JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
JANUARI 2012
Kajian Kestabilan Reliabilitas
(Kasus Skala Sikap dan Kecerdasan Emosional)
Busnawir (Lektor Kepala Pada Pendidikan Matematika FKIP Universitas Haluoleo)
Abstrak: Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 2x2 faktorial, populasi sebanyak 1000 siswa terdiri dari 500 siswa dari kecerdasan emosional rendah dan 500 siswa dari kecerdasan emosioanl tinggi. Pensekoran yang digunakan yaitu terboboti dan Likert. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koefisien reliabilitas berdasarkan penskoran terboboti lebih stabil dibandingkan penskoran Likert; (2) pada kelompok kecerdasan emosional tinggi, koefisien reliabilitas berdasarkan penskoran terboboti lebih stabil dibandingkan penskoran Likert; (3) varians koefisien reliabilitas yang dihasilkan pada keompok kecerdasan emosional tinggi lebih kecil dibandingkan pada kelompok kecerdasan emosional rendah; Disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas berdasarkan penskoran terboboti lebih stabil dibandingkan penskoran Likert. Kata kunci: kestabilan reliabilitas, skor komposit, penskoran Likert, penskoran terboboti, kecerdasan emosional. PENDAHULUAN Reliabilitas pengukuran berkaitan erat dengan skor yang dihasilkan oleh suatu pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk skor komposit dari butir-butir instrumen pengukuran. Pendekatan yang digunakan sampai saat ini untuk menghasilkan skor komposit itu adalah penskoran Likert, yang dikenal dengan summated rating Likert (Edwards, 1957 :152). Dikemukanan oleh (Nasir, 1988 : 398), bahwa penskoran Likert memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah skor komposit yang dihasilkan untuk setiap responden mengandung makna yang tidak jelas; memiliki banyak pola responsi yang berbeda dari skor responden yang sama sehingga sukar untuk diinterpretasikan sehingga melahirkan masalah terhadap validitas skala. Banyaknya kemungkinan pola responsi yang dihasilkan untuk skor yang sama merupakan galat (error) dari responsi yang terjadi; validitas dari penskoran Likert merupakan pertanyaan yang masih memerlukan penelitian empirik.
Selain kelemahan yang disebutkan sebelumnya, menurut Lindgren (1986: 90-93) teradapat kelemahan lain dari penskoran Likert, yaitu prinsip pembobotan yang diberikan untuk setiap butir adalah sama, yaitu 1 (satu). Prinsip pembobotan semacam ini mengabaikan adanya korelasi antara butirbutir dalam skala sikap. Suatu hal yang kontradiktif, di mana diketahui bahwa butirbutir skala sikap merepresentasikan sikap individu secara utuh bersifat konsisten dalam sebuah sistem yang terintegrasi. Variasi atau sistem dalam sikap bekerja bersama-sama dan saling berkorelasi. Kecenderungan timbulnya masalah overesmiate dari skor komposit responden yang dihasilkan oleh penskoran Likert menurut Likert dapat berpengaruh terhadap reliabilitas pengukuran (Ferguson, dalam Edwards, 1957:160). Secara ideal perlu dilakukan studi “cross validation” untuk menentukan apakah reliabilitas yang tinggi pada penskoran Likert dapat dipertahankan pada kelompok sampel
27
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
JANUARI 2012
yang lain (Muller, 1986 : 31). Dalam hal ini, reliabilitas skor hasil pengukuran berdasarkan skor komposit responden yang diperoleh melalui penskoran Likert cenderung bersifat fluktuatif (instability). Keadaan reliabilitas yang demikian berdampak pada hasil pengukuran yang tidak dapat diandalkan sehingga kesimpulan ataupun keputusan yang dihasilkan menimbulkan keragu-raguan, kesangsian, dan tingkat kepercayaan yang rendah, bahkan tidak dapat dipercaya. Untuk mengatasi kelemahan dalam penskoran Likert, salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan ialah dengan memberi bobot butir-butir sesuai dengan konstribusinya, atau disebut dengan penskoran terboboti. Penskoran terboboti dalam penelitian ini mengunakan pendekatan Analisis Komponen Utama (AKU). Menurut Gasperz (1995: 444), teknik komponen utama memiliki keungulan dalam meningkatkan
ketepatan pendugaan parameter bentuk. Jollife (1986: 210) menyatakan, dalam banyak gugus variabel komposit mempunyai sifat yang disebut “curvature”, tidak linear. Salah satu cara mengatasi masalah ini ialah dengan pendekatan analisis komponen utama melalui suatu kombinasi linear data komposit dengan cara memaksimalkan varians. Nitko (1996: 7273) mengemukana bahwa selain faktor scoring, beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kestabilan koefisien reliabilitas, antara lain adalah variasi dalam grup responden dan perbedaan metode pendugaan reliabilitas. Tujuan penelitian ini ialah menemukan verifikasi empirik adanya perbedaan kestabilan koefisien reliabilitas hasil pengukuran skala sikap berdasarkan penskoran Likert dan penskoran terboboti dengan mempertimbangkan kecerdasan emosional responsden.
