JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA SBI, DAN NILAI KURS DOLLAR AS (USD) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA Divianto Politeknik Sriwijaya Abstract This study entitled Analysis of Effect of Inflation, Interest Rates SBI, and U.S. Dollar Exchange Rate Value (USD) against Composite Stock Price Index (CSPI) in Indonesia Stock Exchange. The objectives to be achieved are as follows: To determine how much influence the rate of inflation, SBI interest rate, and exchange rate of Rp / USD partially to the Jakarta Composite Index. To determine how much influence the rate of inflation, SBI interest rate, and exchange rate of Rp / USD simultaneously on the Jakarta Composite Index. This study is a review of the analytical tools used in the study are categorized into types of correlation (correlational study). The data used as the sample in this study is the data index, Inflation, Interest rates SBI, and Exchange Rate limited at each end of the closing month-end during the observation period 2007-2011. This study uses secondary data. The data in this study were obtained from the publication of the annual report in the form of Bank Indonesia Bank Indonesia, Indonesian Financial Statistics (IFS), the results of the data include the Indonesia Stock Exchange Composite Index, the interest rate of Bank Indonesia Certificates (SBI), inflation , the rupiah exchange rate against the U.S. dollar (U.S.$/USD), the middle rate is calculated on the basis of selling and buying rate set by Bank Indonesia. Analysis using multiple regression with data processing Eviews 7. Based on the analysis of the results of research that has been done, it can be concluded that inflation, interest rates and exchange rates SBI simultaneously significantly influence the index variable. Based on partial test variable inflation rate positive and significant effect on the variable index so that the first hypothesis is also supported by research data. SBI interest rate is negative and significant effect on the variable index, so that the second hypothesis is also supported by research data. While the exchange rate variable is also negative and significant effect on the variable index so that the third hypothesis is supported by research data. Keywords: Inflation, Rate Interest Rates, Exchange Rate U.S. Dollar (USD), Composite Stock Price Index
165
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
PENDAHULUAN Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami kerugian. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pasar modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa. Dilanjutkan tahun 1998 yang merupakan awal runtuhnya perekonomian nasional Indonesia, ditandai dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia yang mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi terganggu. Tingginya inflasi dan suku bunga bank akan menyebabkan beban operasional perusahaan semakin berat serta akan mempengaruhi kinerja keuangan badan usaha. Namun, meningkatnya suku bunga merupakan peluang investasi yang cukup menjanjikan bagi investor deposito. Semua ini pada akhirnya akan berdampak pada harga saham di pasar modal (Utami dan Rahayu, 2003). Kenaikan bunga yang agresif bisa memperkuat rupiah, tetapi indeks harga saham gabungan (IHSG) akan anjlok karena investor lebih suka menabung di bank. Apabila suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) naik maka akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan begitu pula sebaliknya (Brata, 2007). Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan pasar yang sedang mengalami peningkatan atau mengalami penurunan dapat dilihat dari nilai-nilai saham yang tercatat dan tercermin melalui pergerakan indeks atau lebih dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor yang berasal dari luar negeri (eksternal) dan faktor yang berasal dari dalam negeri (internal). Faktor eksternal tersebut bisa datang dari Indeks bursa asing negara lain (Dow Jones, Strait Times, NYSE), pergerakan harga minyak mentah, harga emas dunia dan adanya peristiwa yang mempengaruhi keamanan dan stabilitas perekonomian dunia (seperti kerusuhan maupun serangan teroris). Sedangkan faktor yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari kurs mata uang, tingkat pendapatan nasional, jumlah uang beredar, tingkat inflasi, dan suku bunga yang terjadi di negara tersebut. Berikut adalah data lengkap tiap akhir bulan mengenai tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah rata-rata tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Rata-rata Harga Saham, Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah Periode 2007-2011 Tahun
