KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG
HERI ISKANDAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
tesis
“KAJIAN
DAMPAK
KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2007
Heri Iskandar
ABSTRAK HERI ISKANDAR. Kajian Dampak Kebisingan (Dalam Lingkungan Pabrik) terhadap Penurunan Tingkat Pendengaran Karyawan di Kawasan Industri Kota Tangerang. Di bawah bimbingan: SURJONO H. SUTJAHJO, SRI BUDIARTI, dan IMAM SANTOSA. Penurunan tingkat pendengaran adalah salah satu dampak negatif pencemaran lingkungan sebagai akibat dari intensitas suara dari mesin modern selama proses produksi. Kota Tangerang merupakan salah satu kawasan industri di Indonesia yang berpeluang menimbulkan pencemaran udara. Tujuan penelitian adalah mengukur tingkat kebisingan indoor dan mengidentifikasi tingkat gangguan pendengaran para karyawan, mengkaji variabel paling dominan yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran para karyawan, dan mengkaji bentuk keterkaitan antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran. Variable eksternal yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran pada penelitian ini adalah umur, masa kerja, riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran (otitis media, hypertensi, trauma capitis, TBC, dan diabetes melitus), dan kebisingan tempat tinggal. Penelitian dilakukan pada Bulan April sampai dengan Mei 2006 di Kawasan Industri Kota Tangerang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode observasi (expost facto) dengan pendekatan cross sectional. Industri terpilih dalam penelitian ini sebanyak 30 industri yang terdiri atas 8 industri pangan, 6 industri baja, 5 industri kayu/furniture, 3 industri kulit/sepatu, 4 industri tekstil, dan 4 industri plastik, dengan jumlah responden 300 orang. Berdasarkan hasil penelitian kebisingan tempat kerja yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan (85 db) adalah industri baja mencapai 96,02 db, industri tekstil mencapai 88,13 db, dan industri kayu/furniture mencapai 88,12 db. Faktor dominan utama yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran karyawan adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, umur (industri pangan), masa kerja (industri baja dan kayu/furniture), kebisingan tempat tinggal dan penyakit (industri kulit/sepatu), umur (industri tekstil), dan penyakit (industri plastik). Berdasarkan hasil analisis spearman correlation, penurunan tingkat pendengaran karyawan berkorelasi positif nyata dengan umur, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran karyawan (otitis media, hypertensi, trauma capitis, TBC, dan diabetes melitus). Kata kunci: Kebisingan, penurunan tingkat pendengaran
ABSTRACT HERI ISKANDAR. Study of Noise Impact (Indoor) on the Employees Hearing Loss in Tangerang Municipality Industrial Estate. Supervised by: SURJONO H. SUTJAHJO, SRI BUDIARTI, and IMAM SANTOSA. Hearing loss is the one environment negative impact from the modern machine intensity as long their productivity. Tangerang Municipality is the one Industry Estate in Indonesia that has opportunity of air pollution. The Purpose the research are to measure indoor noise degree and to identify noise disturbs the employees, study of dominant variable that effect of hearing loss to employees, and study of relations between noise and listener. External variable that have impact to hearing loss in this research are age, time of work, story of healthy that have relation with listener (otitis media, hypertension, capitis trauma, TBC, and diabetes melitus), and noise in their settlements. This research was done in April until May 2006 in Tangerang Municipality Industrial Estate. Approach of research observation (expost facto) method and cross sectional approach. Choice of Industries in this research for 30 industries, where eight (8) food industries, six (6) steel industries, five (5) wood industries, three (3) leather/shoes industries, four (4) textile industries, and four (4) plastics industries, the number of respondents are 300 people. Base on the research noise in the office that have noise value more than floating rate limited (85 db) are steel industry (96,02 db), textile industry (88,13 db), and wood industry/furniture (88,12 db). Dominant factors that have a primary effect to the employees hearing loss are settlement noise, illness, age (food industries). Time of Work (steel industries and steel/furniture industries), noise in settlement and illness (wood and leather/shoes Industries), age (textile industries), and illness (plastic industries). Base on spearman correlation analysis, the employees hearing loss have positive correlation with age, time of work, using of ear protection instrument and illness story that have relations with employees (otitis media, hypertension, capitis trauma, TBC, and diabetes melitus). Key words: noise, hearing loss
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TENGERANG
HERI ISKANDAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
Judul Tesis
: Kajian Dampak Kebisingan (Dalam Lingkungan Pabrik) Terhadap Penurunan Tingkat Pendengaran Karyawan Di Kawasan Industri Kota Tangerang
Nama Mahasiswa
: Heri Iskandar
NRP
: P052040131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Ketua
Dr. dr. Sri Budiarti Anggota
Dr. Ir. Imam Santosa, M.S Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 24 Januari 2007
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga tesis dengan judul KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN
(DALAM
LINGKUNGAN
PABRIK)
TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG, dapat diselesaikan tepat waktu. Tujuan penelitian
adalah
mengukur
tingkat
kebisingan
indoor
dan
mengidentifikasi tingkat gangguan pendengaran para karyawan, mengkaji variabel paling dominan yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran para karyawan, dan mengkaji bentuk keterkaitan antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1). Kedua orang tua yang telah memberikan doa dan motivasi. 2). Dwi Rahayu Lestari (Istri), Alfian Muhammad Mufid (putra), dan Bilqis Ratu
Herissa
(putri)
yang
telah
memberikan
dorongan
dan
pengertiannya. 3). Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan arahan pada penelitian ini. 4). Dr. dr. Sri Budiarti dan Dr. Ir. Imam Santosa, MS selaku anggota komisi yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis. 5). dr. Nuruman Machjudin, Mkes selaku Kepala Dinas Kota Tangerang yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti studi lanjut di IPB. 6). Taman-teman se-angkatan yang telah banyak membantu selama mengikuti proses belajar di IPB. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian, dan sebagai tambahan literatur bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2007 Heri Iskandar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 5 Juli 1970 dari ayah bernama Kusman Edi Kusuma dan ibu bernama E. Rohati. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Tahun 2002, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana strata satu pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Lingkungan,
Universitas Indonesia. Tahun 1991, penulis tercatat sebagai staf Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Pada tahun 1993, penulis dipercaya menjadi Kasubsi Tempat-tempat Umum dan Industri pada Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Tahun 1995, penulis dipercaya menjadi Kasubsi Penyehatan Lingkungan. Pada tahun 1997, penulis dipercaya menjadi Kepala Seksi kesehatan Kerja pada instansi yang sama. Pada tahun 2002, penulis dipercaya menjadi Kasi pengawasan Makanan dan Muniman, Subdin POM Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN I.
II.
III.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang …………………………………………………. 1.2. Kerangka Pemikiran ………………….………………………... 1.3. Perumusan Masalah ………………….……………………….. 1.4. Tujuan Penelitian ……………………….……………………… 1.5. Hipotesa Penelitian ……………………………………………..
1 5 6 8 8
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suara dan Kebisingan …………………………………………. 2.1.1. Pengertian Suara atau Bunyi ………………………… 2.1.2. Pengertian Kebisingan ………………………………... 2.2. Anatomi dan Fisiologi Indra Pendengaran Manusia ………... 2.2.1. Anatomi Telinga ……………………………………….. 2.2.2. Fisiologi Telinga ……………………………………….. 2.3. Pemajanan Suara Bising di Lingkungan …………………….. 2.4. Kebisingan dan Kesehatan Masyarakat ……………………… 2.4.1. Kebisingan dan Regulasi …………………………….. 2.4.2. Kebisingan dan Risiko pada Pendengaran Manusia.
9 9 11 13 13 15 16 19 20 22
METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ……………………………………………... 3.2 Rancangan Penelitian ………………………………………….. 3.2.1. Studi Tingkat Kebisingan Indoor dan Identifikasi Tingkat Pendengaran Karyawan…………………….. 3.2.2. Identifikasi Komponen Utama yang Berpengaruh terhadap Pendengaran Karyawan ………………….. 3.2.3. Studi Keterkaitan Tingkat Kebisingan dalam Penurunan Pendengaran Karyawan ………………… 3.3. Definisi Operasional …………………………………………….
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………………………… 4.2 Studi Tingkat Kebisingan Indoor dan Identifikasi Tingkat Pendengaran Karyawan ....................................................... 4.3 Identifikasi Komponen Utama yang Berpengaruh terhadap Pendengaran Karyawan ....................................................... 4.4 Studi Keterkaitan Tingkat Kebisingan dengan Penurunan Pendengaran Karyawan ...................................................... V.
Xiii
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ........................................................................... 5.2 Saran ....................................................................................
26 27 27 30 30 31 32 34 37 51 58 58
DAFTAR PUSTAKA
59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
61 x
DAFTAR TABEL Halaman 1
Penentuan skor pada tiap variabel pengamatan .............................
31
2
Jenis dan jumlah industri terpilih dan jumlah responden (karyawan) .......................................................................................
34
Hasil analisis komponen utama terhadap variabel ekternal dominan yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang diderita karyawan …………………….
44
Karyawan dengan karakteristik tidak bermukim di areal bising dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun menderita gangguan pendengaran …...……..
50
Hasil analisis spearman correlation hubungan antara variabel eksternal dan tingkat pendengaran karyawan .................................
55
Analisis varian regresi hubungan antara penurunan tingkat pendengaran dengan variabel penentu ...........................................
56
3
4
5 6
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Pemaparan kebisingan berdasarkan teori simpul (Fahmi 1997) .....
4
2
Bagan alir penelitian kajian dampak kebisingan terhadap kesehatan pendengaran ……………………………………................
6
Irisan telinga dan bagian-bagian yang berfungsi sebagai alat pendengar (Pearce 2002) ……………………………….....................
15
4
Lokasi industri yang digunakan sebagai sampel penelitian ………..
26
5
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran tingkat kebisingan dan tingkat pendengaran..................................................................
28
6
Pemeriksaan tingkat pendengaran karyawan …………………….…
38
7
Komposisi kisaran tingkat pendengaran karyawan yang bekerja pada proses produksi ......................................................................
35
Komposisi kisaran tingkat kebisingan minimum dan maksimum masing-masing industri ....................................................................
37
Pola sebaran karakteritik kebisingan tempat tinggal para karyawan pada keenam industri ......................................................................
38
Komposisi umur karyawan yang bekerja pada proses produksi pada masing-masing industri ...........................................................
39
Komposisi masa kerja karyawan yang bekerja pada proses produksi pada masing-masing industri ............................................
40
Pola sebaran riwayat penyakit para karyawan pada keenam industri .............................................................................................
41
Pola sebaran penggunaan apt bagi para karyawan pada masingmasing industri .................................................................................
42
Dendogram sebaran kelompok industri hasil analisis klaster: (a) variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan, dan (b) variabel eksternal pemicu penyakit tuli sedang .............................................
47
Pola sebaran masa kerja karyawan pada masing-masing industri ..
48
3
8 9 10 11 12 13 14
15
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18.
Kuisioner responden …………………………………………………... Rekapitulasi hasil penelitian pada industri pangan ………………... Rekapitulasi hasil penelitian pada industri baja …. ……………….. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri kayu dan furniture ..….. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri kulit/ sepatu ….……….. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri tekstil ………………….. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri plastik …………………. Hasil pengukuran tingkat kebisingan pada industri terpilih ……..... Distribusi gangguan pendengaran responden pada masingmasing industri ………………………………………………………… Distribusi umur responden pada masing-masing industri ………… Distribusi masa kerja responden pada masing-masing industri ….. Distribusi riwayat penyakit responden pada masing-masing industri …………………………………………………………………..
61 62 65 68 70 72 74 76 77 78 79 80
Distribusi kebisingan tempat tinggal responden umur responden pada masing-masing industri …………………………......................
81
Distribusi penggunaan alat pelindung telinga responden pada masing-masing industri ……………………………………………….
82
Hasil analisis komponen utama variabel eksternal terhadap munculnya penyakit tuli ringan pada enam industri terpilih ……….
83
Hasil analisis komponen utama variabel eksternal terhadap munculnya penyakit tuli sedang pada enam industri terpilih ……...
84
Hasil analisis komponen utama variabel eksternal pemicu penurunan tingkat pendengaran pada masing-masing pada enam terpilih ………………………………………………………….............
85
Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri pangan terhadap penurungan tingkat pendengaran karyawan ….
88
Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri baja terhadap penurungan tingkat pendengaran karyawan ……...
90
20.
Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebsingan pada industri kayu/furniture terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan
92
21.
Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebsingan pada industri kulit/sepatu terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan ...
94
Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebsingan pada industri tekstil terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan ...........
96
Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebsingan pada industri plastik terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan ..........
98
19.
22. 23.
xiii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan hidup, atau sering dikenal dengan lingkungan, telah mendapatkan perhatian besar di hampir semua negara. Perhatian besar terhadap lingkungan ini terjadi terutama pada dasawarsa 1970-an setelah diadakannya Konverensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stokholm pada tahun 1972 (Sumarwoto 2004). Berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai meningkatkan perhatian pada permasalahan lingkungan.
Perhatian
yang
dilakukan
tidak
hanya
dalam
mengatasi
permasalahan lingkungan yang telah terjadi, tetapi juga meningkatkan upaya perencanaan kegiatan pembangunan untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya permasalahan lingkungan yang baru. Salah
satu
sektor
pembangunan
di
Indonesia
yang
berpotensi
menimbulkan permasalahan lingkungan adalah sektor industri. Kemajuan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup masyarakat merupakan dua faktor yang berpengaruh pada peningkatan aktivitas industri. Peningkatan aktivitas industri merupakan salah satu upaya untuk memenuhi target produksi sesuai dengan permintaan pasar. Pengunaan mesin modern tersebut adalah salah satu bentuk keterlibatan kemajuan teknologi pada proses produksi untuk memenuhi kualitas dan kuantitas produk sekaligus mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Pencapaian target produksi tidak saja ditentukan oleh kepekaan perusahaan terhadap kemajuan teknologi, tetapi juga kinerja para karyawan selama melakukan aktivitas produksi. Hal ini disebabkan karena tidak semua aktivitas
produksi
dapat
mengandalkan
tenaga
mesin,
melainkan
juga
memerlukan tenaga manusia dalam bentuk tenaga kerja (karyawan). Kinerja para karyawan sangat bergantung pada kesehatan masing-masing karyawan. Penggunaan mesin modern, ternyata juga berpengaruh pada kesehatan tenaga kerja pada suatu perusahaan. Guna tetap menjaga keberlanjutan kinerja mereka, maka perlindungan kesehatan para karyawan adalah suatu keharusan bagi perusahaan. Salah satu upaya perlindungan kesehatan adalah melindungi para karyawan dari pengaruh sumber pencemaran yang berpotensi muncul pada saat proses produksi. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh pengusaha pada para karyawan yang bekerja pada berbagai jenis industri adalah menggunakan
2 berbagai jenis alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis pencemaran yang dihadapi. Salah satu sumber pencemaran yang potensial menimbulkan gangguan kesehatan karyawan pada industri adalah kebisingan. Kebisingan dihasilkan dari serangkaian proses mekanik yang ada pada aktivitas industri. Kebisingan yang dihadapi oleh para karyawan dan terjadi secara terus menerus akan menimbulkan beberapa risiko kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan penurunan tingkat pendengaran. Pengaruh kebisingan pada tingkat pendengaran para karyawan industri merupakan permasalahan yang terus mendapatkan perhatian pada tahun-tahun terakhir ini (Eleftheriou 2001). Suma’mur (1980) menyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran yang diderita para karyawan dapat bersifat sementara dan/atau
permanen
bergantung
pada
intensitas
dan
jam
kerja
yang
diperkenankan. Disamping intensitas dan jam kerja, penurunan tingkat pendengaran juga dipengaruhi oleh jenis industri (Eleftheriou 2001). Lebih lanjut Miyakita dan Ueda (1997) menyatakan bahwa gaya hidup, riwayat penyakit telinga, pola konsumsi obat-obatan, trauma kepala, dan genetik adalah beberapa faktor yang dapat menimbulkan penurunan tingkat pendengaran, sehingga perlu diperhatikan sebagai faktor penentu disamping faktor utama yaitu kebisingan. Pengaruh utama kebisingan pada manusia adalah kerusakan pada bagian-bagian indra pendengaran yang menyebabkan ketulian progresif, yang secara umum telah diketahui dan diterima untuk berabad-abad lamanya (Suma’mur 1980). Kondisi demikian, jika terjadi pada seluruh karyawan industri akan mengakibatkan kerugian yang diderita oleh karyawan. Kerugian yang dimaksud meliputi kerugian materiil untuk biaya pengobatan, kehilangan kenikmatan dalam hal pendengaran, maupun kerugian moril akibat cacat, dan menimbulkan rasa hilang kepercayaan diri bagi karyawan tersebut. Penurunan
tingkat
pendengaran
karyawan
seharusnya
dapat
diminimalisasi melalui perlindungan para karyawan dalam bentuk program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai bentuk bentuk kepedulian perusahaan pada kesehatan para karyawan. Pada kenyataannya, fenomena yang muncul saat ini adalah penurunan tingkat pendengaran karyawan masih merupakan salah satu kasus pada bidang industri dan kesehatan kerja. Berdasarkan beberapa uraian di atas, penurunan tingkat pendengaran merupakan salah satu permasalahan lingkungan di kawasan industri yang harus
3 ditangani dengan baik. Kota Tangerang merupakan salah satu kawasan industri di Indonesia yang memiliki peluang menghadapi permasalahan kebisingan. Risiko akibat terpaparnya para karyawan oleh faktor kebisingan perlu dipantau secara rutin. Pada empat tahun terakhir, jumlah kunjungan karyawan dari berbagai industri pada klinik perusahaan dan puskesmas rujukan mengalami peningkatan yang signifikan dengan berbagai keluhan yang diduga merupakan hasil terpaparnya para karyawan oleh kebisingan. Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa pengendalian dampak kebisingan pada berbagai industri di Kota Tangerang dapat dikatakan memiliki efektifitas relatif rendah. Guna memperoleh gambaran efisiensi dan efektifitas upaya pengendalian dampak kebisingan secara konkrit, serta faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penurunan tingkat pendengaran, maka perlu dikaji dampak kebisingan terhadap kesehatan pendengaran karyawan. Besaran risiko yang akan diterima para karyawan dari sumber pencemaran berupa kebisingan dikaji dengan menggunakan teori simpul sebagaimana disajikan pada Gambar 1.
SIMPUL 2
SIMPUL 1 SUMBER
SIMPUL 3
TRANSMISI
SIMPUL 4
TARGET
DAMPAK
Frekuensi dan Amplitudo
MESIN Jenis Umur (pemeliharaan) Jenis Peredam yang digunakan
UDARA Arah angin Ventilasi Jenis dinding
Gambar 1.
KARYAWAN Tempat tinggal Umur pekerja Lama bekerja Riwayat penyakit pendengaran Jenis dan Lama penggunaan APT
Tuli permanen Sembuh
Jalur pemaparan kebisingan berdasarkan teori simpul (Fahmi 1997)
4
5 1.2.
Kerangka Pemikiran Kemajuan
teknologi
memberikan
keberpihakan
pada
berbagai
perusahaan yang bergerak di sektor industri di Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar dengan kualitas sesuai dengan standar yang ditetapakan. Tingginya
permintaan
pasar
mendorong
berbagai
perusahaan
untuk
menggunakan mesin modern pada proses produksi sehingga target produksi dapat tercapai dengan baik. Fenomena ini juga terjadi di Kota Tangerang sebagai salah satu kawasan industri di Indonesia. Penggunaan mesin modern tersebut, selain berdampak positif dalam bentuk tercapainya target produksi, tetapi juga berpeluang menimbulkan dampak negatif sebagai salah satu sumber pencemaran apabila tidak dikelola dengan baik dan benar. Mesin-mesin modern yang digunakan selama proses produksi pada berbagai industri di Kota Tangerang, berpotensi menimbulkan kebisingan dan berdampak negatif berupa penurunan tingkat pendengaran para karyawan. Guna memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi para karyawan, maka upaya pengendalian dampak tersebut perlu dilakukan secara tepat dan benar. Salah satu upaya untuk meminimalkan risiko yang ditimbulkan dari kebisingan adalah penggunaan alat pelindung telinga, yang juga telah diterapkan oleh perusahaan yang bergerak pada sektor industri di Kota Tangerang. Namun kenyataan yang ada adalah adanya indikasi meningkatnya keluhan terkait dengan kesehatan pendengaran para karyawan industri di Kota Tangerang. Indikasi meningkatnya keluhan tersebut terlihat pada meningkatnya kunjungan para karyawan pada klinik perusahaan dan puskesmas rujukan. Permasalahan tersebut merupakan salah satu bentuk rendahnya efektifitas dan efisiensi pengendalian kebisingan sebagai salah satu sumber pencemaran di lingkungan kerja (pabrik) di Kota Tangerang. Mengingat Kota Tangerang sebagai salah satu kawasan industri di Indonesia dan jumlah karyawan yang potensial terkena dampak relatif banyak, maka kajian tentang analisis dampak kebisingan pada karyawan industri, khususnya pencemaran kebisingan indoor perlu dilakukan. Kajian tersebut bertujuan untuk melihat hubungan antara kebisingan indoor dan penurunan tingkat pendengaran para karyawan. Hasil kajian tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan berbagai perusahaan untuk meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas
pengendalian
kebisingan,
dan
meningkatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja para karyawan,
6 sehingga pencapaian target produksi dan kestabilan kinerja para karyawan dapat dipertahankan. Kerangka pemikiran penelitian sebagai dasar kajian disajikan pada Gambar 2.
