KAJIAN OBJEKTIFITAS BERITA KONFLIK AMBON PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN REPUBLIKA
SUMARTONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
KAJIAN OBJEK TIFITAS BERITA KONFLIK AMBON PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN REPUBLIKA
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan, diperoleh dari hasil pencarian data pada pusat dokumentasi Kompas dan Republika, telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa akurasinya.
Jakarta, 25 Januari 2006
SUMARTONO P. 045010101
ABSTRAK
SUMARTONO . Kajian Objektifitas Berita Konflik Ambon Pada Surat Kabar Kompas dan Republika. Di bawah bimbingan DEDI FARDIAZ, HADIYANTO, dan GARDJITO Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi dengan tujuan untuk:(1) mengukur akurasi informasi yang mencakup kelengkapan data, pencantuman waktu dan kejelasan antara fakta dan opini, (2) mengukur kesesuaian judul dengan isi berita, (3) mengukur keseimbangan sumber berita, dan (4) mengukur sikap media pada pihak yang bertikai. Penelitian ini dilakukan terhadap berita-berita mengenai konflik Ambon yang terbit pada hari dan tanggal yang sama pada dua surat kabar, Kompas dan Republika, dalam kurun waktu Januari 1999 sampai perjanjian Malino 15 Mei 2002 yang terbagi dalam lima fase. Hasil penelitian pada kategori akurasi berita untuk unsur kelengkapan data menunjukkan bahwa berita di surat kabar Kompas pada fase satu sampai empat seluruhnya telah dilengkapi dengan data pendukung. Kelengkapan data di surat kabar Kompas pada fase lima sebesar 88.89%. Surat kabar Republika pada fase satu, fase tiga, fase empat, dan fase lima persentase seluruhnya dilengkapi dengan data pendukung. Kelengkapan data di surat kabar Republika pada fase dua sebesar 71.40%. Pada unsur pencantuman waktu terjadinya peristiwa, seluruh berita di surat kabar Kompas telah terpenuhi. Surat kabar Republika pada fase satu, fase tiga, dan fase empat seluruhnya telah mencantumkan waktu terjadinya peristiwa. Pencatuman waktu pada fase dua sebesar 71.40%, dan fase lima sebesar 87.50%. Pemisahan fakta dan opini di surat kabar Kompas pada fase satu adalah 60%, fase dua 40%, fase tiga 80% dan fase empat 40 fase lima 55.56%. Di surat kabar Republika, pemisahan fakta dan opini pada fase satu seluruhnya
memisahkan fakta dan opini. Pemisahan fakta dan opini ada pada fase dua sebesar 28.58%, fase tiga 50% fase empat 20% dan fase lima 50%. Untuk kategori kesesuaian judul dengan isi berita (relevansi), surat kabar Kompas pada fase satu persentase relevansi adalah 60%. Fase dua sampai empat berita konflik Ambon di surat kabar Kompas seluruhnya relevan. Releva nsi judul dan isi berita di surat kabar Republika pada fase satu, fase empat dan fase lima seluruhnya relevan. Tingkat relevansi pada fase dua adalah 85.70% dan fase tiga sebesar 83.30%. Pada kategori keseimbangan sumber berita, surat kabar Kompas pada fase dua, fase tiga dan fase empat, seluruh sumber beritanya seimbang. Sedangkan persentase keseimbangan sumber berita pada fase satu sebesar 60% dan pada fase tiga sebesar 66.67%. Persentase keseimbangan sumber berita di surat kabar Republika ada pada fase satu 40%, fase dua 18.20%, fase tiga 50%, fase empat 60% dan fase lima 87.50%. Untuk kategori netralitas, seluruh berita di surat kabar Kompas pada fase satu sampai empat pemberitaannya bersifat netral. Pada fase lima netralitas berita di surat kabar Kompas 88.89%. Netralitas berita di surat kabar Republika pada fase satu 40%, fase dua 85.70%, fase tiga 66.60% fase empat 100%, dan fase lima 75%. Kata Kunci: Berita, Konflik, Objektifitas
KAJIAN OBJEKTIFITAS BERITA KONFLIK AMBON PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN REPUBLIKA
SUMARTONO
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tesis
: KAJIAN OBJEKTIFITAS BERITA KONFLIK AMBON PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN REPUBLIKA
Nama Mahasiswa
: Sumartono
Nomor Pokok
: P 045010101
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc. Ketua
Ir. Gardjito, MSc. Anggota
Ir. Hadiyanto, MS Anggota
Mengetahui
2. Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Dan Pedesaan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Sumardjo, MS.
Prof. Dr. Ir Syafrida Manuwoto, MSc.
Tanggal ujian: 25 Januari 2006
Tanggal lulus: . . . . . . . . . . . . . .
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak bungsu dari enam bersaudara, pasangan Bapak Moentono dan Ibu Umi Rahayu, lahir di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1968. Tahun 1981 penulis menyelesaikan pendidikan SDN Pela Mampang 05, Jakarta, lalu melanjutkan ke SMPN 141 Jakarta, dan lulus tahun 1984. Kemudian penulis melanjutkan ke SMA Purnama, Jakarta dan lulus tahun 1987. Pada tahun 1989, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Fakultas Ilmu Komunikasi, Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat, dan lulus S1 tahun 1904. Mulai tahun 2001 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor, Program Studi Komunikasi Pembangunan Penulis bekerja sebagai staf pengajar/dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP), sekarang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Budi Luhur (FISIP UBL) tahun 1997. Sejak tahun 2000 penulis dipercaya sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UBL. Pada tahun 2003 penulis pindah kerja ke Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonusa Esa Unggul (FIKOM UIEU) sebagai dosen dan Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat, sampai sekarang.
PRAKATA
Puji dan sukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kasih, kurnia, dan anugerah-Nya yang senantiasa menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tesis ini. Dengan menyadari kelemahan dan kekurangan diri sebagai manusia yang tidak pernah luput dari segala kekeliruan dan kekhilafan, melalui karya ini penulis berusaha memberi gambaran bagaimana obyektivitas pemberitaan surat kabar Kompas dan Republika dalam memberitakan konlik Ambon dan Maluku Utara yang terjadi sejak awal tahun 1999 sampai perjanjian Malino, April 2002. Harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi siapa saja yang mempunyai kepentingan bagi kemajuan teknik penulisan berita jurnalistik. Disamping itu penulis menyadari pula bahwa karya ini dapat selesai tidak lepas dari bimbingan para dosen. Sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc. (Ketua Komisi Pembimbing), Ir. Hadiyanto, MS (Anggota Komisi Pembimbing) dan Ir. Gardjito, MSc. (Anggota Komisi Pembimbing). Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Drs. Jamiludin Ritonga, MS., Drs Halomoan Harahap, MSi., dan Drs. Abdul Rahman, MSi yang bersedia menjadi juri untuk uji kehandalan kategori penulis. Juga tak lupa penulis sampaikan kepada Dekan FIKOM UIEU, Drs. Dani V. Noor, MSi., yang telah memberikan dispensasi dan keringanan tugas-tugas kerja agar penulis dapat melakukan bimbingan dan penulisan tesis. Kepada para senior, rekan-rekan Ketua
Jurusan, dan dosen-dosen di lingkungan FIKOM UIEU yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan tesis dan menjadi rekan diskusi juga penulis ucapkan terima kasih Secara khusus, terima kasih tak terhingga untuk ibunda dan istri atas segala kesabaran, kesetiaan dalam memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini. Sebagai rasa terima kasih yang tak terhingga untuk merekalah saya persebahkan karya ini. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada seluruh kakak atas dorongan moril dan mereka pada penulis. Pada Sdri Lia, di Sekretariat KMP penulis juga berterima kasih atas informasi dan bantuan dalam menyelesaikan urusan administrasi. Tidak ada yang sempurna di muka bumi yang bisa dibuat oleh seorang manusia begitu juga dengan karya ini. Untuk itu dengan berlapang dada penulis menerima saran dan kritik konstruktif
yang dapat digunakan untuk
menyempurnakann karya ini sangat penulis hargai.
Jakarta, 25 Januari 2006.
Sumartono.
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ..............................................................................................
i
DAFTAR ISI ...........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
viii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang Masalah ............................................................. Rumusan Masalah........................................................................ Tujuan Penelitian.........................................................................
1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
5
Surat Kabar.................................................................................. Berita............................................................................................ Jenis Berita .................................................................................. Proses Pengolahan Berita ............................................................ Berita Konflik.............................................................................. Ojektifitas Berita......................................................................... Faktualitas.................................................................................... Impartialitas.................................................................................
5 6 8 10 11 13 13 14
KERANGKA PEMIKIRAN....................................................................
15
PROSEDUR PENELITIAN....................................................................
17
Metode Penelitian........................................................................ Populasi dan Sampel.................................................................... Pengumpulan Data dan Instrumen............................................... Uji Reliabilitas............................................................................. Analisa Data................................................................................. Definisi Opersional......................................................................
17 17 19 22 23 25
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
26
Gambaran Umum Objek Penelitian.............................................
26
Akurasi Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika ................................................................................... Relevansi Judul dan Isi Berita Pada Pemberitaan Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika ...................................... Keseimbangan Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika.............................................................................. Netralitas Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika ................................................................................... Kendala dan Upaya Menjaga Objektifitas................................... Kajian pada Topik-topik Konflik Ambon SIMPULAN DAN SARAN....................................................................
27 39 42 44 47 52 53
Simpulan...................................................................................... Saran.............................................................................................
55 56
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
58
LAMPIRAN.............................................................................................
60
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Edisi Terpilih Mengenai Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Periode Januari 1999 sampai April 2002
18
2. Persentase Kategori Akurasi Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika..........................................
28
3. Persentase Kategori Relavansi Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika...........................................
39
4. Persentase Kategori Keseimbangan Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika ..........................................
41
5. Persentase Kategori Netralitas Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika..........................................
44
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Pengolahan Berita Model Getekeeper Westley......................
10
2. kerangka Berpikir ..............................................................................
16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Topik Terkait dengan Konflik Ambon Di Surat Kabar Kompas dan Republika
60
2. Hasil Uji Reliabilitas Pada Tiga Orang Juri
61
3. Berita-berita Konf lik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika
65
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara multi etnis yang memiliki aneka ragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Pada permukaan orang-orang Indonesia tampak bersatu di bawah semboyan Bhineka Tunggal Ika, namun tidak demikian halnya pada kenyataan. Keanekaragaman dan perbedaan itu merupakan potensi terpendam pemicu konflik. Pakar studi konflik dari Universitas Oxford, Steward, (Kompas 16/12/03) menyebutkan empat kategori negara yang berpotensi konflik. Keempat kategori adalah negara dengan tingkat pendapatan dan pembangunan manusianya rendah, negara yang pernah terlibat konflik serius dalam 30 tahun sebelumnya, negara dengan tingkat keanekaragaman suku, budaya yang tinggi, dan negara yang rezim politiknya berada dalam transisi rezim represif menuju rezim demokratis. Indonesia bisa masuk dalam keempat kategori tersebut sekaligus. Pada era Orde Baru, tuntutan kemajemukan rakyat Indonesia dicoba disatukan dengan memanfaatkan media massa. Untuk menyatukan kemajemukan rakyat Indonesia ini media massa berperan sebagai salah satu pilar terbentuknya negara demokratis dan masyarakat madani. Media massa menjadi wadah perbedaan pendapat
yang
sehat;
tidak
bertendensi
memojokkan
kelompok
yang
berseberangan dengan dirinya (Sudibyo, et al. 2001). Dalam kungkungan rezim Orde Baru, media massa dipaksa untuk berhati- hati dalam pemberitaan atas kasus-kasus yang bernuansa Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA). Wacana tentang etnis, ras dan agama selama ini menjadi hal yang selalu ditutup-tutupi dan tabu di kalangan masyarakat. Namun seiring dengan runtuhnya rezim Orde Baru, berubah pula tatanan institusi media. Di era Reformasi, kebebasan pers telah menghadirkan dengan jelas kekacauan yang selama era Orde Baru selalu ditutup-tutupi. Pemberitaan media atas sejumlah isu memperlihatkan munculnya keberanian dan kejujuran dalam menentukan sikap. Pada Era Reformasi krisis, dan konflik menjadi lebih tajam dan tampak
semakin dramatis diberitakan melalui liputan pers. Konflik Ambon dan Maluku Utara yang bernuansa agama memperlihatkan dengan jelas sikap dan posisi yang diambil oleh media massa tertentu dalam pemberitaannya. Dibandingkan dengan topik -topik lain, para wartawan menganggap krisis, konflik, dan perang sebagai hal yang memenuhi banyak kriteria jurnalistik untuk membuat peristiwa menjadi berita. Karena menarik perhatian tentu saja peristiwa konflik tidak akan luput dari perhatian dan pemberitaan media massa. Di antara berbagai macam media massa yang menyiarkan berita mengenai konflik bernuansa agama adalah surat kabar Kompas dan surat kabar Republika. Kompas dikenal sebagai surat kabar yang membawa aspirasi dan suara umat Katolik, sedangkan surat kabar Republika banyak dikenal masyarakat sebagai medianya umat Islam (Eriyanto, 2003) . Pemberitaan media mengenai konflik dapat membawa pengaruh pada dua hal. Pertama pemberitaan media justru memperluas eskalasi konflik. Kedua, pemberitaan media mengena i konflik dianggap sebagai wacana yang dapat membantu meredakan dan menyelesaikan konflik (Siebert, et al. 1986) Mencermati kedua kemungkinan tersebut tampaknya kemungkinan pertama lebih terbuka terjadi melalui pemberitaan suatu konflik oleh media massa (Ritonga dan Iskandar, 2002). Apalagi kondisi masyarakat Indonesia yang masih sangat heterogen mulai dari suku, agama, dan bahasanya. Fenomena ini dapat dicermati pada konflik Ambon, yang semula hanya terjadi di Pulau Ambon. Perkembangan berikutnya konflik meluas hingga ke Kepulauan Maluku. Perluasan konflik yang awalnya merupakan masalah lokal kemudian meluas menjadi isu nasional. Secara umum, konflik Ambon berlangsung dari tahun 1999 sampai 2002. Selama empat tahun konflik Ambon, tidak terjadi terus menerus . Ada Kalanya berhenti, disertai dengan perjanjian dan perdamaian, lalu kembali muncul kembali. Konflik Ambon yang berlangsung selama empat tahun itu banyak menimbulkan kerugian, kerusakan dan kehancuran fisik dan tatanan sosial yang selama ini terbina dengan baik. Kerusuhan itu menghancurkan ikatan persaudaraan yang selama ini dibangun melalui adat pela gandong.
Sebagian masyarakat menilai berbagai kerusuhan yang terjadi di Ambon acapkali
dilihat
sebagai
akibat
pemberitaan
media.
Misalnya,
Pusat
Penanggulangan Krisis Persatuan Gereja Indonesia (PGI) pernah memprotes pemberitaan media. Menurut PGI (Eriyanto, 2003) pemberitaan media memutarbalikkan fakta dan penuh dengan kebohongan.
Berita media
menyebutkan ada warga Rinjani yang beragama Islam tertembak di dalam masjid oleh warga Ahuru yang beragama Kristen. Padahal, menurut PGI yang terjadi adalah korban sudah meninggal oleh tembakan aparat keamanan lalu dibawa oleh warga ke dalam masjid. Akibat kesalahan pemberitaan ini, terutama oleh media yang terbit di Jakarta menimbulkan kemarahan warga Ambon dan menyulut konflik menjadi besar. Menurut McQuail (1989) media secara normatif harus bersikap netral. Berita di media massa adalah cermin realitas sosial yang merupakan refleksi dari kehidupan sosial. Namun, penyajian realitas oleh para komunikator media massa melalui berita dengan berbagai alasan teknis, ekonomis ataupun ideologis sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mencerminkan realitas sesungguhnya. Dalam hal ini tugas wartawan menurut Muis (1999) adalah berupaya menemukan akurasi, di atas segala -galanya, dan menyajikan kepada pembaca-pembacanya. Kewajiban lainnya adalah mengutamakan kejujuran atau keterbukaan (fairness), berupaya menjauhi sikap berpihak atau berat sebelah dengan cara memberi tempat kepada pihak-pihak yang saling menentang untuk mengetengahkan pendapat mereka melalui surat kabar. Selain itu pers juga harus objektif dan akurat dalam membuat pemberitaan
Rumusan Masalah Gejala yang menujukkan bahwa pemberitaan media massa tentang konflik Ambon menyimpan kecenderungan berpihak, membela kelompok tertentu, memunculkan pertanyaan, bagaimana objektifitas pemberitaan konflik Ambon yang dilakukan oleh surat kabar Kompas dan Republika dilihat dari faktor fakta, dan
data
serta keseimbangan
pemberit aan. Secara spesifik
pemberitaan mengenai konflik Ambon pada penelitian ini adalah:
objektifitas
1. Bagaimana akurasi informasi dan data, apakah ada percampuran antara fakta dengan opini ? 2. Bagaimana kesesuaian judul berita dengan isi berita ? 3. Bagaimana keseimbangan jumlah sumber berita ? 4. Bagaimana keberpihakan media massa terhadap pihak-pihak yang berselisih paham?
