KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG
DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR
SKRIPSI BAMBANG MAULANA HERMANSYAH
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
1
RINGKASAN BAMBANG MAULANA HERMANSYAH. D34101029. 2006. KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR. Skipsi. Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA Pembimbing Anggota : Ir. Sudjana Natasasmita Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber protein penghasil daging, memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi ternak sapi potong tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa Barat, salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Wilayah Kabupaten Cianjur yang mungkin dikembangkan adalah Kecamatan Agrabinta. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik peternak dan budidaya ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta, 2) menganalisa potensi teknis usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta, 3) menganalisa tingkat pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta dan 4) merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta. Penelitian ini didesain dengan metode survei. Populasi yang diamati yaitu seluruh peternak sapi potong yang ada di Kecamatan Agrabinta yang berjumlah 1.516 rumah tangga peternak (RTP). Pengambilan sampel secara sengaja berdasarkan desa-desa yang memiliki populasi sapi potong yang terbanyak dilakukan di desa Sinarlaut sebanyak 10 responden peternak, desa Bojongkaso10 responden peternak, desa Sukamanah 2 responden peternak, desa Mekarsari 10 responden peternak, desa Tanjungsari 11 responden peternak dan desa Wanasari 10 responden peternak. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemeliharaan ternak sapi potong oleh peternak masih bersifat tradisional. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong sebesar 11,11% dari total pendapatan keluarga atau sebesar Rp. 1.054.020,26 per tahunnya. Nilai Return Cost ratio (R/C rasio) menunjukan angka 1,51. Hal ini menegaskan bahwa usaha ternak sapi potong dapat dikembangkan di daerah ini. Berdasarkan hasil dari analisa kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR) maka diantara desa-desa yang masih bisa dikembangkan adalah desa Bojongkaso, desa Tanjungsari, desa Sukamanah secara berturut-turut sebesar 242,44 Satuan ternak (ST); 5096 ST; 1145,90 ST. Analisa Faktor internal dan eksternal yang menentukan posisi pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta, memperlihatkan hasil total skor kekuatan dikurangi total skor kelemahan sebesar 1,06 dan faktor eksternal adalah total skor peluang dikurangi total skor ancaman sebesar 0,2, maka strategi yang sesuai dalam pengembangan peternakan sapi potong berada pada kuadran I. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy), yaitu menggunakan kekuatan untuk memperoleh peluang , keuntungan dalam usaha ternak sapi potong.
2
Berdasarkan hasil analisa matrik SWOT dapat dipilih prioritas strategi, yaitu strategi SO yang meliputi : 1) Kerjasama dengan instansi lain dalam pengembangan pakan dengan memanfaatkan lahan yang ada, 2) Pemberian pengetahuan dan teknologi kepada peternak guna mengembangkan usaha ternak sapi potong, 3) Kerjasama dengan instansi penanam modal. Strategi ini dianggap prioritas karena diharapkan dangan cara ini dapat mengubah pola beternak yang telah ada serta menambah keterampilan peternak Kata Kunci : Sapi Potong, Kajian Pengembangan, Analisa KPPTR, Analisa SWOT
3
ABSTRACT BAMBANG MAULANA HERMANSYAH. D34101029. 2006. Study of Development Farm of Cattle Livestock In Agrabinta Sub-District, in Cianjur Sub-Province, West Java. Script. Department of Social Economic of Livestock Industry, Bogor Agriculture University. Adviser Co Adviser
: Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA : Ir. Sudjana Natasasmita
The objective of the research were 1) to know characteristic of beef cattle farmer in related to management of beef cattle farming, 2) to analyzed technical potency of beef cattle farm in Agrabinta Sub-District, 3) to analyzed farmer earning in beef cattle farm business , 4) to formulate the strategy of beef cattle development in Agrabinta Sub-District. Primary data obtained by direct interview with the beef cattle farmer, used questionnaire as the tool. Secondary data obtained from relevant institutions sources that related with the topic of the research, data analyzed descriptive corelation method. Base on data analyzed showed that technical management of beef cattle farm by farmer characterize still in the traditional system. The return cost ratio (R/C ratio) of beef cattle farm business analysis, showed that ratio as 1.51 value. It means that the beef cattle farm business were profitable. Beef cattle farm income contributed 11.11 persen to total family income or Rp. 1,054,020.26. The results from Added Capacity of Ruminant Population (ACRP) analyzed at Sinarlaut village, Bojongkaso village, Tanjungsari village, Wanasari village, Mekarsari village, Sukamanah village respectively were -903.58 Animal Unit (AU); 242.44 AU; -340.40 AU; 5096 AU; -337.90 AU, the positive value explain that in these villages can accept more beef cattle number, such Bojongkaso village and Wanasari village. The strategy of beef cattle farming development in Agrabinta Sub-District were showed at Growth Oriented Strategy, it can be implemented by making Demonstration Plot of beef cattle farm intensification, recruit more animal health officer to optimalisation of services and cooperation with other relevant institutions Key words :Beef Cattle farming, Livestock Development, ACRP analyze, SWOT analyze.
4
KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG
DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR
SKRIPSI
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Oleh BAMBANG MAULANA HERMANSYAH D34101029
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5
KAJIAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN AGRABINTA, KABUPATEN CIANJUR
Oleh BAMBANG MAULANA HERMANSYAH D34101029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 09 Maret 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Basita Ginting S., MA NIP. 130 517 039
Ir. Sudjana Natasasmita NIP. 130 517 040
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M Rur. Sc. NIP : 131 624 188
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1982 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Hendra Suhara dan Ibu Sitriyanah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Perwira II Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 12 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 6 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2001, selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi HIMASEIP (Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan) pada tahun 2002 – 2003 sebagai staf Departemen Kewirausahaan, sedangkan pada tahun 2003 – 2004 mengikuti Organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Peternakan sebagai staf Departemen Hubungan Luar Negeri.
7
KATA PENGANTAR Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Peternakan sangat penting kontribusinya dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani yang berperan dalam peningkatan kualitas pangan dan gizi masyarakat. Pemenuhan protein hewani dengan baik maka akan meningkatkan kecerdasan masyarakat, peternakan juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pendapatan dan taraf hidup peternak. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk serta kesadaran masyarakat akan produk pangan yang bergizi tinggi dan berprotein menyebabkan meningkatnya permintaan produk peternakan terutama daging, telur dan susu. Hal ini merupakan sebuah peluang yang bisa diambil bagi peternak untuk meningkatkan produktifitas guna memenuhi permintaan produk peternakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh peternak yaitu dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong. Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber protein penghasil daging, memiliki potensi untuk dikembangkan. Atas dasar itu penulis melakukan penelitian kajian pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik budidaya ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta, menganalisa potensi teknis yang ada di Kecamatan Agrabinta, menganalisa tingkat pendapatan peternak dan merumuskan formulasi startegi pengembangan peternakan sapi potong yang berdasarkan potensi yang ada di Kecamatan Agrabinta. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan pra survei, penelitian, dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, untuk itu masukan dan sarannya sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Maret 2006 Penulis
8
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR....................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
PENDAHULUAN ………………………………………………………….. Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................ Kegunaan Penelitian ...........................................................................
1
KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
6
Usaha Ternak Sapi Potong .................................................................. Budidaya Ternak Sapi Potong ............................................................ Pendapatan Usaha Ternak ...................................................................
6 7 16
METODE PENELITIAN .............................................................................. Lokasi dan Waktu ............................................................................... Populasi dan Sampel ........................................................................... Desain Penelitian ................................................................................ Data dan Instrumen ............................................................................. Analisa Data ........................................................................................ Definisi Istilah .....................................................................................
16 16 16 17 17 17 24
KEADAAN LOKASI PENELITIAN ...........................................................
26
Keadaan Umum Kabupaten Cianjur.................................................... Keadaan Umum Kecamatan Agrabinta ...............................................
26 26
1 2 3 3
9
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
30
Karakteristik Peternak ......................................................................... Kepemilikan Ternak Sapi Potong .............................................. Aspek Manajemen Teknis ................................................................... Kandang ..................................................................................... Pemberian Pakan ........................................................................ Kesehatan ................................................................................... Perkawinan ................................................................................. Aspek Ekonomi ................................................................................... Modal ......................................................................................... Pemasaran .................................................................................. Pendapatan ................................................................................. Penerimaan ....................................................................... Pengeluaran....................................................................... Pendapatan Keluarga Peternak ......................................... Potensi Teknis Usaha Ternak Sapi Potong.......................................... Tenaga Kerja .............................................................................. Lahan .......................................................................................... Strateggi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong ................... Analisa Korelasi Rank Spearman (rs) ....................................... Analisa Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia (KPPTR)............... ...................... Analisa Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT)....
30 32 33 33 36 38 39 41 41 42 43 44 44 46 47 47 47 48 48
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
58
Kesimpulan .......................................................................................... Saran ....................................................................................................
58 58
UCAPAM TERIMA KASIH ........................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
60
LAMPIRAN....................................................................................................
62
51 53
10
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Agrabinta....................................
27
2. Keadaan Masyarakat Berdasarkan Mata Pencaharian....................
27
3. Keadaan Populasi Ternak di Kecamatan Agrabinta........................
28
4. Sarana dan Prasarana Peternakan Di Kecamatan Agrabinta...........
29
5. Karakteristik Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Agrabinta.........
30
6. Pengelompokan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Agrabinta....
32
7. Keberadaan Kandang Ternak Sapi Potong Di Kecamatan Agrabinta.................................................................
34
8. Bahan Membuat Kandang Ternak Sapi Potong Di Kecamatan Agrabinta.................................................................
35
9. Jenis Pakan, Lokasi dan Cara Memperoleh Yang Diberikan Peternak di Kecamatan Agrabinta..................................................
37
10. Kesehatan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta................
38
11. Reproduksi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta..............
40
12. Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Buatan Bagi Inseminator..........
40
13. Modal, Cara memperoleh Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta.................................................................
41
14. Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta...............
42
15. Rataan Penerimaan Usaha Ternak Sapi Potong..............................
44
16. Rataan Pengeluaran Usaha Ternak Sapi Potong..............................
44
17. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong...........................................
45
18. Nilai R/C Rasio Usaha Ternak Sapi Potong....................................
46
19. Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong.........................
46
20. Sumber Tenaga Kerja Usaha Ternak Sapi Potong...........................
47
21. Rataan Penggunaan Lahan Yang Dimiliki Peternak........................
47
22. Keofisien Peubah bebas Terhadap peubah terikat............................
48
23. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia..............
51
24. Urutan Prioritas Wilayah Pengembangan Berdasarkan Nilai KPPTR Efektif....................................................
52
25. Faktor Strategi Internal Usaha Ternak Sapi Potong.........................
54
26. Faktor Strategi Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong......................
55
11
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka pemikiran untuk strategi pengembangan peternakan sapi potong....................................................................
5
2. Skema Pelaksanaan Inseminasi Buatan............................................
14
3. Diagram Analisa SWOT...................................................................
22
4. Matrik SWOT....................................................................................
23
5. Jalur Pemasaran Ternak Sapi Potong................................................
43
6. Analisa SWOT Peternakan Sapi Potong..........................................
55
7. Matrik SWOT Peternakan Sapi Potong............................................
57
12
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rata-rata Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong............................
63
2. Rata-rata Pendapatan Usaha Tani....................................................
64
3. Perhitungan Analisa KPPTR...........................................................
65
4. Perhitungan Pengembangan Ternak Sapi Potong.............................
68
5. Hasil Perhitungan SPSS....................................................................
70
6. Susunan Kepengurusan SPT – IB.....................................................
71
7. Struktur Organisasi Kecamatan Agrabinta........................................
72
8. Peta Kecamatan Agrabinta.................................................................
73
9. Kuesioner Penelitian..........................................................................
74
13
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Peternakan sangat penting kontribusinya dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani yang berperan dalam Penambahan kualitas pangan dan gizi masyarakat. Pemenuhan protein hewani dengan baik maka akan meningkatkan kecerdasan masyarakat, peternakan juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pendapatan dan taraf hidup peternak. Sektor peternakan saat ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi sudah berkembang menjadi salah satu alternatif usaha yang menguntungkan. Bahkan, sebagian telah menjadi usaha skala industri yang memberikan kesempatan kerja bagi sebagian besar masyarakat Penambahan laju pertumbuhan penduduk serta kesadaran masyarakat akan produk pangan yang bergizi tinggi dan berprotein menyebabkan meningkatnya permintaan produk peternakan terutama daging, telur dan susu. Hal ini merupakan sebuah peluang yang bisa diambil bagi peternak untuk meningkatkan produktifitas guna memenuhi permintaan produk peternakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh peternak yaitu dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong. Ternak sapi potong merupakan salah satu penghasil daging sebagai sumber protein, memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu pendorong pengembangan peternakan sapi potong karena permintaan produksi sapi potong relatif bervariasi naik-turun dari tahun ke tahun termasuk daerah Jawa Barat. Seperti terlihat di Jawa Barat pada tahun 2000 produksi daging sapi potong sebesar 74.256 ton, tahun 2001 produksi daging sapi potong sebesar 70.993 ton, tahun 2002 produksi daging sapi potong sebesar 65.199 ton, tahun 2003 sebesar 74.898 ton dan tahun 2004 produksi daging sapi potong sebesar 76.053 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Ternak, 2004). Potensi ternak sapi potong tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa Barat, salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki luas 350.148 Ha dengan luas tanah sawah 58.585 Ha (16,7% dari luas Kabupaten Cianjur)
14
dan luas lahan darat 291.563 Ha (83,3% dari luas Kabupaten Cianjur) memiliki potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong. Produksi daging di Kabupaten Cianjur terus meningkat antara tahun 2001–2003, dengan perincian tahun 2001 produksi daging dengan total sebesar 22.650.705 kg, tahun 2002 produksi daging dengan total sebesar 26.316.457 kg, tahun 2003 produksi daging dengan total sebesar 34.291.472 kg. Hal ini menunjukan sebuah peluang dan sebuah tantangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Cianjur Dengan demikian sapi potong memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Cianjur, salah satu wilayah yang mungkin dikembangkan adalah Kecamatan Agrabinta. Kecamatan Agrabinta yang memiliki ketinggian 7 m hingga 600 m dari permukaan laut, dengan luas wilayah 294.77 km2. Kecamatan Agrabinta memiliki populasi ternak sapi potong terbanyak diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur yaitu 2.931 ekor jantan dan 8.463 ekor betina dengan jumlah rumah tangga ternak (RTP) sebanyak 1516 RTP (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur, 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan kajian terhadap pengembangan sapi potong di
Kecamatan
Agrabinta.
Sehingga
dapat
disarankan
formulasi
strategi
pengembangan ternak sapi potong yang dapat menjadi contoh untuk kecamatan lainnya. Perumusan Masalah Usaha ternak sapi potong di Indonesia pada umumnya masih berbentuk peternakan rakyat yang bersifat tradisional dan hanya sebagai usaha sampingan, sehingga budidaya dilaksanakan dalam kondisi yang tidak optimal. Hal ini memberikan kontribusi usaha peternakan sapi potong terhadap pendapatan rumah tangga peternak akan relatif kecil. Faktor lain belum optimalnya budidaya sapi potong disebabkan alokasi tenaga kerja, hijauan makanan ternak, permodalan dan pemasaran. Keadaan di atas membuat peternak sapi potong berada pada posisi tawarmenawar yang lemah, sehingga dalam proses pemasaran tidak memberikan keuntungan yang optimal.
15
Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan usaha ternak sapi potong berhubungan dengan teknis beternak yang sesuai seperti pengalokasian tenaga kerja, hijauan makanan ternak, modal kepemilikan lahan beternak dan bibit ternak sapi potong. Alokasi tersebut belum diketahui secara mendalam di Kecamatan Agrabinta, maka permasalahan tersebut dapat diperinci sebagai berikut: 1. bagaimana karakteristik peternak dan budidaya ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta ? 2. bagaimana potensi teknis usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta? 3. berapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh peternak usaha ternak sapi potong saat ini ? 4. bagaimana merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. mengetahui karakteristik budidaya ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta; 2. menganalisa bagaimana potensi teknis usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta; 3. menganalisa tingkat pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta; 4. merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta. Kegunaan Penelitian Penelitaian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1. pengembangan ilmu ternak sapi potong, terutama dalam bidang penyusunan startegi pengembangan ternak sapi potong; dan 2. pihak yang membutuhkan informasi tentang pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur.
16
KERANGKA PEMIKIRAN Pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta, salah satunya dapat dilihat dari budidaya yang dilakukan oleh peternak. Budidaya ternak sapi potong dapat didukung oleh aspek manajemen teknis dan aspek ekonomi. Budidaya yang terjadi yang dilakukan oleh peternak pada umumnya masih bersifat tradisional, dimana usaha ternak sapi potong masih dianggap sebagai usaha sambilan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian pengembangan peternakan, khususnya ternak sapi potong sebagai salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta dapat dilihat dari aspek teknis dan aspek ekonomi. Aspek teknis ini dianalisa secara deskriptif dan aspek ekonomi dianalisa mengenai tingkat pendapatan peternak. Setelah itu dianalisa hubungan antara tingkat pendapatan dan aspek teknis, dimaksudkan untuk bisa menentukan hubungan yang dapat diidentifikasi. Strategi peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta dianalisa secara Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT) untuk mendapatkan formulasi alternatif pengembangan peternakan sapi potong. Formulasi strategi yang baru ini diharapkan dapat digunakan untuk memajukan peternakan di Kecamatan Agrabinta khususnya pada komoditi ternak sapi potong, seperti terlihat pada Gambar 1.
