i
KAJIAN KONSEP PENGEMBANGAN WATERFRONT BERBASIS DESAIN EKOLOGIS DI CIBINONG RAYA
INTAN DEWI PUSPITA
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis di Cibinong Raya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017 Intan Dewi Puspita NIM A451140111
iv
RINGKASAN INTAN DEWI PUSPITA. Kajian Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis di Cibinong Raya. Dibimbing oleh INDUNG SITTI FATIMAH dan ANDI GUNAWAN. Pengembangan waterfront digunakan oleh beberapa kota untuk merencanakan kawasannya. Seperti pembangunan lainnya, proyek pengembangan waterfront muncul isu terkait kerusakan lingkungan. Banyak desain yang digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Sehingga muncul banyak desain yang tidak berkelanjutan dan akhirnya menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Menyadari kerusakan yang terjadi di sekitar manusia, banyak desainer mengeluarkan konsep seperti desain ekologis untuk menggambarkan desain dengan alam sebagai unsur utamanya. Konsep desain berbasis ekologis merupakan sebuah model untuk keberlanjutan. Pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dirasa tepat untuk pembangunan kota yang berkelanjutan dalam memecahkan masalah kerusakan lingkungan. Sebagai studi kasus, Cibinong Raya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai waterfront city, karena memiliki 17 situ berdasarkan SK Bupati Bogor No. 17. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi dari masingmasing situ di Cibinong Raya yang akan dikembangkan sebagai waterfront, menentukan prioritas komponen dan menetapkan konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Metode dalam penelitian ini menggunakan daftar checklist dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil dari penelitian ini terdapat 7 situ yang dapat dikembangkan sebagai waterfront, 3 dalam kondisi baik dan 4 dalam kondisi cukup baik. Alternatif prioritas dalam menentukan pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dari prioritas paling tinggi ke rendah adalah partisipasi masyarakat (38.8 %), morfologi kota (35.6 %), dan kelembagaan (25.6 %). Prioritas komponen penyusun pengembangan waterfront berbasis desain ekologis berturut-turut adalah ekosistem perairan darat (46.6 %), desain ekologis (31.7 %), dan pengembangan waterfront (22 %). Konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dapat ditekankan pada ekosistem perairan darat dengan alternatif keputusan pada morfologi kota dan kelembagaan, desain ekologis dengan alternatif keputusan pada partisipasi masyarakat dan kelembagaan. Dan pengembangan waterfront dengan alternatif keputusan pada partisipasi masyarakat dan morfologi kota. Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, desain ekologis, ekosistem perairan darat, lembar checklist, pengembangan waterfront, situ
v
SUMMARY INTAN DEWI PUSPITA. Study of Waterfront Development Concept based on Ecological Design in Cibinong Raya. Supervised by INDUNG SITTI FATIMAH and ANDI GUNAWAN. Waterfront development is used by some cities to plan their region. such as the other construction, waterfront development project emerging issues related to environmental damage. Many designs are used only to supply human needs and cause damage to the environment. So there is a lot of design that is not sustainable and ultimately cause damage to the environment. Aware of the damage that occurred around humans, many designers put out concepts such as ecological design to describe the design with nature as its main element. The concept of ecologically-based design is a model for sustainability. Waterfront development based ecological design deemed appropriate for sustainable urban development to solve the problem of environmental damage. As a case study, Cibinong Raya has the potential to be developed as a waterfront city, because it has 17 lakes by SK Bupati Bogor No. 17. The purpose of this study is to determine the condition of each lakes in Cibinong Raya which will be developed as waterfront, set component priorities and establish the concept waterfront development based of ecological design. The method in this study is used checklist and Analytical Hierarchy Process (AHP). The results of this study is there are 7 lakes can be developed as waterfront, 3 in good condition and 4 in passably condition. Alternative priority in determining the waterfront development based on the ecological design of the highest priority to lowest is public participation (38.8 %), urban morphology (35.6 %), and institutional (25.6 %). Priority components of the waterfront development based on the ecological design of a row is inland water ecosystems (46.6 %), ecological design (31.7 % ), and waterfront development (22 %). Waterfront development concept based on ecological design can be emphasized on inland water ecosystems with alternative decisions on urban morphology and institutional, ecological design with alternative decisions on public participation and institutional. And the development of alternative decisions on the waterfront with public participation and urban morphology. Keywords: Analytical Hierarchy Process (AHP), ecological design, form checklist, inland water ecosystems, lakes, waterfront develeopment
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
KAJIAN KONSEP PENGEMBANGAN WATERFRONT BERBASIS DESAIN EKOLOGIS DI CIBINONG RAYA
INTAN DEWI PUSPITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aris Munandar, MS.
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 ini ialah pengembangan waterfront, dengan judul Kajian Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis di Cibinong Raya. Hasil utama dalam penelitian ini merupakan konsep dalam pengembangan kota dalam hal ini adalah pengembangan waterfront. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si. dan Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Tak lupa penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada para pakar yang telah membantu penulis dalam penelitian ini. Serta ungkapan terima kasih kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah kota/daerah dalam menata kawasan sekitar situ. Serta masyarakat menjadi motivasi pada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan kota mereka. Dengan menerapkan konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis, akan menciptakan desain kota yang ramah lingkungan. Penulis sangat menyadari bahwa usulan penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dan kelancaran dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan.
Bogor, Mei 2017 Intan Dewi Puspita
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Waterfront Pengembangan Waterfront Kebijakan pada Penataan Kawasan Waterfront Desain Ekologis Ekosistem Perairan Darat METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Data Penelitian Prosedur Analisis Data Identifikasi Lembar Checklist Lanskap Pengembangan Waterfront Penilaian Lanskap Situ untuk Pengembangan Waterfront Identifikasi Komponen dan Variabel Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Analytical Hierarchy Prosess (AHP) Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Analisis Penilaian Lanskap untuk Pengembangan Waterfront Validitas dan Reliabilitas Lembar Checklist Hasil Penilaian Kondisi Situ untuk Pengembangan Waterfront Analisis AHP Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Hasil AHP Tergabung (Combined Synthesis) Analisis Sensitivitas Implikasi dan Aplikasi Hasil Penelitian Komponen Utama dan Komponen Penentu yang Digunakan Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii xii xiii 1 1 2 3 3 3 5 5 6 8 10 11 13 13 14 15 15 18 18 20 20 22 22 24 24 26 30 30 32 34 34 34 40 40 40 41 45 79
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Aturan-aturan dalam pengembangan kawasan tepi air Alat penelitian Jenis data dan sumber data Kriteria penilaian waterfront Rincian responden pakar Rincian penilai lanskap situ Nilai kelas interval lanskap situ untuk pengembangan waterfront Variabel penilaian pengembangan waterfront dan desain ekologis Rincian responden pakar untuk pengisian kuesioner AHP Data inventarisasi situ Kriteria lembar checklist sebagai pedoman penilaian lanskap Hasil uji realibilitas kesepakatan antar penilai Hasil penilaian lanskap situ untuk pengembangan waterfront Tindakan mitigasi pada variabel yang tidak terpenuhi Ringkasan pembobotan prioritas pengembangan waterfront berbasis desain ekologis 16 Matrik komponen pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dengan alternatif keputusan 17 Komponen pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dan alternatif keputusan yang digunakan
9 14 15 16 17 18 18 19 20 23 25 26 27 29 32 33 35
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kerangka pikir penelitian Pola morfologi pada area waterfront Akses pada waterfront Ekosistem danau dan perkembangannya sebagai waterfront Peta lokasi penelitian Struktur hirarki Peta lokasi situ-situ di Cibinong raya Kondisi perairan situ: (A) Situ Cibeureum dan (B) Situ Citatah Sintesis prioritas alternatif berdasarkan hasil kombinasi AHP Sintesis prioritas komponen pembentuk berdasarkan hasil kombinasi Diagram pohon prioritas pengembangan waterfront berbasis desain Grafik sensitivitas prioritas pengembangan waterfront berbasis desain Morfologi Cibinong Raya 10 tahun terakhir Konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis
4 6 7 13 14 21 23 28 30 31 31 33 37 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Lembar uji validitas isi oleh pakar Hasil pembobotan lembar checklist oleh pakar Lembar penilaian lanskap situ Zona pengembangan waterfront di Cibinong Raya Data inventarisasi situ Rata-rata penilaian kondisi lanskap situ oleh 6 penilai (tanpa bobot) Kuesioner AHP
46 55 56 58 59 64 66
xiv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sebuah kota perlu memperhatikan aspek morfologi kota. Morfologi kota dapat memperlihatkan perbedaan satu kota dengan kota lainnya yang menjadi pembentuk karakteristik atau ciri khas dari kota tersebut (Tallo et al. 2014). Salah satu faktor yang mempengaruhi bentuk kota yaitu faktor bentang alam dan geografisnya. Faktor tersebut menjadi dasar sebuah kota dalam mengembangkan wilayahnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Cibinong Raya merupakan Ibu Kota Kabupaten Bogor. Dilihat dari morfologinya, Cibinong Raya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai waterfront. Hal ini terlihat dari morfologi kotanya yang memiliki banyak badan air. Perda Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor memiliki 93 situ dan Cibinong Raya memiliki 17 situ diantaranya (SK Bupati Bogor No. 17). Situ berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan airnya untuk keperluan irigasi dan perikanan, sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendali banjir, serta menyuplai air tanah (Kutarga 2008). Disebutkan pada Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan pada tanggal 20 Mei 2015 oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor, konsep yang akan digunakan untuk pengembangan Cibinong Raya yakni Situ-front City. Keberadaan situ-situ di Cibinong Raya menjadi sumber daya yang tidak semua kota miliki, akan dimaksimalkan keberadaannya dalam bidang konservasi, ekonomi, dan sosial-budaya. Namun, keberadaan situ-situ di Cibinong Raya tidak semua dalam kondisi baik. Terdapat beberapa situ yang mengalami kerusakan di sekitar badan air akibat okupasi lahan terbangun maupun pencemaran air situ. Banyak permukiman yang berkembang di sekitar badan air, karena sumber air merupakan sumber kehidupan manusia. Sejak dahulu, badan air seperti danau atau sungai dijadikan orientasi permukiman masyarakat daerah tepi karena banyak aktivitas/kegiatan masyarakat yang dilakukan di perairan. Namun, setelah kota berkembang dan banyak dibangun prasarana transportasi darat berupa jalan, orientasi permukiman berubah dan sumber air menjadi back-side (bagian belakang). Permasalahan utama yang akan terjadi akibat berubahnya orientasi masyarakat dari sumber air ke daratan yakni mulai hilangnya ke khasan suatu daerah dan mengalami kerusakan lingkungan di bantaran sumber (Goenmiandari et al. 2010). Dimulai dari permasalahan tersebut, berkembanglah konsep waterfront untuk memperbaiki wilayah tepi perairan. Waterfront merupakan suatu kawasan/area yang terletak atau bersebelahan dengan sumber air. Sejarah waterfront di mulai sejak tahun 1930, dimana pelabuhan yang dulu digunakan sebagai tempat industri dan fungsi transportasi ditinggalkan karena dibangunnya jalan sebagai sarana transportasi darat (Timur 2013). Pada tahun 1960-an berkembanglah konsep waterfront sebagai upaya memperbaiki kualitas lingkungan perairan dengan mengubah zona pelabuhan agar terdegradasi ke pusat rekreasi perkotaan dan mengubah orientasi ke perairan. Pengembangan waterfront menjadi populer untuk beberapa negara dalam memperbaiki wilayah tepinya.
2 Saat ini, penggunaan konsep waterfront banyak digunakan oleh pengembang maupun pemerintah untuk mengembangkan kota mereka. Namun seperti kota-kota lainnya, pada proyek pengembangan waterfront muncul isu-isu terkait kerusakan lingkungan. Isu kerusakan lingkungan merupakan isu utama dalam beberapa proyek pengembangan waterfront. Kerusakan lingkungan merupakan hasil tangan manusia yang dituangkan dalam sebuah desain. Celik (2013) menyatakan, desain merupakan konsep dari bagaimana kota dikembangkan, industri dilakukan, dan lahan digunakan. Desain yang dikembangkan saat ini direncanakan untuk memenuhi kebutuhan manusianya saja. Sehingga banyak muncul desain yang tidak berkelanjutan dan akhirnya menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Masalah lingkungan mendorong manusia untuk mengekplorasi berkelanjutan untuk melindungi sistem ekologis dan mencari solusi atas masalah-masalah yang timbul akibat kerusakan lingkungan. Menyadari kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar manusia, baru-baru ini desainer seperti Le Corbusier dan Frank Lloyd Wright telah banyak berusaha untuk mengatasi masalah lingkungan melalui desain mereka. Berkembanglah istilah-istilah seperti “Arsitektur Hijau”, ”Arsitektur Alternaif”, “Desain Berkelanjutan”, dan “Desain Ekologis” yang umum digunakan saat ini untuk menggambarkan desain dengan alam sebagai unsur utamanya (Celik 2013). Konsep desain memiliki peran penting untuk mencapai keberlanjutan untuk memecahkan masalah-masalah pada lingkungan. Desain ekologis secara eksplisit membahas dimensi desain dari krisis lingkungan yang merupakan bentuk keterlibatan dan kemitraan dengan alam yang tidak terikat dengan profesi desain tertentu (Van Der Ryn dan Cowan 1996). Pengembangan konsep desain berbasis ekologis merupakan sebuah model untuk keberlanjutan. Gerakan ekologis cenderung mengatasi masalah dalam desain (Celik 2013). Pengembangan waterfront merupakan usaha untuk membangun interaksi manusia dan alam/lingkungan di sekitarnya, menggabungkan dua ekosistem yang berbeda antara ekosistem perairan dan ekosistem daratan. Pembangunan yang dilakukan pada dua ekosistem yang berbeda sangat rentan terhadap gangguan yang terjadi. Oleh sebab itu, perencanaan yang akan dilakukan untuk pengembangan waterfront haruslah matang dan berbaur dengan alam di sekitarnya. Pengembangan desain berbasis ekologis sangatlah tepat untuk pengembangan waterfront. Dimana karya manusia dan alam digabungkan dalam sebuah desain untuk pembangunan ekosistem yang lebih baik. Berdasarkan permasalahan dan tinjauan pustaka tersebut, maka dibutuhkan kajian yang lebih mendalam mengenai desain ekologis untuk pengembangan waterfront di perkotaan. Penelitian ini bermanfaat untuk tetap menjaga lingkungan tepi dari pembangunan perkotaan. Pengembangan waterfront merupakan pemanfaatan sumber daya air sebagai bagian dari interaksi pembangunan perkotaan dengan lingkungannya.
Perumusan Masalah Keberadaan 17 situ yang ada di Cibinong Raya tidak semuanya dalam kondisi baik untuk dikembangkan sebagai waterfront. Kondisi lanskap di sekitar
3 situ perlu dipersiapkan sebaik mungkin, agar pengembangan waterfront dapat berjalan dengan baik. Pengembangan waterfront pada situ-situ yang ada di Cibinong Raya memerlukan penanganan yang tepat agar tidak merusak lingkungan di sekitar situ. Komponen desain ekologis sangan penting dimasukkan dalam pengembangan waterfront. Oleh sebab itu, dibutuhkan kajian dalam penilaian lanskap situ untuk dikembangkan sebagai waterfront dan konsep desain ekologis yang dapat dijadikan acuan untuk pembangunan kota. Disusunlah perumusan permasalahan yang terkait dengan pengembangan waterfront berbasis desain ekologis sebagai berikut: 1. Apa komponen yang digunakan dalam penilaian kondisi lanskap situ dan situ-situ mana saja yang dalam kondisi baik untuk dikembangkan sebagai waterfront di Cibinong Raya? 2. Apa saja kriteria pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dan komponen mana yang lebih penting? Bagaimana konsep perencanaan yang tepat untuk pengembangan waterfront 3. berbasis desain ekologis di Cibinong Raya?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merencanakan pengembangan waterfront di Cibinong Raya berbasis desain ekologis. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menilai kondisi situ untuk dapat dikembangkan sebagai waterfront di Cibinong Raya. 2. Menentukan dan menguji komponen penting dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. 3. Memformulasikan konsep pengembangan waterfront di Cibinong Raya berbasis desain ekologis.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat untuk pengembangan kawasan sumber air sebagai waterfront. Sebagai acuan perencanaan konsep desain dalam melakukan pengembangan kota sebagai wadah bagi pertumbuhan masyarakatnya yang dapat berdampingan dengan pertumbuhan alam membentuk ekosistem yang baik. Dan khususnya kepada Pemerintah Daerah Cibinong Raya dalam melakukan pengembangan Cibinong Raya sebagai SituFront City dengan mengetahui konsep pengembangan waterfront yang tepat berbasis desain ekologis.
Ruang Lingkup Penelitian Batasan penelitian meliputi lingkup kajian (pengembangan waterfront dan desain ekologis perkotaan) dan area wilayah kajian. Penilaian terhadap situ-situ di Cibinong Raya dilakukan secara visual untuk dapat memudahkan peneliti dalam
4 menilai setiap situ yang terdapat di Cibinong Raya. Lembar checklist disusun untuk menilai kondisi lanskap situ yang akan dikembangkan sebagai waterfront dengan memenuhi kriteria penilaian pengembangan waterfront, ekosistem sempadan, dan ekosistem akuatik. Pembahasan kriteria konsep pengembangan waterfront, komponen desain ekologis, dan ekosistem perairan darat diambil berdasarkan studi literatur. Gambar 1 merupakan kerangka pikir penelitian untuk memudahkan memahami apa yang akan diteliti. 17 SITU DI CIBINONG RAYA 1. Pengembangan waterfront sebagai upaya meningkatkan kualitas lingkungan perairan. 2. Kondisi lanskap daerah sekitar situ. 3. Konsep desain ekologi sebagai upaya permasalahan lingkungan.
Besar badan air situ ≥ 2.5
Upaya pengembangan waterfront
Analisis lanskap sekitar situ untuk pengembangan waterfront
Komponen: 1. Pengembangan waterfront 2. Status ekosistem sempadan 3. Status ekosistem aquatik
Analisis komponen dan variabel pengembangan waterfront dan desain ekologis
Komponen: 1. Pengembangan waterfront 2. Komponen desain ekologis 3. Komponen ekosistem perairan darat
Konsep Pengembangan Waterfront Berbasis Desain Ekologis Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA Waterfront Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Keberadaan air juga memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial bagi sebuah kota. Sastrawati (2003) mengatakan, keberhasilan utama dari pengembangan kota tepi air (waterfront city) ditentukan oleh bagaimana reaksinya terhadap kualitas karakteristik penyedia ruang publik di tepi air. Tepi air pada sebuah kota sangat berpotensi sebagai suatu kawasan yang hidup (livable) dan wadah bagi masyarakat dan komunitas. Selain itu, kota-kota di Indonesia yang terletak di tepi air lebih cepat berkembang dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Hal ini disebabkan karena letak geografisnya yang strategis, mendorong perkembangan kota tepi air yang berlokasi di dataran yang subur (daerah endapan). Secara harfiah, waterfront dapat diartikan sebagai suatu area atau kawasan yang terletak di tepi air (Tangkuman dan Tondobala 2011), termasuk kawasan tangkapan air antara daratan dan perairan (sungai/danau/pantai) yang merupakan wadah bagi aktivitas masyarakat sekitarnya. Lebih luasnya lagi, Masrul (2007) menyebutkan kawasan tepi air (waterfront) meliputi bangunan atau aktivitas yang tidak harus secara langsung berada di atas air, akan tetapi terikat secara visual, histori atau fisik yang terikat dengan air sebagai bagian dari “scheme” yang lebih luas. Soesanti et al. (2006) menambahkan, waterfront merupakan suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa kegiatan/aktivitas pada area pertemuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa waterfront adalah kawasan tepi air yang terikat secara fisik dan visual sebagai wadah aktivitas masyarakat di sekitarnya. Pengembangan waterfront merupakan hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan. Secara fisik alamnya berada dekat dengan air sebagai bentuk pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan (Darmawan 2013). Dalam hal ini, waterfront membutuhkan perairan, daratan, dan habitat secara bersama-sama. Prabudiantoro (dalam Soesanti et al. 2006 dan Tangkuman dan Tondobala 2011) menyebutkan kriteria umum dalam penataan dan pendesainan waterfront. 1. Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya). 2. Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, dan pariwisata. 3. Memiliki fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, dan pelabuhan. 4. Dominan pemandangan dan orientasi ke arah perairan. 5. Pembangunan dilakukan ke arah vertikal dan horizontal. Soesanti et al. (2006) menyebutkan, ruang-ruang pada suatu waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum terjadi pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik, dan branch seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. (1) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. (2) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah
6 perairan seperti danau dan teluk. (3) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. (4) Pola barnch terbentuk jika terdapat anak-anak sungai dan kanal.
