ISSN : 2088 - 0286 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN
Prosiding Seminar Nasional Biologi “Peran IPTEK Bidang Biologi Dalam Melestarikan Kearifan Masyarakat Untuk Mendukung Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan” Senin, 6 Desember 2010 Pusat Pelayanan Basic Sciences Jatinangor
Didukung oleh :
Jurusan Biologi Fmipa Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor 45363, Tlp/Fax (022) 7796412 Web : biologi.unpad.ac.id
Foto : Bowo Budileksono
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya Seminar Nasional Biologi yang telah diadakan oleh Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Padjadjaran (UNPAD) pada tanggal 6 Desember 2010 ini telah terlaksana. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Dies Natalis Universitas Padjadjaran serta menjadi kesempatan civitas akademika Biologi FMIPA untuk memberi penghormatan akademik kepada tiga Guru Besar Biologi Unpad yang purnabakti setelah mengabdi dan berkarya selama lebih dari 25 tahun di Univesitas Padjadjaran. Kegiatan ini merupakan peluang bagi para peneliti untuk dapat mempresentasikan hasil penelitian di bidang Biologi, baik yang bersifat ilmu murni, ilmu dasar, maupun ilmu terapan dengan inovasi yang sesuai dengan tema seminar : “ Peran IPTEK Bidang Biologi dalam Melestraikan Kearifan Masyarakat untuk Mendukung Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan” Pada seminar ini juga, untuk pertama kalinya kami mengundang peneliti dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan Biologi untuk hadir dan menampilkan poster makalahnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi awal suatu jaringan kerjasama/interdisiplin antar peneliti dari berbagai bidang keilmuan dalam kajian biologi untuk bersama-sama mengembangkan penelitian berbasis biologi. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam seminar ini, baik sebagai pembicara utama, pemakalah, pendukung dana, maupun sebagai peserta seminar. Tanpa kehadiran dan bantuan Anda semua seminar ini tidak akan dapat terlaksana. Khusus kepada para pemakalah, kami memberikan apresiasi yang setinggitingginya atas peran serta anda pada seminar ini. Partisipasi Anda semua membangkitkan keyakinan, bahwa penelitian berbasis Bidang Biologi akan sangat berkembang di masa datang. Kami menyadari bahwa dalam penyelenggaraan seminar ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya,. Kami juga sangat mengharapkan umpan balik berupa saran dan kritik dari seluruh hadirin.
Bandung, Desember 2010 Ketua Panitia Pelaksana Dr. Teguh Husodo MS.
1
DAFTAR ISI
1 2 3
Prakata Daftar Isi Daftar Makalah Pembicara SUMBANGAN PENGETAHUAN TAKSONOMI DALAM MENSOSIALISASIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI UNTUK PENELITIAN DAN PEMBANGUNAN Aseng Ramlan Guru Besar Purnabakti Jurusan Biologi Fakultas MIPA-UNPAD PENGEMBANGAN AGROFORESTRI UNTUK MENUNJANG PANGAN DAN SEBAGAI ROSOT KARBON Karyono Guru Besar Purnabakti Jurusan Biologi Fakultas MIPA-UNPAD KEARIFAN BUDAYA INDONESIA DALAM MENGELOLA SUMBERDAYA KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEMNYA Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi – LIPI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Dra. Masnellyarti Hilman, M.Sc Kementerian Lingkungan Hidup BEBERAPA ASPEK BIOLOGI YANG BERMANFAAT MENUNJANG PENANGGULANGAN PENYAKIT PARASIT Sayuti Murad Daftar Makalah Poster 1
Pemanfaatan Tumbuhan Paku dan Umbi-umbian di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat Agung Kurniawan, Ema Hendriyani, I Nyoman Peneng , Bayu Adjie
i
2
Efektivitas Ekstrak Minyak Serai Wangi ( Andropogon nardus L) Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering ( Cryptotermes cynocephalus light ) Agus Ismanto dan Nia Yuliani
3
Pemanfaatan Infusa Biji Petai Cina ( Leucaena Leucocephala ) Terhadap Penghambatan Transpor Glukosa Melalui Membran Usus Halus Tikus Wistar, sebagai Obat Alternative Penyakit Diabetes Mellitus Anna Martiana. S dan Tien Turmuktini
4
Uji Toksisitas Bioinsektisida Ekstrak Air Biji Mahkota dewa (Phaleria papuana warb.) terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti Anita Oktaria, M.Si dan Suryatmana Tanuwidjaja, M.Si
5
Kromoplas dan Akumulasi pada Organ Buah Tumbuhan Tropika Anjela Jitmau dan Fery F. Karwur
6
Kajian Model Perubahan Iklim Untuk Penentuan Masa Awal Tanam Padi Armi Susandi, Mamad Tamamadin
7
Jumlah Primordial Germ Cells (PGC) pada Beberapa Tingkat Umur Embrio yang Berbeda oada Ayam Buras dan RAS A.R Setioko, T. Kostaman dan S. Sopiyana
8
Keong Air Tawar Genus filopaludina Dari Sulawesi: Studi Morfologi dan Anatomi Ayu S. Nurinsiyah, Ristiyanti M. Marwoto, Sayuti Murad
9
Pengolahan Air Terproduksi Oleh Eichhornia crassipes dan Salvinia natans dalam free water surface Constructed wetland Barti Setiani Muntalif dan Fanny Hapsari Utomo Putri
10
Konservasi Burung Cendrawasi Yapen ( Paradiseae Minor Jobensis Rotschild), Berbasis Kearifan Masyarakat di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua Basa T. Rumahorba
ii
11
Analisis Spektrum Karotenoid dari Minyak Sawit Mengunakan Spektroskopi NIR ( Near Infrared) Beatrix Wanma, Haryono Semanggun, Ferdi. S. Rondonuwu
12
Etnobotani Aren – Arenga Pinnata Di Desa Genteng Kecamatan Sukasari , Dan Desa Kadakajaya Kecamatan Tanjunsari, Kabupaten Sumedang Dedeh Saodah Widaningsih
13
Analisis Isi Lambung Ikan Kasau (Lobocheilos schwanefeldi) Dari Perairan Sungai Siak, Provinsi Riau Deni Efizon dan Chaidir P. Pulungan
14
Uji Kawin Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan yang Diberi Ekstrak Biji Nimba (Azadirachta indica a. Juss) Desak Made Malini, Tri Dewi K. Pribadi, Sri Rejeki R.
