1
JURNAL PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM TERHADAP TANAH ULAYAT DI KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG
Oleh : YOSRIZAL CHAN NPM : 1010005600043
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015
i
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG
LEMBARAN PERSETUJUAN JURNAL No.Reg: SYAH/512/II/SKP/IH-2015
NAMA
: YOSRIZAL CHAN
NPM
: 1010005600043
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM JUDUL
: PENGADAAN
TANAH
BAGI
PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM TERHADAP TANAH ULAYAT DI KECAMATAN KURANJI PADANG
Pembimbing I
Pembimbing II
H, SYAHRIAL RAZAK, SH., MH.
YEVENDRI, SH., MH.
ii
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM TERHADAP TANAH ULAYAT DI KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG (YOSRIZAL CHAN : 1010005600043, Fakultas Hukum Unitas, 22 halaman) ABSTRAK Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria, di Provinsi Sumatera Barat, tanah yang tersedia pada umumnya tanah ulayat. Hubungan antara tanah ulayat dengan masyarakat hukum adat yang menguasai bukan hanya bersifat duniawi semata akan tetapi juga bersifat magis dan religius. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA dikenal bermacam-macam hak atas tanah. Penghargaan atas hak tanah tersebut berarti melakukan tindakan-tindakan yang tidak merugikan pihak yang memiliki hak atas tanah. Kalaupun dimanfaatkan pembangunan baik itu dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umum. Penilaian atas hak-hak tersebut harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 36 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyatakan : “Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah. Pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dinyatakan : “Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Permasalahan penelitian ini adalah : (1)Bagaimana prosedur dan tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terhadap tanah ulayat, (2) Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan pengadaan tanah ulayat bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, (3) Apakah upaya yang ditempuh dalam menghadapi kendala-kendala pengadaan tanah ulayat bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji Kota Padang. Guna menjawab permasalahan digunakan pendekatan yuridis empiris atau sosiologis, dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder melalui wawancara, studi dokumen dan studi kepustakaan kemudian diolah dengan melakukan kegiatan data entry, pengditan, tabulating selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan sekaligus kesimpulan penelitian ini prosedur dan tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji menggunakan dua aturan. Pertama sesuai dengan Perpres No 65 2006 kemudian Undang-Undang No 2 Tahun 2012. Upaya yang dilakukan pemerintah/pemerintah daerah yang membutuhkan tanah melakukan pengadaan menggunakan kedua aturan sesuai dengan berlakunya. Kesulitan yang ditemukan lebih banyak pada musyawarah. Upaya yang dilakukan mencarikan tokoh diluar internal kaum untuk mendapatkan kata sepakat yang lebih kongkrit.
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai social aset dan capital aset. Tanah sebagai social aset adalah, sebagai sarana pengikat kesatuan di kalangan lingkungan sosial untuk kehidupan dan hidup. Sedangkan tanah sebagai capital aset adalah sebagai modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi.1 Tanah merupakan sumber daya alam yang strategis bagi bangsa, negara dan rakyat, maka di dalam konstitusi yakni pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara. Kewenangan negara ini kembali diatur dalam Pasal 2 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, selanjutnya disingkat UUPA yang mencakup, antara lain: 1. Mengatur dan menyelenggaraklan peruntukan, penggunaan, presediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Saat ini, kebutuhan tanah sebagai capital aset semakin meningkat, sebab banyaknya pembangunan dibidang fisik baik di kota maupun di desa. Pembangunan seperti itu membutuhkan banyak tanah. Kebutuhan akan tersedianya tanah untuk keperluan pembangunan tesebut memberikan peluang terjadinya pengambilalihan tanah bagi proyek, baik untuk kepentingan negara, kepentingan umum, maupun untuk kepentingan bisnis. Keterbatasan tanah dan banyaknya pembangunan menyebabkan pergesekan. Disatu sisi pembangunan sangat membutuhkan tanah sebagai sarana utamanya, sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat permukiman dan tempat mata pencahariannya. 2Untuk itu, pemerintah perlu mengeluarkan, kebijakan pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum. Untuk memperoleh tanah-tanah tersebut dilaksanakan pengadaan tanah.3 Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi mendukung terlaksananya pembangunan, dimana dalam melakukan pengadaan tanah tersebut terkait beberapa peraturan-peraturan, sebagai berikut: 1
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Ke pentingan Umum, Bayumedia Malang, 2007, Hal I 3 Abdurahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal 9 4 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan:Regulasi, Kompensasi Penegakan Hukum, Pustaka Margareta, Jakarta, Hal127
2
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). 2. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya: 3. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang telah disempurnakan oleh: 4. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor 6 Tahiun 2006 hanya mengatur mekanisme pengadaan tanah dan tidak digunakan untuk melakukan Hak Atas Tanah yang pada hakikatnya merupakan substansi undang-undang. 5. Peraturan Mentri Agraria /Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomo 1 Tahun 1994 masih digunakan sebagai pedoman pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum karena hingga saat ini belum ada peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Ha-hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya. 7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. . Selain terkait peraturan perundang-undangan tersebut diatas, dalam implementasi pengadaan tanah perlu diperhatikan beberapa prinsip yaitu : 1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus ada landasan haknya. 2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa. 3. Cara memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorang/badan hukum harus melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan dan 4. Dalam keadaan yang memaksa, artinya jalan lain yang ditempuh agar maka presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak, tanpa persetujuan subyek hak menurut UU Nomor 20 Tahun 1961.
