HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
KAJIAN LITERATUR WISATA PETUALANGAN AMELDA PRAMEZWARY1 RUDYANTO2 Abstract The major purpose of this paper review is to seek out or point out the special issue regarding Adventure Tourism and outline some of those main issues that exist in the academic literature over this rapidly developing field. The paper reviews relevant Adventure Tourism and existing cognate literature. The paper review identifies some of the interrelationships between different areas of Adventure Tourism, including ecotourism, sport tourism, extreme tourism, special interest tourism, Key to defining these areas are the relationships to concepts of Adventure Tourism and the extent to which regulation encourages individuals to engage in it‟s adventure activity. Key themes that emerge in the literature include definitions, psychological aspects, conflict of activities, the potential individual risks associated with adventure tourism, impact on ecological, social and economy and the relative lack of information on the extent of adventure tourism. The implication of this paper review is the development of adventure tourism is demonstrated to have potentially significant implications for Indonesia‟s creative economic growth and positive impact on tourism destination planning and promotion. The paper review covers an extensive range of academic literature on adventure tourism which indicates the different approaches and emphases of research in different disciplines as well as the ideological and philosophical differences that exist with respect to adventure tourism. The paper review also note some of the individual risks implied in adventure tourism that are not usually incorporated into assessments of its potential economic benefits. Keywords: Tourism; Adventure Touris; Risk & Conflict. Abstrak Penelitian literatur ini bertujuan untuk menunjukkan mengkaji perkembangan Pariwisata Petualangan dan beberapa isu utama yang relevan dalam literatur akademis bidang Pariwisata Petualangan. Penelitian literatur ini mengidentifikasi keterkaitan berbagai bidang dengan Pariwisata Petualangan, di antaranya Ekowisata, Wisata Olah Raga, Wisata Ekstrim, dan Wisata Minat Khusus. Sasaran penelitian literatur ini membuat definisi hubungan dengan konsep-konsep Pariwisata Petualangan dan sejauh mana regulasi mendorong wisatawan terlibat dalam kegiatan wisata petualangan. Tema kunci yang dimunculkan dalam literatur meliputi definisi, aspek psikologis, konflik kegiatan, risiko potensial yang terkait dengan wisata petualangan, yang berdampak pada ekologi, sosial dan ekonomi serta relatif masih kurangnya informasi tentang perkembangan wisata petualangan. Penelitian literatur menunjukkan pengembangan wisata petualangan memiliki implikasi yang berpotensi signifikan bagi pertumbuhan 1
2
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email:
[email protected] Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email:
[email protected]
241
Kajian Literatur Wisata Petualangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia, berdampak positif terhadap perencanaan tujuan wisata dan promosi. Penelitian literatur meliputi berbagai literatur akademis tentang wisata petualangan dengan pendekatan berbeda dan penekanan pada berbagai disiplin ilmu beserta perbedaan ideologi dan filosofis yang ada. Penelitian literatur ini juga menunjukkan beberapa risiko yang tertersirat dalam wisata petualangan yang masih belum sepenuhnya dimasukkan ke dalam penilaian potensi manfaat ekonomi wisata petualangan. Kata Kunci: Pariwisata; Pariwisata Petualangan; Risiko & Konflik. Pendahuluan Latar Belakang United Nation World Tourism Organization (2000) memperkirakan kedatangan wisatawan internasional mencapai 1,6 miliar wisatawan pada tahun 2020, terdiri dari 1,2 miliar wisatawan berasal dari antarwilayah (intraregional) dan 378 wisatawan merupakan wisatawan yang melakukan perjalanan jauh (long-haul). Total kedatangan wisatawan berdasarkan wilayah menunjukkan pada tahun 2020, tiga wilayah penerima wisatawan teratas adalah Eropa (717 juta wisatawan), Amerika (282 juta wisatawan), dan selanjutnya diikuti oleh Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Wisatawan yang melakukan perjalanan jauh (long-haul) di dunia tumbuh lebih cepat pada tingkat 5,4% per tahun selama periode 1995-2020, dibandingkan dengan wisatawan yang melakukan perjalanan antar wilayah (intraregional) sebesar 3,8% per tahun. Rasio antara wisatawan wisatawan intraregional dengan long-haul bergeser dari 82:18 pada tahun 995 menjadi 76:24 pada tahun 2020 (Tabel 1). TABEL 1 Perkiraan Wisatawan Inbound dan Regional (Dunia Per Wilayah) Tahun Perkiraan Wilayah Dasar (Dalam Juta) 1995 2010 2020 Dunia 565 1.006 1.561 Afrika 20 47 77 Amerika 10 190 282 Asia Timur & Pasifik 81 195 397 Eropa 336 527 77 Timur Tengah 4 36 69 Asia Selatan 4 11 19 Sumber: World Tourism Organization (2010)
242
Pangsa Pasar (%) 1995 2020 100,0 100,0 3,6 5,0 19,3 18, 14,4 25,4 59,8 45,9 2,2 4,4 0,7 1,2
Rata-Rata Pertumbuhan (%) 1995-2020 4,1 5,5 3,8 6,5 3, 6,7 6,2
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Rencana kerja KADIN Indonesia 2009-2014 menyebutkan pertumbuhan perekonomian
Indonesia
mengandalkan
sektor
pariwisata
yang
mampu
menyumbangkan devisa yang cukup besar. Devisa yang diterima negara dari sektor pariwisata (2008) mencapai US$ 7,3 miliar, tahun 2007 hanya mencapai US$ 5,3 miliar, mengalami pertumbuhan sebesar 37,9%. Sektor pariwisata menempati posisi kedua penyumbang devisa terbesar setelah sektor migas. Kenaikan disebabkan naiknya rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara di Indonesia dari US$ 91,3 per hari (2007) menjadi US$ 107,7 per hari (2008). Tahun 2005 sektor industri pariwisata secara keseluruhan menyumbangkan Pendapatan Domestik Bruto sebesar 5,27% (Neraca Satelit Pariwisata Nasional, 2006). Mengacu pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 7%, maka kontribusi sektor pariwisata harus ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat dalam sepuluh tahun ke depan. Kontribusi industri sektor pariwisata ditingkatkan dari 5% terhadap Pendapatan Domestik Bruto menjadi 10% pada tahun 2015, dan 15% pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, Departemen Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama seluruh insan pariwisata harus mendatangkan wisatawan mancanegara sebanyak 14 juta pada tahun 2015 dan wisatawan nusantara menjadi 275 juta wisatawan. TABEL 2 Perkembangan Wisman Dan Wisnus 2004-2009 Wisatawan 2004 2005 2006 2007*) 2008 Mancanegara (Juta 5,32 5,00 4,87 5,51 6,23 Wisatawan) Nusantara (Juta 202,80 213,30 216,50 219,80 223,00 Wisatawan) *) Angka wisatawan mancanegara periode Jan-Nop 2007. Sumber: Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata (2010-2014)
2009 6,32 226,00
Pariwisata menjadi komponen penting tidak hanya bagi negara, tetapi juga bagi daerah (wilayah) karena memiliki multiplier effect yang sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah
pusat
mengembangkan
otonomi
daerah
masing-masing
untuk
mengembangkan potensi wisata yang dimiliki. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan khususnya pasal 43 sampai pasal 49 mengatur tentang Badang Promosi Pariwisata Daerah telah memberikan pengaturan yang jelas mengenai status organisasi, pendanaan, kepengurusan, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam antisipasi pengembangan pariwisata dunia serta mempromosikan pariwisata nasional. 243
Kajian Literatur Wisata Petualangan Dari uraian di atas, terlihat perkembangan aktivitas kegiatan sektor pariwisata di Indonesia telah bertumbuh sedemikian pesat dan dinamis sehingga memunculkan kecenderungan prospektif bisnis pariwisata. Munculnya kegiatan seperti Wisata Berbasis Lingkungan (eco-tourism), Wisata Petualangan (adventure tourism), Wisata Belanja, Wisata Olahraga (sports tourism) serta Wisata Kuliner dan lain sebagainya telah memberi kontribusi nyata terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional. Terkait dengan hal tersebut, dukungan kajian literatur akademik mutlak diperlukan agar pemahaman tentang apa dan bagaimana bentuk dari wisata petualangan itu sendiri dapat lebih dipahami dan tidak menimbulkan salah pengertian atau persepsi yang tumpang tindih dan menyimpang dari definisi bakunya. Tujuan pengkajian dan analisis literatur wisata petualangan ini, bertujuan untuk: 1. Memaparkan, menganalisa serta membandingkan literatur-literatur yang ada, yang terkait atau mempunyai kemiripan dengan wisata petualangan. 2. Mengidentifikasi definisi, ruang lingkup serta batasan-batasan terkait wisata petualangan. 3. Memantapkan definisi wisata petualangan dalam bidang pariwisata.
Metodologi Penelitian ini menggunakan metoda Analisis Deskriptif untuk mengkaji dan mengevaluasi perkembangan literatur mengenai Pariwisata dan Pariwisata Petualangan. Penelitian ini menggunakan data sekunder, berupa jurnal-jurnal ilmiah serta publikasi dari lembaga-lembaga nasional dan internasional. Penelitian ini merupakan penelitian arsip (archival research) yang menitikberatkan pada data berupa fakta tertulis yang sudah dipublikasikan.
Tinjauan Literatur Sejarah Wisata Petualangan Wisata petualangan dan pariwisata merupakan area yang kompleks dengan keanekaragaman di dalamnya dan memiliki batasan yang luas. Kompleksitas dan keanekaragaman ini dijelaskan dengan adanya fakta bahwa wisata petualangan 244
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
sekarang merupakan hasil dari berbagai aliran pemikiran atau tema yang berasal dari puluhan bahkan ribuan tahun yang lalu. Pengertian atas aliran-aliran pemikiran ini penting untuk dimengerti cakupan dan keasliannya untuk memprediksi masa depan dari wisata petualangan itu sendiri, perkembangan sektor ini mengikuti proses seperti yang di ilustrasikan pada Gambar 1 berikut ini. GAMBAR 1 Aliran Pemikiran Wisata Petualangan Aliran pemikiran atau tema masa lalu
Proses evolusi
Memengaruhi aliran saat ini dan tema serta menciptakan variasi yang baru pada yang lama
Dasar untuk
Pengembangan tema dan pemikiran untuk hari depan
Sumber: Swarbrooke (2003)
Beberapa tema wisata petualangan seperti hedonisme merupakan tema paling kuat untuk saat ini layaknya pada waktu terdahulu, sementara tema lain (seperti kolonisasi) tampak kurang popular pada masa sekarang. Tema-tema tersebut kemungkinan dapat mengalami perubahan. Gambar 2 mengidentifikasi sejumlah tema popular di Inggris mengenai wisata petualangan. Ilustrasi daftar tema wisata petualangan secara komprehensif, menunjukkan keanekaragaman tema dan fakta tentang wisata petualangan. Perkembangan tema wisata petualangan begitu dinamis dan secara historis begitu mengikuti perkembangan atau tren aktivitas di era saat itu.
