Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
i
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
Jurnal
Sosio-Humaniora PENANGGUNG JAWAB Kepala LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Ketua Umum : Dr. Ir. Ch. Wariyah, M.P. Sekretaris : Awan Santosa, S.E., M.Sc. Dewan Redaksi : Dr. Kamsih Astuti, M.A. Dr. Hermayawati, M.Pd. Penyunting Pelaksana : Tutut Dwi Astuti, S.E., M.Si. Dra. Indra Ratna KW, M.Si. Restu Arini, S.Pd. Sumiyarsih, S.E., M.Si. Pelaksana Administrasi : Zulki Adzani Sidiq Fathoni Hartini
Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213 E-Mail :
[email protected] Web : lppm.mercubuana-yogya.ac.id Jurnal yang memuat ringkasan hasil laporan penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal Sosio-Humaniora dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.
ii
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal Sosio-Humaniora Volume 5, No. 1, Mei 2014 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berkenan mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal ini, Pada jurnal Sosio-Humaniora edisi Mei 2014 ini, disajikan beberapa hasil penelitian di bidang psikologi diantaranya artikel tentang hubungan antara religiusitas dengan terorisme, konsep pemimpin nasional yang baik, kecenderungan anorexia nervosa
pada model perempuan, prokrastinasi akademik dalam
penyelesaian skripsi, efektivitas terapi Spriritual Emotion Freedom Technique (SEFT) pada remaja residen NAPZA, sistem kebijakan manajemen karir pada suatu hotel di yogyakarta, serta faktor psikologis yang mempengaruhi konsumen Bali pada pembelian kendaraan pribadi. Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel dalam jurnal yang kami terbitkan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, agar penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak, redaksi mengucapkan terima kasih.
Yogyakarta, Mei 2014 Redaksi
iii
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1 ini telah direview oleh Mitra Bestari : 1. Awan Santosa, S.E., M.Sc. bidang studi Manajemen 2. Dr. Kamsih Astuti, S.Psi., M.Si. bidang studi Psikologi Masyarakat
iv
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
DAFTAR ISI Hal Kata Pengantar ........................................................................................... Daftar Mitra Bestari .................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................... HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU TEROR PADA NARAPIDANA KASUS TERORISME DI INDONESIA ................................................................................................. Diannitha Phobe Yuliani Pertiwi dan Handrix Chrisharyanto KONSEP PEMIMPIN NASIONAL YANG BAIK: SURVEY PADA MASYARAKAT JAKARTA .......................................................................... Handrix Chrisharyanto, Tia Rahmania dan Fatchiah E Kertamuda PERAN KECENDERUNGAN KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NARSISTIK TERHADAP KECENDERUNGAN ANOREXIA NERVOSA PADA MODEL PEREMPUAN ..................................................................... Sowanya Ardi Prahara PROKRASTINASI AKADEMIK DALAM PENYELESAIAN SKRIPSI .......... Dyah Ayu Noor Wulan dan Sri Muliati Abdullah
iii iv v
1-22
23-43
44-54
55-74
EFEKTIVITAS TERAPI SPRITUAL EMOTION FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA REMAJA SEBAGAI RESIDEN NAPZA ........................................................................................ 75-101 Metty Verasari SISTEM DAN KEBIJAKAN MANAJEMEN KARIR SDM HOTEL X DI YOGYAKARTA ............................................................................................ 102-116 Mayreyna Nurwardani FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN DI BALI DALAM MEMBELI KENDARAAN PRIBADI ...................................................................................................... 117-130 Dewi Puri Astiti PEDOMAN PENULISAN NASKAH .............................................................
131
v
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU TEROR PADA NARAPIDANA KASUS TERORISME DI INDONESIA Diannitha Phobe Yuliani Pertiwi Handrix Chrisharyanto Program Studi Psikologi, Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, Jakarta, Jl. Gatot Subroto Kav. 97, Mampang Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12790 Email :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku teror pada narapidana kasus terorisme di Indonesia. Penyebaran kuesioner dilakukan di Rutan Kepolisian yang menangani kasus terorisme, yaitu Rutan Polda Metro Jaya dan Rutan BRIMOB Kelapa Dua. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel insidental dengan jumlah responden yang didapat, yaitu pilot study berjumlah 30 responden dan field study berjumlah 60 responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala religiusitas dengan dimensi menurut Glock dan Stark, sedangkan skala sikap terhadap perilaku terorisme terdiri dari aspek sikap menurut Azwar, dan karakteristik perilaku terorisme menurut Terrorism Act 2000, UK yang kemudian seluruhnya dibuat oleh peneliti. Skala religiusitas berjumlah 26 item (Cronbach’s Alpha=0,751), sedangkan skala sikap terhadap perilaku teror berjumlah 24 item (Cronbach’s Alpha=0,756). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku teror pada narapidana kasus terorisme di Indonesia dengan nilai taraf signifikansi p=0,325 dan r=-0,129. Kata kunci : Religiusitas, Sikap, Perilaku Teror, Tahanan Terorisme THE RELATIONSHIP BETWEEN RELIGIOUSNESS WITH THE ATTITUDE TOWARDS TERROR BEHAVIOR ON PRISONERS OF TERRORISM CASES IN INDONESIA ABSTRACT This research aims to see the relationship between of religiousness with the attitude towards terror behavior on prisoners of terrorism cases in Indonesia. The questionnaires distributed on Polda Metro Jaya and BRIMOB Kelapa Dua prisons, that specially handle the cases of terrorisms. This research used incidental sampling technique with number of respondents in this research was 30 respondents for pilot study and 60 respondents for field study. The measuring instrument used in this research are two scales that researcher created based on processing of religiousness scale with dimensions according to Glock and Stark, while the attitude towards terror behavior scale consists of attitude aspects according to Azwar and terror behavior characteristics according to Terrorism Act 2000, UK. The total of religiousness scale is 26 items (Cronbach’s Alpha=0,751), while attitude towards terror behavior scale is 24 items (Cronbach’s Alpha=0,756). Technique of the data analysis used is correlation technique of pearson product moment. The result showed that there is no relationship between the levels of religiousness with the
1
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
attitude towards terror behavior that performed by the prisoner of terrorism action in Indonesia with significance level p=0,325 and r=-0,129. Keywords : Religiousness, Attitude, Terror Behavior, Prisoners of Terrorism
PENDAHULUAN
pelaku teror yang hingga tahun 2012 sudah tercatat lebih dari 600 orang
Indonesia
merupakan
salah
satu negara yang terdapat fenomena aksi
terorisme.