IHSG Rp/$ USD (Y)
Tingkat Inflasi (X1) (persen)
Tingkat Suku Bunga SBI (X2) (persen)
Kurs (X3)Rp/$ USD
2007 2008 2009 2010
2,210.98 2,087.59 2,014.07 3,095.13
6.40 10.31 4.79 5.13
8.63 9.19 7.27 6.40
9.210 9.810 10.410 9.120
166
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
2011
3,746.07
5.38
6.90
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
8.820
Sumber: Data sekunder (http://finance.yahoo.com, http://www.bi.go.id)
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Gambar 1. Grafik Rata-rata Tahunan Harga Saham, Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah Periode 2007-2011 Berdasarkan tabel 1 dan gambar 1di atas terlihat bahwa pada tiap akhir tahun, harga saham, tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, trend harga saham mulai meningkat dan dirasakan stabil mulai bulan Juni Tahun 2009 sampai dengan bulan Desember Tahun 2011. Harga saham rata-rata tertinggi pada tahun 2011 yakni sebesar Rp 3,746.07 per 1 $ USD. Tabel 1.1. di atas juga menyajikan tingkat inflasi rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2008 yakni sebesar 10.31 persen. Sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 4.79 persen. Tingkat Suku Bunga SBI rata-rata tertinggi pada tahun 2008 sebesar 9.19 persen sedangkan rata-rata tingkat Suku Bunga SBI terendah terjadi pada tahun 2010 adalah sebesar 6.40 persen. Trend Kurs selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami fluktuasi rata-rata kurs tertinggi terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar Rp 10.410 per $ USD sedangkan rata-rata kurs terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp 8.820 per $ USD. Tandelilin (2001) menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang di isyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Dapat dilihat juga pada tabel 1 bahwa inflasi terus meningkat terutama pada tahun 2008. Secara umum, krisis ekonomi dalam kurun waktu tahun 2000 sampai sekarang merupakan kelanjutan dari krisis ekonomi sebelumnya, fluktuasi kurs rupiah masih terjadi yang disebabkan karena belum stabilnya perekonomian. Fluktuasi kurs ini diikuti dengan penyesuaian pada tingkat suku bunga SBI. Bank Indonesia sebagai bank sentral berusaha melalui kebijakan moneternya agar tingkat suku bunga SBI terus disesuaikan sehingga
167
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
kenaikan kurs yang mengindikasikan tingginya permintaan USD dapat terkendali. Handoyo (2008) menyatakan bahwa sampai dengan akhir bulan Juli 1997 tidak terdapat hubungan sistematis antara depresiasi rupiah khususnya terhadap dolar dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Perkembangan IHSG sebagaimana lazimnya lebih ditentukan oleh perkembangan tingkat bunga, tetapi sejak ditetapkannya sistem kurs devisa bebas mengambang, pergerakan IHSG seakan mengikuti pergerakan kurs rupiah terhadap dolar atau sebaliknya pergerakan rupiah seakan mengikuti pergerakan IHSG. Hal ini memunculkan dugaan bahwa di antara keduanya terdapat hubungan yang sistematis. Brigham (2008) berpendapat bahwa tingkat bunga mempengaruhi harga saham dengan dua cara yaitu : tingkat bunga mempengaruhi laba perusahaan, karena tingkat bunga merupakan biaya, maka semakin tinggi tingkat bunga, semakin besar pula biaya bunga yang harus ditanggung oleh perusahaan sehingga akan mengurangi laba perusahaan dan akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayarkan deviden. Yang kedua, tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan investor menarik investasi sahamnya dan memindahkannya pada investasi yang menawarkan tingkat pengembalian yang lebih baik, seperti deposito yang menawarkan keuntungan lebih tinggi. Apabila para investor melakukan aksi jual dan permintaan akan saham tersebut sedikit maka akan terjadi over supply saham yang akan mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan turun. Pasar modal memiliki beberapa daya tarik. Pertama, diharapkan pasar modal ini akan