JURNAL ∑IGMA Volume 1, Nomor 1, September 2015
Abd. Kodir
Agusriyanti Puspitorini
ISSN : 2502-0919
Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Prisma melalui Program Macromedia Flash di kelas VIII MTsN Model Banda Aceh
1-7
Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa dengan Penggunaan Microsoft Mathematics sebagai Media Pembelajaran pada Mata Kuliah Kalkulus
8-12
Chairul Fajar Pembelajaran Logika Matematika dengan Media Lampu Tafrilyanto
13-17
Hasan Basri dan Sundari
Analisis Kesalahan Siswa SMP dalam Memecahkan Soal Cerita Segiempat
18-22
Rafael M. Rusik dan Henry A.Z Beeh
Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kupang pada Materi Segiempat ditinjau dari Teori Geometri Van Hiele
23-28
Sri Irawati
Analisis Kesalahan Mahasiswa Calon Guru dalam Memecahkan Masalah Program Linier
29-34
UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATERI PRISMA MELALUI PROGRAM MACROMEDIA FLASH PADA SISWA KELAS VIII MTsN MODEL BANDA ACEH Abdul Kadir Tadris Matematika STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Email:
[email protected] Abstrak: Media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang digunakan untuk menyampaikan bahan belajar. Media pembelajaran diperlukan sebagai penyampaian pesan pembelajaran, membuat pembelajaran lebih menarik, dan peningkatan kualitas pembelajaran. Sekarang ini telah berkembang media pembelajaran yang berbasis komputer. Media pembelajaran berbasis komputer merupakan salah satu variasi penggunaan media pendidikan modern yang digemari oleh siswa. Salah satu program komputer yang menjadi media pendidikan adalah pogram Macromedia Flash. Program ini telah banyak digunakan untuk mendesain dan membuat animasi dalam pembelajaran. Media ini juga memiliki kemampuan dalam mengintergrasikan komponen bentuk, warna, dan animasi. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi perbedaan hasil belajar siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash dan siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma dan untuk mengatahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui program Macromedia Flash. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Model Banda Aceh yang terdapat 11 kelas. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak yaitu siswa kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIII4 sebagai kelas kontrol. Data dalam penelitian ini diperoleh dari tes hasil belajar dan angket respon siswa. Data hasil belajar siswa diolah dengan menggunakan statistik uji-t pihak kanan pada taraf signifikan = 0,05 dan dk = 68. Sedangkan data respon siswa diolah dengan menggunakan model skala Likert. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen x1 = 79,6, nilai rata-rata kelas kontrol
x2 = 73,64 dan uji hepotesis diperoleh thitung t1 - α yaitu 1,75 > 1,67 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma. Dari tes akhir juga menunjukkan bahwa 85,71% siswa kelas eksperimen mencapai kentuntasan dan 74,25% siswa kelas kontrol mencapai ketuntasan. Dari data angket diperoleh skor rata-rata 2,91. Berarti respon siswa menunjukkan kriteria positif terdahap pembelajaran melalui program Macromedia Flash. Kata Kunci: Macromedia Flash, Alat Peraga, Luas Permukaan dan Volume Permukaan Prisma.
menyebutkan bahwa “pemanfaatan media komunikasi untuk kegiatan pendidikan, teknologi, serta medianya sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar. Karena dengan pendekatan ini tujuan pendidikan akan dapat terwujud dengan efektif dan efesien”. Penggunaan media komputer dalam pendidikan merupakan suatu inovasi dalam meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan matematika yang lebih berkualitas. Berdasarkan hasil observasi penulis di beberapa sekolah menunjukkan bahwa pelajaran matematika khususnya konsep bangun ruang masih dianggap susah oleh sebagian siswa. Kesan sulitnya memahami bangun ruang menyebabkan siswa enggan
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencapai perkembangan yang sangat mengagumkan ditandai dengan munculnya komputer. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan oleh komputer. Pekerjaan-pekerjaan yang dahulu membutuhkan banyak tenaga manusia sekarang telah tergantikan oleh mesin, yang kesemuanya itu dikendalikan oleh komputer. Sama seperti bidang yang lain, komputer juga sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Penggunaan teknologi komputer dalam dunia pendidikan sebagai media pembelajaran sangat mendukung dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien. Danim (2008:2) 1
2|∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7
untuk mempelajari bangun ruang. Selain bangun ruang yang belajarkan oleh guru bersifat abstrak, kurangnya pemahaman siswa dalam memahami konsep dasar bangun ruang menjadi penyebab utama kegagalan siswa dalam mempelajari matematika di tingkat lanjut. Karena seseorang akan lebih mudah mempelajari suatu ide atau konsep apabila dasar dari konsep itu betul-betul dikuasainya. Hudojo (1998:128) mengatakan bahwa, “Siswa yang tidak mengerti konsep tertentu menyebabkan tidak mengertinya konsep-konsep lain sehingga konsep itu saling berkaitan secara logis.” Materi bangun ruang khususnya prisma selama ini diajar di sebagian sekolah masih dengan menggunakan metode atau model konvensional. Guru hanya menggambar bentuk-bentuk bangun ruang di papan tulis atau menggunakan alat peraga gambar sebatas pajangan di depan kelas. Sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep bangun ruang, termasuk dalam mengaplikasikan konsep-konsep untuk menyelasaikan permasalahan yang dihadapi. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, di antaranya guru harus memiliki kemampuan yang optimal dalam memanfaatkan berbagai media dan pendekatan dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi pendidikan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan seharihari. Pembelajaran matematika dengan menggunakan komputer akan nampak bagaimana matematika harus diajarkan guru dan dipelajari siswa. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa penggunaan media komputer dalam pembelajaran matematika dapat memudahkan guru dan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika. Penelitian ekstensif dan komprehensif dilakukan oleh Hambree dan Dessart pada tahun 1986 (dalam MKPBM UPI, 2001: 124) diketemukan bahwa: 1. Kalkulator harus digunakan dalam setiap pembelajaran matematika. 2. Komputer sangat bermanfaat dalam meningkatkan ketrampilan dalam memecahkan masalah, terutama untuk siswa yang memiliki kemampuan rendah dan tinggi.
3. Membuat siswa senang belajar matematika. Berdasarkan hasil penelitian Hembree dan Dessart tersebut, penggunaan komputer dapat menumbuhkan motivasi dan kesan positif siswa dalam belajar matematika. Penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika memiliki kelebihan di antaranya, hemat waktu, mudah menampilkan contoh bentuk bangun ruang atau bangun datar dalam matematika, dapat menvisualisasikan bentuk dan warna yang menarik perhatian siswa. Animasi sederhana dan atraktif akan membangkitkan minat belajar siswa serta diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Banyak program komputer yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Salah satu diantaranya adalah program Macromedia Flash. Program ini memiliki banyak fitur pendukung, bentuk tampilan (built in template) yang bervariasi dan animasi yang menarik. Dengan kelebihan tersebut, diharapkan akan terwujud sebuah aplikasi media pembelajaran yang atraktif dan menarik secara visual bagi siswa. Pembelajaran matematika menggunakan program Macromedia Flash miliki potensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Banyak hal abstrak atau imajinatif yang sulit dipikirkan siswa dapat dipresentasikan melalui simulasi program Macromedia Flash. Bangun ruang (bangun tiga dimensi) dapat ditampilkan dengan membuat animasi melalui Macromedia Flash, sehingga gambar bangun ruang dapat ditunjukkan secara nyata kepada siswa. Selain itu, program Macromedia Flash dapat digunakan dalam penanaman dan penguatan konsep, membuat pemodelan matematika, dan menyusun strategi dalam pemecahan masalah. Tujuan penelitian ini adalah mengatahui: 1) Untuk mengetahui signifikasi perbedaan hasil belajar siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash dan siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma. 2) Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran materi prisma dengan menggunakan alat peraga dan melalui program Macromedia Flash?
Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 3
METODE PENELITIAN Untuk memudahkan suatu penelitian maka selayaknya penerapan metode penelitian yang tepat sangat berpengaruh terhadap valid tidaknya hasil dari suatu penelitian. Metode merupakan cara yang dipakai untuk membahas dan meneliti suatu masalah. Metode yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah metode eksperimen. Rancangan penelitian kausi para peneliti memiliki kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksprimen, namun para pesertanya tidak dipilih secara acak dan ditempatkan dikelompoknya. Pada kelas eksprimen penulis menyajikan materi prisma melalui Macromedia Flash, sedangkan pada kelas kontrol penulis mengajarkan materi prisma dengan menggunakan alat peraga prisma. Rancangan penelitian adalah sebagai berikut: Kelompok Pretes Perlakuan Post Pasangan A Tes [KE] 0 X1 Pasangan B 0 [ KK] 0 X2 0 Ket : KE = Kelas eksperimen. KK = Kelas kontrol. 0 = Prates dan pascates KE dan KK. X1 = Perlakuan dengan menggunakan program Macromedia Flash. X2 = Perlakuan dengan menggunakan alat peraga (Sukmadinata, 2009: 203). Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VIII MTsN Model Banda Aceh. Peneliti mengambil dua kelas sebagai sampel yang akan diteliti yaitu kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen dan VIII4 sebagai kelas kontrol. Diambil kelas VIII2 dan kelas VIII4 karena kedua kelas tersebut dapat mewakili (representatif) kelas VIII di MTsN Model Banda Aceh. Ada 2 data yang diperlukan dalam penelitian ini yang diperoleh melalui instrumen sebagai berikut: 1) Untuk memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran materi bilangan bulat dilakukan dengan memberikan angket respon siswa. 2) Untuk memperoleh data tentang
prestasi belajar terhadap pembelajaran materi prisma dilakukan dengan memberikan tes. Data hasil tes belajar yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan statistik yang sesuai. Menguji hipotesis yang telah dirumuskan, yaitu tentang perbandingan prestasi belajar siswa. Menurut Sudjana dapat digunakan statistik uji-t (Sudjana 2005:238).
t
x1 x2 1 1 s n1 n2
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: : Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui Macromedia Flash dan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma. : Hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui Macromedia Flash lebih baik dari hasil balajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma. Berdasarkan hipotesis di atas digunakan uji satu pihak. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = (n1 + n2 - 2) dengan peluang (1 - ), dimana kriteria pengujian menurut Sudjana adalah tolak Ho jika thitung ≥ t1 - , dan terima Ho dalam hal lainnya . Data respon siswa dianalisis dengan menghitung rata-rata keseluruhan skor yang telah dibuat dengan model skala Likert. Dalam menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot atau disamakan dengan nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk pertanyaan positif dan 1,2, 3, 4 untuk pertanyaan bersifat negatif (Sukardi 2004: 147). Pada penelitian untuk pernyataan positif maka diberi skor 4 untuk sangat setuju, 3 untuk setuju, 2 untuk tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi skor sebaliknya yaitu skor 1 untuk sangat setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk tidak setuju, dan 4 untuk sangat tidak setuju. Skor ratarata respon siswa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
4|∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7
n 4
Skor rata-rata =
i 1
i f i N
Ket: f1 = Banyak siswa yang dapat menjawab pilihan A (sangat setuju) n1 = Bobot skor pilihan A (sangat setuju) f2 = Banyak siswa yang menjawab pilihan B (setuju) n2 = Bobot skor pilihan B (setuju) = Banyak siswa yang menjawab pilihan C (tidak setuju) n3 = Bobot skor pilihan C (tidak setuju) f4 = Banyak siswa yang menjawab pilihan D (sangat tidak setuju) n4 = Bobot skor pilihan D (sangat tidak setuju) N = Jumlah seluruh siswa yang memberikan respon terhadap pembelajaran pada materi prisma yang diajar melalui program Macromedia Flash dan yang menggunakan alat peraga. Kriteria skor rata-rata untuk respon siswa adalah sebagai berikut: 3 skor rata-rata ≤ 4 sangat positif 2 skor rata-rata 3 positif 1 skor rata-rata ≤ 2 negatif 0 skor rata-rata ≤1 sangat negatif. HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di MTsN Model Banda Aceh, peneliti telah mengumpul data kelas kontrol (VIII4) yang pembelajarannya dengan menggunakan alat peraga dan data kelas eksperimen (VIII2) yang pembelajarannya dengan menggunakan program Macromedia Flash. Jumlah siswa yang terdapat pada kelas kontrol sebanyak 35 siswa dan jumlah siswa yang terdapat pada kelas eksperimen 35 siswa juga. Data yang diperoleh dilapangan tersebut di analisis dengan menggunakan statistik uji t. Setelah di analisis diperoleh hasil sebagai berikut: berdasarkan taraf signifikan = 0,05 dan derajat kebebasan 68 dari tabel distribusi t diperoleh t 0,9568 = 1,67, sehingga t t1-α yaitu 1,75 1,67, maka sesuai dengan kriteria pengujian H0 ditolak pada taraf signifikan = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui Macromedia Flash lebih baik dari hasil
balajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma. Sedangkan untuk data angket respon siswa untuk kelas kontrol dan eksperimen setelah di analisis dengan menggunakan skala likert diperoleh data pada Tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dan mengacu pada kriteria skor rata-rata untuk respons siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif (2,91) terhadap pembelajaran dengan menggunakan alat peraga, baik pada materi prisma maupun materi matematika lainnya, karena pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang diajar. Berdasarkan tabel 2 dan mengacu pada kriteria skor rata-rata untuk respons siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif (2,97) terhadap pembelajaran melalui Macromedia Flash, baik pada materi prisma maupun materi matematika lainnya, karena pembelajaran melalui Macromedia Flash dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang diajar. PEMBAHASAN Dari hasil proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti di lapangan terlihat bahwa siswa sangat tertarik dan berminat dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini diketahui dari hasil belajar siswa yang meningkat dan respon siswa terhadap media yang digunakan selama pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis secara statistik yaitu dengan menggunakan uji-t, serta dilakukan pengujian hipotesis pada taraf signifikan = 0,05 dan dejarat kebebasan (dk) = 68 diperoleh = 1,75 dan = 1,67 sehingga t t1 - α yaitu 1,75 > 1,67, dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui Macromedia Flash lebih baik dari hasil balajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada meteri prisma.
Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 5
Tabel 1. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Kontrol No Pernyataan 1. Saya dapat dengan mudah memahami materi prisma yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga. 2. Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar dengan menggunakan alat peraga dengan belajar seperti biasa. 3. Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pada materi yang lain 4. Menurut saya, alat peraga cocok diterapkan dalam pembelajaran materi matematika yang lainnya. 5. Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam kegiatan pembelajaran materi prisma dengan menggunakan alat peraga. 6. Saya tidak dapat memahami dengan jelas cara kerja diskusi kelompok yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga. 7. Saya merasa sangat senang terhadap suasana belajar di kelas ketika digunakan alat peraga. 8. Daya nalar dan kemampuan berfikir saya lebih berkembang saat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga 9. Saya dapat memahami dengan jelas bahasa, contoh bangun prisma dan cara kerja alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga 10. Bagi saya, pembelajaran menggunakan alat peraga merupakan media pembelajaran matematika yang baru. 11. Seandainya diperbolehkan saya condong tidak mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Jumlah Skor Rata-rata Sumber : Hasil Pengolahan Data
Skor Rata-rata 3,28 2,27 3,02 3,20 2,71 2,71 3,11 3,00 3,08 2,48 3,22 32,08 2,91
Tabel 2. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Eksperimen No Pernyataan 1. Saya dapat dengan mudah memahami materi prisma yang diajarkan melalui program Macromedia Flash. 2. Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar melalui program Macromedia Flash dengan belajar seperti biasa. 3. Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan program Macromedia Flash pada materi yang lain 4. Menurut saya, program Macromedia Flash cocok diterapkan dalam pembelajaran materi matematika yang lainnya. 5. Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam kegiatan pembelajaran materi prisma melalui program Macromedia Flash. 6. Saya tidak dapat memahami dengan jelas cara kerja diskusi kelompok yang digunakan dalam pembelajaran melalui program Macromedia Flash. 7. Saya merasa sangat senang terhadap suasana belajar di kelas ketika digunakan program Macromedia Flash 8. Daya nalar dan kemampuan berfikir saya lebih berkembang saat pembelajaran dengan menggunakan program Macromedia Flash 9. Saya dapat memahami dengan jelas bahasa,tampilan dan animasi yang digunakan didalam program Macromedia Flash 10. Bagi saya, pembelajaran melalui program Macromedia Flash merupakan media pembelajaran matematika yang baru. 11. Seandainya diperbolehkan saya condong tidak mengikuti pembelajaran dengan menggunakan program Macromedia Flash Jumlah Skor Rata-rata Sumber : Hasil Pengolahan Data
Skor Rata-rata 3,14 2,40 3,08 3,20 2,85 2,85 3,42 2,74 3,08 3,14 2,82 32,72 2,97
6 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7
Berdasarkan angket respon siswa yang disebarkan kepada siswa kelas kontrol yang menggunakan alat peraga pada pembelajaran materi prisma dan angket respon siswa yang disebarkan kepada siswa kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan program Macromedia Flash, kedua jenis angket tersebut disebarkan setelah pembelajaran berlangsung tampak siswa sangat berminat terhadap kedua pembelajaran tersebut. Dari hasil analisis angket tersebut, siswa menyatakan dapat memehami dengan mudah materi prisma yang diajar dengan menggunakan alat peraga dengan skor 3,28, berarti sangat positif dan mayoritas siswa menyatakan setuju. Sedangkan minat siswa mengikuti pembelajaran dengan alat peraga dengan skor 3,11 ini menunjukkan respon yang sangat positif. Berarti dengan skor tersebut siswa sangat senang belajar dengan menggunakan alat peraga. Dari rata-rata aspek yang direspon menunjukkan bahwa respon siswa termasuk katagori positif dengan skor 2,91. Hal ini berarti siswa berminat terhadap pembelajaran menggunakan alat peraga. Sedangkan respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan program Macromedia Flash pada pembelajaran materi prisma, dari hasil analisis angkat menunjukkan siswa dapat memahami materi prisma yang diajar melalui program Macromedia Flash dengan skor 3,14, berarti respon siswa sangat positif. Sedangkan respon siswa terhadap suasana pembelajaran dengan skor 3,42, ini menunjukkan skor sangat positif. Berarti siswa sangat senang belajar dengan menggunakan program Macromedia Flash. Dari rata-rata aspek yang direspon siswa menunjukkan respon siswa termasuk dalam katagori positif dengan skor 2,97. Hal ini berarti siswa senang belajar dengan menggunakan Program Macromedia Flash. Respon siswa terhadap kedua media pembelajaran tersebut sama-sama nenunjukkan kriteria positif, baik yang diajar dengan menggunakan alat peraga maupun yang diajar melalui program Macromedia Flash. Hal ini disebabkan karena selama pembelajaran tidak siswa diberi kesempatan untuk menggunakan/ memperagakan alat peraga atau program Macromedia Flash.
Perbedaan prestasi belajar siswa pada materi prisma antara siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga disebabkan pada pembelajaran melalui program Macromedia Flash siswa dapat memperhatikan dan mengcermati secara langsung proses-proses yang berlangsung cara mendapatkan rumus luas permukaan dan rumus volume prisma dan siswa juga dapat menyaksikan berulang kali tanpa membuang-buang waktu sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain itu, animasi dan tampilan dalam program Macromedia Flash yang menarik membuat siswa lebih cepat menyerap materi pembelajaran. Animasi yang ditampilkan dalam pembelajaran materi prisma membuat siswa lebih terfokus dan terkonsentrasi sehingga pembelajaran menjadi lebih termakna bagi siswa. Faktor lain penyebab perbedaan hasil belajar siswa antara yang diajar dengan menggunakan alat peraga dan program Macromedia Flash adalah terletak pada minat dan motivasi belajar siswa. Keberhasilan belajar seorang siswa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor ekstern semata, akan tetapi faktor intern (fisiologi dan Psikologi) juga memegang peranan yang sangat penting seperti yang diungkapkan oleh Suryabrata bahwa faktor fisiologi erat hubungannya dengan masalah jasmani terutama sekali tentang pentingnya alat pancaindra. Sedangkan faktor psikologi lebih mengarah kepada minat/ motivasi dan konsentrasi. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hepotesis yang dilaksanakan pada siswa kelas VIII MTs Negeri Model Banda Aceh pada materi prisma dengan menggunakan alat peraga dan dengan menggunakan program Macromedia Flash. Berdasarkan pada taraf signifikan = 0,05 dan derajat kebebasan 68 dari tabel distribusi t diperoleh t 0,9568 = 1,67, sehingga t t1-α yaitu 1,75 1,67, maka sesuai dengan kriteria pengujian H0 ditolak pada taraf signifikan = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan Prestasi belajar siswa yang diajar melalui program Macromedia Flash lebih baik jika
Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 7
dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada materi prisma dan pembelajaran . DAFTAR PUSTAKA
menggunakan program Macromedia Flash dapat membuat siswa lebih senang dalam mengikuti proses pembelajaran
Danim, Sudarman. 2008. Media komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, Herman.1998. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional,
Sukardi. 2004 Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009.Metode penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA DENGAN PENGGUNAAN MICROSOFT MATHEMATICS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATA KULIAH KALKULUS Agusriyanti Puspitorini Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Sumenep email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus dengan Microsoft Mathematics dan juga untuk mengetahui efektivitas penggunaan Microsoft Mathematics terhadap mata kuliah kalkulus. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini pre-eksperimen dengan jenis One Group Pretest-Posttest Design. Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel populasi dikarenakan jumlah populasi yang ada hanya sedikit yaitu 20 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah memberikan soal tes dan melakukan wawancara. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai postest dari 20 mahasiswa adalah 79,65 dan berada pada kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan N-gain sebesar 0,46 dimana mahasiswa terdapat peningkatan pemahaman pada mata kuliah kalkulus, sehingga penggunaan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus dikatakan efektif Kata Kunci: Peningkatan, Pemahaman, Microsoft Mathematics
nilai dibawah A, 4 % mendapatkan nilai A. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan mengapa nilai mata kuliah kalkulus dikategorikan cukup rendah. Dari hasil wawancara pada beberapa mahasiswa prodi pendidikan matematika, mengatakan bahwa kalkulus merupakan mata kuliah yang sulit dimengerti. Padahal mata kuliah kalkulus merupakan mata kuliah yang terdiri dari kalkulus I, kalkulus II dan kalkulus lanjut dan sebagai dasar juga untuk mempelajari mata kuliah persamaan differensial. Berdasarkan pengamatan dalam perkuliahan kalkulus yang dilakukan di program studi pendidikan matematika STKIP PGRI Sumenep, di mana proses perkuliahan Kalkulus 1 hanya terpaku pada buku teks atau modul dari beberapa referensi. Selama ini mahasiswa hanya menunggu penjelasan dari Dosen dan belum termotivasi untuk belajar mandiri dan mencari tahu jawaban dari soal yang diberikan. Terkadang juga mahasiswa ragu apakah hasil dari jawabannya merupakan jawaban yang benar atau tidak. Heinich (dalam Susilana, 2009: 6) menyatakan bahwa media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah merupakan perantara .yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan. Selain itu AECT atau Association of Educatian and Communication Technology (dalam Susilana
PENDAHULUAN Banyak media pembelajaran yang dirancang untuk pembelajaran pada tingkat sekolah, akan tetapi pada perguruan tinggi media pembelajaran terkadang dianggap tidak dibutuhkan. Padahal di perguruan tinggi juga merupakan lembaga pendidikan yang didalamnya juga terdapat proses pembelajaran yang disebut perkuliahan. Dalam proses perkuliahan, Dosen berperan menyampaikan dan menjelaskan materi. Dalam suatu kelas kita ketahui bahwasanya kemampuan pemahaman setiap mahasiswa berbeda-beda. Hal ini juga merupakan persoalan yang harus dicari solusinya oleh Dosen. Untuk mengetahui pemahaman mahasiswa dapat dilihat dari penilaian. Namun penilaian dalam pembelajaran matematika tidak cukup hanya penilaian yang berupa hasil akhir, namun penilaian dalam keterampilan serta pemahaman pada saat mahasiswa memecahkan masalah matematika. Pada program studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumenep, terdapat salah satu mata kuliah yang didalamnya memerlukan kemampuan berfikir tingkat tinggi yakni mata kuliah Kalkulus. Menurut hasil dokumentasi dari nilai KHS mahasiswa prodi pendidikan matematika STKIP PGRI Sumenep pada angkatan 2013, khususnya pada nilai mata kuliah kalkulus, 96% dari jumlah mahasiswa yang ada mendapatkan 8
Puspitorini, Peningkatan Pemahaman Mahasiswa | 9
2009: 6) membatasi istilah media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Jika dikaitkan dengan pembelajaran tentunya media merupakan alat bantu yang dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Susilana (2009: 9) menjelaskan tujuan media mempunyai untuk memperjelas pesan yang ingin disampaikan agar tidak terlalu verbalitas, mengatasi keterbatasan ruang, menimbulkan gairah belajar, merangsang anak untuk belajar mandiri serta memberi memberi rangsangan yang sama sehingga menimbulkan persepsi yang sama. Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran, selain menarik peserta didik untuk belajar yang dalam hal ini adalah mahasiswa, pemanfaatan teknologi komputer akan membuat pembelajaran lebih aktif dan mahasiswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun secara kelompok (Gora, 2010: 26). Microsoft Mathematics merupakan salah satu perangkat lunak bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran kalkulus. Menurut Hernawati (2009) beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan perangkat lunak ini adalah : a. Perhitungan dalam penyelesaian permasalahan menjadi lebih cepat. b. Keakuratan hasil yang diperoleh dari perhitungan. c. Dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi bahwa hasil perhitungan yang dilakukan telah benar d. Dapat memvisualisasikan grafik dengan mudah dan skala yang tepat Microsoft Mathematics sebagai media pembelajaran pada mata kuliah kalkulus diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami mata kuliah kalkulus, dimana Pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan yang paling rendah tingkatannya dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Menurut Purwanto (1994:44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Untuk mengetahui pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika menurut NCTM (1989:223) dapat dilihat
