JALAK PUTIH DI PULAU DUA
PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN
SKRIPSI
Ade Rahmat D1D99094
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran
JALAK PUTIH DI PULAU DUA
PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN
Disusun Oleh / By: Ade Rahmat D1D99094
Dibawah Bimbingan / Supervised by: Prof. Johan Iskandar, Phd., M.Sc. Parikesit, Phd., M.Sc.
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran 2007
Foto-Foto: Ade Rahmat
Kutipan / Citation: Rahmat A., 2007. Penggunaan Formasi Vegetasi oleh Jalak Putih (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) di Cagar Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Propinsi Banten. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung.
1
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN Oleh: Ade Rahmat Pembimbing: Prof. DR. Johan Iskandar, M.Sc DR. Parikesit, M.Sc.
ABSTRAK Penelitian mengenai penggunaan formasi vegetasi oleh jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) di Cagar Alam Pulau Dua, Propinsi Banten, telah dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2005. Metode deskriptif analisis melalui sigi lapangan digunakan pada penelitian ini. Lokasi penelitian intensif diperoleh dari survey grid di seluruh lokasi penelitian menggunakan teknik systematic aligned sampling (Williams, 1991). Struktur formasi vegetasi lokasi penelitian digambarkan melalui diagram profil tumbuhan (Bibby, dkk., 1992; MuellerDumbois, 1974), sedangkan data aktivitas jalak putih diperoleh dengan teknik adlibitum (Altmann, 1974). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalak putih cenderung menggunakan empat tipe formasi vegetasi meliputi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Bakau-Bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Semak Belukar untuk lima katagori aktivitasnya berupa memelihara tubuh, pemilihan tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang, serta bersuara. Seluruh katagori aktivitas dilakukan jalak putih pada setiap formasi vegetasi dengan rata-rata proporsi paling tinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (ẍ=64,07%) dan paling rendah pada formasi Bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba) (ẍ=8,79%). Aktivitas pemilihan tempat berlindung mempunyai proporsi tertinggi pada setiap formasi vegetasi dengan rata-rata proporsi sebesar 39,91%. Untuk seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi, pemilihan tempat berlindung pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) mempunyai proporsi tertinggi sebesar 27,72% dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh (0,40%) pada formasi Semak Belukar. Kata Kunci : Jalak Putih, Formasi Vegetasi, Diagram Profil, Aktivitas, Proporsi.
2
VEGETATION FORMATION USED BY BLACK-WINGED STARLING (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) IN PULAU DUA NATURE RESERVE, BANTEN BAY, BANTEN PROVINCE By: Ade Rahmat Supervised by: Prof. DR. Johan Iskandar, M.Sc. DR. Parikesit, M.Sc.
ABSTRACT
A research on vegetation formation used by Black-winged Starling (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) was conducted in Pulau Dua Nature Reserve, Banten
Bay, Banten Province, between April and June 2005. Descriptive analytical method by field survey was used in this research. Intensive research area was obtained from grids survey with applying systematic aligned sampling technique (Williams, 1991). Vegetation structures were drawn in the profile diagram (Bibby, dkk., 1992; MuellerDumbois, 1974), and starling activity data were collected by adlibitum technique (Altmann, 1974). The result of study shows that Black Winged-starling used four types of vegetation formations comprises Kayu Hitam (Diospyros maritima), Bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba), Waru laut (Thespesia populnea), and Shrub for its activities including maintenance, selecting shelter, selecting food and feeding, flying, and calling. All activity categories of Black-winged Starling was observed in every vegetation formation which has highest proportion at Kayu Hitam (Diospyros maritima) (ẍ=64,07%) and lowest at Bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba) (ẍ=8,79%). Selecting shelter has a highest proportion at every vegetation formation (ẍ=39,91%). For all activities in all vegetation formations, selecting for shelter place was selected at Kayu Hitam (Diospyros maritima) which has highest proportion (27,72%), and the lowest proportion (0,40%) mainly body maintenance at shrub formation.
Keywords: Black Winged-starling, Vegetation Formation, Profile Diagram, Activity, Proportion
3
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin Puji syukur kehadirat Allah SWT. menyertai selesainya penulisan skripsi ini. Limpahan rahmat yang tak ternilai memberikan motivasi untuk terus menimba ilmu. Aktivitas hobi mengamati burung dan keingintahuan terhadap dunia tumbuhan, mengantarkan penelitian ini kepada objek burung dan habitatnya. Tema penggunaan habitat dipilih mengingat istilah ini memberikan deliniasi yang jelas terhadap cakupan wilayah penelitian. Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) sebagai objek fauna yang diteliti juga merupakan spesies yang menarik karena status sebaran dan keterancamannya (endemik Jawa dan Bali, serta kategori spesies terancam punah). Keberadaan berbagai tipe formasi vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua Banten dan catatan sebaran Jalak Putih di lokasi ini, memunculkan identifikasi masalah tentang aktivitas jalak putih dalam memilih formasi vegetasi sebagai habitatnya. Penggunaan metode Ad-libitum (Altmann, 1974) dan diagram profil (Bibby, 1992; Mueller-Dumbois, 1974) membantu menghasilkan data terbaik untuk menjawab identifikasi masalah yang dikemukakan. Isi, tulisan dan seluruh rancangan penelitian ini sudah barang tentu jauh dari sempurna, karena rancangan yang paling sempurna hanyalah milik Allah SWT, karenanya tegur sapa, kritik dan saran selalu harapkan untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga bermanfaat. Bandung, Februari 2007 Penulis
4
UCAPAN TERIMA KASIH Gusti Allah SWT, yang memberikan ide tugas akhir ini beserta cita-citanya.
Yaa Robbi lakal hamdu kamaa yambaghiilijalaali wajhika wa’aziimi sulthoonika.
Rasulullah Muhammad SAW yang telah menunjukkan cita-cita hidup sebenarnya. Salaamun ‘alaik ya Rasuulillaah.. Ibu, Ibu, dan Ibu... yang tak pernah lelah mendukung anak-anaknya.
“Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani shaghiira..”
Untuk diskusi-diskusi awal yang menyenangkan mengenai objek, metode, dan lokasi penelitian, terima kasih kepada Wahyu Raharjaningtrah, Pupung Firman Nurwatha, Zaini Rakhman (YPAL), R. Ahmad Hadian, Jirjiz Jauhan, Zaenal “Jodi” Mutaqien, Haikal Suhaidi, Dani Heryadi, I Wayan Dirgayusa (BICONS), Muhammad Muchtar (PILI), Agung Kurniawan, Dien Kamaludin, Leni YW (BasCom Studio), bas Van Balen, Vincent Nijman. Literatur yang berkaitan sangatlah langka namun tersedia dengan lengkap. Atas kesediaanya membantu dalam pencarian literatur, terimakasih kepada: Prof. Dr. Johan Iskandar (Pembimbing), PFN (YPAL), MM, Eka Muliawati, Adam Supriatna (PILI), Chris Sheperd, Frank Momberg (FFI-Asia Pacific), Pungki Lupiyaningdyah (LIPI), Andi Prima Setiadi, Resit Sozer (PPSC), Yus Rusila Noor, Fery Hasudungan (WIIP), Takehiko Inue (ARRCN), Wati (UNAS), Dodo (IPB), Agung Kurniawan (Kebun Raya Bali), Dien Kamaludin (BioCell), Okie Kristiawan (PPSJ), Kisma Donna (PPSB), Detrizki Agustina & Tisna Wimarna. bas Van Balen, Vincent
Nijman, Budi Irawan, Gilar Kadarsah.
Atas kesempatan mengunjungi lokasi pembanding, terima kasih kepada: ZR
untuk wilayah Bali & Jogja, APS untuk wilayah Cikepuh, Iwan Setiawan & bas Van Balen untuk wilayah Takokak dan Muara Gembong, BICONS untuk wilayah Taman Kota Bandung.
Pembuatan proposal dan Seminar I banyak dibantu oleh : Ungq, Dien Kamaludin & Lia, Eneng Inayatin, Prof. DR. Erri Noviar Megantara, Prof. Aseng Ramlan, Drs. Prihadi Santoso MS, Ruchyat Partasasmita S.Si., M.Si., Keluarga Amir Rochani, Keluarga Rafani Achyar. Pekerjaan lapangan yang begitu berat tak mungkin maksimal tanpa bantuan:
Iwan Setiawan, Ruly Agus (PILI) atas bantuan fasilitas dan finansial, Dindin Komarudin (FPTI), Dien Kamaludin, Q2, Madsahi (BKSDA), Keluarga Pak Mangun?, Encep, Windu, Erick, Budi, Ucu, Rafani Achyar, Rouful Muiz, Zaenal Umbara atas bantuan lapangan selama di lapangan.
Lama sekali terlantar data-data lapangan....orang-orang dengan berbagai cara telah banyak membantu “mengembalikan ke jalan yang benar” :p ; terima kasih
5
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
6
untuk Ibu Wati Supangkat atas E-mail, SMS, dan Telpon :”Adeeerrrr bimbingan!!”, “Adeeerrrr!! Ditungguin Bapak di rumah....!” Aderrr Nginep di sini aja...! Aderrr ulah ka YPAL gak bakal bisa ngetik disanamah...!, Aderrrr....Aderrrr....!!”, Pungki atas SMS, telpon, email, dan tegurannya: “Cepet atuh bimbingan...!, Tanya pak Pamnya kapan bisa kolo...?” Firman Hadi atas SMS:” Kumaha skripsi?, ngekost di Pak Johan? Bagus!!”, Pritta atas SMS: Kang ader pak johannya udah ada di Indonesia tuh...!”, Pak Teguh atas tegurannya: “ Ader katanya kamu teh bimbingan pak Pam???!!” Yana Jagur: Kang ader Pak Pam lagi ada di sekeloa tuh..”, Wishnu atas tegurannya: “Iraha maneh lulus??”, Jirjiz Jauhan atas tegurannya: Kari naoneun ayeuna..??”, Fassa Faisal atas SMS: “Der, sep tadi pak johan nayakeun, iraha ceunah rek ka rumah..?”, Zaenal ‘Jodi’ Mutaqien atas SMS-SMS:”fsgdgdfg “, K’Amir & Teh Iip atas tegurannya:”Kumaha der tos beres??!!”, Adi Hidayat atas Email, SMS, dan telponnya: ”Doa adi ti Libya mugi aa cepet diwisuda...!!” Draft seminar II dapat di setujui atas bantuan banyak pihak, terima kasih kepada: Buchroni atas eksploitasi printer nya!, YPAL atas tempat, komputer,
telpon, dapur, dll..., Asep Maman & Harnawan Rizki yang nganter bareng Bimbingan, Kang Onie & Kang Obuy atas tebengannya, Deri Ramdhani, Bagja atas antar jemputnya, Jirjiz Jauhan, Fassa Faisal atas koreksi abstract, Jodi,
Kolokium terlaksana dengan baik juga atas jasa banyak orang, terima kasih kepada: Prof. Johan Iskandar, dan Parikesit, Phd. M.Sc., yang meng-ACC draft
skripsinya, Ayu safitri yang bantu konsumsi, Dien Kamaludin yang udah dateng, Pak Juandi &...yang udah nyiapin LCD, Kang Budi yang udah minjemin CPU Herbarium, Izul yang udah ngembaliin CPU, Kang Ridwan yang udah ngbekelin kamera, Aang, Yogi, Dani, ....yang pada dateng, barudak arachis oge...Jodi
SIDANG!!! Akhirnya..... Revi dan Dian teman daftar, persiapan, dan pelaksanaan sidang, Fassa faisal bantuan transportnya, Eneng Inayatin atas paketnya, Balna, Ellen Tjandra, Jodi, Simbar & Ceuceu atas bantuan konsumsinya, Naida, Idea, Teh Idah, Eneng Inayatin, Adi Hidayat Terakhir seperti kata jodi, terimakasih kepada Anda..!! ya.. Anda yang sudah
mau repot-repot meluangkan waktu membaca ini semua!!
Semoga apa yang telah dilakukan menjadi bekal ibadah bagi kita sekalian, Amin. “Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS Huud:115)
7
DAFTAR ISI ABSTRAK
2
ABSTRACT
3
KATA PENGANTAR
4
UCAPAN TERIMA KASIH
5
DAFTAR ISI
7
BAB I PENDAHULUAN
9
1.1
Latar Belakang
9
1.2
Identifikasi Masalah
11
1.3
Maksud dan Tujuan
11
1.4
Kegunaan Penelitian
12
1.5
Kerangka Pemikiran
12
1.6
Metode Penelitian
13
1.7
Waktu dan Lokasi Penelitian
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
16
2.1
Habitat Burung
16
2.2
Stratifikasi dan Formasi Vegetasi sebagai Variabel Habitat
17
2.3
Penggunaan Habitat oleh Burung
18
2.4
Jalak Putih (Sturnus melanopterus melanopterus, Daudin, 1800)
21
2.4.1
Klasifikasi dan Deskripsi
21
2.4.2
Habitat dan Penyebaran Jalak Putih
23
2.4.3
Status Konservasi Jalak Putih
23
Tinjauan Umum Lokasi Penelitian
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
27
3.1
27
2.5
Penelitian Pendahuluan
3.1.1
Penentuan Lokasi Penelitian
27
3.1.2
Pencatatan Data Fisik Lingkungan dan Kondisi Cuaca
28
3.2
Penelitian Intensif
29
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
8
3.2.1
Data Yang Dikumpulkan
29
3.2.2
Teknik Pengumpulan Data
30
3.3
Analisis Data
32
3.3.1
Analisis data Tumbuhan
33
3.3.2
Analisis Data Proporsi Aktivitas Jalak Putih
34
3.4
Alat dan Bahan Penelitian
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
36
4.1
Lokasi Penelitian Intensif
36
4.2
Formasi Vegetasi yang Digunakan oleh Jalak Putih
37
4.3
Profil Formasi Vegetasi Lokasi Penelitian
39
4.4
Aktivitas Jalak Putih
58
4.4.1
Deskripsi Aktivitas Jalak Putih
58
4.4.2
Kategori Aktivitas Jalak Putih
62
4.4.3
Aktivitas Jalak Putih di Setiap Formasi Vegetasi
65
4.5
Proporsi Aktivitas Jalak Putih
67
4.5.1
Proporsi Aktivitas pada Setiap Formasi Vegetasi yang Digunakan
69
4.5.2
Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi
72
4.5.3
Proporsi Seluruh Aktifitas di Seluruh Formasi Vegetasi
76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
80
5.1.
Kesimpulan
80
5.2.
