KAJIAN PENAFSIRAN UU ORMAS Disusun Oleh: KOALISI KEBEBASAN BERSERIKAT [KKB] Dok per 8 September 2013
TUJUAN DAN SASARAN • Tujuan
a. Merupakan instrumen untuk mengetahui dan mendalami konteks kelahiran dan substansi UU Ormas b. Berbasis hasil pemantauan seluruh perkembangan (penyusunan, pembahasan hingga pengesahan) serta bacaan terhadap naskah UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
• Sasaran
Sekelompok individu yang telah dan akan membentuk organisasi, baik berbadan hukum (yayasan maupun perkumpulan) atau Idak berbadan hukum, yang diperkirakan akan terkena dampak pengaturan UU Ormas
STRUKTUR KAJIAN PENAFSIRAN Tujuan dan Sasaran Metode Kontekstual (Raker Gab & NA RUU Ormas) – temuan dan penafsiran Tekstual (Urgensi & IdenNfikasi Pasal-‐Pasal Bermasalah) – temuan dan penafsiran DaQar Bahan Bacaan Informasi PJ dan kontak
METODE Metode penafsiran menggunakan kombinasi berbagai metode yang umum digunakan, yaitu: • terminologis atau gramaIkal (definisi/pengerIan) dan komparaIf (perbandingan); • sistemaIka berupa pasal-‐pasal yang menjadi batang tubuh UU Ormas yang kemudian dikelompokkan dan ditataurutkan; • sejarah atau kelahiran dari berbagai ketentuan yang termuat dalam batang tubuh UU Ormas; dan • ekstenIf (memperluas klausul), restrikIf (mempersempit/ membatasi maksud suatu pasal atau lebih), atau analogi untuk saling menguji keabsahan yang terdekat, saling melengkapi dan memperkuat.
BACAAN
• Kontekstual – Rapat Kerja Gabungan Komisi II, Komisi III, dan Komisi VIII dengan Menteri Koordinator PoliIk Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada Senin, 30 Agustus 2010 – Naskah Akademik (R)UU Ormas • Tekstual – Naskah UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (yang terdiri dari 87 pasal dan 19 bab) – Membuat kesimpulan terhadap 87 pasal ke dalam beberapa kategori norma
KONTEKS – Rapat Kerja Gabungan 30 Agustus 2010 • DPR mencatat sikap keragu-‐raguan atau keIdaktegasan Pemerintah, khususnya aparat keamanan dalam melakukan Indakan untuk membina ataupun menyelesaikan kekerasan oleh ormas • DPR mengidenIfikasi kelompok masyarakat terorganisir yang belum memiliki bentuk yang jelas menurut peraturan perundang-‐undangan, kelompok atau aliran yang mengatasnamakan aliran tertentu, dan satuan tugas (satgas) yang bersifat militerisIk dengan menggunakan atribut tertentu
Respon Pemerintah • Rujukan hukum • Pembinaan ormas • Pengawasan ormas • Penanganan ormas
Tanggapan DPR • Revisi UU Ormas Idak dibutuhkan • Pembinaan ormas oleh Kemendagri masih kurang • Program pengawasan ormas oleh BIN
Kesimpulan Rapat Kerja Gabungan 30 Agustus 2010 1. Menolak seluruh bentuk Indakan kekerasan atas nama apapun (suku, agama, kelompok etnis, kelompok kepenIngan, dan lain-‐ lain) karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-‐undangan. 2. Mendorong Pemerintah dan aparat penegak hukum agar tegas dalam penegakan hukum terhadap perilaku-‐perilaku kekerasan dan anarkis oleh siapapun yang meresahkan masyarakat dan mengganggu keterIban umum. 3. Mendorong Pemerintah dan aparat penegak hukum agar berIndak cepat dan tegas terhadap ormas yang perilakunya mengancam keutuhan NKRI. 4. Segera melakukan revisi terhadap UU 8/1985 sebagaimana pandangan filosofis, yuridis, dan sosiologis yang berkembang dalam rapat gabungan.
TEMUAN DAN PENAFSIRAN 1. Kebijakan menindak ormas yang melakukan kekerasan 5dak terkait dengan revisi UU 8/1985. Kekerasan yang dilakukan oleh ormas sesungguhnya bisa ditangani melalui profesionalitas dan ketegasan aparat kepolisian. Bahkan mendorong komitmen kepolisian juga 5dak mensyaratkan perubahan UU 8/1985. Ini terkonfirmasi melalui 1ga poin kesimpulan awal, yang kemudian baru dilengkapi dengan agenda memperbarui UU 8/1985. Dengan demikian, (R)UU Ormas dibuat dan dibahas seharusnya dilatarbelakangi oleh faktor tersendiri, 1dak terkait, dan bukan karena maraknya kekerasan yang dilakukan oleh ormas serta ke1adaan atau kebuntuan instrumen hukum dalam penanganannya. 2. Pemerintah sempat mendalilkan RUU Ormas sebagai instrumen untuk memberdayakan ormas. Selama ini berbagai organisasi mampu berkiprah dan mengaktualisasikan dirinya, sebagian bahkan tanpa ada fasilitasi dari pemerintah
KONTEKS – NA RUU Ormas Landasan kelahiran Penjelasan
Landasan Filosofis
• Kebebasan berserikat merupakan jantung dari sistem berdemokrasi sehingga perlu diberi ruang dan perlindungan. • Negara berkewajiban menjamin dan memfasilitasi kegiatan masyarakat, termasuk yang dilakukan secara berorganisasi.