245
Kajian Literatur Wisata Petualangan GAMBAR 2 Tema-Tema Pengembangan Wisata Petualangan „Walking on the wild side‟ urban exploration
Drug Tourism
‘Home from home‟ adventure
Hedonisme atau pencari kesenangan
Last minute go anywhere travellers
Pertukaran pelajar Penjelajah dan Petualang
Ekowisata Sex Tourism
Aid workers
Designer Adrenaline Rush
Wisata Petualangan
Ziarah
Artificial Environments
Pedagang
Berburu
Travel writer adventurers
Pemukim dan Penjajah
Pencerahan rohani
The expression of the restless soul
Misionaris
Wisatawan wanita
Pekerja musiman
Natural Historians
Romantic era mountain sports
‘Outward bound’ tradition
Sumber: Swarbrooke (2003)
Pengertian Dan Pengelompokkan Wisata Petualangan Pengertian Wisata Petualangan Wisata petualangan telah banyak didefinisikan (Weaver, 1998; Fennell, 1999; Manning, 1999; Bentley et al., 2000, 2001a, b, c; Buckley, 2000, 2004a; Bentley dan Page, 2001; Newsome et al., 2001; Page dan Dowling, 2002). Secara umum, definisidefinisi dari beberapa literatur tersebut menyatakan bahwa wisata petualangan memiliki daya tarik utama yakni kegiatan outdoor yang bergantung pada fitur dari kondisi medan alam, umumnya memerlukan olahraga khusus dan peralatan khusus untuk menarik perhatian wisatawan.
246
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Swarbrooke et al. (2003) menyatakan para peneliti pariwisata dan industri pariwisata dunia telah menyadari peran besar yang dimiliki oleh wisata petualangan, jenis wisata petualangan ini dapat menggabungkan olah raga dan wisata. Page et al. (2006) memandang wisata petualangan sebagai perjalanan ke suatu daerah wisata untuk mengambil bagian dalam kegiatan petualangan, bukan sebagai perjalanan petualangan, yang berbeda konsep dan membentuk perjalanan sebagai petualangan (Weber, 2001). Menurut Jenkins (2008), wisata petualangan merupakan kombinasi aktivitas fisik, pertukaran budaya atau interaksi serta keterlibatan dengan alam, sementara Schumacher (2003) menyatakan wisata petualangan mulai banyak dikenali sebagai istilah tersendiri, berbeda dari wisata olahraga. Pasar petualangan umumnya dibagi menjadi dua kategori: (Hard and Soft) keras dan lembut. Pertama, kadang disebut juga ekstrem, menarik danger rangers, karena melibatkan banyak tenaga fisik dengan risiko nyawa. Kategori ini meliputi panjat tebing, atau arung jeram di sungai; Kedua, melibatkan kegiatan seperti pengamatan glasier dengan pemandu, mengarah kepada kegiatan yang tidak terlalu memicu adrenalin. Heneghan (2011) menyatakan Wisata Petualangan merupakan kegiatan bersenang-senang di area luar yang secara umum dilakukan di tempat yang tidak lazim, eksotis, terpencil atau belantara yang terkadang melibatkan penggunaan transportasi non-konvensional dan cenderung terasosiasikan dengan kegiatan fisik tingkat tinggi maupun rendah. Sebagaimana dengan namanya, kegiatan ini mengandung elemen risiko yang berkisar dari berbasah-basah lalu melambung tinggi kemudian berkecepatan tinggi (kegiatan yang memicu adrenalin). TABEL 3 Beberapa Definisi Aktivitas Wisata Terkait Wisata Petualangan Term
Definition
Nature-based tourism
“the segment in the tourism market in which people travel with the primary purpose of visiting a natural destination” (March 2003 Symposium “Tiger in the Forest: Sustainable Nature-Based Tourism in Southeast Asia”).
Nature tourism
“Travel to unspoiled places to experience and enjoy nature” (Honey, 2002, cited in Christ et al., 2003).
247
Kajian Literatur Wisata Petualangan TABEL 3 Beberapa Definisi Aktivitas Wisata Terkait Wisata Petualangan (lanjutan) Term Ecotourism
Definition -
-
“traveling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objective of studying , admiring and enjoying the scenery and its wild plants and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas”(Ceballos-Lascurain, 1987, cited in Blamey, 2003). Responsible travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well-being of local people‟‟ (Honey, 2002, cited in Christ et al, 2003).
Wildlife tourism
„based on encounters with non-domesticated (non-human) animals … in either the animals‟ natural environment or in captivity. It includes activities historically classified as „non-consumptive‟ …as well as those that involve killing or capturing animals …” (Higginbottom 2004: 2).
Wisata Petualangan
“nature tourism with a kick – nature tourism with a degree of risk taking and physical endurance”. (Honey, 2002, cited in Christ et al., 2003).
Sustainable Tourism
“seeks to minimize the negative footprint of tourism developments and at the same time contribute to conservation and community development in the areas being developed” (Christ et al., 2003).
Sumber: Hasil Adaptasi Berbagai Sumber (2013)
Menurut Heneghan (2011), yang termasuk kategori ceruk pasar (niche) produk dan layanan Wisata Petualangan antara lain: Getting wet: Surfing; Canoeing, touring, rental and expedition services; Kite surfing; Wakeboarding; Skateboarding; White-water rafting; Caving; Water-skiing; Diving; Windsurfing; and Kayaking. Getting High: Flying; Gliding; Paragliding; Ballooning; Rock climbing; High rope; Micro lighting; and Zorbing Getting Faster: Archery; Karting; Mountain biking and expeditions; Paintballing; Land boarding; and Rallying. Wisata Petualangan meliputi banyak sekali bidang kegiatan sehingga akan terkait dengan banyak sektor. Di Indonesia sendiri, kegiatan Wisata Petualangan ini beragam jenisnya dan mulai banyak digemari oleh wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Menurut Institut Pariwisata Costa Rica, sebagaimana dicatat oleh Villalobos-Cespedes et al. (2010) ada enam jenis kegiatan Wisata Petualangan: a. Hiking; 248
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
b. Bird-watching; c. Mengamati alam atau tumbuhan dan satwa; d. Mengunjungi gunung berapi; e. Canopy; f. Memancing. Terkait dengan sifat petualangan dari kegiatan wisata ini, Swarbrooke (2003) menyatakan Wisata Petualangan terkait dengan hal-hal yang menantang secara mental. Untuk lebih memudahkan pengertian, Swarbrooke (2003) memberikan kriteria karakteristik inti dari sebuah petualangan, yaitu: a. Hasil yang tidak dapat ditentukan (Uncertain outcomes). b. Berbahaya dan mengandung risiko (Danger and risk). c. Tantangan (Challenge). d. Penghargaan (Anticipated Rewards). e. Bersifat asing (Novelty). f. Adanya stimulasi dan kegembiraan (Stimulation and excitement) g. Upaya untuk melarikan diri dan memisahkan diri dari kegiatan rutin (Escapism and separation). h. Eksplorasi dan menemukan hal-hal baru (Exploration and discovery). i. Penyerapan terhadap hal-hal baru yang ditemukan dan upaya untuk tetap fokus pada saat melakukan Wisata Petualangan (Absorption and Focus). j. Adanya situasi yang menyebabkan ketidakstabilan emosi (Contrasting Emotion).
Pengelompokan Wisata Petualangan a. Wisata Petualangan yang bersifat fisik Wisata petualangan yang bersifat fisik dibagi kedalam dua kelompok besar, sesuai dengan tingkat kesulitan dalam aktivitasnya. Kedua kelompok tersebut adalah Soft Adventure dan Hard Adventure. Millington et al. (2001) secara sederhana membedakan hard dan soft adventure sebagai berikut. Hard adventure membutuhkan pengalaman dan keahlian dalam suatu kegiatan terutama dalam pariwisata, sedangkan soft adventure tidak membutuhkan pengalaman sebelumnya. Perjalanan hard adventure membutuhkan sebuah elemen pengalaman dari kegiatan yang dijalankan, dan karena 249
Kajian Literatur Wisata Petualangan kegiatan tersebut meliputi elemen risiko, peserta harus sehat secara fisik dan mental. Peserta harus menyipkan diri untuk menghadapi berbagai kondisi cuaca, mengatur tidur, dan melakukan diet. Soft adventure membutuhkan lebih sedikit risiko fisik, tidak membutuhkan atau sedikit pengalaman, dan menawarkan lebih banyak kenyamanan dalam pengaturan tidur dan makan. GAMBAR 3 Rangkaian Soft and Hard Adventure Soft adventure
Hard adventure
„Refers to activities with a perceived risk but low level of real risk, requiring minimal commitment and beginning skills; most of these activities are led by experienced guides.‟
„Refers to activities with high levels of risk, requiring intense commitment and advanced skills.‟
Sumber: Hill (1995)
TABEL 4 Soft & Hard Adventure Activities Soft adventure activities Camping Hiking Bicycle touring Bird/animal watching Horse riding Canoeing Water skiing Wilderness tour in off-road vehicles Sailing Photo safari Surfing Windsurfing Walking tours Sumber: Swarbrooke et al. (2003)
Hard adventure activities White-water rafting/kayaking Snorkeling/scuba diving Off road biking/mountain biking Backpacking Rock/mountain climbing Cave exploring Arduous treks (Hard treks) Hang gliding Wilderness survival Bridge jumping
b. Wisata Petualangan yang bersifat Non-Fisik Seperti telah disampaikan pada bagian sebelumnya, baik dalam karakteristik Wisata Petualangan maupun dalam pengertian Wisata Petualangan, bahwa sesuatu dapat dikatakan memiliki sifat petualangan jika terdapat tantangan, baik terhadap fisik maupun mental. Beberapa aktivitas Wisata Petualangan yang lebih bersifat non-fisik:
250
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
1) Judi Bagi sejumlah destinasi wisata, perjudian merupakan atraksi pokok, termasuk yang terkenal adalah Las Vegas. Banyak kasino juga menyediakan atraksi perjalanan satu hari bagi orang-orang dari daerah tuan rumah. Sebagian besar data wisata judi berfokus pada judi kasino, tetapi bentuk perjudian lain contohnya adalah: pacuan kuda. 2) Wisata religius Wisata religius masih merupakan petualangan spiritual pribadi bagi wisatawan yang mengambil bagian. Sebagaimana wisata ziarah tradisional, juga muncul ‘wisata petualangan religius spiritual’di mana wisatawan pergi mencari inspirasi agama dari agama-agama lain. 3) Wisata gay Wisata gay adalah bentuk wisata petualangan karena pesertanya adalah wisatawan yang memiliki orientasi seksual yang dapat menimbulkan diskriminasi dan bahkan penyiksaan di berbagai tempat. 4) Romantisme wanita dan wisatawan seks Kaum pria melakukan perjalanan dalam pencarian seks memang sudah terkenal dan banyak dipelajari sebagai fenomena. Namun, sedikit perhatian yang ditujukan kepada wanita yang berlibur dengan motivasi yang sama. Herold et al. (2001) mengemukakan bahwa fenomena ini dapat dilihat sebagai petualangan romantis maupun pariwisata seks.
Pengelompokkan Wisata Petualangan oleh Explore Worldwide Explore Worlwide, salah satu tour operator wisata petualangan besar di UK, melakukan pengelompokkan Wisata Petualangan seperti sebagai berikut:
251
Kajian Literatur Wisata Petualangan TABEL 5 Explore Worldwide‟s Adventure Holiday Categories Culture/adventure
Trips that explore exciting places but do not necessarily involve any particular physical activity, usually focusing on local cultures, historic sites or dramatic locations.
Ethnic or tribal encounters
Trips that offer opportunity to meet, and sometimes stay with, traditional local people or tribal groups.
Easy to moderate hikes
Hikes involve a few days easy or moderate walking, usually in open countryside, based in hotel or tented accommodation. Most people in good health should find no problem with this level of walking.
Major treks
This type of trip is recommended for strong mountain walkers who enjoy a challenge. Participants should be physically fit. Walking maybe at high elevations (over 3500 m). Normally there’s no backpacking, and the main luggage is transported by vehicles, porters or pack animals.
Wildlife and natural history
Trips have a particular emphasis on wildlife or natural wonders. Perhaps visiting some of the world’s greatest game reserves. Explore’s unique styles will make the experience memorable.
Wilderness experience
Perhaps the ultimate travel adventure, this involves trips that venture into areas where man’s influence is limited. The reward of reaching such remote setting more than outweigh the fact that participants may have to ‘rough it’ for few days
Sailtrek/seatrek
Some of our most original adventures involve the use of sailboats, ships, ferries or even tall ships.