(1) (2) Sumber: Soesanti et al. 2006
(3)
(4)
Gambar 2 Pola morfologi pada area waterfront
Pengembangan Waterfront Dalam proses pengembangan suatu kawasan waterfront pada dasarnya dibagi atas tiga jenis pengelompokkan (Masrul 2007). 1. Konservasi, merupakan penataan waterfront kuno/lama yang masih ada sampai sekarang dan menjaganya agar tetap dapat dinikmati oleh masyarakat. Redevelopment, suatu usaha untuk menghidupkan atau membangkitkan 2. kembali fungsi-fungsi yang ada dengan tujuan sebagai suatu kawasan penting bagi kehidupan masyarakat kota dengan mengubah fasilitas yang ada pada kawasan tersebut dan digunakan sebagai kapasitas yang berbeda. Development, perencanaan yang sengaja dibentuk dengan menciptakan 3. sebuah kawasan tepi air dengan melihat kebutuhan masyarakat terhadap ruang diperkotaan dengan cara penataan kawasan tepi air. Waterfront merupakan aset yang dimiliki sebuah kota, yang dimanfaatkan untuk kepentingan publik dengan tujuan seperti yang dikutip dari Urban Land Institute (dalam Timur 2013) “Cities seek a waterfront that is a place of public enjoyment. They want a waterfront where there is ample visual and physical public access – all day, all year – to both the water and the land. Cities also want a waterfront that serves more than one purpose :they want it to be a place to work and to live, as well as a place to play. In other words, they want a place that contributes to the quality of life in all of its aspects – economic, social, and cultural”. Keberlanjutan pengembangan waterfront di wilayah perkotaan perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut, kualitas air dan lingkungan, waterfront merupakan bagian dari perkotaan (integrasi), identitas dan karakter kota, mixeduse (penggunaan capuran) menjadi prioritas, akses publik merupakan prasayarat, dan kemitraan swasta dan publik (Giovinazzi dan Giovinazzi 2008), partisipasi masyarakat merupakan unsur keberlanjutan, waterfront merupakan proyek jangka panjang, revitalisasi merupakan proses berkelanjutan, pertukaran pengetahuan dalam pengembangan waterfront (Giovinazzi dan Moretti 2010 dan Wrenn et al. 1983). Bertsch (dalam Timur 2013) menambahkan prinsip yang harus diterapkan dalam merencanakan pembangunan area waterfront, yakni aksesibilitas, integrasi, sharing benefits, partisipasi stakeholder, dan fase konstruksi. Dari beberapa kriteria di atas, disimpulkan bahwa dalam pengembangan waterfront beberapa
7 aspek yang perlu diperhatikan, diantaranya ruang publik, akses publik, habitable, integrasi, identitas kota, mixed-used, dan partisipasi stakeholder. 1. Ruang publik Ruang publik yang terbaik yaitu yang memungkinkan untuk dimasuki semua lapisan masyarakat (Marshall 2001). Ruang publik mudah diakses secara bebas oleh umum maupun komunitas untuk interaksi sosial atau relaksasi di luar ruangan. Dijelaskan pula, salah satu keberhasilan ruang publik adalah kekuatan publik dan koneksi pejalan kaki. Seorang pejalan kaki dapat menempuh perjalanan tidak lebih dari 300 m atau 5 menit berjalan kaki untuk mengunjungi ruang publik di sekitarnya (NE 2010) 2. Akses publik Dasar dari pengembangan waterfront adalah menyatukan antara perairan dan daratan sehingga terdapat interaksi di dalamnya. Timur (2013) mengatakan, hal terpenting dalam keberhasilan pengembangan urban waterfront adalah akses publik dan ruang publik. Akses terhadap air dapat dibagi menjadi tiga, yakni konektivitas daratan dan waterfront, konetivitas di dalam waterfront, dan konektivitas air dan waterfront. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Shaziman dan Tahir (2010) ruang publik sebagai fiture kota, tempat interaksi bertatap muka, bersosialisasi, dan sebagai ukuran kualitas hidup perkotaan. Akses publik yang terkoneksi akan menghubungkan waterfront dengan pusat kota dan memudahkan orang untuk mengunjunginya (Erkok 2009).
Gambar 3 Akses pada waterfront 3.
4.
Habitable Habitable dalam waterfront adalah bagaimana tepi tersebut dapat cocok dengan tempat tinggal masyarakat. Zona antara muka perairan dan daratan dapat dihuni dengan sederhana dan membangun hubungan antara manusia, perairan, dan daratan (Tracy 2010). Bagaimana manusianya dapat berhubungan dekat dengan air dan melakukan kegiatan terkait seperti memancing, berperahu, berbisnis, dan sebagainya. Identitas kota Dalam mempelajari identitas kota, Amundsen (dalam Liu 2013) mengidetifikasi empat elemen yang biasanya hadir di dalamnya, yaitu kualitas spasial yang biasanya membedakan tempat dengan tempat lain, karakteristik atau kualitas penduduk yang membedakan mereka dari penduduk di tempat lain, kondisi sosial dan hubungan sosial antara
8
5.
6.
7.
penduduk, dan kebudayaan atau sejarah. Hal ini penting untuk mempelajari elemen identitas lokal untuk tetap mempertahankan kekhasan dari masingmasing tempat. Meningkatkan rasa manusia pada suatu tempat (sense of place) juga merupakan salah satu kesuksesan proses perencanaan waterfront (Yildiz et al. 2015). Karena, tidak ada masyarakat lokal yang akan menyebabkan hilangnya rasa identitas lokal (Liu 2013). Mixed-use Mixed-use atau penggunaan campuran memiliki kelebihan dapat memulihkan vitalitas, kualitas lingkungan, pemerataan, dan memiliki banyak manfaat lainnya (Grant 2004). Beberapa kelebihan mixed-use diantaranya sebagai berikut. a. Menciptakan lingkungan kota yang aktif setiap waktunya dan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur. Pencampuran jenis perumahan dapat meningkatkan keterjangkauan b. dan keadilan dengan mengurangi premi yang eksklusif. c. Memungkinkan orang untuk tinggal dekat tempat dimana mereka dapat berbelanja, bekerja atau bermain, dapat mengurangi kepemilikan dan penggunaan kendaraan bermotor, meningkatkan pejalan kaki, dan dengan demikian mengurangi dampak lingkungan yang terkait dengan penggunaan kendaraan bermotor. Integrasi Lynch, Spence, dan Pearson mengungkapkan bahwa penggunaan lahan di daerah tepi perkotaan harus terintegrasi dengan air (dalam Timur 2013). Maksudnya terintegrasi di sini adalah sebagai berikut. a. Water-dependent uses, lokasi waterfront sangat dibutuhkan untuk kapal very, dermaga, komersil, dan sebagainya. Water-related uses, karena lokasi waterfront berada pada tempat yang b. menguntungkan seperti bidang produksi industri dan ruang publik. c. Water-independent uses, tidak tergantung atau terikat dengan lokasi waterfront seperti taman umum, beberapa kompleks komersial dan layanan. Partisipasi stakeholder Marshall (2001) menjelaskan bahwa keberhasilan pengembangan waterfront lahir dari sebuah proses yang melibatkan semua tingkat pemerintahan, pemilik modal (swasta), dan berbagai organisasi dan masyarakat. Dalam mengaplikasikan konsep desain diperlukan koordinasi antara stakeholder, sehingga masing-masing pihak dapat saling memantau proses pencapaian konsep ecodesign (Pratiwi 2013). Disebutkan pula, bahwa kerjasama antara stakeholder akan memudahkan dalam pengambilan keputusan. Chen (2015) menyebutkan bahwa keberhasilan pembangunan waterfront dapat dikatakan berhasil apabila mendapat pengakuan sosial.
Kebijakan pada Penataan Kawasan Waterfront Dalam pengembangan kawasan tepi waterfront, diperlukan kebijakankebijakan yang berkaitan dengan penataan kawasan di tepi air. Masrul (2007)
9 menjelaskan beberapa kebijakan yang dapat dipergunakan dalam pengembangan waterfront city. 1. Garis Sempadan Sempadan (riparian zone) merupakan zona penyangga antara ekosistem perairan dan daratan (Lampiran Peraturan Menteri PU dan PR RI No. 28/PRT/M/2015). Area ini, umumnya didominasi oleh tumbuhan (rumput, semak, dan pepohonan) dan atau lahan basah. Garis sempadan dipergunakan untuk melindungi wilayah danau dari kegiatan-kegiatan yang mengganggu aktifitas dan kelestarian danau tersebut. Berikut merupakan aturan-aturan sebagai pedoman dalam pengembangan kawasan tepi danau: Tabel 1 Aturan-aturan dalam pengembangan kawasan tepi air Sumber Sempadan Kriteria Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun 1997 Peraturan Menteri PU dan PR RI No. 28/PRT/M/2015
2.
3.
Garis sempadan danau Kawasan lindung sekitar danau Garis sempadan danau
Sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan. 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Paling sedikit berjarak 50 m dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.
Dari ketiga peraturan yang dijelaskan, garis sempadan danau minimal terbebas dari bangunan yang ada disekitarnya sebesar 50 – 100 m. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan PR RI No. 28/PRT/M/2015 mengenai Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, menyebutkan bahwa lahan daerah sempadan danau dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu, seperti: a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, b. prasarana pariwisata, olah raga, aktivitas budaya, dan keagamaan, c. prasarana sumber daya air, d. akses jalan dan jembatan, dermaga, jalur pipa gas dan air minum, e. rentengan kabel listrik dan telekomunikasi, f. prasarana dan sarana sanitasi, dan g. bangunan ketenagalistrikan. Akses (Ditjen Cipta Karya 2000) a. Akses berupa jalan kendaraan berada di antara batas terluar dari sempadan tepi air dengan areal terbangun. b. Jarak antara akses masuk menuju ruang publik atau tepi air dari jalan raya sekunder atau tersier minimum 300 m. c. Jaringan jalan terbebas dari parkir di sepanjang tepi air adalah 3 m. Peruntukan (Ditjen Cipta Karya 2000) a. Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangan: penggunaan lahan yang bergantung dengan air (water-dependent uses), penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air (waterrelated uses), penggunaan lahan yang sama sekali tidak berhubungan dengan air (independent and unrelated to water uses).
10 b.
4.
Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area publik yaitu 0 – 15 %. Sedangkan untuk kemiringan yang lebih dari 15 % perlu penanganan khusus. c. Jarak antara satu areal terbangun yang dominan diperuntukkan pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum lainnya maksimum 2 km. Bangunan (Ditjen Cipta Karya 2000) a. Kepadatan bangunan tepi air maksimum 25 %. b. Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 m dihitung dari permukaan tanah rata-rata pada areal terbangun. c. Orientasi bangunan harus menghadap dengan mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah angin. d. Bangunan-bangunan yang dapat dikembangkan pada area sempadan berupa taman dan ruang rekreasi adalah fasilitas area bermain, tempat duduk, dan atau sarana olahraga. e. Bangunan area sempadan hanya berupa tempat ibadah, bangunan penjaga pantai, bangunan fasilitas umum, bangunan tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m²/unit. f. Tidak melakukan pemagaran pada area terbangun, kecuali pemagaran dengan tinggi maksimum 1 m dan menggunakan pagar transparan.
Desain Ekologis Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan organisme dan lingkungannya. Banyak orang yang berpendapat ekologi dapat dikatakan sebagai ilmu lingkungan. Ekologi sendiri merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner karena untuk mengerti bagaimana hubungan antara organisme dan lingkungannya haruslah ditarik beberapa pengertian dari banyak bidang yang berkaitan (Siahaan 2004). Kemudian ilmu ekologi berkembang untuk memecahkan masalah-masalah ekologis bukan hanya dalam konsep natural fisiologis, tetapi juga konsep manusia dengan eksistensi budaya yang berkembang di masyarakat. Banyak diketahui bahwa bumi sedang mengalami permasalahan lingkungan. Dalam banyak hal, krisis lingkungan merupakan krisis desain (Celik 2013). Permasalahan lingkungan, muncul akibat dari desain yang dibuat oleh manusia. Kebanyakan dari desain dibuat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Karena hal tersebut, banyak desain yang dibuat menggunakan pendekatan ekologis. Desain memiliki peran penting untuk mencapai keberlanjutan dan memberikan solusi untuk masalah-masalah lingkungan. Sehingga, desain ekologis dapat menjadi pemecahan masalah terhadap lingkungan. Van Der Ryn dan Cowan (1996) mendefinisikan desain ekologis sebagai bentuk desain yang meminimalkan dampak yang merusak lingkungan dan mengintegrasikannya dengan proses kehidupan. Integrasi disini menyiratkan keanekaragaman spesies dalam desain, meminimalkan penipisan sumber daya, mengawetkan unsur hara dan siklus air, mempertahankan kualitas habitat, dan lainnya sebagai prasyarat lain dari kesehatan manusia dan ekosistem. Dalam bukunya yang berjudul Ecological Design, Van Der Ryn dan Cowan (1996)
11 menyebutkan dalam proses desain ekologis terdapat lima prinsip yang merupakan dasar untuk desain ekologis, yakni 1. Solution grow from place. Desain ekologis dimulai dengan mengetahui tempat tersebut. Pengetahuan terhadap tempat, membuat manusia dapat menghuni tanpa merusak. Hal yang perlu diketahui mengenai tempat tersebut, yakni tradisional budaya, keterampilan masyarakatnya, local knowledge, dan mengetahui iklim lokal. 2. Ecological accounting informs design. Mengetahui dampak yang akan ditimbulkan dari sebuah desain. Informasi yang didapat digunakan untuk memilih desain yang paling ramah lingkungan. Proses desain sangat penting dalam prinsip ini, dengan tujuan dapat mengurangi penggunaan energi dan bahan, mengurangi toksisitas, dan mengurangi dampak lainnya. 3. Design with nature. Merancang dengan alam, merupakan strategi untuk mengurangi dampak dengan memperhatikan kesehatan pada semua tingkatan makhluk hidup, baik manusia dan ekosistemnya. Hal terpenting dalam design with nature bahwa desain ekologis didasarkan pada evolusi bersama alam dan budaya. Desain ekologis pada tingkat terdalam adalah desain untuk keanekaragaman hayati. 4. Everyone is designer. Desain ekologis menunjukkan proses yang sangat partisipatif, dimana disiplin ilmu dan budaya dipertukarkan untuk menyelesaikan masalah desain. Proses desain ekologis merupakan pekerjaan bersama-sama dengan partisipasi masyarakat, bukan hanya seorang ahli desain. 5. Make nature visible. Transformasi desain yang efektif menyediakan kemungkinan untuk belajar dan berpartisipasi. Desain ekologis menjadikan semuanya berkelanjutan dengan proses, pola, dan hubungan. Menggabungkan ekologis ke dalam desain memberikan layanan jasa ekosistem yang berharga dan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Desain ekologis merupakan pendekatan yang tepat dalam desain perkotaan, dimana nilai dari beberapa pemangku kepentingan yang berbeda dapat dirangkum untuk mempertimbangkan layanan jasa ekosistem (Larson 2013). Perencana dan desainer bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menentukan kebutuhan dan keinginan mereka. Kesuksesan pengembangan waterfront melibatkan desainer, perencana kota dan pejabat, dan mayoritas kelompok masyarakat bekerjasama dengan lembaga pemerintah (Svendsen 2013). Pada dasarnya, mekanisme desain perkotaan cenderung membentuk bentuk dan fungsi dari masyarakatnya. Desain ekologis juga mengikutsertakan pemantau atau elemen peneliti yang dapat menilai apakah aspek desain yang disepakati efektif dan meningkatkan jasa ekosistem (Larson 2013).
Ekosistem Perairan Darat Habitat perairan darat dibagi menjadi dua, yakni ekosistem air tergenang atau lentik (danau, kolam, dan rawa) dan ekosistem air mengalir atau lotik (mata air, aliran air, dan sungai). Ekosistem danau memiliki air yang tenang dan kondisi komponen penyusunnya relatif stabil. Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009, menjelaskan danau merupakan wadah air
12 dan ekosistemnya yang terbentuk secara alamiah termasuk situ dan wadah air sejenis dengan sebutan istilah lokal. Dan menurut FDI (2004), danau merupakan komponen hidrologis utama yang terletak dalam suatu daerah tangkapan air, dan tidak dapat dikelola secara terpisah dari keseluruhan daerah tangkapan airnya. Dapat disimpulkan, danau merupakan wadah air yang terbentuk secara alamiah dan tidak dapat dipisahkan dari daerah tangkapan airnya sebagai komponen hidrologis. Chrismadha et. al (2011) menyebutkan, secara ekologis perairan danau merupakan ekosistem yang mencakup seluruh kesatuan wilayah dimana siklussiklus ekologis, termasuk di dalamnya siklus air berlangsung. Karena itu perairan danau sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah tangkapan airnya, yang pada umumnya jauh lebih luas. Pembangunan yang berkelanjutan, yakni bagaimana menemukan keseimbangan antara kebutuhan manusia akan air minum, dan memelihara ekosistem daratan dan akuatik yang menyediakan layanan ekosistem yang penting bagi aspek ekonomi bahkan dalam mendukung kehidupan manusia. Danau merupakan perairan yang memiliki kompleksitas kehidupan biota dan keindahan hakiki tempat lahirnya bermacam-macam budaya, sejarah, dan perkembangan kehidupan sosial. Pemanfaatan yang multisektor serta adanya aktivitas di kawasan sekitar danau menyebabkan kondisi ekosistem danau mengalami degradasi yang semakin berat hingga saat ini (Haryani 2013). Pada prinsip Dubin yang dijelaskan dalam FDI (2004), bahwa pembangunan dan pengelolaan air harus didasarkan pada pendekatan partisipatif, yang melibatkan pengguna, perencana dan pembuat kebijakan pada semua tingkat. Chrismadha et al. (2011), menyebutkan peran tidak langsung danau terutama dalam hal menyediakan jasa-jasa ekosistem, meliputi fungsi habitat yang mendukung keragaman hayati dan produktivitas perairan, fungsi retensi air yang mengendalikan kontinuitas ketersediaan air dan resiko banjir di kawasan hilirnya, serta penyeimbang kondisi iklim mikro di kawasan sekitarnya. Jasa ekosistem didefinisikan sebagai manfaat yang diterima manusia dari ekosistem (Wangai 2016) dan kontribusi langsung dan tidak langsung dari ekosistem untuk kesejahteraan manusia (Grizzetti et al. 2016a). Danau juga mempunyai peran sebagai penahan material sedimentasi dan pencemaran, meskipun pada umumnya berdampak negatif terhadap integritas lingkungannya. Ekosistem perairan darat dapat dilindungi atau dipulihkan apabila melakukan hal sebagai berikut (Baron et al. 2003). 1. Ekosistem perairan darat tidak hanya terisolasi tubuh atau saluran tetapi terhubung erat ke lingkungan darat, dan ekosistem ini terhubung satu dengan yang lain memberikan rute migrasi bagi spesies. 2. Pola dinamis dari aliran yang mempengaruhi integritas dan sistem air tawar. 3. Ekosistem perairan harus memperhatikan beban sedimen, panas dan kondisi cahaya, kimia dan masukan nutrisi, dan fluktuasi populasi tanaman dan hewan dalam rentang alami. Hal ini dilakukan untuk menjaga integritas ekosistem perairan, dengan menerapkan konteks masyarakat di dalamnya. Pada pengembangan waterfront selain memperhatikan pembangunan di darat (zona terestrial) juga harus memperhatikan ekosistem perairan. Danau memiliki zona horizontal dan di bagi menjadi dua zona, yaitu zona litoral (littoral zone) yang merupakan daerah pesisir dan zona pelagis (pelagic zone) yang
13 merupakan daerah lepas pantai. Zona terestrial dan zona litoral sangat penting keberadaannya untuk pengembangan waterfront. Terdapat hubungan antara zona terestrial dan zona litoral dalam sebuah ekosistem (Gambar 4). Zona litoral pada Gambar 4 merupakan aktivitas pendukung pada pengembangan waterfront, sedangkan zona terestrial merupakan kawasan sempadan danau atau zona riparian sejauh 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi dan zona pengembangan waterfront di luar zona riparian. Habitat riparian merupakan sumber daya yang penting bagi spesies di zona litoral (Lewis 2009). Zona riparian menjadi daerah peralihan antara habitat daratan dan habitat pesisir. Konservasi daerah riparian digunakan untuk melindungi kualitas air dan habitat satwa liar (USDA 2003). Tidak hanya di danau, riparian sungai dalam sebuah DAS menjadi koridor lanskap penting yang menghubungkan danau dengan ekosistem darat (Huang et al. 2010).
