KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM DEMONSTRATION FARM TAMBAK UDANG DI KABUPATEN SUBANG
SOFYAN RAHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Efektivitas Implementasi Program Demontration Farm di Kabupaten Subang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015
Sofyan Rahman NIM P054124175
RINGKASAN SOFYAN RAHMAN, Kajian Efektivitas Implementasi Program Demonstration Farm Tambak Udang di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA HUBEIS dan WINI TRILAKSANI. Usaha budi daya udang yang pada awal perkembangannya mengalami peningkatan sangat pesat, dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami berbagai permasalahan, baik yang bersifat teknis maupun yang bersifat non teknis sehingga menyebabkan beberapa tambak tidak berfungsi (idle). Permasalahan yang bersifat teknis mencakup aspek tata ruang, sarana dan prasarana, penyakit, lingkungan, penerapan teknologi, sedangkan permasalahan nonteknis mencakup sumber daya manusia, kelembagaan kelompok, permodalan, tuntutan pasar akan produk berkualitas yang aman untuk dikonsumsi dan keamanan berusaha. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merumuskan program kegiatan revitalisasi yang difokuskan pada rehabilitasi saluran tambak, penyusunan detail engeneering desain (DED) saluran tambak dan demonstration farm (Demfarm) budi daya tambak udang dan Bandeng. Program yang digulirkan pertama kali oleh KKP pada Tahun 2012 menetapkan enam kabupaten sebagai percontohan dengan luas tambak mencapai 1000 Ha, meliputi: Kabupaten Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Kajian efektivitas implementasi program Demfarm difokuskan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, sebagai salah satu Kecamatan implementasi Demfarm tambak udang. Data diambil pada bulan Oktober - Desember 2014 dengan responden 30 orang yang tergabung dalam 3 kelompok (Mina Mandiri, Mina Samudera dan Putra Mekar) sebagai sasaran Demfarm tambak udang, serta lima pakar yang berpengalaman pada budi daya tambak udang. Metode penelitian menggunakan analisis kualitatif, kuantitatif, analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats), dan AHP (Analytical Hierarcy Process). Hasil kajian implementasi Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang cukup efektif sebagai area tambak udang yang ideal. Penerapan teknologi dalam sistem Demfarm mampu meningkatkan produktivitas tambak 7-10 ton/ha sedangkan sebelum demfarm hanya 0,017 ton/ha dan sampai sekarang teknologi Demfarm tetap dilakukan para petambak di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Terbentuknya pola kemitraan antara Pokdakan dengan Koperasi Unit Desa Mina Karya Bukti Sejati selain sebagai sarana simpan pinjam juga berperan menjaga stabilitas harga pasar. Bentuk kemitraan Pokdakan dengan PT. Central Proteinaprima sebagai produsen pakan adalah memberikan pendampingan teknis kepada para petambak di Kecamatan Blanakan Subang dengan Feed Conversion Ratio (FCR) yang sesuai. Pengembangan usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang mempunyai nilai strategik internal IFE 0,148 dengan komponen kekuatan: (1) pekerja berpengalaman 0,188; (2) benur berlimpah 0,245; (3) kesesuaian potensi lahan 0,407; (4) pengelolaan tambak secara berkelompok 0,264; (5) mudah mencari pembeli 0,415; dan (6) nilai ekonomis tinggi 0,314. Komponen kelemahan: (1) peralatan produksi sederhana 0,115; (2) posisi tawar petambak lemah 0,245; (3) kekurangan modal untuk pengembangan usaha 0,367; (4)
kurangnya sarana dan prasarana 0,339; (5) penjualan dilakukan pada tengkulak 0,209; dan (6) sulit mendapatkan bibit bermutu 0,411. Nilai strategik eksternal EFE 0,459 dengan komponen peluang adalah: (1) kebijakan pemerintah 0,299; (2) potensi lahan tambak yang besar 0,343; (3) bantuan sarana tambak 0,328; (4) tenaga pendamping teknis dan kelembagaan 0,402; (5) penggunaan teknologi mulsa 0,315; dan (6) potensi pasar besar 0,402. Sedangkan komponen ancaman yaitu: (1) cuaca 0,311; (2) harga tidak stabil 0,270; (3) serangan virus 0,402; (4) tengkulak (0.198); 5) alih fungsi lahan tambak (0.248); dan 6) impor udang 0,198. Strategi untuk dikembangkan hasil IFE dan EFE yaitu: (1) optimasi produksi udang secara berkelanjutan; (2) peningkatan teknologi budidaya udang secara intensif; (3) pengaturan pola produksi; (4) pengendalian hama penyakit melalui budidaya intensif; (5) penyusunan kerjasama pemasaran; (6) penguatan kelambagaan petambak melalui pendampingan; (7) akses permodalan melalui lembaga perbankan; (8) memperkuat kelembagaan pasar melalui pemberdayaan kelompok; (9) fasilitasi permodalan, infrastruktur dan sarana prasarana budi daya; (10) penerapan Cara Berbudidaya Ikan yang Baik (CBIB) udang secara berkesinambungan; dan (11) penguatan pola kemitraan dengan lembaga lain. Pengembangan produktivitas tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) teknologi dengan nilai 0,341; (2) sumber daya manusia 0,258; (3) modal 0,181; (4) sumber daya alam 0,129; dan (5) infrastruktur 0,091. Usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang melalui program Demfarm menunjukan Break Event Point (BEP) produksi terendah 5.000 kg dan tertinggi 10.000 kg selanjutnya BEP harga terendah Rp.41.000 dan tertinggi Rp.65.000. Pengembangan usaha tambak melalui Demfarm layak dikembangkan dengan nilai Benefit Cost Ratio (B/C ratio) > 1, Net Present Value (NPV) yang dihasilkan > 0, dan IRR > 20%. Kata kunci: Demfarm, efektifitas, petambak, produktivitas, udang
SUMMARY SOFYAN RAHMAN, The Effectivity Assessment of Shrimp Farming Demonstration Program in District Blanakan, Subang Regency. Thesis supervised by AIDA VITAYALA HUBEIS and WINI TRILAKSANI. Development of shrimp farming has increased very rapidly since its early stage, however in recent years it faced various problems, including both technical and non-technical issues causing fish ponds malfunction. The technical issues comprise spatial planning, infrastructures, disease, environment, technology application, while the non-technical issues include human resources, institutional framework, asset, market demands of good quality products which safe consumption, and business security. The Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF) formulated revitalization program that focused on the rehabilitation of the fish pond channels, Detail Engineering Design (DED) for ponds channels, and Demonstration Farm Program (Demfarm) for shrimp and milkfish culture. The first initiated program was held in 2012, covered 6 (six) districts as pilot models with the ponds areas up to 1.000 Ha, including Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu, and Cirebon. The focus location of this study was in Blanakan District, Subang Regency considering Demfarm program of shrimp farming has been implemented in this region. Data was collected in October 2014 involving 30 respondents as members of three groups (Mina Mandiri, Mina Samudera, and Putera Mekar) who the target of Demfarm shrimp farming, as well as five experienced experts. Qualitative and quantitative analysis, SWOT analysis (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats), and AHP analysis (Analytical Hierarchy Process) have been applied to this research. The assessment result of Demfarm in Blanakan District, Subang Regency is moderately effective. Blanakan District, Subang Regency is an ideal shrimp farm area, it has been identified that the technology application of Demfarm system was able to increase ponds productivity arround 7–10 ton/Ha, whereas before applying Demfarm system the ponds productivity was only 0.007 ton/Ha, and currently Demfarm technology remains be implemented by the farmers of Blanakan District, Subang Regency. The establishment of partnership scheme between Pokdakan and Koperasi Unit Desa Mina Karya Bakti has function as saving-loan facility and also serves in maintaining market price stability, while another partnership scheme, between Pokdakan and PT. Central Protein Prima as a feed producer, provides technical assistance to the farmers of Blanakan District, Subang Regency with proper Feed Conversion Ratio (FCR). Development of shrimp farming in Blanakan District, Subang Regency, has internal strategic value (IFE) 0.148 with the strength components: (1) experienced workers 0.188; (2) the shrimp seed abundance 0.245; (3) land use suitability 0.407; (4) community based ponds management 0.264; (5) the easiness in finding purchaser 0.415; and (6) the high economic value 0.314. The weakness components: (1) the simple production equipment 0.115; (2) a weak bargaining position of farmers 0.245; (3) the lack of asset for business development 0.367; (4) the lack of infrastructures 0.339; (5) selling to middleman 0.209; and (6) difficulty in finding good quality of seed 0.411. The external strategic value (EFE) 0.459 with possibility components include: (1) government policy 0.299; (2) vast
potential areas for ponds 0.343; (3) aid for ponds infrastructure 0.328; (4) institutional and technical assistance 0.402; (5) using mulch technology 0.315; and (6) the great potential market 0.402. While the threat components consist of (1) weather 0.311; (2) unstable price 0.270; (3) virus attack 0.402; (4) middlemen 0.198; (5) ponds conversion 0.248; and (6) shrimp import 0.198. Strategies for improving IFE and EFE results are (1) optimizing of sustainable shrimp production; (2) improving of shrimp culture technology intensely; (3) managing the pattern of production; (4) controlling diseases by intensive culture; (5) formulating joint market; (6) strengthening farmer institution through assistances; (7) capital access through banking institutions; (8) strengthening market institution by community empowerment; (9) assisting in capital, infrastructures and facilities of shrimp culture; (10) applying sustainable shrimp CBIB; and (11) strengthening partnership. The shrimp farming development in Blanakan District, Subang Regency affected by the following factors: (1) technology with value 0.341; (2) human resources with value 0.258; (3) capital with value 0.181; (4) natural resources with value 0.129; and (5) infrastructure with value 0.091. Shrimp farming in Blanakan District, Subang Regency, through Demfarm program showed Break Event Point (BEP) of the lowest production is 5.000 kg and 10.000 kg as the highest, furthermore, BEP of the lowest price is Rp.41.000,and the highest price is Rp.65.000,-. Demfarm program deserves further development for shrimp farming considering the result of Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) > 1, and Net Present Value (NPV) > 0 and IRR >20% Keywords: Demfarm, effectivity, farmer, productivity, shrimp.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM DEMONSTRATION FARM TAMBAK UDANG DI KABUPATEN SUBANG
SOFYAN RAHMAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Musa Hubeis, MS Dipl.Ing DEA
Judul Tesis : Kajian Efektivitas Program Demonstration Farm Tambak Udang di Kabupaten Subang Nama : Sofyan Rahman NIM : P054124275
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Aida Vitayala Hubeis Ketua
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Musa Hubeis, MS Dipl.Ing DEA
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian “Efektivitas Implemtasi Program Demonstration Farm Tambak Udang di Kabupaten Subang” dilaksanakan sejak bulan Mei sampai bulan Desember 2014 berlokasi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala Hubeis dan Ibu Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku pembimbing, yang telah memberikan arahan sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pokdakan Mina Mandiri, Mina Samudra dan Jaya Mukti tempat penulis melakukan penelitian, Direktorat Sarana Prasarana Ditjen Perikanan Budidaya KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, seluruh pengajar, mahasiswa Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu (alm), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pelaku perikanan.
Bogor,
Desember 2015 Sofyan Rahman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Demonstration Farm (Demfarm) Terminologi Program Analisis Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) Analytical Hierarchy Process (AHP)
6 6 13 15 16
3 METODE Kerangka Pikir Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Kerja
17 17 19 19
4 PROFIL TAMBAK UDANG KECAMATAN BLANAKAN Krakteristik Petani Tambak Udang Potensi Tambak Udang di Kecamatan Blanakan
25 25 29
5 ANALISIS SWOT IMPLEMENTASI TAMBAK UDANG Faktor Kekuatan Faktor Kelemahan Faktor Peluang Faktor Ancaman IFE dan EFE Analytical Hierarchy Process (AHP) Analisa Data Kuantitatif Implikasi Manajerial
36 36 37 38 40 41 46 69 74
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
74 74 75
DAFTAR PUSTAKA
76
LAMPIRAN
79
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kegiatan revitalisasi tambak Tahun 2012 Perkembangan produksi demfarm udang Tahun 2012 Penelitian terdahulu Matriks SWOT Usia responden Tambak Udang Demfarm Kecamatan Blanakan Tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya udang Luas Tambak Pembudidaya Udang di Kecamatan Blanakan Subang Pengalaman usaha petambak di Kecamatan Blanakan Subang IFE Pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang EFE Pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Produktivitas tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Keuntungan tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Pendapatan tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang B/C Ratio tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang BEP Produksi tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang BEP Harga udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang NPV usaha tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang IRR usaha tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang
6 10 11 23 27 27 28 28 28 41 42 69 70 71 71 72 72 73 73
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Diagram alir tahapan pelaksanaan Demfarm udang Diagram alir penetapan lokasi Demfarm dan Pokdakan Analisis SWOT Kerangka kerja penelitian Hirarki model strategi pengembangan budidaya tambak udang Penerapan model pola kemitraan pada revitalisasi tambak Posisi Strategi Internal dan Eksternal dalam Pengmbangan Usaha Udang Di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang 8 Matriks Analisis SWOT 9 Kriteria terpenting dalam pengembangan produktivitas tambak di Kecamatan Blanakan Subang
7 8 15 18 24 30 43 45 46
10 Aktor terpentingan dalam pengembangan sumber daya alam di Kecamatan Blanakan Subang
47
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Tabel responden Tabel analisis finansial Tabel kelayakan usaha Peta lokasi penelitian
79 80 82 86
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan produksi udang di tanah air mengalami pasang surut, setelah budi daya udang sempat menjadi tren pada era 80-an dengan udang windu sebagai primadonanya. Usaha budi daya udang yang pada awal perkembangannya mengalami peningkatan sangat pesat, dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan produksi. Shang et al (1998) yang menyatakan bahwa industri tambak udang di seluruh dunia mengalami peningkatan pesat pada dekade 1980an karena adanya terobosan teknologi (hatchery dan pakan), dan tingginya permintaan udang yang memicu tingginya harga dan keuntungan tambak udang. Namun pertumbuhan tambak udang tersebut mulai mengalami penurunan sejak tahun 1991 karena adanya serangan virus di hampir seluruh negara penghasil udang. Penurunan tersebut juga disebabkan oleh menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal lainnya yang bersifat teknis antaralain: tata ruang, sarana dan prasarana, penyakit, lingkungan, penerapan teknologi, dan yang non teknis diantaranya: sumber daya manusia, kelembagaan kelompok, permodalan, tuntutan pasar akan produk berkualitas yang aman untuk dikonsumsi dan keamanan berusaha. Minimnya dukungan penelitian dan pengembangan stakeholder serta keterbatasan pengetahuan dan teknologi budi daya udang yang dimiliki petambak berdampak pada sulitnya meningkatkan hasil produksi. Disatu sisi berdasarkan pada pengalaman empirik posisi tawar petambak sangat rendah, karena para petambak tidak memiliki kemampuan meningkatkan nilai jual hasil panen, sehingga harga rata-an panen udang sangat tergantung oleh tengkulak. Hal ini tentu akan berbeda jika para petambak mau berkelompok membentuk suatu kelembagaan yang tujuannya adalah agar mereka memiliki daya saing dan nilai tawar yang tinggi dan dapat menentukan harga panennya sendiri tanpa ketergantungan pada tengkulak. Chusnul (2010), menyatakan bahwa campur tangan pemerintah mutlak diperlukan utamanya untuk memberikan kepastian harga udang kepada petambak dan pembinaan usaha budi daya secara intensif dengan cara demoplot. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tambak saat ini tidaklah mudah. Secara umum terdapat keengganan petambak menerima teknologi baru yang belum dipraktekkan dan dilihat secara langsung ketepatannya dalam meningkatkan produktivitas, serta trauma yang dialami karena kegagalan dan kerugian materil yang tidak sedikit yang diinvestasikan di tambak dan hilang dengan serangan penyakit dalam waktu singkat, menyebabkan kondisi tambak saat ini banyak dibiarkan oleh pemilik dan menjadi rusak serta tidak berfungsi (idle), bahkan sebagian beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Potensi tambak yang luas tidak diiringi dengan tingginya produktivitasnya, sehingga untuk meningkatkan produksi udang nasional sebagaimana yang pernah diraih pada masa lalu, diperlukan kebijakan strategis, dan komprehensif dengan mengambil pelajaran kegagalan masa
2 lampau dan perencanaan kebijakan yang lebih sistemik. Oleh karenanya pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencanangkan program revitalisasi tambak dengan pendekatan yang berbeda dari sebelumnya. Potensi pengembangan budi daya udang di Indonesia sangat terbuka karena kondisi biofisik perairan yang sangat mendukung budi daya tambak dan pasar yang masih sangat terbuka, baik di mancanegara maupun nasional. Program revitalisasi tambak difokuskan pada rehabilitasi saluran tambak, penyusunan Detail Engeneering Desain (DED) saluran tambak dan Demonstration Farm (Demfarm) budi daya tambak udang dan Bandeng. Program Demfarm dirancang untuk mengoptimalkan lahan ideal yang ramah lingkungan, meminimalisir kegagalan, meningkatkan produktivitas dan menjaga keberlangsungan usaha, dengan harapan dapat dibandingkan pengembangannya ke daerah lain, mulai dari skala kecil sampai skala besar. Pendekatan dan pemanfaatan teknologi diyakini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dalam jangka panjang karena kedua unsur tersebut saling memiliki keterkaitan (Aminullah 2004). Kegiatan percontohan Demfarm bersifat stimulan dengan harapan dapat dijadikan sebagai peluang usaha yang menguntungkan dan memberikan lapangan usaha serta menyerap banyak tenaga kerja dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan nasional, yaitu keberpihakan pada masyarakat miskin (pro-poor) peningkatan lapangan pekerjaan (pro-job), meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro-growth), kepedulian terhadap kelestarian dan keberlanjutan pada lingkungan (proenvironment). Program yang digulirkan pertama kali oleh KKP pada Tahun 2012 menetapkan enam kabupaten sebagai percontohan dengan luas tambak mencapai 1000 hektar meliputi: Kabupaten Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Berdasarkan data KKP, perkembangan kegiatan demfarm udang pada enam lokasi percontohan tersebut sangat prospektif. Hasil produksi Demfarm udang pada Tahun 2012 sebesar 1.404.236 ton berkontribusi 15 persen dari target produksi sektor perikanan budidaya 9,42 juta ton, selain hasil panen yang bagus, efek stimulan dari kegiatan tersebut merangsang minat petambak udang untuk membuka kembali lahan-lahan tambak yang selama ini dianggap sudah tidak berfungsi (idle) KKP (2012). Salah satu alternatif budi daya udang yang dilakukan beberapa petambak adalah dengan menggunakan teknologi plastik mulsa pada lahan dengan kondisi tanah lempung sehingga tidak menyebabkan air menjadi keruh (tersuspensi). Pengelolaan tambak pola intensif dengan penggunaan teknologi plastik mulsa diyakini dapat meningkatkan produksi dan keuntungan (Maulina 2012). Penggunaan plastik mulsa dapat menekan serangan bakteri karena mendorong terbentuknya bioflok, yaitu pakan alami yang dihasilkan dari limbah ammonia dan nitrit sisa dari pakan yang memiliki kandungan nutrisi baik (Anggoro 2013), yang berfungsi menstabilkan kualitas air dan sangat memengaruhi tingkat hidup udang. Pemanfaatan bioflok dapat menekan biaya pakan sebagai kontribusi tertinggi pada budi daya udang, sebagaimana dikemukakan Hargreaves (2013) sistem
3
bioflok dikembangkan untuk meningkatkan pengendalian lingkungan dalam produksi pada wilayah yang memiliki keterbatasan air dan lahan. Insentif ekonomi yang kuat untuk bisnis perikanan budidaya menjadi lebih efisien dengan input produksi, khususnya yang berbiaya tinggi (pakan) dan kondisi yang paling terbatas (air atau lahan). Hal senada dikemukakan oleh Yuniartik et al (2013), bahwa selain sebagai substitusi pakan, bioflok dapat berfungsi meningkatkan kualitas air dan pertumbuhan udang. Hasil penelitiannya telah membuktikan keuntungan sistem bioflok dalam tambak udang berfungsi untuk meningkatkan kualitas air (penurunan nitrit), meningkatkan pertumbuhan udang, dan lebih efektifnya penggunaan pakan. Mengingat pakan merupakan biaya tertinggi dalam budidaya udang maka teknologi biofloc akan menjadi lebih menarik untuk budidaya udang di Indonesia. Biaya tambahan yang diperlukan untuk menyediakan ekstra oksigen akan terbayarkan. Untuk itu, pemulihan intensif tambak udang di Indonesia nampaknya akan tergantung pada kemampuan tambak individu dalam memelihara sistem biofloc selama periode pertumbuhan. dan teknologi plastik mulsa menjadi pilihan yang tepat saat ini sebagai bagian dari teknologi adaptif program Demfarm tambak udang dengan konsep klaster (kelompok). Kelebihan budi daya udang dengan sistem kelompok atau klaster dalam satu kawasan memiliki banyak manfaat diantaranya: pengelolaan tambak secara bersama akan lebih mudah, transfer teknologi dapat dilaksanakan secara cepat, dapat mencegah timbulnya penyakit dan permasalahan dalam berbudidaya, mempermudah pemerintah pusat dan daerah melakukan pembinaan, serta memudahkan perbankan dalam memberikan penguatan modal dan meningkatkan posisi tawar dan daya saing. Saat ini telah tumbuh dan berkembang di masyarakat kelompokkelompok pelaku utama perikanan yang dikelola secara tradisonal dan tersebar. Oleh karenanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah membantu dalam bentuk fasilitasi dan pemberdayaan kelembagaan pelaku utama perikanan yang dikenal dengan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan). Asosiasi ataupun bentuk kelembagaan lain yang berkaitan dengan petambak memiliki peran penting untuk memberikan informasi teknologi. Hal senada dinyatakan Florina (2012), dengan mempertimbangkan rumitnya aktivitas tambak udang, maka direkomendasikan untuk lebih fokus pada sharing informasi dan diseminasi teknologi. Hal ini juga disarankan dibentuknya usaha bersama antar institusi. Asosiasi yang ada pada saat ini dapat berfungsi sebagai titik hubung terdekat dengan petambak. Institusi formal dapat memberikan kontribusi dengan mengaktualisasi informasi terkini secara teratur”. Keberadaan Pokdakan menjadi prasarat utama bagi terlaksananya program Demfarm, dengan adanya kelembagaan tersebut memudahkan pemerintah untuk memfasilitasi prasarana budi daya udang begitupun bagi pihak perbankan untuk menyalurkan kredit kepada Petambak. Kelembagaan pada dasarnya merupakan suatu wadah yang merupakan wahana untuk mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan tujuan untuk selanjutnya
4 menetapkan, mengelola dan mengendalikan berbagai keputusan-keputusan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Sholahuddin 2001). Urgensi penelitian dilatarbelakangi oleh rekomendasi beberapa hasil penelitian sejalan dengan program Demfarm tambak udang, efektivitas program berbasis pemberdayaan masyarakat serta memberikan motivasi kepada petambak untuk memulai usaha dan mengaktifkan kembali tambak dengan pengelolaan secara klaster (kelompok), penggunaan teknologi adaptif dan melibatkan stakeholders. Hal inilah yang mendasari sehingga menjadi penting untuk dikaji sejauh mana keberhasilan dan efektivitas program tersebut. Perumusan Masalah Sebagai salah satu daerah potensial tambak udang, lahan tambak di Pantura Jawa sudah lama kurang produktif, kondisi tambak rusak serta belum terjalin bentuk kerjasama ataupun kemitraan sehingga menyulitkan petambak untuk memulai usaha dan membuka tambak kembali. Upaya optimalisasi produksi dan produktivitas memerlukan teknologi adaptif yang efektif dan efisien melalui percontohan usaha budidaya (Demfarm) udang yang dapat direplikasi oleh masyarakat dalam rangka industrialisasi perikanan budi daya. Belajar dari kegagalan budi daya tambak udang pada era sebelumnya, dengan kondisi pengelolaan tambak udang yang dilakukan oleh perseorangan selalu mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya dan diperparah bila terjadi serangan hama yang menyebabkan gagal panen sehingga kerugian yang ditanggung amat besar dan kesulitan modal untuk memulai kembali usahanya, maka pengembangan budi daya tambak udang di Blanakan penting untuk dikaji faktor internal dan eksternal yang memengaruhi dan alternative solusi pakar dalam pengembangan tambak udang kedepan. Dari uraian yang telah dikemukakan maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1. bagaimanakah efektivitas implementasi program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang? 2. faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang memengaruhi keberhasilan usaha budi daya tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. 3. bagaimanakah kelayakan usaha budi daya tambak udang anggota kelompok peserta program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Tujuan Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. menganalisis efektivitas program dan produktifitas tambak Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.
