DETEKSI MINYAK ATSIRI DALAM KALUS DAUN NILAM Pogostemon cablin Benth. DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI HORMON ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT (2,4-D) DAN BENZYL AMINO PURIN (BAP) SECARA IN VITRO
Detection Volatile Oil In The Patchouli Pogostemon cablin Benth. Leaves Callus With A Combination Of Hormone 2,4 Dichlorofenoxiacetat Acid (2,4-D) And Benzyl Amino Purin (BAP) In Vitro
Dewi Sartika A1), Andi Ilham Latunra2), Eva Johannes2), Baharuddin3) 1) Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar 2) Dosen Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar 3) Dosen Jurusan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar E-mail:
[email protected] ABSTRACT The research about detection volatile oil in the patchouli Pogostemon cablin Benth. leaves callus with a combination of hormone 2,4 D and BAP in vitro has been done. Explant cultivation in MS media with a combination of plant growth regulator concentrations of 2,4 D and BAP, BAP 1 ppm without 2,4 D (W1), 1 ppm BAP +1 ppm 2,4 D (W2), 1 ppm BAP +2 ppm 2,4 D (W3), 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4 D (W4) and 2 ppm BAP + 2 ppm 2,4 D (W5). The callus growth was observed everyweek and then the chemical content was analyzed by qualitative test. qualitative test was done by TLC using mobile phase hexane-ethyl acetate (85:15) and stationary phase Silica Gel GF254 and the spot was observed by vanilin-H2SO4 spray, and the Rf was calculated. The result of the experiment showed that the combination of plant growth regulators 2,4D and BAP with difference concentrations influential in the success of callus formation, accelerate time callus induction and callus weight of leaf patchouli. The addition of growth regulators 1 ppm BAP without 2,4 D has a 75% success callus formation, the fastest callus induction time 6 days, and the biggest average weight of wet callus 0.1364 gram. The callus obtained from tissue culture with addition of a combination of 2,4 D and BAP plant growth regulator contained volatile oil component are the same as mother plant. Key words: 2,4 D, BAP, callus, patchouli leaf, volatile oil, TLC.
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai deteksi minyak atsiri dalam kalus daun nilam Pogostemon cablin Benth. dengan perlakuan kombinasi hormon 2,4 D dan BAP secara in vitro. Penanaman eksplan pada media MS dengan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dan BAP yaitu 1 ppm BAP tanpa 2,4 D (W1), 1 ppm BAP +1 ppm 2,4 D(W2), 1 ppm BAP + 2 ppm 2,4 D(W3), 2 ppm BAP + 1 ppm 2,4 D(W4) dan 2 ppm BAP + 2 ppm 2,4 D (W5). Kalus dilakukan pengamatan pertumbuhannya setiap pekan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kandungan kimia dengan uji kualitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan KLT menggunakan fase gerak n-heksana-etil asetat (85:15) dan fase diam silika gel GF254 dan diamati bercak dengan disemprot vanilinH2SO4,serta menghitung Rf-nya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh 2,4D dan BAP dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan kalus, mempercepat waktu induksi kalus dan berat kalus daun nilam. Penambahan zat pengatur tumbuh 1 ppm BAP tanpa 2,4 D mempunyai keberhasilan pembentukan kalus 75%, waktu induksi kalus tercepat 6 hari dan rata-rata berat basah kalus terbesar 0,1364 gram. Kalus hasil kultur jaringan dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dan BAP mengandung komponen minyak atsiri yang sama dengan tanaman asal.
Kata kunci: 2,4 D, BAP, kalus, daun nilam, minyak atsiri, KLT.
proses produksi metabolit sekunder seperti
PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth.)
minyak atsiri melalui kultur jaringan tanaman
merupakan salah satu jenis tanaman yang
merupakan salah satu aspek yang semakin
dapat
sekunder
berkembang (Santoso dan Nursandi, 2003).
berupa minyak atsiri. Di pasar perdagangan
Salah satu kultur yang umumnya digunakan
Internasional, nilam diperdagangkan dalam
untuk memproduksi metabolit sekunder adalah
bentuk minyak. Kekhasan aroma, warna, dan
kultur kalus.