dari kemampuan siswa dalam: (1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep. Berdasarkan penjelasan di atas efektivitas pembelajaran adalah proses pembelajaran yang mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini akan digunakan dua indikator untuk mengukur efektivitas yaitu proses dan hasil. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini preeksperimen dengan jenis One Group PretestPosttest Design. Perbedaan hasil belajar antara sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakuan digunakan untuk mengetahui efektivitas penggunaan Microsoft Mathematics dan peningkatan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa prodi pendidikan matematika angkatan 2014 sebanyak 20 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel populasi dikarenakan jumlah populasi yang ada hanya sedikit. Metode yang digunakan untuk proses perolehan data dalam penelitian ini adalah dengan tes dan wawancara. Setelah data diperoleh dari tes dan wawancara, selanjutnya peneliti melakaukan analisis data. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pretest Setelah mata kuliah kalkulus diberikan selama 3 pertemuan, peneliti memberikan soal pretest tentang materi turunan dan integral. Soal pretest diberikan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa
10 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 8-12
pada mata kuliah kalkulus yakni materi turunan sebelum menggunakan media Microsoft Mathematics. Dari hasil pretest mahasiswa atau 45% mahasiswa memperoleh nilai C yakni rentang nilai antara 55 ≤ nilai < 61 mahasiswa atau 30 % mahasiswa memperoleh nilai C+ yaitu 61 ≤ nilai < 65, 4 mahasiswa atau 20% mendapat nilai B- yakni 65 ≤ nilai < 71, 5% mendapat nilai B yakni rentang nilai 65 ≤ nilai < 71, sementara tidak ada mahasiswa ynag mendapatkan nilai lebih tinggi dari B. Syarat mahasiswa agar dinyatakan lulus atau tuntas pada satu mata kuliah di STKIP PGRI Sumenep apabila mahasiswa memperolah nilai minimal C+. Dalam hal ini peneliti menggunakan rentang pengelompokan penilaiaan seperti pada table 1. Tabel 1. Tabel penilaian Nilai Kategori E, D, C Rendah C+, B-, B Cukup B+, A-, A Tinggi Dari kriteria di atas dapat diklasisfikasikan bahwa 9 mahasiswa atau 45% nilainya berada pada kategori rendah, 11 mahasiswa atau 55% nilainya berada pada kategori cukup dan tidak ada mahasiswa yang tergolong pada kategori tinggi sehingga apabila dirata-rata berada pada kategori cukup. Sedangkan apabila dianalisis berdasarkan perolehan nilai pada setiap soal maka dapat diperoleh rata-rata skor hasil pretest 64,6. Dari hasil pretest di atas, dapat diketahui dari prosentase ketercapaian dari masingmasing indikator belum mencapai prosentase mnimal yang diharapkan, yaitu 75%. Pada indikator soal no 1 dimana mahasiswa yang dapat menentukan nilai dari turunan pertama fungsi aljabar prosentase ketercapaianannya hanya 73%, sedangkan pada indikator soal no 2 dimana mahasiswa yang dapat menentukan turunan kedua dari fungsi aljabar ketercapaianannya hanya 73,7%. Pada indikator ke 3 mencapai.71,5% dimana pada soal ini mahasiswa diharapkan dapat menentukan turunan yang berbentuk polinomial. Pada indikator soal no 4 mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada pada indikator ini prosentase mencapai 56%
dan indikator ke-5 mencapai 48,2% dimana mahasiswa mampu menyelesaikan turunan fungsi trigonometri. Jika dirata-rata tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan soal dengan materi turunan yang merupakan materi kalkulus hanya berkisar 64,6 %. hal ini perlu adanya upaya perbaikan pembelajaran agar pemahaman terhadap konsep yang ada dalam mata kuliah kalkulus benar-benar dipahami. Terlebih lagi materi dasar kalkulus seperti turunan akan menjadi syarat untuk bisa menghitung integral. Selain itu kalkulus 1 menjadi dasar mahasiswa untuk bisa memahami mata kuliah lanjutan yakni kalkulus II 2. Hasil Wawancara pada soal pretest Adapun hasil dari simpulan dari wawancara terkait soal pretest yang diberikan pada table 2. Dari hasil deskripsi wawancara pada table 2 yang mengacu pada indikator pemahaman konsep, maka dapat jelas diketahui bahwasanya mahasiswa masih belum mencapai pemahaman dari apa yang dikerjakan dengan yang diketahuinya 3. Hasil Postest Setelah pretest diberikan selanjutnya peneliti menggunakan media Microsoft Mathematics dalam proses pembelajaran selama 4 pertemuan. Soal postest ini diberikan dengan jumlah soal sebanyak 5 butir dengan hasil tidak ada yang mendapatkan nilai di bawah B- atau di bawah 65. 2 mahasiswa atau 10% mendapat nilai B- yakni 65 ≤ Nilai < 71,25% mendapat nilai B yakni rentang nilai 71 ≤ nilai < 77, sementara 8 mahasiswa atau 40.% mendapatkan nilai B+ yakni 77≤Nilai<84, dan 3 mahasiswa atau 15.% mendapatkan nilai A- dengan rentang 84≤nilai<71, serta 2 mahasiswa atau 10% memperoleh A dengan rentang nilai ≥ 91. Seperti yang dikemukaan pada hasil pretest, syarat mahasiswa agar dinyatakan lulus atau tuntas pada satu mata kuliah di STKIP PGRI Sumenep apabila mahasiswa memperolah nilai minmal C+. Kategori yang digunakan pada table 1. Dari kriteria pada table 1 dapat diklasifikasikan bahwa 7 mahasiswa atau 35.% nilainya berada pada kategori cukup dan 13 mahasiswa atau. 65% nilainya berada pada kategori tinggi. Jadi apabila dirata-rata keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan soal posttest dapat dikategorikan berada pada kategori tinggi.
Puspitorini, Peningkatan Pemahaman Mahasiswa | 11
Dari hasil postest di atas, dapat diketahui dari prosentase ketercapaian dari masing-masing indikator soal telah mencapai prosentase mnimal yang diharapkan, yaitu 75%. Pada indikator soal no 1 dimana mahasiswa dapat menentukan nilai dari turunan pertama fungsi aljabar mencapai 86%, sedangkan pada indikator soal no 2 dimana mahasiswa dapat menentukan turunan kedua dari fungsi aljabar mencapai 89,7%. Pada indikator ke 3 mencapai. 77,5% dimana pada soal ini mahasiswa diharapkan dapat menentukan turunan yang berbentuk
polinomial Pada indikator soal no 4 mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada pada indikator ini prosentase mencapai 75% dan indikator ke-5 mencapai 76% dimana mahasiswa mampu menyelesaikan turunan fungsi trigonometri. jika dirata-rata tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan soal postest pada materi turunan yang merupakan materi kalkulus adalah 80,9%. hal ini mahasiswa sudah mencapai tingkat keberhasilan melebihi dari 75%
Table 2. Deskripsi wawancara berdasarkan indikator pemahaman No 1
2
3
4
Indikator Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya Mampu menyajikan situasi matematika ke dalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur
5
Mampu menberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari
6
Mampu menerapkan konsep secara algoritma Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
7
Deskripsi Pada saat dilakukan wawancara, 80 % mahasiswa belum mampu menerangkan hasil pekerjaannnya sesuai dengan metode dalam mencari turunan fungsi aljabar Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda namun masih satu jenis dengan soal sebelumnya, mahasiswa masih kebingungan dalam menjawab dan menjelaskan tahapan-tahapan yang harus diselesaikan. Dalam hal ini juga mahasiswa belum mampu mengetahui perbedaan antara kasus yang ada dengan kasus lainnya. Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga antara yang dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, Mahasiswa pada umumnya belum menggunakan prosedur atau tahapan yang harus dilalui dan belum mampu menghubungkan antara konsep dan prosedur Hanya sedikit mahasiswa yang mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari soal yang diberikan, tetapi mahasiswa belum mampu memberikan kontra dari konsep turunan. Mahasiswa dalam melakukan perhitungan masih menggunakan pengetahuan seadanya tanpa menerapkan konsep secara benar Mahasiswa belum mampu mengembangkan konsep seperti yang telah dipelajari sebelumnya
Table 3. Deskripsi wawancara berdasarkan indikator pemahaman No 1
2
3
4
Indikator Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya Mampu menyajikan situasi matematika ke dalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur
5
Mampu menberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari
6
Mampu menerapkan konsep secara algoritma
7
Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
Deskripsi Mahasiswa telah mampu menerangkan hasil pekerjaannnya sesuai meskipun masih banyak juga mahasiswa yang belum menggunakan metode yang sesuai dalam mencari turunan fungsi aljabar Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda banyak mahsiswa yang telah mampu mengerjakan dan mampu menjelaskan perbedaan dengan soal yang sebelumnya dikerjakan. Dalam hal ini juga mahasiswa telah mampu mengetahui perbedaan antara kasus yang ada dengan kasus lainnya. Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu secara utuh mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga antara yang dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai. Dalam hal ini masih terjadi kebingungan dalam menerangkan secra verbal terhadap apa yang diperolehnya. Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang menggunakan prosedur atau menjelaskan tahapan yang harus dilalui dan hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang mampu menghubungkan antara konsep dan prosedur Banyak mahasiswa yang telah mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari soal yang diberikan, tetapi mahasiswa masih belum mampu memberikan kontra dari konsep turunan. Mahasiswa dalam melakukan perhitungan telah menggunakan pengetahuan sebelumnya dan menghubungkan pengetahuan sebelumnya tersebut untuk mengerjakan soal yang berhubungan Sebagian dari Mahasiswa telah mampu mengembangkan konsep seperti yang telah dipelajari sebelumnya
12 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 8-12
4. Hasil wawancara pada soal postest Adapun deskripsi dari wawancara terkait soal posttest yang diberikan seperti pada tabel 3. Dari hasil deskripsi wawancara pada table 3 yang mengacu pada indikator pemahaman konsep, maka dapat jelas diketahui bahwasanya mahasiswa masih belum mencapai pemahaman yang maximal dari apa yang dikerjakan dengan yang diketahuinya. 5. Hasil skor N-Gain Setelah nilai pretest dan postest diperoleh serta telah dilakukan wawancara pada setiap tahapan, selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus, dilakukan perhitumgan menggunakan N-Gain. Selain itu perhitungan N-gain juga digunakan untuk mengetahui keefektifan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus. Dari hasil skor pretest diperoleh rataratanya adalah 62,45 sedangkan skor postest mempunyai rata-rata 79,65. Dari hasil perhitungan N-gain yang diperoleh yakni sebesar 0,46 kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut : Tabel 4. Kriteria N-Gain Prosentase Kriteria 0,00 < g ≤ 0,30 Rendah 0,30 < g ≤ 0,70 Sedang 0,70 < g ≤ 1,00 Tinggi Berdasarkan tabel 4 dimana hasil perhitungan N-gain sebesar 0,46 berada pada kriteria sedang sehingga dapat dikatakan bahwa pengggunakan Microsoft Mathematics
pada mata kuliah kalkulus dapat meningkatkan pemahaman meskipun peningkatannya tergolong sedang. Sedangkan untuk mengetahui keefektifan penggunaan Microsoft Mathematics dapat dilihat dari jumlah mahasiswa yang memiliki pemahaman terhadap mata kuliah kalkulus khususnya pada materi turunan, paling sedikitnya 75% dari jumlah mahasiswa yang ada. Berdasarkan data postest dimana hasil rata-rata nilai postest dari 20 mahasiswa adalah 79,65 dengan rata-rata nilai abjad adalah B+ dan dapat dikategorikan dengan kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan N-gain sebesar 0,46 dimana terdapat peningkatan pemahaman, maka dapat peneliti simpulkan bahwasanya penggunaan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus dikatakan efektif. PENUTUP Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Hasil perhitungan N-gain yang digunakan untuk melihat seberapa besar peningkatan pemahaman mahasiswa diperoleh hasil sebasar 0,46 dimana hasil menunjukkan tingkat pemahaman dengan kriteria sedang. b. Dari hasil perhitungan N-gain yang menunjukkan adanya peningkatan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus sehingga dapat disimpulkan bahwasanya penggunaan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus
DAFTAR PUSTAKA
NCTM.
Gora,
Winastwan. 2010. PAKEMATIK: Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Penerbit: PT. Elex Media Komputindo.
Hernawati, Kuswari. 2009. Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran dan Terapannya. FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 31 Januari 2009
dikatakan efektif
(1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM
Purwanto, M. Ngalim. 1994. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya. Susilana, Rudi & Cepi Riyana. 2009. Media pembelajaran, hakekat, pengembangan, pemanfaatan, dan penilaian. Penerbit. CV Wacana Prima. Bandung.
