6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1
Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang
berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun kambing PE termasuk kambing dwiguna yaitu penghasil daging dan susu. Adapun taksonomi kambing PE menurut Devendra dan McLeroy (1982) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Order Sub-order Famili Sub Famili Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Ruminantia : Bovidae : Caprinae : Capra : Capra hircus
Ciri khas kambing PE antara lain yaitu bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh berasal dari sudut janggut, telinga panjang, lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang, bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal (Sumoprastowo, 1994). 2.2
Semen Semen adalah sekresi organ reproduksi jantan yang secara normal
diejakulasikan pada saat kopulasi atau dapat ditampung untuk kepentingan Inseminasi Buatan. Semen terdiri dari dua bagian yaitu spermatozoa dan plasma
7 semen. Spermatozoa dihasilkan didalam testes sedangkan plasma semen adalah campuran sekresi yang dibuat oleh epididymis dan kelenjar kelamin pelengkap (Toilehere, 1981). Fungsi dari plasma semen yaitu sebagai suatu medium pembawa sperma dari saluran reproduksi hewan jantan kedalam saluran reproduksi hewan betina (Feradis, 2010). Plasma semen kambing umumnya berwarna kuning yang mungkin disebabkan oleh adanya sekresi Riboflavin oleh kelenjar vesikularis, mengandung air 75% dan Prostaglandin (Evans dan Maxwell, 1987). 2.3
Pengencer Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen,
mengurangi
kepadatan
spermatozoa
serta
menjaga
kelangsungan
hidup
spermatozoa sampai waktu tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di atas titik beku (Rusdin dan Jum’at 2000). Bahan pengencer yang ditambahkan harus memenuhi syarat seperti murah dan mudah didapat tetapi memiliki daya preservasi yang tinggi, menyediakan zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa, melindungi spermatozoa terhadap cold shock, menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat paembentukan asam laktat dari hasil
metabolisme
spermatozoa,
mempertahankan
tekanan
osmotik
dan
keseimbangan elektrolit yang sesuai, memperbanyak volume sehingga banyak hewan betina yang dapat di inseminasi dalam satu ejakulasi (Toelihere, 1993). Pengencer tris (hydroxymethyl- aminometan) terbuat dari tris, asam sitrat, fruktosa dan air memiliki spesifikasi sebagai pencegah perubahan pH, mempertahankan tekanan osmotic, menjaga keseimbangan elektrolit, mengikat butir-butir lemak, sumber energy, melindungi sel spermatozoa dari cold shock dan dapat mempertahankan daya hidup sel spermatozoa selama proses pengawetan.
8 Adanya kuning telur dalam pengencer tris akan melengkapi fungsinya dalam melindungi dan mempertahankan motilitas sel sperm atozoa lebih baik pada saat terjadinya perubahan penurunan suhu dari 5 hingga -196oC (Bearden dan Fuquay, 1984). Sementara itu, Foote (1978), menyatakan bahwa pengencer sitrat-kuning telur digunakan sebagai media hidup spermatozoa, karena semen itu sendiri mengandung sitrat natricus yang merupakan penyanggah bersifat isotonis, berguna bagi metabolisme sel, sehingga buffer dalam mempertahankan pH dan daya hidup sel sperma. Selanjutnya sitrat natricus akan mengikat logam kalsium dan logam berat lainnya serta mengkoagulasikan butir lemak pada kuning telur saat proses pembekuan berlangsung, sehingga spermatozoa mudah diobservasi dengan baik. Larutan pengencer semen yang memiliki komposisi kimia lebih lengkap akan memberikan fungsi yang baik bagi spermatozoa yang diencerkan, subtrat-subtrat nutrisi diperlukan spermatozoa untuk mempertahankan hidupnya, terutama
bagi
spermatozoa
yang
disimpan
terlebih
dahulu
sebelum
diinseminasikan (Ridwan, 2008). 2.4
Gliserol Gliserol akan masuk ke dalam membran plasma dengan jalan
menyeimbangkan konsentrasi intra dan ekstraseluler. Akibatnya air yang tadinya keluar dari membran dengan cara eksoosmosis, akan masuk kembali ke dalam membran dan selanjutnya akan menyeimbangkan kandungan air intra dan ekstraseluler sama seperti sebelum ada gliserol. Jadi respons membran plasma setelah dipaparkan dengan gliserol adalah terjadi pengeluaran air dari dalam sel terlebih dahulu, terjadi pengkerutan sel kemudian difusi gliserol ke dalam sel sehingga akhirnya ukuran sel spermatozoa kembali normal (Tambing dkk., 2000).