Densus 88 AT Polri.
dengan
Di Indonesia terdapat sebuah
fenomena tersebut dapat dikatakan
undang-undang yang dapat dijadikan
hingga
acuan dalam menentukan keterlibatan
saat
Terkait
pelaku yang berhasil ditangkap oleh
ini
terorisme
masih
tergolong ada dan bahkan menjadi
individu
suatu
cukup
tergolong ke dalam perilaku teror,
besar di Indonesia (Andalas, 2009).
yaitu undang-undang nomor 15 tahun
Berdasarkan data yang diberikan oleh
2003 tentang tindak pidana terorisme.
Densus 88 AT Polri, terorisme di
Berdasarkan undang-undang nomor
Indonesia dapat dikatakan mengalami
15 tahun 2003 (Wahid, Sunardi &
perkembangan yang ditandai dengan
Sidik,
dua
menyatakan
permasalahan
hal,
yaitu
yang
adanya
jumlah
terhadap
2011)
hal-hal
yang
secara
bahwa
umum
individu
yang
peristiwa teror yang tercatat mulai
terlibat dalam terorisme merupakan
tahun 2000 hingga 2011 sudah terjadi
individu
lebih dari 35 peristiwa pemboman.
perbuatan
Dalam
secara
dekade
pemboman
ini,
melawan
sistematis
bermaksud
untuk
dikatakan sebagai aksi yang paling
kedaulatan
bangsa
dipilih Kedua,
Indonesia
aksi
melakukan
dapat
oleh
di
terakhir
yang
teroris
dapat
dilihat
suatu
hukum, dan
yang
sengaja
menghancurkan dan
negara
(Milla,
2010).
dengan membahayakan bagi badan,
dari
jumlah
nyawa,
moral,
harta
benda,
2
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
kemerdekaan
orang
lain,
menimbulkan kerusakan umum atau
ISSN : 2087-1899
dalam beberapa kelompok-kelompok Islam tertentu.
kehancuran terhadap objek-objek vital
Imron
(2010)
mengatakan
yang strategis, menimbulkan suasana
bahwa keikutsertaan beberapa kaum
teror atau rasa takut secara meluas,
muslim
serta menimbulkan kerusakan atau
Islam dapat dikatakan didasari atas
kerugian baik dari segi kebutuhan
keinginan
pokok
dengan cara
rakyat,
lingkungan
peradaban,
rahasia
hidup,
dalam
kelompok-kelompok
untuk
mendirikan
NII
jihad. Hal tersebut
negara,
sesuai pula dengan yang dinyatakan
pendidikan,
oleh Turmudi dan Sihbudi (2005)
teknologi,
bahwa adanya situasi-situasi tertentu,
perindustrian, fasilitas umum, atau
yang mana terdapat banyak umat
fasilitas internasional.
muslim di dunia yang diperangi oleh
kebudayaan, perekonomian,
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Andrie
(2011)
bahwa
beberapa
kaum
dapat
kecenderungan
diantara individu-individu yang sudah
suatu
berhasil
bentuk
memunculkan
untuk
melakukan
kekerasan,
seperti
oleh
aparat
melakukan pemboman agar dapat
diproses
secara
memerangi
dinyatakan
bahwa
serta demi mempertahankan agama
tersebut
terbukti
Islam yang dianggap telah dinjak-injak
melanggar undang-undang nomor 15
oleh kaum kafir. Lebih lanjut, Imron
tahun 2003, serta dapat dinyatakan
(2010) menyatakan bahwa peristiwa
sebagai narapidana kasus terorisme.
penindasan
Berbicara
membuat
kepolisian hukum,
ditangkap
kafir,
dan dapat
individu-individu
terorisme
mengenai di
Indonesia,
narapidana tentunya
terdapat suatu keterlibatan pula di
khususnya
kaum
kafir
tersebut, beberapa di
sekaligus,
cenderung
umat
Indonesia
muslim merasa
marah. Adanya kemarahan tersebut
3
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ternyata
mampu
beberapa
umat
mengarahkan muslim
untuk
ISSN : 2087-1899
tertangkap
(narapidana
terorisme),
bahwa:
melakukan balas dendam, seperti
Saya
munculnya
yang
karena awalnya saya ingin
bentuk
menegakkan syariat Islam
kecenderungan
untuk membawa Indonesia
untuk memberikan respon terhadap
ke jalan yang lebih baik,
suatu peristiwa, yang mana respon
karena
tersebut
Islam Indonesia akan lebih
aksi-aksi
digolongkan terorisme.
ke
dalam
Adanya
mampu
mengarahkan
melakukan
dengan
syariat
seseorang dalam membentuk suatu
baik.
perilaku, dapat disebut juga sebagai
mencari salah satu tokoh
sikap (Secord & Bacman, dalam
mujahid untuk bergabung
Azwar 2011).
dengannya dan diajarkan
Sikap dapat dikatakan sebagai suatu
kecenderungan
untuk
mendekati
menjauh
(avoid),
(tendency)
(approach) atau
Waktu
jihad
Aceh. Apa yang dilakukan
atau
ini bukan tindakan teror, ini
melakukan
perintah Allah yang wajib dilakukan.
