JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7
1
STUDI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK TANAH TERHADAP SIKLUS PEMBASAHAN DAN PENGERINGAN PADA TANAH PERMUKAAN LERENG DI NGANTANG – MALANG Indra Mustomo, Efendi Yasin, Andi Patriadi, dan Ria Asih Aryani Soemitro, Trihanyndio Rendy Satrya. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak - Siklus pembasahan dan pengeringan merupakan peristiwa alam yang terjadi secara terus-menerus pada daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Proses pembasahan dan pengeringan secara berulang dapat mempengaruhi sifat fisik, mekanik dan dinamik dari tanah itu sendiri, karena terjadinya perubahan volume tanah yang disebabkan oleh perubahan kadar air Penelitian ini berlokasi di Ngantang – Malang desa Jombok telah mengalami tiga kali penurunan tanah secara signifikan selama 3 tahun terakhir. Penelitian ini menitikberatkan pengaruh proses pembasahan dan pengeringan terhadap sifat fisik, mekanik dan dinamik tanah pada kedalaman -1 m sampai dengan -5 m per kedalaman 1 m pada siklus ke-1, ke-2, ke-4 dan ke-6. Sifat fisik meliputi berat jenis tanah (γt), berat jenis kering tanah (γd), kadar air (wc), derajat kejenuhan (Sr), porositas (n), angka pori (e), Specific Gravity (Gs) dan batas Atterberg (LL, PL, PI). Sifat mekanik meliputi kohesi (c), modulus elastisitas (E) dan tegangan air pori negatif (Suction). Sifat dinamik meliputi modulus geser (G) dengan alat Elemen Bender. Pada Proses pembasahan dengan cara menambahkan kadar air dari kondisi awal (wi) dengan selisih antara kadar air jenuh (wsat) dan kadar air kondisi awal (wi) sebesar 25%, 50%, 75%, dan 100%. Sedangkan proses pengeringan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dari kondisi awal (wi) dengan selisih antara kadar air jenuh (wsat) dan kadar air kondisi awal (wi) sebesar 25%, 50%, 75%, dan 100%. Dalam proses pembasahan dan pengeringan nilai kadar air (wc) mengalami penurunan dari kondisi inisial awal sampai kondisi inisial di siklus 6 dengan penurunan rata-rata 9,06%pada puncak penurunan di siklus 2. Sama halnya dengan nilai derajat kejenuhan (Sr) mengalami penurunan rata-rata 3,73% dengan nilai puncak terendah pada siklus 4 dan naik di siklus 6. Sedangkan nilai kohesi (Cu) mengalami peningkatan rata-rata 3,83% dengan nilai puncak pada siklus 4 dan turun di siklus 6. Pada proses pembasahan dan pengeringan mengakibatkan nilai modulus geser (Gmax) menurun sebesar 3,27% dengan penurunan hingga siklus 4 dan naik di siklus 6 dan tegangan air pori negatif (-Uw) mengalami peningkatan rata-rata 51,06% dengan nilai puncak pada siklus 4 dan turun di siklus 6.
volume tanah yang diakibatkan oleh perubahan kadar air Chomaedi, M. Khoiri & Machsus (2007) menyatakan bila kadar air dalam pori tanah meningkat volume tanah akan mengembang, dan bila kadar air tanah berkurang sebaliknya tanah akan menyusut. Maekawa dan Miyakita (1991) menyimpulkan bahwa jumlah siklus pengeringan dan pembasahan berulang akan mengurangi kekuatan geser tanah, sampai pada siklus tertentu. Salah satu lereng di kabupaten Malang kecamatan Ngantang desa Jombok telah mengalami penurunan tanah secara signifikan. Menurut Kepala Desa setempat penurunan pertama turun sedalam ± 3 m terjadi pada bulan Februari 2009 dalam kurun waktu kurang lebih sebulan, penurunan kedua terjadi pada Februari 2010 turun sedalam ± 2 m selama kurang lebih sebulan dan penurunan ketiga terjadi di tahun 2011 turun ± 1 m selama kurang lebih sebulan. Hipotesa penyebab penurunan tanah tersebut adalah proses pembasahan dan pengeringan yang mengurangi kekuatan geser tanah sehingga memungkinkan kembali terjadi penurunan mengingat kondisi lereng yang masih rentan akan bencana. Penelitian ini menitikberatkan pengaruh proses pembasahan dan pengeringan pada tanah permukaan lereng dengan kedalaman -1 m sampai -5 m dengan menggunakan benda uji tanah tidak terganggu per kedalaman 1 m. II. TINJUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yaitu sifat yang berhubungan dengan elemen penyusunan massa tanah yang ada. Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu butiran padat (solid), bagian air (water) dan bagian udara (air). Keberadaan materi air dan udara biasanya menempati pada ruangan antara butiran/pori pada massa tanah tersebut. Ilustrasi untuk memahami susunan elemen pada massa tanah dapat diasumsikan seperti gambar 2.1 berikut (Das, 1998).
