KAJIAN KOMPETENSI SOSIAL DAN KEPRIBADIAN TENAGA PENGAJAR PENDIDIKAN DASAR AN ANALYSIS OF SOCIALCOMPETENCE AND PERSONALITY FOR TEACHER OF BASIC EDUCATION Suwandi Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan e‐mail:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi untuk mengembangkan kemampuan operasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif eksploratif. Populasi penelitian adalah guru pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) di seluruh provinsi Republik Indonesia (RI), Sampel dipilih berdasarkan teknik cluster stratified random sampling. Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Peubah yang menjadi fokus penelitian ini adalah kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru SD dan SMP. Untuk menjaring data digunakan: a) Skala Penilaian Kompetensi Guru (SPKG); b) Angket; dan c) Panduan Fokus Group Discussion (FGD). Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan: a) Interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang sosial berpengaruh signifikan terhadap kempetensi sosial; dan b) Interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kempetensi kepribadian. Kata kunci: kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian
ABSTRACT The purpose of this study was to obtain information to develop operational capability. The method used in this research is descriptive exploratory. The study population was a teacher in basic education (primary and secondary) in all provinces of the Republic of Indonesia (RI), samples were selected by stratified cluster random sampling technique. Bali, East Java, West Nusa Tenggara, Central Sulawesi and West Sulawesi. The variables are the focus of this research is social competence and personal competence and junior high school teachers. To capture the data used: a) Teacher Competency Assessment Scale (SPKG); b) Questionnaire; and c) User Focus Group Discussion (FGD). The analysis used is quantitative and qualitative analysis. Based on the results of data analysis it can be concluded: a) interaction between cultural background and social background of a significant effect of social kempetensi; and b) The interaction between cultural background and economic background kempetensi significant effect on personality. Keywords: social competence, and personal competence
1
PENDAHULUAN Permasalahan umum pendidikan bila dikelompokkan ada tiga, yakni: a) perluasan dan pemerataan akses; b) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; dan c) good govermance, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Disadari bahwa upaya mengatasi ketiga masalah pendidikan tersebut, terutama yang menyangkut mutu pendidikan akan banyak ditentukan oleh sutradara sekaligus aktor pendidikan, yakni guru. Hal itu terkait erat dengan tugas guru yang memiliki fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam upaya mencapai keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Guru berperan dalam menentukan mutu pendidikan manakala memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan profesionalisme yang memadai. Tercapainya tujuan pendidikan nasional juga menjadi kewenangan guru. Untuk mewujudkan harapan tersebut para guru (pendidik) dipersyaratkan selain sehat jasmani dan rohani, memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, juga mampu sebagai agen pembelajaran. Pada saat ini, ciri guru yang bermutu belum sepenuhnya dapat terpenuhi karena berbagai permasalahan yang saling terkait antara satu dengan yang lain, tidak terkecuali guru sekolah pendidikan dasar (SD dan SMP). Permasalahan guru tersebut, antara lain: berkaitan dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, formasi, sistem rekrutmen (seleksi dan pengangkatan), distribusi dan penempatan, kepangkatan dan karier, profesionalisme, dan kompetensi guru yang belum memenuhi standar kualifikasi sebagaimana diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti apabila banyak tindakan-tindakan guru SD dan SMP yang dinilai tidak wajar atau melampaui batas. Mengingat tuntutan peran dan fungsi kepribadian guru SD dan SMP yang begitu banyak dan ideal, untuk mendapatkan seorang guru SD dan SMP yang baik atau professional sungguh merupakan hal yang tidak mudah. Pendidikan harus menghasilkan lulusan yang mampu berpikir global, dan mampu bertindak lokal, dilandasi akhlakul kharimah (Mulyasa, 2007). Landasan akhlakul kharimah ini dipentingkan karena anak didik (murid atau siswa) yang berada di tingkat SD dan SMP masih dalam proses pembentukan dan cenderung mencontoh perilaku gurunya. Dewasa ini sedang gencar-gencarnya dilakukan proses sertifikasi guru, tidak terkecuali guru pendidikan dasar. Hampir setiap hari pikiran dan perbincangan para guru tertuju pada sertifikasi tersebut. Bisakah mereka lulus dalam sertifikasi? Apa yang harus disiapkan?
