JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412- 6982 Volume 13 Nomor 2 Desember 2015
RESPON BENTUKLAHAN BERUPA LONGSORLAHAN AKIBAT CURAH HUJAN Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang, Jl. Ketintang Surabaya
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas curah hujan dengan karakteristik morfometri bentuklahan yang mengalami longsorlahan. Penelitian survai ini dianalisis secara keruangan guna memperoleh hubungan curah hujan dengan morfometri bentuklahan. Data bentuklahan yang dikumpulkan meliputi data genetik dan morfometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spasial tingkat kelas curah hujan yang berkaitan dengan kejadian longsorlahan serta bentuklahan tertentu.. Kelas curah hujan sangat tinggi (188-310 mm/bulan) yang berkembang dari puncak sampai lereng gunungapi dan kelas curah hujan tinggi (157-187 mm/bulan) yang berkembang pada lembah antar gunungapi memicu kejadian longsorlahan paling banyak. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa curah hujan sangat tinggi sampai tinggi yang jatuh di bentuklahan lereng gunungapi (perbukitan) tertoreh dan lereng gunungapi (perbukitan) berpotensi menimbulkan ukuran longsorlahan yang besar. Karakteristik masing-masing bentuklahan yang rawan longsorlahan diuraikan sebagai berikut. Lereng gunungapi (perbukitan) memiliki kondisi topografi pada lereng tengah, berbukit curam, dan bentuk lereng lurus serta material yang telah mengalami pelapukan lanjut. Lereng gunungapi (perbukitan) tertoreh memiliki kondisi topografi pada lereng tengah, berbukit dengan igir curam berbentuk V halus, dan bentuk lereng lurus – cembung, serta dibeberapa lokasi dijumpai adanya kelurusan. Kata kunci : Curah Hujan, Bentuklahan, Longsorlahan genesis, proses, material, struktur batuan, dan
PENDAHULUAN Longsorlahan
merupakan
kejadian
alamiah berupa perpindahan massa tanah
waktu. Hampir
semua
kasus
kejadian
atau batu pada arah tegak atau miring dari
longsorlahan terjadi pada saat musim hujan
kedudukannya
1993).
(Karnawati, 2005). Kondisi ini menunjukkan
Kejadian tersebut merupakan bagian dari
bahwa kejadian hujan menjadi pemicu
evolusi permukaan bumi untuk mencapai
kejadian longsorlahan. Hujan merupakan
kondisi
yang
bagian dari unsur cuaca yang bekerja pada
merupakan salah satu ciri dari bentang lahan
atmosfer permukaan bumi (Handoko, 1994;
orde
Kejadian
Sumner, 1988; Arpan, dkk., 2004). Apabila
longsorlahan dikontrol oleh karakteristik
air hujan telah jatuh ke bumi, maka akan
permukaan
berperan dalam proses keairan permukaan
semula
hampir
ketiga
Bentuklahan
datar
(Lobeck,
bumi
(Wasten,
(pineplain)
1939).
berupa
merupakan
bentuklahan.
hasil
interaksi
bumi (Suyono, 1986). Proses keairan di permukaan bumi ini merupakan faktor yang
136 Alamat korespondensi :JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146 E-mail :
[email protected]
menjadikan permukaan bumi mengalami
bentuklahan yang mengalami longsorlahan.
evolusi.
Keterkaitan
tersebut
diharapkan
dapat
Karakteristik hujan terhadap kejadian
menjelaskan hubungan variasi keruangan
longsorlahan bersifat probabilistik, berarti
karakteristik bentuklahan yang mengalami
bahwa intensitas hujan tertentu belum tentu
peristiwa
akan
keruangan curah hujan. Pada tingkat praktis
memacu
kejadian
longsorlahan
longsorlahan
variasi
(Karnawati, 2005). Kejadian longsorlahan
keterkaitan
lebih dikontrol oleh karakteristik bentuklahan
dalam konteks keruangan dapat digunakan
dalam merespon hujan (Mangunsukarjo,
sebagai acuan bagi pengelolaan wilayah.