Kata kunci – siklus pembasahan dan pengeringan, sifat fisik, sifat mekanik, sifat dinamik, elemen bender, tanah permukaan, lereng, stabilitas, Ngantang – Malang
I. PENDAHULUAN
S
ECARA geografis Indonesia terletak pada daerah tropis, dimana terdapat musim hujan yang tinggi dan musim kemarau dengan cuaca yang panas. Pergantian musim tersebut menyebabkan terjadinya proses pembasahan dan pengeringan secara berulang-ulang.. Proses pembasahan dan pengeringan secara terus menerus dapat mempengaruhi
(Sumber : Braja M. Das 1988) Gambar 2.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli, (b) Tiga fase elemen tanah Pada gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan W, sedang gambar 2.1 (b)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 memperlihatkan hubungan berat dan volume tanah dalam tiga fase yang dipisahkan (butiran padat, air dan udara). Berat udara dianggap sama dengan nol. Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah sebagai berikut : 1. Angka pori (e) adalah perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs), yang dinyatakan dalam bentuk desimal. 2. Porositas (n) adalah perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan dengan volume total (Vt), dinyatakan dalam desimal atau prosen tetapi dalam desimal lebih diutamakan. 3. Kadar air (Wc) adalah perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersbut, dinyatakan dalam prosen. 4. Berat volume tanah (γ) adalah perbandingan antara berat tanah total (Wt) dengan volume tanah total (Vt). 5. Berat volume kering (γd) adalah perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume tanah total (Vt). 6. Berat volume butiran padat (γs) adalah perbandingan antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs). 7. Derajat kejenuhan (Sr) adalah perbandingan antara volume air (Vw) dengan volume rongga pori (Vv) yang dinyatakan dalam prosen. Apabila jarak dari derajat kejenuhan dinyatakan dalam 0% - 100%, maka 0% (tanah tersebut kering) dan 100% (tanah tersebut jenuh). 8. Specific Gravity (Gs) perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (Vw). Tabel 2.1
2 Modulus elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bias didapatkan dari Triaxial Test , secara empiris dapat ditentukan dari jenis tanah dan data sondir C. Sifat Dinamik Tanah. Perhitungan sifat dinamik dengan alat Elemen Bender, kecepatan gelombang geser, Vs dapat dihitung. Persamaan berikut di gunakan untuk menghitung Vs.
Vs
L t
dimana L adalah jarak efektif atau panjang sampel tanah, sedangkan t adalah waktu tempuh yang diperlukan oleh gelombang geser untuk merambat di tanah. Dengan menggunakan persamaan berikut, modulus geser maksimum (Gmaks) dapat ditentukan.
Gmaks V 2
dimana : ρ : kerapatan massa tanah = γ/g (gr.dt2/cm4) V : kecepatan rambat gelombang geser (cm/dt) γ : berat volume tanah (gr/cm3) III. URAIAN PENELITIAN A. Pendahuluan Berikut adalah diagram alir penelitian.
Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering untuk Beberapa Tipe Tanah.
Mulai
(Sumber : Braja M. Das 1988) B. Sifat Mekanik Tanah. Sifat mekanis tanah merupakan sifat perilaku dari struktur massa tanah pada dikenai suatu gaya atau tekanan yang dijelaskan secara teknis mekanis. Parameter kekuatan tanah tersebut terdiri dari : Kohesi (Cu), yaitu gaya tarik antara butiran tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kondisi kerapatan butir. Bagian butiran yang bersifat gesekan tergantung pada tekanan efektif bidang geser terhadap sudut geser dalam (Ø) yang terbentuk. Tegangan air pori negatif (-Uw), ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi kertas filter Whatman no. 42.