menghasilkan
metabolit
komponen yang terkandung dalam minyak
Kalus adalah suatu kumpulan sel tidak
nilam asal Indonesia merupakan kelebihan
berbentuk yang terjadi dari sel – sel jaringan
tersendiri
ini
yang membelah diri secara terus menerus
bisnis
secara in vitro atau di dalam tabung sehingga
minyak atsiri internasional. Minyak nilam
memberikan penampilan sebagai massa sel
sampai saat ini belum dapat dibuat secara
yang bentuknya tidak teratur. Kultur kalus
sintetis. Oleh karena itu minyak nilam
memiliki kelebihan yaitu dapat lebih mudah
konvensional
diekstraksi
menjadi
sehingga suatu
pasaran
primadona
mempunyai
minyak dalam
prospek
yang
metabolit
sekundernya
cukup cerah. Minyak nilam sebagian besar
dibandingkan dengan kultur jaringan yang lain.
masih diekspor ke luar negeri karena di
Kultur kalus bermanfaat untuk mempelajari
negara kita belum ada industri parfum yang
beberapa aspek dalam metabolisme tumbuhan
berarti (Daud, 1991).
dan diferensiasinya. (Rahardjo P.C., 1989).
Minyak nilam termasuk jenis minyak
Pemilihan
jenis
media
yang
atsiri. Minyak atsiri disebut juga minyak
dikombinasikan dengan hormon tertentu ke
eteris banyak diperlukan dalam kehidupan
dalam
sehari-hari. Minyak atsiri merupakan zat yang
penentu
memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak
metabolit
atsiri
penelitian (Rinanto, 2011).
memiliki
beberapa
komponen
tumbuhan
dengan
volatil
pada
media
tumbuh
dalam sekunder
merupakan
menginduksi yang
faktor senyawa
menjadi
target
karakteristik
Auksin merupakan salah satu zat
tertentu. Saat ini, minyak atsiri digunakan
pengatur tumbuh atau hormon utama yang
sebagai bahan pengharum atau pewangi pada
berperan dalam merangsang perpanjangan sel
makanan, sabun, pasta gigi, wangi-wangian
dan
dan obat-obatan (Buchbauer, 1991). Dengan
kultur in vitro (Hendaryono dan Wijayani,
kemajuan teknologi maka usaha penggalian
1994). Penambahan zat pengatur tumbuh
sumber-sumber
dan
berupa hormon sitokinin seperti Benzyl Amino
pemanfaatannya dalam kehidupan manusia
Purin (BAP) kadang dibutuhkan bersama-sama
semakin meningkat.
auksin seperti 2,4- Dichlorophenoxy Acetic
minyak
atsiri
Penelitian tentang kandungan minyak
Acid
mengontrol pertumbuhan kalus dalam
(2,4-D)
untuk
mendapatkan
atsiri nilam telah mengalami kemajuan yang
pembentukan kalus yang baik (Abidin 1989).
pesat pada dekade terakhir ini. Pendekatan
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah
penelitian ini untuk mengetahui kemampuan
kapiler, bejana elusi, lampu UV, corong, kertas
kombinasi hormon antara 2,4 D auksin dan
saring, dan gelas ukur.
BAP untuk menginduksi pertumbuhan kalus daun nilam serta mendeteksi keberadaan
Bahan
senyawa minyak atsiri di dalam kalus yang dihasilkan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tanaman sumber eksplan, bahan kimia untuk sterilisasi eksplan, media inisiasi kalus, bahan
METODE PENELITIAN
untuk uji fitokimia serta bahan untuk deteksi
Alat: Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
minyak atsiri. Tanaman yang digunakan sebagai
ini meliputi alat untuk sterilisasi, alat untuk pembuatan media, alat untuk penanaman
sumber
eksplan
adalah
tanaman
nilam
eksplan, alat untuk deteksi minyak atsiri dan
Pogostemon cablin Benth. yang dibudidayakan
alat untuk uji fitokimia.
oleh masyarakat Luwu, Sulawesi Selatan.