5
2. menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi budi daya tambak udang serta strategi pengembangannya di Kecamatan Blanakan Kabuaten Subang. 3. menilai kelayakan usaha budi daya tambak udang anggota kelompok Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk pengembangan usaha budi daya udang di tambak dan rujukan bagi penelitian selanjutnya. 2.
Manfaat Praktis Manfaat praktis hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai indikator efektivitas program Demfarm dan referensi budi daya tambak udang terhadap berbagai pihak seperti: a. Masyarakat (Pembudidaya), memberikan pengetahuan umum dan masukan bagi masyarakat tentang usaha budi daya udang serta membantu pihak lain dalam penyajian informasi untuk penelitian selanjutnya. b. Pemerintah (KKP), sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program sejenis. c. Bagi peneliti, penyusunan tugas akhir untuk menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan.
6 2. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Demonstration Farm (Demfarm) Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, yang menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan produksi perikanan dengan penyediaan benih/bibit unggul dan dukungan terhadap pengembangan industri hilirnya. Tekad pemerintah untuk menjadikan udang sebagai primadona produk perikanan seperti yang pernah terjadi beberapa tahun silam ditunjukkan dengan komitmen kementerian kelautan dan perikanan untuk mengembalikan kejayaan udang nasional dengan program revitalisasi tambak. Upaya untuk tercapainya program tersebut memerlukan sinergitas kegiatan, baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor dengan melibatkan berbagai stakeholders (pemerintah, swasta, kelompok pembudidaya dan non government organization/NGO). Tujuan dan sasaran dari kegiatan revitalisasi tambak adalah; (1) mengoptimalkan fungsi tambak yang kurang produktif atau idle, (2) meningkatkan produktivitas dan produksi tambak, (3) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petambak, (4) menyediakan lapangan pekerjaan, (5) memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan dalam negeri, dan (6) meningkatkan nilai volume ekspor udang nasional. Kegiatan revitalisasi tambak pada tahap awal tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Lampung dan Banten, sebagaimana dimuat pada Tabel 1. Tabel 1 Kegiatan revitalisasi tambak Tahun 2012 No Kegiatan Provinsi 1 Rehabilitasi Banten, Jawa Saluran Tambak Barat 2
Penyusunan Detail Engeneering Desain (DED) saluran dan tambak
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulsel dan Lampung
3
Demfarm budidaya tambak (Udang dan Bandeng)
Banten Jawa Barat
Kabupaten Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon 8 Kabupaten 8 Kabupaten 4 Kabupaten 3 Kabupaten
Serang, Tangerang Karawang, Subang Indramayu, Cirebon
Sumber: KKP 2012 Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menyiapkan langkahlangkah strategi revitalisasi tambak meliputi:
7
a.
b.
c.
d. e. f. g.
Pengembangan kawasan tambak secara bertahap dan berkesinambungan guna mewujudkan usaha budidaya udang berdaya saing, bertanggung jawab dan berkelanjutan. Pengembangan kawasan percontohan tambak (Demfarm) dalam kesatuan (klaster), guna mewujudkan pengelolaan tambak yang efisien dan optimal. Penyediaan sarana dan prasarana tambak secara komprehensif, meliputi rehabilitasi lahan sesuai persyaratan teknis dan penyediaan sarana produksi. Pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan. Penerapan teknologi melalui Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) sesuai kondisi daya dukung lingkungan dan kemampuan pembudidaya. Fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, supplier sarana produksi dan lembaga lain Fasilitasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan pokdakan untuk mengakses lembaga keuangan perbankan.
Tahapan pelaksanaan Demfarm meliputi: (a) pemilihan lokasi bagi pelaksanaan Demfarm yang harus memenuhi kelayakan teknis untuk kegiatan usaha budidaya udang vanamme, status kepemilikan lahan yang tidak dalam sengketa, telah tersedia infrastruktur pendukung seperti akses jalan, dan sudah diusulkan dan diverifikasi oleh pihak dinas yang membidangi perikanan, (b) pemilihan kelompok pembudidaya ikan sebagai penerima manfaat kegiatan percontohan usaha budidaya Demfarm udang, (c) mitra pelaku usaha atau investor yang menjalin kerjasama dengan pembudidaya udang dalam pengelolaan Demfarm dengan prinsip saling menguntungkan. Diagram alir tahapan pelaksanaan demfarm dapat dilihat pada Gambar 1. Pemilihan Penetapan Budidaya
dan Lokasi
Penetapan Layout Konstruksi Tambak Penetapan Kelompok dan Mitra
Rehabilita si Tambak & Saluran
Perikanan Budidaya Udang (Operasional Demfarm)
Mekanisme Serah Terima Barang
Gambar 1 Diagram alir tahapan pelaksanaan Demfarm udang (KKP,2012) Sholahuddin (2001) berpendapat bahwa kelembagaan memiliki peran kunci dan sangat membantu kelancaran dan efektivitas program kerja dari organisasi tersebut melalui penempatan personel yang sesuai dengan
8 keahlian dan memberikan dampak positif mencapai tujuan yang ditetapkan.
dalam menjalankan fungsi
Struktur hirarki pelaksanaan Demfarm adalah: Pemerintah pusat (KKP) bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina program di tingkat nasional berperan sebagai koordinator pelaksanaan kegiatan Demfarm, menetapkan kelompok pembudidaya ikan, mengawal pelaksanaan kegiatan. Peran campur tangan (intervensi) pemerintah pusat mutlak dilakukan karena semakin kompleksnya interaksi diantara dan antar instansi-instansi pemerintah yang terlibat didalamnya. Pemerintah daerah (Pemda) memiliki tugas untuk mengkoordinir kegiatan Demfarm di tingkat provinsi dan kabupaten, melakukan verifikasi Pokdakan calon penerima manfaat, mengusulkan calon mitra yang akan bekerjasama dengan pembudidaya ikan, mengawal pelaksanaan Demfarm dan melaporkan perkembangan pelaksanaan. Pemda sebagai kepanjangan pemerintah pusat di daerah, mewujudkan kebijakan dengan program dan rencana aksi yang meliputi serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengesahan atau legislasi, pengorganisasian dan pengerahan maupun penyediaan sumbersumber daya yang diperlukan. Pemda juga berperan untuk meminimalisir orientasi subordinasi, memberikan inisiatif dan prakarsa terhadap pemerintah pusat, fungsi koordinasi sangat berperan dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan kerja dalam menentukan keberhasilan tujuan suatu organisasi (Puspitasari 2013). Verifikasi calon lokasi dan calon Pokdakan oleh Dinas
Pengusulan calon lokasi dan calon Pokdakan oleh Dinas ke DJPB
Penetapan lokasi dan Pokdakan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya
Verifikasi ulang usulan calon lokasi dan calon Pokdakan oleh DJPB
Gambar 2 Diagram alir penetapan lokasi Demfarm dan Pokdakan Pokdakan merupakan gabungan pembudidaya ikan yang terorganisir dan tercatat pada Dinas KP, yang memiliki fungsi berikut: (a) menyiapkan lahan/wadah/tambak, (b) memanfaatkan kegiatan Demfarm dengan baik benar dan bertanggung jawab sesuai aturan yang disepakati, (c) menandatangani surat pernyataan kesediaan dan bertanggung jawab dalam kegiatan demfarm, (d) menandatangani surat perjanjian kerjasama dengan mitra, (e) menerapkan prinsip cara budidaya ikan yang baik melalui teknologi anjuran (f) melaporkan hasil pemanfaatan bantuan kepada dinas kabupaten, (g) menjalin kerjasama dengan Pokdakan lainnya dan anggota
9
UPP dalam pengembangan usaha dan (h) memanfaatkan dan memelihara sarana budidaya yang diberikan untuk kegiatan Demfarm yaitu kincir, pompa, genset, plastik untuk pelaksanaan kegiatan tambak udang minimal dua kali musim tebar setelah kegiatan Demfarm. Mitra adalah pelaku usaha atau investor yang menjalin kerjasama dengan pembudidaya udang dalam pengelolaan Demfarm dengan prinsip saling menguntungkan. Mitra berkewajiban melakukan perbaikan tambak, menambah pendanaan untuk kegiatan seperti penambahan kepadatan benih dan pakan selama masa budi daya, menjamin hasil produksi udang untuk dapat dipasarkan dan menyusun Standar Operation Procedure (SOP) teknologi tambak udang yang diterapkan dalam budi daya udang. Bentuk pola kemitraan program Demfarm senada dengan apa yang diungkapkan oleh Wibowo (2012) yang menyatakan bahwa melalui pendekatan kelembagaan (institutional approach) dengan cara melakukan penataan wewenang dan kelembagaan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Pola kemitraan bertujuan untuk melindungi kalangan usaha kecil dari kompetitor (perusahaan besar) yang secara teori sulit untuk disaingi dari segi finansial, kemampuan pekerja, segi mutu, harga maupun sistem promosi dan distribusinya (Nurmianto 2004). Program revitalisasi tambak udang melalui tambak Demfarm yang digulirkan oleh KKP sejak Tahun 2012 telah mengubah cara bertambak para pembudidaya udang di wilayah Pantura, khususnya di wilayah Banten dan Jawa Barat. Tujuan awal dari program ini adalah untuk mengubah mindset petambak dari semula bertambak secara individual menjadi komunal (sistim klaster/kelompok) serta memperkuat jiwa kewirausahaan di kalangan petambak tradisional. Sistim klaster diperlukan sekali agar petambak bisa mengendalikan musim tanam, asal usul benih yang berkualitas dan prosedur pemeliharaannya yang sangat bermanfaat bagi pengendalian serta isolasi penyakit. Senada yang dinyatakan oleh Lelono (2010) berpendapat bahwa budi daya tambak memerlukan strategi musim tanam yang tepat sebagai salah satu keberhasilan dalam produksi. KKP dan beberapa media menyebutkan bahwa program Demfarm memberikan efek yang sangat positif di kalangan masyarakat tidak hanya petambak akan tetapi masyarakat sekitar, karena dengan pembukaan kembali lahan-lahan tambak idle (menganggur) membuka lapangan pekerjaan. Panen raya yang telah dilakukan pada beberapa daerah percontohan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi menggugah petambak kecil untuk kembali membuka lahan tambak yang sebelumnya ditelantarkan, efek stimulan lainnya adalah salah satu lokasi Demfarm seperti di Kabupaten Subang menjadi percontohan pada daerah-daerah lain. Berikut terlampir perkembangan produksi tambak Demfarm udang Tahun 2012 dan tambahan area budi daya.
10 Tabel 2 Perkembangan produksi Demfarm udang Tahun 2012 Luas Jumlah Areal Produksi Harga Size No Kabupaten Demfarm (ton) (Rp. (ekor/kg) Udang Ribu (Ha) 1 Serang 209 107,201 60 – 300 28 – 60
Tambahan areal budidaya (Ha)
2
Tangerang
-
-
-
-
35
3
Karawang
60
57,275
51 – 120
37 – 51
15
4
Subang
360
846,760
39 – 250
50 – 65
50
5
Indramayu
126
378
126
6
Cirebon
245
15
50 – 65
1,000
1,404,236
Total
150 40 – 60 250
Sumber: KKP 2012 Cara tradisional yang dilakukan pembudidaya udang terutama kawasan pantai utara Jawa (Pantura) pada masa lalu, kini mulai beralih pada penggunaan teknologi plastik mulsa yang memiliki beberapa keunggulan. Hal ini mereka lakukan atas dasar teknologi anjuran yang diterapkan pada Demfarm. Peningkatan teknologi budi daya tidak terlepas dari pembinaan kelembagaan kelompok pembudidaya untuk dapat berusaha secara ekonomis dan menguntungkan (Sukadi 2002). Hal lainnya bahwa dengan meningkatkan produktivitas lahan tambak lebih memberikan dampak positif dibandingkan dengan memperperlua lahan budi daya (Mu’tamar et al 2013). Kelebihan dari program ini lainnya adalah terbangunnya kerjasama dan sinergi yang baik antara pembudidaya dan pemerintah, mitra dan stakeholder guna memajukan dan mengembangkan industri udang nasional sebagaimana yang pernah diraih pada dasawarsa sebelumnya. Peningkatan produksi udang setelah digulirkannya program Demfarm menambah motivasi pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pembudidaya pada khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya serta menggerakkan seluruh potensi perikanan yang dikemas dengan kebijakan industrialisasi perikanan. Dalam menyusun strategi kebijakan pembangunan untuk masa depan diperlukan adanya suatu pergeseran paradigma dari strategi import substitution industry menjadi resource based industry (Mudiastuti, et al 2014). Pengembangan tambak di Kabupaten Tegal pada Tahun 2002 menunjukkan bahwa hasil produksi maupun luasan lahan tambak kecenderungannnya menurun pada kisaran 30,78 persen per tahun, oleh karenanya disarankan partisipasi masyarakat dan Pemda dalam pengembangan usaha budi daya tambak udang. Hasil penelitian Ma’in (2013) tentang pengunaan teknologi bioflok pada tambak udang vanname mampu mengurangi penggunaan air dan efisiensi lahan dengan kepadatan
11
tebar benih yang tinggi, penggunaan energi listrik dan pakan berkontribusi besar pada biaya operasional, hal tersebut dapat diminimalisir dan dapat disubstitusi dengan bioflok. Hasil penelitian Adriyanto (2013) menunjukkan bahwa beberapa kasus jenis penyakit yang sering ditemukan menyerang udang vanname di tambak adalah Bacterial White Spot Syndrome (BWSS), Taura Syndrome Virus (TSV), Fouling Disease (FD) dan Infectious Hypodermal Hematopoetitic Necrosis Virus (INHHNV) belum dapat ditanggulangi secara efektif, sehingga dibutuhkan tindakan yang tepat dilakukan salah satunya dengan cara manajemen kualitas air secara teratur dan kontinyu dan membatasi kepadatan benur berdasarkan spesifikasi teknologi yang diterapkan. Hasil penelitian diperkuat oleh Kharisna (2012), yang mempublikasikan bahwa parameter fisika dan kimia mutu air yang tidak baik serta kepadatan populasi udang sebagai penyebab melimpahnya bakteri. Suatu kebijakan belum dapat dikatakan efektif sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan dan menimbulkan akibat tertentu dalam masyarakat. Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Van Meter dalam Wahab 2004). Pendapat tersebut memiliki makna bahwa setiap kebijakan akan efektif bila didukung oleh pihak-pihak terkait dan dapat diimplementasikan oleh masyarakat. Artinya adalah bahwa pada tahap implementasi pelaksanaan demfarm akan berdampak positif jika dilakukan pengawalan sejak awal dengan tahapan pembinaan, monitoring dan pelaporan hasil kegiatan tersebut. Pemberdayaan masyarakat menjadi isu utama dalam program dan orientasi pembangunan nasional dewasa ini seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan sejenisnya. Mencuatnya model pembangunan yang berbasis komunitas ini tidak hanya didasarkan pada pengalaman kegagalan strategi dan kebijakan pembangunan nasional pada masa lalu, tetapi juga pengalaman negara-negara maju yang kemudian mendorong terjadinya reorientasi dan perubahan paradigma pembangunan dari ekonomi sebagai sentral kepada manusia sebagai pusat utama pembangunan (Munandar 2008). Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan topik bahasan sebagaimana dimuat pada Tabel 3. Tabel 3 Penelitian terdahulu No 1.
Nama Munandar, A
Judul Peran Negara Dalam Penguatan Program Masyarakat [Jurnal Politik Vol.4/2008]
Metode Analisis diskriptif kualitatif
Temuan Paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) merupakan alternatif utama
12 Lanjutan No
Nama
Judul
Metode
2
Sari Rohita
Strategi Pengembangan Budidaya Tambak di Kabupaten Tegal [Tesis 2002]
Analisis Kuantitatif , Deskriptif Kualitatif, SWOT
3
Ma’in
Kajian Dampak Lingkungan Penerapan Teknolgi Bioflok Pada Kegiatan Budidaya Udang Vaname [Jurnal Ilmu Lingkungan 2013]
Metode Diskriptif kuantitatif, Life Cycle Assessmen t (LCA).