terhadap suatu peristiwa, gagasan
(MN,
atau konsep
terorisme,
&
Nurihsan,
Narapidana
2005). Berkaitan dengan sikap para
13/07/2012, 15.31,
teroris
Pengadilan Negeri
untuk
perilaku
yang
memunculkan mengarah
suatu kepada
bentuk teror, dapat diketahui melalui hasil
wawancara
yang
saya
tentang pelatihan jihad di
sesuatu baik positif maupun negatif
(Yusuf
itu,
dilakukan
terhadap pelaku teror yang sudah
Depok) Berkaitkan
dengan
wawancara
tersebut,
bahwasannya
pelaku
hasil terlihat
cenderung
4
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
memunculkan sikap yang cenderung
Sebagaimana dengan adanya
tidak menyadari bahwa jihad yang
sikap positif yang dimunculkan pelaku
dilakukan lebih mengarah kepada
teror khususnya narapidana terorisme
bentuk terorisme atau pelanggaran
terhadap segala bentuk terorisme,
hukum. Hal tersebut sesuai dengan
Milla (2010) menjelaskan bahwa hal
yang dijelaskan oleh Majelis Ulama
tersebut dapat disebabkan pula atas
Indonesia (MUI) dalam Keputusan
dasar ingin menunjukkan komitmen
Fatwa nomor 3 tahun 2004 tentang
atau ketaatannya terhadap agamanya
terorisme bahwa jihad yang dilakukan
serta menjalankan ajaran agamanya
para pelaku teror cenderung berbeda
secara maksimal, seperti melakukan
dengan jihad yang dianjurkan dalam
pemboman yang dijadikan salah satu
ajaran agama Islam. Hal ini dapat
cara melakukan jihad. Oleh sebab itu,
dilihat dari tiga bentuk, yaitu (1) sifat;
para pelaku teror bersedia untuk
teror
melakukan
(cenderung
merusak)
dan
anarkis
jihad
dan
(melakukan
perbaikan meskipun dalam konteks peperangan),
(2)
(menciptakan
rasa
apapun,
jihad
dalam
meskipun
bentuk
dengan
cara
kekerasan.
tujuan;
teror
Dalam konteks psikologi, untuk
takut
dan
mengetahui seberapa besar komitmen
menghancurkan banyak pihak) dan
seseorang terhadap agamanya, dapat
jihad (menegakkan agama Allah SWT
dilihat melalui religiusitas (Paolutzian,
atau membela pihak yang terdzalimi),
1996). Glock dan Stark (dalam Ancok
(3) cara; teror (dilakukan tanpa aturan
dan
dan sasarannya tanpa batas) dan
bahwa
jihad (dilakukan dengan mengikuti
(religiusitas) dapat diketahui melalui
aturan syariat dengan sasaran yang
keyakinan
individu
terhadap
jelas).
agamanya
(dimensi
keyakinan),
Suroso,
2008)
menjelaskan
komitmen
beragama
5
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
aktivitas keagamaan yang dilakukan
untuk melakukan jihad tidak terlepas
(dimensi
mengetahui
dari usaha mereka dalam mendalami
hal-hal apa saja yang harus dijalankan
ajaran agamanya, serta menunjukkan
dan dijauhi sesuai ajaran agamanya
adanya suatu keyakinan atau ideologi
(dimensi pengetahuan), bagaimana
yang kuat terhadap agama yang
individu tersebut menghayati ajaran
diyakini (Milla, 2010). Lebih lanjut,
agamanya
penghayatan),
Hendropriyono (2009) menjelaskan
dan bagaimana ajaran-ajaran agama
bahwa keyakinan yang ditanamkan di
yang dipelajari dapat memberikan
dalam diri para pelaku terorisme
dampak
mampu memacu para pelaku untuk
peribadatan),
(dimensi
dalam
(dimensi
kehidupannya
pengalaman
atau
menunjukkan ketaatannya terhadap
konsekuensi). Lebih lanjut, Glock dan
agama
Stark (dalam Ancok et al., 2008)
melakukan jihad fi sabilillah. Dengan
menyatakan
demikian,
seorang
bahwasannya,
individu
jika
sungguh-sungguh
yang
diyakini,
seperti
dapat
dikatakan
bahwasannya keinginan jihad untuk
mengamalkan nilai-nilai agama yang
menunjukkan
dianutnya, seharusnya akan memiliki
komitmen
motivasi lebih untuk menjauhkan diri
(religiusitas),
dari hal-hal negatif atau yang dilarang
munculnya keinginan dari beberapa
oleh agamanya dibandingkan individu
umat Islam untuk menyetujui atau
yang tidak mengamalkan nilai-nilai
bahkan melakukan tindakan yang
agamanya.
mengarah kepada terorisme.
Sebagaimana dipaparkan religiusitas
yang
mengenai bahwa
dalam
telah konsep kasus
terorisme, para pelaku memutuskan
Untuk terorisme,
seberapa terhadap
besar agamanya
mampu
memahami kita
tidak
memicu
perilaku dapat
memisahkannya dengan acuan nilainilai
dan
sistematika
berpikir
6
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
keagamaan yang bersifat teologis.
penindasan, terutama pada golongan
Siraj
lain (Ali, 2007).
(2012)
mengemukakan
bahwasanya terdapat tiga sistematika
Berdasarkan
berpikir teologis dalam Islam, seperti;
konsep,
(1) Rasional (kedudukan akal tinggi,
paparan dari beberapa tokoh dapat
wahyu
menjelaskan
mengandung
arti
majazi,
hasil
pemahaman
wawancara,
bahwasanya
serta
adanya
manusia bebas dalam berbuat dan
kaitan antara religiusitas dengan sikap
berkehendak
menggunakan
para narapidana terorisme terhadap
daya ciptaan Allah, serta keadilan
suatu bentuk perilaku yang mengarah
Allah terletak pada sunatullah ciptaan
pada terorisme. Adanya keinginan
Allah di alam ini. (2) Tradisional
para
(kedudukan
menunjukkan
dalam
akal
rendah,
wahyu
narapidana
terorisme
suatu
komitmen
mengandung arti lafal, manusia tidak
terhadap
bebas
cenderung dapat memunculkan sikap
dalam
berbuat
dan
agamanya
untuk
berkehendak, serta kekuasaan dan
positif
kehendak mutlak Allah dengan ‘âdat
perilaku teror. Religiusitas yang baik
(kebiasaan)
seharusnya
mampu
berada ditengah-tengah antara ciri
individu
untuk
rasional dan tradisional. Berdasarkan
memunculkan perilaku yang bersifat
sistem pemikiran tersebut, terorisme
positif, akan tetapi fakta yang terjadi
dapat dikatakan berada di dalam
pada
golongan
mana
menunjukkan religiusitas yang baik
percaya
namun kecenderungan perilaku yang
dalam
dimunculkan lebih ke arah negatif,
alam.