Raft or river journeys
Journeys last anything from a few hours to several days. This category includes a wide range of activity types, from exhilarating white-water rafting to easygoing cruising and river exploration.
Sumber: Swarbrooke et al. (2003)
Beberapa Penelitian Terkait Wisata Petualangan Wisata petualangan merupakan sektor besar tetapi masih sedikit penelitian yang mengambil topik-topik terkait dengan bidang ini (Buckley 2004a; Travel Industry Association of America, 2005). Menurut Butler (1990), wisata petualangan belum mendapat perhatian yang banyak di literatur, hal ini dikarenakan peran ekonominya yang dianggap kecil walaupun wisata petualangan merupakan sektor dengan pertumbuhan yang cepat dalam pariwisata internasional, dan dampaknya, walau belum dipahami, sangat signifikan bagi daerah tujuan yang terpencil. Miles dan Imam (1999) meneliti tentang pemrograman petualangan sebagai pendidikan outdoor; Hudson (2002), fokus pada pariwisata olahraga; Swarbrooke et al. 252
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
(2003) tentang psikologi petualangan manusia; Easson (2006) mengenai filsafat dan psikologi olahraga ekstrim, dan Buckley (2006) fokus pada struktur produk wisata petualangan. Sebagian besar literatur penelitian yang relevan, tampaknya berasal dari bidang-bidang pariwisata, rekreasi alam terbuka dan pendidikan luar ruangan (outdoor). Referensi ekowisata, wisata rekreasi, pariwisata di kawasan alam lindung masih sedikit yang mengkaji tentang wisata petualangan, meskipun beberapa memang menyebutkan Outfitters secara komersial dan rekreasi di luar ruangan (outdoor). Secara relatif beberapa peneliti telah menggambarkan struktur produk Wisata Petualangan individu. Namun masih ada sejumlah deskripsi kegiatan rekreasi luar ruangan (outdoor), komersial maupun individu, pada tujuan petualangan tertentu; dan analisis berbagai tingkat partisipasi dan preferensi (Tabel 6). Partisipasi dalam Wisata Petualangan dan rekreasi menarik perhatian khusus dari perspektif pengelolaan lahan (Cordell dan Bergstrom, 1991; Watson et al, 1995;. Cole, 1996; Hammitt dan Cole, 1998; Bowker, 2001; Hendee dan Dawson, 2002; Ewert dan Jamieson, 2003; Outdoor Asosiasi Industri, 2005). TABEL 6 Produk, Destinasi & Partisipasi – Wisata Petualangan Aktivitas
Struktur Produk
Destinasi & Manajemen
Raft, Kayak Dive, Snorkel
Tabata (1992), Shackley (1998); Livet (1997).
Tabata (1989); Hawkins & Roberts (1994); Davis & Tisdell (1996). Fredman & Herberlein (2003)
Ski & Snowboard Riding (Horse, Camel) Climbing, Mountaineering
Shackley (1996a) Johnson & Edwards (1994)
Biking Wildlife, Terrestrial
Tingkat & Jenis Partisipasi Ewert & Jamieson (2003) Mundet & Ribera (2001)
Wyder (1987); Suzuki & Kawamura (1994); Kayastha (1997); Booth & Cullen (2001); Bordeau et al. (2002). Goeft & Alder (2000)
Shackley (1996b)
Wildlife, Marine & Estuarine
Davis et al. (1997); Ryan (1998); Ryan & Harvey (2000); Wilson & Tisdell (2001); Scott & Laws (2004) Sumber: Hasil Adaptasi Dari Berbagai Sumber (2013)
253
Duffus & Dearden (1993); Duffus (1996); Berrow (2003); Parsons et al. (2003).
Ewert & Jamieson (2003)
Ewert & Jamieson (2003) Sournia (1996); Sekhar (2003); Lamprey & Reid (2004)
Kajian Literatur Wisata Petualangan Berdasarkan hasil telaah literatur terhadap topik Wisata Petualangan, maka pada bagian-bagian selanjutnya dari landasan teori ini akan dibahas beberapa hal berikut: Aspek Psikologis dari Wisata Petualangan, Konflik Berdasarkan Aktivitas Wisata Petualangan, Risiko Kecelakaan dan Sakit dalam Wisata Petualangan, Pengaruh Ekologi dan Sosial Ekonomi dari Wisata Petualangan.
Aspek Psikologis Dalam Wisata Petualangan Salah satu tema yang banyak dibahas dalam penelitian wisata petualangan adalah aspek psikologis. Aspek ini terutama fokus pada alasan mengapa orang terlibat dalam kegiatan petualangan dan pengalaman apa yang dicari dalam melakukan hal tersebut. Wisatawan ingin menjadi gembira setelah bertualang dan mungkin agak merasa ketakutan tetapi tidak benar-benar terancam (Cater, 2005). Mencari sensasi seperti perilaku dan persepsi risiko wisata petualangan, telah diteliti oleh Cheron dan Ritchie (1982), Ewert dan Hollenhorst (1989), Crawford et al. (1991), Slanger dan Rudestam (1997), Jack dan Ronan (1998), Holyfield (1999) dan Fluker dan Turner (2000). Terkait dengan perilaku dari para pelaku wisata petualangan, Soft adventure dimotivasi oleh diri sendiri, kebutuhan melepaskan diri dari rutinitas kehidupan kota dan mencoba lingkungan-lingkungan baru (Soft Adventures are motivated by selfdiscovery, need to escape from the routine, Lipscombe, 1995), potensi bersenangsenang, mencoba hal baru, dan kesempatan bersosilisasi dalam suatu lingkungan yang terkendali (The potential excitement, novelty, the opportunity to socialize in a controlled environment, Ewert, 1989: Lipscombe, 1995). Di sisi lain, hard adventurer berkembang ketika ditampilkan dalam ‘kegiatan dengan risiko tingkat tinggi, membutuhkan komitmen kuat dan keahlian unggul’ (Hill, 1995: 63). Secara lebih jauh cenderung menggunakan fisik dan mental dalam menghadapi tantangan kegiatan outdoor yang membutuhkan banyak pengalaman dan kompetensi tinggi. Hard adventurers mendapatkan adrenalin dengan mengambil risiko; terkadang risiko tersebut dapat dikendalikan karena pengalaman sebelumnya, namun di waktu tertentu, risiko tersebut tidak dapat dikendalikan (Hard adventures thrive from element of challenge, danger and risk that contribute the adventure, Lipscombe, 1995). 254
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Menurut Limpscombe (1995), wisatwan hard adventure berkembang dari elemen tantangan, bahaya dan risiko yang terdapat dalam suatu petualangan. Terkait dengan motivasi kegiatan wisata petualangan yang banyak melibatkan aktivitas fisik, Kenyon (1968) membuat enam kelompok motivasi mengapa individu turut serta dalam aktivitas fisik: 1. Aesthetic Aesthetic merupakan alasan keindahan, dimana contoh aktivitas fisik yang mengutamakan faktor aesthetic adalah menari, figure skating, gymnastics, dan synchronized swimming. 2. Ascetic Pearson (1979) menyatakan ada hubungan yang dekat antara persaingan dan asceticism. Farmer (1992) menyatakan ada tiga jenis persaingan: manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan dirinya sendiri atau keinginan akan kesadaran diri. Persaingan dapat terdiri dari salah satu jenis di atas, atau kombinasi dari ketiganya. 3. Catharsis Catharsis dapat didefinisikan sebagai pelepasan ketegangan pikiran melalui langkah-langkah yang dijalankan sendiri. Banyak kegiatan dan olah raga melepaskan ketegangan pikiran. 4. Kesehatan dan kebugaran Kesehatan dan kebugaran merupakan salah satu alasan utama kenapa seorang individu melakukan aktivitas fisik. 5. Sosial Aktivitas fisik sering menyediakan peluang untuk bertemu dengan orang lain, dan mempertahankan hubungan sosial. Banyak kegiatan olahraga yang merupakan kegiatan sosial pada dasarnya. 6. Vertigo Kenyon (1968) mendefinisikan tujuan vertigo sebagai pengalaman fisik yang memiliki elemen risiko dan ketegangan yang dicapai melalui kecepatan, akselerasi, perubahan arah, dan/atau menghadapi situasi berbahaya namun individu umumnya
255
Kajian Literatur Wisata Petualangan tetap berada dalam kendali. Contoh aktivitas vertigo diantaranya snow skiing, hand gliding, sky diving, dan motor racing. Motivasi wisatawan melakukan kegiatan wisata petualangan juga didorong oleh berbagai alasan, yang utamanya adalah adanya manfaat dari kegiatan tersebut (Swarbrooke, 2003). Adapun manfaat dari wisata petualangan yang diidentifikasi oleh Sung et al. (1997) berdasarkan survei terhadap 178 peserta pameran International Adventure Travel. Dari hasil survei tersebut, diketahui alasan mendapatkan pengalaman dan melakukan aktivitas adalah manfaat yang dicari oleh para peserta wisata petualangan. Dengan demikian, Weber (2001) menyarankan pengalaman subyektif individu akan petualangan dan persepsi mereka akan apa yang membentuk petualangan harus juga dipelajari dan dipertimbangkan dalam penelitian wisata petualangan. Selanjutnya, Weber (2001) berpendapat segmentasi pasar berdasarkan aspek psikografis akan menghasilkan identifikasi marginal wisatawan dari wisata petualangan. Hal ini sebabkan oleh suatu individu cenderung memilih produk hanya yang ditawarkan oleh operator wisata petualangan. TABEL 7 Manfaat Adventure Travel – Travelers Manfaat yang Diharapkan dari Adventure Travel Pengalaman Menemukan pengalaman baru Mendapati adanya pertumbuhan secara pribadi Kesempatan mendapatkan pendidikan Aktivitas Bersenang-senang Kesempatan mendapatkan perjalanan yang lebih baik dan terintegrasi Partisipasi dalam aktivitas petualangan di ruang terbuka Kesempatan untuk berekreasi Lingkungan Peningkatan interpretasi terhadap lingkungan dan budaya Kembali ke alam Latar belakang yang mempesona Interaksi dengan lingkungan & orang lain Lain-Lain Peningkatan akan kesadaran terhadap kesehatan dan kebugaran fisik Stimulasi mental dan fisik Tidak tahu
Persentase Peserta (%) 27 25 7 16 16 7 3 17 7 7 5 3 2 15
Sumber: Sung et al. (1997)
Kehadiran audiens yang memicu peserta wisata petualangan sesuai dengan salah satu karakteristik dari wisata petualangan itu sendiri yaitu diperlukan adanya 256
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Anticipated Rewards (Swarbrooke, 2003). Tepuk tangan dan sorak-sorai penonton merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi para pelaku wisata petualangan. Cater dan Cloke (2007) menyatakan sesungguhnya kinerja petualangan sungguh dirasakan, beraksi di berbagai peran di ruang publik adalah cara dominan di mana individu menyadari dunianya, dan khususnya tubuh peserta sendiri. Peserta umumnya sadar sepenuhnya akan apa yang diharapkan dari peserta dalam peran. Cater dan Cloke (2007) mencatat tanggapan dari wawancara kepada peserta adalah keinginan untuk mencapai bentuk sempurna, khususnya ketika kegiatan diabadikan dalam film atau kamera.