1984).
Bentuklahan
yang
fenomena
dengan
permukaan
bumi
mengalami
longsorlahan dapat dikaji dari karakteristik relief, material, dan genetik. Hubungan
METODE PENELITIAN Penelitian survai ini dilaksanakan di
antara intensitas hujan dengan karakteristik
Kecamatan
bentuklahan
Kecamatan Bumiaji serta Kecamatan Kota
menentukan
terjadinya
longsorlahan. Latar
Pujon
Kabupaten
Malang,
Batu Daerah Tingkat II Kota Batu Jawa memberi
Timur. Penelitian menggunakan pendekatan
antara
kejadian longsorlahan, yaitu sebanyak 40
pada
kejadian longsorlahan yang terinventarisasi
bentuklahan, sehingga mengalami proses
merupakan populasi dalam penelitian. Unit
longsorlahan akibat dipicu kejadian hujan
analisis dilakukan pada satuan bentuklahan
(Winarso, 2003). Tujuan penelitian ini adalah
yang bersumber dari interpretasi Citra Aster
untuk mengetahui intensitas curah hujan
dengan resolusi spasial 15 m. Rincian data
yang berpotensi memicu longsorlahan pada
yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 1
bentuklahan
berdasarkan
berikut ini.
Penelitian
akanmemberikan
keruangan
yang
intensitas
hujan
gambaran peningkatan
belakang adanya
tersebut keterkaitan
aktivitas
manusia
morfometrinya. informasi
mengkaitkan dengan
antara
karakteristik
Tabel 1. Karakteristik Data Penelitian yang Dikumpulkan Jenis Data Primer
Sekunder
Data Kemiringan lereng Panjang Lereng Tinggi lereng Dimensi Longsorlahan Genetika Bentuklahan Curah Hujan Stratigrafi Kejadian longsorlahan
Satuan Persen (%) meter (m) meter (m) meter persegi (m2) Katagori milimeter(mm)/tahun Deskriptif Jumlah dan sebaran
Purnomo, Respon Bentuk Lahan Berupa Longsorlahan Akibat Curah Hujan
Sumber Pengukuran lapangan Pengukuran lapangan Pengukuran lapangan Pengukuran lapangan Interpretasi citra Stasiun Klimatologi Peta Geologi Dinas Pengairan
137
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini
menggunaan peta dan tabel merupakan
merupakan kajian deskriptif, yaitu memberi
paparan analisis yang dilakukan untuk
uraian
menjeleskan morfometri bentuklahan.
mengenai
gejala
yang
dikaji
berdasarkan pada indikator yang dijadikan dasar.
Analisis
berhubungan
Deskriptif
dengan
hanya
menguraikan
atau
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter
iklim
yang
paling
memberikan keterangan mengenai suatu data
berpengaruh dalam peristiwa longsorlahan
atau fenomena (Hasan, 2004). Analisis
adalah curah hujan. Data curah hujan berasal
deskriptif digunakan untuk melihat hubungan
dari 15 stasiun hujan dari tahun 1993 sampai
dan perbandingan. Hubungan yang ingin
2008 dengan variasi antara 8 sampai 14
dekatahui adalah antara curah hujan dengan
tahun tergantung ketersediaan data dari
karakteristik
Perbandingan
masing-masing stasiun yang berbeda. Ada
yang ingin diketahui adalah perbedaan
sebanyak 10 stasiun hujan berada di lokasi
morfometri
pada
penelitian dan 5 stasiun hujan di luar lokasi
selisih kejadian terkecil dengan terbesar serta
penelitian. Sebaran curah hujan, bulan basah
keruangan
bentuklahan.
dan kering, serta tipe dan kondisi iklim
Penggunaan tumpangsusun peta pada Sistem
berdasarkan stasiun hujan disajikan pada
Informasi Geografis dimanfaatkan untuk
Tabel 2.
bentuklahan.
variabel
longsorlahan
berdasarkan
membantu analisis. Penyajian data dengan Tabel 2. Sebaran Curah Hujan (CH), Bulan Basah dan Kering, serta Tipe dan Kondisi Iklim Berdasarkan Stasiun Hujan No.
