KAJIAN POLA ASUH KESEHATAN, ASUPAN GIZI, DAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA, ANAK USIA SEKOLAH, DAN REMAJA
EMILLIA RAHMARIZA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Pola Asuh Kesehatan, Asupan gizi, dan Status Gizi pada Anak Balita, Anak Usia Sekolah, dan Remaja” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Emillia Rahmariza NRP I151120111
RINGKASAN EMILLIA RAHMARIZA. Kajian Pola Asuh Kesehatan, Asupan Gizi, dan Status Gizi pada Anak Balita, Anak Usia Sekolah, dan Remaja. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA dan DADANG SUKANDAR. Anak balita merupakan anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang (Mary 2011). Pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan tulang, gigi, dan otot, sehingga anak balita membutuhkan makanan bergizi lebih banyak dalam proporsi tertentu (Mahan dan Stump 2008). Masa balita merupakan masa yang penting karena dimasa ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak di masa selanjutnya (Diasmarani 2011). Berdasarkan penelitian Marlina (2012) menemukan bahwa status gizi dan perkembangan balita juga dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua. Kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peranan penting bagi perkembangan anak. Anak balita yang memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang baik. Masalah yang sering timbul pada anak usia sekolah adalah dalam pemberian makanan yang bergizi dan berimbang yang tidak benar dan menyimpang. Bukan hanya itu saja, anak terbiasa melakukan kegiatan dengan bantuan alat-alat yang serba praktis, sehingga anak menjadi mudah lelah ketika melakukan kegiatan fisik yang bersifat aktif (Judarwanto 2005). Remaja merupakan kelompok manusia yang berada di antara usia kanak-kanak dan dewasa yang sering kali disebut adolescence (adolescere dalam bahasa latin) yang secara luas berarti masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu karena pada masa ini remaja mengalami perubahan yang mendasar dalam hal pubertas, kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan peralihan peran-peran yang baru di dalam masyarakat. Ketiga hal ini menunjuk pada perubahan biologis, kognitif dan sosial (Steinberg 1993). Prevalensi kekurusan (berdasarkan IMT/U) pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat adalah 10%. Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pola asuh kesehatan, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1) menganalisis karakteristik keluarga pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja; 2) menganalisis perbedaan pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja; 3) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi terhadap status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan lokasi penelitian yaitu di Kelurahan Cipayung jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong, Depok. Total sampel sebanyak 120 orang, 60 orang di kelurahan cipayung jaya dan 60 orang dikelurahan bojong pondok terong. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan kriteria antara lain : (1) sampel memiliki anak yang berusia 0-18 tahun dan (2) bersedia dijadikan sebagai sampel. Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi data karakteristik keluarga (nama ibu, usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anak); data karakteristik contoh (nama contoh, usia contoh, jenis kelamin contoh, dan berat badan lahir contoh); data konsumsi pangan contoh; data pengetahuan ibu tentang gizi; data pola asuh kesehatan; dan data status gizi (berat badan dan tinggi badan). Analisis data menggunakan Microsoft Excel 2013, SPSS version 20.0 for Windows dan SAS version 9.1 for Windows. Analisis statistik yang digunakan adalah uji beda menggunakan one way ANOVA dengan uji lanjut duncan untuk melihat perbedaan pola asuh kesehatan, asupan gizi, pengetahuan ibu terhadap gizi, dan status gizi antara balita, anak usia sekolah dan remaja. Uji regresi linear berganda dengan metode stepwise digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan karbohidrat, tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan besi pada balita, anak usia sekolah, dan remaja. Terdapat pengaruh pola asuh kesehatan terhadap status gizi berat badan menurut umur pada balita. Tinggi badan menurut umur pada balita dipengaruhi oleh tingkat kecukupan kalsium. Berat badan menurut tinggi badan pada balita dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan vitamin C, dan tingkat kecukupan karbohidrat. Pada anak usia sekolah, status gizi tinggi badan menurut umur dipengaruhi oleh tingkat kecukupan vitamin C, pengetahuan gizi ibu, dan pendidikan ibu. Status gizi IMT/U pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu. Demikian juga pada anak remaja, status gizi tinggi badan menurut umur dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu. Status gizi IMT/U pada remaja dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Kata kunci: pola asuh kesehatan, asupan gizi, status gizi
iii
SUMMARY EMILLIA RAHMARIZA. Parenting Health Study, Nutrition and Nutritional Status in Toddler, School Age Children, and Adolescents. Supervised by IKEU TANZIHA and DADANG SUKANDAR. The toddler is a child who is in a period of growth (Mary 2011). At this time the growth of bone, teeth & muscle happen, which mean they need more nutrition in certain proportions (Mahan and Stump 2008). Infancy is an important time because at this time there is basic growth happen that influence & affect the children for they future (Diasmarani 2011). Based on research Marlina (2012) found that the nutritional status and growth in toddler is also affected by parenting process. The quality of care that mother provided has an important role for the growth of children. The toddler who obtain a better quality of care, are likely to have lower morbidity and a good nutritional status. Commonly probleme that happen in school age children is incorrect and distorted the provision of nutritious foods. Children nowadays also have a habit to use a practical tools to doing anything so become easily tired when doing physical activity (Judarwanto 2005). Adolescence (come from Latin word adolescence) is a group of people who are in between children & adult which was widely means a period of grow and develop to reach mental maturity, emotional, social and physical. Adolescence is an important step in individual growth, because at this time adolescents have basic change in terms of puberty, higher thinking skills, and transition of new roles in community. These three things refers to the biological changes, cognitive and social (Steinberg 1993). These three things are pointing to changes in biological, cognitive and social (Steinberg 1993). The prevalence of emaciation (based on BMI/U) in 16-18 years old adoescents in West Java is 10%. The general objective of this study is parenting health study, nutrition and nutritional status in toddler, school age children, and adolescents. In particular, this study aims to: 1. To analyze family characteristic in toddler, school age children, and adolescents. 2. To analyze the diferences in parenting health, maternal nutrition knowledge, nutrition and nutritional status in toddler, school age children, and adolescents. 3. To analyze the influence of family characteristics, health parenting, maternal nutrition knowledge, nutrition and nutritional status in toddler, school age children, and adolescents. The design of this study was a cross sectional study, which take location in Kelurahan Cipayung Jaya and Kelurahan Bojong Pondok Terong, Depok. Sample are taken in 120 people, 60 people in Kelurahan Cipayung Jaya, 60 people in Kelurahan Bojong Pondok Terong, Depok. The sampling technique used was purposive sampling, that is sampling deliberately which criteria : 1. Sample have children in range 018 years old and 2. Disposed as a sample. Data taken included primary data and secondary data. Primary data includes characteristic of the family (mother's name, mother's age, maternal education, family income and number of children); characteristic data (the sample name, age, sex, and birthweight); food consumption data; Mother knowledge data about nutrition; Parenting health data; and nutritional status data (body weight & height). Data analysis using Microsoft Excel 2013, SPSS version 20.0 for Windows and SAS version 9.1 for Windows. The statistical analysis used
different test using one way ANOVA with further test duncan to see the differences in health care pattern, mother's knowledge about nutrition, nutrition and nutritional status in toddler, school age children, and adolescents. This study shows that there are differences in the level of energy sufficiency, sufficient levels of protein, carbohydrate adequacy level, sufficient levels of calcium, iron rate in toddler, school age children, and adolescents. There are effect of parenting health on the nutritional status of weight for age in toddler. Height for toddler is influenced by the level of calcium adequacy. Weight for height among toddler affected by maternal nutritional knowledge, sufficient levels of vitamin C, and the adequacy of carbohydrates. In school-age children, the nutritional status of height by age is influenced by sufficient levels of vitamin C, maternal nutritional knowledge, and mother's education. Nutritional status of IMT/U on school-age children are affected by maternal nutritional knowledge. Similarly in adolescents, the nutritional status of height by age is influenced by maternal nutritional knowledge. Nutritional status of IMT/U in adolescents is influenced by mother's education. Keywords : parenting health, nutrition, nutritional status.
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN POLA ASUH KESEHATAN, ASUPAN GIZI, DAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA, ANAK USIA SEKOLAH, DAN REMAJA
EMILLIA RAHMARIZA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS
iii
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat dieselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul “Kajian Pola Asuh Kesehatan, Asupan Gizi, dan Status Gizi pada Anak Balita, Anak Usia Sekolah, dan Remaja” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof Dr Dadang Sukandar, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran, kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 2. Bapak Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Bapak Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku moderator dalam ujian tesis yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Orang tua ku Ibu Hj. Marhamah Rasul, SPd dan Bapak H. Masrurizal, Adikku Hidayatul Rahmi Riza serta Suamiku Ade Febrian dan Anakku Umamah Haisha Hanania terimakasih atas do’a, kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi, dan kesabaran yang diberikan. 4. Masyarakat Kelurahan Cipayung Jaya dan Bojong Pondok terong yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 5. Seluruh teman kelas GMS 2012 atas kebersamaan, kekompakan, persahabatan, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama pelaksanaan studi baik pada saat perkuliahan maupun melakukan penelitian di sekolah Pascasarjana IPB. 6. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini sehingga usulan ataupun penelitian-penelitian serupa lainnya yang lebih mendalam diperlukan guna menyempurnakan hasil penelitian ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agusutus 2016 Emillia Rahmariza
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
iv v
1
1 1 3 4 4 6 7 8 8 9 11 11 11 12 13 16 17 17 18 19 19 20 21 22 23 23 24 24 25 26 27 29 31 31 32 32 37 48
2
3 4
5
6
7 8 9
PENDAHULUAN Latar Belakang Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Pola Asuh Kesehatan Asupan Zat Gizi Pengetahuan Gizi Ibu Status Gizi KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain dan Lokasi Penelitian Populasi dan Contoh Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keluarga Pola Asuh Kesehatan Asupan Zat Gizi Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Protein Tingkat Kecukupan Lemak Tingkat Kecukupan Karbohidrat Tingkat Kecukupan Kalsium Tingkat Kecukupan Besi Tingkat Kecukupan Vitamin A Tingkat KecukupanVitamin C Konsumsi Pangan Pengetahuan Gizi Ibu Status Gizi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Variabel, jenis, dan cara mengumpulan data Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan besi Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Rata-rata konsumsi pagan contoh per hatri Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu Sebaran contoh berdasarkan status gizi Variabel yang berpengaruh terhadap status gizi
12 18 19 20 21 22 22 23 23 24 25 26 26 28 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi BB/U pada balita Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi TB/U pada balita Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi BB/TB pada balita Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi TB/U pada anak sekolah Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi IMT/U pada anak sekolah Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi TB/U pada remaja Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi IMT/U pada remaja
38 39 40 42 43 45 46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak adalah kelompok strategis keberlanjutan bangsa Indonesia dan merupakan amanah Allah SWT serta anak adalah 40% penduduk Indonesia yang harus kita tingkatkan mutunya menjadi anak Indonesia yang sehat, cerdas ceria, berakhlak mulia, dan terlindungi. Dengan fokus pada anak maka sekaligus percepatan pencapaian target mencapai kualitas hidup manusia di tahun 2015 sebagai tujuan bersama Mellinium Development Goals (MDGs) dan World Fit For Children (WFFC) dapat kita capai. Isu utama peningkatan kualitas hidup manusia suatu negara adalah bagaimana negara tersebut mampu melakukan perlindungan anak yaitu, mampu memahami nilai-nilai hak-hak anak, mampu mengiplementasikannya dalam norma hukum positif agar mengikat, mampu menyediakan infrastruktur, dan mampu melakukan manajemen agar perlindungan anak di suatu negara tercapai (Sentika 2007). Anak balita merupakan anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang (Mary 2011). Pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan tulang, gigi, dan otot, sehingga anak balita membutuhkan makanan bergizi lebih banyak dalam proporsi tertentu (Mahan dan Stump 2008). Usia balita merupakan usia yang rentan terhadap status gizi kurang. Kekurangan gizi pada balita disebabkan dari interaksi antara berbagai faktor, tetapi faktor yang utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang memadai baik kuantitas maupun kualitas (Mary 2011). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 prevalensi gizi kurang pada balita adalah 19.6%. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO) yaitu sebesar 10%. Berdasarkan penelitian Marlina (2012) menemukan bahwa status gizi dan perkembangan balita juga dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua. Kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peranan penting bagi perkembangan anak. Anak balita yang memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang baik. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Namun dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Masalah yang sering timbul terutama dalam pemberian makanan yang bergizi dan berimbang yang tidak benar dan menyimpang. Bukan hanya itu saja, anak terbiasa melakukan kegiatan dengan bantuan alat-alat yang serba praktis, sehingga anak menjadi mudah lelah ketika melakukan kegiatan fisik yang bersifat aktif (Judarwanto 2005). Menurut Riskesdas 2010, prevalensi status gizi menurut IMT/U anak usia 6-12 tahun di Provinsi Jawa Barat adalah 3.5% sangat kurus, 6.7% kurus, 81.4% normal, dan 8.5% gemuk.
