KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR BUBUR JAGUNG INSTAN
FENNY AGUSTINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini. Bogor, Juli 2008
Fenny Agustina NRP F251050131
ABSTRACT FENNY AGUSTINA. Study of Formulation and Water Sorption Isothermic of Instant Corn Porrigde. Supervised by Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc and Dr. Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si. The objectives of the research were to find the best formulation of instant corn porrigde and to study the water sorption isothermic of the product to predict its shelf life. The material used was corn (Zea mays L.) var Pioneer 11. This research consisted of dry instant corn grits production, instant corn flour production and instant corn porridge formulation. Product analyses were physical analyses (yield, bulk density, porosity, rehydration, sorption and volume swelling, viscosity, wettability and colours), chemical analyses (moisture content, ash content, protein content, carbohydrate content, fat content, and calorie value), sensory evaluation (hedonic), and water sorption isothermic. Pre-gelatinization process using a drum dryer significantly affected the chemical and physical characteristis of the instant corn flour produced. The best instant corn grit was produced through slow freezing process followed by oven drying. The best instant corn flour was produced by pre-gelatinization process using a drum dryer at 4 rpm speed. The most accepted instant corn porridge formulation had the composition of : 35 g of dry instant corn grits, 10 g of instant corn flour, 25 g of maltodextrin and 30 g of milk powder. The instant corn porridge had a sigmoic isothermic sorption curve. The isothermic sorption curve implied three fractions of bound water, the first fraction (Mp) was 3.43% (db) to be equivalent to Aw = 0.13, the second fraction (Ms) was 20.78% (db) to be equivalent to Aw = 0.86 and the third fraction (Mt) was 37.83%(db) to be equivalent to Aw = 1. The product packaged in alufo had a longer shelf life than those package in PP and PE. Instant corn porridge product was predicted to have a 4.5 years shelf life in 85% storage RH .
Key words : Instant corn porrigde, water sorption isothermic, shelf life
RINGKASAN FENNY AGUSTINA. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc dan Dr.Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si. Produksi jagung menempati urutan kedua setelah beras. Sebagai bahan pangan alternatif seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, proses pengolahan jagung dituntut untuk mengikuti trend dan selera konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam penyajian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula bubur jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan produk. Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung (Zea mays L) varietas Pioner 11. Penelitian ini terdiri dari proses pembuatan grits jagung instan kering, pembuatan tepung jagung instan dan formulasi bubur jagung instan. Analisis produk diantaranya analisis fisik (rendemen, densitas kamba, porositas, rasio rehidrasi, penyerapan dan pengembangan volume, viskositas, wetabillity dan warna), analisis kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan nilai kalori), uji organoleptik (hedonik) serta kajian isotermik sorpsi air guna menduga umur simpan produk bubur jagung instan yang terbaik. Proses pregelatinisasi pada pembuatan tepung jagung instan dengan menggunakan pengering drum (drum dryer) memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisik dan kimia dari tepung jagung instan yang dihasilkan. Penelitian ini menghasilkan komponen penyusun bubur jagung yang terpilih diantaranya grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan dikeringkan dengan alat pengering oven. Tepung jagung instan terbaik dihasilkan melalui proses pregelatinisasi menggunakan alat pengering drum dengan kecepatan putaran 4 rpm. Formulasi bubur jagung instan yang paling disukai memiliki komposisi sebagai berikut : grits jagung instan kering 35 gr, tepung jagung instan 10 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr. Pemilihan produk berdasarkan nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis dari semua atribut dari uji organoleptik. Kajian isotermik sorpsi air dari produk bubur jagung instan menghasilkan kurva isotermik sorpsi yang berbentuk sigmoid. Berdasarkan analisis dari kurva isotermik sorpsi tersebut dihasilkan susunan tiga daerah fraksi air terikat yang dibatasi oleh Mp, Ms dan Mt yang tiap-tiap fraksi tersebut berkesetimbangan dengan aw sebagai berikut : ATP yang dibatasi oleh Mp=3.43% (bk), yang berkesetimbangan dengan aw= 0.13 ; ATS yang dibatasi oleh Ms=22.78% (bk) berkesetimbangan dengan aw=0.86 ; ATT yang dibatasi oleh Mt=37.83. Produk bubur jagung instan yang dikemas dengan kemasan alufo memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan dengan kemasan PP dan PE. Pada RH penyimpanan 85% produk yang dikemas dengan kemasan alufo mempunyai umur simpan selama 4.5 tahun, dengan kemasan PP selama 0.5 tahun dan dengan kemasan PE selama 0.5 tahun.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan narasumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR BUBUR JAGUNG INSTAN
FENNY AGUSTINA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NRP
: Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan : Fenny Agustina : F 251050131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Ketua
Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc
Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus : ..................
Tanggal Ujian : 07 Juli 2008
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi dalam sebagai tugas akhir pada Program Studi Ilmu Pangan di Institut Pertanian Bogor dengan judul “Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tulisan ini. Kepada ayahanda, ibunda dan suami tercinta, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Kepada kerabat keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis juga mengucapkan terima kasih. Terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada ketua Program Studi Ilmu Pangan Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan (IPN). Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teknisi laboratorioum : Bu Rub & Pak Gatot, Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Edi & Teh Ida, Pak Yahya, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Nur & Bu Sri, Pak Iyas, Mbak Ari, Bu Antin dan Pak Rozak atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama penulis melaksanakan penelitian. Kepada Mbak Mar, terima kasih banyak untuk perhatian dan bantuan dalam urusan administrasi selama penulis melaksanakan studi di Ilmu Pangan. Buat teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Hana terima kasih untuk perhatian dan keluarga baru yang penulis dapatkan selama menetap di Kota Bogor. Untuk Kak Cynthia, Uda Akhyar terima kasih untuk perhatian dan suka dukanya selama penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampai pada rekan-rekan IPN 2005 Mpok Nori, Yonathan, Kak erni, Mbak ema, Fitri, Henny, Dek Dian, Mas Haris (Yogya), Yoga dan Ayusta untuk setiap keceriaan, perhatian dan
pengertiannya selama penulis menjalankan studi di IPN. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat adik-adik kost-ku yang baik “Sunda karya dan Exs Andhika House” (Vinny, Tiche, Uuk, Wawa, Aghe, Irma, Ella, Deva, mbak Firda
& dek Faras, mbak Eka, Ike, Isil, Nunu, Mike, Nokie, Zahro) untuk
perhatian dan persaudaraan yang telah terjalin. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Prima Photocopy (Mas Wiwid, Mas Sandy, Mas Pardi, Mas Tri, Mas Hary dll) buat bantuan, canda tawa dan dukungan yang diberikan. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, karena penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin
Bogor, Juli 2008
Fenny Agustina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 17 Agustus 1981. Suatu anugerah terbesar dari AllaH SWT karena penulis memiliki sepasang orang tua yang sangat menyayangi penulis. Ayah H. Razali Kidam Akhmad, SE dan ibu Hj. Nurlaili Razali, S.Pd adalah kedua orangtua yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melihat dunia dan suami tercinta Hidayat Zain, ST yang telah membuat hidup ini lebih berwarna. Penulis merupakan putri tunggal. Pada tahun 2000, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Batam dan pada tahun yang bersamaan lulus UMPTN dan diterima sebagai mahasiswi di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang. Pada tahun 2005, penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Pada tahun yang sama, Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan strata dua. Penulis diterima sebagai mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (FORMASIP) dan aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan di dalam maupun di luar lingkungan kampus.
DAFTAR ISI Halaman LEMBARAN JUDUL PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i ii iii vi vii x
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3 Hipotesis
1 1 2 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung 2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum 2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia 2.2 Karakterisasi Biji Jagung 2.2.1 Sifat Morfologi Jagung dan Anatomi Biji Jagung 2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung 2.3 Pangan Instan 2.4 Pengeringan 2.5 Pengering Silinder (drum dryer) 2.6 Pengering fluidized bed 2.7 Kesetimbangan Air 2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA) 2.9 Umur Simpan (Shelf life)
3 3 4 5 6 6 7 8 9 10 11 11 14 18
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan 3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan 3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis Sifat Fisik 3.4.2 Uji Organoleptik 3.4.3 Analisis Kimia 3.4.4 Kajian Isotermik Sorpsi Air dan Pendugaan Umur Simpan
20 20 20 20 21 23 24 25 26 26 28 29 31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan kering
34 34 35
4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung Instan Kering 4.2.3 Karakteristik Fisik Grits Jagung Instan Kering 4.2.3.1 Rendemen 4.2.3.2 Porositas 4.2.2.3 Rasio Rehidrasi 4.2.3.4 Penyerapan dan Pengembangan Volume Nasi Jagung 4.2.3.5 Sifat Birefringence 4.2.4 Karakteristik Kimia Grits Jagung Instan Kering 4.2.4.1 Kadar Air 4.2.4.2 Kadar Abu 4.2.4.3 Protein 4.2.4.4 Lemak 4.2.4.5 Karbohidrat 4.2.4.6 Kalori/ Energi 4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan 4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan 4.3.1.1 Viskositas 4.3.1.2 Daya serap air (wettability) 4.3.1.3 Densitas Kamba 4.3.1.4 Warna 4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan 4.3.2.1 Kadar Air 4.3.2.2 Kadar Abu 4.3.2.3 Protein 4.3.2.4 Lemak 4.3.2.5 Karbohidrat 4.3.2.6 Kalori/ Energi 4.4 Produk Bubur Jagung Instan 4.4.1 Uji Organoleptik 4.4.1.1 Tekstur 4.4.1.2 Kekentalan 4.4.1.3 Warna 4.4.1.4 Rasa 4.4.1.5 Aroma 4.4.1.6 Penerimaan umum (overall) 4.4.2 Komposisi Kimia 4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan 4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat 4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (Mp) 4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (Ms) 4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt) 4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat 4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan 4.6 Analisa Biaya Bubur Jagung Instan
35 36 41 41 43 44 47 49 51 52 53 53 54 54 55 55 55 55 57 58 59 62 62 63 64 64 65 65 66 66 66 67 68 69 71 72 73 74 76 76 78 80 82 83 86
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.2 Saran
90 90 92
DAFTAR PUSTAKA
93
LAMPIRAN
101
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram baha
2
Kelembaban relatif larutan garam jenuh
14
3
Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan
26
4
Faktor pengali untuk setiap spindel dan rpm yang digunakan
27
5
Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan pengukuran kesetimbangan air
32
6
Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan (biji jagung)
34
7
Hasil analisis proksimat grits jagung instan
52
8
Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan
60
9
Hasil analisis proksimat tepung jagung instan
62
7
10 Hasil analisis proksimat bubur jagung instan
74
11 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan
75
12 Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan
78
13 Konstanta persamaan Logaritma pada bubur jagung instan
80
14 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan
82
15 Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan
82
16 Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan
85
17 Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan
87
18 Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan
87
19 Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan
88
20 Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan
88
DAFTAR GAMBAR Halaman 4
1
Tanaman jagung (Zea mays L.)
2
Struktur biji jagung
6
3
Lima tipe kurva isotermi sorpsi air
15
4
Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan
16
5
Peta stabilitas bahan makanan
17
6
Prosedur tahapan penelitian secara lengkap
21
7
Prosedur pembuatan grits jagung bersih
22
8
Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan
23
9
Diagram alir pembuatan tepung jagung instan
24
10 Diagram alir pembuatan bubur jagung instan
25
11 Jagung pipilan, alat penggiling multimill, ayakan dan fludized bed dryer
35
12 Grits jagung bersih
35
13 Visualisasi nasi jagung instan sebelum dikeringkan
36
14 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dikeringkan dengan fluidized bed dryer
38
15 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan dengan fluidized bed dryer
39
16 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dikeringkan dengan oven
39
17 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan dengan oven
41
18 Rendemen grits jagung instan kering
42
19 Porositas grits jagung instan kering
43
20 Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi
45
21 Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi
45
22 Rasio rehidrasi grits jagung instan kering
46
23 Penyerapan air nasi jagung instan
47
24 Pengembangan volume nasi jagung instan
48
25 Bentuk granula pada grits jagung instan kering yang telah mengalami proses pengeringan dibawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x
50
26 Viskositas tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm
56
27 Wetabilitty tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm
58
28 Densitas kamba tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 59 29 Lingkaran warna
60
30 Tepung jagung instan dengan kecepatan 4 rpm (a), tepung jagung instan dengan kecepatan 6 rpm (b)
61
31 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur bubur jagung instan
67
32 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan bubur jagung instan
68
33 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna bubur jagung instan
69
34 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa bubur jagung instan
70
35 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma bubur jagung instan
71
36 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall bubur jagung instan
72
37 Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan
76
38 Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan metode BET
77
39 Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan metode Logaritma
79
40 Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan dengan metode polinomial ordo 2
81
41 Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan
84
DAFTAR LAMPIRAN
1 Alat pengering silinder (drum dryer)
Halaman 101
2 Alat pengering fluidized bed (fludized bed dryer)
102
3 Alat tanak laboratorium
103
4 Formulir uji hedonik bubur jagung instan
104
5 Data uji organoleptik
105
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan pangan masih menjadi masalah bagi bangsa Indonesia saat ini. Ditinjau dari sisi ketersediaan dan kecukupan pangan pokok berbasis karbohidrat, negara masih sangat bergantung pada komoditas beras. Kondisi negara yang makanan pokonya hanya bergantung pada satu jenis makanan pokok saja (dalam hal ini beras) akan menghadapi masalah bila terjadi gangguan pada sistem produksi dan distribusi. Oleh karena itu diversifikasi pangan menjadi sangat penting artinya. Di Indonesia, jagung merupakan komoditas serealia kedua setelah beras dimana data produksi jagung dari tahun 2000 hingga 2007 mengalami peningkatan yang cukup besar. kurang lebih dari 9.5 juta ton (tahun 2000) meningkat menjadi 13.3 juta ton (tahun 2007). Jagung mempunyai peranan penting dalam hal penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan ternak. Sebagai bahan pangan, jagung dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit untuk substitusi terigu. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, proses pengolahan pangan jagung, dituntut untuk mengikuti trend dan selera konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam penyajian. Salah satu contohnya dengan menghasilkan produk pangan instan, seperti beras instan, bubur instan, mi instan, puding instan dan lain-lain. Bubur merupakan jenis makanan yang mudah untuk dikonsumsi karena tekstur bubur yang lunak, dan pilihan rasa yang beraneka ragam sesuai dengan selera dan keinginan konsumen. Di Amerika Tengah dan Amerika Selatan seperti Meksiko dan Brazil jagung diolah menjadi produk bubur. Di Meksiko bubur jagung dikenal dengan nama atole atau pinole, sedangkan di Brazil bubur jagung dikenal dengan sebutan mingau, carisca dan pamonila (Serna-Salvidar et al. 2001) Penelitian dalam usaha meningkatkan nilai tambah jagung di Indonesia sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah bubur jagung instan. Namun bubur jagung tersebut bentuknya masih seperti bubur bayi (produk MP-ASI).
2
Panggabean (2004) dan Bahrie (2005) telah melakukan penelitian pembuatan prototipe bubur jagung instan yang juga terbuat dari bahan baku jagung, dari saran penelitian
disebutkan
masih
diperlukan
peningkatan
mutu
tekstur
dan
penampakan juga pengembangan cita rasa dari bubur jagung instan yang dihasilkan. Dengan melakukan modifikasi penambahan grits jagung instan dan beberapa bahan penunjang seperti maltodekstrin dan susu bubuk dalam formulasi pembuatan bubur jagung instan diharapkan produk bubur yang dihasilkan berkualitas lebih baik dan lebih dapat diterima konsumen.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah menghasilkan formula bubur jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan produk. Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Memberikan alternatif bentuk pangan olahan jagung menjadi makanan cepat saji. 2. Meningkatkan nilai tambah jagung sebagai salah satu sumber pangan. 3. Mendukung program diversifikasi pangan berbasis jagung
1.3 Hipotesis Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa dengan didapatkannya formulasi yang optimal pada proses pembuatan produk akan memberikan karakteristik bubur jagung instan yang berkualitas baik dari segi fisik, kimia dan organoleptik serta umur simpan yang lama.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang sering disebut maize. Jagung berasal dari Meksiko dan merupakan hasil evolusi tanaman rumput liar Teosinte (Zea mayssp. Mexciana) (Johnson 1991). Berawal dari Peru dan Meksiko, tanaman jagung berkembang ke daerah Amerika
Tengah dan
selatan kemudian berlayar ke Eropa dan bagian utara Afrika. Di awal abad ke-16, jagung sampai di India dan Cina. Tanaman jagung masuk ke Indonesia dibawa bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 melalui Eropa, India dan Cina (Suprapto dan Rasyid 2002). Secara botanis jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Klas
: Monocotyledonae
Ordo
: Glumifolrae
Famili
: Gramineae
Genus
: Zea
Species
: mays
Jagung tergolong ke dalam tanaman berumah satu. Bunga jantan tanaman jagung terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina terbentuk dipertengahan batang tanaman. Biji jagung berkeping tunggal dan tumbuh berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman jagung terdapat satu atau kadang-kadang terdapat dua buah tongkol jagung (Suprapto dan Rasyid 2002). Tongkol jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung dan rambut. Kelobot merupakan kelopak buah yang membungkus dan melindungi biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung berkisar 12 – 15 lembar. Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol (Effendi dan Sulastiasti 1991). Gambar Jagung terlihat pada Gambar 1 (http: //www.bima.ipb.ac.id/ image 2007).
4
Gambar 1. Tanaman jagung (Zea mays L)
Biji jagung berbentuk bulat dan tumbuh melekat di tongkol jagung. Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Jumlah biji jagung dalam satu tongkol berkisar antara 300-1000 biji jagung. Bagian rambut dari tongkol jagung merupakan tangkai putik yang muncul melalui sela-sela deret biji dan tumbuh menjulur keluar dari kelebot. Rambut memiliki cabang-cabang yang halus yang berfungsi untuk menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Effendi dan Sulastiati 1991).
2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum Menurut Hughes dan Metcalve (1972) jagung mempunyai beberapa sub species yaitu : •
Soft corn (Zea mays amylacea) Jagung ini disebut juga jagung tepung. Jenis ini banyak ditanam di
Amerika Serikat, Kolombia, Peru, Bolivia dan Afrika Selatan. Biji jagung ini hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak. •
Pod corn (Zea mays tunicata) Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya, yang tidak
terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian, jagung ini menjadi tahan lama dan daya kecambahnya tetap baik. Jagung ini tidak di tanam di Indonesia.
5
•
Pop corn (Zea mays everata) Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji berbentuk
runcing, kecil dan keras, berwarna putih atau kuning. Kalau dibakar bijinya meletus. Tongkol jagung jenis ini umumnya berukuran kecil. •
Flint corn (Zea mays indurata) Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji sedang. Bagian
atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir seluruhnya mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih, kuning dan merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk, sehingga lebih tahan kalau disimpan. Di Indonesia jagung ini cukup disukai. Jagung ini banyak ditanam di Eropa, Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. •
Dent corn (Zea mays indentata) Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena bentuknya seperti
gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian atas. Lekukan ini terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering. Jagung jenis ini umumnya kurang tahan terhadap hama bubuk. •
Sweet corn (Zea mays sacharata) Sweet corn atau jagung manis mempunyai rasa manis dan bila
dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini sering dipanen waktu masih muda untuk direbus atau dibakar. •
Waxy corn (Zea mays cerantina) Waxy corn memiliki biji menyerupai lilin. Molekul pati jagung
jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip glikogen dan menyerupai tepung tapioka. Jagung jenis ini tidak ditanam di Indonesia, kebanyakan terdapat di Asia Timur antara lain Birma Utara, Filipina, Cina sebelah timur dan Mansuria.
2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia Jenis jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah jagung gigi kuda, jagung mutiara, jagung berondong dan jagung manis. Jenis jagung yang penting sebagai makanan pokok adalah jenis jagung gigi kuda dan jagung mutiara.
6
Saat ini berbagai varietas unggul telah dianjurkan untuk ditanam di daerah rendah seperti varietas Arjuna, varietas IPB-4, varietas H-6, varietas Bromo, varietas Bogor-Composite-2, varietas Genjah Kertas, varietas Kretek. Sedangkan untuk daerah tinggi disarankan untuk menanam varietas Bastar Kuning, varietas Bima, varietas Pandu (Panggabean 2004).
2.2 Karakterisasi Biji Jagung Biji jagung menrupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis, dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna, serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson 1991).
