KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN BAPAK SYAHRIAL FELANI
Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H
JACKRY OCTORA TOBING NIM: 100707027
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN BAPAK SYAHRIAL FELANI Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H JACKRY OCTORA TOBING NIM: 100707027 Disetujui Oleh: Pembimbing I
Pembibing II
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
Drs. Fadlin, M.A NIP196102201989031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
ii
ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Kajian Organologi Alat Musik Gambus Melayu Buatan Bapak Syahrial Felani.” Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui struktur, proses, teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi dari gambus, serta menjadi karya tulis bagi Etnomusikologi. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian dan terlibat dalam pembuatan gambus. Lalu penulis melakukan wawancara kepada narasumber yang dianggap paham oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, juga melakukan rekaman yang dianggap penting untuk mempermudah mengingat hasil wawancara kedalam tulisan tersebut. Gambus adalah salah satu alat musik tradisional Melayu yang masuk dalam klasifikasi kordofon yaitu bunyi yang dihasilkannya melalui senar (dawai) yang digetarkan dengan cara dipetik. Alat musik ini terbuat dari batang pohon (biasanya pohon nangka) dan memiliki lubang resonator yang dilapisi berupa membrane yang terbuat dari kulit sapi/kambing. Kata kunci: gambus, organologi, struktur, fungsi
iii
KATA PENGANTAR Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, atas kasih dan kemurahanNya yang begitu besar untuk semua umat manusia. Penulis berterimakasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih karena Engkau selalu ada ketika saya membutuhkan sahabat untuk berbagi suka dan duka. Skripsi ini berjudul “Kajian Organologi Alat Musik Gambus Melayu Buatan Bapak Syahrial Felani”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Janes Tobing dan Ibunda Meryda Br Tambunan. Terimakasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terimakasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada kakak-kakak dan abang-abang penulis yang penulis sayangi
iv
Lona Br Tobing, Hendrik Tobing, Ganda Simanjuntak, Andika Sembiring. Terimakasih buat doa dan semangat yang kalian berikan kepada saya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. dosen pembimbing I saya, sekali gus dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalas semua kebaikan yang bapak berikan. Kepada yang terhormat Bapak Drs. Fadlin, M.A. dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimkasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak. Kepada seluruh dosen di departemen Entomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang v
saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Syahrial Felani dan keluarga yang banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta bersedia menjadi informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini, dan kepada Bapak Retno Ayumi dan Bapak Nazri Effas yang telah memberikan banyak informasi dan saran yang membangun selama penulis melakukan penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan teman-teman sekampung saya yang selalu memberikan nasihat-nasihat baik kepada penulis sehingga membuat penulis semakin semangat dalam pengerjaan tulisan skripsi ini, serta menjadi teman dalam suka maupun duka. Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‘010, Tribudi Purba, Ayu Triana Matondang, Riska Pricilia, Kezia Purba, Chandra Marbun, Rican Sianturi, Lido Hutagalung, Luhut Simarmata, Benny Yogi Purba, Andi Farhan, Khairil Amri, Supriadi Tampubolon, Tumpak Sinaga, Fendri Marbun, Agus Tampubolon, Bang Mario 08, Bobby Situmorang, dan teman-teman yang lain yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Terimakasih teman-teman. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat
memberikan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi. Semoga saja disiplin etnomusikologi vi
akan terus berkembang, baik itu di tingkat Sumatera Utara, Indonesia, dan juga dunia.
vii
DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................................. vi BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................ 6 1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 6 1.3.1 Tujuan .......................................................................................... 6 1.3.2 Manfaat ........................................................................................ 6 1.4 Konsep dan Teori yang digunakan............................................................ 7 1.4.1 Konsep yang digunakan ................................................................ 7 1.4.2 Teori yang digunakan ................................................................... 8 1.5 Metode Penelitian..................................................................................... 12 1.5.1 Studi Kepustakaan ........................................................................ 13 1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ....................................................... 13 1.5.3 Wawancara ................................................................................... 13 1.5.4 Kerja Laboratorium ...................................................................... 14 1.5.5 Lokasi Penelitian .......................................................................... 14
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI RINGKAS SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU DAN SENIMAN MUSIK MELAYU ............ 16 2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang ............................................. 16 2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang ....................................... 18 2.1.2 Letak Lokasi Penelitian.................................................................. 19 2.2 Latar Belakang Budaya Melayu................................................................ 20 2.2.1 Agama ......................................................................................... 20 2.2.2 Bahasa ........................................................................................ 24 2.2.3 Mata Pencaharian ........................................................................ 25 2.2.4 Pendidikan .................................................................................. 26 2.2.5 Teknologi .................................................................................... 27 2.2.6 Kesenian ..................................................................................... 28 2.2.7 Sistem organisasi ......................................................................... 30 2.3 Pengertian Biografi .................................................................................. 31 2.3.1 Alasan Dipilihnya Syahrial Felani Sebagai Fokus Kajian ................ 33 2.4 Biografi Syahrial Felani ........................................................................... 34 2.4.1 Latar Belakang Keluarga ................................................................. 34 2.4.2 Latar Belakang Pendidikan .............................................................. 35 2.4.3 Keluarga Syahrial Felani.................................................................. 36 2.4.4 Latar Belakang Syahrial Felani Sebagai Seniman Melayu ................ 36 2.4.5 Syahrial Felani Sebagai Pembuat Alat Musik................................... 41
BAB III
KAJIAN ORGANOLOGI GAMBU ........................................................... 43 3.1 Klasifikasi Gambus .................................................................................. 44 3.2 Sejarah Singkat Masuknya Gambus DiIndonesia ...................................... 46 3.3 Konstruksi Gambus .................................................................................. 48 viii
3.4 Ukuran Bagian – bagian Gambus ................................................................. 49 3.4.1 Bagian Kepala .................................................................................... 50 3.4.2 Bagian Leher ...................................................................................... 51 3.4.3 Bagian Perut ....................................................................................... 51 3.4.4 Bagian Ekor........................................................................................ 52 3.4.5 Jarak Senar ......................................................................................... 52 3.5 Teknik Pembuatan Gambus ......................................................................... 53 3.5.1 Teknik Pembuatan Gambus ................................................................. 53 3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan Gambus ............................................... 53 3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Gambus ................................................ 54 3.5.1.3 Bahan Pembuat Setelan ............................................................ 56 3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar .............................................................. 56 3.5.1.5 Bahan Pembuat Pick ................................................................ 57 3.5.2 Bahan Tambahan ................................................................................ 57 3.5.2.1 Lem Kayu ................................................................................ 57 3.5.2.2 Melamin dan Thiner ................................................................. 58 3.5.2.3 Cat Pilox .................................................................................. 58 3.6 Peralatan yang Digunakan .......................................................................... 59 3.6.1 Senso Atau Gergaji Mesin ............................................................... 59 3.6.2 Pahat ............................................................................................... 59 3.6.3 Gergaji ............................................................................................ 60 3.6.4 Ketam.............................................................................................. 60 3.6.5 Amplas ............................................................................................. 61 3.6.6 Palu Kayu ......................................................................................... 61 3.6.7 Penggaris Dan Meteran.................................................................... 62 3.6.8 Gerinda Listrik ................................................................................. 62 3.6.9 Bor Listrik ........................................................................................ 63 3.6.10 Gergaji Besi .................................................................................... 63 3.6.11 Kampak .......................................................................................... 64 3.6.12 Pisau Dan Spidol ............................................................................ 64 3.6.13 Mal/Maltras .................................................................................... 65 3.6 14 Kuas ............................................................................................... 65 3.7 Proses Pembuatan ...................................................................................... 66 3.7.1 Tahap I ............................................................................................. 67 3.7.1.1 Pemilihan Pohon ................................................................... 67 3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar ....................................................... 69 3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola ....................................................... 70 3.7.2 Tahap II ........................................................................................... 71 3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar.................................................... 71 3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator .................................... 74 3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang ..................................................... 75 3.7.2.4 Proses Pengikisan.................................................................. 77 3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup ...................................................... 78 3.7.3 Tahap III........................................................................................... 80 3.7.3.1 Proses Pembuatan Lubang pada bagian kepala dan ekor ....... 80 3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, Leher, Dan Kepala ........... 81 3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan........................................ 83 3.7.4 Tahap IV ......................................................................................... 85 3.7.4.1 Proses Pendempulan .............................................................. 85 3.7.4.2 Proses Pengecatan .................................................................. 86 ix
3.7.4.3 ProsesPembuatan Lubang Suara ............................................. 87 3.7.4.4 Tahap Akhir .............................................................................. 88 BAB IV
BAB V
KAJIAN FUNGSIONAL GAMBUS ........................................................... 91 4.1 Proses Belajar........................................................................................... 91 4.2 Posisi Tubuh Dalam Memainkan Gambus ................................................ 95 4.3 Teknik Memainkan Gambus ..................................................................... 97 4.4 Penyajian Gambus Yang Baik................................................................... 97 4.5 Perawatan Gambus ................................................................................... 97 4.6 Nada Yang Dihasilkan Gambus ................................................................ 98 4.7 Wilayah Nada ........................................................................................... 98 4.8 Ekstensi Alat Musik Gambus Melayu Di Deli Serdang ............................. 101 4.9 Fungsi Musik Gambus .............................................................................. 105 4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ..................................................... !06 4.9.2 Fungsi Hiburan ............................................................................... 107 4.9.3 Fungsi Per lambangan ...................................................................... 107 4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya ....................................................... 107 4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani ..................................................................... 108 4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis .............................................................. 108 4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat musik Gambus .................................................... 108 PENUTUP .................................................................................................... 110 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 110 5.2 Saran ........................................................................................................ 111
x
DAFTAR GAMBAR Gambar.1 Pertunjukan Musik DiSingapura ........................................................ 39 Gambar.2 Piala Piala Penghargaan Bidang Seni Untuk syahrial Felani................ 39 Gambar.3 Piagam Penghargaan di Tahun 2010 di TMMI .................................... 40 Gambar.4 Sertifikat Penghargaan Tahun 2010 di Singapura ................................ 40 Gambar.5 Beberapa Koleksi Alat-alt Musik Syahrial Felani................................ 43 Gambar.6 Demonstrasi Pembuatan Gambus di Singapura ................................... 43 Gambar.7 Konstruksi Gambus ............................................................................ 48 Gambar.8 Ukuran Panjang Gambus .................................................................... 50 Gambar.9 Ukuran Bagian Kepala Gambus .......................................................... 50 Gambar 10. Ukuran Bagian Leher Gambus ......................................................... 51 Gambar. 11 Ukuran Bagian Perut........................................................................ 51 Gambar.12 Ukuran Baggian Ekor ...................................................................... 52 Gambar.13 Ukuran Jarak Senar .......................................................................... 53 Gambar.14 Batang Kayu Nangka ....................................................................... 54 Gambar.15 Bahan Penutup Lubang Kulit Kambing ............................................ 55 Gambar.16 Kayu Nangka Yang Telah Diukur .................................................... 55 Gambar.17 Kupingan (setelan) ........................................................................... 56 Gambar.18 Senar Nilon Untuk Gambus ............................................................. 56 Gambar.19 pick ................................................................................................. 57 Gambar.20 Lem kayu ......................................................................................... 57 Gambar.21 Melamin Dan Thiner ........................................................................ 58 Gambar.22 pilox ................................................................................................ 58 Gambar. 23 Senso .............................................................................................. 59 Gambar.24 Pahat................................................................................................ 59 Gambar.25 Gergaji............................................................................................. 60 Gambar.26 Ketam .............................................................................................. 60 Gambar.27 Amplas ............................................................................................ 61 Gambar.28 Palu Kayu ........................................................................................ 61 Gambar.29 Penggaris Dan Meteran .................................................................... 62 Gambar.30 Gerinda Listrik ................................................................................ 62 Gambar.31 Bor Listrik ....................................................................................... 63 Gambar.32 Gergaji Besi ..................................................................................... 63 Gambar.33 Kampak ........................................................................................... 64 Gambar.34 Pisau Dan Spidol ............................................................................. 64 Gambar.35 Mal/Maltra....................................................................................... 65 Gambar.36 kuas ................................................................................................. 65 Gambar.37 Gudang Tempat Penyimpanan Kayu Nangka ................................... 68 Gambar.38 Pengambilan Kayu Dari Penyimpanan ............................................. 68 Gambar.39 Proses Pembuatan Kerangka Gambus .............................................. 69 Gambar.40 Proses Pemotongan Berdasarkan Bentuk Mal .................................. 70 Gambar.50 Bentuk Pola Gambus ....................................................................... 71 Gambar.51 Proses Pembentukan Bagian leher atas Dan Bawah .......................... 72 Gambar.52 Proses Pembentukan Bagian kepala ................................................. 72 Gambar.53 Proses Pembentukan Bagian Perut .................................................... 73 Gambar.54 Proses Pembentukan Bagian ekor ..................................................... 73 Gambar.55 Bentuk Kasar Gambus ...................................................................... 74 Gambar.56 Membuat Lubang Resonator ............................................................. 75 xi
Gambar.57 Proses Merapikan Lubang Resonator ................................................ 76 Gambar.58 Ukuran Lubang Resonator ................................................................ 76 Gambar.59 Proses Pengikisan ............................................................................. 77 Gambar.60 Bentuk Dasar Gambus Tampak Atas ................................................. 77 Gambar.61 Bentuk Bagian Dasar Gambus Bagian samping dan belakang ........... 78 Gambar.62 Penutup Kepala................................................................................. 78 Gambar.63 Penutup Leher................................................................................... 79 Gambar.64 Kulit Sebagai Penutup Lubang Resonator ......................................... 80 Gambar.65 Tampak Lubang Bagian Kepala ........................................................ 81 Gambar.66 Tampak Lubang Pada Bagian Ekor ................................................... 81 Gambar.67 Pemasangan Bagian Penutup Bagian Kepala, leher, dan Perut........... 82 Gambar.68 Bagian Penutup Yang Telah Dirapikan ............................................. 83 Gambar.67 Proses Penghalusan Menggunakan Mesin ......................................... 84 Gambar.68 Proses Penghalusan Secara Manual................................................... 84 Gambar.69 Proses Pendempulan ......................................................................... 85 Gambar.70 Proses Pengamplasan ........................................................................ 86 Gambar.71 Proses Pengecatan Pemberian Warna ................................................ 87 Gambar.72 Proses Pengeringan ........................................................................... 87 Gambar.73 Bentuk Lubang Suara8...................................................................... 88 Gambar.74 Pengecatan dan Diberi Lubang Pada Kupingan ................................. 89 Gambar.75 Kuda-kuda Sebagai Pembatas Senar ................................................. 89 Gambar.76, 77 Proses Pemasangan Senar Dan Gambus Yang Telah Siap .......... 90 Gambar.78 Bagian Senar Untuk Mendapatkan Nada .......................................... 94 Gambar.79 Posisi Duduk Memainkan Gambus ................................................... 96 Gambar.80, 81 Posisi Tangan Kiri Dan Kanan .................................................... 96 Gambar.82, 83 Penulis Bersama Informan Dan Rumahnya ................................. 112 TABEL I. Tahapan Pengerjaan .................................................................................... 66 LAMPIRAN I ................................................................................................................ 112 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 113 DAFTAR INFORMAN ................................................................................................. 114