AKTIVITAS PERUSAHAAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG
DAMPAK POSITIF
DAMPAK NEGATIF PENCEMARAN TANAH
UDARA
AIR
KEBISINGAN
JENIS INDUSTRI TEMPAT TINGGAL UMUR MASA KERJA RIWAYAT PENYAKIT PENGGUNAAN APD
INDOOR
OUTDOOR
KESEHATAN KARYAWAN (PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN)
Keterangan: = Tidak diamati secara langsung = Diamati secara langsung
Gambar 2.
Bagan alir penelitian kajian dampak kebisingan terhadap kesehatan karyawan
1.3.
Perumusan Masalah Aktifitas industri tidak bisa lepas dari proses mekanik, yang pada akhirnya
menghasilkan kebisingan (Mardji 2005). Bising di tempat kerja adalah masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara dan diperkirakan sedikitnya 7 juta orang (35 % dari populasi total industri) terpajan bising (Davis 1994). Dampak negatif kebisingan akan mengakibatkan ketulian sesuai dengan beberapa laporan yang menyebutkan bahwa masih banyaknya pekerja yang
7 mengalami ketulian sebagai akibat dari tingkat bising melebihi batas ambang pendengaran normal manusia (Mardji 2005). Ketulian yang terjadi dalam industri menduduki urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa (Olishifski 1994). Pajanan bising lebih dari 90 dB (A) akan mengakibatkan ketulian secara bermakna pada 27 % kelompok yang terpajan, sedangkan pada intensitas pajanan 95 dB (A) akan menimbulkan ketulian secara bermakna pada 36 % dari kelompok terpajan (Green 1992). Kota Tangerang merupakan salah satu kawasan industri di Indonesia yang berpotensi menghadapi permasalahan terkait dengan pencemaran kebisingan, secara khusus terhadap para karyawan. Telah dikemukakan sebelumnya, kebisingan memberikan dampak negatif pada kesehatan para karyawan, sehingga perlu diantisipasi guna meminimalisasi dampak negatif tersebut. Salah satu upaya minimalisasi dampak kebisingan adalah penggunaan alat pelindung telinga bagi para karyawan yang dekat dengan sumber bising. Namun demikian, keberhasilan pengendalian kebisingan sangat ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya kesadaran para karyawan tentang proses ketulian, pendidikan dan pelatihan, dan faktor individu yang meliputi pendidikan, pengalaman, umur dan pelatihan tentang penggunaan alat pelindung telinga (Mardji 2005). Fenomena yang terjadi di Kota Tangerang adalah masih tingginya angka keluhan para karyawan terkait dengan masalah kebisingan dan gangguan kesehatan, khususnya penurunan tingkat pendengaran. Pada empat tahun terakhir, jumlah kunjungan karyawan dari berbagai industri pada pada klinik perusahaan dan puskesmas rujukan mengalami peningkatan yang signifikan dengan berbagai keluhan yang diduga merupakan hasil terpaparnya para karyawan oleh kebisingan. Permasalahan tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk tetap mempertahankan produktivitas perusahaan dengan tetap memperhatikan kesehatan kerja para karyawan. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan di dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut: 1)
Seberapa besar tingkat kebisingan indoor dan bagaimanakah tingkat gangguan pendengaran para karyawan.
2)
Variabel paling dominan apa sajakah yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran para karyawan.
8 3)
Bagaimanakah bentuk keterkaitan antara kebisingan dan gangguan penurunan tingkat pendengaran.
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dampak
kesehatan akibat pemaparan kebisingan pada para karyawan industri di Kota Tangerang, sedangkan tujuan khusus penelitian terdiri atas: 1)
Mengetahui
tingkat
kebisingan indoor
dan
mengidentifikasi
tingkat
gangguan pendengaran para karyawan. 2)
Mengetahui variabel paling dominan yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran para karyawan.
3)
Mengetahui bentuk keterkaitan antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran.
1.5.
Hipotesa Penelitian Hipotesa yang dapat dirumuskan pada penelitian ini diantaranya sebagai
berikut: 1)
Ada perbedaan tingkat kebisingan indoor dan ada gangguan pendengaran pada para karyawan yang terpapar kebisingan.
2)
Ada variabel paling dominan yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran para karyawan.
3)
Ada keterkaitan antara kebisingan indoor dan gangguan penurunan tingkat pendengaran.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Suara dan Kebisingan
2.1.1. Pengertian Suara atau Bunyi Suara atau bunyi didefinisikan sebagai getaran yang ditransmisikan melalui suatu medium elastis (misalnya udara) yang kemudian diterima dan dipersepsi oleh telinga manusia. Suara atau bunyi juga merupakan bentuk gelombang getaran suara yang merambat sebagai gelombang longitudinal dalam medium padat, cair dan gas (Achmadi 1994). Bunyi mempunyai dua aspek yang menimbulkan ketulian pada pendengaran manusia, yaitu frekuensi dan intensitas. Adapun yang dimaksud frekuensi adalah banyaknya getaran perdetik (cps = cycle per second atau hertz). Pendengaran manusia berada pada kisaran bunyi antara 20-20.000 Hz, sedangkan kisaran frekuensi pembicaraan adalah 275-2.500 Hz (Peterson 1997 dalam Santosa 1992). Bunyi yang berada di bawah 20 Hz disebut infrasound, sedangkan bunyi yang berada diatas 20.000 Hz disebut ultrasound. Intensitas adalah variasi tekanan dari suatu bunyi dengan satuan yang dinyatakan dalam desibel (dB). Makin besar intensitas bunyi, makin keras pula bunyi itu terdengar. Terdapat 4 kondisi fisis yang dibutuhkan agar suara dapat terdengar oleh manusia (Pearce 2002) antara lain: 1) Ada tidaknya medium elastis yang memiliki inersia sehingga memungkinkan energi suara dapat merambat atau berpropagasi, dan medium tersebut mungkin berbentuk gas (udara), cairan atau padat. 2) Getaran ini berlanjut dari satu titik ke titik yang lain di dalam ruang (virtual) di sekitar sumber suara atau dapat disebutkan bahwa getaran akan mengalami propagasi dengan kecepatan tertentu. 3) Getaran yang dirambatkan melalui medium elastis tersebut kemudian tiba dan ditangkap oleh daun telinga (pina). Rambatan energi getaran ini di dalam telinga manusia mengalami proses yang cukup rumit sampai manusia disebut mendengar suara. a. Rambatan pada telinga bagian luar: energi gangguan dalam medium udara yang ditangkap oleh pina dirambatkan melalui liang telinga menuju genderang telinga.
10 b. Rambatan pada telinga bagian tengah: pada bagian ini energi getaran menyebabkan
genderang
telinga
bergetar
yang
selanjutnya
menggetarkan tulang-tulang telinga. c. Rambatan pada telinga bagian dalam: tulang pelana yang melekat pada oval window di cochlea merambatkan energi getaran ke cairan yang berada di dalam cochlea tersebut. Di dalam cochlea terdapat pula basilar membrane yang berfungsi sebagai penganalisa amplitudo dan frekuensi dari energi getaran. Di bagian telinga dalam ini pula energi getaran yang telah mengalami proses analisa amplitudo dan getaran
tersebut
dirubah
menjadi
pulsa-pulsa
listrik
yang
mengandung semua informasi akustik dari sumber getar yang diambil oleh syaraf pendengaran yang menghubungkan bagian cochlea dengan otak. Tanggapan yang dilakukan oleh otak merupakan proses mendengar yang dilakukan oleh manusia. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa semua bagian-bagian telinga yang merambatkan energi getaran tersebut mempunyai kesesuaian impedansi sedemikian sehingga energi getaran dari telinga bagian luar sampai ke telinga bagian dalam tidak mengalami penyusutan energi. Menurut Sumitra (1997), suara merupakan energi mekanika yang fluktuasinya dalam bentuk suara yang masuk ke dalam alat pendengaran dari mulai auditory canals, masuk ke dalam telinga tengah lewat assicles, kemudian masuk melalui oval window membrane dan melewati cairan di telinga dalam (cochlea), yang selanjutnya diterima oleh reseptor organon corti, kemudian dengan system yang sangat komplek dari sel-sel rambut pada membrana basilaris ditransfer dalam bentuk impuls-impuls saraf diteruskan ke otak. Telah dijelaskan sebalumnya bahwa manusia memiliki toleransi terhadap suara yang diterima. Dinamika lingkungan hidup adalah salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkah laku manusia yang sering tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, dinamika lingkungan, secara khusus yang menghasilkan suara, berpotensi menimbulkan kebisingan. Satu diantara sumber kebisingan adalah mesin-mesin modern yang digunakan berbagai industri yang menghasilkan suara atau bunyi pada saat beroperasi. Penggunaan mesin-mesin modern tersebut untuk meningkatkan produktivitas, dan memenuhi kebutuhan pasar. Disamping penggunaan mesin-mesin modern, kinerja para karyawan perlu diperhatikan.
11 2.1.2. Pengertian Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan, mengganggu, mempunyai sumber dan menjalar melalui media perantara (Hadjar 1971; Lipscomb 1978). Lebih lanjut Canter seperti dikutip Mukono (1985) menyatakan bising sebagai bunyi yang tidak diinginkan, sedangkan menurut Chanlet bising adalah bunyi yang terjadi pada saat dan tempat atau keadaan yang tidak sesuai. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15/MEN/1999, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Lebih lanjut dikemukakan bahwa bising merupakan kumpulan nada dengan bermacam-macam intensitas dan suara tersebut tidak dikehendaki sehingga terasa mengganggu ketentraman. Bising dengan intensitas di atas 85 dB dapat menimbulkan ketulian. Hal ini telah dibuktikan dari beberapa penelitian. Pada upaya pencegahan dampak negatif kebisingan terkait dengan kesehatan lingkungan, pendekatan epidemiologi dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif kebisingan. Epidemiologi kebisingan dilakukan untuk menyajikan data tentang kebisingan menurut lokasi pada suatu daerah, menurut perjalanan waktu, tingkat dan jenis kebisingan, daerah yang terkena kebisingan, jenis sumber bising, keluhan masyarakat tentang kebisingan, dan jumlah masyarakat yang menderita gangguan terkait dengan kebisingan. Pendekatan serupa juga dapat dilakukan di perusahaan-perusahaan dan/atau pabrik-pabrik yang potensial menimbulkan kebisingan. Guna lebih memahami mekanisme pemajanan bising pada manusia, maka beberapa fakktor yang berpengaruh pada suara yang tidak dikehendaki tersebut perlu diketahui. Faktorfaktor tersebut diantaranya sumber bising, tingkat bising, dan kemungkinan keluhan yang muncul pada masyarakat dan/atau karyawan. Sumber bising adalah lokasi dan/atau benda yang merupakan asal suara yang tidak dikehendaki. Guna memaksimalkan pemantauan terhadap efektivitas pengendalian kebisingan, maka sumber bising pada suatu daerah administrasi tertentu hendaknya dicatat dan dilaporkan jumlahnya berdasarkan jenis sumber bising tersebut. Kondisi tersebut menggambarkan jumlah sumber bising total di wilayah tersebut dan jumlah dari masing-masing jenis sumber tersebut. Hal yang sama juga perlu dilakukan pada berbagai perusahaan yang ada pada suatu wilayah administratif (Departemen Kesehatan RI 1995). Sumber bising yang
12 dijadikan target pemantauan dapat dibagi menjadi sumber bising menurut lokasi dan waktu. Mekanisme tersebut apabila diterapkan pada upaya pemantauan kebisingan suatu perusahaan, maka lokasi bising difokuskan pada ruanganruangan yang di dalamnya terdapat mesin-mesin dan/atau peralatan lain yang potensial menimbulkan kebisingan, sedangkan sumber bising berdasarkan waktu adalah jam kerja yang digunakan untuk mengoperasikan peralatan yang potensial menimbulkan kebisingan. Disamping sumber bising, pemantauan kebisingan juga dilakukan pada tingkat kebisingan, baik pada sumber bising dalam bentuk lokasi maupun pada sumber bising dalam bentuk waktu. Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan pendekatan titik sampel pengamatan apabila luasan areal yang akan dipantau relatif luas. Pendekatan titik pengamatan pada pengukuran tingkat kebisingan relatif jarang digunakan bila dilakukan pada areal pabrik. Sama halnya dengan sumber bising, pengukuran tingkat kebisingan juga dapat dilakukan berdasarkan lokasi dan waktu. Pengukuran tingkat kebisingan pada suatu perusahaan, khususnya pada areal operasional akan memberikan gambaran upaya penangelolaan kebisingan terkait dengan program K3. pemantauan efektifitas penanggelolaan kebisingan pada perusahaan tidak saja pada sumber dan tingkat kebisingan tetapi juga terhadap kemungkinan keluhan yang dialami oleh para karyawan selama bekerja pada perusahaan tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya komitmen perusahaan untuk memberikan penghargaan sebagai hak yang harus diberikan pada para karyawan. Faktor yang berpengaruh pada tingkat kebisingan, selanjutnya akan berpengaruh pada jenis kebisingan yang dihasilkan. Menurut Rahman (1990), jenis-jenis kebisingan yang sering dijumpai menurut sifat suaranya antara lain: 1) Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak terputus-putus. Kebisingan ini dibedakan menjadi dua yaitu: a)
Wide spectrum adalah kebisingan dengan spektrum frekuensi yang luas, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
b)
Narrow spectrum adalah kebisingan dengan spektrum sempit seperti suara sirine, generator, gergaji sirkuler.
13 2) Kebisingan yang terputus-putus (intermittent) adalah kebisingan yang berlangsung secara tidak terus menerus, misalnya: lalu lintas kendaraan bermotor, kereta api, kapal terbang. 3) Kebisingan impulsif sesaat (impulsive noise) adalah kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah, misalnya: pukulan palu, tembakan meriam, ledakan bom. 4) Kebisingan impulsif yang berulang, sebagai contoh adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin tempa pada pemancangan tiang beton. 2.2.
Anatomi dan Fisiologi Indra Pendengaran Manusia
2.2.1. Anatomi Telinga Telinga adalah salah satu organ vital manusia yang berfungsi sebagai organ pendengaran. Berdasarkan fungsi dan sensitivitas organ pendengaran, maka berbagai upaya secara langsung perlu dilakukan untuk meminimalkan pengaruh suara dengan intensitas yang melebihi batas ambang. Organ pendengaran tersebut dapat berfungsi dengan baik karena adanya saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga, secara anatomi terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam (Pearce 2002). Telinga luar adalah bagian telinga yang terdiri atas aurikel atau pinna yang berfungsi membantu mengumpulkan gelombang suara, dan meatus auditorius externa yang menjorok kedalam menjauhi pinna dan berfungsi untuk menghantarkan getaran suara menuju membrana timpani. Liang tersebut memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm dan sepertiga bagian luarnya tersusun atas tulang rawan, sementara dua pertiga bagiannya tersusun atas tulang. Bagian tulang rawan ditutupi kulit dengan jaringan ikat bawah kulit lengkap dengan folikel rambut, gl. sebacea dan gl. ceruminosa, sedangkan bagian tulang ditutupi oleh kulit yang tipis dan langsung melekat pada periosteum (Pearce 2002). Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara dan terletak di sebelah dalam membran timpani atau gendang telinga. rongga udara tersebut berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara dalam atmosfir sehingga cidera akibat tidak seimbangnya tekanan udara dapat dihindari. Berdasarkan susunannya, rongga telinga tengah tersusun atas rangkaian tulang-tulang pendengaran yang berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam. Secara anatomis,
14 telinga tengah terdiri atas beberapa bagian diantaranya sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995): 1) Gendang telinga (membran tympanical) adalah bagian telinga tengah yang terdiri atas pars tensa dan pars flacida. Pars tensa mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan epitel luar, lapisan jaringan ikat, dan lapisan epitel dalam, sedangkan pars flacida hanya terdiri atas dua lapisan tanpa jaringan ikat. 2) Ruang telinga tengah (cavitas tympanical) adalah bagian telinga tengah yang terletak antara telinga luar dan telinga dalam, dan merupakan bangunan berbentuk kotak yang tipis memanjang dari atas ke bawah yang dilengkapi dengan enam dinding. Di dalam ruang telinga tengah terdapat 3 buah tulang pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Ketiga tulang pendengaran tersebut saling berhubungan dengan persendian dan menghubungkan gendang telinga dengan jendela lonjong pada telinga dalam. 3) Tuba auditiva. 4) Anrum mastoideum dan cellulae mastoidea. Rongga telinga dalam adalah bagian telinga yang berada pada bagian os petrosum tulang temporalis yang tersusun atas berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Saluran-saluran membran ini mengandung cairan dan ujung-ujung akhir saraf pendengaran atau keseimbangan. Gambaran umum telinga dan bagian-bagiannya sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
15
Gambar 3.
Irisan telinga dan bagian-bagian yang berfungsi sebagai alat pendengar (Pearce 2002)
2.2.2. Fisiologi Telinga Telinga manusia dapat menangkap getaran suara antara 20-20.000 Hz dengan nada rendah yang diterima oleh organon corti pada membrana basilaris pada bagian basal kokhlea, sedangkan untuk nada tinggi pada apex kokhlea. Intensitas suara yang dapat didengar manusia adalah dengan kisaran 0-140 dB (batas ambang sakit).Telinga sebagai indra pendengaran berfungsi ketika suara yang ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara, bergerak melalui rongga telinga luar yang menyebabkan membrana timpani bergetar. Getaran-getaran tersebut selanjutnya diteruskan menuju inkus dan stapes melalui malleus yang terkait pada membran timpani. Getaran-getaran tersebut selanjutnya juga timbul pada setiap tulang yang ada, sehingga tulangtulang tersebut memperbesar getaran, yang kemudian disalurkan melalui fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran-getaran perilimfe dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluran kokhlea, dan rangsangan tersebut terus ada hingga mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti, untuk selanjutnya diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius (Pearce 2002).
16 Suara yang berhasil ditangkap oleh indra pendengaran, baik tidaknya proses penerimaan, dan respon manusia terhadap suara tersebut sangat bergantung pada keberadaan organ-organ yang ada pada telinga sebagai indra pendengaran manusia. Secara fisiologis, telinga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian yang berfungsi sebagai alat penghantar (conducting apparatus) dan bagian
yang
berfungsi
sebagai
alat
penerima
(perceiving
apparatus)
(Departemen Kesehatan RI 1995). Bagian telinga yang berfungsi sebagai alat penghantar gelombang bunyi terdiri atas daun telinga, liang telinga luar gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, ruang telinga tengah, tuba auditiva, dan jendela lonjong. Bagian-bagian tersebut sangat vital sehingga kerusakan pada bagian-bagian tersebut dapat menyebabkan ketulian pada manusia. Disamping adanya bagian telinga yang berfungsi sebagai penghantar gelombang suara, telinga juga memiliki bagian yang berfungsi sebagai alat penerima gelombang suara yang dikenal dengan perceiving apparatus. Perceiving apparatus terdiri atas kokhlea dengan organ corti, ganglion spirale,
n.
cochlearis.
Kerusakan
pada
bagian-bagian
tersebut
akan
mengakibatkan tuli indera saraf (sensori-neuraral hearing loss, SNHL) atau perceptive hearing loss. Mekanisme kerja bagian ini adalah menyambaikan gelombang yang diterima pada perilimfe pada scalamedia selanjutnya diteruskan ke helicotrema, scala tympani dan menggerakkan foramen rotundum untuk membuang getaran tersebut ke telinga tengah. Akibat gelombang pada peri dan endolympha ini maka terjadi pula gelombang yang sama pada membrana basalis yang mengakibatkan cel rambut pada organon corti menyapu membrana tectoria sampai membengkok dan terjadi loncatan potensial listrik yang diteruskan sebagai rangsangan saraf ke otak untuk diolah dan disadari (Departemen Kesehatan RI 1995).