2.2.1 Sifat Morfologi dan Anatomi Biji Jagung Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%), endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Endosperm merupakan bagian biji jagung yang mengandung pati. Endosperm jagung terdiri atas endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endoperm). Endosperm keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan rapat, demikian pula halnya dengan susunan granula pati didalamnya. Sedangkan endoperm lunak mengandung pati yang lebijh banyak dengan susunan tidak serapat pada bagian endosperm keras (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Gambar 2. memperlihatkan struktur dari biji jagung.
Gambar 2. Struktur biji jagung
7
2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung Menurut Jugenheimer (1976), komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan. Komposisi kimia jagung putih (white corn) tidak jauh berbeda dengan jagung kuning (yellow corn), tetapi jagung putih tidak mengandung vitamin A. Komposisi kimiawi tersebut diatas tidak menyebar merata pada bagian-bagian biji jagung (Utomo 1982). Diantara biji-bijian kandungan vitamin A jagung paling tinggi sebesar 440 SI. Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 gram disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram bahan. Jagung Jagung Jagung Tepung Komponen kuning kuning kuning jagung Maizena kuning giling pipilan segar Energi (Kal) 140.0 307.0 361.0 335.0 343.0 4.7 Protein (g) 7.9 8.7 9.2 0.3 Lemak (g) 1.3 3.4 4.5 3.9 0.0 Karbohidrat (g) 33.1 63.6 72.4 73.7 85.0 Kalsium (mg) 6.0 9.0 9.0 10.0 20.0 Fosfor (mg) 118.0 14 8.0 380.0 256.0 30.0 Zat besi (mg) 0.7 2.1 4.6 2.4 1.5 Vitamin A (SI) 4 35.0 440.0 350.0 510.0 0.0 Vitamin B1 (mg) 0.24 0.33 0.27 0.38 0.00 Vitamin C (mg) 8.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Air (g) 60.0 24.0 13.1 12.0 14.0 Bagian yang dapat dimakan (%) 90.0 90.0 100.0 100.0 100.0 Sumber : Rukmana (1997) Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, yaitu sebesar 85% dari total lemak (Berger 1962). Menurut Inglett (1970) komposisi utama lemak jagung adalah trigliserida. Jagung juga mengandung protein yang disebut zein, sebanyak 9%. Protein tersebut terutama pada bagian endosperm. Protein utama dalam jagung adalah glutelin dan dikenal sebagai glutenin. Kandungan gula jagung sebesar 1-3 % dengan komponen terbesar adalah sukrosa. Sukrosa terdapat pada bagian lembaga sebanyak 75% dan bagian endosperm sebanyak 25%. Glukosa, fruktosa dan rafinosa terdapat dalam jagung dalam jumlah kecil. Dalam biji jagung terdapat serat kasar sebanyak 2.1 – 2.3 %. Pada bagian pericarp (kulit sekam) terdapat 41-46% hemiselulosa (Inglett 1970).
8
Serealia umumnya kurang akan vitamin C dan vitamin, tetapi banyak mengandung vitamin B. Vitamin yang terdapat dalam jagung antara lain thiamin, niasin, riboflavin dan piridoksin. Walaupun jagung mengandung niasin tetapi sekitar 50-80% berada dalam bentuk ikatan niacytin, sehingga jagung masih dikatakan kekurangan niasin. Kekurangan niasain dapat menyebabkan penyakit pelagra (Kent 1975). Kandungan mineral dalam jagung terutama terdapat pada bagian lemabga, yaitu hampir 75% dari total mineral. Jagung kaya akan posfor dan kalium, tetapi miskin kandungan kalsium. Kandungan magnesium, natrium dan klorin sangat sedikit dalam jagung (Berger 1962).
2.3 Pangan Instan Produk pangan instan berkembang pesat pada masa sekarang ini dengan beraneka jenis dengan beraneka jenis bentuknya. Berdasarkan konsep dasar proses instanisasi produk makanan, maka yang dianggap penting adalah perbaikanperbaikan proses yang mengarah kepada perlatan mekanis dalam pembuatannya yang berpengaruh kepada proses kemudahan dalam penyeduhan (penyajian), pengemasan dan kondisi penyimpanan (Panggabean 2004). Produk pangan instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan adalah produk pangan yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk pangan yang sering dihadapi, misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan waktu konsumsi (Hartomo dan Widiatmoko 1993 dalam Hartono 2004). Australian of Technological Science and Engineering (2000) dalam Husain (2006) menyatakan bahwa pangan instan merupakan suatu produk pangan yang penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai proses pemasakan. Bahrie (2005) menyatakan bahwa, pada dasarnya pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan. Bentuk pangan instan biasanya mudah ditambah air (dingin atau panas) dan mudah larut sehingga mudah disantap.
9
Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk dicerna. Biasanya bubur dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, atau bahan-bahan lainnya. Sedangkan bubur instan adalah salah satu jenis pangan instan yang merupakan makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi. Penyajian bubur instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas ataupun susu, sesuai dengan selera (Fellows dan Ellis 1992). Hartomo dan Widiatmoko (1993) menjelaskan bahwa ada tiga kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan, diantaranya : 1). Sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, 2). Tidak memiliki lapisan gel yang tidak permiabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, 3). Rehidrasi produk tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.
2.4 Pengeringan Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara stimultan Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukan bahan ke udara kering (Pramono 1993). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memilki masa simpan yang lama (Taib et al. 1988). Disi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989). Desrosier (1988) menjelaskan bahwa proses pengeringan umumnya digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengeringan. Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat
10
pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminsasi dari debu, serangga, bururng atau tikus dapat dihindari. Sealin itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier 1988).
2.5 Pengering Silinder (drum dryer) Pengeringan silinder merupakan tipe alat pengering yang terdiri dari satu atau lebih silinder dan terbuat dari logam yang berputar sesuai dengan porosnya pada posisi horizontal yang dilengkapi dengan pemansan internal oleh uap air, air atau media cairan pemanas lainnya. Umpan bubur dan pasta dikeringkan pada permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-;lahan. Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak (Mujumdar 2000). Secara umum alat pengering silinder memiliki dua tipe, yaitu silinder tunggal dan silinder ganda. Pada silinder tunggal, pembentukan film atau lapisan dilakukan dengan mencelupkan silinder pada bubur atau larutan, sedangkan silinder ganda didisain dengan dua silinder yang puncaknya paralel dan bahan yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada daerah di antara dua drum (APV Crepaco 1992). Prinsip kerja alat pengering silinder adalah silinder berputar dengan tenaga pengerak motor, dipanaskan dari bagian dalam dengan menggunakan steam. Panas permukaan drum mencapai suhu 120-170oC. Lapisan bahan yang akan dikeringkan disebarkan secara merata pada permukaan atas silinder. Sebelum mencapai putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis oleh pisau yang ada disepanjang permukaan silinder dengan arah melintang. Produk akhir ditampung di bawah permukaan silinder (Hariyadi et al. 2000). Menurut Parker (2003), pengeringan silinder dapat digunakan untuk mengeringkan bahan pangan berbentuk cair, pasta, pure dan bubur. Susu, bubur kentang, pasta tomat dan pakan merupakan contoh bahan pangan yang menggunkaan pengeringan silinder dimana suhu permukaan yang tinggi menyebabkan bahan kering. Keuntungan menggunakan alat pengering silinder adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Sedangkan
11
kekurangannya antara lain adalah pengeringan dengan alat ini hanya dapat dilakukan pada bahan yang berbentuk cairan, pasta atau bubur yang memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu ± 2 – 30 detik (Mujumdar 2000).
2.6 Pengering Fluidized Bed Pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang biasa digunakan untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam bentuk suspensi (Jayaraman dan Gupta 1995). Menurut Hariyadi et al. (2000) menjelaskan prinsip kerja pengering fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari
heater electric dialirkan
dengan bantuan fan. Aliran udara bergerak dengan tipe vertikel, dimana udara panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan udara panas. Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan tipe pengering lainnya, peralatan operasi dan pemeliharaan sangat sederhana, proses dapat diukur secara otomatis tanpa adanya kesulitan dan beberapa proses dapat dikombinasikan dengan menggunakan pengering fluidized bed ini (Anonim 2007). 2.7 Kesetimbangan air Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermi sorpsi airnya Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada suhu tertentu (Handoko 2004).
12
Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (Syarief dan Halid 1993). Kandungan air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering (dry basis). Kadar air basis basah (Mw) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat bahan. Kadar air berat kering (Md) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat berat kering bahan atau padatannya. Hubungan antara kadar air basis basah dengan kadar air basis kering dapat dinyatakan dengan rumus berikut : Md =
100 x Mw 100 − Mw
Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan. Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air disebut menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi. Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Ditambahkan oleh Purnomo (1995) yang menjelaskan kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air (Aw). Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis atau jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Troller dan Christian 1978). Aw dapat dinyatakan sebagai potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi dari 0,0 – 1,0. Pada nilai Aw 0,0
13
berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas selama proses kimia, sedangkan nilai Aw 1,0 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal. Menurut Winarno (1997) kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba dinyatakan dalam Aw. Berbagai
mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, misalnya Aw bakteri = 0,90 ; Aw khamir = 0,80 – 0,90 dan Aw kapang = 0,60 – 0,80. Berdasarkan hukum Raoult, aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jumlah mol pelarut. Hukum ini hanya berlaku untuk larutan, tidak berlaku untuk bahan padat. Hukum ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : Aw =
n2 (n1 + n 2 )
Keterangan : n1
= Jumlah mol zat terlarut,
n2
= Jumlah mol pelarut (air),
n1 + n2 = Jumlah mol larutan Aktivitas air suatu bahan pangan dapat didefenisikan secara fisika dengan persamaan berikut : ⎡P⎤ ERH Aw = ⎢ ⎥ x100 % = 100 ⎣ Po ⎦ T Keterangan : Aw
= Aktivitas air
P
= Tekanan uap air dalam bahan pangan
Po
= Tekanan uap jenuh pada suhu yang sama
ERH
= Kelembaban relatif kesetimbangan (%)
Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas air atau kesetimbangan relatif seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Supriadi (2004) menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotermik sorpsi, dilakukan penyimpanan bahan dalam beberapa desikator yang telah diisi dengan larutan garam jenuh sampai dicapai kesetimbangan pada semua larutan sekitar 1-2
14
minggu. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar. Tabel 2. Kelembaban relatif larutan garam jenuh Larutan garam jenuh
RH (%) pada suhu o
20 C
25oC
Lithium klorida 12 11 Kalium asetat 23 23 Magnesium bromida 31 31 Magnesium klorida 33 33 Kalium karbonat 44 43 Magnesium nitrat 52 52 Natrium bromida 57 57 Tembaga klorida 68 67 Lithium asetat 70 68 Strontium klorida 73 71 Natrium klorida 75 75 Amonium sulfat 79 79 Kadmium klorida 82 82 Kalium bromida 84 83 Lithium sulfat 85 85 Kalium klorida 86 86 Kalium kromat 88 87 Natrium benzoat 88 88 Barium klorida 91 90 Kalium nitrat 94 93 Kalium sulfat 97 97 Natrium phospat 98 97 Sumber : Rockland (1969) dalam Puspitawulan (1997)
30oC 11 23 30 32 42 52 57 67 66 69 75 79 82 82 85 84 86 88 89 92 97 96
2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA) Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu tertentu (Labuza 1968). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap bahan pangan. Ditambahkan oleh Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan. Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe langmuir, tipe 2 adalah tipe sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama
15
khusus. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui pada umumnya kurva isotermi sorpsi air tidak linier (Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi 1995)
Aw
Aw
Keterangan : I =Tipe Langmuir; II =Tipe Sigmoid; III, IV dan V = tidak memiliki nama khusus Gambar 3. Lima tipe kurva isotermi sorpsi air
Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui proses absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara (Labuza 1968). Kedua cara tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang ditunjukkan dengan tidak berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis. Model analisa logaritma dapat digunakan untuk menentukan kapasitas air ikatan sekunder. Medel ini merupakan analogi perambatan panas dalam kaleng. Dalam hal ini kurva isotermi sorpsi air diplot sebagai hubungan kadar air terhadap (1-Aw). Plug dan Esselen (1963) dalam Soekarto (1978) menemukan hubungan linier jika perambatan panas diplot sebagai log (To-T) yang merupakan perbedaan suhu retort dan suhu pusat kaleng, terhadap waktu (t). Dengan memplot nilai log (1-Aw) terhadap m juga dihasilkan garis lurus. Berdasarkan analog tersebut, didapatkan model matematik empirik sebagai berikut : Log (1 − Aw ) = b x m + a Keterangan : m = Kadar air (g air/g bahan kering) pada aktivitas air (Aw) b = Faktor kemiringan a = Titik potong pada ordinat
16
Penerapan model ini pada produk pangan menghasilkan garis lurus patah dua. Soekarto (1978) mengartikan bahwa garis lurus pertama mewakili ikatan sekunder, dan garis lurus kedua mewakili air ikatan tersier. Titik potong kedua garis ini merupakan titik peralihan dari air ikatan sekunder dan air ikatan tersier, dan dianggap sebagai batas atas atau kapasitas air ikatan sekunder. Labuza (1968) membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi tiga bagian, Daerah A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monilayer (daerah multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori bahan. Hal yang serupa juga dikemukan oleh Duchworth (1974) dalam Troller dan Christian (1978) (Gambar 4).
Keterangan : A = daerah monolayer ; B = daerah multilayer ; C = daerah kondensasi kapiler Gambar 4. Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan. Peranan faktor hidratasi bahan pangan dan lingkungannya sangat dominan dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan pangan. Labuza (1968) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (Aw) dalam hubungannya dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk peta yang disebut dengan peta stabilitas (Gambar 5) . Peta stabilitas ini menggambarkan hubungan berbagai jenis kerusakan sebagai fungsi dari aktivitas air (Aw) dan kadar air yang ditelusuri berdasarkan kurva ISA dari bahan pangan tertentu.
17
Gambar 5. Peta stabilitas bahan makanan yang menyerupai fungsi dari faktor hidratasi (Labuza 1968). Pada daerah I, molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam. Air tipe ini terikat kuat dan seringkali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. Derajat peningkatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan adalah peningkatan oksidasi lemak. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II karena keaktifan katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air. Pada daerah II, molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Bila sebagaian air pada daerah II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis atau oksidasi lemak akan dikurangi. Air pada daerah III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lainnya. Air ini disebut air bebas. Air ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air pada daerah ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 – 25% dengan Aw kira-kira 0,80 tergantung dari jenis bahan dan suhu.
18
2.9 Umur simpan (Shelf life) Penentuan umur simpan suatu produk dapat dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama penyimpanan sampai tidak dapat diterima oleh konsumen. Arpah dan Syarief (2000) menjelaskan, umur simpan adalah selang waktu saat produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi, sedangkan menurut Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief dan Halid 1993). Nilai aw merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menduga kerusakan makanan atau menentukan waktu pengeringan yang diperlukan untuk produk yang stabil. Menurut Labuza (1982), aw bahan pangan sangat menentukan bahwa faktor-faktor yang menentukan waktu penerimaan air dalam bahan pangan adalah sorpsi isotermi air, permeabilitas film kemasan, rasio luas permukaan kemasan terhadap berat kering, kadar air awal, kadar air kritis, RH dan suhu penyimpanan produk. Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu sebagai berikut :
Me − Mi Me − Mc ts = Po A k x x b x Ws Ln
ts
=
Keterangan : ts Me Mi Mc
= = = =
umur simpan produk (hari) kadar sir keseimbangan (% bk) kadar air awal (% bk) kadar air kritis (% bk)
19
Ws Po k/x A B
= = = = =
berat bahan (g) tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg) luas permukaan kemasan (m2) slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me)
Penentuan umur simpan
dengan metode pendekatan air kritis ini
dilakukan berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH), metode tersebut menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis (Labuza 1982). Heldman dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air keseimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya pada suhu dan RH tertentu (Hall 1980). Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal tersebut terjadi jika bahan telah disimpan pada lingkungan tertentu pada jangka waktu yang lama (Brooker et al. 1974). Proses tercapainya kadar sir suatu bahan dengan lingkungannya karena bahan kehilangan sebagian kandungan airnya disebut sebagai desorpsi, sedangkan bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungannya yang mempunyai kelembaban relatif lebih, maka bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangan melalui proses absorpsi. Proses desorpsi dan absorpsi ini disebut isotermis sorpsi air (Labuza 1968).
20
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium AP4 (Agricultural Pilot Plant and Processing Project) IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2007 sampai dengan Februari 2008.
3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bubur jagung instan adalah jagung lokal varietas P11 (Pioner 11) diperoleh dari Bojonegoro, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan antara lain air minum dalam kemasan komersial, susu bubuk komersial, dan maltodekstrin komersial, bahan kimia seperti beberapa garam jenuh : MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4, NH4H2PO4 dan K2SO4 yang digunakan untuk kajian ISA dan bahan lainnya untuk analisis fisik dan kimia. Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling multi mill, timbangan digital, ayakan 18 mesh dan 80 mesh, baskom, pengering silinder, pengering oven, pengering fluidized bed, desikator, kompor, panci, sendok pengaduk dan alat-alat untuk analisa fisik dan kimia.
3.3 Tahapan Penelitian Metode percobaan terdiri atas empat tahap. Pada tahap pertama dilakukan proses pembuatan grits jagung bersih. Pada tahap kedua dilakukan proses pembuatan grits jagung instan dan pembuatan tepung jagung instan. Pada tahap ketiga dilakukan proses pembuatan bubur jagung instan dengan modifikasi. Pada tahap akhir dari penelitian ini dilakukan uji organoleptik, analisis proksimat dan kajian isotermi sorpsi air (ISA). Tahapan dari seluruh kegitan penelitian secara lengkap disajikan pada Gambar 6.
21
Biji jagung
TAHAP I (Tahap Persiapan) Perhitungan rendemen.
Pembuatan grits jagung
TAHAP II Perhitungan rendemen, Uji rasio dehidrasi, Penyerapan air dan pengembangan volume sifat birefringence, porositas dan Pembuatan uji proksimat.
grits jagung instan kering
Pembuatan tepung jagung instan
Uji viskositas, wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat
TAHAP III
Pembuatan bubur jagung instan Uji Organoleptik dan uji proksimat
Kajian Isotermi Sorpsi Air (ISA)
TAHAP IV
Tekno Ekonomi
Gambar 6. Prosedur tahapan penelitian secara lengkap
3.3.1 Pembuatan Grits Jagung bersih Pembuatan grits jagung bersih diawali dengan penggilingan biji jagung utuh (kering) menggunakan alat penggiling multi mill. Selanjutnya dilakukan pencucian atau pembilasan grits jagung dengan air sampai bersih, kemudian direndam 1 jam dalam air setelah itu ditiriskan. Pada akhir tahap ini dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed . Hasil akhir dari serangkaian proses ini adalah grits jagung yang sudah bersih. Diagram
22
alir proses pembuatan grits jagung bersih secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 7.
Biji jagung utuh
Digiling dengan menggunakan alat penggiling multi mill
dedak
Grits jagung kotor
Diayak dengan menggunakan ayakan 18 mesh Kotoran Dicuci atau dibilas dengan air hingga benar-benar bersih
Direndam dalam air selama 1 jam
Grits ditiriskan
Pengeringan dengan menggunakan pengering fluidized bed pada suhu 65oC, selama 20 menit Grits jagung bersih
Perhitungan rendemen
Gambar 7. Prosedur pembuatan grits jagung bersih (Modifikasi Serna Salvidar et al. 2001)
23
3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering Setelah diperoleh fraksi grits jagung bersih, proses dilanjutkan dengan pembuatan grits jagung matang atau instan yaitu grits jagung yang sudah bersih ditambah air (1:3) kemudian ditanak atau dimasak (diaron dan dikukus) pada suhu ±75oC selama 30 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka sifat poros dari jagung dan tahap awal terjadinya mekanisme gelatinisasi dari pati jagung. Grits jagung Dicampur dengan air dan ditanak (1:3) pada suhu ± 75oC selama 30 menit Didinginkan pada suhu ruang
Dibekukan di dalam freezer(-20oC, 44 jam) Di-thawing
Pengering oven (±60oC, 6 jam)
Pengering fluidized bed (60oC, 20 menit)
Grits jagung instan
Perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume, sifat birefringence, porositas dan uji proksimat Gambar 8. Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan kering (Modifikasi Husain 2006) Sifat pati yang tergelatinisasi inilah yang dimanfaatkan untuk pembuatan produk instan. Grits jagung yang telah ditanak didinginkan pada ruang. Kemudian, dibagi menjadi dua. Bagian pertama langsung dikeringkan dan bagian kedua melewati proses pembekuan cepat di dalam freezer dan selanjutnya di-thawing pada suhu ruang (27oC) kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan pengering oven yang suhu ±60oC, selama 6 jam dan pengering fluidized bed (60oC, selama 20 menit) sehingga dihasilkan
24
produk akhir yaitu grits jagung matang atau instan. Analisa yang dilakukan terhadap grits jagung matang ini antara lain perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung, sifat birefringence, dan porositas. Diagram alir proses pembuatan grits jagung matang atau instan secara lengkap disajikan pada Gambar 8.