2
Sampai pada berapa insentif yang akan diterima seorang guru setelah lulus disertifikasi sering diperbincangkan dengan hangat di setiap pertemuan. Proses sertifikasi guru dalam jabatan yang dilaksanakan saat ini adalah melalui penilaian portofolio yang terdiri atas 10 komponen penilaian, yang meliputi: a) kualifikasi akademik; b) pendidikan dan pelatihan; c) pengalaman mengajar; d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; e) penilaian dari atasan dan pengawas; f) prestasi akademik; g) karya pengembangan profesi; h) keikutsertaan dalam forum ilmiah; i) pengalaman menjadi pengurus organisasi di bidang pendidikan dan social; dan i) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan (Depdiknas, 2007). Kesepuluh komponen portofolio tersebut merupakan
penjabaran
dari
empat
kompetensi
a) kompetensi pedagogic; b) kompetensi kepribadian;
guru
profesional,
yaitu:
c) kompetensi social; dan d)
kompetensi profesional. Di pihak lain, pendidikan dan latihan (Diklat) Profesi Guru (DPG) dilaksanakan selama 90 jam pertemuan dengan 5 mata diklat, yang meliputi: a) profesi keguruan; b) pendalaman aspek; c) model-model pembelajaran; d) penelitian tindakan kelas (PTK) dan karya tulis ilmiah (KTI); dan e) pelaksanaan pembelajaran (peer-teaching). Mengamati kesepuluh komponen portofolio mau pun mata diklat DPG tersebut, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial mendapat proporsi yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kedua kompetensi lainnya, yakni kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Jadi, kelulusan sertifikasi bukan jaminan bahwa kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru sudah memenuhi standar untuk menjadi guru profesional. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, muncul beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru
KERANGKA TEORI Pengertian kompetensi Di Indonesia istilah ‘kompetensi’ bukan merupakan istilah yang baru khususnya dalam pendidikan guru, karena sudah disosialisasikan pada akhir tahun tujuh-puluhan melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (Wardani, 2003). Istilah kompetensi muncul kembali kepermukaan dengan diperkenalkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak.
3
Dalam sistem pendidikan dan pelatihan yang berdasarkan pada kompetensi biasanya pihak industri/pengguna yang menentukan apa yang harus diajarkan dengan cara mengidentifikasi serangkaian kompetensi baku/rujukan. Penerapannya akan berpengaruh pada tempat/institusi, metode atau cara, serta penentuan tenaga pengajar. Dengan demikian, akan terjadi kondisi “demand driven system” yakni sistem pendidikan dan pelatihan merupakan pihak pemberi tanggapan terhadap pemenuhan tenaga kerja, sedangkan industri/pengguna harus menetapkan spesifikasi pekerjaan dan kendali mutu (Lasambaw, dkk.,2002). Penguasaan kompetensi baku ini didasari pada penerapan Competency Based Training (CBT) atau Competency Based Education (CBE), merupakan sistem yang menempatkan industri sebagai pusat pengambilan keputusan dengan penekanan pada pengembangan keterampilan yang diperlukan individu dalam dunia kerja. Sebab itu, pengertian “kompetensi” itu sendiri harus jelas sehingga penilaian dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Pemahaman terhadap suatu konsep sangat menentukan upaya yang dilakukan untuk menerapkan konsep tersebut. Pemahaman yang berbeda, terlebih lagi jika “salah konsep” akan menjadi sumber penyimpangan sehingga penilaian yang dilakukan tidak lagi mengukur apa yang seharusnya diukur. Penetapan bahwa seseorang telah memenuhi syarat atau belum memenuhi kriteria pada kompetensi tertentu akan tergambar jelas dari hasil penilaian yang dilakukan. Pengertian kompetensi cukup bervariasi karena masing-masing ahli memberikan definisi dari sudut pandang kepakaran masing-masing, padahal pengertian yang jelas tentang kompetensi sangat diperlukan dalam pengembangkan dan penyusunan dimensi penilaian kompetensi. Lasambaw, dkk. (2002) mendefinisikan kompetensi sebagai keseluruhan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan prilaku yang ditunjukkan secara konsisten oleh individu untuk menghasilkan kinerja yang unggul pada suatu jabatan atau bidang pekerjaan. Gonczi (1992) mengatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan seseorang pada pekerjaan tertentu pada standar minimun yang dapat diterima berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) yang dimiliki. Pengertian lain dikemukakan Majid (2007) bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat inteligen harus