15
Uji Toksisitas akut Dekok Daun Sonchus Arvensis L. Diah Dhianawati Djunaedi, Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro, Andreanus A. Soemardji
16
Pengaruh Kebisingan Mesin Industri Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja Dwi Endah Wahyuningtyas, Otniel Moeda, Jubhar Mangimbulude
17
Respon Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao ( Theobroma cacao L) Kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH) Akibat Pemberian Air dengan Jumlah dan Interval Penyiraman yang Berbeda Endang Kantikowati, Tien Turmuktini, Syofa Sahdina
18
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Suku Mentawai di Desa Mailepet, Siberut Francisca Murti Setyowati
19
Pemanfaatan Limbah Penyulingan Nilam Untuk Arkoba Kompos Bioaktif)
( Arang
Gusmalina dan Sri Komarayati
iii
20
Pengujian Potensi Bakteri Resistensi (Ochrobactrum sp dan 8 SBY 1) Dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman Salvinia Molesta Hartati Imamuddin dan Dwi Agustiyani
21
Analisa Bakteri Coliform Pada Depot Air Minum Isi Ulang Kabupaten Sarmi, Propinsi Papua Hengky K.Baransano,Otniel Moeda, Jubhar C. mangimbulude
22
Potensi Jenis – jenis Asteraceae sebagai Sumber senyawa Antifidan terhadap Hama Solanaceae Epilachna vigintioctopunctata Fabricius (Coccinellidae: Coleoptera) Hikmat Kasmara, Melanie & Wawan Hermawan
23
Penyimpanan Karbon melalui Pengukuran Biomassa dan Pertumbuhan Daun Enhalus acoroides (l.f.) Royle di Pulau Pari Lepulauan Seribu Honey Lestari Liwe, Prihadi Santoso, Budi Irawan & Wawan Kiswara
24
Pengaruh Penambahan Bakteri Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Terhadap Penurunan Kadar Ammonia, Nitrit, Nitrat, Dan Hidrokarbon Limbah Cair Minyak Bumi Ida Indrawati
25
Penyakit Busuk Batang ( Sclerotium rolfsii) pada Tanaman Alokasia Hias ( Araceae) I Putu Agus Hendra Wibawa dan Agung Kurniawan
26
Fotostabilitas dan Thermostabilitas Ekstrak Kasar Pigmen Karotenoid Buah Nona ( Parartocarpus philipinensis) Leonardo Aisoi, Surya Satriya Trihandaru dan Martanto Martosupono
27
28
Uji Toksisitas Limbah Cair Pabrik Tempe terhadap Ikan Nila (Oreochromis nilloticus L.) di Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Madihah dan Keukeu Kaniawati Potensi Jamur Metarhizium Anisopliae indigenous dalam Mengendalikan Hama Pertanian dan Perkebunan Secara Alami Melanie, S.Si.,M.Si.
iv
29
Pengomposan Sampah Organik Pasar Dengan Penambahan Aktivator EM4 Mohammad Nurul H. & Edwi Mahajoeno
30
Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Pada Medium MS dan N6 Terhadap Pendewasaan Embrio Somatik Dari Kultur Meristem Jahe (Zingiber officinale rosc.) Mohamad Nurzaman, , Karyono, Titin Supriatun, Otih Rostiana
31
Pengamatan Spawning Berulang pada Lobster Air Tawar (LAT) Capit Merah (Cherax Quadricarinatus) Muhammad Idris, Tjandra Anggraeni, Ahmad Ridwan dan Edy Yuwono
32
Pengetahuan Ibu Guru Tingkat Dasar Tentang Menopause di Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu Muhammad Muflih Muhadjir M.Si
33
Evaluasi Pengetahuan Bioteknologi Pengolahan Air Mineral Yang Higienis Untuk Kesehatan Pada Masyarakat Desa Lohbener dan Desa Kalmati Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu Nenden Indrayati, Anggraeni, Darwati, Tati Herlina
34
Penambahan Konsorsium Jamur dan Beberapa Takaran Dalam Fitoremediasi Dengan Menggunakan Sengon(Paraserianthes falcataria (L). Nielsen) Bermikoriza
Oily Sludge Tanaman
Dr.Hj. Nia Rossiana, MSi; Dr.Titin Supriatun Sadeli, MS dan Nicky Firda Fara‘nuari 35
Toksisitas Abu Dasar Batubara (Battom Ash) Terhadap Karakteristik Darah Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn.) Nining Ratningsih , Sunardi, Gita Oktavia Pratiwi
36
Jenis jenis Araceae dari Kabupaten Jembrana, Bali Ni Putu Sri Asih dan Agung Kurniawan
37
Pengaruh Jumlah dan Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman dan Populasi Gastropoda di Pantai Barat Pasir Putih Pananjung Pangandaran Kabupaten Ciamis Nurullia Fitriani, Hikmat Kasmara, dan Melanie
v
38
Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Dosis Inokulum Neurospora sitophila Terhadap Kandungan Gizi Bungkil Biji Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Poniah Andayaningsih, Abun, Nani Nur‘aini.
