KAJIAN NILAI, FUNGSI, DAN MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM SENI DONGKREK Hartini * Abstract Dongkrek attraction is a stage which is composed of music, dance and dramatic story arranged in a single set of show. The structure of the stage is seen in the unique type of music instrument. Masks have become the reflection of the characterization of the characters in stage. The music intsruments of Dongkrek attraction are: kenthongan, kenong, bedug, beri, korek and gong pamungkas. The masks are typified as topeng buta/gendruwo; topeng roro perot, topeng roro ayu and topeng eyang palang. Cultural values reflected in Dongkrek attraction consist of those of education, moral, leadership, heroism and aesthetics. Dongkrek attraction can also serve functions of fulfiling psychological needs, expressing selfesttem, releasing tension and ammusement. The masks in Dongkrek represent some characters; topeng buta/gendruwo for evil, eyang palang for wisdom. Key words: Values, Functions, Dongkrek Attraction
Abstrak Kesenian Dongkrek adalah penampilan perpaduan antara musik, tari, dan didalamnya terkandung unsur cerita / drama. Adapun struktur dalam pertunjukan ini dapat dilihat dari bentuk alat musiknya. Bentuk topeng sebagai perwatakan tokoh yang diperankan. Bentuk peralatan musik yang digunakan dalam pertunjukan kesenian Dongkrek terdiri dari: kentongan; kenong; bedug; beri; korek; dan gong pamungkas. Bentuk topeng terdiri dari empat topeng, yaitu: topeng buto / gendruwo; topeng roro perot; topeng roro ayu, dan topeng eyang palang. Nilai budaya yang terkandung dalam kesenian Dongkrek yaitu nilai pendidikan, nilai moral, nilai kepemimpinan, nilai kepahlawanan, dan nilai estetika. Dari kesenian dongkrek dapat dilihat beberapa fungsinya yakni: sebagai cara untuk pemenuhan kebutuhan psikologis; sebagai cara untuk mengekspresikan diri; sebagai cara untuk melepas ketegangan; dan sebagai hiburan. Bentuk topeng yang terkandung dalam kesenian dongkrek mengandung makna dan disimbolkan dengan topeng gendruwo (buto) sebagai
* Hartini adalah Dosen Program Studi PGSD FIP IKIP PGRI Madiun
63
64
simbol kejahatan, eyang palang sebagai simbol seorang tokoh dalam kebaikan. Kata kunci: Nilai, Fungsi, Seni Dongkrek A. Pendahuluan Seni dongkrek merupakan salah satu kesenian dari Kabupaten Madiun yang lahir tahun 1867 di Mejayan oleh seorang yang bernama Raden Tumenggung Prawirodipoero III sebagai Palang Mejayan Caruban, setelah akhir pemerintahan R. M. T. Sosrodiningrat (Bupati Madiun 1879-1885). Seni Dongkrek mempunyai filosofi sebagai pengusir pagebluk atau wabah penyakit aneh yang mengganggu masyarakat Mejayan, ketika siang terserang penyakit maka sore hari meninggal dunia. Seni dongkrek juga dipercaya sebagai tolak bala yang dapat mengurangi keburukan / kesialan dalam segala hal. Seni dongkek merupakan kesenian yang bersifat sakral dan ritual yang dipertunjukkan/dipentaskan dalam bentuk tarian topeng yang terdiri dari topeng orang tua, topeng putri, topeng gendruwo, juga topeng masyarakat dan gendongan. Adapun peralatan musik sebagai pengiringnya terdiri dari: bedug, korek, kentongan, kenong, gong besi, gong kempul, dan kendang. Dalam perkembangannya, digunakan pula komponen alat musik yang lainnya berupa gong, kenong, kentongan, kendang, dan gong sebagai perpaduan budaya Islam, budaya Cina, dan budaya Jawa. Tari yang mengenakan topeng menurut Macgowan dan Melnizt merupakan pertunjukan tari tertua dijagad ini (Narawati dan Soedarsono, 2011:1). Sedyawati (1981:52) mengemukakan seni pertunjukan di Indonesia berangkat dari suatu keadaan dimana ia tumbuh dalam lingkungan-lingkungan etnik, adat, atau kesepakatan bersama yang turun-temurun mengenai perilaku yang sangat besar untuk menentukan kebangkitan kesenian. Seni dongkrek bermula dari bunyi yang ditimbulkan oleh paduan dua alat musik tradisional yang mengiringinya, yakni bunyi “dong” berasal dari beduk atau kendang dan “krek” dari alat musik yang disebut korek. Alat musik korek ini berupa kayu berbentuk bujur sangkar, di satu sisinya ada tangkai kayu bergerigi yang bila digesek
