KAJIAN PERKEMBANGAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BINA SWADAYA NUSANTARA DAN USAHA MIKRO PEREMPUAN BINAANNYA DENGAN MODEL ASSOCIATION FOR SOCIAL ADVANCEMENT
EDWIN ENIFRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kajian Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara dan Usaha Mikro Perempuan binaannya dengan Model Association for Social Advancement adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015 Edwin Enifri NIM P054124025
RINGKASAN EDWIN ENIFRI. Kajian Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara dan Usaha Mikro Perempuan Binaannya dengan Model Association for Social Advancement. Dibimbing oleh FRANSISKA RUNKAT ZAKARIA dan MA’MUN SARMA. Pusat Pengembangan Keuangan Mikro (PPKM) Bina Swadaya telah mengadopsi layanan keuangan mikro model Association for Social Advancement (ASA) untuk melayani pengembangan usaha mikro perempuan binaannya. Model ini diadopsi dari sebuah organisasi bernama Association for Social Advacement (ASA) dari Bangladesh. PPKM Bina Swadaya mengadopsi model ini karena diyakini sebagai model terbaik dan efesien untuk meningkatkan layanan keuangan mikro dengan jangkauan daerah yang lebih luas dan penyebaran yang lebih cepat. Model ASA dinyatakan sebagai model credit led microfinance terbaik di dunia menurut majalah Forbes. Penerapan model ASA oleh PPKM Bina Swadaya dimulai pada tahun 2002. Unit kerja yang melaksanakannya adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Bina Swadaya. Pada tahun 2012, LKM Bina Swadaya berubah nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara. Keberhasilan menerapkan model ASA tidaklah selalu mudah diterapkan KSP Bina Swadaya Nusantara. Perkembangan organisasi seperti kantor cabang, sumber daya manusia serta perempuan pengusaha mikro yang dilayani, turun naik jumlahnya setiap tahun. Berdasarkan kondisi tersebut, hipotesa yang terbangun dalam kajian ini adalah meskipun KSP Bina Swadaya Nusantara mengalami perkembangan yang fluktuatif dalam menerapkan model ASA, namun lembaga ini tetap berjalan dan tidak berpengaruh nyata dalam pengembangan usaha mikro perempuan binaannya. Tujuan kajian (1) menganalisis perkembangan kinerja KSP Bina Swadaya Nusantara dalam menerapkan model ASA, (2) menganalisis perkembangan usaha mikro perempuan binaannya, (3) menganalisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro, dan (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro. Metode kajian menggunakan survai eksplanatif bersifat deskriptif korelasional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Teknik penarikan contoh yang digunakan adalah teknik penarikan contoh bertujuan (purposive sampling) dan pengambilan sampel secara aksidental (accidental sampling), disesuaikan dengan jadwal kunjungan credit officer (CO) pada pertemuan kelompok perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan adalah analisis diskriptif dan analisis inferensial. Analisis diskriptif digunakan untuk menentukan kinerja organisasi, keuangan dan tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara, serta perkembangan usaha mikro perempuan binaannya untuk periode lima tahun terakhir, yaitu antara tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Pengolahan deskriptif statistik kinerja organisasi, keuangan dan perkembangan usaha mikro, menggunakan tabel dan frekuensi distribusi. Analisis tingkat kehatan KSP Bina Swadaya Nusantara menggunakan metode analisis kesehatan koperasi menurut Peraturan Menteri (PERMEN) Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang penilaian kesehatan KSP dan unit USP Koperasi, serta metode analisis tingkat kesehatan menurut ASA.
Analisis inferensial digunakan untuk menentukan pengaruh layanan keuangan model ASA oleh KSP Bina Swadaya Nusantara terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaannya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro tersebut. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS) sebagai alternatif dari Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varian. Hasil kajian menunjukan bahwa penerapan model ASA oleh KSP Bina Swadaya telah dapat meningkatkan kinerja organisasi, keuangan dan tingkat kesehatan lembaga KSP Bina Swadaya Nusantara, serta usaha mikro perempuan binaannya. Perkembangan kinerja organisasi, keuangan dan tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara sempat menurun pada tahun 2009, kemudian terus membaik mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Kesehatan lembaga menunjukan perkembangan yang sama, dari kurang sehat menjadi cukup sehat. Upaya peningkatan tingkat kesehatan menjadi sehat masih terganjal oleh aspek kemandirian dan pertumbuhan, serta jati diri koperasi, sehingga masih membutuhkan pembenahan untuk perbaikannya. Perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara, juga memperlihat perkembangan yang baik. Berdasarkan enam aspek yang dikaji, yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha mikro, pengetahuan layanan keuangan, credit officer (CO), lingkungan usaha, serta perkembangan usaha mikro yang dijalani, umumnya pengusaha mikro menilai telah terjadi perkembangan pada aspek-aspek tersebut dengan skor tergolong kategori tinggi. Walaupun sebagian besar pendidikan perempuan pengusaha mikro yang dilayani tergolong rendah, namun dengan usia yang sebagian besar masih produktif, mereka dapat memanfaatkan layanan yang diberikan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara untuk dapat meningkatkan usaha mereka. Dari lima faktor yang telah diuji pengaruhnya terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara, diperoleh hasil bahwa karakteristik individu, karakteristik usaha mikro, pengetahuan layanan keuangan dan credit officer (CO) berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro. Sedangkan lingkungan usaha tidak berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan KSP Bina Swadaya Nusantara berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaannya. Kata kunci:
Koperasi Simpan Pinjam, usaha mikro perempuan, ASA, Bina Swadaya Nusantara.
SUMMARY EDWIN ENIFRI. The Study of the Development of Saving and Loan Cooperative of Bina Swadaya Nusantara and Its Women Micro Business Beneficiaries with the Association for Social Advancement Model. Guided and advised by FRANSISKA RUNKAT ZAKARIA and MA’MUN SARMA. Center for Micro Finance Development (CFMFD) of Bina Swadaya has adopted Association for Social Advancement (ASA) model for servicing its women microcredit beneficiaries. This model is adopted from the Association for Social Advacement (ASA) from Bangladesh. CFMFD Bina Swadaya adopts the model for it is believed as the best and most efficient model to improve the microfinance services that is covering broader range area and expansion faster. ASA model is placed as the best credit led microfinance model in the world by Forbes magazine. The application of ASA model by Bina Swadaya CFMFD was initiated in 2002. Working unit which implemented the model was Bina Swadaya Microfinance Institution. In 2012, Bina Swadaya Microfinance Institution was changed to Saving and Loans Cooperative Bina Swadaya Nusantara (KSP Bina Swadaya Nusantara). The application of ASA model is recommended to be implemented by KSP Bina Swadaya Nusantara. The development of organzation such as branch office and human resoruces, as well as the number of women micro entrepreneur served is fluctuated every year. Based on the condition, hypothesis built in this study is even though KSP Bina Swadaya Nusantara is undergoing a fluctuative development when applying the ASA model, this institution is continuously running and it is not significantly affected the development of its facilitated women’s micro enterprise. The study aimed at: 1) to analyze the performance of Saving and Loan Cooperative Bina Swadaya Nusantara in implementing ASA model, 2) to analyze the development of micro business conducting by women beneficiaries of Saving and Loan Cooperative Bina Swadaya Nusantara, 3) to analyze the impact of ASA model micro credit service towards the development of microbusiness, and 4) to identify factors which influence the development of micro business using ASA model run by Saving and Loan Cooperative Bina Swadaya Nusantara. The methodology of this study used correlational descriptive explanative survey with qualitative and quantitative approaches. Sampling technique used is purposive sampling technique and sampling drawn used accidental sampling, it is according to credit officer (CO) visit schedule at a meeting of women micro entrepreneur group facilitated by KSP Bina Swadaya Nusantara. This study used descriptive and inferential analysis. Descriptive Analysis is used to determine the performance of financial and health level of KSP Bina Swadaya Nusantara, as well as the development of its facilitated women’s micro entreprise for the last five years, during the period of 2009 to 2013. Statistic descriptive processing of the performance of micro enterprise organization, finance and development is using frequency distribution table. Meanwhile, the analysis of KSP Bina Swadaya Nusantara health level is using the method of cooperative health analysis method according to PERMEN Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 (Minister Regulation) about Saving and Loans Cooperative and Cooperative’ Saving and Loan Unit. Method of Microfinance Institution health level analysis is using ASA model.
Inferential analysis is used to determine the effect of ASA model financial service used by Bina Swadaya Nusantara on the development of its facilitated women’s micro enterprise and factors that affect the developement of these micro enterprise. Method of data processing and analysis is using Partial Least Square (PLS) as an alternative to varian-based Structural Equation Modeling (SEM). The study results show that the application of ASA model by KSP Bina Swadaya Nusantara has improved the performance of organization, finance and health level of KSP Bina Swadaya Nusantara as well as its facilitated women’s micro enterprise. The development of organization, finance and health level performance of KSP Bina Swadaya Nusantara declined in 2009, fortunately it had steadily improved in the period of 2010 to 2013. The health level of the institution shows the similar development, from less healthy to sufficiently healthy. Efforts to improve the level of health to be sufficiently healthy is still hampered by the aspects of resilience and growth, as well as the identity of the cooperative, because it still requires improvement. The development of KSP Bina Swadaya Nusantara facilitated women’s micro enterprise shows an excellent development. Referring to the five aspects that were examined, namely: individual characteristics, micro bussiness characteristics, knowledge of financial services, credit officer (CO), the business environment, as well as the development of micro enterprises in which they live, generally, micro entrepreneurs see there have been developments on these aspects. They were valued with high scores. Most of facilitated women micro entrepreneurs have low education background, however most of them are still in the productive age therefore they can take the benefit of services provided by KSP Bina Swadaya Nusantara to improve their business. Of the five factors, which influence has been tested on the development of women's micro-enterprises facilitated by KSP Bina Swadaya Nusantara, has developed a result that individual characteristics, characteristics of the microenterprises, knowledge of financial services and credit officer (CO) have direct and positive impact on the development of micro-enterprises. While the business environment does not have direct and positive impact on the development of microenterprises. Based on these results, it can be concluded that the existence of KSP Bina Swadaya Nusantara has direct and positive impact on the development of its facilitated women's micro-enterprise. Key words: Saving and Loan Cooperative, women microbusiness, ASA, Bina Swadaya Nusantara
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN PERKEMBANGAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BINA SWADAYA NUSANTARA DAN USAHA MIKRO PEREMPUAN BINAANNYA DENGAN MODEL ASSOCIATION FOR SOCIAL ADVANCEMENT
EDWIN ENIFRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS. Dipl Ing DEA
Judul Tesis : Kajian Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara dan Usaha Mikro Perempuan Binaannya dengan Model Association for Social Advancement Nama : EDWIN ENIFRI NIM : P054124025
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Fransiska Runkat Zakaria, M Sc Ketua
Dr Ir Ma’mun Sarma, MS M.Ec Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS. Dipl Ing DEA
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala penulis panjatkan, karena atas segala karunia-Nya, karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang penulis pilih dalam penelitian tesis ini adalah keuangan mikro, dengan judul Kajian Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara dan Usaha Mikro Perempuan Binaannya dengan Model Association for Social Advancement. Keberhasilan penyelesaian karya ilmiah ini berkat dorongan, bimbingan dan nasehat Ibu Prof DR Ir Fransiska Runkat Zakaria, M Sc selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Ir Ma’mun Sarma, MS M Ec selaku anggota pembimbing. Terimakasih atas segala upaya dan jasa Ibu dan Bapak. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada saudara Dr Eni Kardi Wiyati, S Sos, sebagai teman dan sahabat yang telah banyak memberikan saran selama proses penelitian dan penulisan karya ilmiah berlangsung. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Suryo Dwianto Agung Nugroho, SE MM, selaku Koordinator Bidang Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Warga dan Pengembangan Kuangan Mikro Bina Swadaya dan Bapak Chosmas Chairul Chairawan SE, selaku Manager Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara, yang telah memberikan kesempatan dan bantuannya, sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini dengan baik. Selanjutnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Manajer Kantor Cabang Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara, serta credit officer (CO) baik sebagai sumber informasi maupun yang membantu penulis mengumpulkan data terkait dengan usaha perempuan pengusaha mikro yang mereka layani. Terimakasih selanjutnya penulis sampaikan kepada pimpinan PT. Bina Swadaya Konsultan yang telah memberikan kesempatan dan bantuan, serta pimpinan dan teman yang telah memberikan dorongan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta (Bapak Fachri Bahrun Datuk Bagindo Malano dan Ibu Darusna Darwis), istri (Suratin) yang selalu memberikan dorongan kepada penulis dan juga teman-teman lainnya, yang telah membantu, baik moril maupun materiil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam upaya pengembangan keuangan mikro dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Bogor, Juli 2015 Edwin Enifri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Mikro Lembaga Keuangan Mikro Model ASA Penerapan Lembaga Keuangan Mikro Model ASA Oleh Pusat Pengembangan Keuangan Mikro Bina Swadaya Koperasi Simpan Pinjam Penelitian Terdahulu Tentang Koperasi Simpan Pinjam, Usaha Mikro dan Lembaga Keuangan Mikro Model ASA 3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian 3 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Populasi dan Contoh Data dan Instrumentasi Konseptualisasi dan Definisi Operasional Variabel Validitas dan Reliabilitas Instrumen Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Perkembangan Kinerja Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Profil Usaha Mikro Binaan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Pengaruh Layanan Keuangan Mikro Model ASA Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Mikro Binaan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara
1 1 2 3 3 4 4 5 5 9 10 13 13 16 17 17 17 18 20 22 25 27 36 36 38 52 68 73
5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
77 77 77 79
LAMPIRAN
84
RIWAYAT HIDUP
127
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
22 23
24
Penelitian terdahulu tentang Koperasi Simpan Pinjam, usaha mikro, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Keuangan Mikro model ASA Tujuan, variabel dan indikator kajian perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan usaha mikro perempuan binaannya dengan model ASA Asal dan jumlah populasi perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Asal dan jumlah contoh perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Asal dan jumlah sumber informasi dari KSP Bina Swadaya Nusantara Nilai hasil uji validitas instrumen penelitian Nilai hasil uji reliabelitas kuesioner Tujuan kajian, sumber data dan informasi, metode dan alat pengumpulan data, serta metode pengolahan dan analisis data Evaluasi model berdasarkan nilai outer loading masing-masing indikator Hasil uji reliabilitas variabel analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA Perkembangan kinerja organisasi LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (periode 2009 - 2013) Perkembangan kinerja keuangan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (2009 - 2013) Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (2009 - 2013) model KSP Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (2009 - 2013) model ASA Sebaran karakteristik individu perempuan pelaku usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Sebaran karakteristik usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan pengetahuan layanan keuangan dari KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan peran dan sikap credit officer (CO) KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan lingkungan usaha tahun 2013 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan tingkat perkembangan usaha tahun 2013 Persentase peningkatan omset dan pendapatan usaha perempuan pengusaha mikro setelah mendapatkan pinjaman modal usaha dari KSP Bina Swadaya Nusantara Hasil uji validitas konstruk, nilai loading dan hasil T-statistik pada analisis layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro Hasil uji validitas konstruk, analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Path coefficient (Mean, STDEV dan T-statistic)
10 15 18 120 120 126 127 128 132 133 139 143 147 150 152 155 157 160 162 165
167 170
171 171
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
4
5
6
7
8
Kerangka pemikiran kajian perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan usaha mikro perempuan binaanya 13 Hubungan antar variabel penelitian dalam model perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara 14 Diagram jalur kerangka konseptual analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro 129 Standardized loading factor diagram jalur (path diagram) analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro 131 Proses respesifikasi model diagram jalur untuk analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro 13434 Outer loading diagram jalur analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro 135 Hasil uji T/diagram jalur analisis pengaruh layanan keuangan model mikro ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara 169 Faktor-faktor pendorong perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara 173
DAFTAR LAMPIRAN 1
Indikator, definisi operasional, parameter dan katagori pengukuran karakteristik individu 2 Indikator, definisi operasional, parameter dan katagori pengukuran karakteristik usaha mikro 3 Indikator, definisi operasional, parameter dan katagori pengukuran pengetahuan layanan keuangan 4 Indikator, definisi operasional, parameter dan katagori pengukuran credit officer (CO) 5 Indikator, definisi operasional, parameter dan katagori pengukuran lingkungan usaha 6 Indikator, definisi operasional, parameter dan katagori pengukuran perkembangan usaha mikro 7 Surat pengantar pengisian daftar pertanyaan 8 Daftar pertanyaan untuk KSP Bina Swadaya Nusantara 9 Format analisis tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara menurut PERMEN Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 10 Format perhitungan tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara menurut ASA (Association for Social Advancement) 11 Kuesioner untuk perempuan pengusaha mikro
187 188 189 190 191 192 193 195
108 116 119
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha mikro menurut Bank Dunia merupakan usaha yang ditekuni orang miskin yang aktif secara ekonomis (economically active poor). Posisi mereka bukanlah termasuk kategori orang paling miskin, melainkan belum termasuk dalam usaha kecil. Secara ekonomi dan social, usaha mikro berada pada posisi strategis karena jumlahnya sangat besar dan punya potensi berkembang cepat, tetapi vulnerable, bila tidak diberdayakan menyebabkan kemiskinan dan menjadi beban seluruh bangsa (Ismawan 2012). Mengacu pada data Kementerian Negara Koperasi dan UKM tahun 2012, menjelaskan bahwa jumlah usaha mikro mencapai 55.856.000 unit (98,79%), usaha kecil sebanyak 629.418 unit (1,11%), usaha menengah sebanyak 48.997 unit (0,09%) dan usaha besar atau korporasi sebanyak 4.968 unit (0,01%). Persoalan utama yang dihadapi oleh pengusaha mikro adalah kesulitan dalam mendapatkan modal usaha (40,48%). Selanjutnya adalah ketersediaan bahan baku (23,75%), pemasaran (16,96%) disusul manajemen (3,07%) dan kompetisi (15,74%). Ikhwal permodalan usaha mikro sebagian besar berasal dari modal sendiri (90,00%). Kemudian disusul modal pinjaman (3,00%), serta sisanya dari modal sendiri dan pinjaman (7,00%). Menilik dari asal pinjaman, 12,00% berasal dari perbankan, 10,00% dari koperasi, 8,00% dari institusi lain, serta 70,00% dari pinjaman lain-lain. Pinjaman lain-lain tersebut kemungkinan besar berasal dari pelepas uang (rentenir) dengan tingkat bunga tinggi (Ismawan, 2012) Pengembangan keuangan mikro merupakan sebuah strategi untuk pemberdayaan pengusaha mikro. Menurut Retnadi dan Hadinoto (2007), keuangan mikro merupakan pendekatan terbaik dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro untuk penanggulangan kemiskinan. Banyak perhatian dan usaha untuk mengembangkan keuangan mikro, terutama didasarkan pada motivasi untuk mempercepat usaha penanggulangan kemiskinan. Praktek penanggulangan kemiskinan melalui keuangan mikro telah dimulai oleh Yayasan Bina Swadaya (Bina Swadaya) sejak lembaga ini dibentuk pada tahun 1967. Menurut Ismawan (2013) sejarah perjalanan Bina Swadaya selaras dengan perkembangan politik yang ada dan dapat dikategorikan menjadi tiga era, yaitu era gerakan sosial pancasila (1954-1974), era lembaga pengembangan sosial ekonomi (1974-1999) dan era lembaga kewirausahaan sosial (1999-sampai sekarang) Bina Swadaya adalah lembaga kewirausahaan sosial yang memiliki visi menjadi lembaga yang diakui kepeloporan dan keunggulannya dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat dan atau melalui kewirausahaan sosial. Sedangkan misi Bina Swadaya: (1) membangkitkan dan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam aspek sosial ekonomi, melalui fasilitasi peningkatan kapasitas, pengembangan kelembagaan masyarakat dan mendapatkan akses terhadap sumber daya, (2) mempengaruhi kebijakan pembangunan agar lebih berpihak pada rakyat kecil dan terpinggirkan, (3) mengembangkan inovasi yang manfaatnya dirasakan terutama sekali oleh masyarakat miskin dan terpinggirkan, (4) mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kepada masyarakat, dan (5) menjaga kemandirian dan keberlanjutan lembaga.
2 Bina Swadaya menerapkan tiga strategi dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin yaitu: (1) mendorong pembentukan dan pengembangan kelembagaan solidaritas yang disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), (2) mempromosikan usaha produksi dan pemasaran dengan menerbitkan majalah Trubus, dan (3) mengembangkan dan melayani kebutuhan permodalan melalui keuangan mikro. Pengembangan dan pelayanan keuangan mikro dilakukan Bina Swadaya melalui kegiatan: (1) mendorong anggota yang tergabung dalam KSM untuk menabung dan dana yang terkumpul disalurkan kembali sebagai kredit bagi pengembangan usaha produktif anggota, baik yang dikelola oleh anggota individu maupun bersama, (2) menyelenggarakan program tabungan setia kawan (TSK) dan kredit setia kawan (KSK), (3) mengembangkan hubungan bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), (4) pelayanan keuangan lembaga perbankan, dan (5) pelayanan keuangan mikro model ASA (Association for Social Advancement). Pelayanan keuangan mikro model ASA dikembangkan pertama kali oleh sebuah organisasi bernama ASA (Association for Social Advancement) dari Bangladesh. Bina Swadaya mengadopsi model ASA dari lembaga tersebut pada tahun 2002, karena diyakini sebagai model terbaik dan efesien untuk meningkatkan layanan keuangan mikro dengan jangkauan daerah yang lebih luas dan penyebaran yang cepat. Menurut Armendari dan Murduch (2010) setelah berjalan satu dekade, ASA menyadari bahwa kredit mikro adalah alat yang paling efektif memerangi kemiskinan di Bangladesh. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan pada tahun 1991. Sejak itulah pendekatan keuangan mikro yang inovatif, efektif, dan berkelanjutan berhasil dikembangkan oleh ASA. Model ASA dinyatakan sebagai model LKM terbaik paling efisien di dunia menurut majalah Forbes, Amerika Serikat pada tahun 2007. Keberhasilan ASA telah membuat banyak negara mengadopsinya. Menurut Bulan (2007) Bina Swadaya di bawah Pusat Pengembangan Keuangan Mikro (PPKM) menjadi lembaga pertama di Indonesia yang mengembangkan pelayanan keuangan mikro model ASA sejak tahun 2002. Pada bulan Desember 2005, sebanyak 13 kantor cabang lembaga keuangan mikro (LKM) Bina Swadaya telah mulai dioperasikan di wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung dan Pekalongan. LKM Bina Swadaya berubah nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara pada tahun 2012. Pada tahun 2006, jumlah perempuan pengusaha mikro yang dilayani mencapai 6.943 orang, dimana mereka tergabung dalam 479 kelompok. Jumlah tabungan yang dapat dihimpun dari perempuan pengusaha mikro sebesar Rp 1.287.068.000 dan jumlah akumulasi pinjaman yang telah disalurkan sebesar Rp 10.302.283.000. Perumusan Masalah Keberhasilan menerapkan model ASA sebagai model layanan keuangan bagi usaha mikro perempuan binaannya tidak mudah dipertahankan oleh LKM Bina Swadaya. 13 unit kantor cabang yang sudah terbangun pada tahun 2005, kemudian berkurang menjadi 10 unit tahun 2008. Beberapa kantor cabang harus dimerjer dan atau dialihkan ke daerah lain antara tahun di atas. Kondisi tersebut berdampak pada perkembangan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara serta jumlah usaha mikro perempuan yang dilayani.
3 Berdasarkan permasalahan dan kondisi di atas, selanjutkan dirumuskanlah hal-hal yang perlu teliti lebih mendalaman dalam kajian ini, yaitu: 1. Bagaimanakah perkembangan kinerja KSP Bina Swadaya Nusantara dalam menerapkan LKM model ASA ?. 2. Bagaimanakah perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara ?. 3. Bagaimanakah pengaruh layanan keuangan mikro model ASA oleh KSP Bina Swadaya Nusantara terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaannya ?. 4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara ? Tujuan Penelitian 1. 2. 3. 4.
