ISSN : 2088 - 0286 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN
Prosiding Seminar Nasional Biologi “Peran IPTEK Bidang Biologi Dalam Melestarikan Kearifan Masyarakat Untuk Mendukung Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan” Senin, 6 Desember 2010 Pusat Pelayanan Basic Sciences Jatinangor
Didukung oleh :
Jurusan Biologi Fmipa Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor 45363, Tlp/Fax (022) 7796412 Web : biologi.unpad.ac.id
Foto : Bowo Budileksono
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya Seminar Nasional Biologi yang telah diadakan oleh Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Padjadjaran (UNPAD) pada tanggal 6 Desember 2010 ini telah terlaksana. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Dies Natalis Universitas Padjadjaran serta menjadi kesempatan civitas akademika Biologi FMIPA untuk memberi penghormatan akademik kepada tiga Guru Besar Biologi Unpad yang purnabakti setelah mengabdi dan berkarya selama lebih dari 25 tahun di Univesitas Padjadjaran. Kegiatan ini merupakan peluang bagi para peneliti untuk dapat mempresentasikan hasil penelitian di bidang Biologi, baik yang bersifat ilmu murni, ilmu dasar, maupun ilmu terapan dengan inovasi yang sesuai dengan tema seminar : “ Peran IPTEK Bidang Biologi dalam Melestraikan Kearifan Masyarakat untuk Mendukung Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan” Pada seminar ini juga, untuk pertama kalinya kami mengundang peneliti dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan Biologi untuk hadir dan menampilkan poster makalahnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi awal suatu jaringan kerjasama/interdisiplin antar peneliti dari berbagai bidang keilmuan dalam kajian biologi untuk bersama-sama mengembangkan penelitian berbasis biologi. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam seminar ini, baik sebagai pembicara utama, pemakalah, pendukung dana, maupun sebagai peserta seminar. Tanpa kehadiran dan bantuan Anda semua seminar ini tidak akan dapat terlaksana. Khusus kepada para pemakalah, kami memberikan apresiasi yang setinggitingginya atas peran serta anda pada seminar ini. Partisipasi Anda semua membangkitkan keyakinan, bahwa penelitian berbasis Bidang Biologi akan sangat berkembang di masa datang. Kami menyadari bahwa dalam penyelenggaraan seminar ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya,. Kami juga sangat mengharapkan umpan balik berupa saran dan kritik dari seluruh hadirin.
Bandung, Desember 2010 Ketua Panitia Pelaksana Dr. Teguh Husodo MS.
1
DAFTAR ISI
1 2 3
Prakata Daftar Isi Daftar Makalah Pembicara SUMBANGAN PENGETAHUAN TAKSONOMI DALAM MENSOSIALISASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI UNTUK PENELITIAN DAN PEMBANGUNAN Aseng Ramlan Guru Besar Purnabakti Jurusan Biologi Fakultas MIPA-UNPAD PENGEMBANGAN AGROFORESTRI UNTUK MENUNJANG PANGAN DAN SEBAGAI ROSOT KARBON Karyono Guru Besar Purnabakti Jurusan Biologi Fakultas MIPA-UNPAD KEARIFAN BUDAYA INDONESIA DALAM MENGELOLA SUMBERDAYA KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEMNYA Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi – LIPI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Dra. Masnellyarti Hilman, M.Sc Kementerian Lingkungan Hidup BEBERAPA ASPEK BIOLOGI YANG BERMANFAAT MENUNJANG PENANGGULANGAN PENYAKIT PARASIT Sayuti Murad Daftar Makalah Poster 1
Pemanfaatan Tumbuhan Paku dan Umbi-umbian di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat Agung Kurniawan, Ema Hendriyani, I Nyoman Peneng , Bayu Adjie
i
2
Efektivitas Ekstrak Minyak Serai Wangi ( Andropogon nardus L) Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering ( Cryptotermes cynocephalus light ) Agus Ismanto dan Nia Yuliani
3
Pemanfaatan Infusa Biji Petai Cina ( Leucaena Leucocephala ) Terhadap Penghambatan Transpor Glukosa Melalui Membran Usus Halus Tikus Wistar, sebagai Obat Alternative Penyakit Diabetes Mellitus Anna Martiana. S dan Tien Turmuktini
4
Uji Toksisitas Bioinsektisida Ekstrak Air Biji Mahkota dewa (Phaleria papuana warb.) terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti Anita Oktaria, M.Si dan Suryatmana Tanuwidjaja, M.Si
5
Kromoplas dan Akumulasi pada Organ Buah Tumbuhan Tropika Anjela Jitmau dan Fery F. Karwur
6
Kajian Model Perubahan Iklim Untuk Penentuan Masa Awal Tanam Padi Armi Susandi, Mamad Tamamadin
7
Jumlah Primordial Germ Cells (PGC) pada Beberapa Tingkat Umur Embrio yang Berbeda oada Ayam Buras dan RAS A.R Setioko, T. Kostaman dan S. Sopiyana
8
Keong Air Tawar Genus filopaludina Dari Sulawesi: Studi Morfologi dan Anatomi Ayu S. Nurinsiyah, Ristiyanti M. Marwoto, Sayuti Murad
9
Pengolahan Air Terproduksi Oleh Eichhornia crassipes dan Salvinia natans dalam free water surface Constructed wetland Barti Setiani Muntalif dan Fanny Hapsari Utomo Putri
10
Konservasi Burung Cendrawasi Yapen ( Paradiseae Minor Jobensis Rotschild), Berbasis Kearifan Masyarakat di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua Basa T. Rumahorba
ii
11
Analisis Spektrum Karotenoid dari Minyak Sawit Mengunakan Spektroskopi NIR ( Near Infrared) Beatrix Wanma, Haryono Semanggun, Ferdi. S. Rondonuwu
12
Etnobotani Aren – Arenga Pinnata Di Desa Genteng Kecamatan Sukasari , Dan Desa Kadakajaya Kecamatan Tanjunsari, Kabupaten Sumedang Dedeh Saodah Widaningsih
13
Analisis Isi Lambung Ikan Kasau (Lobocheilos schwanefeldi) Dari Perairan Sungai Siak, Provinsi Riau Deni Efizon dan Chaidir P. Pulungan
14
Uji Kawin Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan yang Diberi Ekstrak Biji Nimba (Azadirachta indica a. Juss) Desak Made Malini, Tri Dewi K. Pribadi, Sri Rejeki R.
15
Uji Toksisitas akut Dekok Daun Sonchus Arvensis L. Diah Dhianawati Djunaedi, Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro, Andreanus A. Soemardji
16
Pengaruh Kebisingan Mesin Industri Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja Dwi Endah Wahyuningtyas, Otniel Moeda, Jubhar Mangimbulude
17
Respon Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao ( Theobroma cacao L) Kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH) Akibat Pemberian Air dengan Jumlah dan Interval Penyiraman yang Berbeda Endang Kantikowati, Tien Turmuktini, Syofa Sahdina
18
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Suku Mentawai di Desa Mailepet, Siberut Francisca Murti Setyowati
19
Pemanfaatan Limbah Penyulingan Nilam Untuk Arkoba Kompos Bioaktif)
( Arang
Gusmalina dan Sri Komarayati
iii
20
Pengujian Potensi Bakteri Resistensi (Ochrobactrum sp dan 8 SBY 1) Dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman Salvinia Molesta Hartati Imamuddin dan Dwi Agustiyani
21
Analisa Bakteri Coliform Pada Depot Air Minum Isi Ulang Kabupaten Sarmi, Propinsi Papua Hengky K.Baransano,Otniel Moeda, Jubhar C. mangimbulude
22
Potensi Jenis – jenis Asteraceae sebagai Sumber senyawa Antifidan terhadap Hama Solanaceae Epilachna vigintioctopunctata Fabricius (Coccinellidae: Coleoptera) Hikmat Kasmara, Melanie & Wawan Hermawan
23
Penyimpanan Karbon melalui Pengukuran Biomassa dan Pertumbuhan Daun Enhalus acoroides (l.f.) Royle di Pulau Pari Lepulauan Seribu Honey Lestari Liwe, Prihadi Santoso, Budi Irawan & Wawan Kiswara
24
Pengaruh Penambahan Bakteri Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Terhadap Penurunan Kadar Ammonia, Nitrit, Nitrat, Dan Hidrokarbon Limbah Cair Minyak Bumi Ida Indrawati
25
Penyakit Busuk Batang ( Sclerotium rolfsii) pada Tanaman Alokasia Hias ( Araceae) I Putu Agus Hendra Wibawa dan Agung Kurniawan
26
Fotostabilitas dan Thermostabilitas Ekstrak Kasar Pigmen Karotenoid Buah Nona ( Parartocarpus philipinensis) Leonardo Aisoi, Surya Satriya Trihandaru dan Martanto Martosupono
27
28
Uji Toksisitas Limbah Cair Pabrik Tempe terhadap Ikan Nila (Oreochromis nilloticus L.) di Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Madihah dan Keukeu Kaniawati Potensi Jamur Metarhizium Anisopliae indigenous dalam Mengendalikan Hama Pertanian dan Perkebunan Secara Alami Melanie, S.Si.,M.Si.