Saran
81
DAFTAR PUSTAKA
82
LAMPIRAN 1. DAFTAR JENIS TUMBUHAN DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU DUA
86
LAMPIRAN 2. DAFTAR JENIS BURUNG DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU DUA
88
LAMPIRAN 3. KATEGORISASI KECEPATAN ANGIN MENURUT YASURONI NITANI (2001)
92
LAMPIRAN 4. KATEGORISASI KETERANCAMAN MENURUT IUCN
93
LAMPIRAN 5. FOTO JALAK PUTIH DAN LOKASI PENELITIAN*
95
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perubahan penggunaan lahan hutan secara besar-besaran selama 150 tahun
terakhir menyebabkan sisa-sisa ekosistem alami di Jawa dan Bali terpenggal-penggal dan sempit (Whitten, dkk., 1999). Kurang dari 10 % luas pulau Jawa dan Bali yang masih tertutup hutan berupa bercak-bercak kecil di lokasi Cagar Alam dan Taman Nasional dengan vegetasi alami yang tersisa serta keanekaan faunanya tinggal sedikit (MacKinnon, dkk., 2000; Whitten, dkk., 1999; Rudyanto, 1996). Hilangnya vegetasi menyebabkan berbagai fauna terdesak menuju sisa habitat yang terfragmentasi, sehingga tingkat keterancaman akan kepunahan menjadi sangat tinggi. Avifauna Jawa dan Bali telah menjadi contoh betapa pentingnya kondisi habitat terhadap kelangsungan hidup fauna yang menghuninya (MacKinnon, dkk., 2000; Diamond, dkk., 1987). Dari tujuh bioregion yang memiliki sejumlah burung terancam punah di Indonesia, pulau Jawa dan Bali berada pada urutan tertinggi setelah Sumatera dengan kondisi habitat endemiknya (Endemic Bird Areas) berstatus sangat kritis (MacKinnon, dkk., 2000; Whitten, dkk., 1999; van Balen, 1997; Shannaz, dkk., 1995). Salah satu jenis di kedua pulau ini yang status konservasinya meningkat dalam 10 tahun terakhir adalah Jalak Putih (Sturnus
melanopterus, Daudin, 1800). Jenis burung endemik Jawa dan Bali ini dahulu sangat umum ditemukan, namun seiring dengan meningkatnya ancaman terhadap
9
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
10
kelestarian jenis ini dan habitat alaminya, populasinya di alam terus menurun menuju kepunahan dan status keterancamannya pun meningkat tajam sampai pada kategori jenis Terancam Punah A,1,2 (Lampiran 6) serta masuk ke dalam lampiran II CITES. (BirdLife International,
2004; Noerdjito & Maryanto, 2001; IUCN 2006;
Tilford, 2000; Muchtar & Setiawan, 1999; van Balen, 1997; Colar, dkk., 1994; Shepherd, inprep.). Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) ditemukan tersebar mulai dari hutan pantai sampai dengan ketinggian 2000 m dpl dan dikenal sebagai jenis
‘typical open woodland bird’ (Cahyadin 1999, dalam Muchtar & Setiawan, 1999). Berbagai tipe habitat diketahui sebagai tempat beraktivitas burung dari Suku Sturnidae ini. Penggunaan berbagai tipe habitat sebagai tempat beraktivitas jenis ini memperlihatkan adanya aktivitas khusus pada setiap tipe vegetasi dalam habitatnya (Hernowo & Indraprajaya, 1997). Variabel habitat seperti stratifikasi dan bentuk formasi vegetasi dapat membantu mengetahui lebih jauh hubungan aktivitas khusus Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) dengan setiap tipe vegetasi dalam habitatnya. Cagar Alam Pulau Dua merupakan satu-satunya lokasi di bagian barat Pulau Jawa yang tercatat sebagai lokasi sebaran Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) dengan keanekaragaman habitat berupa tipe formasi vegetasi hutan mangrove. Formasi vegetasi yang dideskripsikan Milton & Marhadi (1985) dan Hasudungan (1999) berupa formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.), Kayu Api (Avicennia marina), Pantai berpasir, Kayu Hitam (Diospyros maritima), Semak Belukar, dan Waru Laut (Thespesia populnea), menjadi pendukung kehidupan Jalak
11
putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) di lokasi ini. Catatan penelitian jalak putih di Pulau Dua, hanya berupa catatan jumlah dan perjumpaan saja (Noor, 2004; Milton & Marhadi, 1985; van Balen, kompri.) Sedangkan penelitian spesifik tentang aktivitas jenis ini terutama yang dihubungkan dengan keberadaan formasi vegetasi, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, studi aktivitas Jalak putih (Sturnus
melanopterus, Daudin, 1800) yang dihubungkan dengan keberadaan formasi vegetasi sebagai habitatnya sangat penting dilakukan. 1.2
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut : a. Formasi vegetasi apa saja yang digunakan oleh Jalak Putih di Cagar Alam Pulau Dua Teluk Banten. b. Jenis aktivitas apa saja yang dilakukan oleh Jalak Putih di tiap formasi vegetasi, berdasarkan kategori aktivitas Jalak Putih berupa memelihara tubuh, makan dan pemilihan makanan, memilih tempat berlindung, terbang, dan bersuara. c. Berapa proporsi waktu tiap-tiap kategori aktivitas yang digunakan oleh Jalak Putih di tiap-tiap formasi vegetasi yang digunakan. 1.3
Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan formasi vegetasi
oleh Jalak Putih berdasarkan aktivitas yang dilakukannnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh data aktivitas Jalak Putih di tiap-tiap formasi vegetasi yang digunakan.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
1.4
12
Kegunaan Penelitian Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
bermanfaat
sebagai
sumbangan
pengetahuan di bidang ornitologi khususnya dalam ekologi burung, dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya penyelamatan jenis serta habitatnya. 1.5
Kerangka Pemikiran Kemampuan burung dalam memanfaatkan berbagai tipe vegetasi tidak
menjadikan burung tersebut menggunakan seluruh wilayah potensial yang ada, individu-individu menyeleksi dan dapat memilih untuk tidak mendiami habitat tertentu. Persyaratan habitat yang spesifik pada burung berhubungan dengan aktivitas dan kebutuhan hidupnya di lokasi tersebut. Lack (1933) dalam Krebs (1985) mencontohkan distribusi jenis burung pipit dan asosiasinya terhadap perkebunan pinus yang sebagian besar merupakan hasil seleksi habitat secara spesifik. Penggunaan habitat yang spesifik ini ditujukan untuk memanfaatkan secara efisien sumber daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan, berlindung, dan berkembang biak. Proses seleksi terhadap satu tipe vegetasi atau habitat, menunjukkan adanya variabel habitat yang penting dan aktivitas khusus di setiap tipe vegetasi tersebut. Struktur vegetasi sebagai variabel habitat baik vertikal maupun horizontal memberikan bentuk yang berbeda-beda dan mempengaruhi burung untuk memilih melakukan aktivitasnya pada satu tipe vegetasi tertentu. Davy (1938) dalam Arief (1994), mengemukakan bahwa komponen variatif vegetasi pada formasi vegetasi hutan bakau merupakan sumberdaya potensial untuk kehidupan burung. Keanekaan tipe formasi vegetasi, stratifikasi, dan penutupan tajuknya menyediakan kebutuhan
13
spesifik sebagai habitat burung. Perilaku burung dalam memilih dan memanfaatkan habitatnya ini berkaitan erat dengan aktivitas burung secara individual dan sosial sebagai tujuan untuk mempertahankan hidupnya. Aktivitas pemilihan tempat berlindung, makan, memelihara tubuh, dan bereproduksi dilakukan burung pada berbagai tipe dan struktur vegetasi untuk meminimalkan tingkat kompetisi dan ancaman predasi terhadap setiap individu. Jalak Putih yang mendiami tipe habitat dan ketinggian yang berbeda-beda memanfaatkan tipe dan formasi vegetasi tertentu untuk melakukan aktivitasnya. Jenis-jenis pohon dengan ketinggian 9-15 meter di hutan alam, digunakan oleh jalak putih sebagai tempat istirahat dan bersarang sementara permukaan tanah digunakan untuk mencari pakan dan minum. Tipe vegetasi hutan alam digunakan untuk bersarang, dan vegetasi hutan tanaman jati digunakan sebagai tempat bertengger (Hernowo & Indraprajaya, 1997). Hutan mangrove Cagar Alam Pulau Dua merupakan salah satu habitat jalak putih. Keberadaan berbagai tipe formasi vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua dan kehadiran jalak putih di lokasi tersebut memungkinkan adanya perbedaan penggunaan formasi vegetasi sebagai tempat beraktivitas Jalak Putih. 1.6
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan sigi lapangan.
Teknik pengumpulan data untuk mengetahui struktur tanaman menggunakan penggambaran diagram profil (Bibby, dkk., 1992; Mueller-Dumbois, 1974), sedangkan untuk pengumpulan data aktivitas Jalak Putih menggunakan teknik Ad-
libitum (Altman, 1974 ).
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
1.7
14
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2005 sampai bulan Juni 2005 di Cagar
Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Propinsi Banten (Gambar 1).
15
Sumber : Modifikasi dari Milton & Marhadi (1985).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Habitat Burung Habitat secara sederhana dapat didefinisikan sebagai faktor fisik dan biologi
di sekeliling suatu organisme (Bolen & Robinson, 1995 dalam Dyke, 2003). Sebagai istilah ilmiah, habitat mencakup semua kondisi yang berpengaruh bagi suatu individu atau komunitas yang bersifat insidental terhadap tempat dimana individu atau komunitas itu hidup, serta dideskripsikan oleh karakteristik geografi, fisik, kimia, dan biotik (Brower, 2002; Polunin, 1990). Soemarwoto (2001) mengemukakan bahwa habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan hidup makhluk yang menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas atas disebut titik maksimum, antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Habitat makhluk hidup dapat lebih dari satu, hal ini berhubungan dengan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada burung misalnya, tipe habitat yang berbeda digunakan untuk mencari pakan, sebagai tempat berlindung, dan berkembang biak (Soemarwoto, 2001; Welty & Baptista, 1988). Keseluruhan habitat dari suatu komunitas organisme adalah makrohabitat, sedangkan unit-unit kecil pembangunnya disebut mikrohabitat. Makrohabitat didasarkan pada lima dimensi, yaitu temporal, geografikal, fisik, kimia dan biotik. Dimensi fisik meliputi 3 komponen dasar yaitu, atmosfir, litosfer (substrat), dan hydrosfer (komponen akuatik). Ketiganya bersama-sama kehidupan disebut biosfer. Sementara mikrohabitat lebih sering didasarkan pada faktor edafik atau variasinya (Brower, 2002).
Freitas, dkk (2002), menyebutkan variabel standar dalam
16
17
mendeskripsikan mikorhabitat berdasarkan penutupan pohon pada mamalia kecil adalah penutupan tajuk, penutupan bebatuan, penutupan seresah, dan tinggi pohon. Sedangkan komponen struktur vegetasi dan komponen floristiknya telah digunakan untuk mengetahui perbedaan penggunaan mikrohabitat pada jenis-jenis burung “passerine” (Craig & Beal, 2002). 2.2
Stratifikasi dan Formasi Vegetasi sebagai Variabel Habitat Habitat umum suatu komunitas dapat dibedakan dengan habitat parsial jenis
tumbuhan yang merupakan komponennya. Habitat parsial itu dapat memperlihatkan variasi yang besar dalam lingkungan (Polunin, 1990). Habitat terestrial sebagai contohnya, vegetasi sebagai salah satu komponennya berpengaruh besar terhadap faktor fisik dan kimia dalam habitat tersebut disamping juga terhadap populasi biologi lainnya (Brower, 2002). Berbagai tipe vegetasi mendukung kehidupan komunitas burung, dan variabel-variabel di dalamnya merupakan kompenen penting yang menyertainya. Bibby (1992), mencontohkan berbagai variabel habitat seperti tinggi tajuk, penutupan tajuk, heterogenitas tajuk, diameter pohon, jenis tanah, dan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap populasi burung. Fuller, dkk (1989) serta Hirons dan Johnson (1987) dalam Bibby (1992), menambahkan variabel stratifikasi dan komposisi vegetasi yang memberikan pengaruh kuat terhadap proses pemilihan dan penggunaan habitat oleh burung. Formasi vegetasi merupakan variabel habitat yang lainnya. Pengelompokan dasar formasi berasal dari kebutuhan penganalisaan vegetasi untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis (Arief, 1994). Dasar formasi muncul dari deskripsi komunitas tumbuhan berdasarkan
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
18
pengaruh iklim (formasi klimaks iklim) dan berdasarkan pengaruh keadaan tempat tumbuhnya (formasi klimaks edafik) (Schimper, 1903 dalam Arief, 1994). Brower (2002), menambahkan bahwa faktor edafik dan variasinya lebih sering dijadikan dasar keberadaan mikrohabitat. Faktor edafik yang membentuk suatu formasi vegetasi, sering dicontohkan dengan zonasi pada hutan mangrove. Bengen (2002), menguraikan salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia sebagai berikut : •
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia
spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik •
Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora
spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp •
Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
•
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypha fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Milton & Marhadi (1985), menambahkan contoh keberadaan formasi vegetasi yang terjadi pada komunitas tumbuhan di Cagar Alam Pulau Dua akibat perubahan faktor edafik. 2.3
Penggunaan Habitat oleh Burung Beberapa hewan tidak menempati seluruh wilayah potensialnya walaupun
mereka mampu menyebar ke wilayah lain yang tidak ditempatinya. Individu-individu memilih untuk tidak mendiami habitat tertentu, sehingga distribusi spesies menjadi terbatas oleh perilaku individu dalam menyeleksi habitatnya (Krebs, 1985). Seleksi habitat pada burung merupakan salah satu perilaku individu yang ditujukan untuk
19
kenyamanan hidupnya, disamping perilaku individu yang lain
seperti perilaku
memelihara tubuh, seleksi terhadap makanan dan tempat makan, serta perilaku bermain (Petingill, 1960). Wiens (1989), mengemukakan bahwa Individu burung yang datang dan pergi pada serangkaian komunitas tumbuhan memiliki persyaratan habitat yang spesifik yang berhubungan dengan tempat bersarang, berlindung, sumber makanan, tempat mencari makan, serta aktivitas lainnya. Seleksi habitat yang berbeda-beda ini ditujukan untuk memanfaatkan secara efisien sumber daya lingkungannya dan membantu mengurangi tingkat kompetisi diantara spesies, sehingga di dalam suatu kawasan, habitat yang ada jelas merupakan bagian penting bagi distribusi dan jumlah burung (Bibby, dkk., 2000; Petingill, 1967) Hilden (1965) dalam Krebs (1985), menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang harus dipisahkan dalam mempelajari seleksi habitat, yaitu 1). faktor evolusi, meliputi nilai survival pada seleksi habitat, dan 2). faktor-faktor perilaku,
yang
menerangkan mekanisme burung dalam menyeleksi habitatnya. Faktor perilaku ini merupakan hasil rangsangan dari 1) bentang lahan dan wilayah/daaerah (terrain), 2) sarang, nyanyian, penglihatan, perilaku mencari makan, dan lokasi minum 3) sumber daya makanan, dan 4) hewan lainnya. Hilden memperkirakan bahwa respon burung terhadap keberadaan beberapa faktor diatas dan seleksi habitatnya menghasilkan variabilitas diantara spesies. Variasi bentang lahan merupakan komponen yang penting; kategori seperti terbuka dan tertutup, lurus dan bergelombang, bersambung dan diskrette, menjadi sangat penting. Sebagai contoh, jenis burung Trulek Vanellus vanellus menyeleksi padang rumput tempat ia berbiak berdasarkan warnanya. Ia menghindari padang rumput berwarna hijau dan lebih
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
20
memilih padang rumput berwarna abu-abu kecoklatan yang merupakan padang miskin yang hanya didukung oleh rumput rendah untuk adaptasi trulek. Burung yang lain mencari tempat utama untuk lokasi bersarang. Pada beberapa jenis burung yang bersarang pada lubang pohon, sebagai contoh, akan memilih bersarang pada berbagai tipe hutan (walaupun secara normal mereka tidak akan menggunakannya) ketika disediakan kotak sarang buatan (von Haartman, 1956). Penelitian terhadap dua jenis pipit (Anthus trivialis dan Anthus pratensis) yang mempunyai syarat habitat yang mirip/hampir sama di satu perkebunan pinus, memperlihatkan bahwa kedua jenis ini memiliki kebutuhan habitat spesifik yang berbeda, sehingga Lack (1933) menyimpulkan bahwa distribusi jenis burung ini di Brecklandheats, Inggris dan asosiasinya terhadap perkebunan pinus sebagian besar merupakan hasil seleksi habitat secara spesifik
yang membatasi masing-masing
burung di luasan habitat yang dapat ditempatinya. Fuller, dkk (1989) dalam Bibby, dkk.
(1992),
memperlihatkan
contoh
seleksi
habitat
oleh
burung
migran
berdasarkan variabel struktur vertikal vegetasi. Perubahan stratifikasi hutan coppice menyebabkan beberapa jenis burung migran (keluarga warbler) memilih strata yang berbeda.Suara burung mempunyai dialek yang dapat membedakan sub populasi, dan dialek ini dapat berakibat pada proses pemilihan habitat. Baker, dkk. (1982) dalam Krebs (1985), menjumpai jenis White-crowned sparrows di California terbagi ke dalam 4 dialek dalam habitat yang homogen, dan jenis ini dapat jelas terlihat saling melintas dalam beberapa menit, namun dialeknya tetap berbeda dalam batas wilayahnya/sarang. Dari contoh diatas diketahui bahwa seleksi habitat juga dapat
21
memiliki sebuah komponen cultural yang independent dari faktor lain seperti faktor biologi, fisik atau faktor kimia. 2.4
Jalak Putih (Sturnus melanopterus melanopterus, Daudin, 1800)
2.4.1 Klasifikasi dan Deskripsi Menurut Andrew (1992), dan Howard (1991), klasifikasi Jalak Putih adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Classis
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Familia
: Sturnidae
Genus
: Sturnus
Species
: Sturnus melanopterus melanopterus, Daudin 1800
MacKinnon, dkk., (2000), mendeskripsikan Jalak Putih sebagai jenis burung yang berukuran sedang (23 cm), berwarna hitam dan putih. Individu dewasa bulu seluruhnya putih kecuali sayap dan ekor berwarna hitam, sedangkan pada burung muda, kepala, leher, punggung dan penutup sayapnya berwarna abu-abu, serta terdapat kulit tanpa bulu berwarna kuning di sekitar matanya. Iris mata berwarna coklat tua, dengan paruh dan kaki berwarna kekuningan (Gambar 2).
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
22
Gambar 2. Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin 1800)
Terdapat tiga subspesies yang dibedakan oleh warna punggung dan penutup sayap, yaitu ras Jawa dan Madura (S.m. melanopterus) berwarna putih, ras Pulau Bali (S. m. tertius) berwarna abu-abu, dan ras peralihan (S. m. tricolor) di ujung Jawa Timur (Gambar 3) (Tilford, 2000; MacKinnon, dkk., 2000). Jalak Putih hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil, mencari makan di tanah terbuka seperti lapangan rumput, beristirahat di pepohonan atau kadang-kadang di rumah
di
perkotaan
&
(MackKinnon,
2000;
Muchtar
&
Nurwatha,
1999;
Hernowo
Indraprajaya, 1997).
Gambar 3. Perbedaan Ras pada Jalak Putih; (a). S. m. tertius, (b). S. m. Tricolor, (c). S. m.
melanopterus
23
2.4.2 Habitat dan Penyebaran Jalak Putih Jalak Putih merupakan jenis endemik Pulau Jawa dan Bali, serta tambahan sebaran di Kangean dan Lombok (IUCN 2000; MacKinnon, dkk., 2000; MacKinnon & Phillip , 1993;). White & Bruce (1986), dalam IUCN (2000) menjelaskan bahwa di pulau Lombok dan Kangean jalak putih kemungkinan hanya merupakan spesies pengunjung (visitor). Jalak putih lebih banyak ditemukan di Jawa Timur dan Bali daripada di Jawa Barat, diketahui pula bahwa jenis ini pernah diintroduksikan ke Pulau St. John, Singapura (MacKinnon, dkk., 2000; MacKinnon & Phillip, 1993). Muchtar & Nurwatha (1999), mencatat berdasarkan survei lapangan tahun 1999, di Pulau Jawa, jalak putih hanya dapat ditemukan di kota Bandung. Namun survei ini tidak mencakup wilayah Banten yang masih mencatat kehadiran Jalak Putih di Cagar Alam Pulau Dua (van Balen, kompri). Hidup pada ketinggian 0-2400 m dpl, jalak putih diketahui menghuni berbagai tipe habitat seperti hutan pantai, hutan sekunder, hutan alam, pekarangan, dan taman kota (IUCN, 2000; Muchtar & Nurwatha, 1999; Cahyadin & Saryanthi 1999; Hernowo & Indraprajaya, 1997). Berbagai tipe vegetasi yang diketahui berupa padang rumput, herba dan semak, daerah pertanian dan perkebunan, dan mangrove (Diospyros) digunakan oleh jalak putih untuk berbagai aktivitas (MacKinnon, dkk., 2000; IUCN 2000; Hernowo & Indraprajaya, 1997). 2.4.3 Status Konservasi Jalak Putih Jenis yang termasuk dalam famili sturnidae ini memiliki status konservasi yang
meningkat
tajam
dalam
10
tahun
terakhir.