Tujuan penelitian adalah: Menganalisis perkembangan kinerja KSP Bina Swadaya Nusantara dalam menerapkan model ASA. Menganalisis perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Menganalisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah: 1. Secara teoritis memberikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam mereplikasikan LKM model ASA. 2. Dapat memberikan masukan bagi pengembangan model LKM yang dapat digunakan dalam rangka pengembangan usaha mikro perempuan miskin di Indonesia. 3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi dan acuan dalam pelaksanaan dan pengembangan layanan KSP Bina Swadaya Nusantara. 4. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi PPKM Bina Swadaya dan Yayasan Bina Swadaya dalam pengembangan KSP Bina Swadaya Nusantara selanjutnya.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Mikro Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tanggal 4 Juli 2008 menyebutkan bahwa usaha mikro didefinisikan sebagai usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000. Menurut Ismawan dan Budiantoro (2005) sektor dan spektrum dari usaha mikro sangatlah luas. Sebagai contoh misalnya masyarakat yang berusaha di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan (dalam skala terbatas dan subsisten), sebagai pengrajin kecil, penjahit, produsen makanan kecil. Masyarakat yang bekerja di bidang jasa, misalnya transportasi (dalam berbagai bentuk), kegiatan sewa menyewa baik rumah, tanah, maupun alat produksi, juru potret, tukang becak, tukang sampah dan sebagainya. Masyarakat yang memiliki kegiatan distribusi, misalnya pedagang di pasar dan agen. Semuanya itu termasuk dalam kategori usaha mikro. Posisi usaha mikro tergolong dominan dibandingkan usaha kecil dan menengah. Menurut Pristiyanto et al. (2013), pada tahun 2012 jumlah usaha mikro mencapai 54.55 juta atau 98.85% dari pelaku usaha nasional dan mampu menyerap tenaga kerja 94.95 juta pekerja atau 90.77% total tenaga kerja, serta menyumbang PDB atas harga berlaku sebesar Rp 2.571.000.000.000 atau 34,73% (BPS, 2012c). Usaha mikro mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena dapat mengurang impor dan memiliki kandungan lokal yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan usaha mikro dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi ekonomi dan perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Di samping itu tingkat penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada usaha mikro dari pada yang terjadi di perusahaan besar (Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK 2006). Usaha mikro yang mendapatkan pelayanan kredit meningkat pendapatannya per bulan rata-rata 87,34% (Syukur dalam Ismawan 2012). Dari penelitian terhadap usaha kecil (53,00% adalah usaha mikro), pembiayaan merupakan faktor determinan usaha mikro “naik kelas” menjadi usaha kecil (JBIC, REDI, Bappenas, Development Alternatives). Potensi pasar mikro di Indonesia masih sangat besar. Dari 43,0 juta UMKM yang ada di Indonesia, baru sekitar 15,3 juta yang mendapatkan akses permodalan ke LKM. Menurut data dari Bank Dunia, sekitar 7,40% penduduk Indonesia berpendapatan satu dolar AS per hari. Jika batas garis kemiskinan yang digunakan adalah pendapatan dua dolar AS per orang per hari, maka sekitar 53,40% atau 114.800.000 jiwa penduduk Indonesia tergolong miskin. Rakyat miskin yang aktif secara ekonomi (ecomically active poor) atau self employed atau disebut pula pengusaha mikro kemudian menjalankan usaha-usaha mikro (Retnadi dan Hadinoto 2007; Ismawan dan Budiantoro 2005). Usaha kecil yang benar-benar kecil dan
5 mikro adalah yang sering dipandang sebagai usaha yang banyak menghadapi kesulitan, terutama terkait dengan lemahnya kemampuan manajerial, teknologi dan permodalan yang terbatas, Sumber Daya Manusia (SDM), pemasaran dan mutu produk, serta faktor eksternal merupakan hambatan yang sulit di atasi, yaitu struktur pasar yang kurang sehat dan berkembangnya perusahaan-perusahaan asing yang menghasilkan produk sejenis untuk segmen pasar yang sama (Hubeis 2009). Lembaga Keuangan Mikro Model ASA ASA (Association for Social Advancement) merupakan sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan tahun 1978 oleh aktivis sosial dan politik Bangladesh. ASA memulai organisasi mereka dengan sebuah aksi sosial, menggerakkan dan mengelola orang-orang miskin yang tidak berdaya untuk melawan penindasan, ketidakadilan serta menegaskan hak-hak mereka terhadap akses ke sumber daya kepada lembaga yang ada. Tujuan dari ASA adalah memerangi kemiskinan dengan cara memberdayakan masyarakat miskin, terutama perempuan. Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengembangkan usaha mereka melalui dukungan program keuangan mikro. ASA juga membangun komitmen dan memberikan kontribusi dalam bidang sosial dan ekonomi, untuk meningkatkan penghidupan sehari-hari masyarakat rentan miskin (ASA 2014) Berbagai program telah dikembangkan oleh ASA pada awal lembaga ini berdiri. Fokus program meningkatkan kesadaran dan pembentukan kelompok masyarakat miskin yang terintegrasi dengan pengembangan hak-hak mereka, seperti pendidikan, irigasi, kesehatan dan kredit untuk meningkatan pendapatan. Setelah berjalan satu dekade, ASA memilih untuk mengembangkan kredit mikro yang kemudian diyakini sebagai alat paling efektif untuk memerangi kemiskinan di Bangladesh. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan pada tahun 1991. Sejak saat itu pendekatan keuangan mikro yang inovatif, efektif dengan jangkauan yang lebih luas dan berkelanjutan terus dikembangkan ASA (ASA 2014) LKM model ASA dinilai sebagai model layanan keuangan mikro yang paling efisien di dunia menurut majalah Forbes, Amerika Serikat pada tahun 2007 (Armendaris dan Murduch 2010). ASA juga telah berhasil menyebarkan model layanan keuangan mikro beserta norma-norma yang harus dipatuhi di beberapa belahan dunia. ASA tidak hanya membantu masyarakat miskin yang berada di Bangladesh, tetapi juga masyarakat miskin di negara lainnya. ASA juga telah menjadi sebuah LKM yang diyakini pada tingkat dunia terbesar dan tercepat perkembangannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin. Dengan pengakuan dari UNDP, the World Bank dan banyak lagi lembaga internasionalnya, ASA telah melakukan technical assistance ke berbagai negara seperti Nigeria, Philipina, Yemen dan Afganistan (Muhit dalam Bulan 2007). Penerapan Lembaga Keuangan Mikro Model ASA Oleh Pusat Pengembangan Keuangan Mikro Bina Swadaya Tujuan layanan keuangan LKM model ASA adalah menyediakan modal kecil atau mikro sebagai bentuk penciptaan self-employment, memberikan pinjaman bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal, pengurangan ekploitasi yang sering dilakukan lintah darat, meningkatkan
6 pendapatan rakyat miskin, membantu orang miskin memiliki usaha produktif, mengembangkan orang miskin agar menjadi masyarakat yang pemberi dan bukan peminta-minta, meningkatkan kualitas dan keberlanjutan kehidupan masyarakat serta berkontribusi dalam peningkatan perekonomian nasional (ASA 2014) Tujuan utama dari program keuangan mikro Bina Swadaya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dengan meningkatkan pendapatan mereka melalui pelayanan tabungan dan kredit mikro yang tidak diberikan oleh lembaga keuangan formal. Tujuan kedua adalah melestarikan dan melembagakan kegiatan keuangan mikro dengan membentuk lembaga yang dapat berjalan secara berkesinambungan dan mandiri. Lembaga keuangan ini hanya membatasi kegiatannya dengan memberikan pelayanan keuangan kepada masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi (economically acitive poor) dan berbasis pada kedisiplinan pembayaran angsuran. Untuk meningkatkan program pelayanan keuangan mikro dengan jangkauan yang luas, pada tahun 2002 Bina Swadaya mengadopsi model ASA, karena memiliki karakteristik: (a) jangkauan nasabah cepat pertumbuhannya, karena dipersyaratkan dalam sehari credit officer (CO) harus melayani 3 kelompok nasabah dengan jarak yang dekat, (b) pelayanan kredit cepat dilakukan langsung dalam pertemuan anggota, (c) sistem administrasi dan pembukuan sederhana, (d) pola kredit mingguan, (e) tanpa agunan (Ismawan 2013). Pendekatan yang diterapkan dalam pelayanan keuangan mikro model ASA adalah pendekatan kelompok. Keanggotaan kelompok bercirikan sebagai berikut: memiliki usaha mikro, memiliki penghasilan setiap bulan sekitar Rp 1.000.000, memiliki lahan pertanian sekitar 0,25 hektar, memiliki hak sosial, ekonomi dan politik. Komposisi anggota kelompok adalah 95% perempuan dan 5% laki-laki. Umur anggota berkisar antara 18-55 tahun dengan fisik yang masih kuat. Status pernikahan adalah menikah masih bersama suami, bercerai, terpisah, janda atau duda. Keanggotaan bersifat keluarga, sehingga satu anggota merupakan satu keluarga. Keluarga tersebut sudah tinggal secara permanen di lokasi tersebut minimal 3 tahun. Pelajar yang hidupnya berasal dari sedekah atau bantuan orang lain juga memiliki hak untuk menjadi anggota (Rema dan Hossain 2002). Kriteria kelompok yang dipraktekan oleh pelayanan keuangan mikro Bina Swadaya adalah masyarakat yang tergabung dalam kelompok (15-30 orang) yang memenuhi ketentuan: (1) buruh, (2) petani penggarap dengan lahan 0,24 hektar atau lebih, (3) pemilik usaha mikro, (4) pendapatan rata-rata keluarga maksimum Rp 2.000.000 per bulan, dan (5) secara fisik, sosial, ekonomi dan politik menempati posisi yang lemah di masyarakat. Sedangkan kriteria keanggotannya: (1) perempuan (95%) dan laki-laki (5%), (2) usia antara 18-55 tahun, fleksibel apabila secara fisik cukup kuat, (3) menikah, cerai atau janda, (4) satu keanggotaan untuk satu keluarga, (5) tidak cacat secara fisik maupun mental, (6) secara social dapat diterima masyarakat, (7) bertempat tinggal secara menetap sekurangkurangnya 3 tahun terakhir, dan (8) warga masyarakat yang masih menyelesaikan studi tidak boleh jadi anggota (Bulan 2007). Kelompok mempunyai kelengkapan yang harus dimiliki, seperti buku kehadiran anggota dan catatan pertemuan (bagian paling penting) serta papan nama kelompok dan buku anggota (disimpan oleh anggota). Seseorang dapat dikatakan layak atau tidak layak menjadi anggota kelompok ditetapkan berdasarkan keputusan bersama semua anggota kelompok. Pemutusan keanggotaan pada
7 seseorang anggota dapat dilakukan jika anggota tersebut keluar secara sukarela, atau tabungannya ditarik semua, meninggal dunia, gangguan kesehatan atau kejiwaan, serta kebiasaan tidak hadir dalam pertemuan rutin. Pertemuan kelompok wajib diselenggarakan setiap minggu. Pertemuan dilakukan pada hari, tempat dan jam yang sama, sesuai dengan kesepakatan bersama anggota dan credit officer (CO) pada saat pembentukan kelompok. Pada saat pertemuan, anggota harus duduk membentuk formasi huruf U atau membentuk lingkaran. Hasil pertemuan dan kehadiran anggota dicatat dalam buku kelompok dan ditandatangani ketua serta diketahui oleh credit officer (CO). Pertemuan tidak boleh dilakukan lebih dari 1 jam dan tidak bertele-tele agar tidak mengurangi minat anggota untuk hadir dalam pertemuan selanjutnya. Credit officer (CO) wajib menghadiri pertemuan mingguan dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan keuangan secara terbuka dihadapan para anggota dari kelompok yang bersangkutan. Credit officer (CO) juga menerima dan mencatat angsuran pinjaman dari peminjam, atau memberikan pinjaman yang telah diajukan peminjam pada minggu sebelumnya. Selain itu, credit officer (CO) juga mencatat tabungan dan pengambilan tabungan para anggota. Tidak lupa pula pada saat pertemuan tersebut semua usulan pinjaman yang diajukan anggota dibahas bersama-sama. Pembahasan dilakukan secara terbuka untuk menghindari hal-hal yang tidak wajar, kesalahan informasi ataupun kemungkinan adanya tekanan. Pertemuan kelompok tidak perlu dilakukan dalam keadaan darurat, seperti banjir besar, bencana alam, dan kerusuhan di wilayah dampingan sehingga dapat membahayakan jiwa anggota serta credit officer CO. Jika diperlukan kepala kantor cabang wajib segera memberitahukan ke kantor pusat, baik melalui telepon ataupun tertulis untuk mendapatkan ijin menunda pertemuan dan pengambilan setoran. Jika ada anggota yang tetap mengangsur pinjamannya dapat dilakukan di kantor cabang (Rema dan Hossain 2002). Karakteristik kelompok yang baik adalah jumlah anggota maksimal 30 orang pengusaha mikro, pertemuan rutin dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah disepakati, tingkat kehadiran anggota 100%, semua anggota membayar angsuran pinjaman dan menabung secara teratur, setiap anggota mengenal dengan baik anggota lainnya, memasang papan nama kelompok sehingga kelompok dikenal masyarakat umum, semua anggota menyimpan dan memelihara buku anggotanya dengan baik, semua anggota dapat menyebutkan saldo tabungan dan pinjaman, semua anggota tahu dan dapat menyebutkan kebijakan yang berkaitan dengan pinjaman, tabungan, dan asuransi, anggota setia kepada kelompok dan Bina Swadaya, mencatat dan menyimpan hasil keputusan kelompok yang dibuat dalam pertemuan, mempunyai perhatian pada anggota yang lain dan saling membantu, kadang-kadang jika diperlukan dapat berinisiatif untuk memecahkan masalahmasalah sosial bersama-sama, pinjaman dimanfaatkan untuk usaha yang menguntungkan, menjaga hubungan baik dengan kelompok lain dan unit-unit lain di Bina Swadaya sehingga tidak ada tumpang tindih penggunaan kredit yang mengatasnamakan orang lain (Rema dan Hossain 2002). Penentuan Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Model ASA KSP Bina Swadaya Nusantara adalah lembaga yang menggunakan dua pendekatan manajemen untuk pencapaian tujuan organisasinya. Pendekatan pertama adalah model ASA yang memiliki strategi pelayanan keuangan mikro yang
8 lebih cepat dengan jangkauan yang lebih luas. Kinerja dari pendekatan pertama dapat dilihat dari perkembangan organisasi dan jumlah areal serta nasabah perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Pendekatan kedua adalah sistem koperasi simpan pinjam sebagai badan hukum yang memayunginya. Berdasarkan kondisi tersebut, penentuan kinerja LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya dapat dikaji dalam dua bentuk, yaitu berdasarkan (1) LKM model ASA, dan (2) koperasi simpan pinjam. Penentuan kinerja Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dipraktekan oleh ASA tergolong sederhana, karena cukup menggunakan tiga jenis laporan saja yaitu : (1) laporan penerimaan dan pengeluaran (receipts and payments account), (2) laporan rincian pendapatan dan biaya (income and expenditures account), dan (3) neraca (balance sheet). LKM model ASA dapat dianalisis dan ditentukan kinerjanya menggunakan tiga indikator yaitu: (1) rasio keberlanjutan, (2) rasio efesiensi operasional, dan (3) rasio kualitas portofolio. Sebuah LKM model ASA yang berkinerja baik memiliki rasio keberlanjutan, efesiensi dan portofolio yang tinggi dan berkualitas. Rasio keberlanjutan ditentukan oleh return of performing assets, financial cost ratio, loan loss provision, operating cost ratio, imputed cost of capital ratio, donation and grant ratio, operating self-sufficiency ratio dan financial self-sufficiency ratio. Rasio efesiensi operasional ditentukan oleh cost per unit of money lent, cost per loan made, number of active barrow per credit officer dan portofolio per credit officer. Sedangkan ratio kualitas portofolio ditentukan oleh portofolio in arrears ratio, portofolio at risk ratio, loan loss ratio dan loan loss reserve ratio (Rema dan Hossain 2002). Penentuan kinerja berdasarkan koperasi simpan pinjam harus mengacu pada penilaian perkembangan organisasi Koperasi Simpan Pinjam sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (PERMEN) Nomor 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam. Sedangkan penilaian tingkat kesehatan Koperasi Simpan Pinjam mengacu pada Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (PERMEN) Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 Tetang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam. Terdapat tujuh aspek yang perlu dianalisis dalam menentukan tingkat kesehatan koperasi simpan pinjam, yaitu (1) permodalan, (2) kualitas aktiva produktif, (3) manajemen, (4) efesiensi, (5) likuiditas, (6) kemandirian dan pertumbuhan serta (7) jati diri koperasi (Kemenkop UKM 2014). Pada Bab I dari PERMEN Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 menjelaskan bahwa kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP) adalah kondisi atau keadaan koperasi yang dinyatakan sehat, cukup sehat, kurang sehat, tidak sehat dan sangat tidak sehat. Pada Bab III pasal 5 dijelaskan bahwa ruang lingkup penilaian kesehatan KSP atau USP koperasi tersebut meliputi penilaian terhadap 7 (tujuh) aspek yang menjadi indikator perkembangannya, yaitu permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian, pertumbuhan dan jati diri koperasi. Setiap aspek yang dinilai diberikan bobot penilaian yang menjadi dasar perhitungan penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi. Penilaian aspek-aspek tersebut dilakukan menggunakan sistem nilai yang dinyatakan dengan 0-100. Skor yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan penilaian terhadap aspek-aspek seperti yang dimaksud di atas,
9 dipergunakan untuk menetapkan predikat tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi yang dibagi dalam lima golongan, yaitu sehat (skor 80-100), cukup sehat (60-79), kurang sehat (40-59), tidak sehat (20-49) dan sangat tidak sehat (0-19). Semakin tinggi nilai skor indikator-indikator yang dimiliki maka semakin sehat KSP atau USP tersebut. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai skor indikator-indikator tersebut maka semakin tidak sehat KSP atau USP tersebut (Kemenkop UKM 2014). Payung Hukum Penerapan LKM Model ASA Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan (OJK 2015) Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan, lembaga keuangan adalah semua badan yang melakukan kegiatankegiatannya di bidang keuangan, menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat. Lembaga keuangan yang melaksanakan aktivitas di atas harus mengikuti regulasi yang ditetapkan pemerintah, tidak terkecuali LKM Model ASA yang diterapkan oleh PPKM Bina Swadaya. Mengacu pada ketentuan undangundang di atas, setelah LKM Bina Swadaya berjalan dengan baik, pada tahun 2012 PPKM Bina Swadaya mulai mengurus badan hukum koperasi simpan pinjam untuk LKM Bina Swadaya. Berdasarkan perubahan badan hukum tersebut, pada tahun itu juga LKM Bina Swadaya berganti nama menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara. Keputusan tersebut menjadi relevan setelah disyahkannya Undang-Undang No 1 Tahun 2014 pasal 5 ayat 1 yang menyatakan bahwa bentuk badan hukum yang syah bagi lembaga keuangan mikro di Indonesia adalah koperasi atau perseroan. Koperasi Simpan Pinjam Margono Djojohadikoesomo dalam bukunya yang berjudul “10 Tahun Koperasi“ 1941, menuliskan bahwa koperasi ialah perkumpulan memajukan ekonominya. Kata-kata yang tersurat dalam definisi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: adanya unsur kesukerelaan dalam berkoperasi, bahwa dengan bekerjasama itu, manusia akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkan, bahwa pendirian dari suatu koperasi mempunyai pertimbangan-pertimbangan ekonomis (Hendrojogi 2012). Undang-Undang Koperasi No 12 Tahun 1967, Bab III Pasal 3 mengatakan bahwa koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Mengacu pada definisi tersebut, selanjutnya Hendrojogi (2012) menyatakan definisi tersebut mengandung unsur demokrasi, sosial dan tidak semata-mata mencari keuntungan. Mengacu pada tiga unsur tersebut, dapat dijelaskan bahwa koperasi merupakan kumpulan orang, mengutamakan persamaan derajat, tidak memandang haluan agama dan politik, bersifat sukarela, sekedar memenuhi kebutuhan dan bukan mencari keuntungan, serta tanggungan bersama anggotanya. Berbagai jenis koperasi tingkat primer dan sekunder bermunculkan setelah era tahun 1970, seperti Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin), Koperasi
10 Asuransi Indonesia (KAI), Koperasi Jasa Audit (KJA), Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI), Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Kemunculan banyak jenis koperasi ini disebabkan karena meluasnya kriteria yang digunakan dalam penjenisan koperasi dan juga perkembangan undang-undang dan peraturan menteri negara terkait dengan perkembangan koperasi di Indonesia. Undang-Undang Koperasi No 25 Tahun 1992 Bab VIII pasal 44 ayat 1 menjelaskan bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk: (a) anggota koperasi yang bersangkutan, (b) koperasi lain dan atau anggotanya, serta ayat 2 menjelaskan kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satusatunya kegiatan usaha koperasi. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (PERMEN) Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 (Permen No 19 tahun 2008) tentang pedoman pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi, khususnya Bab III pasal 19 ayat 1 menjelaskan bahwa KSP dan USP koperasi melayani anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota yang memenuhi syarat, koperasi lain dan atau anggotanya. (Kemenkop UKM 2015). Mengacu pada undang undang dan peraturan menteri di atas, maka penghimpunan tabungan dan pemberian pinjaman kepada perempuan pengusaha mikro miskin yang diposisikan sebagai calon anggota KSP Bina Swadaya Nusantara menjadi legal untuk dilaksanakan. Legalitas ini bersifat berbatas waktu, artinya ketika calon-calon anggota tersebut dinilai bersikap baik, berperilaku baik dan berkinerja baik maka mereka memiliki hak diangkat menjadi anggota KSP Bina Swadaya Nusantara. Penelitian Terdahulu Tentang Koperasi Simpan Pinjam, Usaha Mikro dan Lembaga Keuangan Mikro Model ASA Sebagai bahan acuan dan perbandingan penelitian, berikut penulis kemukakan hasil penelitian terdahulu tentang Koperasi Simpan Pinjam oleh Pristiyanto (2012), usaha mikro oleh Marpaung (2012), Purwanti (2012) dan Faizal (2014), Lembaga Kredit Mikro oleh Ashar (2013) dan Lembaga Keuangan Mikro Model ASA oleh Bulan (2007). Tabel 1. Penelitian terdahulu tentang Koperasi Simpan Pinjam, usaha mikro, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Keuangan Mikro model ASA No
Penulis
Judul Penelitian
Tahun
Hasil Penelitian
1
Pristiyanto
Strategi pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dalam pembiayaan usaha mikro di Kecamatan Tanjungsari (Studi Kasus pada KJKS BMT Mardlotillah di Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)
2012
Aspek-aspek yang dimiliki KJKS BMT Mardlotillah dalam meningkatkan kemampuan perkembangan usahanya adalah aspek sebagai lembaga perkoperasian dan promosi ekonomi anggota (terkait dengan kinerja organisasi koperasi), aspek sebagai lembaga keuangan (terkait dengan kinerja kesehatan koperasi) dan aspek sebagai lembaga keuangan syariah, serta strategi pengembangan usahanya.
11 No
Penulis
Judul Penelitian
Tahun
Hasil Penelitian
2
Marpaung
Analisis dampak pemberian kredit pola Grameen Bank terhadap peningkatan pendapatan usaha kecil masyarakat pesisir oleh Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) di Kabupaten Tuban
2012
3
Purwanti
Pengaruh Karakteristik Wirausaha, Modal Usaha, Strategi Pemasaran Terhadap Perkembangan UMKM di Desa Dayaan dan Kalolondo Salatiga
2012
4
Faizal
Pengembangan kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil dalam implementasi tanggungjawab sosial perusahaan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
2014
Proses pemberian kredit melalui sistem Grameen Bank yang dilaksanakan oleh Koperasi LEPP-M3 di Kabupaten Tuban melalui enam tahapan. Kendala yang menghambat proses keberhasilan pemberian kredit dengan sistem ini adalah penilaian diri anggota yang negatif terhadap diri sendiri dan sifat ketergantungan anggota terhadap kredit yang disalurkan. Sedangkan kredit yang diterima telah dapat meningkatkan usaha dan pendapatan anggota. Terdapat pengaruh karakteristik wirausaha terhadap perkembangan usaha UMKM di desa Dayaan dan Kalilondo Salatiga, modal usaha terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha dan terdapat pengaruh karakteristik usaha, modal usaha dan strategi pemasaran secara bersama terhadap perkembangan UMKM di desa Dayaan dan Kalilondo Salatiga. Implementasi tanggungjawab sosial perusahaan (TSP) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perusahaan Swasta Transnasional di Kabupaten Bogor dalam mewujudkan pemberdayaan pelaku UMK. Karakteristik individu pelaku UMK yang direfleksikan oleh umur dan motivasi berusaha mendukung pengembangan keberdayaan dan kemandirian mereka dalam berusaha. Kualitas pendukung UMK berada dalam katagori rendah. Tiga indikator keberdayaan pelaku UMK (kemampuan proaktif, kepemimpin an dan manajemen) berhubungan nyata dengan indikator karakteristik individu pelaku UMK, indikator intensitas pemberdayaan, dan indikator kualitas lingkungan pendukung. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kemandirian pelaku UMK adalah tingkat keberdayaan, kualitas pendukung dan intensitas pemberdayaan pelaku.
5
Ashar
Persepsi Nasabah Terhadap Kualitas Jasa Lembaga Kredit Mikro : Faktorfaktor yang Mempenga-
2013
Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesetiaan nasabah LKM adalah kehandalan jasa kredit, empati jasa kredit dan kehandalan petugas. Secara statistik
12 No
Penulis
Judul Penelitian
Tahun
ruhi dan Hubungannya dengan Kesetiaan
6
Bulan
Analisis hubungan kinerja pelayanan lembaga keuangan mikro non-bank terhadap kepuasan nasabah (studi kasus Lembaga Keuangan Mikro Bina Swadaya) model ASA
2007
Hasil Penelitian faktor berpengaruh paling besar adalah kehandalan jasa kredit, diikuti faktor empati jasa kredit dan faktor paling kecil pengaruhnya adalah kehandalan petugas. Secara statistik indikator paling berpengaruh terhadap kesetiaan nasabah adalah tingkat kesediaan nasabah menanggung beban bunga lebih tinggi; pada variabel kehandalan jasa kredit yang mewarnai adalah indikator efektifitas kredit; pada variabel empati jasa kredit adalah persyaratan memperoleh kredit; pada variabel kehandalan petugas yang mewarnai adalah kemampuan petugas dalam memberi informasi mengenai kredit dan persyaratannya. Harapan nasabah atas kualitas pelayanan yang diberikan LKM Bina Swadaya dalam menerapkan model ASA tergolong tinggi/baik. 4 dari 5 variabel kualitas pelayanan yaitu tangible, reliability, responsiveness dan assurance tergolong baik atau tinggi, sedangkan untuk empathy dinilai cukup atau sedang saja. Tingkat kepuasan nasabah tergolong baik atau tinggi walaupun sedikit di bawah harapan nasabah. Pengaruh kualitas pelayanan LKM Bina Swadaya terhadap tingkat kepuasan nasabah adalah signifikan terhadap 5 variabel di atas. Variabel empathy memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kepuasan pelanggan.
13
3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran kajian perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dalam menerapkan layanan keuangan model ASA, untuk pengembangan usaha mikro perempuan binaannya, dapat dijelaskan pada Gambar 1. Kajian Perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan Usaha Mikro Perempuan Binaannya
Analisis Perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara
Perkembangan Organisasi
Perkembangan Keuangan
Perkembangan Tingkat Kesehatan
Analisis Perkembangan Usaha Mikro Binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Karakteristik Pengusaha Credit Officer (CO)
Layanan Keuangan Lingkungan Usaha
Analisis Pengaruh Layanan Keuangan Model ASA Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Mikro Perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan Usaha Mikro Perempuan Binaanya
Gambar 1 Kerangka pemikiran kajian perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan usaha mikro perempuan binaannya Gambar 1 menjelaskan tentang kerangka berpikir yang diterapkan dalam kajian ini. Analisis perkembangan KSP Bina Swadaya dimaksudkan untuk mendapatkan tujuan kajian yang pertama, yaitu menganalisis perkembangan kinerja KSP Bina Swadaya Nusantara dalam menerapkan model ASA. Ada tiga variable yang dijadikan penentu telah berkembangnya KSP Bina Swadaya Nusantara, yaitu: (1) organisasi, (2) keuangan, dan (3) tingkat kesehatan KSP. Analisis perkembangan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara bertujuan untuk mendapatkan tujuan kajian yang kedua, yaitu menganalisis
14 perkembangan usaha mikro perempuan binaannya. Ada lima variable yang menjadi penentu telah terjadinya perkembangan usaha mikro, yaitu: (1) karakteristik individu, (2) karakteristik usaha mikro, (3) pengetahuan layanan keuangan, (4) credit officer (CO), (5) lingkungan usaha, dan (6) perkembangan usaha mikro. Analisis pengaruh layanan keuangan model ASA terhadap perkembangan usaha mikro bertujuan untuk mendapatkan tujuan kajian ketiga, yaitu menganalisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro. Sedangkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro, dimaksudkan untuk mendapatkan tujuan kajian keempat, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro. Terdapat enam variabel yang menjadi penentu tujuan ketiga dan keempat kajian ini. Dari enam variabel tersebut, lima variabel bebas yang diduga berfungsi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu : (1) karakteristik individu, (2) karakteristik usaha, (3) pengetahuan layanan keuangan, (4) credit officer (CO) dan (5) lingkungan usaha dan satu variabel tetap yang bersifat dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu perkembangan usaha mikro. X1. Karakteristik Individu X1.1. Usia X1.2. Pendidikan X1.3. Lama Berusaha X1.4. Lama Menjadi Nasabah X1.5. Pemahaman Tujuan Kelompok X1.6. Kehadiran Pertemuan Kelompok X2. Karakteristik Usaha Mikro X2.1. Jumlah Tenaga Kerja X2.2. Peralatan/Teknologi X2.3. Luas Areal Pemasaran X3. Pengetahuan Layanan Keuangan X3.1. Pemahaman layanan Simpan-Pinjam X3.2. Intensitas dan Manfaat Menabung X3.3. Kesesuaian Pinjaman X3.4. Penggunaan Pinjaman X3.5. Manfaat Pinjaman X3.6. Asuransi Pinjaman X4. Credit officer X4.1. Pengetahuan X4.2. Keterampilan X4.3. Sikap dan Perilaku X4.4. Rotasi
Y Perkembangan Usaha Mikro Y1. Peningkatan Pengetahuan Usaha Y2. Peningkatan Akses Pasar Usaha Y3. Peningkatan Produksi Usaha Y4. Peningkatan Omset Usaha Y5. Peningkatan Pendapatan Usaha
Kemajuan Usaha dan Kesejahteraan Perempuan Pengusaha Mikro Binaan KSP Bina Swadaya Nusantara
X5. Lingkungan Usaha X5.1. Akses Input Produksi X5.2. Akses Pasar X5.3. Persaingan Usaha X5.4. Akses Dukungan Lainnya
Gambar 2 Hubungan antar variabel penelitian dalam model perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara
15 Berdasarkan kerangka pemikiran yang disajikan Gambar 1, berikut dapat dijelaskan variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian pada Tabel 2. Tabel 2 Tujuan, variabel dan indikator kajian perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan usaha mikro perempuan binaannya dengan model ASA No
Tujuan dan Variabel 1
Indikator
Tujuan kajian 1. Perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara a. Perkembangan organisasi a. Sumber daya manusia (mengacu pada Keputusan Menteri Negara b. Kantor layanan KUKM No 96/Kep/M.KUKM/IX/2004) c. Jumlah kelompok dan nasabah b. Perkembangan keuangan a. Modal sendiri (mengacu pada Keputusan Menteri Negara b. Kewajiban lancar Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah c. Pinjaman Nomor 96/Kep/M.KUKM/IX/2004) d. Kinerja/performa peminjam e. Perkembangan asset c. Perkembangan kesehatan a. Permodalan b. Kualitas aktiva produktif 1. Model KSP c. Manajemen efisiensi (mengacu pada peraturan Menteri d. Likuiditas Negara Koperasi dan UKM Nomor e. Kemandirian dan pertumbuhan 20/Per/M.KUKM/ XI/2008) f. Jati diri koperasi 2. Model ASA a. Rasio keberlanjutan (mengacu kepada alat analisis rasio b. Rasio efesiensi operasional yang telah ditetapkan oleh ASA c. Rasio kualitas portofolio Bangladesh) 2. Tujuan kajian : (2) perkembangan usaha mikro, (3) pengaruh layanan keuangan mikro, dan (4) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro a. Karateristik individu a. Usia b. Pendidikan c. Lama berusaha d. Lama menjadi nasabah e. Pemahaman tujuan kelompok f. Kehadiran pertemuan kelompok b. Karakteristik usaha mikro a. Jumlah tenaga kerja b. Peralatan/teknologi usaha c. Luas areal pemasaran c. Pengetahuan layanan keuangan a. Pemahaman tujuan layanan b. Intensitas dan manfaat menabung c. Kesesuaian pinjaman d. Penggunaan pinjaman e. Manfaat pinjaman f. Asuransi pinjaman d. Credit officer (CO) a. Pengetahuan b. Keterampilan c. Sikap dan perilaku d. Rotasi e. Lingkungan usaha a. Akses input produksi b. Akses pasar c. Persaingan usaha d. Akses dukungan lainnya f. Perkembangan usaha mikro a. Peningkatan pengetahuan usaha b. Peningkatan akses pasar usaha c. Peningkatan produksi usaha d. Peningkatan omset usaha e. Peningkatan pendapatan usaha
16 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis utama yang diuji dalam penelitian yaitu: H1 : Karakteristik individu (X1) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha (Y). H2 : Karakteristik usaha mikro (X2) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha (Y). H3 : Pengetahuan layanan keuangan (X3) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha (Y). H4 : Credit officer (CO) (X4) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha Y. H5 : Lingkungan usaha (X5) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha (Y).
17
4 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Disain kajian bersifat penelitian survai deskriptif yang dilaksanakan pada satu populasi, yaitu perempuan pengusaha mikro yang telah menjadi nasabah dan mendapatkan pelayanan keuangan dan pembinaan model ASA dari KSP Bina Swadaya Nusantara. Penelitian survai hampir sama dengan kegiatan pengamatan, tetapi diikuti dengan pengajuan pertanyaan dari peneliti kepada subyek penelitian. Hal ini dapat dilakukan melalui daftar pertanyaan yang harus diisi oleh subyek peneliti dan dikirim kembali ke peneliti. Sedangkan disain penelitian deskriptif tujuannya bersifat suatu paparan pada variabel-variabel yang diteliti, misalnya tentang siapa, yang mana, kapan dan dimana, maupun ketergantungan variabelvariabel pada sub-sub variabelnya. Dengan demikian hasil penelitian dengan disain ini akan menghasilkan informasi yang komprehensif mengenai variabel yang diteliti (Sumarni dan Wahyuni 2005; Umar 2008). Dalam metode survai umumnya pengertian survai dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari contoh atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Menurut tingkat eksplanasinya, kajian ini termasuk tipe penelitian eksplanatif kuantitatif. Eksplanatif adalah metode yang menguji hubungan antara dua variabel, apakah suatu variabel dipengaruhi secara nyata ataukah tidak oleh variabel lainnya. Kuantitatif didasarkan pada paradigma positivisme dengan berlandaskan pada asumsi mengenai obyek empiris. Asumsi pertama bahwa obyek atau fenomena dapat diklasifikasikan menurut sifat, jenis, struktur dan sebagainya. Berdasarkan asumsi ini maka penelitian dapat memilih variabel tertentu pada perempuan pengusaha mikro yang telah mendapatkan layanan keuangan model ASA dari KSP Bina Swadaya Nusantara sebagai obyek penelitian. Variabel-variabel yang diujikan dalam penelitian ini adalah (1) karakteristik individu, (2) karakteristik usaha mikro, (3) pengetahuan layanan keuangan, (4) credit officer (CO), (5) lingkungan usaha, dan (6) perkembangan usaha mikro. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada KSP Bina Swadaya Nusantara dan kelompok perempuan pengusaha mikro, yang telah mendapatkan layanan keuangan model ASA dari KSP Bina Swadaya Nusantara yang berada pada wilayah berikut : 1. Johar Baru di Jakarta Pusat 2. Penggilingan di Jakarta Timur 3. Gunung Putri di Kabupaten Bogor 4. Kenari Mas di Kabupaten Bogor 5. Cikarang di Kabupaten Bekasi 6. Babakan Sari di Kotamadya Bandung . 7. Pekalongan di Kabupaten Pekalongan. 8. Pandaan di Kabupaten Pasuruan Pengambilan data sekunder terkait dengan perkembangan organisasi dan keuangan KSP Bina Swadaya Nusantara dilaksanakan di kantor pusat Koperasi
18 Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara yang berlokasi di Jalan Gunung Sahari III No 7 Jakarta Pusat 10610. Penelitian telah diselenggarakan pada tanggal 12 April 2014 sampai dengan 13 Maret 2015. Sedangkan pengambilan data dan informasi dari contoh dan responden kajian dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2014 sampai dengan 12 Nopember 2014 di 8 wilayah operasional kantor cabang KSP Bina Swadaya Nusantara Populasi dan Contoh Populasi Kriteria nasabah yang layak menjadi contoh adalah (1) aktif, berasal dari 8 kantor cabang KSP Bina Swadaya Nusantara, (2) sedang melakukan transaksi pinjaman kredit minimal 2 periode, dan (3) telah menjadi nasabah minimal 2 tahun sejak tanggal pengambilan data. Berdasarkan kriteria di atas, jumlah populasi perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara yang layak jadi populasi kajian adalah sebanyak 6.588 orang. Sebaran populasi kajian diuraikan pada Tabel 3. Tabel 3 Asal dan jumlah populasi perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Areal Layanan (a) Johar Baru Penggilingan Gunung Putri Kenari Mas Cikarang Babakan Sari Pekalongan Pandaan
Kotamadya/ Kabupaten (b) Jakarta Pusat Jakarta Timur Bogor Bogor Bekasi Bandung Pekalongan Pasuruan
Propinsi (c) DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jumlah
Jumlah Populasi (d) 445 546 688 577 775 1.215 773 1.569 6.588
Penarikan Contoh Penarikan contoh pada populasi Tabel 3 menggunakan teknik penarikan contoh bertujuan (purposive sampling) dan pengambilan sampel secara aksidental (accidental sampling), disesuaikan dengan jadwal kunjungan credit officer (CO) pada pertemuan kelompok perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Menurut Abdillah dan Hartono (2015) teknik penyampelan bertujuan (purposive sampling) adalah teknik pemilihan sampel ketika peneliti tidak memiliki sampling frame dan kemudian peneliti memilih sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu dan penilaian peneliti untuk mengarahkan sampel terpilih sesuai dengan tujuan penelitian. Prosedur penyampelan non-propabilitas ini tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh unit/entitas dalam suatu populasi terpilih sebagai sampel penelitian. Menurut Sumarni dan Wahyuni (2005) accidental sampling adalah pengambilan sampel berdasarkan kebetulan yang ditemui.
