RUMUSAN RAPAT KONSOLIDASI KONTRAK KINERJA PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU (PSDS/K) 2014 Jakarta, 3 – 4 Pebruari 2012
Para peserta Rapat Konsolidasi Kontrak Kinerja Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K), setelah mendengarkan arahan Menteri Pertanian, sambutan Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, paparan Eselon II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, pembahasan Flu Burung dan diskusi materi Kontrak Kinerja, pembahasan khusus Pembangunan Peternakan Masa Mendatang dengan Perguruan Tinggi, dan Sarasehan Pencapaian PSDS/K 2014 merumuskan hal-hal sebagai berikut:
I.
PERCEPATAN PENCAPAIAN KINERJA 1.
Pada tanggal 4 Februari 2012 telah dilakukan penandatanganan kontrak kinerja antara Dirjen Peternakan dan Keswan dengan para Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan seluruh Indonesia dan para Kepala UPT lingkup Ditjen Peternakan dan Keswan. Kontrak kinerja mencakup komitmen kedua belah pihak dalam rangka pencapaian target produksi, pertumbuhan populasi dan pertambahan berat badan harian sapi dan kerbau serta komitmen penyerapan anggaran.
2.
Pada pertemuan tersebut, Menteri Pertanian RI menekankan bahwa harus dipastikan tidak ada sisa anggaran yang tidak dilaksanakan kecuali karena efisiensi. Penggunaan anggaran harus berorientasi pada manfaat. Oleh karena itu, Menteri Pertanian RI meminta kontrak kinerja penyerapan anggaran disertai dengan evaluasi, agar ada gambaran utuh dalam menerapkan reward dan punishment.
3.
Menteri Pertanian RI juga mengingatkan pentingnya peran perbibitan dalam penyediaan bibit untuk mewujudkan peningkatan produktivitas ternak. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan diharapkan segera melakukan pembenahan terhadap Unit Pelaksana Teknis Pembibitan untuk mengoptimalkan fungsinya.
II.
PELAKSANAAN FUNGSI-FUNGSI PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
A. Fungsi Kesekretariatan 1. Kontribusi pemerintah untuk terus menurunkan proporsi sapi bakalan dan daging sapi impor memerlukan dukungan serius dan konkrit dari seluruh provinsi. Salah satu indikator keseriusan adalah tercapainya sasaran teknis (populasi dan peningkatan berat badan sapi/kerbau) dan pemanfaatan APBN (penyerapan anggaran 25%, 40% dan 70% masing-masing pada triwulan I, II dan III) untuk menghasilkan output dari fungsi-fungsi perbibitan, pakan ternak, budidaya ternak, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen, serta manajemen pembangunan peternakan dan kesehatan hewan. Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan memantau serapan anggaran dan pemanfaatannya secara periodik, dan penurunan proporsi sapi bakalan dan daging impor. Para peserta sepakat agar Road Map dalam Blue Print tetap dijadikan dasar dan dipedomani. 2. Data PSPK tahun 2011 perlu dipelihara agar selalu terbarukan (up-date) pada tahun-tahun berikutnya, sehingga diperoleh basis data yang akurat untuk menghitung jumlah populasi ternak dan ketersediaan daging sebagai dasar penetapan proporsi penyediaan dalam negeri dan impor. Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan segera menyiapkan petunjuk pemeliharaan data PSPK.
B. Fungsi Perbibitan 1. Kegiatan dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas benih/bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal pada tahun 2012 adalah : 1) penguatan manajemen pembibitan ternak; 2) peningkatan penerapan uji zuriat dan uji performance; 3) pengelolaan dan penerapan rumpun/galur ternak serta perwilayahan sumber bibit; 4) penguatan pembibitan daerah; 5) pengendalian sapi/kerbau betina produktif dan pembinaannya; 6) penambahan indukan sapi potong dan sapi perah; 7) pengembangan KUPS; 8) pengawasan dan pengawalan pembibitan ternak pada kelompok serta koordinasi perbibitan; dan 9) dukungan perbibitan dalam pengembangan kawasan, dan 10) peningkatan produksi bibit unggul dan benih pada Unit Pelaksana Teknis Pembibitan. 2. Khusus untuk penyelamatan sapi betina produktif, maka kegiatan akan diteruskan pada TA. 2012 dengan penekanan pada aspek perbibitan (penguatan, penjaringan dan penyelamatan)
C. Fungsi Pakan 1. Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal dilakukan melalui kegiatan : 1) penguatan produksi benih/bibit Hijauan Pakan Ternak (HPT) di UPT (Pusat dan Daerah) serta pengembangan kelompok penangkar benih HPT; 2) penumbuhan kelompok pola integrasi; 3) penataan dan pengembangan padang penggembalaan; 4) pengembangan lumbung pakan ruminansia; 5) penumbuhan unit usaha HPT; 6) pengembangan Unit Pengolah Pakan (UPP) dan Pabrik Pakan Skala Kecil (PP-SK) Sapi Potong/Sapi Perah; dan 7) pengembangan Mutu Pakan, Lab Pengujian dan Pengawasan Mutu Pakan. 2. Komitmen dan dukungan dari pemerintah (pusat dan daerah), swasta dan masyarakat dalam menanggulangi ancaman ketersediaan pakan diperlukan untuk menghadapi: 1) Ancaman ketersediaan pakan/bahan pakan akibat perubahan iklim (global warming), yang dampaknya berpengaruh secara internasional; 2) Ancaman terhadap keamanan pakan; 3) Berkurangnya areal penggembalaan dan areal produksi bahan pakan akibat adanya pergeseran/ alih fungsi lahan; dan 4) Belum optimalnya pemanfaatan lahan perkebunan sawit dan hasil pengolahan sawit sebagai sumber pakan.