Rerata Rerata Jumlah Jumlah Tipe dan CH CH Bulan Bulan Kondisi Iklim Tahunan Bulanan Basah Kering (Schmidt dan (mm/th) (mm/bln) Ferguson) 1 Pacet 648 Pacet 2293 191 6 4 C - Agak basah 2 Sumbergondo 1096 Bumiaji 2112 175 7 5 D - Sedang 3 Tinjomoyo 1015 Bumiaji 1721 143 7 5 D - Sedang 4 Ngujung 1136 Bumiaji 1533 127 6 5 D - Sedang 5 Ngaglik 951 Kota Batu 1521 126 6 5 D - Sedang 6 Temas 877 Kota Batu 1667 139 6 5 D - Sedang 7 Tlekung 950 Karangploso 1581 132 6 5 D - Sedang 8 Pendem 856 Karangploso 1689 141 7 5 D - Sedang 9 Coban Rondo 1450 Pujon 2239 186 7 5 D - Sedang 10 Kedungrejo 900 Pujon 2166 180 7 4 C - Agak basah 11 Ngroto 1200 Pujon 2268 189 7 4 C - Agak basah 12 Lebaksari 1045 Pujon 2247 187 7 4 C - Agak basah 13 Ngabab 1060 Pujon 2357 196 7 4 C - Agak basah 14 Jombok 645 Ngantang 2605 217 8 4 C - Agak basah 15 Sekar 682 Ngantang 2601 216 7 3 C - Agak basah Rerata 2040 167 Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso, Dinas Pengairan Kota Batu, Dinas Pengairan Kabupaten Malang, dan Balai Pengelola DAS Brantas (2009)
138
Stasiun Hujan
Elevasi Kecamatan (m dpl)
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146
Data curah Hujan bulana di daerah
longsorlahan adalah Kerucut Gunungapi
penelitian berkisar antara 126 mm/bulan
(pegunungan)
dan
sampai 310 mm/bulan. Menurut kriteria
(pegunungan)
Tertoreh,
Cooke and Doornkamp (1994) curah hujan di
seterusnya tidak dilakukan pembahasan.
daerah penelitian termasuk sangat tinggi. Kondisi
topografi
berombak
sampai
Kerucut
Gunungapi
sehingga
untuk
Untuk bentuklahan Lembah Antar Gunungapi
dijumpai
7
kejadian
bergunung dan elevasi lebih dari 500 m dpl
longsorlahan, Lembah Antar Gunungapi
memungkinkan masih adanya variasi curah
Tererosi dijumpai 5 kejadian longsorlahan,
hujan antar bagian wilayah. Pengelompokan
Lembah
data curah hujan bulanan berdasarkan rumus
longsorlahan,
Struges ke dalam tiga kelas menghasilkan
(perbukitan)
dijumpai
kelas
longsorlahan,
dan
curah
hujan
bulanan
126-156
Sungai
dijumpai
1
Lereng
kejadian Gunungapi
12
Lereng
kejadian Gunungapi
mm/bulan, 157-187 mm/bulan, dan 188-310
(perbukitan) Tertoreh dijumpai 15 kejadian
mm/bulan yang dapat diklasifikasi ke dalam
longsorlahan. Sementara untuk kelas curah
kelas agak tinggi, tinggi, dan sangat tinggi.
hujan Sangat Tinggi dijumpai 16 kejadian
Data curah Hujan bulana di daerah
longsorlahan, kelas curah hujan Tinggi
penelitian berkisar antara 126 mm/bulan
dijumpai 17 kejadian longsorlahan, dan kelas
sampai 310 mm/bulan. Menurut kriteria
curah hujan Agak Tinggi dijumpai 7 kejadian
Cooke and Doornkamp (1994) curah hujan di
longsorlahan. Hubungan bentuklahan dengan
daerah penelitian termasuk sangat tinggi.
