HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI USIA 40 TAHUN KEATAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEGALGUBUK KECAMATAN ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON TAHUN 2010
Mohammad Sadli dan Riko Riantirtando STIKes Cirebon
ABSTRAK Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas diwilayah kerja Puskesmas Tegalgubug dengan mempertimbangkan meningkatnya jumlah kasus kejadian hipertensi pada tahun 2008 dan 2009 dengan besaran kasus pada tahun 2008 sebesar 3267 kasus, tahun 2009 3535 kasus Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan merokok (jumlah rokok, jenis rokok, cara menghisap dan lama merokok) sebagai salah satu faktor resiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di wilayah kerja Puskesmas Tegalgubug. Jenis penelitian ini adalah survey analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan restrospektive. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien laki-laki perokok berusia 40 tahun di wilayah kerja Puskesmas Tegalgubug periode Januari - Desember 2010. Sampel yang diambil sejumlah 38 orang kasus (mengalami hipertensi) dan 38 orang kontrol (tidak mengalami hipertensi). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan metode pengumpulan data dengan wawancara. Uji statistik menggunakan Chi- Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah jumlah rokok yang dihisap (p= 0,003, OR= 4,208), lama menghisap rokok (p= 0,004, OR= 4,167), jenis rokok yang dihisap (p=0,031, OR= 2,900) mempunyai hubungan dengan kejadiaan hipertensi. Sedangkan variabel cara menghisap rokok tidak ada hubungan yang signifikan. Disarankan 1) Untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaknya mengurangi konsumsi rokok khususnya rokok-rokok yang non filter, perokok lebih dari 10 batang per hari, riwayat lama merokok. 2) Upaya sosialisasi kepada masyarakat, terkait dengan faktor-faktor risiko hipertensi hendaknya dilakukan secara terus-menerus baik oleh pemerintah maupun instansi terkait untuk menurunkan kejadian hipertensi yang merupakan salah satu penyakit yang memiliki resiko kematian tinggi. Kata kunci : Kebiasaan Merokok, Hipertensi. ABSTRACT The problems studied in this research that is to know whether there is any relationship between smoking habits with the incidence of hypertension at men aged 40 years and over in the region of Puskesmas Tegalgubug by considering the increasing number of cases of hypertension in 2008 and 2009,
Jurnal Kesehatan Kartika
18
with the amount of cases in 2008 amounted to 3267 cases, year 2009 3535 case. The purpose of this study is to investigate the relationship of smoking habits (number of cigarettes, cigarette type, how to inhale and duration of smoking) with hypertension at men aged 40 years and over in the working area of Puskesmas Tegalgubug. The study was an analytic survey concerning how the risk factors studied using retrospective approach. The population in this study are all smokers male patients aged 40 years in Puskesmas Tegalgubug with time period January to December 2010. Samples cases taken of 38 people (having hypertension) fixation and 38 controls (non hypertension). The instruments used in this study were questionnaires and the methods of data collection by interview. Statistical test using the Chi-Square. The results showed the variables is related to the incidence of hypertension that is the number of cigarettes smoked (p = 0.003, OR = 4.208), duration of smoking (p = 0.004, OR = 4.167), type of cigarettes smoked (p = 0.031, OR = 2.900) have a relationship with occurrence of hypertension. Meanwhile the variable of how the way to inhale cigarette did not have a significant relationship. Suggested 1) to reduce the risk of hypertension, should reduce consumption particularly smoking non-filter cigarettes, smokers over 10 stick cigarettes per day, a long history of smoking. 2) The efforts of socialization to the community, associated with hypertension risk factors should be conducted continuously either by the government and relevant agencies to reduce the incidence of hypertension which is one of disease that has a high mortality risk.
A. PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor hipertensi yang sebagian besar tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial) dan faktor yang diketahui sebab-sebabnya (hipertensi sekunder). Faktor resiko yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial) yaitu berupa gerbagai gaya hidup seperti pola makan (kebiasaan makan garam), kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, kemudahan transportasi. Sedangkan faktor resiko yang diketahui sebabsebabnya (hipertensi sekunder) yaitu beberapa penyebab hipertensi sekunder diantaranya penyakit ginjal, kelainan hormon dan kelainan pembuluh darah. Merokok merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak. Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang dihisap. Dari tahun ke tahun prevalensi kebiasaan merokok masyarakat indonesia semakin meningkat. Hal ini tampak pada hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 dalah 52,9 % pada laki-laki dan 3,6 % pada wanita. SKRT tahun 1995 menunjukan prevalensi perokok laki-laki 68,8 % pada wanita 2,6 %. 16
Jurnal Kesehatan Kartika
19
Indonesia merupakan negara perokok terbesar di lingkungan negara-negara ASEAN. “Hal itu berdasarkan data dari The ASEAN Tobacco Control Report tahun 2007. “The ASEAN Tobacco Control Report Card tahun 2007”. Jumlah perokok di ASEAN mencapai 124.691 juta orang dan Indonesia menyumbang perokok terbesar, yakni 57.563 juta orang atau sekitar 46,16%. 13 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2007 rata-tata prevalensi penyakit hipertensi di Jawa Barat sebesar 9,50 %. Kasus tertinggi di Jawa Barat adalah di kabupaten Karawang yaitu dengan prevalensi 12,10 %. Daerah Kabupaten Cirebon menduduki peringkat ke 15 prevalensi penyakit hipertensi dengan prevalensi 8.30%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon besaran kasus hipertensi tahun 2007 sebanyak 96.118 kasus tahun 2008 sebanyak 58.805 kasus. Kasus Hipertensi di Puskesmas Tegalgubug termasuk yang ada pada pelaporan tahunan penyakit tidak menular (PTM). Menurut data puskesmas dari tahun 2008 dan 2009 di Puskesmas Tegalgubug mengalami kenaikan kejadian hipertensi besarnya kasus hipertensi di puskesmas tegal gubug adalah pada tahun 2008 sebesar 3267 kasus, tahun 2009 3535 kasus. Tujuan dalam peneliian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Puskesmas Tegalgubug Kecamatan Arjawinangun” B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai analitik. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian case control yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan restrospektive. Dalam penelitian ini, Populasi yang digunakan sebagai kelompok kasus adalah laki-laki usia 40 tahun ke atas yang mengalami hipertensi sebanyak 80 orang dan besar sampel yang didapat masing-masing 38 orang dari kelompok kasus dan kontrol (laki-laki usia 40 tahun yang tidak mengalami hipertensi). Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara simpel random sampling dengan menggunakan tabel random sampling. Variabel bebas terdiri dari jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok, lama menghisap rokok, cara menghisap dan variabel terikat adalah kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas. Instrumen penelitian ini adala kuesioner dengan teknik wawancara dan jumlah kasus diambil dari dokumentasi/laporan Puskesmas. Analisis data terdiri dari analisis univariabel dan bivariabel. Uji statistik yang digunakan adalah chi square, besar risiko dihitung dengan menggunakan Odds Ratio (OR). C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karateristik Responden a. Umur Responden Pada kelompok kasus paling banyak (18%) memiliki tingkat umur antara 50-59 tahun, sedangkan responden pada kelompok kontrol paling banyak (20%) memiliki tingkat umur 40-49 tahun.
Jurnal Kesehatan Kartika
20
b. Pendidikan Responden Ada kelompok kasus sebagian besar (28%) berpendidikan SMA sedangkan pada kelompok kontrol sebagian juga berpendidikan SMA (16,67%). 2. Merokok a. Jumlah rokok yang dihisap Responden pada perokok berat menghisap rokok lebih dari 10 batang setiap hari sebesar 53,9%, sedangkan pada perokok ringan yang menghisap rokok kurang dari 10 batang setiap hari sebebsar 46,1%. b. Jenis Rokok Yang Dihisap Sebagian besar (64,5%) responden dalam penelitian ini menghisap rokok berjenis non filter sedangkan yang menghisap rokok berjenis filter sebesar 35,5%. c. Lama Menghisap Rokok Sebagian besar (63,2%) responden dalam penelitian ini pada kelompok penghisap rokok lama yang menghisap rokok lebih dari 10 tahun dan pada responden penghisap rokok baru yang menghisap rokok kurang dari 10 tahun sebesar 36,8%. d. Cara menghisap rokok Sebagian besar (53,9%) responden pada penelitian ini menghisap rokok secara dalam dan responden yang menghisap rokok secara dangkal sebesar 46,1%. 3. Jumlah Rokok Yang Dihisap Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahu Ke Atas Tabel 1. Hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan hipertensi pada laki-laki Usia 40 tahun ke atas di wilayah kerja Puskesmas Tegalgubug