39
Ecological Status Of Jakarta Urban Mangrove Forest : Benthic Infauna Structure Perspective R. Indarjani
40
Pemanfaatan Kulit Nanas untuk Nata De Pina Sebagai Alternatif Bahan Kertas Saring Mikrobia Rachmad Romadhon dan Evie Ratnasari
41
Induksi Tunas Ganda Tanaman Duku (Lansium domesticum l.) Pada berbagai Formulasi Media melalui Kultur In Vitro Ragapadmi Purnamaningsih dan Mia Kosmiatin
42
Seleksi Bakteri Termofilik Dengan Uji Aktifitas Lipase Dari Sumber Air Panas Rasti Saraswti, Jetty Nurhayati, Asri Peni Wulandari, Novita Tri Wahyuni
43
Seleksi Bakteri Termofilik Dengan Uji Aktifitas Kitinase Dari Air Panas Rasti Saraswti, Jetty Nurhayati, Asri Peni Wulandari, Tiffani Farah Aulia
44
Evaluasi Sifat Pengumbian In Vitro Pada 15 Genotipe Kentang (Solanum tuberosum L.) Ria Cahyaningsih,G. A. Wattimena
45
Identifikasi Pigmen Karotenoid pada Ekstrak Kasar Tepung Pokem (Setaria italicum L.) Rinto Herry Mambrasar, Budhi Prasetyo dan Martanto Martosupono
46
Uji Aktivitas Ekstrak dan Fraksi Daun Urang Aring ( Eclipta prostrata L.) Terhadap Mikroba Mulut Ririn Puspadewi, S.Si, M.Si., Putranti Adirestuti, Dr,M.S., Anggkosa Sumekar,S.Farm
vi
47
Penetapan Spesies Prioritas Konservasi Tumbuhan Indonesia Terancam Kepunahan : Tiga Tahun Perkembangannya Rosniati A. Risna, Didik Widyatmoko, Yyan W.C. Kusuma, R. Hendrian, Dodo, Mujahidin, Eka. M.D, Rahayu
48
Karakteristik Habitat Jalak Tunggir-Merah (Scissirostrum dubium, Latham, 1802) di Kawasan Panaruban, Subang, Jawa Barat Ruhyat Partasasmita, Nadia Rahma Yusnita, Prihadi Santoso, Joko Kusmoro
49
50
Analisis Kompatibilitas Mikoriza dengan tanaman mindi ( Melia azedarach L.) Untuk Mendukung Nfrastruktur Hijau DAS Bengawan Solo Siti Chalimah dan Suparti Study Of Various Yam Bean ( Pachyrgizus spp) Genotypes for Cosmetics Raw Material to Preserve Indonesia Local Wisdom Sofiya Hasani, Wieny H. Rizky, dan A. Kurniawan
51
Perbanyakan Xanadu (Philodendron xanadu) Melalui Kultur In Vitro Sri Hutami, Ika Mariska,Yati Supriati dan Ragapadmi Purnamaningsih
52
Kualitas Arang Kompos dan Limbah Cair dari Limbah Penyulingan Sagu Sri Komaryati dan Gusmalina
53
Bakteri Pelarut Fosfat sebagai “Plant Growth Promoting” pada Tanaman Buah Sri Widawati dan Suliasih
54
Uji Potensi Antibakteri Buah dan Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Shigella dysenteriae Suparti dan Supriyatin
55
Studi Pola Ekspresi Gen Spesifik Kantung Embrio Jagung Menggunakan Marker Green Flourescence Protein Suseno Amin
vii
56
Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Rhizosfer Akar Tanaman Durian ( Durio zibethinus Murr ) Berdasarkan Sifat Morfologi dan Infektivitas pada Inang Susilo, Edwi Mahajoeno
57
Beberapa Aspek Ekologi Burung Kowak-Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax Linnaeus, 1758) Di Kawasan Taman Ganeca , Kebun Binatang Bandung Dan Kebon Kopi 1 Teguh, Husodo; Hadikusumah, Y.H2; Ruchiyat, Y; Shofyadi, A
58
Hubungan Kandungan Ajmalisin dengan Pertumbuhan Kalus Catharanthus roseus [l.] G. Don dengan Pemberian NAA dan BAP Tia Setiawati , Titin Supriatun dan Rahmad Kuntadi
59
Karakterisasi Fenotipe Ayam Gaok Asli Madura Hasil Koleksi Ex-Situ Plasma Nutfah di Balai Penelitian Ternak Ciawi Tike Sartika, Soni Sopiyana dan Sofjan Iskandar
60
Peran Endomikoriza Terhadap Serapan Tembaga (Cu) dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Titin Supriatun Sadeli dan Fitri Annisa
61
Antibacterial Potency Against E. Coli of Some Seaweed Species of Bayah Beach, Lebak District West Java Provience Tri Saptari Haryani dan Triastinurmiatiningsih
62
Uji Potensi Antifungi Isolat Bakteri Rizosfer Rumput Pangola ( Digitaria decumbens) Terhadap Jamur Candida albicans Tutik Rahayu dan Andi Dwi Saputro
63
Relevance Between Study of Tiger Biogeography With Phylogenetic Relationship Based on Cytochrome B Genetic Markers Ulfi
64
Keanekaragaman dan Potensi Flora di Kawasan Hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara Wardah
viii
65
Status Peruntukan Situ Citatah Kabupaten Bogor dan Kemungkinan Pengembangannya Widyo Astono, Melati Fachrul, Diana Hendrawan
66
Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Pewarna Alami di Beberapa Daerah di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur Wenni S. Lestari, I Dewa P.Darma, I M Sudi dan Siti F. Hanum
67
Efek Chitosan dan Ekstrak Kentang dalam Media Vacin dan Went Terhadap Pertumbuhan Protocorm Anggrek Phalaenops hibrida in vitro Wieny H. Rizky, Karlina Syahruddin dan Sanny Faridiyana
68
Efektivitas Infeksi Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) Terhadap Kerusakan Badan Lemak Larva Dan Organ Reproduksi Pupa Spodoptera litura Fabricius Yasmi P. Kuntana, Heni Setiawati, Mia Miranti
69
Konservasi In Vitro Tiga Varietas Pisang Melalui Teknik Pertumbuhan Minimal Yati Supriati
70
Perbandingan Pertumbuhan Candida Albicans pada Media CMA ( Corn Meal Agar) Formula dan Modifikasi Media CMA (Corn Meal Agar) Yati Supriyatin, S.Pd., M.Si dan Anita Oktari, M.Si
71
Modifikasi Media Pertumbuhan Candida albicans Menggunakan Bahan Air Tajin Yati Supriatin,S.Pd.,M.Si & Suryatmana Tanuwidjaja, Drs, M.Si
72
Profil Folikel Rambut Akibat Etoposid dan Berbagai Produk Olahan Kedelai (Glycine max (l.) Merr.) Yetty Yusri Gani, Cucu Hadiansyah, Madihah
73
Penanda Molukuler Berbasis Kromosom Y pada Manusia Yulindra M. Numberi, Ferry F. Karwur, Jubhar Mangibulude
