HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU SAAT MENGHADAPI PROSES PERSALINAN DI BPS Ny. Hj. AMALIA Amd.Keb SIMOGIRANG PRAMBON SIDOARJO 1 2
Eka Kusfarini1, Nur Saidah, M.Kes2 Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit ABSTRACT
The support or involvement of the husband is very necessary in a mother's psychological development that facing the birth process. The purpose of this study to determine the relationship between husband assistancy with anxiety on the laboring mother. This was a crossectional study. Assisted by husband as an independent variable and anxiety during labor as the dependent variable. The study population of all labor mothers in BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang, Prambon, Sidoarjo as many as 30 maternal. Samples were taken by concecutive sampling of 24 respondents. Data were collected with a questionnaire and tested with the chi square test and presented in tabular form. Results showed that 13 respondents who are not accompanied her husband there was 1 respondent (4.1%) who did not experience anxiety, 7 respondents (29.1%) had anxiety and 5 being the respondents (20.8%) experienced severe anxiety. The results of mann-whitney test data showed that Z = 2,531, Z table = 0.0288, ρ = 0,015 dan α = 0,05 so that ρ < α then H0 rejected and H1 accepted means there is a relationship between husband assistance with the level of anxiety when faced the labor. Husband assistance will give a good impact on psychological wives so that they can perform labor well, safely and smoothly.The results could be used as additional information and insight for the community about the delivery process so as to enhance the knowledge held by the public, especially the husband that will have children so as to determine appropriate action in the face of labor later. Keywords: Husband assistance, Anxiety, labor. A. PENDAHULUAN Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahm ibu, persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan setelah 37 minggu dan tanpa disertai adanya penyulit (APN, 2008). Berbagai perasaan akan muncul ketika ibu sedang menghadapi persalinan seperti merasa cemas, khawatir, dan gelisah yang belum jelas sebabnya sehingga dapat menghambat proses persalinan sedangkan pada bayi terjadi asfiksi. Saat inilah dukungan atau keterlibatan suami sangat diperlukan dalam perkembangan kejiwaan seorang ibu yang sedang menghadapi proses persalinan. Beberapa hal yang dapat di lakukan suami dalam perkembangan kejiwaan seorang ibu atau istri selama proses persalinan berlangsung yaitu memberikan dukungan emosi, serta memberikan semangat dan kenyamanan pada ibu. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia (Meneg, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan di BPS Idawati Lampung Selatan pada bulan Mei 2009 diperoleh data dari 20 responden ibu primigravida dan 20 ibu multigravida terdapat tingkat kecemasan pada ibu bersalin primigravida didapatkan tingkat berat sebesar 83,4%, tingkat sedang sebesar 16,6%. Tingkat kecemasan pada ibu multigravida didapatkan tingkat berat sebesar 7%, tingkat sedang sebesar 71,5% dan tingkat ringan sebesar 21,5%. Ibu bersalin yang di tunggu suami lebih jarang mengalami kecemasan dari pada yang tidak didampingi oleh suami, kehadiran seorang suami saat persalinan 22
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
memberikan manfaat pada seorang ibu terutama pada proses persalinan seperti persalinan berjalan lebih singkat, nyeri berkurang, robekan jalan lahir berkurang, nilai APGAR lebih baik, keadaan emosi ibu lebih stabil. Akan tetapi masih saja banyak suami yang tidak mendampingi istrinya selama proses persalinan sehingga mempengaruhi proses persalinan (Iskandar, 2005). Dukungan psikologi dan perhatian akan memberi dampak tehadap pola kehidupan sosial keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, kasih sayang dan empati pada wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber daya misalnya: tenaga ahli, cara penyelesaian persalinan normal,akselerasi,kendali nyeri dan asuhan neonatal (Saiffudin, 2001) Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Namun kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki- laki (UNICEF, 2000). Pada kenyataannya di Indonesia masih terjadi permasalahan adanya ketimpangan gender baik dalam informasi maupun peran sehingga