anggapan bahwa struktur upah dipengaruhi negatif akibat diskriminasi upah terhadap tenaga kerja wanita adalah diragukan.
5.2. •
Saran
Sudah sangat mendesak bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tentang upah pekerja berdasarkan
produktivitasnya.
Penetapan upah minimum yang telah diberlakukan selama ini dirasakan belum memadai untuk diterapkan, karena dirasakan belum adil, baik di pihak majikan maupun pekerja; •
Pemerintah menciptakan
harus
mendorong
kesetaraan
adanya
pekerja
dan
aturan
main
untuk
pemberi
kerja
dalam
perundingan kolektif untuk penetapan upah dan tunjangan lainnya. Penetapan upah yang merupakan hasil perundingan yang setara antara pekerja dan pemberi kerja cenderung dapat membuahkan hasil dan sekaligus meningkatkan produktivitas; •
Untuk mengatasi masalah kualitas kemampuan dari pekerja, yang menjadi faktor penting pada tingkat produktivitas, perlu dibuat kebijakan bahwa minimal tingkat pendidikan bagi pekerja setingkat SLTP. Kebijakan di bidang pendidikan, dengan Wajar 9 tahun, sebenarnya sudah merupakan kebijakan pemerintah selaras dengan peningkatan kemampuan pekerja. Pada kenyataannya pelaksanaan Wajar 9 tahun belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat di tingkat grassroot, dimana penghapusan biaya pendidikan dasar dan menengah pertama belum sepenuhnya dilakukan. Hal ini terbukti pada
masih
tingginya
biaya
pendidikan
yang
menyebabkan
ketidakmampuan mauisyarakat miskin untuk menikmati pendidikan. Dampaknya adalah banyak angkatan kerja yang bekerja di sektor
78
informal, atau terus bekerja di sektor primer dengan tingkat upah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sektor industri.
79
DAFTAR PUSTAKA
Arfida
BR,
M.S.
Ekonomi
Dra,
Sumber Daya
Manusia, Ghalia
Indonesia, Juli 2003 Biro Pusat Statistik, Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai
tahun terbitan Biro Pusat Statistik,
Indikator Industri Besar dan Sedang, 1997,
2001 Don Bellante and Mark Jackson, "Ekonomi Ketenagakerjaan",
Lembaga Penerbit FEUI, _ _ __ JH
Boeke
dan
ML
lhingan,
"Ekonomi
Pembangunan
dan
Perencanaan", PT Raja Grafindo, 1994 Mulyono, Sri, MSc, "Peramalan Bisnis dan Ekonometrika", BPFE
Yogyakarta, Feb 2000 Pratama Raharja dan Mandala Manurung, "Teori Ekonomi Makro,
Suatu Pengantar", Lembaga Penerbit FEUI, 2001 SMERU, "Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah
dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia", Ringkasan Eksekutif, Oktober 2001 Soediyono R. MBA, Prof, DR, "Ekonomi Makro: Pengantar Analisis
Pendapatan Nasional", Edisi 5, Liberty-Yogyakarta, 1990 Widianto,
Bambang,
Ketenagakerjaan",
DR.
IR, Makalah
"Perekonomian Seminar
Indonesia
dan
"Menyongsong
Perekonomian Indonesia Masa Depan", BPS, 24 Februari 2004 Wihana Kirana Jaya, "Pengantar Ekonomi Industri, Pendekatan
Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar", NPFE Yogyakarta, 1993
80
Lampiran-Lampiran
00 N
YEAR 1993 1994 1995 1998 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994
WAGELAG WAGE 2181164 1896470 2181163.632 1946509 1896470.069 1694560 1948509.195 1694560.45 1953195 3778003 1953195.138 2686548 3778003.224 4451173 2686547.855 5814364 4451173.049 1795836 1831258 1795836.138 2045360 1831258.306 1865211 2045359.825 2093926 1865211.108 3504684 2093926.022 2944563 3504683.992 4015046 2944563.414 4015045.79 4348056 1804340 1807401 1904340.145 2098167 1807400.585 1782720 2096166.983 2069563 1782720.056 3568365 2069562.742 3003091 3566365.105 4297474 3003091.084 4439054 4297473.593 3267893 3381320 3267892.929 3722107 3381320.412 2996268 3722107.167 2780527 2996268.033 3296920 2760527.317 3568577 3296920.223 5034092. 3566577.341 5246118 5034091.78 3798771 3402771 3798771.354 3751624 3402770.84 2379991 3751623.93 2815527 2379991.089 5354569 2815526.583 4449195 5354569.148 5713198 4449195.124 5471525 5713198.251 2772104 2709802 2772103.743
VA LABOR FEML 11117274569 528620 56.36 8928139288 59.92 563881 51.70 12744693478 720098 58.42 13228182975 611455 807862 57.90 17734958000 57.22 32579990110 670822 37579012375 649919 59.12 57.78 41785084221 673916 840467 48.07 55430719050 68.81 9626328316 1063070 67.22 12391390454 1110664 67.09 12634234819 1171684 67.85 15169586650 1199170 68.62 14621985000 1198038 67.34 26023440194 1103430 64.10 35250256817 1272118 37710969547 1372395 62.09 80.12 32194090448 1226292 4570850883 431792 38.80 37.46 5155917190 449213 36.07 5968716421 456850 6719590977 483575 36.05 479668 36.53 7402974000 10010700590 344092 38.86 357431 37.88 12437303300 338127 37.77 12767163748 401435 33.48 17120637962 27.70 2038341480 94818 26.73 2682640196 104096 115449 25.40 3374708648 124521 25.77 4598077819 24.76 5413247000 128175 913&339419 134853 22.09 118141 27.82 11100789599 14774711115 25.79 128039 19.97 17211798049 164469 42.01 6208529016 297311 42.73 7339747370 320580 42.21 8864104933 349033 365791 41.43 11343311506 13353052000 361941 40.16 25994663989 389242 38.17 37.85 29699398629 364822 34425747053 384197 37.75 32.98 37795818010 561790 121415 28.21 208541~152 2231104921 125730 ~.52
PROD 21030749 15833375 17898554 21633911 29185564 48567265 57821071 62003401 65952285 9055218 11156746 10782971 12650072 12225352 23584133 27709895 27478218 23458327 10585770 11477687 13084937 13895654 15433537 29093093 34796378 37758488 42648593 21497864 25578698 29231164 36926123 42233251 67772807 93962211 115392272 104650700 20882271 22896841 25396180 31010362 36892897 66782783 81407916 89604414 67277484 17175935 17745207
X 18.06 18.42 24.48 18.53 16.09 56.55 57.18 56.80 61.35 31.48 33.71 37.15 47.04 31.48 33.77 74.74 77.46 72.65 52.87 80.90 64.25 73.03 52.59 12.34 34.80 47.17 74.04 9.34 7.72 11.51 10.82 9.87 72.00 46.87 54.03 45.18 22.16 20.08 25.94 26.45 22.18 34.90 48.05 40.04 48.18 8.44 3.29
