KAJIAN PREFERENSI PELAKU UMKM TERHADAP SUMBER PENDANAAN USAHA (STUDI KASUS PADA SENTRA USAHA KECIL DAN MENENGAH TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO)
JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Kristian Pamungkas 115020400111012
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : KAJIAN PREFERENSI PELAKU UMKM TERHADAP SUMBER PENDANAAN USAHA (STUDI KASUS PADA SENTRA USAHA KECIL DAN MENENGAH TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO)
Yang disusun oleh : Nama
:
Kristian Pamungkas
NIM
:
115020400111012
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 18 Januari 2016
Malang, 18 Januari 2016 Dosen Pembimbing,
Dr. Rachmad Kresna Sakti, SE., M.Si NIP. 19631116 199002 1 001
Kajian Preferensi Pelaku UMKM Terhadap Sumber Pendanaan Usaha (Studi Kasus pada Sentra Usaha Kecil dan Menengah Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo) Kristian Pamungkas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi pelaku UMKM Sentra Usaha Kecil dan Menengah di Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo dalam memperoleh dana usaha dan untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh pelaku UMKM dalam memperoleh dana usaha. Tujuan penelitian ini ditetapkan karena pelaku UMKM khususnya pengrajin kulit di Tanggulangin memiliki preferensi untuk sumber pendanaan dan memiliki pertimbangan-pertimbangan masingmasing dalam memilihnya. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengrajin kulit di Tanggulangin menggunakan 3 sumber untuk pendanaannya yaitu modal sendiri, bank, dan menjadi mitra bina BUMN. Pengrajin kulit Tanggulangin menggunakan sumber pendanaannya disesuaikan dengan kemampuan penggunanya. Kata kunci: Preferensi, Pengrajin kulit Tanggulangin, Sumber Pendanaan
A. PENDAHULUAN
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, UMKM adalah salah satu pilar untuk mewujudkan kestabilan perekonomian. Peranan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah berhasil menyelamatkan perekonomian kita selama krisis ekonomi. Ketika banyak perusahaan skala besar (korporasi) yang ambruk karena beban hutang yang sangat besar, justru para pelaku UMKM bertindak sebagai katup pengaman perekonomian nasional. Sebagian besar diantara mereka mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang berkepanjangan sedang melanda negara kita, padahal sektor ini memiliki akses yang minim dalam menerima penyaluran kredit maupun pembiayaan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang mewarnai perekonomian di daerah. Mulai dari industri makanan, kerajinan, mebel, hingga konveksi, dimana keberadaannya menjadi salah satu solusi dalam mengurangi angka pengangguran sekaligus menggerakkan perekonomian daerah. Beberapa kegiatan dari mereka belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada umumnya pemerintah daerah sebagai pengelola kota masih banyak memikirkan sektor formal yang sudah berkembang. Padahal sektor industry kecil dan menengah lebih memiliki kontribusi yang nyata dalam hal mengurangi tingkat pengangguran. Karena UMKM mampu dalam menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi tingkat pengangguran, menggerakkan perekonomian daerah, mengurangi kemiskinan, dan dapat menghidupi keluarga tanpa fasilitas dari pemerintah daerah (Silvia, 2013). Hasil penelitian kerjasama Kementrian Negara KUKM dengan BPS (2003) menginformasikan bahwa UKM yang mengalami kesulitan usaha 72,47% sedangkan sisanya 27,53% tidak ada masalah. Dari 72,47% yang mengalami kesulitan usaha, terutama meliputi permasalahan permodalan. Adapun faktor-faktor kesulitan secara terperinci adalah sebagai berikut: Tabel 1: Faktor Kesulitan UMKM Faktor Kesulitan
Persentase
Permodalan
51,09%
Pemasaran
34,72%
Bahan Baku
8,59%
Faktor Kesulitan
Persentase
Ketenagakerjaan
1,09%
Distribusi Transportasi
0,22%
Lainnya
3,93%
Sumber: Hasil Penelitian Kementrian KUKM dengan BPS Tahun 2003 Dari beberapa aspek tersebut, permasalahan yang sering dikeluhkan oleh pengusaha UMKM yaitu dari aspek permodalan. Bagi pengusaha di Tanggulangin, modal yang berasal dari mereka sendiri juga tidak cukup untuk membiayai usahanya. Keterbatasan kekayaan pribadi juga menjadi masalah untuk mengembangkan usaha. Karena banyak dari pelaku UMKM di Tanggulangin ini memakai modal mereka sendiri dulu untuk mengerjakan pesanan. Kebanyakan dari pelanggan-pelanggan mereka hanya memberikan uang muka untuk pesanan tersebut, atau tidak memberikan uang muka. Adanya anggapan “langganan” yang membuat banyak pemesan tidak memberikan uang muka. Padahal pengusaha juga membutuhkan dana tersebut untuk membeli bahan baku, membayar pekerjanya, dan ada biaya-biaya produksi yang harus mereka tanggung terlebih dahulu karena pemesan tidak memberikan uang muka yang cukup. Jadi mau tidak mau pengusaha harus memakai modal yang berasal dari kekayaannya sendiri. Sentra kerajinan kulit di Tanggulangin mengalami penuruan pada rentan waktu tahun 1998 sampai tahun 2000 karena pada saat itu terjadi krisis yang juga ikut mengakibatkan banyak pelaku UMKM gulung tikar. Setelah itu munculnya luapan lumpur Lapindo Sidoarjo pada beberapa waktu lalu sempat mengganggu aktivitas perekenomian pada Sentra UMKM di Kecamatan Tangggulangin. Adanya anggapan bahwa Sentra UMKM ikut tenggelam akibat luapan lumpur Lapindo mengakibatkan sepi pengunjung. Selain itu , sejak diberlakukannya ACFTA (ASEANChina Free Trade Agreement) pelaku UMKM di Tanggulangin juga menghadapi masuknya barang-barang prduk dari China yang harganya lebih murah. Banyak dari pengusaha juga mengeluhkan bagaimana cara memperoleh bantuan kredit, jaminan dan prosedur yang dinilai susah. Menurut Sri Susilo (2010), permasalahan modal tersebut timbul karena tidak adanya titik temu UMKM sebagai debitur dan pihak kreditur. Di sisi debitur, karakteristik dari sebagian besar UMKM di Indonesia antara lain adalah masih belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak/belum memiliki badan usaha resmi, serta keterbatasan aset yang dimiliki. Sementara itu, di sisi kreditor, pemodal atau lembaga pembiayaan untuk melindungi resiko kredit, menuntut adanya kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin usaha resmi serta adanya jaminan (collateral). Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber modal secara optimal masih belum dapat membantu permasalahan yang dihadapi UMKM. Adapun lembaga keuangan lain yang lebih menjangkau para pelaku UMKM, yaitu koperasi. Sebagai salah satu lembaga keuangan dimana koperasi ini juga merupakan salah satu tiang penyangga perekenomian Indonesia. Koperasi sebagai lembaga keuangan formal yang dapat menjangkau daerah pedesaan karena adanya kesamaan kepentingan ekonomi antara koperasi itu sendiri dengan anggotanya maupun antar anggota koperasi tersebut (Fatimah dan Darna, 2011). Di Kecamatan Tanggulangin telah berdiri sebuah koperasi yang bernama Industri Tas dan Koper (INTAKO). Koperasi tersebut didirikan dengan maksud agar terjalin kerjasama yang lebih baik antar sesama pengrajin. Fokus penelitian ini dilaksanakan di Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo. Menurunnya jumlah pengunjung di Tanggulangin yang diakibatkan oleh krisis dan bencana luapan lumpur Lapindo pada beberapa waktu lalu juga turut mempengaruhi turunnya tingkat produksi kerajinan kulit di Tanggulangin. Oleh sebab itu menarik untuk mengetahui preferensi sumber pendanaan mana yang akan dimanfaatkan oleh para pengrajin demi keberlangsungan usahanya saat ini.
