KAJIAN EMPIRIS INTEREST RATE PASS-THROUGH SEBELUM DAN SETELAH SUBPRIME MORTGAGE: Pengalaman 41 Negara di Dunia
FERIANSYAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
2
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Empiris Interest Rate Pass-Through Sebelum dan Setelah Subprime Mortgage: Pengalaman 41 Negara di Dunia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015 Feriansyah NIM H14110015
ii
ABSTRAK FERIANSYAH. Kajian Empiris Interest Rate Pass-Through Sebelum dan Setelah Subprime Mortgage: Pengalaman 41 Negara di Dunia. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan moneter dengan meneliti dan menguji besarnya penyesuaian tingkat suku bunga pinjaman dan simpanan dalam merespon perubahan tingkat suku bunga pasar. Evaluasi kinerja tingkat penyesuaian interest rate pass-through dilakukan dengan membandingkan periode sebelum dan setelah krisis keuangan global pada tahun 2008. Penelitian ini mencakup 41 negara dunia yang merepresentasikan 3 karakteristik kawasan, yaitu: kawasan regional, pendapatan dan kebijakan inflation targetting yang dianut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk menghitung besaran koefisien jangka panjang dan Error Correction Model (ECM)-ARDL untuk menghitung besaran koefisien jangka pendek. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada periode setelah krisis, koefisien jangka panjang pass-through into deposit pada banyak kawasan lebih besar dibandingkan dengan periode sebelum krisis kecuali Asia dan North America. Untuk koefisien jangka panjang pass-through into lending ditemukan hasil koefisien lebih kecil pada periode setelah krisis dibandingkan sebelum krisis untuk banyak kawasan. Kata kunci: ARDL, ECM, interest rate pass-through, subprime mortgage
ABSTRACT FERIANSYAH. Empirical Investigate on the Interest Rate Pass-Through Before and After Subprime Mortgage: Experience of 41 Countries in the World. Supervised by NOER AZAM ACHSANI. This study aimed to evaluate the performance of monetary policy by examining and testing the magnitude of lending and deposit rate adjustment in response to changes on money market rate. Performance evaluation of the level on interest rate pass-through adjustment is done by comparing the period before and after the global financial crisis in 2008. This Study covers 41 countries which represents 3 characteristics of the regions, namely: region based on zone, region on the basis of income and region on inflation targetting policy adopted. The method used in this research is Autoregressive Distributed Lag (ARDL) to count the coefficient long-term and ECM-ARDL to count the amount of short-term coefficients. The analysis showed that in the period after the crisis, the long-term coefficient of pass-through into deposit at much greater area than the peroid before the crisis except Asia and North America. For long-term coefficient of pass-through into lending found the results of a smaller magnitude in the period after the crisis for much of the region. Keywords: ARDL, ECM, interest rate pass-through, subprime mortgage
iii
KAJIAN EMPIRIS INTEREST RATE PASS-THROUGH SEBELUM DAN SETELAH SUBPRIME MORTGAGE: Pengalaman 41 Negara di Dunia
FERIANSYAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
iv
vi
vii
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tak lupa salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul termulia Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya dan sahabatnya yang setia hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Kajian Empiris Interest Rate Pass-Through Sebelum dan Setelah Subprime Mortgage: Pengalaman 41 Negara di Dunia” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis tingkat penyesuaian suku bunga retail terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar uang sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008 di dunia internasional. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Abdul Somad dan Ibu Nyayu Habibah serta kakak tercinta dari penulis, yakni Dian Kartini atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Lukytawati Anggraini, S.P., M.Si dan Heni Hasanah, S.E, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi 3. FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. 4. Keluarga OMDA Palembang, Vozu, Adit, Anca, Alias, Neva, Yulya, Anita, Desta, Danti, Aisyah, Rani, Indah, Nita dan lain-lain yang telah memberikan motivasi dan doa. 5. Teman satu bimbingan, Ganady Girsang, Carla Sheila Wulandari, Roziana Octia Dasril, dan Riana Santoso yang telah memberikan masukan dan doa. 6. Teman-teman Ilmu Ekonomi Angkatan 48, Rachmat, Dodo, Kemal, Faris, Faizal, Randy, Dijeh, Deny, Khodijah, Siska, Aulia, Dian, Zulva, Tika, Rhealin, Dita dan yang lainnya atas dukungan dan motivasinya. 7. Teman-teman dari Forum for Indonesia (FFI) chapter Bogor 2014, HIPOTESA 2014, KEMILAU (Keluarga Muslim Ilmu Ekonomi) angkatan 48, Keluarga KKP Desa Gunung Bentang dan sahabat Pascasarjana program fast track angkatan 3 serta reguler angkatan 9. 8. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2015 Feriansyah
viii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Metode Analisis Autoregressive Distributed Lag (ARDL) dan Error Correction Model (ECM)-ARDL Data Generating Process Perumusan Model Definisi Operasional Variabel Hipotesis Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Eksploratif Data Data Generating Process Pengujian Stasioneritas Data Uji Lag Optimum Uji Kointegrasi Koefisien Jangka Pendek dan Jangka Panjang Interest Rate Pass-Through Sebelum dan Setelah Krisis Keuangan Global (Subprime Mortgage) Koefisien Jangka Panjang dan Jangka Pendek Pass-Through into Deposit Rate Koefisien Jangka Panjang dan Jangka Pendek Pass-Through Into Lending Rate Ringkasan Perbandingan Koefisien Pass-Through into Lending dan Deposit antar Kawasan di Dunia Hubungan Long Run Pass-Through Into Retail dengan Tingkat Inflasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii ix ix x 1 1 3 4 4 4 5 5 6 8 8 8 8 10 12 13 13 14 14 19 19 20 20 20 21 24 27 29 30 30 30 31 32
ix
DAFTAR TABEL 1.
Ringkasan perbandingan koefisien pass-through into lending dan deposit antar kawasan di dunia 27
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
3.
4.
5. 6.
7. 8.
9.
10.
11.
12.
13.
Kerangka pemikiran teoritis Plot pergerakan suku bunga deposit, pinjaman, pasar uang dan inflasi pada kawasan Asia, Australia, Europe, North America, Latin America and Caribbean dan Sub-Sahara Africa tahun 2000-2013 Plot pergerakan suku bunga deposit, pinjaman, pasar uang dan inflasi pada kawasan High Income, Upper Middle Income, dan Lower Middle Income tahun 2000-2013 Plot pergerakan suku bunga deposit, pinjaman, pasar uang dan inflasi pada kawasan Inflation Targetting Countries dan Non-Inflation Targeting Countries tahun 2000-2013 Rata-rata suku bunga pasar uang dan suku bunga retail tahun 2000-2013 Rata-rata suku bunga pasar uang, suku bunga retail dan inflasi pada 41 negara berdasarkan periode waktu sebelum, pada saat dan setelah krisis tahun 2008. Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into deposit sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan regional Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into deposit sebelum dan setelah krisis subprime mortgage berdasarkan klasifikasi kawasan pendapatan Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into deposit sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan berdasarkan kebijakan inflation targeting yang dianut Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending rate sebelum dan setelah krisis subprime mortgage berdasarkan klasifikasi antar kawasan regional Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending rate sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan berdasarkan karakteristik pendapatan Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan berdasarkan klasifikasi kebijakan inflation targeting Hubungan koefisien jangka panjang pass-through into lending dan deposit rate terhadap tingkat inflasi.
7
15
16
17 18
19 21
22
23
24
26
27 29
x
DAFTAR LAMPIRAN 1. Definisi setiap variabel 41 negara penelitian 2. Uji stasioneritas pada suku bunga deposit, pinjaman dan pasar uang menggunakan Eviews 8 3. Ringkasan hasil estimasi uji kointegrasi menggunakan Microfit 4.1 4. Hasil estimasi perhitungan koefisien jangka pendek dan kecepatan penyesuaian pass-through into deposit dan lending dengan error correction model (ECM) menggunakan Microfit 4.1 5. Hasil estimasi perhitungan jangka panjang pass-through into retail rate dengan Autoregressive Distributed Lag 6. Klasifikasi negara-negara ke dalam kawasan regional 7. Klasifikasi negara-negara ke dalam kawasan berdasarkan pendapatan 8. Klasifikasi kawasan berdasarkan mekanisme kebijakan moneter inflation targetting dan non inflation targeting 9. Koefisien jangka panjang penyesuaian suku bunga retail sebelum dan setelah krisis subprime mortgage berdasarkan gambar 10. Koefisien jangka pandek penyesuaian suku bunga retail sebelum dan setelah krisis subprime mortgage berdasarkan gambar
33 35 38
41 44 47 48 49 50 51
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan moneter stabilisasi pada saat ini telah banyak diimplementasikan oleh berbagai perekonomian dunia dalam rangka menghadapi adanya guncangan krisis perekonomian suatu negara. Hal ini dikarenakan kebijakan moneter memiliki kelambanan dalam (inside lags) yang sangat pendek, sehingga mampu diputuskan dan diterapkan dengan sangat cepat dibandingkan dengan kebijakan fiskal (Mankiw 2006). Bank sentral selaku otoritas moneter mempunyai pengaruh dalam perekonomian melalui tingkat suku bunga acuan, hanya jika kebijakan pemerintah melalui bank sentral dapat dengan sukses ditransfer melalui suku bunga pasar. Kemudian adanya perubahan tingkat suku bunga pasar tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat suku bunga retail yaitu suku bunga pinjaman dan simpanan perbankan (Haughton dan Iglesias 2012). Efektivitas kebijakan moneter dengan tingkat suku bunga acuan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian suatu negara, bergantung bagaimana perubahan tingkat suku bunga acuan ditanggapi secara sempurna dan lengkap oleh perubahan tingkat suku bunga pasar. Selanjutnya, perubahan tingkat suku bunga pasar tersebut direspon secara lengkap dan sempurna oleh perubahan tingkat suku bunga retail (Yildirim 2012). Adanya penyesuaian yang ditanggapi secara sempurna dan lengkap oleh tingkat suku bunga retail tersebut kemudian akan mempengaruhi berbagai indikator-indikator makroekonomi suatu negara. Dalam membahas penyesuaian tingkat suku bunga. Hal yang paling utama dan mendasar adalah mengetahui seberapa besar perbankan melalui tingkat suku bunga retail akan merespon perubahan tingkat suku bunga pasar uang. Adanya perubahan tingkat suku bunga pasar uang tersebut disebabkan karena adanya guncangan yang terjadi pada suku bunga acuan bank sentral (Putri 2009). Adanya respon perubahan pada tingkat suku bunga retail terhadap perubahan suku bunga acuan atau pasar uang biasa disebut interest rate pass-through. Mekanisme passthorugh sendiri memainkan peranan yang sangat penting dalam kebijakan moneter. Kecepatan dan pemenuhan pass-through dari suku bunga acuan menuju suku bunga pasar perbankan menjadi kekuatan transmisi kebijakan moneter di dalam sebuah perekonomian (Bondt 2002). Pemahaman yang tepat mengenai tingkat penyesuaian suku bunga retail terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar penting untuk dikaji. Seiring berkembangnya kebijakan moneter melalui jalur transmisi lewat suku bunga yang banyak dianut berbagai negara di dunia. Penelitian ini berfokus mengevaluasi kinerja kebijakan moneter pada banyak negara di dunia dengan meneliti dan mengevaluasi interest rate pass-through dalam mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga. Evaluasi interest rate passtrough dilakukan dengan menguji besarnya koefisien penyesuaian dari tingkat suku bunga pinjaman dan deposit dalam merespon perubahan tingkat suku bunga pasar. Kinerja kebijakan moneter tersebut merupakan mekanisme transmisi yang dimulai dari penetapan tingkat suku bunga acuan oleh bank sentral sehingga menyebabkan perubahan pada suku bunga pasar uang antar bank. Efek perubahan
2
suku bunga pasar uang antar bank kemudian akan memberikan pengaruh pada suku bunga retail. Adanya perubahan tingkat suku bunga retail akibat pengaruh suku bunga pasar uang pada akhirnya akan mempengaruhi tabungan, investasi, konsumsi dan permintaan agregat (Utari 2014). Evaluasi kinerja kebijakan moneter melalui jalur suku bunga pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan interest rate pass-through di antara periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) pada tahun 2008. Selain untuk mengevaluasi kinerja proses penyesuaian tingkat suku bunga, penelitian proses penyesuaian tingkat suku bunga pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global pada tahun 2008 memang penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008, merupakan salah satu jenis guncangan yang dapat membuat perubahan dalam jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter (Melvin dan Taylor 2009). Salah satu perubahan yang terjadi dalam mekanisme transmisi tersebut adalah perubahan penyesuaian interest rate pass-through akibat adanya krisis subprime mortgage. Perubahan tersebut dapat terjadi pada saat dan setelah krisis karena situasi keuangan dari pemberi pinjaman – sistem perbankan - mengalami kerugian dan dihadapkan kendala pada akses permodalan. Selain itu, adanya kehati-hatian dan ketatnya proses pada saluran pinjaman mulai diterapkan oleh sistem perbankan. Hal ini dilakukan perbankan sebagai proses menjaga kesehatan perbankan dalam kebijakan mekanisme transmisi moneter. Kajian tentang mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga sudah cukup banyak dilakukan, misalnya Cuaresma, Egert dan Reininger (2004), Yuksel dan Ozcan (2012), Spahn S Mueller (2008) dan Bondt (2002) yang melakukan penelitian transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dengan hipotesis simetris. Penelitian mereka pada umumnya hanya melihat besaran derajat koefisien pass-through penyesuaian suku bunga retail akan adanya perubahan pada tingkat suku bunga pasar atau tingkat suku bunga acuan. Berbeda halnya dengan Karagiannis S, Panagopoulos Y dan Vlamis (2010), Nguyen (2012), Haughton dan Iglesias (2010), Egert dan Jamilov (2013), Yildirim (2012) yang penelitian mereka merupakan pelengkap dari peneltian sebelumnya. Dimana passthrough yang diteliti menggunakan hipotesis asimetris. Sehingga informasi proses penyesuaian suku bunga pada kondisi naik dan turun dapat terlihat secara jelas. Namun, perluasan penelitian tentang proses penyesuaian tingkat suku bunga pada periode sebelum dan setelah adanya guncangan krisis perekonomian masih minim dilakukan. Padahal informasi perbandingan kinerja pass-through diantara periode sebelum dan setelah adanya guncangan krisis perekonomian penting untuk dikaji secara mendalam. Selain pentingnya membandingkan tingkat penyesuaian pass-through into retail pada periode sebelum dan setelah adanya guncangan krisis perekonomian. Perluasan objek penelitian masih belum banyak dilakukan pada penelitianpenelitian sebelumnya. Umumnya pada banyak penelitian mengenai interest rate pass-through, objek yang menjadi penelitian hanya dalam ruang lingkup suatu negara atau beberapa negara di dalam suatu kawasan. Negara-negara yang diteliti kebanyakan merupakan negara-negara di wilayah Eropa, Amerika dan Australia. Begitupula pada kawasan penelitian, umumnya objek penelitian terdapat pada wilayah-wilayah Eropa dan Amerika seperti penelitian Bondt (2012) yang meneliti pass-through untuk kawasan Uni Eropa.