Kestabilan Reliabilitas Popham mengartikan kestabilan sebagai ketepatan atau kemantapan hasil pengukuran individu-individu dari dua waktu yang berbeda dan merupakan salah satu tipe reliabilitas yang menerangkan hasil pengukuran yang selalu kosisten setiap waktu. Kemudian dikatakan bahwa kestabilitan merupakan estimasi reliabilitas yang didasarkan pada kekonsistenan sebuah alat ukur (Nitko, 1981: 126:128). Menurut Christensen (1988: 129), reliabilitas berkenaan dengan kestabilan, yaitu kekonsistenan suatu organisme (individu-individu) terhadap respons-respons yang diberikan dalam beberapa selang waktu. Sayangnya, hampir semua percobaan dilakukan hanya satu kali perlakuan (a single-occasioan events), yang berarti variabel hanya diamati sekali saja. Dalam hal ini, subjek hanya dilibatkan satu kali dalam percobaan sehingga reliabilitas dari variabel yang diukur tidak dapat diprediksi. Epstein dalam Christensen (1988: 129)
mengemukakan bahwa, variabel yang hanya diukur dalam satu kejadian tidak menghasilkan kestabilan dalam pengukuran, oleh karenanya dapat disangsikan. Jika skor yang diperoleh dari suatu pengukuran dalam suatu waktu tertentu digunakan untuk membuat inferensi dalam jangka waktu yang panjang, maka penting untuk mengestimasi kestabilan dari skor tersebut. Pemilihan metode pendugaan reliabilitas untuk menentukan derajat keterandalan suatu hasil pengukuran, sama halnya dengan pemilihan metode perolehan skor yang tepat untuk menentukan keakurasian estimasi skor domain, dan ini memerlukan metodologi statistika yang kompleks (Thorndike, 1997: 125). Jika kita ingin mempelajari masalah kestabilan pengukuran, maka cara yang baik ialah melakukannya berulang-ulang dalam interval waktu tertentu secara terus menerus (McDonald, 1999:.70). 28
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
Penskoran Likert Penskoran Likert adalah cara perolehan skor komposit responden dengan menggunakan pendekatan summated rating yang dikemukakan oleh Likert. Menurut Wiersma (1990: 454), skala bentuk Likert merupakan salah satu prosedur penskalaan, yang secara umum dihubungkan dengan pengukuran sikap, menyatakan tingkatan respons untuk setiap butir atau pernyataan. McDonald (1999: 22) mengemukakan bahwa, metode Liket tidak memiliki kejelasan mengenai bilangan bulat yang digunakan, misalnya: sangat setuju diberi angka 5; setuju dengan angka 4; tidak berpendapat diberi angka 3; tidak setuju dengan angka 2, dan sangat tidak setuju diberi angka 1. Di lain pihak, dapat digunakan aturan: sangat sering diberi angka 4, sering dengan angka 3; jarang diberi dengan angka 2, dan tidak pernah diberi angka 1. Dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang perlu doperhatikan sebagai “ancaman ringan”
JANUARI 2012
terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh penskoran Likert, antara lain: (1) Memiliki banyak pola responsi yang berbeda dari skor responden yang sama sehingga sukar untuk memberikan arti yang uniform dan melahirkan masalah terhadap validitas skala (Aiken, 1996: 234). Banyaknya kemungkinan pola responsi yang dihasilkan untuk skor yang sama dapat dipikirkan sebagai error (galat) dari responsi yang terjadi (Nasir, 1988: 398). (2) Skor total yang dihasilkan melalui penjumlahan skor butir untuk tiap-tiap responden mengandung makna yang tidak jelas (Muller, 1986: 9). (3) Varians skor total responden sering mengandung varians himpunan-jawab, sehingga bagian dari respons-respons mengandung varians ekstra, yaitu varians yang bukan menjelaskan varians sikap y
Penskoran Terboboti Penskoran terboboti menggunakan analisis komponen utama bertujuan menerangkan struktur varians-kovarians melalui kombinasi linear dari variabel-variabel asal. AKU biasanya digunakan untuk: (1) mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda; (2) mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang saling berkorelasi; (3) menetralisir variabel-variabel asal yang konstribusinya relatif kecil. Variabel baru yang dimaksud di sini disebut dengan komponen utama, yang berciri (a) merupakan kombinasi linear variabel-variabel asal; (b) jumlah kuadrat koefisien dalam kombinasi linear bernilai 1; Komponen utama pertama dapat ditulis:
(c) tidak berkorelasi; (d) mempunyai varians terurut dari terbesar ke yang terkecil (Siswadi dan Suharjo, 1997: 10-11). Konsep analisis komponen utama dalam penelitian ini dapat dijelaskan seperti berikut. Misalkan kita mempunyai sebanyak p variabel asal, x1, x2, . . . , xp, yang memiliki sebaran variabel ganda dengan vektor ratarata dan matriks kovarians . Komponen utama yang dihasilkan merupakan kombinasi linear dari p variabel asal. Secara matematik kombinasi linear yang dibentuk melalui AKU dijelaskan sebagai berikut (Mattjik, A. A., dkk: 2002: 5-1 – 5-4).
29
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Y 1 a11 X 1 a12 X 2 a1 p X atau
VOLUME 3 NOMOR 1
Y 2 a 21 X 1 a 22 X 2 a 2 p X p
p
= a2, X
Y 1 a1 X , yang memiliki
dengan varians sebesar
varians sebesar: S2 Y 1
p
SY 2 2
p
ai1a ji sij a1, S a1
i 1 j 1
i 2 a j 2 sij
i 1 j 1
dengan
,
koefisien
a2
adalah
maksimum dan
a1 a 2 0 .
hal
Untuk
mendapatkan
tersebut, prosedur yang digunakan sama seperti pemilihan vektor koefisien Komponen Utama Pertama, yaitu dengan persamaan Lagrange, dengan memaksimumkan varians
memaksimumkan
SY2 . 2
Selanjutnya untuk komponen utama ke-i; i = 3, 4, …, p didapatkan dari kombinasi linear p variabel asal yang memaksimumkan
f q( S 1 I ) a1 0 . a1
varians ( a i X ) dengan kendala: a i a i 1 ,
Agar sistem persamaan yang terkahir tidak bersolusi trivial, maka harus memenuhi syarat:
| S 1 I | 0 , sehingga
,
dengan kendala kendala a 2 a 2 1 ,
varians Persamaan Lagrange : f (a1 Sa1 ) 1 (a1 a1 1)
vektor
a2 S a2 .
,
SY21 .