4
Budiardi dkk
Produksi Udang Vaname Di Tambak Biocrete Dengan Padat Penebaran Berbeda [Jurnal Akuakultur Indonesia 2005]
Metode pengambil an sampel tambak dianalisa dengan Anova Repeated Measurem ent In Time (program SAS 6.0
5
Fuad dkk
Dynamic Model Analysis of Row Material Supplay In Minappolitan
Metode Simulation of Dynamic
Temuan dalam penataan kembali kebijakan dan program pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga, khususnya Indonesia. Produksi dan luas lahan tambak udang windu di Kabupaten Tegal kecenderungan menurun, adapun tambak bandeng relative stabil. Diperlukan strategi yang tepat untuk pengembangan usaha tambak. Teknologi bioflok mampu meminimalisir limbah budidaya, mengurangi penggunaan air dan efisiensi lahan dengan kepadatan tinggi. Petak tambak dengan kepadatan rendah memiliki nilai produktifitas, bobot rata-rata, kelangsungan hidup dan konversi pakan (FCR) lebih baik dibanding dengan tambak yang memiliki kepadatan tinggi Productivity improvements to increase the supply of
13
Lanjutan No
Nama
Judul Shrimp Agroindustry [Industrial Engineering Letters 2013]
Metode Sistem
6
Fauzi M, dkk
Strategies For Developing Sustainable and Competitive Cluster For Shrimp Industry [Jurnal Manajemen & Agribisnis 2012]
SWOT and AHP method
Temuan production by 84%, while the expansion of shrimp farming land by 60%. Strategies to increase the supply of raw materials Agroindustry shrimp should be focused on improving the productivity of shrimp farming by farmers The shrimp cluster pyramids identify and mapping of stakeholder as placed farmers in top tiers, meanwhile the private sector as supporting business, in second tier played important role with significant contributions to the shrimp cluster development.
Terminologi Program Syafiie (2006) menyatakan bahwa kebijakan (policy) kerapkali diartikan dengan berbagai istilah seperti tujuan, program, keputusan, perundang-undangan dan sebagainya. Bagi kalangan pembuat kebijakan istilah tersebut tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda karena memiliki kesamaan referensi akan tetapi bagi mereka yang berada diluar sistem istilah tersebut akan membingungkan. Kebijakan (policy) semestinya dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom), karena kebijaksanaan merupakan penjabaran aturan yang sudah ditetapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat oleh pejabat yang berwenang. Oleh karenanya Syafiie (2006) mendefinisikan kebijakan publik
14 sebagai jawaban dan upaya untuk memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukan untuk sebaliknya menjadi penganjur, inovasi, dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah (Tahir 2011). Menurut Wahab (2008), banyak ragam terminologi kebijakan dan salah satu diantaranya diartikan sebagai suatu program yaitu suatu lingkup kegiatan pemerintah yang relatif khusus dan cukup jelas batas-batasnya. Biasanya akan mencakup serangkaian kegiatan yang menyangkut pengesahan/legislasi, pengorganisasian dan pengerahan atau penyediaan sumber-sumber daya yang diperlukan. Argumentasi Wahab diperkuat oleh Tahir (2011) yang berpendapat bahwa setiap produk kebijakan haruslah memperhatikan substansi dari keadaan sasaran, melahirkan sebuah rekomendasi yang memperlihatkan berbagai program yang dapat dijabarkan dan diimplementasikan sebagaimana tujuan dari kebijakan tersebut. Dunn (1998) berpendapat bahwa proses pembuatan kebijakan dihasilkan dari aktivitas intelektual yang dilakukan melalui proses kegiatan yang bersifat politis dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung berdasar urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Tahir (2011) menyatakan bahwa “rumusan kebijakan yang telah dibuat tidak akan mempunyai arti apa-apa kalau tidak diimplementasikan”. Dari dua pendapat tersebut terdapat kesamaan pandangan bahwa tolak ukur keberhasilan suatu kebijakan terletak pada implementasi kebijakan itu sendiri. Suatu kebijakan baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden maupun Instruksi Menteri, belum akan menimbulkan akibat tertentu dalam masyarakat sebelum keputusan itu dilaksanakan. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar menyangkut mekanisme penjabaran keputusan politik kedalam prosedur - prosedur rutin melalui saluran birokrasi, tetapi implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh manfaat dari kebijaksanaan itu sehingga implementasi itu penting (Widiarto 2011). Analisis kebijakan adalah salah satu diantara banyak aktor lainnya di dalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola institusional termasuk di dalamnya kebijakan yang dibuat, mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Dunn 1998). Lebih lanjut Dunn berpendapat kebijakan publik (public policies) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah. Oleh karenanya analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Pengertian program menurut Djamaluddin (1977) adalah: Jenis rencana yang pada dasarnya sudah menggambarkan rencana yang kongkrit. Kongkritnya rencana itu disebabkan dan di dalamnya telah tercantum bukan saja tujuannya, kebijaksanaan serta prosedur atau aturan-aturan akan tetapi disertai pula dengan budget atau anggaran. Dengan demikian program itu merupakan usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan yang harus dilaksanakan menurut bidang tertentu. Dari beberapa pendapat sebagaimana disebutkan di atas, maka suatu
15
program disusun untuk mengefektifkan kebijakan berdasar tujuan dan capaian yang ditentukan dan disertai dengan dukungan anggaran. Efektivitas implementasi program dapat dilihat dari berbagai perspektif. Menurut Syukur (1988), implementasi program akan berjalan efektif apabila didalam proses implementasi program tersebut terdapat tiga unsur pendukung yang penting dan mutlak. Ketiga unsur itu adalah : 1. Adanya program (kebijaksanaan) yang akan dilaksanakan. 2. Target Group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan. 3. Unsur Pelaksana (Implementator) baik organisasi, atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses implementasi tersebut. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa kebijakan akan efektif bila didukung dengan kemauan pemerintah pusat dan daerah, diwujudkan dengan kebijakan melalui anggaran yang memadai dan diperkuat dengan sumber daya manusia. Namun demikian pada program pemberdayaan seperti halnya Demfarm maka faktor sarana dan prasarana menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari efektivitas program. Senada apa yang dikemukakan oleh Walangitan (2014), sedikitnya terdapat empat dalam faktor kunci keberhasilan pencapaian efektivitas kebijakan, yaitu: Sarana dan prasarana, pengelolaan potensi yang optimal, dukungan anggaran, dan SDM. Analisis Strengths, Weakness Opportunities Threats (SWOT) Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 1997). Tujuannya adalah untuk mengetahui posisi strategik usaha budi daya tambak udang di Subang . Berbagai Peluang Kuadran III (mendukung strategi turn-around) Kelemahan Internal
Kuadran I (mendukung strategi agresif) Kekuatan Internal
Kuadran IV (mendukung strategi difensif) Berbagai Ancaman
Gambar 3 Analisis SWOT, Rangkuti 1997
Kuadran II (mendukung strategi diversifikasi)
16 Tahapan Analisis SWOT Proses penyusunan perencanaan strategi pada analisis SWOT melalui tiga tahap analisis: 1. Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis, data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan internal. Data dieroleh dari hasil wawancara, kuesioner maupun data perusahaan. 2. Tahap analisis dilakukan setelah menghimpun semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahapan berikutnya adalah memanfaatkan data dan informasi tersebut dalam model kuantitatif perumusan strategi, model yang digunakan adalah Matrik TOWS atau Matrik SWOT. 3. Tahap pengambilan keputusan merujuk pada matrik internal dan eksternal dan melihat posisi perusahaan dalam kuadran untuk menghasilkan kombinasi strategi yang tepat. Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP atau Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Saaty (1991). Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi sebuah bagian dan tertata dalam suatu hierarki (Marimin 2010). Konsep yang dikembangkan oleh Saaty (1991) memiliki tiga prinsip dasar proses hirarki analitik. 1. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis, yaitu memecahmecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. 2. Pembedaan prioritas dan sintesis yang disebut dengan penetapan prioritas yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut kepentingan relatif. 3. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten, sesuai dengan kriteria yang logis. Hirarki menurut Saaty (1991), didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya hingga level terakhir dari alternatif. Tujuan penggunaan metode AHP adalah untuk memudahkan para pengambil keputusan untuk memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan (Sutanto 2010), tujuan penggunaan metode AHP pada penelitian ini adalah mengembangkan produktivitas lahan tambak dengan kriteria dari hasil pra survei dan diskusi terhadap narasumber yang berkompeten terhadap pengelolaan tambak udang. Gambar berikut mengilustrasikan pemilihan alternatif strategi dengan menggunakan AHP.
17
3. METODE KAJIAN Kerangka Pikir Kegiatan percontohan usaha budi daya dengan pengembangan Demfarm untuk komoditas udang vanamae (Litopenaeus Vannamei) di tambak adalah salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas sektor perikanan budidaya. Indikator keberhasilan implementasi program Demfarm ditinjau dari tiga aspek yaitu: (1) Program (kebijakan), (2) Target Kelompok, yaitu pembudidaya udang yang menerima manfaat dari program ini dengan harapan dapat terjadi perubahan atau peningkatan dan (3) unsur pelaksana Demfarm, pemerintah pusat (KKP) yang mengordinir, mengawal dan mengawasi proses implementasinya. Indikator efektivitas implementasi program Demfarm dilihat pada dua faktor: (1) program, membandingkan output dengan sasaran program Demfarm, dan (2) target kelompok, dengan melihat dampak implementasi Demfarm terhadap peningkatan kesejahteraan pembudidaya tambak udang. Keterpaduan dalam pembangunan perikanan memerlukan koordinasi mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendaliannya. Untuk itu dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan program yang dinamis (Umar 2011). Pendapat Umar tersebut diperkuat oleh Wibowo (2009) yang menyatakan bahwa kewenangan pembangunan perikanan dapat dilakukan oleh institusi negara yang memiliki kewenangan terbatas seperti KKP oleh karenanya diperlukan suatu kebijakan pembangunan yang bersifat terintegrasi antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan. Sektor perikanan kedepan diharapkan mampu menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi mengingat prospek pasar yang potensial, baik di dalam maupun luar negeri seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran akan gizi. Harapan yang diemban pada perikanan budi daya adalah mampu bersaing pada tataran perdagangan global, utamanya melalui peningkatan produksi yang diiringi dengan peningkatan jaminan mutu dan keamanan pangan. Dengan demikian, sinergi dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan udang nasional sangat mutlak diperlukan dalam mendorong program industrialisasi udang nasional. Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan internal yang memengaruhi keberhasilan program Demfarm, sedangkan target implementasi program tersebut dianalisa dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis Kualitatif sebagai alat untuk melihat proses pembentukan kelompok pembudidaya dan penyaluran sarana budi daya kepada kelompok tersebut. Analisa kuantitatif digunakan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha dan besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Sugiharto 2000; Umar 2001). AHP pada penelitian ini digunakan untuk menentukan kebijakan pengembangan usaha budi daya tambak udang di Kabupaten Subang. Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
18
-
Latar Belakang Produktifitas tambak rendah. Kondisi tambak menganggur, Petambak sulit modal dan trauma Belum terjalin kemitraan
Demonstration Farm Tambak Udang
Percontohan Usaha Budi Daya Tambak Udang Demonstration Farm (Demfarm)
Analisis Kuantitatif: Produktivitas, kelayakan usaha (BEP, B/C Ratio, NPV, IRR)
Analisis Kualitatif (SWOT dan AHP)
Output Peningkatan Produktivitas & Pendapatan
Output Strategi Pengembangan Tambak udang
Simpulan Gambar 4 Kerangka kerja penelitian
19
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi kajian dilaksanakan di kecamatan Blanakan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu didasarkan pada pertimbangan : lokasi tersebut merupakan daerah pesisir dan merupakan salah satu lokasi penerima program Demfarm. Waktu yang diperlukan untuk penyelesaian kajian kurang lebih dua belas bulan mulai Maret 2014 – Februari 2015.
Metode Kerja 1.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder (Widiarto 2012). Data primer merupakan data pokok yang diperoleh langsung dari responden yang berkaitan dengan obyek penelitian seperti data usaha pembudidaya udang pada keadaan sebelum dan sesudah implementasi program Demfarm. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengajukan kuesioner, wawancara dan observasi langsung. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur (desk study), laporan kegiatan Demfarm, Dinas dan instansi pemerintah meliputi KKP, Dinas KP, BPS dan laporan penelitian terdahulu tentang budi daya tambak udang. Target populasi dari penelitian seluruh anggota kelompok Demfarm udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang yang berjumlah 30 (tiga puluh) orang yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok Mina Mandiri, Mina Samudera dan Putra Mekar. 2.
Pengolahan dan Analisa Data a. Analisa Data Kualitatif dan Kuantitatif
Data Kualitatif adalah data yang berupa pendapat (pernyataan) atau judgement sehingga tidak berupa angka akan tetapi berupa kata-kata atau kalimat (Effendy 2010). Data Kualitatif diperoleh dari hasil analisis dokumen, observasi lapangan, diskusi dan wawancara yang kemudian dituangkan dalam bentuk transkrip. Analisis data kualitatif diperlukan untuk mengetahui efektivitas implementasi program ditinjau dari proses tujuan Demfarm, yaitu: (1) proses pemilihan dan penetapan lokasi, (2) pembentukan kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan), (3) rehabilitasi tambak dan saluran, (4) mekanisme serah terima barang dan (5) pelaksanaan budidaya (operasional Demfarm). Analisis data kuantitatif merupakan analisa yang menggunakan angka atau nilai yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator: (1) produktivitas tambak udang demfarm, (2) analisa usaha budidaya udang, (3) kelayakan finansial budidaya udang dengan menghitung net benefit
20 cost ratio(NetB/C),net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). 1)
Produktifitas tambak udang Hasil produktifitas didapat dari hasil pembagian antara jumlah udang dalam satuan ton yang dihasilkan selama musim tebar sampai masa panen udang dengan luas lahan tambak, yang dirumuskan dengan: Jumlah Hasil Produksi Luas Lahan Sebagai pembanding, hasil produktivitas tambak udang dihitung dari hasil sebelum dan sesudah diimplementasikannya program Demfarm. Produktifitas =
2)
Analisis Finansial (Umar, 2001) Analisa keuntungan usaha digunakan untuk mengetahui komponenkomponen input dan output yang terlibat dalam usaha dan besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Kusumawardani (2010), selanjutnya secara matematik Pramudya (1992) menggunakan parameter dengan persamaan berikut: 𝑇=
F P- V
Keterangan: 𝑇 = Jumlah produk yang dihasilkan 𝐹 = Biaya tetap 𝑃 = Harga jual V = Biaya tidak tetap Total pendapatan adalah besaran yang mengukur jumlah pendapatan Petambak yang diperoleh dari hasil panen usaha budidaya tambak udang Demfarm. Lestariono (2013), mengacu pada persamaan berikut: TR = Q x P Keterangan : TR = Total pendapatan Q = Hasil panen udang P = Harga jual Total biaya adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap (fixed cost atau FC) dan biaya tidak tetap (Variable Cost atau VC) yang dirumuskan dengan: TC = FC + VC Dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut dapat terlihat penerimaan usaha budidaya udang, termasuk akan dihitung dalam
21
penelitian ini adalah penerimaan yang diperoleh sebelum dan sesudah program demfarm bergulir.
3) Kelayakan Finansial (Pramudya, 1992) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Salah satu metode yang digunakan dalam kelayakan usaha atau investasi adalah Benefit Cost Ratio (B/C ratio), metode ini lebih menekankan pada benefit (manfaat) dan pengorbanan (biaya atau cost) suatu investasi. Kelayakan usaha budidaya dihitung dengan metode ini dimana kelayakan usaha ditentukan oleh perbandingan antara pendapatan dengan total biaya (Utomo 2012). Jika nilai B/C ratio < 1 maka usaha budidaya udang tidak layak untuk dilanjutkan, begitupun sebaliknya jika nilai BCR > 1 maka usaha layak untuk dilanjutkan. Perhitungan yang digunakan adalah: B/C =
Jumlah Penerimaan Jumlah Pengeluaran
Kelayakan usaha dapat juga menggunakan perhitungan titik impas usaha Break even point (BEP). BEP terbagi menjadi dua jenis analisis yatu (1) titik impas produksi yang merupakan perbandingan antara total biaya dengan harga satuan produk per kilogram sebagai perhitungan titik impas usaha dicapai pada jumlah produksi; dan (2) titik impas harga produksi yang merupakan perbandingan antara total biaya dengan total produksi, sebagai perhitungan titik impas usaha yang dapat dicapai pada harga komoditas tertentu per kg (Widiarto 2011), persamaan dinyatakan dengan: BEP Produksi =
Total Biaya Harga Satuan Produk
BEP Harga Produksi =
Total Biaya Total Produksi
Net Present Value (NPV) NPV merupakan nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa yang akan datang, dengan menghitung selisih antara manfaat (benefit) dan biaya (cost) sat ini, persamaan untung menghitung NPV adalah: NPV =
Bt - Ct (1 i) t
Dimana: Bt = pendapatan kotor tahunan Ct = Biaya kotor tahunan t (1+i) = discount factor(DF) T = tingkat suku bunga Kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada:
22 NPV > 0, artinya usaha budidaya tambak udang layak untuk diusahakan NPV = 0, artinya usaha budidaya tambak udang sama besarnya nilai yang diinvestasikan dengan dengan besar nilai yang dihasilkan NPV < 0 artinya usaha budidaya tambak udang tersebut layak untuk diusahakan Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat suku bunga dari unit usaha dalam jangka waktu tertentu, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol. Dalam persamaan dapat dinyatakan dengan. +
+
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖 + ∆(𝑖 + 𝑖
−)
𝑁𝑃𝑉 + ⟦ ⟧ 𝑁𝑃𝑉 + + 𝑁𝑃𝑉 −
Keterangan: 𝑖1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif pada tingkat suku bunga 𝑁𝑃𝑉1 𝑖2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif pada tingkat suku bunga 𝑁𝑃𝑉2 Kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada: IRR> 𝑖1 = usaha budidaya tambak udang dianggap layak IRR< 𝑖1 = usaha budidaya tambak udang dianggap tidak layak b.
Analisis Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) (Rangkuti, 1991)
Untuk menganalisis faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi maka diperlukan analisis SWOT, dimana analisisnya didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths dann peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). (Rangkuti 1997). Analisis ini digunakan untuk memilih alternatif strategi kebijakan berdasar dari data primer yang diperoleh dari hasil wawancara/kuesioner/data survai maupun data sekunder dari instansi pusat dan daerah yang membidangi perikanan, penyuluh perikanan, mitra dan ketua kelompok pembudidaya ikan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Ada empat bentuk strategi matriks SWOT yaitu: 1.
2.
Strategi S-O Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pembuat kebijakan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
23
3.
4.
Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Tabel 4 Matriks SWOT Internal Kekuatan (S) Faktor-faktor Eksternal Kekuatan internal
Peluang (O) Faktor-faktor Peluang eksternal Ancaman (T) Faktor-faktor ancaman eksternal
Kelemahan (W) Faktor-faktor kelemahan internal
strategi S-O Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
strategi W-O Atasi kelemahan dengan memanfaatan peluang
strategi S-T Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
strategi W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Analytical Hierarcy Process (AHP) (Saaty, 1997) Proses Hirarki Analitik (AHP) adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel menstrukturkan masalah dalam bentuk hirarki dan memasukan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif (Saaty 1997). Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor dalam suatu struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan yang diikuti oleh level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan struktur hirarki permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP pada penelitian ini digunakan untuk menentukan kebijakan pengembangan usaha budi daya tambak udang di Kabupaten Subang. Pengembangan produktivitas tambak di Kecamatan Blanakan menurut pendapat pakar memiliki kriteria: sumberdaya alam, infrastruktur, sumberdaya manusia, modal dan teknologi. Adapun aktor yang berperan terlibat didalamnya antaralain: Pkdakan, pemerintah, mitra usaha, perbankan dan koperasi. Diagram berikut mengilustrasikan pemilihan alternatif strategi dengan menggunakan AHP. c.