Gambar 4 Ekosistem danau dan perkembangannya sebagai waterfront Untuk keberlanjutan ekosistem perairan darat, beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya, habitat tanaman dan satwa, koridor satwa, dan kualitas air. Hal tersebut penting dalam menjaga hilangnya keanekaragaman hayati dan degradasi jasa ekosistem di perairan darat. Serta memastika kesejahteraan masa depan manusia.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 6º18’ ˗ 6º47’ LS dan 106º23’45 ˗ 107º13’30 BT. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah 266 383 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 5 331 149 jiwa. Wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten Bogor terletak di Cibinong Raya yang menjadi lokasi
14 penelitian ini. Cibinong Raya masuk dalam wilayah pembangunan Kabupaten Bogor Tengah. Wilayah Cibinong Raya dapat dilihat pada Gambar 5. Penelitian dilaksanakan selama 11 bulan terhitung mulai bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Oktober 2016. Kegiatan penelitian termasuk tahap persiapan hingga menjadi sebuah laporan (tesis).
Sumber: Bappeda dengan modifikasi
Gambar 5 Peta lokasi penelitian
Alat dan Data Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni hardware dan software. Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Alat penelitian Alat Penelitian Hardware Notebook Printer Kamera digital Lembar penilaian/checklist Form AHP Alat tulis Software Microsoft Office 2010 (Word, excel, dan powerpoint) AutoCAD 2008 dan Adobe Photoshop CS 3 IBM SPSS Statistics 21 Expert Choice 11
Fungsi Pengolahan data dan penyusunan tesis Pencetakan laporan tesis Dokumentasi observasi lapang Sebagai acuan dalam menilai kondisi situ Sebagai media penilaian untuk para ahli memberikan pembobotan pada kriteria Sebagai media dalam observasi lapangan Pembuatan laporan, pengolahan data dan analisis Pembuatan ilustrasi konsep desain Pengolahan data reliabilitas Pengolahan data AHP
15 Data yang dibutuhkan merupakan data terkait dengan penelitian guna membantu proses mendapatkan konsep yang digunakan. Data diperoleh melalui studi pustaka, observasi, maupun wawancara melalui berbagai sumber yang terpercaya. Data yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis data dan sumber data No. Jenis Data Sumber Data 1 Peta dasar Bappeda 2 Demografi/kependudukan BPS 3 Topografi, eksisting, ˗ Bappeda informasi peta pemanfaatan ˗ Departemen lahan Pekerjaan Umum ˗ BPS 5 Penilaian waterfront Studi literatur
7
8
9
Komponen pengembangan waterfront dan desain ekologis Pembobotan pengembangan waterfront dan desain ekologis Konsep perencanaan pengembangan waterfront berbasis ekologis
Metode
Wawancara, observasi lapang, dan lembar checklist
Studi literatur
AHP
Implikasi dari inventarisasi (tujuan 1) dan analisis (tujuan 2)
Prosedur Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan mendeskripsikan data-data kualitatif yang diwujudkan dalam keadaan atau kata-kata sifat. Analisis data dilakukan dalam tiga tahap, yakni penilaian pada kondisi situ-situ dengan menggunakan kriteria waterfront, pembobotan menggunakan AHP, dan sintesis konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Keseluruhan tahap analisis data, dijabarkan sebagai berikut. Identifikasi Lembar Checklist Lanskap Pengembangan Waterfront Komponen dalam penilaian lanskap situ dilakukan dengan cara menelaah dari studi pustaka untuk menentukan komponen dan variabel yang digunakan. Komponen dan variabel yang didapat, kemudian digunakan untuk menilai situ berpedoman pada lembar periksa (checklist). Kriteria pada lembar checklist digunakan untuk menilai lanskap dengan tingkat skala yang dapat dimodifikasi. Komponen dan variabel yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
16 Tabel 4 Kriteria penilaian waterfront Komponen/Variabel Keterangan
Sumber
Pengembangan Waterfront 1.
Besar badan air
2.
Kedekatan dengan badan air
3.
Akses ke badan air
4.
Jumlah akses ke badan air
5.
Fungsi kawasan di luar sempadan
6.
Orientasi bangunan
7.
Jaringan transportasi
8.
Tinggi bangunan
≥ 2.5 Ha untuk dapat dimasukkan dalam persediaan badan air Dalam dimensi kota, dikatakan dekat adalah dengan jarak 150 m dan diluar 150 m dianggap diluar kawasan waterfront Akses yang digunakan untuk kendaraan roda empat Relatif mengelilingi badan air untuk pengembangan lakefront Penggunaan campuran (mixed-use), minimal memiliki 3 fungsi kawasan Orientasi pada bangunan sekitar mengarah pada badan air Mempengaruhi orientasi muka bangunan di sekitar waterfront Tinggi bangunan tidak menghalangi pandangan ke dalam dan tidak lebih dari 15 m
NYSDEC 2009
NYSDEC 2009 dan CTH 2015
Sites Assessment Matrix dengan modifikasi (www.theatfield.ny.us/Docume ntCenter/View/46) Diskusi dengan pembimbing
Grant 2004
Ditjen Cipta Karya 2000 dan Soesanti et al. 2006 Raditya 2010
Ditjen Cipta Karya 2000
Status Ekosistem Sempadan (dari muka air tertinggi - 100 m) 9.
Bangunan di sekitar sempadan
10. Vegetasi penyangga
Kepadatan maksismum bangunan tepi air adalah 25 % Kombinasi antara penutup tanah, semak, dan pohon. Dengan jarak 50 m dari tepi air dan sebanyak 60 % tutupan pohon
Ditjen Cipta Karya 2000
Tidak tercemar oleh sampah ataupun minyak dari hasil industri
Irianto dan Triweko 2011 dan Rancangan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup 2009
Terkendali, tidak tercemar, dan tidak mengganggu fungsi danau Tidak menimbulkan bau dan berwarna Berdasarkan kondisi citra satelit
Irianto dan Triweko 2011 dan KNLH 2008
Truesdale 2008
Status Ekosistem Akuatik 11. Kualitas perairan (pencemaran dari sampah permukiman dan industri berupa sisa minyak industri) 12. Tutupan tumbuhan air
13. Bau dan warna 14. Penyusutan badan air
Dirjen PPM dan PLP Departemen Kesehatan 1977 Hasil pengolahan data Bappeda Cibinong pada FGD ke-3 Pemda Kab. Bogor
17 Parameter pada kriteria lembar checklist dijelaskan dalam tiga kondisi dengan nilai skala 3 (baik) sampai dengan 1 (kurang baik). Kriteria lanskap yang baik (3) merupakan kondisi dimana eksisting memenuhi kriteria untuk dikembangkan menjadi waterfront. Kriteria cukup baik (2) bermakna kondisi eksisting memenuhi kriteria untuk dikembangkan menjadi waterfront, namun masih ada yang harus diperbaiki dari kondisi lingkungannya. Kriteria kurang baik (1) artinya kondisi eksisting belum bisa dikembangkan sebagai waterfront dan harus membenahi kondisi lingkungannya. Uji validitas dan pembobotan pada lembar checklist menggunakan pendapat pakar/ahli (expert judgment) untuk menilai setiap komponen dan variabel yang menentukan validitas isi dari instrumen ini. Para pakar secara cermat melihat keseluruhan materi yang ada sebagai alat ukur yang memang secara representatif terwakili oleh pernyataan yang dibuat. Masing-masing komponen akan dinilai oleh pakar apakah setiap butir pernyataan dapat menilai tujuan yang diinginkan atau tidak. Penilaian setiap butir pernyataan dibagi atas tiga interval, yakni dapat digunakan, digunakan dengan modivikasi, dan tidak dapat digunakan. Pakar yang akan menguji validitas instrumen checklist terdapat 3 orang pakar dengan rincian para pakar pada Tabel 5. Ketiga pakar tersebut juga memberikan bobot untuk setiap butir pernyataan yang digunakan pada lembar checklist. Bobot yang didapat menentukan peran setiap pernyataan pada lembar checklist dalam menilai lanskap situ untuk dikembangkan sebagai waterfront. Tabel 5 Rincian responden pakar Bidang Keahlian Asal Institusi/ lembaga Arsitektur Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap, FAPERTA IPB Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FATETA IPB
Jumlah 2 1
Untuk menguji reliabilitas instrumen pada lembar checklist tidak begitu ditekankan. Karena yang terpenting dalam penelitian adalah kebenaran data, data yang reliabel, dan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Arikunto 2010). Namun dalam penelitian observasi jika terdapat lebih dari dua orang pengamat, harus diadakan penyamaan antar-pengamat sampai mendapatkan persamaan persepsi dari semua pengamat/penilai yang akan bekerja mengumpulkan data. Pengukuran reliabilitas antar penilai dengan tiga atau lebih penilai, dapat menggunakan intraclass correlation coefficients (ICC) atau koefisien korelasi intra kelas (McHugh 2012), dengan rumus sebagai berikut
CC
o
..........................................(1)
dengan keterangan: ICC = intraclass correlation coefficients = ukuran variasi s = subjek (indikator penilaian) o = objek (rater/penilai) e = random error
18 Penilaian Lanskap Situ untuk Pengembangan Waterfront Sebelum penilaian terhadap situ-situ dilakukan, lebih baik apabila ukuran badan air situ tidak terlalu kecil. Menurut NYSDEC (2009), menyebutkan bahwa ambang batas untuk danau/waduk lebih besar dari 2.5 Ha untuk dapat dimasukkan dalam persediaan badan air. Hal ini dapat digunakan untuk mengefektifkan penilaian yang dilakukan pada situ-situ di Cibinong Raya. Penilaian terhadap situ-situ di Cibinong Raya dilakukan oleh 6 orang penilai untuk menghindari subjektifitas dengan identitas masing-masing penilai dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil rata-rata penilaian dari 6 orang tersebut dikategorikan ke dalam tiga kelas interval yang sudah dihitung. Jarak antara kelas interval dicari dengan menggunakan kaidah Sturgess dalam Sugiarto (2006), yakni mencari selisih jumlah skor tertinggi dikurangi dengan jumlah skor terrendah dibagi dengan banyaknya kelas interval yang digunakan. Nilai kelas interval dengan tiga kelas interval yang digunakan terbagi atas tiga kondisi yaitu baik, cukup baik, dan kurang baik seperti pada Tabel 7. Tabel 6 Rincian penilai lanskap situ Bidang Keahlian Asal Institusi Teknik Arsitektur Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, FAPERTA IPB Agribisnis Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, FAPERTA IPB Agroteknologi Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, FAPERTA IPB Biologi Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, FAPERTA IPB
Jumlah 3 1 1 1
Tabel 7 Nilai kelas interval lanskap situ untuk pengembangan waterfront Kelas Interval Keterangan 2,33 – 3,00 Baik 1,67 – 2,32 Cukup Baik 1,00 – 1,66 Kurang Baik Identifikasi Komponen dan Variabel Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Komponen dan variabel pengembangan waterfront, desain ekologis, dan ekosistem perairan darat diperoleh dari studi literatur untuk mendapatkan tujuan yang dimaksud. Setelah komponen dan variabel didapat, kemudian tahap selanjutnya menyusun hirarki, dan dilakukan pembobotan terhadap komponen dan variabel dalam membuat konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Komponen dan variabel yang sudah disusun berdasarkan studi literatur dapat dilihat pada Tabel 8.
19 Tabel 8 Variabel penilaian pengembangan waterfront dan desain ekologis Hubungan Komponen Variabel Sumber dan Variabel Komponen Pengembangan Waterfront 1. Ruang publik Ketersediaan ruang publik sangat penting untuk pengembangan waterfront sebagai wadah aktivitas masyarakatnya 2. Akses publik Menghubungkan pusat kota dan waterfront untuk memudahkan orang mengunjunginya 3. Habitable Sebagai tempat tinggal bagi masyarakat yang tinggal di dekat perairan 4. Identitas kota Kualitas spasial, karakteristik penduduk lokal, kondisi dan hubungan sosial, dan kebudayaan/sejarah yang membedakan dengan tempat lain 5. Mixed-use Penggunaan campuran berkembang sesuai rencana yang koheren dengan tiga atau lebih penggunaan fungsional dan fisik 6. Integrasi Penggunaan lahan di daerah tepi disesuaikan dengan kebutuhan akan perairan; integrasi sejarah, budaya, dan aristektur yang ada 7. Partisipasi Kerjasama antara stakeholder dan kebijakan stakeholder yang ditetapkan akan mengsukseskan pengembangan waterfront Komponen Desain Ekologis 8. Kearifan lokal Membangun kebijaksanaan pada tempat tersebut untuk menghindari kerusakan lingkungan 9. Desain ramah Dapat mengurangi penggunaan energi dan lingkungan bahan, mengurangi toksisitas, dan mengurangi dampak lainnya 10. Keanekaragaman Desain ekologis untuk tingkat terdalam hayati adalah mendesain untuk keanekaragaman hayati 11. Budaya Keragaman budaya dan keanekaragaman hayati diadaptasi secara lokal membantu mempertahankan ekosistem 12. Berkelanjutan Desain ekologis menjadikan semuanya berkelanjutan dalam proses, pola, dan hubungan Komponen Ekosistem Perairan Darat 13. Habitat Habitat tumbuhan dan satwa asli, tumbuhan dan memberikan kebutuhan makanan bagi satwa satwa darat dan perairan 14. Koridor satwa Menghubungkan kepada patch lain sebagai koridor pergerakan satwa 15. Kalitas air Mempertahankan dan meningkatkan kualitas air, dan menjaga kontinuitas ketersediaan air
NRC 1980
Erkok 2009 Timur 2013 Giovinazzi dan Giovinazzi 2008 dan Liu 2013 Grant 2004
Timur 2013
Marshall 2001 dan Pratiwi 2013 Van Der Ryn dan Cowan 1996 Van Der Ryn dan Cowan 1996 Van Der Ryn dan Cowan 1996 Van Der Ryn dan Cowan 1996 Van Der Ryn dan Cowan 1996 Chrismadha 2011 dan USDA 2003 Baron 2003 Chrismadha 2011 dan USDA 2003
20 Analytical Hierarchy Prosess (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel yang dapat menampung suatu masalah (Saaty 1993). Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty sejak 1970. Terdapat tiga prinsip dasar dalam menggunakan metode ini AHP. Pertama, penyusunan prinsip hierarki dengan cara membagi permasalahan yang komplek menjadi elemen-elemen pokok dan sub elemen secara hirarki (Gambar 6). Pembagian permasalahan berdasarkan didasarkan pada studi pustaka pada Tabel 8. Kedua, prinsip penetapan prioritas digunakan untuk mengambil keputusan dalam menetapkan bobot antar elemen. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan mempengaruhi setiap elemen-elemen tersebut. Pada tahap penilaian, seluruh elemen dinilai oleh pakar dengan kriteria pakar sebagai berikut. 1. Memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti. 2. Memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang yang diteliti. 3. Memiliki pengalaman dalam bidang kajian yang dimiliki berdasarkan kriteria tersebut. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dipilih 7 responden pakar terpilih dengan melihat latar belakang keahlian yang ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Rincian responden pakar untuk pengisian kuesioner AHP Bidang Keahlian Asal Institusi/ lembaga Ekologi dan Manajemen Lanskap Konservasi dan Wisata Perairan Pengelolaan Perairan Darat Arsitektur Lanskap Perencanaan Wilayah dan Kota Teknik Lingkungan
Departemen Arsitektur Lanskap, Faperta IPB Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB Puslit Limnologi, LIPI Cibinong Departemen Arsitektur Lanskap, Faperta IPB Bappeda Kab. Bogor Bappeda Kab. Bogor
Jumlah 1 1 1 2 1 1
Setelahnya, penilaian oleh para pakar diolah dengan menggunakan software Expert Choice 11. Prinsip dari software ini adalah menganalisis hasil penilaian AHP dengan matrik perbandingan berpasangan antara komponen dan variabel dalam skala 1 – 9. Hasil dari pengolahan data AHP merupakan prioritas dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dalam bentuk diagram pohon (tree view) dan grafik sensitifitas (sensitivity graph). Ketiga, prinsip konsistensi logika dengan menggunakan Cosistency Ratio (CR) dengan nilai CR seharusnya ≤ 10 %. Apabila nilai CR ≥ 10 % maka penilaian tersebut mungkin dilakukan secara acak dan perlu diperbaiki. Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis didapat dari hasil yang ditunjukkan pada tujuan 1 dan 2 dalam penelitian ini. Pada tahap ini, akan dilakukan penggabungan data hasil inventarisasi dan hasil prioritas yang didapat dari hasil AHP. Hasil dari AHP dituangkan pada konsep desain menjadi pemecahan fisik masalah arsitektural yang akan menjadi dasar bagi perencanaan dan rancangan detail.
21
Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Tujuan Pengembangan Waterfront
Desain Ekologis
Ekosistem Perairan Darat
Komponen
Kualita Air
Koridor Satwa
Habitat Tumbuhan dan Satwa
B rk lanjutan
Budaya
Keanekaragaman Hayati
D ain Ramah Lingkungan
K arifan Lokal
Partisipasi Stakeholder
Integrasi
Mixed-use
Identitas Kota
Habitable
Akses Publik
Ruang Publik
Variabel Morfologi Kota
Partisipasi Masyarakat
Kelembagaan
Alternatif Keputusan Sumber: Urban Land Institute dan Bertsch (dalam Timur 2013), 2011 USDA 2003, dan Baron et al. 2003
Giovinazzi dan Giovinazzi 2008,
Van Der Ryn dan Cowan 1996
Chismada et al.