Untuk sterilisasi, alat dan media yang
Tanaman tersebut diambil tunasnya untuk
digunakan adalah autoklaf yang telah diatur
ditanam dengan cara dicangkok menggunakan
pada suhu 121oC dan tekanan 1,5 atm, LAF
media tanam berupa pasir dan arang sekam. Bahan yang digunakan untuk sterilisasi
(Laminar Air Flow) dan oven. Untuk pembuatan media, peralatan
eksplan adalah air mengalir, akuades steril,
yang digunakan meliputi timbangan analitik,
deterjen, bayclin, betadine, fungisida, alkohol,
gelas beker, gelas ukur, erlenmeyer, pipet
tween 80 dan antibiotik. Sedangkan untuk
volume, pipet tetes, spatula, pH meter,
pembuatan media inisiasi kalus, bahan yang
alumunium foil, hot plate dengan magnetic
digunakan terdiri dari bahan-bahan kimia pada
stirrer,
gelang.
komposisi dasar media Murashige Skoog (MS)
Sedangkan untuk penanaman eksplan, alat-
yaitu bahan pemadat berupa agar 7.000 mg/l,
alat yang digunakan adalah laminar air flow
KOH
cabinet, bunsen burner, cawan petri, gunting,
(Benzyldiaminepurin) dan akuades.
kertas
label
dan
karet
1N,
HCl
1N,
2,4
D,
BAP
Bahan kimia yang digunakan untuk uji
pinset, scalpel, tissue dan hand sprayer. Alat-alat yang digunakan untuk uji
fitokimia adalah ekstrak kalus nilam, etanol,
fitokimia adalah tabung reaksi, rak tabung
CHCl3, HCl, FeCl3, asam asetat anhidrat dan
reaksi, gelas kimia, kaki tiga, kawat kasa,
H2SO4. Sedangkan untuk deteksi minyak
batang
cawan
atsiri, bahan yang digunakan adalah kalus
penguap, penangas air, penjepit tabung reaksi,
nilam, etil asetat, n-heksana, plat kromatografi
kertas saring, timbangan analitik, bunsen,
lapis tipis, vanilin, asam sulfat dan minyak
korek api, plat tetes dan pipet tetes.
atsiri nilam.
pengaduk,
erlenmeyer,
Sedangkan alat yang digunakan untuk deteksi minyak atsiri adalah tabung reaksi, pipa
Rancangan
penelitian
ini
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
tunggal dengan kombinasi perlakuan yang
media diberi sinar ultra violet (UV) selama
digunakan pada media yaitu :
±30 menit, kemudian dinyalakan blower
W1
:Media MS + 1 ppm BAP
selama ±5 menit dan setelah itu dinyalakan
W2
:Media MS + 1 ppm 2,4D + 1 ppm
lampu neon.
:Media MS + 1 ppm 2,4D + 2 ppm
Pembuatan Larutan Stok
BAP W3 BAP W4
Pembuatan larutan stok dilakukan :Media MS+ 2 ppm 2,4D + 1 ppm
BAP W5
dengan cara menimbang bahan-bahan kimia, hara makro, hara mikro, vitamin serta ZPT
:Media MS +2 ppm 2,4 D + 2 ppm
BAP
sesuai komposisi media MS untuk tanaman nilam (lampiran 1). Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan aquadest steril lalu diaduk
Sterilisasi
Alat, Medium, dan Ruang
hingga benar-benar homogen menggunakan magnetic stirrer, lalu dimasukan ke dalam
Kultur Alat-alat
yang
digunakan
untuk
penanaman harus dalam keadaan steril. Alat-
botol
yang
diberi
label
sesuai
dengan
perlakuan.
alat logam disterilkan dalam oven. Alat-alat
Untuk stok hormon 2,4-D dan BAP,
tersebut dibungkus dengan kertas kemudian
dilakukan dengan cara menimbang hormon
disterilisasi di dalam oven pada suhu 170°C
masing-masing sebanyak 0,1 gram kemudian
selama 2 jam. Sterilisasi botol dilakukan
dilarutkan dalam aquades streril 100ml (dalam
setelah botol dicuci terlebih dahulu. Botol
dua botol yang berbeda) lalu diaduk hingga
kultur steril selanjutnya dimasukkan ke dalam
benar-benar homogen menggunakan magnetic
oven pada suhu 170°C selama 2 jam,
stirrer, lalu dimasukan ke dalam botol yang
kemudian disimpan pada tempat yang bersih
diberi label dan disimpan dalam lemari
dan siap digunakan. Alat-alat tanam seperti
pendingin.
pinset dan skalpel dapat disterilkan kembali dengan pemanasan di atas api spiritus, setelah dicelupkan
pada
alkohol
96%
sebelum
penanaman dilakukan.
