KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terjadi peningkatan volume produksi rata-rata sebesar 9,34% pertahun dimana pada tahun 2005 volume produksi perikanan Indonesia sebesar 6,9 juta ton dan pada tahun 2009 menjadi 9,8 juta ton demikian halnya dengan nilai produksi dimana terjadi peningkatan sebesar 13,28% pertahun, tahun 2005 sebesar 57,6 trilyun rupiah meningkat menjadi 94,5 trilyun rupiah pada tahun 2009. Lebih lanjut peningkatan produksi dan nilai produksi diatas akan membawa manfaat secara ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah yang tercermin dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kelautan dan perikanan. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor perikanan dalam PDB nasional dari 2004 – 2009 rata-rata sekitar 2,2% sedangkan kontribusi perikanan terhadap PDB nasional tanpa migas rata-rata 2,4%. Pada tahun 2004, PDB sektor perikanan dengan harga konstan (2000 =100) sebesar 36.596,3 milyar rupiah dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 48.253,2 milyar rupiah (BPS, 2011). Peningkatan secara makro tersebut dilatarbelakangi berbagai program pembangunan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah. Visi pemerintah adalah Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015 dan Misi yang hendak dicapai oleh pemerintah dalam sektor kelautan dan perikanan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Indikator makro pembangunan perikanan yang positif sebagaimana diungkap diatas menimbulkan pertanyaan mengenai perkembangan kesejahteraan masyarakat perikanan. Apakah kesejahteraan mereka mengalami peningkatan?. Untuk mengukur hal tersebut terdapat indikator yang paling umum digunakan yaitu pendapatan dan pengeluaran. Kedua indikator tersebut lebih lanjut tercermin dari perkembangan Nilai Tukar Perikanan (NTP) atau Nilai Tukar Nelayan (NTN). Menurut versi BPS nelayan yang dimaksud dalam kata NTN mencakup penangkap ikan dan pembudidaya ikan. Prinsip dasar dari NTP atau NTN adalah mengukur perubahan nilai yang diterima dan nilai yang dibayar oleh masyarakat perikanan. Perkembangan NTP dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari indikator mikro seperti keragaan usaha maupun indikator makro khususnya inflasi. Inflasi memberi pengaruh yang cukup penting mengingat kenaikan atau penurunan harga barang akan sangat mempengaruhi nilai yang diterima dan nilai yang dibayarkan baik untuk biaya produksi maupun konsumsi rumah tangga masyarakat perikanan. Bila inflasi harga-harga yang dibayar lebih tinggi dari inflasi harga barang1
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT harga yang diterima maka akan memperkecil pula NTP dengan asumsi tidak ada perubahan tingkat produktivitas pada usaha perikanan. Pehitungan NTN pada dasarnya mengacu pada perhitungan Nilai Tukar Petani (NTP) yang telah lama digunakan oleh Kementerian Pertanian. Perhitungan model ini menggunakan asumsi dasar yaitu perubahan kesejahteraan dipengaruhi oleh perubahan harga sementara volume dianggap tetap. Namun demikian hal ini tidak sejalan dengan kondisi usaha perikanan yang dinamis sebagaimana diungkapkan oleh Charles (2001). Didalam bukunya fishery dynamic system disebutkan bahwa terdapat 5 kurun waktu dalam dinamika perikanan yaitu : (1) harian sampai mingguan ; (2) bulanan sampai musiman ; (3) tahunan ; (4) antar tahun dan ; (5) dekade atau lebih. Akibatnya hasil tangkapan nelayan berfluktuasi dari sisi kuantitas dan jenis yang ditangkap. Oleh karena itu asumsi volume tetap dinilai tidak tepat digunakan sebagai basis dasar dalam perhitungan NTN. Untuk itu perlu dilakukan penelaahan kembali terhadap konsepsi perhitungan NTN agar dapat lebih sesuai dengan kondisi usaha disektor perikanan.
1.2. Tujuan Karakteristik usaha perikanan yang dinamis harus dapat terekam didalam monitoring perkembangan kesejahteraan nelayan. Asumsi volume produksi statis tidak cocok dijadikan dasar menilai perkembangan usaha nelayan. Terlebih bila dikatakan bahwa kesejahteraan nelayan akan berbanding lurus dengan peningkatan harga barang yang diproduksi sementara dilapangan kenaikan harga barang yang diproduksi justru seringkali terjadi dimusim paceklik. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk : 1. Melakukan kajian teoritis terhadap konsep Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan 2. Reformulasi model perhitungan Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan
1.3. Sasaran
Berdasarkan latar belakang dan tujuan peneltian diatas, sasaran penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan tinjauan teoritis kritis terhadap konsep perhitungan NTN dan NTPi 2. Menghasilkan rumusan model perhitungan alternatif NTN dan NTPi
2
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT II.
METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan pada dasarnya metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan pada dasar teori struktural fungsional, positivisme, behaviorisme, logika empirik dan sistem teoritik (Musianto, 2002). Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam penelitian yang bersifat pengujian karena dapat memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, objektif, terukur, rasional dan sistematis (Sugiyono, 2008). Pada penelitian ini konsep NTN akan dibedah melalui desk study/ studi literatur terhadap berbagai teori dan kajian terkait. Berbagai asumsi dan variabel yang digunakan dalam NTN akan ditelaah secara kritis berdasarkan kaidah dan teori ekonomi yang berkembang dalam kajian sumberdaya perikanan. Telaah kritis ini diharapkan mampu memberikan infomasi mengenai kelebihan dan kekurangan konsep NTN yang menjadi dasar penyempurnaan pengukuran perkembangan kesejahteraan nelayan. Selain itu penelitian ini juga menggunakan survey sebagai sarana untuk mengumpulkan informasi lapangan khususnya yang berkaitan dengan perhitungan nilai tukar nelayan. Metode survey merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi dilapangan secara cepat.
2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan selama 2 bulan yang mulai pada minggu ke dua bulan September dan akan berakhir pada minggu ke dua bulan November. Lokasi sampel untuk pengujian dilakukan pada dua lokasi yaitu Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Cianjur. Kedua lokasi tersebut dipilih untuk mewakili dua tipologi yaitu perikanan tangkap laut dan perikanan budidaya di karamba. Selain itu untuk keperluan studi literatur dan kebutuhan pelaksanaan lainnya, lokasi penelitian juga dilakukan di Jakarta dan Bogor. 2.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menitikberatkan pada kajian data sekunder khususnya terhadap berbagai teori-teori yang terkait dengan perhitungan nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan. Meskipun demikian penelitian ini juga tetap menggunakan data primer sebagai dasar untuk menampilkan perhitungan alternatif nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan. 3
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Sumber data penelitian diantaranya adalah Badan Pusat Statistik, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) KKP, Perguruan Tinggi, dan institusi terkait lainnya.
2.3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur ke berbagai sumber baik instansi pemerintah maupun perguruan tinggi. Wawancara juga dilakukan untuk menggali informasi secara lebih spesifik dari berbagai dokumen. Sementara pengumpulan data primer menggunakan alat bantu kuesioner.
2.4. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode analisis konten (content analysis). Teknik analisis ini merupakan alat untuk mengikuti rekam jejak dari pelaksanaan nilai tukar mulai dari landasan teori yang digunakan sampai dengan praktik yang dilakukan (Clark-carter, 2005). Pada pelaksanaannya dilakukan berbagai observasi terhadap berbagai artikel, buku dan terbitan ilmiah lainnya sehingga dapat disusun. Selain itu analisis dilakukan terhadap hasil wawancara dengan para pihak terkait yang mengetahui dan melakukan kegiatan nilai tukar perikanan. Analisis secara umum dilakukan pula secara deskriptif. Analisis data secara deskriptif digunakan untuk menginterpretasikan data
mentah yang berupa data primer dan sekunder menjadi suatu bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan (Wibisono, 2000).
4
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT III.
Hasil dan Pembahasan
3.1. Faktor Kuantitas dan Harga Terhadap Usaha Perikanan menurut Tinjauan Teori Ekonomi 3.1.1. Tinjauan Teori Ekonomi Mikro Nilai tukar sangat berkaitan erat dengan teori dalam mikroekonomi seperti utiliti konsumen, atau teori surplus konsumen dan surplus produsen.
Menurut definisinya surplus konsumen
merupakan keuntungan yang diterima konsumen/pembeli dari keikutsertaannya di pasar sedangkan surplus produsen adalah keuntungan yang diterima penjual/produsen atas keikutsertaannya di pasar. Grafik yang menggambarkan surplus produsen dan konsumen dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut.
