JURNAL ILMIAH KEPASTIAN HUKUM PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DIBAWAH TANGAN
Oleh :
MADE DWI YOGA PRASANTHA D1A 009 066
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013
2
Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah KEPASTIAN HUKUM PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DIBAWAH TANGAN
Oleh :
MADE DWI YOGA PRASANTHA D1A 009 066
Menyetujui, Pembimbing Pertama,
Dr. Sahnan.,SH. M.Hum NIP. 19721231 200312 1 005
3
KEPASTIAN HUKUM PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DIBAWAH TANGAN
MADE DWI YOGA PRASANTHA D1A 009 066
Penelitian ini bertujuan mengetahui kepastian hukum pemindahan hak atas tanah melalui jual beli dibawah tangan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif Hasil penelitian adalah jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan adalah sah menurut hukum sepanjang syarat materil dan formal terpenuhi. Upaya Pembeli adalah menghadap langsung ke Kepala Desa, karena dianggap tahu tentang hukum untuk menyatakan jual beli itu. Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta bermaterai yang menyatakan benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada pembeli dan ditandatangani pembeli dan Kepala Desa yang disaksikan dua orang saksi yang cakap menurut hukum. Kesimpulan jual beli dibawah tangan sangat merugikan pihak pembeli karena secara fisik pembeli dapat menguasai hak atas tanah, secara hukum kepemilikan atas tanah tetap di tangan penjual.
Kata Kunci: Kepastian Hukum
CERTAINTY OF LAW ON LAND TITLE TRANSFER THROUGH PRIVATE SALE AND PURCHASE This Research aims to determine the legal certainty of law on land title transfer through private purchase. This research using of normative juridical method. This research resulted that private sale and purchase are legally valid as long as the material and formal requirements are met. Buyer’s effort is to directly meet to the Chief of the village, because they are deemed knowing concerning the law to state the sale and purchase. Then the seller made a notarized deed with
4
sufficient duty stamp which stating that he has given his land for good to the buyer and signed by the buyer and the chief of village who witnessed by two witnesses who competent on law matters. The conclusion is that the sale private sale and purchase will harm the buyer because physically he own the land but legally the ownership of the land remains under the seller’s hand. Keywords: Legal Certainty
A. PENDAHULUAN Tanah sangat erat sekali hubunganya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam kehidupanya, untuk matipun manusia masih memerlukan sebidang tanah. Tanah mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan di kalangan masyarakat Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan
tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, juga harus dijaga kelestariannya1 Dalam masyarakat, perolehan hak atas tanah lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak, yaitu dengan melalui jual beli.. Perkataan jual beli
1
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, ( Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.
5
dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan, di mana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela. Kemudian menurut Hukum (BW) Pasal 1457 disebutkan bahwa jual–beli tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual mengikatkan dirinya (artinya berjanji) untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli yang mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual harga yang telah disepakatinya. Semenjak diundangkanya UUPA, maka pengertian jual– beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam Pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia, melainkan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama– lamanya yang bersifat tunai dan kemudian selanjutnya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 10 tahun 1961 yang telah diperbaruhi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, yang menentukan bahwa jual–beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Jadi jual beli Hak atas Tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal demikian sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli sesuatu hak atas tanah dan selanjutnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membuat Akta Jual Belinya yang kemudian diikuti dengan pendaftarannya pada Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan lokasi tanah. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu: 1) Bagaimanakah status hukum jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan (tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah)?, 2)
6
Bagaimanakah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh pembeli agar jual beli tanah yang dilakukan (tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah) dapat mrmpunyai kekuatan hukum yang pasti? Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui status hukum jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan (tanpa Akta PPAT), 2) Untuk mengetahui penyelesaian yang dapat dilakukan dibawah tangan (tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah) dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti.Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Dari segi praktis bagi masyarakat hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pembuatan jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan , sehingga timbul masalah atau konflik dalam pelaksanaan pemindahan hak atas tanah dalam jual beli tanah sesuai dengan prosedur yang benar dan adanya kepastian hukum, 2) Dari segi teoritis, bagi akademis penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa ilmu pengetahuan bagi mahasiswa khususnya bagi mahasiswa fakultas hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan perundang-undangan ( Statue Approach ) yaitu mengkaji dan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang menyangkut dengan pokok permasalahan penelitian dan pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu mempelajari pandangan dan doktrin dalam ilmu hukum, konsep asas hukum yang relevan.