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur objektifitas berita konflik Ambon pada surat kabar Kompas dan surat kabar Republika dilihat dari faktor fakta, dan data serta keseimbangan pemberitaan. Secara spesifik penelitian bertujuan untuk 1. Mengukur akurasi informasi, kelengkapan data , pencantuman waktu dan kejelasan antara fakta dan opini 2. Mengukur kesesuaian judul berita dangan isi berita 3. Mengukur keseimbangan sumber berita 4. Mengukur keberpihakan media massa pada pihak-pihak yang berselisih paham
TINJAUAN PUSTAKA Surat Kabar
Istilah Press berasal dari bahasa bahasa Belanda, yang dalam bahasa inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media massa elektronik, radio siaran, dan televisi siaran, sedangkan pers dalam pengertian sempit hanya terbatas pada media cetak, yakni surat kabar, majalah, dan buletin kantor berita (Susanto, 1995) Surat kabar merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Fungsi komunikasi massa menurut Dominic (Effendy, 2002) antara lain adalah: (1) Pengawasan (surveillance ), meliputi; (a) pengawasan peringatan (warning or beware surveillance) yaitu, pengawasan terjadi jika media menyampaikan informasi mengenai ancaman taufan, letusan gunung api, kondisi ekonomi yang mengalami depresi, meningkatnya inflasi atau serangan militer, dan (b) pengawasan instrumental (instrumental surveillance) yaitu penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, seperti produk-produk baru, harga barang kebutuhan di pasar dan lain-lain. (2) Interpretasi (interpretation) media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi berupa interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, ada kalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran. (3) Hubungan (linkage) media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Fungsi hubungan yang dimiliki media itu sangat berpengaruh terhadap masyarakat sehingga dijuluki “public making ability of the mass media” atau kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari media massa. (4) Sosialisasi (socialization). Transmisi nilai-nilai yang mengacu kepada caracara sehingga seseorang mengadopsi perilaku dan nilai- nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan
membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari caracara khalayak berperilaku dari nilai-nilai yang penting. (5) Hiburan (entertaiment) Sarana hiburan jelas tampak pada televisi, film dan rekaman suara. Media massa lainnya seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada, misalnya cerita pendek, cerita panjang, atau cerita bergambar. Pers senantiasa dituntut untuk menyampaikan
berita secara obyektif.
Informasi dapat dikatakan obyektif jika akurat, jujur, lengkap, sesuai dengan kenyataan, bisa diandalkan dan memisahkan fakta dengan opini.
Berita Berita menurut Djuroto (2000) berasal dari bahasa sansekerta, vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write , arti sebenarnya adalah ada ata u terjadi. Sebagian ada yang menyebutnya dengan vritta , artinya kejadian atau telah terjadi. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pengertian berita adalah: 1) cerita atau
keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; kabar; 2) laporan 3) pemberitahuan; pengumuman. Menurut Pareno (2003), indikator -indikator yang terdapat dalam suatu berita yang harus diperhatikan antara lain adalah: (1) Laporan: pernyataan atau gambaran tentang berbagai hal yang telah dikatakan, dilihat, dikerjakan. Betapapun hebat dan pentingnya suatu peristiwa, tanpa diketahui, dilihat, dan dilaporkan wartawan kepada publik maka peristiwa tersebut bukan berita (2) Informasi: fakta-fakta yang dikemukakan atau pengeta huan yang diperoleh atau diberikan. Syarat dari informasi adalah harus ada fakta yang diperoleh wartawan, kemudian fakta tersebut disampaikan kepada khalayak. (3) Baru: informasi atau berita yang disampaikan masih hangat dan segar, aktual atau terkini. Deadlin e adalah batas waktu dalam mendapatkan fakta yang memiliki nilai berita
(4) Benar: berita yang berupa fakta itu harus benar dalam arti mengandung dua dimensi yaitu, dimensi keberadaannya dan dimensi penyajiannya. Suatu peristiwa dikatakan benar bila peristiwa yang menjadi sumber berita memang benar-benar ada atau terjadi. (5) Tidak memihak: menghindari “Trial by the Press” dan melakukan both side covering yang
dilaksanakan
tidak
sekedar
mewawancarai
kemudian
memaparkan pernyataan berbagai pihak, melainkan juga menjaga rasa keadilan masing-masing pihak. (6) Fakta: periatiwa yang terjadi yang telah diketahui dan dipercaya secara pasti oleh wartawan baik langsung maupun tidak langsung. Suatu fakta akan tetap menjadi fakta apabila tidak ada intervensi kepentingan pribadi wartawan atau kepentingan perusahaan pers yang bersangkutan. (7) Arti penting: menyangkut kepentingan umum, yaitu kepentingan yang dimiliki oleh khalayak yang heterogen. Arti penting suatu berita selalu ditentukan oleh tiga hal, yaitu manusia, waktu, dan tempat. (8) Menarik perhatian umum: publik akan tertarik untuk membaca, mendengarkan atau menonton suatu berita apabila ketujuh indikator telah ada dalam suatu berita. Berita bukan apa yang disepakati seluruh wartawan melainkan apa yang disiarkan para pemegang fungsi utama pers, yaitu “penjaga gawang”
seperti
reporter yang berpengaruh, editor berita, dan editor kawat. Berita menurut Nimmo (1989), adalah apa yang dikatakan, dilakukan, dan dijual wartawan dalam kerangka pembatasan institusional, ekonomi, teknologis, sosial dan psikologis. Untuk membuat berita, menurut Djuroto (2000) paling tidak harus memenuhi dua syarat yaitu 1) faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga akurasi tinggal sebagian saja, 2) berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Dalam menulis be rita dikenal semboyan “satu masalah dalam satu berita”. Artinya satu berita harus dikupas dari satu masalah saja (monofacta ) dan bukan banyak masalah (multifacta) karena akan menimbulkan kesukaran penafsiran yang menyebabkan berita menjadi tidak sempurna
Jenis Berita Mengenai jenis berita , Romli (2000) membaginya ke dalam lima jenis, yaitu : (1) Straight News, berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas (2) Depth News, berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman terhadap hal-hal yang berada di bawah suatu permukaan (3) Investigation News, berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber (4) Interpretative News , berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulisnya/ reporter (5) Opinion News , berita mengenai pendapat seseorang, biasanya cendekiawan, tokoh, ahli, atau pejabat mengenai suatu hal, peristiwa, dan sebagainya. Straight News atau berita langsung adalah uraian fakta yang nilai beritanya kuat (penting), menarik dan harus disajikan secepatnya dengan minimal mengandung what, who, where, when , why dan how (5W + 1H) serta dimulai dari uraian terpenting ke kurang penting. Berita langsung dibuat dengan memindahkan hasil wawancara, fakta kejadian di lapangan ke dalam sebuah tulisan berita, tanpa ditambah atau dikurangi datanya oleh wartawan sebagai penulisnya. Opini wartawan juga harus dihindari dalam penulisan berita langsung. Perbedaan antara berita langsung dan berita mendalam terletak pada isi uraian, kecepatan penyajian pada khalayak, serta kepadatan dan rincian fakta atau pendapat yang disajikan. Uraian berita mendalam (depth news), apapun bentuknya, akan memberikan informasi lebih lengkap dan menyeluruh bila dibandingkan dengan uraian berita langsung. Uraian berita mendalam diawali pada tahun 1960-an, di mana negaranegara berkembang berada dalam arus pembangunan. Uraian mendalam, berguna untuk melaporkan suatu berita yang bukan apa adanya, tetapi juga melihat kecenderungan yang akan terjadi kemudian ataupun latar belakang suatu peristiwa. Laporan mendalam ini merupakan jenis pemberitaan yang ditujukan kepada rakyat sebagai pelaku pembangunan dan penting untuk menumbuhkan partisipasi dan mengajak rakyat untuk ikut serta dalam pembangunan (Assegaff, 1982).
Berita investigatif, adalah uraian fakta dan atau pendapat yang mengandung nilai berita, dengan membandingkan antara fakta di permukaan dan fakta yang tersembunyi, yang diperoleh dengan menyusuri jejak melalui suatu investigasi. Tujuan uraian investigatif adalah mengungkap fakta yang sengaja disembunyikan atau ditutupi oleh sumber informasi, karena jika dipublikasikan akan merugikan pihak tertentu. Penyusunan berita investigasi memerlukan kerja tim yang dikendalikan oleh tim redaktur berpengalaman. Reporter yang diterjunkan ke lapangan untuk melakukan pencarian fakta tersembunyi ditunjuk oleh tim redaktur dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah diarahkan, karena sasaran dari uraian investigasi sudah ditentukan dengan jelas (Wahyudi, 1996). Berita interpreta tif adalah uraian fakta dan atau pendapat yang mengandung nilai berita, dengan menempatkan fakta atau pendapat itu pada suatu mata rantai dan merefleksikannya dalam konteks permasalahan yang lebih luas. Penyusunan berita ini dilakukan berdasarkan interpretasi penulisnya, dengan memilih topik yang sedang hangat di tengah masyarakat, dan mencari fakta serta pendapat lain yang relevan dengan topik yang dipilih. Berita opini, adalah jenis berita yang dikembangkan berdasarkan pendapat seseorang, atau hasil kutipan dari pendapat seseorang mengenai suatu hal, peristiwa, dan sebagainya. Dalam jenis berita ini narasumbernya biasanya terdiri dari orang-orang tertentu, seperti cendekiawan, tokoh masyarakat atau pejabat pemerintahan. Penuangan informasi dalam bentuk berita di dalam surat kabar menurut Hasrullah (2001) selalu menghasilkan (1) isi berita yang merupakan produk dari pekerja media (2) pendapat masyarakat yang tertuang dalam bentuk tulisan populer (artikel) maupun penulisan tajuk rencana yang biasa ditulis oleh pekerja atau pihak media. Berita dan opini merupakan menu utama media cetak dalam melaporkan suatu peristiwa.
Proses Pengolahan Berita
Berita di media massa sebelum dipublikasikan akan melalui beberapa fase pemrosesan berita. Dengan menggunakan, memahami konsep gatekeeper kita dapat memahami bagaimana cara kerja komunikasi massa. Seorang gatekeeper (Moss dan Tubs, 1996) adalah orang yang memilih, mengubah dan menolak pesan dapat mempengaruhi aliran informasi kepada seseorang atau sekelompok penerima. Menurut White (McQuail, 1993) dalam sebuah studi tentang editor berita telegram pada sebuah surat kabar Amerika, yang dalam pekerjaan memilih berita dianggap sebagai kegiatan gatekeeper. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. N1 N
N2
N3
N2’
N5
N4’
M
N3 N4 N1 N5 Gambar 1. Model Gatekeeper dalam Proses Pengolahan Berita Keterangan N
= Sumber Berita
N1; N2; …Nx = Berita yg diperoleh wartawan N1; N5; N3
= Berita yg tidak terseleksi
N2’; N4’
= Berita yg dipublikasikan
M
= Massa Menurut Bitner (dalam Moss dan Tubs, 1996), keputusan gatekeeper
mengenai informasi mana yang harus dipilih dan ditolak dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain: ekonomi, pembatasan legal, batas waktu (deadline), etika, kompetisi, nilai berita, dan reaksi terhadap umpan balik.
Hal-hal tersebut merupakan sebagian dari pertimbangan-pertimbangan yang menentukan berita-berita yang akan dibuang dan berita mana yang akan dipilih, disunting da n dipublikasikan kepada khalayak sasaran media massa.
Berita Konflik Gil (1993) mengemukakan pengertian berita sebagai laporan tentang sesuatu yang menarik perhatian orang. Pihak yang menentukan apa yang menarik perhatian pembaca adalah tim redaksi berita. Konflik menurut Fisher (2001) adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok), yang memiliki atau merasa memiliki, sasaransasaran yang tidak sejalan. Dari kedua pengertian diatas yang dimaksud dengan berita konflik dalam penelitia n ini adalah laporan tentang fakta, peristiwa mengenai dua pihak atau lebih, baik individu ataupun kelompok
yang tidak sejalan atau saling
bertentangan yang terpilih oleh staf redaksi untuk disiarkan karena dapat menarik perhatian khalayak. Berita konflik dalam konteks penelitian ini adalah peristiwa konflik yang terjadi di daerah Ambon. Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai fase aktivitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan yang berbeda. Fase-fase konflik terdiri dari (Fisher, 2001). Pertama, prakonflik; merupakan periode dimana terdapat ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak atau lebih sehingga timbul konflik. Dua, konfrontasi; pada fase ini konflik menjadi semakin terbuka. Hubungan di antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi di antara para pendukung di masing-masing pihak. Tiga, krisis; ini merupakan puncak krisis, ketika ketegangan dan/atau kekerasan terjadi paling hebat. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan putus. Peryataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak-pihak lainnya. Empat, akibat; pada fase ini, tingkat ketegangan, konfrontasi dan kekerasan pada fase ini agak menurun, dengan
kemungkinan
adanya
penyelesaian.
Lima,
pascakonflik;
situasi
diselesaikan dengan cara mengakhiri be rbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan
berkurang dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-masalah penyebab pertentangan antara dua pihak tidak diatasi dengan baik, fase ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik. Sesuai dengan pendapat Fisher, hasil penelitian Eriyanto (2003) membagi konflik ambon pada lima fase. Fase pertama dimulai tanggal 19 Januari 1999. Konflik ini dimulai dari perkelahian antar warga pemuda kampung Batumerah dengan Mardika. Konflik ini menjalar dan membesar antara warga beda agama semakin tajam dengan pembakaran gereja dan masjid. Konflik ini baru menurun dibulan April. Fase kedua berlangsung dari akhir Juli hingga Desember 1999 diawali dengan kejadian di perumahan Poka, ta nggal 24 Juli 1999. Sejak konflik kedua ini terjadi segregasi yang tegas. Penduduk yang beragama Islam pindah ke desa Islam, demikian juga penduduk beragama kristen pindah ke desa kristen. Fase ketiga dimulai dari Januari hingga akhir Juni 2000. Empat Bulan di awal Fase ini kota Ambon (Januari sampai April) situasi kota Ambon relatif tenang. Bulan Mei 1999 Ambon yang sebelumnya aman kembali tegang dan menghangat. Dalam konflik fase ketiga ini konflik bukan lagi berlangsung secara sporadis, tetapi sudah terencana. Pada fase ini kelompok Islam dibantu oleh laskar Jihad dari Jawa, sedangkan pemuda kristen mengorganisasikan diri dalam laskar kristus dan kelompok Coker. Fase ke empat dimulai dari 27 Juni 2000 hingga 10 Februari 2002. Fase ini dimulai dari diberlakukannya darurat sipil di Maluku dan berakhir akhir 10 Februari 2002 saat akan terjadinya perjanjian malino. Fase Kelima dimulai dari ditanda tanganinya perjanjian Malino, 12 Februari 2002 hingga 28 April 2002. Dalam fase kelima konflik, di kalangan masyarakat Ambon sudah mulai timbul saling pengertian. Musuh mereka bukan orang atau kelompok berbeda agama, tetapi orang atau kelompok yang ingin mengacaukan Ambon. fase ini ditandai dengan peristiwa pembubaran dan penarikan Laskar Jihad dari Ambon.
Objektifitas Berita Objektifitas berasal dari kata objek menurut KBBI adalah mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Sedangkan menurut Assegaf (1983), objektifitas (objectivity ) adalah menceritakan keadaan yang sebenar-benarnya dan bagaimana kejadian yang akan dituliskan itu berlangsung Objektifitas berita menurut Djuroto (2000), artinya penulis berita hanya menyiarkan berita apa adanya. Jika materi berita itu berasal dari dua pihak yang berlawanan, harus dijaga keseimbangan informasi dari kedua belah pihak yang berlawanan. Penulis berita tidak memberi kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri. Dalam menulis berita, penulis berita harus membedakan antara fakta, interpretasi, dan opini. Menurut Merril (1984) objektifitas berita dapat dicapai dengan tiga cara. Pertama pemisahan fakta dari pendapat. Kedua, menyajikan pandangan terhadap berita tanpa disetrtai dimensi emosional. Ketiga, memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab dengan cara memberikan banyak informasi pada masyarakat Dua komponen objektifitas yang harus dipertimbangan seperti dirumuskan Westerstahl (Mc Quail, 1989) mencakup faktor faktualitas dan faktor impartialitas. Faktualitas dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek akurasinya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungan dengan sikap netral wartawan (reporter), suatu sikap yang menjauhkan penilaian pribadi (personal) dan subjektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan.