ditunjukkan sebagai kemahiran, ketepatan, dan
keberhasilan bertindak. Kompetensi guru
4
Dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VI pasal 28 ayat 1–3 dikemukakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan. Kompetensi sebagai agen pembaharuan meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Mulyasa (2007) mengemukakan bahwa kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuwan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi baku profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. Majid (2007) mengemukakan bahwa standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Sebagai acuan dalam penetapan penguasaan kompetensi guru perlu didasarkan pada: a) landasan konseptual, landasan teoritik dan peraturan perundangan yang berlaku; b) landasan empirik dan fenomena pendidikan yang ada, kondisi, strategi, dan hasil di lapangan, serta kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders); c) jabaran tugas dan fungsi guru: merancang, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, serta mengembangkan pribadi peserta didik; d) jabaran indikator kompetensi baku: rumpun kompetensi, butir kompetensi, dan indikator kompetensi; dan e) pengalaman belajar dan asesmen sebagai tagihan konkret yang dapat diukur dan diamati untuk setiap indikator kompetensi (Depdiknas, 2004). Selanjutnya dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi dasar yang harus dimiliki guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Standar kompetensi yang diperlukan seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya adalah: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pengajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan, dan kompetensi pengabdian pada masyarakat 5
(Suparno, 2004). Hal ini mengharuskan guru menguasai kurikulum, menguasai materi pelajaran, memahami kebijakan-kebijakan pendidikan, memahami ciri dan isi bahan pengajaran, menguasai konsepnya, memahami konteks ilmu dengan masyarakat dan lingkungan, dan keterkaitannya dengan ilmu lain. Guru harus menguasai teknik pengelolaan kelas, pemilihan strategi dan metode mengajar yang sesuai. Selain itu, guru harus mampu menyelesaikan masalah dan mengabdi pada kepentingan masyarakat, memiliki kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, jujur, dewasa, peka, obyektif, berwawasan luas, kreatif Pengembangan Kompetensi Sosial Guru Guru sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah satu pribadi yang mendapatkan perhatian khusus di masyarakat. Peranan dan segala tingkah laku yang dilakukan guru senantiasa dipantau oleh masyarakat. Karena itu, guru perlu memiliki sejumlah kompetensi sosial dalam interaksi dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Bahkan Langeveld dalam Satori (2007) menekankan pentingnya guru memiliki kompentesi sosial karena guru adalah ”Penceramah Jaman”. Mengenai pengertian kompetensi sosial guru, Satori (2007) mengemukakan bahwa kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Sanaky (2005) mengemukakan bahwa kompetensi sosial guru adalah kompetensi yang berkaitan dengan bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat, seperti dapat berkomunikasi dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada kepentingan masyarakat. Wijaya dalam Satori (2007) mengemukakan jenis-jenis kompetensi sosial yang harus dimiliki adalah: a) terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik; b) bersikap simpatik; c) dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah; d) pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan; dan e) memahami dunia sekitarnya/lingkungan. Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru Ali dan Ansori (2005) mengelompokkan kompetensi guru ke dalam dua kelompok besar, yaitu: a) kompetensi kepribadian, kompetensi moralitas, dan kompetensi religius; dan b) kompetensi profesional dan kompetensi formal. Lebih lanjut, mereka mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian guru mengandung makna bahwa seorang guru memiliki integritas pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kepribadian yang utuh. Kompetensi 6