Studi Penelitian Terdahulu
Studi Literatur
Pengambilan contoh tanah tidak terganggu dengan kedalaman -1m sampai -5m di Ngantang - Malang
Hasil penelitian di laboratorium mekanika tanah
A
Hasil penelitian di laboratorium mekanika JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1,tanah No. 1, (2013) 1-7
A
3 tanah serta pengaruh pembasahan terhadap perubahan parameter fisik, mekanik dan dinamik tanah. A. Pengujian Sifat Fisik 1) Uji Berat Jenis Pengujian berat jenis (specific gravity) dilakukan dengan menggunakan standar uji ASTM D 854-72. Nilai specific gravity (Gs) yang diperoleh akan membantu dalam mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji. Hasil dari percobaan adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Nilai Berat Jenis Tiap Kedalaman Kondisi Inisial Sifat Fisik Kedalaman γt (m) γd (gr/cm3) Gs (gr/cm3) 1.57 0.94 2.61 1 1.52 0.95 2.70 2 1.30 0.72 2.56 3 1.39 0.73 2.53 4 1.54 1.00 2.47 5 (Sumber : Hasil Penelitian)
Gambar 3.1 Diagram Alir
B. Proses Pembasahan dan Pengeringan Proses pembasahan dilakukan secara bertahap berdasarkan prosentase penambahan kadar air (Gambar 3.1). Prosentase penambahan air ditentukan dari penjumlahan antara kadar air awal (Wi) dengan prosentase kadar air dikalikan dengan selisih antara kadar air jenuh dengan kadar air awal ( Wsat – Wi). Pada proses pembasahan, benda uji dengan kondisi inisial dijenuhkan secara bertahap dengan penambahan air hingga mencapai jenuh 100%. Untuk pengukuran tegangan air pori negatif, kertas filter tipe Whatman No. 42 diletakkan pada 1/3 tinggi benda uji. Dalam hal ini kertas filter diletakkan pada benda uji triaksial (Elemen Bender). Sedangkan pada proses pengeringan berdasarkan penurunan berat dari bahan uji. Penurunan bahan uji ditentukan dari selisih antara kadar air awal (Wi) dengan prosentase kadar air dikalikan dengan selisih antara kadar air jenuh dengan kadar air awal ( Wsat – Wi). IV. ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika tanah, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dengan menggunakan tanah lempung tidak terganggu yang diambil di daerah Ngantang - Malang, Jawa Timur. Parameter- parameter tanah hasil pengujian yang dibahas meliputi parameter fisik, mekanik dan dinamik
Dari Tabel 4.1, besarnya berat jenis tiap kedalaman memiliki variasi yang berbeda dan tidak dipengaruhi oleh kedalaman. 2) Kadar Air ( Wc ) ,angka pori, porositas, dan Derajat Kejenuhan ( Sr ) Pengujian kadar air (water content, wc) berdasarkan standar uji ASTM D 2216-71 yang bertujuan untuk menentukan berat air terhadap tanah asli. Tabel 4.2 Nilai Kadar Air dan Derajat Kejenuhan Tiap Kedalaman Sifat Fisik Kedalaman wc (%) E n (%) Sr (%) 1 66.93 1.77 63.96 98.37 2 59.35 1.83 64.69 87.53 3
81.85
2.58
72.08
81.28
89.70 2.47 5 54.88 1.48 (Sumber : Hasil Penelitian)
71.18
92.09
59.72
91.53
4
3) Nilai Uji Atterberg Limit Pengujian batas atterberg meliputi batas cair, batas plastis dan indeks plastis. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Nilai Atterberg limit tiap kedalaman Batas Atterberg Kedalaman (m) PL LL IP 1
39.31
48.23
8.91
2
45.68
57.56
11.88
3
40.45
48.30
7.85