Faktualitas Kefaktualan berita ditentukan oleh beberap kriteria akurasi antara lain keutuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan atau menekan. (McQuail; 1989)
Pers juga dit untut melakukan pemberitaan yang akurat yang tidak boleh berbohong, menyatakan fakta sebagai fakta dan pendapat sebagai pendapat (Siebert et al. , 1986) Seorang pembuat berita harus menjaga objektifitas dalam pemberitaannya. Artinya penulis berita hanya me nyiarkan berita apa adanya. Penulis berita tidak memberi kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri. Dalam menulis berita, penulis harus membedakan antara fakta, interpretasi dan opini (Djuroto; 2000)
Impartialitas Menurut Sudibyo (2001) Impartialitas adalah sikap netral dalam penyajian dan seimbang dalam penyajian fakta antara yang pro dan kontra. Keseimbangan juga berkaitan dengan pemberian waktu, ruang, dan penekanan yang proporsional oleh media Salah satu syarat objektifitas berita yang lebih populer dikenal dengan istilah pemberitaan dua sisi (cover both story), dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat (Siebert et al., 1986) Menurut Djuroto (2000) jika materi berita itu berasal dari dua pihak yang berlawanan, harus dijaga keseimbangan informasi dari kedua belah pihak yang berlawanan tersebut.
KERANGKA PEMIKIRAN Tugas wartawan adalah mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita mengharuskan wartawan untuk selalu mencari sumber-sumber berita. Namun tidak semua berita yang berhasil diperoleh wartawan dapat disiarkan melalui media massa, tetapi harus melalui proses seleksi (gatekeeper) dari redaksi media massa yang bersangkutan Dalam menyusun berita wartawan dibekali dengan tuntunan jurnalisme (Sudibyo, 2001) yaitu, tunt unan teknis, tuntunan idealisme dan tuntunan pragmatisme. Tuntunan teknis menyangkut kelengkapan berita yang terangkum dalam rumusan 5W + 1H. Tuntunan idealisme menuntut pers untuk bersikap objektif dalam memperjuangkan akurasi. Tuntunan pragmatisme terkait dengan dinamika internal dan eksternal media. Motif ekonomi, politik, ideologis, dan lainnya akan mempengaruhi dalam proses proses pembuatan berita. Media massa tidak mungkin menyajikan seluruh realitas sosial dalam medium yang terbatas sehingga ada proses seleksi ketika para editor sebagai gatekeeper memilih berita -berita mana saja yang akan dimuat dan tidak. Pemilihan ini jelas sangat subjektif dan bergantung pada misi, visi, nilai atau ideologi yang ingin disampaikan media massa itu kepada masyarakat Undang-undang pers dan kode etik jurnalistik yang mengatur kegiatan media massa dalam kegiatan mencari, mengolah dan menyiarakan berita menuntut media massa untuk tidak mencampuradukan antara fakta dan opini. Pers dituntut untuk bersikap objektif dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana objektifitas pemberitaan konflik Ambon pada surat kabar Kompas dan Republika dilihat dari unsur-unsur objektifitas berita yaitu, faktualitas dan impartialitas. Berdasarka n hal-hal tersebut, kerangka pemikiran masalah penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan berikut:
Sumber Berita
Wartawan
Berita Objektif
Faktualit as
Akurasi - kelengkapan data - Pencantuman waktu - Pemisahan fakta& opini
Impartialitas
Relevansi
Keseimbangan
Kesesuaian judul & isi
- Jml sumber berita
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Netralitas - Sikap Media
PROSEDUR PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi. Analisis isi didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, penggambaran secara kuantitatif, dan manifest (Wimmer & Dominick, 2000) Objektif adalah penekanan pada penganalisaan kategori yang mempunyai makna sama apabila dilakukan oleh orang lain, bebas dari subyektifitas dan bias peneliti. Sistematik mempunyai pengertian seperangkat prosedur dapat digunakan dengan cara yang sama dalam menganalisis isi pernyataan. Kuantitatif menekankan pada pencatatan dari hasil nilai bilangan atau frekwensi untuk menggambarkan berbagai jenis isi yang ditemukan. Manifest pengertiannya adalah isi pesan yang tampak, yaitu sesuai apa yang tertulis dan tercetak dalam surat kabar. Jadi pengertiannya betul-betul yang muncul dan tampak dipermukaan untuk dianalisis. Penekanan pada aspek manifes dimaksudkan untuk membaca seperti apa adanya, dan dinyatakan secara terbuka di dalam media yang diamati. Metode analisis isi menurut Berger (1982) dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa terkini, lampau atau keduanya. Sedangkan kelemahan dari analisis isi adalah sulit untuk mendapatkan secara pasti sampel yang representa tif untuk dipelajari.
Populasi dan Sampel Populasi Penelitian ini dilakukan terhadap berita konflik ambon pada surat kabar Kompas dan Republika. Kedua surat kabar ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan kedua surat kabar tersebut adalah berdasarkan karakter ideologis masing-masing surat kabar tersebut. Walaupun kedua surat kabar tersebut bersifat independen tetapi dalam pemberitaan sulit melepaskan diri dari paham yang melekat pada surat kabar tersebut. Menurut Hill (1995) berdasarkan sejarah berdirinya kedua surat kabar itu. Republika mengesankan membawa
aspirasi intelektual Islam yang liberal dan sekular. Kompas mengesankan membawa aspirasi umat kristen.
Hal ini dikarenakan surat kabar tersebut masih
mengikatkan diri pada ikatan primordialisme. Populasi penelitian adalah seluruh berita straight news dan opini mengenai konflik di Ambon yang dipublikasikan di surat kabar Kompas dan Republika pada hari dan tanggal yang sama. Berita sebagai hasil kerja dan seleksi tim redaksi media massa memiliki karakteristik yang homogen. Dalam kurun waktu empat tahun, berita mengenai konflik Ambon. menurut Eriyanto (2003) dapat dikelompokan dalan lima fase. Jumlah edisi terpilih mengenai konflik Ambon di surat kabar Kompas dan Republika yang terbit pada hari dan tanggal yang sama pada setiap fase selengkapnya disajikan pada Tabel 1: Tabel 1. Jumlah Edisi Terpilih Mengenai Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Periode Januari 1999 sampai April 2002 Fase
Periode
Edisi
Berita di Kompas
Berita Di Republika
Satu
Januari 99 – Juli 99
11
14
18
Dua
Juli 99 – Desember 99
10
11
12
Tiga
Januari 00 – Juni 00
11
20
13
Empat
Juli 00 – 10 Februari 02
10
12
12
Lima
11 Februari 02– 28 April 02
14
29
18
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah isi pe san surat kabar yang berbentuk berita dan opini terhadap isu-isu konflik Ambon yang dimuat di hari dan tanggal yang sama pada harian Kompas dan Republika .
Mengenai besaran sampel, menurut Ritonga (2004) bila sifat populasinya homogen, besar sampel tidak perlu terlalu dipersoalkan. Artinya, syarat presisi yang tinggi dapat diabaikan karena secara metodologis tidak dipersyaratkan penetapan sampel dalam jumlah besar. Sampel pada metode analisis isi berdasarkan penelitian Stempel (dalam Krippendorf, 1980)yang membandingkan penelitian menggunakan 6, 12, 18, 24, dan 48, penambahan jumlah sampel lebih dari 12 tidak membuahkan hasil penelitian lebih akurat Berdasarkan model dan penjelasan pada bagian Tinjaun Pustaka mengenai proses pencarian dan penulisan berita dapat disimpulkan bahwa berita yang berasal dari berbagai sumber berita memiliki karakteristik homogen. Karena berita yang dipublikasikan di surat kabar telah memenuhi standar kriteria berita yang telah ditetapkan oleh redaksi. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, jumlah sampel yang diambil pada setiap fase sebesar 50%. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). . Hasil penarikan sampel lima fase berita konflik Ambon di surat kabar Kompas dan Republika sebagai berikut; Fase pertama surat kabar Kompas dan Republika sampel berita mengenai konflik Ambon masing-masing 5 berita. Jumlah sampel pada fase dua untuk surat kabar Kompas adalah 5 berita, dan Republika 7 berita. Fase ketiga jumlah sampel di Kompas adalah 5 berita, dan Republika 6 berita. Fase keempat sampel masingmasing surat kabar adalah 5 berita. Pada fase kelima, sampel berita di surat kabar Kompas adalah 9 berita, dan surat kabar Republika 8 berita
Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini penulis lakukan dengan menggunakan mengunakan data base yang terdapat pada komputer di Pusat Informasi dan Dokumentasi Kompas dan Pusat Dokumentasi Republika. Pencarian dilakukan dengan menggunaka kata kunci “konflik Ambon” periode tahun 1999 sampai
2002. Selanjutnya seluruh data yang diperoleh melalui komputer penulis sortir dengan kriteria berita mengenai konflik Ambon yang terbit pada hari dan tanggal yang sama di surat kabar Kompas dan Republika Data yang diperoleh melalui prosedur di atas, penulis mengambil sampel berita. Berita berbentuk soft copy dari komputer tersebut kemudian dibandingkan dengan
berita aslinya di surat kabar yang terdapat di Pusat Dokumentasi,
Perpustakaan Kompas dan Republika.
Instrumen Data mengenai berita-berita konflik di ambon yang ada di surat kabar Kompas dan surat kabar Republikaakan dianalisis dengan melihat frekwensi dan persentase kemunculan masing-masing kategori Unit analisis dalam penelitian ini adalah butir berita konflik Ambon yang ada da lam surat kabar Kompas dan surat kabar Republika. Objektifitas berita akan dilihat dari akurasi informasi, data serta kejelasan antara fakta dan opini. Relevansi diukur berdasarkan adanya kesesuaian judul dengan isi berita, keseimbangan sumber berita dan netralitas berupa penilaian yang tidak memihak dari pihak media terhadap pihak-pihak yang berselisih. Definisi kategori dari unsur-unsur objektifitas berita (Ida, 2001) adalah: 1. Faktualitas Pemberitaan A. Akurasi dalam pemberitaan yang meliputi ♦ Kelengkapan data pendukung atau kelengkapan informasi atas berita yang ditampilkan berupa Tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar, dan lain-lain. Konsep ini dibagi dua, yaitu: -
Ada data pendukung, yaitu apabila tulisan itu dilengkapi dengan salah satu data pendukung, seperti foto peristiwa, Tabel, statistik, dan data referensi (buku, UU, Peraturan Pemerintah, dan lain -lain)
-
Tidak ada data pendukung, yaitu apabila tulisan itu sama sekali tidak dilengkapi dengan data pendukung, seperti foto peristiwa, Tabel, statistik, da n data referensi (buku, UU, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain)
♦ Pencantuman waktu terjadinya peristiwa atau wawancara untuk melihat akurasi fakta atau opini. Ada dua kategori dalam konsep ini, yaitu: -
Dicantumkan waktu, apabila dalam tulisan mencantumkan waktu berupa tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya, yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.
-
Tidak
dicantumkan
waktu,
apabila
dalam
tulisan
tidak
mencantumkan baik tanggal ataupun kata -kata yang berkaitan dengan waktu ♦ Pemisahan fakta dan opini, yaitu menyangkut ada tidaknya pemisahan fakta dengan opini wartawan yang menulis berita. Konsep ini dibagi dua, yaitu: -
Ada pemisahan fakta dan opini, yaitu apabila dalam berita terdapat kata-kata yang bersifat opini, seperti: tampaknya, diperkirakan, diramalkan, kontroversi, mengejutkan, manuver, dan kata -kata yang bersifat opini lainnya.
-
Tidak mencampur fakta dan opini, yaitu jika dalam tulisan berita tersebut tidak terdapat kata -kata yang bersifat opini seperti yang telah disebutkan di atas.
B. Relevansi dalam pemberitaan berupa, Kesesuain judul berita dengan isi berita dilihat dari kalimat judul yang merupakan bagian dari kutipan atau kalimat ada pada isi berita. Selain itu dalam judul atau isi beritanya apakah juga menggunakan kata atau kalimat denotatif serta tanda -tanda baca yang mengesankan makna ganda. Ketepatan menyangkut judul utama bukan sub judul. Dengan demikian konsep ini dibagi dalam dua kategori: -
Sesuai, apabila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita
-
Tidak sesuai, apabila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau bukan kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita
2. Impartialitas yaitu menyangkut
A. keseimbangan, dilihat dari sumber berita yang digunakan, yaitu: -
Seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan (dalam penelitan ini adalah pihak Islam dan Kristen/ Katolik) diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.
-
Tidak seimbang, jika pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan berita itu tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.
B. Netralitas, dilihat dari sikap media terhadap sumber berita yaitu: -
Memihak, jika isi berita memihak, membela salah satu pihak di antara pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa konflik (dalam penelitan ini adalah pihak Islam dan Kristen/ Katolik), atau memojokkan, menjelekjelekkan, menghujat salah satu pihak di antara pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa konflik
-
Netral, jika isi berita tidak memihak, tidak membela salah satu pihak di antara pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa konflik
Uji Reliabilitas Untuk menjamin objektifitas data yang akan dianalisis, perlu menentukan reliable (keterandalan) pada kategori yang dibuat. Untuk itu dilakukan uji coba kategori kepada tiga orang juri yang ahli dalam bidang kajian dan metodologi penelitan serta menguasai bidang penulisan dan penyuntingan berita. Juri pertama adalah Drs. Jamiludin Ritonga, MS, dosen mata kuliah Metode Penelitian di beberapa Perguruan Tinggi. Juri kedua adalah Drs. Halomoan Harahap, MSi, Pembantu Dekan I Bidang Akademik FIKOM Indonusa Esa Unggul. Drs A. Rahman, Msi. sebagai juri ketiga adalah seorang wartawan dan juga dosen di beberapa perguruan tinggi. Proses uji coba reliabilitas koding dilakukan dengan membagikan definisi kategori akurasi, definisi kategori relevansi, definisi kategori keseimbangan dan definisi kategori netralitas kepada tiga orang juri. Kemudian tiga orang juri yang telah dipilih akan melakukan uji reliabilitas tersebut dengan cara yang sama telah dilakukan peneliti. Dari hasil uji reliabilitas antara peneliti dan hakim akan
diketahui berapa yang disetujui bersama oleh peneliti dan juri. Jumlah berita yang diuji oleh peneliti dan hakim pada setiap kategori adalah 12 berita dari surat kabar Kompas dan Republika , atau 6 berita dari masing-masing surat kabar. Perhitungan reliabilitas akan dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Holsty (Wimmer & Dominick; 2000) yaitu: 4M C.R = ------------NI + N2 Keterangan C.R.
= Coefficient Reliability
M
= Jumlah pernyataan yang disetujui oleh empat pengkode (peneliti dan tiga orang hakim)
Ni, N2 = Jumlah penyataan yang diberi kode oleh pengkode dan peneliti Untuk menghitung keandalan majemuk (composite Reliability ), dihitung dengan rumus: N (koefisien keandalan) Composite reliability = -----------------------------------------------------------1 + ( N - 1 ) (Koefisien keandalan) Besarnya hasil penilaian juri tersebut dapat menujukkan kesepakatan antar juri dalam menentukan apakah kategori yang disusun dapat dipergunakan. Hasil penghitungan yang telah dilakukan dari uji reliabilitas untuk kategori akurasi adalah 0.70. kategori Relevansi 0.71, kategori keseimbangan 0.71 dan kategori netralitas 0.70 Dari hasil penghitungan di atas, terlihat bahwa keandalan majemuk atau composite reliability dari masing-masing kategori mencapai 0,70 ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa kategorisasi yang telah disusun andal.
Sebab walaupun
belum ada standar reliabilitas yang mutlak, tetapi menurut Lasswell (Sutopo, 1989), nilai keandalan 70 - 80 % dapat diterima sebagai keandalan yang mencukupi.
Analisis Data
Data yang terkumpul merupakan dasar untuk melakukan analisis, yaitu dengan melihat frekwensi dan persentase masing-masing kategori. Data kuantitatif dapat memberikan deskripsi secara lebih pasti, namun tidak dapat menjawab, menjelaskan lebih mendalam mengapa dan bagaimana fenomena terjadi. Seperti disinggung oleh Krippendorft (1991) bahwa analisis isi dapat saja dapat saja melanjutkan permainan hitung menghitung yang hanya bisa memberikan kegairahan tetapi bukan wawasan. Penulis juga melakukan interpretasi terhadap data kwantitatif dengan memberikan interpretasi melalui data kualitatif. Dalam hal ini data kualitatif yang digunakan untuk mendukung data kuantitatif penulis peroleh melalui berbagai tulisan yang memiliki relevansi dengan pokok permasalahan.