Konflik Berdasarkan Aktivitas Wisata Petualangan Konflik antara praktisi kegiatan pariwisata berbeda di daerah sama juga mendapat perhatian. Tinjauan umum penelitian terhadap konflik dalam wisata petualangan ini juga dilakukan Yacob dan Schreyer (1980), Devall dan Harry (1981), Hendricks (1995), Watson (1995), Schneider (2000) dan Vaske et al. (2004). Konflik mungkin dipicu oleh gaya perilaku, jenis kelamin, usia, atau pengalaman wisatawan, serta perbedaan aktivitas wisata. Mungkin terjadi antara wisatawan dan tindakan kegiatan pribadi yang sama. Wisatawan umum pengguna bermotor dan non-bermotor dari daerah sama, di mana pengguna bermotor tampaknya tidak menyadari atau tidak peduli terhadap dampak lingkungan, keheningan dan keselamatan pengguna nonbermotor. Konflik secara tradisional didefinisikan sebagai gangguan untuk mencapai tujuan (konflik interpersonal) dimana kehadiran fisik dari seorang individu atau kelompok mengganggu tujuan individu atau kelompok lain (Carothers, Vaske dan Donnelly, 2001). Penelitian pada konflik rekreasi umumnya berfokus pada ketidak simetrisan hubungan yang terjadi ketika kelompok yang berbeda berinteraksi. Pemain kano tidak menyukai pemain motorboat, namun pemain motorboat tidak terganggu, bahkan menikmati melihat dan berinteraksi dengan para pemain kano. Selain konflik interpersonal ada juga konflik nilai sosial (Vaske, Donnelly, Wittmann, dan Laidlaw, 1995). Konflik nilai sosial berbentuk dapat terjadi diantara dua kelompok yang tidak memiliki norma yang sama (Ruddel dan Gramann, 1994) dan/atau nilai yang sama 257
Kajian Literatur Wisata Petualangan (Saremba dan Gill, 1991). Baik konflik interpersonal dan nilai sosial dapat dipengaruhi oleh toleransi gaya hidup pelaku rekreasi – kecenderungan menerima atau menolak gaya hidup yang berbeda dari diri mereka sendiri (Jacob dan Schreyer, 1980). Vaske et al., (2004) mencatat bahwa penelitian telah secara konsisten menemukan hubungan yang asimetris dimana individu yang berkegiatan tradisional (skiing, hiking) lebih mudah mengalami konflik daripada dengan individu yang berkegiatan lebih modern (snowboarding, mountain biking). Jacob dan Schreyer (1980) mendefinisikan konflik individu sebagai gangguan mencapai tujuan yang disebabkan oleh dengan perilaku orang lain. Selanjutnya, Jacob dan Schreyer menekankan bahwa konflik bukanlah pernyataan obyektif, tapi harus dipahami sebagai interpretasi individual dan evaluasi dari kontak sosial masa lalu dan masa depan. Owen (1985) juga menekankan aspek kumulatif dari konflik. Episode konflik memiliki dasar dari kejadian sebelumnya. Definisi dari Jacob dan Schreyer (1980) berasumsi perilaku rekreasi dipengaruhi oleh pencapaian tujuan yang diharapkan dan gangguan perilaku terhadap tujuan ini oleh orang lain mengarah kepada perasaan konflik. Lebih jauh lagi, Jacob dan Schreyer (1980) menyatakan kontak sosial sebagai pengetahuan akan perilaku orang lain adalah kondisi yang diperlukan untuk konflik. Kontak dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung, seperti melihat tenda di seberang danau, tetapi tidak berhadapan langsung dengan penggunanya. Terlepas dari berbagai penelitian terkait konflik, tidak pernah ada suatu kesepakatan bagaimana konflik rekreasi harus diukur (Watson, 1995). Beberapa studi (Thapa dan Graefe, 1999; Watson et al. 1994) telah mengamati sejauh mana pengunjung menganggap pertemuan dengan orang lain menarik atau tidak menarik. Pengukuran secara lebih langsung terhadap konflik mempertanyakan responden sejauh mana bertemu dengan orang lain memengaruhi kegembiraan mereka (Thapa dan Graefe, 1999; Watson et al., 1991). Carothers et al. (2001) melakukan penelitian menemukan bahwa konflik nilai sosial lebih tidak dominan dibanding konflik interpersonal pada hikers dan mountain bikers. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Chavez, 1999; Ramthun, 1995; Wellner, 1997). Namun hasil penelitian Carothers et al. (2001) bertentangan dengan hasil penelitian oleh Vaske et al. (1995) yang menyatakan adanya konflik nilai sosial diantara pengunjung yang berburu dan 258
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
pengunjung yang tidak berburu. Namun perbedaan ini dapat dijelaskan dengan adanya perbedaan orientasi nilai sosial terhadap perburuan binatang.
Risiko Kecelakaan Dan Sakit Saat Wisata Petualangan Kecelakaan dan statistik lainnya mengenai cedera karena wisata petualangan disajikan pada Tabel 8. Sebagian besar data asli disajikan dalam jurnal medis, namun implikasi pariwisata dirangkum oleh Bentley et al. (2003) dan Page et al. (2003, 2005). Olahraga Ski Salju diteliti paling intensif, dengan laporan tentang frekuensi perbedaan cedera dan pengaruh dari usia, pengalaman dan peralatan keselamatan. TABEL 8 Risiko, Kecelakaan & Sakit – Wisata Petualangan Aktivitas Raft, Kayak Dive, Snorkel Surfing Ski & Snowboard
Climbing, Mountaineering Riding, Biking
Peneliti Shoen & Stano (2002); Bentley et al. (2003); Page et al. (2003) Wilkd (1992, 1993, 1999); Byrd & Hamilton (1997); Wilks & Davis (2000); Trevett et al. (2001); Bantley et al. (2003); Page et al. (2003); Taylor et al. 2003. Nathanson et al. (2002). Garrick & Kurland (1971); Requa et al. (1997); Johnson et al. (1997); Deibert et al. (1998); Goule et al. (1999); Prall et al. (1995); Tarazi et al. (1999); Machold et al. (2000, 2002); Macnab et al. (2002); Ronning et al. (2000); Yamakawa et al. (2001); Federiuk et al. (2002); Hagel et al. (2004); Levy et al. (2002); Matsumoto et al. (2002). Bentley et al. (2003); Williamson (1999); Malcolm (2001); Page et al. (2005). Bentlet et al. (2003)
Sumber: Hasil Adaptasi Dari Berbagai Sumber (2013)
Ewert (1989) menyatakan salah satu inti utama terkait wisata petualangan adalah kesengajaan mencari risiko dan ketidakpastian dari hasil kegiatannya, termasuk pacuan adrenalin yang terkait dengan kegiatan yang dirasa oleh peserta berbahaya atau menantang jiwa/raga. Singkatnya, banyak kegiatan wisata petualangan adalah pencipta pengalaman bertualang (Cloke dan Perkins, 1998) dan menawarkan berbagai tingkat risiko. Keselamatan pengunjung adalah kepedulian utama dari manajemen risiko di sektor wisata petualangan di seluruh dunia (Bentley, Page & Edwards, 2008), namun lebih jauh lagi Bentley et al. (2008) mengatakan bahwa perihal keselamatan pengunjung adalah ibarat pedang bermata dua: jika mengelola seluruh risiko dan berpetualang dari yang belum pernah ada, akan membuat atraksi menjadi menarik dan menyenangkan. Bentley et al. (2008) juga mencatat bahwa penelitian yang telah ada mengindikasikan bahwa biaya dan waktu merupakan hambatan utama bagi upaya 259
Kajian Literatur Wisata Petualangan operator menjaga keselamatan pengunjung, terutama operator yang berukuran kecil. Dengan memperhatikan bahwa upaya manajemen risiko dapat berpengaruh terhadap value yang didapatkan wisatawan dalam Wisata Petualangan, maka model Manajemen Risiko berikut ini dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan oleh para operator wisata petualangan: GAMBAR 4 A Model of Risk Management in Mountain Wisata Petualangan Risk Assessment
Risk-Management Strategy
Risk Avoidance Avoidance of risk due to: Poor in-country Management Socio-political instability Objectivity regarding mountaineering dangers
Risk Reduction Leaders Clients Agents Equipment
Risk Transfer Insurance Clients Third Party
Risk Retention Low severity, low frequency, often on an unconscious basis
Risk Management Review
Sumber: Swarbrooke (2003) after British Mountaineering Council
Berdasarkan model tersebut, hal pertama yang harus dilakukan oleh operator wisata petualangan adalah Risk Assessment, yaitu mengidentifikasi semua elemen risiko yang terdapat pada kegiatan wisata petualangan yang dikelola. Selanjutnya, para operator tersebut dapat memilih satu dari empat Strategi Manajemen Risiko yang paling optimal. Keempat strategi tersebut adalah: 1. Risk Avoidance, yang paling tepat untuk dipilih jika risiko yang dihadapi terlalu besar dan terlalu nyata, sehingga keputusan yang paling tepat adalah menunda atau membatalkan kegiatan wisata petualangan yang ditawarkan. 2. Risk Reduction, adalah strategi yang paling tepat jika risiko-risiko yang ada dapat dikurangi dengan adanya faktor-faktor lain untuk mengantisipasinya. Misalnya:
260
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
penyediaan pemimpin rombongan yang handal, atau menjaga kualitas alat yang digunakan untuk dapat mengurangi risiko. 3. Risk Transfer, adalah strategi memindahkan sebagian risiko ke pihak lain, baik pihak asuransi, kepada pelanggan sendiri, maupun kepada pihak ketiga lainnya, misalnya: agen lokal penyelenggara wisata petualangan. 4. Risk Retention, adalah strategi yang digunakan ketika risiko yang dihadapi tidak terlalu berat atau tidak disadari oleh operator wisata petualangan. Sekilas, strategi ini terlihat bukan sebagai strategi karena sifatnya yang pasif.
Pengaruh Ekologi dan Sosial Ekonomi dari Wisata Petualangan Ekonomi dan tingkat dampak sosial lebih rendah dari beberapa subsektor petualangan wisata juga telah diatasi, tetapi hanya di beberapa daerah, dan menggunakan berbagai definisi yang berbeda dan metode estimasi (Buckley, 1998; Mallett, 1998; Page et al, 2005). Dampak lingkungan dari rekreasi alam terbuka telah menerima perhatian, dan banyak dari hal ini adalah langsung berlaku di Wisata Petualangan secara komersial. Beberapa dampak, kegiatan dan daerah telah dianalisis lebih jauh dibanding yang (Tabel 2.4). Ada juga ulasan dampak pada komponen ekosistem tertentu, seperti Beale dan Monaghan (2004), Buckley (2004b, c) dan Cole (2004). TABEL 9 Pengaruh Ekologi Dan Sosial Ekonomi – Wisata Petualangan Aktivitas Raft, kayak Dive, Snorkel
Ski & Snowboard Riding Climb, Cave, Mountaineering Hiking Biking Off-road, ATV
Pengaruh Ekologi
Allison (1996); Hawkins et al. (1999); Jameson et al. (1999); Schaeffer et al. (1999); Schleyer & Tomalin (2000); Rouphael & Inglis (2001); Tratalos & Austin (2001); Zakai & Chadwicks-Furman (2002); Musa (2003). Buckley et al. (2000); Hadley & Wilson (2004); Watson & Moss (2004). Weaver & Dale (1978); Whinam et al. (1994); Newsome et al. (2004a). Camp & Knight (1998); Farris (1998). Cole (2004); Marion & Leung (2004) Goeft & Alder (2000); Thurston & Reader (2001). Neumann & Merriam (1972); Vail & Heldt (2004); Buckley (2004a).
261
Pengaruh Sosial Ekonomi Bowker et al. (1996); English & Bowker (1996). Park et al. (2002); Green & Donnelly (2003).
Hanley et al. (2001, 2003); Grijalva et al. (2002). Fix & Loomis (1997).
Kajian Literatur Wisata Petualangan TABEL 9 Pengaruh Ekologi Dan Sosial Ekonomi – Wisata Petualangan (lanjutan) Aktivitas Wildlife, Terrestrial
Pengaruh Ekologi Beale & Monaghan (2004); Buckley (2004b).