2
Gizi yang optimal sangat diperlukan pada anak usia sekolah karena dampaknya secara langsung berkaitan dengan pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas. Gizi yang berkualitas sangat penting karena pada usia tersebut anak mengalami tumbuh kembang yang pesat. Selain itu anak usia sekolah dapat dijadikan media pembawa perubahan (agent of change) bagi pembentukan perilaku gizi bagi diri sendiri dan keluarganya (Depkes 2005). Masalah gizi kurang pada anak usia sekolah akan berkelanjutan pada masa remaja, khususnya anak perempuan yang tumbuh menjadi remaja putri. Hal ini kalau berlangsung sampai usia subur, maka akan melahirkan anak dengan risiko BBLR, dan berdampak langsung pada meningkatnya angka kematian ibu dan bayi (Kurniasih et al 2010). Remaja merupakan kelompok manusia yang berada di antara usia kanakkanak dan dewasa yang sering kali disebut adolescence (adolescere dalam bahasa latin) yang secara luas berarti masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu karena pada masa ini remaja mengalami perubahan yang mendasar dalam hal pubertas, kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan peralihan peran-peran yang baru di dalam masyarakat. Ketiga hal ini menunjuk pada perubahan biologis, kognitif dan sosial (Steinberg 1993). Terpenuhinya gizi saat remaja sangat dibutuhkan untuk mendapatkan potensial pertumbuhan yang optimal. Apabila tidak terpenuhi kecukupan gizi remaja, maka dampak jangka pendek yaitu tertundanya dewasa kelamin (sexual maturation) dan menghentikan atau memperlambat pertumbuhan linear tubuh remaja. Dampak jangka panjang yaitu membantu mencegah terjadinya penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, kanker dan osteoporosis. Kecukupan gizi dapat diketahui melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, sehingga diketahui status gizi remaja dalam keadaan baik (normal) atau tidak baik (kurus atau gemuk) (Sari 2013). Remaja yang berusia 15-19 tahun di Indonesia berjumlah 20 871 086 jiwa (BPS 2011). Secara nasional prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 8.9% terdiri dari 1.8% sangat kurus dan 7.1% kurus, status gizi normal sebanyak 89.7%, dan status gizi gemuk sebesar 4.1%. Prevalensi kekurusan (berdasarkan IMT/U) pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat adalah 10% terdiri dari 2.0% sangat kurus dan 8.0% kurus, status gizi normal sebanyak 88%, dan status gizi gemuk sebesar 2.0% (Riskesdas 2010). Hal ini menunujukkan bahwa prevalensi kekurusan di daerah Jawa Barat lebih tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi kekurusan nasional. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kajian pola asuh kesehatan, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja.
3
Tujuan
Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pola asuh kesehatan, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis karakteristik keluarga pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. 2. Menganalisis pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi terhadap status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja.
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. 2. Ada pengaruh karakteristik keluarga, pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi terhadap status gizi anak balita, anak usia sekolah, dan remaja.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menjadi salah satu bahan kajian untuk menambah wawasan pengetahuan terutama terkait dengan pola asuh kesehatan, asupan gizi, dan status gizi pada anak usia balita, anak usia sekolah, dan remaja. Bagi pemerintah kota atau kabupaten penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam upaya memperbaiki masalah asupan gizi dan status gizi anak. Selain itu, dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi agar dapat mencapai status gizi yang lebih baik.
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Keluarga
Usia Ibu Karakteristik keluarga adalah segala hal yang melekat pada keluarga tersebut dan sangat mempengaruhi pemenuhan hak kesehatan anak yang berada dalam keluarga tersebut. Karakteristik keluarga antara lain usia ibu, besar keluarga, pendapatan keluarga, dan pendidikan ibu. Ibu cenderung memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam hal pengasuhan anak, sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kualitas dan kuantitas pengasuhan kurang terpenuhi. Sebaliknya ibu yang tergolong dewasa madya dan tua cenderung menerima perannya dengan sepenuh hari (Hurlock 2000).
Besar Keluarga Besarnya anggota keluarga merupakan jumlah semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga, tinggal satu atap dan makan dari satu dapur. Semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit yang diperoleh anak dari orang tua. Hal ini disebabkan semakin banyak anggota keluarga maka pembagian perhatian pada masing-masing anggota keluarga akan semakin sedikit. Besar keluarga dalam beberapa penelitian berhubungan dengan kualitas pengasuhan yang diberikan pada anak dan pada keadaan sosial ekonomi yang kurang juga akan mempengaruhi konsumsi makanan (Soetjiningsih 1995). Hajian-Tilaki et al (2011) dalam penelitiannya di Iran terhadap 1000 anak sekolah dasar usia 7-12 tahun bahwa besar keluarga sangat berpengaruh pada jumlah makanan yang harus disediakan. Semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin mudah terpenuhi kebutuhan makanan seluruh anggota keluarga atau sebaliknya. Pada penelitian di Kota Padang didapatkan hubungan yang signifikan antara jumlah anak dalam keluarga dan status gizi (Sebataraja et al 2014).
Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang ditempuh merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula sumberdaya manusianya (BPS 2011). Hasil penelitian
5
Madanijah (2003) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak. Ibu dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik. Demograpic and Health Survey di Kamboja tahun 2005 mengungkapkan sebuah hasil penelitian bahwa pendidikan ibu berkaitan dengan status sosialekonomi sangat berhubungan terhadap status gizi dan kesehatan anak. Dalam analisis multivariat yang dilakukan pada penelitian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kurangnya risiko untuk melahirkam bayi dengan ukuran kecil (P<0.01), OR: 0.68 untuk pendidikan sekolah dasar dan 0.47 untuk pendidikan sekolah menengah (Miller dan Rodgers 2009). Tingkat pendidikan sangat berpengruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi anak mememudahkan seseorang menyerap informasi dan mengimplementasikannya ke dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita dan Fallah 2004). Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan. Ibu yang berpendidikan rendah akan lebih mudah menerima pesan atau informasi yang disampaikan orang lain karena berdasarkan pengalaman dan budaya yang ada pada masyarakat setempat (Ibrahim et al 2015).
Pendapatan keluarga Menurut World bank (2007) mengkategorikan kemiskinan menjadi dua, yaitu sangat miskin dan miskin. Kondisi sangat miskin ini ditandai hidup dengan pendapatan per kapita di bawah US$ 1/hari dan miskin ditandai dengan pendapatan di bawah US$ 2/hari. World Bank melaporkan penduduk indonesia yang masih di bawah garis kemiskinan sebanyak 49% pada tahun 2007 atau yang berpendapatan di bawah US$ 2/hari. BAPPENAS dan UNDP (2010) dalam laporan pencapaian MDG’s menyatakan bahwa Indonesia yang digolongkan berpenghasilan menengah oleh PBB, sebaiknya menggunakan batas garis kemiskinan sebesar US$ 2/hari. Oleh karena itu, bila ukuran tersebut digunakan maka hampir separuh penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan keadaan status gizi. Rendahnya pendapatan menyebabkan rendahnya daya beli terhadap makanan dan berkurangnya konsumsi pangan keluarga. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi 1995). Menurut Miller dan Rodgers (2009), menyatakan bahwa pada level rumah tangga, tingkat pendapatan dan kekayaan akan berhubungan dengan akses terhadap pembelian makanan (daya beli) dan pelayanan kesehatan anak. Semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi aksesnya terhadap daya beli makanan yang bergizi, air bersih, pakaian, pengadaan ventilasi dalam rumah,
6
bahan bakar untuk memasak, penyimpanan pangan dan higenitas dan pelayanan kesehatan. Martianto dan Arini (2004) menyatakan bahwa tingkat pedapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan hukum Bennet yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik, yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Selain itu juga akan mengonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang seperti mengonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging. Menurut Bunaen et al (2013) terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi pada murid taman kanak-kanak GMIM Baithani Koha.
Pola Asuh Kesehatan
Pola asuh kesehatan adalah praktek pengasuhan orangtua atau keluarga dalam melayani kebutuhan kesehatan anak yang dilakukan berulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan (membentuk pola tertentu) (Rohimah et al 2015). Pola asuh anak dapat berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, dan memberikan kasih sayang. Hal tersebut seluruhnya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, sifat pekerjaan sehari-hari, dan sebagainya (Soekirman 2000). Kejadian gizi kurang pada anak sangat ditentukan oleh praktik pengasuhan dalam keluarga. Kelengkapan penimbangan, kelengkapan imunisasi, dan pemberian vitamin A berpengaruh terhadap status gizi bayi (Pujiyanti 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Zeitlin (2000), menunjukkan bahwa keluarga berpendapatan rendah dapat memiliki anak sehat dan bergizi baik bila ibu memberikan pengasuhan yang memadai dan tepat. Penelitian juga membuktikan bahwa kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Penelitian yang dilakukan oleh Picauly dan Toy (2013) menunjukkan bahwa ibu dengan pola asuh kurang/rendah, memiliki peluang anaknya mengalami stunting lebih besar dibandingkan ibu dengan pola asuh baik. Pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu turut memengaruhi status kesehatan balita dimana secara tidak langsung akan memengaruhi status gizi (Adriani 2013).
7
Asupan Zat Gizi
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik, usia, jenis kelamin dan faktor yang bersifat relatif, di antaranya yakni gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization), perbedaan pengeluaran (excretion) dan pengahancuran (destruction) zat tersebut di dalam tubuh (Supariasa et al 2001). Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam makanan. Sumber energi dengan konsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak seperti minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian, sedangkan padipadian, umbi-umbian dan gula murni merupakan bahan makanan sumber karbohidrat lainnya. Sumber protein dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2006). Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin dan mineral cenderung sama atau meningkat. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi tubuh seperti penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung (Watson 2009). Sumber vitamin A terdapat pada pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber utama. Sayuran, terutama sayuran berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga mengandung karotenoid provitamin A (Gibson 2005). Kekurangan atau kelebihan vitamin A akan menimbulkan efek samping atau penyakit. Kelebihan vitamin A akan menyebabkan toksisitas dan jarang terjadi pada usia lanjut; sedangkan kekurangan vitamin A akan menyebabkan respons kekebalan yang menurun (sering terkena penyakit infeksi), terhambatnya perkembangan mental dan yang lebih parah adalah terjadinya xeroftalmia. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin C yang baik untuk dikonsumsi (Almatsier 2006). Sumber utama kalsium adalah susu dan produk olahan susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan produk olahan kacang-kacangan seperti tahu dan tempe, serta sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat fitat dan oksalat (Almatsier 2006). Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu sebanyak 3-5 gram. Zat besi memiliki beberapa fungsi esensial di dalam tubuh seperti alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian dari berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk zat besihem seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan zat besi non-hem dalam makanan nabati (Almatsier 2006). Untuk menilai tingkat kecukupan makanan (energi dan zat gizi), diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recomended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi yang diteliti. Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Dasar pengajian Angka Kecukupan Gizi (AKG)
8
didasarkan pada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, kondisi khusus (hamil dan menyusui) (Supariasa et al 2001). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kebutuhan zat gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen (%). Menurut Hardinsyah et al (2002) rumus perhitungan tingkat kecukupan secara umum adalah TKG i = (Ki/AKGi) x100%. Depkes (1996) mengkategorikan tingkat kecukupan ke dalam kategori defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan lebih (≥120%). Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005).
Pengetahuan Gizi Ibu
Ibu adalah pengasuhan utama untuk anak balita (lebih dari 90% anak balita diasuh oleh ibunya). Pengetahuan gizi ibu adalah landasan penting untuk mencukupi intake gizi anak. Pengetahuan gizi yang diimplementasikan dalam sikap dan praktik akan mendorong terbentuk pola makan yang baik di dalam rumah tangga. Pengetahuan gizi tentang sayuran/buah sangat penting dipahami oleh ibu. Sering kali dalam praktik konsumsi pangan sehari-hari, sayuran termasuk pangan yang tidak disukai balita. Oleh karena itu, seorang ibu harus selalu sabar dalam menyuapi anak dan mengetahui ragam penyajian sayuran agar akhirnya anak-anak dapat menyukai sayuran (Khomsan et al 2011). Pengetahuan gizi ibu sangat berhubungan dengan tingkat konsumsi energi. Anak adalah konsumen pasif yang belum dapat memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, peran ibu sangat penting dalam pemberian makanan yang baik bagi anak. Bila pengetahuan gizi ibu tinggi maka kemampuan dalam pemilihan, pembeliaan, dan pengolahan bahan makanan juga baik (Handarsari et al 2010). Pengetahuan dan sikap gizi ibu memiliki hubungan yang positif, semakin baik pengetahuan gizi ibu, maka sikap gizi ibu akan semakin baik (Wardah dan Ekayanti 2014).