dan
1 merupakan
,
kovarians
a i X a k X 0 untuk k i . ,
akar ciri terbesar dari matriks kovarians S dan a1 merupakan vektor ciri yang bersesuaian dengan
a
2
2
,
p
sedemikian sehingga varians SY2
SY 1 terbesar di antara sehingga varians vektor koefisien yang lain. Untuk Mendapatkan hal tersebut dapat dilakukan melalui persamaan Lagrange dengan kendala ,
p
Pemilihan
Pemilihan vektor koefisien Komponen Utama Pertama (KU1) adalah sedemikian rupa
a1 a1 1 ,
JANUARI 2012
,
1 . Selanjutnya Komponen Utama
Kedua dapat ditulis sebagai berikut: Konsep Kecerdasan Emosional Dalam kajian para ahli, emosi dapat menjadi sumber kecerdasan, kepekaan, dan bahkan kebijaksanaan. Goleman (1995: 5), menyebutkan emosi justru dapat menuntun individu menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila hanya diserahkan pada otak, misalnya bertahan mencapai tujuan kendati dilanda kekecewaan. Sementara itu Freedman (1982: 244), menyebutkan bahwa emosi memiliki dua elemen dasar yaitu: keinginan fisiologis ( physiological arousal) atau depresi seperti marah atau takut dan emosi cenderung berisi
perasaan positif atau perasaan negatif seperti senang dan tidak senang, kegembiraan dan kesedihan, perhatian atau penolakan. Carlson dan Buskist (1997: 437), menyebutkan bahwa emosi menggambarkan perilaku, respon psikologis, mengatur perasaan yang timbul karena adanya keinginan atau stimulus yang tidak terduga. Uraian di atas menggambarkan bahwa emosi memiliki arti penting bagi individu karena dapat menjadi pengaktif atau pendorong untuk melakukan atau bereaksi terhadap sesuatu. Emosi muncul sebagai 30
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
tanggapan individu atas suatu kejadian atau aspek dari kejadian dalam lingkungan. Berkembangnya konsep tentang kecerdasan didorong oleh temuan bahwa kecerdasan intelektual yang diukur dengan IQ menyumbang kira-kira 20% bagi faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kesuksesan hidup seseorang. Sedangkan 80% lainnya disumbang oleh kecerdasan lain seperti kecerdasan emosional (Goleman, 1995: 34). Data ini makin mempertegas bahwa individu perlu diperkaya kecerdasan dengan bentuk kecerdasan yang lain. Berbeda dengan IQ yang tidak banyak diubah dengan pengalaman dan pendidikan maka kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dikembangkan. Taufik Bahaudin (1999: 179) mengemukakan bahwa, kecerdasan emosional adalah kemampuan atau keterampilan dalam mengendalikan diri, memiliki semangat dan ketekunan yang tinggi, mampu memotivasi
JANUARI 2012
dirinya sendiri dalam mengerjakan sesuatu dan mampu berinteraksi secara baik dengan orang lain. Pada bagain lain Goleman (1999: 375) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenal perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kecenderungan dalam menggunakan emosi untuk membantu mengarahkan perilaku dan berpikir yang mencakup dimensi individual yang meliputi: (a) kesadaran diri, ( b) pengaturan diri, dan ( c) dorongan diri, serta dimensi sosial, yang meliputi : (a) empati dan (b) hubungan sosial.
METODE Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011. Tempat pengumpulan data dilakukan di 5 (lima) SMP d Kota Kendari, masing-masing adalah: (1) SMP Negeri 1 Kendari; (2) SMP Negeri 2 Kendari; (3) SMP Negeri 9 Kendari; (4) SMP Negeri 10 Kendari; (5) SMP Negeri 5 Kendari.
data tersebut diproses lebih lanjut dalam bentuk eksperimen dengan mempertimbangkan kecerdasan emosional siswa. Penentuan jumlah siswa ditetapkan dalam dua kelompok, yaitu: (1) Kelompok pertama dinyatakan sebagai kelompok yang memiliki kecerdasan emosional rendah sebanyak 500 orang. (2) Kelompok kedua dinyatakan sebagai kelompok yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sebanyak 500 orang Dalam penelitian ini, penarikan sampel untuk keperluan unit-unit analisis data dilakukan sebanyak 50 kali untuk masingmasing kelompok responden. Setiap kali penarikan sampel berjumlah 150 data (5 kali jumlah butir skala sikap). Penarikan sampel data untuk keperluan analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer (program Minitab 14 for windows).