Wildlife, Marine
Kovacs & Innes (1990); Blane & Jackson (1994); Corkeron (1995); Bejder et al. (1999); Constantine (2000); Scarpaci et al. (2000); Nowacek et al. (2001, 2004); Higham & Lusseau (2004).
Pengaruh Sosial Ekonomi Barnes et al. (1999); Wilkie & Carpenter (1999a); Archabald & Naughton-Treves (2001); Mvula (2001); Thompson & Homewood (2002); Sekhar (2003); Adams & Infield (2003). Duffus & Deardan (1993); Davis & Tisdell (1996); Hoyt 92000); Pearson et al. (2003).
Sumber: Adaptasi Dari Berbagai Sumber (2013)
Berikut beberapa isu terkait ekologi dan sosio-ekonomi wisata petualangan: 1. Isu Lingkungan (Ekologikal) Terkait Kegiatan Pariwisata Petualangan United Nations Environmental Program - Tourism mencatat bahwa ada tiga dampak utama lingkungan, yang ditimbulkan dari pengelolaan yang buruk pada kegiatan pariwisata berbasis lingkungan, termasuk didalamnya dampak yang ditimbulkan dari aktivitas wisata petualangan. Dampak tersebut mencakup: Penipisan sumber daya alam, Polusi, dan Perubahan fisik dari perubahan landscape tanah a. Penipisan Sumber Daya Alam; Air Penipisan sumber daya alam merupakan perhatian (kekhawatiran) utama dalam sebagian besar kegiatan-kegiatan yang didasarkan pada sumber daya alam. Dalam rangka mempertahankan ekonomi yang sehat bagi semua, masyarakat sebaiknya harus mengambil tanggung jawab kepedulian sikap terhadap perlindungan lingkungan hidup serta mengambil tindakan yang memberikan dukungan yang membantu untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam. Dampak negatif terkait dengan permintaan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya kekurangan air, degradasi pasokan air, meningkatnya
volume
air
limbah
(wastewater)
sehingga
dan
dibutuhkan
penanganan dan perawatan (treatment) yang tepat. b. Polusi Limbah Padat Polusi dalam bentuk emisi udara, minyak dan bahan kimia, kebisingan suara, limbah, dan limbah padat, tampaknya menjadi dampak lingkungan yang paling jelas dari industri pariwisata. Di daerah aktivitas pariwisata yang tinggi, 262
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
produksi limbah padat dapat menimbulkan masalah yang cukup besar. Bila tidak dibuang dengan benar, dapat menimbulkan pencemaran visual yang serius serta dapat mengurangi pengalaman rekreasi dari wisata petualangan. Polusi memiliki potensi untuk mengancam kelangsungan hidup sebuah daerah destinasi wisata. c. Perubahan Fisik Dari Lanskap Tanah Manning (1998: 7) mengatakan Pariwisata yang sukses dapat membawa benih-benih kehancurannya sendiri. Pantai pasir, danau, taman, dan spesies kaya-ekosistem lainnya sering terdegradasi oleh pembangunan infrastruktur bagi kebutuhan wisatawan dan terdegradasi dengan sendirinya apabila sering dikunjungi oleh wisatawan. Trampling tourists - wisatawan yang berjalan menginjak-injak tanah dalam melakukan trekking melalui jalur yang sama lagi dan lagi dapat menjadi masalah yang cukup serius dan signifikan di lokasi wisata.
2. Dampak Perubahan Iklim atau Cuaca Bagaimana musim atau iklim berdampak pada kegiatan Pariwisata khususnya Pariwisata Petualangan secara partikuler? Terdapat empat interaksi yang secara kompleks cukup berpengaruh antara perubahan iklim dan perkembangan pariwisata; dimulai dari interaksi alam, fenomena ekternal sampai kepada yang berkaitan dengan prilaku manusia; yaitu: a. Dampak langsung dari fenomena perubahan cuaca yang disebabkan karena pemanasan bumi; kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya banjir, badai, kebakaran dan kemarau, banjir akibat sungai es yang mencair, hilangnya kawasan lepas pantai dan sebagainya. b. Dampak jangka panjang yang secara tidak langsung terjadi karena perubahan yang cukup besar pada lingkungan di daerah tujuan wisata, dapat menyebabkan mengurangi daya tarik daerah kunjungan wisata tersebut (misalnya polusi air, menyusutnya kehijauan hutan, berkurangnya keragaman hewan dan tumbuhan (biodiversity) dan sebagainya).
263
Kajian Literatur Wisata Petualangan c. Perubahan gaya hidup (lifestyle); contohnya mengakibatkan re-orientasi kedatangan tourist saat musim panas maupun dingin di negara beriklim dingin, dan musim panas atau hujan di negara tropis. d. Penyebaban dampak yang timbul secara spontan sebagai akibat dari misalnya: upaya dari individu ataupun peraturan publik yang bertujuan mengatasi masalah pemanasan global, contohnya pengharusan pemakaian teknologi energy efisien, meningkatnya biaya transport (karena bahan bakar ramah lingkungan yang diwajibkan untuk dipakai), upaya diversifikasi produk yang ditujukan untuk memperpanjang sebuah musim dan mengurangi kemudahan mendapatkan serangan.
Heymann (2008) percaya industri pariwisata masih akan menjadi mesin pertumbuhan di dunia, dan mengalami peningkatan tahunan rata-rata sekitar 3,5% sampai 4% pada kedatangan wisata internasional di tahun 2020. Model DBR membandingkan negara-negara mana yang paling penting di ranah sektor pariwisata sampai dengan tahun 2030 yang akan datang. Model ini didasarkan pada empat parameter penilaian kuantitatif dan kualitatif, yaitu: a. Konsekuensi perubahan iklim, termasuk efek substitusi; b. Konsekuensi langkah-langkah regulasi untuk memperlambat perubahan iklim dan/atau mengurangi efek negatifnya (khususnya, kenaikan harga dari mobilitas/biaya transportasi); c. Kemungkinan adaptasi dengan perubahan kondisi terbuka untuk daerah individu, d. Ketergantungan ekonomi dari sebuah daerah destinasi wisata pada pariwisata (iklim-sensitif).
3. Isu–Isu Terkait Sosial Ekonomi a. Larangan akses atau penggunaan sumber daya penting bagi masyarakat lokal di lingkungan sekitar. Kegiatan pariwisata yang beraneka ragam, dapat menyebabkan masyarakat lingkungan sekitar merasakan sulitnya mendapatkan akses atau penggunaan daripada sumber-sumber kebutuhan penting, sehingga 264
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
ada kecenderungan dilarang atau bahkan tidak diprioritaskan, seperti misalnya; penggunaan sumber daya alam yaitu air, yang lebih diutamakan untuk kebutuhan konsumsi wisatawan (untuk kebutuhan mandi shower, penyiraman lapangan golf, mengisi kolam renang) daripada kenutuhan masyarakat lokal yang membutuhkannya untuk pengairan sawah/ladang pertanian/peternakan, hal ini dapat menyebabkan konflik (Eagles et al., 2002: 32). b. Meningkatnya permintaan terhadap infrastruktur, fasilitas, barang dan jasa terkait dan relevan dengan kegiatan pariwisata, dapat menyebabkan beban finansial bagi masyarakat lokal; baik dalam hal perpajakan maupun meningkatnya nilai beli barang dan jasa, sehingga mengkondisikan masyarakat berpindah ke tempat-tempat yang lebih terjangkau; segala kebutuhan sehariharinya oleh daya beli. c. Potensi terganggunya budaya maupun cara hidup masyarakat lokal, yang disebabkan oleh masuknya pengaruh dari penduduk baru yang berimigrasi ke area tempat masyarakat asal dalam rangka mencari pekerjaan/bekerja maupun mencari peluang usaha. d. Spekulasi ekonomi tentang kenaikan pasar pariwisata dapat mengantarkan kepada pengembangan yang berlebih dan terciptanya kapasitas berlebih, yang menurunkan kelangsungan perekonomian menuju kerusakan lingkungan. Fenomena ini telah banyak di observasi terjadi di beberapa bagian dari Negara Spanyol, Thailand dan Indonesia sendiri. e. Terjangkit nya penyakit menular dapat juga disebabkan dan dibawa dari para wisatawan yang datang berkunjung ke suatu Negara, dalam hal ini contoh kasus penyakit SARS. Dalam melalukan perjalanan, seseorang memerlukan multiple interaksi, seringkali di tempat-tempat keramaian dengan sirkulasi udara yang buruk, periode inkubasi dari berbagai infeksi dari berbagai penyakit menular, berinkubasi, berpindah-pindah dalam waktu yang singkat dari satu orang yang melakukan perjalanan ke yang lainnya (Wilson, 2002). f. Tidak
diragukan
bahwa
pariwisata
utama pendapatan nasional di
banyak
negara, fakta
kontribusi
oleh
yang
lagi
diberikan
265
berbagai
merupakan ini
kegiatan
sumber
tercermin dalam pariwisata
dalam
Kajian Literatur Wisata Petualangan bentuk produk domestik bruto mereka (PDB). Dan dari perspektif global, pariwisata menyediakan, rata-rata, kontribusi
yang
besar dan
mantap
untuk GDP global (dunia).
Simpulan Wisata Petualangan merupakan area studi yang sangat kompleks dan terus berkembang hingga saat ini. Begitu kompetitif dan banyaknya tantangan yang dihadapi dalam aktivitasnya memerlukan pengelolaan dan penanganan khusus yang perlu dicermati, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan dari wisata petualangan itu sendiri meskipun cenderung mengandung risiko bagi para pelakunya; tetap mendapatkan perhatian ceruk pasar peminatnya. Karena sebagian besar kegiatan wisata petualangan memerlukan tempat alam terbuka untuk melaksanakannya; Indonesia memiliki potensi untuk terus mengembangkan destinasi wisatanya untuk tujuan wisata petualangan. Definisi yang dapat disimpulkan dari kajian literatur yang ada tentang wisata petualangan adalah sebagai berikut wisata petualangan merupakan suatu kegiatan wisata alam, budaya maupun hasil buatan manusia, yang menantang seseorang baik secara mental maupun fisik, dilakukan dengan sadar dan sukarela terhadap segala risiko yang terkandung pada aktivitas tersebut. Kajian literatur ini menguraikan berbagai konsep dan teori terkait dengan wisata petualangan atau Adventure Tourism, dimaksudkan untuk menjadi dasar yang dapat memberikan pengayaan wawasan serta pengetahuan tentang wisata petualangan sehingga kedepannya diharapkan dapat dikembangkan dan menjadi masukan yang lebih bermanfaat untuk menganalisis kondisi lapangan wisata petualang di Indonesia. Hasil analisis tersebut dapat juga dijadikan dasar penyusunan rekomendasi bagi pengembangan wisata petualangan khususnya di 15 destinasi daerah wisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai daerah tempat yang dipantau pembinaannya dalam program Destination Management Organization pada Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif.
