Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Torani: No.6 (Edsi Khusus) (15): 403-410 (2005).
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN GONAD IKAN TERBANG (Hirundichthys oxycephalus Bleeker, 1852) DENGAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN DI LAUT FLORES, SULAWESI SELATAN The Relationship between Gonad Mature with environmental Parameters of the Flying Fish (Hirundichthys Oxycephalus) At the Flores Sea, South Sulawesi Oleh Syamsu Alam Ali (1), M. Natsir Nessa (1), Iqbal Djawad (1), Sharifuddin Bin Andy Omar (1) dan Azikin Djamali (2) (1) Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas Makassar. Jl. Perintis Kemerdekan Km 10, Makassar 90245, Tlp.(0411)585189. (e-mail:
[email protected]) (2) Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.
ABSTRACT The relationship between environmental parameters (sea surface level temperature, salinity, solar radiation, rain fall, atmospheric temperature, clouds, and wind velocity) and gonad mature of the flying fish (H. oxycephalus) from Flores Sea South Sulawesi were analyzed. A part of environmental data were used primary data from the geophysics and meteorology station appropriate with time of the flying fish sampling and some data were measured by insitu. Gonad mature development were measured by means of gonad index mature and percentage of number flying fish with gonad mature phase each month. Data were analyzed by regression and principle component analysis. The results shown that physical environmental factor (sea temperature, solar radiation, and salinity) have positively significant impact on gonad mature and spawning. Key words: flying fish, mature, spawning, environment. PENDAHULUAN Ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) adalah salah satu jenis sumberdaya ekonomis karena selain telurnya menjadi barang ekspor induknya diperdagangkan antar daerah baik dalam bentuk ikan segar maupun ikan kering. Ikan ini mempunyai penyebaran di Laut Flores dan Selat Makassar dan dieksploitasi setiap tahun pada musim Timur. Sumberdaya ini belum
1
dikelola dan bersifat akses terbuka sehingga nelayan bebas mengeksploitasi induk ikan dan telurnya setiap tahun. Eksploitasi telur dan induk ikan terbang secara berlebihan berbahaya terhadap keberlanjutan ikan terbang karena dapat menurunkan kapasitas regenerasi (Nessa et al. 1977, 1978, 1993). Walaupun ikan terbang di Sulawesi Selatan masih tetap berproduksi namun gejala penangkapan berlebihan terlihat pada penurunan produksi, penurunan kelimpahan, dan penurunan potensi lestari (Ali, 2005; Ali et al. 2004a dan 2004b). Oleh karena itu kebijakan pengelolaan dan konservasi ikan terbang perlu mendapat perhatian agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya perikanan bertanggung jawab memerlukan dukungan informasi hasil penelitian seperti faktor ekologi, biologi, reproduksi, dan dinamika populasi. Informasi tentang biologi reproduksi ikan terbang pada habitatnya khususnya perkembangan kematangan gonad dan pemijahan dihubungkan dengan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya masih sangat terbatas. Informasi tersebut dapat menambah pengetahuan dasar biologi reproduksi ikan terbang sebagai salah satu dasar pertimbangan perencanaan pengelolaan dan konservasi sumberdaya ikan terbang. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di sekitar perairan Takalar Laut Flores Sulawesi Selatan mulai Maret 2004 hingga Juli 2004 pada koordinat 118-120o BT dan 06-08o LS. Sampel ikan ditangkap dengan jaring insang hanyut ukuran mata jaring 1 sampai 1,5 inci. Pengambilan sampel dilakukan secara acak kelompok. Jenis Ikan terbang yang menjadi sampel penelitian adalah spesies dominan di perain Laut Flores yaitu Hirundichthys oxycephalus (Bleeker 1852) (Gambar 1).