Gambar 6 Struktur hirarki
21
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Cibinong Raya memiliki luas sebesar 31 107 Ha atau 13.5 % dari luas wilayah Kabupaten Bogor. Tipe morfologi Cibinong Raya bervariasi, dari dataran rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan. Sekitar 84 % wilayah Cibinong Raya berada pada ketiggian < 500 mdpl, 10.9 % berada pada ketinggian 500 – 700 mdpl, dan sekitar 4.7 % berada pada ketinggian > 700 mdpl. Cibinong Raya memiliki batas administratif sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Kota Depok 2. Sebelah Timur : Kec. Gunung Putri, Kec. Kelapa Nunggal, Kec. Sukamakmur Sebelah Selatan : Kec. Megamendung 3. 4. Sebelah Barat : Kota Bogor, Kec. Parung, Kec. Kemang Cibinong Raya terdiri dari 6 kecamatan, yakni Kecamatan Cibinong, Kecamatan Tajurhalang, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Babakan Madang, dan Kecamatan Citereup. Jumlah penduduk Cibinong Raya sebanyak 1 315 858 jiwa pada tahun 2014 (BPSKB 2015). Ratarata kepadatan penduduk di Cibinong Raya sebanyak 43 jiwa/Ha. Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Cibinong, masing-masing sebanyak 87 jiwa/Ha dan 82 jiwa/Ha. Kedua kecamatan ini merupakan pusat permukiman perkotaan tinggi. Perkembangan Cibinong Raya sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor sangat cepat. Pembangunan insfrastruktur perkotaan banyak dilakukan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduknya, dikarenakan Cibinong Raya merupakan kota yang strategis di antara Kota Depok dan Kota Bogor. Arahan pengembangan di wilayah Cibinong Raya meliputi pada pengembangan kegiatan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pusat pelayanan sosial, pusat komunikasi, pusat permukiman perkotaan, pariwisata dan budaya, industri ramah lingkungan. Secara umum, kondisi iklim di Kabupaten Bogor pada tahun 2014 rata-rata berkisar antara 22.7 ºC - 31.6 ºC. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan September yaitu 36.0 ºC. Suhu udara minimum terjadi di bulan September juga mencapai 19.2 ºC. Sepanjang tahun 2014, Kabupaten Bogor diguyur hujan setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari yaitu mencapai 702.0 mm dengan jumlah hari hujan 31 hari. Curah hujan terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan mencapai 146.0 mm (jumlah hari hujan 14 hari). Hidrologis wilayah Cibinong Raya terbagi ke dalam tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni DAS Ciliwung, DAS Angke, dan DAS Bekasi. Situ-situ di Cibinong Raya mendapat pasokan air dari sungai-sungai besar seperti Sungai Ciliwung, Cikeas, Cileungsi, dan Kali Bekasi. Cibinong Raya memiliki 17 yang tersebar di wilayahnya, yakni Situ Cikaret, Situ Tonjong, Situ Citatah/Ciriung, Situ Kemuning, Situ Baru/Pemda, Situ Kebantenan, Situ Cibeureum, Situ Cibinong/Gedong, Situ Cibuntu, Situ Cimanggis, Situ Cijantung/Kibing, Situ Kandang Babi, Situ Sela, Situ Cijujung, Situ Cipambuan Hilir, Situ Leuwi Nutug, dan Situ Nanggerang (Gambar 7). Kondisi dari 17 situ tersebut tidak semua dalam keadaan yang baik. Data ke-17 situ tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
23 Situ yang terletak di DAS Ciliwung seperti Situ Cikaret, Situ Kebantenan, Situ Pemda, Situ Cibeureum, Situ Cijantung, dan Situ Sela merupakan bagian dari DAS Ciliwung tengah. Situ-situ yang terdapat di DAS Angke meliputi Situ Tonjong, Situ Kemuing, Situ Cimanggis, Situ Nanggerang, dan Situ Kandang Babi dan situ yang terdapat di Sub-DAS Cikeas meliputi Situ Cibinong, Situ Citatah, Situ Cibuntu, Situ Cijujung, Situ Cipambuan Hilir, dan Situ Leuwi Nutug merupakan bagian dari DAS Kali Bekasi bagian hulu.
Sumber: FGD Konsep Pengembangan Situ Front City di Cibinong Raya dengan modifikasi
Gambar 7 Peta lokasi situ-situ di Cibinong raya Tabel 10 Data inventarisasi situ No
Nama Situ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cikaret Tonjong Citatah/Ciriung Kemuning Baru/Pemda Kabantenan Cibeureum Cibinong/Gedong Cibuntu Cimanggis Cijantung/Kibing Kandang Babi
Kecamatan Cibinong Tajurhalang Cibinong Bojong Gede Cibinong Cibinong Bojong Gede Cibinong Cibinong Bojong Gede Cibinong Bojong Gede
Luas SK (Ha) 29.5 14.4 9.2 21.0 6.0 4.5 2.5 4.0 6.0 2.0 2.0 1.5
Luas Eksisting* Kondisi (Ha) 18.0 Baik 11.6 Baik 10.5 Rusak Ringan 6.5 Baik 5.2 Baik 4.5 Baik 2.5 Sedang 2.3 Rusak Ringan 2.1 Baik 1.6 Sedang 1.0 Baik 0.8 Rusak Berat
24 Tabel 10 Data inventarisasi situ (lanjutan) No
Nama Situ
13 14 15 16 17
Sela Cijujung Cipambuan Hilir Leuwi Nutug Nanggerang
Kecamatan Cibinong Sukaraja Babakan Madang Citereup Tajurhalang
Luas SK (Ha) 1.5 1.0 0.8 1.3 2.0
Luas Eksisting* Kondisi (Ha) 0.7 Baik 0.5 Rusak Berat 0.1 Rusak Ringan 0.2 Rusak Berat 0.0 Rusak Berat
Sumber: Forum Group Discussion ke-3 2015 oleh Bappeda * Luas eksisting diidentifikasi pada tahun 2012
Tabel 10 menunjukkan kondisi dari masing-masing situ yang terdapat di Cibinong Raya. Luas eksisting situ banyak mengalami penyusutan dan pendangkalan badan air. Beberapa situ dalam kondisi yang rusak berat hingga kehilangan badan airnya seperti kondisi situ Nanggerang di Kecamatan Tajurhalang. Upaya pemerintah daerah yang dilakukan saat ini berfokus pada tiga situ yang terletak berdekatan, yakni Situ Cikaret, Situ Kebantenan, dan Situ Pemda. Dijelaskan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Cibinong, tiga situ ini menjadi prioritas pengembangan kawasan di Kabupaten Bogor. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) juga telah melakukan pengembangan untuk objek wisata Tirta Cibinong di Situ Cikaret, Situ Kebantenan, dan Situ Pemda. Zona pengembangan waterfront di Cibinong Raya, dapat dilakukan di zona litoral dan zona terestrial seperti pada ilustrasi Gambar 4. Zona litoral yang merupakan area aktifitas pendukung waterfront yaitu badan air situ sebagai bagian dari kegiatan dalam waterfront. Zona terestrial terdapat ruang terbuka hijau publik di area sempadan situ dengan aktifitas yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah sejauh 100 m keluar. Zona pengembangan waterfront dapat dikembangkan sejauh 300 m yang merupakan jarak tempuh seseorang untuk menjangkau ruang terbuka hijau publik (Lampiran 4).
Analisis Penilaian Lanskap untuk Pengembangan Waterfront Penilaian kondisi lanskap situ menggunakan daftar periksa (checklist) sebagai instrumennya dan digunakan untuk menilai kondisi sekitar situ yang ada di Cibinong Raya. Skala yang digunakan dalam penilaian ini merupakan representasi dari kondisi maksimun, kondisi rata-rata, dan kondisi minimum dari lokasi penelitian. Penilaian yang dilakukan akan menghasilkan total skor dari 6 orang penilai yang kemudian dirata-ratakan. Penentuan tingkat kondisi lanskap situ-situ tersebut untuk dikembangkan menjadi waterfront dilakukan melalui tiga selang nilai yang dihitung dari skor maksimum dan minimum. Validitas dan Reliabilitas Lembar Checklist Lembar checklist yang disusun melalui studi literatur, selanjutnya diuji validitas isi setiap komponen dengan cara dinilai oleh pakar. Pakar terdiri dari 3 orang terpilih yang selanjutnya menilai lembar checklist tersebut dengan tiga
25 kriteria, yakni dapat digunakan, dapat digunakan dengan modifikasi, dan tidak dapat digunakan. Tiga pakar yang terpilih melakukan pembobotan pada setiap variabel yang dibuat untuk mengetahui skor masing-masing komponen. Hasil dari validitas oleh setiap pakar dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kriteria lembar checklist sebagai pedoman penilaian lanskap pengembangan waterfront Kriteria Kunci** Komponen/ Variabel Pengembangan Waterfront 1. Kedekatan dengan badan air* 2. Akses ke badan air*
3.
Jumlah akses ke badan air**
4.
Fungsi kawasan di luar sempadan Orientasi bangunan
5.
6.
Luas badan air ≥ 2,5 Ha
3 Baik
Kriteria 2 Cukup Baik
Berjarak < 100 m Terdapat akses untuk kendaraan roda 4 Relatif merata mengelilingi badan air ≥ 3 fungsi
Berjarak 100 – 150 Akses untuk kendaraan roda 2 -
Orientasi bangunan ke badan air
Tidak semua bangunan berorientasi ke badan air Terdapat 1 jaringan jalan yang menuju badan air
Jaringan transportasi**
2 fungsi
Sebagian besar jaringan transportasi menuju badan air 7. Tinggi bangunan* 1 – 2 lantai 3 – 4 lantai Status Ekosistem Sempadan (dari muka air tertinggi – 100 m) 8. Bangunan di sekitar Tidak terdapat ≤ 25% sempadan bangunan 9. Vegetasi penyangga ≥ 60 % tegakan ≤ 60 % tegakan riparian (50 m dari pohon, dan pohon, dan pasang tertinggi)* semak atau semak atau penutup tanah penutup tanah Status Ekosistem Akuatik 10. Kualitas perairan (pencemaran dari sampah permukiman dan sisa minyak industri) 11. Tutupan tumbuhan air (dinilai secara estetika visual)* 12. Bau dan warna*
1 Kurang Baik
Bobot
Berjarak > 150 m Akses hanya untuk pejalan kaki Hanya terdapat 1 akses ke sekitar badan air 1 fungsi
0.011
Membelakangi badan air
0.018
Tidak terdapat jaringan jalan yang menuju badan air
0.018
≥ 5 lantai
0.015
> 25 %
0.107
Tidak terdapat tegakan pohon, namun terdapat semak atau rumput
0.192
0.007
0.007
0.053
Tidak terdapat sampah ataupun minyak dari hasil industri
Terdapat sedikit sampah dan/atau minyak hasil industri
Terdapat banyak sampah dan/atau minyak hasil industri
0.288
Terkendali, tidak menyebar, dan tidak mengganggu fungsi danau Tidak berbau dan berwarna
Kurang terkendali dan mengganggu fungsi danau
Menyebar tidak terkendali dan sangat mengganggu fungsi danau Bau dan/atau berwarna
0.047
Sedikit bau dan/atau sedikit berwarna
0.140
26 Tabel 11 Kriteria lembar checklist sebagai pedoman penilaian lanskap pengembangan waterfront (lanjutan) Kriteria 3 2 Baik Cukup Baik 13. Penyusutan badan Tidak Mengalami air* mengalami sedikit penyusutan penyusutan Keterangan: * layak dengan modifikasi; ** masukan pakar Komponen/ Variabel
1 Kurang Baik Banyak mengalami penyusutan
Bobot 0.097
Tabel 11 menunjukkan kriteria penilaian untuk lembar checklist. Lembar checklist merupakan alat bantu penilaian terhadap lanskap di lokasi penelitian. Penilai lanskap sekitar situ menggunakan lembar checklist sebagai pedoman untuk mengumpulkan data dan selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan kriteria yang cocok dengan kondisi lapangan (Arikunto 2010). Penilai yang terdiri dari 6 orang penilai, diuji reliabilitas antar penilai terhadap lanskap situ menggunakan koefisien korelasi intra kelas. Koefisien korelasi intra kelas digunakan untuk menyamakan persepsi antara penilai agar diperoleh hasil penilaian yang sama. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi, maka semakin objektif penilaian. Koefisien korelasi memiliki nilai 0 – 1. Nilai 0 menunjukkan bahwa kesepakatan antara penilai dinilai secara acak, sedangkan nilai 1 menunjukkan penilaian yang sempurna diantara para penilai. Tabel 12 Hasil uji realibilitas kesepakatan antar penilai 95 % Confidence F Test with True Value 0 Interval Lower Upper Value df1 df2 Sig Bound Bound a Single Measures 0.873 0.835 0.907 42.425 90 450 0.000 Average Measures 0.976c 0.968 0.983 42.425 90 450 0.000 Two-way mixed effects model where people effects are random and measures effects are fixed. a. The estimator is the same, whether the interaction effect is present or not. b. Type C intraclass correlations using a consistency definition-the between-measure variance is excluded from the denominator variance. c. This estimate is computed assumsing the interaction effect absent, because it is not estimable otherwise. Intraclass Correlationb
Tabel 12 menunjukkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien korelasi intra kelas. Hasil analisis menunjukkan rata-rata kesepakatan penilai adalah 0.873. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa kesepakatan penilai sangat tinggi (Hallgren 2012). Hasil perhitungan reliabilitas statistik antar 6 orang penilai adalah 0.976 yang artinya, reliabilitas antar penilai dalam instrumen ini sangat tinggi. Instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas minimal 0.6 (Sugiyono 2011). Hasil Penilaian Kondisi Situ untuk Pengembangan Waterfront Kondisi eksisting dari 17 situ yang ada di Cibinong Raya bermacammacam. Sebagian dari situ-situ tersebut terletak di tengah-tengah permukiman (Situ Citatah, Situ Sela, Situ Cijantung, Situ Leuwi Nutug), perumahan (Situ Kandang Babi), dan ada juga yang di dalam komplek perkantoran (Situ Cibuntu, Situ Pemda). Situ Cikaret dan Situ Kemuning terdapat area rekreasi untuk masyarakat sekitar dengan adanya perahu bebek. Situ Cijujung dan Situ
27 Cipambuan Hilir mengalami pendangkalan dan penyusutan badan air dan pada saat ini terdapat rumah dan lahan pertanian di atas badan air pada situ tersebut. Situ Cibeureum terdapat tempat pemancingan umum yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Kondisi eksisting dari keseluruhan situ dapat dilihat pada Lampiran 4 Data inventarisasi situ. Sebelum memulai untuk penilaian lanskap situ, kriteria kunci dalam penilaian ini adalah membatasi ukuran situ dengan luas badan air ≥ 2.5 Ha untuk dapat dimasukkan dalam persediaan badan air (NYSDEC 2009). Setelah menetapkan situ dengan ukuran badan air ≥ 2.5 Ha, situ-situ yang masuk dalam kriteria tersebut dinilai dengan berpedoman pada lembar checklist sebagai inventarisasi untuk pengembangan kawasan waterfront. Situ yang memiliki badan air ≥ 2.5 Ha terdapat 7 situ, yaitu Situ Cikaret, Situ Tonjong, Situ Citatah/Ciriung, Situ Kemuning, Situ Baru/Pemda, Situ Kebantenan, dan Situ Cibeureum. Ketujuh situ ini yang kemudian akan dinilai kondisi lanskap di sekitar situ untuk dikembangkan sebagai kawasan waterfront. Hasil dari penilaian oleh 6 orang penilai terhadap 7 situ tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil penilaian lanskap situ untuk pengembangan waterfront No Komponen
Bobot
Skor Rata-rata Cibeureum Pemda
Cikaret
Kebantenan
Tonjong
Pengembangan Waterfront 1 Kedekatan dengan 0.011 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 badan air¹ 2 Akses ke badan 0.007 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 air¹ 3 Jumlah akses ke 0.007 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 badan air¹ 4 Fungsi kawasan 0.053 0.13 0.13 0.16 0.07 0.11 di luar sempadan² 5 Orientasi 0.018 0.04 0.05 0.04 0.03 0.04 bangunan² 6 Jaringan 0.018 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 transportasi¹ 7 Tinggi bangunan² 0.015 0.05 0.04 0.04 0.03 0.05 Status Ekosistem Sempadan 8 Bangunan di 0.107 0.11 0.11 0.11 0.21 0.11 sekitar sempadan¹ 9 Vegetasi 0.192 0.58 0.58 0.38 0.38 0.38 penyangga riparian¹ Status Ekosistem Akuatik 10 Kualitas perairan² 0.288 0.86 0.72 0.77 0.72 0.82 11 Tutupan 0.047 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 tumbuhan air² 12 Bau dan warna² 0.140 0.42 0.42 0.42 0.42 0.33 13 Penyusutan badan 0.097 0.19 0.29 0.19 0.19 0.19 air³ Total 1.000 2.60 2.56 2.34 2.28 2.25 Keterangan B B B CB CB Keterangan: B= Baik; CB= Cukup Baik Sumber data: ¹hasil pengolahan data; ²hasil penilaian lokasi; ³data Bappeda
Kemuning Citatah
0.03
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.11
0.16
0.03
0.04
0.02
0.02
0.04
0.03
0.21
0.11
0.38
0.38
0.77 0.14
0.48 0.10
0.35 0.10
0.33 0.19
2.21 CB
1.90 CB
28 Hasil penilaian ke-7 situ oleh 6 orang penilain diperoleh 3 situ dalam kondisi baik dan 4 situ dalam kondisi cukup baik. Urutan situ dari skor tertinggi adalah Situ Cibeureum, Situ Baru/Pemda, Situ Cikaret, Situ Kebantenan, Situ Tonjong, Situ Kemuning, dan Situ Citatah/Ciriung. Situ Cibeureum memiliki skor paling tinggi dan Situ Citatah memiliki skor paling rendah diantara situ lainnya dengan skor masing-masing adalah 2.60 dan 1.90. Penilaian terhadap situ-situ tersebut, dipengaruhi oleh kualitas perairan dan vegetasi penyangga riparian yang memiliki bobot paling tinggi diantara variabel lainnya. Pakar yang memberikan bobot pada lembar checklist meyakini bahwa kualita perairan dan vegetasi penyangga riparian memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Hal ini ditegaskan oleh USDA (2003), bahwa konservasi daerah riparian dapat melindungi kualitas air dan menjaga habitat satwa di dalamnya. Tabel 13 menunjukkan bawah Situ Cibeureum memiliki skor untuk variabel kualitas perairan dan vegetasi penyangga riparian paling tinggi dan Situ Citatah memiliki skor paling rendah. Situ Cibeureum memiliki kualitas perairan yang masih baik ditunjukkan dengan tidak adanya sampah dan minyak sisa hasil industri. Sedangkan Situ Citatah terdapat tumpukan sampah di perairannya (Gambar 8).
A
B
Sumber: Dokumentasi lapang (2016)
Gambar 8 Kondisi perairan situ: (A) Situ Cibeureum dan (B) Situ Citatah Tutupan pohon pada Situ Cibeureum pada jarak 50 m dari titik air tertinggi sebanyak 60.39 % berdasarkan hasil pengolahan data penelitian. Situ Cibeureum memiliki tutupan pohon yang lebih banyak dari pada Situ Citatah yang hanya memiliki tutupan pohon sebanyak 32.35 % (Lampiran 5). Situ Citatah terletak dekat dengan Pasar Cibinong, sehingga banyak aktivitas masyarakat yang menghasilkan limbah sampah di sekitar Situ Citatah. Akibatnya, banyaknya tumpukan sampah di sekitar situ tersebut. Sedangkan Situ Cibeureum terletak dekat dengan perumahan penduduk, yang pada dasarnya lebih sedikit sampah yang dihasilkan. Situ Cibeureum memiliki kondisi yang lebih baik dari pada situ lainnya berdasarkan skor dan bobot masing-masing situ. Namun apabila dilihat dari penilaian lapangan oleh 6 orang penilai, Situ Pemda/Baru memiliki kelengkapan lebih banyak pada setiap komponen penilaiannya. Ketujuh situ tersebut, memiliki pemenuhan variabel yang berbeda pada setiap penilaiannya. Penilaian situ oleh 6 orang penilai tanpa dipengaruhi bobot variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.