17
Usaha Ternak Sapi Potong
Budidaya Ternak
Aspek Teknis
Aspek Ekonomi
Analisa Korelasi Rank Spearman (rs)
Analisa Faktor Internal
Analisa Faktor Eksternal
Analisa SWOT
Kajian Fomulasi Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong
Gambar 1. Kerangka pemikiran untuk strategi pengembangan peternakan sapi potong
18
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Ternak Sapi Potong Bangsa sapi yang tersebar di seluruh dunia berasal dari bangsa sapi primitif di Asia Tengah, yang kemudian mengalami domestikasi. Sapi ini pada dasarnya digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Bos indicus (zebu: sapi berpunuk), Bos taurus dan Bos sondaicu /Bos bibos (Sugeng, 2000). Menurut Talib dan Siregar (1991) bangsa sapi potong yang paling tinggi populasinya diantara bangsa-bangsa sapi lain di Indonesia yaitu bangsa sapi Ongole khususnya Peranakan Ongole. Menurut Rahardi (2003) secara umum tipologi usaha peternakan yang dapat dipilih jika ingin terjun dalam usaha tersebut antara lain: 1) sebagai usaha sambilan dimana dikelola secara sambilan, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha sambilan ini dibawah 30% dari total pendapatan keluarga; 2) Usaha peternakan sebagai cabang usaha, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai cabang usaha sekitar 30–70%; 3) Usaha peternakan sebagai usaha pokok, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok berkisar 70–100%; dan 4) Usaha peternakan sebagai usaha industri, usaha peternakan dikelola secara industri, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ini mencapai 100%. Pemeliharaan ternak sapi oleh peternak dapat dikategorikan dalam tiga cara, yaitu: 1. pemeliharaan intensif, dalam cara ini ternak dipelihara dalam kandang dan biasanya disebut kereman; 2. pemeliharaan semi intensif, dalam cara ini ternak dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari; dan 3. pemeliharaan ekstensif, dalam cara ini sapi dipelihara dengan dilepas pada lahan atau padang rumput yang luas.
19
Budidaya Ternak Sapi Potong Perkandangan Kandang berfungsi sebagai tempat berteduh atau berlindung dari hujan serta sebagai tempat istirahat yang nyaman. Kandang untuk sapi potong biasa dibuat dari bahan–bahan sederhana dan murah, tetapi harus dibuat dengan konstruksi yang cukup kuat (Murtidjo, 1990). Kandang yang dibangun tidak hanya kuat dan nyaman tetapi harus mendukung budidaya ternak sapi potong. Abidin (2002) berpendapat bahwa pembuatan kandang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut: 1. dibuat dari bahan berkualitas; 2. luas kandang harus dibuat sesuai dengan jumlah sapi; 3. konstruksi kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam melakukan pembersihan, memandikan dan tidak licin; 4. ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat; 5. kandang dibangun dengan memperhatikan arah angin yang dominan, diupayakan agar bagian muka tidak mendapat kontak langsung dengan angin yang bertiup; 6. sedapat mungkin dilalui anak sungai atau dekat sumber air; dan 7. atap kandang sedapat mungkin dibuat dari bahan–bahan yang ringan tetapi daya tahannya kuat dan mampu menjaga kehangatan didalam kandang. Kandang sapi dapat berupa kandang barak atau kandang individual. Luas kandang barak diperhitungkan tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor. Ukuran kandang individual dapat lebih kecil dari kandang barak, yaitu sekitar 1,7 m2/ekor, masing– masing untuk bobot badan sapi sekitar 150 kg. Saluran udara sebaiknya diperhitungkan 5,0–10,0% dari luas lantai atau 0,4–0,6 m3/ekor (Santosa, 2003). Menurut Sarwono (2001), pemilihan lokasi kandang yang sesuai diantaranya dengan mempertimbangkan letak yang strategis, kondisi tanah dan kesesuaian iklim untuk ternak sapi. Peternakan sapi akan ideal jika dibangun tidak jauh dari areal persawahan, perladangan, perkebunan dan di lokasi tersebut kegiatan pertanian dan peternakan dapat saling menunjang. Ternak memanfaatkan sisa hasil pertanian, sedangkan pertanian akan memanfaatkan limbah kandang seperti kotoran dan air urin ternak
20
sebagai pupuk. Lokasi kandang sebaiknya cukup jauh dari tempat pemukiman agar bau dan limbah peternakan tidak mengganggu penghuni pemukiman. Jarak kandang dari tempat pemukiman minimum 50 m atau dengan membangun tembok atau pagar tanaman setinggi 3 m untuk meredam angin. Lokasi peternakan juga harus memiliki sumber air bersih yang akan digunakan sebagai sumber air minum, pembuatan pakan, membantu proses pengampasan dan membersihkan areal kandang (Sarwono, 2001). Membangun kandang ternak sapi sebaiknya dipilih lokasi yang berupa lahan terbuka dan tidak tertutup bangunan atau pepohonan (Sarwono, 2001). Lokasi kandang dipilih dengan kemiringan relatif landai dan tidak berlubang. Hal ini akan menguntungkan karena memiliki akses yang memadai terhadap jalan raya sehingga arus transportasi kebutuhan peternakan terpenuhi, serta memudahkan akses menuju sungai atau saluran pembuangan untuk pembangunan kelebihan air dari kolam pengolahan limbah. Menurut Sarwono (2001) bahwa masing–masing bangsa sapi hanya cocok digemukan pada kondisi lingkungan tertentu. Bangsa sapi Peranakan Ongole, sapi Brahman, sapi Bali dan sapi Madura dapat berdaptasi dengan sangat baik apabila pada lokasi dengan ketinggian < 25 m diatas permukaan laut serta suhu antara 27o C hingga 34o C, tetapi kurang beradaptasi pada lokasi dengan ketinggiaan > 100 m diatas permukaan laut dengan suhu dibawah 24oC Menurut Esmay (1986), banyak faktor selain suhu lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam membangun kandang. Faktor tersebut seperti masalah teknis, manajemen budidaya sapi dalam menangani material dan operasional. Hal yang termasuk dalam manajeman tersebut adalah: 1. ternak (interaksi/tingkah laku); 2. pakan dan air; 3. limbah; 4. produk; 5. manusia (operator dan pengunjung); dan 6. udara untuk kontrol lingkungan.
21
Pemberian Pakan Secara tradisional, sapi potong hanya membutuhkan hijauan makanan ternak sebagai pakan. Berbeda dengan tradisional, usaha penggemukan yang orientasi terhadap keuntungan harus memperhatikan penggunaan pakan konsentrat. Hal ini agar dapat dicapai keuntungan yang diperoleh dalam waktu yang relatif singkat (Abidin, 2000). Sugeng (2000) menyatakan pakan pokok untuk ternak sapi adalah berupa hijauan makanan ternak dan pakan penguat (konsentrat) sebagai tambahan. Pakan hijauan makanan ternak diberikan dengan jumlah 10% dari berat badan dan pakan konsentrat diberikan minimal 1% dari berat badan. Menurut Santosa (2003) pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat keberhasilan pemeliharaan sapi. Karena itu, cara–cara pengelolaannya harus dipahami. Ketersedian hijauan makanan ternak dapat diperoleh dari padang penggembalaan. Pemberian pakannya dapat dilakukan dengan pemotongan rumput tersebut, kemudian diberikan kepada ternak sapi di dalam kandang atau disebut dengan istilah cut and carry. Rumput dapat juga langsung dikonsumsi oleh sapi di areal padang penggembalaan berdasarkan pada daya tampung (stocking rate) padang penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap UT (unit ternak) pertahun. Acuan terbaik adalah definisi dari Society for Range Management (1974) dalam Santosa (2003) bahwa satu unit ternak adalah setara dengan seekor sapi induk dewasa seberat 455 kg yang kebutuhan konsumsinya adalah 9,1 kg hijauan dalam bentuk bahan kering per hari. Dengan demikian, seekor sapi jantan yang bobot badannya 700 kg atau seekor sapi muda yang bobot badannya 225 kg, perhitungan kebutuhan konsumsinya per hari adalah sebagai berikut: 1. kebutuhan konsumsi seekor sapi jantan adalah 14 kg hijauan dalam bentuk bahan kering per hari (700/455 x 9,1 kg = 14 kg); dan 2. kebutuhan konsumsi seekor sapi muda adalah 4,5 Kg hijauan dalam bentuk bahan kering per hari (225/455 x 9,1 kg = 4,5 kg). Menurut Smith (1988) bahwa idealnya, makanan harus tersedia untuk sapi secara tidak terbatas. Sebagai ancar–ancar kasar, seekor hewan dengan berat kira–
22
kira 500 kg makan 20–24 kg rumput gajah segar tiap hari, atau jika hijauan kering diperlukan 4–5 kg tiap hari. Banyaknya makanan tiap ekor harus diperhatikan sehingga keperluannya tiap hari dapat ditambah atau dikurangi. Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Sarwono, 2001). Menurut Santosa (2003) bahwa ada beberapa cara yang dapat dilaksanakan untuk menata padang penggembalaan berdasarkan lamanya lahan dipergunakan sebagai sumber pakan ternak. Secara garis besar, penataan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua: terus–menerus dipergunakan sebagai penghasil pakan ternak dan dipergunakan secara bergiliran dengan tanaman lain. Beberapa cara tata laksana padang rumput tersebut adalah sebagai berikut: 1. Padang rumput permanen Padang rumput permanen adalah padang rumput yang terus-menerus dipergunakan sebagai sumber pakan ternak dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini paling tepat apabila digunakan pada daerah yang bertopografi miring karena dapat mencegah terjadinya erosi tanah. 2. Padang rumput jangka pendek Padang rumput jangka pendek hanya dipergunakan dalam jangka waktu dua atau lima tahun saja. Setelah masa pemakaian sebagai padang penggembalaan, lahan ini akan diolah dan digunakan untuk tanaman lain. 3. Padang rumput rotasi jangka panjang Sistem padang rumput ini penggunaannya mencapai 6–10 tahun. Tata laksana penggunaannya perlu kombinasi dari kedua sistem diatas. 4. Padang rumput sementara Padang rumput ini hanya dipergunakan sebagai sumber tanaman pakan untuk beberapa bulan saja atau paling lama satu tahun. Tujuan dari penggunaan sistem ini adalah sebagai sumber pakan ternak pada saat kritis, menjaga kesuburan tanah dalam sistem pergiliran tanaman, dan memperbaiki struktur tanah. Pemberian pakan di kandang atau di palungan, yang paling penting diperhatikan adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana keadaan ransum yang diberikan kepada ternak (Santosa, 2003). Dalam menyusun ransum
23
diusahakan agar kandungan zat–zat makanan di dalam ransum sesuai dengan zat–zat makanan yang dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, untuk pertumbuhan dan untuk berproduksi. Menurut Santosa (2003) bahwa dalam memilih bahan pakan, beberapa pengetahuan penting berikut ini harus diketahui sebelumnya: 1. bahan pakan harus mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat di daerah sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah biaya transportasi dan kesulitan mencarinya; 2. bahan pakan harus terjamin ketersediaannya sepanjang waktu dan jumlah yang mencukupi keperluan; 3. bahan pakan harus mempunyai harga layak dan sedapat mungkin mempunyai fluktuasi harga yang tidak besar; 4. bahan pakan harus diusahakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia yang sangat utama. Seandainya harus menggunakan bahan pakan yang demikian, usahakan agar bahan pakan tersebut hanya satu macam saja; 5. bahan pakan harus dapat diganti oleh bahan pakan lain yang kandungan zat–zat makanannya hampir setara; dan 6. bahan pakan tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan atau tidak menampakan perbedaan warna, bau, atau rasa dari keadaan normalnya. Penanganan Kesehatan Menurut Abidin (2000), pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya adalah dengan penggunaan kandang karantina yang bertujuan agar sapi dapat menyesusaikan dengan lingkungan yang baru, kebersihan kandang dan lingkungannya, serta lakukan vaksinasi berkala. Pada umumnya, prinsip pengendalian penyakit dan pencegahan penyakit yang berlaku untuk domba dan kambing berlaku juga untuk sapi dan kerbau. Parasit dalam, terutama pada hewan muda dan hewan sedang tumbuh, mungkin penyebab kerugian utama di daerah tropis dan hewan menjadi kurus dan lemah. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan feses secara teratur dan mengobatinya bilamana perlu. Adapun penyakit yang perlu diwaspadai dan bersifat menular seperti penyakit mulut dan kuku (PMK), keguguran Menular (Brucellosis) dan lain–lain. pencegahan penyakit harus dilakukan sejak pedet lahir.
24
Menurut Smith (1988) menganjurkan tiga prinsip untuk pengendalian yang efektif yaitu: 1. mengurangi tingkat tekanan kepada pedet yang baru lahir terhadap penyebab infeksi. Tekanan dikurangi dengan menyediakan fasilitas yang baik dan bersih di tempat pedet dilahirkan. Setiap pedet terinfeksi harus segera dipisahkan dari pedet lain. Tempat pakan harus dibersihkan benar–benar dan dikeringkan setiap hari, harus dicegah hewan terlalu berdesak–desakan; 2. memberi ketahanan maksimum non spesifik dengan kolostrum cukup dan cara beternak sebaik–baiknya. Pedet harus diberi kolostrum secepat mungkin sesudah lahir dan harus dalam 24 jam pertama. Idealnya pedet harus memperoleh susu paling sedikit 50 ml/kg berat badan 2 jam pertama sesudah lahir, jika pedet lambat menyusui harus diberi kolostrum dengan pipa lambung; dan 3. meningkatkan ketahanan spesifik pada anak yang baru lahir dengan vaksinasi induk atau anak. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan bakterin yang dibunuh dengan formalin (formalin–killed bacterin) dari Escherichia coli galur enterotoksigenik. Induk bunting divaksinasi 2–4 minggu sebelum melahirkan untuk merangsang produksi antibodi. Antibodi diteruskan kepada anak melalui kolostrum. Perkawinan Pengembangbiakan sapi dapat dilakukan beberapa metode diantaranya, yaitu: 1. metode kawin alamiah, dimana sapi jantan pemacak dikawinkan dengan sapi betina yang birahi; dan 2. metode inseminasi buatan (IB), metode ini dikenal dengan sebutan kawin suntik. Metode ini menggunakan alat khusus (Artificial Insemination Gun) yang digunakan oleh seorang inseminator (Murtidjo, 1990). Keberhasilan perkawinan ternak sapi dapat ditentukan dengan penilaian dalam melihat tanda–tanda birahi. Tanda yang lazim tampak adalah: 1. sapi betina tidak tenang (gelisah); 2. nafsu makan kurang; 3. sering melenguh dan mendekati jantan; dan 4. sering menaiki sapi lain dan akan diam apabila dinaiki.
25
Selain tanda–tanda tersebut, tanda khusus dari vulva adalah keadaannya yang tampak memerah, membengkak dan keluar lendir bening (Santoso, 2003). Birahi pada sapi mudah diketahui jika orang mengenal tingkah–laku normal hewan ini. Sapi sedang birahi sedikit tidak tenang, lebih sering urin dibanding biasanya dan akan menaiki sapi lain. Ovulasi terjadi kira 10–11 jam sesudah mulai birahi sehinga jika sapi diketahui sedang birahi pada pagi hari, inseminasi dilakukan pada sore hari. Jika birahi terlihat pada sore hari, diinseminasi pagi hari berikutnya. Berbagai faktor mempengaruhi kemampuan reproduksi dalam suatu kalompok ternak sapi antara lain digolongkan sebagai berikut: 1. lingkungan dan kondisi manajemen. (contoh: iklim, musim, sistem perkandangan dan jumlah dalam kelompok); 2. kondisi genetik; 3. penyakit menular dan tidak menular; dan 4. manajemen seperti pakan, pencegahan penyakit, sanitasi lingkungan, pengamatan birahi, penyapihan anak dan program pencatatan (Dinas Perikanan dan Peternakan, Kabupaten Cianjur, 2004). Pengetahuan dalam pengamatan birahi sangat penting, karena pendugaan pelaksanaan akan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan). Ilustrasi dibawah dapat menjelaskan tingkat keberhasilan konsepsi berkaitan dengan Inseminasi buatan: a. inseminasi pada permulaan birahi memberikan 44% kemungkinan kebuntingan; b. inseminasi pada pertengahan birahi memberikan 82% kemungkinan kebuntingan; c. inseminasi pada akhir birahi memberikan 75% kemungkinan kebuntingan; d. inseminasi pada 6 jam sesudah birahi memberikan 62,5% kemungkinan kebuntingan; e. inseminasi pada 12 jam sesudah birahi memberikan 32,5% kemungkinan kebuntingan; f. inseminasi pada 18 jam sesudah birahi memberikan 28% kemungkinan kebuntingan; g. inseminasi pada 24 jam sesudah birahi memberikan 12% kemungkinan kebuntingan;
26
h. inseminasi pada 36 jam sesudah birahi memberikan 8% kemungkinan kebuntingan; dan i. inseminasi pada 48 jam sesudah birahi memberikan 0% kemungkinan kebuntingan. Skema dibawah menjelaskan waktu birahi dalam hitungan jam dan kaitannya dengan konsepsi (Kebuntingan) A 0
6
B 9
C 13
D
E
24 28
39
Gambar 2. Skema pelaksanaan inseminasi buatan Keterangan: Waktu A. merupakan waktu yang terlalu cepat untuk melakukan Inseminasi; Waktu B. merupakan waktu yang baik untuk melakukan Inseminasi; Waktu C. merupakan waktu yang sangat baik untuk melakukan Inseminasi; Waktu D. merupakan waktu yang baik untuk melakukan Inseminasi; dan Waktu E. merupakan waktu yang terlambat untuk melakukan Inseminasi (Dinas Perikanan dan Peternakan, Kabupaten Cianjur, 2004) Modal Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang diluar tanah adalah ternak beserta kandang, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lainnya, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lain (Mubyarto, 1989). Menurut Rahardi (2003) bahwa modal merupakan sejumlah barang, jasa, dan uang yang dimiliki untuk mengawali sebuah langkah usaha di bidang peternakan. Modal memegang peran penting dan merupakan tulang punggung usaha peternakan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen permodalan yang bertujuan untuk mengelola modal agar pengalokasiannya tepat dan penggunaannya efisien. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan perencanaan modal dalam usaha peternakan adalah sebagai berikut:
27
1. peternak atau pengusaha harus mengetahui seluk–beluk usaha peternakan yang akan dijalankan baik secara teknis maupun manajemen (pengelolaan). Hal ini agar peternak mengetahui pengalokasian biaya yang akan digunakan; 2. besarnya biaya yang akan digunakan tergantung skala usaha. Semakin besar skala usaha semakin besar modal atau biaya yang dibutuhkan; 3. biaya yang terjadi dipengaruhi oleh jenis usaha. Biaya yang dikeluarkan pada usaha subsistem produksi (budidaya ternak) berbeda dengan biaya yang dikeluarkan pada usaha di subsistem pasca produksi; 4. besarnya biaya atau modal tergantung lokasi usaha. Lokasi usaha di daerah sentra produksi ternak membutuhkan biaya relatif lebih sedikit dibandingkan di daerah bukan sentra produksi ternak; dan 5. perencanaan modal sangat erat kaitannya dengan sumber modal usaha. Dengan perencanaan, akan diketahui sumber modal yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan usaha peternakan. Pemasaran Menurut Mubyarto (1994) Pemasaran atau distribusi diartikan sama dengan tataniaga
yaitu
suatu
kegiatan
ekonomi
yang
berfungsi
membawa
atau
menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Ditegaskan oleh Soekartawi (1993) bahwa pemasaran atau marketing pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. Menurut Rahardi (2003) bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan atau aktivitas menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Peternak atau pengusaha yang telah menghasilkan produk peternakan menginginkan produknya sampai dan diterima oleh konsumen, agar produk tersebut sampai dan diterima oleh konsumen, peternak harus melalui beberapa kegiatan pemasaran. Peternak atau pengusaha yang telah berproduksi, selanjutnya akan melakukan kegiatan pemasaran produk. Kegiatan pemasaran peternakan terdiri dari pengumpulan informasi pasar, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan. Peternak harus memahami pola pemasaran yang akan dijalankan, pola pemasaran merupakan jalur distribusi suatu produk dari produsen melalui beberapa pelaku pemasaran hingga sampai ke konsumen. Secara umum produk peternakan memiliki tiga pola pamasaran, yaitu pemasaran melalui koperasi, kemitraan dan umum.