3
Oleh sebab itu penelitian ini mengacu pada Blot dan Labondance (2011) dan Tai, Sek dan Har (2012) yang dengan menggunakan metode Seemingly Unrelated Regression telah meneliti interest rate pass-through pada periode sebelum dan setelah krisis. Blot dan Labondance (2011) meneliti bank interest rate pass-through di kawasan Uni Eropa pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008. Sedangkan Tai, et al. (2012) meneliti interest rate pass-trough di Asia pada periode sebelum dan setelah krisis tahun 1997. Kedua penelitian tersebut menjadi dasar dalam perumusan masalah penelitian ini dengan perluasan objek penelitian. Perluasan objek penelitian dimaksudkan untuk melihat perbandingan berbagai karakteristik kawasan yang ada di dunia, sehingga memberikan informasi mengenai perbandingan perilaku proses penyesuaian tingkat suku bunga secara global pada periode sebelum dan setelah krisis. Berdasarkan berbagai hasil studi literatur, penelitian ini memiliki fokus utama dalam menganalisis penyesuaian tingkat suku bunga pinjaman dan deposit terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan tahun 2008 (subprime mortgage). Objek penelitian ini terdiri dari 41 negara yang akan merepresentasikan dan membandingkan berbagai kawasan di dunia. Perumusan Masalah Adanya peran yang sangat penting dalam mekanisme proses penyesuaian interest rate pass-through dalam kebijakan moneter. Menjadikan informasi penyesuaian pass-through tersebut penting untuk diketahui dalam proses pengambilan keputusan kebijakan. Selain itu, adanya pengalaman krisis keuangan global (subprime mortgage) yang bersifat sistemik mempengaruhi berbagai perekonomian dan mekanisme transmisi pada banyak negara dunia (Melvin dan Taylor 2009). Adanya krisis keuangan global tersebut, menjadikan penelitian mengenai pass-through menarik untuk dikaji dalam menganalisis kinerja penyesuaian tingkat suku bunga pada periode sebelum dan setelahnya. Adanya penelitian mengenai pass-through berdasarkan pengalaman krisis keuangan global (subprime motgage), dapat menjadi masukan bagi bank sentral dalam mewujudkan target kebijakan moneter yang telah ditetapkan atau dalam rangka stabilisasi perekonomian. Berdasarkan latar belakang dan uraian perumusan masalah diatas maka permasalahan yang akan diteliti, yaitu: 1. Bagaimana perbedaan kinerja mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga yang dicerminkan dari koefisien jangka pendek maupun jangka panjang pass-through into retail antara periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) tahun 2008? 2. Bagaimana perbandingan pass-through into retail jangka pendek dan jangka panjang pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) tahun 2008 diantara berbagai karakteristik kawasan di dunia? 3. Bagaimana hubungan yang terjadi antara pass-through into retail jangka panjang dengan tingkat inflasi pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008?
4
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Meneliti perbedaan kinerja pada jangka pendek dan jangka panjang mekanisme transmisi perubahan tingkat suku bunga pasar yang disesuaikan ke dalam perubahan tingkat suku bunga retail antar pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008. 2. Membandingkan pass-through into retail dalam jangka pendek maupun jangka panjang diantara karakteristik kawasan berdasarkan wilayah, pendapatan dan kebijakan inflation targeting yang dianut pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008. 3. Melihat hubungan pass-through into retail dengan tingkat inflasi pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi bank sentral dan pemerintah pada banyak negara. Evaluasi dari penelitian ini adalah dengan melihat kebijakan yang telah dijalankan melalui pengujian interest rate passthrough sebelum dan setelah terjadinya krisis keuangan global tahun 2008 (subprime mortgage). Adanya bahan evaluasi melalui penelitian ini akan menginformasikan perilaku transmisi kebijakan moneter lewat suku bunga pada periode sebelum dan setelah adanya guncangan krisis secara empiris, sehingga menjadi pengalaman penting bagi bank sentral di berbagai negara. Informasi mengenai evaluasi perilaku transmisi sebelum dan setelah krisis juga akan membantu bank sentral dalam mengambil langkah kebijakan yang tepat. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis koefisien interest rate passthrough, yaitu: pass-through into lending rate dan pass-through into deposit rate. Analisis interest rate pass-through dilakukan pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) pada tahun 2008. Koefisien passthrough dianalisis berdasarkan perhitungan besaran koefisien jangka pendek (short run interest rate pass-through) dan besaran koefisien jangka panjang (long run interest rate pass-through). Penelitian dalam menganalisis interest rate passthrough pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008 (subprime mortgage) mencakup 41 negara yang mereprentasikan berbagai kategori kawasan di dunia, yaitu: (1) Berdasarkan kawasan regional yang terbagi atas Australia, Asia, Europe, Latin America and Carribean, North America dan Sub-Saharan Africa. (2) Berdasarkan kawasan pendapatan suatu negara yang terbagi atas High Income Countries, Upper Middle Income Countries dan Lower Middle Income Countries. (3) Berdasarkan negara-negara penganut Inflation Targeting Framework yaitu: Inflation Targeting Countries dan Non-Inflation Targeting Countries.
5
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian Terdahulu Cuaresma, et al. (2004) dengan menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL) meneliti interest rate pass-through di negara Czech Republic, Hungary dan Polandia. Hasilnya ditemukan perbedaan yang signifikan untuk semua market interest rate setiap negara berkenaan dengan elastisitas jangka panjang dalam merespon perubahan key policy rate. Selain itu, beberapa interest rate mengalami keadaan complete pass-through di Poland, Czech Republic dan Hungary. Hasil berbeda ditemukan untuk kasus short-term loan rate di Hungary. Koefisien pass-through di Hungary ditemukan dalam keadaan incomplete pass-through. Karagiannis, et al. (2011) dengan mengambil studi kasus di Eropa bagian tenggara telah menguji apakah terjadi penyesuaian interest rate pass-through yang simetris atau asimetris. Penelitian ini menggunakan model general-tospecific (GETS) dan menguji kointegrasi antara variabel dependen dan independen. Hasilnya ditemukan bahwa pada Negara Yunani terjadi penyesuaian retail rate yang simetris dalam merespon perubahan tingkat suku bunga bank sentral. Hal ini kontras dengan Negara Slovenia yang ditemukan terjadinya penyesuaian yang asimetris pada tingkat suku bunga pinjaman dan tingkat suku bunga deposit dalam merespon perubahan tingkat suku bunga pasar. Hasil untuk Bulgaria terjadi penyesuaian tingkat suku bunga pinjaman yang asimetris dalam merespon perubahan pada tingkat suku bunga pasar dan tingkat suku bunga bank sentral. Penelitian yang dilakukan Tai, et al. (2012) mengambil studi kasus tujuh negara di kawasan Asia yaitu Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia, Korea, Indonesia dan Hongkong. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan passthrough pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan Asia tahun 1997. Melalui metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) hasil ditemukan bahwa interest rate pass-through dalam suku bunga pinjaman dan tabungan beragam untuk semua perekonomian di Asia. Interest rate pass-through pada suku bunga deposit mengalami penurunan setelah krisis kecuali Malaysia. Dengan cara yang sama, koefisien pass-through pada suku bunga pinjaman mengalami penurunan pada mayoritas perekonomian kecuali untuk Malaysia, Korea dan Hongkong. Adanya implementasi kebijakan inflation targeting yang digunakan oleh negara Korea, Philipina dan Thailand pada periode setelah krisis. Hasilnya ditemukan bahwa kebijakan moneter untuk negara Thailand tidak efektif pada periode setelah krisis. Hal ini mengindikasikan bahwasanya kebijakan inflation targeting yang digunakan masih belum efektif. Egert dan Jamilov (2013) dengan menggunakan metode autoregressive distributed lag (ARDL) menganalisis dan mengevaluasi interest rate pass-through sebagai evaluasi empiris untuk wilayah Caucasus, yaitu: Armenia, Azerbaijan, Georgia, Kazakhstan, dan Rusia. Hasil ditemukan bahwa terjadi incomplete passthrough pada semua negara-negara di wilayah Caucasus dan penyesuaian untuk keseimbangan jangka panjang terlihat lambat dan kaku. Keseimbangan jangka panjang terlihat kaku mengindikasikan adanya ketidakstabilan kondisi
6
makroekonomi, volatilitas tingkat suku bunga dan inflasi serta tidak terdapat kompetisi dalam sektor perbankan di negara-negara Caucasus. Penelitian dari Blot dan Labondance (2011) mengambil studi tentang kebijakan moneter melalui proses penyesuaian tingkat suku bunga bussiness lending pada periode sebelum dan setelah adanya goncangan keuangan pada tahun 2008. Objek penelitian tersebut adalah negara-negara yang berada pada wilayah Eurozone, yaitu Austria, Belgia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Belanda, Spanyol dan Portugal. Dengan menggunakan Seemingly Unrelated Regression-Error Correction Model (SUR-ECM) ditemukan bahwasannya kekacauan keuangan telah mempengaruhi secara drastis interest rate pass-through di kawasan Eurozone. Hasil penelitian pada negara dalam kawasan Eurozone menunjukkan bahwa bussiness lending pass-through telah mengalami penurunan atau lebih kaku dalam jangka panjang. Selain itu, ditemukan bahwa pass-through semenjak adanya krisis mengalami incomplete dibandingkan dengan periode sebelum krisis. Kesimpulan terakhir dari penelitian ini adalah homogenitas diantara anggota Eurozone telah mengalami peningkatan. Utari (2013) menganalisis koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through suku bunga pasar terhadap suku bunga pinjaman pada 36 negara di dunia. Selain menganalisis koefisien pass-through, penelitian ini menganalisis pengaruh kondisi makroekonomi terhadap pemenuhan koefisien jangka panjang pass-through. Penelitian ini merepresentasikan beberapa kawasan di dunia yaitu kawasan Asia, Amerika utara, Amerika Selatan, Australia serta kawasan advanced countries, ASEAN+6 dan upper middle income countries. Melalui metode auntoregressive distributed lag (ARDL) ditemukan bahwa pass-through dalam jangka panjang terdapat over complete pass-through. Fenomena over complete pass-through terjadi pada kawasan Amerika Selatan, Amerika Utara dan upper middle income countries. Melalui metode Error Correction Model (ECM) ditemukan bahwa dalam jangka pendek pass-through yang tertinggi terjadi di Amerika Utara. Sedangkan untuk kawasan advanced countries, Asia, ASEAN+6, Australia dan Eropa didapatkan memiliki koefisien long run yang incomplete. Selain itu, terlihat bahwa faktor-faktor makroekonomi yaitu GDP per kapita, tingkat inflasi tahunan dan dummy interaksi upper middle income memiliki pengaruh yang positif terhadap pembentukan koefisien jangka panjang passthrough. Sedangkan volatilitas suku bunga pasar uang didapatkan memiliki pengaruh yang negatif. Kerangka Pemikiran Mengacu pada tujuan dari penelitian yang telah dijabarkan, berikut adalah proses analisis interest rate pass-through yang dilakukan. Proses penelitian pertama kali adalah dengan menghitung koefisien pass-through antara suku bunga pasar dalam suku bunga retail pada jangka panjang dengan menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien jangka pandek dengan menggunakan metode Error Corection Model (ECM)-ARDL yang mengikuti lag jangka panjangnya. Perhitungan koefisien jangka panjang dan pendek interest rate pass-through pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (Subprime Mortgage)
7
dilakukan di 41 negara. Dengan mengetahui tingkat penyesuaian pass-trough deposit rate dan lending rate terhadap perubahan money market rate pada periode sebelum dan setelah krisis, diharapkan otoritas moneter pada suatu negara dapat mempelajari pengalaman kebijakan moneter yang telah diimplementasikan. Hal ini dilakukan sebagai bahan evaluasi perbaikan kebijakan moneter dan sektor perbankan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Kerangka pemikiran teoritis dijelaskan pada Gambar 1. Bank Sentral
Jalur Transmisi
Nilai Tukar
Kredit
Harga Aset
Ekspektasi Inflasi
Suku Bunga (policy rate)
Suku Bunga Pasar (money market rate)
Suku Bunga Perbankan (retail rate)
Suku Bunga Deposito (deposit rate)
Menguji passthrough into lending dan deposit rate sebelum dan setelah krisis subprime mortgage.
Suku Bunga Kredit (lending rate)
Keterangan: = Fokus utama penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran teoritis
8
METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder kuantitatif dalam bentuk deret waktu bulanan (monthly time series) pada periode Januari tahun 2000 sampai Desember tahun 2013. Data dibagi kedalam dua periode yaitu sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008. Data untuk periode sebelum krisis mengunakan data bulanan pada Januari 2001 sampai Desember 2006, sedangkan untuk periode setelah krisis keuangan global menggunakan data bulanan pada periode Januari 2009 sampai Desember 2013. Objek Penelitian yang akan diamati dalam analisis interest rate pass-through pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (Subprime Mortgage) adalah 41 negara di dunia. Kemudian hasil dari 41 negara tersebut akan di rata-ratakan dan mereprentasikan tiga karakteristik kawasan. Data diperoleh dari World Bank dan International Financial Statistic (IFS). Selain itu peneliti juga melakukan studi pustaka dengan membaca jurnal, artikel internet, dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian adalah: suku bunga deposit (deposit rate), suku bunga pinjaman (lending rate), suku bunga pasar uang (money market rate) dan tingkat inflasi. Dalam proses analisis data, peneliti menggunakan bentuk software atau perangkat lunak Microsoft Excel 2010, Eviews 8 dan Microfit 4.1. Metode Analisis Data Metode Analisis Autoregressive Distributed Lag (ARDL) dan Error Correction Model (ECM)-ARDL Metode analisis yang digunakan adalah Autoregressive Distributed Lag (ARDL) yang diperkenalkan oleh Pesaran dan Shin pada tahun 1995 dengan pendekatan kointegrasi. Berikut adalah model Augmented Autoregressive Distributed Lag (ARDL) menurut Pesaran dan Shin (1995) dalam Hasanah (2010): yt = α0 + α1t + ∑
iyt-1 +
xt + ∑
∆xt = P1∆xt-1 + P2∆xt-2 + ... + Ps∆xt-s +
∆xt-j + ut t
dimana xt merupakan variabel berdimensi k pada integrasi satu I(1) yang tidak terkointegrasi diantara mereka, ut dan t merupakan error dengan rataan nol, varian dan kovarian konstan serta tidak berkorelasi serial. Pt merupakan matriks koefisien k k proses vektor autoregressive pada xt stabil. (L,p)yt = ∑
i(L,
qi)xit +
wt + ut
dimana: (L,p) = 1
L
L2
...