2.3.
Pemajanan Suara Bising di Lingkungan Risiko yang mungkin akan muncul pada manusia adalah bentuk umpan
balik dari bahan dan/atau benda yang memiliki peluang mengubah sebagian dan/atau keseluruhan sistem manusia. Bahan dan/atau benda tersebut mengalami mekanisme yang disebut dengan pemajanan dari sumbernya ke lingkungan. Pemajanan dapat diartikan sebagai perkiraan derajat atau jumlah kontak yang menggambarkan hubungan interaksi antara manusia secara individu maupun kelompok dengan komponen lingkungan yang mengandung health risk
17 (Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997). Oleh karena itu, pemajanan menggambarkan jumlah komponen lingkungan yang memiliki potensi dampak yang diterima atau kontak dengan tubuh dan selanjutnya memberikan dampak yang bervariasi tergantung pada panjangnya jalur paparan dan kesiapan individu atau lingkungan untuk menerimanya. Pada dasarnya komponen lingkungan yang disebut memiliki potensi dampak kesehatan adalah komponen lingkungan yang di dalamnya mengandung berbagai agents penyakit yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok fisik, mikroba maupun bahan kimia beracun. Oleh sebab itu, untuk menggambarkan jumlah kontak dan potensi dampak perlu diperhatikan beberapa diantaranya jenis agents dan perkiraan jumlah yang diperkirakan kontak dengan manusia (Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997). Jenis agents yang dimaksud adalah ada tidaknya komponen lingkungan (yang merupakan wahana penyakit) yang hendak dikenakan pengukuran untuk mengetahui besaran potensi dampak. Berdasarkan jenis agents terkait dengan pemajanan terbagi menjadi tiga kelompok, diantaranya sebagai berikut: 1) Kelompok mikroba dalam bentuk virus, bakteri, parasit dan jamur. Masingmasing jenis perlu dipelajari lebih lanjut tentang potensi dampaknya dan kinetiknya. 2) Kelompok bahan kimia. Klasifikasi bahan kimia relatif sangat luas. Oleh karena itu, untuk memudahkan mempelajari jalur pemajanan masing-masing bahan kimia perlu dilakukan upaya untuk membatasi jenis bahan kimia yang akan diamati dengan menggunakan material safety data sheet MSDS) atau desk reference bahan kimia yang bersangkutan. 3) Kelompok fisik. Beberapa jenis bahan yang termasuk kelompok ini diantaranya radiasi, elektromagnetik, kebisingan dan bahan lainnya. Untuk mempelajari lebih lanjut maka perlu dilakukan pengamatan tentang karakterisitik dan kinetik dari bahan-bahan yang akan diamati. Disamping jenis agents, perkiraan jumlah yang diperkirakan kontak dengan manusia adalah komponen penting pada upaya pendugaan risiko yang ditimbulkannya. Pada upaya perkiraan jumlah yang diperkirakan kontak dengan manusia, terlebih dahulu perlu dipahami konsep dan pengertian exposure dan dosis. Kedua konsep tersebut sangat berbeda. Dosis adalah ukuran yang hanya bisa dikenakan
pada
bahan-bahan
yang
terukur
dan
biasanya
digunakan
18 dilaboratorium, sedangkan di lapangan hanya merupakan perkiraan saja. Oleh karena itu, pemajanan digunakan untuk memperkirakan jumlah kontak (penggambaran interaksi) yang terbagi menjadi tiga kelompok (Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997), diantaranya sebagai berikut: 1)
Perkiraan jumlah pemajanan eksternal secara umum adalah konsentrasi bahan dalam media bahan tertentu, sebagai contoh kandungan CO2, SO2 atau Pb dalam udara, dan merkuri dalam bulu bebek. Tahap selanjutnya adalah memperkirakan jumlah masyarakat exposed yang ada, dengan memperhatikan ada tidaknya riwayat kontak dengan bahan-bahan tersebut.
2)
Perkiraan jumlah pemajanan internal sederhana (intake). Perkiraan yang dimaksud terkait dengan jumlah konsentrasi bahan dalam bahan/media transmisi tertentu dan perkiraan pada jumlah kontak tersebut. Perkiraan jumlah pemajanan internal sederhana dapat dilakukan dengan mudah apabila kandungan bahan dalam media telah diketahui dengan pasti.
3)
Perkiraan uptake (jumlah yang diarbsorpsi oleh tubuh) adalah perkiraan pemajanan melalui media udara dengan teknis yang lebih akurat dengan rumus Uptake = (inhaled - exhaled) x volume x t (Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997). Peterson (1977) dalam Santosa (1992) menyatakan, bunyi memiliki
beberapa karakteristik diantaranya pitch (tinggi nada), timbre (warna bunyi) dan loudness (kenyaringan). Berdasarkan karakteristik tersebut, parameter utama yang penting dalam kaitannya dengan gangguan kebisingan adalah frekuensi dan amplitudo. Frekuensi dinyatakan sebagai julah getaran tiap detik (hertz), sedangkan aplitudo menggambarkan besarnya kuantitas/intensitas bunyi yang dinyatakan dalam satuan desible (dB). Pada umumnya kebisingan muncul sebagai bagian baru yang terbentuk dari campuran sejumlah gelombang sederhana yang memiliki frekuensi bervariasi (Suma’mur 1992). Kuantitas atau amplitudo bunyi selalu dinyatakan dalam suatu tingkat (level). Peterson (1977) dalam Santosa (1992) menyatakan, tingkatan (level) tersebut dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran pada tekanan bunyi (sound pressure meter) dan tingkatan bunyi (sound power level). Adam et al. (1960) dalam Santosa (1992) menyatakan, sifat-sifat kebisingan yang penting diantaranya adalah radiasi intensitas kebisingan, frekuensi, kebisingan dan distribusinya dalam ruangan. Oleh karena itu, desain ruangan
19 dan upaya pengendalian kebisingan dengan menggunakan alat pelindung telinga adalah upaya efektif untuk meminimalkan dampak kebisingan pada lingkungan pabrik.
2.4.
Kebisingan dan Kesehatan Masyarakat Kesehatan masyarakat didefinisikan oleh Winslow pada tahun 1920
diantaranya bahwa kesehatan masyarakat adalah ilmu dan kiat (art) untuk mencegah penyakit, memperpanjang harapan hidup, dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk sanitasi lingkungan, pengendalian penyakit menular, pendidikan higiene perseorangan, dan membangun mekanisme sosial sehingga setiap instan dapat menikmati standar kehidupan yang cukup baik untuk memelihara kesehatan manusia pada khususnya, dan kesehatan masyarakat pada umumnya pada tempat hidup yang memadai. Beberapa kalangan (orang) menyadari bahwa penyakit ditimbulkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah prilaku masyarakat itu sendiri. Norma dan budaya, dijelaskan juga menentukan gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaan lingkungan yang sesuai dengannya dan menimbulkan penyakit yang sesuai dengan gaya hidupnya. Dengan demikian untuk mencapai standar kesehatan tertentu, tidak cukup hanya pencegahan berbagai jenis penyakit secara perorangan melainkan juga melihat dan mengelola masyarakat sebagai satu kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, kesehatan erat sekali hubungannya dengan suberdaya sosial ekonomi dan tidak hanya bergantung pada fasilitas kesehatan semata. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka muncullah ilmu kesehatan masyarakat sebagai satu bidang yang lebih luas lagi daripada ilmu kedokteran pencegahan (Slamet 2002). Menurut Slamet (2002), istilah kesehatan itu sendiri di dalam Undangundang Nomor 9 Tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan, Bab I pasal 2 didefinisikan: yang dimaksud dengan kesehatan dalam undang-undang ini ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Istilah kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomi (Slamet 2002).
20 Berdasarkan uraian tersebut, kesehatan para karyawan memiliki korelasi positif terhadap kinerja selama melaksanakan kegiatan produksi. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada proses produksi. Gangguan kesehatan pada para pekerja, secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh pada proses produksi. Penurunan tingkat pendengaran merupakan salah satu gangguan kesehatan yang potensial diserita para karyawan terkait dengan kemungkinan
munculnya
suara
bising
selama
proses
produksi.
Upaya
perlindungan terhadap para karyawan telah dilakukan diantaranya dengan dikeluarkannya kebijakan perlindungan kerja melalui program K3, termasuk didalamnya mengatur perlindungan dari kebisingan. Pada akhirnya, komitmen perusahaan pada upaya perlindungan dan/atau upaya minimalisasi dampak kebisingan
akan
mempengaruhi
produkstivitas
perusahaan
selama
melaksanakan proses produksi.
2.4.1. Kebisingan dan Regulasi Industri adalah salah satu sektor pembangunan yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah. Kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dan beragam, berpeluang untuk meningkatkan permintaan pasar terhadap berbagai bentuk barang dan jasa. Berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan kualitas yang dikehendaki oleh pasar. Seiring dengan berkembangnya teknologi, khususnya munculnya mesin-mesin
modern,
memberikan
kemudahan
pada
perusahaan
untuk
mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Tercapainya terget produksi memberikan dampak positif dalam bentuk peningkatan pendapatan perusahaan, terpenuhinya kebutuhan masyarakat, dan secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Namun demikian, penggunaan mesin-mesin modern juga berpotensi menimbulkan dampak negatif dalam bentuk pencemaran lingkungan. Salah satu pencemaran lingkungan yang muncul dari digunakannya mesin-mesin modern pada proses produksi adalah kebisingan. Kebisingan, apabila tidak dikendalikan dengan baik akan berdampak negatif pada kesehatan lingkungan, khususnya kesehatan di lingkungan kerja. Satu dari beberapa dampak negatif yang muncul sebagai bentuk interaksi antara kebisingan dan objek yang terkena dampak adalah penurunan tingkat
21 pendengaran. Penurunan tingkat pendengaran merupakan permasalahan serius yang dialami oleh masyarakat, khususnya para karyawan pada suatu perusahaan yang memiliki sumber kebisingan. Menurut Elefterion (2001), dampak kebisingan secara umum pada tingkat pendengaran para karyawan adalah permasalahan yang terus mendapat perhatian dari para ahli. Lebih lanjut dijelaskan, dampak kebisingan pada penurunan tingkat pendengaran telah dilakukan pada tahun 1996 dan 1999 di Cyprus yang menunjukkan adanya pengaruh nyata antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran sebesar 27,8% (7,7% karyawan mengalami penurunan tingkat pendengaran yang sangat serius) atau lebih dari 200 para karyawan pada 90 industri. Guna mengantisipasi pengaruh yang lebih serius, maka penyusunan kebijakan atau regulasi yang mengatur tingkat minimal frekuensi yang dapat ditoleransi pada berbagai industri telah dilakukan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, ambang batas yang diperbolehkan adalah 80/90 dBA selama 8 jam kerja. Elefterion (2001) menyatakan, kebisingan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran pada aktivitas industri, namun masih sangat sedikit penentu kebijakan yang memprioritaskan kebisingan sebagai permasalahan serius. Komitmen yang kuat antara pemberi kerja dan para pekerja untuk secara bersama-sama meminimalkan dampak kebisingan merupakan faktor penentu keberhasilan upaya pengendalian kebisingan pada lingkungan kerja. Guna memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk perlindungan para karyawan dari kebisingan, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan program keselamatan dan kesehatan kerja yang dikenal dengan program K3. Program tersebut juga disertai dengan beberapa regulasi untuk memberikan kepastian hukum pada implementasi program K3. Satu perlindungan
diantara
upaya
pendengaran
pelaksanaan untuk
program
meminimalkan
K3
dampak
adalah
program
negatif
akibat
kebisingan di tempat kerja bagi para karyawan. Berdasarkan program perlindungan pendengaran, semua lokasi kerja yang bising harus dirancang dan dibangun berdasarkan program perlindungan pendengaran (HCP) perusahaan. Sasaran HCP diantaranya penataan yang efektif, pemantauan lingkungan (survey kebisingan), pemantauan administrasi dan teknik rekayasa, perlindungan telinga, pendidikan dan latihan, pengawasan dan supervisi, dan pemeriksaan adiometri. Program perlindungan pendengaran ini harus di dukung oleh
22 manajemen puncak dari perusahaan dan program atau ketentuan tertulis yang menetapkan tujuan kegiatan, tanggungjawab perusahaan dan beberapa ketentuan lainnya. Perusahaan juga berkewajiban untuk mensosialisasikan program tersebut pada para karyawan (Departemen Kesehatan RI 1995). Keputusan perusahaan untuk menggunakan alat pelindung telinga merupakan keselamatan
satu
bentuk
kerja
kepedulian
karyawan
untuk
perusahaan meminimalkan
pada
kesehatan
dampak
dan
kebisingan.
Berdasarkan tipenya, alat pelindung telinga terbagi atas tipe sumbat telinga (ear plug) dan sungkup telinga (ear muff). Sumbat telinga adalah segumpal bahan lembut yang dirancang tepat dengan bentuk liang telinga sehingga dapat menyumbat telinga tanpa kebocoran, sedangkan sungkup telinga adalah sepasang sungkup (cup) yang dihubungkan oleh suatu bando (headband) sehingga dapat menutupi seluruh telinga dan mencegah masukknya bunyi (bising) (Departemen Kesehatan RI 1995).
2.4.2. Kebisingan dan Risiko pada Pendengaran Manusia Pada dasarnya, pengaruh bising pada jasmani para pekerja dapat dibagi menjadi dua golongan (Soemanegara 1975) diantaranya sebagai berikut: 1)
Tidak mempengaruhi indera pendengaran tetapi memberikan pengaruh berupa keluhan-keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit (not ill defined);
2)
Berpengaruh nyata pada indera pendengaran, baik bersifat sementara dan/atau permanen, yang selanjutnya terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya sebagai berikut: a).
Acoustic trauma terjadi pada adanya proses luka (perlukaan) insidentil yang merusak sebagian dan/atau seluruh alat-alat pendengaran yang disebabkan oleh letupan senjata api, ledakanledakan atau suara dasyat lainnya;
b).
Occupational deafness yaitu hilangnya sebagian dan/atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada salah satu satu dan/atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising atau suara gaduh yang terus menerus di lingkungan kerja.
Medical Advisory Committee di Wisconsin, USA menentukan bahwa kehilangan pendengaran yang disebabkan karena berada pada daerah bising dapat
23 dianggap permanen apabila seseorang masih kurang daya pendengarannya setelah 6 bulan dipindahkan dari suasan bising ke suasana sepi (Santosa 1992). Ganggguan pendengaran yang mungkin terjadi bergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi kebisingan. Menurut Widyapura (1991), tingkat kebisingan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut: 1)
Sumber bising. Kuat lemahnya bunyi tidak selalu menentukan apakah bunyi tersebut merupakan bising atau tidak, tetapi hal ini lebih banyak ditentukan oleh perasaan dan persepsi seseorang. Dengan demikian bunyi yang sama dapat merupakan bising bagi seseorang tetapi belum tentu merupakan bising bagi orang lain.
2)
Jarak dengan sumber bising. Semakin jauh sumber bunyi semakin kecil tingkat kebisingannya.
3)
Suhu udara. Jika suhu udara tinggi maka kecepatan rambat bunyi yang sampai ke telinga akan melambat sehingga bunyi terdengar lemah.
4)
Arah dan kecepatan angin. Bunyi akan diterima lebih lama dan lebih keras oleh orang yang berada pada down stream (searah dengan angin) dibandingkan dengan bunyi yang diterima oleh orang yang berada pada arah yang berlawanan dengan arah mata angin, karena getaran bunyi dari sumber bunyi dihambat oleh angin.
5)
Kelembaban udara. Semakin lembab udara, suara yang didengar semakin jelas, tetapi pengaruhnya terhadap kebisingan di dalam ruangan tidak besar.
6)
Penghalang/barier. Dinding-dinding dapat merupakan penghalang bagi transmisi suara dalam ruangan. Dengan adanya penghalang maka transmisi suara akan dihambat atau diserap sehingga suara yang dihasilkan akan berkurang. Jarak antara penghalang dan sumber menentukan besar kecilnya suara yang dihasilkan. Letak penghalang yang baik adalah di dekat sumber dan yang paling buruk adalah di tengah-tengah antara sumber dan pendengaran.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Samudro dan Prasetyo (2001) menyatakan, dalam pengendalian kebisingan diperlukan pemahaman terhadap karakteristik sumber-sumber getaran dan kebisingan yang ditimbulkan. Kebisingan suara masih harus dilakukan pembobotan lagi mengingat telinga manusia tidak memberikan reaksi yang sama pada semua frekuensi. Telinga manusia kurang memberikan reaksi pada frekuensi rendah dan frekuensi
24 tinggi dibandingkan dengan frekuensi suara yang biasa digunakan untuk berbicara. Untuk itu perlu dilakukan pembobotan yaitu dengan slaka “A-weighted sound level” dan hasilnya disebut sebagai desibel dB (A). Adapun faktor penentu kualitas bunyi diantaranya adalah: 1)
Frekuensi, yang dinyatakan dalam satuan getaran perdetik atau disebut Hertz yaitu jumlah dari gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya;
2)
Intensitas, yaitu arus energi persatuan luas, biasanya dinyatakan dalam suatu logaritma yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar sebesar 0,0002 dyne/cm² yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hertz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal. Pemajanan terhadap bising yang berlebihan dapat menimbulkan keadaan
stress, dan lebih lanjut lagi menyebabkan gangguan fisik dan psikologis. Pemajanan yang terus menerus terhadap suara yang sangat bising dapat merusak sel-sel rambut getar yang terletak di bagian cochlea (rumah siput) telinga bagian dalam. Bagian yang berbentuk saluran melingkar dan berisi cairan ini berfungsi untuk merubah enersi suara menjadi rangsangan saraf-saraf pendengaran dan disalurkan ke bagian tertentu dari otak untuk kemudian didengar dan diinterpretasikan. Bising yang cukup keras, diatas sekitar 70 dB, dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah (Doelle 1993). Selanjutnya dikatakannya pula bahwa bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya, bila berlebihan dan berkepanjangan dapat menimbulkan masalah seperti kelainan jantung, tekanan darah tinggi, dan luka perut. Grandjean (1988) menyatakan bahwa tekanan fisiologis yang ditimbulkan oleh pengaruh bising dalam ruang kerja meliputi: a.
Meningkatnya tekanan darah
b.
Mempercepat detak jantung
c.
Penyempitan pembuluh darah pada kulit
d.
Meningkatnya metabolisme
e.
Melambatnya fungsi organ pencerna makanan
f.
Ketegangan otot meningkat
25 Kebisingan mempunyai pengaruh pada kesehatan masyarakat pada umumnya, dan kesehatan manusia secara khusus kesehatan para pekerja. Suratmo (1988) menyatakan kebisingan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan masyarakat, kenyamanan hidup masyarakat, prilaku hewan ternak, satwa liar dan/atau ekosistem alam.
III. 3.1.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya
di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei 2006. Perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 30 industri terdiri atas industri tekstil, pangan, kulit dan sepatu, baja, kertas, kayu/furniture, dan plastik. Pengelompokan tersebut dilakukan untuk memperoleh sampel yang mewakili keseluruhan industri yang ada di Kawasan Industri Kota Tangerang.
Lokasi Penelitian
Gambar 4.
Lokasi industri yang digunakan sebagai sampel (tanda panah)
27 3.2.
Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan observasional dengan metode
expost facto melalui pendekatan Cross Sectional. Pendekatan Cross Sectional digunakan untuk menggambarkan tingkat kebisingan yang langsung dihadapi oleh para karyawan yang bekerja di bagian proses produksi dan ada tidaknya gangguan pendengaran pada para karyawan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan selama proses produksi. Adapun jumlah industri yang dijadikan obyek penelitian sebanyak 30 industri yang meliputi beberapa sektor antara lain 8 industri pangan, 6 industri baja, 5 industri kayu/furniture, 3 industri kulit dan sepatu, 4 industri tekstil, dan 4 industri plastik. Penetapan 30 industri dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Responden yang digunakan sebagai sampel pada masing-masing industri tersebut adalah karyawan yang bekerja di bagian produksi. Total responden yang digunakan sebagai sampel adalah 300 orang. Penelitian dibagi menjadi tiga sub kajian untuk menjawab tujuan penelitian yang telah diuraikan.
