ANALISIS PERBEDAAN PENGGUNAAN OVITRAP JENIS TUTUP DATAR DAN OVITRAP JENIS TUTUP LENGKUNG DALAM EFEKTIFITAS SEBAGAI PERANGKAP TELUR NYAMUK AEDES SP. DI PERUMAHAN BAROS KELURAHAN BAROS KOTA SUKABUMI Achmad Setya R1, Eri Nasution 2 1 Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi 2 Departemen Kesehatan Kota Sukabumi
ABSTRACT Background: DepKes RI (2010),menjelaskan bahwa kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia semakin meningkat, yaitu sebanyak 117.830 kasus pada tahun 2008 dan manjadi sebanyak 121.423 kasus pada tahun 2009. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki kasus DBD terbanyak yaitu sebanyak 29.334 kasus. Kota Sukabumi merupakan urutan pertama Insiden Rate (IR = 1/100.000 penduduk) yaitu sebanyak 1388 kasus pada tahun 2009. Kelurahan Baros merupakan salah satu Kelurahan di Kota Sukabumi dan merupakan urutan pertama terbesar terjadinya kasus DBD selama tahun 2009 diantara 5 Kelurahan yang lainnya, dengan jumlah kasus sebanyak 82 kasus. DBD sampai saat ini belum ditemukan obat/vaksinnya. Pengobatan pada dasarnya mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan pendarahan. Upaya pengendalian vektor DBD di Kota Sukabumi telah dilakukan dengan berbagai program pencegahan dan pemberantasan vektor penyakit DBD dengan mengendalikan nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian yang dilakukan diantaranya pengasapan (fogging), pemberantasan jentik nyamuk (abatesasi), dan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk dengan gerakan 3 M (menguras, mengubur dan menutup). Kegiatan yang dilakukan belum menunjukan perubahan yang signifikan terhadap penurunan angka kejadian DBD di Kota Sukabumi. Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang Analisis perbedaan penggunaan ovitrap pada jenis tutup datar dan tutup lengkung sebagai perangkap telur nyamuk aedes sp. di Perumahan Baros Kelurahan Baros Kota Sukabumi. Objective: Untuk mengetahui perbedaan hasil dari penggunaan ovitrap tutup datar dan tutup lengkung Method: Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah semua rumah yang berada di Perumahan Baros Kencana Kelurahan Baros Kelurahan Baros Kota Sukabumi yang berjumlah 243 rumah. Sampel yang diambil sebanyak 23 rumah. masing-masing rumah dipasang 2 ovirtrap yang berbeda sehingga total ovitrap adalah 46 ovitrap. Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data diambil dengan cara observasi. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Anlisis bivariat untuk melihat perbedaan hasil penggunaan kedua jenis ovitrap tersebut dengan menggunakan uji t Fisher’s. Results: Analisis univariat didapatkan Ovitrap Indeks (OI) tutup datar sebesar 30.43 % dan OI tutup lengkung sebesar 43.48 %. Analisis bivariat didapatkan p value = 0.576 dengan demikian p value > 0.05, hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara ovitrap tutup datar dan ovitrap tutup lengkung dengan rerata jumlah jentik yang terperangkap dan 9 jentik untuk ovitrap tutup lengkung. Conclusion:. Tidak terdapat perbedaan antara hasil penggunaan ovitrap jenis tutup datar dan ovitrap jenis tutup lengkung dalam efektifitas sebagai perangkap telur nyamuk. Keyword: ovitrap datar, ovitrap lengkung, atraktan, kuasi eksperimen, ovitrap index .