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (ras) besar di dunia. Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara, seperti Malaysia, Filipina (bagian selatan), Singapura, Pattani Thailand, Myanmar, Brunei Darussalam, dan Indonesia (Muhamamad Husein, 2011:2). Di Indonesia, etnik Melayu terdapat dibeberapa daerah, yaitu: daerah Tamiang di Nanggroe Aceh Darussalam, Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Di Pesisir Sumatera Utara, dahulu masuk wilayah Timur, wilayah budaya etnik Melayu berdasarkan pemekarannya meliputi kabupaten/kota: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, Batubara, Labuhan Batu (termasuk Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batun Selatan), dan Siak Sri Indrapura (Muhammad Husein, 2011: 3). Dalam suatu kebudayaan pastilah ditemui unsur kesenian, yang didukung oleh musik dan tari, yang mana fungsinya adalah sebagai media pendukung terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lainlainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara
1
di sisi lain, musik juga di bangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari: metrum atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat, sedang, cepat, sangat cepat). Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga berhubungan dengan seni tari yang diiringinya. Dalam konteks budaya Melayu sendiri, integrasi musik dengan tari terwujud dalam konsep begitu begitu pula tarinya. Dengan demikian, budaya musik menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kebudayaan Melayu pada umumnya (Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008:113). Dalam suatu ensambel musik Melayu, biasanya alat-alat musik atau instrumen yang digunakan ialah gendang (gendang anak, gendang induk), marwas, biola, akordion, tamburin, rebana, dan gambus. Dalam tulisan ini penulis berfokus mengkaji aspek organologis alat musik gambus. Alat musik gambus Melayu ini biasa dimainkan untuk mengiringi pertunjukan zapin, yang secara fungsional musi adalah sebagai pembawa melodi. Gambus Melayu ini merupakan alat musik petik yang masuk dalam klasifikasi kordofon (salah satu klasifikasi alat musik yang proses bunyinya berasal dari getaran senar atau dawai).Alat musik ini juga termasuk pula ke dalam kelompok lute berleher panjang karena alat musik gambus ini mempunyai leher yang panjang dan bentuk badannya seperti buah pir yang dibelah dua. Pada saat awal melihat dan mendengarkan alat musik ini dimainkan, penulis merasa tertarik baik dari sisi ilmu maupun konteks budaya. Dari segi ilmu etnomusikologi adalah bagaimana konteksnya dalam peradaban masyarakat Melayu. Dari sisi konteks budaya, digunakan untuk apa saja alat musik ini, seterusnya bagaimana fungsinya. Tetapi penulis lebih tertarik untuk mengkaji
2
aspek organologis alat musik gambus, untuk itu penulis harus mencari siapa pembuat gambus Melayu ini. Pada tanggal 10 Februari 2014 di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, yang beralamat Jalan Perintis kemerdekaan Nomor 204, Dusun IV, penulis bertemu dengan seorang pembuat alat musik gambus Melayu yang bernama Bapak Syahrial Felani. Ketika penulis mengemukakan maksud akan mengkaji organologis gambus buatan beliau, maka ia sangat menyambut niat baik penulis. Berdasarkan wawancara dengan beberapa teman beliau, termasuk ia sendiri, Syahrial Felani juga mahir memainkan gambus, gendang ronggeng, menarikan tarian Melayu juga tarian Minangkabau. Hingga sampai saat ini Bapak Syahrial Felani masih aktif di dalam dunia kesenian Melayu. Salah satunya ia menjadi pengelola seni dan seniman pada sanggar tari yang bernama Tamora 88 yang berlokasi di alamat rumahnya. Pada saat itu penulis banyak berbincang tentang alat musik gambus, seperti bagaimana struktur organologis gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial Felani. Menurut sejarahnya, beliaumengatakan masuknya gambus di Sumatera Utara melalui penyebaran Islam oleh orang-orang Arab di Sumatera Utara di pesisir pantai timur. Salah satunya adalah dengan melalui media kesenian yang datangnya dari luar, khususnya zapin, telah banyak mempengaruhi masyarakatnya seperti salah satu alat musik yaitu gambus. Alat musik gambus yang berasal dari Arab ini dikenal dengan nama ‘ud.Tetapi, gambus Melayu ini
lebih dikenal
dengan gambus belalang karena berbentuk seperti belalang. Pada
tahun 1976 Bapak Syahrial Felani mulai belajar
berkesenian
Melayu dan di tahun 1982 tertarik dengan alat musik gambus tersebut dan untuk
3
belajar memulai memainkannya serta ditahun 1986 berdasarkan pengamatannya saja, ia tertarik untuk mencoba membuat sendiri alat musik gambus tersebut dengan apa adanya. Ternyata hasil karyanya memiliki ciri khas dari mulai bentuk dan ukuran maupun suara yang dihasilkannya. Bapak Syahrial Felani mengatakan1 bahwa gambus Melayu biasanya memiliki 7 senar tetapi dengan didasari faktor kreativitas, gambus yang dibuatnya memiliki 9 senar. Rinciannya adalah dengan susunan 5 baris, posisi senar 1 hingga 4 berlapis dua, dan senar kelima tidak berlapis. Terdapat
ukiran yang dihasilkannya adalah hasil idenya sendiri yang
mempunyai arti simbol yang menandakan hasil karyanya, penuh dengan maknamakna dalam budaya Melayu. Seperti ukiran berbentuk bunga adalah simbol dari alam dalam budaya Melayu. Demikian pula pucuk rebung, simbol dari kehidupan, dan lain-lainnya. Sampai saat ini, Bapak Syahrial Felani sudah membuat gambus lebih kurang sebanyak 300 buah hingga tahun 2014 berdasarkan kebutuhan permintaan pemesanan. Menurut informasi yang penulis dapatkan, ada beberapa pemain gambus di Sumatera Utara, seperti: Nasri Effas, Hendrik Perangin-angin, Rubino, dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang telah memakai gambus buatan Bapak Syahrial Felani. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Rubino bahwa gambus yang di buat oleh Syahrial Felani memiliki kualitas yang baik. Apalagi gambus buatan Syahrial Felani memiliki 9 senar untuk mempermudah memainkannya pada nada yang tinggi. Bapak Rubino juga mengatakan bahwa Syahrial Felani sudah menjadi penyalur alat musik gambus di kota Medan. Gambus yang ia gunakan, sudah dimainkannya hingga ke beberapa wilayah Asia Tenggara seperti, Singapura, Thailand, Australia, hingga Eropa seperti Prancis dan Inggris. Bahan 1
Hasil wawancara penulis dengan Bapak Syahrial Felani pada tanggal 15 Maret 2014
4
utama untuk membuat alat musik
gambus adalah kayu nangka (Artocarpus
Integra Sp.). Dipilih kayu tersebut karena tekstur kayu yang lebih lunak dan mudah dipahat, selain itu juga jenis kayu tersebut cukup kuat,bobotnya yang relative ringan, dan tidak berubah bentuk atau retak ketika kering. Dibutuhkan kayu nangka yang berusia rata-rata 20 tahun dan memiliki ukuran berdiameter 36 cm. Selanjutnya, kayu tersebut dipotong dengan ukuran panjang 99 cm dan dibelah menjadi 2 bagian. Gambus juga memiliki lubang resonator, dibuat dengan cara melakukan pemahatan dan dibutuhkan kulit kambing untuk melapisi atau menutup pada bagian depan lubang resonator. Gambus ini menurut wawancara saya dengan beliau, dalam proses pembuatannya dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan keuletan tangan dan dikerjakan dengan peralatan yang sederhana, seperti gergaji, kampak, martil, serta berbagai alat pahat dari ukuran kecil hingga besar, juga chinshaw (geraji mesin) untuk mempermudah pemotongan atau membelah kayu. Dibutuhkan waktu 2 minggu untuk menyelesaikan 1 buah alat musik gambus. Menarik untuk dibahas dari uraian di atas karena pembuatannya membutuhkan proses yang memiliki ciri khas gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial Felani dan bagaimana struktur organologis gambus baik dari segi struktural maupun fungsional. Dengan demikian penulis memilih judul untuk penelitian ini yaitu: “Kajian Organologis Alat Musik Gambus Buatan Bapak Syahrial Felani.”
5
1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, pokok permasalaan yang menjadi topik bahasan didalam tulisan ini adalah sebagai berikut ini. 1. Bagaimana struktur organologis gambus Melayu buatan Bapak Syahrial Felani baik dari segi struktural maupun fungsional? 2. Bagaimana proses pembuatan gambus Melayu buatan Bapak Syahrial Felani?
1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian alat musik gambus adalah: 1. Untuk mengetahui dengan cara meneliti langsung di lapangan dan mendeskripsikan bagaimana struktur organologis gambus Melayubuatan Bapak Syahrial Felani baik dari segi struktur maupun fungsi (musikal). 2. Untuk menganalisis dan memahami proses pembuatan gambus Melayu buatan Bapak Syahrial Felani. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian terhadap aspek organologis alat musik gambus Melayu buatan Bapak Syahrial Felani adalah sebagai berikut. 1. Sebagai
bahan dokumentasi untuk menambah refrensi mengenai
gambus di Departemen Etnomusikologi 2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gambus.
6
3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang di peroleh penulis selama perkuliahan di Departemen etnomusikologi. 4. Memberikan informasi tentang alat musik gambus kepada masyarakat umum khususnya Melayu diSumatera Utara. 5. Untuk
memenuhi syarat memnyelesaikan studi progam S-1 di
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Ada beberapa konsep dan teori yang dibutuhkan dalam membicarakan permasalahan terhadap objek penelitian ini, studi organologi yang dimaksud adalah sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124), bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik. Istilah tersebut mempunyai tendensi untuk dijadikan batasan dalam mendeskripsikan penampilan fisik, properti akustik, dan sejarah alat musik. Selanjutnya menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan “ilmu pengetahuan’’ dari alat musik itu sendiri antara lain: teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi dari sosial budaya. Dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis gambus di Tanjung Morawa buatan Bapak Syahrial Felani,
adalah penelitian secara
mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknikteknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari alat musik gambus tersebut. Selanjutnya, istilah chordopone adalah klasifikasi alat musikyang ditinjau berdasarkan penggetar utamanya sebagai penghasil bunyi yaitu berasal dari senar
7
(klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel, 1961). Berdasarkan konsep di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses pembuatan instrumen gambus Melayu, termasuk juga teknik pembuatan, proses pembuatannya, di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang tepatnya di Desa Tanjung Morawa B, juga mengenai teknik-teknik dalam memainkan, fungsi musik, ornamentasi (hiasan yang dibedakan dengan konstruksi),dan beberapa pendekatan sosial budayanya.
1.4.2 Teori Teori mempunyai hubungan yang erat
dengan penelitian dapat
meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25) Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik gambus Melayu yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art, 1978 :74), yaitu dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni teori struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu: aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Di sisi lain, secarafungsional, yaitu fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.”
8
Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: 1. Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, 2. Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, 3. Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulit, 4. Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai. Mengacu pada teori tersebut, maka gambus Melayu adalah instrumen musik kordofon dimana penggetar utama bunyinya melalui senar atau dawai. Untuk gambus digolongkan kepada jenis lute, pada prinsipnya berarti gambus menggunakan kotak resonator suara. Selain itu jenis lute mempunyai leher (neck) yang berfungsi sebagai papan jari (fingerboard)atau juga sebagai penyangga dawai (string bearer). Dalam tulisan ini juga dibahas mengenai gambus yang merupakan proses hasil perkembangan secara akulturasi dalam Dunia Islam. Oleh karena itu, maka penulis mengacu pada teori akulturasi dalam kebudayaan, seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1986:247). Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Selain itu juga digunakan teori difusi atau persebaran.Proses penyebaran manusia yang membawa unsur kebudayaan, dalam hal ini berkaitan dengan
9
pengaruh ajaran Islam yang disampaikan melaui permainan gambus adalah merupakan proses difusi. Penulis mengacu pada teori difusi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1986:244), yaitu: difusi adalah penyebaran dan migrasi kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia. Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alatmusik, masih ada sejumlah masalah analitis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alatalat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu? Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan
10
apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik. Sesuai pendapat Merriam tersebut, gambus Melayu, termasuk kajian budaya material musik. Alat musik ini termasuk ke dalam klasifikasi kordofon. Selanjutnya adalah music lute. Dipetik dengan plectrum yang diapit jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan, dan jari-jari tangan kiri sebagai penghasil nada-nada yang berfungsi sebagai modus penjarian (asabi). Alat musik ini akan penulis ukur, difoto, baik bagian eksternal maupun internalnya. Seterusnya penulis akan memperhatikan dekorasi, pengecatan, warna, dan seterusnya. Selain itu, penulis akan bertanya bagaimana persepsi pemain musik, seniman musik Melayu, dan masyarakat Melayu mengenai gambus ini. Apakah ia memiliki lambang? Semua yang dipertanyakan Merriam mengenai alat musik akan penulis teliti dalam penelitian ini. Aspek kedua adalah mengenai sisi ekonomi dalam alat musik, dalam hal ini gambus Melayu. Penelitian tentang hal ini berkaitan dengan distribusi dan penjualannya, terutama di Tanjung Morawa, Medan, Lubuk Pakam, Sumatera Utara, dan sekitarnya. Apakah bapak SyahrialFelani mengutamakan sisi ekonomi atau mengutamakan sisi budaya, atau gabungan keduanya dalam konteks pembuatan gambus Melayu ini.
11
1.5 Metode Penelitian Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam Moleong,1990:3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentudalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang
dalam
bahasanyadan
dalam
peristilahannya.
Untuk
memahami
permasalahan yang terdapat dalam pembuatanalat musik gambus Melayu diperlukan tahap-tahap, yaitu tahap sebelum kelapangan (pra lapangan), tahap kerja lapangan, analisis data, dan penulisan laporan(Maleong, 2002:109). Di samping itu, untuk mendukung metode penelitian yangdikemukakan oleh Moleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari keduadisiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study) (Meriam, 1964 :37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam, yakni: menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) dan menggunakan wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan (observation) dan penggunaan catatan harian (Djarwanto, 1984:25). Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap yaitu: (1) studi kepustakaan; (2) kerja lapangan; dan (3) kerja laboratorium.
12
1.5.1 Studi Kepustakaan Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari bukubuku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Kerja Lapangan Dalam hal ini, penulis langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan tiga hal yang telah diketahui sebelumnya yaitu, observasi, wawancara, dan pemotretan (pengambilan gambar) dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan pertanyaan yang dianggap mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini dilakukan untuk tetap memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian. 1.5.3 Wawancara Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview).
13
Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan handphone bermerk blackberry sebagai alat rekam Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk Canon x-3s, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.
1.5.4 Kerja Laboratorium Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).
1.5.5 Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Syahrial Felani di Desa Tanjung Morawa B, Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204 Dusun IV, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang yang juga merupakan lokasi bengkel
14
instrumen beliau. Selain di kediaman beliau, penulis melakukan penelitian pada hari senin, tanggal 13 januari 2014 di pantai cermin dirumah kediaman Bapak Nasri Effas, pada hari kamis tanggal 26 juni 2014 di Taman Budaya dan Pada hari kamis 23 September 2014 di Taman Budaya.
15
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI RINGKAS SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU DAN SENIMAN MUSIK MELAYU
Pada bab ini penulis akan menjelaskan gambaran umum tentang lokasi penelitian dan biografi ringkas tentang beliau, yang menyatakan dirinya sebagai orang Melayu, yang pada dasarnya secara keturunan (darah) beliau adalah keturunan Jawa dan Mandailing. Ini juga menjadi salah satu fenomena menarik tentang identitas etnik di dalam kebudayaan Melayu. Beliau, karena lama berada dilingkungan masyarakat Melayu mulai dari bahasa, adat istiadat dan apalagi berbagai kesenian yang Beliau pelajari dari tari-tariannya, membuat instrumen musik, dan memainkan lat musik tersebut.
2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini, sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan dua wilayah pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (lebih kurang 38 km dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi). Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatra Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar Negara Sumatera Timur yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se
16
Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia (NRI), sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tidak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) afdeling, salah satu di antaranya adalah Deli en Serdang. Afdeling ini dipimpin oleh seorang Asisten Residen beribukota di Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota Medan, Bovan Deli beribukota Pancur Batu, Serdang beribukota Lubuk Pakam, dan Padang Bedagei beribukota Tebing Tinggi. Masing-masing afdeling ini dipimpim oleh seorang kontelir. Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam) Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) kewedanaan, yaitu: Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei, Padang (Kota Tebing Tinggi) pada waktu itu ibukota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota Medan, meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang, dan Bedagei.
17
Pada tanggal 14 November 1956, Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk merealisasinya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Namun, tahun demi tahun terus berlalu merubah perjalanan sejarah dan setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati penetapan Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang tanggal 1 Juli 1946. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986.
2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km2. Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut: (a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera, (b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, (c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai, dan
18
(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, secara administratif terdapat dua puluh dua (22) Kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang salah satunya adalah Kecamatan Tanjung Morawa. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2013, penduduk Kabupaten Deli Serdang mayoritas bersuku bangsa Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), Toba (10,78 %), Mandailing (6,71%), Melayu (6,22 %), Minangkabau (2,91%) Simalungun (1,68 %), dan lain lain (1,24 %). Sedangkan Agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang beragama Islam paling besar (78,22%), Kristen (19,30 %), Budha (2,03 %), Hindu (0,17 %), dan lainnya (0,29 %).
2.1.2 Letak Lokasi Penelitian Kecamatan Tanjung Morawa merupakan tempat tinggal Bapak Syahrial Felani, secara administratif kecamatan Tanjung Morawa mempunyai luas wilayah 13.175 ha yang terdiri atas 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Tanjung Morawa adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam.
Dari 26 desa tersebut, beliau tinggal di Desa
Tanjung Morawa B, tepatnya berada di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204 Dusun IV. Di lokasi tersebutlah beliau membuka bengkel instrumen gambus, membuka sanggar tari bernama Tamora 88 dan tinggal bersama keluarganya.
19
2. 2 Latar Belakang Budaya Melayu Deskripsi Melayu bisa dilihat kedekatannya dengan agama Islam. Melayu memang sangat erat
hubungannya
dengan
Islam, sehingga adapun sebuah
ungkapan ataupun gagasan adat yang bersendikan syarak syarak besendikan kitabbulah, yang artinya asas kebudayaan Melayu adalah hukum Islam (syarak). Sehinnga untuk menjadi orang Melayu harus mengikuti adat isriadat Melayu dan beragama Islam (Takari dan Fadlin, 2009). Syahrial Felani adalah seorang seniman Melayu yang asalnya bukan dari Melayu asli. Beliau adalah keturunan
Jawa dan Mandailing, akan tetapi dia
menyatakan bahwa dirinya adalah orang Melayu, dengan kemampuannya bisa berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam. Di samping itu identitas Melayu juga dapat dilihat melalui unsur-unsur kebudayaan Melayu.