Ketiga sub kajian tersebut adalah: 1) Studi
tingkat kebisingan indoor dan identifikasi tingkat pendengaran karyawan, 2) Identifikasi
komponen
utama
yang
berpengaruh
terhadap
pendengaran
karyawan, dan 3) Studi keterkaitan tingkat kebisingan dengan penurunan pendengaran karyawan.
3.2.1. Studi Tingkat Kebisingan Pendengaran Karyawan
Indoor
Dan
Identifikasi
Tingkat
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dengan cara pengukuran. Pengukuran kebisingan pada lingkungan kerja dalam penelitian ini menggunakan noise loging dosimeter tipe M28 selama 8 jam dalam sehari (Gambar 5a). Pengukuran penurunan ketajaman pendengaran pada penelitian ini menggunakan audiometer yang telah dilengkapi dengan prossesor sehingga dapat mencatat sendiri data gambaran audiogram (Gambar 5b) secara otomatis. Pemeriksaan dengan audiometer dilakukan dalam kamar khusus yaitu sound proof room (Gambar 6) dengan frekuensi 4000 Hz dan intensitas 0-100 dB (A). Pada penelitian tahap ini variabel yang diamati adalah tingkat kebisingan dan tingkat pendengaran karyawan.
28
(a) noise loging dosimeter tipe M28
(b) audiometer Gambar 5.
Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran tingkat kebisingan dan tingkat pendengaran
Gambar 6.
Pemeriksaan tingkat pendengaran karyawan
29 Tahapan-tahapan pemeriksaan menggunakan audiometer adalah: −
Tenaga kerja yang akan diperiksa di persilahkan untuk duduk di dalam kamar khusus yang mempunyai jendela kaca sehingga dapat terlihat dari luar oleh pemeriksaan;
−
Sebelum responden diperiksa, terlebih dahulu diberikan petunjuk bahwa apabila mendengar sesuatu nada dihimbau untuk menekan tombol yang telah tersedia, dan melepaskan kembali tombol tersebut setelah nada tidak terdengar;
−
Meletakkan earphone warna merah pada telinga sebelah kiri responden dan kemudian menutup pintu kamar pemeriksaan. Tahap selanjutnya adalah mengatur audiometer pada 0 dB dan frekuensi 4000 Hz dan kemudian menambah tingkat kebisingan setiap kali sebesar 5 dB sampai ada tanda bahwa pekerja yang diperiksa mendengar sesuatu nada, serta pada saat yang bersamaan perhitungan dapat dimulai. Bila nada tidak terdengar lagi maka tingkat intensitas dinaikkan lagi 5 dB demikian seterusnya, sedangkan untuk telinga kanan respon dapat terlihat di layar monitor dengan tanda O berwarna merah dan respon telinga kiri dengan tanda X berwarna biru. Hasil gambaran dari pemeriksaan audiometer ini disebut audiogram;
−
Tingkat kemampuan mendengar dibagi dalam empat kategori antara lain kategori normal apabila hasil pemeriksaan audiometrik kurang dari 25 dB, tuli ringan apabila hasil pemeriksaan audiometrik berkisar antara 26-40 dB, tuli sedang apabila hasil pemeriksaan audiometrik berkisar antara 41-55 dB, dan tuli berat apabila hasil pemeriksaan audiometrik lebih dari 55 dB (Supardi 2002).
Analisis Data Analisis data dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi tingkat kebisingan dan tingkat pendengaran karyawan. Data frekuensi dibuat dendogram sehinga kebisingan di dalam masing-masing industri dapat digambarkan dibandingkan dengan baku mutu kebisingan.
30 3.2.2. Identifikasi Komponen Pendengaran Karyawan
Utama
Yang
Berpengaruh
Terhadap
Teknik Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner dan/atau wawancara terhadap para karyawan di seluruh bagian proses produksi serta pengamatan dan pengukuran langsung. Parameter yang diamati adalah penggunaan alat pelindung telinga, tingkat kebisingan di lingkungan kerja, kebisingan tempat tinggal karyawan, dan ketajaman pendengaran karyawan. Data sekunder, diperoleh melalui studi pada beberapa dokumen yang meliputi buku laporan dan/atau catatan (data umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan unit bagian kerja) industri terpilih dan puskesmas rujukan di Kawasan Industri Kota Tangerang. Analisis Data Analisis data terhadap faktor-faktor yang berperan dalam penurunan kesehatan pendengaran dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi. Untuk mengetahui
faktor-faktor
yang
dominan
berpengaruh
terhadap
tingkat
pendengaran karyawan, dilakukan analisis komponen utama menggunakan program statistica dan minitab.
3.2.3. Studi Keterkaitan Tingkat Pendengaran Karyawan
Kebisingan
Dengan
Penurunan
Teknik Pengumpulan Data Pada tahap ini data yang diperlukan dan variabel yang diamati sama dengan tahap sebelumnya (penelitian 3.2.2). Analisis Data Analisis data untuk melihat hubungan antara variabel eksternal dengan penurunan kesehatan pendengaran dilakukan dengan Spearman Correlation menggunakan program minitab.
Data ranking dibuat dengan cara skoring hasil
pengamatan pada tiap-tiap variabel (Tabel 1).
Penentuan skor berdasarkan
batasan-batasan yang telah digunakan atau hasil penelitian sebelumnya. Untuk menentukan variabel eksternal yang berpengaruh besar terhadap tingkat penurunan pendengaran karyawan berdasarkan skor yang telah dibuat dilakukan analisis regresi berganda menggunakan program minitab.
31 Tabel 1. Penentuan skor pada tiap variabel pengamatan SKOR
Variabel Gangguan Pendengaran Kebisingan Masa Kerja Umur Tempat Tinggal Riwayat Penyakit Penggunaan Pelindung Telinga Sifat Kebisingan
1
2
3
4
normal ≤75 <5 < 30 ≤75 tidak ada
tuli ringan 75< x ≤85 ≥5 ≥ 30 75< x ≤85 sakit 1-2
tuli sedang >85
tuli berat
selalu kontinyu
kadang intermitten
sakit 3-5 tidak pernah impulsif
3.3. Definisi Operasional Guna memudahkan pengambilan data, beberapa definisi operasional terkait dengan penelitian diantaranya sebagai berikut: 1) Kebisingan adalah semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari mesin-mesin atau alat-alat yang digunakan pada saat sedang bekerja. 2) Gangguan kesehatan karyawan dalam penelitian ini secara spesifik adalah gangguan pendengaran. 3) Gangguan
pendengaran
adalah
berkurangnya
fungsi
pendengaran
seseorang (hearing loss). 4) Umur adalah usia responden pada saat diwawancarai dihitung mulai dari tanggal lahir sampai saat wawancara. 5) Masa kerja adalah lamanya waktu bekerja di bagian tersebut mulai dari pertama kali bekerja sampai saat wawancara. 6) Penggunaan alat pelindung telinga adalah frekuensi pemakaian alat pelindung telinga selama bekerja. 7) Penyakit adalah gangguan kesehatan yang pernah diderita responden dan diduga berhubungan dengan pendengaran, seperti otitis media, hypertensi, trauma capitis, diabetes melitus, dan TB paru. 8) Tempat kerja adalah ruangan para karyawan selama melakukan proses produksi. 9) Tempat tinggal adalah rumah tinggal para karyawan dan situasi sekililing rumah yang berhubungan dengan kebisingan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Seiring dengan kemajuan suatu bangsa, maka tidak dapat dihindari kemajuan industrialisasi, sehingga menimbulkan dampak lingkungan berupa bising yang berpengaruh terutama kepada karyawan. Mesin modern, disamping memberikan
dampak
positif
berupa
pencapaian
target
produksi,
juga
memberikan dampak negatif berupa kebisingan, khususnya pada bagian proses produksi. Menurut Mardji (2005), kebisingan di berbagai industri yang menggunakan peralatan modern pada proses produksi terjadi sebagai akibat dari proses mekanik, dan kebisingan yang terbentuk seringkali melebihi batas ambang yang diijinkan. Berdasarkan hasil investigasi National Institute for Occupational Safety and Health dalam Mardji (2005), tercatat beberapa industri dengan tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang yang ditetapkan, antara lain mesin pemotong kertas (95-108 dB), perusahaan kimia pada area cleaning dan polishing (88-113 dB), pabrik gelas (79-92 dB), bengkel manufaktur (115 dB). Kebisingan yang timbul pada proses produksi memiliki kecenderungan mempengaruhi kesehatan para karyawan. Salah satu dampak negatif terhadap kesehatan karyawan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah penurunan tinggkat pendengaran. Dewasa ini, pengaruh kebisingan terhadap penurunan tingkat pendengaran para karyawan merupakan salah satu topik yang memerlukan perhatian khusus bagi para ahli (Eleftheriou 2000). Guna mengantisipasi pengaruh negatif kebisingan terhadap
para
pekerja,
pemberlakuan
batas
ambang
kebisingan
yang
diperbolehkan ada selama prose produksi dalam bentuk regulasi, dan beberapa negara telah mengeluarkan ketetapan tersebut guna meningkatkan perlindungan terhadap para karyawan. Menurut Eleftheriou (2000), Amerika Serikat telah mengeluarkan kebijakan untuk meminimalkan efek kebisingan pada para karyawan pada berbagai industri sebesar 90 dB untuk 8 jam waktu kerja selama satu hari. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, juga telah mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan penetapan batas ambang kebisingan selama proses industri. Salah satu regulasi yang secara langsung mengatur batas ambang tersebut adalah KepMen LH Nomor: 48/MenLH/XI/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan
33 Perumahan dan Permukiman, dan KepMenLH Nomor: 51/MenLh/X/1996 tentang Baku
Mutu
Kebisingan
Indoor.
Berdasarkan
KepMenLH
Nomor:
48/MenLH/XI/1996 tersebut memberikan batas ambang tingkat kebisingan di perumahan dan permukiman sebesar 55 dB, dan baku mutu kebisingan di industri (indoor) adalah 85 dB (KepMenLH Nomor: 51/MenLH/X/1996). Eleftheriou (2000) menyatakan, berbagai kajian telah dilakukan untuk memperoleh
berbagai informasi berkaitan dengan bagaimana pengaruh
kebisingan terhadap penurunan tingkat pendengaran para karyawan. Kendala yang dihadapi pada berbagai kajian tersebut adalah adanya kenyataan bahwa sumber kebisingan tidak hanya ada di dalam indsutri selama proses produksi, tetapi juga terdapat di areal di luar lingkungan industri. Dugaan sementara yang diajukan adalah bahwa penurunan tingkat pendengaran dihasilkan oleh kebisingan di luar areal kerja sebagai bentuk lamanya interaksi karyawan di luar areal kerja lebih besar dibandingkan dengan interaksi karyawan dengan kebisingan di dalam areal kerja. Dugaan tersebut dapat diterima dengan asumsi adanya pengendalian dampak kebisingan yang diberlakukan oleh perusahaan untuk melindungi kesehatan karyawan. Kota Tangerang adalah salah satu kawasan industri di Indonesia. Berdasarkan karakteristik wilayahnya sebagai kawasan industri, di Kota Tangerang telah berdiri berbagai jenis industri. Guna memudahkan pencapaian target produksi, perusahaan telah menetapkan kebijakan penggunaan berbagai peralatan
modern
yang
dikombinasikan
dengan
penggunaan
tenaga
kerja/karyawan. Telah diuraikan sebelumnya bahwa kebisingan selama proses produksi, apabila tidak dikendalikan dengan baik akan berdampak negatif terhadap kesehatan karyawan, khususnya penurunan tingkat pendengaran. Mengacu pendapat Suma’mur (1980), penurunan tingkat pendengaran tersebut dapat bersifat sementara dan/atau permanen. Berdasarkan karakteristik Kota Tangerang sebagai kawasan industri, maka diduga penurunan tingkat pendengaran karyawan, khususnya yang bekerja di ruang produksi, telah terjadi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kisaran tingkat kebisingan industri, variabel yang dominan yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan, dan bentuk keterkaitan antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran. Total industri yang dijadikan obyek penelitian, dan jumlah responden pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Tabel 2. Dasar pertimbangan penetapan 30
34 industri
tersebut
adalah
penggunaan
mesin
modern
yang
berpotensi
menimbulkan kebisingan, dan adanya karyawan yang bekerja dalam ruang proses industri, sedangkan penetapan responden adalah keseluruhan karyawan yang bekerja pada bagian proses produksi pada masing-masing industri terpilih. Tabel 2.
Jenis dan jumlah industri terpilih, dan jumlah reponden (karyawan) Sektor Industri Jumlah Jumlah Reponden (Orang) Pangan 8 72 Baja 6 72 Kayu/Furniture 5 40 Kulit dan Sepatu 3 36 Tekstil 4 40 Plastik 4 40 Total 30 300
4.2. Studi Tingkat Kebisingan Indoor dan Identifikasi Tingkat Pendengaran Karyawan Menurut Miyakita dan Ueda (1997), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap penurunan tingkat pendengaran, diantaranya gaya hidup dan/atau kebiasaan hidup, trauma kepala, dan mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan, serta penyakit yang berhubungan langsung dengan pendengaran seperti otitis media. Lebih lanjut dijelaskan, sebagai dasar perlindungan karyawan dan kesehatan kerja mulai 1989, test terhadap tingkat pendengaran merupakan satandar operasional dalam pemantauan kesehatan karyawan. Upaya lain untuk melindungi para karyawan telah dilakukan sejak 1992, dalam bentuk sosialisasi panduan untuk pencegahan kebisingan sebagai salah satu bahan pencemar. Salah satu tujuan dari kebijakan tersebut adalah meminimalkan kerusakan dan/atau gangguan kesehatan akibat kebisingan dan mencegah perambatan kebisingan melalui upaya perlindungan yang sesuai. Namun kenyataannya, penurunan tingkat pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja masih tinggi (Miyakita dan Ueda 1997). Kenyataan yang muncul di masyarakat adalah bahwa mayoritas masyarakat di areal industri tidak merasa mengalami penurunan tingkat pendengaran. Kesalah pahaman tersebut selanjutnya diterima oleh para pekerja bahwa penurunan tingkat pendengaran yang mungkin dialami adalah salah satu konsekuensi bekerja di areal bising.
35 Penurunan tingkat pendengaran serupa, diduga telah terjadi di Kota Tangerang. Kajian serupa telah dilakukan dengan menggunakan beberapa variebel yaitu umur, masa kerja, kebisingan tempat tingal, riwayat penyakit, dan kebisingan di areal kerja pada 30 industri terpilih sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Kelima variabel tersebut dibahas secara dekriptif untuk mengetahui pola sebaran umur karyawan yang bekerja di bagian produksi. Pengujian tingkat pendengaran karyawan (responden) dilakukan untuk mengetahui ketajaman tingkat pendengaran karyawan pada saat ini, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pendugaan keterkaitan antar variabel yang diamati. Berdasarkan hasil pegamatan terhadap tingkat pendengaran 300 karyawan pada 30 industri terpilih, sebagaimana disajikan pada Lampiran 2, diperoleh hasil bahwa sebanyak 86 orang (28,67%) responden memiliki tingkat pendengaran berkisar antara 0-25 dB, 166 orang (53,33%) responden memiliki tingkat pendengaran berkisar antara 26-40 dB, 41 orang (13,67%) responden memiliki tingkat pendengaran berkisar antara 41-55 dB, dan 7 orang (2,33%) responden memiliki tingkat pendengaran diatas 55 dB. Pola sebaran tingkat pendengaran karyawan (responden) pada 30 industri terpilih disajikan pada Gambar 7.
40
Jumlah Karyawan (Orang)
35 30 25 20 15 10 5 0 0-25 dB
26-40 dB
41-55 dB
>55 dB
Kisaran Hasil Pemeriksaan Audiometrik (4000 Hz) Indus tri Pangan
Indus tri Baja
Indus tri Kayu/furniture
Indus tri Kulit/Sepatu
Indus tri Teks til
Indus tri Plas tik
Gambar 7.
Komposisi kisaran tingkat pendengaran karyawan yang bekerja pada proses produksi
36 Berdasarkan Gambar 7, jumlah karyawan yang bekerja di Industri pangan memiliki tingkat pendengaran berkisar antara 0-26 dB lebih mendominasi dibandingkan dengan kelima industri lainnya, sedangkan jumlah karyawan dengan tingkat pendengaran berkisar antara 26-41 dB relatif seragam untuk keenam industri terpilih. Nilai ekstrim pada kisaran tingkat pendengaran antara 41-55 dB dan lebih dari 55 dB dimiliki oleh karyawan pada industri baja. Kondisi tersebut
menggambarkan
bahwa
penurunan
tingkat
pendengaran
pada
karyawan di keenam industri terpilih telah terjadi. Menurut Supardi (2002), tingkat kemampuan mendengar dibagi dalam empat kategori antara lain kategori normal apabila hasil pemeriksaan audiometrik tidak lebih dari 25 dB, tuli ringan apabila hasil pemeriksaan audiometrik berada pada kisaran 26-40 dB, tuli sedang apabila hasil pemeriksaan audiometrik berada pada kisaran 41-55 dB, dan tuli berat apabila hasil pemeriksaan audiometrik tidak lebih dari 55 dB. Berdasarkan uraian tersebut maka 86 orang (28,67%) responden memiliki tingkat pendengaran normal, 166 orang (53,33%) responden mengalami tuli ringan, 41 orang (13,67%) responden mengalami tuli sedang, dan 7 orang (2,33%) responden mengalami tuli berat. Pola peningkatan jumlah karyawan yang mengalami penurunan tingkat pendengaran terbesar, sebagaimana disajikan pada Gambar 7, adalah industri baja. Hal ini disebabkan adanya fluktuasi lonjakan suara secara tiba-tiba yang sangat ekstrim dari mesim yang digunakan atau pemajanan secara tiba-tiba lebih dari 4 dB, sehingga dapat dikatakan bahwa kebisingan di industri baja bersifat impulsive atau impact. Pada kondisi pemajanan tersebut telinga belum beradaptasi dengan lonjakan suara tersebut. Pengukuran kebisingan di tempat kerja merupakan tahapan kedua dalam managemen kebisingan di tempat kerja. Berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia, batas ambang kebisingan yang diperbolehkan ada di lingkungan kerja adalah 85 dB. Hasil pengamatan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 8, menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada enam industri terpilih relatif bervariasi, dan memiliki kecenderungan melebihi batas ambang yang telah ditentukan. Kisaran tingkat kebisingan di tempat kerja pada enam industri terpilih disajikan pada Gambar 8.
37
Rerata Hasil Pengukuran Kebisingan (dB)
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Rerata Minimum
Rerata Maksimum Kisaran Nilai Kebisingan
Rata-rata
Industri Pangan
Industri Baja
Industri Kayu/furniture
Industri Kulit/Sepatu
Industri Tekstil
Industri Plastik
Gambar 8.
Komposisi kisaran tingkat kebisingan maksimum masing-masing industri
minimum
dan
Berdasarkan Gambar 8, nilai minimum keenam industri terpilih masih berada di bawah batas ambang, yaitu sebesar 63-83 dB, namun dari keenam industri tersebut, industri tekstil telah memiliki nilai minimum kebisingan mendekati batas ambang yang telah ditetapkan (85 dB). Nilai kisaran maksimum kebisingan yang telah melebihi batas ambang adalah industri baja, industri kayu/furniture, dan tekstil, sedangkan nilai rata-rata kebisingan yang telah melebihi batas ambang berada pada industri kulit/sepatu, dan industri tekstil. Fenomena tersebut sebagai akibat dari pola kebisingan di industri tekstil dan kulit sepatu bersifat kontinyu. Pemajanan kebisingan bersifat kontinyu dimaksudkan adalah pajanan bising yang timbul terus menerus atau relatif konstan, sehingga telinga telah beradaptasi dengan lonjakan intensitas kurang dari 3 dB.
4.3.
Identifikasi Komponen Pendengaran Karyawan
Utama
Yang
Berpengaruh
Terhadap
Di samping kebisingan di tempat kerja, kebisingan di tempat tinggal karyawan juga berpengaruh pada tingkat pendengaran karyawan (Eleftheriou 2000). Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajikan pada Lampiran 5, 32 orang (10,67%) karyawan tinggal pada areal tempat tinggal dalam kategori
38 bising (lebih dari 70 dB), sedangkan 268 orang (89,33%) karyawan tinggal pada areal tidak bising (kurang dari 70 dB). Pola sebaran tempat tinggal karyawan pada keenam industri terpilih disajikan pada Gambar 9.