Lp
9
i
(L, qi) =
i0
+
i1 +
... +
iqiL
qi
, i = 1,2, ..., k
dimana L adalah lag operator sehingga Lyt = yt-1 wt adalah vektor s 1 dari variabel deterministik seperti intersep, trend, variabel dummy dan variabel eksogenus dengan lag tetap. Dengan ARDL dapat diestimasi model dengan ordo (p, q1, q2,..., qk) dimana p adalah ordo distributed lag polinomial dari variabel dependen sedangkan q1, q2, qk adalah ordo dari distributed lag polinomial dari masing-masing regresor independen. Sedangkan koefisien jangka panjang untuk respon yt terhadap perubahan satu unit xit diestimasi dengan: ̂i =
̂
̂ ̂
̂
̂
̂
=
̂
̂
, i = 1,2, ..., k
dimana ̂ dan ̂ , i = 1,2, ..., k adalah nilai estimasi p dan qi. Dengan cara yang sama, koefisien jangka panjang yang terkait dengan variabel deterministik atau eksogenus dengan lag tetap diestimasi dengan formula: ̂=
̂ ̂̂ ̂ ̂ ̂
̂ ̂
dimana ̂ ̂ ̂ ̂ ̂ merupakan estimasi OLS dari untuk model ARDL terpilih. Menurut Fosu dan Magnus (2006) Pengujian kointegrasi dengan menggunakan pendekatan bound testing cointegration atau ARDL memiliki beberapa kelebihan, antara lain: Pertama, prosedur pengujiannya sederhana jika dibandingkan dengan pengujian kointegrasi Johansen-Joselius. Hal ini karena penggunaan bound test cukup dengan menguji hubungan kointegrasi yang diestimasi menggunakan OLS ketika lag dari model telah diidentifikasi. Kedua, bound test tidak memerlukan pengujian pra-estimasi seperti pengujian akar unit untuk variabel-variabel yang akan digunakan dalam model. Pengujian ini dapat dipergunakan tanpa tergantung pada order integrasi regressor pada I(0), I(1) ataupun satu sama lain saling terkointegrasi. Ketiga, pengujian ini relatif lebih efisien untuk sampel data yang kecil dan terbatas. Langkah-langkah dalam pengujian dengan menggunakan ARDL adalah sebagai berikut (Hasanah 2010): 1. Estimasi persamaan dengan menggunakan OLS dengan mengaplikasikan uji F yang ditujukan untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang di antara variabel. Uji F ini digunakan untuk melihat joint test bagi koefisien-koefisien jangka panjang. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : 1 = 2 = 0 H0 : 1 0 2 penentuan ada tidaknya hubungan jangka panjang (kointegrasi) dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-Statistik dengan nilai kritis yang telah disusun pada tabel oleh Pesaran dan Shin (1997). Terdapat dua nilai batas kritis asimtotik untuk menguji kointegrasi saat variabel independen terintegrasi pada I(d) dimana (0 d 1). Nilai terendah (lower) mengasumsikan regressor terintegrasi pada I(0) sedangkan nilai tertinggi (upper) mengasumsikan regressor terintegrasi pada I(1). Jika F-Statistik bernilai di atas nilai kritis tertinggi, maka hipotesis nol tentang tidak adanya hubungan jangka panjang ditolak. Sebaliknya jika F-Statistik bernilai
10
di bawah nilai kritis terendah maka hipotesis nol tidak dapat ditolak. Jika FStatistik berada diantara nilai kritis terendah dan tertinggi, maka tidak ada kesimpulan. Nilai kritis yang dimaksud merupakan nilai kritis yang dihitung oleh Pesaran dan Shin (1997). 2. Apabila pada tahap pertama telah ditemukan adanya hubungan jangka panjang maka tahap berikutnya adalah melakukan estimasi model ARDL sebagai berikut: yt = co + ∑ yt-i + ∑ zt-j + dimana ∑ yt-1 merupakan variabel dependen dengan lag operator dan ∑ zt-j merupakan variabel independen dengan lag operator. 3. Tahap akhir adalah melakukan estimasi Error Correction Model (ECM). Model yang diestimasinya adalah: ++∑ yt-i + ∑ zt-j + ecmt-1 + t= dimana i dan j adalah koefisien jangka pendek dan adalah speed of adjustment. Data Generating Process Pengujian Stasioneritas Sebelum melangkah pada tahap estimasi, data penelitian time series memerlukan pengujian pra-estimasi berupa pengujian stasioneritas karena data penelitian ini harus bebas dari akar unit atau dapat diakatakan bahwa fluktuasi dari data berada disekitar rata-ratanya (Ginting 2008). Pada umumnya data ekonomi time series bersifat stokastik atau memiliki trend yang tidak stasioner atau mengandung akar unit. Uji akar unit pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Augmented Dickey Fuller (ADF). Misalkan terdapat model persamaan time series sebagai berikut: yt = + yt-1 + et Pada model tersebut diketahui bahwa merupakan parameter yang diestimasi. Selanjutnya, jika nilai | | 1 maka yt tidak stasioner. Sebaliknya, jika nila | | 1 maka yt stasioner. Setelah itu diperlukan uji hipotesis trend stationarity untuk menguji apakah nilai absolut dari ρ benar-benar kurang dari satu. Pengujian umum hipotesis adalah H0 : ρ = 1 dan H1 : ρ 1. Menolak H0 menunjukkan bahwa data tersebut stasioner. Jika Sp adalah standar error dari ρ, maka: Tes Statistik = Apabila dalam pengujian tersebut ternyata tidak tolak H0 atau data tersebut tidak stasioner, penyelesaian masalah tersebut dilakukan dengan mengurangi kedua sisi dari persamaan yt = + yt-1 + et dengan yt-1 sehingga dapat direpresentasikan menjadi: + *yt-1 + et ; * = -1 t= pada uji di atas, hipotesis yang digunakan adalah H0 : * = 0 dan H1 : * 0. Apabila nilai t-statistik ADF lebih kecil daripada t-statistik Mac Kinnon maka hasil uji adalah tolak H0 yang menyatakan data tersebut stasioner pada level beda satu atau dikenal dengan first difference.
11
Pendekatan Kointegrasi Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji apakah variabel-variabel yang tidak stasioner pada data level terkointegrasi antara satu variabel dengan variabel yang lain. Kointegrasi ini terbentuk apabila kombinasi antara variabel-variabel yang tidak stasioner menghasilkan variabel yang stasioner. Apabila terdapat persamaan sebagai berikut: yt = Maka, error dari persamaan tersebut dapat ditulis menjadi: = yt dengan catatan bahwa et merupakan kombinasi linear dari x1 dan x2. Konsep kointegrasi yang diperkenalkan oleh Engle dan Granger pada tahun 1987 mensyaratkan bahwa et haruslah stasioner pada I(0) untuk dapat menghasilkan keseimbangan jangka panjang (Ginting 2008). Pada penelitian ini uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Bound Testing Cointegration dengan pendekatan ARDL yang diperkenalkan oleh Pesaran dan Shin pada tahun 2001. Metode tersebut dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-Statistik hitung dengan nilai kritis yang disusun oleh Pesaran dan Pesaran (1997). Apabila nilai FStatistitk berada di bawah lower bound, maka dapat disimpulkan tidak terjadi kointegrasi. Apabila nilai F-Statistik berada di atas upper bound, maka dapat disimpulkan terjadi kointegrasi. Namun apabila F-Statistik berada diantara lower bound dan upper bound maka hasilnya adalah tidak dapat disimpulkan. Penentuan Lag Optimum Setelah mengetahui data telah stasioner, selanjutnya dilakukan uji untuk menentukan lag optimum agar dapat dihasilkan model terbaik. Penentuan lag optimum dilakukan berdasarkan beberapa kriteria seperti R-BAR Squared, Akaike Information Criterion (AIC), dan Schwarz Bayesian Criterion (SBC). Penelitian ini menggunakan Schwarz Bayesian Criterion dalam pemilihan lag optimum. Sementara itu, peneliti menggunakan program Microfit 4.1 untuk mengestimasi koefisien merket-to-retail pass-through dengan model Autoregression Distributed Lag dimana pada program tersebut kriteria pemilihan lag optimum adalah berdasarkan nilai AIC dan SBC terbesar. Berikut adalah formula dua kriteria yang banyak digunakan yaitu AIC dan SBC menurut Pesaran dan Pesaran (1997): AIC = n( ) – p (1) dengan n( ) dimisalkan sebagai nilai yang memaksimumkan fungsi log-likelihood dari model ekonometrika, dimana merupakan maximum likelihood estimator berdasarkan ukuran sample n. Sedangkan pada kasus model regresi persamaan tunggal linear (non-linear), AIC dapat dituliskan sebagai berikut: AIC = log ( ) + (2) dimana adalah Maximum Likelihood Estimator (MLE) dari residual regresi. Sedangkan rumus SBC disajikan sebagai berikut: SBC = n ( ) - p log n (3) SBC = log (
)+(
)p
(4)
12
Ketika menggunakan persamaan (1) dan (3) maka nilai tertinggi AIC dan SBC yang akan dipilih. Sebaliknya persamaan (2) dan (4) memilih model dengan nilai AIC dan SBC terkecil.
Perumusan Model Perumusan model market to retail pass-through sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008 (subprime mortgage) dapat dijelaskan menggunakan pendekatan cost of fund (Bondt 2002) yang menyatakan bahwa di dalam buku teks, persaingan sempurna dengan informasi yang lengkap memiliki harga-harga sama dengan biaya marginal. Selain itu, turunan dari harga sehubungan dengan adanya biaya merginal sama dengan satu. Turunan (derivative) tersebut akan menjadi lebih kurang dari satu ketika asumsi persaingan tidak sempurna dan informasi yang dimiliki tidak lengkap. Penerapan gagasan ini untuk hasil pengaturan harga mengikuti persamaan marginal cost pricing model (Rousseas 1985) dalam (Bondt 2002). Teori cost of fund tersebut menyatakan bahwa suku bunga perbankan bergantung pada pinjaman jangka pendeknya. Teori tersebut juga merepresesentasikan opportunity cost of deposit dari rumah tangga yang juga memiliki alternatif kemungkinan untuk menginvestasikan uangnya pada pasar uang atau obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Pada teori tersebut digambarkan adanya hubungan positif antara suku bunga pasar uang dan suku bunga retail yaitu suku bunga deposit dan suku bunga kredit yang diformulasikan pada model sebagai berikut: iR = + . iM dimana iR adalah suku bunga retail atau pengaturan harga bank, dan iM merupakan suku bunga pasar uang atau sebanding dengan biaya marginal. adalah koefisien pass-through jangka panjang dan adalah intersep. Jika sama dengan satu maka terjadi fenomena complete pass-through yang berarti suku bunga perbankan elastis sempurna terhadap perubahan suku bunga pasar uang. Persamaan dari teori standard marginal cost diatas menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang. Error Correction Model adalah model terbaik untuk menjelaskan the out-of-equilibrium: = + ( – – ( )+ + dimana adalah ukuran kecepatan penyesuaian dan adalah koefisien jangka pendek pass-through. Persamaan dari Error Corection Model di atas dapat lebih lanjut dijelaskan oleh dinamik jangka pendek dengan mengikuti bentuk lag dari model Autoregressive Lag, yaitu sebagai berikut: = + ( – – ( )+∑ +∑ + Atau dengan mensubstitusi it = it – it-1 dan membentuk persamaan, +∑ +∑ + Pada persamaan di atas, menunjukkan elastisitas interaksi jangka pendek dimana k merefleksikan kepatuhan dari suku bunga retail. Berdasarkan persamaan di atas maka koefisien jangka panjang market-to-retail pass-through dapat dikalkulasikan sebagai berikut:
13
=
∑ ∑
Pada persamaan di atas harus memenuhi beberapa persyaratan karena haruslah bernilai positif (Weth 2002) dalam Utari (2014) persyaratan tersebut diantaranya adalah: ∑ >0 yang menunjukkan dampak kumulatif kontemporer suku bunga pasar uang terhadap suku bunga retail adalah positif, dan ∑ <1 dimana hal tersebut menunjukkan terjadinya kondisi konvergensi stabilitas dari suku bunga retail. Definisi Operasional Variabel 1.
2.
3.
4.
Suku bunga kredit (lending rate) adalah suku bunga rata-rata yang terboboti dalam satu periode yang diberikan kepada peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Suku bunga deposit (deposit rate) adalah suku bunga rata-rata yang terboboti dalam satu periode yang dibayar oleh bank atau harga yang harus dibayar oleh bank kepada nasabah penyimpan uang. Suku bunga pasar (money market rate) adalah suku bunga rata-rata yang terboboti dalam suatu periode pada berbagai macam instrumen pasar uang yang merupakan gambaran dan faktor perekonomian secara umum yang berkaitan dengan tingkat likuiditas, keamanan, besaran, dan jangka waktu investasi. Interest rate pass-through merupakan proses perubahan suku bunga pasar uang akibat adanya perubahan suku bunga official (acuan) bank sentral atau suku bunga pasar yang ditransmisikan pada suku bunga perbankan. Pada penelitian ini suku bunga perbankan yang digunakan adalah suku bunga kredit dan suku bunga deposito. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka berpikir penelitian di atas maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Koefisien pass-through into retail rate beragam antar negara baik jangka pendek maupun jangka panjangnya dan berbeda pada periode sebelum dan setelah terjadinya krisis keuangan global tahun 2008. 2. Perilaku perubahan penyesuaian antara pass-through into lending rate dan passthrough into deposit rate berbeda pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008. 3. Hubungan interest rate pass-through dalam jangka panjang dengan tingkat inflasi adalah negatif baik pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Eksploratif Data Analisis awal dilakukan dengan memberikan grafik perkembangan variabel suku bunga pinjaman, suku bunga deposit, suku bunga pasar uang dan tingkat inflasi tahunan yang digunakan dalam penelitian. Grafik perkembangan variabel tersebut diawali pada kawasan Asia, North America, Latin America and Caribbean, Australia, Europe dan Sub-Saharan Africa pada tahun 2000-2013 yang disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 secara umum setiap kawasan menunjukkan besaran angka lending rate yang lebih besar dibandingkan deposit rate. Perbedaan besaran angka tersebut sangat signifikan. Hal ini disebabkan karena lending rates memiliki biaya pendanaan (cost of funding) yang tinggi, adanya biaya (pricing) pertimbangan dalam menghadapi resiko kredit gagal bayar dan disertai pilihan dalam perbedaan pasar keuangan domestik (Deans dan Stewart 2012). Besaran angka lending rate antar kawasan sangat bervariasi. Perbedaan angka tersebut disebabkan karena adanya perbedaan resiko pasar keuangan antar masing-masing kawasan regional. Gambar 2 juga menunjukkan adanya kesamaan tren dalam money market rate, lending rate dan deposit rate walaupun memiliki besaran angka yang berbeda. Kesamaan ini terlihat bahwa ketika terjadi perubahan besaran pada suku bunga pasar uang maka akan diikuti perubahan yang searah oleh suku bunga lending dan deposit. Selain itu, setiap kawasan terlihat memiliki tren yang menurun pada suku bunga pasar uang dan suku bunga retail dari setiap kurun waktu. Tren penurunan pada suku bunga yang terjadi di setiap kawasan dapat disebabkan karena adanya persaingan yang kuat pada pasar perbankan yang akan menambah kesejahteraan kepada rumah tangga dan perusahaan swasta. Skema tren yang menurun ini disebabkan karena adanya potongan pada tingkat suku bunga pinjaman disebabkan persaingan pada pasar perbankan. Kemudian adanya pemotongan tingkat suku bunga pinjaman perbankan akan dikompensasi dengan mengurangi pula suku bunga deposit mereka (Leuvensteijn, Sorensen dan Bikker 2008). Tren masing-masing kawasan juga terlihat sama untuk periode diantara tahun 2007 sampai 2008. Periode tersebut merupakan terjadinya krisis keuangan global (subprime mortgage) yang berdampak luas pada seluruh kawasan di dunia. Selama periode tersebut masing-masing kawasan memperlihatkan peningkatan yang begitu cepat pada suku bunga pasar dan kemudian diikuti oleh suku bunga retail. Namun, pada kawasan Asia perubahan suku bunga retail justru terlihat kaku dan tidak searah pada perubahan suku bunga pasar. Adanya krisis keuangan global tersebut berdasarkan sejarah low interest rate disebabkan karena pemangkasan suku bunga jangka pendek yang dilakukan oleh The Federal Reserve dari sekitar 6.5 persen menjadi 1 persen pada tahun 2002 (Bianco 2008). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 untuk kawasan North America yang terdiri dari: United States, Canada dan Mexico yang pada tahun 2002 tingkat suku bunganya rendah karena adanya kebijakan low interest rate tersebut. Pergerakan inflasi yang ditampilkan oleh Gambar 2 menunjukkan tren yang sama di setiap kawasan. Tren inflasi tersebut menunjukan pergerakan yang searah dengan tingkat suku bunga pasar dan suku bunga retail, baik lending rate maupun
15
deposit rate. Adanya kesamaan tren tersebut karena terdapat hubungan sebab akibat yang memiliki dua fungsi (bidirectional causality relationship) antara inflasi dan tingkat suku bunga. Perbedaan pergerakan tren antara inflasi dan tingkat suku bunga hanya terlihat terjadi di Asia, dimana pergerakan suku bunga tidak searah dengan inflasi. Pergerakan yang tidak searah sangat ditunjukkan oleh lending rate dan deposit rate. Adanya pergerakan tidak searah tersebut, dikarenakan sebagian besar negara-negara yang terdapat di kawasan Asia didominasi oleh negara-negara lower middle income dan struktur finansial kawasan yang masih kurang baik. 15