Harga (p) D mc(q) A
p(q*)
B
P(q**)=mc(q**) mc(q*)
C
E
mr(q) 0
q**
q*
p(q) Kuantitas (q) q***
Gambar 1. Surplus Produsen dan Konsumen
Surplus konsumen dan surplus produsen adalah perangkat dasar yang digunakan para ekonom untuk mengukur kesejahteraan ekonomis para penjual dan pembeli di sebuah pasar. Berdasarkan Gambar 1, DAp(q*) disebut sebagai surplus konsumen, karena pada besaran surplus konsumen sebesar DAp(q*), rumah tangga perikanan membelanjakan sebesar p(q*) Aq* 0 untuk memperoleh barang dan jasa yang diperlukan. Pada sisi lain surplus produsen dari Gambar 1 adalah p(q*) ACE, kemudian untuk memperoleh surplus tersebut rumah tangga perikanan harus mengeluarkan biaya sebesar ECq*0. Perlu dicatat p(q*) ACE terdiri dari mc(q*) dan mc(q*) CA p(q*) merupakan keuntungan rumah tangga perikanan karena menjual produk dan jasanya pada pasar yang monopoli. ABC merupakan dead weight loss yaitu kesempatan perolehan pendapatan yang 5
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT tidak dapat dieksploitasi oleh rumah tangga perikanan baik sebagai produsen dan lainkonsumen karena pasar monopoli. Dead weight loss dapat dieliminasi jika barang dan jasa yang diproduksi bergerak dari q* menjadi q** dengan kata lain untuk menghasilkan barang dan jasa dari q* menjadi q** maka pasar barang dan jasa tersebut tidak monopoli. Dalam pasar bersaing sempurna maka (p(q**),q**) merupakan pareto efficient.
Pada
kenyataannya pasar barang dan jasa perikanan cenderung imperfectly competitive, dengan demikian keseimbangan pasar terjadi pada kondisi dimana harga barang dan jasa yang dijual akan melebihi biaya marginalnya. Untuk mempelajari lebih lanjut, asumsikan hanya satu rumah tangga perikanan dalam perekonomian mempunyai kurva permintaan adalah p(q), dengan demikian indeks sosial welfare dapat dituliskan:
W (q)
q
0
p ( ) mc( )d
..................................................... (1)
Kemudian turunan pertama terhadap q akan menghasilkan:
dW p ( q ) mc( q ) dq
................................................................... (2)
Jika (p(q*),q*) adalah kondisi keseimbangan pasar yang diharapkan maka rumah tangga perikanan akan memaksimumkan profitnya.
dW ( q*) p ( q*) mc( q*) 0 dq
............................................ (3)
Pada pasar monopoli, rumah tangga perikanan akan mengendalikan produksi barang dan jasa agar memperoleh maksimum profit. Melalui fenomena ini terlihat walfare akan meningkat jika barang dan jasa yang diproduksi melebihi level monopoli. Nilai tukar (NT) terkait dengan dinamika pergerakan output dari ”0” ke q*** pada Gambar 1 di atas. Secara sederhana indeks nilai tukar menggambarkan nisbah antara nilai barang dan jasa yang diperoleh oleh suatu rumah tangga (pendapatan) dengan biaya yang dikeluarkan rumah tangga perikanan untuk memperoleh barang dan jasa yang diperlukannya (pengeluaran). Jika dikaitkan dengan Gambar di atas maka NT merupakan nisbah antara daerah p(q*) ACE dengan p(q*)Aq*0.
NT
p (q*) ACE x100 p (q*) Aq * 0
............................................ (4)
6
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Jika q* mendekati q**, maka NT<100 dan jika q* sama dengan q** maka NT adalah 100, sebaliknya jika >q** maka NT adalah ≥ 100. Formula NT diatas dapat juga dituliskan sebagai berikut:
NT
q ***
q **
0
0
p(q)
q **
p(q)
p(q)
q* q*
p ( q*).q * p ( q )
x100
................ (5)
0
Persamaan (4) dan (5) menunjukkan penghitungan NT memerlukan data volume dan harga barang dan jasa. Lebih lanjut, bila dikaitkan dengan perikanan, pengukuran surplus produsen dan konsumen dihasilkan dari produksi sumberdaya perikanan. Pada dasarnya surplus yang diperoleh dari sumber daya alam pada dasarnya didapat dari interaksi antara permintaan dan penawaran. Surplus juga menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan dari masyarakat dalam mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya alam (selisih antara manfaat kotor dan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksi sumber daya alam).
3.1.2. Tinjauan Ekonomi Perikanan Sumber daya ikan merupakan sumber daya yang terbarukan dengan tingkat kompleksitas dan ketidakpastian yang relatif tinggi. Kompleksitas yang tinggi menyangkut interaksi ekosistem yang melekat pada sumber daya ikan itu sendiri yang fugitive (buruan). Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan di suatu perairan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input/upaya (seperti tenaga kerja, kapal, alat tangkap dan sebagainya) yang dibutuhkan untuk suatu aktivitas penangkapan. Fungsi produksi untuk perikanan harus memperhatikan sifat perikanan yang “diminishing return” (kenaikan hasil penangkapan yang semakin berkurang) dari upaya yang merupakan sifat dari fungsi produksi. Penggandaan upaya pada sumber daya perikanan tidak akan menggandakan produksi. Hal ini dikarenakan dalam jangka pendek stok ikan terbatas sehingga ada batas maksimum produksi. Fungsi produksi yang lebih realistis adalah fungsi produksi dimana jika upaya dinaikkan, produksi juga akan naik dengan kecepatan yang menurun.
7
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Produksi lestari
h(E) hmsy
Upaya (Effort)
Emsy
Emax
Gambar 2. Kurva Produksi Lestari-Upaya (Yield-effort curve) Jika tidak ada aktivitas perikanan (upaya = 0 ), produksi juga akan nol. Ketika upaya terus dinaikkan, pada titik EMSY akan diperoleh produksi maksimum. Produksi titik ini disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Peningkatan upaya yang terus menerus setelah melewati titik ini tidak akan dibarengi dengan peningkatan produksi lestari. Produksi akan turun kembali, bahkan mencapai nol, pada titik upaya maksimum (EMAX). a.
Faktor Pembentuk Harga Harga terbentuk dari hasil kerjasama banyak faktor. Menurut Hanafiah dan Saefuddin
(1983), para ahli ekonomi biasanya menggolongkan faktor-faktor pembentuk harga ke dalam kekuatan – kekuatan penawaran dan permintaan. Besarnya penawaran dan permintaan tidak tetap tetapi berubah – ubah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 1) Kurva permintaan Kurva permintaan menyatakan bahwa makin banyak jumlah yang akan dibeli pada harga yang lebih rendah daripada harga yang lebih tinggi (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).
Menurut
Djojodipuro (1991), jumlah barang yang diminta dipengaruhi oleh harga barang yang diminta, harga barang lain, pendapatan dan selera. Hubungan ini dituangkan dalam fungsi permintaan sebagai berikut. Qx = f (px,p1,Y,S) ; Dimana : Qx adalah jumlah barang x yang diminta, px adalah harga barang, p1adalah harga barang lain, Y adalah pendapatan dan S adalah selera.
8
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
P x
D O
Q x Gambar 3. Kurva Permintaan
Kurva permintaan yang biasa dikenal hanya melihat hubungan jumlah barang yang diminta sebagai fungsi harganya dan menganggap variabel lainnya tetap (ceteris paribus) (Djojodipuro, 1991). Pengaruh perubahan harga barang yang diminta terhadap jumlahnya atau yang biasa disebut Hukum Permintaan, digambarkan sebagai pergerakan sepanjang kurva permintaan. Perubahan variabel lain digambarkan sebagai pergeseran kurva, bila perubahan positif bergeser ke kanan dan bila perubahan negatif bergeser ke kiri (Djojodipuro, 1991).
P’ x Px D O Qx
Q’ x
Gambar 4. Pergeseran Kurva Permintaan 2) Kurva penawaran Kurva penawaran menunjukkan berbagai jumlah barang yang ditawarkan dengan berbagai harga, ceteris paribus dimana dalam merumuskan kurva penawaran beberapa faktor dianggap tetap. Faktor tersebut mencakup berbagai segi biaya, seperti teknologi, pajak, keadaan alam, skala produksi dan waktu penyesuaian. Sekalipun kurva penawaran biasanya digambarkan menaik dari kiri bawah ke kanan atas, tetapi pada dasarnya kurva tersebut tidak mempunyai bentuk yang tertentu (Djojodipuro, 1991).