19 Proporsi jumlah contoh yang diambil disesuaikan dengan jumlah populasi di wilayah penarikan contoh. Menurut Saebani dan Nurjaman (2013) menyatakan bahwa jika banyaknya subjek yang terdapat pada suatu wilayah tidak sama, maka dalam memperoleh contoh yang representatif, pengambilan subjek dari setiap strata atau wilayah tertentu harus seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam setiap strata atau wilayah. Berdasarkan pendapat di atas, besarnya contoh dalam penelitian ini ditetapkan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008), yaitu : N n ≥ --------------1 + Ne² Keterangan : n = ukuran contoh N = ukuran populasi relatif banyak e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yang dapat ditoleransi (minimal 10%) Jumlah perempuan pengusaha mikro yang dilayani KSP Bina Swadaya Nusantara sampai bulan Desember 2013 sebanyak 6.588 orang. Pengusaha mikro tersebut tersebar di 8 kantor cabang. Mengacu dari jumlah tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan penepatan jumlah contoh yang dibutuhkan yaitu : N n ≥ --------------1 + Ne² 6.588 n ≥ -----------------------(1 + 6.588) x (0,10) ² 6.588 n ≥ -----------------------1 + 65,88 n≥
98.50
Hasil perhitungan di atas menjelaskan bahwa ukuran contoh minimal yang harus diambil dalam kajian adalah sebanyak 98,50 orang perempuan pengusaha mikro yang berada di 8 kantor cabang. Jumlah contoh tersebut dapat digenapkan menjadi 100 orang. Mengingat jumlah populasi setiap kantor cabang tidak sama, maka jumlah contoh yang diambil harus seimbang atau proposional.. Jumlah responden sebanyak 100 orang sudah sesuai dengan rule of thumb (aturan) dalam Structural Equation Modeling (SEM) yang akan digunakan sebagai metode pengolah dan analisis data dalam penelitian ini. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wijayanto; Kusnendi dalam Mulyandari (2011) bahwa penggunaan SEM dengan metode estimasi maximum likelihood memerlukan sampel minimal 100-150 responden. Menurut Abdillah dan Hartono (2015) Partial Least Square (PLS) adalah motode statistika SEM berbasis varian yang didisain
20 untuk menyelesaikan permasalahan struktural yang melibatkan banyak variabel atau konstruk ketika ukuran sampel kecil, adanya data yang hilang atau missing values dan multikolinearitas. Tabel 4 menjelaskan perhitungan jumlah contoh perempuan pengusaha mikro di setiap cabang secara proposional Tabel 4 Asal dan jumlah contoh perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Areal Layanan (a) Johar Baru
Kotamadya/ Kabupaten (b) Jakarta Pusat
Penggilingan Gunung Putri Kenari Mas Cikarang Babakan Sari Pekalongan Pandaan
Jakarta Timur Bogor Bogor Bekasi Bandung Pekalongan Pasuruan
Propinsi (c) DKI Jakarta
Jumlah Populasi (d) 445
Jumlah Sampel (e = (d / 6.588) x 100) 7
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jumlah
546 688 577 775 1.215 773 1.569 6.588
8 10 9 12 18 12 24 100
Penelitian ini juga membutuhkan nara sumber atau sumber informasi. Sumber informasi yang dibutuhkan terkait dengan pengelolaan KSP Bina Swadaya Nusantara dan perempuan pengusaha mikro yang menjadi binaannya. Sumber informasi yang dibutuhkan berasal dari manajer kantor pusat dan kantor cabang, serta credit officer (CO). Jumlah sumber informasi yang dibutuhkan sebanyak 25 orang, yang terbagi atas 8 orang manajer kantor cabang dan 16 orang credit officer (CO) yang berasal dari 8 unit kantor cabang, serta 1 orang manajer kantor pusat KSP Bina Swadaya Nusantara. Manajer dan credit officer (CO) yang layak menjadi sumber informasi adalah yang telah bekerja di KSP Bina Swadaya Nusantara minimal selama 1 tahun. Penjelasan sumber informasi digambarkan pada Tabel 5 Tabel 5 Asal dan jumlah sumber informasi dari KSP Bina Swadaya Nusantara Asal Lembaga KSP Bina Swadaya Nusantara
Sumber Informasi
Jumlah
Manajer kantor pusat Manajer kantor cabang Kepala urusan akuntansi Credit officer (CO) Jumlah
1 8 1 16 26
Data dan Instrumentasi Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari responden perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Data primer tersebut
21 diperoleh melalui (a) survey terstruktur dengan kuesioner, yaitu pengumpulan data melalui pengisian kuesioner oleh responden dipandu oleh peneliti, (b) wawancara terstruktur menggunakan metode interview terhadap responden untuk melengkapi data-data hasil jawaban kuesioner responden, dan (c) observasi atau pengamatan langsung terhadap usaha yang tengah dijalankan oleh perempuan pengusaha mikro serta akses usaha tersebut terhadap bahan baku, pasar, dan sumber informasi lainnya. Pengumpulan data primer diperkuat melalu pengumpulan dokumentasi. Pengumpulan data primer yang berasal dari responden perempuan pengusaha mikro didasarkan atas pendapat atau presepsi mereka terhadap indikator-indikator yang diajukan dalam mengukur variabel-variabel kajian. Menurut Sarwono dalam Mulyandari (2012) persepsi adalah proses kategorisasi terhadap rangsangan dari luar yang di dalamnya terdapat unsur pemberian arti dan penilaian (inferensiasi) terhadap obyek tersebut. Persepsi dapat diartikan sebagai proses pemberian makna yang di dalamnya terdapat proses seleksi atau penilaian terhadap rangsangan berdasarkan pengamatan, wawasan, dan pengalamannya yang didalamnya terdapat unsur penilaian terhadap variabel penelitian tersebut. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui: a) studi dokumentasi, b) wawancara, dan c) focus group discussion yang dilakukan kepada manajer kantor pusat, manajer kantor cabang dan credit officer (CO). Data-data sekunder yang dibutuhkan dalam kajian adalah (a) perkembangan organisasi dan keuangan KSP Bina Swadaya Nusantara, (b) program pembinaan bagi perempuan pengusaha mikro, (c) kemitraan dengan pihak lain, serta (d) pengelolaan aspek-aspek pengembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Instrumentasi Instrumentasi adalah tata cara penyusunan alat pengambilan data dan dalam penelitian ini disebut kuesioner. Kuesioner merupakan suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Kuesioner adalah metode pengumpulan data primer menggunakan sejumlah item pertanyaan atau penyataan dengan format tertentu. Karena penelitian memerlukan landasan atau telaahan teori, demikian pula pembuatan kuesioner. Teori menjadi faktor utama dalam penyusunan kuesioner penelitian (Umar 2008; Abdillah dan Hartono 2015). Langkah-langkah penyusunan kuesioner adalah sebagai berikut (1) tentukan subjek penelitian, (2) tuliskan permohonan pengisian kuesioner, (3) tuliskan tata cara pengisian kuesioner, (4) tetapkan isian pertanyaan dalam kuesioner yang terdiri dari dua bagian, yaitu (a) karakteristik responden, dan (b) item-item pertanyaan yang dilengkapi dengan kolom isian untuk jawabannya, apakah tertutup, semi terbuka, atau terbuka, atau kombinasinya, dan (5) ujilah validasi dan reliabilitas kuesioner (Umar 2008). Saebani dan Nurjaman (2013) menjelaskan ada dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas istrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kuantitatif, kualitas instrumen penelitian berkaitan dengan validitas dan reliabilitas instrumen. Sedangkan kualitas pengumpulan data berkaitan dengan ketepatan teknis pengumpulan data. Oleh karena itu, instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya belum tentu
22 menghasilkan data yang valid dan reliabel apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan data. Mengacu pada metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Least Square (PLS) sebagai alternatif Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varian, maka uji validitas dan reliabililitas tidak hanya diberlakukan terhadap kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data tetapi juga dilakukan evaluasi diagram jalur (path diagram) serta uji validitas variable latennya. Konseptualisasi dan Definisi Operasional Variabel Pengukuran dalam penelitian ini merujuk pada Sumarni dan Wahyuni (2005) dimana pengukuran merupakan pemberian tanda berupa angka atau simbol untuk suatu fenomena empiris dengan suatu atau beberapa kriteria tertentu. Fenomena yang diamati dalam penelitian bisa diklasifikasikan sebagai objek atau karakteristik. Dalam hal ini peneliti harus menggunakan indikator dan kriteria yang cocok. Peneliti akan mengukur indikator atau kriteria karakteristik atau variabel penelitian. Pengukuran variabel menggunakan skala. Skala pengukuran adalah peraturan penggunaan notasi bilangan dalam pengukuran. Menurut skala pengukurannya, data dapat dibedakan atas empat jenis, yaitu data nominal, data ordinal, data interval dan data ratio (Supardi 2013). Skala ordinal adalah jika kita ingin membeda-bedakan suatu objek berdasarkan sangat disukai, disukai, tidak disukai dan sangat tidak disukai. Skala interval adalah jika suatu skala memiliki sifat dari skala ordinal dan jika jarak antara dua angka (skor) pada skala itu mempunyai unsur jarak. Skala interval merupakan angka kuantitatif yang tidak memiliki nilai nol mutlak. Sedangkan skala rasio adalah suatu skala yang memiliki ciri suatu skala interval dan di samping itu memiliki titik nol sejati, maka skala tersebut disebut skala rasio. Skala rasio mencerminkan jumlah sebenarnya dari suatu variabel (Marimin dan Maghrifah 2010). Variabel dalam penelitian ini secara umum dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu variabel bebas (yang mempengaruhi) atau X dan variabel terikat (yang dipengaruhi) atau Y. Masing-masing variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik individu (X1) 2. Karakteristik usaha mikro (X2) 3. Pengetahuan layanan keuangan (X3) 4. Credit officer (CO) (X4) 5. Lingkungan usaha (X5) 6. Perkembangan usaha mikro (Y1) Karakteristik Individu (X1) Karakteristik individu pelaku usaha mikro dan kecil adalah bagian dari individu yang melekat pada diri pelaku usaha mikro dan kecil dan mendasari tingkah lakunya. Karakteristik individu yang perlu diperhatikan dan tidak lepas dari keberdayaan adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman dan motivasi (Roger dan Shoemaker; Spencer dan Spencer; Salkind; Lionberger dan Gwin; Bird dalam Faizal 2014). Berdasarkan pendapat dan hasil penelitian indikator yang digunakan dalam menentukan karakteristik individual pengusaha mikro adalah usia,
23 pendidikan, lama berusaha dan lama menjadi nasabah sebagai bentuk pengalaman berusaha, serta pemahaman tujuan kelompok dan kehadiran pengusaha mikro dalam pertemuan kelompok sebagai bentuk peningkatan motivasi, kedisiplinan dan sikap dalam berusaha. Untuk definisi operasional, parameter ukuran dan skala pengukuran variabel krakteristik pengusaha mikro diuraikan pada lampiran 1. Karakteristik Usaha Mikro (X2) Karakteristik usaha mikro adalah bagian dari usaha mikro yang melekat pada usaha mikro. Kara (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa karakteristik usaha mikro dapat dilihat dari empat faktor yaitu akses sumber daya, kepemilikan, peran, kelembagaan dan kelayakan usaha mikro. Usaha mikro dikarakteristikkan dengan akses terhadap sumber daya yang relatif rendah, umumnya dimiliki dan dikelola oleh perorangan atau keluarga sehingga mempunyai peran penting bagi ekonomi keluarga, sebagian besar menyerap tenaga kerja kurang dari 5 orang, tetapi hampir semua usaha menyerap satu atau lebih dari satu orang. Usaha mikro yang sudah berkembang dapat menyerap tenaga kerja antara 5-10 orang dan kelembagaan usaha mikro tidak memiliki kelembagaan dan izin atau lisensi formal dari lembaga yang berwenang sehingga beroperasi secara informal. Kelayakan usaha mikro dapat diidentifikasi dari berbagai aspek seperti tipe produksi atau teknologi, jumlah tenaga kerja, sifat usaha, prospek pengembangan dan lain sebagainya. Berdasarkan sifat usaha mikro tersebut, indikator yang digunakan untuk melihat karakteristik usaha mikro adalah jumlah tenaga kerja, peralatan/teknologi dan luas areal pemasaran. Definisi operasional, parameter ukuran dan skala pengukuran untuk variabel karakteristik usaha ini diuraikan pada lampiran 2 Pengetahuan Layanan Keuangan (X3) Pengetahuan layanan keuangan adalah pengetahuan yang dimiliki dan dirasakan oleh pengusaha mikro terhadap layanan keuangan yang mereka akses. Pengetahuan layanan keuangan bersifat sebagai faktor internal. Menurut Priyatno dalam Suharti dan Sirine (2011) faktor internal yang berasal dari dalam diri wirausahawan dapat berupa sifat-sifat personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang dapat memberikan kekuatan untuk berusaha. Pengusaha mikro yang didampingi oleh KSP Bina Swadaya Nusantara selain mendapatkan layanan keuangan, juga mendapatkan pengetahuan dan motivasi agar disiplin dalam simpan, pinjam dan angsuran. Berdasarkan bentuk layanan tersebut, indikator yang digunakan dalam melihat pengetahuan layanan keuangan dalam kajian ini adalah pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh pengusaha mikro, terkait dengan pemahaman tujuan layanan simpan-pinjam yang diterima, intensitas dan manfaat menabung yang telah mereka ekspresikan, kesesuaian pinjaman yang dirasakan, penggunaan pinjaman yang diterima, serta manfaat pinjaman dan asuransi pinjaman yang dirasakan. Definisi operasional, parameter ukuran dan skala pengukuran untuk variabel pengetahuan layanan keuangan diuraikan pada lampiran 3. Credit officer (CO) (X4) Credit officer (CO) adalah petugas kredit yang berasal dari KSP Bina Swadaya Nusantara, bertugas mensosialisasikan program kepada perempuan pengusaha mikro, membentuk kelompok dan memfasilitasi pertemuan-pertemuan
24 terkait dengan persiapan dan pemberian kredit serta pengelolaan kredit. Menurut Ashar (2013) dalam penelitiannya tentang persepsi nasabah terhadap kualitas jasa LKM memberikan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesetiaan nasabah LKM adalah kehandalan jasa kredit, empati petugas jasa kredit dan kehandalan petugas. Kehandalan petugas tersebut terkait dengan penyampaian informasi mengenai kredit dan persyaratannya, kemampuan dalam memproses administrasi pencairan kredit, dan kemampuan dalam pencatatan angsuran. Namun untuk empati petugas terkait dengan derajat keakraban nasabah, tingkat keramahan nasabah, minat membantu nasabah dan perhatian petugas terhadap bisnis nasabah malah tidak signifikan pengaruhnya terhadap kesetiaan nasabah LKM. Hal ini disebabkan karena tingkat kesibukan petugas yang terlalu tinggi sehingga mereka tidak memiliki waktu beramah-tamah dengan nasabah. Berdasarkan penelitian di atas, indikator yang digunakan untuk melihat variabel credit officer (CO) adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku serta rotasi lokasi tugas mereka. Definisi operasional, parameter ukuran dan skala pengukuran untuk variabel credit officer (CO) diuraikan pada lampiran 4. Lingkungan Usaha (X5) Lingkungan usaha adalah faktor eksternal yang berpengaruh pada perkembangan usaha mikro. Faktor eksternal penting yang mempengaruhi pertumbuhan usaha adalah industri dan pasar, perusahaan pesaing dan iklim ekonomi (Crijns dan Ooghi dalam Munizu 2010). Lingkungan usaha berpengaruh secara positif dan signifikan teradap strategi bisnis industri kecil. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil adalah kualitas lingkungan pendukungnya, seperti ketersedian sumber daya informasi, sumber daya modal, jaringan transportasi, jaringan pemasaran yang dapat dijangkau dan diakses pelaku usaha mikro dan kecil (Hermanto 2011; Faizal 2014). Beberapa indikator yang digunakan untuk melihat variabel lingkungan usaha dalam penelitian ini adalah akses input produksi, akses pasar, persaingan usaha dan akses dukungan lainnya. Definisi operasional, parameter ukuran dan skala pengukuran untuk variabel lingkungan usaha diuraikan pada lampiran 5. Perkembangan Usaha Mikro (Y) Perkembangan usaha mikro adalah kemampuan seorang pengusaha mensosialisasikan dirinya kepada kebutuhan pangsa pasar. Purwanti (2012) menyatakan bahwa faktor karakteristik wirausaha, modal usaha dan strategi pemasaran terbukti secara bersama-sama atau simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Desa Dayan Kalidodo Salatiga. Selain itu, perkembangan usaha mikro dan kecil dapat dilihat dari jumlah penjualan yang semakin meningkat, berinovasi, luas pasar, mampu bersaing, mempunyai akses terhadap lembaga keuangan untuk pembiayaan usahanya dan peningkatan hasil usahanya. Indikator yang digunakan untuk melihat variabel perkembangan usaha mikro pada penelitian ini adalah peningkatan pengetahuan, akses pasar, produksi, omset dan pendapatan usaha. Definisi operasional, parameter ukuran dan skala pengukuran variabel perkembangan usaha mikro dapat diuraikan pada lampiran 6.
25 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Sebuah instrument/alat ukur atau kuesioner yang baik haruslah memiliki validitas dan reliabilitas yang juga sama baiknya. Sebelum dilakukan analisis statistik, butir-butir pertanyaan mutlak perlu diuji reliabilitas dan validitasnya. Realibilitas terkait dengan keandalan alat ukur; seberapa jauh alat ukur dapat menghasilkan hasil yang kurang lebih sama ketika diterapkan pada sampel yang sama. Validitas terkait dengan keabsahan; apakah butir-butir pertanyaan alat ukur secara tepat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas sendiri terdapat bermacam-macam, seperti validitas isi, validitas wajah, validitas konstruk dan validitas kriteria (Sufren dan Yonathan 2014). Penentuan validitas dan reliabilitas kuesioner pada kajian ini telah dilakukan uji coba pada 30 orang perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara yang berada di Wilayah Gunung Putri di Kabupaten Bogor. Pengujian Validitas Kuesioner Uji validitas kuesioner berguna untuk mengetahui apakah ada pertanyaanpertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan (Umar 2008). Langkah-langkah dalam menguji validitas kuesioner adalah sebagai berikut : 1. Melakukan uji coba kuesioner dengan meminta 30 responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) lebih mendekati kurval normal. 2. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. 3. Menghitung korelasi antar data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut : n (∑XY) – (∑X∑Y)
r = -------------------------------------------√ [n ∑X² - (∑X)²] [n∑Y²-(∑Y)²] Keterangan : r = koefisien korelasi n = banyaknya pasangan data (unit sampel) x = variabel bebas y = variabel terikat Bila dalam uji korelasi menggunakan SPSS ternyata semua nilai korelasi yang ada adalah signifikan, pertanyaan-pertanyaan yang ada memiliki validitas konstruksi, yang berarti terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sedangkan jika ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak signifikan, maka harus diganti atau dibuang. Alat ukur dinyatakan valid adalah jika perhitungan nilai r (koefisien korelasi) dibandingkan dengan r tabel lebih besar. Begitu sebaliknya, jika r (koefisien korelasi) dibandingkan dengan t tabel lebih kecil, maka instrumen atau kuesioner yang digunakan tidak valid. Nilai t tabel dalam uji validitas kuesioner pada penelitian ini 0,361. Berdasarkan hasil analisis validitas instrumen menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20.0 for windows diketahui
26 bahwa instrumen yang disiapkan untuk keperluan penelitian sudah valid dengan product moment Pearson berkisar antara 0,419 – 0,950. Dari 59 butir pertanyaan yang ada pada kuesioner, 56 butir memiliki product moment Pearson > 0,500 – 0,950, sedangkan 3 butir pertanyaan lainnya memiliki product moment Pearson berkisar antara 0,419 – 0,492. Untuk meningkatkan validitas butir pertanyaan tersebut selanjutnya dilakukan perbaikan. Berdasarkan hasil uji validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep atau variabel yang akan diukur dalam penelitian ini telah dapat dipercaya. Tabel 6 Nilai hasil uji validitas instrumen penelitian Variabel
Kisaran nilai validitas (koefisien r) 0,419** - 0,904** 0,492** - 0,927** 0,595** - 0,837** 0,435** - 0,911** 0,568** - 0,886** 0,680** - 0,950**
Keterangan
Karakteristik individu (X1) Karakteristik usaha mikro (X2) Pengetahuan layanan keuangan (X3) Credit officer (CO) (X4) Lingkungan usaha (X5) Perkembangan usaha mikro (Y) Keterangan: 1. ** nyata pada P<0,01 2. Terdapat 3 butir pertanyaan memiliki koefisien r < 0,500 dan 56 butir memiliki koefisien r>0,500
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
pertanyaan
Pengujian Reliabilitas Kuesioner Umar (2008) mengemukakan bahwa setelah kuesioner penelitian tersebut dinyatakan valid untuk digunakan, selanjutnya perlu dilakukan lagi uji reliabilitas. Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Metode yang digunakan untuk memperkirakan reliabilitas instrumen adalah metode konsistensi internal. Dalam metode tersebut, dapat ditunjukkan melalui besarnya nilai Craonbach’s Alpha. Rumusnya ditulis sebagai berikut: ∑b²
k
r11 =
1(k – 1)
t²
Keterangan :
r11
= k = t² = ∑b² =
reliabilitas instrumen banyaknya butir pernyataan varian total jumlah varian butir
Jika dalam perhitungan ternyata nilai r11 dibandingkan dengan tabel r product moment lebih kecil, maka instrumen atau kuisinoner tidak reliable, sedangkan jika sebaliknya, jika nilai r11 dibandingkan dengan tabel r producet moment lebih besar maka kuesioner yang dibuat reliable. Menurut Sufren dan Yonathan (2014) untuk
27 menguji reliabilitas alat ukur, lihat angka koefisien Cronbach’s Alpha. Alat ukur dinyatakan handal atau reliable bila koefisien Cronbach’s Alpha berkisar antara 0,6 sampai dengan 0,8. Berdasarkan hasil analisis reliabilitas kuesioner yang telah dilaksanakan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20.0 for Windows diketahui bahwa instrumen yang disiapkan untuk keperluan penelitian sudah reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai reliabilitas (Cronbach’s Alpha) berkisar antara 0,756 – 0,991. Tabel 7 Nilai hasil uji reliabilitas kuesioner Variabel Karakteristik individu (X1) Karakteristik usaha mikro (X2) Pengetahuan layanan keuangan (X3) Credit officer (CO) (X4) Lingkungan usaha (X5) Perkembangan usaha mikro (Y) Keterangan: ** nyata pada P<0,01
Kisaran nilai reliability (Cronbach’s Alpha ) 0,756** - 0,871** 0,750** - 0,897** 0,760** - 0,991** 0,753** - 0,884** 0,787** - 0,809** 0,812** - 0,916**
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Analisis Data Pantton menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Menurut Taylor, analisis data sebagai proses yang memerinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide), seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis. Dengan demikian, definisi tersebut dapat disintesiskan bahwa analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data (Saebani dan Nurjaman 2013). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan alat analisis untuk menghasilkan suatu temuan atau informasi yang diinginkan dengan interpretasi dan deskripsi kualitatif. Data primer dan sekunder yang telah diperoleh dari kegiatan pengumpulan data diolah menggunakan teknik pengolahan dan analisis data yang sesuai dengan tujuan kajian. Tabel 8 menjelaskan tentang teknik pengolahan dan analisis data berbasiskan tujuan, sumber data dan metode atau alat pengumpulan data.
28 Tabel 8 Tujuan kajian, sumber data dan informasi, metode dan alat pengumpulan data, serta metode pengolahan dan analisis data No
Tujuan Kajian
1
Menganalisis perkembangan kinerja KSP Bina Swadaya Nusantara dalam menerapkan model ASA
Sumber Data dan Informasi 1. Laporan organisasi (tahunan) 2. Laporan keuangan (tahunan) 3. Manajer kantor pusat 4. Manajer kantor cabang 5. Credit officer
Metode/Alat Pengumpulan Data Studi dokumentasi/ Matrik identifikasi
Wawancara/ Kuesioner
2
Menganalisis perkembangan usaha mikro perempuan binaannya
Perempuan pengusaha mikro
Wawancara dan observasi/ Kuesioner
3
Menganalisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro
Perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara
Wawancara dan Observasi/ Kuesioner
4
Metode Pengolahan/ Analisis Data Analisis deskriptif (organisasi, keuangan, tingkat kesehatan)/ Pengelompokan data periode tahun 2009-2013 terkait kinerja organisasi, keuangan serta tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara. Kinerja organisasi ditentukan berdasarkan PERMEN Koperasi dan UKM Nomor 19/Per/M.KUKM/ XI/2008. Kinerja keuangan ditentukan berdasarkan PERMEN Koperasi dan UMK Nomor 20/Per/M.KUKM/ XI/2008 dan kinerja menurut ASA. Analisis deskriptif/Pengelompokan data menggunakan tabel dan frekuensi distribusi untuk menyajikan data yang berhubungan dengan perkembangan kinerja usaha mikro dan faktorfaktor pendorongnya. Analisis inferensial/ Analisis jalur (path analysis), Cronbachs Alpha dan Uji T. Partial Least Square (PLS) alternatif Structural Equation Modeling (SEM) Varian
Partial Least Square (PLS) Partial Least Square (PLS) sebagai alternative Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varian digunakan untuk menganalisis tujuan ketiga dan keempat penelitian ini. Proses pengolahan dan analisis data primer yang diperoleh dari responden dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu : 1. Disain diagram jalur (path diagram) dan jumlah blok (variable laten). 2. Evaluasi model pengukuran (outer model) diagram jalur (path diagram) 3. Uji reliabilitas variabel laten Disain Diagram Jalur (Path Diagram) Mendisain diagram jalur (path diagram) dimulai dengan menentukan jumlah blok variabel laten serta indikator variabel laten, lalu disesuaikan dengan hubungan antar variabel kajian dalam model perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara mengacu pada Gambar 2 sebelumnya. Gambar 3
29 adalah diagram jalur (path diagram) yang telah disusun dan perlu dievaluasi validitasnya. X1.1. Usia X1.2. Pendidikan X1.3. Lama Berusaha X1.4. Lama Menjadi Nasabah
X1 Karakteristik Individu
X2.2. Peralatan/Teknologi
X2 Karakteristik Usaha Mikro
X2.3. Luas Areal Pemasaran
Y3. Peningkatan Produksi Usaha
X2.1. Jumlah Tenaga Kerja
Y2. Peningkatan Akses Pasar Usaha
X1.6. Kehadiran Dalam Pertemuan Kelompok
Y1. Peningkatan Pengetahuan Usaha
X1.5. Pemahaman Tujuan Kelompok
X3.1. Pemahaman Tujuan Simpan Pinjam X3.2. Intensitas dan Manfaat Menabung X3.3. Kesesuaian Pinjaman X3.4. Penggunaan Pinjaman
X3 Pengetahuan Layanan Keuangan
Y1 Perkembangan Usaha Mikro
X3.5. Manfaat Pinjaman
X4.3. Sikap dan Perilaku
X4 Credit Officer (CO)
X4.4. Rotasi X5.1. Akses Input Produksi X5.2. Akses pasar X5.3. Persaingan Usaha
Y1. Peningkatan Pendapatan Usaha
X4.2. Keterampilan
Y4. Peningkatan Omset Usaha
X4.1. Pengetahuan
X5 Lingkungan Usaha
X5.4. Akses Dukungan Lain
Gambar 3 Diagram jalur kerangka konseptual untuk analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro
30 Gambar 3 menunjukkan konstruk unidimensional yang terdiri dari 6 konstruk yang terbagi atas dua bagian, yaitu 5 konstruk sebagai variabe independen dan 1 konstruk sebagai variable dependen. Variable independen dan dependen disebut juga dengan variabel laten. Konstruk dengan variabel independen selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Karakteristik individu (X1), diukur dengan 6 indikator, yaitu X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, X1.5 dan X1.6, b. Konstruk karakteristik usaha mikro (X2), diukur dengan 3 indikator, yaitu X2.1, X2.2 dan X1.3. c. Konstruk pengetahuan layanan keuangan (X3), diukur dengan 6 indikator, yaitu X3.1, X3.2, X3.3, X3.4, X3.5 dan X3.6. d. Konstruk credit officer (CO) (X4), diukur dengan 4 indikator, yaitu X3.1, X3.2, X3.3 dan X3.4. e. Konstruk lingkungan usaha (X5), diukur dengan 4 indikator, yaitu X4.1, X4.2, X4.3 dan X4.4. Konstruk dengan variabel dependen adalah perkembangan usaha atau (Y), diukur dengan 5 indikator, yaitu Y1, Y2, Y3, Y4 dan Y5. Evaluasi Model Pengukuran (Outer model) Diagram Jalur (Path diagram) Diagram jalur (path diagram) yang telah disusun kemudian dilakukan uji validitas setiap variabel laten, seperti X1, X2, X3, X4, X5 dan Y. Pengujian validitas variabel laten tersebut telah dilakukan menggunakan software SmartPLS versi 2.0. Indikator yang digunakan dalam pengujian diagram jalur (path diagram) adalah jika ukuran refleksif individual memiliki nilai loading (𝜆) dengan variabel laten yang ingin diukur ≥ 0,5, jika salah satu indikator memiliki nilai loading (𝜆) <0,5 maka indikator tersebut harus dibuang (didrop) karena mengindikasikan indikator tersebut tidak cukup baik untuk mengukur variabel laten secara tepat. Abdillah dan Hartono (2015) menegaskan bahwa pengujian model pengukuran digunakan untuk menvalidasi model penelitian yang dibangun. Dua parameter utama yang dibangun adalah pengujian validitas konstruk (validitas konvergen dan diskriminan) dan pengujian konsistensi internal (reliabilitas) konstruk. Uji validitas konstruk dapat diukur dengan parameter skor loading di model penelitian (Rule of Thumbs >0,7) dan menggunakan parameter AVE, Communality, R2 dan Redudancy. Scor AVE harus >0,5, Communality >0,5, dan Redudancy mendekati 1. Jika skor loading <0,5 maka indikator harus dihapus dari konstruknya karena indikator ini tidak termuat (load) ke konstruk yang mewakilinya. Jika scor loading antara 0,5 - 0,7, sebaiknya indikatornya tidak dihapus sepanjang skor AVE dan Communality indikator >0,5. Sedangkan untuk uji reliability dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha dan nilai composite reliability. Untuk dapat dikatakan suatu konstruk reliabel, maka nilai Cronbach’s Alpha harus 0,6 dan nilai Composite reliability harus >0,7. Gambar 4 menjelaskan tentang hasil pengujian diagram jalur (path diagram) menggunakan software SmartPLS versi 2.0.