B. KAJIAN TEORI Keputusan pengrajin kulit untuk memilih sumber pendanaan mana yang akan digunakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Keputusan setiap pengrajin tentunya memiliki preferensi masing-masing dengan alasan yang berbeda antara pengrajin yang lain.
UMKM Menurut Tambunan (2009:10), definisi dan konsep UMKM berbeda menurut setiap negara. Di Indonesia, definisi UMKM diatur dalam UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam bab I (ketentuan umum) pasal I dari UU tersebut, dinyatakan bahwa Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagai mana diatur dalamUU tersebut. Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagai mana di maksud dalam UU tersebut. Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, di uasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dan Usaha Mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha menengah sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut. Di dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan UMKM seperti yang tercantum dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai aset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan tahunan. Dengan kriteria ini, menurut UU itu, usaha mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp. 50 juta atau dengan hasil penjuaalan tahunan paling besar Rp. 300 juta; usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300 juta rupiah hingga maksimumRp 2. 500.000.000,00; dan usaha menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih lebih dari Rp.500 juta hingga paling banyak Rp 10 milyar atau memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp. 2 milyar 500 juta sampai paling tinggi Rp 50 milyar. Pengertian Pendanaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah uang yang disediakan untuk suatu keperluan. Keperluan yang dimaksud di sini adalah kebutuhan untuk bisnis. Kegiatan bisnis diartikan sebagai aktifitas yang mengarah terhadap peningkatan nilai tambah melalui proses perdagangan atau produksi. Dalam setiap menjalankan usaha pebisnis membutuhkan pembiayaan dari pihak lain untuk menutupi kekurangan modal. Pembiayaan di sini diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak lain untuk mendukung jalannya suatu usaha. Berdasarkan Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM (dalam Saiman, 2014), aspek pendanaan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk: 1. Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi UMKM untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank; 2. Memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya, sehingga dapat diakses oleh UMKM; 3. Memberikan kemudahan dan memberikan pendanaan secara cepat, tepat dan murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. Membantu para pelaku usaha mikro dan usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh pemerintah. Sumber Modal Pendanaan Sumber modal ditinjau dari asalnya pada dasarnya dibedakan dalam sumber inter dan sumber ekstern (Muhammad, 2000). 1. Sumber Internal Modal yang berasal dari sumber intern adalah modal atau dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam sebuah perusahaan. Sumber dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan adalah keuntungan yang ditahan (retained net profit) dan akumulasi penyusutan (accumulated depreciations). 2. Sumber Eksternal Sumber eksternal adalah sumber modal yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang berasal dari sumber ekstern adalah dana yang berasal dari kreditur dan pemilik. Modal yang berasal dari kreditur tersebut adalah modal asing/modal pinjaman. Dana
yang berasal dari pemilik perusahaan merupakan dana yang ditanamkan dalam perusahaan, sehingga pada dasarnya dana yang sumber eksternal ini terdiri dari modal asing/pinjaman dan modal sendiri. Perilaku Konsumen Salah satu konsep penting dalam ilmu ekonomi, yaitu manusia adalah makhluk rasional. Artinya adalah konsumen bertujuan untuk memaksimalkan kepuasannya dengan terbatasnya pendapatan yang didapat setiap konsumen. Hal ini berkaitan dengan konsep rasionalitas pelaku UMKM dalam memilih sumber pendanaan. Selain adanya konsep rasionalitas untuk membantu dalam memilih sumber pendanaan yang dipilih pelaku UMKM, ada dua pendekatan untuk menerangkat bagaimana perilaku suatu unit konsumen, yaitu dengan pendekatan marginal utility dan pendekatan indifference curve. Teori Pilihan Rasional Istilah rasional menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari rasio, yaitu pemikiran yang logis atau sesuai dengan nalar manusia secara umum. Rasional adalah sesuatu yang dilakukan menurut pikiran dan pertimbangan yang logis berdasarkan pikiran dan akal setiap individu. Teori pilihan rasional merupakan kerangka dasar dalam pemodelan ilmu sosial dan ekonomi, yang berarti memilih sesuatu yang lebih adalah lebih dari yang sedikit. Menurut Gilboa (2010) dalam Kharina (2015), pilihan rasional merupakan dikotomi antara kelayakan dan keinginan. Ketika seorang menganggap dirinya layak adak sesuatu dan punya keinginan untuk memilikinya, maka tindakan berbasis pemaahaman itu dianggap berperilaku rasional. Sedangkan menurut Annisak, disebutkan bahwa: 1) Manusia memiliki seperangkat preferensi – preferensi yang bisa mereka pahami, mereka tata menurut skala prioritas, dan dibandingkan antara satu dengan yang lain. 2) Tatanan preferensi ini bersifat transitif, atau konsisten dalam logika. 3) Tatanan preferensi itu didasarkan pada prinsip ‘memaksimalkan manfaat’ dan ‘meminimalkan resiko’. Adapun bentuk – bentuk rasionaliti menurut Syed Omar Syed Agil (1992) adalah sebagai berikut: 1. Egoistic Rationality Ini merupakan bentuk rasionaliti yang sempurna. Prinsip utama ilmu ekonomi adalah bahwa setiap agen (pelaku) digerakkan hanya oleh kepentingan diri sendiri (self interest), di mana produsen hendak memaksimumkan keuntungan dan konsumen hendak memaksimumkan utility. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa setiap konsimen mendapatkan informasi yang lengkap tentang alternatif – alternative dan ia mempunyai kemampuan untuk menyusun prioritasnya sesuai dengan preferensinya untuk memaksimumkan utility. Produsen juga mengetahui dengan pasti performance yang lalu, kondisi saat ini, dan pengembangan masa depan perusahaannya. Intinya, semua agen digerakkan semata-mata oleh self interest dalam memaksimumkan utilitinya. 