9
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT P S4 S1 S2
S3 Q
O Gambar 5. Kurva Penawaran
Kurva S1 adalah kurva penawaran yang biasa dijumpai, kurva S2 menunjukkan penawaran jangka panjang bagi industri dengan biaya konstan, kurva S3 menunjukkan penawaran jangka panjang bagi industri dengan biaya menurun dan kurva S4 adalah kurva penawaran yang membelok kembali (backward bending) (Djojodipuro, 1991). Faktor yang paling penting diperhatikan dalam kurva penawaran hasil perikanan adalah waktu karena hasil – hasil perikanan bersifat musiman sehingga kenaikan harga di pasar tidak dapat segera diikuti dengan kenaikan penawaran. Kenaikan penawaran terjadi jika musim penangkapan sedang berlangsung (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Menurut Hannesson (1988), penangkapan ikan yang semakin ramai akan menyebabkan penawaran ikan meningkat; akan tetapi keseimbangan biologis menjadi terganggu, karena hasil tangkapan akan melampaui pertumbuhan surplus cadangan ikan dan proses pengikisan cadangan pun terjadi. Pada akhirnya, akan tercapai suatu keseimbangan baru, tetapi pertumbuhan surplus yang lebih kecil dan karena itu panen tetap lebih kecil daripada sebelumnya. Penawaran ikan dalam jangka panjang mungkin berkurang meskipun harga ikan meningkat. 3) Hubungan antara kurva permintaan dan kurva penawaran pada bidang perikanan Menurut Hannesson (1988), kedudukan keseimbangan bionomik dari usaha perikanan bebas akan ditentukan oleh titik potong kurva permintaan dan kurva penawaran. Kurva penawaran dan permintaan pada awalnya digambarkan oleh garis tebal D1 dan S1, dengan keseimbangan bionomik pada (Y1 dan P1). Apabila selera konsumen lebih memilih ikan sebagai sumber protein, maka kurva permintaan akan bergeser ke D2 dan harga keseimbangan serta penawaran akan naik menjadi (Y2 dan P2). Perubahan selera yang lebih besar lagi akan memindahkan kurva permintaan D3 dan ini akan merangsang pengikisan biologis melebihi batas, dan penawaran dalam jangka panjang akan turun ke Y3, sementara harga keseimbangan akan naik ke P3.
10
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT D P
S1 S2
3
S3
D 3
P
D
2
P
2
D
1
1
O
Y
Y
Y
3
1
2
Y
Gambar 6. Kurva Penawaran dan Permintaan Sumber Daya Perikanan (Hannesson, 1998) Beranjaknya kurva penawaran ke S2, misalnya karena kemajuan teknologi di bidang perikanan, akan meningkatkan penawaran ikan dalam jangka panjang ke Y2 (pada kurva permintaan D1) dan menurunkan harga keseimbangan, sedangkan pergeseran lebih lanjut ke S3, karena kemajuan teknologi yang lebih besar lagi, akan mendorong pengikisan biologis di luar batas sehingga menurunkan penawaran dalam jangka panjang ke Y3 dan menaikkan harga keseimbangan. b. Fluktuasi harga Harga barang dapat berubah akibat perubahan dalam tingkat permintaan dan penawaran barang bersangkutan. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), Perubahan – perubahan harga yang terjadi dalam bidang perikanan, antara lain : 1) Perubahan tingkat harga umum Tingkat harga umum tergantung pada tingkat upah dari faktor – faktor produksi yang terhitung dalam ongkos marjinal dari industri keseluruhan dan sebagian tergantung pada skala output keseluruhan. Tingkat output keseluruhan aktual dan tingkat harga aktual dalam waktu tidak begitu lama tergantung pada tingkat permintaan keseluruhan selama waktu itu. Perubahan kurva permintaan keseluruhan bergeser ke atas atau ke bawah akan merubah tingkat output keseluruhan dan tingkat harga umum. Harga produk perikanan mengikuti tingkat harga umum. Kenaikan tingkat harga umum menyebabkan harga hasil perikanan akan naik pula dan sebaliknya apabila tingkat harga umum mengalami penurunan maka harga hasil perikanan akan mengalami penurunan pula.
11
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2) Perubahan harga sikli Produksi dan harga hasil perikanan dapat mengalami perubahan berbentuk sikli, yaitu gerak naik dan turun secara periodik dalam suatu waktu. Perubahan ini terjadi karena produksi perikanan terbentur waktu yang sulit untuk disesuaikan dengan cepat dan tepat terhadap harga. Produksi tidak dapat dinaikkan dengan cepat pada saat harga naik bahkan mengalami time lag dalam mengejar kenaikan harga. Dan bila produksi meningkat, terkadang akan dijumpai kenyataan bahwa harga sudah menurun. 3) Perubahan musim Produk perikanan berfluktuasi secara musiman sehingga mempengaruhi perubahan harga secara musiman. Variasi harga musiman untuk tiap produk perikanan cenderung mengikuti pola yang sama dari tahun ke tahun. Tingkat variasi harga musiman tiap produk menunjukkan perbedaan dari satu musim ke musim lainnya, dan hal itu memberi kemungkinan untuk membangun dua ketentuan umum mengenai variasi musiman.
Pertama, untuk produk–poduk yang musim
penangkapannya relatif pendek atau produk-produk yang pemasarannya musiman, perubahan harga musiman lebih besar. Kedua, untuk produk-produk yang lebih mudah rusak variasi harga musiman lebih besar, misalnya harga musiman ikan segar variasinya lebih besar dibanding dengan harga ikan kalengan atau ikan olahan lainnya. 4) Perubahan kecenderungan menuju satu arah Perubahan harga dapat terjadi secara perlahan-lahan, meliputi suatu periode lama misalnya 30 – 50 tahun atau lebih, naik atau turun dan kecenderungan menuju satu arah. Perubahan harga macam ini disebut trend, dan terjadi karena adanya perubahan secara perlahan-lahan dalam penawaran atau permintaan sepanjang periode bersangkutan. 5) Perubahan harga jangka pendek Perubahan harga dari jam ke jam, dari hari ke hari atau dari minggu ke minggu yang terjadi akibat perubahan sementara dalam penawaran dan permintaan, termasuk fluktuasi harga jangka pendek. Fluktuasi harga jangka pendek disebabkan oleh variasi dalam penerimaan pasar, perubahan sementara dalam permintaan konsumen serta usaha-usaha yang menyangkut penemuan kondisi penawaran dan permintaan dan harga oleh para penjual.
3.2. Analisis teoritis indikator kesejahteraan masyarakat Teori kesejahteraan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yakni classical utillitarian, neoclassical welfare theory dan new contractarian approach (Albert dan Hahnel dalam Sugiarto, 2007). Pendekatan classical utilitarian menekankan bahwa kesenangan (pleasure) atau kepuasan (utility) seseorang dapat diukur dan bertambah. Tingkat kesenangan yang berbeda
12
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT dirasakan oleh individu yang sama dapat dibandingkan secara kuantitatif. Prinsiip bagi individu adalah meningkatkan sebanyak mungkin tingkat keejahteraannya. Sedangkan bagi masyarakat, penignkatan kesejahteraan kelompoknya merupakan prinsip yang dipegang dalam kehidupannya. Neoclassical welfare theory merupakan teori kesejahteraan yang mempopulerkan prinsip Pareto Optimality. Prinsip Pareto Optimality menyatakan bahwa the community becomes better off if one individual becomes better off and non worse off. Prinsip tersebut merupakan necessary condition untuk tercapainya keadaan kesejahteraan sosial maksimum. Selain prinsip Pareto Optimality, neoclassical welfare theory juga menjelaskan bahwa fungsi kesejahteraan merupakan fungsi dari semua kepuasan individu. Perkembangan lain dalam teori kesejahteraan sosial adalah munculnya new contractarian approach. Prinsip dlaam pendekatan ini adalah individu yang rasional akan setuku dengan adalanya kebebasam maksimum dalam hidupnya. Intisari pendekatan ini adalah setiap individu memiliki konsep yang jelas mengenai barang dan jasa serta tuga-tugas dari institusi sosial yang ada. Dalam hal ini individu akan memaksimalkan kebebasannya untuk mengejar konsep mereka tentang barang tanpa adanya campur tangan. Berdasarkan pada beberapa pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang sangat terkait dengan tingkat kepuasan (utillity) dan kesenangan (pleasure) yang dapat diraih dalam kehidupannya. Guna mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkan, maka dibutuhkan suatu perilaku (behavioral) yang dapat memaksimalkan tingkat kepuasannya sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Pengukuran kesejahteraan sosial ekonomi melalui keadaan atau kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat diukur dengan indeks tingkat hidup menyeluruh masyarakat (Sritua, 1993). Indeks tingkat hidup menyeluruh dihitung dengan menggunakan indikator. Indikator adalah sesuatu yang memberikan kunci untuk pemahaman kompleks atau masalah yang lebih penting, bisa membuat jelas suatu kecenderungan atau fenomena yang tidak segera terdeteksi. (Hammond, 1995 dalam De Wel, 1995). Indikator dimaksud antara lain adalah ketenagakerjaan, upah/gaji, angka kemiskinan, angka indeks kesengsaraan (misery indeks) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Indikator kualitas hidup (IKH) adalah salah satu yang memungkinkan seseorang untuk memperkirakan derajat kesejahteraan. IKH merupakan indeks gabungan dari 3 indikator : tingkat harapan hidup,angka kematian, dan tingkat melek huruf. Sejak tahun 1990 United Nations for Development Program (UNDP) mengembangkan suatu indeks yang sekarang dikenal dengan istilah IPM.
