Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
ISOTERM SORPSI AIR DARI KERUPUK KEDELAI Maulina Putri Nor Azizah1, Sri Hartini2, Margareta Novian Cahyanti2 1 Mahasiswa Program Studi Kimia, 2Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jalan Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia *Correspondence author‟s email:
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dan pemodelan yang tepat dari kerupuk kedelai. Penelitian dilakukan dengan 3 kali ulangan. Pemodelan isoterm sorpsi yang diuji yaitu GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie menggunakan uji ketepatan model Mean Relative Determination (MRD). Hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu kurva isoterm sorpsi air berbentuk sigmoid (tipe 2) dan model isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai yang paling tepat adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35oC, dan 40oC secara berurut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%. Kata kunci : Pemodelan matematika, isoterm sorpsi air, kerupuk kedelai. ABSTRACT
The research was aimed to obtain moisture sorption curve soy crackers and determine best fit moisture sorption isotherm model. The curved of moisture sorption isotherm was resulted by plotting water activity value (aw) and equilibrium moisture content (Me) using seven salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm tested, namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and Caurie model.The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2) and best fit models is GAB with MRD value at 30oC, 35oC, and 40oC themperature sequentially 0.63%, 1.86% and 4.81%. Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers
PENDAHULUAN Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang diproduksi oleh industri pangan skala usaha kecil menengah yang digemari di Indonesia. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk ukuran, warna, rasa, bau, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta cara pengolahannya (Soemarmo, 2005). Dusun Gading, Desa Tuntang merupakan salah satu sentra kerupuk di Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi adalah kerupuk kedelai (Desa Tuntang, 2014). Kerupuk kedelai termasuk ke dalam makanan kering dan menurut Herawati (2008) makanan kering akan mengalami penurunan mutu melalui penyerapan uap air. Selama penyimpanan akan terjadi proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000). Semakin tinggi uap air yang diserap akan mengakibatkan kadar air dan aktivitas air (aw) pada bahan pangan tersebut tinggi. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia,
571 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 1992). Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain mengindikasikan nilai aktivitas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan yang erat dengan stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan dan kebutuhan proses pengemasan produk pangan untuk menjaga kestabilan masa simpan (Budijanto dkk., 2010). Isoterm sorpsi juga dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan selama bahan tersebut disimpan (Purnomosari, 2008). Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak dikembangkan tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan makanan asli Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan kerupuk yaitu tentang keripik atau chips yang dilakukan oleh Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas lemak, Tungsangprateep and Jindal (2004) tentang, keripik singkong-udang, Ping et al. (2005) tentang keripik wortel, dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Di Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet (2006) telah melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan kerupuk udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk. (2010) tentang keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan beledang. Penelitian tentang isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena hanya sedikit orang yang pernah mengkajinya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai dan menentukan model isoterm sorpsi air yang tepat pada kerupuk kedelai. METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk kedelai produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Bahan kimia yang digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan porselin, hygrometer, moisture analyzer (Ohaus MB 25, Ohaus Corp, USA), glass container inkubator, neraca analitik dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA), neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus Pioneer Balance, Ohaus Corp, USA) dan sorption container.