masih adanya anggapan bahwa kesehatan reproduksi adalah urusan perempuan. Selama ini pendampingan suami dalam proses persalinan dianggap aneh bahkan cenderung suami tidak ingin tahu bagaimana penderitaan istri yang sedang berjuang dengan penuh resiko dalam menghadapi persalinan (Depkes RI, 2000). Berdasarkan studi pendahuluan yang ada di BPS Hj. Amalia Amd.Keb Simogirang, Prambon, Sidoarjo pada tanggal 18 April – 02 Mei 2011 terdapat 6 ibu bersalin yang tidak didampingi suami terlihat tegang, gelisah dan pada saat wawancara ibu bersalin menyatakan bahwa dia merasa khawatir dengan kondisi kehamilan dan berharap sekali suaminya bisa datang sebelum bayinya lahir. Sedangkan 4 ibu bersalin yang sudah didampingi suami terlihat rileks, tenang dan pada saat wawancara ibu menyatakan bahwa dia merasa baik-baik saja karena ada suami yang sedang menunggui disampingnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan atau bidan yaitu memberikan semangat, mau mendengarkan keluhan ibu, dan memberikan perhatian penuh sebab kecemasan ibu dapat diatasi oleh rasa percaya diri (Bony, 2004). Untuk mengatasi kecemasan pada seorang ibu saat proses persalinan, maka kecemasan tersebut dapat ditanggulangi dengan ibu berusaha menenangkan diri serta menghilangkan sumber kecemasan satu persatu sehingga kepercayaan diri semakin meningkat. Selanjutnya serahkan sepenuhnya kepada tenaga kesehatan serta Tuhan Yang Maha Esa, selain itu juga diharapkan adanya dukungan dari suami dan keluarga serta tenaga kesehatan untuk melaksanakan asuhan sayang ibu selama proses persalinan, karena keberadaan suami sangatlah penting dalam menciptakan rasa aman dan nyaman, pada seorang istri atau ibu saat melakukan persalinan terutama saat mengkoordinasikan kekuatan his dan mengejan (Ayub, 2008). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang ”Hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan ibu saat menghadapi proses persalinan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Pendampingan Suami a. Pengertian Pendampingan adalah menemani dan menjaga, menyertai dalam suka dan duka. Suami adalah pria yang menjadi pasangan istri. Pendampingan suami adalah pria yang menjadi pasangan istri yang menemani dan menjaga istri (Depdiknas, 2001). Kehadiran suami sangat membawa ketentraman bagi istri yang akan bersalin, suami juga dapat memainkan peran yang aktif dalam memberikan dukungan fisik dan dorongan moral kepada istrinya. Suami mempunyai hak untuk berada dalam kamar bersalin, tetapi ada sebagian istri yang tidak menghendaki kehadiran suami di kamar bersalin dan akan merasa lebih nyaman bila didampingi petugas kesehatan. Sepanjang
23
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
pasangan suami-istri tersebut menghendakinya mereka akan merasa senang jika diperbolehkan bersama-sama dalam kamar bersalin (Bony, 2004). Proses persalinan merupakan pengalaman yang menguras banyak tenaga, emosi secara fisik. Oleh karena itu akan sangat menyenangkan jika dapat membagi pengalaman tersebut dengan seseorang, pilihan pertama yang dipilih adalah suami karena ia telah terlibat dengan proses kehamilan sejak awal. Perlu diketahui bahwa tidak semua suami dapat menjadi pendampingan persalinan istrinya. Oleh karena itu aturlah pendampingan pengganti untuk berjaga-jaga jika suami berhalangan, orang tersebut adalah ibu kandung, ibu mertua, saudara atau sahabat perempuan ibu (Anna, 2008). b. Peran suami dalam proses persalinan Menurut Bobak (2004) peran suami dalam proses persalinan dibagi menjadi 3 tingkatan 1) Sebagai pengarah atau pemimpin persalinan a) Membantu menghitung kontraksi sehingga ibu mengetahui kemajuan persalinan b) Memberi dorongan dan keyakinan pada ibu selama persalinan c) Membantu menciptakan suasana nyaman di ruang bersalin d) Aktif dalam membantu teknik bernafas, relaksasi dan mengatasi nyeri 2) Sebagai anggota tim penolong persalinan Berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan yang diminta ibu selama proses persalinan yakni sebagai penyaksi persalinan. Hal yang wajar jika pendamping persalinan gugup menghadapi persalinan. Memang, sulit menyaksikan orang terkasih menderita kesakitan saat bersalin. Meskipun demikian, akhirnya banyak suami bersyukur karena diberi kesempatan menjadi saksi peristiwa ajaib yaitu kelahiran bayi, sehingga dapat mempererat hubungan dengan istri karena sudah bersama-sama