D. Fungsi Budidaya 1. Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal dilaksanakan melalui kegiatan: 1) pengembangan budidaya sapi potong, 2) pengembangan budidaya kerbau, 3) peningkatan kapasitas petugas IB, PKB dan ATR, 4) optimalisasi IB, 5) optimalisasi INKA, 6) pengembangan kawasan sapi potong, 7) pengembangan kawasan kerbau, 8) pengembangan budidaya sapi perah, 9) pengembangan kawasan sapi perah, dan 10) pemberdayaan kelompok melalui SMD dan LM3. 2. Dalam rangka mengoptimalkan dan menjamin tercapainya sasaran kesepuluh kegiatan yang mendukung PSDSK 2014 tersebut, harus didukung dengan penguatan kelembagaan pelaku usaha. Strategi penguatan kelembagaan dilakukan melalui peningkatan kapasitas pelaku usaha, sehingga mereka mampu mengakses dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara maksimal.
E. Fungsi Kesehatan Hewan 1. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pengendalian penyakit, penyelenggaraan Sistem Kesehatan Hewan Nasional (siskeswanas), penguatan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan, pengawasan terhadap penyakit hewan, serta pengujian dan penyidikan veteriner. 2. Isu penting kesehatan hewan yakni : 1) ancaman Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) dan EID/penyakit yang baru muncul; 2) merebaknya kembali kasus AI; 3) rendahnya peningkatan populasi akibat gangguan status reproduksi; 4) semakin berkurangnya sumberdaya teknis keswan; 5) kurang optimalnya fungsi kelembagaan kesehatan hewan daerah; dan 6) terkendalanya akses informasi penyakit hewan. 3. Upaya pencapaian target pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan, diperlukan penguatan kelembagaan pelayanan kesehatan hewan dan SDM teknis yang kompeten, serta dukungan lintas disiplin ilmu non teknis (antropologi, komunikasi, ekonomi dan lain-lain) yang secara kontinyu didiskusikan (FGD). 4. Dalam rangka mengefektifkan pencapaian target kegiatan kesehatan hewan diperlukan penguatan kajian analisa resiko, monitoring dan surveilans yang sistematik dan tepat sasaran, sistem informasi kesehatan hewan yang kuat, penguatan SDM dan kelembagaan kesehatan hewan serta pembentukan emergency zoonosis centre. Penguatan tersebut diperlukan mengantisipasi ancaman merebaknya penyakit hewan menular dalam kerangka kewaspadaan dini (early warning system) secara tepat di tingkat lapangan, dan sebagai bahan pengambilan bahan kebijakan yang tepat dan akurat dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
F. Fungsi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen 1. Kegiatan penjaminan pangan asal hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) serta pemenuhan persyaratan produk hewan non-pangan dilaksanakan melalui: Pengendalian Mutu dan Survailans Residu (PMSR), pembinaan pendapatan kesrawan dan pengendalian zoonosis, serta pembinaan pasca panen, hygiene sanitasi, dan pengawasan sanitary dan keamanan produk hewan. 2. Fokus kegiatan tahun 2012 diarahkan pada revitalisasi RPH, dengan memperhatikan karakteristik wilayah produsen dan konsumen dengan tujuan output RPH dapat menghasilkan daging yang memenuhi kriteria ASUH, dalam bentuk hot carcass (karkas segar), chilled carcass (karkas yang dilayukan)
dan frozen carcass (karkas beku) untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan daging, hotel, restoran, kafe, pasar tradisional, dan rumah tangga. 3. Tantangan dan peluang yang dihadapi industri daging di Indonesia dengan memperhatikan: 1) pasar global dipengaruhi oleh daya saing (equivalensi sistem jaminan keamanan dan kehalalan pangan), ternak dan daging impor serta isu kesejahteraan hewan; 2) pasar domestik dipengaruhi oleh kemampuan produksi, ketersediaan ternak siap potong, RPH yang berkualitas, kuantitas, tingkat konsumsi masyarakat, serta 3) perubahan perilaku konsumen (tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, gaya hidup) dan upaya mengarahkan konsumen dari mengkonsumsi hot carcass ke chilled carcass dan frozen carcass. 4. Pola penyediaan dan pemberdayaan industri daging dalam negeri dengan melakukan perbaikan atau renovasi pembangunan RPHR agar sesuai dengan Permentan No. 13 Tahun 2010 tentang persyaratan RPH Ruminansia dan unit penanganan daging.