Australia
Asia 10
12
8
9
6
6
4
3
2
0
0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Europe
North America 12 10 8 6 4 2 0
30 25 20 15 10 5 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
2000200220042006200820102012
Latin America and Carribean
Sub-Saharan Africa
40 35 30 25 20 15 10 5 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
21 18 15 12 9 6 3 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Sumber: International Financial Statistic 2015 (diolah) Keterangan: Suku bunga kredit (lending rate) Suku bunga pasar (money market rate)
Suku bunga deposit (deposit rate) Inflasi tahunan
Gambar 2 Plot pergerakan suku bunga deposit, pinjaman, pasar uang dan inflasi pada kawasan Asia, Australia, Europe, North America, Latin America and Caribbean dan Sub-Sahara Africa tahun 2000-2013
16
Tren inflasi antar kawasan juga serupa pada tahun 2008 dengan mencapai besaran angka yang tinggi akibat adanya krisis keuangan (subprime mortgage) yang melanda dunia. Inflasi tertinggi terjadi di Sub-Saharan Africa, Latin America and Caribbean dan Europe hingga menyentuh angka 10 persen. Tingginya tingkat inflasi tersebut karena adanya kenaikan pada harga minyak dan harga-harga barang dunia akibat krisis keuangan global yang terjadi. Selanjutnya pada Gambar 3 pergerakan variabel suku bunga pasar, retail dan inflasi disajikan berdasarkan karakteristik kawasan pendapatan, yaitu: kawasan high income, upper middle income dan lower middle income. Pada Gambar 3 ditemukan plot pergerakan yang hampir sama seperti pada Gambar 2. Dimana besaran angka antar variabel berbeda namun terdapat tren yang sama antar tiap variabel. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi proses penyesuaian dengan respon positif pada tingkat suku bunga retail terhadap perubahan yang terjadi pada tingkat suku bunga pasar uang. High Income 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Lower Middle Income
Upper Middle Income 30
24 21 18 15 12 9 6 3 0
25 20 15 10 5 0 2000200220042006200820102012
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Sumber: International Financial Statistic 2015 (diolah) Keterangan: Suku bunga kredit (lending rate) Suku bunga pasar (money market rate)
Suku bunga deposit (deposit rate) Inflasi tahunan
Gambar 3 Plot pergerakan suku bunga deposit, pinjaman, pasar uang dan inflasi pada kawasan High Income, Upper Middle Income, dan Lower Middle Income tahun 2000-2013 Tren yang menurun setelah terjadi krisis keuangan global (subprime mortgage) ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Penurunan tingkat suku bunga tersebut merupakan dampak dari adanya krisis yang menyebabkan terjadinya masalah
17
likuiditas pada pasar uang. Masalah likuiditas tersebut muncul akibat tingginya tingkat volatilitas suku bunga pasar pada saat krisis (Utari 2013). Tren tingkat suku bunga deposit juga memiliki perilaku yang serupa antar kawasan high income, upper middle income dan lower middle income. Tingkat suku bunga deposit pada periode sebelum krisis terdapat dibawah tingkat suku bunga pasar dengan penyesuaian yang positif dari setiap perubahan pada suku bunga pasar. Namun pada saat setelah krisis keuangan global (subprime mortgage), tingkat suku bunga deposit berada diatas tingkat suku bunga pasar dengan arah perubahan yang positif dalam merespon setiap perubahan tingkat suku bunga pasar. Gambar 4 menunjukkan pergerakan variabel suku bunga pasar, retail dan inflasi disajikan berdasarkan kawasan penganut inflation targeting framework dan non-inflation targeting framework. Tren yang ditunjukkan oleh Gambar 4 sama seperti Gambar 2 dan 3. Bahwasannya perubahan variabel tingkat suku bunga pasar uang ditanggapi secara positif oleh tingkat suku bunga retail. Selain itu, tren menunjukan kecenderungan menurun setelah krisis keuangan global pada tahun 2008. Inflation Targeting Countries
Non-Inflation Targeting Countries 24 21 18 15 12 9 6 3 0
21 18 15 12 9 6 3 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Sumber: International Financial Statistic 2015 (diolah) Keterangan: Suku bunga kredit (lending rate) Suku bunga pasar (money market rate)
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Suku bunga deposit (deposit rate) Inflasi tahunan
Gambar 4 Plot pergerakan suku bunga deposit, pinjaman, pasar uang dan inflasi pada kawasan Inflation Targetting Countries dan Non-Inflation Tagetting Countries tahun 2000-2013 Hal menarik ditunjukkan oleh Gambar 4 mengenai akibat adanya guncangan krisis. Ditemukan bahwa negara-negara penganut inflation targeting framework lebih stabil dalam menghadapi guncangan krisis global dibandingkan dengan negaranegara non-inflation targeting framework. Hal ini terlihat pada tahun 2002 ketika kawasan non-inflation targeting merespon krisis dengan meningkatkan suku bunga. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008 juga mengguncang negara-negara noninflation targeting lebih besar dibandingkan dengan inflation targeting. Hal ini dapat terlihat ketika tingkat inflasi negara-negara non-inflation targeting merespon cukup tinggi ketika adanya krisis subprime mortgage. Tingkat inflasi pada kawasan non-
18
inflation targetting pada tahun 2008 mencapai dalam kisaran 11 persen, sedangkan negara-negara inflation targeting hanya mencapai dalam kisaran 6 persen. Pembahasan selanjutnya adalah mengenai besaran rata-rata variabel. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui secara spesifik angka rata-rata dari tiap variabel yang digunakan dalam penelitian dan memberikan gambaran mengenai perilaku struktur pasar perbankan antar kawasan. Gambar 5 mereprsentasikan tingkat rata-rata suku bunga pasar uang dan suku bunga retail, yakni lending rate dan deposit rate. Money Market Rate (%)
Deposit Rate (%)
Lending Rate (%)
22.4 16.9
3.6 3.2
8.1 7.6
7.5 7.1
Upper Middle Income
7.9
Lower Middle Income
5.8 5.7
High Income
4.2 2.2
6.3 5.7
16.3
12.7
Non-Inflation Targetting
5.9
Inflation Targetting
8.9 8.7
North America
6.8 5.7
Latin America and Caribbean
Sub-Saharan Africa
Asia
Australia
8.5 7.6 7.3 4.9 5.8 4.4 3.9 4.8
13.8
13.5
Europe
13.3
. Sumber: International Financial Statistic 2015 (diolah)
Gambar 5 Rata-rata suku bunga pasar uang dan suku bunga retail tahun 2000-2013 Gambar 5 menunjukkan bahwa pada kawasan benua atau regional countries ditemukan tingkat suku bunga pasar uang, tingkat suku bunga pinjaman dan tingkat suku bunga deposit yang paling rendah terdapat pada kawasan North America, yaitu sebesar: 4.2 persen, 2.2 persen dan 5.9 persen. Rendahnya tingkat suku bunga pasar uang dan tingkat suku bunga retail dikarenakan adanya program low interest rate pada United State, yang berdasarkan data juga diikuti oleh Canada dengan memangkas tingkat suku bunga dari 6 persen menjadi 1 persen pada tahun 2001. Namun, adanya low interest rate ini merupakan salah satu penyebab terjadinya krisis subprime mortgage yang terjadi pada tahun 2008. Latin America and Caribbean memiliki tingkat suku bunga pasar dan tingkat suku bunga retail yang tinggi. Hal ini terutama dikarenakan adanya tingkat suku bunga yang tinggi pada negara-negara Latin America and Caribbean, yaitu Brazil, Uruguay dan Jamaica. Tingginya suku bunga di kawasan tersebut karena adanya biaya operasional yang besar disertai tingginya reserve requirements yang diperlukan perbankan sehingga dikompensasi dengan tingkat suku bunga yang tinggi (Brock dan Suarez 2000). Berdasarkan karakteristik kawasan pendapatan (income). Kawasan dengan berpendapatan tinggi (high income countries) memiliki tingkat suku bunga yang sangat rendah dibandingkan dengan upper middle income countries dan lower middle income countries. Adanya tingkat suku bunga yang rendah ini karena kondisi pasar perbankan di negara-negara berpendapatan tinggi umumnya lebih competitive
19
dibandingkan dengan kawasan yang lain. Adanya persaingan yang sangat kuat dalam industri perbankan menyebabkan tingkat suku bunga domestik menjadi lebih rendah. Pembahasan selanjutnya adalah mengenai besaran variabel rata-rata tingkat suku bunga pasar, retail dan inflasi pada periode sebelum, pada saat dan setelah krisis tahun 2008. Besaran variabel rata-rata didapatkan dengan cara merata-ratakan variabel tingkat suku bunga pasar, retail dan inflasi pada 41 negara yang diteliti. Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan inflasi yang cukup besar pada saat krisis hingga mencapai 7.4 persen kemudian turun kembali pada saat setelah krisis hingga menjadi 4.6 persen. Adanya peningkatan yang cukup signifikan pada tingkat inflasi dunia disebabkan oleh krisis subprime mortgage yang terjadi pada tahun 2008. Money Market Rate
Deposit Rate
Lending Rate
Inflation
15.4 7.6 6.9
12.4 5.6
Before Crisis
6.5 5.6
7.4
Crisis
5.6 7.4
10.4 4.6
After Crisis
Sumber: International Financial Statistic 2015 (diolah)
Gambar 6 Rata-rata suku bunga pasar uang, suku bunga retail dan inflasi pada 41 negara berdasarkan periode waktu sebelum, pada saat dan setelah krisis tahun 2008. Selain adanya peningkatan inflasi dari rata-rata kawasan dunia. Gambar 6 juga menunjukkan adanya perilaku tingkat suku bunga deposit yang berbeda pada periode setelah krisis dengan periode sebelum dan pada saat krisis terjadi. Tingkat suku bunga deposit pada sebelum dan saat terjadinya krisis menunjukkan selalu berada di bawah tingkat suku bunga pasar uang. Namun, ketika setelah krisis secara rata-rata tingkat suku bunga deposit meningkat melebihi tingkat suku bunga pasar uang. Hal ini terjadi akibat adanya krisis keuangan global (subprime mortgage) yang melanda dunia. Menurut (DeNederlandscheBank 2012) adanya krisis keuangan tersebut menyebabkan terjadinya permasalahan likuiditas pada industri perbankan dunia dan kesulitan bagi banyak bank untuk menemukan pembiayaan dalam pasar uang dan modal. Permasalahan tersebut diatasi dengan meningkatkan tingkat suku bunga deposit (tabungan) bahkan melebihi tingkat suku bunga pasar uang dalam rangka untuk melindungi pembiayaan yang cukup bagi perbankan. Data Generating Process Data generating process merupakan langkah awal sebelum masuk pada tahap estimasi dan analisis model. Pada tahap ini akan dilakukan berbagai pengujian praestimasi meliputi uji akar unit dan uji kointegrasi. Pengujian Stasioneritas Data Metode pengujian yang digunakan untuk uji stasioneritas data adalah Augmented Dickey Fuller (ADF-test). Dalam uji ini digunakan automatic lag
20
selection berdasarkan Schwarz Information Criterion (SIC) dengan lag max berjumlah 12. Jika nilai t-ADF lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan bersifat stasioner. Pengujian data dilakukan pada tingkat level sampai dengan first difference. Hasil dari pengujian stasioneritas menunjukkan bahwa variabel suku bunga kredit dan suku bunga pasar uang untuk semua negara stasioner pada first difference. Hasil pemeriksaan kestasioneran data untuk masing-masing negara dapat dilihat dalam Lampiran 2. Uji Lag Optimum Pada penelitian ini, penentuan lag optimum dilakukan berdasarkan Schwarz Bayesian Criterion terbesar pada selang lag yang digunakan. Hasil uji lag optimum berbeda antar negara namun rata-rata berkisar pada lag satu dan dua. Hasil keseluruhan pengujian lag optimum untuk semua negara pada penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran 5. Uji Kointegrasi Pengujian kointegrasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-Statistik dengan nilai kritis yang telah disusun pada tabel oleh Pesaran dan Pesaran (1997). Terdapat dua nilai batas kritis asimtotik untuk menguji kointegrasi satu variabel independen terintegrasi pada I(d) dimana (0 d 1). Nilai terendah (lower) mengasumsikan regressor terintegrasi pada I(0) sedangkan nilai tertinggi (upper) mengasumsikan regressor terintegrasi pada I(1). Jika F-statistik bernilai di bawah nilai kritis terendah maka hipotesis nol tidak dapat ditolak. Jika F-Statistik berada di antara nilai kritis terendah dan tertinggi, maka tidak ada kesimpulan. Hasil pemeriksaan kointegrasi antara suku bunga kredit dan suku bunga pasar uang untuk masing-masing negara dapat dilihat dalam Lampiran 3.
Koefisien Jangka Pendek dan Jangka Panjang Interest Rate Pass-Through Sebelum dan Setelah Krisis Keuangan Global (Subprime Mortgage) Hasil pengujian koefisien interest rate pass-through into lending dan deposit rate pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) menggunakan estimasi Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk menghitung koefisien jangka panjang dan Error Corection Model (ECM)-ARDL untuk menghitung koefisien jangka pendek. Pengujian jangka pendek dilakukan untuk melihat bagaimana respon penyesuaian dalam jangka pendek tingkat suku bunga retail terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar uang. Sebaliknya pengujian jangka panjang untuk melihat bagaimana penyesuaian dalam jangka panjang tingkat suku bunga retail terhadap adanya perubahan tingkat suku bunga pasar uang. Pengujian koefisien pass-through dilakukan pada 41 negara yang kemudian direpresentasikan dengan nilai rataan hasil besaran koefisien pass-through setiap negara berdasarkan karakteristi kawasan regional, kawasan pendapatan dan sistem kebijakan inflation targetting yang dianut. Dalam penelitian ini, fenomena complete pass-through ditunjukkan oleh hasil estimasi ARDL dan ECM-ARDL yang memiliki nilai sama dengan satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan suku bunga pasar uang direspon penuh dengan penyesuaian suku bunga retail baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
21
Fenomena incomplete pass-through terjadi jika nilai koefisien jangka pendek dan jangka panjang pass-through memiliki nilai yang kurang dari satu. Hal ini menandakan bahwa adanya perubahan suku bunga pasar uang direspon oleh suku bunga retail perbankan lebih kecil dari perubahan suku bunga pasar uang. Sedangkan fenomena overcomplete pass-through terjadi jika nilai koefisien jangka pendek dan jangka panjang yang dihasilkan lebih besar dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya perubahan suku bunga pasar uang direspon oleh perubahan suku bunga retail yang lebih besar dari perubahan suku bunga pasar uang itu sendiri. Koefisien Jangka Panjang dan Jangka Pendek Pass-Through into Deposit Rate Pemaparan pada bagian ini adalah untuk menjelaskan proses penyesuaian tingkat suku bunga deposit dalam merespon adanya perubahan tingkat suku bunga pasar yang terbagi dalam tiga karakteristik kawasan. Dalam perhitungan koefisien pass-through, ditemukan bahwa pada masing-masing kawasan terdapat perbedaan besar koefisien pass-through antara sebelum dan setelah krisis subprime mortgage. After Crisis
Before Crisis Long-Run
Short-Run 1.35
0.61 0.47 0.43
0.57
0.72 0.55
0.84 0.51
0.35
North America
Latin America and Caribbean
Europe
Sub-Saharan Africa
Australia
0.11
North America
0.38
0.83
0.80 0.69 0.42 0.50 0.21
Latin America and Caribbean
Asia
Australia
0.34
0.66
Europe
0.78
0.59
Sub-Saharan Africa
0.81
Long-Run
1.30
Asia
Short-Run
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Gambar 7 Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into deposit sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan regional Gambar 7 memperlihatkan hasil estimasi koefisien jangka pendek dan jangka panjang pass-thorugh into deposit rate berdasarkan kawasan regional. Hasilnya ditemukan bahwa koefisien pass-through into deposit dalam jangka pendek mengalami perbedaan pada masing-masing kawasan baik pada periode sebelum dan setelah krisis. Pada periode sebelum krisis, pass-through dalam jangka pendek yang tertinggi dimiliki oleh Australia dan North America dengan besaran koefisien mencapai 0.81 dan 0.80. Namun, pada periode setelah krisis untuk Australia mengalami penurunan menjadi 0.47. Sementara itu, koefisien pass-through into deposit jangka pendek yang terkecil pada periode sebelum dan setelah krisis dimiliki oleh kawasan Europe. Hal ini terjadi karena kebanyakan negara-negara Europe yang dimasukkan dalam penelitian adalah negara-negara Europe and Central Asia bukan negara-negara mayoritas European Union.