melalui sebuah momen khusus. Adapun peran yang dipilih suami tampaknya sangat berkaitan dengan pola interaksi hubungan suami istri sejak belum adanya kehamilan. Tingkat ketergantungan, saling berbagi dan saling pengertian diantara mereka seringkali menjadi prediktor bagi suami untuk berperan selama proses persalinan. c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendampingan istri bersalin Menurut Kurniasih, (2004) agar pendampingan suami saat istri bersalin berjalan lancar ada beberapa hal yang perlu dicermati, seperti : 1. Siap mental Semakin banyak informasi yang didapat suami soal bagaimana proses persalinan berlangsung, semakin baik karena suami akan mendapatkan gambaran sehingga mentalnya lebih siap. Pahami kondisi pasangan yang tengah cemas, takut dan kesakitan. 2. Bersikap tenang Menghindari perasaan terlalu cemas atau panik dan jangan terpancing emosi dengan reaksi dan perlakuan istri. 3. Menerima sikap dan reaksi istri Memahami bahwa respon istri yang tak mengenakkan, seperti berkata kasar, menggit tangan suami, memukul atau lainnya, bukan karena istri membenci suami melainkan reaksi dari kesakitan yang dirasakannya. 4. Tidak memberikan nasehat dan kata-kata yang membuat istri makin panik 5. Mendahulukan kebutuhan istri dibanding dokumentasi Kehadiran suami diruang bersalin biasanya untuk membuat dokumentasi foto atau film kelahiran sikecil. Namun, jika nyatanya istri merasa tidak nyaman dan 24
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
membutuhkan dukungan yang baik dari suami, lupakan dulu urusan dokumentasi ini. Sebagai jalan tengah, mungkin bisa dicari petugas medis yang bersedia membantu mengambil gambar atau merekam gambar proses persalinan sementara ayah tetap mendampingi ibu. d. Manfaat pendampingan istri bersalin Menurut psikolog dari RS Fatmawati Masera Idul Adha (2004) bagi suami yang siap fisik dan mentalnya dalam mendampingi istri bersalin mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Memberi rasa tenang dan penguat secara psikis pada istri Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri dalam menjalani proses persalinan itu. Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi kecemasan, ketakutan dan mengurangi kepanikannya. 2. Selalu ada bila dibutuhkan Dengan berada disisi istri, suami siap membantu apa yang dibutuhkan istri, dari mengambilkan minum hingga mengelap keringatnya. Ketika ada suatu tindakan dokter yang memerlukan keputusan keluarga, seperti tindakan vakum atau operasi akan ada suami yang akan memberikan persetujuan atau tindakan segera. 3. Kedekatan emosi suami istri bertambah Suami akan melihat sendiri perjuangan antara hidup dan mati sang istri saat melahirkan membuatnya akan bertambah sayang pada istrinya. 4. Menumbuhkan naluri kebapakan Tapi bukan jaminan pasti bahwa kehadiran saat istri melahirkan akan langsung mendekatkan ayah dan anak. Sebab banyak faktor lain. Namun setidaknya perhatian yang diberikan ayah saat kelahiran sang buah hati sudah bisa menumbuhkan keterikatan dengan anaknya. Bisa dikatakan itu merupakan modal awal perlu diteruskan dengan ikutnya ayah terlibat dalam pengasuhan sikecil. 2. Konsep Dasar Kecemasan a) Pengertian Kecemasan (anxietas) adalah suatu keadaan dimana individu/ atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivisi sistem saraf otonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas non spesifik (Carpenito, 2000). Kecemasan (anxiety) adalah suatu perasaan yang sifatnya umum dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Beberapa ahli teori sosial berpendapat bahwa wanita memiliki resiko dalam masyarakat dan sifat-sifat dasar mereka dalam menjalani hubungan dengan orang lain (Wirawihardjo, 2005). Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang, dan karena itu tidak berlangsung lama (Ramaiah, 2003). b) Teori – teori Kecemasan Menurut Stuart dan Sundeen (2003) terdapat teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab kecemasan, diantaranya adalah: a. Teori psikoanalitik Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara elemen kepribadian yaitu “Id dan Superego”. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive 25
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