266
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Saran Dan Penelitian Mendatang Dari hasil tinjauan literatur di atas mengenai Wisata Petualangan, terlihat banyak sekali variabel-variabel anseteden maupun konsekwensi yang perlu dilakukan penelitian secara langsung pada setiap Destinasi Wisata, khususnya mengkaji hbungan antara variabel baik secara langsung maupun tidak langsung. Kajian penelitian berikutnya bisa melakukan penelitian lanjutan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Daftar Pustaka Adams, W. M. and M. Infield (2003). Who is on the gorilla's payroll? Claims on tourist revenue from Ugandan National Park. World Development 31: 177-190. Adler, J. (1989). Travel as performed art. American Journal of Sociology, 94(6), 136691. Allison, W. R. (1996). Snorkeler damage to reef corals in the Maldive Island. Coral Reefs 15: 215-218. Archabald, K. and L. Naughton-Treves (2001). Tourism revenue sharing around national parks in Western Uganda: early efforts to identify and reward local communities. Environmental Conservation 28: 135-149. Barness, J. I., C. Schier and G. Van Rooy (1999). Tourists' willingness to pay for wildlife viewing and wildlife conservation in Namibia. South African Journal of Wildlife Research 29: 101-111. Beale, C. M. and P. Monaghan (2004). Human disturbance: people as predation-free predators? Journal of Applied Ecology 41: 335-343. Beedie, P., dan Hudson, S. (2003). Emergence of mountain-based adventure tourism. Annals of Tourism Research, 30 (3), 625-43. Bejder, L., S. M. Dawson and J. A. Harraway (1999). Responses by Hector's dolphins to boats and swimmers in Porpoise Bay, New Zealand. Marine Mammal Science 15: 738-750. Bentley, T., S. J. Page and I. S. Laird (2000). Safety in New Zealand's adventure tourism industry: the client accident experience of adventure tourism operators. Journal of Travel Medicine 7: 239-245. Bentley, T. A., Page S., dan Walker, L. (2004). The safety experience of new zealand adventure tourism operators. Journal of Travel Medicine, 11, 280-6.
267
Kajian Literatur Wisata Petualangan Bentley, T. A., Page S., and Edwards, J. (2008). Monitoring injury in the New Zealand adventure tourism sector: An operator survey. International Society of Travel Medicine, 15 (6), 395-403. Bentley, T. A. and S. J. Page (2001). Scoping the extent of adventure tourism accidents. Annals of Tourism Research 28: 705-726. Bentley, T., S. J. Page and I. Laird (2001a). Accidents in the New Zealand adventure tourism industry. Safety Science 38: 31-48. Bentley, T. A., D. Meyer, S. J. Page and D. Chalmers (2001b). Recreational tourism injuries among visitors to New Zealand: An exploratory analysis using hospital discharge data. Tourism Management 22: 373-381. Bentley, T., S. J. Page, D. Meyer, D. Chalmers and I. Laird (2001c). How safe is adventure tourism in New Zealand: an exploratory analysis. Applied Ergonomics 32: 327-338. Bentley, T., S. J. Page and I. Laird (2003). Managing tourist safety: the experience of the adventure tourism industry. In Wilks, J. and S.J. Page, (eds) Managing Tourist Health and Safety in the New Millennium. Pergamon, Elsevier Science, Oxford, UK: 85-100. Berrow, S. D. (2003). Developing sustainable whalewatching in the Shannon estuary. In Garrod, B. and C. Wilson, (eds) Marine ecotourism: Issues and Experiences. Channel View, Clevedon, UK: 198-203. Blane, J. M. and R. Jaakson (1994). The impact of ecotourism boats on the St Lawrence beluga whales. Environmental Conservation 21: 267-269. Booth, K. L. and R. Cullen (2001). Managing recreation and tourism in New Zealand mountains. Mountain Research and Development 21: 331-334. Bourdeau, P., J. Corneloup and P. Mao (2002). Adventure sports and tourism in the French Mountains: dynamics of change and challenges for sustainable development. Current Issues in Tourism 5: 22-32. Bowker, J. M (2001). Outdoor Recreation by Alaskans: Projections for 2000 Through 2020. USDA Forest Service, Pacific Northwest Research Station, Portland, USA. Bowker, J. M., D. B. K. English and J. A. Donovan (1996). Toward a value for guided rafting on southern rivers. Journal of Agricultural and Applied Economics 28: 423-432. Bryan, H. (1977). Leisure value systems and recreation specialization: The case of trout fishermen. Journal of Leisure Research, 9, 174-87. 268
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Bryan, H. (1979). Conflict in the Great Outdoors: Toward Understanding and Managing for Diverse User Preferences. Bureau of Public Administration. Sociological Studies No. 4. University of Alabama, Tuscaloosa. 99 pp. Bristow, S. R., Klar, L. R. and Warnick, R. B. (1992) Activity packages in Massachusetts: An explanatory analysis . In: Gail A. Vander Stoep (ed.). Proceedings of the 1992 Northeastern Recreation Research Symposium, New York: United States Department of Agriculture . Buckley, R. C. (1998). Ecotourism megatrends. Australian International Business Review 1998: 52-54. Buckley R. C. (2000). NEAT trends: current issues in nature, eco and adventure tourism. International Journal of Tourism Research 2: 437-444 Buckley, R. C. (2004a). Skilled commercial adventure: the edge of tourism. In: Singh, T. V. ed. New Horizons in Tourism. CAB International, Oxford: 37-48. Buckley, R. C. (2004b). Impacts of ecotourism on birds. In Buckley, R. (ed) Environmental Impacts of Ecotourism. CAB International, Oxford: 187-209. Buckley, R. C. (2004c). Impacts of ecotourism on terrestrial wildlife. In Buckley, R. (ed) Environmental Impacts of Ecotourism. CAB International, Oxford: 211228. Buckley, R. C. (2006). Adventure Tourism. CAB International, Oxford. Byrd, J. H. and W. F. Hamilton (1997). Underwater cave diving fatalities in Florida: a review and analysis. Journal of Forensic Sciences 42: 807-811. Camp, R. J. and R. I. Knight (1998). Rock climbing and cliff bird communities at Joshua Tree National Park, California. Wildlife Society Bulletin 26: 892-898. Carothers, P., J. J. Vaske and M. P. Donnelly (2001). Social values versus interpersonal conflict between hikers and mountain bikers. Leisure Sciences 23: 47-61. Cater, C. I. (2005). Playing with risk? Participant perceptions of risk and management complications in adventure tourism. Tourism Management 27(2): 317-325. Cater, C., dan Cloke, P. (2007). Bodies in action: The performativity of adventure tourism. Anthropology today, 23 (6), 13-6. Cheron, E. and B. Ritchie (1982). Leisure activities and perceived risk. Journal of Leisure Research. 14: 139–154.
269
Kajian Literatur Wisata Petualangan Cho, Dong-Sung dan Moon, Hwy-Chang (2003). From Adam Smith To Michael Porter: Evolusi Teori Daya Saing, Jakarta: Salemba Empat. Cloke, P. and Perkins, H. C. (1998). Cracking the Canyon with the awesome foursome’: Representations of adventure tourism in New Zealand. Enviroment and Planning D; society and Space, 16, 185-218 Cole, D. N. (1996). Wilderness recreation in the United States - trends in use, users, and impacts. International Journal of Wilderness 2: 14-18. Cole, D. N (2004). Impacts of hiking and camping on soils and vegetation: a review. In Buckley, R.C (ed) Environmental Impacts of Ecotourism. CAB International, Oxford, UK: 41-60. Constantine, R. (2000). Increased avoidance of swimmers by wild bottlenose dolphins Tursiop truncatus due to longterm exposure to swim-with-dolphin tourism. Marine Mammal Science 17: 689-702. Cordell, H. K. and J. C. TROM (1991). methodology for assessing national outdoor recreation and supply trends. Leisure Sciences 13:1-20. Corkkeron, P. J. (1995). Humpback whales Megaptera novaeangliae in Hervey Bay, Queensland: behavior and responses to whale-watching vessels. Canadian Journal of Zoology 73:1290-1299. Crawford, D. W., E. L. Jackson and G. Godbey (1991). Leisure activities and perceived risk. Journal of Leisure Research 14: 139-154. Davis, D. C. and C. A. Tisdell (1996). Economic management of recreational scuba diving and the environment. Journal of Environmental Management 48: 229248. Davis, D. C., S. Banks, A. Birtles, P. Valentine and M. Cuthill (1997). Whale sharks in Ningaloo Marine Park: managing tourism in an Australian marine protected area. Tourism Management 18: 259-271. Deibert, M., D. Aronsson, R. J. Johsons, C. Ettilnger and J. Shealy (1998). Skiing injuries in children, adolescents and adults. Journal of Bone and Joint Surgery {American Volume] 80: 25-32. Devall, B. and J. Harry (1981). Who hates whom in the great outdoors: The impact of recreation specialization and technologies of play. Leisure Sciences 4: 399-418. Donnelly, M. P., Vaske, J. J., & Graefe, A. R. (1986). Degree and range of recreation specialization: Toward a typology of boating related activities. Journal of Leisure Research, 18, 81–95. 270
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Duffus, D. A. and P. Dearden (1993). Recreational use, valuation, and management of killer whales Orcinus orca on Canada's Pacific Coast. Environmental Conservation 20: 149-156. Duffus, D. (1996). The recreational use of grey whales in southern Clayoquot Sound, Canada. Applied Geography 16: 179-190. Easson, S. (2006). Philosophies of Adventure and Extreme Sports. Meaning, Motivation and Sporting Danger. Routledge, New Zealand, in press. Eagles, P., McCool S., and Hains C. D. (2002): Sustainable Tourism in Protected Areas; guidelines for planning and management, IUCN, Gland, Switzerland. English, D. B. K. and J. M. Bowker (1996). Economic impacts of guided whitewater rafting: a study of five rivers. Water Sources Bulletin 32: 1319-1328. Ewert, A. (1989). Outdoor adventure pursuits: Foundation, models and theories. New York: Publishing Horizons. Ewert, A., dan Hollenhorst, S. (1989). Testing the Adventure Model: Empirical Support for a Model of Risk Recreation Participation. Journal of Leisure Research 21:124–139. Ewert, A. dan Hollenhorst, S. (1994). Individual and Setting Attributes of the Adventure Recreation Experience. Leisure Sciences 16:177–191 Ewert, A. W. and S. Hollenhorst (1989). Testing the adventure model: empirical support for a model of risk recreation participation. Journal of Leisure Research 21: 124-139. Ewert, A. W. and L. Jamieson (2003). Current status and future directions in the adventure tourism industry. In Wilks, J. and S.J. Page, (eds) Managing Tourist Health and Safety in the New Millennium. Pergamon, Oxford, UK: 67-83. Farmer, R. J. (1992). Surfing: motivations, values and culture. Journal of Sport Behavior 15: 241-257. Farris, M. A. (1998). The effects of rock climbing on the vegetation of three Minnesota cliff systems. Canadian Journal of Botany 76: 1-10. Federiuk, C. S., J. L. Schlueter and A. L. Adams (2002). Skiing, snowboarding, and sledding injuries in a northwestern state. Wilderness and Environmental Medicine 13: 245-249. Fennel, D. (1999). Ecotourism: An Introduction. Routledge, London, UK.