3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan Pembuatan tepung jagung instan diawali dengan penggilingan grits jagung bersih dicampurkan dan ditanak atau dimasak dengan air (1:5) pada suhu ±85oC selama 15 menit sehingga menghasilkan adonan bubur jagung, kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering silinder dengan kecepatan putaran silinder 4 dan 6 rpm. Pada pengeringan dengan menggunakan pengering silinder hasil yang didapatkan berupa hancuran lembaran-lembaran tipis. Proses selanjutnya lembaran-lembaran tipis tersebut dihancurkan dengan menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh dan hasil akhirnya adalah tepung jagung instan. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan dapat diilustrasikan pada Gambar 9. Grits jagung bersih Dicampurkan dengan air (1:5) dan dimasak pada suhu ±85oC selama 15 menit Adonan bubur jagung Dikeringkan Pengering silinder dengan V = 4 rpm
Pengering silinder dengan V = 6 rpm
Lembaran-lembaran tipis Penghancuran dengan menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh Tepung jagung instan Uji viskositas, wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan (Modifikasi Bahrie 2005)
25
3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan Setelah diperoleh hasil yang terbaik dari grits jagung instan dan tepung jagung instan, maka dilakukan formulasi produk sehingga dihasilkan bubur jagung instan yang diharapkan. Grits jagung instan kering dicampurkan dengan tepung jagung instan, maltodekstrin dan susu bubuk menjadi satu adonan kering. Untuk penyajiannya, adonan kering bubur jagung instan tersebut ditambah air hangat ±150 ml (1-3 bagian air /berat adonan) dan bubur jagung siap untuk dikonsumsi. Tiap-tiap formula (Tabel 3) yang diperoleh kemudian diuji organoleptik untuk melihat sejauhmana daya terima dari panelis terhadap produk. Pengujian ini dilakukan dengan skala hedonik atau tingkat kesukaan konsumen. Sampel yang paling disukai diuji nilai gizinya melalui uji proksimat. Prosedur atau tahapan pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.
Grits jagung instan kering
Tepung jagung instan Susu bubuk Maltodekstrin
Pencampuran
Bubur jagung instan
Uji organoleptik, uji proksimat dan kajian ISA
Gambar 10. Diagram alir pembuatan bubur jagung instan
26
Tabel 3. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan (dalam 100 gr bahan) Campuran bahan (gr) Formulasi Tepung Grits jagung maltodektrin Susu bubuk jagung instan instan kering A 10 35 25 30 B 10 40 20 30 C 10 45 15 30 D 10 50 10 30
3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis Sifat Fisik • Grits Jagung Instan Kering 1. Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono 1992) Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung akhir dengan berat biji jagung awal yang digunakan. Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung instan didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung instan kering dengan berat grits jagung awal yang digunakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut : Rendemen (%) = Berat grits jagung instan × 100% Berat grits jagung bersih
2. Porositas (Suliantari 1988) Ke dalam gelas ukur berukuran 25 ml dimasukkan butiran-butiran grits instan sampai tanda tera, kemudian ditambahkan toluen sampai butiran tersebut terendam lalu diukur volume toluen yang dibutuhkan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
N= Dimana :
Vc x100% V
N = Porositas Vc = Volume Toluen V = Volume total
3. Uji rasio rehidrasi (Oktavia 2002) Sampel sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah dengan 100 ml aquadest. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam waterbath
27
bersuhu 80oC selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian sampel yang telah mengalami rehidrasi ditimbang. Rasio rehidrasi dihitung dengan rumus : Rasio rehidrasi = Berat sampel setelah rehidrasi (g) Berat sampel sebelum rehidrasi (g) 4. Penyerapan air dan pengembangan volume (Hubeis 1985) Penyerapan air dihitung dengan cara memasak grits jagung bersih yang didapatkan, kemudian membandingkan berat nasi jagung dengan berat grits jagung awal. Dirumuskan sebagai berikut : Penyerapan air nasi (%) = Berat nasi jagung – berat grits jagung × 100% Berat grits jagung 6. Sifat Birefringence (Sugiyono et al. 2004) Sampel ditimbang 0.1 g dan ditambahkan akuades 0.9 ml. Suspensi yang terbentuk diteteskan di atas gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop polarisasi. •
Tepung Jagung Instan
1. Uji viskositas metode Brookfield Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat viskometer Brookfield. Sejumlah sampel kira-kira 5% dimasukkan ke dalam wadah gelas. Lalu spindel dipasang pada alat viskometer dengan kecepatan putar tertentu. Baca kekentalan sampel setelah alat dikunci dan dihentikan. Nilai viskositas terukur dalam satuan cP (centiPoise). Nilai viskositas (cP) = Angka pembacaan x Faktor pengali (Tabel 4).
Tabel 4. Faktor pengali untuk tiap spindel dan rpm yang digunakan No. Kecepatan putaran Spindel 6 12 30 60 1 10 5 2 1 2 50 25 10 5 3 200 100 40 20 4 1000 500 200 100
28
2. Daya serap air / wettability metode wetting time (Park et al. 2001) Waktu basah didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh tepung dari sejak tepung dimasukkan ke dalam air hingga semua tepung basah. Sampel tepung sebanyak 0.4 g dimasukkan ke dalam air sebanyak 40 ml dalam botol kecil. Daya dispersi dilakukan pada suhu kamar tanpa pengadukan, waktu dicatat dengan menggunakan stopwatch.
3. Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992) Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering dan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan berat gelas ukur (a gr) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml sampai tanda tera. Kemudian dilakukan pengukuran berat gelas ukur yang berisi sampel (b gr). Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus : Densitas kamba =
(b − a ) gr 50ml
4. Warna, metode Hunter (Floyed et al. 1995) Sampel tepung diukur dengan menggunakan chromameter CR-200 sehingga diperoleh nilai L, a dan b. Dimana :
L = Kecerahan a = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda – b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –
3.4.2 Uji Organoleptik Bubur Jagung Instan (Soekarto 1985)
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah jenis uji penerimaan. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Penelitian ini menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih dari mahasiswa ilmu pangan dan mahasiswa ilmu dan teknologi pangan. Adapun tingkatan atau skala yang digunakan dalam pengujian diantaranya sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Dalam analisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka
29
menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan. Tahap awal dalam penyedian sampel bubur jagung dilakukan dengan melakukan formulasi komponen-komponen penyusun bubur jagung instan sesuai dengan Tabel 3. Kemudian adonan bubur jagung instan kering ditambahkan air panas/hangat (suhu 75oC) sebanyak 1 – 3 bagian/ berat adonannya (± 150 ml). Bubur jagung yang telah diseduh dengan air disajikan secara acak dan dalam memberikan penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang atau membandingbandingkan sampel yang disajikan. Pengujian terhadap uji hedonik harus dilakukan secara spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian (Lampiran 4). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam bentuk tabel, untuk kemudian dipilih formula yang paling disukai dengan melihat nilai rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap beberapa atribut organoleptik yang diujikan, diantaranya tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan penerimaan secara umum (overall).
3.4.3 Analisis Kimia
•
Grits Jagung Instan, Tepung Jagung Instan dan Bubur Jagung instan
1. Kadar air (AOAC 1995) Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam dan diketahui beratnya. Sampel yang telah dikeringkan sampai mencapai berat konstan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perbedaan berat sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen kadar air. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan : Kadar air (% bb) = Dimana :
a−b a−b x100% ; Kadar air (% bk ) = x100% a b
a
= berat sampel mula-mula (gr)
b
= berat sampel setelah dikeringkan (gr)
30
2. Kadar abu metode Tanur (AOAC 1995) Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sebelumnya telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam dan diketahui beratnya. Selanjutnya sampel yang telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Dapat dihitung dengan rumus : Kadar abu (%bb) = Kadar abu (%bk) =
berat labu berat sampel
x100%
kadar labu (%bb) 100 − kadar air (%bb)
x100%
3. Kadar lemak metode Sokhlet (AOAC 1984) Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan, dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu sokhlet. Sementara itu petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya. Selanjutnya diekstraksi selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak lalu dikeringkan dalam oven 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Kadar lemak (%bb) = Berat labu akhir – berat labu awal x100% Berat sampel Kadar lemak (%bk) =
Kadar lemak (% bb) x100% 100 – Kadar air (bb)
4. Kadar protein metode mikro Kjeldahl (AOAC 1984) Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat, setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih, dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destruksi ditampung dalam erlenmayer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :
31
% N = (HCl – blanko)ml x N HCl x 14.007 x100% Mg sampel Kadar protein (%bb) = 6.25 x % N Kadar protein (%bk) = Kadar protein (%bb) x100% 100 – kadar air(%bb) 5. Kadar karbohidrat by difference Kadar karbohidrat dihitung menggunakan analisis by difference yaitu dengan mengggunakan rumus : Kadar karbohidrat (%bb) = 100 - % (protein + lemak + air + abu) Kadar karbohidrat (%bk) = 100 - %bk (protein + lemak + abu)
6. Energi (Almatsier 2002) Perhitungan nilai kalori makanan dapat dilakukan dengan menggunakan faktor atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi faal makanan tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x kadar karbohidrat g/100g) + (9 kkal/g x kadar lemak g/100g) + (4 kkal/g x kadar protein g/100g)
3.4.4 Kajian Sorpsi Isotermik Air dan Pendugaan Umur Simpan
Pendugaan umur simpan berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1968) dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis yang dihitung berdasarkan kurva isotermi sorpsi air (ISA). Kajian ini dilakukan pada sampel yang terbaik dari formulasi pembuatan bubur jagung instan yang telah diperoleh sebelumnya. Kurva isotermi sorpsi air yang dibuat merupakan kurva hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan nilai aw atau RH penyimpanan. Sebagai tahap awal dilakukan persiapan larutan garam jenuh. Garam-garam jeniuh yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam desikator, sambil diaduk ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi. Selanjutnya mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Supriadi (2004). Sampel digiling halus kemudian dikeringkan dengan menggunakan absorben kapur api
32
(CaO) sampai memperoleh kadar air 2-3 % bk. Tiap sampel seberat ±2 gram ditempatkan di dalam cawan porselen. Kemudian sampel disetimbangkan dalam desikator yang sebelumnya telah dilakukan pengaturan RH antara 7 – 97% dengan menggunkaan larutan garam-garam jenuh pada suhu sekitar 27oC. Selanjutnya sampel yang dimasukkan ke dalam desikator, disetimbangkan sampai diperoleh berat konstan (perubahan berat lebih kecil dari 0,5 gram). Penentuan kadar air kesetimbangan dilakukan dengan metode oven (Apriyantono et al. 1989). Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh data kadar air kesetimbangan yang digunakan untuk menentukan kurva isotermi Sorpsi Air tepung jagung instan, aw kritikal serta air terikat. Tabel 5. Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan pengukuran kesetimbangan air Garam jenuh NaOH CH3COOK MgCl2 K2CO3 KI NaCl KCl K2CrO4 BaCl2.2H2O NH4H2PO4 K2SO4 Rockland (1969) dalam Kadirantau (2000)
aw 0.06 0.22 0.32 0.43 0.69 0.75 0.84 0.86 0.9 0.91 0.97
Tahap berikutnya dilakukan penentuan kadar air kritis dan umur simpan pada produk yang telah disimpan pada berbagai kondisi RH. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan uji organoleptik (oleh para panelis). Produk yang dinyatakan telah ditolak oleh panelis secara organoleptik, diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Produk yang yang diuji umur simpan nya dikemas dalam kemasan alufo, PP dan PE kemudian disimpan pada suhu ruang dan kondisi RH penyimpanan 85%. Umur simpan produk diperkirakan berdasarkan laju perubahan kadar air dengan pendekatan kadar air kritis dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
33
Me − Mi Me − Mc ts = Po A k x x b x Ws Ln
dimana, ts Me Mi Mc Ws Po k/x A B
= = = = = = = = =
umur simpan produk (hari) kadar air keseimbangan (% bk) kadar air awal (% bk) kadar air kritis (% bk) berat bahan kering (g) tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg) luas permukaan kemasan (m2) slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me)
Umur simpan produk bubur jagung instan diperkirakan sebagai waktu pada saat kadar air produk sama dengan kadar air kritis. Kadar air`kritis produk tersebut merupakan kadar air pada saat produk telah mengalami perubahan fisik (basah atau lembab, dan menggumpal). Kondisi suhu dan kelembaban relatif yang cukup tinggi digunakan untuk mempercepat tercapainya kadar air kritis.
34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih
Pembuatan grits jagung merupakan tahap persiapan dari penelitian ini. Grits jagung yang dihasilkan selanjutnya akan melalui mekanisme instanisasi dan menghasilkan produk akhir berupa grits jagung instan. Grits jagung instan ini merupakan salah satu bahan baku atau penyusun dalam pembuatan bubur jagung instan disamping tepung jagung instan, susu skim bubuk, dan maltodekstrin bubuk. Grits jagung instan diperoleh dengan cara menggiling biji jagung pipilan dengan menggunakan alat penggiling multi mill (Gambar 11). Selanjutnya diayak (18 mesh). Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan setelah penggilingan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan Komponen
Grits jagung bersih Dedak + menir Kotoran : tin cap, pericarp, germ Hilang
Rendemen (%) 47,27 29,09 22,73 0,91
Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan melalui proses penyosohan ini relatif rendah. Rendahnya rendemen grits jagung bersih dipengaruhi oleh mutu jagung yang digunakan. Berat jagung pipilan akan mengalami penurunan apabila jagung pipilan tersebut sudah rusak akibat serangan serangga selama proses penyimpanan atau pengangkutan. Kondisi tersebut akan mempengaruhi jumlah rendemen grits jagung setelah disosoh. Menurut Imed dan Nawangsih (1995), serangga yang banyak merusak hasil pertanian terutama dari jenis kumbang (coleoptera) dan ngengat (lepidoptera). Akibat hama ini, beras dan jagung dapat kehilangan berat mecapai 23% setelah disimpan beberapa bulan. Pada proses pembuatan grits jagung bersih dilakukan proses pembersihan dan pencucian grits jagung dengan cara merendam grits jagung dalam air ±1 jam. Kotoran, kulit, tin cap, serta germ akan terangkat karena memiliki bobot yang ringan. Kemudian dilanjutkan dengan menyaring kotoran kulit, tin cap, serta germ
35
tersebut. Proses ini dilakukan berulang kali sehingga mendapatkan grits jagung yang bersih. Untuk proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed (fluidized bed dryer) (Gambar 11) dengan suhu 60oC, selama ± 20 menit. Grits jagung yang sudah bersih dan kering diproses lebih lanjut menjadi bahan-bahan penyusun bubur jagung instan. Faktor perendaman dan pembilasan grits jagung kotor setalah disosoh juga memberikan pengaruh terhadap jumlah rendemen grits jagung bersih yang dihasikan. Proses pembuatan grits jagung bersih dapat dilihat pada Gambar 12.
Pencucian
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 11. Jagung pipilan (a), Alat penggiling multi mill (b), Ayakan (c) dan fluidized bed dryer (d))
Gambar 12. Grits jagung bersih
4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan Kering 4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering
Proses pembuatan grits jagung instan kering diawali dengan penanakan grits jagung bersih dengan perbandingan air sebanyak 1:3. Proses awalnya grits
36
jagung tersebut diaron terlebih dahulu selanjutnya dikukus hingga mengalami gelatinisasi, yang ditandai dengan terbentuk nasi jagung. Nasi jagung yang terbentuk berwarna kuning terang, mengembang dengan baik, saling lengket satu sama lain (Gambar 13). Setelah didinginkan beberapa menit pada suhu ruang nasi jagung dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama dikeringkan pada suhu ruang dan bagian kedua dibekukan dalam freezer dengan temperatur -20oC selama 44 jam (metode pembekuan lambat) setelah 44 jam dilakukan proses thawing pada suhu ruang. Kemudian kedua bagian nasi jagung tersebut dikeringkan dengan menggunakan alat pengering oven (oven dryer) pada suhu ± 60oC selama 6 jam dan pengering fluidized bed (fluidized bed dryer) pada suhu 60oC selama 20 menit. Tujuan dilakukannya pembekuan lambat untuk memecah struktur koloid pati. Pecahnya struktur koloid pati akan menyebabkan air didalam jaringan koloid pati dilepaskan ketika proses thawing. Pelepasan air dari dalam jaringan koloid pati akan memberikan ruang kosong, sehingga tekstur pati akan berpori atau menyerupai spons. Struktur bahan yang berpori bersifat cepat menyerap air (Chan dan Toledo 1976).
Gambar 13. Nasi jagung instan sebelum dikeringkan.
4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung Instan Kering
Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan yang paling umum dan sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993), pengeringan didefenisikan sebagai suatu proses pindah panas dan menghilangkan kandungan air secara stimultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.
37
Berdasarkan prinsip kerjanya pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebahagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkanya, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Subarna et al. 2007). Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan yang menggunakan dua jenis pengering untuk menentukan satu jenis pengeringan terbaik. Karakteristik khusus yang menjadi penilaian sampel yang dikeringkan adalah produk yang berwarna seragam, dan bersifat poros sehingga memiliki waktu rehidrasi yang singkat. 1. Pengering fluidized bed Alat pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang bekerja dengan prinsip pengeringan oleh udara panas yang kontak langsung dengan bahan yang akan dikeringkan. Menurut Subarna et al. (2007), alat pengering juga dapat dibedakan menjadi pengering tekanan atmosfir (misalnya tray dryer dan fluidized bed dryer) dan pengering vakum (misal oven vakum dan freeze dryer). Dalam pengering tekanan atmosfer, panas yang diperlukan untuk penguapan ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan. Secara garis besar pengering fluidized bed memiliki tiga komponen utama yang terdiri atas kipas (fan), medium pemanas (heater), dan medium pengeringan (dryer) (Hanni et al. 1976) (Lampiran 2.). Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pendinginan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed ini cukup kering, menggumpal (lengket satu sama lainnya) karena pada beberapa bagian grits (bagian luar) sudah kering dengan baik sedangkan pada bagian dalam masih terlihat basah, sehingga dalam proses pengeringan tersebut nasi jagung instan (grits jagung instan kering) akan menjadi hangus pada bagian luarnya dan lama kelamaan akan menjadi kecoklatan (Gambar 14). Terjadinya perubahan tersebut disebabkan oleh mekanisme perpindahan panas yang terjadi dipermukaan berlangsung secara cepat. Didukung oleh Desrosier (1988) dimana terjadinya pemanasan pada permukaan bahan secara cepat akibatnya permukaan bahan yang kontak langsung dengan udara pengering memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan bagian dalam bahan. Sehingga apabila proses
38
pengeringan tetap berlangsung maka bahan menjadi berwarna kecoklatan. Menurut Hovman (1995) yang menjelaskan dimana pada awal pengeringan bahan masih memiliki kandungan air yang besar. Hal ini menyebabkan volume bahan menjadi berat sehingga udara panas menagalir dengan kecepatan yang rendah. Setelah udara panas kontak dengan bahan, air didalam mengalami penguapan. Penguapan air tersebut menyebabkan penurunan tekanan aliran udara yang menigkatkan laju alir udara. Proses pengeringan tercapai ketika bahan tersuspensi dengan udara panas.
Gambar 14. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer. Adapun grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat terlebih dahulu dan kemudian dikeringkan dengan pengering Fluidized bed menghasilkan grits jagung instan yang kurang kering, karena sebagian besar hanya bagian atasnya yang terlihat kering namun pada bagian tengah dan dalam masih basah (lembab), ukuran grits instan yang dihasilkan tidak seragam, terjadi sedikit perubahan warna menjadi lebih gelap (Gambar 15). Menurut Husain (2006), umumnya kerusakan-kerusakan fisik yang terjadi pada proses pengeringan jagung adalah penurunan tingkat kecerahan atau perubahan warna yang tidak diharapkan dan case hardening. Terjadinya Case hardening pada bahan yang mengandung banyak gula terlarut, dalam proses pengeringan air beserta gula-gula terlarut bergerak dari dalam ke permukaan bahan. Air akan menguap sedangkan gula beserta padatan lainnya, tetap tinggal dipermukaan bahan dan lama kelamaan akan mengeras dan menyebabkan air yang berada dalam bahan tidak dapat menguap keluar (Muljohardjo 1987).