13
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan kesejahteraan, akhir-akhir ini makin banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya dengan membangun input yang banyak, tetapi justru yang lebih penting adalah output. Dan kualitas hidup merupakan salah satu tolak ukurnya. Pengkajian kualitas hidup pernah dan terus dilakukan, bahkan secara internasional, yang dimotori oleh Organization of Economic and Culture Development (OECD) yang berkedudukan di Paris. Untuk mengetahui kualitas hidup, harus diketahui terlebih dahulu indikatornya. Menurut OECD (1982), indikator kualitas hidup adalah pendapatan, perumahan, lingkungan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja.
3.2.1. Indikator Kesejahteraan Menurut BPS Morris (1979) mengajukan tiga indikator pokok, yaitu tingkat kematian bayi(IMR), harapan hidup saat usia satu tahun, dan angka melek huruf. Indikator ini juga digunakan oleh Biro Pusat Statistik
dalam
mengukur
Indeks
Mutu
Hidup
dalam
usaha
membandingkan
tingkat
kesejahteraan. Asumsi digunakannya tiga komponen indikator tersebut angka harapan hidup dan tingkat kematian bayi merupakan indikator aspek-aspek penting dari kemajuan sosial. Sebab keduanya menyajikan efek dari interaksi sosial. Hasil penelitian yang dikutip BPS (1987) menunjukkan bahwa tingkat kematian bayi mencerminkan ketersediaan sumber air bersih, keadaan lingkungan di dalam rumah, dan keadaan kesehatan ibu. Angka harapan hidup pada umur satu tahun juga dapat memberikan gambaran status gizi keluarga dan ciri-ciri kehidupan diluar rumah. Disamping itu angka melek huruf merupakan indikator penting, karena selain merupakan ukuran taraf kesejahteraan rakyat, juga merupakan ukuran dari keterampilan minimal yang diperlukan dalam proses pembangunan. Indikator melek huruf bagi sebagian daerah dan negara tidak bisa akurat untuk menjadi faktor pembeda. Negara dan daerah yang sudah maju pada umumnya tingkat melek hurufnya tinggi sekali, atau bahkan seluruh penduduknya sudah melek huruf. Karena alasan itulah,Williamson (1987) tidak menyertakan angka melek huruf sebagai suatu indikator. Sebagai gantinya ia memasukkan konsumsi kalori per kapita per hari dan konsumsi protein per kapita per hari. Sedangkan menurut Sajogyo (1984), tiga indikator saja tidak cukup, sehingga perlu menambah satu indikator lagi, dalam hal ini TFR (total fertility rate). Masih ada beberapa indikator lain yang mencerminkan kualitas hidup. Indikator kesejahteraan yang digunakan Badan Pusat Statistik (1991), mengukur 11 indikator yaitu pendapatan rumah tangga nelayan, tingkat kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal, kehidupan beragama, rasa aman dari gangguan kejahatan, dan kemudahan berolah raga. Indikator kesejahteraan ini relatif lebih lengkap dan telah
14
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT digunakan secara luas dalam perencanaan Pemerintah, mengimplikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti aspek ekonomi (pendapatan, kebutuhan dasar, infrastruktur), sosial budaya (pendidikan, kesehatan, rekreasi/ olah raga), aspek agama, dan aspek keamanan. Selain itu, dalam indikator kesejahteraan BPS (1991) ini juga merepresentasikan kriteria kemiskinan dengan pendekatan konsumsi yang diukur dengan nilai beras (Sayogyo, 1977), Pendekatan Tingkat Kesejahteraan Keluarga menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996) dan pendekatan upah minimum dari Kementerian Tenaga Kerja.
3.2.2. Nilai Tukar Sebagai Indikator Kesejahteraan Konsep nilai tukar di Indonesia dikembangkan oleh Badan Pusat Statistik sejak tahun 1983 terhadap rumah tangga pertanian tanaman pangan di Pulau Jawa dan sejak tahun 1987 dikembangkan di luar Pulau Jawa, nilai tukar ini digunakan sebagai salah satu alat monitoring dan perencanaan pembangunan khususnya untuk sektor pertanian (Rachmat, 2000). Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan petani dipedesaan pada tahun tertentu dibandingkan dengan tahun dasar. Nilai tukar petani adalah salah satu indikator produksi untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani, sebagai persentase dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indekondisi pada tahun dasar (Setiani, etal, 2007). NTP berkaitan dengan kemampuan dan daya beli petani dalam membiayai hidup rumahtangganya. Apabila daya beli petani karena pendapatan yang diterima dari kenaikan harga produksi pertanian yang dihasilkan, lebih besar dari kenaikan harga barang yang dibeli, maka hal ini mengindikasikan bahwa daya dan kemampuan petani lebih baik atau tingkat pendapatan petani lebih meningkat. Alat ukur daya beli petani selintas dapat menunjukkan tingkat kesejahteraannya dirumuskan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP) yang terbentuk oleh keterkaitan yang kompleks dari suatu system pembentuk harga, baik yang harga yang diterima maupun harga yang dibayar petani. Dengan kata lain, Nilai tukar Petani dapat didefenisikan sebagai nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar oleh petani, sehingga merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk yang dihasilkan terhadap produk dan jasa yang mampu dibeli rumahtangga petani, baik untuk biaya input usahatani maupun biaya konsumsi rumahtangga petani. Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi.
15
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Namun Simatupang dan Maulana (2007) menyimpulkan bahwa pengukuran NTP yang dilakukan oleh BPS tidak memiliki kaitan langsung dengan nilai riil pendapatan rumah tangga tani. Dengan demikian menurut mereka, NTP versi BPS tidak valid digunakan sebagai penanda (indikator) kesejahteraan rumah tangga tani. Demikian pula halnya bila formulanya digunakan sebagai penanda kesejahteraan rumahtangga perikanan. Formulasi perhitungan NTP yang digunakan BPS tersebut bukan penanda yang baik bagi kesejahteraan petani. NTP versi BPS mengaburkan hubungan antara kesejahteraan petani dengan harga yang diterima petani, harga barang konsumsi dan harga input produksi usahatani. NTP versi BPS juga telah menyebabkan bias terhadap besaran dampak harga yang diterima petani. Untuk memberikan gambaran yang lebih bermakna Simatupang dan Maulana (2007), menyarankan agar penggunaan NTP sebaiknya disertai dengan setidaknya dua ukuran nilai tukar petani yaitu Nilai Tukar Konsumsi Petani (NTKP) dan Nilai Tukar Faktor Produksi Usahatani (NTFP). NTKP didefinisikan sebagai rasio indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga konsumsi petani, yang pada intinya menunjukkan daya beli setiap usaha tani atas barang konsumsi rumahtangga tani. NTFP didefinisikan sebagai rasio indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga input usahatani., yang pada intinya menunjukkan insentif berusaha tani.