65
berbunyi krek. Perpaduan dua bunyi itulah kemudian masyarakat menyebut kesenian ini dengan nama Dongkrek. Kata Dongkrek merupakan kata sakral yang berarti: Dongane Kawula Rakyat Enggalo Kasarasan. Kata itulah yang membuat masyarakat sadar bahwa kesehatan tubuh dan jiwa sangat penting dalam menjalankan segala aktivitas sehari-hari. Untuk menjaga kesehatan bukanlah hal yang sulit namun juga tidak mudah, terkadang lupa betapa mahal harganya arti kesehatan bagi tubuh, terkadang rasa sakit yang diderita akan menimbulkan pikiran-pikiran buruk dan rasa takut sehingga menghambat proses pencarian solusi. Seni pertunjukan merupakan bagian dari masyarakat tempat ia tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pendukungnya berbagai corak masyarakat pendukung tradisi-tradisi kesenian yang terdapat di Indonesia (Suganda, 2002:2). Sebagai warisan budaya yang turun-temurun, kesenian ini tetap dijaga kelestariannya melalui berbagai pelatihan di beberapa sanggar/padepokan seni dongkrek, diadakan festival/kirab seni dongkrek yang melibatkan masyarakat dan pelajar di Kabupaten Madiun. Selain itu pada setiap bulan Suro diadakan upacara ritual di pemakaman Raden Prawirodipoero.
B. Pembahasan 1.
Nilai-nilai yang Terkandung dalam Seni Nilai adalah suatu pengertian atau pensifatan yang digunakan untuk
memberikan penghargaan tehadap barang atau benda. Manusia menganggap sesuatu bernilai, karena ia merasa memerlukan atau menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, apa yang menimbulkan kepuasan batinnya. Inti dari pendidikan nilai adalah suatu proses budaya yang selalu berusaha meningkatkan harkat dan martabat manusia, pendidikan memanusiakan manusia, pendidikan humaniora. Pendidikan nilai juga merupakan suatu aktivitas yang secara khusus bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai tertentu, seperti: nilai
66
religius (pendidikan agama), nilai moral (pendidikan kewarganegaraan), dan nilai estetis (pendidikan seni). Berkaitan dalam pementasan/pertunjukan seni dongkrek, nilai-nilai yang terkandung didalamnya meliputi: nilai budaya, nilai pendidikan, nilai moral, nilai religius, nilai kepemimpinan, nilai kepahlawanan, dan nilai estetika. Hal ini dapat ditinjau dari unsur alat musik, tata rias topeng dan busana (memberikan makna simbol dalam perwatakan peran), nilai pendidikan moral yang mengartikan bahwa sebuah kejahatan akan terkalahkan dengan suatu kebaikan. dalam pikiran manusia yang dilukiskan dengan suara. a. Nilai Budaya Menurut Koentjaraningrat (1990:90) salah satu bagian adat yang paling tinggi dan paling abstrak adalah nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidupnya, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang dapat memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat. b. Nilai Pendidikan Ali dkk. menyatakan bahwa konsep pendidikan dapat berarti proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam rangka untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, dan perbuatan (Soepratno, 2010:370). c. Nilai Moral Konsep moral menurut Ali dkk. dapat