31
X1.1
0,588
X1.2
-0,083
X1.3
0,711
X1.4 X1.5
0,00
0,834 0,171 0,263
X1 0,123
X1.6 X2.1
0,656
X2.2
0,724
X2.3
0,848
X3.1
0,453
X3.2
0,034
X3.3
-0,147 0,622
X3.4 3 X3.5 3 X3.6 3 X4.1. 1 X4.2
0,801
0,00
0,642
0,279
X3
0,00
Y
0,806
Y1 Y2
0,794
Y3
0,900
Y4
0,880
Y5
0,019 0,551 0,727 0,271
X4.4
0,793
X5.1. 1 X5.2
-0,433
X5.4
0,308
X2
0,126
X4.3
X5.3
0,00
0,438
0,00 0,156
X4
0,00
0,574 0,679
X5
Gambar 4 Standardized loading factor diagram jalur (path diagram) analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro Gambar 4 memperlihatkan dari 28 indikator yang telah diuji, diperoleh 9 indikator yang memiliki nilai loading (𝜆) di bawah < 0,5, sedangkan sisanya yaitu 19 indikator tergolong valid karena memiliki nilai loading (𝜆) dengan variabel laten ≥ 0,5. Evaluasi model berdasarkan nilai outer loading masing-masing indikator dapat diuraikan pada Tabel 9.
32 Tabel 9 Evaluasi model berdasarkan nilai outer loading masing-masing indikator Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
Y
Indikator
Outer Model
Keterangan
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X2.1 X2.2 X2.3 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X5.1 X5.2 X5.3 X5.4 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
0,588 -0,083 0,711 0,834 0,171 0,263 0,656 0,724 0,848 0,453 0,034 -0,147 0,622 0,801 0,126 0,551 0,727 0,271 0,793 -0,433 0,438 0,574 0,679 0,642 0,806 0,794 0,900 0,880
Valid Drop Valid Valid Drop Drop Valid Valid Valid Drop Drop Drop Valid Valid Drop Valid Valid Drop Valid Drop Drop Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 9 di atas mengambarkan bahwa variabel karakteristik individu (X1) memiliki enam variabel yang diuji, hasilnya tiga indikator, yaitu X1.2, X1.5 dan X1.6 memiliki nilai loading < 0,5 dan tiga indikator lainnya yaitu X1.1, X1.3 dan X1.4 memiliki nilai loading ≥ 0,5. Tiga indikator yang nilai loadingnya < 0,5 harus didrop atau dikeluarkan karena tidak layak untuk dijadikan indikator pengujian variabel X1. Variabel karakteristik usaha mikro (X2) memiliki tiga variabel yang diuji, hasilnya adalah ketiga indikator tersebut yaitu X2.1, X2.2 dan X2.3 memiliki nilai loading ≥ 0,5 dan layak dijadikan indikator pengujian variabel X2.
33 Variabel pengetahuan layanan keuangan (X3) memiliki enam indikator yang diuji, hasilnya adalah empat indikator yaitu X3.1, X3.2, X3.3 dan X3.6 memiliki nilai loading < 0,5 sehingga harus didrop atau dikeluarkan karena tidak layak untuk dijadikan indikator pengujian variabel X3, sedangkan dua indikator yaitu X3.4 dan X3.5 memiliki nilai loading ≥ 0,5, layak menjadi indikator pengujian variabel X3. Selanjutnya variabel credit officer (CO) (X4) memiliki empat indikator yang diuji, hasilnya adalah satu indikator yaitu X4.3 memiliki nilai loading lebih kecil dari 0,5 harus didrop atau dikeluarkan karena tidak layak untuk dijadikan indikator pengujian variabel X4, sedangkan dua indikator yaitu X4.1, X4.2 dan X4.4 memiliki nilai loading ≥ 0,5 dan layak menjadi indikator pengujian variabel X4. Variabel lingkungan usaha (X5) memiliki empat indikator yang diuji, hasilnya adalah dua indikator yaitu X5.1 dan X5.2 memiliki nilai loading < 0,5 harus didrop atau dikeluarkan karena tidak layak untuk dijadikan indikator pengujian variabel X5, sedangkan dua indikator yaitu X5.2 dan X5.4 memiliki nilai loading ≥ 0,5 dan layak menjadi indikator pengujian variabel X5. Sedangkan variabel perkembangan usaha (Y) semua indikatornya yaitu Y1, Y2, Y3, Y4 dan Y5 nilai loading ≥ 0,5 dan dinyatakan valid dalam mengukur variabel Y. Uji Reliabilitas Variabel Laten Variabel dikatakan cukup reliabilitas bila mempunyai nilai composite reliability > 0,7 dan memiliki nilai AVE > 0,5. Untuk melihat reliabilitas variabel dalam penelitian ini, selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas variabel pada setiap variabel laten yang telah ditetapkan. Uji reliabilitas variable laten tersebut mengunakan alat uji software SmartPLS versi 2.0. Tabel 10 menjelaskan hasil uji reliabilitas variabel laten. Tabel 10 Hasil uji reliabilitas variabel analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA Variabel
AVE
X1 X2 X3 X4 X5 Y
0,275 0,558 0,212 0,384 0,293 0,656
Composite Reliability 0,586 0,789 0,430 0,690 0,359 0,904
R Square
Cronbachs Alpha
0,403
0,303 0,608 0,296 0,482 0,197 0,865
Berdasarkan hasil uji yang diuraikan pada Table 10 dapat dijabarkan bahwa variabel laten eksogen X1, X3, X4 dan X5 memiliki nilai AVE < 0,5 dan 𝜌𝑐 < 0,7. Kondisi ini menjelaskan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam analisis memiliki reabilitas yang tidak cukup baik untuk mengukur konstruknya. Tindakan yang harus dilakukan selanjutnya adalah respesifikasi model menggunakan indikator teruji yang memiliki nilai outer loading ≥ 0,5 seperti yang telah dijelaskan pada Tabel 9. Proses respesifikasi model tersebut dapat dijabarkan pada Gambar 10.
34
X1.1
0,588
X1.2
-0,083
X1.3
0,711
X1.4 X1.5
0,00
0,834 0,171 0,263
X1 0,123
X1.6 X2.1
0,656
X2.2
0,724
X2.3
0,848
X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 3 X3.5 3 X3.6 3 X4.1. 1 X4.2
0,642
0,453 0,034 -0,147 0,622 0,801
0,00
0,279
X3
0,00
Y
0,126
Y1
0,806
Y2
0,794
Y3
0,900
Y4
0,880
Y5
0,019 0,551 0,727 0,271
X4.4
0,793
X5.1. 1 X5.2
-0,433
X5.4
0,308
X2
X4.3
X5.3
0,00
0,438
0,00 0,159
X4
0,00
0,574 0,679
X5
Gambar 5 Proses respesifikasi model diagram jalur untuk analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro Proses respesifikasi model diagram jalur yang akan digunakan untuk menganalisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA serta faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah dengan cara mendrop atau menggeluarkan indikator-indikator yang berada pada kotak berwarna hitam karena dianggap tidak valid. Sedangkan indikator-indikator yang berada pada kotak berwarna putih yang dianggap valid dijadikan indikator penguji diagram jalur (path diagram). Setelah indikator-indikator yang tidak valid tersebut dikeluarkan, selanjutnya ditemukanlah diagram jalur (path diagram) yang layak untuk menjadi penguji variabel laten dengan indikator-indikator valid yang terseleksi. Gambar 6 adalah diagram jalur (path diagram) yang telah dievaluasi dan dinyatakan valid untuk menganalisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang
35 mempengaruhi perkembangan usaha mikro binaan Koperasi Bina Swadaya Nusantara X1.1 X1.3 X1.4
0,582 3 0,737
0,00
0,844
X1 X2.1
0,656
X2.2
0,723
0,128 0,00
0,849 X2.3
X3.4 3 X3.5
0,373
X2 0,764
0,00
0,643
0,201
0,908
Y
X3 X4.1. 1
0,542
X4.2
0,722
X4.4
0,072
X5.4
0,809
Y2
0,792
Y3
0,899
Y4
0,879
Y5
0,00
0,813
X4 X5.3
0,00
Y1
0,663 0,800
0,075
0,00
X5
Gambar 6 Outer loading diagram jalur untuk analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro.
36
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Upaya mendapatkan model layanan keuangan mikro untuk pengusaha mikro di Indonesia telah dimulai Yayasan Bina Swadaya sejak tahun 1976. Upaya pertama kali adalah menerapkan Program Tabungan Setia Kawan dan Kredit Setia Kawan (TSK dan KSK) (tahun 1976). Selanjutnya berkembang menjadi Program Hubungan Bank dan KSM (PHBK) (tahun 1988-2001), Pos Pelayanan Lapang (PPL) (tahun 1991-1992), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (tahun 1992), Lembaga Pendampingan Usaha Mandiri (LPUM) (tahun 1999), dan terakhir adalah layanan keuangan mikro model ASA (tahun 2002 sampai sekarang) (Primahendra, Nggao dan Martono 2003; Budianta 2007; Ismawan 2013) Proses replikasi penerapan pola layanan model ASA dimulai dengan kegiatan piloting pada tahun 2002 oleh Pusat Pengembangan Keuangan Mikro (PPKM) Bina Swadaya dengan membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Bina Swadaya. Kegiatan piloting dibimbing langsung oleh staf ahli dari ASA Bangladesh. Menurut Bulan (2007) jumlah pengusaha mikro yang diberi pinjaman modal usaha sampai dengan Desember 2006 sebanyak 6.363 orang yang terhimpun dalam 479 kelompok, dengan jumlah kredit yang disalurkan Rp 10.302.283.000 dan rata-rata pinjaman per orang sebesar Rp 768.278. Jumlah credit officer (CO) yang melayani kelompok tersebut sebanyak 49 orang yang tersebar di 13 kantor cabang LKM Bina Swadaya. Perjalanan LKM Bina Swadaya pada tahun selanjutnya memperlihatkan perkembangan yang kurang baik. Tiga kantor cabang menunjukan kondisi yang tidak sehat, sehingga harus dimerjer dengan kantor cabang yang lain pada tahun 2009. Kebijakan merjer mengakibatkan terjadinya penutupan 3 unit kantor cabang, sehingga 13 unit kantor cabang yang terbentuk pada tahun 2006 harus berkurang menjadi 10 unit pada tahun 2009. Walaupun terjadi pengurangan kantor cabang, namun jumlah pengusaha mikro yang dilayani tidak banyak berkurang. LKM Bina Swadaya memiliki badan hukum Koperasi Simpan Pinjam (KSP) pada akhir tahun 2011 melalui akta pendirian Nomor 24 tanggal 7 Oktober 2011. Pembentukan KSP Bina Swadaya Nusantara bertujuan untuk melegalkan layanan keuangan mikro model ASA yang telah dilaksanakan oleh LKM Bina Swadaya. Jumlah anggota pada saat pendirian KSP Bina Swadaya Nusantara berjumlah 63 orang. Anggota tersebut berasal dari karyawan Yayasan Bina Swadaya dan unit kerja Bina Swadaya yang memiliki tugas langsung dalam pemberdayaan masyarakat miskin, seperti Bina Swadaya Konsultan dan PPKM Bina Swadaya. Pemegang saham koperasi adalah anggota sebesar 13,74% dan Yayasan Bina Swadaya melalui modal penyertaan sebesar 86,26%. Pembentukan KSP Bina Swadaya Nusantara telah dapat meningkatkan modal kerja melalui tabungan anggota dan modal penyertaan dari Yayasan Bina Swadaya. Modal yang terhimpung digunakan untuk penambahan 1 unit kantor cabang baru di Kecamatan Pandaan, Jawa Timur. Pemilihan daerah untuk penumbuhan kantor cabang baru mengikuti ketentuan dimana daerah tersebut harus memiliki keluarga miskin produktif dalam jumlah banyak dan aktif secara ekonomi. Areal layanan kantor tersebut pada satu kecamatan atau beberapa kecamatan tapi masih satu
37 kabupaten. Jarak tempuh antara kantor cabang dengan tempat usaha kelompok terjauh tidak lebih dari 7 kilometer. Pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara menerapkan perpaduan antara pendekatan sosial, keuangan dan kelompok, serta mengutamakan keterjangkauan dan pemberdayaan pengusaha mikro yang paling miskin. Ciri utama pelayanan yang diterapkan adalah mengutamakan masyarakat miskin produktif, membangun kedisiplinan nasabah, mengembangkan kapasitas petugas yang melayani dan pengembangan manajemen KSP Bina Swadaya Nusantara yang sesuai dengan kebutuhan. Ciri lainnya adalah kegiatan keuangan berpusat pada kantor cabang pelaksana dan bukan pada kelompok masyarakat penerima manfaat, sehingga waktu dan biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Kredit yang diberikan tidak mensyaratkan agunan, tetapi anggota masyarakat harus rutin menghadiri pertemuan kelompok sebagai upaya membangun kedisiplinan, menyetorkan angsuran pinjaman dan menabung sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Anggota kelompok yang disyaratkan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara adalah perempuan pengusaha mikro yang memiliki usaha sendiri, baik dikelola oleh diri sendiri, suami atau pun anak mereka yang sudah bisa berusaha. Jenis usaha yang dapat dilayani berasal dari sektor pertanian, peternakan, perdagangan, industri rumah tangga, kerajinan maupun jasa. Penghasilan keluarga berkisar antara Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000 per bulan. Usia anggota pada saat pelayanan awal berkisar antara 18 - 50 tahun. Sistem keanggotaan berbasis domisili (RT/RW). Jumlah anggota dalam setiap kelompok maksimal 30 orang. Pertemuan kelompok dilaksanakan secara mingguan pada hari, waktu dan tempat yang sama dan disesuaikan dengan kesepakatan. Pertemuan diselenggarakan pada hari Senin sampai dengan Jumat dan difasilitasi oleh credit officer (CO). Anggota kelompok wajib menghadiri pertemuan dan tidak boleh mewakilkan kepada anggota keluarga lainnya. Lama pertemuan maksimal satu jam. Setiap kelompok dikoordinir oleh satu orang koordinator yang berasal dari anggota kelompok yang bersangkutan. Koordinator tidak boleh merangkap jabatan koordinator kelompok lainnya dan tidak mendapatkan uang jasa. Kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok sering tidak semua anggota dapat hadir, terutama bagi kelompok dengan anggota 30 orang. Sebagian anggota sering terlambat dan sebagian lagi tidak bisa hadir dalam pertemuan. Kondisi ini bukan karena mereka malas, tetapi waktu luang di antara mereka yang tidak sama. Ada anggota yang berusaha pada subuh hingga siang hari, sehingga memiliki waktu luang sore hari. Ada anggota yang berusaha dari pagi hingga sore hari dan memiliki waktu luang malam hari. Ada juga anggota yang berusaha dari sore hingga malam hari, sehingga memiliki waktu luang pagi hari. Upaya yang dilaksanakan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah kantor cabang mengambil kebijakan, jika ada kelompok yang memiliki kondisi seperti itu, harus dipecah menjadi beberapa sub kelompok. Setiap sub kelompok bisa beranggotakan 5 - 10 orang pengusaha mikro. Setelah sub-sub kelompok tersebut terbentuk, selanjutnya disusun kembali jadwal pertemuan yang baru, agar semua anggota dapat menghadirinya. Perempuan pengusaha mikro baru dapat dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara setelah memenuhi persyaratan lulus survai lokasi usaha, menabung secara rutin setiap minggu selama empat minggu, setoran tabungan harus lengkap
38 dan tidak boleh ada tabungan yang tidak disetor meskipun hanya satu minggu, bersedia mengikuti skema angsuran secara mingguan selama 52 minggu, setelah menerima kredit harus menabung minimal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dan tidak diperbolehkan adanya tunggakan. Perkembangan Kinerja Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dapat dilihat dari perkembangan organisasi dan keuangan yang variabel dan indikatornya telah dijelaskan pada metodologi. Menurut Afandi (2014) kelangsungan hidup koperasi harus didukung oleh sistem pengelolaan dengan manajemen yang handal, rasional, efektif dan efisien, sehingga kehadirannya dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Koperasi sebagai perusahaan (cooperative interprise) juga memerlukan penilaian kinerja sesuai dengan prestasi yang diraihnya secara periodik, mengingat keberhasilan usaha koperasi akan menentukan tingkat kesehatan usahanya. Hal ini dimaksudkan agar koperasi dalam melakukan kegiatan operasional usaha, baik dalam pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai dengan jati diri koperasi, sesuai dengan prinsip kehati-hatian sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan memberikan manfaat sebesarbesarnya kepada anggota dan masyarakat di sekitarnya. Partisipasi anggota merupakan kata kunci menuju kesuksesan koperasi. Pengembangan usaha koperasi diarahkan untuk pengembangan peran anggota. Menurut Hanel partisipasi anggota mempengaruhi keberhasilan koperasi. Sedangkan keberhasilan koperasi dapat diukur dengan pertumbuhan anggota, meningkatnya SHU dan meningkatnya permodalan koperasi. Untuk menilai keberhasilan pengembangan organisasi koperasi yang dapat dijadikan tolak ukur misalnya efisien dalam pengelolaan, efesien dalam pembangunan dan efisien yang berorientasi pada anggota. (Jamhari; Alfres dalam Aji 2011) Berdasarkan pendapat di atas, kajian terhadap perkembangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (1) organisasi, (2) keuangan, dan (3) tingkat kesehatannya. Perkembangan Kinerja Organisasi Perkembangan kinerja organisasi KSP Bina Swadaya Nusantara dapat dilihat dari perkembangan sumber daya manusia, kantor cabang dan perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Menurut Karay (2011) salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan koperasi adalah kemampuan koperasi dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, sehingga dapat mempertahankan koperasi dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan kinerja. Berdasarkan pendapat demikian, indikator-indikator pertambahan SDM, kantor layanan dan anggota serta nasabah sebagai calon anggota yang telah dilayani dapat dijadikan sebagai pertanda telah terjadinya perkembangan koperasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggota dan calon anggotanya. Tabel 11 menjelaskan perkembangan organisasi LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara.
39 Tabel 11 Perkembangan kinerja organisasi LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (periode 2009 - 2013) No
Keterangan
Satuan
2009
2010
Tahun 2011
PKM Bina Swadaya 1
2
2012
2013
KSP BSN *)
Sumber daya manusia a. Pembina b. Pengurus b. Anggota c. Manajer d. Kepala urusan e. Supervisor cabang f. Manajer cabang g. Credit officer(CO) Jumlah
Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang
1 2 2 10 18 33
1 2 2 7 16 28
1 2 2 7 17 29
1 7 63 1 2 2 8 19 103
1 7 63 1 2 2 8 28 112
Kantor koperasi a. Kantor pusat b. Kantor cabang Jumlah
Unit Unit Unit
1 10 11
1 7 8
1 7 8
1 8 9
1 8 9
258
208
227
316
372
821 1.218 3.881
915 2.098 2.698
1.562 790 3.643
2.580 612 5.438
2.948 1.473 6.439
3
Nasabah/perempuan pengusaha mikro a. Kelompok Unit b. Nasabah 1). Nasabah masuk Orang 2). Nasabah keluar Orang Jumlah Orang *) KSP Bina Swadaya Nusantara
Hasil kajian kinerja organisasi LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara dapat mengemukakan tiga aspek perkembangan yaitu sumber daya manusia (SDM), kantor cabang pelayanan dan nasabah perempuan pengusaha mikro yang dilayani. SDM pengelola LKM Bina Swadaya terdiri dari unsur, yaitu manajer, kepala urusan keuangan, akuntansi dan SDM, supervisor kantor cabang, manager kantor cabang dan credit officer (CO). Setelah LKM Bina Swadaya berbadan hukum koperasi, unsur SDM bertambah dengan adanya pengurus, pembina dan anggota koperasi. Jumlah SDM yang dimiliki LKM Bina Swadaya antara tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan. Jika pada tahun 2009 jumlah SDM pengelola mencapai 33 orang, lalu pada tahun 2011 berkurang menjadi 28 orang, Penurunan jumlah SDM tersebut disebabkan karena beberapa orang credit officer (CO) dan manajer cabang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dari merjer 6 unit kantor cabang menjadi 3 unit kantor cabang, yaitu kantor cabang di Kenari Mas merjer dengan yang berada di Duta Mekar menjadi Kenari Mas, kantor cabang yang berada di Serang dan Cikarang merjer menjadi satu di Cikarang, dan
40 kantor cabang yang berada di Pulo Jahe dan Penggilingan merjer menjadi satu di Penggilingan. Setelah LKM Bina Swadaya berbadan hukum koperasi dan berganti nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bina Swadaya Nusantara pada tahun 2012, kembali terjadi peningkatan jumlah SDM pengelola menjadi 40 orang dan kemudian meningkat menjadi 49 orang pada tahun 2013. Masih dalam tahun 2012, diterima pula 63 orang anggota KSP Bina Swadaya Nusantara, dimana mereka berasal dari unit-unit kerja Yayasan Bina Swadaya. Keberadaan anggota, pengurus dan pembina KSP Bina Swadaya Nusantara telah meningkatkan jumlah tabungan dan modal penyertaan, sehingga dapat meningkatkan modal investasi yang berdampak terjadinya penambahan satu unit kantor cabang KSP Bina Swadaya Nusantara di Kabupaten Pandaan, Jawa Timur. Turun naiknya jumlah kantor cabang yang terlihat pada Tabel 11 menceritakan turun naiknya pula jumlah SDM kantor cabang. Pada tahun 2009 jumlah manajer kantor cabang berjumlah 10 orang dan credit officer (CO) berjumlah 18 orang. Pada tahun 2010 karena terjadi merjer 6 kantor cabang terjadi pengurangan 5 orang SDM kantor cabang (3 orang manajer dan 2 orang credit officer (CO)), sehingga jumlah manajer kantor cabang sebanyak 7 orang dan credit officer (CO) sebanyak 16 orang. Pada tahun 2011 kembali terjadi peningkatan jumlah credit officer (CO) menjadi 17 orang. Setelah LKM Bina Swadaya menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara pada tahun 2012 dan 2013, terjadi kembali peningkatan jumlah manajer kantor cabang sebanyak 1 orang dan credit officer (CO) masing-masingnya sebanyak 19 dan 28 orang. Jika jumlah credit officer (CO) yang dimiliki LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara dibandingkan antara tahun 2009 dengan 2013 atau lima tahun terakhir, telah terjadi peningkatan sebesar 55%. Turun naiknya jumlah kantor cabang diikuti pula dengan turun naiknya jumlah perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Periode tahun 2009 dan 2010, banyak sekali perempuan pengusaha mikro yang mengalami pemutusan hubungan pelayanan. Pada tahun 2010 sebanyak 2.098 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 1.473 orang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kesalahan dalam pengelolaan LKM Bina Swadaya pada periode tersebut, seperti kesalahan dalam penentuan dan pemberian kredit, penyalahgunaan kredit yang diterima, ketidakhatihatian credit officer (CO) dan manajer kantor cabang dalam penyaluran kredit. Sedangkan dari sisi perempuan pengusaha mikro sendiri, terjadi kegagalan dalam pengembangan usaha dan mereka kurang menunjukan perilaku yang baik. Bagi perempuan pengusaha mikro yang mengalami kasus seperti itu, mereka diberi pengarahan dan peringatan. Jika pengarahan dan peringatan tidak mendorong mereka untuk memperbaiki diri, maka KSP akan memutuskan layanan pendampingannya dan pengusaha tersebut dikeluarkan sebagai nasabah. Pemutusan hubungan pelayanan keuangan dengan pengusaha mikro dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pada tahap awal, credit officer (CO) dan manajer cabang menetapkan pengusaha mikro yang bermasalah dan mengidentifikasi penyebab masalah yang mereka hadapi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, credit officer (CO) dan manajer kantor cabang mendiskusikan pemecahan masalah yang terbaik bersama dengan pengusaha mikro bersangkutan. Jika persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan baik, maka diambilah kebijakan yang tidak memberatkan mereka, misalnya melakukan penjadwalan kredit yang
41 belum terbayar. Jika ternyata tidak diperoleh kata sepakat yang bisa menguntungkan dan dapat diupayakan bersama, tindakan yang diambil oleh credit officer (CO) dan manajemen kantor cabang adalah melakukan pemutusan hubungan pelayanan. Pemutusan hubungan pelayanan bagi anggota kelompok perempuan pengusaha mikro tidaklah merugikan mereka secara materi. Proses layanan keuangan model ASA tidak mensyaratkan perlunya agunan yang dapat disita jika mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya, sehingga tidak ada penarikan jaminan secara paksa yang dapat merugikan mereka. Jaminan yang diberlakukan untuk perempuan pengusaha mikro adalah kepercayaan dan moral mereka, serta tabungan mereka yang masih tersisa jika masih ada. Walaupun demikian, bagi perempuan pengusaha mikro yang melanggar kesepakatan akan kehilangan kesempatan karena sudah termasuk dalam daftar hitam yang tidak bisa dilayani kembali. Kasus pemutusan hubungan layanan kepada pengusaha mikro yang sering dilakukan oleh kantor-kantor cabang KSP Bina Swadaya lebih banyak terjadi karena pengusaha mikro tersebut lari atau pulang kampung, pindah rumah dan tidak melaporkan keberadaannya, serta tidak memiliki usaha lagi sehingga sudah tidak mampu untuk membayar cicilannya. Layanan keuangan model ASA memang kurang menyelenggarakan kegiatankegiatan untuk peningkatan motivasi, sikap, pengetahuan dan keterampilan secara khusus yang dapat mendorong perempuan pengusaha mikro memiliki sikap yang jujur, disiplin dan mampu mengelola pinjaman modal usaha dengan bijak dan benar. Tumpuannya hanya pada credit officer (CO) yang diharapkan dapat memberikan motivasi supaya pengusaha mikro disiplin dalam menunaikan kewajiban sebagai nasabah pada penyelenggaraan pertemuan mingguan. Seleksi pengusaha mikro yang terjadi secara alamiah dalam proses pembinaan yang dilakukan credit officer (CO) menjadi metode seleksi paling efektif untuk menghasilkan perempuan pengusaha mikro yang jujur, disiplin dan bersungguhsungguh mengakses modal usaha kepada KSP Bina Swadaya Nusantara untuk mengembangkan usaha mereka Penambahan kelompok atau anggota perempuan pengusaha mikro yang telah mengalami pemutusan layanan keuangan, terus dilakukan oleh credit officer (CO). Proses penerimaan perempuan pengusaha mikro dilakukan setiap minggu baik di daerah yang sama ataupun daerah yang berbeda. Proses penerimaan tersebut menggunakan standar operasional prosedur (SOP) yang telah disediakan oleh ASA. Jika dilihat pada periode tahun 2009 dan 2010, penerimaan pengusaha mikro terus meningkat. Pada tahun 2009 jumlah pengusaha yang telah diterima sebanyak 821 orang dan pada tahun 2013 bertambah menjadi 2.948 orang atau meningkat sebesar 256%. Pemutusan hubungan layanan keuangan dan pembinaan dengan perempuan pengusaha mikro dalam jumlah banyak, tidak serta merta mengurangi nasabah yang dilayani, karena pada saat itu juga dilakukan penerimaan nasabah baru. Pada tahun 2009, jumlah perempuan pengusaha mikro yang dilayani sebanyak 3.881 orang dan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 2.698, karena pada saat itu 2.098 perempuan pengusaha mikro yang berperilaku buruk terpaksa dikeluarkan. Pada tahun 2011 dan 2012 pengurangan yang dilakukan jauh berkurang menjadi 790 dan 612 orang. Kasus pemutusan layanan keuangan dan pembinaan dengan perempuan pengusaha mikro dalam jumlah besar kembali terjadi pada tahun 2013, dimana
42 1.473 orang harus mengalami pemutusan layanan keuangan dan pembinaan. Meskipun demikian, jumlah penerimaan perempuan pengusaha mikro juga meningkat, pada tahun 2011 penerimaan sebanyak 1.562 orang, tahun 2012 sebanyak 2.580 orang dan tahun 2013 sebanyak 2.948. Jika dilihat dari jumlah perempuan pengusaha yang produktif dilayani KSP Bina Swadaya Nusantara terus meningkat dari 2.988 orang pada tahun 2010 selanjutnya meningkat menjadi 3.643 orang pada tahun 2011, 5.438 orang pada tahun 2012 dan 6.439 orang pada tahun 2013. Jika dihitung peningkatan jumlah perempuan pengusaha mikro yang terjadi antara tahun 2010 dengan 2013 mencapai 138,6%. Belajar dari kasus terjadinya pemutusan hubungan layanan dengan ribuan perempuan pengusaha mikro pada tahun 2008 dan 2009, yang diikuti pula dengan pemutusan hubungan kerja beberapa credit officer (CO) dan manajer kantor cabang, lalu kecenderungan kasus tersebut dapat saja muncul kembali pada tahun 2013 dan 2014. Upaya mengantisipasi terjadinya kasus tersebut, KSP Bina Swadaya Nusantara perlu mengkaji kembali sistem perekrutan dan pengelolaan staf lapangan sehingga mereka tidak mudah melakukan penyimpangan. Sebagai lembaga yang juga memiliki tujuan untuk pemberdayaan masyarakat, KSP Bina Swadaya Nusantara harus menyakini bahwa keberhasilan perempuan pengusaha mikro dalam pembinaan, dapat terjadi karena upaya dari KSP Bina Swadaya Nusantara melalui manajer dan staf lapangan yang memiliki integritas. Staf dapat dikatakan memiliki integritas jika bertanggung jawab, dapat dipercaya, jujur dan setia, konsisten, menguasai dan mendisiplin diri sehingga mampu menjadi manusia berkualitas bagi KSP Bina Swadaya Nusantara. Upaya mewujudkan sifat-sifat tersebut harus diupayakan mulai dari proses rekrumen dan juga pengembangan staf secara berkala. Peningkatan integritas staf menjadi tujuan utama yang tidak boleh diabaikan begitu saja dalam mendorong perkembangan KSP Bina Swadaya Nusantara dan perempuan pengusaha mikro yang menjadi dampingannya. Perkembangan Kinerja Keuangan Perkembangan kinerja keuangan dimaksudkan sebagai bentuk perkembangan aspek-aspek yang terdapat dalam laporan keuangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Menurut Myer dalam bukunya yang berjudul Financial Statement Analysis bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar laba (rugi) (Munawir dalam Yulianti dan Purwanti 2013). Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba (rugi), laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan, termasuk juga informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan. Meskipun neraca dan laporan laba (rugi) merupakan dua dokumen yang terpisah, akan tetapi keduanya mempunyai hubungan yang erat dan saling terkait, serta merupakan suatu siklus (Yulianti dan Purwanti, 2013). Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian (Kusumo, 2008). Berdasarkan pendapat di atas, perkembangan kinerja keuangan KSP Bina Swadaya
