Edisi 2/Juni 2005
Salam Kompor
Edisi Kompor kali ini mengangkat salah satu program peningkatan kualitas pemukiman di negeri Thailand. Di sana, program yang disebut dengan program Baan Mankong ini merupakan sebuah proses perbaikan pemukiman yang melibatkan pihak pemerintah, LSM, dan yang terpenting: masyarakat penghuni pemukiman itu sendiri. Dengan keterlibatan komunitas penghuni pemukiman, program ini menjadi berbeda dengan upaya perbaikan konvensional. Jika selama ini pemerintah, dan juga pihak swasta, menjadi pengendali tunggal setiap proyek pemukiman, maka melalui program Baan Mankong para penghuni justru menjadi aktor utamanya. Kami memperkenalkan upaya-upaya alternatif ini sebagai bagian dari upaya untuk selalu mencari terobosan dalam menyelesaikan persoalan pemukiman di negeri ini Kami berharap, ini kita bisa memetik pelajaran dari pengalaman di Thailand ini. Kami berterima kasih kepada berbegai pihak yang turut membantu proses penerbitan ini, terutama pada
K MPOR NEWSLETTER JARINGAN RAKYAT MISKIN KOTA
memperkenalkan
Baan Mankong Suatu program perumahan baru yang mendudukkan komunitas miskin sebagai pengendali program nasional dalam mencari solusi komprehensif atas masalah perumahan, penetapan lahan, dan pelayanan dasar di kotakota Thailand…….
Mengapa sekarang? Mengapa Thailand? Sejak pertemuan pertama HABITAT di Vancouver pada tahun 1976, kelompok-kelompok dari seluruh dunia mencari cara baru untuk memecahkan persoalan serius mengenai perumahan di perkotaan. Setelah bertahun-tahun, pengalaman dari pencarian bersama ini telah menajamkan pemahaman kita dan menghasilkan banyak jalan pemecahan yang berbeda – yang dikerjakan oleh pemerintah, masyarakat, maupun LSM. Tetapi dua puluh tahun kemudian, persoalan perumahan dan kondisi hidup kaum miskin kota semakin membesar. Pertanyaan besarnya tetap sama: bagaimana kita menjadikan persoalan kebutuhan perumahan dan peningkatan kaum miskin sebagai bagian tak terpisahkan dari rencana besar proses pembangunan perkotaan? Uji coba perumahan di Thailand ini merupakan hasil dari proses yang berkembang selama sepuluh tahun, dimulai dengan membangun aktivitas menabung dan pemberian kredit bagi komunitas secara luas, kemudian bergerak pada pembentukan dan penguatan jaringan komunitas miskin dalam skala luas, dan akhirnya menggunakan kemampuan manajerial dari aktivitas menabung dan membuat jaringan untuk memecahkan persoalan perumahan dalam skala yang lebih luas. Tetapi Baan Mankong bisa dilaksanakan karena adanya faktor tambahan seperti perluasan ruang demokrasi, desentralisasi, di mana pemerintah daerah dan komunitas lokal menjadi lebih kuat daripada sebelumnya, dan komitmen pemerintah pusat untuk membiarkan masyarakat menjadi aktor utama dan untuk mendesentralisasikan proses pemecahan
Pada Januari 2003, pemerintah Thailand mengumumkan kebijakan penting untuk memecahkan peroalan perumahan yang dihadapi penduduk miskin negara ini. Tujuannya adalah menyediakan perumahan yang layak bagi penduduk miskin dalam jangka waktu lima tahun. Target ambisius ini akan dicapai melalui dua program. Pertama, Baan Ua Arthorn Program (artinya “Program Kita Peduli”), Badan Perumahan Nasional akan merancangnya, membangun dan menjual sejumlah flat dan rumah yang siap ditinggali dengan harga subsidi kepada pembeli dengan penghasilan rendah yang mampu membayar tarif bulanan “sewa untuk memiliki” sebanyak 1000-1500 Bath (US$ 27-75). Program Baan Mankong kedua menyalurkan dana pemerrintah, yaitu dalam bentuk subsidi infrastruktur dan pinjaman lunak untuk perumahan, langsung kepada komunitas miskin yang merencanakan dan melaksanakan sendiri program perumahan, lingkungan, dan pelayanan sosial dasar. Mereka juga mengelola anggaran sendiri. Selain memberikan unit perumahan bagi individu di komunitas miskin, Program Baan Mankong juga menempatkan komunitas miskin di Thailand –beserta jaringannya— pada posisi inti dalam proses pengembangan solusi komprehensif dan berjangka panjang atas masalah perumahan dan lahan di kota-kota Thailand. Sebagai bagain dari program tidak konvensional yang dijalankan oleh Community Organizations Development Institute ini, komunitas miskin bekerjasama secara erat dengan pemerintah daerah, kaum professional, universitas, dan berbagai LSM untuk menyurvei semua komunitas yang ada di kota mereka, kemudian merancang proses pengembangan yang bertujuan memperbaiki seluruh komunitas selama empat tahun kedepan. Ketika seluruh perencanaan
2
KOMPOR Edisi 2/Juni 2005
Berbagai Persoalan Perumahan Buka Peluang Bagi Program Pengembangan Pemukiman Sepanjang beberapa dekade terakhir, Thailand dengan kecepatan luar biasa telah berubah menjadi negara industri modern. Perubahan ini sangat terlihat di kota-kota di Thailand, di mana kebijakan dan perencanaan formal tidak mampu mengimbangi ledakan pertumbuhan penduduk di perkotaan. Hal ini menyebabkan persoalan yang serius seperti kerusakan lingkungan, kepadatan, dan perluasan pemukiman kumuh di banyak kota di Thailand. Sekarang, lebih dari sepertiga penduduk perkotaan Thailand hidup di komunitas informal, sebagian menjadi penyewa lahan, tetapi meningkat tajam menjadi pemukim tanpa terjamin kelangsungannya. Dari 5.500 pemukiman informal di kota-kota Thailand, dua pertiga diantaranya tidak terjamin kelangsungannya. Namun kendati kondisi fisik dan jaminan kelangsungan hidup mereka lemah, komunitas ini menunjukkan sebuah modal sosial yang besar. Mereka memberikan perumahan luas, fleksibel, penting, yang terjangkau, berlokasi-terpusat, dan secara sosial mendukung kepada orang-orang yang kerja keras dan semangat kewirausahaannya telah menjadi bagian penting dari peningkatan kesejahteraan di negara ini kendati kebutuhan mereka sering disepelekan. Ini merupakan perumahan yang tidak bisa begitu saja dihapus oleh pemerentah, sektor swasta maupun komunitas itu sendiri. Bagi orang kebanyakan, ide pengembangan pemukiman ini dan menjadikannya perkampungan yang bersih, sehat dan hijau – ketimbang menggusur atau mengusir mereka- merupakan sebuah ide baru yang radikal. Tetapi semakin banyak badan-badan pemerintah menyadari bahwa dalam hal perumahan untuk kaum miskin, memperbaiki apa yang sudah ada adalah sangat masuk akal baik secara ekonomi, sosial, politik, maupun moral.