berarti suatu ajaran tentang baik buruknya yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti atau susila (Supratno, 2010:394). Seni dongkrek mengandung pendidikan nilai moral yang menggambarkan tentang suatu kejahatan akan terkalahkan oleh kebenaran. d. Nilai Religius Konsep religius menurut Ali dkk. dapat berarti bersifat religi, bersifat keagamaan yang bersangkut paut dengan religi (Supratno, 2010:373). Sedangkan nilai religius yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ada hubungannya dengan masalah religi yang terdapat dalam seni dongkrek. Kesakralan seni dongkrek
67
dapat dikatakan sebagai suatu kepercayaan, dan mengandung unsur keagamaan. Soedarsono (2002:126) berpendapat seni pertunjukan ritual memiliki ciri-ciri khas, yaitu: (1) diperlukan tempat pertunjukan yang terpilih, yang biasanya dianggap sakral; (2) diperlukan pemilihan hari serta saat yang terpilih yang biasanya juga dianggap sakral; (3) diperlukan pemain yang terpilih, biasanya mereka yang dianggap suci, atau yang telah membersihkan diri secara spiritual; (4) diperlukan seperangkat sesaji, yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan macamnya; (5) tujuan lebih dipentingkan daripada penampilannya secara estetis; dan (6) diperlukan busana yang khas. Berkaitan dengan pengusiran pagebluk (tolak bala), proses ritual dilakukan dengan beberapa cara, yakni: (1) para parogo pilihan, yang dipandang mampu untuk melakukan upacara ritual tersebut didatangkan lebih dahulu di pendopo palangan, untuk mendapatkan petunjuk dari eyang palang, tentang persiapan dan segala sesuatunya yang harus dilaksanakan baik jasmani, maupun rohani; (2) para parogo mulai lelampah menurut petunjuk yang telah ditentukan, seperti telah disiapkan, dan lain sebagainya; (3) pada malam yang telah ditentukan, yaitu malam jumat legi, semua parogo berkumpul di pendopo mengadakan selamatan (barokahan) untuk memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa atas telah terjadinya pembuatan seperangkat gendruwo beserta instrumennya dan peralatan yang diperlukan; dan (4) saat tepat tengah malam (malam jumat legi) dengan iringan mantra dan puji-pujian, diberangkatkanlah serombongan prosesi ritual pengusiran musibah pagebluk itu di pendopo dalem palangan, berjalan pelan-pelan menyusuri jalan-jalan di seluruh pelosok Desa Mejayan, sampai waktu menjelang pagi. Dalam prosesi ritual keliling desa ini para parogo Dongkrek khususnya parogo gendrowon wajib untuk tidak mengenakan busana (semua parogo terdiri dari kaum laki-laki). Adapun aturan prosesi ritual ialah: (1) obor terbuat dari bambu; (2) dupa yang selalu mengepulkan asap bau kemenyan yang dibawa oleh pembaca mantra; (3) pusaka palangan yang dibawa oleh waris terpilih dibawah Payung Agung (pusaka palangan); (4) beberapa syarat tolak bala yang lain, bermacam-macam tumbal dan takhir plontang yang berisi bermacam bubur beras dan ditanam di
68
tempat-tempat yang telah ditentukan, seperti di perempatan jalan, pertigaan dan di sudut-sudut desa; (5) gendruwon dan peralatan lainnya; dan (6) para sesepuh yang gamben-gamben (berilmu tinggi). Prosesi tersebut hanya berjalan sekali, sedang selanjutnya secara rutin tiap malam hanya mengirapkan Dongkreknya saja meronda berkeliling seluruh pelosok desa hingga wabah pageblug itu mereda dan hilang dengan sendirinya. e. Nilai Kepemimpinan Konsep kepemimpinan menurut Ali dkk. dapat berarti perihal pemimpin atau cara memimpin (Supratno 2010:376). Sedangkan yang dimaksud nilai kepemimpinan dalam seni dongkrek adalah sesuatu yang baik dan benar, yang dimiliki seorang