(3)
tradisional,
mereka
lebih
kepada
kebenaran
Ilmu
yang
cenderung absolut
yang
terhadap
(religiusitas),
terorisme,
pemboman
segala
bentuk
mengarahkan cenderung
cenderung
agama, sehingga hal tersebut mampu
seperti
yang
menggiring mereka ke dalam suatu
menewaskan banyak orang.
dapat Oleh
7
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
sebab
itu,
peneliti
mengetahui
atau
tertarik
untuk
ISSN : 2087-1899
Teknik Pengambilan Sampel
membuktikan
Penelitian ini menggunakan teknik
keterkaitan religiusitas dengan sikap
pengambilan sampel non-probabilitas
terhadap perilaku teror yang akan
(non-random sampling), yaitu teknik
dilakukan
pengambilan
kepada
narapidana
kasus
beberapa terorisme
di
Indonesia.
sampel
yang
mendasarkan pada setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan
Berdasarkan
latar
belakang
yang sama (Jannah dan Bambang,
yang telah diuraikan di atas, maka
2010).
peneliti merumuskan permasalahan
pengambilan sampel non-probabilitas
sebagai berikut:
yang
Apakah
religiusitas
memiliki
Adapun
bentuk
digunakan,
pengambilan
teknik
yaitu
sampel sampling).
teknik insidental
hubungan dengan sikap terhadap
(incidental
perilaku teror pada narapidana kasus
Guilford
terorisme di Indonesia?
Laurentina & Melchor, 2008), teknik
dan
Menurut
Fruchter
(dalam
incidental sampling digunakan untuk MATERI DAN METODE
pengambilan sampel yang tersedia pada saat itu.
Responden Penelitian Responden
dalam
penelitian
ini
Alat Ukur Religiusitas
Pengumpulan
Data
adalah Warga Negara Indonesia yang Alat ukur religiusitas disusun menjadi narapidana kasus terorisme sendiri oleh peneliti berdasarkan 5 di Indonesia dan berada di Rutan dimensi religiusitas yang dijelaskan Polda Metro Jaya dan Rutan BRIMOB oleh Glock dan Stark (dalam Ancok & Kelapa
Dua.
Responden
dalam Suroso,
2008).
Adapun
jumlah
penelitian ini berjumlah 60 responden.
8
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
keseluruhan item dalam alat ukur ini
dilakukan maka didapatkan hasil nilai
yaitu 40 butir pernyataan, yang dapat
koefisien korelasi butir item bergerak
mencerminkan
besar
dari 0,306-0,816 dengan 10 item
religiusitas yang dimiliki responden.
gugur dari 34 item yang ada dan nilai
Berdasar
reliabilitas alat ukur religiusitas ini
seberapa
pada
analisis
koefisien
korelasi butir item dan reliabilitas yang
sebesar 0,766.
dilakukan maka didapatkan hasil nilai koefisien korelasi butir item bergerak
Teknik Analisis Data
dari 0,349-0,807 dengan 8 item gugur
Teknik
analisis
data
yang
dari 40 item yang ada dan nilai
digunakan dalam penelitian ini adalah
reliabilitas alat ukur religiusitas ini
korelasi
sebesar 0,750.
Jannah
Person dan
Product
Moment.
Bambang
(2010)
menjelaskan bahwa korelasi product Sikap terhadap Perilaku Teror Alat
sikap
merupakan
teknik
yang
terhadap
digunakan untuk mengukur kekuatan
perilaku teror disusun sendiri oleh
hubungan linier antara data yang
peneliti
dari
memiliki tingkat pengukuran interval
dimensi sikap Azwar (2011) yang
atau rasio dengan arah hubungan
masing-masing
simetrik.
dimensi
ukur
moment
berdasarkan
terdiri
perilaku
acuan
dari
teror
empat menurut
Terrorism Act 2000, UK (dalam wahid,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sunardi, dan Sidik, 2011). Adapun jumlah keseluruhan item pada alat ukur ini yaitu 34 butir pernyataan. Berdasar
pada
analisis
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Berdasarkan
data
yang
koefisien
didapat, peneliti melakukan analisis
korelasi butir item dan reliabilitas yang
deskriptif terhadap beberapa aspek
9
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
yang telah dikumpulkan. Berikut hasil
(mean)
analisis deskriptif yang terdiri dari
religiusitas (variabel X) dan sikap
informasi
terhadap perilaku teror (variabel Y).
mengenai
nilai
rata-rata
dan
standar
deviasi
Tabel 1. Hasil analisis nilai rata-rata religiusitas dan sikap terhadap perilaku teror dilihat dari demografis responden Demografis Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia Dewasa awal Dewasa madya Total Status Perkawinan Menikah Belum menikah Total Pendidikan Akhir SD SMP SMA Kuliah Tidak bersekolah Total Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Total
N
Prosentase
Mean R
SD R
Mean SPT
SD SPT
58 2 60
96,7% 3,3% 100%
91,95 96,00 92,08
11,378 5,657 11,231
48,28 33,00 47,77
11,734 1,414 11,861
48 12 60
80% 20% 100%
91,90 92,83 92,08
11,965 8,009 11,231
47,48 48,92 47,77
11,830 12,442 11,861
55 5 60
91,7% 8,3% 100%
92,62 86,20 92,08
11,214 10,756 11,231
47,07 55,40 47,77
11,692 12,260 11,861
3 15 27 12 3 60
5% 25% 45% 20% 5% 100%
96,00 96,00 91,44 88,83 87,33 92,08
13,000 7,020 9,488 17,694 8,622 11,231
55,33 44,27 51,15 42,08 50,00 47,77
7,371 12,481 12,073 9,662 8,000 11,861
53 7
88,3% 11,7%
92,49 89,00
11,404 10,033
47,38 50,71
11,222 16,750
60
100%
92,08
11,231
47,77
11,861
Pada Tabel 1, diperoleh informasi
variabel
mengenai
(mean)
terhadap perilaku teror. Perbedaan
terhadap
nilai rata-rata yang muncul belum
perilaku teror pada narapidana kasus
dapat dikatakan sebagai perbedaan
terorisme. Informasi nilai rata-rata
yang signifikan berdasarkan masing-
menunjukkan adanya perbedaan nilai
masing kategori pada tiap variabel.