ELEC-Q FDI ELEC-V PMDN PMA LAIN2 EDUC-LT-SMA EDUC-GE-SMA 9.67 1,232,109,429 190,912,866,000 479 105 4239 141,020 492,451 258,794,645,000 14.18 1,586,887,305 458 131 163,556 4239 336,517 11.03 1,450, 778,888 238,557,039,000 752 128 4456 483,968 187,882 274,503,478,000 14.50 1,601.193,828 130 4584 894· 212,590 591.419 313,188,011 ,000 22.16 1,692,529,327 4560 571,928 830 207,379 154 470,214,319,000 20.99 2,335,173,403 262 171 4925 507,561 196,117 523,304,814,000 16.93 3,599,742,937 421 173 4879 590,208 229,600 885,353,518,000 18.34 5,327,976,837 570,885 549 283,535 178 4755 991 ,458,289,000 12.89 2,524,591 '146 1295 240 3817 593,048 290,792 22.60 2,990,704,554 432,885,060,000 593 213 3452 616,562 373,571 565,527,449,000 23.37 3,503,043,278 451 3747 509,526 438,136 225 741,401,937,000 24.36 4,467,999,206 662 242 649,819 497,847 4054 29.04 4,960, 703,737 905,961 ,450,000 706 251 4273 790,111 560,022 928,340,003,000 30.23 5,244,480,920 4010 747,658 579,648 277 4010 34.83 5,537,173,518 1,105,549,843,000 112 280 544,041 4180 667,611 37.84 10,586,269,865 1,815,117,492,000 307 322 638,018 4252 792,851 34.85 13,006,686,077 2,421,209,958,000 358 323 4191 821,294 780,193 32.06 7,222,939,028 2,935,816,556,000 858,064 1120 290 801,211 3171 732,106,555 113,586,208,000 11.94 258,141 477 159,147 69 1710 798,795,790 128,257,652,000 12.55 453 185,969 22 790 200,611 825,532,714 142,768,883,000 12.38 281,219 520 74 212,019 2319 178,966,823,000 23.22 1,112,804,710 238,278 321,828 553 86 2506 985,206,713 171,658,133,000 13.72 317,344 531 111 237,473 2427 912,380,574 12.36 204,224,650,000 282,466 40 59 222,489 1648 233,244,447,000 15.82 1,500,929,297 238 260,223 1476 332,992 65 326,923,164,000 9.83 1,921 ,086,922 338,886 223 80 318,825 1463 395,835,973,000 15.82 1,049,830,422 351,392 638 66 327,998 983 973,506,184 149,806,249,000 14.94 148 64,545 614 52,346 17 918,544,373 141,475,307,000 24.82 74,457 43,520 108 21 704 166,641,901,000 31.92 1 ,095,834,835 88,013 55,331 193 28 684 221,929,933,000 33.63 1,195,060,119 67,142 199 29 97,800 807 212,567,966,000 25.88 1'192,377,585 64,835 196 102,233 33 775 224,351 ,840,000 24.04 1,097,474,571 97,279 860 57,695 40 38 113,915 253,148,942,000 23.51 1,667,181,926 68,496 96 38 832 . 41 590,463,070,000 22.23 3,642,267,527 70,874 94 141,473 836 144,601 848,707,953,000 578 49.14 1 ,580,664,901 74,046 280 60 341,209,742,000 35.68 2,193,290,577 218,796 186 140,255 1681 287 161,486 376,595,993,000 1605 37.46 2,409,954,644 166,324 427 204 346,484,117,000 41.11 2,099,229,160 1693 219,090 499 220 .186,844 476,675,994,000 42.82 2,542,383,133 271,856 251 212,788 1769 561 215,023 519,102,997,000 42.67 2, 750,056,894 253,253 277 1684 600 204,750 988,100,649,000 53.40 4,609,493,984 225,381 183 320 1913 240,012 874,228,523,000 43.58 5,054,938,870 265,326 259 322 1923 298,175 1988 45.61 6,207,616,562 1,284,972,201,000 267,247 186 362 305,439 278,635 30.36 5,829,905,361 1,971,661,012,000 894 287 1330 961,883,034 50,305 91,466 21 155,365,782,000 1322 23.88 155 58,126 206,629,870,000 65,844 31 1411 15.38 1 '152, 145,301 161
r-
Ql
3
"2. .., Ql
:J ~
0
Ql ,..,. Ql
..,
"0 0
en CD en
C11 1.0 CD
.., en -· 3
CD :J 1.0 1.0
c::
:J Ql
7'\ Ql
:J
3
CD ,..,.
0
Q.
CD
0 r-
(f)
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
00 Vo)
2911164 2144320 2466303 4128003 3544527 4954081 4944497 4692424 5213550 5304491 3849202 4719157 8482599 6952150 8934280 30900384 3476297 3334415 3885405 2766360 3119136 5614842 5036403 6259624 12451977 1474470 1654582 1982781 1551437 1744525 6316261 2844915 3826656 8775007
2709802.069 2507069590 2911163.957 3555946045 2144319.667 4112313000 2466302.586 4773732815 4128003.178 5649553771 3544527.115 8067815782 392348350 4954080.918 3201773512 4692423.616 3875056087 5213550.133 5073937582 53044S0.757 8368038518 3849202.309 5117004000 4719157.098 5878949611 8482599.378 7372071037 6952150.24 8421471667 8934280.031 13339568694 8373173283 3476297.305 11577894621 3334415.178 15384400796 3885405.284 20595796664 2766359.625 21856993000 3119135.897 27746978610 5614841.682 36237334602 5036403.147 82597583910 6259623.93 59108619438 437452640 430134583 1474470.226 521725275 1654581.67 662870005 1982781.331 1551437.082 901603000 1744525.048 6043486652 6316261.326 4628011188 2844914.898 4782521720 3826655.664 8230394719
145321 153031 147182 136411 139197 140640 174649 32461 33988 37728 39210 40929 43865 45153 50086 55839 285828 347509 404064
424879 421340 366288 416472 436724 515067 64956 67192 70820 64804
78271 262819 249685 251952 280912
26.96 26.47 24.76 25.42 25.69 25.67 21.78 5.87 3.48 2.95 3.16 3.12 5.84 5.10 6.41 5.66 30.09 33.00 31.67 31.44 33.98 37.79 41.22 41.59 30.86 71.31 72.72 71.64 70.32 71.69 46.89 45.89 44.71 40.12
17251943 23236769 27940326 34995219 40586750 57365016 72885779 98634469 114012478 134487319 238919626 125021476 134023700 163268687 168140232 238893402 29294447 33316819 38074168 48474499 51874954 75751809 87010254 143334426 114759089 6734599 6401574 7366920 10228844 11518992 22994900 18535399 19021566 29298836
8.61 11.60 9.85 46.55 64.72 64.68 53.51 17.14 32.92 16.59 10.42 9.30 41.99 62.39 58.94 58.66 22.15 19.72 19.20 24.18 22.16 53.18 75.16 60.54 57.47 33.84 51.57 44.59 50.85 33.84 72.74 86.38 87.36 93.32
25.40 34.28 21.45 39.97 34.64 38.50 31.22 35.40 39.01 43.35 24.59 28.50 45.61 42.69 39.34 25.49 36.08 43.17 43.55 42.11 63.22 49.07 58.00 65.66 65.09 47.76 57.92 61.62 55.04 49.03 66.72 57.13 47.57 15.08
1,615,399,782 2,376,150,985 1,246,508,011 2,354,376,118 3,919,468,619 5,307,423,713 3,093,250,456 1,226,729,791 2,017,266,915 1,821,865,790 1,564,230,246 1,047,340,956 3,291,891,971 5,278,064,082 5,159,218,338 4,073,900,570 1,024,339, 784 1,231,583,234 1,551,657,650 2,180,356, 703 1,975,424, 724 2,075,678,938 3,943,502,168 5,315,081,200 3,119,733,980 47,659,040 55,094,403 81,170,993 59,570,729 102,119,722 565,905,446 602,028,917 709,282,620 629,104,870
241,943,971,000 356,071,343,000 251,025,912,000 435,278,227,000 516,904,052,000 980,810,854,000 1,085,207,271,000 188,413,007,000 266,298,405,000 277,286,485,000 282,987,903,000 214,589,903,000 663,442,233,000 739,053,558,000 902,005,458,000 1,968,434,214,000 162,266,474,000 211,500,898,000 290,628,414,000 410,617,816,000 400,062,220,000 551,221,645,000 730,974,025,000 1,083,740,508,000 1,669,381,301,000 7,523,804,000 11,075,725,000 14,138,596,000 11,603,220,000 16,374,036,000 126,020,842,000 93,682,876,000 118,484,156,000 197,456,306,000
146 199 195 35 86. 102 274 53 58 60 55 60 12 47 55 99 373 427 508 483 494 84 237 244 599 11 31 47 46 56 35 107 133 388
29 27 43 47 47 51 37 21 21 26 31 44 56 56 52 41 214 274 298 318 431 468 484 486 360 42 55 52 41 52 100 128 134 116
