II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1
Ayam Lokal Menurut Rose (1997), ayam diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Aves
Family
: Phasinadae
Genus
: Gallus
Spesies
: gallus atau disebut juga domestic fowl Ayam lokal merupakan ayam hasil domestikasi dari Ayam Hutan Merah
(Gallus gallus) yang ada di Asia Tenggara dan telah mengalami periode domestikasi yang lama (Kingston dan Creswell, 1982 ; Hardjosubroto dan Atmojo, 1977). Saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu Ayam Kampung, Pelung, Sentul, Wareng, Lamba, Ciparage, Banten, Nagrak, Rintit/Walik, Siem, Kedu Hitam, Kedu Putih, Cemani, Sedayu, Olagan, Nusa Penida, Merawang/Merawas, Sumatera, Balenggek, Melayu, Nunukan, Tolaki,
Maleo,
Jepun,
Ayunai,
Tukung,
Bangkok,
Cangehgar/Cukir/Alas dan Kasintu (Nataamijaya, 2000).
Burgo,
Bekisar,
8 2.2
Ayam Sentul Ayam Sentul termasuk salah satu dari 8 rumpun ayam lokal yang
diidentifikasi asli dari wilayah Jawa Barat (Hidayat dan Sopiyana, 2010). Kata Sentul itu sendiri menurut keterangan berasal dari Bahasa Jawa yang artinya “Kekuning-kuningan atau Kuning Keabu-abuan” (Alam, 2006).
Menurut
sejarahnya Ayam Sentul ini adalah ternak ayam peninggalan satria Ciung Wanara yang dipelihara sebagai ayam aduan (Dinas Peternakan Ciamis, 1992). Ayam Sentul mempunyai sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan Ayam Kampung, karena pertumbuhan yang relatif cepat serta produksi telur yang tinggi (Kurnia, 2011). Ayam Sentul dewasa memiliki bobot badan berkisar 1,3-3,5 kg untuk jantan dan 0,8-2,2 kg untuk betina (Sulandari dkk., 2007). Ayam Sentul secara umum memiliki warna bulu abu-abu/kelabu sebagai warna dasar yang dihiasi warna lain (Nataamijaya dkk., 2003). Ayam Sentul dewasa umumnya (72%) memiliki bulu berwarna abu-abu dengan dihiasi warna merah dan jingga di daerah leher, punggung, pinggang dan sayap; jengger pada jantan umumnya single comb (jengger tunggal); sisik kaki betina berwarna putih dan abu-abu, sedangkan pada jantan berwarna hitam abu-abu. (Nataamijaya, 2005). Ayam Sentul mempunyai beberapa galur berdasarkan warna bulu pada tubuhnya antara lain: Sentul Abu atau Kulawu yang bulunya berwarna abu agak tua, Sentul Debu berwarna seperti debu, Sentul Emas berwarna abu kunir atau abu keemasan, Sentul Geni berwarna abu kemerah-merahan, dan yang terakhir Sentul Batu yang bulunya berwarna abu keputihan (Alam, 2006).
9 2.2.1
Pemeliharaan Manajemen pemeliharaan merupakan suatu usaha tata laksana yang
dilakukan oleh manusia untuk memberikan kesempatan pada ternak mengeluarkan potensi produktivitasnya secara optimal (Wardono dkk., 2014).
Manajemen
pemeliharaan terdiri dari manajemen perkandangan, pakan, dan pengendalian penyakit. 1. Perkandangan Sistem perkandangan yang baik dengan memperhatikan sanitasi, kepadatan dan ventilasi yang baik, pakan dan air minum cukup, dapat meningkatkan produktivitas ayam. Sinurat dkk. (1992) melaporkan pemeliharaan ayam lokal cara intensif menghasilkan produktivitas lebih baik dibandingkan dengan cara semi intensif dan tradisional. Alas kandang disemen dan ditaburi dengan sekam atau serbuk gergaji setebal 6 cm, dilengkapi dengan sangkar bertelur. Apabila dipelihara dengan sistem pemeliharaan intensif, Ayam Sentul mampu bertelur dengan tingkat persentase hen day mencapai 57,14% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Ayam Kampung (17% henday) (Gunawan dkk., 2004). 2. Pakan Pakan yang diberikan pada ayam dengan pemeliharaan secara intensif yaitu sebanyak 100 gram per ekor per hari (Pramudyati, 2009). Pakan ayam periode bertelur selama 120 hari yang mengandung protein 16% dan energi metabolis 2700 kkal/kg menghasilkan produksi telur 20 butir per ekor per 120 hari dan konversi pakan 10,3.