rata-rata dari setiap kategori pada
Hal itu dikarenakan tidak dilakukan
religiusitas
nilai dan
rata-rata sikap
religiusitas
dan
sikap
10
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
analisis statistik uji perbedaan (t-test).
menikah
Berikut uraian mengenai deskripsi dari
dibandingkan dengan nilai rata-rata
nilai rata-rata setiap kategori yang
yang belum menikah 86,20. Pada
diperoleh.
sikap terhadap perilaku teror dapat
Berdasarkan
aspek
jenis
92,62
lebih
besar
dilihat bahwa nilai rata-rata yang
kelamin, dapat dilihat bahwa pada
menikah
religiusitas,
dibandingkan dengan nilai rata-rata
nilai
rata-rata
laki-laki
47,07
lebih
91,95 lebih rendah dari nilai rata-rata
status
perempuan
sikap
menikah 55,40. Berdasarkan aspek
terhadap perilaku teror, nilai rata-rata
pekerjaan, pada religiusitas nilai rata-
laki-laki 48,28 lebih besar dari pada
rata yang bekerja 92,49 lebih besar
nilai
33,00.
daripada nilai rata-rata yang tidak
Berdasarkan aspek usia, dapat dilihat
bekerja 89,00. Pada sikap terhadap
bahwa pada religiusitas, kelompok
perilaku teror, nilai rata-rata yang
usia dewasa madya memiliki nilai
bekerja 47,39 lebih kecil daripada nilai
rata-rata
rata-rata yang tidak bekerja 50,71.
96,00.
rata-rata
Pada
perempuan
92,83
lebih
besar
dibandingkan dengan kelompok usia dewasa
awal
Berdasarkan
belum
aspek
pendidikan, pada religiusitas tingkat
terhadap perilaku teror, kelompok usia
pendidikan SD (sekolah dasar) dan
dewasa madya memiliki nilai rata-rata
SMP (sekolah menengah pertama)
48,92
dibandingkan
memiliki nilai rata-rata yang lebih
dengan kelompok usia dewasa awal
besar daripada tingkat pendidikan
47,48.
lainnya, yaitu sebesar 96,00. Pada
besar
Berdasarkan
Pada
yang
sikap
lebih
91,90.
perkawinan
kecil
aspek
status
religiusitas
yang
tidak
bersekolah
perkawinan, dapat dilihat bahwa pada
memiliki nilai rata-rata 87,33, yang
religiusitas
berarti paling rendah daripada tingkat
nilai
rata-rata
yang
11
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
pendidikan
lainnya.
sikap
sikap terhadap perilaku teror, tingkat
terhadap perilaku teror, pendidikan
pendidikan “kuliah” memiliki nilai rata-
SD (sekolah dasar) memiliki nilai rata-
rata
rata
dibandingkan dengan nilai rata-rata
55,33
yang
Pada
ISSN : 2087-1899
lebih
besar
dibandingkan dengan nilai rata-rata
42,08
pada
tingkat
yang
lebih
rendah
pendidikan
lainnya
pada tingkat pendidikan lainnya. Pada Tabel 2. Skor mean empirik dan mean teoritik variabel penelitian Variabel Religiusitas Sikap terhadap perilaku teror
Empirik (ά ) Maks Mean SD 104 92,08 11,231
Min 41 24
71
47,77
11,861
Min 26 24
Teoritik (µ) Maks Mean 104 78 96
72
SD 13 12
Tabel 3. Gambaran pengkategorian variabel religiusitas Norma 91 – 104 65 – 90 26 – 64
Kategori Tinggi Sedang Rendah Total
Jumlah 36 23 1 60
Prosentase 60% 38,33% 1,67% 100%
Tabel 4. Gambaran pengkategorian variabel sikap terhadap perilaku terror Norma 84 – 96 60 – 83 24 – 59
Kategori Positif Netral Negatif Total
Berdasarkan
data
pada
Jumlah 0 7 53 60
Tabel
2
Prosentase 0% 11,67% 88,33% 100%
X < M – 1 SD
mengenai skor mean teoritik yang
: Kategori Tinggi
acuan
M – 1 SD ≤ X < M + 1 SD : Kategori
dalam pembuatan pengkategorian tiap
Sedang
diperoleh,
variabel.
dapat
Adapun
kategorisasinya (Azwar, 2012):
dijadikan
standar sebagai
norma berikut
M + 1 SD ≤ X
: Kategori Rendah
Berdasarkan Tabel 3 dapat diperoleh informasi bahwa religiusitas
12
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
responden kasus
penelitian
terorisme)
(narapidana
tergolong
tinggi.
ISSN : 2087-1899
correlation dan reliabilitas alat ukur, peneliti
melakukan
hipotesis
hipotesis
penelitian
Berdasarkan Tabel 4 dapat diperoleh
penelitian.
informasi bahwa pada variabel sikap
dilakukan untuk membuktikan apakah
terhadap
para
hipotesis
terorisme
terhadap
narapidana
kasus
perilaku
teror
Uji
uji
yang
diajukan
dalam
penelitian dapat diterima atau ditolak.
cenderung negatif.