2. Bounded Rationality Merupakan pengembangan baru dari egoistic rationality. Dalam kenyataannya dua persyaratan dalam egoistic rationality tidak dapat dipenuhi. Terdapat beberapa halangan, seperti ketidakmampuan setiap individu untuk mendapatkan dan mengetahui semua informasi yang mengarahkannya pada pilihan yang optimal. Halangan ini mempengaruhi pilihannya untuk mendapatkan kepuasan yang optimal. Dengan kata lain, seseorang bisa puas pada level tertentu tetapi belum tentu optimal pada pilihannya. 3. Altruism Juga merupakan pengembangan baru dari konsep rasionaliti. Dalam kenyataannya egoistic rasionality bertentangan dengan eksistensi manusia yang mempunya perasaan dan emosi, sehingga ia peduli kepada masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pakar ekonomi. Altruism menjadi sarana untuk mencapai kepuasan maksimum dengan dua cara, yaitu yang pertama beberapa individu mendapatkan utility dengan melakukan perbuatan baik atau melakukan kegiatan sosial. Seperti member sedekan kepada orang miskin, member bantuan kepada anak yatim. Yang kedua, beberapa individu memaksimalkan utility dengan membangun reputasi yang baik dengan masyarakat, missal sebuah perusahaan untuk
meningkatkan image yang baik dalam memaksimalkan keuntungan penjualannya, mereka mengadakan sebauah kegiatan sosial untuk meningkatkan image dari perusahaan tersebut. Teori pilihan rasional memiliki beberapa bentuk – bentuk rasionalitas yaitu Egoistic Rationality, Bounded Rationality, dan Altruism. Ketiganya memiliki pandangan yang berbeda terkait bagaimana individu atau konsumen dapat memaksimalkan utilitinya. Bila dikaitkan dengan penelitian ini dimana apa yang mempengaruhi individu atau pelaku UMKM dalam memilih sumber pendanaan usaha yang akan digunakan, bentuk rasionalitas yang cocok adalah Bounded Rationality. Karena Bounded Rationality ini terkait dengan proses pengambilan keputusan dimana rasionalitas individu dibatasi oleh informasi yang terbatas atau keterbatasan waktu memikirkan sementara keputusan harus segera diambil. Oleh karena itu individu atau konsumen lebih cenderung untuk satisficer (tercukupkan) daripada memaksimumkan utilitinya. Pendekatan Marginal Utility dan Indifference Curve Ada 3 hal yang perlu diperhatikan bila kita berbicara tentang perilaku konsumen dengan pendekatan marginal utility, pertama utility bisa diukur dengan uang. Kedua hukum Gossen (Law of Diminishing Marginal Utility) berlaku, yaitu bahwa semakin banyak suatu barang dikonsumsi, maka tambahan kepuasan (marginal utility) yang diperoleh dari setiap satuan tambahan yang dikonsumsikan akan menurun, dan akhirnya sampai pada titik jenuh di mana kepuasan total tersebut sama dengan nol. Yang ketiga, konsumen akan selalu berusaha mencapai kepuasan total yang maksimum (Budiono, 1999:18). Pendekatan Indifference Curve adalah pendekatan dengan menggunakan kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi dari barang yang dikonsumsi oleh konsumen dengan manfaat atau kepuasan yang sama (Soeharno, 2006:40). Bila marginal utility dapat diukur dengan satuan utility, pengukuran pada pendekatan ini menggunakan satuan orde atau mengurutkan berdasarkan preferensi konsumen. Pengukuran ini sering kita sebut dengan pengukuran ordinal. Gambar 1: Indifference Curve
Sumber: Soeharno (2009) Gambar di atas merupakan sebuah indifference curve yang bergerak dari A, B, dan C. Setiap kurva terbentuk dari kombinasi titik X dan Y. Kombinasi dari titik X1 dan Y1 memberikan tingkat kepuasan yang sama dengan titik X2 dan Y2, karena kedua kombinasi tersebut bergerak pada satu kurva yang sama. Apabila konsumen lebih memilih C daripada B dan A, maka konsumen tersebut akan lebih memilih C daripada A. Yang artinya kombinasi titik X dan Y yang berada di kurva C, merupakan kombinasi kurva yang menghasilkan tingkat kepuasan paling tinggi. Kurva indifference yang letaknya lebih tinggi menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi pula. Kurva indifiren di atas secara sederhana mampu memperlihatkan bagaimana preferensi konsumen dengan grafik sehingga konsumen dapat berasumsi dan membuat peringkat atas pilihan – pilihan yang tersedia. Pilihan-pilihan tersebut dapat diketahui manfaat atau keuntungan yang diperoleh konsumen dari mengonsumsi barang atau pilihannya. Dalam kasus pendanaan UMKM ini menggunakan teori perilaku konsumen meskipun kenyataan yang diteliti adalah pelaku UMKM atau produsen, karena produsen memilih sumber pendanaan untuk usahanya dan mereka mengkonsumsi dana yang mereka dapatkan dari sumber pendanaan tersebut.
C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus, dimana dalam pengumpulan, pengambilan dan menganalisis data dilaksanakan dengan mengadakan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk mendeskripsikan pengrajin dalam mengambil keputusan terhadap sumber pendanan secara mendalam. Jenis penelitian studi kasus untuk menjelaskan bagaimana seseorang dalam berinteraksi dan untuk memahami peristiwa dalam situasi tertentu. Pada penelitian ini menggunakan unit analisis yang berkaitan dengan preferensi sumber pendanaan UMKM pada sentra kerajinan kulit di Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Sehingga dibutuhkan informan sebagai sumber informasi mengenai preferensi sumber permodalan UMKM tersebut. Peneliti menetapkan informan yang merupakan pihak-pihak atau orang-orang yang memahami secara mendalam mengenai permasalahan yang akan diteliti. Hal ini didasarkan atas pemilik usaha yang memproduksi kerajinan kulit serta telah lama menekuni usaha tersebut. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari pemilik UMKM yang bergerak dalam bidang produksi kulit. Sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Sidoarjo, Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Sidoarjo, dan website remis Bank Indonesia serta beberapa artiker dari jurnal dan internet. Proses pengumpulan data diperoleh dari berbagai teknik yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul langkah selanjutnya data ini dianalisis dengan tahap-tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk memastikan data yang diperoleh adalah valid artinya data yang dikumpulkan memberikan informasi yang sebenarnya, penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dimana triangulasi sumber ini dilakukan dengan cara cross check informasi yang diperoleh dengan cara menggali informasi untuk topik yang sama melalui wawancara informan yang berbeda kemudian membandingkan hasilnya (Bungin, 2010).
D. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini menggunakan 10 (sepuluh) informan untuk memperoleh informasi untuk menjawab rumusah masalah penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah produsen atau pemilik usaha kerajinan kulit. Informan-informan ini dipilih karena mengetahui dan terlibat langsung dalam proses memulai dan menjalankan usaha dengan masalah yang diteliti yaitu sumber pendanaan usaha dan kendalanya bagi pengrajin kulit di Tanggulangin. Berikut daftar informan: Tabel 2: Daftar Informan No. Nama 1.
H. Sam Khuret
2. Supriadji 3. Santoso 4. Pujiono 5. Nur Hadi 6. Moh. Sohib 7. Mahmud 8. Edy 9. Budi Santoso 10. Hj. Pinariyanti Sumber: Data Primer (diolah), 2016
Usia 46 tahun 45 tahun 41 tahun 50 tahun 50 tahun 48 tahun 45 tahun 38 tahun 37 tahun 48 tahun
Jabatan Pemilik Usaha (Generasi ketiga) Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha Pemilik Usaha
Lama Usaha 21 tahun 23 tahun 13 tahun 25 tahun 20 tahun 23 tahun 22 tahun 17 tahun 16 tahun 23 tahun
Pengrajin yang Memakai Modal Sendiri Pengrajin kulit di Tanggulangin pada umumnya memulai usahanya menggunakan modal sendiri memiliki beberapa alasan. Modal sendiri merupakan modal yang diperoleh dari pemilik usaha itu sendiri. Modal sendiri bisa berasal dari tabungan yang diperoleh pada saat kerja, atau jual-jual barang lalu keuntungannya ditabung dan bisa juga karena memang usaha ini adalah usaha
turun-temurun. Modal sendiri memiliki keuntungan, yaitu para pengrajin dapat lebih fokus pada rencana usaha dan pengembangan usahanya. a.
Usaha Turun-Temurun Usaha kerajinan kulit di Tanggulangin tepatnya di desa Kendensari dan Desa Kludan, sudah ada sekitar tahun 1975. Berawal dari hanya membuat koper, para pengrajin ingin mengembangkan usahanya tetapi tetap berbahan dasar kulit. Lalu kemudian mereka berkembang hingga membuat tas pada sekitar tahun 1990an. Perkembangan ini dirasa perlu karena banyaknya permintaan pesanan tas pada waktu itu. Setelah itu dengan banyaknya permintaan para pengrajin mengembangkan usahanya dengan membuat kerajinan kulit lain, seperti dompet, jaket kulit, dll yang masih berbahan dasar kulit. Pengrajin-pengrajin yang memulai usaha turun – temurun ini dengan membantu orang tua yang juga bergerak pada usaha kerajinan kulit ini. Keinginan untuk bisa meneruskan usaha keluarga ini membuat para pengrajin belajar untuk membuat sedikit demi sedikit. Yang awalnya membantu pekerjaan yang ringan seperti menggunting, mengelem, dan menyablon, kini para pengrajin ini sudah dapat memimpin usahanya sendiri. Pengrajin memulai usahanya dengan belajar kepada orang tua supaya bisa meneruskan usaha kerajinan tas dan kulit ini. Karena usaha kulit di Tanggulangin sudah menjadi warisan dari pengrajin-pengrajin sebelumnya dan sudah terkenal di masyarakat luas. b.
Modal yang Diperoleh dari Kerja Modal sangat penting dalam memulai sebuah usaha. Salah satu sumber penawaran modal berasal dari sisi internal. Modal yang berasal dari internal adalah modal atau dana yang dihasilkan sendiri di dalam sebuah usaha. Sumber dana yang dihasilkan sendiri di dalam sebuah usaha adalah keuntungan yang ditahan. Hal ini pula yang dialami oleh pengrajin kulit di Tanggulangin. Sebelum memulai usaha seperti sekarang, banyak pengrajin kulit di Tanggulangin memulai bekerja sebagai pegawai atau karyawan. Berawal dari mencoba membuat kerajinan sendiri hingga ikut orang. Upah bekerja tersebut mereka tabung sedikit demi sedikit. Ketika tabungan sudah dirasa cukup, pengrajin ini membuka usaha sendiri. Meskipun baru dalam skala yang kecil. Selain dari hasil upah menjadi karyawan pada sebelumnya, pengrajin-pengrajin ini memulai usaha dengan ikut orang atau menjadi tukang di pengrajin sebelumnya yang sudah terlebih dahulu menjalankan usaha di kerajinan kulit ini. Hasil yang mereka dapat lalu ditabung untuk memulai usaha meskipun masih dalam skala yang kecil. Keuntungan yang diperoleh dapat disimpan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan usaha selanjutnya. Pernah Meminjam di Bank Bank adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, dan aktivitas kegiatannya pasti berhubungan dengan uang. Menurut UU No.10 Tahun 1998 mengenai perbankan, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk – bentuk lainnya dalam rangka menaikkan taraf hidup rakyat banyak. Pengrajin kulit di Tanggulangin yang telah menjalankan usahanya dari lama tentu sudah memiliki banyak pengalaman dalam hal pendanaan usaha. Memulai usaha dengan modal sendiri, pengrajin kulit merasa kesulitan dalam hal pendanaan. Mereka harus mencari cara agar usaha yang dijalani harus tetap berjalan. Ada beberapa sumber permodalan yang tersedia di daerah Tanggulangin, salah satunya adalah Bank. Tetapi, para pengrajin harus juga memiliki pertimbangan – pertimbangan sendiri sebelum mereka mengambil keputusan untuk meminjam dana dari bank agar sesuai dengan kemampuan dan usah tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi pengrajin. a.