Sejak
ditetapkannya
Dierenbeschermings Ordonantie tahun 1931 No.134, 266 jis. 1932 No. 28 das 1935
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
24
No. 513 tahun 1931 tentang Peraturan Perlindungan Binatang Liar, di Indonesia, Jalak Putih berturut-turut mendapatkan status perlindungan sebagai berikut : 1. SK Mentan No. 757/Kpts/Um/12/1979 2. SK Mentan No. 301/Kpts-II/1991 3. UU RI No. 5 Tahun 1990, dan 4. PP RI No. 7 tahun 1999, Sedangkan di dunia internasional, jalak putih memiliki status keterancaman yang meningkat dari mulai Mendekati Terancam Punah (Near threatened) menurut kategori BirdLife International di tahun 1994, sampai pada kategori Terancam Punah Kategori A1,2 Red Data Book dan dimasukan ke dalam lampiran II CITES oleh IUCN pada tahun 2000 (Soehartono, 2003; Saaroni, dkk., 2000; IUCN, 2006; Noerdjito, dkk., 2001; Collar, dkk., 1994). 2.5
Tinjauan Umum Lokasi Penelitian Cagar Alam Pulau Dua termasuk salah satu komponen ekosistem Teluk
Banten yang merupakan lokasi penting di Indonesia untuk perkembangbiakan berbagai jenis burung (Tiwi, 2004). Secara geografis Pulau Dua terletak pada 06 01’ LS dan 106 12’ BT. Terbentuk dari gugusan karang yang tumbuh menjadi satu, Cagar Alam Pulau Dua pada awalnya terpisah dari daratan Pulau Jawa oleh selat sempit selebar 500 meter, kemudian pada tahun 1978 dilaporkan bahwa Pulau Dua telah
menyatu
dengan
daratan
Pulau
Jawa
akibat
proses
pendangkalan
(Partomihardjo, 1986; Noor, 2004). Daratan baru dan tanah timbul yang terbentuk, ditumbuhi berbagai jenis vegetasi dan menjadi habitat yang baik bagi burung. Karena besarnya potensi faunistis di Pulau Dua, pada tahun 1937 kawasan ini
25
ditetapkan sebagai suaka margasatwa dengan luas 8 Ha, kemudian diperluas menjadi 30 Ha diikuti dengan perubahan statusnya menjadi Cagar Alam melalui SK Menhut No. 253/Kpts/II/1984 (Noor, 2004; Milton & Marhadi, 1985). Secara fisiognomi, Noor (2004), membagi vegetasi Cagar Alam Pulau Dua menjadi 3 komunitas utama, yaitu Diospyros maritima,
Avicenia marina, dan
Rhizophora apiculata, sedangkan Boeadi (1978), membedakannya menjadi 2 tipe komunitas yaitu Komunitas Bakau (Rhizophora apiculata) dan Komunitas Kayu Hitam (Diospyros
maritima).
Terbentuknya
tanah
timbul
menyebabkan
terjadinya
perkembangan komunitas edafis, dimana Avicenia marina kemudian menjadi vegetasi ko-dominan. Dengan perkembangan ini Milton dan Marhadi (1985), mengkategorikan vegetasi Pulau Dua menjadi 5 formasi yang berbeda yaitu : a. Formasi Rhizophora, yang menempati daerah berlumpur dalam dan selalu tergenang air laut. b. Formasi Avicennia, yang merupakan wilayah terluas berupa daerah berlumpur dan batu-batu karang yang tidak selalu tergenang air laut. c. Formasi vegetasi pantai berpasir, yang meliputi sebagian kecil wilayah pantai sebelah timur. Sebagian besar tumbuhannya berupa semak dan jenis pohon khas pantai. d. Formasi Diospyros, menempati sebagian besar wilayah daratan yang tidak terjangkau oleh genangan air laut. e. Formasi semak belukar, umumnya menempati daerah-dareah punggung pada ketinggian 3-4 m diatas permukaan laut.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
26
Fauna Pulau Dua didominasi oleh jenis-jenis burung, penelitian Noor (2004) menyebutkan tidak kurang dari 108 jenis burung dari 39 famili ditemukan di kawasan ini. Sedangkan Ischak (1975) mencatat jenis mammalia dan herpetofauna yang terdapat di pulau ini adalah Codot Madu Kecil (Macroglossus minisus), Kalong Kecil (Pteropus hypomelanus), Tikus Rumah (Rattus rattus), Kelelawar Rumah Kuning Kecil (Scatophilus temmincki), Biawak (Varanus salvator), Kadal Biasa (Mabuya multifasciata), Cecak (Hemidactylus frenatus), Ular Sendok (Naja naja
sputatrix), dan Ular Bakau (Cerberus rhynchops).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metoda deskriptif analisis melalui sigi lapangan dengan dua tahapan kerja, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian intensif. Penelitian pendahuluan meliputi penentuan lokasi penelitian dan pencatatan jenis tumbuhan. Penelitian secara intensif mencakup pengumpulan data aktivitas Jalak Putih di setiap formasi vegetasi yang digunakan, serta pembuatan gambar diagram profil tumbuhan. 3.1
Penelitian Pendahuluan
3.1.1 Penentuan Lokasi Penelitian Teknik systematic aligned sampling (Williams, 1991) digunakan untuk menentukan lokasi penelitian intensif. Seluruh lokasi penelitian berupa formasi vegetasi yang dipetakan Milton dan Marhadi (1985) seluas 8 Ha, dibagi secara merata ke dalam grid berukuran 50 X 50 meter (Gambar 4). Ukuran grid didasarkan pada kemampuan/jarak pandang pengamat di lapangan ketika berdiri di tengahtengah grid (jarak pandang pengamat = 25 meter). Jumlah seluruh grid sebanyak 30 grid, setiap grid diberi nomor tanda lokasi dan kemudian dilakukan survei pendahuluan terhadap masing-masing grid untuk mengetahui keberadaan
Jalak
putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800). Masing-masing grid diamati selama 1 hari dalam rentang waktu puncak aktivitas burung, yaitu
pukul 06.00 – 17.00 wib
(Bibby, dkk., 2000). Setiap grid yang dikunjungi oleh Jalak Putih, ditandai untuk dijadikan lokasi penelitian intensif.
27
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
28
Gambar 4. Grid penentuan lokasi penelitian
3.1.2 Pencatatan Data Fisik Lingkungan dan Kondisi Cuaca Parameter lingkungan di lokasi pengamatan berupa suhu, kelembaban tanah, tipe substrat, dan ketinggian diukur sebagai data pendukung. Data cuaca dicatat untuk mengetahui kondisi cuaca di lokasi penelitian, kategori cuaca yang dicatat ditentukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan pengamatan lapangan dengan kriteria sebagai berikut : Cerah
: Penutupan awan sekitar 20%-60% dari latar belakang awan, udara tidak terlalu panas.
Mendung
: langit tertutup awan hitam dan sinar matahari terhalangi, kecepatan angin termasuk kategori 2-4 (Lampiran 3).
Hujan
: hujan rintik, hujan sedang dan hujan deras
29
3.2
Penelitian Intensif
3.2.1 Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian intensif meliputi aktivitas yang dilakukan oleh Jalak Putih di setiap formasi vegetasi, lama waktu setiap aktivitas, dan diagram profil tumbuhan pada setiap grid yang digunakan sebagai tempat beraktivitas Jalak Putih. Seluruh jenis aktivitas jalak putih dimasukan dalam kategori aktivitas memelihara tubuh, pemilihan tempat berlindung, makan, terbang, bersuara, dan reproduksi. Kategori aktivitas tersebut adalah : Memelihara Tubuh
: aktivitas yang ditujukan secara langsung maupun
tidak langsung untuk pemeliharaan dan kenyamanan tubuh. Pemilihan tempat berlindung : berdiam diri atau bertengger, termasuk bertengger sambil mengawasi lingkungan / melihat ke kanan/kiri. Makan
: mengumpulkan, mengambil, atau memakan makanan.
Terbang
: Bergerak diatas formasi vegetasi, atau diantara cabang pepohonan sambil membentangkan dan atau mengepakkan sayap serta variasi diantara keduanya.
Bersuara
:
berbunyi
atau
berkicau,
termasuk
bersuara
sambil
bergerak/terbang. Reproduksi
: interaksi antar individu termasuk diantaranya kawin, membangun sarang, mengerami dan pemeliharaan anak.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
30
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data 3.2.2.1
Teknik Pengumpulan Data Aktivitas Jalak Putih
Pengumpulan data aktivitas dan lamanya waktu tiap aktivitas Jalak Putih di setiap formasi vegetasi yang digunakan, dilakukan dengan teknik ad-libitum (Altmann, 1974), yaitu dengan mencatat secara maksimal seluruh aktivitas Jalak Putih selama rentang waktu pengamatan (pukul 06.00-17.00 WIB) setiap harinya selama 3 hari pengamatan secara berturut-turut. Durasi aktivitas Jalak Putih di lokasi pengamatan dihitung sejak dimulainya suatu aktivitas sampai berganti ke aktivitas lainnya. Sedangkan waktu keberadaan Jalak Putih pada suatu formasi vegetasi, ditentukan dengan mencatat waktu awal keberadaan Jalak Putih di formasi vegetasi yang diamati sampai Jalak Putih tersebut pindah ke formasi vegetasi lainnya atau menghilang dari lokasi penelitian. Seluruh individu Jalak Putih yang terdapat di lokasi penelitian diasumsikan memanfaatkan formasi vegetasi yang ada secara seragam, sehingga masing-masing individu dapat menjadi pengganti satu dengan yang lainnya. Jika terdapat lebih dari satu individu pada saat bersamaan, pengamatan ditujukan pada individu yang pertama kali terlihat. 3.2.2.2
Pembuatan Diagram Profil Tumbuhan
Diagram profil (Bengen, 2002; Bibby, dkk., 1992; Williams, 1991; MuellerDumbois, 1974) dibuat untuk mengetahui struktur dan komposisi floristik formasi vegetasi yang digunakan sebagai tempat beraktivitas Jalak Putih. Transek sabuk dengan lebar 10 meter diletakkan pada lokasi grid penelitian intensif. Panjang setiap transek sabuk sesuai dengan panjang grid yang digunakan oleh Jalak Putih. Jika
31
terdapat perbedaan formasi vegetasi dalam satu grid, transek sabuk diletakan memotong formasi vegetasi yang ada. Setiap transek sabuk di bagi ke dalam plot berukuran 10X10 meter dan profil vegetasi dalam plot pengamatan digambarkan secara vertikal dan horizontal (Gambar 5 & 6). Setiap nama jenis tumbuhan yang ditemukan beserta kategorinya dicatat pada lembar pengamatan.
Gambar 5. Penggambaran profil diagram secara vertikal
Gambar 6. Penggambaran profil diagram secara horizontal
Dilakukan pula pengukuran diameter batang pohon setinggi dada, tinggi pohon, dan penutupan tajuk pada setiap pohon di plot pengamatan (Gambar 7 & 8). Pencatatan jenis tumbuhan dilakukan pada seluruh transek yang diamati bersamaan
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
32
dengan pengukuran diameter batang pohon. Dicatat pula data fenologi tumbuhan pada lokasi penelitian berupa berbunga, berbuah, dan gugur daun.
Gambar 7. Pengukuran Diameter Batang Setinggi Dada
Gambar 8. Pengukuran Diameter Batang Setinggi Dada pada Berbagai bentuk Pertumbuhan
3.3
Analisis Data Analisis data yang dilakukan mencakup analisis data tumbuhan, yaitu profil
vegetasi Cagar Alam Pulau Dua, kerapatan jenis tumbuhan, dan luas area penutupan, serta analisis data proporsi waktu aktivitas Jalak Putih.
33
3.3.1 Analisis data Tumbuhan 3.3.1.1
Profil Formasi Vegetasi Cagar AlamPulau Dua
Deskripsi profil formasi vegetasi Cagar Alam Pulau Dua menjelaskan gambaran struktur dan komposisi floristik lokasi penelitian intensif baik secara vertikal maupun horizontal. Stratifikasi vegetasi yang digambarkan dalam bentuk diagram profil, dijelaskan secara deskriptif. 3.3.1.2
Kerapatan Jenis
• Kerapatan Jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam satu unit area : Rumusnya: Di = ni/A; Dr = Di/Dn X100% Di = kerapatan mutlak jenis i Dr = kerapatan relatif jenis i Dn = Kerapatan mutlak seluruh jenis ni = jumlah total tegakan dari jenis i A = Luas Total area pengambilan contoh (Luas total petak contoh/plot) 3.3.1.3
Frekuensi Jenis
• Frekuensi Jenis (Fi) adalah jumlah petak contoh jenis i dalam satu unit area : Rumusnya: Fi = pi/Σp; Fr = Fi/Fn X 100% Fi = Frekuensi mutlak jenis i Fr = Frekuensi relatif jenis i Pi = jumlah petak contoh (subplot) ditemukannya jenis i Σp = jumlah seluruh petak contoh (subplot) Fn = Frekuensi mutlak seluruh jenis 3.3.1.4 •
Penutupan Jenis
Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area: Ci = ΣBA/A; Cr = Ci/Cn X 100% Ci = Penutupan mutlak jenis i Cr = Penutupan relatif jenis i BA = π DBH2/4 (dalam cm2) = merupakan konstanta yang bernilai 3.1416 π A = Luas Total area pengambilan contoh (Luas total petak contoh/plot) DBH = diameter batang pohon dari jenis i A = Luas total area pengambilan contoh
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
34
3.3.2 Analisis Data Proporsi Aktivitas Jalak Putih Proporsi aktivitas Jalak putih dibedakan menjadi 3 yaitu, proporsi satu aktivitas terhadap seluruh aktivitas di suatu formasi vegetasi, proporsi satu aktivitas diseluruh formasi vegetasi yang digunakan, dan proporsi satu aktivitas terhadap seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi yang digunakan. Proporsi masingmasing aktivitas diatas didapatkan dengan rumus : 3.3.2.1
Proporsi Setiap Aktivitas di Setiap Formasi Vegetasi.
Adalah perbandingan total waktu satu aktivitas jalak putih di satu formasi vegetasi dengan total waktu seluruh aktivitas di satu formasi vegetasi, rumusnya: Total waktu aktivitas (i) di Formasi Vegetasi (x) X100% Total Waktu selu ruh aktivitas di Formasi Vegetasi (x)
3.3.2.2
Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi.
Adalah perbandingan total waktu satu aktivitas jalak putih di satu formasi vegetasi dengan total waktu satu aktivitas di seluruh formasi vegetasi, rumusnya: Total waktu aktivitas (i) di Formasi Vegetasi (x) X100% Total Waktu aktivitas (i) di seluruh Formasi Vegetasi yang digunakan
3.3.2.3
Proporsi Seluruh Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi.
Adalah perbandingan total waktu satu aktivitas jalak putih di satu formasi vegetasi dengan total waktu seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi, rumusnya:
Total waktu aktivitas (i) di Formasi Vegetasi (x) X100% Total Waktu selu ruh aktivitas di seluruh Formasi Vegetasi yang digunakan
35
3.4
Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Binokuler Nikon 8X40, digunakan untuk mengamati jenis- jenis burung. 2. Buku Seri Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (MacKinnon, dkk., 2000), digunakan untuk mengidentifikasi jenisjenis burung. 3. Global Positioning System (GPS) Garmin III Plus, digunakan untuk menentukan koordinat lokasi pengamatan. 4. Jam tangan digital Casio Fish In Time, digunakan untuk mencatat waktu pengamatan. 5. Kompas prismatik, digunakan untuk menentukan arah plot pengamatan. 6. Blumleiss, digunakan untuk mengukur ketinggian pohon. 7. Tali rafia dan patok, digunakan untuk membuat plot pengamatan. 8. Kantong plastik sampel, digunakan untuk menyimpan sampel tumbuhan. 9. Gunting kembang, digunakan untuk mengambil sampel tumbuhan. 10. A4 milimeter blok, digunakan untuk menggambar diagram profil tumbuhan. 11. Alat tulis dan catatan lapangan, digunakan untuk mencatat kegiatan penelitian. 12. Tally sheet pengamatan, berisi catatan data pengamatan. 13. Termometer udara, digunakan untuk mengukur temperatur udara. 14. Lux meter, digunakan untuk mengukur intensitas cahaya. 15. Higrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban udara.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Lokasi Penelitian Intensif Selama masa penelitian pendahuluan, ditemukan grid yang cenderung
dikunjungi oleh Jalak Putih (Sturnus melanopterus) di lokasi penelitian meliputi grid 2A, grid 3A, grid 3B, grid 4, grid 4B, grid 5, grid 5B, grid 6A, dan grid 6B (Gambar 9). Seluruh grid yang telah dikunjungi ini menjadi lokasi penelitian intensif.