seseorang sedangkan Superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya. b. Teori interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. c. Teori prilaku Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan ynag diinginkan. Individu yang terbiasa dihadapkan ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. d. Teori keluarga Gangguan kecemasan merupakan hal yang ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan antar gangguan kecemasan dengan depresi. e. Teori biologis Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Freud mengidentifikan dua jenis situasi yang menimbulkan kecemasan. Satu situasi melibatkan stimulasi istinktual yang melanda, prototip dari ini adalah pengalaman kelahiran. Situasi kedua disebut dengan kecemasan sinyal (signal anxiety) bekerja pada tingkat bawah sadar dan berperan memobilisasi kekuatan ego untuk mengatasi bahaya. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada proses persalinan Menurut Stuart & Sundeen (2003) factor – factor yang mempengaruhi kecemasan sebagai berikut : a. Stressor Predisposisi Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan rasa ketidakmampuan individu berfikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. 4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepine, karena benzodiazepine dapat menekan 26
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
neurotransmitter gamma aminobutyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. b. Stressor presipitasi Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian : 1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a) Sumber internal meliputi : kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (missal hamil) b) Sumber eksternal meliputi : paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan., kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal 2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a) Sumber internal , meliputi kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri b) Sumber ekternal meliputi : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya. c. Perilaku Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respons fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui pengembangan mekanisme kosong sebagai pertahanan melawan kecemasan. d. Sumber dan Mekanisme Koping Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari social, interpersonal. Sumber koping tersebut indivdiu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif. Kemampuan indivdiu menaggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati,2005). 4. Tanda-tanda kecemasan Stuart dan Sundeen (2003) berpendapat bahwa kecemasan mempunyai tandatanda yang di bagi sebagai berikut: a. Fisiologis 1) Kardiovaskuler: jantung berdebar, tekanan darah meningkat/ menurun mau pingsan, denyut nadi menurun. 2) Pernafasan: napas cepat atau pendek, tekanan pada dada, napas dangkal, terengah-engah. 3) Neuro Muskular: Mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang. 4) Gastrointestinal: kelihangan nafsu makan, mual diare. 5) Trakfus urinarius: tidak dapat menahan tenang, sering berkemih. 6) Kulit: wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan) wajah pucat.
27
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
b.
5.
Perilaku Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar. c. Kognitif Perhatian terganggu konsentasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, kreativitas menurun. d. Afektif Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, gugup. Tingkat kecemasan Stuart dan Sundeen (2003) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan sebagai berikut: a. Kecemasan ringan Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. b. Kecemasan sedang Kecemasan ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c. Kecemasan berat Kecemasan ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. d. Tingkat panik dari kecemasan Mengukur tingkat kecemasan pasien dapat digunakan skala HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) yang telah dianggap baku (Dadang, 2003) 1) Penilaian Nilai 0 (Tidak ada gejala sama sekali) Nilai 1 (Satu gejala dari pilihan yang ada) Nilai 2 (Separuh dari gejala yang ada) Nilai 3 (Lebih dari separuh dari gejala yang ada) Nilai 4 (Semua gejala ada) 2) Penilaian derajat kecemasan Skor < 6 : Tidak ada kecemasan Skor 6-14 : Kecemasan ringan Skor 15-27 : Kecemasan sedang Skor > 27 : Kecemasan berat Untuk mengetahui sejumlah mana derajat kecemasan seseorang ringan, sedang, berat, atau panik, digunakan alat ukur dengan nama HRS-A yang terdiri dari 14 kelompok gejala masing-masing dirinci secara spesifik dengan gejala sebagai berikut : a) Perasaan cemas Firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung b) Ketegangan Merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar, gelisah. c) Ketakutan Pada gelap, ditinggal sendiri, pada orang asing. 28