28
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Potensi wilayah dapat diketahui dengan menggunakan metode pengembangan pemetaan
potensi
wilayah.
Pendekatan
perhitungan
potensi
wilayah
dan
pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (Ayuni, 2005). Pendapatan Usaha Ternak Pendapatan usahatani merupakan selisih dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh (Hernanto,1989). Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani, sama halnya dengan usaha ternak. Karena merupakan mengukur ukuran keuntungan usaha ternak yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usaha ternak (Soekartawi, 1986). Maharani (2005) mengungkapkan bahwa Kondisi sosial ekonomi petanipeternak salah satunya dicirikan oleh tingkat pendapatan yang diperoleh dalam periode tertentu. Rata-rata petani-ternak memiliki pendapatan yang rendah dari hasil usaha taninya, hal ini disebabkan harga yag berlaku tidak menguntungkan para peternak.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dimulai pada bulan April hingga Juli 2005. Populasi dan Sampel Populasi diambil yaitu seluruh peternak sapi potong yang ada di desa-desa Kecamatan Agrabinta yang berjumlah 1.516 rumah tangga peternak. Pengambilan sampel secara sengaja berdasarkan desa-desa yang memiliki populasi sapi potong yang terbanyak dilakukan di desa Sinarlaut sebanyak 10 responden peternak peternak, desa Bojongkaso 10 responden peternak peternak, desa Sukamanah 2 responden peternak peternak, desa Mekarsari 10 responden peternak peternak, desa
29
Tanjungsari 11 responden peternak peternak, dan desa Wanasari 10 responden peternak. Desain Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif
koreasional
dengan
menggunakan metode survei pada peternakan sapi potong rakyat di Kecamatan Agrabinta. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan tentang gambaran umum dari suatu kegiatan usaha peternakan sapi potong. Hal ini termasuk budidaya ternak, pemasaran, pemeliharaan, permodalan, dan lain–lain. Data dan Instrumentasi Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dilokasi penelitian dan informasi dari responden peternak dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh
dari instansi-instansi yang berupa data pelaporan dan literatur-
literatur. Data primer yang dikumpulkan meliputi usaha budidaya dari peternakan sapi potong. Data sekunder diperoleh dari literatur yang menunjang penulisan serta informasi dari instansi yang terkait. Analisa Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat analisa, yaitu: 1. Analisa Statistik Deskriptif Analisa ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai: a. karakteristik
peternak
yang
meliputi
umur,
pendidikan,
pekerjaan,
pengalaman beternak, tanggungan keluarga serta persepsi peternak tentang pengembangan usaha ternak sapi potong; dan b. karakteristik budidaya usahaternak diataranya sistem pemeliharaan ternak sapi potong, pemasaran.
30
2. Analisa Pendapatan Untuk menghitung pendapatan peternak sapi potong, dihitung denga rumus:
∏
= TR − TC
Keterangan: П = Total Pendapatan TR = Total Revenue TC = Total Cost, baik berupa tunai dan non tunai Selanjutnya adalah tingkat pendapatan usaha ternak sapi potong, dengan rumus :
R/C=
Total Re venue Total Cost
Dengan kriteria : R / C > 1, berarti usaha tersebut menguntungkan R / C < 1, berarti usaha tersebut rugi R / C = 1, berarti usaha tersebut impas 3. Analisa korelasi Rank Spearman melalui tahapan prosedur sebagai berikut: a. Data mengenai faktor peubah bebas meliputi kandang, kesehatan, perkawinan, tenaga kerja, pakan, jumlah sapi modal yang telah diolah menjadi data yang dikatagorikan ke dalam data ordinal menggunakan bantuan program komputer Windows XL. b. Data mengenai faktor peubah terikat yaitu tingkat pendapatan yang telah diolah menjadi data ordinal menggunakan bantuan program komputer Windows XL. c. Data mengenai hubungan peubah bebas dan peubah terikat dianalisa menggunakan uji korelasi (Rank Spearman) menggunakan bantuan program komputer SPSS Ver. 11,5 for Windows Perhitungan korelasi Rank Spearman mengunakan rumus dibawah ini : 6 ∑ di2 rs =
n (n2 – 1)
31
4. Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR) Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia didasarkan pada proporsi-proporsi sebagai berikut: 1. potensi wilayah dan pengembangan peternakan didefinisikan sebagai kapasitas wilayah yang bersangkutan untuk menampung tambahan populasi ternak ruminansia; 2. potensi penambahan populasi ternak ruminansia memiliki pengertian yang dinamis, berubah dari waktu ke waktu, dapat bertambah dan dapat berkurang; 3. potensi kapasitas Penambahan populasi ternak suatu wilayah dianggap sebagai suatu sistem tertutup, yaitu potensi yang ada didaerah tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan ternak daerahnya; 4. ternak ruminansia adalah sapi, kerbau, kambing dan domba yang telah dikonversikan ke Satuan Ternak (ST); 5. peubah penentu dari potensi sumberdaya lahan adalah lahan garapan (LG), padang rumput (PR) dan rawa (R) yang dianggap sebagai proksi pemeliharaan ternak ruminansia. Populasi riil ternak adalah populasi ternak yang ada pada saat penelitian dilakukan; dan 6. skala prioritas wilayah hanya didasarkan atas nilai kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR) Efektif dengan memperlakukan peubah lain sebagai peubah kebijakan (Gantini, 2003). Perhitungan kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR) didasarkan atas dua sumberdaya, yaitu lahan dan tenaga kerja. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1)
potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan = a LG+ b PR+ c R keterangan : PMSL
= potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan.
a
= koefisien kapasitas tampung lahan garapan, yaitu 1,6 ST/ha
LG
= luas lahan garapan (ha)
b
= koefisien kapasitas tampung padang rumput, yaitu 0,5 ST/ha
PR
= luas padang rumput alami (ha)
c
= koefisien kapasitas tampung rawa, sebesar 1,2 ST/ha
32
R 2)
= luas rawa (ha)
potensi maksimum berdasarkan sumberdaya tenaga kerja = d KK PMKK
= potensi maksimum berdasarkan sumberdaya tenaga kerja
d
= koefisien rataan jumlah ternak ruminansia yang dapat
dipelihara oleh setiap kepala keluarga (KK), yaitu 3 ST/KK KK
= jumlah kepala rumah tangga atau 1/4 jumlah populasi penduduk
3)
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil
4)
KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia efektif ditentukan dengan
malihat kendala yang paling besar. a)
KPPTR (SL) efektif jika dan hanya jika KPPTR (SL) < KPPTR (KK)
b)
KPPTR (KK) efektif jika dan hanya jika KPPTR (KK) < KPPTR (SL)
5. Analisa SWOT Suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh internal dan aksternal usaha ternak sapi potong atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta perumusan strategi pengembangan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta. Menurut Rangkuti (2001), kinerja suatu perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor lingkungan Internal strength dan Weakness eksternal Opportunities
serta lingkungan
dan Threats yang dihadapi dunia bisnis, kedua faktor
tersebut harus dipertimbangkan dalam analisa SWOT. Matrik
Faktor
Strategi
Internal.
mengidentifikasi faktor internal pada
Merupakan
suatu
strategi
dimana
Kecamatan Agrabinta, suatu tabel IFAS
(Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktorfaktor internal tersebut dalam kerangka Strength and Waekness. Tahapan dari matrik faktor strategi internal adalah: a. tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam kolom 1; b. beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategi perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00);
33
c. hitung rating (dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Peubah yang bersifat positif (semua peubah yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan peubah yang negatif , kebalikannya; d. kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor); e. gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih, dan bagaimana skor pembobotannya; dan f. jumlahkan skor pembobot (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Matrik
Faktor
Strategi
Eksternal.
mengidentifikasi faktor internal pada
Merupakan
suatu
strategi
dimana
Kecamatan Agrabinta, suatu tabel EFAS
(Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktorfaktor internal tersebut dalam kerangka Opportunities and Threats. Tahapan dari matrik faktor strategi internal adalah: a. susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman); b. beri bobot masing-masing faktor dalam kolom , mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis; c. hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari faktor 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah
34
kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancaman sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit maka ratingnya 4; d. kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dengan kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor); e. gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung; dan f. jumlahkan skor pembobotnya (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukan bagaiman perusahaan tertentu bereaksi terhadp faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Susunan strategi tersebut dimasukan ke dalam gambar diagram dibawah ini: Berbagai Peluang 3. Mendukung
1. Mendukung
strategi
strategi
turn-around
agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
4. Mendukung
2. Mendukung
strategi
strategi
defensif
diversifikasi Berbagai Ancaman
Gambar 3. Diagram Analisa SWOT Kuadran 1:
ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut
memiliki
peluang
dan
kekuatan
sehingga
dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan
35
dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan petumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy); Kuadran 2:
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara diversifikasi baik produk atau pasar;
Kuadran 3:
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran ini mirip dengan Qeustion Mark pada BCG matrik. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah– masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik; dan
Kuadran 4:
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Matrik TOWS atau SWOT. Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor
strategis adalah Matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat diseduaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis. IFAS
STRENGTHS (S)
Tentukan 5–10 faktorfaktor
EFAS
Tentukan 5-10 faktorfaktor
kelemahan
internal
STRATEGI SO strategi
STRATEGI WO
Tentukan 5-10 faktor
Ciptakan
peluang eksternal
menggunakan kekuatan untuk
meminimalkan
memanfaatkan peluang
untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
kekuatan
internal
OPPORTUNITIES (O)
WEAKNESSES (W)
yang
STRATEGI ST strategi
Ciptakan
strategi
yang
kelemahan
STRATEGI WT
Tentukan 5-10 faktor
Ciptakan
yang
Ciptakan
strategi
yang
ancaman eksternal
menggunakan kekuatan untuk
meminimalkan
mengatasi ancaman
untuk menghindari ancaman
kelemahan
Gambar 4. Matrik SWOT
36
a. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pemikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi ST Stategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada d. Strategi WT Strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defernsif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Definisi Istilah
1. Peternak adalah orang yang mempunyai usaha dibidang pembudidayaan dan atau pembibitan ternak. Apabila anggota rumah tangga hanya membantu, tidak diketegorikan sebagai peternak. 2. Usaha peternakan rakyat merupakan kegiatan yang menghasilkan produk peternakan (melakukan pemeliharaan ternak sapi potong) dengan tujuan sebagian atau seluruhnya untuk dijual sehingga memperoleh pendapatan atau keuntungan. 3. Budidaya ternak sapi potong adalah kegiatan pemeliharaan ternak sapi potong dengan tujuan utama pembesaran atau penggemukan ternak sapi potong. 4. Penerimaan adalah hasil yang dinilai dengan uang yang diterima atas hasil penjualan dari hasil. 5. Biaya (pengeluaran) adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. 6. Pendapatan adalah laba atau keuntungan dari usaha ternak sapi potong merupakan hasil pengurangan penerimaan total dengan biaya total 7. Harian Kerja Pria adalah satuan yang mengukur alokasi waktu kerja yaitu 1HKP setara dengan delapan kerja tenaga kerja pria dewasa, untuk tenaga kerja wanita setara dengan 0.8 HKP dan untuk anak-anak setara dengan 0.5 HKP.
37
8. Satuan Ternak adalah satuan yang digunakan untuk menentukan populasi ternak sapi potong yang dipeliahara 1 ST setara dengan 1 ekor sapi dewasa dan 0.5 ST setara dengan 1 ekor sapi dara, sapi jantan muda serta 0.25 setara dengan 1 ekor pedet. Perhitungan jumlah ternak ke dalam Satuan Ternak (ST) secara keseluruhan ternak dianggap dewasa dengan ketentuan, Kerbau: 1.15 ST; Sapi: 1.0 ST; Kuda: 0.8 ST; Kambing: 0.16 ST; Domba: 0.14 ST; Ayam dan Itik: 0.02 ST. 9. KPPTR adalah Suatu metode yang digunakan untuk mengetahui potensi suatu wilayah melalui pengembangan pemetaan potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR). 10. SWOT Adalah Suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh internal dan aksternal usaha ternak sapi potong atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta perumusan strategi pengembangan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Agrabinta.
38
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Cianjur
Kabupaten Cianjur memiliki luas 350.148 Ha dengan luas tanah sawah 58.585 Ha (16,7% dari luas Kabupaten Cianjur) dan luas lahan darat 291.563 Ha (83,3% dari luas Kabupaten Cianjur) memiliki potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong. Produksi daging di Kabupaten Cianjur yang terus meningkat antara tahun 2001–2003. Dengan perincian tahun 2001 produksi daging dengan total sebesar 22.650.705 kg, tahun 2002 produksi daging dengan total sebesar 26.316.457 kg dan tahun 2003 produksi daging dengan total sebesar 34.291.472 kg. Hal ini menunjukan sebuah peluang dan sebuah tantangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Cianjur. Khusus untuk ternak sapi potong sebagian besar didatangkan dari Jawa Tengah, kontribusi pengadaan dari Kabupaten Cianjur berkisar 40%. Hal ini terjadi karena sebagian besar pemasarannya tujukan ke luar wilayah Kabupaten Cianjur Keadaan Umum Kecamatan Agrabinta
Kecamatn Agrabinta merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Cianjur yang berada di sebelah Selatan, yang berjarak + 142 km dari Kota Cianjur dan berbatasan langsung dengan: 1. Sebelah Utara
: Kecamatan Leles
2. Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
3. Sebelah Barat
: Kabupaten Sukabumi
4. Sebelah Timur
: Kecamatan Sindang Barang dan Kecamatan Cibinong
Kecamatan Agrabinta mempunyai luas 175.963,4 Ha yang merupakan perpaduan wilayah antara perbukitan, persawahan dan pesisir pantai dengan ketinggian 0–25 m dari permukaan laut pada bagian selatan. Pada bagian utara berada pada ketinggian 200–600 m dari permukaan laut. Bentuk kemiringan permukaan tanah adalah datar sampai berombak 50% , berbukit 26%. kontur elevasi berbukit sampai pegunungan 24%. Luas wilayah Kecamatan Agrabinta yang dibagi berdasarkan permukaannya, seperti dilihat pada Tabel 1.
39
Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Agrabinta Uraian
Luas (Ha)
Persentase (%)
1. Tanah Sawah Irigasi Pedesaan
60 Ha
0,03
Tadah Hujan
315 Ha
0,18
2. Tanah kering
159.644 Ha
90,73
957 Ha 2.659 Ha 4.381 Ha 2.180 Ha 45,4 Ha 1.124 Ha
0,54 1,51 2,48 1,24 0,02 0,66
4.598 Ha
2,61
175.963,4 Ha
100
Perkarangan Perkebunan rakyat Ladang/tegalan Perkebunan besar Kolam /tambak Hutan 3. Lain-lain JUMLAH
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Cianjur (2005)
Bulan pergantian musim yang terjadi di Kecamatan Agrabunta mengalami beberapa tingkatan, antara lain: bulan basah (4-5 bulan), bulan lembab (2-3 bulan) dan bulan kering (4-6 bulan).Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak 128 hari dengan temperatur suhu udara yang terjadi di Kecamatan Agrabinta berkisar antara 20-340 C serta kelembaban udara 60-70%. Kecamatan Agrabinta secara administratif terbagi menjadi 10 desa dengan jumlah penduduk 40.020 orang yang terrdiri dari 11.685 kepala keluarga. Tingkat kepadatan penduduk untuk tiap km2 adalah sekitar 63 orang/km2 dengan sebaran tidak merata. Umumnya masyarakat kecamatan Agrabinta bermata pencaharian petani 50% dari penduduk Kecamatan Agrabinta dan sisanya terbagi menjadi berbagai mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Keadaan Masyarakat Berdasarkan Mata Pencaharian No
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
3534
14
1
Mata pencaharian Petani pemilik
2
Pemilik/penggarap
5769
23
3
Buruh tani
3307
13
4
Ternak dan Ikan
4977
20
5
Nelayan
150
1
6
Pengusaha/pedagang
420
2
7
PNS / TNI
325
1
8
Lain-lain
6500
26
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Cianjur (2005)
40
Kecamatan Agrabinta merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan peternakan. Masyarakat Kecamatan Agrabinta menjadikan ternaknya sebagai penunjang usaha taninya serta dijadikan sebagai tabungan disaat masa paceklik sebagai modal cadangan modal. Inseminasi buatan masuk ke Kecamatan Agrabinta pada tahun 2002, untuk pengembangan peternakan sapi potong dimana teknologi tersebut mulai dibutuhkan untuk menjaga populasi dan kebutuhan akan daging bagi masyarakat Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Keadaan Populasi Ternak di Kecamatan Agrabinta. No
Jenis Ternak
1
Sapi Potong
2
Jantan (ekor)
Betina (ekor)
Jumlah (ekor)
3.334
8.404
11.738
Kerbau
152
694
846
3
Domba
6.037
13.622
19.659
4
Kambing
2.300
4.009
6.309
5
Ayam Buras
16.700
31.500
48.200
6
Itik
656
1.659
2.315
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Cianjur (2005)
Sarana dan prasarana peternakan yang ada di Kecamatan Agrabinta dirasakan kurang memadai mengingat luasnya area 175.963,4 Ha dan kondisi transportasi yang tidak bagus di Kecamatan Agrabinta dapat dilihat pada Tabel 4. Minimnya sarana dan prasarana yang ada, membuat petugas kesehatan hewan sulit melakukan pelayanan yang optimal. Kondisi tersebut tidak mengendurkan petugas kesehatan hewan untuk melakukan pelayanan. Pada tahun 2004 kegiatan yang telah dilakukan, yaitu telah melakukan pelayanan inseminasi buatan (IB) terhadap 2.069 ekor ternak sapi dan 523 ekor ternak domba, pemeriksaan kebuntingan terhadap 1.526 ekor ternak, pelayanan teknik reproduksi oleh asisten teknis reproduksi (ATR) sebanyak 805 ekor tenak, hasil kelahiran 637 ekor ternak serta melakukan pengobatan terhadap 1.500 ekor ternak sapi potong. Pada tahun 2004 terjadi pengeluaran ternak sapi potong sebanyak 2.210 ekor serta 3.761 ekor ternak domba. Pada tahu tersebut terjadi pemasukan ternak sapi sebanyak 40 ekor, domba sebanyak 152 ekor, ayam/itik sebanyak 5000 ekor.