4
ix
44. EVALUASI SIFAT PENGUMBIAN IN VITRO PADA 15 GENOTIPE KENTANG (Solanum tuberosum L.)
Ria Cahyaningsih1 dan G. A. Wattimena2 1) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Jalan Ir. H. Juanda No.13. Bogor E-mail:
[email protected] 2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 ABSTRACT The research was aimed to evaluate in vitro tuberization of 15 genotypes of potato. This research used 15 potato genotypes Cardinal, Aminca, Nicola, BF 15 with diploid and tetraploid, their tetraploid somatic hybrids namely Carni 1 and Carni 2 (Cardinal+Nicola), Amcar 31 and Amcar 32 (Aminca+Cardinal), and also BF15 Am 1 (BF15+Aminca), BF15 Car 216 (BF15+Cardinal), and BF15 Ni 106 (BF15+Nicola). Observations were done on the number of microtuber, percentage of tuberization, fresh weight of microtuber, dry weight of microtuber, microtuber diameter, percentage of dry weight, and percentage of microtubers as seed tubers. The result showed that in vitro tuberization were very significantly affected by potato genotypes. Diploid parent was very significantly different to tetraploid somatic hybrids due to genotype and ploidy level. Keywords: tuberization, ploidy level, microtuber, Solanum tuberosum L.
PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu komoditas pangan yang diproduksi di 130 negara atau mampu memenuhi kebutuhan ¾ populasi dunia. Saat ini kentang menempati posisi ke empat di dunia setelah gandum, jagung, dan padi dengan produksi per tahun mencapai 300 juta ton (CIP, 2007). Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2007 produksi kentang di dunia didominasi oleh China, Rusia, dan India, berturut-turut produktivitasnya mencapai 67.44 ton ha-1, 30.67 ton ha-1 dan 28.56 ton ha-1. Sementara menurut BPS pada tahun 2009 produktivitas kentang di Indonesia masih tergolong rendah yaitu 16.47 ton ha-1. Kentang banyak mengandung protein, asam amino esensial lengkap, mineral, dan unsur penting lain (Iternational Potato Center, 1985). Kandungan kalori kentang hanya 5% jika dibandingkan gandum dan setelah direbus kentang memiliki lebih banyak protein dan kalsium hampir dua kali lebih banyak dibandingkan jagung. Kentang juga mengandung vitamin C (CIP, 2007). Tiap tahun permintaan kentang semakin meningkat dan pemasarannya pun semakin meluas. Kini kentang menjadi salah satu alternatif diversifikasi pangan, sebagai sumber karbohidrat non serealia. 509
Rendahnya mutu bibit dan kurang tersedianya kultivar kentang unggul merupakan dua masalah produksi kentang di Indonesia (Purwito et al., 1995; Purwito, 1999). Bibit kentang seringkali telah terkontaminasi penyakit sistemik yang sukar dikendalikan seperti Potato Virus X (PVX), Potato Virus Y (PVY), Potato Leaf Roll Virus (PVLR), hawar daun, layu bakteri, dan nematoda, sehingga menurunkan produktivitas bibit kentang (Purwito et al., 1995). Produksi bibit secara in vitro merupakan salah satu upaya menghasilkan bibit kentang bebas virus (Wattimena, 1983). Selain bibit bermutu, ketersediaan kultivar kentang unggul yang memiliki umur genjah, berdaya hasil tinggi, kandungan bahan kering tinggi, bentuk umbi baik, dan tahan terhadap penyakit utama kentang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kentang Indonesia (Wattimena, 2000). Kultivar kentang unggul dapat dihasilkan melalui proses pemuliaan untuk menggabungkan sifat unggul dari kentang budidaya dan spesies kentang liar. Spesies kentang liar adalah diploid dan memiliki sifat ketahanan terhadap penyakit atau stress abiotik (Austin et al., 1985, dan Jansky, 2000), tidak seperti kentang budidaya. Kentang budidaya (Solanum tuberosum subsp. Solanum tuberosum subsp. andigena) yang merupakan kentang tetraploid, pada umunya memiliki kejaguran yang lebih baik dibandingkan kentang liar yang pada umumnya adalah diploid (Cardy, 1998). Sebagai upaya menghasilkan bibit bermutu kultivar kentang unggul, sifat pengumbian in vitro pada kentang diploid dan tetraploid perlu diteliti. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi sifat pengumbian in vitro pada genotipe kentang tetraploid, diploid, dan genotipe kentang hasil fusi protoplas antara kentang diploid dan tetraploid.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biomolekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini berupa stek mikro dari 15 genotipe yaitu Cardinal (2x, 4x), Aminca (2x, 4x), BF15 (2x, 4x), Nicola (2x, 4x), serta turunan 4x yang terdiri dari Carni dan Carni 2 (Cardinal+Nicola), Amcar 31 dan Amcar 32 (Aminca+Cardinal), serta BF15 Am 1 (BF15+Aminca), BF15 Car 216 (BF15+Cardinal), dan BF15 Ni 106 (BF15+Nicola) yang merupakan koleksi dari IPB. Media untuk pertunasan adalah media MS (Murashige dan Skoog, 1962) padat dengan penambahan sukrosa 40 g l-1, dan agar 7 g l-1. Derajat kemasaman (pH) diatur menjadi 5,8. Setelah itu dibuat media pengumbian yaitu media MS cair yang ditambah sukrosa 90 gl-1, aspirin 30 mg l-1, paclobutrazol 10 mg l-1, dan 15% air kelapa. Penanaman stek mikro kentang dilakukan di dalam laminar air flow cabinet yang telah disinari UV selama 30 menit dan disemprot alkohol 70%. Stek mikro dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah diisi air steril dan betadine, kemudian dipotong menjadi stek mikro buku tunggal. Pada setiap botol ditanam stek mikro buku tunggal dengan posisi mendatar sebanyak empat eksplan. Botol disimpan di ruang kultur dengan intensitas cahaya 1,500 luks dan suhu ruang 20510