A. PENDAHULUAN
Kasus demam berdarah (DBD) di Indonesia semakin meningkat, sejak Januari – Oktober 2009, DBD telah menelan 1.013 korban jiwa dari total penderita sebanyak 121.423 orang (CFR: 0,83). Jumlah ini meningkat dibandingkan periode tahun 2008 yaitu 953 orang meninggal dari 117.830 kasus (CFR: 0,81). Sehingga penanganan dengan melibatkan peran serta masyarakat sangat perlu di
Jurnal Kesehatan Kartika
26
lakukan. (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2010, waspadai demam berdarah dengue, http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 15 Mei 2010) Dari kasus yang dilaporkan selama tahun 2009, Sepuluh provinsi yang memiliki kasus DBD terbanyak yaitu provinsi Jawa Barat (29.334 kasus 244 meninggal), selanjutnya provinsi DKI Jakarta (26.326 kasus 33 meninggal), Jawa Timur (15.362 kasus 147 meninggal), Jawa Tengah (15.328 kasus, 202 meninggal), Kalimantan Barat (5.619 kasus, 114 meninggal), Bali (5.334 kasus, 8 meninggal), Banten (3.527 kasus, 50 meninggal), Kalimantan Timur (2.758 kasus, 34 meninggal), Sumatera Utara (2.299 kasus, 31 meninggal), dan Sulawesi Selatan (2.296 kasus, 20 meninggal). (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2010, waspadai demam berdarah dengue, http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 15 Mei 2010). Di Jawa Barat jumlah penderita DBD pada tahun 2003 mencapai 8.923 orang dan mengalami peningkatan pada 2005 menjadi 17.448 orang, 266 orang di antaranya meninggal dunia. Pada 2007, seluruh kab./kota di Jabar melaporkan kejadian luar biasa (KLB) di daerahnya. Dinkes Jabar (2010), menyatakan bahwa Kota Sukabumi menjadi urutan pertama Insiden Rate (IR) demam berdarah dengue di Jawa Barat (1/100.000 penduduk) yaitu sebesar 453.9 disusul oleh Kota Cimahi sebesar 359.2, Kota Bandung 279.4, Kota Depok 207, Kota Bekasi 187. 5. Kasus DBD di Kota Sukabumi Pada tahun 2009 sebanyak 1.388 kasus dan 2 orang dinyatakan meninggal dunia dan pada tahun 2010 sampai bulan Mei berjumlah 512 kasus, 3 orang meninggal. Kasus DBD di 5 kelurahan terbanyak Kota Sukabumi pada tahun 2009–2010 dapat dilihat pada table berkut : Table 1. Kasus DBD di Kota Sukabumi Tahun 2009- Mei 2010 TAHUN NO KELURAHAN 2009 2010 (sampai Mei) 1 Baros 82 41 2 Cisarua 75 35 3 Selabatu 68 36 4 Nanggeleng 63 30 5 Lembur Situ 61 16 Sumber : Profil Kesehatan Kota Sukabumi Tahun 2009 Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 5 kelurahan yang mengalami kasus DBD terbanyak secara berturut-turut adalah Kelurahan Baros yaitu pada tahun 2009 sebanyak 82 kasus dan pada tahun 2010 sampai bulan Mei sebanyak 41 kasus. Pengendalian nyamuk Ae. aegypti (dewasa) dengan menaburkan racun jentik ke tempat perindukan dan pembersihan sarang nyamuk (PSN) serta pengasapan (fogging) dewasa ini dipandang sebagai cara yang berhasil, akan tetapi dengan adanya resistensi nyamuk ataupun jentik Ae. aegypti terhadap insektisida/larvasida kimia, perlu dipertimbangkan cara pengendalian alternatif lain yang lebih mudah, murah dan efektif (Womack, M. 1993) Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka penulis merasa sangat perlu untuk mengembangkan teknik dalam pengendalian vector DBD yaitu dengan teknik Ovitrap. Ovitrap berarti
Jurnal Kesehatan Kartika
27