Gambar 1. Ikan terbang, Hirundichthys oxycephalus (Bleeker 1852). Total sampel ikan yang digunakan adalah 1257 ekor. Identifikasi sampel berdasarkan petunjuk terakhir dari FAO (Parin 1999). Variabel yang diamati adalah indeks kematangan gonad (IKG) dan persetase jumlah ikan mijah setiap bulan. IKG dihitung dengan membagi berat gonad dengan berat total ikan dikali 100 persen (Lewis et al. 1962 dan Effendie 2002) dan pemijahan ikan (Mijah) dihitung berdasarkan persentase jumlah ikan TKG IV setiap bulan. TKG
2
IV ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kematangan gonad ikan terbang (Lewis et al. 1962). Suhu permukaan laut (SPL) dan salinitas (S) diukur secara langsung di lapangan pada saat penangkapan sampel. Curah hujan (CH), radiasi matahari (RM), kecepatan angin (KA), suhu atmosfir (SATM), dan perawanan (AWAN) digunakan data sekunder sesuai dengan waktu penangkapan sampel. Data tersebut diperoleh dari Kantor Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar hasil pengukuran stasiun Meteorologi Paotere yang terdekat dari perairan Laut Flores. Analisis data dilakukan dengan metode kuantitatif deskriptif dan menggunakan analisis komponen utama dan regresi (Wilks 1995; Bengen 2000 dan Supranto 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks kematangan gonad (IKG) dan pemijahan (Mijah) ikan terbang meningkat seiring dengan meningkatnya radiasi matahari (RM), suhu permukaan laut (SPL), dan salinitas (S), walaupun suhu permukaan laut dan salinitas tidak menunjukkan peningkatan secara mencolok (Gambar 2). Kemudian indeks kematangan gonad dan pemijahan ikan terbang meningkat ketika curah hujan (CH) dan per-awanan (Awan) menurun (Gambar 3). Curah hujan yang tinggi dan tingkat perawanan diduga mempengaruhi rendahnya radiasi matahari, suhu permukaan laut, dan salinitas dimana ketiga parameter tersebut berpengaruh terhadap respon kematangan dan pemijahan ikan. Indeks kematangan gonad (IKG) dan pemijahan ikan terbang meningkat mulai bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Juni, kemudian mulai menurun pada bulan Juli. Berdasarkan rata-rata nilai IKG dan persentase ikan mijah setiap bulan, maka ikan terbang diperkirakan sudah mulai memijah sebelum Maret (Februari) dengan puncak pemijahan antara Juni dan Juli. Ikan terbang memijah diatas 50% terjadi antara bulan April dan Mei.
3
Radiasi matahari, Suhu Permukaan Laut, Salinitas, IKG dan Pemijahan
100 90 80 70
64,97
44,00 42,45
40 30 20
67,65
70,00
56,00
60 50
91,00
87,00 82,99
32,50
32,00 28,00
28,50
33,00 29,00
33,50 29,50
34,00 29,00
10,34 10
Maret
April
9,30
7,51
4,89
1,97
0
Mei
6,87
Juni
Juli
Pemijahan (%)
IKG (%)
Salinitas (ppt)
Suhu Permukaan Laut (oC)
Radiasi matahari (%)
Gambar 2. Hubungan antara IKG, pemijahan ikan terbang, H. oxycephalus dengan radiasi matahari, suhu permukaan laut dan salinitas. 700
10 655,0
9,30
9 8
500
7,51 7,0
400
6,87
6
5,0 5,0
300
7
5
4,89
4 3
200
IKG dan Perawanan
Pemijahan dan Curah Hujan
600
2,0 142,0
1,97
112,0
100 10,34
42,45
64,97
April
Curah Hujan (mm)
Mei
Pemijahan (%)
2
67,65
1
98,0 82,99 10,0
0 Maret
2,0
Juni
IKG (%)
0 Juli
Perawanan
Gambar 3. Hubungan antara curah hujan dengan IKG dan pemijahan ikan terbang, H. oxycephalus Walaupun peningkatan suhu permukaan laut dan salinitas tidak terlalu mencolok dibanding dengan radiasi matahari, namun kematangan dan pemijahan ikan terbang tetap meningkat. Kejadian ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan salinitas pada lapisan permukaan sebagai habitat
4