Bentuk-bentuk Perumahan di Thailand: Model pembangunan perumahan seperti apa yang cocok untuk permasalahan perumahan?
1] Perumahan Publik: dalam sistem perumahan yang lebih bergaya sosialis ini, rumah siap pakai (biasanya dalam bentuk blok atau flat atau rumah kecil berderet) dibangun oleh negara dan kemudian disewakan pada masyarakat, biasanya diberikan subsidi, menjadikan pemerintah sebagai penyedia perumahan. Di Asia kita dapati sistem penyediaan perumahan seperti ini terutama di Singapura (yang 95% perumahannya dibangun oleh pemerintah!) dan Hong Kong (yang proporsi persediaan perumahan publik menurun tajam). Jumlah persediaan perumahan publik di Thailand, yang dibangun oleh Otoritas Perumahan Nasional, antara tahun 1950-an sampai tahun 1980-an, hanya berjumlah sekitar 4% sampai 7% dari jumlah keseluruhan perumahan formal yang ada di wilayah perkotaan. 2] Perumahan Sektor Pasar: Dalam sistem penyediaan perumahan ini, pihak swasta mendesain dan membangun proyek perumahan (dibanyak tempat, mulai dari rumah pribadi kemudian kondominium dan sejumlah flat) kemudian menjual atau menyewakannya demi mendapatkan kembali biaya pembangunan serta keuntungannya. Sistem yang memandang perumahan bukan sebagai kebutuhan mendasar umat manusia tetapi sebagai komoditas ini merupakam sistem perumahan yang kini lazim di Thailand, sebagaimana di kebanyakan negara Asia lainnya.
Yakni sistem keuangan dan pemerintahan yang pro-bisnis memberikan banyak insentif untuk membangun proyek pencari keuntungan ini. Tetapi sektor ini tidak dapat menjangkau kaum miskin yang berjumlah 30% dari penduduk perkotaan Asia. 3] Sektor Perumahan Masyarakat: Dalam sistem penyediaan perumahan yang kini semakin jarang ini sebuah keluarga membangun rumahnya sendiri, di tanah yang mereka beli atau warisi, bisa juga membeli rumah yang telah jadi dari pengembang real estate. Beberapa dekade lalu, sekitar 60% sampai 70% perumahan di Bangkok dibangun oleh kelauarga yang mendiaminya. Membangun rumah kayumu sendiri (atau meminta tukang kayu untuk membuatkan itu untukmu) merupakan “cara Thai” untuk membangun rumah selama berabad-abad, dan hal itu melahirkan lingkungan dengan keragaman dan kekayaan luar biasa di negeri ini. 4] Perumahan Komunitas: Perumahan yang direncanakan, dibiayai, dan dibangun oleh sekelompok orang bukan hanya untuk kaum miskin! Di negara seperti Denmark, Anda masih menemukan proyek perumahan yang sangat rumit yang dibangun oleh sekelompok keluarga perkotaan yang tidak mau hidup dalam rumah atau apartemen yang teripisah,
KOMPOR
Edisi 2/Juni 2005 dan memilih bergabung dengan keluarga lain untuk merencanakan sebuah komunitas baru serta membangun perumahan baru mereka sebagai sebuah kelompok. Sistem pembuatan perumahan seperti ini dapat berjalan baik ketika ada pengaturan keuangan yang membiayai mereka, instrumen legal untuk memberikan status legal bagi kelompok yang akan membangun rumah tersebut, dan berbagai aturan tentang organisasi komunal untuk mendukung proses tersebut. Kebanyakan proyek perumahan yang dibiayai CODI sepanjang tahu n1990-an sampai awal 2000 dibangun berdasarkan pola ini, dengan membentuk kerjasama komunitas. 5] Perumahan “Komunitas dan Kota”: Sistem baru dalam penyediaan perumahan ini diawali dengan Program Baan Mankong. Dalam sistem ini,
3
komunitas yang tergabung dalam jaringan komunitas bersama mengadakan survei secara kelompok tentang berbagai persoalan perumahan mereka, kemudian mengadakan kerjasama dengan pemerintah kota mereka dan juga dengan organisasi-organisasai yang punya perhatian terhadap persoalan tersebut untuk bersama-sama membuat rencana yang bisa memecahkan persoalan dan dapat memperbaiki semua komunitas, dengan dana dan dukungan dari pemerintah. Bentuk pembangunan di masing-masing komunitas adalah fleksibel, dan dapat mengikutsertakan upgrading in situ, pindah ke lahan terdekat, pembagian lahan atau reblocking. Yang lebih penting dari bentuk adalah fakta bahwa rencana pembangunan perumahan mencakup semua pemukiman, dan lahir dari proses bersama semua stakeholder lokal
Panduan untuk Kota
17 langkah untuk membantu kota secara kolektif memecahkan masalah perumahan melalui proses Baan Mankong: …
Baan Mankong punya target membangun perumahan, kondisi hidup, dan jaminan status lahan bagi 300.000 rumah tangga, di 2.000 kelompok miskin, di 200 kota Thailand dalam lima tahun. Itu merupakan pekerjaan yang luar biasa besar, namun program menerapkan syarat-syarat yang seringan mungkin agar bisa memberi kebebasan pada kelompok, jaringan, dan pihak-pihak terkait di masing-masing kota untuk merencanakan arah program dan mencari pemecahan masalah sesuai dengan konteks mereka. Tantanagn terbesarnya adalah, bagaimana memastikan bahwa kelompok-komunitaslah yang memegang peranan penting dalam proses tersebut, bahwa kerjasama lokal antar berbagai pihak terkait menjadi strategi kunci untuk pelaksanaan program, dan bahwa perumahan bagi orang miskin menjadi persoalan kota secara keseluruhan.. Berikut ini ringkasan sederhana langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah tersebut, diambil dari buku saku CODI:
Program Ini Membantu Masyarakat Melakukan Kerja Pengembangan
4
KOMPOR Edisi 2/Juni 2005
pihak-pihak dari pemerintah kota, akademisi lokal, LSM lokal, dan pihak-pihak lain yang terkait. Dengan adanya kerjasama berbagai pihak dalam satu panitia bersama, maka diharapkan bisa membangun hubungan dan kerjasama baru, mengintegrasikan perumahan ke dalam pembangunan kota secara keseluruhan serta menciptakan mekanisme kerja untuk memecahkan permasalahan perumahan di masa mendatang.
5. Mengadakan pertemuan kota. Pekerjaan
pertama panitia bersama adalah mengusahakan adanya pertemuan antar perwakilan komunitas-komunitas miskin untuk menginformasikan kepada semuanya tentang langkah-langkah yang diambil dalam melaksanakan program Baan Makong, serta memulai penelitian dan mempersiapkan proses di masing-masing kelompoknya.