Pembuatan Media Pembuatan
media
MS
dilakukan
dengan memasukkan komposisi media MS
Sterilisasi medium dilakukan dengan
yaitu larutan stok yang terdiri dari larutan stok
botol-botol kultur yang telah berisi
A, B, C, D, E, F, dan vitamin (lampiran 1)
medium dimasukkan ke dalam autoklaf pada
sesuai kebutuhan. Campuran larutan stok
suhu
dan
tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,
20 menit. Laminary
kemudian ditambahkan aquades hingga volume
Air Flow (LAF) sebelum digunakan terlebih
1 liter. Selanjutnya larutan tersebut ditambah
dahulu disemprot alkohol 70% dan dilap
40 g/l gula dan diukur keasaman larutan
dengan menggunakan tisu. Kemudian alat dan
dengan menggunakan pH meter. pH media
121°C,
tekanan
dipertahankan selama
17.5
psi
yang dibutuhkan yaitu 5,8. Jika terlalu basa
direndam dalam larutan fungisida
atau asam maka ditambah HCl atau NaOH
ditambah 2 tetes tween 80 selama 10 menit.
untuk mendapatkan pH 5,8. Setelah dilakukan
Kemudian direndam dalam larutan antibiotik
pengukuran pH, larutan dimasukkan ke dalam
ditambah 2 tetes tween 80 selama 10 menit.
panci yang telah berisi agar – agar dan
Kemudian direndam dalam betadine yang telah
dipanaskan sambil diaduk rata hingga larutan
dilarutkan dalam air dengan perbandingan 5
mendidih. Untuk media perlakuan yang
tetes betadine dalam 10 ml air. Kemudian
digunakan adalah campuran bahan media MS
direndam dalam larutan kalsium hipoklorit 0,5
dengan
% selama 3 menit. Selanjutnya direndam
hormon
2,4-D.
Pencampuran
dilakukan dengan perlakuan yang ada sesuai
dalam larutan
dengan konsentrasi masing – masing yang
Terakhir,
dibutuhkan.
menggunakan
alkohol
daun
selama
dibilas
aquades,
1 %
3
menit.
sampai
bersih
diletakkan
dalam
Selanjutnya media dituang kedalam
cawan petri steril kemudian dipotong–potong
erlenmeyer dan ditutup dengan menggunakan
menggunakan skapel dengan ukuran 0,5x0,5
aluminium voil dan plastic seal, kemudian
cm.
disterilkan dalam autoklaf pada tekanan 17,5
Eksplan ditanam dengan menggunakan
Psi, suhu 121oC selama 20 menit. Media yang
pinset steril ke dalam cawan petri. Cawan yang
sudah diautoklaf dituang ke dalam cawan
telah ditanam ditutup dan diselotip dengan
petri sebanyak 5 ml kemudian ditutup dan
plastic seal kemudian
direkatkan lagi dengan plastic seal. Media
disimpan di dalam ruang kultur dan dipelihara
yang telah dituang kemudian simpan di
pada suhu 25oC.
tempat yang sejuk selama beberapa saat sebelum media tersebut digunakan untuk
Pengamatan
penanaman. Penyimpanan ini bertujuan untuk
Pengamatan dilakukan setiap pekan
mengetahui ada tidaknya kontaminasi di
mulai dari 1 Pekan Setelah Tanam (PST)
dalam media kultur sebelum digunakan untuk
hingga 4 PST. Parameter yang diamati antara
menanam eksplan.
lain (Andaryani, 2010): a. Persentase Kalus b. Warna Kalus
Penanaman Satu
helai
pucuk
daun
nilam
Pogostemon cablin Benth. dicuci dengan
c. Tekstur Kalus d. Berat Basah Kalus
deterjen dan dibilas dibawah air mengalir sebanyak 3 kali. Sterilisasi
Analisis Data daun
nilam
muda
Analisis
yang
digunakan
adalah
dilakukan di dalam Laminary Air Flow
analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
(LAF)dengan cara daun direndam dalam
kualitatif meliputi data visual yang disajikan
aquades
secara deskriptif. Analisis kuantitatif meliputi
selama
tiga
menit.