29 Lampiran 5 kemudian menjadi dasar untuk tindakan mitigasi yang dapat dilakukan pada setiap situ untuk meminimalkan dampak dari kondisi sekarang (Tabel 14). Tabel 14 Tindakan mitigasi pada variabel yang tidak terpenuhi No
Komponen
1 Kedekatan dengan badan air 2 Akses ke badan air 3 Jumlah akses ke badan air 4 Fungsi kawasan di luar sempadan 5 Orientasi bangunan 6 Jaringan transportasi
1
2
√
√
√
3
Situ 4
√
√
√
√
9 Vegetasi penyangga riparian 10 Kualitas perairan
11 Tutupan tumbuhan air 12 Bau dan warna 13 Penyusutan badan air
6
7
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
7 Tinggi bangunan
8 Bangunan di sekitar sempadan
5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
Tindakan Mitigasi
Menambah akses ke badan air Menambah fungsi lain pada kawasan tersebut Bangunan yang membelakangi situ agar membuat fasad yang menghadap ke situ Merencanakan akses ke badan air yang akan ditambahkan agar menuju ke badan air (tidak mengiris) yang berpengaruh pada orientasi bangunan sekitar Menetapkan maksimum ketinggian bangunan agar tidak menghalangi pemandangan ke dalam situ pada peraturan daerah - Menegaskan batas-batas sempadan - Mengurangi dan merelokasi bangunan di dalam sempadan Melakukan penanaman pohon pada daera riparian - Mengendalikan limbah domestik yang masuk perairan - Membuat kebijakan dan memberikan sanksi pada pelaku pencemaran baik rumah tangga maupun industri - Mengawasi dan menjalankan kebijakan yang sudah dibuat
√
- Pengerukan untuk material sedimentasi - Penanaman vegetasi di daerah riparian - Melengkapi inlet dengan water treatment Keterangan: 1) Situ Cibeureum, 2) Situ Pemda/Baru, 3) Situ Cikaret, 4) Situ Kebantenan, 5) Situ Tonjong, 6) Situ Kemuning, 7) Situ Citatah/Ciriung
Kondisi dari 7 situ di Cibinong Raya menunjukkan kondisi lanskap di sekitar situ untuk selanjutnya akan dikembangkan menjadi kawasan waterfront.
30 Sepuluh situ lainnya yang terdapat di Cibinong Raya, bukan berarti tidak dapat dikembangkan sebagai kawasan waterfront. Perlu penanganan lebih untuk 10 situ lainnya, seperti mengembalikan ukuran situ pada ukuran SK yang memiliki luas situ sebesar 2.5 Ha (Situ Cibuntu dan Situ Cibinong). Situ-situ yang memiliki ukuran lebih kecil dari 2.5 Ha dapat digabungkan dengan situ-situ disekitarnya yang memiliki luas badan air yang memenuhi kriteria waterfront. Situ-situ yang memiliki ukuran < 2.5 Ha (Situ Cimanggis, Situ Cijantung, Situ Kandang Babi, Situ Sela, Situ Cijujung, Situ Cipambuan Hilir, Situ Leuwi Nutug, dan Situ Nanggerang) dapat bergabung dengan situ-situ besar lainnya dalam penilaian kualitas air (NYSDEC 2009).
Analisis AHP Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Prioritas pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dapat diperoleh menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang diolah menggunakan Expert Choice v.11. Satu hierarki yang tersusun terdiri dari 3 komponen pembentuk, 15 variabel, dan tiga alternatif keputusan yang akan ditentukan nilai prioritasnya (Gambar 6). Pemberian bobot dalam struktur AHP dilakukan oleh responden pakar yang terdiri dari 7 pakar, yakni pakar ekologi dan manajemen lanskap (1 orang), pakar konservasi dan wisata perairan (1 orang), pakar limnologi (1 orang), pakar arsitektur lanskap (2 orang), pakar perencanaan wilayah dan kota (1 orang), dan pakar teknik lingkungan (1 orang). Hasil dari analisis menggunakan AHP digunakan untuk menentukan komponen penting dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Hasil AHP Tergabung (Combined Synthesis) Sintesis tergabung dihasilkan dari kombinasi analisis dari 7 pakar untuk menarik kesimpulan yakni alternatif serta komponen penting dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Sintesis tergabung yang dihasilkan dari AHP dapat memperlihatkan analisis sensitivitas dari masingmasing variabel. Hasil dari sintesis tergabung, partisipasi masyarakat (38.8 %) menjadi alternatif utama dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis (Gambar 9). Prioritas alternatif berikutnya adalah morfologi kota (35.6 %) dan kelembagaan (25.6 %). Nilai konsistensi rasio kombinasi prioritas alternatif dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis sebesar 0.02. Overall Inconsistency = 0.02 Partisipasi Masyarakat Morfologi Kota Kelembagaan
0.356 0.388 0.256
Gambar 9 Sintesis prioritas alternatif berdasarkan hasil kombinasi AHP Komponen penting dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis oleh 7 pakar yaitu ekosistem perairan darat (46.4 %). Prioritas komponen penting selanjutnya adalah desain ekologis (31.7 %) dan pengembangan
31 waterfront (22.0 %). Nilai konsistensi rasio kombinasi dari ketiga komponen ini adalah 0.04. Sintesis tergabung dari ke-7 pakar dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil prioritas komponen dan variabel berdasarkan bobot masing-masing dalam bentuk diagram pohon, dapat dilihat pada Gambar 11. Overall Inconsistency = 0.04 Ekosistem Perairan Darat Desain Ekologis Pengembangan Waterfront
0.464 0.317 0.220
Gambar 10 Sintesis prioritas komponen pembentuk berdasarkan hasil kombinasi AHP Goal: Konsep Pengembangan Waterfront Berbasis Desain Ekologis Pengembangan Waterfront (L: .220) Ruang Publik (L: .092) Akses Publik (L: .101) Habitable (L: .244) Identitas Kota (L: .096) Mixed-use (L: .049) Integrasi (L: .200) Partisipasi Stakeholder (L: .219) Desain Ekologis (L: .317) Kearifan Lokal (L: .235) Desain Ramah Lingkungan (L: .116) Keanekaragaman Hayati (L: .234) Budaya (L: .162) Berkelanjutan (L: .254) Ekosistem Perairan Darat (L: .464) Habitat Tanaman dan Satwa (L: .367) Koridor Satwa (L: .193) Kualitas Air (L: .440)
Gambar 11 Diagram pohon prioritas pengembangan waterfront berbasis desain ekologis Ekosistem perairan darat menjadi komponen penting dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis memiliki tiga variabel, yakni habitat tanaman dan satwa, koridor satwa, dan kualitas air. Dari ketiga variabel ekosistem perairan darat, kualitas air menjadi variabel penting dengan persentase 44 %. Prioritas penting selanjutnya dalam komponen ekosistem perairan darat adalah habitat tanaman dan satwa (36.7 %) dan koridor satwa (19.3 %). Ringkasan prioritas dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis yang sudah disusun berdasarkan bobot tertinggi dapat dilihat pada Tabel 15.
32 Tabel 15 Ringkasan pembobotan prioritas pengembangan waterfront berbasis desain ekologis No 1
Komponen pembentuk
Ekosistem Perairan Darat Kualitas air Habitat tumbuhan dan satwa Koridor satwa 2 Desain Ekologis Berkelanjutan Kearifan lokal Keanekaragaman hayati Budaya Desain ramah lingkungan 3 Pengembangan Waterfront Habitable Partisipasi stakeholder Integrasi Akses publik Identitas kota Ruang publik Mixed-use Total Bobot Alternatif Keputusan Partisipasi Masyarakat Morfologi Kota Kelembagaan
Bobot 0.464 0.204 0.170 0.090 0.317 0.081 0.074 0.074 0.051 0.037 0.220 0.054 0.048 0.044 0.022 0.021 0.020 0.011 1.000 0.388 0.356 0.256
Bobot komponen (%) 46.4
Bobot variabel (%)
Prioritas 1
20.4 17.0 9.0 31.7
2 8.1 7.4 7.4 5.1 3.7
22.0
100.0 38.8 35.6 25.6
3 5.4 4.8 4.4 2.2 2.1 2.0 1.1 100.0 1 2 3
Komponen desain ekologis menjadi komponen penting setelah ekosistem perairan darat. Komponen ini terdiri dari lima variabel, yakni kearifan lokal, desain ramah lingkungan, keanekaragaman hayati, budaya, dan berkelanjutan. Variabel berkelanjutan menjadi variabel penting dalam komponen desain ekologis dengan persentase 25.4 %. Variabel penting selanjutnya adalah kearifan lokal (23.5 %), keanekaragaman hayati (23.4 %), budaya (16.2 %), dan desain ramah lingkungan (11.6 %). Komponen penting yang terakhir adalah pengembangan waterfront. Komponen pengembangan waterfront memiliki 7 variabel, yaitu ruang publik, akses publik, habitable, identitas kota, mixed-use, integrasi, dan partisipasi stakeholder. Variabel habitable merupakan variabel penting dalam komponen pengembangan waterfront dengan persentase 24.4 %. Variabel penting selanjutnya yaitu partisipasi stakeholder (21.9 %), integrasi (20.0 %), akses publik (10.1 %), identitas kota (9.6 %), ruang publik (9.2 %), dan mixed-use (4.9 %). Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bermanfaat untuk melihat tingkat prioritas masingmasing komponen dan alternatif pada konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Grafik sensitivitas yang ditunjukkan pada Gambar 12 memiliki tiga garis berwarna yang menunjukkan alternatif utama dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Garis merah merupakan alternatif keputusan
Performance Sensitiv Performance Sensitiv Performance Sensitiv Performance Sensitiv Performance Sensitiv 33 Performance Waterf Performance Sensitiv Performance Sensitivity Sensitivity for for nodes nodesbelow: below:Goal: Goal:Konsep KonsepPengembangan Pengembangan Water Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Pengembangan Water Obj% Berbasis Desain Ekologis Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Pengembangan Wate Berbasis Desain Ekologis Obj% Pengembangan Water Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Berbasis Desain Ekologis Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Water Berbasis Desain Ekologis Obj% Pengembangan untuk partisipasi masyarakat, garis biru alternatif keputusan untuk morfologi kota, Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Pengembangan Water Berbasis Desain Ekologis ,90 Obj% Pengembangan Water Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Berbasis Desain Ekologis dan garisPerformance hijau alternatif keputusan kelembagaan. Sumbu axis (x) Performance Sensitivity for untuk nodes below: Goal: Konsep Water ,90 Obj% Pengembangan Berbasis Desain Ekologis Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Konsep Pengembangan Water Berbasis Desain Ekologis ,90 Obj% Alt% Obj% merupakan keterangan komponen pengembangan waterfront berbasis desain Berbasis Desain Ekologis ,80 Obj% Alt% ,50 ,90 Berbasis Desain Ekologis Obj% Alt% ,50 ,80
ekologis yang dibandingkan keputusan. Sedangkan,90 sumbu ordina Performance Sensitivity forpada nodes alternatif below: Goal: Konsep Pengembangan Waterfront Obj% ,80 Obj% ,70 ,90 merupakan ,90 Berbasis Desain Ekologis ,80 (y) nilai atau persentase prioritasnya. Obj% ,90 ,70
,90 Obj% ,80 ,70 Obj% ,90 ,60 ,80 Obj% ,80 ,90 ,70 ,80 Obj% ,60 ,90 Obj% ,80 Alt% ,70 ,90 ,60 ,50 ,80 ,50 ,70 ,70 ,90 ,80 ,60 ,70 ,90 ,50 ,80 ,90 ,70 ,90 ,60 ,50 ,80 ,70 ,40 ,60 ,60 ,80 ,70 ,50 ,80 ,40 ,60 ,80 ,40 Partisipasi Masyaraka ,70 ,60 ,50 ,80 ,40 ,70 ,60 Morfologi Kota ,70 ,30 ,50 ,50 ,70 ,60 ,40 ,50 ,70 ,30 ,60 ,50 ,40 ,70 ,60 ,30 ,30 ,60 ,50 ,20 ,40 ,40 ,60 ,50 ,30 ,40 ,60 ,20 Kelembagaan ,50 ,50 ,40 ,30 ,60 ,20 ,50 ,40 ,30 ,10 ,30 ,50 ,40 ,20 ,40 ,20 ,30 ,50 ,10 ,40 ,30 ,20 ,50 ,10 ,30 ,40 ,30 ,20 ,00 ,20 ,40 ,30 ,10 ,20 ,40 ,00 Pengembangan ,30 ,20 ,10 ,20 ,10 ,40 Pengembangan ,00 ,30 ,20 ,10 ,10 ,30 Pengembangan ,20 ,10 ,00 ,10 ,30 ,20 ,10 ,00 Pengembangan ,30 ,20 ,10 ,00 ,00 ,00 ,00 Pengembangan ,20 ,10 Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL PW DE Desain Ekolo EPD OVERALL ,00 Pengembangan Ekosistem Pe OVERALL ,20 Pengembangan ,10 ,00 ,20 Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL ,10 ,00 Pengembangan Desain Ekolo Waterfront; (2) Ekosistem Pe Ekologis; (3) EPD: OVERALL ,10 Keterangan: (1) PW: Pengembangan DE: Desain Ekosistem ,00 Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL ,10 ,00 Objectives Names Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL Pe ngem banga n Perairan Darat ,10 ,00 Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL Pe ngem banga n ,00 Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL Objectives Names ,00 Pe ngem banga Pe ngem banga n Pe ngem banga n WEkolo aterfron t Pengembangan Desain Ekosistem Pe OVERALL sain Eko lo n Objectives NamesDe ,00 Pengembangan Desain Ekolo Ekosistem Pe OVERALL Pe ngem banga Objectives Names De sain Eko lo n Pengembangan Ekosistem Pe OVERALL De sain Eko lo De sain EkoDesain logis Ekolo ngem banga Objectives NamesPe De sain Eko lo n
Gambar 12 Grafik sensitivitas prioritas pengembangan waterfront berbasis desain ekologis
Alt% ,50 Alt% ,50 Alt% ,50 Alt% ,50 Alt% ,50 ,40 Alt% ,50 ,40 Parti Alt% ,50 Pa ,40 ,50 PaM ,40 ,40 Pa Pa ,40 Pa ,40 ,30 Pa ,40 ,30 Pa ,40 ,30 Pa ,40 PaK ,30 ,30 ,30 ,30 ,20 ,30 ,20 ,30 ,20 ,30 ,20 ,20 ,20 ,20 ,10 ,20 ,10 ,20 Desain Ekolo ,20 Desain ,10 Ekolo ,10 Desain Ekolo ,10 ,10 Desain Ekolo ,10 Desain,00 Ekolo ,10 ,00 ,10 Desain Ekolo ,00 ,10 ,00 ,00 ,00 Pe ngem,00 banga Pe ngem,00 banga ,00 Pe ngem banga De sain Eko log Pe ngem,00 banga
De sain Eko log Pe ngem banga Dengem sain Eko Objectives NamesPe Pe ngem banga n Pe ngem banga n W aterfron t ngem banga banga Eko sistem P e n Pe Eko sistem Plog ern EkoPloe De EkoPlog Objectives Names De Ekongem sistem Pbanga e Ekonsistem era iranbanga Darat n W aterfron t Ekosain sistem Ekosain sistem er Pe Pe Pngem Objectives Names De sain Eko loe% De sain EkoPlog Pe ngem banga n pengembangan Pe ngem banga nwaterfront W aterfron t Objectives Ekosain sistem Eko sistem er Komponen dengan Names nilai prioritas 22.0Plo De ngem sain Eko lo n De logisn W aterfron(PW) De Eko De sain Eko logi Pe banga Pesain ngemEko banga t Objectives NamesEko sistem P e Eko sistem P er Pe ngem banga n Pe ngem banga n W aterfron t Alternatives Names De sain Eko lo De sain Eko logis Names ternyata dapat berdasarkan morfologi kota sebagai penggerak utama, Pe ngem banga n De Pe ngem banga n W aterfron t Objectives Eko sistem Pe Eko sistem P er De sain Eko lo dilaksanakan sain Eko logis Ekongem sistem Ploe n Eko sistem Plogis eraniran Darat t Eko sistem P e Eko sistem P era Pe banga Pe ngem banga W aterfron De sain Eko De sain Eko dimana garis biru (morfologi kota) lebih tinggi dari garis merah (partisipasi Pe ngem banga n Pe ngem banga n W aterfron t M orfologi Ko M orfologi Ko ta De sain Eko lo De sain Eko logis Eko sistem P e Eko sistem P era iran Darat Pe ngem banga n Eko Pe ngem banga niran W aterfron De sain Eko De sain Eko Eko sistem Ploe n sistem Plogis eran Darat tt M orfologi Ko M orfologi Ko ta Pe ngem banga Pe ngem banga W aterfron masyarakat) garis hijau (kelembagaan). Begitu pula dengan ekosistem Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asyara kat De sain Eko loedan De sain Eko logis Eko sistem P Eko sistem Plogis era iran Darat M orfologi Ko M orfologi Ko ta De sain Eko lo De sain Eko Eko sistem P e Eko sistem P era iran Darat Alternatives Names De sain loelem baga De EkoPlogis M orfologi Ko M orfologi Eko sistem P Eko sistem era iran Darat perairan (EPD) prioritas alternatif keputusannya ada pada morfologi Ke lem bagaEko andarat Ke ansain Pa rtisipasi Pa rtisipasiKo Mta asya Alternatives Names De sain EkoPloe De sain EkoPlogis Eko sistem Eko sistem era iran Darat orfologi Ko M orfologi Ko Alternatives NamesM Pa rtisipasi Pa rtisipasi Mta asya Eko sistem P e Eko sistem P era iran Darat kotanya. Berbeda dengan pengembangan waterfront dan ekosistem perairan darat, M orfologi Ko M orfologi Ko ta Alternatives Names Eko sistemKo P e M orfologi Eko sistem P era iran Darat Paorfologi rtisipasi Pa rtisipasi M orfologi Ko taP Koan M orfologi KoM taasy Alternatives NamesM Ke lem baga Ke lem baga an Eko sistem P e Eko sistem era iran Darat Pa Alternatives Names desain ekologis menggunakan partisipasi masyarakat sebagai alternatif Ke rtisipasi lem baga an Pa Ke rtisipasi lem bagaM anasya M orfologi Ko M(DE) orfologi Ko ta rtisipasi Pa rtisipasi M asya Alternatives NamesPa M orfologi Ko Pa M orfologi Ko ta Ke lem baga an Ke lem baga an Pa rtisipasi rtisipasi M asyara kat Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asya Alternatives Names M orfologi Ko Artinya, M orfologi Ko taekologis menunjukkan keputusannya. desain prosesNames bersama-sama antara Alternatives Ke lem baga an Ke lem baga an M orfologi Ko M orfologi Ko ta Paorfologi rtisipasiKo Paorfologi rtisipasiKo Mta asyara kat NamesKe1996). lem baga an Ke lem baga an M M Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asyara kat (Van DerAlternatives partisipasi masyarakat danKo ahli desain Ryn dan Cowan Secara Keorfologi lem baga an Ke lem baga an Ke lem baga an Ke lem baga an M Ko M orfologi ta Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asyara kat M orfologi Ko M orfologi Ko ta Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asyara kat Keorfologi lem baga anmatrik Keorfologi lem baga an keseluruhan, komponen dan kat alternatif keputusan yang didapat dari hasil M Ko M Ko ta Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asyara Ke lem baga an Ke lem baga an M orfologi Ko M orfologi Ko ta Pa rtisipasi Pa rtisipasi M asyara kat Ke lem baga an Ke lem baga an AHP berdasarkan skor analisis sensitivitas Pa rtisipasi rtisipasi Ke lem baga an Pa Ke lem bagaM anasyara kat dapat dilihat pada Tabel 16. Pa lem rtisipasi Pa lem rtisipasi Ke baga an Ke bagaM anasyara kat Pa rtisipasi Pa rtisipasi Ke lem lem baga baga an an Ke Ke lem lem baga bagaM anasyara kat Ke Ke lem16 baga an Ke lem baga an an Tabel Matrik komponen pengembangan waterfront berbasis desain ekologis Ke lem baga an Ke lem baga an
dengan alternatif keputusan Partisipasi Morfologi Masyarakat Kota Pengembangan 0.371 0.374 Waterfront Desain Ekologis 0.453 0.286 Ekosistem 0.352 0.396 Perairan Darat Total 1.176 1.056 Prioritas 1 2
Kelembagaan
Total
0.255
1
0.261
1
0.252
1
0.768 3
34 Implikasi dan Aplikasi Hasil Penelitian Komponen Utama dan Komponen Penentu yang Digunakan Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mewujudkan pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dapat terlaksana dengan meningkatkan ekosistem perairan darat (danau/sungai) dan partisipasi masyarakat sebagai prioritas utamanya. Kedua hal tersebut dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, bagaimana menentukan keseimbangan antara kebutuhan manusia akan air minum dan memelihara ekosistem darat dan akuatik dalam menyediakan jasa ekosistem. Hasil AHP menunjukkan bahwa kualitas air menjadi variabel prioritas utama karena memiliki nilai tertinggi pada komponen ekosistem perairan darat dan pada variabel lainnya. Kualitas air merupakan unsur penting untuk diperhatikan dalam meningkatkat status ekosistem (Wangai 2006, Grizzetti et al. 2016a, Grizzetti et al. 2016b). Jasa ekosistem yang didapat langsung maupun tidak langsung dari ekosistem perairan darat meliputi produktivitas perairan, fungsi retensi air yang mengendalikan kontinuitas ketersediaan air, fungsi habitat untuk keanekaragaman hayati, serta menyeimbangkan iklim mikro dikawasan sekitar. Beberapa hal yang dapat kita upayakan dalam menjaga ekosistem agar dapat berkelanjutan yakni mengupayakan investasi dan konservasi untuk jasa ekosistem. Namun, pada kenyataannya pemangku kepenting memiliki sistem nilai yang berbeda dan perspektif yang berbeda pada alam. Untuk itu, sektor swasta dibantu oleh peran pemerintah perlu memperhatikan nilai alami dalam pendekatan sistem. Morfologi kota sebagai komponen penentu dalam komponen ekosistem perairan darat menjadi sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan. Pola morfologi yang umumnya terbentuk di kawasan lakefront adalah pola radial maupun pola konsentrik, yakni pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan atau menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial (Soesanti et al. 2006) Komponen penentu dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat berdasarkan hasil AHP. Partisipasi masyarakat sangat penting untuk mendukung konsep berkelanjutan pada desain ekologis (Barber et al. 1997, Pratiwi 2013, Suhartini 2009). Penerapan desain ekologis pada pengembangan waterfront, tidak akan tercapai secara optimal apabila hingga saat ini masyarakat masih tidak peduli terhadap kualitas lingkungannya. Masyarakat dapat ikut mengambil bagian dalam pengembangan waterfront dalam proses desain bekerja sama dengan pemerintah dan ahli desain. Konsep Pengembangan Waterfront berbasis Desain Ekologis Konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis dikembangkan berdasarkan matrik sensitivitas pada Tabel 16. Pengembangan waterfront dapat dilaksanakan dengan mengacu pada tiga komponen utama yaitu ekosistem perairan darat, desain ekologis, dan pengembangan waterfront. Komponen penentu dalam terlaksananya keberlanjutan ekosistem perairan darat dilakukan dengan mempelajari morfologi kota dan kelembagaan. Pengembangan desain ekologis dapat laksanakan dengan mempelajari partisipasi masyarakat dan kelembagaan. Pengembangan waterfront dapat dilaksanakan dengan mempelajari
35 partisipasi masyarakat dan morfologi kota. Tabel 17 menunjukkan komponen utama dan komponen penentu dalam keberlanjutan pengembangan waterfront berbasis desain ekologis beserta stategi yang digunakan. Tabel 17 Komponen utama dan komponen penentu dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis Komponen utama Ekosistem perairan darat
Desain ekologis
Pengembangan waterfront
Komponen penentu
Bobot
Morfologi kota
0.396
-
Strategi
Kelembagaan
0.252
-
Partisipasi masyarakat
0.453
-
Kelembagaan
0.261
-
Morfologi kota
0.374
-
Partisipasi masyarakat
0.371
-
Mempelajari morfologi kota yang mengancam ekosistem perairan darat dan mulai menata kembali habitat sempadan situ. Menetapkan kebijakan dalam melindungi situ dan pembangunan area konservasi untuk kegiatan sosial ekonomi. Peran serta masyarakat dalam desain ekologis dengan memasukkan nilainilai kearifan lokal dan budaya setempat. Bekerja sama dengan konsultan ahli atau pihak akademisi dalam menentukan desain yang ramah lingkungan. Mempelajari morfologi kota dalam mengkaji fase pembentukan, dampak, dan implikasi dari proses pengembangan waterfront. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam perencanaan, desain, implementasi, pengawasan, evaluasi, dan pemeliharaan dan pengelolaan.