3
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, menyatakan, “Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Pasal 1 angka 10 menegaskan lagi “Ganti kerugian adalah penggantian layak dan adil kepada yang berhak dalam proses pengadaan tanah”. Maka jelas terlihat, bahwa dalam undang-undang yang baru mengenai pengadaan tanah, semakin memberikan peluang keadilan bagi masyarakat yang tanahnya diambil untuk pembangunan demi kepentingan umum. Berangkat dari paparan di atas, penulis tertarik untuk mengkajinya lebih jauh mengenai pengadaan tanah ini dengan menuangkannya dalam sebuah karya tulis ilmiah berupa skripsi dengan judul : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Terhadap Tanah Ulayat Di Kecamatan Kuranji Kota Padang. B. Rumusan Masalahan Berangkat dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas. Dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prosedur dan tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terhadap tanah ulayat di Kecamatan Kuranji Kota Padang ? 2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan pengadaan tanah ulayat bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji Kota Padang ? 3. Apakah upaya yang ditempuh dalam menghadapi kendala-kendala pengadaan tanah ulayat bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji Kota Padang C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan ini untuk mengetahui. 1. Prosedur dan tata cara pengadaan tanah ulayat bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji, Kota Padang ? 2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengadaan tanah ulayat bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terhadap tanah ulayat di Kecamatan Kuranji, Kota Padang ? 3. Upaya apakah yang ditempuh dalam menyikapi kendala-kendala pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terhadap tanah ulayat di Kota Padang Kecamatan Kuranji. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat bagi semua pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis dan bagi pembangunan. 1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum agraria terutama pengadaan tanah ulayat dalam pembangunan.
4
2.
3.
Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan acuan bagi praktisi hukum dalam bidang pertanahan dalam melakukan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pengadaan tanah khususnya yang berkaitan dengan tanah ulayat. Bagi pembangunan, hasil penelitian ini diharapkan dapar memberikan masukan bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang, terutama yang berhubungan dengan pengadaan lahan atau tanah masyarakat guna menyokong pelaksanaan pembangunan tersebut.
4. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Untuk menjawab masalah yang dituangkan diatas, diperlukan satu metode. Agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode yuridis empiris yaitu penelitian ini bertujuan menggambarkan penerapan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan di Kecamatan Kuranji Kota Padang. 2. Sifat penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mampu memberikan gambaran pengadaan tanah ulayat di Kecamatan Kuranji Kota Padang sesuai dengan peraturan yang mengikatnya. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap objek yang menjadi pokok masalah.4 3. Jenis dan Sumbar Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah: a. Data Primer yaitu data yang diperoleh di lapangan (field research). Data ini adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. 5 b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri dari : 6 1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri atas : Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden 2) Bahan hukum sekunder yaitu karya ilmiah yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer seperti buku, dokumen atau kasus yang dikumpulkan oleh lembaga atau badan yang terkait serta bahan-bahan yang diperoleh dari tulisan-tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti seperti jurnal, koran, majalah dan internet. 4
http://hasrawati-hasrawati.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-penelitian-berdasarkan_20.html 5 6
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986.hlm. 13 Soerjono Soekanto. Ibit .hlm. 52
5
3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.7 1. Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi Pustaka/Dokumen Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan mencari dan mengumpulkan dokumen-dokumen yang digunakan dalam perbuatan hukum seperti surat keputusan, sertifikat-sertifikat, surat perjanjian dan lain sebagainya. b. Wawancara. Wawancara yaitu wawancara yang dilakukan dengan tim pembebasan tanah, dengan Kepala Bagian Pertahanan Pemerintah Kota Padang dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kuranji serta masyarakat adat. Bentuk wawancara yang digunakan adalah semi terstruktur yaitu wawancara yang tidak hanya berpedoman pada daftar pertanyaan tetapi juga dengan mengajukan pertanyaan dalam proses wawancara secara lisan. 2. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul diolah dengan kegiatan sebagai berikut: 1. Editing yaitu mengkoreksi dan menyeleksinya beberapa kali sehingga tidak ada yang terlupakan, tujuannya adalah untuk membetulkan semua data yang kurang jelas atau kurang lengkap. 2. Tabulating yaitu memasukan data yang sudah dikelompokan ke dalam tabel-tabel agar mudah dipahami. b. Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu: mengamati gejala hukum tanpa menggunakan alat ukur yang menghasilkan angka, tetapi berupa kalimat.