1852 1932 1826 1866 1747 1754 1344 65 72 83 96 96 164 122 114 96 1325 1373 1583 1795 1618 1698 1634 1625 1346 291 298 343 375 351 1774 1714 1722 1406
219,090 111,917 103,479 92,030 107,540 105,774 110,015 12,583 10,969 13,674 16,380 17,458 15,530 18,489 19,271 20,168 127,801 107,492 136,026 164,560 181,858 157,361 184,365 181,069 189,852 36,171 28,822 37,317 45,813 48,220 43,103 50,905 51,865 54,075
186,844 76,103 78,020 74,082 86,726 107,505 109,955 22,482 25,980 29,955 34,005 35,903 34,041 39,851 49,331 50,503 236,552 273,654 315,267 357,579 380,631 360,584 422,020 522,049 534,389 17,530 20,437 23,356 26,305 37,446 35,248 41,206 50,686 51,949
00 ~
GWRT 7.3 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5
WPI OV31 DV32 DV33 DV34 DV35 DV36 DV37 DV38 DV39 DV1993 DV1994 DV1995 DV1996 DV1997 DV1998 DV1999 DV2000 DV2001 GOP CPI 157 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 63,762.50 100.00 157 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 72,380.00 108.51 178 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 81,854.90 118.75 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 203 91,395.80 128.18 148 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 96,979.50 136.62 417 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 84,278.40 115.75 366 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 87,261.28 139.86 ~1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 93,387.10 144.94 521 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 98,093.70 161.58 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 157 63,762.50 100.00 157 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 72,380.00 108.51 178 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 81,854.90 118.75 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 203 0 91,395.80 128.18 148 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 96,979.50 136.62 417 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 84,278.40 115.75 366 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 87,261.28 139.86 4~ 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 93,387.10 144.94 521 0 1 0 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 98,093.70 161.58 0 0 1 0 0 0 0 0 0 157 1 0 0 0 0 0 0 0 0 63,762.50 100.00 157 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 72,380.00 108.51 178 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 81,854.90 118.75 203 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 91,395.80 128.18 148 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 96,979.50 136.62 417 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 84,278.40 115.75 366 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 87,261.28 139.86 4~ 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 93,387.10 144.94 1 521 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 98,093.70 161.58 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 157 63,762.50 100.00 157 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 72,380.00 108.51 178 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 81,854.90 118.75 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 203 0 0 0 91,395.80 128.18 148 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 96,979.50 136.62 417 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 84,278.40 115.75 366 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 87,261.28 139.86 ~1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 0 0 1 0 93,387.10 144.94 521 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 98,093.70 161.58 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 157 63,762.50 100.00 157 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 72,380.00 108.51 178 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 81,854.90 118.75 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 203 0 0 0 0 91,395.80 128.18 148 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 96,979.50 136.62 417 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 84,278.40 115.75 366 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 87,261.28 139.86 4~ 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 93,387.10 144.94 521 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 98,093.70 161.58 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 157 63,762.50 100.00 157 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 72,380.00 108.51
8.2 7.8 4. 7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4. 7 ·13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4. 7 -13.2 1 4.8 3.3 7.3 7.5 8.2 7.8 4. 7 -13.2 1 4.8 3.3
00 IJl
81,854.90 91,395.80 96,979.50 84,278.40 87,261.28 93,367.10 98,093.70 63,762.50 72,360.00 81,854.90 91,395.80 96,979.50 84,278.40 87,261.28 93,367.10 98,093.70 63,762.50 72,360.00 81,854.90 91,395.80 96,979.50 84,278.40 87,261.28 93,367.10 98,093.70 63,762.50 72,360.00 81,854.90 91,395.80 96,979.50 84,278.40 87,261.28 93,367.10 98,093.70
118.75 128.18 136.82 115.75 139.86 144.94 161.58 100.00 108.51 118.75 128.18 136.62 115.75 139.86 144.94 161.58 100.00 108.51 118.75 128.18 136.62 115.75 139.86 144.94 161.58 100.00 108.51 118.75 128.18 136.62 115.75 139.86 144.94 161.58
178 203 148 417 366 461 521 157 157 178 203 148 417 366
461 521 157 157 178 203 148 417 366 461 521 157 157 178 203 148 417 366
461 521
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0. 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 1 0
o·
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 . 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
00
0\
ELEC31..Q 1,232,109,429 1,586,887,305 1,450,776,888 1,601,193,626 1,692,529,327 2,335,173,403 3,599,742,937 5,327,976,837 2,524,591,146
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
WAGE31 WAGE31LAG VA31 LABOR31 FEML31 PROD31 11117274569 528620 56.36 21030749 2181163.632 563881 59.92 15833375 1896470.069 2181163.632 8928139288 720098 1946509.195 1896470.069 12744693476 51.70 17698554 611455 1694560.45 1946509.195 13228162975 58.42 21633911 1694560.45 17734958000 1953195.136 607662 57.90 29185564 3778003.224 1953195.136 32579990110 670822 57.22 48567265 649919 59.12 57821071 2686547.855 3778003.224 37579012375 673916 57.76 62003401 4451173.049 2686547.855 41785084221 840467 48.07 65952285 5814364.428 4451173.049 55430719050