Kemudian
data berat basah kalus. Data kuantitatif
metanol diteteskan pada test plate,
dianalisis dengan analisis varians (ANAVA)
c. Uji Flavonoid
dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%.
Sampel sebanyak 5 tetes dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan etanol dan dipanaskan selama 15 menit.
Pembuatan Ekstrak Kalus Daun Nilam
Selanjutnya
diuapkan
pelarutnya
sampai
Kalus daun nilam dikering anginkan
tinggal sedikit dan ditambahkan HCl pekat dan
sampai kering. Kalus yang kering dibuat
0,2 g serbuk Mg, bila timbul warna merah
serbuk dengan cara ditumbuk menggunakan
positif adanya flavonoid.
mortar dan pastel. Kemudian ditimbang 0,5 gram dan dimaserasi 3 hari dengan etil asetat
Deteksi Minyak Atsiri
5 ml. Hasil maserasi kemudian dievaporasi
Reaksi identifikasi minyak atsiri daun nilam
menggunakan mesin rotary evaporator hingga
adalah analisa Kromatografi Lapis Tipis
didapatkan ekstrak yang kental.
dengan menggunakan silika gel GF254 sebagai fase diam dan fase geraknya Heksana-Etil
Uji Fitokimia
asetat (8,5:1,5) dengan metode pengembangan.
a. Uji Alkaloid
Bercak diamati dengan sinar UV. Pereaksi
Ekstrak kalus dan minyak atsiri
yang digunakan untuk penyemprotan adalah
masing-masing dimasukkan ke dalam dua
vanilin–H2SO4. Respon positif mengandung
lubang test plate, masing-masing sebanyak 3
minyak atsiri berupa timbulnya bercak ungu
tetes, sampel tersebut diuji dengan pereaksi
dengan Rf sekitar 0,75 sampai 0,95.
Dragendorf, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan pereaksi Mayer, endapan merah jingga dengan pereaksi
Pengaruh
Dragendorf dan endapan coklat dengan
Terhadap Persentase Tingkat Survive Kalus
pereaksi Wagner.
Nilam Pogostemon cablin Benth.
Hormon
2,4-D
dan
BAP
b. Uji Terpenoid Ekstrak kalus dan minyak atsiri
Waktu pertumbuhan kalus diamati
masing-masing sebanyak 3 tetes dimasukkan
setiap
ke dalam lubang test plate, ditambahkan
Keberhasilan pertumbuhan kalus dinyatakan
pereaksi
(Campuran
dengan persentase banyaknya eksplan dalam
CH3COOH anhindrat 3 tetes dengan H2SO4
membentuk kalus pada pengamatan 4 pekan
pekat 1 tetes). Bila berwarna merah jingga
setelah tanam. Data pengamatan persentase
atau ungu positif adanya terpenoid, bila warna
kalus nilam dapat dilihat pada tabel berikut.
Liebermand-Buchard
hijau positif adanya steroid, jika uji diatas hasilnya negatif, maka sampel ditambahkan
pekan
setelah
tanam
(PST).
No
Perlakuan
Berat Basah Kalus (gr) 1
Data pengamatan berat basah kalus
Rata-rata
nilam dilihat pada tabel di bawah ini. No
Perlakuan
Persentase
ppm BAP 2
Eksplan yang 0,0259a
1 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
3
1
1 ppm 2,4D + 2
0
0 ppm 2,4D + 1
75
ppm BAP 2
0,01003a
2 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
5
Tumbuh (%)
a
ppm BAP 4
Rata-rata
0,1364b
0 ppm 2,4D + 1
50
ppm BAP 3
0a
2 ppm 2,4D + 2
1 ppm 2,4D + 1
1 ppm 2,4D + 2
0
ppm BAP
ppm BAP
4
2 ppm 2,4D + 1
25
ppm BAP Konsentrasi
hormon yang paling
5
cepat dalam menginduksi kalus yaitu pada
hormon 2,4D dan kombinasi 1 ppm 2,4 D dengan 1 ppm BAP. Persentase eksplan yang tumbuh paling besar yaitu 75 % adalah eksplan yang ditanam dengan konsentrasi hormon 1 ppm BAP tanpa penambahan 2,4 D. Kombinasi 1 ppm 2,4 D dengan 2 ppm BAP dan 2 pm 2,4 D dengan 2 ppm BAP tidak memunculkan kalus hingga akhr pekan keempat. Hal ini mungkin terjadi disebabkan karena
eksplan
daun
nilam
sudah
mengandung sitokinin endogen sehingga penambahan sitokinin membuat kombinasi hormon
tidak
seimbang
sehingga
tidak
terbentuk kalus.