bisa menjadi alternatif penghimpun dana selain sistem perbankan. Sistem perbankan umumnya dominan sebagai sistem mobilisasi dana masyarakat, Bank-bank menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan dana tersebut ke pihak-pihak yang memerlukan dana untuk ekspansi usaha mereka hanya bisa memperoleh dana tersebut dalam bentuk kredit. Kedua, pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Seandainya tidak ada pasar modal, maka pemodal mungkin hanya bisa menginvestasikan dana mereka dalam perbankan. Dengan adanya pasar modal, para pemodal memungkinkan melakukan diversifikasi investasi, membentuk portofolio (yaitu gabungan dari berbagai investasi) sesuai dengan resiko yang bersedia mereka tanggung dan tingkat keuntungan yang mereka harapkan. Di samping itu investasi pada sekuritas mempunyai daya tarik lain, yaitu pada likuiditasnya. Pemodal bisa melakukan investasi hari ini pada industri semen, dan menggantinya bulan depan pada industri farmasi. Sehubungan dengan itu maka pasar modal memungkinkan terjadinya alokasi dana yang efektif dan efisien. Dari sisi perusahaan yang memerlukan dana, sering kali pasar modal merupakan salah satu tempat pendanaan eksternal dengan biaya lebih rendah dari pada bank ataupun lembaga keuangan lainnya. Dari sisi pemodal, pemodal bisa mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari bunga deposito apabila pemodal cermat dalam bertransaksi di pasar modal. TINJAUAN PUSTAKA Teori Portofolio Pendekatan portofolio menekankan pada psikologi bursa dengan asumsi hipotesis mengenai bursa, yaitu hipotesis pasar efisien (Natarsyah, 2003:300). Pasar efisien diartikan sebagai bahwa harga-harga saham akan merefleksikan secara menyeluruh semua informasi yang ada di bursa. Jogiyanto (2005:5) berpendapat bahwa pasar bisa menjadi efisien karena adanya beberapa peristiwa, yaitu: 1) Investor adalah penerima uang, yang berarti sebagai pelaku pasar, investasi seorang diri tidak dapat mempengaruhi sebagai suatu sekuritas, 2) Harga sekuritas tercipta karena ditentukan oleh mekanisme permintaan dan
168
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
penawaran yang ditentukan banyak investor, 3) Informasi tersedia secara luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga untuk memperoleh informasi tersebut murah, dan, 4) Informasi dihasilkan secara acak, dan tiap-tiap pengumuman bersifat acak satu dengan lainnya sehingga investor tidak bisa memperkirakan kapan emiten akan mengumumkan informasi baru. Teori Inflasi 1. Teori Inflasi Klasik Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang akan merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut Klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi maka obatnya adalah membatasi jumlah uang beredar dan kredit. Pendapat Klasik tersebut lebih jauh dapat dirumuskan sebagai berikut : Inflasi = f(jumlah uang beredar, jumlah kredit) 2. Teori Inflasi Keynes Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi. Analisa Keynes mengenai inflasi permintaan dirumuskan berdasarkan konsep inflationary gap. Menurut Keynes, inflasi permintaan yang benar-benar penting adalah yang ditimbulkan oleh pengeluran pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peperangan, program investasi yang besar-besaran dalam kapital sosial. Dengan demikian pemikiran Keynes tentang inflasi dapat dirumuskan menjadi : Inflasi = f(jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, suku bunga, investasi) 3. Teori Inflasi Moneterisme Teori ini berpendapat bahwa, inflasi disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas kurs valuta asing. Sehingga teori inflasi menurut Moneterisme dapat dinotasikan sebagai berikut : Inflasi = f(kebijakan moneter ekspansif, kebijakan fiskal ekspansif) 4. Teori Ekspektasi Menurut Dornbusch (2002), bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan
169
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