iv
29
Pengomposan Sampah Organik Pasar Dengan Penambahan Aktivator EM4 Mohammad Nurul H. & Edwi Mahajoeno
30
Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Pada Medium MS dan N6 Terhadap Pendewasaan Embrio Somatik Dari Kultur Meristem Jahe (Zingiber officinale rosc.) Mohamad Nurzaman, , Karyono, Titin Supriatun, Otih Rostiana
31
Pengamatan Spawning Berulang pada Lobster Air Tawar (LAT) Capit Merah (Cherax Quadricarinatus) Muhammad Idris, Tjandra Anggraeni, Ahmad Ridwan dan Edy Yuwono
32
Pengetahuan Ibu Guru Tingkat Dasar Tentang Menopause di Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu Muhammad Muflih Muhadjir M.Si
33
Evaluasi Pengetahuan Bioteknologi Pengolahan Air Mineral Yang Higienis Untuk Kesehatan Pada Masyarakat Desa Lohbener dan Desa Kalmati Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu Nenden Indrayati, Anggraeni, Darwati, Tati Herlina
34
Penambahan Konsorsium Jamur dan Beberapa Takaran Dalam Fitoremediasi Dengan Menggunakan Sengon(Paraserianthes falcataria (L). Nielsen) Bermikoriza
Oily Sludge Tanaman
Dr.Hj. Nia Rossiana, MSi; Dr.Titin Supriatun Sadeli, MS dan Nicky Firda Fara‘nuari 35
Toksisitas Abu Dasar Batubara (Battom Ash) Terhadap Karakteristik Darah Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn.) Nining Ratningsih , Sunardi, Gita Oktavia Pratiwi
36
Jenis jenis Araceae dari Kabupaten Jembrana, Bali Ni Putu Sri Asih dan Agung Kurniawan
37
Pengaruh Jumlah dan Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman dan Populasi Gastropoda di Pantai Barat Pasir Putih Pananjung Pangandaran Kabupaten Ciamis Nurullia Fitriani, Hikmat Kasmara, dan Melanie
v
38
Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Dosis Inokulum Neurospora sitophila Terhadap Kandungan Gizi Bungkil Biji Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Poniah Andayaningsih, Abun, Nani Nur‘aini.
39
Ecological Status Of Jakarta Urban Mangrove Forest : Benthic Infauna Structure Perspective R. Indarjani
40
Pemanfaatan Kulit Nanas untuk Nata De Pina Sebagai Alternatif Bahan Kertas Saring Mikrobia Rachmad Romadhon dan Evie Ratnasari
41
Induksi Tunas Ganda Tanaman Duku (Lansium domesticum l.) Pada berbagai Formulasi Media melalui Kultur In Vitro Ragapadmi Purnamaningsih dan Mia Kosmiatin
42
Seleksi Bakteri Termofilik Dengan Uji Aktifitas Lipase Dari Sumber Air Panas Rasti Saraswti, Jetty Nurhayati, Asri Peni Wulandari, Novita Tri Wahyuni
43
Seleksi Bakteri Termofilik Dengan Uji Aktifitas Kitinase Dari Air Panas Rasti Saraswti, Jetty Nurhayati, Asri Peni Wulandari, Tiffani Farah Aulia
44
Evaluasi Sifat Pengumbian In Vitro Pada 15 Genotipe Kentang (Solanum tuberosum L.) Ria Cahyaningsih,G. A. Wattimena
45
Identifikasi Pigmen Karotenoid pada Ekstrak Kasar Tepung Pokem (Setaria italicum L.) Rinto Herry Mambrasar, Budhi Prasetyo dan Martanto Martosupono
46
Uji Aktivitas Ekstrak dan Fraksi Daun Urang Aring ( Eclipta prostrata L.) Terhadap Mikroba Mulut Ririn Puspadewi, S.Si, M.Si., Putranti Adirestuti, Dr,M.S., Anggkosa Sumekar,S.Farm
vi
47
Penetapan Spesies Prioritas Konservasi Tumbuhan Indonesia Terancam Kepunahan : Tiga Tahun Perkembangannya Rosniati A. Risna, Didik Widyatmoko, Yyan W.C. Kusuma, R. Hendrian, Dodo, Mujahidin, Eka. M.D, Rahayu
48
Karakteristik Habitat Jalak Tunggir-Merah (Scissirostrum dubium, Latham, 1802) di Kawasan Panaruban, Subang, Jawa Barat Ruhyat Partasasmita, Nadia Rahma Yusnita, Prihadi Santoso, Joko Kusmoro
49
50
Analisis Kompatibilitas Mikoriza dengan tanaman mindi ( Melia azedarach L.) Untuk Mendukung Nfrastruktur Hijau DAS Bengawan Solo Siti Chalimah dan Suparti Study Of Various Yam Bean ( Pachyrgizus spp) Genotypes for Cosmetics Raw Material to Preserve Indonesia Local Wisdom Sofiya Hasani, Wieny H. Rizky, dan A. Kurniawan
51
Perbanyakan Xanadu (Philodendron xanadu) Melalui Kultur In Vitro Sri Hutami, Ika Mariska,Yati Supriati dan Ragapadmi Purnamaningsih
52
Kualitas Arang Kompos dan Limbah Cair dari Limbah Penyulingan Sagu Sri Komaryati dan Gusmalina
53
Bakteri Pelarut Fosfat sebagai “Plant Growth Promoting” pada Tanaman Buah Sri Widawati dan Suliasih
54
Uji Potensi Antibakteri Buah dan Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Shigella dysenteriae Suparti dan Supriyatin
55
Studi Pola Ekspresi Gen Spesifik Kantung Embrio Jagung Menggunakan Marker Green Flourescence Protein Suseno Amin
vii
56
Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Rhizosfer Akar Tanaman Durian ( Durio zibethinus Murr ) Berdasarkan Sifat Morfologi dan Infektivitas pada Inang Susilo, Edwi Mahajoeno
57
Beberapa Aspek Ekologi Burung Kowak-Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax Linnaeus, 1758) Di Kawasan Taman Ganeca , Kebun Binatang Bandung Dan Kebon Kopi 1 Teguh, Husodo; Hadikusumah, Y.H2; Ruchiyat, Y; Shofyadi, A
58
Hubungan Kandungan Ajmalisin dengan Pertumbuhan Kalus Catharanthus roseus [l.] G. Don dengan Pemberian NAA dan BAP Tia Setiawati , Titin Supriatun dan Rahmad Kuntadi
59
Karakterisasi Fenotipe Ayam Gaok Asli Madura Hasil Koleksi Ex-Situ Plasma Nutfah di Balai Penelitian Ternak Ciawi Tike Sartika, Soni Sopiyana dan Sofjan Iskandar
60
Peran Endomikoriza Terhadap Serapan Tembaga (Cu) dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Titin Supriatun Sadeli dan Fitri Annisa
61
Antibacterial Potency Against E. Coli of Some Seaweed Species of Bayah Beach, Lebak District West Java Provience Tri Saptari Haryani dan Triastinurmiatiningsih
62
Uji Potensi Antifungi Isolat Bakteri Rizosfer Rumput Pangola ( Digitaria decumbens) Terhadap Jamur Candida albicans Tutik Rahayu dan Andi Dwi Saputro
63
Relevance Between Study of Tiger Biogeography With Phylogenetic Relationship Based on Cytochrome B Genetic Markers Ulfi
64
Keanekaragaman dan Potensi Flora di Kawasan Hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara Wardah
viii
65
Status Peruntukan Situ Citatah Kabupaten Bogor dan Kemungkinan Pengembangannya Widyo Astono, Melati Fachrul, Diana Hendrawan
66
Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Pewarna Alami di Beberapa Daerah di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur Wenni S. Lestari, I Dewa P.Darma, I M Sudi dan Siti F. Hanum
67
Efek Chitosan dan Ekstrak Kentang dalam Media Vacin dan Went Terhadap Pertumbuhan Protocorm Anggrek Phalaenops hibrida in vitro Wieny H. Rizky, Karlina Syahruddin dan Sanny Faridiyana
68
Efektivitas Infeksi Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) Terhadap Kerusakan Badan Lemak Larva Dan Organ Reproduksi Pupa Spodoptera litura Fabricius Yasmi P. Kuntana, Heni Setiawati, Mia Miranti
69
Konservasi In Vitro Tiga Varietas Pisang Melalui Teknik Pertumbuhan Minimal Yati Supriati
70
Perbandingan Pertumbuhan Candida Albicans pada Media CMA ( Corn Meal Agar) Formula dan Modifikasi Media CMA (Corn Meal Agar) Yati Supriyatin, S.Pd., M.Si dan Anita Oktari, M.Si
71
Modifikasi Media Pertumbuhan Candida albicans Menggunakan Bahan Air Tajin Yati Supriatin,S.Pd.,M.Si & Suryatmana Tanuwidjaja, Drs, M.Si
72
Profil Folikel Rambut Akibat Etoposid dan Berbagai Produk Olahan Kedelai (Glycine max (l.) Merr.) Yetty Yusri Gani, Cucu Hadiansyah, Madihah
73
Penanda Molukuler Berbasis Kromosom Y pada Manusia Yulindra M. Numberi, Ferry F. Karwur, Jubhar Mangibulude
4
ix
47. PENETAPAN SPESIES PRIORITAS KONSERVASI TUMBUHAN INDONESIA TERANCAM KEPUNAHAN: TIGA TAHUN PERKEMBANGANNYA2 Rosniati A. Risna1, Didik Widyatmoko2, R. Hendrian1, Yayan W.C. Kusuma1, Dodo1, Mujahidin1, Eka M.D. Rahayu1 dan Yoga S. Sudiarsana1 1 Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Ir. H. Juanda 13 Bogor 16003 Telp./Fax 02518322187;