Jumlah Karyawan (Orang)
70 60 50 40 30 20 10 0 BISING
TIDAK BISING
Kategori Kebisingan Tempat Tinggal Karyawan Indus tri Pangan Indus tri Baja Indus tri Kayu/furniture Indus tri Kulit/Sepatu
Gambar 9.
Indus tri Teks til
Indus tri Plas tik
Pola sebaran karakteritik kebisingan tempat tinggal para karyawan pada keenam industri
Berdasarkan Gambar 9, secara umum para karyawan tinggal pada areal tempat tinggal yang tidak bising. Namun demikian, berdasarkan tingkat kebisingan tempat tinggal, karyawan industri baja bertempat tinggal dilingkungan dengan kategori bising. Hal ini diduga berpengaruh secara simultan terhadap penurunan tingkat pendengaran para karyawan yang bekerja di industri baja dengan tingkat kebisingan tempat kerja sebagaimana disajikan pada Gambar 8. Penurunan tingkat pendengaran karyawan, bukan saja sebagai akibat dari kebisingan di tempat kerja dan/atau kebisingan tempat tinggal, melainkan juga dipengaruhi oleh umur, riwayat penyakit, dan kebisingan di tempat tinggal (Miyakita dan Ueda 1997). Eleftheriou, P.C. (2001) menyatakan, seseorang yang bekerja di tempat bising akan mulai mengalami gangguan pendengaran secara nyata terlihat pada umur di atas 30 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin bertambahnya umur (di atas 30), kemungkinan penurunan pendengaran seseorang, secara alami, akan terjadi tanpa adanya pengaruh faktor eksternal (kondisi tempat kerja, tempat tinggal, dan riwayat penyakit.
39 Berdasarkan hasil pengamatan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 4, sebanyak 147 responden berumur kurang dari 30 tahun (49%), sedangkan 153 responden berumur di atas 30 tahun (51%). Komposisi umur pada masingmasing industri terpilih disajikan pada Gambar 10.
Jumlah Karyawan (Orang)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 ≤ 30 TAHUN
> 30 TAHUN
Se baran umur Karyawan (Tahun) Industri Pangan Industri Kulit/Sepatu
Gambar 10.
Industri Baja Industri Tekstil
Industri Kayu/furniture Industri Plastik
Komposisi umur karyawan yang bekerja pada produksi pada masing-masing industri
proses
Berdasarkan Gambar 10, industri dengan jumlah karyawan terbesar dengan berumur di atas 30 tahun secara berturut-turut adalah industri pangan, baja, kayu/furniture, kulit/sepatu, plastik, dan tekstil. Penurunan tingkat pendengaran karyawan pada keenam industri terpilih, selain dikarenakan tingkat kebisingan di tempat kerja, juga diduga dipengaruhi oleh umur karyawan. Variabel lainnya yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran selain umur, tingkat kebisingan tempat kerja, dan kebisingan tempat tinggal, adalah masa kerja. Masa kerja seseorang, terutama yang bekerja di tempat bising akan memperbesar peluang seseorang untuk kontak langsung dan besarnya kemungkinan terpajan bising. Semakin lama masa kerja seseorang yang bekerja di tempat bising diduga penurunan tingkat pendengaran akan semakin besar bila dibandingkan dengan seseorang yang baru bekerja pada tempat yang sama.
40 Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 5), 121 orang karyawan (40,33%) pada industri terpilih memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun, sedangkan 179 orang karyawan (59,67%) memiliki masa kerja di atas 5 tahun. Pola sebaran masa kerja pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 11, apabila dikaitkan dengan hasil pengukuran dengan audiometri, sebagaimana disajikan pada Gambar 7, sebagian besar karyawan telah mengalami gangguan pendengaran dari tuli ringan hingga tuli berat, maka banyaknya karyawan dengan masa kerja di atas 5 tahun diduga secara bersamasama berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran.
Jumlah Karyawan (Orang)
60 50 40 30 20 10 0 ≤ 5 TAHUN
> 5 TAHUN
Masa Kerja (Tahun) Pangan
Gambar 11.
Pekerja Baja
Kayu/furniture
Kulit/Sepatu
Tekstil
Plastik
Komposisi masa kerja karyawan yang bekerja pada proses produksi pada masing-masing industri
Variabel eksternal lainnya yang diduga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran karyawan pada penelitian ini adalah riwayat penyakit juga berpengaruh langsung terhadap gangguan pendengaraan. Seseorang dengan riwayat penyakit yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organ pendengaran, memiliki peluang lebih besar mengalami gangguan pendengaran dibandingkan dengan seseorang tanpa riwayat penyakit. Namun demikian, pada dua orang yang sama-sam memiliki riwayat penyakit
41 yang sama, kondisi penyakit yang diderita juga berpengaruh terhadap gangguan pendengaran yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajika pada Lampiran 6, 47
orang
(15,67%)
karyawan
pernah
memiliki
riwayat
penyakit
yang
berhubungan dengan pendengaran, sedangkan 253 orang (84,33%) karyawan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran. Pola sebaran karyawan dengan ada dan tidak memiliki riwayat penyakit disajikan pada Gambar 12.
Jumlah Karyawan (Orang)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 Memiliki
Tidak Memiliki
Riw ayat Penyakit yang Berhubungan dengen Pendengaran Indus tri Pangan
Indus tri Baja
Indus tri Kayu/furniture
Indus tri Kulit/Sepatu
Indus tri Teks til
Indus tri Plas tik
Gambar 12.
Pola sebaran riwayat penyakit para karyawan pada keenam industri
Berdasarkan Gambar 12, para karyawan yang bekerja di industri baja memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pedengaran. Kondisi ini diduga juga berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan di industri baja. Hubungan antara riwayat penyakit dengan penurunan tingkat pendengaran akan dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan Khikuadrat, sedangkan analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui keberadaan riwayat penyakit bila dibandingkan dengan variabel lainnya, dan akan dibahas pada sub pokok bahasan berikutnya.
42 Telah dikemukakan sebelumnya bahwa perusahaan dihimbau untuk melakukan upaya perlindungan terhadap para pekerja dari pemajanan kebisingan. Beberapa upaya untuk mengantisipasi pemajanan kebisingan tersebut adalah memantau kondisi peralatan dan/atau mesin yang digunakan selama proses produksi, mendesain ruangan (sumber kebisingan) untuk meminimalkan pemajanan, dan penggunaan alat pelindung telinga (APT). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Mardji (1997) yang menyatakan, ketulian sebagai dampak negatif dari pemajanan kebisingan dapat dicegah melalui pengendalian secara teknik diantaranya dengan memberikan peredaman pada sumber kebisingan, pengendalian secara administratif yaitu dengan merotasi job karyawan atau peraturan setiap karyawan diwajibkan menggunakan APT, namun demikian upaya ini tidak terlepas dari faktor individu yang terdiri dari pendidikan, pengalaman pelatihan, dan umur yang menentukan perilaku pemakaian APT. Berdasarkan ketiga upaya tersebut, pemberlakuan penggunaan APT merupakan standar oprasional prosedure minimal pada industri yang potensial menimbulkan kebisingan. Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajikan pada Lampiran 7, 196 orang (65%) karyawan tidak pernah menggunakan APT, 81 orang (27%) karyawan kadang-kadang menggunakan APT, dan 23 orang (7,67%) karyawan selalu menggunakan APT. Pola sebaran penggunaan APT pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 13.
50 Jumlah Karyawan (Orang)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 TDK PERNAH
KADANG-KADANG
SELALU
Pe nggunaan Alat Pe lindung Te linga (APT) Industri Pa nga n
Industri Ba ja
Industri Ka yu/furniture
Industri Kulit/Se pa tu
Industri Te kstil
Industri Pla stik
Gambar 13.
Pola sebaran penggunaan apt bagi para karyawan pada masing-masing industri
43 Berdasarkan Gambar 13, karyawan pada industri pangan dan industri baja relatif lebih banyak tidak menggunakan APT dibandingkan dengan industri kulit/sepatu, tekstil, plastik, dan kayu/furniture. Kondisi ini semakin memperkuat kemungkinan para karyawan terpajan kebisingan. Dari keenam industri terpilih, industri
tekstil
dan
kulit/sepatu
terdapat
karyawan
yang
tidak
selalu
menggunakan APT. Keseluruhan uraian tersebut di atas hanya menggambarkan pola persebaran umur, riwayat penyakit, kebisingan tempat tinggal, masa kerja dan kebisingan pada masing-masing industri terpilih dan pengaruhnya terhadap tingkat pendengaran karyawan. Pembahasan selanjutnya bertujuan untuk mengkaji keterkaitan variebel eksternal (kemungkinan pengaruh kebisingan di luar tempat kerja), dan variabel internal (kemungkinan pengaruh kebisingan di tempat kerja). Variebel eksternal pada kajian ini antara lain umur, masa kerja, tingkat kebisingan tempat tinggal karyawan, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran yang pernah diderita para karyawan. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 9 dan 12, 89,33% karyawan bermukim pada areal tidak bising dan 84,33% karyawan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran, namun demikian diketahui bahwa sejumlah karyawan didapati mengalami gangguan pendengaran. Kebisingan tempat tinggal dan riwayat penyakit merupakan faktor kedua yang berkaitan langsung dengan pendengaran. Faktor pertama yang berhubungan langsung dengan kesehatan organ pendengaran pekerja adalah kebisingan tempat kerja. Fenomena tersebut merupakan salah satu dasar untuk dilakukan upaya identifikasi lanjutan terhadap jumlah karyawan yang tidak bermukim di tempat bising dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun pada kenyataannya menderita gangguan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 144 orang karyawan dari 300 karyawan atau sekitar 48% karyawan menderita gangguan pendengaran dari tuli ringan hingga tuli berat. Kisaran karyawan pada masing-masing industri dengan karakteristik tidak bermukin di areal bising dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Karyawan dengan karakteristik tidak bermukim di areal bising
44 dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun menderita gangguan pendengaran Industri Pangan Baja Kayu/furniture Kulit/sepatu Tekstil Plastik Total
Tuli ringan Jumlah % 27 37,50 34 47,22 25 62,50 16 44,44 23 57,50 19 47,50 144 48,00
Tuli sedang Jumlah % 2 2,78 9 12,50 1 2,50 0 0,00 1 2,50 0 0,00 13 4,33
Tuli berat Jumlah 0 0 0 0 0 1 1
% 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,50 0,33
Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana disajikan pada Gambar 9, 10, dan 11, terdapat beberapa karyawan yang memiliki indikasi adanya sumber pemajanan yang bersama-sama di duga berpengaruh terhadap tingkat pendengaran
karyawan.
Guna
mengetahui
faktor-faktor
dominan
yang
berpengaruh terhadap tingkat pendengaran karyawan, dilakukan analisis lanjutan yaitu analisis komponen utama (AKU) atau Principle Component Analysis (PCA). Analisis komponen utama merupakan analisis yang digunakan apabila terdapat keterkaitan antar peubah yang diamati. Berdasarkan hasil analisis data tentang pola sebaran masing-masing variabel ekternal (umur, masa kerja, riwayat penyakit, dan kebisingan tempat tinggal) terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan, terdapat beberapa karyawan yang menunjukkan adanya keterkaitan empat peubah tersebut dengan penurunan tingkat pendengaran. Analisis komponen utama dilakukan pada kategori tuli ringan, sedang, dan tuli berat. Analisis komponen utama terhadap kategori penyakit tuli ringan dan sedang dilakukan pada keenam industri terpilih, sedangkan analisis komponen utama terhadap kategori penyakit tuli berat hanya melibatkan industri baja dan tekstil. Hal ini berdasarkan sebaran tuli berat hanya terdapat pada industri baja dan tekstil. Berdasarkan hasil analisis komponen utama tehadap kategori penyakit tuli ringan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 15, terdapat dua komponen utama yaitu komponen utama pertama (KU1) dengan eigenvalue sebesar 2,79 yang telah mampu menjelaskan 69,84% data, dan komponen utama kedua (KU2) dengan eigenvalue sebesar 0,807 yang telah mampu menjelaskan 20,17%. Akumulasi kedua komponen utama tersebut sebesar 90,01%, sehingga
45 diputuskan pada analisis komponen utama terhadap penyekit tuli ringan menggunakan dua komponen utama. Hasil
analisis
komponen
utama
terhadap
empat
variabel
yang
berpengaruh terhadap penyakit tuli ringan pada enam industri terpilih masingmasing adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja (berada pada faktor 1 atau KU1), dan diikuti dengan umur (berada pada faktor 2 atau KU2). Kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja merupakan tiga variabel ekternal yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan karyawan pada enam industri terpilih, sedangkan umur karyawan relatif lebih kecil pengaruhnya terhadap peluang menimbulkan penyakit tuli ringan para karyawan. Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui pola kebisingan pada keenam industri terpilih dengan menggunakan analisis kluster. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui kelompok industri yang memiliki kemiripan pada pemicu munculnya penyakit tuli ringan. Hasil analisis klaster menghasilkan sebaran kedekatan industri pada komponen variabel ekternal yang memicu munculnya penyakit tuli ringan. Berdasarkan hasil analisis klaster terdapat tiga kelompok industri yaitu industri pangan, kayu/furniture dan plastik (kelompok 1), industri kulit/sepatu (kelompok 2), dan industri tekstil dan baja (kelompok 3). Dendogram pengelompokan industri dengan kemiripan variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan hasil analisis klaster disajikan pada Gambar 14 (atas). Analisa serupa juga dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel ekternal yang potensial memicu munculnya penyakit tuli sedang, sedangkan analisis pengaruh variabel ekternal terhadap munculnya penyakit tuli berat tidak dilakukan, karena penyakit tersebut hanya ditemukan pada industri baja dan tekstil. Berdasarkan hasil analisis komponen utama tehadap kategori penyakit tuli sedang, sebagaimana disajikan pada Lampiran 16, terdapat dua komponen utama yaitu komponen utama pertama (KU1) dengan eigenvalue sebesar 3,71 yang telah mampu menjelaskan 92,7% data, dan komponen utama kedua (KU2) dengan eigenvalue sebesar 0,2736 yang telah mampu menjelaskan 6,8%%. Akumulasi kedua komponen
utama tersebut sebesar 99,5%, sehingga
diputuskan pada analisis komponen utama terhadap penyekit tuli ringan menggunakan dua komponen utama. Hasil
analisis
komponen
utama
terhadap
empat
variabel
yang
berpengaruh terhadap penyakit tuli sedang pada enam industri terpilih masing-
46 masing adalah umur dan masa kerja (berada pada faktor 1 atau KU1), dan penyakit dan kebisingan tempat tinggal (berada pada faktor 2 atau KU2). Umur dan masa kerja merupakan dua variabel ekternal yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli sedang karyawan pada enam industri terpilih, sedangkan penyakit dan kebisingan tempat tinggal karyawan relatif lebih kecil pengaruhnya terhadap peluang menimbulkan penyakit tuli sedang para karyawan. Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui pola kebisingan pada keenam industri terpilih dengan menggunakan analisis kluster. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui kelompok industri yang memiliki kemiripan pada pemicu munculnya penyakit tuli sedang. Hasil analisis klaster menghasilkan sebaran kedekatan industri pada komponen variabel ekternal yang memicu munculnya penyakit tuli sedang. Berdasarkan hasil analisis klaster terdapat tiga kelompok industri yaitu industri pangan, kayu/furniture dan plastik (kelompok 1), industri kulit/sepatu (kelompok 2), dan industri tekstil dan baja (kelompok 3) (Gambar 14). Berdasarkan Gambar 14 (a) dan (b) tertera persamaan pengelompokan industri berdasarkan kemiripan variabel eksternal dominan yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan dan sedang. Berdasarkan hasil pengujian dengan analisis komponen utama terhadap variabel dominan yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan dan munculnya penyakit tuli sedang, diperoleh hasil bahwa penyakit tuli ringan lebih dominan disebabkan oleh kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja, dan variabel ekternal dominan ke dua adalah umur karyawan. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan antara variabel ekternal terhadap munculnya penyakit tuli ringan dan pemicu munculnya penyakit tuli sedang. Variabel umur dan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan pertama yang memicu munculnya penyakit tuli sedang, sedangkan variabel ekternal dominan ke dua yang berpengaruh pada munculnya penyekit tuli sedang adalah penyakit dan kebisingan tempat tinggal. Hal ini diduga umur dan masa kerja berinteraksi positif terhadap peluang munculnya penyakit tuli sedang. Telah diuraikan sebelumnya bahwa, penambahan umur secara alami berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran, dan diperkuat dengan masa kerja karyawan pada tempat bising juga berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat pendengaran. Fenomena tersebut dapat dihubungkan dengan histogram pada Gambar 10, bahwa kisaran umur karyawan di atas 30 tahun lebih
47 besar dari persentase umur karyawan di bawah 30 tahun. Oleh karena itu, peluang komponen umur terhadap penurunan tingkat pendengaran relatif lebih besar dibandingkan variabel lainnya seperti penyakit dan kebisingan tempat tinggal.
Pangan Kayu/Furniture Plastik Baja Tekstil Kulit/Sepatu
0.0 0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
Jarak Kedekatan
(a)
Kesamaan 94,71
95,43
98,24
100
Pangan
Kayu
Plastik
Kulit
Baja
Tekstil
(b) Gambar 14.
Dendogram sebaran kelompok industri hasil analisis klaster: (a) variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan, dan (b) variabel eksternal pemicu penyakit tuli sedang
48 Kebisingan tempat kerja merupakan variabel internal yang berpengaruh terhadap penurunan tingak pendengaran karyawan. Interaksi pemajanan kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran karyawan berhubungan dengan masa kerja karyawan pada industri yang berpotensi menimbulkan kebisingan selama proses produksi. Masa kerja dinyatakan sebagai lama bekerja karyawan dalam satuan tahun, dan dengan jam kerja tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, masa kerja karyawan terbagi menjadi 2 golongan yaitu kurang dari 5 tahun dan lebih dari lima tahun. Lamanya masa kerja karyawan berpeluang memperbesar peluang pemajanan kebisingan pada karyawan. Dengan demikian semakin lama masa kerja maka peluang pemajanan kebisingan akan semakin besar. Pola sebaran masa kerja karyawan pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 15.
Jenis Industri
Plastik Tekstil Kulit/Sepatu Kayu/furniture Baja Pangan 0
10
20
30
40
50
60
Jumlah Karyawan (Orang) ≤ 5 TAHUN
Gambar 15.
> 5 TAHUN
Pola sebaran masa kerja karyawan pada masing-masing industri
Mengacu pola sebaran masa kerja karyawan, sebagaimana disajikan pada Gambar 15, terlihat bahwa kelima industri, kecuali industri plastik, memiliki pola sebaran masa kerja di atas 5 tahun lebih besar dibandingkan dengan masa kerja di bawah 5 tahun. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa kelima industri (tekstil, kulit/sepatu, kayu/furniture, baja, dan pangan) mempekerjakan karyawan tetap dan memilih mengoptimalkan karyawan yang ada. Kondisi
49 tersebut memperbesar peluang karyawan mengalami penyakit tuli sedang, terlebih pada karyawan dengan masa kerja di atas 5 tahun Guna mengetahui variabel eksternal dominan yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran dan/atau munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli sedang pada masing-masing karyawan, maka analisis komponen utama merupakan analisis lanjutan pada pembahasan lebih lanjut. Analisis ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa masing-masing industri memiliki karakteristik karyawan yang berbeda. Jenis industri yang dianalisis secara berurutan, sebagaimana hasil analisis klaster sebagaimana tertera pada Gambar 14, adalah industri pangan, kayu/furniture, plastik, kulit/sepatu, tekstil dan baja. Berdasarkan hasil analisis komponen utama terhadap variabel ekternal yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang relatif berbeda pada keenam industri terpilih. Variabel ekternal dominan terhadap munculnya penyakit tuli ringan hingga berat pada masing-masing industri disajikan pada Tabel 4. Pembahasan selanjutnya difokuskan terhadap variabel ekternal yang berpeluang menimbulkan penurunan tingkat pendengaran dibahas berdasarkan karakter masing-masing industri. Berdasarkan Tabel 4, karyawan dengan penyakit tuli berat terdapat pada industri
baja
dan
tekstil,
yang
secara
keseluruhan-berdasarkan
hasil
pengamatan, variabel eksternal yang dominan berpengaruh adalah masa kerja. Mengacu pada tabel yang sama, karyawan dengan penyakit tuli sedang terdapat pada industri plastik, tekstil, baja, dan pangan. Variabel ekternal yang dominan berpengaruh pada munculnya penyakit tersebut adalah masa kerja pada industri plastik, tekstil, dan baja, sedangkan pada industri pangan adalah umur, penyakit, kebisingan tempat tinggal. Karyawan dengan penyakit tuli ringan menyebar merata pada semua industri terpilih. Mengacu Tabel 4, variabel ekternal dominan berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran karyawan (tuli ringan) masing-masing industri adalah sebagai berikut: 1) Variabel dominan pada industri pangan adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, umur (KU1), sedangkan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan kedua (KU2); 2) Variabel dominan pada industri baja adalah masa kerja (KU1) dan umur (KU2).