Gambar 9. Lokasi Grid Penelitian Intensif
Grid 2A, grid 3A, dan grid 3B termasuk ke dalam formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), sedangkan grid 4B, grid 5B dan grid 6B berada diantara formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dengan formasi Semak Belukar. Grid 4 dan grid 5 terletak diantara formasi vegetasi Waru Laut (Lumnitzera
36
37
racemosa-Bruguiera cilindrica-Thespesia populnea) dengan Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.) Sementara grid 6A terletak diantara formasi vegetasi Semak Belukar, formasi vegetasi Waru Laut (Lumnitzera racemosa-Bruguiera cilindrica-
Thespesia populnea), dan Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.) Grid 6B, 5B, 4B, 3A, 2, dan 2A dilalui jalan setapak yang merupakan akses menuju bagian dalam kawasan cagar alam. Pada grid 6B terdapat sebuah makam/kuburan, dan pada grid 2 terdapat bangunan berupa pos jagawana dan menara pengamatan. Seluruh fasilitas dan akses yang terdapat di lokasi penelitian aktif digunakan oleh pengunjung dan petugas BKSDA terutama setiap akhir pekan. Formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea ) pada grid 6A digunakan sebagai tempat bersarang dan bertengger Kowak Malam-kelabu (Nycticorax nycticorax), sedangkan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) pada grid 4 dan 5 digunakan sebagai tempat bersarang dan bertengger Kowak Malam-kelabu (Nycticorax nycticorax), Kuntul (Casmerodius albus, Bubulcus ibis, Egretta spp.), Blekok sawah (Ardeola speciosa), dan Cangak (Ardea spp.). Formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Semak Belukar pada grid 2A, 3A, 3B, dan 4B digunakan sebagai tempat bertengger Tekukur biasa (Streptopelia chinensis), dan sewaktu-waktu digunakan pula sebagai tempat bertengger oleh Kowak Malamkelabu (Nycticorax nycticorax). 4.2
Formasi Vegetasi yang Digunakan oleh Jalak Putih Berdasarkan pengamatan lapangan, jalak putih mengunjungi empat tipe
formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Bakaubakau (Rhizophora spp.), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Semak Belukar
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
38
(Tabel 1). Keempat tipe formasi vegetasi ini terletak di bagian utara Cagar Alam Pulau Dua dan tidak berbatasan langsung dengan daratan Pulau Jawa di bagian selatan pulau (Gambar 1). Formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) merupakan
formasi
tambahan
yang
disebutkan
oleh
Hasudungan
(1999)
berdasarkan penggambaran profil formasi vegetasi pada plot penelitiannya, selain dari formasi vegetasi yang dibambarkan oleh Milton dan Marhadi (1986) berupa formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.), Kayu Api (Avicennia marina), Pantai berpasir, Kayu Hitam (Diospyros maritima), dan Semak Belukar. Tabel 1. Formasi Vegetasi dan Grid Penelitian Intensif No
Formasi Vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua
Kehadiran Jalak Putih
1 2 3
Kayu Hitam (Diospyros maritima) Semak Belukar Waru Laut (Lumnitzera racemosa-
D D D
4 5 6
Bruguiera cilindrica - Thespesia populnea) Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.) Kayu Api (Avicennia marina) Pantai Berpasir
Lokasi Grid Intensif 2A, 3A, 3B, 4B, 5B, 6B 4B, 5B, 6A, 6B 4, 5, 6A
D
4, 5, 6A
TD TD
-
Keterangan: D = Dikunjungi TD = Tidak Dikunjungi Sumber : Data Primer 2005
Empat tipe formasi vegetasi yang dikunjungi jalak putih selama masa penelitian intensif digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas harian jalak putih. Selama masa penelitian intensif tidak ditemukan aktivitas jalak putih pada formasi vegetasi Kayu Api (Avicenia marina), namun teridentifikasi jenis Jalak Cina (Sturnus
contra) yang menurut catatan Noor (2004) merupakan jenis pengunjung di pulau ini. Formasi vegetasi Kayu
Api (Avicenia marina) diketahui sebagai formasi yang
menutupi sebagian besar cagar alam pulau dua dan merupakan lokasi sarang aktif dari sebagian besar burung air yang tinggal di pulau ini. Formasi ini juga dilalui
39
akses jalan setapak yang menghubungkan daratan Pulau Jawa dengan cagar alam pulau dua serta digunakan secara intensif oleh masyarakat sekitar sebagai lokasi mencari kayu bakar dan cacing. Ketidakhadiran jalak putih pada formasi ini selama masa
penelitian intensif dapat mengindikasikan adanya ketidakcocokan formasi
vegetasi Kayu Api (Avicenia marina) sebagai tempat beraktivitas jalak putih dibandingkan dengan formasi lainnya dan atau adanya gangguan terhadap jalak putih yang menghambat aktivitasnya pada formasi ini. Aktivitas manusia yang lebih tinggi dibanding formasi lainnya (Foto 21, 22), hadirnya predator seperti Ular Kobra (Naja sputatrix), Biawak (Varanus salvator), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Alap-alap (Accipiter virgatus), Elang Laut (Haliaetus leucogaster), Elang Bondol (Haliastur indus), dan jenis burung air besar seperti Cangak (Ardea spp.) yang lebih sering terlihat pada formasi vegetasi kayu api (Avicenia marina) dibandingkan dengan formasi lainnya merupakan contoh gangguan yang teramati selama masa penelitian intensif. Disisi lain, faktor makanan ditengarai bukan merupakan alasan ketidakhadiran jalak putih pada formasi ini, hal ini terlihat dari hadirnya jenis burung dengan makanan yang sama dengan jalak putih seperti Jalak Cina (Sturnus contra), Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus) dan Tekukur (Streptopelia chinensis). 4.3
Profil Formasi Vegetasi Lokasi Penelitian Gambar profil formasi vegetasi lokasi penelitian didapatkan dari proyeksi
secara vertikal dan horizontal vegetasi lokasi penelitian yang terdapat dalam 3 transek sabuk masing-masing berukuran 100 X 10 meter dan memotong formasi vegetasi yang ada pada lokasi grid penelitian intensif (Gambar 10). Masing-masing transek sabuk terbagi ke dalam 10 sub plot penelitian berukuran 10 X 10 meter.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
40
Gambar 10. Lokasi Transek Sabuk Penelitian
A. Transek Sabuk 1 (Formasi Vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima)) Transek sabuk 1 terletak diantara koordinat 48M UTM 0631865; 9334978, 48M UTM 0632021; 9335005, 48M UTM 0631867; 9335000, dan 48M UTM 0631956; 9334941 memanjang ke arah 120o dari utara, memotong lokasi grid penelitian 2A dan 3A. Berada pada ketinggian 0-3 meter diatas permukaan laut (mdpl), transek sabuk 1 memiliki jenis tanah berpasir dan berbatu karang dengan ketebalan seresah 0-5 cm. Rata-rata suhu harian di lokasi ini berkisar pada 29o C dengan kelembaban udara berkisar pada 72% sampai 99,74%. Lokasi transek sabuk 1 sebagian berada dalam jangkauan pasang surut air laut, hal ini menyebabkan tumpukan seresah di lantai hutan sering tersapu air laut sehingga ketebalan seresah yang terukur mempunyai nilai yang relatif kecil. Berdasarkan pengamatan lapangan
41
selama masa penelitian intensif, cuaca harian di lokasi ini pun sering berubah dengan cepat dari cerah, mendung, dan hujan. Terdapat 6 (enam) jenis tumbuhan dari 5 famili dalam transek sabuk 1 dengan 4 (empat) jenis diantaranya termasuk dalam kategori pohon yaitu Kayu Hitam (Diospyros maritima), Karanja (Pongamia pinnata), Butun (Baringtonia
asiatica), dan Bintaro (Cerbera manghas), serta 2 (dua) jenis lainnya termasuk dalam kategori semak dan penutup lantai hutan yaitu jenis dari suku Euphorbiaceae, dan Jukut Ibun (Drymaria cordata). Nilai kerapatan dan penutupan masing-masing jenis tumbuhan yang termasuk dalam kategori pohon tertera dalam tabel 2. Tabel 2. Nilai Frekuensi dan Kerapatan Relatif Pohon pada Transek Sabuk 1 No
Jenis Pohon
Fr (%)
Dr (%)
1
Kayu Hitam (Diospyros maritima)
43,478
56,140
2
Karanja (Pongamia pinñata)
30,435
18,421
3
Butun (Baringtonia asiatica)
8,696
1,754
4
Bintaro (Cerbera manghas)
0,000
0,877
5
Semai (Diopyros maritima)
17,391
22,807
100,000
100,000
TOTAL Keterangan : Fr = Frekuensi Relatif Jenis, Dr = Kerapatan Relatif Jenis.
Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
Kayu hitam (Diospyros maritima) merupakan jenis pohon yang tersebar secara merata dalam seluruh sub plot pada transek sabuk 1 (Fr 43, 478%), jenis ini juga memiliki nilai dominansi dan kerapatan yang paling tinggi diantara jenis lainnya (80% dan 56%). Nilai berbeda diperlihatkan oleh Butun (Baringtonia asiatica), meskipun memiliki nilai diameter batang tertinggi (31 cm) tetapi dominansinya berada di bawah Karanja (Pongamia pinnata) dan Kayu hitam (Diospyros maritima)
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
42
(Gambar 11), hal ini disebabkan oleh total nilai basal areanya yang berada di bawah ke dua jenis diatas. Nilai ekstrim dominansi pada jenis Kayu Hitam (Diospyros
maritima) menunjukkan kemampuan tumbuh dan berkembang jenis ini pada kondisi ekologis setempat dibandingkan dengan jenis lainnya pada transek sabuk yang sama, sehingga seluruh tumbuhan pada transek sabuk 1 menggambarkan profil formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima).
Dominansi Relatif Sabuk Transek 1
Pongamia pinnata 11%
Baringtonia asiatica 8%
Seedling 1%
Diospyros maritima 80%
Gambar 11. Grafik Dominansi Relatif Jenis Pohon Transek Sabuk 1
Profil formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) pada transek sabuk 1 dibentuk oleh strata utama pada ketinggian 8-12 meter dengan komposisi jenis tumbuhan yang menyusunnya yaitu Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Butun (Baringtonia asiatica). Strata dibawahnya pada ketinggian 1-5 meter tersusun atas Karanja (Pongamia pinnata), Euphorbiaceae, serta Bintaro (Cerbera manghas) dan strata akhir pada ketinggian 0-1 meter ditumbuhi oleh Euphorbiaceae , semai Kayu Hitam (Diospyros maritima),
serta Jukut Ibun (Drymaria cordata) (Gambar 12).
43
Gambar 12. Diagram Profil Transek Sabuk 1
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
44
Jenis Butun (Baringtonia asiatica) diantara sub plot 4 dan 5 serta pada sub plot 9 merupakan emergent tree di transek sabuk 1. Berdasarkan pengamatan lapangan, kedua pohon ini aktif digunakan sebagai tempat aktivitas jalak putih terutama jenis aktivitas bertengger (Perching). Hadirnya jenis emergent pada satu formasi vegetasi mencerminkan adanya kompetisi untuk mendapatkan cahaya pada setiap jenis dalam formasi tersebut. Donald (1963) dalam Krebs (1978) menjelaskan bahwa ketinggian merupakan cara tumbuhan untuk mendapatkan cahaya lebih bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Terdapat satu pohon Butun (Baringtonia asiatica) yang telah mati pada sub plot 10 (Foto 17). Berdasarkan pengamatan lapangan hal ini disebabkan oleh media tumbuh Butun (Baringtonia asiatica) pada sub plot 10 ini adalah gugusan karang yang merupakan salah satu tipe substrat (tanah) di cagar alam pulau dua. Tipe substrat gugusan karang ini tidak dapat menampung pohon-pohon besar yang hidup diatasnya yang kemudian berangsur-angsur mati atau tumbang, sehingga sebagian besar gugusan karang hanya ditumbuhi oleh rumput dan semak/perdu (Madsahi, komunikasi pribadi). Diantara sub plot 1 dan sub plot 2 terdapat celah (gap) serta pada sub plot 5 yang diakibatkan oleh cabang pohon Kayu Hitam (Diospyros maritima) yang tumbang. Gap merupakan suatu celah yang cukup lebat yang terbentuk diantara kanopi-kanopi dari pohon-pohon dominan yang rapat pada suatu komunitas hutan. Whitmore (1984) menjelaskan bahwa gap memberikan jalan pada sinar matahari untuk menembus sampai ke lantai hutan sehingga memberikan peluang pada tumbuh-tumbuhan untuk hidup normal terutama pada jenis-jenis pohon yang
45
memerlukan sinar matahari lebih banyak untuk dapat hidup dan berkembang. Whitmore (1984) menjelaskan pula bahwa gap dianggap sebagai sumber penting dari lingkungan heterogen pada komunitas hutan dan merupakan pengontrol pembentukan pohon-pohon dalam hutan. Hal ini dapat dilihat pada gap yang ada diantara sub plot 1 dan 2 yang diisi oleh jenis-jenis semak dan perdu yang tumbuh cepat dibandingkan dengan sub plot lainnya, sedangkan pada sub plot 5 gap yang ada belum/diisi oleh tumbuhan lain mengingat batang pohon yang tumbang belum berselang lama. Kayu hitam (Diospyros maritima) yang membentuk formasi vegetasi utama pada transek sabuk 1 sebagian besar sedang berbuah, hal ini merupakan fenomena ekologi (fenologi) yang teramati pada transek sabuk 1 selain musim berbunga dan berbuah jenis Butun (Baringtonia asiatica), Karanja (Pongamia pinnata), dan
Euphorbiaceae. Krebs (1978) menambahkan komponen gugur daun sebagai bagian dari fenomena ekologi selain berbunga dan berbuah, gugur daun terjadi secara musiman, banyak tumbuhan overstorey yang dengan nyata menggugurkan daun dan menumbuhkan daun baru secara musiman, sedangkan tumbuhan understorey secara sinambung menggugurkan beberapa daun dan menumbuhkan daun baru. Namun, berdasarkan pengamatan lapangan tidak tampak fenologi gugur daun pada vegetasi di transek sabuk 1 baik pada strata tajuk atas (overstorey) maupun strata bawah yang berada dalam naungan (understorey), hal ini menjelaskan adanya perbedaan waktu dan durasi periode setiap fenologi pada setiap bentuk formasi vegetasi. Oleh sebab inilah Krebs (1978) menyatakan bahwa fenologi penting untuk menentukan waktu kritis untuk interaksi biologis.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
46
Serangga tanah (Hemiptera), serangga daun (Hemiptera), semut, serta biawak (Varanus salvator) merupakan jenis-jenis hewan selain burung yang ditemukan selama masa penelitian intensif di transek sabuk 1 (Foto 7, 8, 9 16). Madsahi dalam komunikasi pribadi menyatakan bahwa keberadaan serangga dan semut ini berkaitan dengan musim berbunga dan berbuah tumbuhan di seluruh lokasi penelitian, sedangkan BirdLife International (2001) dan MacKinnon, dkk. (2000) menyebutkan bahwa serangga, ulat, buah, nektar dan benih sebagai makanan jalak putih.
B. Transek Sabuk 2 (Formasi Vegetasi Bakau-Bakau (Rhizophora spp.), Kayu Api (Avicenia marina), dan Semak Belukar). Transek sabuk 2 terletak diantara koordinat 48M UTM 0632029; 9335001, 48M UTM 0631981; 9334913, 48M UTM 0631969; 9334920, dan 48M UTM 0632021; 9335005 memanjang ke arah 30o dari utara memotong lokasi grid penelitian 4A, 4 dan 4D. Transek sabuk 2 berada pada ketinggian 3-5 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah berpasir, berlumpur, dan berbatu karang, ketebalan seresah pada sabuk transek ini adalah 0-5 cm dengan suhu rata-rata 290C. Sub plot 1 sampai sub plot 6 selalu digenangi air laut dari bagian selatan pulau, sehingga substratnya merupakan tanah berlumpur (rawa-rawa), sementara sub plot 7 sampai sub plot 10 memiliki tipe tanah berpasir yang sebagian besar ditumbuhi tumbuhan penutup lantai hutan. Substrat tanah berkarang didapati pada sebagian sub plot 8 yang tidak ditumbuhi pohon dan sub plot 1 yang ditumbuhi pohon Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) yang kering dan menggugurkan daunnya. Kondisi ini berbeda dengan tumbuhan Bakau-bakau (Rhizophora apiculata)
47
lainnya yang berdaun lebat. Seperti halnya substrat karang pada transek sabuk 1, vegetasi yang hidup diatas substrat batu karang ini tidak akan dapat bertahan lama dan akan berangsur-angsur mati (Madsahi, Komunikasi pribadi). Jenis tumbuhan yang teridentifikasi pada transek sabuk 2 meliputi 9 jenis dari 7 famili, terdiri dari 6 jenis tumbuhan dalam kategori pohon yaitu Bakau-bakau (Rhizophora apiculata), Kayu Api (Avicenia marina), Cantigi (Pemphis acidula), Jarak (Ricinus communis), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Karanja (Pongamia
pinnata), serta 3 jenis tumbuhan penutup lantai hutan dalam katagori semak dan herba yaitu Euphorbiaceae, Permot (Passiflora foetida), dan Deruju (Acanthus
ilicifolius). Kayu Api (Avicenia marina) dan Jarak (Ricinus communis) memiliki nilai frekuensi relatif yang sama yaitu 13,33%, sementara Cantigi (Pemphis acidula) mempunyai nilai 20%, serta Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) mempunyai nilai paling tinggi yaitu 33,3%. Berbeda dengan nilai frekuensi relatif, niliai kerapatan relatif jenis pada transek sabuk 2 didominasi oleh Bakau-bakau (Rhizophora
apiculata) dengan nilai ekstrim sebesar 67,2%. Nilai kerapatan dan penutupan masing-masing jenis dalam katagori pohon tertera dalam tabel 3. Tabel 3. Nilai Frekuensi dan Kerapatan Relatif Pohon pada Transek Sabuk 2 No Jenis Pohon Fr (%) Kr (%) 1 2 3 4 5 6 7
Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) Kayu Api (Avicenia marina) Cantigi (Pemphis acidula) Jarak (Ricinus communis) Waru Laut (Tesphesia populnea) Karanja (Pongamia pinnata) Semai TOTAL
33,333 13,333 20,000 13,333 6,667 6,667 6,667 100,000
67,213 11,475 8,197 4,918 3,279 1,639 3,279 100,000
Keterangan : Fr = Frekuensi Relatif Jenis, Dr = Kerapatan Relatif Jenis; Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
Nilai
ekstrim
kerapatan
48
relatif
jenis
ini
menempatkan
Bakau-bakau
(Rhizophora apiculata) sebagai jenis dengan populasi tertinggi pada transek sabuk 2. Berbeda dengan nilai kerapatan relatif jenis, berdasarkan total nilai basal area, dominasi relatif tumbuhan pada transek sabuk 2 membagi tumbuhan menjadi dua kelompok besar yaitu Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) dengan nilai dominansi relatif sebesar 43% dan Jarak (Ricinus communis) sebesar 34% (Gambar 13). Nilai dominansi
relatif
ini
memperlihatkan
profil
formasi
vegetasi
Bakau-bakau
(Rhizophora apiculata) dan formasi vegetasi semak/herba yang ditumbuhi oleh Jarak (Ricinus communis).
Dominansi Relatif Sabuk Transek 2
Ricinus communis 34%
Thespesia populnea 4% Rhizophora apiculata 43%
Pemphis acidula 4%
Avicenia marina 15%
Gambar 13. Grafik Dominansi Relatif Jenis Pohon Transek Sabuk 2.
Profil formasi vegetasi pada transek sabuk 2 dibentuk oleh strata utama pada ketinggian 8-12 meter dengan komposisi jenis tumbuhan penyusunnya yaitu Bakaubakau (Rhizophora apiculata), Api-api (Avicenia marina), Cantigi (Pemphis acidula), Jarak (Ricinus communis), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Karanja (Pongamia
49
pinnata). Strata dibawahnya merupakan tumbuhan penutup lantai hutan dan semak/herba yang terdiri dari Euphorbiaceae, Permot (Passiflora foetida), dan Deruju (Acanthus ilicifolius) (Gambar 14). Berdasarkan pengamatan lapangan, strata utama pada transek sabuk 2 aktif digunakan sebagai tempat aktifitas jalak putih. Pohon jarak (Ricinus communis) pada sub plot 10 merupakan pohon yang sering digunakan sebagai tempat bertengger kelompok jenis Jalak (Sturnus spp), Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus), dan Tekukur (Streptopelia chinensis) (Foto 20). Sedangkan Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) pada sub plot 1-5 aktif digunakan sebagai tempat bersarang dan tenggeran koloni burung Kowak Malam Kelabu (Nyticorax nycticorax) dan Blekok Sawah (Ardeola speciosa). Lantai hutan pada sub plot 1-6 merupakan tanah berlumpur yang sebagian besar tergenang air, pada lokasi ini dijumpai jenis burung Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus) dan koloni burung Kuntul Kecil (Egretta garzetta) yang aktif mencari makan, sedangkan sub plot 7-10 yang ditumbuhi semak/herba merupakan habitat Biawak (Varanus salvator) dan Ular Kobra (Naja sputatrix). Terdapat “gap” yang sempit diantara sub plot 6 dan 7 yang diakibatkan oleh pohon jarak (Ricinus communis) yang tumbang, sementara gap lainnya yang cukup lebar terdapat diantara sub plot 8 dan 9 serta pada sub plot 10. Berdasarkan pengamatan lapangan, gap diantara sub plot 8 dan 9 tidak terbentuk secara alami, melainkan akibat penebangan terhadap pohon Cantigi (Pemphis acidula) dimana sisa penebangannya masih terlihat di sekitar lokasi penelitian (Foto 21).