7
https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-normatif/
6
I. KAJIAN PUSTAKA A . Tinjauan Umum Tentang Tanah Ulayat 1. Pengertian Tanah Ulayat dan Hak Ulayat Tanah dan mayarakat hukum adat mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanahnya menciptakan hak yang memberikan masyarakat sebagai suatu kelompok hukum. Untuk menggunakan tanah untuk keuntungan masyarakat yang merupakan hak asli dan utama dalam hukum adat dilingkungan masyarakat hukum adat yang juga dianggap sebagai sumber hukum adat dan dapat dipunyai oleh seluruh anggota masyarakat adat tersebut. 8 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Metri Agraria / Kepala BPN Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tanah Adat Masyarakat Hukum Adat, menyatakan bahwa, “tanah ulayat adalah bidang tanah yang yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu” sementara pasal 1 ayat (1) menjelaskan, Hak ulayat dan yang serupa dengan itu dari masyarakat hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelansungan hidupdan kehidupannyayang timbul dari hubungan secara lahiriiah dan bathiniah turun temurun dan tidak antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.” Menurut Boedi Harsono dalam bukunya, hal ulayat masyarakat Hukum adat dinyatakan masih apabila memenuhi 3 unsur, yaitu : 9 a. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hokum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hokum adat. b. Masih adanya wilayah yang merupakan Ulayat masyarakat Hukum adat tersebut, yang didasari sebagai tanah kepunyaan bersama para warganya sebagai “lebensraum”nya. c. Masih adanya penguasa adat yang pada hakikatnya dan diakui oleh para warga Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana ulayat. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Metri Agraria / Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat menyatakan, hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : 8
Sukantie Arie Hutagalung. Program Redistribusi Tanah di Indonesia.,Rajawali Jakarta, 1983.Hal. 21 9 Boedi Harsono. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungannya Dengan TAP MPR IX/MPR/2001.,Universitas trisakti, jakarta 2002. Hal. 58
7
a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hokum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hokum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkingan hidup para warga persekutuan hokum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-sehari. c. Terdapat tatanan hokum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hokum tersebut. Menurut ajaran adat Minangkabau, hak ulayat merupakan kekuasaan atau kewenangan yang dipunyai masyarakat hokum adat atas wilayah atau ruangan tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk menikmati manfaat sumber alam untuk kelansungan hidup yang timbul dari hubungan lahiriah dan bathiniah turun temurun dari ninik monyang generasi sekarang yang diteruskan untuk generasi sekarang yang diteruskan utuk generasi yang akan datang. Hak ulayat itu sendiri meliputi segala tumbuh-tumbuhan, batu-batuan (mineral), dan segala yang ada diatas tanah, seperti laut, sungai, danau, telaga, lembah dan tanah serta juga ruang angkasa. 10 Hak atas tanah ulayat merupakan hak tertinggi di minangkabau yang terpegang dalam tangan penghulu, kaum, nagari, atau federasi beberapa nagari. Anggota kaum, suku atau nak nagari hanya mendapat pinjaman. Untuk ulayat kaum pemiliknya adalah semua anggota kaum, penguasaannya adalah penghulu dan mamak kepala waris, mamak kepala waris ialah lelaki tertua atau yang dituangkan dalam suatu kaum, kadangkadang seorang penghulu juga menjadi mamak kepala waris. 11 2. Jenis dan Asas-asas Tanah Ulayat Narullah Dt.tuo dalam tulisannya menyatakan, tanah ulayat di Minangkabau dapat dibedakan dari bentuk dak atas tanah yang timbul dari keterkaitan masyarakat dengan tanah sebagai berikut : 12 1. Tanah Ulayat Rajo Tanah ulayat ini penguasaannya adalah Rajo/ penghulu dan letaknya jauh dari kampong. Tanah ulayat rajo ini dalam bentuk hutan rimba, bukit dan gunung, padang dan belukar, rawang dan upaya, sungai dan danau, serta laut dan telaga. 2. Tanah Ulayat Nagari 10
Narullah Dt. Perpatih Nan Tuo. Tanah Ulayat Menurut Ajaran Adat Minang kabau,.,Singgalang Press 1999. 11 Djamaran Dt.Toeah, Tambo Alam Minangkabau,Pustaka Indonesia, Bukittinggi, 1985.hlm 26. 12 Narrullah Dt. Perpatih Nan Tuo, op.cit, Hal 7.