271
Kajian Literatur Wisata Petualangan Fix, P. and J. B. Loomis (1997). The economic benefits of mountain biking at one of its Meccas: an application of the travel cost method to mountain biking in Moab, Utah. Journal of Leisure Research 39: 342-352. Fluker, M. R. and L. W. Turner (2000). Needs, motivations, and expectations of a commercial whitewater rafting experience. Journal of Travel Research 38: 380389. Garrick, J. G. and L. T. Kurland (1971). The epidemiological significance of unreported ski injuries. Journal of Safety Research 3: 182-187. Goeft, U. and J. Alder (2000). Mountain bike rider preferences and perceptions in the south-west of Western Australia. CALM Science 3: 261-275. Goulet, C., G. Regnier, G. Grimard, P. Valois and P. Villeneueve (1999). Risk factors associated with alpine skiing injuries in children: a case-control study. American Journal of Sports Medicine 27: 644-650. Graefe, A. R., Donnelly, M. P., & Vaske, J. J. (1985). Crowding and specialization: A reexamination of crowding model. Paper presented at the National Wilderness Conference. Fort Collins, CO. Green, E., and R. Donnelly (2003). Recreational scuba diving in Caribbean marine protected areas: do the users pay? Ambio 32: 140-144. Grijalva, T. C., R. P. Berrens, A. K. Bohara, P. M. Jakus and W. Shaw (2002). Valuing the loss of rock climbing access in wilderness areas: a national-level, randomutility model. Land Economics 78: 103-120. Hadley, G. L., and K. R. Wilson (2004). Patterns of small mammal density and survival following ski-run development. Journal of Mammalogy 85: 97-104. Hagel, B. E., C. Goulet, R.W. Platt and B. Pless (2004). Injuries among skiers and snowboarders in Quebec. Epidemiology 15: 279-286. Hammitt, W. and C. Cole (1998). Wildland Recreation: Ecology and Management, 2nd ed. John Wiley, New York. Hanley, N., G. Koop, B. Aavarez-Farizo, R.E. Wright and C. Nevin (2001). Go climb a mountain: an application of recreation demand modelling to rock climbing in Scotland. Journal of Agricultural Economics 51: 36-52. Hanley, N., W. S. Shaw and R. E. Wright (2003). The New Economics of Outdoor Recreation. Edward Elgar Publishing Ltd, Cheltenham, UK. Hawkins, J. P. and C. M. Roberts (1994). The growth of coastal tourism in the Red Sea: present and future effects on coral reefs. Ambio 23: 503-507. 272
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Hawkins, J. P., C. M. Roberts, T. Van’t Hof, K. De Meyer, J. Tratalos and C. Aldam (1999). Effects of recreational scuba diving on Caribbean coral and fish communities. Conservation Biology 13: 888-897. Hendee, J. C. and C. P Dawson (2002). Wilderness Management, 3rd edn. Wild Foundation and Fulcrum Publishing, Colorado. Hendricks, W.W. (1995). A resurgence in recreation conflict research: introduction to the special issue. Leisure Sciences 17: 157-158. Heneghan, Maria. (2011). Teagasc, Mellows Development Centre, Athenry, Co. Galway.Ireland.www.teagasc.ie/ruraldev/docs/.../55_Adventure%20Tourism.pd f Herold, E., Garcia R. and De Moya, T. (2001). Female tourists and beach boys: romance or sex tourism? Annals of Tourism Research, 28(4), 9778-997. Hill, B.J. (1995). A Guide to adventure travel. Parks and Recreation, September, 56-65. Hitchcock, M. & Teague, K. (eds). (2000). Souvenirs: The material culture of tourism. Aldershot: Ashgate. Holyfiled, L. (1999). Manufacturing adventure: the buying and selling of emotions. Journal of Contemporary Ethnography 28: 3-32. Hoyt, E. (2000). Whale-Watching 2000: Worldwide Tourism Numbers, Expenditures, and Expanding Socioeconomic Benefits. International Fund for Animal Welfare, Crowborough, UK. Hudson, S. (2002). Sport and Adventure Tourism. Haworth Hospitality Press, New York. Jack, S. J. and K. R. Ronan (1998). Sensation seeking among high and low risk sports participants. Personality and Individual Differences 25: 1063-1083. Jacob, G. R. and R. Schreyer (1980). Conflict in outdoor recreation: a theoretical perspective. Journal of Leisure Research 12:368-380. Jameson, S. C., M. S. A. Ammar, E. Saadalla, H. M. Mostafa and B. Riegl (1999). A coral damage index and its application to diving sites in the Egyptian Red Sea. Coral Reefs 18: 333-339. Jenkins, Hillary (2008). Adventuretourism.wordpress.com, Otago Polytechnic. http://www.slideshare.net/hillarypjenkins/intro-to-adventure-tourism-op-09presentation 273
Kajian Literatur Wisata Petualangan Johnson, B. and T. Edwards (1994). The commodification on mountaineering. Annals of Tourism Research 21: 459-478. Johnson, R. J., C. F. Ettlinger, J. F. Shealy and C. Meader (1997). Impact of super sidecut skis on the epidemiology study of skiing injuries. Sportverletz Sportschaden 11: 150-152. Kenyon, G.S. (1968). A conceptual model for characterizing physical activity. Research Quarterly, 39, 566-573 Kayastha, S. L. (1997). Tourism and environment in the Himalayan region. In Nag, P., V.K. Kumra and Singh, J. (eds) Geography and Environment: Volume Two, Regional Issues. Concept Publishing Company, India. Knopp, D. and J. Tyger (1973). A study of conflict in recreational land use: snowmobiling vs. ski-touring. Journal of Leisure Research 5: 6-17. Kovacs, K. M., and S. Innes (1990). The impact of tourism on harp seals Phoca groenlandica in the Gulf of St. Lawrence, Canada. Applied Animal Behaviour Science 26: 15-26. Lamprey, R. H. and R. S. Reid (2004). Expansion of human settlement in Kenya's Maasai Mara: what future for pastoralism and wildlife? Journal of Biogeography 21: 997-1032. Levy, A. S., A. P. Hawkes, L. M. Hemminger and S. Knights (2002). An analysis of head injuries among skiers and snowboarders. Journal of Trauma 53: 695-704. Lipscombe, N. (1995). Appropriate adventure: Participation for the aged.Australian Parks & Recreation, 31 (2), 41-45 Livet, R. (1997). From sports diving to underwater tourism. Cahiers Espaces 1997: 6268. Lloyd, G. (1993). An examination of the relationship between angler specialization and constraints to trout fishing. Unpublished masters thesis. University Park, PA: The Pennsylvania State University. Manning. R. (1999). Studies in Outdoor R^nealion. (:<)iv:illis. OR: Oregon State University Press Machold, W., O. Kwasny and P. Gabler (2000). Risk of injury through snowboarding. Journal of Trauma 48: 1109-1114. Machold, W., O. Kwansy, P. Eisenhardt, A. Kolonja, E. Bauer, S. Lehr, W. Matr and M. Fuchs (2002). Reduction of severe wrist injuries in snowboarding by an optimized wrist protection device: a prospective randomized trial. Journal of Trauma 52: 517-520. 274
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Macnab, A. J., T. Smith, F. A. Gagnon and M. Macnab (2002). Effect of helmet wear on the incidence of head/face and cervical spine injuries in young skiers and snowboarders. Injury Prevention 8: 324-327. Malcolm, M. (2001). Mountaineering fatalities in Mt Cook National Park. New Zealand Journal of Medicine 114: 78-80. Mallett, J. (1998). Plenary address. Seventh World Congress of Adventure Travel and Ecotourism. Quito, Ecuador. Manning, E. (1998). Governance for Tourism: Coping with Tourism in Impacted Destinations. Centre for Sustainable Tourism p.7 Manning, R. E. (1999). Studies in Outdoor Recreation. 2nd Edn. Oregon UP, Corvallis. Manning, R. E. and W. A. Freimund (2004). Use of visual research methods to measure standards of quality for parks and outdoor recreation. Journal of Leisure Research 36: 557-579. Manning, R. E., S. Lawson, P. Newman, D. Laven and W. Valliere (2002). Methodological issues in measuring crowding-related norms in outdoor recreation. Leisure Sciences 24: 339-348. Marion, J. L and Y. Leung (2004). Environmentally sustainable trail management. In Buckley, R. (ed) Environmental Impacts of Ecotourism. CAB International, Oxford: 229-244. Matsumoto, K., K. Mitamoto, H. Ssumi, Y. Sumi and K. Shimizu (2002). Upper extremity injuries in snowboarding and skiing: a comparative study. Clinical Journal of Sport Medicine 12: 354-359. McIntyre, N. (1992). Involvement in Risk Recreation: A Comparison of Objective and Subjective Measures of Engagement. Journal of Leisure Research ,24, 64–71. Medio, D., R. F. G. Ormond and M. Pearson (1997). Effect of briefings on rates of damage to corals by scuba divers. Biological Conservation 79: 91-95. Millington, K., Locke, T. and Locke, A. (2001). Occasional studies: Adventure travel. Travel and tourism Analyst, 4, pp. 65-97 Mortlock, C. (1984) The adventure alternative. Milnthorpe: Cicerone Press. Muller, T. E. and Cleaver, M. (2000). Trageting the CANZUS baby boomer explorer and adventurer segments. Journal of Vacation Marketing, 6 (2), 154-169 Mundet, L. and L. Ribera (2001). Characteristics of divers at a Spanish resort. Tourism Management 22: 501-510. 275
Kajian Literatur Wisata Petualangan Musa, G. (2003). Sipadan: an over-exploited scuba-diving paradise? An analysis of tourism impact, diver satisfaction and management priorities. In Garrod, B. and J.C Wilson (eds) Marine Ecotourism: Issues and Experiences. Channel View, Clevedon, UK: 122-137. Mvula, C. D. (2001). Fair trade in tourism to protected areas - a micro case study of wildlife tourism to South Luangwa National Park, Zambia. International Journal of Tourism Research 3: 393-405. Nathanson, A., P. Haynes and D. Galanis (2002). Surfing injuries. American Journal of Emergency Medicine 20: 155-150. Neumann, P. W. and H. G. Merriam (1972). Ecological effects of snowmobiles. Canadian Field Naturalist 86: 207-212. Newsome, D., S. A. Moore and R. K. Dowling (2001). Natural Area Tourism: Ecology, Impacts and Management. Channel View, Clevedon. Nowacek, S. M., R. S. Wells and A. Solow (2001). Short-term effects of boat traffic on bottlenose dolphins, Tursiops truncatus, in Sarasota Bay, Florida. Marine Mammal Science 17: 673-688. Nowacek, S. M., R. S. Wells, E. C. G. Owen, T. R. Speakman, R. O. Flamm and D. P. Nowacek (2004). Florida manatees, Trichechus manatus latirostris, respond to approaching vessels. Biological Conservation 119: 517-523. Ooutdoor Industry Association (2005) Outdoor Recreation Participation in the United States, 7th Edition http://www.outdoorindustry.org/research.current.html Accessed on 1 Agustus 2011. Page, S. J., Steele, W., dan Connell, J. (2006). Analysing the promotion of adventure tourism: A case study of scotland. Journal of Sport & Tourism, 11 (1), 51-76. Page, S. J. and R. K. Dowling (2002). Ecotourism. Pearson Education, Harlow, UK. Page, S. J., T. Bentley and D. Meyer (2003). Evaluating the nature, scope and extent of tourist accidents: the New Zealand experience. In Wilks, J. and S.J. Pages, (eds) Managing Tourist Health and Safety in the New Millennium. Elsevier Science, Oxford, UK: 35-52. Page, S. J., T. Bentley and L. Walker (2005). Scoping the nature and extent of adventure tourism operations in Scotland: how safe are they? Tourism Management 26: 381-397.
276
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Park, T., J. M. Bowker and V. R. Leeworthy (2002). Valuing snorkeling visits to the Florida Keys with stated and revealed preference models. Journal of Environmental Management 65: 301-312. Parsons, E. C. M., C. A. Warburton, A. Woods-Ballard, A. Hughes and P. Johnston (2003). The value of conserving whales: the impacts of whale-watching on the economy of rural west Scotland. Aquatic Conservation 13: 397-415. Pearson, K. (1979). Surfing subcultures of Australia and New Zealand. University of Queensland Press (Distributed by Prentice-Hall). Prall, J., K. Winston R. and R. BRrennan (1995). Severe snowboarding injuries. Injury 26: 539-542. Porter, Michael E. (1998). The Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction, New York: The Free Press. Priest, S. (1992). Factor Exploration and Confirmation for the Dimensions of an Adventure Experience. Journal of Leisure Research 24:127–139. Ramthun, R. (1995). Factors in user group conflict between hikers and mountain bikers. Leisure Sciences 17: 159-169. Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014, Depbudpar, Jakarta. Requa, R. K., J. M. Toney and J. G. Garrick (1977). Parameters on injury reporting in skiing. Medical Science of Sports Exercise 9: 185-190. Ronning, R., T. Gerner and L. Engebretsen (2000). Risk of injury during alpine and telemark skiing and snowboarding. American Journal of Sports Medicine 28: 506-508. Rouphael, A. B. and G. J. Inglis (2001). Increased spatial and temporal variability in coral damage caused by recreation scuba diving. Ecological Applications 12: 427-440. Saremba, J. & Gill, A. (1991). Value conè icts in mountain park settings. Annals of Tourism Research, 18, 155–172. Scarpaci, C., S. W. Bigger, P. J Corkeron and D. Nugegoda (2000). Bottlenose dolphins, Tursiops truncatus, increase whistling in the presence of "swim-withdolphin" tour operators. Journal of Cetacean Research and Management 2: 183-186.