Secara antropologis, unsur-unsur mencakup : agama,
bahasa, organisasi, mata pencaharian hidup, kesenian, pendidikan, dan teknologi. Di bawah ini terdapat tujuh unsur berikut.
2.2.1 Agama Islam adalah kepercayaan setiap warga masyarakat Melayu, karena Melayu sendiri pun berlandaskan Islam.
Untuk itu saya akan menjelaskan
bagaimana proses masuknya agama islam ke peradaban Melayu. Jika di Indonesia Islam berkembang pada Zaman kerajaan Hindu-Budha berkat hubungan dagang dengan Negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para
20
musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahien. Pada abad IV di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Taruma Negara yang dilanjutkan dengan kerajaan Sunda sampai abad XVI (Luckman Sinar, 1986). Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad VII hingga abad XIV,kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera. Hal ini di deskripsikan oleh seorang penjelajah Tiongkok yang bernama I-Tsing,
yang mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670. Pada saat puncak kejayaannya Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah, dan Kamboja (Luckman Sinar, 1986:65). Di abad XIV juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, yaitu Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dari Wiracarita Ramayana(sejarah dari Ramayana). Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke XII, melahirkan kerajaankerajaan bercorakan Islam, seperti Samudra Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit sekaligus menandai akhir dari era ini (Takari dan Fadlin 2009). Di samping itu ada pendapat dari yang Mansur menyatakan: “Besar kemungkinannya bahwa Islam dibawah oleh para wirausahawan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama dari tarikh Hijriyah atau abad ke VII-M. hal ini menjadi lebih kuat, menurut Arnold dalam The Preaching of Islam
21
sejarah
dakwah Islam dimulai pada abad II Hijriah, yaitu para pedagang Islam melakukan perdagangan dengan sailan atau Srilangka. Pendapat
yang sama juga
dikemukakanoleh Burger dan Prajudi (2004). Mansur menambahkan Van leur dalam bukunya Indonesian Trade and Society (2003), menyatakan pada 674 di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (koloni) Arab Islam. Perkampungan perdagangan ini dimulai dibicarakan lagi pada 618 dan 626.
Tahun-tahun
berikutnya
perkembangan
perdagangan
ini
dimulai
mempraktekan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat disepanjang jalan perdagangan di Asia Tenggara. Mansur juga mengkritik keras adanya upaya sebagian sejarawan yang menyatakan bahwa Islam baru masuk ke Indonesia setelah runtuhnya Kerajaan Hindu Majapahit (1478) dan ditandai berdirinya kerajaan Demak. Pada
umumnya
keruntuhan
Kerajaan
Hindu
Majapahit
sering
didongengkan akibat serangan dari kerajaan Islam Demak. Pada hal realitas sejarahnya yang benar adalah Kerajaan Hindu Majaphit runtuh akibat serangan raja Girindrawirdhana dari kerajaan Hindu Kediri pada tahun 1478 M. al-Atts mengatakan sarjana Barat melangsungkan penelitian ilmiah terhadap sejarah dan kebudayaan Kepulauan Melayu-Indonesia telah lama menyebarkan bahwa masyarakat kepulauan ini seolah-olah merupakan masyarakat penyaring, penapis, serta penyatu unsur-unsur berbagai kebudayaan. Banyak pertanyaan mengatakan kenapa Melayu sangat erat hubungan dengan Islam? Atau apa pengaruh yang diberikan Islam kepada masyarakat Melayu harus berdasarkan Islam. Al-Attas menguraikan bahwa ajaran Islam selalu memberikan keterangan dan memiliki sifat asasi insan itu ialah akal, dan unsur hakikat inilah yang menjadi perhubungan antara dia dan hakikat semesta.
22
Sebagaimana kegelapan lenyap dipancari sinar surya yang membuat setiap umat Islamselalu mencari kebenaran berdasarkan akal. Demikian juga kedatangan Islam dikepulauan Melayu di Indonesia yang membawa Rasionalisme dan pengetahuan akhlakserta menegaskan suatu sistem masyarakat yang terdiri rari individuindividu. Jadi Islam membawa peradaban yang mudah diterima, intelektualitasme, dan ketinggian budi insane ditanah Melayu. Al-Attas juga menunjukan bukti bahwa dari tangan ulama-ulama Islam lahirlah budaya sastra, tulisan, falsafah, buku, dan lain-lain,yang tidak dibawa peradaban sebelumnya. Islam memang tidak meninggalkan kebudayaan patung (candi) sebagaimana kebudayaan PraIslam (sumber: www.wikipedia.com). Disisi lain ada juga disebut dengan ras Proto-Melayu pedalaman, yaitu orang Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, yang memiliki kepercayaan adat istiadat sendiri. Memang pada dasarnya orang luar mengenal sebagian orang Asia itu adalah orang Melayu, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan lain sebagainya. Tetapi pada kenyataannya mereka tidak mengatakannya mereka sebagai orang Melayu, karena mereka memiliki agama, bahasa dan kebudayaan yang tidak sama dengan konsep kebudayaan Melayu. Seperti contoh penulis. saya beragama Kristen Protestan, saya berasal dari suku Batak Toba, saya menggunakan bahasa Batak dan bercampur dengan bahasa Indonesia, dan saya juga melakukan adat istiadat suku saya sendiri. Namun demikian, jika orang luar menyatakan saya orang Melayu
saya pasti akan
menjawab saya juga orang Melayu, karena pada dasarnyabahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Begitu juga dengan objek penelitian saya, Syahrial Felani adalah seorang yang bukan berasal dari Melayu asli melainkan suku Jawa, akan tetapi beliau memyatakan dirinya Melayu, karena beliau menggunakan adat
23
istiadat Melayu, beragama Islam, dan juga paham betul tentang kesenian budaya Melayu.
2. 2.2 Bahasa Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional dan bahasa pengantar di semua lembaga publik di sebagian Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca penduduk Nusantara sejak sekian lama. Bahasa Melayu juaga telah dipergunakan oleh mayarakat Indonesia, termasuk etnik Melayu. Akan tetapi dalam kebudayaan Melayu penggunaan bahasa khususnya dialek memiliki perbedaan dari lima kabupaten, jika orang Melayu di pesisir Timur, Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai bahasa Melayu dengan mengalihkan huruf vokal “o” di ujung kosa-kosa kata yang baku menggunakan vocal “a,” sebagai contoh kemano (kemana), siapo (siapa). Di Langkat dan di Deli mengalihkan hurufvokal “a” menjadi “e” di ujung kosa-kosa katanya, seperti contoh, kemane (kemana), siape (siapa). Dari sini kita bisa melihat meskipun akar kebudayaan etnik Melayu itu satu rumpun, namun ada juga perbedaan-perbedaan kecil yang membedakan etnik Melayu. Adapun
perbedaan-perbedaan
tersebut dikarenakan adanya
kebiasaan yang sudah dibawa dari nenek moyang yang pada saat itu mereka memiliki satu pengelompokan yang berbeda-beda (Zein, 1975:89). Bahasa yang digunakan dan difungsikan oleh Syahrial Felani adalah bahasa Indonesia. Biarpun beliau sendiri orang Jawa, akan tetapi dia lebih senang menggunakan dalam pergaulan sehari-hari.Beliau juga dalam berkesenian
24
selalu menggunakan bahasa Melayu dialek Deli dan Serdang, terutama untuk pertunjukan teater.
2.2.3 Mata Pencaharian Bagi orang Melayu yang tingal di desa, mayoritas mereka menjalankan aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Dikawasan pesisir pantai, umumnya orang Melayu bekerja
sebagai nelayan, yaitu
menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat-alat penangkap ikan. Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja disektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi dikalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutama orang Tionghoa. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu hidup berkecukupan. Selain itu banyak orang Melayu yang mempunyai pendidikan yang tinggi, seperti di universitaas di dalam maupun di luar negeri. Di samping itu menurut Metzger (dalam Takari dan Fadlin 2009) kelemahan orang Melayu dalam ekonomi adalah kurangnya mayarakat Melayu menghargai budaya lama, pemalas, dan kurangnya sifat ingin tahu. Untuk itu, sekarng ini tidak semua masyarakat Melayu hidup bertani, berkebun dan menjadi nelayan saja. Banyak juga orang Melayu yang profesinya menjadi guru, dosen, musisi, dan pejabat-pejabat tinggi. Orang Melayu di Sumatera Utara mempunyai pola hidup untuk mengejar ilmu setinggi-tingginya, bersaing dengan kelompok etnik lain. Bahkan ada juga yang belajar ke luar negeri, karena orang Melayu menjunjung tinggi pendidikan. Mereka ini ingin pintar dan cerdas, untuk dapat
25
membantu
semua
orang.
Bagi sebahagian besar orang Melayu,
mereka
mengamalkan ajaran agama Islam untuk terus mencari ilmu, yang sangat berharga yang tidak bisa hilang sampai mati. Syahrial Felani sebelumnya pernah terjun ke dunia transportasi sebagai supir ataupun kernek. Namun pada saat ini, mata pencaharian Syahrial Felani adalah seorang musisi, selain seorang musisi beliau juga mengajar sebagai guru tari di Binjai, pembuat alat musik gambus, dan menjual beberapa asesoris seperti pakaian perlengkapan pertunjukan kesenian Melayu.
2.2.4 Pendidikan Sebelum penjajahan Belanda, orang Melayu mendapat pendidikan Agama. Selama penjajahan, peluang pendidikan ala Eropa terbatas untuk orang Melayu di pedesaan, dan terpusat di daerah perkotaan, Pendidikan gaya Eropa sendiri hanya di kembangkan setelah Indonesia merdeka. Orang Melayu mengalami sebuah perkembangan yang pesat dalam dunia
pendidikan.
Karena
seperti
kita
ketahui,
orang Melayu
sangat
menjunjung tinggi yang namanya pendidikan ataupun ilmu. Inilah yang mereka bisa maju ke depan lebik baik, karena mereka juga ingin di hormati bukan dilecehkan. Dalam pendidikan formal, Syahrial Felani sendiri menyatakan nasibnya kurang baik, dikarenakan hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Namun beliau mempunyai alasan yang cukup kuat untuk tidak melanjutkan tingkat pendidikan selanjutnya, demi kebutuhan ekonomi dalam keluarga.
26
2.2.5 Teknologi Etnik Melayu pada dasarnya ingin terus berusaha menguasai teknologi, yang di antaranya bisa kita lihat dari pemakaian alat musik keyboard yang mereka gunakan dalam memainkan lagu-lagu Melayu. Sama halnya dengan teknologi-teknologi
lainnya seperti alat komunikasi
yang
dikenal
dengan
hanphone yang lazim digunakan semua masyarakat di Indonesia termasuk suku Melayu. Kemudian ada lampu sebagai alat penerang dirumah, kebanyakan mereka tidak menggunakan lampu teplok yang digunakan pada zaman dahulu untuk menerangi rumahnya. Kemudian
ada
komputer
sebaagai
alat
untuk
mempermudah dalam menyimpan data, dan terkadang laptop juga dipakai atau alat yang lebih canggih di bandingkan dengan komputer dipergunakan pada saat bersekolah, karena alat ini mudah untuk di bawa. Kendaraan juga sebagai teknologi yang sudah ada pada masyarakat Melayu. Untuk mempermudah perjalanan seperti sepeda motor, yang dulunya mereka menggunakan sepeda sebagai alat kendaraan untuk mencapai tujuan. Tetapi sekarang mereka sudah beralih ke sepeda motor atau yang lebih dikenal dengan “kereta,’’ bahkan ada juga yang menggunakan transportasi kendaraan mobil yang mempermudah perjalanan serta memiliki fasilitas yang baik untuk menepuh perjalanan jauh. Televisi juga sudah dimiliki oleh masyarakat Melayu untuk mengetahui berita-berita dari luar daerah dan dapat mengetahui keadaan Negara. Radio juga menjadi salah satu yang sudah ada dimiliki oleh masyrakat Melayu bahkan ada radio yang sudah memiliki kaset sehingga mereka tinggal memasukan kasetnya saja dan didengarkan.
27
Jika musisi Melayu sudah dari dulu diperkenalkan alat rekam, seperti merekam suara penyanyi, bunyi instrument musik Melayu, Syarial Felani sudah menggunakan teknologi
yang cukup canggih. Beliau menggunakan
laptop
untuk mengolah untuk mencoba hal-hal yang baru dalam proses pembahaasan lagu-lagu. Beliau juga membuat suatu alat bantu seperti spull guitar untuk membantunya agar suara yang dihasilkannya cukup kuat untuk didengar. Karena suara alat musik gambus yang begitu lembut, sulit untuk didengar jika tidak menggunakan alat bantu. Pada saat proses pembuataan alat musik gambus, dulunya beliau menggunakan gergaji manual untuk pemotongan pada kayu. Akan tetapi, sekarang ini beliau sudah
menggunakan gergaji mesin (senso,
chinshaw) untuk mempermudah pemotongan kayu. Jika dilihat kondisi saat ini beliau sudah mengikuti perkembangan zaman dan sudah menikmati teknologi yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari serta alat-alat rekaman yang digunakannya untuk kepentingannya sebagai seniman Melayu.
2.2.6 Kesenian Kesenian yaitu sebuah hasil karya
yang diciptakan oleh penciptanya
sendiri untuk menghasilkan sebuah keindahan. Adapun seni musik yaitu salah satu media ungkapan hati (sumber: www. wikipedia.com). Untuk itu kesenian ini menjadi warisan yang diturunkan secara turun-temurun, agar masyarakat Melayu
dapat
dikenal
dan memiliki identitas untuk diperkenalkan
pada
masyarakat lain. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya, didalam musik terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari pada proses enkulturasi juga yang terjadi dalam musik kebudayaan masyarakat
28
Melayu Sumatera Utara. Pertunjukan musik tradisisonal megikuti aturanaturan tradisional. Pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasaan alam, mantera (jampi) yang tujuannya menjauhkan bencana, mengusir hantu atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi berdasarkan transmisi. Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan Eric M. Von Horn bostel (1914), maka keseluruhan alat-alat musik Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokan kedalam klasifikasi (1) idiofon penggetar utamanya badannya sendiri, (2) membranofon, penggetar utamanya membrane, (3) kordofon, penggetar utamanya senar, (4) aerofon, penggetar utamanya kolom udara. Instrument musik Melayu itu sendiri ialah gendang ronggeng, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, tabla, dan baya (membranofon). Tetawak, gong, canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang (idiofon).
Ud,
Gambus, biola,
dan rebab
(kordofon). Akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi (aerofon). Dalam sistem klasifikasi diatas, gambus merupakan alat musik Melayu yang berpengaruh pada masa masuknya Islam terjadinya kontak budaya, yang dianggap musik dari luar menjadi bagian dari tradisi musik Melayu. Gambus merupakan salah satu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini identik dengan bernafaskan Islam, alat musik ini juga memiliki fungsi sebagai pengiring tarian zapin dan nyanyian pada waktu diselenggarakan pesta pernikahan atau acara syukuran. Begitu juga dengan bapak Syahrial Felani yang merupakan musisi Melayu juga pembuat alat musik gambus.
29
2.2.7 Sistem Organisasi Sistem politik Melayu adalah musyawarah, yang dijalankan konteks kebudayaan.
Musyawarah yang dijalankan,
biasanya
membahas
mengenai
berbagai hal seperti pengelolaan sistem tanah adat berdasarkan budaya dan adat setempat. Sehingga sistem musyawarah yang dijalankan akan memiliki corak dan karakter yang berbeda antara daerah yang lain. Di sini kita dapat melihat bahwa suku Melayu telah mengenal system politik yang mengakar kepada kebudayaan. Tidak
mengherankan
bahwa
suku Melayu
mempunyai
ikatan
persaudaraan yang kuat, sebab musyawarah memaknakan adanya tolong menolong
dan
kesetiakawanan
social,
sebagai
suatu
pemufakatan.
Musyawarah juga merupakan sarana, dimana rakyat dapat diposisikan untuk membangun aturan-aturan dasar dalam kehidupannya yang bersumber kepada adat hukum setempat. Sama halnya dengan organisasi ataupun perkumpulan yang sudah dibuat oleh orang Melayu itu sendiri. Mereka selalu mengutamakan yang namanya musyawarah yang bertujuan untuk menghargai adanya pendapatpendapat, dan masukan-masukan yang ingin disampaikan oleh anggotaanggota dalam organisasi tersebut. Salah satu organisasi yang dibentuk oleh masyarakat Melayu adalah MABMI yaitu Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Organisasi ini bukan semata-mata hanya sebuah kumpulan orangorang Melayu yang hanya duduk saja, akan tetapi organisasi ini memiliki tujuan untuk melestarikan budaya Melayu. Sehingga organisasi ini tidak
30
sungkan-sungkan
mengeluarkan
biaya sebesar apapun
yang
namanya
melestarikan kebudayaan.