50 3) Variabel dominan pada industri kayu/furniture adalah masa kerja (KU1) dan umur (KU2). Pada industri ini, dapat dijumpai penyakit penurunan tingkat pendengaran dengan kategori hanya tuli ringan; 4) Variabel dominan pada industri kulit/sepatu adalah kebisingan tempat tinggal dan penyakit (KU1), sedangkan masa kerja dan umur merupakan variabel ekternal dominan kedua (KU2). Sama halnya dengan industri kayu/furniture, pada industri kulit/sepatu, dapat dijumpai penyakit penurunan tingkat pendengaran dengan kategori hanya tuli ringan; 5) Variabel dominan pada industri tekstil adalah umur (KU1) dan masa kerja (KU2); 6) Variabel dominan pada industri plastik adalah penyakit (KU1), sedangkan umur dan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan kedua (KU2)
Tabel 4.
Industri Pangan
Hasil analisis komponen utama terhadap variabel eksternal dominan yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang diderita karyawan Kategori Penyakit Tuli ringan
Tuli sedang
Baja
Tuli ringan Tuli sedang Tuli berat
Kayu/ furniture Kulit/ sepatu Tekstil
Tuli ringan Tuli ringan
Tuli ringan Tuli sedang Tuli berat
Variabel Umur Masa Kerja Penyakit Kebisingan Tempat Tinggal Umur Masa Kerja Penyakit Kebisingan Tempat Tinggal Umur Masa Kerja Umur Masa Kerja Umur Masa Kerja Penyakit Kebisingan Tempat Tinggal Umur Masa Kerja Penyakit Kebisingan Tempat Tinggal Umur Masa Kerja Umur Masa Kerja Umur
KU1 0.544 0.048 -0.550 -0.632 0.544 0.048 -0.550 -0.632 0.707 -0.707 0.707 -0.707 0.707 -0.707 0.707 -0.707 -0.480 0.372 -0.560 -0.564 0.685 0.247 0.707 -0.707 0.707
KU2 * -0.404 -0.822 * -0.396 * -0.065 * -0.404 -0.822 * -0.396 * -0.065 0.707 * 0.707 0.707 * 0.707 0.707 * 0.707 0.707 * 0.707 -0.562 -0.790 * -0.195 * 0.151 * 0.174 -0.969 0.707 * 0.707 0.707
*
*
* *
*
51 Industri Plastik
Kategori Penyakit Tuli ringan Tuli sedang
Variabel Masa Kerja Umur Masa Kerja Penyakit Umur Masa Kerja
KU1 -0.707 -0.575 -0.570 -0.587 0.707 -0.707
KU2 * 0.707 0.638 -0.761 * 0.114 0.707 * 0.707
* *
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis data terdapat hubungan antara variabel ekternal berupa umur, masa kerja, penyakit dan kebisingan tempat tinggal terhadap peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan pada enam industri terpilih. Pembahasan selanjutnya adalah keterkaitan antara tingkat kebisingan tempat tinggal dengan peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan pada enam industri terpilih. Berbeda dengan keterkaitan antara variabel ekternal dan peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan, analisis keterkaitan kebisingan tempat kerja dan peluang penurunan tingkat pendengaran dilakukan hingga diperoleh besarnya keterkaitan dan pola keterkaitan yang terjadi. 4.4. Studi Keterkaitan Tingkat Pendengaran Karyawan
Kebisingan
Dengan
Penurunan
Analisis keterkaitan antara tingkat kebisingan tempat kerja dan penurunan tingkat pendengaran menggunakan korelasi. Tingkat kebisingan yang dianalisi terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kebisingan maksimun, minimum, dan ratarata untuk masinh-masing industri terpilih. Nilai R pada hasil analisis menunjukkan keeratan hubungan antara tingkat kebisingan tempat kerja dan penurunan tingkat pendengaran karyawan. Kisaran nilai R adalah antara 0 sampai dengan 1, dengan ketentuan nilai hubungan tingkat kebisingan tempat kerja dan penurunan tingkat pendengaran semakin besar apabila nilai R mendekati 1, dan semakin lemah apabila nilai R mendekati 0. Penurunan tingkat pendengaran karyawan untuk keperluan analisis regresi diperoleh dari pengurangan antara kisaran tingkat pendengaran normal dengan tingkat pendengaran karyawan pada saat dilaksanakannya penelitian ini. Asumsi yang digunakan adalah bahwa secara keseluruhan, karyawan atau responden dinyatakan memiliki nilai tingkat pendengaran normal sebelum bekerja pada masing-masing industri terpilih. Dasar pertimbangan menggunakan asumsi tersebut adalah masing-masing industri terpilih tidak melakukan
52 pengukuran tingkat pendengaran pada masa rekrutmen karyawan, dan diperkuat dengan kenyataan bahwa 95% responden menyatakan belum pernah kerja di tempat bising sebelum berkerja pada masing-masing industri terpilih. Hasil analisis regeresi untuk mengetahui keterkaitan tingkat kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan pada industri terpilih dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Industri pangan. Mengacu pada Lampiran 18, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan maksimum tempat kerja (R=0,028) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan kebisingan minimum (R=0,06) dan kebisingan rata-rata (R=0,00013). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan maskimum pada industri pangan berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan maksimum, minimum, dan rata-rata), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 2) Industri baja. Mengacu pada Lampiran 19, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata ( R=0,041) dan kebisingan masksimum tempat kerja (R=0,043) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar
jika
dibandingkan
dengan
kebisingan
minimum
(R=0,0047).
Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata dan kebisingan maskimum pada industri baja berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran. Nilai R yang relatif sama antara hasil analisis regresi pada tingkat kebisingan rata-rata dan kebisingan maksimum pada industri baja sebagai akibat bahwa kebisingan di industri baja relatif tinggi. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan rata-rata, maksimum, dan minimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 3) Industri kayu/furniture. Mengacu pada Lampiran 20, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata tempat kerja (R=0,026) terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan relatif lebih besar dibandingkan dengan kebisingan maksimum (R=0,00085) dan kebisingan rata-rata
53 (R=0,00058) pada pengaruh yang sama. Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan
bahwa
berpeluang
besar
kebisingan memicu
rata-rata
penurunan
pada tingkat
industri
kayu/furniture
pendengaran.
Namun
demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan rata-rata, maksimum, dan minimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 4) Industri kulit/sepatu. Mengacu pada Lampiran 21, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata tempat kerja (R=0,022) dan kebisingan minimum tempat kerja (R=0,026) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan kebisingan maksimum (R=0,00085). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata dan tingkat kebisingan minimum pada industri kulit/sepatu berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran karyawan. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan rata-rata, minum, maksimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 5) Industri tekstil. Mengacu pada Lampiran 22, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan maksimum tempat kerja (R=0,0038) dan kebisingan minimum tempat kerja (R=0,0032) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan kebisingan ratarata (R=0,0017). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan maksimum dan tingkat kebisingan minimum pada industri tekstil berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran karyawan. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (tingkat kebisingan maksimum, minimum, rata-rata), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 6) Industri plastik. Mengacu pada Lampiran 23, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata tempat kerja (R=0,027) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan
54 tingkat kebisingan rata-rata (R=0,018) dan tingkat kebisingan minimum (.R=0,018). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata pada industri plastik berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran karyawan. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (tingkat kebisingan rata-rata, maksimum, minimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. Hasil analisis data hubungan antara variabel eksternal disajikan pada Tabel 5. Nilai spearman correlation menunjukkan nilai korelasi antar dua variabel. Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat hubungan variabel eksternal dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan. Selain itu juga melihat apakah antar variabel eksternal terdapat hubungan yang bermakna sehingga menjelaskan terjadinya penurunan tingkat pendengaran karyawan. Oleh karena itu hubungan antar variabel eksternal yang tidak bermakna secara logika tidak dapat dijelaskan. Nilai peluang (p-value) menjelaskan validitas dari data yang dianalisis. P value ≤ 0.05 (beda nyata) berarti sebagian besar data yang dianalisis menjelaskan nilai korelasi yang ada. Hasil
analisis
korelasi
menunjukkan
bahwa
penurunan
tingkat
pendengaran karyawan berkorelasi positif nyata dengan umur, masa kerja, dan penggunaan alat pelindung telinga. Semakin tinggi usia (semakin tua) semakin besar penurunan pendengaran dengan korelasi 55.7%. Demikian juga dengan masa kerja, bahwa semakin lama masa kerja semakin besar penurunan pendengaran dengan korelasi 56.2%.
Sedangkan korelasi antara penurunan
tingkat pendengaran dengan penggunaan alat pelindung telinga adalah 50.5%, artinya semakin jarang menggunakan alat pelindung telinga (skor 3) akan semakin besar penurunan tingkat pendengaran. Pada penelitian ini juga terdeteksi bahwa korelasi antara penurunan tingkat pendengaran dengan penyakit cukup besar yaitu sebesar 48,5% (p = 0.00). Sehingga dari sini dapat juga disimpulkan bahwa semakin banyak penyakit yang diderita karyawan akan semakin besar resiko penurunan tingkat pendengaran karyawan. Penurunan tingkat pendengaran karyawan tidak berkorelasi (kurang dari 50%) dengan, kebisingan tempat tinggal, sifat kebisingan di dalam pabrik dan kebisingan di dalam pabrik.
55 Tabel 5.
Hasil analisis spearman correlation hubungan antara variabel eksternal dan tingkat pendengaran karyawan
Variabel
Umur
Masa Kerja
Kebisingan Tempat Tinggal
Masa Kerja
0.496 0.000
Kebisingan Tempat Tinggal
0.185 0.001
0.140 0.015
Riwayat Penyakit
0.332 0.000
0.236 0.000
0.279 0.000
Penggunaan Pelindung Telinga
0.439 0.000
0.428 0.000
0.116 0.045
0.229 0.000
Penurunan Pendenga ran
0.557 0.000
0.562 0.000
0.201 0.000
0.485 0.000
0.505 0.000
Sifat Kebisinga n
0.041 0.475
0.124 0.032
0.025 0.663
0.010 0.868
-0.032 0.582
0.288 0.000
Kebisinga n
-0.018 0.760
0.113 0.051
-0.005 0.925
0.119 0.039
-0.049 0.401
0.216 0.000
Riwayat Penggu- Penurunan Sifat Penyakit naan PendeKebisiPelindungngaran ngan Telinga
0.477 0.000
Keterangan: atas = nilai spearman correlations bawah = P-Value (nyata jika ≤ 0.05)
Pada penelitian ini juga dilakukan uji regresi berganda untuk melihat faktor-faktor eksternal yang paling menentukan penurunan tingkat pendengaran karyawan. Variabel penduga yang menentukan penurunan tingkat pendengaran adalah umur (X1), masa kerja (X2), kebisingan tempat tinggal (X3), riwayat penyakit (X4), penggunaan alat pelindung telinga (X5), sifat bising (X6) dan kebisingan di dalam pabrik (X7).
Analisis varian (anova) regresi berganda
titampilkan pada Tabel 6. Nilai probability (P) =
0.000 menunjukkan bahwa
persamaan regresi berganda adalah nyata dan dapat dijelaskan dari data yang ada.
56 Tabel 6.
Sumber
Analisis varian regresi hubungan antara penurunan tingkat pendengaran dengan variabel penentu Derajat Bebas 7
Jumlah Kuadrat 91.711
Kuadrat Tengah 13.102
Galat
292
60.085
0.206
Total
299
151.797
Regresi
Nilai F 63.67
Probabili ty 0.000
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan (Y) mengikuti pola persamaan sebagai berikut: Y = - 0.936 + 0.322 X1 + 0.346 X2 + 0.0243 X3 + 0.516 X4 + 0.277 X5 + 0.192 X6 + 0.0769 X7
Dari hubungan diatas, maka pada kondisi seteris paribus, penurunan tingkat pendengaran karyawan akan meningkat dengan semakin banyaknya riwayat penyakit yang pernah diderita karyawan (X4). Beberapa penyakit dilaporkan secara tidak langsung berhubungan langsung dengan pendengaran seseorang, salah satunya diakibatkan oleh konsumsi beberapa jenis obat pada rentang waktu yang relatif lama, sebagai contoh penderita TBC paru yang diharuskan mengkonsumsi obat dalam jangka waktu 6 bulan. Lamanya mengkonsumsi obat tersebut berpengaruh pada saraf pendengaran seseorang (Supardi 2002). Penyakit lainnya yang berpengaruh dengan pendengaran seseorang adalah otitis media sebagaimana dilaporkan oleh (Miyakita dan Ueda 1997). Otitis media adalah suatu penyakit yang berhubungan langsung dengan kerusakan pada beberapa bagian telinga sebagai akibat dari peradangan pada bagian dalam telinga. Mengacu pada hasil penelitian dan pola sebaran riwayat penyakit pada masing-masing industri sebagaimana disajikan pada Gambar 12, 84.33% responden
tidak
memiliki
riwayat
penyakit
yang
berhubungan
dengan
pendengaran. Namun walaupun hanya 15.77% responden yang mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran tetap berkorelasi positif nyata dalam menurunkan kesehatan pendengaran. Menurut Supardi (2002), akumulasi beberapa penyakit, dalam hal ini penyakit yang berhubungan dengan pedengaran, yang pernah diderita seseorang, berpengaruh secara simultan terhadap gangguan pendengaran seseorang.
57 Dari persamaan regresi berganda, variabel penduga yang berperan dalam menurunkan tingkat pendengaran karyawan setelah riwayat kesehatan penyakit adalah masa kerja. Hal ini berarti semakin lama karyawan bekerja dan terekspose oleh kebisingan akan semakin besar tingkat penurunan pendengaran. Selanjutnya diikuti oleh variabel penduga umur karyawan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi usia akan semakin besar penurunan pendengaran.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Kebisingan tempat kerja yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan (85 db) adalah industri baja mencapai 96,02 db, industri tekstil mencapai 88,13 db, dan industri kayu/furniture mencapai 88,12 db. 2) Faktor
dominan
utama
yang
berpengaruh
pada
penurunan
tingkat
pendengaran karyawan adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, umur (industri pangan), masa kerja (industri baja dan kayu/furniture), kebisingan tempat tinggal dan penyakit (industri kulit/sepatu), umur (industri tekstil), dan penyakit (industri plastik). 3) Berdasarkan
hasil
analisis
spearman
correlation,
penurunan
tingkat
pendengaran karyawan berkorelasi positif nyata dengan umur, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran karyawan (otitis media kronis, hypertensi, trauma capitis, pengobatan penyakit TBC, dan diabetes melitus).
5.2. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan, terdapat beberapa saran sebagai berikut: 1) Perlu dilakukan sosialisasi perundangan perlindungan tenaga kerja kepada pengusaha dan karyawan. 2) Perlu dilakukan pengukuran tingkat pendengaran karyawan pada saat penerimaan, dan secara berkala selama 6 bulan sekali guna mengetahui adanya kemungkinan penurunan tingkat pendengaran karyawan akibat kebisingan tempat kerja.
DAFTAR PUSTAKA Davis, I R, and Hamernik P Roger. 1994. Noise and Hearing Impairrment, Occupational Health, USA. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 1997. Kumpulan Peraturan dan Pedoman Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan. Proyek Peningkatan Kesehatan Akibat Pencemaran Lingkungan di Tempat-tempat Umum Tahun 1996/1997. Jawa Barat Eleftheriou, P.C. 2001. Industrial Noise and Its Effects on Human Hearing. Applied Acoustics 63 (2002): 35-42. Fahmi, U. 1997. Pemaparan Kebisingan. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Volume IV, Desember 1997. Jakarta. Green, E. 1992. Fitting the Task to the Man, A Text Book of Occupational Ergonomics 4 th Edition, Taylor and Francis, London. Lipscomb, D.M [Editor]. 1978. Noise and Audiology. A Volume in the Perspectives in Audiology Series. University Park Press. Baltimore. Mardji. 2005. Interaksi Faktor Individu, Mekanisme Peredaman dan Intensitas Kebisingan terhadap Ambang Pendengaran [Disertasi]. Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya. Miyakita, T and A. Ueda. 1997. Estimates of workers with noise-induced hearing loss and population at risk. Journal of Sound and Vibration 205(4)(1997): 441-449. Olishifski, J. 1994. Industrial Noise, Industrial Hygiene OHS, Perth. Pearce E.C 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia. Jakarta. Samudro dan H. Prasetyo. 2001. Kebisingan pada Kapal Barang Jenis Caraka Jaya Niaga III. Jurnal Saint dan Teknologi Indonesia III (7): 70-79. Santosa, G. 1992. Pengendalian Kebisingan dan Pengaruhnya terhadap Pekerja Penggergajian PT INHUTANI I Administratur Industri Bekasi Jawa Barat [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Slamet, J.S. 2002. Kesehatan Lingkungan. Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Gadjah Mada University Press. Bandung Soemanegara, R. 1975. Ketulian Akibat Pekerjaan dan Rencana Pemeliharaan Indera Pendengaran di dalam Lingkungan Bising. Majalah Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja VIII (2): 27-39. Lembaga Hiperkes, Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Jakarta.
60
Suma’mur, P K. 1992. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Gunung Agung, Jakarta Sumarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Cetakan Kesepuluh. Penerbit Djambatan. Jakarta. Supardi, E. A 2002. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. Sutopo, W. 1974. Polusi Bising. Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Lampiran 1. Kuisioner responden Nama Umur Jenis kelamin Pendidikan terakhir Alamat tinggal saat ini
: : : : :
Lama tinggal Alamat tinggal sebelumnya
: :
Lama tinggal Hobi Masa kerja Nama perusahaan Alamat perusahaan
: : : : :
Bidang usaha perusahaan
:
Bidang kerja Bidang usaha pada perusahaan sebelumnya (bila pernah)
:
1)
2) 3) 4)
5)
………………………………………………………. ………… Tahun P/L (coret yang tidak perlu) ……………………………………………………… ……………………………………………………… Kota/Kabupaten ………………………………….. Provinsi ……………………………………………. …………. Tahun ……………………………………………………… Kota/Kabupaten ………………………………….. Provinsi ……………………………………………. ………… Tahun ……………………………………………………… ………… Tahun ……………Bulan ……………………………………………………… ……………………………………………………… Kota/Kabupaten ………………………………….. Provinsi ……………………………………………. ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ………………………………………………………. ……………………………………………………….
Apakah pada saat Saudara mendaftar bekerja dilakukan pengujian terhadap tingkat pendengaran? a). Tidak b). Ya Berapa lama Saudara bekerja di bagian produksi? (sebutkan dalam satuan bulan)__________ bulan Berapa lama Saudara bekerja dalam sehari? (sebutkan dalam satuan jam per hari dan per minggu) _________(jam/hari) _________ (jam/minggu) Apakah Saudara menggunakan alat pelindung telinga (seperti; sumbat telinga, tutup telinga) pada saat bekerja? a). Ya (sebutkan alasan Saudara) _____________________________ ______________________________________________________ b). Tidak (sebutkan alasan Saudara) ___________________________ ______________________________________________________ Apakah Saudara pernah menderita penyakit seperti di bawah ini? Jenis penyakit Hypertensi Trauma capitis Otitis media kronis TBC Diabetes Melitus
Berapa Lama (bulan)
Lampiran 2. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri pangan
NO.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
KODE INDUSTRI
P1
10 11 12 13 14 15 16 17
24
P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 P1.8 P1.9
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
P2
P2.1 P2.2 P2.3 P2.4 P2.5 P2.6 P2.7
2 2 2
P3.1 P3.2 P3.3 P3.4 P3.5 P3.6
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL BISING
1 1
1 1
1 2 2
1
1 1
3 3 3
2 2
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
2
1
1
3
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
2
2 2 2 1
2 1
2 1 1 1
1 1 1 2 2
TDK PERNAH
1
1 1
2
2
TIDAK
1
1 1 1 1
1
1 1 1
YA (3-5)
1
2
2
1 2
YA (1-2)
2 1
2
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
1 1
2 2
2 2 2
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
P2.8 P3
> 30 TH
1
P1.10
18 19 20 21 22 23
KODE RESPONDEN
KATEGORI UMUR
KADANGKADANG
SELALU
025 dB
3
2640 dB
4155 dB
> 55 dB
2 2
1
3
2 2
2 2 2
3 3 1
1
1
1
3
2 2
1
2
1 1 1 2 1
2
1 1
3 3
2 2 2 2
3 3 3
1 1 1 2
2
1
62
63
NO.