X31 16.06 16.42 24.46 16.53 16.09 56.55 57.18 56.60 61.35
FDI31 9.67 14.18 11.03 14.50 22.16 20.99 16.93 16.34 12.89
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
VA32 LABOR32 FEML32 PROD32 WAGE32LAG WAGE32 66.61 9055216 9626328316 1063070 1795836.138 67.22 11156746 1831258.306 1795836.138 12391396454 1110664 67.09 10782971 2045359.825 1831258.306 12634234819 1171684 67.65 12650072 1865211.108 2045359.825 15169586650 1199170 2093926.022 1865211.108 14621985000 1196038 66.62 12225352 3504683.992 2093926.022 26023440194 1103430 67.34 23584133 2944563.414 3504683.992 35250256817 1272118 64.10 27709895 4015045.79 2944563.414 37710969547 1372395 62.09 27478218 4015045.79 32194090448 1372395 60.12 23458327 4348056.117
X32 31.48 33.71 37.15 47.04 31.48 33.77 74.74 77.46 72.65
ELEC32..Q FDI32 ELEC32-V PMDN32 PMA32 LAIN2-32 EDUC-LT-8MA32 EDUC-GE-SMA32 616,562 373,571 22.60 2,990, 704,554 432,885,060,000 593 213 3452 23.37 3,503,043,278 565,527,449,000 509,526 436,136 451 225 3747 741,401,937,000 24.36 4,467,999,206 662 242 4054 649,819 497,847 29.04 4,960, 703,737 905,961,450,000 706 790,111 560,022 251 4273 928,340,003,000 30.23 5,244,460,920 4010 277 4010 747,658 579,646 34.83 5,537,173,518 1,1 05,S49,843,000 112 260 4180 667,611 544,041 37.84 10,586,269,865 1,615,117,492,000 307 322 792,851 636,016 4252 821,294 34.85 13.006,686,077 2,421,209,958,000 780,193 358 323 4191 801,211 32.06 7,222,939,028 2,935,816,556,000 1120 290 858,064 3171
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
WAGE33 WAGE33LAG 1904340.145 1807400.585 1904340.145 2096166.963 1807400.585 1782720.056 2096166.963 2069562.742 1782720.056 3566365.105 2069562.742 3003091.084 3566365.105 4297473.593 3003091.084 4439054.067 4297473.593
X33 52.67 60.90 64.25 73.03 52.59 12.34 34.60 47.17 74.04
FDI33 11.94 12.55 12.38 23.22 13.72 12.36 15.82 9.83 15.82
ELEC33..Q 732,106,555 798,795,790 825,532,714 1,112,804, 710 985,206,713 912,380,574 1,500,929,297 1,921,086,922 1,049,830,422
ELEC33-V PMDN33 PMA33 LAIN2-33 EDUC-LT-SMA33 EDUC-GE-8MA33 159,147 113,586,208,000 477 69 1710 256,141 185,969 200,611 128,257,652,000 453 22 790 212,019 142,768,883,000 74 261,219 520 2319 321,826 238,278 178,966,823,000 553 86 2506 317,344 237,473 171,658,133,000 531 111 2427 222,489 282,466 204,224,650,000 40 59 1648 260,223 332,992 238 65 1476 233,244,447,000 336,886 318,625 326,923,164,000 80 1463 223 351,392 327,998 395,835,973,000 638 66 963
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
WAGE34 WAGE34LAG VA34 LABOR34 FEML34 PROD34 X34 3267892.929 2038341480 94816 27.70 21497864 9.34 3381320.412 3267892.929 2662640196 104096 26.73 25578698 7.72 3722107.167 3381320.412 3374708648 115449 25.40 29231164 11.51 124521 25.77 36926123 10.82 2996268.033 3722107.167 4598077819 24.76 42233251 9.87 2760527.317 2996268.033 5413247000 128175 3296920.223 2760527.317 9139339419 134853 22.09 67772607 72.00 3566577.341 3296920.223 11100789599 118141 27.62 93962211 46.87 128039 25.79 115392272 54.03 5034091.78 3566577.341 14774711115 5034091.78 17211796049 164469 19.97 104650700 45.18 5246118.256
FDI34 14.94 '24.82 31.92 33.63 25.88 24.04 23.51 22.23 49.14
ELEC34-Q 973,506,184 918,544,373 1,095,634,835 1,195,060,119 1,192,377,585 1,097,474,571 1,667,181,926 3,642,267,527 1,580,664,901
PMDN34 PMA34 LAIN2-34 EDUC-LT-SMA34 EDUC-GE-SMA34 ELEC34-V 64,545 52,346 149,806,249,000 148 17 614 74,457 43,520 21 704 141,475,307,000 108 86,013 55,331 166,641,901,000 193 28 684 67,142 97,800 221,929,933,000 199 29 807 102,233 64,635 33 775 212,567,966,000 196 57,695 97,279 224,351,840,000 40 38 860 113,915 68,496 38 832 253,148,942,000 96 141,473 70,874 41 836 590,463,070,000 94 144,601 74,046 578 848,707,953,000 280 60
VA33 LABOR33 FEML33 PROD33 4570850683 431792 38.60 10585770 37.46 11477667 5155917190 449213 5968716421 456850 36.07 13064937 483575 36.05 13895654 6719590977 479668 36.53 15433537 7402974000 10010700590 344092 38.66 29093093 12437303300 357431 37.88 34796376 12767163746 338127 37.77 37758486 17120637962 401435 33.48 42648593
ELEC31-V PMDN31 PMA31 LAIN2-31 EDUC-LT-8MA31 EDUC-GE-8MA31 190,912,866,000 141,020 479 105 4239 492,451 336,517 163,556 456 258,794,645,000 131 4239 238,557,039,000 752 128 463,968 187,882 4456 274,503,478,000 591,419 ' 894 130 212,590 4584 313,188,011,000 154 4560 571,928 207,379 830 470,214,319,000 262 171 4925 507,561 196,117 523,304,814,000 590,208 229,600 421 173 4879 885,353,518,000 570,885 283,535 549 178 4755 991,458,289,000 1295 240 593,048 290,792 3817
rQJ
3
-o
..,
QJ
:::J
N
0
QJ l""t' QJ
-o .., 0
VI
ro
VI
.., lO .., ro
ro
~.
3
ro
:::J lO lO
c
:::J
QJ ]':;' QJ
:::J
3
ro l""t'
0 0.
ro
(f)
c
:::0
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
VA35 LABOR35 FEML35 PROD35 WAGE35LAG WAGE35 42.01 20882271 297311 6208529016 3798771.354 42.73 22896641 320560 3402770.84 3798771.354 7339747370 42.21 25396180 3402770.84 8864104933 349033 3751623.93 41.43 31010362 3751623.93 11343311506 365791 2379991.089 40.16 36892897 361941 2815526.563 2379991.089 13353052000 389242 38.17 66782783 5354569.148 2815526.583 25994663989 37.85 81407916 364822 4449195.124 5354569.148 29699398629 37.75 89604414 364197 5713198.251 4449195.124 34425747053 32.98 67277484 561790 5471525.452 5713198.251 37795818010
X35 22.16 20.08 25.94 26.45 22.16 34.90 46.05 40.04 48.18
F0135 35.66 37.46 41.11 42.82 42.67 53.40 43.58 45.61 30.36
ELEC35-Q ELEC35-V PMON35 PMA35 LAIN2-35 EDUC-LT-SMA35 EDUC-GE-SMA35 2,193,290,577 218,796 1681 341,209,742,000 140,255 186 287 161,486 2,409,954,644 166,324 1605 376,595,993,000 204 427 2,099,229,160 1693 186,844 346,484,117,000 499 219,090 220 . 561 271,856 212,788 2,542,383,133 476,675,994,000 1769 251 253,253 215,023 2, 750,056,894 1684 519,102,997,000 277 600 4,609,493,984 225,381 988,100,649,000 204,750 183 1913 320 265,326 240,012 5,054,938,870 1923 874,228,523,000 322 259 298,175 267,247 1988 186 6,207,616,562 1,284,972,201,000 362 278,635 305,439 5,829,905,361 1,971,661,012,000 1330 287 894
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
WAGE36LAG WAGE36 2772103.743 2709802.069 2772103.743 2911163.957 2709802.069 2144319.667 2911163.957 2466302.586 2144319.667 4128003.178 2466302.586 3544527.115 4128003.178 4954080.918 3544527.115 4944496.512 4954080.918