25 ºC, serta fotoperiode 24 jam hari-1. Empat minggu kemudian, media pengumbian dituangkan ke dalam botol yang tunas telah tumbuh. Selama pengumbian, botol disimpan di ruang gelap selama 12 minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, dengan faktor genotipe kentang (K) yang terdiri dari 15 jenis. Kelima belas genotipe kentang masing-masing ditanam sebanyak 9 kali ulangan, sehingga terdapat 135 satuan percobaan. Unit percobaan adalah botol. Data yang diperoleh dari parameter kuantitatif yang diamati dianalisis statistik dengan menggunakan metode Sidik Ragam (ANOVA) Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Hasil Sidik Ragam pada suatu parameter yang berbeda nyata dilakukan dua jenis uji lanjut untuk mengetahui perbedaan keragaan fenotipe, yaitu Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dan Uji kontras ortogonal antar pasangan nilai tengah kelompok poliploidi dan turunannya. Analisis statistik menggunakan program SAS 6.12 dan Minitab 2003v13.2. Kultur diamati setiap minggu selama kurang lebih tiga bulan. parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase pengumbian (%), jumlah umbi, bobot basah umbi (mg), bobot kering umbi (mg), diameter umbi (mm), persentase bahan kering umbi (%), dan persentase umbi memenuhi persyaratan sebagai bibit (%). Persentase pengumbian dapat ditentukan berdasarkan dua cara, yaitu 1) berdasarkan jumlah botol yang berumbi dalam satu perlakuan dengan asumsi semua botol berumbi pada saat panen 10 MSP adalah 100% (kecepatan inisiasi umbi) dan 2) berdasarkan jumlah umbi yang terbentuk pada setiap botol pada saat pengamatan dengan asumsi jumlah umbi pada saat panen (keseragaman pembentukan umbi) (Kailola, 2001). Semakin tinggi nilai persentase pengumbian maka semakin cepat umbi mikro terbentuk. Pengamatan bobot basah umbi dan diameter umbi dilakukan saat panen yaitu pada umur 10 minggu setelah pengumbian. Penghitungan bobot kering umbi dilakukan setelah umbi basah dikeringkan dalam oven pada suhu 65 ˚C selama 3 hari sampai bobot keringnya tetap dan disimpan dalam desikator. Persentase bahan kering umbi dihitung dengan cara membagi bobot kering umbi dengan bobot basah umbi dikali 100%. Persentase umbi memenuhi persyaratan sebagai bibit dihitung dengan membagi jumlah umbi yang memenuhi persyaratan sebagai bibit dengan jumlah total umbi kemudian dikali 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Genotipe Semua genotipe memiliki pertumbuhan yang beragam 4 minggu setelah tanam (MST). Waktu munculnya akar, batang, dan daun tidak seragam. Hampir semua batang genotipe tidak memiki keragaan tinggi batang yang baik namun masih dapat diumbikan (lebih dari 0.5 cm=tinggi media pengumbian setelah 511
dituangkan ke dalam botol kultur), kecuali kultivar BF15 2x tumbuh kerdil (tidak tinggi) dengan ruas batang yang padat sehingga pada saat pemberian media pengumbian tunas kultivar ini terendam. Perbedaan pertumbuhan ke-15 genotipe kemungkinan oleh karena pengaruh jenis genotipe dan lingkungan (intensitas cahaya) terhadap pertumbuhan dan morfogenesis tanaman (Wattimena, 1992). Di ruang kultur pertunasan, intensitas cahaya (fotoperiode) diberikan 24 jam per hari sementara dalam beberapa penelitian 16 jam per hari lebih baik pengaruhnya dalam pertumbuhan tanaman secara in vitro11. Perbedaan genetik yang besar di antara kentang mempunyai respon pertumbuhan yang berbeda terhadap faktor lingkungan (Ewing, 1987). Tinggi batang adalah salah satu respon pertumbuhan yang diekspresikan berbeda tiap genotipe karena dikendalikan oleh tiap genotipe yang khas. Tanaman tidak tumbuh dengan baik, jika mengalami cekaman lingkungan. Sementara itu, jika genotipe toleran terhadap pengaruh lingkungan maka pertumbuhan tinggi tanaman menjadi baik. BF15 2x memiliki genotipe yang tidak tahan terhadap pengaruh lingkungan, sehingga pertumbuhan batangnya kerdil dan akhirnya hampir semua batangnya tidak mampu menghasilkan umbi mikro. Semua peubah yang diamati (jumlah umbi, bobot basah umbi, bobot kering umbi, dan diameter umbi) sangat berbeda nyata (pada taraf 1%). Hal ini berarti bahwa perbedaan genotipe mempengaruhi pengumbian umbi mikro kentang (Tabel 1). Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 2) dan kontras ortogonal (Tabel 3), perbedaan nilai pengamatan pada tiap peubah antara tetua 4x dengan turunannya sangat nyata. Nilai pengamatan tetua 4x dengan turunannya masing-masing pada tiap peubah dan diperbandingkan menunjukkan bahwa penampakan turunan dapat lebih baik ataupun lebih rendah dibandingkan dengan tetua 4x. Hal ini disebabkan karena tetua 4x bersifat heterosigot sehingga keragaman fenotipe F1 (turunannya) tinggi. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perbedaan Genotipe terhadap Peubah yang Diamati Setelah Panen Peubah Sumber Jumlah Bobot Basah B Bobot Kering Diameter Keragaman Umbi Umbi Umbi Umbi Uji F ** ** ** ** KK (43.79)20.62 (57.34)30.07 (62.99)32.13 (24.18)13.28 Keterangan: **= sangat berbeda nyata pada taraf 5% ; (a)b=a: data asli; b: data hasil transformasi.