perangkap telur (ovum= telur, trap= perangkap) dan umum digunakan serta diproduksi secara massal di Singapura dan Malaysia (Roy Nusa, 2008). Mengingat pentingnya peluang pengembangan penanggulangan DBD maka penulis sebagai perawat sangat tertarik untuk menganalisis perbedaan penggunaan ovitrap pada jenis tutup datar dan tutup lengkung sebagai perangkap telur nyamuk aedes sp. di Perumahan Baros Kecamatan Baros Kota Sukabumi. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil dari penggunaan ovitrap tutup datar dan tutup lengkung. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan bagi pemerintah daerah terutama Dinas Kesehatan Kota Sukabumi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan DBD khususnya di kelurahan Baros dan umumnya di Kota Sukabumi. B. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam rancangan penelitian quasi eksperimen. yaitu dengan menggunakan 2 bentuk ovitrap yang berbeda yang diletakan berdekatan.. O1 E1 (ovitrap index pada O1) (ovitrap yang menggunakan penutup/kasa nyamuk datar) O2 E2 (ovitrap index pada O1) (ovitrap yang menggunakan penutup/kasa nyamuk lengkung) 2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua rumah yang berada di Perumahan Baros Kencana Kelurahan Baros Kecamatan Baros Kota Sukabumi yang berjumlah 243 rumah. Sampel merupakan sebagian unsur yang terlihat dalam populasi yang ada dan dapat mewakili dari keseluruhan populasi tersebut sebagaimana diungkapkan Sugiyono (2009). Yang menjadi sampel dalam penelitian aini adalah sebanyak 23 rumah. untuk masingmasing jenis ovitrap sehingga Jumlah total ovitrap yang dipasang sebanyak 46 buah. Subjek penelitian diambil dengan menggunakan simple random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi untuk mengetahui jentik dalam ovitrap. Pengamatan ini dilakukan setiap hari setelah hari ke-3 sampai hari ke-14 dan dokumentasi Yaitu mencatat jumlah jentik dalam ovitrap untuk sebagai bahan yang akan dianalisis. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu seperangkat alat terdiri dari: ember, ukuran diameter atas 26.5 cm, tinggi 18 cm dan diameter bawah 16 cm, kasa nyamuk, warna merah ati dan hitam, tali, air bersih, kayu, atraktan (air bekas cucian udang) dan alat tulis (buku dan balpoint)
Jurnal Kesehatan Kartika
28
gambar 1 ovitrap tutup datar
gambar 2. ovitrap tutup lengkung
Jurnal Kesehatan Kartika
29
3. Analisis data Analisis Univariat dalam penelitian ini dengan melihat persentase dari penggunaan ovitrap pada jenis tutup datar dan jenis tutup lengkung yang dilihat dari jumlah jentik nyamuk yang terperangkap dengan menggunakan ovitrap datar dan ovitrap lengkung, Jenis nyamuk yang terperangkap dan Ovitrap Indeks (OI) kedua media tersebut. Analisis Bivariat pada penelitian ini untuk melihat perbedaan pada kedua jenis ovitrap dengan menggunakan teknik analisis data pengujian data statistik untuk uji t Fisher’s.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ovitrap Indeks (OI) pada Ovitrap Tutup Datar Jumlah jentik nyamuk yang terperangkap pada ovitrap tutup datar, sebagai berikut : Tabel 2. Jumlah Jentik Nyamuk yang Terperangkap pada Ovitrap Tutup Datar (OD) Jenis ovitrap
∑ ovitrap
Tutup Datar
23
∑ ovitrap yang ada jentiknya 7
∑ jentik 152
Ovitrap Indeks (%) 30.43
Pada tabel di atas menunjukan bahwa,jumlah jentik pada ovitrap tutup datar minggu ke-2 sebanyak 152 jentik dan ovitrap indeks sebesar 30.43 % atau 7 dari 23 ovitrap yang dipasang yang terisi jentik, sementara itu sisanya sebesar 69.57 % atau 16 ovitrap tutup datar tidak terdapat jentik didalamnya selama 2 minggu, dengan rerata jentik j adalah 7 jentik. Pada minggu ke-2 jentik terdapat pada Ovitrap Tutup Datar dengan total jentik 152 jentik dan ovitrap indeks sebesar 30.43 % atau 7 dari 23 ovitrap yang dipasang, sementara itu sisanya sebesar 69.57 % atau 16 ovitrap tutup datar tidak terdapat jentik didalamnya selama 2 minggu. Hal ini berkaitan dengan beberapa faktor yang berhubungan dengan peletakan telur nyamuk diantaranya adalah kontainer lain penggunaan ovitrap akan sangat efektif jika nyamuk