6. Menyurvei komunitas-komunitas. Jarin1 . Mengenali pihak-pihak terkait dan
mengampanyekan program. Baik diprakarsai oleh komunitas jaringan yang sudah ada, suatu kepanitiaan warga, maupun CODI, proses tersebut diawali dengan melakukan koordinasi meliputi semua pihak terkait dalam pemecahan permasalahan perumahan kota dan menjelaskan peluang yang ditawarkan program Baan Makong. Ini dilakukan untuk memperoleh dukungan sebagai dasar kerjasama. Mengundang para pihak terkait untuk mengunjungi daerah yang telah memulai proses, hal ini bisa memberi dorongan besar bagi keberlanjutan program.
pertemuan-pertemuan komunitas dan pimpinan jaringan. Perwakilan komunitas dari kota lain juga dapat menghadiri pertemuan ini untuk saling tukar pemikiran, membangun kerjasama sejajar, dan memaparkan berbagai kemungkinan.
3. Mengorganisir pertemuan kelompok.
Jaringan kemudian mengadakan pertemuan kelompok, pada masing-masing kotanya (melibatkan pemerintah kota jika dimungkinkan) untuk menjelaskan program pengembangan dan membantu kelompok-kelompok memulai persiapan perbaikan yang mereka rencanakan dan kerjakan sendiri.
2 . Mengorganisir pertemuan jaringan. 4. Membentuk panitia bersama. Dibentuklah Jaringan komunitas memegang peranan penting dalam menyukseskan program Baan Makong di masing-masing kota, maka ide dan pengertian mereka sangat penting untuk dimasukkan dalam rumusan proyek, hal ini dapat dilakukan pada
Panitia gabungan untuk mengawasi pelaksanaan program di masing-masing kota. Komposisi keanggotaannya tidak pasti tapi harus menyertakan pimpinan-pimpinan komunitas dan jaringan,
gan dan panitia bersama lantas mengumpulkan informasi yang rinci tentang kelompok-kelompok miskin di seluruh kota (atau memperbaharui data yang sudah ada). Informasi mengenai jumlah rumah tangga, keamanan perumahan, pemilikan lahan, masalah sarana, organisasi kelompok yang sudah ada, kegiatan tabungan (koperasi), dan prakarsa-prakarsa pembangunan yang sudah ada akan dikumpulan. Selain mengumpulkan data yang secara langsung dibutuhkan untuk program pengembangan, survei ini juga membuka peluang bagi komunitas di seluruh kota untuk saling bercerita tentang masalah masing-masing dan memperkuat jaringan, yang akan berguna dalam perencanaan bersama nantinya.
7. Merencanakan pembangunan seluruh
kota. Data hasil penelitian akan membantu menentukan daerah kota yang paling penting untuk diperbaiki, dan menginformasikan rencanan pembangunan rumah dan sarana lain pada masing-masing kelompok. Selama proses ini berlangsung, pimpinan kelompok mulai memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya lokal yang ada (misalnya: tanah, keahlian, dan anggaran) untuk menentukan lokasi proses pengembangan, memperluas lingkaran gotong-royong, dan mengatasi berbagai rintangan.
8. Membentuk tabungan kelompok sebagai
alat yang sangat penting untuk menggerakkan potensi yang ada pada masing-masing kelompok, memperkuat semangat kemandirian, serta membangun keahlian mengurusi masalah bersama di antara sesama penduduk miskin. Beberapa kota sudah memiliki kegiatan tabungan kelompok, tetapi tetap masih harus terus diperbaiki dan diperluas.
9. Memilih proyek percontohan. Panitia
bersama memilih beberapa kelompok sebagai proyek percontohan di tahunpertama untuk memberikan “belajar sambil mengerjakan” pada
KOMPOR
Edisi 2/Juni 2005 seluruh kota. Proyek percontohan mungkin bisa dipilih berdasarkan kesiapan kelompok, tingkat permasalahan perumahan yang dihadapi, dan seberapa banyak kemungkinan pembelajaran yang bisa dipetik.
10 . Mempersiapkan rencana pem-
status kepemilikan lahan atau lahan alternatif untuk pemukiman ulang, penggabungan infrastruktur komunitas dengan jaringan yang lebih luas, serta memasukkan proses pengembangan ke dalam program pembangunan kota, seperti program nasional: “Livable Cities Program (Program Kota Layak Huni)”.
11 . Menyetujui proyek percontohan.
lebih luas. Jaringan kelompok sudah terbentuk dengan kokoh di kurang dari setengah dari 200 kota sasaran. Jadi, adalah penting bagi komunitas-komunitas di dalam kota “baru” untuk membentuk jaringan bersama seputar isu-isu pembangunan yang penting, seperti: kepemilikan lahan bersama, pembangunan bersama, badan usaha kerjasama, kesejahteraan komunitas, pemeliharaan irigasi bersama, pendauran ulang, dan pembuangan sampah.
bangunan pada proyek percontohan. Langkah berikutnya adalah komunitas percontohan mempersiapkan rencana pembangunan perumahan dan sarana mereka, dengan bantuan para arsitek atau dari universitas setempat. Rencana ini harus komprehensif, bukan hanya meliputi pembangunan fisik, perumahan, dan pengelolaan yang rinci, tetapi juga aspek-aspek sosial seperti kesejahteraan dan ruang usaha perekonomian yang lebih luas bagi warga miskin. Kelompok yang daearahnya dijadikan sebagai proyek percontohan harus menerangkan rencana pengembangannya kepada panitia bersama untuk didiskusikan dan disetujui, sebelum dikirim ke Bangkok untuk persetujuan akhir, dengan langkah ini proyek kurang lebih menjadi pasti.
12 . Memulai pembangunan. Setelah
16. Membangun jaringan warga yang
17. Pertukaran. Suatu program yang di
dalamnya selalu terjadi pertukaran antara proyek, kota dan wilayah, melibatkan melibatkan kelompok masyarakat, pemkot, arsitek, LSM dan pihak terkait lainnya dalam proses pengembangan, merupakan salah satu strategi penting untuk
rencana kelompok sudah matang, anggaran diturunkan, lantas penduduk bisa memulai pembangunan rumah dan sarana baru mereka dengan menggunakan pemborong dan tenaga kerja lokal sesuai dengan rencana mereka.
13 . Menjadikan proyek percontohan
sebagai pusat pembelajaran. Proyek percontohan ini dapat menjadi pusat pembelajaran bagi kelompok dan pihak terkait lain di dalam atau di luar kota, oleh sebab itu kelompok pemilik proyek percontohan harus merancang bagaimana memaksimalkan pertukaran pengetahuan, keahlian, gagasan dan kerjasama pada pimpinan-pimpinan kelompok dan organisasi-orgnasisi pembangunan lokal.