7
Sumber dan jenis bahan hukum dalam penelitian ini ada 3 yaitu: 1) Bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan, perjanjian internasional dalam bentuk traktat dan konvensi, 2) Bahan hukum sekunder, yaitu dari pendapat para sarjana, 3) Bahan hukum tersier yaitu yang bersumber dari kamus-kamus. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah melalui studi kepustakaan (Library Research) melalui Peraturan Perundang-undangan, dokumendokumen, maupun literatur-literatur ilmiah yang sesuai dengan objek dan permasalahan yang diteliti. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif
B. PEMBAHASAN 1. Status Hukum Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah Kehidupan manusia tidak terlepas dari hubungan dengan manusia lain, dengan tujuan yaitu melangsungkan kehidupan sehari-hari, untuk diri sendiri maupun keluarganya. Untuk terjadinya perjanjian jual beli tanah, pada pelaksanaanya dimana kedua belah pihak yaitu antara penjual dan pembeli, telah terjadinya penyesuaian kehendak dan pernyataan antara mereka tentang barang tersebut dan harga, meskipun barang tersebut belum diserahkan maupun harganya belum dibayar lunas. 2 Pihak penjual menjamin kepada pembeli, bahwa barang yang akan dijual tersebut tidak akan mengalami permasalahan, sedangkan pembeli menyanggupi untuk membayar sejumlah harga yang telah disepakati bersama. a.
Sifat Jual Beli Tanah Menurut UUPA Jual
beli
tanah
menurut
Undang-Undang Pokok
Agraria
merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang sifatnya terdiri dari 3 unsur, yaitu:3 1)Tunai artinya penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama, 2)Riil artinya dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli,
2
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak ( Mataram: Sinar Grafika, 2003), hal. 49 3
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Hal 77
9
hal ini dikuatkan dalam Putusan MA No. 271/K/Sip/ 1956 dan No. 840/K/Sip/1971. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli di muka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.3)Terang artinya dipenuhi pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh Kepala Desa, karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui tentang hukum dan kehadiran Kepala Desa mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sejak berlakunya Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan
PPAT
yang
bertugas
membuat
aktanya.
Dengan
dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi).4 Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memnuhi syarat tunai dan menunjukan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukannya perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut mebuktikan bahwa penerima hak (Pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh
4
Ibid
10
para pihak dan ahli warisnya, karenanya juga baru mengikat para pihak karena administrasi PPAT sifatnya tertutup.5 b.
Syarat Jual Beli Tanah Menurut UUPA Syarat Jual Beli Tanah ada dua yaitu : 1) Syarat Materil Syarat materil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain sebagai berikut: a)Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanahy tersebut, apakah hak milik atas tanah hanya warga Negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (Pasal 21 UUPA), b)Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan 2) Syarat Formal,Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT ( Pejabat
Pembuat Akta Tanah) kan membuat akta jual
belinya. Akta jual beli menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat oleh PPAT. Adapun prosedur jual beli tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu : 1)Jual beli tanah itu diawali kata sepakat antara calon penjual dengan calon pembeli mengenai objek jual belinya yaitu tanah hak milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musywarah di antara mereka sendiri, 2) Setelah mereka sepakat akan harga dari tanah itu, 5
Ibid
11
biasanya sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer. Pemberian panjer tidak diartikan sebagai harus dilaksanakan jual beli itu. Panjer disini memiliki fungsi hanya sebagai tanda jadi kan dilaksanakannnya jual beli. Dengan adanya panjer, para pihak akan merasa mempunyai ikatan moral untuk melaksanakan jual beli tersebut. Apabila telah ada panjer, maka akan timbul hak ingkar. Bila yang ingkar pembeli panjer menjadi milik penerima panjer. Sebaliknya, bila keingkaran tersebut ada di pihak penerima panjer, panjer harus dikembalikan kepada pemberi panjer, jika para pihak tidak menggunakan hak ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan pelaksanaan jual beli tanahnya dengan calon pembeli dan calon penjual menghadap Kepala Desa (Adat) untuk menyatakan maksud mereka itu. Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta bermaterai yang menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada pembeli dan bahwa benar ia telah menerima harga secara penuh. Akta tersebut ditandatangani oleh pembeli dan Kepala Desa (Adat). Dengan telah ditandatanganinya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. Pembeli kini menjadi pemegang hak atas tanahnya yang baru dan sebagai tanda buktinya adalah surat jual beli tersebut.6 2. Upaya Yang Dapat Dilakukan Oleh Pembeli, Agar Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Dibawah Tangan (Tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah) Dapat Mempunyai Kekuatan Hukum Yang Pasti. 6
Ibid
12
Untuk mempermudah masyarakat agar jual beli tanah tidak dilakukan dengan kepercayaan maupun melalui kwitansi, adapun cara pembuatan alat bukti jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan, yaitu :7 a) Pihak yang bersangkutan baik itu pihak penjual maupun pembeli datang kekantor desa atau kelurahan untuk membuat kesepakatan mengukur tanah yang akan dijual dan Kepala desa atau lurah dan perangkat-perangkat desa disini juga sebagai saksi, b) Setelah tanah diukur, kemudian data ditulis dalam buku khusus desa, c) Setelah selesai pembeli wajib membayar uang wajib dan uang sukarela, d) Setelah melakukan pembayaran para saksi yang hadir dalam jual beli tanah tersebut menandatangani surat pernyataan jual beli tanah tersebut. a. Persiapan Sebelum Akta Jual Beli Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sebelum akta jual beli dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka diisyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu :8 1)
Jika
tanahnya sudah bersertifikat : sertifikat tanahnya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya, 2) Jika tanahnya bersertifikat : surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa dan camat, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas 7
Nur Susanti, Praktek Jual Beli Tanah Dibawah Tangan dan Akibat Hukumnya (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegor, 2008) hal 99 8 Adrian Sutedi, Op.cit Hal 78
13
penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli. b. Cara Memperoleh Alat Bukti Sertifikat Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, perjanjian yang menyangkut peralihan hak atas tanah termasuk jual beli tanah, seharusnya dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Maka dari itu, dalam melaksanakan transaksi jual beli tanah pihak penjual dan pembeli datang menghadap bersama-sama kekantor PPAT, untuk membuat Akta Jual Beli Tanah. PPAT adalah Pejabat Umum yang dianggap oleh Kepala BPN ( Badan Pertanahan Nasional) yang mempunyai kewenangan untuk membuat peralihan hak atas tanah, termasuk jual beli tanah. c. Persyaratan Pembuatan Akta Jual Beli di Kantor PPAT Saat menghadap ke PPAT untuk membuat akta perjanjian Jual Beli Tanah, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh pihakpihak yang terkait, yaitu : 9 1)
Pihak Penjual,diharapkan membawa:
a) Sertifikat asli hak atas tanah yang akan dijual. b) Kartu Tanda Penduduk, c) Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, d) Kartu Keluarga. 2) Pihak Pembeli, diharapkan membawa : a) Kartu Keluarga, b) Kartu Tanda Penduduk, c) Uang pembayaran yang dapat dilakukan secara tunai di hadapan PPAT 4. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli Tanah 9
Nathalia Tenegar, Kekuatan Hukum Atas Kuasa Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2010), hal 31-32
14
Persiapannya adalah : 1) Sebelum membuat akta jual beli, PPAT harus melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke Kantor Pertanahan terkait, 2) Penjual harus membayar Pajak Penghasilan, 3)Calon pembeli dapat membuat pernyataan, bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum. 4)Surat pernyataan dari penjual, bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa. 5) Pejabat Pembuat Akta Tanah akan menolak pembuatan akta jual beli apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa. 5. Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Syarat pembuatan akta : 1) Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis, 2) Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, 3)PPAT membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta tersebut, 4) Apabila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli, maka akta ditandatangani oleh penjual dan calon pembeli, saksi-saksi, serta PPAT, 5)
Akta
dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran tanah atau balik nama, 6) Kepada penjual dan pembeli, masing-masing diberikan salinannya. 6. Proses Balik Nama di Kantor Pertanahan.