informasi yang ada. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat dinotasikan menjadi : Inflasi = f(ekspektasi adaftif,ekspektasi rasional) Pengertian Inflasi Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Komponen Inflasi Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan bahwa telah terjadi inflasi (Prathama dan Mandala, 2001:203). Ketiga komponen tersebut adalah : 1. Kenaikan harga Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode sebelumnya. 2. Bersifat umum Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik. 3. Berlangsung secara terus menerus Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Faktor-Faktor Terjadinya Inflasi Inflasi dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu : inflasi tarikan permintaan, Inflasi desakan biaya, dan imported inflation. - Inflasi tarikan permintaan (Demand pull inflation) Terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimana, biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. - Inflasi desakan biaya (Cost push inflation) Terjadi akibat adanya kelangkaan produksi atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai ke ekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi
170
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
yang baru. Berkurangnya produksi itu sendiri bisa terjadi akibat masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dan lain-lain), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dan lain-lain, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infra struktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan dua hal yaitu kenaikan harga, (misalnya bahan baku) dan kenaikan upah atau gaji, (misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang). - Imported Inflation Imported Inflation atau inflasi yang tertular dari luar negeri. Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga barang ekspor seperti teh dan kopi di luar negeri (negara tujuan ekspor), harganya mengalami kenaikan dan ini membawa pengaruh terhadap harga di dalam negeri. Tingkat Inflasi Kondisi inflasi menurut Samuelson (1998:581), berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1) Merayap (Creeping Inflation) Laju inflasi yang rendah (kurang dari sepuluh persen pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama. 2) Inflasi menengah (Galloping Inflation) Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan lalu dan seterusnya. 3) Inflasi Tinggi (Hyper Inflation) Inflasi yang paling parah dengan di tandai dengan kenaikan harga sampai lima atau enam kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja. Dampak Terjadinya Inflasi Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hyper inflasi), keadaan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga, sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang
171
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil). Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidak stabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Pengertian Suku Bunga Suku bunga adalah pendapatan (Bagi kreditur) atau beban (Bagi debitur) yang diterima atau dibayarkan oleh kreditur atau debitur (Madura, 2006). Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (Suhaedi, 2000). Suku bunga yang dipakai dalam penelitian ini adalah suku bunga SBI, dimana definisi SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI). Suku bunga Sertifikat bank Indonesia (SBI) yang digunakan adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) satu bulan. Pengukuran yang digunakan adalah satuan persen. Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan system diskonto. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless), dan seluruh kepemilikan maupun transaksinya dicatat dalam sarana Bank Indonesia Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Pihak-pihak yang dapat memiliki SBI adalah bank umum dan masyarakat. Bank dapat membeli SBI di pasar perdana sementara masyarakat hanya diperbolehkan membeli di pasar sekunder. Penerbitan SBI di pasar perdana dilakukan dengan mekanisme lelang pada setiap hari Rabu atau hari kerja
172
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