III.
ISU-ISU LAINNYA
A. Isu Flu Burung 1. Sejak terjadinya wabah AI pada unggas di Indonesia yang dideklarasi pada bulan Januari 2004, jumlah kasus secara bertahap menurun setiap tahun yakni tahun 2011 sebanyak 1411 kasus. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding tahun sebelumnya 1502 (2010), 2293 (2009), 1.413 (2008), 2.751 (2007). 2. Walaupun kasus AI pada unggas secara nasional terjadi sepanjang bulan setiap tahunnya, namun berdasarkan data laporan dari lapangan bahwa terdapat kecenderungan terjadi peningkatan kasus AI pada setiap bulan Januari sampai dengan April setiap tahunnya. Kasus AI pada unggas tahun 2012 (tanggal 1 s/d 31 Januari 2012) sebanyak 39 kasus pada 26 Kabupaten/Kota di 11 Provinsi, 3. Merebaknya kasus flu burung perlu diwaspadai untuk mendapatkan penanganan secara tepat. Untuk itu perlu mengoptimalkan berjalannya Sistem Kesehatan Hewan Nasional, yang didukung oleh pelaporan yang up to date dan akurat dari petugas lapangan, sebagai dasar pengambilan kebijakan. 4. Delapan Strategi Utama Pengendalian AI pada unggas adalah: (1) biosekuriti, (2) depopulasi, (3) surveilans, (4) vaksinasi, (5) pengawasan
lalu lintas unggas, (6) restrukturisasi usaha perunggasan, (7) public awareness, (8) penegakan peraturan dan penerapan SOP. B. Dukungan Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Peternakan 1. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menetapkan empat pilar pembangunan peternakan : 1) menjamin ketersediaan bibit dan benih yang unggul, 2) membangun sistem kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, 3) menjamin ketersediaan pakan ternak terkait importasi bahan baku pakan di yang sangat tinggi, sehingga perlu mengoptimalkan pemanfatan sumber pakan lokal, 4) mengoptimalkan faktor pendukung yakni : i. Sumber daya manusia peternakan : menyiapkan SDM peternakan dan kesehatan hewan yang kredibel dan profesional, serta kompetensinya diakui melalui sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga yang kompeten. Indikator dari kompetensi diukur berdasarkan standar kompetensi melalui pelatihan yang kurikulumnya baku. ii. Infrastruktur : revitalisasi RPH serta sarana dan prasarana pendukung lainnya iii. Modal : penilaian perbankan terhadap bisnis dibidang peternakan saat ini cukup baik, yang semula dikategorikan pada high risk menjadi medium risk. 2. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mendorong terbentuknya forum komunikasi antara Ditjenak dan Keswan dengan seluruh perguruan tinggi dengan fokus pada fungsi-fungsi yaitu pakan, bibit, keswan dan kesmavet. 3. Pengembangan peternakan akan diarahkan untuk pengembangan kawasan dengan 3 kriteria yakni: 1) kawasan integrasi tanaman dengan ternak yang difokuskan pada integrasi sapi-sawit, dengan model yang saling menguntungkan, 2) kawasan padang penggembalaan yang difokuskan pada daerah yang masih memiliki luas lahan yang cukup, dan 3) kawasan penduduk padat. 4. Peran perguruan tinggi dalam menjamin ketersediaan pakan diharapkan difokuskan untuk mencari alternatif sumber pakan lokal yang ekonomis, sebagai subtitusi bahan baku pakan impor (jagung, bungkil kedelai dan MBM), termasuk model penyimpanan pakan yang dapat diaplikasikan di lapangan. Pengembangan sumber pakan lokal yang ekonomis akan ditindaklanjuti dengan para pelaku bisnis di bidang pakan ternak. 5. Pengembangan pembibitan diarahkan untuk: 1) melestarikan sumber daya genetik hewan (SDG Hewan) lokal/asli dan melakukan pemurnian ternak lokal, 2) membentuk bangsa baru melalui persilangan yang terarah, 3) persilangan ternak (khususnya sapi potong) yang bertujuan untuk menghasilkan daging dapat dioptimalkan melalui fungsi budidaya ternak.