Produksi telur dapat ditingkatkan 48,7% dan
memperbaiki konversi 33,9 % dengan pakan yang mengandung imbangan protein
10 18% dan energi metabolis 2700 kkal/kg, serta penambahan egg stimulant (Yunus, 2013).
Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan pada Berbagai Fase Pertumbuhan atau Produksi Ayam Buras Fase Pertumbuhan/produksi Zat Makanan Starter
Grower
Layer
18-21
15-17
15-17
Serat Kasar (%)
3-4
4-5
5-6
Lemak Kasar (%)
3-5
3-5
3-7
Kalsium (%)
1,0
0,9
2-4
Phospor (%)
0,6
0,5
0,6
2500-2800
2500-2700
Protein (%)
ME (kkal/kg) 2800-3000 Sumber : Surisdiarto (2003)
3. Pengendalian Penyakit Pengendalian dan pencegahan penyakit perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan karena penyakit merupakan penyebab utama tinggi kematian pada ternak khususnya anak ayam. Ada beberapa penyakit yang dapat menyerang ternak ayam, namun yang sering dan sangat berbahaya adalah penyakit Tetelo atau ND (New Castle Disease). Penyakit ini disebabkan oleh virus ND dan paling banyak menyebabkan kematian pada ayam karena penularannya sangat cepat serta belum ditemukan pengobatannya. Penyakit ini dapat mengakibatkan produksi telur turun atau berhenti sama sekali. Menurut Susilawati, (2009) pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
11
Menjaga kebersihan kandang, tempat pakan dan tempat minum
Melakukan vaksinasi secara teratur
Usahakan sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang
Ayam yang sudah ada gejala tetelo harus dipisahkan agar tidak menular pada ayam lain, sedangkan yang mati harus dimusnahkan
Jangan menetaskan telur yang berasal dari induk ayam yang kena tetelo.
2.2.2
Perkawinan Reproduksi pada pembibitan Ayam Sentul dilakukan dengan cara kawin
alam atau inseminasi buatan (IB). Kawin alam perbandingan antara jantan dan betina 1:5 ekor. Inseminasi buatan (IB), agar diperoleh fertilisasi yang tinggi, dilakukan pada siang/sore hari setelah ayam bertelur. Calon induk dan pejantan yang baik harus memenuhi persyaratan berasal dari tetua yang: 1) Produktivitas dan fertilitas tinggi; 2) Daya tetas tinggi; 3) Umur induk betina minimal 5 bulan, pejantan minimal 8 bulan; 4) Ciri morfologis sesuai dengan persyaratan minimal bibit Ayam Sentul (Hidayat dan Sopiyana, 2010). Persyaratan teknis minimal untuk bibit Ayam Sentul berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (2006) adalah sebagai berikut: 1). Ayam bibit harus sehat, tidak cacat, bentuk dan warna bulu seragam, berasal dari induk yang sehat; 2). Bentuk fisik. Warna bulu jantan : abu-abu polos dengan warna merah dan oranye; warna bulu betina abu-abu polos; warna kaki abu-abu keputihan; warna kulit abu-abu keputihan; profil tubuh bulat
lonjong;
bentuk
kaki
tegap
proporsional; jengger jantan berwarna merah, berukuran sedang; jengger betina berwarna merah berukuran kecil; pial merah segar; muka merah segar; dipelihara secara intensif bobot badan dewasa jantan 2,2 kg; betina 1,6 kg; umur pertama
12 bertelur 135 hari; bobot telur 41 g; bobot DOC 30 g; kapasitas produksi telur 150 butir/tahun (41%). 2.3
Produksi Telur Menurut North dan Bell (1990) produksi telur adalah jumlah telur yang
dihasilkan oleh masing-masing individu ayam selama periode peneluran. Produksi telur berbagai jenis Ayam Sentul yang meliputi Ayam Sentul Abu, Sentul Batu, Sentul Debu, Sentul Geni dan Sentul Emas selama enam minggu secara berturut – turut adalah 18,33 butir/ekor, 19,28 butir/ekor, 13,96 butir/ekor, 12,47 butir/ekor, 10,20 butir/ekor dengan kisaran antara 8,25 sampai 21,55 butir/ekor (Baktiningsih dkk., 2013).