Prosedur Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012) Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam cawan moisture analyzer. Moisture analyzer diatur pada suhu 105oC kemudian ditutup dan ditunggu sampai berbunyi. Hasil kadar air yang diperoleh dicatat. Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004) Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air hangat suhu ± 50oC dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan dalam sebuah glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa | 572
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009) Masing-masing 2-3 gram sampel kemudian disimpan dalam sorption container yang sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh tersebut. Larutan garam tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC. Setiap hari sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ± 0.001 g). Setelah konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya menggunakan moisture analyzer. Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010) Model yang diuji dalam penelitian ada 3 macam yaitu BET, GAB dan Caurie. Model isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut : ∑
Keterangan : mi = kadar air hasil percobaan mpi = Kadar air hasil perhitungan n = jumlah data MRD < 5 : model tepat 5 < MRD < 10 : model agak tepat MRD > 10 : model tidak tepat. Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004) Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan garam dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan berbagai pemodelan. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 menunjukkan data kelembapan relatif (RH), aktivitas air (aw) dan kadar air kesetimbangan (Me) pada kerupuk kedelai. Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan menghubungkan data kadar air kesetimbangan dengan aktifitas air. Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai (Gambar 1) berbentuk sigmoid atau menyerupai bentuk S, sehingga kurva isoterm sorpsi air kerupuk kedelai mendekati tipe II. Menurut Winarno (1992), kurva berbentuk sigmoid paling umum dijumpai pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing bahan pangan. Kerupuk kedelai dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya. Bahan pangan yang mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan pola sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan amorf (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Bentuk kurva isoterm sorpsi air yang sigmoid sebagai akibat dari hukum Raoult, efek kapilaritas, dan interaksi antara air dan permukaan bahan pangan (Sahin and Sumnu, 2006). Selain itu, pola sistem sorpsi tipe II disebabkan adanya pengaruh akumulatif dari kombinasi efek koligatif, efek kapiler dan interaksi permukaan solid dengan air (Bell and Labuza, 2000). Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air Kesetimbangan (Me) pada Suhu 30oC, 35oC dan 40oC.
573 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
MgCl2 K2CO3 Mg(NO3)2 KI NaCl KCl
Kadar air kesetimbangan (%bk)
NaOH
30oC RH(%) aw Me(%bk) 0,96 ± 11 0,11 0,41 4,57 ± 44 0,44 0,76 4,64 ± 45 0,45 0,72 8,04 ± 64 0,64 1,33 10,05 ± 73 0,73 1,31 12,43 ± 80 0,80 1,19 17,71 ± 91 0,91 1,89
20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 0.00
0.20
35oC RH(%) aw Me(%bk) 1,16 ± 10 0,10 0,41 4,66 ± 41 0,41 0,63 4,97 ± 46 0,46 0,80 8,44 ± 65 0,65 1,51 9,94 ± 72 0,72 1,30 12,89 ± 80 0,80 1,31 19,17 ± 94 0,94 1,67
0.40
0.60
40oC RH(%)
aw
Me(%bk)
10
0,10
0,74 ± 0,41
41
0,41
4,20 ± 0,71
45
0,45
4,70 ± 0,84
66
0,66
7,86 ± 1,51
73
0,73
9,32 ± 1,32
81
0,81
12,56 ± 1,41
92
0,92
19,49 ± 1,54
0.80
1.00
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(A)
25.00 Kadar air kesetimbangan (%bk)
Suhu Garam
20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.00
0.20
0.40
0.60
Aktivitas air (aw)
(B)
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa | 574
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Kadar air kesetimbangan (%bk)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(C) Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air Pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C) Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian diubah dalam berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang diprediksikan yaitu (Guggenheim Anderson deBoer) dengan y = dan x = aw, BET (Brunauer Emmett Teller) dengan y = (
dan x = aw dan Caurie y =
(
) dan x = ln(
)
). Gambar 1 menunjukkan kurva pemodelan isoterm
sorpsi air model GAB pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C). Gambar 2 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model BET pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C) dan Gambar 3 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model GAB pada kerupuk kedelai dengan suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C).