Status Gizi
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al 2001). Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, di antaranya secara antropometri, biologi, klinis, konsumsi pangan, dan faktor ekologi (Gibson 2005). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis,
9
biokimia, dan biofisik sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi pangan, statistika vital dan faktor ekologi (Supariasa et al 2001). Pemeriksaan antropometri adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pertumbuhan dapat diukur dengan berbagai cara, salah satu yang paling umum adalah menggunakan metode antropometri dengan cara menimbang berat badan atau mengukur tinggi badan. Tinggi badan atau panjang badan dipakai untuk mengukur pertumbuhan linier. Lingkaran organ tubuh tertentu (lengan atas, kepala, dada, paha), atau panjang organ tertentu (tulang belakang, tulang paha, tulang lengan, rentang lengan, tinggi duduk) atau tebal lemak di bawah kulit dipakai sebagai ukuran ukuran pengganti tak langsung (Gibson 2005). Hasil Semiloka Antropometri tahun 1991 di Ciloto selanjutnya menganjurkan penggunaan secara seragam di Indonesia baku rujukan WHO-NCHS, sebagai pembanding dalam penilaian status gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Menurut WHO, data berat badan dan tinggi badan yang dikumpulkan oleh US-National Center for Health statistic (NCHS) merupakan pilihan yang paling baik digunakan sebagai baku rujukan (WHO 1995). Menurut Khomsan et al (2011), banyak yang menyadari bahwa gizi merupakan salah satu input penting untuk menentukan kualitas SDM. Sasaran program perbaikan gizi cukup luas mulai bayi/balita, anak usia sekolah, ibu hamil/menyusui, sampai lansia. Masalah gizi berakar dari kemiskinan. Laju masalah gizi akan dapat dikendalikan apaliba angka kemiskinan dikurangi. Pengurangan angka kemiskinan di Indonesia berlangsung lambat karna pengangguran semakin tinggi dan banyak orang yang bekerja dibawah upah yang layak. Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS besarnya terlalu rendah sekitar Rp 200.000/kapita/bulan (US$ 0.7 per kapita per hari), dan hal ini bisa memberikan gambaran yang keliru mengenai berapa sesungguhnya jumlah orang miskin di Indonesia. Status gizi balita sangat penting untuk diperhatikan karena secara luas memiliki dampak besar dan berkepanjangan pada status kesehatan anak, perkembangan fisik dan mental serta produktivitas anak saat dewasa (Okoroigwe dan Okeke 2009). Status gizi dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Kebiasaan makan yang sehat pada anak penting dalam mencegah keterlambatan pertumbuhan dan masalah gizi akut pada anak (Al-Shookri et al 2011).
3
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik keluarga yang diteliti dalam penelitian ini meliputi usia ibu, besar keluarga, pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga. Perbedaan karakteristik keluarga seperti besar keluarga dapat mempengaruhi proses pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anak. Makin besar jumlah anggota keluarga maka akan semakin sedikit waktu dan perhatian ibu terhadap anak, karena semua itu harus dibagi dengan anggota keluarga yang lainnya. Selain itu, besar anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi. Kebutuhan makanan
10
akan menjadi lebih mudah dipenuhi pada keluarga yang memiliki jumlah anggota lebih sedikit (Yulia 2008). Pendidikan yang tinggi akan memberikan peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik yang akhirnya akan menentukan tingkat pendapatan keluarga. Semakin tinggi pendidikan ibu maka akan memungkinkan ibu memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap suatu hal termasuk konsumsi pangan keluarga yang bergizi. Rendahnya pengetahuan gizi ibu dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Pendapatan keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi keluarga. Keluarga yang mempunyai pendapatan rendah, kemungkinan akan mengalami gangguan gizi karena ketidakmampuan keluarga untuk membeli zat-zat gizi yang dibutuhkan. Selain itu, Status gizi juga dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua. Anak yang memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang lebih rendah dan status gizi yang relatif lebih baik. Karakteristik Keluarga Usia ibu Besar keluarga Pendidikan ibu Pendapatan keluarga
Pengetahuan Gizi Ibu
Asupan Gizi Anak Tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat kecukupan besi Tingkat kecukupan kalsium Tingkat kecukupan vitamin A Tingkat kecukupan vitamin C
Pola Asuh Kesehatan
Status Gizi Anak
Gambar 1 Kerangka pemikiran
11
4
METODE PENELITIAN
Desain dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian model pengembangan kelurahan layak anak untuk pemenuhan hak anak di daerah perbatasan. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik dari contoh. Penelitian dilakukan di Kelurahan Cipayung jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong. Depok yang diambil secara purposive berdasarkan adanya isu terkait pemenuhan hak anak dan merujuk pada tipologi kelurahan perbatasan dengan batas wilayah yang memiliki karakteristik berbeda.
Populasi dan Contoh Penelitian
Contoh diambil dari 2 kelurahan, yaitu masyarakat Kelurahan Cipayung Jaya dan masyarakat Kelurahan Bojong Pondok Terong. Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan contoh yang dilakukan secara sengaja dengan kriteria antara lain : (1) contoh memiliki anak yang berusia 0-18 tahun dan (2) bersedia dijadikan sebagai contoh. Besar contoh dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus : n = Z2 1- α/2 P Q d2 Keterangan : n = Besar contoh Z = Standar deviasi normal biasanya ditentukan pada 1.96 d = Presisi / ketepatan yang diinginkan 0.13 p = Proporsi status gizi anak di kota depok dari penelitian terdahulu (0.77) q = 1.0 – p Berdasarkan rumus diatas maka didapat jumlah sampel sebesar 40.2 orang digenapkan menjadi 40 orang dengan demikian penelitian ini mengambil contoh sebanyak 120 orang, 40 orang anak balita, 40 orang anak usia sekolah, dan 40 orang remaja.
12
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Pengumpulan data primer melalui wawancara serta observasi atau pengukuran secara langsung. Pada Tabel 1 disajikan variabel, jenis, dan cara pengumpulan data. Tabel 1 Variabel, jenis, dan cara pengukuran data No 1.
2.
3.
4.
5.
Variabel/Data Karakteristik keluarga Usia ibu
Pengukuran
1. 2. 3. 1. Pendidikan ibu 2. 3. 4. 5. Pendapatan keluarga 1. 2. 1. Besar keluarga 2. 3. Pola asuh kesehatan 1. 2. 3. Asupan zat gizi makro 1. 2. 3. 4. 5. Asupan zat gizi mikro 1. 2. Pengetahuan ibu tentang 1. gizi 2. 3.
Remaja: 13-19 tahun Dewasa muda: 20-30 tahun Dewasa madya: 31-50 tahun Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan tinggi Rendah: ˂ garis kemiskinan Tinggi: ≥ garis kemiskinan Kecil: ≤ 4 orang Sedang: 5 sampai 7 orang Besar: ≥8 orang Kurang: <60% Sedang: 60-79% Baik: ≥80% defisit tingkat berat: <70% defisit tingkat sedang: 70-79% defisit tingkat ringan: 80-89% normal: 90-119% lebih: ≥120% kurang: <77% cukup: ≥77% Rendah: <60% Sedang: 60-80% Tinggi: >80%
Status gizi BB/U
Gizi lebih: >+2 SD Gizi baik: -2 SD s/d +2 SD Gizi kurang: -3 SD s/d -2 SD Gizi Buruk: <-3 SD Normal: ≥-2 SD pendek (stunting): ≤-2 SD Gemuk: >+2 SD Normal: -2 SD s/d +2SD Obesitas: (SD ≥+2), gemuk (+1≤ SD <+2), normal (-2≤ SD <+1), kurus (-3≤ SD <-2), sangat kurus (SD <-3).
Status gizi TB/U Status gizi BB/TB Status gizi IMT/U
1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5.
Sumber DEPKES
BPS 2012 Hurlock 2000
Gibson 2005
Gibson 2005 Khomsan et al 2013 WHO-NCHS
WHO-NCHS WHO-NCHS WHO-NCHS
13
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh 4 orang enumerator. Tahapan pengumpulan data yang dilaksanakan di lapangan adalah: 1) pelaksaan tahap pertama yaitu penyaringan subjek yang memiliki anak balita, anak usia sekolah, dan remaja; 2) pengukuran berat badan dan tinggi badan setelah didapat subjek dari tahap pertama; 3) tahapan terakhir dari penelitian ini adalah mewawancarai subjek dan pengisian kuesioner. Kuesioner karakteristik keluarga terdiri dari usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, usia anak, tanggal lahir anak, berat badan, dan tinggi badan anak. Kuesioner pengetahuan gizi ibu terdiri dari 17 pertanyaan tertutup. Kuesioner pola asuh kesehatan terdiri dari 9 pertanyaan untuk kelompok anak balita dan anak usia sekolah dan 7 pertanyaan untuk kelompok remaja. Komponen pertanyaan untuk kelompok anak balita meliputi kegiatan posyandu, imunisasi, kartu menuju sehat, makanan pendamping ASI, dan kebersihan balita. Komponen pertanyaan untuk kelompok anak usia sekolah dan remaja meliputi penyediaan makanan lengkap, mengajarkan kebersihan pada anak, dan pengobatan jika anak sakit.