kelas
Kondisi
kejadian Longsorlahan disajikan pada Tabel
topografi
berombak
sampai
bergunung dan elevasi lebih dari 500 m dpl
curah
hujan
berdasarkan
jumlah
3 dan pada Gambar 1.
memungkinkan masih adanya variasi curah
Berdasarkan pada Tabel 3 dan Gambar
hujan antar bagian wilayah. Pengelompokan
1 terlihat bahwa ada keterkaitan antara
data curah hujan bulanan berdasarkan rumus
bentukahan dengan kejadian longsorlahan,
Struges ke dalam tiga kelas menghasilkan
serta antara kelas curah hujan dengan jumlah
kelas
kejadian longsorlahan. Semakin tinggi curah
curah
hujan
bulanan
126-156
mm/bulan, 157-187 mm/bulan, dan 188-310
hujan,
mm/bulan yang dapat diklasifikasi ke dalam
banyak. Hal ini cukup beralasan mengingat
kelas agak tinggi, tinggi, dan sangat tinggi.
curah
Tumpangsusun antara Peta Hujan,
dan
hujan
longsorlahan
merupakan
semakin
pemicu
dari
longsorlahan.
Kejadian
Sementara itu kejadian longsorlahan
Longsorlahan dapat menunjukkan hubungan
semakin banyak di bentuklahan Lereng
keruangan antar ketiganya. Bentuklahan
Gunungapi (perbukitan) Tertoreh. Karakteristik
yang tidak tersedia
penting dalam bentuklahan ini adalah usia
139
Bentuklahan,
Curah
kejadian
informasi
kejadian
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146
batuan pelapukan
yang relatif telah mengalami dengan posisi kelereng yang
relatif miring. Dua karakteristik inilah yang
berperan dalam
mendorong laju kejadian
longsorlahan ketika menerima menanggapi curah hujan relatif_tinggi.
Tabel 3. Hubungan Bentuklahan dengan Kelas Curah Hujan Berdasarkan Jumlah kejadian Longsorlahan No
Bentuklahan
1. Kerucut Gunungapi (pegunungan) 2. Kerucut Gunungapi (pegunungan) Tertoreh 3. Lembah Antar Gunungapi 4. Lembah Antar Gunungapi Tererosi 5. Lembah Sungai 6. Lereng Gunungapi (perbukitan) 7. Lereng Gunungapi (perbukitan) Tertoreh Sumber : Survai Lapangan 2008-2009
Jumlah Longsorlahan berdasarkan Kelas Curah Hujan Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 0 4 3 0 1 4 0 1 0 5 5 2 1 7 7
Peta Longsorlahan Berdasar Curah Hujan - Bentuklahan
Curah Hujan
Gambar 1. Peta Longsorlahan Berdasarkan Curah Hujan dengan Kejadian Longsorlahan Bedasarkan Bentuklahan di Daerah Penelitian Kecamatan Pujon, Bumiaji, dan Kota Batu
140
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146
Untuk keterkaitan antara kelas curah hujan
dengan
kisaran
Berdasarkan Gambar 3 a, b, d, dapat
morfometri
dilihat bahwa morfometri longsorlahan
bentuklahan menunjukkan adanya variasi
tertinggi (luas longsorlahan, beda tinggi
sehingga tidak bisa menunjukkan adanya
lereng,
suatu kecenderungan.. Hal ini tercermin dari sulit dipahami pola hubungan antara kelas curah
hujan
dengan
kisaran
beberapa
morfometri bentuklahan. Hal ini disebabkan karena
secara
umum
seluruh
wilayah
dan
kemiringan
lereng),
menunjukkan semakin tinggi atau besar nilainya
akan
berhubungan
dengan
semakin tinggi curah hujan bulanannya. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi
kondisi curah hujan
tingkat kemiringan lereng, semakin jauh
yang tinggi. Hubungan kelas curah hujan
beda tinggi lereng, dan mendapatkan
dengan morfometri bentuklahan disajikan
curah hujan yang semakin tinggi akan
pada Tabel 4, sementara kaitan antara kelas
mengakibatkan
curah
yang semakin luas.
penelitian ada pada
hujan
dengan
jumlah
kejadian
longsorlahan digrafikkan dalam Gambar 2.