41
Secara ekonomi letak Kecamatan Agrabinta meupakan daerah yang strategis, hal ini disebabkan wilayah ini merupakan daerah perlintasan utama bagi masyarakat Cianjur Selatan khususnya. Keberadaaan fasilitas perekonomian merupakan salah satu faktor yang mendukung pengembangan pembangunan di daerah Kecamatan Agrabinta. Fasilitas perekonomian sering dijadikan acuan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Tabel 4. Sarana dan Prasarana Petenakan di Kecamatan Agrabinta No. 1
2
Jenis Sarana dan Prasarana
Jumlah
Sumberdaya manusia a. Petugas inseminasi buatan
5 Orang
b. Petugas Asisten Teknis Reproduksi
1 Orang
c. Petugas Pemeriksa Kebuntingan
2 Orang
d. Rekording
1 Orang
e. Kader
9 Orang
Prasarana a. Kendaraan roda dua
1 Unit
b. Konteiner besar
3 Unit
c. Konteiner sedang
1 Unit
d. Konteiner lapang
6 Unit
e. Kit Inseminasi buatan
6 Unit
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Cianjur (2005)
42
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak
Usaha peternakan sapi potong tidak hanya didukung oleh aspek teknis ataupun aspek ekonomi. Aspek karakteristik peternak dapat mendukung budiaya atau usaha peternakan sapi potong. Salah satu contoh karakteristik yang mendukung seperti tingkat pendidikan, karena tingkat pendidikan dapat menentukan pengetahuan peternak akan pengetahuan budidaya peternakan sapi potong. Secara umum beberapa karakteristik peternak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta No 1
2
3
4
Uraian
Desa-desa Kec DSL DBJ DTS DWS DMS DSM ....………………Persentase (%)…………………..
umur (tahun) 18–35 tahun
10
60
9,1
20
20
0
22,65
36–55 tahun
90
20
63,63
70
70
0
60,37
56–62 tahun
0
20
27,27
10
10
100
16,98
0
0
0
10
0
0
1,9
90 0 0 10
80 10 10 0
100 0 0 0
90 0 0 0
90 10 0 0
100 0 0 0
90,5 3,8 1,9 1,9
30 70
50 50
63, 6 34, 6
40 60
90 10
0 100
47,2 52,8
70
100
81, 8
90
90
100
86,7
20
0
0
10
10
0
7,6
10 10
0 10
18, 2 11
0 10
0 10
0 2
5,7 53
Pendidikan formal Tidak sekolah/tidak tamat sekolah SD/Sederajat SLTP/Sederajat SMU/Sederajat D3/S0 Pendidikan non formal Pernah Tidak pernah Mata pencaharian utama Petani Buruh tani/buruh PTPN VIII PNS/pegawai desa Jumlah responden peternak (n)
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
43
Tabel 5. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta (Lanjutan) No
Uraian
DSL
DBJ
Desa-desa DTS DWS
DMS
DSM
Kec
....………………Persentase (%)………………….. 5
Mata pencaharian sambilan Tidak memiliki pekerjaan sambilan Wiraswasta/pedagang Sektor jasa (ojeg, pnybr perahu) Tani/ternak Buruh tani/ternak Kader IB Nelayan
6
60
0
54, 8
20
10
100
32
10
10
18, 2
30
40
0
20,7
10
60
0
10
10
0
16,9
10 10 0 0
20 10 0 0
9 9 9 0
10 0 20 10
30 10 0 0
0 0 0 0
15,2 7,6 5,7 1,9
20
20
36,36
40
20
50
28,30
80
80
36,36
50
70
50
62,26
0
0
27,28
10
10
0
9,44
1–11 tahun
60
50
90,9
70
30
100
62,26
12–20 tahun
0
30
9,1
30
50
0
22,64
21–30 tahun
40
20
0
0
20
0
15,1
10
10
11
10
10
2
53
Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) 1–3 jiwa 4–6 jiwa
7
7–9 jiwa Pengelaman beternak (tahun)
Jumlah responden peternak (n)
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Dari segi pendidikan formal 90,5% peternak berpendidikan Sekolah Dasar (SD), 3,8% berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sisanya masing-masing 1,9% adalah tidak bersekolah, berpendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU), berpendidikan setingkat Diploma (D3/S0). Salah satu kegiatan yang dilakukan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur adalah adanya program bantuan langsung berupa bantuan sapi potong. Kriteria yang ada tidak mengharuskan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi berdasarkan pengalaman dalam budidaya ternak sapi potong serta kejujuran dari peternak, karena sapi bantuan yang diberikan berdasarkan asas bagi hasil.
44
Sebagian besar mata pencaharian utama adalah 86,7% sebagai petani. Mata pencaharian lainnya yaitu 7,6% sebagai buruh tani/ternak serta buruh PTPN VIII Kebun Agrabinta, 5,7% bermata pencaharian PNS/pegawai desa. Hal ini menunjukan bahwa usaha ternak sapi potong mulai diminati oleh berbagai macam lapisan, karena ternak sapi potong dianggap dapat memberikan penambahan penghasilan, disela waktu kosong banyak petani/ternak menambah penghasilannya dengan melakukan pekerjaan sambilan, hal ini dilakukan untuk menambah pendapatan keluarga. Diantara pekerjaan sambilan, yaitu 20,7% melakukan wiraswasta/pedagang. Pemilikan Ternak Sapi Potong
Rata-rata skala pemilikan ternak sapi potong dalam setiap desanya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengelompokan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Uraian
DSL
Desa-desa DBJ DTS DWS DMS DSK ....………………Persentase (%)…………………..
Kec
1. Kepemilikan ternak sapi potong Skala I : 1-3 ekor
50
70
45,4
60
30
0
49,06
Skala II : 4-6 ekor
30
20
45,4
40
60
0
37,73
Skala III : 7-10 ekor
20
10
9,2
0
10
100
13,21
20 40 20 20
0 80 10 10
0 81,8 18,2 0
10 60 30 0
0 30 10 60
0 0 0 100
7,5 56,6 9,5 26,4
Ternak milik sendiri
70
60
45,6
60
60
100
54,7
Bantuan pemerintah
0
0
27,2
0
0
0
20,8
Maro/bagi hasil Warisan
30 0
30 10
27,2 0
30 10
30 10
0 0
16,9 7,6
2. Alasan beternak Tabungan Profit Hobi Penunjang usaha tani 3. Riwayat pemilikan ternak
Jumlah responden 10 10 11 10 10 2 53 peternak (n) Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Skala I dapat dilihat pada desa Sinarlaut, desa Bojongkaso, desa Tanjungsari, desa Wanasari sebanyak 50% dari skala kepemilikan ternak yang ada. Desa
45
Mekarsari sebagian besar berada skala II dengan 60% dari skala kepemilikan yang ada. Alasan peternak ketika memulai usaha peternakan sapi potong cukup beragam, sebagian besar peternak atau sebanyak 56,6% memiliki alasan untuk memperoleh keuntungan atau penambahan pendapatan
dan diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup keluarga peternak. Telah tejadi pergeseran alasan beternak sapi potong. Umumnya masyarakat peternak sapi potong digunakan untuk menunjang kegiatan usaha pertanian, seperti digunakan dalam membajak sawah. Berdasarkan pengamatan dan wawancara lisan dengan para peternak dan petugas kesehatan hewan, bahwa pergeseran tersebut diakibatkan nilai jual sapi hasil inseminasi buatan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi lokal dewasa, sebagai contoh sapi hasil inseminasi buatan yang dijual pada umur 5 bulan dapat berharga senilai + Rp. 1.500.000. Sedangkan sapi lokal untuk memperoleh harga tersebut maka umur jualnya harus diatas 1 Tahun. Alasan untuk menunjang kegiatan usaha pertanian di Kecamatan Agrabinta sebesar 20,8%. Sedangkan sisanya 7,5% peternak beralasan untuk sebagai tabungan yang digunakan pada saat darurat atau pada masa musim paceklik sebagai modal tambahan. Sedangkan 9,5% peternak memiliki alasan berusaha ternak sapi potong sebagai hobi, yang merupakan kebiasaan telah ada pada masa kecil peternak. Asal kepemilikan dari ternak sapi yang dimiliki di Kecamatan Agrabinta, sebagian besar peternak atau sebanyak 54,7% merupakan ternak milik sendiri yang dibeli baik antar peternak atau tengkulak. Selanjutnya peternak yang memperoleh bantuan sapi potong dari pemerintah melalui Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur sebanyak 20,8% peternak. Pemilikan ternak sapi potong yang merupakan dari bagi hasil antar peternak/ maro sebanyak 16,9%, kepemilikan ternak sapi potong dari warisan sebanyak 7,6%. Aspek Manajemen Teknis Kandang
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa peternak sapi potong sebagian besar peternak atau sebanyak 50,9% tidak membangun sarana perkandangan bagi ternak sapi potongnya. Hal ini terjadi karena berdasarkan budidaya ternak yang masih
46
tradisional yang beranggapan bahwa dalam usaha sapi potong fungsi kandang tidak dianggap terlalu penting. Sehingga ternak yang dimiliki hanya diikat di padang rumput atau di perkebunan. Pola ini dapat dikategorikan budidaya pemeliharaan dengan semi intensif. Hal ini bila tidak dicermati akan pakan dan kesehatan ternak sapi potong, maka mudah terkena berbagai resiko baik dari segi penyakit dan dari segi keamanan, seperti penyakit yang diakibatkan caplak. Sedangkan 49,1% dari peternak membuat kandang yang relatif sederhana. Tetapi secara pemeliharaan ternak sapi potong, masih tergolong dalam kategori pemeliharaan ternak semiintensif dimana pada waktu siang hari ternak digembalakan dan menjelang malam ternak dikembalikan pada kandang. Tabel 7. Keberadaan Kandang Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Desa-desa
Uraian DSL
DBJ
DTS
DWS
Kec DMS
DSK
....………………Persentase (%)………………….. Keberadaan kandang Membangun kandang
10
0
72,8
80
90
0
49,1
Tidak membangun 90 100 27,2 20 10 100 50,9 kandang Jumlah responden 10 10 11 10 10 2 53 peternak (n) Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Kandang berfungsi sebagai tempat berteduh atau berlindung dari hujan serta sebagai tempat istirahat yang nyaman. Kandang untuk sapi potong biasa dibuat dari bahan–bahan sederhana dan murah, tetapi harus dibuat dengan konstruksi yang cukup kuat ( Murtidjo, 1990 ). Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa desa yang mambangun kandang adalah desa-desa yang berdekatan dengan pos kesehatan hewan. Tabel 7. menunjukan desa Tanjungsari 72,8% responden peternak peternak membangun kandang, desa Wanasari sebanyak 80% dan desa Mekarsari sebanyak 90% responden peternak peternak yang membangun kandang. Hal ini memungkinkan mendapat informasi tentang budidaya peternakan lebih cepat. Desa yang lokasinya jauh dari pos kesehatan hewan mengalami hal yag sebaliknya, kondisi ini dikarenakan sumberdaya manusia petugas kesehatan hewan yang kurang. Faktor lain yang membuat kondisi
47
tersebut dikarenakan kondisi jalan yang menghubungi desa ke pos kesehatan sangat jauh dan apabila kondisi hujan sulit untuk dilalui. Sehingga informasi atau pengetahuan yang diperoleh peternak terhadap budidaya usaha ternak sapi potong. Tabel 8. Bahan-bahan Membuat Kandang Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Uraian
Desa-desa DSL
DBJ
DTS
DWS
DMS
DSK
Kec
....………………Persentase (%)………………….. 1. Bahan atap Genteng
0
0
85,7
75
100
0
84
Rumbia
100
0
14,3
25
0
0
16
100
0
100
100
100
0
100
100
0
100
100
100
0
100
2. Bahan lantai Tanah 3. Bahan dinding Kayu
Jumlah responden 10 10 11 10 10 2 53 peternak (n) Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Dengan sebagian besar peternak tidak membangun kandang bagi ternaknya, maka jarak rata-rata antara rumah dengan tempat ternak disimpan relatif jauh yaitu sekitar 228,1 m. Jarak yang tersebut dikarenakan sebagian besar peternak mengikat ternaknya di areal perkebunan. Walaupun ternak berada jauh dari rumah peternak, dilihat dari segi keamanan beresiko tingggi tetapi tidak terjadi tindak pencurian ternak. Luas kandang yang dibangun bagi peternak yang membangun kandang, luasnya rata-rata 6,2 m2 dengan jumlah ternak perkandang rata-rata 4 ekor. Sedang kan menurut Santosa (2003) bahwa Kandang sapi dapat berupa kandang barak atau kandang individual. Luas kandang barak diperhitungkan tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor. Hal ini tidak sesuai dengan pandapat Santosa (2003) bahwa kandang sapi dapat berupa kandang barak atau kandang individual. Luas kandang barak diperhitungkan tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor. Ukuran kandang individual dapat lebih kecil dari kandang barak, yaitu sekitar 1,7 m2/ekor, masing–masing untuk bobot badan sapi sekitar 150 kg. Saluran udara sebaiknya diperhitungkan 5,0–10,0%
48
dari luas lantai atau 0,4–0,6 m3/ekor.Kandang ternak sapi potong yang ada di Kecamatan Agrabinta terbuat dari bahan-bahan yang sederhana serta tersedia cukup melimpah, Tabel 8 menjelaskan bahan yang digunakan peternak untuk membangun kandangnya Kandang pada umumnya berada tidak jauh dari rumah peternak, serta dekat dengan daerah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2001) bahwa ternak memanfaatkan sisa hasil pertanian, sedangkan pertanian akan memanfaatkan limbah kandang seperti kotoran dan air urin ternak sebagai pupuk. Pemberian Pakan
Pada Tabel 9. diperlihatkan sebagian besar peternak atau sebanyak 50,9% menggunakan rumput lapang sebagai pakan ternak utama yang diberikan kepada ternak sapi. Rumput merupakan pakan yang ketersediaannya yang cukup melimpah di Kecamatan Agrabinta, dapat ditemukan hampir kawasan wilayah ini baik diareal Perkebunan PTPN VIII, padang rumput, perkebunan rakyat, ladang, dan lain-lainnya. Rumput merupakan pakan yang tidak membebani peternak terhadap biaya pakan atau gratis. Sebagian peternak atau sebanyak 41,5% ada yang memberikan ragam pakan pada ternak sapi, yaitu dengan menambahkan pola makan dengan konsentrat jenis dedak padi, petani juga menambahkan campuran mineral pada pakan ternaknya. dedak padi diberikan rata-rata satu kali sehari yaitu pada waktu sore hari dengan pemberian dedak padi 1 kg dedak padi/pemberian/ekor, harga dedak padi dianggap cukup mahal berkisar Rp. 700–Rp. 1000 per kg hal ini menyebabkan pemberian dedak padi tidak rutin. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sugeng (2000) bahwa pakan pokok untuk ternak sapi adalah berupa hijauan makanan ternak dan pakan penguat (konsentrat) sebagai tambahan. Pakan hijauan makanan ternak diberikan dengan jumlah 10% dari berat badan dan pakan konsentrat diberikan minimal 1% dari berat badan. Dari Tabel 9. dapat dilihat bahwa responden peternak peternak yang dekat dengan pos kesehatan ternak lebih perhatian pada pemberian pakan tambahan atau pakan penguat untuk ternak sapi potongnya. Pengamatan di lokasi penelitian kondisi
49
tersebut karena para petugas yang gencar merekomendasikan pakan penguat kepada peternak untuk diberikan kepada ternak sapinya. Tabel 9. Jenis Pakan, Lokasi dan Cara Memperoleh Yang Diberikan Peternak di Kecamatan Agrabinta Desa-desa
Uraian
DSL
DBJ
DTS
DWS
DMS
DSK
Kec
....………………Persentase (%)………………….. 1. Jenis pakan R. Lapang
90
90
45,5
10
10
0
50,9
R. Lapang + R. Unggul
0
0
9
30
0
0
7,6
R Lapang + (Dedak Padi)
10
10
45,5
60
90
100
41,5
Digembalakan
90
100
54,5
90
10
0
56,6
Diaritkan, digembalakan
10
0
45,5
10
90
100
43,4
PTPN VIII Kebun Agrabinta
10
40
40
10
90
100
54,7
Non PTPN VIII
90
60
60
90
10
0
45,3
10
10
11
10
10
2
53
Konsentrat
2. Cara memperolah pakan
3. Lokasi Pakan
Jumlah responden peternak (n)
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Sedangkan 7,6% peternak menambahkan rumput unggul jenis rumput gajah dan rumput raja, rumput ini ditanam oleh peternak di sekitar areal perkarangan rumah atau kebun milik sendiri. Pemberian pakan rumput lapang dilakukan dengan menggembalakan ternak oleh 56,6% peternak, sedangkan sisanya 43,4% peternak memberikan pakan pada ternak dengan cara kombinasi antara pakan rumput yang diarit dan digembalakan. Pemberian pakan rumput diarit diberikan pada ternak pada waktu sore hari setelah ternak digembalakan. Waktu penggembalaan ternak rata dilakukan 5 jam/hari, yaitu setelah peternak melakukan kegiatan bertaninya. Umumnya peternak menggembalakan ternak sapinya pada pukul 11.00–17.00 WIB. Pemberian air minum jarang dilakukan oleh peternak, karena ternak sebagian waktunya digembalakan di perkebunan jadi ternak mendapatkan air dari kandungan yang terdapat pada rumput.