43 Nusantara dapat dilihat dari peningkatan modal, kewajiban lancar, piutang atau pinjaman, performa/kinerja peminjam dan jumlah harta dalam lima tahun terakhir (tahun 2009 - 2013). Tabel 12 Perkembangan kinerja keuangan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (2009 - 2013) No
Keterangan
Satuan 2009
2010
Tahun 2011 2012
PKM Bina Swadaya
2013
KSP BSN*)
1
Modal a. Simpanan pokok b. Simpanan wajib c. Penyertaan YBS d. Cadangan resiko e. Sisa Hasil Usaha
Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah
1.379 1.211 0 0 0 0 982 939 525 165 (128) 107
1.425 3.527 0 369 0 0 939 2.315 234 335 252 509
3.852 369 0 2.315 620 585
2
Kewajiban lancar a. Hutang ke PPKM b. Tabungan nasabah c. Jumlah penabung
Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah Orang
3.602 2.639 963 3.881
3.193 2.410 783 2.698
3.446 2.516 930 3.643
4.615 2.688 1.927 6.439
3
Pinjaman (piutang) a. Volume pinjaman
Jutaan rupiah Jutaan rupiah
3.487 3.487
3.975 3.975
b. Outstanding pinjaman c. Loan loss provision d. Non performance loan
Jutaan rupiah
2.958
2.076
5.773 9.062 11.064 5.773 9.062 11.06 4 2.612 4.534 5.737
Jutaan rupiah Persen
525 25.94
165 4.18
Kinerja/performa peminjam a. Jumlah peminjam b. Peminjam lancar Peminjam menunggak 1 - 3 kali angsuran 2 - <8 kali angsuran 8 - <12 kali angsuran >12 kali angsuran
Orang
2.093
Orang Orang
Laba (Rugi) usaha a. Jumlah asset a. Pendapatan b. Biaya c. Laba (Rugi)
4
5
335 1.47
620 1.50
2.342
3.330 5.343
6.382
2.093 1.817
2.342 1.885
3.330 5.343 2.713 4.267
6.382 4.962
Orang Orang Orang Orang
351 141 111 1.218
210 89 31 12
Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah Jutaan rupiah
(128) 2.885 1.299 1.427 (128)
107 2.359 1.572 1.465 107
*) KSP Bina Swadaya Nusantara
234 0.62
4.147 2.760 1.387 5.438
212 26 1 0
352 44 13 29
490 87 26 0
252 509 2.845 5.035 1.451 2.357 1.119 1.848 252 509
585 6.099 3.024 2.439 585
44 Kinerja keuangan LKM Bina Swadaya pada tahun 2009 memperlihatkan kinerja yang kurang baik. Jumlah pendapatan yang diperoleh dari proses layanan keuangan mikro model ASA lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian sebesar Rp 127.874.379. Upaya merjer 6 unit kantor cabang menjadi 3 unit kantor cabang pada awal tahun 2010 menjadi pilihan. Tindakan tersebut telah dapat meningkatkan kinerja keuangan lembaga tersebut. Tahap awal proses merjer berdampak negatif dari sisi keuangan karena terjadinya pengurangan asset, kantor cabang, SDM serta jumlah perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Setelah itu, koperasi ini dapat memberikan laba sebesar Rp 106.862.031 hingga akhir tahun 2010, walaupun non perfomance loan (NPL) masih tinggi yaitu sebesar 4,18%. Peningkatan kinerja keuangan LKM Bina Swadaya yang terjadi pada tahun 2010 telah mengindikasikan bahwa pada tahun 2009 LKM Bina Swadaya belum dikelola dengan efesien. Kondisi yang terjadi saat itu adalah banyak pengusaha mikro tidak membayar cicilan pinjaman sehingga loan loss provision membengkak menjadi Rp 524.971.054 atau 318% lebih besar dibandingkan tahun 2010. Kondisi inilah yang mendorong manajemen mengambil langkah merjer kantor cabang yang tidak efesien dan menata kembali kelompok dan keanggotaan perempuan pengusaha mikro serta credit officer (CO). Tindakan merjer telah membuahkan hasil yang baik, sehingga kinerja keuangan LKM Bina Swadaya antara tahun 2010 dan 2011 juga mulai membaik. Menurut Hamidah dan Noviani (2014) keputusan merger dan akuisisi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi dan kinerja perusahaan karena dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih besar dibanding jika dilakukan sendiri. Keuntungan yang besar dapat memperkuat posisi keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Perubahan posisi keuangan ini akan nampak pada laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interpretasi rasio keuangan. Kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik akan menjadikan perusahaan tersebut mempunyai daya saing yang tinggi sekaligus mampu meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, salah satu ukuran untuk menilai keberhasilan merger dan akuisisi adalah dengan melihat kinerja perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi terutama kinerja keuangan, baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan yang diakuisisi. LKM Bina Swadaya mengurus badan hukum Koperasi Simpan Pinjam (KSP) pada akhir tahun 2011. Pada tahun 2012 LKM Bina Swadaya berubah nama menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara yang menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam. Perubahan nama tersebut telah mendorong terjadinya penambahan modal dari simpanan anggota dan penyertaan dari Yayasan Bina Swadaya. Total simpanan anggota KSP yang dapat dijadikan modal sendiri sebesar Rp 368.650.000 dan tambahan modal penyertaan Yayasan Bina Swadaya Nusantara sebesar Rp 1.375.940.305. Jika sebelumnya modal penyertaan Yayasan Bina Swadaya berjumlah Rp 938.982.695, pada tahun 2012 dan 2013 meningkat menjadi menjadi Rp 2.314.923.000. Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas operasionalisasi LKM, pada tanggal 8 Januari 2013 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Dalam undang-undang tersebut, terdapat dua pilihan badan hukum LKM, yaitu koperasi atau perseroan terbatas dimana sahamnya paling sedikit 60% dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/
45 Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan, sisa kepemilikan saham PT dapat dimiliki oleh WNI dan/atau koperasi dengan kepemilikan WNI paling banyak sebesar 20% (OJK 2015). Pertambahan modal setelah LKM Bina Swadaya berubah menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara memberikan dampak positif terhadap jumlah pengusaha mikro yang dilayani. Pada tahun 2011 terdapat 3.330 orang perempuan pengusaha mikro telah mengakses modal usaha. Pada saat KSP mendapatkan modal tambahan dari simpanan anggota dan modal penyertaan Yayasan Bina Swadaya, terjadi peningkatan jumlah perempuan pengusaha mikro yang mengakses modal pinjaman usaha sebanyak 5.343 orang pengusaha mikro (meningkat 56,7% dibandingkan tahun 2011). Pada tahun 2013 jumlah pengusaha mikro yang mengakses mengalami peningkatan menjadi 6.382 orang (meningkat 89,9 % dibandingkan tahun 2011). Bertambahnya jumlah pengusaha mikro yang dilayani berdampak pada peningkatan jumlah tabungan yang dihimpun oleh KSP Bina Swadaya Nusantara. Sumber dana dari tabungan anggota tersebut dapat dijadikan sebagai modal kerja yang potensial. Jumlah tabungan yang dapat dihimpun pada tahun 2009 sebesar Rp 962.670.850 dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp 1.926.913.409 atau peningkatannya mencapai 99,83% . Prinsip dalam pengelolaan model ASA tidak mengutamakan tabungan pengusaha mikro sebagai modal kerja. Walaupun demikian, pada saat tabungan terus meningkat, jumlah dana yang dapat terhimpun terus meningkat, maka dana tersebut masih potensial dijadikan sumber dana pinjaman bagi perempuan pengusaha mikro (Rema dan Hossain 2002). Peningkatan modal usaha telah dapat meningkatkan jumlah pinjaman yang disalurkan dan kemudian dapat mendorong peningkatan laba yang diperoleh. Jumlah laba yang diperoleh LKM Bina Swadaya pada tahun 2010 sebesar Rp 106.882.031 dan pada tahun 2011 sebesar Rp 251.658.683. Pada saat LKM Bina Swadaya menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara, laba yang dihasilkan meningkat mencapai Rp 508.570.971 tahun 2012 dan Rp 584.574.347 pada tahun 2013. Peningkatan laba KSP Bina Swadaya Nusantara antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 sebesar 447%. Peningkatan modal usaha dan laba yang dihasilkan, telah memberikan manfaat lebih bagi kelompok perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Selain jumlah pengusaha mikro yang dilayani terus bertambah, volume pinjaman yang diberikan juga bertambah. Jika volume pinjaman pada tahun 2009 berjumlah sebesar Rp 3.487.250.000, kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar Rp 11.063.750.000. Persentase peningkatan volume pinjaman selama lima tahun tersebut mencapai 207,5 %. Peningkatan modal usaha selanjutnya dapat meningkatkan plafon kredit yang dapat diakses oleh perempuan pengusaha mikro. Jika pada tahun 2009 jumlah pinjaman maksimal bagi pengusaha mikro maksimal Rp 3 juta per pengusaha, kemudian meningkat menjadi Rp 5 juta per pengusaha. Peningkatan plafon pinjaman pengusaha mikro tersebut mencapai 66,6%. Kebijakan perubahan LKM Bina Swadaya menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara telah memberikan peningkatan asset bagi KSP Bina Swadaya. Pada saat KSP Bina Swadaya masih berstatus LKM Bina Swadaya pada tahun 2011, jumlah asset yang dimiliki bernilai Rp 2.844.688.71. Sedangkan setelah LKM tersebut
46 berstatus KSP Bina Swadaya Nusantara pada tahun 2012, nilai asset bertambah menjadi Rp 5.034.894.064 atau meningkat sebesar 77,0%, yang umumnya berasal dari tabungan anggota, modal penyertaan dari Yayasan Bina Swadaya dan sisa hasil usaha (SHU) yang dibagi. Menurut Bulan (2007) kelanggenggan perkembangan sebuah LKM menuntut terpenuhinya 4 faktor kritis yaitu: sustainability, outreach, impact dan performance (disingkat “SOIP”). Sustainability atau keberlanjutan dimaknai sebagai kemampuan untuk menutup seluruh biaya modal dan operasional. Sustainability mencakup aspek modal, kualitas aktiva produktif (menyangkut kredit dan penempatan dana pada pihak ketiga), serta manajemen umum dan resiko. Indikator utamanya adalah Operating Selft Sufficiency (OSS) dan Financial Self Sufficiency (FSS). OSS merupakan indikasi kemampuan LKM untuk menutup seluruh biaya operasional yang diketahui dari perbandingan antara pendapatan dengan biaya operasional. Sedangkan FSS merupakan indikasi kemampuan LKM untuk menutupi biaya operasional dan modal. Capaian outreach tergantung dengan ketersediaan dana, karena penggerak utama yang digunakan adalah kredit dan bukan tabungan. Sehingga, jumlah dana yang digulirkan jauh lebih besar dibandingkan tabungan yang diterima. Untuk memenuhi keterbatasan dana, koperasi dapat mengakses pinjaman dari PPKM Bina Swadaya dan Yayasan Bina Swadaya, yang telah melakukan mobilisasi dana dari unit-unit kerja termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berada di bawah Yayasan Bina Swadaya. Impact atau dampak pelayanan keuangan terhadap target group dilihat dari meningkatnya omset, pendapatan (meski relatif tak signifikan) dan kontinuitas usaha. Tentu tidak semua kredit yang diberikan digunakan untuk usaha oleh pengusaha mikro. Sebagian kecil saja dari mereka menggunakan untuk kebutuhan pendidikan anak dan perumahan mereka. Atau bisa juga pada saat pertama peminjaman digunakan untuk usaha dan kemudian keuntungannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Sedangkan capaian performance menyangkut tentang kualitas kelembagaan LKM yang dalam hal ini adalah KSP Bina Swadaya Perkembangan Tingkat Kesehatan Lembaga Kinerja keuangan merupakan capaian kinerja yang diukur secara kuantitatif dengan berbagai ukuran kinerja perusahaan melalui berbagai alat analisis laporan keuangan, seperti ratio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas (Afandi 2014). Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008, pedoman penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi, kinerja keuangan koperasi dilihat dari tingkat kesehatannya. Terdapat 7 aspek yang menentukan kinerja atau tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi yang semuanya diperhitungan berdasarkan rasio-rasio di atas. Aspekaspek tersebut adalah permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan dan jati diri koperasi. LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara menyatukan dua model manajemen lembaga yaitu: (1) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Model ASA (Association for Social Advancement ) yang berasal dari Bangladesh, dan (2) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berkaitan dengan analisis kinerja keuangan atau tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina
47 Swadaya Nusantara, digunakanlah dua model , yaitu : (1) analisis tingkat kesehatan koperasi simpan dan analisis menurut LKM model ASA, dan (2) analisis tingkat kesehatan menurut LKM model ASA yang telah ditetapkan oleh ASA (Association for Social Advancement ). 1. Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara Analisis model KSP. Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya yang ditentukan berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan koperasi simpan pinjam (KSP) menurut peraturan menteri negara koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia No 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang penilaian kesehatan KSP dan unit KSP koperasi. Walaupun LKM Bina Swadaya baru berbadan hukum pada tahun 2012, namun manajemennya sudah disiapkan menjadi koperasi sejak lembaga ini berdiri. Terdapat tujuh aspek yang harus dinilai dalam peraturan tersebut, yaitu: (1) permodalan, (2) kualitas aktiva produktif, (3) manajemen, (4) efisiensi, (5) likuiditas, (6) kemandirian dan pertumbuhan, dan (7) jati diri koperasi. Tabel 13 menjelaskan tentang perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara berdasarkan analisis tingkat kesehatan koperasi simpan pinjam. Tabel 13 Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (2009 – 2013) model KSP No
Satuan
Bobot maksimal
1 Permodalan
Bobot
15
Nilai Bobot (Tahun) 2009 2010 2011 2012 2013 LKM Bina Swadaya KSP BSN (pra koperasi) (koperasi) 12,00 12,60 12,60 13,80 13,20
2 Kualitas aktiva produktif 3 Manajemen
Bobot
25
17,50
21,00
22,00
22,00
22,00
Bobot
15
14,15
14,15
14,15
14,15
14,15
4 Efisiensi
Bobot
10
8,00
9,00
9,00
9,50
9,00
5 Likuiditas
Bobot
15
1,25
1,25
1,25
1,25
1,25
6 Kemandirian dan Bobot pertumbuhan 7 Jati diri KSP Bobot
10
1,50
1,50
3,00
3,75
3,00
10
-
-
-
0,00
0,00
8 Total Bobot
100
54,40
59,50
62,00
64,45
62,60
KS
KS
CS
CS
CS
9
Aspek penilaian
Bobot
Tingkat kesehatan
KS = Kurang Sehat, CS = Cukup Sehat
LKM Bina Swadaya pada periode tahun 2009 - 2010 masih belum memiliki badan hukum, sehingga dalam kajian ini LKM Bina Swadaya dalam periode tersebut dimasukan sebagai lembaga dalam kategori pra koperasi. Selama periode tahun 2009 - 2010 status tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya masih dalam satus kurang sehat (KS). Penyebab kondisi tersebut karena bobot likuiditas, kemandirian
48 serta jati diri yang dimiliki, masih berada jauh di bawah skor maksimal yang ditetapkan, menurut peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang penilaian kesehatan KSP dan unit KSP. Selanjutnya pada tahun 2011, tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya mulai meningkat menjadi cukup sehat (CS). Peningkatan kategori dari kurang sehat (KS) menjadi cukup sehat (CS) disebabkan karena adanya peningkatan nilai dari beberapa bobot yang menjadi indikatornya. Setelah LKM Bina Swadaya resmi memakai badan hukum koperasi dan berganti nama menjadi KSP Bina Swadaya Nusantara pada tahun 2012 dan 2013, bobot dari aspek-aspek yang membangunnya tidak mengalami banyak perubahan, sehingga status tingkat kesehatannya masih dalam kategori cukup sehat (CS). Terdapat tiga aspek yang menjadi penghambat peningkatan status kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara dari cukup sehat (CS) menjadi sehat (S) yaitu: (1) aspek likuiditas, (2) kemandirian dan pertumbuhan, serta (3) jati diri koperasi. Rendahnya aspek likuiditas KSP Bina Swadaya Nusantara disebabkan adanya ketidakseimbangan antara kas dan bank dengan kewajiban lancar yang terlalu besar. Komponen terbesar dari kewajiban lancar pada KSP Bina Swadaya Nusantara adalah tabungan nasabah yang setiap saat bisa ditarik oleh nasabah serta titipantitipan biaya yang mudah ditagih oleh yang berhak, dan semua itu dimanfaatkan untuk pemberian kredit modal usaha kepada perempuan pengusaha mikro binaanya. Kondisi ini menjelaskan bahwa likuitas KSP Bina Swadaya Nusantara sangat rentan. Menurut Sutrisno dalam Firdaus (2014) rasio likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang segera harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini biasa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih. Rendahnya aspek kemandirian dan pertumbuhan KSP Bina Swadaya Nusantara disebabkan karena Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diperoleh masih digunakan untuk peningkatan modal kerja, agar jumlah kredit yang disalurkan terus meningkat. Di sisi lain, keuntungan terbesar yang diperoleh KSP Bina Swadaya Nusantara masih berasal dari jasa pinjaman yang diberikan oleh nasabah perempuan pengusaha mikro binaan yang bukan anggota koperasi. Rendahnya jati diri koperasi disebabkan karena partisipasi bruto anggota dalam menyumbangkan keuntungan kepada KSP Bina Swadaya Nusantara dalam bentuk SHU masih terkendala. Keanggotaan KSP Bina Swadaya Nusantara belum dikembangkan lebih luas dan hanya mengandalkan keanggotaan dua unit kerja Yayasan Bina Swadaya, yaitu PPKM Bina Swadaya dan Bina Swadaya Konsultan, dimana mereka hanya menyetorkan tabungan pokok dan tidak aktif dalam menabung baik wajib atau pun sukarela serta meminjam. Kondisi ini perlu dibenahi agar dapat terjadi kegiatan simpan-pinjam dan perkoperasian sehingga KSP Bina Swadaya Nusantara dapat menjadi koperasi yang sesungguhnya. Upaya yang dapat dilakukan adalah memfungsikan anggota yang sudah ada dan merekrut perempuan pengusaha mikro yang sudah layak menjadi anggota koperasi untuk dapat bergabung sebagai anggota KSP Bina Swadaya Nusantara. Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan
49 Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi dinyatakan bahwa KSP harus memiliki laporan ekonomi yang menjelaskan tentang manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi setiap tahunnya yang biasanya diwujudkan dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU) anggota. Laporan ekonomi inilah kemudian yang dapat mengangkat tingkat kemandirian KSP Bina Swadaya Nusantara (Kemenkop UKM 2014) Cita-cita pendirian KSP Bina Swadaya Nusantara adalah menjadi lembaga keuangan mikro yang dapat melayani peningkatan modal usaha perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Pada saat pertama kali dilayani, posisi perempuan pengusaha mikro adalah calon anggota. Setelah aktif sebagai nasabah, mereka kemudian memberikan kontribusi untuk peningkatan laba koperasi. Menurut Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, pasal 17 ayat 1 yang menyatakan bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Arti dan penjelasan ayat tersebut adalah sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan Koperasi. Sekali pun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingannya, koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya, dengan maksud untuk menarik non anggota menjadi anggota koperasi. Undang-undang di atas menjelaskan bahwa KSP Bina Swadaya harus menerapkan prinsip-prinsip koperasi yang sesungguhnya dalam memberikan layanan kepada perempuan pengusaha mikro. Karena pengusaha mikro yang sebelumnya menjadi calon anggota, dimana mereka telah memberikan partisipasi dalam bentuk laba, maka sudah waktunya bagi KSP Bina Swadaya Nusantara mempertimbangkan posisi calon anggota sebagai anggota. 2. Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Analisis Model ASA (Association for Social Advancement ). Selain menganalisis KSP Bina Swadaya Nusantara menggunakan model koperasi simpan pinjam, telah dilakukan pula analisis menggunakan model ASA. Terdapat enam belas sub rasio yang dikelompokan dalam tiga rasio yang perlu dianalisis terhadap lembaga keuangan mikro dengan model ASA. Tiga kelompok rasio tersebut yaitu: (1) rasio keberlanjutan, (2) rasio efesiensi operasional, dan (3) rasio kualitas portofolio. Tabel 14 menjelaskan tentang tiga kelompok rasio perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara berdasarkan analisis kesehatan model ASA. Hasil analisis tingkat kesehatan keuangan model ASA terhadap LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara pada periode lima tahun pengamatan (2009 - 2013), memperlihatkan perkembangan yang tidak sama. Ditinjau dari aspek rasio keberlanjutan, dimana rasio ini memiliki sub-sub rasio seperti finansial cost rasio (rasio biaya dana), loan loss provision (cadangan protofolio pinjaman), operating cost (efesiensi kegiatan) memperlihatkan kondisi yang baik. Rasio-rasio tersebut terus mengalami penurunan sejak lima tahun pengamatan. Penurunan skor dari rasio tersebut mengindikasikan bahwa LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 memiliki biaya dana yang semakin berkurang, kemampuan lembaga menutupi tunggakan yang semakin berkurang dan efesiensi biaya operasional juga semakin menurun sehingga menandakan biaya operasional semakin efesien.
50 Tabel 14 Perkembangan tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara lima tahun terakhir (2009 - 2013) model ASA No
Keterangan
Satuan
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 LKM Bina Swadaya KSP BSN
1. Rasio keberlanjutan a Return of performing assets
Persen
34
37
24
25
25
b Financial cost ratio
Persen
10
6
4
4
4
c Loan loss provision
Persen
14
4
4
4
5
d Operating cost ratio
Persen
26
21
16
16
18
e Imputed cost of capital ratio
Persen
35
27
23
36
31
f Donation and grants ratio
Persen
0
0
0
0
0
g Operating self-sufficiency ratio
Persen
68
120
98
110
96
h Financial self-sufficiency ratio
Persen
40
65
50
43
44
Persen
28
25
17
11
9
b Cost per loan made
Persen
17
26
18
12
10
c Number of active barrow per CO
Person
117
146
196
281
228
d Portofolio per CO
Jutaan Rupiah
165
130
154
239
205
Persen Persen Persen Persen
23 33 0 18
0 12 15 9
7 7 0 9
7 7 0.02 7
6 8 2 11
2. Rasio efesiensi operasional a Cost per unit of money lent
3. Rasio kualitas portofolio a Portofolio in arrears ratio b Portofolio at risk ratio c Loan loss ratio d Loan loss reserve ratio
Masih pada rasio keberlanjutan, jika dilihat dari sub rasio return of performing assets (produktifitas keuangan), imputed cost of capital ratio (kemampuan biaya dari pendapatan bersih serta pinjaman lunak), operating selfsufficciency ratio (kemampuan menutupi biaya sendiri) dan financial selfsufficency ratio (kemampuan beroperasi jangka panjang) perkembangannya terlihat fluktutif dan cenderung berada pada rasio yang tinggi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa produktivitas keuangan dari kegiatan pelayanan kredit dan investasi kurang stabil sehingga prestasi keuangan lembaga belum maksimal. Meskipun demikian, kemampuan lembaga untuk menutupi biaya operasional dengan mendasarkan pada hasil pendapatan sendiri sudah sangat memadai dan kemampuan lembaga untuk terus beroperasi dalam jangka waktu yang lama dengan menutupi semua biaya operasional dan memberikan modal. Lembaga ini sebenarnya sudah dapat hidup dan mampu mengakses pinjaman komersial dari pasar untuk operasional dan mengembangkan pelayanannya Masih pada rasio keberlanjutan, jika dilihat dari donation and grants ratio (rasio ketergantung pada lembaga dana) bernilai nol selama lima tahun pengamatan. Kondisi ini menjelaskan bahwa LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara dapat beroperasi tanpa harus mengantungkan nasib kepada lembaga dana atau
51 lembaga yang menginisiasinya yaitu PPKM Bina Swadaya. Lembaga ini sudah dapat menggunakan dana pinjaman serta dana yang dihimpun dari simpanan anggota, tabungan perempuan pengusaha mikro yang dilayani dan pinjaman komersial baik dari lembaga perbankan yang berada dibawah Yayasan Bina Swadaya ataupun di luar lingkungan sendiri. Berdasarkan perkembangan nilai rasio pada sub-sub rasio yang membangun rasio keberlanjutan, dapat dikatakan bahwa lembaga ini memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi dalam memberikan layanan keuangan untuk pengembangan usaha perempuan pengusaha mikro binaanya. Hasil penelitian Ashar (2008) tentang efisiensi dan kesinambungan finansial lembaga kredit mikro non bank memberikan kesimpulan bahwa untuk mencapai tingkat kelangsungan hidup lembaga secara mandiri dalam jangka panjang, maka lembaga harus mampu menutup seluruh biaya termasuk biaya inflasi dan tidak menggantungkan pada dana hibah atau pinjaman lunak. Mendasar pada hasil analisis aspek rasio efesiensi operasional, jika dilihat dari sub-sub rasio penentunya, seperti : cost per unit of money lent (efesiensi pencairan pinjaman dalam harga) dan cost per loan made (efesiensi pencairan pinjaman dalam jumlah) terus mengecil dari tahun ke tahun selama lima tahun pengamatan. Sedangkan sub-sub rasio seperti number of active barrow per credit officer (CO) (prestasi dan efesiensi per credit officer (CO) dan portofolio per credit officer (CO) (potensi produktivitas keuangan per credit officer (CO) terus meningkat. Kondisi ini menandakan bahwa credit officer (CO) semakin produktif. Mengacu kepada nilai pada sub rasio-rasio yang membangun rasio efesiensi operasional dapat dikatakan bahwa operasional yang dilakukan oleh LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara memiliki efesensi pencairan pinjaman, baik berdasarkan harga satuan pinjaman, efesiensi cara memberikan pinjaman dan produtivitas keuangan dari setiap credit officer (CO) sebagai agen yang bertanggungjawab dalam pengeloaan pinjaman di tingkat kelompok dan anggota. Perkembangan rasio kualitas portofolio, jika dilihat dari sub-sub rasio penentunya, seperti : portofolio in arrears ratio (tunggakan dibanding saldo kredit), portofolio at risk ratio (saldo kredit menunggak dibanding saldo kredit beredar), loan loss ratio (jumlah kredit dihapus-bukukan dibanding rata-rata saldo kredit) dan loan loss reserce ratio (cadangan kredit bermasalah dibanding saldo kredit beredar) terlihat mengecil selama lima tahun pengamatan. Berdasarkan perkembangan nilai rasio pada 4 sub rasio yang membangun rasio kualitas portofolio, dapat dikatakan bahwa LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara memiliki kualitas rasio portofolio yang semakin tahun semakin baik. Kondisi tersebut dapat dilihat dari pinjaman kepada perempuan pengusaha mikro yang tidak dapat ditutupi pada periode yang lalu semakin tahun menjadi semakin kecil dan penghapusan piutang juga semakin kecil, serta perbandingan antara jumlah kredit yang dihapusbukukan dengan rata-rata saldo kredit semakin tahun juga semakin kecil dan perbandingan antara cadangan kredit bermasalah dengan saldo kredit beredar sudah tidak dimiliki. Memperhatikan hasil dua model analisis tingkat kesehatan LKM Bina Swadaya Nusantara/KSP Bina Swadaya Nusantara yang telah diterapkan dalam kajian ini memperlihatkan bahwa dua bentuk analisis yang diterapkan memperlihatkan hasil yang mirip. Tingkat kesehatan keuangan LKM Bina Swadaya Nusantara/KSP Bina Swadaya Nusantara selama periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 memperlihatkan bahwa lembaga ini sedang menuju kearah peningkatan tingkat kesehatan menjadi lembaga keuangan mikro yang sehat.