24
Pengembangan Produktivitas Tambak
Tujuan
Kriteria
Aktor
Alternatif strategi
Sumberdaya Alam
Infrastruktur
Pokdakan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pemerintah
Sumberdaya Manusia
Mitra Usaha
Modal
Teknologi
Perbankan
Koperasi
Pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan Pengembangan kawasan percontohan tambak (demfarm) Penyediaan sarpras tambak secara komprehensif Pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan Penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan Fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain Fasilitasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan pokdakan
Gambar 5 Hirarki model strategi pengembangan budidaya tambak udang
25
4. PROFIL TAMBAK UDANG KECAMATAN BLANAKAN Karakteristik Petani Tambak Udang Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah administratif 205.176,95 hektar atau 6,34 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Adapun batas-batas wilayah dengan Kabupaten/Kota yang berdekatan letaknya secara geografis meliputi: Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat; sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang; sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa; dan sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang Berdasarkan topografi, Kabupaten Subang terbagi kedalam tiga zona /klasifikasi daerah yaitu: a. Daerah Pegunungan; Daerah ini memiliki ketinggian antara 500 - 1500 m dpl dengan luas 41.035,09 hektar atau 20 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Sagalaherang, Serangpanjang, Ciater, Jalancagak, Kasomalang, Cisalak dan Kecamatan Tanjungsiang. b. Daerah Bergelombang/Berbukit; Daerah ini memiliki ketinggian antara 50 - 500 m dpl dengan luas wilayah 71.502,16 hektar atau 34,85 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayahnya meliputi Kecamatan Cijambe, Kecamtan Subang, Cibogo, Dawuan, Kaljati, Cipeundeuy, Sebagian Besar Kecamatan purwadadi dan Cikaum. c. Daerah Dataran Rendah; Daerah ini memiliki ketinggian antara 0 – 50 m dpl dengan luas 92.639,7 hektar atau 45,15 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Ini adalah wilayah Pantura (Pantai Utara) meliputi Kecamatan Pagaden, Pagaden Barat, Binong, Tambakdahan, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Sukasari, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi, sebagian kecil Kecamatan Cikaum dan Purwadadi. (Subang dalam angka 2010). Potensi tambak terbesar di Kabupaten Subang terdapat di Kecamatan Blanakan. Di Kecamatan Blanakan, terdapat 2.527 rumah tangga/perusahaan perikanan dengan produksi 13.610 ton. Luas tambak Kecamatan Blanakan 568,25 Ha dengan status milik sendiri dan 2.849, 68 Ha milik Perhutani. Dalam menjalankan usahanya pembudidaya tambak terbagi dua yaitu usaha perorangan dan usaha kelompok. Berdasarkan potensi tersebut maka pada Tahun 2012 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan kegiatan revitalisasi tambak di Kabupaten Subang lebih difokuskan pada komoditas udang tercantum pada Tabel 5.
26 Tabel 5 Kegiatan revitalisasi tambak di Tahun 2012 No Kegiatan Provinsi 1 Rehabilitasi Saluran Banten, Jawa Tambak Barat
2
Penyusunan Detail Engeneering Desain (DED) saluran dan tambak
Kabupaten Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulsel dan Lampung
8 Kabupaten 8 Kabupaten 4 Kabupaten 3 Kabupaten
3
Demfarm budidaya Banten Serang, Tangerang tambak ( Udang dan Jawa Barat Karawang, Subang Bandeng) Indramayu, Cirebon Sumber: KKP 2012 Perkembangan hasil produksi udang di Kabupaten Subang cukup prospektif. Dari luas areal 360 Ha Demfarm tambak udang diproduksi sebanyak 846,760 ton dengan tambahan areal budidaya seluas 50 Ha, sebagaimana dimuat pada Tabel 6. Tabel 6 Perkembangan produksi Demfarm udang Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6
Kabupaten
Serang Tangerang Karawang Subang Indramayu Cirebon Total Sumber: KKP 2012
Luas Areal Demfarm Udang (Ha) 209 60 360 126 245 1,000
Jumlah Produksi (ton) 107,201 57,275 846,760 378 15 1,404,236
Size (ekor/kg) 60 – 300 51 – 120 39 – 250 126 50 – 65
Harga (Rp. Ribu 28 – 60 37 – 51 50 – 65
Tambahan areal budidaya (Ha) 35 15 50 150
40 – 60 250
Karakteristik petambak udang di Kecamatan Blanakan yang menjadi responden dalam penelitian dilihat dari lima aspek, yaitu: (1) usia, (2) pendidikan, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) Luas Tambak, dan (5) Pengalaman Usaha. 1.
Usia Usia petambak udang di Kecamatan Blanakan Subang bervariasi. Usia termuda adalah umur 23 tahun dan tertua umur 65 tahun. Sebaran usia responden dapat dilihat pada Tabel 7.
27
Tabel 7 Usia responden tambak udang Demfarm Kecamatan Blanakan Usia Jumlah Persentase No (tahun) Responden (%) 1 20-25 2 6,67 2 31-35 2 6,67 3 36-40 7 23,33 4 41-45 7 23,33 5 46-50 6 20,00 6 51-55 2 6,67 7 61-65 4 13,33 Jumlah 30 100,00 Usaha tambak udang banyak diminati oleh kalangan usia 36–45 tahun 23,33 persen, kalangan usia 46–50 tahun sebanyak 20 persen, usia 61–65 tahun 13,33 persen, usia 20–34 tahun masing – masing 6,67 persen. Berdasarkan data tersebut rataan pembudidaya tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang banyak diminati oleh usia 36-45 tahun, yaitu usia produktif sehingga memungkinkan usaha tambak dapat berkembang dengan baik. 2.
Pendidikan Berdasarkan Tabel 8, tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang menunjukkan sebagian besar berpendidikan SD 56,67 persen, SMA 20,00 persen, pendidikan SMP 16,67 persen dan yang berpendidikan sarjana hanya 6,67 persen. Minimnya pendidikan merupakan indikator lemahnya SDM pembudidaya udang. Tabel 8 Tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang No 1 2 3 4
3.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden
Persentase (%)
SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
17 5 6 2 30
56,66 16,67 20,00 6,67 100,00
Jumlah Tanggungan Keluarga Berdasarkan Tabel 9. Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya udang 73,33 persen memiliki tanggungan 3-4 orang. Hal ini menunjukkan beban tanggungan keluarga para pembudidaya cukup banyak, sehingga mereka memaksimalkan mata pencaharian sebagai pembudidaya udang dan 3,33 persen responden memiliki tanggungan lebih dari tujuh orang. Untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, idealnya jumlah tanggungan cukup dua orang anak sebagaimana program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah.
28 Tabel 9 Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya udang Jumlah Tanggungan Jumlah No (orang) Responden 1 2 3 4
1-2 3-4 5-6 >7 Jumlah
0 22 7 1 30
Persentase (%) 0,00 73,33 23,33 3,33 100
4.
Luas Tambak Berdasarkan Tabel 10, luas lahan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan 56,67 persen responden pembudidaya tambak memiliki 1–2 hektar, 26,67 persen responden petambak memiliki 3–5 hektar, 6,67 persen responden petambak memiliki 6–10 hektor dan 10 persen responden petambak memiliki > 10 hektar. Tabel 10 Luas tambak pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang Luas Tambak Jumlah Persentase No yang Dimiliki (Ha) Responden (%) 1 1-2 17 56,67 2 3-5 8 26,67 3 6-10 2 6,67 4 > 10 3 10,00 Jumlah 30 100
5.
Pengalaman Usaha Pengalaman usaha tambak di Kecamatan Blanakan Subang beragam, yaitu 46,67 persen responden telah berpengalaman selama 6–10 tahun, 30,00 persen petambak berpengalaman 3–5 tahun, 16,67 persen petambak berpengalaman 1–2 tahun dan 6,67 persen petambak telah berpengalaman lebih dari 10 tahun. Tabel 11 Pengalaman usaha petambak di Kecamatan Blanakan Subang No 1 2 3 4
Pengalaman Usaha (tahun)
Jumlah Responden
Persentase (%)
1-2 3-5 6-10 > 10 Jumlah
5 9 14 2 30
16,67 30,00 46,67 6,67 100,00
29
Potensi Tambak Udang di Kecamatan Blanakan Seperti kebanyakan daerah penghasil udang lainnya, kepemilikan lahan tambak di Kecamatan Blanakan merupakan milik perorangan dengan skala usaha kecil dan menengah, hal ini menegaskan pendapat Lestariadi (2012) yang menyatakan beberapa karakter tambak udang di Indonesia adalah skala kecil, kepemilikan lokal, modal kecil, teknologi dan produktivitas rendah. Mengacu pada ukuran pengelolaan dan faktor input, tambak udang diklasifikasikan menjadi skala kecil, menengah dan skala besar. (Lestariadi, Thongrak dan Anindita 2012). Usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang merupakan aktivitas turun temurun (tradisi) sehingga sebagian besar masyarakat Kecamatan Blanakan berprofesi sebagai petambak udang. Metode budidaya udang ditambak terbagi dalam 3 (tiga) macam yaitu: intensif, semi intensif dan tradisional. Sejak Tahun 2012 Kementerian Kelautan dan Perikanan telah merintis program revitalisasi tambak termasuk di Kecamatan Blanakan merupakan salah satu wilayah yang menjadi program prioritas yang dinamakan produksi tambak udang dengan metode Demfarm. Sasaran dari kegiatan demfarm tersebut adalah kelompok-kelompok petambak yang bertujuan untuk mempermudah dalam penerapan dan alih teknologi sehingga dapat menyebar dengan cepat dikalangan petambak itu sendiri. Teknologi budidaya udang pada kawasan dalam rangka revitaliasasi tambak menerapkan model managemen kluster atau kawasan. Indikator dalam implementasi efektivitas program merliputi: (1) keadaan wilayah dan perkembangan wilayah; (2) kelompok sasaran; (3) teknis pelaksanaan program; (4) penggunaan dana program; (5) kesesuaian program dengan kelompok sasaran; dan (6) partisipasi sasaran dalam program (Rahaju T 2007). Implementasi Usaha Tambak Udang di Kecamatan Blanakan Program Demfarm melibatkan berbagai unsur atau lembaga baik pemerintah maupun swasta. Program Demfarm mengedepankan sistem kemitraan. Sistem kemitraan di Kecamatan Blanakan sudah berjalan dengan baik beberapa lembaga yang terlibat yaitu Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui UPT Karawang melakukan pemantauan terhadap lingkungan tambak termasuk pengendalian hama penyakit, Koperasi Unit Desa Mina Karya Bukti Sejati sebagai pendamping hasil panen, PT.Central Proteinaprima merupakan suplier pakan sekaligus membimbing petambak dalam pemberian pakan sampai dengan masa panen. Peran serta anggota kelompok dalam pelaksanaan program demfarm sangat aktif .
1.
2.
Mekanisme Pelaksanaan Demfarm di Kecamatan Blanakan Sosialisasi dilakukan di Kabupaten Subang setelah itu dilakukan survei langsung ke lokasi Demfarm oleh Tim Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan pemerintah daerah Kabupaten Subang melalui Dinas Perikanan Kabupaten Subang serta calon mitra memverifikasi lokasi yang harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat. Kegiatan Demfarm merupakan rangkaian proses produksi udang secara terpadu dengan menerapkan teknologi mulsa serta penggunaan kincir air yang melibatkan berbagai unsur seperti pemerintah, swasta, mitra dan perbankan.
30 Selain itu Demfarm dititikberatkan pada sistem kemitraannya sebagaimana terlihat pada Gambar 6.
PERBANKAN
POKDAKAN
Penyediaan layanan kredit program (KUR, KKPE,dsb)
Penyediaan lahan Pengelola operasional pemeliharaan udang
PEMERINTAH
Menerima bantuan
SWASTA PENYEDIA SARANA BUDIDAYA
MITRA
Rehabilitasi saluran air dan Penyediaan sarana budidaya Penyediaan Posikandu (peralatan lab, bangunan, sepeda motor)
Penyediaan pakan dan sarana penunjang lainnya Penyediaan tenaga pendamping (technical service)
• • • • • • • • •
Perbaikan pematang dan pendalaman kolam Pendampingan teknologi semi intensif dan intensif Pemasangan instalasi listrik Penyediaan gudang pakan dan bangunan lain Penyediaan tempat penanganan pasca panen Penyediaan tenaga pemasangan plastik mulsa Menjamin pemasaran udang Menambah Penebaran benur hingga 100 ekor/m 2 Penyediaan pakan 2 bulan pemeliharaan
Penyediaan infrastruktur, Pembangunan pabrik es, cold storage, pengadaan sarana pemasaran, sarana pengolahan, sarana SRD Pendampingan teknis oleh UPT dan Penyuluh Kelautan dan Perikanan 2
Gambar 6. Penerapan model pola kemitraan pada revitalisasi tambak melalui kegiatan demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Syarat-syarat calon lokasi yang harus dipenuhi sebagai lokasi Demfarm adalah memenuhi kelayakan teknis untuk kegiatan usaha budidaya udang vaname, Pokdakan memiliki status kepemilikan lahan yang jelas, dan diprioritaskan di lokasi yang telah tersedia infrastruktur pendukung seperti akses jalan dan saluran air serta lokas pertambakan yang calon Pokdakan bersedia untuk direhabilitasi dan selanjutnya apabila sudah sesuai lokasi Demfarm dan calon Pokdakan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dengan surat keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengelolaan Demfarm dilaksanakan oleh pembudidaya yang tergabung dalam kelompok pembudidaya yang minimal 1 (satu) kelompok berjumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih dan harus menerapkan Cara Budi daya Ikan yang Baik (CBIB). Selain itu tujuan kelompok adalah mempermudah dalam menerapkan teknologi dan inovasi selama program Demfarm berlangsung. Kelompok Pembudidaya Ikan atau Pokdakan sebagai pihak yang mampu menyediakan lahan sebagai percontohan tambak dan lahan tersebut tidak bersengketa. Selain itu Pokdakan menyiapkan pengelola operasional dan mampu memelihara udang hingga panen sekaligus menjadi penerima bantuan berupa sarana dan prasarana yang diberikan oleh pemerintah. Peran sebagai stimulan. Jumlah Pokdakan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang terdiri dari 3 (tiga) yaitu : Pokdakan Mina Mandiri, Mina Samudra dan Putra Mekar dengan masing-
31
masing anggota 10 (sepuluh) orang. ketiga Pokdakan ini merupakan sasaran dalam program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Mitra usaha dalam Demfarm Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang terdiri dari Koperasi Unit Desa Mina Karya Bukti Sejati dan PT. Central Proteinaprima. KUD Mina Karya Bukti Sejati berperan sebagai stabilitas atau penjamin pasar dengan harga yang telah ditentukan oleh koperasi, harga yang ditetapkan oleh koperasi tidak dipengaruhi oleh kondisi pasar luar, artinya harga yang dikeluarkan bersifat tetap tidak atas dan tidak pula dibawah pasaran. Ketetapan harga ini mengikat bagi para anggota koperasi termasuk kelompok program Demfarm sehingga tidak dapat menjual pada pembeli lain. Peran lain dari KUD Mina Karya Bukti Sejati fasilitator investor, artinya kopersai sebagai jembatan antara investor dengan anggota koperasi yang ingin memanfaatkan dana investor untuk kegiatan tambak udangnya. PT. Central Proteinaprima adalah perusahaan pakan udang yang berperan memfasilitasi layanan teknis dan cara pemberian pakan udang yang baik dan tepat. Pokdakan yang membeli pakan di PT. Central Proteinaprima akan didampingi oleh teknisi pakan hingga udang tersebut siap panen. Kerjasama yang saling menguntungkan yaitu Pokdakan mendapatkan pendampingan penggunaan pakan sampai dengan panen sedangkan PT. Central Proteinaprima pakan yang diproduksi dapat dijual dengan baik. Berdasarkan pengamatan terdapat perbedaan produksi antara pakan yang difasilitasi teknisi dengan pakan yang dibeli dari luar PT. Central Proteinaprima. Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya Karawang memberikan bantuan teknisi dari sisi teknologi pengendalian hama penyakit dan mutu air. Teknisi ini melakukan pengontrolan penyakit dan kualitas air setiap dua minggu 3. Persiapan Lahan Budi Daya Udang Proses persiapan lahan/wadah budidaya udang meliputi tahapan berikut : 1) Pematang utama harus kedap/tidak bocor, dengan melakukan pengeringan, pengkedapan dan peninggian pematang utama yang membatasi kawasan/cluster tambak dengan kawasan tambak lain dan ketinggian pematang utama disesuaikan dengan kondisi lahan sekitar sehingga terhindar dari limpasan air pasang atau banjir; 2) Pengedapan dan peninggian pematang antara dengan cara pengeringan, pengkedapan pematang antara petak tambak pembesaran dalam kawasan tambak dan peninggian pematang antara dengan ketinggian mampu menampung air minimal 80 cm; 3) Pemasangan sarana biosekuriti, kegiatan Biosekuriti adalah segala upaya untuk mencegah masuknya penyakit ke dalam individu tambak dan kedalam sistim pemeliharaan tambak (klaster). Upaya ini dilakukan secara vertical dengan hanya menerima benih yang telah diuji bebas virus melalui dua buah laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) salah satunya harus sudah terakreditasi. Secara horizontal biosekuriti dilakukan dengan memberi disinfektan, pemasangan pagar keliling cluster dan bila memungkinkan pagar tambak individu. Sarana pagar Biosekuriti dipasang mengikuti uraian berikut;
32 a) Pemasangan pagar biosekuriti dilakukan pada pematang utama yang mengelilingi kawasan/kluster tambak sehingga dapat mencegah masuknya hama atau hewan lain dari luar wilayah; b) Sangat dianjurkan agar pagar biosecurity juga dipasang pada individu tambak untuk lebih menjamin pencegahan infeksi horizontal; c) Pagar biosecurity kasa dalam beberapa kasus dapat mencegah kehilangan udang pada saat banjir; dan d) Pagar biosekuriti dapat menggunakan kasa nyamuk plastik, waring kasahitam atau bahan lainnya dengan cara pemasangan tegak dan ketinggian minimal 30 cm. Pada bagian bawah kasa ini ditanam ke dalam tanah minimal 10 cm atau ditarik dengan tali nylon yang telah dijelujur pada jaring bagian bawah untuk untuk mencegah masuknya hewan dan krustasea dari bawah jaring. 4) Pengeringan tambak dan aplikasi disinfektan. Pengeringan seluruh petak tambak baik petak tandon/biofilter, petak pembesaran udang dan saluran buang untuk memperbaiki kualitas tanah dasar tambak melalui oksidasi dan mineralisasi. Untuk menyempurnakan dan mempercepat pengeringan dari air di dalam tanah, perlu dibuat parit sementara atau permanen. Pengeringan juga berguna untuk pemberatasan hama, baik ikan liar atau udang liar. Bila masih banyak genangan air yang tertinggal, pembasmian hama di air yang menggenang dengan menggunakan saponin dan chlorine atau bahan lain yang dilakukan; 5) Perbaikan konstruksi tambak, dengan cara: Pengedapan pematang baik petak tandon/biofilter dan petak pembesaran dengan cara penambalan bocoran pada pematang tambak, perbaikan atau pemasangan pintu buang/pipa pembuangan (outlet) untuk dapat membuang air bagian dasar dan menggali petak pengatusan/ pengeringan bila dasar saluran pembuangan sama atau lebih tinggi dari dasar tambak; dan 6) Pemasangan plastik mulsa. Tata cara pemasangan plastik mulsa hendaknya memperhatikan hal–hal berikut: a) Sebelum dipasang plastik dasar tambak harus dikeringkan, pada saat masih basah, dasar tanah diratakan dengan papan yang ditarik melintang dan dikerjakan oleh dua orang. Untuk penyempurnaan, pada saat masih lembab dasar tambak yang tidak rata dipukul dengan balok kayu. b) Apabila nilai pH tanah dasar tambak kurang dari enam dilakukan pengapuran dengan dosis 1-2 ton per ha sebelum dipasang plastic. c) Plastik mulsa yang digunakan berdimensi 500 m x 1,25 m setebal 50 mikron, dengan kebutuhan 10-11 roll/ ha . d) Pemasangan plastik mulsa menggunakan biting (semat) bambu berukuran 50 cm x 1 cm x 0,5 cm. Biting ditekuk jadi tiga bagian, sepanjang 20 cm, 10 cm, 20 cm, lalu ditancapkan dengan jarak antar biting 25 cm. Kebutuhan biting sebanyak ± 50 ribu/ha. e) Cara pemasangan plastik mulsa dengan menutup seluruh permukaan tanah dasar petak pembesaran udang dapat dilakukan dua cara:
33
Plastik mulsa memiliki daya tahan dua tahun. Pemasangannya diperlukan untuk melakukan transisi teknologi tradisional dan konvensional dasar tanah menjadi tambak yang hanya memperhatikan air dan terputus dari faktor tanah. Keberhasilan dalam tiga hingga empat siklus diharapkan sudah memperkuat pokdakan serta mitra untuk mengumpulkan modal finansial untuk lebih meningkatkan produksi dan teknologi. Dibeberapa lokasi pokdakan dan mitra menerapkan plastik High-Density Polyethylene (HDPE) 0,5 mm yang lebih tahan lama (>10 tahun). 1)
Persiapan Air Tambak Udang Air yang digunakan untuk tambak udang layak untuk tumbuh hidup dan pertumbuhan udang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) Air pasok terlebih dahulu melalui proses pengendapan dan filterisasi sesuai kondisi sumber air pada kolam/petakan khusus pengendapan; 2) Penggunaan pestisida dan disinfektan untuk pembasmi hama dan penyakit sesuai prosedur; 3) Perawatan saluran dilakukan secara berkala untuk menjamin distribusi air pasok; 4) Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan dengan cara penggantian dan sirkulasi air, penambahan probiotik, pengapuran dan pemupukan; 5) Pembuangan limbah tambak ke perairan umum terlebih dahulu harus dikendalikan melalui tendon buang ataupun saluran buang. 2) Penebaran Benur Sebelum benur ditebar, ketersediaan pakan alami atau probiotik serta jentik nyamuk telah tumbuh di dalam kolom air. Karena tambak ini dilapisi plastik, ketersediaan pakan alami, pakan hidup dan pakan buatan sudah tersedia pada saat benur ditebar. Pilih sisi tambak yang mendapat angin yang cukup (pada sisi sejajar arah angin) lalu tebar pakan di daerah penebaran 10 menit sebelum kantung benur dibuka. Penebaran benur dilakukan setelah ada penyesuaian kondisi parameter air media pengemasan dan tambak. Pokdakan harus menyampaikan tingkat salinitas di tambaknya pada saat pemesanan benur. Penyesuaian parameter media lainnya secara sederhana dapat dilakukan dengan aklimitasi (adaptasi). Pada umumnya toleransi perbedaan suhu tidak lebih dari dua derajat dan salinitas berkisar antara tiga part per triliun keatas dan lima ppt ke bawah. Penyesuaian kondisi parameter air media yang dilakukan dengan adaptasi sederhana dapat dilakukan sebagai berikut ; 1) Adaptasi suhu plastik wadah benur direndam selama 15- 30 menit di pagi hari atau disisi yang teduh agar tidak terjadi pemanasan akibat sinar matahari, hingga terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama lima menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik; dan 2) Adaptasi kadar garam dan pH dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 5- 7 menit hingga benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.