2.3 Pengertian Biografi Dalam disiplin sejarah biografi dapat didefinisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisis dan menerangkan kejadiankejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca bografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai ceritaceritaatau pengalaman-pengalaman selama hidupnya. Suatu karya biografi biasanya bercerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya. Namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja. Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih
31
hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa, namun ada juaga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topiktopik pencapaian tertentu. Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung, bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, kliping atau Koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku, refrensi atau sejarah yang memaparkan peranan subjek biografi tertentu. Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain sebagai berikut. (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apalagi yang perlu anda ketahui mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih banyak anda utarakan dan tuliskan. Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yag dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tertentu; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memilkiki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko, atau nkarena keberuntugannya; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait
32
denagn beliauakan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian. Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaanatau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkapdanmenarik(terjemahanAry(2007) pada (www.Infoplease.com/homework/wsbiography.html).
2.3.1 Alasan Dipilihnya Syahrial Felani sebagai Fokus Kajian Dalam tulusan ini, penulis memilih Syahrial Felani sebagai objek penelitian, dikarenakan beliau mampu memiankan dan membuat alat musik gambus Melayu, diantaranya adalah sebagai berikut/ a.
Beliau adalah salah-satu dari segelintir orang Melayu di Sumatera yang dapat membuat alat musik gambus.
b.
Selain itu, menurut keterangan para informan, beliau dapat memiankan alat musik gambus dengan sangat baik, beliau juga dapat menari tari-tarian Melayu dan tarian Minangkabau dengan bukti hingga saat ini beliau masih mengelolah seni yang bernama Tamora 88 yang berada di alamat rumahnya.
c.
Gambus hasil buatan Bapak Syahrial Felani banyak dipakai oleh para musisi pemain alat musik gambus yang berada diSumatera Utara.
d.
Hasil karya beliau juga dikirim kedaerah luar Sumatera Utara seperti Riau dan Kepulauan Riau.
e.
Beliau yang merupakan seorang keturunan Jawa dan Mandailing
yang
memiliki jiwa berkesenian Melayu dikarenakan berada dilingkungan etnis Melayu .
33
Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan dan wawancara dengan Bapak Syahrial Felani. Peranan dan pengalaman beliau yang banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai kenidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat musik dan lebih dikhususkan instrumen musik gambus buatan beliau. Melalui wawancara penulis akan mencatat kehidupannya berdasarkan dimensi waktu, ide-ide kreatif beliau dalam pembuatan instrumen musik tradisional Melayu, dalam hal ini gambus adalah salah satu instrumen musik Melayu. Penulis juga membahas bagaimana pengalaman hidup beliau, tanggapan masyarakat khususnya masyarakat Melayu mengenai bentuk instrument musik Melayu yang dibuat oleh beliau.
2. 4 Biografi Syahrial Felani Biografi Syahrial Felani yang akan dideskripsikan dalam tulisan ini, mencakup aspek-aspek latar belakang keluarga, pendidikan beliau, kehidupan sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik.
2. 4. 1 Latar Belakang Keluarga Syahrial Felani lahir di Medan pada tanggal 15 November 1959, anak dari Bapak Muhammad Suhud dan Ibu Hafni boru Harahap.Sementara asal-usul keluaraga Bapak Syahrial Felani berasal dari Purwokerto di Pulau Jawa dan Ibunya lahir di Tapanuli Selatan. Ketika itu Ayah
beliau berprofesi sebagai
pekerja perkebunan sebagai buruh mempunyai dua orang anak, dan orang tua beliau pindah profesi sebagai pegawai di perusahaan kereta api di Tanjung Pura dengan nama PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Setelah itu orang tua beliau
34
pindah tugas ke kompleks perumahan PJKA (Titi Gantung/ Lapangan Merdeka, yang berada di kawasan pusat kota medan. Ibu beliau berprofesi sebagai guru ngaji di daerah tersebut dikenal dengan nama Wak Idah. Di kawasan itulah keluarga beliau sangat di kenal karena profesi Ibu beliau sebagai guru ngaji. Beliau sering duduk bersama di bawah pohon dengan sahabat karibnya, di gang buntu namanya, sambil bermain gitar dan temannya yang bernyanyi. Di situlah jiwa seni beliau mulai tertuangkan dan awal mula ketertarikannya dalam dunia seni. Syahrial Felani merupakan anak ke 5 (lima) dari 9 (sembilan) bersaudara, yang masing–masing adalah sebagai berikut: 1.
Zulkarnain(laki-laki)
2.
Suyitno(laki-laki)
3.
Zuraidah (perempuan)
4.
Dahlan Efendi (laki-laki)
5.
Syahrial Felani (laki-laki) sebagai Informan
6.
Masrin (perempuan)
7.
Masrun (laki-laki)
8.
Masita (perempuan)
9.
Maswan (laki-laki)
2. 4. 2 Latar Belakang Pendidikan Syahrial felani menyelesaikan pendidikannya hanya sampai tamat di bangku SD (sekolah Dasar) pada tahun 1972. Beliau tidak dapat melanjutkan pendidikannya dikarenakan faktor ekonomi yang tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan
sekolah. Beliau harus merelakan pendidikannya agar saudara-
35
saudaranya bisa melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi dibandingkan dengan beliau. Jadi beliau hanya sampai disitu saja. Diantara ke-9 saudaranya, hanya kakak tertuanya lah yang menempuh pendidikan tertinggi pada tingkat SMA. Ketika itu kakaknya sedang melanjutkan ke Perguruan Tinggi ternyata tidak dapat menyelesaikan studinya alasan karena terkena gangguan jiwa.
2. 4. 3 Keluarga Syahrial Felani Syahrial Felani berumah tangga pada tanggal 6 bulan Mei tahun 1990 dengan istrinya yang bernama Rida Safitri di Tanjung Morawa. Rida Safitri juga seorang seniman, dimasa mudanya ia adalah seorang penari. Saat ini Rida Safitri berstatus sebagai guru, ia mengajar di Sekolah Dasar (SD) yang berada di Tanjung Morawa. Beliau dikaruniakan seorang anak perempuan bernama Ferita, lahir pada tanggal 12 Februari 1991. Di masa kecilnya, anak beliau telah mengeluarkan bakat seni yang terlahir dari darah kedua orang tuanya, prestasi yang di sumbangkannya telah banyak Ia hasilkan mulai dari menyanyi, menari, teater dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari di tahun 2010 anak perempuan beliau menikah dengan seorang laki-laki yang bernama Rudi Prawira.
2. 4. 4 Latar Belakang Syahrial Felani Sebagai Seniman Melayu Awalnya beliau mulai berkesenian hanya berada di pekarangan rumahnya atau istilahnya ia sebut gang buntu namanya. Di gang buntu tersebut, mereka mempunyai (dikatakan istilah ikatan senior junior) di daerahnya. Kemudian ada salah seorang temannya mengajak untuk belajar berkesenian bermusik di Taman
36
Budaya Medan pada Tahun 1976. Di Taman Budaya tersebut beliau menggeluti berbagai kesenian dibidang musik, teater,dan tari. Pada tahun 1977 beliau mengikuti pertunjukan di Malaysia dalam bidang kesenian dalam acara silat, orkes, dan menari. Disaat itulah beliau pertamakali melakukan perjalanan ke luar negeri. Hingga sampai tahun 1981 beliau masih melakukan berbagai kegiatan kesenian yang berada di Taman Budaya Medan. Di tahun 1982 beliau dikirim dari Taman Budaya untuk bergabung dan belajar lagi di Lembaga Studi Tari Patria (LSTP) dengan Yose Rizal Firdaus, S.H., di Perbaungan (dulunya Deli Serdang sekarang Serdang Bedagai). Di sinilah beliau mulai sangat di khususkan untuk belajar kesenian Melayu walaupun di Taman Budaya juga sudah belajar. Melalui lembaga inilah beliau banyak mengikuti segala kegiatan acara yang diadakan oleh berbagai daerah seperti di Binjai, Langkat, Asahan dan Deli Serdang karena lembaga studi ini mempunyai dana yang besar. Jadi segala bentuk tarian Melayu sudah dilatih dan siap dipertunjukan dalam kegiatan acara apapun, seperti kegiatan acara Pesta Budaya Melayu. Melalui lembaga inilah beliau untuk pertama kali berangkat ke Jakarta pada tahun 1984 mengikuti festival dalam acara pertunjukan Nusantara yang di ikuti 27 provinsi, dikirim 2 grup secara seleksi yaitu Grup Deli Serdang dan Group Asahan kemudian digabung menjadi satu. Pada tahun 1985 beliau mengikuti acara festival teater di Padang dan di saat itulah beliau bertemu dengan istrinya. Pada tahun 1986 hingga 1987 beliau membentuk sebuah grup yang masih dibawah Lembaga Studi Tari Patria (LSTP) karena Patria mempunyai cabang-cabang atau diistilahkan dengan studio.
37
Pada tahun 1988 beliau mendirikan sanggar tari yang bernama Tamora 88 yang beralamatkan di Tanjung Mulia dan hingga tahun 1996 sudah membuat karya tari seperti tari Zapin Nguncah I dan II. Tahun 2000 Hijrah ke Jakarta bergabung dengan Rizaldi Siagian dengan kelompok Grenek yang dipimpin Rinto Harahap mengisi acara ulang tahun TVRI (Televisi Republik Indonesia). Tahun 2001 bersama Grenek mengisi acara Salam Mesra Ramadhan di Rajawali Citra Televisi Indonesia(RCTI) sebagai pemain musik (perkusi). Beliau juga bergabung dengan para seniman di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dan ikut diberbagai event dan komunitas musik. Selanjutnya, tahun 2005 ikut acara merayakan Ulang Tahun Kompas ke-40 yang bertajuk “Megalitikum Kuantum” di Jakarta Convention Center (JCC) pada tanggal 28 sampai 29 Juni 2005. Pada tahun 2010 sebagai penata musik unggulan Parade Tari Mas Merah Zapin Nusantaradi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tahun 2011 ke Belanda (Den Haag) membawa misi seni tarian daerah pada acara penggalangan dana korban gempa di Padang. Di tahun 2012 masih membina lembaga kesenian Tamora 88 yang didirikannya hingga sampai saat ini.
38
Gambar 1. Pertunjukan Musik di Singapura sebagai Pemain Rebab Melayu (Dokumentasi:Syahrial Felani, 2010)
Gambar2: Piala-piala Penghargaan Bidang Seni Untuk Syahrial Felani (Dokumentasi Penulis, 2014) 39
Gambar3: Piagam Penghargaan di Tahun 2010 Dari Taman Mini Indonesia Indah (Dokumentasi: Syahrial Felani, 2010)
Gambar 4. Sertifikat penghargaan Tahun 2010 di Singapura (Dokumentasi: Syahrial Felani, 2010)
40
2.4.5 Syahrial Felani Sebagai Pembuat alat Musik Awal mulanya ketertarikan beliau dengan alat musik gambus pada tahun 1982, ada seorang musisi pemain alat musik gambus bernama Bapak Hasan. Bapak Hasan adalah seorang musisi pemain orkes yang berasal dari Binjai. Ketika itu, Bapak Hasan sedang memainkan alat musik gambusnya. Permainan yang dilakukan beliau membuat Syahrial Felani jatuh hati mulai dari bentuk dan suara yang dihasilkannya. Setiap beliau memainkan alat musik gambus, Syahrial Felani mulai tertarik untuk belajar memainkannya, dengan cara memperhatikan teknikteknik yang dimainkan beliau. Bapak Hasan inilah yang menjadi inspirasi Syahrial Felani untuk menjadi seorang musisi pemain gambus. Hingga beberapa tahun kemudian
Syahrial Felani belajar bagaimana
memainkan alat musik gambus. Di saat itulah Syahrial Felani merasa jiwanya sudah menjadi seorang Melayu, karena kehidupannya yang selalu berada didalam masyarakat Melayu
mulai dari bahasa, makanan hingga kebudayaan yang
dijalankan oleh masyarakat Melayu. Padahal Syahrial Felani adalah seorang yang berketurunan Jawa. Setelah beliau memahami bagaimana cara memainkan gambus, beliau sudah berani mencoba dan untuk pertamakali mempertunjukaannya di Taman Budaya Medan di tahun 1986. Inilah sebagai langkah pertama ia menjejakkan diri sebagai musisi alat music gambus dalam kehidupannya. Seterusnya pada waktu tahun 1987 Syahrial Felani mencoba untuk membuat alat musik gambus, dengan mengamati gambus yang dimiliki Bapak Hasan, Syahrial Felani mencoba untuk membuat gambus dengan pengamatannya saja tanpa penelitian. Gambus yang dibuat Syahrial Felani dengan menggunakan bahan yang sederhana, senar yang dibuatnya secara berlapis-lapis dan suara yang
41
dihasilkannya dengan apa adanya.
Gambus ini dibuat atas dasar kreativitasnya
untuk mengikuti suatu program dalam bentuk ujian di Lembaga Studi Tari Patria, karya tari bernama tari Nguncah. Beliau disitu mempunyai posisi sebagai pemain musik gambus. Alat musik gambus yang dimainkan beliau adalah gambus yang telah beliau ciptakan sendiri dengan apa adanya. Ternyata atas dasar kreativitas beliau, beliau mendapatkan hasil positif dari hasil karyanya sendiri. Saat itu gambus yang dibuat beliau belum berdasarkan ukuran yang akurat, sebagaimana layaknya gambus dalam tradisi musik Melayu. Beliau membuatnya berdasarkan fillingnya saja.Namun demikian, setelah melakukan beberapa pengamatan terhadap cara kerja pembuatan gambus yang dilakukan oleh Bapak Rizaldi Siagian di tahun 1996, mulailah beliau membuatnya berdasarkan ukuran, mulai dari panjang, tinggi, lebar, dan aspek akustik lainnya, agar beliau mudah untuk mengerjakan tidak lagi berdasarkan ukuran pengamatannya saja tetapi sudah memiliki ukuran dan bentuk yang akurat.
42
Gambar5: Beberapa Koleksi Alat-alatMusik Syahrial Felani (Dokumentasi:Penulis, 2014
Gambar6: Demonstrasi Pembuatan Gambus di Singapura, 2010 (Dokumentasi Foto Album Syahrial Felani) 43
BAB III KAJIAN ORGANOLOGIS GAMBUS
3. 1 Klasifikasi Gambus Curt Sachs dan Erich Von Hornbostel adalah dua ahli organologi alat musik (instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman, yang telah mengembangkan satu sistem pengklasifikasian atau penggolongan alat-alat musik. Sistem penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar, yaitu: A. Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang direngangkan. Contoh adalah gitar dan biola. B. Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara. Sebagai contoh adalah suling, terompet, atau saksofon. C. Membranofon, di mana pengetar utama penghasil bunyi adalah membrane atau kulit. Contoh adalah gendang dan drum. D. Idiofon, di mana penggetar utama bunyi adalah badan atau tubuh dari alat musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi. Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sahcs dan Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis harpa; (4) jenis lute; dan(5) jenis siter.
44
Berdasarkan jenis karakteristik yang terdapat pada gambus dapat digolongkan kedalam jenis chordophone, maka penulis akan melihat dari fisik alat musik tersebut, sehingga gambus tersebut diklasifikasikan menjadi: 1. Chordophone, one or more strings are stretched between fixed points Kordopon yang memiliki satu senar atau lebih yang direnggangkan antara dua bidang batas yang sudah ditentukan. 2. Composite chordophone, a string bearer and a resonator are organically united and can not be separted without destroying the instrument. Kordopon gabungan yang memiliki sebuah tempat senar dan sebuah resonator yang secara organologis disatukan dan tidak dapat dipisahkan tanpa merusak alat musiknya. 3. Lutes, yaitu rancangan senarnya paralel ataupun sejajar dengan kotak suaranya. 4. Handle lute, yaitu lute yang dipegang. Gambus ini dimainkan dengan menggunakan tangan. 5. Long neck lute, yaitu lute yang berleher. Secara fisik gambus ini memiliki leher panjang, dimana leher sebagai papan jari (finger board) dengan letak senarnya sejajar dengan kotak resonatornya. 6. Plucked instrument, yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik dan secara teknis dipetik dengan menggunakan jari tangan kanan dan terkadang menggunakan claver. 7. Fretless, yaitu alat musik gambus ini tidak memiliki batas pemisah pada papan jari penghasil nadanya (fret).