[email protected] 2 UPT Balai Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Sindanglaya Cianjur 43253 PO Box 19 SDL ABSTRAK Peran mendasar dari Kebun Raya sebagai pusat konservasi tumbuhan di Indonesia adalah menyiapkan timbangan ilmiah sebagai bahan perumusan kebijakan di bidang konservasi tumbuhan di Indonesia. Sebagai salah satu bentuk konkrit dari pelaksanaan tugas tersebut dalam konteks ini, sejak tahun 2008 Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor telah menyusun suatu sistem penetapan prioritas konservasi tumbuhan untuk spesies terancam kepunahan di Indonesia. Prioritisasi tersebut sangat penting dilakukan mengingat Indonesia diketahui memiliki kekayaan spesies tumbuhan yang sangat tinggi di dunia (± 38000 spesies atau ranking ke-5 di dunia) dengan tingkat endemisitas ±55% sementara di sisi lain Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia dalam hal jumlah spesies terancam kepunahannya, serta dihadapkan pada tekanan-tekanan terhadap habitat yang semakin mengancam kelestariannya, padahal ketersediaan sumber daya untuk konservasi sendiri (dana dan ahli) sangat terbatas. Sistem prioritisasi yang dikembangkan ini disusun dengan metode scoring, terdiri dari 17 kriteria yang difokuskan pada faktor keunikan taksonomi dan geografis, status populasi, ancaman, kerentanan/kerawanan, potensi propagasi, serta nilai manfaat dari spesies target. Assessment dilakukan terhadap spesies target oleh panel pakar dalam serangkaian workshop. Hingga tahun 2010, penilaian prioritas telah dilakukan terhadap enam famili yaitu Arecaceae, Cyatheaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae, Dipterocarpaceae, dan Thymelaeaceae, teridentifikasi 164 spesies memerlukan aksi konservasi segera. Luaran lain yang telah dicapai adalah buku ‖Spesies Prioritas untuk Konservasi Tumbuhan Indonesia Seri I‖ dan software sistem penetapan spesies prioritas konservasi untuk aplikasinya secara luas. Kata kunci : spesies prioritas, tumbuhan, terancam kepunahan, konservasi
541
ABSTRACT A fundamental role of Botanic Gardens as a center for plant conservation in Indonesia is to provide scientific judgement as policy-making materials to response national issues in Indonesian plant conservation. As an action of this role, in this context, since 2008 Bogor Botanic Gardens has been working on setting priority for the conservation of Indonesian threatened plant species. This prioritization is very important to Indonesia because the country is the 5th world‘s most diverse flora with about 55% endemism but also experiences detrimental threats to their habitats, ranks the 4th in terms of the world‘s threatened plants number and has very limited conservation resources (budget and experts) on the other hand. We develop a particular scoring method using 17 criteria to the priority setting process, focusing on taxonomic and geographic distinctiveness, population status, threats, vulnerability, propagation potential and use value of target species. Total score against all criteria of each species were then classified into three categories of priority from the most to the least priority for conservation. The assessment was conducted by a group of plant specialists in a serial of workshops. Currently, prioritization has done to six families (Arecaceae, Cyatheaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae, Dipterocarpaceae, dan Thymelaeaceae) and identified 164 species of the families require immediate conservation action. Other outcomes of the project are a book of ‖Species Priority for Indonesian Plant Conservation Seri I‖ and a software concerning the system for a nationally application in the short future. Key words: setting priority, threatened plant, conservation
PENDAHULUAN Penyusunan prioritas untuk efektivitas alokasi sumber daya yang terbatas bagi aksi-aksi konservasi merupakan fungsi fundamental bagi institusi yang bergerak dalam bidang konservasi, terutama instansi pemerintah terkait konservasi dan pengelolaan keanekaragaman hayati (Coates & Atkins 2001). Di Indonesia, bidang konservasi dan pengelolaan keanekaragaman hayati juga telah diatur secara legal dalam berbagai bentuk perundang-undangan. Dalam PP No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, Pasal 65 huruf b, tertera bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditetapkan sebagai Otoritas Keilmuan (scientific authority). Selanjutnya pada Pasal 66 Butir 2 huruf a, dinyatakan bahwa Otoritas Keilmuan memiliki kewenangan – di antaranya – untuk memberikan rekomendasi tentang penetapan daftar klasifikasi tumbuhan dan satwa liar. Dalam menindaklanjuti penunjukan tersebut, LIPI menentukan salah satu sasaran dari rencana strategisnya yaitu tersedianya timbangan ilmiah (scientific judgment) dan rekomendasi untuk menjawab isu-isu nasional. Pada lingkup yang lebih spesifik, sebagaimana tercantum pada Keputusan Kepala LIPI Nomor 1151/M/2001 Pasal 157, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI bertugas untuk melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang konservasi tumbuhan di Indonesia, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
542
Tupoksi yang diemban untuk konservasi tersebut bukanlah misi yang mudah. Hal ini karena Indonesia dihadapkan pada potensi biodiversitasnya yang tinggi dan sekaligus ancaman-ancaman terhadap kelestariannya. Untuk tumbuhan saja, Indonesia diperkirakan memiliki ± 38.000 spesies yang 55% di antaranya merupakan spesies endemik, mengantarkan Indonesia menempati ranking ke-5 di dunia dari kekayaan tumbuhannya (Mittermeier et al. 1999). Namun degradasi habitat yang terjadi semakin meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang disitir oleh Kusuma et al. (2008), membuat keragaman tumbuhan ini juga semakin terancam keberadaannya di Nusantara. Penyebab utamanya adalah deforestasi akibat pengalihfungsian hutan, pembukaan hutan secara besar-besaran, pencurian kayu dan kebakaran hutan. Dilaporkan bahwa tingkat deforestasi di Indonesia mencapai 2,83 juta hektar per tahun (Rustam & Purwanto, 2007). Tekanantekanan tersebut menjadikan Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kerusakan yang sangat tinggi di dunia, atau hot spot country. Tingginya laju kerusakan hutan tersebut tentu saja mengakibatkan ancaman yang serius pada keberadaan spesies-spesies tumbuhan di dalamnya, yang pada akhirnya mengakibatkan banyak spesies menjadi langka dijumpai atau terancam kepunahan. Berdasarkan threat assessment, IUCN mempublikasikan daftar spesies tumbuhan terancam kepunahan di Indonesia saja mencapai 386 spesies dari 43 famili, yaitu yang tergolong ke dalam kategori Critically Endangered (kritis), Endangered (genting) dan Vulnerable (rawan) dalam IUCN Red list (IUCN 2009). Apabila studi-studi yang lebih fokus dan intensif dilakukan, jumlah spesies Indonesia yang terancam kepunahan diyakini jauh melebihi angka yang dilaporkan IUCN tersebut. Pertanyaannya, apakah semua spesies terancam kepunahan dalam IUCN Red List harus diselamatkan dengan program konservasi secara sekaligus? Tentu saja hal ini tidak mungkin mengingat keterbatasan sumber daya (dana dan tenaga ahli) juga waktu karena kita berpacu dengan hilangnya kekayaan tumbuhan kita. Selama ini, sistem kategorisasi