512
Tabel 2. Penampakan Sifat Umbi In vitro Kentang Tetua Diploid (2x), Tetua Tetraploid (4x), dan Turunannya (Hasil Fusi Protoplas) Peubah Genotipe Cardinal 2x Cardinal 4x Aminca 2x Aminca 4x BF15 2x BF15 4x Nicola 2x Nicola 4x Carni 1 Carni 2 Amcar 31 Amcar 32 BF15 Am1 BF15 Car16 BF15 Ni106
Jumlah Umbi (umbi/botol) 5.56ab 5.44abc 4.44bc 3.44c 1.67d 3.89bc 7.11° 6.44ab 4.00bc 3.33c 5.22abc 4.89abc 5.11abc 4.11bc 5.33abc
Bobot Basah Umbi (mg/umbi) 353.19ª 312.10ab 194.72bcd 96.67d 51.65e 130.24cd 172.97bcd 156.70cd 370.93° 243.11bc 152.33cd 199.28bcd 422.87a 229.20bc 204.34bc
Bobot Kering Umbi (mg/umbi) 70.94a 60.56ab 27.59dc 18.98dc 7.05e 13.61d 27.61dc 24.04dc 62.71ab 38.72bc 36.86dc 40.78bc 75.17a 37.15bc 26.12dc
Diameter Umbi (mm/umbi) 7.56ª 6.24abcd 4.57d 5.02cd 1.40e 4.61d 5.65bcd 4.98cd 6.69abc 5.60cd 6.06abcd 6.98abc 7.46ab 6.19abcd 5.71bcd
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda adalah berbeda nyata pada DMRT 5% Penampakan tetraploid (2n=4x) tidak selalu lebih baik dari dihaploid (2n=2x) dalam tiap peubah yang diamati. Hal ini disebabkan karena beberapa tanaman dihaploid memiliki genotipe diantara kombinasi genotipe yang dimiliki meskipun tidak sebanyak pada tanaman tetraploid yang terekspresikan lebih baik pada suatu peubah yang diamati dibandingkan dengan genotipe tetrapoid pada peubah yang sama. Genotipe tersebut dapat mengekspresikan penampakan yang lebih baik ataupun genotipe ketahanan yang mengatasi baik pengaruh lingkungan. Sesuai dengan penelitian Hetharie (2000) dapat dilihat bahwa secara in vitro Cardinal 2x dan Nicola 2x memiliki rata-rata berat per umbi (mg) lebih baik dibandingkan turunannya yaitu BF 15+Cardinal 2 dan BF 15+Nicola 1 serta BF 15+Nicola 2, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. BF 15 2x secara in vitro memiliki rata-rata berat per umbi (mg) lebih besar dibandingkan semua turunan tetraploidnya, yaitu BF 15+Cardinal 1, BF 15+Cardinal 2, BF 15+Nicola 1, BF 15+Nicola 2, dan BF 15+SVP 10 sehingga sebenarnya BF 15 2x memiliki potensi memiliki bobot umbi yang baik walaupun dalam penelitian ini tidak terekspresikan dengan baik.
513
Tabel 3. Penampakan Sifat Umbi In vitro Kentang Tetua Diploid (2x), TetuaTetraploid (4x), dan Turunannya (Hasil Fusi Protoplas) Berdasarkan Uji Kontras Ortogonal Genotipe a vs b Tetua 2x vs Tetua 4x Nicola 2x vs Nicola 4x BF15 2x vs BF15 4x Cardinal 2x vs Cardinal 4x Aminca 2x vs Aminca 4x Turunan vs Tetua 4x Turunan vs Tetua 2x Amcar 31 vs (Aminca 2x Cardinal 2x) Amcar 31 vs (Aminca 4x Cardinal 4x) Amcar 32 vs (Aminca 2x Cardinal 2x) Amcar 32 vs (Aminca 4x Cardinal 4x) Carni 1 vs (Cardinal 2x Nicola 2x) Carni 1 vs (Cardinal 4x Nicola 4x) Carni 2 vs (Cardinal 2x Nicola 2x) Carni 2 vs (Cardinal 4x Nicola 4x BF15 Am 1 vs (BF15 2x Aminca 2x) BF15 Am 1 vs (BF15 4x Aminca 4x) BF15 Car 216 vs (BF15 2x Cardinal 2x) BF15 Car 216 vs (BF15 4x Cardinal4x) BF15 Ni 106 vs (BF15 2x Nicola 2x) BF15 Ni 106 vs (BF15 4x Nicola 4x)
tn tn ** a < b tn tn ** a < b ** a < b
Bobot Basah Umbi (mg/umbi) tn ** a > b ** a < b tn ** a > b ** a > b ** a < b
Bobot Kering Umbi (mg/umbi) tn ** a > b ** a < b tn ** a > b ** a > b ** a < b
tn
** a < b
** a < b
tn
tn
** a < b
** a < b
tn
tn
** a < b
** a < b
tn
tn
** a < b
** a < b
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*a>b
tn
tn
** a < b
** a < b
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Jumlah Umbi (umbi/botol)
Diameter Umbi (mm/umbi) ** a < b tn ** a < b tn tn tn ** a > b
Keterangan: uji kontras ortogonal : **= sangat berbeda nyata; *=berbeda nyata; tn=tidak berbeda nyata a: genotipe di depan vs dan b: genotipe sesudah vs ; a vs b=a > b, a < b. (a lebih besar atau lebih kecil daripada b) Persentase Pengumbian Hasil penelitian Kailola (2001) menyatakan persentase pengumbian dapat ditentukan berdasarkan dua cara, yaitu berdasarkan jumlah botol yang berumbi dalam satu perlakuan dengan asumsi semua botol berumbi pada saat panen adalah 100% (10 MSP) (kecepatan inisiasi umbi) dan berdasarkan jumlah umbi yang
514
terbentuk pada setiap botol pada saat pengamatan dengan asumsi jumlah umbi pada saat panen (keseragaman pembentukan umbi). Semakin tinggi nilai persentase pengumbian maka semakin cepat umbi mikro terbentuk. Kecepatan inisiasi umbi mencapai 100% baik pada genotipe diploid ataupun tetraploid sejak minggu ke-2 atau ke-3 setelah pengumbian kecuali BF15 2x. Genotipe BF15 2x hanya berumbi 30%. Hal ini karena pada saat masa pertunasan, pertumbuhan tunas BF15 2x tidak optimal akibat pengaruh lingkungan dan kekurangvigoran genotipenya terhadap cekaman lingkungan. Telah diketahui bahwa cepat lambatnya umbi terbentuk dipengaruhi oleh faktor kultivar, fotoperiode, dan zat pengatur tumbuh (Wattimena, 2000). Tabel 4. Persentase Pengumbian 2MSP A B Cardinal 2x 100 74 Cardinal 4x 100 89,8 Aminca 2x 66,7 20 Aminca 4x 100 80,0 BF15 2x 22,2 53,3 BF15 4x 100 82,9 Nicola 2x 100 85,9 Nicola 4x 100 62,1 Carni 1 100 75 Carni 2 100 90,3 Amcar 31 100 85,1 Amcar 32 33,3 90,9 BF15 Am 1 100 77,5 BF15 Car 216 100 64,9 BF15 Ni106 33,3 20,8 Genotipe