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
d) Gangguan tidur Sukar memulai tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyeyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan. e) Gangguan kecerdasan Daya ingat buruk, sulit konsentrasi, sering bingung f) Perasaan depresi Kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari, berkurang kesukaran pada hobi. g) Gejala somatik Sakit dan nyeri kepala, kaku, kedutan otot, gigi gemetar, suara tidak stabil h) Gejala sensorik Telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan di tusuk-tusuk. i) Gejala Cardiovaskuler Denyut nadi cepat, berdebar-debar, denyut nadi mengeras, rasa lemah, jantung hilang sekejap. j) Gejala pernapasan Rasa tertekan di dada, nafas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang, rasa tercekik. k) Gejala Gastrointestinal Sulit menahan mual, muntah, berat badan menurun, konstipasi atau sulit buang air besar, gangguan pencernaan, perut terasa penuh atau kembung. l) Gejala urogenetalia Sering kencing, tidak dapat menahan kencing . m) Gejala vegetatif atau autonom Mulut kering, muka kering mudah berkeringat n) Perilaku saat wawancara Gelisah, tidak tenang, mengerutkan dahi, muka tegang napas pendek dan cepat, muka merah. Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung atau menggunakan kuesioner. Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A ini bukan dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis gangguan cemas, diagnosis gangguan cemas ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter (psikiater), sedangkan alat untuk mengukur derajat berat ringannya gangguan cemas itu digunakan alat ukur HRS-A (Nursalam, 2003). C. METODE PENELITIAN Peneliti menggunakan pendekatan penelitian analitik karena bertujuan untuk menganalisa, membuktikan adanya pengaruh, menguji berdasarkan teori yang ada dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Variabel independent dalam penelitian ini adalah pendampingan suami. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kecemasan ibu bersalin dalam menghadapi persalinan. Hipotesis Penelitian yang diuji dalam penelitian ini antara lain: H0 : Tidak ada hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin.
29
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
H1 : Ada hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang,Prambon,Sidoarjo sebanyak 30 ibu bersalin. Sampel pada penelitian ini diambil dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu target yang terjangkau yang akan diteliti. (Nursalam, 2003). Adapun kriteria pada penelitian ini adalah : a. Ibu bersalin yang bersedia diteliti dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden. b. Ibu bersalin dengan persalinan normal c. Ibu yang didampingi dan tidak didampingi suami d. Ibu yang menjalani rawat inap 2. Kriteria ekslusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyekyang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena pelbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut : a. Ibu bersalin yang dengan komplikasi persalinan (eklampsi,Sc) b. Ibu bersalin yang tidak bersedia menjadi responden Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2007). Concecutive sampling yaitu sampling dimana setiap individu yang mengalami kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah responden terpenuhi (Hidayat, 2007). Pengumpulan data kecemasan dilakukan menggunakan skala HARS yang terdiri dari 14 gejala kecemasan dan untuk mengetahui pendampingan suami menggunakan checklist. Analisa data menggunakan statistik korelasi chi square untuk mengetahui hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin dengan taraf signifikasi 0,05. D. HASIL PENELITIAN 1. Umur Tabel 1 Karakterisitik Responden Berdasarkan Umur di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang Prambon Sidoarjo Pada Tanggal 23 Mei – 30 Juni 2011 Umur < 20 tahun 20 – 35 tahun > 35 tahun Total
Frekuensi 4 14 6 24
Prosentase (%) 16,7 58,3 25,0 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 14 responden (58,3%).