pemimpin agar dapat memimpin anak buahnya dengan atau rakyatnya secara baik, jujur, adil, arif, dan bijaksana yang terdapat dalam seni dongkrek. Nilai kepemimpinan dalam seni dongkrek digambarkan oleh eyang palang sebagai pemeran R. Tumenggung Prawirodipoero yang memimpin rakyat Desa Mejayan dengan arif, penuh tanggung jawab, dan bijaksana. f. Nilai Kepahlawanan Konsep kepahlawanan menurut Ali dkk. dapat berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani (Supratno 2010:380). Sedangkan yang dimaksud nilai kepahlawanan dalam penelitian ini adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang tokoh yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran yang terdapat dalam seni dongkrek. Nilai kepahlawanan dalam kesenian Dongkrek digambarkan oleh eyang palang sebagai pemeran tokoh Raden Tumenggung Prawirodipoero yang berani berjuang melawan buto/gendruwo untuk menyelamatkan rakyatnya dari pageblug. g. Nilai Estetika Konsep estetika dapat diartikan sebagai filsafat tentang keindahanm baik yang terdapat dialam maupun dalam aneka benda seni buatan manusia. Estetika muncul dilingkungan kebudayaan Barat, dimulai sejak zaman Yunani kuno, yakni sejak Plato, Aristoteles, dan Sokrates (Sumardjo, 2000:33). Sedangkan yang dimaksud nilai estetika dalam penelitian ini adalah sesuatu yang indah, dapat
69
dinikmati dan dapat menghibur. Nilai estetika dalam kesenian Dongkrek dapat dilihat dan di dengar lewat suara alat musiknya, bentuk alat musiknya, tata rias dalam topeng, tariannya dan unsur drama/cerita yang terkandung dalam kesenian dongkrek. 2.
Fungsi Seni Dongkrek Seni dari aspek psikologi memiliki arti luas yaitu menunjukkan setiap cara
yang sesuai untuk mengekspresikan diri, berupa tindakan atau sikap yang disampaikan secara lengkap dan jernih dari mental, ide, dan emosi. Seni membantu mengidentifikasi “siapa kita” dan “apa potensi kita”. Seni dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan perasaan-perasaan dan memperoleh pengalaman tanpa perlu khawatir dengan aturan-aturannya. Seseorang yang mendapat kesempatan dan rangsangan dari salah satu cabang kesenian, memiliki kesempatan
untuk
mengembangkan
dan
menikmati
kehidupan
yang
menyenangkan di hari tuanya (Johan 2009:169-170). Menurut Bascom seni memiliki fungsi: (1) sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device); dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyaraat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya (Danandjaja, 1997). Selain ke empat fungsi, Dundes juga menambahkan: untuk mempertebal perasaan solidaritas suatu kolektif (Sudikan, 1995:13). Semua bentuk karya seni sangat bergantung kepada proses pemberian aksi dan reaksi. Seniman atau siapapun pencipta karya seni akan memanfaatkan seni untuk berbagai tujuan, tetapi yang paling menonjol adalah untuk mencapai kesenangan dan untuk pemenuhan kebutuhan psikologis yakni memenuhi kebutuhan emosi (Jazuli, 2008:65). Fungsi seni dongkrek dalam pertunjukannya dapat dibedakan berdasarkan pada fungsinya yakni: (1) dongkrek yang berdasarkan Pakem (sakral); (2) dongkrek kreasi baru (untuk hiburan); (3) tarian
70