4 MSP A B 100 88 100 91,8 100 85 100 86,7 33,3 60 100 85,7 100 89,1 100 86,2 100 91,7 100 93,5 100 91,5 100 90,9 100 81,6 100 73 100 72,9
6 MSP A B 100 100 100 93,9 100 90 100 93,3 33,3 86,7 100 100 100 98,4 100 93,1 100 100 100 100 100 95,7 100 95,4 100 83,7 100 91,9 100 72,9
8 MSP A B 100 100 100 93,9 100 90 100 96,7 33,3 93,3 100 100 100 98,4 100 96,5 100 100 100 100 100 95,7 100 97,7 100 87,8 100 100 100 89,6
10 MSP A B 100 100 100 100 100 100 100 100 33,3 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Keterangan: MSP : Minggu Setelah Pengumbian A (Kecepatan Inisiasi Umbi): Persentase pengumbian berdasarkan jumlah botol yang berumbi B (Keseragaman Pembentukan Umbi): Persentase pengumbian berdasarkan jumlah umbi dalam botol Tabel 4 menunjukkan bahwa pembentukan umbi masih terjadi sampai minggu ke-9 setelah pengumbian. Pembentukan umbi yang paling cepat, yaitu pada Cardinal 2x dan Carni 1. Nilai keseragaman pembentukan umbi tertinggi tiap genotipe dicapai pada minggu pertama dan minggu kedua. Hal ini berarti bahwa pembentukan umbi mikro maksimum pada rentang satu minggu hingga dua minggu setelah pengumbian dilihat dari nilai persentase B (Tabel 4) yang selisihnya dengan nilai persentase B minggu sebelumnya paling besar pada minggu pertama dan kedua. Dengan demikian, meskipun hampir semua genotipe telah mencapai kecepatan inisiasi umbi maksimum (100%) pada 2 MSP atau 4 MSP, pembentukan umbi masih berlanjut hingga 9 MSP. Media pengumbian MS cair+sukrosa 90 mg/l+air kelapa 15% menyebabkan tingkat kecepatan
515
pembentukan umbi lambat, keseragaman umbi rendah, namun menghasilkan jumlah umbi banyak (Kailola, 2001). Jumlah Umbi Sidik ragam (Tabel 1) menyatakan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah umbi. Berdasarkan Tabel 2, jumlah umbi terbanyak adalah pada Nicola 2x sedangkan yang terendah adalah pada BF15 2x. Data hasil uji kontras ortogonal (Tabel 3) memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata karena perbedaan kultivar (turunan dan kedua tetuanya) secara umum dalam peubah jumlah umbi yaitu turunan dan tetua 4x. Sementara pengaruh yang sangat nyata antara BF15 2x dengan BF15 4x adalah karena perbedaan ploidi. BF15 2x memiliki jumlah umbi yang nyata lebih kecil daripada BF15 4x. Perbedaan kultivar dan plodi terlihat berpengaruh sangat nyata secara umum, yaitu antara turunan dan kedua tetuanya. Bobot Basah Umbi Sidik ragam (Tabel 1) menyatakan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah umbi. Tabel 2 menunjukkan bahwa genotipe BF15 Am1 4x memiliki bobot basah tertinggi, sedangkan BF15 2x adalah genotipe yang memiliki bobot basah terendah. Selain itu, hasil uji kontras ortogonal (Tabel 3) menunjukkan terdapat pengaruh yang sangat nyata dalam peubah bobot basah umbi karena perbedaan kultivar (turunan dan kedua tetuanya) yaitu pada turunan dengan tetua 4x, Amcar 31 dengan (Aminca 4x Cardinal 4x), dan Amcar 32 dengan (Aminca 4x Cardinal 4x). Pengaruh yang sangat nyata karena perbedaan ploidi antara Nicola 2x dengan Nicola 4x, BF15 2x dengan BF15 4x, dan Aminca 2x dengan Aminca 4x. Sementara pengaruh karena perbedaan keduanya ditunjukkan oleh turunan dan tetua 2x, Amcar 31 dengan (Aminca 2x Cardinal 2x), Amcar 32 dengan (Aminca 2x Cardinal 2x), dan Carni 2 dengan (Cardinal 2x Nicola 2x). Bobot Kering Umbi Sidik ragam (Tabel 1) menyatakan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering umbi. Pada peubah bobot kering umbi seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2, BF15 Am1 4x memiliki bobot kering tertinggi sedangkan bobot kering terendah dimiliki oleh BF15 2x. Berdasarkan data hasil uji kontras ortogonal (Tabel 3), terdapat pengaruh yang sangat nyata karena perbedaan kultivar (antara turunan dengan kedua tetuanya), yaitu turunan dengan tetua 4x, Amcar 31 dengan (Aminca 4x Cardinal 4x), dan Amcar 32 dengan (Aminca 4x Cardinal 4x), sementara Carni 1 berbeda nyata dengan (Cardinal 4x Nicola 4x). Selain itu, terdapat pengaruh yang sangat nyata dalam peubah bobot kering umbi karena perbedaan ploidi, yaitu: Nicola 2x dengan Nicola 4x, BF15 2x dengan BF15 4x, dan Aminca 2x dengan Aminca 4x. Secara jelas dapat dilihat pula pengaruh yang sangat nyata karena perbedaan kultivar dan ploidi, yaitu turunan dengan tetua 2x, Amcar 31 dengan (Aminca 2x Cardinal 2x), Amcar 32 dengan (Aminca 2x Cardinal 2x), dan Carni 2 dengan (Cardinal 2x Nicola 2x).