15
1) Menggunakan jasa PPAT Setelah membuat akta jual beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas akta jual beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut. Berkas yang diserahkan meliputi: a) Surat Permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli, b) Akta Jual Beli PPAT, c) Sertifikat hak atas tanah, d) Kartu Tanda Penduduk pembeli dan penjual, e) Bukti Pelunasan Pembayaran PPh. 2) Pembeli Mengajukan Sendiri Dalam hal ini, pembeli mengajukan sendiri proses balik nama, maka berkas jual beli yang ada pada PPAT diminta, kemudian untuki selanjutnya pembeli mengajukan permohonan balik nama ke Kantor Pertanahan, dengan melampirkan : a) Surat pengantar dari PPAT, b) Sertifikat asli, c)Akta Jual Beli dari PPAT, d) Identitas diri penjual, pembeli atau kuasanya dengan melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk, e) Suratkuasa,jikapermohonannya dikuasakan kepada orang lain, f)Bukti pelunasan SSB (surat setoran) BPHTB, g)Bukti pelunasan SSP (Surat Setoran Pajak) PPh, h)SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) PBB tahun berjalan atau tahun terakhir. Bila belum memilik SPPT, maka perlu keterangan dari lurah atau kepala desa terkait. Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik
16
oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya oleh Kantor Pertanahan akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama, kemudian diubah dengan nama pemegang hak baru. Nama pemegang hak lama (Penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertifikat, dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu empat belas hari pembeli dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertanahan terkait.10
10
Eko Yulian Isnur, Tata Cara Mengurus Surat-surat Rumah dan Tanah ,cetakan ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009) Hal 71.
C. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan sebagai berikut: 1) Bahwa status hukum Jual Beli Tanah yang dilakukan dibawah tangan (tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah) tetaplah sah, karena sudah terpenuhinya syarat sahnya jual beli menurut UUPA yaitu syarat materiil dan formil yang bersifat tunai, terang dan riil. Selain itu juga jual beli tersebut sudah memenuhi syarat jual beli menurut pasal 1320 syarat sahnya perjanjian. Tetapi untuk memperoleh pemindahan hak atas tanah dan balik nama harus memiliki akta yang dibuat oleh PPAT karena pemindahan hak atas tanah melalui jual beli tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, 2) Upaya Penyelesaian yang dapat dilakukan oleh pihak pembeli agar jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan menghadap ke Kepala desa, pihak pembeli dan pihak penjual menghadap langsung Kepala desa, karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui hukum untuk menyatakan maksud mereka itu. Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta bermaterai yang menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk
selama-lamanya
kepada
pembeli.
Akta
tersebut
18
ditandatangani oleh pembeli dan Kepala Desa dan disaksikan oleh dua
orang
saksi
yang
cakap
menurut
hukum.
Dengan
ditandatanganinya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1) Pelaksanaan jual beli tanah pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak lain, yaitu dari pihak penjual kepada pihak pembeli tanah. Dimana dalam proses pelaksanannya tidak mungkin dilaksanakan balik nama tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka berdasarkan ketentuan perbuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta tanah dibuktikan dengan Akta Jual Beli tanah yang dibuat oleh PPAT, 2) Oleh karena hal tersebut ada beberapa hal yang menurut saya, perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari semua pihak sebagi berikut: a) Camat selaku Pejabat yang paling dekat dengan masyarakat, hendaknya sering mengadakan penyuluhan hukum mengenai peraturan yang berlaku bagi kepentingan masyarakat banyak, b) Masyarakat sebagai pihak yang akan melakukan pengalihan atau pihak yang akan menerima hak hendaknya mencari informasi terlebih dahulu pada Kantor Pertanahan setempat.
19
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku-buku Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006). .
Ahmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007). Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rieneke Cipta, 2001)
Eko Yulian Isnur, Tata Cara Mengurus Surat-surat Rumah dan Tanah, cetakan ke-3, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009)
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak ( Mataram: Sinar Grafika, 2003)
2. Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
3. Situs Website/Blog http: //www.artikata.com/arti-332095-jual.html, diunduh pada tanggal 7/2/2013, Penulis Rahmad Afandi
http: //www.artikata.com/arti-321220-beli.html, diunduh pada tanggal 7/2/2013, Penulis Rahmad Afandi
20
4. Skripsi/Tesis/Disertasi
Nathalia Tenegar, Kekuatan Hukum Atas Kuasa Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum,Universitas Indonesia, 2010)