49.54 5 25.38 (Sumber : Hasil Penelitian)
57.91
8.38
38.63
13.25
4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7
B 60
40
100
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
(%)
(%)
(%)
(%)
85
70
55
38.08%
26.66%
2
4.70%
90.29%
4.41%
0.59%
3
0.00%
35.26%
45.36%
9.74%
0.34%
62.10%
31.13%
6.42%
5 1.53% 84.70% (Sumber : Hasil Penelitian)
11.34%
2.44%
5) Nilai Tegangan air pori negatif, Kohesi, dan Modulus Elastisitas Nilai tegangan air pori negatif (-Uw), kohesi (Cu) dan modulus elastisitas tiap kedalaman adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Nilai Tegangan air pori negatif (-Uw), kohesi (Cu) dan dari Modulus elastisitas Tiap Kedalaman Parameter Mekanik Kedalaman Cu (m) -Uw (kPa) E (kPa) (kg/cm2) 1 7289.26 0.19 1,483.24 2
3509.14
0.33
6,523.73
3
34835.35
0.16
2,094.61
4
47174.6
0.21
4,356.19
0.35
2,476.78
5 4011.32 (Sumber : Hasil Penelitian)
6) Nilai Modulus Geser Maksimum Tiap Kedalaman Nilai modulus geser (Gmax) dari tiap kedalaman adalah sebagai berikut Tabel 4.6 Nilai Modulus Geser Maksimum Tiap Kedalaman Sifat Dinamik Kedalaman (m) Gmax x 103 (kPa) 1
80.34
2
59.24
3
71.03
4
42.92
5 96 (Sumber : Hasil Penelitian)
100000
1
1
D
C 0.9
0.7 100
85
70
55
0.8
0.7
40
20
wc (%) 100
1000000
-Uw (kPa)
0.8
4
10000
wc (%)
ɣd (gr/cm3)
35.26%
40
85
70
35
50
65
80
65
80
Gmax x 103 (kPa) 55
40
20
70
70
80
80
35
50
E 90
Sr (%)
0.00%
60
20 1000
40
0.9
1
80
A
20
Analisa Saringan Kedalaman (m)
7) Grafik Hubungan Parameter 80 Gmax x 103 (kPa)
4) Uji Analisa Saringan dan Hidrometer Hasil pengujian distribusi ukuran butiran dan analisa hidrometer adalah prosentase fraksi lempung ≤ 0,002 mm, yang digunakan untuk melakukan klasifikasi jenis benda uji Tabel 4.4 Nilai Analisa Saringan dan Hidrometer Tiap Kedalaman
4
90
F 100
100 siklus 1
siklus 2
siklus 4
siklus 6
Gambar 4.1 Hubungan Kadar Air (wc) – Modulus Geser (Gmax) – Tegangan Air Pori Negatif (-Uw), kadar Air (wc) – Berat Volume Tanah Kering (γd) – Modulus Geser (Gmax), Kadar Air (wc) – Derajat Kejenuhan (Sr) – Modulus Geser (Gmax) pada kedalaman 4 m Analisa Gambar 4.1 A Gambar 4.1 A adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4 meter. Kecenderungan semakin rendah nilai kadar air (wc) maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi Analisa Gambar 4.1 B Gambar B adalah grafik hubungan antara tegangan air pori negatif (-Uw) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4 meter. Pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi nilai tegangan air pori negatif (-Uw) maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi Analisa Gambar 4.1 C Gambar 4.1 C adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan berat volume kering (γd) pada kedalaman 4 meter. Pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah nilai kadar air (wc) maka nilai berat volume kering (γd) cenderung semakin tinggi Analisa Gambar 4.1 D Gambar 4.1 D adalah grafik hubungan antara modulus geser (Gmax) dengan berat volume kering (γd) pada kedalaman 4 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi modulus geser (Gmax) maka cenderung diikuti nilai berat volume kering (γd) yang semakin tinggi Analisa Gambar 4.1 E Gambar 4.1 E adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan derajat kejenuhan (Sr) pada kedalaman 4 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi nilai kadar air (wc) maka diikuti dengan tingginya nilai derajat kejenuhan (Sr).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7