34 3) Pemeliharaan Udang 1) Pengelolaan Mutu Air Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan mutu air: a. Pengukuran mutu air secara harian dilakukan terhadap parameter suhu antara 28-32, pH antara 7,5-8,5 (dengan kisaran harian 0,2-0,5), oksigen terlarut minimal 3,5 ppm dan kecerahan 30-40 cm; b. Pengukuran kualitas air secara mingguan untuk parameter alkalinitas, total bahan organik, kelimpahan dan jenis plankton, poshat (ortophospat) dan total bakteri dan total vibrio maksimum 10% dari total bakteri; c. Aplikasi probiotik dengan dosis sesuai dengan petunjuk pada label tiap 2-7 hari sekali; d. Untuk mempertahankan kestabilan plankton dilakukan pengamatan warna dan kecerahan air dan aplikasi pupuk nitrogen dengan dosis 2-3 ppm tiap 57 hari sekali; e. Untuk meningkatkan Akalinitas air tambak menjadi 100 ppm dilakukan penambahan kapur dolomit (Ca CO3) dengan dosis 3-5 ppm tiap 2-4 hari sekali dengan aplikasi pada malam hari; f. Pengamatan kondisi lumpur dasar tambak di bagian titik mati arus (biasanya ditengah tambak). Lakukan penyiponan bila sudah terjadi penumpukan lumpur dasar tambak sejak umur pemeliharaan 45 hari, penyiponan berikutnya dilakukan tiap 1-2 minggu; g. Lakukan pengaturan arah kincir, agar lumpur terkonsentrasi mengendap di satu titik yang mudah dijangkau oleh pensifonan. Aerasi dan aplikasi probiotika yang sebenarnya bertujuan agar tidak sempat terjadi penumpukan limbah dan untuk membuat limbah menjadi bioflock yang dapat dikonsumsi udang; h. Pada kondisi mendesak untuk meningkatkan kelarutan oksigen pada malam hari dapat dilakukan dengan aplikasi peroksida dengan dosis 1-2 ppm, terutama bila kelarutan oksigen yang tetap rendah walaupun kincir sudah dioperasikan. 2)
Pengendalian Kesehatan Udang dan Lingkungan Pengelolaan kesehatan udang dengan penerapan biosekuriti yaitu dengan pemeriksaan pagar keliling (fencing), memeriksa kehadiran udang/ kepiting/ ikan kecil di dalam media tambak dan memeriksa kepiting di dalam batas pagar. Selalu lakukan sterilisasi air baru pada petak tandon, pembersihan dan sterilisasi peralatan yang akan digunakan, tujuannya adalah untuk meminimalisisir serangan virus. Hasil penelitian yang dilakukan Taukhid dan Nuraini mengungkapkan virus yang banyak ditemui pada budi daya udang Vaname diantaranya: Taura Syndrome Virus (TSV), Infectious Myonecrosis Virus (IMNV), White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV). Saat ini terdapat empat virus penyakit signifikan telah dilaporkan pada budidaya udang Pacific White di Indonesia: TSV, IMNV, white spot syndrome virus (WSSV), and infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV). Penelitian ini meneliti data epidemiologi terhadap kejadian, diagnosa penyakit dan langkah-langkah pengendalian IMN dalam budidaya udang Pacific White di Indonesia. (Taukhid and Nuraini 2009).
35
Memaksimalkan produk udang yang aman pangan (food safety), bermutu dan menguntungkan dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia berbahaya lainnya yang dilarang. Air buangan tambak hendaknya dibuang pada saluran pembuangan atau disterilisasi pada tendon khusus sebelum dibuang ke perairan umum, hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit pada kolam-kolam tambak yang lain. 3) Pengelolaan Pakan Udang Penggunaan probiotik dan bahan pakan dimaksudkan untuk menjamin hasil panen udang mempunyai mutu yang baik, penggunaan obat dan pakan tidk dianjurkan secara berlebihan oleh karenanya perlu memperhatikan langkahlangkah berikut: a. Pakan buatan (pellet) mulai diberikan dari penebaran benih dengan dosis disesuaikan laju konsumsi pakan; b. Untuk kontrol laju konsumsi pakan dilakukan dengan pemberian pakan pada anco yaitu jala untuk menangkap udang dengan dosis dan waktu cek di anco sesuai dangan ukuran udang; c. Kontrol pertumbuhan dilakukan dengan pengambilan contoh udang setiap 710 hari sekali. Pengambilan contoh dilakukan pada waktu fajar atau sore hari untuk menghindari cuaca panas. Tabel 12 Pemberian pakan pada udang vaname di tambak Umur udang (hari)
Berat udang (gram)
Bentuk pakan
Dosis pakan (%)
Frekuensi pakan per hari
Cek anco (jam)
1–15
0,1–1,0
Fine crumble
75–25
3
-
16–30
1,1–2,5
Crumble
25–15
4
-
31–45
2,6–5,0
Crumble
15–10
5
2,0–3,0
45–60
5,1– 8,0
Pellet
10–7
5
2,0–2,5
61–75
8,1–14,0
Pellet
7–5
5
1,5–2,0
76–90
14,1–18,0
Pellet
5–3
5
1,5–2,0
91–105
18,1–20,0
Pellet
5–3
5
1,0–1,5
106–120
20,1–22,5
Pellet
4–2
5
1,0–1,5
4) Panen Udang Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam panen udang adalah: a) Panen dilakukan setelah mencapai ukuran pasar (marketable size) 110-120 hari dengan target ukuran akhir 18-20 g/ekor, SR 80persen dan FCR 1,5; b) Tiga- empat hari sebelum dipanen dilakukan penyiponan dasar tambak agar bersih dan lumpur tidak menyebar ke seluruh petakan tambak;
36 c) Panen dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan jaring arat kearah pembuangan agar dapat mengurangi kerusakan plastik mulsa; d) Panen dilakukan pada pagi hari dan hindari pada saat bulan purnama; e) Semua peralatan panen sudah disiapkan; dan f) Udang yang tertangkap segera dipindahkan dalam wadah penampungan bersih dan air dingin. Masa waktu pemeliharaan udang di tambak 3–4 bulan, tergantung kondisi iklim dan kualitas udang. Sebelum dilakukan penebaran benur ditambak, para petambak melakukan persiapan-persiapan seperti pemupukan dan pengapuran tambak. Sebagian petambak yang tergabung dalam program Demfarm telah menerapkan teknologi semi intensif dan intensif yang ditandai dengan penggunaan kincir air.
5. ANALISIS SWOT IMPLEMENTASI TAMBAK UDANG Dari wawancara denngan koresponden pakar, pembudi daya tambak udang dan pengamatan langsung di lapangan dapat diidentifikasi faktor-faktor strategik internal dan eksternal. Faktor Kekuatan . Faktor kekuatan diperlukan untuk mengetahui aspek-aspek yang memengaruhi budi daya tambak udang di Blanakan, hasil dari observasi dan wawancara dengan petambak dan stakeholder terdapat beberapa factor kekuatan antaralain: 1. Pekerja Berpengalaman Kehidupan masyarakat di Kecamatan Blanakan mayoritas adalah petambak udang yang telah diwariskan puluhan tahun sehingga keterampilan dalam pertambakan hususnya budidaya udang cukup berpengalaman. Berdasarkan data responden rataan pengalaman petambak di atas 10 tahun. Pekerja yang berpengalaman akan cepat mengadopsi inovasi suatu teknologi bahkan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan di lapangan. 2
Benur Berlimpah Benur mudah didapat, karena masyarakat di Kecamatan Blanakan umumnya melakukan usaha dibidang pengembangan budidaya udang, sehingga kebutuhan benur dapat dikondisikan sesuai dengan kebutuhan. Benur yang melimpah dapat menstabilkan produksi udang, karena pemeliharaan udang rentan terhadap kematian. 3
Kesesuaian Potensi Lahan Kecamatan Blanakan adalah wilayah pesisir yang mempunyai potensi tambak, sepertiga wilayah Kecamatan Blanakan merupakan areal pertambakan dengan drainase air baik merupakan syarat mutlak dalam pengembangan kawasan tambak udang yang telah dikembangkan sejak puluhan tahun. Selain potensi lahan, Kecamatan Blanakan didukung dengan infrastruktur atau akses jalan produksi yang memadai, sehingga mempercepat proses pemasaran.
37
4
Pengelolaan Tambak Berkelompok Dalam program Demfarm para petambak udang melakukan kerjasama satu dengan yang lainnya melalui wadah kelompok yang bertujuan mempermudah dalam hal pengelolaan usaha. Kelompok merupakan wadah yang mampu menyelesaikan setiap persoalan yang timbul, baik teknis maupun non teknis. Kelompok juga mampu mengakses kerjasama dengan institusi maupun lembagalembaga lain baik pemerintah maupun swasta, hal senada diutarakan Galappaththi dan Berket belajar dan beradaptasi secara terus menerus, seperti menyesuaikan kalender tanaman dari tahun ke tahun dan mengkombinasi pengetahuan petani/petambak dengan pengetahuan teknis pemerintah, telah menyediakan jalur menuju ekonomi keberlanjutan. (Galappaththi dan Berkes 2014). Mudah Mencari Pembeli Umumnya komoditas udang merupakan produk ekspor, sehingga permintaan banyak sementara produksi udang di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan pasar ekspor, sehingga pangsa pasar relatif stabil. Selain hal tersebut Kecamatan Blanakan merupakan sentra tambak udang sehingga para pembeli mengenal dan terjalinnya ikatan emosional antara petambak dengan para pembeli. Saat ini, hasil produksi udang dijual melalui perorangan maupun lembaga lain seperti Koperasi, bahkan kemitraan terutama dalam program demfarm. 5
6
Nilai Ekonomis Tinggi Komoditas udang merupakan salah satu produk unggulan Indonesia. Udang mempunyai pangsa pasar ekspor potensial sehingga permintaan akan udang meningkat. Nilai ekonomis tinggi mampu meningkatkan daya saing produk udang baik dalam maupun luar negeri. Permintaan udang dunia meningkat dan Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor udang dengan basis wilayah produsen salah satunya Jawa Barat. Faktor Kelemahan Faktor kelemahan dapat dilihat dari kondisi internal dan posisi petambak udang di Blanakan, factor kelemahan penting untuk diketahui sebagai dasar pengambilan kebijakan dan perbaikan program sejenis di masa akan datang. Beberapa fackor kelemahan usaha budi daya tambak di Blanakan antaralain: 1.
Siklus produksi Usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang masih tradisional dan belum dikembangkan secara intensif, sehingga siklus produksi menjadi lama yaitu 4 bulan. Namun bila dikembangkan secara intensif dengan mengaplikasikan teknologi-teknologi produksi dapat dipercepat, yaitu tiga bulan, sehingga tingkat pendapatan akan meningkat. 2.
Posisi tawar petambak lemah Posisi tawar dilakukan melalui pendekatan tingkat pendidikan, posisi tawar petambak lemah dikarenakan keterbatasan SDM. Rataan pendidikan para petambak di Kecamatan Blanakan Subang adalah SD. Selain pendidikan faktor usia sangat berpengaruh, usia petambak didominasi oleh kalangan usia 45-60 tahun. Keterbatasan tersebut menjadikan pembudidaya lemah dalam menentukan dan menetapkan keputusan maupun perumusan langkah-langkah strategik dalam
38 pengembangan usaha budidaya tambak secara bersama-sama dengan anggota lain. Sejauh ini kemitraan dan kebersamaan antar petambak belum terjalin, sehingga tekanan dari pihak luar seringkali terjadi. 3.
Kekurangan modal untuk pengembangan usaha Modal sangat diperlukan dalam pengembangan suatu usaha, besar kecilnya modal dipengaruhi oleh besar kecilnya sebuah usaha. Modal merupakan salah satu faktor pendukung dalam pengembangan usaha tambak udang. Berdasarkan hasil data yang diperoleh bahwa untuk mengembangkan usaha tambak udang dengan luasan 1 hektar rataan membutuhkan modal Rp.375.000.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah) biaya tersebut dipengaruhi oleh biaya operasional. Rataan petambak adalah tradisional yang memanfaatkan lahan sesuai dengan kemampuan modal yang dimiliki, sehingga yang terjadi pemanfaatan tambak tidak maksimal. 4.
Kurangnya sarana dan prasarana Suatu usaha dapat berjalan dengan baik, apabila didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang bahwa para petambak udang masih banyak mengalami kekurangan sarana dan prasarana. Hal demikian disebabkan faktor biaya (modal) yang besar sehingga sebagian dari petambak udang belum mampu mengoptimalkan sarana dan prasarana secara mandiri. 5.
Penjualan dilakukan kepada tengkulak Keterbatasan SDM petambak udang menyebabkan akses terhadap informasi, terutama pasar rendah, sehingga penjualan dikuasai oleh para tengkulak. Kondisi lainnya juga yang terjadi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang bahwa antara petambak dan tengkulak terlibat dalam hutang piutang dalam menunjang kegiatan tambak udang sehingga terjadi ikatan hasil panen harus dijual kepada tengkulak tersebut dengan harga lebih rendah bila dibandingkan dengan harga pasar.
Sulit mendapatkan bibit bermutu Dalam mengembangkan budidaya udang, mutu benih menjadi perhatian utama, sebab mutu yang kurang baik akan mengakibatkan produksi yang tidak maksimal, bahkan mengalami kerugian akibatnya terjadinya kematian pada benur udang. Benur yang dihasilkan merupakan benur yang berasal dari induk kurang baik. Penggunaan benur kurang baik menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. 6.
Faktor Peluang Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah penghasil udang tambak di pantura Pulau Jawa yang tersebar di beberapa kecamatan. Berdasarkan potensi yang dimiliki, budi daya tambak udang di daerah tersebut sangat dimungkinkan untuk dikembangkan. Hasil wawancara menyimpulkan beberapa faktor peluang antaralain:
39
1.
Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah terbagi dalam kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah pusat telah dirumuskan dalam program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–2014 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 yang menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah adalah revitalisasi tambak melalui pengembangan kawasan percontohan tambak (Demfarm). Sedangkan kebijakan pemerintah daerah adalah mendukung tata ruang wilayah dalam pengembangan kawasan percontohan tambak udang. 2.
Potensi lahan tambak besar Kabupaten Subang khususnya Kecamatan Blanakan merupakan sentra wilayah tambak ideal yang telah dikembangkan oleh masyarakat sekitar secara turun temurun. Keberadaan tambak ini juga terlihat dari luas hamparan wilayah tambak yang luas walaupun sebagian tambak mengaanggur. Berdasarkan data Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2012 tercatat luas, areal Demfarm udang adalah 360 hektar, dengan penambahan areal budidaya seluas 50 hektar. 3.
Bantuan sarana tambak Melalui program demfarm dan program lainnya, pemerintah pusat maupun daerah telah banyak memberikan bantuan sarana tambak, baik berupa barang aset maupun barang habis pakai. Bantuan yang diberikan berupa perbaikan infrastruktur, kincir air, pompa bahkan sistem kemitraan telah difasilitasi oeh pemerintah. Melalui bantuan sarana tambak produksi udang dapat ditingkatkan. Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan Tenaga pendamping adalah petugas yang membantu dalam manajerial maupun teknis pengembangan tambak udang. Sedangkan kelembagaan adalah wadah atau sekumpulan para petambak udang yang teroganisir dalam mengembangkan usaha tambak udang. Tenaga pendamping yang ada di Kecamatan Blanakan Subang meliputi tenaga teknis teknologi dari UPT Karawang Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, tenaga teknisi pakan dari PT. Central Proteinaprima. Teknisi tersebut bertugas dalam mengawasi dan membina cara pemberian pakan udang hingga panen. Selain itu di kawasan demfarm telah terbentuk kelompok-kelompok perikanan. 4.
5.
Teknologi penggunaan plastik mulsa Penggunaan teknologi plastik mulsa mampu meningkatkan produksi udang. Dalam program demfarm petambak diharuskan menggunakan plastik mulsa. Manfaat dari penggunaan plastik mulsa mampu menekan hama dan penyakit yang dapat menggangu kelangsungan udang sehingga produksi dapat meningkat. 6.
Potensi pasar yang besar Udang merupakan salah satu dari empat komoditas unggulan yang dikembangkan oleh pemerintah sampai dengan saat ini. Udang merupakan produk ekspor, sehingga potensi pasar tidak hanya dalam negeri maupun luar negeri. Potensi pasar yang besar merupakan peluang bagi para petambak untuk mengembangkan usaha udang dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun luar negeri.
40 Faktor Ancaman Seperti pada umumnya budi daya tambak udang, usaha ini memiliki resiko ancaman yang tidak kecil. Ancaman dapat datang dari cara budi daya dan juga ancaman yang datang dari luar, berikut faktor ancaman budi daya tambak udang di Kecamatan Blanakan: 1. Cuaca Kondisi iklim di Kecamatan Blanakan sangat fluktuatif, hal ini berpengaruh pada pada perkembangan usaha udang. Kondisi cuaca yang ekstrim dapat memacu perkembangan bakteri berkembangbiak dan menyebabkan daya imun udang menurun sehingga menyebabkan kematian. 2.
Harga tidak stabil Stabilitas harga dipengaruhi oleh tingkat produksi udang, produksi melimpah, maka harga akan turun demikian dan sebaliknya produksi udang rendah maka harga tinggi. Stabilitas harga juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga diperlukan upaya–upaya para petambak terhadap kondisi-kondisi tersebut agar stabilitas harga dapat terjamin. 3.
Serangan virus Gejala serangan virus seringkali terjadi pada tambak di Kecamatan Blanakan Subang. Serangan virus dapat mewabah dengan cepat, sehingga diperlukan penanganan responsif dan perlu dilakukan pencegahan serius, sehingga virus dapat ditanggulangi. Serangan virus pada udang dapat menyebabkan gagal panen. 4.
Tengkulak Keterbatasan para petambak udang di Kecamatan Blanakan Subang membuatnya tergantung kepada para tengkulak, karena disebabkan lemahnya modal yang dimiliki oleh para petambak udang, kelemahan ini dimanfaatkan oleh tengkulak dengan memberikan bantuan pinjaman modal yang berimplikasi pada keterikatan penjualan udang kepada tengkulak. 5.
Alih fungsi lahan tambak Banyaknya tambak ideal akibat dari besarnya biaya operasional yang diperlukan dan risiko usaha yang besar. Kondisi demikian membuat para petambak beralih ke usaha lain yang tidak membutuhkan biaya operasional tinggi, bahkan sebagian tambak telah dirubah sebagai area pemukiman karena menjadi investasi yang sangat menguntungkan sampai dengan saat ini. Impor udang Kondisi produksi udang di dalam negeri kurang menjamin ketersediaan produk udang di pasar lokal telah menyebabkan masuknya produk udang dari luar negeri dengan harga rendah, bila dibandingkan dengan produksi dalam negeri. Selain itu juga mutu udang impor lebih baik bila dibandingkan dengan udang lokal. 6.