Jika dibandingkan dengan ayam buras
lainnya Ayam Sentul menghasilkan 10-18 butir telur dalam satu periode peneluran (Widjastuti, 1996). Induk ayam yang produksi telurnya tinggi menghasilkan telur dengan fertilitas tinggi dan daya tetas tinggi (Nurhayati dkk., 2000). 2.4
Umur Induk Laju produksi telur akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur
induk, begitu juga halnya dengan ketebalan kerabang telur yang akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Induk yang tua akan menghasilkan telur yang lebih sedikit tetapi unggul dari segi ukuran telur (Joyner dkk, 1987). Menurut Peebles dkk., (2001) umur induk (sebagai faktor tunggal) dapat mempengaruhi embrio dalam hal penggunaan yolk, pertumbuhan, komposisi tubuh embrio, kadar air embrio, embryogenesis dan bobot tetas. Fertilitas akan berkurang dengan semakin bertambahnya umur pembibit. Penurunan itu cepat terjadi setelah tahun pertama jantan digabungkan dengan betina (Rasyaf, 1983).
13 2.5
Penetasan Telur Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai
telur pecah menghasilkan anak ayam (Suprijatna dkk., 2005). Usaha menetaskan telur ayam artinya mengeramkan telur supaya menetas, yaitu pecah dan terbuka kulitnya sehingga benih yang berkembang didalamya menjadi anak ayam hidup. Penetasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penetasan alami dan penetasan buatan (Mulyantini, 2010).
Penetasan alami banyak dijumpai di desa-desa,
dimana peternak menetaskan telur ayam dengan menggunakan induk ayam yang sedang dalam mengeram. Induk ayam mampu mengerami 10-15 butir, tergantung dari besar kecilnya induk tersebut. Mulyantini (2010) menyatakan, penetasan buatan dilakukan dengan menggunakan inkubator atau alat penetasan buatan yang pada prinsipnya harus memperhatikan suhu, kelembaban dan ventilasi. 2.5.1
Telur Telur adalah tempat penimbunan zat gizi seperti protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas yang terlindung oleh kerabang (Nurhayati dkk., 2000). Telur yang akan digunakan sebagai telur tetas merupakan telur yang berasal dari induk betina yang dipelihara dengan pejantan. Hal ini dimaksudkan agar telur yang dihasilkan dapat dibuahi atau fertil (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Pemeriksaan telur tetas yang terpenting adalah memilih telur terutama adalah berat telur, bentuknya (indeks bentuk telur), keadaan kulit telur, kebersihan telur, dan umur telur. Menurut Kelly (2006) bahwa bentuk telur yang baik untuk ditetaskan adalah tidak terlalu bulat juga tidak terlalu lonjong dengan lama penyimpanan atau umur telur yang baik berkisar antara 7 – 10 hari.
14 2.5.2
Mesin Tetas Mesin tetas merupakan alat yang digunakan untuk menetaskan telur.
Mesin tetas dibuat dengan menyesuaikan kondisi alami induk unggas. Kondisi yang ideal pada mesin tetas seperti pada penetasan alami, harus diperhatikan temperatur, kelembaban dan sirkulasi udara (O2) dalam ruang mesin tetas (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Suhu di atas optimum lebih dari 36-37oC selama pengeraman akan menghasilkan anak ayam yang lebih kecil karena dehidrasi (Stromberg dan Stromberg, 1975). Kelembaban yang baik di dalam penetasan adalah berkisar antara 55-60% dan suhu berkisar 36-37oC untuk menetaskan telur Ayam Kampung (Rasyaf, 1998). Suhu dan kelembaban selama masa pengeraman dapat mempengaruhi daya, bobot tetas, dan kualitas anak ayam yang dihasilkan (Tullet dan Burton, 1982).