50
Kesehatan
Pengembangan peternakan sapi potong sering terbentur kendala, salah satu kendala adalah pengendalian penyakit. Penyakit yang menyerang ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta cukup beragam, begitupun cara penyembuhannya seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kesehatan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Uraian
Desa-desa DSL
DBJ
DTS
DWS
DMS
DSK
Kec
....………………Persentase (%)………………….. 1. Jenis Penyakit Tidak terserang penyakit
40
0
72,7
40
50
0
Sakit perut/mencret
20
20
18,3
10
10
50
27,3
Cacingan
10
50
0
10
20
50
30,4
Inveksi Tali Pusar
10
10
0
0
0
0
6
20
20
9
40
20
0
33,3
Diobati sendiri
30
90
33,3
16,7
0
50
46,9
Memanggil petugas Kesehatan hewan
10
0
66,7
66,6
100
50
40,7
Memanggil dukun
0
10
0
0
0
0
3,1
Tidak dilakukan pengobatan
20
0
0
16,7
0
0
9,3
Obat tradisional
50
90
33,3
20
0
50
48,2
Obat ternak
50
10
66,7
80
100
50
51,8
10
10
11
10
10
2
53
Lainnya (Abortus, Keracunan Pestisida, patah tulang, penyakit kulit) 2.Cara Penyembuhan
3.Obat yang digunakan
Jumlah responden peternak (n)
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Tabel 10. menjelaskan bahwa penyakit yang ternak sapi potong, sebagian besar mengenai pencernaan ternak. Penyakit yang menyerang sistem pencernaan ternak sapi adalah mencret sebanyak 27,3%, cacingan sebanyak 30,4% dan ada kasus yang pernah terjadi bahwa ternak keracunan pestisida. Hal ini terjadi ketika pihak PTPN VIII melakukan penyemprotan pestisida, ternak masuk kedalam area PTPN VIII walaupun telah dilakukan himbauan agar tidak masuk area PTPN VIII saat penyemprotan pestisida sehingga ternak yang masuk mengalami keracunan. Penyakit
51
lain yang menyerang ternak yaitu abortus, penyakit kulit, patah tulang dan keracunan pestisida. Dari pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian penanganan kesehatan pada umumnya tidak mendapatkan perhatian yang baik. Hal ini karena sebagian besar ternak yang dimiliki ditempatkan jauh dari tempat tinggal pemilik. Sehingga tidak dapat diketahui kontrol sumber penyakit yang dapat menyerang anak sapi atau pedet serta pemberian kolostrum sebagai anti bodi yang tidak dilakukan. Penyembuhan yang dilakukan peternak terhadap ternaknya dengan berbagai cara. Sebagian besar peternak atau sebanyak 46,9% dalam melakukan pengobatan ternaknya dilakukan dengan sendiri tanpa memanggil petugas kesehatan hewan dengan menggunakan obat tradisional atau obat warung, seperti penyakit mencret peternak biasa memberikan obat warung kamceksan dimana pemberiannya 4 bungkus kamceksan dan harga obat kamceksan tersebut seharga Rp. 500/bungkus. Obat tradisional lain yang sering digunakan oleh peternak dalam pengobatan ternak yang sakit adalah pemberian jamu ternak, bahkan ada kasus yang terjadi ketika ternak yang sakit, peternak memanggil dukun. Kondisi ini terjadi karena pos kesehatan hewan yang jauh dari peternak, yaitu hanya satu pos kesehatan hewan yang terletak di Desa Mekarsari. Luasnya area, sulitnya jalur darat untuk dilalui serta alat transportasi yang minim membuat pelayan kesehatan ternak tidak optimal. Peternak yang tinggalnya dekat pos kesehatan memiliki akses yag lebih baik dalam mendapatkan pelayanan kesehatan ternak, khususnya dalam hal pengobatan. Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa peternak yang menggunakan jasa pelayanan petugas kesehatan ternak sebanyak 40,7%. Peternak yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan ternak, menyisihkan uang setiap bulannya meminimal Rp. 5.000,00/bulan. Peternak melakukan obat injeksi anti-bodi terhadap ternaknya setiap 3 bulan, dengan biaya Rp. 15.000,00/pelayanan. Perkawinan
Pada pengembangan sapi potong kemampuan reproduksi yang baik, merupakan sebuah prasyarat. Metode perkawinan ternak sapi potong yang terjadi pada Kecamatan Agrabinta, sebagian besar menggunakan teknologi Inseminasi buatan sebanyak 60.4%. Reproduksi ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta dapat dilihat pada Tabel 11.
52
Tabel 11. Reproduksi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Desa-desa
Uraian
DSL
DBJ
DTS
DWS
DMS
DSK
Kec
....………………Persentase (%)………………….. 1.
Perkawinan Ternak Metode alami
70
60
18,2
20
0
100
35,8
Teknologi IB
20
40
81,2
70
100
0
60,4
Lainnya (masih pedet, pejantan)
10
0
0
10
0
0
3,8
Ikut dalam program IB
20
40
81,2
70
100
0
60.5
Tidak ikut program IB
80
60
18,2
30
0
100
39,5
Jumlah responden peternak (n)
10
10
11
10
10
2
53
2.
Keikutsertaan program IB
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Ketertarikan peternak terhadap metode perkawinan inseminai buatan, karena nilai jual ternak yang tinggi dan sedang diminati oleh pasar. Dengan motif penambahan pendapatan, peternak berharap dengan metode inseminasi buatan ini pendapatan keluarga peternak dan taraf hidup peternak dapat terangkat. Peternak yang menggunakan metode perkawianan alami bagi ternaknya Umumnya peternak kurang memahmi gejala-gejala terjadinya birahi pada ternaknya. Sehingga sering kali saat melapor ke petugas kesehatan hewan, untuk proses Perkawinan inseminasi buatan sudah terlambat. Hal lain yang membuat peternak memilih metode alamiah, karena sumberdaya manusia petugas kesehatan ternak kurang memadai, kasus tertentu ada peternak yang merasa lebih puas dengan metode perkawinan alami. Mengingat tidak ada yang tahu pasti akan waktu birahi sapi dimulai dan bairahi sapi akan berakhir, Maka para inseminator yang ada di Kecamatan Agrabinta berpedoman ketentuan dibawah ini dalam melaksanakan tugasnya Tabel 12. Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Oleh Petugas Kesehatan Hewan Birahi
Harus dikawinkan
Bila dikawinkan
1.
Pagi hari
Siang hari
Besok pagi = terlambat
2.
Sesudah jam 12 siang
Siang hari atau besok sebelum
Besok setelah jam 12 siang =
jam 12
terlambat
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakans Kabupaten Cianjur (2004)
53
Pelayanan inseminasi buatan yang dilakukan, peternak membayar dengan harga Rp. 35.000,00/pelayanan. Biaya ini dibayar oleh peternak apabila ternak yang di inseminasi buatan melahirkan anak sapi. Hal ini karena sampai saat ini teknologi inseminasi buatan masih bersifat sosialisasi, jadi tidak mengharuskan peternak membayar pada saat pelayanan Inseminasi buatan. Pada tahun 2004 pos kesehatan hewan Kecamatan Agrabinta telah malakukan inseminasi buatan pada 2.069 ekor sapi dan 523 ekor domba. Pemeriksaan kebuntingan pada 1.526 ekor ternak, pelayanan ATR teknik reproduksi pada 805 ekor ternak. Dari pelayanan Inseminasi buatan yang telah dilakukan menghasilkan kelahiran ternak sebanyak 637 ekor. Aspek Ekonomi Modal
Permodalan yang disusun oleh peternak berbagai macam caranya, dalam pengamatan peneliatian permodalan yang ada sebagian besar merupakan modal dari milik peternak sendiri, sisanya permodalan disusun atas warisan dan hasil usaha maro dengan peternak lain, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Modal, Cara memperoleh Kecamatan Agrabinta Uraian
Usaha Ternak Sapi Potong Desa-desa
DSL
DBJ
DTS
DWS
DMS
DSK
di
Kec
....………………Persentase (%)………………….. 1. Skala modal Modal kecil
40
40
18,1
10
20
0
24,5
Modal menengah
30
50
18,1
20
10
50
26,5
Modal besar
30
10
63,8
70
70
50
49
Modal sendiri
70
50
100
90
80
100
79,2
Warisan
0
10
0
10
20
0
7,6
Lainnya (hasil maro, hibah)
30
40
0
0
0
0
13,2
Jumlah responden peternak (n)
10
10
11
10
10
2
53
2. Memperoleh modal
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Dalam Tabel 13. menunjukan bahwa permodalan dari peternak dibagi menjadi tiga skala permodalan. Skala pertama merupakan modal kecil yaitu antara Rp. 152.500,00 hingga Rp 786.000,00, Skala kedua merupakan modal menengah
54
yaitu antara Rp. 787.000 hingga Rp. 1.332.500,00 dan Skala ketiga merupakan modal besar yaitu antara Rp. 1.333.000,00 hingga Rp. 8.250.000,00. Permodalan tersebut merupakan sejumlah barang, jasa, dan uang yang dimiliki untuk mengawali sebuah langkah usaha di bidang peternakan yang terdiri dari ternak, pembuatan kandang dan peralatan kandang. Pemasaran
Penjualan ternak sapi potong yang dilakukan peternak, sebagian besar melalui pedagang pengumpul atau tengkulak. Pemasaran dari ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Uraian
Desa-desa DSL
DBJ
DTS
DWS
DMS
Kec
DSK
....………………Persentase (%)………………….. 1.
Dijual kepada Peternak
0
0
0
25
12,5
0
6,25
100
100
100
75
87,5
100
93,75
Wilayah Cianjur
16,6
42,8
20
25
62,5
-
27,8
Wilayah Sukabumi
16,6
28,6
-
-
-
-
7,5
Wilayah Tasikmalaya
66,8
28,6
80
75
37,5
100
64,6
Jumlah responden peternak (n)
10
10
11
10
10
2
53
Tengkulak 2. Wilayah penjualan
Keterangan : DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Pada umumnya peternak menjual ternak sapi potongnya melalui pedagang pengumpul atau tengkulak, hal ini disebabkan para tengkulak memiliki alat transport dan akses ke pasar dengan cepat. Peternak memilih jalur pemasaran ini karena peternak dapat langsung memperoleh uang tunai dari para tengkulak. Apabila ada peternak yang ingin menjual ternaknya hanya memberi tahu secara lisan kepada tengkulak, maka tengkulak akan datang ke peternak tersebut dengan membawa alat transport dan uang tunai. Kelemahan dari jalur pemasaran ini adalah posisi peternak yang lemah dalam menentukan harga jual dari ternak sapi potong, karena para tengkulak lebih memiliki akses terhadap pemasaran ternak sapi potong. Hal ini menyebabkan peternak mendapatkan keuntungan yang relatif kecil. Para tengkulak memasarkan ternak sapi potong ke wilayah Kota Cianjur, Kabupaten Sukabumi dan
55
Kabupaten Tasikmalaya. Gambar 5. Jalur Pemasaran ternak sapi potong dapat menjelaskan secara jelas tentang pemasaran ternak sapi potong dari Kecamatan Agrabinta. Wilayah Cianjur Tengkulak Wilayah Sukabumi Peternak Sapi Potong
Wilayah Tasikmalaya
Peternak di Kecamatan Agrabinta Gambar 5. Jalur Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta Dari jalur pemasaran dapat dilihat bahwa Tasikmalaya merupakan pangsa pasar yang terbesar sebanyak 64,6%, merupakan pangsa pasar yang relatif baru. Pangsa pasar Tasikmalaya tertarik dengan ternak sapi potong yang hasil perkawinan inseminasi buatan. Hal ini membuat para peternak yang mempunyai ternak hasil inseminasi buatan menjualnya kepada tengkulak, kejadian ini sangat disayangkan karena genetika yang baik tidak akan tampak pada ternak-ternak sapi potong yang ada di Kecamatan Agrabinta. Sehingga selama pengamatan di lokasi penelitian tidak ditemukan ternak hasil perkawinan inseminasi buatan tumbuh lebih dari 7 bulan. Berubahnya pangsa pasar membuat pasokan ternak sapi potong ke wilayah Kota Cianjur berkurang menjadi 27,8%, sedangkan Agrabinta merupakan sentral pengembangan peternakan sapi potong bagi kabupaten ini. Pangsa pasar lain yang potensial adalah Kabupaten Sukabumi sebanyak 7,5%. Pengamatan dan hasil wawancara lisan dengan peternak besarnya permintaan dari pangsa pasar yang ada memungkinkan terjadinya penjualan ternak yang masih produktif, hal ini sungguh sangat disayangkan dan berlawanan dengan peraturan yang ada menyebutkan bahwa ternak yang produktif dilarang dijual. Upaya ini agar dapat mempertahankan jumlah populasi yang ada. Pendapatan
Pendapatan adalah laba atau keuntungan dari usaha ternak sapi potong merupakan hasil pengurangan penerimaan total dengan biaya total. Komponen yang
56
dapat mengaruhi pendapatan peternak yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran dalam suatu periode tertentu. Penerimaan adalah hasil yang dinilai dengan uang yang diterima atas hasil
penjualan dari hasil usaha ternak sapi potong selama satu tahun, yaitu antara Januari 2004 – Januari 2005. Pendapatan peternak dari usaha ternak sapi potong dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rata –rata Penerimaan Usaha Ternak Sapi Potong Pertahun Usaha Ternak Sapi Potong
Uraian
Jumlah (Rp) Penerimaan : - Nilai Penjualan Ternak
3.120.150,94
Total Penerimaan
3.120.150,94
Penerimaan peternak hanya diperoleh dari hasil penjualan ternak sapi potong. Sedangkan produk ikutan dari ternak sapi potong tidak dijual, seperti kotoran dan kulit ternak. Hal ini disebabkan peternak kurang pengetahuan bahwa dari produk sampingan dapat menghasilkan penerimaan tambahan. Pengeluaran. Pengeluaran peternak meliputi biaya pembuatan kandang, biaya
tenaga kerja, biaya konsentrat, biaya peralatan kandang, biaya pengobatan, biaya inseminasi buatan, biaya penyusutan kandang. Biaya pengeluaran usaha ternak sapi potong dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata Pengeluaran Usaha Ternak Sapi Potong Pertahun Uraian
Usaha Ternak Sapi Potong Jumlah (Rp) Persentase (%)
Pengeluaran : Biaya Rumput (Non Tunai) / ekor / th Biaya Pembuatan Kandang / kandang/ th
327.274,38
15,84
370.457,00
17,93
56.603,77
2,74
Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga /th
142.894,44
6,92
Biaya Konsentrat / ekor / th
677.316,00
32,78
Biaya Peralatan / th
165.226,40
8,00
Biaya Pengobatan / ekor / th
131.773,60
6,38
35.000,00
1,69
159.585,09
7,72
Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga / orang/ th
Biaya Inseminasi buatan / ekor / th Biaya Penyusutan Kandang / th Total Pengeluaran
2.066.130,68
100,00
57
Komponen biaya pengeluaran yang paling besar adalah biaya pengeluaran pembelian konsentrat sebanyak 32,78% atau sebesar Rp. 677.316,00. Kompenen biaya ini tidak terlalu besar karena konsentrat (dedak padi) hanya sebagai pakan tambahan atau pakan penguat, dan diberikan kepada ternak tidak setiap hari. Pakan rumput yang diberikan peternak kepada ternaknya tidak mengakibatkan penambahan biaya pakan ternak, karena rumput sebagai jenis pakan yang tersedia cukup banyak, gratis serta mudah untuk mendapatkannya. Lokasi rumput dapat diperoleh baik di areal perkebunan PTPN VIII Kebun Agrabinta dan areal lahan milik peternak (sawah, kebun dan perkarangan). Rata-rata komponen biaya yang terbesar kedua merupakan biaya pembuatan kandang sebanyak 17,93% atau sebesar Rp. 370.457,00. Rata-rata biaya pembuatan kandang ini relatif tidak terlalu besar, karena sebagian bahan baku pembuat kandang seperti kayu dan bambu cukup tersedia di Kecamatan Agrabinta. Peternak yang memiliki kebun kayu dapat memanfaatkan hasil kayu dari kebunnya, sehingga biaya pembuatan kandang dapat diminimalkan. Seperti halnya biaya kandang, biaya tenaga kerja sebanyak 2,74% atau Rp. 56.603,77 biaya ini tidak terlalu membebankan peternak. Hal ini karena sebagian besar menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Komponen penerimaan dan komponen biaya, maka dapat diketahui pendapatan dari usaha ternak sapi potong. Rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha ternaknya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong pertahun Komponen
Jumlah ( Rp )
1. Rata – rata Penerimaan Usaha Ternak Sapi Potong
3.120.150,94
2. Rata – rata Pengeluaran Usaha Ternak Sapi Potong
2.066.130,68
3. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong (1 – 2 )
1.054.020,26
Tabel 17 menunjukan bahwa pendapatan rata-rata yang diperoleh dari usaha ternak, yaitu Rp. 1.054.020,26. Pendapatan ini dapat lebih besar apabila peternak dapat memanfaatkan produk sampingan dari ternak sapi potong seperti penjualan pupuk kandang. Perhitungan nilai (Return Cost Ratio) R/C rasio usaha ternak sapi potong dijelaskan pada tabel 18.
58
Tabel 18. Nilai R/C Rasio Usaha Ternak Sapi Potong pertahun Komponen
Jumlah ( Rp )
1. Rata – rata Penerimaan Usaha Ternak Sapi Potong
3.120.150,94
2. Rata – rata Pengeluaran Usaha Ternak Sapi Potong
2.066.130,68
3. Nilai R/C Rasio
1,51
Pada Tabel 18 menjelaskan hasil perhitungan R/C rasio, bahwa
usaha
peternakan sapi potong menguntungankan bagi peternak, karena sesuai dengan ketentuan apabila R/C rasio > 1 maka usaha tersebut mengalami suatu keuntungan. Kondisi ini terjadi karena peternak memanfaatkan sumberdaya yang tersedia seperti hijauan yang ada tanpa mengeluarkan biaya, serta menggunakan sumber daya manusia atau tenaga kerja dari dalam keluarga yang tidak dibayar. Pendapatan Keluarga Peternak. Pendapatan keluarga peternak merupakan
pendapatan yang diperoleh keluarga peternak dari hasil usaha atau pekerjaannya, baik dari usaha ternak sapi potong, usaha tani, jasa dan laninya. Tabel 19 menjelaskan rata-rata total pendapatan keluarga peternak dari pekerjaannya, serta kontribusi pendapatan usaha ternak terhadap pendapatan keluarga Tabel 19. Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong pertahun. Uraian
Jumlah (Rp)
Persentase (%)
1.