Landasan Sosiologis
• Relasi antar individu dalam menyelesaikan persoalan dan memenuhi kebutuhan mengandalkan kebersamaan dan kerja sama dalam pola berkelompok. Antarkelompok melakukan interaksi yang kemudian membentuk kesatuan sosial yang lebih besar. • Untuk mempertahankan kesatuan sosial perlu menyepakaI sejumlah pegangan, termasuk dalam hal ini perangkat hukum.
Landasan Yuridis
• Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 • Bagian dari hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Deklarasi HAM se-‐Dunia (Universal DeclaraIon of Human Rights) pada 10 Desember 1948. • Keberadaan UU 8/1985 sudah Idak sesuai dengan perkembangan sosial poliIk Indonesia, khususnya era reformasi.
Alasan DPR dan Pemerintah Membutuhkan (R)UU Ormas 1. Dalih keberadaan (R)UU Ormas diperlukan untuk menindak organisasi yang memiliki massa dan melakukan kekerasan (dalam bentuk demonstrasi dengan kekerasan, sweeping, dll). 2. Mewujudkan tata kelola ormas, terutama yang terkait dengan transparansi dan akuntabilitas
TEMUAN DAN PENAFSIRAN 1. Naskah Akademik (R)UU Ormas mengkonfirmasi kerancuan penger5an ormas yang ternyata bersumber dari ke5dakjelasan norma, sebagaimana termuat dalam UU 8/1985. Definisi ormas dalam UU tersebut mencakup semua organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat, baik berdasarkan keanggotaan ataupun tanpa anggota. Akan tetapi karena 1dak diiku1 kejelasan norma, maka seringkali ditafsirkan hanya mengatur organisasi berdasarkan keanggotaan. Anehnya, konstruksi ormas yang diformulasikan oleh UU 8/1985 masih digunakan bahkan nyaris sama dengan apa yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU 17/2013. 2. Badan Legislasi (Baleg) sebagai alat kelengkapan DPR yang menyiapkan RUU Ormas, telah memuat hasil iden5fikasi terhadap 14 undang-‐ undang yang memberikan jaminan dan mengatur berbagai bentuk organisasi, termasuk UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah oleh UU No. 28 Tahun 2004, ke dalam NA (R)UU Ormas. Bahkan khusus tentang yayasan, Baleg menyimpulkan bahwa terjadi tumpang 5ndih pengaturan organisasi kemasyarakatan di 5ngkat undang-‐undang. Sementara tentang Staatsblad 1870-‐64 yang mengatur tentang perkumpulan dinyatakan masih eksis dan menjadi dasar pendirian organisasi perkumpulan.
BACAAN TEKSTUAL 1. 48 pasal yang dikategorikan masuk dalam rezim UU Ormas, sebagian besar berkonstruksi “norma administraNf” 2. Mekanisme pendabaran bagi ormas yang Idak berbadan hukum seharusnya Ndak perlu di level undang-‐undang (UU Ormas), tapi cukup di aturan teknis kementerian sektoral dan hanya berlaku bagi ormas yang ingin mengajukan dan mengelola sebagian anggaran APBN/APBD (misalkan dalam bentuk dana bantuan sosial). 3. Pengakuan seperN “hak dan kewajiban” ormas sebagaimana termuat dalam Pasal 20 dan Pasal 21 adalah contoh materi normaNf. Tanpa itu pun, sudah ada konsItusi yang mewadahi dan AD/ART ormas yang akan menjabarkannya lebih lanjut (Pasal 20 huruf a, huruf c, dan huruf d). 4. Bahkan ketentuan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual/HAKI (yang tersebar pada UU Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, atau Rahasia Dagang) sudah lebih dari cukup untuk mewadahi hak ormas untuk memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b.
5. Hak ormas untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e sudah lebih dari cukup diakomodasi oleh KUHP, KUHAP, KUHAPerdata, hingga UU Kepolisian (2/2002). 6. Selain ketentuan HAKI, larangan terhadap ormas sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (1) huruf a sudah diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
6
UU TINDAK PIDANA TERORISME DAN PENDANAAN TERORISME
6
UU PENCUCIAN UANG
8
UU KIP
33
STAATSBLAD PERKUMPULAN DAN RUU PERKUMPULAN
42
UU YAYASAN
7
KUHP, KUHAP, DAN KUHPerdata
48
RUU ORMAS
8
KONSTITUSI
0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 JUMLAH PASAL
TEKS • Norma yang Ndak jelas batasan dan ruang lingkupnya • Pasal-‐pasal yang Ndak perlu ada untuk melegalkan AD/ART organisasi • Pasal-‐pasal tumpang Nndih dan menimbulkan konflik norma • Pasal-‐pasal yang Ndak jelas konstruksi normanya • Norma yang mulNtafsir • Norma yang Ndak perlu ada di level undang-‐ undang • Norma yang Ndak konsisten
Terima kasih