Definisi Operasional 1. Berita adalah laporan, uraian tentang peristiwa/fakta dan atau pendapat yang ditulis oleh wartawan/redaksi media massa dan mengandung nilai berita 2. Konflik, hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok), yang memiliki atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. 3. Gatekeeper: proses pemilihan, penseleksian berita yang dilakukan oleh redaksi media massa sebelum berita dipublikasikan 4. Berita konflik adalah laporan, uraian tentang peristiwa/fakta dan atau pendapat yang mengandung unsur pertentangan kepentingan 5. Objektivitas berita adalah adalah laporan, uraian tentang peristiwa/fakta dan atau pendapat yang ditulis oleh wartawan/redaksi media massa dengan memberi tempat yang sama, seimbang antara dua pihak yang bertentangan, dan memisahkan fakta dengan opini. 6. Faktualitas: laporan tentang peristiwa atau pendapat yang dapat dicek akurasinya kepada sumber, disajikan tanpa komentar, atau ada pemisahan antara fakta dan opini. 7. Impartialitas: adalah sikap netral dalam penyajian dan seimbang dalam penyajian fakta dan opini antara yang pro dan kontra 8. Akurasi: adalah penyajian berita sesuai dengan realita yang ada dengan didukung oleh data-data yang akurat, adanya pencantuman waktu, serta adanya pemisahan antara fakta dan opini 9. Relevansi: adalah adanya kesesuaian antara judul berita, sub judul dengan isi berita 10. Keseimbangan: adalah pemberian waktu, ruang dan penekanan yang proporsional pada pihak yang pro dan kontra
11. Netralitas, adalah sikap tidak memihak dari media terhadap pihak yang terlibat dalam konflik
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Surat Kabar Kompas Surat kabar Kompas dibangun pada tahun 1965 oleh Jacob Oetama sebagai prakarsa partai katolik dalam usaha mempresentasikan suara mereka pada kancah perpolitikan tahun 1960-an. Ciri kepartaian muncul secara dominan pada Kompas sebagaimana surat kabar partai lain pada masa itu. Kompas dengan demikian menjadi juru bicara partai, meskipun dengan cara yang cukup halus. Pembaca dapat menjumpai pengumuman-pengumuman dari partai katolik, oganisasi-organisasi katolik, juga universitas katolik. Kedekatan Kompas dengan Partai Katolik berlanjut sampai pada tahun 1971. Saat itu hubungan antara surat kabar dengan partai politik meningkat, sementara pemerintah berusaha memperkecil primordialisme. Dua tahun kemudian, pemerintah mengikis partai-partai politik dengan memaksa mereka (kecuali golongan Karya) melebur menjadi dua partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Akibat dari restrukturisasi ini, hubungan antara Kompas dan Partai Katolik semakin longgar sampai akhirnya kini Kompas menjadi institusi bisnis yang profesional dan beorientasi bisnis. Saat ini Kompas menghadirkan dirinya sebagai koran independent, dan lebih berorientasi bisnis. Visi surat kabar Kompas adalah berpartisipasi dalam membangun masyarakat Indonesia baru, yaitu masyarakat dengan kemanusiaan transendental, persatuan dalam perbedaan, menghormati individu dan masyarakat
yang adil dan makmur. Sedangkan misi surat kabar Kompas adalah menjadi nomor satu dalam semua aspek usaha, diantara usaha-usaha lain yang sejenis dan dalam kelas yang sama. Meskipun demikian latar belakangnya sebagai koran yang dekat dengan kekuatan katolik mempengaruhi posisi Kompas dalam berbagai perdebatan politik, terutama bila perdebatan itu menyangkut atau menyinggung kekuatan politik Islam. Surat Kabar Republika Republika hadir dalam kancah pers nasional dengan latar belakang sosial politik yang sangat penting. Republika dilihat sebagai satu titik yang menandai kebangkitan politik Islam tahun 1990-an. Nama Republika sendiri berasal dari ide (mantan) Presiden Soeharto yang disampaikannya saat beberapa pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat menghadap untuk melaporkan rencana peluncuran harian umum tersebut Republika dibangun ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa yang dikepalai Menteri Riset dan Teknologi BJ. Habiebie sekaligus pemilik PT. Abdi Bangsa. Dengan dukungan ICMI, Surat Izin Penerbitan Usaha Pers gampang diraih. Manajemen awal Republika
mencoba
meretas
persoalan
klasik:
Bagaimana mengedepankan misi Islam dalam sebuah negara. Dalam konteks jurnalisme, bagaimana menerpakan kaidah pemberitaan yang profesional tanpa meningalkan misi ke Islamannya. Republika tidak hanya ditujukan untuk mendukung partai politik atau untuk orang Islam yang saleh saja, tetapi untuk orang-orang yang belum mantap imannya dan enggan dengan seruan moralistik. Republika secara teratur memuat artikel-artikel mengenai seni, televisi, sastra dan trend mode yang menarik bagi Muslim kelas menengah dan atas yang menjadi pembacanya. Republika adalah suatu upaya untuk menunjukan bahwa Islam bukan hanya sekedar persoalan untuk orang desa dan ulama, tetapi sebuah agama yang bisa mengilhami s uatu kesadaran sosial yang sesuai dengan aspirasi rakyat sebagai keterbukaan, dan pluralisme.
Akurasi Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika
Kategori akurasi sebagai salah satu unsur objektifitas analisanya diarahkan untuk meneliti apakah dalam sebuah berita terdapat kelengkapan data pendukung, atau kelengkapan informasi atas berita yang ditampilkan. Kelengkapan data tersebut berupa Tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar, dan lain-lain. Pencantuman waktu terjadinya peristiwa atau wawancara merupakan salah satu unsur dari kategori akurasi berita. Unsur kategori akurasi berita berikutnya adalah bagaimana pemisahan fakta dan opini dalam berita. Hasil analisis kategori Akurasi Berita dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 Persentase Akurasi Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Kelengkapan data
Pencantuman Waktu
Pemisahan Fakta/Opini
Fase Kompas
Republika
Kompas
Republika
Kompas
Republika
I
100
100
100
100
60
100
II
100
71.40
100
71.40
40
28.58
III
100
100
100
100
80
50
IV
100
100
100
100
40
20
V
88.89
100
100
87..50
55.56
50
Rataan
97.78
96
100
93.05
55.11
48
Kelengkapan Data Pada fase pertama, kelengkapan data pada pemberitaan konflik Ambon di surat kabar Kompas dan Republika antara lain berupa data jumlah korban. Hal ini, misalnya dapat dilihat pada kutipan berita Kompas (21/01/99) berikut; Kerusuhan itu mengakibatkan sedikitnya 11 orang tewas (di antaranya seorang anggota polisi) dan 23 orang luka -luka. Perusuh juga membakar 45 rumah, lima toko dan 75 kios, merusak 161 mobil (termasuk satu mobil Kepala Kepolisian Daerah), 25 sepeda motor, dan 100 becak.
Pada hari yang sama kelengkapan data di surat kabar Republika pada berita mengenai konflik Ambon terlihat pada kutipan berita berikut: Kapolda Maluku, Kolonel Pol Drs Karyono, mengatakan akibat kerusuhan itu, sedikitnya 10 orang meninggal, lebih dari 100 orang luka-luka, empat tempat ibadah dibakar, dan 30 rumah penduduk dibakar. Sedangkan kendaraan terbakar masing-masing 15 mobil, 25 sepeda motor, serta ratusan becak. Sementara itu 75 kios dan lima toko terbakar.
Dari kedua kutipan berita di atas, kelengkapan data ada pada kalimat yang memerinci jumlah korban. Dalam perincian tersebut ada perbedaan jumlah korban antara surat kabar Kompas dan Republika. Perbedaan data tersebut antara lain; Kompas menyebutkan jumlah korban tewas sebanyak 11 orang dan tidak ada tempat ibadah yang dibakar, sedangkan Republika menyebutkan 10 orang, dan empat tempat ibadah yang dibakar. Kompas tidak menyebutkan dari mana (sumber) data tersebut diperoleh, sedangkan Republika menyebutkan Kapolda Maluku, Kolonel Polisi Drs Karyono sebagai sumber data. Jika Kompas memperoleh data jumlah korban dari pihak kepolisian, perbedaan ini tidak akan terjadi. Ishwara (2005) berpendapat bahwa sumber anonim bisa membahayakan atau menimbulkan kerugian bagi wartawan atau media. Penggunaan sumber berita yang anonim menurut Kovach dan Rosenthal (dalam Ishwara; 2005) bisa menyesatkan kita, berbohong atau menyembunyikan fakta penting yang mungkin bisa mengubah kesan kita tentang informasi itu Pada fase dua seluruh berita di surat kabar Kompas menunjukkan adanya kelengkapan data. Kata dan kalimat yang menunjukkan kelengkapan data dan pencantuman waktu antara lain terlihat pada Kompas (02/09/99) yang berjudul “Ambon Masih Panas” seperti pada kutipan di bawah ini: Sedikitnya delapan orang tewas dalam pertikaian massa di dua tempat berbeda
di wilayah Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Maluku, Rabu (1/9). Rinciannya, empat di Way Lawa II di tepi kawasan Bandara Pattimura, Pulau Ambon (Kodya Ambon), dan empat lagi di Sirisauni, Pulau Saparua (Maluku Tengah).Hingga berita ini diturunkan pukul 18.00, Dusun Way Lawa sudah dapat dikendalikan aparat, namun suasana masih tegang.
Kelengkapan data di surat kabar Republika pada berita konflik Ambon fase dua adalah 71.40%. Berita Republika yang menunjukkan adanya kelengkapan data misalya terlihat pada berita berjudul “Ambon dan Saparua Rusuh” (02/09/99) yang kutipannya dapat dilihat di bawah ini: Korban tewas yang teridentifikasi melalui rumah-rumah sakit di Pulau Ambon adalah Abdul Gani Ely, D Latumahina, Jainolan (50) dan John Kastanya (40) sedangkan korban luka berat Abdul Rizal Rusdi (20) dan Felix Kastanya (20).
Fase tiga pemberitaan konflik Ambon, seluruh berita di surat kabar Kompas dan Republika telah lengkap datanya. Kelengkapan data pada surat kabar Kompas, berupa rincian jumlah dan jenis senjata misalnya, pada berita berjudul ”Ribuan Senjata Perang Dibuang Ke laut” (22/02/2000) seperti terlihat pada kutipan di bawah ini Menurut laporan Komandan Sektor A, yang membawahkan wilayah Pulau Ambon, Kolonel (Inf) Irwan Koesnadi, pemusnahan senjata rakitan dan senjata tajam yang disita sejak 2 Januari sampai 19 Februari 2000 meliputi 11.980 unit, antara lain 8.517 anak panah panjang maupun pendek, kemudian 1.165 bom rakitan, 1.185 pucuk parang, 242 pelontar panah, 133 pucuk senjata rakitan laras pendek, serta 322 senjata laras panjang. Ikut dimusnahkan pula 284 pucuk mortir modifikasi, enam pucuk senapan angin, 123 bazoka rakitan ditambah tiga pucuk senjata kipas. Senjata tersebut disita oleh satuan Brimob
Yonif 509 Kostrad, Yonif 506 Diponegoro, dan Pomdam Pattimura.
Pada surat kabar Republika (22/02/2000), berita yang menunjukkan kelengkapan data ada pada berita berjudul ”Setidaknya 12.044 Senjata Dimusnahkan” misalnya terlihat pada kutipan berikut ini:
Peralatan perang warga sipil yang dimusnahkan itu antara lain 322 pucuk senjata rakitan laras panjang, 133 pucuk senjata rakitan laras pendek, 248 pucuk mortir modifikasi, enam pucuk senapan angin, 191 pucuk senjata pelontar anak panah, 123 pucuk bazoka rakitan, 8.517 awak panah berukuran panjang dan pendek, 151 busur panah, 1.165 buah bom rakitan, 1.185 buah parang, dan tiga buah senjata pipa sembur rakitan.
Seluruh berita mengenai konflik Ambon pada fase empat di surat kabar Kompas dan Republika menujukkan kelengkapan data. Berita di Kompas yang menunjukkan kelengkapan data, misalnya pada kutipan berita berjudul “Ambon Tegang 10 Warga Tewas” (23/01/00) . Sejumlah barang bukti berhasil diamankan dari tangan mereka, di antaranya dua senjata organik jenis SS1, empat pucuk senjata Rogermini, empat pucuk pistol Revolver, satu pistol FN serta ratusan butir peluru berbagai jenis dan sabu.
Berita mengenai konflik Ambon di surat kabar Republika yang menunjukkan kelengkapan data, misalnya ada pada berita berjudul “Yon Gab TNI Kembali Beraksi” (23/01/01). Pada berita ini dipaparkan sejumlah data seperti terlihat pada kutipan di bawah ini: Tragedi tersebut berlangsung di kompleks rumah toko (Ruko) Batu Merah.Aksi penembakan terjadi sejak Senin (22/1) Subuh hingga sekitar pukul 08.30 WIT. Di
antara korban tewas termasuk seorang calon haji (calhaj) yang hendak menuju Makassar. Selain menembak mati 10 orang tadi, Yon Gab TNI -- Marinir (AL), Kopassus (AD), dan Paskhas (AU) -- juga menganiaya 23 warga lainnya. Mereka bahkan menyekap dan menganiaya empat perwira polisi dari Polda Maluku. Mereka adalah Kolonel Saragih, Komandan Satuan (Dan Sat) Brimob Letkol Adi Dharma Sitepu, Mayor Ricky Pays, dan Letda Saifuddin Anshori.
Kelengkapan data di surat kabar Kompas pada berita konflik Ambon fase lima sebesar 88.89%. Berita di Kompas yang berjudul “1718 Puc uk Senjata dimusnahkan” (08/04/2002) menyebutkan jumlah dan jenis senjata yang dimusnahkan seperti terlihat pada kutipan berita berikut Sebanyak 1.718 pucuk senjata rakitan dan 249 bom rakitan dimusnahkan di Lapangan Merdeka Ambon, Minggu (7/4). Tumpukan senjata itu digilas menggunakan mesin giling yang dinaiki dua orang perwakilan Muslim dan Nasrani, Yusuf Ely dan Ferry Watimuri.
Sedangkan kelengkapan data di Surat kabar Republika pada fase lima pemberitaan konflik Ambon, seluruhnya terpenuhi. Berita di Republika yang mencantumkan data, misalnya pada berita berjudul “Pemusnahan Senjata Diiringi Teriakan Hidup RMS” (08/04/2002) seperti terlihat pada kutipan berikut; Kemarin (7/4), sebanyak 9.257 senjata rakitan dibakar setelah digilas dengan alat berat semacam ekskavator lebih dulu. Di antara senjata yang dimusnahkan itu adalah 977 pucuk senjata laras panjang rakitan, 424 senjata laras pendek rakitan, bom rakitan 566 buah, bazoka 70 buah, busur panah 239 buah, amunisi berbagai jenis 673 butir, 514 buah
senjata tajam, 4.721 anak panah, dan sejumlah senjata tajam lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan data jumlah korban yang dimuat antara surat kabar Kompas dan Republika terlihat ada perbedaan jumlah data. Mengenai pengumpulan data yang dilakukan oleh wartawan, Markel (dalam Rivers dan Mathew; 1994) mengatakan, wartawan yang paling obyektif sekalipun mengumpulkan 50 fakta. Dari ke 50 fakta itu, ia memilih 12 fakta untuk disertakan dalam beritanya. Dari 12 fakta, redaktur atau wartawan itu akan memilih 11 fakta. Dikaitkan dengan hasil penelitian dan pendapat Markel, maka surat kabar Kompas terlihat telah melakukan penyortiran data, antara lain tidak dicantumkannya rumah ibadah yang dibakar dalam kasus konflik Ambon. Penyortiran data ini dilakukan Kompas merupakan kebijakan redaksional berkaitan dengan visi persatuan dan perbedaan. Tidak dicantumkannya rumah ibadah yang dibakar adalah untuk menghindari perpecahan anatara masyarakat Kristen dan Islam di Indonesia.
Pencantuman Waktu Mengenai pencantuman waktu terjadinya peristiwa, seluruh berita berita pada fase pertama di masing-masing surat kabar (Kompas dan Republika) menunjukkan terdapatnya pencantuman waktu terjadinya peristiwa. Pencantuman waktu pada surat kabar Kompas misalnya ter lihat pada berita berjudul “Kota Ambon Diguncang keributan Antar Warga“ pada paragraf pertama tertulis Kota Ambon hari Selasa (19/1) dilanda kerusuhan antarwarga. Sampai hari Rabu situasi kota di Propinsi Maluku itu masih lumpuh total. Penerbangan komersial dari dan ke Ambon juga dihentikan, kecuali pesawat ABRI. Penduduk dicekam ketakutan karena sering terdengar bunyi tembakan pasukan keamanan untuk menghalau perusuh.
Dari kutipan berita mengenai konflik Ambon di atas terdapat kalimat “. . . hari selasa (19/1). . .“ dan kalimat “. . . hari Rabu . . .“ menjelaskan mengenai waktu terjadinya peristiwa. Pada surat kabar Republika pencantuman waktu terjadinya peristiwa terlihat pada berita berjudul “Sedikitnya 10 Tewas dalam Kerusuhan di Ambon“ (21/01/1999) pada paragraf pertama, tertulis: Gubernur Maluku, Dr Ir Moh Saleh Latuconsina, mengajak masyarakat Kotamadya Ambon agar menahan diri dan tidak terpancing emosi oleh peristiwa kerusuhan yang terjadi sejak Selasa sore (19/1) sekitar pukul 16.00 WIT.