Populasi dalam penelitian ini dibedakan dalam 2 (dua) bagian. Pertama adalah populasi siswa (sebagai responden), digunakan untuk memperoleh data penelitian mengenai skala sikap terhadap bidang studi matematika. Kedua, populasi data penelitian, digunakan sebagai populasi percobaan di mana ditarik sampel berulang-ulang dengan pengembalian. Populasi siswa terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 yang ada di lima sekolah yang menjadi tempat penelitian ini. Populasi siswa dijadikan sebagai fasilitas untuk mendapatkan data awal mengenai skala sikap terhadap bidang studi matematika, kemudian 31
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
JANUARI 2012
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimen. Variabel penelitian teridiri atas variabel bebas (penskoran Likert dan penskoran terboboti), variabel moderator
(kecerdasan emosioanl), dan variabel terikat (koefisien reliabilitas). Disain dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Disain Penelitian Bentuk Penskoran Likert (A1) Terboboti (A2)
Kecerdasan Emosioanl Rendah (B1) Tinggi (B2)
r1 r2 r3 . . . r50
s
r1 r2 r3 . . . r50
2 K
sT2
r1 r2 r3 . . . r50
s
r1 r2 r3 . . . r50
2 K
sT2
Keterangan Tabel 1: r1 r2 r3 . . . r50 = koefisien reliabilitas pada sampel ke-1, ke-2, . . . ., sampel ke-50
sK2 = varians koefisien reliabilitas dihasilkan penskoran Likert
sT2 = varians koefisien reliabilitas dihasilkan penskoran terboboti
yang
yang
Perhitungan Koefisien Reliabilitas kuadrat antar individu. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji F dengan formula seperti dalam Tabel 2. Uji signifikansi perbedaan varians dilakukan dengan membandingkan nilai statistik F hitung dengan nilai F tabel pada taraf signifiknasi = 0,05 (Freud & Simon, 1992: 345)
Setelah diperoleh Skor Komposit Responden baik menggunakan pendekatan Likert maupun menggunakan pendekatan terboboti, selanjutnya dihitung koefisien reliabilitas menggunakan Analisis Varians dengan formula (Kerlinger, 1986: 448): V = koefisien rtt 1 e , di mana: rtt Vind reliabilitas; Ve = residual; Vind = rata-rata
Tabel 2 Statistik Uji dan Kriteria Penerimaan Hipotesis Nol Hipotesis H1
2 rAKU
2 rL
Statistik-Uji
F
Terima H0 jika
s 2b
F F
s 2k
F F
= nilai distribusi F pada taraf signifikan yang ditentukan.
Keterangan Tabel 2: s 2b = varians terbesar;
s 2k = varians terkecil; F = nilai F hitung;
Tolak H0 jika
F
32
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
HASIL Dari lima puluh kali ulangan untuk masing-masing kelompok perlakuan diperoleh lebar selang koefisien reliabilitas pada tingkat kepercayaan 95% dan besarnya koefisien
JANUARI 2012
variasi dari setiap metode perolehan SKR dirangkum pada Tabel 3.
Tabel 3 Lebar Selang Kepercayaan 95% dan Koefisien Variasi Reliabilitas Hasil Pengukuran Skala Sikap dari Setiap Bentuk Penskoran Lebar SK 95%
Koefisien Variasi
Kecerdasan Emosional
Likert
Terboboti
Likert
Terboboti
Rendah
0,0459
0,0017
12,01%
6,11%
Tinggi
0,0088
0,0015
8,23%
3,03%
Total
0,0224
0,0033
5,57%
1,19%
Nilai-nilai
statistik
untuk
masing-masing
reliabilitasnya ditunjukkan pada Tabel 4
kelompok perlakuan dillihat dari koefisien
berikut.
Tabel 4. Nilai Statistik Koefisien Reliabiltas Berdasarkan Bentuk Penskoran dan Kecerdasan Emosional Bentuk Penskoran Kecerdasan
Likert
Emosional
Terboboti
Mean
Var
Me
Mo
Mean
Var
Me
Mo
Rendah
0,667
0.0022
0,507
0,604
0,775
0,0015
0,730
0,726
Tinggi
0,781
0.0021
0,725
0,743
0,839
0,0008
0,808
0,801
Keseluruhan
0,799
0,0093
0,734
0,729
0,821
0,0010
0,800
0,807
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji F ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.
33
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
JANUARI 2012
Tabel 5 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis
F-hitung
F-tabel = 0,05
= 0,01
Keputusan
1
6,05
1,39
1,59
Tolak H0
2
5,31
1,60
1,91
Tolak H0
3
7,70
1,60
1,91
Tolak H0
4
3,16
1,60
1,91
Tolak H0
5
1,20
1,60
1,91
Terima H0
PEMBAHASAN Dari Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa lebar selang kepecayaan 95% yang dihasilkan oleh penskoran Likert lebih besar dibandingkan yang dihasilkan oleh penskoran terboboti, baik pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional rendah, pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, maupun secara keseluruhan. Dilihat dari besarnya koefisien variasi yang dihasilkan, penskoran Likert memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan penskoran terboboti, baik pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional rendah, pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, maupun secara keseluruhan. Hal ini memberikan verifikasi bahwa pendekatan penskoran Likert berfluktuasi lebih besar dibandingkan penskoran terboboti. Besarnya fluktuasi mencerminkan tingkat ketepatan pengukuran. Semakin besar flkutuasi yang dihasilkan menunjukkan tingkat ketepatan yang rendah. Sebaliknya, flkutuasi yang lebih kecil memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat. Berdasarkan besarnya flkutuasi yang dihasilkan oleh kedua pendekatan penskoran yang digunakan memberikan indikasi yang kuat bahwa pendekatan penskoran terboboti memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat dibandingkan dengan penskoran Likert.