Secara keseluruhan, partisipasi masyarakat merupakan komponen penentu dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Apabila diuraikan berdasarkan masing-masing komponen, partisipasi masyarakat sangat berperan penting dalam desain ekologis dan pengembangan waterfront. Masyarakat dapat berpartisipasi dari mulai perencanaan, desain, implementasi, pengawasan, evaluasi, dan pemeliharaan dan pengelolaan. Partisipasi mendorong masyarakat untuk aktif dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka sendiri. Keikutsertaan masyarakat dalam pengembangan kota memberikan mereka kesempatan agar mampu untuk mengidentifikasi kebutuhan sendiri maupun kelompok sebagai dasar perencanaan pembangunan. Semua orang merupakan desainer dalam proses desain ekologis (Van Der Ryn dan Cowan 1996). Desain ekologis merupakan desain yang berwawasan
36 lingkungan. Mempertahankan lingkungan buatan agar tetap harmonis dengan lingkungan alaminya, dibutuhkan pengetahuan dan kearifan lokal serta budaya yang didapat dari masyarakat setempat. Masyarakat setempat lebih mengenal apa yang mereka butuhkan pada sebuah pembangunan. Partisipasi masyarakat juga dapat dilakukan dalam pembentukan peraturan daerah untuk menjaga alam disekitarnya. Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk desain ekologis di Cibinong Raya adalah sebagai berikut: 1. Ikut berpartisi menyumbangkan ide/pikiran dalam proses perencanaan situfront city dalam FGD yang diadakan oleh Bappeda Kabupaten Bogor. 2. Masyarakat dan komunitasnya dapat ikut berpartisipasi dalam desain dan memasukkan nilai lokal dan budaya dari masyarakat Sunda di Cibinong Raya. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan waterfront merupakan bentuk pembangunan yang berkelanjutan. Tujuan utama dalam pembangunan berkelanjutan adalah konservasi sumber daya, membuat lingkungan buatan yang harmonis dengan lingkungan alamnya, peningkatan kualitas lingkungan, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menetapkan kebijakan pembangunan (Wahyudi 2012). Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengembangan waterfront di Cibinong raya dengan: 1. Ikut menjaga keselasaran pembangunan agar tidak merusak lingkungan di sekitar situ. Masyarakat melakukan pengawasan pada setiap proyek pengembangan 2. waterfront di wilayahnya. 3. Masyarakat ikut mengevaluasi pembangunan yang sudah ada, dan belajar memperbaiki untuk pembangunan yang berikutnya. Masyarakat ikut dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan waterfront. 4. 5. Masyarakat sebagai pengguna turut menjaga kebersihan dan kenyamanan dalam pemanfaatan fasilitas yang diberikan. Komponen penentu kedua yang digunakan dalam pengembangan waterfront berbasis desain ekologis adalah morfologi kota. Berdasarkan bobot masingmasing komponen, morfologi kota sangat mempengaruhi ekosistem perairan darat dan pengembangan waterfront. Morfologi kota berperan penting dalam kelangsungan sejarah, geografi, dan pembangunan yang mengungkap fase evolusi kota tepi (Erham dan Hamzah 2014). Morfologi kota mempelajari mengenai bentuk dan perkembangan kota yang dipengaruhi oleh sosial-budaya, ekonomi, politik yang berkembang dimasyarakat (Tallo et al. 2014), sumber daya, iklim, transportasi, perdagangan, pendidikan, dan industri (Choudhary 2014). Akibatnya yang muncul dari hal-hal yang mempengaruhi morfologi kota tersebut diantaranya adalah tumbuhnya permukiman-permukiman di tempat yang tidak seharusnya seperti bantaran sungai, sempadan danau, daerah pinggiran rel kereta. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, Ibu Kota Kabupaten Bogor dipindahkan dan ditetapkan di Cibinong. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kemudian dibuatlah zonasi dari 6 kecamatan di sekitarnya yang memiliki potensi dan perekonomian yang sama dan terbentuklah Cibinong Raya. Sebagai pusat pemerintahan, Cibinong Raya disiapkan dengan konsep megapolitan dengan pembangunan infrastruktur yang penunjang sektor ekonomi untuk kota industri.
37 Letaknya yang cukup strategis dekat dengan Ibu Kota Jakarta, Kota Depok, dan Kota Bogor, Cibinong Raya berkembang dibidang perumahan guna menampung kebutuhan akan tempat tinggal untuk kota-kota sekitarnya. Terlihat dalam pengeluaran dan konsumsi penduduk Kabupaten Bogor yang menempati posisi tertinggi yang menyumbang pengeluaran 18.29 % untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga (BPSKB 2015).
A (A) Morfologi Cibinong Raya
B C Perkembangan di sekitar Situ Cikaret, Situ Kebantenan, Situ Pemda, dan Situ Citatah pada: (B) tahun 2006 dan (C) tahun 2016
D
E Perkembangan di sekitar Situ Cibeureum pada: (D) tahun 2006 dan (E) tahun 2016
G F Perkembangan di sekitar Situ Tonjong dan Situ Kemuning pada: (F) tahun 2006 dan (G) tahun 2016 Sumber: Peta Citra Google Earth Pro 2006 - 2016
Gambar 13 Morfologi Cibinong Raya 10 tahun terakhir
38 Perkembangan Cibinong Raya sebagai etalase Kabupaten Bogor semakin pesat hingga mencapai tepi perairan, dalam hal ini tepi situ. Gambar 13 menunjukkan perkembangan tepi situ 10 tahun terakhir. Pembangunan di Cibinong Raya telah mengokupasi area sekitar sempadan situ menjadi lahan terbangun. Pembangunan di area sempadan situ dapat mengganggu ekosistem perairan darat, menurunkan kualitas air, dan mengancam habitat tumbuhan dan satwa. Pemulihan ekosistem danau yang rusak dapat dilaksanakan dengan menertibkan lahan di daerah sempadan danau. Upaya ini dapat terlaksana apabila pemerintah dapat tegas dalam menegakkan kebijakan mengenai garis sempadan danau. Masyarakat Cibinong Raya diharapkan memiliki kesadaran dan kepatuhan akan mematuhi kebijakan yang telah di tetapkan oleh pemerintah daerahnya. Morfologi kota juga mempengaruhi pengembangan waterfront berbasis desain ekologis di Cibinong Raya. Terbangunnya tepi air akibat okupasi oleh lahan terbangun di area sempadan situ, mengakibatkan berkurangnya habitat satwa, baik satwa air maupun satwa darat. Serta kebutuhan masyarakat perkotaan untuk memenuhi kebutuhan rekreasi di ruang terbuka menjadi dasar penting dalam mempelajari morfologi kota untuk pengembangan waterfront berbasis desain ekologis. Analisis morfologi kota dapat digunakan untuk mengkaji fase pembentukan, dampak, dan implikasi dari proses pengembangan waterfront (Xie dan Gu 2015) di Cibinong Raya. Morfologi kota sering digunakan oleh perencana kota untuk membuat keputusan yang mendasari karakter spasial dan dinamika pembangunan lanskap tepi untuk tujuan pariwisata (Xie 2015). Kelembagaan memiliki bobot yang lebih kecil dibandingkan partisipasi masyarakat dan morfologi kota. Namun kelembagaan memiliki peran penting dalam menentukan terlaksananya program pengembangan kota. Kelembagaan memiliki peran yang yang relatif sama besar sebagai komponen penentu untuk desain ekologis, pegembangan waterfront, dan ekosistem perairan darat. Kelembagaan yang terlibat di dalam pengembangan waterfront yakni pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah (Supriyadi 2015), pihak swasta maupun akademisi (Supomo 2013). Karena sungai yang menjadi inlet dan outlet pada situ-situ di Cibinong Raya berada pada lajur sungai antar provinsi, sehingga yang memegang wewenang atas semua situ adalah pemerintah pusat. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan terkait pengelolaan situ. Pemerintah provinsi memiliki tugas dalam pelaksanaan teknis, perencanaan program, dan pemeliharaan dan pemantauan. Sedangkan Pemerintah daerah berkoordinasi terkait pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur (Supomo 2013). Peran swasta dan akademisi sebagai rekan kerja pemerintahan dalam pelaksanaan dan konsultan ahli untuk dapat menciptakan pengembangan waterfront yang berbasis desain ekologis. Pemerintah daerah sebagai pemilik program kerja bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengembangan waterfront, merencanakan pengembangan kota beserta infrastrukturnya dan fasilitas di dalamnya. Pemerintah daerah juga melakukan konsultasi dengan konsultan ahli dari akademisi untuk melaksanakan pengembangan yang berbasis desain ekologis. Sehingga program pengembangan kota yang akan dilaksanakan, tidak hanya berorientasi pada nilai ekonomi namun juga memiliki nilai ekologis. Kelembagaan yang berbeda memiliki nilai kepentingan pada ekosistem perairan darat yang berbeda pula. Peran kelembagaan dalam memanfaatkan dan
39 melindungi ekosistem berbeda antara pemerintah dan swasta. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki wewenang atas situ-situ yang ada di Cibinong memiliki peran dalam menetapkan kebijakan dalam pengelolaan situ (Supriyadi 2015). Sedangkan peran swasta dalam menjaga ekosistem perairan darat dan mendukung layanan jasa ekosistem dapat membayar untuk jasa ekosistem, melindungi dan membangun infrastruktur alam (Matthews 2016), dan memberikan bantuan investasi konservasi dan restorasi ekosistem perairan (Grizzetti et al. 2016a). Kerjasama lembaga-lembaga baik pemerintah, swasta, dan akademisi berkolaborasi dalam membangun area konservasi situ yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Kolaborasi antar lembaga juga dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah (Supomo 2013). Remaja yang masih dalam jenjang pendidikan merupakan modal dasar dalam pembangunan di masa depan.
Gambar 14 Konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis Berdasarkan uraian di atas, konsep pengembangan waterfront dapat dilaksanakan dengan mengacu pada tiga komponen utama yaitu ekosistem perairan darat, desain ekologis, dan pengembangan waterfront. Gambar 14 menunjukkan keterkaitan antar komponen utama dan komponen penentu dalam konsep desain waterfront berbasis ekologis. Bentuk partisipasi masyarakat pada desain ekologis dan pengembangan waterfront adalah dalam menyumbangkan ide dalam desain yang berlandaskan kearifan lokal serta budaya. Morfologi kota mempengaruhi ekosistem perairan darat dan pengembangan waterfront melalui kajian pembentukan kota itu sendiri. Kelembagaan memiliki peran dalam ekosistem perairan darat dan desain ekologis dalam melindungi ekosistem di sekitar situ dengan menggunakan desain yang berwawasan lingkungan atau desain ekologis.
40
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penilaian lanskap situ untuk pengembangan waterfront di Cibinong Raya, terdapat 3 situ dalam kondisi baik (17.65 %), 4 situ dalam kondisi cukup baik (23.53 %), dan 10 situ tidak dimasukkan dalam penilaian (58.82 %). Situ yang memiliki kondisi lanskap yang baik untuk pengembangan waterfront yaitu Situ Cibeureum, Situ Pemda/Baru, dan Situ Cikaret. Situ yang memiliki kondisi lanskap cukup baik yaitu Situ Kebantenan, Situ Tonjong, Situ Kemuning, dan Situ Citatah/Ciriung. Situ yang tidak dimasukkan dalam penilaian memiliki ukuran kurang dari batas standar dalam penilaian situ (< 2.5 Ha). Prioritas komponen penyusun pengembangan waterfront berbasis desain ekologis berturut-turut adalah ekosistem perairan darat (46.4 %), desain ekologis (31.7 %), dan pengembangan waterfront (22.0 %). Ekosistem perairan darat sangat memperhatikan komponen bio (flora dan fauna) dan fisik (tata air, tata tanah, dan tata udara). Desain ekologi mendukung keberlanjutan pembangunan yang menggabungkan nilai-nilai manusia dan alam. Pengembangan waterfront sebagai upaya pembangunan kota tepi air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang publik. Konsep pengembangan waterfront di Cibinong Raya erat kaitannya dengan 3 komponen utama (ekosistem perairan darat, desain ekologis, dan pengembangan waterfront) dan 3 komponen penentu (partisipasi masyarakat, morfologi kota, dan kelembangaan). Tiga komponen penentu sangat menentukan terlaksananya pengembangan waterfront di Cibinong Raya. Tanpa adanya partisipasi Masyarakat (38.8 %), dapat menggeser tatana konsep desain ekologis yang sudah ditetapkan. Morfologi kota (35.6 %) yang membedakan Cibinong Raya dan kota lainnya dalam pengembangan waterfront. Kelembagaan (25.6 %) berperan penting dalam terlaksananya pembangunan di Cibinong Raya.
Saran Saran yang dapat peneliti berikan dari hasil penelitian terkait dengan kajian pengembangan waterfront berbasis desain ekologis adalah: 1. Mewujudkan pengembangan waterfront dapat dimulai dengan menilai kondisi lanskap di sekitar badan air yang akan dikembangkan sebagai waterfront dengan menggunakan lembar checklist sebagai pedoman dalam menilai kondisi lanskap. 2. Pengembangan waterfront dapat menggunakan konsep desain ekologis dengan memperhatikan ekosistem perairan darat sebagai prioritas utamanya. 3. Penelitian yang akan dilakukan setelah ini, dapat menambahkan komponen, variabel, dan kriteria dalam menilai lanskap situ serta prioritas dalam pengembangan waterfront.
41
DAFTAR PUSTAKA Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta (ID): Rineka Cipta. [BPSKB] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2015. Kabupaten Bogor dalam Angka 2015. Kabupaten Bogor (ID): BPS. Barber CV, Afiff S, Purnomo A. 1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Baron JS, Poff NL, Angermeier PL, Dahm CN, Gleick PH, Jr Hairston NG, Jackson RB, Johnston CA, Richter BD, Steinman AD. 2003. Sustaining Healthy Freshwater Ecosystems. Washington DC (US): Ecological Society of America. Celik F. 2013. Advances in Landscape Architecture [bibliografi]. Murat O, editor. Croatia (HR): InTech. Chen CH. 2015. The analysis sustainable waterfront development strategy – The case of Keelung Port City. Journal of Environmental Protection and Policy. 3(3):65-78. Chrismadha T, Haryani GS, Fakhrudin M, Hehanussa PE. 2011. Aplikasi ekohidrologi dalam pengelolaan danau. Prosiding Simposium Nasional Ekohidrologi [internet]. [Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Jakarta 24 Maret 2011]. [diunduh 2015 Sep 20]. Tersedia pada: http://limnologi.lipi.go.id/katalog/index.php/. Choudhary G. 2014. Morphology and development of the sizable towns of Nainital Haldwani Region [thesis]. Nainital (IN): Kumaun University. Darmawan S. 2013. Revitalisasi kawasan pasar ikan Sunda Kelapa sebagai kawasan wisata bahari di Jakarta [tesis]. Jakarta (ID): Binus. Erham A, Hamzah A. 2014. An evolution of urban waterfront and tourism: A case in Makassar. Asian Journal of Social Science & Humanities. 3(4): 124-131. Erkok F. 2009. Waterfronts: Potentials for improving the quality of urban life. ITU A|Z. 6(1):126-145. [FDI] Forum Danau Indonesia. 2004. Visi Danau Dunia : Sebuah Ajakan untuk Melakukan Tindakan. Jakarta (ID): Forum Danau Indonesia. Giovinazzi O, Giovinazzi S. 2008. Waterfront planning: A window of opportunities for post-disaster reconstruction. Papers presented at the 4th International i-Rec Conference on Post-Disaster Reconstruction [internet]. [University of Canterbury, New Zealand 2008]. [diunduh 2015 Nov 11]. Tersedia pada: http://ir.canterbury.ac.nz/handle/10092/3987. Giovinazzi O, Moretti M. 2010. Port cities and urban waterfront: transformations and opportunities. TeMALab Journal. 3:57-64. Goenmiandari B, Silas J, Supriharjo R. 2010. Konsep penataan permukiman bantaran sungai di Kota Banjarmasin berdasarkan budaya setempat. Prosiding Seminar Nasional Perumahan dan Permukiman dalam Pembangunan Kota [internet]. [Surabaya 2010 Mar 4]. [diunduh pada 2017 Feb 4]. Tersedia pada: http://digilib.its.ac.id/ITS-Article36105120000145/21239.