14. Memperluas proses perbaikan. Pen-
galaman yang dipetik dari proyek percontohan harus memunculkan pengembangan berikutnya bagi komunitas miskin yang masih ada. Untuk diselesaikan dalam tiga tahun. Rencana perbaikan perumahan ini juga harus mencakup keluarga lemah yang tinggal di luar kelompok yang sudah terbentuk, waga yang tak memiliki rumah, dan pekerja yang berpindah-pindah, dan harus mempertimbangkan persoalan di masa depan karena migrasi dan kepadatan penduduk.
15. Menintegrasikan rencana pengem-
bangan ke dalam pembangunan perkotaan. Adalah penting untuk menggabungkan proses kerjasama pemecahan masalah ke dalam program yang lebih besar yaitu rencana pembangunan kota. Ini meliputi koordinasi dengan pemilik lahan swasta atau negara dalam memberikan
Lebih Dari Sekadar Perbaikan Fisik… Ketika setiap komunitas mempersiapkan rencana perbaikan di bawah payung Program Baan Makong, mereka perlu mempertimbangkan bagaimana membangun pemukiman dan kehidupan mereka dengan cara yang melampaui perbaikan kondisi fisik perumahan mereka semata. Karena program mendorong bentuk pembangunan komunitas yang jauh lebih komprhensif dan holistik, yang melahirkan perbaikan pada segala aspek kehidupan masyarakat, maka masing-masing kelompok perlu mempertimbangkan—dan menganggarkan—keempat aspek perencanaan pengembangan komprehensif, sebagai berikut: Rencana pembangunan infrastruktur yang disiapkan komuitas mesti memasukan hal-hal seperti: pemetaan tanah, gang dan jalan, sistem pasokan air dan listrik saluran pembuangan tinja, serta lokasi pembuangan sampah padat, di level komunitas maupun rumah tangga. Rencana pembangunan lingkungan mencakup lokasi penanaman pohon dan daerah hijau, pengecatan rumah, pembersih saluran air, taman, daur ulang sampah dan air buangan, sistem energi alternatif, taman bermain, area rekreasi, dan sebagainya. Rencana pembangunan sosial bagi komunitas meliputi pusat pendirian pusat kesejahteraan, pusat kesehatan anak, klinik, asrama untuk orang miskin atau orang jompo, community center, ruang serbaguna, sistem komunikasi, fasilitas pemadam kebakaran, dan sebagainya. Rencana pembangunan ekonomi untuk komunitas meliputi pembangunan pasar atau pertokoan komunitas, membuat wilayah konservasi dan rekreasi yang baik, meningkatkan pendapatan penduduk melalaui wirausaha komunitas, pinjaman bagi usaha kecil, dukungan pada industri
1 2 3 4
5
6
KOMPOR Edisi 2/Juni 2005
Sepuluh hal bagaimana program pengembangan nasional ini membongkar aturan-aturan lama dalam penanganan kebutuhan rumah rakyat miskin kota.
Percobaan di Baan Mankong: Program pengembangan Baan Mankong menerapkan sejumlah cara melalui partisipasi, kemitraan, kontrol keuangan, dan bagaimana keuangan negara digunakan sebagai alat—tidak hanya untuk meningkatkan kondisi hidup di sejumlah perkampungan tertentu, tapi, sebagai pembelajaran, menciptakan mekanisme berbasis lokal untuk menyelesaikan masalah perumahan di hari esok. Menjadikan komunitas dan jaringan kerjanya sebagai pelaku utama. Program perumahan konvensional bagi orang miskin menyisakan persoalan karena program ini justru mendorong badan-badan pemerintah—bukannya masyarakat—untuk menyelasaikan segala pekerjaannya. Berbagai kasus menunjukkan, badan itu tidak mampu memenuhi skala kebutuhan masyarakat. Strategi Baan Mankong dengan menggunakan komunitas—dan jaringan kerja berbasis kota dengan komunitas sebagai pelopornya—dalam menyelesaikan masalah perumahan miskin Thailand mencerminkan tonggak sejarah penting bagi proses desentralisasi di Thailand, dan merupakan sebuah cara kongkret bagi pengembangan kapasitas lokal untuk menyelesaikan permasalahan perumahan lokal. Melalui pelibatan dan partisipasi komunitas untuk memperbaiki berbagai perumahan, program ini memperkuat bangunan organisasi komunitas dan mendorong kapasitas masyarakat untuk mengelola pembangunan mereka sendiri. Program ini lebih “didorong permintaan” daripada “didorong persediaan” Karena program Baan Mankong membiarkan komunitas yang siap melaksanakan proyek pengembangan sesuai kebutuhan dan prioritas yang mereka temukan melalui proses survey, diskusi, dan sharing bersama secara ekstensif, program ini menciptakan pendekatan yang “didorong permintaan” bagi pengembangan komunitas. Pendekatan ini sungguh berbeda dengan model pendekatan konvensional “didorong persediaan” untuk menyelesaikan persoalan perumahan kota, yakni negara membangun unit-unit perumahan, penempatan penduduk, atau standar fasilitas insfrastruktur—kesemuanya menurut rencana, kriteria seleksi, dan metode pembangunan yang dirancang pemerintah. Menjadikan masyarakat sebagai pengontrol keuangan. Inovasi paling radikal program ini barangkali adalah bahwa dana ( dan merupakan segepok uang dengan total anggaran sekitar 20 triliun Bacht atau 500 juta dolar AS untuk lima tahun) benar-benar mengucur pada komunitas untuk mereka kelola, setelah mereka membuat rencana pengembangan dan menegosiasikan status pemilikan tanah mereka. Melalui pengucuran dana langsung ke tangan masyarakat, program ini meletakkan komunitas sebagai pemegang kendali rencana perbaikan komunitas, bukannya agen pemerintah dan LSM. Masyarakat memutuskan sendiri bagaimana penggunaan subsidi per-keluarga itu. Komunitas berhak memutuskan, misalnya, menyediakan dana khusus untuk membeli material bangunan dengan murah secara borongan atau menyisakan uang untuk membangun tempat perawatan kesehatan publik. Proses manajemen keuangan secara fleksibel dalam program ini menjadikan masyarakat bisa membuat keputusan sendiri dan bisa mengatur bangunan sesuai realitas kehidupan mereka. Sementara partisipasi multi-pihak ini mendorong munculnya transparansi dan penilaian personal pada setiap tahapan proses.