0
ppm BAP
pekan pertama tepatnya 6 hari setelah tanam adalah 1 ppm BAP tanpa penambahan
2 ppm 2,4D + 2
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diketahui bahwa medium W1 yakni 1 ppm BAP tanpa penambahan hormon 2,4 D merupakan media terbaik untuk mendapatkan berat basah kalus nilam yang tinggi. Hal ini terbukti bahwa berat basah kalus pada media tersebut sebesar 0,1364 gram. Sedangkan berat basah kalus paling rendah yaitu 0 gram yakni pada media W3 dengan kombinasi 1 ppm 2,4D + 2 ppm BAP dan W5 dengan kombinasi 2 ppm 2,4-D + 2 ppm BAP yang menunjukkan kalus
nilam
tidak
dapat
mengalami
pertumbuhan sampai pengamatan terakhir (4 PST). Nilai berat basah kalus yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi media yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata
Pengaruh terhadap
Hormon Berat
2,4-D
Basah
Pogostemon cablin Benth.
dan
Kalus
BAP Nilam
terhadap tinggi rendahnya berat basah kalus, ditandai dengan notasi huruf yang berbeda. Sehingga, dari penelitian ini diketahui bahwa
pengunaan media kombinasi yang efektif adalah W1 dengan konsentrasi 1 ppm BAP tanpa penambahan hormon 2,4 D karena dengan konsentrasi media tersebut sudah mampu
mendapatkan
berat
basah
yang
Gambar 2. Perubahan warna kalus pada perlakuan 1 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
tertinggi yaitu sebesar 0,1364 gram.
(a)
1 (PST); (b) 2 (PST); (c) 3 (PST); (c) 4 (PST). Pengaruh
Hormon
2,4-D
dan
BAP
terhadap Tekstur dan Warna Kalus Nilam
Pogostemon cablin Benth.
Pogostemon cablin Benth.
(a) Gambar
(b) 1.
Struktur
Deteksi Minyak Atsiri Dari Kalus Nilam
(c) kalus
dilihat
menggunakan mikroskop perbesaran 40x (a): 0 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
Gambar 3. Hasil KLT minyak atsiri dan
(b): 1 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
ekstrak kalus nilam ,A: ekstrak kalus, B:
(c): 2 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
minyak atsiri, a:setelah dikeringkan, b:setelah
Pengamatan tekstur kalus dilakukan pada akhir pengamatan (4 PST) dengan
disemprot
menggunakan
vanilin-sulfat,
c:diamati di bawah UV
menggunakan mikroskop perbesaran 40x.
Dari hasil KLT setelah dikeringkan,
Tekstur kalus diamati pada saat penimbangan.
terlihat pada plat KLT timbul 4 bercak dari
Pada kombinasi 1 ppm 2,4D + 1 ppm BAP
ekstrak kalus dan belum terlihat bercak dari
dan 2 ppm 2,4D + 1 ppm BAP Kalus yang
minyak atsiri. Setelah disemprot menggunakan
terbentuk memiliki tekstur kalus remah.
vanilin-sulfat, timbul 5 bercak pada ekstrak
Sedangkan pada konsentrasi
1 ppm BAP
kalus dan 5 bercak pada minyak atsiri. Saat
tanpa penambahan hormon 2,4 D, kalus yang
diamati di bawah sinar UV, 3 bercak terlihat
terbentuk merupakan kalus kompak. Pada
jelas dari ekstrak kalus dan minyak atsiri.