516
Diameter Umbi Sidik ragam (Tabel 1) menyatakan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap diameter umbi. Berdasarkan Tabel 2, genotipe yang tertinggi dalam peubah diameter umbi adalah Cardinal 2x sedangkan yang terendah adalah BF15 2x . Sementara itu, hasil uji kontras ortogonal (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada diameter umbi terdapat perbedaan yang sangat nyata antara tetua 2x dengan tetua 4x, dan BF15 2x dengan BF15 4x karena perbedaan plodi. Pengaruh yang sangat nyata akibat perbedaan kultivar dan ploidi terlihat pada turunan dengan tetua 2x. Tabel 5. Persentase Bahan Kering Umbi dan Persentase Umbi Memenuhi Persyaratan Sebagai Bibit Genotipe
Persentase Bahan Kering Umbi (%)
Cardinal 2x Cardinal 4x Aminca 2x Aminca 4x BF15 2x BF15 4x Nicola 2x Nicola 4x Carni 1 Carni 2 Amcar 31 Amcar 32 BF15 Am1 BF15 Car16 BF15 Ni106 Persentase Bahan Kering Umbi
20 19 15 19 11 13 19 15 16 17 19 19 10 19 13
Persentase Umbi Memenuhi Persyaratan Sebagai Bibit (%) 100 78 22 44 22 11 67 33 67 67 89 89 100 89 33
Persentase bahan kering umbi menunjukkan bahwa kandungan hasil fotosintesis (karbohidrat) digunakan tunas dari mata (bud) untuk berkecambah. Jika persentase umbi mikro 14% berarti umbi tersebut layak dijadikan bibit (Kailola, 2001). Berdasarkan Tabel 5, hampir semua genotipe layak dijadikan bibit kentang (kisaran persentase bahan kering umbi 15 – 20%) kecuali BF15 2x (persentase bahan kering umbi terendah 11%), serta BF15 4x dan BF15 Ni 106 (dengan persentase bahan kering umbi keduanya 13%). Persentase Umbi Memenuhi Persyaratan Sebagai Bibit Persentase umbi memenuhi persyaratan sebagai bibit menggambarkan peluang suatu umbi suatu kultivar (genotipe) untuk dijadikan bibit yang mengarah pada persyaratan tertentu. Persyaratan umbi mikro kentang agar dapat menjadi
517
bibit kentang yang baik yaitu: memiliki bobot basah lebih dari 60 mg/ umbi, berdiameter lebih dari 5 mm, dan memiliki nilai persentase bahan kering umbi lebih atau sama dengan 14%. Persentase umbi memenuhi persyaratan sebagai bibit yang tertinggi dimiliki oleh genotipe BF15 Am 1 dan Cardinal 2x sebesar 100% (Tabel 5). Hal ini dapat terlihat dari hasil uji lanjut DMRT, nilai tengah dari kedua genotipe tersebut sangat baik pada peubah bobot basah dan diameter umbi seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Persentase rata-rata bahan kering dari kedua genotipe ini pun tinggi, yaitu 20% untuk Cardinal 2x dan 18% untuk BF15 Am 1. Sementara itu, berdasarkan Tabel 5 persentase umbi memenuhi persyaratan sebagai bibit yang sangat rendah dimiliki oleh genotipe BF15 4x, BF15 2x, dan Aminca 2x. Hal ini dapat terlihat dari hasil uji lanjut DMRT, nilai tengah dari ketiga genotipe tersebut rendah pada peubah bobot basah dan diameter umbi seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Persentase rata-rata bahan kering dari BF15 2x dan BF15 4x pun relatif kecil jika dibandingkan dengan nilai dua genotipe yang persentase umbi menjadi bibitnya besar (BF15 Am 1 dan Cardinal 2x), yaitu masing-masing 11 dan 13%.
KESIMPULAN Perbedaan kultivar (genotipe) sangat berpengaruh nyata terhadap pengumbian umbi mikro kentang (jumlah umbi, bobot basah umbi, bobot kering umbi, dan diameter umbi). Perbedaan ploidi juga sangat berpengaruh nyata terhadap semua peubah pada BF15 2x dengan BF15 4x. Pengaruh kultivar (turunan dan tetua) sangat berpengaruh nyata pada turunan dengan tetua 4x kecuali pada peubah diameter umbi. Sementara itu, perbedaan plodi dan kultivar sangat berpengaruh nyata pada turunan dengan tetua 2x.
DAFTAR PUSTAKA Austin, S., M. A. Baer, M. K. Ahlenfeldt, P. J. Kazmierczak, and P. J. Helgelson. 1985. Interspecific fusion in Solanum tuberosum. Theor. App. Genet. 71:172-175. Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel= 1&daftar=1&id_subyek =55¬ab=10. Diakses pada 20 Juli 2010. Cardy, T. 1998. Multivariate analysis of variation among Solanum commersonii (+) S. tuberosum somatic hybrids with different ploidy levels. Euphytica 99:35-41. CIP. 2007. Potato. www.cipotato.org. Diakses pada 10 Juli 2007. Ewing, E. E. 1987. The role of hormones in potato (Solanum tuberosum L.) Tuberization, p: 515-538. In: P. J. Davies (ed.). Plant Hormones and Their Role in Plant Growth and Development. Martinus Nijhoff Publisher. Dordrecht. 681 p.
518
FAO. 2007. http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx. Diakses pada 21 Juli 2010. Hetharie, H. 2000. Keragaan fenotipik beberapa genotype hibrida somatik tanaman kentang pada beberapa taraf dan sumber ploidi berbeda. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 83 hal. International Potato Center. 1985. International Potato Center: Annual Report 1984. CIP. Lima. 167 p. Kailola, J.J.G. 2001. Pengaruh jenis media pengumbian (kombinasi air kelapa dan cycocel) dan taraf konsentrasi aspirin terhadap pengumbian in vitro kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Pattimura. Ambon. 66 hal. Murashige, T. & F. Skoog, 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue culture. Physiol. Plant.15:473-497. Purwito, A., G.A. Wattimena., dan N.A. Mattjik. 1995. Propagula mikro sumber penghasil umbi kentang. Jurnal Agrotek 2(2):11-16. Purwito, A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Petanian Bogor. 223 hal. Wattimena, W.A., B.H. McCown, and G. Weis. 1983. Comparative field performance of potato from microculture. Amer. Potato J. 60 (1):27-33 Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 309 hal. Wattimena, G.A. 1995. In vitro micro tuber as an alternative technology for potato production. Final Report PSTC-USAID Project No. 6. 0509. Departement of agronomy, Faculty of Agriculture Bagor Agricultural University (IPB), Bogor Indonesia and Departemen of Horticulture University of Wisconsin, Madison , USA. 231 pp. Wattimena, G.A. 2000. Pengembangan propagul kentang bermutu dan kultivar kentang unggul dalam mendukung peningkatan produksi kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah. Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2 September 2000. 86 hal.
519