3.3. Analisis kritis konsep dan perhitungan Nilai Tukar Perikanan 3.3.1. Sejarah dan Perkembangan Nilai Tukar Nilai tukar merupakan suatu pendekatan untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap nilai suatu komoditas tertentu. Konsep ini telah digunakan dan berkembang untuk berbagai kebutuhan. Sekurangnya terdapat lima konsep nilai tukar yaitu yang berkembang khususnya di Indonesia yaitu : (a) Nilai tukar Barter (Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (IncomeTerms of Trade) dan (d) Konsep Subsiten dan (e) Nilai Tukar Regional yang menjadi cikal bakal perhitungan Nilai Tukar Petani (Farmers Term of Trade) (Rakhmat, 2000). Secara lebih rinci berikut penjelasan dari masing masing adalah sebagai berikut : 1. Nilai Tukar Barter Konsep ini pada sektor pertanian membandingkan harga komoditas tertentu pada sektor pertanian dengan harga produk non pertanian sehingga nilai yang diperoleh menggambarkan daya tukar produk pertanian dengan produk non pertanian. Perhitungan Nilai Tukar Barter dapat ditulis sebagai berikut :
16
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NTB = Px/Py Dimana :
NTB
= Nilai Tukar Barter Pertanian;
Px
= Harga Komoditas Pertanian;
Py
= Harga Produk Non Pertanian
Kelebihan dari konsep ini adalah relatif sederhana dan mudah untuk dilakukan. Namun kekurangannya adalah ketidakmampuannya dalam menjelaskan perubahan produktifitas (teknologi) komoditas pertanian dan komoditas non pertanian. 2. Nilai Tukar Faktorial Kekurangan pada metode nilai tukar barter melahirkan konsep nilai tukar faktorial yang memasukkan faktor perubahan teknologi kedalam perhitungan nilai tukar. Bila faktor produktivitas yang diukur hanya pada komoditas pertanian saja maka disebut sebagai nilai tukar faktorial tunggal (NTFT) sementara bila diterapkan pula pada komoditas non pertanian disebut sebagai nilai tukar faktorial ganda (NTFG). Perumusan nilai tukar ini adalah sebagai berikut :
𝑁𝑇𝐹𝑇 =
𝑃𝑥 × 𝑍𝑥 𝑃𝑦
𝑁𝑇𝐹𝑇 =
𝑃𝑥 𝑍𝑥 × 𝑃𝑦 𝑍𝑦
Kelebihan metode perhitungan ini adalah dapat merekam perubahan teknologi. Pada sisi lain kekurangannya adalah hanya mampu menggambarkan komoditas tertentu saja bukan komoditas yang dipertukarkan secara keseluruhan. 3. Nilai Tukar Pendapatan Perkembangan selanjutnya adalah Nilai Tukar Pendapatan yang mengukur secara sederhana nilai yang diterima dari memproduksi suatu komoditas dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya. Nilai ini menggambarkan rasio keuntungan yang diperoleh berbanding dengan biaya yang dibutuhkan. Nilai ini sebenarnya identik dengan konsep R/C rasio yang dihitung mengikuti rumusan berikut : 𝑁𝑇𝑅 =
17
𝑃𝑥 𝑄𝑥 𝑃𝑦 𝑄𝑦
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kekurangan konsep ini adalah tidak tergambarkannya besar penerimaan dan pengeluaran secara keseluruhan yang di alami. 4. Nilai Tukar Subsisten Nilai tukar subsisten mencoba untuk menangkap seluruh pendapatan dan pengeluaran yang diterima oleh petani. Untuk itu nilai tukar ini dapat memotret secara utuh kondisi perekonomian rumah tangga petani. Secara perhitungan NTS dapat ditulis sebagai
𝑁𝑇𝑆 =
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑖𝑎𝑛+𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖+𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎
Konsep ini menurut Rakhmat (2000) hanya mampu diaplikasikan pada level rumah tangga dan tidak dapat ditarik pada level yang lebih tinggi.
5. Nilai tukar regional dan Nilai Tukar Petani Nilai tukar petani lahir sebagai jawaban akan kebutuhan data yang bersifat makro agar dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan di sektor pertanian. Konsep ini dimulai pertama kali pada tahun 1981 yang dilakukan oleh tim UNDIP dimana memasukkan data-data sekunder pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Meski hasil temuan telah menunjukkan bahwa turunnya nilai tukar tidak selalu mengindikasikan turunnya ekonomi produksi dan data di tingkat kabupaten tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata ditingkat desa, konsep ini terus dikembangkan pada level provinsi pada tahun 1983 (Rakhmat, 2000). BPS kemudian menjadikan tahun tersebut sebagai tahun dasar dan memulai perhitungan Nilai Tukar Petani dengan menggunakan indeks Laspeyres. Awalnya perhitungan dilakukan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Perkembangan selanjutnya dilakukan pada 10 provinsi lainnya di luar P. Jawa pada tahun 1987.
3.3.2. Sejarah dan Konsep Dasar Nilai Tukar Perikanan Merujuk pada konsep nilai tukar pertanian, maka mulai dikembangkan konsep nilai tukar perikanan. Awalnya nilai tukar perikanan merupakan bagian dari sub sektor pertanian. Seiring dengan berdirinya kementerian kelautan dan perikanan, maka pada tahun 2008 BPS bekerjasama dengan pusat data dan informasi kementerian kelautan dan perikanan (KKP) menghitung secara terpisah nilai tukar perikanan (NTP). Nilai tukar perikanan tersebut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan tahun dasar adalah 2007.
Awalnya perhitungan NTP masih
menggabungkan kedua sektor tersebut. Namun karena struktur biaya antara perikanan tangkap dan budidaya berbeda, maka NTP model ini tidak dapat mencerminkan NTP menurut sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 18
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Merujuk pada kelemahan pelaksanaan NTP diatas, maka BPS dan KKP mulai melakukan pemisahan melalui program kerjasama penyusunan diagram timbang untuk kedua bidang yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam rangka tersebut, secara bertahap BPS melakukan survey penyusunan diagram timbang dimulai dari dua provinsi pada tahun 2008 yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selanjutnya tahun 2009 lokasi pengambil sampel menjadi 5 propinsi yaitu Sumatra Utara, Banten, DI. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tahun 2010 lokasi pengambilan sampe untuk penghitungan diagram timbang dilaksanakan di delapan propinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 ini kegiatan serupa dilakukan pada 18 provinsi yaitu Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Sampai dengan saat ini, data hasil penyusunan ini masih belum dipublikasikan secara resmi. Namun demikian telah dihasilkan diagram timbang untuk perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut provinsi. Sementara NTP yang dipublikasikan oleh BPS sampai dengan saat ini masih mengadopsi metode lama yaitu menggabung antara perikanan tangkap dan pembudidaya ikan. Secara umum perhitungan NTP menggunakan indeks Laspeyres yang dimodifikasi baik pada komponen indeks yang diterima maupun yang dibayar. Namun sebelum nilai indeks dihitung, dibuat terlebih dahulu diagram timbang menurut provinsi. Diagram timbang adalah bobot/nilai masingmasing jenis komoditas hasil produksi perikanan dan barang/jasa yang termasuk dalam paket komoditas. Sementara paket komoditas adalah sekelompok komoditas perikanan yang dihasilkan oleh nelayan/pembudidaya ikan dan barang/jasa yang digunakan baik untuk proses produksi perikanan maupun untuk keperluan rumah tangga nelayan/pembudidaya ikan di daerah pedesaan untuk suatu periode tertentu (BPS,2011). Tujuan penyusunan diagram timbang adalah untuk mendapatkan ukuran yang proporsional dari komoditas yang masuk dalam pengukuran. Ukuran atau bobot tersebut kemudian menjadi penentu besarnya pengaruh dalam pembentukan nilai indeks. Penyusunan diagram timbang pada sisi yang diterima memerlukan data produksi yang dihasilkan, jumlah produksi yang dijual dan harga jual produsen. Langkah selanjutnya membagi produksi yang dijual dengan produksi yang dihasilkan untuk mencari persentase ”marketed surplus”. Marketed surplus digunakan karena nelayan/pembudidaya ikan tidaklah menjual seluruh produksi yang dihasilkan. Dalam penghitungan nilai ”Marketed Surplus” digunakan rumus:
19
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
NMSi
0
0
MSi Pi Qi
Keterangan: NMSi
: Nilai produksi yang dijual tahun dasar untuk jenis komoditas i
% MSi
: Persentase ”Marketed Surplus” untuk jenis komoditas i
Pi
: Rata-rata harga produsen tahun dasar untuk jenis komoditas i
Qi
: Kuantitas produksi tahun dasar untuk jenis komoditas i
Pada pelaksanaannya, perhitungan NMSi menggunakan data sekunder pada tingkat provinsi. Data sekunder yang digunakan adalah data produksi perikanan menurut jenis ikan. Data primer hanya menghasilkan % MSi yang merupakan rata-rata % MSi dari seluruh responden pada provinsi yang akan diukur. Oleh karena itu nilai % NMSi merupakan perpaduan antara data primer dan sekunder. Hal tersebut secara tersirat mengasumsikan bahwa seluruh data produksi perikanan baik tangkap/budidaya pada tingkat provinsi adalah data produksi dari seluruh hasil tangkapan dan bukan hasil yang djual saja. Nilai NMSi disebut juga sebagai penimbang komoditas (W) dalam perhitungan indeks harga yang diterima (It) dan indeks harga yang dibayar (Ib) dengan menggunakan indeks laspeyres yang dimodifikasi seperti dibawah ini (KKP dan BPS, 2011) :