42 Grant J. 2004. Mixed Use in Theory and Practice [bibliografi]. Stiftel Buce dan Watson Vanessa, editor. 2004. New York (US): Routledge. Grizzetti B, Lanzanova D, Liquete C, Reynaud A, Cardoso AC. 2016a. Assessing water ecosystem services for water resources management. Environmental Science and Policy. 61: 194-203. Grizzetti B, Liquete C, Antunes P, Carvalho L, Geamănă N, Giucă R, Leone M, McConnell S, Preda E, Santos R, et al. 2016b. Ecosystem services for water policy: insights across Europe. Environmental Science and Policy. 66:179190. Hallgren KA. 2012. Computing inter-rater reliability for observation data: an overview and tutorial. Tutor Quant Methods Psychol. 8(1):23-34. Haryani GS. 2013. Kondisi danau di indonesia dan strategi pengelolaannya. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I [internet] .[Cibinong 2013 Des 3]. [diunduh pada 2015 Sep 20]. Tersedia pada: http://limnologi.lipi.go.id/ katalog/index.php/. Huang Y, Wen H, Cai J, Cai M, Sun J. 2010. Key aquatic environmetal factors affecting ecosystem health of streams in the Dianchi Lake Watershed, China. Procedia Environmental Sciences. 2:868-880. Irianto EW, Triweko. 2011, Eutrofikasi Waduk dan Danau: Permasalahan, Pemodelan, dan Upaya Pengendalian. Bandung (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. [KNLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau. Jakarta (ID): Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Kutarga ZW. 2008. Kajian penataan ruang kawasan danau laut tawar dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Aceh [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Larson EK, Earl S, Hagen MN, Hale R, Hartnett H, McCrackin M, McHale M, Grimm NB. 2013. Resilience in Ecology an Urban Design: Linking Theory and Practice for Sustainable Cities [bibliografi]. Picket, Cadenasso, McGrath, editor. New York (US): Springer. Lewis WM. 2009. Lake Ecosystem Ecology [bibliografi]. Likens GE, editor. Amsterdam (NL): Elsevier Inc. Liu H. 2013. Establishing local identity through planning and landscape design in urban waterfront development [tesis]. Canada (CA): Unibersity of Guelph. Marshall R. 2001. Waterfronts in Post Industrial Cities. London (GB): Spon. Masrul W. 2007. Perancangan kawasan waterfront dumai sebagai pengembangan kawasan perdagangan dan wisata [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Matthews N. 2016. People and fresh water ecosystem: pressures, responses, and resilience. Aquatic Procedia World Water Week 2015. 6:99-105. McHugh ML. 2012. Interrater reliability: the Kappa statistic. Biochemia Medica. 22(3):276-282. [NRC] National Research Council. 1980. Urban Waterfront Lands. Washington (US): National Academy of Sciences. [NE] Natural England. 2010. Nature Nearby: Accessible Natural Greenspace Guidance. Peterborought (GB): Natural England.
43 [NYSDEC] New York State Departement of Environmental Conservation. 2009. Consolidated Assessment and Listing Methodology [internet]. [diunduh pada 2016 Okt 27]. Tersedia pada: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/asmtmeth09.pdf. Pratiwi V. 2013. Kajian ecodesign lanskap permukiman perkotaan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Raditya. 2010. Waterfront City, Banjarmasin (Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota [internet]. Waktu Pembaharuan; 10:17 [diunduh pada 2016 Nov 11]; September-Oktober 2010 (5b): tataruang.bpn.go.id/bulletin/upload/data_artikel/edisi5b.pdf. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Sastrawati I. 2003. Prinsip perencanaan kawasan tepi air (Kasus: kawasan Tanjung Bunga). Perencanaan Wilayah dan Kota. 14(3): 95-117. Shaziman IMS, Tahir UMM. 2010. Waterfront as public space case study: Klang River between Masjid Jamek and Central Market, Kuala Lumpur. 6th WSEAS International Conference on Energy, Environment, Ecosystems, and Sustainable Development [internet]. [Timisoara 2010 Okt 21-23]. Kuala Lumpur (MY): Universiti Kebangsaan Malaysia Pr. [diunduh 2015 Nov 18]. Tersedia pada: http://ukm.pure.elsevier.com/en/publications/. Siahaan NHT. 2004 Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga. Soesanti S, Sastrawan A, Rahman H. 2006. Pola penataan zona, massa, dan ruang terbuka pada perumahan waterfront. Dimensi Teknik Arsitektur. 34(2):115121. Sugiarto DS. 2006. Metode Statistika: Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta (ID):Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung (ID): Alfabeta. Suhartini. 2009. Peran konservasi keanekaragaman hayati dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA [internet]. [Yogyakarta, 2009 Mei 16]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta. [diunduh pada 2016 Nov 25]. Tersedia pada: http://eprints.uny.ac.id/12146/1/Bio_Suhartini1% 20UNY.pdf. Supomo. 2013. Penataan situ dalam rangka pengembangan wisata tirta berbasis konservasi studi kasus Situ Kemuning Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Supriyadi A. 2015. Evaluasi kebijakan pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor menggunakan analisis spasial [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Svendsen ES. 2013. Resilience in Ecology an Urban Design: Linking Theory and Practice for Sustainable Cities [bibliografi]. Picket, Cadenasso, McGrath, editor. New York (US): Springer. Tallo AJ, Pratiwi Y, Astutik I. 2014. Identifikasi pola morfologi kota (Studi kasus: sebagian Kecamatan Klojen, di Kota Malang). Perencanaan Wilayah dan Kota. 34(2):115-121. Tangkuman DJ, Tondobala L. 2011. Arsitektur tepi air (Waterfront architecture). Media Matrasain. 8(2):40-54.
44 Timur UP. 2013. Advances in Landscape Architecture [bibliografi]. Murat O, editor. Croatia (HR): InTech. [CTH] Council of the Town of Huntsville. 2015. Town of Huntsville Official Plan [internet]. [diunduh pada 2016 Nov 21]. Tersedia pada: http://www.huntsville.ca/en/townHall/resources/DEV_OP_Section8_Jan201 5.pdf. Tracy YCC. 2010. Habitable waterfront in Hong Kong [tesis]. Hong Kong (HK): The Chineses University of Hong Kong. Truesdale A. 2008. Maine Shoreland Zoning (A Handbook for Shoreland Owners). Maine Departement of Environmental Protection (DEP). DEPLW0674-D08. [USDA] U.S. Departement of Agriculture. 2003. Where the Land and Water Meet: a Guide for Protection and Restoration of Riparian Areas. New York (US): Pennsylvania DEP. Van Der Ryn dan Cowan S. 1996. Ecological Design. Washington (US): Island. Wahyudi A. 2012. Dari pendekatan ekologis menjadi langgam arsitektur (Catatan dari pengalaman mendesain beberapa karya arsitektur). Prosiding Seminar Nasional Arsitektur Islam 2 [internet]. [Depok 2012 Mar 01]. [diunduh pada 2016 Des 11]. Tersedia pada: https:// publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/3522. Wangai PW. 2016. A Review of studies on ecosystem services in Africa. International Journal of Sustainable Built Environment. 5(2):225-245. Wrenn D, Casazza J, Smart E. 1983. Urban Waterfront Development. Washington (US): Urban Land Institute. Xie PF. 2015. Industrial Heritage Tourism. Ohio (US): Channel View Publications. Xie PF, Gu K. 2015. The changing urban morphology: waterfront redevelopment and event tourism in New Zealand. Journal Tourism Management Perspectives. 15(2015):106-114. Yildiz R, Senlier, Güzel BI. 2015. Sustainable urban design guidelines for waterfront developmen. International Sustainable Buildings Symposium [internet]. [Ankara, Turkie 2015 May 28-30]. Ankara (TR): Gazi Universitesi. [diunduh 2016 Nov 24]. Tersedia pada http://www.isbs2015.gazi.edu.tr/ belgeler/bildiriler/487-494.pdf.
45
LAMPIRAN
46 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar Lembar Penilaian Lanskap Situ Sebagai Upaya dalam Pengembangan Waterfront
Identitas Pakar Nama Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Bidang Keahlian Instansi Pekerjaan/Jabatan Alamat Tanggal Wawancara Paraf
: : L/P : : S1/S2/S3 : : : : : :
Oleh: INTAN DEWI PUSPITA
Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
47 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) Pendahuluan Sumber daya air merupakan elemen alami yang memiliki peran penting dalam pembangunan sebuah kota. Tidak hanya di darat, pembangunan kota dapat dilakukan hingga tepi perairan. Di antara perairan dan pembangunan perkotaan terdapat zona interaksi yang disebut waterfront. Perencanaan kawasan waterfront pada prinsipnya adalah membangun ruang terbuka publik di perkotaan yang secara fisik dan visual menghadap ke air (pantai/sungai/danau) dan menjadi wadah bagi aktivitas masyarakatnya. Untuk membentuk identitas dan karakter kotanya, Cibinong Raya dikembangkan dengan konsep Situ-front City karena kota ini memiliki 17 situ di wilayahnya. Situ-situ yang terdapat di Cibinong Raya memiliki ukuran dan kondisi fisik yang berbeda satu dan lainnya yang dapat mempengaruhi prioritas dalam pengembangannya. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi lanskap di sekitar situ di Cibinong Raya yang sesuai dengan konsep pengembangan waterfront. Penilaian pada kondisi situ-situ di Cibinong Raya mengacu pada kriteria waterfront, kriteria status ekosistem sempadan, dan kriteria status ekosistem akuatik. 1.
Petunjuk Pengisian Tabel di bawah ini merupakan tabel penilaian lembar checklist yang digunakan peneliti sebagai pedoman untuk menilai lanskap di sekitar situ yang akan dikembangkan di Cibinong Raya. Komponen dan variabel yang ada di tabel tersebut, dirumuskan berdasarkan literatur dan diskusi dengan dosen pembimbing. Penilaian menggunakan tabel ini belum pernah digunakan sebelumnya, sehingga untuk menetukan vadilitas (kesahihan) instrumen untuk dapat mengukur/menilai apa yang diinginkan dilakukan dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi dapat diuji oleh pakar (expert judgment). Setiap pakar diminta untuk menguji setiap butir pernyataan yang kemudian dijabarkan dalam Index of Content Validity (ICV) meliputi tiga skala, yakni skala 3 (pernyataan layak digunakan untuk penilaian), skala 2 (layak dengan modifikasi, pernyataan dapat digunakan untuk penilaian dengan modifikasi), skala 1 (pernyataan tidak layak digunakan untuk penilaian).
48 48
Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) Prasyarat Penilaian 2. Kriteria 1.
3.
layak
Kriteria
Besar badan air ≥ 2,5 Ha
≤ 2,5 Ha
Tidak dilajutkan dalam penilaian pada butir 3
≥ 2,5 Ha
Dilanjutkan dalam penilaian pada butir 3
Penilaian Layak dengan modifikasi
Tidak layak
Masukan
Penilaian Layak dengan modifikasi
Tidak layak
Masukan
Tabel Validitas Isi Kriteria Komponen/ Variabel
Layak 3
2
1
Berjarak 100-150
Berjarak >150 m
Terdapat akses untuk kendaraan roda 4
Akses untuk kendaraan roda 2
Akses hanya untuk pejalan kaki
Relatif merata mengelilingi badan air
-
Hanya terdapat 1 akses ke sekitar badan air
Pengembangan Waterfront a. Kedekatan dengan Berjarak badan air ≤100 m
b.
Akses ke badan air
c.
Jumlah akses ke badan air
49 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) d.
Fungsi kawasan di luar sempadan
e.
Orientasi bangunan
f.
Jaringan transportasi
g.
Tinggi bangunan
≥ 3 fungsi (Mixed-use guna memudahkan akses ke fungsi lain) Orientasi bangunan ke badan air Sebagian besar jaringan transportasi menuju badan air 1-2 lantai
2 fungsi
1 fungsi
Tidak semua bangunan berorientasi ke badan air Terdapat 1 jaringan jalan yang menuju badan air
Membelakangi badan air
3-4 lantai
≥ 5 lantai
Tidak terdapat jaringan jalan yang menuju badan air
Status Ekosistem Sempadan (dari muka air tertinggi – 100 m) h. Bangunan disekitar Tidak terdapat ≤ 25 % > 25 % sempadan bangunan i. Vegetasi ≥ 60 % tegakan < 60 % tegakan Tidak terdapat penyangga riparian pohon, dan pohon, dan tegakan pohon, (50 m dari pasang semak atau semak atau namun terdapat tertinggi) penutup tanah penutup tanah semak atau rumput
49
50
50
Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) Status Ekosistem Akuatik j. Kualitas perairan Tidak terdapat (pencemaran dari sampah ataupun sampah minyak dari permukiman dan hasil industri sisa minyak industri) k. Tutupan tumbuhan Terkendali, air (dinilai secara tidak menyebar, estetika visual) dan tidak mengganggu fungsi danau l. Bau dan warna Tidak berbau dan berwarna
m. Penyusutan badan air
Tidak mengalami penyusutan
Terdapat sedikit sampah dan/atau minyak hasil industri
Terdapat banyak sampah dan/atau minyak hasil industri
Kurang terkendali dan mengganggu fungsi danau
Menyebar tidak terkendali dan sangat mengganggu fungsi danau Bau dan/atau berwarna
Sedikit bau dan/atau sedikit berwarna Mengalami sedikit penyusutan
Banyak mengalami penyusutan
Saran: Responden Pakar dapat menuliskan saran mengenai penilaian pengembangan waterfront , maupun mengenai komponen dan variabel yang disebutkan pada kuesioner ini. ............................................................................................................................................................................................................................... ............................................................................................................................................................................................................................... ...............................................................................................................................................................................................................................
51 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) PERBANDINGAN BERPASANGAN (PAIRWISE COMPARISON) Berikut merupakan pertanyaan prioritas dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Penilaian sesuai dengan tingkat kepentingan (skor) antara masing-masing komponen maupun subkomponen. Kriteria yang berada di kolom sebelah kiri dibandingkan dengan kriteria yang berada di kolom sebelah kanan. Penilaian kriteria tersebut menggunakan skala penilaian kriteria Saaty. Petunjuk Pengisian Beri tanda checklist (√) pada kolom skala komponen (A) atau pada kolom skala komponen (B) yang sesuai dengan pendapat anda menggunakan angka pembanding pada perbandingan berpasangan dari skala 1 sampai 9. Definisi skala komponen (Thomas L Saaty 1993) dijelaskan sebagai berikut: Kedua komponen sama penting (equal importance) 1 3 Komponen (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibanding dengan komponen (B) 5 Komponen (A) lebih penting (strong importance) dibanding dengan komponen (B) 7 Komponen (A) sangat lebih penting (very strong importance) dibanding dengan komponen (B) 9 Komponen (A) mutlak lebih penting (extreme importance) dibanding dengan komponen (B) Jika dalam pengisian terdapat keraguan antara 2 skala maka diambil nilai tengah, misalkan anda ragu-ragu antara skala 3 dan 5 maka pilih skala 4 dan seterusnya. Contoh Pengisian Dalam penilaian pengembangan waterfront, seberapa penting variabel kedekatan dengan sumber air dibandingkan dengan akses ke sumber air:
Komponen No A
1
Kedekatan dengan badan air
Diisi jika komponen A Diisi jika komponen B lebih penting dari lebih penting dari Komponen komponen B komponen A B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Akses ke badan air √
Jika berdasarkan pendapat anda variabel A (Kedekatan dengan badan air) lebih penting dibandingkan variabel B (Akses ke badan air) maka berikan tanda (√) pada skala 5 di kolom A.
52 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) DAFTAR PERTANYAAN PERBANDINGAN BERPASANGAN (PAIRWISE COMPARISON) 4. Pada penilaian pengembangan waterfront, seberapa penting komponen berikut:
Komponen No A
1 2 3
Pengembangan waterfront Pengembangan waterfront Status Ekosistem Sempadan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari Komponen kriteria B kriteria A B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Status Ekosistem Sempadan Status Ekosistem Akuatik Status Ekosistem Akuatik
5. Pada penilaian pengembangan waterfront, seberapa penting variabel pada komponen Pengembangan Waterfront berikut:
No
1 2 3 4 5 6
Kriteria A Kedekatan dengan badan air Kedekatan dengan badan air Kedekatan dengan badan air Kedekatan dengan badan air Kedekatan dengan badan air Kedekatan dengan badan air
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Akses ke badan air Jumlah akses ke badan air Fungsi kawasan Orientasi bangunan Jaringan transportasi Tinggi bangunan
53 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) No
Kriteria A
1
Akses ke sumber air
2
Akses ke sumber air Akses ke sumber air Akses ke sumber air
3 4 5
No
1 2 3 4
No
1 2 3
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah akses ke badan air Fungsi kawasan Orientasi Bangunan Jaringan transportasi Tinggi bangunan
Akses ke sumber air
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah akses ke badan air Jumlah akses ke badan air Jumlah akses ke badan air Jumlah akses ke badan air
Kriteria A Fungsi kawasan Fungsi kawasan Fungsi kawasan
Kriteria B
Kriteria B Fungsi kawasan Orientasi Bangunan Jaringan transportasi Tinggi bangunan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Orientasi Bangunan Jaringan transportasi Tinggi bangunan
54 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) No
Kriteria A
1
Orientasi Bangunan
2
Orientasi Bangunan
No
1
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Jaringan transportasi Tinggi bangunan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jaringan transportasi
Kriteria B Tinggi bangunan
6. Pada penilaian pengembangan waterfront, seberapa penting variabel pada komponen Status Ekosistem Sempadan berikut:
No
1
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bangunan di sekitar sempadan
Kriteria B Vegetasi penyangga
7. Pada penilaian pengembangan waterfront, seberapa penting variabel pada komponen Status Ekosistem Akuatik berikut:
No
Kriteria A
1
Status mutu air
2
Status mutu air Status mutu air
3
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Tutupan tumbuhan air Bau Penyusut -an badan air
55 Lampiran 1 Lembar uji validitas isi oleh pakar (lanjutan) No
1 2
No
1
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tutupan tumbuhan air Tutupan tumbuhan air
Kriteria A
Kriteria B Bau
Penyusut -an badan air Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bau
Kriteria B Penyusut -an badan air
Lampiran 2 Hasil pembobotan lembar checklist oleh pakar Model Name: Penilaian Kelayakan Pengembangan Waterfront Synthesis: Summary Combined instance – Synthesis with respect to: Goal: Penilaian Kelayakan Pengembangan Waterfront Overall Inconsistency= 0.18 Kedekatan dengan Badan Air Akses ke Badan Air Jumlah Akses ke Badan Air Fungsi Kawasan Orientasi Bangunan Jaringan Transportasi Tinggi Bangunan Bangunan di Sekitar Sempadan Vegetasi Penyangga Riparian Status Mutu Air Tutupan Tumbuhan Air Bau dan Warna Penyusutan Badan Air
0.011 0.007 0.007 0.053 0.018 0.018 0.015 0.107 0.192 0.288 0.047 0.140 0.097
56
56
Lampiran 3 Lembar penilaian lanskap situ FORM PENILAIAN SITU CIBINONG, KABUPATEN BOGOR
Keterangan :
Hari/tanggal : ____________________________________________ Penilai
: ____________________________________________
Petunjuk Pengisian Tabel di bawah ini merupakan tabel penilaian lembar checklist yang digunakan penilai sebagai pedoman untuk menilai lanskap di sekitar situ yang akan dikembangkan di Cibinong Raya. Pada kolom pertama terdapat variabel penilaian yang sudah disediakan. Kolom kedua merupakan kriteria untuk setiap variabel yang merupakan acuan dalam penilaian lanskap di sekitar situ. Untuk mengisi lembar checklist, penilai dapat melingkari kriteria yang tepat seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Variabel Nomor 10, 11, dan 12 penilai dapat menilai lanskap sekitar situ secara estetika dengan visual dan penciuman. Variabel a.