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang telah didapatkan kemudian dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan selanjutnya dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007, Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 16.0, dan SAS version 9.1 for Windows. Data usia ibu yang diperoleh dikategorikan berdasarkan kelompok usia, yaitu remaja (13-19 tahun), dewasa muda (20-30 tahun), dan dewasa madya (3150 tahun). Data pendidikan ibu dilihat dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal, kemudian dikategorikan menjadi tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi). Data pendapatan keluarga dibandingan dengan data garis kemiskinan kota depok tahun 2013. Sebelumnya, data garis kemiskinan dikalikan dengan besar keluarga. Besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 sampai 7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 2000). Pengetahuan gizi dan kesehatan didapatkan melalui pengisian kuesioner oleh responden yang terdiri dari 17 pertanyaan. Kuesioner pengetahuan gizi menggunakan pertanyaan tertutup, dengan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga nilai maksimum yang diperoleh adalah 17. Total nilai untuk jawaban yang benar kemudian dipersentasikan terhadap jumlah nilai maksimum dan dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik (≥ 80%), sedang (6080%), dan rendah (≤ 60%) (Khomsan 2013). Penilaian status gizi anak balita
14
diperoleh dengan pendekatan antropometri berdasarkan pada simpangan baku (zskor) menurut BB/U, TB/U, dan BB/TB dengan menggunakan software WHOAntro. Selanjutnya hasil perhitungan z-skor diklasifikasikan ke dalam baku WHO-NCHS. Penilaian status gizi anak sekolah dan remaja diperoleh dengan pendekatan antropometri berdasarkan pada simpangan baku (z-skor) menurut IMT/U dan TB/U dengan menggunakan software WHO-Antro plus. Selanjutnya hasil perhitungan z-skor diklasifikasikan ke dalam baku WHO-NCHS. Data pola asuh kesehatan dilakukan melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner. Ada 9 pertanyaan dengan skor minimal adalah 0 dan skor maksimal adalah 18. Pola asuh kesehatan dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah (<60%), sedang (60-80%), tinggi (≥80%). Data konsumsi pangan yang dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner recall selama 2x24 jam dalam bentuk URT dikonversikan kedalam berat (gram), selanjutnya dihitung kandungan gizinya menggunakan daftar komposisi bahan makanan. Data yang dihitung adalah kandungan energi dan zat gizi meliputi: kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, zat besi, dan kalsium. Persentasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh ditentukan dengan cara membandingkan jumlah asupan energi dan zat gizi yang dihitung berdasarkan hasil recall dengan energi dan zat gizi AKG. AKG terkait energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, zat besi dan kalsium dapat dilihat pada AKG (2012). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat dihitung dengan rumus (Hardinsyah dan Briawan 2002):
Keterangan: TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi Ki = Asupan energi dan zat gizi dari hasil recall AKGi = Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan Kategori tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat (Depkes 1996) yaitu defisit tingkat berat, <70% AKG; defisit tingkat sedang, 70-79% AKG; defisit tingkat ringan 80-89% AKG; normal, 90-119% AKG; dan lebih ≥120% AKG. Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu: kurang (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG) (Gibson 2005). Data tingkat konsumsi masing-masing contoh yang sudah dikategorikan sesuai masing-masing kategori disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabulasi. Pengolahan data dilakukan dengan program Microsoft Excel 2013, SPSS version 16.0 for Windows dan SAS version 9.1 for Windows. Analisis statistik yang dilakukan yaitu uji beda ANOVA untuk menguji perbedaan antara pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi, dan status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja dan regresi linear berganda untuk menguji pengaruh karakteristik keluarga, pola asuh kesehatan, pengetahuan gizi ibu, asupan gizi terhadap status gizi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja. Tahapan analisis dengan uji regresi linear menggunakan metode stepwise yaitu variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang korelasinya tertinggi
15
dan signifikan dengan variabel dependen, variabel yang masuk kedua adalah variabel yang korelasi parsialnya tertinggi dan masih signifikan, setelah variabel tertentu masuk ke dalam model maka variabel lain yang ada di dalam model dievaluasi, jika ada variabel yang tidak signifikan maka variabel tersebut dikeluarkan. Model regresi linear berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Model 1 : y1,2,3 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β11X11 + β12X12 + β13X13 + β14X14 + ε Keterangan: y1 = Status gizi balita (BB/U) y2 = TB/U y3 = BB/TB β0 = Intersep β1-β14 = koefisien regresi X1 = Usia ibu (tahun) X2 = pendidikan ibu X3 = pendapatan keluarga (rupiah) X4 = besar keluarga X5 = pola asuh kesehatan (%) X6 = pengetahuan ibu tentang gizi (%) X7 = Tingkat kecukupan energi (%) X8 = Tingkat kecukupan protein (%) X9 = Tingkat kecukupan lemak (%) X10 = Tingkat kecukupan karbohidrat (%) X11 = Tingkat kecukupan kalsium (%) X12 = Tingkat kecukupan besi (%) X13 = Tingkat kecukupan vitamin A (%) X14 = Tingkat kecukupan vitamin C (%) ε = Galat (error) Model 2 : y4,5 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β11X11 + β12X12 + β13X13 + β14X14 + ε Keterangan: y4 = Status gizi anak usia sekolah IMT/U y5 = TB/U β0 = Intersep β1-β14 = koefisien regresi X1 = Usia ibu (tahun) X2 = pendidikan ibu X3 = pendapatan keluarga (rupiah) X4 = besar keluarga X5 = pola asuh kesehatan (%) X6 = pengetahuan ibu tentang gizi X7 = Tingkat kecukupan energi (%) X8 = Tingkat kecukupan protein (%) X9 = Tingkat kecukupan lemak (%)
16
X10 X11 X12 X13 X14 ε
= = = = = =
Tingkat kecukupan karbohidrat (%) Tingkat kecukupan kalsium (%) Tingkat kecukupan besi (%) Tingkat kecukupan vitamin A (%) Tingkat kecukupan vitamin C (%) Galat (error)
Model 3 : y6,7 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β11X11 + β12X12 + β13X13 + β14X14 + ε Keterangan: y6 = Status gizi remaja IMT/U y7 = TB/U β0 = Intersep β1-β14 = koefisien regresi X1 = Usia ibu (tahun) X2 = pendidikan ibu X3 = pendapatan keluarga (rupiah) X4 = besar keluarga X5 = pola asuh kesehatan (%) X6 = pengetahuan ibu tentang gizi (%) X7 = Tingkat kecukupan energi (%) X8 = Tingkat kecukupan protein (%) X9 = Tingkat kecukupan lemak (%) X10 = Tingkat kecukupan karbohidrat (%) X11 = Tingkat kecukupan kalsium (%) X12 = Tingkat kecukupan besi (%) X13 = Tingkat kecukupan vitamin A (%) X14 = Tingkat kecukupan vitamin C (%) ε = Galat (error)
Definisi Operasional
Karakteristik Keluarga adalah ciri dari aspek sosial ekonomi yang melekat pada ibu berupa usia, pendidikan, pekerjaan, pedapatan, dan jumlah anak. Anak balita adalah anak laki-laki atau perempuan dalam keluarga yang berusia antara 0-48 bulan. Anak usia sekolah adalah anak laki-laki atau perempuan dalam keluarga yang berusia antara 5-12 tahun. Remaja adalah anak laki-laki atau perempuan dalam keluarga yang berusia antara 1318 tahun. Asupan Gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi anak selama 2x24 jam yang diperoleh dari hasil food recalls. Pengetahuan Ibu tentang Gizi adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.
17
Pola Asuh Kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua/ keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak dan mencegah terjadinya gangguan kesehatan. Status gizi anak balita adalah keadaan tubuh anak balita yang dikategorikan berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan menggunakan baku WHO-NCHS. Status gizi anak usia sekolah adalah keadaan tubuh anak usia sekolah yang dikategorikan berdasarkan index masa tubuh menurut umur IMT/U dan tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan menggunakan baku WHONCHS. Status gizi remaja adalah keadaan tubuh remaja yang dikategorikan berdasarkan index masa tubuh menurut umur IMT/U dan tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan menggunakan baku WHO-NCHS
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Keluarga
Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam hal konsumsi pangan. Kebiasaan ini dipengaruhi oleh karakteristik keluarga (Fauziah 2009). Selain mempengaruhi konsumsi pangan, karakteristik keluarga juga mempengaruhi pengasuhan yang dilakukan di rumah. Karakteristik keluarga yang dimaksud diantaranya adalah usia ibu, besar keluarga, pendapatan orang tua, dan pendidikan orang tua. Usia ibu terbagi dalam tiga kategori yaitu remaja, dewasa muda, dan dewasa madya. Usia ibu berkisar dari 21 tahun hingga 49 tahun. Ini menunjukkan bahwa usia ibu tergolong usia yang masih produktif (Hurlock 2000). Rata-rata usia ibu contoh adalah 35.9±7.50 tahun. Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang ditempuh merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula sumberdaya manusianya (BPS 2011). Pendidikan ibu contoh paling banyak terdapat pada tingkat pendidikan SD (33.3%). Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan keadaan status gizi. Pendapatan keluarga sebagian besar berada pada kategori tinggi. Rata-rata pendapatan keluarga adalah Rp. 1.928.600. Besarnya anggota keluarga merupakan jumlah semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga, tinggal satu atap dan makan dari satu dapur. Semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit yang diperoleh anak dari orang tua. Hal ini disebabkan semakin banyak anggota keluarga maka pembagian perhatian pada masing-masing anggota keluarga akan semakin sedikit. Besar
18
keluarga dalam beberapa penelitian berhubungan dengan kualitas pengasuhan yang diberikan pada anak dan pada keadaan sosial ekonomi yang kurang juga akan mempengaruhi konsumsi makanan (Soetjiningsih 1995). Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki keluarga kecil dengan ratarata besar keluarga adalah 4.53±1.38. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga Karakteristik Usia Ibu (Tahun) Remaja Dewasa Muda Dewasa Madya Total Rata-rata ± SDa Pendidikan ibu Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan tinggi Total Pendapatan keluarga Rendah Tinggi Total Rata-rata ± SDa Besar keluarga Kecil Sedang Besar Total Rata-rata ± SDa
Balita n %
Usia Sekolah n %
Remaja n %
Total n %
0 0.0 18 45.0 22 55.0 40 100.0 31.22±6.24
0 0.0 9 22.5 31 77.5 40 100.0 36.07±7.52
0 0.0 1 2.5 39 97.5 40 100.0 40.40±5.74
0 0.0 28 23.3 92 76.7 120 100.0 35.9±7.50
0 9 9 17 5 40
0 11 12 14 3 40
0 20 9 7 4 40
0 40 30 38 12 120
0.0 22.5 22.5 42.5 12.5 100.0
0.0 27.5 30.0 35.0 7.5 100.0
0.0 50.0 22.5 17.5 10.0 100.0
0.0 33.3 25.0 31.7 10.0 100.0
18 45.0 22 55.0 40 100.0 2003800± 1191770
21 52.5 19 47.5 40 100.0 2005800± 1251480
26 65.0 14 35.0 40 100.0 1776200± 1396880
65 54.2 55 45.8 120 100.0 1928600± 1276700
38 95.0 2 5.0 0 0.0 40 100.0 4.15±1.12
37 92.5 3 7.5 0 0.0 40 100.0 4.37±1.37
36 90.0 3 7.5 1 2.5 40 100.0 5.07±1.49
111 92.5 8 6.7 1 0.8 120 100.0 4.53±1.38
Pola Asuh Kesehatan
Pola asuh kesehatan adalah praktek pengasuhan orangtua atau keluarga dalam melayani kebutuhan kesehatan anak yang dilakukan berulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan (Rohimah at al 2015). Engle et al (1996) mengemukakan bahwa salah satu pola asuh yang berhubungan dengan kesehatan dan status gizi anak balita adalah pola asuh kesehatan. Sebanyak 72.5% ibu dari contoh usia balita, 57.5% ibu dari contoh usia sekolah, dan 60.0% ibu dari contoh usia remaja memiliki pola asuh kesehatan yang baik. Dari tabel diatas terlihat bahwa semakin besar umur kelompok anak maka pola asuh kesehatannya semakin rendah. Ini diduga karena semakin besar umur anak, ibu kurang memperhatikan pola asuh kesehatan anak. Ibu lebih fokus
19
pada pendidikan anak. Pola asuh kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua atau keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak. Pola asuh anak dapat berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, dan memberikan kasih sayang. Hal tersebut seluruhnya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, sifat pekerjaan sehari-hari, dan sebagainya (Soekirman 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Picauly dan Toy (2013) menunjukkan bahwa ibu dengan pola asuh kurang/rendah, memiliki peluang anaknya mengalami stunting lebih besar dibandingkan ibu dengan pola asuh baik. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola asuh kesehatan anak usia balita, usia sekolah, dan remaja p=0.068 (p>0.05). Sebaran anak berdasarkan pola asuh kesehatan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan Pola Asuh Kesehatan Kurang Sedang Baik Total Rata-rata ± SDa p-value
Balita n % 0 0.0 11 27.5 29 72.5 40 100.0 84.90±8.67
Usia Sekolah n % 4 10.0 13 32.5 23 57.5 40 100.0 79.40±14.80
Remaja n % 8 20.0 8 20.0 24 60.0 40 100.0 77.12±20.02 0.068
Total n % 12 10.0 32 26.7 76 63.3 120 100.0 80.47±15.44
Asupan Zat Gizi
Konsumsi pangan merupakan kumpulan informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah 2006), Menurut Sediaoetama (2008) Bahan pangan yang telah dikonsumsi dan diserap dalam tubuh akan dicerna menjadi berbagai zat gizi. Zat gizi memiliki fungsi antara lain: sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengatur metabolisme dan keseimbangan tubuh, serta berperan dalam sisten imun. Asupan zat gizi contoh merupakan hasil dari konversi konsumsi pangan yang terdiri dari energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, phospor, vitamin A, dan vitamin C. Penentuan kebutuhan zat gizi secara umum didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Arisman 2004).
Tingkat Kecukupan Energi Rata-rata asupan energi contoh adalah 1291 kkal. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan energi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja dengan p=0.007 (p˂0.05). Sebaran data tingkat kecukupan energi menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (37.5%, 52.5%, dan 62.5%) termasuk ke dalam kategori defisit berat. Berdasarkan tabel
20
diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi terbesar terdapat pada kelompok balita yaitu 88.6%. Hal ini sejalan dengan pernyataan Spohrer (1996) yang menyatakan bahwa saat anak berusia dua tahun pertama, anak cenderung bersikap pasif artinya makanan yang dikonsumsi ditentukan oleh ibu ataupun pengasuhnya. Semakin bertambahnya umur, anak semakin bersikap aktif. Anak dapat menentukan sendiri makanan apa yang dikonsumsinya. Tabel 4 menunjukan data sebaran tingkat kecukupan energi contoh. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan energi (% AKG) Defisit tingkat berat (<70) Defisit tingkat sedang (70-79) Defisit tingkat ringan (80-89) Normal (90-119) lebih ≥120% Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value
Balita n 15
% 37.5
8
20.0
6
15.0
6
4
10.0
4
10.0
2
6 15.0 7 17.5 40 100.0 1095a± 657 88.6b±53.9
Usia Sekolah n % 21 52.5
Remaja n % 25 62.5
Total n 61
% 60.0
15.0
20
9.2
5.0
10
9.2
5 12.5 6 15.0 4 10.0 1 2.5 40 100.0 40 100.0 1380b± 1399b± 496 537 73.2ab±28.3 61.5a±24.9 0.007*
17 14.2 12 7.5 120 100.0 1291± 579 74.4±39.3
a
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan energi (kkal) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan energi (% AKG) ± standar deviasi; *berbeda nyata pada p<0.01
Kelompok remaja mempunyai rata-rata tingkat kecukupan paling rendah yaitu 61.45%. Terdapat kecenderungan pada remaja meskipun tidak kegemukan, tetapi melakukan diet, sehingga rata-rata asupan energi dan protein menjadi rendah (Briawan et al 2012). Studi lainnya di Bogor menunjukkan remaja yang melakukan diet penurunan berat badan, yaitu 10.7% laki-laki dan 32% wanita lebih besar dari pada jumlah remaja dengan kategori gemuk yaitu berturut-turut 7% dan 8% (Briawan, Martianti, dan Harahap 2008).