52 Jika Lembaga Keungan Mikro sudah mulai memasuki status tingkat kesehatan yang sehat dan berkembang, sering terjadi pergeseran komitmen pengelolaannya. Menurut Anshar (2011) bahwa dalam rangka menjaga kelangsungan hidup lembaga pembiayaan pedesaan khususnya dalam bentuk KSP, strategi yang harus ditempuh oleh pengelola adalah melakukan upaya peningkatan volume pinjaman kepada nasabah. Peningkatan jumlah pinjaman tersebut kemudian dapat berpengaruh terhadap efisiensi khususnya penggunaan tenaga kerja. Sedangkan salah satu dampak negatif dari strategi mengoptimalkan staf lapang untuk meningkatkan nilai piutangnya yang dapat disalurkan adalah adanya kecenderungan sasaran semakin mengarah pada nasabah golongan ekonomi kuat. Akibatnya kondisi ini akan menurunkan peluang kelompok usaha mikro untuk mengakses kredit dari lembaga keuangan pedesaan. Profil Usaha Mikro Binaan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Karakteristik Individu Karakteristik individu pengusaha mikro yang didampingi oleh KSP Bina Swadaya Nusantara dalam katagori tinggi. Krakteristik tersebut direfleksikan berdasarkan usia, pendidikan, lama berusaha, lama menjadi nasabah, pemahaman tujuan berkelompok dan kehadiran pengusaha mikro dalam pertemuan kelompok, yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran karakteristik individu perempuan pelaku usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Karakteristik individu
Pengukuran
Kategori
Usia
Tahun
Pendidikan
Tahun
Lama berusaha
Skor1)
Lama menjadi nasabah
Skor1)
Tujuan berkelompok
Skor1)
Kehadiran dalam pertemuan kelompok
Skor1)
20 21- 40 41- 60 >60 0-6 7 - 12 12 - 14 >14 Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Persentase (%)
Keterangan: 1)Interval skor 25 - 49=rendah; 50 - 74=sedang; 75 - 100=tinggi
0 32 62 6 46 24 28 2 1 28 71 0 33 67 2 8 90 26 21 53
53 Berdasarkan hasil penelitian, sebagian perempuan pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara berusia antara 41-60 tahun (62%). Selebihnya diikuti dengan usia 21-40 tahun (32%) dan di atas 60 (6%). Pengusaha mikro yang berusia di atas 60 tahun tidaklah banyak dan mereka umumnya sudah terlanjur mendapatkan kredit sebelum usia mereka 60 tahun. KSP Bina Swadaya Nusantara mensyaratkan pengusaha mikro yang dapat dilayani menggunakan model ASA harus berusia tidak lebih dari 55 tahun. Mengacu pada working manual Bina Swadaya Microfinance Service yang dikeluarkan oleh ASA Bangladesh, menjelaskan dalam seleksi anggota kelompok, usia anggota dibatasi antara 18 - 55 tahun, namun bisa juga lebih asal mereka masih kuat. Semakin muda umur pelaku UMK maka semakin tinggi peluang mereka untuk menjadi pelaku usaha yang berdaya. Hal ini dapat dipahami bahwa pelaku UMK yang berumur muda cenderung lebih mudah menerima perubahan, ide dan inovasi dalam berusaha, memiliki kamauan dan kemampuan yang lebih besar dalam mengikuti perkembangan informasi dan teknologi (Rema dan Hossain 2002; Soekartawi dalam Faizal 2014). Pembatasan usia nasabah tidak lebih dari 55 tahun terkait dengan Program Asuransi Payung Keluarga yang telah dikerjasamakan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara dengan PT. Allianz Life Indonesia. Program yang dikerjasamakan adalah program perlindungan kredit bagi perempuan pengusaha mikro yang meminjam, sebagai jaminan keberlangsungan layanan keuangan yang diberikan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara kepada perempuan pengusaha mikro yang meninggal dunia. Melalui pembayaran premi senilai 1.2% dari total pinjaman yang diterima, pengusaha mikro mereka berhak menerima tiga manfaat asuransi Allianz, yaitu: (1) manfaat lebih damai di hati, (2) saling menolong sesama anggota, dan (3) sisa pinjaman lunas ditambah santunan jika nasabah meninggal dunia. Santunan yang dimaksud adalah ahli waris mendapatkan santunan kematian sebesar dua kali dari jumlah pinjaman yang diterima. Mengacu kepada usia perempuan pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara tergolong tepat, sesuai dengan aturan menurut ASA. Dari aspek pendidikan formal, hampir setengah perempuan pengusaha mikro yang dilayani (46%) tidak sekolah, atau sekolah tetapi tidak lulus atau putus sekolah, atau sekolah setingkat Sekolah Dasar (SD). Sebagian lainnya (24%) berpendidikan setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Selebihnya, 30% dari mereka berpendidikan setingkat akademi dan sarjana. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemilihan nasabah oleh KSP Bina Swadaya Nusantara termasuk tepat karena orang-orang miskin cenderung berpendidikan rendah. Pendidikan formal merupakan salah satu jenis pendidikan yang berperan meningkatkan kualitas sumber daya manusia pelaku UMK. Ciri yang melekat pada pelaku usaha mikro adalah tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan wawasan bisnis mereka menjadi sempit, semangat kewirausahaan yang rendah dan tidak mempunyai atauu mangenal manajemen usaha. Sumberdaya manusia pelaku UMK berkualitas yang dihasilkan dari pedidikan formal akan berpeluang besar untuk menjadi pelaku usaha yang berdaya (Purnama dan Suyanto 2010, Faizal 2014). Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha mikro yang dilakukan Indriayatni (2013) di Semarang Barat memperlihatkan bahwa latar belakang pendidikan para pengusaha usaha mikro dan
54 kecil sebagian besar masih rendah sehingga kemampuan/skill yang dimiliki pun juga terbatas. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor kemampuan/skill berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha mikro dan kecil di wilayah tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan keberhasilan usaha mikro diperlukan kegiatan-kegiatan yang dapat memperkuat kemampuan/skill pengusahanya yang umumnya berpendidikan rendah atau bahkan putus sekolah. Sebagian besar (71%) perempuan pengusaha mikro yang dilayani KSP Bina Swadaya Nusantara menyatakan bahwa mereka telah lama menjalankan usaha saat ini dan dapat merasakan bahwa peluangan perkembangan usaha yang dijalanankan saat ini dan masa yang akan datang termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro tersebut telah menjalankan usaha saat ini di atas 5 tahun. Alasan mereka tetap teguh menjalankan usaha tersebut karena merasakan usaha tersebut tergolong usaha yang memiliki peluang untuk dikembangkan. Pengalaman memiliki pengaruh terhadap perilaku pelaku usaha mikro dan kecil, artinya apa yang mereka alami akan menjadi bekal dalam bentuk kondisi psikologisnya untuk merespon berbagai stimulus (Sarwono dalam Faizal, 2014). Artinya, semakin berpengalaman pengusaha mikro tersebut maka semakin cermat mereka melakukan pengembangan usaha mereka. Lamanya pengusaha mikro menjalankan usaha mereka saat ini dibandingkan dengan lamanya mereka menjadi nasabah KSP Bina Swadaya Nusantara tidak jauh berbeda. Sebagian (67%) perempuan pengusaha mikro yang dilayani berkeyakinan bahwa mereka dapat mengembangkan usaha melalui pembinaan KSP Bina Swadaya termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro mengungkapkan bahwa mereka telah terdorong untuk mengembangkan usaha oleh credit officer (CO) dalam suatu pertemuan, dengan tujuan supaya dapat membantu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan keluarga mereka. Pilihan usaha tersebut tergantung dengan keterampilan yang mereka miliki dan peluang pasar usaha yang dapat mereka manfaatkan. Selama memberikan pelayanan, credit officer (CO) tidak memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berusaha perempuan pengusaha mikro yang dilayani. Mereka diminta untuk mencari sendiri melalui program-program pengembangan pengetahuan berusaha di lingkungan mereka sendiri. Dalam penelitian Munizu (2010) memperlihatkan bahwa faktor-faktor eksternal yang salah satunya adalah aspek peranan lembaga terkait yang telah memberikan pendampingan dan permodalan mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja usaha kecil dan mikro. Mayoritas (90%) perempuan pengusaha mikro menyatakan dapat memahami tujuan berkelompok pada saat menjadi nasabah KSP Bina Swadaya Nusantara. Tujuan dimaksud berkaitan dengan persepsi anggota untuk saling mengenal sesama anggota, berbagi informasi dan saling mengingatkan untuk disiplin dalam menabung dan membayar cicilan, termasuk dalam kategori tinggi. Pemahaman pengusaha mikro terhadap tujuan berkelompok tersebut, ternyata tidak sejajar dengan motivasi dan partisipasi mereka dalam mengikuti pertemuan mingguan. Sebagian (53%) perempuan pengusaha mikro yang aktif dalam pertemuan mingguan dan melakukan kegiatan menabung dan membayar cicilan langsung dalam pertemuan, termasuk dalam katogori tinggi. Kondisi demikian menjelaskan bahwa sebagian perempuan pengusaha mikro kesulitan mengikuti pertemuan secara
55 teratur setiap minggu, sehingga mereka memilih untuk menitipkan segala kewajiban dan hak mereka kepada ketua kelompok, seperti menabung dan membayar cicilan pinjaman. Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi kondisi ini, selanjutnya KSP Bina Swadaya Nusantara mengambil kebijakan membentuk subsub kelompok sesuai dengan ketersediaan waktu anggotanya. Cara seperti itu merupakan bentuk modifikasi layanan keuangan mikro model ASA di Indonesia. Rema dan Hossain (2002) menyatakan bahwa dalam praktek ASA di Banglandesh, karakteristik kelompok model ASA yang baik adalah jika pertemuan rutin sesuai waktu yang telah ditetapkan, dimana tingkat kehadiran anggota mencapai 100%, semua anggota menabung dan membayar angsuran pinjaman, anggota kelompok maksimal 30 orang, anggota dapat menyebutkan nama kelompok dan mengenal dengan baik anggotanya, memasang papan nama kelompok, menyimpan dan memelihara buku anggota, dapat menyebutkan saldo tabungan dan pinjamannya, mampu menyebutkan tentang kebijakan dalam menabung dan meminjam, setia kepada kelompok dan lembaga pendamping, mencatat dan menyimpan hasil keputusan kelompok, memiliki perhatian kepada anggota yang lain dan saling membantu, berinisiatif dalam mencari pemecahan masalah dalam kelompok, pinjaman dimanfaatkan untuk usaha yang menguntungkan, menjaga hubungan baik dengan anggota dan kelompok lain, serta tidak tumpang tindih dan menggunakan kredit dengan nama orang lain. Karakteristik Usaha Mikro Karakteristik usaha mikro adalah bagian dari usaha mikro yang melekat pada usaha mikro. Karakteristik usaha mikro yang difokuskan pada kajian ini adalah jumlah tenaga kerja yang dimiliki usaha, peralatan atau teknologi yang digunakan usaha, serta luas areal dan jangkauan pemasaran usaha. Tabel 16 menjelaskan tentang karakteristik usaha binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Tabel 16 Sebaran karakteristik usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Karakteristik usaha
Pengukuran
Kategori
Jumlah tenaga kerja
Skor1)
Peralatan/teknologi usaha
Skor1)
Luas areal pemasaran
Skor1)
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Persentase (%) 52 30 18 6 9 85 11 66 23
Keterangan: 1)Interval skor 25 - 49=rendah; 50-74=sedang; 75 - 100=tinggi Komposisi usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah 45% usaha dagang, 33% usaha produksi, 15% usaha jasa dan 7% usaha campuran antara dagang dan produksi. Menurut sebagian (52%) pengusaha mikro, jumlah tenaga kerja yang membantu dalam pengelolaan usaha serta fungsi keberadaan mereka dalam peningkatan penjualan hasil usaha, termasuk dalam kategori rendah, dimana
56 mereka mengelola usaha seorang diri. Jika mereka membutuhkan tenaga kerja, yang sering membantu adalah anggota keluarga sendiri, seperti suami, anak, saudara dan orang tua mereka. Meskipun demikian dalam penelitian ini dianggap sebagai tenaga. Kara (2013) menyatakan bahwa sebagian besar usaha skala mikro menyerap tenaga kerja kurang dari 5 orang, tetapi hampir semuanya menyerap lebih dari 1 orang setiap unit usaha mikro. Ada juga usaha mikro yang sudah berkembang usahanya yang menyerap tenaga kerja antara 5-10 orang. Oleh karena itu, apabila usaha skala mikro tumbuh dan berkembang dengan baik akan menyerap tenaga kerja secara signifikan Jenis usaha mikro yang paling banyak diusahakan oleh perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah perdagangan dan produksi. Peralatan atau teknologi yang digunakan untuk menjalankan usaha tersebut tergolong sederhana dan umumnya menggunakan peralatan rumah tangga yang mereka punya. Sebagian besar (80%) pengusaha mikro menyatakan peralatan yang mereka gunakan saat ini dapat mempermudah produksi/penjualan usaha. Peralatan tersebut masih mendukung jika produksi ditingkatkan, termasuk dalam kategori tinggi. Kondisi peralatan usaha yang mereka miliki saat ini mencerminkan bahwa kapasitas produksi dari peralatan atau teknologi yang mereka miliki tergolong tinggi dan belum maksimal digunakan. Berdasarkan kondisi tersebut, peluang untuk meningkatkan produksi usaha yang dikelola oleh perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara masih sangat tersedia. Namun langkah tersebut terkendala karena terbatasnya pemasaran dan pembatasan jumlah pinjaman modal yang diberlakukan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara, dimana mereka harus mengikuti aturan pentahapan pengajuan pinjaman sesuai dengan kinerja mereka dalam mengembalikan pinjaman. Jika dilihat dari aspek pemasaran sebagian pengusaha mikro (66%) menyatakan luas areal pemasaran usaha terkait lingkup daerah penjualan dan dukungan daerah tersebut terhadap penjualan produk usaha, tergolong tinggi. Sedangkan pengusaha mikro lainnya menyatakan termasuk sedang atau rendah. Sebagian besar areal penjualan usaha mereka berada di sekitar pabrik/ komplek/pasar dimana mereka tinggal. Jumlah penduduk di sekitar mereka tergolong padat dengan persaingan usaha yang sangat ketat. Selain itu, konsumen mereka adalah masyarakat kelas menengah ke bawah dengan daya beli yang rendah. Kualitas produk yang dapat mereka produksi atau jual juga tergolong rendah dengan harga yang murah sesuai dengan kondisi keuangan konsumen, akibatnya keuntungan yang diperoleh pun kecil. Di sisi lain persaingan usaha pun sangat ketat, karena banyaknya pengusaha mikro menjalankan usaha yang sama. Sebagian kecil pengusaha mikro sudah berusaha memasarkan hasil usahanya, melewati batas penjualan di sekitar tempat tinggal mereka. Melalui bantuan anakanak mereka yang sudah mengenal internet, beberapa pengusaha mikro sudah melakukan penjualan secara online. Selain itu, ada beberapa pengusaha mikro yang juga berhasil menjalin hubungan dengan pembeli dari kabupaten dan propinsi lain, karena produk yang mereka usahakan disukai juga oleh pengusaha dan masyarakat daerah lain, misalnya kerupuk mentah yang berasal dari pati singkong. Purwanti (2012) melakukan penelitian pengaruh karakteristik wirausaha, modal usaha dan strategi pemasaran terhadap perkembangan UMKM di Desa Dayaan dan Kalilondo Salatiga. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa karakteristik wirausaha,
57 modal dan strategi pemasaran berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha di lokasi tersebut. Mengacu pada penelitian ini, maka ketiga hal tersebut juga dimiliki oleh usaha mikro perempuan untuk menjadi perhatian dalam penguatan kapasitas melalui pendampingan dan penyaluran kredit modal usaha yang dilakukan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara. Pengetahuan Layanan Keuangan Pengetahuan layanan keuangan bagi pengusaha mikro dalam kajian ini terkait dengan pemahaman perempuan pengusaha mikro terhadap tujuan layanan keuangan yang diberikan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara, intensitas dan manfaat menabung, kesesuaian pinjaman yang diajukan dengan yang diterima, penggunaan pinjaman yang telah diterima, manfaat pinjaman untuk peningkatan usaha serta manfaat Program Asuransi Payung Keluarga yang harus mereka ikuti sebagai nasabah binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Tabel 17 menjelaskan tentang pelaku usaha mikro berdasarkan pengetahuan layanan keuangan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Tabel 17 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan pengetahuan layanan keuangan dari KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Pengetahuan layanan keuangan
Kategori
Pemahaman tujuan layanan
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Intensitas dan manfaat menabung
Kesesuaian pinjaman
Penggunaan pinjaman
Manfaat pinjaman
Asuransi pinjaman
Persentase (%) 0 5 95 0 15 85 0 3 97 4 4 92 9 33 58 1 19 80
Keterangan: 1)Interval skor 25 - 49= rendah; 50 - 74=sedang; 75 - 100=tinggi Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas (95%) pengusaha mikro memahami tujuan layanan keuangan dan keberadaan KSP Bina Swadaya Nusantara untuk membantu pengembangan usaha mereka, termasuk dalam kategori tinggi. Mayoritas perempuan pengusaha mikro memiliki presepsi bahwa KSP Bina Swadaya Nusantara telah membantu dalam mendapatkan layanan tabungan dan pinjaman modal usaha tanpa agunan. Sebagian responden menyatakan melalui layanan keuangan tersebut, mereka dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
58 Mayoritas (85%) pengusaha mikro menyatakan bahwa intensitas dan manfaat menabung bagi mereka, terkait dengan jumlah uang yang ditabungkan setiap minggu serta manfaat dalam menabung, termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar dari mereka menabung lebih dari satu kali lipat dibandingkan dengan ketentuan yang ditetapkan. Penentuan jumlah tabungan nasabah setiap bulannya berdasarkan jumlah pinjaman yang mereka terima. Sebagian kecil (15%) saja pengusaha mikro menabung sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Perempuan pengusaha mikro merasakan banyak manfaat dengan menabung. Manfaat yang paling dirasakan adalah dapat menggunakan uang tabungan untuk membayar cicilan jika pada saat harus membayar cicilan mereka tidak memiliki uang kas. Kemudahan tersebut menghindari mereka untuk membayar cicilan dua kali lipat pada minggu berikutnya. Kondisi yang sama juga dirasakan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara. Kebijakan seperti di atas telah dapat menjaga kualitas Non Performance Loan (NPL) lembaga agar selalu dalam keadaan sehat. Mayoritas (97%) pengusaha mikro merasakan bahwa jumlah pinjaman yang mereka terima sesuai dengan jumlah yang diajukan, termasuk dalam kategori tinggi. Hanya sebagian kecil saja yang menerima kredit tidak sesuai dengan ajuan yang disampaikan. Kondisi ini dapat terjadi karena perempuan pengusaha mikro tersebut belum waktunya untuk menerima kredit sesuai dengan yang mereka ajukan. Bicanga dan Aseo (2013) dalam studinya menemukan bahwa kegagalan dalam pembayaran pinjaman dari pengusaha mikro merupakan dampak dari kekurangan asset usaha yang dimiliki pengusaha mikro, sehingga keuntungan yang diperoleh habis untuk kebutuhan rumah tangga. Pelayanan keuangan model ASA menyediakan pagu pinjaman yang harus diikuti oleh pengusaha mikro secara bertahap sebagai upaya seleksi dan pendidikan atau pembiasaan dalam pengelolaan kredit, sesuai dengan kemampuan dan tidak memberatkan mereka. Pagu pinjaman tersebut dapat dinaikan sesuai dengan waktu dan perkembangan usaha serta perilaku pengusaha mikro yang dilayani. Pagu pinjaman yang diterapkan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara adalah untuk pinjaman tahap awal sebesar Rp 1.000.000, untuk tahap kedua sebesar Rp 1.500.000, untuk tahap ketiga sebesar Rp 2.000.000, dan seterusnya. Kenaikan jumlah pinjaman berkisar antara Rp 500.000, sampai dengan Rp 1.000.000 setiap periode berikutnya. Maksimal pinjaman yang diberikan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara untuk tahun 2009 - 2011 adalah sebesar Rp 3.000.000 dan pada tahun 2012 - 2013 adalah sebesar Rp 5.000.000 (Rema dan Hossain 2002). Mayoritas (92%) pengusaha mikro menyatakan bahwa penggunaan pinjaman yang mereka terima digunakan untuk tambahan modal usaha, termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian kecil pengusaha mikro menggunakan pinjaman tersebut untuk keperluan rumah tangga, seperti biaya sekolah anak, perbaikan rumah, pengobatan dan keperluan lainnya. Dari pengalaman pengusaha mikro mengelola keuangan usaha mereka, pada saat awal pinjaman mereka gunakan untuk keperluan usaha. Meskipun demikian masih ada sebagian kecil yang menggunakan pinjaman tersebut unuk keperluan keluarga lainnya. Sebagian (58%) pengusaha mikro menyatakan bahwa manfaat pinjaman yang mereka peroleh, terkait dengan peningkatan jumlah produksi atau barang dagangan dan peningkatan omset/penghasilan, dalam kategori tinggi. Sebagian kecil (33%) pengusaha mikro menyatakan bahwa pinjaman yang mereka terima kurang bermanfaat terkait dengan peningkatan barang dagangan dan omset atau
59 penghasilan yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena pinjaman tersebut digunakan untuk pembelian peralatan usaha, sehingga tidak langsung berdampak kepada peningkatan omset atau penghasilan usaha. Sebagian besar (80%) pengusaha mikro mengetahui adanya asuransi pinjaman dan juga mengetahui kegunaan serta manfaat yang dapat mereka peroleh dari asuransi tersebut, baik untuk keluarga atau ahli waris, termasuk dalam kategori tinggi. Umumnya pengusaha mikro lupa dengan jenis asuransinya dan yang dapat mereka ketahui adalah keluarga mereka mendapatkan asuransi. Pengusaha mikro menyatakan bahwa asuransi tersebut sangat berguna bagi mereka, terutama jika mereka meninggal dunia, sehingga anggota keluarga yang ditinggalkan tidak memiliki beban utang kepada KSP Bina Swadaya Nusantara. Selain itu, keluarga yang ditinggal juga mendapatkan santunan sebesar dua kali pinjaman yang telah mereka terima. Pengusaha mikro merasa beruntung dengan asuransi tersebut. Biaya yang harus mereka bayar untuk asuransi sebesar 1.2% dari total pinjaman diterima. Produk asuransi yang ditawarkan sebagai asuransi mikro masih sebatas pada asuransi jiwa kredit (AJK). Menurut Prasetyo (2012) asuransi jiwa kredit (AJK) dipandang sebagai the lowest hanging fruit, karena didalamnya ada kepentingan pihak mitra, seperti LKM untuk mengamankan portofolio pinjamannya serta produk ini sangat sederhana dan bisa diterapkan secara mandatory. Padahal secara umum produk asuransi mikro memiliki spektrum yang sangat lebar, seperti life endowment, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi gangguan usaha, asuransi kebakaran, asuransi ternak, asuransi tanaman dan sebagainya. Kendala utama untuk melakukan inovasi produk hampir selalu terletak pada bagaimana menciptakan platform yang tepat, yaitu berbiaya rendah tetapi dapat menjangkau masyarakat dalam jumlah banyak. Peran dan Sikap Credit Officer (CO) Credit officer (CO) adalah petugas KSP Bina Swadaya Nusantara yang memiliki peran strategis di tingkat lapang dan bertanggungjawab langsung kepada manajer kantor cabang. Lingkup tugas credit officer (CO) adalah memberikan layanan keuangan kepada pengusaha mikro. Credit officer (CO) harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai kebutuhan agar dapat melaksanakan fungsi utamanya sebagai motivator dan fasilitator yang dapat mendorong perempuan pengusaha mikro membentuk kelompok, disiplin dalam mengikuti pertemuan mingguan, serta menabungkan sesuai ketentuan, mengajukan kredit tidak melebihi ketentuan dan mengembalikan kredit tepat waktu. Tabel 18 menjelaskan tantang pelaku usaha mikro berdasarkan peran dan sikap credit officer (CO) KSP Bina Swadaya Nusantara. Credit officer (CO) memiliki kewajiban meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anggota tentang tiga hal pada saat pertemuan awal pembentukan kelompok perempuan pengusaha mikro yang telah diterima menjadi nasabah KSP Bina Swadaya Nusantara, yaitu: (1) tata cara pemberian kredit, (2) hak dan kewajiban nasabah, serta (3) pentingnya kedisiplinan dalam manabung dan membayar cicilan pinjaman tepat waktu. Setelah anggota kelompok perempuan pengusaha mikro mendapatkan penjelasan tersebut, mayoritas (93%) dari mereka menyatakan dapat memahami apa yang telah disampaikan, dan merasakan mudah untuk memenuhi kewajiban tersebut. Kondisi ini mencerminkan bahwa
60 pengetahuan credit officer (CO) dalam menyampaikan materi untuk pengusaha mikro termasuk dalam kategori tinggi. Tabel 18 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan peran dan sikap credit officer (CO) KSP Bina Swadaya Nusantara tahun 2013 Peran dan sikap credit officer (CO)
Kategori
Pengetahuan
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Keterampilan
Sikap dan perilaku
Pergantian CO
Persentase (%) 0 7 93 1 27 72 0 1 99 1 32 67
Keterangan: 1)Interval skor 25 - 49= rendah; 50 - 74=sedang; 75 - 100=tinggi Menurut Anwar et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor yang paling menyebabkan nasabah mengambil kredit atau ingin mengambil kredit pada LKM (BPR) di propinsi Sulawesi Selatan adalah faktor aplikasi mudah dan diikuti dengan faktor pelayanan petugas yang ramah. Setelah itu baru faktor-faktor lainnya seperti jenis kredit, bunga kredit, kepercayaan, kerahasian, kedekatan lokasi (kantor), ruangan kantor yang nyaman, status lembaga, hadiah/bonus dan faktor lainnya. Berdasarkan kondisi di atas dapat dikatakan bahwa credit officer (CO) KSP Bina Swadaya Nusantara memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai credit officer (CO). Setelah perempuan pengusaha mikro menjadi anggota kelompok dan nasabah KSP Bina Swadaya Nusantara, selanjutnya mereka diwajibkan mengikuti pertemuan kelompok setiap minggu. Pada saat pertemuan, credit officer (CO) harus menyampaikan informasi penting terkait simpanan dan pinjaman, mendorong pengusaha mikro menabung melebih batas ketentuan, mendorong pengusaha mikro membayar cicilan tepat waktu, serta mengambil kebijakan jika pengusaha mikro belum dapat membayar cicilan pinjaman yang telah ditetapkan. Terkait dengan keterampilan dalam menyampaikan informasi, mendorong dan mengambil keputusan tersebut, sebagian (72%) pengusaha mikro merasakan kemudahan untuk memenuhi kebijakan yang telah diputuskan oleh credit officer (CO), dalam kategori tinggi. Marpaung et al. (2013) dalam penelitiannya bahwa penerapan kredit mikro sistem Grameen Bank bagi perempuan miskin tanpa jaminan yang dilaksanakan Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) di Kabupaten Tuban, hanya bermodalkan kejujuran, transparan dan kepercayaan yang diwujudkan dalam bentuk tata cara pemilihan nasabah yang dipilih dari calon anggota yang termiskin serta pelaksanaan latihan wajib kumpul dalam kelompok, sebagai bentuk pembangunan kekuatan yang diterapkan untuk kelancaran program.
61 Mayorias (99%) perempuan pengusaha mikro menyatakan bahwa sikap dan perilaku serta kesabaran dan kesopanan credit officer (CO) dalam memberikan layanan keuangan temasuk dalam kategori tinggi. Perempuan pengusaha mikro menyatakan bahwa credit officer (CO) yang melayani mereka sangat ramah, murah senyum, sabar dalam menghadapi perilaku mereka, tidak mudah marah serta disiplin dalam menggunakan waktu. Perempuan pengusaha mikro merasa senang dilayani oleh credit officer (CO) yang berasal dari KSP Bina Swadaya Nusantara, apakah mereka perempuan atau pun laki-laki. Nawangsasi (2012) dalam penelitiannya terkait kepuasan pelanggan menyatakan bahwa kualitas pelayanan juga berpengaruh terhadap kepuasan nasabah. Pada studi kasus BKK Pasar Kliwon Surakarta dengan kualitas pelayanan yang baik dari petugas kredit dapat menambah pelanggannya setiap tahun. Pelayanan yang digunakan BKK Pasar Kliwon berpedoman pada sikap-sikap sebagai berikut, yaitu politness (sopan) respectful (menghormati/menghargai), attentive (mendengarkan), coopertive (bekerjasama/menolong kesulitan), tolerance (tenggang rasa nasabah), informality (ramah/kekeluargaan) dan self control (menguasai diri/mengendalikan emosi). Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa credit officer (CO) KSP Bina Swadaya Nusantara memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas kredit. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro (67%) menyatakan bahwa belum ada pergantian credit officer (CO) selama mereka mendapatkan layanan dari KSP Bina Swadaya Nusantara, termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian lainnya menyatakan kalaupun ada pergantian karena mereka tidak lagi menjadi credit officer (CO) atau dipindahkan ke cabang KSP lainnya. Tidak ada kebijakan khusus yang diberlakukan KSP Bina Swadaya Nusantara terkait dengan rotasi credit officer (CO). Bagi nasabah yang pernah merasakan pergantian credit officer (CO), tidak ada persoalan yang muncul untuk layanan credit officer (CO) baru tersebut. Windartani et al (2014) dalam penelitiannya memberikan hasil salah satu faktor yang dominan mempengaruhi kredit macet pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kecamatan Denpasar Timur adalah faktor intern yang salah satunya karena kecurangan atau kenakalan petugas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) serta kurangnya pengawasan kredit. Tunggal, Amrizal dalam Herman (2008) dalam artikelnya berjudul “Fraud (Kecurangan): Apa dan Mengapa?”, menyatakan bahwa kecurangan dapat dicegah salah satunya dengan cara meningkatkan kultur organisasi dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yaitu : (1) mengefektifkan fungsi audit intern, (2) menciptakan struktur penggajian yang wajar dan pantas, (3) mengadakan rotasi dan kewajiban bagi para pegawai untuk mengambil hak cuti, (4) memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan kecurangan dan memberikan penghargaan kepada yang berprestasi, (5) membuat program bantuan kepada pegawai yang mendapat kesulitan baik hal keuangan atau non keuangan, (6) menetapkan kebijakan perusahaan terhadap pemberian-pemberian agar jelas mana yang hadiah, mana yang resmi dan mana yang berupa sogokan, (7) menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka mendeteksi kecurangan karena kecurangan sulit ditemukan dalam pemeriksaan yang biasa-biasa saja dan (8) menyediakan saluran-saluran untuk melaporkan kecurangan, hendaknya diketahui oleh staf agar diproses pada jalur yang benar.