277
Kajian Literatur Wisata Petualangan Scarpaci, C. and N. Dayanthi (2003). Compliance with regulations by swim-withdolphins: operations in Port Phillip Bay, Victoria, Australia. Environmental Management 31: 342-347. Schaeffer, T. N., M. S. Foster, M. E. Landrau and R. K. Walder (1999). Diver disturbance in kelp forests. California Fish and Game 85: 170-176. Schleyer, M. H. and B. J. Tomalin (2000). Damage on South African coral reefs and an assessment of their sustainable diving capacity using a fisheries approach. Bulletin of Marine Science 67: 1025-1042. Schneider, I. E. (2000). Revisiting and revising recreation conflict research. Journal of Leisure Research 32: 129-132. Schoen, R. G. and M. J. Stano (2002). Year 2000 whitewater injury survey. Wilderness and Environmental Medicine 13: 119-124. Scott, N. and E. LAWS (2004). Whale watching - the roles of small firms in the evolution of a new Australian niche market. In Thomas, R. (ed) Small Firms in Tourism: International Perspectives. Elsevier Science, Amsterdam. Sekhar, N. U. (2003). Local people's attitudes towards conservation and wildlife tourism around Sariska Tiger Reserve, India. Journal of Environmental Management 69: 339-347. Shackley, M. (1996a). Community impact of the camel safari industry in Jaisalmar, Rajasthan. Tourism Management 17: 213-218. Shackley, M. (1996b). Wildlife Tourism. International Thomson Business Press, London. Shackley, M. (1998). Stingray City - managing the impact of underwater tourism in the Cayman Islands. Journal of Sustainable Tourism 6: 328-338. Silori, C. S. (2004). Socio-economic and ecological consequences of the ban on adventure tourism in Nanda Devi Biosphere Reserve, western Himalaya. Biodiversirty and Conservation, 25, 2237-52. Slanger, E. and E. Rudestam (1997). Motivation and disinhibition in high risk sports: Sensation seeking and self efficacy. Journal of Research in Personality 31: 355374. Sournia, G. (1996). Wildlife tourism in West and Central Africa. Ecodecision 20: 5254. Suh, Y. K. and Gartner, W. C. ( 2004 ) Preference and trip expenditures: A conjoint analysis of visitors to Seoul, Korea . Tourism Management, 25, 127-37 . 278
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Sung, H. H., Marrison, A. M. and O’Leary, J. T. (1997). Definition of adventure travel: Conceptual framework for empirical application from the provider’s perspective. Asia-Pacific Journal of Tourism research, 1(2), 47-67 Swarbrooke, J., C. Beard, S. Leckie and G. Pomfret (2003). Adventure Tourism: the New Frontier. Butterworth-Heinemann, London. Tabata, R. S. (1989). The use of nearshore dive sites by recreational dive operations in Hawaii. Coastal Zone 89: 2865-2875. Tabata, R. S. (1992). Scuba diving holidays. In Tabata, R.S., B. Weiler and C.M. Hall (eds) Special Interest Tourism. Belhavan Press, London, UK: 171-184. Tarazi, F., M. F. S. Dvorak and P. C. Wing (1999). Spinal injuries in skiers and snowboarders. American Journal of Sports Medicine 27: 177-180. Taylor, D. M., K. S. O'toole and C. M. Ryan (2003). Experienced scuba divers in Australia and the United States suffer considerable injury and morbidity. Wilderness and Environmental Medicine 14: 83-88. Thapa, B. & Graefe, A. R. (1998). Level of skill and its relationship to conflict and tolerance among adult skiers and snowboarders. Paper presented at the National Recreation and Park Association Leisure Research Symposium, Miami Beach, Florida Thapa, B. & Graefe, A. R. (1999). Gender and age group differences in recreationalconè ict and tolerance among adult skiers and snowboarders. In Proceedings of the 1998 Northeastern Recreation Research Symposium (Tech. Rep. NE-255, pp. 219–226). Radnor, PA: USDA Forest Service, Northeastern Research Station. Thompson, M. and K. Homewood (2002). Entrepreneurs, elites, and exclusion in Maasailand: trends in wildlife conservation and pastoralist development. Human Ecology 30: 107-138. Thurston, E. and R. J. Reader (2001). Impacts of experimentally applied mountain biking and hiking on vegetation and soil of a deciduous forest. Environmental Management 27: 397-409. Tratalos, J. A. and T. J. Austin (2001). Impacts of recreational SCUBA diving on coral communities of the Caribbean island of Grand Cayman. Biological Conservation 102: 67-75. Travel Industry Association Of America (2005). Adventure Travel Report. http://www.tia.org Last viewed 25 November 2005.
279
Kajian Literatur Wisata Petualangan Trevett, A. J., R. Forbes, C. K. Rae, C. Sheehan, J. Ross, S. J. Watt and R. Stephenson (2001). Diving accidents in sports divers in Orkney waters. Scottish Medical Journal 46: 176-177. Tussyadiah, I. P., Kono, T. and Morisugi, H. (2006). A model of multidestination travel: Implications for marketing strategies. Journal of Travel Research 44 (4): 407 – 417 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. UNEP (2003). A Manual for Water and Waste Management: What the Tourism Industry Can Do To Improve Its Performace. www.uneptie.org/pc/tourism/documents/waste%20manual/Part1.pdf Vail, D. and T. Heldt (2004). Governing snowmobilers in multiple-use landscapes: Swedish and Maine USA cases. Ecological Economics 48: 469-483. Vaske, J. J., Donnelly, M. P., Wittmann, K., & Laidlaw, S. (1995). Interpersonal versus social values conè ict. Leisure Sciences, 17, 205–222. Vaske, J. J., Beaman, J., Stanley R. & Grenier, M. (1996). Importance performance and segmentation: Where do we go from here? Journal of Travel and Tourism Marketing, 5(3), 225–240. Vaske, J. J., Dyar, R. dan Timmons, N. (2004). Skill level and recreation conflict among skiers and snowboarders. Leisure Studies, 26, 215-225. VASKE, J., R. DYAR and N. TIMMONS (2004). Skill level and recreation conflict among skiers and snowboarders. Leisure Studies 26: 215-225. Villalobos-Cepedes, D., Galdeano-Gomez, E., Tollon-Becera, A. (2010). Demand indicators for adventure tourism packages in Costa Rica: An exploratory analysis. Tourism and Hospitality Research, 10(3), 234-45 Virden, R. J. & Schreyer, R. (1988). Recreation specialization as an indicator of environmental preference. Environment and Behavior, 20, 721–739. Vitterso, J., Chipeniuk, R., Skar, M. dan Vistad, O. (2004). Recreational conflict is affective: the case of cross-country skiers and snowmobiles. Leisure Studies, 26, 227-243. Watson, A. E., Niccolucci, M. J. &Williams, D. R. (1994). The nature of conè ict between hikers and recreational stock users in the John Muir Wilderness. Journal of Leisure Research, 26, 372–385.
280
HOSPITOUR VOLUME III No. 2 - Oktober 2012
Watson, A. E. (1995). An analysis of recent progress in recreation conè ict research and perceptions of future challenges and opportunities. Leisure Sciences, 17, 235– 238. Watson, A. E., D. R. Williams and J. J. Daigle (1991). Sources of conflict between hikers and mountain bike riders in the Rattlesnake NRA. Journal of Park and Recreation Administration 9: 59-71. Watson, A. E., M. J. Niccolucci and D. R. Williams (1994). The nature of conflict between hikers and recreational stock users in the John Muir Wilderness. Journal of Leisure Research 26: 372-385. Watson, A. E. 1995. An analysis of recent progress in recreation conflict research and perceptions of future challenges and opportunities. Leisure Sciences 17:235238. Watson, A., D. Cole and J. W. Roggenbuck (1995). Trends in Wilderness Recreation Use Characteristics. In Thompson, J.L., D.W. Lime, B. Gartner and W.M. Sames, (eds) Proceedings of the Fourth International Outdoor Recreation and Tourism Trends Symposium and the 1995 National Resources Planning Conference. University of Minnesota, Minnesota, USA: 68-71. Watson, A., and R. MossS (2004). Impacts of ski-development on ptarmigan Lagopus mutus at Cairn Gorm, Scotland. Biological Conservation 116: 267-275. Weaver, T. and D. Dale (1978). Trampling effects of hikers, motorcycles and horses in meadows and forests. Journal of Applied Ecology 15: 451-457. Weaver, D. 1998. Ecotourism in the Less Developed World, CAB International, Oxford, UK. Weber, K. (2001). Outdoor adventure tourism: A review of research approaches. Annals of Tourism Research, 28(2), 360–377. Whinam, J., E. J. Cannell, J. B. Kirkpatrick and M. Comfort (1994). Studies on the potential impact of recreational horseriding on some alpine environments of the Central Plateau, Tasmania. Journal of Environmental Management 40: 103-117. Wilkie, D. S. and J. F. Carpenter (1999a). The potential role of safari hunting as a source of revenue for protected areas in the Congo Basin. Oryx 33: 339-345. Wilks, J. (1992). Introductory scuba diving on the Great Barrier Reef. Australian Parks and Recreation 28: 18-23. Wilks, J. (1993). Scuba safety in Queensland. South Pacific Underwater Medicine Society Journal 23:139-141. 281
Kajian Literatur Wisata Petualangan Wilks, J. (1999). Scuba diving safety on Australia's Great Barrier Reef. Travel Medicine International 17: 17-21. Wilks, J. and R. J. Davis (2000). Risk management for scuba diving operators in Australia's Great Barrier Reef. Tourism Management 21: 591-599. Williamson, J. E. (1999). Accidents in North American Mountaineering. American Alpine Club, Boulder CO. Wilson, M. E. (2002): Ecotourism – Unforeseen Effects on Health, in: Aguirre, A. et al. (eds.) (2002):Conservation Medicine: Ecological Health in Practice, Oxford University Press, New York Wilson, C. and C. A. Tisdell (2001). Sea turtles as a non-consumptive tourism resource especially in Australia. Tourism Management 22: 279-288. Word Trade Organization. http://www.unwto.org/facts/eng/vision.htm. Diakses tanggal 7 Mei 2011. Wyder, T. 1987. 175 years of mountaineering in Switzerland. The Finsteraarhorn. Magglingen 44:2-4. Yamakawa, H., S. Murase, H. Sakai, T. Iwama, M. Katada, S. Niikawa, Y. Sumi, Y. Mishimura and N. Sakai (2001). Spinal injuries in snowboarders: risk of jumping as an integral part of snowboarding. Journal of Trauma 50: 1101-1105. Zakai, D. and N. E. Chadwick-Furman (2002). Red Sea. Biological Conservation 105: 179-187. Impacts of intensive recreational diving on reef corals at Eilat, northern Zurick, D. N. (1992). Adventure travel and sustainable tourism in the peripheral economy of Nepal. Annals of the Association of American Geographers, 82 (4), 608-28.
282