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
50
Gambar 14. Diagram Profil Transek Sabuk 2
51
Di bawah sisa penebangan ini lantai hutan terbuka cukup lebar tanpa di tubuhi vegetasi apapun, sementara pada lokasi penebangan yang sudah lama lantai hutan telah ditumbuhi oleh Deruju (Acanthus ilicifolius) dan jenis dari suku
Euphorbiaceae. Akses yang mudah dijangkau dan substrat tanah yang mudah dilalui ini menyebabkan seluruh gap akibat penebangan liar di transek sabuk 2 berada pada lokasi dengan substrat tanah berpasir (sub plot 6-10). Potensi gap yang lain terdapat di sub plot 1, dimana Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) yang hidup pada substrat berkarang terlihat kering dan menggugurkan daunnya. Formasi vegetasi pada sabuk transek 2 memperlihatkan struktur zonasi yang khas pada setiap sub plotnya. Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) pada sub plot 1-5 menempati wilayah dengan substrat yang selalu tergenang air (rawa-rawa). Bengen (2002), menjelaskan bahwa jenis Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) memiliki daur hidup
khusus
yang
memerlukan
keberadaan
air
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya (Gambar 15). Substrat berlumpur yang tidak terlalu tergenang air dan berbatasan dengan daratan ditumbuhi oleh Kayu Api (Avicenia marina), sedangkan wilayah daratan dengan substrat tanah berpasir pada sub plot 7-10 ditumbuhi oleh Cantigi (Pemphis acidula) serta jenis mangrove ikutan yaitu Jarak (Ricinus communis), Deruju (Acanthus ilicifolius), dan Euphorbiaceae. Noor, dkk. (1999), menjelaskan bahwa Kayu Api (Avicenia marina) merupakan vegetasi pada zona mangrove terbuka, yaitu wilayah yang berhadapan dengan air laut, dan jenisjenis Rhizophora berada di zona mangrove tengah yang terletak di belakang zona mangrove terbuka, diikuti oleh zona mangrove payau dan daratan di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar sampai di belakang jalur hijau mangrove
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
52
yang sebenarnya. Namun Noor, dkk. (1999) juga menjelaskan bahwa seringkali struktur dan korelasi zonasi yang tampak di suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah yang lain. Hal ini terlihat jelas pada transek sabuk 2 dimana keadaan di lapangan berkebalikan dengan penjelasannya, sebagian kecil kelompok api-api (Avicenia marina) berada di belakang Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) yang berhadapan langsung dengan laut terbuka cagar alam Pulau Dua bagian selatan.
Gambar 15. Daur Hidup Pohon Mangrove Tertentu (Modifikasi dari Bengen (2002))
C. Transek Sabuk 3 (Formasi Vegetasi Bakau-bakau (Sonneratia alba), Waru Laut (Thespesia poulnea-Bruguiera cilindrica) dan Kayu Hitam (Diospyros maritima)). Transek sabuk 3 terletak diantara koordinat 48M UTM 0632115; 9334977, 48M UTM 0632112; 9334907, 48M UTM 0632111; 9334910, dan 48M UTM 0632102; 9334981 memanjang ke arah 30o dari utara memotong lokasi grid penelitian 6, 6A, dan 6B. Ketinggian tempat pada transek sabuk 3 berkisar antara 3-
53
5 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah berpasir dan berlumpur. Substrat tanah berlumpur pada transek sabuk 3 didapati pada sub plot 1 sampai sub plot 4 dengan beberapa bagian dari sub plot 3 dan sub plot 4 tergenang oleh air, sedangkan substrat tanah berpasir terdapat pada sub plot 5 sampai sub plot 10. Pada sub plot 10 terdapat jalan setapak yang merupakan akses masuk utama ke dalam wilayah cagar alam dan pada sub plot 9 terdapat bangunan berupa makam/kuburan yang pada waktu-waktu tertentu aktif dikunjungi peziarah (Madsahi, komunikasi pribadi). Ketebalan seresah pada transek sabuk ini adalah 0-10 cm dengan suhu ratarata 290C. Ketiadaan seresah pada hutan bakau dan vegetasi lain di tepi pantai seperti pada seluruh transek sabuk di lokasi penelitian, ditengarai oleh Polunin (1990) sebagai akibat dari salinitas yang “menguasai” keadaan dimana tanah yang berpasir atau berbatu sering hampir bersih dari daun-daun yang mati. Batangbatang pohon pada umumnya ditempati oleh epifita, baik yang berdaun lebat maupun yang berupa tumbuhan spora, dan merupakan penunjang bagi suatu massa tumbuhan memanjat yang berbatang kecil-kecil. Komposisi floristik transek sabuk 3 tersusun atas 12 jenis tumbuhan dari 10 famili yang terdiri dari 7 jenis tumbuhan dalam kategori pohon yaitu Kayu Hitam (Diospyros maritima), Karanja (Pongamia pinnata), Buta-buta (Exoecaria agalocha), Waru
Laut
(Tesphesia
populnea), Cangcang (Bruguiera cilindrica), Pedada
(Sonneratia alba), dan Kayu Api (Avicenia marina) serta 5 jenis tumbuhan yang termasuk katagori semak/herba yaitu euphorbiaceae, Kutuk (Caesalpinia bonduc),
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
54
Obat Merah (Rivinia humilis), Deruju (Acanthus ilicifolius), dan petai-petaian (Leguminosae). Nilai frekuensi relatif jenis tumbuhan pada transek sabuk 3 terbagi ke dalam dua kelompok besar dimana Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Karanja (Pongamia pinnata) masing-masing memiliki nilai 17,39% sedangkan Waru Laut (Tesphesia populnea), Cangcang (Bruguiera cilindrica), Pedada (Sonneratia alba), dan Kayu Api (Avicenia marina) masing-masing memiliki nilai 13%. Hal ini berbeda dengan nilai kerapatan relatifnya dimana Pedada (Sonneratia alba) memiliki nilai tertinggi diantara yang lainnya yaitu 34,33%. Nilai kerapatan dan penutupan masing-masing jenis tumbuhan dalam katagori pohon tertera dalam tabel 4. Tabel 4. Nilai Frekuensi dan Kerapatan Relatif Pohon pada Transek Sabuk 3 No
Jenis
Fr (%)
Dr (%)
1
Kayu Hitam (Diospyros maritima)
17,391
16,418
2
Karanja (Pongamia pinnata)
17,391
5,970
3
Semai (Bruguiera cilindrica)
4,348
1,493
4
Buta-buta (Exoecaria agalocha)
4,348
2,985
5
Waru Laut (Thespesia populnea)
13,043
13,433
6
Cangcang (Bruguiera cilindrica)
13,043
13,433
7
Pedada (Sonneratia alba)
17,391
34,328
8
Kayu Api (Avicenia marina)
13,043
11,940
100,000
100,000
TOTAL
Keterangan : Fr = Frekuensi Relatif Jenis, Dr = Kerapatan Relatif Jenis; Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
Berdasarkan nilai basal area dari masing-masing individu, jenis Kayu Hitam (Diospyros maritima) mendominasi transek sabuk 3 dengan nilai dominansi relatif jenis sebesar 34%, disusul oleh Pedada (Sonneratia alba) sebesar 20% dan Waru
55
Laut (Tesphesia populnea) sebesar 19%. Sementara jenis lainnya hanya mempunyai nilai dominansi tidak lebih dari 10% (Gambar 16).
Dominansi Relatif Sabuk Transek 3
Sonneratia alba 20%
Bruguiera cilindrica 7%
Avicenia marima 10%
Diospyros maritima 34%
Pemphis acidula 1% Hibiscus tiliaceus 19%
Exoecaria agalocha 9%
Gambar 16. Grafik Dominansi Relatif Jenis Pohon Transek Sabuk 3.
Profil formasi vegetasi pada transek sabuk 3 dibentuk oleh strata utama pada ketinggian 8-14 meter dengan komposisi jenis tumbuhan yang menyusunnya yaitu Kayu Hitam (Diospyros maritima), Karanja (Pongamia pinnata), Buta-buta (Exoecaria
agalocha), Waru Laut (Tesphesia populnea), Cangcang (Bruguiera cilindrica), Pedada (Sonneratia alba), dan Kayu Api (Avicenia marina). Strata dibawahnya pada ketinggian 1-5 meter tersusun atas Karanja (Pongamia pinnata),
Euphorbiaceae,
petai-petaian (Leguminosae), serta Kutuk (Caesalpinia bonduc) dan strata akhir pada ketinggian 0-1 meter ditumbuhi oleh Euphorbiaceae , semai Cangcang (Bruguiera cilindrica), Obat Merah (Rivinia humilis), dan Deruju (Acanthus ilicifolius) (Gambar 17).
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
56
Gambar 17. Diagram Profil Transek Sabuk 3
57
Strata utama pada transek sabuk 3 tidak hanya digunakan sebagai tempat beraktivitas jenis jalak putih, tetapi juga oleh jenis Kerak Kerbau (Acridotheres
javanicus), Tekukur (Streptopelia chinensis), dan Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier). Berdasarkan pengamatan lapangan, strata utama pada sub plot 1-6 digunakan sebagai tempat bertengger dan bersarang Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta), sedangkan strata utama pada sub plot 7-10 yang ditumbuhi oleh Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Butabuta (Exoecaria agalocha) dihuni oleh jenis Tekukur (Streptopelia chinensis). Seperti halnya profil formasi vegetasi pada transek sabuk 2, profil formasi vegetasi transek sabuk 3 juga membentuk struktur zonasi yang khas berdasarkan tipe substratnya. Sub plot 1-4 dengan substrat tanah berlumpur yang selalu tergenang membentuk formasi bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia
alba), sub plot 5-6 dengan substrat tanah lumpur-berpasir membentuk formasi vegetasi Waru Laut (Tesphesia populnea), dan sub plot 7-10 dengan substrat tanah berpasir yang lebih keras membentuk formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros
maritima). Musim berbuah jenis Kayu Hitam (Diospyros maritima) serta musim berbunga dan berbuah jenis Waru Laut (Tesphesia populnea), Buta-buta (Exoecaria
agalocha), Kayu Api (Avicenia marina), Pedada (Sonneratia alba), petai-petaian (Leguminosae) dan Obat Merah (Rivinia humilis) adalah fenologi
yang teramati
pada transek sabuk 3, sedangkan fenologi gugur daun tidak tampak pada sabuk transek ini. Teramati pula kehadiran Biawak (Varanus salvator), Ular Kobra (Naja
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
58
sputatrix), Serangga (Hemiptera), Musang, Gagak Kampung (Corvus enca), Alapalap (Accipiter virgatus), dan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus).
4.4
Aktivitas Jalak Putih Sebanyak 18 jenis aktivitas Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800)
teramati selama masa penelitian di empat tipe formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), formasi vegetasi Semak Belukar, formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea), dan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp). Seluruh aktivitas Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) dideskripsikan berdasarkan hasil pengamatan terhadap masing-masing individu yang teramati di lapangan. 4.4.1
Deskripsi Aktivitas Jalak Putih
a. Merapihkan bulu punggung Merapihkan bulu punggung diawali dengan menguraikan bulu-bulu bagian punggung dengan menggunakan paruh, kemudian menjepit salah satu bulu pada bagian pangkalnya diantara paruh atas dan paruh bawah, serta menguraikannya sampai ke bagian ujung bulu. Pettingill (1967) menyebutkan bahwa aktifitas merapihkan bulu kemungkinan merupakan aktifitas yang paling penting dan yang paling sering dilakukan dalam perawatan tubuh. Aktivitas ini ditujukan untuk membersihkan
bulu,
menghaluskannya.
menyambungkan
bulu-bulu
yang
terpisah,
dan
59
b. Merapihkan bulu sayap bawah Merapihkan bulu sayap bawah dilakukan dengan menjepit bagian pangkal bulu dari arah bawah sayap dan menguraikannya diantara paruh atas dan paruh bawah dalam satu gerakan sampai pada ujung bulu. c. Merapihkan bulu sayap atas Aktivitas merapihkan bulu sayap atas dilakukan dengan menjepit bagian pangkal bulu dari arah atas sayap dan menguraikannya diantara paruh atas dan paruh bawah dalam satu gerakan sampai pada ujung bulu. d. Merapihkan bulu dada Aktivitas merapihkan bulu dada diawali dengan menguraikan bulu-bulu bagian dada dengan menggunakan paruh, kemudian menjepit salah satu bulu pada bagian pangkalnya diantara paruh atas dan paruh bawah, serta menguraikannya sampai ke bagian ujung bulu. e. Membersihkan paruh Membersihkan paruh dilakukan dengan menempelkan salah satu sisi paruh atas dan paruh bawah yang dalam keadaan tertutup pada dahan/ranting dan menggosokkannya dalam satu gerakan seperti mematuk, biasanya dilakukan bergantian dengan sisi paruh lainnya. Aktivitas membersihkan paruh seringkali teramati diantara aktivitas merapihkan bulu. f. Mematuk Aktivitas mematuk dilakukan dengan cara memagut dengan menggunakan paruh. Aktivitas ini berbeda dengan makan, dimana pada aktivitas ini tidak terlihat
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
60
makanan pada paruh jalak putih dan aktivitas ini biasanya dilakukan diantara aktivitas membersihkan paruh. g. Menggaruk kepala Pada jalak putih, aktivitas menggaruk kepala dilakukan dengan mengangkat salah satu kaki dan menggaruk daerah kepala yang meliputi bagian belakang kepala/bagian belakang leher/bagian depan kepala diatas alis dengan menggunakan jari kaki. Pettingil (1967) membedakan aktivitas menggaruk ini menjadi dua macam yaitu menggaruk secara langsung yang dilakukan dengan cara melipat kaki secara langsung ke daerah kepala melalui bagian bawah sayap, dan secara tidak langsung dengan cara melipat kaki sampai bagian bawah sayap. Aktivitas menggaruk kepala ini dilakukan untuk perawatan bulu tubuh daerah kepala yang sulit dijangkau oleh paruh. h. Memutar kepala Memutar kepala dilakukan dengan menggerakkan seluruh kepala dengan arah memutar ke kiri atau ke kanan, searah atau berkebalikan arah jarum jam, dengan poros pada leher. Gerakan ini merupakan salah satu gerakan yang diperkirakan memberikan sensasi nyaman bagi burung selain gerakan meregangkan, mengguncangkan tubuh, menguap, dan beristirahat (Pettingill, 1967). i.
Meregangkan (stretching) Meregangkan (stretching) dilakukan dengan merentangkan salah satu sayap
ke arah bawah bersamaan dengan memanjangkan salah satu kaki pada arah yang sama, serta mengembangkan bulu-bulu ekor. Biasanya diulangi pada sayap dan kaki yang lainnya.
61
j. Mengguncangkan tubuh (Body shaking) Mengguncangkan tubuh dilakukan dengan cara menggoyangkan sisi tubuh ke arah kanan dan kiri secara bergantian dalam gerakan yang cepat dengan posisi sayap tetap terlipat, biasanya diikuti dengan menggoyangkan ekor ke kiri dan kanan. Dalam gerakan ini bulu-bulu tubuh biasanya terlihat mengembang. k. Bertengger Bertengger adalah berdiam diri / berdiri pada kedua kaki dengan mencengkeramkan jari-jari kaki di tempat tenggeran. Posisi badan pada saat bertengger biasanya condong dalam posisi seperti siap terbang dengan sayap terlipat di kedua sisinya. Posisi bertengger seperti ini diperkirakan bertujuan dalam pengawasan lingkungan sekitar/berlindung. Posisi ini berbeda dengan aktivitas beristirahat yang biasanya dilakukan dengan bertengger pada satu atau dua kaki dalam posisi badan yang tegak. l.
Bergeser tenggeran Aktivitas bergeser tenggeran dilakukan dengan menggeserkan salah satu
kaki ke samping kiri atau kanan kemudian diikuti kaki lainnya sehingga lokasi tenggeran berpindah dari tempat semula. Posisi tubuh pada saat bergeser tetap mengarah pada satu arah yang sama. m. Membalik badan/arah Membalikan
badan/arah
dilakukan
dalam
posisi
bertengger
dengan
memindahkan posisi dan arah kaki serta diikuti oleh seluruh badan sehingga mengubah arah tenggeran ke arah yang lain dari sebelumnya.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
62
n. Melihat ke kiri/kanan Memalingkan kepala ke arah kiri atau kanan dengan poros pada leher. Biasa dilakukan pada saat bertengger. o. Makan Makan biasanya diawali dengan aktivitas mematuk dan menempatkan makanan diantara paruh atas dan bawah, kemudian menelan/memakan makanan dalam posisi kepala terangkat atau tetap menghadap ke bawah. p. Berjalan Bergerak melangkahkan kaki diatas tajuk pohon, dahan/ranting, atau tanah ke arah mendatar atau menurun. q. Bersuara Mengeluarkan bunyi/suara, baik dalam rentang waktu yang pendek ataupun yang panjang (berkicau). Aktivitas bersuara dilakukan jalak putih baik ketika bertengger maupun terbang. r. Terbang Melayang di udara dengan membentangkan dan atau mengepakkan sayap serta variasi diantaranya, seperti terbang meluncur (gliding) dan terbang diam (hovering). 4.4.2
Kategori Aktivitas Jalak Putih Seluruh
aktivitas
hasil
pengamatan
yang
dideskripsikan
diatas,
dikelompokkan ke dalam kategori yang dideskripsikan oleh Pettingill (1967) seperti yang terlihat pada tabel 5.