pekan pertama setelah tanam, kalus yang
Bercak ketiga pada ekstrak kalus sejajar
muncul berwarna hijau kekuningan dengan
dengan bercak pertama pada minyak atsiri
tekstur remah. Kemudian pada pekan kedua
sehingga memiliki nilai Rf yang sama. Pada
hingga pekan ketiga, kalus berubah warna
bercak yang memiliki nilai Rf sama diduga
menjadi kuning. Kemudian pada pekan
mengandung senyawa yang sama. Pada bercak
keempat, kalus berubah warna menjadi
yang memiliki nilai Rf yang berbeda diduga
kuning kecoklatan. Perubahan terhadap warna
mengandung senyawa yang berbeda. Terdapat
kalus dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
persamaan dan perbedaan baik warna maupun
jarak pada bercak yang ditimbulkan dari
nilai Rf dari bercak ekstrak kalus dan minyak
ekstrak kalus dan minyak atsiri.
atsiri. Persamaan hasil kromatogram minyak
Tabel 1 . Data Nilai Rf Hasil KLT Ekstrak
atsiri dan ekstrak kalus adalah terdapat tiga
Kalus
bercak yang memiliki nilai Rf sama. Namun, Ketiga bercak tersebut memiliki warna yang berbeda. Selain itu, persamaan lain adalah
Ekstrak Kalus Diamati No
Sebelum
Setelah
di
disemprot disemprot
terdapat satu bercak yang berwarna sama, namun memiliki nilai Rf yang berbeda. Adanya tiga noda yang tampak jelas
bawah UV
dapat disimpulkan bahwa dalam minyak atsiri
1
0,125
0,125
0,125
dan ekstrak kalus nilam terdapat 3 tiga
2
0,425
0,425
0,425
kelompok senyawa yang mempunyai tingkat
3
0,5
0,5
0,5
kepolaran yang berbeda. Berdasarkan teori
4
0,75
0,75
-
“like dissolve like”, dengan fase diam yang
5
-
0,95
-
bersifat polar dan fasa gerak yang cenderung non polar, maka noda paling atas adalah
Tabel 2 . Data Nilai Rf Hasil KLT Minyak
kelompok
Atsiri
sedangkan
senyawanoda
senyawa
paling
non
bawah
polar adalah
kelompok senyawa-senyawa polar (Zetra,dkk., 2011).
Minyak Atsiri Sebelum
Setelah
disemprot
disemprot
1
-
0,375
-
2
-
0,425
-
3
-
0,5
0,5
4
-
0,75
0,75
5
-
0,875
0,875
No
Berdasarkan
Diamati di bawah UV
hasil
kromatogram,
diamati bahwa pada ekstrak kalus nilam terdapat
bercak
berwarna
ungu
setelah
disemprot dengan pereaksi vanilin-sulfat. Hal ini menandakan bahwa ekstrak kalus nilam mengandung
minyak
atsiri,
sebagaimana
Rachma (2012) menyatakan bahwa minyak atsiri ditunjukkan oleh adanya bercak biru sampai ungu pada sinar tampak dengan deteksi
Dari hasil kromatogram dari sampel berupa ekstrak kalus dan minyak atsiri yang telah ditotolkan pada plat KLT dan dielusi menggunakan
campuran
pelarut
organik
kemudian disemprot dengan larutan pereaksi vanilin-sulfat, dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dan perbedaan baik warna maupun
vanilin. Komponen minyak atsiri pada kalus daun lavender sama seperti pada minyak atsiri tanaman asal. Hal ini dapat terlihat dari warna dan nilai hRf bercak yang muncul sama. Jadi, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kalus daun lavender mengandung minyak atsiri seperti pada tanaman asal.
menggunakan
Uji Fitokimia
pereaksi
Wagner
dan
Dragendorf untuk alkaloid dan bubuk Mg serta H2SO4 untuk flavonoid. Sedangkan sampel minyak atsiri positif mengandung terpenoid dengan respon positif berupa perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Terdapatnya perbedaan antara senyawa Gambar 4. Hasil Uji Fitokimia, A: Minyak
kalus
Atsiri, B: Ekstrak kalus Dari hasil uji fitokimia dapat diamati bahwa minyak atsiri positif mengandung terpenoid dengan respon positif berupa perubahan warna dari kuning menjadi merah dan
negatif
mengandung
yang dikandung minyak atsiri dan ekstrak
alkaloid
dan
flavonoid karena tidak terbentuk endapan dan tidak terjadi perubahan warna. Sedangkan ekstrak kalus negatif mengandung senyawa terpenoid, alkaloid dan flavonoid karena tidak terjadi perubahan warna dan tidak terbentuk
disebabkan
karena
pada
proses
pembentukan kalus senyawa-senyawa belum sepenuhnya terbentuk. Hal ini disebabkan kalus telah mengalami dediferensiasi dan belum mengalami diferensiasi menjadi organ tanaman
yang
utuh.