spesies terancam kepunahan atau disebut juga dengan status konservasi yang dikeluarkan IUCN dipercaya merupakan salah satu sistem terbaik dan yang paling banyak diterapkan untuk konservasi biodiversitas di berbagai belahan dunia, baik level nasional, regional maupun global (Possingham et al. 2002). Daftar spesies terancam kepunahan atau Red list yang disusun dengan kategori IUCN tersebut juga menjadi perangkat esensial untuk penetapan prioritas program-program konservasi (Schmeller et al. 2008; Rodriguez et al. 2004). Namun demikian – tanpa bermaksud mengecilkan kontribusi signifikannya bagi dunia konservasi biodiversitas– IUCN Red list tidak dirancang untuk menetapkan prioritas konservasi melainkan lebih kepada risk assessment atau penilaian risiko kepunahannya walaupun memang dapat menerangkan fenomena endangerment atau keterancaman (IUCN 2001; Possingham et al. 2002). IUCN Red List tidak selalu mencerminkan kebutuhan konservasi yang aktual dan dapat sangat berbeda dengan prioritas konservasi suatu negara. Kategorisasi spesies berdasarkan status konservasinya merupakan proses yang penting (Burgman et al. 1999; Keith 1998) namun bukan satu-satunya parameter penentu prioritas konservasi (Keller & Bollman 2004; Possingham et al. 2002). Oleh karena itu, sudah banyak negara yang menerapkan metode
543
alternatif ataupun komplemennya untuk penyusunan spesies prioritas konservasi dengan penggunakan variabel atau kriteria berlainan antara negara satu dengan negara lainnya (e.g. Schmeller et al. 2008; Soberon & Medellin 2007; de Grammont & Cuarón 2006; Sapir et al. 2003; Coates & Atkins 2001, Molloy & Davis 1992). Munculnya metode-metode ini menandakan bahwa sistem penyusunan prioritas konservasi tetap diperlukan untuk menyiasati keterbatasan yang ada, dan juga antara lain karena penyusunan prioritas konservasi akan membantu mengelompokkan spesies berdasarkan pada urgensi dan keseriusan masalah yang dihadapi setiap spesies (Risna et al. 2010). Untuk menyusun prioritas konservasi tersebut, diperlukan tiga kriteria sebagai parameter penilaiannya yaitu kekhasan, keterancaman dan kegunaan, tidak sekedar menilai risiko kepunahan yang dihadapi spesies (Indrawan et al. 2007). Di atas semuanya, konservasi memang merupakan kunci dalam penyelamatan spesies (maupun kawasan) terutama yang dikategorikan terancam kepunahan. Akan tetapi program-program konservasi sendiri sering kali mengalami kendala mendasar karena kurangnya dana (Knapp et al. 2003). Bahkan untuk sumber daya yang tersedia pun, bidang konservasi seringkali harus bersaing dengan prioritas di bidang sosial, seperti produksi pangan dan pemukiman, seperti yang disitir oleh Wilson et al. (in press). Hal ini semakin mendorong perlunya dilakukan penyusunan prioritas konservasi terhadap semua spesies yang dinilai memiliki extinction proneness agar segera diambil langkah atau aksi konservasi yang tepat untuk mencegah penurunan populasinya di alam (Mace et al. 2007). Tanpa adanya skema prioritisasi, rencana-rencana konservasi tumbuhan dapat terhambat atau menjadi tidak terencana dengan tepat sasaran (Possingham et al. 2002) karena melimpahnya jumlah spesies yang perlu dipertimbangkan, di mana setiap spesies membutuhkan manajemen penyelamatan yang berbeda pula. Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas, dan terkait dengan peran Kebun Raya Indonesia dalam konservasi spesies tumbuhan Indonesia, maka Kebun Raya Bogor berupaya mengembangkan sistem penetapan spesies prioritas untuk konservasi tumbuhan Indonesia terancam kepunahan yang bisa diterapkan secara konsisten oleh penilai-penilai yang berbeda. Dengan sistem ini pula, diharapkan akan lahir suatu daftar ranking spesies tumbuhan Indonesia terancam kepunahan untuk dijadikan prioritas konservasi berdasarkan penilaian (assessment) ilmiah dari pakar relevan sehingga data yang dihasilkan lebih akurat. Pada akhirnya, sistem penyusunan prioritas konservasi berikut daftar spesies prioritas konservasinya dapat dijadikan acuan bagi program konservasi tumbuhan di Indonesia, khususnya untuk pemulihan spesies, yang ditujukan bagi efektifitas alokasi sumber daya yang tersedia untuk strategi dan program konservasi.
METODE PENELITIAN Konstruksi sistem Sistem yang digunakan dalam penyusunan prioritas konservasi tumbuhan diadaptasi dari metode Molloy & Davis (1992) dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Metode ini dipilih karena beberapa 544
pertimbangan : 1) bersifat komprehensif karena tidak hanya menilai risiko kepunahan yang dihadapi spesies melainkan valuasi berbagai aspek bermakna, termasuk tiga kriteria yang mutlak untuk prioritisasi konservasi yaitu kekhasan, keterancaman dan kegunaan, 2) bersifat sederhana namun terukur sehingga relatif mudah digunakan dengan hasil yang lebih konsisten, dan 3) lebih spesifik karena kriteria penilaian status populasi kelompok tumbuhan dibedakan dari kriteria untuk hewan (Risna et al. 2010). Penilaian meliputi 17 kriteria yang dibagi dalam 6 kelompok faktor yaitu keunikan, status populasi, ancaman, kerawanan, potensi propagasi dan nilai manfaat, yang selanjutnya disebut kriteria scoring (Tabel 1). Seluruh kriteria tersebut diberi skor 1 – 5 untuk mewakili nilai kerawanan dari yang paling rendah (1) hingga paling tinggi (5). Karena keterbatasan halaman dalam makalah ini, definisi lengkap dari kriteria-kriteria tersebut tidak disampaikan di sini; definisi dapat dilihat dalam Risna et al. (2010).
Taksa Target Penilaian Taksa yang dijadikan target penilaian diutamakan taksa yang menghadapi faktor-faktor penyebab keterancaman di alam (seperti eksploitasi berlebihan, perdagangan dan pencurian), penyebaran populasinya meliputi kawasan Indonesia, dan digolongkan ke dalam daftar IUCN Red List (IUCN 2009), WCMC (WCMC 1997), CITES (CITES 2009) serta referensi relevan lainnya dalam level nasional (Mogea et al. 2001; PP No. 7/1999). Ada 12 famili yang ditetapkan menjadi target penilaian hingga tahun 2012 dengan tujuan mencari model yang konsisten sehingga dapat diterapkan oleh penilai berbeda. Hingga tahun 2010, taksa yang dinilai sebanyak 6 famili yaitu Arecaceae (60 spesies), Cyatheaceae (34), Nepenthaceae (53), Orchidaceae (44), Dipterocarpaceae (54), dan Thymelaeaceae (35). Sebagai catatan, khusus Dipterocarpaceae hingga saat ini baru dikerjakan untuk empat genera: Anisoptera, Dipterocarpus, Upuna dan Vatica, sedangkan genera lainnya akan dikerjakan tahun 2011 dengan metode yang sama. Proses penilaian dan interpretasi hasil penilaian Proses penilaian atau assessment dilakukan dalam suatu serial lokakarya panel pakar. Dalam Lokakarya Seri I tahun 2009 dinilai empat famili: Arecaceae, Cyatheaceae, Nepenthaceae, dan Orchidaceae. Dua famili lainnya, Dipterocarpaceae dan Thymelaeaceae, dinilai dalam Lokakarya Seri II tahun 2010. Seluruh spesies target diskor oleh panel pakar atau spesialis taksa relevan (lihat ‗ucapan terima kasih‘) berdasarkan 17 kriteria yang telah ditentukan dalam sebuah lembar uji (Gambar 1) untuk setiap spesies, hingga diperoleh total skornya. Skor akhir adalah hasil konsensus di antara pakar taksa dalam kelompoknya. Objektivitas dari penilaian dilakukan dengan tidak menjumlahkan skor seluruh kriteria sebelum skor akhir disepakati oleh pakar dalam kelompok taksanya. Hal ini dilakukan untuk menghindari pendapat pribadi terhadap posisi taksa yang dipengaruhi oleh estimasi untuk setiap kriteria.