25 26 27 28 29 30 31 32 33
KODE INDUSTRI
P4
34 35 36 37 38 39 40 41 42
51
P4.1 P4.2 P4.3 P4.4 P4.5 P4.6 P4.7 P4.8 P4.9
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
P5
P5.1 P5.2 P5.3 P5.4 P5.5 P5.6 P5.7 P5.8
1
1
1
2 2 1
2 1
2 1
2
2
2
2
2 1 1
2 1 1
2 2 2 2
2 2 2 2 2
2
2
1
1 1
P6.8
1
BISING
2
2 2
P6.1 P6.2 P6.3 P6.4 P6.5 P6.6 P6.7
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
1 2
P5.9 P6
> 30 TH
1
P4.10
43 44 45 46 47 48 49 50
KODE RESPONDEN
KATEGORI UMUR
1 2 2
2 1 1
1 2 2 2
2 1 1
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT YA (1-2)
YA (3-5)
TIDAK
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
2
2 1 1 1 2
1 1 1 1 1 1 1 1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
TDK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
2
025 Db
2 1 1
1
1
1 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 1 1 1
4155 dB
> 55 dB
1
3
2 2
1
3 3
2 2 2
1
3 3 3
2 1 2
3
2
3 1 1 1 1 1
2640 dB
2 2 2
1 1
3 3
2 2 2
1
3 3
2 2 2
1
2
1
3 3
2 2 2
1
3 3 3
2 2 2 1
1
63
64 Lanjutan Lampiran 2. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri pangan
NO.
52 53 54 55 56 57 58
KODE INDUSTRI
P7
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
P8
KODE RESPONDEN
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
P7.1 P7.2 P7.3 P7.4 P7.5 P7.6 P7.7
1
P7.8
1
P8.1 P8.2 P8.3 P8.4 P8.5 P8.6 P8.7 P8.8 P8.9 P8.10 P8.11 P8.12 P8.13
> 30 TH
2 2 2 2 1
BISING
2 2 2
2
2 1
1 2 2 1
2 1 2 1 1 2 1
2 1
2 1
2 1 2
2 1 1 1
YA (1-2)
YA (3-5)
TIDAK 1 1 1
1
1
2 2 2
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
1
1 1
2
1
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
2 1 1 1 1
1 1 1 1
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
TDK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
2
025 dB
2640 dB
4155 dB
> 55 dB
1 1 1
3 2 3 3
2 2 2
1
3
2 1
1
3
2 1
3
2 2
1
3 3
2 2 2
1
2
1
3
2
3
2 1
1
3
2 2
1
2
64
65 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri baja
NO.
73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
KODE INDUSTRI
B1
86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
KODE RESPONDEN
B1.1 B1.2 B1.3 B1.4 B1.5 B1.6 B1.7 B1.8 B1.9 B1.10 B1.11 B1.12 B1.13 B1.14
B2
B2.1 B2.2 B2.3 B2.4 B2.5 B2.6 B2.7 B2.8 B2.9 B2.10 B2.11 B2.12
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH
1
BISING
2 2
2 1
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
1 1 1 1 1 1
1 2
1 1
2 1 1
2 2 1
2 2
2
2
2 2 2
1 1
1
2 2
2
2 2 2
2 2
2
2
1 2 2
1 1 1
1
1 1
1 1
1 1 1 2 2
2
1
025 dB
2640 dB
4155 dB
1 1 1 1 1 1
2 2
2 2 1
2
1 1
3 3
3 2 2
2
2 2
2 2
3
2 2
2
2
1
3 3 3 3 3
2 2 2 3 2 1 1
1 1
3
2 2
3 3
> 55 dB
2
3
1
2
SELALU
3
1
2
KADANGKADANG
3 3
1 1
1
2
TDK PERNAH
3
1
1 1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
1 1
2
1 1
1 2
2
2
2
1 2 2
TIDAK
1 1 1
1 1
1
YA (3-5)
2
2
1 2
YA (1-2)
1 1
1
1 1
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
1 2 2
65
66 Lanjutan Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri baja
NO.
99 100 101 102 103 104 105 106 107
KODE INDUSTRI
B3
108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
KODE RESPONDEN
B3.1 B3.2 B3.3 B3.4 B3.5 B3.6 B3.7 B3.8 B3.9
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
2 1 1
B4.1 B4.2 B4.3 B4.4 B4.5 B4.6 B4.7 B4.8 B4.9 B4.10 B4.11 B4.12
>5 TH
BISING
2
2
1 1 2 2
1 1 1 1
B3.10 B4
> 30 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
1 2 1 1 2
2
2
2
2 2 2 2
2
2 1 1 2
2 2 2
2 1
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 2
1 1
2
2
2 1 1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
TDK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
025 dB
3 3 3 3 3
2640 dB
1 1
4155 dB
> 55 dB
2 2 2 2 2 2
1
2 2
1
3
2 2
3
2
1 2 2
TIDAK
2
2
1 2
YA (3-5)
1 1
1
1
1
YA (1-2) 2
1 1 1 1 1 1 1 1
2 2
1
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
2
3 3 3
2 2 2 2 2
2 1
3
2 2
2
3
2 2
1
3 3
2
3
3
2
66
67 Lanjutan Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri baja
NO.
121 122 123 124 125 126 127 128 129
KODE INDUSTRI
B5
130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
KODE RESPONDEN
B5.1 B5.2 B5.3 B5.4 B5.5 B5.6 B5.7 B5.8 B5.9 B5.10
B6
B6.1 B6.2 B6.3 B6.4 B6.5 B6.6 B6.7 B6.8 B6.9 B6.10 B6.11 B6.12 B6.13 B6.14
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH 2 2
1
2 2
1
2 2 2
2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2
1
2 2 1
2 2 1 1 2
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT YA (1-2)
YA (3-5)
TIDAK
2
1
1
1
2
1
2 2 1
TDK BISING
1
2 2 2 2 2
2 1 1 1
BISING
1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 2 2 2 2 2
1
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
TDK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
025 dB
2640 dB
3 3
> 55 dB
2 2 2 2
2 2
2 2
2 2 2 2
3 3 3
2
2
1
3 3
2 2 2 2
2 1 3 3
4155 dB
3 2
2 1
3 2
1 2 2
3 3 3 3
2 2 2
3
2
2
67
68 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri kayu/furniture
NO.
KODE INDUSTRI
145 146 147 148 149 150 151 152
K1
153 154 155 156 157 158 159 160 161
K2
162
KODE RESPONDEN
K1.1 K1.2 K1.3 K1.4 K1.5 K1.6 K1.7 K1.8
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH 2
1
1
K2.10
1
BISING
2
2 2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
KATEGORI PENGGUNAAN APT
YA (1-2)
TDK PERNAH
1 1 1 1 1 1 1
1 2 2 2 2 2 2
K2.1 K2.2 K2.3 K2.4 K2.5 K2.6 K2.7 K2.8 K2.9
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
2
1
YA (3-5)
TIDAK
1 1 1 1 1 1 1 2
1
1 1 1 1 1
1
1
1
2 2
SELALU
025 dB
2640 dB
4155 dB
> 55 dB
3 1 3 2 2 3 2 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2
1 1
KADANGKADANG
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
3 3 3 3 3 3 3 1 3 1
68
69 Lanjutan Lampiran 4. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri kayu/furniture
NO.
KODE INDUSTRI
163 164 165 166 167 168 169 170 171 172
K3
173 174 175 176 177 178
K4
179 180 181 182 183 184
K5
KODE RESPONDEN
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
K3.1 K3.2 K3.3 K3.4 K3.5 K3.6 K3.7 K3.8 K3.9 K3.10
1 1
1 1
K4.1 K4.2 K4.3 K4.4 K4.5 K4.6
1
K5.1 K5.2 K5.3 K5.4 K5.5 K5.6
1
> 30 TH
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL BISING
1 1
2
TDK PERNAH
YA (3-5)
TIDAK
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
3 3 3
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2
2 2 2 1
2
2 1
2 2 2
YA (1-2)
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2
1
KATEGORI PENGGUNAAN APT
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2
1
TDK BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
2 2 2
2
KADANGKADANG
SELALU
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK 025 dB
2640 dB
4155 dB
> 55 dB
1 1 1 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1
69
70 Lampiran 5. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri kulit/sepatu
NO.
185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195
KODE INDUSTRI
S1
196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206
KODE RESPONDEN
S1.1 S1.2 S1.3 S1.4 S1.5 S1.6 S1.7 S1.8 S1.9 S1.10 S1.11 S1.12
S2
S2.1 S2.2 S2.3 S2.4 S2.5 S2.6 S2.7 S2.8 S2.9 S2.10
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
> 30 TH
≤5 TH
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1
1
BISING
2
1 1 2 2 2
2 2 2
2 2 2 2
2 1 1
2
2 1 2 2 2 1
KATEGORI PENGGUNAAN APT
YA (1-2)
TDK PERNAH
YA (3-5)
TIDAK 1 1
2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2
1 1 1 1 1 1
1 2 2 2 2 2 2
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
1 1 1 1 1 1
1
2
TDK BISING 1 1 1
2 2 2
1
1
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
2
1 1 1 1 1 1 2
1 1
1 1
KADANGKADANG 2
SELALU
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK 025 dB
4155 dB
> 55 dB
1
3 3 3 3 3 2 2
2640 dB 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2
3 3 3 2 3 3 3
1 2 2
2
1 1
3
2 2
1
3 3 3
1
2
3
1
2 2
70
71 Lanjutan Lampiran 5. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri kulit/sepatu
NO.
207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220
KODE INDUSTRI
S3
KODE RESPONDEN
S3.1 S3.2 S3.3 S3.4 S3.5 S3.6 S3.7 S3.8 S3.9 S3.10 S3.11 S3.12 S3.13 S3.14
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH
1
1 1
1
1 1
2 2 2 2 1
2 2 2
2 2 2 1 2
TDK BISING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2
2 2
1
BISING
1 2 2
1
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL
2 1 1
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
KATEGORI PENGGUNAAN APT
YA (1-2)
TDK PERNAH
YA (3-5)
TIDAK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1
KADANGKADANG
SELALU
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK 025 dB
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1
3
1
2640 dB
4155 dB
> 55 dB
2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1
71
72 Lampiran 6. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri tekstil
NO.
KODE INDUSTRI
221 222 223 224 225 226 227 228 229 230
T1
231 232 233 234 235 236 237 238 239
T2
240
KODE RESPONDEN
T1.1 T1.2 T1.3 T1.4 T1.5 T1.6 T1.7 T1.8 T1.9 T1.10
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
> 30 TH
≤5 TH
2
1 1 1
1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2
2 1 1
T2.1 T2.2 T2.3 T2.4 T2.5 T2.6 T2.7 T2.8 T2.9
1 1
T2.10
1
1 1 2 2
2 1
1 2 2 2
1 1
>5 TH
2 2 2 1 1 2
KATEGORI TEMPAT TINGGAL BISING
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
TDK BISING
YA (1-2)
1 1 1 1 1 1 1
2 2
2
YA (3-5)
TIDAK
1 1 1 1 1 2
1 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1
2 2 2
TDK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
025 dB
3 3 3 3
3 3 3 2 2 3 2
> 55 dB
1 2 2 2 2 3 2
2 2 3
4155 dB
2 2
1 1
2640 dB 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2
3 3 3
1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
2 2 2 2
72
73 Lanjutan Lampiran 6. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri tekstil
NO.
KODE INDUSTRI
241 242 243 244 245 246 247 248 249 250
T3
251 252 253 254 255 256 257 258 259
T4
260
KODE RESPONDEN
T3.1 T3.2 T3.3 T3.4 T3.5 T3.6 T3.7 T3.8 T3.9 T3.10
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH
1 1
>5 TH
1 1 2
1 1 1 1
2 2 1 1 2 2 2
2 2 1
1 2 2 2 2 2 2 2 2
KATEGORI TEMPAT TINGGAL BISING
TDK BISING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
T4.1 T4.2 T4.3 T4.4 T4.5 T4.6 T4.7 T4.8 T4.9
1 1
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
T4.10
1
1
1
2 2 1 1 2 2
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT YA (1-2)
YA (3-5)
TIDAK
1 1 2 2
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
TDK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
025 dB
3 3 3
2 2
2 2 2 2
2 3
2 1 1 1 1 1 2 2
> 55 dB
2
3 3
1 1
4155 dB
2 2 2
1 1
2640 dB
2 2 2
2 1
3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 3
1
2
1
1
2
1
73
74 Lampiran 7. Rekapitulasi hasil penelitian pada industri plastik
NO.
261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271
KODE INDUSTRI
PS.1
272 273 274 275 276 277 278 279 280 281
PS2
KODE RESPONDEN
KATEGORI UMUR
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH
>5 TH
1 1
KATEGORI TEMPAT TINGGAL BISING
TDK BISING
PS1.1 PS1.2 PS1.3 PS1.4 PS1.5 PS1.6 PS1.7 PS1.8 PS1.9 PS1.10 PS1.11
1 1
1 1
1
PS1.12
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
2 1 1
2 1 1
2 2 2 2
PS2.1 PS2.2 PS2.3 PS2.4 PS2.5 PS2.6 PS2.7 PS2.8
1
PS2.9
1
2 2 2 2 2
2 2 2 1 1 1 1
2 2 2 1 1 1 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT YA (1-2)
YA (3-5)
TIDAK 1 1
2 1 1 2 2 2 1 1 1 1
TDK PERNAH
KADANGKADANG
1 1 1 1 1 1
SELALU
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0-25 dB
2640 dB
4155 dB
> 55 dB
1 1 3 2 1 2 2 2 2 1 2
3
1
1 2 2
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
1
1
2 2 2
2 2 2 1 1 1
1 1
2
2 2
2
2
74
NO.
282 283 284 285 286 287 288 289 290 291
KODE RESPONDEN
PS3
292 293 294 295 296 297 298 299
PS4
300
KATEGORI MASA KERJA
≤ 30 TH
≤5 TH
> 30 TH
PS3.1 PS3.2 PS3.3 PS3.4 PS3.5 PS3.6 PS3.7 PS3.8 PS3.9 PS3.10
1 1
1 1
1
PS3.11
1
1
PS4.1 PS4.2 PS4.3 PS4.4 PS4.5 PS4.6 PS4.7 PS4.8
>5 TH
KATEGORI TEMPAT TINGGAL BISING
1 1 2
1 1 1
2 1 2
2 2
1 1 1 2
2 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 1
2 2
2 1
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT
TDK BISING
YA (1-2)
YA (3-5)
TIDAK
TDK PERNAH
1
1
3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK
KATEGORI PENGGUNAAN APT
KADANGKADANG
SELALU
74
KODE INDUSTRI
KATEGORI UMUR
025 dB
2
> 55 dB
3 2 2 2
1
3 3
2 2 2
2
3
4155 dB
2 2
3 3 3
3 3 3 3 3 3 3
2640 dB
1
1
1
1 3 2 2 2 1 1 2 2
Keterangan: Skor Gangguan pendengaran Kebisingan masa kerja Masa jerja Umur Tempat Tinggal Riwayat penyakit Pelindung telinga Sifat kebisingan Ulangan adalah individu
1 Normal Untuk data ini tulis desibelnya <5 < 30 sehat tanpa selalu kontinyu
2 tuli ringan
3 Tuli sedang
>5 >30 Bising Sakit 1-2 Kadang intermitten
Sakit 3-5 Tidak impulsif
4 Tuli berat
75
76 Lampiran 8. Hasil pengukuran tingkat kebisingan pada industri terpilih HASIL PENGUKURAN KEBISINGAN
SEKTOR INDUSTRI Pangan ( 8 industri)
Pekerjaan Baja/ metal (6 industri)
Kayu/ furniture (5 industri)
Kulit/ sepatu (3 industri) Tekstil (4 industri)
Plastik (4 industri)
KEBISINGAN dB (A)
KODE INDUSTRI
MIN.
RATA-RATA
MAKS.