30
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
2. Pendidikan Tabel 2 Karakterisitik Responden Berdasarkan Pendidikan di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang Prambon Sidoarjo Pada Tanggal 23 Mei – 30 Juni 2011 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA D3/Perguruan tinggi Total
Frekuensi 2 4 14 4 0 24
Prosentase (%) 8.3 16,7 58,3 16,7 0 100
Tabel 2 diatas menjelaskan bahwa sebagian besar responden mempunyai latar belakang pendidikan SMP sebanyak 14 responden (58,3%). 3. Pekerjaan Tabel 3 Karakterisitik Responden Berdasarkan Pekerjaan di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang Prambon Sidoarjo Pada Tanggal 23 Mei – 30 Juni 2011 Pekerjaan Swasta Wiraswasta Tani PNS Total
Frekuensi 4 19 1 0 24
Prosentase (%) 16,7 79,2 4,2 0 100
Tabel 3 diatas diperoleh data bahwa sebagian besar responden bekerja secara wiraswasta seperti berdagang, membuka toko sebanyak 19 responden (79,2%). 4. Pendampingan Suami Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendampingan Suami di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang Prambon Sidorajo Pendampingan Didampingi Tidak Didampingi Total
Frekuensi 11 13 24
Prosentase (%) 45,8 54,2 100
Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak didampingi suami saat menghadapi proses persalinan sebanyak 13 responden (54,2%). 5. Kecemasan Ibu Bersalin Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kecemasan ibu bersalin di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang Prambon Sidoarjo Pada Tanggal 23 Mei – 30 Juni 2011 Kecemasan Tidak Ada Kecemasan Kecemasan Ringan Kecemasan Sedang Kecemasan Berat Total
Frekuensi 3 5 10 6 24
31
Prosentase (%) 12,5 20 41,7 25,0 100
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
Tabel 5 diatas diperoleh data bahwa hampir setengahnya responden mengalami kecemasan sedang sebanyak 10 responden (41,7%). 6. Hubungan Pendampingan suami dengan kecemasan ibu saat menghadapi persalinan Tabel 6 Tabulasi silang antara Pendampingan suami dengan kecemasan ibu saat menghadapi persalinan di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang Prambon Sidoarjo Pada Tanggal 23 Mei – 30 Juni 2011 Pendampingan Suami
Didampingi Tidak didampingi Total
Tidak Cemas F % 2 8,3 1 4,1 3 12,5
Kecemasan Cemas Cemas Ringan Sedang F % F % 5 20,8 3 12,5 0 0 7 29,1 5 20,8 10 2,4
Total Cemas Berat F % 1 4,1 5 20,8 6 24,9
F 11 13 24
% 45,8 54,1 100
Tabel 6 diatas menunjukkan data bahwa dari 13 responden yang tidak didampingi suaminya terdapat 1 responden (4,1%) yang tidak mengalami kecemasan, 7 responden (29,1%) mengalami cemas sedang dan 5 responden (20,8%) mengalami kecemasan berat. Hasil uji mann whitney diperoleh data bahwa skor Z = 2,531, Z table = 0.0288, ρ = 0,015 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang, Prambon, Sidoarjo. E. PEMBAHASAN 1. Pendampingan Suami Hasil penelitian yang dilakukan Pada Tanggal 23 Mei – 30 Juni 2011 di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang,Prambon,Sidoarjo terhadap 24 responden diperoleh hasil sebagian besar responden tidak didampingi suami saat menghadapi proses persalinan sebanyak 13 responden (54,2%). Pendampingan adalah menemani dan menjaga, menyertai dalam suka dan duka. Suami adalah pria yang menjadi pasangan istri. Pendampingan suami adalah pria yang menjadi pasangan istri yang menemani dan menjaga istri (Depdiknas, 2001). Teori lain menyatakan bahwa kehadiran suami sangat membawa ketentraman bagi istri yang akan bersalin, suami juga dapat memainkan peran yang aktif dalam memberikan dukungan fisik dan dorongan moral kepada istrinya. Suami mempunyai hak untuk berada dalam kamar bersalin, tetapi ada sebagian istri yang tidak menghendaki kehadiran suami di kamar bersalin dan akan merasa lebih nyaman bila didampingi petugas kesehatan. Sepanjang pasangan suami-istri tersebut menghendakinya mereka akan merasa senang jika diperbolehkan bersama-sama dalam kamar bersalin (Bony, 2004). Suami Responden penelitian ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup mengerti tentang tindakan penting yang dapat dilakukan untuk membantu istri dalam meringankan proses persalinan diantaranya mendampingi ketika istri sedang melahirkan, karena dengan adanya dampingan suami maka istri akan merasa lebih relaks dan lebih tenang dalam menghadapi persalinan dan proses persalinan akan dapat berjalan dengan lancar. Banyaknya suami yang tidak mendampingi ketika istri melahirkan karena adanya kesibukan suami bekerja diantaranya ada yang bekerja sebagai pelaut dan ada juga yang pengusaha yang ketika itu sedang ada urusan di luar kota dan tidak dapat meninggalkan urusan tersebut, sedangkan pada saat penelitian paling banyak responden di dampingi oleh orang tuanya sendiri. 2. Kecemasan Responden dalam proses persalinan Berdasarkan tabel 4.5 diatas diperoleh data hampir setengahnya responden mengalami kecemasan sedang sebanyak 10 responden (41,7%). Kecemasan (anxietas) 32
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
adalah suatu keadaan dimana individu/ atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivisi sistem saraf otonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas non spesifik (Carpenito, 2000).. Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (2003) kecemasan sedang merpuakan kecemasan yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor predisposisi yang berupa peristiwa traumatik, konflik emosional, konsep diri yang terganggu, frustasi, gangguan fisik, riwayat pernah mengalami gangguan fisik, yang kedua adalah faktor stressor presipitasi yang merupakan ancaman terhadap integritas fisik, ancaman harga diri, dan juga faktor perilaku juga faktor mekanisme koping (Stuart & Sundeen,2003). Menurut Videbeck (2008) menyatakan bahwa tanda - tanda kecemasan sedang pada seseorang adalah sebagai berikut : Respons fisik : ketegangan otot sedang, tandatanda vital meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, memukul tangan, suara berubah : bergetar, nada suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung. Respons kognitif : lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, fkcus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan. Respons emosional : tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak sabar dan gembira.Pada kecemasan ringan dan sedang, individu dapat memproses informasi, belajar, dan menyelesaikan masalah. Pada kenyataannya, tingkat kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Keterampilan kognitif mendominasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kecemasan sedang. Terjadinya kecemasan sedang pada responden penelitian ini karena responden merasa khawatir dengan keadaan dirinya dan janin dalam proses persalinan serta takut dengan adanya jahitan atau luka pada jalan lahir yang terlalu lebar. Kecemasan sedang pada responden penelitian ini dapat ditunjukkan dari hasil pemeriksaan TTV dimana diperoleh sebagian besar nadi responden meningkat dan sebagian besar tekanan darah responden juga meningkat. Kecemasan pada responden penelitian ini terjadi karena dipengaruhi oleh pendidikan, usia, dan pekerjaan responden. Karakteristik pendidikan responden diperoleh data bahwa sebagian besar responden mempunyai latar belakang pendidikan SMP sebanyak 14 responden (58,3%). Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup mampu dalam menghadapi permasahan yang terjadi pada dirinya dan mereka mampu untuk melakukan koping yang adaptif sehingga responden dapat menghadapi permasalahan yang dialami dengan baik dan tidak terlalu mengganggu keadaan dirinya. Sesuai dengan teori Stuart (2003) yang menyatakan bahwa ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping. Berdasarkan usia responden diperoleh data bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 14 responden (58,3%). Kemampuan individu menaggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya 33
HOSPITAL MAJAPAHIT
3.
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati,2005). Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia dewasa sehingga mereka mempunyai informasi dan wawasan yang cukup tentang persalinan sehingga responden dapat menggunakan wawasan tersebut untuk dapat meningkatkan koping yang dimiliki dengan baik. Berdasarkan pekerjaan responden diperoleh data bahwa sebagian besar responden bekerja secara wiraswasta seperti berdagang, membuka toko sebanyak 19 responden (79,2%). Menurut Stuart (2003) menyatakan bahwa salah satu penyebab kecemasan yaitu adanya ancaman terhadap harga diri diantranya sumber internal meliputi kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang pekerjaan yang dimiliki oleh responden dapat memicu terjadinya stress atau kecemasan karena dengan pekerjaan tersebut responden harus dapat mengatur manajemen pekerjaan dengan baik dan ketika responden harus menjalani proses persalinan kemungkinan mereka merasa khawtir dengan keadaan usahanya, atau juga responden merasa takut jika konsumen mereka tidak akan kembali lagi karena responden tutup agak lama. Hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin Tabel 4.6 diatas menunjukkan data bahwa dari 10 responden yang mengalami kecemasan sedang dalam menghadapi proses persalinan terdapat 3 responden (12,5%) didampingi suami dalam proses persalinannya dan 7 responden (29,1%) tidak didampingi suami dalam proses persalinannya. Hasil uji mann whitney diperoleh data bahwa skor Z = 2,531, Z table = 0.0288, ρ = 0,015 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang,Prambon,Sidoarjo Menurut Stuart (2003) faktor yang mempengaruhi kecemasan responden antara lain adalah sumber koping dimana individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut berupa modal ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan social, dan keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Menurut Bobak (2004) peran suami dalam proses persalinan dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu sebagai pengarah atau pemimpin persalinan, sebagai anggota tim penolong persalinan dan sebagai penyaksi persalinan. dalam pelaksanana pendampingan suami akan memberikan dampak yang baik pada psikologis istri sehingga mereka dapat melakukan proses persalinan dengan baik, aman dan lancar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi proses persalinan seorang ibu membutuhkan keadaan yang tenang dan relaks sehingga mereka dapat melewati proses tersebut dengan aman dan lancar. Salah satu tindakan yang dapat menurunkan tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seorang istri pada saat menghadapi proses persalinan yaitu kehadiran suami mereka, dimana dengan kehadiran suami untuk mendampingi istri pada saat melahirkan akan menimbulkna perasaan tenang dan nyaman sehinggga dapat membuat istri merasa rileks dan dapat mengurangi kecemasan yang mereka rasakan, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan adanya pendampingan suami pada saat proses persalinan istri maka akan menimbulkan perasaan tenang dan relax pada istri karena dengan adanya 34
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 4 No. 1 Pebruari 2012
suami istri merasa termotivasi untuk dapat melakukan proses persalinan dengan baik untuk melahirkan anak mereka. F. PENUTUP Pendampingan suami saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin di BPS Hj. Amalia Amd. Keb, Simogirang, Prambon, Sidoarjo sebagian besar responden tidak didampingi suami saat menghadapi proses persalinan sebanyak 13 responden (54,2%). Kecemasan ibu bersalin di BPS Hj. Amalia Amd. Keb, Simogirang, Prambon, Sidoarjo diperoleh data bahwa hampir setengahnya responden mengalami kecemasan sedang sebanyak 10 responden (41,7%). Hasil uji mann whitney diperoleh data bahwa skor Z = 2,531, Z table = 0.0288, ρ = 0,015 dan α = 0,05 sehingga ρ < α maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan saat menghadapi persalinan pada ibu bersalin di BPS Hj.Amalia Amd.Keb Simogirang, Prambon, Sidoarjo. Dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan tenaga kesehatan lebih meningkatkan materi yang dapat menunjang upaya penyuluhan yang diberikan melalui penelitian, seminar atau juga dari literatur kepustakaan lainnya sehingga ibu dapat lebih memahami dan mengerti tentang proses persalinan yang baik dan bagaimana cara mengurangui kecemasan pada saat proses persalinan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Arikunto (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Ayub (2008). Gambaran pendampingan selama proses persalinan. Tersedia di http://www.Scribd.com/doc/hubungan-dukungspesifikasi diakses tanggal 17 April 2011 Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC Carpernito, Iynda Jual. (2000). Diagnosa Keperawatan. ECG. Jakarta. Hawari. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI Hidayat (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. JNPK-KR (2008). Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JHPIEGO Corporation. Kompas (2010). Angka Kematian Ibu. Tersedia di http://nasional .kompas.com/read/2008/06/30/18272998/tahun 2010. Diakses tanggal 17 April 2011 Manuaba, (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC Menegpp (2009). Angka kematian ibu. Tersedia di http://www. menegpp.go.id/ aplikasi data. Diakses tanggal 12 Mei 2011. Mochtar (2005). Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC Notoatmodjo (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2010). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan : Yogyakarta. Andi offset Nursalam (2003) Konsep Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan Jakarta Salemba Medika Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penerapan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Pudji Rochyati (2003). Screening antenatal pada ibu hamil Surabaya : Airlangga University Press Saifudin. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Stuart dan Sundeen (2003). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
35