0.120 y = -0.0657x2 - 0.0075x + 0.1123 R² = 0.9988
aw/m
0.080
0.040
0.000 0.00
0.20
0.40 0.60 Aktivitas air (aw)
0.80
(A)
575 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
1.00
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
aw/m
0.120
0.080
0.040
0.000 0.00
y = -0.0989x2 + 0.0533x + 0.0849 R² = 0.9793
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(B)
0.160
y = -0.0043x2 - 0.0922x + 0.1416 R² = 0.9654
aw/m
0.120
0.080
0.040
0.000 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(C) Gambar 2. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C)
aw/(1-aw)me
0.600
y = 0.4544x - 0.0006 R² = 0.679 0.400
0.200
0.000 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(A)
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa | 576
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016 1.200
y = 0.6308x - 0.0839 R² = 0.61
aw/(1-aw)me
0.800
0.400
0.000 0.00
0.20
-0.400
0.40
0.60
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(B)
aw/(1-aw)me
0.800 0.600
y = 0.4739x + 0.0077 R² = 0.6654
0.400 0.200 0.000 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Aktivitas air (aw)
(C) Gambar 3. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air BET pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C)
-3.000
-2.000
0.000 -1.000 0.000
1.000
2.000
3.000
ln(1/Me)
-1.000
-2.000
y = 0.6666x - 1.575 R² = 0.9746
-3.000 ln((1-aw)/aw)
(A)
577 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
-3.000
-2.000
-1.000
0.000 0.000
1.000
2.000
3.000
ln(1/Me)
-1.000
y = 0.5877x - 1.6403 R² = 0.9651
-2.000
-3.000 ln((1-aw)/aw)
(B)
0.00 -3
-2
-1
0
1
2
3
ln(1/Me)
-1.00
y = 0.6922x - 1.5013 R² = 0.9662 -2.00
-3.00
ln((1-aw)/aw)
(C) Gambar 4. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai Suhu 30oC (A), 35oC (B), 40oC (C)
Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dihitung berdasarkan masingmasing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing-masing pemodelan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer).
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa | 578
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Tabel 2. Nilai Me dan Mhit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer) Pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer) Garam Suhu 30oC Suhu 35oC Suhu 40oC Me Mhit Me Mhit Me Mhit NaOH 0,96 0,96 1,16 1,16 0,74 0,76 MgCl2 4,57 4,52 4,66 4,51 4,20 3,93 K2CO3 4,64 4,71 4,97 5,20 4,70 4,53 Mg(NO3)2 8,04 8,01 8,44 8,29 7,86 8,37 KI 10,05 10,07 9,94 10,09 9,12 10,12 NaCl 12,43 12,33 12,89 12,57 12,56 12,76 KCl 17,71 17,82 19,17 19,49 19,49 17,49 Tabel 3 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) denggan pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller). Tabel 3. Nilai Me dan Mhit pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller) Pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller) Garam Suhu 30oC Suhu 35oC Suhu 40oC Me Mhit Me Mhit Me Mhit NaOH 0,96 2,49 1,16 -6,16 0,74 0,05 MgCl2 4,57 3,93 4,66 3,97 4,20 0,12 K2CO3 4,64 4,01 4,97 4,13 4,70 0,12 Mg(NO3)2 8,04 6,18 8,44 5,65 7,86 0,11 KI 10,05 8,07 9,94 7,02 9,12 0,09 NaCl 12,43 10,84 12,89 9,66 12,56 0,073 KCl 17,71 24,45 19,17 29,17 19,49 0,034 Tabel 4 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) denggan pemodelan Caurie. Tabel 4. Nilai Me dan Mhit pemodelan Caurie Garam NaOH MgCl2 K2CO3 Mg(NO3)2 KI NaCl KCl
o
Suhu 30 C Me Mhit 0,96 1,17 4,57 4,08 4,64 4,23 8,04 7,16 10,05 9,27 12,43 12,00 17,71 22,59
Pemodelan Caurie Suhu 35oC Me Mhit 1,16 1,45 4,66 4,13 4,97 4,69 8,44 7,36 9,94 9,07 12,89 11,79 19,17 25,12
579 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Suhu 40oC Me Mhit 0,74 0,98 4,20 3,54 4,70 3,91 7,86 7,10 9,12 8,93 12,56 12,43 19,49 25,12
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air kesetimbangan hasil perhitungungan (Mhit) dengan kadar air kesetimbangan percobaan (Me). Tabel 5 menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC.