Berikut Tabel hasil uji hipotesis yang
Hasil Uji Hipotesis
diperoleh:
Setelah pengkajian
peneliti
mengenai
melakukan item
total
Tabel 5. Hasil korelasi pearson: religiusitas dan sikap terhadap perilaku terror Pearson Correlation (r) -.129 Berdasarkan
data
dari
p/signifikan .325
Tabel
5,
N 60
diterima. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa hasil korelasi product
disimpulkan
bahwa
moment pada penelitian ini diperoleh
hubungan
nilai koefisien korelasi r=-0,129 dan
religiusitas dengan sikap terhadap
nilai p=0,325. Hal ini menunjukkan
perilaku teror pada narapidana kasus
bahwa nilai koefisien korelasi antara
terorisme.
yang
tidak
signifikan
terdapat antara
religiusitas dengan sikap terhadap perilaku teror bernilai negatif yang berarti bahwa, setiap kenaikan pada
Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan
satu variabel akan diikuti dengan
mengenai
penurunan
religiusitas dengan sikap terhadap
pada
variabel
lainnya.
hubungan
teror
pada
antara
Selain itu, pada nilai p>0,05 yang
perilaku
narapidana
berarti bahwa hipotesis null (Ho)
terorisme di Indonesia, menunjukkan
13
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
bahwasanya tidak terdapat hubungan
(dalam Wahid, Sunardi & Sidik, 2011),
yang signifikan (Ho diterima). Hal
yang
tersebut dapat dikatakan bahwasanya
ketidakadilan
tinggi
beberapa individu yang masuk ke
atau
rendahnya
religiusitas
narapidana terorisme tidak memiliki
dalam
hubungan
terkait
narapidana perilaku
kelompok
berlangsung lama
pada
suatu
tidak
kepada
ada
dirasakan
terorisme
sikap
mengarah
bahwa
yang
dengan
tersebut
yang
menjelaskan
dan cenderung
perubahan.
ketidakadilan
sudah
yang
Adanya dirasakan
bentuk teror. Berkaitan dengan hasil
beberapa individu dalam kelompok
tersebut, agama ataupun komitmen
terorisme, menurut Andalas (2010)
individu terhadap agama yang diyakini
dapat dilihat dari adanya konflik, yang
(religiusitas) bukanlah menjadi suatu
mana kaum muslim banyak diperangi
hal
oleh bangsa-bangsa asing (seperti,
yang
paling
utama
dalam
membuat beberapa individu masuk ke
Amerika
dan
dalam golongan terorisme.
adanya
respon
Andalas (2010) menjelaskan
cenderung
sekutunya), pemerintah
kurang
serta yang
menanggapi
bahwa salah satu penyebab individu-
penindasan yang dialami oleh umat
individu
cenderung
melakukan tergolong dikarenakan
suatu pada
memilih
untuk
muslim, seperti di Palestina, Irak dan
tindakan
yang
sebagainya.
terorisme,
yaitu
(2001)
adanya
juga
Selain
itu,
Wilkinson
menegaskan
bahwa
ketidakadilan
terorisme lebih diidentikkan dengan
yang diberikan pemerintah terhadap
motif politik, selain disebabkan karena
masyarakat (khususnya umat Islam).
adanya ketidakadilan yang diberikan
Hal tersebut sesuai pula dengan hasil
pemerintah, bentuk-bentuk terorisme
penelitian yang diperoleh Lembaga
juga muncul untuk dijadikan cara
Pengkajian
dalam
Strategis
Indonesia
mengekspresikan
rasa
14
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
kebencian beberapa individu terhadap
cenderung tinggi, yang mana dapat
budaya
diketahui melalui tindakan-tindakan
barat
(seperti
minum
minuman keras, pergaulan bebas,
yang
narkoba, perkawinan sesama jenis,
(narapidana
memamerkan aurat dan lain-lain).
mempelajari banyak hal secara lebih
Selain
halnya
dilakukan
pelaku
terorisme)
teror dalam
penjelasan
mendalam terkait jihad yang diyakini.
sebelumnya, keinginan para pelaku
Adapun usaha untuk memperdalam
teror untuk melakukan jihad lebih
ajaran-ajaran
mengarahkan pada adanya keinginan
narapidana
untuk menunjukkan seberapa besar
beberapa
komitmen
seperti melakukan salat wajib dan
keimanannya
terhadap
agama terorisme aktivitas
para
melakukan keagamaan,
ajaran agamanya, seperti melakukan
sunah
jihad untuk membela Islam dari orang-
berjamaah, berpuasa senin-kamis dan
orang kafir, membela umat muslim
Daud (satu hari puasa dan satu hari
yang
tidak), serta melakukan pengajian
tertindas,
dan
sebagainya
yang
Islam,
dilaksanakan
(Imron, 2010). Hal tersebut sesuai
atau
pula, dengan hasil pengkategorian
keagamaan terkait dengan isu-isu
pada
jihad dan sebagainya. Oleh sebab itu,
variabel
menunjukkan teror
religiusitas, bahwasanya
(narapidana
yang pelaku
majelis
adanya
taklim
keterlibatan
atau
secara
pelaku
diskusi
teror
terorisme)
dalam suatu kelompok Islam dan
cenderung memiliki religiusitas yang
keinginannya melakukan jihad untuk
tergolong
pada
menunjukkan komitmen keimanannya
religiusitas.
terhadap ajaran agama Islam, tidak
tinggi
kategori
skor
Lebih
lanjut,
mengemukakan
berdasar
variabel
Andrie bahwa
(2010) religiusitas
yang dimiliki narapidana terorisme
sedikit pihak-pihak yang menyatakan bahwasanya cenderung
seseorang memiliki
sikap
yang untuk
15
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
menyetujui tindakan terorisme hingga
memberikan
bersedia melakukan segala bentuk
terhadap
terorisme,
dengan
tergolong ke dalam terorisme. Adapun
dilakukan
hal tersebut menunjukkan secara jelas
agama
dihubungkan
(tindakan
yang
mengatas-namakan agama). Berkaitan narapidana perilaku
yang
negatif
perilaku-perilaku
yang
bahwa adanya perubahan sikap yang
dengan
sikap
terorisme teror,
sikap
terhadap
diperoleh
hasil
terjadi pada narapidana terorisme. Ketika
individu
dinyatakan
dalam
kasus
terorisme,
terlibat individu
pengkategorian
yang
menunjukkan
tersebut tentunya melakukan segala
bahwa
yang
dimunculkan
bentuk perilaku yang tergolong ke
sikap
narapidana tergolong negatif.
Hal
dalam
terorisme.