Berdasrkan
Tabel
4
kejadian
kejadian
longsorlahan
Hal ini dapat
dipahami bahwa material pada lereng yang curam dengan perbedaan ketinggian
longsorlahan dan Gambar 2 dapat dilihat
lereng
bahwa kelas curah hujan sangat tinggi
mendapatkan pengaruh gravitasi yang
dan tinggi yaitu 157-187 dan 188-310
semakin tinggi. Apabila material tersebut
mm/bulan relatif sama dalam jumlah
berada pada posisi yang tidak stabil dan
kejadian
hujan
terkena pemicu berupa curah hujan yang
sangat tinggi berkembang pada puncak
tingg sampai sangat tinggii, maka akan
sampai lereng gunungapi
berpotensi menghasilkan longsorlahan
kelas
longsorlahan.
tinggi
pada
Kelas
sedangkan
lembah
antar
yang
cukup
jauh
akan
yang besar. Sebaliknya panjang lereng
gunungapi. Juga berdasrkan Tabel 4
yang
dapat dijelaskan bahwa curah hujan
(Gambar 3 C), yaitu morfometri panjang
sangat tinggi dan tinggi berkaitan dengan
lereng
luasan longsorlahan yang berkisar antara
selishnya paling panjang pada curah
2
40-943m apabila terletak pada kondisi
menunjukkan
pada
kejadian
kebalikannya
longsorlahan,
hujan agak tinggi.
morfometri beda tinggi lereng berkisar dari 50 – 300 meter, panjang lereng berkisar antara 119 – 1210 meter, dan kemiringan lereng berkisar dari 6 – 55 %.
141
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146
Tabel 4. Hubungan Kelas Curah Hujan Bulanan, Kejadian longsorlahan, dan Morfometri Relief Longsorlahan No
Kejadian Longsoran 1. Sangat Tinggi 16 2. Tinggi 17 3. Agak Tinggi 7 Sumber : Survai Lapangan 2008-2009
0
Luas Long. (m2) 42-943 40-315 25-70
Beda Tinggi Lereng (m) 50-250 20-300 100-250
Panjang lereng (m) 119-1210 142-741 269-2849
Kemiringan Lereng (%) 6-55 9-48 6-37
18 16 14 12 10 Kejadian Longsorlahan 8
Series1
6 4
1000 900 800 700 600 500 ahan 400 300 200 100 0
0
Kelas Curah Hujan
1000
2
900
0 Sangat Tinggi
800
Tinggi
Agak Tinggi
Kelas Curah Hujan Bulanan
700
Gambar 2. Kelas 600 Curah Hujan Bulanan dengan Jumlah Kejadian Longsorlahan
Beda Tinggi 1000 Lereng
500
900 400 800 300 700 600 Luas 200 500 Longsorlahan 400 100 300 Sangat Tinggi Tinggi Agak Tinggi 0 200 100 Kelas Curah Hujan Bulanan 0 Sangat Tinggi
a
Tersempit (m2)
Terendah (m)
1000 900
Terluas (m2)
Tertinggi (m)
800 700 600 Beda Tinggi Tersempit (m2) 500 Lereng Terluas (m2)400 300
60
Sangat Tinggi Tinggi
Terendah (m) Tertinggi (m)
200
Tinggi
Agak Tinggi
100
50
0 Kelas Curah Hujan Agak Tinggi b Bulanan
Sangat Tinggi
Kelas Curah Hujan Bulanan 40
0
Kemiringan 30 Lereng
0 3000
Terpendek (m)
2500
Terpanjang (m)
0
0
2000
0 Tinggi
Agak Tinggi
1000
Kelas Curah Hujan Bulanan
Kemiringan Terbesar (%) 50
10
Panjang Lereng 1500
Sangat Tinggi
40
Sangat Kemiringan Tinggi 30Agak Tinggi Lereng Tinggi Terpendek (m) 20 Kelas Curah Hujan Terpanjang (m)Bulanan
500
Kemiringan Terkecil (%) Kemiringan Terbesar (%)
10
0
c
Agak Tinggi
Kemiringan Terkecil (%)
60
20
0