berikutnya (dalam hal hari dimaksud adalah hari libur). SBI diterbitkan dengan jangka waktu (tenor) 1 bulan sampai dengan 12 bulan dengan satuan unit terkecil sebesar Rp1 juta. Saat ini Bank Indonesia menerbitkan SBI dengan tenor 1 bulan dan 3 bulan. Penerbitan SBI tenor 1 bulan dilakukan secara mingguan sedangkan SBI tenor 3 bulan dilakukan secara triwulanan. Peserta lelang SBI terdiri dari bank umum dan pialang pasar uang Rupiah dan Valas (www.bi.go.id). Metode lelang penerbitan SBI dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu melalui Variable Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia) dan dengan Fixed Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia). Sejak awal Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan mekanisme BI rate (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan oleh Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Definisi BI rate sendiri menurut Bank Indonesia adalah suku bunga instrument sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur triwulanan untuk berlaku selama triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan Gubernur bulanan dalam triwulan yang sama(www.bi.go.id). BI rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada di sekitar BI rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank dan suku bunga jangka yang lebih panjang. Perubahan BI rate (SBI tenor 1 bulan) ditetapkan secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan dua puluh lima basis poin (BPS). BI rate ditetapkan oleh dewan gubernur dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :1). Rekomendasi BI rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan 2). Berbagai informasi lainnya seperti indikator makro ekonomi, survey, pendapat ahli, hasil-hasil riset ekonomi, dan lain-lain. Nilai Tukar (Kurs) Pengertian Nilai Tukar Nilai kurs menyatakan hubungan nilai diantara satu kesatuan mata uang asing dan kesatuan mata uang dalam negeri (en.wikipedia.org). Menurut FASB (1999), kurs adalah rasio antara suatu unit mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Menurut Lipsey dkk (1998), kurs berarti nilai pada tingkat di mana dua mata uang yang berbeda diperdagangkan satu sama lain. Sedangkan menurut Salvatore (1996) kurs didefinisikan sebagai harga mata uang luar negeri dalam satuan mata uang dalam negeri. Kurs mata uang asing mengalami perubahan nilai yang terus menerus dan relatif tidak stabil. Perubahan nilai ini dapat terjadi karena adanya perubahan permintaan dan penawaran atas suatu kurs mata uang asing pada masing-masing pasar pertukaran valuta dari waktu ke waktu. Sedangkan perubahan permintaan dan penawaran itu sendiri dipengaruhi oleh adanya kenaikan relatif tingkat bunga baik secara bersamasama maupun sendiri-sendiri terhadap negara. Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang lain. Penentuan kurs mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak dari pada supplnya maka kurs rupiah ini akan ter apresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan kurs
173
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga kur akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro,2001). Saat ini sebagian besar bahan baku bagi perusahaanperusahaan di Indonesia masih mengandalkan impor dari luar negeri (www.kompas.com). Ketika mata uang rupiah terdepresiasi, hal ini akan mengakibatkan naiknya biaya bahan baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Bagi investor, proyeksi penurunan tingkat laba tersebut akan dipandang negatif (A.K Coleman dan K.A Tettey,2008). Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi jual terhadap saham-saham yang dimilikinya. Apabila banyak investor yang melakukan hal tersebut, tentu akan mendorong penurunan indeks harga saham gabungan. Bagi investor sendiri, depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat (Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak ber investasi di bursa saham Indonesia (Robbert Ang,1997). Investor tentunya akan menghindari resiko, sehingga investor akan cenderung melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomian dirasakan membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga saham di BEI. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pengertian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Downes dan Goodman (2004) mengatakan bahwa indeks adalah gabungan statistik yang mengukur perubahan dalam ekonomi atau dalam pasar finansial, dan seringkali dinyatakan dalam perubahan persentase dari suatu tahun dasar atau bulan sebelumnya. Karena indeks ini menyangkut sejumalah fakta maupun besaran tertentu yang menggambarkan perubahan-perubahan harga saham dimasa lalu yang dipandang, merupakan suatu bentuk informasi historis yang sangat tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham dimasa lalu serta memberikan deskripsi harga-harga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periodisasi tertentu pula, maka indeks ini dapat disebut sebagai indeks harga saham. Suatu indeks diperlukan sebagai sebuah indikator utama yang secara umum menggambarkan pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas. Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham terakhir (closing prise) yang terjadi di bursa. Indeks ini merupakan gabungan dari sejumlah sektor, yaitu pertanian, pertambangan, industri kimia dasar, aneka industri, industri barang konsumsi, property dan real estate, transportasi dan infrastruktur, keuangan, perdagangan, jasa dan invesatsi (Rahayu, 2005). Indeks ini mencakup seluruh pergerakan harga saham biasa maupun saham preferen yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan demikian, IHSG merupakan cerminan aktivitas pasar modal. Besar kecilnya indeks ini dipengaruhi oleh variabel ekonomi dan non ekonomi. Variabel ekonomi misalnya jumlah uang yang beredar, nilai tukar, inflasi, dan suku bunga. Variabel non ekonomi misalnya situasi politik dan keamanan dalam negeri. Perhitungan IHSG didasarkan pada jumlah nilai pasar dari total saham yang tercatat di bursa. Jumlah nilai pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program restrukturisasi) dengan harga di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut : IHSG = Nilai Pasar / Nilai Dasar x 100
174
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Fungsi Indeks Harga Saham di Pasar Modal - Sebagai indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan dan penurunan pasar - Sebagai indikator tingkat keuntungan dari saham - Sebagai tolak ukur (brench mark) kinerja suatu portofolio investasi - Sebagai dasar pembentukan portofolio dengan strategi pasif - Menggambarkan perkembangan produk derivatif yang diperdagangkan di bursa Manfaat Indeks Harga Saham Paling tidak terdapat lima kegunaan atau manfaat spesifik dari adanya indeks, yaitu - Indeks dapat digunakan untuk menghitung total imbal hasil dari pasar secara agregat atau beberapa komponen pasar pada periode waktu tertentu dan menggunakan tingkat pengembalian tersebut sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja dari portofolio individu. - Untuk mengembangkan portofolio indeks - Indeks dapat pula digunakan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham secara agregat - Perubahan harga historis dapat digunakan untuk memprediksikan pergerakan harga di masa depan - Risiko yang relevan dengan risiko aset individual (saham) adalah risiko sistematik, yang merupakan hubungan antara tingkat imbal hasil dari risiko aset dan tingkat imbal hasil untuk portofolio pasar dari risiko aset. Dengan demikian, pada saat menghitung risiko sistematik untuk risiko aset individual perlu untuk mengkaitkan tingkat pengembaliannya dengan imbal hasil dari indeks pasar agregat yang dapat digunakan sebagai proxy dari portofolio pasar risiko. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk memberi batasan atas permasalahan yang akan dianalisis, sehingga analisis dan pembahasan tidak menyimpang, maka penulis perlu memberikan batasan permasalahan. Permasalahan yang akan menjadi pembahasan penulis adalah pengaruh inflasi, tingkat suku bunga SBI, pengaruh nilai tukar (kurs), terhadap kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek indonesia . Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian ditinjau dari alat analisis yang digunakan dalam dikategorikan ke dalam jenis penelitian korelasional (correlational study) Penelitian korelasional ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari suatu variabel atau lebih terhadap variabel lainnya. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data IHSG, Inflasi, Tingkat suku bunga SBI, dan Kurs Rupiah/$ USD. Sedangkan data yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah data IHSG, Inflasi, Tingkat suku bunga SBI, dan Kurs Rupiah yang dibatasi pada data penutupan tiap akhir-akhir bulan selama periode pengamatan tahun 2007-2011. Alasan pemilihan periode tahun yang digunakan adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat sesuai dengan keadaan sekarang ini. Pemilihan data bulanan adalah untuk menghindarkan bias yang terjadi akibat kepanikan pasar dalam mereaksi suatu informasi, sehingga dengan penggunaan data bulanan diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih akurat.