pemijahan ikan terbang sangat berpengaruh terhadap respon kematangan dan pemijahan. Pada bulan Maret ketika curah hujan mulai menurun kematangan gonad dan pemijahan mulai meningkat bersamaan dengan meningkatnya radiasi matahari, suhu permukaan laut dan salinitas. Peningkatan suhu permukaan laut dapat disebabkan oleh penguapan akibat pengaruh hembusan angin dan radiasi matahari. Walaupun terjadi peningkatan massa air bersuhu rendah akibat upwelling di sebelah Selatan Selat Makassar, tetapi pengaruhnya tidak signifikan terhadap lapisan tipis permukaan karena massa air pada lapisan permukaan sudah berinteraksi dengan atmosfir sehingga suhu permukaan sangat ditentukan oleh pengaruh kondisi atmosfir. Peningkatan salinitas selain akibat radiasi matahari dan penguapan, juga disebabkan oleh penaikan massa air (upwelling) berkadar garam tinggi bersama unsur hara di sebelah Selatan Selat Makassar yang berpengaruh sampai ke Laut Flores yang berbatasan dengan Selat Makassar (Ilahude 1975; Nontji 1987). Pemijahan ikan terbang di daerah upwelling sudah banyak dilaporkan, antara lain Febresortega dan Herera (1976), Grudtsev et al. (1987), Nessa et al. (1991), dan Oxendford (1994). Pemijahan ikan terbang di daerah upwelling selain untuk memenuhi kebutuhan faktor lingkungan fisik untuk reproduksi seperti salinitas dan suhu juga berhubungan dengan kebutuhan lingkungan biologis seperti tersedianya bahan makanan berupa plankton yang melimpah akibat melimpahnya unsur hara pada daerah upwelling. Plankton yang melimpah dibutuhkan oleh larva dan anak-anak ikan terbang untuk pertumbuhan dan peningkatan survival rate. Pemijahan ikan terbang di daerah upwelling di Sebelah Selatan Selat Makassar mungkin berhubungan dengan tersedianya material terapung seperti sisa-sisa tanaman, sampah dan benda-benda lainnya yang berasal dari aliran sungai di Sulawesi Selatan dan Kalimantan yang dibutuhkan ikan terbang sebagai substrat pemijahan untuk melekatkan telurnya. Selain itu, telur yang dipijahkan di daerah upwelling kemungkinan tidak mengalami proses penenggelaman yang cepat akibat adanya penaikan massa air berkadar garam tinggi sehingga telur dapat menetas sebelum mencapai lapisan yang lebih dalam. Telur ikan terbang jenis H. ocycephalus tidak mempunyai butiran minyak sehingga tidak dapat melayang dan akan tenggelam jika dipijahkan tanpa bantuan substrat atau material terapung. Nilai beberapa parameter lingkungan selama periode pemijahan bulan Maret-Juli yaitu kadar garam berkisar antara 32-34 ppt, suhu permukaan laut 28-29oC, radiasi matahari antara 44-91 %, rata-rata curah hujan antara 10-655 mm. Pada waktu terjadinya puncak pemijahan ikan terbang bulan Juni rata-rata salinitas 33,50 ppt, suhu permukaan laut 29,50oC, radiasi matahari 87 %, dan curah hujan 98 mm. Suhu permukan laut, salinitas, dan beberapa parameter lingkungan lainnya sesungguhnya tidak berdiri sendiri, tetapi parameter-parameter lingkungan tersebut kemungkinan saling berkorelasi atau berinterksi di dalam mempengaruhi perkembangan kematangan gonad dan pemijahan ikan terbang. Untuk itu dilakukan analisis komponen utama terhadap variabel lingkungan
5
yang diperkirakan berpengaruh terhadap kematangan dan pemijahan ikan terbang. Hasil analisis komponen utama terhadap variabel-variabel lingkungan seperti radiasi matahari, curah hujan, suhu permukaan laut, salinitas, perawanan, suhu atmosfir, dan kecepatan angin menunjukkan dua komponen yang mempunyai nilai Eigenvalue lebih besar dari satu, kedua komponen tersebut dapat menjelaskan keragaman data 94,18% masing-masing komponen-1 61,58 % dan komponen-2 32,59 % atau total 94,18%. Pada komponen-1 terangkum variabel yang saling berkorelasi dengan nilai koefisien tinggi pada sumbu positif yaitu suhu permukaan laut (0,938), radiasi matahari (0,903), salinitas (0,883), sedangkan curah hujan (-0,971), dan per-awanan (0,892) masing-masing pada sumbu negatif. Kemudian pada komponen-2 terangkum dua variabel yang berkorelasi dengan koefisien yang tinggi yaitu kecepatan angin ( 0,883) pada sumbu positif dan dan suhu atmosfir (-0,927) pada sumbu negatif (Tabel 1 dan Gambar 4). Berdasarkan variabel-variabel yang memiliki nilai muatan tertinggi maka komponen-1 (K1) diberi nama sebagai faktor lingkungan fisik perairan yang terdiri dari korelasi antara suhu permukaan laut, radiasi matahari, salinitas, curah hujan dan per-awanan, sedangkan komponen-2 (K2) dengan nama faktor kecepatan angin dan suhu atmosfir. Tabel 1. Matriks komponen dirotasi. Variabel Lingkungan RM (Radiasi matahari) S (Salinitas) SPL (Suhu permukaan laut) CH (Curah hujan) KA (Kecepatan angin) SATM (Suhu atmosfir) AWAN (Per-awanan).