62 Lingkungan Usaha Pengusaha Mikro Lingkungan usaha mikro adalah elemen-elemen yang berada di luar diri pengusaha mikro, atau terdapat di lingkungan sekitar pengusaha mikro, namun berfungsi dan berkontribusi terhadap perkembangan keberdayaan dan kemandirian pelaku usaha mikro. Elemen-elemen yang dimaksud dalam penelitian ini terbatas pada akses input produksi, ketersediaan akses pasar, persaingan usaha serta akses pedukung lainnya. Tabel 19 menjelaskan tentang sebaran pelaku usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara berdasarkan lingkungan usahanya. Tabel 19 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan lingkungan usaha tahun 2013 Lingkungan usaha
Kategori
Akses input produksi
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Akses pasar
Persaingan usaha
Akses pendukung
Persentase (%) 0 15 85 2 35 63 0 26 74 24 27 49
Keterangan: 1)Interval skor 25 - 49= rendah; 50 - 74=sedang; 75 - 100=tinggi Berdasarkan persepsi pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara, mayoritas (85%) dari mereka menyatakan ketersediaan akses input produksi, terkait dengan tingkat kemudahan mendapatkan bahan baku atau barang dagangan, jangkauan mendapatkan bahan baku atau barang dagangan, serta harga bahan baku atau barang dagangan yang dapat mereka peroleh, termasuk dalam kategori tinggi. Artinya, pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara memiliki kemudahan dalam mendapatkan bahan baku atau barang dagangan. Jangkauan mendapatkan bahan baku tersedia di sekitar (desa/komplek atau kecamatan) dimana mereka berusaha. Sedangkan harga beli input produksi tersebut tergolong murah atau sesuai dengan harga pasar. Sebagian perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara berada dekat dengan pasar, baik itu pasar kecamatan maupun kabupaten. Menurut Rema dan Hossain (2002) dalam penerapan layanan keuangan mikro model ASA, kriteria areal yang dipilih adalah memiliki jumlah keluarga miskin yang relatif besar, padat penduduk, tersedia sarana transportasi, secara ekonomi aktif, tersedia fasilitas pemasaran dan perdagangan termasuk juga pasar, diprioritaskan areal yang memiliki fasilitas perbankan, teridentifikasi beberapa program kredit dari organisasi lain yang sudah berjalan, serta mayoritas penduduk daerah tersebut berpendidikan rendah atau tingkat melek huruf rendah, sarana kesehatan rendah dan sanitasi buruk. Sebagian (63%) perempuan pengusaha mikro yang dilayani memiliki akses ketersediaan pasar/konsumen, kemudahan menjualkan produk yang diusahakan
63 serta kondisi pelanggan usaha beberapa tahun terakhir, termasuk dalam kategori tinggi. Setengah dari usaha perempuan pengusaha mikro tersebut berada dekat dengan pelanggan, namun karena tingkat persaingan yang tinggi, menyebabkan daya jual produk yang dihasilkan atau diperdagangkan tidak terlalu tinggi. Tidak ada kegiatan promosi khusus yang mereka lakukan pada saat menjalankan usaha. Promosi yang dilakukan sangat sederhana dengan cara menggelar barang dagangan, baik di depan rumah sendiri atau dipinggir jalan atau menawarkan dipabrik dan dipasar. Barang dagangan yang diproduksi atau dijual umumnya barang-barang yang diperuntukan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Kondisi pelanggan usaha mereka tetap dan bertambah, tetapi ada juga yang mengalami pengurangan. Hanya beberapa perempuan pengusaha mikro yang telah memproduksi produk khusus untuk masyarakat kelas atas. Umumnya belum banyak pengusaha mikro yang memilik fasilitas dan akses untuk menjangkau masyarakat kelas atas. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara memiliki tantangan dalam pemasaran. Penyebab utamanya adalah produk yang diusahakan adalah produk umum yang mudah diusahakan oleh pengusaha lainnya, sehingga persaingan usaha terlalu ketat. Berhasil tidaknya pengusaha mikro tersebut dalam pengembangan usahanya sangat tergantung pada kemampuan dan keahlian mereka dalam memasarkan usaha mereka. Menurut Swasta dan Irawan dalam Purwanti (2012), dalam pencapaian tujuan perlu adanya strategi pemasaran, yaitu suatu rencana yang dimiliki oleh suatu perusahaan sebagai pedoman bagi kegiatan-kegiatan pemasaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan Purwanti (2012) telah melakukan penelitian tentang pengaruh antara karakteristik wirausaha, modal usaha dan strategi pemasaran usaha secara bersamaan terhadap perkembangan UMKM di Desa Dayaan dan Kalilondo Salatiga. Salah satu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh antara karakteristik usaha, modal usaha dan strategi pemasaran terhadap perkembangan UMKM di desa tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh karakteristik usaha, modal usaha dan strategi pemasaran secara bersamaan terhadap perkembangan UMKM di desa Dayaan. Namun, jika diuji pada variabel pemasaran saja, tidak ada pengaruh secara signifikan. Hal ini disebabkan karena usaha-usaha di desa tersebut tidak berhubungan langsung dengan konsumen akhir, tetapi berhubungan dengan toko-toko dan pedagangpedagang yang menjadi pemasar produk tersebut. Berbeda dengan usaha-usaha mikro yang menjadi binaan KSP Bina Swadaya Nusantara, sebagian besar berhubungan dengan konsumen akhir untuk menjual produk yang mereka hasilkan. Mengacu pada hasil penelitian di atas, mutlak bagi sebagian usaha-usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya untuk mengembangkan strategi pemasaran usaha. Pada saat memulai suatu usaha, dibutuhkan rencana strategi pemasaran pendahuluan untuk memperkenalkan produk baru itu ke pasar. Bagian kedua tentang distribusi dan anggaran. Sedangkan bagian ketiga melakukan strategi bauran pemasaran, yaitu strategi terkait dengan harga, distribusi, produk dan promosi yang akan dijalankan. Sebagian (74%) besar pengusaha mikro menyatakan persaingan usaha, terkait dengan jenis usaha yang sama dengan usaha yang mereka usahakan dalam radius lebih kurang 200 meter, serta apakah keberadaan usaha tersebut mengurangi jumlah
64 penjualan usaha mereka, termasuk dalam kategori tinggi. Kondisi demikian menjelaskan ternyata banyak pelaku usaha mikro yang sama yang juga berusaha dalam radius lebih kurang 200 meter di antara mereka. Walaupun kondisi yang mereka hadapi seperti itu, namun mereka yakin bahwa usaha yang dijalankan saat ini dapat dikembangkan. Perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara termasuk pengusaha yang optimis, meskipun jumlah penduduk yang ada di sekitar usaha mereka tergolong padat, kelas menengah ke bawah dengan daya beli rendah, namun mereka tetap yakin bisa memenangkan persaingan menggunakan strategi pemasaran yang mereka upayakan. Justin dalam Purwanti (2012) menyatakan karakteristk wirausaha yaitu kebutuhan akan keberhasilan, setiap orang berbeda dalam tingkat kebutuhan keberhasilannya. Orang yang memiliki tingkat kebutuhan keberhasilan yang rendah akan merasa puas pada status yang dimiliki, sedangkan orang dengan tingkat kebutuhan keberhasilan yang tinggi senang bersaing dengan standar keunggulan dan memilih untuk bertanggung jawab secara pribadi atas tugas yang dibebankan padanya. Dorongan untuk keberhasilan tersebut tampak dalam pribadi yang ambisius yang memulai perusahaan barunya dan kemudian berkeinginan untuk mengembangkan usahanya. Karakteristik keinginan untuk mengambil resiko oleh wirausaha di dalam memulai atau menjalankan bisnisnya berbeda-beda, wirausaha bersedia menerima resiko sebagaimana mereka menghadapi kemungkinan terjadinya kegagalan. Karakteristik percaya diri orang yang memiliki keyakinan pada dirinya sendiri merasa dapat menjawab tantangan yang ada di depan mereka, banyak wirausaha yang sukses adalah orang yang mempunyai percaya diri, mengakui adanya masalah tetapi mempercayai kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah. Karakteristik kuat untuk berbisnis banyak wirausaha memperhatikan tingkat keingintahuannya yang dapat disebut sebagai keinginan kuat untuk berbisnis, untuk bekerja keras dan untuk mengembangkan usahanya. Sebagian (49%) pengusaha mikro menyatakan akses pendukung usaha mereka, terkait dengan frekuensi (keseringan) mendapatkan informasi peluang pasar, ketepatan informasi yang mereka terima dari pelanggan/informan lain, kemudahan dalam mendapatkan pinjaman dari pihak lain, termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro dampingan KSP Bina Swadaya Nusantara jarang mendapatkan informasi peluang pasar dari pihak lain. Sehingga mereka berusaha berdasarkan pengamatan lingkungan dan intuisi mereka sendiri. Pilihan pasar usaha sebagian besar dari mereka tidak jauh dari daerah dimana mereka tinggal, yang memang daerah mereka termasuk ramai dan banyak persaingan. Sedangkan terkait dengan kemudahan dalam mendapatkan pinjaman kepada pihak lain selain KSP Bina Swadaya Nusantara tergolong rendah, sangat sedikit dari mereka yang bisa mengakses lembaga lainnya. Sebagian mereka merasakan tidak mampu atau tidak mau, tidak memiliki agunan, sehingga merasa tidak mudah mengakses lembaga keuangan resmi lainnya. Banyak pihak yang menawarkan kredit, namun mereka umumnya adalah bank harian atau rentenir. Sebagian besar dari perempuan pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara menyatakan bahwa KSP Bina Swadaya Nusantara merupakan satu-satunya lembaga keuangan mikro yang mudah diakses untuk pengembangan usaha dan pemenuhan kebutuhan keuangan mereka. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro yang dilayani KSP Bina Swadaya Nusantara tidak berusaha mendapatkan pinjaman ke pihak lain karena
65 dua alasan, yaitu tidak memiliki jaminan jika meminjam ke lembaga perbankan dan jika meminjam ke rentenir atau pelapas uang merasa terbebani oleh bunga pinjaman yang tinggi. Meminjam kepada pelepas uang sangat beresiko, jika mereka telat atau tidak sanggup membayar pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan, barangbarang mereka disita dan itu sangat memalukan jika ada tetangga yang melihatnya. Pengaruh lokasi usaha sebagai bagian dari lingkungan usaha, berdasarkan hasil penelitian Hermanto (2011) disimpulkan bahwa lokasi usaha berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap strategi bisnis usaha industri kecil. Pemilihan lokasi yang tepat bagi tempat usaha oleh pengusaha akan semakin meningkatkan strategi bisnisnya, karena itu pemilihan letak lokasi yang strategis untuk tempat usaha harus menjadi pertimbangan yang matang agar strategi bisnis yang di implementasikan bisa mencapai sasaran yang diharapkan. Di pihak lain lokasi usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja usaha, ini membuktikan bahwa pertimbangan penentuan lokasi usaha bukan satu-satunya yang bisa meningkatkan kinerja usaha, walaupun lokasi memegang peranan penting. Tingkat Perkembangan Usaha Mikro Perkembangan usaha menjadi harapan setelah perempuan pengusaha mikro dampingan KSP Bina Swadaya Nusantara dapat mengakses modal usaha. Tingkat perkembangan usaha pengusaha mikro tersebut dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan berusaha, kemampuan mengakses pasar, kemampuan memproduksi hasil usaha yang sesuai kebutuhan pasar, kemampuan meningkatkan omset dan pendapatan usaha yang mereka jalankan. Tabel 20 menjelaskan tentang tingkat perkembangan usaha mikro setelah mendapatkan pinjaman modal usaha dari KSP Bina Swadaya Nusantara. Tabel 20 Sebaran pelaku usaha mikro berdasarkan tingkat perkembangan usaha tahun 2013 Tingkat perkembangan usaha Pengetahuan usaha
Akses pasar usaha
Produksi usaha
Omset usaha
Pendapatan usaha
Kategori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Persentase (%) 12 17 71 12 17 71 5 30 65 7 40 53 9 20 71
Keterangan: 1)Interval skor 25 - 49= rendah; 50 - 74=sedang; 75 - 100=tinggi
66 Berdasarkan persepsi pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara, sebagian besar (71%) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan usaha, kegunaan dan penggunaan pengetahuan tersebut dalam pengelolaan usaha, setelah mereka mendapatkan layanan keuangan dari KSP Bina Swadaya Nusantara, termasuk dalam kategori tinggi. KSP Bina Swadaya Nusantara tidak memberikan layanan peningkatan pengetahuan berusaha secara langsung baik dalam bentuk pelatihan ataupun pendampingan kepada perempuan pengusaha mikro. Jika perempuan pengusaha mikro merasakan adanya peningkatan pengetahuan pengelolaan usaha, hal tersebut disebabkan karena adanya interaksi dan komunikasi pengembangan usaha dengan sesama anggota, credit officer (CO), konsumen serta pihak lainnya. Para pengusaha mikro tentu memiliki teman, pelangan, jaringan, serta program-program lain yang ada disekitar dan dapat diakses sebagai sumber pembelajaran. Perlunya peningkatan pengetahuan bagi pengusaha mikro, Purwanti (2012) menyatakan bahwa perkembangan usaha kecil menengah adalah kemampuan seorang pengusaha untuk mensosialisasikan dirinya kepada kebutuhan pangsa pasar sehingga ada perbaikan taraf hidup pada diri seorang pengusaha. Perkembangan usaha bagi usaha mikro kecil dan menengah sebagai kesuksesan dalam berusaha yang dapat dilihat dari jumlah penjualan yang semakin meningkatkan dikarenakan dari kemampuan pengusaha dalam meraih peluang usaha yang ada, berinovasi, luas pasar yang dikuasai, mampu bersaing, mempunyai akses yang luas terhadap lembaga keuangan baik bank dan non bank, sehingga dapat meningkatkan pembiayaan usahanya. Purnama dan Suyanto (2010) dalam penelitiannya terhadap motivasi dan kemampuan usaha industri kecil menyimpulkan bahwa variabel kemampuan berusaha terkait dengan pengetahuan usaha, sikap dan keterampilan serta kematangan emosional berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha industri kecil. Variabel kemampuan berusaha lebih dominan pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha dibandingkan dengan motivasi usaha. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk peningkatan usaha industri kecil lebih mendahulukan meningkatkan sikap, kecerdasan, emosional, keterampilan dan pengetahuan para pengusahanya dalam melakukan usaha dan juga motivasi usaha dengan lebih mendahulukan peningkatan harapan, motivasi dan insentif. Sebagian besar (71%) perempuan pengusaha mikro menyatakan bahwa akses pasar usaha mereka, terkait dengan jumlah pelanggan usaha serta perkembangan luas areal pemasaran usaha setelah mendapatkan pendampingan dan pelayanan keuangan dari KSP Bina Swadaya Nusantara, termasuk dalam kategori tinggi. Setelah itu, melalui pinjaman modal usaha tersebut, sebagian (65%) perempuan pengusaha mikro dapat meningkatkan produksi usaha, terkait dengan jumlah produksi/barang dagangan atau jenis produk/barang dagangan, termasuk dalam kategori tinggi. Setelah perempuan pengusaha mikro dapat mengakses pinjaman modal usaha dengan plafon berkisar antara Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000 dari KSP Bina Swadaya Nusantara, maka sediaan barang dagangan/bahan baku usaha mengalami peningkatan, sehingga produksi dan penjualan hasil usaha meningkat. Peningkatan penjualan tersebut dapat dicapai melalui penambahan lokasi penjualan baru dan atau tambahan pelanggan baru. Mengacu pada karakteristik usaha perempuan pengusaha mikro yang didampingi KSP Bina Swadaya Nusantara paling banyak adalah usaha dagang dan
67 produksi (85%), maka pada saat mendapatkan kredit modal kerja jumlah produksi atau barang dagangan langsung mengalami peningkatan. Mengacu pada kondisi di atas terlihat bahwa kredit paling banyak yang diterima oleh perempuan pengusaha mikro diperuntukan untuk peningkatan modal kerja. Mengacu pada jenis kredit yang diberikan kepada perempuan pengusaha mikro paling banyak adalah kredit produksi dan perdagangan. Menurut Sarwido (2014) dalam penelitiannya tentang pengaruh kredit usaha mikro terhadap efektivitas permodalan dalam pemberdayaan IKM kerajinan di Jepara, yang merupakan usaha produksi memperlihatkan bahwa ketika terjadinya peningkatan variabel independen (kredit) akan mempengaruhi peningkatan modal usaha yang kemudian dapat meningkatkan produk yang dihasilkan. Pemberian kredit produksi atau eksploitasi adalah pemberian kredit yang diperlukan perusahaan untuk meningkatkan produksi baik peningkatan kuantitatif maupun kualitatif. Kredit ini disebut juga sebagai kredit eksploitatif karena bantuan modal kerja tersebut digunakan untuk menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan penolong, dan biaya-biaya produksi lainnya (upah, biaya pengepakan, biaya distribusi, dan sebagainya). Pada umumnya kredit jenis ini diberikan kepada perusahaan-perusahaan industri dalam segala tingkat, yaitu industri kecil, menengah dan besar. Sedangkan kredit perdagangan adalah kredit yang digunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya yang berarti peningkatan utility of place dari suatu barang yang diperdagangkan. Berdasarkan pendapat di atas, maka kredit yang telah disalurkan kepada usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah kredit eksploitatif dan perdagangan (utility of place) yang dapat langsung berpengaruh kepada akses pasar dan produksi usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Pertambahan modal usaha telah dapat meningkatkan omset dan pendapat usaha pengusaha mikro. Sebagian (53%) pengusaha mikro menyatakan bahwa pinjaman yang diberikan telah dapat meningkatkan omset usaha mereka dengan kategori tinggi. Sebagian besar (71%) pengusaha mikro juga menyatakan bahwa pinjaman yang diberikan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara telah dapat meningkatkan pendapatan usaha mereka, dengan kategori tinggi. Sebagian besar perempuan pengusaha mikro yang disurvai menyatakan telah terjadi peningkatan omset dan pendapatan usaha mereka setelah menerima kredit modal usaha dari KSP Bina Swadaya Nusantara. Tabel 21 menjelaskan tentang persentase peningkatan omset dan pendapatan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Tabel 21 Persentase peningkatan omset dan pendapatan usaha perempuan pengusaha mikro setelah mendapatkan pinjaman modal usaha dan KSP Bina Swadaya Nusantara Keterangan
Omset Pendapatan
Sebelum mendapatkan kredit (%) (a) 100 100
Setelah mendapatkan kredit (%) (b) 162 169
Kenaikan (%) (c = a - b) 62 69
68 Berdasarkan Tabel 21 rata-rata peningkatan omset dan pendapatan usaha mikro perempuan dampingan KSP Bina Swadaya Nusantara setelah mendapatkan kredit modal usaha adalah 62% untuk omset dan 69% untuk pendapatan, dimana jumlah pinjaman yang diterima tidak lebih besar dari modal yang dimiliki saat ini. Sebagai perbandingan Marcellina dan Setiawan (2012) telah melakukan penelitian analisis dampak kredit mikro terhadap perkembangan usaha mikro di Kota Semarang (studi kasus : nasabah Koperasi Enkas Mulia) menemukan bahwa pada saat terjadi peningkatan variabel modal sebesar 108%, maka variabel omzet penjualan meningkat sebesar 64%, variabel keuntungan meningkat sebesar 60% dan variabel tenaga kerja meningkat sebesar 12,5%. Pengaruh Layanan Keuangan Mikro Model ASA Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan Koperasi Bina Swadaya Nusantara merupakan salah satu tujuan yang akan dibuktikan dalam penelitian ini. Ada lima pernyataan hipotesa yang harus dibuktikan untuk menjawab tujuan tersebut, yaitu (1) karakteristik individu (X1), (2) karakteristik usaha mikro (X2), (3) pengetahuan layanan keuangan (X3), (4) Credit officer (CO) (X4) dan (5) lingkungan usaha (X5) secara simultan memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro (Y). Artinya, jika semua indikator tersebut secara simultan berpengaruh positif dalam mendorong perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pengaruhnya tergolong sangat kuat. Pembuktian hipotesa kajian telah dilakukan melalui analisis first order kontruk reflektif Partial Least Square (PLS) alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dengan tahapan sebagai berikut : 1. Pengujian model pengukuran/diagram jalur (path diagram) 2. Pengujian dan pembuktian hipotesa Pengujian Model Pengukuran/Diagram Jalur Hasil pengujian model pengukuran/diagram jalur (path diagram) dapat dijelaskan pada Gambar 7.
69
Usia
9,123
Lama Berusaha
20,223
Lama Menjadi Nasabah
32,871
Jumlah Tenaga Kerja
18,500
Peralatan/Teknologi
21,600
Luas Areal Pemasaran
52,393
Karakteristik Individu
3,927
Karakteristik Usaha Mikro 54,006 9,891
Penggunaan Pinjaman Manfaat Pinjaman
18,747 49,396
Pengetahuan Layanan Keuangan
7,564
26,407
48,232
Perkembangan Usaha Mikro
2,088 Pengetahuan Keterampilan Rotasi
3,605 5,303
97,802
Credit Officer (CO)
90,299
11,195 1,913
Persaingan Usaha
Akses Dukungan Lain
8,072 12,263
Lingkungan Usaha
Gambar 7 Hasil uji T/diagram jalur analisis pengaruh layanan keuangan model mikro ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Gambar 7 menjelaskan hasil uji T diagram jalur (path diagram) yang akan digunakan untuk mengukur pengaruh layanan keuangan model ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuaan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara memperlihatkan hasil yang valid. Hal ini terlihat dari indikator-indikator dari semua konstruks yang diuji, dimana semuanya memiliki nilai loading ≥ 0,5. Jika semua jalur telah memiliki nilai loading ≥ 0,5, maka diagram jalur yang digunakan untuk menguji pengaruh layanan keuangan mikro terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya termasuk dalam kondisi valid. Tabel 22 menjelaskan tentang hasil uji konstruk loading dan T-statistik pada analisis layanan keuangan model ASA.
70 Tabel 22 Hasil uji validitas konstruk, nilai loading dan T-statistik pada analisis layanan keuangan model ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Variabel Indikator Loading(λ) X1
X2 X3 X4 X5
Y
X1.1 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X3.4 X3.5 X4.1 X4.2 X4.4 X5.3 X5.4 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
0,582 0,737 0,844 0,656 0,723 0,849 0,764 0,908 0,542 0,722 0,813 0,663 0,800 0,643 0,809 0,792 0,899 0,879
Standard error 0,064 0,036 0,026 0,035 0,033 0,016 0,041 0,018 0,150 0,136 0,073 0,082 0,065 0,024 0,015 0,016 0,009 0,010
T-statistik
Keterangan
9,123 20,223 32,871 18,500 21,600 52,393 18,747 49,396 3,605 5,303 11,295 8,072 12,263 26,407 54,006 48,232 97,802 90,299
Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant Valid dan significant
Keterangan : jika t-statistik > t-tabel (1,96) maka valid dan significant Berdasarkan Tabel 22 dijelaskan bahwa nilai loading dari hubungan variabel indikator X1., X1.3, X1.4 dengan konstruk X1, hubungan indikator X2.1, X2.2, X2.3 dengan konstruk X2, hubungan variabel indikator X3.4, X3.5 dengan konstruk X3, hubungan indikator X4.1, X4.2, X4.4 dengan konstruk X4, hubungan indikator X5.3, X5.4 dengan konstruk X5, hubungan variabel Y1, Y2, Y3, Y4, Y5 dengan konstruk Y masing-masing memiliki nilai loading (𝜆) ≥ 0,5, dan memiliki nilai T-statistik > 1.96 pada taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel indikator X1, X2, X3, X4, X5 dan Y termasuk valid sebagai menjadi alat ukur untuk melihat pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Penelitian yang teruji membutuhkan variabel laten yang reliable, Variabel tersebut mempunyai nilai composite reliability > 0,7 dan memiliki nilai AVE > 0,5. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah uji reliabilitas variabel-variabel laten yang akan digunakan dalam penelitian ini. Tabel 23 menjelaskan tentang hasil pengujian reliabilitas variabel laten pada penelitian ini.
71 Tabel 23 Hasil uji validitas konstruk analisis pengaruh layanan keuangan mikro model ASA terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Variabel
AVE
X1 X2 X3 X4 X5 Y
0,532 0,558 0,704 0,500 0,540 0,655
Composite Reliability 0,769 0,789 0,825 0,739 0,699 0,904
R Square
0,352
Cronbachs Alpha 0,586 0,608 0,594 0,494 0,150 0,865
Communality 0,532 0,558 0,704 0,492 0,540 0,655
Mengacu pada Tabel 22 dapat dijelaskan bahwa variabel laten X1,X2, X3, X4 X5 dan Y memiliki nilai AVE ≥ 0,5 dan 𝜌𝑐 ≥ 0,7. Berdasarkan nilai hasil pengujian tersebut, dapat dikatakan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam pengujian ini mempunyai reliabilitas yang baik atau mampu untuk mengukur konstruknya. Uji validitas konstruk secara umum dapat diukur dengan parameter skor loading di model uji penelitian (Rule of Thumbs >0,7) dan menggunakan parameter AVE, Communality, R2, Skor AVE >0,5, Community >0,5 dan Redudancy mendekati 1. Jika skor loading <0,5 indikator tersebut dapat dihapus dari konstruknya karena indikator tersebut tidak termuat (load) ke konstruk yang mewakilnya. Jika skor loading antara 0,5 - 0,7 sebaiknya peneliti tidak menghabus indikator yang memiliki skor loading tersebut sepanjang skor AVE dan Communality indikator tersebut >0,5 (Abdillah dan Hartono 2015). Pengujian dan Pembuktian Hipotesa Kajian Diagram jalur (path diagram) telah valid dan reliabel untuk menguji hipotesa, selanjutnya digunakan untuk pelaksanaan uji hipotesa menggunakan Partial Least Square (PLS) alternatif Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varian. Ada lima hipotesa yang diuji dalam kajian ini. Tabel 24 menjelaskan hasil uji hipotesa kajian tersebut. Tabel 24 Path coefficient (Mean, STDEV dan T Statistic)
Hipotesis H1 H2 H3 H4 H5
X1 -> Y X2 -> Y X3 -> Y X4 -> Y X5 -> Y
Original sample (O)
Sample mean (M)
Standard deviation (STDEV)
Standard error (STERR)
T-statistik (O/STERR|)
0,128 0,373 0,201 0,072 0,075
0,124 0,374 0,204 0,075 0,073
0,033 0,038 0,027 0,035 0,039
0,033 0,038 0,027 0,035 0,039
3,927 9,891 7,564 2,088 1,913
72 Berdasarkan Tabel 24 di atas serta mengacu pada hasil yang tertera pada kolom T-statistik selanjutnya dapat diinterprestasikan sebagai berikut : H1 : Karakteristik individu (X1) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha mikro (Y). Hasil uji-T pada path coefficient menunjukkan nilai T-statistik 3,927 lebih besar dari T-tabel 1,960 dan besar koefisien 0,128, artinya hipotesis diterima, X1 berpengaruh langsung dan positif terhadap Y. H2 : Karakteristik usaha mikro (X2) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha mikro (Y). Hasil uji-T pada path coefficient menunjukkan nilai T-statistik 9,891 lebih besar dari T-tabel 1,960 dan besar koefisien 0,373, artinya hipotesis diterima, X2 berpengaruh langsung dan positif terhadap Y. H3 : Pengetahuan layanan keuangan (X3) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha mikro (Y). Hasil uji-T pada path coefficient menunjukkan T-statistik 7,564 lebih besar dari T-tabel 1,960 dan besar koefisien 0,201, artinya hipotesis diterima, X3 berpengaruh langsung dan positif terhadap Y. H4 : Credit officer (CO) (X4) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha mikro Y. Hasil uji-T pada path coefficient menunjukkan nilai T-statistik 2,088 lebih besar dari T-tabel 1,960 dan besar koefisien 0,072, artinya hipotesis diterima, X4 berpengaruh langsung dan positif terhadap Y. H5 : Lingkungan usaha (X5) memiliki pengaruh langsung dan positif dengan perkembangan usaha mikro (Y). Hasil uji-T pada path coefficient menunjukkan nilai T-statistik 1,913, lebih kecil dari T-tabel 1,960 dan besar koefisien 0,075 artinya hipotesis ditolak, X5 tidak berpengaruh signifikant terhadap Y. Ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat ditentukan menggunakan perbandingan nilai T-tabel dan T-statistik. Jika nilai T-statistik lebih tinggi disbanding dengan T-tabel, berarti hipotesis terdukung. Untuk tingkat keyakinan 95% (alpha 5%) maka nilai T-tabel untuk hipotesis dua ekor (two-tailed) adalah ≥ 1,960 dan untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah ≥ 1,64. (Hartono dalam Abdillah dan Hartono 2015). Mengacu pada tabel di atas dapat dikatakan bahwa hipotesis yang ke lima tidak terdukung karena T-statistik 1,913 atau kurang dari Ttabel sebesar 1,960, Berdasarkan hasil pengujian hipotesis-hipotesis kajian ini dapat dikatakan bahwa KSP Bina Swadaya Nusantara telah dapat memberikan pengaruh yang langsung dan positif mendorong perkembangan usaha mikro. Dari lima variabel yang diuji, empat variabel berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro, sedangkan satu variabel lainnya tidak berpengaruh dalam mendorong perkembangan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Berdasarkan hasil pengujian di atas dapat dikatakan bahwa layanan keuangan mikro model ASA yang diterapkan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara dalam pengembangan usaha mikro perempuan binaannya berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro binaannya.