VA36 LABOR36 FEML36 PROD36 2085416152 28.21 17175935 121415 2231104921 28.52 17745207 125730 2507069590 26.96 17251943 145321 3555946045 26.47 23236769 153031 24.76 27940326 147182 4112313000 136411 4773732815 25.42 34995219 5649553771 25.69 40586750 139197 140640 8067815782 25.67 57365016 174649 392348350 2248496 21.78
X36 8.44 3.29 8.61 11.60 9.85 46.55 64.72 64.68 53.51
FD136 23.88 15.38 25.40 34.28 21.45 39.97 34.64 38.50 31.22
ELEC36-Q PMDN36 PMA36 LAIN2-36 EDUC-LT-SMA36 EDUC-GE-SMA36 ELEC36-V 91,466 50,305 155,365,782,000 961,883,034 155 1322 21 65,844 1411 58,126 206,629,870,000 31 161 1,152,145,301 241 ,943,971,000 186,844 146 1,615,399,782 219,090 1852 29 111,917 356,071,343,000 76,103 199 2,376,150,985 1932 27 103,479 78,020 195 1,246,508,011 1826 251,025,912,000 43 92,030 1866 74,082 435,278,227,000 47 35 2,354,376,118 107,540 86,726 516,904,052,000 86 3,919,468,619 1747 47 107,505 5,307,423,713 105,774 1754 980,810,854,000 51 102 109,955 274 110,015 1344 37 3,093,250,456 1,085,207,271,000
VA37 LABOR37 FEML37 PROD37 X37 FDI37 WAGE37LAG YEAR WAGE37 5.87 98634469 17.14 35.40 32461 3201773512 1993 4692423.616 3.48 114012478 32.92 39.01 33988 1994 5213550.133 4692423.616 3875056087 2.95 134487319 16.59 43.35 37728 1995 5304490.-757 5213550.133 5073937582 3.16 238919628 10.42 24.59 39210 1996 3649202.309 5304490.757 9368038518 40929 3.12 125021476 9.30 28.50 1997 4719157.098 3649202.309 5117004000 43865 5.84 134023700 41.99 45.61 1998 8482599.378 4719157.098 5878949611 5.10 163268687 62.39 42.69 45153 1999 6952150.24 8482599.378 7372071037 50086 6.41 168140232 58.94 39.34 2000 8934280.031 6952150.24 8421471667 5.66 238893402 58.66 25.49 55839 2001 30900384.34 8934280.031 13339568694
ELEC37-Q PMDN37 PMA37 LAIN2-37 EDUC-LT-SMA37 EDUC-GE-SMA37 ELEC37-V 12,583 22,482 1,226,729,791 65 188,413,007,000 21 53 10,969 25,980 72 266,298,405,000 21 58 2,017,266,915 29,955 13,674 277,286,485,000 26 60 1,821 ,865, 790 83 34,005 16,380 96 282,987,903,000 31 55 1,564,230,246 35,903 17,458 60 1,047,340,956 96 214,589,903,000 44 34,041 15,530 164 663,442,233,000 56 12 3,291,891 ,971 39,851 18,489 47 122 739,053,558,000 56 5,278,064,082 49,331 19,271 114 55 902,005,458,000 52 5,159,218,338 50,503 20,168 96 41 99 4,073,900,570 1,968,434,214,000
VA36 LABOR38 FEML38 PROD38 X38 WAGE38LAG WAGE38 285828 8373173283 30.09 29294447 22.15 3476297.305 33.00 33316819 19.72 347509 3334415.178 3476297.305 11577894621 31.67 38074168 19.20 404064 3885405.284 3334415.178 15384400796 31.44 48474499 24.18 424879 2766359.625 3885405.284 20595796664 33.98 51874954 22.16 421340 3119135.897 2766359.625 21856993000 37.79 75751809 53.18 366288 5614841.682 3119135.897 27746978610 41.22 87010254 75.16 416472 5036403.147 5614841.682 36237334602 41.59 143334426 60.54 436724 6259623.93 5036403.147 62597583910 30.86 114759089 57.47 6259623.93 59108619438 515067 12451977.27
ELEC38-Q PMDN38 PMA38 LAIN2-38 EDUC-LT-SMA38 EDUC-GE-SMA38 ELEC38-V 236,552 127,801 1325 162,266,474,000 214 373 1,024,339, 784 273,654 107,492 1373 274 427 1,231,583,234 . 211,500,898,000 315,267 136,026 1583 290,628,414,000 298 508 1,551,657,650 357,579 164,560 1795 318 483 410,617,816,000 2,180,356,703 380,631 181,858 1618 400,062,220,000 431 494 1,975,424, 724 360,584 157,361 1698 551,221 ,645,000 468 84 2,075,678,938 422,020 184,365 1634 484 237 730,974,025,000 3,943,502,168 522,049 181,069 1625 486 244 5,315,081,200 1,083,740,508,000 189,852 534,389 599 1346 360 3,119,733,980 1,669,381,301,000
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 00
-...J
FDI38 36.08 43.17 43.55 42.11 63.22 49.07 58.00 65.66 65.09
YEAR 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
VA39 LABOR39 FEML39 PROD39 WAGE39 WAGE39LAG 6734599 1474470.226 437452640 64956 71.31 67192 72.72 6401574 430134583 1654581.67 1474470.226 70820 71.64 7366920 521725275 1654581.67 1982781.331 1551437.082 1982781.331 662870005 64804 70.32 10228644 78271 71.69 11518992 1744525.048 1551437.08~ 901603000 262819 46.89 22994900 6316261.326 1744525.048 6043496652 45.89 18535399 249685 2844914.898 6316261.326 4628011186 251952 44.71 19021566 3826655.664 2844914.898 4792521720 40.12 29298836 280912 8775007.411 3826655.664 8230394719
CPI GOP YEAR GWRT 63,762.50 1993 7.3 72,380.00 1994 7.5 81,854.90 1995 8.2 91,395.80 7.8 1996 4.7 96,979.50 1997 84,278.40 1998 ·13.2 1 87,261.28 1999 93,387.10 4.8 2000 98,093.70 3.3 2001
00 00
WPI 100.00 108.51 118.75 128.18 136.62 115.75 139.86 144.94 161.58
157 157 178 203 148 417 366 461 521
X39 33.64 51.57 44.59 50.85 33.64 72.74 86.38 87.36 93.32
FDI39 47.76 57.92 61.62 55.04 49.03 66.72 57.13 47.57 15.08
ELEC39-Q 47,659,040 55,094,403 81,170,993 59,570,729 102,119,722 565,905,446 602,028,917 709,282,620 629,104,870
PMDN39 PMA39 LAIN2-39 EDUC-L T..SMA39 EDUC-GE..SMA39 ELEC39-V 7,523,804,000 11 42 291 36,171 17,530 11,075,725,000 20,437 31 55 298 28,822 14,138,596,000 47 52 343 37,317 23,356 26,305 41 375 45,813 11,603,220,000 46 37,448 16,374,036,000 56 52 351 48,220 35,248 35 100 1774 43,103 126,020,642,000 93,682,876,000 107 128 1714 50,905 41,206 118,464,156,000 133 134 1722 51,865 50,888 197,456,306,000 388 116 1406 54,075 51,949
Lampiran 3. Hasil analisis regresi pertama menggunakan metode OLS
Dependent Variable: LOG(WAGE) Method: Least Squares Date: 09/30/04 Time: 15:51 Sample: 1 72 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
CONSTANT LOG(FDI) LOG(X) LOG(HC) LOG(VA/LABOR) LOG(FEML) DV1995 OV1996 DV1997 DV1998 DV1999 DV2000 DV2001 DV32 DV33 DV34 DV35 DV36 DV37 DV38 DV39
13.48445 -0.083685 -0.049773 0.770984 0.114476 0.291055 0.162168 -0.076370 -0.004813 0.573831 0.340990 0.559895 0.988625 -0.242665 -0.162496 -0.077026 0.147355 0.171667 0.958226 0.039395 -0.005169
1.186097 0.106926 0.057533 0.907646 0.066211 0.203763 0.108722 0.136487 0.114327 0.123393 0.135988 0.154458 0.134349 0.431990 0.362547 0.651267 0.466644 0.381818 0.717774 0.808094 0.403430
11.36876 -0.782643 -0.865113 0.849432 1.728948 1.428399 1.491583 -0.559539 -0.042095 4.650440 2.507500 3.624897 7.358629 -0.561737 -0.448208 -0.118270 0.315776 0.449603 1.334995 0.048750 -0.012811
0.0000 0.4375 0.3910 0.3996 0.0899 0.1593 0.1420 0.5782 0.9666 0.0000 0.0154 0.0007 0.0000 0.5768 0.6559 0.9063 0.7535 0.6549 0.1878 0.9613 0.9898