Sehingga
metabolit
sekunder seperti terpenoid belum terbentuk. Hal ini memperkuat pernyataan dari Naim (2005), bahwa setiap tanaman memiliki suatu kemampuan
yang hampir terbatas
untuk
mensintesis substansi aromatik.
endapan. Komponen
yang
terdapat
dalam
PENUTUP
ekstrak kalus nilam dianalisis golongan senyawanya dengan tes uji warna dengan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Pereaksipereaksi spesifik yang digunakan kebanyakan bersifat polar sehingga bisa berinteraksi
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi hormon 2,4D dan BAP yang optimum untuk menginduksi kalus nilam Pogostemon cablin Benth. yaitu konsentrasi 1
dengan sampel berdasarkan prinsip ‘like
ppm BAP tanpa penambahan hormon 2,4 D
dissolve like’ (Dewi, 2005).
(W1), dengan waktu muncul kalus 1 PST
Skrining fitokimia yang dilakukan tidak hanya diujikan pada ekstrak kalus nilam, tetapi juga diujikan pada minyak atsiri nilam sebagai pembanding. Pada kedua sampel baik ekstrak kalus maupun minyak atsiri nilam tidak mengandung senyawa alkaloid
dan
flavonoid
setelah
diuji
(pekan setelah tanam); rata-rata persentase kalus 75 %, warna kalus hijau; tekstur kalus kompak (nonfriable); dan berat basah kalus tertinggi
0,1364
gram.
Hasil
KLT
menunjukkan bahwa kalus nilam mengandung minyak atsiri ditandai dengan munculnya bercak ungu dengan nilai Rf 0,75 dan 0,95. Berdasarkan
uji
fitokimia,
kalus
nilam
Pogostemon cablin Benth tidak mengandung
Teknik Kultur Jaringan dan Petunjuk
senyawa alkaloid, terpenoid dan flavonoid.
Perbanyakan Vegetatif
Tanaman Modern,
Secara Kanisius,
Yogyakarta.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang baik untuk induksi kalus serta
Rahardjo P.C., 1989, Kultur Jaringan. Teknik
untuk meningkatkan persentase tumbuh dan
Perbanyakan Tanaman Secara Modern,
berat basah kalus. Selain itu, Perlu dilakukan
Penebar Swadaya, Jakarta.
penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi minyak
atsiri
dan
senyawa
lain
yang
dikandung ekstrak kalus nilam.
Rinanto, Y., 2011, Induksi Kalus Dan Deteksi Kandungan
Alkaloid
Daun
Jarak
Jatropha curcas L. Menggunakan Hormon 2,4-D Dalam Media MS
DAFTAR PUSTAKA
(Murashige Skoog), Jurnal Agrovigor, Abidin, Z., 1994. Dasar-Dasar Pengetahuan
Keguruan
Dan
Ilmu
Tentang Zat Pengatur Tumbuh.
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Angkasa. Bandung.
Surakarta, Vol. 4 (1).
Andaryani, S., 2010. Kajian Penggunaan Berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D Terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Secara In Vitro. Skripsi.
Fakultas
Pertanian.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Buchbauer, G., W. Jager, L. Jirovetz, J. Ilmberger, and H. Dietrich. 1993. Therapeutic Properties of Essential Oil
and
fragrances.
American
Chemical Society (ACS) Simposium Series; 525, 160-165.
Daud,
Fakultas
A.
1991.
Nilam
Budidaya
dan
Penyulingan. Jakarta: CV Yasaguna.
Hendaryono, D. P. S dan Wijayani, 1994,
Santoso dan Nursandi, 2003, Kultur Jaringan Tanaman,
UMM
Press,
Malang.