Kalimat pada berita di Republika kalimat yang menunjukkan waktu terjadinya ada pada kalimat “. . . Selasa sore (19/1) sekitar pukul 16.00 WIT“ Pada fase dua seluruh berita di surat kabar Kompas telah mencantumkan waktu terjadinya peristiwa. Pencantuman tersebut misalnya ditemukan pada berita berjudul ” Sembilan Aparat Tertembak di Ambon” pada paragraf pertama tertulis: Sedikitnya sembilan aparat keamanan, masing-masing empat anggota marinir, empat polisi, seorang anggota TNI AD, tertembak saat melerai pertikaian antar kelompok bernuansa SARA di Kawasan Perigi Lima, Kecamatan Nusaniwe (Kodya Ambon), Minggu (28/11) dinihari sekitar pukul 02.20 hingga 08.30.
Kalimat yang menunjukkan pencantuman waktu terjadinya peristiwa pada kutipan berita di atas adalah, ”. . . minggu (28/11 dinihari sekitar pukul 02.20 hingga 08.30” Jumlah berita di surat kabar Republika yang mencantumkan waktu terjadinya peristiwa sebesar 71.40%. Berita di Republika yang menunjukkan adanya pencantuman waktu terjadinya peristiwa terlihat pada judul berita “Sembilan Aparat Tertembak, DPR Perlu Bentuk Pansus” seperti terlihat di bawah ini . . . Kerusuhan terjadi Ahad (28/11) dinihari hingga siang. ''Anggota Intel Polres P
Ambon danPP Lease, Sertu La Ali meninggal dunia,'' katanya.
Kata “Ahad (28/11)” pada berita di atas adalah kata yang menjelaskan waktu terjadinya kerusuhan Sedangkan dua berita di surat kabar Republika yang tidak mencantumkan waktu ada pada berita yang berjudul “Darurat Sipil Bukan Solusi Ambon” dan berita berjudul “Ambon Skenario Apalagi”. Kedua berita ini terbit pada hari yang sama, yaitu 01 Desember 1999. Pada fase tiga, keseluruhan berita mengenai konflik Ambon di surat kabar Kompas dan Republika telah mencantumkan waktu. Berita di surat kabar Kompas yang mencantumkan waktu, misalnya pada berita berjudul” Wapres Megawati Tentang Pertikaian di Maluku” (26/01/2000) telihat pada kutipan di bawah ini: Demikian Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, dalam kunjungannya di Kodya Ambon, Selasa (25/1). Pagi hari, Wapres beserta rombongan berkunjung ke Masjid Al Fatah, kemudian siang harinya dilanjutkan ke Gereja Maranata.
Kata selasa (25/1) pada kutipan berita di atas menjelaskan waktu terjadinya peristiwa kunjungan wakil presiden ke masjid Al Fatah Sedangkan berita di surat kabar Republika yang mencantumkan waktu terjadinnya peristiwa misalnya pada berita berjudul ”Ambon Lumpuh Total, 23 Orang Tewas” (19/05/2000) terlihat pada kutipan berita di bawah ini: Kondisi keamanan di Ambon semakin tak menentu. Menyusul pertikaian Selasa (16/5) dan Rabu (17/5), terjadi bentrok susulan dan pembakaran terhadap puluhan rumah penduduk. Kerusuhan itu sedikitnya menewaskan 23 orang dan sekitar 100 luka berat/ringan. Situasi Ambon saat ini lumpuh total. Pasar tampak sepi dan jalan-jalan raya diblokade aparat.
Pada kutipan berita di atas, surat kabar Republika menjelaskan waktu terjadinya peristiwa pertikaian dengan menggunakan kata Selasa (16/5) dan Rabu (17/5). Pencantuman waktu terjadinya peristiwa pada berita mengenai konflik Ambon di surat kaba r Kompas dan Republika pada fase empat seluruhnya mencantumkan waktu. Berita di Kompas yang mencantumkan waktu, misalnya pada berita berjudul “Direktur RS Al Fatah Ambon Tewas Terkena Bom” (16/10/2000) paragraf pertama tertulis: Direktur Rumah Sakit Al Fatah Ambon Dr Paing Suryaman (48), Minggu (15/10) pagi, tewas terkena bom saat berusaha memisahkan dua kelompok massa yang bertikai di kawasan Waihaong, Ambon.
Kata yang menunjukkan waktu terjadinya peristiwa pada kutipan berita di surat kabar Kompas pada kutipan di atas adalah “Minggu (15/10) pagi”. Pada surat kabar Republika pencantuman waktu terjadinya peristiwa dapat ditemukan pada berita berjudul “Yon Gab TNI Kembali Beraksi di Ambon 10 Sipil Tewas” (23/01/01) paragraf dua seperti terlihat pada kutipan berikut: Tragedi tersebut berlangsung di kompleks rumah toko (Ruko) Batu Merah. Aksi penembakan terjadi sejak Senin (22/1) Subuh hingga sekitar pukul 08.30 WIT. Di antara korban tewas termasuk seorang calon haji (calhaj) yang hendak menuju Makassar.
Pada kutipan berita di atas, surat kabar Republika terlihat telah mencantumkan waktu terjadinya peristiwa, yaitu pada kata “Senin (22/1)”. Seluruh berita mengenai konflik Ambon di surat kabar Kompas pada fase lima telah mencantumkan waktu terjadinya peristiwa. Contoh berita yang mencantuman waktu terjadinya peristiwa misalnya terlihat pada berita yang berjudul “Penyerangan di Desa Soya Ambon, 12 tewas, 12 Luka Berat” (29/04/2002) seperti terlihat pada kutipan berita berikut
Kota Ambon kembali menjadi kota mati. Pada Minggu (28/4) dinihari, sekitar pukul 04.30, masyarakat dikagetkan dengan penyerangan yang terjadi di Desa Soya, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Pada surat kabar Republika 87.05% berita mengenai konflik Ambon telah mencantumkan waktu. Berita di Republika yang mencantuman waktu terjadinya peristiwa, misalnya ada pada berita berjudul “Massa Tak Dikenal Tewaskan 12 Warga Ambon” (29/04/2002) seperti terlihat pada kutipan di bawah ini: Perempuan itu beruntung tak kehilangan nyawa. Tetapi, tak demikian 1 2 warga desanya. Mereka tewas akibat penyerangan oleh massa tak dikenal pada pagi buta di Desa Soya, Kecamatan Sirimau, kemarin (28/4)
Berita di Republika yang tidak mencantumkan terjadinya peristiwa ada pada berita (tajuk) berjudul “Penarikan Laskan Jihad”.
Pemisahan Fakta dan Opini Pemisahan fakta dan opini dalam penulisan berita diukur dari ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan/redaksi yang menulis berita. Dalam masalah pemisahan fakta dan opini wartawan, 60% berita di Kompas telah memisahkan antara fakta dan opini. Pada berita yang berjudul “Konflik Ambon Terus Memanas” , di paragraf pertama tertulis kalimat Situasi konflik di Kodya Ambon terus memanas kendati tim khusus ABRI telah mengadakan pertemuan dengan tokoh -tokoh agama dan masyarakat sejak Senin. Sedikitnya 10 orang tewas dan lebih 30 lainnya cedera berat dalam berbagai kerusuhan yang terjadi di berbagai sudut kota, Rabu (10/3).
Kata sedikitnya , adalah kata yang tergolong pendapat, karena berdasarkan perkiraan atau asumsi wartawan penulisnya. Pada fase dua 40% berita di surat kabar Kompas memisahkan fakta dan opini wartawannya, sedangkan di surat kabar Republika jumlah berita yang memisahkan fakta dan opini sebesar 28.58%. Berita di surat kabar Kompas yang mencampurkan fakta dan opini terdapat pada berita berjudul “Sembilan Aparat Tertembak di Ambon” (29/11/99) seperti terlihat pada kutipan berita berikut: Sedikitnya sembilan aparat keamanan, masing-masing empat anggota marinir, empat polisi, seorang anggota TNI AD, tertembak saat melerai pertikaian antarkelompok bernuansa SARA di Kawasan Perigi Lima, Kecamatan Nusaniwe (Kodya Ambon), Minggu (28/11) dinihari sekitar pukul 02.20 hingga 08.30.
Berita yang menujukkan adanya opini wartawan pada surat kabar Republika ada pada berita berjudul “Ambon dan Saparua Rusuh” (02/09/99) seperti terlihat pada kutipan berikut: Sedikitnya delapan orang tewas dan enam lainnya luka dalam kerusuhan di dusun Walelama, Kec Baguala, Kodya Ambon, dan dusun Sirisaone Kec Saparua Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (1/9) pagi.
Kata “sedikitnya” adalah opini wartawannya berrdasarkan perkiraan atau asumsinya dan tidak menunjukan data yang pasti. Opini wartawan pada berita yang berjudul “Ambon Skenario Apa Lagi”, (Republika, 01/12/99) terletak pada paragraf satu. Pada paragraf itu tertulis Ambon kembali bersimbah darah. Pertikaian antarwarga yang pecah sejak Jumat
pekan lalu, menelan korban puluhan jiwa. Tak hanya kalangan sipil, korban juga berjatuhan di pihak aparat keamanan. Masih belum diketahui dengan pasti, apa penyulut pertikaian massa di kawasan Mardika dan Batumerah tadi. Banyak kalangan kemudian mengkaitkan dengan dendam yang telah berkembang lama di antara dua komunitas yang bermukim di Mardika maupun Batumerah.
Kata “bersimbah darah” bukan berasal dari kata-kata narasumber, tetapi kesimpulan sepihak dari wartawan penulisnya. Berdasarkan data hasil penelitian, persentase pemishan fakta dan opini menunjukkan jumlah yang rendah. Penyebab rendahnya persentase pemisahan fakta dan opini ini antara lain karena pada fase dua telah terjadi pemisahan yang tegas antara kelompok Kristen dan Islam. Penduduk yang beragama Kristen pindah ke desa Kristen dan penduduk yang beragama Islam pindah ke desa Islam. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi wartawan untuk mencari data dan sumber berita yang akurat. Akibatnya dalam penulisan berita wartawan banyak mengunakan interpretasi data berdasarkan hasil pengamatan lapangan. Pemisahan fakta dan Opini pada berita di surat kabar Kompas mengenai konflik Ambon pada fase tiga sebesar 80% sedangkan di Republika berjumlah 50%. Berita yang berisi pendapat wartawan ada pada berita Kompas (19/05/00) yang berjudul “Ambon Kembali Menghangat, 17 Tewas” di paragraf satu tertulis Sedikitnya 17 orang, baik warga sipil maupun aparat meninggal dunia, serta 60 orang lainnya terluka dalam konflik antarwarga di Ambon, Selasa hingga Rabu (17/5) malam. Korban meninggal maupun luka -luka ini sebagian besar terkena tembakan aparat keamanan, senjata api dan bom rakitan.
Surat kabar Kompas menggunakan kata “sedikitnya ” merupakan opini wartawan berrdasarkan perkiraan atau asumsinya dan tidak menunjukkan data yang pasti. Sementara, tercampurnya fakta dan opini wartawan pada berita di surat kabar Republika fase ketiga, terdapat pada berita Republika (19/05/00) “Ambon Lumpuh Total, 23 Orang Tewas”. Di paragraf pertama, tertulis Kondisi keamanan di Ambon semakin tak menentu. Menyusul pertikaian Selasa (16/5) dan Rabu (17/5), terjadi bentrok susulan dan pembakaran terhadap puluhan rumah penduduk. Kerusuhan itu sedikitnya menewaskan 23 orang dan sekitar 100 luka berat/ringan. Situasi Ambon saat ini lumpuh total. Pasar tampak sepi dan jalan-jalan raya diblokade aparat.
Kata “semakin tak menentu” adalah opini wartawan dan bukan kutipan dari pendapat sumber berita. Sedangkan berita Republika (14/01/00) yang berjudul “Allahu Akbar!!! Duka Ambon, Duka Kita Bersama” , semuanya opini, sebab merupakan tulisan opini dari wartawannya. Pada fase empat, 40% bertita di Kompas memisahkan fakta dan opini wartawan. Percampuran fakta dan opini terlihat pada berita di Kompas dengan pemakaian kata “sedikitnya” pada berita berjudul “Ambon Tegang, 10 Warga Tewas” (23/01/01) paragraf satu. seperti terlihat pada kutipan berikut Sedikitnya sepuluh warga sipil tewas dan belasan lainnya menderita luka-luka berat dan ringan akibat kontak senjata antara aparat keamanan dari Batalyon Gabungan (Yon Gab) dan Marinir dengan sekelompok warga di kawasan perbatasan Batumerah-Mardika arah pantai Ambon, Minggu (21/1) malam hingga Senin pagi. Dalam insiden itu sejumlah aparat yang ikut menyerang Batalyon Gabungan ditangkap oleh petugas.
Kata “sedikitnya” juga menjadikan berita tersebut tidak terbebas dari opini wartawannya.seperti terlihat pada kutipan Pemisahan fakta dan opini di surat kabar Republika pada fase empat adalah 20%. Salah satu contoh berita yang menunjukan percampuran fakta dan opini misalnya, pada berita berjudul “Ledakan bom Kembali Guncang Ambon” (31/12/01) paragraf satu tertulis: Situasi mencekam kembali melanda kota Ambon. Wilayah konflik itu kembali diguncang ledakan bom pada Sabtu (29/12), sekitar pukul 11.15 WIT.
Kalimat “situasi mencekam kembali . . .” adalah opini wartawan surat kabar Republika yang menulis berita tersebut. Pada fase empat, persentase pemisaha n fakta dan opini ada jumlah yang rendah, yaitu 40% untuk Kompas, Republika 20%. Penyebab rendahnya pemisahan fakta dan opini antara lain disebabkan adanya pemberlakuan darurat sipil mempersempit ruang gerak wartawan sehingga pada proses pencarian dan penulisan berita wartawan lebih banyak mengunakan pendapat dan interpretasi dari data yang didapatkannya. Pada fase lima, 55.56% berita di Kompas memisahkan fakta dengan opini. Berita yang mengandung opini wartawan misalnya ada pada paragraf satu berita berjudul “Masyarakat Ambon Tunjukkan Sikap Mampu Menahan Diri” Sikap menahan diri, itulah yang tampak pada masyarakat Kota Ambon usai kasus ledakan dan terbakarnya Kantor Gubernur Maluku, Rabu (3/4) lalu. Meskipun terlihat ada yang bersiaga, kelompok masyarakat yang sempat bertikai sejak beberapa tahun lalu tampaknya sadar betul bahwa menahan diri merupakan pilihan terpuji agar kejadian itu tidak tereskalasi kemudian.
Kalimat “Sikap menahan diri, itulah … “., adalah opini wartawannya, karena bukan berasal dar i pendapat sumber berita. Pada berita berjudul “Penyerangan
di Desa Soya Ambon, 12 Tewas, 12 Luka Berat”, opini wartawan terletak pada paragraf satu, sebagai berikut; Kota Ambon kembali menjadi kota mati. Pada Minggu (28/4) dinihari, sekitar pukul 04.30, masyarakat dikagetkan dengan penyerangan yang terjadi di Desa Soya, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Nyala api yang berkobar di perbukitan itu tampak dari kejauhan. Serangan itu menewaskan 12 warga akibat terkena ledakan mortir, luka tembak, dan terbakar, sem entara 12 orang mengalami lukaluka. Sebuah gereja tua di Soya luluh lantak.
Kata “kota mati” bukan berasal dari pendapat sumber berita, tetapi merupakan kesimpulan dari wartawan penulisnya. Sementara, tercampurnya fakta dan opini wartawan pada berita di surat kabar Republika berjumlah 50%. Opini pada berita berjudul “Penarikan Laskar Jihad”, adalah wajar, karena tulisan beritanya berupa tulisan opini wartawan (tajuk). Sementara opini wartawan di berita berjudul “Dua Ledakan Guncang Ambon”, terletak di paragraf enam. Di paragraf itu tertulis “Peristiwa ini rupanya …”. Kata “rupanya” adalah opini wartawan, yang tidak berdasarkan pendapat sumber berita. Di berita berjudul “Penyerahan Senjata Mulai Berlangsung di Maluku”, opini wartawan terletak di paragraf satu, yakni kata “belum sepenuhnya” yang bukan berdasarkan pendapat dari sumber berita. Pada berita berjudul “Massa Tak Dikenal Tewaskan 12 Warga Ambon”, opini wartawan terletak di paragraf empat. Di paragraf itu tertulis Ambon pun kembali mencekam. Dentuman bom dan rentetan tembakan terdengar bersahutan. Asap dari rumah-rumah yang terbakar kembali membubung di kota itu.
“Ambon pun kembali mencekam”. Kalimat itu bukan berdasarkan pendapat dari sumber berita, tetapi merupakan opini wartawannya.