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.899527 0.860125 0.198089 2.001211 26.82132
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
15.09168 0.529653 -0.161703 0.502324 2.047028
89
Lampiran 4. Hasil analisis regresi kedua menggunakan metode OLS Dependent Variable: LOG(WAGE) Method: Least Squares Date: 09/30/04 Time: 15:53 Sample: 1 72 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CONSTANT LOG(WAGELAG) LOG(FDI) LOG(X) LOG(HC) LOG(VNLABOR) LOG(FEML) DV1995 DV1996 DV1997 DV1998 DV1999 DV2000 DV2001 DV32 DV33 DV34 DV35 DV36 DV37 DV38 DV39
8.896989 0.279817 -0.110073 -0.022654 0.488471 0.123291 0.312748 0.147761 -0.134493 0.023504 0.555388 0.138967 0.445313 0.784533 -0.109065 -0.040989 0.076813 0.191500 0.277361 1.023847 0.178606 0.133908
3.691638 0.213408 0.108070 0.060760 0.926709 0.066092 0.203016 0.108521 0.142599 0.115566 0.123337 0.204878 0.176528 0.205004 0.440911 0.371753 0.657280 0.464610 0.387628 0.714521 0.809448 0.414419
2.410039 1.311189 -1.018533 -0.372839 0.527103 1.865446 1.540507 1.361580 -0.943151 0.203382 4.503019 0.678291 2.522614 3.826910 -0.247362 -0.110259 0.116864 0.412174 0.715533 1.432914 0.220652 0.323123
0.0197 0.1958 0.3133 0.7108 0.6005 0.0680 0.1297 0.1794 0.3501 0.8397 0.0000 0.5007 0.0149 0.0004 0.8056 0.9126 0.9074 0.6820 0.4776 0.1581 0.8263 0.7479
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.902867 0.862070 0.196707 1.934688 28.03835
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
15.09168 0.529653 -0.167732 0.527916 2.249945
90
Lampiran 5. Hasil analisis regresi ketiga menggunakan metode OLS
Dependent Variable: LOG(WAGE) Method: Least Squares Date: 09/24/04 Time: 20:35 Sample: 1 72 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CONSTANT LOG(WAGELAG) LOG(FDI) LOG(HC) LOG(X) LOG(VA/LABOR) LOG(FEML) DV1995 DV1996 DV1997 DV1998 DV1999 DV2000 DV2001
7.506125 0.412208 0.073337 0.092801 0.008742 0.129372 -0.089129 0.085031 -0.242095 -0.024049 0.460868 -0.037354 0.352867 0.610018
2.555971 0.173464 0.065662 0.149548 0.052094 0.047566 0.056700 0.098254 0.102346 0.107235 0.114766 0.155416 0.134890 0.164079
2.936702 2.376328 1.116892 0.620544 0.167812 2.719819 -1.571943 0.865422 -2.365460 -0.224263 4.015728 -0.240351 2.615965 3.717820
0.0048 0.0208 0.2686 0.5373 0.8673 0.0086 0.1214 0.3904 0.0214 0.8233 0.0002 0.8109 0.0113 0.0005
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.876725 0.849094 0.205752 2.455376 19.45833
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
15.09168 0.529653 -0.151620 0.291065 2.104305
91
Lampiran 6. Hasil analisis regresi keempat menggunakan metode OLS Dependent Variable: LOG(WAGE) Method: Least Squares Date: 09/24/04 Time: 20:38 Sample: 1 72 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CONSTANT LOG(WAGELAG) LOG(FDI) LOG(HC) LOG(VA/LABOR) LOG(FEML) DV1995 DV1996 DV1997 DV1998 DV1999 DV2000 DV2001
7.680499 0.401914 0.076790 0.094269 0.129121 -0.090185 0.085944 -0.240161 -0.026384 0.466187 -0.022710 0.365388 0.626347
2.315907 0.160914 0.061839 0.148057 0.047150 0.055883 0.097292 0.100854 0.105449 0.109389 0.127539 0.111443 0.131018
3.316411 2.497697 1.241764 0.636707 2.738540 -1.613805 0.883360 -2.381274 -0.250206 4.261739 -0.178063 3.278702 4.780607
0.0016 0.0153 0.2192 0.5268 0.0081 0.1119 0.3806 0.0205 0.8033 0.0001 0.8593 0.0018 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.876665 0.851580 0.204051 2.456568 19.44085
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
15.09168 0.529653 -0.178913 0.232152 2.092258
92
Lampiran 7. Hasil analisis regresi kelima menggunakan metode OLS Dependent Variable: LOG(WAGE) Method: Least Squares Date: 09/24/04 Time: 20:40 Sample: 1 72 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
CONSTANT LOG(WAGELAG) LOG(FDI) LOG(VA/LABOR) LOG(FEML) DV1995 DV1996 DV1997 DV1998 DV1999 DV2000 DV2001
7.210181 0.425827 0.092959 0.132228 -0.099060 0.078692 -0.256794 -0.032678 0.456409 -0.047195 0.356221 0.610741
2.184043 0.155692 0.056104 0.046664 0.053848 0.096143 0.096928 0.104463 0.107768 0.120999 0.109960 0.128066
3.301300 2.735065 1.656910 2.833633 -1.839616 0.818483 -2.649326 -0.312814 4.235124 -0.390041 3.239550 4.768959
0.0016 0.0082 0.1028 0.0063 0.0708 0.4163 0.0103 0.7555 0.0001 0.6979 0.0020 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.875817 0.853051 0.203037 2.473448 19.19434
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
15.09168 0.529653 -0.199843 0.179602 2.102111
93
Lampiran 8. Hasil analisis regresi keenam menggunakan metode OLS Dependent Variable: LOG(WAGE) Method: Least Squares Date: 09/24/04 Time: 20:42 Sample: 1 72 Included observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CONSTANT LOG(FDI) LOG(HC) LOG(VA/LABOR) LOG(FEML) DV1995 DV1996 DV1997 DV1998 DV1999 D\/2000 DV2001
13.27248 0.129096 0.180583 0.177748 -0.160210 0.073882 -0.223061 -0.115052 0.394268 0.147562 0.432804 0.835154
0.617735 0.060672 0.150121 0.044778 0.050408 0.101326 0.104922 0.103538 0.110042 0.112398 0.112746 0.105192
21.48571 2.127757 1.202919 3.969523 -3.178264 0.729154 -2.125965 -1.111206 3.582896 1.312851 3.838743 7.939311
0.0000 0.0375 0.2337 0.0002 0.0023 0.4687 0.0376 0.2709 0.0007 0.1942 0.0003 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.863624 0.838621 0.212772 2.716319 15.82241
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
15.09168 0.529653 -0.106178 0.273266 1.861971
94
Lampiran 9. Hasil analisis regresi menggunakan metode SUR (satu per satu) System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:18 Sample: 1993 2001 C(31) C(311) C(312) C(313) C(314) C(315) C(316)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
30.09114 0.645539 -1.661517 -1.534187 2.986116 7.109088 -0.914248
17.54806 1.445374 0.558756 2.829691 0.628169 1.359082 0.304902
1.714784 0.446624 -2.973602 -0.542175 4.753682 5.230803 -2.998494
0.3361 0.7326 0.2065 0.6837 0.1320 0.1203 0.2049
Determinant residual covariance
0.077884
Equation: LOG(WAGE31 )=C(31 )+C(311 )*LOG(FDI31 )+C(312)*LOG(PROD31) +C(313)*LOG(FEML31 )+C(314 )*LOG(X31 )+C(315)*LOG(EDUC31) +C(316)*LOG(WAGE31 LAG) Observations: 8
------------
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
------------------------------
0.925478 0.478344 0.789347 3.165849