39
Gambar 15. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer. 2. Pengering Oven Proses pendinginan sampel nasi jagung pada suhu ruang dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering oven menghasilkan grits jagung instan kering yang sangat kering baik pada bagian luar maupun bagian dalam, tekstur sangat keras (kasar), menggumpal sulit untuk dipisahkan dan ukuran relatif tidak seragam, dari segi warna tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan dan grits jagung instan kering yang dihasilkan tidak poros (Gambar 16).
Gambar 16. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven. Menurut Husain (2006), kualitas produk yang dikeringkan tergantung pada kondisi pengeringan. Pendinginan pada suhu ruang yang diberlakukan pada sampel tersebut belum mampu untuk mengeluarkan air yang terjebak dalam pati jagung sehingga masih berada didalam, dengan demikian terbentuklah grits instan yang menggumpal dan tidak poros. Faktor-faktor internal dan eksternal dari bahan sangat mempengaruhi kecepatan proses pengeringan. Karathanos et al. (1996) menjelaskan bahwa porositas produk dipengaruhi oleh cara pengering dimana
40
pengeringan yang tidak cepat dan tepat akan menyebabkan tidak terbentuknya struktur berpori pada produk. Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat (freezer -20oC) dan dikeringkan dengan pengering oven menghasilkan penampakan grits instan yang baik. Grits jagung instan yang dihasilkan kering sempurna (bagian luar dan dalam), warna tidak berubah, tekstur agak keras, bersifat poros, ukuran cendrung seragam, dan hanya sebagian kecil grits yang menggumpal seperti terlihat pada Gambar 17. Menurut Sjoholm dan Gekas (1995), dengan terdapatnya perangkat blower pada pengering oven dapat meningkatkan laju pengeringan dengan cara mengalirkan udara secara cepat di sekeliling bahan. Sebagai dampaknya nasi atau grits jagung instan yang dihasilkan memiliki sifat atau penampakan seperti yang diinginkan. Terbentuknya sifat poros pada grits jagung instan yang dihasilkan melalui pembekuan lambat ini disebabkan tekstur bahan berubah karena dinding
sel
pecah yang mengakibatkan bahan menjadi poros. Didukung oleh Hamm dan Gottesmann (1984) yang menjelaskan bahwa pembekuan lambat dapat merusak bahan pangan yang dibekukan karena kristal es yang dihasilkan ukurannya besar dimana kristal es yang berukuran relatif besar dapat merusak dinding sel, kerusakan mitokondria, kehilangan struktur protein dan pelepasan enzim. Menurut Husain (2006) metode pembekuan lambat memberikan porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode aron kukus. Penampakan dan sifat mutu dari grits jagung instan yang dihasilkan dipengaruhi oleh karakeristik pengeringan atau ditentukan oleh metode pengeringan yang tepat. Proses pengeringan akan menghasilkan struktur poros yang akan memudahkan air untuk meresap ke dalam produk pada waktu rehidrasi. Oleh sebab itu, dari ke dua jenis pengering yang digunakan dalam penelitian ini maka pengering oven merupakan jenis alat pengering yang terpilih.
41
Gambar 17. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan dengan oven
4.2.3 Karakteristik Fisik Grits jagung Instan Kering 4.2.3.1 Rendemen
Pengukuran rendeman dari sampel grits jagung instan kering ini dilakukan dengan membandingkan berat produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku (grits jagung bersih). Dari perhitungan data, didapatkanlah nilai rendemen grits jagung instan kering dari beberapa metode pembuatannya, adapun nilai rendemen untuk masing-masing grits instan yang dihasilkan adalah sebagai berikut : grits yang didinginkan di suhu ruang kemudian di keringkan dengan pengering fluidized bed (ruang-FB) mempunyai rata-rata rendemen sebesar 87.35%, grits jagung instan yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan pengering oven (ruang-OV) mempunyai rata-rata rendeman 88.45%, sedangkan untuk grits instan yang melalui proses pembekuan lambat (disimpan dalam freezer suhu -20oC, selama 44 jam) dan dikeringkan dengan pengering fluidized bed (freeze-FB) rata-rata rendemennya 81.05%, selanjutnya grits (freeze-OV) memilki rata-rata rendemen sebesar 77.92% (Gambar 18). Dari data rata-rata rendemen sampel grits jagung instan kering yang dihasilkan mengalami penurunan dari berat awal bahan baku yang digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi rendeman sampel diantaranya proses penyosohan biji jagung untuk mendapatkan grits jagung bersih sebagai bahan baku dalam pembuatan grits jagung instan ini. Pada saat pengecilan ukuran biji jagung (proses penyosohan) biji jagung akan pecah menjadi menir besar, menir kecil, grits jagung pecah dedak, kulit biji dan lembaga, selanjutnya untuk mendapatkan grits jagung bersih, akan melalui tahap
42
penampian dan perendaman dalam air selama ±1 jam pada saat proses tersebut grits jagung banyak mengalami kehilangan berat akibat komponen-komponen pati atau molekul-molekul protein larut dalam larutan perendam dan terbuang selama pencucian dengan demikian akan mempengaruhi besarnya rendemen yang dimilki sampel tersebut. Menurut Husain (2006) Proses perendaman dapat menurunkan rendemen dari nasi jagung instan, hal ini disebabkan karena adanya pengeluaran gel pada saat pemasakan yang ditandai dengan air pemasakan menjadi keruh. Dalam hal ini terjadi telah terjadi proses gelatinisasi dimana bila grits jagung yang dimasak telah tergelatinisasi sempurna maka kandungan karbohidrat yang sebagian besar dalam bentuk pati menjadi berkurang dan menyebabkan berat yang dihasikan akan semakin kecil dan berdampak pada rendemen yang semakin kecil pula. Pembekuan lambat yang diikuti proses thawing, juga memberikan pengaruh yang besar terhadap berat grits jagung instan kering yang dihasilkan.
100 87.9 86.8
88.7 88.2 81.4 80.7
Rendemen (%)
80
77.9 77.94
60
40
20
0 T-FB
T-OV
F-FB
F-OV
Perlakuan
Keterangan :
T- FB = T-OV = F-FB
=
F-OV =
Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven dryer.
Gambar 18. Rendemen grits jagung instan kering (
Ulangan 1,
Ulangan 2)
43
4.2.3.2 Porositas
Porositas merupakan bagian yang tidak ditempati oleh partikel atau bahan padatan, dimana sifat-sifat bulk ditentukan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki bahan (seperti komposisi dan kadar air), geometri, ukuran dan sifat-sifat permukaan partikel serta sistem secara keseluruhan (Wirakartakusumah et al. 1992). Selain itu pula, sifat fisik ini juga ditentukan oleh bahan asal dan proses pengolahannya. Pada
dasarnya
produk
pangan
instan
dihasilkan
dengan
cara
menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan. Bentuk pangan instan biasanya mudah larut apabila ditambahkan air (dingin/panas) hingga mudah di santap. Dari hasil perhitungan menghasilkan grits jagung instan yang mengalami pembekuan lambat dan dikeringkan dengan pengering oven memiliki nilai persentase porositas terbesar (rata-rata 79%) dibandingkan dengan grits jagung instan kering lainnya (Gambar 19).
100
Porositas (%)
80
76 68
62
66
64
78
80
70
60 40 20 0 T-FB
T-OV
F-FB
F-OV
Perlakuan
Keterangan :
T- FB = T-OV = F-FB
=
F-OV =
Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven dryer.
Gambar 19. Porositas grits jagung instan kering (
Ulangan 1,
Ulangan 2)
44
Menurut penelitian Husain (2006) bahwa metode pembekuan lambat memberikan porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode aron kukus. Proses pembekuan dan penyimpanan beku akan meningkatkan pengembangan molekul-molekul pati melalui ikatan hidrogen, kemudian akan melepaskan air yang terdapat dalam bahan setelah proses thawing sehingga bahan berstruktur mikrosponge. Grits jagung instan kering yang sudah poros ini akan dengan cepat menyerap air. Terbentuknya sturuktur poros atau terbukanya pori-pori pada grits jagung instan kering yang dibekukan sebelumnya, faktor jenis pengering dan suhu pengeringan yang digunakan juga memegang peranan penting terhadap sifat porositas bahan tersebut, dimana bila suhu pengering tidak tepat dalam waktu yang cepat maka sifat poros bahan akan menutup (Husain 2006).
4.2.3.3 Rasio rehidrasi
Pada penelitian ini, uji rasio rehidrasi dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat tanak laboratorium (altanalab) yang terdiri atas cawan-cawan kaca, dandang (panci kukusan) dan tatakan yang desain khusus untuk meletakan cawan kaca (Lampiran 3). Nilai rasio rehidrasi grits jagung instan kering yang hasilkan dapat dihitung dengan cara menghitung perbandingan antara berat akhir produk dengan berat awal bahan dalam satuan persentase (%). Latar belakang dilakukannya pengujian rasio rehidrasi ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang dapat diserap oleh grits jagung instan melaui proses pengukusan, selain itu dapat mengetahui seberapa besar grits jagung instan dapat mengembang. Perubahan grits jagung instan kering yang telah mengalami rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 20. Pada Gambar 21, terlihat grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat mengembang dengan baik bila dibandingkan dengan grits yang hanya didinginkan pada suhu ruang, teksturnya tampak lebih lembut dan lengket satu sama lain. Didukung oleh pendapat Winarno (2002) yang menyatakan bahwa pati merupakan unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi amilosa dan amilopektin. Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi mengembang dalam air panas. Pengembangan granula pati bersifat reversible
45
(bolak-balik) jika tidak melewati suhu gelatinisasi tetapi ketika telah melewati suhu gelatinisasi maka akan terjadi perubahan struktur granulanya. Terdapat tiga fase mekanisme galatinisasi. Fase pertama air secara perlahan-lahan dan bolak balik berimbisi ke dalam granula. Fase kedua granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringencenya pada suhu 60-85oC dan fase ketiga bilamana suhu terus naik maka molekul-molekul amilosa terdifusi keluar granula akibatnya granula hanya mengandung amilopektin saja dan membentuk gel.
(a)
(b)
Gambar 20. Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi (a) Grits jagung instan kering sebelum mengalami rehidrasi (b) Grits jagung instan setelah mengalami rehidrasi
Freeze-OV
Freeze-FB
Ruang-OV
Ruang-FB
Gambar 21. Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi
46
Dari segi warna yang dihasilkan oleh keempat sampel yang sudah mengalami rehidrasi tersebut, sampel freeze-OV yang tidak mengalami perubahan warna yang terlalu signifikan, sedangkan untuk ke tiga sampel lainnya mengalami perubahan warna dari kuning terang menjadi lebih kuning pucat. Dari hasil perhitungan rata-rata persentase rasio rehidrasi yang dipaparkan pada Gambar 22, grits jagung instan freeze-OV mempunyai nilai tertinggi yaitu dengan 5.96 %, selanjutnya diikuti grits freeze-FB 5.81 %, grits ruang-FB 4.59 dan grits ruang-OV 4.47 %. Tingginya persentase rasio rehidrasi yang dimiliki sampel grits freeze-OV tidak terlepas dari pengaruh proses pembekuan lambat dan diikuti proses thawing sampel sebelum dikeringkan. Dengan adanya proses pembekuan lambat tersebut maka sampel tersebut akan menjadi lebih poros dan lebih mudah menyerap air serta mengembang dengan baik. Didukung oleh pendapat Liu et al. (1993),yang menjelaskan bahwa proses pembekuan akan menghasilkan kristal es yang dapat merusak struktur dinding sel membran tetapi meminimalkan reaksi-reaksi kimia dan biokimia. Akibatnya sampel tersebut akan lebih cepat menyerap air.
Rasio rehidrasi (%)
7 5.89 5.72
6 5
4.64 4.54
4.49 4.44
T-FB
T-OV
6.1
5.81
4 3 2 1 0 F-FB
F-OV
Perlakuan
Keterangan :
T- FB = T-OV = F-FB
=
F-OV =
Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven dryer.
Gambar 22. Rasio rehidrasi grits jagung instan (
Ulangan 1,
Ulangan 2)
47
4.2.3.4 Penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung
Sama halnya dalam pengukuran rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung instan dilakukan dengan menggunakan alat tanak laboratorium. Salah satu tujuan dilakukannya pengukuran penyerapan air nasi jagung instan ini adalah untuk memperoleh tekstur nasi yang optimum. Dimana banyak air yang dapat diserap oleh nasi jagung instan dihitung dengan melihat perbandingan berat nasi jagung instan yang dihasilkan dengan berat grits jagung bersih (awal). Hasil perhitungan yang diilustrasikan pada Gambar 23, sampel grits instan freeze-OV mempunyai nilai penyerapan air tertinggi rata-rata 457.3 %, setelah itu diikuti sampel grits instan freeze-FB dengan rata-rata 429 %,
Penyerapan air nasi jagung (%)
grits instan ruang-FB rata-rata 372.3 % dan ruang-OV dengan rata-rata 343 %. 500 428 430
400
378.5 366
456.5 458
350 336
300 200 100 0 T-FB
T-OV
F-FB
F-OV
Perlakuan
Keterangan :
T- FB = T-OV = F-FB
=
F-OV =
Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven dryer.
Gambar 23. Penyerapan air nasi jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2) Adanya perbedaan persentase penyerapan air dari tiap-tiap sampel nasi jagung instan yang dihasilkan dipengengaruhi oleh suhu pengeringan yang digunakan. Didukung oleh pendapat Husain (2006) yang menjelaskan kandungan protein dan suhu gelatinisasi mempunyai efek pada laju penyerapan air dan waktu
48
pemasakan. Fraksi protein yang paling dominan adalah glutenin, yang bersifat tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan pengembangan volume butir padi selama pemanasan. Pengukuran persentase pengembangan volume nasi jagung instan dihitung berdasarkan perbandingan antara tinggi nasi jagung yang dihasilkan dengan tinggi grits jagung bersih (awal). Pengembangan volume nasi jagung instan yang dihasilkan mempunyai korelasi atau hubungan positif dengan penyerapan air dari nasi jagung. Nilai persentase pengembangan volume nasi jagung instan tertinggi dimiliki oleh grits jagung instan freeeze-OV dengan rata-rata 81.9%, sama halnya dengan persentase penyerapan air nasi tertinggi dari sampel grits jagung instan juga dimiliki oleh grits jagung instan freeeze-OV (Gambar 24). Menurut Mohapatra dan Bal (2005) menjelaskan bahwa produk beras dengan kemampuan mengikat air tinggi menyebabkan produk memiliki tekstur yang lembut, rasio
Pengambangan volume nasi jagung (%)
pengembangan tinggi, viskositas maksimum dan mengurangi waktu pemasakan.
97.47
100
75
66.26 49.48
50
45.72 30.68
25
23.42 21.5 14.77
0 T-FB
T-OV
F-FB
F-OV
Perlakuan
Keterangan :
T- FB = T-OV = F-FB
=
F-OV =
Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan
Gambar 24. Pengembangan volume nasi jagung instan kering ( Ulangan 1,
Ulangan 2)
49
Pada keempat perlakuan, antara ulangan 1 dan 2 memperlihatkan rentang angka yang cukup jauh. Hal ini disebabkan faktor lama pengeringan yang dialami oleh kedua ulangan tersebut, faktor teknis seperti kerusakan alat juga dapat mengakibatkan grits jagung instan yang dihasilkan tidak terlalu kering, sehingga ketika di kukus, grits jagung tersebut tidak mengembang dengan sempurna. Faktor utama adalah kualitas dari biji jagung yang digunakan, apabila biji jagung yang digunakan telah mengalami penurunan mutu akibat serangan hama, sehingga biji jagung secara fisik telah rusak (berlubang-lubang), sehingga nasi jagung yang dihasilkan tidak mengembang dengan baik.
4.2.3.5 Sifat Birefringence
Sifat
birefringence
merupakan
sifat
granula
pati
yang
mampu
merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kontras gelap terang yang tampak warna biru-kuning.Warna biru kuning pada permukaan granula pati disebabkan adanya perbedaan indeks refleksi dalam granula pati. Sifat birefringence pada pati dapat dipengaruhi oleh proses gelatinisasi dimana gelatinisasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada pengolahan pati. Dikemukan oleh Belitz dan Grosch (1999) secara konsep mekanisme gelatinisasi adalah hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan pemanasan dalam waktu dan suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula. Husain (2006) menjelaskan bahwa, secara alami bentuk pati beragam tergantung pada sumbernya. Granula pati jagung berbentuk polihedral atau bulat dengan ukuran 36 mikron (Belitz dan Grosch 1999). Untuk menghasilkan grits jagung instan kering yang diinginkan, grits jagung telah melewati proses-proses pengolahan mulai dari penyosohan dan pencucian akan mengalami perubahan bentuk alami granula patinya menjadi tidak beraturan. Didukung oleh pendapat Honseney (1998) yang menjelaskan adanya penetrasi panas selama proses penggilingan atau penyosohan dapat merusak jaringan, menyebabkan terjadinya peningkatan derajat ketidakteraturan dan menyebabkan banyaknya molekul pati yang terpisah serta menurunkan sifat kristal.
50
Proses instanisasi yang umumnya menggunakan sumber panas melalui proses pengaronan atau pengukusan serta proses pengeringan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap bentuk granula pati dari grits jagung instan kering yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi bentuk granula grits-grits jagung instan kering yang dihasilkan terlihat pada Gambar 25. Berdasarkan visualisasi dibawah, dapat dilihat dari keempat jenis grits jagung instan (T-FB, T-OV, F-FB dan F-OV), hanya grits jagung instan yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan pengering fluidized bed tidak memperlihatkan perubahan bentuk granula pati yang siginifikan. Dimana, sifat birefringence dan bentuk granula dari granula pati masih bisa dipertahankan. Sifat birefringence dari granula pati merupakan sifat fisik bahan yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi yang apabila dilihat di bawah mikroskop akan tampak kristal gelap terang (biru-kuning). Perlakuan panas yang diberikan pada grits instan ruang-FB ini hanya berupa proses penanakan grits kemudian melewati pendinginan disuhu ruang kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering fluidized bed pada suhu 60oC, selama 20 menit sehingga panas yang diterima sampel lebih sedikit dibandingkan ketiga sampel lainnya sehingga proses gelatinisasi belum terjadi dengan sempurna.
T-FB
F-FB
T-OV
F- OV
Gambar 25. Bentuk granula pati grits jagung instan kering yang telah mengalami proses pengeringan di bawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x
51
Untuk ketiga sampel lainnya (ruang-OV, freeze-FB dan freeze-OV) memperlihatkan perubahan bentuk granula pati yang sangat signifikan, bentuknya granula sudah pecah dan sudah tidak beraturan dan sudah kehilangan sifat birefringencenya. Proses instanisasi yang dialami oleh sampel grits jagung instan tersebut memberikan efek terhadap granula pati. Sampel mengalami proses gelatinisasi sempurna sehingga menyebabkan pecahnya granula pati dan hilangnya
sifat
sampel
yang
dapat
merefleksikan
cahaya
terpolarisasi
(birefringence). Greenwood (1979) menjelaskan pada proses gelatinisasi terjadi pengerusakan ikatan hidrogen antar intramolekuler. Ikatan hidrogen ini mempunyai
fungsi
untuk
mempertahankan
struktur
integritas
granula.
Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan pati. Dengan demikian semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati maka kemampuan menyerap air juga akan semakin besar. Peningkatan kelarutan juga diikuti oleh peningkatan viskositas. Hal ini disebabkan air yang sebelumnnya bebas bergerak diluar granula pati menjadi terperangkap dan tidak dapat bergerak bebas lagi setalah mengalami gelatinisasi. Adapun sifat birefringence pati dapat hilang dengan pemanasan di atas suhu gelatinisasi pati yang disebabkan oleh pecahnya ikatan molekul pati sehingga ikatan hidrogen mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan dan meningkatnya molekul pati yang terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal sehingga jika pemanasan dilanjutkan maka sifat kristal akan hilang demikian pula sifat birefringence (Muchtadi dan Budiatman 1991).
4.2.4 Karakteristik Kimia Grits jagung Instan
Berdasarkan uji fisik yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel grits jagung instan kering yang dihasilkan, grits jagung instan freeze-OV merupakan grits instan yang terpilih sebagai salah satu komponen penyusun dari produk bubur jagung instan. Grits jagung instan freeze-OV yang selanjutnya di uji karakteristik kimianya (analisis proksimat). Hasil analisis proksimat dari sampel uji dapat dilihat pada Tabel 7.