175
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Sedangkan variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2003). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham gabungan (IHSG), sedangkan variabel bebasnya adalah inflasi, suku bunga SBI, dan kurs Rupiah. Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan tiga variabel independen. Definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut: a) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) adalah indeks harga yang merupakan gabungan semua harga saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengukuran yang dilakukan adalah dalam satuan poin. Pengukuran yang digunakan dalam Rp/$ USD. b) Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah tingkat suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia atas penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Suku bunga Sertifikat bank Indonesia (SBI) yang digunakan adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan. Pengukuran yang digunakan adalah satuan persen. c) Inflasi Inflasi adalah tingkat kenaikan harga barang secara umum yang terjadi terus menerus. Tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat inflasi yang diperoleh dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Pengukuran yang digunakan adalah dalam satuan persen. d) Kurs Rupiah Kurs adalah harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Kursyang digunakan adalah kurs dollar Amerika terhadap rupiah yang dihitung berdasarkan kurs tengah yang dihitung berdasarkan kurs jual dan kurs beli diatur oleh Bank Indonesia. Pengukuran yang digunakan dalam Rp/$ USD. Jenis dan Sumber Data Menurut Kuncoro (2001), data diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variabel dalam sampel (populasi), semua data yang ada gilirannya merupakan variabel yang kita ukur, dapat diklasifikasikan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Data kuatitatif disini berupa data runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data serta di publikasikan pada masyarakat pengguna data. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Bank Indonesia berupa laporan tahunan Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), hasil dari Bursa Efek Indonesia meliputi data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), inflasi, kurs dolar Amerika terhadap rupiah (US$/Rp), dengan menggunakan kurs tengah yang dihitung atas dasar kurs jual dan kurs beli yang ditetapkan Bank Indonesia.
176
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pegumpulan data adalah metode dokumentasi, yaitu dengan mencatat dan mengcopy data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian baik dari sumber dokumen atau buku-buku, koran, majalah, internet dan lain lain mengenai inflasi, suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI), Kurs Rupiah, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berupa data bulanan atau triwulanan periode 2007-2011. Metode Analisis Data Secara umum analisis regresi pada dasarmya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel terikat (dependen) dengan satu atau lebih variabel variabel bebas (independen), dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat (dependen) berdasarkan nilai variabel bebas (independen) yang diketahui. Pusat perhatian adalah pada upaya menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel independen Menurut Sekaran dikutip dalam Sarjono (2009 : 91), regresi berganda dilakukan untuk menguji pengaruh simultan dari beberapa variabel bebas terhadap dari variabel terikat yang berskala interval. Koefisien regresi dihitung dengan dua tujuan sekaligus, yaitu : pertama, meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen; kedua, mengoptimalkan korelasi antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen berdasarkan data yang ada. Dengan menganggap Y = f (X1, X2, X3,) dalam hubungan fungsional di mana Y adalah fungsi linear, maka model regresi berganda untuk empat variabel di mana variabel terikatnya merupakan fungsi linear dari tiga variabel bebas menggunakan Eviews 7.Ink. Model dasar dari penelitian ini adalah: Y=a +b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan: Y = Indeks Harga Saham Gabungan A = Konstanta B = Koefisien garis regresi X1 = inflasi X2 = tingkat suku bunga SBI X3 = kurs rupiah e = variabel pengganggu Uji Stationer Data Data runtut waktu (time series) tidak bisa langsung diregresi karena dikhawatirkan outputnya tidak bermakna. Data time series yang akan diregresi harus lolos uji stationer atau terintegrasi bersama (kointegrasi). Jika data individualnya tidak stationer atau tidak memiliki hubungan jangka panjang (kointegrasi) akan menghasilkan regresi palsu (spurious regression) (Gujarati, 2006:171). Uji stationer berguna untuk memastikan bahwa data tidak memiliki akar unit karena data yang mengandung akar unit memiliki varian yang tidak konstan. Padahal salah satu asumsi penggunaan metode OLS bahwa selain ut atau et berdistribusi normal, juga varians konstan atau E(Yi-ut)2 = σ2. Sekumpulan data dinyatakan stationer jika nilai ratarata dan varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistemik sepanjang waktu atau konstan. Penulis melakukan uji stationer data dengan melakukan analisis correlogram yang merupakan teknik identifikasi kestationeran data time series melalui fungsi autokorelasi
177
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