moralitas bermakna bahwa guru tidak saja mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, melainkan sanggup berbuat menurut norma-norma kesusilaan. Kompetensi religius mengandung arti bahwa seorang guru harus menganut agama yang diyakini dan mengamalkan dengan baik, sehingga dapat menjadi teladan bagi siswa-siswanya. Samad (2004) mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian (personal) adalah kemampuan kepribadian guru yang dilandasi pada aspek-aspek kepribadian yang menunjang pelaksanaan tugas profesi keguruan seperti: menghormati (respect), merasakan (empaty), dan menerima (responship). Kemudian, Yamin (2007) mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian atau kompetensi personal guru dalam menjalankan tugas profesional adalah: a) kemampuan guru menampilkan sikap positif terhadap tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi; b) kemampuan memahami, menghayati, dan menampilkan nilai-nilai dan sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru; c) kemampuan guru menampilkan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi siswanya. Pengertian kompetensi kepribadian guru yang dikemukakan oleh Samad maupun Yamin, lebih menekankan pada aspek yang berkaitan langsung dengan peranan guru sebagai pendidik dan proses interaksi antara guru dengan siswanya. Hal ini sejalan dengan Satori (2007) yang menyatakan bahwa guru bukan hanya pengajar, pelatih, dan pembimbing, tetapi juga sebagai cermin tempat peserta didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antara guru dan peserta didik tercipta situasi didik yang memungkinkan peserta didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru harus mampu menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa menjadi segan terhadapnya. Hakikat guru sebagai pendidik bahwa ia digugu dan ditiru. Dalam ruang lingkup yang lebih umum, Mulyasa (2007) mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian guru meliputi: a) beriman dan bertaqwa; b) berwawasan pancasila; c) mandiri penuh tanggung jawab; d) berwibawa; e) berdisiplin; dan f) berdedikasi. Indikator kompetensi kepribadian guru yang lebih terperinci termuat di dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Dalam hal pengembangan kompetensi kepribadian guru, BP3K dalam Satori (2007) mengemukakan beberapa aspek yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: a) pengetahuan tentang tatakrama sosial dan agamawi; b) pengetahuan tentang kebudayaan dan tradisi; c) hakikat demokrasi dan makna demokrasi pancasila; d) apresiasi dan ekspresi estetika; e) kesadaran
7
kewarganegaraan dan kesadaran sosial yang dalam; f) sikap yang tepat tentang ilmu pengetahuan kerja; dan h) menjunjung tinggi martabat manusia.
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif. Populasi penelitian adalah guru pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) di seluruh provinsi Republik Indonesia (RI), yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nangro Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Irian Jaya Barat. Dengan demikian, penelitian dilakukan di 33 provinsi dan akan memilih sejumlah provinsi sebagai sampel. Sampel dipilih berdasarkan teknik cluster stratified random sampling. Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Peubah yang menjadi fokus penelitian ini adalah kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru SD dan SMP. Untuk keperluan analisis, beberapa peubah kontrol (control variables) diperhatikan, yaitu budaya dan latar belakang sosial ekonomi. Untuk menjaring data yang diperlukan di lapangan, digunakan tiga jenis instrumen penelitian, yakni: a) Skala Penilaian Kompetensi Guru (SPKG) untuk menjaring data kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru; b) Angket untuk menjaring data tentang budaya dan latar belakang sosial ekonomi guru; dan c) Panduan Fokus Group Discussion (FGD) untuk menjaring masukan tentang pola peningkatan kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian guru yang efektif. Berdasarkan peubah dan kategorisasi peubah yang telah dikemukakan serta tujuan penelitian, analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif
HASIL ANALISIS DATA Analisis inferensial akan menjawab dua pertanyaan berikut: a) apakah kompetensi sosial guru berbeda menurut latar belakang budaya dan latar belakang sosial ekonomi?; b) Apakah
8
kompetensi kepribadian guru berbeda menurut latar belakang budaya dan latar belakang sosial ekonomi? Peneliti memperhatikan lima latar belakang budaya, yaitu Budaya Bali sebagai level dasar, Budaya Mandar, Budaya Sasak, Budaya Kaili, dan Budaya Jawa. Analisis inferensial yang digunakan adalah regresi ganda dengan peubah bebas kualitatif. Definisi masing-masing peubah dalam model adalah: Hasil analisis kompetensi sosial Analisis regresi ganda dengan data kategori memberikan hasil untuk kompetensi sosial sebagai berikut:
Regression Model Summary
Model 1
R .266(a)
Adjusted R Square R Square .071 .037
Std. Error of the Estimate .30121
Predictors: (Constant), DE, JK, DS, DB2, DB1, DB3, DB4
ANOVA (b) Mode l 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F Regressio 1.324 7 .189 2.085 n Residual 17.419 192 .091 Total 18.743 199 Predictors: (Constant), DE, JK, DS, DB2, DB1, DB3, DB4 Dependent Variable: KS
Sig. .047(a)
Coefficients (a) Mode l
(Constant) JK DB1 DB2 DB3 DB4 DS
Unstandardized Coefficients Std. B Error 4.090 .097 -.006 .048 .019 .070 .126 .067 .214 .068 .036 .072 .013 .075
Standardized Coefficients Beta -.009 .025 .165 .280 .048 .013
T B 42.290 -.122 .271 1.871 3.141 .505 .179
Sig. Std. Error .000 .903 .787 .063 .002 .614 .859 9
DE
.003
.050
.005
.058
.954
Dependent Variable: KS
Model regresi linear ganda dengan peubah bebas kualitatif yang digunakan dalam analisis inferensial ini memberikan persamaan regresi sebagai berikut: KS=4,0902-0,006JK+0,019DB1+0,126DB2+0,214DB3+0,036DB4+0,013DS+0,003DE. Kalau nilai p yang diperhatikan, semua koefisien regresi tidak ada yang signifikan, karena p=0,05, kecuali DB3 (p=0,002), dengan koefisien 0,214. Jadi, kompetensi sosial guru berlatar belakang budaya Jawa lebih tinggi daripada kompetensi sosial guru dengan latar belakang budaya Bali, Mandar, Sasak, dan Kaili. Keempat latar belakang budaya Bali, Mandar, Sasak, dan Kaili tidak memiliki perbedaan kompetensi sosial bagi guru SD dan SMP. Demikian pula kompetensi sosial guru tidak berbeda menurut jenis kelamin. Kalau latar belakang sosial dan ekonomi diperhatikan, koefisien regresi tidak ada yang signifikan mengindikasikan bahwa kompetensi sosial guru tidak dapat dibedakan berdasarkan latar belakang sosial dan ekonominya. Perbaikan model dilakukan dengan mengacu pada prinsip model sederhana (main effect) dan model lengkap (full model atau interaction model). Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh interaksi antara latar belakang budaya, sosial dan ekonomi berdasarkan model yang dibuat. Selanjutnya, dengan analisis model lengkap (main dan interaction effect) yang melibatkan semua interaksi yang mungkin, dan model direvisi dengan menghilangkan interaksi yang tidak signifikan. Dengan demikian, hasil yang diberikan oleh model interaksi analisis regresi ganda untuk kompetensi sosial adalah sebagai berikut:
Regression Model Summary Mode l 1
R .366(a)
Adjusted R Square R Square .134 .083
Std. Error of the Estimate .29384
a Predictors: (Constant), DB4DS, DS, JK, DB1, DB2, DE, DB3, DB4, DB1DS, DB2DS, DB3DS
ANOVA(b) Mode l 1
Regressio
Sum of Squares 2.511
df 11
Mean Square .228
F 2.644
Sig. .004(a) 10
n Residual Total
16.232 18.743
188 199
.086
a Predictors: (Constant), DB4DS, DS, JK, DB1, DB2, DE, DB3, DB4, DB1DS, DB2DS, DB3DS b Dependent Variable: KS
Persamaan regresinya adalah: KS=3,527-0,022JK+0,513DB1+0,699DB2+0,527DB3+0,771DB4+0,620DS+
0,000DE-
0,517D[B1*DS]-0,601[DB2*DS]-0,337[DB3*DS]-0,830[DB4*DS]
Hasil yang diberikan oleh model interaksi ini adalah: a) meningkatnya koefisien determinasi dari 7,1% menjadi 13,4% yang berarti makin banyak informasi yang dapat dijelaskan oleh model; b) hanya DB3 yang signifikan pada model sederhana, sedangkan pada model interaksi DB1, DB2, DB4, DS dan interaksi antara budaya (DB) dengan latar belakang sosial (DS) menjadi signifikan; dan c) kesimpulan akan didasarkan pada hasil model interaksi.