Komponen/Faktor 1 0.903 0.883 0.938 -0.971 0.268 -0.155 -0.892
2 0.417 0.462 0.313 0.094 0.883 -0.927 -0.385
6
1.0
ka
s rm spl
Component 2
.5
ch 0.0
awan -.5
satm -1.0 -1.0
-.5
0.0
.5
1.0
Component 1
Gambar 4. Letak variabel lingkungan pada bidang di rotasi. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh kedua komponen tersebut (K1 dan K2) berdasarkan nilai komponen masing-masing faktor (component score) terhadap indeks kematangan gonad maupun pemijahan masing-masing dilakukan analisis regresi berganda. Hasil analisis regresi berganda pengaruh faktor lingkungan fisik perairan (K1) dengan faktor kecepatan angin dan suhu atmosfir (K2) terhadap indeks kematangan gonad menunjukkan faktor K1 berpengaruh nyata terhadap perkembangan indeks kematangan gonad ikan (P<0,05), sedangkan faktor K2 tidak menunjukkan pengaruh signifikan (P>0,05). Hubungan antara IKG dengan K1 mempunyai koefisien determinasi cukup tinggi dengan persamaan: IKG 6,1117 2,609 K1 (R 2 0,8691) . Persamaan ini menunjukkan perkembangan indeks kematangan gonad (IKG) dipengaruhi secara signifikan oleh meningkatnya nilai faktor lingkungan fisik perairan (K1) yaitu pengaruh bersama antara suhu permukaan laut, radiasi matahari, salinitas, curah hujan dan per-awanan (Gambar 5). Nilai faktor lingkungan akan meningkat jika suhu permukaan laut, radiasi matahari, dan salinitas meningkat, serta curah hujan dan perawanan menurun.
7
10
9.3037 IKG = 2.609 K1 + 6.1117
IKG (%)
8
7.5129 6.8729
2
R = 0.8691
6
4.8942 4 2
1.9748
0 -2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
Nilai Komponen-1
MIJAH (%)
Gambar 5. Hubungan antara IKG dengan nilai faktor lingkungan fisik perairan (K1).
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82.98 MIJAH= 27.304 K1 + 53.675 R2 = 0.9362
67.647
64.96 42.45
10.34
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
Nilai Komponen-1
Gambar 6. Hubungan antara IKG dengan K1 (nilai komponen lingkungan fisik perairan). Selanjutnya hasil analisis regresi berganda pengaruh faktor K1 dan faktor K2 terhadap pemijahan ikan terbang menunjukkan faktor K1 berpengaruh sangat nyata terhadap pemijahan ikan terbang (P<0,01), sedangkan faktor K2 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pemijahan ikan terbang. Hubungan antara pemijahan dengan K1 memiliki koefisien determinasi cukup tinggi dengan persamaan: Persamaan ini Mijah 53,675 27,304 K1 (R 2 0,9362) . menunjukkan pemijahan ikan terbang sangat dipengaruhi oleh faktor K1 (faktor lingkungan fisik perairan) seperti halnya pada perkembangan indeks kematangan gonad. Variabel lingkungan seperti cahaya matahari, suhu
8
permukaan laut dan salinitas secara umum mempunyai peran penting dalam reproduksi ikan (Lagler et al. 1977; Bond 1979. Variabel-variabel lingkungan tersebut di atas dapat merangsang sistem organ endokrin dan aktivitas reproduksi seperti sekresi hormon gonadotropin oleh sel-sel pituitary yang mendukung perkembangan telur dan sperma dan menstimulasi produksi steroid androgen jantan dan steroid estrogen betina yang akan mengendalikan aktivitas dan tingkah laku reproduksi (Weatherley and Gill 1989; Redding and Patino 1993). KESIMPULAN Faktor lingkungan fisik perairan (suhu permukaan laut, radiasi matahari, dan salinitas) sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad dan pemijahan ikan terbang. Peningkatan suhu permukaan laut, radiasi matahari, dan salinitas cenderung beriringan dengan perkembangan indeks kematangan gonad