Pemisahan fakta dan opini selama lima fase pemberitaan konflik Ambon, surat kabar Kompas menunjukkan jumlah rataan sebesar 55.11% dan Republika 44%. Mengenai pemisahan fakta dan opini Rosenthal (dalam Rivers dan Mathew; 1994) berpendapat, bahwa betapapun reporter terlibat secara emosional, ia harus berupaya sedapat mungkin untuk mengambil jarak pada saat ia mulai menulis. Keyakinan bahwa pengungkapan ppendapat pribadi harus tidak disertakan dalam kolom-kolom berita. Memisahkan fakta dan opini merupakan hal yang sulit, Dakhidae (dalam Nugroho et al.) mengatakan jurnalisme pada dasarnya bukan hanya fakta. Tetapi gabungan antara fakta dan opini. Berdasarkan pendapat Dakhidae dan hasil penelitian mengenai pemisahan fakta dan opini dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan, penulisan berita sulit untuk memisahkan fakta dan opini. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya jurnalisme adalah gabungan antara fakta dan opini. Secara umum hasil penelitian mengenai kategori akurasi berita yang terdiri dari unsur kelengkapan data, pencantuman waktu serta pemisahan fakta dan opini dapat disimpulkan bahwa pemberitaa surat kabar Kompas dan Republika mengenai konflik Ambon telah dilengkapi dengan data pendukung dan telah mencantumkan waktu terjadinya peristiwa. Perbedaan data di antara surat kabar Kompas dan Republika antara lain disebabkan oleh perbedaan sumber data dan waktu peliputan peristiwa.
Relevansi Judul dan Isi Berita Pada Pemberitaan Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Kesesuain judul berita dengan isi berita dilihat dari kalimat judul yang merupakan bagian dari kutipan atau kalimat ada pada isi berita. Selain itu dalam judul atau isi beritanya apakah juga menggunakan kata atau kalimat
denotatif serta tanda -tanda baca yang mengesankan makna ganda. Ketepatan menyangkut judul utama bukan sub judul. Hasil penelitian kategori relevansi judul berita dengan isi berita pada fase pertama konflik Ambon dapat dilihat pada Tabel 3 . Tabel 3. Persentase Kategori Relevansi Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Re publika
Relevansi Fase Kompas
Republika
I
60
100
II
100
85.70
III
100
83.30
IV
100
100
V
100
100
Rataan
92
87.74
Ditinjau dari relevansi judul dan isi, 60% berita di surat kabar Kompas memenuhi unsur relevansi. Berita yang tidak relevan di surat kabar Kompas ada berita berjdul “Kota Ambon Diguncang Keributan Antar Warga”, (Kompas, 21/01/99) karena tidak mencerminkan isi berita atau pun tidak
merupakan kutipan dari isi berita. Pada judul tertulis keributan antar warga sedangkan isi berita melaporkan kerusuhan, seperti pada paragraf satu,” Kota Ambon hari Selasa (19/1) dilanda kerusuhan antarwarga. Sampai hari Rabu situasi kota di Propinsi Maluku itu masih lumpuh total. Penerbangan komersial dari dan ke Ambon juga dihentikan, kecuali pesawat ABRI. Penduduk dicekam ketakutan karena sering terdengar bunyi tembakan pasukan keamanan untuk menghalau perusuh.
Sementara di surat kabar Republika, seluruh beritanya menunjukkan adanya relevansi antara judul dan isi. Relevansi judul dengan isi berita di surat kabar Republika misalnya pada berita yang berjudul “Ambon Kembali Diguncang Bom”, isi beritanya sesuai dengan judul berita seperti terlihat pada kutipan berita berikut ini: Ambon kembali diguncang bom. Menurut Kapolda Maluku Kol (Pol) Drs Karyono peledakan bom itu terjadi pada Kamis (18/2) dinihari, sekitar pukul 01:00 WIT. Peledakan itu terjadi, di Kampung Batu Merah Dalam terjadi ledakan Bom. Namun, katanya, tidak ada korban yang jatuh atau bangunan yang rusak.
Pada fase dua seluruh berita di Kompas relevan antara judul dan isi berita. Relevansi berita di surat kabar Kompas dapat dilihat pada berita “Lemah Peran Intelijen Ambon” (06/10/99) dan isi beritanya antara lain berbunyi sebagai berikut: Peran intelijen dalam menghentikan pertikaian massa di Kota Ambon masih lemah. Jika perannya maksimal, maka setiap gerak masyarakat yang mencurigakan, termasuk mobilisasi massa untuk menyulut konflik baru dapat dicegah lebih awal.
"Itu harus saya akui dengan terus terang. Sekali lagi saya akui, bahwa memang peran aparat intelijen kita di sini sangat lemah," kata Kapolda Maluku, Kolonel (Pol) Bugis M Saman, selaku pemegang Komando Pengendali Keamanan di Maluku, Selasa (5/10).
Relevansi judul berita di Republika berjumlah 85.70% . Berita yang menunjukkan ada ketidaksesuaian antara judul dan isi berita terlihat pada berita berjudul “Ambon, Skenario Apa Lagi” (Republika, 01/12/99) , tidak sedikitpun kalimat pada judul memilik relevansi pada kata-kata atau kalimat di isi berita. Pada fase tiga seluruh berita di Kompas relevan antara judul dengan isi berita. Berita di Kompas yang menunjukkan ada relevansi antara judul dan isi misalnya pada berita berjudul “Ribuan Senjata Perang di Buang kelaut’ (22/02/00) pada kutipan berita di bawah ini Ribuan senjata perang berupa parang, tombak, panah, serta senapan laras pendek maupun laras panjang dan bom rakitan, dimusnahkan dengan cara menenggelamkan ke tengah laut menggunakan Kapal Motor (KM) Mina Raya 05. Senjata sitaan tersebut merupakan hasil operasi pembersihan aparat gabungan di Ambon, Maluku. Sebagian besar pernah digunakan dalam berbagai kerusuhan di wilayah tersebut.
Relevansi berita di surat kabar Republika pada fase tiga adalah 83.30%. Berita di Republika yang berjudul “Duka di Ambon, Duka Kita Bersama” terlihat antara judul dan isi berita menunjukkan tidak ada relevansi. Hal itu bisa dipahami, sebab berita itu merupakan tulisan opini wartawannya. Berita pada surat kabar Republika yang menunjukkn relevansi judul dan isi berita terliha t pada berita berjudul „Setidaknya 12044 Senjata Dimusnahkan“ (22/02/00)seperti terlihat pada kutipan berita di bawah ini:
Berbagai jenis senjata tajam, rakitan, dan bahan peledak yang disita militer dari tangan warga sipil yang bertikai di Ambon, pada Senin siang (21/2) dimusnahkan. Pemusnahan itu dipimpin oleh Pangdam XVI/Pattimura, Brigjen TNI Max Markus Tamaela, di laut lepas, 8 mil dari Tanjung Alang --salah satu tanjung di Pulau Ambon yang terkenal berombak ganas. ''Alat-alat itu sudah kita tenggelamkan di kedalaman 5.000 meter,'' kata Max Tamaela pada konferensi pers di Makodam XVI/Pattimura, Senin sore. Pemusnahan 12.044 senjata tajam, rakitan, dan bahan peledak itu dilakukan dengan meminjam sebuah armada perusahaan ikan, PT Mina Kartika.
Seluruh berita di surat kabar Kompas dan Republika pada fase 4 telah relevan antara judul dengann isi berita. Pada surat kabar Kompas dan Republika dapat ditemukan pada berita berjudul “Direktur RS AL Fatah Tewas Karena Ledakan Bom” (16/10/00) yang isinya sama antara kedua surat kabar tersebut Berita tersebut antara lain berbunyi sebagai berikut: Direktur Rumah Sakit Al Fatah Ambon Dr Paing Suryaman (48), Minggu (15/10) pagi, tewas terkena bom saat berusaha memisahkan dua kelompok massa yang bertikai di kawasan Waihaong, Ambon
Pada fase lima terlihat seluruh berita di surat kabar Kompas dan Republika menunjukkan ada kesesuaian antara judul dengan isi berita.
Keseimbangan Pemberitaan Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Pada analisa kategori ini, penelitian diarahkan untuk melihat apakah sebuah berita sudah memiliki keseimbangan atau belum. Masalah keseimbangan ini dapat diukur dari pemberian porsi pada masing-masing pihak yang berbeda
pendapat. Jika sama berarti seimbang, dan jika tidak berarti tidak seimbang. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Kategori Keseimbangan Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Fase Pertama
Keseimbangan Fase Kompas
Republika
I
60
40
II
100
18.20
III
100
50
IV
100
60
V
66.67
87.50
Rataan
85.33
51.14
Pada fase satu pemberitaan konflik ambon, surat kabar Kompas telah memberikan porsi yang seimbang pada pihak yang bertikai sebesar 60%. Ketidakimbangan berita Kompas terdapat dalam berita yang berjudul “Kota Ambon Diguncang Keributan Antar Warga” (Kompas, 21/01/99). Kompas menurunkan sumber dari kalangan pejabat resmi pemerintah dan ketua umum DPP GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia), Dicky Mailoa.
Surat kabar Republika memberikan porsi yang imbang pada pihak yang bertikai sesesar 40%. Pada berita yang berjudul, “Kapuspen Tentang Anggota ABRI yang Memihak …” (Republika, 11/03/99) surat kabar Republika menampilkan sumber berita dari kalangan pejabat resmi pemerintah, Ketua Aliansi Muslim Maluku (Almuluk), Faisal salampesy. Berita konflik Ambon pada fase dua, surat kabar Kompas, seluruhnya menunjukkan keseimbangan dalam penempatan sumber berita atau informasi, sementara di surat kabar Republika, 18.20% berita yang diturunkannya menunjukkan keseimbangan penempatan sumber berita. Pada berita berjudul “Dua Masjid di Ambon Terbakar” (Republika, 06/10/99) Republika menyajikan pendapat dari Sekretaris MUI Maluku, Soleman dan tidak ada sumber berita dari kalangan kristen. Fase tiga pemberitaan konflik Ambon, Kompas seluruhnya menunjukkan keseimbangan dalam penempatan sumber berita, dari kalangan Islam dan Kristen . Sementara di Republika, keseimbangan sumber berita adalah sebesar 50% menunjukkan keseimbangan penempatan sumber berita. Berita di Republika yang tidak menunjukkan keseimbangan, pada berita berjudul “Allahu Akbar!!! Duka Ambon Duka Kita Bersama” menyajikan pendapat dari warga kalangan, dan pejabat, organisasi Islam. Unsur keseimbangan berita konflik Ambon fase empat, seluruh berita yang diturunkan oleh surat kabar Kompas, menunjukkan keseimbangan dalam penempatan sumber berita atau informasi. Sementara di surat kabar Republika, 60% berita yang diturunkannya menunjukkan keseimbangan penempatan sumber berita. Ketidak seimbangan berita misalnya pada berita berjudul “Yon Gab TNI Kembali Beraksi“ (Republika, 23/01/01) terlihat dari isi berita yang cenderung memberi simpati kepada kalangan Islam dan mendiskreditkan kalangan kristen seperti pada kutipan berita berikut: Tragedi tersebut berlangsung di kompleks rumah toko (Ruko) Batu Merah. Aksi penembakan terjadi sejak Senin (22/1) Subuh hingga sekitar pukul
08.30 WIT. Di antara korban tewas termasuk seorang calon haji (calhaj) yang hendak menuju Makassar. Selain menembak mati 10 orang tadi, Yon Gab TNI -- Marinir (AL), Kopassus (AD), dan Paskhas (AU) -- juga menganiaya 23 warga lainnya. Mereka bahkan menyekap dan menganiaya empat perwira polisi dari Polda Maluku. Mereka adalah Kolonel Saragih, Komandan Satuan (Dan Sat) Brimob Letkol Adi Dharma Sitepu, Mayor Ricky Pays, dan Letda Saifuddin Anshori .
Fase lima pemberitaan konflik Ambon surat kabar Kompas memberikan tempat yang seimbang bagi sumber berita dari pihak yang bertikai sebesar 66.67%. Sementara di surat kabar Republika, keseimbangan berita mengenai konflik Ambon adalah 87.50%. Keseimbangan pemberitaan konflik Ambon di surat kabar Kompas dan Republika adalah dengan memberikan kesempatan yang sama pada pihak yang bertikai dan dari kalangan pejabat pemerintah, organisasi masyarakat dan keagamaan sebagai sumber berita. Cara wartawan Kompas dengan menggunakan sumber berita dari kalangan pemerintah merupakan cara yang relatif aman dan tenang, karena mereka berada di luar lingkungan konflik.
Netralitas Pemberitaan Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Kategori netralitas dalam penelitian ini diukur dari sikap media terhadap sumber berita. Pengukuran netralitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah berita memihak, membela salah satu pihak di antara pihak-pihak yang
bertikai. Hasil penelitian mengenai netralitas terhadap sumber berita pada surat kabar Kompas dan Republika dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5. Persentase Kategori Netralitas Berita Konflik Ambon di Surat Kabar Kompas dan Republika Fase Pertama
Netralitas Fase Kompas
Republika
I
100
40
II
100
85.70
III
100
66.60
IV
100
100
V
88.89
75
Rataan
97.78
56.32
Pada unsur netralitas berita konflik Ambon fase satu, seluruh berita di surat kabar Kompas menunjukkan sikap pemberitaan yang netral, artinya tidak berpihak ke kelompok manapun. Netralitas pemberitaan Kompas (21/01/99) misalnya dapat dilihat pada kutipan berita berikut ini Gubernur Maluku Saleh Latuconsina hari Rabu bertemu Pendeta Sammy Titaley, Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), serta RR Hasanussy, Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, untuk memohon agar keduanya segera menenangkan warga yang masih bertikai. "Saya bersama Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah - Red) mengundang ketua MUI dan Ketua Sinode GPM untuk membantu menenangkan warganya yang bertikai, . . " kata gubernur kepada Antara.
Surat kabar Republika 40% menunjukkan sikap netral dalam pemberitaan konflik Ambon. Banyak berita di Republik berpihak kepada kelompok Islam. Keberpihakkan Republika pada umat Islam terlihat pada berita yang berjudul “Kapuspen Tentang Anggota ABRI yang Memihak …” (Republika. 11/03/99), surat kabar Republika antara lain menulis Menurut Thamrin Ely, juru bicara delegasi tersebut, suasana di Ambon saat ini sudah sangat membuat umat Islam prihatin. Dia menilai berbagai serangan yang terjadi di Ambon itu sudah dipersiapkan sebelumnya dengan rapi. Thamrin mengaku pernah menemukan tumpukan senjata api yang tertimbun di bawah mimbar sebuah gereja. Temuan tersebut, menurutnya, diperoleh berdasarkan informasi dari seorang Kristen yang posisinya terpojok setelah gereja tersebut dibakar. Waktu itu umat Islam sudah hampir menyerbu orang kristen tersebut. Setelah Thamrin, giliran Isaac Marella, seorang dokter di RSU Ambon. Menurut penuturannya, para pasien di RSU Ambon juga posisinya sedang sangat terancam. RSU tersebut terletak di Kawasan Kuda Mati yang menjadi basis umat Kristen. Setiap saat, katanya, umat kristen melakukan 'inspeksi' ke rumah sakit.
Berita di atas terlihat bahwa pernyataan Thamrin Elly dan Isaac Marelle cenderung mendiskreditkan umat Kristen Fase dua pemberitaan konflik Ambon, seluruh berita di surat kabar Kompas menunjukkan sikap pemberitaan yang netral. Sikap netral Republika pada pemberitaan konflik Ambon adalah 85.70%. dan 14.50% menunjukkan sikap pemberitaan yang berpihak kepada kelompok Islam. Berita di Republika yang menujukan keberpihakkan pada kelompok muslim terlihat pada berita yang berjudul “Dua Masjid di Ambon Dibakar” (Republika, 06/10/99) di bawah ini: Sekretaris MUI menyesalkan dibakarnya Masjid Nurul Ishlah. ''Kok, masjid yang lokasinya persis di depan Kompleks SPN Passo bisa dibakar.'' Padahal, katanya, tokoh agama setempat menyerahkan keamanan masjid tersebut pada aparat keamanan yang menghuni SPN. Selama ini, masjid tersebut dimanfaatkan jajaran kepolisian yang tinggal di Passo membina mental aparatnya. Seharusnya, kata dia, jajaran kepolisian yang tinggal di SPN Passo tidak membiarkan tempat ibadah umat Islam itu dibakar. ''Mereka diam saja saat tempat ibadah dibakar,'' ujar Soleman geram.
Dari kutipan berita di atas terlihat sikap surat kabar Republika yang cenderung membela kelompok muslim. Pennyataan Sekretaris MUI yang menjadi sumber berita surat kabar Republika hampir seluruh isinya memberitakan tentang kerusakan fisik di pihak Islam dan menyalahkan aparat yang terkesan membiarkan kejadian. Netralitas pemberitaan konflik Ambon fase tiga, berita di surat kabar Kompas seluruhnya menunjukkan sikap pemberitaan yang netral. Sementara Republika, 66.60% menunjukkan sikap netral dalam pemberitaaan konflik Ambon
Netralitas Kompas pada pemberitaan konflik Ambon terlihat pada berita berjudul “Wapres Tentang Pertikaian Ambon: Pemerintah Harus Bertanggung Jawab” (26/01/00).Kutipan berita tersebut dapat dilihat di bawah ini: Pemerintah tetap akan bertanggung jawab atas segala peristiwa pertikaian yang terus berkepanjangan di Kepulauan Maluku. Namun dari kedua pihak yang bertikai di Maluku seharusnya muncul kesadaran nurani untuk sama-sama berusaha menghentikan pertikaian.