52
Tabel 7. Hasil analisis proksimat grits jagung instan kering. Komponen gizi Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kkal)
Persentase (% bk) 6.3 0.3 7.3 0.3 92.1 400.5
4.2.4.1 Kadar Air
Kestabilan mutu suatu bahan pangan selama penyimpanan, sangat dipengaruhi oleh kadar air yang dimilikinya. Karena kadar air yang tinggi dalam suatu bahan pangan akan memberikan kesempatan tumbuhnya mikroorganisme dan mengaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan kerusakan bahan tersebut. Adapun hasil analisis proksimat dari sampel uji, didapatkan kadar air sebesar 6.3 (% bk). Sama halnya dengan tepung jagung instan, grits jagung instan juga belum memiliki standar mutu (SNI), oleh karena itu sebagai bahan pertimbangan digunakan SNI dari jagung yaitu SNI 01-3920-1995, dan data-data hasil penelitian tentang grits jagung instan sebelumnya. Menurut SNI 01-39201995, maksimum kadar air yang dimiliki oleh jagung adalah 14 % (b/b). Adanya perbedaan kadar air yang signifikan antara sampel uji (grits instan) dan jagung, dilatarbelakangi oleh faktor pengolahan seperti proses pemasakan, pembekuan, dan pengeringan. Menurut penelitian Husain (2006), dihasilkan grits jagung instan dengan kadar air sebesar 6.03 (%bk). Menurut Desrosier (1998), bahwa pengeringan merupakan salah satu cara mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menyerapnya dengan menggunakan energi panas. Kandungan air bahan pangan biasanya dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersebut. Adanya proses pembekuan lambat yang dilakukan selama 44 jam pada tahapan pembuatan grits jagung instan memberi pengaruh terhadap kadar air bahan. Syah et al. (2005) menjelaskan bahwa proses pembekuan mampu mereduksi air yang terdapat dalam produk. Didukung oleh pendapat Husain
53
(2006) yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu pembekuan maka, semakin banyak air dalam bahan yang akan tereduksi akibatnya kadar air produk yang dibekukan akan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pembekuan.
4.2.4.2 Kadar Abu
Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Dimana, kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdiri atas garam organik dan garam anorganik.Yang termasuk garam organik adalah garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat sedangkan yang tergolong garam anorganik diantaranya dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji et al. 1996). Hasil analisis proksimat grits jagung instan yang diuji mengandung kadar abu sebesar 0.3 (%bk). Didukung oleh pendapat Husain (2006), yang menjelaskan bahwa kandungan kadar abu pada bahan pangan nabati lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan hewani akibat keberadaan beberapa mineral seperti kalsium, besi dan fosfor yang terkandung pada bahan pangan hewani.
4.2.4.3 Protein
Menurut Deman (1997), Protein diartikan sebagai suatu komponen makronutrien yang merupakan susunan dari rantai-rantai asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida dan memiliki berat molekul antara 5000 hingga beberapa juta. yang Hasil analisis proksimat menunjukkan grits jagung instan kering yang diuji mengandung kadar protein sebesar 7.3 (%bk). Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004) yang menghasilkan beras jagung instan berkadar protein sebesar. 11 % bk untuk jagung varietas motor dan 10.5 %bk untuk jagung varietas pulut, selain itu Husain (2006) dalam penelitiannya dalam pembuatan grits jagung instan dengan menggunakan metode pembekuan lambat, selama menghasilkan grits instan berkadar protein sebesar 9.89 (%bk). Adanya perbedaan nilai kadar protein grits jagung instan yang dihasilkan dengan grits jagung instan lainnya, dipengaruhi oleh mekanisme panas yang diberikan pada proses pembuatan grits jagung instan. Menurut Zhang et al. (2005)
54
yang mengemukakan bahwa pembekuan dapat merubah struktur protein dan merusak ikatan hidrogen dari polipeptida dan mengurangi kemampuan daya ikat air (water holding capacity).
4.2.4.4 Lemak
Istilah lemak (lipida) meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umumnya dikenal dalam makanan, fosfolipida, sterol dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Fennema (1985) dalam Sediaoetomo (2006) menjelaskan lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur C, H dan O yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut (zat pelarut lemak) seperti petroleum benzene dan eter. Lemak di dalam makanan yang memegang peranan penting adalah lemak netral (glycerin). Lipida atau lemak mempunyai sifat larut dalam pelarut non polar misalnya etanol, eter, kloroform dan benzena (Almatsier 2002). Analisis proksimat menghasilkan kadar lemak grits jagung instan sebesar 0.3 (%bk). Setiawati et al. (2000) yang menjelaskan bahwa lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Sebagai bahan perbandingan lemak grits jagung instan kering lebih rendah dibandingkan lemak yang terkandung pada jagung pipilan. Hardinsyah dan Briawan (1994), kadar lemak yang dimiliki oleh jagung pipilan baru 3.4 % (bk). Rendahnya kadar lemak grits jagung instan tersebut dipengaruhi oleh proses penyosokan dan perendaman dalam pembuatan grits jagung bersih. Bagian biji jagung yang banyak mengandung lemak seperti endosperm dan perikarp banyak hilang selama proses penyosohan biji jagung. Proses penyosohan dengan menggunakan alat penyosoh multi mill mengakibatkan lepasnya bagian perikarp dan endosperm dari biji jagung, dan selanjutnya akan ikut terbuang bersama air yang digunakan untuk merendam dan mencuci biji jagung setelah penyosokan.
4.2.4.5 Karbohidrat
Kadar karbohidrat yang terkandung dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan metode perhitungan yaitu dengan metode difference. Dimana, perhitungan tersebut dilakukan dengan cara mengurangkan 100% dengan kadar
55
abu, kadar protein dan kadar lemak. Dari hasil kalkulasi tersebut didapatkanlah kadar karbohidrat sampel grits jagung instan kering sebesar 92.1 (%bk). Kadar karbohidrat yang dimiliki sampel uji masih relatif tinggi.
4.2.4.6 Kalori
Tingginya kandungan kalori bertujuan untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh guna menambah berat badan hingga mencapai normal (Bagian Gizi RS. dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2001). Ditambahkan oleh Almatsier (2002) yang menyatakan bahwa manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Perhitungan dari analisis proksimat menghasilkan kadar kalori (jumlah energi) yang terkandung dalam grits jagung instan kering yang dihasilkan adalah sebesar 400.5 kkal. Kandungan kalori yang dimiliki grits jagung instan kering masih lebih tinggi dibandingkan dengan kalori yang terkandung dalam jagung pipilan yaitu sebesar 307 kkal/100 gr. Tingginya nilai kalori grits jagung instan yang dihasilkan dipengaruhi oleh kadar karbohidrat, lemak dan protein yang dimilikinya, dimana dari hasil analisa nilai gizi grits jagung instan memiliki kadar karbohidrat, lemak, dan protein lebih tinggi dibandingkan jagung pipilan sehingga dapat dikatakan grits jagung instan kering masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan (Hardinsyah dan Briawan 1994).
4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan 4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan 4.3.1.1 Viskositas
Viskositas atau kekentalan merupakan daya tahan aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Daya tahan ini merupakan hasil pergerakan molekul didalam cairan akibat gerakan brown dan gaya kohesi antar molekul (Radley 1992). Pengukuran viskositas sampel dilakukan dengan menggunakan alat viskometer brookfield dimana spindel yang digunakan adalah no.3, kecepatan 30 rpm dengan faktor pengali 40. Dari hasil pengukuran didapatkan data, semakin cepat perputaran alat pengering silinder nilai viskositas yang dihasilkan semakin tinggi (Gambar 26).
56
Perputaran silinder dengan kecepatan 4 rpm mengakibatkan bahan atau sampel mengalami kontak dengan panas lebih lama dibandingkan dengan kecepatan 6 rpm. Hal ini mempengaruhi sifat viskositas dari bahan tersebut. Didukung oleh pendapat Lii et al. (1995) dalam Husain (2006) yang menjelaskan bahwa pemanasan yang berlebihan dapat menurunkan viskositas gel karena rusaknya ikatan hidrogen, pecahnya struktur dari pembengkakan granula pati. Selain itu, ukuran granula pati berbanding lurus terhadap nilai viskositas, semakin besar ukuran granula maka nilai viskositas bahan akan semakin meningkat. Dari dua ulangan yang dilakukan, dalam pembuatan tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 6 rpm memperlihatkan angka yang cukup berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perlakuan panas yang diberikan pada sampel (pemasakan dan pengeringan). Suhu pengering silinder yang kurang terpantau menghasilkan tepung jagung instan ulangan 1 lebih kering dibandingkan dengan ulangan 2. Besar kecilnya nilai viskositas dipengaruhi oleh suhu awal gelatinisasi. Adanya proses gelatinisasi tersebut menyebabkan penyerapan air kedalam granula pati sehingga granula semakin membengkak hingga pada suatu titik pembengkakan bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke ukuran semula (Winarno 2002). Pembengkakan granula pati menyebabkan peningkatan viskositas larutan pari secara bertahap selama kenaikan suhu hingga tercapai sebuah puncak viskositas (Parker 2003).
1720
Viskositas (%)
1600 1240 1100 800 600 600
100 4rpm
6rpm
Kecepatan putaran silinder
Gambar 26. Viskositas tepung jagung instan (
Ulangan 1,
Ulangan 2 ).
57
4.3.1.2 Daya Serap Air (wettabilityy)
Wettability adalah waktu yang dibutuhkan oleh sampel tepung dalam hal menyerap air. Untuk itu kualitas tepung jagung instan yang dihasilkan salah satunya ditentukan oleh daya dispersi yang dimilikinya. Semakin besar daya dispersi bahan pangan maka semakin mudah larut tanpa harus dilakukan pengadukan. Menurut Bahrie (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi daya dispersi suatu bahan pangan adalah porositas, polaritas dan komposisi kimia bahan. Barbosa-Canovas & Vega-Mercado (1996) menjelaskan bahwa terdapat beberapa sifat fungsional dari bahan yang dikeringkan, yaitu 1) wettability, merupakan kemampuan tepung untuk menyerap air. Sifat ini dipengaruhi oleh proses aglomerasi, jumlah yang terserap, adanya partikel non-aglomerat ; 2) sinkability, merupakan kemampuan tepung untuk tenggelam setelah dibasahi air. Sifat ini dipengaruhi oleh densitas partikel; 3) solubility, merupakan kecepatan untuk melarut atau disebut juga dengan total kelarutan. Sifat ini dipengaruhi oleh daya pengembangan dan adanya flek ; 4) dispersibility, merupakan kemampuan tepung untuk terdistribusi seluruhnya pada air tanpa membentuk gumpalan. Sifat ini dipengaruhi oleh ukuran partikel dan keberadaan aglomerat. Pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengering silinder ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap daya serap air tepung jagung instan yang dihasilkan. Tepung jagung instan yang dihasilkan dengan putaran silinder 4 rpm mempunyai daya serap air yang lebih cepat dibandingkan dengan 6 rpm seperti yang terlihat pada Gambar 27. Hal ini disebabkan karena dengan kecepatan 4 rpm tepung yang dihasilkan akan lebih kering dan lebih bersifat poros sehingga lebih cepat menyerap air, jika dibandingkan dengan kecepatan 6 rpm.
58
Daya serap air (detik)
15.44 12.27 12
9.98
5.13
6
0 4 rpm
6 rpm
Kecepatan putaran silinder
Gambar 27. Daya serap air tepung jagung instan (
Ulangan 1,
Ulangan 2)
Besar kecilnya daya serap air tepung jagung instan dipengaruhi oleh kadar air dan suhu gelatinisasi bahan tersebut. Gomez dan Aguilera (1983) menjelaskan daya dispersi dan indeks penyerapan air bahan dipengaruhi oleh adanya denaturasi protein, gelatinisasi pati dan pembengkakan serat kasar yang terjadi selama proses pengolahan. Ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. 4.3.1.3 Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam satuan g/ml. Nilai densitas kamba menunjukkan porositas dari suatu bahan. Perhitungan densitas kamba ini sangat penting, selain dalam hal konsumsi terutama juga dalam hal pengemasan dan penyimpanan. Menurut Panggabean (2004), makanan dengan densitas kamba yang tinggi menunjukkan kepadatan produk ruang yang kecil. Dari pengukuran didapatkan densitas kamba tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 4 rpm lebih tinggi dibanding kecepatan 6 rpm (Gambar 28). Dari grafik di bawah ini dapat dijelaskan tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan silinder 4 rpm lebih tinggi dibandingkan dengan 6 rpm, hal ini berhubungan dengan lamanya sampel kontak dengan panas sehingga akan
59
memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kadar air sampel. Dengan putaran silinder dengan kecepatan 4 rpm, menyebabkan sampel semakin lama kontak dengan silinder (sumber panas) maka produk yang dihasilkan juga akan semakin kering dan mempunyai kadar air lebih rendah dibandingkan dengan tepung yang dihasilkan dengan putaran silinder berkecepatan 6 rpm.
Densitas kamba (gr/ml)
0.50 0.40
0.34
0.34
0.32
0.33
0.30 0.20 0.10 0.00 4 rpm
6 rpm
Kecepatan putaran silinder
Gambar 28. Densitas kamba tepung jagung instan (
Ulangan 1,
Ulangan 2)
Menurut Husain (2006), yang menjelaskan densitas kamba tepung santan dipengaruhi oleh kadar air bahan. Kadar air tepung yang rendah tersebut disebabkan besarnya volume air yang menguap pada saat pengeringan, sebagai akibatnya semakin rendah kadar air tepung yang terbentuk maka, semakin kecil volume butiran tepung sehingga makin besar pula densitas kamba tepung yang dihasilkan.
4.3.1.4 Warna
Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan (Meilgaard et al. 1999).Tingkatan derajat putih sampel dapat ditetapkan dengan melakukan pengukuran rasio jumlah sinar yang dipantulkan oleh permukaan bahan pangan (diffuse reflection) dengan sinar yang dipantulkan oleh permukaan berwarna putih (MgO atau BaSO4). Sinar pantul ini diukur pada panjang gelombang yang berbeda-beda, khususnya pada panjang gelombang di
60
daerah berwarna merah, hijau dan biru (Apriyantono et al. 1989). Pada sampel tepung jagung instan pengukuran derajat putih warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter (Minolta CR-200). Pada sistem Hunter terdapat tiga parameter yaitu : L, a dan b. Untuk mengetahui seberapa besar nilai L, a dan b dapat di lihat pada lingkaran warna (Gambar 29). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatis putih, abu-abu dan hitam. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai a positif untuk merah dan dengan nilai a negatif untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran birukuning dengan nilai b positif untuk warna kuning dan nilai b negatif untuk warna biru. Hasil pengukuran dengan menggunakan Chromameter diperoleh nilai L, b dan a dari tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm dan kecepatan 6 rpm seperti yang tersaji pada Tabel 8.
Gambar 29. Lingkaran warna
Tabel 8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan Tepung jagung instan 4 rpm 6 rpm
L 58.52 58.58
a +3.23 +3.03
b +16.48 +15.59
Dari Tabel 8, nilai L dari kedua tepung jagung instan yang dihasilkan belum memperlihatkan karakteristik cerah, karena belum mendekati nilai 100. Nilai a dari kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan cendrung berwarna merah karena nilainya positif (+2.23 dan +3.03), hal yang sama juga terlihat dari nilai b kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan dengan nilai yang positif
61
yang artinya tepung jagung instan lebih ke warna kuning cerah. Penampakan kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 30.
(a)
(b)
Gambar 30. Tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 4 rpm (a) dan tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 6 rpm. Berdasarkan nilai L, a dan b dapat dihitung nilai derajat putih dari kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan. Dari hasil perhitungan, derajat putih tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm (55.25) lebih kecil bila dibandingkan dengan 6 rpm (55.64). Adanya penurunan tingkat kecerahan tersebut dipengaruhi oleh suhu pengering silinder dan lamanya sampel kontak dengan panas. Hendy (2007) menjelaskan selain suhu, kecepatan putaran silinder juga turut mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan. Semakin pelan putaran silinder berarti semakin lama kontak antara produk dan silinder. Lamanya kontak produk dengan panas mengakibatkan produk cepat menjadi kering dan gosong (kecoklatan). Sebaliknya jika silinder terlalu cepat maka kontak antara produk dengan panas kurang sehingga produk masih belum kering sempurna (basah). Doni (2002) menyatakan bahwa penurunan tingkat kecerahan sampel tepung yang dihasilkan dengan menggunakan pengering drum dipengaruhi oleh penggunaan panas yang tinggi pada saat proses pengeringan. Penurunan tingkat kecerahan (warna) sampel yaitu terbentuknya hasil reaksi pencoklatan Maillard antara gugus gula pereduksi dari jagung. Perlakuan panas yang diberikan sebelum sampel dikeringkan dalam hal ini adalah proses pengaronan atau pengukusan biji jagung dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan penurunan derajat putih. Proses pengolahan yang kurang
62
sempurna dan adanya reaksi komponen bahan organik meneybabkan produk tepung memiliki derajat keputihan yang rendah (Grace 1997).
4.3.2
Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan
Pengujian karakteristik kimia sampel tepung jagung instan bertujuan untuk mengetahui komposisi nilai gizi yang terkandung dalam sampel uji tersebut. Adapun uji kimia (analisa proksimat) yang dilakukan meliputi : kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat dan nilai kalori (energi). Pengujian karakteristik kimia ini hanya dilakukan pada sampel tapung jagung instan yang terpilih melalui uji fisik (viskositas, daya dispersi, densitas kamba dan warna), dimana dalam hal ini tepung jagung instan yang terpilih adalah tepung jagung yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm. Hasil analisis proksimat tepung jagung instan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis proksimat tepung jagung instan. Komponen gizi Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kalori) (Kkal)
Persentase (% bk) 7.6 0.2 7.2 0.3 92.3 400.8
4.3.2.1 Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering dan bobot basah (Husain 2006). Eksistensi atau keberadaan air dalam suatu bahan pangan merupakan parameter utama yang terlibat dalam kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Didukung oleh pendapat Winarno (2002) yang menjelaskan bahwa kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran dan penerimaan konsumen. Berdasarkan hasil analisis proksimat sampel tepung jagung instan yang dihasilkan menggunakan pengering silinder dengan kecepatan 4 rpm ini diperoleh
63
kadar air sebesar 7.6 (% bk). SNI mengenai tepung jagung instan belum ada sehingga sebagai bahan perbandingan pada penelitian ini digunakan SNI tepung jagung, dimana SNI 01-3727-1995, kadar air maksimum tepung jagung sebesar 10 % (b/b). Dengan demikian, tepung jagung instan tersebut masih memenuhi standar maksimum kadar air sebagai bahan pangan. Proses pengeringan dan instanisasi tepung jagung instan dengan menggunakan pengering drum dilakukan pada suhu 120-170oC dan kecepatan putaran silinder 4 rpm, menghasilkan kadar air yang masih relatif lebih rendah dari standar. Didukung oleh Brennan et al. (1974) yang menjelaskan salah satu keuntungan penggunaan pengering silinder adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Kelemahan alat pengering ini adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk bubur atau pasta dan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat.
4.3.2.2 Kadar Abu
Kadar abu dalam suatu bahan pangan, mengindikasikan terdapatnya kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memiliki resistensi cukup tinggi terhadap suhu pemasakan. Didukung oleh pendapat Husain (2006) menjelaskan abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Komponen utama yang umum terdapat pada senyawa organik alami adalah kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan dan besi. Analisis proksimat sampel jagung instan menghasilkan data kadar abu sebesar 0.2 (% bk). Tujuan dilakukannya pengukuran kadar abu pada bahan pangan antara lain (1). Untuk mengetahui indeks kemurnian tepung, (2). Mengetahui indeks kemurnian gula tebu, (3). Untuk mendeteksi adanya pemalsuan dan (4). Sebagai parameter kebersihan adanya kontaminasi (Fadillah 2005). Rendahnya kadar abu yang dimiliki dampel tepung jagung instan ini diduga kandungan mineral dalam tepung santan instan sangat rendah. Sebagai perbandingan kadar abu dalam bahan pangan nabati lebih rendah dibanding pada pangan hewani.
64
4.3.2.3 Protein
Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2002). Adapun metode pengukuran kadar protein sampel tepung jagung instan ini adalah metode kjeldahl yang merupakan metode standar AOAC, dimana pengukuran didasarkan atas pengukuran kandungan nitrogen total di dalam bahan pangan. Menurut Fadillah (2005), kandungan nitrogen rata-rata di dalam protein adalah sekitar 16%, oleh karena itu faktor 6.25 (100:16) dapat digunakan untuk mengkonversi nitrogen menjadi protein. Kadar protein tepung jagung instan yang dihasilkan melalui analisis proksimat adalah sebesar 7.2 (%bk). Selain itu proses pengeringan dengan menggunakan
pengering
silinder
pada
suhu
tinggi
(120-170oC)
akan
mengakibatkan denaturasi molekul protein yang terkandung didalam sampel tepung jagung instan tersebut. Didukung oleh pendapat Yu et al. (2006) yang menjelaskan bahwa proses pengeringan akan menyebabkan kerusakan protein seperti denaturasi, struktur agregasi dan berkurangnya aktivitas enzim rehidrasi. Disamping itu kerusakan protein ditandai dengan perubahan seluruh struktur sekunder protein (Bischof et al. 2002).