seni dongkrek untuk karnaval; (4) dongkrek tak gendong (untuk pawai); dan (5) dongkrek dalam bentuk kolosal (untuk bisnis). Seni dongkrek juga dapat memberikan informasi kepada masyarakat betapa pentingnya persatuan dan kesatuan melalui peragaan kesenian dongkrek, mewujudkan pengabdian terhadap masyarakat dibidang kebudayaan, menjaga dan mempertahankan agar kesenian dongkrek tetap menjadi ciri khas budaya asli milik Kabupaten Madiun, dan dapat membantu proses penyembuhan penyakit. Kesenian ini dapat juga menjadi saran pendidikan moral siswa agar dapat memahami tentang kejahatan dan kebaikan yang dilambangkan dengan busana dan tata rias topengnya. Berdasarkan konsep fungsi tersebut, maka kesenian dongkrek memiliki beberapa fungsi, yakni: a. Sebagai cara untuk pemenuhan kebutuhan psikologis Hal ini dapat diwujudkan dalam penyajian pertunjukan kesenian dongkrek. Kepuasan psikologis ditunjukkan dengan baik dari segi pemain kesenian dongkrek. Keunikan dari kesenian dongkrek yang terdiri dari peralatan musiknya, tata rias topeng, dan busananya juga sangat mendukung. b. Sebagai cara untuk mengekspresikan diri Sebagai salah satu mata pelajaran seni budaya di sekolah, terdapat kompetensi: mengekspresikan diri melalui seni musik, tari, seni rupa, dan seni drama. Kesenian dongkrek dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri terhadap kesenian daerah setempat terutama dalam mata pelajaran seni budaya. Berdasarkan perspektif fungsionalisme, komunikasi emosi dalam musik menunjukkan kekhususan melalui proses komunikasi nonverbal. Oleh sebab itu perspektif fungsionalisme memiliki implikasi penting. Implikasi lain adalah pendengar dapat mengingat dengan baik sesuai hasil yang diharapkan dari karakter emosi, tanpa perlu memperhatikan pengetahuan musikalnya (Djohan, 2009:105-106). c. Sebagai cara untuk melepas ketegangan Musik adalah salah satu cara untuk melepaskan ketegangan. Dengan mendengarkan alunan musik, seseorang akan merasa lebih rileks. Musik apa saja
71
baik yang berirama cepat ataupun lambat, keduanya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manusia (Djohan, 2009:164). d. Seni sebagai bagian dari ritus religi atau kepercayaan dan medium komunikasi produksi antara sesama manusia Bila ditinjau dari awal mula dan asal-usulnya, sesungguhnya kegiatan kesenian dimaknai dengan pangkal tolak yang sama dimanapun dia berada. Kesenian pada mulanya adalah bagian dari aktivitas sosial dalam modus hubungan antar manusia atau dengan lingkungan kosmosnya (Hardjana, 2005:122). Seni dapat digunakan untuk bermacam-macam aktivitas, diantaranya adalah untuk kepentingan religi. Demikian juga dengan pertunjukan kesenian dongkrek, sering disajikan dalam acara religi dan ritual. e. Seni sebagai alat komunikasi Brandon (2003:414) menyatakan seni pertunjukan selalu dianggap sebagai alat komunikasi. Para artis pertunjukan menampilkan sajian yang telah disusun sedemikian rupa dengan harapan agar para penonton dapat memahami apa yang dipentaskan di depan mereka. Seperti dalam pertunjukan kesenian dongkrek, para pemain menampilkan dengan menginterpretasikan dan mengekspresikan sesuai alur ceritanya dan dapat dimengerti dari apa yang disajikan. Pakem kesenian dongkrek seni ini tidak dapat dicampur aduk supaya generasi muda penerus dapat memahami isi, maksud dan tujuan pertunjukan kesenian dongkrek. 3.
Makna yang Terkandung dalam Kesenian Dongkrek
a.
Makna Bentuk Topeng Pierce membagi tanda dalam sepuluh jenis: (1) qualisign, (2) iconic
sinsign; (3) rhomatic indexical sinsign; (4) dicent sinsign; (5) iconic legisign; (6) rhematic indexical legisign; (7) dicent indexical legisign; (8) rhematic symbol atau syimbolic rheme; (9) dicent symbol atau proposition; dan (10) argument. Qualisign yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras menunjukkan kualitas tanda. Misalnya suaranya keras menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan. Iconic Sinsign yakni suatu tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh: foto, diagram, peta, dan tanda baca.