KOMPOR
Edisi 2/Juni 2005
7
untuk seluruh aspek manajemen program. Menjadikan penggunaan sumberdaya negara bagi orang miskin lebih efisien. Karena model pengembangan ini memposisikan komunitas sebagai pengambil kebijakan dan pengontrol keuangan, model ini juga memberi mereka kesempatan untuk lebih mengefisienkan penggunaan berbagai sumberdaya negara. Ketika dana yang biasanya digunakan untuk membangun perbaikan konvensional langsung diberikan kepada komunitas, bukannya pada kontraktor, mereka mampu membangun perbaikan yang sama dengan sebagian dana dan masih menyisakan uang untuk kebutuhan lain. Ketika komunitas masyarakat merencanakan dan memutuskan bagaimana menggunakan dana itu, mereka menjadi sangat hemat dan kreatif: banyak variasi dan inovasi muncul secara alami serta mencuatkan kekayaan sumberdaya, kehematan, dan kretivitas yang ada pada komunitas miskin. Jika sebuah komunitas sebanyak 200 keluarga, misalnya, memiliki lima juta Baht dari subsidi untuk pembangunan prasarana, mereka mampu menggunakan itu untuk menjawab lebih banyak kebutuhan ketimbang pengembangan standard yang akan menghabiskan seluruh dana. Selain memperbaiki jalan, pipa saluran, dan sistem penyediaan air, mereka juga mampu membangun sebuah kantor komunitas, atau mengecat semua rumah dengan warna, tanaman, tata letak taman-dapur organik secara terkoordinasi, sesuai dengan prioritas mereka. Membiarkan masyarakat memilih partner kerja mereka. Aspek penting lain dari program ini adalah bahwa komunitas dan aktor lokal—bukan pemerintah dan CODI—mempunyai kebebasan untuk memilih orang, LSM, arsitek, institusi atau universitas yang mereka kehendaki untuk membantu proses pembuatan rencana perbaikan komunitas. Kelompok yang mereka pilih itu kemudian akan menerima subsidi bantuan administratif guna menutup aneka ongkos mereka. Masing-masing kota menerima bantuan administratif sebesar 5% dari total anggaran. Di beberapa kota, kerjasama antara komunitas, pemerintah lokal, dan organisasi lain telah mapan dan menggunakan bantuan subsidi ini secara lebih fleksibel sebagai anggaran komunal
Mendorong konsep yang lebih luas tentang pengembangan. Program Baan Mankong menggunakan keuangan untuk mendorong proses perbaikan komunitas secara lebih luas, menyeluruh, dan terintegrasi. Tujuan program lebih dari sekadar perbaikan fisik dan jaminan keamanan, yakni untuk perbaikan sosial, lingkungan, dan ekonomi secara lebih baik. Mendorong keragaman ketimbang solusi standard. Di masa lalu, ketika komunitas yang ada akan dikembangkan, atau akan dibangun area relokasi baru, proses itu mengikuti seperangkat rancangan standard dan norma-norma rekayasa, semua atas nama efisiensi. Hasilnya, seluruh perbaikan dan tata letak sangat seragam, tanpa mengindahkan siapa yang hidup di. Siapa bilang komunitas yang terencana harus tampak seperti sebuah mesin pembuat jalan, tanpa keindahan atau tanpa citarasa komunitas? Kenyataannya, sangat mungkin untuk mengembangkan komunitas lama—atau merancang yang baru—dengan diikuti oleh pola ruang yang dapat menghantarkan kenyamanan dan kebahagiaan bagi perkampungan informal: gang bersemilir angin, bangunan rumah berkelompok di sekitar jalan buntu melingkar, tempat rindang untuk berkumpul dan duduk bersama, pasar dan tempat ibadah, tanah bermain, dan sebagainya. Ketika komunitas merencakan perbaikan mereka sendiri dalam program Baan Mankong, mereka akan bekerja bersama untuk mengidentifikasi gambaran sosial dan ruang yang mereka inginkan untuk melindungi perkampungan, membangun jalan baru, serta selokan seputar mereka. Membangun komunitas sebagai bagian integral kota. Dalam proses pengembangan di bawah Baan Mankong, komunitas tidak merencanakan dan melaksanakan perbaikan mereka secara terpisah, tapi menjadi bagian dari proses penemuan solusi yang komprehensif dan kolaboratif atas problem perumahan bagi orang-orang miskin kota masa kini. Termasuk
8
KOMPOR Edisi 2/Juni 2005
survey pemukiman di kota, dan kemudian mempersiapkan pengembangan rencana yang berusaha memecahkan persoalan penduduk, problem perumahan, dan infrastruktur seluruh komunitas dalam beberapa tahun. Tak ada seorangpunn yang tertinggal. Ini merupakan cara untuk menjaring masalah perumahan warga negara termiskin di kota dengan proses perencanaan kota yang lebih luas. Ini sangat berbeda dengan pendekatan proyek demi proyek, yang mungkin bisa mengembangkan segelintir komunitas, tapi karena mereka tidak saling membangun jaringan, dan juga tidak terkait dengan proses pembangunan kota, mereka tidak kuat. Proyek kecil yang baik dalam komunitas kecil mungkin memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat di tempat itu, tapi jarang mengubah kehidupan kaum miskin atau membawa perubahan pada skala yang signifikan. Dalam jangka panjang, proses pengembangan juga dapat menggerakkan transformasi dalam proses pembangunan kota yang lebih luas, di mana komunitas tidak hanya dianggap sebagai warga negara yang sah tapi juga sebagai mitra yang sangat berarti dalam penyelesaian masalah seluruh kota. Mengubah peran pemerintah secara dramatis. Di kebanyakan program perumahan konvensional, pemerintah memegang kendali perencanaan, pelaksana, dan pengelolaan bangunan sekaligus, dengan menyisakan ruang kecil saja bagi partisipasi komunitas, dan hampir tak ada peran—hanya sebagai penerima pasif dari solusi yang dirancang orang lain. Proses perumahan ini, yang fokus pada penyediaan, tidak menyisakan ruang tumbuh dan belajar, tidak memberi kesempatan
untuk mengubah sebuah hubungan, tidak memberi ruang bagi pembangunan sosial lain yang bisa lahir dari proses itu. Pada program Baan Mankong, karena komunitas—dan jaringan komunitas—membuat seluruh keputusan dan melaksanakan seluruh kerja mereka sendiri, pemerintah akhirnya mampu mengambil peran fasilitator dan pendukung bagi komunitas, yang sekarang mengambil peran sebagai penyedia perumahan. Dan dengan sedikit staf koordinasi untuk memfasilitasi proses luar biasa besar ini, CODI tidak bisa mengontrol program-program utama, bahkan jika mau. Menjamin status lahan. Aspek penting dari program Baan Mankong adalah memperluas cakupan untuk tidak hanya mencakup kondisi fisik tapi juga jaminan status kepemilikan lahan penduduk, yang dipandang sebagai pondasi keberlanjutan komunitas. Karena program itu bertalian dengan isu tanah, ia juga berkait dengan pola bagaimana masyarakat bermukim area tanah itu. Ini semua tergantung pada komunitas-komuinitas untuk menegosiasikan kedudukan mereka sendiri, sebagai prakondisi untuk berpartisipasi dalam program pengembangan, melalui strategi seperti pembelian tanah secara kooperatif, kontrak sewa jangka panjang, atau hak guna lahan. Negosiasi ini bisa dilakukan secara individu melalui komunitas atau secara kolektif dengan jaringan yang lebih luas. Meski demikian penekanan utamanya adalah mendapatkan jaminan status lahan secara kolektif daripada secara individual. CODI membantu dalam negosiasi ini
Membuat Langit Semakin Luas…… Di kebanyakan proyek pembangunan, komunitas-komunitas di suatu kota tidak saling membentuk jaringan, jaringan yang ada hanya dengan LSM-LSM atau dengan lembaga yang mendukung LSM tersebut. Ketika masyarakat terpecah seperti ini, mereka tidak mampu bersuara, tidak mempunyai kekuatan, tidak mempunyai tujuan bersama. Proyek perumahan mungil yang baik di komunitas-komunitas kecil yang baik mungkin bisa dilakukan dan mungkin dapat membawa perbaikan bagi tempat-tempat tersebut, tetapi proyek ini jarang sekali dapat mengubah kehidupan kaum miskin atau membawa perubahan yang berarti. Namun ketika komunitas-komunitas miskin saling membentuk jaringan di sekujur kota dan secara kolektif mulai melihat persoalan struktural yang lebih besar yang melahirkan persoalan bagi mereka—atau yang
memperburuk kondisi mereka—mereka akan mulai melihat persoalanpersoalan kecil di pemukiman mereka adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri tapi terkait dengan persoalan-persoalan kota secara keseluruhan. Hal ini membuat masyarakat bisa memetakan persoalan-persoalan yang ada secara sistematis dan sedikit demi sedikit mulai memahami beragam kondisi kemiskinan. Pemahamaman yang lebih “struktural” mengenai kota mereka merupakan kunci untuk melepaskan masyarakat dari persoalan apapun yang mereka hadapi sebagai individu —baik itu kepemilikan yang tidak sah, kemiskinan, atau kondisi hidup yang di bawah standar. Dan ini penting karena memperluas cakupan perjuangan mereka untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih penting. Mendadak langit tampak lebih luas!