PEMBELAJARAN LOGIKA MATEMATIKA DENGAN MEDIA LAMPU Chairul Fajar Tafrilyanto Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan Email :
[email protected]
diajarkan. Dengan memilih suatu media yang tepat, guru dapat mengaktifkan siswa dan mengontrol kegiatan belajar mengajar agar berjalan dengan baik. Dengan menggunakan media, siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan belajar dan materi akan tersimpan lebih lama dalam memori otak siswa. Pembelajaran berupa alat peraga dapat memotivasi siswa untuk belajar dan pemahaman siswa pada materi logika matematika. Disisi lain alat peraga ini adalah Sebagai jembatan ilmu antara guru dengan siswa, serta sebagai contoh aplikasi ilmu matematika khususnya pada materi logika matematika dengan ilmu fisika yakni aliran lisrik. Dimana biasanya alat peraga semacam ini yang membuat adalah orang yang bukan dari matematika. Maka penulis ingin memperlihatkan bahwa orang matematika bisa membuat alat peraga yang berfungsi untuk membantu menanamkan konsep mengenai konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi yang merupakan sub materi logika matematika. Berikut akan dipaparkan tentang media pembelajaran lampu logika. A. Bahan dan Alat Bahan rangkaian/isi kotak adalah 44 buah lampu LED 3V sebanyak (15 buah warna biru (huruf A), 18 buah warna merah (huruf B), 11 buah warna hijau (huruf C)), 1 buah trafo 2A tanpa CT, 1 buah elco 2200 16 – 25 V, 6 buah silicon Diode 2A (4 buah untuk merubah tegangan dari AC ke DC pada trafo, 2 buah untuk pengatur arus), 3 buah resistor 1K, 6 buah saklar 6 kaki sebagai pengatur arus, 1 buah saklar 3 kaki untuk power AC. 220V, colokan listrik, penyambung kabel arus, kabel serabut berwarna ukuran 0,1 mm secukupnya, timah, dan kabel besar secukupnya. Gambar beberapa bahan rangkaian ditunjukkan seperti di bawah ini
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu ilmu yang berkembang seiring kemajuan teknologi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini telah banyak memberikan konstribusi bagi kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu dampak perkembangan teknologi yang jelas adalah kemajuan di bidang pendidikan. Di Indonesia, teknologi pendidikan dimanfaatkan untuk pengembangan media pembelajaran, misalnya pada pembelajaran matematika dengan menggunakan rangkaian listrik. Oleh karena itu, pendidik perlu berupaya menggunakan berbagai cara yang bervariasi, serta menyiapkan bahan ajar yang sesuai dengan menggunakan media yang tepat sehingga dapat memotivasi siswa agar senang belajar matematika. Penggunaan media yang tepat merupakan sarana untuk mengefektifkan proses penyampaian materi pelajaran kepada siswa. Pada siswa SMA terdapat pelajaran tentang logika yaitu pada mata pelajaran matematika di kelas X, yang sering dikenal materi Logika Matematika. Pada materi ini siswa diajarkan bagaimana menarik kesimpulan (konklusi) dari suatu pernyataan. Karena pentingnya materi ini, guru mempunyai tanggung jawab menyampaikan dengan jelas pada siswa. Sehingga siswa mampu memahami dan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Menurut salah satu guru matematika yang pernah mengajarkan materi ini, mengatakan bahwa siswa mudah bosan pada saat guru menerangkan pelajaran dan siswa kurang begitu paham tentang manfaat dalam kehidupan sehari-hari. namun guru tersebut juga mengatakan bahwasannya sebagian besar guru, tidak mampu membuat sendiri media atau alat peraga dalam pembelajaran dimana tujuan pembuatan media atau alat peraga adalah sebagai jembatan ilmu atau penanaman konsep terhadap apa yang .
13
14 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 13-17
Bahan pembuatan kotak adalah papan jati ukuran (panjang 110 cm, lebar 14,5 cm dan tebal 0,5 cm), 1 ons paku sirap ukuran 15 – 20 mm, lem kayu fox secukupnya, 1 lembar ampelas no.0 (nol), 0,25 liter pelituran,, plat eyser tebal 0,05 mm, dan cat warna hitam mati (Black Flat). Sedangkan alat yang digunakan adalah gergaji kayu, pasah kayu, bor listrik, gergaji besi, penggaris, pemanas timah (sodier), Palu dan Penggaris siku B.
Konsep Matematika Konjungsi merupakan pernyataan majemuk dengan kata penghubung dan. Dua pernyataan p dan q yang dinyatakan dalam bentuk p q disebut konjungsi dan dibaca p dan q. Nilai kebenaran konjungsi disajikan dalam tabel di bawah ini. p q pq B B B B S S S B S S S S Disjungsi jika pernyataan p dan q dihubungkan dengan kata hubung atau maka pernyataan p dan q disebut disjungsi yang dinotasikan sebagai p dan q (baca p atau q). Nilai kebenaran disjungsi disajikan dalam tabel di bawah ini. p q pq B B B B S B S B B S S S Implikasi (Kondisional) Dua pernyataan p dan q yang dinyatakan dalam bentuk kalimat “jika p maka q” disebut implikasi/kondisional/pernyataan bersyarat dan dilambangkan sebagai p q. sedangkan pernyataan p q
disebut pernyataan implikatif/kondisional. Nilai kebenaran implikasi disajikan dalam tabel kebenaran di bawah ini. p q pq B B B B S S S B B S S B Biimplikasi (Bikondisional) Dua pernyataan p dan q jika dinyatakan dengan lambang p q disebut biimplikasi (Bikondisional atau pernyataan bersyarat ganda). Notasi pernyataan p q dibaca p jika dan hanya jika q, yang mengandung makna bahwa p q benar dan q p benar. Dengan kata lain, p q merupakan singkatan dua implikasi p q dan q p. Nilai kebenaran biimplikasi disajikan dalam tabel kebenaran di bawah ini. p q pq B B B B S S S B S S S B C. Cara Membuat 1. Buatlah konsep rangkaian sesuai apa yang diinginkan, disini kita akan membuat konsep rangkaian; konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi. (Terlampir). 2. Setelah konsep rangkaian selesai, sediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat percobaan. 3. Potonglah papan jati dengan ukuran : a. 21 x 14,5 x 0,5 cm sebanyak 2 lembar. b. 22 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2 lembar. c. 14,5 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2 lembar.
Tafrilyanto, Pembelajaran Logika Matematika | 15
4.
5.
6.
7.
8.
Setelah itu diberi lem pada sisi – sisi lembaran papan jati tersebut. Yang ukurannya 21 x 14,5 x 0,5 cm (gambar 1). Tempelkan lembar papan jati yang ukurannya 22 x 10 x 0,5 cm dan dipaku (gambar 2). Setelah papan jati telah dilem dan dipaku, biarkan selama 6 jam agar lemnya kering. Kotak yang sudah jadi tertutup rapat di segala sisi, kemudian dibelah untuk medapatkan tutup kotak. Menbelah kotak dengan menggunakan gergaji kayu, dengan ukuran : Untuk tutupnya setebal 3 cm.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Untuk kotak setebal 6,7 cm (gambar 3). Setelah dibelah maka kotak telah jadi beserta tutupnya dan dapat digunakan (gambar 4). Masukkan juga keenam saklar pada lubang yang disediakan untuk saklar. Sambungkan kabel sesuai dengan rangkaian-rangkaian yang telah dibuat sehingga dapat menghidupkan lampu. Pasanglah lampu kedalam vetting sesuai dengan warna yang diinginkan. Tutuplah bagian bawah dengan triplek yang disediakan sebagai pelindung dari sambungan kabel. Alat peraga siap digunakan
15. .
D. Petunjuk Kerja Penggunaan saklar pada rangkaian gabungan antara konjungsi dan implikasi arah saklar keatas untuk menggunakan percobaan konjungsi dan arah saklar kebawah untuk menggunakan percobaan implikasi. Penggunaan saklar pada rangakaian gabungan antara disjungsi dan biimplikasi arah saklar keatas untuk menggunakan percobaan disjungsi dan arah saklar kebawah untuk menggunakan percobaan biimplikasi. Sebelumnya perlu dicek terlebih dahulu peralatan yang akan digunakan yaitu: 1. Saklar A keatas/lampu A menyala dianggap benar dan bila
E.
kebawah/lampu A mati dianggap salah. Begitu juga saklar B. 2. Pada saklar dan a. Bila keatas maka lampu A menyala. b. Bila kebawah maka lampu A mati. 3. Pada saklar dan a. Bila keatas maka lampu B menyala. b. Bila kebawah maka lampu B mati. Keterangan Penggunaan 1. Konjungsi Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa :
16 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 13-17
a.
2.
Apabila A benar (lampu A menyala) dan B benar (lampu B menyala) maka lampu C menyala. Ini berarti konjugsi bernilai BENAR. b. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa konjungsi bernilai SALAH. c. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan konjungsi bernilai SALAH. d. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa konjungsi bernilai SALAH. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa konjungsi dua pernyataan akan bernilai BENAR jika antisiden bernilai BENAR dan konsekuennya bernilai BENAR. Disjungsi Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa : a. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B benar (lampu B menyala) maka lampu C menyala. Ini berarti disjungsi bernilai BENAR. b. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C menyala. Ini menunjukkan bahwa disjungsi bernilai BENAR. c. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka lampu C menyala. Ini menunjukkan disjungsi bernilai BENAR. d. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa disjungsi bernilai SALAH.
Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa disjungsi dua pernyataan akan bernilai SALAH jika antisiden bernilai SALAH dan konsekuennya bernilai SALAH. 3.
4.
Implikasi Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa : a. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B benar (lampu B menyala) maka lampu C menyala. Ini berarti implikasi bernilai BENAR. b. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala i) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa implikasi bernilai SALAH. c. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka lampu C menyala. Ini menunjukkan implikasi bernilai BENAR. d. Apabila A salah (lampu A mati) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C menyala. Ini menunjukkan bahwa implikasi bernilai BENAR. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa implikasi dua pernyataan akan bernilai SALAH jika antisiden bernilai BENAR dan konsekuennya bernilai SALAH. Biimplikasi Dengan memainkan saklar-saklar yaitu untuk menunjukkan bahwa : a. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B benar (lampu B menyala) maka lampu C menyala. Ini berarti biimplikasi bernilai BENAR. b. Apabila A benar (lampu A menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan bahwa biimplikasi bernilai SALAH. c. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B benar (lampu B menyala), maka
Tafrilyanto, Pembelajaran Logika Matematika | 17
d.
lampu C tidak menyala. Ini menunjukkan biimplikasi bernilai SALAH. Apabila A salah (lampu A tidak menyala) dan B salah (lampu B tidak menyala) maka lampu C menyala. Ini menunjukkan bahwa biimplikasi bernilai BENAR.
Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa biimplikasi dua pernyataan akan bernilai BENAR jika antisiden dan konsekuen kedua-duanya bernilai BENAR atau kedua-duanya bernilai SALAH
DAFTAR PUSTAKA Ashar, Rayandra. Mengembangkan Pembelajaran. Persada.
2011. Jakarta:
Kreatif Media Gaung
Fitrianawati, Meita. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran Logika Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa SMA kelas X Sebagai Sumber Belajar
Mandiri. Skripsi. Yogyakarta Universitas Negeri Yogyakarta.
:
Maulana, Rozaq. 2011. Pengembangan Media Berupa Alat Peraga Aliran Listrik Pada Pokok Bahasan Logika Matematika Di kelas X SMA ADMA WIDYA SURABAYA. Undergraduate Thesis. Surabaya : UIN Sunan Ampel Surabaya.