8
Tanah ulayat nagari letaknya dekat dari kampung. Tanah ini penguasaannya penghulu-penghulu dalam nagari. Tanah tersebut dapat berbentuk padang lalang, semak belukar, atau padang rumput, payau bukit, gunung, lurah, sungai, danau, tabek atau kolam, dan lain sebagainya. Penguasa tanah ulayat nagari tergantung pada system pemerintahan adat yang berlaku yaitu system pemerintahan koto piliang atau system pemerintahan ulayat bodi caniago. Menurut system pemerintahan koto piling, tanah ulayat tersebut di kuasai penghulu pucuk, sedangkan pada system pemerintahan bodi caniago, penguasaan tanah ulayat ialah penghulu-penghuludalam nagari. 3. Tanah Ulayat Suku Tanah ulayat suku ini dipunyai bersama seluruh anggota suku yang diwarisi secara turun temirun dalam keadaan utuh dan penguasaannya adalah penghulu suku. 4. Tanah Ulayat Kaum Tanah ulayat kaum ini dimiliki secara bersama dalam garis keturunan matrilineal yang diwarisi turun temurun dalam keadaan utuh yang tidak terbagi-bagi. Penguasaannya adalah penghulu kaum. 3. Hubungan Masyarakat Hukum Adat dengan Tanah Ulayat Bagi masyarakat adat minangkabau di sumatera barat tanah ulayat ini bagian dari pusako yaitu harta pusako tinggi. Diwarisakan turun temurun dari ninik ka mamak dari ka kamanakan menurut garis keturunan ibu (sistim matrilineal) sebagaimana dikatakan dalam petitih adat yang berbunyi: berek-berek turun ka samak dari samak mamakn padi, dari nink turun ka mamak, dari mamak turun ka kami. Disamping itu bagi otang minang pusako sebagai harta asli, lambing ikatan kaum yang bertalian darah dan supaya tali jangan putus, kait jangan sekah. 13 b. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 1. Pengertian dan Pengaturan Pengadaan Tanah Semakin meningkatnya pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah, untuk pengadaannya perlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Untuk itu pada tanggal 3 Mei tahun 2005 pemerintah mengeluarkan dan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kemudian untuk lebih meningkatakan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum pada tanggal 5 Juli 2006 13
M.S.Dt Rajo penghulu,Bahasa Orang Cerdik Pandai Minangkabau,Universitas Bung Hatta Dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Tk I Sumatera Barat, Padang 1991, hlm 389
9
Pemerintah memandang perlu menetapkan merubah Peratuaran Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dengan Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyatakan : “Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untu mendapatkan dengan cara memberikan ganti rugi akepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabuatan hak atas tanah. 2. Tujuan dan Prinsip Pengadaan Tanah Pembangunan infrastruktur bagaimanapun dalam merealisasikannya sangat memerlukan keberadaan tanah. Sementara ketersediaan tanah sangat terbatas, sehingga dalam melaksanakan pembangunan semacam ini perlu diatasi keterbatasan tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh dalah dengan cara pengadaan tanah, apakah itu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum maupun pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan swasta. Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 digunakan untuk pembangunan : a. Pertahanan dan keamanan nasional; b. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; c. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. Infrastruktur, minyak, gas dan panas bumi; f. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga listrik; g. Jaringan telekominikasi dan informatika pemerintah; h. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. Rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. Fasilitas keselamatan umum; k. Tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. Cagar alam dan cagar budaya; n. Kantor pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; o. Penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; p. Prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
10
q. Prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah; dan r. Pasar umum dan lapangan parikir. 3. Tata Cara Pengadaan Tanah Sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 2 peraturan pemerintah nomor 65 Tahun 2006 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang berbunyi, “ketentuan pasal 2 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : pasal 2, pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah” Ketentuan ini memberikan rambu-rambu kepada pemerintah atau perintah daerah bahwa dalam mengadakan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, cara yang harus dilalu atau ditempuh adalah dengan cara pelepaasan dan penyerahan hak atas tanah. Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarakan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan lebuh dahulu. Bagi daerah yang belum menetapakan Rencana Tara Ruang Wilayah pengadaan tanah dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada. Apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat keputusan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gebernur, maka bagi siapa yang ingin melakukan pembelian tanah diatas tanah tersebut, terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan tertulisdari Bupati/ Walikota atau Gubernur dengan kewenangannya. Pengadaan tanah untnuk kepentingan umum diwilayah Kabupaten/ Kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah yaitu panitia yang dibentuk untuk membantu pangadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Panitia pengadaan tanah tersebut bertugas sebagai berikut : a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang ada kaitannya dengan tanah yanag haknya akan dilepaskan atau diserahkan. b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang mendukungnya. c. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau serahkan. d. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan/ atau pemegang hak atas tanah
11
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi puplik baik melalui tatap muka, media cetak maupun elektronika agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkene rencana pembangunan dan/ atau pemegang hak atas tanah. e. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah dan atau pemerintah san/ atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/ atau besarnya ganti rugi. f. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada diatas tanah. g. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. h. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pangadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah yaitu kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat, sert keinginan untuk mencapai kesepakatan Apabila dalam musyawarah telah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah dan/ atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah, panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai dengan kesepakatan. Apabila tidak tercapai kesepakatan, panitia pengadaan tanah menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi dan menitipkan ganti rugi uang kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi keberadaan tanah, dalam hal terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan ganti rugi. Ganti rugi dimaksud diberikan untuk : a. Hak atas tanah, b. Bangunan, c. Tanaman, dan d. Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah Bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah pengganti dan/ atau pemukiman kembali. Dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaimana disebutkan diatas, maka dapat diberikan kompensasi berupa penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4.