9 Penambahan gliserol yang optimal dapat menyediakan perlindungan untuk kelangsungan hidup spermatozoa selama berlangsungnya proses pembekuan. Menurut Toelihere (1993) pengaruh perlindungannya yaitu memodifikasi kristalkristal es yang terbentuk selama proses pembekuan, sehingga kerusakan organelorganel sel spermatozoa dapat dihindarkan. Bila organel-organel sel spermatozoa, seperti mitokondria maka rantai oksidasi akan terputus sehingga proses metabolisme tidak dapat berlangsung dan akhirnya mati. Ditambahkan Salah satu pengaruh yang merugikan adalah cekaman dingin (cold shock) dimana efeknya adalah kematian spermatozoa yang terjadi setelah spermatozoa di cairkan kembali, akibat tingginya daya konstraksi selubung lipoprotein dinding sel. Dengan adanya gliserol dalam pengencer maka efek dari kejutan dingin tersebut dapat diminimalisasi sehingga kematian spermatozoa dapat dicegah. Gliserol memiliki peranan lain yaitu mencegah terjadinya dehidrasi, karena memiliki daya pengikat air yang kuat (Toelihere, 1993). Hal ini akan mempengaruhi tekanan uap sehingga titik beku medium menurun, akibatya sel spermatozoa akan memperoleh kesempatan lebih lama untuk mengeluarkan air. Tambing dkk., (2000) menyatakan bila konsentrasi gliserol tidak optimal akan menimbulkan gangguan pada sperma
berupa penurunan
kualitas
spermatozoa. Penambahan gliserol terlalu rendah tidak mampu untuk melindungi spermatozoa dari cekamam dingin
sehingga belum
mampu mencegah
terbentuknya kristal-kristal es dalam sel spermatozoa selama proses pembekuan. Kristal-kristal es yang besar dan tajam akan merusak organel-organel sel spermatozoa secara mekanik (Supriatna dan Pasaribu, 1992). Kadar gliserol yang terlalu tinggi atau rendah tidak akan efektif menjalankan fungsi protektifnya. Menurut Rizal dkk., (2002) konsentrasi gliserol yang berlebihan akan
10 menimbulkan efek toksik pada spermatozoa, sebaliknya apabila kurang, gliserol tidak akan memberikan efek yang optimal. Semakin tinggi dosis gliserol yang ditambahkan ke dalam pengencer, efek toksik dari gliserol juga semakin besar. Efek toksisitas dari gliserol adalah memodifikasi struktur membran plasma dan pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat metabolisme energi (McLaughlin dkk., 1992).
Akibat terganggunya mekanisme spermatozoa, menyebabkan
spermatozoa akan mengalami kekurangan energi sehingga viabilitas dan motilitasnya menurun. 2.5
Membran Plasma Utuh Membran plasma merupakan membrane luar yang melindungi seluruh
rangkaian struktur sel. Membran plasma sel yang tetap utuh akan memberikan pengaruh positif terhadap motilitas (daya gerak) dan daya hidup spermatozoa. Motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa ATP hasil metabolisme. Metabolisme akan berlangsung dengan baik jika membran plasma sel dalam keadaan utuh. Hal tersebut karena membran plasma sel berperan dalam mengatur lalu lintas masuk dan keluar seluruh substrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme sel (Supriatna dan Pasaribu, 1992). Peran membran plasma adalah melindungi organel-organel intraseluler secara fisik, menjaga keluar masuknya zat-zat makanan serta menjaga keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler (Tambing, dkk. 2000). Keutuhan membran plasma ditandai oleh ekor sperma yang melingkar atau menggembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor yang lurus apabila semen dipaparkan di dalam larutan hipoosmotik dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit (Arifiantini, 2012).
11 Gliserol selama proses pembekuan akan menjaga keutuhan membran plasma spermatozoa dengan jalan mengikat gugus pusat phospolipid sehingga mengatasi ketidkstabilan membran. Disamping itu, gliserol juga akan menjaga keseimbangan konsentrasi larutan intaseluler dan ekstraseluler, jika konsentrasi ini tidak seimbang akan menyebabkan rusaknya membran plasma bahkan dapat membuat sel spermatozoa pecah. Sankai dkk., (2001) menyatakana bahwa penurunan persentase MPU terjadi akibat kerusakan membran plasma spermatozoa karena pengerasan lapisan phospholipid akibat suhu yang rendah. Dengan penambahan gliserol diharapkan dapat mengurangi kerusakan membran plasma karena pengerasan lapisan phospolipid akibat suhu rendah, gliserol didalam membran plasma akan mengikat gugus pusat fosfolipid sehingga mengatasi ketidakstabilan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel intra membran terkumpul (Park dan Graham, 1992). 2.6
Recovery Rate Recovery Rate (RR) yaitu kemampuan pemulihan spermatozoa setelah
dilakukannya pembekuan
dengan membandingkan persentase motilitas
spermatozoa pasca thawing dengan persentase motilitas semen segar. Motilitas akan berpengaruh terhadap nilai RR yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai RR maka motilitas spermatozoa semakin baik, mengingat selama proses pembekuan semen akan mengalami kerusakan sekitar 40%, (Garner dan Hafez, 2000). Keberhasilan pembekuan semen tidak hanya dinilai dari persentase motilitas setelah thawing. Persentase spermatozoa yang dapat pulih kembali setelah pembekuan yang memberikan gambaran keberhasilan dari proses pembekuan itu sendiri.