P( n )i
k
In
P i 1
P( n1) i Qoi
( n 1) i k
P Q oi
100
oi
i 1
atau k
In
RH
W( n1)i
( n )i
i 1
k
W
100
oi
i 1
Keterangan: In P(n)i P(n-1)i
: Indeks bulan berjalan (n) : Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n : Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n-1
P(n)i P(n - 1)i
: Relatif harga jenis barang I (RHni)
P(n-1)i Qoi
: Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada bulan n-1atau W(n1)i
Poi Qoi k
: Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada tahun dasar atau Woi : Jumlah jenis barang yang tercakup dalam paket komoditas 20
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 3.3.3. Penggunaan Indeks Harga Dalam Perhitungan Nilai Tukar Angka indeks dapat didefinisikan sebagai perubahan relatif harga, kuantitas atau suatu nilai yang dibandingkan dengan periode dasar yang menjadi landasan perhitungan. Nilai indeks tersaji dalam bentuk persentase meski dalam penulisan lazimnya tidak dicantumkan simbol dari persentase tersebut. Indeks pertamakali digunakan diketahui oleh seorang Italia bernama G.R. Charli yang mengukur perubahan harga dari tahun 1500 sampai tahun 1750. Pada perkembangannya pencatatan lebih sistematis dilakukan pada tahun 1913 untuk mengukur indeks biaya hidup atau yang sekarang dikenal sebagai indeks harga konsumen (consumer price index) (Lind et al, 2007). Indeks dibuat pada dasarnya sebagai cara mudah untuk melihat terjadinya perubahan terhadap objek yang diamati. Selain itu juga dapat memberikan informasi mengenai tren yang terjadi pada suatu data yang bersifat time series. Perhitungan indeks harga dapat diklasifikasikan menjadi indeks tertimbang dan tidak tertimbang. Indeks tidak tertimbang merupakan indeks sederhana dimana hanya membandingkan harga pada suatu periode dengan periode lainnya. Sementara indeks tertimbang memasukkan unsur kuantitas sebagai penimbang. Terdapat dua metode umum yang digunakan dalam pengukuran indeks tertimbang yaitu metode Laspayres dan Paasche. Perbedaan kedua metode terletak pada periode penimbangnya dimana Laspayres menggunakan periode tahun dasar sebagai penimbang, sedangkan Paasche menggunakan tahun berjalan sebagai penimbang. Hal tersebut membuat hasil perhitungan seringkali berbeda secara substansial (IMF,2004). Oleh karena itu beberapa ahli lainnya merumuskan alternatif perhitungan seperti Fisher (1922) yang menggabungkan pendekatan Laspeyres dan Paasche dimana indeks semacam ini disebut dengan kelompok indeks superlatif. A. Indeks Laspeyres Indeks ini pertamakali di munculkan oleh Etienne Laspayres pada awal abad 18. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks Laspayres dapat dituliskan sebagai berikut (IMF, 2004) : ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 𝑄𝑖0 𝐼𝐿 = 𝑛 ∑𝑖=1 𝑃𝑖0 𝑄𝑖0 Keterangan : IL
= Indeks Harga Laspayres
Pi1
= Harga barang ke i pada saat ini
Pi0
= Harga barang ke i pada awal pengamatan
Qi0
= Kuantitas barang ke i pada awal pengamatan
21
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Dari rumus diatas, perubahan nilai indeks pada perkembangannya hanya dipengaruhi oleh perubahan harga. Indeks ini secara general ditujukan untuk menghitung perubahan beban biaya hidup (cost of living) pada suatu level tertentu sehingga umum disebut sebagai cost of living index (Schultze, 2003). Sebutan lain yang juga sering digunakan secara luas adalah indeks harga konsumen (consumer price index). Indeks Laspayres merepresentasikan pola konsumsi pada satu waktu di masa lampau dan menggunakannya untuk menghitung biaya yang dibutuhkan saat ini untuk mengkonsumsi dengan jumlah yang sama (Schultze, 2003). Kelebihan dari indeks ini adalah hanya membutuhkan data kuantitas dari tahun dasar. Sementara kekurangan dari indeks ini tidak dapat merefleksikan perubahan pola konsumsi antar waktu. Hal ini dikarenakan basis perhitungannya yang tidak mengikuti perkembangan volume dan jenis yang dikonsumsi. Lebih lanjut indeks Laspayres juga dinilai mengabaikan kemampuan konsumen untuk beralih kepada barang lain sebagai dampak dari kenaikan harga barang tersebut sehingga asumsi penimbang tahun dasar adalah berlebihan atau tidak tepat (Schultze, 2003). Pada kasus nilai tukar nelayan atau pembudidaya ikan, indeks Laspayres digunakan sebagai dasar perhitungan indeks yang diterima dan dibayar. Pada komponen indeks yang diterima indeks digunakan untuk mengukur perubahan atau perkembangan penerimaan atas dasar produksi yang dihasilkan. Bila kita mentransformasi pendapat schultze diatas dari konsumsi menjadi produksi maka indeks Laspayres merepresentasikan pola produksi pada satu waktu dimasa lampau dan menghitung nilai yang diterima saat ini dengan jumlah produksi yang sama. Dengan demikian indeks harga laspayres sebenarnya tidak dapat menggambarkan perkembangan nilai yang diterima. Hal tersebut karena indeks Laspeyres tidak memperhitungkan perubahan kuantitas. Untuk mengetahui hasil yang diperoleh bila Nilai Tukar Perikanan menggunakan indeks Laspeyres, maka dilakukan penghitungan terhadap kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan data primer pada dua lokasi contoh yaitu Kabupaten Cirebon untuk perikanan tangkap dan Kabupaten Cianjur untuk perikanan budidaya di KJA. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Indeks harga yang diterima (IT) cenderung mengalami kenaikan bagi masyarakat nelayan sementara bagi pembudidaya justru sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kenaikan harga pada rata-rata jenis ikan hasil tangkapan nelayan sehingga mendongkrak nilai yang diterima dan penurunan harga pada jenis-jenis komoditas perikanan budidaya. Pada sisi lain, indeks harga yang dibayar (IB) bergerak relatif konstan pada perikanan tangkap dan relative naik signifikan pada perikanan budidaya. Pergerakan IB yang lebih dinamis pada perikanan budidaya dipengaruhi lebih kuat oleh naik/turunnya harga-harga barang secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kenaikan harga-harga barang dimasing-masing daerah merupakan faktor yang lebih menentukan dalam pembentukan nilai IB dibandingkan dengan
22
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT efisiensi dan produktivitas usaha. Pergerakan IT dan IB pada kedua jenis aktivitas perikanan tersebut kemudian membentuk nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan yang tersaji melalui gambar 7 dan gambar 8 berikut :
150,00 140,00 130,00 120,00 110,00
IT
100,00
IB
90,00
ITP
80,00 70,00
Gambar 7. Nilai Tukar Nelayan di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan Indeks Laspeyres
115 110 105 100 95
IT
90
IB
85
ITP
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
80
Gambar 8. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (KJA) di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Indeks Laspeyres
23
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT B. Indeks Paasche Berkebalikan dari indeks Laspayres, indeks Paasche menunjukkan besarnya biaya yang dibutuhkan pada masa lampau berdasarkan perkembangan atau konsumsi saat ini (Schultze, 2003). Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah adanya perbedaan barang yang dikonsumsi dimasa lalu dengan saat ini. Secara matematis indeks Paasche dapat dituliskan sebagai berikut :
𝐼𝑃 =
∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 𝑄𝑖1 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖0 𝑄𝑖1
Keterangan : IP
= Indeks Harga Paasche
Pi1
= Harga barang ke i pada saat ini
Pi0
= Harga barang ke i pada awal pengamatan
Qi1
= Kuantitas barang ke i pada saat ini
Menurut rumus diatas, kuantitas dari jenis barang ke i yang dikonsumsi saat ini tidak dibandingkan dengan tahun dasarnya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang ingin dicari adalah nilai pada masa lalu tertimbang dengan perubahan konsumsi pada saat ini. Berdasarkan perbandingan dengan nilai Laspaeyres, indeks Paasche selalu menghasilkan nilai indeks yang lebih kecil (IMF, 2004). Kelebihan dari indeks Paasche adalah kemampuannya dalam menggambarkan pola konsumsi saat ini karena perhitungan dilakukan terhadap konsumsi tahun atau periode berjalan. Kekurangan dari indeks ini adalah sulit untuk mendapatkan data kuantitas dari setiap tahun atau periode yang menjadi landasan pengukuran. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan indeks ini secara umum cenderung lebih rendah dari indeks Laspeyres. Seperti halnya Laspeyres, indeks ini pada dasarnya hanya menggambarkan naik turunnya harga dan tidak merekam besarnya perubahan nilai. Pada konteks perhitungan Nilai Tukar Perikanan (NTP), ia hanya mampu menggambarkan fenomena kenaikan/penurunan harga komoditas perikanan yang tertimbang secara proporsional dengan jumlahnya. Sementara besarnya nilai yang diterima atau dibayar tidak dapat tergambarkan.