4.3.2.4 Lemak
Kadar lemak pada bahan pangan merupakan komponen yang heterogen, oleh karena itu analisis terhadap komponen penyusun lemak menjadi sangat kompleks. Lemak digolongkan pada kelompok lipida dimana sifat khas yang dimilikinya adalah tidak dapat larut dalam pelarut air, namun komponen ini cendrung larut dalam pelarut organik seperti, benzena, eter dan kloroform (Husain 2006). Pendapat Winarno (2002) menjelaskan bahwa lemak merupakan sumber energi yang lebih penting dibandingkan dengan protein dan karbohidrat karena satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan energi sebesar 9 kkal, sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kkal. Berdasarkan hasil uji proksimat terhadap sampel tepung jagung instan didapatkan kadar lemak sebesar 0.3 (%bk). Rendahnya kadar lemak yang dimiliki
65
sampel uji ini disebabkan adanya pengaruh penanakan grits jagung bersih sebagai tahapan
mekanisme
instanisasi.
Didukung
oleh
pendapat
Garcia–Arias
et al. (2003) yang menjelaskan bahwa pemasakan dapat menyebabkan perubahan kimia dan fisik yang dapat meningkatkan atau menurunkan nutrisi dalam bahan pangan.
4.3.2.5 Karbohidrat
Karbohidrat suatu bahan merupakan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton yang memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan (Gaman dan Sherrington, 1992). Dari hasil perhitungan, didapatkanlah kadar karbohidrat dari sampel tepung jagung instan sebesar 92.3 (% bk). Karbohidrat tergolong komponen zat gizi yang merupakan sumber pemasok energi utama bagi tubuh. Pada penelitian ini sampel tepung jagung instan dihitung kadar karbohidratnya dengan menggunakan metode by difference. Menurut Winarno (2002), metode by difference, yaitu penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dimana penentuannya dilakukan bukan melalui analisis, melainkan melalui perhitungan.
4.3.2.6 Energi
Menurut Almatsier (2002) kebutuhan energi seseorang sesuai yang dikeluarkan FAO/WHO pada tahun 1985 adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai. Dari hasil perhitungan sampel jagung instan yang diuji mempunyai kadar kalori atau jumlah energi 400.8 kkal. Lain hal nya dengan penelitian yang dilakukan Husain (2006) dalam pembuatan tepung santan instan yang juga menggunakan pengering drum menghasilkan tepung santan instan dengan nilai kalori (energi) sebesar 413.13 kkal. Seperti yang kita diketahui, kadar lemak tepung jagung instan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 0.5 (%bk). Bila dibandingakan dengan tepung santan instan yang memiliki kadar lemak lebih besar yaitu 7.14 (% bk).Sesuai yang dijelaskan oleh Husain (2006), bahwa produk yang berkadar lemak tinggi maka akan semakin tinggi pula nilai kalorinya.
66
4.4 Pembuatan Produk Bubur Jagung Instan 4.4.1 Uji organoleptik
Pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar. Melalui hasil pengujian organolpetik akan diketahui daya penerimaan panelis (konsumen) terhadap produk tersebut (Soekarto 1985). Uji organoleptik formula bubur jagung instan ini meliputi uji kesukaan (hedonik) dan rating hedonik. Adapun parameter mutu yang diujikan adalah tekstur, kekentalan, warna, aroma, rasa dan penerimaan umum (overall). Penilaian dilakukan menggunakan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Skala yang digunakan pada uji hedonik ini adalah skala 1 sampai 7, dimana skala 1 menyatakan sangat tidak suka dan skala 7 menyatakan sangat suka. Pengujian dilakukan pada 30 orang panelis yang merupakan jumlah minimum panelis pada uji hedonik. Formulir penilaian panelis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.4.1.1 Tekstur
Menurut Peckham (1969) dalam Sanusi (2006), menjelaskan bahwa setiap bahan makanan mempunyai sifat tekstur tersendiri tergantung pada keaadan fisik, ukuran dan bentuk sel yang dikandungnya. Penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas atau kerenyahan. Tekstur formula bubur jagung instan ini sangat dipengaruhi oleh grits jagung instan kering yang merupakan salah satu komponen penyusunnya. Grits jagung instan kering yang dihasilkan berbentuk granul-granul yang bentuknya asimetris, sehingga setelah melewati beberapa proses pengolahan (pemasakan, pendinginan, pembekuan, thawing dan pengeringan) akan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, sehingga bila dikombinasikan dengan bahan penyusun bubur instan lainnya diasumsikan akan memberi pengaruh pada tekstur bubur jagung instan. Adapun rataan dari nilai kesukaan terhadap tekstur formula bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 31.
67
Berdasarkan rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bubur jagung instan dari keempat formula yang diujikan, formula A mempunyai nilai rata-rata tertinggi sebesar 4.43. Dari Gambar 31 terlihat adanya penurunan nilai kesukaan terhadap tekstur formula bubur jagung instan, hal ini diduga karena adanya peningkatan jumlah grits jagung instan kering yang ditambahkan dalam komposisi bubur instan yang dihasilkan. Dilihat dari rataan yang diperoleh, untuk atribut tekstur panelis lebih memilih formula A dibandingkan ketiga formula lainnya.
Skor kesukaan tekstur
5.00
4.43
4.23
4.17
4.00
3.90
3.00 2.00 1.00 0.00 A
B
C
D
Formula
Keterangan : Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr. Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr. Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr. Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr
instan kering 35 gr, instan kering 40 gr, instan kering 45 gr, instan kering 50 gr,
Gambar 31. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur bubur jagung instan.
4.4.1.2 Kekentalan
Kekentalan (viskositas) merupakan pengukuran daya tahan suatu larutan untuk mengalir (Toledo 1991). Dalam formulasi bubur jagung instan ini digunakan bahan-bahan penyusun yang dapat mempengaruhi kekentalan produk, diantaranya maltodekstrin dan susu bubuk dan komponen utama yakni grits jagung instan kering dan tepung jagung instan. Menurut Bahrie (2005), kekentalan
68
suatu bahan dapat dipengaruhi oleh ukuran granula pati, pH, kadar gula dan kandungan amilosanya. Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap kekentalan keempat formula bubur jagung instan memperlihatkan formula A memiliki ratarata teringgi dengan nilai 4.83 bila dibandingkan dengan ketiga formula lainnya (Gambar 32). Dilihat dari segi teknis penyediaan bubur jagung instan ini, faktor banyaknya air (panas/dingin) yang ditambahkan pada komponen-komponen penyusun bubur juga ikut memberi pengaruh terhadap kekentalan bubur jagung instan yang dihasilkan. Dari rataan yang didapatkan, panelis lebih memilih formula A sebagai formula yang kekentalannya paling disukai.
Skor kesukaan kekentalan
5.00
4.83
4.63
4.60
4.53
B
C
D
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A
Formula
Keterangan : Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr. Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr. Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr. Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr
instan kering 35 gr, instan kering 40 gr, instan kering 45 gr, instan kering 50 gr,
Gambar 32. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan bubur jagung instan.
4.4.1.3 Warna
Tingkat kesukaan panelis (konsumen) juga ditentukan oleh atribut warna yang dimiliki produk tersebut. Pembentukan warna pada produk bubur jagung instan ini dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya.
69
Dari hasil perhitungan rata-rata skor kesukaan terhadap warna bubur jagung instan (Gambar 33), panelis lebih memilih warna pada formula A dibandingkan ketiga formula lainnya, karena memperlihatkan nilai rata-rata teringgi (5.37). Warna bubur jagung instan dipengaruhi oleh jumlah grits jagung instan yang ditambahkan pada formula D lebih banyak dibandingkan dengan formula A, B dan C. Selain itu komponen penyusun lainnya seperti maltodekstrin dan susu bubuk juga memberi kontribusi yang cukup besar terhadap daya terima panelis dari segi warna. Formula A mengandung maltodektrin dalam jumlah yang paling besar. Seperti yang diketahui maltodektrin merupakan bubuk yang berwarna putih terang, dengan demikian bubur jagung instan yang dihasilkan akan mempunyai warna yang lebih kuning pucat. 5.37
5.27
5.27
5.07
A
B
C
D
Skor kesukaan warna
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Formula
Keterangan : Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr. Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr. Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr. Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr
instan kering 35 gr, instan kering 40 gr, instan kering 45 gr, instan kering 50 gr,
Gambar 33. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna bubur jagung instan.
4.4.1.4 Rasa
Atribut rasa merupakan atribut yang sangat penting dalam menentukan keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa
70
dimulai melalui tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah) hingga akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa dan tekstur sebagai keseluruhan rasa makanan yang dinilai. Rasa pada produk bubur jagung instan ini terutama disebabkan oleh penambahan susu bubuk pada tiap-tiap formula yang diuji. Nilai rataan kesukan terhadap rasa dari formula bubur jagung instan disajikan pada Gambar 34.
5.23 Skor kesukaan rasa
5.00
4.90 4.33
4.20
C
D
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A
B Formula
Keterangan : Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr. Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr. Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr. Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr
kering 35 gr, kering 40 gr, kering 45 gr, kering 50 gr,
Gambar 34. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa bubur jagung instan. Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap rasa bubur jagung instan memperlihatkan formula A merupakan formula yang paling disukai karena memiliki nilai rata-rata tertinggi (5.23) dibandingkan formula B, C dan D. Panelis menjatuhkan pilihan terbanyak pada formula A karena, grits jagung instan yang ditambahkan pada formula tersebut lebih sedikit dibandingkan ketiga formula uji lainnya dimana susu bubuk yang ditambahkan jumlahnya konstan untuk semua formula uji, sehingga terjadi peningkatan rasa manis, dan lebih disukai panelis.
71
4.4.1.5 Aroma
Suatu industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji aroma, karena dapat diketahui dengan cepat bahwa produknya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Aroma formula bubur jagung instan ini terutama dihasilkan oleh tepung jagung instan, grits jagung instan dan susu bubuk. Dari hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap aroma, panelis lebih memilih formula A sebagai formula yang memiliki aroma yang paling disukai, dimana nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi sebesar 5.30 (Gambar 35). Panelis lebih cendrung memilih sampel yang aroma susu nya lebih terasa dibandingkan sampel lainnya, namun disamping itu aroma jagung masih bisa dibedakan dengan jelas. 5.30 4.83
Skor kesukaan aroma
5.00
4.60
4.50
C
D
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A
B Formula
Keterangan : Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr. Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr. Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr. Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr
instan kering 35 gr, instan kering 40 gr, instan kering 45 gr, instan kering 50 gr,
Gambar 35. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma bubur jagung instan.
72
4.4.1.6 Penerimaan umum (overall)
Penerimaan umum (overall) terhadap sampel bubur jagung instan ini dinilai dengan uji rangking hedonik. Uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui formula yang paling disukai atau diterima oleh panelis (konsumen). Dimana hasil rataan tingkat kesukaan terhadap sampel uji dapat dilihat pada Gambar 36.
5.00 Skor kesukaan overall
5.00
4.70 4.27
4.23
C
D
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A
B Formula
Keterangan : Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr. Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr. Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr. Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr
35 gr, 40 gr, 45 gr, 50 gr,
Gambar 36. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall bubur jagung instan. Dari Gambar 35, berdasarkan penerimaan secara umum produk sampel bubur jagung instan formula A paling disukai oleh panelis dibandingkan dengan ketiga formula uji lainnya. Karena memiliki nilai rata-rata skor tingkat kesukaan tertinggi yaitu 5.00. Dari serangkaian pengujian organolpetik yang dilakukan terhadap sampel bubur jagung instan ini, dapat disimpulkan bahwa formula A yang terdiri atas tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr merupakan formula yang terpilih, karena lebih disukai atau
73
dapat diterima oleh panelis dibandingkan ketiga formula lainnya. Selain itu jatuhnya pilihan sampel terbaik atau sampel yang dapat diterima, karena formula A memiliki nilai rata-rata skor tingkat kesukaan tertinggi untuk semua atribut penilaian organoleptik (tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan overall).
4.4.2
Komposisi Kimia
Definisi dari bubur instan sendiri adalah makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, atau dari beberapa campuran penyusun. Dalam pengolahannya, bubur dapat dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air, seperti bubur nasi atau mencampurkan dengan santan (seperti bubur kacang hijau), ataupun mencampurkannya dengan susu, yang dikenal dengan bubur susu. Menurut Fellows dan Ellis (1992), bubur instan merupakan bubur yang memiliki komponen penyusun bubur yang bersifat instan, sehingga dalam penyajian tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas atau susu, sesuai dengan selera. Pada penelitian ini formulasi dalam pembuatan bubur jagung instan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan penyusun yang sudah terpilih dari tahapan-tahapan penelitian sebelumnya. Adapun komponen penyusun bubur jagung instan yang akan diformulasikan adalah tepung jagung instan yang dihasilkan dengan putaran silinder dengan kecepatan 4 rpm, grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering oven dengan suhu ± 60oC, selama 6 jam, dan komponen tambahan lainnya seperti maltodekstrin dan susu bubuk. Formulasi yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis nilai zat gizi (proksimat) yang dilakukan terhadap bubur jagung instan ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, karbohidrat dan nilai energi (kalori). Setelah dilakukannya uji proksimat, dilanjutkan dengan uji organolpetik terhadap sampel bubur jagung instan untuk melihat seberapa besar daya terima panelis. Hasil analisis proksimat bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 10.
74
Tabel 10. Hasil analisis proksimat (nilai gizi) bubur jagung instan. Komponen gizi Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kkal)
Persentase (% bk) 5.1 1.2 7.6 0.5 90.7 397.8
Produk jagung instan yang terpilih mengandung karbohidrat (90.7%), protein (7.6%), sedangkan kadar kadar airnya rendah (5.1%), berkadar lemak rendah (0.5%) karena lemak hanya disuplai dari susu bubuk saja, dan energi nya bernilai 397.8 kkal per 100 gr bahan.
4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan
Bahan pangan sebagai salah satu komoditas pertanian, baik yang belum diolah maupun yang sudah diolah secara alamiah mempunyai sifat higroskopis, yaitu kemampuan suatu bahan dalam menyerap molekul air dari udara di sekitarnya dan sebaliknya juga kemampuan bahan yang dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara. Adanya sifat-sifat hidratasi suatu bahan dapat dilihat dari korelasi antara kadar air bahan tersebut dengan kondisi kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanannya. Dalam hal ini dapat dijelaskan melalui kurva isotermik sorpsi air yang dihasilkan dari bahan tersebut. Penentuan isotermik sorpsi air dari sampel bubur jagung instan dilakukan dengan cara absorpsi, karena produk yang dihasilkan tersebut memiliki kecendrungan untuk menyerap air dari udara di sekelilingnya dibandingkan dengan melepaskan komponen air yang terkandung di dalamnya. Sebagai tahap awal sampel bubur jagung instan kering tersebut diturunkan kadar air nya serendah mungkin mendekati 2 – 3 %, dengan cara memasukkan sampel ke dalam desikator yang berisikan kapur api (CaO). Keseimbangan sampel bubur jagung instan dalam desikator tersebut dilakukan selama ± 14 hari. Tahap selanjutnya, sampel yang telah disimpan dalam desikator kapur tersebut ditimbang dan kemudian disimpan dalam beberapa desikator yang
75
berisikan garam jenuh pada beberapa tingkatan. Penggunan garam jenuh tersebut bertujuan untuk mempertahankan RH (kelembaban relatif) didalam desikator agar selalu konstan. Penyimpanan dilakukan sampai sampel uji tersebut telah mencapai kadar air kesetimbangan. Adapun hasil pengamatan kadar air kesetimbangan dari sampel bubur jagung instan diilustrasikan pada Tabel 11. Kadar air kesetimbangan Bubur jagung instan (BJI) selanjutnya diplot dengan aw, hingga membentuk kurva isotermik sorpsi air. Kurva isotermik sorpsi air Bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 37.
Tabel 11. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan Garam jenuh
NaOH CH3COOK MgCl2 K2CO3 KI NaCl KCl K2CrO4 BaCl2.2H2O NH4H2PO4 K2SO4 * Berjamur ringan ** Berjamur sedang *** Berjamur berat
aw
0.06 0.22 0.32 0.43 0.69 0.75 0.84 0.86 0.9 0.91 0.97
Kadar Air Kesetimbangan (Me) (%bk) 4.35 5.52 5.74 6.25 12.87 16.72 21.46 27.22 28.11 * 30.31** 40.69 ***
76
40 37.83 Ka kesetimbangan (Me) (%bk)
35
a
30
c
25
b 20.78
20 15 10 5
3.43
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
aw
Gambar 37. Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan
Dari kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan yang dihasilkan memperlihatkan bentuk kurva isotermik yang sigmoid. Hal ini didukung oleh pendapat Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe Langmuir, tipe 2 adalah tipe Sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama khusus.
4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat
Menurut Labuza (1968) dan Soekarto (1978), kurva isotermik sorpsi air dibagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah air terikat primer atau monolayer, daerah terikat air sekunder atau multilayer dan daerah terikat tersier yaitu air terkondensasi pada pori-pori bahan.
4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air terikat Primer (Mp)
Daerah air terikat primer merupakan daerah yang menunjukkan fraksi air yang terikat sangat kuat, dengan entalpi penguapan lebih besar dari pada entalpi penguapan air murni, merupakan bagian dari padatan karena air diabsorpsi pada sisi aktif bagian polar padatan. Air terikat primer dapat ditentukan dengan kurva
77
isotermik sorpsi pada kelembaban relatif lebih kecil atau sama dengan 45 % dengan menggunakan model persamaan yang dijelaskan oleh Brunnauer, Emmet dan Teller (1983), persamaan tersebut yaitu : aw 1 c −1 = + xaw (1 − aw)M Mm MmC dimana, M = kadar air basis kering (%); Mm = kadar air monolayer (%); aw = aktivitas air dan c = tetapan energi absorpsi. Persamaan di atas dapat dirubah menjadi model regresi : Y = a + bx, dimana : Y=
aw 1 C −1 ;a = ;b = (1 − aw )M MpxC MpxC
Pada perhitungan air terikat primer bubur jagung instan dilakukan perhitungan kapasitas air yang menggunakan kisaran aw 0.06 – 0.43 yang dapat dilihat pada Tabel 10. Dari hasil plot data aw dan kadar air kesetimbangan didapatkan persamaan garis lurus Y = 0.2853x – 0.0063 dengan titik potong pada ordinat (a) dan faktor kemiringan (b). Adapun plot BET isotermik sorpsi air tepung jagung instan dapat dilihat pada Gambar 38.
0.12 y = 0.2853x - 0.0063 2
aw/(1-aw)Me
R = 0.9883 0.08
0.04
0.00 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
aw
Gambar 38. Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan metode BET. Dari persamaan regresi linier diatas, dapat dihitung nilai Mp dari sampel uji tersebut. Berikut ini perhitungan Mp untuk sampel bubur jagung instan. Dari
78
plot aw terhadap aw/(1-aw), diperoleh persamaan Y = 0.2853x – 0.0063. Nilai a = 0.0063, nilai b = 0.2853 dan nilai c = (b/a + 1) = 46.29, sehingga nilai Mp = (1/a x c) = 3.43. Perhitungan kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 12. Untuk perhitungan aw primer (ap) dilakukan dengan mensubtitusikan nilai x = Mp ke dalam persamaan yang didapatkan pada kurva linier BET.
Tabel 12. Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan Sampel BJI
Plot aw(X) terhadap aw/(1-aw)Me Persamaan R2 Y = 0.2853x-0,0063 0.9883
Konstanta BET aw primer C Mp 46.29 3.4294 0.13
Dari hasil perhitungan, dihasilkan kapasitas air terikat primer bubur jagung instan sebesar 3.43 %. Hasil yang didapat nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004) tentang pembuatan nasi jagung instan yang terbuat dari dua varietas jagung (varietas motor dan varietas pulut) dihasilkan kapasitas air terikat primernya sebesar 4.76 dan 5.02. Kecilnya kapasitas air terikat primer bubur jagung instan diduga pada daerah ini memiliki ikatan hidrogen sangat kuat dengan energi ikatan yang besar sehingga molekul air sulit untuk dilepaskan.