41
Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Usaha pengembangan udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dipengaruhi oleh faktor strategik internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan usaha tambak udang, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman usaha tambak udang. Penghitungan IFE dan EFE pengembangan usaha udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang menggunakan pendekatan rating (skor) dan bobot dalam sebuah matriks. Data dan informasi yang digunakan bersumber dari kuesioner yang diajukan kepada responden secara terbatas dengan total responden lima orang. 1)
Identifikasi matriks IFE Faktor strategik internal diuraikan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh petambak udang, kemudian diidentifikasi faktor internal paling berpengaruh sebagaimana terlampir dalam Tabel 13. Petambak udang harus melakukan upaya-upaya yang tepat untuk memanfaatkan kekuatan dalam mengatasi kelemahan dalam mengembangkan usaha tambak udang agar berkembang dengan baik. Faktor–faktor kekuatan dan kelemahan pada usaha pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 IFE Pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Bobot Rating Bobot x Rating No Faktor Strategik Internal (a) (b) (a x b) Kekuatan 1 Pekerja yang berpengalaman 0,052 3,6 0,188 2 Benur berlimpah 0,082 3,0 0,245 3 Kesesuaian potensi lahan 0,107 3,8 0,407 Pengelolaan tambak secara 4 berkelompok 0,078 3,4 0,264 5 Mudah mencari pembeli 0,099 4,2 0,415 6 Nilai ekonomis tinggi 0,075 4,2 0,314 1,833 Kelemahan 1 Siklus produksi per 4 bulan 0,041 2,8 0,115 2 Posisi tawar petambak lemah 0,087 2,8 0,245 Kekurangan modal untuk 3 pengembangan usaha 0,092 4,0 0,367 4
Kurangnya sarana dan prasarana
0,085
4,0
0,339
5
Penjualan dilakukan kepada tengkulak
0,075
2,8
0,209
6
Sulit mendapatkan bibit bermutu
0,128
3,2
0,411
Jumlah
1,000
0,148
42 2)
Identifikasi matriks EFE Faktor strategik eksternal diuraikan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi oleh petambak udang, kemudian diidentifikasi faktor eksternal yang paling berpengaruh sebagaimana dalam Tabel 14. Petambak udang harus melakukan upaya-upaya yang tepat untuk memanfaatkan peluang dalam meminimalisir ancaman pengembangan usaha tambak udang sehingga dapat berkembang dengan baik. Faktor–faktor Peluang dan Ancaman pada usaha pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Subang No 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
3)
EFE Pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten Faktor Strategik Eksternal
Peluang Kebijakan Pemerintah Potensi lahan tambak besar Bantuan sarana tambak Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan Penggunaan teknologi plastik mulsa Potensi pasar besar Ancaman Cuaca Harga tidak stabil Serangan virus Tengkulak Alih fungsi lahan tambak Impor udang Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Bobot x Rating (a x b)
0,075 0,090 0,075
4,0 3,8 4,4
0,299 0,343 0,328
0,087 0,079 0,087
4,6 4,0 4,6
0,402 0,315 0,402
0,092 0,085 0,118 0,062 0,089 0,062 1,000
3,4 3,2 3,4 3,2 2,8 3,2
0,311 0,270 0,402 0,198 0,248 0,198 0,459
Analisis Matriks Internal dan Ekternal (IE) Penentuan posisi strategi pengembangan usaha udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dalam matrik IE didasarkan pada hasil total nilai matriks IFE yang diberi bobot pada sumbu X dan total nilai matriks EFE pada sumbu Y. Total nilai matriks IFE adalah 0.148 dan nilai matriks EFE adalah 0.459, sebagaimana terlampir pada Gambar 7 berikut ini
43
Gambar 7 Posisi Strategi Internal dan Eksternal dalam Pengmbangan Usaha Udang Di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Strategi yang tepat untuk dikembangkan untuk usaha di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang adalah Strengths-Opportunities (S-O) yaitu memanfaatkan Peluang dengan kekuatan. 4)
Formulasi strategi pengembangan usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Nurmianto, et al (2004) menyatakan bahwa analisa SWOT adalah identifikasi berbagai actor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan yang didasarkan pada faktor kekuatan (Stenghts), dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaam dapat meminimalkan kelamahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Dengan demikian untuk melakukan perencanaan pengembangan budi daya tambak udang di kecamatan Blanakan harus menganalisa faktor-faktor strategis seperti sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki saat ini dan melakukan pengkajian berdasarkan pengalaman masa lampau. Berdasarkan indikator faktor strategik internal dan eksternal yang diperoleh, selanjutnya ditetapkan alternatif strategi yang dirumuskan sebagai berikut: 1) Strategi S-O (kombinasi S1–S6 dengan O1–O6) Strategi ini didapatkan dengan memanfaatkan dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki oleh pembudidaya tambak udang untuk memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan analisis diperoleh beberapa formulasi berikut: (1) Optimalisasi produksi udang secara berkelanjutan; dan (2) Peningkatan teknologi budidaya udang secara intensif. Pemanfaatan lahan tambak secara maksimal dengan penarapan teknologi budidaya secara intensif dapat memajukan pertambakan udang di Kecamatan Blanakan Subang.
44 2) Strategi S-T (kombinasi S1–S6 dengan T1-T6) Strategi ini dilakukan dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dalam mengantisipasi ancamatan yang ada. Berdasarkan analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut: (1) Pengaturan pola produksi; (2) Pengendalian hama penyakit melalui budidaya intensif; dan (3) Penyusunan kerjasama pemasaran Untuk mengembangkan usaha budidaya udang yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca maka dilakukan pengaturan pola produksi sehingga rantai produksi tidak terputus. Upaya menghadapi ancaman serangan hama penyakit dilakukan pengendalian hama penyakit secara intensif dengan sistem budidaya dengan intensif. Selain itu dilakukan kerjasama pemasaran dengan lembaga lain secara tertulis, sehingga ada keterikatan masing–masing pihak. 3) Strategi W-O (kombinasi W1–W6 dengan O1-O6) Strategi ini didapatkan dengan usaha meminimalisasi kelemahan yang dimiliki pembudidaya dan memanfaatkan peluang. Berdasarkan hasil analisis diperoleh formulasi strategi berikut: (1) Pengaturan pola produksi udang; (2) Perkuat kelambagaan petambak melalui pendampingan; (3) Akses permodalan melalui lembaga perbankan; dan (4) Memperkuat kelambagaan pasar melalui pemberdayaan kelompok. Pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang dapat memanfaatkan lembaga-lembaga keuangan dalam mengakses permodalan dan memperkuat kelembagaan pembudidaya itu sendiri melalui penguatan kelompok. 4) Strategi W-T (kombinasi W1–W6 dengan T1-T6) Strategi ini didapatkan dengan meminimalisasi kelemahan dalam mengantisipasi ancaman di Kecamatan Blanakan Subang. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh beberapa formulasi strategi berikut: (1) Fasilitasi permodalan, infrastruktur dan sarpras budidaya; (2) Penerapan CBIB udang secara berkesinambungan; dan (3) Penguatan pola kemitraan dengan lembaga lain. Alternatif strategi pengembangan budi daya tambak udang di kecamataan Blanakan dapat dilihat pada Gambar 8
45
46
Faktor Internal
KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
S1.
W1.
S2. S3. S4. S5. S6 Faktor Eksternal
O3. O4. O5. O6.
Kebijakan pemerintah Potensi lahan tambak yang besar Bantuan sarana tambak Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan Penggunaan teknologi plastik mulsa Potensi pasar yang besar
1.
2.
Cuaca Harga tidak stabil Serangan virus Tengkulak Alih fungsi lahan tambak Impor udang
W5. W6.
Optimalisasi produksi udang secara berkelanjutan Peningkatan teknologi budi daya udang secara intensif
1. 2.
3.
3.
Pengaturan pola produksi Pengendalian hama penyakit melalui budi daya intensif Penyusunan kerjasama pemasaran
Pengaturan pola produksi udang Perkuat kelembagaan petambak melalui pendampingan Akses permodalan melalui lembaga perbankan Memperkuat kelembagaan pasar melalui pemberdayaan kelompok STRATEGI W – T
STRATEGI S-T 1. 2.
Siklus produksi per 4 bulan Posisi tawar petambak lemah Kekurangan modal untuk pengembangan usaha Kurangnya sarana dan prasarana Penjualan dilakukan kepada tengkulak Sulit mendapatkan bibit berkualitas STRATEGI W – O
4.
ANCAMAN (T) T1. T2. T3. T4. T5. T6.
W2. W3. W4.
STRATEGI S – O
PELUANG (O) O1. O2.
Pekerja yang berpengalaman Benur berlimpah Kesesuaian potensi lahan Pengelolaan tambak secara berkelompok Mudah mencari pembeli Nilai ekonomis yang tinggi
1.
2. 3.
Fasilitasi permodalan, infrastruktur dan sarpras budi daya Penerapan CBIB udang secara berkesinambungan Penguatan pola kemitraan dengan lembaga lain
Gambar 8 Matriks analisis SWOT pengembangan budidaya udang sistem Demfarm, 2015. Keterangan : - (Oi ; Si) atau (Oi ; Wi) atau (Ti ; Si) atau (Ti ; Wi) menunjukan kombinasi faktor eksternal dengan internal dalam mengehasilkan pilihan strategi - i = 1,2,.........n
47
Analytical Hierarchy Process (AHP) Responden dalam penentuan skala priotas pengembangan produktivitas tambak meliputi unsur pemerintah pusat yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, unsur pemerintah daerah Kabupaten Subang diwakili oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, unsur mitra usaha, dan unsur pelaku utama (petambak). Kuesioner dari responden diolah dengan menggunakan Expert Choice 2000. Pengembangan produktivitas sangat dipengaruhi oleh SDA, infrastruktur sumber daya manusia, teknologi dan permodalan. Pengolahan data menunjukkan bahwa faktor yang terpenting dalam mendukung pengembangan produktivitas tambak di Kecamatan Blanakan adalah teknologi. Sebagaimana tersaji dalam Gambar 9
Gambar 9
Kriteria terpenting dalam pengembangan produktivitas tambak di Kecamatan Blanakan Subang.
Teknologi menjadi peran penting yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan tambak, dan menjadi prioritas utama (nilai 0,341), terbukti teknologi yang telah diaplikasikan dalam program Demfarm dengan produktivitas rataan 7 ton per ha, dan SDM diurutan kedua (nilai 0,258). Menurut responden SDM merupakan penunjang dalam menjalankan teknologi dalam budidaya tambak udang. Urutan ketiga adalah modal (nilai 0,181). Persepsi ini dibangun bahwa modal dapat dikondisikan apabila teknologi telah dikuasai dengan baik dan SDM mendukung. SDA berada pada urutan keempat (nilai 0,129). SDA dipersepsikan sebagai potensi untuk pengembangan usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang. Dan urutan terakhir adalah infrastruktur (nilai 0,091). Infrastruktur merupakan penunjang dalam mengembangkan produksi udang di Kecamatan Blanakan Subang seperti drainase dan jalan produksi yang baik, sehingga mempermudah akses baik pemasaran maupun produksi. Teknologi dianggap mampu meningkatkan produksi sekaligus memanfaatkan lahan-lahan tambak yang menganggur, melalui penerapan teknologi mulsa mampu meningkatkan produktivitas yang berimplikasi pada pendapatan petambak yang pada akhirnya berfungsinya tambak-tambak menganggur. Penggunaan teknologi yang tepat dan ramah lingkungan menjadikan kawasan tambak tetap eksis.
48 Kriteria–kriteria tersebut di atas tentu dapat terlaksana apabila dilakukan oleh aktor–aktor yang sesuai dengan kompetensinya. Dalam pengembangan produktivitas tambak ada beberapa aktor yang terlibat, yaitu Pokdakan, pemerintah, mitra usaha, perbankan dan koperasi. Penjabaran dari persepsi masing–masing responden terhadap aktor berikut: 1.
Sumber daya alam Pengelolaan atau pengembangan SDA aktor yang paling berperan adalah Pokdakan (skor 0,286), dikarenakan usaha pengembangan tambak udang yang berperan adalah Pokdakan atau petambak. Penanganan tambak yang baik maka kelangsungan SDA terjaga dengan baik, sebab kerusakan SDA seringkali diakibatkan salahnya pengelolaan yang dilakukan oleh pokdakan/petambak. Pada urutan kedua adalah pemerintah (skor 0,248), urutan ke tiga adalah mitra usaha (skor 0,184) dan pada urutan keempat adalah koperasi (skor 0,164) dan terakhir adalah perbankan (skor 0,118). Aktor penting dalam pengembangan SDA dapat dilihat pada Gambar 10
Gambar 10 Aktor terpenting dalam pengembangan SDA di Kecamatan Blanakan Subang. 1)
Pokdakan Aktor Pokdakan apabila pengembangan tambak udang dilakukan dengan memperhatikan SDA, maka strategi alternatif yang diprioritaskan berdasarkan persepsi dari aktor adalah: a) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,206); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,195); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan (skor 0, 148); d) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,135); e) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,106); f) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0, 106);dan g) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,105).
49
Strategi alternatif dalam pengembangan SDA dengan aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 11
Gambar 11 Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. Pengembangan teknologi ramah lingkungan sangat diperlukan oleh Pokdakan selaku pemanfaat dari SDA, dan pengembangan kawasan tambak yang dikehendaki petambak adalah pengembangan tambak yang memberikan keberlanjutan dalam setiap program. 2)
Pemerintah Aktor pemerintah apabila pengembangan tambak udang dilakukan dengan memperhatikan sumber daya alam maka strategi alternatif yang diprioritaskan berdasarkan persepsi dari aktor adalah: a) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,199); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,176); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,143); d) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,131); e) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,122); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,116); dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,114). Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 12
50
Gambar 12 Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. Pemerintah mempunyai peran penting dalam mengedepankan petambakan udang, khususnya di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang baik dalam hal teknologi maupun kemampuan SDA. Pembinaan dan pendampingan bagi petambak merupakan tanggungjawab dari pemerintah selaku pemangku kebijakan maupun regulasi teknis lainnya. Regulasi tersebut diberikan berupa peraturanperaturan tentang pengembangan tambak udang beserta kawasan tambak sebagai pelestarian alam. 3)
Mitra usaha Aktor mitra usaha apabila pengembangan tambak udang dilakukan dengan memperhatikan sumber daya alam maka strategi alternatif yang diprioritaskan berdasarkan persepsi dari aktor adalah: a) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,267); b) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,157); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,148); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,133); e) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,106); f) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,098);dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,094). Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 13
51
Gambar 13 Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. Keberadaan mitra usaha dalam mengembangkan SDA juga mempunyai peran penting dengan merumuskan strategi mengakses permodalan melalui pembentukan kelembagaan Pokdakan atau petambang udang. 4)
Perbankan Aktor perbankan apabila pengembangan tambak udang dilakukan dengan memperhatikan SDA maka strategi alternatif yang diprioritaskan berdasarkan persepsi dari aktor adalah: a) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,222); b) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,185); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,174); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,121); e) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,111); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,103); g) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,085). Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor perbankan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 14
52
Gambar 14 Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor perbankan di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. Perbankan dan mitra usaha mempunyai peran yang sama hal ini tertuang dalam hasil persepsi dari responden bahwa strategi yang dikembangkan dalam mendukung SDA adalah askses permodalan melalui pembinaan kelembagaan. Hal ini diharuskan karena perbankan dan mitra usaha merupakan koorporasi yang besar sehingga memerlukan mitra yang seimbang dengan pembinaan kelembagaan agar terus berkembang. 5)
Koperasi Aktor koperasi apabila pengembangan tambak udang dilakukan dengan memperhatikan SDA, maka strategi alternatif yang diprioritaskan berdasarkan persepsi dari aktor adalah: a) Fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,195); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,189); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,162); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,125); e) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,121); f) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,109); g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,098). Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor koperasi di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 15
53
Gambar 15
Strategi alternatif dalam pengembangan SDA aktor koperasi di Kecamatan Blanakan Subang, 2015.
Koperasi merupakan mitra usaha yang terdekat bagi para petambak di Kecamatan Blanakan Subang sehingga koperasi lebih dipercaya sebagai pembaharuan dalam pengembangan kemitraan usaha tambak udang. Koperasi dianggap mampu menjembatani antara suplier saprodi maupun lembaga lain. Sebab koperasi mempunyai kedudukan yang kuat dalam mendesain kemitraan dengan lembaga lain. 2.
Infrastruktur Infrastruktur salah satu faktor dalam mengembangkan usaha tambak udang dengan memperhatikan sumber daya alam : a) pemerintah (skor 0,402); b) Pokdakan (skor 0,194); c) koperasi (skor 0,143); d) mitra usaha (skor 0,137);dan e) perbankan (skor 0,124). Aktor terpenting dalam pengembangan infrastruktur di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 16
Gambar 16 Aktor terpenting dalam pengembangan infrastruktur di Kecamatan Blanakan Subang, 2015.
54 Pengembangan infrastruktur membutuhkan modal dan sarana pendukung lainnya yang sangat besar bahkan infrastruktur juga harus didukung dengan regulasi atau kebijakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Oleh karenanya menurut responden bahwa pengembangan infrastruktur lebih berperan adalah pemerintah karena pemerintah mempunyai kapasitas lebih dalam mengembangkan potensi SDA dalam mendukung tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang. Strategi altertif yang diprioritaskan apabila mengembangkan infrastruktur berdasarkan persepsi dari aktor adalah: 1) Pokdakan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana Pokdakan yaitu : a) Pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,212); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,194); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,146); d) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,134); e) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,105); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,104); g) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,104). Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 17
Gambar 17 Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. 2)
Pemerintah Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana pemerintah yaitu: a) Pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,199); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,176);
55
c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,143); d) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,131); e) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,122); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,116);dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,114). Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 18
Gambar 18 Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor Pemerintah di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. 3) a) b) c) d) e) f) g)
Mitra usaha Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana mitra usaha yaitu: fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,267); fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,157); pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,148); penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,133); penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,106); pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,096);dan pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,094).
Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 19
56
Gambar 19
4)
Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor mitra Usaha di Kecamatan Blanakan Subang, 2015.
Perbankan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana perbankan yaitu: a) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,222); b) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,185); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,174); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,121); e) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,111); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,103);dan g) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,085).
Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor perbankan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 20
Gambar 20 Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor perbankan di Kecamatan Blanakan Subang, 2015.
57
5)
Koperasi Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana koperasi yaitu: a) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,195); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,189); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,162); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,125); e) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,121); f) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (0,109);dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,098).
Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor koperasi di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21 Strategi alternatif dalam pengembangan infrastruktur aktor koperasi di Kecamatan Blanakan Subang, 2015. 3.
Sumber daya manusia Pengelolaan atau pengembangan SDM yang paling berperan adalah: a) Pokdakan (skor 0,244); b) pemerintah (skor 0,243); c) mitra usaha (skor 0,243); d) koperasi (skor 0,191);dan e) perbankan (skor 0,078).
58 Aktor terpenting dalam pengembangan SDM di Kecamatan Blanakan Kabupaten selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 22
Gambar 22 Aktor terpenting dalam pengembangan SDM di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. Strategi altertif yang diprioritaskan apabila mengembangkan SDM berdasarkan persepsi dari aktor adalah: 1) Pokdakan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana Pokdakan yaitu: a) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,212); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,194); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,146); d) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,134); e) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,105); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,104); dan g) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,104). Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan Kabupaten selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 23
59
Gambar 23 Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. 2) Pemerintah Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana pemerintah yaitu: a) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,199); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,176); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,143); d) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,131); e) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,122); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,116); dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,114). Strategi alternatif dalam pengembangan SDSM aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24 Strategi alternatif dalam pengembangan SDSM aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
60 3)
Mitra usaha Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana mitra usaha yaitu: a) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,267); b) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,157); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,148); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,133); e) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,106); f) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,096); dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,094). Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 25
Gambar 25 Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. 4)
Perbankan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana perbankan yaitu: a) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,222); b) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,185); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,174); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,121); e) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,111); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,103); dan g) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,085).
61
Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor perbankan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26 Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor perbankan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. 5)
Koperasi Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana koperasi yaitu: a) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,195); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,189); c) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,162); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,125); e) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,121); f) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,109); dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,098). Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor koperasi di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 27
Gambar 27
Strategi alternatif dalam pengembangan SDM aktor koperasi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
62 4.
Modal Pengelolaan atau pengembangan modal yang paling berperan adalah sebagai berikut: a) pemerintah (skor 0,276); b) mitra usaha (skor 0,242); c) perbankan (skor 0,208); d) koperasi skor (0,150); dan e) Pokdakan dengan (skor 0,123).