Tingkat Kecukupan Protein Protein merupakan komponen penting dalam tubuh kita untuk pembentukan tubuh kita, maka protein yang berada dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Selain digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan (Poedjiadi 2006). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan protein pada tiga kelompok usia dengan p=0.000 (p<0.05). Menurut Almatsier (2006), protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, mengangkat zat-zat gizi, dan pembentukan
21
antibodi. Rata-rata asupan protein contoh adalah sebesar 30.9 gram. Rata-rata tingkat kecukupan tertinggi terdapat pada kelompok balita (84.5±40.0), kemudian kelompok anak sekolah (71.6±32.3), dan selanjutnya kelompok remaja (51.8±22.2). Hal ini sejalan dengan penelitian Survey Diet Total (2014) yaitu secara nasional tingkat kecukupan protein per orang per hari tertinggi terlihat pada kelompok umur 0-59 bulan (134.5% AKP), diikuti kelompok umur 5-12 tahun (115.9% AKP), dan kelompok umur 19-55 tahun (107.2% AKP). Contoh pada kelompok remaja lebih banyak mengonsumsi mie dan makanan ringan sehingga tidak tercukupi kebutuhan proteinnya. Protein merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan untuk penyerapan zat besi. Rendahnya konsumsi protein hewani akan menyebabkan rendahnya penyerapan zat besi oleh tubuh. Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi dan dapat menyebabkan anemia atau penurunan kadar hemoglobin. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein (% AKG) Defisit tingkat berat (<70) Defisit tingkat sedang (70-79) Defisit tingkat ringan (80-89) Normal (90-119) lebih ≥120% Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value
Balita n % 14 35.0 6 15.0 5 12.5 9 22.5 6 15.0 40 100.0 23.6a±11.9 84.5b±40.0
Usia Sekolah Remaja n % n % 23 57.5 35 87.5 4 10.0 1 2.5 5 12.5 1 2.5 5 12.5 3 7.5 3 7.5 0 0.0 40 100.0 40 100.0 34.7b±13.6 34.5b±15.4 71.6b±32.3 51.8a±22.2 0.000*
Total n % 72 60.0 11 9.2 11 9.2 17 14.2 9 7.5 120 100.0 30.9±14.5 69.3±34.8
a
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan protein (g) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan protein (% AKG) ± standar deviasi; *berbeda nyata pada p<0.01
Tingkat Kecukupan Lemak Lemak merupakan zat gizi kedua yang digunakan tubuh sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi. Selain sumber energi, lemak juga berperan dalam membentuk komponen struktural membran sel. Kelompok lemak tubuh mencakup pula hormon steroid dan vitamin larut lemak. Sebagai organ endokrin, jaringan lemak menghasilkan lebih dari 10 jenis hormon, seperti leptin, resistin, dan adiponektin (Almatsier 2002). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan lemak pada anak balita, usia sekolah, dan remaja dengan p=0.455 (p˃0.005). Remaja lebih banyak mengalami tingkat kecukupan lemak dalam kategori defisit tingkat berat yaitu sebanyak 67.5%. Rata-rata tingkat kecukupan lemak tertinggi terdapat pada kelompok usia sekolah yaitu 90.1% dengan rata-rata asupan 61 gram. Berdasarkan penelitian Survei Diet Total (2014) secara nasional rerata asupan lemak pada kelompok umur 5-12 tahun di perkotaan dan perdesaan di Indonesia adalah 56.8 gram.
22
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan lemak (% AKG) Defisit tingkat berat (<70) Defisit tingkat sedang (70-79) Defisit tingkat ringan (80-89) Normal (90-119) lebih ≥120% Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value
Balita n % 25 62.5 2 5.0 4 10.0 5 12.5 4 10.0 40 100.0 35.a±27 73.1a±60.7
Usia Sekolah Remaja n % n % 22 55.0 27 67.5 4 10.0 2 5.0 3 7.5 4 10.0 5 12.5 5 12.0 6 15.0 2 5.0 40 100.0 40 100.0 61a±90 50a±35 90.1a±134.2 65.7a±43.7 0.455
Total n % 74 61.7 8 65.0 11 9.2 15 12.5 12 10.0 120 100.0 49±58 76.3±88.5
a
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan lemak (g) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan lemak (% AKG) ± standar deviasi.
Tingkat Kecukupan Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan yang menyumbang lebih dari setengah dari total kebutuhan energi sehari. Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa (Mahan dan Stump 2008). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja dengan p=0.000 (p˂0.005). Tingkat kecukupan karbohidrat contoh paling banyak terdapat pada kategori lebih. Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat berturut-turut adalah 261.4%, 139.2%, dan 107%. Asupan karbohidrat ketiga kelompok lebih tinggi dari asupan karbohidrat anak indonesia yaitu 148 gram, 230.3 gram, dan 244.2 gram (Survei Diet Total 2014). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat kecukupan (% AKG) Defisit tingkat berat (<70) Defisit tingkat sedang (70-79) Defisit tingkat ringan (80-89) Normal (90-119) lebih ≥120% Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value a
Balita n % 4 10.0 0 0.0 1 2.5 8 20.0 27 67.5 40 100.0 423a±366 261.2b±249.2
Usia Sekolah Remaja n % n % 8 20.0 18 45.0 4 10.0 3 7.5 1 2.5 1 2.5 7 17.5 11 27.5 20 50.0 7 17.5 40 100.0 40 100.0 356a±265 330a±287 139.2a±114.5 107.0a±98.2 0.000*
Total n % 30 25.0 7 5.8 3 2.5 26 1.7 54 45.0 120 100.0 370±309 169.2±180.0
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan karbohidrat (g) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat (% AKG) ± standar deviasi; *berbeda nyata pada p<0.01.
23
Tingkat Kecukupan Kalsium Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan kalsium pada balita, anak usia sekolah, dan remaja dengan p=0.002 (p˂0.05). Contoh yang paling banyak memiliki tingkat kecukupan kalsium cukup berada pada kelompok balita yaitu 72.5% karena balita banyak mengonsumsi susu sebagai sumber kalsium, sedangkan contoh yang paling sedikit memiliki tingkat kecukupan kalsium cukup adalah kelompok remaja yaitu 30.0%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christiany et al (2009) didapat bahwa anak yang memiliki asupan kalsium kurang memiliki peluang mengalami sindrom premenstruasi 2.2 kali lebih besar dibanding dengan anak yang memiliki asupan kalisum cukup. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Tingkat kecukupan Kalsium (% AKG) Kurang (<77) Cukup (≥77) Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value
Balita n % 11 27.5 29 72.5 40 100.0 2283.0b±2594.1 371.9b±644.5
Usia sekolah Remaja n % n % 25 62.5 28 70.0 15 37.5 12 30.0 40 100.0 40 100.0 1307.6a±2067.6 956.9a±1695.3 121.8a±192.7 79.4a±141.3 0.002*
Total n % 64 53.3 56 46.7 120 100.0 1515.8±2205.8 191.0±414.3
a
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan Ca (mg) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan Ca (% AKG) ± standar deviasi; *berbeda nyata pada p<0.01
Tingkat Kecukupan Besi Zat besi merupakan salah satu mineral mikro yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan sel darah merah. Fungsi utama dari zat besi adalah mengangkut oksigen dari paruparu ke seluruh tubuh (Almatsier 2006). Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan besi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan besi Tingkat kecukupan besi (% AKG) Kurang (<77) Cukup (≥77) Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value a
Balita n % 24 60.0 16 40.0 40 100.0 5.4a±4.5 74.9b±51.9
Usia sekolah Remaja n % n % 23 57.5 33 82.5 17 42.5 7 17.5 40 100.0 40 100.0 9.7b±5.8 10.3b±5.0 82.7b±49.1 51.9a±30.8 0.008*
Total n % 80 66.7 40 33.3 120 100.0 8.4±5.5 69.8±46.5
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan besi (mg) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan besi (% AKG) ± standar deviasi; *berbeda nyata pada p<0.01
24
Anemia defisiensi besi merupakan masalah tersering pada anak di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi pada akhir masa bayi dan awal masa kanakkanak karena terdapat percepatan pertumbuhan yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu anemia defisiensi besi juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja putri. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2007 menunjukkan angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar 40-45% (Windiastuti 2013). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan besi pada anak balita, anak usia sekolah, dan remaja dengan p=0.008 (p<0.05). Rata-rata tingkat kecukupan besi anak terbesar terdapat pada kelompok usia sekolah yaitu 82.7±49.1 sedangkan yang terkecil terdapat pada kelompok remaja yaitu 51.9±30.8. Rata-rata tingkat kecukupan balita yaitu 74.9±51.9. Kekurangan asupan zat besi dari makanan dapat ditambahkan dengan pemberian suplementasi zat besi. Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan pemberian suplementasi besi pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif saat berusia 4 bulan karena cadangan besi di tubuh bayi tidak dapat memenuhi kebutuhannya.
Tingkat Kecukupan Vitamin A Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan vitamin A pada balita, anak usia sekolah, dan remaja dengan p=0.291 (p˃0.05). Sebagian besar contoh termasuk dalam katergori tingkat kecukupan vitamin A cukup (169.2%). Sumber vitamin A banyak ditemukan terutama pada sayuran dan buah berwarna. Pada penelitian ini, sebagian besar contoh banyak mengonsumsi minyak kelapa sawit yang difortifikasi vitamin A sehingga kebutuhan vitamin A contoh telah terpenuhi. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Tingkat kecukupan (% AKG) Kurang (<77) Cukup (≥77) Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value
Balita n % 16 40.0 24 60.0 40 100.0 818a±751 197.5a±182.5
Usia sekolah Remaja n % n % 14 35.0 16 40.0 26 65.0 24 60.0 40 100.0 40 100.0 908a±842 841a±840 170.5a±165.6 139.7a±140.1 0.291
Total n % 46 38.3 74 61.7 120 100.0 856±806 169.2±164.0
a
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan vitamin A (RE) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan vitamin A (% AKG) ± standar deviasi
Tingkat KecukupanVitamin C Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan vitamin C pada balita, usia sekolah, dan remaja dengan p=0.512
25
(p>0.05). Sebagian besar contoh termasuk dalam kategori tingkat kecukupan vitamin C kurang yaitu masing-masing sebanyak 95.0%, 92.5%, dan 97.5%. Sumber utama vitamin C terdapat pada sayuran dan buah, terutama yang berwarna cerah seperti tomat, wortel, jeruk, dan lain sebagainya. Namun, konsumsi sayur dan buah pada contoh masih tergolong jarang terutama pada remaja. Pada penelitian Andarina dan Sumarmi (2006) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi vitamin C dengan kadar hemoglobin pada balita. Sebagian besar balita dengan konsumsi vitamin C kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan menderita anemia. Vitamin C mempunyai peranan dalam proses penyerapan besi. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan (% AKG) Kurang (<77) Cukup (≥77) Total Rata2 asupan ± SDa Rata2 TK ± SDa p-value
Balita n % 38 95.0 2 5.0 40 100.0 18a±33 44.7a±78.4
Usia sekolah Remaja n % n % 37 92.5 39 97.5 3 7.5 1 2.5 40 100.0 40 100.0 21a±34 13a±20 45.4a±73.2 19.2a±25.7 0.512
Total n % 114 95.0 6 5.0 120 100.0 18±30 36.4±64.3
a
Rata2 asupan ± SD: rata-rata asupan vitamin C (mg) ± standar deviasi; Rata2 TK ± SD: rata-rata tingkat kecukupan vitamin C (% AKG) ± standar deviasi
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh contoh. Kelompok balita paling banyak mengonsumsi pangan jenis serealia dan susu. Kelompok usia sekolah paling banyak mengonsumsi pangan jenis serealia dan makanan kemasan industri. Kelompok remaja paling banyak mengonsumsi pangan jenis serealia dan biji-bijian. Semua contoh mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok tetapi rata-rata konsumsi nasi masih rendah (419 gram) jika dibandingkan dengan anjuran Pedoman Umum Gizi Seimbang yaitu 500 gram/hari. Konsumsi daging sapi pada contoh masih rendah. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kecukupan zat besi. Daging sapi merupakan salah satu sumber zat besi. Konsumsi sayuran pada kelompok anak usia sekolah masih sangat rendah. Ini menyebabkan rendahnya tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C. Sedangkan konsumsi susu masih sangat rendah pada kelompok anak usia sekolah dan remaja. Rata-rata konsumsi pangan contoh per hari dapat dilihat pada Tabel 12.