Tingkat Bunga yang Rendah bank sebagai lembaga intermediasi tentunya memiliki peran untuk membantu masyarakat luas, salah satunya dalam memberikan kredit atau pinjaman. Kredit yang disalurkan kepada masyarakat diharapkan dapat membantu menaikkan taraf hidup masyarakat. Penyaluran kredit yang dilaksanakan beberapa bank yang dikelola oleh pemerintah dengan syarat peminjamannya yang lebih mudah dan suku bunganya rendah. Meskipun begitu bank – bank pemerintah ini tetap memiliki kriteria – kriteria dalam memilih pengrajin yang memang layak untuk diberi bantuan kredit. Pengrajin yang telah menerima kredit umumnya telah menjalankan usaha yang cukup lama,
sehingga bank telah memperoleh informasi yang cukup mengenai karakter dan kemampuan pengusaha. Meskipun bank – bank yang dikelola pemerintah memberikan fokusnya kepada pendanaan ke UMKM, bank – bank ini tetap memberikan pelayanan yang terbaik. Selain karena bunganya yang rendah, kepercayaan juga salah satu daya tarik bank terhadap calon penerima kredit. Salah satu alasan pengrajin kulit meminjam di bank disebabkan oleh tingkat bunganya yang rendah dan kebutuhan yang mendesak karena banyaknya pesanan di saat kekurangan modal. Di samping bunga rendah yang tidak memberatkan, pengrajin pinjam ke bank karena alasan kepercayaan. Mereka merasa aman dan percaya bila pinjam di bank daripada harus pinjam ke teman sendiri. Terkadang teman sendiri pun sesama pengrajin tidak bisa dipercaya. b.
Ada Kemudahan Meminjam di Bank Para pengrajin memilih sumber pendanaan usahanya tentu memilih sumber yang mudah diakses dan tidak memberatkan. Prosedur yang mudah, bunga yang ringan, dan tidak ada jaminan menjadi alasan – alasan yang dipertimbangkan oleh setiap pengrajin kulit yang ingin meminjam di bank. Dalam dunia perbankan, kepercayaan nasabah, keamanan transaksi dan kualitas pelayanan nasabah adalah kunci utama sebuah bank dalam menyediakan layanan perbankan. Dari beberapa hasil yang ditemukan di lapangan, perbankan memberikan kemudahan untuk pengrajin yang membutuhkan pinjaman dana untuk usahanya. Mulai dari kemudahan dalam prosedur meminjam, jaminan yang tidak ketat bahkan dalam peminjaman dalam jumlah tertentu tidak memakai jaminan. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi pihak bank sendiri dan pengrajin UMKM. Dimana ketika pengrajin membutuhkan dana pinjaman, mereka memilih pinjam ke bank karena kemudahan dan pelayanannya. Di saat itu juga bank sendiri mendapatkan keuntungan dari dana yang mereka pinjamkan kepada pengrajin. c.
Tidak Mau ke Rentenir Aktivitas UMKM tidak terlepas dari aspek permodalan. Modal merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses produksi. Ada beberapa sumber permodalan yang dapat diakses oleh pengrajin diantaranya adalah lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan informal. Lembaga keuangan formal adalah suatu lembaga yang memiliki dasar hukum dan terdapat peraturan lansung dari pemerintah. Sedangkan lembaga keuangan informal tidak memiliki dasar hukum dan tidak ada peraturan dari pemerintah. Rentenir hadir sebagai lembaga keuangan informal yang kehadirannya dekat dengan pengrajin. Memang terdapat beberapa kemudahan – kemudahan yang ditawarkan oleh salah satu lembaga keuangan informal ini. Akses yang mudah, proses pencairan dana yang cepat dan mudah, tidak ada persyaratan yang memberatkan pihak peminjam, dan tidak ada jaminan, menjadi daya tarik rentenir dalam menarik calon peminjam. Tetapi dengan kemudahan – kemudahan tersebut tidak membuat pengrajin langsung tertarik untuk menggunakan jasa rentenir, karena rentenir menetapkan tingkat bunga yang lebih tinggi bahkan melebihi tingkat bunga di lembaga keuangan lain. Hal tersebut juga membuat pengrajin yang ingin meminjam ke rentenir akan berpikir dua kali. Kehadiran rentenir yang lebih dekat dan lebih menjangkau pengrajin dibanding lembaga keuangan formal lain tidak membuat pengrajin seperti Ibu Hj. Pinariyanti tertarik untuk meminjam ke rentenir. Berikut hasil wawancara dengan beliau: “Kalau bunga BRI rendah gak setinggi rentenir ya. Kalau di sini ada istilah 12. 12 itu kalau misalnya pinjam 100 jadi 120 kan tinggi mas. Kalau di bank kan sekian persen dalam waktu setahun ya biasanya. Kalau rentenir mingguan, jadi kalau pinjam seratus ribu, dalam 12 minggu harus sudah lunas. Bayare mingguan gak bulanan. Misalnya pinjam seratus ribu, setiap minggunya bayar 10ribu selama 12 minggu.” Berdasarkan pernyataan Ibu Hj. Pinariyanti di atas bahwa tingkat bunga yang ditetapkan oleh rentenir terbilang tinggi sekitar 20% dan ada sebuah kewajiban dibayar setiap minggunya. Padahal biasanya pengrajin baru mendapatkan upah atas pesanan yang diberikan oleh konsumen saat semua pesanan telah jadi. Ketika pesanan belum jadi pengrajin harus menggunakan tabungan mereka sendiri. Hal ini juga yang akan memberatkan pengrajin untuk meminjam dana ke rentenir.