Aktor terpenting dalam pengembangan modal di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 28
Gambar 28
Aktor terpenting dalam pengembangan modal di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
Strategi altertif yang diprioritaskan apabila mengembangkan infrastruktur berdasarkan persepsi dari aktor adalah sebagai berikut: a) Pokdakan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana Pokdakan yaitu: a) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,212); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,194); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,146); d) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,134); e) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,105); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,104); dan g) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,104). Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 29
63
Gambar 29 Strategi alternatif dalam pengembangan Modal aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
b)
Pemerintah Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana pemerintah yaitu: a) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,199); b) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,176); c) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,143); d) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,131); e) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,122); f) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,116); dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,114). Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan Kabupaten selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 30
Gambar 30 Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
64 c)
Mitra usaha Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana mitra usaha yaitu: a) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,241); b) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,166); c) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,159); d) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,135); e) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,108); f) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,096); dan g) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,094). Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 31
Gambar 23 Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor mitra usaha di
Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015 Gambar 31 Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. d)
Perbankan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana perbankan yaitu fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,222), prioritas kedua, fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,185), prioritas ketiga, pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,174), prioritas keempat, penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,121), prioritas kelima, pegembangan kawasan perontohan tambak (Demfarm) dengan skor 0,111, prioritas keenam, penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,103), dan prioritas ketujuh, pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,085), lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 32
65
Gambar 32 Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor perbankan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. e) 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Koperasi Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana koperasi adalah: fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,195); fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan pokdakan (skor 0,189); pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,162); penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas dengan skor (0,125); penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,121); pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,109); dan pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,098).
Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor koperasi di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 33
Gambar 33 Strategi alternatif dalam pengembangan modal aktor koperasi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
66 5.
Teknologi Pengelolaan atau pengembangan teknologi yang paling berperan adalah: a) pemerintah (skor 0,528); b) Pokdakan (skor 0,170); c) koperasi (skor 0,138); d) mitra usaha (skor 0,125); dan e) perbankan (skor 0,039). Aktor terpenting dalam pengembangan teknologi di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 34
Gambar 34
Aktor terpenting dalam pengembangan teknologi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
Strategi alternatif yang diprioritaskan apabila mengembangkan teknologi berdasarkan persepsi dari aktor adalah: a) Pokdakan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana Pokdakan, yaitu: 1) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,216); 2) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,210); 3) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,194); 4) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,179); 5) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,089); 6) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,060); dan 7) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,052).
Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 35
67
Gambar 35 Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor Pokdakan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. b) Pemerintah Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana pemerintah adalah: 1) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,316); 2) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,168); 3) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,150); 4) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,145); 5) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,135); 6) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,045); 7) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,043); Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 36
Gambar 36 Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor pemerintah di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
68 c) Mitra usaha Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana mitra usaha yaitu: 1) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,228); 2) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,209); 3) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,198); 4) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,107); 5) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,098); 6) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,089);dan 7) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,070). Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 37
Gambar 37 Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor mitra usaha di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. d) Perbankan Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana perbankan adalah: 1) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,231); 2) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,165); 3) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,158); 4) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,146); 5) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,116); 6) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,109);dan 7) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,075).
69
Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor perbankan di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 38
Gambar 38 Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor perbankan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015. e) Koperasi Prioritas alternatif strategi sebagai pelaksana koperasi adalah: 1) fasiltasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan Pokdakan (skor 0,172); 2) penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan prioritas (skor 0,163); 3) fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain (skor 0,155); 4) pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan (skor 0,149); 5) penyediaan sarpras tambak secara komprehensif (skor 0,137); 6) pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan (skor 0,126); dan 7) pengembangan kawasan perontohan tambak Demfarm (skor 0,098). Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor koperasi di Kecamatan Blanakan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 39
Gambar 39 Strategi alternatif dalam pengembangan teknologi aktor koperasi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, 2015.
70 Aplikasi teknologi dalam program Demfarm mampu meningkatkan produktivitas tambak, sehingga persepsi para stakeholders faktor yang berpengaruh dalam efektiftas pengembangan tambak adalah teknologi. Pengembangan teknologi di Kecamatan Blanakan Subang yang mempunyai peran dalam pengembangan kawasan tambak adalah pemerintah. Harapan stakeholder terhadap pemerintah sebab pemerintah dinilai mampu menghadirkan dan memfasilitasi para stakeholder tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang terhadap penggunaan maupun pembinaan terhadap teknologi. Apabila pemerintah yang menjalankan faktor teknologi maka strategi yang diprioritaskan berdasarkan persepsi stakeholders adalah penerapan teknologi, melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan. CBIB merupakan kunci keberhasilan produksi tambak udang, apabila penerapan CBIB baik, maka produksi akan baik. Berbagai upaya dapat dilakukan pemerintah dalam mengedepankan teknologi melalui pelatihan, workshop bahkan mencetak tenagatenaga sertifikasi CBIB, sehingga permasalahan yang seringkali dihadapi oleh para stakeholders dapat diselesaikan dengan baik, hal ini sejalan dengan pendapat Florina (2012) Considering the intricacy of the shrimp farming activity, it is recommended that more focus should be given to information sharing and technology dissemination. Analisa Data Kuantitatif a. Produktivitas Tambak Udang Program Demfarm merupakan salah satu program strategi dalam peningkatan produksi tambak udang yang telah dicanangkan oleh KKP sejak tahun 2012. Kecamatan Blanakan merupakan salah satu Kecamatan yang menjadi sentra program Demfarm dalam upaya peningkatan produktivitas tambak. Sebelum adanya program Demfarm, rataan produktivitas tambak 0,017 ton/ ha. Produktivitas tambak udang Demfarm mengalami meningkatan yang cukup besar sebagaimana terlampir pada Tabel 15. Tabel 15. Produktivitas tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Produktivitas Tambak Jumlah Persentase No (ton/ha) Responden (%) 1 7.00-7.10 9 30,00 2 7.11-7.20 4 13,33 3 7.21-7.30 11 36,67 4 7.40-7.50 6 20,00 Jumlah 30 100,00 Pengembangan usaha tambak dengan sistem Demfarm mampu meningkatkan produktivitas tambak 7,00–7,50 ton/ha atau 7000-7500 kg/ha. Kondisi demikian memberikan dukungan bahwa pengembangan usaha tambak di Kecamatan Blanakan Subang dapat dilanjutkan.
71
Faktor lain yang memberikan andil dalam peningkatan produksi tambak udang adalah adanya pola pendampingan, kemitraan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah dan swasta yang tergabung dalam program Demfarm tersebut. b.
Analisa Finansial Keuntungan adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi yang dikeluarkan selama satu siklus atau priode. Berdasarkan Tabel 14, selama pelaksanaan program demfarm keuntungan dominan berkisar Rp.101.000.000– Rp.200.000.000 sebanyak 30 persen ini menunjukan bahwa luas tambak yang dimiliki oleh petambak relatif sama. Sedangkan keuntungan di atas Rp. 400.000.000 diperoleh 16.67 persen responden, keuntungan Rp.50.000.000–Rp. 100.000.000 diperoleh 16.67 persen mendapatkan keuntungan terendah. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh oleh para petambak dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan. Biaya produksi sebaiknya harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien, sehingga memperbesar keuntungan. Hasil keuntungan para petambak di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Keuntungan tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Keuntungan Jumlah No Persentase (%) (Rp.000.000) Responden 1 2 3 4 5
50-100 101-200 201-300 301-400 > 400 Jumlah
5 9 8 3 5 30
16,67 30,00 26,66 10,00 16,67 100
Penjualan udang dilakukan bervariasi, yaitu tengkulak, mitra dan koperasi, harga tertinggi Rp.70.000 dan harga terendah Rp.60.000. Hasil panen yang dihasilkan oleh para petambak berkisar 7000-7500 kg per siklus. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa usaha budidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang mampu menghasilkan pendapatan terendah per siklus Rp. 100.000.000-Rp.500.000.000 sebanyak 36,67 persen, dan pendapatan tertinggi di atas Rp.1.500.000.000 sebanyak 16,66 persen, namun usaha tambak udang yang dikembangkan melalui program demfarm mengalami pendapatan Rp. 1.000.000.000–Rp.1.500.000.000 sebanyak 26,67 persen, pendapatan sangat dipengaruhi oleh harga jual. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17.
72 Tabel 17. Pendapatan tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang No 1 2 3 4
Pendapatan (Rp.000.000)
Jumlah Responden
Persentase (%)
100-500 501-1000 1001-1500 > 1500 Jumlah
11 6 8 5 30
36,67 20,00 26,67 16,66 100,00
c.
Kelayakan Finansial Salah satu metode yang digunakan dalam kelayakan usaha atau investasi adalah Benefit Cost Ratio (B/C rasio), metode ini lebih menekankan pada benefit (manfaat) dan pengorbanan (biaya/cost) suatu investasi. Kelayakan usaha budidaya dihitung dengan metode ini, dimana kelayakan usaha ditentukan oleh perbandingan antara pendapatan dengan total biaya (Utomo 2012). Usaha tambak udang yang dikembangkan dengan program demfarm memberikan manfaat 1–2. Penghitungan B/C rasio yang dihasilkan 6,67 persen usaha tambak yang dikembangkan mendapatkan B/C rasio di atas 1,40 dan 60 persen responden dalam mengembangkan usaha tambak udang menghasilkan B/C rasio 1-1,3, dimana 33,33 persen responden menghasilkan B/C rasio antara 1.31-1.40. Dengan demikian disimpulkan bahwa pengembangan usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang layak dan dapat dilanjutkan, sebagaimana terlampir pada Tabel 18. Tabel 18. B/C Ratio tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Jumlah Persentase No B/C Ratio Responden (%) 1 2 5
1,00–1,30 1,31–1,40 > 1,40 Jumlah
18 10 2 30
60,00 33,33 6,67 100,00
BEP Produksi merupakan titik impas produksi dengan posisi keuangan tidak untung dan tidak rugi. Menurut Widiarto (2011), BEP sebagai perhitungan titik impas usaha yang dapat dicapai pada harga komoditas tertentu per kg. Berdasarkan kajian yang dilakukan pada responden tambak dengan program demfarm di Kecamatan Blanakan Subang, 50 persen responden mengalami titik impas dengan produksi yang dihasilkan 5–10 ton, 33,33 persen responden mengalami titik impas dengan produksi 11–20 ton, 13,33 persen responden mengalami titik impas > 20 ton dan 16,67 persen responden mengalami titik
73
impas pada hasil produksi mencapai 31–40 ton. pada Tabel 19.
Untuk lebih jelas dapat dilihat
Tabel 19. BEP Produksi tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. BEP Produksi No Jumlah Responden Persentase (%) (Ton) 1 2 3
5-10 11-20 >20 Jumlah
15 10 5 30
50,00 33,33 16,67 100,00
Hasil penghitungan, BEP Harga tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang menunjukan 80 persen responden mengalami titik impas jika hasil panen yang dihasilkan dijual dengan harga Rp. 51.000–Rp.60.000 dan 20 persen responden mengalami titik impas, apabila harga jual udang Rp.41.000-Rp.50.000. Harga jual udang di Kecamatan Blanakan Subang rataan Rp.65.000, maka keuntungan/selisih yang didapatkan dalam budidaya tambak udang Rp.5.000-Rp.35.000, sebagaimana terlampir pada Tabel 20. Tabel 20. BEP Harga udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. BEP Harga No Jumlah Responden Persentase (%) (Rp.000) 1 2
41-50 51-60 Jumlah
6 24 30
20,00 80,00 100,00
NPV diartikan sebagai salah satu indikator layak tidaknya sebuah usaha untuk dikembangkan. NPV juga disebut sebagai manivestasi sekarang yang akan dicerminkan dimasa mendatang. Masa usia tambak di Kecamatan Blanakan Subang adalah dua tahun dengan DF 20 persen, maka diperoleh usaha tambak yang dikembangkan secara umum dengan nilai NPV > 1, artinya usaha tambak di Kecamatan Blanakan Subang layak diusahakan. Tabel 21 menunjukkan usaha tambak udang melalui program Demfarm mampu menghasilkan NPV di atas Rp.300.000.000 selama dua tahun 26,67 persen responden dan NPV terendah di bawah Rp.10.000.000 3,33 persen. Secara garis besar usaha pengembangan tambak udang dengan demfarm di Kecamatan Blanakan Subang mampu menghasilkan nilai NPV positif, apabila usaha tersebut diproyeksikan minimal dua tahun atau enam siklus produksi makan usaha ini layak untuk dikembangkan.
74 Tabel 21. NPV usaha tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. NPV No Jumlah Responden Persentase (%) (Rp.000.000) 1 < 10 1 3,33 2 11-50 6 20,00 3 51-100 5 16,67 4 101-150 4 13,33 5 151-200 3 10,00 6 201-250 1 3,33 7 251-300 2 6,67 8 > 300 8 26,67 Jumlah 30 100,00 Berdasarkan Tabel 22, IRR usaha tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang mendapatkan nilai IRR 21-30 persen dialami 43,34 persen responden, dan IRR >50 persen dialami oleh 23,33 persen responden. Tingkat suku bunga pengembalian usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang dengan proyeksi usaha selama dua tahun memberikan nilai IRR di atas nilai NPV dengan DF 20 persen atau IRR > 21 persen, maka usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan layak dikembangkan. Tabel 22. IRR usaha tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. No IRR Jumlah Responden Persentase (%) 1 21-30 13 43,34 2 31-40 7 23,33 3 41-50 3 10,00 4 > 50 7 23,33 Jumlah 30 100,00 Hasil analisa kelayakan usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang memberikan gambaran bahwa usaha tersebut aman dan baik dalam berinvestasi, hal ini ditunjukan dengan hasil NPV dengan discount factor 20% dengan jangka usaha hanya 2 tahun mampu menghasilkan NPV positif selain itu tingkat pengembalian suku bunga dalam jangka yang sama mampu menghasilkan IRR diatas NPV yaitu > 20%.
75
Implikasi Manajerial Hasil penelitian mengungkapkan metode Demfarm yang diterapkan menunjukkan adanya peningkatan produktivitas dan produksi udang yang berimplikasi pada peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja lokal. Implikasi manajerial dalam pengembangan produktivitas tambak dapat dirumuskan beberapa langkah strategik berikut: 1. Budi daya tambak udang dengan penggunaan teknologi plastik mulsa seperti Demfarm memerlukan investasi yang besar, maka diperlukan peran pemerintah pusat dan daerah untuk memfasilitasi sarana dan prasarana kepada petambak; 2. Diperlukan peran aktif pemerintah daerah untuk menjembatani, memfasilitasi dan menjalin kemitraan dengan stakeholder; 3. Untuk meningkatkan posisi tawar petambak dan menjaga stabilitas harga udang, maka petambak perlu membentuk wadah/kelompok; 4. Perlu pembinaan dan pendampingan teknologi secara berkelanjutan oleh unit pelaksana teknis pusat, daerah, lembaga penelitian, serta menambah jumlah penyuluh perikanan yang dirasa masih sangat kurang.
6. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Implementasi program Demfarm di Kecamatan Blanakan Subang efektif, dibuktikan dengan peningkatan produktivitas tambak semula rataan 0-17 ton/ha sebelum Demfarm, menjadi 7–7.5 ton/ha setelah Demfarm, sehingga berimplikasi pada peningkatan pendapatan petambak. . 2. Pengembangan produktivitas tambak di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang sangat dipengaruhi oleh faktor internal (skor 0,148) dan faktor eksternal (skor 0,495). Hasil SWOT menunjukkan kondisi usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang berada pada kuadran kanan, yaitu S-O memaksimal kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang ada, yaitu: (1) Optimasi produksi udang berkelanjutan; dan (2) Peningkatan teknologi budi daya udang secara intensif. Selain itu, program pengembangan usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang dipengaruhi faktor teknologi (skor 0,341) yang dapat meningkatkan produktivitas tambak. Aktor yang berperan dalam mengembangkan teknologi adalah pemerintah (0,528), karena mampu memfasilitasi petambak dan berperan sebagai regulator dalam pengembangan usaha tambak di Kecamatan Blanakan Subang, dengan strategi yang dikembangkan berupa penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan (skor 0,228). 3. Usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang melalui program Demfarm diproyeksikan dalam dua tahun dengan suku bunga (discount factor) 20 persen menghasilkan NPV positif dengan nilai
76 terendah Rp.7.700.000 dan tingkat pengembalian investasi diindikasikan di Kecamatan Blanakan Subang oleh nilai IRR > 20 persen, atau lebih dari nilai NPV, maka usaha tambak udang dengan sistem Demfarm dapat dikembangkan lebih lanjut. B. SARAN 1. Budi daya tambak udang dengan pendekatan tecno-economy mampu meningkatkan produktivitas tambak dan meningkatkan pendapatan, diperlukan peran aktif pemerintah secara kontinu dalam pengembangan dan peneraparan teknologi. 2. Penerapan teknologi pada budi daya udang membutuhkan investasi tidak sedikit, sehingga dibutuhkan bantuan pemerintah baik pusat dan daerah, serta stakeholder untuk memfasilitasi petambak lainnya. 3. Untuk melindungi dari alih fungsi lahan dan menjaga lahan tambak berkelanjutan diperlukan peraturan daerah provinsi Jawa Barat dalam bentuk Perda Zonasi, serta lebih fokus dalam pengembangan sarana dan prasarana tambak udang.
77
DAFTAR PUSTAKA Abidin U. 2011. Pengembangan Agribisnis Terpadu di Sektor Perikanan. [Jurnal]. Jurnal Inovasi Vol. 8 ISSN 1693-9034. Aminullah Erman. 2004. Berpikir Sistemik. Jakarta (ID). PPM. Hal. 176 Andriyanto F, et al. 2013. Analisis faktor-faktor produksi usaha pembesaran udang vannamei. [Jurnal]. Jurnal ECSOFiM Vol. 1. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang. Subang Dalam Angka Tahun 2010. Subang. Hal. 1 Budiardi T, Muzaki dan Utomo. 2005. Produksi udang vaname di tambak biocrete dengan padat penebaran berbeda. [Jurnal]. Jurnal Akuakultur Indonesia. IPB. Bogor. Budiardi T, Muluk C dan Widigdo B. 2008. Tingkat pemanfaatan pakan dan kelayakan kualitas air Serta estimasi pertumbuhan dan produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sistem intensif. [Jurnal]. Jurnal Ilmuilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Jilid 15. Chusnul Z, Januar J dan Soejono D. 2010. Kajian sosial ekonomi usaha budidaya udang vannamei di desa Dinoyo kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. [Jurnal]. Jurnal J-SEP Vol. 4. Univ. Jember. Dunn WN. 1998. Analisis Kebijakan Publik (terjemahan). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Djamaluddin AM. 1977. Sistem Perencanaan Program dan Anggaran. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Effendi S. 2010. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta (ID): LP3ES. Fauzi A.M. 2012. Strategies for developing sustainable and competitive cluster for shrimp industry. [Journal]. Jurnal Manajemen & Agribisnis Vol.9. IPB. Mu’tamar, Eriyatno, Machfud and Soewardi. 2013. Dynamic model analysis of raw material supplay in minapolitan shrimp agroindustry. [Journal]. Industrial Enggineering Letters Vol. 3. IPB. Bogor. Florina P. 2012. Adoption Of Good Management Practice In Small And Medium Scale Vannamei Shrimp Farms On The Northern Shore Of East Java. [Journal]. Journal of Agricultural and Apllied Exonomic. Vol. 9. IPB. Bogor. Galappaththi and Berkes. 2014. Institutions for managing common-pool resources: The case of community-based shrimp aquaculture in Northwestern Sri Lanka. [Journal]. Maritime Studies Journal. Haeruddin, Supardjo and Fuady. 2013. Pengaruh pengelolaan kualitas air terhadap tingkat kelulushidupan dan laju pertumbuhan udang vaname. [Jurnal]. Jiurnal of Maquares. Vol.2 Undip. Hargreaves A. 2013. Biofloc production systems for aquaculture. [Journal] Southern Regional Aquaculture Center Publication No. 4503. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012a. Petunjuk Pelaksanaan Percontohan Usaha Budidaya (Demfarm) Udang Dalam Rangka Industrialisasi Perikanan Budidaya. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta. _____________2012b. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2012. Jakarta.