545
Skor akhir selanjutnya diklasifikasikan ke dalam 3 kategori berdasarkan skor total: - Kategori A (skor total >50)
: spesies dengan prioritas tertinggi (memerlukan aksi konservasi segera), - Kategori B (skor total 42 – 50) : spesies dengan prioritas kedua (aksi konservasinya masih dapat ditunda), - Kategori C (skor total <42) : spesies dengan prioritas terendah (belum memerlukan aksi konservasi secara aktif). Modifikasi terhadap metode Molloy & Davis (1992) Sistem kategorisasi ini dikembangkan dari metode Molloy dan Davis (1992) yang dikembangkan di Selandia Baru dalam era 1990-an ini dimodifikasi dalam beberapa kriteria dengan tujuan untuk menyelaraskan keterpakaiannya sesuai dengan situasi di Indonesia. Perbedaannya antara lain disebabkan perbedaan posisi biogeografis antara Indonesia dan Selandia Baru. Kategorisasi skor akhir juga disederhanakan menjadi 3 kategori A, B, dan C. Perangkat pembantu komputasi skor Perangkat lunak berbasis DELPHI dirancang secara khusus untuk membantu penghitungan dan interpretasi skor akhir dalam proses penilaian yang dilakukan oleh panel pakar. Model perangkat ini disesuaikan dengan lembar uji dan dibuat sedemikian sehingga assessor tidak mungkin melewatkan satu pun kriteria penilaian. Program ini dilengkapi dengan database spesies prioritas konservasi yang dapat di-update secara terpusat oleh Kebun Raya Bogor sebagai pusat pangkalan data sekaligus pemegang hak ciptanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan dua serial lokakarya penyusunan spesies prioritas untuk konservasi yang dilakukan dengan menerapkan expert judgement ini diperoleh pelajaran bahwa Indonesia sangat minim akan data autekologi dan demografi spesies. Padahal kedua data tersebut sangat diperlukan dalam pendugaan langsung mengenai ancaman dan kepunahan yang dihadapi spesies di alam (Burgman et al. 1999). Walaupun data tersebut telah dimodifikasi menjadi kriteria-kriteria fitur populasi (seperti ukuran dan jumlah populasi, serta kondisi populasi terbesarnya) dan keunikan geografis untuk menjelaskan persebaran populasinya di alam, data pendukung kriteria tersebut tetap saja masih sangat terbatas untuk sebagian besar spesies yang dinilai. Keterlibatan para ahli dalam menilai pun tidak menjamin ketersediaan dan kepastian data yang diperlukan tersebut. Untuk itu konsistensi dan prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam penilaian dianggap sangat menentukan agar tidak terjadi underestimating ataupun overestimating yang akan mempengaruhi ranking spesies prioritas konservasi pada akhirnya. Prinsip kehati-hatian semacam ini telah dianjurkan dalam penilaian status konservasi / keterancaman dalam menyusun IUCN Red List (IUCN 1994).
546
Terlepas dari masalah ketidakpastian terkait kurangnya data tersebut, sebagai langkah awal, Kebun Raya telah mendapatkan daftar spesies prioritas konservasi untuk enam famili terdiri dari 164 spesies yang memerlukan aksi konservasi segera (Tabel 2). Meskipun sistem penyusunan prioritas yang diterapkan di sini difokuskan pada taksa, kami juga menggarisbawahi bahwa aksi konservasi dari taksa prioritas tersebut juga ditujukan pada level ekosistem dan komunitas ekologisnya. Hal ini terutama dapat dilihat pada taksa Dipterocarpaceae di mana spesies-spesiesnya hampir semuanya hidup secara spesifik pada habitat hutan dataran rendah, yang diketahui mengalami kerusakan deforestasi yang paling serius. Di antara spesies-spesies yang dijadikan target penilaian prioritas beberapa di antaranya dikeluarkan dari list target karena berbagai alasan. Yaitu ketidakpastian dalam hal taksonomi, kurang data dan penyebarannya tidak termasuk kawasan Indonesia. Kurang data di sini maksudnya adalah data spesies yang tidak memadai untuk menilai ke-17 kriteria scoring, meskipun pendugaan terbaik berdasarkan pengetahuan pakar sudah dilakukan secara maksimal. Kurangnya data yang ditunjukkan oleh beberapa spesies dalam list target menunjukkan kemungkinan perlunya kategori tambahan untuk mendorong evaluasi atau survei mengenai spesies yang masuk dalam klasifikasi ini. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya underestimation kategorisasi prioritas dari kondisi aktualnya di alam. Tujuan dari penyusunan sistem ranking ini adalah untuk menyediakan acuan untuk program konservasi tumbuhan Indonesia dan menunjukkan spesies mana saja yang memerlukan aksi yang mendesak. Salah satu dari aksi-aksi yang mungkin dilakukan adalah memodifikasi status legal dari beberapa spesies. Berdasarkan assessment para ahli, 53% spesies yang diklasifikan ke dalam Kategori A belum memiliki status perlindungan legal di habitatnya (skor 5 untuk kriteria No. 8, yaitu 2 spesies dari Dipterocarpaceae, 14 Thymelaeaceae, 7 Arecaceae, 3 Cyatheaceae, 25 Nepenthaceae, dan 36 Orchidaceae. Hingga saat ini, Kebun Raya Indonesia (KRI) yang terdiri dari KR Bogor, Cibodas, Purwodadi dan Ekakarya Bali telah mengoleksi 45 spesies dari daftar yang termasuk Kategori A di mana 25 spesies di antaranya adalah anggrek (Tabel 2). Selain dijadikan tanaman koleksi, beberapa spesies telah diperbanyak baik melalui metode konvensional maupun kultur jaringan, serta dijadikan obyek penelitian dalam rangka konservasi dan pemulihan populasinya di alam. Aksi konservasi lainnya yang telah dilakukan oleh KRI terhadap spesies prioritas Kategori A adalah melakukan reintroduksi spesies ke habitatnya (Calamus manan dan Pinanga javana), sedangkan satu spesies lainnya (Vatica bantamensis) sedang dalam tahap persiapan program reintroduksi ke Taman Nasional Ujung Kulon. Burgman dan Lindenmayer (1998), seperti yang disitir oleh Coates dan Atkins (2001), mengidentifikasi tiga metode secara garis besar untuk penetapan prioritas konservasi pada level spesies, yaitu metode point-scoring –seperti yang diterapkan dalam penelitian ini–, rule sets dan deskripsi kualitatif, di mana ketiganya dinilai belum memberikan hasil terbaik yang bisa berlaku dalam segala situasi. Meskipun dikritisi dan masih diperdebatkan karena memiliki kelemahan
547
dalam pembobotannya, metode point-scoring yang berbasis pada skema ranking liner dari skor total yang diterapkan dalam sistem prioritisasi ini memiliki kelebihan karena menghasilkan ranking yang lebih definitif terhadap taksa yang dinilai (Molloy & Davis 1992). Kriterianya pun meliputi aspek-aspek yang bermakna termasuk keunikan dalam hal taksonomi, penyebaran populasi secara geografis di mana endemisme termasuk di dalamnya, status dan kondisi populasinya, keterancaman dan kerawanan serta kemungkinan keberhasilan program konservasi melalui penilaian kemudahan propagasi, serta nilai pemanfaatannya dalam skala lokal / nasional. Diseminasi mengenai kegiatan ini sudah dilakukan melalui beberapa publikasi media cetak maupun on line. Khusus untuk sistemnya sendiri pernah diperkenalkan dalam Workshop Penetapan Spesies Prioritas untuk Konservasi pada tahun 2009 dan 2010, dalam International Conference on Biological Sciences 2009 di UGM Yogyakarta (Widyatmoko & Risna 2010) dan melalui penerbitan buku seri pertama (Risna et al. 2010). Sambutan berupa apresiasi, kritik dan masukan terhadap sistem ini yang disampaikan secara langsung ke Kebun Raya berlainan. Sebagian besar tanggapan memperlihatkan kerancuan pemahaman akan kategorisasi IUCN dan penetapan prioritas konservasi sehingga hal ini perlu diluruskan. Beberapa ahli menyatakan bahwa tidak semua kriteria yang digunakan memungkinkan untuk pendugaan skor secara akurat misalnya untuk ukuran populasi. Untuk beberapa kriteria memang hanya mampu dinilai dengan pendugaan kasar namun kami anggap memadai karena yang diperlukan adalah suatu kategorisasi, bukan nilai pasti/eksaknya. Segi kepraktisan juga disoroti karena kriteria-kriteria yang digunakan dalam sistem ini dinilai terlalu rumit bagi sebagian orang sehingga perlu disederhanakan. Kerumitan ini mungkin benar untuk sebagian spesies dengan informasi yang sangat terbatas sehingga untuk pendugaan pun sulit, tapi tidak dengan spesies yang telah didokumentasikan dengan baik informasi biologis maupun lingkungannya lengkap dengan data kuantitatifnya. Kuantifikasi dalam dalam kriteria manfaat memang perlu diperjelas sehingga interpretasi dari penilai dapat lebih dihomogenkan. Saat ini, pihak yang tercatat memanfaatkan sistem ini adalah Institut Pertanian Bogor, yaitu untuk tesis mahasiswa strata S2 yang melakukan assessment khusus untuk konservasi tumbuhan obat (Hidayat, pers.comm).