22
Fenomena pass-through into deposit dalam jangka panjang pada Gambar 6 mengalami kenaikan pada saat periode setelah krisis. Hal ini dapat terlihat pada kawasan Australia, Sub-Saharan Africa, Europe Latin America and Caribbean yang mengalami kenaikan pada periode setelah krisis. Bahkan untuk kawasan Asia mengalami fenomena over complete pass-through hingga mencapai 1.30. Hal ini karena adanya krisis keuangan global menyebabkan terjadinya kelangkaan dalam akses sumber-sumber pembiayaan perbankan yang diperoleh dari depositor. Krisis pembiayaan ini menyebabkan terjadinya kenaikan pada tingkat suku bunga deposit dalam merespon perubahan tingkat suku bunga pasar. Hal ini terjadi karena dengan meningkatkan tingkat suku bunga deposit akan membuat banyak orang meningkatkan tingkat tabungan sebagai sumber pembiayaan bagi perbankan. Adanya hal tersebut menyebabkan fenomena overcomplete pass-through pada banyak negara dan pass-through into deposit lebih besar pada periode setelah krisis. Adanya fenomena overcomplete pass-through diduga karena adanya peristiwa low interest rate dimana terjadinya pemangkasan suku bunga yang dilakukan perbankan dengan cukup besar dari 5 persen hingga menjadi 1 persen. Selain itu, sebelum terjaidnya krisis pihak perbankan sangat responsif dalam memberikan tingkat suku bunga yang rendah. Sedangkan fenomena incomplete pass-through setelah krisis pada kawasan North America yang terdiri dari negara United States, Canada dan Mexico diduga karena adanya krisis kepercayaan di pasar keuangan antara perbankan dengan costumer sehingga adanya perubahan dengan tren yang menurun pada tingkat suku bunga pasar uang pada periode setelah krisis direspon secara rigid oleh perbankan. Before Crisis Short-Run
After Crisis
Long-Run
Short-Run 0.89
0.67
0.62 0.46
0.58
Lower Middle Income Countries
0.21
High Income Countries
0.24
Lower Middle Income Countries
Upper Middle Income Countries
0.35
High Income Countries
0.95
0.84
Upper Middle Income Countries
0.67
0.77
Long-Run
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Gambar 8 Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into deposit sebelum dan setelah krisis subprime mortgage berdasarkan klasifikasi kawasan pendapatan Berikutnya akan dijelaskan hasil estimasi pass-through into deposit dalam jangka pendek dan jangka panjang pada kawasan berdasarkan klasifikasi pendapatan. Gambar 8 menunjukkan bahwa respon penyesuaian terkecil pada jangka pendek dimiliki oleh kawasan lower middle income countries, baik pada periode sebelum
23
dan setelah krisis keuangan global dengan besaran koefisien 0.24 dan 0.21. Sedangkan untuk derajat pass-through terbesar terdapat pada kawasan high income countries baik pada periode sebelum dan setelah krisis yaitu sebesar 0.58 dan 0.62. Kejadian ini menandakan bahwasannya mekanisme transmisi moneter melalui jalur suku bunga lebih efektif baik sebelum dan setelah krisis subprime di kawasan atau negara-negara high income countries. Adanya perbedaan pass-through into deposit dalam jangka pendek antar kawasan ini mengindikasikan adanya perbedaan pada kondisi makroekonomi, struktur finansial dan struktur pasar perbankan yang berbeda antar tiap kawasan. Hal menarik lainnya pada Gambar 8 menunjukkan bahwa dalam jangka panjang koefisien pass-through setiap kawasan mengalami perubahan yang sangat signifikan pada periode sebelum krisis dan setelah krisis. Perubahan koefisien jangka panjang terlihat sama pada kawasan regional, dimana terjadi kenaikan pada periode setelah krisis. Besaran koefisien pass-through yang terbesar terjadi pada kawasan lower middle income yaitu 0.95. Hal tersebut menandakan pada periode setelah krisis terdapat kelangkaan pembiayaan perbankan yang menyebabkan koefisien passthrough lebih besar dibandingkan sebelum krisis. Tingkat pass-through yang besar ini menandakan tingkat penyesuaian suku bunga deposit setelah krisis lebih besar dibandingkan pada periode sebelum krisis. Meningkatnya penyesuaian suku bunga deposit tersebut dilakukan untuk menarik perhatian orang-orang agar menyimpan uangnya pada sektor perbankan. Pembahasan selanjutnya adalah penghitungan koefisien pass-through into deposit dalam jangka panjang dan pendek berdasarkan klasifikasi karakteristik kebijakan sistem moneter inflation targeting yang dianut. Kawasan ini dibagi atas dua kawasan yaitu inflation targeting countries untuk negara-negara yang menggunakan sistem inflation targetting framework dalam kebijakan moneter dan non-inflation targeting countries untuk kawasan yang tidak menggunakan kerangka kebijakan inflation targeting framework. Before Crisis
After Crisis
Short-Run
Short-Run Long-Run
Long-Run
0.57
0.92
0.86
0.91 0.58
0.56
0.66
Non-Inflation Targeting Countries
Inflation Targeting Countries
Non-Inflation Targeting Countries
Inflation Targeting Countries
0.20
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Gambar 9
Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into deposit sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan berdasarkan kebijakan inflation targeting yang dianut
24
Pada Gambar 9 hasilnya diperoleh bahwa koefisien pass-through dalam jangka pendek pada saat sebelum dan setelah krisis mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Pada periode sebelum krisis, koefisien jangka pendek pass-through tertinggi dimiliki oleh kawasan inflation targetting countries dengan besaran 0.57. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat penyesuaian suku bunga deposit lebih responsif terhadap adanya perubahan tingkat suku bunga pasar. Namun pada periode setelah krisis terjadi situasi menarik, dimana koefisien pass-through jangka pendek untuk kawasan non-inflation targeting countries lebih besar yaitu 0.66 dibandingkan inflation targeting countries. Dalam jangka panjang terjadi peningkatan besaran koefisien pass-through untuk kawasan non-inflation targeting countries pada periode setelah krisis dari 0.58 menjadi 0.92. Sebaliknya, untuk kawasan inflation targeting countries pada periode sebelum dan setelah krisis pada koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through cenderung sama. Adanya fenomena ini dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya krisis keuangan global tahun 2008 tidak mempengaruhi mekanisme transmisi jalur suku bunga pada kawasan inflation targeting countries. Koefisien Jangka Panjang dan Jangka Pendek Pass-Through Into Lending Rate Pemaparan pada bagian ini adalah untuk menjelaskan proses penyesuaian tingkat suku bunga lending (pinjaman) dalam merespon adanya perubahan tingkat suku bunga pasar yang terbagi dalam tiga karakteristik kawasan. Pembahasan mengenai hasil estimasi pass-through into lending rate pada Gambar 10 merepresentasikan berdasarkan kawasan regional dunia. Hasil ditemukan untuk passthrough jangka pendek memiliki hasil yang beragam antar kawasan baik pada sebelum dan setelah krisis subprime mortgage.
After Crisis
Before Crisis Short-Run
Short-Run
Long-Run
1.42
1.55
1.21
1.04 0.74
0.98 0.91
0.72 0.70
0.58 0.46
0.64
0.59
0.38
0.27
0.23
North America
Latin America and Caribbean
Europe
Australia
North America
Latin America and Caribbean
Europe
0.12
Sub-Saharan Africa
Asia
Australia
0.19
0.99 0.88
0.86
Sub-Saharan Africa
0.86
0.94
Asia
1.15
Long-Run
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Gambar 10 Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending rate sebelum dan setelah krisis subprime mortgage berdasarkan klasifikasi antar kawasan regional
25
Gambar 10 menunjukkan bahwa koefisien pass-through terkecil dalam jangka pendek terdapat pada kawasan Europe baik pada saat sebelum dan setelah krisis yaitu sebesar 0.19 dan 0.23. Kejadian overcomplete pass-through pada jangka pendek terjadi di beberapa kawasan, namun yang terbesar dimiliki oleh Sub-Saharan Afirca pada saat sebelum krisis dan setelah krisis yaitu 1.55 dan 1.21. Sedangkan, untuk complete pass-through terjadi dalam kawasan North America baik pada periode sebelum dan setelah krisis yaitu sebesar 0.98 dan 0.99. Hal ini menandakan bahwasannya rata-rata negara yang berada di kawasan North America telah mengimplementasikan mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga dengan sangat baik. Hal ini dimungkinkan karena struktur pasar perbankan yang terbentuk pada negara-negara di kawasan North America bersifat bersaing sempurna. Fenomena menarik pada Gambar 10 menunjukan hasil pada periode setelah krisis terjadi rigidity dalam koefisien pass-through dibandingkan pada periode sebelum krisis. Koefisien yang rigid tersebut dapat dilihat pada kawasan Australia, Asia, Sub-Saharan Africa dan North America. Hal ini menandakan bahwasannya proses penyesuaian karena adanya perubahan tingkat suku bunga pasar direspon secara kaku oleh tingkat suku bunga pinjaman. Adanya respon yang sangat kaku ini dapat disebabkan karena adanya kehati-hatian dari pihak perbankan pada banyak negara terhadap pemberian pinjaman akibat adanya pengalaman buruk yang pernah terjadi pada krisis 2008. Dimana umumnya negara-negara maju memberikan low interest rate terhadap pihak peminjam. Hal menarik lainnya terdapat pada kawasan Sub-Saharan Africa yang memiliki koefisien pass-through dalam jangka panjang mengalami complete pass-through pada periode sebelum krisis yaitu sebesar 1.04. Adanya kondisi yang complete passthrough dalam jangka panjang di kawasan Sub-Saharan Africa dikarenakan adanya bank-bank luar negeri yang banyak masuk ke dalam kawasan South Africa. Masuknya bank-bank luar negeri dengan jumlah yang cukup banyak dan teknologi yang digunakan sudah sangat baik menyebabkan terjadinya peningkatan kompetisi pada sektor perbankan di kawasan tersebut (Banking Association of South Africa 2012) dalam (Matemilola, Ariffin dan Muhtar 2014). Sehingga adanya tingkat kompetisi yang tinggi pada tingkat perbankan menyebabkan koefisien pass-through menjadi complete. Dalam Gambar 8 terdapat fenomena over complete pass-through pada kawasan Latin America and Caribean dengan koefisien jangka panjang passthrough into lending sebelum krisis 0.92 hingga mencapai 1.42 pada periode setelah krisis. Pembahasan selanjutnya pada Gambar 11 menunjukkan pass-through into lending pada jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan klasifikasi kawasan pendapatan. Koefisien jangka pendek pass-through menunjukkan bahwasannya terjadi keragaman antar kawasan. Untuk koefisien terkecil baik pada periode sebelum dan setelah krisis terjadi pada kawasan lower middle income countries dengan besaran 0.29 dan 0.24. Sedangkan untuk kawasan lainnya memiliki besaran yang hampir setara. Fenomena yang sama ditunujukkan oleh klasifikasi kawasan berdasarkan pendapatan, dimana periode setelah krisis koefisien pass-through jangka panjang lebih kecil dibandingkan periode sebelum krisis. Hal ini terjadi pada ketiga kawasan, yaitu high income countries, middle income countries dan lower middle income countries. Selain itu, pada saat sebelum krisis pada kawasan high income countries terjadi fenomena complete pass-through dalam jangka panjang dengan koefisien 0.98. Namun, setelah krisis lebih rigid (kaku) hingga mencapai 0.82.
26
Sedangkan, koefisien terkecil terdapat pada kawasan lower middle income countries baik pada saat setelah krisis dan sebelum krisis dalam jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending. Before Crisis
After Crisis
Long-Run
0.98 0.83
0.82
0.53
Lower Middle Income Countries
Upper Middle Income Countries
High Income Countries
0.29
0.46
0.70
0.80
0.53 0.24
High Income Countries
0.56
Long-Run
Lower Middle Income Countries
0.81
Short-Run
Upper Middle Income Countries
Short-Run
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Gambar 11 Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending rate sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan berdasarkan karakteristik pendapatan Adanya koefisien yang rendah tersebut umumnya mengindikasikan lemahnya mekanisme transmisi lewat jalur suku bunga di kawasan lower middle income. Hal ini dapat disebabkan karena adanya struktur sektor pasar perbankan yang bersifat oligopoli, sehingga koefisien pass-through sangat rigid (kaku) ketika adanya perubahan pada tingkat suku bunga pasar. Selain struktur sektor perbankan yang bersifat oligopoli, adanya rigidity terjadi disebabkan oleh biaya yang sangat besar untuk merubah tingkat suku bunga lending terutama ketika terjadi penurunan pada tingkat suku bunga pasar uang. Pembahasan selanjutnya adalah pass-through into lending dalam jangka panjang dan pendek berdasarkan karakteristik sistem moneter kebijakan inflation targeting yang dianut. Gambar 12 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek koefisien tertinggi terdapat pada inflation targeting countries baik pada saat sebelum dan sesudah krisis dengan besaran koefisien mencapai 0.67 pada periode sebelum krisis dan 0.60 pada periode setelah krisis. Sedangkan untuk kawasan non-inflation targeting countries dalam jangka pendek pass-through into lending sangat rigid (kaku) dengan besaran 0.31 pada sebelum krisis dan 0.25 pada saat setelah krisis. Tingkat penyesuaian jangka panjang menunjukkan bahwa terjadi fenomena overcomplete pass-through pada kawasan inflation targeting countries pada saat setelah krisis dengan besaran 1.2 yang mengalami perubahan hingga mencapai 0.3 pada saat sebelum krisis terjadi. Kekakuan tingkat penyesuaian terjadi pada jangka panjang kawasan non-inflation targeting countries dengan besaran 0.75 pada periode setelah krisis yang mengalami perubahan sebesar 0.15 pada saat sebelum krisis. Hasil yang sama pada pass-through into lending juga dintujukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Blot dan Labondance (2013) dimana dalam jangka panjang pass-through cenderung menurun sejak adanya krisis keuangan global. Hal ini dikarenakan perbankan akan diantisipasi dengan kebijakan moneter longgar dan
27
diharapkan penurunan suku bunga kebijakan akan membawa mereka untuk menyesuaikan ke bawah tingkat suku bunga yang dibebankan perusahaan. Namun, adanya pengalaman krisis membuat perbankan tidak dapat mengikuti penurunan tingkat suku bunga secara penuh. After Crisis Short-Run Long-Run
Short-Run Long-Run 0.94
0.91
1.20
0.67 0.60
0.25
Inflation Targeting Countries
Non-Inflation Targetting Countries
Inflation Targeting Countries
0.31
0.75
Non-Inflation Targeting Countries
Before Crisis
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Gambar 12 Koefisien jangka panjang dan jangka pendek pass-through into lending sebelum dan setelah krisis subprime mortgage antar kawasan berdasarkan kebijakan inflation targeting yang dianut Ringkasan Perbandingan Koefisien Pass-Through into Lending dan Deposit antar Kawasan di Dunia Tabel 1 menyajikan ringkasan mengenai perbandingan hasil estimasi interest rate of pass-through antar kawasan di dunia pada saat sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage). Tujuan disajikannya tabel ini adalah untuk melihat seberapa tinggi tingkat responsibilitas baik pada suku bunga deposit maupun pinjaman dalam merespon perubahan suku bunga pasar uang pada dua periode tersebut. Tingkat responsibilitas tersebut digambarkan dari besar kecilnya koefisien jangka pendek dan jangka panjang pada pass-through into lending dan pass-through into deposit. Bagian pada Tabel 1 menunjukkan perbandingan dua periode waktu pada saat sebelum dan setelah krisis keuangan global tahun 2008 (subprime mortgage) baik dalam analisis koefisien pass-through jangka pendek dan jangka panjang. Pada kawasan yang terbagi berdasarkan wilayah regional diperoleh hasil yang sangat menarik untuk dicermati. Hasil menunjukkan terjadinya overcomplete pass-through into lending pada kawasan Sub-Saharan Africa. Sedangkan untuk besaran koefisien pass-through pada sebelum dan setelah krisis terdapat kesamaan untuk kawasan North America, baik pada lending rate maupun deposit rate. Sedangkan dalam jangka panjang terdapat fenomena overcomplete pass-through into lending pada saat setelah krisis yang terdapat dalam kawasan Latin America and Carribean.