72
Rhomatic Indexical Sinsign yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa orang yang mandi disitu, akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi disini. Dicent Sinsign yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya tanda larangan yang terdapat di pintu masuk pada sebuah kantor. Iconic Legisign yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya rambu lalu lintas. Rhematic Indexical Legisign yakni tanda yang mengacu kepada obyek tertentu, misalnya kata ganti petunjuk. Seseorang bertanya: “mana buku itu” dan dijawab “itu”. Dicent Indexical Legisign yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang yang sakit atau orang yang celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit. Rhematic Symbol atau Syimbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melelui asosiasi ide umum. Misalnya kita melihat gambar harimau, lantas kita dikatakan harimau. Mengapa kita dikatakan demikian, karena ada asosiasi gambar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang namanya harimau. Dicent Symbol atau Proposition (proposisi) adalah tanda yang berlangsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata “pergi” penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak dan serta merta kita pergi. Padahal proposisi yang kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan yang membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu dan seseorang segera menetapkan pilihan/sikap. Argument yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata “gelap”. Orang itu berkata gelap sebab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Argumen merupakan tanda yang berisi alasan, mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja pilihan mengandung kebenaran. Selain musik dalam pertunjukan kesenian Dongkrek, bentuk topeng dan busana sangat penting dalam pemeranan tokoh yang digambarkan. Topeng raksasa “buto” disimbolkan dengan makna menyeramkan, topeng orang tua
73
disimbolkan sebagai lambang kebajikan. Topeng buto menggambarkan penyakit aneh yang menimpa masyarakat Mejayan yang disebut pageblug, pagi sakit dan sore hari meninggal, sore sakit dan pagi meninggal. Bentuk topeng buto diuraikan pada Tabel 1. Tabel 1 Makna Topeng Buto Dongkrek No
Topeng
Deskripsi
1
Topeng Buto Kuning, menggambarkan makhluk halus yang mengganggu dengan menyerang daging dan kulit manusia. Misalnya daging pada tubuh manusia (semakin lama tampak kurus), penyakit kulit (kudis, gatal, dan melepuh).
2
Topeng Buto Ireng, menggambarkan makhluk halus yang senang mengganggu dengan menyerang tulang belulang manusia.
3
Topeng Buto Putih, menggambarkan makhlus halus yang suka menyerang pada otak manusia.
74
No
Topeng
Deskripsi
4
Topeng Buto Merah, menggambarkan makhluk halus yang sering mengganggu manusia dengan merasuk ke dalam aliran darah manusia dan senang meminum darah.
5
Topeng Roro Perot, menggambarkan seorang abdi kinasih yang mendampingi untuk memenuhi kebutuhan/keperluan sehari-hari roro ayu. Dengan topeng ini, dapat pula digambarkan bila seseorang yang selalu membicarakan kejelekan orang lain, maka bibirnya akan perot.
6
Topeng Roro Ayu, menggambarkan seorang wanita yang cantik (putri pejabat) yanganggun, sopan dalam berbicara, perilaku, dan selalu berbuat kebaikan.
b. Makna Bentuk Peralatan Musik Keindahan yang terdapat dalam peralatan musik dongkrek mempunyai bentuk dan makna yang berbeda. Setiap instrumen/alat musik, memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda pula. Bentuk dan ukuran tersebut mempengaruhi buyi, karakter maupun warna suara. Sebagai contoh alat musik bedug dan kenong memiliki bunyi dan karakter suara yang berbeda. Terkait dalam pemahaman alat musik, maka hal penting yang harus dilakukan ialah mempelajari organologi.
75
Menurut Banoe (2003:312) organologi adalah ilmu tentang alat musik, studi mengenai alat-alat musik. Organologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur instrumen musik berdasarkan sumber bunyi, cara memproduksi bunyi dan sistem pelarasan. Berdasarkan jenis peralatannya, diuraikan pada Tabel 2. Tabel 2 Makna Jenis Peralatan Dongkrek No 1
2
3
Peralatan
Deskripsi Kentongan, disimbolkan sebagai suatu tanda untuk mengumpulkan atau menggerakkan masyarakat guna bersatu padu “Sa ye sa eko proyo”. Alat musik kentongan pada pementasan kesenian Dongkrek biasanya menggunakan 3 buah, dimaksudkan agar masyarakat berkumpul bila mendengar ”titir”. Titir adalah sebutan dari kata lain kentongan yang dibunyikan. Adapun karakter bunyi yang ditimbulkan dari kentongan adalah thok, thok, thok. Kenong, disimbolkan sebagai suasana hening, cipta, karsa, karya kepada Sang Pencipta. Alat musik kenong dalam pementasan kesenian Dongkrek biasanya menggunakan satu buah yang dimaksudkan dapat memberikan ketenangan, kedamaian apabila mendengarkan alat musik.