45
3.2 Sejarah Singkat Masuknya Gambus di Indonesia Dari beberapa informasi yang telah penulis temukan diantanranya adalah bapak Syahrial Felani (pembuat gambus), beberapa refrensi berupa buku, dan media internet bahwa asal usul alat musik gambus berasal dari negeri Timur Tengah. Melalui proses penyebaran agama Islam memberikan pengaruh terhadap bentuk keseniannya. Menurut Hamka (1963:87-88, dalam Hasjmy, 1990:3), Agama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi. Agama Islam datang ke Indonesia dengan dibawa oleh saudagarsaudagar Islam. Saudagar-saudagar tersebut bukan hanya dari Arab saja, melainkan ada yang berasal dari Persia dan Gujarat. Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari orang-orang Arab atau India. Msuknya Islam yang beridentitas padat ke Asia Tenggara yang tercatat adalah pada abad ke tiga belas. Marcopolo mencatat bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan bernama Perlak (Hill 1963). Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad ke lima belas kerajaan Aru dipesisir Timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes 1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini. Di pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga kesultana Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli dan Serdang- yang berada dikawasan bekas kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Paa abad ke 16 dan 17, Aru menjadi rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdiri abad ke 16. Sesudah tahun 1612, kerajaan ini dikenal dengan kerajaan Deli. Kemudian Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720 (Lukman
46
Sinar,1986:67). Kemungkinan besar seni zapin masuk di era kesultanankesultanan Islam di pesisir Timur Sumatera Utara ini. Bagaimana pun selain ajaran Islam, masyarakat Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti zapin, yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai sarana dakwah jadi abad ke- 17 ini kemungkinan berdasar fakta sejarah masuknya seni-seni Islam dikawasan Sumatera Timur. Pengaruh yang diberikan Islam kepada masyarakat, memberikan keterangan dan memiliki sifat asasi insan itu ialah akal, dan unsur hakikat inilah yang menjadi perhubungan antara dia dan hakikat semesta. Demikian juga kedatangan Islam dikepulauan Melayu di Indonesia yang membawa rasionalisme dan pengetahuan akhlak serta menegaskan suatu system masyarakat yang terdiri dari individu-individu. Jadi Islam membawa peradaban yang mudah diterima, intelektualitasme, dan ketinggian budi insan di Tanah Melayu. Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di kebudayaan Melayu salah satunya adalah alat musik Gambus, di Arab dikenal dengan nama ‘ud.Gambus tersebut sudah beradaptasi dengan wilayah setempat. Di Indonesia sendiri terdapat ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Walaupun bentuk ukurannya berbeda, tetapi suara yang dihasilkannya tetap bernuansa Timur Tengah. Jadi, alat musik tersebut berasal dari Arab, hasil dari adaptasi dan proses akulturasi pada awal abad ke-18 yang dibawa ke Tanah Melayu (wawancara dengan Syahrial Felani, Mei 2014).
47
3.3 Konstruksi Gambus Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada gambus buatan Syahrial Felani. Instrumen ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing, antara lain sebagai berikut.
Gambar7: Konstruksi Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
Keterangan: 1. Kepala gambus adalah bagian paling atas tempat telinga gambus/penutup bagian depan. Bentuk kepala inilah yang melambangkan bahwa gambus tersebut berbentuk seperti belalang. 2. Telinga gambus adalah bagian untuk pengatur nada senar gambus pada gambus buatan beliau memiliki 9 telinga gambus, karena gambus buatannya memiliki 9 senar. 3. Leher gambus adalah bagian yang digunakan untuk memainkan nada gambus ( finger board ).
48
4. Lubang suara berfungsi menyerap suara dari petikan gambus dan memantulkan suara dari bagian kulit gambus yang terbuat dari kulit kambing.Bentuk, jumlah maupun ukuran lubang berdasarkan buatan beliau. 5. Kulit merupakan bahan penutup bagian depan yang terbuat dari kulit kambing, mempunyai lebar 25 cm dan panjang 29 cm. 6. Cedak/kuda-kuda merupakan penyangga senar bagian bawah. Berguna untuk mengatur posisi senar supaya berada diatas kulit kambing, sehingga senar gambus dapat diatur ketegangannya. 7. Ekor merupakan bagian paling ujung bagian gambus untuk mengikat senar-senar gambus. 8. Perut merupakan bagian tempat beradanya lubang resonator.
3.4 Ukuran Bagian-bagian Gambus Menurut beliau, gambus Melayu pada umumnya tidak memiliki standar ukuran yang tetap. Ukuran gambus tergantung pada pembuatnya. Selain itu faktor utama penentu ukuran gambus adalah diameter dan panjang kayu yang tersedia. Menurut penjelasan Syahrial felani, zaman dahulu, ukuran gambus "distandarkan" dengan ukuran jengkal. Karena tidak adanya kesamaan panjang jengkal pada setiap tukang, maka saat ini kita dapat menemukan gambus dengan bermacammacam ukuran. Ukuran dan bagian-bagian gambus yang penulis paparkan berikut ini adalah sesuai dengan ukuran gambus buatan Bapak Syahrial Felani.
49
Gambar 8: Ukuran Panjang Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.4.1 Bagian Kepala Bagian kepala memiliki panjang 26 cm, pada bagian penutup kepalanya mempunyai panjang 21 cm, lebar 7,5 cm dan ketebalannya 1 cm. untuk bagian kepala (dilihat dari samping) ketinggiannya memiliki variasi yang berbeda seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 9: Ukuran Bagian Kepala Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
50
3.4.2 Bagian Leher Pada bagian leher terdapat papan jari (finger board) seperti pada bagian gitar, hanya saja yang membedakan pada papan jari gambus tidak terdapat fret yaitu jarak nada dan terdapat lubang suara di papan jari (finger board). Untuk ukuran papan jari dari pada permukaan dan ketebalan bagian atas hingga ke bawah memiliki ukuran yang berbeda seperti yang terlihat pada gambar.
Gambar10: Ukuran Bagian Leher (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.4.3 Bagian Perut Bagian perut gambus memiliki ukuran panjang 29 cm dan lebar 25 cm yang dilapisi oleh kulit kambing dan tinggi perut mempunyai panjang 15 cm.
Pada bagian tengah terdapat cedak yang berfungsi sebagai
penyangga senar bagian bawah.
Gambar 11: Ukuran Bagian Perut (Dokumentasi Penulis, 2014)
51
3.4.4 Bagian Ekor Bagian ekor adalah bagian yang paling bawah yang terdapat pada gambus ini. Pada bagian ekor beliau membentuknya seperti bentuk kubah rumah ibadah (mesjid). Ukuran ekor buatan beliau memiliki panjang 9 cm, lebar 8 cm dan ketebalannya 2 cm.
Gambar 12: Ukuran Bagian Ekor (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.4.5 Jarak Senar Pada bagian senar mempunyai jarak yang berbeda dalam penyusunannya. Terdapat 5 baris senar. Untuk bagian atas jarak senar memiliki jarak masing-masing 1 cm, dan untuk ukuran 4 senar yang berlapis memiliki jarak 0,3 cm. Untuk bagian bawah jarak senar memiliki jarak senar masingmasing 1, 5 cm dan untuk ukuran 4 senar yang berlapis memiliki jarak 0,3 cm. Pada bagian cedak/kuda-kuda memiiliki panjang 9 cm dan ketinggiannya 2,8 cm sebagai pengatur posisi senar agar tidak menempel pada kulit kambing.
52
Gambar 13: Ukuran Jarak Senar (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.5 Teknik Pembuatan Gambus Pembuatan gambus seluruhnya dilakukan dengan cara buatan tangan (hand made), meskipun seiring perkembangan waktu dan tentunya perkembangan teknologi yang semakin maju saat ini sudah menggunakan beberapa peralatan mesin untuk membantu meringankan dalam proses pembuatannya agar lebih cepat dan efesien dalam waktu pengerjaannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai bahan bahan, peralatan, dan teknik pembuatan gambus tersebut.
3.5.1 Bahan Baku yang Digunakan 3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan gambus Kayu digunakan sebagai bahan baku untuk membuat badan gambus. Menurut Bapak Syahrial Felani kayu nangka menjadi kayu yang menjadi pilihan utama untuk membuat gambus
karena
daya tahan maupun suaranya
menghasilkan kualitas yang bagus. Kelebihan kayunya menurut beliau seperti bobotnya yang ringan, kuat, tidak mudah retak ketika kering dan mudah dipahat ataupun diolah di dalam pengerjaannya,
hasilnya tidak menimbulkan serabut
serabut di permukaan (berbulu). Bukan berarti kayu mahoni ataupun jati tidak dapat dipakai untuk menjadi bahan dasar membuat gambus hanya saja jenis kayu
53
tersebut sulit dalam pengerjaannya. Dibutuhkan usia kayu nangka yang berusia rata-rata 20 tahun dan sudah berdiameter 36 cm. Beliau peroleh dengan cara memesan/membeli kepada orang yang biasa menjual kayu. Biasanya kayu yang beliau pesan sudah mempunyai ukuran untuk membuat gambus dengan potongan yang berukuran panjang 1 meter dan berdiameter 36 cm. kayu yang mempunyai ukaran tersebut dibelah menjadi dua dan bisa membuat 2 alat musik gambus. Proses pengeringan kayu terjadi secara alami (dikeringkan dalam ruang terbuka atau diletakan didalam gudang). Tetapi, kayu tersebut memiliki kelemahan jika terlalu kering dibiarkan lama akan memperlambat dalam proses pengerjaannya, kayu akan semakin keras. Kira-kira jika sudah kelihatan kering sebaiknya bahan langsung dikerjakan.
Gambar 14: Batang Kayu Nangka (Dokumentasi: Penulis, 2014)
3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Gambus Untuk membuat penutup gambus dibutuhkan bahan yang berbeda, karena bahan penutup gambus terdapat 2 macam lubang resonator yaitu : lubang
54
resonator pada badan gambus dibutuhkan bahan penutupnya memakai kulit Kambing dan
lubang resonator pada bagian
leher gambus bisa juga
menggunakan bahan kayu yang sama atau kayu tersebut adalah sisa potongan yang bisa digunakan untuk membuat penutupnya.
Gambar 15: Bahan Penutup Lubang, Kulit kambing (Dokumentasi: Penulis, 2014)
Gambar 17: Kayu nangka yang telah di ukur. (Dokumentasi: Penulis, 2014)
55
3.5.1.3 Bahan pembuat setelan (tuning peg) Bahan ini terbuat dari kayu, dibentuk berdasarkan ciri khas yang dimiliki gambus, yang dapat dibedakan dengan tuning peg pada gitar. Alat ini berfungsi untuk menyetel senar tinggi rendahnya senar gambus yang dipasang.
Gambar18: Kupingan (Setelan) (Dokumentasi:Penulis, 2014)
3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar Bahan ini dahulunya terbuat usus kambing, tetapi sekarang menggunakan senar nilon, seperti yang ada pada senar gitar.
Gambar 19: Senar Nilon untuk Gambus (Dokumentasi: Penulis, 2014)
56
3.5.1.5 Bahan pembuat pick Bahan ini terbuat dari bahan plastik yang berfungsi untuk mempermudah memetik senar pada gambus.
Gambar 20: Pick (Dokumentasi: Penulis, 2014)
3.5.2. Bahan Tambahan 3.5.2.1 Lem Kayu Lem kayu ini berfungsi sebagai alat perekat, yang akan menempelkan bahan penutup pada permukaan bagian depan gambus.
Gambar21: Lem kayu (Dokumentasi: Penulis, 2014) 57
3.5.2.2 Melamin dan Thiner Bahan ini digunakan untuk menutup bagian pori-pori yang terdapat pada kayu dan memperkuat kayu agar dapat bertahan lama.
Gambar 22: Melamin dan Thiner (Dokumentasi: Penulis, 2014)
3.5.2.3 Cat Pilox Cat ini sebagai pemberian warna pada gambus, agar gambus terlihat lebih menarik, digunakan cat semprot agar cepat kering dan tidak memerlukan waktu yang lama.
Gambar22: Cat Pylox (Dokumentasi: Penulis, 2014) 58
3.6 Peralatan yang Digunakan 3.6.1 Senso atau Gergaji Mesin Digunakan untuk memotong pohon nangka yang akan digunakan untuk bahan pembuatan gambus. Senso
ini digunakan dalam tahap kasar, dimana
kondisi kayu nangka dalam keadaan masih berbentuk gelondongan/bulat.
Gambar 23: Senso ( Dokumentasi Penulis) 3.6.2 Pahat Pahat adalah alat berupa bilah besi yang tajam pada ujungnya untuk melubangi resonator. Untuk melubangi lubang yang kecil dibutuhkan pahat yang berbentuk lurus.
Gambar 24: Pahat ( Dokumentasi Penulis, 2014)
59
3.6.3 Gergaji gergaji ini digunakan untuk memotong bagian bagian gambus yang sudah dibentuk.
Gambar 25: Gergaji (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.6. 4 Ketam Ketam berfungsi untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan permukaan kayu. Dengan menggunakan ketam, proses untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan akan lebih mudah dalam pengerjaannya.
Gambar 26: Ketam (Dokumentasi Penulis, 2014)
60
3.6.5 Amplas Amplas (disebut juga kertas pasir) adalah sejenis kertas yang digunakan untuk membuatpermukaan benda-benda menjadi lebih halus dengan cara menggosokkan salah satupermukaan amplas yang telah ditambahkan bahan yang kasar kepada permukaan bendatersebut. Amplas atau kertas pasir dipakai pada tahap kerja halus pada pembuatan gambus.
Gambar 27: Amplas (Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.6 Palu Kayu Palu kayu digunakan untuk memukul pahat untuk melubangi kayu nangka sebagai lubang resonator pada gambus. Palu kayu terbuat dari batang kayu jambu kelutuk (Guavva), digunakan palu kayu agar permukaan pada pahat tidak mudah rusak pada saat pemukulannya karena pahat pahat yang digunakan terbuat dari besi.
Gambar 28: Palu Kayu ( Dokumentasi Penulis, 2014) 61
3.6.7 Penggaris dan Meteran Untuk mengukur bagian bagian gambus
sehingga sesuai dengan
kerangkanya, maka digunakan rol meteran. Rol yang digunakan adalah rol yang berukuran 50 cm dan meteran yang digunakan berukuran 5 m, ataupun disesuaikan dengan ukuran kulcapi yang akan ditempah.
Gambar29: Penggaris dan meteran (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.6.8 Gerinda lisrik Mesin gerinda berfungsi juga untuk meratakan permukaan kayu. Dengan menggunakan mesin tersebut akan mempermudah dalam proses penghalusannya.
Gambar30: Gerinda Listrik (Dokumentasi Penulis, 2014) 62
3.6.9 Bor Listrik Bapak Syahrial Felani sudah menggunakan bor listrik yang digunakan untuk
membuat
lubang
pada
bagian
kepala
gambus
sebagai
tempat
setelan/kupingan gambus, dengan menyesuaikan diameter dan ukuran mata bor yang digunakan.
Gambar 31: Bor Listrik (Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.10 Gergaji Besi karena pada ukuran tuning/kuping pengatur nada yang berukuran relatif kecil, jadi digunakan gergaji berukuran kecil untuk memotongnya.
Gambar 32: Gergaji Besi Ukuran Kecil (Dokumentasi Penulis, 2014)
63
3.6. 11 Kampak Kampak digunakan untuk tahap awal proses pengikisan dalam pembentukan dasar pada gambus. Kampak ini mempermudah/mempercepat proses kerja yang awalnya permukaan gambus masih kasar.
Gambar33: Kampak ( Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.12 Pisau dan Spidol Pisau berfungsi untuk memotong kulit yang sudah diberi tanda dengan ukuran yang sudah ditentukan. Spidol alat untuk memberi tanda replika ataupun letak dimana ukuran dalam proses pengerjaan.
Gambar 34: Pisau dan Spidol (Dokumentasi Penulis, 2014)
64
3.6.13 Mal/matras Berfungsi untuk mengukur ketepatan jarak antara kepala hingga ekor. Alat ini dibuat sendiri oleh Bapak syahrial felani. Alat ini digunakan untuk mempermudah dalam proses pemotongan pada tahap awal.
Gambar 35: Mal/Matras (Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.14 Kuas kuas ini berfungsi untuk proses pengolesan melamin yang sudah tercampur dengan thiner, agar kayu semakin kuat dan pori-pori yang terdapat pada lapisan kayu tertutup.
Gambar36: Kuas ( Dokumentasi Penulis, 2014)
65
3.7 Proses Pembuatan Dalam pembuatan gambus tersebut setelah bahan-bahan sudah tersedia semua maka selanjutnya adalah proses pembentukan bahan dan dibentuk sesuai desain kerangka, konstruksi pada bagian gambus. Penting diketahui, sebuah gambus terdiri dari atas satu rangkaian yang padu mulai dari kepala hingga ekor, tidak ada bagian yang terpisah. Penulis memberi informasi berdasarkan bentuk dan ukuran sebuah gambus yang Beliau buat. Biasanya gambus beliau memiliki ukuran panjang
99 cm yang terbagi kedalam ukuran, seperti ukuran kepala
mempunyai panjang 26 cm, panjang leher 35 cm, panjang badan 29 cm, panjang ekor 9 cm. Penghitungan jarak antara kepala hingga badan gambus juga menentukan warna nada yang akan dihasilkan gambus. Proses pembuatan gambus dilakukan secara manual dan di bantu dengan menggunakan mesin, dari proses pembentukan kasar pada gambus, proses pemahatan pada lubang resonator, hingga proses penghalusan.