KOMPOR
Edisi 2/Juni 2005
Kebanyakan kota tidak percaya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk memecahkan persoalan tentang lahan dan perumahan bagi kaum miskin yang mereka hadapi. Kenyataannya, menemukan solusi dan memperbaiki kondisi seluruh pemukiman di kota merupakan satu hal yang mempunyai tingkat kemungkinan yang cukup tinggi.
9
Instrumen Baru Ini Menjadikan Kota sebagai Unit Pemecah Masalah
S
yarat yang harus dilakukan untuk ikut ambil bagian dalam Program Baan Mankong adalah bahwa komunitaskomunitas di setiap kota harus datang bersama, berpikir bersama, merencanakan bersama dan bekerja bersama. Tetapi di samping jaringan horizontal, komunitas dan jaringannya juga harus berjalan bersama dengan pemerintah daerahnya, LSM-LSM, akademisi, arsitek, dan aktor pembangunan lokal lainnya sebagai mitra untuk menciptakan pemahaman bersama mengenai persoalan perumahan kota dan untuk membangun tata ruang kota, mengidentifikasi sumberdaya lokal seperti tanah, kemampuan teknis, dan finansial. Merintis kerja sama baru antara kelompok-kelompok yang berbeda ini merupakan tujuan penting dari program pengambangan ini dan merupakan kunci untuk membangun mekanisme lokal di 200 kota yang menjadi sasaran demi memecahkan persoalan perumahan di masa mendatang dan memastikan kota tersebut dapat menyediakan kondisi hidup yang layak untuk semua warga- baik kaya maupun miskin- jauh setelah program Baan Mankong berakhir. Ketika jaringan komunitas, pemerintah dan stakeholder yang lain berjalan bersama dan membentuk komite untuk mengatur proses pengembangan, langkah pertama adalah bersama-sama mengumpulkan memahami seluruh komunitas miskin di kota mereka. Setelah mendapatkan seluruh informasi tersebut, mereka mulai dengan merencanakan proses pengembangan yang mencakup seluruh komunitas yang ada di kota, sebanyak mungkin. Ketika rencana ini telah selesai dibuat, mereka bersama-sama menuangkannya ke dalam dokumen yang mencakup peta, rencana lay-out komunitas, desain perumahan baru, detail anggaran, dan cara kerja tata ruang kota yang menjelaskan bagaimana mereka akan menyediakan lahan yang layak, infrastruktur yang baik, dan rumah yang lebih baik bagi seluruh komunitas miskin kota dalam tiga tahun. Setelah anggaran diluncurkan, pekerjaan yang sangat besar dalam menerapkan rencana tata ruang kota pun dimulai. Tetapi karena komunitas dan pemerintah kota melakukannya dengan bersama-sama, dengan dukungan dana dari pemerintah, maka tujuan tata ruang kota ini sangatlah mungkin untuk dicapai. Program Baan Mankong menunjukkan perubahan bersejarah
dalam menghadapai persoalan perumahan di Thailand. Mengapa? Sebab program ini tidak bekerja di sebuah lokasi yang tersendiri, tetapi di seluruh wilayah kota. Hal ini memberikan dimensi baru bagi persoalan pemukiman informal –dimensi struktural yang mencakup semua isu besar seputar perencanaan kota seperti penggunaan lahan, kepemilikan lahan, lingkungan, infrastruktur dan transportasi. Jika pengembangan perkampungan informal menjadi sebuah sistem di seluruh kota, maka hal ini akan mengubah hubungan antara pemukiman informal dengan kota secara keseluruhan dan menjadikan perumahan sebagai isu perencanaan yang legitimate. Ini penting, karena perumahan kaum miskin masih dianggap bukan sebagai persoalan struktural kota, tetapi lebih sebagai persoalan kesejahteraan atau hak-hak bagi kaum pinggiran. Akibatnya, penggusuran dilakukan tidak dalam perencanan yang menyeluruh dan tambal sulam. Ketika sudut pandang yang digunakan untuk memandang persoalan pemukiman individu diperluas untuk melihat keseluruhan kota, kita melihat isu perumahan dari sisi yang sangat berbeda. Dan dengan melihat hal ini sebagai persoalan struktural kota, membuat persoalan perumahan menjadi tidak begitu mencemaskan, lebih dapat diatur, dan lebih dapat dipecahkan. Program pengembangan menjadi sebuah instrumen atau alat bagi kota untuk mulai memahami dan memperhatikan persoalan perumahan rakyat miskin kota pada skala kota dan sebagai kelompok. Dan karena komunitas miskin adalah penggerak utama di balik program pengembangan yang penuh kerjasama ini, maka proses pengembangan ini akan melegitimasi posisi mereka sebagai mitra penting dalam memecahkan isu yang menjadi urusan semua orang!!