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 K1 K2 K3 K4 K5 S1 S2 S3 T1 T2 T3 T4 PS1 PS2 PS3 PS4
68.12 72.63 59.14 64.43 70.36 74.29 72.15 69.72 74.36 72.14 70.18 76.60 73.71 64.22 76.43 62.83 66.55 69.74 70.38 64.02 68.71 65.82 84.39 84.80 83.61 79.34 62.51 59.47 63.61 65.18
79.47 80.76 68.61 74.82 76.25 78.33 74.68 72.34 82.14 84.53 85.25 80.09 83.63 81.70 82.14 72.56 83.17 84.43 85.06 74.62 75.19 73.22 85.08 84.12 87.24 84.56 74.42 78.32 66.19 70.36
84.09 86.17 83.21 85.25 84.16 80.16 82.32 79.34 96.02 90.44 91.16 87.27 89.40 94.38 88.12 86.27 86.40 87.63 87.72 84.39 82.26 83.81 86.02 85.16 88.13 84.68 83.38 84.24 70.16 72.32
NAB dB (A) 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85
77 Lampiran 9. Distribusi gangguan pendengaran responden pada masing-masing industri DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN GANGGUAN PENDENGARAN
SEKTOR INDUSTRI
PEMERIKSAAN AUDIOMETRIK (4000 HZ)
KODE INDUSTRI
0-25 dB
26-40 dB
41-55 dB
>55 dB
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 K1 K2 K3 K4 K5 S1 S2 S3 T1 T2 T3 T4 PS1 PS2 PS3 PS4
4 5 4 4 4 3 5 6 2 4 2 2 1 1 1 1 3 2 3 3 4 5 1 0 1 2 5 3 3 2
5 3 1 5 5 3 3 6 6 4 4 5 6 9 6 7 7 3 2 9 5 9 8 8 7 6 6 6 7 5
1 0 1 1 0 2 0 1 4 3 4 4 3 3 1 2 0 1 1 0 1 0 1 1 2 1 1 0 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
10 8 6 10 9 8 8 13 14 12 10 12 10 14 8 10 10 6 6 12 10 14 10 10 10 10 12 9 11 8
159
108
79
14
300
Pangan (72 responden)
Pekerjaan Baja/ metal (72 responden)
Kayu/ furniture (40 responden)
Kulit/ sepatu (36 responden) Tekstil (40 responden)
Plastik (40 responden)
TOTAL: 30 industri
JUMLAH
78 Lampiran 10. Distribusi umur responden pada masing-masing industri DISTRIBUSI BERDASARKAN UMUR RESPONDEN KATEGORI UMUR
KODE INDUSTRI
≤ 30 TAHUN
> 30 TAHUN
Pangan (72 responden)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
3 3 3 4 3 6 3 5
7 5 3 6 6 2 5 8
10 8 6 10 9 8 8 13
Pekerjaan Baja/metal (72 responden)
B1 B2 B3 B4 B5 B6
8 5 6 7 2 8
6 7 4 5 8 6
14 12 10 12 10 14
Kayu/ furniture (40 responden)
K1 K2 K3 K4 K5
3 2 4 2 2
5 8 6 4 4
8 10 10 6 6
Kulit/ sepatu (36 responden)
S1 S2 S3
4 4 7
8 6 7
12 10 14
Tekstil (40 responden)
T1 T2 T3 T4
8 6 7 6
2 4 3 4
10 10 10 10
Plastik (40 responden)
PS1 PS2 PS3 PS4
7 6 8 5
5 3 3 3
12 9 11 8
147
153
300
SEKTOR INDUSTRI
Total : 30 industri
JUM-LAH
79 Lampiran 11. Distribusi masa kerja responden pada masing-masing industri DISTRIBUSI BERDASARKAN MASA KERJA RESPONDEN
SEKTOR INDUSTRI
KODE INDUSTRI
KATEGORI MASA KERJA ≤ 5 TAHUN
> 5 TAHUN
JUMLAH
Pangan (72 responden)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
7 3 4 4 2 3 4 8
3 5 2 6 7 5 4 5
10 8 6 10 9 8 8 13
Pekerjaan Baja/ metal (72 responden)
B1 B2 B3 B4 B5 B6
6 4 5 2 3 2
8 8 5 10 7 12
14 12 10 12 10 14
Kayu/ furniture (40 responden)
K1 K2 K3 K4 K5
2 3 4 3 2
6 7 6 3 4
8 10 10 6 6
Kulit/ sepatu (36 responden)
S1 S2 S3
6 2 4
6 8 10
12 10 14
Tekstil (40 responden)
T1 T2 T3 T4
4 4 5 2
6 6 5 8
10 10 10 10
Plastik (40 responden)
PS1 PS2 PS3 PS4
6 4 8 5
6 5 3 3
12 9 11 8
121
179
300
TOTAL: 30 industri
80 Lampiran 12. Distribusi masa kerja responden pada masing-masing industri DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN RIWAYAT PENYAKIT (HIPERTENSI, TRAUMA CAPITIS, OMP, TBC DAN DM)
SEKTOR INDUSTRI
KODE INDUSTRI
KATEGORI RIWAYAT PENYAKIT YA
TIDAK
JUMLAH
Pangan (72 responden)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
0 0 0 1 2 1 1 0
10 8 6 9 7 7 7 13
10 8 6 10 9 8 8 13
Pekerjaan Baja/ metal (72 responden)
B1 B2 B3 B4 B5 B6 K1 K2 K3 K4 K5
4 2 3 2 1 1 1 0 0 0 0
10 10 7 10 9 13 7 10 10 6 6
14 12 10 12 10 14 8 10 10 6 6
S1 S2 S3 T1 T2 T3 T4
4 2 2 3 3 4 3
8 8 12 7 7 6 7
12 10 14 10 10 10 10
PS1 PS2 PS3 PS4
4 2 1 0
8 7 10 8
12 9 11 8
47
253
300
Kayu/ furniture (40 responden)
Kulit/ sepatu (36 responden) Tekstil (40 responden)
Plastik (40 responden)
TOTAL: 30 industri
81 Lampiran 13. Distribusi kebisingan tempat tinggal responden pada masing-masing industri DISTRIBUSI BERDASARKAN KEADAAN TEMPAT TINGGAL RESPONDEN
SEKTOR INDUSTRI
KODE INDUSTRI
KATEGORI TEMPAT TINGGAL TIDAK BISING BISING
JUMLAH
Pangan (72 responden)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
2 1 0 0 1 0 1 1
8 7 6 10 8 8 7 12
10 8 6 10 9 8 8 13
Pekerjaan Baja/metal (72 responden)
B1 B2 B3 B4 B5 B6
3 4 2 4 1 0
11 8 8 8 9 14
14 12 10 12 10 14
Kayu/ furniture (40 responden)
K1 K2 K3 K4 K5
1 2 0 1 0
7 8 10 5 6
8 10 10 6 6
Kulit/ sepatu (36 responden)
S1 S2 S3
3 2 1
9 8 13
12 10 14
Tekstil (40 responden)
T1 T2 T3 T4 PS1 PS2 PS3 PS4
1 0 0 1 0 0 0 0
9 10 10 9 12 9 11 8
10 10 10 10 12 9 11 8
32
268
300
Plastik (40 responden)
TOTAL: 30 industri
82 Lampiran 14. Distribusi penggunaan alat pelindung telinga pada masing-masing industri DISTRIBUSI BERDASARKAN PENGGUNAAN APT (ALAT PELINDUNG TELINGA)
SEKTOR INDUSTRI
KODE INDUSTRI
PENGGUNAAN APT TIDAK PERNAH
KADANGKADANG
SELALU
JUMLAH
Pangan ( 8 industri)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
5 5 4 7 5 5 4 7
3 2 2 3 4 2 3 5
2 1 0 0 0 1 1 1
10 8 6 10 9 8 8 13
Pekerjaan Baja/ metal (6 industri)
B1 B2 B3 B4 B5 B6
7 8 7 8 5 10
6 2 3 4 5 2
1 2 0 0 0 2
14 12 10 12 10 14
Kayu/ furniture (5 industri)
K1 K2 K3 K4 K5
4 8 6 3 6
3 0 2 2 0
1 2 2 1 0
8 10 10 6 6
Kulit/ sepatu (3 industri)
S1 S2 S3
8 8 14
4 2 0
0 0 0
12 10 14
Tekstil (4 industri)
T1 T2 T3 T4
7 5 6 8
3 5 4 2
0 0 0 0
10 10 10 10
Plastik (4 industri)
PS1 PS2 PS3 PS4
12 0 6 8
0 5 3 0
0 4 2 0
12 9 11 8
196
81
23
300
TOTAL: 30 industri
83 Lampiran 15. Hasil analisis komponen utama variabel eksternal terhadap munculnya penyakit tuli ringan pada enam industri terpilih Correlations: X1, X2, X3, X4 X1 0.820 0.001
X2
X3
0.336 0.286
0.297 0.348
X4
0.534 0.074
0.291 0.359
X2
X3
0.543 0.068
Cell Contents: Pearson correlation P-Value Principal Component Analysis: X1, X2, X3, X4 Eigenanalysis of the Correlation Matrix 12 cases used, 8 cases contain missing values Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable X1 X2 X3 X4
2.4304 0.608 0.608
PC1 -0.573 -0.514 -0.423 -0.479
0.9593 0.240 0.847
PC2 -0.359 -0.535 0.604 0.469
0.4842 0.121 0.968
PC3 0.175 -0.277 -0.663 0.673
0.1262 0.032 1.000
PC4 0.716 -0.611 0.127 -0.313
84 Lampiran 16. Hasil analisis komponen utama variabel eksternal terhadap munculnya penyakit tuli sedang pada enam industri terpilih
Correlations: X1, X2, X3, X4 X1 1.000 *
X2
X3
0.895 0.016
0.895 0.016
X4
0.942 0.005
0.942 0.005
X2
X3
0.730 0.099
Cell Contents: Pearson correlation P-Value Principal Component Analysis: X1, X2, X3, X4 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable X1 X2 X3 X4
3.7071 0.927 0.927
PC1 -0.518 -0.518 -0.474 -0.488
0.2736 0.068 0.995
PC2 -0.056 -0.056 0.772 -0.630
0.0193 0.005 1.000
PC3 -0.478 -0.478 0.423 0.604
0.0000 0.000 1.000
PC4 0.707 -0.707 0.000 0.000
85 Lampiran 17. Hasil analisis komponen utama variabel ekternal pemicu penurunan tingkat pendengaran pada masing-masing industri terpilih
Industri Pangan-Tuli Ringan Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja, Penyakit, Tempat Tinggal Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 2.4915 1.4374 0.0711 -0.0000 Proportion 0.623 0.359 0.018 -0.000 Cumulative 0.623 0.982 1.000 1.000 Variable Umur Masa Kerja Penyakit Tempat Tinggal
PC1 0.544 0.048 -0.550 -0.632
PC2 -0.404 -0.822 -0.396 -0.065
PC3 0.631 -0.567 0.528 0.041
PC4 0.378 -0.000 -0.512 0.772
Industri Pangan-Tuli Sedang Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja, Penyakit, Tempat Tinggal Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 2.4915 1.4374 0.0711 -0.0000 Proportion 0.623 0.359 0.018 -0.000 Cumulative 0.623 0.982 1.000 1.000 Variable Umur Masa Kerja Penyakit Tempat Tinggal
PC1 0.544 0.048 -0.550 -0.632
PC2 -0.404 -0.822 -0.396 -0.065
PC3 0.631 -0.567 0.528 0.041
PC4 0.378 -0.000 -0.512 0.772
Industri Baja-Tuli Ringan Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1.0489 0.9511 Proportion 0.524 0.476 Cumulative 0.524 1.000 Variable Umur Masa Kerja
PC1 0.707 -0.707
PC2 0.707 0.707
Industri Baja-Tuli Sedang Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1.2467 0.7533 Proportion 0.623 0.377 Cumulative 0.623 1.000 Variable Umur Masa Kerja
PC1 0.707 -0.707
PC2 0.707 0.707
86 Lanjutan Lampiran 17. Hasil analisis komponen utama variabel ekternal pemicu penurunan tingkat pendengaran pada masing-masing industri terpilih Industri Baja-Tuli Berat Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1.2467 0.7533 Proportion 0.623 0.377 Cumulative 0.623 1.000 Variable Umur Masa Kerja
PC1 0.707 -0.707
PC2 0.707 0.707
Industri Kulit/Sepatu-Tuli Ringan Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja, Penyakit, Tempat Tinggal Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 3.0809 0.9191 0.0000 0.0000 Proportion 0.770 0.230 0.000 0.000 Cumulative 0.770 1.000 1.000 1.000 Variable C1 C2 C3 C4
PC1 -0.480 0.372 -0.560 -0.564
PC2 -0.562 -0.790 -0.195 0.151
PC3 0.059 0.253 -0.625 0.736
PC4 0.671 -0.417 -0.508 -0.342
Industri Tekstil-Tuli Ringan Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja, Penyakit Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 2.0693 0.9307 -0.0000 Proportion 0.690 0.310 -0.000 Cumulative 0.690 1.000 1.000 Variable Umur Masa Kerja
PC1 0.685 0.247
PC2 0.174 -0.969
PC3 0.707 0.000
Industri Tekstil-Tuli Sedang Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
1.2467 0.623 0.623
0.7533 0.377 1.000
Variable Umur Masa Kerja
PC1 0.707 -0.707
PC2 0.707 0.707
87 Lanjutan Lampiran 17. Hasil analisis komponen utama variabel ekternal pemicu penurunan tingkat pendengaran pada masing-masing industri terpilih Industri Plastik-Tuli Ringan Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja, Penyakit Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 2.9026 0.0974 -0.0000 Proportion 0.968 0.032 -0.000 Cumulative 0.968 1.000 1.000 Variable Umur Masa Kerja Penyakit
PC1 -0.575 -0.570 -0.587
PC2 0.638 -0.761 0.114
PC3 0.512 0.309 -0.802
Industri Plastik-Tuli Sedang Principal Component Analysis: Umur, Masa Kerja Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1.2467 0.7533 Proportion 0.623 0.377 Cumulative 0.623 1.000 Variable Umur Masa Kerja
PC1 0.707 -0.707
PC2 0.707 0.707
78 Lampiran 18. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebsingan pada industri pangan terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MAKSIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.166298138 R Square 0.027655071 Adjusted R Square 0.013764429 Standard Error 7.421607201 Observations 72 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 70 71
SS 109.6600366 3855.617741 3965.277778
MS 109.66 55.08
F 1.990914
Significance F 0.16267439
Coefficients 47.87534541 -0.52540144
Standard Error 30.89110101 0.37236172
t Stat 1.5498 -1.411
P-value 0.125697 0.162674
Lower 95% -13.7350121 -1.26805346
Upper 95% 109.485703 0.21725059
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MINIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.011617808 R Square 0.000134973 Adjusted R Square -0.01414881 Standard Error 7.525900583 Observations 72
88
79 Lanjutan Lampiran 18. Hasil analisis regresi pendengaran karyawan ANOVA df Regression 1 Residual 70 Total 71
Intercept X Variable 1
hubungan tingkat kebsingan pada industri pangan terhadap penurunan tingkat
SS 0.535207234 3964.742571 3965.277778
MS 0.5352 56.639
F 0.009449
Significance F 0.922838919
Standard Error 14.83640679 0.214441587
t Stat 0.1932 0.0972
P-value 0.847387 0.922839
Lower 95% -26.7243641 -0.40684479
1 70 71
SS 0.002460089 3965.275318 3965.277778
MS 0.0025 56.647
F 4.34E-05
Significance F 0.994760695
Coefficients 4.432914594 -0.00168211
Standard Error 19.34634451 0.255250866
t Stat 0.2291 -0.0066
P-value 0.819433 0.994761
Lower 95% -34.1521524 -0.51076391
Coefficients 2.865915843 0.020845462
Upper 95% 32.4561958 0.44853572
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.00078766 R Square 6.20408E-07 Adjusted R Square -0.01428509 Standard Error 7.526406198 Observations 72 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Upper 95% 43.0179816 0.50739968 89
80 Lampiran 19. Hasil Analisis Regresi Hubungan Tingkat Kebsingan pada Industri Baja terhadap Penurunan Tingkat Pendengaran Karyawan SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MAKSIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.041343793 R Square 0.001709309 Adjusted R Square -0.01255199 Standard Error 15.54190123 Observations 72 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 70 71
SS 28.95142442 16908.54858 16937.5
MS 28.951 241.55
F 0.119857
Significance F 0.730228605
Coefficients -4.45162291 0.207537093
Standard Error 55.0125669 0.599466482
t Stat -0.0809 0.3462
P-value 0.935736 0.730229
Lower 95% -114.170727 -0.98806109
Upper 95% 105.267481 1.40313528
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MINIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.068537369 R Square 0.004697371 Adjusted R Square -0.00952124 Standard Error 15.51862396 Observations 72 90
81 Lanjutan Lampiran 19. Hasil Analisis Regresi Hubungan Tingkat Kebsingan pada Industri Baja terhadap Penurunan Tingkat Pendengaran Karyawan ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 79.56172149 79.562 0.330368 0.567285347 Residual 70 16857.93828 240.83 Total 71 16937.5
Intercept X Variable 1
Coefficients -3.61111216 0.253684245
Standard Error 31.7076161 0.441361677
t Stat -0.1139 0.5748
P-value 0.909653 0.567285
Lower 95% -66.8499576 -0.62658385
1 70 71
SS 73.13518748 16864.36481 16937.5
MS 73.135 240.92
F 0.303567
Significance F 0.583409185
Coefficients 62.97946899 -0.58484756
Standard Error 87.85725351 1.061488926
t Stat 0.7168 -0.551
P-value 0.475859 0.583409
Lower 95% -112.246296 -2.70192044
Upper 95% 59.6277333 1.13395234
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.065711069 R Square 0.004317945 Adjusted R Square -0.00990608 Standard Error 15.52158166 Observations 72 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Upper 95% 238.205234 1.53222532 91
82 Lampiran 20. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri kayu/furniture terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MAKSIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.029189781 R Square 0.000852043 Adjusted R Square -0.02544132 Standard Error 9.221855009 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 38 39
SS 2.755827597 3231.619172 3234.375
MS 2.7558 85.043
F 0.032405
Significance F 0.858097656
Coefficients -22.5748219 0.338138355
Standard Error 163.6033489 1.878394048
t Stat -0.138 0.18
P-value 0.890981 0.858098
Lower 95% -353.772484 -3.46447156
Upper 95% 308.62284 4.14074827
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MINIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.024180572 R Square 0.0005847 Adjusted R Square -0.0257157 Standard Error 9.223088678 Observations 40
92
83 Lanjutan Lampiran 20. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri kayu/furniture terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan ANOVA df 1 38 39
SS 1.891139278 3232.483861 3234.375
MS 1.8911 85.065
F 0.022232
Significance F 0.882261137
Coefficients 10.03567731 -0.04604113
Standard Error 21.24809698 0.30878811
t Stat 0.4723 -0.1491
P-value 0.639407 0.882261
Lower 95% -32.9788458 -0.67114997
1 38 39
SS 84.40981425 3149.965186 3234.375
MS 84.41 82.894
F 1.018288
Significance F 0.319307999
Coefficients 31.11589028 -0.30007044
Standard Error 24.06531705 0.297363609
t Stat 1.293 -1.0091
P-value 0.203825 0.319308
Lower 95% -17.6017967 -0.90205159
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Upper 95% 53.0502005 0.57906772
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.161547889 R Square 0.02609772 Adjusted R Square 0.000468713 Standard Error 9.104604367 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Upper 95% 79.8335772 0.30191071 93
84 Lampiran 21. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri kulit/sepatu terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MAKSIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.029189781 R Square 0.000852043 Adjusted R Square -0.025441324 Standard Error 9.221855009 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 38 39
SS 2.755827597 3231.619172 3234.375
MS 2.755828 85.04261
F 0.032405
Significance F 0.858097656
Coefficients -22.57482193 0.338138355
Standard Error 163.6033489 1.878394048
t Stat -0.13799 0.180015
P-value 0.890981 0.858098
Lower 95% -353.7724839 -3.46447156
Upper 95% 308.62284 4.14074827
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MINIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.147904687 R Square 0.021875796 Adjusted R Square -0.00689256 Standard Error 5.062786652 Observations 36 94
85 Lanjutan Lampiran 21. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri kulit/sepatu terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 19.490727 19.491 0.760412 0.389316216 Residual 34 871.4814952 25.632 Total 35 890.9722222
Intercept X Variable 1
Coefficients -22.479031 0.401479757
Standard Error 30.4088723 0.460404182
t Stat -0.7392 0.872
P-value 0.464843 0.389316
Lower 95% -84.2772944 -0.53417411
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.1620204 R Square 0.0262506 Adjusted R Square -0.002389 Standard Error 5.0514519 Observations 36 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 34 35
SS 23.38856 867.5837 890.9722
MS 23.38856 25.51717
F 0.916581
Significance F 0.345133
Coefficients -67.31573 0.9610638
Standard Error 74.52409 1.003845
t Stat -0.90327 0.957382
P-value 0.372736 0.345133
Lower 95% -218.767 -1.079
Upper 95% 84.13544 3.001123 95
86 Lampiran 22. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri tekstil terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MAKSIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.062080467 R Square 0.003853984 Adjusted R Square -0.02236038 Standard Error 12.87592711 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 38 39
SS 24.37404263 6300.000957 6324.375
MS 24.374 165.79
F 0.147018
Significance F 0.703538344
Coefficients 60.6743149 -0.59070688
Standard Error 132.5024323 1.540588867
t Stat 0.4579 -0.3834
P-value 0.649624 0.703538
Lower 95% -207.562833 -3.70946597
Upper 95% 328.911463 2.52805221
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.041281726 R Square 0.001704181 Adjusted R Square -0.02456676 Standard Error 12.88981352 Observations 40 96
87 Lanjutan Lampiran 22. Hasil analisis regresi pendengaran karyawan ANOVA df Regression 1 Residual 38 Total 39
Intercept X Variable 1
hubungan tingkat kebisingan pada industri tekstil terhadap penurunan tingkat
SS 10.77787908 6313.597121 6324.375
MS 10.778 166.15
F 0.064869
Significance F 0.800332206
Standard Error 77.80819681 0.936731504
t Stat 0.3815 -0.2547
P-value 0.704941 0.800332
Lower 95% -127.828917 -2.13489438
1 38 39
SS 20.54898119 6303.826019 6324.375
MS 20.549 165.89
F 0.123871
Significance F 0.726817775
Coefficients 60.87356322 -0.59822362
Standard Error 144.9158844 1.699725214
t Stat 0.4201 -0.352
P-value 0.676806 0.726818
Lower 95% -232.493305 -4.03913739
Coefficients 29.68554099 -0.23858061
Upper 95% 187.199999 1.65773316
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.057001507 R Square 0.003249172 Adjusted R Square -0.02298111 Standard Error 12.87983534 Observations 40 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Upper 95% 354.240431 2.84269016 97
88 Lampiran 23. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri plastik terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MAKSIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.134491863 R Square 0.018088061 Adjusted R Square -0.00775173 Standard Error 7.535445164 Observations 40 ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 38 39
SS 39.74851469 2157.751485 2197.5
Coefficients 17.39137017 -0.15620732
MS 39.749 56.783
Standard Error 14.56045825 0.186702375
F 0.700008
Significance F 0.408011812
t Stat 1.1944 -0.8367
P-value 0.239714 0.408012
Lower 95% -12.0847363 -0.53416652
Upper 95% 46.8674766 0.22175188
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN MINIMUM) Regression Statistics Multiple R 0.164275882 R Square 0.026986566 Adjusted R Square 0.001380949 Standard Error 7.501222746 Observations 40 98
89 Lanjutan Lampiran 23. Hasil analisis regresi hubungan tingkat kebisingan pada industri plastik terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 59.30297781 59.303 1.053931 0.311094245 Residual 38 2138.197022 56.268 Total 39 2197.5
Intercept X Variable 1
Coefficients -33.8151548 0.62342158
Standard Error 38.07099382 0.607261353
t Stat -0.8882 1.0266
P-value 0.380014 0.311094
Lower 95% -110.885852 -0.60591475
Upper 95% 43.2555423 1.85275791
Lower 95% -17.471299 -0.75157443
Upper 95% 59.6059624 0.31355618
SUMMARY OUTPUT (KEBISINGAN RATA-RATA) Regression Statistics Multiple R 0.13383444 R Square 0.017911657 Adjusted R Square -0.00793277 Standard Error 7.536122018 Observations 40 ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 38 39
SS 39.36086723 2158.139133 2197.5
Coefficients 21.06733168 -0.21900912
MS 39.361 56.793
Standard Error 19.03711822 0.263073922
F 0.693057
Significance F 0.410328292
t Stat 1.1066 -0.8325
P-value 0.275404 0.410328
99