KESIMPULAN DAN SARAN Sistem penyusunan spesies prioritas yang dirancang oleh Kebun Raya Bogor – LIPI ini telah mampu menghasilkan suatu model prioritisasi berbasis point-scoring terhadap enam famili yang anggotanya banyak dikategorikan sebagai spesies terancam kepunahan dalam level nasional. Hingga tahun 2010, total sebanyak 164 spesies dari famili Arecaceae, Cyatheaceae, Dipterocarpaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae dan Thymelaeaceae dikategorikan sebagai spesies yang perlu mendapat prioritas pertama aksi konservasi. Spesies-spesies dari famili lainnya masih menunggu untuk dinilai, dan hal ini membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Bukan hanya dalam penilaian skala prioritas konservasi saja,
548
melainkan juga dalam menentukan model atau strategi konservasi yang paling tepat sasaran untuk setiap spesies. Sistem penyusunan spesies prioritas konservasi memperlihatkan bahwa prioritisasi sangat bergantung pada ketersediaan dan kualitas data. Kurangnya data dapat menghasilkan ranking spesies yang tidak tepat dari kondisi aktualnya. Oleh karena itu diperlukan survei dan penelitian terhadap sebanyak mungkin spesies di habitat aslinya, serta program-program monitoring baik di kawasan-kawasan lindung maupun di kawasan yang statusnya belum dilindungi perundangundangan di Indonesia. Diharapkan sistem prioritisasi dan daftar spesies prioritas konservasi yang dipresentasikan dalam makalah ini dapat membantu para praktisi konservasi tumbuhan dan pembuat kebijakan untuk menemukan cara yang efektif untuk mencapai tujuan bersama yaitu menyelamatkan spesies terancam kepunahan. Sistem prioritisasi yang tepat merupakan langkah pertamanya.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami sangat berterima kasih pada panel pakar yang telah melakukan assessment prioritas konservasi: Peter Ashton (Harvard University), Charlie D. Heatubun (Universitas Papua, Manokwari), Frankie Handoyo (Fragrant Orchid), Hernawati dan Pitra Akhriadi (Universitas Andalas), Agus Hikmat (Institut Pertanian Bogor), Stefaan Wulffraat (WWF), Johanis P. Mogea, Himmah Rustiami, Dedy Darnaedi, Wita Wardani, Muhammad Mansur, Harry Wiriadinata, Tukirin Partomihardjo dan Kusuma D.S. Yulita (Pusat Penelitian Biologi, LIPI), I.B.K. Arinasa (UPT Kebun Raya Eka Karya Bali, LIPI) serta Irawati, Dwi M. Puspitaningtyas, Joko R. Witono, Titien Ng. Praptosuwiryo, Didit O. Pribadi dan Yupi Isnaini (PKT Kebun Raya Bogor, LIPI). Penelitian ini didanai oleh DIPA LIPI tahun anggaran 2008–2010 serta Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (Ristek) tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA Burgman MA, Keith DA, Rohlf FJ, Todd CR (1999) Probabilistic classification rules for setting conservation priorities. Biological Conservation 89: 227–231. [CITES] Convention on Trades of Endangered Species (2009) Appendices I, II, and III. http://www.cites.org/eng/app/appendices.html. Diakses 10 Maret 2010. Coates DJ, Atkins KA (2001) Priority setting and the conservation of Western Australia‘s Diverse and Highly Endemic Flora. Biological Conservation 97: 251–263.
549
de Grammont PC, Cuarón AD (2006) An evaluation of threatened species categorization systems used on the American Continent. Conservation Biology 20(1): 14–27. Indrawan M, Primack RB, Supriatna J (2007) Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. [IUCN] the International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1994). IUCN Red List Categories. Meeting of the IUCN Council. Prepared by the International Union for the Conservation of Nature, Species Survival Commision, Gland, Switzerland. [IUCN] the International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (2001). Guidelines for Application of IUCN Categories and Criteria. <www.iucnredlist.org>. Diakses 2 Maret 2010. [IUCN] the International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (2009). 2009 IUCN Red list of threatened species. <www.iucnredlist.org>. Diakses 2 Maret 2010. Keith DA (1998) An evaluation and modification of World Conservation Union Red List criteria for classification of extinction risk in vascular plants. Conservation Biology 12: 1076–1090. Keller V, Bollman K (2004) From red list to species of conservation concern. Conservation Biology 18(6): 1636–1644. Knapp SM, Russell RE, Swihart RK (2003) Setting priorities for conservation: the influence of uncertainty on species rankings of Indiana mammals. Biological Conservation 111: 223–234. Kusuma YWC, Dodo, Widyatmoko D (2008) Koleksi tumbuhan terancam kepunahan di Kebun Raya Bogor. Buletin Kebun Raya Indonesia 11(2): 33–45. Mace GM, Possingham HP, Leader-Williams N (2007) Prioritizing choises in conservation. Dalam: Macdonald DW and Service K (Eds). Key Topics in Conservation Biology. Blackwell Publishing, Oxford, United Kingdom. pp17–34. Mittermeier RA, Myers N, Mittermeier CG (1999) Hotspots Earth‘s Biologically Richest and Most Endangered Terrestrial Ecoregions. Emex and Conservation International. Mogea JP, Gandawidjaja Dj, Wiriadinata H, Nasution RE, Irawati (2001) Tumbuhan Langka Indonesia. Puslitbang Biologi – LIPI, Balit Botani, Herbarium Bogoriense. Bogor. h20-22. Molloy J, Davis AM (1992) Setting Priorities for the Conservation of New Zealand‘s Plants and Animals. Department of Conservation, Wellington. Possingham HP, Andelman SJ, Burgman MA, Medellin RA, Master LL, Keith DA (2002) Limits to the use of threatened species lists. Trends in Ecology and Evolution 17(11): 503–507. 550
Risna RA, Kusuma YWC, Widyatmoko D, Hendrian R, Pribadi DO (2010). Spesies Prioritas untuk Konservasi Tumbuhan Indonesia. LIPI Press, Jakarta. Rodriguez JA, Rojas-Suarez F, Sharpe CJ (2004) Setting priorities for the conservation of Venezuela‘s threatened birds. Oryx 38(4): 373–382. Rustam D, Purwanto E (2007) Suatu tinjauan tentang audit lingkungan sebagai alternatif pengendalian kerusakan hutan. Majalah Kehutanan Indonesia. http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/MKI/07%2011/Artikel,%20Suatu%20tinjauan%20tentang.htm Sapir Y, Shmida A, Fragman O (2003) Constructing red numbers for setting conservation priorities of endangered plant species: Israeli flora as a test case. Journal for Nature Conservation 11: 91–107. Schmeller DS, Bauch B, Gruber B, Juskaitis R, Budrys E, Babij V, Lanno K, Sammul M, Varga Z, Henle K (2008) Determination of conservation priorities in regions with multiple political jurisdictions. Biodiversity Conservation 17: 3623–3630. Soberon J, Medellin RA (2007) Categorization systems of threatened species. Conservation Biology 21(5): 1366–1367. Wilson K, Carwardine J, Possingham H (in press) Setting conservation priorities. Annals of the New York Academy of Science.
551
Tabel 1. Kriteria skoring dalam setiap variabel dan skor yang diterapkan untuk kategorisasi prioritas konservasi. KEUNIKAN (1) TAKSONOMI Hanya satu famili dalam ordonya, atau satu genus dalam familinya Hanya satu spesies dalam genusnya Dikenal pada level spesies; secara genetik dan/atau morfologi sangat berbeda dari spesies lain dalam genusnya Dikenal pada level spesies; secara genetik dan/atau morfologi cukup memiliki kemiripan dengan spesies lain dalam genusnya Dikenal pada level subspesies (2) DISTRIBUSI GEOGRAFIS Endemik pada kawasan sempit; total kisaran kawasan <10 km2 Endemik dalam satu bioregion Endemik pada dua atau tiga bioregion Endemik di Indonesia Tidak endemik di Indonesia STATUS POPULASI (3) JUMLAH POPULASI Hanya diketahui satu populasi Hanya diketahui dua populasi Diketahui 3–4 populasi, atau tidak diketahui tetapi diduga kecil Diketahui 5–10 populasi Diketahui >10 populasi, atau tidak diketahui tetapi diduga memiliki populasi besar (4) UKURAN POPULASI RATA-RATA Satu individu atau pada area <1 m2 Antara 2–10 individu, atau pada area 1–10 m2, atau tidak diketahui namun diduga kecil Antara 11–50 individu, atau pada area 10–100 m2 Antara 51–500 individu, atau pada area 100–1000 m2 Lebih dari 500 individu, atau pada area >1000 m2, atau tidak diketahui namun dianggap besar (5) UKURAN POPULASI TERBESAR Satu individu, atau area <1 m2 Antara 2–10 individu, atau pada area 1–10 m2, atau tidak diketahui pasti namun dianggap kecil Antara 11–50 individu, atau pada area 10–100 m2 Antara 51–500 individu, atau pada area 100–1000 m2 Lebih dari 500 individu, atau pada area >1000 m2,
SKOR 5 4 3
2 1 5 4 3 2 1
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
552
atau tidak diketahui namun dianggap besar (6) KONDISI POPULASI TERBESAR Sangat mengkhawatirkan Mengkhawatirkan Marjinal Sedang Sehat (7) TINGKAT KEMEROSOTAN POPULASI Populasi alami secara keseluruhan saat ini merosot pada suatu tingkat yang memungkinkan takson menjadi punah dalam waktu dekat (0–15 tahun) Populasi alami secara keseluruhan saat ini merosot pada suatu tingkat yang memungkinkan takson menjadi punah dalam jangka waktu menengah (15– 25 tahun), atau tidak diketahui tetapi diprediksi akan mengalami kemerosotan secara cepat Populasi alami secara keseluruhan saat ini merosot pada suatu tingkat yang memungkinkan takson menjadi punah dalam jangka waktu lebih lama (25– 50 tahun), atau tidak diketahui tetapi diprediksi akan menurun pada tingkat sedang Populasi alami secara keseluruhan saat ini memperlihatkan penurunan yang sangat kecil dan dianggap tidak mengancam kesintasan takson dalam waktu 50 tahun mendatang Populasi alami secara keseluruhan stabil atau meningkat ANCAMAN (8) PERLINDUNGAN LEGAL TERHADAP HABITAT Tidak ada perlindungan legal di manapun Perlindungan informal pada satu atau beberapa lokasi populasi Perlindungan legal jangka panjang untuk setidaknya satu lokasi populasi Perlindungan legal jangka panjang pada beberapa lokasi populasi Perlindungan legal pada sebagian besar atau seluruh lokasi populasi (9) PERLINDUNGAN EX SITU Tidak ada perlindungan ex situ di manapun (kebun raya, arboretum, bank plasma nutfah, private gardens, nurseri) Ada satu lokasi perlindungan ex situ Ada 3–4 lokasi perlindungan ex situ Ada 5–10 lokasi perlindungan ex situ, atau tidak diketahui tetapi diperkirakan cukup banyak Ada >10 lokasi perlindungan ex situ, atau tidak diketahui tetapi diperkirakan banyak
5 4 3 2 1
5
4
3
2
1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
553
(10) LAJU KEHILANGAN HABITAT Seluruh habitat (lokasi) tersisa kemungkinan dapat rusak/ hilang dalam < 10 tahun Lebih dari separuh habitat (lokasi) tersisa kemungkinan akan rusak/hilang dalam < 10 tahun Antara 25–50% habitat (lokasi) tersisa kemungkinan akan rusak/hilang <10 tahun Antara 10–25% habitat (lokasi) tersisa kemungkinan akan rusak dalam <10 tahun Kurang dari 10% habitat (lokasi) tersisa kemungkinan akan rusak dalam 10 tahun berikutnya (11) DAMPAK PREDASI / EKSPLOITASI Predasi/eksploitasi mengakibat-kan dampak sangat serius terhadap kesintasan takson Predasi/eksploitasi mengakibatkan dampak serius (berat) terhadap kesintasan takson; atau dampaknya tidak diketahui tetapi diperkirakan besar Predasi/eksploitasi mengakibatkan dampak sedang terhadap kesintasan takson Predasi/eksploitasi ringan dengan dampak ringan; atau dampaknya tidak diketahui tetapi diperkirakan ringan Predasi/eksploitasi mengakibat-kan dampak sangat kecil (12) KOMPETISI Kompetisi mengakibatkan dampak sangat serius terhadap kesintasan takson Kompitisi mengakibatkan dampak cukup serius terhadap kesintasan takson; atau dampaknya tidak diketahui tetapi diperkirakan besar Kompetisi mengakibatkan dampak sedang terhadap kesintasan takson Kompetisi mengakibatkan dampak ringan, atau dampak tidak diketahui tetapi diperkirakan ringan Kompetisi tidak signifikan dan tidak membatasi pemulihan takson FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG (13) MEMPENGARUHI KESINTASAN Ada faktor (-faktor) lain yang sangat mempengaruhi kesintasan takson Ada faktor (-faktor) lain yang mengakibatkan dampak cukup serius terhadap kesintasan takson Ada faktor (-faktor) lain yang mengakibatkan dampak sedang terhadap kesintasan takson Ada faktor (-faktor) lain yang mengakibatkan dampak ringan terhadap kesintasan takson Tidak ada faktor-faktor yang diketahui
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
554
KERENTANAN / KERAWANAN SPESIFISITAS HABITAT DAN/ATAU UNSUR (14) HARA Memperlihatkan spesifitas habitat dan/atau unsur hara yang ekstrim Memperlihatkan spesifisitas habitat dan/atau unsur hara yang tinggi Memperlihatkan spesifisitas habitat dan/atau unsur hara yang sedang Memperlihatkan spesifisitas habitat dan/atau unsur hara yang rendah Memperlihatkan karakteristik generalis SPESIALISASI REPRODUKTIF DAN/ATAU (15) PERILAKU Memperlihatkan spesialisasi reproduktif dan/atau perilaku yang sangat membatasi kemampuan pemulihan dari takson Memperlihatkan spesialisasi reproduktif dan/atau perilaku yang berdampak besar pada pemulihan takson Memperlihatkan spesialisasi reproduktif dan/atau perilaku yang berdampak sedang pada pemulihan takson Memperlihatkan spesialisasi reproduktif dan/atau perilaku yang hanya sedikit membatasi pemulihan takson Tidak memperlihatkan adanya spesialisasi reproduktif dan/atau perilaku PROPAGASI (16) KEMUDAHAN PROPAGASI Kemungkinan keberhasilan propagasi besar (bisa secara vegetatif dan/atau generatif) dan propagasi dapat dilakukan dengan teknik sederhana Kemungkinan keberhasilan propagasi cukup besar (bisa secara vegetatif atau generatif) dan teknik propagasi cukup sederhana (tidak sulit) Kemungkinan keberhasilan propagasi bervariasi (pada umumnya hanya bisa secara generatif saja) dan teknik propagasi tidak rumit Propagasi cukup sulit, atau cukup sulit untuk mendapatkan material untuk diperbanyak secara teratur, atau membutuhkan teknik propagasi yang cukup rumit Propagasi sulit, atau sulit memperoleh material untuk diperbanyak, atau membutuh-kan teknik propagasi yang rumit
5 4 3 2 1
5
4
3
2 1
5
4
3
2 1
555
MANFAAT (17) NILAI MANFAAT Dinilai bermanfaat bagi semua orang Dinilai bermanfaat bagi sebagian besar orang Dinilai bermanfaat bagi cukup banyak orang Dinilai bermanfaat bagi sejumlah kecil orang Dianggap tidak ada manfaatnya oleh semua orang
5 4 3 2 1
Tabel 2. Hasil sementara daftar ranking spesies prioritas kategori A untuk konservasi tumbuhan Indonesia terancam kepunahan dari enam familli yang telah dinilai oleh grup spesialis. NO.
SPESIES KATEGORI A
SKOR
FAMILI
1
Nepenthes adnata
71
Nepenth.
2
Nepenthes campanulata
70
Nepenth.
3
Dendrobium militare
68
Orch.
4
Nepenthes talangensis
68
Nepenth.
5
Nepenthes clipeata
67
Nepenth.
6
Phalaenopsis javanica
67
Orch.
7
Dendrobium ayubii
66
Orch.
8
Dendrobium tobaense
66
Orch.
9
Dipterocarpus littoralis
66
Dipt.
10
Nepenthes lavicola
66
Nepenth.
11
Paphiopedilum kolopakingii
66
Orch.
12
Paphiopedilum moquettianum
66
Orch.
13
Paphiopedilum supardii
66
Orch.
14
Dendrobium taurilinum
65
Orch.