63
Tabel 5. Kategori Aktivitas Jalak Putih Kategori Berdasarkan Pettingill (1967) A
Aktivitas Hasil Pengamatan
Simpulan Kategori
PERILAKU INDIVIDU
1
Merapihkan Bulu
Merapihkan bulu punggung Merapihkan bulu sayap bawah Merapihkan bulu dada Merapihkan bulu sayap atas Membersihkan Paruh
MEMELIHARA TUBUH
Menggaruk Kepala
Menggaruk Kepala
Mandi
-
Meminyaki Bulu
-
Berjemur
-
Anting Gerakan Kenyamanan (Comfort movements)
Memelihara tubuh
Meregangkan Tubuh
Meregangkan (Stretching) Memutar Kepala
Feather settling
Menggoncangkan tubuh
Beristirahat
Bergeser tenggeran Membalik badan / arah
Menguap 2
PEMILIHAN TEMPAT BERLINDUNG (SHELTER)
Bertengger Melihat ke kiri / kanan
3
MENCARI MAKANAN DAN MAKAN
Makan Berjalan (di tajuk/ranting)
Memilih tempat berlindung Makan dan pemilihan makanan
Mematuk 4
BERMAIN
B
PERILAKU SOSIAL
1
AGONISTIK
2
PERTAHANAN
-
Berdiam dan Melarikan Diri Mengkomunikasikan ancaman Mengancam Menyerang
Terbang, Bersuara
Menyelidiki (Exploring)
Terbang, Bersuara
Mengepung (Mobbing) Display untuk mengacau (Distraction Display) 3
BERKOLONI (FLOCKING)
4
REPRODUKSI
-
Sumber : Kompilasi data lapangan 2005
Kategori aktivitas memelihara tubuh merupakan kategori dengan jumlah aktivitas yang paling banyak teramati (11 jenis aktivitas), diikuti oleh makan dan pemilihan makanan (5 jenis aktivitas), memilih tempat berlindung (2 jenis aktivitas), terbang, serta bersuara (1 jenis aktivitas). Keseluruhan jenis aktivitas ini didapatkan dari individu jalak putih dewasa dan remaja yang menuju dewasa. Enam jenis
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
64
perilaku individu yang dideskripsikan Pettingill (1967), yaitu mandi, meminyaki bulu, berjemur,
menyemut (anting), menguap, dan bermain tidak teramati pada
penelitian ini. Pettingill (1967) menjelaskan bahwa aktivitas menguap dan meminyaki bulu biasanya dilakukan diantara aktivitas merapihkan bulu, tetapi sepanjang pengamatan hal ini tidak terlihat. Begitu pula dengan aktivitas berjemur yang disebutkan biasanya dilakukan setelah aktivitas merapihkan bulu atau mandi, aktivitas ini juga tidak ditemukan sepanjang pengamatan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya lokasi lain yang digunakan sebagai tempat beraktivitas jalak putih selain di lokasi penelitian, mengingat pada saat penelitian intensif ditemukan aktivitas terbang jalak putih ke luar lokasi penelitian. Aktivitas lainnya yang tidak teramati adalah bermain. Menurut Pettingill (1967) aktivitas ini lebih banyak teramati pada individu muda atau pada area sekitar sarang dimana anakan biasanya mempermainkan makanan sebelum menelannya. Individu dewasa yang melakukannya lebih jarang terobservasi. Tidak dijumpainya sarang di lokasi penelitian menjadi kemungkinan aktivitas ini luput dari pengamatan. Menyemut (anting) merupakan aktivitas mengambil cairan berupa asam formic dari semut dan membalurkannya pada bulu dan kemungkinan juga pada kulit. Aktivitas ini juga tidak teramati sepanjang pengamatan, hal ini mungkin karena aktivitas menyemut (anting) sangat jarang dilakukan atau bahkan tidak dilakukan oleh jalak putih walaupun keberadaan semut di sekitar lokasi penelitian sering dijumpai. Whittaker (1957) dalam Pettingill (1967) mengurutkan sebanyak 148 jenis burung, 16 jenis diantaranya non-passerin, terobservasi melakukan aktivitas menyemut
(anting), namun tujuan dari aktivitas ini berikut akibatnya masih belum diketahui.
65
Aktivitas terbang dan bersuara dikelompokkan dalam kategori perilaku sosial secara keseluruhan karena berdasarkan pengamatan di lapangan sulit untuk membedakan tujuan dari kedua aktivitas ini. 4.4.3
Aktivitas Jalak Putih di Setiap Formasi Vegetasi Seluruh jenis aktivitas jalak putih dalam lima kategori berupa memelihara
tubuh, memilih tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang, serta bersuara dilakukan pada empat tipe formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Waru Laut (Thespesia populnea), Bakau-bakau (Rhizophora spp.), dan formasi vegetasi Semak Belukar. Tabel 6 memperlihatkan setiap jenis aktivitas jalak putih pada masing-masing formasi vegetasi yang dikunjunginya. Tabel 6. Aktivitas Jalak Putih Pada Setiap Formasi Vegetasi. No
1
Kategori aktivitas
Memelihara tubuh
Aktivitas Hasil Pengamatan Merapihkan bulu punggung Merapihkan bulu sayap bawah Merapihkan bulu dada Merapihkan bulu sayap atas Membersihkan Paruh Menggaruk Kepala Meregangkan (Stretching) Memutar Kepala Menggoncangkan Tubuh Bergeser tenggeran Membalik badan / arah
Memilih tempat berlindung
Bertengger Melihat ke kiri / kanan
Makan dan pemilihan makanan
Makan Berjalan (di tajuk/ranting) Mematuk
4
Tebang
Terbang
5
Bersuara
Bersuara
2 3
Formasi Vegetasi Yang digunakan DM RA TP SB
-
-
-
-
-
-
Keterangan : DM = Diospyros maritima, RA = Rhizophora apiculata, TP = Thespesia populnea, SB = Semak Belukar. Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
66
Berdasarkan pengamatan lapangan aktivitas merapihkan bulu pada formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) tidak seluruhnya dilakukan oleh jalak putih, hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan formasi vegetasi ini sebagai tempat transit untuk menuju formasi vegetasi lainnya sehingga aktivitas merapihkan bulu hanya dilakukan terhadap bulu punggung dan memanfaatkan waktu diantara aktivitas makan. Aktivitas lainnya yang dilakukan adalah berkaitan dengan aktivitas setelah makan seperti membersihkan paruh atau gerakan kenyamanan yang dilakukan dalam waktu relatif singkat seperti menggoncangkan tubuh (body shaking), sedangkan aktivitas lainnya yang memerlukan waktu lebih lama dan lokasi bertengger yang lebih terlindung seperti merapihkan bulu sayap, menggaruk, meregangkan tubuh (stretching), dan memutar kepala tidak dilakukan jalak putih pada formasi ini. Formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) dan Semak belukar juga tidak dimanfaatkan untuk seluruh jenis aktivitas jalak putih. Kedua formasi ini mempunyai bentuk arsitektur pohon yang lebih terbuka/jarang dari formasi lainnya, sehingga kehadiran jalak putih pada kedua formasi ini dapat terlihat secara mencolok. Hal ini menyebabkan sebagian jenis aktivitas pada kategori memelihara tubuh seperti menggaruk kepala, memutar kepala dan meregangkan tubuh (stretching) tidak dilakukan oleh jalak putih. Berbeda halnya dengan formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dimana seluruh jenis aktivitas dilakukan jalak putih pada formasi ini. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan yang lebih banyak dari formasi vegetasi lainnya dan juga minimnya kompetitor serta kehadiran predator pada formasi vegetasi ini, sehingga jalak putih dapat memanfaatkan waktu lebih banyak dan
67
melakukan berbagai jenis aktivitas dalam kondisi yang lebih nyaman dan terlindung. Kategori aktivitas yang dilakukan jalak putih pada seluruh formasi vegetasi berupa pemilihan tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang serta bersuara merupakan aktivitas utama dari perilaku individu dan sosial jalak putih. 4.5
Proporsi Aktivitas Jalak Putih Dari total waktu kontak 51102 detik di seluruh formasi vegetasi yang
digunakan, waktu kontak tertinggi dijumpai pada aktivitas memilih tempat berlindung yaitu selama 20848 detik (40%), diikuti oleh makan dan pemilihan makanan selama 13206 detik (28%), bersuara selama 9034 detik (18%), memelihara tubuh selama 4418 detik (9%), dan terbang selama 3596 detik (7%). Sedangkan untuk setiap formasi vegetasi yang digunakan, waktu kontak tertinggi adalah pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) selama 34656 detik (68%), diikuti formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) selama 7838 detik (15%), Semak Belukar selama 5465 detik (11%), dan Rhizophora spp. selama 3143 detik (6%). Waktu kontak setiap aktivitas pada masing-masing formasi ditunjukkan oleh gambar 18.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
68
KA TEGOR I A KTIVITAS
Grafik Waktu Kontak Jalak Putih Bersuara
780 1187 1205
Terbang
846 927 693 1130 205 848
Makan dan pemilihan makanan
1090
Pemilihan tempat berlindung
5862
2230
9923
2299 3294
222 204 416
Memelihara Tubuh
0
14165
3576 2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
W A K T U K O N T A K (detik) Keterangan :
Dispyros maritima
Tespesia populnea
Semak/Herba
Rhizopora spp.
Gambar 18. Grafik Waktu kontak setiap aktivitas di seluruh lokasi penelitian
Perilaku pemilihan tempat berlindung biasa dilakukan jalak putih pada strata atas dan tengah dibawah lindungan tajuk pohon, sekalipun demikian perilaku ini dapat teramati dengan baik pada seluruh formasi vegetasi yang digunakan karena jarak pandang pengamat mencakup seluruh lokasi pengamatan dan warna tubuh jalak putih yang relatif mencolok dibandingkan keadaan lingkungan sekitarnya. Aktivitas lainnya lebih mudah teridentifikasi selama masa penelitian intensif karena kecenderungannya dilakukan pada lokasi yang lebih terbuka (diatas tajuk pohon atau melintas diatas lokasi pengamatan). Pencatatan waktu kontak yang berbeda dilakukan terhadap aktivitas bersuara, dimana aktivitas ini dicatat baik ketika jalak putih terlihat atau pun hanya terdengar suaranya di lokasi pengamatan. Identifikasi suara jalak putih dipelajari pada inidividu dalam kandang peliharaan dan pada saat studi pendahuluan. Berdasarkan pengamatan lapangan, perbedaan lokasi yang dekat ke pusat aktivitas seperti jalan setapak, makam, dan bangunan dengan lokasi lainnya yang
69
lebih jauh tidak berpengaruh terhadap lamanya waktu kontak dengan jalak putih, hal ini dapat disebabkan karena sifat jalak putih yang gregarious seperti jenis burung jalak lain pada umumnya sehingga kehadiran manusia dalam jarak yang relatif dekat tidak mengganggu aktivitas di formasi yang digunakan. BirdLife International (2001) melaporkan kehadiran Jalak Putih di wilayah pertanian, perkebunan dan pedesaan, MacKinnon (1990) menyebutkan kebiasaan jalak putih mencari makan di daerah terbuka dan bertengger diatas rumah di kota-kota di jawa Timur, bahkan Strange (2001) menuliskan bahwa jalak putih ditemukan membuat sarang diatas bangunan. Hal ini menunjukkan sifat toleran jalak putih terhadap kehadiran/keberadaan manusia. Adanya perbedaan nilai waktu kontak secara signifikan pada setiap formasi vegetasi menunjukkan daya dukung masing-masing formasi vegetasi tersebut sebagai tempat aktivitas jalak putih. 4.5.1 Proporsi Aktivitas pada Setiap Formasi Vegetasi yang Digunakan Proporsi aktivitas tertinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros
maritima) adalah pemilihan tempat berlindung (40,87%), sedangkan terendah adalah aktivitas terbang (3,26%). Pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia
populnea) proporsi aktivitas tertinggi adalah pemilihan tempat berlindung (42,03%), dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh (5,31%). Pada formasi vegetasi semak belukar proporsi aktivitas tertinggi masih pada pemilihan tempat berlindung (42,07%), sedangkan proporsi terendah adalah memelihara tubuh (3,73%). Sedangkan pada formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) proporsi tertinggi adalah pemilihan tempat berlindung (34,68%), serta terendah adalah makan dan pemilihan
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
70
makanan (6,25%). Nilai proporsi aktivitas pada setiap formasi vegetasi yang digunakan disajikan dalam tabel 7. Tabel 7. Nilai Proporsi Aktivitas terhadap Setiap Formasi Vegetasi KATEGORI AKTIVITAS
Nilai Proporsi Setiap Formasi Vegetasi (%) DM TP SB RS
Memelihara Tubuh
10.32
5.31
3.73
7.06
Pemilihan tempat berlindung
40.87
42.03
42.07
34.68
Makan dan pemilihan makanan
28.63
28.45
15.52
6.52
Terbang
3.26
8.84
16.96
26.92
Bersuara
16.91
15.37
21.72
24.82
Jumlah (%)
100
100
100
100
n (detik)
34656
7838
5465
3143
Keterangan : DM = Kayu Hitam (Diospyros maritima); TP = Waru Laut (Thespesia populnea); SH = Semak Belukar; RS = Bakau-bakau (Rhizophora spp.) Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
Jalak putih menggunakan setiap formasi vegetasi yang dikunjunginya sebagai tempat berlindung dengan proporsi waktu lebih besar dibandingkan dengan aktivitas lainnya (rata-rata proporsi 39,91%). Hal ini mencerminkan bahwa jenis formasi vegetasi tidak mempengaruhi jalak putih untuk mengutamakan proporsi aktivitasnya pada pemilihan tempat berlindung. Kompetisi jalak putih dengan jenis lain yang menggunakan habitat yang sama seperti Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus), Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier), dan Tekukur (Streptopelia chinensis) menjadi faktor pendukung prioritas jalak putih melakukan aktivitas pemilihan tempat berlindung. Berdasarkan pengamatan lapangan kelompok jalak putih teramati melakukan aktivitas terbang bersama kelompok Kerak Kerbau (Acridotheres
javanicus) dan mencari makan pada satu formasi vegetasi yang sama, tetapi kedua kelompok ini berpisah ketika melakukan aktivitas pemilihan tempat berlindung yaitu bertengger dan mengawasi keadaan sekitar dalam kelompok masing-masing atau
71
secara individu. Hal yang sama diperlihatkan ketika bersama Tekukur (Streptopelia
chinensis), dimana jalak putih berada dalam satu formasi vegetasi ketika mencari makanan tetapi berada pada formasi yang berbeda ketika bertengger. Aktivitas yang berbeda diperlihatkan ketika berinteraksi dengan Merbah Cerukcuk (Pycnonotus
goiavier), berdasarkan pengamatan lapangan kehadiran jalak putih pada satu formasi vegetasi selalu disertai kepergian Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier) dari formasi vegetasi tersebut. Percobaan Klopfer (1963) dalam Pettingill (1967) terhadap jenis “Chipping sparrows” (Spizella passerina) mendukung contoh perilaku jalak putih ketika memilih berbagai tipe formasi vegetasi untuk kepentingan aktivitas tertentu.
Perilaku
memanfaatkan
berbagai
sumberdaya
lingkungan
untuk
kenyamanan beraktifitas dan memperkecil tingkat kompetisi antar jenis disebutkan Klopfer (1963) dalam Pettingill (1967) sebagai perilaku oportunistik.
Nilai Proporsi (%)
Grafik Proporsi Setiap Aktivitas terhadap Seluruh Aktifitas dalam Setiap Formasi Vegetasi 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Keterangan : Diospyros maritima Thespesia populnea Semak / Herba Rhizophora spp Total Waktu Kontak = 51102 detik Memelihara Tubuh
Pemilihan tempat berlindung
Makan dan pemilihan makanan
Terbang
Bersuara
Kategori Aktivitas
Gambar 19. Grafik Proporsi Setiap Aktivitas di Setiap Formasi Vegetasi
Gambar 19 menunjukkan grafik proporsi aktivitas jalak putih terhadap seluruh aktivitas dalam setiap formasi vegetasi.
Dapat dilihat bahwa proporsi
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
72
aktivitas terendah bervariasi pada setiap formasi vegetasi yang digunakan, aktivitas memelihara tubuh mempunyai rata-rata proporsi waktu 6,61% dari seluruh aktivitas di formasi vegetasi yang digunakan jalak putih. Berdasarkan pengamatan lapangan, aktivitas memelihara tubuh dilakukan jalak putih setelah melakukan aktivitas makan dan atau diantara aktivitas bertengger. Sekalipun aktivitas memelihara tubuh sering dilakukan oleh jalak putih, namun aktivitas ini dikerjakan dalam serial waktu yang singkat diantara aktivitas lain, sehingga total proporsi waktunya lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Proporsi waktu aktivitas yang berbeda diperlihatkan pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) dimana aktivitas makan dan pemilihan makanan menempati proporsi waktu terendah (terpaut 0,54% dari aktivitas memelihara tubuh). Berdasarkan pengamatan lapangan, hal ini karena formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) digunakan hanya sebagai tempat transit jalak putih untuk menuju formasi vegetasi yang lainnya. 4.5.2 Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi Untuk seluruh formasi vegetasi yang digunakan jalak putih, proporsi tertinggi aktivitas memelihara tubuh adalah pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros
maritima) (80,94%), dan terendah pada formasi Semak Belukar (4,62%). Pemilihan tempat berlindung mempunyai proporsi tertinggi di formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (67,94%), dan terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) (5,23%). Aktivitas makan dan pemilihan makanan proporsi waktu tertingginya pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (75,14%), dan terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) (1,55%). Tidak berbeda dengan aktivitas lainnya, aktivitas terbang mempunyai nilai proporsi waktu
73
tertinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima)
(31,42%), dan
terendah pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) (19,27%). Aktivitas bersuara mempunyai proporsi waktu tertinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (64,89%), dan terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) (8,63%). Nilai proporsi aktivitas pada setiap formasi vegetasi yang digunakan disajikan dalam tabel 8. Tabel 8. Nilai Proporsi Aktivitas terhadap Seluruh Formasi Vegetasi Nilai Proporsi setiap KATEGORI AKTIVITAS Formasi Vegetasi (%) DM TP SB RS
Jumlah (%)
Memelihara Tubuh
80.94
9.42
4.62
5.02
100
Pemilihan tempat berlindung
67.94
15.80
11.03
5.23
100
Makan dan pemilihan makanan
75.14
16.89
6.42
1.55
100
Terbang
31.42
19.27
25.78
23.53
100
Bersuara
64.89
13.34
13.14
8.63
100
Keterangan :
DM = Kayu Hitam (Diospyros maritima); TP = Waru Laut (Thespesia populnea); SB = Semak Belukar; RS = Bakau-bakau (Rhizophora spp.) Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
Jika dilihat dari hasil pengamatan, proporsi waktu tertinggi untuk setiap aktivitas berada pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dengan rata-rata proporsi aktivitas sebesar 64,07% sedangkan proporsi terendah berada pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) dengan rata-rata proporsi aktivitas sebesar 8,79%. Berdasarkan pengamatan lapangan, pemilihan formasi vegetasi sebagai tempat beraktivitas jalak putih mengakomodasi kebutuhan jalak putih akan kebutuhan makanan, rendahnya tingkat kompetisi, dan kenyamanan formasi vegetasi tersebut sebagai tempat beraktivitas. Hal ini di dukung oleh penjelasan Pettingill (1967) yang menyatakan bahwa habitat yang dipilih burung
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
harus
memenuhi
syarat
tempat
74
berlindung
yang
menguntungkan
untuk
kelangsungan hidupnya, baik siang maupun malam dalam setiap musimnya. Disamping sebagai tempat perlindungan dan pertahanan dari predator, habitat yang dipilih juga harus menyediakan tempat untuk berbagai aktivitas burung. Karena inilah kebanyakan jenis burung memilih habitat yang berbeda-beda untuk membantu mengurangi tingkat kompetisi antar spesies dan memanfaatkan sumberdaya lingkungan secara efisien. Secara fisiognomi Formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) lebih menguntungkan bagi jalak putih untuk melakukan aktivitasnya dibandingkan dengan formasi vegetasi lainnya. Struktur tajuk yang rapat dan berkesinambungan satu sama lain pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) memberikan perlindungan yang lebih baik bagi jalak putih dari cuaca (terik matahari/hujan) maupun ancaman predator, begitu pula dengan bentuk percabangan monopodialnya memberikan akses yang lebih sulit bagi predator seperti biawak (Varanus
salvator). Berbeda dengan struktur tajuk formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) yang lebih renggang, menjadikan pertajukan formasi ini lebih terbuka bagi kehadiran predator. Begitupula dengan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp), walaupun struktur tajuknya luarnya lebih rapat namun bagian dalam tajuk sangat terbuka dan tanpa dedaunan (Foto 19). Ruang seperti ini lebih menguntungkan bagi burung-burung yang berukuran besar seperti koloni burung air atau jenis-jenis burung pemangsa dibandingkan untuk jalak putih. Dalam masa penelitian intensif, teramati aktivitas biawak (Varanus salvator) yang sedang merusak sarang koloni burung air di formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia
75
populnea) dan Bakau-bakau (Rhizophora spp) tetapi tidak ditemukan kehadirannya di formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima). Formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) memberikan ruang dan sumberdaya makanan yang lebih besar bagi jalak putih, karena berdasarkan pengamatan lapangan formasi ini tidak dimanfaatkan sebagai sarang koloni burung air di cagar alam pulau dua. Berbeda dengan dua formasi vegetasi lainnya yaitu formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) dan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) yang digunakan sebagai tempat bersarang koloni Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax),
Cangak (Ardea spp.), dan Kuntul (Egretta spp.)