No
Hipertensi
Jumlah rokok yang dihisap
Kasus
Kontrol
Jumlah
N
%
N
%
N
%
1
Perokok berat
27
71.1
14
36.8
41
53.9
2
Perokok ringan
11
28.9
24
63.2
35
46.1
Jumlah
38
100
38
100
76
100
95 % CI OR
4.208
P
0.003
batas
batas
atas
bawah
11.014
1.607
Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas. Dari OR didapatkan bahwa jumlah rokok yang dihisap merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, dan pada perokok berat mempunyai resiko 4,208 kali terjadinya hipertensi di bandingkan dengan perokok ringan. Hasil penelitian ini didukung pendapat Rusli A. Mustafa, yang menyatakan bahwa rokok yang dihisap dapat meningkatkan tekanan darah, karena rokok dapat menyebabkan
Jurnal Kesehatan Kartika
21
vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal yang menjadikan tekanan darah meningkat. Merokok akan meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-10 kali permenit Lebih tegas lagi Mangku Sitepoe, menyatakan bahwa bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan akan mengalami 70.000 kali isapan asap rokok. Padahal secara teoritis beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditambahkan), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksin sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbukannya sehingga pada perokok berat dengan jumlah rokok yang dihisap lebih dari 10 batang setiap hari akan akan merasakan dampak yang ditimbulkan oleh asap rokok tersebut lebih cepat dibandingkan perokok ringan dengan jumlah rokok yang dihisap kurang dari 10 batang setiap harinya 4. Cara Menghisap Rokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun Ke Atas Tabel 2 Hubungan antara cara menghisap rokok dengan hipertensi pada Laki- laki Usia 40 Tahun Ke atas di wilayah kerja Puskesmas Tegalgubug Hipertensi
Cara menghisap rokok
N
%
N
%
N
%
1
Dalam
24
63.2
17
44.7
41
53.9
2
Dangkal
14
36.8
21
55.3
35
46.1
38
100
38
100
No
Jumlah
Kasus
Kontrol
Jumlah
76
OR
2.118
P
0.107
95 % CI batas
batas
atas
bawah
5.305
0.845
100
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas. Dari OR didapatkan bahwa jumlah rokok yang dihisap merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, dan pada perokok berat mempunyai resiko 2,118 kali terjadinya hipertensi di bandingkan dengan perokok ringan. Tidak adanya hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi dalam penelitian ini bertentangan pendapat G. Sianturi, yang menyatakan bahwa asap rokok utamanya mengandung gas CO yang dapat menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain zat CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer. Dengan
Jurnal Kesehatan Kartika
22
dihisap secara dalam maka zat-zat beracun tersebut volumenya akan lebih banyak masuk ketubuh sehingga dampaknya akan lebih cepat nampak bila dibandingkan dengan merokok yang dihisap secara dangkal. 5. Lama Menghisap Rokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun Ke Atas Tabel 3 Hubungan antara lama menghisap rokok dengan Hipertensi pada Laki- laki Usia 40 Tahun Ke atas di Wilayah kerja Puskesmas Tegalgubug Hipertensi
Lama menghisap rokok
N
%
N
%
N
%
1
Penghisap rokok lama
30
78.9
18
47.4
48
63.2
2
Penghisap rokok baru
8
21.1
20
52.6
28
36.8
38
100
76
100
No
Jumlah
Kasus
Jumlah
Kontrol
95 % CI OR
4.167 38
100
P
0.004
batas
batas
atas
bawah
11.404
1.522
Terdapat hubungan yang signifikan antara lama menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas. Dari OR didapatkan bahwa jumlah rokok yang dihisap merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, dan pada perokok berat mempunyai resiko 4,167 kali terjadinya hipertensi di bandingkan dengan perokok ringan. Hasil penelitian ini diperkuat pendapat Rusli A. Mustofa, yang menyatakan bahwa dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dengan demikian secara nyata dampak rokok berupa kejadian hipertensi akan muncul kurang lebih setelah berusia lebih dari 40 tahun, sebab dipastikan setiap perokok yang menginjak usia 40 tahun ke atas telah menghisap rokok lebih dari 20 tahun. Lebih tegas lagi Mangku Sitepoe yang menyatakan bahwa beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditambahkan), sehingga pada kurun waktu yang lama dosis racun akan mencapai titik toksin sehingga kelihatan gejala yang ditimbulkannya. 6. Jenis Rokok Yang Dihisap Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun Ke Atas Tabel 4 Hubungan antara jenis rokok yang dihisap Dengan Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun Ke atas di wilayah Puskesmas Tegalgubug Hipertensi