ANALISIS KESALAHAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN SOAL CERITA SEGIEMPAT Hasan Basri Sundari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP, Universitas Madura Alamat Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Pamekasan. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIIB sebanyak 3orang yang dipilih sesuai kriteria pada penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan tersebut. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan tes dan wawancara sebanyak dua kali. Hasil penelitian letak kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: (1) Kesalahan memahami soal; (2) Kesalahan menyelesaikan soal, meliputi; (3) Kesalahan dalam menuliskan kesimpulan Jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: (1) Kesalahan fakta; (2) Kesalahan konsep; (3) Kesalahan prinsip; (4) Kesalahan operasi ; (5) Kesalahan lainnya meliputi: kurang tepat menyebutkan semua informasi yang diketahui, tidak lengkap menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dan tidak menuliskan kesimpulan. Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi: kurangnya memahami soal dengan baik, kurang memahami tentang konsep yang terkait dengan soal, kurangnya kemampuan kognitif dalam mengoperasikan prinsip yang sesuai, kurangnya memahami urutan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal, kurang memahami tentang satuan keliling, kurang paham tentang mengkonversi satuan, kurang cermat dalam melakukan operasi perkalian, pembagian dan penjumlahan, lupa, dan terburu – buru. Kata Kunci : analisis kesalahan, soal cerita
soal matematika sehingga siswa seringkali melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal - soal yang diberikan, belum lagi banyak para siswa yang tidak cocok dengan metode pengajaran matematika yang diberikan oleh gurunya. Oleh karenanya, tidak berlebihan jika sampai saat ini siswa mengatakan bahwa matematika sulit untuk di pelajari, apalagi jika berhubungan dengan soal cerita yang sangat membutuhkan kreatifitas dari siswa untuk memecahkan soal tersebut. Menurut Sartin (2005: 25) soal cerita dalam matematika adalah soal yang diungkapkan melalui rangkaian kata- kata yang bermakna, mengandung masalah yang menuntut pemecahan. Sedangkan menurut Nisa’ (dalam Arafiq, 2014: 5) soal cerita dalam matematika merupakan suatu pertanyaan yang disajikan dalam cerita bermakna (bentuk variable/ rangkaian kalimat) yang dapat dipahami dan dijawab secara matematis berdasarkan pengalaman belajar sebelumnya, serta berkaitan dengan
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sarana utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, Ketika siswa lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, 2008:1). Kenyataan yang ada bahwa banyak siswa yang mengeluh dikarenakan sering mengalami kesulitan dalam memahami soal 18
Basri, Analisis Kesalahan Siswa SMP | 19
keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari –hari. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa penguasaan siswa dalam matematika pada semua jenjang pendidikan hanya sekitar 34%. Salah satu kemampuan yang dianggap rendah adalah kemampuan dalam menerjemahkan soal cerita ke dalam model matematika (Herawati, 2004). Berdasarkan hasil survei dari Programme for International Student Assessment (PISA) bahwa kemampuan matematika anak-anak Indonesia dalam usia kisaran 15 tahun di dunia internasional berada pada peringkat yang belum memuaskan. Hasil PISA tahun 2009, ternyata hanya siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan penalaran (Wijaya dalam Duskri, dkk ,2014: 45). Hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) PPPPTK (P4TK) Matematika 2007 dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Guru (PPPG) Matematika menunjukkan bahwa lebih dari 50% guru menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita (Setiyawati, 2011: 2). Berdasarkan pengalaman peneliti ketika memberikan les private, bagi siswa soal cerita merupakan bentuk soal yang dirasakan sulit untuk diselesaikan atau dipecahkan. Bahkan siswa sering kali melakukan kesalahan dalam memecahkan, baik kesalahan dalam memahami soal, kesalahan dalam membuat model matematika maupun kesalahan dalam menentukan jawaban akhir. Hal tersebut sejalan dengan yang dilakukan oleh peneliti pada waktu wawancara dengan beberapa siswa SMP yang mengatakan bahwa pada materi segi empat, teman-teman sekelasnya banyak melakukan kesalahan dalam menyelesaikannya yaitu dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai standar ketuntasan minimum. Sehingga perlu dilakukannya identifikasi atas kesalahankesalahan yang dilakukan siswa. Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui letak dan jenis kesalahan yang
dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu mengungkap, menganalisis dan memberikan gambaran tentang fenomena dari subjek penelitian secara kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas VII SMPN 1 Pamekasan yang terdiri dari 10 kelas. Kemudian akan dipilih satu kelas sebagai kelas penelitian. Selanjutnya siswa diberi tes. Dari hasil tes yang di ujicobakan kepada siswa – siswi di kelas tersebut, selanjutnya dipilih 3 orang dari variasi kesalahan untuk menjadi subjek penelitian. Dalam penelitian ini untuk menentukan subjek penelitian, setiap yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal cerita pada materi bangun segiempat diberi skor 1 jika salah dan skor 0 jika tidak melakukan kesalahan. Kriteria pemilihan subjek penelitian mengacu pada : 1. Banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab soal tes. 2. Variasi letak kesalahan dan jenis kesalahan yang dibuat oleh siswa. 3. Keterbukaan dan kelancaran berkomunikasi lisan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan tes dan wawancara. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tulis berbentuk uraian. Sebelum tes ini diujicobakan, terlebih dahulu dilakukan validasi. Fungsi tes ini adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi letak dan jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Tes tertulis ini dilakukan pada saat materi selesai diajarkan di kelas. Setelah diperoleh data dari hasil tes, selanjutnya dilakukan wawancara terhadap siswa sebagai subjek penelitian. Peneliti akan memilih 3 orang siswa sebagai subjek penelitian sesuai dengan kriteria pemilihan subjek penelitian. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk memperoleh data sebanyak – banyaknya tentang kesalahan yang dilakukan siswa dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor penyebabnya. Untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh dari hasil tes dan wawancara
20 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 18-22
pertama, maka subjek penelitian akan diberi tes lagi dengan soal yang sejenis dan dilakukan wawancara. PEMBAHASAN DAN HASIL A. Analisis kesalahan SPT 1. Tahap pemahaman SPT mengalami kesalahan pada tahap pemahaman karena tidak lengkap dalam menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal. Sehingga jenis kesalahannya adalah (1) Konsep yaitu SPT kurang lengkap dalam menuliskan apa yang diketahui dalam soal, karena SPT kurang paham akan pernyataan “panjang kebun dua kali lebarnya. Faktor penyebabnya adalah tidak cermat dalam memahami soal; (2) Fakta yaitu SPT tidak lengkap dalam menuliskan apa yang ditanyakan dalam soal. Adapun faktor penyebabnya adalah kurang teliti membaca soal. 2. Tahap menyelesaikan SPT pada tahap menyelesaikan mengalami kesalahan yakni salah dalam menggunakan cara untuk menyelesaikan soal tersebut serta kurang paham tentang tangga satuan berat. Sehingga jenis kesalahannya adalah kesalahan konsep yaitu (1) SPT salah dalam menggunakan cara yang seharusnya dipakai untuk menyelesaikan soal tersebut. Faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal dengan baik dan kurangnya kemampuan kognitif dalam menyelesaikan soal tersebut; (2) SPT mengangap dari ke turun empat, dan juga sebaliknya. Hal ini berarti kurang paham tentang satuan berat. Adapun faktor penyebabnya adalah lupa dan kurang paham. 3. Tahap kesimpulan SPT pada tahap menyelesaikan mengalami kesalahan yakni salah dalam menggunakan cara untuk menyelesaikan soal tersebut serta kurang paham tentang tangga satuan berat. Sehingga jenis kesalahannya adalah kesalahan konsep yaitu (1) SPT salah dalam menggunakan cara yang seharusnya dipakai untuk menyelesaikan soal tersebut. Faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal dengan baik dan kurangnya kemampuan kognitif dalam
B. 1.
2.
3.
menyelesaikan soal tersebut; (2) SPT mengangap dari ke turun empat, dan juga sebaliknya. Hal ini berarti kurang paham tentang satuan berat. Adapun faktor penyebabnya adalah lupa dan kurang paham. Analisis kesalahan SKD Tahap Pemahaman SKD pada tahap pemahaman mengalami kesalahan yakni tidak lengkap menyebutkan apa yang diketahui dari. Sehingga jenis kesalahannya adalah kesalahan konsep yaitu SKD tidak lengkap menyebutkan apa yang diketahui dari soal. Faktor penyebabnya adalah SKD tidak cermat dalam memahami soal. Tahap menyelesaikan SKD pada tahap menyelesaikan mengalami kesalahan karena Pada langkah menyelesaikan soal, SKD melakukan kesalahan yaitu salah dalam menyelesaikan soal, tahapan penyelesaiannya kurang jelas dan ada yang salah dalam menghitung. Sehingga jenis kesalahannya adalah kesalahan konsep yaitu (1) SKD sudah benar menggunakan rumus keliling, tetapi penggunaannya kurang tepat karena panjang dan lebarnya langsung ditentukan sendiri, dan dimasukkan ke rumus keliling itu sendiri. Adapun faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal dan kemampuan kognitifnya masih kurang dalam menyelesaikan soal ini; (2) untuk mencari banyak singkong itu seharusnya hasil tiap 1 dikalikan dengan luas, bukan dengan keliling. Dan juga tahapan pengerjaannya masih kurang jelas. Faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal. Tahap kesimpulan SKD pada langkah menyimpulkan SKD melakukan kesalahan yakni tidak menarik kesimpulan di lembar jawaban dan kesimpulan yang diutarakan pada saan wawncara menjadi salah karena pengerjaannya sudah salah. Sehingga jenis kesalahan yang dilakukan SKD adalah (1) Lainnya yaitu SKD tidak menyimpulkan hasil jawaban akhir di lembar jawaban. Faktor penyebabnya adalah lupa; (2) Konsep yaitu kesimpulan yang diutarakan pada saat
Basri, Analisis Kesalahan Siswa SMP | 21
C. 1.
2.
3.
wawancara menjadi salah karena pengerjaannya sudah salah. Faktor penyebabnya adalah kurang paham. Analisis kesalahan SKT Tahap pemahaman SKT pada tahap pemahaman mengalami kesalahan karena Pada langkah memahami soal, SKT tidak lengkap menyebutkan apa yang diketahui dari soal. Sehingga jenis kesalahan yang dilakukan SKT adalah kesalahan konsep karena ada salah satu pernyataan di soal yang tidak dia sebutkan juga di bagian diketahui. Faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal. Tahap menyelesaikan SKT pada tahap menyelesaikan mengalami kesalahan karena langkah yang digunakan SKT salah dalam menyelesaikan soal dan tahapan penyelesaiannya masih kurang jelas. Sehingga, jenis kesalahan yang dilakukan SKT adalah kesalahan konsep, yaitu (1) langkah SKT yang dipakai masih kurang tepat, karena untuk mencari banyak singkong seharusnya luas dikalikan hasil tiap 1 , bukan keliling yang dikalikan dengan hasil tiap 1 . Faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal dan kemampuan kognitifnya juga masih kurang untuk menyelesaikan soal ini; (2) Keterangan panjangnya 2 kali lebarnya seharusnya digunakan dengan menggunakan rumus keliling untuk mencari panjang dan lebarnya. Bukan banyak singkongnya yang dikalikan dengan 2. Faktor penyebabnya adalah kurang memahami soal; (3) Tahapannya seharusnya dipisah tiap langkah, agar jelas dan diberi penjelasan di setiap langkahnya. Tahap kesimpulan SKT pada langkah menyimpulkan SKT melakukan kesalahan yakni kesimpulannya salah karena pekerjaannya sudah salah. Sehingga, jenis kesalahan SKT adalah kesalahan lainnya karena kesimpulan SKT salah karena pekerjaannya sudah salah. Adapun faktornya adalah kurang paham untuk menyimpulkan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa adalah sebagai berikut: a) Letak kesalahannya Letak kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: 1) Kesalahan memahami soal, meliputi: a. Kurang tepat dalam menentukan semua yang diketahui di soal. b. Tidak lengkap dalam menuliskan apa yang ditanyakan soal. c. Masih ada beberapa konsep yang kurang dipahami. 2) Kesalahan menyelesaikan soal, meliputi: a. Salah dalam menggunakan urutan langkah-langkah dalam menyelesaikan. b. Salah dalam menggunakan prinsip terkait dengan soal c. Salah menyelesaikan perhitungan. 3) Kesalahan dalam menuliskan kesimpulan, meliputi a. Tidak menuliskan kesimpulan. b. Salah menuliskan kesimpulan. c. Tidak menuliskan satuan. d. Salah menuliskan satuan. b) Jenis kesalahannya Jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: 1) Kesalahan fakta meliputi: a. Salah menuliskan apa yang ditanyakan, yang sudah terdapat dalam soal. 2) Kesalahan konsep meliputi: a. Tidak dapat menyebutkan pengertian dari persegi dan persegi panjang secara lengkap dan benar b. Tidak dapat menyebutkan ciri – ciri persegi dan persegi panjang c. Tidak paham tentang mengkonversi satuan. d. Salah mengartikan/kurang memahami langkah yang digunakan. e. Kurang memahami informasi yang terdapat dalam soal. 3) Kesalahan prinsip meliputi:
22 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 18-22
a. Salah menyebutkan rumus persegi panjang b. Salah menyebutkan bahwa ada rumus luas untuk mencari banyak benda. 4) Kesalahan operasi meliputi: a. Salah dalam melakukan operasi perkalian b. Salah dalam melakukan operasi pembagian c. Tidak paham tentang penjumlahan yang mengandung variabel. 5) Kesalahan lainnya meliputi: a. Kurang tepat menyebutkan semua informasi yang diketahui. b. Tidak lengkap menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan.
c. Tidak menuliskan kesimpulan. 2. Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan yang ditemukan dalam penelitian meliputi: kurangnya memahami soal dengan baik, kurang memahami tentang konsep yang terkait dengan soal, kurangnya kemampuan kognitif dalam mengoperasikan prinsip yang sesuai, kurangnya memahami urutan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal, kurang memahami tentang satuan keliling, kurang paham tentang mengkonversi satuan, kurang cermat dalam melakukan operasi perkalian, pembagian dan penjumlahan, lupa, dan terburu – buru.
DAFTAR PUSTAKA Arafiq, Rasyid. 2014. Analisis Kesalahan Siswa MTs dalam Memecahkan Soal Cerita Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Berdasarkan Gaya Belajar. Surabaya: PPS Unesa. Duskri, dkk. 2014. Pengembangan Tes Diagnostik Kesulitan Belajar Matematika di SD. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Volume 18 Nomer 1. Meilantifa. 2005. Analisis Kesalahan Siswa Dalam menyelesaikan Soal Matematika Pokok Bahasan Segitiga di Kelas 7 SMP Dapena 1 Surabaya. Surabaya: PPS Unesa. Miles, Matthew B dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
Polya, G.1957. How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana. Sartin. 2005. Analisis Keasalahan Siswa Kelas V SD dalam Menyelesaikan Soal Cerita yang Memuat Pecahan Desimal. Surabaya: PPS Unesa. Setiyawati, Indra. 2011. Identifikasi Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Pelajaran Segitiga dan Segiempat Siswa Kelas VII SMPN 5Depok Sleman Yogyakarta. Skripsi Universitas Yogyakarta.