Tabel 1: Tahapan Pengerjaan Dalam Pembuatan Gambus NO
1
2
TAHAPAN PENGERJAAN
BAGIAN PENGERJAAN
Tahap I
Pemilihan Pohon Pembentukan Pola Dasar Proses Pemotongan Pola
Tahap II
Pembentukan Dasar Gambus Proses Pembuatan Lubang Resonator Proses Merapikan Lubang Proses Pengikisan Membuat Bahan Penutup
66
3
Tahap III
Proses Membuat Kupingan Pada Bagian Kepala Dan Ekor Memasang Penutup Bagain Perut, Leher, Dan Kepala Proses Penghalusan / Pengamplasan
Proses Pendempulan Proses Pengecatan Proses Pembuatan lubang suara Tahap Akhir
4
Tahap IV
3.7.1 Tahap Pertama 3.7.1.1 Pemilihan Pohon Pemilihan pohon untuk pembuatan Gambus yang dilakukan oleh Bapak Syahrial Felani sangat diperlukan, biasanya pohon yang dibutuhkan adalah pohon nangka. Pada proses penebangannya, biasanya beliau memesan kepada tukang penebang pohon, jadi beliau tinggal menunggunya saja. terkadang beliau sudah memesan beberapa potongan kayu, jadi apabila ada pesanan untuk membuat sebuah gambus beliau tidak harus mencarinya lagi, sudah ada bahan baku untuk membuatnya. Pohon tersebut sudah memiliki ukuran yang disesuaikan oleh beliau dengan ukuran panjang 1 m, usia yang sudah tua berumur lebih dari 20 tahun dan mempunyai diameter minimal 36 cm. Berdasarkan alasan yang dijelaskan diatas, menurut beliau dengan cara memesannya dengan ukuran yang tersedia dapat menghemat waktu dan mempermudah dalam proses pencarian kayu dan proses pemotongannya. Dan dengan usia kayu tersebut, bahan sudah memiliki kualitas yang baik, dari segi kualitas suara yang dihasilkan ataupun daya tahan gambus tersebut.
67
Gambar 37: Gudang TempatPenyimpanan Kayu Nangka (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 38: Pengambilan Kayu dari Penyimpanan (Dokumentasi Penulis, 2014)
68
3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar Karena bahan dasar utamanya sudah tersedia yaitu, kayu yang sudah terbelah menjadi dua bagian. Maka, pada bagian yang terbelah akan membentuk suatu permukaan yang datar. Di permukaan tersebut perajin akan membuat pola yang terukur dengan menggunakan mal/matras yang tersedia dengan berbentuk gambar sebuah gambus. Alat seperti penggaris dan spidol digunakan dalam proses ini untuk memberikan suatu tanda, agar proses pemotongan pola berdasarkan bentuk yang telah tersedia.
Gambar 39: Proses Pembuatan Kerangka Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
69
3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola Setelah bentuk gambus sudah tergambar, maka perajin menggunakan gergaji mesin untuk memotong sisi pada bagian kiri dan kanan. Pada bagian tersebut di buang untuk mempermudah/mempercepat proses pembentukan kasar pada gambus.
Gambar40: Proses Pemotongan Berdasarkan Bentuk Mal (Dokumentasi Penulis, 2014)
70
Gambar 41: Bentuk Pola Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2 Tahap II 3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar Pada tahap selanjutnya, setelah pola dan ukuran ditemukan, perajn gambus mulai membentuk sebuah gambus yang padu, yakni mulai dari kepala hingga badan gambus. Seperti disebutkan di atas, sebuah gambus terdiri dari satu rangkaian yang tak terpisahkan, maka perajin membentuk sebuah pola dan langsung membentuk sebuah gambus. Pada proses ini, perajin gambus akan memotong kayu membentuk pola gambar yang sudah dibuatnya di atas kayu bahan dengan menggunakan kampak. Pertama perajin akan membentuk bagian leher, karena pada bagian leher proses pembuatannya tidak terlalu sulit lebih mudah membentuknya. Kemudian lanjut ke kepala hingga bagian perut dan ekor. Kelihaian menggunakan kampak serta ketelitian dibutuhkan dalam proses ini, menurut beliau menggunakan kampak lebih mudah dibandingkan menggunakan parang. Bagian-bagian kayu dikikis secara bolak balik dengan perlahan sehingga membentuk sebuah gambus yang masih kasar. Ketidak telitian akan menyebabkan 71
pola yang sudah dibangun akan rusak dan cacat, sehingga perajin akan mengulang dari proses awal lagi untuk membuat sebuah gambus yang sempurna secara fisik.
Gambar 42: Proses Pembentukan Leher Bagian Atas dan Bawah (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar43: Proses Pembentukan Bagian Kepala (Dokumentasi Penulis, 2014)
72
Gambar44: Proses Pembentukan Bagian Perut (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 45: Proses Pembentukan Bagian Ekor (Dokumentasi Penulis, 2014)
73
Gambar 46: Bentuk Kasar Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator Setelah bentuk kasar sebuah gambus didapat, pada langkah selanjutnya perajin memulai pengerjaan yang membutuhkan kesabaran. Perajin akan membuat lubang resonator pada bagian perut, leher dan kepala. Dalam membuat lubang resonator, diperlukan teknik agar pahat yang digunakan tidak mudah patah, proses pembuatan lubang dengan cara menggunakan pahat besi yang dipukul dengan menggunakan palu kayu. Untuk menghasilkan bentuk lubang yang sempurna, perajin membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Langkah pertama dalam pembentukan dan pembuatan lubang resonator pada bagian perut, leher, dan kepala adalah dengan membuat garis pola di bagian atas permukaan gambus. Biasanya, lubang resonatornya memiliki ketebalan berukuran yang berukuran 1,5 cm dari bagian perut hingga bagian leher. Setelah pola terbentuk, perajin mulai memahat kayu mengikuti garis pola yang sudah dibuat. Dalam proses pemahatannya perajin terkadang merasakan kesulitan yang di akibatkan kayu yang sudah terlalu kering, di butuhkan pahat yang memiliki ketajaman agar proses pemahatannya berjalan dengan cepat. Pada proses inilah yang di butuhkan tehnik
74
pemahatan agar pahat yang digunakan tidak mudah patah dan rusak. Kemudian, untuk selanjutnya, kayu yang sudah terpahat sesuai dengan garis pola itu dicungkil hingga memiliki kedalaman tertentu.
Gambar 47: Membuat Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang Pada proses ini, lubang resonator yang ditelah di pahat akan dirapikan kembali dengan menggunakan pahat yang berbeda dengan ukuran yang lebih kecil. Pada bagian lubang resonator bagian leher dan kepala, memiliki ukuran lubang yang berbeda, sehingga di butuhkan pahat yang lebih kecil. Untuk bagian
75
lubang resonator perajin mengikis ketebalannya dengan ukuran tertentu, sehingga memiliki ketebalan yang sesuai dan sangat berpengaruh terhadap suara yang dihasilkannya.
Gambar 48: Proses Merapikan Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 49: Ukuran Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)
76
3.7.2.4 Proses Pengikisan Pada proses ini, Bapak Syahrial Felani mengikis bagian perut dan leher gambus dengan menggunakan alat ketam. Proses pengikisan ini beliau lakukan secara manual. Menurut beliau, jika menggunakan mesin hasil yang didapat tidak maksimal dan body pada gambus tidakterbentuk secara rapi. Proses pengikisannya dapat dirasakan melalui pandangan mata. Tujuan pengikisan ini agar nantinya proses penghalusan mudah untuk dilakukan.
Gambar 50: Proses pengikisan (dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 51: Bentuk Dasar Gambus Tampak Atas (Dokumentasi Penulis, 2014)
77
Gambar 52: Bentuk Dasar Gambus Tampak Bagian Belakang dan Samping ( Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup Setelah bentuk dasar gambus selesai dilaksanakan, proses selanjutnya adalah membuat bahan penutup gambus yang terdiri dari lubang resonator bagian perut, bagian leher dan kepala. Pada bagian kepala biasanya menggunakan kayu yang sama dari sisa potongan. Untuk bagian kepala dipotong yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 21 cm, lebar 7,5 cm dan ketebalannya 1 cm. Proses pembuatannya tidak memerlukan waktu yang lama.
Gambar 53: Penutup Kepala (Dokumentasi Penulis, 2014)
78
Pada bagian penutup bagian leher juga menggunakan kayu yang sama dari sisa potongan karena kayu tersebut berkualitas baik, yang digunakan sebagai papan jari (finger board). Tetapi papan jari tersebut berbentuk goblet, dimana bagian pangkal hingga ujung ukurannya semakin melebar. Untuk panjangnya berukuran 35 cm, lebar pangkal 4,5 cm hingga ujungnya semakin melebar hingga berukuran 11 cm dan memiliki ketebalan 0,5 cm. Proses pembuatannya tidak memerlukan waktu yang lama.
Gambar 54: Penutup Leher (Dokumentasi Penulis, 2014)
Untuk membuat penutup lubang resonator yang terdapat di bagian perut digunakan bahan kulit kambing yang berusia 1 tahun keatas yang kemudian dikeringkan. Tetapi bahan kulit kambing untuk penutup lubang resonator yang dibuat oleh beliau/gambus yang penulis teliti menggunakan kulit kambing dari gendang ronggeng yang tidak dipakai lagi. Alasan dipilihnya kulit tersebut karena memiliki kualitas lebih baik lagi, menghasilkan suara yang lebih nyaring dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk meneringkannya. Bagian kulit tersebut mempunyai panjang lebih dari 30 cm dan lebar dari 27 cm
79
. Gambar 55: Kulit sebagai Penutup Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.3 Tahap III 3.7.3.1 Proses membuat lubang kupingan bagian kepala dan ekor Pada tahap ini, adalah proses membuat lubang untuk tempat senar pada bagian kepala dan ekor. Menurut beliau ukuran jarak lubang tempat pengikat senar sangat berpengaruh pada susunan senar. Agar petikan dan suara yang dihasilkan saat dimainkan susuai dengan jari yang tidak terlalu jauh karena sudah memiliki jarak. Lubang dibuat dengan menggunakan mata bor yang berbeda sesuai dengan ukurannya. Lubang pada bagian kepala berfungsi sebagai pengatur nada atau tempat penyeteman nada pada gambus. Di buat dengan cara mengebor pada bagian samping kepala hingga tembus, membuat 4 lubang besar dan 5 lubang kecil pada bagian sisi kanan, 5 lubang besar dan 4 lubang kecil pada bagian sisi kiri. Masing – masing ukuran lubang besar dan kecil yang mempunyai jarak 4 cm. Pada bagian ekor dibuat lubang dengan jarak 1, 5 cmdan terdapat 5 lubang sebagai tempat pengikat senar. Sedangkan pada bagian pangkal terdapat sebuah lubang yang berfungsi sebagai pengikat/tempat gantungan gambus pada saat pemain gambus dalam keadaan berdiri.
80
Gambar 56: Tampak Lubang BagianKkepala (Dokumentasi Penulis, 2014)
0,8cm
1, 5 cm
1,5 cm
Depan
Belakang
Gambar 57: Tampak Lubang Pada bagian ekor ( Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, leher dan Kepala Pada tahap selanjutnya, bahan penutup yang sudah tersedia akan ditempelkan pada bagian perut, leher dan kepala. Untuk menutup pada bagian kepala dan leher, dibutuhkan alat perekat berupa lem untuk menempelkan bagian tersebut. Setelah ditempel, lalu dipress dengan menggunakan karet ban, agar bahan penutupnya menempel dengan baik. Sebaiknya pada proses penempelan ini dibiarkan hingga dalam waktu satu malam.
81
Setelah selesai memasang penutup bagian kepala dan leher, selanjutnya adalah
bagian
perut
gambus
atau
lubang
resonatornya.
Pada
proses
pemasangannya menggunakan bahan seperti kulit kambing yang sudah dikeringkan. Pada tahap ini, digunakan juga alat perekat seperti lem. Sebaiknya pada pemasangannya dilakukan 2 orang, karena dibutuhkan tenaga yang kuat dalam proses penarikan kulit pada bagian lubang resonatornya. Sehingga kulit tersebut benar-benar terpasang dengan baik, tidak bergelombang dan tersusun secara rapi, sebab berpengaruh pada suara yang dihasilkannya. Sebaiknya ukuran kulit harus memiliki ukuran yang lebih panjang, agar lebih mudah dalam proses penarikannya. Dibutuhkan waktu satu malam agar menempel dengan baik, setelah terpasang dengan baik dan sudah menempel, kemudian perajin merapikannya.
Gambar 58: Pemasangan Pada Bagian Penutup Kepala, Leher, dan Perut ( Dokumentasi Penulis, 2014)
82
Gambar 59: Bagian Penutup yang Telah Dirapikan (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan Pada proses ini, setelah bahan penutup sudah terpasang, tahap selanjutnya adalah proses penghalusan pada bagian luar gambus. Pada proses penghalusannya perajin menggunakan mesin grenda untuk mempermudah proses penghalusannya, dari bagian kepala, leher, perut, hingga ekor secara bolak balik sampai permukaan gambus terlihat lebih halus. Cara kerja yang dilakukan harus secara hati – hati, apalagi proses penghalusan pada papan jari (finger board) harus terlihat rata jangan sampai terlalu tipis karena berpengaruh terhadap senar. Tetapi perajin mengatakan, proses penghalusan dengan penggunaan mesin sebaiknya digunakan pada proses tahap awalnya saja, proses akhirnya harus menggunakan dengan tangan atau secara manual dengan menggunakan kertas pasir. Dengan alasan, agar lebih mudah untuk mengamatinya bagian mana yang belum terlihat halus permukaannya, karena dibutuhkan pengamatan yang tepat dan butuh kesabaran agar hasilnya terlihat maksimal. 83
Gambar 60: Proses Penghalusan Menggunakan Mesin Tampak pada Bagian Luar ( Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 61: Proses Penghalusan secara Manual (Dokumentasi Penulis, 2014)
84
3.7.4 Tahap IV 3.7.4.1 Proses Pendempulan Pada tahap ini, setelah proses penghalusan selesai, tahap selanjutnya adalah proses pendempulan menggunakan bahan cat melamine. Cat melamin tersebut dicampur dengan bahan cairan berupa thiner, dengan menggunakan kuas sebagai alat untuk mengoleskan pada permukaan kayu yang berfungsi untuk menutup bagian pori-pori yang ada pada bagian permukaan gambus. Setelah selesai pengecatan dengan menggunakan melamin, sebaiknya gambus dikeringkan pada sinar matahari selama 15 menit. Kemudian, cat melamin yang sudah kering digosok dengan menggunakan kertas pasir hingga merata, akan kelihatan serbuk berwarna putih yang keluar dari proses penghalusan dengan menggunakan kertas pasir tersebut. Sehingga permukaan pori-pori kecil benarbenar tertutup dan
terasa lebih halus pada permukaan kayunya. Proses
penggunaannya dilakukan oleh beliau, dengan cara tersebut dilakukan sebanyak 2X.
Gambar 62: Proses Pendempulan (Dokumentasi Penulis, 2014)
85
Gambar63: Tampak Proses Pengamplasan pada Bagian Depan dan Belakang (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.4.2 Proses Pengecatan Pada tahap ini, Setelah selesai pendempulan dengan menggunakan melamin dan proses penghalusan selesai, maka dilanjutkan proses finishing dengan menggunakan cat semprot bermerk pilox. Pemberian cat warna pada gambus akan memberikan warna yang akan terlihat lebih menarik. Kesempurnaan hasil finishing dan pengecatan sangat bergantung pada ketelitian dalam proses pendempulannya yang akan menutup bagian pori-poriatu lubang –lubang kecil, sehingga hasilnya permukaan gambus akan tampak halus, rata, dan mengkilap pada hasil akhirnya. Proses pengeringannya tidak memakan waktu yang cukup lama, hanya dicat berlangsung 30 menit .
86
Gambar 64: Proses Pengecatan/Pemberian Warna (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 65: Gambus Dikeringkan (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.4.3. Proses Pembuatan Lubang Suara Pada proses ini, setelah cat sudah kering selama 30 menit, beliau membuat lubang yang terletak dipapan jari (finger board) gambus. Keberadaan lubang tersebut berfungsi sebagai penyerap bunyi dan dipantulkan melalui kulit. Berdasarkan bentuk lubangnya selain berfungsi sebagi penyerap bunyi, beliau membentuk lubang tersebut berbentuk matahari yang bersinar yang juga bisa sebagai salah satu bentuk ornamentasi gambus buatan beliau. Gambus tersebut 87
hanya memiliki 1 buah lubang besar dengan beberapa lubang-lubang kecil yang berada dipinggir lubang besar tersebut. Lubang tersebut mempunyai ukuran berdiameter 3,5 cm dengan bantuan alat bor, agar proses pengerjaannya rapi.
Gambar66: Bentuk Lubang Suara (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.4.4 Tahap Akhir Proses ini merupakan bagian akhir dari proses pembuatannya, tetapi sebelum pemasangan dilakukan, keseluruhan organ organ pendukung gambus harus sudah disiapkan, diantaranya adalah pengatur nada/kupingan, cedak/kudakuda, dan pemasangan senar. Untuk kupingan perajin membentuknya sendiri dengan karyanya sendiri seperti berbentuk kupingan yang ada pada gitar. Kupingan tersebut terbuat dari bahan kayu nangka, kayu tersebut merupakan sisa potongan kayu pada bagian gambus yang terbuang. Kupingan tersebut mempunyai ukuran yang berbeda-beda, terdapat 9 buah kupingan yang terdiri dari ukuran 8 cm sampai dengan 12 cm yang secara bertingkat ukuran jaraknya 0,5 cm. Perajin memberikan warna hitam pada kupingan sebagai bentuk warna yang dapat
88
memperindah gambus buatannya. Kemudian pada bagian tengah diberi lubang untuk tempat pengikat pada senar. Sementara untuk kuda-kudanya/cedak sebagai pembatas senar dibagian resonatornya memiliki ukuran panjang 9 cm dan tinggi 2,8 cm.