Coefficients (a)
Mode l 1 (Constant ) JK DB1 DB2 DB3 DB4 DS DE DB1DS DB2DS DB3DS DB4DS
Unstandardized Coefficients Std. B Error 3.527
.210
-.022 .513 .699 .527 .771 .620 .000 -.517 -.601 -.337 -.830
.047 .256 .295 .362 .227 .214 .049 .264 .302 .369 .238
Standardized Coefficients
t
Beta
B
-.033 .671 .913 .688 1.007 .608 .000 -.649 -.770 -.436 -.955
Sig. Std. Error
16.761
.000
-.469 2.006 2.370 1.457 3.394 2.904 .004 -1.958 -1.989 -.913 -3.482
.640 .046 .019 .147 .001 .004 .996 .052 .048 .363 .001 11
a Dependent Variable: KS Kompetensi sosial guru yang memiliki latar belakang budaya Mandar, Sasak, dan Kaili lebih tinggi daripada kompetensi sosial guru dengan latar belakang budaya Bali dan Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dan pariwisata yang dialami oleh masyarakat Bali dan Jawa sedikit melunturkan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sehingga berdampak pada lemahnya kompetensi sosial gurunya. Namun, interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang sosial juga perlu diinterpretasi karena menjadi signifikan. Untuk interpretasi interaksi, diagram garis untuk rerata pada peubah kompetensi sosial menurut latar belakang budaya dan latar belakang sosial ditampilkan pada Gambar 4.6 yang merupakan visualisasi dari Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Rerata kompetensi sosial menurut budaya dan latar belakang sosial DS Rendah Tinggi Kecenderungan
Bali 3.516 4.130 +
Mandar 4.023 4.127 +
Budaya Sasak 4.203 4.226 +
Jawa 4.031 4.322 +
Kaili 4.281 4.077 -
Total 4.133 4.183
Deskripsi dari dua bentuk penyajian informasi (Tabel 4.18 dan Gambar 6.6) dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Kompetensi sosial lebih tinggi bagi guru dengan latar belakang sosial tinggi untuk guru yang berlatar belakang budaya Bali, Mandar, Sasak, dan Jawa, namun sebaliknya terjadi pada guru berlatar belakang budaya Kaili, yakni kompetensi sosial lebih tinggi pada guru dengan latar belakang sosial rendah daripada kompetensi sosial pada guru dengan latar belakang sosial tinggi; b) Perbedaan kompetensi sosial yang besar menurut latar belakang sosial (rendah dan tinggi) terjadi pada latar belakang budaya Bali, namun pada budaya lain perbedaan tersebut tidak terlalu besar; dan c) Perbedaan latar belakang sosial mengakibatkan kompetensi sosial responden dengan latar budaya Sasak dan budaya Kaili masing-masing berbeda jika dibandingkan dengan responden yang berlatar budaya lainnya. Hal ini mungkin saja disebabkan kondisi sosial masyarakat di kedua provinsi ini cenderung lebih labil dari ketiga provinsi lainnya, yaitu Bali, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat.
12
Hasil analisis kompetensi kepribadian Analisis regresi ganda model sederhana memberikan hasil untuk kompetensi kepribadian sebagai berikut: KP=4,203-0,018JK+0,085DB1+0,122DB2+0,040DB3-0,005DB4-0,033DS+0,036DE. Regression Model Summary Mode l 1
R .203(a)
Adjusted R Square R Square .041 .006
Std. Error of the Estimate .25061
a Predictors: (Constant), DE, JK, DS, DB2, DB1, DB3, DB4
ANOVA(b) Mode l 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regressio .519 7 .074 1.181 n Residual 12.058 192 .063 Total 12.578 199 a Predictors: (Constant), DE, JK, DS, DB2, DB1, DB3, DB4 b Dependent Variable: KP
Sig. .315(a)
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Std. B Error
Mode l 1 (Constant 4.203 ) JK -.018 DB1 .085 DB2 .122 DB3 .040 DB4 -.005 DS -.033 DE .036 a Dependent Variable: KP
Standardized Coefficients
t
Beta
B
Sig. Std. Error
52.236
.000
-.460 1.469 2.180 .698 -.079 -.530 .852
.646 .144 .030 .486 .937 .596 .395
.080 .040 .058 .056 .057 .060 .062 .042
-.033 .136 .195 .063 -.008 -.040 .068
Kalau nilai p yang diperhatikan, koefisien regresi untuk DB2 (budaya sasak) signifikan dengan nilai p=0,030<=0,05, yang berarti kompetensi kepribadian guru yang berbudaya 13
sasak lebih tinggi daripada guru dengan latar belakang budaya lainnya. Namun, koefisien regresi untuk latar belakang sosial dan ekonomi semuanya tidak ada yang signifikan, karena nilai p=0,05. Sebagaimana pada 'kompetensi sosial', perbaikan model juga dilakukan pada 'kompetensi kepribadian, sehingga, hasil yang diberikan sebagai berikut: KP=4,141-0,023JK+0,164DB1+0,190DB2+0,163DB3+0,034DB4-0,025DS+ 0,345[DB1*DE]-0,150[DB2*DE]-0,229[DB3*DE]+0,064[DB4*DE].