Rekapitulasi nilai-nilai statistik dasar dari koefisien reliabilitas masing-masing kelompok perlakuan dirangkum dalam Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat dilihat besarnya nilai-nilai varians yang dihasilkan oleh penskoran Likert maupun penskoran terboboti pada semua kelompok responden. Terlihat bahwa penskoran Likert memberikan nilai-nilai varians yang relatif lebih besar dari pada yang dihasilkan oleh penskoran terboboti. Hal ini memberikan indikasi bahwa koefisien reliabilitas yang dihasilkan oleh penskoran terboboti lebih konsisten daripada yang dihasilkan oleh penskoran Likert. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penskoran terboboti menghasilkan koefisien reliabilitas yang lebih stabil daripada penskoran Likert. Selain memperhatikan nilai-nilai varians, dari Tabel 4 juga ditemukan adanya perbedaan karakteristik dari kedua bentuk penskoran duilihat dari nilai tengah yang dihasilkan. Secara keseluruhan rata-rata koefisien reliabilitas yang dihasilkan oleh penskoran Likert lebih besar daripada penskoran terboboti. Namun, jika dilihat berdasarkan variabilitas populasi responden, pada populasi yang homogen rata-rata koefisien reliabilitas lebih tinggi pada penskoran konevenional, sedangkan pada populasi heterogen rata-rata koefisien reliabilitas lebih tinggi pada penskoran terboboti. JIka dilihat dari skor modus dan 34
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
median, secara keseluruhan mapun secara terpisah, penskoran Likert memberikan nilainilai yang relatif lebih besar daripda penskoran terboboti. Secara konseptual, dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai-nilai karakteristik yang dihasilkan oleh penskoran Likert disebabkan oleh akumulasi varians yang berlebihan, yang bersifat over estimate. Kondisi yang demikian berpeluang melahirkan bias sehingga berimplikasi pada “kurang-tepatnya” kesimpulan yang dihasilkan. Dan ini merupakan factor sangat penting untuk dicermati dalam suatu penelitian yang memerlukan generalisasi. Hasil pengujian hipotesis dirangkum dalam Tabel 5. Dari tabel tersebut terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis 1, 2, 3, dan 4 adalah signifikan, yang berarti hipotesis H0 ditolak pada taraf signifikan = 0,05. Sedangkan untuk pengujian hipotesis 5 tidak signifikan, yang berarti terima H0 pada taraf signifikansi = 0,05. Penolakan hipotesis nol pada hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3 memberikan indikasi bahwa varians koefisen reliabilitas yang dihasilkan berdasarkan skor komposit
JANUARI 2012
responden yang dihasilkan oleh penskoran terboboti lebih kecil dari pada yang dihasilkan oleh penskoran Likert. Penolakan hipotesis nol pada hipotesis 4 menyatakan bahwa varians koefisien reliabilitas yang dihasilkan oleh penskoran Likert pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional rendah lebih kecil daripada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi (memberikan nilai varians yang berbeda antara populasi homogen dan heterogen). Hal ini mengandung makna bahwa penskoran Likert menghasilkan koefisien reliabilitas yang tidak tidak konsisten (tidak stabil). Penerimaan hipotesis nol pada hipotesis 5 memberikan indikasi bahwa varians koefisien reliabilitas yang dihasilkan oleh penskoran terboboti tidak berbeda antara kelompok responen yang memiliki kecerdasan emosional rendah dengan kelompok responen yang memiliki kecerdasan emosional tinggi. Hasil ini mengandung makna bahwa penskoran terboboti menghasilkan koefisien reliabilitas yang sama besar pada populasi homogen dan populasi heterogen, sehingga dapat dikatakan bersifat konsisten (stabil).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian ini maka dibuat kesimpulkan sebagai berikut: 1. Penggunaan bentuk penskoran terboboti dalam perolehan skor komposit responden lebih tepat dibandingkan dengan penskoran Likert, baik pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional rendah, pada kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, maupun gabungan antara kedua responden tersebut. 2. Apabila menggunakan pendekatan penskoran Likert, pendugaan koefisien
reliabilitas hasil pengukuran yang relatif tinggi, dihasilkan dari kelompok responen yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sehingga lebih tepat dibandingkan dengan kelompok responen yang memiliki kecerdasan emosional rendah. 3. Penggunaan bentuk penskoran terboboti memebrikan koefisiein reliabilitas yang tidak berbeda antara kelompok responen yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan kelompok responen yang memiliki kecerdasan emosional tinggi.