5
1.6
1.55
1.55
1.5
1.45
A
ɣt (gr/cm3)
1.6
1.4 80
100
90
80
1m
70
2m
60
3m 4m
50
B
5m
40 30
1.5
(i)
1
2
4
6
siklus
1.45
1.4
70
60
50
20
70
60
50
20
Sr (%)
40
60
80
60
80
Gambar 4.3 Hubungan Kadar Air (wc) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan
Gmax x 103 (kPa)
0.25
0.25
0.35
40
D
0.3 0.35
0.4
0.4
0.45
0.45
100
Gmax x 103 (kPa)
0.2
Cu (kg/cm2)
0.2
0.3
C
80
siklus 1
siklus 2
siklus 4
80 1m 2m
60
3m
4m 40
5m
siklus 6
Gambar 4.2 Hubungan Derajat Kejenuhan (Sr) – Berat Volume Tanan (γt) – Modulus Geser (Gmax), dan Derajat Kejenuhan (Sr) – Kohesi (Cu) – Modulus Geser (Gmax) pada kedalaman 5 m Analisa Gambar 4.2 A Gambar 4.2 A adalah adalah grafik hubungan antara derajat kejenuhan (Sr) dengan berat volume tanah (γt) pada kedalaman 5 meter. Terlihat bahwa pada setiap siklus menunjukkan semakin tinggi nilai derajat kejenuhan (Sr) maka nilai berat volume tanah (γt) cenderung semakin tinggi. Analisa Gambar 4.2 B Gambar 4.2 B adalah grafik hubungan antara modulus geser (Gmax) berat volume tanah (γt) pada kedalaman 5 meter. Pada grafik ini terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi nilai dari berat volume tanah (γt). Analisa Gambar 4.2 C Gambar 4.2 C adalah grafik hubungan antara kohesi (Cu) dengan derajat kejenuhan (Sr) pada kedalaman 5 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah nilai kohesi (Cu) maka derajat kejenuhan (Sr) cenderung semakin tinggi. Analisa Gambar 4.2 D Gambar 4.2 D adalah grafik hubungan antara modulus geser (Gmax) dengan kohesi pada kedalaman 5 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi nilai modulus geser (Gmax) maka nilai kohesi (Cu) cenderung semakin tinggi. Dapat dilihat pada Gambar 4.3 merupakan grafik hubungan kadar air (wc) dengan siklus pembasahan dan pengeringan dengan titik terendah pada siklus 2. Sedangkan pada Gambar 4.4 parameter modulus geser (Gmax) dengan titik terendah pada siklus 4. Pada Gambar 4.5 nilai kohesi (Cu) dengan nilai puncak pada siklus 4, sama halnya dengan nilai tegangan air pori negatif (-Uw) pada Gambar 4.6 nilai puncak pada siklus 4.
20 (i)
1
2
4
6
siklus
Gambar 4.4 Hubungan Modulus Geser (Gmax) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan 0.4 0.35
Cu (kN/cm2)
90
90
1m
0.3
2m
0.25
3m
0.2
4m
0.15
5m
0.1 (i)
1
2
4
6
siklus
Gambar 4.5 Hubungan Kohesi (Cu) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan 100000
1m
-Uw (kPa)
100
100
wc (%)
Analisa Gambar F Gambar 4.1 F adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4 meter. Kecenderungan semakin rendah nilai kadar air (wc) maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi.
2m
10000
3m 4m 5m
1000 (i)
1
2
4
6
siklus
Gambar 4.6 Hubungan Tegangan Air Pori Negatif (-Uw) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari studi yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 1.