10 KOMPOR Edisi 2/Juni 2005
Menggunakan 10 Proyek Percontohan Pertama untuk “Menasionalisasi” Proses Pembelajaran
D
alam tahun pertama pelaksanaan program Baan Mankong (2003), sebanyak 10 komunitas kaum miskin kota di beberapa kota di Thai land dipilih untuk dijadikan sebagai proyek percontohan peningkatkan kualitas perumahan. Penerapan proyek di 10 kampung ini dimaksudkan untuk menciptakan seperangkat model yang kongkret, yang menunjukkan aneka strategi untuk memperkenalkan konsep “keamanan perumahan” dan “kemajuan kualitas hidup” komunitas-komunitas miskin. Proyek percontohan ini hanyalah langkah pertama dalam sebuah proses perakitan upaya-upaya pemecahan yang menyeluruh bagi masalah-masalah perumahan di Thailand—melalui praktik langsung. Proyek percontohan ini juga dimaksudkan untuk menyediakan peluang untuk menggali pendekatanpendekatan baru, membangkitkan gagasan-gagasan, dan menyebarluaskan pengalaman-pengalaman dalam memecahkan masalah keamanan perumahan bagi kaum miskin di kota-kota, yang memiliki struktur-struktur sosial dan masalah-masalah yang berbeda-beda. Salah satu gagasan penting dari proyek percontohan ini adalah untuk menunjukkan bahwa konsep “peningkatan kualitas komunitas” bukan berarti satu hal yang khusus, namun bisa mengambil bentuk yang bermacammacam—yang diantaranya belum ditemukan! Pemerintah Thailand telah menyetujui anggaran sebesar 126,6 juta Baht untuk mendukung pelaksanaan 10 proyek percontohan ini. Jumlah itu meliputi subsidi per rumah tangga yang akan dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur kampung dan peningkatan kualitas lingkungan hidup, sebagian dana untuk menutupi biaya administrasi dan manajemen, dan subsidi untuk pinjaman pembangunan atau perbaikan rumah (dari bankbank komersial)—sehingga keluarga-keluarga yang meminjam uang untuk membangun rumah baru, atau sekadar memperbaiki rumah-rumahnya yang lama itu, cuma akan membayar bunga sebesar 2%. Kesepuluh kampung miskin tadi dipilih melalui sebuah proses nasional dari
sebuah daftar panjang komunitas-komunitas yang menghadapi beraneka masalah keamanan perumahan. Komunitas-komunitas yang terpilih ini telah memiliki beragam pengalaman dalam menangani pelbagai masalah perumahan, dan kesemuanya benar-benar menjadi kelompok sasaran program ini, yaitu keluarga-keluarga yang sangat miskin dengan pendapatan bulanan kurang dari 10.000 Baht. Semua komunitas itu telah mengorganisasikan diri pada taraf tertentu melalui kegiatan-kegiatan tabungan dan pinjaman atau pelbagai kegiatan pembangunan selama beberapa tahun, dengan bantuan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pemerintah, dan semuanya memiliki sejarah pernah bekerja sama dengan organisasiorganisasi lain. Semua komunitas, kecuali dua komunitas, dari 10 proyek ini berlokasi di atas tanah milik negara—suatu keadaan yang menawarkan keuntungankeuntungan sehingga lebih memudahkan pelaksanaan proyek ini, yang sepertinya tak terlalu berisiko gagal dalam pengaturan kepemilikan dan menjadi contoh yang baik bagi komunitas-komunitas lain yang hidup di atas tanah-tanah milik negara di pelbagai tempat.
KOMPOR
Edisi 2/Juni 2005
11
Upaya Peningkatan Kualitas Macam Apakah yang Mungkin Dilakukan? Ketimbang mempromosikan satu model pembangunan tunggal untuk memperoleh jaminan kepemilikan tanah dan meningkatkan kualitas perumahan serta kondisikondisi hidup, sederet pilihan-pilihan diujicobakan oleh komunitas-komunitas yang ada. Seiring perluasan dan peningkatan proyek ini, strategi-strategi ini juga diperluas, diperbaiki ulang, dan diadaptasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan, aspirasi-aspirasi, dan kondisi-kondisi yang khas di setiap kota dan komunitas. Kelima strategi besar yang dirinci di bawah ini tidak dimaksudkan sebagai pernyataan akhir tentang apa saja yang mungkin, tapi strategi-strategi ini menjadi rangkaian pilihan yang baik bagi komunitas-komunitas yang berada dalam program Baan Mankong: 1. Peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas kampung adalah sebuah cara untuk memperbaiki lingkungan fisik dan pelayananpelayanan dasar di komunitas-komunitas yang ada, sambil mempertahankan lokasi tempat tinggal, karakter, dan struktur-struktur sosial mereka. Di samping meningkatkan kondisi fisik dan kualitas hidup di komunitas-komunitas miskin ini, perbaikan fisik yang dilaksanakan di bawah sebuah proses peningkatan kualitas bisa berlaku sebagai batu loncatan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya di antara para anggota mereka, seperti peningkatan pendapatan, kesejahteraan, dll. 2. Pengeblokan ulang. Pengeblokan ulang adalah sebuah cara yang lebih sistematis untuk memperbaiki infrastruktur dan kondisi-kondisi fisik di kampung-kampung yang ada dengan membuat penyesuaianpenyesuaian tata letak untuk memasang got-got, pipa-pipa saluran air, gang-gang, serta jalan-jalan, namun dikerjakan dengan memastikan keberlangsungan komunitas tersebut. Komunitas-komunitas kemudian bisa membangun perumahan mereka secara bertahap, sesuai langkah-langkah mereka sendiri. Tatkala komunitas-komunitas itu memilih untuk mengeblok ulang, beberapa rumah mungkin harus dipindahkan dan sebagian atau seluruhnya dibangun ulang untuk memperlebar jalan masuk, atau beberapa jalur kecil perlu diluruskan lagi untuk memungkinkan pembangunan saluran-saluran drainase, sistem-sistem penyediaan air bersih, atau got-got. Pengeblokan ulang seringkali dikerjakan dalam kasus-kasus di mana komunitas-komunitas telah berunding untuk membeli atau memperoleh pinjaman jangka panjang atas tanah yang sudah
mereka pakai. Dalam kedua kasus tersebut, proses pengeblokan ulang merupakan satu langkah penting menuju jaminan kepemilikan tanah dan perumahan. 3. Berbagi tanah. Berbagai tanah adalah sebuah strategi perumahan dan permukiman yang membiarkan pemilik tanah maupun warga komunitas untuk tinggal di atas tanah tersebut dengan membagi tanah tersebut serta memberi izin pada warga komunitas untuk membeli atau menyewa sebagian tanah tersebut untuk perumahan. Dalam pembagian tanah ini, komunitas mendapat jaminan melalui kepemilikan tanah, dan warga kemudian bisa bergotong-royong untuk merancang dan membangun perumahan mereka yang baru di atas tanah jatah mereka di lokasi itu. 4. Pembangunan ulang atau Rekonstruksi. Dalam strategi ini, komunitas-komunitas yang ada dibangun ulang secara total di atas tanah yang sama, atau di atas tanah yang dekat dari kampung asal mereka, dengan luas wilayah yang sama, baik dengan cara menyewa dalam jangka panjang atau pembelian secara tunai. Jaminan hak guna tanah di wilayah yang baru memunculkan dorongan yang kuat bagi warga komunitas untuk berinvestasi dalam perumahan mereka, dengan cara membangun ulang atau konstruksi yang baru. Meskipun pilihan rekonstruksi melibatkan pembuatan perubahan-perubahan fisik yang besar dan mensyaratkan beberapa adaptasi pada lingkungan baru, strategi ini membuat warga bisa terus tinggal di wilayah yang sama dan tetap dekat dengan tempat kerja mereka. Keberlanjutan berada di tempat tinggal yang sama ini merupakan berkah dari sulitnya upaya pembangunan ulang.