4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air terikat Sekunder (Ms)
Untuk menentukan kapasitas air terikat sekunder, dapat dilihat dari titik peralihan dari air terikat sekunder ke air terikat tersier. Menurut Soekarto (1978). Kapasitas air terikat sekunder dapat dihitung dengan menggunakan model analisa logaritmik. Adapun rumus matematik empiris nya adalah sebagai berikut :
Log (1 − aw) = b(M ) + a dimana M = kadar air bahan (gr air/gr bk), a = titik potong dengan ordinat, b = faktor kemiringan dan aw = aktivitas air. Dalam penentuan kapasitas air terikat sekunder digunakan kisaran aw 0.32 sampai 0.91 dengan menggunakan dua garis berpotongan, terdapat garis lurus patah dua, garis lurus pertama diartikan mewakili air terikat sekunder dan garis lurus kedua mewakili air terikat tersier serta titik potong tersebut menunjukkan
79
peralihan dari air terikat sekunder ke air terikat tersier, dimana wilayah peralihan tersebut disebut sebagai batas atas atau kapasitas air terikat sekunder (Gambar 39).
1.2 1 1-aw
0.8
y = 0.0274x + 0.2328 R2 = 0.8835
y = 0.0385x - 0.0201 R2 = 0.975
0.6 0.4 0.2 0 0
5
10
15
20
25
30
35
M (% bk)
Gambar 39. Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan metode Logaritma. Berdasarkan hasil plot antara kadar air kesetimbangan (% bk) dengan (1-aw) didapatkan dua persamaan, yaitu Y = 0.0385x–0.0201 dengan R2= 0.975 dan Y = 0.0274x + 0.2328 dengan R2 = 0.8835. Dengan menggunakan dua persamaan regresi tersebut, dapat dihitung kapasitas air terikat sekunder, dimana x1 = x2 = Ms, perhitungannya adalah sebagai berikut : Y = 0.0385x–0.0201 ....................... Persamaan (1) Y = 0.0274x + 0.2328 ..................... Persamaan (2) Jadi,
0.0385x1 – 0.0201
=
0.0274x2 + 0.2328
0.0385x1 - 0.0274x2
=
0.2328 + 0.0201
0.0111 Ms
=
0.2529
Ms
=
20.78 % bk
Untuk perhitungan aw sekunder (as) sama halnya dengan pada perhitungan aw primer (ap) sebelumnya yaitu, dilakukan dengan mensubtitusikan nilai x = Mp tersebut pada salah satu persaman regresi yang didapatkan dari kurva linier logaritma. Nilai aw sekunder (as) untuk sampel bubur jagung instan sebesar 0.86. Hasil perhitungan kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 13.
80
Tabel 13. Konstanta persamaan logaritma pada bubur jagung instan Parameter a1 b1 R21 a2 b2 R22 Ms as
Bubur Jagung Instan -0.0201 0.0385 0.975 0.2328 0.0274 0.8835 20.78 0.86
Kapsitas air terikat sekunder untuk sampel bubur jagung instan yang didapat lebih besar dibandingkan dengan kapasitas air primer. Menurut Supriadi (2004), yang menjelaskan tingginya kapasitas air terikat sekunder dari pada kapasitas air terikat primer pada sampel beras jagung instan diduga karena kapasitas air terikat sekunder merupakan lapisan air yang diikat karena pengaruh lapisan air monolayer yang mempunyai tangan sisa untuk mengikat air lainya sehingga tingkat kepolaran makromolekul masih berperan dan tidak dipengaruhi oleh proses pemanasan.
4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air terikat Tersier (Mt)
Daerah air terikat tersier merupakan daerah yang menunjukkan fraksi air terikat lemah, dimana daerah tersebut memiliki sifat mendekati air bebas dan tidak dijumpai adanya energi pengikatan yang lebih besar dibandingkan pada air murni, dan daya tarik menarik antara kutub positif molekul air dengan kutub negatif molekul air lainnya sehingga menyebabkan terjadinya penggabungan molekulmolekul air melalui ikatan hidrogen (Van den berg dan Bruin 1981). Ditambahkan oleh Kadirantau (2000) yang menjelaskan dengan melakukan ekstrapolasi terhadap kurva isotermik sorpsi air dapat diperkirakan kadar air bahan saat tekanan uap air jenuh, yaitu pada saat aw = 1 (RH = 100%). Kadar air pada aw = 1 ini merupakan dugaan kisaran tentang batas air yang terkondensasi atau kapasitas air terikat tersier. Penentuan kapasitas air terikat tersier pada sampel bubur jagung instan ini dilakukan dengan menggunakan metode polinomial ordo 2, dimana data yang digunakan adalah data pengamatan dengan kisaran aw antara 0.43 sampai dengan
81
0.91. Sebagai tahap awal dilakukan plot antara kisaran aw yang digunakan dengan kadar air kesetimbangan yang dihasilkan. Adapun kurva hasil plot tersebut dapat dilihat pada Gambar 40. Dari kurva di bawah, didapatkan satu persamaan regresi yang dapat digunakan
dalam
penentuan
kapasitas
air
terikat
tersier,
yaitu
Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 dengan nilai R2 = 0.9338. Pada saat aw = 1, dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut : Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 Y= Me ( kadar air kesetimbangan (%bk)), x = aw, sehingga ketika RH = 100 atau aw = 1, maka : Y = 112.42 (1)2 +(– 105.89)(1) + 31.304 Y = 112.42 +(– 105.89) + 31.304 Y = 37.834
Ka keseimbangan (%bk)
40
2
y = 112.42x - 105.89x + 31.304
30
2
R = 0.9338 20
10
0 0
0.2
0.4
aw
0.6
0.8
1
Gambar 40. Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan dengan metode polinomial ordo 2 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier sampel bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 14. Pada metode polinomial ordo 2 ini terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menghitung kapasitas air terikat tersier dari produk bubur jagung instan. Parameter-parameter tersebut diambil berdasarkan persamaan regresi melalui pendekatan polimomial ordo 2, diantaranya slope atau kemiringan dari persamaan yang didapatkan (a, b dan c). Dari persamaan yang
82
dihasilkan Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 dengan nilai R2 = 0.9338, sehingga nilai a = 112.42, nilai b = -105.89 dan nilai c = 31.304 (Gambar 40). Tabel 14. Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan Pendekatan
Polinomial ordo 2
Parameter a b c R2 Mt
Bubur jagung instan 112.42 -105.89 31.304 0.9338 37.84
4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat
Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas air terikat, dapat ditentukan tiga batas daerah fraksi air terikat dari sampel bubur jagung instan, dimana kestabilan bahan pangan (sampel) ditentukan oleh tiga daerah air terikat tersebut. Didukung oleh pendapat Rockland dan Beuchat (1985) yang mejelaskan dari ketiga daerah kurva sorpsi isotermik dapat ditentukan dimana daerah terjadinya berbagai reaksi kimia seperti reaksi pencoklatan, reaksi oksidasi, dan daerah pertumbuhan kapang, jamur dan bakteri. Batas tiga daerah fraksi air terikat didasarkan pada nilai tertinggi dari masing-masing daerah yang meliputi fraksi air terikat primer (ATP) yang dibatasi oleh Mp, fraksi air terikat sekunder (ATS) yang dibatasi oleh Ms dan air terikat tersier (ATT) yang dibatasi oleh Mt. Untuk susunan fraksi air terikat dari sampel bubur jagung instan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan Parameter
Fraksi air terikat primer Fraksi air terikat Sekunder Fraksi air terikat tersier
Mp
Bubur Jagung Instan 3.43
Awp ATP Ms
0.13 3.43 20.78
Aws ATS Mt ATT*
0.86 17.35 37.83 17.05
*Mt diambil dari model dengan r2 tertinggi ( polinomial)
83
Hasil perhitungan kapasitas air terikat pada tiga daerah tersebut, dapat digunakan untuk pendugaan besarnya kadar air kritis secara absorbsi. Dengan demikian selama penyimpanan sampel bubur jagung instan dapat diduga atau diperkirakan tingkat kestabilannya dengan berdasarkan pada kurva isotermik sorpsi air yang dihasilkan oleh sampel tersebut.
4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan
Menurut Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Ditambahkan oleh Supriadi (2004) yang menjelaskan bahwa umur simpan adalah selang waktu antara bahan pangan mulai diproduksi hingga tidak dapat lagi diterima oleh konsumen akibat adanya penyimpangan mutu. Pendugaan umur simpan berdasarkan kurva isotermik sorpsi air menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1982), yaitu :
Me − Mi Me − Mc ts = Po A k x x b x Ws Ln
Keterangan : ts Me Mi Mc Ws Po k/x A b
: Umur simpan produk (hari) : Kadar air kesetimbangan produk (% bk) : Kadar air awal produk (% bk) : Kadar air kritis produk (% bk) : Berat kering produk dalam kemasan (gr) : Tekanan uap air murni/ jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) : konstanta permeabilitas uap air kemasan (gr/m2.hari. mmHg) : Luas Permukaan kemasan (m2) : Kemiringan kurva isotermik sorpsi (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me )
Persamaan regresi yang didapat dari hasil plot antara kelembahan relatif ruang penyimpanan sampel dan kadar air kesetimbangannya (% bk) (Gambar 41) adalah Y = 0.211x + 0.3288 dengan R2 = 0.8995. RH distribusi atau RH ruang penyimpanan yang digunakan adalah 85%, pada suhu 30oC dan tekanan uap air jenuh dengan Mi = 5.10% (bk). Kemasan yang digunakan berukuran (15 x 10 x 2)cm2 untuk setiap berat kering produk dalam kemasan (Ws) 28.47 gram.
84
Ka Kesetimbangan (%bk)
25 y = 0.211x + 0.3288 R2 = 0.8995
20 15 10 5 0 0
20
40
60
80
100
Kelembaban relatif (%)
Gambar 41. Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan Pendugaan umur simpan produk bubur jagung instan dilakukan pada beberapa kemasan diantaranya alufo, plastik PP dan plastik PE. Pada penelitian ini data permeabilitas kemasan menggunakan data sekunder dimana nilai permeabilitas kemasan alufo, plastik PP dan platik PE masing-masing adalah 0.02, 0.185 dan 0.169 g/m2.mmHg.hari (Histifarina 2002 ; Marleni 2007). Dari hasil perhitungan pada Tabel 16, dihasilkan umur simpan dari bubur jagung instan yang dikemas dengan alufo lebih lama dibandingkan dengan kemasan plastik PP dan plastik PE. Lamanya umur simpan bubur jagung instan tersebut disebabkan karena permeabilitas uap air kemasan alufo yang sangat rendah yaitu 0.02 gr/m2.mmHg.hari, sehingga dapat menghambat laju transmisi uap air ke dalam kemasan. Rendahnya permeabilitas uap air kemasan alufo juga berfungsi untuk menjaga sifat higroskopis bubur jagung instan dari kerusakan mutu (tumbuhnya jamur) yang disebabkan adanya penetrasi uap air dari luar kemasan.
85
Tabel 16. Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan Parameter aw Me (%bk) Mi (%bk) Mc (%bk) k/x (g/m2.mmHg. hari) alufo PP PE Ws (gr) A(m2) Po ( mm.Hg) b (g.H2O/g bk) Umur simpan/ Ts (bulan) alufo PP PE
RH 85% Sampel bubur jagung instan 0.85 23.02 5.10 21.02 0.02 0.19 0.17 28.47 0.03 31.82 0.26 53.8 (4.5 thn) 5.7 (0.5 thn) 6.3 (0.5 thn)
Limonu (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masa simpan makanan yang dikemas adalah ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat, keaadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia, internal dan fisik. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004), umur simpan untuk produk beras jagung instan yang dihasilkan dengan menggunakan kemasan alufo lebih lama dibandingkan produk bubur jagung instan ini yaitu 27 bulan untuk jagung varietas motor dan 33 bulan untuk jagung varietas pulut. Seperti yang diketahui komposisi bahan yang terkandung dalam produk bubur jagung instan cukup banyak. Selain komponen utama yang berasal dari jagung, ada bahan tambahan lain seperti maltodekstrin dan susu bubuk. Komponen tambahan yang terdapat dalam bahan produk tersebut akan mempengaruhi umur simpan dari produk tersebut.
86
4.6
Analisis Biaya Bubur Jagung Instan
Biaya dapat didefenisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang, yang dikeluarkan sebelum dan sesudah mencapai tujuan tertentu (Revinaldo 1992). Tujuan dilakukannya perhitungan ekonomi (analisis biaya) pada pembuatan bubur jagung instan ini adalah memberikan informasi yang berhubungan dengan peluang usaha (bisnis) dan memancing minat masyarakat untuk mengembangkan industri olahan jagung tersebut sebagai salah satu usaha tambahan untuk membantu perekonomian keluarga.
Nama Produk
: Bubur jagung instan
Jumlah Produksi
: 2500 sachet per hari
Harga Jual
: Rp. 2.500,- per sachet
Periode Produksi
: 25 hari
Pemasukan
Penjualan bubur jagung instan per bulan 25 hari x 2500 sachet x Rp. 2.500,- = Rp.156.250.000,-
Investasi Peralatan
Menurut Revinaldo (1992) biaya-biaya yang tergolong ke dalam biaya tetap, antara lain biaya investasi mesin atau peralatan, bangunan, gaji tenaga manajemen, bunga modal dan biaya overhead tetap lainnya. Biaya penyusustan mesin atau peralatan dan gedung yang digunakan untuk produksi dihitung dengan metode garis lurus dengan umur ekonomisnya. Investasi peralatan yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilahat pada Tabel 17.
Biaya Pengeluaran per Bulan
Biaya yang dikeluarakan untuk suatu produksi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarakan dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 18.
87
Tabel 17. Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan Alat Ayakan 18 mesh Ayakan 80 mesh Pengadaan wadah( baskom, sendok,tirisan) Timbangan Gayung ukur 1 L Panci, Kompor Mesin Sealer Multi mill * Drum dryer * Fluidized bed dryer * Oven dryer * Freezer * Total Investasi * Diasumsikan : harga multi mill harga drum dryer harga fludized bed dryer harga oven dryer harga freezer
Umur teknis 3 tahun 3 tahun 3 tahun 3 tahun 3 tahun 3 tahun 3 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun
Harga Rp. 150.000.Rp. 150.000.Rp. 50.000.Rp. 100.000.Rp. 15.000.Rp. 150.000.Rp. 125.000.Rp. 10.000.000.Rp. 255.000.000.Rp. 25.500.000.Rp. 35.000.000.Rp. 15.000.000.Rp. 341.240.000.-
Rp. 10.000.000.Rp. 255.000.000.Rp. 25.500.000.Rp. 35.000.000.Rp. 15.000.000.-
Tabel 18. Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan Jenis biaya
Rincian
Harga
Penyusutan peralatan ** Penyusutan multi mill Rp. 166.667.Penyusutan drum dryer Rp. 4.250.000.Penyusutan fluidized bed dryer Rp. 425.000.Penyusutan oven dryer Rp. 583.333.Penyusutan freezer Rp. 250.000.Penyusutan peralatan lain Rp. 20.556.Akumulasi penyusutan peralatan Sewa tempat Rp. 7.500.000.Tenaga kerja : Pimpinan 3 org x 3.000.000.Kariyawan 20 org x Rp. 750.000.Listrik dan telepon Total biaya tetap
Rp. 5.695.556.Rp. 625.000.Rp. 9.000.000.Rp.15.000.000.Rp. 1.500.000.Rp. 31.820..556.-
** perhitungan penyusutan peralatan adalah harga/umur teknis/12
Biaya yang tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang besarnya berubah sesuai dengan perbuahan volume produksi. Peningkatan volume produksi akan menaikkan biaya variabel total, akan tetapi biaya variabel per satuan produk tetap (Revinaldo 1992). Perhitungan biaya variabel yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat dari Tabel 19.
88
Tabel 19. Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan Nama bahan
Jumlah per hari 45 kg 25 kg 30 kg
Jumlah per bulan 1125 kg 625 kg 750 kg
harga satuan Rp. 10.000.Rp. 12.000.Rp. 15.000.-
Jagung pipilan Maltodekstrin susu bubuk kemasan alufo (pembungkus) 2500 sachet 62500 sachet Rp. 500.total biaya variabel Total pengeluaran (Biaya tetap + Biaya Variabel)
Harga Rp. 11.250.000.Rp. 7.500.000.Rp. 11.250.000.Rp. 31.250.000.Rp. 61.250.000.Rp. 93.070.556.-
Keuntungan
Keuntungan produksi dapat dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pemasukan yang didapat dengan total biaya pengeluaran yang dikeluarkan. Pemasukan
=
Rp.156.250.000,-
Pengeluaran
=
Rp. 93.070.556.-
Keuntungan Per Bulan
=
Rp. 63.179.444.-
Pada umumnya, selama proses produksi berlangsung akan terjadi perubahan-perubahan nilai harga, baik dari segi bahan baku, harga jual maupun kondisi perekonomian dan perputaran uang di pasaran. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi pendapatan atau keuntungan perusahan. Untuk mengatuhinya, dilakukan studi sensitivitas terhadap produk yang dihasilkan. Menurut Rieuwpassa (2005) studi sensitivitas menunjukkan persen perubahan keuntungan jika beberapa faktor mengalami perubahan. Studi sensitivitas produk bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan Kasus Faktor Basis 0 Harga 1 2
Produksi
3
Jagung pipilan Susu bubuk
4
Keterangan Harga turun menjadi Rp. 2000.-/ sachet Kapasitas produksi naik menjadi 2700 sachet/ hari Harga jagung pipilan naik menjadi Rp. 11.000.-/ kg Harga susu bubuk naik menjadi Rp. 15.000.-/ kg
Keuntungan Rp.63.179.444.Rp. 31.929.444.-
+/- (%) - 49.46%
Rp. 73.179.444-
+ 15.83%
Rp.62.054.444.-
- 1.19%
Rp. 62.429.444.-
- 1.78%
89
Berdasarkan Tabel 13, penurununan harga produk bubur jagung instan sebesar Rp. 500.- memperlihatkan terjadinya penurunan keuntungan sebesar 49.46%. Untuk menyiasatinya, produsen harus mengusahakan harga produk tetap stabil. Peningkatan kapasitas produksi sebesar 2700 sachet/hari, memberikan peningkatan
keuntungan
perusahaan
sebesar
15.83%.
Kondisi
tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan tenaga kerja dan kapasitas alat yang masih mencukupi kebutuhan dalam produksi. Penurunan keuntungan perusahaan akan terjadi juga karena adanya perubahan harga dari komponen biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan (harga jagung pipilan dan susu bubuk). Kenaikan harga jagung pipilan sebesar Rp. 11.000.-/ kg nya akan menurunkan keuntungan perusahaan sebesar 1.78%, sedangkan naiknya harga susu bubuk sebesar Rp. 16.000.-/kg perusahaan akan
mengalami
penurunan
keuntungan
sebesar
1.19%.
Kondisi
ini
memperlihatkan keuntungan dalam memproduksi produk bubur jagung instan sangat dipengaruhi oleh harga bahan dan perubahan beberapa nilai komponen biaya.
90
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Tepung jagung instan yang dihasilkan dengan menggunakan kecepatan putaran silinder 4 rpm memiliki karakteristik fisik yang lebih baik dibandingkan dengan tepung yang dihasilkan dengan kecepatan silinder 6 rpm, sehingga terpilih sebagai salah satu bahan penyusun bubur jagung instan. 2. Grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat (suhu -20oC, selama 44 jam) dan dikeringakan dengan menggunakan pengering oven menjadi grits jagung yang terpilih sebagai bahan penyusun bubur jagung instan, karena memiliki karakteristik fisik terbaik yaitu rendemen dengan rata-rata 87.35 %, rata-rata porositas sebesar 79%, dengan rata-rata rasio rehidrasi sebesar 5.96 %, memiliki daya penyerapan air nasi dengan rata-rata air tertinggi rata-rata 457.3 %, dan volume pengembangan nasi dengan rata-rata 81.9%. 3. Dari empat formula yang diuji pada penelitian tahap ketiga, diperoleh formula A sebagai formula bubur jagung instan yang terpilih melalui uji organoleptik dengan komposisi yang terdiri atas tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr. Pemilihan produk bubur jagung instan yang terpilih berdasarkan nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi untuk setiap atribut yang digunakan pada uji organoleptik (tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan penerimaan secara umum /overall). 4. Komposisi kimia formula A sebagai formula bubur jagung instan yang terpilih terdiri atas kadar air 5.1 %, kadar abu 1.2 %, kadar protein 7.6 %, kadar lemak 0.5 %, karbohidrat 90.7 % dan energi (kalori) sebesar 397.8 kkal. 5. Kurva isotermik sorpsi air dari bubur jagung instan menghasilkan susunan tiga daerah fraksi air terikat diantaranya : nilai ATP (air terikat primer) yang dibatasi oleh Mp (batas daerah air terikat primer) sebesar 3.43 % (bk)
91
yang seimbang dengan aw (ap) sebesar 0.13, fraksi ATS (air terikat sekunder) yang dibatasi oleh Ms(batas daerah air terikat sekunder) sebesar 20.78 % (bk) dan berkeseimbangan dengan aw (as) sebesar 0.86, dan terakhir adalah fraksi ATT (air terikat tersier) yang dibatasi oleh Mt (batas daerah air terikat tersier) dengan nilai sebesar 37.83 % (bk) yang berkeseimbangan dengan aw = 1.Sedangkan untuk nilai ATP dari bubur jagung instan yang dibatasi oleh Mp dan berkeseimbangan dengan aw = 0.13 sebesar 3.43 % (bk), selanjutnya nilai fraksi ATS yang dibatasi oleh Ms dan berkeseimbangan dengan aw = 0.86 bernilai 17.35 % (bk), dan untuk fraksi ATT yang dibatasi oleh Mt dan berkeseimbangan dengan aw = 1 bernilai 17.05 % (bk). 6. Hasil perhitungan umur simpan produk bubur jagung instan yang disimpan pada RH penyimpanan 85% dan dikemas dalam kemasan alufo selama 53.8 bulan (4.5 tahun), kemasan plastik PP selama 5.7 bulan (0.5 tahun) dan kemasan plastik PE selama 6.3 bulan (0.5 tahun).