Penyelesaian Sengketa Pengadaan Tanah Bagi pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan panitia pengadaan tanah dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/ Walikota, Gubernur atau Mentri Dalam Negeri sesuai kewenangan disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan. Buti/ Walikota, Gubernur atau Mentri Dalam Negeri sesuai kewenangannya mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan
12
besarnya ganti rugi tersebut dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah atau kuasanya. Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Bupati/ Walikota, Gubernur, atau Meneteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Bupati/ Walikota, Gubernur atau Meneteri Dalam Negeri sesuai kewenangan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada diatasnya. Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada diatasnya yang haknya dicabut tidak tersedia menerima ganti rugi sbagaimana ditetapkan dalam keputusan Presiden, karena dianggap jumlah nya kurang banyak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada diatasnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 Tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan HakHak Atas Tanah dadn Benda-Benda Yang ada diatasnya. Sementara pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, jika pemilik hak atas tanah selaku pihak yang berhak menolak besarnya ganti kerugian, berdasarkan hasil musyawarah, maka ganti kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat. Pada pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dijelaskan, dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/untuk besarnya ganti kerugain, pihak yang berhak dapat mengajuka keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama empat belas hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan negeri memutuskan bentuk besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerjasejak diterima pengaduan keberatan. Kemudina, pihak keberatan terhadap putusan pengadilan negeri maka diberikan waktu paling lama 14 hari untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung paling lambat memberikan keputusan 30 hari. Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar membayar ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan. Sedangkan dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian , tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah musyawarah penetapan harga ganti kerugian, karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian.
13
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Dan Tata Cara Pembebasan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Terhadap Tanah Ulayat di Kecamatan Kuranji Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kegiatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil bagi yang berhak. Penyelenggaran pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan untuk dimulai dengan tahapan perencanaan, setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum membuat perencanaan berdasarkan Tata Ruang dan Tata Wilayah dan prioritas pembangunan. Dilanjutkan dengan persiapan, persiapa dilakukan oleh pejabat pemerintah atau pemerintah daerah dalam bentuk tim persiapan. Kemudian tim persiapan memberitahukan rencana pembangunan pada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan. Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lemabaga Pertanahan. Kemudian, Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Setelah diketahui penguasaan, dilakukan penilaian ganti rugi. Penilaian besarnya ganti rugi bidang per bidang tanah meliputi: a. Tanah b. Ruang atas tanah dan bawah tanah c. Bangunan d. Tanaman e. Benda yang berkaitan dengan tanah dan / atau f. Kerugian lain yang dapat dinilai Sedangkan pemberian ganti dapat diberikan dalam bentuk, uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutkan dilakukan musyarwarah lembaga pertahan dengan pihak yang berhak. Paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian disampaikan Penilai (Apraisal). Kemudian pemberikan ganti kerugian, pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan langsung kepada pihak yang berhak. Sementara berdasarkan penelitian penulis, pengadaan tanah di Kecamatan Kuranji pada umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum bahwa, pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau
14
penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum untuk wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota yang dibentuk bupati/walikota. Panitia pengadaan tanah tersebut bertugas mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang mendukunya. Disamping itu juga bertugas sebagai menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena renana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik memalui tatap muka, media cetak maupun elektronik atat dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang akan terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah, mengadakan musyawarah engan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi pada para pemegang hak atas tanah, dan membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, serta mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten. Seperti pada pembebasan lahan untuk pembangunan Sekolah Dasar Nomor 36 Kelurahan Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji seluas 4.086 meter persegi atas nama Firdaus Rajo Alam, dari kaum Suku Tanjung pada tahun 2010. Lahan ganti rugi dibayarkan setelah keluarnya peta bidang dengan nomor 458/2010.14 Sehubungan dengan hal di atas, Walikota Padang selaku Kepala Pemerintah Daerah telah mengeluarkan Surat Keputusan Walikota Padang Nomor 07 A tahun 2006 Tenang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kota Padang sebagai dasar pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kota Padang. Dari hasil wawancara penulis, dapat dipertegas bahwa tanah ulayat yang digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji adalah tanah ulayat suku, satu dari empat jenis tanah ulayat yang dikenal, yakni tanah ulayat raja, nagari, tanah kaum dan tanah ulayat suku. Di Kecamatan Kuranji tanah ulaya dimiliki lima suku yakni, Suku Chaniago, Suku Koto, Suku Jambak, Suku Tanjuang dan Malayu (jumlah tanah ulayat)? Pada pengadaan tanah dilakukan melalui musyawarah yaitu, kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling menerima. Pendapat serta keinginan untuk mencapai kesepakatann mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan 14
Hasil wawancara dengan Kasubag Penyelesaian Masalah Pertanahan Fungsional Umum Bagian Pertanahan Pemerintah Kota Padang, Syafrizal pada tanggal 22 Februari 2015
15
kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanan, yang dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan tanah dalam rangka memperoleh kesepakatan mengenai pelaksanan oembangunan dilokasi yang setelah ditetapkan, bentuk dan besarnya ganti rugi. Sementara pengadaan tanah untuk kepentingan swasta pada prinsipnya dilakukan searalangsung antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemberian ganti rugi dengan berpedoman kepada asas musyawarah yang dilakukan secara langsung pada tempat yang telah ditentukan antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah bersama panitia pengadaan tanah, dan instansi pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah. Apabila dalam musyawarah diatas telah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan instansi Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah, Panitai Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai dengan kesepakatan. Ganti rugi dimaksud diberikan untuk hak atas tanah, bangunan, tanaman, bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah. Bentuknya dapat berupa uang, tanah pengganti dan/atau pemukiman kembali. Bentuk ganti rugi yang diberikan adalah berupa uang. Sementara sebagaimana diketahu Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum : Bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan sahan atau bentuk lainnya yang disetujui kedua belah pihak. Dimana besaran ganti kerugian diperoleh dari hasil musyawarah dan ditetapkan alam keputusan tentang bentuk dan besarnya ganti kerugiannyang akan diberikan kepada mereka yang berhak, bukan untuk kelompok masyarakat tertentu. Seperti pada penggantian bangunan dan tanaman bagi pembangunan jalan Evakuasi Tsunami Alai-By Pass pada 2007 atas nama Baharudin dari Kaum Suku Chaniago. Penggantian kerugian terhadap tanaman dan bangunan disertakan penyerahan tanah yang terletak pada RT 03 RW IV Kelurahan Lubuk Lintah, Kecamatan Kuranji.15 Artinya, ganti kerugian diserahkan langsung kepada pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau ndazir bagi wakaf. Dalam hal tanah, bangunan, tanaman, atau tanah dimiliki bersama-sama oleh beberapa orang, sedangkan satu atau beberap orang pemegang hak atas tanah tidak dapat ditemukan, maka ganti kerugian yang menjadi hak orang yang tidak dapat ditemukan tersebut dititipkan di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang diganti. Tentunya, jika hal ini terjadi pengadilan negeri yang dimaksud disini adalah PN Kelas IA Padang.
15
Hasil wawancara dengan Kasubag Penyelesaian Masalah Pertanahan Fungsional Umum Bagian Pertanahan Pemerintah Kota Padang, Syafrizal pada tanggal 22 Februari 2015.
16
B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Melakukan Pembebasan Tanah Ulayat Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kecamatan Kuranji. Sebagaimana telah diuraikan diatas, sebelum tanah dipergunakan oleh pihak yang membutuhkan tanah baik itu pemerintah daerah atau swasta, sesuai ketentuan berlaku, terlebih dahulu perlu dibentuk Panitia Pengadaan Tanah, kemudian panitia ini mengadakan musyawarah dalam rangka penentuan dan penetapan ganti kerugian natas tanah dan benda-benda yang berada di atasnya. Baik berupa bangunan atau sejenisnya maupun berupa tumbu-tumbuhan. Secara normatif, prosedur atau tata cara seperti ini, suatu hal yang sulit untuk dilaksanakan, namun dalam tataran praktis atau pelaksanaan di lapangan bukan suatu yang mudah untuk dioperasionalkan. Akan tetapi bukan suatu yang sulit pula untuk diselenggarakan jika semua itu berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku dan sesuai dengan maksud dan tujuan ketentuan ini dilahirkan yaitu, dalam rangka mencapai kesepahaman dalam pengadaan tanah untuk diberdayagunakan, persoalan demi persoalan akan dapat dihindarkan. Tapi apa mau dikata, ketika ketentuan ini dilaksanakan, namun digerogoti oleh berbagai kepentingan, sehingga kendala demi kendala tidak terelakan. “Biasanya antara nini kepala waris sering tidak cocok dengan kemenakannya, sehingga sulit mendapatkan keputusan yang jelas dari dalam kaum,”16 Kesulitan dalam melakukan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kecamatan Kuranji lebih banyak ditemui pada tahap pelaksanaan musyawarah dan penentuan ganti kerugian atas tanah yang mau dibebaskan. 1. Pada tahap musyawarah Karena tanah yang mau dibebaskan merupakan tanah ulayat, sehingga sulit memperoleh kesepahaman hukum diantara anggota kaum dalam artian sering terjadinya pertentangan antara orang-orang dalam kaum terutama dalam mendapatkan kata sepakat dalam hal melepaskan hak atas tanah ulata yang akan dibebaskan. 2. Penentuan dan penetapan ganti rugi Sulit menentukan berapa besarnya ganti rugi yang mau ditetapkan, hal ini dilatari oleh beberapa hal : a. Tidak adanya kesepahaman diantara anggota kaum pemilik tanah ulayat yaitu antara mamak sebagai kepala dalam suku dengan anak kemenakan, baik dalam hal esksitensi tanah ulayat maupun dalam hal besarnya harga ganti kerugian yang diberikan b. Sulitnya pihak yang berhak menerima hasil penilaian terhadap besarnya nilai ganti kerugian setelah ditetapkan oleh lembag penilai publik. Meskipun nilai yang ditetapkan tersebut sudah sesuai dengan harga pasar tanah.
16
Hasil wawancara dengan Sekretaris Camat Kuranji, Yoga Nathasa Amin, SSTP pada tanggal 23 Februari 2015 di Kantor Kecamatan Kuranji, Padang.
17
Mencermati apa yang dikemukakan oleh Bapak Yoga Nathasa Amin, SSTP di atas, menurut hemat penulis merupakan suatu hal yang wajar jika kesulitan tersebut dihadapi oleh panitia pengadaan tanah. Sebagaimana diketahi dasar penhitungan ganti rugi, yang dihitung oleh lembaga/tim penilai publik karena pesatnya pembangunan makin besarnya kebutuhan akan tanah, harga tanah menjadi lebih tinggi. C. Upaya-Upaya Yang Ditempuh Dalam Menghadapi Kendala-Kendala Pembebasan Tanah Ulayat Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kecamatan Kuranji. Diakui banyak kepentingan yang bermain dalam pengadaan tanah, apalagi digunakan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Disatu sisi ada kepentingan pemerintah daerah kota, sementara disisi lain ada kepentingan kelompok, masyarakat yang diantara satu person dengan person lainnya tidak sama. Disamping itu juga ada kepentingan orang banyak atau masyarakat. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi permasalahan sebagaimana dikemukanan diatas adalah : 1. Panitia Pengadaan Tanah (PPT), menghadirkan perwakilan dari masingmasing kaum yang menguasai atau memiliki secara komunal tanah ulayat yang dibebaskan yang berhak mengambil keputusan. Dalam penentuan besarnya nilai ganti kerugian tanah dan benda-benda yang melekat di atasnya lebih diterapkan prinsip musyawarah untuk mencapai kesepakatan atau kesepahaman tentang harga ganti kerugian atas tanah dan masingmasing benda yang berada diatasnya. 2. Menganjurkan kepada penguasa tanah ulayat, sehubungan tanah ulayat bukan milik seseorang akan tetapi merupakan milik semua anggota kaum, perlu dilakukan musyawarah baik terhadap besarnya nilai ganti rugi yang diterima dan konsekuensi pelepasan hak ulayat atas tanah yaitu, hilangnya hak adat (hak komunal) atas tanah ulayat yang dilepaskan. 3. Pemohon pengadaan tanah, meminta kepada Panitia Pengadaan Tanah (Camat) untuk berupaya melakukan pengadaan tanah sebaik mungkin tanpa adanya sengketa dikemudian hari.
18
4. IV. KESIMPULAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan 1. Prosedur dan tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan di Kecamatan Kuranji diawali dengan pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (PPT), dengan mengacu kepada SK Walikota Padang Nomor 07. A Tahun 2006, kemudian PPT mengadakan musyawarah guna menentukan dan menetapkan besarnya ganti rugi yang dituangkan dalam sebuah keputusan, terakhir penyerahan ganti rugi oleh pantia kepada yang berhak menerima kerugian. 2. Kesulitan dalam melakukan pengadaan tanah lebih banyak ditemua pada tahap pelaksanaan musyawarah dan penentuan ganti rugi atas tanah ulayat yang akan dibebaskan. Oleh Karena tanah yang mau dibebaskan merupakan tanah ulayat sulit memperoleh kesepahaman hukum diantara anggota kaum, terutama dalam mencapai kata sepakat dalam hal melepaskan hak atas tanah ulayat yang akan dibebaskan. Disamping itu, sulit menentukan berapa besarnya ganti rugi yang akan ditetapkan, disebabkan oleh : Tidak adanya kesepahaman diantara anggota kaum pemilik tanah ulayat yaitu, diantara mamak sebagai kepala dalam suku dengan anak kemenakan baik dalam hal eksistensi tanah ulayat maupun dalam hal besarnya harga ganti rugi yang diberikan dan tidak adanya ukuran yang pasti yang digunakan oleh pantiai pengadaan tanah dalam menghargai tanah dan segala sesuatunya yang berada diatasnya. 3. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan-hambatan sebagaimana dikemukakan di atas adalah Panitia Pengadaan Tanah (PPT), menghadirkan perwakilan masing-masing kaum yang menguasai atau memiliki secara komunal tanah ulayat yang dibebaskan yang berhak mengambil keputusan dalam penentuan besarnya nilai ganti rugi tanah dan benda-benda yang melekat diatasnya selain itu menganjurkan kepada penguaa tanah ulyata sehubungan tanah ulayat bukan milik seseorang akan tetapi merupakan milik semua anggota kaum, perlu dilakukan musyawarah baik terhadap besarnya ganti rugi yang diterima dan konsekuensinya pelepasan hak ulayat atas tanah yaitu hilangnya hak adat (hak komunal) atas tanah ulayat yang dilepaskan. B. Saran. 1. Pada dasarnya pengaturan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sudah bagus namun itu baru pada tataran yuridis formal. Akan tetapi secara praktis belum dimikian, untuk itu perlu konsistensi dalam penerapan aturan-aturan pengadaan tanah agar konflik demi konflik dalam pelaksanaan pembangunan tidak terjadi dikemudian hari. 2. Oleh karena itu, pembebasan tanah khususnya tanah ulayat merupakan salah satu pelepasan aset kaum atau suku, selauaknya dalam
19
menentukan besarnya nominal kerugian yang diderita oleh masyarakat kaum atau suku, diminimalisir sedemikian rupa agar tidak terjadi kerugian yang lebih besar lagi baik pada pembangunan yang dilaksanakan maupun bagi anggota masyarakat kaum atau suku itu sendiri. 3. Prinsip penghormatan atas hak-hak atas tanah masyarakat harus diterapkan secara konssiten sebab pembebasan lahan atau tanah yang dibutuhkan adalam rangka pelakanaan pembangunan untuk kepentingan umum bersinggungan dengan Hak Azazi Manusia (HAM).
20
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrahman, 1994, Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta Amiruddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Prenada Media, Jakarta Bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta Budi Harsono, 2002, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungannya Dengan TAP MPR IX/MPR/2001, Universitas Trisakati, Jakarta B. Ter Haar Bzn, (Beginselen en Stelsel van Het Adatrecht), 2001, Terjemahan K. Ng. Soebakti Poeponoto, 2001 Paradnya Pramita, Jakarta. John Salindiho, 1998, Masalah Tanah Dan Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta. H Narullah DT. Perpatih Nan Tuo, 1999, Tanah Ulayat Menuju Ajaran Adat Minangkabau, Singgalan Press, Padang. M.S.DT Rajo Penghulu, 1991, Bahasa Orang Cerdik Pandai Minangkabau, Universitas Bung Hatta dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Tk. I Sumatera Barat, Padang. Rianato adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta. Sajutu Thalib, 1985, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina Aksara. Soejono, DKK., 1999, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Soetomo, 1984, Pembebasan, Pencabutan, Permohonan Hak Atas Tanah, Usaha Nasional, Surabaya. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Suardi, 2005, Hukum Agraria, Badan Penerbitan. Iblam, Jakarta. Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka, Karunika, Jakarta.
21
Sjahmunir AM, 2004, Eksistensi Tanah Ulayat Dalam Perundang-Undangan Indonesia, Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM) Sumatera Barat, Padang. Urip Santoso, 2004, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada Diatasnya. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tingg Sehubungan Dengan Pencabutan Ha-hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada diatasnya. Perda Prov. Sumatera Barat No 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. C. Sumber Lain https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-normatif.