26
Tabel 12 Rata-rata konsumsi pangan contoh per hari Konsumsi Pangan (gram) Jenis Pangan Balita Usia sekolah Remaja Serealia & Umbi-umbian 308±226.50 328.5±166.36 419.44±178 Kacang & Biji-bijian 5.75±10.32 14.75±19.81 33.75±56.47 Daging Sapi 2.75±7.62 1.6±3.85 9±12.20 Daging Ayam 9±13.29 32.75±39.55 29.5±31.04 Telur 49.63±46.12 41±46.91 33±24.26 Ikan, Kerang, Udang 13.25±20.51 13.25±19.32 12±18.44 Sayuran 19.5±27.87 9.5±13.85 27.5±47.86 Buah-buahan 12.25±43.08 25±45.81 12.5±31.20 Susu 94.25±72.97 9±20.83 3±6.32 Makanan Kemasan Industri 33.33±33.95 73.55±108.44 30.38±22.39 Minyak & Santan 12.63±16.27 6.07±5.53 11.65±11.41
Pengetahuan Gizi Ibu
Ibu adalah pengasuhan utama untuk anak balita (lebih dari 90% anak balita diasuh oleh ibunya). Pengetahuan gizi ibu adalah landasan penting untuk mencukupi intake gizi anak. Pengetahuan gizi yang diimplementasikan dalam sikap dan praktik akan mendorong terbentuk pola makan yang baik di dalam rumah tangga. Pengetahuan gizi tentang sayuran/buah sangat penting dipahami oleh ibu. Sering kali dalam praktik konsumsi pangan sehari-hari, sayuran termasuk pangan yang tidak disukai balita. Oleh karena itu, seorang ibu harus selalu sabar dalam menyuapi anak dan mengetahui ragam penyajian sayuran agar akhirnya anak-anak dapat menyukai sayuran (Khomsan et al 2011). Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu Pengetahuan Gizi Ibu Rendah Sedang Tinggi Total Rata-rata ± SDa p-value
Balita n % 12 30.0 21 52.5 7 17.5 40 100.0 67.10±16.57
Usia Sekolah n % 13 32.5 25 62.5 2 5.0 40 100.0 65.07±10.51
Remaja n % 18 45.0 17 42.5 5 12.5 40 100.0 62.25±14.54 0.307
Total n % 43 35.8 63 52.5 14 11.7 120 100.0 64.81±14.12
Pengetahuan gizi yang dimiliki ibu contoh paling banyak berkategori sedang (52.5, 62.5%, dan 42.5%). Rata-rata pengetahuan ibu tentang gizi terendah terdapat pada kelompok remaja yaitu 62.25%. Pemberian menu sangat berhubungan dengan pendidikan dan pengetahuan gizi ibu. Seorang ibu yang pendidikan dan pengetahuan gizinya baik akan sangat berperan dalam menyiapkan menu yang cukup mengandung energi dan protein, serta zat gizi lainnya. Hasil penelitian
27
Campbell et al (2013) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan pangan di rumah dengan pengetahuan gizi ibu dan diet anak.
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Menurut Khomsan et al (2011), banyak yang menyadari bahwa gizi merupakan salah satu input penting untuk menentukan kualitas SDM. Sasaran program perbaikan gizi cukup luas mulai bayi/balita, anak usia sekolah, ibu hamil/menyusui, sampai lansia. Status gizi dapat dinilai dengan empat cara, yaitu konsumsi pangan, antropometri, biokimia dan klinis. Antropometri merupakan metode pengukuran yang umum digunakan untuk mengukur dua masalah gizi utama, yaitu masalah gizi buruk (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Pengukuran antropometri terutama pada anak sangat penting dalam menilai status gizi mereka (Okoroigwe dan Okeke 2009). Penilaian status gizi secara langsung salah satunya adalah antropometri gizi yang dilakukan dengan mengukur berbagai dimensi dan komposisi tubuh. WHO (2007) menyarankan penggunaan z-score dengan indikator TB/U dan IMT/U dalam mengukur status gizi anak usia 5-19 tahun. Sementara indikator BB/U hanya dapat digunakan untuk mengukur status gizi anak 5-10 tahun. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi medadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Karena itulah, indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi yang menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa et al 2001). Status gizi berat badan menurut umur (BB/U) menggambarkan massa tubuh yang relatif terhadap umur. Rendahnya nilai status gizi berat badan menurut umur (BB/U) menggambarkan ringannya berat tubuh seseorang dan menggambarkan patologis kekurusan seseorang akibat ketidakseimbangan berat badan dengan umur seseorang atau hilangnya berat badan seseorang (Gibson 2005). Tabel 13 menunjukan bahwa paling banyak balita memiliki status gizi baik (80%) menurut BB/U. Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15.5% maka prevalensi berat kurang pada balita telah tercapai. Status gizi balita sangat penting untuk diperhatikan karena secara luas memiliki dampak besar dan berkepanjangan pada status kesehatan anak, perkembangan fisik dan mental serta produktivitas anak saat dewasa (Okoroigwe dan Okeke 2009). Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
28
relatif lama. Oleh karena itu, indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa et al 2001). Menurut Gibson (2005) Status gizi tinggi badan menurut umur (TB/U) mengukur pertumbuhan linear seorang anak sehingga dapat menggambarkan nilai status gizi masa lampau anak atau status kesehatan anak. Rendahnya nilai status gizi tinggi badan menurut umur (TB/U) anak menggambarkan pendeknya tinggi badan seseorang anak dan menggambarkan proses patologis gagalnya seorang anak mencapai pertumbuhan linear yang sesuai tahapan umur anak tersebut. Tinggi badan balita, anak usia sekolah, dan remaja paling banyak terdapat pada kategori normal yaitu 77.5%, 85%, dan 87.5%. Prevalensi kependekan pada contoh lebih rendah bila dibandingan dengan prevalensi kependekan secara nasional tahun 2010 yaitu 35.6%, 35.6%, dan 31.2%. Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini dan merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al 2001). Sebanyak 90% balita memiliki status gizi BB/TB normal. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status gizi BB/U Gizi Buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Total TB/U pendek (stunting) Normal Total p-value BB/TB Normal Gemuk Total IMT/U sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Total p-value
Balita n %
Usia Sekolah n %
Remaja n %
Total n %
2 3 32 3 40
5.0 7.0 80.0 7.5 100.0
0 0 0 0 0
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0 0 0 0 0
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
2 3 32 3 40
5.0 7.0 80.0 7.5 100.0
9 31 40
22.5 77.5 100.0
6 34 40
15.0 85.0 100.0
12.5 87.5 100.0
20 100 120
16.7 83.3 100.0
36 4 40
90.0 10.0 100.0
0 0 0
0.0 0.0 0.0
0.0 0.0 0.0
36 4 40
90.0 10.0 100.0
0 0 0 0 0 0
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0 4 29 5 2 40
0.0 10.0 72.5 12.5 5.0 100.0
5.0 12.5 75.0 5.0 2.5 100.0
2 9 59 7 3 80
2.5 11.2 73.7 8.7 3.7 100.0
5 35 40 0.574 0 0 0 2 5 30 2 1 40 0.057
Paling banyak sebaran anak usia sekolah dan remaja berdasarkan status gizi IMT/U terdapat pada status gizi normal yaitu 59%. Prevalensi kegemukan pada anak usia sekolah adalah 17.5% yang terdiri dari 12.5% gemuk dan 5%
29
obesitas. Prevalensi kegemukan pada anak usia sekolah lebih tinggi dari prevalensi kegemukan secara nasional tahun 2010 yaitu 9.2% sedangkan prevalensi kekurusan pada anak usia sekolah lebih rendah (10%) bila dibandingkan dengan prevalensi kekurusan secara nasional tahun 2010 (12.5%). Prevalensi kekurusan pada kelompok remaja lebih tinggi (17.5%) dari prevalensi kekurusan secara nasional (10%) (Riskesdas 2010). Hasil uji ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan indikator IMT/U antara anak usia sekolah dan remaja (p=0.057).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Metode yang digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap variabel dependen adalah metode stepwise. Metode stepwise adalah salah satu metode untuk mendapatkan model terbaik dari sebuah analisis regresi. Variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang korelasinya tertinggi dan signifikan dengan variabel dependen, variabel yang masuk kedua adalah variabel yang korelasi parsialnya tertinggi dan masih signifikan, setelah variabel tertentu masuk ke dalam model maka variabel lain yang ada di dalam model dievaluasi, jika ada variabel yang tidak signifikan maka variabel tersebut dikeluarkan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Terdapat pengaruh pola asuh kesehatan terhadap status gizi BB/U pada balita. Hasil ini sejalan dengan penelitian Marlina (2012) bahwa kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu turut memengaruhi status kesehatan balita dimana secara tidak langsung akan memengaruhi status gizi (Adriani 2013). Pada tabel 15 juga dikatakan bahwa status gizi TB/U balita dipengaruhi oleh tingkat kecukupan kalsium dengan nilai p=0.0268. Hal ini sejalan dengan penelitian Kalkwarf et al (2003) dan Black et al (2002) bahwa terdapat hubungan antara konsumsi susu yang merupakan sumber utama kalsium pada anak dan remaja dengan meningkatnya massa dan densitas tulang pada saat dewasa. Status gizi BB/TB balita dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan vitamin C, dan tingkat kecukupan karbohidrat. Pengetahuan gizi ibu adalah landasan penting untuk mencukupi intake gizi anak. Pengetahuan gizi yang diimplementasikan dalam sikap dan praktik akan mendorong terbentuk pola makan yang baik di dalam rumah tangga (Khomsan at al 2011).
30
Tabel 15 Variabel yang berpengaruh terhadap status gizi Variabel BB/U Balita Pola Asuh Kesehatan (X5) TB/U Balita Tingkat kecukupan Ca (X11) BB/TB Balita Pengetahuan Gizi Ibu (X6) Tingkat kecukupan vitamin C (X14) Tingkat kecukupan karbohidrat (X10) TB/U anak sekolah Pengetahuan gizi ibu (X6) Pendidikan ibu (X2) IMT/U anak sekolah Pengetahuan gizi ibu (X6) TB/U remaja Pengetahuan gizi ibu IMT/U remaja Pendidikan ibu
R
p-value
0.4011
0.0431
0.1225
0.0268
0.1947 0.1101 0.0954
0.0044 0.0205 0.0221
0.0919 0.0881
0.0474 0.0474
0.0870
0.0647
0.1689
0.0084
0.0837
0.0702
Status gizi TB/U pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu dan pendidikan ibu. Demograpic and Health Survey di Kamboja tahun 2005 mengungkapkan sebuah hasil penelitian bahwa pendidikan ibu berkaitan dengan status sosial-ekonomi sangat berhubungan terhadap status gizi dan kesehatan anak. Terdapat pengaruh antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi IMT/U pada anak usia sekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian Saaka (2014) yang menyebutkan bahwa pengetahuan gizi ibu berkontribusi signifikan terhadap status gizi anak. Peran ibu sangat penting dalam pemberian makanan yang baik bagi anak. Bila pengetahuan gizi ibu tinggi maka kemampuan dalam pemilihan, pembeliaan, dan pengolahan bahan makanan juga baik (Handarsari at al 2010). Pengetahuan dan sikap gizi ibu memiliki hubungan yang positif, semakin baik pengetahuan gizi ibu, maka sikap ibu akan semakin baik (Wardah dan Ekayanti 2014). Pada remaja, terdapat pengaruh pengetahuan gizi ibu terhadap status gizi TB/U dan terdapat pengaruh pendidikan ibu terhadap status gizi IMT/U. Faktor penting yang dapat menentukan keadaan gizi anak yaitu pendidikan orang tua. Hasil penelitian Madanijah (2003) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak. Ibu dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik.