92
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut antara lain sebagai berikut : 1. Guna meningkatkan nilai tambah produk dan pengembangan produk baru perlu dilakukan penelitian lanjut tentang penambahan flavor atau bahan tambahan makanan lain sehingga dapat menciptakan prototipe bubur jagung instan yang lain. 2. Diperlukan pengembangan produk bubur jagung instan dari beberapa komoditi varietas lokal lainnya. 3. Untuk mendapatkan waktu pemasakan yang lebih singkat, diperlukan penelitian selanjutnya dengan meningkatkan waktu pregelatinisasinya. 4. Diperlukan penelitian scale up proses ke skala pilot dan analisa teknoekonomi sebelum dimasuk ke skala industri.
93
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [Anonim]. 2007. Drying. www. frigmaires.com/drying/drying3.htm [5 Feb 2007] [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. USA: Association of Official Analitical Chemist. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. USA: Association of Official Analitical Chemist. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas –IPB.. APV Crepaco. 1992. Dryer : Technology and Engineering. Di dalam: In Hui YH. editor. Encyclopedia of Food Science and Technology. Toronto: John Wiley and Sons Inc. Arpah M, R Syarief. 2000. Evaluasi model-model pendugaan umur simpan pangan dari difusi hukum fick unidireksional. Bul. Tekno.dan Industri Pangan XI 1:1 Australian Academy of Technological Science and Engineering. 2000. Instant and convenience foods. Australia Sciences and Technology Heritage Centre. [terhubung berkala]. http:// www. austech. unimelb.edu. au/tia/135. html ] [20 Feb 2005]. Badan Standar Nasional. Standar mutu Jagung SNI 01-3920-1995. Jakarta Badan Standar Nasional. Standar mutu Tepung Jagung SNI 01-3727-1995. Jakarta Bagian Gizi RS. dr. Cipto Mangunkusumo, Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2001. Penuntun Diit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bahrie S. 2005. Optimasi proses pada proses pengolahan bubur jagung menggunakan alat pengering drum (drum dryer). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Barbosa Canovas GV, Vega Marcado H. 1996. Dehydration of Food. New York: Chapman and Hall. Be Miller JN, Whistler RL. 1996. Carbodydrates Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry (Ed) 3rd Ed. New york: Marcel. Dekker. Inc. PP: 157-220.
94
Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Berlin: Springer, Berger J. 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Geneva: Center d’Etude de I’Azole. Berry D. 2005. From starch to maltodextrin food productions design. (26 Maret 2006) Bischof JC, Wolker WF, Tsuetkova NM, Oliver AE, Crowe JH. 2002. Lipid and protein changes due to freezing in dunning AT-1 cells. J. Cryobiology 45: 22- 32. Brennan JG, Buthers JR, Cowel ND, Lily AVE. 1974. Food Engineering Operations. London: Applied Science Publisher Ltd. Brooker OB, FW Bekker- Arkema & CW Hall.1974. Drying Cereal Grains. USA : The AVI Publ. Company Inc.Westport Connecticut Chan WS, Toledo RT. 1976. Dynamic of freezing and their effects on water holding capacity of a gelatinized starch gel. J. Food Science 41 (2): 301303. Deman JM. 1989. Principle of Food Chemistry. Kosasih Padmawinata Penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Kimia Makanan edisi ke-2.. Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Muljohardjo M, Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Technology of Food Preservation. Doni A. 2002. Karakteristik bubur instan dari buah sukun (Artocarpus altilis) yang diolah dengan pengering drum. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Effendi S, Sulastiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta: Yasaguna. Fadillah HN. 2005. Vertifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka penggandaan skala. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fellows PJ, Ellis. 1992. Food Processing Technology: Principles and Practice. England: Ellis Horwood. Fennema OR. 1985. Food Chemistry Ed 2nd.New York: Marcel Dekker. Floros JD, Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction on Packged Foods. London: Elsevier Publisher. Floyd CD, Rooney LW, Bockholt AJ. 1995. Measuring desirable and undesirable color in white and yellow food corn. J Cereal chem 72 (5) : 488-490.
95
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Terjemahan dari : The Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Garcia Arias MT, Pontes EA, Garcia Linares MC, Garcia-Fernandez MC, Sanchez-Muniz FJ.2003. Cooking freezing reheating (CFR) of sardine (Sardine Pilchardus) fillets effects of different cooking and reheating procedures on the proximate and fatty acid compositions. J. Food Chem 83 : 349-356 Gomez MH, Aguilera JM.1983. Changes in the starch fraction during extrusion cooking of corn. J. Food Science 48 (2) : 378-381 Grace MR. 1997. Cassava Processing. Rome: Food Agriculture Organization of The United Nation. Grennwood CT, Muhro DN. 1979. Carbohydrates. Di dalam: Prestley RJ, editor. Effect of Heat on Food Stufs. London: Applied Science Publisher Ltd. Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural. USA: Westport Connecticut The AVI Publ. Company Hadiwiyoto S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hamm R, Gottesmann H. 1984. Release of mitocondrial enzymes by freezing and thawing of meat: structural and analytical aspects. Proc Euro Meat Reswork Meating 3 : 152-155. Handoko DD. 2004. Kajian isotermi sorpsi dekstrin pati garut (Maranta arundinaceae L.) pada berbagai tingkat hidrolisis. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor.. Hanni PF, Parkas DF, Brown GE. 1976. Design and operating parameters for a continous centrifugal fluidized bed dryer (CFB). J. Food Science 41: 1172-1176 Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Hariyadi P, Purnomo EH, Tirtasujana D,Kusumah TD, Sudiana N. 2000. Penuntun Praktikum Satuan Operasi Industri Pangan. Bogor: Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta: Andi Offset.
96
Hartono NAD. 2004. Pengaruh jenis jagung terhadap pembuatan beras jagung instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Heldman SM, Singh RP.1981. Food Process Engineering. Connecticut The AVI Publ. Company
USA : Westport
Hendy. 2007. Formulasi bubur instan berbasis singkong (Manihot esculenta Crantz) sebagai pangan pokok alternatif. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Histifarina D. 2002. Kajian pembuatan kentang tumbuk instan (Mashed Potato Instant) dan stabilitasnya selama penyimpanan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.. Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science of Technology 2nd Ed. St. Paul, Minesota: American Assoc of Cereal Chem, Inc. Hovman S.1995. Drying of Fruits and Vegatables.Di dalam: Mujumdar, editor. Handbook of Industrial Dryring ed 2nd. New York: Marcell Dekker.Inc. http: //www.bima.ipb.ac.id/ image, 5 Feb 2005 Hubeis M. 1985. Pengembangan metode uji kepulenan nasi. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hughes HD, Metcalve DS. 1972. Crop Production Third Edition. London: Collier-Mc Millan Limited. Husain H. 2006. Optimasi proses pengeringan grits jagung dan santan sebagai bahan baku bassang instan, makanan tradisional makasar. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Imad HP, Nawingsih AA. 1995. Menyimpan bahan pangan. Jakarta: Penerbit swadaya. Inglett GE. 1970. Corn: Culture, Processing, Products. Westport: The AVI Publishing Company, Inc. Jayaraman, Gupta D. 1995. Drying of Fruits and Vegatables. Di dalam: Mujumdar AS. Handbook of Industrial Drying Ed 2nd. New York: Marcel Dekker.Inc. Johnson LA. 1991. Corn: Production, processing and utilitation. Di dalam Lorenz KJ, Kulp K, editor. Handbook of Cereal Science and Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Jugenheimer RW. 1976. Corn : Improvement, Seed Production and Uses. New York: A Willey-Interscience Publication. John Willey and Sons.
97
Kadirantau DME. 2000. Kajian isothermi sorpsi air (ISA) dan stabilitas tepung ketan selama penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Karathanos VT, Kanellopoulos NK, Belessiotis VG. 1996. Development of porous structure during air drying of agricultural plant product. J. Food Eng 29 :167-183. Kent JDW. 1975. Technology of Cereal Ed 2nd. New York: Pergamon Press Oxford. Labuza TP.1968. Sorption Phenomena in Foods. Food Tech 22 (3) : 263-270. 1982. Shelf Life Dating of Food. Westport, Connecticut: Food and Nutrition Press. Inc.. Lii CY, Shao YY, Tseng KH. 1995. Gelation mechanism and rheological properties of rice starch. J. Chemistry 73(a): 415. Limonu M. 2007. Pengaruh perlakuan sebelum pengringan terhadap karakteristik fisiko-kimia dan penentuan umur simpan jagung muda instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Liu K, Philips RD, HmcWatters KAY. 1993. Induced hard to cook state in cowpeas by freeze thawing and calcium chloride soaking. J. Cereal Chem 70(2) : 193-195. Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Ed.. Boca Raton: CRC Press, Mohapatra D, Bal S. 2005. Cooking quality and instrumental textural atributes of cooked rice for different milling fractions. J. Food Eng 73(2006) :253259. Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR, Budiatman. 1991. Teknologi Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muljohardjo M. 1987. Pengeringan Bahan Pangan. Makalah yang disampaikan dalam kasus singkat pengeringan bahan pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadja Mada.
98
Mujumdar AS. 2000. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Induatrial. Tambunan AH, Wulandari D, Hartulistiyoso E, Nelwan. LO, Penerjemah. Bogor: IPB Press. Terjemahan dari: Mujumdar’s Practical Guide to Industrial Drying. Octavia RY. 2002. Pengaruh larutan Na2HPO4 dan Na sitrat serta suhu pengeringan pada pembuatan nasi instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Panggabean KD. 2004. Pengembangan produk bubur jagung instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Park DJ, Imm JY, Ku KH. 2001. Improved dispersibility of green tea powder by microparticulation and formulation. J. Food Sci 66 (6) : 793-798. Parker R. 2003. Introduction of Food Science. United State : Dielmar. Peckham GC. 1969. Foundation of food preperation 2nd ed. London: The Mac Millan Co. Calier. Mac Millan Ltd. Perdana D. 2003. Dampak penerapan ISO 9001 terhadap peningkatan mutu berkesinambungan pada proses produksi bubur bayi instan di PT. gizindo prima nusantara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pramono L. 1993. Mempelajari karakateristik pengeringan teh hitam CTC (Curing Tearing Crushing) tipe FBD (Fluidized Bed Dryer). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purnomo H. 1988. Mempelajari pengaruh umur panen dan cara kemas terhadap sifat fisiko kimia jagung manis (Zea mays saccharata) selama penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Puspitawulan AM. 1997. Mempelajari sorpsi isotermi dan kerenyahan Cookies pada berbagai kondisi penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Radley JA. 1992. Examination anda Analysis of starch Starch Produces. London: Applied Science Publishers Ltd. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penelian Organoleptik. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
99
Rieuwpassa F. 2005. Biskuit konsentrat protein ikan dan probiotik sebagai makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rivinaldo D. 1992. Analisa biaya pengolahan kelapa parut kering (Desiccated coconut). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rizvi SSH. 1995. Thermodynamis Properties of Foods Dehydration Di dalam Engineering Properties of Foods. Rao MA editor. New York and Bassel: Marcel Dekker Inc. Rockland LB. 1969. Water activity and storage stability. J. Food Tech Vol. 23: 11-18. Rockland LB, Beuchat LR. 1985. Water Activity, Theory and Application to Food. New York and Bassel : Marcel Dekker. Inc Rukmana R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius. Sanusi A. 2006. Formulasi sagu instan sebagai makanan tinggi kalori. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Serna Salvidar, Sergio O, Gomez MH, Rooney LW. 2001. Food Uses of Regular and Specialty Corn and Their Dry-Milled Fraction. Arnel R. Hallauer editor. Specialty Corn 2nd. New York: CRS Press. Setiawati E, Istalaksana P, Murtiningrum. 2000. Karakterisasi fisik dan kimia beberapa jenis pati uwi (Dioscorea sp) asal Irian Jaya. Hyphere V (02) :1-8 Sjoholm I, Gekas V. 1995. Apple shrinkage upon drying. J. Food Eng 25:123-130 Sediaoetomo AD. 2006. Ilmu Gizi : Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat Soekarto ST. 1978. Pengukuran air ikatan dan peranannya pada pengawetan pangan. Bul. PATPI Vol. 3 No 4. 4 – 18. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri dan Hasil-hasil Pertanian. Jakarta: Penerbit Bharata Karya Aksara. Subarna, Adawiyah DR, Syamsir ER, Wulandari N, Hariyadi P, Kusnandar F. 2007. Penuntun Praktikum Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty kerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.
100
Sugiyono, Soekarto ST, Hariyadi P, Supriadi A. 2004. Kajian optimasi teknologi pengolahan beras jagung instan. J. Teknol dan Industri Pangan XV (2) : 119-128. Suliantari. 1988. Pengaruh penambahan lipid terhadap sifat fisiko kimia beras instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suprapto HS, Rasyid M. 2002. Bertanam Jagung. Jakarta: Penerbit Swadaya Supriadi A. 2004. Optimasi teknologi pengolahan beras jagung instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Syah D et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Taib G, Said G, Wiraatmadja S.1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Tolledo RT. 1991. Fundamental of Food Procces Engineering. New York: Chapman dan Hall. Troller JA, Christian JHB. 1978. Water Activity and Food. New York: Academic Press. Utomo HP. 1982. Pengaruh kehalusan tepung dan konsentrasi NaOH terhadap mutu tepung pati jagung (Zae mays L.) hasil pengolahan cara kering. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Van Den Berg, Bruin S.1981. Water Activity and its estimation in Food System Theoretical Aspect. Di dalam Rockland LB, Stewart GF editor. Water Activity ; Influences on Food Quality. New York: Marcel Dekker. Inc Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan gizi. Jakarta: PT. Gramedia. Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan. Bogor : Direktorat Jendral dan Pendidikan Tinggi PAU-Pangan dan Gizi. IPB Press. Yu Z, Johnston KP, William RO. 2006. Spray freezing into liquid versus sprayfreeze drying : influence of atomization on protein aggregation and biological activity. Eur J. of Pharm Sci 27 : 9-18. Zhang RH, Mustafa AF, Ng-Kwai-Hang KF, Zhao X. 2005. Effect of freezing on composition and fatty acid profiles of sheep milk and cheese. Small Ruminant Res 2005 : 1-8.
101
Lampiran 1. Alat pengering silinder
102
Lampiran 2. Alat pengering fluidized bed (fluidized bed dryer)
103
Lampiran 3. Alat tanak laboratorium (altanalab)
104
Lampiran 4
FORMULIR UJI HEDONIK PRODUK BUBUR JAGUNG INSTAN Nomor Hp : Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis Sampel Produk : Bubur Jagung Instan Petunjuk : Setelah anda mencicipi sampel, nyatakanlah penilaian anda terhadap beberapa kriteria diantaranya : tekstur, kekentalan, warna, aroma, rasa dan penampilan secara keseluruhan (overall) berdasarkan tingkat kesukaan anda dengan peringkat no 1 – 7 pada kolom yang tersedia dibawah ini.
Kode sampel
Tekstur
Kekentalan
Warna
Aroma
Rasa
Overall
817 708 907 909
Kriteria Penilaian : 1 : Sangat tidak suka 2 : Tidak suka 3 : Agak tidak suka 4 : Netral 5 : Agak suka 6 : Suka 7 : Sangat suka Komentar Anda :
............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................ ............................................................................................................
105
Lampiran 5 Data uji organoleptik 1. TEKSTUR
PANELIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
SAMPEL 708 817 907 7 6 6 5 5 6 5 2 4 3 2 3 3 3 3 3 3 4 5 5 4 6 5 5 6 6 4 3 5 5 2 2 4 4 3 2 7 6 4 4 5 5 6 6 7 3 3 2 6 6 6 5 5 5 4 4 3 5 4 6 6 3 3 4 4 3 2 5 3 1 3 6 6 4 3 4 5 5 6 6 6 6 5 3 3 3 2 3 3 3 133 127 125 4.43333 4.23333 4.16667
909 5 6 3 3 3 2 4 6 3 2 5 1 5 3 6 2 6 5 3 6 5 4 6 3 5 4 3 3 3 2 117 3.9
106
2. KEKENTALAN
PANELIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
SAMPEL 708 817 907 909 6 5 4 4 5 5 4 6 4 5 5 5 3 5 3 5 5 6 6 4 6 2 6 6 4 5 3 3 5 4 5 6 6 7 6 5 5 2 3 3 2 3 6 6 6 5 2 3 6 7 4 5 4 5 6 3 6 6 6 6 6 3 5 3 6 6 5 5 4 4 5 6 5 5 4 5 3 1 5 4 5 6 5 4 3 6 5 3 6 2 4 4 3 2 6 5 4 6 4 6 5 5 3 5 6 3 5 3 6 6 5 4 5 6 2 3 5 6 6 6 145 139 138 136 4.83333 4.63333 4.6 4.53333
107
3. WARNA
PANELIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
SAMPEL 708 817 907 909 6 4 7 3 6 4 5 6 6 6 6 6 4 4 4 4 6 6 6 6 6 5 5 3 5 4 4 5 6 6 6 6 5 5 4 4 6 6 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 5 6 7 4 6 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6 4 4 5 4 2 5 4 3 6 6 6 6 4 4 4 4 6 6 5 5 4 6 5 3 5 5 5 5 6 3 3 5 6 6 4 4 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 161 158 158 152 5.36667 5.26667 5.26667 5.06667
108
4. RASA
PANELIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
708 6 6 4 5 6 6 4 6 6 5 6 5 7 6 1 5 5 5 6 4 6 4 2 5 7 6 6 6 6 5 157 5.23333
SAMPEL 817 907 7 6 6 4 3 3 3 4 5 4 7 3 3 4 6 6 5 6 5 3 6 4 6 3 7 5 4 5 4 6 4 4 5 4 5 5 5 5 3 6 3 3 4 4 5 2 3 6 6 4 6 4 6 4 5 4 5 5 5 4 147 130 4.9 4.33333
909 5 6 4 5 4 4 5 4 6 3 4 2 7 4 1 5 5 4 5 5 5 3 3 5 6 3 3 3 3 4 126 4.2
109
5. AROMA
PANELIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
SAMPEL 708 817 907 6 4 4 4 4 4 5 5 5 5 3 5 6 6 6 6 6 4 6 6 4 6 5 3 4 4 3 5 6 6 5 6 4 5 4 4 7 6 5 6 4 5 3 4 6 6 5 5 6 5 5 6 6 4 6 5 4 6 5 1 5 5 5 5 5 5 5 6 4 4 4 6 6 3 7 4 3 5 6 6 6 6 6 4 6 5 5 3 3 4 159 145 138 5.3 4.833333 4.6
909 5 5 4 4 6 6 4 5 5 2 6 3 7 5 3 6 6 5 4 3 5 5 4 2 6 4 6 3 3 3 135 4.5
110
6. OVERALL
PANELIS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
708 6 6 5 5 5 5 5 6 6 5 5 4 7 5 4 5 6 5 6 2 6 4 3 2 6 5 5 6 6 4 150
5
SAMPEL 817 907 909 6 5 4 5 4 6 2 3 4 3 3 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 5 6 5 5 3 3 5 4 4 5 3 2 7 5 6 4 5 4 6 7 3 5 4 5 6 5 6 5 5 5 5 4 5 3 4 5 3 4 5 4 3 4 5 4 5 3 6 5 4 4 5 6 5 3 6 3 4 5 4 3 5 5 3 3 3 2 141 128 127 4.7 4.26667 4.23333