Sedangkan berita yang menunjukkan keberpihakkan terlihat pada surat kabar Republika. Salah satu berita yang berpihak, misalnya pada berita yang berjudul “Duka di Ambon, Duka Kita Bersamar” (Republika, 14/01/00) hampir seluruh isinya memberitakan tentang berbagai hal yang menunjukkan simpati kepada umat Islam. Pada paragraf ke-8 berita tersebut tertulis Ketua MUI Komisi Fatwa Prof Ibrahim Husein menyatakan bahwa semangat berjihad itu tidak perlu menunggu fatwa MUI. Karena, kata Ibrahim, umat Islam itu bagaikan satu tubuh. Tak kala salah satu anggota tubuhnya ada yang sakit, maka yang lain otomatis akan merasakan. Kondisi saat ini, umat Islam di Maluku sedang menderita 'sakit', maka otomatis kaum muslimin lainnya ikut merasakan. Duka di Ambon adalah [menjadi] duka ummat Islam seluruhnya.
Fase empat pemberitaan konflik ambon, berita -berita di surat kabar Kompas dan Republika seluruhnya menunjukkan sikap pemberitaan yang netral. Netralitas pemberitaan kedua surat kabar tersebut terlihat pada pemberitaa surat kabar Kompas dan Republika yang tidak membela dan mendiskreditkan salah satu pihak yang bertikai.
Pemberitaan konflik Ambon fase lima, 88.89% berita di surat kabar Kompas menunjukkan sikap pemberitaan netral, dan 75% berita di surat kabar Republika menunjukkan sikap netral. Keberpihakkan surat kabar Kompas terlihat pada berita berjudul “Penyerangan Di Desa Soya Ambon, 12 Tewas, 12 Luka Berat”, yang menampilkan sumber berita dari pihak Kristen. Keberpihakkan Republika dapat ditemui pada berita yang berjudul “Penyerahan Senjata Mulai Berlangsung di Maluku”. Sejumlah warga ditemui
Republika mengaku sangat khawatir dengan perubahan yang mendadak itu. "Kami takut, tiba-tiba terjadi penyerangan kembali seperti 19 Januari 1999 silam," kata Hanafi salah seorang pengunjung Amplaz.
Berita tersebut berpihak kepada Islam (tidak netral), karena mengekspose kekhawatiran umat Islam terhadap penyerangan mendadak dari pihak Kristen. Pada berita berjudul “Penarikan Laskar Jihad”, isinya menyalahkan pihak berwenang yang menarik keluar Laskar Jihad dari Ambon. Isi berita tersebut jelas membela kepentingan Islam, karena Laskar Jihad selama ini dikenal berada di pihak Islam.
Kendala dan Upaya Menjaga Objektivitas Berita Pada bagian ini akan dibahas kendala dan upaya yang dihadapi oleh wartawan dalam menjaga objektivitas berita. Objektivitas berita terdiri dari dua unsur utama yaitu faktualitas dan impartialitas.
Faktualitas Faktualitas menurut Sudibyo et al. (2001) mengacu pada bentuk laporan peristiwa dan pernyataan yang dapat dicek akur asinya pada sumber, dan disajikan tanpa komentar atau setidaknya dipisahkan secara jelas dari berbagai komentar. Kriteria
akurasi
meliputi
kelengkapan
informasi,
akurasi
dan
tidak
menyalaharahkan laporan. Nilai informasi berkaitan dengan seleksi informasi yang signifikan bagi khalayak. Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa berita perbedaan yang tingkat akurasi dan akurasi datanya antara berita yang ada di surat kabar Kompas dan surat kabar Republika. Misalnya pada berita Kompas (21/01/99) berikut; Kerusuhan itu mengakibatkan sedikitnya 11 orang tewas (di antaranya seorang anggota polisi) dan 23 orang luka -luka. Perusuh juga membakar 45 rumah, lima toko dan 75 kios, merusak 161 mobil (termasuk satu mobil Kepala Kepolisian Daerah), 25 sepeda motor, dan 100 becak.
Pada hari yang sama kelengkapan data di surat kabar Republika pada berita mengenai konflik Ambon terlihat pada kutipan berita berikut: Kapolda Maluku, Kolonel Pol Drs Karyono, mengatakan akibat kerusuhan itu, sedikitnya 10 orang meninggal, lebih dari 100 orang luka -luka, empat tempat ibadah dibakar, dan 30 rumah penduduk dibakar. Sedangkan kendaraan terbakar masing-masing 15 mobil, 25 sepeda motor, serta ratusan becak. Sementara itu 75 kios dan lima toko terbakar.
Dari kedua kutipan be rita di atas ada perbedaan jumlah korban antara surat kabar Kompas dan Republika. Perbedaan data tersebut antara lain; Kompas menyebutkan jumlah korban tewas sebanyak 11 orang, sedangkan Republika menyebutkan 10 orang, Kompas tidak menyebutkan rumah ibadah yang dibakar, sedangkan Republika menyebut ada empat tempat ibadah yang dibakar. Perbedaan data jumlah korban tersebut bias terjadi karena waktu peliputan berita antara surat kabar Kompas dan Republika. Karena itu pencantuman waktu pencarian dan penulisan berita hendaknya ditulis di dalam isi berita. Mengenai
manfaat
pencantuman
tanggal
berita,
Soehoet
(2003)
berpendapat tanggal berita ditulis sesudah judul berita. Tanggal berita berguna
untuk memberitahukan kepada pembaca, di mana dan tanggal berapa reporter yang bersangkutan menulis beritanya. Manfaat pencantuman tanggal berita Pembaca berhak mengetahuinya, reporter wajib menuliskan yang sebenarnya. Adanya dateline kita bisa mengetahui kapan wartawan menulis suatu berita dan tanggal berapa berita tersebut dicetak dan dibaca oleh pembaca surat kabar. Misalnya, berita mengenai bom yang meledak di Ambon pada tanggal 29 januari 1999 ditulis oleh wartawan pada tanggal yang sama maka dateline berita tersebut adalah. 29/09/99 Kadang redaksi media massa menerima dan menulis sebuah berita beberapa hari setelah peristiwa terjadi dan menulis dateline sesuai dengan tanggal terjadinya peristiwa (bukan saat menulis berita). Hal ini dilakukan untuk memberi kesan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih baru, masih aktual. Tindakan mengubah dateline ini sebenarnya merupakan suatu penipuan dan berbahaya. Karena selang waktu antara berita tersebut ditulis dan berita tersebut dimuat, banyak kemungkinan yang dapat terjadi misalnya jumlah korban menjadi bertambah dan sebagainya. Jadi nilai kejujuran perlu dipertahankan, walaupun nilai unsur aktualitas menjadi rendah di mata pembaca. Mengenai tidak adanya pencantuman/data mengenai empat rumah ibadah yang terbakar di surat kabar Kompas bisa disebabkan karena redaksi Kompas lebih berhati- hati dalam memberitakan kerusuhan yang menyangkut umat Islam. Sikap hati-hati juga ditunjukkan sengan tidak menyebut secara langsung pihakpihak yang terlibat. Pelaku kerusuhan hanya disebut sebagai massa, sekelompok massa, kelompok agama tertentu dan lain-lain tanpa menyebutkan identitas agama yang jelas. Hal ini untuk menyamarkan fakta bahwa yang sedang saling berhadaphadapan, bertikai adalah orang Islam dan orang Kristen. Sikap kehati-hatian ini didasarkan atas kesadaran bahwa sebagai media kelompok minoritas, Kompas tidak berani berspekulasi dengan membuka konfrontasi langsung. Mereka menghindarkan penyajian berita yang dapat memicu kebencian umat Islam. Dengan kata lain, bentuk kehati-hatian dengan tidak melibatkan terlalu jauh pada konflik yang terjadi ditujukan secara strategis agar Kompas tidak dimusuhi kelompok lain dan ditinggalkan pembacanya.
Mengenai pemisahan fakta dan opini pada lima fase pemberitaan mengenai konflik ambon di surat kabar, persentase tertinggi secara umum ada pada surat kabar Republika. Ada kecenderungan wartawan/redaksi Republika dalam pemberitaan mengenai konflik Ambon terjebak dalam primordial agama. Kesulitan wartawan/redaksi Republika melepaskan ikatan primordial agama menurut Sudibyo et al. (2001) karena seorang wartawan juga mempunyai sikap, nilai kepercayaan dan orientasi tertentu terhadap politik, agama, ideologi dan aliran dimana semua komponen itu berpengaruh terhadap hasil kerjanya dalam pembuatan berita. Salah satu sarana untuk mengkomodasi pendapat wartawan, Oetama, J. (1987) mengemukakan bahwa surat kabar telah memberikan ruangan khusus bagi pendapat yang disebut dengan halaman opini atau editorial page. Halaman opini ini terdiri dari 1) Tajuk rencana, 2) Artikel kolom, dan 3) surat pembaca. Namun dalam perkembangan pers selanjutnya, terjadilah pendekatan bahkan pembauran antara yang disebut fakta dan opini. Untuk memperjelas mana fakta dan mana opini wartawan hendaknya menyebutkan dengan jelas pada pemberitaan mana bagian yang antara fakta/ peristiwa dengan pendapat. Hal ini dapat dilakukan misalkan dengan mengunakan frase, “menurut pendapat . . .”, atau “berdasarkan hasil pengamatan. . .” Mengenai kesesuaian judul dan isi berita di surat kabar, secara umum judul berita mengenai konflik Ambon di sur at kabar Kompas sesuai dengan isi beritanya. Judul berita di surat kabar Republika terlihat cenderung subyektif, emosional dibanding dengan surat kabar Kompas. Kepentingan dan sentimen agama terlihat banyak pengaruhnya pada judul berita di surat kabar Republika. Judul-judul berita yang cenderung subyektif emosional misalnya, “Dua Masjid di Ambon Dibakar (06/10/99)”, “Allahu Akbar!!! Duka Ambon Duka Bersama (14/01/00)”. Isi berita dari judul-judul berita tersebut menceritakan tentang nasib tragis umat Islam Di Maluku. Republika melalui peberitaannya terlihat bersimpati atas penderitaan umat muslim, dan juga terkesan memprovokasi umat Islam untuk berjihad membela Muslim Maluku.pada pemberitaan konflik Ambon di surat kabar Republika terlihat lebih emosional dan sehingga antara judul dan isi berita
ada yang tidak sesuai. Menurut Sudibyo et al. (2001) diakui atau tidak setiap media memiliki kepentingan-kepentingan tertentu entah itu ekonomi, politik, ideologis atau apapun namanya. Dalam hal ini pembuatan berita bukan sekedar menyampaikan realitas, tetapi diyakini membungkus satu atau sejumlah kepentingan.
Impartialitas Impartialitas adalah sikap netral dalam penyajian dan seimbang dalam penyajian fakta antara yang pro dan kontra. Keseimbangan sumber berita pada pemberitaan konflik Ambon dapat dilihat dari siapa yang dijadikan sumber berita. Orang yang dijadikan sumber berita itu antara lain dari golongan/kelompok pemerintahan dan militer, warga, dan tokoh agama. Keseimbangan sumber berita pada surat kabar Kompas terlihat sudah memberikan porsi yang seimbang antara sumber berita dari kalangan muslim, dan sumber berita dari kalangan kristen.. Sedangkan surat kabar Republika dalam pemberitaannya lebih banyak mengambil sumber berita dari kalangan muslim. Dalam usaha menjaga keseimbangan sumber berita pada peristiwa konflik, banyak hambatan yang ditemui wartawan Mengenai keseimbangan Muis (2000) mengemukakan fairness doctrine mengharuskan setiap penulisan berita atau laporan harus dilakukan secara lengkap, adil dan berimbang atau proporsional. Konsep fairness doctrine ini menurut Muis (1999) sama dengan ketentuan dan keharusan memberikan porsi pemberitaan yang sama terhadap isu-isu kontroversial dalam masyarakat atau terhadap semua golongan sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 kode etik jurnalistik PWI. Sikap netralitas pemberitaan dapat dilihat dari isi pemberitaan tidak memihak, tidak membela dan tidak memojokkan atau menjelek-jelekkan salah satu pihak yang bertikai. Berdasarkan data yang ada surat kabar Kompas dalam memberitakan konflik Ambon terlihat lebih netral dibandingkan Republika. Dalam memberitakan
kerusuhan, konflik yang melibatkan umat Islam surat kabar Kompas menggunakan cara bahasa dan penyajian yang netral dan tidak menunjukkan keberpihakkan mereka. Kompas tidak menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap kelompok minoritas Kristen. Keberpihakan surat kabar Republika pada kelompok muslim dan sikap netral surat kabar Kompas dalam memberitakan konflik Ambon bisa terlihat dari pemilihan topik dan judul berita. Berita-berita mengenai konflik Ambon yang terbit di hari dan tanggal yang sama antara surat kabar Republika terlihat lebih subyektif dan emosional dibanding judul berita di surat kabar Kompas. Misalnya pemberitaan tanggal 06/10/99, surat kabar Republika mengangkat peristiwa konflik Ambon dengan judul “Dua masjid Di Ambon Dibakar” sedangkan Kompas mengangkat judul “Lemah Peran Intelijen Ambon”. Dari judul berita terlihat bahwa surat kabar Republika dalam pemberitaan konflik Ambon cenderung subjektif dan merasa ikut bersimpati terhadap warga muslim di Ambon. Sedangkan surat kabar Kompas lebih mempersoalkan ketidakmampuan pihak intelijen dalam memprediksi dan mengatasi masalah kerusuhan di Ambon. Hal yang sama terlihat pada berita tanggal 14/01/00, surat kabar Republika mengangkat berita konflik Ambon dengan judul “Allahu Akbar!!! Duka Ambon Duka Kita Bersama” , sedangkan Kompas mengangkat judul “Galela Terus Mencekam”. Sikap netral surat kabar Kompas didasarkan atas kesadaran bahwa kelompok kristen merupakan kelompok minoritas. Kompas sebagai surat kabar berdasarkan latar belakang sejarah berdirinya dikenal sebagai surat kabar yang menyuarakan umat Kristen, harus bersikap hati-hati agar tidak menyinggung perasaan mayoritas umat Islam di Indonesia. Surat kabar Republika dalam memberitakan konflik Ambon terlihat lebih membela kelompok Islam. Keberpihakan Republika pada kelompok Islam disebabkan wartawan yang meliput peristiwa dan menulis berita beragama Islam. Menurut Sudibyo et al. (2001) kepentingan-kepentingan ideologis, agama sering tak terhindarkan dan mempengaruhi pemuatan dan penyajian berita
Sebagai surat kabar yang membawa aspirasi umat Islam dan karena umat Islam merupakan mayoritas masyarakat di Indonesia, Republika dalam memberitakan konflik Ambon lebih banyak berpihak kepada umat Islam
Kajian pada Topik-topik Konflik Ambon Berdasarkan topik -topik yang ada selama lima fase konflik Ambon pada surat kabar Kompas dan Republika terlihat ada perbedaan sudut pandang. Fase satu konflik Ambon dimulai dari perkelahian antar warga pemuda kampung Batumerah dengan Mardika. Konflik ini menjalar dan membesar menjadi keributan antar warga beda agama dan adanya pembakaran rumah ibadah. Sikap redaksi surat kabar Kompas dan Republika dalam memberitakan peristiwa ini terlihat berbeda. Secara umum surat kabar Kompas pada fase pertama terlihat lebih hati-hati dalam memberitakan konflik Ambon sedangkan surat kabar Republika terlihat lebih emosional. Judul-judul berita pada fase satu konflik Ambon misalnya, pada tanggal 21/01/99 surat kabar Kompas mengangkat judul berita “Kota Ambon Diguncang Keributan Antar Warga”, sedangkan pada hari yang sama Republika mengangkat judul “Sedikitnya 10 Tewas Dalam Kerusuhan Ambon”. Pada tanggal 21/01/99 surat kabar Republika pada judul berita menekankan pada jumlah korban. Tanggal 19/02/99 surat kabar Kompas pada judul “Rehabilitasi Ambon Dimulai” lebih pada upaya perdamaian, sedangkan pada judul “Ambon Kembali Diguncang Bom” pada surat kabar Republika, kerusuhan di Ambon masih berlangsung dan berlanjut. Tanggal 14/03/99 judul berita “Konflik Ambon Mereda” surat kabar Kompas memberitakan bahwa konflik di Ambon sudah mereda, sedangkan pada judul “Luka Ambon Luka Kita”, memberitakan sikap dan rasa simpati redaksi Republika pada pemderitaan umat Islam di Ambon. Pada fase dua konflik Ambon mulai terjadi pemisahan dan perpecahan antara warga Kristen dan Islam. Judul-judul berita di surat kabar Kompas pada fase
dua isi berita banyak mengkritik, namun disampaikan secara tidak langsung, misalnya pada judul “Lemah Peran Intelijen Ambon” (Kompas, 06/10/99), dan Kompas tanggal 01/12/99 “Makin Jelas Keberpihakkan Aparat Di Ambon”. Sikap simpati terlihat pada penderitaan dan perjuangan umat Islam di Ambon terlihat pada pemberitaan surat kabar Republika, misalnya pada tanggal 06/10/99, judul berita di Republika adalah “Dua Masjid Di Ambon Dibakar” dan tiga judul berita pada tanggal 01/12/99. Pada fase tiga, situasi kota Ambon relatif tenang selama empat bulan pertama. Namun memasuki bulan kelima situasi kot a Ambon kembali tegang dan pada fase ini kelompok Islam mulai dibantu oleh Laskar Jihad dari Jawa dan kelompok Kristen mulai mengorganisasikan diri ke dalam kelompok kristus. Judul berita yang menunjukkan adanya pengelompokan berdasarkan sentimen keagamaan terlihat pada pemberitaan di surat kabar Kompas dan Republika. Berita di Kompas berjudul “Galela Terus Mencekam” (14/01/00), secara samar menunjukkan rasa simpati dan prihatin pada umat Kristen di Ambon. Republika, pada hari yang sama membuat judul berita “Allahu Akbar!!! Duka Ambon, Duka Bersama” menunjukkan rasa simpati Republika pada umat Islam di Ambon. Topik-topik berita di surat kabar Kompas dan republika pada fase empat dan lima lebih banyak menyajikan fakta akibat konflik, himbauan serta harapan kepada para pembaca agar konflik Ambon segera berakhir. Gaya dan format penyampaian fakta, himbauan dan harapan pada berita di surat kabar Kompas dan Republika tetap sama seperti yang dilakukan pada fase satu sampai tiga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Setelah melakukan analisis isi pada surat kabar Kompas dan Republika serta melakukan pembahasan yang mendalam, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Kategori akurasi berita konflik Ambon surat kabar Kompas dan Republika telah memenuhi unsur kelengkapa n data dengan mencantumkan data pendukung seperti data jumlah korban. Pada beberapa berita terjadi perbedaan jumlah korban dikarenakan sumber berita dan waktu peliputan yang berbeda. 2. Pada unsur pencantuman waktu terjadinya peristiwa, seluruh fase dalam pemberitaan konflik Ambon di surat kabar Kompas telah mencantumkan waktu terjadinya peristiwa. Pada surat kabar Republika, pencantuman waktu terjadinya peristiwa ada pada fase; satu, tiga, dan empat. Fase dua, persentase pencantuman waktu sebesar 80% dan pada fase lima sebesar 87.50%. 3. Jumlah rataan unsur pemisahan fakta dan opini di surat kabar Kompas pada pemberitaan konflik Ambon adalah 55.11%, dan pada surat kabar Republika 44%.