6. Forum komunikasi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan Perguruan Tinggi pada fungsi perbibitan diantaranya difokuskan pada pemanfaatan SDG ayam lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap importasi bibit ayam ras dan penanggulangan penurunan mutu genetik ternak sapi potong. 7. Perguruan tinggi mengusulkan agar kebijakan pemasukkan sapi bakalan dari luar negeri yang menyertakan 10% diantaranya adalah sapi betina yang akan dikembangbiakan di Indonesia, perlu dikaji ulang karena berpotensi pemasukkan dan penyebaran penyakit hewan yang merugikan di Indonesia. 8. Perlu perlindungan terhadap aset peternakan dan kesehatan hewan di lapangan, sehingga sarana peternakan yang ada seperti RPH dapat dilindungi dengan peraturan pelarangan pembangunan pemukiman di sekitarnya. Dengan demikian kelayakan lokasinya dapat tetap dipertahankan. 9. Dalam rangka meningkatkan efektifnya peran kesehatan hewan, maka peranan data sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, perlu perhatian yang lebih baik lagi kepada para petugas medik dan para medik di lapangan. Dengan demikian siskeswanas harus terpadu dengan sistem lainnya
C. SARASEHAN PSDSK TAHUN 2014 1. Persoalan yang banyak dihadapi sektor peternakan dan kesehatan hewan di lapangan lebih banyak menghadapi kendala non-teknis dibandingkan kendala teknis. Oleh karena itu perlu peningkatan kualitas perencanaan dan pengganggaran melalui peningkatan kualitas data di bidang peternakan dan kesehatan hewan secara kontinyu. Selain itu juga perlu peningkatan akses serta pemanfaatan data dan informasi peternakan dan kesehatan hewan. 2. Perhatian dalam bentuk alokasi anggaran dan peningkatan sistem informasi kesehatan hewan nasional dalam bidang kesehatan hewan sangat penting karena dampak negatif yang ditimbulkan oleh merebaknya penyakit hewan menular dapat memberikan kerugian ekonomi dan sosial yang besar. 3. Dalam pembangunan peternakan, aspek skala usaha yang ekonomis perlu diperhatikan untuk menjamin keuntungan dari usaha peternakan. Disamping itu, aspek produksi dan distribusi juga merupakan titik kritis untuk meningkatkan pendapatan peternak, sehingga perlu dipertimbangan untuk difasilitasi dalam revisi UU 18 tahun 2009. Selain itu perlu inovasi-inovasi
untuk meningkatkan ketersediaan pasokan daging sapi di dalam negeri dengan orientasi yang berpihak kepada kesejahteraan masyarakat luas. 4. Upaya peningkatan pendapatan peternak tersebut, tidak terlepas dari kemampuan daya saing usaha peternakan. Peningkatan daya saing peternakan diharapkan diperoleh dari peningkatan keluaran per satuan input dan penciptaan wirausaha baru. Peningkatan pendapatan peternak diperoleh dengan cara penyelarasan rantai nilai di tingkat hulu-usahatani–hilir dalam industri daging sapi sehingga tercipta nilai tambah melalui industrialisasi peternakan dan penciptaan pertumbuhan yang inklusif. 5. Dari perspektif mikro, daya saing didefinisikan sebagai pertumbuhan produktivitas yang berkelanjutan yang didorong oleh kualitas operasi dan strategi bisnis, kualitas lingkungan bisnis dan iklim ekonomi makro yang sehat dan kondusif. Sedangkan dari perspektif makro, daya saing menunjukkan sejauh mana negara dalam kondisi pasar bebas dan adil dapat memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar internasional, sekaligus dapat mempertahankan dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang. 6. Pembangunan peternakan dan kesehatan hewan harus memperhatikan empat aspek yaitu: (1) pro kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan; (2) pro penciptaan kesempatan kerja; (3) pro pertumbuhan ekonomi; dan (4) pro lingkungan. Demikianlah rumusan pertemuan ini dibuat dan disepakati bersama sebagai dasar untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dari Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014.
Jakarta, 4 Pebruari 2012
TIM PERUMUS