JURNA AL PENGE ETATAN PEMBERIA AN REMIS SI TERHAD DAP PELA AKU TIND DAK PIDA ANA NARK KOTIKA S SETELAH BERLAKU UNYA PER RATURAN N PE EMERINTA AH NOMO OR 99 TAH HUN 2012
Diajukan Oleh O : NADIA C CHRISTY MANURU UNG
NPM : 100 0510250 Program m Studi : Ilm mu Hukum Program m kekhusu usan : Perradilan da an Penyeleesaian Seng gketa Hu ukum
UNIV VERSITAS S ATMA JA AYA YOGY YAKARTA A FA AKULTAS HUKUM 2014 4
I.
Judul
:
Pengetatan Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak
Pidana
Narkotika
Setelah
Berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 II.
Nama
:
III. Program Studi :
Nadia Christy Manurung, G. Aryadi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
IV.
Abstract The author took the title of the tightening of Granting Remission to the perpetrators of the crime of narcotics After the enactment of Government Regulation No. 99, 2012 with the right backgrounds remissions of the inmates tightened about terms and procedures granting remission after he set up a government regulation no.99, 2012. Outline of the problems discussed about how the procedure of granting remission to the perpetrators of the crime of narcotics after the enactment of Government Regulation No.99, 2012. The research method used with this type of normative, research and data were analyzed qualitatively and use deductive method of though. Based on data obtained produce research results that the granting of remission procedurs againts the perpetrators of crime of narcotics tightened after the enactmentof Government Regulation No.99, 2012, the perpetrators of crime of narcotics that are convicted of most short 5 years, must be willing to cooperate with law enforcement agencies to dismantle things that he had done the crime stated in Justice Collaborator, and the process of filing the proposed remission should be up to the General Director of Prisons. Keyword: remission, perpetrators of the crime of narcotics, Government Regulation No. 99, 2012, justice collaborator.
V. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Dalam
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan mengatur mengenai hak-hak dari narapidana, yang salah
satunya adalah mendapatkan remisi. Remisi merupakan pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dengan memenuhi persyaratan tertentu, yakni berkelakuan baik selama menjalani masa pidananya. Pada tanggal 28 Juli 2006, diundangkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 yang merupakan perubahan pertama dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 yang mengatur tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Pada awalnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, narapidana semua diperlakukan sama dalam hal pemberian remisi, akan tetapi setelah munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, mulai terlihat adanya pembedaan dalam pemberian remisi bagi narapidana umum dengan narapidana khusus, seperti narapidana narkotika. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dipandang belum mencerminkan seutuhnya kepentingan mengenai keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan, oleh karena itu pada tanggal 12 November 2012, diundangkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 12 sebagai perubahan kedua dari Peraturan Nomor 32 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah terbaru ini, justru menimbulkan permasalahan baru, yakni adanya pengajuan gugatan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah tersebut ke Mahkamah Agung oleh Yusril Ihza Mahendra karena dianggap bertentangan dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Selain itu, kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta pun menjadi bukti bahwa dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dinilai tidak manusiawi, tidak adil, tidak rasional, dan tidak sejalan dengan konsep pemasyarakatan yang merupakan lembaga pembinaan bagi pelaku kejahatan agar siap kembali terjun dalam masyarakat.1 1
http://indonesaya.wordpress.com/tag/diskriminatif-dalam-implementasi-peraturan-pemerintahpp-nomor-99-tahun-2012/, Fransisca Tambunan, Diskriminatif dalam Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dalam hal Pengetatan Remisi, 26 Februari 2014.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah prosedur pemberian remisi terhadap pelaku tindak pidana narkotika setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012? VI. Isi Makalah HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR PERNYATAAN KEASLIAN DAFTAR ISI ABSTRACT BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Batasan Konsep G. Metode Penelitian BAB II: PEMBERIAN REMISI TERHADAP BANDAR DAN PENGEDAR A. Tinjauan Tentang Remisi Sebagai Hak Dari Narapidana 1. Pengertian Remisi 2. Jenis-Jenis Remisi 3. Pihak-Pihak Yang Mendapatkan Remisi 4. Syarat Pemberian Remisi
5. Tata Cara Pemberian Remisi B. Tinjauan Tentang Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika 1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika 2. Pengertian Pelaku Tindak Pidana Narkotika 3. Syarat Pemberian Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika C. Tinjauan Tentang Pengetatan Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Setelah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 1. Pengertian Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 2. Perbandingan Tentang Syarat Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 3. Tata Cara Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Setelah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 BAB III: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN VII. Kesimpulan Berdasarkan
pembahasan
dari
hasil
sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
penelitian
pada
bab
Bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 oleh pemerintah, maka yang terkena pengetatan pemberian remisi ini adalah pelaku tindak pidana narkotika yang dipidana paling singkat 5 tahun, dan yang termasuk kategori tersebut adalah mereka yang merupakan bandar dan pengedar . Bentuk dari pengetatan pemberian remisi ini, terdapat dalam syarat maupun prosedur pemberiannya, yang mana syarat tersebut adalah kesediaan untuk bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, yang dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang disebut dengan Justice Collaborator. Sedangkan prosedur pemberiannya, semakin sulit karena pengusulan remisi tersebut harus sampai kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan, yang berkedudukan di pusat yaitu Provinsi DKI Jakarta. Dapat diketahui juga dari hasil wawancara dengan Kasubsi Lapas Kelas IIA Wirogunan, bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini
ternyata menjadi shock therapy bagi narapidana di Lapas
Wirogunan karena persyaratan serta prosedur pemberian remisi, terkhusus bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana khusus, seperti tindak pidana narkotika. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya di Lapas Wirogunan ini, tidak terdapat kendala-kendala karena para narapidana khususnya yang melakukan tindak pidana narkotika ini, tetap mengikuti ketentuan yang telah ada dalam peraturan yang berlaku, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Secara substansi, dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini sudah merupakan langkah yang baik dalam penegakan hukum di bidang tindak pidana narkotika, akan tetapi secara yuridis, keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi darinya, yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang secara khusus dalam Pasal 5 butir b yang membahas tentang adanya asas kesamaan, yang berarti juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan asas hukum yakni, asas Lex superior derogat legi
inferiori, yang berarti hukum yang tingkatnya lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah sepanjang mengatur hal yang sama.
VIII. Daftar Pustaka Buku: Aziz Syamsuddin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta.
Bambang Waluyo, 2000, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung. Heriadi Willy, 2005, Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara, Kedaulatan Rakyat,Yogyakarta. Joeniarto, 1974, Selayang Pandang Tentang Sumber-Sumber Hukum Tata Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif SistemPeradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Soedjono D, 1977, Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia, PT. Karya Nusantara, Bandung. Soedjono Dirdjosisworo, 1990, Hukum Narkotika Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Sujono AR. dan Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta Timur. Syamsul Hidayat, 2010, Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta. Zen Abdullah M., 2009, Pidana Penjara Eksistensi dan Efektivitasnya dalam Upaya Resosialisasi Narapidana, Hasta Cipta Mandiri, Yogyakarta. Jurnal/Majalah:
Tommy Apriando, 2013, Problematika Penanganan Narkoba di Indonesia, das Sein, Edisi Maret 2013, Mabes LPM das Sein Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Website : Ami, 2013. Tindak Pidana Narkotika. Diakses dari http://amiee43.blogspot.com/2013/05/tindak-pidana-narkotika.html, 30 April 2014. Firman Qusnulyakin, 2013. PP 99 Tahun 2012 Sejak Awal Dipolitisasi. Diakses dari http://nasional.inilah.com/read/detail/2009882/pp-99-tahun-2012sejak-awal-dipolitisasi#.U3BxIFc1hes, 12 Mei 2014. Fransisca Tambunan, 2013. Diskriminatif dalam Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dalam hal Pengetatan Remisi. Diakses dari http://indonesaya.wordpress.com/tag/diskriminatif-dalamimplementasi-peraturan-pemerintah-pp-nomor-99-tahun-2012/, 26 Februari 2014. INU/RFQ, 2013. Pemerintah Pertahankan PP 99 Tahun 2012. Diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51e3e70578ba6/pemerint ah-pertahankan-pp-no-99-tahun-2012, 12 Mei 2014. Junaidi Maulana, 2013. Pelaksanaan Pemberian Remisi Dalam Sistem Pemasyarakatan. Diakses dari http://junaidimaulana.blogspot.com/2013/02/pelaksanaanpemberian-remisi-dalam.html, 28 April 2014. Marry Margaretha Saragi, 2013. Soal Remisi Dasawarsa. Diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f66ff3bd89c5/soalremisi-dasawarsa, Marry Margaretha Saragi, 26 April 2014. Nugroho, 2013. Antara Bisnis Narkoba dan Perilaku Artis. Diakses dari http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/28/antara-bisnisnarkoba-dan-perilaku-artis-528608.html#, 28 April 2014. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995, Nomor 77. Sekretariat Negara. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 143. Sekretariat Negara. Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 69. Sekretariat Negara. Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006, Nomor 61. Sekretariat Negara. Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012, Nomor 225. Sekretariat Negara. Jakarta. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang Remisi Susulan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012, Nomor 223. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013, Nomor 832. Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun tentang Remisi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 223. Sekretariat Negara. Jakarta. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor: M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang Remisi Tambahan Bagi Narapidana dan Anak Pidana.
Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HN.02.01 Tahun 2001 tentang Remisi Khusus Yang Tertunda dan Remisi Khusus Bersyarat serta Remisi Tambahan. Surat Edaran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH.04.PK.01.05.04 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Surat Edaran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH.04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.