Opini
mengaburkan
wartawan konsentrasi
yang
dimasukkan
pembacanya
dan
dalam
berita,
merusak
berpotensi
keseimbangan
pemberitaannya. Dalam penulisan berita pemisahan fakta dan opini sulit dipisahkan, karena pada dasarnya penulisan berita pada kegiatan jurnalistik merupakan gabungan antara fakta dan opini. 4. Kategori relevansi judul berita dan isi berita, surat kabar Kompas telah memenuhi kategori relevansi pada fase dua sampai fase lima. Pada fase satu pemenuhan kategori relevansi di surat kabar Kompas adalah 60%. Surat kabar Republika pada fase; satu, empat dan lima telah memenuhi kategori relevansi. Pada fase dua, pemenuhan kategori relevansi di surat kabar Republika adalah 85.70% dan fase tiga sebesar 83.30%. 5. Pemenuhan kategori keseimbangan berita di surat kabar Kompas ada pada fase; dua, tiga dan empat. Pada fase satu pemenuhan kategori relevansi adalah 60% dan pada fase lima sebesar 66.67%. Persentase pemenuhan kategori
keseimbangan di Surat kabar Republika pada fase satu konflik Ambon adalah 40%, fase dua 18,20%, fase tiga 50%, fase empat 60% dan fase lima 87.50%. 6. Surat kabar Kompas pada lima fase pemberitaan konflik Ambon secara umum telah bersikap netralitas pemberitaan. Pada pemberitaan konflik Ambon di surat kabar Republika terlihat lebih berpihak kepada umat Islam.
Saran Dalam kegiatan pencarian dan penulisan berita sangat sulit bagi wartawan untuk bertindak objektif dan tidak memihak. Keberpihakkan wartawan pada penulisan berita hendaknya kepada kebenaran dan keadilan didasarkan pada hukum dan undang-undang. Upaya yang dapat dilakukan bagi surat kabar Kompas dan Republika untuk bisa mendekati objektifitas adalah sebagai berikut 1. Lakukan periksa dan periksa kembali fakta kepada sumber berita agar akurasi berita lebih terjaga. Kompas hendaknya menyebutkan dari mana data diperoleh (sumber data) dan berita di Republika hendaknya disertai data pendukung seperti kutipan materi UU, dokumen dan gambar-gambar untuk membantu pembaca lebih memahami isi berita. Apalagi dalam tinjauan jurnalistik, dokumen dan gambar dijadikan sebagai alat penjelas berita. 2. Dalam pembuatan berita hendaknya redaksi surat kabar Kompas dan Republika lebih bersikap profesional dengan tidak memasukan opini pada berita, atau memisahkan secara tegas antara fakta dan opini. Opini wartawan dapat dimasukan pada tajuk atau dengan mengunakan frasa yang dapat menjelaskan ba hwa kalimat tersebut adalah opini wartawan 3. Wartawan/redaksi surat kabar Republika hendaknya dalam pembuatan judul tidak bersifat subjektif dan emosional. Isi berita harus disesuaikan dengan judul. 4. Wartawan/redaksi surat kabar Republika lebih memperhatika n pemberian kesempatan yang sama kepada nara sumber yang berbeda pendapat, baik dari sudut pandangnya, dokumen-dokumennya maupun data lainnya seperti gambar. Hal itu selain untuk memenuhi rasa keadilan dalam pemberitaan, juga
sebagai
komitmen
terhadap
keseimbangan
pemberitaan
sebagaimana
diamanatkan oleh Kode Etik Jurnalistik (KEJ). 5. Wartawan/redaksi surat kabar Republika dalam penulisan berita konflik hendaknya
bersikap
netral,
tidak
membela
satu
kelompok
dan
mendiskreditkan kelompok lain. Keberpihakkan pers adalah pada kebenaran, keadilan dan kepentingan umum.
DAFTAR PUSTAKA Assegaff D.H. 1983, Jurnalistik Masa Kini. Jakarta, Ghalia Indonesia Berger AA.1982. Media Analysis Technique. Beverly Hills, Sage Publications Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke dua. Jakarta , Balai Pustaka, Djuroto T. 2000. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung, Remaja RosdaKarya, Ecip S. 2000.
Dinamika keterbukaan, Kebebasan, dan Tanggung Jawab
Komunikasi Massa di Indonesia . Jurnal ISKI, No5/Oktober 2000. Bandung, Remaja RosdaKarya Eriyanto. 2003. Media dan Konflik Ambon. Jakarta , Kantor Berita Radio 68H Gil, Generoso. 1993. Wartawan Asia. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia Hamzah A., et al. 1987. Delik -Delik Pers di Indonesia. Jakarta, Media Sarana Pers Hasrullah. 2001. Megawati dalam Tangkapan Pers. Jakarta, LKiS Hill DT. 1995. The Press in New Order Indonesia. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan Ishwara, Luwi. 2005. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta, Kompas Krippendorf K., 1991, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Jakarta, Rajawali Press McQuail D., 1989, Teori Komunikasi Massa, (Terjemahan A. Dharma. dan A. Ram) Jakarta, Erlangga McQuail D., dan Windahl S., 1993, Coomunication Models For the Study of Mass Communication, New York, Longman Publishing Muis A., 1999, Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa Menjangkau Era Cybercommunication milenium ketiga, Jakarta, Dharu Anuttama Nimmo, 1993, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media , Bandung, Remaja RosdaKarya, Pareno S. A. 2003. Manajemen Berita (Antara Idealisme dan Realita), Surabaya, Papyrus
Prakoso, 1999, Sikap Netralitas Pers terhadap Pemerintahan Habiebie (Analisis Isi Terhadap Kompas dan Republika), dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No. 3/April 1999, Bandung, Remaja RosdaKarya Rachmah, Ida. 2001. Metode Analisis Isi Mengukur Obyejtivitas Pers (dalam Bungin Burhan, editor, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta, Raja wali Pers Ritonga , Jamiludin. 2004. Riset Kehumasan. Jakarta, Grasindo Rivers, William L dan Mathews, Cleve. 1994, (alih Bahasa Arwah Setiawan), Etika Media Massa dan Kecenderungan untuk Melanggarnya, Jakarta, Gramedia Siebert, Fred. S. , Theodore P., Wilbur. S (alih bahasa Putu Laksman) 1986, Empat Teori Pers, Jakarta,Intermasa Sudibyo, Agus., Ibnu Hamad., Muhammad Qadari.
2001, Kabar-Kabar
Kebencian Prasangka Agama di Media Massa, Jakarta, Institut Studi Arus Informasi Susanto S., 1995, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, Remaja RosdaKarya .Wimmer D., and Dominic R., 2000, Mass Media Research , Six Edition, New York, Wadsworth Publishing Company
Lampiran 1 Topik Terkait dengan Konflik Ambon Di Surat Kabar Kompas dan Republika Fase dan Tanggal
I
II
III
IV
Judul Artikel Pada Surat Kabar No
Kompas
No
Republika
21/01/99
1
Kota Ambon Diguncang Keributan Antar Warga
1
Sedikitnya 10 Tewas dlm Kerusuhan Ambon
22/01/99
2
Bingkai Kerukunan Umat Itu Terusik
2
Ambon Berangsur Pulih, Ribuan Warga Mengungsi
19/02/99
3
Rehabilitasi Ambon di Mulai
3
Ambon Kembali diguncang Bom
11/03/99
4
Konflik Ambon Terus Memanas
4
Kapuspen Ttg Anggota ABRI yg Terlibat
14/03/99
5
Konflik Ambon Mereda
5
Luka Ambon Luka Kita
02/09/99
6
Ambon Masih Panas, 8 Tewas
6
Ambon dan Saparua Rusuh
06/10/99
7
Lemah Peran Intelijen Ambon
7
Dua Masjid di Ambon Dibakar
29/11/99
8
Sembilan Aparat Tertembak di Ambon
8
9 Aparat Tertembak, DPR Perlu Bentuk Pansus
01/12/99
9
Makin Jelas Keberpihakkan Aparat di Ambon
9
Menunggu Langkah Kuda untuk Ambon
10
Darurat Militer Bukan Solusi Ambon
11
Ambon, Skenario Apalagi
31/12/99
10
Dalam 3 Hari Terakhir, Sekitar 265 Tewas
12
Kalangan DPR Desak Bentuk KPP HAM
14/01/00
11
Galela Terus Mencekam
13
Allahu Akbar!!! Duka Ambon, Duka Bersama
26/01/00
12
Wapres Ttg Pertikaian Ambon; Pem Hrs Tgjwb
14
Wapres: Masy Maluku Hrs Sesaikan Masalahnya
22/02/00
13
Ribuan Senjata Perang Dibuang Kelaut
15
Setidaknya 12044 Senjata dimusnahkan
19/05/00
14
Ambon Kembali Menghangat, 17 Tewas
16
Ambon Lumpuh Total, 23 Orang Tewas
27/06/00
15
Konflik di Maluku dan Maluku Utara
17
Soal Penembakan Kapal TNI di Selat Maluku
18
Darurat Sipil (Tajuk)
16/10/00
16
Direktur RS Al Fatah Tewas Krn Ledakan Bom
19
Direktur RS Al Fatah Tewas Krn Ledakan Bom
23/01/01
17
Ambon Tegang, 10 warga Tewas
20
Yon Gab TNI Kembali Beraksi, 9 Sipil Tewas
03/08/01
18
Bantuan Kemanusiaan Bisa Pertegas konflik
21
Terbentuk Tim Pengacara Muslim Ambon
27/01/01
19
Evaluasi Darurat Sipil Ambon Ditunda
22
Tangis Keluarga Sambut Tim TPF TNI
31/12/01
20
Bentrok Antar Pasukan di Ambon
23
Ledakan Bom Kembali Guncang Ambon
14/02/02
21
Upaya Perdamaian di Maluku Diwarnai Ledakan
24
Dua Ledakan Guncang Ambon
02/03/02
22
Kristen dan Muslim Ambon Berbaur Lagi
25
Penyerahan Senjata Mulai Berlangsung di Ambon
05/04/02
23
Masy Ambon Tunjukkan Sikap Menahan Diri
26
Bom Tak Pengaruhi Kesepakatan Malino
24
Hrs Ditangkap & Ditindak Pelempar Bom Ambon
25
Selembar Booklet dan Zona Netral yg Hilang
08/04/02
26
1718 Pucuk Senjata DiMusnahkan
27
Pemusnahan Senjata Diiringi Teriakan Hidup RMS
09/04/02
27
Disebar Identitas 2 Orang yg Diduga Terlibat
28
Polisi Cari Dua Tersangka Pengebom Ambon
29/04/02
28
Penyerangan di desa Soya, 12 tewas, 12 Luka
29
Massa Tak Dikenal Tewaskan 12 Warga Ambon
15/05/02
29
Dibuat Rumusan Teknis Pemulangan Laskar Jihad
30
Kopassus- Brimob Bersitegang di Ambon
31
Penarikan Laskar Jihad (Tajuk)
V
Lampiran 2
Hasil Uji Reliabilitas pada Tiga Juri Kategori Akurasi Antar Juri
Item
Kesepakatan
Ketidaksepakatan
Nilai
Ke-1 dan ke-2
12
8
4
0.67
Ke-1 dan ke-3
12
8
4
0.67
Ke-1 dan ke-4
12
9
3
0.75
Ke-2 dan ke-3
12
10
2
0.83
Ke-2 dan ke-4
12
9
3
0.75
Ke-3 dan ke-4
12
9
3
0.75
Koefisien Keanda lan Antar Juri Juri ke-1
Juri ke-2
Juri ke-3
Juri ke-4
0.75
0.75
0.75
Juri ke-3
0.67
0.83
Juri ke-2
0.67
Nilai Rata -rata : 4.42 = 0.37 12 Composite Reliability : 4 x 0.37 1+(3 x 0.37)
= 1.48 = 0.70 2.11
Kategori Relevansi Antar Juri
Item
Kesepakatan
Ketidaksepakatan
Nilai
Ke-1 dan ke-2
12
9
3
0.75
Ke-1 dan ke-3
12
9
3
0.75
Ke-1 dan ke-4
12
9
3
0.75
Ke-2 dan ke-3
12
10
2
0.83
Ke-2 dan ke-4
12
8
4
0.67
Ke-3 dan ke-4
12
10
2
0.83
Koefisien Keandalan Antar Juri Juri ke-1
Juri ke-2
Juri ke-3
Juri ke-4
0.75
0.67
0.83
Juri ke-3
0.75
0.83
Juri ke-2
0.75
Nilai Rata -rata : 4.58 = 0.38 12 Composite Reliability : 4 x 0.38 1+(3 x 0.38)
= 1.52 = 0.71 2.14
Kategori Keseimbangan Antar Juri
Item
Kesepakatan
Ketidaksepakatan
Nilai
Ke-1 dan ke-2
12
10
2
0.83
Ke-1 dan ke-3
12
10
2
0.83
Ke-1 dan ke-4
12
9
3
0.75
Ke-2 dan ke-3
12
10
2
0.83
Ke-2 dan ke-4
12
8
4
0.67
Ke-3 dan ke-4
12
8
4
0.67
Koefisien Keandalan Antar Juri Juri ke-1
Juri ke-2
Juri ke-3
Juri ke-4
0.75
0.67
0.67
Juri ke-3
0.83
0.83
Juri ke-2
0.83
Nilai Rata -rata : 4.58 = 0.38 12 Composite Reliability : 4 x 0.38 1+(3 x 0.38)
= 1.52 = 0.71 2.14
Kategori Netralitas Antar Juri
Item
Kesepakatan
Ketidaksepakatan
Nilai
Ke-1 dan ke-2
12
10
2
0.83
Ke-1 dan ke-3
12
8
4
0.67
Ke-1 dan ke-4
12
9
3
0.75
Ke-2 dan ke-3
12
8
4
0.67
Ke-2 dan ke-4
12
9
3
0.75
Ke-3 dan ke-4
12
10
2
0.83
Koefisien Keandalan Antar Juri Juri ke-1
Juri ke-2
Juri ke-3
Juri ke-4
0.75
0.75
0.83
Juri ke-3
0.67
0.67
Juri ke-2
0.83
Nilai Rata -rata : 4.50 = 0.37 12
Composite Reliability : 4 x 0.37 1+(3 x 0.37)
= 1.48 = 0.70 2.11