menjadikan tingkat kompetisi antar jenis baik ruang maupun sumberdaya makanan semakin tinggi, sehingga aktivitas jalak putih di kedua formasi vegetasi ini sangat rendah (Gambar 20). Grafik Proporsi Setiap Aktivitas terhadap Satu Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi Keterangan :
90
Nilai Proporsi (%)
80 70
Memelihara Tubuh
60
30
Pemilihan tempat berlindung Makan dan pemilihan makanan Terbang
20
Bersuara
50 40
10 0 Diospyros maritima Thespesia populnea
Semak / Herba
Rhizophora spp
Total Waktu Kontak = 51102 detik
Formasi Vegetasi
Gambar 20. Grafik Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi
Hal yang sama diperlihatkan oleh formasi vegetasi semak/herba, formasi ini hanya sewaktu-waktu digunakan sebagai tempat bertengger Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax)
dan Kuntul kecil (Egretta garzetta), namun rata-rata
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
76
aktivitas jalak putih pada formasi ini pun termasuk rendah (12,20%). Berdasarkan pengamatan lapangan, ancaman predator alami dan gangguan manusia lebih tinggi pada formasi ini. Selama masa penelitian intensif teramati kehadiran Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Alap-alap (Accipiter virgatus), serta Elang Laut (Haliaetus
leucogaster) yang melakukan aktivitas berburu dan bertengger di fomasi vegetasi semak/herba. Jenis yang teridentifikasi menjadi mangsa predator ini adalah Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier) dan Tekukur (Streptopelia chinensis), MacKinnon (1990) menambahkan jenis makanan kedua elang ini selain burung adalah mamalia kecil dan kadal. 4.5.3 Proporsi Seluruh Aktifitas di Seluruh Formasi Vegetasi Berdasarkan hasil pengamatan, nilai tertinggi proporsi aktivitas terhadap seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi yang digunakan adalah
pemilihan
tempat berlindung pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar 27,72% dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh pada formasi semak/herba sebesar 0,40%. Nilai proporsi di seluruh formasi vegetasi yang digunakan disajikan dalam tabel 9. Tabel 9. Nilai Proporsi di Seluruh Formasi Vegetasi Nilai Proporsi setiap KATEGORI AKTIVITAS Formasi Vegetasi (%) DM TP SB RS Memelihara Tubuh Pemilihan tempat berlindung Makan dan pemilihan makanan Terbang Bersuara Jumlah Keterangan :
7.00 27.72 19.42 2.21 11.47 67.82
0.81 6.45 4.36 1.36 2.36 15.34
0.40 4.50 1.66 1.81 2.32 10.69
0.43 2.13 0.40 1.66 1.53 6.15
Jumlah 8.65 40.80 25.84 7.04 17.68 100
DM = Kayu Hitam (Diospyros maritima); TP = Waru Laut (Thespesia populnea); SB = Semak Belukar; RS = Bakau-bakau (Rhizophora spp.) Sumber : Tabulasi Data Primer 2005
77
Berdasarkan pengamatan lapangan, formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros
maritima) adalah formasi yang lebih “kosong” dari hunian koloni ataupun individu burung dibandingkan dengan formasi lainnya, penampakkan struktur vegetasi pada formasi ini juga mendukung berbagai aktivitas jalak putih. Hal ini mendorong jalak putih menggunakan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dibandingkan dengan formasi lainnya (67,82%). Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan makanan pada setiap formasi vegetasi. Struktur tajuk yang bersambungan pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan kehadiran gulma pohon serta fenologi berbagai jenis pohon penyusun formasi mampu menarik jalak putih untuk menggunakan aktivitas makan serta pemilihan makanan pada formasi vegetasi ini jauh melebihi formasi lainnya (terpaut 19,02% dengan proporsi terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) yaitu 0,40%). Gambar 21 memperlihatkan perbedaan proporsi waktu yang sangat mencolok antara formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dengan formasi vegetasi lainnya (berbeda 60,67% dengan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) yang hanya 6,15%). Wiens (1989) memperkuat hasil pengamatan ini dengan menyatakan bahwa individu burung yang datang dan pergi pada serangkaian komunitas tumbuhan memiliki persyaratan habitat spesifik yang berhubungan dengan tempat bersarang, berlindung, sumber makanan, tempat mencari makan, serta aktivitas lainnya.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
78
Grafik Proporsi Setiap Aktivitas terhadap Seluruh Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi Keterangan
30 25 20 15 10 5 0
Diospyros maritima Thespesia populnea Semak / Herba Rhizophora spp Memelihara Pemilihan Makan dan Tubuh tempat pemilihan berlindung makanan
Terbang
Bersuara
Total Waktu Kontak = 51102 detik
Gambar 21. Grafik Proporsi Aktifitas di Seluruh Formasi Vegetasi
Formasi vegetasi dengan proporsi waktu penggunaan yang lebih rendah dari Kayu Hitam (Diospyros maritima) memperlihatkan hubungan yang spesifik dengan setiap aktivitas jalak putih. Pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) aktivitas makan dan pemilihan makanan merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan setelah pemilihan tempat berlindung (4,36%) dan aktivitas memelihara tubuh merupakan aktivitas yang paling jarang dilakukan (0,81%). Hal ini berbeda dengan formasi vegetasi semak/herba dimana setelah pemilihan tempat berlindung, jalak
putih
menggunakan
waktunya
lebih
lama
untuk
bersuara
(2,32%)
dibandingkan aktivitas lainnya. Proporsi waktu yang berbeda juga terjadi pada formasi
vegetasi
Bakau-bakau
(Rhizophora
spp.),
dengan
proporsi
waktu
penggunaan paling rendah diantara formasi vegetasi lainnya (6,15%) jalak putih melakukan aktivitas terbang (1,66%) setelah pemilihan tempat berlindung. Aktivitas makan dan pemilihan makanan merupakan aktivitas dengan proporsi waktu terendah pada formasi ini (0,40%).
79
Perbedaan ini menunjukkan perilaku jalak putih dalam menyeleksi habitatnya sesuai kenyamanan dan kebutuhan masing-masing aktivitas pada setiap formasi vegetasi. Penampakkan struktur vegetasi, fenologi, dan kompetitor pada masingmasing formasi menjadi faktor luar (lingkungan) yang mendorong jalak putih menyeleksi habitatnya, hal ini diperkuat oleh pernyataan Keast (1982); McArthur & MacArthur (1961) dalam Nurwatha (1995); dan Bibby dkk. (1992); bahwa kehadiran jenis-jenis burung dalam suatu habitat berhubungan dengan penampakan struktur vegetasi, serta penjelasan Krebs (1987) bahwa tidak digunakannya suatu bagian habitat oleh jenis satwa tertentu itu ditentukan oleh perilaku individu dalam menyeleksi habitatnya. Faktor- faktor yang mempengaruhi seleksi habitat dibedakan atas faktor dalam dan faktor luar tubuh satwa. Faktor-faktor dalam tubuh satwa melliputi sifat-sifat yang diturunkan dan perilaku satwa yang dipelajari dari kebutuhan satwa akan suatu bagian tertentu. Faktor luarnya adalah berupa potensi dan kenyamanan (suistability) tempat yang berkaitan dengan ada tidaknya predator dan kompetitor di tempat tersebut.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan 1.
Jalak Putih cenderung menggunakan empat tipe formasi vegetasi yang ada di lokasi penelitian sebagai tempat beraktivitas, meliputi formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Formasi Vegetasi Semak Belukar, Formasi Vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea), dan Formasi vegetasi Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.)
2.
Seluruh jenis aktivitas dalam lima kategori berupa memelihara tubuh, memilih tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang, serta bersuara yang teramati selama penelitian intensif, dilakukan jalak putih pada empat tipe formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Waru Laut (Thespesia populnea), Bakaubakau (Rhizophora spp.), dan formasi vegetasi Semak Belukar.
3.
Rata-rata proporsi aktivitas tertinggi pada setiap formasi adalah pemilihan tempat berlindung (39,91%), sedangkan nilai terendah berbeda pada setiap formasinya yaitu aktivitas terbang pada formasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar 3,26%, aktivitas memelihara tubuh pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) dan Formasi Vegetasi Semak Belukar masing-masing sebesar 5,31% dan 3,73%, serta aktivitas makan pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.) sebesar 6,52%. Untuk seluruh formasi vegetasi yang digunakan jalak putih, rata-rata proporsi tertinggi
80
81
ada pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar 64,07%, sedangkan terendah ada pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.) sebesar 8,79%. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai tertinggi proporsi aktivitas terhadap seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi yang digunakan adalah pemilihan tempat berlindung pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar 27,72% dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh pada formasi Semak Belukar sebesar 0,40%. 5.2.
Saran 1.
Tidak ditemukannya jalak putih pada formasi vegetasi Kayu Api (Avicenia marina) selama masa penentuan lokasi penelitian intensif disarankan menjadi bahan kajian selanjutnya mengenai hubungan formasi ini dengan keberadaan jalak putih di Cagar Alam Pulau Dua.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis aktivitas yang belum tercakup oleh penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh mengenai hubungan aktivitas jalak putih dengan formasi vegetasi yang digunakannya.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
DAFTAR PUSTAKA Altmann, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Behavior vol. XLIX : 227- 262. Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia : a checklist (Peters’ sequence). Indonesian Ornithological Society. Jakarta. Arief A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Bengen D. G. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. Bibby C. J., N. D. Burgess, & D. A. Hill. 1992. Bird Census Technique. Academic Press Limited. London. Bibby C. J., M. Jones, & S. Marsden. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan; Survei Burung. BirdLife International Indonesia Programme. Bogor. BirdLife International. 2001. Threatened birds of Asia: The BirdLife International Red Data Book. BirdLife International. Cambridge, United Kingdom. BirdLife International. 2004. Menyelamatkan Burung-burung Asia yang Terancam Punah : Panduan untuk Pemerintah dan Masyarakat Madani (Edisi Indonesia). Cambridge, United Kingdom. Boeadi. 1978. Hutan Bakau di Pulau Dua. Prosiding seminar ekosistem mangrove I. Jakarta. Brower J. E. 2002. Field and Laboratory Method for General Ecology. W.m. c Brown Company Publishers. Iowa. Cahyadin Y., & R. Saryanthi. 1999. Burung Terancam Punah di Indonesia. BirdLife International Indonesia Programme. Bogor. Craig, R. J, & K. G. Beal. 2002. Microhabitat Partitioning among Small Passerines in a Pacific Island Bird Community. Bird Conservation Research Inc. Contribution no.
5.pp:8.
Diamond J. M., K. D. Bishop, & B. v. Balen. 1987. Bird Survival in an Isolated Jawan Woodland : Island or Mirror?. Conservation Biology 1:132-142. Dyke V, 2003. Conservation Biology : Foundations, Concepts, Applications. McGraw Hill. America.
82
83
Freitas S. R, R. Cerqueira, & M. V. Vieira. 2002. A Device Standard Varieties to Describe Microhabitat Structure of Small Mammals Based on Plant Cover. Braz. J. Biol. Vol.62. No 4b. Hasudungan F. 1999. Studi Beberapa Aspek Ekologi Berbiak Tiga Jenis Kuntul di Cagar Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Kabupaten serang-Jawa Barat. Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, Bandung. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Hernowo J., & A. Indraprajaya. 1997. Kajian Penyebaran, Populasi dan Habitat Jalak Putih (Sturnus melaopterus, Daudin 1800) di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa
Timur.
Howard R., & A. Moore. 1991. A Complete Checklistof the Birds of the World. 2nd editions. Academic PressLtd. London. Ischak, T.M. 1975. Komunitas Burung di Cagar Alam Pulau Dua, Jawa Barat. Jurusan Biologi, Universitas Indonesia. Jakarta. Skripsi yang tidak dipublikasikan. IUCN. 2006. 2006 IUCN Red List of Threatened Species <www.iucnredlist.org>. Website diakses pada tanggal 01 September 2006. Krebs C. J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper Collins Publishers. New York. MacKinnon, J., & K. Phillips. 1993 A Field guide to the Birds of Borneo, Sumatra, Java, and Bali. Oxford University Press. New York. MacKinnon J., K. Phillips, & B. v. Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. BirdLife International Indonesia Programme dan Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Milton R., & A. Marhadi. 1985. The Bird life of the Nature Reserve Pulau Dua. Kukila 2(2): 32-41. Muchtar M., & I. Setiawan. 1999. Prosiding Lokakarya Rencana Pemulihan Gelatik Jawa dan Jalak Putih. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Muchtar M., & P. F. Nurwatha. 1999. Status, Ekologi, dan Perdagangan Gelatik Jawa dan Jalak Putih di Jawa dan Bali. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Mueller-Dumbois D, & E. Heiz. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Willey & Sons. New York.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
84
Noerdjito M., & I. Maryanto. 2001. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundangundangan Indonesia. Balitbang Zoologi (Museum zoologicum Bogoriense) & The Nature Conservancy. Cibinong. Noor Y. R. 2004. Paparan Nilai Penting Cagar Alam Pulau Dua Teluk Banten sebagai Kawasan Berbiak Burung Air. Wetland International Indonesia Programme. Bogor. Noor Y. R., Y. M. Khazali, I N.N. Suryadiputra. 1999. Paduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Penggunaan Habitat Secara Vertikal dan Temporal pada Komunitas Burung di Taman Kotamadya Bandung. Jurusan Biologi Universitas
Nurwatha P.F. 1995.
Padjadjaran, Bandung. Skripsi yang tidak dipublikasikan.