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong
1.054.020,26
11,11
2.
Pendapatan Usaha Tani
3.149.811,32
33,20
3.
Pendapatan lainnya (Wiraswasta, Jasa)
5.284.094,34
55,69
9.487.925,92
100
Total Pendapatan Keluarga
Pendapatan rata-rata keluarga peternak dari berbagai macam usaha, yaitu sebesar Rp. 9.487.925,92 per tahun. Kontribusi yang terbesar terhadap pendapatan keluarga yaitu pendapatan dari sektor wiraswasta dan sektor jasa dengan jumlah Rp. 5.284.094,34 atau sebesar 55,69%. Pertanian yang dianggap sebagai pekerjaan utama ternyata memiliki kontribusi terhadap pendapatan keluarga sebesar Rp. 4.203.831,58 atau setara sebesar 44,33%. Usaha ternak sapi potong ternyata termasuk ke dalam usaha sampingan dimana pendapatannya kurang dari 30% dari total pendapatan rumah tangga petani. Hal ini memperjelas bahwa sektor usaha ternak sapi potong masih dimasukan kedalam kategori usaha sampingan, dimana usaha sampingan hanya memiliki kontribusi kurang dari 30% terhadap pendapatan keluarga.
59
Potensi Teknis Usaha Ternak Sapi Potong Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam menjalankan usaha ternak sapi potong. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta terdiri dari dua macam tenaga kerja baik itu tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga dimana dalam usaha ternaknya melibatkan tenaga keluarga dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Sumber Tenaga Kerja Usaha Ternak Sapi Potong Uraian
Jumlah responden peternak (jiwa)
Persentase(%)
1.
Tenaga dalam keluarga
49
92,45
2.
Tenaga luar keluarga
4
7,55
Total
53
100
Dalam Tabel 20 dapat diketahui bahwa sebanyak 4 responden peternak yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga atau sebesar 7,55%. Sebagian besar peternak tidak menggunakan tenaga keluarga yaitu sebesar 92,45%, peternak ini menganggap bahwa usaha ternak ini masih bisa dilakukan oleh anggota keluarga. Waktu penggembalan yang dilakukan baik oleh tenaga kerja dalam keluarga atau tenaga luar keluarga adalah 5 jam/hari yaitu antara waktu jam 11.00 hingga jam 17.00. Kegiatan menggembala sapi ini dilakukan setelah kegiatan tani telah dilakukan. Lahan
Menurut Wicaksono (2002) bahwa pada sektor pertanian lahan digunakan untuk bercocok tanam di sawah atau di ladang, beternak dan untuk membangun tempat tinggal bagi anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Penggunaan Lahan Yang Dimiliki Peternak Uraian
Luas lahan (m2)
Persentase (%)
Sawah
4535,84
38,91
Ladang/Kebun
6635,47
56,92
Rumah
183,54
1,57
Perkarangan
303,88
2,60
Total
11.658,73
100,00
60
Pada Tabel 21. dapat diketahui bahwa kepemilikan lahan sebagian besar dipergunakan untuk usaha tani baik sawah seluas 4535,84 m2 atau kebun seluas 6635,47 m2 . Pada lahan perkarangan rumah biasanya peternak yang membangun kandang terdapat kandang dengan luas kandang rata-rata 6,2 m2 maka sisa lahan perkarangan yang dapat dimanfaatkan adalah seluas 297,68 m2. Sisa lahan perkarangan tersebut tidak dipergunakan oleh peternak untuk menanam rumput unggul seperti rumput raja atau rumput gajah. Sehingga diversifikasi pakan yang diberikan peternak kepada ternak tidak beragam, Hal ini sangat disayangkan melihat sisa lahan perkarangan yang dapat digunakan Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Analisa Korelasi
Alat pengujian korelasi, digunakan metode hubungan Rank Spearman. Analisa ini digunakan untuk mengukur derajat erat tidaknya antara suatu peubah terhadap peubah lainnya seperti terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Koefisien Korelasi Peubah Bebas Terhadap Peubah Terikat Peubah Bebas 1. Kandang
Peubah Terikat Pendapatan Usaha Ternak Sapi (rs) -0,067
Probabilitas (Sig.) 0,631
2. Jenis Pakan
-0,095
0,496
3. Penyakit
0,106
0,451
4. Pengobatan
0,210
0,132
5. Perkawinan Ternak
-0,067
0,636
6. Tenaga Kerja
-0,060
0,672
7. Modal
-0,021
0,883
Keterangan : rs (Keofisien korelasi Rank Spearman), Sig. (Signifikansi)
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa seluruh peubah dari peubah bebas tidak memiliki hubungan yang nyata (signifikan) terhadap peubah terikat. Pengujian statistik tersebut menggunakan alfa 0,01 dan alfa 0,05. Sulaiman (2002) Bahwa ukuran korelasi adalah sebagai berikut : a. Nilai 0,70-1,00 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat asosiasi yang tinggi.
61
b.Nilai 0,40 - < 0,70 (baik plus atau minus) menunjukkan hubungan yang substansial. c. Nilai 0,20 - < 0,40 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya korelasi yang rendah. d.Nilai < 0,20 (baik plus atau minus) artinya korelasi dapat diabaikan. Kandang
Hasil uji statistik dengan kerolasi Rank Spearman menunjukan bahwa tidak ada terdapat hubungan nyata antara pembuatan kandang terhadap pendapatan peternak. Hal ni menggambarkan bahwa keberadaan kandang tidak mempengaruhi terhadap pendapatan peternak. Hubungan tidak nyata antara pembuatan kandang dengan pendapatan peternak, diduga karena dalam pembuatan kandang peternak menggunakan bahan baku yang tersedia di kebun kayu yang dimiliki peternak. Hal ini karena sebagian peternak memiliki lahan kebun kayu tersendiri. Sehingga tidak terlalu membebankan terhadap biaya yang nantinya akan mengurangi pendapatan peternak. Jenis Pakan
Hasil uji korelasi antara pemberian jenis pakan terhadap pendapatan peternak tidak memiliki hubungan yang nyata. Hal ini terjadi diduga karena sebagian besar pakan yang diberikan terhadap ternak sapi potong adalah pakan rumput. Pakan rumput ini cukup tersedia di wilayah Kecamatan Agrabinta. Pakan ini tidak menimbulkan biaya yang berarti karena dapat diperoleh secara cuma-cuma. Sehingga jenis pakan yang diberikan terhadap ternak sapi potong tidak akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pendapatan peternak. Penyakit
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank spearman menunjukan bahwa tidak terjadi hunbungan yang nyata antara penyakit yang menyerang dan pendapat peternak. Hal ini diduga jenis penyakit yang menyerang ternak masih dapat diatasi oleh peternak. Sebagian besar peternak mengatasi penyakit yang menyerang ternak dengan cara pengobatan tersendiri, yang merupakan obat tradisional yang selama ini dinggap dapat menyembuhkan penyakit ternak.
62
Pengobatan
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara pengobatan yang dilakukan peternak dengan pendapatan peternak. Hal ini diduga karena sebagian peternak masih menggunakan pengobatan secara tradisional, dimana pengobatan ini tidak terlalu membebankan biaya sehingga tidak terlalu mempengaruhi pendapatan peternak. Metode Perkawinan Ternak
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara metode perkawinan ternak terhadap pendapatan peternak. Hal ini diduga karena sebagian peternak masih menggunakan cara alami dimana ternak jantan pengusik digunakan untuk melakukan perkawinan terhadap sapi betina yang sedang birahi. Metode perkawinan yang demikian tidak membebani peternak untuk mengeluarkan biaya perkawinan ternak, sehingga tidak memiliki hubungan erat antara metode perkawinan ternak dengan pendapatan peternak. Tenaga Kerja
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara tenaga kerja yang digunakan terhadap pendapatan peternak. Hal ini diduga karena sebagian besar peternak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, dimana tenaga kerja ini tidak membebani peternak dalam mengeluarkan biaya yang dapat mempengaruhi pendapatan peternak. Modal
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara permodalan yang dihimpun terhadap pendapatan peternak. Hal ini diduga karena modal yang dihimpun awalnya adalah dari hasil usaha maro dari peternak lain dan ada juga dihimpun dari warisan orang tua. Jumlah Ternak Sapi
Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara jumlah ternak yang dimiliki peternak dengan pendapatan peternak. Hal ini diduga karena sebagian peternak memiliki ternak tersebut dari hasi maro, warisan orang tua dan bantuan pemerintah. Asal kepemilikan
63
ternak ini tidak menimbulkan beban biaya pada peternak yang dapat mempengaruhi pendapatan peternak. Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia .Penentuan
analisa kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia
(KPPTR) di desa Sinarlaut, desa Bojongkaso, desa Tanjungsari, desa Wanasari, desa Mekarsari, desa Sukamanah yang ada di Kecamatan Agrabinta menggunakan data primer dan data sekunder dengan berdasarkan atas dua sumberdaya lahan dan tenaga kerja. Analisa kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Nilai Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia
1.
DSL
KPPTR SL KK Efektif ..............................................Satuan Ternak........................................... 1.426,42 4836 2330 -903,58 2506 -903,58*
2.
DBJ
2.319,44
3672
2077
242,44
1595
242,44*
3.
DTS
1.341,60
3156
1682
-340,40
1474
-340,40*
4.
DWS
328.677,20
6462
1367
327310,20
5095
5095**
5.
DMS
996,10
3528
1334
-337,9
2191
-337,90*
6.
DSK
3.463,90
4002
2318
1145,90
1684
1145,90*
Lokasi
PMSL
PMKK
Popriil
Keterangan : * KPPTR Efektif dengan pembatas luas sumberdaya lahan sebagi proksi sumber HMT ** KPPTR Efektif dengan pembatas luas sumberdaya tenaga kerja Popriil (Populasi riil), DSL (desa Sinarlaut), DBJ (desa Bojongkaso), DTS (desa Tanjungsari), DWS (desa Wanasari), DMS (desa Mekarsari), DSK (desa Sukamanah), Kec (Kecamatan Agrabinta)
Berdasarkan Tabel 23. diatas, hasil perhitungan kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR (SL)) Efektif di desa Sinarlaut, desa Bojongkaso, desa Tanjungsari, desa Mekarsari dan desa Sukamanah berturut-turut ialah -903,58; 242,44; -340,40; -337,90 dan 1145,90 satuan ternak (ST). Hasil KPPTR (SL) yang bernilai negatif di desa Sinarlaut, desa Tanjungsari, desa Mekarsari, artinya ketiga daerah ini sudah tidak memungkinkan untuk menampung ternak ruminansia lagi atau sudah kelebihan ternak ruminansia sebesar 903,58 ST untuk daerah desa Sinarlaut, sebesar 340,40 ST untuk daerah desa Tanjungsari dan 337,90 ST untuk daerah desa Mekarsari. Daerah yang memiliki KPPTR (SL) positif, artinya di daerah ini masih dapat dilakukan penambahan ternak ruminansia. Dengan kata lain desa Bojongkaso masih
64
dapat menambah ternak ruminansia sebesar 242,44 ST dan Desa Sukamanah masih dapat menambah ternak ruminansia sebesar 1145,90 ST. Hasil Perhitungan KPPTR (KK) Efektif di desa Wanasari dengan nilai 5095 ST, artinya masih mungkin untuk menambah ternak ruminansia seperti terlihat pada Tabel 24. Tabel 24. Urutan Prioritas Wilayah Pengembangan Berdasarkan Nilai KPPTR Efektif Lokasi
KPPTR Efektif
Prioritas
5095**
1
Desa Sukamanah
1145,90*
2
Desa Bojongkaso
242,44*
3
Desa Mekarsari
-337,90*
4
DesaTanjungsari
-340,40*
5
Desa Sinarlaut
-903,58*
6
Desa Wanasari
Keterangan : * KPPTR Efektif dengan pembatas luas sumberdaya lahan sebagi proksi sumber HMT ** KPPTR Efektif dengan pembatas luas sumberdaya tenaga kerja
Hasil analisa KPPTR Efektif menunjukan bahwa desa Wanasari memiliki priorotas yang pertama, prioritas kedua untuk daerah desa Sukamanah, Prioritas ketiga untuk desa Bojongkaso, prioritas empat untuk desa Mekarsari, prioritas lima untuk desa Tanjungsari, prioritas enam untuk desa Sinarlaut. KPPTR Efektif yang lebih tinggi dibandingkan desa-desa lain dikarenakan sumberdaya tenaga kerja untuk memelihara ternak ruminansia di daerah ini cukup tinggi dan lahan yang tersedia untuk ternak ruminansia cukup memadai. Nilai negatif pada desa Mekarsari, desa Sinarlaut, desa Tanjungsari, berarti di desa ini sudah tidak dapat menampung kelebihan ternak ruminansia sebesar 337,90 ST untuk desa Mekarsari dan 903,58 ST untuk desa Tanjungsari serta 340,40 untuk desa Sinarlaut. Hal ini karena umumnya lahan pertanian di desa Mekarsari, desa Tanjungsari, desa Sinarlaut telah banyak tergusur oleh pemukiman, pembangunan toko-toko, sarana umum. Pengembangan Ternak Sapi Potong
Populasi riil ternak ruminansia di desa Sinarlaut, desa Bojongkaso, desa Tanjungsari, desa Wanasari, desa Mekarsari, desa Sukamanah berturut-turut ialah 2330; 2077; 1682; 1367; 1334 dan 2318 Satuan Ternak (ST), sedangkan hasil KPPTR menunjukan bahwa daerah desa Wanasari masih dapat menerima penambahan populasi ternak ruminansia sebesar 5095 ST, desa Sukamanah sebesar 1145,90 ST serta desa Bojongkaso sebesar 242,44 ST. Sedangkan untuk daerah desa
65
Mekarsari, desa Sinarlaut, desa Tanjungsari sudah kelebihan ternak ruminansia sebesar 337,90 ST dan 903,58 ST serta 340,40 ST. Kapasitas pemeliharaan ternak ruminansia maksimal adalah jumlah populasi riil yang sudah ada ditambah dengan angka kapasitas penambahan ruminansia (KPPTR Efektif) untuk desa Wanasari diperoleh angka 6462 ST, yang selanjutnya disebut kapasitas maksimal. Angka baru tersebut menggambarkan jumlah ternak ruminansia secara keseluruhan. Untuk mengetahui jumlah sapi potong yang bisa ditambahkan di desa Wanasari ataupun jumlah sapi potong yang berlebihan di desa yang nilai KPPTR Efektifnya negatif dihitung dengan membandingkan jumlah sapi potong yang ada dengan populasi riil, kemudian dikalikan dengan hasil KPPTR efektif. Hasil derhitungan bahwa di desa Wanasari masih dapat ditambahkan ternak sapi potong sebesar 110,34 ST, desa Sukamanah sebesar 4,84 ST, desa Bojongkaso sebesar 3,38 ST. Sedangkan desa Mekarsari sudah kelebihan ternak sapi potong sebesar 8,66 ST, desa Tanjung sari sebesar 8,29 ST, desa Sinarlaut sebesar 13,8 ST. Analisa SWOT Faktor Internal
Pengembangan peternakan sapi potong terdiri dari faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi. Faktor Intermal terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang diidentifikasi berdasarkan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian. Kekuatan dan kelemahan peternakan diidenfikasi berdasarkan Karakteristik peternak dan karakteristik usaha ternak sapi potong yang terdiri dari aspek manajemen teknis dan aspek ekonomi Kekuatan yang teridentifikasi dilihat dari aspek lahan yang digunakan dalam beternak sapi potong, aspek pakan dapat dilihat dari kemudahan peternak dalam mencari pakan rumput dan aspek reproduksi yang merupakan salah satu kunci keberhasilan daam beternak sapi potong dapat dilihat melalui program inseminasi buatan seperti terlihat pada Tabel 25.
66
Tabel 25. Faktor Strategi Internal Usaha Ternak Sapi Potong Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan (Strength) : 1.
Pakan rumput yang tersedia
0,13
3
0,39
2.
Lahan yang tersedia
0,12
3
0,36
3.
Program IB
0,15
4
0,60
4.
Pengalaman beternak
0,11
3
0,33
5.
R / C rasio > 1
0,09
3
0,27
Jumlah
1,95
Kelemahan (Weakness) : 1.
Sistem pemeliharaan ternak
0,05
2
0,10
2.
Perkandangan
0,06
2
0,12
3.
Tingkat pendidikan yang rendah
0,03
2
0,06
4.
Posisi tawar peternak yang lemah
0,05
2
0,10
5.
Biaya pakan konsentrat
0,06
2
0,12
6.
Pengobatan ternak
0,06
2
0,12
7.
SDM Petugas Kesehatan hewan
0,09
3
0,27
Total
1,00
0.89
Faktor Eksternal
Faktor ekaternal merupakan mendaftar ulang peluang dan ancaman yang dihadapi oleh peternakan sapi potong yang di Kecamatan Agrabinta. Faktor eksternal terdiri dari kekuatan ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum serta teknologi. Analisa faktor eksternal ini dapat membantu pihak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur dalam memformulasi strategi. Kekuatan Ekonomi aspek peluang dapat dilihat dari pemasaran dan pangsa pasar ternak sapi potong, dimana peluang pasar ini masih bisa berkembang karena produk ini akan selalu dibutuhkan oleh konsumen. Aspek ancaman dapat dilihat dari penyakit ternak, penjualan sapi potong yang kurang terkontrol akan mengganggu populasi ternak sapi potong, ancaman politik dapat dilihat dari konflik yang terjadi antara peternak dan pihak perkebunan. Kerjasama dengan instansi lain dalam pengembangan usaha ternak sapi potong, baik dalam bidang teknologi, serta pelatihan bagi peternak dan petugas kesehatan hewan. Berdasarkan beberapa faktor eksternal tersebut dapat diidenfikasi peluang dan ancaman yang dihadapi usaha ternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta seperti terlihat pada Tabel 26.
67
Tabel 26. Faktor Strategi Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong Faktor Strategi Eksternal
Bobot
Rating
Skor
Peluang (Opportunities) : 1.
Pangsa pasar
0,22
4
0,88
2.
Pengembangan produk sampingan
0,12
3
0,36
3.
Pengembangan pakan konsentrat
0,14
3
0,42
Jumlah
1,66
Ancaman (Threats) : 1.
Penyakit
0,18
3
0,54
2.
Kontrol penjualan ternak
0,14
3
0,42
3.