Kedekatan dengan badan air
3 Berjarak ≤100 m
Kriteria 2 Berjarak 100-150
1 Berjarak >150 m
Variabel b.
Akses ke badan air
3 Terdapat akses untuk kendaraan roda 4
Kriteria 2 Akses untuk kendaraan roda 2
1 Akses hanya untuk pejalan kaki
59 Lampiran 3 Lembar penilaian lanskap situ (lanjutan)
Tabel Penilaian
Variabel
Nama Situ : Variabel 1. 2.
Kedekatan dengan badan air Akses ke badan air
3.
Jumlah akses ke badan air
4.
Fungsi kawasan di luar sempadan
5.
6.
Orientasi Bangunan
Jaringan Transportasi
3 Berjarak ≤100 m Terdapat akses untuk kendaraan roda 4 Relatif merata mengelilingi badan air ≥ 3 fungsi (Mixed-use guna memudahkan akses ke fungsi lain) Orientasi bangunan ke badan air Sebagian besar jaringan transportasi menuju badan air
Kriteria 2 Berjarak 100-150 Akses untuk kendaraan roda 2 -
2 fungsi
Tidak semua bangunan berorientasi ke badan air dan Terdapat 1 jaringan jalan yang menuju badan air
1 Berjarak >150 m Akses hanya untuk pejalan kaki Hanya terdapat 1 akses ke sekitar badan air 1 fungsi
Membelakangi badan air
Tidak terdapat jaringan jalan yang menuju badan air
3 1-2 lantai
Kriteria 2 3-4 lantai
1 ≥ 5 lantai
7.
Tinggi Bangunan
8.
Bangunan di sekitar sempadan Vegetasi penyangga riparian (50 m dari pasang tertinggi)
Tidak terdapat bangunan ≥60% tegakan pohon, dan semak atau penutup tanah
≤ 25%
> 25%
>60% tegakan pohon, dan semak atau penutup tanah
10. Status mutu air (pencemaran dari sampah permukiman dan sisa minyak industri) 11. Tutupan tumbuhan air (dinilai secara estetika visual)
Tidak terdapat sampah ataupun minyak dari hasil industri
Terdapat sedikit sampah dan/atau minyak hasil industri
Terkendali, tidak menyebar, dan tidak mengganggu fungsi danau Tidak berbau dan berwarna
Kurang terken-dali dan mengganggu fungsi danau
Tidak terdapat tegakan pohon, namun terdapat semak atau rumput Terdapat banyak sampah dan/atau minyak hasil industri Menyebar tidak terkendali dan sangat mengganggu fungsi danau Bau dan/atau berwarna
9.
12. Bau dan warna
13. Penyusutan badan air
Tidak mengalami penyusutan
Sedikit bau dan/atau sedikit berwarna Mengalami sedikit penyusutan
Banyak mengalami penyusutan
57
58 Lampiran 4 Zona pengembangan waterfront di Cibinong Raya
59 Lampiran 5 Data inventarisasi situ Foto Eksisting 1. Cikaret
-
-
-
-
2.
Tonjong
-
-
3.
Citatah/Ciriung
-
-
-
Deskripsi Merupakan situ terbesar di Cibinong Raya Dapat diakses melalui Jalan Raya Setu Cikaret Terdapat kendaraan umum yang melintas Terdapat area rekreasi dan wisata perahu sewa Terdapat kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dapat diakses melalui Jalan Tonjong (akses penghubung Jalan Raya Parung ke kawasan Bojong Gede) Terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di dekat Polsek Bojong Gede
Dapat diakses melalui Jalan Raya Mayor Oking Terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di dekat Pasar Cibinong dan Terminal Cibinong Terdapat kuburan Cina di area sempadan situ
60 Lampiran 5 Data inventarisasi situ (lanjutan) Foto Eksisting 4. Kemuning
-
-
5.
Baru/Pemda
-
-
6.
Kabantenan
-
Deskripsi Dapat diakses melalui Jalan Raya Sudi Mampir Terdapat kendaraan umum yang melintas Terdapat wisata perahu bebek
Dapat diakses melalui Jalan KSR Dadi Kusumayadi Terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di dekat Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Kantor Samsat Kabupaten Bogor
Dapat diakses melalui Jalan Tegar Beriman Terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di dekat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Komplek Kantor Pekerjaan Umum
61 Lampiran 5 Data inventarisasi situ (lanjutan) 7. Cibeureum
-
-
8.
Cibinong/Gedong
-
-
9.
Cibuntu
-
-
-
Dapat diakses melalui Jalan Langgar Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Digunakan sebagai area pemancingan yang dikelola oleh masyarakat sekitar
Dapat diakses melalui Jalan TPU Cirimekar Terdapat kendaraan umum yang melintas Terdapat jalur pedestrian yang mengelilingi situ Terdapat tempat rekreasi berupa tempat makan
Dapat diakses melalui Kantor Puslit Limnologi LIPI (Jalan Prof. Dr. D.A. Tisna Amidjaja) Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Terdapat di dalam Kantor Limnologi LIPI
62
Lampiran 5 Data inventarisasi situ (lanjutan) 10. Cimanggis
-
-
11.
Cijantung/Kibing
-
-
-
-
12.
Kandang Babi
-
-
-
Dapat diakses melalui Jalan Cimanggis kemudian masuk ke Jalan Setapak Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas
Terletak 650 m dari Jalan Raya Jakarta Bogor Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di tengahtengah perkampungan Terdapat warga yang budidaya ikan dengan keramba apung Terdapat tempat pemancingan yang dikelola oleh warga Dapat diakses melalui Jalan Puri Artha Sentosa Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di tengahtengah Perumahan Puri Artha Sentosa
63 Lampiran 5 Data inventarisasi situ (lanjutan) 13. Sela
-
-
14.
Cijujung
-
-
-
15.
Cipambuan Hilir
-
-
Terletak 1,4 Km dari Jalan Mandala Raya Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di tengahtengah perkampungan Terdapat warga yang budidaya ikan dengan keramba apung
Dapat diakses melalui Jalan Cijujung Permai Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di tengahtengak perkampungan Sudah beralih fungsi menjadi balong-balong tempat budidaya ikan Terdapat bangunan liar yang dibangun di atas lahan situ Dapat diakses melalui Jalan Sentul Raya Terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di belakang SD Negeri Kadumangu 03 Terdapat kolam pemancingan yang dikelola oleh warga
64 Lampiran 5 Data inventarisasi situ (lanjutan) 16. Leuwi Nutug
-
-
-
17.
Nanggerang
-
Dapat diakses melalui Jalan Desa Leuwi Nutug yang merupakan jalan setapak dan berbatu Berada tepat di samping Tol Jagorawi Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas Terletak di tengahtengah perkampungan Dapat diakses melalui Jalan Desa Sukmajaya Tidak terdapat kendaraan umum yang melintas
Lampiran 6 Rata-rata penilaian kondisi lanskap situ oleh 6 penilai No Komponen
Bobot
Pengembangan Waterfront 1 Kedekatan 0.011 dengan badan air¹ 2 Akses ke badan 0.007 air¹
3 Jumlah akses ke badan air¹
0.007
Skor Rata-rata Pemda Cibeureum Tonjong Cikaret Kebantenan Kemuning Citatah 3
3
3
3
3
3
3
< 100 m
< 100 m
< 100 m
< 100 m
< 100 m
< 100 m
< 100 m
3
3
3
3
3
3
3
Kenda -raan roda 4
Kendaraa n roda 4
Kendaraan roda 4
Kendaraan roda 4
Kendaraan roda 4
Kendaraan roda 4
Kendaraan roda 4
3
1
Jl. Jl. Langgar Cipayung Barat, Jl. Segar, Jl, Tegar Beriman
3
1
1
1
1
Jl. Raya Tonjong, Jl. H. Murhidi
Jl. Raya Setu Cikaret
Jl. Tegar Beriman
Jl. Raya Sudi Mampir
Jl. Raya Mayor Oking
65 Lampiran 6 Rata-rata penilaian kondisi lanskap situ oleh 6 penilai (lanjutan) No Komponen
Bobot
Skor Rata-rata Pemda Cibeureum Tonjong Cikaret Kebantenan Kemuning Citatah
Pengembangan Waterfront 4 Fungsi kawasan 0.053 2.5 2-3 di luar fungsi sempadan² 5 Orientasi 0.018 2.5 Sebagi bangunan² -an besar berorientasi ke badan air
6 Jaringan transportasi¹
0.018
7 Tinggi bangunan²
0.015
0.097
2
3
1.33
2
3
2 fungsi
≥3 fungsi
1-2 fungsi
2 fungsi
≥3 fungsi
2.17
2
2.33
1.67
1.5
2
Sebagian besar berorientasi ke badan air
Sebagi -an berorientasi ke badan air
Sebagi an besar berorientasi ke badan air
Sebagian kecil berorientasi ke badan air
Sebagian kecil berorientasi ke badan air
Sebagian berorientasi ke badan air
1
1
1
1
1
1
1
Mengiris badan air
Mengiris badan air
Mengiris badan air
Mengiris badan air
Mengiris badan air
Mengiris badan air
Mengiris badan air
2.5 1-2 lantai
3 1-2 lantai
3 1-2 lantai
2.83 1-2 lantai
2 3-4 lantai
2.83 1-2 lantai
2.17 3-4 lantai
Status Ekosistem Sempadan 8 Bangunan di 0.107 1 40.8% sekitar sempadan¹ 9 Vegetasi 0.192 3 60.2% penyangga riparian¹ Status Ekosistem Akuatik 10 Kualitas 0.288 2.5 perairan² Tidak terdapat sampah 11 Tutupan 0.047 3 tumbuhan air² Terke n-dali dan tidak meny e-bar 12 Bau dan warna² 0.140 3 Tidak berbau dan berwarna 13 Penyusutan badan air³
2.5 2-3 fungsi
1
1
1
2
2
50.42%
33%
32.64 %
24%
20%
1 48%
3
2
2
2
2
2
60.39%
33%
26.6%
28%
54%
32.35%
3 Tidak terdapat sampah
2.67 Tidak terdapat sampah 3 Terke n-dali dan tidak meny e-bar 3 Tidak berbau dan berwarna
2.5 Tidak terdapat sampah
2.67 Tidak terdapat sampah
1.67 Terdapat sampah
3 Terkendali dan tidak menye-bar
3 Terkendali dan tidak menyebar 2.5 Tidak berbau dan berwarna
2.17 Kuran g terken -dali
2
2
1
2
Rusak ringan
Rusak ringan
Rusak berat
Rusak ringan
3
2
2.83 Tidak terdapat sampah 3 Terke n-dali dan tidak meny e-bar 2.33 Sedikit berbau dan berwarna 2
Baik
Rusak ringan
Rusak ringan
3 Terkendali dan tidak menyebar 3 Tidak berbau dan berwarna
3 Tidak berbau dan berwarna
2.33 Sedikit berbau dan berwarna
Total 33.00 30.67 30.17 29.83 27.50 27.50 26.33 Sumber data: ¹hasil pengolahan data; ²hasil rata-rata penilaian oleh 6 penilai; ³data Bappeda
66 Lampiran 7 Kuesioner AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) Kuesioner AHP KAJIAN PENGEMBANGAN WATERFRONT BERBASIS DESAIN EKOLOGIS
Identitas Pakar Nama Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Bidang Keahlian Instansi Pekerjaan/Jabatan Alamat Tanggal Wawancara Paraf
: : L/P : : S1/S2/S3 : : : : : :
Oleh: INTAN DEWI PUSPITA
Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
67 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) PETUNJUK PENGISIAN Berikut merupakan pertanyaan prioritas dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Penilaian sesuai dengan tingkat kepentingan (skor) antara masing-masing kriteria maupun sub-kriteria. Kriteria yang berada di kolom sebelah kiri dibandingkan dengan kriteria yang berada di kolom sebelah kanan. Penilaian kriteria tersebut menggunakan skala penilaian kriteria Saaty. Petunjuk Pengisian Beri tanda checklist (√) pada kolom skala kriteria (A) atau pada kolom skala kriteria (B) yang sesuai dengan pendapat anda menggunakan angka pembanding pada perbandingan berpasangan dari skala 1 sampai 9. Definisi skala kriteria (Thomas L Saaty 1993) dijelaskan sebagai berikut: Kedua kriteria sama penting (equal importance) 1 3 Kriteria (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibanding dengan kriteria (B) 5 (A) lebih penting (strong importance) dibanding dengan kriteria (B) 7 Kriteria (A) sangat lebih penting (very strong importance) dibanding dengan kriteria (B) Kriteria (A) mutlak lebih penting (extreme importance) dibanding dengan 9 kriteria (B) Jika dalam pengisian terdapat keraguan antara 2 skala maka diambil nilai tengah, misalkan anda ragu-ragu antara skala 3 dan 5 maka pilih skala 4 dan seterusnya. Contoh Pengisian Dalam konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis, seberapa penting komponen Ruang publik dibandingkan dengan Akses publik:
No
1
Kriteria A Ruang Publik
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
√
Kriteria B Akses Publik
Jika berdasarkan pendapat anda kriteria A (Ruang publik) lebih penting dibandingkan kriteria B (Akses publik) maka berikan tanda (√) pada skala 5 di kolom A.
68 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) DAFTAR PERTANYAAN PERBANDINGAN BERPASANGAN (PAIRWISE COMPARISON)
1. Pada konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis, seberapa penting komponen berikut:
No
1 2 3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengembangan waterfront Pengembangan waterfront Desain ekologis
Kriteria B Desain ekologis Ekosistem perairan darat Ekosistem perairan darat
2. Pada konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis, seberapa penting variabel pada komponen Pengembangan Waterfront berikut:
No
1 2 3 4 5 6
Kriteria A Ruang publik Ruang publik Ruang publik Ruang publik Ruang publik Ruang publik
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Akses publik Habitable Identitas kota Mixed-use Integrasi Partisipasi stakeholder
69 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) No
1 2 3 4 5
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akses publik Akses publik Akses publik Akses publik Akses publik
No
Kriteria A
1
Habitable
2 3 4
Habitable Habitable Habitable
Kriteria B Habitable Identitas kota Mixed-use Integrasi Partisipasi stakeholder
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Identitas kota Mixed-use Integrasi Partisipasi stakeholder
No
1 2 3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Identitas kota Identitas kota Identitas kota
No
Kriteria A
1 2
Mixed-use Mixed-use
Kriteria B Mixed-use Integrasi Partisipasi stakeholder
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Integrasi Partisipasi stakeholder
No
1
Kriteria A Integrasi
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Partisipasi stakeholder
70 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 3. Pada konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis, seberapa penting variabel pada komponen Desain Ekologis berikut:
No
Kriteria A
1
Kearifan Lokal
2
Kearifan Lokal
3
Kearifan Lokal Kearifan Lokal
4
No
1 2 3
No
1 2
No
1
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Desain ramah lingkungan Keanekaragaman hayati Budaya Berkelanjutan Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Desain ramah lingkungan Desain ramah lingkungan Desain ramah lingkungan
Kriteria A
Budaya
Kriteria B Keanekaragaman hayati Budaya
Berkelanjutan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keanekaragaman hayati Keanekaragaman hayati
Kriteria A
Kriteria B
Kriteria B Budaya
Berkelanjutan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Berkelanjutan
71 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 4. Pada konsep pengembangan waterfront berbasis desain ekologis, seberapa penting variabel pada komponen Ekosistem Perairan Darat berikut:
No
1 2
No
1
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Habitat tanaman dan satwa Habitat tanaman dan satwa
Kriteria A
Kriteria B Koridor satwa Kualitas air
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Koridor satwa
Kriteria B Kualitas air
5. Dalam hal variabel Ruang Publik seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis:
No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
72 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 6. Dalam hal variabel Akses Publik seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
Dalam hal variabel Habitable seberapa besar pengaruhnya terhadap 7. alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
73 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 8. Dalam hal variabel Identitas Kota seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
Dalam hal variabel Mixed-use seberapa besar pengaruhnya terhadap 9. alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
74 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 10. Dalam hal variabel Integrasi seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2 Partisipasi
3
Kriteria A
Kriteria B Kelembagaan
masyarakat
No
Kriteria B
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
11. Dalam hal variabel Partisipasi Stakeholder seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
75 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 12. Dalam hal variabel Kearifan Lokal seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
13. Dalam hal variabel Desain Ramah Lingkungan seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
76 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 14. Dalam hal variabel Keanekaragaman Hayati seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2 Partisipasi
3
Kriteria A
Kriteria B Kelembagaan
masyarakat
No
Kriteria B
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
15. Dalam hal variabel Budaya seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
77 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 16. Dalam hal variabel Berkelanjutan seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
17. Dalam hal variabel Habitat Tanaman dan Satwa seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
78 Lampiran 7 Kuesioner AHP (lanjutan) 18. Dalam hal variabel Koridor Satwa seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelembagaan
Kriteria B Morfologi kota
19. Dalam hal variabel Kualitas Air seberapa besar pengaruhnya terhadap alternatif desain pengembangan waterfront ekologis: No
1
No
2
No
3
Kriteria A
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Morfologi kota
Kriteria A
Partisipasi masyarakat Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Partisipasi masyarakat
Kriteria A Kelembagaan
Kriteria B
Kriteria B Kelembagaan
Diisi jika kriteria A Diisi jika kriteria B lebih penting dari lebih penting dari kriteria B kriteria A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria B Morfologi kota
79
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 10 Januari 1991, sebagai anak bungsu dua bersaudara dari pasangan Wigati Ramelan dan Sairoh. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur, Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejurusan UPI Bandung, lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2014 penulis diterima di Program Studi Arsitektur Lanskap pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2017. Tahun terakhir kuliahnya, penulis menulis jurnal dengan judul Evaluasi Lanskap Situ-front sebagai Pengembangan Waterfront di Kawasan Cibinong Raya yang publikasi pada Jurnal Lanskap Indonesia. Pada tahun 2013-2014 penulis sempat bekerja di perusahaan swasta, PT Panel Asri Perkasa yang bergerak dibidang desain interior sebagai drafter, estimator, dan marketing support. Penulis mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut dan melanjutkan studi strata 2-nya dan bekerja freelancer di CV Nf Interior Desain yang bergerak dibidang yang sama, yakni desain interior. Peneliti menjadi designer lepas di Nf Interior Desain. Selama menjadi designer di Nf Interior Desain, penulis pernah mendesain interior salah satunya interior Balai Besar Industri Agro Bogor.