IDENTIFIKASI TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KUPANG PADA MATERI SEGIEMPAT DITINJAU DARI TEORI GEOMETRI VAN HIELE Rafael M. Rusik Henry A.Z Beeh Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidian MIPA Universitas Nusa Cendana Kupang Email :
[email protected]
Abstrak Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika sekolah, karena banyaknya konsep yang termuat di dalamnya dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya geometri, mengharuskan siswa dari berbagai tingkat pendidikan memahami materi geometri dengan baik dan benar. Bukti- bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi geometri, khususnya pada masalah segiempat. Salah satu penyebab kesulitannya, sebab pengajaran materi tidak sesuai dengan tingkat berpikir yang sementara dialami siswa. Perlu ada suatu media dan proses yang memungkinkan guru mengetahui tingkat berpikir siswa dan membuat siswa memahami akan tingkat berpikirnya, dengan maksud memaksimalkan pembelajaran yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat berpikir siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif menggunakan tes dan wawancara. Soal tes yang digunakan beracuan kepada indikator tingkat berpikir Van Hiele, sehingga dari data penelitian yang diperoleh, peneliti dapat menentukan kecenderungan tingkat berpikir siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan nilai rapor matematika semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Pengelompokkan siswa tersebut dilakukan dengan menggunakaan standar deviasi dan rataan (mean) nilai. Siswa juga diberi tes tingkat berpikir geometri. Dari masingmasing kelompok diambil 2 siswa sebagai subjek penelitian dan diwawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat berpikir siswa kelompok tinggi berada pada tingkat berpikir 1 (analisis), tingkat berpikir siswa kelompok sedang berada pada tingkat berpikir 1 (analisis), dan tingkat berpikir siswa kelompok rendah berada pada tingkat berpikir 1 (analisis). Hal ini sesuai dengan pendapat ahli teori geometri van Hiele bahwa siswa sekolah menengah umum dapat berada pada tahap 0 (visualisasi) hingga tingkat 2 (deduksi informal). Siswa yang berada pada tingkat berpikir analisis siswa dapat mengidentifikasi dan mengenal konsep dan sifatsifat segiempat. Kata Kunci : Tingkat berpikir, Teori Van Hiele, Geometri, Segiempat
kesulitan. Herawati (dalam Nuraeni 2010:2829) melaporkan hasil penelitiannya bahwa masih banyak siswa sekolah dasar yang belum memahami konsep-konsep dasar geometri. Hal senada juga disampaikan Budiarto (dalam Fauzi 2012:3) yang mengungkapkan penelitiannya bahwa, 1). 22% dari 54 siswa menggunakan “yang akan dibuktikan sebagai yang diketahui”. 2). 19,4% dari 4 guru SMP dan SMU Surabaya mengalami kesulitan menyelesaikan masalah “buktikan bahwa....”. Penelitian Budiarto menunjukkan adanya miskonsepsi siswa dalam memahami konsep-konsep geometri dan miskonsepsi mahasiswa mata kuliah geometri yang tidak dapat menggunakan ilmu geometri yang diperoleh di SMA maupun geometri
PENDAHULUAN Geometri merupakan salah satu bidang kajian matematika yang diajarkan secara berkesinambungan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Geometri berbicara secara luas tentang bentuk, ukuran, posisi relatif benda dan sifat bidang dan ruang. Agar dapat memahami aritmatika, aljabar, kalkulus dan lain-lain lebih baik, maka kemampuan konsep geometri oleh siswa harus dikuasai secara mendalam karena disini konsepkonsep geometri berperan sebagai alat. Pada kenyataannya tidak semua siswa memahami materi ini dengan mudah, kalaupun dipahami tidak sedikit penguasaan itu tidak menyeluruh dan cepat dilupakan karena ketika diberikan lagi soal yang berbeda siswa tetap mengalami 23
24 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 23-28
dasar untuk menyelesaikan permasalahan geometri. Temuan Soedjadi (dalam Nuraeni 2010:29) antara lain sebagai berikut : 1) Siswa sukar mengenali dan memahami bangun-bangun geometri terutama bangun ruan serta unsur-unsurnya, 2) Siswa sulit menyebutkan unsur bangun ruang, misal siswa menyatakan bahwa pengertian rusuk bangun ruang sama dengan sisi bangun datar. Konsep segiempat merupakan salah satu materi kajian geometri dalam matematika sekolah, dimana kebanyakan siswa masih mengalami kesulitan, bahkan untuk hal sederhana seperti mensortir serta menggambar bangun segiempat sesuai jenisnya.Miskonsepsi sering terjadi dalam pemahaman konsep segiempat. Clements dan Battista (dalam Nuraeni 2010:9) mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa siswa beranggapan setiap bentuk yang memiliki empat sisi adalah persegi. Soedjadi (dalam Fauzi 2012:3) mengungkapkan hal yang sejalan, dimana masih ditemukan guru yang memiliki miskonsepsi tentang kata “panjang” untuk memahami persegipanjang. Siswa pun seringkali sulit dalam menentukan persegi panjang yang digambarkan dengan ukuran yang lebih kecil atau posisi yang dirotasikan (Rizkianto dalam Disnawati 2013). Dibutuhkan adanya suatu media dan proses yang membuat guru dapat benarbenar mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam materi geometri, guna mengembangkan pembelajaran sebagai solusi terkait masalah tersebut, serta yang juga membuat siswa benar-benar memahami akan tingkat pemahamannya sendiri guna mengembangkan dan memperbaiki diri. Teori Geometri Van Hiele merupakan teori belajar yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Pierre M. Van Hiele, seorang ahli matematika realistik serta ahli dalam bidang kajian geometri. Van Hiele menyatakan bahwa tingkat berpikir siswa secara berurutan melalui 5 level/tingkat, yakni : level 0(visualization), level 1(analysis), level 2(informal deduction), level 3(deduction), level 4(rigor). Adapun siswa sekolah menengah pada umumnya berada pada level 2 (informal deduction), sebagaimana
diungkapkan Crowley (1987) dan Van de Walle (1990). Anak-anak dalam belajar geometri melalui beberapa tahap yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi. Teori Van Hiele berbicara tentang level atau tahapan pemahaman siswa terhadap geometri dan bagaimana “mempertemukan” tahapan berpikir siswa dengan cara mengajar guru, guna mendapatkan hasil yang optimal (Van Hiele :1999). Konsep dan tahapan belajar yang dialami sebagai akibat dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Usaha pengembangan intelektual siswa dapat dilakukan secara maksimal dengan mengetahui proses berpikir siswa. Melalui analisis proses berpikir siswa, maka dapat diketahui bagaimana kemampuan berpikir siswa akan ditingkatkan. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mendesain dan melakukan penelitian Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah “Sejauh mana tingkat berpikir geometri siswa kelas VII SMPN 1 Kupang pada masalah geometri segiempat ditinjau dari Teori Geometri Van Hiele”? METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena yang terjadi apa adanya. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 1 Kupang. Subjek yang diambil adalah kelas VII. Penentuan kelas untuk pemilihan subjek penelitian secara acak berdasarkan informasi dari guru mata pelajaran matematika tentang kelas yang dimungkinkan dan ijin yang diperoleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian. Pertama-tama siswa-siswa dibagi dalam 3 kelompok (kemampuan tinggi, sedang dan rendah), berdasarkan nilai raport semester terakhir. Setelah itu, kelas penelitian diberikan tes dengan soal sesuai Teori Geometri Van Hiele, untuk mengetahui tingkat berpikir geometri siswa, kemudian dipilih subjek untuk diwawancara. Pemilihan subjek didasarkan pada 3 kriteria yakni 1) nilai raport siswa pada semester terakhir yang dibagi dalam tiga kelompok
Rusik, Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri| 25
yakni rendah, sedang dan tinggi, 2) hasil tes tingkatan berpikir,3) informasi guru matematika tentang kemampuan komunikasi siswa. Dari tiap kelompok akan dipilih masing-masing 2 orang sebagai subjek wawancara. Adapun instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terlibat dalam semua kegiatan, yakni mulai dari pemilihan subjek, pemberian tes tingkat berpikir geometri, dan pada akhirnya wawancara. Dalam penelitian ini pengumpulan data melalui beberapa metode yakni metode tes tertulis dan metode wawancara Prosedur penelitian dalam penelitian ini yakni pertama-tama peneliti mengkaji teori tentang tingkat berpikir geometri sesuai Teori Geometri Van Hiele sebagai bagian dari usaha memahami indikator tingkat berpikir geometri guna mengukur tingkat berpikir geometri siswa pada masalah geometri segiempat. Selain itu disusun juga instrumen pendukung lainnya yakni soal tes tingkat berpikir geometri sesuai Teori Geometri Van Hiele dan pedoman wawancara. Instrumen tes tingkat berpikir geometri menggunakan soal yang sudah valid, sementara pedoman wawancara kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing dan divalidasi oleh beberapa ahli. Kemudian, berdasarkan konsultasi dengan guru mata pelajaran dipilih satu kelasuntuk menjadi subjek penelitian. Setelah diperoleh instrumen yang valid dan kelas penelitian telah ditentukan, peneliti melakukan penelitian yakni mengelompokkkan siswa sesuai nilai raport semester terakhir. Nilai raport semester terakhir digunakan sebagai data untuk membagi kelas kedalam 3 kelompok berdasarkan tingkat kemampuan. Setelah itu, kelas penelitian diberikan tes tingkat berpikir geometri dan dilakukan analisis terhadap hasil tes. Pemilihan subjek wawancara dilakukan dengan mengambil 2 orang dari tiap tingkat kemampuan dengan mempertimbangkan hasil tes tingkat berpikir geometri dan informasi dari guru mata pelajaran tentang kemampuan komunikasi siswa. Kegiatan akhir penelitian adalah wawancara setelah selang beberapa waktu dari tes tingkat berpikir geometri,
dan dilakukan analisis terhadap hasil wawancara untuk diambil kesimpulannya dan kemudian dituangkan dalam laporan hasil penelitian. Validasi instrumen ini dilakukan oleh validator yang terpercaya, yaitu terdiri dari 2 orang dosen pendidikan matematika dan seorang guru mata pelajaran matematika.Validator yang dipilih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti yaitu: Validator (dosen) 2 orang dari dosen pendidikan matematika dengan jenjang pendidikan minimal S2 dan Validator (guru) memiliki pengalaman mengajar yang cukup dan dipandang mampu memberikan masukan yang baik. Analisis data terbagi menjadi dua bagian, yaitu analisis data tes tertulis dan analisis data wawancara. Setelah menganalisis hasil tes tertulis, langkah selanjutnya yaitu menganalisis hasil wawancara untuk memperolehinformasi lebih dalam lagi tentang tingkat berpikiryang sedang dicapai oleh subjek. Prosedur analisis hasil wawancara yaitu mereduksi data yakni menyederhanakan data untuk menghilangkan data yang tidak perlu, penyajian data yakni data yang telah disederhanakan tersebut diklasifikasikan berdasarkan subyek penelitian, dan pada akhirnya mengambil kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara. Data yang telah dikumpulkan wajib diusahakan kemantapan dan kesahihannya. Artinya setiap peneliti harus menentukan suatu cara guna meningkatkan validitas data yang diperolehnya, demi kemantapan kesimpulan dan tafsir makna penelitiannya. Dalam penelitian ini, untuk memvalidasi data, peneliti menggunakan metode triangulasi, yakni triangulasi teknik. Yang akan ditriangulasikan disini adalah tes tertulis dan wawancara yang akan dilakukan dalam waktu yang berbeda. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Kupang. Kelas penelitian yang diambil adalah kelas VII A, yang merupakan salah satu kelas dari dari keseluruhan jumlah kelas VII di sekolah tersebut. Pemilihan subjek dilakukan melalui beberapa tahap, yakni dengan melihat data nilai rapor untuk
26 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 23-28