73 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Mikro Binaan Koperasi Simpan Pinjam Bina Swadaya Nusantara Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara direpresentasikan oleh indikator-indikator yang bersifat memperkuat variabel (konstruk) sehingga mampu mendorong perkembangan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Mengacu pada hasil uji hipotesa penelitian ini, Gambar 8 berikut dapat mengambarkan faktor-faktor yang mendorong perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Peningkatan Pengetahuan Usaha
Peningkatan akses Pasar Usaha 26,407
Peningkatan Produksi Usaha 54,006
Peningkatan Omset Usaha
48,232
97,802
Peningkatan Pendapatan Usaha 90,299
Perkembangan Usaha Mikro
Karakteristik Individu
9,123
32,871 20,223
7,564
9,891
3,927
Karakteristik Usaha Mikro
18,500
52,393
2,008
Pengetahuan Layanan Keuangan
18,747
49,396
Credit Officer (CO)
3,605
21,600
11,195 5,303
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan usaha mikro
Gambar 8 Faktor-faktor pendorong perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara Gambar 8 menjelaskan tentang empat aspek dan sebelas faktor yang telah mendorong terjadinya perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina
74 Swadaya Nusantara. Empat aspek tersebut adalah karakteristik individu, karakteristik usaha mikro, pengetahuan layanan keuangan dan credit officer (CO). Sedangkan sebelas faktor yang tergabung pada empat aspek tersebut adalah usia, lama berusaha, lama menjadi nasabah, jumlah tenaga kerja, peralatan/teknologi, luas areal pemasaran, penggunaan pinjaman, manfaat pinjaman, pegetahuan, keterampilan dan rotasi credit officer (CO). Sedangkan hasil uji hipotesis memperlihatkan bahwa T-statistik paling besar dimiliki oleh aspek karakteristik usaha mikro sebesar 9,891, kemudian diikuti oleh pengetahuan layanan keuangan sebesar 7,564, karakteristik individu sebesar 3,927 dan credit officer (CO) sebesar 2,008. Faktor-faktor yang berpengaruh dan mendorong perkembagan karakteristik individu perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah usia, lama berusaha dan lama menjadi nasabah KSP Bina Swadaya Nusantara. Semakin bertambah usia perempuan pengusaha mikro, semakin lama mereka berusaha dan menjadi nasabah KSP Bina Swadaya Nusantara, maka semakin berkembang pula usahanya. Faktor-faktor yang berpengaruh dan mendorong perkembangan karakteristik usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah jumlah tenaga kerja, peralatan/teknologi usaha dan luas areal pemasaran usaha. Semakin bertambah jumlah tenaga kerja dan peralatan/teknologi usaha maka semakin luas areal pemasaran usaha perempuan pengusaha mikro dan semakin berkembang pula usaha yang dijalankan saat ini. Faktor-faktor yang berpengaruh dan mendorong peningkatan pengetahuan layanan keuangan perempuan penggusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah pola fikir penggunaan dan pemanfaatan pinjaman yang diterima. Jika perempuan pengusaha mikro memiliki pola fikir bahwa semua pinjaman yang diterima digunakan untuk penambahan modal kerja usaha maka usaha yang dia jalankan menjadi semakin berkembang. Faktor-faktor yang berpengaruh dan mendorong credit officer (CO) dapat meningkatkan perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah pengetahuan, keterampilan dan pembatasan rotasi credit officer (CO). Pengetahuan dimaksud adalah pengetahuan yang telah diberikan oleh credit officer (CO) kepada perempuan pengusaha mikro. Semakin sering credit officer (CO) memberikan pengetahuan kepada perempuan pengusaha mikro maka semakin berpengaruh terhadap perkembangan usaha mereka. Keterampilan dimaksud adalah keterampilan credit officer (CO) dalam menyampaikan pengetahuan dan mendorong pengusaha mikro untuk menabung serta membayar cicilan tepat waktu dan tepat jumlah. Semakin terampil pengusaha mikro dalam menyampaikan pengetahuan dan mendorong perempuan pengusaha mikro terkait dengan pengetahuan di atas, maka semakin berpengaruh terhadap perkembangan usaha mereka. Semakin besar T-statistik sebuah faktor maka semakin kuat pengaruhnya, begitu juga sebaliknya semakin kecil T-statistik faktor tersebut maka semakin lemah pengaruhnya terhadap pengembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Berdasarkan T-statistik yang dimiliki setiap faktor tersebut terlihat masih ada beberapa faktor yang memiliki daya dorong yang lemah. Faktor-faktor yang masih lemah daya dorongnya menjadi efektif ditingkatkan melalui pendampingan sehingga dapat mempercepat perkembangan usaha mikro
75 perempuan tersebut. Strategi seperti ini menjadi lebih efektif karena fokus pada faktor-faktor yang sudah terbukti berpengaruh meskipun hasilnya belum terlihat kuat. Tidak semua faktor-faktor tersebut dapat diintervensi untuk dikuatkan pengaruhnya melalui kegiatan pembinaan atau pendampingan. Beberapa faktor yang dapat diitervensi adalah jumlah tenaga kerja, peralatan/teknologi usaha, luas areal pemasaran, penggunaan pinjaman, manfaat pinjaman, pengetahuan dan keterampilan serta rotasi credit officer (CO). Peningkatan pinjaman modal kerja usaha mikro harus diyakin digunakan untuk pengembangan usaha. Jika pinjaman tersebut digunakan untuk pengembangan modal usaha maka secara linear akan membutuhkan tenaga kerja tambahan, mengoptimalkan penggunaan peralatan (dari hasil kajian peralatan belum dimanfaatkan secara optimal), membutuhkan penambahan luas areal pemasaran. Kondisi tersebut perlu didukung dengan pengetahuan dan keterampilan credit officer (CO) sehingga dapat memberikan kesimpulan yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi usaha perempuan pengusaha mikro, yang pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan pengembangan usaha mereka. Menurut Faizal (2014) strategi peningkatan keberdayaan pelaku UMK merupakan langkah pertama yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kemandirian mereka dalam berusaha. Langkah-langkah untuk meningkatkan keberdayaan pelaku UKM melalui peningkatan kemampuan proaktif pelaku UMK, kemampuan manajemen usaha serta kepemimpinan personal yang kesemuanya harus dilakukan baik dalam aspek pengetahuan (kognitif), sikap mental (afektif) maupun keterampilan (psikomotor). Selain itu perlu juga dilakukan peningkatan kemampuan proaktif, kepemimpinan personal dan kemampuan manajemen usaha yang dapat diwujudkan dengan meningkatkan intensitas pemberdayaan pelaku UMK melalui kegiatan edukasi, fasilitasi dan representasi. Peningkatan keberdayaan perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara dapat dimulai dengan peningkatan kapasitas credit officer (CO) sehingga dapat berpartisipasi dalam kegiatan pendampingan. Selain itu, KSP Bina Swadaya Nusantara dapat juga bekerjasama dengan PPKM Bina Swadaya dan unit kerja lainnya yang berada pada gugus kegiatan dilingkungan Yayasan Bina Swadaya, misalnya Bina Swadaya Konsultan, untuk berkontribusi melakukan pemberdayaan perempuan pengusaha mikro melalui pelatihan dan menghubungkan dengan pihak lain untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan dan jaringan pemasaran usahanya. Bagaimana dengan aspek lingkungan usaha ?. Hasil pengujian ternyata persaingan usaha dan dukungan lainnya tidak berpengaruh terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Lingkungan usaha merupakan faktor yang tidak signifikan pengaruhnya dalam mendorong perkembangan usaha mikro dampingan KSP Bina Swadaya Nusantara. Secara demografis pengusaha mikro yang dilayani oleh KSP Bina Swadaya Nusantara berdomisili dan berusaha di dalam lingkungan padat penduduk, daerah perkotaan atau pabrik, serta dekat dengan akses input produksi, pemasaran dengan tingkat persaingan yang ketat. Lingkungan dengan ciri seperti di atas, dengan jenis usaha yang beragam tapi banyak yang sama atau mirip adalah yang umum dilakukan pengusaha lainnya, sehingga mengakibatkan tingkat persaingan semakin ketat
76 sehingga pengaruh lingkungan terhadap perkembangan usaha mikro menjadi tidak signifikan. Berbeda dengan hasil penelitian Faizal (2014) terkait dengan kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil menemukan bahwa lingkungan pendukung Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan variabel yang berpengaruh positif dan nyata terhadap tingkat keberdayaan pelaku UMK. Hal itu berarti semakin tinggi kualitas lingkungan pendukung UMK maka semakin tinggi pula tingkat keberdayaan pelaku UMK. Kualitas lingkungan pendukung UMK dicerminkan oleh ketersediaan sumber daya informasi, sumber daya modal, jaringan transportasi, jaringan pemasaran yang dapat dijangkau atau diakses oleh pelaku UMK. Ketersediaan jaringan pendukung pemasaran merupakan indikator kualitas lingkungan pendukung UMK terbesar kontribusinya terhadap keberdayaan UMK, setelah diikuti oleh sumber daya modal yang dapat diakses, sumber daya informasi dan ketersediaan jaringan transporasi. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan pada usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara ada tiga jenis usaha yang dijalankan mereka yaitu perdagangan, produksi, jasa serta campuran antara produksi dan perdangangan. Persentase usaha perdagangan, seperti sembako, minuman, pakaian, sayur-sayuran dan lainnya sebesar 48%, produksi seperti kue, roti, nasi uduk, ketupat, makanan ringan dan produksi lainnya sebesar 34%, dan jasa seperti jahitan pakaian, kasur, anyaman tikar, tambal ban, playstation dan lainnya sebesar 18%. Semua usaha yang telah diusahakan tersebut merupakan usaha yang sudah lama dan banyak diusahakan masyarakat lainnya. Dari 100 usaha mikro perempuan yang telah disurvai dalam penelitian ini, hanya satu usaha tergolong baru (1%), yaitu membuat arang kayu untuk memenuhi kebutuhan pabrik alumunium yang berada cukup jauh dari desa pemiliknya. Mazzarol et al. (1999) menemukan bahwa perempuan umumnya kurang suka menjadi penemu bisnis baru dibandingkan pria. Temuan ini didukung oleh Kolvereid dalam Jati (2009) yang menyatakan bahwa pria secara signifikan memiliki intensi wirausahawan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Lee (1997) dalam penelitiannya tentang motivasi pengusaha perempuan di Singapura menemukan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang besar dan signifikan terhadap kebutuhan akan prestasi wirausaha perempuan tersebut. Padahal, jika mereka dapat menemukan bisnis baru, kemungkinan untuk menang dalam persaingan dan berkembang menjadi usaha kecil memiliki peluang yang sangat besar. Hasil uji diagram jalur (path diagram) untuk melihat pengaruh pendidikan terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara, terlihat bahwa pendidikan tidak berpengaruh nyata dalam perkembangan usaha mereka. Hal ini disebabkan kerena pendidikan yang dimiliki perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara tergolong rendah. Sebanyak 46% dari perempuan pengusaha mikro memiliki pendidikan sekolah dasar (SD), 24 % berpendidikan sekolah menengah tingkat pertama (SMP), dan 30% yang berpendidikan sekolah menengah tingkat atas (SLTA) dan lebih tinggi. Untuk meningkatkan kapasitas perempuan pengusaha mikro tersebut agar mereka dapat meningkatkan usaha mereka, dibutuhkan upaya-upaya seperti pelatihan, bimbingan dan konsultansi yang dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan sikap sebagai pengusaha, serta keterampilan-keterampilan dalam pengembangan usaha yang sedang dijalankan saat ini.
77
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Perkembangan LKM Bina Swadaya/KSP Bina Swadaya Nusantara pada periode lima tahun pengamatan (2009 - 2013) memperlihatkan perkembangan yang baik. Walaupun kinerja lembaga ini pada tahun 2009 mengalami penurunan, yang mana non performance loan mencapai 25,94%, tunggakan katagori >12 kali angsuran tersebar pada 1.218 orang perempuan pengusaha mikro, kerugian usaha mencapai Rp 127.874.379, dan pemutusan hubungan pelayanan terhadap 1.218 orang perempuan pengusaha mikro yang berperilaku buruk terjadi pada tahun 2009 dan 2.098 orang pada tahun 2010. Setelah tahun 2010 KSP Bina Swadaya Nusantara mulai menunjukan kinerja yang baik dengan tingkat kesehatan cukup sehat. Jumlah nasabah perempuan pengusaha mikro yang dilayani pada tahun 2013 meningkat menjadi 6.439, non performance loan menguat sebesar 1,50% dan laba yang diperoleh mencapai Rp 584.574.347. 2. Perempuan pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya menyatakan bahwa usaha mereka telah mengalami perkembangan setelah mendapatkan pembinaan dan layanan dari KSP Bina Swadaya Nusantara. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari hasil analisis karakteristik individu, karakteristik usaha mikro, pengetahuan layanan keuangan, credit officer (CO), lingkungan usaha dan perkembangan usaha mikro yang pada umumnya tergolong dalam kategori tinggi. Peningkatan omset dan pendapatan yang diperoleh setelah menjadi binaan KSP Bina Swadaya Nusantara rata-rata sebesar 62,0% dan 69,0%. 3. Pelayanan keuangan mikro model ASA yang diterapkan oleh KSP Bina Swadaya Nusantara berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha perempuan pengusaha mikro binaannya. 4. Dari lima faktor yang telah diuji pengaruhnya terhadap perkembangan usaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara, empat faktor berpengaruh langsung dan positif terhadap perkembangan usaha mikro yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha mikro, pengetahuan layanan keuangan dan credit officer (CO). Sedangkan lingkungan usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Saran 1. Pengelolaan nasabah perempuan pengusaha mikro oleh KSP Bina Swadaya Nusantara harus menjadi prioritas utama agar tidak terjadi lagi kasus pemutusan hubungan pelayanan dalam jumlah besar, seperti yang terjadi pada tahun 2009 dan 2010, yang mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja organisasi, keuangan dan tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara. Pengelolaan nasabah dimaksud dapat dimulai dengan penguatan kapasitas dan integritas manajer dan credit officer (CO) sehingga disiplin dalam menerapkan standar operasional prosedur (SOP) layanan keuangan mikro model ASA. Pengelolaan nasabah yang sesuai dengan SOP model ASA dapat menghasilkan perempuan pengusaha mikro yang berintegritas dan mampu mengembangkan usaha mikro yang dijalankannya.
78 Manajer, credit officer (CO) dan perempuan pengusaha mikro yang berintegritas adalah yang bertanggung jawab, dapat dipercaya, jujur, setia, konsisten, menguasai pekerjaan dan disiplin dalam bekerja. Peningkatan kapasitas dan integritas manajer, credit officer (CO) dan perempuan pengusaha mikro dapat diupayakan mulai dari proses rekrumen, pengembangan kapasitas (sikap, pengetahuan dan keterampilan) serta evaluasi secara berkala. 2. Peningkatan tingkat kesehatan KSP Bina Swadaya Nusantara dari level cukup sehat menjadi sehat dapat diupayakan melalui peningkatan aspek likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan, serta jati diri koperasi. Peningkatan likuiditas dapat diupayakan melalui pengelolaan rasio kas dan rasio pinjaman terhadap dana yang diterima. Peningkatan aspek kemandirian dan pertumbuhan dapat diupayakan melalui pengelolaan rasio rentabilitas asset, rentabilitas modal sendiri, serta kemandirian operasional. Sedangkan peningkatan jati diri koperasi dapat diupayakan melalui pengelolaan rasio partisipasi bruto dan rasio promosi ekonomi anggota. Untuk pengelolaan rasio-rasio yang membangun aspek kemandirian dan pertumbuhan, serta jati diri koperasi, dapat diupayakan melalui pembenahan kebijakan keanggotaan dan non anggota, agar disesuaikan dengan aturan yang terdapat pada Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 tahun 1995. 3. Karakteristik individu, karakteristik usaha mikro, pengetahuan layanan keuangan dan credit officer (CO) adalah aspek-aspek yang masing-masingnya memiliki faktor-faktor yang berpengaruh langsung dan positif dalam mendorong pengembangan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara. Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan untuk percepatan peningkatan usaha mikro perempuan binaan KSP Bina Swadaya Nusantara adalah melalui penguatan faktor-faktor tersebut melalui kegiatan pendampingan (bimbingan dan konsultansi), pelatihan dan menghubungkan dengan pihak-pihak lain, melalui kerjasama dengan unit-unit pemberdayaan Yayasan Bina Swadaya, seperti Bina Swadaya Konsultan dan lembaga mitra lainnya. 4. Ajuan pinjaman pengusaha mikro binaan KSP Bina Swadaya Nusantara diutamakan penggunaannya untuk penambahan modal usaha yang dijalankan saat ini. Jika pinjaman tersebut tepat sasaran, secara linear dampak yang terjadi adalah usaha tersebut membutuhkan tambahan waktu berusaha atau tenaga kerja, terjadinya optimalisasi penggunaan peralatan, serta peningkatan jumlah produk atau luas areal pemasaran. Peran utama credit officer (CO) harus dapat memastikan bahwa pinjaman yang diterima perempuan pengusaha mikro hendaknya digunakan untuk penambahan modal usaha.
79
DAFTAR PUSTAKA Abdilah W, Hartono J. 2015. Partial Least Square (PLS) Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) Dalam Penelitian Bisnis. Penerbit Andi Yogjakarta. Afandi P. 2014. Analisis Kinerja Keuangan Untuk Mengukur Kesehatan Keuangan Koperasi KSU BMT Arafah Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang. Jurnal Among Makarti, Vol.7 No.13, Juli 2014. [diunduh tanggal 12 Agustus 2014] Tersedia pada : Http://Jurnal.Stieama.Ac.Id/Index.Php/Ama/Article/View/93 Aji G. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Koperasi Pondok Pesantren. Jurnal Walisongo, Volume 19, Nomor 1, Mei 2011. [Diunduh tanggal 7 Agustus 2015] Tersedia pada : journal.Walisongo.Ac.Id/ Index.Php/Wali/Article/View/27/27 Anwar IS, Kusuma J, Rahmatia, Fatmawati, Usman A, Hamrulla. 2010. Perilaku Dan Preferensi Masyarakat Sulawesi Selatan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR). [diunduh tanggal 7 Agustus 2015]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-dan-stabilitas/arsitektur/Pages/ api11.aspx Armendariz B, Murdoch J. 2010. The Economic of Microfinance. The MIT Press Cambridge, Massachusetts London, England. [Diunduh tanggal 15 Juli 2014]. Tersedia pada: http://www.fgda.org/dati/ContentManager/files/Documenti_ microfinanza/ Economics-of-Microfinance.pdf [ASA] Association for Social Advancement. 2014. Grants Free, Cost Efficient, Sustainable and Innovative Microfinance. [diunduh tanggal 15 Juli 2014]. Tersedia pada: http://www.asa.org.bd Ashar K.2011. Analisis Terhadap Kesinambungan Lembaga Pembiayaan Pedesaan Dalam Mendukung Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 57-67. [diunduh tanggal 14 Agustus 2015]. Tersedia pada : http://Jiae.Ub.Ac.Id/Index.Php/Jiae/Article/ View/112/141 ____.2013. Persepsi Nasabah Terhadap Kualitas Jasa Kredit Lembaga Kredit Mikro : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi dan Hubungannya Dengan Kesetiaan. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. [diunduh tanggal 8 Agustus 2015]. Tersedia pada : http://feb.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/ 07/Persepsi-Nasabah-Terhadap-Kualitas-Jasa-Lembaga-Kredit-Mikro-Fak tor-faktor-yang-mempengaruhi-dan-hubungannya-dengan-kesetiaan1.pdf ____.2008. Efisiensi dan Kesinambungan Finansial Lembaga Kredit Mikro Non Bank. Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 2 No. 2 Oktober 2008, 187-197. [diunduh tanggal 14 Agustus 2015]. Tersedia pada : http:// jiae. ub. ac.id/index.php/jiae/article/view/140/109 Budianta E. 2007. Menuju Indonesia Swadaya. Penebar Swadaya. Jakarta Bulan A. 2007. Analisis Hubungan Kinerja Pelayanan Lembaga Keuangan Mikro Non-Bank Terhadap Kepuasan Nasabah (Studi Kasus Lembaga Keuangan Mikro Bina Swadaya). Tugas Akhir [Tesis] Program Studi Magister Manajemen. Fakultas Program Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana, Jakarta Bichanga OW, Aseyo L. 2013. Causes of Loan Default within Micro Finance Institutions in Kenya. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in
80 Business. Volume 4 No 12 [diunduh tanggal 25 Agustus 2015] Tersedia pada: ijcrb.webs.com. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. 2006. Kajian Usaha Mikro Indonesia. Hasil Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama dengan Gunatama Megah Business and Management Consultant Tahun 2004 (diringkas oleh : Joko Sutrisno dan Sri Lestari HS). Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun I - 2006. [diunduh tanggal 31 Januari 2015]. Tersedia pada: http://www.smecda.com/kajian/ files/Jurnal_ Nomor 2 TahunI_2006/02_Kajian_Usaha.pdf Faizal M. 2014. Pengembangan Kemandirian Pelaku Usaha Mikro dan Kecil Dalam Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Tugas Akhir [Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Firdaus. 2014. Analisis Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas dan Rasio Profitabilitas Terhadap Kinerja Koperasi As-Sakinah di Sidoarjo Tahun 2009-2012. Jurnal Akuntansi Unesa Vol 2 Nomor 2 Tahun 2014. [diunduh tanggal 14 Agustus 2015] Tersedia pada: http://Ejournal.Unesa.Ac.Id/Index.Php/JurnalAkuntansi/Article/View/6767/3512 Hamidah, Noviani M. 2013. Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum Dan Sesudah Merger Dan Akuisisi (Pada Perusahaan Pengakuisisi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2006). Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol. 4, No. 1, 2013 ; 31-52. [diunduh tanggal 12 Agustus 2015] Tersedia pada : http://www.jrmsi.com/volume/ volume-4-no-1/40-hamidah Hendrojogi. 2012. Koperasi : Asas-asas, Teori dan Praktik. Edisi Revisi 2004. PT. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta Herman AL. 2013. Pengaruh Keadilan Organisasi Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kecurangan (Studi Empiris Pada Kantor Cabang Utama Bank Pemerintah Di Kota Padang). Jurnal Akuntansi Vol 1 No 1 Tahun 2013. [diunduh tanggal 16 Agustus 2015] Tersedia pada : http://ejournal.unp.ac.id/ students/index.php/akt/article/view/91/79 Hermanto B. 2011. Pengaruh Lokasi Usaha, Karakteristik Bisnis terhadap Strategi Bisnis dan Kinerja Usaha Industri Kecil di Sulawesi Utara. Jurnal Aplikasi Manajemen Volume 9 Nomor 3, Mei 2011. Universitas Brawijaya Malang [diunduh tanggal 4 Agustus 2015]. Tersedia pada : http://jurnaljam.ub.ac.id/ index.php/ jam/article/ view/388 Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis. Penerbit Ghalia Indonesia. Cetakan ke 2. Bogor Indriayatni L. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Usaha Mikro dan Kecil (Studi Pada Usaha Kecil di Semarang Barat). Jurnal STIE Semarang, Vol 5 No 1 Edisi Februari 2013. [diunduh tanggal 15 Agustus 2015] Tersedia pada: http://jurnal.stiesemarang.ac.id/ index.php/ JSS/article/view/38/35 Ismawan B. 2012. Belantara Keuangan Mikro Indonesia. Membangun Indonesia Dari Desa Melalui Keuangan Mikro. Gema PKM Indonesia dan Penebar Swadaya. Jakarta. _________.2013. Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan. Yayasan Bina Swadaya. Depok.
81 Ismawan B, Budiantoro S. 2005. Keuangan Mikro, Sebuah Revolusi Tersembunyi Dari Bawah. Gerakan Pengembagan Keuangan Mikro Indonesia. Sekretariat Jenderal Gema PKM Indonesia. Jati W. 2009. Analisis Motivasi Wirausaha Perempuan (Wirausahawati) di Kota Malang. Jurnal HUMANITY, Volume IV, Nomor 2, Maret 2009:141-153. [diunduh tanggal 31 Januari 2015]. Tersedia pada : Ejounal.umm.ac.id/ mdex.php/humanity/article/newfile/820.855/umm [Kemenkop UKM] Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2014. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi. [diunduh tanggal 20 April 2014] Tersedia pada : http://www.depkop. go.id/phocadownload/regulasi/permen/permeneg/kukm/2008/pedoman/ penilaian/kesehatan/ksp/usp.pdf [Kemenkop UKM] Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2014. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 96/Kep/M.KUKM/XI/2004 Tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi. [diunduh tanggal 25 Mei 2014] Tersedia pada : http://www.depkop.go.id/ phocadownload/regulasi/permen/kepmeneg/kukm/ 2004 96/pedoman/som/ksp/usp/koperasi.pdf Kara M. 2013. Konstribusi Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Makassar. AsySyir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 47, No. 1, Juni 2013 [diunduh tanggal 9 Agustus 2015] Tersedia pada : http://journal.uin-suka.ac.id/media/ artikel/ASY134701-10m/Muslimin/Kara_edited.pdf Karay CJ. 2011. Analisis Pemeringkatan Koperasi Di Provinsi Papua. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Edisi Oktober 2011 [diunduh Tanggal 13 Agustus 2015] Tersedia pada: Http://Ejurnal.Ustj-Jayapura.Com/ Index.Php/Jurnal/Detail/20 Kusumo AY. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Mandiri Periode 2002-2007 (dengan Pendekatan PBINo. 9/1/PBI/2007). Jurnal Ekonomi Islam La Riba. Volume II No 1, Juli 2008. [diunduh Tanggal 12 Agustus 2015] Tersedia pada: http://journal.uii.ac.id/index.php/JEI/article/view/165 Lee J. 1997. The Motivation of Women Entrepreneurs in Singapore. International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research, Vol. 3 Iss: 2, pp.93 – 110 [Diunduh Tanggal 10 September 2015] Tersedia pada: http://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/13552559710175392 Marcellina LA, Setiawan HA. 2012. Analisis Dampak Kredit Mikro Terhadap Perkembangan Usaha Mikro di Kota Semarang (Studi Kasus : Nasabah Koperasi Enkas Mulia) Diponegoro Journal of Economics Volume 1 Nomor 2 Tahun 2012 Halaman 1-7. [diunduh tanggal 17 Agustus 2015] Tersedia pada : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme/article/view/117/124 Marimin, Maghrifah N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Rantai Pasok. PT. Penerbit IPM Press. Kampus IPB Taman Kencana, Bogor. Marpaung SE. 2012. Analisis Dampak Pemberian Kredit Pola Grameen Bank Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil Masyarakat Pesisir Oleh
82 Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3) di Kabupaten Tuban. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Marpaung SE, Sarma M, Limbong HW. 2013. Dampak Pemberian Kredit Pola Grameen Bank Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil Masyarakat Pesisir Oleh Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) di Kabupaten Tuban. Jurnam Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah. Volume 8 Nomor 1 Pebruari 2013. Program Studi Industri Kecil Menengah (MPI) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mazzarol T, Volery T, Doss N, Thein V. 1999. Factors Influencing Small Business Start-Ups. A comparison with previous research. International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research, Vol. 5 No. 2, 1999, pp. 48-63. [diunduh tanggal 19 September 2015] Tersedia pada: http://www.researchgate.net/profile/Tim_Mazzarol/publication/230600351_F actors_influencing_small_business_start-ups_A_comparison_with_previous_ research/links/02bfe5130741b37c73000000.pdf Mulyandari HSR. 2011. Cyber Extension Sebagai Media Komunikasi Dalam Pemberdayaan Petani Sayuran. Tugas Akhir [Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Munizu M. 2010. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 12 Nomor 1, Maret 2010 : 33-41. [diunduh tanggal 4 Agustus 2015] Tersedia pada: http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/ index.php/man/article/view/17987/17898 Nawangsasi E. 2010. Pengaruh Sistem Kredit Dan Pelayanan Bank Terhadap Kepuasan Nasabah (Studi Kasus BKK Pasar Kliwon Surakarta). Pro-Bank Jurnal Ekonomi Bisnis dan Perbankan Volume 20 Nomor 24 Tahun 2012. [Diuduh tanggal 16 Agustus 2015]. Tersedia pada : http://www.e-journal.stieaub.ac.id/index.php/probank/article/view/53/54 (OJK) Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Lembaga Keuangan Mikro. [diunduh 17 Juni 2015). Tersedia pada: http://www.ojk.go.id/lembaga-keuangan-mikro Prasetyo YE. 2012. Asuransi Mikro, Si Kecil Yang Raksasa. Membangun Indonesia Dari Desa Melalui Keuangan Mikro. Gema PKM Indonesia dan Penebar Swadaya. Jakarta. Primahendra E, Nggao SF, Martono M. 2003. Kemiskinan dan Kemandirian. Catatan Perjalanan dan Refleksi Bina Swadaya. Yayasan Bina Swadaya. Jakarta Prisiyanto. 2012. Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro di Kecamatan Tanjungsari (Studi Kasus pada KJKS BMT Mardlotillah di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat). Tugas Akhir [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pristiyanto, Bintoro HM, Soekarto TS. 2013. Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor Priyatno D. 2009. Lima (5) Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Penerbit Andi Yogyakarta.
83 Purwanti, E. 2012. Pengaruh Karakteristik Wirausaha, Modal Usaha, Strategi Pemasaran Terhadap Perkembangan UMKM di Desa Dayaan dan Kalilondo Salatiga. Jurnal Ilmiah Among Makarti, Vol.5 No.9, Juli 2012. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “AMA” Salatiga. [diunduh tanggal 20 Pebruari 2015]. Tersedia pada : http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/view/65 Purnama C dan Suyanto. 2010. Motivasi dan Kemampuan Usaha Dalam Meningkatkan Keberhasilan Usaha Industri Kecil (Studi Pada Industri Kecil Sepatu di Jawa Timur). Jurnal Manjemen dan Kewirausahaan Volume 12 Nomor 2, September 2010:177-184. [diunduh tanggal 20 Pebruari 2015]. Tersedia pada : http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/ view/ 18175/18060 Retnadi D dan Hadinoto, S. 2007. Micro Credit Challenge. Cara Efektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta Rema N, Hossain MA. 2002. Bina Swadaya Microfinance Service “Working Manual”. Prepared By ASA-Bina Swadaya. Bangladesh. Saebani AB, Nurjaman K. 2013. Manajemen Penelitian. Penerbit CV Pustaka Setia, Bandung Sarwido. 2014. Analisis Pengaruh Kredit Usaha Mikro Terhadap Efektivitas Permodalan Dalam Pemberdayaan IKM Kerajinan Ukir dan Patung di Jepara. Jurnal DISPROTEK. Volume 5 Nomor 2 Juli 2014. [diunduh tanggal 17 Agustus 2015] Tersedia pada : http://ejournal-unisnu.com/index.php/JDPT/ article/view/162/270 Sufren, Yonathan N.2014. Belajar Otodidak SPSS Pasti Bisa. PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta Suharti L, Sirine H. 2011. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Niat Kewirausahaan (Entrepreneurial Intention) (Studi Terhadap Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 12 Nomor 2, September 2011 : 124-134. [diunduh tanggal 4 Agustus 2015] Tersedia pada: http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/ index.php/man/article/view/17987/8329/18174 Sumarni M, Wahyuni S. 2005. Metodologi Penelitian Bisnis. Penerbit Andi Jogyakarta. Supardi US. 2013. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Konsep Statistika Yang Lebih Komprehensif. Change Publication. Jakarta Umar H. 2008. Disain Penelitian Akuntansi Keperilakuan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Windartani TK. Musmini SL. Atmadja TA. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Macet Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kecamatan Denpasar Timur Periode 2010 sampai dengan 2012. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi S1) Volume 2 No 1 tahun 2014 [diunduh tanggal 16 Agustus 2015] Tersedia pada : http://ejournal.undiksha.ac.id/ index.php/S1ak/article/view/2975/2466 Yulianti E, Purwanti, E. 2013. Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Pada PT. Kimia Farma (Persero),Tbk. Periode 2006-2010. Jurnal Among Makarti Vol.6 No.11 Juli 2013 [diunduh tanggal 16 Agustus] Tersedia pada : http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/ view/101/85