78 Kharisma dan Manan. 2012. Kelimpahan bakteri Vibrio sp. pada pembesaran udang vannamei sebagai diteksi dini serangan penyakit vibriosis. [Jurnal]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4. Univ. Airlangga. Surabaya. Kusumawardany dan Diatin. 2010. Analisis kelayakan finansial perluasan tambak budidaya udang vaname di Cantigi Indramayu. [Jurnal]. Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 77-83. Lestariadi A, Thongrak and Anindita. 2012. Efficency of Resources Use In SmallScale White Shrimp (Penaeus Vannamei) Production In Lamongan Regency, East Java Province, Indonesia. [Journal] Journal of Agribusiness and Rural Development. Brawijaya University. Indonesia. Lestariono T, Rosyid dan Wijayanto. 2013. Perbedaan tingkat pendapatan nelayan dan tingkat kelayakan finansial usaha perikanan tangkap payang dan cantrang di pelabuhan perikanan pantai Tawang Kabupaten Kendal. [Jurnal]. Jurnal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Vol. 2. Undip. Lelono J. 2010. Penguatan kinerja budidaya tambak dalam rangka pencapaian ketahanan pangan. [Jurnal]. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 11. Undip. Ma’in, Anggoro S dan Sasongko. 2013. Kajian dampak lingkungan penerapan teknologi bioflok pada kegiatan budidaya udang vaname dengan metode Life Cycle Assessment. [Jurnal]. Jurnal ilmu lingkungan. Undip. Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Maulina I. 2012. Analisis prospek budidaya tambak udang di Kabupaten Garut. [Jurnal]. Jurnal Akuatika Vol. III. Unpad. Bandung. Mudiastuti D, Nur Taufik dan Sudirman. 2014. Strategi kebijakan industri marine politan untuk mendukung konsep maminasata. [Jurnal]. Jurnal Jemis Vol.2. Unhas. Makassar. Munandar A. 2008. Peran negara dalam penguatan program pemberdayaan masyarakat. [Jurnal]. Jurnal Kajian Politik, dan Masalah Pembangunan Vol. 4. Unas. Jakarta. Mu’tamar, Eriyatno, Machfud and Soewardi. 2013. Dynamic model analysis of raw material supply in minapoltitan shrimp agroindustry. [Journal]. Industrial Engineering Letters. ISSN 2224-6096. Vol 3. No.11. Nurmianto dan Nasution. 2004. Perumusan strategi kemitraan menggunakan metode AHP dan SWOT. [Jurnal]. Jurnal Teknik Industri Vol. 6. ITS. Surabaya. Pramudya B. dan Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. P3T IPB. Bogor. Puspitasari T. 2013. Pengaruh pelaksanaan kebijakan pembangunan sosial budaya terhadap kinerja koordinasi satuan organisasi. [Jurnal] Jurnal Ilmu Sosial. ISSN:2301-4873. Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. [Jurnal] Jurnal Demokrasi Vol.VI No.1 Rahaju T. 2007. Implementasi program padat karya Ristika D. 2012. Implementasi kebijakan PNPM Mandiri Tahun 2010-2011 di Kelurahan Mugasari. [Jurnal]. Jurnal Ekonomi. Undip. Semarang. Saaty T. 1991. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin (terjemahan). Jakarta (ID): PT. Dharma Aksara Perkasa.
79
Shang, leung P and Hong Ling. 1998. Comparative economics of shrimp farming in Asia. Chapter 3. Network of Aquaculture Centers In Asia-Pacific (NACA). Kasetsart University Campus. Thailand. Sholahuddin A. 2001. Analisis kelembagaan pengembangan agroindustri. [Jurnal]. Jurnal Ilmiah Kesatuan, No.1, Vol.3. Sukadi FM. 2002. Peningkatan teknologi budidaya perikanan. [Jurnal]. Jurnal Iktiologi Indonesia Vol. 2. DKP. Sutanto HA. 2010. Pengelolaan mangrove sebagai pelindung kawasan pesisir dengan pendekatan C0-Management dan analysis hierarchy process. [Jurnal]. Jurnal Prestasi Vol. 6 No.1 ISSN 1411-1497. Syukur. 1988. Perkembangan Penerapan Studi Implementasi. Jakarta (ID) Lembaga Administrasi Negara. Tahir A. 2011. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta (ID): PT. Pustaka Indonesia. Taukhid and Nuraini. 2009. Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) in Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannameiI in Indonesia. [Journal]. The Israeli Journal of Aquaculture – Bamidgeh 61(3). Umar H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Utomo B, Istiyanti dan Zulfanita. 2012. Analisis usaha budidaya udang vannamei (Litopenaues vannamei) di Desa Gedengan Kecamatan Purwodaso Kabupaten Purwerejo. [Jurnal]. Jurnal Surya Agritama Volume I nomor 2. UMY. Yogyakarta. Wahab SA. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang (ID): UMM Press. Walangitan S. 2014. Efektivitas kebijakan pengembangan pariwisata di kabupaten Toli-Toli Provinsi Sulawesi Tengah. [Jurnal]. E-Journal Unsrat Vol. 2, No 001. Wibowo, Hendro. 2009. Aspek hukum dan kelembagaan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan wilayah pesisir. [Jurnal]. Jurnal Hukum No.1 127-144. Widiarto SB. 2013. Efektifitas program pemberdayaan usaha garam rakyat di desa Losarang, Indramayu. [Jurnal]. Jurnal Manajemen IKM. IPB. Yuniartik, Martinah and Fadjar. 2015. Effect of biofloc on feed efiiciency and growth of pacific white litopenaeus vannamei. [Journal] Journal of Life Science and Biomedicine. Scienceline Publication. ISSN 2251-9939. Zulfanita dan Istiyanti 2012. Analisis usaha udang vannamei di desa Gedangan kecamatan Purwodadi kabupaten Purworejo. [Jurnal]. Jurnal Surya Agritama Volume 1 nomor 2.
80
Tabel Responden
No
Nama
Luas (sebelum) (sesudah) tambak Pengalama Jumlah Jumlah yang n Usaha Produksi Produksi dimiliki (tahun) (kg) (kg) (demfarm) 5 1 6-10 500 10.00
Jumlah Luas tambak Usia Pendidik Tanggun yang dimiliki Pekerjaan (tahun) an gan (non demfarm) (orang) (ha) 45 SMA
4 Petmbak
Total Luas Tambak
1
Raswin Bachar
10,000
2
Wawan
47
SMP
5
Petambak
2.5
2.5
1-2
200
18,000
25,000
3
Rohim
46
SMP
4
Petambak
1
1
6-10
7.00
7,000
10,000
4
Cahrudin
23
SMP
3
Petambak
2
2
3-5
200
20.00
20,000
5
H. Nurdin
65
SD
4
Petambak
3
3
3-5
300
21,000
30,000
6
Sarjono AB
50
SD
4
Petambak
5
1
6-10
200
7,200
10,000
7
Hasan
40
SMA
4
Petambak
1
1
1-2
150
10.00
10,000
8
Darpan
55
SD
6
Petambak
10
10
> 10
3,000
73,000
100,000
9
Sakim
55
SD
5
Petambak
13
7
6-10
3,900
50,000
70,000
10 H. Didi
65
SD
5
Petambak
16
7.5
6-10
3,200
56,000
75,000
11 Darsim
50
SD
5
Petambak
30
10
> 10
9,000
70,000
100,000
12 Soleh
50
SD
5
Petambak
5
2.5
6-10
1,500
17,500
25,000
13 Omat
40
SMA
3
Petambak
1
1
6-10
200
7,200
10,000
14 Sangin S
35
SMA
3
Petambak
2
2
3-5
200
14,500
20,000
15 Carkimudin
43
PT
4
Petambak
4
1
6-10
300
7,000
10,000
Berlanjut Lanjutan
82
No
Nama
Luas tambak Jumlah Usia Pendidik yang dimiliki Tanggung Pekerjaan (tahun) an (non demfarm) an (orang) (ha)
Luas (sesudah) tambak Pengalama (sebelum) Jumlah yang n Usaha Jumlah Produksi dimiliki (tahun) Produksi (kg) (kg) (demfarm) 1 5-Mar 200 7,500
Total Luas Tambak
16 Nanan R
41
SMA
6
Petambak
1
10,000
17 Darso
45
SMP
3
Petambak
1
1
2-Jan
150
7,500
10,000
18 Entis S
41
SD
3
Petambak
1
1
5-Mar
130
7,300
10,000
19 Hadi
23
PT
Petambak
1
1
2-Jan
200
7,300
10,000
20 Maman Rohman
40
SMA
3
Petambak
1
1
10-Jun
200
7,300
10,000
21 Mastur
45
SD
4
Petambak
1
1
10-Jun
200
7,250
10,000
22 Maskur
39
SD
3
Petambak
1
1
2-Jan
150
7,500
10,000
23 H. Kanta
35
SD
10
Petambak
2
2
5-Mar
160
14,500
20,000
24 H. Ipin
50
SD
4
Petambak
10
10
5-Mar
3,000
73,000
100,000
25 Saan
40
SD
3
Petambak
2
2
5-Mar
200
14,000
20,000
26 Samsu
65
SD
4
Petambak
2
2
10-Jun
200
14,500
20,000
27 Supandi
40
SMP
3
Petambak
2
2
10-Jun
200
15,000
20,000
28 Roni
40
SD
3
Petambak
1
1
5-Mar
300
7,100
10,000
29 Rakum
65
SD
3
Petambak
2.5
2.5
10-Jun
400
17,500
25,000
30 Sani
45
SD
4
Petambak
3
3
10-Jun
300
21,000
30,000
83 Tabel Analisis Finansial No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Tidak Tetap (Rp)
Biaya Investasi (Rp)
Total Biaya (Rp)
Keuntungan (Rp)
Hasil Panen (ton)
Harga Jual (Rp)
Total Pendapatan (Rp)
Raswin Bachar
356,311,111
35,800,000
437,800,000
392,111,111
100,638,889
7,300
67,500
492,750,000
Wawan
862,677,778
81,100,000
1,061,500,000
943,777,778
271,222,222
18,000
67,500
1,215,000,000
Rohim
340,444,444
31,300,000
402,800,000
371,744,444
100,755,556
7,000
67,500
472,500,000
Cahrudin
699,955,556
71,000,000
859,600,000
770,955,556
241,544,444
15,000
67,500
1,012,500,000
H. Nurdin
1,012,366,667
91,666,667
1,319,900,000
1,104,033,333
313,466,667
21,000
67,500
1,417,500,000
Sarjono AB
351,311,111
34,833,333
439,800,000
386,144,444
99,855,556
7,200
67,500
486,000,000
Hasan
359,311,111
31,000,000
447,800,000
390,311,111
102,438,889
7,300
67,500
492,750,000
Darpan
3,423,777,778
315,000,000
4,066,000,000
3,738,777,778
1,188,722,222
73,000
67,500
4,927,500,000
Sakim
2,450,777,778
220,500,000
2,952,600,000
2,671,277,778
703,722,222
50,000
67,500
3,375,000,000
H. Didi
2,625,833,333
236,250,000
4,100,000,000
2,862,083,333
917,916,667
56,000
67,500
3,780,000,000
Darsim
3,423,777,778
315,000,000
4,065,500,000
3,738,777,778
986,222,222
70,000
67,500
4,725,000,000
Soleh
838,700,000
55,700,000
896,000,000
894,400,000
286,850,000
17,500
67,500
1,181,250,000
Omat
350,911,111
32,000,000
426,800,000
382,911,111
103,088,889
7,200
67,500
486,000,000
Sangin S
683,466,667
41,000,000
724,466,667
724,466,667
288,033,333
15,000
67,500
1,012,500,000
Carkimudin
343,800,000
31,500,000
437,800,000
375,300,000
97,200,000
7,000
67,500
472,500,000
Berlanjut
84 Lanjutan No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Tidak Tetap (Rp)
Biaya Investasi (Rp)
Total Biaya (Rp)
Keuntungan (Rp)
Hasil Panen (ton)
Harga Jual (Rp)
Total Pendapatan (Rp)
Nanan R
330,633,333
26,550,000
447,500,000
357,183,333
149,066,667
8,000
67,500
540,000,000
Darso
347,133,333
24,450,000
447,800,000
371,583,333
134,666,667
7,500
67,500
506,250,000
Entis S
348,133,333
30,930,000
437,800,000
379,063,333
113,686,667
7,300
67,500
492,750,000
Hadi
352,633,333
30,930,000
447,800,000
383,563,333
109,186,667
7,300
67,500
492,750,000
Maman Rohman
350,777,778
32,500,000
431,800,000
383,277,778
109,472,222
7,300
67,500
492,750,000
Mastur
351,777,778
32,666,667
432,800,000
384,444,444
104,930,556
7,250
67,500
489,375,000
Maskur
362,133,333
35,850,000
437,800,000
397,983,333
108,266,667
7,500
67,500
506,250,000
H. Kanta
606,922,222
62,333,333
753,100,000
669,255,556
309,494,444
14,500
67,500
978,750,000
H. Ipin
3,628,733,333
372,250,000
4,066,000,000
4,000,983,333
926,516,667
73,000
67,500
4,927,500,000
Saan
683,466,667
41,000,000
874,000,000
724,466,667
220,533,333
14,000
67,500
945,000,000
Samsu
683,466,667
41,000,000
873,500,000
724,466,667
254,283,333
14,500
67,500
978,750,000
Supandi
683,466,667
41,000,000
873,500,000
724,466,667
288,033,333
15,000
67,500
1,012,500,000
Roni
350,777,778
32,500,000
402,800,000
383,277,778
95,972,222
7,100
67,500
479,250,000
Rakum
838,700,000
55,700,000
894,400,000
894,400,000
286,850,000
17,500
67,500
1,181,250,000
Sani
1,012,366,667
91,666,667
1,310,500,000
1,104,033,333
313,466,667
21,000
67,500
1,417,500,000
85
Tabel Kelayakan Usaha No
1 2 3 4 5 6 7
B/C Ratio
BEP Produks i
BEP Harga (Rp)
Pendapatan Kotor/tahun (Bt)
Biaya Kotor/ tahun (Ct
Raswin Bachar Wawan
1,26
5,809
53,714
1,29
13,982
52,432
Rohim
1,27
5,507
53,106
Cahrudin
1,31
11,422
51,397
H. Nurdin
1,28
16,356
52,573
Sarjono AB
1,26
5,721
53,631
Hasan
1,26
5,782
53,467
1,478,250,0 00 3,645,000,0 00 1,417,500,0 00 3,037,500,0 00 4,252,500,0 00 1,458,000,0 00 1,478,250,0 00
1,176,333,3 33 2,831,333,3 33 1,115,233,3 33 2,312,866,6 67 3,312,100,0 00 1,158,433,3 33 1,170,933,3 33
Darpan
1,32
55,389
51,216
14,782,500, 000
Sakim
1,26
39,574
53,426
10,125,000, 000
Nama
8
9
Discount Factor
Present Value
(0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
(0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
(437,80 0,000) (1,061,5 00,000) (402,80 0,000) (859,60 0,000) (1,319,9 00,000) (439,80 0,000) (447,80 0,000)
251,597 ,222 678,055 ,556 251,888 ,889 603,861 ,111 783,666 ,667 249,638 ,889 256,097 ,222
11,216,333, 333
1,000
0,833
0,694
(4,066,0 00,000)
2,971,8 05,556
8,013,833,3 33
1,000
0,833
0,694
(2,952,6 00,000)
1,759,3 05,556
209,66 4,352 565,04 6,296 209,90 7,407 503,21 7,593 653,05 5,556 208,03 2,407 213,41 4,352 2,476, 504,63 0 1,466, 087,96 3
N P V
I R R
23,461, 574 181,601 ,852 58,996, 296 247,478 ,704 116,822 ,222 17,871, 296 21,711, 574
24% 34% 32% 43% 27% 23% 24%
1,382,3 10,185
47%
272,793 ,519
28%
Berlanjut..
86 Lanjutan No
Nama
B/C Ratio
BEP Produks i
BEP Harga (Rp)
Pendapatan Kotor/tahun (Bt)
Biaya Kotor/ tahun (Ct
Discount Factor
Present Value
N P V
I R R
(0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
(0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
(4,100, 000,00 0) (4,065, 500,00 0) (896,0 00,000 ) (426,8 00,000 ) (724,4 66,667 ) (437,8 00,000 ) (447,5 00,000 ) (447,8 00,000 ) (437,8 00,000 )
2,294,7 91,667
107,118 ,056
23%
454,685 ,185
29%
717,125 ,000
1,912, 326,38 9 2,054, 629,63 0 597,60 4,167
418,729 ,167
42%
257,722 ,222
214,76 8,519
45,690, 741
29%
720,083 ,333
600,06 9,444
595,686 ,111
84%
243,000 ,000
202,50 0,000
7,700,0 00
22%
457,041 ,667
380,86 8,056
390,409 ,722
89%
336,666 ,667
280,55 5,556
169,422 ,222
59%
284,216 ,667
236,84 7,222
83,263, 889
39%
10
H. Didi
1,32
42,401
51,109
11,340,000, 000
8,586,250,0 00
1,000
0,833
0,694
12
Darsim
1,26
55,389
53,411
14,175,000, 000
11,216,333, 333
1,000
0,833
0,694
13
Soleh
1,32
13,250
51,109
3,543,750,0 00
2,683,200,0 00
1,000
0,833
0,694
14
Omat
1,27
5,673
53,182
1,458,000,0 00
1,148,733,3 33
1,000
0,833
0,694
15
Sangin S
1,40
10,733
48,298
3,037,500,0 00
2,173,400,0 00
1,000
0,833
0,694
16 Carkimudin
1,26
5,560
53,614
1,417,500,0 00
1,125,900,0 00
1,000
0,833
0,694
17
Nanan R
1,42
5,292
44,648
1,620,000,0 00
1,071,550,0 00
1,000
0,833
0,694
18
Darso
1,36
5,505
49,544
1,518,750,0 00
1,114,750,0 00
1,000
0,833
0,694
19
Entis S
1,30
5,616
51,926
1,478,250,0 00
1,137,190,0 00
1,000
0,833
0,694
2,465,5 55,556
87
Lanjutan BEP Produks i
BEP Harga (Rp)
No
Nama
B/C Ratio
20
Maman Rohman
1,29
5,678
52,504
Mastur
1,27
5,695
53,027
Maskur
1,27
5,896
53,064
H. Kanta
1,46
9,915
46,156
H. Ipin
1,23
59,274
54,808
Saan
1,30
10,733
51,748
Samsu
1,35
10,733
49,963
Supandi
1,40
10,733
48,298
Roni
1,25
5,678
53,983
21 22 23 24
25 26 27 28
Pendapatan Kotor/tahun (Bt)
Biaya Kotor/ tahun (Ct
1,478,250, 000 1,468,125, 000 1,518,750, 000 2,936,250, 000
1,149,833, 333 1,153,333, 333 1,193,950, 000 2,007,766, 667
14,782,500 ,000
12,002,95 0,000
2,835,000, 000 2,936,250, 000 3,037,500, 000 1,437,750, 000
2,173,400, 000 2,173,400, 000 2,173,400, 000 1,149,833, 333
Discount Factor (0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
1,000
0,833
0,694
Present Value
N P V
(0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
(431,80 0,000) (432,80 0,000) (437,80 0,000) (753,10 0,000) (4,066, 000,00 0) (874,00 0,000) (873,50 0,000) (873,50 0,000) (402,80 0,000)
273,68 0,556 262,32 6,389 270,66 6,667 773,73 6,111
228,06 7,130 218,60 5,324 225,55 5,556 644,78 0,093
69,947, 685 48,131, 713 58,422, 222 665,41 6,204
2,316,2 91,667
1,930,2 43,056
180,53 4,722
551,33 3,333 635,70 8,333 720,08 3,333 239,93 0,556
459,44 4,444 529,75 6,944 600,06 9,444 199,94 2,130
136,77 7,778 291,96 5,278 446,65 2,778 37,072, 685
I R R
32% 28% 32% 89% 24% 36% 55% 72% 29%
88 Lanjutan No
Nama
B/C Ratio
BEP Produks i
BEP Harga (Rp)
Pendapatan Kotor/tahun (Bt)
Biaya Kotor/ tahun (Ct
Discount Factor (0) tahun
(1) tahun
(2) tahun
29
Rakum
1,32
13,250
51,109
3,543,750, 000
2,683,200, 000
1,000
0,833
0,694
30
Sani
1,28
16,356
52,573
4,252,500, 000
3,312,100, 000
1,000
0,833
0,694
Present Value (0) tahun
(894, 400,0 00) (1,31 0,500 ,000)
N P V
I R R
(1) tahun
(2) tahun
717,12 5,000
597,60 4,167
420,32 9,167
58%
783,66 6,667
653,05 5,556
126,22 2,222
30%
89
Peta Lokasi Penelitian
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 18 Juni 1977, putra keempat dari sepuluh bersaudara dari pasangan H. Saman Hidayat dan Hj. Nurwartiningsih (alm). Pendidikan dasar menengah (SD sampai SMA) di selesaikan di Bogor mulai tahun 1989 hingga 1995. Lulus pendidikan sarjana Sastra Inggris di Universitas Pakuan Bogor pada tahun 2000. Sejak tahun 2005 penulis bekerja di Direktorat Penataan Ruang Laut Ditjen. Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2013 melanjutkan jenjang pendidikan magister pada Program Studi Magister Profesional Industri (MPI) Institut Pertanian Bogor angkatan 17.