Tabel 5. Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30oC, 35oC dan 40oC Pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer) BET (Brunauer Emmett Teller) Caurie
30oC 0,63 40,08 13,00
Nilai MRD (%) 35 oC 1,86 114,80 14,74
40 oC 4,81 43,41 15,86
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk kedelai untuk masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain mengatakan bahwa pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Kerupuk kedelai dibuat dengan bahan penyusun terigu, tapioka, dan kedelai. Menurut Adawiyah dan Soekarto (2010), pemodelan GAB cocok untuk mendeskripsikan data-data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun bahan penyusunnya yaitu tapioka, kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat tepat untuk kelembapan diatas 75% dan cocok untuk makanan dengan tipe pati-patian. Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi kerupuk kedelai diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet (2006) tentang isoterm sorpsi kerupuk udang bahwa pemodelan yang paling tepat dan memilki akurasi yang paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai MRD yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin rendah nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010). KESIMPULAN Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai mempunyai bentuk sigmoid yang mendekati tipe II. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30oC, 35oC dan 40oC secara berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%. DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T., 2010, Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model Pangan [Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 1, Hal, 33-39. Al-Muhtaseb, A.H., McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2002. Moisture sorption isotherm characteristics of food products: a review. Food and Bioproducts Processing, Vol, 80, No, 2, Page,118-128. Banoet, S. E. P., 2006, Isotermi Sorpsi Air dan Analisa Umur Simpan Kerupuk Udang Goreng. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Salatiga. Bell, L.N. and Labuza, T.P., 2000, Determination of moisture sorption isotherms. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. The American Association of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, MN, USA, pp.33-56. Budijanto, S., Sitanggang, A.B. dan Kartika, Y.D., 2010, Penentuan umur simpan tortilla dengan metode akselerasi berdasrkan kadar ar kritis serta pemodelan ketepatan sorpsi isoterminya
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa | 580
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
[Shelf Life Study of Tortilla Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method and its Mathematical Modeling of Moisture S. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 2, Hal, 165-170. Desa Tuntang, 2014. Potensi ekonomi (Krupuk Kedelai). http://desatuntang.desa.id/potensi-ekonomikrupuk-kedelai/. Diakses pada 10 Mei 2016. Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M.K. dan Soekarto, S.T., 2004, Isotermi sorpsi air dan analisis umur simpan ikan kayu tongkol dari Aceh [Moisture Sorption Isotherm and Shelf Life Analysis of Dried Tongkol (Euthynnus affinis) from Aceh]. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol, 15, No, 3, Hal, 207-213. Herawati, H., 2008, Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian, Vol, 27, No, 4, Hal, 124-130. Konopacka, D., Plocharski, W. and Beveridge, T., 2002, Water Sorption and Crispness of Fat-Free Apple Chips. Journal of food science, Vol, 67, No, 1, Page, 87-92. Kumalasari, H., 2012, Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda Oven dan Karl Fischer. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., 2010. Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis [Accelerated Shelf-life Testing of Biscuits Using a Critical Moisture Content Approach]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, Vol, 21, No, 2, Hal,117. Liu-Ping, F., Min, Z., Qian, T. and Gong-Nian, X., 2005, Sorption isotherms of vaccum-fried carrot chips. Drying technology, Vol, 23, No, 7, Page, 1569-1579. Mclaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., 1998, The effect of shrinkage during drying of potato spheres and the effect of drying temperature on vitamin C retention. Food and Bioproducts Processing, Vol, 76, No, 3, Page,138-142. Motulsky, H. and Christopoulos, A., 2004, Fitting models to biological data using linear and nonlinear regression: a practical guide to curve fitting. OUP USA. Purnomosari, D, 2008, Studi Isoterm Sorpsi Lembab dan Fraksi Air Terikat Pada Tepung Gaplek. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Robertson, G.L., 2000, Shelf life of packaged foods, its measurements and prediction. Developing new food products for a changing marketplace, pp.329-353. New York : Marcel Bekker. Inc. Rosalina, Y. and Silvia, E., 2015, Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan Polypropylene Rigid. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, Vol, 7, No, 1, Hal, 1-6. Sahin, S. and Sumnu, S.G., 2006., Water activity and sorption properties of foods. In Physical properties of foods (pp. 193-228). Springer New York. Sirpatrawan, U., 2009, Shelf-life simulation of packaged rice crackers. Journal of Food Quality, Vol, 32, No, 2, Page, 224-239. Soemarmo., 2005, Kerupuk Udang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tungsangprateep, S. and Jindal, V.K., 2004, Sorption isotherms and moisture diffusivity in fried cassava-shrimp chips. International Journal of Food Properties, Vol, 7, No, 2, Page, 215227. Winarno, F.G., 1992, Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
581 | Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa