Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
PENGARUH PEMBERIAN BEKATUL DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP PROFIL GULA DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI ALLOXAN (The Influence of Rice bran and Flour Tempeh on Blood Sugar Profile in Rats Fed Alloxan) Sufiati Bintanah 1, Hapsari Sulistya Kusuma 2 1)
Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang 2) Instalasi gizi Rumah Sakit Nurmalasari Sukoharjo Penulis korespondensi, email:
[email protected]
ABSTRACT One of the food as an option in the menu diet is soy-based food. Study at diabetic mice treated with bran oil diet improved insulin sensitivity. Whether the effect of bran, tempeh flour, rice bran and tempeh mixture of blood sugar profiles in Wistar rats fed alloxan. This study aims to determine the effect of blood glucose profile after administration of bran, tempeh flour, rice bran and tempeh mixture in mice that had been given alloxan. The study was a randomized experimental laboratory using pre post test design with control group. Number of rats 6 tails for each group (3 groups of treatment and 1 control group) so that the overall sample sum was 24 rats. Results of study the Through of post hoc test showed that differences in blood sugar levels every week in all three treatment groups when compared with the control group was statistically significant (p = 0.000, p = 0.000, p = 0.000). Tempeh group as compared with mixed groups differences in blood sugar levels in 3 weeks was not significant (p = 0.491, p = 0.764, p = 0.319). Rice bran group than the group differences in levels of sugar mixture in 3 weeks was not significant (p = 0.374, p = 0.297, p = 0.093). Tempe rice bran group than the group differences in blood sugar levels at 3 weeks was not significant (p = 1.000, p = 0.993, p = 0.954). The substitution tempeh flour, rice bran, and mix both in diabetic rats by 50% of daily food intake can lower blood sugar levels every week compared to untreated mice. Key words: soybean, rice bran, blood sugar levels, diabetic.
PENDAHULUAN WHO
memprediksi
diperoleh hasil peningkatan sensitivitas insulin,
kenaikan
jumlah
penurunan plasma trigliserida, LDL kolesterol dan
pasien Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia dari
hepatik trigliserida.
8,4 juta pada tahun 2004 meningkat menjadi
Konsumsi kedelai yang merupakan bahan
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2006). Terapi
DM
dengan
pengaturan
diet
dasar dari tempe memperbaiki kadar lemak darah
tidak
pada manusia dan binatang, dan lebih jauh lagi
memerlukan biaya mahal, mudah dilakukan
proses pencernaan kedelai akan mengatur insulin
namun perlu kedisiplinan yang tinggi. Salah satu
dalam keadaan normal (Ascencio et al, 2004).
bahan makanan sebagai pilihan dalam menu diet adalah
bahan
makanan
berbasis
Komponen kedelai terdiri dari protein,
kedelai
lemak,
(Retnaningsih et al, 2001). Pada penelitian Chen
serat,
isoflavone.
dan Cheng (2006) pada tikus yang menderita
dan
Beberapa
phitochemical penelitian
termasuk mengenai
isoflavone mengungkapkan isoflavone sebagai
diabetes dengan perlakuan diet minyak bekatul
komponen bioaktif yang penting dari kedelai. 1
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Isoflavone terdiri dari 3 komponen yaitu genistein,
inklusi yaitu 1) Kadar gula darah tikus > 142
daidzein dan glycitein. Penelitian Mezei et al
mg/dl dan 2) Sehat dan lincah.
(2003) mengatakan bahwa konsumsi kedelai akan
Jumlah tikus yang digunakan sebanyak 6
mengurangi beberapa gejala DM tipe 2 seperti
untuk masing-masing kelompok (3 kelompok
insulin resistance dan glycemic control, efek ini
perlakuan dan 1 kelompok kontrol) sehingga
kemungkinan adalah hasil dari profil lipid darah
jumlah sampel keseluruhan yang digunakan dalam
yang membaik. Kedelai mungkin mempunyai efek
penelitian
positif secara langsung dalam manajemen diabetes
mengantisipasi kemungkinan tikus ada yang mati
melalui
maka tiap-tiap kelompok diberi cadangan 1 ekor
beberapa
mekanisme
yang
belum
diketahui, salah satunya melalui peroxisome
ini
adalah
24
ekor.
Untuk
sehingga jumlah keseluruhan ada 28 ekor.
proliferator activated receptors (PPAR). PPAR
Kebutuhan pakan tikus adalah 10% dari
adalah reseptor nuklear yang berperan dalam sel
berat badan tikus, sehingga jika berat badan tikus
untuk menjaga keseimbangan lemak dan aksi
rata-rata 200 gr maka jumlah kebutuhan pakan
insulin. Pada hasil penelitian Mezei et al (2003)
adalah 20 gr. Bekatul dan tempe yang diberikan
menunjukkan bahwa isoflavone memperbaiki
dalam bentuk bubuk 50 % dari 20 gr yaitu 10 gr
metabolisme lemak dan glukosa melalui aktifasi
yang dicampur dalam pakan tersebut. Campuran
reseptor PPAR.
tepung tempe dan bekatul adalah bahan makanan yang terbuat dari bahan dasar tepung tempe kedele
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksperimental
dan bekatul yang dicampur dengan proporsi 1:1.
laboratorik menggunakan rancangan randomized
Campuran tepung temped an bekatul tersebut
pre
kontrol
diberikan sebagai substitusi bersama dengan
(Randomized pre post test with control-group).
pakan standart tikus dengan konsentrasi 50%.
Pemeliharaan
coba
Cara pemberian pakan adalah menggunakan sonde
dilaksanakan di Unit Pengembangan Hewan
agar semua pakan dapat dimakan oleh tikus dan
Percobaan,
tidak tersisa.
post
test
dengan
dan
kelompok
intervensi
Universitas
hewan
Muhammadiyah
Surakarta. Pemeliharaan semenjak masa seleksi
Penyuntikan alloxan dilakukan secara intra
sampai masa perlakuan berlangsung dalam waktu
peritoneal dengan dosis 80 mg/kg berat badan
30 hari. Pemeriksaan laboratorium dilakukan di
tikus (Retnaningsih et al, 2001, Suarsana et al,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2008). Tikus dipelihara dalam ruangan yang
Sampel yang digunakan diambil secara
berventilasi
cukup,
dikandangkan
secara
acak dari populasi terjangkau yaitu tikus putih
berkelompok (1 kandang terdiri dari 6 tikus).
jantan strain Wistar yang berusia 7 minggu yang
Suhu ruangan berkisar 28 – 32oC, dengan
berada di Unit Pengembangan Hewan Percobaan
kelembaban 56 ± 5%. Setiap 2 hari dilakukan
Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan
pembersihan kandang.
syarat sesuai kriteria inklusi.
Kriteria 2
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan (Retnaningsih et al, 2001) Bahan
Pati jagung Kasein Sukrosa Minyak kedelai Serat Campuran mineral Campuran vitamin Kholin bitartrat L-sistin Serbuk bekatul Serbuk tempe Total(g) Total (kal)
Pakan standart AIN 93 620,69 140 100 40 50 35 10 2,5 1,8 -
Perlakuan 1
998,38 3346,40
perlu dipersiapkan sampel dan blanko. Blanko adalah campuran dari 5 mikron aquabidest dan
hanya diberi ransum standar AIN 93 selama 21
500 mikron reagen. Sampel adalah campuran 5
hari. Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan 1
mikron sampel dan 500 mikron reagen. Sampel
yang telah dicampur
darah yang sudah siap kemudian di inkubasi
dengan bekatul dengan konsentrasi 50% selama
selama 10 menit pada suhu 37oC, lalu diperiksa
21 hari. Kelompok 3 sebagai kelompok perlakuan 2 diberi ransum standart dengan tepung tempe
melalui spektrofotometer. Spektrofotometer yang
yang telah dicampur
digunakan adalah merk Varta, sedangkan reagen
dengan konsentrai 50%
glucose yang digunakan adalah merk Dyasis®.
selama 21 hari. Kelompok 4 sebagai kelompok perlakuan 3 diberi pakan standart
Perlakuan 3
310 310 310 70 70 70 50 50 50 20 20 20 25 25 25 17,5 17,5 17,5 5 5 5 1,25 1,25 1,25 0,9 0,9 0,9 499,19 249,6 499,19 249,6 998,84 998,84 998,84 3045,9 2417 2731,5 serum. Kemudian untuk pemeriksaan kadar gula,
Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol
diberi ransum standart
Perlakuan 2
Data yang terkumpul
yang telah
berdasarkan
dicampur dengan campuran bekatul dan tepung
perlakuan,
diberi
dikelompokkan kode
dan
dimasukkan dalam file komputer. Data dianalisis
tempe dengan konsentrasi 50% selama 21 hari.
secara statistik dengan proses sebagai berikut:
Kadar glukosa darah tikus diukur pada hari
1. Analisis
ke 0 sebelum perlakuan injeksi alloxan, hari ke 21
deskriptif
dengan
menampilkan
diagram dan tabel silang menurut kelompok
setelah injeksi alloxan yang berarti hari ke 0
intervensi. Dikelompokkan dan ditampilkan
perlakuan dan hari ke 22 setelah perlakuan. Darah
jumlah penurunan kadar gula darah
yang telah diambil melalui pembuluh darah ekor ±
kelompok kontrol, perlakuan 1, 2 dan 3.
1 µl kemudian disentrifuge sehingga diperoleh
3
pada
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
2. Analisis statistik dengan melakukan uji beda
Perubahan Kadar Gula Darah Kadar Gula Darah (mg/dl)
yang didahului uji normalitas data, distribusi datanya normal maka dilakukan uji Anova untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar gula darah pada kelompok kontrol, perlakuan 1, 2 dan 3.
Kemudian dilakukan uji posthoc
untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar
250 200 150
Tempe
100
Bekatul
50
Campuran
0
Kontrol
gula darah antara kontrol dengan masingmasing perlakuan. 3. Batas derajat kemaknaan yang akan dicapai
Gambar 1. Perubahan kadar gula darah
adalah p< 0,05 dengan power penelitian 80%
(mg/dl) dengan perlakuan pemberian substitusi
dan intervensi kepercayaan sebesar 95%.
tepung tempe, bekatul, campuran, dan kontrol
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penurunan kadar gula darah setiap minggu
Pengaruh pemberian tepung tempe dan
berdasarkan masing-masing perlakuan secara
bekatul pada tikus yang diberi alloxan tersaji pada
statistik signifikan. Hal ini dapat diketahui melalui
Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa 2 minggu
uji Anova yang dilakukan pada minggu 1, 2, dan
setelah pemberian alloxan semua kelompok tikus
3.
telah mengalami peningkatan kadar gula darah.
Penurunan kadar gula darah setiap minggu
Untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan
dapat dilihat pada Tabel 3.
terhadap perubahan kadar gula darah, dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 2. Rata-rata kadar gula darah tikus (mg/dl) Jenis perlakuan Tepung Tempe 50% Tepung Bekatul 50% Campuran Tepung tempe dan bekatul 50% Control pakan standar 100%
Pre Alloxan 65 58,1 71,5 116,6
Post alloxan 209,8 193,1 206,3 199,8
Minggu 1 perlakuan 131,1 117,5 97,8 195,1
Minggu 2 perlakuan 110,8 103,8 88,8 196,3
Minggu 3 perlakuan 94,6 93 61,5 193.8
Tabel 3. Rata-rata penurunan kadar gula darah Perlakuan
N
Minggu 1 Mean
Kontrol Tempe Bekatul Campuran
6 6 6 6
-4.7 -78.7 -75.7 -109.0
Minggu 2
SD
Mean
3.3 37.5 36.1 21.1
4
-3.5 -99.0 -89.3 -118.0
Minggu 3
SD 12.9 32.7 28.3 16.8
Mean -6.0 -115.0 -100.0 -145.0
SD 13.2 31.9 33.1 14.2
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Berdasarkan
ketiga
deskripsi
mean
gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara
penurunan kadar gula darah setiap minggu, dapat
statistik signifikan karena nilai p <0.001.
diketahui bahwa terjadi penurunan kadar gula darah pada setiap minggu pada ketiga kelompok perlakuan.
Untuk
mengetahui
Tabel 6. Hasil Anova tentang beda mean kadar gula darah antar kelompok perlakuan pada minggu ke III Kelompok N Mean SD F P
perbedaan
penurunan kadar gula darah antara kelompok kontrol, dengan masing-masing perlakuan maka
Kontrol
6
-6.0
dilakukan uji Anova yang dapat dilihat pada Tabel
Tempe
6
-115.1 31.9
4, 5, 6.
Bekatul
6
-100.1 33.0
Campuran 6
-144.8 14.1
Tabel 4. Hasil Anova tentang beda mean kadar gula darah antar kelompok perlakuan pada minggu ke I
13.1
34.65
<0.001
Pada minggu ketiga setelah perlakuan diperoleh hasil bahwa beda mean penurunan kadar
Kelompok N
Mean
SD
F
P
Kontrol
6
-4.6
3.2
14.69
<0.001
Tempe
6
-78.6
15.3
Bekatul
6
-75.6
14.7
Campuran
6
-108.5
8.6
gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara statistik signifikan karena nilai p <0.001. Untuk membandingkan perbedaan penurunan kadar gula darah antara satu kelompok dengan kelompok lain dilakukan post hoc test. Hasil post hoc test pada setiap minggu dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan ketiga post hoc test setiap
Pada minggu pertama setelah perlakuan
minggu, diperoleh hasil bahwa ketiga perlakuan
diperoleh hasil bahwa beda mean penurunan kadar
dapat menurunkan kadar gula darah secara
gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara
signifikan dibandingkan kelompok kontrol, tetapi
statistik signifikan karena nilai p <0.001.
penurunan kadar gula darah antara perlakuan tempe dengan bekatul tidak signifikan, begitu pula
Tabel 5. Hasil Anova tentang beda mean kadar gula darah antar kelompok perlakuan pada minggu ke II Kelompok N Mean SD F P Kontrol
6
-3.5
12.8
Tempe
6
-99.0
13.3
Bekatul
6
-89.3
11.5
-117.5
6.8
Campuran 6
26.51
penurunan kadar gula darah antara perlakuan campuran
dengan
perlakuan
tempe
tidak
signifikan, dan penurunan kadar gula darah antara
<0.001
perlakuan campuran dengan bekatul juga tidak signifikan. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa 2 minggu setelah pemberian alloxan semua kelompok tikus telah mengalami peningkatan
Pada minggu kedua setelah perlakuan
kadar gula darah. Kondisi tersebut sejalan dengan
diperoleh hasil bahwa beda mean penurunan kadar
hasil 5
penelitian
Retnaningsih
(2001)
yang
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
menyatakan bahwa satu hari setelah injeksi
substitusi pakan pada masing-masing kelompok
alloxan menunjukkan peningkatan kadar glukosa
yang diberikan setelah tikus mengalami diabetes.
serum pada semua kelompok tikus. Hal ini
Pemberian perlakuan tempe, bekatul, dan
menunjukkan bahwa semua kelompok tikus telah
campuran selama 3
mengalami DM. Sesuai dengan pendapat Ganung
cenderung terjadi penurunan kadar gula darah,
pada
masing-masing
penelitian
Retnaningsih
(2001)
yang
minggu secara umum
sebesar
54,9%,
51,8%,
dan
menyatakan bahwa alloxan adalah salah satu
70,18%. Pada Tabel 5, perlakuan tempe dapat
senyawa yang dapat menghambat sekresi insulin
menurunkan kadar gula darah 209,8 mg/dl
yang
menjadi 94,6 mg/dl.
kemudian
menyebabkan
terjadinya
hiperglisemia. Tahap berikutnya adalah perlakuan Tabel 7. Nilai p hasil post hoc test tentang perbandingan rata-rata penurunan kadar gula darah antara control dengan kelompok perlakuan Perlakuan Perlakuan Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Beda mean p Beda mean p Beda mean P Kontrol Tempe 74,0 0,022 95,5 0,002 109,2 0,001 Bekatul 71,0 0,022 85,8 0,001 94,2 0,002 Campuran 103,8 0,000 114,0 0,000 138,8 0,000 Tempe Kontrol -74,0 0,022 -95,5 0,002 -109,2 0,001 Bekatul -3,0 1,000 -9,7 0,993 -15,0 0,954 Campuran 29,8 0,491 18,5 0,764 29,7 0,319 Bekatul Kontrol -71,0 0,022 -85,8 0,001 -94,2 0,002 Tempe 3,0 1,000 9,7 0,993 15,0 0,954 Campuran 32,8 0,374 28,2 0,297 44,7 0,093 Campuran Kontrol -103,8 0,000 -114,0 0,000 -138,8 0,000 Tempe -29,8 0,491 -18,5 0,764 -29,7 0,319 Bekatul -32,8 0,374 -28,2 0,297 -44,7 0,093 Hasil penelitian ini didukung oleh Irianti
plasma secara signifikan setelah melakukan
dan Dwiana pada penelitian Retnaningsih (2001)
penambahan 0,5% arginin dari protein kedelai
yang menyebutkan bahwa protein kedelai mampu
pada pakan yang mengandung kasein.
bersifat hipoglisemik pada tikus diabetik induksi
Tempe memiliki efek hipoglikemik yang
alloxan, memperbaiki resistensi insulin dan
dapat
meningkatkan sensitivitas insulin pada binatang
sehingga
diabetik. Protein kedelai memiliki kandungan
menghambat absorbsi glukosa di usus dan
arginin yang lebih banyak dibandingkan kasein.
menghambat kinerja enzim α-glukosidase. Enzim
Menurut Irianti pada penelitian Retnaningsih
α-glukosidase adalah enzim yang berfungsi untuk
(2001) menyebutkan secara in vivo pada tikus
menghidrolisis
dimana terjadi peningkatan konsentrasi insulin
sederhana (glukosa) pada usus. Senyawa yang 6
mengembalikan
fungsi
meningkatkan
karbohidrat
sel
pankreas
sekresi
insulin,
menjadi
gula
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dapat menghambat kinerja enzim tersebut dapat
Data yang diperoleh setelah pemeriksaan
berpotensi sebagai antidiabetes karena dapat
kadar
menurunkan kadar gula darah dengan cara
dilakukan analisis data. Uji normalitas data
memperlambat
digunakan uji Shapiro Wilk diperoleh hasil p >
penyerapan
karbohidrat
postprandial (Suarsana et al, 2008). Tempe
mempunyai
gula
darah
setiap
miggu
kemudian
0,05, sehingga dapat dikatakan data berdistribusi glikemik
normal, kemudian digunakan uji Anova untuk
rendah, kaya fitat, serat larut dan tannin yang
mengetahui perbedaan penurunan kadar gula
dapat menurunkan pencernaan karbohidrat dan
darah antara kelompok kontrol dengan kelompok
respon glikemik (Anderson et al, 1999). Menurut
perlakuan
Jenkins DJA dan Holf S et al pada penelitian
Berdasarkan hasil uji Anova pada minggu ke 1,
Madar (1983) mengatakan bahwa serat tempe
minggu ke 2, dan minggu ke 3 diperoleh nilai p <
mengandung
dan
0,001, yaitu p = 0,000. Ketiga perlakuan dapat
arabinogalactans dengan viskositas tinggi, bentuk
menurunkan kadar gula darah secara signifikan.
polisakarida
pengosongan
Untuk membandingkan perbedaan penurunan
lambung dan absorbsi glukosa. Hasil penelitian
kadar gula darah antara satu kelompok dengan
Madar (1983) menyimpulkan bahwa diet serat
kelompok lain dilakukan post hoc test.
pectin,
ini
indeks
galactomannans
memperlambat
dari tempe dapat menurunkan kadar toleransi
tempe,
bekatul,
dan
campuran.
Berdasarkan ketiga post hoc test setiap
glukosa.
minggu, diperoleh hasil bahwa ketiga perlakuan
Hasil penelitian lain yang berbeda dengan
dapat menurunkan kadar gula darah secara
hasil penelitian ini adalah penelitian oleh Liu
signifikan dibandingkan kelompok kontrol, tetapi
(2010) yang menyimpulkan bahwa pemberian
penurunan kadar gula darah antara perlakuan
protein kedelai selama 3 atau 6 bulan dengan atau
tempe dengan bekatul tidak signifikan, begitu pula
tanpa suplemen isoflavones tidak menghasilkan
penurunan kadar gula darah antara perlakuan
perubahan yang lebih baik pada kontrol glikemik,
campuran
resisitensi insulin, kadar glukosa puasa dan
signifikan, dan penurunan kadar gula darah antara
glukosa 2 jam postprandial.
perlakuan campuran dengan bekatul juga tidak
Hasil
tempe
tidak
oleh
(2006)
yang
Hasil penelitian ini seiring dengan hasil
mengatakan bahwa komponen γ oryzanol dan γ
penelitian Nygren dan Hollmans (1982) bahwa
tocotrienol
meningkatkan
ada perbedaan kadar gula darah yaitu pada tikus
sensitivitas insulin pada tikus diabetes mellitus.
diabetes yang diberi bekatul mentah lebih rendah
Sedangkan menurut Madar (1983) serat bekatul
dibandingkan pada tikus diabetes yang tidak
hanya sedikit memberikan efek pada toleransi
diberi bekatul.
Chen
dan
dalam
ini
perlakuan
didukung
penelitian
penelitian
dengan
Cheng
bekatul
signifikan.
glukosa.
Hasil penelitian lain yang seiring adalah penelitian Villegas et al (2008) menunjukkan susu 7
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Anonim. Tempe. Wikipedia. 2009. http : //www.wikipedia.org/wiki/tempe. cited at December 23, 2009.
kedelai dapat menurunkan kadar gula darah tetapi hubungan
antara
konsumsi
kedelai
dengan
diabetes tidak signifikan. Hasil penelitian lain
Ascencio C., Torres N, Isoard-Acosta F, GomezPerez J F, Hernandez-Pando R, and Tovar A R. 2004. Soy Protein Affects Serum Insulin and Hepatic SREBP-1 mRNA and Reduces Fatty Liver in Rats. Journal of Nutrition. 134 : 522-529.
yang berbeda dengan hasil penelitian ini adalah penelitian oleh Liu (2010) yang menyimpulkan bahwa pemberian protein kedelai selama 3 atau 6 bulan dengan atau tanpa suplemen isoflavones
Hu F B, Manson J E, Stampfer M J, Colditz G, Liu S, Solomon C G, dan Willett W C. 2001. Diet, Lifestyle, and The Risk of Type 2 Diabetes Mellitus In Woman. New England Journal of Medicine. 345:790-797.
tidak menghasilkan perubahan yang lebih baik pada control glikemik, resisitensi insulin, kadar glukosa puasa dan glukosa 2 jam postprandial.
Charlotte N and Goran H. 1982. Effects of Processed Rye Bran and Raw Rye Bran on Glucose Metabolism in Alloxan Diabetic Rats. Journal of Nutrition. 112:17-20.
KESIMPULAN 1. Pemberian subsitusi tepung tempe, tepung bekatul, dan campuran keduanya pada tikus
Chen C W and Cheng H H. 2006. A Rice Bran Oil Diet Increases LDL-Receptor and HMGCoA Reductase mRNA Expressions and Insulin Sensitivity in Rats with Streptozotocin/Nicotinamide-Induced Type 2 Diabetes. Journal of Nutrition. 136:14721476.
diabetes sebanyak 50% dari asupan makan sehari dapat menurunkan kadar gula darah setiap minggunya dibandingkan tikus yang tidak diberi perlakuan. 2. Penurunan kadar gula darah pada pemberian
Chicco A, Alessandro M E D, Karabatas L, Pastorale C, Basabe J C and Lombardo Y B. 2003. Muscle Lipid Metabolisme and Insulin Secretion Are Altered in Insulin Resistant Rats Fed a High Sucrose Diet. Journal of Nutrition. 133:127-133.
substitusi tepung tempe, tepung bekatul dan campuran keduanya secara statistik tidak berbeda.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2003. Peran Diit Dalam Penanggulangan Diabetes. Departemen Kesehatan RI.
DAFTAR PUSTAKA
Gibney M J, Vorster H H and Kole F J. 2002. Introduction to Human Nutrition. New York : Blackwell Science. Hal : 69-80.
Anderson J W, Smith B M and Washnock C S. 1999. Cardiovascular and Renal Benefit of Dry Bean and Soybean Intake. The American Journal of Clinical Nutrition. 70:464-474.
Hiswani. 1997. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatra Utara.
Anonim. Cyber Nurse. 2002. Konsep Diabetes Mellitus. http://forum.ciremai.com. Cited at December 12, 2009.
Hutagalung H. 2004. Karbohidrat. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. USU digital library. Hal : 113.
Anonim. Mengenal Manfaat Bekatul. Natural Organik. 2009. http://www.naturalorganik.multiply.com/jou rnal/item/5/Mengenal Manfaat Bekatul. cited at December 12, 2009.
Irawan M A. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief. Vol : 01. No :03.
8
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Irawan M A. 2007. Glukosa & Metabolisme Energy. Sport Science Brief. Vol : 01. No :06.
RAW 264,7 cells. Journal of Nutrition. 133:1238-1243. Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006.
Kerckhoffs D A.J.M, Brouns F, Hornstra G, and Mensink R P. 2002. Effects on the Human Serum Lipoprotein Profile of β-Glucan, Soy Protein and Isoflavones, Plant Sterols and Stenols, Garlic and Tocotrienols. Journal of Nutrition. 132:2494-2505.
Retnaningsih C, Noor Z dan Marsono Y. 2001. Sifat Hipoglikemik Pakan Tinggi Protein Kedelai Pada Model Diabetik Induksi Alloxan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. XII : 141-146.
Linder M C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian Secara Klinis. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal : 27-58.
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 1995. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Liu Z M, Chen Y M, Ho S C, Ho Y P and Woo J. 2010. Effects of Soy Protein and Isoflavones on Glicemic Control and Insulin Sensitivity : a 6-mo Double Blind, Randomized, PlaceboControlled Trial in Postmenopausal Chinese Women With Prediabetes or Untreated Early Diabetes. The American Journal of Clinical Nutrition. 91:1394-1401.
Suarsana I N, Priosoeryanto B P , Bintang M dan Wresdiyati T. 2008. Aktivitas Daya Hambat Enzim α-Glucosidase dan Efek Hipoglikemik Ekstrak Tempe Pada Tikus Diabetes. Jurnal Veteriner. 9 : 122-127. Team Farmakologi. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi I. Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Madar Z. 1983. Effect of Brown Rice and Soybean Dietary Fiber on the Control of Glucose and Lipid Metabolism in Diabetic Rats. The American Journal of Clinical Nutrition. 38:388-393.
Villegas R, Gao Y T, Li H L, Elasy T A, Zheng W, and Shu X O. 2008. Legume and Soy Food Intake and The Incidence of Type 2 Diabetes in the Shanghai Women’s Health Study. The American Journal of Clinical Nutrition. 87:162-167.
Mezei O, Banz W J, Steger R W, Peluso M R, Winters T A and Shay N. 2003. Soy Isoflavones Exert Antidiabetic and Hypolipidemic Effects Through the PPAR Pathways in Obese Zucker Rats and Murine
9
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
10
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINUMAN FUNGSIONAL SARI TEMPE KEDELAI HITAM DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE (STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY FUNCTIONAL DRINKS OF BLACK SOYBEAN TEMPE WITH ADDITION GINGER EXTRACT) Nurhidajah Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang email:
[email protected] ABSTRACT Nutrition in Tempe can be useful for metabolic reactions, also contains a natural antibiotic that can inhibit the emergence of various diseases, such as antibacterial components which are very beneficial to health. Beverage products form tempe which The addition of ginger extract on the functional beverage black soybean tempe. This study consists of 2 stages. Phase I is introductory, covering the manufacture of black soybean tempe (2 times the boiling), followed by analysis of water and protein content, then phase 2 is a functional beverage processing optimization with ginger extract additional variation were 0 %, 1%, 2%, 3% and 4%, in treatment that is by non-instant and instant. The design of the study in phase 2 is 5x2 factorial experiment using a Completely Randomized Design. The first factor is the addition of ginger extract with 5 variations, and the second factor of 2 variations of processing, so there were 10 treatment combinations. The results showed black soybean tempe has a water content of 61.81%, protein 20.36%, fat 2.9% and 0.97% ash. Organoleptic assessment showed non instant processing has a flavor that is higher than processed an instant. Protein consentration of black soybean tempe functional beverage with the highest non-instant processing with the addition of ginger extract 2%. Drink black soybean tempe has a relatively weak antibacterial activity (<5 mm), and there is the influence of treatment with antibacterial activity in soybean tempe drink black. suggested further research to otimasi black soybean tempe beverage processing and processing of instant non-instantaneous with the addition of ginger extract at least 4%. Key words: black soybean, functional drinks, antibacterial activity Pada umumnya tempe dibuat dari bahan PENDAHULUAN Tempe
merupakan
kedelai kuning, tempe dapat dibuat dari bahan
makanan
hasil
kedelai hitam yang banyak mengandung
fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus sp. Rasanya yang lezat, harganya murah dan
anthosianin. Kandungan anthosianin tinggi pada
mudah didapat. Sepotong tempe mengandung
kedelai hitam mempunyai aktivitas antioksidan
berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat,
besar, yang lebih tinggi dibandingkan tokoferol
lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein,
(Purwanti, 2004). Selain antioksidan, dari segi gizi
genisten. Sifat antibakteri pada tempe juga
dan citarasa
dimanfaatkan
dibandingkan kedelai kuning. Hasil penelitian
pada
penanganan
diit
untuk
penderita diare, khususnya anak-anak.
kedelai hitam juga lebih unggul
Lunggani (2008),
tentang diversifikasi produk
tempe dengan bermacam-macam bahan, 11
yang
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
disukai oleh panelis adalah produk tempe dari
tablet katalis, batu didih, dan H2SO4 pekat, H2O2
bahan dasar kedelai hitam.
30%, H3BO4 indikator MR (methyl red), HCL 0,2
Selama ini tempe masih sangat terbatas
N, kultur bakteri Escherichia coli (gram-negatif)
dalam hal pengolahan, sehingga penelitian tentang
berumur 18 – 24 jam dalam Nutrien Broth (NB),
tempe,
diversifikasi
media Nutrien Agar (NA) sedangkan alat yang
pengolahan misalnya menjadi minuman sangat
dibutuhkan adalah timbangan, waskom, dandang,
diperlukan untuk lebih memperkaya bentuk
nyiru, kompor, indikator pH, blender, cawan
olahan tempe. Untuk menunjang produk minuman
porselen, oven, desikator dan neraca. Untuk
tempe menjadi minuman fungsional yang kaya
analisis kadar protein (Mikro Kjeldahl) dan
manfaat, penambahan ekstrak jahe diharapkan
aktivitas anti bakteri adalah seperangkat alat
dapat meningkatkan citarasa minuman disamping
destilasi, buret, erlenmeyer cawan petri. Penelitian
manfaat jahe yang ikut menunjang kesehatan.
ini dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan
khususnya
dalam
hal
Berdasarkan latar belakang di atas
tempe dan minuman fungsional dengan variasi
dirumuskan permasalahan penelitian apakah ada
penambahan ekstrak jahe dan pengolahan (instan
pengaruh
jenis
dan non instan) serta tahap 2 pengujian minuman
pengolahan (instan dan non instan) terhadap
fungsional yang meliputi mutu organoleptik,
aktivitas antibakteri dan kadar protein serta mutu
kadar protein dan aktivitas antibakteri.
jumlah
ekstrak
jahe
dan
organoleptik minuman fungsional tempe kedelai
Pembuatan
Tempe
Kedelai
Hitam
hitam. Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas
dengan cara pencucian dan perebusan selama 60
antibakteri, kadar protein dan mutu organoleptik
menit,
minuman fungsional tempe kedelai hitam dengan
kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 20-
penambahan ekstrak jahe.
22
perendaman
jam,
lalu
dengan
pengupasan
air
perebusnya,
dan
pencucian.
Perebusan kedua pada kedelai tanpa kulit selama 45-60 menit selanjutnya penirisan dan peragian
METODOLOGI Merupakan penelitian eksperimen di
dengan inokulum sebanyak 0,2%, pembungkusan
bidang kesehatan dan teknologi pangan, yang
dengan plastik PE yang telah diberi lubang dengan
menjelaskan hubungan antar variabel dengan
ketebalan 3 cm. Tahap terakhir pembuatan tempe
beberapa variasi perlakuan. Tempet penelitian
adalah pemeraman (inkubasi) pada suhu sekitar
dilakukan di
Laboratorium Gizi, Organoleptik
30-37°C selama 22-26 jam hingga seluruh
dan Laboratorium Kimia Pangan Unversitas
permukaan tempe tertutupi miselium kapang
Muhammadiyah Semarang.
berwarna putih.
Bahan pembuatan minuman fungsional
Pembuatan
ekstrak
jahe
dengan
tempe kedelai hitam adalah kedelai hitam
pencucian jahe dan pengecilan ukuran. Setelah itu
diperoleh dari Purwodadi, ragi tempe merk
penghancuran dengan blender ditambah
”Raprima”, jahe emprit, air, gula pasir, garam
dengan 12
perbandingan
1:1
(jahe:air),
air lalu
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
penyaringan. Pembuatan minuman fungsional
HASIL DAN PEMBAHASAN
tempe kedelai hitam meliputi proses blancing,
Pembuatan Tempe Kedelai Hitam (Astawan,
penghancuran (blender) dengan penambahan air 5
2008 dan Nurhidajah, 2009)
kali berat tempe, dan penyaringan dengan kain
Pembuatan tempe kedelai hitam dengan
saring. Perebusan dengan penambahan ekstrak
karakteristik tempe yang baik dilakukan dengan
jahe sesuai variasi perlakuan dan gula pasir 8%
dua kali pemasakan dan penambahan ragi 3 g / kg
dari volume cairan. Proses pembuatan minuman
kedelai kering. Ukuran ketebalan tempe 2 cm.
fungsional tempe kedelai hitam instan berbeda
Hasil pengamatan tempe kedelai hitam tampak
pada penambahan air, yaitu saat penghancuran
miselium berwarna putih tumbuh sempurna pada
ditambahkan 2 kali berat tempe dan penambahan
24 jam setelah peragian di seluruh permukaan dan
gula pasir 1:1 kemudian dipanaskan sampai
di sela-sela kedelai. Gambar tempe kedelai hitam
terbentuk kristal gula.
dengan konsentrasi ragi 3 g / kg kedelai kering
Analisis mutu organoleptik (Rahayu,
ditunjukkan pada Gambar 1.
1998) dengan 15 panelis agak terlatih, penilaian
Menurut Astawan (2008), tempe yang
meliputi warna, aroma, rasa, dan kekentalan
terlalu banyak bahan akan menyebabkan suhu
tempe menggunakan formulir uji
terlalu tinggi dan menghambat pertumbuhan
kesukaan
dengan kriteria penilaian adalah 4 = sangat suka,
jamur.
3 = suka, 2 = tidak suka dan 1 = sangat tidak suka. Analisis Kadar Protein metode Mikro Kjeldhal (AOAC,1990) dan analisis antibakteri dengan metode Difusi Agar menggunakan bakteri Escherichia coli (gram-negatif) berumur 24 jam dalam media Nutrien Broth (NB). penelitian
pada
tahap
2
adalah
Rancangan percobaan
Faktorial 5x2 dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap
(RAL),
meliputi
faktor
penambahan ekstrak jahe 5 variasi dan faktor pengolahan 2 variasi, sehingga terdapat 10
Gambar 1. Tempe Kedelai Hitam
kombinasi perlakuan. Data diuji homogenitas dengan uji Kolmogorov Smirnov, dilanjutkan
Hasil Analisis Proksimat Tempe Kedelai Hitam
dengan analisa sidik ragam atau Analysis of
Hasil analisis proksimat tempe kedelai
Varians (ANOVA) dilanjutkan uji HSD.
hitam pada Tabel 1 dibandingkan tempe kedelai kuning menurut Ditjen Gizi Depkes RI (1995)
13
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
mempunyai kadar protein yang lebih tinggi,
jahe 2%, yaitu memberikan warna coklat muda,
sedangkan kadar air, abu dan lemak lebih rendah.
sedangkan yang mempunyai nilai terendah adalah
Tempe kedelai kuning sebagai pembanding pada
minuman instan dengan jahe 0%, dengan warna
Tabel 1 adalah dari bahan baku kedelai impor,
coklat. Secara umum minuman fungsional tempe
sedangkan tempe kedelai sampel dalam penelitian
kedelai
ini digunakan kedelai lokal.
memberikan warna lebih gelap sehingga tidak
hitam
dengan
pengolahan
instan
disukai konsumen. Warna
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Temp Kedelai Hitam
coklat
pada
minuman
tempe
kedelai hitam ini terbentuk karena reaksi Maillard
Tempe kedelai
Tempe
antara karbohidrat pada gula yang ditambahkan
kuning (Depkes
Kedelai
dan protein kedelai. Pada proses pengolahan
1995)
Hitam
minuman instan dilakukan penguapan dengan
Air (%)
64,0
61.81
Protein (BB %)
18,3
20.36
Lemak (%)
4,0
2,90
Abu (%)
1,0
0.97
Zat Gizi
suhu yang lebih tinggi dari perebusan, sehingga menimbulkan warna coklat yang lebih tua. Penilaian terhadap aroma tempe kedelai hitam menunjukkan pola yang sama dengan warna, yaitu tertinggi pada produk minuman non instan. Hal ini disebabkan minuman tempe Analisis Mutu Organoleptik
kedelai hitam non instan yang diolah dengan suhu
Analisis kesukaan minuman fungsional
perebusan (±100°C) aroma khas tempe yang agak
tempe kedelai hitam dengan variasi pengolahan
langu dapat direduksi oleh jahe. Nilai aroma
instan dan non instan dengan variasi penambahan
tertinggi adalah minuman non instan dengan jahe
ekstrak jahe dari 0% sampai 4% dilakukan dengan
4%.
menggunakan uji kesukaan terhadap warna, rasa,
Aroma minuman tempe kedelai hitam
aroma dan kekentalan. Uji kesukaan yang
instan dengan semua variasi penambahan jahe
dilakukan oleh 23 panelis agak terlatih dan umum, menunjukkan pengolahan
hasil
tertinggi
minuman
non
adalah instan
secara umum mempunyai nilai lebih rendah.
pada
Menurut komentar panelis, minuman instan
dengan
menimbulkan aroma yang over cooking. Hal ini
penambahan ekstrak jahe tertinggi, yaitu 4 %. Hal
karena proses penguapan dengan suhu lebih tinggi
ini dimungkinkan minuman fungsional tempe
dengan waktu yang lebih lama akan menyebabkan
kedelai hitam non instan mempunyai warna,
terjadinya
aroma, rasa dan kekentalan yang lebih disukai
reaksi browning non enzimatis
(maillard) yang berlebihan dengan aroma agak
panelis.
gosong.
Warna minuman yang paling disukai
Penilaian terhadap rasa minuman tempe
adalah minuman non instan dengan penambahan
kedelai hitam mempunyai pola yang sama dengan 14
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
warna dan rasa, yaitu lebih tinggi pada non instan.
semua
kriteria
penilaian
organoleptik
yang
Rasa minuman non instan lebih alami, dengan
meliputi warna, aroma, rasa dan kekentalan
rasa jahe yang lebih tajam. Prosentase jahe
minuman tempe kedelai hitam, pengolahan non
tertinggi paling disukai konsumen, karena rasa
instan mempunyai citarasa yang lebih tinggi
langu direduksi oleh rasa jahe. Menurut komentar
dibanding instan. Penambahan ekstrak jahe
panelis, minuman tempe kedelai hitam dengan
menunjukkan kecenderungan semakin banyak
pengolahan instan mempunyai rasa agak hambar.
prosentase yang ditambahkan semakin tinggi
Kekentalan minuman tempe kedelai hitam
tingkat kesukaan konsumen, dan kecenderungan
non instan sangat ditentukan oleh penambahan
ini berbanding terbalik pada minuman instan,
cairan pada saat penghancuran tempe. Pada
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
pengolahan dengan instan yang telah mengalami penguapan, juga dipengaruhi tingkat kemanisan Nilai Kesukaan
seduhan instan. Pada penelitian ini, minuman instan dengan tingkat kemanisan yang optimum mempunyai tingkat kekentalan yang lebih rendah sehingga kurang disukai konsumen. Analisis mutu
Non Instan
3
Instan
2 1 0 0%
organoleptik minuman fungsional tempe kedelai
1%
2%
3%
4%
Penambahan Jahe
hitam untuk masing-masing kriteria penilaian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 3. Citarasa Minuman Fungsional Tempe Kedelai Hitam Uji statistik daya terima menunjukkan ada
Analisis Kesukaan Minuman Tempe Kedelai Hitam 4,0
pengaruh yang sangat bermakna pada semua
Warna
3,5
Nilai Kesukaan
4
Rasa
3,0
kriteria penilaian dengan hasil p= 0,000 < 0,05.
Aroma
2,5
Kekentalan
2,0 1,5
Kadar Protein Minuman Fungsional Tempe Kedelai Hitam
1,0 0,5 0%
1%
2%
3%
Non Instan
4%
0%
1%
2%
3%
4%
Instan
Hasil analisis kadar protein minuman
Pengolahan & Penambahan Jahe
fungsional tempe kedelai hitam menunjukkan Gambar 2. Mutu Organoleptik Minuman Tempe Kedelai Hitam
secara keseluruhan minuman yang diolah tanpa
Secara keseluruhan, perbandingan citarasa
tinggi dibandingkan minuman tempe kedelai
minuman fungsional tempe kedelai hitam dengan
hitam yang dibuat instan. Hal ini disebabkan
variasi pengolahan instan dan non instan disajikan
karena pada proses pengolahan minuman instan
pada Gambar 2 yang memperlihatkan bahwa dari
dengan pemanasan suhu lebih tinggi dan waktu
proses instanisasi mempunyai nilai yang lebih
15
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
lebih
lama
untuk
menguapkan
air
sampai
tempe kedelai hitam yang diolah secara non instan
terbentuk tekstur yang kering, menyebabkan
dengan
terjadinya penurunan protein.
kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan
Winarno
(1997)
menyatakan
bahwa
penambahan
jahe
2%
mempunyai
variasi lain.
pemanasan (perebusan dan penggorengan) yang Analisis Antibakteri Minuman Fungsional Tempe Kedelai Hitam
dilakukan secara berlebihan pada waktu yang lama dapat mengakibatkan nilai gizi protein akan berkurang karena terbentuknya ikatan silang
Minuman fungsional dengan bahan tempe
dalam protein. Hasil analisis kadar protein tersaji
kedelai hitam
ditambah ekstrak jahe sebagai
pada Gambar 4.
penambah citarasa, yang juga memiliki metabolit sekunder yang potensial sebagai anti mikroba,
Kadar Protein (%)
2,50 2,00
Non Instan
diharapkan
dapat
meningkatkan
fungsi
Instan
antibakterinya. Hasil analisis antibakteri dengan
1,50
metode Difusi Agar menunjukkan kecenderungan
1,00
semakin banyak prosentase ekstrak jahe yang
0,50
ditambahkan, semakin luas daerah hambatan
0,00 0%
1%
2%
3%
terhadap bakteri. Hasil analisis kadar protein
4%
tersaji pada Gambar 5.
Penambahan Ekstrak Jahe
5
Menurut fermentasi
Stodolak
tempe
dapat
Minuman
(2008),
Diameter hambatan (mm)
Gambar 4.Kadar Protein Fungsional Tempe Kedelai Hitam
proses
meningkatkan
Non Instan
4
Instan
3 2 1 0
ketersediaan protein sekitar 25%. Ketersediaan
0%
protein dari pengolahan konvensional lebih besar
1%
2%
3%
4%
Penambahan Ekatrak Jahe
dibandingkan dari biji-bijian yang difermentasi, tetapi pada analisa in invitro, lebih banyak protein larut
(10%)
yang
dilepaskan
pada
Gambar 5. Aktifitas Antibakteri Minuman Fungsional Tempe Kedelai Hitam
saat
pengolahan.
Aktifitas
Hasil analisis Sidik Ragam menunjukkan
antibakteri
minuman
tempe
kedelai hitam yang diukur dengan besar diameter
ada pengaruh variasi pengolahan dengan kadar
zona bening berkisar antara 0,9-4,8 mm. Pada
protein minuman tempe kedelai hitam dengan F
penambahan ekstrak jahe tertinggi yaitu 4% pada
hitung 7,615 dan p 0,000 < 0,05. Uji lanjut
minuman yang diolah non instan menunjukkan
menunjukkan pengolahan minuman fungsional
zona bening yang tertinggi. Dari kecenderungan 16
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak
ekstrak jahe semakin tinggi tingkat kesukaan
jahe mempunyai aktifitas antibakteri, sehingga
konsumen.
semakin tinggi prosen penambahan ekstrak jahe,
Uji statistik daya terima menunjukkan ada
semakin besar aktifitas antibakterinya. Lemahnya
aktivitas
pengaruh yang sangat bermakna pada semua
antibakteri
pada
kriteria penilaian yang meliputi
minuman tempe kedelai instan ini dimungkinkan
warna, aroma,
rasa dan kekentalan dengan variasi pengolahan.
kulit kedelai yang tersisa saat pembuatan tempe
Kadar protein minuman fungsional tempe
sangat kecil, sedangkan senyawa antibakteri
kedelai hitam tertinggi pada pengolahan non
banyak terdapat pada kulit yang berwarna hitam
instan dengan penambahan ekstrak jahe 2%. Pada
tersebut.
semua variasi penambahan ekstrak jahe, secara
Hasil analisis Sidik Ragam menunjukkan
umum menunjukkan kecenderungan kandungan
ada pengaruh variasi pengolahan dengan aktivitas
protein yang lebih tinggi pada pengolahan non
antibakteri minuman tempe kedelai hitam dengan
instan dibandingkan yang instan. Hasil analisis
p 0,000 < 0,05. Uji lanjut menggambarkan
Ragam
pengolahan minuman fungsional tempe kedelai
pengolahan dengan kadar protein minuman tempe
hitam yang diolah secara non instan dengan
kedelai hitam
menunjukkan
ada
pengaruh
variasi
penambahan jahe 4% (prosentase tertinggi)
Minuman tempe kedelai hitam mempunyai
mempunyai perbedaan aktivitas antibakteri yang
aktifitas antibakteri yang tergolong lemah, dan ada
paling kuat dibandingkan variasi yang lain.
pengaruh variasi pengolahan dengan aktifitas antibakteri pada minuman tempe kedelai hitam. Disarankan pada pengolahan minuman
KESIMPULAN
tempe kedelai hitam sebaiknya secara non instan Tempe
kedelai
hitam
mempunyai
dengan penambahan ekstrak jahe minimal 4%
kandungan air 61,81%, protein 20,36%, lemak
sehingga menghasilkan minuman fungsional yang
2,9% dan abu 0,97%. Bila dibandingkan dengan
mempunyai mutu organoleptik tinggi, juga kadar
tempe kedelai kuning, kandungan proteinnya lebih
protein dan aktifitas antibakterinya, dan perlu
tinggi, tetapi lebih rendah kandungan air, lemak
dilakukan
dan abu.
pengolahan
Semua kriteria penilaian organoleptik yang
penelitian minuman
lanjut tempe
terkait
optimasi
kedelai
hitam
sehingga dapat meningkatkan nilai fungsionalnya
meliputi warna, aroma, rasa dan kekentalan
untuk peningkatan kesehatan.
minuman tempe kedelai hitam menunjukkan pengolahan non instan mempunyai citarasa yang
DAFTAR PUSTAKA
lebih tinggi dibanding yang diolah dengan cara
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis, 14 th
dibuat instan. Pada minuman non instan, ada
edn. Washington DC.
kecenderungan semakin banyak penambahan 17
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.
Kedelai Kuning. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 11 No.1, 2004 : 22-31. Rahayu, WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Stodolak, Bożena., Starzyńska,. Janiszewska, A. 2008. The Influence Of Tempe Fermentation And Conventional Cooking On Anti-Nutrient Level And Protein Bioavailability (In Vitro Test) Of Grass-Pea Seeds. Journal of the Science of Food and Agriculture, Volume 88, Number 13, October 2008.
Lunggani,AT., S.Nurjanah., B. Raharjo. 2008. Diversifikasi Produk Tempe Dengan Inokulum Rhizopus Sp Indigenous Untuk Pengembangan Pangan Fungsional. Nurhidajah. 2009. Daya Tarima Dan Kualitas Protein In Vitro Tempe Kedelai Hitam (Glycine soja) Yang Diolah Pada Suhu Tinggi. Tesis Magíster Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang.
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Purwanti,S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam dan
18
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
PENGGUNAAN NATRIUM SIKLAMAT PADA ES LILIN BERDASARKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRODUSEN DI KELURAHAN SRONDOL WETAN DAN PEDALANGAN KOTA SEMARANG (Natrium Cyclamate on the Ice Candle Based on the Producer’s Knowledge in Srondol Wetan and Pedalangan, Semarang Regency) Retno Purwaningsih1), Rahayu Astuti2), Trixie Salawati2) 1)
2)
Balai Besar POM Semarang Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang Penulis Korespondensi, email:
[email protected] ABSTRACT
Sodium Cyclamate is an artificial sweetener that is often used. Sodium cyclamate could be carcinogenic. The use of sodium cyclamate in Indonesia regulated in a No 722/MenKes/Per/IX/88 Permenkes RI and RI Permenkes no.208/MenKes/Per/IV/85 about usage limits for each food product. The data of BBPOM Semarang in 2007 found sodium cyclamate in food snacks (student of primary school) including ice candle. The purpose of this study is to measure the use of sodium cyclamate at ice candle producers based on knowledge and attitudes about the content of sodium cyclamate.. This research is explanatory with the survey method. The population is all the ice candle producers in Srondol Wetan and Pedalangan, as many as 25 producers. Samples were tested in the laboratory ice candle BB POM Semarang. Data analysis using Spearman rank correlation test. The results showed the level of knowledge of respondents 'good' by 16.0%, the category of "enough" of 52.0% and "less" of 32.0%. Respondents who have the attitude of "support" of 64.0% and 36.0% "no support". The content of sodium cyclamate in 17 samples (68.0%) positive and 8 samples (32.0%) negative. Positive samples containing sodium cyclamate, there were 14 samples (82.35%) that concentration is still below the maximum limit and 3 samples (17.65%) which exceeds the maximum limit. There is a relationship between knowledge and attitude of the ice candle producers with the use of sodium cyclamate in Srondol Wetan and Pedalangan of Semarang. Key words: Sodium Cyclamate, Knowledge, Attitude, Prodecers of ice candle
dipakai dalam produk pangan berkalori rendah
PENDAHULUAN Siklamat merupakan salah satu pemanis
untuk penderita diabetes, penderita kegemukan,
buatan yang sering digunakan, yang biasa disebut
atau penyakit lain agar kalori dari makanan yang
biang
dikonsumsi dapat
gula.
Siklamat
mempunyai
intensitas
terkontrol dengan baik, dan
kemanisan 30-80 kali dari gula murni. Siklamat
natrium siklamat bukan untuk konsumsi umum
sangat disukai
apalagi anak sekolah dasar.
karena
rasanya
yang
murni
tanpa cita rasa tambahan (tanpa rasa pahit) (Cahyadi
W,
2006).
Siklamat
Pemakaian siklamat yang berlebihan dapat
umumnya
membahayakan
kesehatan.
Siklamat
sebagai
digunakan oleh industri makanan dan minuman
pemanis buatan masih diragukan keamanannya
karena harganya relatif murah. Siklamat biasanya
bagi kesehatan konsumen. Beberapa negara 19
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
mengeluarkan peraturan secara ketat atau bahkan
menjajakan
melarang (Cahyadi W, 2006). Amerika Serikat,
diminati oleh anak-anak.
Kanada, Inggris
makanan
jajanan
yang
banyak
telah melarang penggunaan
Berdasarkan survey awal sebanyak 60
siklamat dengan alasan keamanan bagi konsumen
anak di 12 lokasi sekolah dasar pada kedua
sejak tahun 1970 karena hasil metabolisme
kelurahan tersebut, didapat bahwa anak-anak
siklamat yaitu berupa siklohexamin bersifat
menyukai es lilin karena rasanya beraneka ragam
karsinogenik (Cahyadi W, 2006; Winarno FG dan
dan dingin sehingga rasa haus menjadi hilang.
Rahayu TS, 1994).
Menurut penjual es lilin yang ada di lingkungan
Penggunaan siklamat di Indonesia sebagai
sekolah dalam satu hari mereka menjual 50-100
bahan pemanis buatan, baik jenis maupun
buah es lilin. Es lilin tersebut diperoleh dari
jumlahnya diatur dengan Peraturan Menteri
produsen, namun ada penjual yang menjual hasil
Kesehatan
produknya sendiri.
Republik
722/MenKes/Per/IX/88
Indonesia
RI
Apakah pengetahuan dan sikap mendasari
pemanis
praktik penggunaan natrium siklamat dalam es
buatan. Batas penggunaan pemanis buatan ini
lilin? Berdasarkan hal tersebut dipandang perlu
berbeda-beda untuk setiap jenis produk makanan
untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
(PP RI, 1988 dan Cahyadi, 2006).
penggunaan natrium siklamat dalam es lilin oleh
no.208/MenKes/Per
Siklamat
dan
Nomor
/IV/85
biasanya
Permenkes tentang
pada
produsen serta hubungannya dengan pengetahuan
makanan jajanan anak sekolah. Makanan jajanan
dan sikap produsen es lilin pada seluruh sekolah
anak sekolah harus mendapat perhatian, karena
dasar yang ada di dilingkungan sekolah yang
makanan tersebut akan terus dikonsumsi oleh
merupakan produk industri rumah tangga yang
anak sekolah dalam jangka panjang atau selama
banyak menggunakan pemanis buatan sebagai
sekolah. Hal ini tentunya akan memberikan
pengganti gula (Siagian A, 2002).
dampak yang kurang
dicampurkan
baik terhadap kesehatan.
Tahun 2007 BBPOM di Kota Semarang
Salah satu makanan yang dijual di lingkungan
melakukan penelitian terhadap makanan jajanan
sekolah adalah es lilin.
anak sekolah. Dari jumlah 740 sekolah dasar yang
Jumlah sekolah dasar (SD) di Kelurahan
ada diambil sampel sebanyak 26 SD. Sampel di
Pedalangan sebanyak 6 SD yang tersebar di 5
ambil sebanyak 196 produk makanan yang terdiri
lokasi (Kelurahan Pedalangan, 2009). Dari lokasi
dari
yang tersebar di Kelurahan Srondol Wetan dan
minuman ringan dalam kemasan. Hasilnya 103
Pedalangan pengelolaan makanan jajanan cukup
sampel (52,55%) tidak memenuhi syarat, dari
baik. Penyediaan makanan jajanan sudah banyak
sampel yang tidak memenuhi syarat ditemukan 8
yang memiliki kantin sendiri, tetapi di lingkungan
sampel (7,76%)
luar
metanil yellow, 42 sampel (40,77%) mengandung
sekolah
masih
banyak
penjual
yang
es lilin, makanan ringan (snack) dan
mengandung rodamin dan
mikroba, 3 sampel (2,91%) mengandung formalin 20
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dan 50 sampel (48,60%) mengandung pemanis
lokasi di Kelurahan Pedalangan. Tiap produsen es
buatan yaitu natrium siklamat (BB POM, 2008).
lilin diambil sampel es lilin untuk diuji natrium
Pada 26 sekolah dasar yang di teliti oleh
siklamat di laboratorium.
BBPOM di Semarang, 2 lokasi diantaranya ada
Variabel
bebas
pengetahuan
di kelurahan Srondol Wetan. Sampel yang diambil
produsen es
sebanyak 12 sampel, yang terdiri dari mie, tahu
dalam es lilin. Variabel terikat adalah penggunaan
dan es lilin. Sebanyak 4 diantara es lilin yang
pemanis buatan natrium siklamat dalam es lilin.
diperiksa 50% positif mengandung siklamat. Di
Instrumen penelitian dengan menggunakan alat
kelurahan Srondol Wetan terdapat 13 Sekolah
bantu penelitian berupa
kuesioner dan
Dasar, sekolah-sekolah dasar tersebut berada di 7
laboratorium. Prosedur
pengujian
lokasi yang tersebar di Kelurahan Srondol Wetan
menggunakan
(Kelurahan Srondol Wetan, 2009).
Kelurahan
metode gravimetri. Uji validitas dan reliabilitas
Pedalangan berdekatan dengan kelurahan Srondol
instrumen pengetahuan dan sikap dilakukan di
Wetan. Di Kelurahan Pedalangan belum pernah
kelurahan Padangsari dengan kriteria responden
dilakukan penelitian
mempunyai karakteristik yang hampir sama
tentang
penggunaan
natrium
lilin
adalah
mengenai natrium siklamat
uji
dengan
dengan subyek penelitian. Ternyata hasilnya pada instrumen pengetahuan sebanyak 20 item dan instrumen sikap sebanyak 20 item valid dan
METODOLOGI Jenis
penelitian
“Explanatory
reliabel, dengan alpha Cronbach masing-masing
Research”. Penelitian ini menjelaskan hubungan
0,902 dan 0,953. Analisis data menggunakan
antara
Korelasi Rank Spearman.
variabel-variabel
adalah
penelitian
melalui
pengujian hipotesis menggunakan metode survei melalui wawancara dan di lengkapi dengan uji
HASIL DAN PEMBAHASAN
laboratorium dengan pendekatan belah lintang
Gambaran umum resonden
(cross sectional) dimana variabel bebas dan
Penelitian ini dilakukan pada produsen es
terikat yang diteliti diambil dan diukur pada waktu
lilin sebanyak 25 produsen yang ada di Kelurahan
yang bersamaan dan hanya diobservasi sekali saja
Srondol
(Notoatmodjo, 2002).
Sebanyak 15 produsen berada di Kelurahan
Wetan
dan
Kelurahan
Pedalangan.
Populasi dalam penelitian ini adalah
Srondol Wetan yang tersebar di 7 lokasi.
seluruh produsen es lilin yang tinggal di
Sebanyak 10 produsen berada di Kelurahan
Kelurahan
Kelurahan
Pedalangan yang tersebar di 5 lokasi. Sebagian
Pedalangan yaitu sebanyak 25 produsen. Seluruh
besar merupakan produksi rumah tangga. Sebagai
anggota populasi diteliti semua. Es lilin tersebut
gambaran mengenai tingkat pendidikan,
dijual di lingkungan sekolah dasar yang tersebar
kelamin
di 7 lokasi di Kelurahan Srondol Wetan dan 5
berikut:
Srondol
Wetan
dan
21
jenis
dan umur dapat dijelaskan sebagai
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
pengetahuan diperoleh nilai minimal 45 dan
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan . Tingkat Jumlah Persentase Pendidikan (%) SD 2 8,0 SMP 5 20,0 SMA 17 68,0 PT/D3 1 4,0 Jumlah 25 100,0
maksimal 95 dengan rata-rata 68,60 dan standar deviasi 13,112. Setelah dikategorikan menurut Waridjan (1999) maka tingkat pengetahuan responden dapat dijelaskan dalam Tabel 4 berikut. Tabel 4. Tingkat pengetahuan responden tentang pemanis buatan . Tingkat Jumlah Persentase (%) Pengetahuan Baik 4 16,0 Cukup 13 52,0 Kurang 8 32,0 Jumlah 25 100,0
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki Perempuan Jumlah
Persentase (%) 12,0 88,0 100,0
3 22 25
Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 13 orang (52,0%),
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur . Umur Jumlah Persentase (%) 26 − 35 8 32,0 36 − 45 11 44,0 46 − 55 6 24,0 Jumlah 25 100,0
sisanya
berpengetahuan kurang dan baik. Berdasarkan jawaban responden atas tiaptiap pertanyaan soal pengetahuan, diketahui masih banyak responden yang memiliki pengetahuan kurang mengenai natrium siklamat. Sebanyak 72,0% responden
tidak mengetahui
tentang
Berdasarkan Tabel 1, 2, dan 3, dapat
tingkat kemanisan natrium siklamat. Sebanyak
dilihat bahwa sebagian besar responden adalah
88,0% responden sudah mengetahui pengertian,
berpendidikan SMA yaitu sebanyak 17 orang
manfaat dan nama lain dari natrium siklamat,
(68%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 22
hanya
orang (88,0%) dan persentase terbanyak umur
mengetahuinya.
responden 36-45 tahun yaitu sebanyak 11 orang
12,0%
Sebanyak
(44,0%).
responden
84,0%
yang
responden
belum
sudah
mengetahui bahwa pencampuran natrium siklamat yang berlebihan akan menimbulkan rasa pahit,
Tingkat Pengetahuan Tingkat
hanya 16,0% responden yang beranggapan bahwa responden
pencampuran natrium siklamat yang berlebih akan
mereka mereka
menimbulkan rasa yang sangat manis. Sebanyak
tentang pengertian Pemanis buatan Natrium
80,0% responden sudah mengetahui bahwa dalam
Siklamat, dari
pencampuran
didasarkan
pengetahuan
pada pengetahuan
20 soal
pertanyaan tentang 22
natrium
siklamat
tetap
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
menggunakan gula murni, hanya 20,0% responden
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian
yang tidak mengetahui jika gula murni tetap
besar responden bersikap mendukung tidak
digunakan sebelum
digunakan natrium siklamat yaitu sebesar 16
mencampurkan
natrium
siklamat namun menurut mereka cukup dengan
orang (64%), sisanya bersikap tidak mendukung.
natrium siklamat saja tanpa gula murni.
Pada analisis item sikap dapat diketahui
Menurut PerMenKes 722/Men/Per /IX/88
bahwa sebanyak 68,0% responden tidak setuju
bahwa natrium siklamat merupakan salah satu
pada pernyataan “tidak perlu menambahkan gula
BTP
batas
murni karena tingkat kemanisan natrium siklamat
penggunaan yang berbeda-beda untuk setiap
sama dengan gula murni”. Umumnya responden
produk makanan. Dan penggunaan ditujukan
sudah mengetahui
untuk produk berkalori rendah untuk penderita
ditambahkan sebagai penambah rasa manis,
diabetes bukan untuk konsumsi umum apalagi
sehingga
anak sekolah dasar (Winarno FG, Rahayu TS,
setengah sendok teh tetapi rasa manis yang
1994).
dihasilkan
yang
diperbolehkan
dengan
bahwa natrium siklamat
pemakaiannya
sudah
cukup
tinggi.
satu
Responden
sampai
sudah
mengetahui jika gula murni tetap harus digunakan. Sikap
Natrium siklamat lebih murah dari pada gula Skor sikap berkisar antara 50 sampai 71
murni dengan tingkat kemanisan 30-80 kali tetapi
dengan nilai rata-rata 65,64 dan standar deviasi 5,492.
Sikap
responden
mengenai
tidak memiliki nilai gizi (non nutritive) sedangkan
Natrium
kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah dari gula
Siklamat dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap
murni (Peraturan Pemerintah RI, 1988), sehingga
positif (mendukung) dan sikap negatif (tidak
natrium
mendukung). Dikatakan mendukung jika lebih
siklamat
ditambahkan
untuk
memantapkan rasa manis dan menghemat biaya
dari sama dengan rata-rata skor sikap, dan tidak
produksi.
mendukung jika total skor kurang dari rata-rata
Sebanyak 84,0% responden sangat tidak
skor sikap. Untuk mengkategorikan sikap diuji
setuju pada pernyataan “penggunaan natrium
kenormalan dan didapat hasil berdistribusi tidak
siklamat
normal sehingga menggunakan nilai median.
secara
membahayakan
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
terus
kesehatan”.
menerus
tidak
Adapun
sikap
responden yang mendukung dapat diketahui dari
Tabel 5. Sikap responden tentang pemanis buatan . Sikap Jumlah Persentase responden (%) Mendukung 16 64,0 Tidak 9 36,0 mendukung Jumlah 25 100,0
jawaban pada pertanyaan sikap, sebanyak 88,0% responden
setuju
jika
penggunaan
natrium
siklamat ada batas maksimalnya dan penggunaan yang
sesuai aturan dapat menghemat biaya
produksi. Sebanyak 60,0% responden sangat setuju jika penggunaan natrium siklamat yang
23
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
berlebihan menimbulkan rasa pahit dan dalam
Tabel 6. Keberadaan natrium siklamat pada es lilin
waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan. Walaupun
natrium
siklamat
masih
Keberadaan natrium siklamat Negatif Positif Jumlah
diperbolehkan oleh pemerintah, tetapi sebaiknya dalam penggunaannya sesuai dengan aturan sehingga tidak melebihi batas maksimal yang diperbolehkan.
Dalam
Jumlah
Persentase (%)
8 17 25
32,0 68,0 100,0
PerMenKes Bahan
Pada Tabel 6 terlihat bahwa 17 responden
Tambahan Pangan disebutkan bahwa penggunaan
(68,0%) produsen es lilin menggunakan natrium
natrium siklamat untuk es lilin batas maksimal
siklamat sebagai pemanis buatan, sedangkan 8
yang diperbolehkan 3 g/kg atau 0,3%.
responden (32,0%) lainnya tidak menggunakan.
no.722/MenKes/Per/IX/88
tentang
Efek yang ditimbulkan natrium siklamat
Pada es lilin yang positif mengandung natrium
itu tidak langsung, mungkin harus menunggu dua
siklamat dilakukan pengujian untuk mengetahui
puluh atau tiga puluh tahun kemudian tetapi bagi
kadarnya. Hasilnya adalah sebagai berikut:
anak-anak sebaiknya
Tabel 7. Statistik Deskriptif Kadar Siklamat Dalam Es Lilin (%)
dihindari, selain tidak
mengandung energi juga tidak bernilai gizi
Variabel
Takayama S, 2009). Pemakaian siklamat yang
Terendah
Tertinggi
Ratarata
O,13
0,38
0,21
berlebihan dapat membahayakan kesehatan. Hasil Kadar Natrium Siklamat
metabolisme siklamat yaitu berupa siklohexamin bersifat karsinogenik. Ekresinya melalui urine dan dapat merangsang pertumbuhan tumor, kanker
Simpangan baku 0,73
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa kadar
kandung kemih dan migrain (Cahyadi W, 2006;
natrium siklamat yang ada pada es lilin paling
Winarno FG dan Rahayu TS, 1994).
rendah sebesar 0,13%, sedangkan paling tinggi sebesar 0,38%. Rata – rata kadar natrium siklamat
Keberadaan Natrium Siklamat Dalam Es Lilin
dalam es lilin adalah sebesar 0,21%, Sedangkan
Untuk mengetahui kadar natrium siklamat
syarat
pada es lilin dilakukan uji dengan metode
menurut
peraturan
tentang
Bahan
Tambahan Makanan khususnya pemanis buatan
gravimetri, adapun hasil uji tersebut bila positif
batas maksimal yang diperbolehkan untuk es lilin
mengandung natrium siklamat berupa endapan
sebesar 0,3%. Dari 17 sampel yang mengandung
yang diabukan dan ditimbang sehingga diketahui
natrium siklamat 14 sampel (82,35%) kadar
berapa kadar natrium siklamat tersebut. Hasil uji
natrium siklamatnya masih berada dibawah batas
natrium siklamat dalam es lilin terdapat pada
maksimal yang diperbolehkan untuk es lilin,
Tabel 6.
hanya 3 sampel (17,65%) yang melebihi batas maksimal. 24
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
0.40
Analisis Bivariat kadar siklamat (%)
Sebelum dilakukan pengujian hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan penggunaan natrium siklamat dalam es lilin, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas untuk menentukan jenis
uji.
Hasil
pengujian
0.30
0.20
0.10
normalitas
R Sq Linear = 0.255
menggunakan
Kolmogorov-Smirnov
Test 0.00
diperoleh hasil bahwa variabel pengetahuan
50
natrium siklamat berdistribusi tidak normal (p= untuk
menguji
75
signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 menunjukkan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan
natrium siklamat digunakan uji Korelasi Rank
yang nyata antara sikap produsen es lilin dengan
Spearman.
kadar pemanis buatan natrium siklamat dalam es lilin. Koefisien korelasi (r) didapat : - 0,700
Hubungan Sikap Produsen Es Lilin Dengan Penggunaan Natrium Siklamat Pada Es Lilin
artinya kekuatan/ keeratan hubungan kuat dan berpola negatif yaitu bila terjadi kenaikan satu
Setelah dilakukan uji Korelasi Rank
variabel
Spearman terhadap variabel sikap produsen dengan kadar natrium siklamat
p = 0,00 (<
artinya
besarnya
natrium
siklamat
dapat
dijelaskan oleh sikap sebesar 49 %, dapat
sikap produsen dengan kadar natrium siklamat. kadar
diikuti penurunan variabel
Determinan (r²) didapat (-0,700)2 = 0,49 = 49%
dengan demikian ada hubungan antara
dan
(sikap)
yang lain (Kadar Natrium Siklamat). Koefisien
diperoleh nilai
koefisien korelasi r = - 0,700 dengan
Hubungan antara sikap
70
Berdasarkan hasil pengujian terlihat nilai
hubungan
pengetahuan dan sikap produsen dengan kadar
0,05)
65
Gambar 2. Diagram Tebar Hubungan Sikap dengan Kadar Natrium Siklamat
berdistribusi tidak normal (p= 0,000) dan kadar
sehingga
60
skor sikap
berdistribusi normal (p=0,136), variabel sikap
0,006),
55
disimpulkan ada pola bahwa semakin baik sikap
natrium
seseorang maka semakin rendah kadar natrium
siklamat dapat dilihat pada Gambar 1.
siklamat. Menurut pendapat Notoatmodjo (2002) bahwa sikap merupa hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari, jika sikap sudah terbentuk dalam diri seseorang maka sikap akan ikut menentukan tingkah laku terhadap sesuatu
25
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
(Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini bahwa
bahan tambahan makanan khususnya pemanis
semakin mendukung sikap responden maka kadar
buatan secara berlebihan.
natrium siklamat semakin rendah. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Laporan Kegiatan Tahun 2008. BB POM Semarang.
KESIMPULAN Sebanyak (68,0%) es lilin yang diperiksa mengandung natrium siklamat. Dari sampel es lilin
yang
mengandung
natrium
Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.
siklamat,
sebanyak 14 sampel (82,35%) kadar natrium siklamatnya
masih
berada
dibawah
Indriasari L. Si Manis yang Perlu Diwaspadai! http://64.203.71.11/kesehatan/news/0507/25/ 065512.htm. Diakses 7 Maret 2009.
batas
maksimal yang diperbolehkan untuk es lilin,
Kelurahan Srondol Wetan. 2009. Laporan Bulanan Kelurahan Srondol Wetan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
hanya 3 sampel (17,65%) yang melebihi batas maksimal. Terdapat hubungan yang nyata antara
Kelurahan Pedalangan. 2009. Laporan Bulanan Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang
pengetahuan produsen es lilin dengan kadar natrium
siklamat
dalam
es
lilin
yang
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
diproduksinya (p=0,00), dan ada hubungan yang
Notoatmodjo, S. 2003a. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
nyata antara sikap produsen es lilin dengan kadar natrium siklamat dalam es lilin
Notoatmodjo, S. 2003b. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
yang diproduksinya (p=0,00). Saran bagi Balai POM melalui DKK setempat
hendaknya
lebih
PP RI. 1988. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 722/MenKes/Per/IX/88, tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.
memperhatikan
produsen makanan jajanan khususnya es lilin
Siagian, A. 2002. Bahan Tambahan Pangan. http:/library.usu.ac/id/ modules.php?
yaitu dengan melakukan pembinaan melalui peningkatan
pengetahuan
serta
sikap
dan
Takayama S, dkk. Long Term Toxicity and Carcinogenity. Study of Cyclamate in Non Human. http://toxsci.oxfordjournals.org/cgi/content /full53/1/33. Diakses 20 Februari 2009.
pengawasan sehingga diharapkan produsen es lilin tidak
menggunakan
zat
pemanis
secara
berlebihan. Selanjutnya Balai POM melalui DKK
Waridjan. 1999. Tes Hasil Belajar Gaya Obyektif. IKIP Semarang.
setempat bisa memberikan sangsi tegas supaya produsen tidak meremehkan, dapat
melakukan
Winarno FG, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
pengawasan dan memberikan peringatan baik berupa teguran lisan maupun teguran tertulis terhadap produsen yang masih menggunakan
26
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
POTENSI CAMPURAN KECAMBAH BERAS COKLAT DAN KECAMBAH KEDELAI SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL TINGGI SERAT DAN PROTEIN (Potential for Mixed Brown Rice Sprouts and Soybean Sprouts as Fuctional Beverage High Fiber and Protein) Siti Aminah Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Email:
[email protected] ABSTRACT Brown rice sprouts and soybean sprouts potential as a functional beverage ingredients. This study aims to measure the levels of protein and fiber beverage from a mixture of brown rice sprouts and soybean sprouts, and knowing the nature organoletiknya. The materials used are brown rice, local soybean, spices and sugar. The experimental design in this study was completely randomized design with sprouted flour concentration factor with three replicates. The highest protein content in the treatment of mixing flour and sprouted brown rice seedling soybean: 10:90% as much as 35.20 g% is the lowest protein content in the treatment of 50:50% as much as 18.87 g%. The highest fiber content in the treatment of 30:70% as much as 0:35 g%, while the lowest levels in the treatment of 50%: 50% as much as 0.027 g%. Rendement sprouted brown rice flour as much as 80% and 67% soybean sprout flour. Organoletik score highest on treatment E: 50:50%. Statistical analysis showed no treatment effect on protein content, and organoleptic, but did not affect the fiber content. Key words: Brown Rice, Soybean, Sprout, Functional Beverage Kandungan asam amino essensial Lysine dari PENDAHULUAN
BRC menjadi tiga kali lipat, dan untuk gamma-
Proses percambahan dapat menyebabkan
aminobutyric acid (GABA) naik menjadi sepuluh
perubahan komponen gizi atau kimia bahan
kali lipat. Demikian juga pada kedelai selama
pangan. Kecambah pada umumnya tersedia dari
perkecambahan, vitamin B meningkat 2.5-3 kali
bahan kacang-kacangan seperti kacang hijau,
lipat, vitamin E meningkat 24-230 mg/100 g
kacang tunggak dan kacang kedelai. Bahan
kecambah, sedangkan vitamin C mengalami
pangan yang tergolong dalam serealia seperti
peningkatan dari jumlah sangat sedikit menjadi
jagung dan beras dapat pula dikecambahkan. Hasil
12 mg per 100 g pada kacang kedelai yang
perkecambahan dari bahan serealia khususnya
dikecambahkan selama 48 jam. (Astawan, 2004),
beras mempunyai komponen yang berbeda dengan beras.
Beras
kecambah
diperoleh
nilai cerna protein meningkat 1,26 persen
dengan
(Antarlina, dkk, 2000).
merendam beras pecah kulit yang berwarna
Mengingat potensi bahan tersebut, maka
coklat, hasil percambahan dari beras coklat
perlu dilakukan penelitian mengenai potensi
dikenal dengan brown rice germination (BRC). 27
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
campuran tepung beras kecambah coklat dengan
Prosedur penelitian dan
meliputi pembuatan
tepung kecambah kedelai sebagai minuman
kecambah
fungsional tinggi serat dan protein. Permasalahan
pembuatan minuman, analisis protein, serat, kadar
yang dirumuskan adalah bagaimana proporsi yang
air,
paling optimum antara kedua tepung kecambah
organoletik.
tersebut berdasar kadar serat dan proteinnya serta
menambahkan ekstrak jahe yang telah dikristalkan
karakteristik organoleptiknya.
dengan gula. Analisis kadar protein dilakukan
dan
penepungan,
pengukuran
formulasi
rendemen
Minuman
dan
serta
dibuat
uji
dengan
Tujuan penelitian ini adalah mengukur
dengan metode Mikro Kjeldhal (Apriyantono,
kadar protein, dan serat formula minuman
1992), Kadar Serat Kasar (Apriyantono, 1992),
campuran
tepung kecambah beras coklat dan
Organoleptik (metode scoring, Rahayu, 1998).
kecambah kacang kedelai serta mengetahui sifat
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah
organoleptik minuman campuran kecambah beras
Rancangan Acak Lengkap, lima perlakuan dengan
coklat dan kecambah kedelai. Penelitian dilakukan
faktor konsentrasi tepung kecambah. Ulangan
di Laboratorium Gizi dan Kimia Fakultas Ilmu
dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing
Keperawatan
ulangan dianalisis secara duplo, perlakuan dalam
dan
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah Semarang.
percobaan disajikan pada Tabel 1.
METODOLOGI
Tabel 1. Perlakuan Percobaan
Bahan yang digunakan adalah beras coklat
Perlakuan
yang diperoleh dengan menggiling gabah hingga pecah kulit, kedelai lokal, alginat dan bahan A B C D E
rempah (jahe, kayu manis, cengkeh dan pandan). Bahan untuk analisis protein dan serat meliputi H2SO4 pekat, HCl 0.02 N, K2SO4, HgO, H2BO3 ,
Proporsi % Tepung Tepung Kecambah Kecambah Beras Coklat Kedelai 10 90 20 80 30 70 40 60 50 50
NaOH 40 %, ZnSO4, antifoam agent, NaOH (1,25 g NaOH/100 ml=0.313 N NaOH), H2SO4 (1.25 g
Data kadar protein dan kadar
serat
H2SO4pekat/100 ml = 0.255 N H2SO4), aquades,
diuji
indikator PP dan MR, larutan
Apabila diantara perlakuan terdapat pengaruh
dan tepung
dengan
Analisis of Varian (Anova).
kecambah: beras coklat, kecambah kedelai. Alat
nyata maka dilanjutkan dengan
untuk analisa kadar protein dan
kadar serat
perlakukan dengan Least Significant Difference
secara berurutan adalah sebagai berikut: neraca
(LSD). Data uji organoleptik dianalisis dengan
analitik, buret, gelas ukur, pengaduk, labu
Friedman Test dengan bantuan SPSS 15.
kjeldhal, desilator, labu destilasi, pipet volum, erlenmeyer, oven, desikator, dan kurs porselin
28
uji beda antar
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
Kadar Protein Kadar Protein (g %)
35
Kadar protein tertinggi pada perlakuan pencampuran tepung kecambah beras coklat dan kecambah kedelai adalah 10:90 % sebanyak 35,20 g% sedang kadar protein terendah pada perlakuan campuran tepung kecambah beras coklat dan
35.2
30 25 20
23.35
15
20.79
19.78
18.87
C
D
E
10 5
tepung kecambah kedelai adalah 50:50 %
0
sebanyak 18,87 g%. Semakin tinggi proporsi
A
tepung kecambah kedelai kadar protein semakin
B
Perlakuan Formula Minuman Campuran Tepung Kecambah Beras Coklat dan Tepung Kecambah Kedelai
tinggi. Tepung kecambah kedelai mempunyai kadar protein yang lebih tinggi dibanding dengan tepung kedelai dan bahan lainnya, protein tepung kecambah kedelai meningkat menjadi 135,79 %
Gambar 1. Rerata Kadar Protein Formula Minuman Campuran Tepung Kecambah Beras Coklat dan Tepung Kecambah Kedelai
dibanding dengan kandungan tepung kedelai. Tepung kecambah beras coklat menunjukkan hal yang sebaliknya, kadar protein tepung kecambah
Hasil analis statistik menunjukkan ada
sedikit lebih rendah dibanding kadar protein beras
pengaruh signifikan perlakuan proporsi tepung
coklat, turun menjadi 95 %, sedangkan kadar
kecambah beras coklat dan tepung kecambah
protein tepung beras coklat sedikit lebih rendah
kedelai terhadap kadar protein dengan p = 0,00 <
dibanding dengan tepung beras putih. Kadar
0,05. Uji lanjut dengan Mann whitney Test
protein tepung kecambah kedelai lebih tinggi dari
menunjukkan terdapat perbedaan pada setiap
tepung kecambah beras coklat, sehingga semakin
perlakuan kecuali perlakuan C-D dan D-E tidak
tinggi proporsi tepung kecambah kedelai maka
ada perbedaan nyata dengan p masing-masing
kadar protein campuran kedua bahan tersebut juga semakin
tinggi
sehingga
semakin
0,065>0,05 dan 0.132>0,5.
banyak
Peningkatan
ditambahkan, tepung kedelai maka protein juga akan meningkat. Hasil analisis terhadap
kadar
protein
kecambah
kedelai terjadi selama perkecambahan
kadar
perkecambahan
protein disajikan pada Gambar 1
komponen protein.
kimia
akan
terjadi
(gizi),
Selama
perubahan
diantaranya
adalah
Menurut Astawan (2004) menyatakan,
berdasarkan berat kering, protein tauge kacang hijau meningkat menjadi 119 % dibandingkan dengan kandungan awal pada biji. Hal ini
29
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
disebabkan terjadinya sintesa protein selama
perlakuan, tidak menunjukkan kecenderungan
germinasi. Tauge kedelai mengandung lebih
peningkatan atau penurunan. Tabel 5 adalah rerata
banyak energi, protein, dan lemak daripada tauge
hasil analisis serat formula minuman campuran
kacang hijau. Selama proses berkecambah, terjadi
tepung kecambah beras coklat dan kecambah
hidrolisis protein yang menyebabkan kenaikan
kedelai
kadar asam amino di dalam kecambah. Terlihat
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak
dengan jelas bahwa tauge merupakan sumber
ada
asam amino esensial yang sangat potensial serta
kecambah beras coklat dan tepung kecambah
dengan komposisi yang lebih baik dibandingkan
kedelai terhadap kadar serat dengan p = 0.775 >
dengan
Proses
0.05. Hasil analisis tersebut juga tidak berbeda
yang
jauh dengan hasil analisis kadar serat pada bahan.
(sprouts),
yang
Kadar serat bahan baik tepung beras coklat,
ternyata
dapat
tepung kecambah beras coklat, tepung kedelai dan
gizi
tepung kecambah kedelai menunjukkan angka
mutu
yang hampir sama, kadar serat terendah adalah
kedelai
(Astawan,
perkecambahan
kacang-kacangan
menghasilkan kemudian
kecambah ditepungkan,
menghilangkan didalamnya,
2004).
berbagai dapat
senyawa
anti
mempertahankan
proteinnya dan menandung vitamin C yang cukup
pengaruh
perlakuan
proporsi
tepung
tepung kecambah beras coklat.
tinggi (Koswara). 0.4
Hasil penelitian Pangestuti, dkk. (2005) bahwa
penambahan
tepung
Kadar Serat (g %)
menunjukkan
kecambah kedelai dapat menyumbang protein 6373 persen total protein flakes (15.45-18.91 persen), asam folat 98-99 persen total asam folat flakes (60-100 miug/100 g), dan asam lemak tidak jenuh 63-78 persen total asam lemak tidak jenuh
0.3 0.25 0.2
0.33
0.35
0.32
0.28
0.27
0.15 0.1 0.05 0 A
flakes (3.12-5.27 persen atau 82.76-84.05 persen
B
C
D
E
Perlakuan Formula Minuman Campuran Tepung Kecambah Beras Coklat dan Tepung Kecambah Kedelai
total lemak flakes). Penelitian Antarlina, dkk, (2000) juga menunjukkan perkecambahan
0.35
biji
kedelai dapat meningkatkan kadar protein, nilai cerna protein dan vitamin C tepung kedelai. Kadar
Gambar 2. Rerata Kadar Protein Formula Minuman Campuran Tepung Kecambah Beras Coklat dan Tepung Kecambah Kedelai
protein rata-rata meningkat sebesar 0,15 persen, nilai cerna protein meningkat 1,26 persen dan vitamin C meningkat 7,67 mg.
Hal tersebut berbeda dengan pernyataan
Kadar Serat Hasil analisis terhadap serat menujukkan
Kayahara bahwa Tim peneliti Jepang menemukan
kisaran yang hampir sama dari masing-masing
beras pecah kulit yang dikecambahkan dengan 30
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
cara merendam beras pecah kulit selama beberapa
kacangan.
jam
meningkatkan
mempunyai total padatan terlarut yang lebih besar
kandungan gizinya. Beras kecambah mengandung
dibandingkan kacang.kacangan dan kadar air lebih
serat yang lebih tinggi dibanding beras pecah kulit
kecil,
biasa, selain itu kandungan asam amino essensial
mempunyai rendemen yang lebih besar dibanding
Lysine menjadi tiga kali lipat, dan untuk gamma-
kecambah
aminobutyric acid (GABA) naik menjadi sepuluh
pengolahan pada tepung beras kecambah tidak ada
kali lipat (Kahayara). Gambar 2 menunjukkan
komponen yang di buah, sehingga diperkirakan
rerata hasil analisis kadar serat.
penyusutan terjadi karena proses pengeringan
sebelum
dimasak,
dapat
.
Hal
ini
sehingga
dimungkinkan
tepung
kecambah
kacang-kacangan.
beras
serealia
Selama
proses
yang mengakibatkan segian kadar air menguap. Sedangkan pada kecambah kedelai, setelah terjadi
Rendemen Rendemen adalah perbandingan berat
pengecambahan sebelum dikeringkan kulit kedelai
akhir dengan berat bahan awal. Rendemen dapat
terkelupas
dari
bijinya
sehingga
kulit
ini
digunakan untuk mengetahui adanya penyusutan
dihilangkan. Pengurangan sebagain bahan ini akan
atau penambahan berat/volume setelah proses
mempengaruhi rendeman dari bahan,
pengolahan. Hasil perhitungan terhadap rendemen tepung kecambah beras coklat dengan tepung
Sifat Organoleptik
kecambah kacang hijau disajikan pada Tabel 2.
Secara
berurutan
skor
organoleptik
tertinggi dari minuman dari campuran tepung kecambah beras coklat dengan tepung kecambah
Tabel 2. Rerata Rendemen Tepung Kecambah Beras Coklat dan Kecambah Kecambah Kedelai
kedelai adalah perlakuan kecambah beras coklat: kecambah kedelai = (E) 50 : 50; (D) 40:60; (A)
JENIS TEPUNG
I
RENDEMEN (%) II III Rerata
10:90, (C) 30:70) dan B (20:80). Hasil uji
Kecambah Beras Coklat Kecambah Kedelai
80.80
70.60
88.60
80.00
70
63
69
67.33
pengaruh perlakuan organoleptik menunjukkan ada pengaruh perlakuan terhadap aroma, rasa, warna dan konsistensi minuman.
Tabel 2 menunjukkan bahwa kedua bahan
KESIMPULAN
mengalami penyusutan setelah proses pengolahan (perendaman,
pengeringan
dan
Tepung kecambah beras coklat dan
penepungan)
kecambah kedelai dapat digunakan sebagai bahan
menjadi tepung kecambah. Perhitungan rendemen
minuman,
tepung kecambah menunjukkan kecenderungan rendemen
statistik menunjukkan ada
yang
lebih
tinggi
pada
namun
diperlukan
perlakukan
pendahuluan yang dapat meningkatkan cita rasa
tepung
dengan mengurangi rasa dan aroma yang kurang
kecambah dari bahan beras dibandingkan kacang-
enak, diantaranya dengan blanching sebelum 31
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Pangestuti, Andarwulan, N.; Koswara, S. Potensi kecambah kedelai sebagai sumber protein, asam folat, dan asam lemak tidak jenuh dalam produk sarapan bergizi untuk anak PDII-LIPI (Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) diakses pada tanggal 20 September 2010 http://garuda.dikti.go.id/jurnal
dilakukan pengeringan. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk
meningkatkan
komponen-
komponen antioksidan seperti fenolik dan vitamin E dan aktifitas antioksidan serta sejumlah zat gizi yang terkandung dalam kecambah beras coklat dan kedelai, dengan elisitasi karbohidrat pada kedua bahan tersebut sebelum melalui masa
Rahayu, P.W. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi FTP IPB Bogor
perkecambahan.
Sutrisno Koswara www.Ebookpangan.com
DAFTAR PUSTAKA Astawan, 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Tiga Serangkai. Solo Antarlina,S.S, Rahmianna,AA, Sudaryono, Sudarsono, Tastra. 2001 Utilization of soybean sprout flour as raw material in weaning food processing. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kangan dan Umbiumbian, Malang (Indonesia). Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati, Slamet Budiyanto. 1992. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB. Bogor Gasol,
2007. Beras Kecambah. gasolpertanianorganik.com
http://
Kayahara,H. Beras Kecambah, Shinshu University di Nagano, Japan Koswara, Kacang-Kacangan Sumber Serat yang Sangat Tinggi. E-Book Pangan
32
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
RESIDU LOGAM BERAT IKAN DARI PERAIRAN TERCEMAR DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH (Residual Heavy Metals in Fish from Contaminated Water in North Coast of Central Java) Agus Suyanto1), Sri Kusmiyati2), Ch. Retnaningsih3) 1)
Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang, 2) Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 3) Fakultas Teknologi Pangan Universitas Katholik Soegiyopranoto Semarang Penulis Korespondensi, email:
[email protected]
ABSTRACT Heavy metal pollution is increasing in line with increasing industrialization. Research on the Heavy Metal Residues in fish from polluted water and unpolluted water in Central Java using descriptive-explorative research approach, using samples of fish from ponds and estuaries . Samples were taken from three locations coastal areas in district of Semarang, Tegal and Pati. Analysis of heavy metals consists of Pb, Cu, Zn, Hg, Cd, and As by AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). The results showed levels of heavy metals from 0.08 to 0.12 ppm Hg above the threshold regulation Ditjen POM RI no 03725/B/SK/VII/89 on fish from polluted and unpolluted ponds and estuaries polluted and not polluted in Pati and Semarang. Zinc (Zn) heavy metal at 40.11 ppm from unpolluted estuaries district of Tegal above the set threshold. Key words: fish, ponds, esturia, contaminated heavy metals
PENDAHULUAN Surat Keputusan Dirjen POM Nomor Cemaran air oleh berbagai limbah B3 telah
3725/B/SKNTI/89; WHO dalam US FDA (1993);
masuk dalam aliran tambak rakyat dan secara
maupun Ontorio Ministry of Enviroment (1998).
perlahan terkontaminasi logam berat. Dari hasil
Penelitian Bappeda Provinsi Jawa Tengah
penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan
dan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2004, menunjukkan
Universitas Diponegoro tentang kualitas estuaria
bahwa di 12 kabupaten/kota pantai utara Jawa
di Jawa Tengah tahun 2002 menunjukan 5 sungai
Tengah telah mengandung logam berat (Hg, Cd,
dan estuaria yang tercemar logam berat melebihi
Co, Pb, Cr, Ni, Zn, dan As) pada air, sedimen dan
ambang batas meliputi Kota Tegal (Sungai Gung
jaringan lunak kerang, kandungan logam berat
dan Sibelis), Kabupaten Pekalongan (Sungai
tersebut sebagian besar telah melebihi ambang
Pekalongan), Kota Semarang (Sungai Babon dan
batas baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan
Sungai Garang) dan Pati (Sungai Juwana). Bahkan
Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004;
beberapa 33
Pusat
Penelitian
wilayah
Lingkungan
estuaria
yang
Hidup
berdekatan
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dengan TPA, ikan-ikan telah tercemar lecheate
umum, logam berat masuk ke dalam jaringan
(air lindi) yang di dalamnya terkandung logam
tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan,
yang sangat berbahaya. Penelitan yang sama juga
yaitu
dilakukan oleh Budi Widianarko di perairan
penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan,
Semarang (2003) menunjukkan bahwa kandungan
logam diabsorpsi oleh darah, berikatan dengan
logam berat (Hg, Cd, Cu, Ph, Cr, Ni, Zn, dan As)
protein darah yang kemudian didistribusikan ke
pada kerang-kerangan di peraian Semarang telah
seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang
melebihi ambang batas. Penelitian Siregar (2004)
tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan
di perairan Teluk Buyat, Minahasa oleh PT.
ekskresi (ginjal) (Darmono, 2001).
saluran
pernafasan,
pencernaan,
dan
Newmont Minahasa Raya, konsentrasi tertinggi
Pengaruh pertama toksisitas logam adalah
logam berat berbahaya ditemukan di sekitar mulut
pada insang. Insang selain sebagai alat pernapasan
pipa tailing. Sejumlah sampel ikan telah terpapar
ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur
logam berat Hg, As, dan senyawa Sianida (CN)
tekanan antara air dan dalam tubuh ikan
yang relatif tinggi.
(osmoregulasi). Jaringan tubuh organisme yang
Pencemaran
logam
berat
semakin
cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan
meningkat sejalan dengan proses meningkatnya
insang, akibatnya ikan akan mati lemas karena
industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam
terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gas-
lingkungan bisa menimbulkan bahaya kesehatan
gas melalui insang (Mukono, 2002).
baik pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun
Pengaruh toksisitas logam kedua adalah
lingkungan. Efek gangguan logam berat terhadap
pada alat pencernaan. Toksisitas logam dalam
kesehatan manusia tergantung pada bagian mana
saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang
dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh
terkontaminasi oleh logam. Pengaruh ketiga
serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari
logam pada ginjal ikan. Ginjal ikan ini berfungsi
logam berat mampu menghalangi kerja enzim
untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang
sehingga
biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk
mengganggu
metabolisme
tubuh,
menyebabkan alergi,
bahan racun seperti logam berat. Hal ini
Ikan merupakan organisme air yang dapat
menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan
bergerak dengan cepat. Ikan pada umumnya
oleh daya toksik logam. Keempat pengaruh
mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari
tersebut
pengaruh pencemaran air. Namun demikian, pada
logam dalam jaringan (bioakumulasi). Proses
ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas
akumulasi ini terjadi setelah absorbsi logam dari
(seperti sungai, danau dan teluk), ikan itu sulit
air atau melalui pakan yang terkontaminasi.
melarikan diri dari pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran itu masuk ke dalam tubuh ikan. Terkait dengan itu, secara 34
semuanya
menghasilkan
akumulasi
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang.
METODOLOGI
Variabel penelitian meliputi kadar logam
Tipe Penelitian Penelitian Residu Logam Berat pada Ikan di
Perairan
Tercemar
Tengah
dalam luar tambak dan dari dalam tambak yang
menggunakan pendekatan penelitian deskriptif-
diduga tercemar. Variabel yang berikutnya yaitu
eksploratif, yaitu untuk mengetahui gambaran
sampel yang diambil dari sumber perairan yang
paparan logam berat pada air dan ikan dari
diduga tidak tercemar dari dalam dan luar tambak.
perairan yang diduga tercemar dan perairan yang
Sampel diambil dari 3 lokasi di perairan Kota
diduga tidak tercemar baik di estuaria (luar
Semarang, Kota Tegal dan Kabupaten Pati. Dalam
tambak) dan dalam tambak. Penelitian eksplorasi
satu lokasi dianalisis 12 sampel logam berat yang
dilakukan dengan meneliti kandungan logam berat
berasal 1) ikan dari luar tambak yang diduga
pada ikan melalui analisis kandungan logam berat
tercemar, 2) ikan dari dalam tambak yang diduga
di laboratorium. Eksplorasi kandungan logam
tercemar, 3) ikan dari luar tambak yang diduga
berat
membandingkan
tidak tercemar, 4) ikan dari dalam tambak yang
karateristik keberadaan logam berat pada air dan
diduga tidak tercemar, 5) air dari luar tambak
ikan dari perairan yang diduga tercemar dan
yang diduga tercemar, 6) air dari dalam tambak
perairan
yang diduga tercemar, 3) air dari luar tambak yang
dilanjutkan
yang
Perbandingan
di
dengan
diduga
kandungan
Jawa
berat daging ikan dan kadar logam berat air dari
tidak logam
tercemar. berat
juga
diduga tidak tercemar, 4) air dari dalam tambak
dilakukan terhadap air dan ikan yang berasal dari
yang diduga tidak tercemar.
luar tambak dan yang berasal dari dalam tambak.
Sampel ikan yang digunakan sebagai biota
Tempat penelitian dilakukan di wilayah perairan
indikator pada perairan tambak dan estuari
tercemar Kota Semarang, Kabupaten Pati dan
berbeda, untuk perairan tambak digunakan ikan
Kota Tegal.
bandeng sedangkan pada perairan estuari jenis ikan yang digunakan sebagai sampel adalah ikan
Analisis kandungan logam berat pada air
Mujahir dan ikan Keting.
dan ikan ikan meliputi logam berat Pb, Cu, Zn, Hg, Cd, dan As. Preparasi sampel dengan menyiapkan daging ikan sebanyak 300 gram
HASIL DAN PEMBAHASAN
selanjutnya pengabuan, pemberian larutan standar
Kandungan logam berat pada Air Tambak dan Air Estuaria
sesuai jenis logam berat yang akan dianalisa dan
Sumber pencemaran perairan pesisir dan
terakhir pembacaan kandungan logam berat menggunakan
AAS
(Atomic
lautan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas
Absorption
yaitu limbah, industri, limbah cair pemukiman
Spectroscopy). Uji kimia kandungan logam berat
(sewage), limbah cair perkotaan (urban storm water), 35
pertambangan,
pelayaran
(shipping),
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan
pada sampel air yang diambil dari tambak dan
bahan pencemar utama yang terkandung dalam
estuari baik yang tercemar maupun yang tidak
buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut
tercemar di daerah Pati dan Semarang berkisar
berupa sedimen, unsur hara (nutrient), logam
antara 0.001mg/L sampai 0.920 mg/L (terdeteksi
beracun
organisme
di daerah tambak tidak tercemar di daerah Pati).
eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen
Dari 4 lokasi tambak dan estuari (tercemar dan
depleting substance (bahan yang menyebabkan
tidak tercemar) di daerah Semarang dan Pati, yang
oksigen
kandungan Hg-nya di bawah batas ambang hanya
(toxic
metal),
terlarut
pestisida,
dalam
air
berkurang)
(Dahuri,1998).
satu, yang lainnya semua melebihi batas ambang
Hasil analisis kandungan logam berat pada
baku mutu.
sampel air dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan
Kandungan Cu yang melebihi baku mutu
logam berat sampel air menunjukkan bahwa
0,008 ppm berkisar antara 0,010-0,032 ppm,
logam berat Pb, Cu, Zn, Cd, Hg dan As melebihi
terdapat di tambak tidak tercemar Kabupaten Pati,
ambang batas standar Meneg Lingkungan Hidup
air tambak tercemar Kabupaten Pati dan air
SK Nomor 51 tahun 2004, dengan kecenderungan
estuaria tercemar Kabupaten Pati. Kandungan
lokasi tercemar (daerah yang terletak di dekat
logam berat Cd yang melebih baku mutu air laut
kawasan industri), memiliki kandungan logam
0,001 ppm berkisar antara 0,006-0,048 ppm.
berat lebih tinggi daripada lokasi tidak tercemar
Kandungan logam berat As yang melebih baku
(daerah yang terletak jauh dari kawasan industri),
mutu air laut 0,012 ppm sebesar 0,03 ppm pada air
sedangkan kandungan Zn di bawah baku mutu.
tambak tercemar Kota Tegal.
Konsentrasi Pb di daerah perairan tambak dan
Menurut Palar (1994) dan Sulistia (1980),
estuaria yang disampel rata-rata 30x lebih besar
dalam keadaan normal, jumlah tembaga (Cu) yang
dibandingkan dengan konsentrasi baku mutu,
diperlukan untuk proses enzimatik biasanya
bahkan di daerah tambak yang tidak tercemar
sangat
(0,326 ppm) di daerah Pati konsentrasinya kurang
lingkungan yang tercemar, tingginya konsentrasi
lebih 300x lebih besar dari batas konsentrasi yang
Cu dalam tubuh dapat menghambat sistem enzim
diperbolehkan menurut baku mutu Standard
(enzim inhibitor), kadar Cu ditemukan pada
Meneg LH No 51 Tahun 2004 (0,008 ppm).
jaringan beberapa spesies hewan air
sedikit,
sedangkan
pada
keadaan
yang
Kandungan merkuri (raksa/Hg) untuk
mempunyai regulasi sangat buruk terhadap logam.
hampir semua lokasi juga menunjukkan nilai yang
Pada binatang lunak (moluska) sel leukosit sangat
telah melebihi ambang batas baku mutu kualitas
berperan dalam sistem translokasi dan detoksikasi
air laut untuk budidaya perikanan, karena
logam. Hal ini terutama ditemukan pada kerang
konsentrasi yang diperbolehkan sesuai baku mutu
kecil (oyster) yang hidup dalam air yang
untuk Hg adalah kurang dari 0.001 mg/L (<0.001
terkontaminasi tembaga (Cu) yang terikat oleh sel
mg/L), sedangkan kandungan Hg yang terdeteksi 36
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
leukosit, sehingga menyebabkan kerang tersebut berwarna kehijau-hijauan. Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Air Tambak dan Air Estuaria di Kabupaten Pati, Kota Semarang dan Kota Tegal
Sampel
Lokasi
Air Tambak Tidak tercemar
Pati Semarang Tegal Air Estuari Pati Tidak tercemar Semarang Tegal Air Tambak Pati Tercemar Semarang Tegal Air Estuaria Pati Tercemar Semarang Tegal Standard Meneg LH (N0 51 th 2004)
Timbal (Pb) mg/l 0,326* <0,030 <0,03 <0,030 <0,030 <0,03 <0,030 <0,030 <0,03 <0,030 <0,030 <0,03
Tembaga (Cu) mg/l 0,032* <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,010* <0,005 <0,005 0,028* <0,005 <0,005
Seng (Zn) mg/l <0,010 <0,010 <0,01 0,034 <0,010 0,017 <0,010 0,018 <0,01 0,011 <0,010 0,021
Kadmium (Cd) mg/l 0,048* 0,025* 0,037* <0,005 <0,005 0,011* 0,006* 0,010* 0,017* 0,011* 0,005* 0,024*
Raksa (Hg) mg/l 0,920* 0,009* <0,001 0,005* 0,001 0,001 0,044* 0,085* 0,002* 0,018* 0,016* <0,001
Arsen (As) mg/l 0,007 0,005 0,003 0,006 0,007 0,002 0,010 0,004 0,03* 0,004 0,004 0,002
0,008
0,008
0,05
0,001
0,001
0,012
Sumber : Data primer (Uji Laboratorium, Tahun 2008) *) Melebihi batas baku mutu kualitas air laut berat
dalam
ikan
erat
kaitannya
dengan
Apabila dilihat dari kandungan logam Pb,
pembuangan limbah industri di sekitar tempat
Cd, Cu dan Hg-nya lokasi yang mengalami
hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau, dan
pencemaran lebih besar dibandingkan dengan
laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan
lokasi yang lain adalah di lokasi tambak tercemar
terdistribusi pada ikan bergantung pada bentuk
di daerah Pati, karena ketiga jenis logam berat
senyawa
tersebut kandungannya paling besar dan semua
mikroorganisme, tekstur sedimen, serta jenis dan
melebihi
unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut.
batas
ambang
baku
mutu
yang
diperbolehkan.
Besarnya
dan
konsentrasi
kandungan
polutan,
logam
berat
aktivitas
yang
Terjadinya pencemaran perairan tambak
terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang
dan estuari oleh logam berat akan mempengaruhi
masih layak dikonsumsi manusia ditentukan oleh
juga kehidupan organisme di perairan. Salah satu
suatu standar.
organisme yang bisa dijadikan indikator terjadinya
Konsentrasi logam pada penelitian tersebut
pencemaran adalah ikan. Jika di dalam tubuh ikan
menjadi indikator awal untuk lebih berhati-hati
telah terkandung kadar logam berat yang tinggi
mengkonsumsi ikan, terlebih untuk jenis-jenis
dan melebihi batas normal yang telah ditentukan
organisme yang mencari makan di dasar perairan
dapat
suatu
(udang, rajungan, dan kerang), karena konsentrasi
pencemaran dalam lingkungan. Kandungan logam
logam berat di dasar perairan lebih tinggi akibat
sebagai
indikator
terjadinya
37
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dari pengendapan (sedimentasi) logam berat.
besar pada ikan yang diambil dari estuaria tidak
Hasil laut jenis krustasea perlu diwaspadai
tercemar di daerah Tegal yaitu sebesar 40,11 ppm,
terhadap pencemaran logam berat, terlebih lagi
ikan
jenis krustasea banyak digemari sebagai salah satu
konsentrasi seng berkisar antara 3,70-30,15 ppm.
bahan yang di konsumsi oleh masyarakat.
Kadmium dan Arsen terdeteksi sebesar <0,01 ppm
dari
lokasi
yang
lain
menunjukkan
pada semua sampel ikan yang diambil dari 4 Kandungan Logam Berat pada Ikan di
lokasi (tambak dan estuaria) di 3 daerah (Pati,
Tambak dan Estuaria
Tegal dan Semarang). Merkuri atau raksa (Hg)
Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa logam
terdeteksi berkisar antara <0,01 ppm sampai 0,12
berat Pb, Cu, Zn, Cd, Hg, dan As semua terdeteksi
ppm.
pada ikan yang disampling dari 4 lokasi (tambak
Apabila dilihat dari besarnya kandungan
dan estuari yang tercemar dan tidak tercemar) di 3
logam berat, terlihat bahwa logam berat Cu dan
daerah (Pati, Semarang dan Tegal). Logam berat
Zn terdeteksi lebih besar dibandingkan logam
Zn (perairan Kota Tegal) dan Hg (perairan Kota
berat yang lain (Pb, Cd, Hg dan As), hal ini dapat
Semarang dan Pati) melebihi ambang batas Ditjen
disebabkan karena kedua unsur logam tersebut
POM. Kandungan Pb pada ikan di semua lokasi di
merupakan
logam
3
dibutuhkan
oleh
daerah
menunjukkan
konsentrasi
yang
essensial ikan
untuk
yang
sangat
pengaturan
cenderung sama dengan kisaran 0,1-0,14 ppm,
metabolisme khususnya dibandingkan logam berat
sedangkan untuk tembaga (Cu) antara 0,25- 1,88
non essensial yang lain seperti Pb, Cd, Hg dan As.
ppm. Kandungan Seng (Zn) terdeteksi paling Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Sampel Ikan di Tambak dan Estuaria di Kabupaten Pati, Kota Semarang dan Kota Tegal Jenis sampel
Ikan tambak tidak tercemar Ikan Estuaria tidak tercemar Ikan tambak tercemar Ikan Estuaria tercemar Standar Ditjen POM Standar UK
Lokasi
Pati Semarang Tegal Pati Semarang Tegal Pati Semarang Tegal Pati Semarang Tegal
Timbal (Pb) ppm <0,1 0,11 0,14 <0,1 0,12 0,12 <0,1 <0,1 0,10 0,11 0,10 0,12 2,0 -
Tembaga (Cu) ppm 0,37 0,32 0,60 1,88 1,10 0,50 0,32 0,26 0,41 1,07 0,52 0,25 20,0
Sumber : Data primer (Uji Laboratorium, Tahun 2008) *) melebihi ambang batas yang diperbolehkan 38
Seng (Zn) Ppm 6,01 3,97 10,22 30,15 6,62 40,11* 6,05 3,70 5,28 17,44 8,37 6,97 40,0 33,0
Kadmium (Cd) ppm <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0,01 0,01-0,09
Raksa (Hg) ppm 0,11* 0,08* <0,01 0,08* 0,08* <0,01 0,12* 0,08* <0,01 0,11* 0,11* <0,01 0,03 -
Arsen (As) ppm <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0,1 -
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
merupakan habitatnya. Sifat logam berat yang Logam merkuri (Hg) adalah salah satu
akumulatif pada suatu jaringan organisme serta
trace element yang mempunyai sifat cair pada
sulit terurai menyebabkan tingginya kandungan
temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya
logam-logam tersebut pada ikan yang disampling
hantar listrik yang tinggi. Karena sifat-sifat
dari berbagai lokasi di 3 daerah tersebut.
tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian
Kemampuan biota laut (ikan, udang dan
maupun laboratorium.
moluska) dalam mengakumulasi logam berat di
Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di
perairan tergantung pada jenis logam berat, jenis
perairan
aktifitas
biota, lama pemaparan serta kondisi lingkungan
methyl
seperti pH, suhu dan salinitas. Semakin besar
merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan
ukuran biota air, maka akumulasi logam berat
daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang
semakin meningkat. Toksisitas logam berat dalam
tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal
kerang yang ditimbulkan akibat akumulasi dalam
tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi
jaringan tubuh mengakibatkan keracunan dan
melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi
kematian bagi biota air yang mengkonsumsinya
dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga
(Sukiyanti, 1987).
umumnya
mikroorganisme
kadar
merkuri
diubah
menjadi
dapat
oleh
komponen
yang
Ikan sebagai salah satu biota air dapat
berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun
dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat
kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap
pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di
hewan-hewan air tersebut.
dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam
Kandungan
mencapai
logam
berat
level
pada
ikan
berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang
bersumber dari makanan dan lingkungan perairan
telah ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya
yang sudah terkontaminasi oleh logam berat.
suatu pencemaran dalam lingkungan. Menurut
Kontaminasi makanan dan lingkungan perairan
Anand (1978), kandungan logam berat dalam ikan
tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat
erat
maupun pada perairan. Logam berat masuk
industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut,
ketubuh ikan melalui penyerapan pada permukaan
seperti sungai, danau, dan laut. Banyaknya logam
tubuh, secara difusi dari lingkungan perairan
berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan
(Conell dan Miller, 1995). Di sisi lain sifat ikan
bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi
yang mencari makan dari fitoplankton ataupun
polutan,
ikan-ikan yang kecil akan sangat mungkin
sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di
terkontaminasi logam berat dari pakan organisme
lingkungan tersebut.
kaitannya
dengan
aktivitas
pembuangan
mikroorganisme,
limbah
tekstur
tersebut yang berupa organisme detritus yang
Toksisitas Hg anorganik menyebabkan
dimungkinkan telah mengabsorbsi logam berat
penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus
dari sedimen di tambak atau estuaria yang
berlanjut 39
dapat
menyebabkan
pengurangan
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
pendengaran,
penglihatan,
ingat.
paparan berpengaruh sangat nyata tergadap kadar
Senyawa merkuri organik yang paling populer
Cd dalam hepar, yang tercemin pada peningkatan
adalah
kadar
metil
merkuri
atau
daya
yang
berpotensi
SGOT
(Serum
Glutamic
Oxaloacetic
menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf
Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic
pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling
Pyruvic Transaminase).
besar pada makhluk hidup timbul di tahun 1950-
SGOT
an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal
bertambahnya kerusakan pada hepar .
dengan nama Minamata Disease (Astawan,
dan
SGPT
Semakin tinggi kadar menandakan
semakin
Kasus keracunan Cd tercatat sebagai
2008).
epidemi yang pernah menimpa sebagian penduduk Sumber pencemaran logam Pb diantaranya
Toyama, Jepang. Penduduknya mengalami sakit
berasal dari industri baterai, kabel, cat (sebagai zat
pinggang bertahun – tahun, sakit pada tulang
pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang paling
punggung
banyak digunakan sebagai zat antiletup pada
kerapuhan, gagal ginjal yang berakhir pada
bensin. Pb juga digunakan sebagai zat penyusun
kematian.
patri
penderita ini biasa disebut dengan “Itai-itai
atau
solder
dan
sebagai
formulasi
penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk
karena
terjadi
Kerapuhan
pelunakan
pada
dan
tulang-tulang
diseases”.
rumah tangga mempunyai banyak kemungkinan
Keracunan yang disebabkan oleh Cd bisa
kontak dengan Pb (Saeni, 1997). Kerang-kerangan
bersifat akut dan kronis. Toksisitas kronis Cd bisa
(molusca) dan udang-udangan (crustacea) yang
merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem
berasal dari perairan tercemar
kadar Pb lebih
urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru),
tinggi dari 250 mkg/kg (Winarno dan Rahayu,
sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan
1994). Jenis bahan pangan lain yang mengandung
sistem reproduksi, sistem syaraf, dan bahkan
kontaminan timbal cukup tinggi adalah sayuran
dapat mengakibatan kerapuhan tulang. Penelitian
yang ditanam di tepi jalan raya. Kandungan rata-
pada hewan percobaan tikus yang diberi Cd dalam
ratanya sebesar 28,78 ppm, jauh di atas batas
dosis 0,5 – 5 ppm BB tikus dapat mengakibatkan
aman yang diizinkan Direktorat Jendral Pengawas
nekrosis testis, menurunkan motalitas sperma,
Obat dan Makanan, yaitu sebesar 2 ppm
menurunkan indeks spermatogenik, dan dapat
(Winarno, 1997).
menyebabkan infertil permanen. Selain itu tikus
Kadar Cd yang berlebihan di dalam tubuh
yang terpapar Cd dalam jumlah besar dapat
yang dapat masuk melalui makanan, minuman,
mengalami atropi testis, disfungsi ginjal, anemia
dan inhalasi akan mengganggu metabolisme tubuh
mikrositik hipokromik, dan menurunnya simpanan
dan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain
zat besi pada tubuh tikus (Haas, 2005).
gangguan pada ginjal, hati, paru-paru, jantung serta
sistem
reproduksi.
Hasil
Tidak seperti logam-logam Hg, Pb, dan
penelitian
Cd, logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen
menunjukkan bahwa dosis intake Cd dan lama
esensial untuk semua tanaman dan hewan, 40
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh
mengalami hilangnya nafsu makan, indera rasa
berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia.
dan penciuman berkurang, penyembuhan luka
Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam
lamban dan sakit kulit. Kekurangan zinc dapat
makanan.
adalah
menyebabkan kelahiran cacat. Walaupun manusia
menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak
mampu menangani konsentrasi seng yang besar,
kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan
zinc
tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 ppm berat
permasalahan kesehatan utama, seperti kram
badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi
perut, iritasi kulit dan kekurangan darah merah.
Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu
Tingkatan
dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Astawan, 2008).
Yang
perlu
diperhatikan
Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya
berbentuk
organik
dan
terlalu
banyak
seng
dapat
yang
sangat
merusakkan
pankreas
dan
metabolisme
protein
dan
menyebabkan
tinggi
dapat
mengganggu menyebabkan
pengapuran pembuluh darah. Seng bisa berbahaya
anorganik.
bagi anak-anak yang belum lahir dan baru lahir,
Logam tersebut digunakan di pabrik yang
ketika
memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna
konsentrasi seng yang besar, anak-anak dapat
yang biasanya bercampur dengan logam lain
terkena melalui darah atau susu dari ibu mereka
seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn. Garam
(Anonim, 2005).
Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya
sebagai
larutan
“Bordeaux”
para
ibu
mereka
Gejala toksisitas
sudah
menyerap
yang ditimbulkan oleh
yang
toksisitas arsen (As) antara lain mual, muntah,
mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi
kerongkongan terasa terbakar, sakit perut, diare
jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa
dengan
CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi
berdarah), mulut terasa kering dan berasa logam,
siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan juga
dan keluhan sulit menelan dan bahkan bisa
mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono,
menimbulkan kematian. Logam berat Arsen (As)
1995). Akibat kelebihan Cu secara kronis
dapat juga menimbulkan gejala autisme.
kotoran
air
cucian
beras
(kadang
menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati
Kandungan alamiah logam berat dalam
yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau
lingkungan dapat berubah-ubah, tergantung pada
serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 ppm sehari
kadar pencemaran oleh ulah manusia atau
dapat menimbulkan muntah dan diare. Berbagai
perubahan alam, seperti erosi. Kandungan logam
tahap perdarahan indra fascular dapat terjadi,
tersebut dapat meningkat bila limbah perkotaan,
begitupun nekrosis sel-sel hati dan gagal ginjal
pertambangan, pertanian, dan perindustrian yang
(Al Matsier, 2000).
banyak mengandung logam berat masuk ke
Seng (Zn) adalah suatu unsur yang penting
lingkungan.
Dari
berbagai
limbah
tersebut,
bagi kesehatan manusia. Bilamana orang-orang
umumnya yang paling banyak mengandung logam
menyerap terlalu kecil seng mereka dapat
berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan 41
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
senyawa atau unsur logam berat dimanfaatkan
baik dari dalam tambak maupun perairan luar
dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku,
tambak
katalisator, maupun sebagai bahan tambahan.
industri yang membuang limbahnya ke sungai
Penyebab utama logam berat menjadi bahan
agar menetralisir limbahnya melalui Instalasi
pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh organisme hidup
yang ada di
(estuaria)
dengan
cara
menertibkan
UCAPAN TERIMA KASIH
lingkungan.
Penelitian ini dibiayai oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Propinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu peneliti menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada Balitbang Propinsi Jawa Tengah.
Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi (Astawan, 2008).
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
KESIMPULAN Pada daging ikan yang ada Tambak tidak
Anonim. 1989. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/ SK/ VII/89.
tercemar maupun tambak tercemar dan perairan estuaria tidak tercemar maupun tercemar di
Anonim. 2008. Dampak Pencemaran Pantai bagi Kesehatan Manusia. http://www.serasan.co.cc/
Kabupaten Pati dan Kota Semarang ditemukan adanya kandungan logam berat melebihi ambang
Adtjas, D. 2008. Dampak kadar kadmium terhadap kesehatan manusia. http://polapikirmalukutenggarabarat.blogs pot.com/
batas SK Ditjen POM Nomor 03725/B/SK/VII/89 adalah kadar Hg berkisar antara 0,08-0,12 ppm. Kadar Zn pada ikan melebihi ambang batas
Anand, S.J.S., 1978, “Determination Of Mercury, Arsenic, And Cadmium In Fish By Neutron Activation”, Jounal of Radioanalytical Chemistry, 44 -101.
berasal dari perairan estuaria tidak tercemar Kota Tegal yaitu 40,11 ppm. Kadar logam berat Pb, Cu, Cd dan As baik di tambak maupun estuaria tidak
batas yang dipersyaratkan oleh Ditjen POM.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistim Biologi Mahluk Hidup, Universitas Indonesia Pers, Jakarta.
Adanya kandungan logam berat pada ikan yang
Haas,
tercemar dan tercemar masih di bawah ambang
melebihi ambang batas baik dari tambak maupun luar
tambak
menjadi
peringatan
(warning)
Hutagalung, H.B. 1991. Pencemaran laut oleh logam berat. Status pencemaran laut di Indonesia dan teknik pemantauannya. Puslitbang Oseanologi (LIPI), Jakarta. Hlm 45 – 59.
perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap keamanan pangan masyarakat dari sumber ikan. Perlunya
meningkatkan
E.M. 2005. Cadmium. http://www.healthy.net/scr/article.asp?ID= 2049. 2 Desember 2006
kewaspadaan
Klaassen, C.D., M.O.Amdur, J.Doull. 1986. Toxicology The Basic Science of Poisons.
terhadap keamanan pangan dari ikan yang terkontaminasi logam berat dari perairan tercemar, 42
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
New York: Company
Macmillan
Publishing
Sibbald, B. 2002. “Arsenic Poisoning Rampant in Bangladesh”. Canadian Medical Assosiation. Journal; Jun 11, 2002; 166, 12; ProQuest Psychology Journals Page 1578
Made Astawan. 2008. Pencemaran Logam Berat juga bisa terdapat dalam Makanan. http://www.kompas.com Mulyaningsih, T.R. 1998. Penentuan tingkat pencemaran logam berat Pb, Cd dan Hg pada hasil laut dan konsumennya. Tesis, Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 195 hlm.
Tiruppathi, C. 2008. Heavy Metal Toxicity.
Palar,
Winarno, F.G. 1997. Kimia pangan dan gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Widowati, W; Sastiono, A; Yusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta
H. 1994. Pencernaan dan ToksikologiLogam Berat, PT Rineka Cipta Jakarta.
Sanusi, H. S. 1980. Sifat-sifat Logam Berat Merkuri Di Lingkungan Perairan Tropis. Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan, Fakultas Perikanan IPB, Bogor. 19 p
43
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
44
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
KADAR PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK NUGGET RAJUNGAN DENGAN SUBSTITUSI IKAN LELE (Clarias gariepinus) (Protein Levels and Organoleptic Crab Nugget with Substitution Catfish (Clarias gariepinus)) Anas Ubadillah dan Wikanastri Hersoelistyorini Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang Korespondensi, email:
[email protected] ABSTRACT Crab meat (Second-grade) is a sort of meat produced by crab processing industry which has export quality. Crab meat (second-grade) used to a product which has value added but has not been optimal. One of effort to develop this product is substitute the crab meat with catfish meat into crab nugget product. Catfish is one source of animal protein which is cheaper but it has high nutrient. So the substitution is expected to be an affordable price of processed product. The research object is a product with a substitution crab nugget into catfish meat (Clarias gariepinus). The independent variables in this research were variations of substitution and dependent variable is the proportion of protein and flavor in crab nugget product. Chemical analysis is carried out quantitative analysis of protein and flavor. The design used completely randomized design in three replication. The results showed that there are effects of substitution catfish meat and crab meat on protein crab nugget product. While flavor of aroma, flavor and texture except color there are not effect on protein crab nugget product. The highest protein of crab nugget product is product with substitution L0: R100 is 10.06% while product with substitution L95: R5 has little protein about 8.15%. The result showed that favorite flavor of crab nugget product is a product which has substitution L65: R35 about 2.95 and substitution of product with L0: R100 has the smallest value about 2.56. Key words: crab nugget, protein, substitution catfish.
PENDAHULUAN
Saat ini daging rajungan kualitas kedua hanya
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan
dijual dalam bentuk produk rajungan sterilisasi
salah satu jenis kepiting dari suku Portunidae
dan hanya dipasarkan di dalam negeri. Walaupun
yang mempunyai potensi besar menjadi komoditas
demikian produk
ekspor perikanan, dimana ekspor rajungan secara
rajungan sterilisasi ini masih
memiliki nilai jual yang cukup tinggi, sehingga
kuantitas maupun nilai jualnya terus mengalami
kurang
peningkatan (Dirjen Perikanan, 2003).
terjangkau
oleh
masyarakat
pada
umumnya.
Produk utama ekspor rajungan adalah
Produk rajungan kualitas kedua masih
daging rajungan pasteurisasi (pasteurize crab
berpotensi
meat). Produk ini memerlukan bahan baku daging
untuk
dikembangkan
melalui
pengolahan menjadi produk pangan yang menarik
rajungan yang berkualitas tinggi (excellent),
, memiliki nilai gizi yang tinggi, dan ekonomis
sehingga dalam proses produksi juga dihasilkan
harganya. Salah satu upaya pengembangan yang
daging rajungan kualitas kedua (second grade).
perlu dicoba adalah mensubstitusi daging rajungan 45
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dengan daging ikan lele menjadi produk naget
(second grade) dan daging ikan lele dapat
rajungan.
dihasilkan produk naget rajungan substitusi yang
Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan
bergizi tinggi dan ekonomis,
salah satu komoditas perikanan yang cukup
sehingga harga
produk olahan tersebut menjadi terjangkau.
populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari benua Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia
METODOLOGI
pada tahun 1984. Lele dumbo termasuk ikan yang paling
mudah
berbagai
diterima
masyarakat
kelebihannya.
diantaranya
Kelebihan
pertumbuhannya
kemampuan
beradaptasi
karena
adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal
tersebut
dengan
jumlah
perlakuan
sebanyak
tujuh
cepat,
perlakuan. Masing masing percobaan dilakukan
terhadap
ulangan sebanyak 3 kali, sehingga akan diperoleh
lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan
satuan percobaan sebanyak 21 buah. Variasi
kandungan gizinya cukup tinggi serta harganya
substitusi ikan lele yang digunakan tersaji pada
murah.
Tabel 1.
memiliki
adalah
Rancangan percobaan pada penelitian ini
Komposisi
gizi
ikan
lele
meliputi
kandungan protein (17,7 %), lemak (4,8 %),
Tabel 1. Variasi Substitusi Ikan Lele Substitusi Pengulangan daging ikan 1 2 3 lele
mineral (1,2 %), dan air (76 %) (Astawan, 2008). Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan leusin
L0 : R100 L20 : R80 L30 : R65 L50 : R50 L65 : R35 L80 : R20 L95 : R5
dan lisin. Leusin (C6H13NO2) merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
anak-anak
dan
menjaga
keseimbangan nitrogen. Leusin juga berguna
U1 U1 U1 U1 U1 U1 U1
U2 U2 U2 U2 U2 U2 U2
U3 U3 U3 U3 U3 U3 U3
untuk perombakan dan pembentukan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam amino
esensial
pertumbuhan
dan
yang
dibutuhkan
perbaikan
jaringan.
Keterangan:
untuk
L R U 0 - 100
Lisin
termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan
sekali
dalam
pertumbuhan
: daging lele : daging rajungan : ulangan : angka prosentase substitusi
dan Bahan dan Alat
perkembangan anak (Zaki, 2009). Alasan pengolahan produk naget rajungan
Bahan yang digunakan meliputi: daging
dengan substitusi ikan lele adalah harga produk
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang
naget rajungan kurang terjangkau dan
berumur sekitar 3 bulan dari peternak ikan di
hanya
dipasarkan melalui swalayan atau supermarket.
Desa
Berdasarkan permasalahan tersebut, diharapkan
Kabupaten Demak, daging rajungan second grade
dari substitusi daging rajungan kualitas kedua
dari PT. Windika Utama Semarang, tepung 46
Banyumeneng
Kecamatan
Mranggen
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
maizena, tepung terigu, tepung roti, bawang putih,
tinggi.
Kemudian
ditambahkan
tepung
bawang bombay, gula, garam, dan bahan pencelup
maizena, tepung terigu, bawang putih, bawang
(telur), selenium, H2SO4 pekat, aquades, NaOH
bombay, garam, lada dan penyedap rasa dan
40%, HCl 0,02 N, asam borat, indikator pp dan
diaduk rata dengan ditambah irisan seledri,
BTB.
pengadukan dilanjutkan hingga adonan kalis. Alat yang digunakan : seperangkat alat
3. Adonan dibentuk menyerupai drum stick
dapur untuk memasak naget rajungan, pemanas
seberat + 50 gr dengan memanfaatkan capit
Kjeldahl lengkap, labu Kjeldahl, alat destilasi
rajungan sebagai sticknya. Kemudian adonan
lengkap,
dicelupkan ke dalam telur dan digulingkan ke
alat
titrasi
lengkap,
formulir
uji
organoleptik, piring kecil dan gelas.
dalam tepung roti, digoreng dalam minyak panas hingga matang, diangkat, dan ditiriskan.
Prosedur Penelitian Variasi yang digunakan dalam formulasi
Prosedur Uji Kadar Protein Metode Mikro
substitusi daging ikan lele dan daging rajungan
Kjedahl (Sudarmadji, 2003)
dalam pembuatan produk naget rajungan adalah
1. Destruksi
L20:R80, L35:R65, L50:R50, L65:R35, L80:R20,
Sampel ditimbang 0,05 gr, kemudian masukkan
L95:R5 dan satu perlakuan tanpa substitusi daging
ke dalam labu destruksi yang bersih dan kering,
ikan lele (kontrol 0%). Setelah proses pembuatan
ditambahkan
katalisator
produk naget rajungan selesai maka dilanjutkan
ditambah
ml
dengan
dipanaskan
pengujian
kadar
protein
dan
sifat
2
dalam
Silenium
H2SO4
pekat
ruangan
0,5
gr
kemudian
asam
dengan
kemiringan 45 oC sampai warna jernih (tidak
organoleptik.
ada karbon) lalu didinginkan. 2. Destilasi
Pembuatan produk naget rajungan Tahap-tahap pembuatan produk naget
Hasil destruksi ditambah dengan aquades
rajungan dengan substitusi daging ikan lele adalah
sedikit
demi
sebagai berikut:
kedalam labu destilasi, penambahan aquades +
1. Persiapan bahan : daging ikan lele dipisahkan
½ labu destilat. Selanjutnya ditambahkan 10 ml
dari duri, kotoran, dan bagian kepala ikan
NaOH 40% dan indicator pp 3 tetes, kemudian
sehingga didapat daging ikan lele utuh
ditutup
kemudian dicuci bersih. Daging rajungan dan
ditampung dalam erlenmeyer yang berisi asam
capit rajungan (sebagai tangkai pegangan pada
borat yang ditambahkan indicator BTB (warna
produk nugget) dicuci sampai bersih.
kuning). Destilasi dihentikan setelah berubah
dan
sedikit
sambil
dipanaskan.
dimasukkan
Hasil
sulingan
2. Pencampuran bahan yang terdiri dari daging
menjadi warna hijau dengan volume + 15 ml,
ikan lele, daging rajungan, es, garam, dan
sebelumnya cairan yang keluar dari ujung
fosfat dalam food processor berkecepatan
destilator dites dengan kertas saring yang telah 47
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
ditetesi indicator pp, kemudian tetesi dengan
Universitas Muhammadiyah Semarang sebanyak
cairan yang keluar dari ujung destilator.
15 orang. Produk naget rajungan dengan substitusi
Apabila kertas saring tidak berubah warna,
daging ikan lele tersebut akan diujikan dengan
maka destilasi dihentikan. Cairan yang keluar
memberi
tersebut menunjukkan pH netral, maka destilasi
memberi penilaian yang meliputi warna, aroma,
telah selesai.
rasa, dan tekstur dengan kriteria nilai sebagai
3. Titrasi
kode,
kemudian
panelis
diminta
berikut :
Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,02 N dan
4 = sangat suka
titik akhir titrasi ditandai dengan destilat
suka
3 = suka
2 = tidak
1 = sangat tidak suka
berubah warna kuning. Blanko juga dikerjakan dengan cara yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan :
Kadar Protein Bahan Baku
Kadar N (%) =
Analisa bahan baku yang dilakukan pada daging ikan lele dan daging rajungan, meliputi
(mlHClBahan- ml Blanko)x N HCl x 14,007x 100 mgsample
kadar protein. Hasil analisa uji kadar protein daging ikan lele dan daging rajungan secara
Kadar Protein = Kadar N X F
kuantitatif tersaji pada Tabel 2. Walaupun daging
Keterangan : F = Faktor konversi protein
rajungan merupakan daging second grade dari
(6,25)
industri pengolahan rajungan bukan berarti nilai gizi dalam daging rajungan juga ikut rusak. Hal
Penilaian Sifat Organoleptik Nugget (Soekarto,
ini dikarenakan daging rajungan yang masuk
1990)
dalam suatu industri pengolahan rajungan yang
Penilaian
organoleptik
merupakan
cara
berkualitas ekspor sudah teruji, baik dari kondisi
penilaian terhadap mutu atau sifat suatu komoditi
fisik (bentuk, ukuran, warna, aroma, tekstur, dan
dengan menggunakan formulir uji organoleptik
rasa) maupun kandungan gizi rajungan.
sebagai instrument atau alat. Dalam penelitian ini
Daging second grade merupakan daging
dilakukan uji kesukaan yang berfungsi untuk
sortiran yang tidak sesuai dengan bentuk yang
mengetahui kesukaan suatu produk. Pada uji scoring
diberikan
penilaian
terhadap
diinginkan untuk produk dalam suatu industri,
mutu
misal daging kurang tebal, daging terkelupas dan
sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuannya
sebagainya. Sedangkan kualitas protein daging
adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu
ikan lele dari peternak ikan dapat dipengaruhi oleh
terhadap suatu karakteristik (Rahayu, 1998).
berbagai faktor, diantaranya adalah pakan ikan,
Panelis yang digunakan dalam penelitian ini
habitat ikan dan sebagainya.
adalah panelis agak terlatih yang terdiri dari sekelompok mahasiswa S1 Teknologi Pangan 48
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
rata kadar protein terendah yaitu pada produk
Tabel 2. Kadar Protein Bahan Baku
Ikan Lele
% Kadar Protein Hasil Penelitian 15,74%
% Kadar Protein Bedasar Literatur* 17,70%
Rajungan
17,05%
16,85%
Bahan Baku
dengan substitusi daging ikan lele dan daging rajungan sebanyak L95:R5 sebesar 8.15%. Hal ini terjadi karena daging rajungan memiliki kadar protein lebih tinggi dibanding kandar protein ikan lele mengacu pada hasil uji kadar protein dari bahan baku yang digunakan. Jadi semakin banyak
*Astawan (2008) dan BBPMHP (1995)
daging rajungan yang digunakan akan samakin
Kadar Protein Naget Rajungan
banyak protein yang terkandung dalam produk
Uji kadar protein yang dilakukan dari substitusi
dan begitu juga rata-rata kadar protein pada
daging ikan lele dan daging rajungan dalam
produk semakin sedikit karena penggunaan daging
pembuatan
rajungan yang semakin sedikit pula.
produk
naget
rajungan,
variasi
substitusi yang digunakan adalah lele (L) :
Hasil uji kenormalan didapatkan data
rajungan (R) = L0:R100, L20:R80, L35:R65,
normal pada kadar protein dan selanjutnya data
L50:R50, L65:R35, dan L80:R20. Analisa kadar
dianalisis dengan uji anova faktor tunggal dengan
protein
secara kuantitatif dengan
menggunakan α 5% atau 0,05 diperoleh hasil
menggunakan metode mikro kjedahl. Hasil analisa
bahwa p value 0,000 < 0,05 sehingga dapat
kadar protein naget rajungan dengan substitusi
disimpulkan bahwa ada pengaruh substitusi
ikan lele dan daging rajungan tersaji pada Gambar
daging ikan lele dan daging rajungan terhadap
1.
kadar protein produk naget rajungan. Kemudian
dilakukan
data dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut anova dengan LSD. Berdasarkan hasil uji LSD diketahui ada perbedaan kadar protein pada substitusi L0:R100, L20:R80, L35:R65, L50:R50, L65:R35, L80:R20, dan L95:R5. Badan Standarisasi Nasional menetapkan standar minimal kadar protein untuk produk nugget adalah 12%, b/b. Produk naget rajungan substitusi hanya mengandung kadar protein sekitar
Gambar 1. Kadar Protein Naget Rajungan dengan Berbagai Variasi Substitusi. Gambar
8,15%-10,05%. Sehingga produk naget rajungan substitusi ditinjau dari segi kadar proteinnya tidak
1, menunjukan bahwa produk
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Badan
yang mempunyai rata-rata kadar protein tertinggi
Standarisasi Nasional.
yaitu pada produk tanpa penambahan daging ikan
Terjadinya penurunan kadar protein pada
lele (L0:R100) sebesar 10,06% sedangkan rata-
naget rajungan dimungkinkan disebabkan oleh 49
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
proses pengolahan (penggorengan). Pengolahan
substitusi daging ikan lele dan daging rajungan
dengan suhu tinggi dapat menurunkan nilai gizi
tersaji pada Gambar 2.
yang terkandung dalam suatu bahan pangan karena
dalam
pengolahan
yang
melibatkan
pemanasan yang tinggi karbohidrat dan protein akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis).
Reaksi
Maillard
merupakan
pencoklatan (browning) makanan pada pemanasan atau pada penyimpanan, biasanya diakibatkan oleh reaksi kimia antara gula reduksi, terutama Dglukosa, dengan asam amino bebas atau gugus Gambar 2. Warna naget rajungan
amino bebas dari suatu asam amino yang merupakan bagian dari suatu rantai protein.
Bardasarkan Gambar 2, dapat diketahui
Kecepatan reaksi Maillard dapat dipengaruhi oleh
bahwa kesukaan panelis terhadap warna terendah
suhu dan lama pemanasan. Reagen Maillard termasuk
dalam
kelompok
senyawa
pada subtitusi daging ikan lele dan daging
amin
rajungan
heterosiklik yang dikenal dengan nama senyawa toksik
imodazaquinolin
(IQ)
dengan
rata-rata
2,33
sedangkan yang tertinggi adalah pada substitusi
dan
daging ikan lele dan daging rajungan L65:R35
imidazaquinoxalin (IQx) (Winarno, 1997).
dengan rata-rata 3,00. Produk dengan substitusi
Uji organoleptik
L0:R100, L20:R80, dan L80:R20 memiliki nilai
Uji organoleptik dilakukan menggunakan
dibawah 2,5 yang artinya panelis tidak suka
uji uji kesukaan. Parameter mutu penerimaan yang
produk dengan variasi substitusi tersebut. Produk
di amati meliputi tingkat kesukaan terhadap
dengan substitusi L35:R65, L50:R50, L65:R35,
warna, aroma, rasa, dan tekstur.
dan L95:R5 disukai panelis karena dalam uji
Warna
kesukaan memiliki nilai di atas 2,5.
Warna pada produk naget rajungan lebih
Hasil uji friedman diperoleh nilai p value
cenderung berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dikarenakan
L20:R80
proses
pengolahan
0,03 lebih kecil dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan
dengan
bahwa ada pengaruh substitusi daging ikan lele
penggorengan mengakibatkan terjadinya reaksi
dan daging rajungan terhadap warna naget
Maillard yang menghasilkan warna coklat karena
rajungan. Untuk mengetahui perbedaan warna
panas. Penggorengan yang terlalu lama akan
pada tiap-tiap perlakuan maka dilakukan uji lanjut
menjadikan warna naget menjadi kehitaman
dengan uji wilcoxon. Hasil yang diperoleh dari uji
sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesukaan
wilcoxon ada perbedaan warna antara substitusi
warna naget rajungan. Tingkat kesukaan panelis
L0:R100, L20:R80, L35:R65, L50:R50, L65:R35,
terhadap warna produk naget rajungan dengan 50
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
L80:R20
dan
L95:R5.
Hal
ini
mungkin
disebabkan oleh warna dari bahan baku daging rajungan dan daging ikan lele yang berbeda. Daging ikan lele setelah digiling berwarna kecoklatan sedangkan daging rajungan setelah digiling tetap berwarna putih, sehingga dalam pencampuran bahan dapat mempengaruhi warna dari produk yang dihasilkan.
Aroma
Gambar 3. Aroma naget rajungan Aroma
yang
timbul
dalam
proses
Berdasarkan Gambar 3, diketahui aroma
penggorengan, sebagian merupakan aroma dari
yang
senyawa-senyawa kimia yang bersifat volatil
banyak
disukai
panelis
adalah
pada
substitusi daging ikan lele dan daging rajungan
sehingga ikut menguap bersama air bebas yang
L65:R35 dengan rata-rata 3,13 dan yang kurang
terkandung dalam bahan pangan tersebut.
disukai panelis adalah pada produk dengan
Bahan makanan mengandung karbohidrat
substitusi daging ikan lele dan daging rajungan
dan protein akan mengalami pencoklatan non-
L95:R5 dengan rata-rata 2,67.
enzimatis, apabila bahan tersebut dipanaskan
Hasil uji statistik friedman diperoleh p
(reaksi Meillard) akan dapat menghasilkan bau
value 0,229 lebih besar dari 0,05 maka dapat
enak maupun tidak enak. Bau tidak enak
disimpulkan tidak ada pengaruh pada aroma
dihasilkan oleh dehidrasi kuat yaitu furfural,
produk naget rajungan dengan substitusi daging
dehidrofurfural dan HMF serta hasil pemecahan
ikan lele dan daging rajungan. Hal ini disebabkan
yaitu piruvaldehid diasetil. Untuk pembentukan
kedua bahan baku yang digunakan memiliki sifat
rasa enak adalah hasil degradasi sttrecker dari
organoleptik aroma yang hampir sama karena
asam amino alfa diubah menjadi aldehid dengan
merupakan sumber daya hasil perairan. Panelis
atom karbon yang berkurang satu (Ridwan, 2008).
banyak yang berpendapat bahwa aroma produk
Aroma inilah yang menjadikan panelis suka atau
rata-rata hampir sama dari produk substitusi yang
tidak suka terhadap naget rajungan.
dilakukan.
Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma produk naget rajungan dengan substitusi daging
Rasa
ikan lele dan daging rajungan tersaji pada Gambar
Pengolahan
3.
menghasilkan
warna
penggorengan dan
aroma,
selain juga
menghasilkan rasa yang gurih sebagai efek samping 51
dari
reaksi
kimia
dalam
proses
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
penggorengan. Produk naget rajungan memiliki
naget rajungan dengan substitusi daging ikan lele
rasa yang gurih. Diharapkan rasa naget rajungan
dan daging rajungan. Tidak adanya pengaruh pada
memiliki rasa yang enak sehingga dapat dijadikan
rasa juga disebabkan karena bahan baku yang
sebagai menu pelengkap pengganti lauk yang ada
digunakan. Kedua bahan baku yaitu ikan lele dan
saat ini. Gambar 4, menunjukkan bahwa tingkat
rajungan merupakan sumberdaya hasil perairan
kesukaan panelis pada organoleptik rasa naget
yang memiliki sifat organoleptik rasa yang hampir
rajungan dengan substitusi daging ikan lele dan
sama.
daging rajungan yang paling tinggi yaitu pada
Tekstur
substitusi L20:R80 dan L50:R50 dengan rata-rata
Tekstur naget dalam SNI 01-6683-2002
yang sama yaitu 2,93, sedangkan yang tidak
adalah kompak dan padat, begitu juga naget
disukai pada substitusi daging ikan lele dan
rajungan memiliki tekstur yang kompak dan
daging rajungan adalah pada variasi substitusi
padat. Menurut (Ridwan, 2008), tekstur dan
daging ikan lele dan daging rajungan L80:R20
konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa
dengan rata-rata 2,33; yang artinya panelis tidak
suatu bahan. Perubahan tekstur dan viskositas
suka terhadap
variasi
bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul,
substitusi tersebut karena hasil rata-rata dari uji
karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya
kesukaan dibawah 2,5.
rasa terhadap sel reseptor alfaktori dan kelenjar air
rasa
produk
dengan
Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap
liur, semakin kental suatu bahan penerimaan
rasa produk naget rajungan dengan substitusi
terhadap intensitas rasa , bau, dan rasa semakin
daging ikan lele dan daging rajungan tersaji pada
berkurang.
Gambar 4.
Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur produk naget rajungan dengan substitusi daging ikan lele dan daging rajungan tersaji pada Gambar 5.
Gambar 4. Rasa naget rajungan Hasil uji statistik friedman di peroleh p value 0,151 lebih besar dari 0,05 maka dapat
Gambar 5. Tekstur naget rajungan
disimpulkan tidak ada pengaruh pada rasa produk 52
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Hasil uji statistik friedman di peroleh p-
Pembuatan produk naget rajungan tidak
value > 0,05 yaitu 0,319 menunjukkan tidak ada
sebatas pada substitusi daging ikan lele saja, tetapi
pengaruh pada tekstur produk naget rajungan
produk
dengan substitusi daging ikan lele dan daging
mensubstitusi hasil sumberdaya perairan yang lain
rajungan. Hal ini disebabkan tekstur dari bahan
seperti ikan mas, belut, ikan pindang, ikan jui,
baku sendiri yang bisa dikatakan memiliki tekstur
atau ikan lain yang memiliki kandungan gizi yang
yang sama, karena merupakan sumberdaya hasil
cukup tinggi tetapi memiliki nilai jual yang
perairan. Sehingga nilai uji kesukaan daya terima
ekonomis. Sehingga perlu pengkajian lebih lanjut
dari panelis memiliki rata-rata di atas 2,5-3 yang
untuk dapat mengangkat hasil sumber daya
artinya hampir semua panelis suka terhadap
perairan menjadi suatu produk yang memiliki
semua variasi substitusi daging ikan lele dan
nilai jual yang baik dan diharapkan mampu
daging rajungan.
meningkatkan kekhasanahan pangan Indonesia.
tersebut
dapat
pula
diolah
dengan
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Daging rajungan yang digunakan memiliki
Astawan, M. 2008. Lele bantu pertumbuhan janin. http://wilystra2007.multiply.com/journal/ite m/62/Lele_Bantu_Pertumbuhan_Janin (13 September 2008)
kadar protein sebesar 17,05% dan kadar protein ikan lele yang digunakan untuk substitusi sebesar 15,74%.
Sehingga
produk
nugget
yang
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Naget Ayam (Chicken Nugget). SNI 01-6683-2002.
menggunakan daging rajungan mengandung kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan produk
BBPMHP. 1995. Laporan Pengembangan Pengolahan Kepiting Bakau dan Rajungan. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.
yang menggunakan daging ikan lele lebih banyak. Hasil statistik menunjukan ada pengaruh substitusi
Direktorat Jenderal Perikanan, 2003. “Statistik Ekspor Hasil Perikanan” Departemen Kelautan dan Perikanan: Jakarta.
daging ikan lele dan daging rajungan terhadap kadar protein produk naget rajungan.
PT. Windika Utama. 2002. “Petunjuk Teknis Standart Mutu Bahan Baku Rajungan” Departemen Quality Control: Semarang
Produk nuget dengan substitusi ikan lele 0% dan rajungan 100% memiliki kandungan protein paling tinggi sebesar 10,06%, tetapi dalam
Rahayu, WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi pangan IPB: Bogor.
tingkat kesukaan panelis memiliki nilai rata-rata paling rendah sebesar 2,56; sedangkan produk
Ridwan, M. 2008. Sifat-sifat Organoleptik Pengolahan produk. Universitas Negeri Bangka Blitung (UBB): Bangka Blitung.
nuget dengan kadar protein terendah terdapat pada produk dengan substitusi ikan lele 95% dan rajungan 5% yaitu sebesar 8,15% dengan tingkat
Soekarto, T. Soewarno. 1990. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara: Jakarta.
kesukaan panelis sebesar 2,74.
53
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Sudarmadji,S, B. Haryono dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan Pertanian. Liberty:Yogyakarta.
Zaki. 2009. Budi Daya Ikan Lele ( Clarias batrachus ).http://wilystra2008. biologi.com/journal/item/54/Budi_Daya_Ika n_Lele(Clariasbatrachus).(September 2008)
Winarno, F.G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan konsumen. PT . Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
54
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
PENGARUH PENAMBAHAN BEKATUL TERHADAP KADAR PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK BISKUIT (The Influence of Addition of Rice Bran to Protein Consentration and Organoleptic Characteristic) Mita Wulandari dan Erma Handarsari 1)
Program Studi D III Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Penulis korespodensi, email:
[email protected]
Rice bran for people deemed to have low social value and is only used as animal feed ingredients. Rice bran contains high protein, can be used as food that is safe and cheap. Use of rice bran to increase the quality or value-added of the biscuit. General aim of this study to determine the effect of adding rice bran to protein content and organoleptic characteristic. Protein analysis by the method mikrokjeldhal. Results of analysis of protein content in rice bran biscuit with the addition of 0% (9.34 g%), 5% (10.06 g%), 10% (10.74 g%), 15% (11.6 gr%) and 20 % (13.66 g%). statistical test results show that there are differences in levels of protein biscuits in a variety of additional rice brand. Favorite level of texture, color, aroma, and taste showed that the highest value on the addition of bran 0% and 5%. Key Words : rice brand, biscuit, protein, organoleptic
PENDAHULUAN
suatu
Bekatul dinilai sebagai bahan kurang
aman untuk dikonsumsi.
ini dinamakan bekatul. Sejak dulu bekatul hanya
Proses
dikenal masyarakat sebagai bahan pakan ternak rendah.
Untuk
dapat
juga tergolong sebagai bahan makanan yang
Sisa dari penumbukkan atau penggilingan padi
yang
dimungkinkan
kandungan protein yang cukup tinggi bekatul
dalam proses pengolahan gabah menjadi beras.
mutu
yang
mengatasi masalah kurang gizi. Selain memiliki
bermanfaat karena bekatul merupakan limbah
dengan
produk
penambahan
pembuatan
lebih
produk
bekatul
bertujuan
pada untuk
meningkatkan kandungan gizi terutama protein
meningkatkan manfaat bekatul yang jumlahnya
pada
berlimpah di masyarakat, memiliki daya jual
produk
memberikan
murah atau nilai ekonomis yang rendah, maka
tersebut,
nilai
tambah
sehingga tersendiri
dapat bagi
bekatul. Kelebihan dari penambahan bekatul ini
bekatul dapat digunakan sebagai bahan makanan
bisa meningkatkan kualitas dari suatu produk,
campuran pada produk makanan.
karena bekatul memiliki kandungan lysine yang
Kandungan zat gizi yang dimiliki bekatul
cukup tinggi. Dalam proses pembuatan produk
yaitu protein 13,11 – 17,19 persen, lemak 2,52 –
yang memiliki kandungan gizi yang rendah,
5,05 persen, karbohidrat 67,58 – 72,74 persen,
karena adanya asam amino pembatas lysine,
dan serat kasar 370,91 -387,3 kalori serta kaya
maka penambahan bekatul dapat meningkatkan
akan vitamin B, terutama vitamin B1 (thiamin).
nilai gizi dari produk tersebut.
Berdasarkan sumbernya, protein yang terdapat
Melihat hal-hal di atas kiranya dapat
dalam bekatul dapat dimanfaatkan untuk dibuat
dibuat sebuah produk yang praktis, mudah 55
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
dikonsumsi dan banyak diminati dalam bentuk
volum, Bekker glass, statif, Corong, pemanas,
biskuit yang berasal dari proses penambahan
Selang + Alongan dan Pipet tetes.
bekatul yang dicampur dengan tepung terigu,
Bahan
telur, margarine, dan susu.
yang
digunakan
untuk
uji
organoleptik adalah biskuit bekatul. Sedangkan
Biskuit adalah jenis kue kering yang
alat yang digunakan adalah piring penghidang,
mempunyai rasa manis, berbentuk kecil dan
gelas, dan formulir uji organoleptik.
diperoleh dari proses pengovenan dengan bahan
Prosedur Penelitian
dasar tepung terigu, margarine, gula halus dan
Penelitian Pendahuluan
kuning telur. Tujuan dari penelitian ini adalah
Pada penelitian pendahuluan ini membuat
menciptakan biskuit dengan subsitusi bekatul ,
biskuit dengan berbagai variasi penambahan
menganalisis pengaruh penambahan bekatul
bekatul, yang bertujuan untuk memanfaatkan
terhadap kadar protein dan sifat organoleptik
bekatul yang semula hanya sebagai limbah,
biscuit.
kemudian dibuat menjadi biskuit . Dalam pembuatan biskuit bahan yang digunakan terdiri
METODOLOGI
tepung terigu sebagai bahan dasar dan bekatul
Tempat penelitian
diteliti terlebih dahulu kandungan proteinnya
Tempat pembuatan biscuit, analisa kadar dan uji organoleptik dilakukan di laboratorium
dengan mikrokjedahl didapatkan
teknologi pangan D III Gizi Fakultas Ilmu
sedangkan kandungan protein tepung terigu 8,9
Keperawatan
gr%. Dalam uji coba pembuatan biskuit bekatul
dan
Kesehatan
Universitas
14,34 gr%,
Muhammadiyah Semarang.
menggunakan 25%
bekatul dari total tepung
Bahan dan Alat
100 gr yang menghasilkan biskuit dengan cita
Bahan yang digunakan dalam pembuatan
rasa pahit, aroma khas biskuit, tekstur padat,
biskuit adalah tepung terigu ( merk roda biru),
warna coklat kekuningan. Sehingga untuk
bekatul dengan jenis IR 64, margarine ( merk
mengurangi
blue band), susu bubuk ( merk dancow), gula
menurunkan konsentrasi bekatul dari 25%
halus, kuning telur. Sedangkan alat yang
menjadi 20%. Karena batas daya terima
digunakan adalah baskom, ralling, mixer, oven,
konsumsi
cetakan dan spatula.
penambahan
ini
biskuit
biskuit
bekatul
bekatul
dibuat
dengan
hanya
dengan
maka
variasi
20%,
penambahan bekatul dibuat dengan konsentrasi
Bahan yang digunakan untuk analisa kadar protein adalah H2SO4 pekat, HgO, K2SO4,
0 %, 5 %, 10 %, 20 % dari total tepung 100 gr.
NaOH 40%, asam borat 2%, indikator BCG,HCI
Prosedur Pembuatan Biskuit
0,02 N, dan Indikator PP. Sedangkan alat yang
Margarine,
susu
bubuk,
gula
halus
digunakan adalah labu destruksi, labu destilasi,
dicampur dan diaduk
Buret + penjepit, Erlenmeyer, Gelas ukur, Pipet
mixer dalam waktu lima menit. Kuning telur
dengan menggunakan
dimasukkan dan diaduk dengan mixer dengan 56
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
waktu sepuluh tercampur
menit. Setelah semua bahan
tepung
terigu
dan
Penelitian Utama
bekatul
dimasukkan kedalam adonan tadi dan dicampur
Setelah dilakukan penelitian pendahuluan
sampai homogen. Adonan yang sudah homogen
maka dilanjutkan dengan penelitian utama dengan
digiling kurang lebih 0,5 cm, lalu dicetak.
rancangan penelitian, penelitian utama dilakukan
Kemudian diletakkan di atas loyang
yang
dengan satu kali perlakuan penambahan bekatul 0
sebelumnya telah diolesi margarine. Loyang
%, 5 %, 10%, 15 % dan 20 %. Parameter yang
berisi adonan dipanggang dengan oven pada
digunakan untuk menilai kualitas dari biskuit
suhu 180oC selama
adalah kadar protein dengan Metode Mikro
15 menit. Prosedur
pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 1,
Kjeldhal,
sedangkan
Hedonic scale skoring.
komposisi
biskuit
dengan
dan penilaian
organoleptik dengan
penambahan bekatul dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 1. Komposisi biskuit dengan penambahan bekatul Komposisi Bahan Tepung terigu Bekatul Gula halus Kuning telur Margarine Susu
Penambahan bekatul (gr) 5 10 15 95 90 85 5 10 15 50 50 50 20 20 20 65 65 65 15 15 15
0 100 0 50 20 65 15
Margarine, gula halus, susu bubuk
Pencampuran ( mixer) selama 5 menit
Kuning telur
Pencampuran ( mixer) selama 10 menit
Tepung terigu dan Bekatul
Pencampuran Penggilingan 0,5 menit Pencetakan Pemanggangan dengan suhu 180 oC 15 menit BISKUIT
Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan biskuit
Rancangan Percobaan 57
20 80 20 50 20 65 15
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Rancangan percobaan pada penelitian ini
(14,34 gr%) dibandingkan tepung terigu (8,9
adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal
gr%).
yang dilakukan dengan dua kali ulangan dengan satu perlakuan sebanyak lima taraf
Hasil uji statistik Anova menunjukkan
perlakuan
bahwa
ada
perbedaan
dari
masing-masing
yaitu 0%,5 %, 10%, 15%, dan 20% .
penambahan, didapatkan hasil F Hitung
=
Analisa Data
1063,86, F Tabel α 5%=5,19, F Tabel α 1 % =
Data yang diperoleh ditabulasi dan dibuat
11,39. Hasil uji statistik menunjukkan F Hitung
grafik, kemudian dianalisa dengan menggunakan
lebih besar dari F Tabel pada taraf 5% dan 1%,
uji Anova faktor tunggal. Sedangkan data uji
demikian berarti ada pengaruh yang sangat
organoleptik dianalisa dengan uji Friedmen.
signifikan pada setiap penambahan bekatul 0%,
Perhitungan uji Anova dan uji Friedmen dengan
5%, 10%, 15% dan 20% terhadap kadar protein.
bantuan computer program SPSS versi 11,5.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan hasil P value = 0,001 (p value < 0,05). Dengan melihat
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
penelitian
utama
yaitu
biskuit
hasil dari uji lanjut bahwa probabilitas kurang
dengan penambahan bekatul sebesar 0%, 5%,
dari
0,005
sehingga
menunjukkan
adanya
10%, 15% dan 20 % masing-masing diuji kadar
perbedaan setiap perlakuan penambahan bekatul
protein dan cita rasanya.
pada biskuit.
Kadar Protein Hasil uji kadar protein menggunakan metode
mikrokjeldhal
didapatkan
hal
Hasil Uji Organoleptik
yang
Uji
berbeda-beda sebagai berikut: Dengan melihat
dilakukan
untuk
mengetahui kualitas suatu bahan pangan yang 2
menyebabkan seseorang menerima atau tidak.
diketahui, bahwa kandungan protein menunjukkan
Faktor yang mempengaruhi daya terima terhadap
ada kenaikan tiap-tiap
suatu makanan adalah rangsangan cita rasa yang
bekatul,
hal
ini
hasil
organoleptik
dari
Tabel
perlakuan penambahan
dikarenakan
pada
bekatul
meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa yang
Tabel 2. Kadar protein biskuit dengan penambahan bekatul Kadar protein ( gr%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
0 9,04 9,64 9,34
Penambahan Bekatul 5 10 15 10,17 10,83 11,66 9,94 10,65 11,54 10,06 10,74 11,6
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi
20 13,69 13,63 13,66
melibatkan panelis sebanyak 25 orang dengan kriteria agak terlatih. Pada tahap penilaian, panelis 58
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
ini mengisi formulir penilaian organoleptik,
perbedaan, karena pada biskuit 0% mempunyai
kemudian hasil tersebut dihitung.
tekstur yang lebih renyah daripada biskuit 5%.
Tekstur
Biskuit
dengan
penambahan
15%
tingkat
Tekstur biskuit ini dapat dipengaruhi oleh
kesukaan terhadap tekstur lebih tinggi, hal ini
bahan dasar, ketebalan cetakan dan suhu oven
dikarenakan pada proses pencampuran bahan yang
yang terlalu tinggi. Bahan dasar pembuatan
menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar
biskuit yang menggunakan gandum keras (hard
dan ditambah bekatul, sehingga mendapatkan
wheat) dan memiliki kandungan protein yang
hasil biskuit dengan tekstur yang renyah dan lebih
tinggi, sehingga pengaruh pengerasannya sangat
disukai dari pada biskuit dengan penambahan
besar. Selain itu pada biskuit yang ditambahkan
bekatul 10 % . Hasil uji statistik diperoleh, P value
bekatul juga memiliki kandungan protein yang
< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
cukup tinggi dan berpengaruh pada tekstur biskuit.
perbedaan pada setiap penambahan bekatul dari
Pada
proses
pencampuran
bahan,
segi tekstur.
pencetakan dan pemanggangan juga berpengaruh
Warna
terhadap tekstur biskuit. Biskuit dicetak dengan
Warna biskuit dengan berbagai variasi
ukuran 0,5 cm dengan suhu pemanggangan 180oC
penambahan bekatul mempunyai jenis penilaian
selama 15 menit. Dengan penambahan gula juga
warna antara lain : putih kekuningan, kuning,
akan mempengaruhi proses pengempukan.
krem, coklat muda, dan coklat. Untuk biskuit
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
dengan penambahan 0% mempunyai warna putih
4.4 3.88 3.32
kekuningan, 5% mempunyai warna kuning, 10%
3.64 3.16
mempunyai warna krem, 15% mempunyai warna coklat muda, dan 20% mempunyai warna coklat. 4.5
4.44 3.76
4 3.5
3.36
3.2 2.56
3 0
5
10
15
2.5
20
2 Variasi Penambahan Bekatul ( %)
1.5 1 0.5 0
Gambar 2. Tngkat kesukaan terhadap tekstur
0
5
10
15
20
Variasi Penambahan Bekatul ( %)
Hasil dari grafik diatas diketahui bahwa, antara biskuit dengan penambahan bekatul 0%
Gambar 3. Tingkat kesukaan terhadap warna
dan biskuit dengan penambahan bekatul 5% ada 59
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Pada grafik di atas diketahui, bahwa
lebih tinggi dari biskuit bekatul 10%. Hal ini
biskuit dengan warna putih kekuningan paling
dikarenakan pada proses pencampuran bahan
disukai karena pada penambahan bekatul 0% tidak
biskuit bekatul 15% aroma khas bekatul lebih
menggunakan
bahan
disukai panelis dari pada biskuit bekatul 10%.
tambahannya, sehingga diperoleh warna biskuit
Hasil uji statistik diperoleh, P value < 0,05. Ini
yang menarik. Jika biskuit dengan penambahan
berarti ada perbedaan pada setiap penambahan
bekatul 5%, 10%, 15% , dan 20% menunjukkan,
bekatul terhadap biskuit.
bahwa semakin besar persentase penambahan
Rasa
bekatul
sebagai
bekatulnya akan menyebabkan turunnya tingkat
Rasa manis pada biskuit diperoleh dari
kesukaan terhadap biskuit. Hasil uji statistik
penambahan gula, selain itu dengan penambahan
diperoleh, P value < 0,05, berarti ada perbedaan
susu dan margarine juga dapat digunakan sebagai
pada setiap penambahan bekatul.
pembangkit rasa pada biskuit.
Aroma Aroma
biskuit
dengan
4.24
4.5
berbagai
4
4
penambahan bekatul menunjukkan perbedaan
3.36
3.5
pada setiap penambahan bekatul.
3.08
2.84
3 2.5
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
4.28
2
3.92 3.32
1.5
3.4
1
3.12
0.5 0 0
5
10
15
20
Penambahan variasi bekatul (%)
Gambar 5. Tingkat kesukaan terhadap rasa 0
5
10
15
20
Dengan
Variasi Penambahan Bekatul (%)
diketahui, Gambar 4. Tingkat kesukaan terhadap aroma
melihat
bahwa
dari
secara
grafik
keseluruhan
diatas ada
perbedaan antara biskuit dengan penambahan bekatul 0% dengan biskuit bekatul 5%, 10%, 15%
Dengan melihat grafik di atas diketahui,
dan 20%. Sedangkan berdasarkan uji statistik,
bahwa aroma biskuit bekatul 0% menunjukkan
menunjukkan rasa biskuit bekatul 0% tidak
perbedaan dengan biskuit bekatul 5%, Sedangkan
berbeda dengan biskuit bekatul 5% karena P value
tingkat kesukaan aroma pada biskuit dengan
> 0,05. Berarti antara biskuit bekatul 0% memiliki
penambahan bekatul 15% menunjukkan nilai yang
rasa yang hamper sama dengan biskuit bekatul 60
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
5%. Sedangkan untuk biskuit dengan penambahan bekatul 10%, 15% dan 20% mempunyai rasa agak
KESIMPULAN DAN SARAN
manis dan rasa khas dari bekatul masih terasa.
1. Pembuatan biskuit dengan bahan dasar tepung
Semakin besar penambahan bekatul, rasa
terigu sebanyak 100 gr dengan variasi
manisnya semakin berkurang karena rasa pahit
penambahan bekatul 0% (9,34 gr%), 5% (
bekatul mulai terasa. Dari hasul uji
statistik
10,06 gr%), 10% ( 10,74 gr%), 15% ( 11,6
diperoleh, P value < 0,05. Ini berarti ada
gr%) dan 20% ( 13,66 gr%) menunjukkan
perbedaan pada setiap penambahan bekatul pada
bahwa semakin tinggi penambahan bekatul
biskuit.
maka semakin tinggi pula kadar protein dari biskuit tersebut. 2. Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa
Rekapitulasi Sifat Organoleptik Hasil penilaian panelis secara keseluruhan
biskuit yang paling disukai adalah biskuit
yang meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa
dengan penambahan bekatul 0% setekah itu
untuk sifat organoleptik biskuit bekatul dapat
biskuit dengan penambahan bekatul 5%. Hal
dilihat pada Tabel 3 :
ini terlihat dari penilaian organoleptik biskuit 0% sebesar 4,34, sedangkan pada biskuit
Tabel 3. Reakapitulasi sifat organoleptik biskuit bekatul N Tekstur Warna Aroma Rasa Rerata
O% 4,4 4,44 4,28 4,24 4,34
5% 3,88 3,76 3,92 4 3,89
10% 3,32 3,36 3,32 3,36 3,34
15% 3,64 3,2 3,4 3,08 3,33
bekatul 5% tingkat kesukaannya bsebesar
20% 3,16 2,56 3,12 2,84 2,92
3,89. 3. Berdasarkan uji statistik kadar protein pada biskuit menunjukkan bahwa ada perbedaan antara variasi penambahan bekatul. 4. Hasil uji statistik biskuit berdasarkan sifat
Tabel 3 menunjukkan bahwa biskuit
organoleptik
dengan penambahan bekatul 0% ada perbedaan
menunjukkan
bahwa
ada
perbedaan antara variasi penambahan bekatul
dengan biskuit bekatul 5%. Hal ini dilihat dari
pada perlakuan 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%
segi tekstur, warna, dan aroma yang menunjukkan
dilihat dari segi tekstur, warna, aroma dan rasa
perbedaan, tetapi pada segi rasa biskuit bekatul
biskuit.
0% dengan biskuit bekatul 5% tidak menunjukkan
Penambahan bekatul dalam pembuatan
perbedaan. Dipilihnya biskuit dengan penambahan
biskuit sebaiknya menggunakan variasi bekatul
bekatul 5% ini, karena tingkat kesukaan pada
5% karena memiliki kandungan protein dan cita
biskuit dengan penambahan bekatul 5 % lebih
rasa tinggi serta disukai oleh panelis . Dan Perlu
tinggi dari biskuit dengan penambahan bekatul
penelitian lebih lanjut pada perlakuan biskuit
10% sampai 20% dan dilihat dari segi kandungan
bekatul 5 % dengan uji ketengikan dan lama
proteinnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan
penyimpanan pada biskuit.
biskuit bekatul 0%. 61
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
DAFTAR PUSTAKA Almamatsier, S. 2001. Prinsip dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta. Associates, Us Wheat. 1981. Pedoman pembuatan Roti dan Kue. Djambatan, Jakarta. Buckle, K.A et.al diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono, 1987. Ilmu Pangan, UI-Press, Jakarta. Desrosier, Norman W diterjemahkan oleh Muchji Muljohardjo. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, UI-Press. Jakarta. Anonim. 1999. Pengkajian dan Pengembangan Produk Pangan Olahan dari Serealia dan Umbi-Umbian. IPB, Bogor. Anonim. 1996. Pengembangan Produk Pangan Fabrikasi Pusat Studi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Nurmala, T. 1998, Serealia : Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta, Jakarta. Sediaotama, AD. 1988. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta. Soekarno, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta. Suparyono dan Agus Setyono. 1997. Mengatasi Permasalahan Bididaya Padi. Penebar Swadaya, Jakarta. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
62
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
PEDOMAN PENULISAN NASKAH A. Format Seluruh bagian dari naskah narasi diketik dua spasi pada kertas HVS ukuran kuarto, batas atas-bawah dan samping masing-masing 2,5 cm. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf bertipe Times New Roman berukuran 12, dengan spasi ganda dan tidak bolak-balik. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan apabila mendapat persetujuan dari penulisnya. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman tabel/bagan/grafik/gambar/foto pada akhir naskah. Publikasi ilmiah ditulis 15-17 halaman (sekitar 3000 karakter), termasuk gambar dan tabel. Susunan naskah hasil penelitian dibuat sebagai berikut: 1. Judul Ada dua bahasa dalam penulisan judul, yaitu yang pertama menggunakan Bahasa Indonesia dan kedua Bahasa Inggris. Judul menggunakan Bahasa Indonesia dicetak dengan huruf besar pada awal kata (kecuali kata sambung) bertipe Times New Roman berukuran 14 dan spasi satu, sedangkan yang berbahasa Inggris dengan huruf miring. Judul artikel ditulis singkat dan informatif dan mampu menerangkan isi tulisan dengan jumlah maksimal 15 kata. Hindari penggunaan kata yang mempunyai kesan umum seperti penelahaan, studi, pengaruh dan lain-lain. Tidak diperkenankan menggunakan singkatan dan penambahan nama latin. 2. Nama dan Alamat Penulis Penulisan nama ditulis semua nama yang terlibat dan lengkap tidak ada singkatan. Penulisan nama tidak dilengkapi pangkat, kedudukan dan gelar akademik, dan diberi kode (1, 2, 3,...) pada bagian atas nama belakang dari masing-masing nama penulis. Bagian bawah nama diberi alamat korespodensi (alamat institusi) masing-masing nama, dengan mengikuti kode di atas, dan alamat e-mail lembaga yang memungkinkan terjadi korespodensi dengan ilmuwan lain. 3. Abstrak Abstrak merupakan ringkasan yang lengkap dan menjelaskan keseluruhan isi artikel ilmiah. Abstrak ditulis sebaik mungkin agar pembaca dapat menangkap isi artikel tanpa harus mengacu ke artikel lengkapnya. Abstrak ditulis dalam satu bahasa yaitu bahasa Inggris dengan judul “ABSTRACT”, paling banyak terdiri atas 200 kata dalam satu paragrap, diketik huruf miring dengan spasi tunggal. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah (Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil, dan Kesimpulan) tanpa harus memberikan keterangan terperinci dari setiap bab. Abstrak tidak mencantumkan tabel, ilustrasi, rujukan dan singkatan. Untuk menghemat kata, jangan mengulang judul dalam abstrak. 4. Kata Kunci Kata kunci adalah kata-kata yang mengandung konsep pokok yang dibahas dalam artikel. Kata kunci dengan judul “Key words” sebanyak 3 sampai 6 kata ditulis dalam bahasa Inggris diletakkan di bawah abstract dalam satu baris dan cara pengurutannya dari yang spesifik ke yang umum. Kata kunci yang baik dapat mewakili topik yang dibahas dan digunakan untuk mengakses lewat komputer oleh pembaca. 5. Pendahuluan Pendahuluan merupakan pengantar tentang substansi artikel sesuai dengan topik dan masalahnya, terutama alasan-alasan baik teoritis maupun empiris yang melatar belakangi kegiatan penulisan artikel. Memuat secara ekplisit dengan singkat dan jelas tentang arah, maksud, tujuan serta kegunaan artikel agar substansi artikel tidak menimbulkan kerancuan pengertian, pemahaman dan penafsiran makna bagi pembacanya. Berisi penjelasan latar belakang atau problematika yang dikaji dan tujuan penelitian dilakukan. Kalimat-kalimat awal seharusnya merupakan hasil pemikiran sendiri, bukan kutipan. Penyajian harus runut secara kronologis, ada kaitan logika antara alinea pertama dengan berikutnya dengan jelas. Kerangka 63
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
berpikir disajikan secara singkat dan jelas berdasarkan konsep-konsep teoritis yang digunakan untuk membahas, menganalisis dan menafsirkan data, informasi serta temuan-temuan yang diperoleh. Penting dikemukakan pula konsep-konsep pemikiran yang berasal dari temuan-temuan peneliti sejenis, jika mungkin yang terbaru, yang telah dilakukan oleh peneliti atau penulis yang sebelumnya. Pustaka yang digunakan benar-benar mendukung latar belakang yang diungkapkan. Sebaiknya tidak mengutip hasil-hasil penelitian terdahulu yang tidak dipublikasikan. Nama organisme (Indonesia/daerah) yang tidak umum harus diikuti dengan nama ilmiahnya pada pengungkapan pertama kali. 6. Metodologi Metode adalah cara-cara yang digunakan dalam penulisan artikel ilmiah. Metode tersebut harus sesuai dengan metodologi yang digunakan pada saat melakukan penelitian. Berisi informasi teknis (deskripsi bahan, penarikan contoh, prosedur dan pengolahan data) dan diuraikan secara lengkap jika metode yang digunakan merupakan metode baru. Untuk metode yang sudah umum digunakan, cukup dengan menyebutkan pustaka yang diacu. Dalam menulis pelaksanaan teknis penelitian (prosedur) tidak menggunakan kalimat perintah. Bahan kimia yang sangat penting dan khusus untuk analisis disebutkan produsennya. Alat seperti gunting, gelas ukur, gelas kimia, pensil dan lain-lain tidak perlu ditulis, tetapi peralatan khusus untuk analisa (AAS, spektrofotometer, HPLC, GC, dan lain-lain) ditulis secara rinci bahkan sampai ke tipenya. 7. Hasil dan Pembahasan Berisi pengungkapan hasil-hasil penelitian saja, yang dapat disajikan dalam bentuk tubuh tulisan, tabel/bagan/grafik/gambar/foto disertai keterangan yang jelas dan informatif. Penyajian data harus sitematik, perlu dilihat tujuan dan langkah-langkah dalam metode. Narasi data berupa sarinya bukan menarasikan data seperti apa adanya. Penyajian data juga didukung oleh olahan data (bukan data mentah) dan ilustrasi yang baik. Pemberian nomor dibuat secara berurutan sesuai dalam naskah dan dilampirkan secara terpisah dari naskah. Keterangan gambar ditulis di bawah gambar, sedangkan keterangan tabel ditulis di atas tabel dan harus dibatasi dalam tubuh tulisan. Gambar dan bentuk grafik dapat dibuat pada halaman terpisah. Pembahasan bukan sekedar menarasikan data, tetapi berisi interprestasi hasil-hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang pernah dipublikasikan. Dalam menarasikan disesuaikan dengan tujuan dan hipotesa penelitian. Dalam pembahasan juga dilakukan analisa atau tafsiran dan pengembangan gagasan atau argumentasi dengan mengaitkan hasil, teori atau temuan sebelumnya. Ada dua pendekatan dalam melakukan pembahasan dan analisis terhadap data, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif bersifat obyektif, positifistik dan bebas nilai, subyektifitas sedapat mungkin dihindari. Pendekatan kualitatif bersifat subyektif, relatifisme dan tidak bebas nilai. Hasil pembahasan dan analisis tidak berpretensi menghasilkan generalisasi, kalaupun ada generalisasi terbatas pada lingkup obyek penelitian. 8. Kesimpulan Simpulan ditulis secara kritis dan cermat dan dilakukan generalisasi (induktif) dibuat dengan hatihati. Nyatakan simpulan atas hasil dan pembahasan secara singkat, padat, serta tanpa nomor urut. simpulan tidak mencantumkan kutipan dan analisa statistik. 9. Ucapan Terima Kasih Penulis dapat memberikan ucapan terima kasih kepada penyandang dana penelitian, maupun kepada institusi serta orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian. Nama institusi penyandang dana supaya dituliskan secara lengkap. 10. Daftar Pustaka 64
Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010
Daftar pustaka ditulis memakai system nama dan disusun secara abjad. Beberapa contoh: a. Jurnal : Rueppel ML, Brightwell BB, Schaefer J, and Marvel JT. 1997. Metabolism and degradation of glyphosate in soil and water. J Argric Food Chem 25:517-528. b. Buku : Moore-Landecker E. 1990. Fundamental of the fungi. Ed Ke-3. New Jersey:Prenice Hall. d. Abstrak : Kooswardhono, M, Sehabudin. 2001. Analisis ekonomi usaha ternak sapi perah di wilayah Propinsi Jawa Barat. Abstrak Seminar Pengembangan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal. Bogor, 8-9 Agustus 2001. Bidang Sosial dan Ekonomi-15. hlm 189. e. Prosiding : Lukiwati D.R. dan Hardjosoewignjo S. 1998. Mineral content improvement of Some tropical legumes with Glamous fungi inoculation and rock phosphate fertilization. Di dalam: Proccedings of the Internal Workshop on Mycorrhiza. Guangzhou, PR China, 6 September – 31 August 1998. hlm 77-79. f. Skripsi/Tesis/Disertasi : Ismunadji M. 1982. Pengaruh pemupukan belerang terhadap susunan kimia dan produksi padi sawah. (Tesis). Bogor.Institut Pertanian Bogor. g. Informasi dari Internet : Hansel L. 1999. Non-target effect of Bt corn Pollen on the Monarch butterfly (Lepidoptera:Danaidae).http://www.ent.iastate. edu/ensoc/ncb99/prog/abs/D81.html. (21 Agustus 1999) Acuan pustaka dalam teks ditulis dengan model nama dan tahun yang diletakkan dibelakang kata-kata, ungkapan atau kalimat yang diacu. Acuan yang ditulis dalam teks harus ada dalam daftar pustaka yang diacu dan sebaliknya bila ada dalam daftar pustaka juga harus ada dalam teks. Kata-kata, ungkapan atau kalimat yang ada alam teks tanpa sumber acuan dapat dianggap sebagai pendapat penulis dan bila ternyata sebenarnya mengacu dari pustaka lain, dapat dianggap plagiat. B. Ketentuan Umum 1. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan, berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang ditambah pemikiran penerapannya pada kasus tertentu dengan topik yang aktual dalam lingkup pangan dan gizi. 2. Penulis mengirimkan naskah dalam bentuk hard copy rangkap 2 dan soft copy dalam CD atau melalui email. 3. Jadual penerbitan adalah bulan Juli dan Desember. 4. Naskah jurnal untuk edisi yang akan terbit, paling lambat diterima oleh redaksi tiga (3) bulan sebelum jadwal penerbitan. Naskah akan dikoreksi oleh Mitra Bestari yang akan dijadikan dewan redaksi sebagai dasar dalam memutuskan diterima atau tidaknya naskah.
65