5. Pemindahan atau Relokasi. Keuntungan terbesar dari strategi pemindahan ialah bahwa biasanya ia mendatangkan jaminan keamanan perumahan, melalui hak-hak guna tanah, kepemilikan, atau semacam penyewaan tanah berjangka panjang. Namun, lokasi pemindahan biasanya jauh dari lokasi komunitas yang sekarang, kesempatan kerja, struktur-struktur pendukung, dan sekolahsekolah. Warga komunitas yang ingin tetap pada pekerjaan mereka sebelumnya atau bersekolah di sekolah yang sama, harus menganggung biaya dan waktu tambahan serta harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Dalam kasus-kasus relokasi, komunitas menghadapi biaya rekonstruksi rumahrumah mereka di tempat yang baru, dan dalam beberapa kasus ada beban tambahan seperti pembelian tanah. Namun jaminan kepemilikan cenderung menjadi sebuah dorongan yang besar untuk berinvestasi dalam perumahan dan pengembangan lingkungan di komunitas yang baru.
12 KOMPOR Edisi 2/Juni 2005
Menciptakan Sebuah Sistem Formal yang Tidak Terlalu Formal… Seringkali terjadi ketika sebuah kelompok orang berupaya membuat struktur formal untuk menyelesaikan sejumlah tugas baru, mereka selalu terjebak menciptakan lagi sistem formal yang konvensional, top-down, hierarkis, dan terpusat yang sudah mereka kenal. Dan sebelum mereka menyadarinya, mereka telah terjerat begitu kuat sehingga tidak bisa bergerak sedikitpun dan tak bisa melakukan hal baru sama sekali. Orang-orang progressif selalu menceburkan diri ke dalam suatu sistem politik dengan ide besar untuk merombak sistem atau melakukan suatu hal baru, tetapi kebanyakan tak kesampaian. Terlalu banyak kepentingan pribadi, terlalu terlembagakannya struktur hierarkis dan top-down lama, terlalu banyak rintangan. Ide-ide itu menguap. Dengan Baan Mankong, daripada mencoba mengubah sistem dari dalam, program ini kurang lebih membiarkan sistem yang ada dan menciptakan platform baru untuk kerjasama. Yakni ruang kerjasama agar kelompok-kelompok yang berkepentingan yang biasanya tak saling berhubungan bisa bekerja bersama dalam posisi yang lebih setara. Platform yang dibuat program ini mungkin sedikit formal, tetapi tidak terlalu formal. Kelompok-kelompok tersebut harus sepakat dengan apapun sistem pengembangan yang mereka rancang di kota mereka, tetapi sistem itu tidak harus sepenuhnya menjadi bagian dari sistem pemerintah kota. Adalah penting untuk menjaga kelenturan agar semua pihak merasa bebas mengekspresikan dirinya, dan berpikir serta bertindak sebagai sebuah kelompok. Bentuk kerja sama ini merupakan hal baru bagi struktur politik kota saat ini. Karena tidak berada dalam kekuasaan satu pihak, banyak hal yang dimungkinkan, dan yang jelas ini merupakan
Desentralisasi: Desentralisasi merupakan salah satu alasan kuat untuk menciptakan kerjasama yang lebih baik dan lebih setara di kota-kota Thailand. Sesuai dengan kebijakan pemerintah mengenai desentralisasi (yang merupakan bagian dari Rencana Nasional Thailand yang ke-9), sejak tahun 2003, 22% anggaran nasional diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah kota. Dan mulai tahun 2006, kota-kota akan menerima 35% anggaran nasional. Newsletter Kompor ini diterbitkan oleh Uplink bekerjasama dengan kerjasama UPC dan Lafadl Jogjakarta. Segala sumbangan untuk newsletter dan dana kemanusiaan jaringan rakyat miskin kota dapat dialamatkan ke: Uplink (Urban Poor Linkage) Kompleks Billy Moon H 3/3 Pondok Kelapa, Jakarta Timur Tel/Fax: (62-21) 864-1987 Email:
[email protected] Website: http://uplink.urbanpoor.or.id
Belajar sambil Bekerja Ada banyak sekali konsep-konsep besar dalam pekerjaan di balik program Baan Mankong dan isu-isu struktural yang lebih luas tentang kemiskinan dan tanah yang disentuh oleh proyek perbaikan ini. Namun, seiring dengan meningkat dan meluasnya kerja perbaikan ini ke kota-kota di seluruh penjuru negeri, diskusi-diskusi yang bersifat ideologis cenderung menyurut. Satu perbedaan besar antara program ini dan strategi-strategi lain yang mirip adalah bahwa program ini merupakan sebuah gerakan “kerja”. Fokus program ini pada “kerja” telah dimulai dengan proyek-proyek percontohan, yang dikerjakan sesaat setelah program ini dilansir. Gagasan utamanya ialah menjadikan proyek-proyek percontohan tersebut sebagai pusat-pusat belajar, di mana rakyat di seluruh negeri bisa datang untuk melihat, menirunya jika mereka suka, sembari menghimpun gagasan-gagasan tentang kemungkinan-kemungkinan dan prosedurprosedur upaya peningkatan kualitas yang tidak berangkat dari konsep-konsep mulukmuluk, namun dari apa yang mereka lihat pada orang lain yang sungguh-sungguh bekerja—dengan tangan mereka sendiri. Inilah cara untuk membuka proses peningkatan kualitas sehingga setiap orang bisa menjadi bagian darinya, sehingga setiap orang bisa melihat bahwa hal itu sebenarnya bisa dilakukan. Pekerjaan konstruksi di lokasi-lokasi proyek ini disaksikan oleh banyak pihak: jumlah pengunjung proyek-proyek ini membludak, namun sejauh ini tak ada yang mengeluhkan banyaknya warga komunitas, para pekerja LSM, pejabat pemerintah, tokoh-tokoh terkemuka, para arsitek asing, dan para mahasiswa dari universitas