Jenis rokok yang dihisap
N
%
N
%
N
%
1
Non filter
29
76.3
20
52.6
49
64.5
2
Filter
9
23.7
18
47.4
27
35.5
38
100
38
100
76
100
No
jumlah
Kasus
Jurnal Kesehatan Kartika
Kontrol
Jumlah
95 % CI OR
2.900
P
0.031
batas
batas
atas
bawah
7.744
1.086
23
Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis rokok yang dihisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas. Dari OR didapatkan bahwa jumlah rokok yang dihisap merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, dan pada perokok berat mempunyai resiko 2,9 kali terjadinya hipertensi di bandingkan dengan perokok ringan. Secara umum rokok dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rokok filter dengan rokok non filter. Dibandingan rokok filter, rokok non filter memiliki kandungan nikotin dan tar lebih besar. Menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Dengan kandungan nikotin dan tar yag lebih besar serta tidak diserta penyaring pada pangkat batang rokok, maka potensi masuknya nikotin dan tar ke dalam paru-paru dari rokok non filter akan lebih besar dari pada rokok filter yang berdampak buruk pada pemakainya dan salah satunya akan terkena risiko hipertensi.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Jumlah rokok yang di hisap merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dan ada hubungan jumlah rokok yang dihisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Puskesmas Tegalgubug. b. Cara menghisap rokok merupakan faktor resiko kejadian hipertensi tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Puskesmas Tegalgubug. c. Lama menghisap rokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dan ada hubungan lama menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Puskesmas Tegalgubug. d. Jenis rokok yang di hisap merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dan ada hubungan jenis rokok yang dihisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Puskesmas Tegalgubug. 2. Saran Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: a. Kepada masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Tegalgubug khususnya masyarakat perokok untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaknya mengurangi konsumsi rokok khususnya rokok yang berjenis non filter, mengurangi konsumsi rokok yang lebih dari 10 batang per hari dan mempertimbangkan riwayat lama merokok yang akan berpotensi pada kejadian hipertensi pada usia lanjut. b. Upaya sosialisasi kepada masyarakat, terkait dengan faktor-faktor risiko hipertensi hendaknya dilakukan secara terus-menerus baik oleh pemerintah maupun instansi terkait untuk menurunkan kejadian hipertensi yang merupakan salah satu penyakit yang memiliki risiko kematian tinggi.
Jurnal Kesehatan Kartika
24
DAFTAR PUSTAKA Adnil, B. Hipertensi (faktor resiko dan penatalaksanaan). Tersedia:http://angelnet.info /index.Download: 27 Mei 2010. Ahmad,
S. Hipertensi di Indonesia.[online]. Tersedia:http://www.suarapembaruan.com/ News/2008/07/11/Iptek/ipt02.htm. Download: 5 Juni 2010
Arjatmo T, Hendra U.(2001) Ilmu Penyakit Dalam.Balai Penerbit FKUI. Jakarta Alison H. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi.(2006). Terjemahan Wendra Ali. Bumi Aksara. Jakarta. Alaunir, N., (1992), Laporan Penelitian: Penentuan Kadar Nikotin Dalam Berbagai Merk Rokok Yang Beredar di Sumatera Barat. IKIP .Padang Breevers D.G.(2002). Tekanan Darah. Dian Rakyat. Jakarta Irfan. Pria Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak (Mujiono Peneliti di Badan Pengembangan Kesehatan Jakarta). [online].Tersedia:http://www.rsdbondowoso.or.id.Download:13 Juni 2010. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Mangku, S. (1997) Usaha Mencegah Bahaya Merokok. PT Gramedia. Jakarta Martini, S., Hendrati, L.C., (2006). Besar Resiko Kejadian Hipertensi Menurut Pola Merokok. Usia Merokok Pertamakali Merupakan Faktor Yang Meningkatkan Resiko Kejadian Hipertensi. Jurnal Kedokteran YARSI. Jakarta. Sustrani, L. (2004). Hipertensi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suparto. Sehat menjelang usia senja.(2000). Remaja Rosdakarya Effset. Bandung. Sastroasmoro, S. (2002) Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. PT Rineka Cipta. Jakarta. Sugiyono.(2005). Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Soeharto, I. (2001), Kolesterol dan Lemak Jahat, Kolesterol dan Lemak Baik, dan Proses Terjadinya Serangan Jantung dan Stroke.(2001). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tom, S. (1986). Tekanan Darah Tinggi. Arcan. Jakarta
Jurnal Kesehatan Kartika
25