Import daging
0,08
3
0,24
4.
Konflik antar peternak dan PTPN VIII
0,13
2
0,26
Total
1,00
1,46
Faktor internal dan eksternal menentukan posisi pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta. Hasil total skor yang diperoleh dari analisa faktor internal adalah total skor kekuatan dikurangi total skor kelemahan sebesar 1,06 dan faktor eksternal adalah total skor peluang dikurangi total skor ancaman sebesar 0,2, maka strategi yang sesuai dalam pengembangan peternakan sapi potong berada pada kuadran I Berbagai Peluang A (1, 1,06)
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal Berbagai Ancaman
Gambar 6. Analisa SWOT Peternakan Sapi Potong Kecematan Agrabinta Strategi yang dijalankan pada kuadran I merupakan situasi yang sangat mengkeuntungankan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan petumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).
68
Penentuan strategi yang sesuai bagi peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta dipilih matrik SWOT. Matrik SWOT dibuat berdasarkan penentuan faktor internal dan faktor eksternal yang telah diidenrifikasi. Matrik SWOT memiliki beberapa strategi utama, strategi ini didasarkan pada kondisi yang terjadi. Berdasarkan analisa yang dilakukan dalam Gambar 7. matrik SWOT, maka strategi alternatif pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta adalah: 1. Strategi berdasarkan kekuatan dan peluang (SO Strategy) adalah: a. kerjasama dengan instansi lain dalam pengembangan pakan dan produk sampingan dengan memanfaatkan lahan yang ada; dan b. pemberian
pengetahuan
dan
teknologi
kepada
peternak
guna
mengembangkan usaha ternak sapi potong 2. Strategi berdasarkan kelemahan dan peluang ( WO Strategy ) adalah: a. membuat demplot tentang pemeliharaan ternak secara intensifikasi; b. memberikan pelatihan guna menambah keterampilan peternak dalam beternak sapi potong; c. membangun pos kesehatan hewan tembahan yang jauh dari jangkauan petugas kesehatan hewan dan merekrut kader kesehatan hewan guna optimalisasi pelayanan kesehatan hewan; dan d. mengaktifkan kelompok peternak dalam posisi tawar-menawar dalam pemasaran ternak. 3. Strategi berdasarkan unsur kekuatan dan ancaman ( ST Strategy) adalah: a. kerjasama dengan pihak PTPN VIII guna meminimalkan konflik; b. memberikan pengetahuan tentang kesehatan dan pengobatan ternak; dan c. mengontrol/mendata alur ternak yang keluar wilayah Kecamatan Agrabinta. 4. Strategi berdasarkan unsur kelemahan dan ancaman (WT Strategy ) adalah: a. membina atau kerjasama dengan instansi lain guna pengembangan ternak sapi potong; dan b. perlu evaluasi dan pembinaan dalam penambahan keterampilan beternak. Berdasarkan hasil analisa matrik SWOT dapat dipilih prioritas strategi, yaitu strategi SO yang meliputi: 1) kerjasama dengan instansi lain dalam pengembangan pakan dengan memanfaatkan lahan yang ada, 2) pemberian pengetahuan dan
69
teknologi kepada peternak guna mengembangkan usaha ternak sapi potong dan 3) kerjasama dengan instansi penanam modal. Strategi ini dianggap prioritas karena diharapkan dangan cara ini dapat mengubah pola beternak yang telah ada serta menambah keterampilan peternak. Penyusunan strategi matrik SWOT dapat terlihat pada Gambar 7. IFAS
STRENGTHS (S) 1. 2. 3. 4. 5.
WEAKNESSES (W)
Pakan rumput yang 1. 2. tersedia 3. Lahan yang tersedia Program IB 4. Pengalaman beternak R / C rasio > 1 5. 6. 7.
Sistem pemeliharaan ternak Perkandangan Tingkat pendidikan yang rendah Posisi tawar peternak yang lemah biaya pakan konsentrat Pengobatan ternak SDM Petugas Keswan
EFAS STRATEGI SO
OPPORTUNITIES (O) 1. 2. 3.
Pangsa pasar Pengembangan sampingan Pengembangan konsentrat
1. produk pakan 2.
3.
TREATHS (T) 1. 2. 3. 4.
Penyakit Kontrol penjualan ternak Import daging Konflik antar peternak dan PTPN VIII
Kerjasama dengan instansi 1. lain dalam pengembangan pakan dengan memanfaatkan lahan yang 2. ada. Pemberian pengetahuan dan teknologi kepada 3. peternak guna mengembangkan usaha ternak sapi potong. Kerjasama dengan instansi penanam modal 4.
STRATEGI ST 1. 2. 3.
STRATEGI WO Membuat demplot pemeliharaan ternak secara intensifikasi. Memberikan pelatihan guna menambah keterampilan dalam beternak. Membangun pos keswan tembahan yang jauh dari jangkauan petugas keswa dan Merekrut kader keswan guna optimalisasi pelayanan keswan. Mengatifkan kelompok peternak dalam posisi tawar-menawar dalam pemasaran ternak
STRATEGI WT
Kerjasama dengan pihak 1. PTPN VIII guna meminimalkan konflik. Memberikan pengetahuan tentang kesehatan dan 2. pengobatan ternak. Mengontrol / mendata alur ternak yang keluar wilayah Kecamatan Agrabinta
Membina atau kerjasama dengan instansi lain guna pengembangan ternak sapi potong. Perlu evaluasi dan pembinaan dalam Penambahan keterampilan beternak.
Gambar 7. Matrik SWOT Peternakan Sapi Potong Kecamatan Agrabinta
70
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Manajemen pemeliharaan ternak sapi potong yang dijalankan oleh peternak masih bersifat tradisional. 2. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong
sebesar 11,11% terhadap
pendapatan keluarga atau sebesar Rp. 1.054.020,26 per tahunnya. Nilai R/C rasio menunjukan angka 1,51. 3. Berdasarkan hasil dari analisa KPPTR maka diantara desa-desa yang masih bisa dikembangkan adalah Desa Bojongkaso, Desa Tanjungsari, Desa Sukamanah secara berturut-turut sebesar 242,44 ST; 5096 ST; 1145,90 ST. 4. Faktor internal dan eksternal menentukan posisi pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Agrabinta. Hasil total skor yang diperoleh dari analisa faktor internal adalah total skor kekuatan dikurangi total skor kelemahan sebesar 1,06 dan faktor eksternal adalah total skor peluang dikurangi total skor ancaman sebesar 0,2, maka strategi yang sesuai dalam pengembangan peternakan sapi potong berada pada kuadran I. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif
SARAN
1. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur membina atau bekerjasama dengan instansi lain guna pengembangan ternak sapi potong. Salah satu instansi yang bisa bekerjasama yaitu dengan PTPN VIII guna meminimalkan konflik. 2. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur perlu evaluasi dan pembinaan dalam penambahan keterampilan beternak para peternak. Salah satu cara yaitu mengontrol/mendata alur ternak yang keluar wilayah Kecamatan Agrabinta Strategi ini dianggap prioritas, karena diharapkan dengan cara ini dapat mengubah pola beternak yang telah ada serta menambah keterampilan peternak.
71
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Hendra Suhara, Ibunda Sitriyanah, Kakak-kakak yang tercinta Lely Sulastri, Leni Herlina, Agus Ramdhan Pasha, Bang IP, Eko Sungkono, Yeni Handayani, dan adik-adikku tersayang Mochamad Deden Herdiyana, Adam Fauzan Yogaswara serta Keponakanku Hana Rasya Fadillah, Naurah Zata Amani yang telah memberikan motivasi, semangat dan kasih sayang yang tiada hentinya. Juga kepada dosen pembimbing utama Dr. Ir. Basita Ginting S. MA. dan
dosen pembimbing anggota Ir. Sudjana
Natasasmita yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Ahyar Ismail, MAgr. yang telah menguji dan memberikan sumbangan pemikiran dalam seminar hasil penelitian. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Aminuddin Parakkasi, MSc. dan Ir. Ismail Pulungan, MSc. yang telah memberikan sumbangan pemikiran dalam ujian sidang sarjana. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur Drh. H. Pandji Satria, MBa dan Camat Kecamatan Agrabinta Drs. Asep Kusmanawijaya serta pengurus, kader pos satuan pelayanan terpadu inseminasi buatan, yang telah memberikan izin dan informasi selama penelitian. Kepada sahabat Himajo (Puja, Buhe, Azwar, dan Ardi) dan rekan-rekan SEIP bisnis manajemen, SEIP ekonomi perencanaan, SEIP komunikasi terimakasih atas motivasi, semangat dan kebersamaannya selama kuliah. Kepada keluarga Bapak Endang Sukarna dan Bapak Dede Mulyana yang telah membimbing dan membantu penulis selama di lokasi penelitian. Kepada rekan-rekan kerja Graha Mandiri yang memberikan kesempatan untuk penyelesaian penulisan. Terakhir terima kasih kepada civitas Akademika Peternakan IPB dan pihakpihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi. Bogor, Maret 2006 Penulis
72
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis ” Penggemukan Sapi Potong ”. Agromedia Pustaka. Jakarta. Ayuni, N. 2005. Tatalaksana Pemeliharaan dan Pengembangan Ternak Sapi Potong Berdasarkan Sumber Daya Lahan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Basuki, P. 1998. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Biro Pusat Statistik. 1993. Sensus Pertanian 1993 Lanjutan ; Analisa usaha Rumah Tangga Ternak Besar. BPS. Jakarta. Dinas Perikanan dan Peternakan. 2004. Usaha Pengembangan Ternak Sapi Potong Berbasis Agribisnis : Bagian Proyek Pengembangan Agribisnis Peternakan Sapi Potong Kabupaten Cianjur Tahun Anggaran 2004. Cianjur Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2003. Statistik Peternakan Tahun 2003. Departemen Pertanian. Jakarta. Esmay, L. M. and J. E. Dixon. 1986. Environmental Control for Agricultural Buildings. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Hardjosworo, P. S. Dan J. M. Levine. 1987. Pengembangan Peternakan di Indonesia Model, Sistem dan Peranannya. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usaha Tani. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Maharani. 2005. Persepsi Dan Partisipasi Petani-Peternak Dalam Penyuluhan Pertanian Swakarsa (Kasus Penyuluhan Swakarsa di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Proyek Penambahan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Murtidjo, B. A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Jakarta. Rahardi, F. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta Rangkuti, F. 2001. Analisa SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis – Reorientasi Konsep Perencanaan Strategi untuk Menghadapi Abad 21. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Santosa, U. 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
73
Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2001 Penggemukan Sapi Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta. Siregar, S. B. , S. N.Tobing. dan P. Sitorus. 1995. Upaya Memacu Penambahan Populasi Sapi Potong Melalui Penambahan Inseminasi Buatan di Daerah Ciamis Jawa Barat. Jurnal Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Soekartawi, A. S. dan J. L. D. Hardake. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta. Sugeng, Y. B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Bogor. Sukarna, E. 2005. Rencana Kerja Petugas Teknis. Dinas Perikanan dan Peternakan. Cianjur Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. ANDI. Yogyakarta. Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggemukan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Talib, C. dan A. R. Siregar. 1994. Peranan Pemuliaan Ternak Sapi Potong di Indonesia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Taylor, R. E. 1984. Beef Production and The Beef Industry. Mac Millan Publishing Company New York and Collier. Mac Millan Publisher. London Wicaksono, D. 2002. Kajian Pengembangan Usaha Ternak Domba di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Rata-rata pendapatan usaha ternak sapi potong No responden
Penjualan ternak (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0 0 10000000 430000 3000000 2700000 0 3000000 8200000 0 6300000 5300000 5000000 0 4300000 0 2000000 1800000 3000000 0 3000000 1500000 0 2000000 2500000 0 0 0 0 6000000 0 8500000 0 0 0 2500000 4350000 0 0 2000000 0 6500000 3850000 4000000 0 1538000 9400000 18000000
jumlah ternak yang dijual (ekor) 0 0 5 2 1 1 0 1 6 0 4 3 3 1 3 0 1 1 2 0 3 1 0 1 1 0 0 0 0 3 0 5 0 0 0 1 4 0 0 2 0 4 6 6 0 2 4 9
76
Lampira 1. Rata-rata pendapatan usaha ternak sapi potong (Lanjutan) No responden 49 50 51 52 53 TOTAL
Rata-rata Pendapatan
Penjualan ternak (Rp) 22200000 1500000 0 5000000 6000000 165368000
jumlah ternak yang dijual (ekor) 10 1 0 2 3 102
3120150.943
Lampiran 2. Rata-rata Pendapatan Usaha Tani No responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Penerimaan Usaha Tani 5600000 3000000 5660000 7700000 6400000 10200000 1300000 10400000 7100000 1300000 6000000 6800000 6600000 3800000 800000 1300000 1300000 1000000 2000000 1740000 5500000 7000000 8000000 6300000 3000000 2500000 2750000 2500000 18000000 8000000 0 3000000 0 2100000
Biaya Usaha Tani 500000 500000 210000 950000 1400000 1600000 300000 1500000 500000 300000 5000000 4800000 300000 300000 300000 300000 300000 200000 500000 260000 1500000 1000000 5000000 1500000 1500000 1000000 750000 1000000 3000000 5000000 0 500000 0 600000
Pendapatan Usaha tani 5100000 2500000 5450000 6750000 5000000 8600000 1000000 8900000 6600000 1000000 1000000 2000000 6300000 3500000 500000 1000000 1000000 800000 1500000 1480000 4000000 6000000 3000000 4800000 1500000 1500000 2000000 1500000 15000000 3000000 0 2500000 0 1500000
77
Lampiran 2. Rata-rata Pendapatan Usaha Tani (Lanjutan) No responden 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 TOTAL
Penerimaan Usaha Tani 4500000 900000 2000000 1600000 4500000 1500000 4500000 0 13450000 1300000 0 2010000 5350000 0 6100000 1200000 3500000 1700000 9750000 222510000
Biaya Usaha Tani 500000 300000 500000 600000 1500000 500000 600000 0 650000 500000 0 450000 2350000 0 2500000 500000 500000 500000 750000 55570000
Rata-rata pendapatan
Pendapatan Usaha tani 4000000 600000 1500000 1000000 3000000 1000000 3900000 0 12800000 800000 0 1560000 3000000 0 3600000 700000 3000000 1200000 9000000 166940000
3149811.321
Lampiran 3. Perhitungan Analisa KPPTR Desa Sinarlaut
PMSL
= a. LG + b. PR + c. R = 1,6 ( 716,61) + 0,5 (552,5) + 1,2 (3) = 1426,42
PMKK
= d. KK = 3 (1612) = 4836
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil = 1426,42 – 2330 = -903,58 ST KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil = 4836 - 2330 = 2506 ST KPPTR Efektif adalah KPPTR SL (-903,58 ST)
78
Desa Bojongkaso
PMSL
= a. LG + b. PR + c. R = 1,6 ( 1180) + 0,5 (862,88) + 1,2 (0) = 2319,44
PMKK
= d. KK = 3 (1224) = 3672
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil = 2319,44 – 2077 = 242,44 ST KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil = 3672 - 2077 = 1595 ST KPPTR Efektif adalah KPPTR SL (242,44 ST) Desa Tanjungsari
PMSL
= a. LG + b. PR + c. R = 1,6 (712) + 0,5 (376) + 1,2 (12) = 1341,60
PMKK
= d. KK = 3 (1052) = 3156
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil = 1341,60 – 1682 = -340,40 ST KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil = 3156 - 1682 = 1474 ST KPPTR Efektif adalah KPPTR SL (-340,40 ST) Desa Wanasari
PMSL
= a. LG + b. PR + c. R = 1,6 (125.822) + 0,5 (254.724) + 1,2 (0) = 328.677,20
79
PMKK
= d. KK = 3 (2154) = 6462
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil = 328.677,20 – 1367 = 327.310,20 ST KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil = 6462 - 1367 = 5096 ST KPPTR Efektif adalah KPPTR KK (5096 ST) Desa Mekarsari
PMSL
= a. LG + b. PR + c. R = 1,6 (521) + 0,5 (265) + 1,2 (25) = 996,10
PMKK
= d. KK = 3 (1176) = 3528
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil = 996,10 – 1334 = -337,90 ST KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil = 3528 - 1334 = 2194 ST KPPTR Efektif adalah KPPTR KK (-337,90 ST) Desa Sukamanah
PMSL
= a. LG + b. PR + c. R = 1,6 (1474) + 0,5 (2211) + 1,2 (0) = 3463,90
PMKK
= d. KK = 3 (1334) = 4002
KPPTR (SL) = PMSL – Populasi riil
80
= 3463,90 – 2318 = 1145,90 ST KPPTR (KK) = PMKK – Populasi riil = 4002 – 2318 = 1684 ST KPPTR Efektif adalah KPPTR SL (1145,90 ST) Lampiran 4. Perhitungan Pengembangan Ternak Sapi Potong Desa Sinarlaut = Jumlah Sapi Potong Populasi riil
x = 35,6 2330 = -13,80 ST
x KPPTR Efektif
-903,58
Kelebihan ternak sapi potong sebesar 13,80 ST Desa Bojongkaso = Jumlah Sapi Potong Populasi riil
= 29 2077 = 3,38 ST
x
x KPPTR Efektif 242,44
Jumlah sapi potong yang masih dapat ditambahkan sebesar 3,38 ST Desa Tanjungsari = Jumlah Sapi Potong Populasi riil
x KPPTR Efektif
= 41 x -340,40 1682 = -8,29 ST Kelebihan ternak sapi potong sebesar 8,29 ST Desa Wanasari = Jumlah Sapi Potong Populasi riil
x KPPTR Efektif
= 29.6 x 5096 1367 = 110,34 ST
81
Jumlah sapi potong yang masih dapat ditambahkan sebesar 110,34 ST Desa Mekarsari = Jumlah Sapi Potong Populasi riil
= 34,2 x 1334 = -8,66 ST
x KPPTR Efektif
-337,90
Kelebihan ternak sapi potong sebesar 8,66 ST Desa Sukamanah = Jumlah Sapi Potong Populasi riil
x 9,8 2318 = 4,84 ST =
x KPPTR Efektif
1145,90
Jumlah sapi potong yang masih dapat ditambahkan sebesar 4,84 ST
82
Lampiran 5 Nonparametric Correlations kandang Spearman's rho
kandang
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
jenis pakan
Penyakit
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Pengobatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Metode Perkawinan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tenaga kerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Modal
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Pendapatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
jenis pakan
Penyakit
Pengobatan
Perkawinan
Tenaga kerja
Modal
Pendapatan
1.000
.849(**)
-.260
-.091
.465(**)
-.137
.277(*)
-.067
.