24
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
150,00 140,00 130,00 120,00 110,00
IT
100,00
IB
90,00
ITP
80,00 70,00
Gambar 9. Nilai Tukar Nelayan di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan Indeks Paasche
115 110 105 100 IT
95
IB 90
ITP
85 80
Gambar 10. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (KJA) di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Indeks Paasche Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa pada perikanan tangkap laut terjadi penurunan nilai indeks pada periode bulan april sampai dengan bulan juli. Hal ini disebabkan oleh perubahan proporsi jenis, kuantitas dan harga hasil tangkapan yang disebabkan oleh faktor musim. Misalnya pada awal tahun dari Januari sampai dengan April terjadi banjir ikan pethek dan ikan tembang. Sementara ikan pethek sudah mulai berkurang, jenis ikan lain yang mulai tertangkap pada periode april-agustus diantaranya adalah sotong, teri nasi, tetet dan tigawaja. Beberapa jenis hasil tangkapan
25
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT lain seperti rajungan, kembung, tenggiri dan lainnya terus tertangkap oleh nelayan namun dengan variasi hasil tangkapan yang cukup tinggi antar bulannya. Pada perikanan budidaya pengamatan lebih mudah dilakukan karena jenis sumberdaya yang dibudidayakan tidak mengalami banyak perubahan. Meskipun demikian, variasi produksi terjadi menurut bulan yang mengikuti kondisi cuaca. Sebagaimana diketahui pembudidaya di KJA sangat tergantung pada baik/buruknya lingkungan perairan. Pada saat memasuki musim penghujan misalnya, pembudidaya cenderung menahan diri untuk tidak melakukan upaya pembudidayaan karena khawatir akan terjadi pengadukan air waduk (upwelling) yang dapat mengakibatkan kematian masal ikan. Hal ini juga akhirnya mempengaruhi fluktuasi harga jual ikan.
C. Indeks Lowe dan Walsh Indeks ini digagas oleh Joseph Lowe (1823) dan menjadi orang yang pertama menyusun tipe indeks secara sistematis terhadap sekumpulan data kuantitas (q) dan harga (p) dari produk-produk yang dianggap representative secara konstan berdasarkan periode 0 dan 1 (IMF, 2004). Secara prinsip indeks Lowe digunakan untuk menyusun indeks harga konsumen (IHK) sebagaimana diterapkan pada berbagai negara didunia seperti Amerika Serikat. Meskipun demikian indeks ini secara teori dan fakta cenderung memberi bias dengan nilai yang lebih tinggi (Armknecht dan Silver, 2012). Indeks Lowe memiliki kemiripan dengan indeks Paasche yaitu memerlukan pengamatan terhadap kuantitas. Secara matematis indeks Lowe secara general dapat dituliskan sebagai berikut :
𝐼𝐿𝑜 =
∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 𝑄𝑖 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖0 𝑄𝑖
Keterangan : ILO
= Indeks Harga Lowe
Pi1
= Harga barang ke i pada saat ini
Pi0
= Harga barang ke i pada awal pengamatan
Qi
= Kuantitas barang ke i
Masalah yang menjadi perhatian dari indeks Lowe adalah waktu yang tepat terkait dengan bobot penimbang. Apakah bobot penimbang pada periode 0 atau periode 1. Menurut Walsh (1901) dalam IMF et al (2004) yang terbaik adalah rata-rata dari kedua periode tersebut. Berdasarkan pendapat Walsh tersebut, indeks Lowe dapat ditulis ulang menjadi :
26
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 𝐼𝐿𝑜 =
∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 𝑚(𝑄𝑖0 𝑄𝑖1 ) ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖0 𝑚(𝑄𝑖0 𝑄𝑖1 )
Lebih lanjut untuk mencari bentuk yang tepat dari fungsi rata-rata (m), Walsh mengajukan rata-rata geometric sehingga secara matematis indeks Walsh dapat ditulis menjadi berikut :
𝐼𝑤 =
∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 √𝑄𝑖0 𝑄𝑖1 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖0 √𝑄𝑖0 𝑄𝑖1
Aplikasi indeks ini dengan menggunakan data yang sama dengan perhitungan indeks sebelumnya dapat dilihat pada gambar dan gambar berikut 150,00 140,00 130,00 120,00 110,00
IT
100,00
IB
90,00
ITP
80,00 70,00
Gambar 11. Nilai Tukar Nelayan di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan Indeks Walsh 115 110 105 100 IT
95
IB
90
ITP
85
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
80
Gambar 12. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (KJA) di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Indeks Walsh
27
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT D. Indeks Fisher Adanya perbedaan pengukuran dari indeks Laspayres dan indeks Paasche melahirkan indeks fisher yang mengukur rata-rata geometrik dari kedua indeks tersebut. Formula indeks Fisher dapat dituliskan sebagai berikut :
∑𝑛 𝑃𝑛1 𝑄𝑛0 ∑𝑛 𝑃𝑛1 𝑄𝑛1 𝑃𝐹 = √ 𝑛𝑛=1 0 0 𝑥 𝑛𝑛=1 0 1 = √𝑃𝐿 𝑥𝑃𝑃 ∑𝑛=1 𝑃𝑛 𝑄𝑛 ∑𝑛=1 𝑃𝑛 𝑄𝑛
Indeks fisher banyak dinilai sebagai indeks nilai yang ideal dalam mengukur indeks harga konsumen (consumer price index). Hal ini karena indeks fisher menggabungkan kelebihan dari indeks Laspayres yang mengukur perubahan beban biaya hidup berdasarkan perubahan harga yang terimbang dengan konsumsi awal dan indeks Paasche yang mengukur berdasarkan harga tetapi terimbang dengan konsumsi saat ini. Dengan demikian penggunaan indeks ini dinilai mampu menggambarkan perubahan preferensi konsumsi awal dan akhir pengamatan. Kelemahan penggunaan metode ini sama dengan indeks Paasche yaitu sulit dalam melakukan pengumpulan data yang harus dilakukan secara berkala. 150 140 130 120 110 100 90 80 70
IT IB ITP
Gambar 13. Nilai Tukar Nelayan di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan Indeks Fisher
28
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
115 110 105 100 95
IT
90
IB
85
ITP
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
80
Gambar 14. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (KJA) di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Indeks Fisher
3.3.4. Indeks Nilai sebagai dasar perhitungan Nilai Tukar Perikanan Indeks nilai merupakan perbandingan dari nilai yang terbentuk dari harga dan kuantitas (Lind et al, 2007). Indeks ini mengukur perubahan nilai antar waktu sehingga menggambarkan rasio dari nilai yang terbentuk. Menurut Nazar (2012) indeks nilai menunjukkan perubahan nilai uang dari satu periode ke periode lainnya. Secara matematis indeks nilai dapat ditulis sebagai berikut : ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖1 𝑄𝑖1 𝑉𝐼 = 𝑛 ∑𝑖=1 𝑃𝑖0 𝑄𝑖0 Keterangan : VI
= Value Index (indeks nilai)
Pi1
= Harga barang ke i pada saat ini
Pi0
= Harga barang ke i pada awal pengamatan
Qi1
= Kuantitas barang ke i pada saat ini
Qi0
= Kuantitas barang ke i pada saat awal pengamatan
Berbeda dengan indeks harga yang tidak dapat menggambarkan secara utuh besaran nilai yang diterima/dibayar, indeks nilai ini sebaliknya mampu memberikan perubahan nilai yang diterima/dibayar dalam bentuk rasio yang dapat diperbandingkan antar waktu. Penggunaan indeks ini dalam jangka pendek mampu merekam fluktuasi hasil tangkapan baik dari jenis, kuantitas maupun harga. Hal ini dikarenakan perhitungan indeks nilai sejalan dengan perhitungan
29
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT penerimaan/pengeluaran dimana merupakan total perkalian dari harga dan barang. Aplikasi indeks nilai tersaji pada gambar dan gambar berikut :
160,00 150,00 140,00 130,00 120,00 110,00
IT
100,00
IB
90,00
ITP
80,00 70,00
Gambar 15. Nilai Tukar Nelayan di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan Indeks Nilai
160 140
100
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
ITP
Mei
40
April
IB
Maret
60
Februari
IT
Januari
80
Rataan 2012
Indeks
120
Bulan
Gambar 16. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (KJA) di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Indeks Nilai Dari gambar diatas diketahui bahwa kondisi usaha perikanan baik tangkap maupun budidaya memiliki sifat yang dinamis. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan naik turunnya IT. Sementara IB pada perikanan tangkap laut tidak terlalu banyak fluktuasi karena faktor penyebab utamanya hanya dari kenaikan harga serta banyaknya jumlah trip. Sedangkan kuantitas barang yang digunakan/dikonsumsi relatif tetap. Pada perikanan budidaya dimana naik turunnya IB dipengaruhi 30