Menurut North dan Bell (1990)
kelembapan mesin tetas yang terlalu tinggi melebihi yang dianjurkan 55-60% akan menyebabkan terganggunya sistem pernafasan, jantung, ginjal, dan dapat menyebabkan embrio dehidrasi pada proses penetasan. 2.6
Fertilitas Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang memperlihatkan
adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa memperhatikan telur tersebut menetas atau tidak (Sinabutar, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas diantaranya jumlah betina yang dikawinkan dengan satu jantan, umur induk, lama waktu antara perkawinan dan pengambilan telur untuk ditetaskan, dan manajemen teknis (Ensminger, 1980). Menurut Rukmana (2003), faktor lain yang mempengaruhi fertilitas telur yaitu: 1) Umur. Fertilitas yang tinggi pada ayam jantan dan betina adalah pada umur 1-1,5 tahun,
15 selanjutnya kesuburan menurun sesuai dengan bertambahnya umur; 2) Kesehatan. Ayam yang lemah dan sakit-sakitan biasanya kurang atau tidak subur; 3) Makanan. Kekurangan vitamin E secara terus-menerus dalam ransum dapat menyebabkan mandul (tidak fertil); 4) Perkandangan. Kandang yang terlalu gelap atau kurang cahaya menyebabkan kurang produksi sperma pada ayam jantan. Ternak ayam yang dipelihara pada kandang semi intensif, yang dilengkapi dengan peralatan untuk melepaskan ayam, biasanya menghasilkan telur tetas yang fertilitasnya tinggi; 5) Sifat turun temurun (heritability). Ayam yang kapasitas bertelurnya atau daya produksi tinggi, biasanya akan menghasilkan telur tetas dengan fertilitas yang tinggi pula; 6) Iklim. Pada musim panas, biasanya fertilitas ayam menjadi menurun; 7) Sperma.
Sperma normal gerakannya lincah dan
sanggup membuahi dengan fertilitas yang tinggi. Sperma yang tidak normal, bentuk dan gerakan tidak sinkron, biasanya daya fertilitasnya rendah dan tidak dapat menurunkan genetik yang bagus; 8) Hormon. Kelenjar-kelenjar penghasil hormon endokrin, sangat mempertinggi fertilitas telur. Jika kelenjar pituitary (kelenjar home produk) tidak bisa diproduksi semaksimal mungkin akan menurunkan fertilitas; 9) Respon Cahaya. 12 jam waktu yang di butuhkan seekor pejantan untuk mendapatkan cahaya terang/paparan sinar matahari, agar menghasilkan sperma yang bagus. Induk betina untuk pembentukan sebutir telur memerlukan cahaya terang/sinar matahari selama 16 jam. 2.7
Daya Tetas Daya tetas adalah hasil telur fertil sampai dapat menetas dan dihitung pada
akhir penetasan dengan mengetahui persentase daya tetas (Zakaria, 2010). Menurut Rajab (2013), daya tetas merupakan nilai dari banyaknya anak ayam
16 (DOC) yang menetas dari jumlah telur tetas yang bertunas (fertil) dihitung dalam bentuk persentase. Daya tetas telur lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ayam kampung sebagai bibit dan faktor lain terkait pengelolaan penetasan (Wibowo dkk., 1994 ; Bachari 2006). Faktor- faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah breeding, produksi telur, umur induk dan tata laksana pemeliharaan (Kartasudjana dan Suprijatna,2010). Menurut Djanah (1984) faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan kerabang, ruang udara di daam telur, dan lama penyimpanan) dan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembapan, sirkulasi udara dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk yang digunakan sebagai bibit. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) daya tetas menurun seiring dengan semakin meningkatnya umur induk.
Kualitas kerabang berhubungan
dengan daya tetas, telur yang memiliki kerabang yang kuat akan menetas lebih baik dari pada telur dengan kerabang yang tipis (porus) (Funk dan Irwin, 1955). Waktu penyimpanan dan lama penyimpanan telur tetas yang paling baik adalah tidak lebih dari tujuh hari (Sudaryani dan Santosa, 2003). 2.8
Bobot Tetas Besarnya anak ayam yang dihasilkan dipengaruhi oleh besarnya telur dan
bobot telur yang dihasilkan (North, 1984). DOC yang menetas dari telur yang kecil akan memiliki bobot yang lebih kecil dari DOC yang menetas dari telur yang besar (Stromberg and Stromberg, 1975).
Telur yang terlalu kecil
mempunyai luas permukaan telur per unit lebih besar dibandingkan dengan telur yang besar, akibatnya penguapan air dalam telur lebih besar (North dan Bell,
17 1990). Telur yang terlalu besar mempunyai rongga udara yang terlalu kecil untuk ukuran embrio yang dihasilkan sehingga embrio kekurangan oksigen (Nurhayati dkk., 2000). Umur lama penyimpanan memegang pengaruh penting terhadap daya tetas dan bobot tetas.
Telur yang disimpan terlalu lama dapat
mengakibatkan semakin besarnya rongga udara di dalam telur sehingga berat telur akan menurun (Nurhayati dkk, 2000).
Penyusutan berat telur selama masa
pengeraman menunjukkan adanya perkembangan dan metabolisme embrio, yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur (Peebles dan Brake, 1985).