tak memiliki alternatif lain untuk bertelur (Roy, 2008). Rerata jentik jika semua ovitrap terisi jentik adalah 7 jentik. Pada ovitrap yang dipasang di rumah ke-15 mempunyai jumlah jentik yang paling banyak yaitu sebanyak 34 jentik dan yang paling sedikit pada rumah ke-17. Pada rumah no. 15 dengan jumlah jentik paling banyak pada Ovitrap Tutup Datar, hal ini dikarenakan tempat tersebut merupakan tempat dengan angka bebas jentik yang kecil dan sering ditemukan jentik di tempat tersebut. Pada penelitian jenis ovitrap dengan tutup datar pada minggu pertama tidak ada jentik yang muncul dari keseluruhan ovitrap yang dipasang (23 ovitrap). Peneliti melihat hal ini dikarenakan pada awal-awal minggu pertama tidak terjadi hujan hal ini sangat berpengaruh terhadap metamorfosis dari nyamuk yaitu perubahan dari telur ke jentik, yang mana perubahan ini memerlukan air, hal ini sesuai dengan yang disampaikan Sigit et. al. (2006) bahwa daur hidup nyamuk. Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup di air, sedangkan stadium dewasa hidup di udara. Faktor lain yang mempengaruhi metamorphosis nyamuk dari telur ke larva adalah suhu di lingkungan telur
Jurnal Kesehatan Kartika
30
dimana telur akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30°C, tetapi membutuhkan 7 hari pada suhu 16°C (Sigit et. al., 2006) hal inilah yang memungkinkan tidak adanya jentik pada minggu pertama. Selain itu faktor waktu dari telur ke jentik adalah 1-3 hari dengan demikian telur yang disimpan pada hari ke-5, 6 dan tujuh akan menetas pada minggu ke-2. Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya jentik pada ovitrap adalah faktor adaptasi dari pemasangan seingga nyamuk memerlukan adaptasi dengan container baru.
2. Ovitrap Indeks (OI) pada Ovitrap Tutup Lengkung (OL) Tabel 3. Jumlah Jentik Nyamuk yang Terperangkap pada Ovitrap Tutup Lengkung (OL) Jenis ovitrap
∑ ovitrap
Tutup Datar
23
∑ ovitrap yang ada jentiknya 10
∑ jentik 198
Ovitrap Indeks (%) 43.48
Pada tabel di atas menunjukan bahwa,jumlah jentik pada ovitrap tutup lengkung minggu ke-2 sebanyak 198 jentik dan ovitrap indeks sebesar 43.48 % atau 10 dari 23 ovitrap yang dipasang yang terisi jentik, Rerata jentik jika semua ovitrap terisi jentik adalah 9 jentik. Pada minggu ke-2 ovitrap tutup lengkung berisi jentik sebanyak 198 jentik yang terbagi dalam 10 ovitrap sehingga ovitrap indeksnya sebesar 43.48 % atau 10 dari 23 ovitrap yang dipasang. Rerata jentik jika semua ovitrap terisi jentik adalah 9 jentik. Pada ovitrap yang dipasang di rumah ke-12 mempunyai jumlah jentik yang paling banyak yaitu sebanyak 47 jentik. Pada rumah no. 12 dengan jumlah jentik paling banyak pada ovitrap tutup lengkung, hal ini dikarenakan tempat tersebut merupakan tempat dengan angka bebas jentik yang kecil dan sering ditemukan jentik di tempat tersebut. Pada ovitrap tutup lengkung kita bisa melihat bahwa pada minggu pertama tidak terdapat jentik yang ada di ovitrap tutup lengkung kejadian ini sama dengan yang terjadi pada ovitrap tutup datar. Yang diakibatkan faktor cuaca dan beberapa factor lain diantaranya adalah suhu di lingkungan telur dimana telur akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30°C, tetapi membutuhkan 7 hari pada suhu 16°C (Sigit et. al., 2006) hal inilah yang memungkinkan tidak adanya jentik pada minggu pertama. Selain itu faktor waktu dari telur ke jentik adalah 1-3 hari dengan demikian telur yang disimpan pada hari ke-5, 6 dan tujuh akan menetas pada minggu ke2. Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya jentik pada ovitrap adalah faktor adaptasi dari pemasangan sehingga nyamuk memerlukan adaptasi dengan container baru.