Tinggi
Kelas Curah Hujan Bulanan
Sangat Tinggi
Tinggi
Agak Tinggi
Kelas Curah Hujan Bulanan
d
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Agak Tinggi
Kelas Curah Hujan Bulanan
Gambar 3. Diagram Kaitan Kelas Curah Hujan Bulanan dengan Morfometri Longsorlahan; a. Luasan Longsorlahan; b. Beda Tinggi Lereng; c. Panjang Lereng; d. Kemiringan Lereng
142
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146
Berdasarkan
antara
tinggi. Kemudian disusul oleh bentuklahan
longsorlahan,
lereng gunungapi (perbukitan). Hubungan
menunjukkan bahwa bentuklahan lereng
bentuklahan, kejadian longsorlahan, dan
gunungapi (perbukitan) tertoreh merupakan
morfometri relief longsorlahan disajikan
bentuklahan
Tabel 5. Untuk Gambar 4 menyajikan
bentuklahan
pada
kaitan
dengan
paling
rawan
mengalami
kejadian longsorlahan terlebih pada wilayah
diagram
kaitan
bentuklahan
dengan curah hujan tinggi sampai sangat
morfometri longsorlahan.
dengan
Tabel 5. Hubungan Bentuklahan, Kejadian Longsorlahan, dan Morfometri Relief Longsorlahan 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
600
2000500 1500400
300 1000200 500100 0 Kerucut
Kerucut Lembah Antar Gunungapi Gunungapi Gunungapi (pegunungan) (pegunungan)
a
Panjang Lereng
Terpendek (m)
2000
150 100 50
Tersempit (m2)
1500 1000 500
2049
6
142 - 2849Lereng 6 - 44 Gunungapi 119 - 693 16 - 55 (perbukitan)
Lembah Sungai
Tertinggi (m)
50 40 30 20 10 Kerucut
Lembah Antar
Lembah
Lembah Sungai Sungai
Bentuklahan
Lereng Lereng Gunungapi Gunungapi (perbukitan) (perbukitan) Tertoreh
Tertoreh
Bentuklahan 50
Kemiringan kecil (%)
Terendah (m)
Kemiringan Besar (%)
Tertinggi (m)
40 30 20 10 0
0 Kerucut Lembah Antar Gunungapi Gunungapi (pegunungan)
c
9 - 29 6 - 53
Kerucut Lembah Antar Gunungapi Gunungapi Gunungapi Gunungapi (pegunungan) (pegunungan)
60
Terluas (m2)
175 - 969 163 - 1210
0
0
Terpanjang (m)
2500
-
125
50 - 250 50 - 250
Lembah Antar Gunungapi
60 Terendah (m)
b
Bentuklahan 3000
200
Lembah Antar Lereng Lembah Lereng Gunungapi Sungai Gunungapi Gunungapi Tererosi(perbukitan) (perbukitan) Tertoreh Tertoreh
Bentuklahan
-
Tertoreh
250
2500700
50 - 100 50 - 100
Bentuklahan
Terluas (m2)
3000800
0
100 42 - 180 40 - 300 50 50 0 25Kerucut - 378 Gunungapi 48 - 943 (pegunungan) 150
Kemiringan Lereng
Tersempit (m2)
200
Kemiringan Lereng
1000 900
7 5 1 12 15
Beda Tinggi Lereng
Lereng Panjang Longsorlahan Luas
1. Kerucut Gunungapi (pegunungan) 2. Kerucut Gunungapi (pegunungan) Tertoreh 3. Lembah Antar Gunungapi 4. Lembah Antar Gunungapi Tererosi 5. Lembah Sungai Kerucut Lembah Antar Lereng Gunungapi (perbukitan) 6. Lereng Gunungapi Gunungapi Gunungapi Tererosi (perbukitan) Gunungapi (perbukitan) Tertoreh 7. Lereng(pegunungan) Tertoreh Sumber : Survai Lapangan 2008-2009 Bentuklahan
Beda Tinggi Lereng
Kej. Luas Long. Beda Tinggi Panjang lereng Kemiringan 250 Long. (m2) Lereng (m) (m) Lereng (%)