15
Dipterocarpus glabrigemmatus
65
Dipt.
16
Gonystylus areolatus
65
Thym.
17
Gonystylus augescens
65
Thym.
18
Nepenthes tenuis
65
Nepenth.
556
19
Paphiopedilum primulinum
65
Orch.
20
Papilionanthe tricuspidata
65
Orch.
21
Paraphalaenopsis denevei
65
Orch.
22
Phalaenopsis floresensis
65
Orch.
23
Dendrobium devosianum
64
Orch.
24
Paphiopedilum sangii
64
Orch.
25
Paphiopedilum schoseri
64
Orch.
26
Paraphalaenopsis labukensis
64
Orch.
27
Phalaenopsis viridis
64
Orch.
28
Arachnis hookeriana
63
Orch.
29
Cymbidium hartinahianum
63
Orch.
30
Paphiopedilum mastersianum
63
Orch.
31
Paphiopedilum niveum
63
Orch.
32
Paphiopedilum victoria-mariae
63
Orch.
33
Phalaenopsis inscriptiosinensis
63
Orch.
34
Vanda devogtii
63
Orch.
35
Vanda jennae
63
Orch.
36
Arenga distincta
62
Arec.
37
Dendrobium capra
62
Orch.
38
Paphiopedilum glaucophyllum
62
Orch.
39
Paraphalaenopsis laycockii
62
Orch.
40
Vanda sumatrana
62
Orch.
41
Arenga longipes
61
Arec.
42
Arenga talamauense
61
Arec.
43
Dendrobium jacobsonii
61
Orch.
44
Dipterocarpus applanatus
61
Dipt.
45
Nepenthes aristolochioides
61
Nepenth.
557
46
Nepenthes bongso
61
Nepenth.
47
Nepenthes dubia
61
Nepenth.
48
Nepenthes treubiana
61
Nepenth.
49
Paphiopedilum gigantifolium
61
Orch.
50
Paraphalaenopsis serpentilingua
61
Orch.
51
Phalaenopsis celebensis
61
Orch.
52
Phalaenopsis tetraspis
61
Orch.
53
Amyxa pluricornis
60
Thym.
54
Ascocentrum aureum
60
Orch.
55
Bulbophyllum phalaenopsis
60
Orch.
56
Dendrobium laxiflorum
60
Orch.
57
Dendrobium nindii
60
Orch.
58
Dendrobium pseudoconanthum
60
Orch.
59
Dipterocarpus semivestitus
60
Dipt.
60
Gonystylus consanguineus
60
Thym.
61
Nepenthes inermis
60
Nepenth.
62
Paphiopedilum victoria-regina
60
Orch.
63
Phalaenopsis gigantea
60
Orch.
64
Phalaenopsis venosa
60
Orch.
65
Dipterocarpus elongatus
59
Dipt.
66
Dipterocarpus fusiformis
59
Dipt.
67
Gonystylus acuminatus
59
Thym.
68
Gonystylus affinis
59
Thym.
69
Gonystylus glaucescens
59
Thym.
70
Gonystylus keithii
59
Thym.
71
Gonystylus xylocarpus
59
Thym.
558
72
Nepenthes insignis
59
Nepenth.
73
Nepenthes rhombicaulis
59
Nepenth.
74
Anisoptera grossivenia
58
Dipt.
75
Anisoptera megistocarpa
58
Dipt.
76
Gyrinops caudata
58
Thym.
77
Gyrinops salicifolia
58
Thym.
78
Nepenthes ephippiata
58
Nepenth.
79
Nepenthes hamata
58
Nepenth.
80
Nepenthes mapuluensis
58
Nepenth.
81
Nepenthes mikei
58
Nepenth.
82
Nepenthes sumatrana
58
Nepenth.
83
Upuna borneensis
58
Dipt.
84
Vatica bantamensis
58
Dipt.
85
Vatica chartacea
58
Dipt.
86
Aetoxylon sympetalum
57
Thym.
87
Dipterocarpus concavus
57
Dipt.
88
Dipterocarpus fagineus
57
Dipt.
89
Dipterocarpus kerrii
57
Dipt.
90
Gyrinops decipiens
57
Thym.
91
Nepenthes klossii
57
Nepenth.
92
Nepenthes ovata
57
Nepenth.
93
Nepenthes spectabilis
57
Nepenth.
94
Phalaenopsis modesta
57
Orch.
95
Vatica pentandra
57
Dipt.
96
Ceratolobus glaucescens
57
Arec.
97
Dipterocarpus baudii
56
Dipt.
98
Dipterocarpus coriaceus
56
Dipt.
559
99
Gonystylus borneensis
56
Thym.
100
Gonystylus confusus
56
Thym.
101
Gyrinops podocarpus
56
Thym.
102
Nepenthes eymae
56
Nepenth.
103
Nepenthes mollis
56
Nepenth.
104
Nepenthes paniculata
56
Nepenth.
105
Nepenthes singalana
56
Nepenth.
106
Paphiopedilum violascens
56
Orch.
107
Vatica flavovirens
56
Dipt.
108
Vatica teysmanniana
56
Dipt.
109
Anisoptera laevis
55
Dipt.
110
Cyathea strigosa
55
Cyath.
111
Daemonorops acamptostachys
55
Arec.
112
Dipterocarpus kunstleri
55
Dipt.
113
Dipterocarpus validus
55
Dipt.
114
Nepenthes densiflora
55
Nepenth.
115
Nepenthes veitchii
55
Nepenth.
116
Vatica cauliflora
55
Dipt.
117
Vatica globosa
55
Dipt.
118
Vatica rotata
55
Dipt.
119
Vatica sarawakensis
55
Dipt.
120
Anisoptera curtisii
54
Dipt.
121
Arenga hastata
54
Arec.
122
Cyathea tripinnatifida
54
Cyath.
123
Dipterocarpus eurynchus
54
Dipt.
124
Gonystylus maingayi
54
Thym.
125
Gonystylus velutinus
54
Thym.
560
126
Gyrinops moluccana
54
Thym.
127
Licuala pumila
54
Arec.
128
Vatica soepadmoi
54
Dipt.
129
Dipterocarpus cornutus
53
Dipt.
130
Dipterocarpus costulatus
53
Dipt.
131
Dipterocarpus tempehes
53
Dipt.
132
Hidriastele flabellata
53
Arec.
133
Nepenthes bicalcarata
53
Nepenth.
134
Nepenthes eustachya
53
Nepenth.
135
Vatica havilandii
53
Dipt.
136
Aquilaria microcarpa
52
Thym.
137
Cyathea punctulata
52
Cyath.
138
Dipterocarpus grandiflorus
52
Dipt.
139
Iguanura leucocarpa
52
Arec.
140
Nepenthes fusca
52
Nepenth.
141
Nepenthes papuana
52
Nepenth.
142
Pinanga javana
52
Arec.
143
Vatica brunigii
52
Dipt.
144
Vatica maingayi
52
Dipt.
145
Vatica maritima
52
Dipt.
146
Vatica pauciflora
52
Dipt.
147
Vatica ridleyana
52
Dipt.
148
Calamus manan
52
Arec.
149
Ceratolobus pseudoconcolor
52
Arec.
150
Anisoptera marginata
51
Dipt.
151
Aquilaria malaccensis
51
Thym.
152
Cyathea magnifolia
51
Cyath.
561
153
Cyathea modesta
51
Cyath.
154
Cyathea pallidipaleata
51
Cyath.
155
Cyathea setifera
51
Cyath.
156
Cyathea teysmannii
51
Cyath.
157
Dipterocarpus lowii
51
Dipt.
158
Gonystylus forbesii
51
Thym.
159
Johannesteijsmannia altifrons
51
Arec.
160
Nepenthes pilosa
51
Nepenth.
161
Nepenthes spathulata
51
Nepenth.
162
Nepenthes stenophylla
51
Nepenth.
163
Sommieria leucophylla
51
Arec.
164
Vatica stapfiana
51
Dipt.
Keterangan: Nama spesies yang dicetak tebal menandakan spesies telah dikoleksi di Kebun Raya Indonesia (kompilasi dari Risna et al. 2010 dan data Registrasi Koleksi KRI 2010. Gambar 1.
Lembar uji pada software untuk salah satu spesies yang dinilai oleh grup spesialis / panel pakar Orchidaceae.
562
Gambar 2. Rekapitulasi jumlah spesies untuk setiap kategori prioritas (A, B, C) untuk konservasi tumbuhan Indonesia dari 6 famili yang dinilai Thymelaeaceae
Orchidaceae
Nepenthaceae
Dipterocarpaceae
Cyatheaceae s.l.
Arecaceae
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Jumlah spesies
A
B
C
563