31
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rata-rata usia ibu balita adalah 31.22±6.24 tahun dan pendidikan ibu balita paling banyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA. Sebagian besar keluarga balita mempunyai pendapatan tinggi dan keluarga kecil. Pola asuh kesehatan ibu balita tergolong baik dan ibu balita mempunyai pengetahui gizi yang sedang. Rata-rata asupan energi dan protein balita adalah 1095±657 kkal dan 23.6±11.9 gram. Tingkat kecukupan energi dan protein pada kelompok balita paling tinggi dibandingkan dengan kelompok anak sekolah dan remaja. Rata-rata asupan lemak dan karbohidrat balita adalah 35±27 gram dan 423±366 gram. Tingkat kecukupan kalsium dan vitamin A balita termasuk dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan besi dan vitamin A termasuk dalam kategori kurang. Status gizi BB/U pada kelompok balita termasuk dalam kategori baik. Status gizi TB/U pada kelompok balita termasuk dalam kategori normal. Status gizi BB/TB pada balita termasuk dalam kategori normal. Rata-rata usia ibu kelompok anak sekolah adalah 36.07±7.52 tahun dan pendidikan ibu kelompok anak sekolah paling banyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA. Sebagian besar keluarga kelompok anak sekolah mempunyai pendapatan rendah dan keluarga kecil. Pola asuh kesehatan ibu kelompok anak sekolah tergolong baik dan pengetahuan gizi ibu kelompok anak sekolah tergolong sedang. Rata-rata asupan energi dan protein kelompok anak sekolah adalah 1380±496 kkal dan 34.7±13.6 gram. Tingkat kecukupan energi dan protein pada kelompok anak sekolah termasuk kategori defisit tingkat berat. Rata-rata asupan lemak dan karbohidrat kelompok anak sekolah adalah 61±90 gram dan 356±265 gram. Tingkat kecukupan kalsium dan besi pada kelompok anak sekolah termasuk dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan vitamin C termasuk dalam kategori kurang. Status gizi TB/U dan IMT/U pada kelompok anak sekolah termasuk dalam kategori normal. Rata-rata usia ibu remaja adalah 36.07±7.52 tahun dan pendidikan ibu remaja paling banyak terdapat pada tingkat pendidikan SD. Sebagian besar keluarga remaja mempunyai pendapatan rendah dan keluarga kecil. Pola asuh kesehatan ibu remaja tergolong baik dan pengetahuan gizi ibu remaja tergolong rendah. Rata-rata asupan energi dan protein remaja adalah 1399±537 kkal dan 34.5±13.6 gram. Tingkat kecukupan energi dan protein pada kelompok remaja paling rendah dibandingkan dengan kelompok balita dan anak sekolah. Rata-rata asupan lemak dan karbohidrat kelompok anak sekolah adalah 50±35 gram dan 330±287 gram. Tingkat kecukupan kalsium dan besi pada kelompok remaja termasuk dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A termasuk dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan vitamin C termasuk dalam kategori kurang. Status gizi TB/U dan IMT/U pada kelompok remaja termasuk dalam kategori normal.
32
Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan karbohidrat, tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan besi pada balita, anak usia sekolah, dan remaja. Tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan lemak, vitamin A, dan vitamin C antara balita, anak usia sekolah, dan remaja. Berdasarkan uji beda ditemukan adanya perbedaan signifikan antara status gizi IMT/U pada anak usia sekolah dan remaja. Tidak terdapat perbedaan pengetahuan gizi ibu antara balita, anak usia sekolah, dan remaja. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola asuh kesehatan anak usia balita, usia sekolah, dan remaja. Terdapat pengaruh pola asuh kesehatan terhadap status gizi BB/U pada balita. Status gizi TB/U pada balita dipengaruhi oleh tingkat kecukupan kalsium. Status gizi BB/TB pada balita dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan vitamin C, dan tingkat kecukupan karbohidrat. Pada anak usia sekolah, status gizi TB/U dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu dan pendidikan ibu. Status gizi IMT/U pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu. Demikian juga pada anak remaja, status gizi TB/U dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu. Status gizi IMT/U pada remaja dipengaruhi oleh pendidikan ibu.
Saran
Asupan zat gizi yang baik dapat meningkatkan status gizi seseorang. Kelompok anak balita sebaiknya lebih meningkatkan konsumsi pangan yang tinggi energi, protein, lemak, besi, dan vitamin C. Kelompok anak usia sekolah sebaiknya lebih meningkatkan konsumsi pangan yang tinggi energi, protein, kalsium, besi, dan vitamin C. Kelompok remaja sebaiknya lebih meningkatkan konsumsi pangan yang tinggi energi, protein, lemak, kalsium, besi, dan vitamin C dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan zat gizi contoh masih tergolong defisit atau kurang. Pengetahuan ibu tentang gizi dapat ditingkatkan dengan cara mengikuti seminar-seminar yang diadakan di posyandu atau puskesmas. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya pengetahuan ibu tentang body image dan pola asuh remaja perlu diteliti sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi asupan gizi.
7 DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Adriani M. Kartika V. 2013. Pola Asuh Makan pada Balita dengan Status Gizi Kurang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, Tahun 2011. Penelitian Sistem Kesehatan. 16 (2): 185-193.
33
Al-Shookri, Al-Shukaily L, Hassan F, Al-Sheraji S, Al-Tobi S. 2011. Effect of mothers nutritional knowledge and attitudes on omani children’s dietary intake. Oman Medical Journal. 26(4). Andarina D, Sumarmi S. 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13–36 Bulan. The Indonesian Journal of Public Health. 3(1): 19-23 Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Palupi Widyastuti, editor. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Soekirman, Seta AK, Pribadi N, Martianto D, Ariani M, Jus’at I, Hardinsyah, Dahrulsyah, Firdausy CM, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Black RE, Williams SM, Jones IE, Goulding A. 2002. Children who avoid drinking cow milk have low dietary calcium intakes and poor bone health. Am J Clin Nutr. 76: 675-80. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bunaen MRH, Wahongan G, Onibala F. 2013. Hubungan sosial ekonomi keluarga dengan status gizi pada anak usia pra sekolah 3-5 tahun di taman kanakkanak GMIM Baithani Koha. Jurnal Keperawatan. 1(1): 1-6. Briawan D, Harahap H, Martianto M. 2008. Hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan body image pada remaja di perkotaan. Gizi Indonesia, 30(2):51-56. Briawan D, Adrianto Y, Hernawati D, Syamsir E, Aries M. 2012. Prosiding Seminar Hasil Penelitian IPB. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Campbell KJ, Abbott G, Spence AC, Crawford DA, Naughton MC, Ball K. 2013. Home food availability mediates associations between mothers’ nutrition knowledge and child diet. Appetite. 71: 1-6 Christiany I, hakimi M, Sudargo T. 2009. Status Gizi, asupan zat gizi, mikro (kalsium dan magnesium) hubungannya dengan sindroma premenstruasi pada remaja putri SMU Sejahtera di Surabaya. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 6:29-34. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2013. Hasil Riskesdas 2013 [Internet]; [diunduh 2014 Mar 25]. Tersedia pada: http://depkes.go.id. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Engle PL, Menon P, dan Haddad L. 1997. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Care and Nutrition. Concept and Measurement International Food Policy Research Institute. Jakarta: Depkes RI Direktorat Gizi. Gibson RS. 2005. Principle Nutrition Asessment. New York: Oxford University Press.
34
Hajian-Tilaki KO, Sajjadi P, Razavi A. 2011. Prevalance of overweight and obesity and associated risk factors in urban primary-school children in Badol, Islamic Republic of Iran. Eastern Mediterranean Health Journal. Vol 2: 109-114. Handarsari E, Rosidi A, Widyaningsih J. 2010. Hubungan pendidikan dan pengetahuan gizi ibu dengan tingkat konsumsi energi dan protein anak TK Nurul Bahri Desa Wukir Sani Kecamatan Batang Kabupaten Batang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6(2): 79-88. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hurlock EB. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Ibrahim M, Rattu A, Pangemanan J. 2015. Hubungan antara karakteristik ibu dan perilaku ibu dengan riwayat pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) dini di wilayah Puskesmas Atinggola Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Sam Ratulangi. 5(2): 294-301. Judarwanto W. 2005. Perilaku makan anak sekolah. Ulasan [Internet]; [diunduh 2012 Sept 04]. Tersedia pada http://dokumen.tips/documents/perilakumakan-anak-sekolah-55c9cb40b28fd.html. Kalkwarf HJ, Khoury JC, Lanphear BP. 2003. Milk Intake During Childhood and Adolescence, Adult Bone Density, and Osteoporotic Fractures in US Woman. Am Jelin Nutr. 77: 257-65. Khomsan A, Anwar F, Hernawati N, Suhanda NS, Oktarina. 2011. Growth, Cognitive Development and Psychosocial Stimulation of Preschool Children in Poor Farmer and Non Farmer Householding. Penelitian Neys van Hoogtraten Foundation: Bogor. Khomsan A, Anwar F, Hernawati N, Suhanda NS, Oktarina. 2013. Tumbuh Kembang dan Pola Asuh Anak. Bogor: IPB Press. Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S. 2010. Sehat dan bugar berkat gizi seimbang. Jakarta: PT Gramedia. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap prilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan, dan status gizi anak usia dini [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Madanijah S. 2006. Pola konsumsi pangan. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan, A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi.. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm 69-77. Mahan K, Stump E. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy. USA: W.B Saunders Company. Marlina PWN. 2012. Studi Keterkaitan antara Status Gizi dan Pola Asuh Lingkungan dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah pada Keluarga Miskin Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Martianto D, Arini. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi dalam Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.
35
Mary BE. 2011. Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: ANDI Miller JE, Rotgers YV. 2009. Mother’s Education and Children’s Nutritional Status: New Evidence from Cambodia. Asian Development Review 26(1): 131-165. Okoroigwe F, Okeke E. 2009. Nutrition status of pre school children aged 2-5 years in Aguata L. G. A of Anambra State, Nigeria. International Journal Nutrition Metabolic. 1(1). Picauly I, Toy SM. 2013. Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur NTT. Jurnal Gizi dan Pangan. (8)1:55-62. Pujiyanti S. 2008. Pengaruh pemberian air susu ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan kartu menuju sehat (KMS) terhadap status gizi. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(1): 7-11 Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Rohimah E, Kustiyah L, Hernawati N. 2015. Pola konsumsi, status kesehatan, dan hubungannya dengan status gizi dan perkembangan balita. Jurnal Gizi Pangan. 10(2): 93-100. Saaka M. 2014. Relationship between Mothers’ Nutritional Knowledge in Childcare Practices and the Growth of Children Living in Impoverished Rural Communities. J Health Popul Nutr. 32(2): 237-248 Sari DD. 2013. Analisis hubungan persepsi diri dan makanan, konsumsi pangan, dan status gizi remaja usia sekolah menengah di kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Sebataraja LR, Oenzil F, Asterina. 2014. Hubungan status gizi dengan status sosial ekonomi keluarga murid sekolah dasar di daerah pusat dan pinggiran kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3(2): 182-187. Sediaoetama. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Sentika R. 2007. Peran ilmu kemanusiaan dalam meningkatkan mutu manusia Indonesia melalui perlindungan anak dalam rangka mewujudkan anak Indoneisa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia dan terlindungi. Jurnal Sosioteknologi. 11(6): 232-238. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. SDT [Survei Diet Total]. 2014. Studi Diet Total: Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Spohrer FGC. 1996. Community Nutrition: Apply Epidemiologi to Contemporary Practice. Gaithesburg Maryland: Aspen Publisher. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Steinberg L. 1993. Adolescence. New York: McGraw Hill, Inc.
36
Wardah SH, Ekayanti I. 2014. Prilaku gizi ibu, pola asuh makan, kontribusi snack, dan status gizi anak usia pra sekolah. Jurnal Gizi Pangan. 9(3): 145150. Watson RR. 2009. Handbook of Nutrition In The Aged. Edisi ke-4. CRC Press. Windiastuti.2013. Anemia Defisiensi Besi pada Bayi dan Anak; [diunduh 2016 Agustus 15]. Tersedia pada: http://idai.or.id. World Bank. 2007. Era Baru dalam Pengentasan kemiskinan di Indonesia. Watarti S, dkk, penerjemah. Grha Info Kreasi: Jakarta. Terjemahan dari Making the New Indonesia Work for the Poor. Yulia C. 2008. Pola asuh makan dan kesehatan anak balita pada keluarga wanita pemetik teh di Kebun Malabar PTPN VIII [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zeitlin M. 2000. Gizi Balita di Negara-Negara Berkembang, Peran Pola Asuh Pemanfaatan Hasil Studi Penyimpangan Positif untuk Program Gizi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII: 125-143. Jakarta: LIPI.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi BB/U pada balita Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14 37.62601 2.68757
Error
25 56.17618 2.24705
Corrected Total
39 93.80220
1.20 0.3366
1.49902 R-Square 0.4011
Root MSE
-0.61725 Adj R-Sq 0.0657
Dependent Mean
-242.85386
Coeff Var
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
-3.68686
3.02446
-1.22 0.2342
x1
umur ibu
1
-0.01253
0.06126
-0.20 0.8396
x2
pendidikan ibu
1
0.49811
0.42590
1.17 0.2532
x3
pendapatan keluarga
1 -2.70338E-7 3.387214E-7
-0.80 0.4323
x4
besar keluarga
1
-0.50450
0.30667
-1.65 0.1125
x5
pola asuh(%)
1
0.07092
0.03327
2.13 0.0431
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
-0.03317
0.01955
-1.70 0.1023
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
-0.01642
0.01826
-0.90 0.3773
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
0.01015
0.02008
0.51 0.6177
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
0.00611
0.01311
0.47 0.6454
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1
-0.00108
0.00205
-0.53 0.6016
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1
0.00020054
0.00050989
0.39 0.6974
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1
0.00625
0.00770
0.81 0.4250
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1
0.00303
0.00245
1.23 0.2286
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
0.00687
0.00510
1.35 0.1899
39
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed 1 x14
2
x14
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
0.0750
0.0750 2.6126
3.08 0.0872
Tingkat Kecukupan C (TKC)
0
0.0750
0.0000 3.7446
3.08 0.0872
Lampiran 2 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi TB/U pada balita Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14
Error
25 116.42026 4.65681
Corrected Total
39 169.39070
52.97043 3.78360
2.15796 R-Square
Root MSE Dependent Mean
0.81 0.6498
0.3127
-1.09775 Adj R-Sq -0.0722 -196.58068
Coeff Var
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
-8.05751
4.35398
-1.85 0.0761
x1
umur ibu
1
0.00803
0.08818
0.09 0.9282
x2
pendidikan ibu
1
0.34849
0.61312
0.57 0.5748
x3
pendapatan keluarga
1 -1.64466E-7 4.876192E-7
-0.34 0.7387
x4
besar keluarga
1
-0.42026
0.44148
-0.95 0.3502
x5
pola asuh(%)
1
0.07155
0.04790
1.49 0.1478
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.01218
0.02815
0.43 0.6688
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
-0.03052
0.02629
-1.16 0.2566
40
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
0.00410
0.02890
0.14 0.8882
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
0.01220
0.01887
0.65 0.5237
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1
0.00174
0.00294
0.59 0.5594
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1
0.00099939
0.00073403
1.36 0.1855
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1
0.01197
0.01109
1.08 0.2907
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1
0.00384
0.00353
1.09 0.2881
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1 -0.00070943
0.00734
-0.10 0.9238
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
1 x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1
0.1225
0.1225 -4.0802
5.30 0.0268
2 x5
pola asuh(%)
2
0.0738
0.1963 -4.7648
3.40 0.0733
pola asuh(%)
1
0.0738
0.1225 -4.0802
3.40 0.0733
3
x5
Lampiran 3 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi BB/TB pada balita Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14 58.72363 4.19455
Error
25 41.15796 1.64632
Corrected Total
39 99.88159
2.55 0.0201
Root MSE
1.28309 R-Square 0.5879
Dependent Mean
0.01450 Adj R-Sq 0.3572
Coeff Var
8848.89186
41
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
0.43017
2.58880
0.17 0.8694
x1
umur ibu
1
-0.01915
0.05243
-0.37 0.7180
x2
pendidikan ibu
1
0.48292
0.36455
1.32 0.1973
x3
pendapatan keluarga
1 -2.70614E-7 2.899301E-7
-0.93 0.3596
x4
besar keluarga
1
-0.32426
0.26250
-1.24 0.2282
x5
pola asuh(%)
1
0.04719
0.02848
1.66 0.1100
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
-0.05816
0.01674
-3.47 0.0019
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
0.00358
0.01563
0.23 0.8205
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
0.01031
0.01719
0.60 0.5538
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
-0.00172
0.01122
-0.15 0.8793
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1
-0.00305
0.00175
-1.74 0.0940
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1 -0.00036358
0.00043644
-0.83 0.4127
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1 -0.00037561
0.00659
-0.06 0.9550
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1
0.00063390
0.00210
0.30 0.7654
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
0.01114
0.00436
2.55 0.0172
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
1 x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.1947
0.1947 12.8556
9.19 0.0044
2 x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
2
0.1101
0.3048
8.1788
5.86 0.0205
3 x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
3
0.0954
0.4002
4.3920
5.72 0.0221
4 x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
4
0.0495
0.4497
3.3878
3.15 0.0847
42
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed 5
x8
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
3
0.0495
0.4002
C(p)
F Pr > F Value
4.3920
3.15 0.0847
Lampiran 4 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi TB/U pada anak sekolah Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14 27.82236 1.98731
Error
25 39.46564 1.57863
Corrected Total
39 67.28800
1.26 0.2978
1.25643 R-Square 0.4135
Root MSE
-0.76725 Adj R-Sq 0.0850
Dependent Mean
-163.75805
Coeff Var
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
-2.49830
2.40325
-1.04 0.3085
x1
umur ibu
1
0.02621
0.04866
0.54 0.5949
x2
pendidikan ibu
1
-0.40408
0.28451
-1.42 0.1679
x3
pendapatan keluarga
1 2.452537E-7 2.44694E-7
1.00 0.3258
x4
besar keluarga
1
-0.08285
0.26624
-0.31 0.7582
x5
pola asuh(%)
1
-0.01424
0.01778
-0.80 0.4308
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.05302
0.02911
1.82 0.0806
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
-0.00875
0.01892
-0.46 0.6479
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
0.01282
0.01472
0.87 0.3921
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
-0.00293
0.00177
-1.66 0.1098
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1
-0.00184
0.00405
-0.45 0.6538
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1
0.00212
0.00196
1.08 0.2885
43
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1
-0.00343
0.00653
-0.52 0.6044
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1 -0.00026117
0.00244
-0.11 0.9156
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
-0.00905
0.00384
-2.36 0.0264
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
1 x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
0.0996
0.0996
2.3800
4.20 0.0473
2 x6
pengetahuan gizi ibu(%)
2
0.0919
0.1915
0.4610
4.21 0.0474
3 x2
pendidikan ibu
3
0.0881
0.2796 -1.2943
4.40 0.0430
4 x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
4
0.0509
0.3305 -1.4632
2.66 0.1119
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
3
0.0509
0.2796 -1.2943
2.66 0.1119
5
x9
Lampiran 5 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi IMT/U pad anak sekolah Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14 41.76188 2.98299
Error
25 45.84416 1.83377
Corrected Total
39 87.60604
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.63 0.1400
1.35417 R-Square 0.4767 -0.35200 Adj R-Sq 0.1837 -384.70634
44
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
-1.01884
2.59019
-0.39 0.6974
x1
umur ibu
1
0.01003
0.05244
0.19 0.8498
x2
pendidikan ibu
1
-0.08424
0.30664
-0.27 0.7858
x3
pendapatan keluarga
1 -5.05793E-7 2.637277E-7
-1.92 0.0666
x4
besar keluarga
1
-0.24809
0.28695
-0.86 0.3955
x5
pola asuh(%)
1
-0.02921
0.01916
-1.52 0.1399
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.06037
0.03138
1.92 0.0658
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
0.01177
0.02040
0.58 0.5690
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
0.00762
0.01586
0.48 0.6350
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
0.00174
0.00191
0.91 0.3689
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1
-0.00286
0.00437
-0.66 0.5182
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1 -0.00037997
0.00211
-0.18 0.8585
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1
-0.00159
0.00704
-0.23 0.8236
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1
0.00031698
0.00263
0.12 0.9050
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1 -0.00094987
0.00413
-0.23 0.8201
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed 1 x6 2
x6
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.0870
0.0870 7.6197
3.62 0.0647
pengetahuan gizi ibu(%)
0
0.0870
0.0000 9.7738
3.62 0.0647
45
Lampiran 6 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi TB/U pada remaja Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14 10.34428 0.73888
Error
25 12.98351 0.51934
Corrected Total
39 23.32779
1.42 0.2141
0.72065 R-Square 0.4434
Root MSE
-1.15550 Adj R-Sq 0.1318
Dependent Mean
-62.36717
Coeff Var
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
-4.54222
1.44001
-3.15 0.0042
x1
umur ibu
1
0.04904
0.03415
1.44 0.1634
x2
pendidikan ibu
1
0.00280
0.20240
0.01 0.9891
x3
pendapatan keluarga
1 2.149961E-7 1.362138E-7
1.58 0.1271
x4
besar keluarga
1
-0.05596
0.11957
-0.47 0.6438
x5
pola asuh(%)
1
0.00570
0.00798
0.71 0.4820
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.02458
0.01168
2.11 0.0455
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
-0.00438
0.00956
-0.46 0.6510
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
-0.01517
0.01665
-0.91 0.3707
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
0.00739
0.00608
1.22 0.2356
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1
-0.00146
0.00190
-0.77 0.4493
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1 -0.00053573
0.00124
-0.43 0.6690
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1
0.00143
0.00638
0.22 0.8249
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1
-0.00178
0.00152
-1.17 0.2525
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
0.01469
0.00795
1.85 0.0765
46
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed
Number Partial Model Vars In RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
1 x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
0.1689
0.1689 1.3331
7.72 0.0084
2 x2
pendidikan ibu
2
0.0606
0.2294 0.6131
2.91 0.0965
pendidikan ibu
1
0.0606
0.1689 1.3331
2.91 0.0965
3
x2
Lampiran 7 Hasil analisis variabel yang berpengaruh terhadap status gizi IMT/U pada remaja Analysis of Variance Source
DF
Sum of Mean F Value Pr > F Squares Square
Model
14 19.62935 1.40210
Error
25 44.81149 1.79246
Corrected Total
39 64.44084
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.33883 R-Square
0.78 0.6781
0.3046
-0.82200 Adj R-Sq -0.0848 -162.87442
47
Parameter Estimates Variable Label
DF
Parameter Estimate
Standard t Value Pr > |t| Error
Intercept Intercept
1
0.66663
2.67525
0.25 0.8053
x1
umur ibu
1
-0.00218
0.06345
-0.03 0.9729
x2
pendidikan ibu
1
-0.51205
0.37602
-1.36 0.1854
x3
pendapatan keluarga
1 3.428509E-7 2.530579E-7
1.35 0.1876
x4
besar keluarga
1
-0.15123
0.22215
-0.68 0.5023
x5
pola asuh(%)
1
0.00067477
0.01483
0.05 0.9641
x6
pengetahuan gizi ibu(%)
1
-0.00634
0.02169
-0.29 0.7725
x7
Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
1
0.01064
0.01776
0.60 0.5544
x8
Tingkat Kecukupan Protein (TKP)
1
-0.02800
0.03093
-0.91 0.3739
x9
Tingkat Kecukupan Lemak (TKL)
1
0.01715
0.01130
1.52 0.1417
x10
Tingkat Kecukupan Karbohidrat (TKKH)
1 -0.00060879
0.00354
-0.17 0.8647
x11
Tingkat Kecukupan Ca (TKCa)
1
-0.00111
0.00230
-0.48 0.6333
x12
Tingkat Kecukupan Fe (TKFe)
1
0.00385
0.01185
0.32 0.7482
x13
Tingkat Kecukupan A (TKA)
1
-0.00259
0.00282
-0.92 0.3672
x14
Tingkat Kecukupan C (TKC)
1
0.00247
0.01477
0.17 0.8688
Summary of Stepwise Selection Step Variable Variable Label Entered Removed 1 x2 2
x2
Number Vars In
Partial Model RRSquare Square
C(p)
F Pr > F Value
pendidikan ibu
1
0.0837
0.0837 -3.0588
3.47 0.0702
pendidikan ibu
0
0.0837
0.0000 -2.0489
3.47 0.0702
48
9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 11 April 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Masrurizal dan ibu Marhamah Rasul. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 1995-2001 di SD Baiturrahmah 1 Padang, dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Padang pada tahun 2001-2004. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Semen Padang pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2011. Kesempatan untuk melanjutkan studi program magister sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dengan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2012. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Komunikasi Dasar untuk jenjang strata 1 (S1) pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis pernah bekerja di LSM Yayasan Petani Dunia pada tahun 2012 di Jakarta. Penulis juga pernah menjadi enumerator pada beberapa penelitian dosen di bidang Gizi Masyarakat.