maupun presentase jumlah ikan mijah. UCAPAN TERIMA KASIH Kepada Direktur Pengembangan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Depdiknas yang telah membatu mebiayai penelitian melalui program Hibah Bersaing tahun 2004 dan 2005, dan kepada Ketua Lembaga Penelitian Unhas tak lupa disampaikan terima kasih atas bantuan pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Ali, S.A., M.N. Nessa, M.I. Djawad,. S.B.A. Omar. 2004a. Analisis fluktuasi hasil tangkapan dan hasil maksimum lestari ikan terbang (Exocoeitidae) di Sulawesi Selatan. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 2 (14): 104-112. Ali, S.A., M.N. Nessa, M.I. Djawad,. S.B.A. Omar. 2004b. Musim dan kelimpahan ikan terbang (Exocoetidae) di sekitar Kabupaten Takalar Bengen, D.G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. PKSPL. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company. Philadelphia, London. p. 479. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Cetakan Kedua/Edisi Revisi. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. P.163. Febres-Ortega, G., Herrera, L.E. 1976. Caribbean Sea circulation and water mass transports near the Lesser Antilles. Bol. Inst. Oceangr. Univ. Oriente 15: 83-96.
9
Grudtsev, M. E., Salekhova, L.P., Lushchina, V. G. 1987. Distribution, ecology and intraspecific variability of flyingfishes of the genus Exocoetus of the Atlantic Ocean. J.,Ichthyol. 27: 39-50 Ilahude, A.G. 1975. On the Occurrence of Upwelling in The Southern Makassar Strait. Penelitian Laut di Indonesia No. 10. Lembaga Penelitian Laut LIPI, Jakarta. Lagler, K.F; J.E. Bardach; dan E.E. Miller. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons, Inc. p. 545. Nessa, M.N., S.A. Ali dan A. Rachman. 1991. Studi pendahuluan penetasan telur ikan terbang dalam rangka usaha pelestarian melalui restoking. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unhas. Ujung Pandang, p. 70. Nessa, M.N., A. Mallawa, Najamuddin, A. Sadarang, S.A. Ali, M.F. Arifin; P.M. Alamsyah; Mardiana; dan S.S. Latif. 1993. Penelitian pengembangan potensi sumberdaya laut Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Makassar Sulawesi Selatan. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Unhas. Ujung Pandang. p. 235. Nessa, M.N., H. Sugondo, I. Andarias, dan A. Rantetondok. 1977. Studi pendahuluan terhadap perikanan ikan terbang di Selat Makassar. Lontara. 13: 643-669. Nessa, M.N. 1978. Perikanan Ikan terbang di Sulawesi Selatan di Tinjau dari Aspek Penangkapan dan Sosial Ekonomi. Simposium Modernisasi Perikanan Rakyat. Jakarta, p.22. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan Jakarta. 367. Oxenford, H.A. 1994. Movements of flyingfish (Hirundichthys affinis) in the eastern Caribbean. Bull. mar. Sci. 54: 49-62. Parin, N.V. 1999. Exocoetidae (Flyingfish). In K.E Carpenter and V.H. Nien. The living marine resources of the westere central Pasific. FAO. 4:2162-2179. Redding, J.M. and Patino, R. 1993. Reproductive Physiology. In D.H. Evans (Eds). The physiology of Fishes. Marine Science Series. CRC Press. London, pp. 503-534. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat, Arti dan Interpretasi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 359 Hal. Weatherley, A.H. and Gill, H. S. 1989. The Biology of Fish Growth. Academic Press Limited. London. 381 p. Wilks, D.S. 1995. Statistical Methods in the Atmospheric Sciences an Introduction. Academic Press. Newyork. 465 Hal.
10