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.44468 1.092889 0.623069
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:21 Sample: 1993 2001 C(32) C(321) C(322) C(323) C(324) C(325) C(326)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
273.8896 -5.645061 4.032184 -17.91821 -2.358403 -22.33246 -0.562493
242.0053 4.085657 1.938579 22.38059 1.694557 11.13835 0.511635
1.131750 -1.381678 2.079969 -0.800614 -1.391752 -2.005007 -1.099403
0.4607 0.3988 0.2853 0.5702 0.3966 0.2945 0.4699
Determinant residual covariance
0.105961
Equation: LOG(WAGE32)=C(32)+C(321 )*LOG(FDI32)+C(322)*LOG(PROD32) +C(323)*LOG(FEML32)+C(324)*LOG(X32)+C(325)*LOG(EDUC32) +C(326)*LOG(WAGE32LAG) Observations: 8
____________________ ,
R-squared
0.768438
Mean dependent var
21.42005
95
Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
-0.620932 0.920698 2.881116
S.D. dependent var Sum squared resid
0.723161 0.847686
~ystem:
UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:24 Sample: 1993 2001 C(33) C(331) C(332) C(333) C(334) C(335) C(336)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
25.57513 -0.027170 0.912301 -1.515779 -0.029380 1.624763 -0.582341
3.376077 0.077593 0.076969 0.339028 0.035499 0.312187 0.121351
7.575398 -0.350165 11.85280 -4.470956 -0.827615 5.204454 -4.798797
0.0836 0.7856 0.0536 0.1401 0.5599 0.1208 0.1308
Determinant residual covariance
0.000506
Equation: LOG(WAGE33)=C(33)+C(331 )*LOG(FDI33)+C(332)*LOG(PROD33) +C(333)*LOG(FEML33)+C(334)*LOG(X33)+C(335)*LOG(EDUC33) +C(336)*LOG(WAGE33LAG) Observations: 8
----------------------------
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.996032 0.972226 0.063622 2.403598
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.71791 0.381756 0.004048
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:25 Sample: 1993 2001 C(34) C(341) C(342) C(343) C(344) C(345) C(346)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
150.6682 -1.781212 -1.509985 5.544541 0.847971 -19.80312 -2.571531
2.349081 0.069703 0.037306 0.162226 0.024272 0.344294 0.040015
64.13924 -25.55422 -40.47522 34.17784 34.93619 -57.51802 -64.26443
0.0099 0.0249 0.0157 0.0186 0.0182 0.0111 0.0099
Determinant residual covariance
0.000362
Equation: LOG(WAGE34 )=C(34)+C(341 )*LOG(FDI34)+C(342)*LOG(PROD34) +C(343)*LOG(FEML34)+C(344 )*LOG(X34 )+C(345)*LOG(EDUC34) +C(346)*LOG(WAGE34LAG) Observations: 8
96
--------- --R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.999182 0.994275 0.053823 3.507941
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.73340 0.711377 0.002897
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:27 Sample: 1993 2001 C(35) C(351) C(352) C(353) C(354) C(355) C(356)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
102.2882 -1.565313 3.901126 -8.605236 -3.767430 -7.517333 -0.278017
24.92735 1.331676 0.843864 2.905224 0.915528 2.145605 0.143073
4.103453 -1.175446 4.622934 -2.961987 -4.115033 -3.503595 -1.943182
0.1522 0.4488 0.1356 0.2073 0.1518 0.1770 0.3026
Determinant residual covariance
0.042557
Equation: LOG(WAGE35)=C(35)+C(351 )*LOG(FDI35)+C(352)*LOG(PROD35) +C(353)*LOG(FEML35)+C(354)*LOG(X35)+C(355)*LOG(EDUC35) +C(356)*LOG(WAGE35LAG) Observations: 8
----------------------·-------·--·------
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.964919 0.754432 0.583485 3.577442
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
21.53037 1.177453 0.340454
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:28 Sample: 1993 2001 C(36) C(361) C(362) C(363) C(364) C(365) C(366)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
23.53550 0.111099 -0.214918 -1.077663 0.205894 3.161917 -0.182405
5.551551 0.128585 0.130844 0.508470 0.057507 0.329970 0.084033
4.239446 0.864012 -1.642550 -2.119424 3.580339 9.582450 -2.170640
0.1475 0.5464 0.3481 0.2807 0.1734 0.0662 0.2748
Determinant residual covariance
0.001708
Equation: LOG(WAGE36)=C(36)+C(361 )*LOG(FDI36)+C(362)*LOG(PROD36)
97
+C(363)*LOG(FEML36)+C(364)*LOG(X36)+C(365)*LOG(EDUC36) +C(366)*LOG(WAGE36LAG) Observations: 8
0.980716 0.865011 0.116890 2.818646
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.92485 0.318147 0.013663
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:30 Sample: 1993 2001 C(37) C(371) C(372) C(373) C(374) C(375) C(376)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-223.0021 2.682203 -0.413778 4.351542 -3.289429 52.09237 0.458074
42.92731 0.720870 0.472595 0.775668 0.476869 7.846258 0.186022
-5.194876 3.720788 -0.875544 5.610057 -6.897969 6.639136 2.462472
0.1211 0.1671 0.5422 0.1123 0.0917 0.0952 0.2456
Determinant residual covariance
0.042774
Equation: LOG(WAGE37)=C(37)+C(371 )*LOG(FDI37)+C(372)*LOG(PROD37) +C(373 )*LOG(FEML37)+C(374 )*LOG(X37)+C(375)*LOG(EDUC37) +C(376)*LOG(WAGE37LAG) Observations: 8
-----------
----------------
---------------------------------
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.924158 0.469108 0.584973 3.125927
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
22.13725 0.802847 0.342193
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:31 Sample: 1993 2001 C(38) C(381) C(382) C(383) C(384) C(385) C(386)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
91.13388 .:1.194470 -1.967415 4.686059 1.104020 -12.71473 -0.775642
5.215384 0.410484 0.224518 1.127780 0.218706 1.281805 0.160951
17.47405 -2.909909 -8.762821 4.155119 5.047958 -9.919397 -4.819127
0.0364 0.2107 0.0723 0.1504 0.1245 0.0640 0.1303
Determinant residual covariance
0.005936
Equation: LOG(WAGE38)=C(38)+C(381 )*LOG(FDI38)+C(382)*LOG(PROD38)
98
+C(383)*LOG(FEML38)+C(384)*LOG(X38)+C(385)*LOG(EDUC38) +C(386)*LOG(WAGE38LAG) Observations: 8
__ --------,
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.987685 0.913796 0.217926 3.022468
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.69946 0.742243 0.047492
System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:32 Sample: 1993 2001 C(39) C(391) C(392) C(393) C(394) C(395) C(396)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
127.2143 -0.104794 1.475399 -7.944056 -3.199389 -6.511952 -0.376625
100.7574 0.239209 1.387846 6.018536 2.182306 2.914564 0.169000
1.262580 -0.438086 1.063085 -1.319932 -1.466059 -2.234280 -2.228558
0.4264 0.7371 0.4805 0.4128 0.3811 0.2679 0.2685