menggolongkan kelas menjadi tiga kelompok, yakni kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah, serta dengan melakukan tes tingkat berpikir geometri. Subjek yang dipilih berjumlah 6 orang, 2 siswa dari kelompok tinggi, 2 siswa dari kelompok sedang dan 2 siswa dari kelompok rendah. Berdasarkan data nilai rapor matematika semester ganjil tahun ajaran 2014/2105, nilai tertinggi adalah 9,40 dan nilai terendah adalah 5,95. Dengan nilai ratarata 7,94 dan standar deviasi 1,0557. Siswa dengan kemampuan tinggi sebanyak 6 orang, siswa dengan kemampuan sedang sebanyak 19 orang dan siswa dengan kemampuan rendah sebanyak 6 orang. Data hasil analisa tingkat berpikir geometri berdasarkan hasil tes tertulis dan hasil wawancara siswa dapat dilihat pada tabel berikut : Kode soal No Soal T1 T2 S1 S2 S3 R1 1 2 3 4 5 * * * 6 Tabel 1.Hasil tes tingkat berpikir geometri siswa
R2 -
Dari tabel diatas didapatkan bahwa secara umum subjek T1, T2, S1, S2, S3, R1, R2, berada pada level 1 (analisis), namun untuk subjek T1, S1, dan S2 (yang bertanda *) berada pada tingkat berpikir geometri yang lebih tinggi, dimana hampir memenuhi indikator pada level 2 (deduksi informal). Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat berpikir geometri siswa maka dapat dinyatakan bahwa : 1. Level 0 ( visualisasi) Soal untuk level ini adalah soal nomor 1 dan 2, dengan indikator sebagai berikut : a) Mengenal segiempat sesuai bentuk keseluruhan b) Menentukan dan mengelompokkan segiempat sesuai bentuknya c) Menggambar segiempat d) Mengidentifikasi segiempat dari gambar yang ditemui
e) Memberi contoh benda yang berbentuk sama seperti segiempat yang ditemui Adapun sesuai hasil tes dan wawancara semua subjek dapat mengerjakan soal ini dengan benar dan memenuhi indikator yang ada, sehingga semua subjek dapat dikatakan telah berada pada level 0 (visualisasi). 2. Level 1 (analisis) Soal untuk level ini adalah soal nomor 3 dan 4, dengan indikator sebagai berikut : a) Mengggambar dan mengidentifikasi segiempat sesuai ciri-ciri b) Mengidentifikasi ciri-ciri segiempat c) Mendeskripsikan kelas suatu bangun berdasarkan siftanya d) Mengidentifikasi segiempat sesuai gambar dan ciri-ciri yang ada e) Menggunakan kosakata yang sesuai Adapun sesuai hasil tes dan wawancara semua subjek dapat mengerjakan soal ini dengan benar dan memenuhi indikator yang ada, sehingga semua subjek dapat dikatakan telah berada pada level 1 (analisis). 3. Level 2 (deduksi informal) Soal untuk level ini adalah soal nomor 5, dengan indikator sebagai berikut: a) Mempelajari hubungan yang telah diketahui pada tahap 1 b) Membuat implikasi c) Mengidentifikasi sifat-sifat minimal untuk menggambar suatu bangun d) Membuat dan menggunakan definisi e) Memberikan lebih dari satu penjelasan atau pendekatan Adapun sesuai hasil tes dan wawancara semua subjek belum dapat mengerjakan soal ini dengan benar serta belum memenuhi indikator yang ada, semua subjek belum berada pada level 2 (deduksi informal), namun untuk subjek T1, S1 dan S2, memiliki tingkat pemikiran yang sedikit lebih unggul daripada subjek yang lain. Bila ditinjau dari Teori van Hiele serta Teori perkembangan menurut Piaget, ketiga orang siswa ini sudah berada pada fase peralihan dari tahap berpikir konkrit ke tahap berpikir abstrak. Ketiga subjek sudah mulai
Rusik, Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri| 27
mampu untuk memberikan pendekatan/penjelasan yang berbeda mengenai suatu bangun, namun masih terdapat kekeliruan yakni dalam mendefinisikan istilah “sejajar” , “berlawanan” dan “ sama panjang”. Subjek T1, berpendapat bahwa “sisi atas dan bawah dari jajargenjang, itu yang berlawanan” sementara “sisi samping dari jajargenjang, itu yang sejajar”. Subjek S1 dan S2 memiliki pendapat yang hampir sama, yakni “sisi sejajar pasti sama panjang”. Dalam pengamatan peneliti, bukan hanya ketiga siswa ini saja, namun seluruh siswa dalam kelas tersebut mengalami miskonsepsi, bahkan tidak paham mengenai hal-hal diatas. Peneliti mencoba menjelaskan dengan melakukan peragaan di depan kelas, untuk menjelaskan konsep sejajar. Peneliti mengambil contoh tentang dua benda yang sejajar, dengan menempatkan seorang siswa berdiridi samping maupun dibelakang peneliti, dan menanyakan kembali, serta membiarkan siswa merefleksikan tentang makna dari sejajar. Secara tersirat, nampak bahwa kekurangan yang dialami siswa ini paling utama disebabkan oleh kurangnya pengalaman belajar yang memadai. Yang peneliti dapati di lapangan adalah ketidakseimbangan alokasi waktu dengan padatnya materi untuk pembelajaran matematika. Karena pergantian kurikulum, maka waktu di awal semester digunakan untuk mengejar ketertinggalan materi sebelumnya, sekaligus mengajarkan materi prasyarat untuk materi selanjutnya, akhirnya terjadi kekurangan waktu untuk pengajaran materi geometri. Guru pun kurang mengetahui teori-teori terkait pengembangan pembelajaran, contohnya Teori geometri van Hiele, sehingga sering terjadi pembelajaran yang statis dan tidak mengarah pada pengembangan tingkat berpikir atau kemampuan siswa secara maksimal. Kekurangan waktu, pola pembelajaran, dan wawasan guru yang kurang memadai inilah yang akhirnya
menjadi masalah utama yang menyebabkan kurangnya pengalaman belajar pada para siswa, padahal para siswa berpotensi untuk berkembang/naik ke tingkat berpikir yang lebih tinggi. Perbaikan kualitas guru dalam hal mengembangkan pola pembelajaran, serta pembagian alokasi waktu yang cukup dapat menjadi solusi, untuk menyediakan pengalaman belajar yang memadai, guna menunjang kemajuan tingkat berpikir geometri siswa. 4. Level 3 (deduksi formal) Soal untuk level ini adalah soal nomor 6, dengan indikator sebagai berikut: Mengenali karakteristik dari definisi formal (contohnya kondisi perlu dan cukup) dan kesamaan definisi. Semua subjek tidak dapat mengerjakan soal ini dengan benar serta belum memenuhi indikator yang ada. Semua subjek belum berada pada level 3 (deduksi formal). Dari hasil kesimpulan mengenai tingkat berpikir geometri tiap siswa, terangkum dalam tabel dibawah ini : Kode Subjek Tingkat berfikir T1 Level 1 T2 Level 1 SI Level 1 S2 Level 1 R1 Level 1 R2 Level 1 Tabel 2. Rangkuman tingkat berpikir geometri siswa
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat berpikir siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah berada pada tingkat 1 yaitu analisis. Siswa yang tingkat berpikir 1 sudah mulai memperhatikan bagian-bagian dari segiempat. Selain itu subjek mampu menggunakan sifat-sifat yang tepat dalam membedakan, mengidentifikasi dan memilih segiempat. Tingkat berpikir siswa ini sesuai dengan teori perkembangan Piaget maupun pendapat ahli geometri van Hiele, yakni Hoffer dan Crowley bahwa siswa pada tahap sekolah menengah umum berada pada tahap 0(visualisasi) sampai tahap 2 (deduksi informal). Kemampuan siswa mulai berkembang dari tahap berpikir konkrit
28 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 23-28
kepada abstrak.Siswa mulai melihat hubungan yang abstrak dari objek-objek geometri dan mengembangkan deduksi secara informal. Terdapat catatan penting untuk beberapa siswa yang telah berada pada peralihan tingkat berpikir konkret ke tingkat berpikir abstrak, yakni apabila diajar dan dibimbing secara baik, serta diberi lebih banyak pengalaman belajar sesuai Teori geometri van Hiele , maka perkembangan tingkat berpikir mereka dapat berlangsung lebih maksimal, di usia yang relative muda dan pada tingkat sekolah yang masih rendah. PENUTUP Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tingkat berpikir geometri siswa pada masalah geometri segiempat DAFTAR PUSTAKA Atebe, H.U. 2008. Students` van Hiele Level of Geometric Thinking and Conception in Plane Geometry : A Collective Case Study of Nigeria and South Africa. South Africa : Rhodes University Batista, Clements. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. New York : NCTM Disnawati,H. 2013.Desain Pembelajaran Bangun Datar Segi Empat Menggunakan Konteks Cak Ingkling Matematika (Cak Mat) Di Sekolah Dasar. Palembang : Universitas Sriwijaya. Fauzi , M.Rifki. 2012. Profil Keterampilan Dasar Geometri Siswa Kelas VII Dalam Memahami Konsep Geometri Pada Pokok Bahasan Segiempat (Studi Kasus di SMPN I Besuki Situbondo). Surabaya : Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel.
berdasarkan teori geometri van Hiele Sesuai hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat berpikir geometri siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kupang baik kelompok tinggi, kelompok sedang maupun kelompok rendah berada pada level 1(analisis), dimana siswa mampu mengidentifikasi dan mengenal konsep dan sifat-sifat segiempat. 2. Ada siswa yang berada pada peralihan tingkat berpikir dari level 1(analisis) ke level 2(deduksi informal), atau dari tingkat berpikir konkret ke tingkat berpikir abstrak, dan bila ditangani dengan baik maka berpotensi untuk naik ke tingkat berpikir geometri yang lebih tinggi.
Fuys, D., Geddes, D., & Tishcler, R. (1988). The van Hiele Model of Thinking in Geometry, among Adolescents,. Journal of Research in MathematicsEducation Monograph No. 3. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics. Nuraeni, Hj. Epon. 2010. Pengembangan Komunikasi Geometris Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele. Bandung : Jurnal Saung Guru Vol I No 2 Sanjaya, Wina.2013. Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana Predana Media Group Van
Hiele, P.M. 1999. Developing Geometric Thinking through Activities That Begin With Play Teaching Children Mathematics 6 (pp 310-316). National Council of Teachers of Mathematics.
ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER Sri Irawati Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan Email :
[email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis kesalahan mahasiswa calon guru matematika dalam memecahkan masalah program linier, faktor penyebab dan solusi alternatif untuk mengatasi kesalahan mahasiswa dalam memecahkan masalah program linier. Adapun fokus masalah yang akan diteliti hanya pada memecahkan masalah program linier soal cerita menggunakan metode titik ekstrim. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif dan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan pemberian tes berupa soal cerita program linier dan wawancara. Dalam penelitian ini digunakan tiga mahasiswa semester VII program studi pendidikan matematika, Universitas Madura Pamekasan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah – langkah, yaitu reduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Sedangkan untuk mendapatkan data penelitian yang valid, penelitian ini menggunakan triangulasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan jenis kesalahan mahasiswa calon guru matematika dalam memecahkan masalah program linier adalah a) Kesalahan konseptual meliputi: Kesalahan membuat model matematika, kesalahan penggunaan simbol, kesalahan membuat grafik, kesalahan menentukan titik ekstrim. b) Kesalahan prosedural meliputi: Kesalahan dalam dalam mengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah, kesalahan dalam melakukan operasi perhitungan, kesalahan menyimpulkan. Faktor penyebab mahasiswa calon guru matematika melakukan kesalahan dalam memecahkan masalah program linier a) Mahasiswa tidak terbiasa memecahkan masalah soal cerita sehingga mahasiswa kesulitan mentrasformasi ke bentuk model matematika b) Mahasiswa kurang memahami konsep simbol pertidaksamaan c) Mahasiswa kurang mahir membuat grafik termasuk menentukan daerah penyelesaian d) Mahasiswa kurang memahami konsep titik ekstrim e) Mahasiswa kurang teliti dalam melakukan operasi perhitungan f) Mahasiswa menganggap dengan memberi tulisan maksimum atau minimum pada tabel titik ekstrim sudah menjawab pertanyaan soal (kesimpulan) Kata kunci: analisis kesalahan, mahasiswa calon guru, memecahkan masalah, program linier.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi mate-matika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan NCTM dan kurikulum 2006 dapat dipahami bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran matematika.