Adapun
alasan
tersebut sesuai pula dengan hasil
mereka melakukan hal-hal tersebut
wawancara
dikarenakan
terhadap
beberapa
keinginan
untuk
narapidana terorisme pada tanggal 13
memperjuangkan
Agustus 2012 di Polda Metro Jaya,
dengan melakukan jihad, sehingga
yang
membuat
diperoleh
hasil
bahwa
agama
mereka
cenderung
narapidana terorisme tidak menyetujui
menghalalkan
segala
yang
dapat merealisasikan jihad tersebut,
dinyatakan secara hukum sebagai
meskipun menggunakan kekerasan
perilaku
Menurut
(seperti, pemboman). Hal tersebut
penjelasan para narapidana tersebut,
tentunya dapat terlihat bahwasanya
segala
terorisme
ada sikap positif yang ditunjukkan
termasuk ke dalam hal-hal yang
para pelaku teror terhadap perilaku
melanggar hukum dan keluar dari
teror. Kemudian, setelah dinyatakan
hukum-hukum jihad, sehingga mereka
bahwa beberapa pelaku teror terbukti
cenderung
terlibat
bentuk
perilaku
terorisme.
bentuk
tidak
perilaku
menyetujui
atau
dalam
segala
Islam
kasus
cara
untuk
terorisme
16
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
(narapidana terorisme), sikap yang
itu, dapat dikatakan bahwa adanya
dimunculkan
program deradikalisasi yang diberikan
cenderung
negatif.
Kecenderungan untuk memunculkan
aparat
sikap negatif terhadap perilaku teror,
dengan
disebabkan
karena
narapidana
perenungan
yang
adanya telah
suatu mereka
kepolisian
kembali
serta
keinginan
di
tersebut
melakukan
diperkuat dalam
diri
untuk
tidak
perilaku
yang
lakukan, sehingga membuat mereka
tergolong terorisme, mampu membuat
cenderung
bahwa
beberapa narapidana menunjukkan
tindakan-tindakan terorisme (seperti,
sikap yang negatif terhadap perilaku
pemboman)
teror.
menyadari
merupakan
perilaku-
perilaku yang menyalahi aturan dalam
Selain itu, dalam penelitian ini
jihad. Lebih lanjut, berdasarkan hasil
didapatkan pula informasi tambahan
wawancara
yang menunjukkan keterkaitan pelaku
dengan
salah
satu
anggota Densus 88 AT Polri pada
teror
tanggal 13 Agustus 2012 di Markas
tertentu.
Besar Kepolisian Jakarta, diperoleh
berdasarkan hasil analisis demografis
hasil bahwasanya perubahan sikap
pendidikan
yang terjadi dari beberapa narapidana
Manullang et al. (dalam Milla, 2010)
terorisme
karena
menjelaskan bahwa individu yang
benar-benar
terlibat di dalam kelompok terorisme
memiliki keinginan untuk bertaubat,
di Indonesia, didasari dengan latar
serta
belakang
disebabkan
beberapa
diantaranya
mengikuti
deradikalisasi pembinaan dimiliki
program
(diskusi
sesuai
narapidana,
keagamaan,
keahlian dan
yang
lain-lain)
secara sungguh-sungguh. Oleh sebab
di
dalam Hal
suatu
itu
dan
kelompok
dapat
status
pendidikan
diketahui
pekerjaan.
dan
status
pekerjaan yang berbeda. Beberapa individu kelompok
yang
bergabung
terorisme
di
dalam
Indonesia
memiliki pekerjaan dan pendidikan
17
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
yang tinggi. Berdasarkan data analisis
akan dikirimkan ke dalam suatu misi
tambahan pada Tabel 4.1 diperoleh
terorisme yang lebih kompleks dan
hasil, bahwa prosentase terkecil dari
berdampak lebih besar. Dalam proses
segi
pada
untuk melakukan suatu misi terorisme
individu yang tidak bersekolah dan
pun membutuhkan segala macam
pendidikan akhir sekolah dasar (SD)
bentuk
sebesar 5 %, yang artinya terdapat
pendanaan. Adanya individu yang
90% narapidana terorisme memiliki
bergabung dengan pendidikan dan
pendidikan akhir dari SMP (sekolah
perekonomian yang baik, diharapkan
menengah pertama hingga sarjana).
mampu
Selain itu, jika dilihat dari segi status
terkait pengumpulan dana (Imron,
pekerjaan terdapat 88,3% responden
2010).
yang
pendidikan
masuk
ke
didapatkan
seperti
memberikan
perihal
sumbangsih
kategori
Sedangkan, dari segi tingkat
bekerja. Hal tersebut dapat dikatakan
pendidikan yang rendah pun mampu
bahwa, sebagian besar narapidana
memberikan dampak pada beberapa
kasus terorisme dalam peneliti ini,
individu untuk bergabung ke dalam
memiliki
yang
kelompok terorisme. Hal ini dijelaskan
cukup baik dan bekerja. Benmelech,
oleh Ehrlich dan Liu (2002) bahwa,
Berrebi dan Klor (2009) mengatakan
kondisi perekonomian yang buruk dan
bahwa banyak kelompok terorisme
pendidikan yang rendah pun mampu
merekrut orang-orang yang masuk ke
memberikan peluang bagi kelompok
dalam kategori berpendidikan dan
terorisme untuk merekrut individu-
memiliki
individu yang berada didalam kondisi
jenjang
dalam
persiapan,
pendidikan
pekerjaan.
Hal
itu
dikarenakan, agar orang-orang yang
perekonomian
memiliki
dapat
pendidikan rendah. Hal itu biasanya
dijadikan otak dalam terorisme yang
ada peran serta dari para anggota
kualitas
tersebut
yang
buruk
atau
18
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
yang
cenderung
kemampuan, pendidikan
memiliki
pengalaman yang
dan
peneliti
menemukan
keterbatasan dalam
adanya
penelitian ini.
untuk
Adapun keterbatasan yang ditemukan
mendoktrin individu-individu tersebut
yaitu, (1) pada saat pengambilan data,
untuk bergabung ke dalam jaringan
peneliti
terorisme. Kebanyakan diantaranya
pengkategorian antara pelaku teror
akan didoktrin untuk melakukan jihad
yang
dengan cara bom bunuh diri, dengan
narapidana terorisme, maupun yang
keyakinan yang ditanamkan bahwa
sudah menjalani masa hukuman. (2)
melakukan bom bunuh diri akan dapat
Selain
membuat
melakukan
mereka
baik
ISSN : 2087-1899
masuk
surga.
tidak
baru
itu,
melakukan
dinyatakan
peneliti
sebagai
juga
pengkategorian
tidak antara
Selain itu, menurut Stanovich dan
narapidana terorisme yang terbukti
West (dalam Milla, 2010) adanya
bersalah
faktor
untuk
tindakan
sosok
pemboman) ataupun hanya sekedar
kepercayaan
menunjukkan
diri
sebagai
karena
telah
melakukan
terorisme
mukmin atau individu beragama yang
melakukan
baik, serta taat pada ajaran agamanya
diasumsikan berkaitan dengan kondisi
(menjalankan kehidupan berdasarkan
sikap yang cenderung dimunculkan
dan
berbeda oleh narapidana terorisme
ajaran-ajaran mentauladani membuat melakukan
Al-Qur’an Rasulullah
pelaku segala
teror hal
SAW),
perencanaan.