Pada proses pengeringan siklus 1 benda uji akan mengalami perubahan bentuk secara drastis dan tidak dapat mengembalikan bentuk seperti kondisi awal walaupun dilakukan proses pembasahan. 2. Berdasarkan grafik hubungan kadar air (wc) dan derajat kejenuhan (Sr) pada setiap kedalaman, pada kondisi pembasahan terlihat nilai kadar air (wc) meningkat diikuti dengan nilai derajat kejenuhan (Sr) meningkat. 3. Berdasarkan grafik hubungan modulus geser (Gmax) dan tegangan pori negatif (-Uw) pada setiap kedalaman, pada kondisi pengeringan terlihat nilai modulus geser (Gmax) meningkat diikuti dengan nilai tegangan pori negatif (-Uw) meningkat. 4. Berdasarkan grafik hubungan kadar air (wc) dan berat volume tanah kering (γd) pada setiap kedalaman, pada kondisi pembasahan terlihat nilai kadar air (wc) meningkat diikuti dengan nilai berat volume tanah kering (γd) menurun. 5. Berdasarkan grafik hubungan derajat kejenuhan (Sr) dan berat volume tanah (γt) pada setiap kedalaman, pada kondisi pembasahan terlihat nilai derajat kejenuhan (Sr) cenderung meningkat diikuti dengan nilai berat volume tanah (γt) cenderung menurun. 6. Berdasarkan grafik hubungan modulus geser (Gmax) dan kohesi pada setiap kedalaman, pada kondisi pengeringan terlihat nilai modulus geser (Gmax) meningkat diikuti dengan nilai kohesi meningkat. 7. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap kadar air (wc) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal selalu mengalami penurunan, sebagai contoh pada kedalaman 1 m nilai kadar air mengalami penurunan dari inisial sampai siklus 1 sebesar 11,23%, dari inisial sampai siklus 2 sebesar 6,18 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 7,21% dan dari inisial sampai siklus 6 sebesar 8,41% 8. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap modulus geser (Gmax) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 cenderung mengalami kenaikan, sebagai contoh pada kedalaman 2 m nilai modulus geser mengalami kenaikan dari inisial sampai siklus 1 sebesar 4,23% , dari inisial sampai siklus 2 sebesar 16,44 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 20,17 % dan dari siklus 2 sampai siklus 6 sebesar 13,88% 9. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap kohesi (Cu) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal kedalaman 1 m dan 3 m sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 mengalami kenaikan. Pada kondisi inisial awal kedalaman 2 m dan 5 m sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 mengalami penurunan. Sedangkan pada kedalaman 4 m kondisi inisial awal kedalaman 1 m dan 3 m sampai siklus 1 mengalami penurunan, dari siklus 1 sampai siklus 2 mengalami kenaikan dan dari siklus 2 sampai siklus 4 mengalami kenaikan. 10. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap tegangan air pori negatif (-Uw) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 cenderung mengalami kenaikan, sebagai contoh pada kedalaman 1 m nilai tegangan air
6 pori negatif mengalami kenaikan, dari inisial sampai siklus 1 sebesar 81,28%, dari inisial sampai siklus 2 sebesar 72,76 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 79,74 %, dan dari siklus 2 sampai siklus 4 sebesar 76,48% B. Saran Berikut ini saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya : Menguji berdasarkan lokasi atas, tengah dan bawah lereng agar mnedapatkan data yang lebih spesifik. Melakukan pengujian mekanik Triaksial dengan kondisi Consolidated Undrained (CU) agar mendapatkan nilai sudut geser dalam. Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sebaiknya segera mungkin dilakukan pengujian parameterparameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah akibat faktor suhu yang berbeda. Untuk mempermudah menguji pengkondisian diperlukan pipa PVC yang dibuat sesuai dengan ukuran bahan uji. Pada proses pengkondisian pembasahan sebaiknya disimpan didalam desikator. DAFTAR PUSTAKA Bowles, J.E. 1984. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Erlanga, Jakarta. Das, B.M., (translated by Mochtar N.E, and Mochtar I.B.). 1988. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid I. Erlangga, Jakarta. Fredlund, D.G. and Rahardjo, H. 1993. Soil Mechanics for Unsaturated Soils, Balkema. Rotterdam. Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Indarto, 1995. Metode Kertas Filter Untuk Menentukan Karakteristik Tegangan Air Pori Negatif pada Tanah, Majalah IPTEK ITS, Surabaya.
Muntaha, M. 2010. “Perilaku Parameter Dinamik (shear modulus) Tanah Residual Akibat Siklus Pembasahan-Pengeringan”. Laporan Akhir Penelitian Disertasi Doktor Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Panjaitan, S.R.N. 2000. Pengaruh Siklus Pengeringan dan Pembasahan Terhadap Karakteristik Kuat Tekan Tanah Mengembang yang Distabilisasi dengan Fly Ash. Tesis S2, Pasca Sarjana, ITS, Surabaya. Smith, M.J. dan Madyayanti, I.E. 1992. Seri Pedoman Godwin, Mekanika Tanah. Erlangga, Jakarta. Terzaghi, K. and Peck R.B. 1967. Soil Mechanics in Engineering Practice, 2nd edition. Erlangga, Jakarta. Wesley, L.D. and Irfan, T.Y. 1997. Classification of residual soil. Chap. 2 In Blight, G.E. (ed)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 “Mechanics of residual soils”. ISSMFE (TC 25). Balkema
7