PENDAHULUAN Matematika merupakan sarana berpikir untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis dan kritis. Untuk mewujudkan kemampuan tersebut, National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan lima kemampuan dasar matematika yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi (representation). Sejalan dengan NCTM, Dalam kurikulum 2006 menyebutkan bahwa ada 5 jenis kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam mata pelajaran matematika antara lain: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasi-kan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2) 29
30 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 29-34
Menurut Polya (1973:5) langkahlangkah pemecahan masalah terdiri atas (1) memahami masalah (Understanding the problem), (2) merencanakan penyelesaian (Devising a plan), (3) melaksanakan rencana penyelesaian (Carrying out the plan) dan (4) memeriksa kembali (Looking back). Dengan empat langkah tersebut tidak menutup kemungkinan peserta didik mengalami kesalahan pada langkah pertama, kedua dan seterusnya. Dengan demikian dalam memecahkan masalah dapat terjadi serangkaian kesalahan sehingga kesalahan pertama menjadi penyebab kesalahan kedua dan seterusnya. Dengan mengetahui kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan suatu soal, dapat diketahui kesulitan mereka sehingga analisis kesalahan bermanfaat dapat membantu mahasiswa memperbaiki kesalahan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi. Salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh mahasiswa program studi matematika adalah program linier, dimana materi ini mempelajari tentang cara memaksimalkan atau meminumkan suatu permasalahan dengan kondisi pembatasan tertentu. Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai dosen pengampu mata kuliah program linier, meskipun materi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan sudah dipelajari semasa SMA, namun sebagian besar mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan masalah-masalah terkait program linier. Sehingga hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar mahasiswa. Tentunya hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, mengingat mahasiswa program studi matematika merupakan mahasiswa calon guru matematika yang nantinya akan menjadi pendidik yang akan mengajarkan materi ini kembali kepada siswa. Sehingga mereka harus memiliki kompetensi yang memadai untuk menghasilkan siswa yang berkualitas. Hal ini kemudian menjadi pendorong bagi peneliti untuk mengadakan penelitian tentang analisis kesalahan mahasiswa calon guru dalam memecahkan masalah program linier. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan jenis kesalahan mahasiswa calon guru matematika
dalam memecahkan masalah program linier? 2. Untuk mendeskripsikan penyebab mahasiswa calon guru matematika melakukan kesalahan dalam memecahkan masalah program linier? 3. Untuk mendeskripsikan solusi alternatif untuk mengatasi kesalahan mahasiswa calon guru matematika dalam memecahkan masalah program linier? Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada memecahkan masalah program linier soal cerita menggunakan metode titik ekstrim METODE PENELITIAN Ditinjau dari judul penelitian maka penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan lain-lain, dan hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto, 2010: 3). Adapun yang akan dideskripisikan dalam penelitian ini adalah analisis kesalahan mahasiswa calon guru dalam memecahkan masalah program linier. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan matematika yang sedang menempuh mata kuliah program linier semester tujuh tahun akademik 2014/2015 yang berjumlah 95 orang. Sedangkan yang dijadikan sampel adalah 3 orang mahasiswa terbanyak melakukan kesalahan dan komonikatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam. Pertama, instrumen utama yaitu peneliti sendiri, karena peneliti sendiri yang berhubungan langsung dengan subjek penelitian dan tidak diwakilkan kepada orang lain. Kedua, instrumen bantu yang terdiri dari 2 soal program linier (soal maksimum dan soal minimum) dan wawancara. Agar tes tersebut layak dan valid untuk digunakan dalam penelitian ini maka diadakan validasi isi dan bahasa oleh dua ahli yaitu dua dosen matematika dari Universitas Madura. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan alasan secara langsung mengapa mahasiswa melakukan kesalahan. Subjek penelitian diberikan tes memecahkan masalah program
Irawati, Analisis Kesalahan Mahasiswa | 31
linier dan diberikan waktu untuk menyelesaikannya. Kemudian subjek penelitian diwawancarai berdasarkan hasil pekerjaannya. Wawancara juga diharapkan dapat menggali informasi baru yang mungkin tidak diperoleh dalam tes tertulis, karena bisa saja yang dipikirkan mahasiswa tidak dituliskan, hal ini mungkin juga akan terungkap dalam wawancara. Untuk menguji keabsahan data, penelitian ini menggunakan triangulasi waktu, yaitu dengan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data yang diperoleh pada waktu yang berbeda. Dengan demikian, pengumpulan data ini dilakukan minimal dua kali dengan tugas-tugas yang berbeda tetapi isi dari tugas tersebut sama. Kemudian analisis seluruh data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Reduksi data, langkah-langkah yang dilakukan dalam mereduksi data dalam penelitian ini adalah mengumpulkan hasil pekerjaan subjek, menstranskripkan hasil wawancara,memeriksa kembali hasil transkrip tersebut dengan mendengarkan kembali hasil wawancara dengan subjek terkait. 2) Pemaparan data, data yang sudah direduksi kemudian diklasifikasi dan diidentifikasi sehingga memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan. 3) Penarikan Kesimpulan, dari kesimpulan diperoleh analisis kesalahan mahasiswa calon guru dalam memecakan masalah program linier. PEMBAHASAN DAN HASIL Kajian Teoritis Tentang Pemecahan Masalah Hudoyo (2001:162) mengemukakan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi suatu masalah jika seorang tidak mempunyai aturan atau hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban tersebut. Suatu pertanyaan merupakan suatu masalah tergantung pada individu dan waktu. Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi peserta didik tetapi mungkin bukan masalah bagi peserta didik yang lain. Polya (1973) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.
Polya (1973:5) menyatakan langkahlangkah pemecahan masalah terdiri atas (1) memahami masalah (Understanding the problem), (2) merencanakan penyelesaian (Devising a plan), (3) melaksanakan rencana penyelesaian (Carrying out the plan) dan (4) memeriksa kembali (Looking back). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan mahasiswa calon guru untuk memperoleh solusi masalah tentang soal cerita program linier dimana soal tersebut tidak dengan segera dapat dicapai dengan menggunakan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dimiliki. Kajian Teoritis Tentang Kesalahan Menurut Malau (1996: 44) penyebab kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika dapat dilihat dari beberapa hal antara lain disebabkan kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang dipelajari, kurangnya penguasaan bahasa matematika, keliru menafsirkan atau menerapkan rumus, salah perhitungan, kurang teliti, lupa konsep. Dari pihak guru dapat dinyatakan bahwa cara mengajar kurang mendukung pemahaman yang tuntas atas materi yang diajarkan serta guru kurang memperhatikan siswa dalam belajar. Menurut Widodo (2013) Jenis-jenis kesalahan dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu jenis kesalahan fakta, konsep, prinsip dan operasi. Kastolan (dalam Sahriah, 2012) membagi kesalahan menjadi dua yaitu (1) Kesalahan konsep adalah kesalahan yang dilakukan siswa dalam menafsirkan istilah, konsep, dan prinsip. Atau salah dalam menggunakan istilah, konsep dan prinsip. Indikator kesalahan konseptul adalah sebagai berikut :a) Salah dalam menentukan rumus atau teorema atau defenisi untuk menjawab suatu masalah, b) Penggunaan rumus, teorema, atau definisi yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat berlakunya rumus, teorema, atau definisi tersebut. c) Tidak menuliskan rumus, teorema atau definisi untuk menjawab suatu masalah. (2) Kesalahan prosedural adalah kesalahan dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu
32 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 29-34
masalah. Indikator kesalahan prosedural adalah sebagai berikut: a) Ketidakhirarkisan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah-masalah, b) Kesalahan atau ketidakmampuan memanipulasi langkahlangkah untuk menjawab suatu masalah.. Adapun dalam penelitian ini, peneliti membagi jenis kesalahan menjadi 2 yaitu kesalahan konseptual dan kesalahan prosedural. 1. Kesalahan konseptual adalah kesalahan yang dilakukan siswa dalam menafsirkan fakta, konsep, dan prinsip. Adapun indikator kesalahan konseptual adalah a) kesalahan dalam mengidentifikasi yang diketahui, b) kesalahan mengidentifikasi data yang relevan c) mengidentifikasi apa yang ditanyakan d) kesalahan dalam menggunakan konsep variabel yang akan digunakan e) kesalahan membuat model matematika f) kesalahan memilih simbol g) kesalahan membuat grafik penyelesaian h) kesalahan menentukan titik ekstrim 2. Kesalahan prosedural adalah kesalahan dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu masalah a) kesalahan dalam pemilihan strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah b) kesalahan dalam dalam mengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah c) kesalahan melakukan operasi perhitungan d) kesalahan dalam melihat kembali apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diketahui dan ditanyakan e) kesalahan menyimpulkan. Kajian Teoritis Tentang Program Linier Program linier adalah metode optimasi untuk menemukan nilai optimum dari fungsi tujuan linier pada kondisi pembatasanpembatasan tertentu. Adapun manfaat mempelajari prolin adalah untuk membantu membuat keputusan dan memilih suatu alternatif yang paling tepat dan pemecahan yang paling baik. Ada dua model program linier yaitu program linierpersoalan maksimum dan model program linier persoalan minimum. Adapun langkah-langkah menyelesaikan masalah program linier soal cerita metode grafik:
a. Menentukan variabel keputusan b. Menentukan fungsi tujuan maksimum/minimum c. Menentukan fungsi kendala. d. Menentukan daerah penyelesaian (solusi) yang feasible. e. Menentukan solusi optimal dari semua titik di daerah feasible. Salah satu metode untuk mengidentifikasi solusi optimum pada daerah feasible yaitu metode titik sudut (titik ekstrim. Langkah-langkah metode titik ekstrim: 1. Tentukan interseksi dari semua daerah feasible yang didefinisikan oleh semua pembatasan sehingga diperoleh daerah feasible. 2. Tentukan titik ekstrim dari daerah feasible. Setiap titik ekstrim merupakan titik interseksi dari dua pembatasan linier. 3. Tentukan nilai fungsi tujuan pada setiap titik ekstrim daerah feasible. HASIL Berdasarkan hasil tertulis dan wawancara dengan ketiga subjek diperoleh analisis data sebagai berikut: 1. Kesalahan konseptual a) Kesalahan membuat model matematika
b) Kesalahan penggunaan pertidaksamaan ( )
simbol
Irawati, Analisis Kesalahan Mahasiswa | 33
eliminasi untuk mendapatkan titik potong dari grafik. Setelah masuk pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah mahasiswa memang melakukan metode eliminasi, namun yang cara eliminasi yang mahasiswa lakukan salah. Dimana mahasiswa mengeliminasi 3 persamaan sekaligus. c) Kesalahan membuat grafik penyelesaian. Pada gambar berikut terlihat mahasiswa mengarsir seluruh daerah dalam grafik, padahal hanya sebagian saja yang masuk sebagai daerah penyelesaian b) Kesalahan perhitungan
d) Kesalahan menentukan titik ekstrim. Dari gambar berikut terlihat mahasiswa tidak dapat menetukan titik optimum yang benar-benar menjadi alternatif penyelesaian. Dari gambar, seharusnya titik yang diuji hanya 3 titik, namun mahasiswa munguji semua titik yang ada pada grafik.
2. Kesalahan prosedural a) Kesalahan dalam dalam mengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil wawancara, mahasiswa mengatakan dalam merencanakan strategi pemecahan masalah mahasiswa akan melakukan metode
melakukan
operasi
c) Kesalahan menyimpulkan. Kesalahan menyimpulkan disini termasuk kesalahan mahasiswa tidak membuat kesimpulan. Dari gambar di atas (b) terlihat mahasiswa hanya memberi tanda pada tabel, namun tidak memberi penjelasan lebih lanjut dalam menjawab pertanyaan. KESIMPULAN 1. Jenis kesalahan mahasiswa calon guru matematika dalam memecahkan masalah program linier adalah: a. Kesalahan konseptual meliputi : Kesalahan membuat model matematika, kesalahan penggunaan simbol, kesalahan membuat grafik, kesalahan menentukan titik ekstrim b. Kesalahan prosedural meliputi : Kesalahan dalam dalam mengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah, kesalahan dalam melakukan operasi perhitungan, kesalahan menyimpulkan 2. Faktor penyebab mahasiswa calon guru matematika melakukan kesalahan dalam memecahkan masalah program linier
34 |∑IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 29-34
a. Mahasiswa tidak terbiasa memecahkan masalah soal cerita sehingga mahasiswa kesulitan mentrasformasi ke bentuk model matematika. b. Mahasiswa kurang memahami konsep simbol pertidaksamaan c. Mahasiswa kurang mahir membuat grafik termasuk menentukan daerah penyelesaian. d. Mahasiswa kurang memahami konsep titik ekstrim e. Mahasiswa kurang teliti dalam melakukan operasi perhitungan f. Mahasiswa menganggap dengan memberi tulisan maksimum atau minimum pada tabel titik ekstrim sudah menjawab pertanyaan soal (kesimpulan) DAFTAR PUSTAKA Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Hudoyo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Universitas Negeri Malang: Malang. Malau, L. 1996. Analisis Kesalahan Jawaban Siswa Kelas I SMU Kampus Nommense Pematang Siantar dalam Menyelesaikan Soal-Soal Terapan Siswa Persamaan Linier 2 Variabel. Tesis tidak Diterbitkan. Malang: IKIP Malang National
.
Council of Teachers Of Mathematics. (2000). Curiculum and Evaluation Standart for School Mathematics. Reston, VA: National
3. Solusi alternatif untuk mengatasi kesalahan mahasiswa calon guru matematika dalam memecahkan masalah program linier a. Dosen sering memberikan latihan soal cerita agar mahasiswa terbiasa membuat model matematika. b. Dosen memanfaatkan aplikasi matematika seperti aplikasi geogebra sehingga mahasiswa bisa belajar cara membuat grafik, menentukan daerah penyelesaian dan menentukan solusi optimum. c. Dosen perlu merancang perangkat pembelajaran yang mampu mengatasi kesalahan-kesalahan yang telah dibuat mahasiswa agar kesalahan-kesalahan yang sama bisa diminimalisi Council of Mathematics.
Teachers
of
Polya, G. 1973. How To Solve It Second Edision. Pricenton, New Jersey: Pricenton University Press. Sahriah, Siti dkk. Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal Matematika materi operasi pecahan bentuk aljabar Kelas viii smp negeri 2 malang. (http://jurnalonline.um.ac.id/data/a rtikel/artikel9EEC8FEB3F87AC82 5C375098E45CB689.pdf). Diaksesbulan februari 2015. Widodo, Sri Adi. 2013. Analisis kesalahan dalam pemecahan masalah Divergensi tipe membuktikan Pada mahasiswa matematika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 2, hlm.106-113