Partomihardjo, T. 1986. Formasi Vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua, Serang Jawa Barat. Media Konservasi 2:10-15. Pettingill O. S. 1967. Ornithology in Laboratory and Field. Fourth Edition. Burgess Publishing Company. Minneapolis. Polunin N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal:7. Rudyanto. 1996. Manual Evaluasi Lokasi Important Bird Area. PHPA/BirdLife International Indonesia Programme. Bogor. Saaroni Y., R. Sozer, & P. F. Nurwatha. 2000. Jenis-jenis Burung Dilindungi yang Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Shannaz J., P. Jepson, & Rudyanto. 1995. Burung-burung Terancam Punah di Indonesia. PHPA/MoF-BirdLife Indonesia Programme, Bogor, Indonesia. Soehartono T., & A. Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta. Soemarwoto O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta. Strange M. 2001. A Photographic Guide to the Birds of Indonesia. Periplus Editions. (HK) Ltd. Singapura. Tilford. 2000. Photographic Guide to the Birds of Indonesia. Periplus. Singapura. Tiwi D. A. 2004. Gambaran Ekosistem Kawasan Teluk Banten Tahun 1998-1999. P3 TPSLK-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
85
van Balen B. 1997. Birds on Fragmented Islands; Persistence in The Forests of Java and Bali. Tropical Resources managemant Papers. Netherlands. Welty J. C. & I. F. Baptista, 1988, The Life of Birds, 4th Edition, Saunders College Publishing. Whitten T., R. E. Soeriaatmadja, & S. A. Afif. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Prenhalindo. Jakarta. Wiens J. 1989. The Ecology of Bird Communities. Cambridge University Press. London. Williams G. 1991. Techniques and Fieldwork in Ecology. Collins Educational. London.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
Lampiran 1. Daftar Jenis Tumbuhan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Daftar Jenis Tumbuhan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua NO 1
FAMILIA Acanthaceae
2
Aizoaceae
3 4 5 6 7 8 9
Amaranthaceae Araceae Asclepiadaceae Bignoniaceae Cactaceae Combretaceae Compositae
10 11 12
Convolvulacae Cucurbitaceae Cyperaceae
13 14
Ebenaceae Euphorbiaceae
15 16 17 18
Flagellariaceae Goodeniaceae Lauraceae Leguminosae
19
Loranthaceae
20 21 22
Lythraceae Malphigiaceae Malvaceae
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
JENIS Acanthus ilicifolius Barleria prionitis Glinus latoides Sesuvium portulacastrum Achyranthes aspera Amorphophalus sp. Hoya diversifolia Dolichandrone spathacea Opuntia vulgaris Lumnitzera racemosa Pluchea indica Synedrella nudiflora Vernonia sp Wedelia biflora Ipomoea tuba Coccinia grandis Cyperus javanicus
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Fimbristylis pollytrichoides Diospyros maritima Acalypha indica Euphorbia atoto Jatropha gossypifolia Mallotus philippinensis Phylanthus niruri Flagellaria indica Scaevola taccada Cassytha filifornis Acacia auriculiformis Albizzia lebbeck Caesalpinia bonduc Derris multiflora Desmodium umbellatum Erythrina orientalis Indigofera sp Leucana leucocephala Pongamia pinnata Sesbania sesban Tamarindus indica Amyema gravis Viscum orientalis Pemphis acidula Hiptage benghalensis Ablemoschus moschatus
86
NAMA DAERAH Deruju Landepan Rayapan Gelang Laut Rendeta Suweg Kapalan Jaranan Kaktus Truntum Beluntas Bandotan Leuleuncaan Seruni Kangkungan Belatan Bulu mata munding Ki hideung Sangkep Jarak cina Pancal Meniran Owar, bamban Babakoan Tali putri Akasia Tekik Kutuk Tuba Kunyilek Dadap Laut Tarum Lamtoro Karanja Jayanti Asem Benalu Benalu Cantigi Kasturi
HABITAT mangrove daratan pantai pantai pantai/daratan daratan daratan daratan pantai mangrove/pantai daratan/pantai daratan daratan pantai/daratan daratan daratan pantai mangrove/pantai daratan daratan pantai pantao daratan pantai/daratan daratan pantai pantai daratan daratan pantai daratan pantai pantai daratan daratan pantai pantai pantai daratan daratan pantai daratan daratan
87
Daftar Jenis Tumbuhan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua NO
FAMILIA
23
Meliaceae
24 25 26 27
Moraceae Myrsinaceae Moringaceae Poaceae
28 29 30
Pytholacaceae Rhamnaceae Rhizophoraceae
31
Rubiaceae
32
Rutaceae
33 34
Salvadoraceae Sapindaceae
35
Sapotaceae
36
Solanaceae
37 38 39
Sterculiaceae Urticaceae Verbenaceae
40
Vitaceae
NO 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
JENIS Hibiscus tiliaceus Thespesia populnea Aglaia elagniodea Melia azedarach Xylocarpus granatum Exoecaria agallocha Aegiceras corniculata Moringa pterygospermae Cynodon dactylon Xerochloa chiribon Rivina humilis Colubrina asiatica Bruguiera cylindrica Ceriops tagal Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Guettarda speciosa Ixora timorensis Morinda citrifolia Paederia scandens Randia cochinchinensis Randia sp. Schyphiphora hydrophyllacea Chloroxylon swietenia Triphasia trifolia Azima sarmentosa Allophylus cobbe Arythera littoralis Dodonaea viscosa Elathostachys verrucosa Mischocapus sundaicus Schleichera oleosa Manilkara kauki Mimusops elengi Lycianthes laevis Physalis biflora Sterculia foetida Laportea interrupta Avvicenia marina Clerodendron inerme Lantana camara Cayratia trifolia
NAMA DAERAH Waru laut Waru lot Pacar Mindi Ngiri agang Buta-buta Truntung Kelor Grinting Obat merah Paria laut Cangcang Tinggi Bakau-bakau Bakau-bakau Ketapang ketek Jajambuan Pace Kentutan Entup tawon
HABITAT pantai pantai/daratan daratan daratan mangrove/pantai mangrove/pantai mangrove daratan pantai mangrove/pantai pantai/daratan mangrove/pantai mangrove mangrove mangrove mangrove pantai/daratan daratan pantai/daratan daratan daratan daratan
Jeruk kingkit Sokdoy Cukilan Kopi-kopian Weragil Kosambi Sawo kecik Tanjung Ceplukan Kepuh Pulus Api-api Kembang bugang Tembelekan Galing
daratan daratan daratan mangrove/pantai pantai daratan pantai daratan daratan daratan daratan daratan daratan daratan daratan daratan mangrove pantai/daratan daratan daratan
Sumber, Partomihardjo, 1986 dalam Hasudungan, 1999; Data Primer 2005
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
Lampiran 2. Daftar Jenis Burung yang Ditemukan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua No 1 2 3 4
Familia* Phalacrocoracidae
Genera Phalacrocorax
Anhingidae Fregatidae Ardeidae
Anhinga Fregata Ardea
Ardeola Bubulcus Butorides Casmerodius Egretta
Ixobrychus
5 6
Ciconiidae Threskiornithidae
7
Anatidae
8
Pandionidae
Nycticorax Mycterea Plegadis Threskiornis Anas Dendrocygna Nettapus Pandion
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Ilmiah Phalacrocorax niger Phalacrocorax sulcirostris Anhinga melanogaster Fregata andrewsi Ardrea cinerea Ardea purpurea Ardea sumatrana Ardeola speciosa Bubulcus ibis Butorides striatus Casmerodius albus Egretta garzetta Egretta intermedia Egretta sacra Ixobrychus cinnamomeus Ixobrychus sinensis Nycticorax nycticorax Mycterea cinerea Plegadis falcinellus Threskiornis melanocephalus Anas gibberifrons Dendrocygna arquata Nettapus coromandelianus Pandion haliaeetus
88
Nama Inggris Little Cormorant Little Black Cormorant Oriental Darter Christmast Frigaebird Grey Heron Purple Heron Great-billed Heron Javan Pond Heron Cattle Egret Striated Heron Great Egret Little Egret Intermediate Egret Reef Egret Cinnamon Bittern Chinese Bittern Black-crowned Night Heron Milky Stork Glossy Ibis Black-headed Ibis Sunda Teal Wandering Whistling Duck Cotton Pygmy Goose Osprey
Keterangan
89
No 9
Familia* Accipitridae
10 11
Turnicidae Rallidae
12
Charadriidae
Genera Accipiter
Haliaeetus Haliastur Pernis Spizaetus Turnix Amaurornis Galliratus Charadrius
Pluvialis
13
Scolopacidae
Actitis Numenius
Tinga
Xenus Limosa Calidris
No 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Nama Ilmiah Accipiter gularis Accipiter soloensis Accipiter trivirgatus Aaccipiter virgatus Haliaeetus leucogaster Haliastur indus Pernis ptilorhynchus Spizaetus cirrhatus Turnix suscitator Amaurornis phoenicurus Galliralus striatus Charadrius dubius Charadrius leschenaultii Charadrius mongolus Charadrius veredus Pluvialis fulva Pluvialis squatarola Actitis hypoleucos Numenius madagascariensis Numenius arquata Numenius phaeopus Tringa glareola Tringa nebularia Tringa stagnatilis Tringa totanus Xenus cinereus Limosa lapponica Calidris teunirostris Calidris alba
Nama Inggris Japanese Sparrow-Hawk Cinese Goshawk Crested Goshawk Besra White-bellied Sea Eagle Brahminy Kite Oriental Honey-buzzard Changeable Hawk-eagle Barred Button-quail White-breasted Waterhen Slaty-breaste Rail Little-ringed Plover Greater-sand Plover Lesser Sand Plover Oriental Plover Pacific Golden Plover Grey Plover Common Sandpiper Eastern Curlew Eurasian Curlew Whimbrel Wood Sandpiper Common Greenshank Marsh Sandpiper Common Redshank Terek Sandpiper Bari-tailed Godwit Great Knot Sanderling
Keterangan Jenis Migran Jenis Migran
Jenis Migran
Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran Jenis Migran
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
No
Familia*
Genera
14
Recurvirostridae
Himantopus Chidonias
15 16
Glareolidae Sternidae
Gelochelidon Sterna
17
Columbidae
Glareola Geopelia Streptopelia
18 19
Caprimulgidae Apodidae
20
Alcedinidae
Caprimulgus Collocalia Apus Alcedo Todirhamphus
21
Meropidae
22
Hirundinidae
Merops Delichon Hirundo
23 24 25 26 27
Clhoropsidae Pycnonotidae Corvidae Turdidae Sylviidae
Aegithina Pycnonotus Corvus Copsychus Gerygone
No 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
90
Nama Ilmiah Calidris subminuta Himantopus leucocephalus Chidonias hybridus Chidonias leucoterus Gelochelidon nilotica Sterna bergii Sterna bengalensis Sterna dougalii Sterna sumatrana Sterna albifrons Glareola maldivarum Geopelia striata Streptopelia chinensis Streptopelia bitorquata Caprimulgus affinis Collocalia esculenta Apus pacificus Alcedo coerulescens Todirhamphus chloris Todirhamphus sanctus Merops philippinus Delichon dasypus Hirundo rustica Hirundo tahitica Aegithina tiphia Pycnonotus goiavier Corvus macrorhynchus Copsychus saularis Gerygone sulphurea
Nama Inggris Long-toed Stint White-headed Stilt Whiskered Tern White-winged Tern Gull-billed Term Great Crested Tern Lesser Crested Tern Roseate Tern Black-naped Tern Little Tern Oriental Pratincole Zebra Dove Spotted Dove Island Collared Dove Savana Nightjar Glossy Swiftlet Fork-tailed Swift Small Blue Kingfisher Collared Kingfisher Sacred Kingfisher Blue-tailed Bee-eater Asian Martin Barn Swallow Pacific Swallow Common Iora Yellow-vented Bulbul Large-billed Crow Oriental Magpie-robin Flyeater
Keterangan Jenis Migran
Jenis Migran
Jenis Migran
91
No
Familia*
28
Muscicapidae
29 30
Artamidae Sturnidae
31
Nectariniidae
32 33
Dicaidae Plocidae
Genera Cisticola Othotomus Phylloscopus Prinia Cullicicapa Rhipidura Artamus Acridotheres Sturnus
Anthreptes Arachnothera Nectarinia Dicaeum Passer Ploceus Laonchura
No 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104
Nama Ilmiah Cisticola juncidis Orthotomus sutorius Phylloscopus borealis Prinia familiaris Prinia polychroa Cullicicapa ceylonensis Rhipidura javanica Artamus leucorhynchus Acridotheres javanicus Sturnus contra Sturnus melanopterus Sturnus sturninus Anthreptes malaccensis Arachnothera longirostra Nectarinia jugularis Dicaeum trochileum Passer montanus Ploceus manyar Lonchura leucogastroides Lonchura maja Lonchura malacca Lonchura punctulata
Nama Inggris Zitting Cysticole Common Tailorbird Arctic Leaf-warbler Bar-winged Prinia Brown Prinia Grey-headed Flycatcher Pied Fantail White-breasted Wood-swallows White-vented Myna Asian Pied Starling Black-winged Starling Purple-backed Starling Brown-throathed Sunbird Little Spiderhunter Olive-backed Sunbird Scarlet-headed Flowerpecker Tree Sparrow Streaked Weaver Javan Munia White-headed Munia Chestnut Munia Scaly-breasted Munia
Keterangan Jenis Endemik Jenis Migran Jenis Endemik
Jenis Pengujung
*) Penyusunan urutan familia berdasarkan pada MacKinnon, dkk., (2000).
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
Lampiran 3. Kategorisasi Kecepatan Angin Menurut Yasuroni Nitani (2001)
Kategori
Kecepatan Angin (Km/jam)
0
≤1
Angin hampir tidak dapat dirasakan
1
1-5
Asap mengalir pelan sesuai dengan arah angin
2
6 - 11
Daun-daun melambai, angin terasa di wajah
3
12 - 19
4
20 - 28
5
29 - 38
6
39 - 49
7
50 - 61
8
62 - 74
KETERANGAN
Daun dan ranting kecil bergerak dalam kecepatankonstan Debu, daun-daun, dan kertas berterbangan; cabangcabang pohon yang kecil bergerak lebih cepat Seluruh bagian dari pohon-pohon kecil bergerak Cabang-cabang pohon yang lebih besar bergerak, suara hembusan angin terdengar Seluruh bagian pohon bergerak mengikuti angin, apabila kita berjalan terasa seperti ada yang menghalangi Ranting dan cabang pohon patah, sulit bahkan tidak dapat berjalan.
92
Lampiran 4. Kategorisasi Keterancaman Menurut IUCN
IUCN Red list Categories (IUCN 2001) Spesies terancam merupakan satu dari tiga kategori di bawah ini yang bertanda bintang (*). Kategori
Singkatan
Definisi Jenis yang berdasarkan survei ekstensif diketahui
Punah
EX
dengan pasti / tanpa meragukan bahwa individu terakhirnya telah mati. Jenis
Punah di Alam
EW
yang
bertahan
hanya
di
perkebunan
(cultivation), dalam penangkaran, atau sebagai populasi alami
(jamak/tunggal)
diluar
sebaran
alaminya. Jenis yang menghadapi resiko kepunahan di alam Kritis (Critically Endangered) *
CR
yang
ekstrim
(ketika
nilai
kehadirannya
mengindikasikan masuk dalam kriteria A – E untuk kategori Kritis dalam tabel A2a.2) Jenis yang menghadapi resiko kepunahan di alam
Terancam Punah (Endangered) *
EN
yang sangat tinggi (ketika nilai kehadirannya mengindikasikan masuk dalam kriteria A – E untuk kategori Terancam Punah dalam tabel A2a.2) Jenis yang menghadapi resiko kepunahan di alam
Rentan (Vulnerable) *
VU
yang
tinggi
(ketika
nilai
kehadirannya
mengindikasikan masuk dalam kriteria A – E untuk kategori Rentan dalam tabel A2a.2)
93
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
94
Lanjutan Lampiran 4. Ringkasan Lima Kriteria (A – E) yang digunakan untuk mengevaluasi kategori keterancaman suatu jenis. Penggunaan Kriteria A - E A.
Kritis
Terancam Punah
Rentan
Penurunan Populasi (dihitung dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun atau 3 generasi)
A1
≥ 90 %
≥ 70 %
≥ 50 %
A2, A3 & A4
≥ 80 %
≥ 50 %
≥ 30 %
A1.
Penurunan populasi diamati, diukur, disimpulkan, atau diperkirakan pada waktu lampau berdasarkan penyebab yang sangat jelas DAN dipahami DAN telah dihentikan, berdasarkan atas (a) Pengamatan langsung di lapangan (direct observation) (b) Sebuah indeks kelimpahan yang tepat terhadap takson. (c) Penurunan dalam AOO, EOO dan atau kualitas habitat (d) Eksploitasi aktual atau tahap eksploitasi yang potensial (e) Efek introduksi di tingkat takson, hibridisasi, patogen, polutan, kompetitor atau parasit.
A2.
Penurunan populasi diamati, diukur, disimpulkan, atau diperkirakan pada waktu lampau dimana penyebab penurunanannya belum diketahui ATAU dipahami ATAU dihentikan, berdasarkan poin (a) sampai (e) pada kategori A1.
A3.
Penurunan populasi diprediksikan atau diduga akan terjadi pada masa mendatang (dalam kurun waktu maksimal 100 tahun) berdasarkan point (b) sampai (e) pada kategori A1.
A4.
Sebuah observasi, estimasi, pendugaan, proyeksi atau dugaan terhadap penurunan populasi suatu jenis (dalam kurun waktu maksimum 100 tahun) dimana periode waktunya termasuk lampau dan yang akan datang, dan penyebab penurunanannya belum diketahui ATAU dipahami ATAU dihentikan, berdasarkan poin (a) sampai (e) pada kategori A1.
Lampiran 5. Foto Jalak Putih dan Lokasi Penelitian* Foto Jalak Putih (Sturnus melanopterus)
Foto1. Individu dewasa jalak putih yang menjadi objek penelitian.
Foto 2. Individu remaja jalak putih yang menjadi objek penelitian.
Foto 3. Posisi bertengger jalak putih di strata utama.
Foto 4. Posisi bertengger jalak putih di puncak kanopi.
Foto 6. Aktivitas memelihara tubuh jalak putih.
Foto 5. Aktivitas bertengger jalak putih.
95
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
96
Foto Serangga dan Fenologi Vegetasi
Foto 7. Semut (Oecophyla smaragdina) pada lokasi penelitian, sumber bagi aktivitas anting.
Foto 9. Serangga Daun (Hemiptera) pada pohon berbuah
Foto 8. Serangga tanah (Hemiptera), sumber makanan bagi jenis burung omnivore.
Foto 10. Fenologi berbuah, memiliki peran penting dalam interaksi biologis.
97
Foto Kompetitor & Predator Jalak Putih
Foto 11. Koloni burung air di Formasi Rhizophora spp., kompetitor bagi jalak putih.
Foto 12. Koloni berbagai burung Air di Formasi Avicenia marina, jalak putih tidak ditemukan pada formasi ini.
Foto 13. Tekukur (Streptopelia chinensis), kompetitior jalak putih dalam ruang dan sumber daya makanan.
Foto 14. Alap-alap (Accipiter virgatus), salah satu predator dari jenis burung pemangsa di Cagar Alam Pulau Dua.
Foto 15. Ular Kobra (Naja sputatrix), predator bagi burung-burung kecil termasuk jalak putih.
Foto 16. Biawak (Varanus salvator), diketahui sering merusak sarang dan memakan telur burung.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
98
Foto Habitat Jalak Putih
Foto 17. Pohon kering pada substrat karang di transek sabuk 1.
Foto 19. Ruang kosong bagian dalam pada formasi Rhizophora.
Foto 18. Pohon tumbang yang menyebabkan gap pada transek sabuk 1.
Foto 20. Pohon tenggeran jalak putih, kerak kerbau dan tekukur di transek sabuk 2.
99
Foto Habitat Jalak Putih dan aktivitas manusia
Foto 21. Gap yang diakibatkan penebangan pohon pada transek sabuk 2.
Foto 22. Pemburu lengkap dengan senjatanya sedang menuju Cagar Alam Pulau Dua
Foto 23. Aktivitas penduduk mencari kayu bakar pada formasi Avicenia marina.
*) Perbesaran foto sampai dengan 12X Optical Zoom dan Makro 0,5 cm pada kamera digital Olympus C740UZ.
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --
INDEX
Bali ............................. 1, 14, 15, 75, 76 Banten .................... 3, 6, 15, 16, 75, 76 bioregion ............................................ 1 Cagar Alam1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 16, 17, 24, 25, 75 diagram profil............. 5, 19, 21, 25, 27 ekosistem.............................. 1, 16, 74 endemik ........................................ 1, 15 habitat.... 1, 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 16, 41, 62, 65, 69, 71, 83 Jalak putih ............ 2, 15, 19, 26, 50, 62 Jawa............ 1, 2, 14, 15, 16, 74, 75, 76 mangrove... 2, 5, 10, 15, 43, 74, 76, 77, 78
ornithologi .......................................... 4 Pulau Dua 2, 3, 5, 6, 10, 15, 16, 17, 18, 24, 25, 44, 73, 74, 75, 76, 78 Rhizophora apiculata .... 17, 38, 39, 40, 43, 49, 57, 78 Rhizophora spp.... 2, 10, 29, 30, 38, 57, 58, 59, 61, 62, 64, 65, 68, 69, 70, 71, 72, 86 vegetasi.. 1, 2, 3, 4, 5, 9, 10, 12, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 39, 40, 43, 45, 47, 49, 50, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73
100