Bentuklahan Luas Longsorlahan
No
Lembah Sungai
Bentuklahan
Lereng Gunungapi (perbukitan) Tertoreh
Kerucut Lembah Antar Gunungapi Gunungapi (pegunungan)
Lembah Sungai
d
Lereng Gunungapi (perbukitan) Tertoreh
Bentuklahan
Kemiringan kecil Longsorlahan; (%) Kemiringan Besara. (%) Luasan Gambar 4. Diagram Kaitan Terpendek (m) Terpanjang (m) Bentuklahan dengan Morfometri Longsorlahan; b. Beda Tinggi Lereng; c. Panjang Lereng; d. Kemiringan Lereng
Purnomo, Respon Bentuk Lahan Berupa Longsorlahan Akibat Curah Hujan
143
Gambar 4 menunjukkan bahwa kedua bentuklahan tersebut yaitu lereng gunungapi
Cukup intensif digunakan sebagai lahan pertanian.
(perbukitan) tertoreh dan lereng gunungapi
Perbedaan antara kedua bentuklahan
(perbukitan) memiliki beda tinggi lereng dan
tersebut terletak pada banyak sedikitnya
kemiringan lereng yang besar sehingga
torehan yang mengindikasikan tingkatan
menghasilkan longsorlahan dengan ukuran
proses yang berbeda. Torehan yang banyak
yang lebih besar. Untuk panjang lereng
menunjukkan tingkat denudasi yang tinggi
polanya agak sulit dipahami, akan tetapi
meliputi longsorlahan maupun erosi parit
seperti halnya hubungan panjang lereng
sampai jurang (Worosuprojo, 2002). Kondisi
longsorlahan
ada
ini terjadi karena tingkat pelapukan yang
kesamaan yang menunjukkan bahwa lereng
tinggi sebagai akibat dari umur material
pendek lebih potensi longsorlahan dari pada
batuan maupun intensitas pemicu seperti
lereng panjang.
curah hujan yang tinggi. Secara umur
Secara
dengan
umum
curah
kedua
hujan,
bentuklahan
bentuklahan tertoreh material batuannya
tersebut terletak pada kemiringan lereng
lebih tua yang berkembang pada Pleistosen
yang tinggi bila dibandingkan dengan ketiga
awal sampai tengah. Sementara itu ada
bentuklahan lainnya. Bentuklahan lereng
persamaan dalam keruangan, yaitu kelas
gunungapi (perbukitan) tertoreh terletak pada
curah hujan yang terletak sama pada kelas
lereng tengah dari Gunungapi Anjasmoro
sangat tinggi.
dengan relief berbukit. Kondisi lerengnya
Goestelow (1991) dalam Karnawati
curam yaitu antara 14-20% dan antara 21-
(2005) menjelaskan mekanisme hujan
55%, dengan bentuk lereng umum lurus pada
dalam memicu longsorlahan. Diawali
lereng Gunungapi Anjasmoro dan Cembung
terjadinya curah hujan dengan intensitas
pada Pegunungan Parangklakah dan Kitiran. Banyak
dijumpai
adanya
igir
curam
berbentuk V halus serta kelurusan-kelurusan
itu
bentuklahan
normal tetapi dalam waktu cukup lama. Di
yang diperkirakan sebagai patahan. Sementara
tinggi atau sangat deras, atau curah hujan
lereng
permukaan
lereng
air
hujan
mengalami infiltrasi ke dalam tanah
gunungapi (perbukitan) terletak pada lereng
sampai pada lapisan kurang permeabel
tengah Gunungapi Arjuno Welirang dan
yaitu lempung atau bahan induk. Terjadi
Gunungapi Kawi Butak serta Panderman.