35
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 3 NOMOR 1
Saran Berdasarkan temuan dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka disarankan beberapa hal berikut ini terkait dengan kestabilan koefisien reliabilitas pada skala sikap dengan menggunakan kecerdasan emosional sebagai variabel moderator, yaitu : (1) Validasi instrumen skala sikap sebaiknya menggunakan pendekatan penskoran terboboti. Dengan bentuk penskoran ini dihasilkan pendugaan koefisien reliabilitas yang stabil, sehingga dapat memberikan kesimpulan penelitian yang sahih. Bentuk penskoran terboboti dapat diterapkan pada
JANUARI 2012
kelompok responden yang memiliki kecerdasan emosional rendah maupun yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, atau gabungan kedua karakteristik responden tersebut. (2) Apabila penskoran Likert digunakan untuk validasi instrumen skala sikap, maka sebaiknya memilih responden yang berasal dari kelompok yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, karena subyek ukur dengan memiliki kecerdasan emosional tinggi cenderung mempertinggi pendugaan koefisiein reliabilitas.
DAFTAR RUJUKAN Aiken, Lewis R., Rating Scales & Checklists, Evaluating Behavior Personality and Attitude. Canada: John Wiley & Sons, Inc., 1996. Christensen, Larry S., Experimental Methodology, 4th Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc., 1988. Edwars, Allen, L. Tehnique of Attitude Scale Construction. New York: Appleton Century-Crofts, Inc, 1957. Freeman, Jonathan L. Introductory Psychology. The Philippines : Addison-Wesley Publishing Company, 1982. Freud, John E. and Simon, Gary, A., Modern Elementary Statistics, 8th Edition. New York: Prentice-Hall International Edition, Inc., 1992. Gasperz, Vincent. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Edisi ke-2. Bandung: Tarsito, 1995. Goleman , Daniel. Emotional Intelligence. New York: Bantam Book., 1995 ------------, Working With Emotional Intelligence. New York : Bantam Book., 1999. Jollife, I. T. Priciple Componen Analysis. New York: Springer Verlag, 1986. Kerlinger, Fred N., Foundation of Behavioral Research, 2nd Edition. Amsterdam : Holt Sounder International Editiors, 1986. Lindgren, Henry Clay, An Introduction to Social Psochology 2nd Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc., 1986.. Mattjik, A. A., dkk., Aplikasi Analisis Peubah Ganda. Bogor: PKSDM, Depdiknas, Jurusan Statistika Fakultas
Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor, 2002 McDonald, Roderick P., Test Theory: A Unified Treatment. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher, 1999. Muller, Daniel J., Measuring Social Attitude. New York : Teachers College, Columbia University., 1986. Nasir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta.: Ghalia Indonesia, Anggota IKAP, 1988. Nitko, Anthony J., Educational assessment of Sudent, 2nd Edition. New Jersey : Prentice Hall, Inc. A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, 1996. Siswadi dan Suharjo, Analisis Eksplorasi Data Peubah Ganda. Bogor: Heds Proyek Dikti, Depdikbud, Jurusan Matematikan , FMIPA, IPB, 1997. Taufik Bahaudin. Brainware Management: Generasi Kelima Manajemen Manusia. Jakarta: PT Elex Median Komputindo, 1999. Thorndike, Robert M., Measurement and Evaluation in Psychology and Education, 6th Edition, New Jersey: PrenticeHall, Inc. 1997. Wiersma, C. William and Stephen, G. Jurs. Educational Measurement and Testing. 2nd Edition. Boston: Allyn and Bacon, A Division of Simon & Schuster, Inc., 1990.
36