Pernah Mendapat Dana Bantuan dari BUMN Modal dalam pengertian dapat diintepretasikan sebagai sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan usaha. Modal usaha dapat dikatakan sebagai modal yang menunjang segala aspek dalam mengembangkan industri. Ada beberapa sumber permodalan yang bisa diakses oleh pengusaha UMKM, salah satunya modal asing atau modal berasal dari pinjaman. Modal pinjaman adalah modal yang biasanya diperoleh dari pihak luar sebuah perusahaan. Modal pinjaman bisa berasal dari kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, pinjaman dari penyisihan sebagian laba perusahaan BUMN, dan jenis pembiayaan lain. Keinginan pemerintah untuk membina dan mengembangkan usaha kecil yang dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan struktur perekonomian bagi masyarakat. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan sebuah bentuk implementasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR) khususnya pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) ini bisa dikatakan wajib. Perusahaan BUMN ini menyisihkan laba bersih perusahannya untuk program PKBL ini. BUMN memiliki dua cara dalam memberikan kredit kepada UMKM. Yaitu melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit melalui PKBL diberikan oleh BUMN dengan menyisihkan laba bersih perusahaannya. Sedangkan KUR diberikan oleh bank BUMN. Pola pembinaan dari BUMN ini ada beberapa macam. Ada pembinaan secara langsung dan ada juga yang bersifat kerjasama. Pola pembinaan secara langsung misalnya pengusaha kecil yang diberi pinjaman modal kerja untuk mengembangkan usahanya, ada juga dimana BUMN memberikan pelatihan dan tempat lokasi kerja, pembekalan produksi, manajemen dan pemasaran, sehingga bagi pengusaha yang baru memulai usahanya bisa menciptakan pendapatan melalui kegiatan usahanya. Sedangkan pola pembinaan BUMN yang bersifat kerjasama ini biasanya BUMN bekerjasama dengan instansi seperti koperasi yang dapat menampung hasil produksi sekaligus sebagai penjamin terhadap pinjaman yang diberikan oleh perusahaan kepada pengusaha kecil. Pola pembinaan secara langsung juga dilakukan beberapa BUMN kepada salah satu pengrajin kulit di Tanggulangin, yaitu Bapak Sam Khuret. Beliau pernah mendapat dana pinjaman dari PT. Pupuk Sriwijaya dan PT. Pelindo. Menurut beliau sebelum mendapat dana pinjaman harus mengikuti beberapa pelatihan yang diberikan, seperti pelatihan dalam hal manajemen, pemasaran, dan kewirausahaan. Setelah mengikuti beberapa pelatihan baru beliau mendapatkan dana pinjaman untuk usahanya. Dengan menjadi mitra binaan BUMN ada beberapa kemudahan yang didapat oleh Bapak Sam Khuret. Salah satunya pinjaman dengan bunga yang rendah, seperti yang dikatakan oleh beliau: “Bunganya ringan mas, 1 tahun Cuma 6%.” Selain mendapat pinjaman bunga yang rendah, kemudahan lain yang didapatkan jika menjadi mitra bina BUMN adalah anggunan yang ringan. Berikut pernyataan Bapak Sam Khuret: “Di Pupuk Sriwijaya itu pinjaman pertama gak pakai karena Cuma dapat 15juta. Nah setelah pinjaman kedua itu saya dapat 40juta itu pakai anggunan. Jaminannya BPKB sepeda motor 2 ini.” Meskipun begitu, pinjaman yang didapat tidak terlalu besar, berikut hasil wawancara dengan Bapak Sam Khuret: “Jadi mitra binaan itu dapatnya juga gak banyak mas. Misalnya dapat 15juta 3 tahun bisa lunas, nanti dipinjamin lagi 50 atau 60juta.” Selain itu, dengan menjadi mitra binaan tidak bisa sering melakukan pinjaman. Pinjaman diberikan hanya sebanyak 3 kali saja. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bapak Sam Khuret: “Jadi setelah pengrajin dapat pinjaman lunak ini sebanyak 3 kali ya tidak dapat lagi.”
Kendala Dalam Mendapatkan Modal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia tidak terlepas dari masalah – masalah yang akan menghambat perkembangan UMKM tersebut. Permasalahan yang dihadapi oleh UMKM biasanya dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dari segi faktor internal, kendala yang dihadapi oleh UMKM adalah dari segi permodalan. Hal ini terjadi karena kriteria-kriteria UMKM tidak sesuai dengan lembaga keuangan yang ada maupun ada keterbatasan dari UMKM itu sendiri. Ada dua masalah utama dalam aspek keuangan yang dihadapi oleh UMKM, yaitu mobilitas modal awal dan akses ke modal kerja. UMKM pengrajin kulit di Kecamatan Tanggulangin memiliki pereferensi yang berbedabeda dalam menentukan sumber pendanaan untuk menjalankan usahanya. Diantaranya memakai modal sendiri, dan ada yang pernah meminjam di lembaga keuangan bank. Pengrajin memiliki alasannya sendiri dalam menentukan preferensinya. Tetapi ada beberapa kendala dalam menentukan sumber pendanaan. Pada sub bab ini akan dijelaskan kendala – kendala yang dihadapi oleh pengrajin kulit di Tanggulangin dalam memanfaatkan sumber pendanaan usaha. a.
Kendala pada Modal Sendiri Kendala yang dihadapi oleh pengrajin ketika hanya memakai modal sendiri. Keterbatasan modal yang dimiliki juga menjadi kendala karena pengrajin tidak bisa melakukan proses produksi. Memang dalam setiap pesanan para pengrajin menetapkan adanya door payment sebagai pembayaran awal pesanan. Rata – rata pengrajin menetapkan door payment sekitar 30% sampai 40% dari total pemesanan. Tetapi pembayaran di awal tersebut hanya cukup untuk membayar tukang saja, sisanya pengrajin harus memakai modal sendiri dulu atau mencari pinjaman ke pihak lain. Selain pembayaran DP yang dirasa tidak cukup untuk membiayai produksi, telatnya pembayaran oleh masing-masing sales kepada pihak pengrajin juga turut membebankan pengrajin untuk mengerjakan pesanan. Adanya toko bahan di daerah Tanggulangin merupakan salah satu solusi bagi pengrajin yang kekurangan modal. Mereka memilih lebih baik utang ke toko bahan karena sudah saling kenal dan jangka waktunya bisa sesuai kesepakatan antara pengrajin dan pemiliki toko bahan, selain itu antara pengrajin dan pemilik toko bahan juga saling mengerti dan saling membutuhkan sehingga tidak kesulitan bagi pengrajin yang membutuhkan bahan dan pemilik toko. Solusi lainnya yaitu dengan menggadaikan barang ke pegadaian. Dimana dengan kemudahannya ternyata pegadaian juga membuat pengrajin tertarik untuk mendapatkan dana dari tempat tersebut. Menurut Pak Supriadji, beliau mengatakan bahwa beliau biasanya ketika dapat pesanan tetapi belum dapat DP dari pihak pemesan, beliau menggadaikan harta miliknya untuk membiayai produksi pesanan. b.
Kendala Meminjam di Bank Ketika modal sendiri tidak cukup untuk membiayai produksi maka pengrajin mencari alternative lain untuk mendapatkan uang atau pinjaman ke pihak lain. Salah satu alternative sumber pendanaan yaitu pinjam kredit ke bank. Kredit adalah salah satu sumber dana untuk permodalan UMKM. Kredit yang dimaksud di sini adalah kredit perbankan untuk UMKM. Saat ini bank – bank khususnya milik pemerintah ataupun swasta memberikan kemudahan-kemudahan dalam rangka mendukung kegiatan pengrajin. Meskipun begitu masih ada pengrajin yang enggan untuk meminjam di bank. Salah satu pengrajin yang enggan meminjam di bank adalah Pak Mahmud. Beliau pernah meminjam di sebuah bank dengan bunga yang tinggi sekali hampir 2 kali dari besar pinjaman. Hal itu yang membuat beliau enggan untuk kembali meminjam di bank. Ketika menceritakan bagaimana beliau bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga yang sebesar itu beliau mengaku tidak tahu tentang bunganya, yang beliau tahu pinjaman tersebut tidak ada anggunan atau jaminan. Karena beban yang dirasa berat ini beliau enggan untuk meminjam lagi. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, peneliti dapat menarik kesimpulan yang digambarkan oleh tabel 3: Tabel 3: Tabel Preferensi Informan No. Nama Informan Preferensi 1.
Ibu Hj. Pinariyanti
Pinjam ke bank
Alasan Bunga yang rendah daripada rentenir
Kendala Tidak ada kendala dalam meminjam di bank.
No.
Nama Informan
Preferensi
Alasan
2.
Bapak Budi Santoso
Modal sendiri
Tidak ingin membebankan pikiran dengan utang
3.
Bapak Edy
Modal sendiri
Tidak ingin memiliki tanggungan membayar tiap bulan
4.
Bapak Mahmud
Modal sendiri
Karena takut pinjam ke bank
5.
Bapak Moh. Sohib
Pinjam ke bank
Prosedur yang mudah dan tidak ada jaminan untuk plafon tertentu Takut pinjam ke bank kalau tidak ada order banyak
6.
Bapak Nur Hadi
Modal sendiri
7.
Bapak Pujiono
Pinjam ke bank
8.
Bapak Sam Khuret
Menjadi mitra binaan BUMN
9.
Bapak Santoso
Pinjam ke bank
10.
Bapak Supriadji
Pinjam ke bank
Sumber: Data Primer (diolah), penulis (2016)
Tidak ada pilihan lain selain pinjam dana ke bank Dapat beberapa pelatihan kewirausahaan dan dapat pinjaman lunak Proses peminjaman mudah dan bunga yang ringan Bunga ringan dan ada kemudahan yang ditawarkan
Kendala Kurang modal karena kurang uang muka dan pembayaran macet Kurang modal karena kurangnya uang muka Harus pakai modal sendiri karena sudah di-blacklist oleh bank Tidak ada kendala Harus pakai modal sendiri karena sudah di-blacklist oleh bank Tidak ada kendala
Tidak ada kendala
Tidak ada kendala Tidak ada kendala
Dari beberapa preferensi di atas, dapat disimpulkan bahwa dari 10 informan yang ada dalam penelitian ini terdapat dua preferensi, yaitu sumber dana yang berasal dari bank dan non bank. Dan bila dikaitkan dengan teori perilaku konsumen dengan pendekatan indifference curve yaitu: Gambar 2: Indifference Curve
Sumber: Penulis (2016) Gambar di atas menunjukkan preferensi informan atau pengrajin kulit di Tanggulangin yang ditemui, 5 informan yang memakai dana dari non bank yaitu Bapak Budi Santoso, Bapak Edy, Bapak Mahmud, Bapak Nur Hadi, dan Bapak Sam Khuret. Sedangkan 5 informan lain yang memilih preferensi dengan mendapat dana dari bank yaitu Ibu Hj. Pinariyanti, Bapak Santoso, Bapak Supriadji, Bapak Moh. Sohib, dan Bapak Pujiono.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Keadaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo khususnya Kecamatan Tanggulangin masih banyak mengalami kesulitan modal yang membuat perekonomian di Kecamatan Tanggulanin menjadi terhambat. Hal ini disebabkan karena faktor pemilik usaha yang tidak memiliki kecukupan saat memulai dan menjalankan usahanya. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa cara informan pemilik UMKM untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pertama, pemilik usaha UMKM meminjam modal usaha ke lembaga yang memberikan pinjaman modal usaha. Kedua, pemilik UMKM menggunakan hasil atas penjualan atau menggadaikan aset pribadi sebagai strategi untuk menutupi kekurangan modal dalam menjalankan usahanya. Kedua hal ini dapat membantu pelaku UMKM untuk mengatasi permasalahan modal yang masih banyak dialami oleh pelaku UMKM. 2. Kehadiran bank – bank pemerintah atau bank BUMN sebagai lembaga perbankan yang meminjamkan dana berupa modal untuk usaha melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada kenyataannya menjadi sebuah strategi ketika pelaku UMKM menghadapi permasalahan seperti kekurangan modal. Ini dikarenakan prosedur peminjaman yang cukup mudah bagi pelaku UMKM tetapi tidak mengurangi tingkat pelayanan yang diberikan kepada setiap pelaku UMKM yang meminjam. Selain itu bank juga memberikan dana pinjaman dalam jumlah besar, jaminan yang bersifat umum dan tidak memberatkan, tingkat bunga yang ringan, dan tidak ada perantara atau pihak ketiga yang mungkin dengan kehadiran perantara dapat menyulitkan proses peminjaman ke bank. Terkait dengan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelaku UMKM, bank – bank BUMN ini seperti “menjemput bola” dimana ada pihak dari bank yang datang langsung untuk survei tentang keadaan usaha pemilik UMKM dan hal ini juga membuat mereka tertarik untuk meminjam ke bank – bank BUMN ini. 3. Selain bank – bank BUMN sebagai tempat pilihan utama pelaku UMKM dalam meminjam modal, terdapat tempat alternatif yaitu toko bahan. Toko bahan di sini dapat membantu pelaku UMKM dimana pemilik UMKM bila ada kesulitan membeli bahan terkait kekurangan modal, dapat utang dulu ke toko bahan. Hal ini menjadi salah satu alternatif karena sistem yang mudah karena memang pemilik toko dan pemilik UMKM sudah saling kenal meskipun tetap ada jangka waktu yang ditentukan oleh pemilik toko bahan. Jika pembayaran yang dilakukan oleh pemilik UMKM terlambat atau bahkan tidak membayar akan ada blacklist meskipun sudah saling kenal. 4. Kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha kerajinan tas berbahan dasar kulit ini adalah ketika kurangnya pembayaran uang muka yang berdampak terhambatnya proses produksi pesanan. Lalu mereka pakai modal sendiri dulu untuk membiayai produksinya. Selain itu ada juga kendala ketika susah untuk membayar bunga atau cicilan kepada pihak bank karena pesanan yang sedang menurun atau sepi. Saran
Adapun saran yang ingin diberikan oleh penulis dikarekanakan adanya beberapa kenyataan yang dijumpai di lapangan mengenai sumber pendanaan UMKM adalah : 1. Bagi pemerintah harus tetap memonitoring dan mengevaluasi bank – bank BUMN yang memberikan pinjaman kepada pemilik usaha agar tidak salah guna. 2. Pemerintah melalui peraturan Bank Indonesia mengeluarkan peraturan kredit ringan dari bank – bank konvensional untuk UMKM agar UMKM dapat bisa berkembang mengingat di tahun 2016 ini sudah mulai berlaku MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dimana produksi dari luar negeri bisa masuk ke dalam negeri yang akan menambah daya saing UMKM dari segi kualitas produksi dan pemasaran. 3. Untuk lembaga pemberi pinjaman modal usaha yang dipilih oleh pemilik usaha dalam mengatasi permasalahan modal, bank bank milik pemerintah dengan sistem KUR adalah tempat yang cocok untuk meminjam sumber pendanaan. Dimana bank – bank ini memberikan beberapa kemudahan untuk pelaku usaha kerajinan tas kulit. 4. Selain dari bank – bank pemerintah ada juga fasilitas yang diadakan oleh perusahaan BUMN yaitu menjadi mitra bina BUMN. Menjadi mitra binaan BUMN ini dapat membuat pelaku usaha mandiri dalam hal membiayai biaya produksi dan tidak
tergantung dengan pihak lembaga pemberi pinjaman modal. Hal ini sudah terbukti dengan adanya informan yang menjadi mitra binaan BUMN dan beliau mandiri dari segi permodalan. Mitra binaan ini dinilai cocok untuk pelaku usaha kerajinan tas kulit di Kecamatan Tanggulangin ini karena terdapat beberapa pelatihan yang berguna bagi keberlangsungan usaha kerajinan tas kulit ini.