28
Tabel 1 Ringkasan perbandingan koefisien pass-through into lending dan deposit antar kawasan di dunia Short-Run Pass-Through Into Deposit Rate Into Lending rate Before After Before After Crisis Crisis Crisis Crisis Australia 0.81 0.47 0.47 0.72 Asia 0.34 0.43 0.19 0.27 Europe 0.21 0.11 0.12 0.23 Latin America and Caribean 0.50 0.55 0.46 0.38 North America 0.80 0.98 0.98 0.99 Sub-Saharan Africa 0.38 0.35 1.55 1.21 High Income Countries Lower Middle Income Countries Upper Middle Income Countries Inflation Targeting Countries Non-Inflation Targeting Countries
Australia Asia Europe Latin America and Caribean North America Sub-Saharan Africa
0.58 0.24 0.35
0.62 0.21 0.46
0.56 0.29 0.53
0.46 0.24 0.53
0.57 0.56 0.67 0.60 0.20 0.66 0.31 0.25 Long-Run Pass-Through Into Deposit Rate Into Lending rate Before After Before After Crisis Crisis Crisis Crisis 0.59 0.61 0.86 0.70 0.78 1.30 0.74 0.59 0.42 0.57 0.58 0.64 0.69 0.72 0.94 1.42 1.35 0.51 0.91 0.88 0.66 0.83 1.04 0.86
High Income Countries Lower Middle Income Countries Upper Middle Income Countries
0.67 0.67 0.77
0.89 0.95 0.84
0.98 0.83 0.81
0.82 0.70 0.80
Inflation Targeting Countries Non-Inflation Targeting Countries
0.91 0.58
0.86 0.92
0.91 0.94
1.20 0.75
Sumber: Hasil olahan dengan Microfit 4.1 (2015)
Koefisien pass-through pada jangka pendek yang terkecil berdasarkan Karakteristik kawasan tingkat pendapatan terdapat pada kawasan lower income countries, baik pada saat sebelum dan sesudah krisis. Hal ini dapat disebabkan karena adanya persaingan yang lemah antar sektor perbankan dan biaya yang cukup tinggi dalam proses perubahan dan penyesuaian tingkat suku bunga. Sedangkan untuk kawasan berdasarkan inflation targeting yang dianut diperoleh hasil bahwa negara-negara dengan menggunakan kebijakan inflation targeting framework memiliki nilai koefisien jangka pendek yang tinggi terutama pada pass-through into lending, baik pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global. Namun,
29
dalam jangka panjang terjadi fenomena overcomplete pass-through into-lending pada saat periode setelah krisis dalam kawasan inflation targetting countries. Hubungan Long Run Pass-Through into Retail dengan Tingkat Inflasi Pembahasan dalam sub bab ini adalah untuk memperlihatkan hubungan yang terjadi antara koefisien jangka panjang pass-through into lending dan deposit dengan inflation rate pada periode sebelum dan setelah krisis. Pembahasan ini diperlukan karena terdapat hubungan yang sangat erat antara interest rate pass-through sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi berbagai indikatorindikator perekonomian melalui tingkat inflasi. Gambar 13 menunjukkan hubungan koefisien pass-through dalam jangka panjang terhadap inflasi. Hal ini untuk melihat apakah koefisien pass-through memiliki keeratan hubungan terhadap tingkat inflasi dalam suatu negara. Berdasarkan hasil hubungan pass-through into retail dengan inflasi, diperoleh hasil bahwasannya negara-negara dengan koefisien complete pass-through belum tentu memiliki tingkat inflasi yang rendah. Sedangkan negara-negara dengan koefisien incomplete pass-through belum tentu memiliki tingkat inflasi yang sangat besar. Namun terlihat jelas pada periode sebelum dan setelah krisis, hubungan antara passthrough dengan tingkat inflasi adalah negatif.
24 21 18 15 12 9 6 3 0 -3 0
Inflation Rate
24 21 18 15 12 9 6 3 0 -3 0
After Crisis
1 2 3 Pass-Through Into Deposit
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 0
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 0
1 2 3 Pass-Through Into Deposit
4
Inflation Rate
Inflation Rate
Inflation Rate
Before Crisis
1 2 Pass-Through Into Lending
3
1 2 3 4 5 Pass-Through Into Lending
Sumber: International Financial Statistic dan World Bank 2015 (diolah)
Gambar 13 Hubungan koefisien jangka panjang pass-through into lending dan deposit rate terhadap tingkat inflasi. Hal menarik lainnya yang ditunjukkan dalam Gambar 13 adalah bahwasannya pengaruh koefisien pass-through terhadap tingkat inflasi pada periode sebelum dan
30
setelah krisis terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Periode sebelum krisis menunjukkan hubungan negatif yang erat dibandingkan dengan periode setelah krisis. Hal ini bisa terjadi kemungkinan disebabkan adanya krisis yang terjadi, sehingga mengakibatkan pada periode setelah krisis koefisien pass-through terlihat memiliki pengaruh yang kecil sekali dibandingkan pada periode sebelum krisis.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyesuaian jangka pendek dan jangka panjang pass-through into deposit and lending terhadap perubahan suku bunga pasar uang masih belum efektif hampir pada semua kawasan baik pada periode sebelum dan setelah krisis, kecuali Sub Saharan Africa dan High Income Countries untuk pass-through into lending pada jangka panjang serta North America untuk pass-through into lending pada jangka pendek. Hal tersebut menandakan bahwa perubahan suku bunga pasar uang tidak direspon secara penuh oleh perubahan suku bunga deposit dan pinjaman perbankan. 2. Penyesuaian jangka panjang pass-through into deposit pada periode setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) lebih tinggi dibandingkan pada periode sebelum krisis untuk semua kawasan kecuali pada kawasan North America dan Inflation Targeting Countries. Sedangkan, penyesuaian jangka panjang passthrough into lending pada periode setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) lebih rigid dibandingkan periode sebelum krisis untuk semua kawasan kecuali Latin America and Caribbean dan Inflation Targeting Countries. 3. Hubungan jangka panjang pass-through into retail terhadap inflasi pada periode sebelum dan setelah krisis keuangan global (subprime mortgage) bersifat negatif. Namun pada periode sebelum krisis, hubungan jangka panjang pass-through into retail terhadap inflasi lebih erat dan kuat dibandingkan pada periode setelahnya.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Otoritas moneter negara hendaknya memperhatikan kefektifan dan kestabilan kebijakan moneter yang dianut dalam rangka stablisasi kondisi makroekonomi. Lemahnya struktur pasar finansial seperti kompetisi perbankan dan mahalnya biaya dalam penyesuaian suku bunga diharapkan menjadi perhatian yang serius sehingga mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga efektif untuk dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Hendaknya setiap negara memperhatikan bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga ini bekerja pada periode sebelum dan
31
setelah krisis. Perhatian ini penting dilakukan sebagai bahan dasar perumusan kebijakan karena terdapat keeratan hubungan antara pass-through into retail dengan tingkat inflasi. Keeratan ini menandakan bahwa koefisien pass-through menjadi salah satu hal penting dalam rangka mengkontrol laju inflasi suatu negara baik pada periode sebelum dan setelah krisis. 3. Sebagai saran untuk penelitian selanjutnya adalah memasukan hipotesis asimetris dalam melihat arah kekakuan (rigidity) penyesuaian tingkat suku bunga retail terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar. Hal ini akan memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai perilaku interest rate pass-through pada suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA [DNB]. 2012. Financial Crisis Causes Higher Interest Rate on Deposit and Loans Across the Euro Area. [DeNederlandscheBank] Baker D. 2008. The Housing Bubble and the Financial Crisis. Real World Economic Review issue no.46. Bianco Katalina M. 2008. The Subprime Lending Crisis: Causes and Effect of the Mortgage Meltdown. CCH Mortgage Compliance Guide and Bank Digest. Blot C dan Labondance F. 2011. Business Lending Rate Pass-Through in the Eurozone: Monetary Policy Transmission Before and After the Financial Crash. Economics Bulletin 33 (2): 973-985. Bondt G D. 2002. Retail Bank Interest Rate Pass-Through: New Evidence at the Euro Area Level. Working Paper No. 136, European Central bank. Brock P dan Suarez L Rojas. 2000. Understanding the Behavior of Bank Spreads in Latin America. Journal of Development Economics 63 (15): 113 – 134. Cuaresma J, Egert B dan Reininger T. 2004. Interest Rate Pass-Through in New EU Member States: The Case of the Czech Republic, Hungary and Poland. Working Paper No. 671, The William Davidson Institute. Deans C dan Stewart C. 2012. Banks‟s Funding Costs and Lending Rates. Bulletin Domestic Market Departemen: Australian Egert Balazs dan Jamilov R. 2013. Interest Rate Pass-Through and Monetary Policy Asymmetry: A Journey into the Caucasian Black Box. CESifo Working Paper Monetary Policy and International Finance No. 4131. Enders W. 2004. Applied Econometric Time Series. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Fosu OAE, Magnus F J. 2006. „Bound Testing Approach to Cointegration: An Examination of Foreign Direct Investment Trade and Growth Relationships‟. American Journal of Applied Sciences 11 (3): 2079-2085. Ginting Marsella. 2010. Analisis Dampak Liberalisasi Industri Penerbangan Rute Jakarta-Denpasar [Skripsi]. Bogor (ID) : IPB Hammond G. 2012. State of the Art of Inflation Targeting -2012. Centre for Central Banking Studies, Handbook-No. 29 Hasanah H. 2010. Displaced Commercial Risk dan Policy Rate Pass-Through pada Sistem Perbankan Ganda di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID): IPB
32
Haughton A Yone dan Iglesias E M. 2012. Interest Rate Volatility, Asymmetric Interest Rate Pass-Through and the Monetary Transmission Menchanism in the Caribbean Compared to US and Asia. Economic Modelling 29 (6): 2071-2089 Juanda Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID) : IPB Press. Karagiannis S, Panagopoulos Y dan Vlamis P. 2011. Symmetric or Asymmetric Interest Rate Adjustment? Evidence from Southeastern Europe. Review of Development Economics 15 (2): 370-385. Karagiannis S, Panagopoulos Y, dan Vlamis P. 2010. Symmetric or Asymmetric Interest Rate Adjustment? Evidence from Greece, Bulgaria and Slovenia. The European Institute (The Hellenic Observatory). GreeSE Paper No. 39. Leuvensteijn M, Sorensen C.K dan Bikker J.A. 2008. Impact of Bank Competition on the Interest Rate Pass-Through in The Euro Area. Banco DE ESPANA. Matemilola B. T, Ariffin A. N dan Muhtar F E. 2014. The Impact of Monetary policy on Bank Lending Rate in South Africa. Borsa Instanbul Review 15 (1): 53-59. Mankiw G. 2006. Macroeconomics 6th edition. Fitria Liza dan Imam Nurmawan, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Melvin M dan Taylor M .2009. The Global Financial Crisis: Causes,Threats and Oppotunities. Introduction and Overview Journal of International Money and Finance 28 (8): 1243-1245. Nguyen Chu V. 2012. Asymmetric Responses of Commercial Banks to Monetary Policy in a Transitional Economy: The Case of Vietnam. Journal of Applied Finance and Banking 2 (3): 237-269. Pesaran M. Hashem dan Pesaran Behram. 1997. Working with Microfit 4.0 Interactive Econometric Analysis. Oxford University Press. Putri K. 2009. Interest Rate Pass-through terhadap Suku Bunga Perbankan dan Perekonomian:Studi Komparatif ASEAN+3 [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Spahn S Mueller. 2008. The Pass-Through From Market Interest Rate to Retail Bank Rates in Germany. School of Economics Sir Clive Granger Building (University Park Nottingham). Working Paper 08/05. Tai P. H, Sek S. K dan Har M.W. 2012. Interest Rate Pass-Through and Monetary Transmission in Asia. International Journal of Economics and Finance 4 (2): 163-174. Utari M. 2013. Market-to-Retail Pass-Through dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Utari M. 2014. Market-to-Retail Pass-Through dan Faktor-Faktor Struktur Finansial yang Mempengaruhinya [Tesis]. Bogor (ID): IPB. Yildirim Dilem. 2012. Interest Rate Pass-Through to Turkish Lending Rates: A Threshold Cointegration Analysis. ERC Working Paper in Economics 12/07. Yuksel E dan Ozcan K. Metin. 2012. Interest Rate Pass-Through in Turkey and Impact of Global Financial Crisis: Asymmetric Threshold Cointegration Analysis. Journal of Business Economic and Management 14 (1): 98-113.
33
LAMPIRAN Lampiran 1 Definisi setiap variabel 41 negara penelitian No
Country
1
Australia
2
Canada
3 4
Hongkong Japan Korea, Republic of
5 6
United States
7
Macao
8
Indonesia
9
Malaysia
10 11 12 13
Croatia Armenia Georgia Algeria
14
Jordan
15
Kuwait
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
South Africa Dominica Argentina Bolivia Brazil Chile Colombia Jamaica Czech Republic New Zealand
26
Singapore
27
Switzerland
28
Philippines
29
Sri Lanka
DR (Deposit Rate) Deposit rate Rate on 90 ay Bank fixed dep Deposit rate Deposit rate Time dep.at DMB: 1 YR.or more CDS (secondary market) 3 month Deposit rate (3 months) 3-month deposits nc Fixed deposits 3 months Deposit rate Deposit rate Deposit rate Deposit rate Deposit rate Deposit rates – savings Deposit rate Deposit rate Deposit rate Deposit rate Time deposits Deposit rate Deposit rate Deposit rate Deposit rate Deposit rate 3-month bank fixed deposits Deposit rate Deposit rate:time (61-90 days) Fixed deposits: 3-
LR (Lending Rate) Lending rate CHTD Bks‟ rate on prime loans Lending rata Lending rate Lend.Rate.on dmb loans: minimum Bank prime loan rate Lending rate Working capital loan nc Average lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate (end of period) CBK: loans against cbk.bills Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate Prime lending rate Lending rate avg comm lend rateb (all matur) Minimum
MMR (Money Market Rate) Average rate on money market Overniggt money market rate Money market rate Call money market Money market rate Federal funds rate Money market rate (end of period) Call money market Interbank overnight money Money market rate Money market rate Money market rate Money market rate Money market rate Interbank deposit rate (3 M) Money market rate Money market rate Money market rate Money market rate Money market rate Money market rate Interbancaria (TBS) Money market rate Money market rate Money market rate 3 month interbank rate Money market rate (end of period) Money market rate Interbank call loans
34
No
30 31
Country
33
Thailand Romania Russian Federation Ukraine
34
Mauritius
35
37 38 39
Swaziland Dominican Republic Mexico Paraguay Peru
40
Uruguay
41
Venezuela, Rep. Bol.