Gambar67: Pengecatan dan Diberi Lubang pada Kupingan (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 68: Kuda-kuda/Cedak sebagai Pembatas Senar (Dokumentasi Penulis, 2014)
Proses inilah yang akan menjadikan bentuk sebuah gambus buatan Bapak Syahrial Felani. Menempatkan posisi atau bagian dimana letak masing-masing organ pendukung yang tersedia diletakan. Senar dipasang berdasarkan urutannya sehingga organologi pada gambus sudah lengkap menjadi sebuah alat musik yang siap untuk dimainkan.
89
Gambar 69: Proses Pemasangan Senar (Dokumentasi Penulis)
Gambar 70: Gambus yang Telah Siap ( Dokumentasi Penulis, 2014)
90
BAB IV KAJIAN FUNGSIONALGAMBUS
Pada bab ini, penulis mendiskusikan kajian dari gambus. Penulis akan membahas proses belajar, posisi memainkan, teknik memainkan, penyajian gambus, perawatan gambus, nada yang dihasilkan, eksistensi alat musik Gambus, fungsi musik gambus, Nilai ekonomi pada alat musik Gambus.
4.1 Proses Belajar Menurut wawancara saya dengan Bapak Syahrial Felani
proses yang
harus dilakuan sebelum memainkan gambus adalah dengan cara melihat permainan, mendengarkan permainan, menghafalkan bunyi instrument, yang kemudian menirukan apa yang dilihat, didengarkan, dan dihafalkan khususnya musik melayu ataupun musik zapin yang mana didalamnya paling dominan yaitu alat musik gambus. Menurut beliau proses belajar alat musik gambus, beliau pelajari dari dari seorang pemain alat musik gambus yang bernama Bapak Hasan (Alm). Tetapi beliau memiliki beberapa tahap dalam proses pembelajarannya yakni teknik dasar, teknik bermain melodi dan teknik pengembangan melodi. Teknik dasar merupakan sebuah untuk bermain gambus sebelum selanjutnya bermain dengan nada yang dihasilkan gambus, adapun teknik dasar yang dimaksud adalah posisi tangan kanan memainkan kelima senar gambus dengan menggunakan jari telunjuk tangan kanan atau menggunakan alat petik (pick). Biasanya untuk memetik gambus paling dominan dengan cara memetik kebawah (Down Picking)
91
dibandingkan ke atas (up). Teknik ini adalah teknik dasar dalam menghasilkan bunyi gambus yang tepat. Setelah teknik dasar sudah dapat dilakukan, maka tahapan selanjutnya adalah teknik menghasilkan nada. Nada-nada yang dihasilkan oleh sebuah gambus didapatkan dengan cara menekan senar pada papan jari (finger board). Hanya saja untuk alat musik gambus tidak memiliki fret seperti yang ada pada alat musik gitar, jadi si pemain harus mengingat jarak senar yang ditekan untuk menghasilkan nada berikutnya. Tahapan ini adalah tahapan yang membutuhkan waktu lama bagi seorang pelajar, apalagi orang tersebut sebagai pemula. Akan tetapi lebih mudah lagi mempelajarinya, apabila seorang pemain dapat memainkan melodi alat musik gitar. Setelah mengetahui letak dari masing-masing nada, maka selanjutnya proses latihan sangat dibutuhkan untuk memperlancar jari si pemain dalam memainkan seluruh nada yang dihasilkan oleh gambus. Proses belajar yang dilakukan oleh beliau agar mempelancar gerak jari, dibutuhkan teknik penjarian (fingering) dengan tangga nada yang ada pada gambus. Proses ini agar si pemain nantinya mudah untuk mengingat dimana letak – letak nada pada saat memainkan sebuah lagu.Alat musik gambus juga memiliki tangga nada Mayor dan Minor sama halnya dengan alat musik petik pada gitar. Setelah pemain sudah mengenal tangga nada ataupun nada-nada yang terdapat pada gambus. Tahap selanjutnya dalam proses belajar gambus adalah menghafal lagu dan menaplikasikannya kedalam gambus. Pada proses ini dibutuhkan penghayatan lagu, agar reportoar yang dimainkan akan lebih indah. Didalam permainan sebuah ensambel musik zapin, penyajian suatu komposisi dimulai dengan lagu pembuka (taqsim) adalah permainan suatu pola
92
melodi yang bertujuan untuk menyelaraskan irama dan tempo dengan instrumen lainnya dan sebagai pengantar untuk memainkan lagu pokok. Sementara lagu pokok adalah isi dari sebuah reportoar lagu yang didalamnya berisikan syair atau pantun yang berisikan nasehat-nasehat. Dan selanjutnya, pola salam penutup (taqtum) merupakan pertanda bagian akhir dari sebuah reportoar lagu. Menurut Beliau, Walau pun nada pada gambus terdapat tangga nada Mayor tetapi pada umumnya, reportoar lagu Zapin mempunyai tangga nada Minor harmonis. Berikut penulis akan mendeskripsikannya dengan posisi jari
yang
diletakkan di senar gambus untuk melihat nada nada yang terdapat di senar tersebut. Untuk itu penulis mendeskripsikan posisi pengambilan titik nada dari senar Gambus tersebut dengan mengikuti pola nada dasar A minor Harmonis yaitu : A – B – C – D – E – F – Gis – A’
Untuk menjelaskannya perhatikan gambar di bawah ini : Untuk mendapatkan nada yang semakin tinggi maka senar ditekan mengarah pada bagian papan jari (finger board) ujung mendekati lubang suaradan sebaliknya untuk mendapatkan nada yang lebih rendah maka senarnya ditekan mengarah ke kepala Gambus. Seperti penjelasan di atas bahwa alat musik Gambus tidak memiliki fret atau disebut dengan fretless, sehingga nada-nada yang diambil tidak memiliki kaeakuratan tetap. Seperti pernyataan informan penulis, bahwa dalam pengambilan nada ataupun terlebih dalam hal penyeteman senar yang dibutuhkan hanya kemampuan nilai rasa musikal atau feeling. Tetapi penyeteman juga dapat dilakukan dengan menyesuaikan nada dengan menggunakan sebuah ukuran seperti halnya dalam notasi barat.
93
3. Senar atas ditekan nada C (Do)
6. Senar atas ditekan nada F (Fa)
4. Senar atas ditekan nada D (Re)
7. Senar atas ditekan nada G#(si)
1. Senar atas ditekan nada A (La)
8. Senar atas ditekan nada A oktaf (la) Senar I lepas nada D (Re)
Senar Vdilepas nada E (Mi)
Senar II lepas nada A (La)
3. Senar IV dilepas nada B (Si) 5. Senar III dilepas nada E (Mi)
Gambar 71: Bagian Senar Untuk Mendapatkan Nada
Untuk itu penulis akan mencoba mendeskripsikan proses pengambilan nada-nada dalam Gambus dengan keterangan di atas berdasarkan senar yang di beri nomor dan tanda, kemudian penulis mengukurnya dengan alat penggaris berdasarkan jaraknya. Keterangan : 1. Posisi untuk menghasilkan nada A adalah memetik senar V yang mempunyai nada E, untuk menghasilkan nada A dengan menekan senar V dengan jaraknya 14 cm.
94
2. Posisi untuk menghasilkan nada B adalah memetik senar IV yang mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada B cukup memetiknya saja (open String). 3. Posisi untuk menghasilkan nada C adalah memetik senar IV yang mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada C dengan menekan senar IV dengan jaraknya 5,5 cm. 4. Posisi untuk menghasilkan nada D adalah memetik senar
IV yang
mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada D dengan menekan senar IV dengan jaraknya 10,5 cm. 5. Posisi untuk menghasilkan nada E adalah memetik senar III yang mempunyai nada E untuk menghasilkan nada E cukup memetiknya saja (Open String). 6. Posisi untuk menghasilkan nada F adalah memetik senar III yang mempunya nada E, untuk menghasilkan nada F dengan menekan senar III dengan jarak 6 cm. 7. Posisi untuk menghasilkan nada Gis adalah memetik senar III yang mempunyai nada E, untuk menghasilkan nada Gis dengan menekan senar 3 dengan jarak 9 cm. 8. Posisi untuk menghasilkan nada A oktaf adalah dengan menekan senar II yang mempunyai nada A cukup memetiknya saja (open String).
4.2 Posisi Tubuh dalam Memainkan Gambus Gambus diletakan tegak lurus dengan badan, tangan kiri di posisikan dileher gambus, jari (kecuali ibu jari) menekan senar leher gambus pada bagian depan. Sedangkan ibu jari menekan leher bagian belakang gambus, tangan kanan
95
diletakkan di perut gambus, siku tangan kanan bersandar di bagian ekor gambus, jari telunjuk dan ibu jari memegang pick (sejenis alat bantu pada gitar yang berfungsi untuk memetik senar gambus) sedangkan jari yang lain diposisikan di bawah badan gambus. Dalam memainkan gambus, si pemain gambus dapat duduk dilantai/dikursi, berdiri dengan posisi badan tegak atau pun tergantung pada posisi yang diinginkan si pemain.
Gambar 72: Posisi Duduk Memainkan Gambus
Gambar 73: Posisi Tangan Kiri
Gambar 74: Posisi Tangan Kanan
96
4.3 Teknik Memainkan Gambus Untuk memainkan gambus tentunya mempunyai teknik agar si pemain gambus bisa bermain dengan maksimal. Teknik memainkan gambus tidak jauh berbeda dengan bermain gitar pada umumnya yaitu jari kiri menekan leher gambus untuk memainkan melodi dan jari kanan untuk memetik senar.
4.4 penyajian Gambus Yang Baik Berdasarkan informasi Beliau, permainan gambus yang baik tidak hanya kemampuan si pemain gambus dan penghafalan lagu, tetapi penghayatan ataupun naluri musical si pemain gambus juga sangat penting. Apabila perasaan si pemain membawakan lagu dengan penghayatan, maka semakin sempurnalah rasa yang dituangkan dalam lagu tersebut. Faktor instrument gambus yang digunakan cukup berpengaruh dalam penyajian permainan, semakin baik kualitas instrument gambus yang digunakan, maka faktor tersebut sangat mendukung dalam permainan gambus yang baik.
4.5 Perawatan Gambus Agar gambus dapat bertahan lama dan awet, di perlukan proses perawatan yang baik terhadap instrument ini. Perawatan gambus yang baik adalah dengan menyimpan pada tempat yang kering dan dibungkus dengan kain, karena berpengaruh pada kualitas suara yang dihasilkan apabila bagian kulit gambus lembab, bagian kuda-kuda/cedak sebagai pembatas senar di bagian perut sebaiknya diturunkan, agar kulit tidak mengembang. Agar kayu tetap kuat , sebaiknya gambus di oleskan minyak kayu putih selain kayu tetap kuat minyak kayu putih juga memberi aroma yang baik pada gambus.
97
4.6 Nada Yang Dihasilkan Gambus Sebagai informasi perlu saya beritahukan bahwa penjelasan nada yang akan penulis jelaskan merupakan penjelasan berdasarkan informasi yang saya dapat dari beliau. Karena gambus yang beliau buat memiliki 9 senar, yang terdiri dari 5 baris senar diantaranya 4 baris berlapis 2 sementara 1 senar tidak berlapis yang mempunyai nada terendah. Nada yang dihasilkan pada setiap senar lepas 1 hingga 5 mempunyai nada yaitu : Senar 1 nada dasar D (paling bawah) Senar 2 nada dasar A Senar 3 nada dasar E, Senar 4 nada dasar B Senar lima nada dasar E rendah (paling atas) Penyeteman nada pada setiap senar gambus buatan beliau dapat dilihat pada gambar tersebut : open string
E B E A D
senar 5 senar 4 senar 3 senar 2 senar 1
4.7 Wilayah Nada Wilayah nada adalah jangkauan nada dari nada terendah sampai nada tertinggi.untuk mengetahui nada-naa yang dihasilkan gambus buatan beliau ini, penulis akan menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk (visual) berikut. Lagu yang dimaksud adalah repetoar lagu Zapin anak Ayam. Alasan penulis memilih lagu ini adalah karena lagu ini adalah lagu yang sering 98
dimainkan untuk tujuan pengiring tarian dan lagu ini merupakan lagu tradisi yang popular pada masyarakat Melayu khususnya di Medan Labuhan ataupun Di Deli Serdang. Berikut adalah hasil transkripsi lagu Zapin Anak Ayam yang ditranskrip oleh Penulis dan Mario. Lagu ini dimainkan pada gambus oleh Syahrial Felani, di rumahnya 4 Mei 2014 yang lalu, menggunakan gambus buatannya sendiri.
99
100
4.8 Eksistensi Alat Musik Gambus Melayu di Deli Serdang Berbicara tentang eksistensi gambus pada budaya musikal Melayu, penulis menjadikan hasil wawancara sebagai patokan untuk melihat bagaimana perkembangan serta keberadaan alat musik ini dalam kehidupan masyarakat Melayu. Hal ini dikarenakan kurangnya literatur yang menggambarkan tentang sejarah dan keberadaan gambus pada kebudayaan Melayu Khususnya Sumatera Utara. Menurut bapak Nazri Effas (seorang pemain alat musik gambus, penari), beliau adalah informan pangkal (wawancara 25 september 2014), mengatakan nama gambus merupakan kumpulan dari para pemain musik dan penari zapin. Beliau lahir di Tahun 1965, orang tua Beliau bernama Alm. Ahmad Sa’ari Efendi dan Alm. Nur Kamah adalah seorang Seniman. Ayahnya seorang pemain musik marawis dan ibunya adalah seorang penari, orang tuanya mempunyai group kesenian bernama ” group gambus”. Masyarakat sekitar lebih mengenal group gambus, tetapi didalam pertunjukannya alat pembawa melodi tersebut sangat khas terdengar sehingga alat tersebut dinamakan petikan gambus. . Petikan gambus tersebutlah yang dinamakan oud,oud adalah alat musik petik (kordofon) yang memiliki senar ganda tanpa menggunakan fret, instrument ini menjadi instrument utama dalam ensambel musik zapin. Jadi sekitar era tahun 60-an alat musik ini sudah cukup populer di masyarakat khususnya Deli Serdang, karena alat musik tersebut mengiringi pertunjukan Zapin dalam acara pesta perkawinan, khitanan dan upacara-upacara lainnya. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masuknya Zapin ke Tanah Deli yang sangat berkaitan erat dengan alat musik gambus . Balai kajian sejarah dan Budaya Melayu (Sultan serdang / Kepala Adat Kesultanan Negeri Serdang)
101
Tuanku Lukman Sinar, SH, dalam tulisannya Zapin/Gambus Melayu di wilayah Kabupaten Deli Serdang (1998 ). Masuknya kerajaan Islam Haru di Sumatera Timur terjadi awal aabad ke 13, menurut batu nisannya Sultan Malikusaleh Mangkat 1297 M. kerajaan Haru yang meliputi dari wilayah Tamiang (masuk aceh Timur) sampai ke tepi sungai Rokan, beibukota di pinggir sungai Deli, sudah sejak abad ke 13 M mengirimkan misi dagang/lebih dikenal dengan ke kota cina ( dekat Labuhan Deli). Selain kota tersebut juga pulau kampai (Teluk Haru di Langkat), Bedagai (dulunya pusat kerajaan Batak Nagur), kota Arakat (Rantau Parapat) yang dipedalamannya ada pusat kerajaan Pannai bekas reruntuhan candicandi di Padang Lawas. Untuk menguasai hegemoni perdagangan rempah-rempah disepanjang selat Malaka, Haru sempat menguasai Pasi dan kemudian selalu berperang dalam Malaka. Tetapi dengan direbutnya Malaka oleh Portugis ditahun 1511 M dan bangkitnya kerajaan Aceh sebagai kekuatan baru di Selat Malaka, maka sultan Husin dari Haru membantu ex-Sultan Malaka Sultan Mahmud Shah di Bintan dan kawin dengan Puteri kesayangan Raja itu, Raja Putih, ditahun 1520 M dan dibawalah mengiringi Puteri itu ke Haru berdiam orang Melayu Malak/Riau mempercepat proses Melayunisasi Haru. Kerajaan Aceh yang baru bangkit dengan dibantu ahli ahli meriam dan kapal perang dari Gujarat, Turki, India Moghul, menjadi kerajaan yang terkuat di Nusantara, dan dibawah Sultan Alauddin Riayat Shah-I yang mempersatukan seluruh Aceh, lalu menyerang dan menaklukan kerajaan Haru, tetaapi janda Sultan Haru, Ache Sinny lolos minta bantuan Portugis Malaka. Lalu ditahun 1540 pasukan Armada yang dipimpin oleh Laksmana Hang Nadim berhasil merebut haru serta mengusir pasukan Aceh dari Sana. Dengan hancurnya kerajaan Haru itu maka pada pertengahan abad ke 17
102
lahirlah kerajaan-kerajaan Melayu dipesisir Timur Sumatera Utara dimana yang besar adalah Langkat, Deli Serdang, Asahan. Kesltanan ini merupakan kerajaan Islam yang penting di Sumatera, kemudian Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli Tahun 1720 (sinar 1986:67). Kemungkinan besar seni Zapin masuk di era kesultanan-kesultanan Islam dipesisir Timur Sumatera Utara ini, selain ajaran Islam masyarakat Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti Zapin yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai Sarana Dakwah. Arti Zapin dalam Wikipedia Indonesia dalam tulisannya Zapin Melayu Dalam Peradaban Islam oleh Bapak Muhammad Takari : 11), secara etimologis Zapin berasal dari bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna yaitu kata “Zafn” yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikuti rentak pukulan. Zapin merupakam Khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat Pengaruh dari Arab. Tarian tersebut bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah islamiyah melalui syair lagu-lagu Zapin yang didendangkan. Sebagai alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut dengan marwas. Sebelum tahun 1960, Zapin hanya di tarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa di tarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar Zapinnya sama, di tarikan oleh rakyat di pesisir Timur dan Barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, Pesisir Kalimantan, dan Brunei Darussalam. Berdasarkan kutipan diatas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin berasal dari bahasa Arab. Kemudian Zapin adalah salah satu tari Melayu yang diadopsi dari arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel
103
musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi alat musik petik ( gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu 3 buah alat pukul kecil (gendang marwas). Menurut bapak Retno Ayumi adalah seorang seniman juga penulis tentang kebudayaan khususnya melayu sebagai salah satu informan pangkal penulis, dari hasil wawancara Beliau (25 september 2014), alat musik ini sudah ada sejak perkembangan islam masuk ke pesisir yang lebih dikenal dengan nama oud. Oud tersebut adalah nama alat musik petik yang berasal dari arab. Alat musik tersebut adalah hasil dari akulturasi dari daerah lain yang kemudian beradaptasi dengan wilayah setempat sehingga masyarakat/ pemain alat musik tersebut terinspirasi untuk membuat alat musik tersebut. Pada era tahun 70 an group gambus bernama al watta adalah salah satu group yang terkenal didaerah medan labuhan. Menurut beliau alat musik tersebut semakin dikenal, apalagi alat musik tersebut sebagai pembawa melodi dalam pertunjukan zapin.misalnya dalam acara pesta perkawinan, sunatan, acara hiburan dll. Di era 80 an alat musik ini sudah mulai pudar/kehadirannya tidak begitu popular. Di era 90 an alat musik tersebut sudah mulai lagi ditampilkan dengan berbagai acara hiburan hingga sampai saat ini, gambus sudah bergabung dengan alat musik elektrik seperti Keyboard. Beliau mengatakan untuk pemain alat musik gambus yang cukup baik untuk saat ini adalah Nasri effas, Syahrial Felani, Anton sitepu, Irwansah, Robinho, dll. , Di Deli serdang terdapat beberapa orang yang dapat membuat alat musik gambus yaitu Syahrial Felani, Bambang, dan Budi. Beliau mengatakan di tahun era 80-an gambus buatan yang salah satunya adalah bapak Syahrial Felani merupakan bentuk – bentuk perkembangan gambus yang sudah ada yang dikenal, dengan bentuk gambus belalang.
104
Bapak Syahrial Felani mengatakan gambus sudah sangat dikenal pada tahun 1940-an didaerah Deli Serdang, karena pada masa itu zapin sudah berkembang didaerahnya masing-masing. Gambus tersebut sudah dibawakan kedalam acara-acara seperti pesta perkawinan, menjamu tamu, sunatan. Pada saat itu ensambel musik yang digunakan hanya gambus, Marawis (membranophon) dan vocal, belum bergabung dengan alat musik lainnya seperti biola, akordion. Pada masa itu, pemain gambus cukup banyak, karena ketika pemain gambus dari Binjai/langkat bisa dipanggil untuk diundang memainkannya diDeli serdang, beitu juga sebaliknya.
Pada Tahun 1950 an gambus sudah masuk penggabungan
dengan biola, akordion, gendang ronggeng dalam suatu ensambel musik melayu menjadikan gambus sebagai pembawa melodi memberikan warna baru. Beliau sendiri mulai belajar bermain gambus pada Tahun 70 an dan ditahun 80 an beliau mencoba untuk berkreasi untuk membuat alat musik gambus dalam mengikuti suatu perlombaan. Hingga saat ini gambus sudah menjadi alat musik sebagai pembawa melodi untuk mengiringi tarian Zapin, dengan penggabungan alat-alat musik seperti biola, akordion, untuk memberikan warna musik dalam pertunjukannya.
4.9 Fungsi Musik Gambus Dalam menuliskan fungsi gendang galang, maka penulis mengacu pada teori Alan P.Merriam, yaitu: “...use then refers to the situation in which is employed in human action:function concern the reason for its employment and particulary the brodaderpurpose which is serves...” (1964:210). Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitikberatkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi) yang menitikberatkan pada alasan 105
penggunaan atau menyangkut tujuan pemakain musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Penulis juga menuliskan beberapa fungsi gambus sebagai tujuan dan akibat yang timbul dari penggunaan yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditelusuri melalui fungsi-fungsi antara lain sebagai berikut.
Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi music dapat dibagikan dalam 10 kategori yaitu : 1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi penghayatan Estetis 3. Fungsi Hiburan 4. Fungsi Komunikasi 5. Fungsi Perlambangan 6. Fungsi Reaksi Jasmani 7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi sosial 8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan 9. Fungsi kesinambungan budaya 10. Fungsi Pengintegrasian masyarakat
4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional Fungsi pengungkapan perasaan dapat dituangkan dengan berbagai cara sebagai pengungkapan emosional karena dapat dilakukan sebagai hiburan pribadi. Jika meminkan lagu-lagu sedih pemian gambus dapat ikut merasa sedih, atau ketika rindu terhadap sesorang gambus dapat dipakai untuk membayangkan orang yang dimaksud.
106
4.9.2Fungsi Hiburan Gambus juga dapat berfungsi sebagai sarana hiburan, dikarenakan gambus juga dapat dimainkan secara bersama pada ensambel musik melayu yaitu gendang (gendang anak, gendang induk), marwas, biola, akordion, tamburin, rebana. Gambus yang sering difungsikan untuk mengiringi pertunjukan Zapin, acara pesta, sunatan dan nyanyian yang sering ditampilkan dalam pertunjukan yang bersifat hiburan pada masyarakat.
4.9.3 Fungsi Perlambangan Gambus adalah alat musik petik yang terdapat pada masyarakat melayu, khususnya alat musik gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial yang memiliki karateristik tersendiri. Dari bentuk kepala dilambangkan seperti bentuk belalang, bentuk badan seperti buah pir yang di belah dua, ornament yang terdapat pada fret/leher terukir sepert bunga yang melambangkan symbol dari alam dan bentuk ekor yang melambangkan kubah mesjid.
4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya Ensambel musik melayu/gambus merupakan kesenian masyarakat melayu yang sampai saat ini tetap dipertahankan penggunaannya pada setiap pertunjukan dan terpelihara di tengah-tengah masyarakat pemiliknya terutama di daerah Deli Serdang. Dengan mengikutsertakan gendang ini dalam setiap upacara, misalnya: upacara perkawinan, khitanan, dan hiburan lainnya yang akan menjadikannya tetap terpelihara.
107
4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani Gambus dalam ensambel musik melayu yang digunakan untuk mengiringi tarian zapin yang sebagian gerakannya adalah gerakan yang dinamis yang kerap membuat para penarinya bergerak indah. Apalagi alat musik tersebut sebagai pembawa melodi yang khas. Kesinambungan antara bunyi musikdapat menimbulkan reaksi jasmani dari si penari sehingga dapat menggerakkan tubuhnya dengan indah.
4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis Suatu keindahan dapat dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan dari perpaduan instrumen-instrumen musik dalam ensambel musik melayu, yang tertuang melalui permainan ritem maupun melodi yang dapat dinikmati oleh pemusik itu sendiri maupun pendengarnya. Selain itu, pengunkapan emosional yang dilakukan oleh seorang pemain gambus pada saat menghibur diri dapat terjadi ketika si pemain gambus dapat mengahayati permainannya
4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Gambus Seperti yang dikemukakan oleh Merriam (1964) kebudayaan material musik dalam etnomusikologi, nilai ekonomi alat musik juga penting yang berkaitan dengan distribusi penjualannya. Selain gambus tersebut dapat digunakan dalam kebudayaannya, ternyata gambus tersebut dibutuhkan dimasyarakat pendukungnya. Gambus juga memiliki nilai jual yang dapat membantu memperoleh penghasilan kepada perajinnya. Dengan adanya bahan baku, alat-alat maupun hasil dari kreativitas yang di hasilkan oleh beliau, gambus buatan beliau mempunyai nilai jual yang cukup
108
untuk dipasarkan kebeberapa daerah sekitarnya seperti daerah Sumatera Utara, Riau dan beberapa daerah lainnya. Untuk menjual sebuah gambus yang sudah jadi dan siap pakai, biasanya Syahrial Felani menjual dengan harga minimal Rp 1.500.000,- kepada pembeli. Dan harga tersebut akan lebih mahal apabila gambus yang ditawarkanya memiliki kelengkapan penambahan asesoris yang terdapat pada gambus. Misalnya gambustersebut memakai soft case (tas pembungkus Gambus), spull (alat bantu pengeras suara) yang apabila digunakan dapat memberikan efek suara yang keras (sound), apabila digabungkan dengan alat musik seperti keyboard yang merupakan alat musik elektronik. Dengan kelengkapan yang tersedia, Beliau biasanya Mematok harga Rp 2.500.000,-. Sistem penjualan yang dilakukan beliau adalah dengan cara bertemu langsung dengan pembeli, Beliau akan membuat sebuah gambus apabila ada seseorang yang memesan kepadanya, pada saat itu beliau akan langsung membuatnya. Dengan harga yang di tawarkan oleh beliau, tentunya sudah diperhitungkan hasil kerja yang ia dapat, sehingga beliau memperoleh keuntungan yang sesuai dari harga gambus yang dijual, dengan proses pembuatan yang cukup rumit dan memerlukan kesabaran dalam proses pengerjaannya.
109
BAB V PENUTUP Berdasarkan uraian-uraian yang Telah penulis jelaskan pada bab-bab sebelumnya maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan sebagai langkah terakhir penulis akan membuat saran sebagai penutup tulisan ini.
5.1 Kesimpulan Peranan Etnomusikologi sangat peting mengangkat suatu konsep dalam sisitem musical di setiap etnis di dunia ini. Dalam pendekatan Curt Sach dan Hornbostel pengklasifikasian alat musik gambus, dapat diklasifikasikan golongan chordophone dan disebut sebagai long neck lute yang terbuat kayu yaitu alat musik yang mempunyai leher yang panjang. Terdapat lubang resonator yang ditutup dengan kulit kambing. Tujuan dari pengklasifikasian alat musik tersebut untuk mempermudah permuseuman dalam pengklasifikasian alat musik tersebut. Gambus melayu tersebut adalah hasil akulturasi dari negeri Timur Tengah yang datang ke Tanah Melayu, melalui penyebaran agama Islam mempengaruhi sistem kemasyarakatannya salah satunya media kesenian seperti alat musik tersebut. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis bentuk dan ukuran gambus yang tersebar di wilayah Nusantara, akan tetapi penulis hanya mengacu pada kajian Organologis yang terdapat di Sumatera Utara salah satunya adalah gambus buatan Bapak Syahrial Felani yang tinggal di Tanjung Morawa, Deli Serdang. Dalam proses pembuatan gambus, bapak Syahrial Felani masih menggunakan tenaga dan kemampuan keahlian yang beliau punya. Mulai dari pemilihan bahan baku utama yaitu kayu nangka yang digunakan dalam pembuatan 110
gambus tersebut, beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan gambus yang beliau kerjakan dengan teliti dan penuh kesabaran. Beliau mempunyai kiat – kiat tersendiri dalam membuat sebuah gambus. Dalam proses belajar, seorang peminat ingin belajar gambus
dapat
bermain dengan memainkan teknik dasar gambus seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan untuk menguasai teknik cepat dalam memainkan melodi, dengan cara memainkan tangga nada secara berulang-ulang. Agar jari-jari yang digunakan cepat dalam mengambil posisi pemindahan misalnya, dari senar satu kesenar berikutnya dan dari tangga nada awal ke tangga nada berikutnya.
5.2 Saran Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen pemerintah yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara. Kiranya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun saran yang penulis kemukakan adalah : perlu diadakan pelatihan penelitian gambus agar semakin maraknya industry musik tradisional Melayu, Pemasaran dan management yang jelas agar gambus yang dihasilkan bisa terus berkesinambungan khususnya untuk kegiatan ekonomi pengrajin, pertunjukan kesenian tradisonal secara berkesinambungan. Maksudnya ada festival atau karnaval Budaya Pemerintah yang menjadi wadah bagi para seniman-seniman daerah lainnya untuk lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat untuk kontuinitas dan kelestarian budaya kita Indonesia.
111
Lampiran I
Gambar 75: Penulis bersama dengan Bapak Syahrial Felani (Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 76: Rumah Kediaman Bapak Syahrial Felani (Dokumentasi Penulis)
112
DAFTAR PUSTAKA Harahap, Irwansyah.2004. Alat Musik Dawai. Medan : Lembaga Pendidikan Seni Nusantara. Heristina, Dewi dan Takari Muhammad. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan : USU Press. Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State Universitity Press. Hornbostel, Erich M. Von And curt sach. 1961. Clasifikation of Musical Instrument. Translate from original German by Antonie Banes and Klaus P. Wachsman. Husein, Muhammad,2011.Musik Zapin. Tesis S-2. Medan. Universitas Sumatera Utara. Khasima, Susumu. Asia Performing Art Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koenjaraningrat, 1980. Sejarah Teori antropologi I. Jakarta: Gramedia. Merriam, Alan P. 1964. The Antropology of Music. Illionis : North-western University Press. Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya. Mulyadi, Drs.1984. Akuntansi Biaya Untuk Manajemen. Yogyakarta. BPFE. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The Free Press of Glencoe. Nor, Mohd Anis Md (ed). 2000. Zapin Melayu di Nusantara. Johor Baru : yayasan warisan Johor. Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumut, 1996. Potensi Etnik Sumatera Utara. Suansri, Nuari Silitonga. 2011. Skripsi. Nur’ Ainun sebagai penyanyi Melayu Sumatera Utara Biografi dan analisis struktur lagu-lagu rentak senandung dan mak inang dua lagu yang dinyayikan. USU. Simanjuntak, Herman. 2014. Produksi Gitar Bona Pasogit Sipoholon Buatan Bapak Albert Hutagalung di Desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara: Kajian Terhadap Teknik Pembuatan dan Pemasaran. Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU. Simbolon, Welly. 2010. “Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan.” Skripsi Sarjana Etnomusikologi. FS. USU. Tidak Diterbitkan.
Takari, dan Fadlin, 2009. Sastra Melayu Sumatera Utara. Medan : Bintang Jaya. Tengku Lukman Sinar,1994. Jati Diri Melayu: Majelis Adat Melayu Indonesia. www. Wikipedia.com
113
DAFTAR INFORMAN 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nama : Syahrial Felani (informan Kunci) Nama Panggilan : Makyal Usia : 55 Tahun Pekerjaan : Pembuat Gambus, Guru, pelaku dalam Kesenian Melayu Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan no.204 Dusun IV Tj. Morawa Nama : Rida safitri Nama Panggilan : Ida Usia : 48 Tahun Pekerjaan : Guru Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan no.204 Dusun IV TJ. Morawa Nama : Roy Usia : 31 Tahun Alamat : Lubuk Pakam Pekerjaan : Seniman, Penari, Anggota personil Tamora 88 Nama : Robino Usia : 47 Tahun Alamat : Dusun 4 Lorong Mulia. Percut sei tuan Pekerjaan : PNS, pemain gambus/ salah satu orang yang memakai gambus beliau. Nama : Retno Ayumi Usia : 49 Tahun Alamat : jalan platina III Lk. X gang Mitra, Medan Pekerjaan : praktisi tari, musik, penulis tentang kebudayaan Melayu Nama : Nazri Effaz TTL : kp. Besar, Labuhan Deli. 5 juni 1965 Alamat : Jln. Tengku Rizal Nurdin, Dusun II, Pantai Cermin kanan, Sergai Pekerjaan : pemain Gambus, seniman, pengajar. Nama : Ahmad Fauzi Alamat : Jln. Gaharu no.34 A Medan Tanggal Lahir : 1 Juni 1960 Pekerjaan : Pengajar dan pelaku seni
114