0,162DE-
Regression Model Summary Mode l 1
R .293(a)
Adjusted R Square R Square .086 .032
Std. Error of the Estimate .24731
a Predictors: (Constant), DB4DE, DB1DE, DB2DE, DS, JK, DB3DE, DB1, DB4, DB2, DB3, DE
ANOVA(b) Mode l 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regressio 1.079 11 .098 1.604 .100(a) n Residual 11.499 188 .061 Total 12.578 199 a Predictors: (Constant), DB4DE, DB1DE, DB2DE, DS, JK, DB3DE, DB1, DB4, DB2, DB3, DE b Dependent Variable: KP
Coefficients (a)
Mode l 1 (Constant ) JK DB1 DB2 DB3 DB4 DS
Unstandardized Coefficients Std. B Error 4.141
.085
-.023 .164 .190 .163 .034 -.025
.040 .067 .075 .085 .069 .062
Standardized Coefficients
t
Beta
B
Sig. Std. Error
48.721
.000
-.569 2.452 2.545 1.923 .500 -.401
.570 .015 .012 .056 .618 .689
-.041 .262 .303 .259 .055 -.030
14
DE .162 DB1DE -.345 DB2DE -.150 DB3DE -.229 DB4DE .064 a Dependent Variable: KP
.079 .152 .111 .114 .152
.309 -.193 -.171 -.307 .036
2.061 -2.264 -1.347 -2.010 .418
.041 .025 .180 .046 .677
Hasil yang diberikan oleh model interaksi ini adalah: a) meningkatnya koefisien determinasi dari 4,1% menjadi 8,6% yang berarti makin banyak informasi yang dapat dijelaskan oleh model; b) hanya DB2 yang signifikan pada model sederhana, sedangkan pada model interaksi DB1, DB2, DE dan interaksi antara budaya (DB) dalan latar belakang ekonomi (DS) menjadi signifikan; dan c) kesimpulan akan didasarkan pada hasil model interaksi. Kompetensi kepribadian guru yang memiliki latar belakang budaya Mandar, Sasak, lebih tinggi daripada kompetensi sosial guru dengan latar belakang budaya Bali, Kaili dan Jawa. Namun, interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi juga perlu diinterpretasi karena menjadi signifikan. Untuk interpretasi interaksi, diagram garis untuk rerata pada peubah kompetensi sosial menurut latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi ditampilkan pada Gambar 4.7 yang merupakan visualisasi dari Tabel 4.19. Dilihat dari arah hubungan rerata antara kompetensi kepribadian dan latar belakang ekonomi (Tabel 4.19), pada tiga budaya yaitu Bali, Sasak, dan Jawa adalah positif berarti memiliki kompetensi kepribadian rendah pada kondisi latar belakang ekonomi yang rendah dan memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi pada kondisi latar belakang ekonomi yang tinggi. Namun, pada budaya Mandar dan Kaili terjadi sebaliknya yaitu terjadi hubungan negatif, artinya pada kondisi ekonomi yang rendah guru memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi dan pada kondisi ekonomi yang tinggi guru memiliki kompetensi kepribadian yang rendah. Tabel 4.19 Rerata kompetensi kepribadian menurut budaya dan latar belakang ekonomi DE Rendah Tinggi Kecenderungan
Bali 4.102 4.261 +
Mandar 4.264 4.198 ‐
Budaya Sasak 4.145 4.372 +
Jawa 4.267 4.081 +
Kaili 4.290 4.300 ‐
Total 4.209 4.244
15
Perbedaan latar belakang ekonomi mengakibatkan kompetensi kepribadian responden yang berlatar belakang budaya Mandar dan Jawa masing-masing berbeda dengan responden yang berlatar belakang budaya lainnya. Jika ditinjau dari kondisi ekonomi, Provinsi Jawa Timur merupakan yang paling mapan dan Provinsi Sulawesi Barat merupakan yang paling lemah karena merupakan provinsi baru. Kondisi ekonomi masyarakat yang ekstrim ini bisa saja berdampak pada perbedaan kompetensi kepribadian gurunya, sedangkan kondisi ekonomi masyarakat untuk tiga provinsi lainnya yang berada pada level tengah ternyata tidak memberikan dampak pada perbedaan kompetensi kepribadian guru. Dengan memperhatikan model interaksi pada kompetensi sosial dan kepribadian, dapat dikatakan bahwa interaksi antara latar budaya dan latar belakang sosial berpengaruh terhadap kompetensi sosial, sedangkan interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi berpengaruh terhadap kompetensi kepribadian.