Bedug, peralatan musik ini disimbolkan untuk menggambarkan kesaktian Palang Mejayan sebagai pendekar pilih tanding, “ora tedas tapa paluning pande” (dug deng). Alat musik bedug dalam pementasan kesenian Dongkrek biasanya menggunakan satu buah, dimaksudkan melambangkan ketegasan dan kesaktian. Adapun karakter dari bunyi alat musik ini
76
No
Peralatan
Deskripsi adalah dug, dug, dug. Beri, peralatan musik ini mengandung arti bahwa beliau sebagai seorang yang berbudi wibowo laksono, rawe-rawe rantas malang-malang putung bersamasama memberantas penyakit pagebluk. Alat musik beri terbuat dari logam kuning tipis, bulat sebesar tempayan dan bagian tengahnya sengaja diretakkan untuk membentuk suasana “jeeer” dan letak posisinya tergantung dengan tali. Korek, pada peralatan musik ini disimbolkan sebagai alat pembersih/penyapu segala macam mara bahaya baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Dalam pementasan kesenian Dongkrek biasanya menggunakan tiga buah yang dimaksudkan dapat mengusir semua gangguan makhluk gaib dan kejahatan lainnya. Alat musik ini terbuat dari kayu dan mempunyai karakter bunyi a adalah krek, krek, krek. Gong Pamungkas, peralatan musik ini disimbolkan sebagai final prosesing dari suatu usaha dalam melaksanakan tugas yang berhasil. Dalam pementasan kesenian dongkrek biasanya menggunakan satu buah yang dimaksudkan sebagai akhir usaha yang berhasil.
4
5
6
C. Penutup Bentuk pertunjukan kesenian Dongkrek adalah penampilan perpaduan antara musik, tari, dan didalamnya terkandung unsur cerita / drama. Adapun struktur dalam pertunjukan ini dapat dilihat dari bentuk alat musiknya. Bentuk topeng sebagai perwatakan / karakter tokoh yang diperankan. Bentuk peralatan
77
musik yang digunakan dalam pertunjukan kesenian Dongkrek terdiri dari: kentongan; kenong; bedug; beri; korek; dan gong pamungkas. Bentuk topeng terdiri dari empat topeng: topeng buto / gendruwo; topeng roro perot; topeng roro ayu, dan topeng eyang palang. Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kesenian Dongkrek yaitu nilai pendidikan, nilai moral, nilai kepemimpinan, nilai kepahlawanan, dan nilai estetika. Dari kesenian dongkrek dapat dilihat beberapa fungsinya yakni: sebagai cara untuk pemenuhan kebutuhan psikologis; sebagai cara untuk mengekspresikan diri; sebagai cara untuk melepas ketegangan; dan sebagai hiburan. Bentuk topeng yang terkandung dalam kesenia dongkrek mengandung makna dan disimbolkan dengan topeng gendruwo (buto) sebagai simbol kejahatan, eyang palang sebagai simbol seorang tokoh dalam kebaikan.
78
DAFTAR RUJUKAN Banoe, P. 2005. Kamus Musik. Jakarta: PT Gramedia. Dharsono. 2007. Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Djelantik, A. M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: MSPI. Djohan. 2009. Psikologi Musik. Yogyakarta: Penerbit Best Publisher. Fragmen Dongkrek Desa Mejayan. Nomor Induk: 2/DK/4/414.107. 07/0/2003. Kaelan. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma. Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Narawati, T., dan Soedarsono. 2011. Drama Tari di Indonesia: Kontinuitas dan Perubahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poespoprojo. 1998. Filsafat Moral. Bandung: CV Pustaka Grafika. Rachels, J. 2004. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. Sedyawati, E. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Sudarmo, G. 2000. Asal-usul dan Riwayat Dongkrek Desa Mejayan. Salinan. Suganda, D. 2002. Manajemen Seni Pertunjukan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Supratno, H. 2010. Sosiologi Seni Wayang Sasak Lakon Dewi Rengganis dalam Konteks Perubahan Masyarakat di Lombok. Surabaya: Unesa Press. Sumardjo, J. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB. Sumardjo, J. 2006. Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press.