32
36
DR (Deposit Rate) month (max) Deposit rate Deposit rate Deposit rate
LR (Lending Rate) unsecured rate Lending rate Lending rate Lending rate
MMR (Money Market Rate)
Deposit rate UPR marg time dep up to 3 mo Deposit rate Deposit rate
Lending rate Upper margin prime rate Lending rate Lending rate
Money market rate Money market rate
Time deposit rate Deposit rate Deposit rate Time deposit rate (16M) Deposit rate
Lending rate Lending rate Lending rate Lending rate – ordinary Lending rate
Bankers‟ acceptances Money market rate Interbank rate nc Money market rate
Money market rate Money market rate Money market rate
Money market rate Money market rate
Money market rate
35
Lampiran 2
Uji stasioneritas pada suku bunga deposit, pinjaman dan pasar uang menggunakan Eviews 8 Level
No
First Difference
Negara Lending
Deposit
MMR
Lending
Deposit
MMR
Sebelum krisis 1
Algeria
-1.794764*
-1.986654**
-2.458408**
-9.250147***
-9.302088***
-4.473147***
2
Argentina
4.12312
-1.786411
-1.09472
-6.811329***
-6.779056***
-3.414018**
3
Armenia
-3.834702***
-3.361487***
-1.414305
-6.697351***
-10.01753***
-15.99225***
4
Australia
-1.084707
-2.014113
-1.13437
-6.627072***
-6.910775***
-6.479578***
5
Bolivia
-3.855969***
-0.762891
-3.295534*
-9.267268***
-14.35222***
-8.953098***
6
Brazil
-1.381474
-2.089892
-3.299487**
-7.316852***
-4.542670***
-2.756321***
7
Canada
-2.167714
-1.649531
-1.228467
-5.151480***
-6.382413***
-6.408231***
8
Chile
-1.944608
-2.305606
-3.02934**
-8.259534***
-8.953362***
-8.725876***
9
Colombia
-0.720503
-0.233582
-1.547979
-9.780617***
-11.35702***
-1.547979***
10
-4.097804***
-2.716286*
-3.829242***
-12.19097***
-6.461505***
-7.232885***
-1.602353
-3.081781**
-1.948036**
-9.139410***
-3.092456**
-6.233076***
-1.888048
0.511178
-2.746692*
-8.998445***
-8.818371***
-9.371715***
-0.860717
-1.644894
-1.158967
-6.913325***
-4.335456***
-5.746963***
14
Croatia Czech Republic Dominica Dominican Republic Georgia
-1.944935*
-1.273299
-2.602788*
-9.118549***
-11.12446***
-8.724868***
15
Hongkong
-2.411473
-3.362247**
-1.675334
-2.826845***
-3.078120**
-4.480571***
16
Indonesia
-1.13753
-1.535075
-1.580759
-4.059364***
-2.787704***
-14.69038***
17
Jamaica
-3.116010**
-2.977832*
-2.071293
-10.07928***
-9.844323***
-13.34228***
18
Japan
-1.402386
5.882052
-2.591771
-2.221740**
-6.731291***
-3.966957***
19
-2.122932**
-1.777899
-2.309986
-12.07790***
-6.280308***
-20.48515***
-2.379113**
-3.232197**
-1.719359***
-6.589980***
-5.275443***
-5.577077***
21
Jordan Korea, Republic of Kuwait
-1.37329
-1.092046
-1.689277
-4.885594***
-3.724113***
-5.339263***
22
Macao
-3.239178**
-2.048098**
-1.451586
-10.63252***
-4.472381***
-9.579941***
23
Malaysia
-1.036026
-0.368933
1.058352
-2.429632**
-8.634119***
-3.134796***
24
Mauritius
-5.997257***
-2.142047
-1.674291
-6.952657***
-9.508061***
-10.03987***
25
Mexico
-2.565563
-2.102769**
-1.826799
-7.178779***
-7.780117***
-12.07790***
26
New Zealand
-1.599791
-1.009896
-1.573639
-3.846350***
-5.271804***
-3.655439***
27
Paraguay
-1.382818
-1.182949
-3.400862**
-8.527858***
-13.97082***
-8.198275***
28
Peru
-2.825100*
-2.880248*
-2.879649*
-6.488411***
-3.289217**
-10.18125***
29
Philippines
-2.047477
-1.905883
-1.39133
-13.95088***
-8.377346***
-6.115738***
30
-2.205017
-2.129865**
-2.211642**
-0.964767
-4.839122***
-6.039371***
-5.514042***
-3.938775***
-4.313836***
-7.255231***
-8.021505***
-9.408101***
32
Romania Russian Federation Singapore
-2.148602
-2.281650**
-0.405075
-6.007373***
-5.683526***
-8.028601***
33
South Africa
-2.170345
-1.409547
-1.61406
-2.465379***
-5.614447***
-4.015721***
34
Sri Lanka
-1.808272
-1.519573
-1.656173
-5.177619***
-2.231323**
-10.69028***
35
Swaziland
-2.195164
-0.482988
-0.365941
-2.512053**
-2.234554**
-4.192434***
11 12 13
20
31
36
Level No
First Difference
Negara Lending
Deposit
MMR
Lending
Deposit
MMR
Sebelum krisis 36
Switzerland
-2.114683**
-0.720251
-0.989755
-3.039377***
-6.788131***
-4.106051***
37
Thailand
-1.359134
-1.503076
0.591796
-7.061247***
-4.158790***
-7.672147***
38
Ukraine
-5.674002***
-4.072130***
-4.617133***
-8.430737***
-11.55285***
-13.24454***
39
United States
-1.547163
-1.489111
-1.698482
-3.609818***
-3.469710**
-3.404289***
40
Uruguay Venezuela, Rep. Bol.
-2.009229
-2.208922
-1.533648
-3.694184***
-2.530204**
-8.800136***
-0.948298
-2.523009
-2.731647*
-7.713722***
-9.262380***
-10.3820***
41
Setelah Krisis 1
Algeria
-
-
-
-
-
-
2
Argentina
-1.777128
0.087651
1.934305
-4.483244***
-6.653972***
-4.287814***
3
Armenia
-3.693949**
-2.898939*
-2.640057*
-10.86108***
-10.68224***
-7.399651***
4
Australia
-1.163404
-1.360237
-0.638881
-5.046501***
-6.143008***
-4.428732***
5
Bolivia
-2.989909**
-5.338072***
-6.549978***
-10.61032***
-7.700114***
-8.844215***
6
Brazil
-2.547805**
-2.293367
-2.477373
-5.892156***
-7.801723***
-2.511405**
7
Canada
-1.095738
-1.161776
-1.092178
-5..045250***
-7.437302***
-5.058281***
8
Chile
-2.663384*
-4.376864***
-2.002225
-5.905742***
-5.382895***
-11.36846***
9
Colombia
-3.984216***
-5.781356***
-2.893453*
-5.096948***
-4.276119***
-3.900737***
10
-1.816994*
-1.892761*
-2.556220**
-8.335244***
-4.027774***
-9.359056***
1.464073
-3.163117**
-2.339474
-6.813782***
-9.59136***
-4.289885***
-1.42436
-1.239506
-3.145318**
-7.588555***
-7.501305***
-12.92736***
-4.782554***
-3.408719**
-5.756026***
-4.955605***
-5.629639***
-5.925092***
14
Croatia Czech Republic Dominica Dominican Republic Georgia
-2.106830**
-0.503425
-1.15762
-13.32393***
-8.079090***
-5.156241***
15
Hongkong
-
-
-
-
-
-
16
Indonesia
-4.050079***
-2.247207
-2.543272
-5.998319***
-3.579379**
-4.870297***
17
Jamaica
-1.711916
-1.359879
-5.282131***
-9.476867***
-7.469118***
-9.564031***
18
Japan
-4.764912***
-3.856073***
-4.162216***
-6.530437***
-7.190997***
-10.05348***
19
-2.230912
-1.951365
-1.319282
-10.51175***
-3.962602***
-5.835226***
0.263886
-1.445262
-2.061522
-5.786405***
-3.235939**
-5.985671***
21
Jordan Korea, Republic of Kuwait
-1.625446
-1.380813
-2.965080***
-2.744833*
-3.780469***
-4.596296***
22
Macao
-1.816994*
-1.892761*
-2.556220**
-8.335244***
-4.027774***
-9.359056***
23
Malaysia
-4.476316***
1.594752
1.728114
-6.809626***
-5.070407***
-8.267885***
24
Mauritius
-3.386429**
-3.205579*
-.3218533**
-7.654929***
-10.01346***
-8.778196***
25
Mexico
-5.676715***
-7.471870***
-0.886458
-4.741010***
-3.070788**
-8.482071***
26
New Zealand
-1.838787*
-1.406823
-3.556045***
-6.410799***
-10.60838***
-7.083576***
27
Paraguay
-2.386633
-1873445
-5.986220***
-8.875370***
-13.66508***
-7.537483***
28
Peru
-2.113153**
-4.100900***
-2.441855
-5.022231***
-2.940900**
-2.274469***
29
Philippines
-1.794965
-0.618608
0.112402
-15.90931***
-7.83495***
-15.90931***
30
Romania
-3.194217***
-3.370527*
-2.740311***
-4.629340***
-2.884274***
-7.408783***
31
Russian
-3.293126**
-1.138339
-7.608112***
-6.907865***
-4.803094***
-15.80954***
11 12 13
20
37
Level No
First Difference
Negara Lending
Deposit
MMR
Lending
Deposit
MMR
Sebelum krisis Federation 32
Singapore
-
-4.928335***
-1.465715
-
-7.085431***
-8.980900***
33
South Africa
-5.767617***
-3.715501***
-7.984331***
-6.814386***
-5.134456***
-3.628371***
34
Sri Lanka
-3.692028***
-2.604883*
-8.967695***
-1.886803*
-2.897300***
-6.867420***
35
Swaziland
-6.130436***
-5.255228***
-5.255288***
-5.770967***
-6.829112***
-6.829112***
36
Switzerland
-3.233241**
-2.942025***
-4.900670***
-6.169776***
-8.259424***
-6.683191***
37
Thailand
-6.67101
-1.052603
-1.94509
-6.712769***
-8.096101***
-4.834980***
38
Ukraine
-3.361102**
-2.708751*
-3.398268**
-6.400648***
-5.700213***
-7.659615***
39
United States
-
-7.860471***
-1.879581
-
-4.786328***
-8.315621***
40
Uruguay -0.862536 -3.180127** -0.920091 Venezuela, -2.623277* -5.910084*** -3.199213** Rep. Bol. Keterangan: *) Signifikan pada taraf 10 persen **) Signifikan pada taraf 5 persen ***) Signifikan pada taraf 1 persen
-6.700771***
-10.84523***
-3.632663***
-8.780165***
-4.277878***
-7.660250***
41
38
Lampiran 3 Ringkasan hasil estimasi uji kointegrasi menggunakan Microfit 4.1
No
Negara
Sebelum krisis 1 Algeria 2 Argentina 3 Armenia 4 Australia 5 Bolivia 6 Brazil 7 Canada 8 Chile 9 Colombia 10 Croatia Czech 11 Republic 12 Dominica Dominican 13 Republic 14 Georgia 15 Hongkong 16 Indonesia 17 Jamaica 18 Japan 19 Jordan Korea, 20 Republic of 21 Kuwait 22 Macao 23 Malaysia 24 Mauritius 25 Mexico 26 New Zealand 27 Paraguay 28 Peru 29 Philippines 30 Romania Russian 31 Federation 32 Singapore 33 South Africa 34 Sri Lanka
Critical Value Bounds (90%)
F-Statistic
Cointegration
Deposit- Lending- Deposit- LendingMMR MMR MMR MMR
I(0)
I(1)
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
1.4836 3.2732 2.8274 126.53 4.8238 2.557 4.7415 10.232 1.2005 3.0035
11.435 1.8167 3.8631 3.2713 2.9878 4.6949 48.545 7.1884 1.8097 1.1926
Yes No No Yes Yes No No Yes No No
Yes No No No No Yes Yes Yes No No
4.042
4.788
7.0776
3.5793
Yes
No
4.042
4.788
2.0916
1.1606
No
No
4.042
4.788
0.8169
0.0651
No
No
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
0.6785 2.3615 3.935 3.3638 1.6642 2.3686
1.0753 1.8915 5.1492 4.6438 2.2807 5.5717
No No No No No No
No No Yes Yes No Yes
4.042
4.788
1.9251
5.5454
No
Yes
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
1.3471 5.5761 3.4378 1.7931 13.758 1.0191 2.0578 2.8223 1.1862 3.1509
2.0259 1.3562 5.2317 11.251 18.249 3.4686 4.3407 2.6517 2.3637 1.7011
No Yes Yes No Yes No No No No No
No No Yes Yes Yes No No No No No
4.042
4.788
1.0556
3.5843
No
No
4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788
0.7594 2.3461 8.5354
2.8196 1.4685 7.4732
No No Yes
No No Yes
39
No 35 36 37 38 39 40
Negara
Swaziland Switzerland Thailand Ukraine United States Uruguay Venezuela, 41 Rep. Bol. Setelah Krisis 1 Algeria 2 Argentina 3 Armenia 4 Australia 5 Bolivia 6 Brazil 7 Canada 8 Chile 9 Colombia 10 Croatia Czech 11 Republic 12 Dominica Dominican 13 Republic 14 Georgia 15 Hongkong 16 Indonesia 17 Jamaica 18 Japan 19 Jordan Korea, 20 Republic of 21 Kuwait 22 Macao 23 Malaysia 24 Mauritius 25 Mexico 26 New Zealand 27 Paraguay 28 Peru 29 Philippines
Critical Value Bounds (90%)
F-Statistic
Cointegration
Deposit- Lending- Deposit- LendingMMR MMR MMR MMR 2.6988 4.8572 No Yes 2.5611 0.7628 No No 2.298 0.5861 No No 1.604 5.1781 No Yes 1.796 1.4384 No No 1.3228 0.5437 No No
I(0)
I(1)
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
4.042
4.788
2.3537
1.3203
No
No
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
1.4053 0.0773 1.8792 0.0298 1.4053 0.0018 6.5279 1.8147 1.7194
1.1627 0.2239 1.6348 1.0584 1.1627 7.8129 0.9697 4.607 1.4256
No No No No No No Yes No No
No No No No No Yes No Yes No
4.042
4.788
14.474
1.7919
Yes
No
4.042
4.788
-
2.1612
-
No
4.042
4.788
4.6891
4.9292
No
Yes
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
0.4424 0.2563 5.3898 1.2791 5.0752
1.6057 0.0573 4.6435 1.0354 3.3036
No No Yes No Yes
No No No No No
4.042
4.788
7.4121
2.7585
Yes
No
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
13.117 1.3793 7.8171 1.2250 0.4852 0.5598 1.2591 3.4657 4.3873
2.4156 0.0978 0.7086 0.2161 5.0479 0.9922 2.5518 3.6621 1.0471
Yes No Yes No No No No No Yes
No No No No Yes No No No No
40
No
Negara
30 Romania Russian 31 Federation 32 Singapore 33 South Africa 34 Sri Lanka 35 Swaziland 36 Switzerland 37 Thailand 38 Ukraine 39 United States 40 Uruguay Venezuela, 41 Rep. Bol.
Critical Value Bounds (90%)
F-Statistic
Cointegration
Deposit- Lending- Deposit- LendingMMR MMR MMR MMR 0.8962 0.0864 No No
I(0)
I(1)
4.042
4.788
4.042
4.788
0.5826
0.8382
No
No
4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042 4.042
4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788 4.788
5.5626 4.4128 5.0962 3.2922 0.2129 0.2763 3.2238 0.4124 3.4992
13.117 4.1541 8.0204 0.6414 1.5351 2.2361 2.7635
Yes No Yes No No No No No No
Yes No Yes No No No No
4.042
4.788
8.5264
2.8629
Yes
No
41
Lampiran 4 Hasil estimasi perhitungan koefisien jangka pendek dan kecepatan penyesuaian pass-through into deposit and lending dengan error correction model (ECM) menggunakan Microfit 4.1 Pass-through into deposit rate No
Pass-through into lending rate
Negara Speed of Adjustment
Sebelum Krisis 1 Algeria 2 Argentina 3 Armenia 4 Australia 5 Bolivia 6 Brazil 7 Canada 8 Chile 9 Colombia 10 Croatia Czech 11 Republic 12 Dominica Dominican 13 Republic 14 Georgia 15 Hongkong 16 Indonesia 17 Jamaica 18 Japan 19 Jordan Korea, 20 Republic of 21 Kuwait 22 Macao 23 Malaysia 24 Mauritius 25 Mexico 26 New Zealand 27 Paraguay 28 Peru 29 Philippines 30 Romania Russian 31 Federation
Short Run
Speed of Adjustment
Short Run
0.0560* 0.8819*** 0.3016*** 0.1341*** 0.0865* 0.1882** 0.0955*** 0.6448*** 0.0529*** 0.0318***
0.0404 0.3254 0.1356 0.5452 0.0821 1.1511 0.0772 1.0326 0.5077 0.0558
0.1598*** 0.3010*** 0.3288*** 0.7587*** 0.4838*** 0.0635 0.9286*** 0.2277*** 0.1313*** 0.2096***
0.0417 0.4222 0.1861 1.7383 0.5254 1.3936 1.0638 0.6071 0.1794 0.0396
0.2815***
0.208
0.2815***
0.1277
0.0352
0.0049
0.1312**
0.0456
0.0593**
0.0839
0.1289***
0.0745
0.1475*** 0.0369*** 0.0604*** 0.1546*** 0.1294***
0.0838 0.024 0.0029 0.9731 -0.0421
0.1096*** 0.0629*** 0.1702*** 0.0319*** 0.0406***
0.0647 0.0074 0.0312 0.2394 0.0470
0.0219***
0.7497
0.0471**
0.5562
0.0259 0.1093*** 0.0558 0.2085*** 0.0539 0.2104*** 0.0676 0.1639*** 0.1612** 0.1865***
0.2798 0.4358 0.0299 0.1041 1.193 1.0793 0.0384 0.1302 1.0951 0.1979
0.0532** 0.1905*** 0.0306*** 2.0290*** -0.0760*** 0.0405 0.0687* 0.0392 0.3690*** 0.1508***
0.1423 0.1217 0.2903 0.0166 0.0612 0.5351 0.0709 0.3243 0.3055 0.2820
0.1639***
0.0067
-0.9667***
0.0533
42
32 33 34 35 36 37 38 39 40
Singapore South Africa Sri Lanka Swaziland Switzerland Thailand Ukraine United States Uruguay Venezuela, 41 Rep. Bol. Setelah Krisis 1 Algeria 2 Argentina 3 Armenia 4 Australia
0.0157 0.1205* 0.0467*** 0.1496** 0.2816*** 0.1043*** 0.2204** 0.2713*** 0.3723***
0.1003 0.8374 0.0842 0.2015 0.2304 0.1389 0.2142 1.1209 0.2897
-0.3293 0.0509 0.1975** 0.0575 0.0478*** 0.2147 0.0680*** 1.0000 0.2470***
0.0581 2.2251 0.0429 0.8724 0.0273 0.0566 0.0486 0.9057 0.3246
0.4172***
0.1708
0.4413***
0.3447
0.1554*** 0.2919*** 0.2382***
0.2823 0.0799 0.5101
0.1335** 0.0358 0.0557**
5
Bolivia
0.1394
0.1337
0.3167***
6 7 8 9 10
0.6717*** -0.1258 0.5049*** 0.4894*** -
0.6395 1.1514 1.2407 0.4392 -
0.1153*** 1.0000 0.4807*** 0.3416*** -
0.1512***
0.0329
0.0157
0.1811
0.077
0.0039
-
-
0.2695**
0.957
0.2565***
0.3859
0.2477*** 0.1337*** 0.1556*** 0.4070*** 0.1499***
0.1305 0.0974 0.0089 -4.0414 0.1407
0.1634 0.1239*** 0.0367*** 0.0156 0.0932*
0.0976 0.0721 0.0074 0.0621 0.0393
-0.0065
1.2681
0.015
0.6548
21 22 23 24 25 26
Brazil Canada Chile Colombia Croatia Czech Republic Dominica Dominican Republic Georgia Hongkong Indonesia Jamaica Japan Jordan Korea, Republic of Kuwait Macao Malaysia Mauritius Mexico New Zealand
0.7344 0.0027 0.9181 0.2003 0.5462 0.9898 0.6188 0.4983 -
0.0699 0.2390*** 0.7540*** 0.2097** 0.0874** 0.1150**
5.5216 0.0359 1.0782 0.1302 -0.0326 0.4383
0.1132*** 0.077 0.1673*** 0.0319** 0.2076*** -0.0154
27
Paraguay
0.4909***
0.2754
0.4449***
28
Peru
0.2146***
0.1986
0.0861*
0.0298 0.0039 0.5182 0.0319 0.0862 0.5119 0.5596 0.0527
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
43
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 Keterangan:
Philippines Romania Russian Federation Singapore South Africa Sri Lanka Swaziland Switzerland Thailand Ukraine United States Uruguay Venezuela, Rep. Bol.