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Dewi. 2013. Peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bagi Pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI). Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.1, No.3 . Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Kecamatan Tanggulangin 2015. Sidoarjo: Bada Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo. Bank Indonesia. Pola Pembiayaan Usaha Kecil: Kerajinan Tas Kulit. Jakarta. Bungin, Burhan. 2008. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo Persada Binarto, Raymond., Ardianti, R.R.Retno. 2013. Analisa Modal Sosial Dan Entrepreneurial Leadership Pengusaha Mikro Dan Kecil Di Jawa Timur. Surabaya: Agora Vol.1, No.3, (2013). Cresswell, John W. 2009. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Third Edition. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Fatimah dan Darna. 2011. Peranan Koperasi Dalam Mendukung Permodalan Usaha Kecil dan Mikro (UKM). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, Vol.10, No.2 Desember 2011: 127 - 138 Fristian, Silvia Candra. 2014. Analisis Karakteristik dan Identifikasi Kendala Yang Dihadapi UMKM di Kota Malang (Studi Kasus pada Sentra Industri Tempe Sanan). Malang: Jurnal FEB UB. Gomulia, Budiana., Manurung, Elvy Maria. 2014. Identifikasi Modal Keluarga Pada 3 UKM Di Bandung. Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar. Volume 18, Nomor 1. Hendriani, Susi., Nulhaqim, Soni A. Juli 2008. Pengaruh Pelatihan dan Pembinaan Dalam Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Mitra Binaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai. Bandung: Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol.10, No.2, Juli 2008 : 152 – 168 Kholis, Nur. 2009. Konsep Rasionaliti Dalam Perspektif Ekonomi Konvensional dan Alternatifnya Menurut Pandangan Ekonomi Islam. http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/hello-world/ diakses pada tanggal 21 Januari 2016 Kusumadewi, Tutut Adi., Hanafi, Imam & Prasetyo, Wina Yudo. 2014. Kemitraan BUMN Dengan UMKM Sebagai Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Kemitraan PT. Telkom Kandatel Malang Dengan UMKM Olahan Apel Di Kota Batu). Malang: Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1, No.5, Hal 953-961. Mulkhan, Unang., P, Maulana Agung. 2012. Analisis Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN Terhadap Kesejahteraan UMKM: Pendekatan Corporate Responsibility (Studi Kasur PTPN VII). Lampung: Jurusan Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung. Muhammad, A., Murniati, R. 2000. Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. PT Citra Aditya Bakti. Navis, Mar’atus Syawalia. 2015. Preferensi Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Sumber Permodalan (Studi Pada Pedagang Pasar Merjosari, Kecamatan Lowokwaru – Kota Malang. Malang: Jurnal FEB UB.
Oktavianingtyas, Kharina Widya. 2015. Preferensi Pedagang Tradisional Terhadap Sumber Pembiayaan Usaha (Studi di Pasar Tradisional Dinoyo Kota Malang). Malang: Jurnal FEB UB. Rahmatullah. 2009. Corporate Social Responsibility (SCR) Dan Keberlanjutan Perusahaan. www.rahmatullah.net/2012/01/konsep-dasar-csr.html diakses pada tanggal 24 November 2015 Ramdhansyah., Silalahi, Sondang Aida. 2013. Pengembangan Model Pendanaan UMKM Berdasarkan Persepsi UMKM. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Volume 5, No. 1. Soeharno. 2009. Teori Mikro Ekonomi. Analisis Kurva Indiferen (hlm. 35 – 44). Yogyakarta: C.V ANDI Sudarman, Ari. 1996. Teori Ekonomi Mikro : Buku 1. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta. Supriyanto. 2006. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 3 Nomor 1, April 2006. Susilo, Y Sri. 2010. Strategi Meningkatkan Daya Saing UMKM Dalam Menghadapi Implementasi CAFTA Dan MEA. Buletin Ekonomi. Vol. 8, No.2. Taufiq. 2006. Penggunaan Dana Kredit UKM Terhadap Peningkatan Usaha (Studi pada UKM Sandal dan Sepatu Desa Wedoro Waru Sidoarjo). Jurnal Ilmu-Ilmu Ekonomi Vo.6, No.2. Trianto,
Mulyandaru. 2015. Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2013). http://rayendar.blogspot.co.id/2015/06/metode-penelitian-menurut-sugiyono-2013.html diakses pada tanggal 08 Agustus 2015
Winarni, Endang Sri Winarni. 2006. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Melalui Peningkatan Aksesibilitas Kredit Perbankan. Infokop. Nomor 29. Yesha.
2010. Intako Tanggulangin Tetap Eksis Diantara Lumpur Lapindo. http://citizen6.liputan6.com/read/473485/intako-tanggulangin-tetap-eksis-diantaralumpur-lapindo diakses tanggal pada 08 September 2015