.000
.060
.519
.000
.326
.045
.631
53
53
53
53
53
53
53
53
.849(**)
1.000
-.117
.058
.485(**)
-.123
.152
-.095
.000
.
.403
.680
.000
.380
.276
.496
53
53
53
53
53
53
53
53
-.260
-.117
1.000
.641(**)
-.189
.063
-.208
.106
.060
.403
.
.000
.175
.652
.135
.451
53
53
53
53
53
53
53
53
-.091
.058
.641(**)
1.000
.027
-.020
-.281(*)
.210
.519 53
.680 53
.000 53
. 53
.849 53
.886 53
.041 53
.132 53
.465(**)
.485(**)
-.189
.027
1.000
-.093
.232
-.067
.000
.000
.175
.849
.
.509
.095
.636
53
53
53
53
53
53
53
53
-.137
-.123
.063
-.020
-.093
1.000
-.066
-.060
.326
.380
.652
.886
.509
.
.639
.672
53
53
53
53
53
53
53
53
.277(*)
.152
-.208
-.281(*)
.232
-.066
1.000
-.021
.045
.276
.135
.041
.095
.639
.
.883
53
53
53
53
53
53
53
53
-.067
-.095
.106
.210
-.067
-.060
-.021
1.000
.631
.496
.451
.132
.636
.672
.883
.
53
53
53
53
53
53
53
53
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
83
Lampiran 6. Susunan Kepengurusan SPT – IB Pimpinan SPT –IB
ATR / Asisten Teknis Reproduksi
PKB Endang Sukarna
Inseminator Dede Mulyana
1. 2. 3. 4.
Kelompok Tani Desa Mekarsari (4 Klp = 120 RTP) Desa Puncakwangi (2 Klp = 112 RTP) Desa Sukasirna (2 Klp=94 RTP) Desa Wanasari (3 Klp=93 RTP)
PKB
Inseminator Wawan Koswara
1. 2. 3. 4.
Kelompok Tani Desa Bojongkaso (4 Klp = 110 RTP) Desa Tanjungsari (2 Klp = 64 RTP) Desa Karangsari (3 Klp=96 RTP) Desa Purabaya (2 Klp=52 RTP)
Inseminator Hendi Hidayat
Inseminator Dace
Kelompok Tani 1. Desa Sinarlaut (4 Klp = 97 RTP) 2. Desa Sukamanah (3 Klp = 80 RTP) 3. Desa Wanasari (3 Klp=96 RTP)
Kelompok Tani 1. Desa Tanjungsari (4 Klp = 130 RTP) 2. Desa Pusakasari (3 Klp = 73 RTP)
84
Lampiran 7. Struktur Organisasi Kecamatan Agrabinta Camat Drs. Asep Kusmanawijaya
Sekretaris Kecamatan Rustandi, S. Pd. Staff Pelaksana : 1. Nandang Sudirman 2. Lebby Nurdiansah 3. Nurul Nurjamal
Jabatan Fungsional
Kasi Pemerintahan Yeyet Sudjadi Staff Pelaksana : 1. A. Sarnudin 2. Andri C. H.
Kasi PPM Amat Robana, S. Pd. Staff Pelaksana : 1. Suherman 2. Iwan 3. Atam
Kasi Kesra Komaludin, S. Pd. Staff Pelaksana : 1. Adang P. S. 2. Barwan
Kasi Trantib Dick Soekardi Staff Pelaksana : 1. Sar’i 2. A. Haris S. 3. M. Samsul K.
DESA
85
LAMPIRAN 8 PETA KECAMATAN AGRABINTA
86
Lampiran 9 Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN Kajian Pengembangan Peternakan Sapi Potong
( di KecamatanAgrabinta Kabupaten Cianjur )
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyusunan Skripsi mengenai “ Kajian Pengembangan Peternakan Sapi Potong ( di Kecamatan Agrabinta Kabupaten
Cianjur )’’ Oleh BAMBANG MAULANA HERMANSYAH ( D34101029 ). Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
IDENTITAS RESPONDEN PETERNAK Nama Responden peternak
:
Alamat Responden peternak :
Jenis Kelamin
: * Laki-laki / Perempuan
Usia
:
Status
: * Menikah / Belum Menikah / Duda / Janda
Jumlah anggota keluarga
: ........................... Orang
Jumlah anak kandung
: ........................... Orang
Pekerjaan
: Pekerjaan Utama :
Pekerjaan Sambilan :
1. Pegawai Negeri Sipil
1. Wiraswasta / berdagang
2. Pensiunan PNS / TNI
2. Buruh Tani
3. Karyawan Swasta
3. Buruh Bangunan 4. Lainnya, sebutkan...................
87
Pendidikan
1. Tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah Bapak / Ibu / Sdr. ikuti : 1. Tidak Sekolah
5. D3 / S0
2. SD / Sederajat
6. Sarjana / S1
3. SLTP / Sederajat
7. S2 / S3
4. SMU / Sederajat 2. Tingkat pedidikan non formal peternakann atau pertanian terakhir yang pernah Bpk / Ibu / Sdr ikuti : 1. Kursus 2. Pelatihan 3. Penyuluhan 3. Berapa lama pendidikan formal tersebut dilaksanakan ? ( tahun ) ......................................................................................................................................... ............................................................................................................................ Tingkat Pendapatan Keluarga :
3. Berapa pendapatan Keluarga setiap bulannya ? ( Rp / bln ) Anggota Keluarga
Jenis pekerjaan
Besarnya penerimaan (Rp)
1. Bapak 2. Ibu 3. Anak ke-1 4. Anak ke-2 5. Anak ke-3 4. Berapa pendapatan Bpk / ibu / Sdr dari usaha beternak sapi potong per bulan ? ( Rp / bulan ) ………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………
88
Pengalaman Beternak / Budidaya ternak Sapi Potong
5. Sudah berapa lama Bapak / Ibu / Sdr beternak Sapi Potong ? …....................Tahun atau sejak tahun …………........................................................................................ 6. Apa alasan dan riwayat Bpk / Ibu / Sdr mau beternak Sapi Potong ? ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ................................................................................................................... 7. Berapa jumlah ternak Sapi Potong yang Bpk / Ibu / Sdr miliki ? a. Jantan Dewasa ( berumur 2 thn- 3 thn ) ...................................... ekor b. Betina Dewasa ( berumur 2 thn- 3 thn ) ...................................... ekor c. Jantan Muda
( berumur 1 thn- 2 thn ) ...................................... ekor
d. Sapi dara
( berumur 1 thn- 2 thn ) ..................................... ekor
e. Pedet jantan
( berumur < 1 tahun ) ...................................... ekor
f. Pedet betina
( berumur < 1 tahun ) ...................................... ekor
8. Bagaimana status riwayat pemilikan ternak yang Bpk / Ibu / Sdr miliki ? a. Ternak milik sendiri
d. Warisan
b. Bantuan pemerintah
e. Kerja sama dengan pihak swasta
c. Sistem bagi hasil 9. Apabila Ternak yang Bpk / Ibu / Sdr miliki diperoleh dari bantuan pemerintah, kapan Bpk / ibu / Sdr memperolehnya ? ( Tgl / bln / thn ) ......................................................................................................................................... ............................................................................................................................... 10. Berapa umur ternak sapi bantuan pada saat diterima ? ( tahun ) ......................................................................................................................................... ............................................................................................................................... 11. Berapa jumlah ternak sapi yang diterima pada saat bantuan tersebut datang ? a. Jantan Dewasa ( berumur 2 thn- 3 thn ) ...................................... ekor b. Betina Dewasa ( berumur 2 thn- 3 thn ) ...................................... ekor c. Jantan Muda
( berumur 1 thn- 2 thn ) ...................................... ekor
d. Sapi dara
( berumur 1 thn- 2 thn ) ..................................... ekor
e. Pedet jantan
( berumur < 1 tahun ) ...................................... ekor
89
f. Pedet betina
( berumur < 1 tahun ) ...................................... ekor
12. Sudah Berapa kali Bpk / Ibu / Sdr memperoleh bantuan ternak sapi potong dari pemerintah ? a. satu kali
c. 4 hingga 5 kali
b. 2 hingga 3 kali
d. > 5 kali
13. Bagaimana tingkat kematian ternak dalam satu tahun terakhir ? ( ekor ) ......................................................................................................................................... ............................................................................................................................... 14. Masalah-masalah apa yang pernah Bpk / Ibu / Sdr hadapui selama beternak sapi potong ? ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ....................................................................................................................................... Perkandangan
15. Kapan Bpk / Ibu / Sdr membuat kandang untuk usaha ternak sapi potong
?
( tahun ) ....................................................................................................................................... ...................................................................................................................................... 16. Berapa luas Kandang yang Bpk / Ibu /Sdr bangun untuk ternak sapi potong ? ( M2 ) ........................................................................................................................................ ....................................................................................................................................... 17. Berapa jarak lokasi kandang dari rumah Bpk / Ibu /Sdr ? ( M ) ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... 18. Bahan apa yang Bpk / Ibu / Sdr gunakan dalam membangun kandang ? a. Kayu b. Bambu c Semen dan batu bata
90
19. Berapa biaya yang Bpk / Ibu / sdr keluarkan untuk membangun sebuah kandang ? Bahan- bahan bangunan
Harga ( Rp. )
1. Kayu 2. Bambu 3. Semen 4. Batu bata 5. Genteng 6. Asbes 7. Paku 8. Kawat atau pagar 9. ............................. 10. ............................. 11. ............................ TOTAL
20. Berapa tahun kandang yang dibangun dapat bertahan ? ( tahun ) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 21. Berapa kali Bpk / Ibu / Sdr memperbaiki kandang dalam setahun ? ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 22. Berapa biaya pemeliharan kandang yang Bpk / Ibu/ Sdr keluarkan ?( Rp / bulan ) ........................................................................................................................................ ..............................................................................................................................
91
23. Perincian peralatan yang ada dikandang ? Barang
Jumlah
Harga (Rp )
1. Ember 2. Sekop 3. Pengki 4. Sapu lidi 5. Terpal 6. .................. 7. .................. Pemberian Pakan
24. Jenis pakan apa yang Bpk / Ibu / Sdr berikan terhadap ternak yang dipelihara ? a. Hijauan Makanan Ternak b. Konsentrat 25. Sumber Hijauan Makanan Ternak yang diberikan, bagaimana Bpk / Ibu / Sdr memperolehnya ? a. Menggembalakan Sapi di lahan penggembalaan b. Membeli dari pihak lain; dengan biaya Rp. ..................................... c. Diaritkan d. Kombinasi diarit dan digembalakan 26. Jenis pakan yang diberikan ? a. Rumput lapang b. Rumput lapang dan daun-daunan c. Rumput lapang + daun-daunan d. Rumput lapang + daun-daunan + Rumput unggul e. Rumput lapang + daun-daunan + Rumput unggul + konsentrat 27. Jika pemberian pakan dengan menggembalakan di lahan penggembalaan, pada jam berapa Bpk / Ibu / Sdr menggembalakannya serta berapa lama? ( jam / hari ) ............................................................................................................................... ...............................................................................................................................
92
28. Dalam menggembalakan sapi, apakah Bpk / Ibu / Sdr lakukan sendiri atau membayar orang untuk menggembalakan sapi? Jika menggunakan tenaga bayaran lanjutkan ke pertanyaan no 29 ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 29. Berapa biaya yang Bpk / Ibu /sdr keluarkan untuk membayar orang dalam menggembalakan sapi ? ( Rp / hari ) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 30. Jika Pakan Konsentrat yang diberikan, berapa biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan tersebut ? ( Rp / hari ) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 31. Berapa kali dalam sehari pakan konsentrat diberikan ? ( kali / hari ) a. Satu kali b. 2 hingga 3 kali 32. Bagaiman cara pemberian pakan konsentrat pada ternak Bpk / Ibu / Sdr ? ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... 33. Susunan pakan konsentrat untuk ternak Bpk / Ibu / Sdr pelihara ? ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... 34. Berapa Harga pakan konsentrat dari tiap komposisi pakan ? ( Rp ) ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ....................................................................................................................
93
Kesehatan
35. Apakah ternak yang Bpk / Ibu / Sdr ternakan pernah terjangkit penyakit ? ( Ya / Tidak ), jika Ya lanjutkan ke pertanyaan no 36 ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ......................................................................................................................... 36. Jenis penyakit apa yang pernah menjangkit ternak Bpk / Ibu / Sdr ? ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ .................................................................................................................... 37. Bagaimana cara Bpk / Ibu / Sdr menanggulanginya ? a. Menangani sendiri dengan pengobatan tradisonal b. Pemanggilan Mantri Hewan untuk pengobatan ternak c. Tidak dilakukan pengobatan d. Sapi yang sakit langsung dijual 38. Berapa biaya yang Bpk / Ibu / Sdr keluarkan untuk kesehatan ternak ? ( Rp / bulan ) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. Perkawinan
39. Dalam pengembangbiakan ternak metode perkawinan ternak apa yang Bpk / Ibu / Sdr terapkan pada ternak sapi ? a. Metode alamiah dengan menggunakan jantan pemacak b. Menggunakan teknologi Inseminasi buatan c. Menggunakan teknologi Embrio Transfer d. Lainnya, Sebutkan ................................................ 40. Apakah ada program Inseminasi buatan di wilayah Bpk /Ibu / Sdr dalam beternak ? ........................................................................................................................................ ..............................................................................................................................
94
41. Apakah Bpk / Ibu / Sdr mengikuti program Inseminasi buatan ? ( Ya / Tidak ) Jika Ya lanjutkan ke pertanyaan no 43, jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 42 ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 42. Apa alasan Bpk / Ibu / Sdr tidak mengikuti program Inseminasi buatan ? ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ .................................................................................................................... 43. Sudah berapa lama Bpk / Ibu / sdr mengikuti program Inseminasi buatan ? ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 44. Bagaimana menurut Bpk / Ibu /Sdr tentang hasil dari Inseminasi buatan ? a. Sangat memuaskan
d. Kurang memuaskan
b. Cukup memuaskan
e. Tidak memuaskan
c. Memuaskan 45. Berapa kali pelayanan yang dilakukan dalam satu birahi pada ternak sapi ? ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 46. Berapa biaya yang Bpk / Ibu / Sdr keluarkan daslam satu kali pelayanan Inseminasi buatan ? ( Rp / Pelayanan ) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. Modal
47.Bagaimana Bpk / Ibu / Sdr memperoleh permodalan ? a. Modal sendiri
d. Warisan
b. Pinjaman Bank
e. Investasi pihak luar
c. Pinjaman Koperasi
f. Lainnya, sebutkan ...........................
48. Berapa modal awal yang Bpk / Ibu / Sdr himpun pada awal usaha peternakan sapi potong ? ( Rp ) ........................................................................................................................................ ..............................................................................................................................
95
49. Berapa harga beli bibit pada awal usaha beternak sapi potong ? ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. Pemasaran
50. Berapa harga jual ternak sapi potong perekor ? ( Rp / ekor) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 51. Apakah ternak sapi potong yang cacat ( afkir ) dijual ke pasar ? ( Ya/Tidak ) Jika Ya ke nomor 52; Jika Tidak ke nomor 53. ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 52. Berapa harga jual ternak sapi potong cacat ( afkir ) ? ( Rp / ekor ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 53. Jelaskan mengapa sapi potong cacat (afkir ) tersebut tidak dijual ? ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... 54. Kepada siapa sapi potong Bpk / Ibu / Sdr jual ? a. Pedagang pengumpul b. tengkulak c. konsumen langsung d. koperasi 55. Apakah Sapi yang terjual diantar atau pembeli datang sendiri ? ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 56. Wilayah penjualan sapi potong Bpk / Ibu / Sdr ? a. Wilayah Cianjur
d. Wilayah Bogor
b. Wilayah Bandung
e. Wilayah Jakarta
c. Wilayah Sukabumi
f. Wilayah Jawa Barat keseluruhan
96
Luas Lahan Beternak
57. Berapakah Luas lahan beternak Sapi Potong Bapak / Ibu / Sdr seluruhnya ? ( M2 ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................... 58. Berapakah luas lahan yang Bapak / Ibu / Sdr Tanami Hijauan Makanan Ternak ?
(
2
M ) ........................................................................................................................................ .............................................................................................................................. 59. Berapakah luas lahan yang Bapak / Ibu / Sdr gunakan untuk mengembala sapi potong ? ( M2 ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 60. Berapa luas lahan perkebunan yang Bpk / Ibu / Sdr miliki ? ( M2 ) .................................................................................................................................. ................................................................................................................................. 61. Berapa lahan ladang / tegalan yang Bpk / Ibu / Sdr miliki ? ( M2 ) .................................................................................................................................. ................................................................................................................................. 62. Berapa luas lahan sawah Bpk / Ibu /Sdr miliki ? ( M2 ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 63. Berapa luas lahan perkarangan yang Bpk / Ibu / Sdr miliki ? ( M2 ) .................................................................................................................................. ................................................................................................................................. 64. Bagaimana status kepemilikan tanah / lahan yang Bapak / Ibu / Sdr usahakan beternak sapi potong ? 1. Penggarap
3. Disewa
2. Bagi hasil
4. Milik sendiri
65. Berapa biaya yang Bpk / Ibu / Sdr keluarkan untuk membeli lahan tersebut ? (Rp) ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
97
66. Berapa biaya yang Bpk / Ibu / Sdr keluarkan untuk merawat lahan tersebut agar tetap produktif ? ( Rp ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. Tenaga Kerja
67. Berapa tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong Bpk / Ibu / Sdr ? ( orang ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 68. Dari pertanyaan nomor 64 apakah ada tenaga kerja yang bukan keluarga, berapa jumlahnya ? ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 69. Berapa jumlah kerja yang digunakan yang berasal dari keluarga ? ( orang ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................ 70. Berapa jam kerja harian bagi tenaga kerja bekerja ? ( jam / hari ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 71. Berapa gaji total / hari yang Bpk / Ibu / Sdr berikan kepada pekerja ? ( Rp / hr ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 72. Berapa uang makan / hari yang Bpk / Ibu / Sdr berikan kepada pekerja ? ( Rp/hr ) ....................................................................................................................................... ............................................................................................................................. 73. Berapa uang transportasi / hari yang Bpk / Ibu / Sdr berikan kepada pekerja ? ( Rp / hr ) ....................................................................................................................................... .............................................................................................................................
98