0.6221*** 0.0061
0.537 0.0558
0.0742 0.0819***
0.0076 0.3524
0.1372***
0.0818
0.1347***
0.0812
0.1059*** 0.5429*** 0.0312** 0.1468*** 0.2672*** -0.0899** 0.2329*** 0.6972***
-0.1059 0.565 0.0616 0.0311 0.2706 0.3124 1.4076 0.1142
1.9219*** 0.0735** 0.6298*** 0.1283*** 0.3856*** 0.2806*** 0.4055***
1.9359 0.1022 0.5031 0.0145 0.2558 0.3564 0.1891
0.3154***
0.0089
0.1585*
0.0107
*) Signifikan pada taraf 10 persen **) Signifikan pada taraf 5 persen ***) Signifikan pada taraf 1 persen Cetak tebal tidak signifikan secara statistik
44
Lampiran 5 Hasil estimasi perhitungan jangka panjang pass-through into retail rate dengan Autoregressive Distributed Lag Pass through into deposit No
Negara
Sebelum krisis 1 Algeria 2 Argentina 3 Armenia 4 Australia 5 Bolivia 6 Brazil 7 Canada 8 Chile 9 Colombia 10 Croatia Czech 11 Republic 12 Dominica Dominican 13 Republic 14 Georgia 15 Hongkong 16 Indonesia 17 Jamaica 18 Japan 19 Jordan Korea, 20 Republic of 21 Kuwait 22 Macao 23 Malaysia 24 Mauritius 25 Mexico 26 New Zealand 27 Paraguay 28 Peru 29 Philippines 30 Romania Russian 31 Federation 32 Singapore 33 South Africa
Lag Optimum
Pass through into lending Long Lag Lag run Max Optimum
Long run
Lag Max
0.7219 0.7932 0.4497 0.4109 1.9703 0.8447 0.8083 0.8459 1.2664 0.416
1 12 12 6 12 12 5 10 11 8
1,0 4,11 4,0 1,2 4,3 12,1 5,2 2,10 1,2 2,1
0.2609 1.4663 0.4559 0.9966 1.0851 1.0618 1.0123 0.9052 1.3665 0.1636
1 12 12 9 12 12 12 12 12 2
1,0 9,10 2,1 7,3 1,0 1,1 2,12 3,1 1,0 1,0
0.4806
7
1,1
0.4539
1
1,0
0.2131
12
1,0
0.5122
9
1,1
0.3642
12
2,1
0.5785
12
1,0
0.5683 0.6507 0.0479 0.9688 1.0382
12 8 10 4 4
7,0 2,0 1,0 4,3 1,1
0.5909 0.5117 0.1833 2.6516 1.1587
5 4 12 1 2
5,0 2,1 1,0 1,1 2,0
0.5551
11
1,1
0.8451
3
1,2
0.4499 0.8002 0.5365 0.4997 1.8994 0.7741 0.5693 0.5736 1.6594 0.6497
3 2 8 12 4 2 12 9 12 12
3,2 2,2 1,0 1,0 2,1 1,1 2,0 9,3 1,2 6,6
0.6213 0.6389 1.5402 0.0081 0.8043 0.7221 1.0329 0.3359 0.8278 0.8745
3 9 1 11 12 2 12 12 12 12
3,1 6,0 1,1 6,0 1,0 1,2 1,0 2,3 2,0 6,6
0.0672
7
1,0
0.5517
12
3,0
0.8455 0.8152
1 5
1,1 1,1
0.0269 0.9283
2 3
2,1 3,2
45
Pass through into lending Lag Long Lag Lag Optimum run Max Optimum 6,3 0.6825 12 1,11 1,3 1.1698 1 1,1 1,2 0.5727 1 1,0 1,0 1.0847 1 1,0 3,5 0.7157 12 1,0 1,1 1.0007 1 0,1 2,0 1.3141 12 2,0
Pass through into deposit No 34 35 36 37 38 39 40
Negara
Sri Lanka Swaziland Switzerland Thailand Ukraine United States Uruguay Venezuela, 41 Rep. Bol. Setelah Krisis 1 Algeria 2 Argentina 3 Armenia 4 Australia 5 Bolivia 6 Brazil 7 Canada 8 Chile 9 Colombia 10 Croatia Czech 11 Republic 12 Dominica Dominican 13 Republic 14 Georgia 15 Hongkong 16 Indonesia 17 Jamaica 18 Japan 19 Jordan Korea, 20 Republic of 21 Kuwait 22 Macao 23 Malaysia 24 Mauritius 25 Mexico 26 New Zealand 27 Paraguay 28 Peru
Long run 0.4011 0.9663 0.8628 1.3312 0.2814 0.9687 0.7781
Lag Max 6 3 9 1 12 1 12
0.6825
12
1,6
1.8168 0.2968 0.5999 0.3986 0.9173 0.6553 1.0733 0,8988 -
12 12 3 3 12 7 4 5 -
1,0 1,0 1,1 1,0 1,0 4,4 1,1 1,0 -
0.9976 0.0741 0.0954 0.5907 4.7343 0.9898 1.2873 1.4586 -
12 12 2 12 12 1 12 12 -
3,1 2,0 1,2 1,1 1,0 0,0 1,1 1,0 -
0.2179
2
1,0
-0.6676
2
1,2
0.0505
12
1,0
-
-
-
1.2452
12
1,1
1.504
12
1,0
0.4383 0.7288 0.8274 1.0591 0.9379
12 2 12 3 3
3,1 2,0 1,12 1,2 1,0
0.6916 0.5817 0.5525 2.5551 0.4193
12 1 11 2 3
2,0 1,0 1,0 2,0 3,0
2.9491
12
11,4
0.635
11
1,2
3.0746 0.1501 0.95 0.6207 0.3732 0.6202 0.5611 0.4239
10 1 3 12 7 5 12 9
1,1 1,0 3,2 1,0 1,0 1,1 2,0 1,2
0.2626 0.0505 -0.1635 0.1729 0.7658 1.3181 -1.2579 -0.6123
10 12 2 4 7 5 12 6
4,0 1,0 1,1 1,0 1,0 1,2 1,0 1,0
0.7811
12
1,0
46
Pass through into lending Lag Long Lag Lag Optimum run Max Optimum 1,0 0.4697 1 1,0 6,1 1.1399 3 1,3
Pass through into deposit No
Negara
29 Philippines 30 Romania Russian 31 Federation 32 Singapore 33 South Africa 34 Sri Lanka 35 Swaziland 36 Switzerland 37 Thailand 38 Ukraine 39 United States 40 Uruguay Venezuela, 41 Rep. Bol. Keterangan:
Long run 0.8632 1.3277
Lag Max 12 8
0.5968
10
1,0
0.6016
12
1,0
0.207 1.0406 1.9674 0.2118 1.0127 1.2595 -0.2805 0.1021
6 4 11 1 3 12 3 6
1,0 3,0 4,0 1,0 1,0 1,1 2,3 1,4
1.0071 1.3902 0.7043 0.3385 0.6633 0.4719 0.8513
3 6 8 1 3 12 12
1,0 3,0 3.3 1,1 1,0 2,2 1,4
0.0253
12
12,0
0.1339
5
3,0
Cetak tebal tidak signifikan secara statistik
47
Lampiran 6 Klasifikasi negara-negara ke dalam kawasan regional Klasifikasi Kawasan Australia Asia
Europe
Latin America and Caribbean
North America
Sub-Saharan Africa
Negara Australia New Zealand Armenia Hongkong Indonesia Japan Korea, Repubic of Kuwait Macao Malaysia Philippines Singapore Sri Lanka Thailand Croatia Czech Republic Georgia Romania Russia Federation Switzerland Ukraine Argentina Bolivia Brazil Chile Colombia Dominica Dominican Rep. Jamaica Paraguay Peru Uruguay Venezuela Canada Mexico United States Mauritius South Africa Swaziland
48
Lampiran 7 Klasifikasi negara-negara berdasarkan kawasan pendapatan Klasifikasi Kawasan High Income Countries
Upper Middle Income Countries
Lower Middle Income Countries
Negara Australia Canada Chile Croatia Czech Republic Hongkong Japan Korea, Republic of Kuwait Macao New Zealand Russia Federation Singapore Switzerland United States Uruguay Algeria Argentina Brazil Colombia Dominica Dominican Repubic Jamaica Jordan Malaysia Mauritius Mexico Peru Romania South Africa Thailand Venezuela, Rep. Bol. Armenia Bolivia Georgia Indonesia Paraguay Philippines Sri Lanka Swaziland Ukraine
49
Lampiran 8 Klasifikasi kawasan berdasarkan mekanisme kebijakan moneter inflation targetting dan non-inflation targeting Klasifikasi Negara Kawasan Inflation Targetting Armenia Countries Brazil Canada Chile Colombia Czech Republic Indonesia Korea, Republic of Mexico New Zealand Peru Phillippines Romania South Africa Thailand
Kalsifikasi Kawasan Non-Inflation Targetting Countries
Negara Algeria Argentina Australia Bolivia Croatia Dominica Dominican Republic Georgia Hongkong Jamaica Japan Jordania Kuwait Macao Malaysia Mauritius Paraguay Russia Federation Singapore Sri Lanka Swaziland Switzerland Ukraine United States Uruguay Venezuela, Rep. Bol.
50
Lampiran 9 Koefisien jangka panjang penyesuaian suku bunga retail sebelum dan sesudah krisis subprime mortgage berdasarkan gambar Long Run Pass-Through Into Lending Rate
Long Run Pass-Through Into Deposit Rate
Venezuela
Venezuela
Uruguay
Uruguay
Ukraina
Ukraina
Thailand
Thailand
Swiss
Swiss
Swaziland
Swaziland
Sri Lanka
Sri Lanka
Singapura
Singapura
Rusia
Rusia
Rumania
Rumania
Rep. Dominica
Rep. Dominica
Rep. Ceko
Rep. Ceko
Philipina
Philipina
Peru
Peru
Paraguay
Paraguay
New Zealand
New Zealand
Mexico
Mexico
Mauritius
Mauritius
Malaysia
Malaysia
Macao
Macao
Kuwait
Kuwait
Kroasia
Kroasia
Korea
Korea
Kolombia
Kolombia
Kanada
Kanada
Jordania
Jordania Jepang
Jepang
Jamaica
Jamaica
Indonesia
Indonesia
Hongkong
Hongkong
Georgia
Georgia
Dominica
Dominica
Chili
Chili
Brazil
Brazil
Bolivia
Bolivia
Australia
Australia
Armenia
Armenia
Argentina
Argentina
Amerika
Amerika
Algeria
Algeria
Afrika Selatan
Afrika Selatan
0
1
After Crisis
2
3
4
Before Crisis
Complete Pass through: After Crisis Before Crisis
0
1
2
After Crisis
3
4
5
Before Crisis
51
Lampiran 10 Koefisien jangka pandek penyesuaian suku bunga retail sebelum dan sesudah krisis subprime mortgage berdasarkan gambar Short Run Pass-Through into Lending Rate
Short Run Pass-Through into Deposit Rate
Venezuela
Venezuela
Uruguay
Uruguay
Ukraina
Ukraina
Thailand
Thailand
Swiss
Swiss
Swaziland
Swaziland
Sri Lanka
Sri Lanka
Singapura
Singapura
Rusia
Rusia
Rumania
Rumania
Rep. Dominica
Rep. Dominica
Rep. Ceko
Rep. Ceko
Philipina
Philipina
Peru
Peru
Paraguay
Paraguay
New Zealand
New Zealand
Mexico
Mexico
Mauritius
Mauritius
Malaysia
Malaysia
Macao
Macao
Kuwait
Kuwait
Kroasia
Kroasia
Korea
Korea
Kolombia
Kolombia Kanada
Kanada
Jordania
Jordania
Jepang
Jepang
Jamaica
Jamaica
Indonesia
Indonesia
Hongkong
Hongkong
Georgia
Georgia
Dominica
Dominica
Chili
Chili
Brazil
Brazil
Bolivia
Bolivia
Australia
Australia
Armenia
Armenia
Argentina
Argentina
Amerika
Amerika
Algeria
Algeria
Afrika Selatan
Afrika Selatan
0 After Crisis
1 Before Crisis
Complete Pass through: After Crisis Before Crisis
2
0 After Crisis
1
2 Before Crisis
3
52
Riwayat Hidup Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 September 1993, dari pasangan Abdul Somad dan Nyayu Habibah. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah TK Sejahtera Jakarta Pusat, dilanjutkan dengan SDN 16 Jakarta dan SDN 195 Palembang. Setelah itu melanjutkan pendidikannya di SMP Muhammadiyah 1 Palembang dan melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Palembang pada tahun 2008 – 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama perkuliahan, Penulis aktif dalam kepengurusan organisasi sebagai kepala bidang moneter Divisi DnA (Discussion and Analysis) Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan masa kepengurusan 2013-2014, Ketua Divisi AE (Agriculture and Environment) Forum for Indonesia masa kepengurusan 2014-2015. Selain itu, peneliti bekerja part time menjadi tim pengajar private di Bimbingan Belajar Al-Fattaah pada tahun 2012-2015. Peneliti juga aktif ikut dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan fakultas maupun departemen, yaitu staff divisi Logstran pada the 10thHIPOTEX-R, staff divisi Logstran pada the 6th Politik Ceria. Pada tahun 2013, peneliti juga memperoleh Dana Hibah Kemendiknas, Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan. Pada tahun 2014, peneliti kembali memperoleh Dana Hibah Kemendiknas pada Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Gagasan Tertulis. Saat ini penulis aktif tercatat sebagai mahasiswa angkatan ketiga program fast track pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Ekonomi.