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT terutama oleh perubahan biaya operasional seperti benih dan pakan yang intensitasnya sangat tergantung pada kondisi perairan. Bila hasil penghitungan indeks NTP dibandingkan satu sama lain maka didapatkan hasil yang sangat berbeda khususnya antara kelompok indeks harga dengan indeks nilai. Pada kelompok indeks harga terlihat bahwa nilai indeks memiliki pola yang relatif seragam meski terdapat perbedaan nilai. Indeks Laspeyres akan selalu berada lebih tinggi dari indeks Paasche, sedangkan indeks fisher dan indeks walsh akan ditengah karena merupakan rataan geometrik dari kedua perhitungan tersebut. Hal ini wajar mengingat indeks harga memang hanya menggambarkan perubahan harga yang terjadi sehingga akan menghasilkan pola yang sama meski secara penghitungan terdapat perbedaan. Pada sisi lain, indeks nilai merekam fenomena nilai yang diterima/dibayar sesuai dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat. Kenaikan harga menurut indeks ini tidak selalu menaikkan pendapatan begitu pula sebaliknya. Bahkan pada saat kelompok indeks harga menunjukkan terjadinya kenaikan ITP, indeks nilai justru sebaliknya. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan harga komoditas yang diterima baik nelayan maupun pembudidaya ikan namun pada saat yang bersamaan hasil melimpah sehingga mendorong naik nilai yang diterima. Teori ekonomi keseimbangan pasar antara permintaan dan penawaran terhadap pembentukan harga menjadi terbukti melalui pendekatan indeks nilai. 150,00 140,00 130,00 120,00
IV
110,00
IL
100,00
IP
90,00
IW
80,00
IF
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Rataan 2012
70,00
Gambar 17. Perbandingan nilai indeks NTP dengan berbagai pendekatan pada perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon
31
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
170 150 130 IV
110
IL
90
IP
70
IW IF
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Rataan 2012
50
Gambar 18. Perbandingan nilai indeks NTP dengan berbagai pendekatan pada perikanan budidaya KJA di Kabupaten Cianjur Perkembangan indeks nilai memiliki kesamaan pola dengan perkembangan produksi yang ditunjukkan melalui indeks kuantitas. Hanya saja perubahan jenis dan komposisi produksi pada perikanan tangkap membuat indeks nilai tidak jatuh secara tajam meski secara produksi total mengalami penurunan yang besar. Sebagaimana diketahui pada awal tahun yaitu dari bulan Januari sampai dengan Maret merupakan masa puncak penangkapan ikan tembang yang bernilai ekonomis rendah namun sangat melimpah dari sisi kuantitas. Hubungan yang lebih jelas terlihat dari perkembangan indeks nilai dan indeks kuantitas perikanan budidaya. Hal ini disebabkan jenis yang dibudidayakan relatif tidak mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas atau produksi yang dihasilkan sangat mempengaruhi indeks yang diterima oleh masyarakat perikanan. Hal ini semakin memberikan justifikasi pentingnya faktor perubahan kuantitas dihitung dalam perubahan nilai yang diterima/dibayar dan bukan hanya sebagai penimbang perubahan harga.
32
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 250 200 150 Indeks Kuantitas/ Produksi
100
Indeks Nilai
50 0
Gambar 19. Perkembangan indeks kuantitas dan indeks nilai pada perikanan tangkap di Kab. Cirebon
160 140 120 100 80
Indeks Kuantitas/Produksi
60
Indeks Nilai
40 20 0
Gambar 20. Perkembangan indeks kuantitas dan indeks nilai pada perikanan budidaya KJA di Kab. Cianjur
33
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT IV.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Perhitungan NTP dengan menggunakan indeks harga dapat memberikan bias informasi karena indeks tersebut tidak dapat menggambarkan nilai yang diterima/dibayar secara tepat. Oleh karena itu penghitungan NTP yang selama ini mendasari pada penghitungan Laspeyres kurang tepat. Kenaikan harga yang dianggap memberikan pendapatan yang lebih tinggi terhadap nelayan justru terjadi pada saat musim paceklik. Begitupula halnya dengan para pembudidaya ikan, dimana harga ikan sangat ditentukan banyak tidaknya produk budidaya sejenis dipasaran. Ikan merupakan produk cepat rusak (perishable product) dimana sangat mengikuti hukum permintaan dan penawaran. Ketika penawaran berlebih pada musim puncak/panen, nelayan/pembudidaya ikan akan menerima harga jual yang rendah dan begitu pula sebaliknya. Penggunaan indeks Laspeyres sebagaimana selama ini dilakukan juga tidak dapat merekam perkembangan produksi. Asumsi volume produksi dianggap tetap tidak sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran dimana pada kasus perikanan harga meningkat pada musim sulit ikan (paceklik). Asumsi tersebut juga menabrak teori system perikanan yang dinamis karena jumlah dan spesies ikan yang tertangkap bervariasi baik secara harian, musiman dan tahunan. Sementara produksi terbukti sangat berpengaruh terhadap penerimaan usaha perikanan. Akibat lebih jauh dari hal ini adalah tidak terekamnya perkembangan/penurunan kesejahteraan masyarakat akibat adanya perubahan dari sisi produksi. Bagi pemerintah hal ini merupakan kerugian karena evaluasi dampak kesejahteraan masyarakat dari berbagai program peningkatan produksi menjadi tidak tergambar. Kondisi ini pulalah yang menyebabkan pergerakan nilai indeks NTP bergerak sangat tipis karena lebih mencerminkan inflasi pada harga yang diterima/dibayar dibandingkan nilai yang sebenarnya diterima/dibayar oleh masyarakat. Merujuk potensi bias Informasi di atas, maka perhitungan NTN perlu diperbaiki. Penggunaan indeks nilai sebagai pengganti indeks Laspeyres diyakini mampu memberi jawaban atas masalah yang dihadapi. Hal ini didasari oleh sejumlah fakta bahwa pergerakan indeks NTP dengan indeks nilai ternyata mampu mencerminkan fluktuasi produksi dan harga yang terjadi pada usaha perikanan. Pergerakan indeks yang dinamis juga dapat dijadikan landasan bagi pelaksanaan kredit usaha nelayan yang selama ini dinilai tidak adaptif. Pola pergerakan NTP yang terbentuk pada masingmasing daerah dapat dijadikan landasan kapan kredit dicairkan dan model atau skema pembayaran kredit usaha perikanan. Dengan demikian, kegagalan pembayaran kredit oleh nelayan/pembudidaya ikan dapat diminimalisir karena selama ini kegagalan pembayaran kredit adalah skema pembayaran kredit yang harus dibayar tiap bulan tanpa melihat adanya variasi musim atau kondisi penerimaan masyarakat perikanan. 34
KAJI ULANG KONSEPSI NILAI TUKAR NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Daftar Pustaka Akhmad Fauzi, . 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Gramedia. Jakarta A.M Hanafiah & A.M Saefudin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Anthony T Charles. Sustainable Fishery Systems. Blackwell Science Ltd, Oxford OX2 0EL. UK Charles L Schultze. 2003. The Consumer Price Index: Conceptual Issues and Practical Suggestions. Journal of Economic Perspectives Vol.17 No. 1 Pages 3-22 Marsudi, Djojodipuro. 1991. Teori Harga. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Douglas A Lind, Marchal W G dan Wathen S A. 2007. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Edisi ke 13 Buku 2. Salemba 4. Jakarta Muchjidin Rakhmat. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani di Indonesia (Disertasi). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Hannesson, R. 1988.Ekonomi Perikanan. Jakarta : Universitas Indonesia. International Monetary Fund. 2004. Producer Price Index Manual : Theory And Practice. International Monetary Fund, Publication Services. Washington. USA Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Badan Pusat Statistik. 2011. Laporan Penyusunan Diagram Timbang Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (unpublish). Jakarta Paul Armknecht dan Silver M, 2012. Post-Laspeyres: The Case for a New Formula for Compiling Consumer Price Indexes (Working Paper). International Monetary Fund. Washington. USA Syukri Nazar. 2012. Statistik dan Probabilitas. Pusat Pengembangan Bahan ajar Universitas Mercu Buana. Jakarta
35