3. Perbedaan Ovitrap Tutup Datar dan Ovitrap Tutup Lengkung Perbedaan antara penggunaan Ovitrap Tutup Datar (OD) dengan penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL), pengujiannya menggunakan Independent sample t test. Dengan hasil sebagai berikut:
Jurnal Kesehatan Kartika
31
Tabel 4. Rerata penggunaan Ovitrap Tutup Datar (OD) dengan penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL) Ovitrap
∑ Ovitrap
Rata-rata
p value
Tutup Datar Tutup Lengkung
23 23
7 9
0.576
Berdasarkan tabel 4 diatas nilai p.value = 0.576, maka H0 diterima, artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara penggunaan Ovitrap Tutup Datar (OD) dengan penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL) atau dengan kata lain bahwa penggunaan Ovitrap Tutup Datar (OD) dengan penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL) memunculkan hasil yang sama. Berdasarkan hasil di atas dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan penggunaan Ovitrap Tutup Datar (OD) dengan penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL) dalam menjerat jentik nyamuk. Artinya penggunaan kedua alat tersebut, memunculkan hasil yang sama secara signifikan dan tidak dapat dikatakan bahwa Ovitrap Tutup Datar (OD) tidak lebih baik dari penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL), begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3, dimana rata-rata jumlah jentik yang terperangkan dengan penggunaan Ovitrap Tutup Datar (OD) sebesar 6,609. Sedangkan rata-rata rata-rata jumlah jentik yang terperangkan dengan penggunaan Ovitrap Tutup Lengkung (OL) sebesar 8,609. Jadi selisih jumlah jentik yang terperangkap dengan menggunakan media tersebut adalah sebesar 2. Begitupun Ovitrap Index untuk Ovitrap Tutup Datar dan Ovitrap Tutup Lengkung, perbandingnya hanya 7 : 10. Perbedaan-perbedaan angka tersebut ternyata tidak signifikan secara startistik, artinya hasil uji mengatakan penggunaan salah satu media ovitrap yang satu tidak lebih baik dibandingkan dengan penggunaan ovitrap lainnya. Hal ini dapat difahami karena faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Aedes Sp. meletakkan telurnya antara lain jenis dan warna penampungan air, airnya sendiri, suhu kelembaban dan kondisi lingkungan setempat. (Pusat Data dan Informasi, 2005). Sehingga betuk ovitrap bukan satu-satunya faktor yang sangat menentukan peletakan telur nyamuk aedes sp. dan hal ini didukung oleh hasil penelitian Sayono (2008) bahwa faktor air sangat mempengaruhi banyaknya telur yang terperangkap hasil penelitiannya menunjukan bahwa air rendaman udang menghasilkan 3-4 kali lebih banyak dari air rendaman jerami maupun air hujan saja. CO2, asam laktat, dan octenol merupakan atraktan yang dikenali dengan sangat baik. Sekresi kulit lain juga hal penting karena aroma dari host hidup selalu lebih memiliki dayatarik daripada kombinasi dari bahan-bahan kimia tersebut dalam keadaan panas dan lembab. Asam lemak yang dihasilkan dari flora normal kulit merupakan atraktan yang efektif. Aroma ini efektif sampai jarak 7 – 30 meter, tetapi dapat mencapai 60 meter untuk beberapa spesies (Foster WA, Walker ED. 2002). Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap serangga (nyamuk) baik secara kimiawi maupun visual (fisik). Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO2, asam laktat, octenol, dan asam lemak.