Determinant residual covariance
0.054656
Equation: LOG(WAGE39)=C(39)+C(391 )*LOG(FDI39)+C(392)*LOG(PROD39) +C(393)*LOG(FEML39)+C(394)*LOG(X39)+C(395}*LOG(EDUC39) +C(396)*LOG(WAGE39LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.957468 0.702278 0.661245 2.040222
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.50873 1.211871 0.437244
99
Lampiran 10. Hasil analisis regresi menggunakan metode SUR (serentak) System: UNTITLED Estimation Method: Seemingly Unrelated Regression Date: 09/25/04 Time: 19:42 Sample: 1993 2001 C(31) C(311) C(312) C(313) C(314) C(315) C(316) C(32) t{321) C(322) C(323) C(324) C(325) C(326) C(33) C(331) C(332) C(333) C(334) C(335) C(336) C(34) C(341) C(342) C(343) C(344) C(345) C(346) C(35) C(351) C(352) C(353) C(354) C(355) C(356) C(36) C(361) C(362) C(363) C(364) C(365) C(366) C(37) C(371) C(372) C(373) C(374)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
31.34139 0.393109 -1.658589 -1.447917 2.964569 6.436077 -0.808113 262.9428 -7.101330 4.595962 -15.75452 -1.921334 -24.76870 -0.571602 26.28063 -0.076970 0.838112 -1.624658 -0.055617 1.483768 -0.463781 150.6064 -1.778744 -1.532230 5.534709 0.860892 -19.70848 -2.570430 98.16821 -2.756848 4.523549 -7.082393 -4.224415 -8.863801 -0.307674 26.09182 0.090423 -0.283771 -1.250247 0.235963 3.306182 -0.211196 -211.7348 2.625685 -0.561250 4.100408 -3.223555
16.46843 1.341011 0.528466 2.784053 0.558190 1.311608 0.264225 176.2510 3.240691 1.585140 16.36333 1.288865 8.432801 0.419325 3.043917 0.059450 0.066748 0.320622 0.033766 0.258835 0.102788 1.971826 0.050532 0.029790 0.132849 0.019956 0.316087 0.029674 24.19371 1.128808 0.723046 2.725499 0.775919 1.898815 0.110041 5.034737 0.112010 0.111294 0.472418 0.048289 0.281746 0.076411 37.39918 0.577015 0.390118 0.678135 0.416186
1.903119 0.293144 -3.138499 -0.520075 5.311042 4.907014 -3.058426 1.491865 -2.191301 2.899404 -0.962794 -1.490718 -2.937185 -1.363147 8.633817 -1.294690 12.55639 -5.067211 -1.647123 5.732492 -4.512031 76.37916 -35.20005 -51.43495 41.66162 43.13932 -62.35137 -86.62289 4.057593 -2.442265 6.256243 -2.598567 -5.444400 -4.668069 -2.795991 5.182360 0.807276 -2.549737 -2.646484 4.886465 11.73463 -2.763956 -5.661482 4.550466 -1.438667 6.046594 -7.745475
0.0988 0.7779 0.0164 0.6190 0.0011 0.0017 0.0184 0.1794 0.0646 0.0230 0.3677 0.1797 0.0218 0.2151 0.0001 0.2365 0.0000 0.0015 0.1435 0.0007 0.0028 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0048 0.0446 0.0004 0.0355 0.0010 0.0023 0.0267 0.0013 0.4461 0.0381 0.0331 0.0018 0.0000 0.0279 0.0008 0.0026 0.1934 0.0005 0.0001
100
50.62499 0.421701 91.44833 -1.251632 -2.010670 4.943489 1.109918 -12.75564 -0.822392 100.1842 -0.089384 1.806842 -6.320932 -2.662201 -5.856755 -0.363594
C(375) C(376) C(38) C(381) C(382) C(383) C(384) C(385) C(386) C(39) C(391) C(392) C(393) C(394) C(395) C{396)
Determinant residual covariance
7.097154 0.170174 5.214115 0.409951 0.223960 1.123840 0.218696 1.281717 0.160039 100.2710 0.239143 1.382539 5.989170 2.173438 2.904691 0.168932
7.133140 2.478051 17.53861 -3.053127 -8.977806 4.398747 5.075172 -9.951992 -5.138682 0.999135 -0.373767 1.306901 -1.055394 -1.224880 -2.016309 -2.152309
0.0002 0.0423 0.0032 0.0926 0.0122 0.0480 0.0367 0.0099 0.0358 0.4230 0.7445 0.3213 0.4019 0.3453 0.1813 0.1643
1.99E-40
Equation: LOG(WAG E31 )=C(31 )+C(311 )*LOG(FDI31 )+C{312)*LOG(PROD31) +C(313)*LOG(FEML31 )+C{314 )*LOG(X31 )+C(315)*LOG(EDUC31) +C{316)*LOG(WAGE31 LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.913163 0.392144 0.852072 3.079806
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
21.44468 1.092889 0.726027
Equation: LOG(WAGE32)=C(32)+C(321 )*LOG(FDI32)+C(322)*LOG(PROD32) +C(323)*LOG(FEML32)+C(324 )*LOG(X32)+C{325)*LOG(EDUC32) +C(326)*LOG(WAGE32LAG) Observations: 8
--
---------------
----------
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.733534 -0.865260 0.987654 2.699549
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.42005 0.723161 0.975460
Equation: LOG(WAGE33)=C{33)+C{331 )*LOG(FDI33)+C{332)*LOG(PROD33) +C(333)*LOG(FEML33)+C(334)*LOG(X33)+C(335)*LOG(EDUC33) +C{336)*LOG(WAGE33LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.995540 0.968781 0.067453 2.568814
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid
21.71791 0.381756 0.004550
Equation: LOG(WAGE34 )=C(34 )+C(341 )*LOG(FDI34 )+C(342)"LOG(PROD34)
101
+C(343)*LOG(FEML34 )+C(344 )*LOG(X34 )+C(345)*LOG(EDUC34) +C(346)*LOG(WAGE34LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.999114 0.993797 0.056026 3.535693
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
21.73340 0.711377 0.003139
Equation: LOG(WAGE35)=C(35)+C(351 )*LOG(FDI35)+C(352)*LOG(PROD35) +C(353)*LOG(FEML35)+C(354)*LOG(X35)+C(355)*LOG(EDUC35) +C(356)*LOG(WAGE35LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.960870 0.726093 0.616233 3.731924
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
21.53037 1.177453 0.379743
Equation: LOG(WAGE36)=C(36)+C(361 )*LOG(FDI36)+C(362)*LOG(PROD36) +C(363)*LOG(FEML36)+C(364)*LOG(X36)+C(365)*LOG(EDUC36) +C(366)*LOG(WAGE36LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.979458 0.856206 0.120642 3.144038
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
21.92485 0.318147 0.014554
Equation: LOG(WAGE37)=C(37)+C(371 )*LOG(FDI37)+C(372)*LOG(PROD37) +C(373)*LOG(FEML37)+C(374)*LOG(X37)+C(375)*LOG(EDUC37) +C{376)*LOG(WAGE37LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.914134 0.398935 0.622434 3.613867
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
22.13725 0.802847 0.387424
Equation: LOG(WAGE38)=C(38)+C(381 )*LOG(FDI38)+C(382)*LOG(PROD38) +C(383)*LOG(FEML38)+C(384 )*LOG(X38)+C{385)*LOG(EDUC38) +C(386)*LOG(WAGE38LAG) Observations: 8
R-squared Adjusted R-squared
0.987305 0.911136
Mean dependent var S.D. dependent var
21.69946 0.742243
102
S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.221263 2.943243
Sum squared resid
0.048957
Equation: LOG(WAGE39)=C(39)+C(391 )*LOG(FDI39)+C(392)*LOG(PROD39) +C(393)*LOG(FEML39)+C(394)*LOG(X39)+C(395)*LOG(EDUC39) +C(396)*LOG(WAGE39LAG) Observations: 8
-------------
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.956156 0.693089 0.671371 2.082783
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
21.50873 1.211871 0.450738
103