kenaikan muka air tanah dalam tanah di
Memiliki relief berbukit. Keadaan lereng
lereng dan otomatis akan meningkatkan
adalah curam yaitu antara 14-20% dan antara
tekanan air pori dalam tanah sehingga
21-55%, dengan bentuk lereng umum lurus.
mengakibatkan pengurangan kuat geser tanah pada lereng.
144
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian
ini
dapat
disimpulkan
sebagai berikut ini. 1. Secara umum curah hujan di seluruh wilayah penelitian masuk dalam katagori sedang sampai sangat tinggi. 2. Kelas curah hujan sangat tinggi (188-310 mm/bulan) yang terjadi dari puncak sampai lereng gunungapi dan kelas curah hujan tinggi (157-187 mm/bulan) yang terjadi
di
lembah
antar
gunungapi,
memicu kejadian longsorlahan paling banyak. 3. Bentuklahan
yang
paling
rawan
longsorlahan akibat curah hujan yang tinggi
adalah
lereng
gunungapi
(perbukitan)
tertoreh
dan
gunungapi
(perbukitan).
lereng Lereng
Gunungapi (perbukitan) memiliki kondisi
Arpan, Kirono, Sudjarwadi; 2004. Kajian Meteorologis Hubungan Antara Hujan Harian dan Unsur-Unsur Cuaca : Studi Kasus di Stasiun Meteorologi Adisucipto Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia Vol. 18 No. 2. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. h.69-79 Cooke, R.U. and J.C. Dornkamp., 1994. Geomorphology in Environmental Management. A New Introduction, edisi kedua. Claredon Press, Oxford Handoko, 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya, Bandung Hasan, I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara, Jakarta Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
topografi pada lereng tengah, berbukit curam, dan bentuk lereng lurus serta materal yang telah mengalami pelapukan lanjut. Lereng gunungapi (perbukitan) tertoreh memiliki kondisi topografi pada lereng tengah, berbukit dengan igir curam berbentuk V halus, dan bentuk lereng lurus – cembung, serta dibeberapa lokasi dijumpai adanya kelurusan. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan kajian terhadap keterkaitan antara morfometri pada kejadian longsorlahan dengn kejadian curah hujan sesaat setelah terjadi.
Lobeck, A. K., 1939. Geomorphology An Introduction to the Study of Landscape. McGraw-Hill Book Company Inc, New York Mangunsukarjo, 1984. Inventarisasi Sumberdaya Lahan di DAS Serayu dengan Tinjauan Secara Geomorfologi. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sumner, G., 1988. Precipitation, Process and Analiysis. John Wiley and Sons, Great Britain Suyono, 1986. Analisis Hidrograf Aliran Sungai Cimanuk di Atas Leuwigoong Kabupaten Garut Jawa Barat. Thesis S2. Institut Pertanian Bogor, Bogor.(tidak dipublikasikan)
Purnomo, Respon Bentuk Lahan Berupa Longsorlahan Akibat Curah Hujan
145
Van Wasten, C.J.. 1993. Application of Geographic Information Systems to Landslide Hazard Zonation. International Institute for Aerial Survei and Earth Sciences (ITC), Enschede Winarso, P. A., 2003. Variabilitas / Penyimpangan Iklim atau Musim di Indonesia dan Pengembangannya. Makalah Seminar Menggagas Strategi Alternatif dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim serta Implikasinya pada Tataguna Lahan dan Ketahanan Pangan Nasional. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Worosuprojo, S. 2002. Studi Erosi Parit dan Longsorlahanan dengan Pendekatan Geomorfologis di Daerah Aliran Sungai Oyo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
146
JURNAL GEOGRAFI, VOLUME 13, NOMOR 2,DESEMBER 2015 : 136 - 146