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang sosial berpengaruh signifikan terhadap kempetensi sosial. Dalam analisis interaksi ini terungkap bahwa guru dengan latar budaya Kaili berbeda dengan empat latar budaya yang lain, yaitu Bali, Mandar, Sasak, dan Jawa. Guru-guru dengan latar budaya Kaili memiliki kompetensi sosial yang tinggi pada kondisi sosial yang rendah, dan kempetensi sosial yang rendah pada kondisi sosial yang tinggi. Interaksi antara latar belakang budaya dan latar belakang ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kempetensi kepribadian. Dalam analisis interaksi ini terungkap bahwa guru dengan latar buadaya Mandar dan Jawa berbeda dengan tiga latar budaya yang lain, yaitu Bali, Sasak, dan Kaili. Guru-guru dengan latar budaya Mandar dan Jawa memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi pada kondisi ekonomi yang rendah, dan kompetensi kepribadian yang rendah pada kondisi ekonomi yang tinggi.
Saran Mekanisme pengembangan kompetensi sosial dan kepribadian berdasarkan hasil diskusi dengan responden, terungkap beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan untuk 16
pengembangan kompetensi sosial dan kepribadian guru, yakni: a) melaksanakan tes kompetensi sosial dan kepribadian bagi guru baru; b) melaksanakan pendidikan dan latihan ESQ; c) kuliah masalah sosial dan kepribadian; d) bimbingan dan konseling bagi guru (psikolog); e) klinik masalah sosial dan kepribadian; f) pemberdayaan pengawas dan kepala seolah melalui supervisi klinis; g) perluasan materi kajian di KKG dan MGMP; dan h) pelaksanaan lomba guru teladan khusus dalam kompetensi sosial dan kepribadian.
PUSTAKA ACUAN Ali, M. & Ansori, M. 2005. Psikologin Remaja: Perkembanagan peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara. ASAE (American Society Association of Executive). 1993. Benchmarks for Scientific Attitude and Literacy. New York: Oxford University Press. Bundu, P. 2005. Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Penilaian Berbasis Kompetensi. Makalah (tidak diterbitkan) Seminar Nasioanl Pendidikan, UPP PGSD UNM. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasioanl. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Draft Naskah Akademik Sertifikasi Kompetendi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: P2TK Ditjen Dikti. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Draft Naskah Akademik Sertifikasi Kompetendi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: P2TK Ditjen Dikti. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Standar Kompetensi Guru SMA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikdasmen. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009: Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025. Jakarta: Penerbit Depdiknas. Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti. 2006. Rambu-rambu Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Guru Sekolah Dasar. Hager, P. 1994. Is there are cogent philosophical argument against competency standard? Australian Journal of Education, 38 (1),3 – 18 Jones, L. and Moore L. 1995. Appropriating competence: The competency movement. British Journal of Education and Work, 8 (2), 78 – 91, Lasambow, C. M., Admin, & Sutjirezeki, E. 2002. Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah, Jakrta, 2 November. Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosda Karya. Samad, S. 2004. Profesi Keguruan. Makassar: FIP UNM Sanaky, H. A. H., 2005. Sertifikasi dan Profesionalisme Guru di Era Reformasi Pendidikan. http://www.sanaky.com/materi/sertifikasi dan profesionalisme guru.pdf download pada hari Kamis, 13 Maret 2008. 17
Satori, D., Kartadinata, S., Yusuf, S., & Makmun, A. S. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Sundberg, J. 1994. Human Competence at Work – An Interpretative Approach. London: Gothenberg. Tiro, M.A & Sukarna, 2008. Meluruskan Konsep Pengembangan Instrumen Tipe Skala Likert. Karya tulisan belum dipublikasi Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Republik Indonesia No.20. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika. Yamin, M. 2007. Profesional Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.
18