(seperti
Hal
ini,
terkait dengan perilaku teror.
tersebut hingga
KESIMPULAN
melakukan jihad yang mengarah pada kekerasan (seperti pemboman). Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan
dalam
pembahasan,
Berdasarkan
hasil
analisis
data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan
bahwa
penelitian
ini
19
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
menerima Ho (hipotesis null), yang
ISSN : 2087-1899
DAFTAR PUSTAKA
berarti tidak terdapat hubungan yang Ali, I. H. 2007. Menelusuri sejarah dan signifikan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku teror pada narapidana
kasus
terorisme
di
makna
fundamentalisme
(penerjemah: Nurhadi). Dalam http://pcinu mesir.tripod.com/ilmiah/jurnal/i
Indonesia. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya religiusitas para pelaku yang menjadi
sjurnal/nuansa/Jan03/menelus uri %20Sejarah%20dan%20Makn a%20Fundamentalisme%20%
narapidana terorisme di Indonesia, tidak
memiliki
hubungan
terkait
28kajian%29.htm,
diakses
tanggal 8 Agustus 2012.
kecenderungan narapidana terorisme Ancok, D. & Suroso, dalam memunculkan perilaku teror atau sikap terhadap perilaku teror. Lebih lanjut, jika dilihat dari
F. N. 2008.
Psikologi islami solusi Islam atas
problem-problem
psikologi.
Yogayakarta:
Pustaka Pelajar. pengkategorian religiusitas religiusitas (narapidana
pada
variabel
didapatkan
bahwa
responden
penelitian
kasus
terorisme)
tergolong tinggi. Sedangkan, pada variabel sikap terhadap perilaku teror,
Andalas, M. 2010. Politik para teroris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Andrie, T. 2011. Kehidupan di balik jeruji:
Terorisme
kehidupan indonesia.
didapatkan bahwa sikap responden penelitian terorisme)
(narapidana terhadap
perilaku
kasus
dan
penjara Position
di Paper
Nomor 2. Jakarta: Institute for International Peace Building.
teror Azwar, S. 2011. Sikap manusia: Teori
tergolong rendah.
dan
pengukurannya,
edisi
kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
20
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
ISSN : 2087-1899
Azwar, S.. 2012. Penyusunan skala psikologi,
edisi
Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta:
kedua.
Kompas Media Nusantara.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Imron, Benmelech, E., Berrebi, C. and Klor, E.
F.
2009.
A.
2010.
Ali imron sang
pengebom. Jakarta: Penerbit
Economic
Republika.
conditions and the quality of suicide
terrorism.
Dalam
Jannah M. L. & Bambang, P. 2010.
http://www.economics.harvard.
Metode kuantitatif: teori dan
edu/faculty/benmelech/files/
aplikasinya. Jakarta: Rajawali
QOT
Pers.
January_16_2009.pdf,
diakses pada tanggal 17 Juni 2012.
Laurentina P. C. and Melchor A. C. 2008. Research methods and
Densus 88 Anti Teror Polri. 2012.
thesis writing. Philipine: Rex
Data-data aksi terorisme di indonesia. Besar
Jakarta: Polisi
Printing Company.
Markas Republik
Indonesia.
Majelis
Ulama
Indonesia.
Keputusan
fatwa
2004.
nomor
3
tahun 2004 tentang terorisme. Densus 88 Anti Teror Polri. 2012. Data jumlah narapidana kasus terorisme. Besar
Jakarta: Polisi
Dalam
http//www.mui.or.id,
diakses tanggal 17 Juni 2012.
Markas Republik
Indonesia.
Milla, N. M. 2010. Mengapa memilih jalan teror: Analisis psikologi pelaku
Ehrlich, P. R. & Liu, J. 2002. Some
teror.
Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
roots of terrorism. Journal of Population and Environment,
Paloutzian, F. R. 1996. Invitation to the psychology of religion, 2nd
Vol 24, No 2, 183-192.
edition. Hendropriyono, Terorisme:
M.
A.
2009.
Boston:
Allyn
and
Bacon.
fundamentalis
21
Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Mei 2014
Satuan Tugas dan Kejaksaan RI. 2009.
Kompilasi
ISSN : 2087-1899
Turmudi, E. & Sihbudi, R. 2005. Islam
peraturan
dan radikalisme di Indonesia.
perundang-undangan tentang
Jakarta: LIPI Press.
tindak pidana terorisme dan tindak pidana lintas negara. Jakarta:
Satuan
Wahid, A., Sunardi, & Sidik, I.M. 2011.
Tugas
Kejahatan terorisme perspektif
Penanganan Perkara Tindak
agama,
HAM
dan
hukum.
Pidana Terorisme dan Tindak
Bandung: Refika Aditama.
Pidana Lintas Negara. Wilkinson, P. 2001. Terrorism versus Siraj,
M.F.
2012.
Eksistensi
dan
democracy: The liberal state
konstruksi ilmu kalam sebagai
response.
disiplin
Cass.
keilmuan
relevansinya
dengan
Islam
London:
Frank
ilmu
managemen. Makalah dalam
Yusuf,
S.
&
Nurihsan,
J.
2005.
bimbingan
dan
diskusi perjumpaan Islam dan
Landasan
Sains,
konseling. Bandung: Remaja
Paramadina.
Universitas
Rosda Karya.
22