Jurnal Kesehatan Kartika
32
Zat atau senyawa tersebut berasal dari bahan organik atau merupakan hasil proses metabolisme mahluk hidup, termasuk manusia. Atraktan fisika dapat berupa getaran suara dan warna, baik warna tempat atau cahaya. Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor atau menurunkan populasi nyamuk secara langsung, tanpa menyebabkan cedera bagi binatang lain dan manusia, dan tidak meninggalkan residu pada makanan atau bahan pangan. Efektifitas penggunaannya membutuhkan pengetahuan prinsip-prinsip dasar biologi serangga. Serangga menggunakan petanda kimia (semiochemicals) yang berbeda untuk mengirim pesan. Hal ini analog dengan rasa atau bau yang diterima manusia. Penggunaan zat tersebut ditandai dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sistem reseptor yang mengabaikan atau menyaring pesan-pesan kimia yang tidak relevan disisi lain dapat mendeteksi pembawa zat dalam konsentrasi yang sangat rendah. Deteksi suatu pesan kimia merangsang perilaku-perilaku tak teramati yang sangat spesifik atau proses perkembangan Dari hasil pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa untuk memutus rantai nyamuk di Perumahan Baros, maka media ovitrap yang dapat digunakan bisa menggunakan media Ovitrap Tutup Datar maupun Ovitrap Tutup Lengkung, karena keduanya memberikan hasil yang tidak jauh berbeda (Weinzierl etc. 2005). Selain itu penggunaan ovitrap jenis tutup datar yang dilakukan di Singapuran ternyata dapat menurunkan populasi nyamuk aedes sampai 50 % (Roy, 2008) sementara itu penggunaan ovitrap tutup lengkung yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas kepanjen Malang jawa Timur juga telah berhasil berfungsi sebagai perangkap telur nyamuk (Dinkes Jabar, 2009) . D. KESIMPULAN DAN SARAN
1.
2.
Kesimpulan Efektifitas Penggunaan Ovitrap Jenis Tutup Datar sebanyak 30.43 %, Efektifitas Penggunaan Ovitrap Jenis Tutup Lengkung sebanyak 43.48 %, tidak terdapat perbedaan antara hasil penggunaan ovitrap jenis tutup datar dan ovitrap jenis tutup lengkung dalam efektifitas sebagai perangkap telur nyamuk. Saran Optimalkan penggunaan ovitrap jenis tutup datar dan ovitrap jenis tutup lengkung sebagai perangkap telur nyamuk, perlu dilakukan modifikasi penggunaan ovitrap dengan atraktan air rendaman udang windu, kerang dan rendaman jerami tidak hanya menggunakan air bersih biasa. Hal ini bermanfaat untuk melihat perbandingan penggunaan media tersebut sehingga pada akhirnya dapat dipilih penggunaan atrakan yang cocok/lebih baik dalam pemasangan ovitrap untuk menjebak jentik nyamuk lebih banyak.
Jurnal Kesehatan Kartika
33
DAFTAR PUSTAKA Depkes, 2010. tersedia http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 15 Mei 2010 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009. Dinas Kesehatan Kota Sukabumi (2010). Profil Kesehatan Kota Sukabumi Tahun 2009. Foster WA, Walker ED. Medical and Veterinary Entomology. Edited by Gary Mullen dan Lance Durden. London: Academic Press. 2002. p 203-233 Roy Nusa. 2008. Perangkap Telur dan Larva Nyamuk atau Ovitrap Rueda LM. Zootaxa. Pictorial Keys for the Identification of Mosquitoes (Diptera: Sayono, 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap dalam Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes yang Terperangkap. Program Study Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang.Tesis. Sigit, S.H., Koeharto, F.X., Hadi, U.K. Gunandidi, D.J. Soviana, S., Wirawar., LA., C. halidaputra, M., Rivai, M., Priyambodo, S., Yusuf, S., Utomo, S. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. UKPHP Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung. Womack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats, Vol. 5
Jurnal Kesehatan Kartika
34