(ACF) maupun partial autocorrelation function (PACF). Fungsi ini bermanfaat untuk menjelaskan suatu proses stokastik dan memberikan informasi korelasi data-data yang berdekatan. Secara grafis terjadinya autokorelasi parsial ditunjukkan oleh keluarnya plot dari garis putus-putus sebagai band atau batas (marka) yang dikenalkan oleh barlet dan kemudian Box dan Pierce, memperkenalkan uji dengan statistic Q atau (Q statistic). Jika nilai probabilitas statistik Q < 0.05 maka tidak signifikan menolak Ho yang menyatakan semua ρk ≠ 0. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal, Sardjono (2009:53). Penulis menggunakan uji Jarque-Bera, dimana jika hasil uji Jarque Bera > 0.05 berarti Jarque – Bera hitung tidak signifikan maka kita menerima H0, yang berarti data telah memenuhi asumsi normalitas (Asngari, 2012:32). Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas bertujuan untk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Akibat bagi model regresi yang mengandung multikolinearitas adalah bahwa kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variable independen, tingkat signifikansi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol akan semakin besar dan probabilitas menerima hipotesis yang salah juga akan semakin besar. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi adalah (Wijaya dikutip dalam Sarjono, 2009) : a) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variable bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas c) Mutikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya, VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi, maka menunjukkan adanya kolinearitas yag tinggi. Multikolenaritas terjadi bila nilai VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance lebih dari dari 0,05. d) Nilai Eigenvalue sejumlah satu atau lebih variabel bebas yang mendekati nol memberikan petunjuk adanya multikoleniaritas. Dasar pengambilan keputusan dalam mendeteksi multikoleniaritas : a) Jika nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikoleniaritas di antara variabel bebas. b) Jika nilai VIF > 10 maka terjadi gejala multikoleniaritas di antara variabel bebas. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t1 (sebelumnya), dimana jika terjadi korelasi dinamakan pada problem autokorelasi (Wijaya dikutip dalam Sarjono, 2009). Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Masalah ini timbul karena residu (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series.
178
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Konsekuensi dari adanya autokorelasi adalah (Gujarati, 2003): a) Penaksiran tidak efisien, selang keyakinannya menjadi lebar secara tidak perlu dan pengujian signifikansinya kurang akurat. b) Varian residual menaksir terlalu rendah c) Pengujian t dan F tidak sahih sehingga memberi kesimpulan yang menyesatkan mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang ditaksir. Uji autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Durbin Watson (DW test). Uji ini hanya digunakan untuk korelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (Konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lain diantara variabel bebas. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (Wijaya dikutip dalam Sarjono, 2009). Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Bila terjadi gejala heteroskedastisitas akan menimbulkan akibat varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar sehingga uji signifikansi statistik tidak valid lagi. Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan scatter plot. Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SPREDSID). Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SPREDSID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di‐studentized. Apabila ada pola tertentu, seperti titik‐titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Apabila pola yang jelas, serta titik‐titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Sarjono, 2009:70). Pengujian Statistik Analisis Regresi Koefisien Determinasi (R) Koefisien determinasi atau R digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai R adalah antara 0 dan 1. Nilai R yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menerangkan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variable independent. Kelemahan R adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen maka R pasti akan meningkat walaupun belum tentu variabel yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, digunakan nilai adjusted R2, karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
179
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Uji Simultan (Uji F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel penjelas yang digunakan dalam model regresi secara serentak atau bersama-sama berpengaruh terhadap variabel yang dijelaskan. Bentuk pengujiannya adalah H0 : βi = 0, artinya secara simultan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. H1 : βi ≠0, artinya secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Kriteria pengambilan keputusan: H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel pada α= 5% dengan tingkat keyakinan 95%, yang berarti independen (X) tidak berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen (Y). Uji Parsial (Uji t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesis sebagai berikut (Ghozali, 2006: 88) : a. Hipotesis nol atau H0 : bi = 0 artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. b. Hipotesis alternatif atau Ha : bi ≠ 0 artinya variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk mengatahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t hitung > t tabel maka menolak H0 dan menerima Ha (Sulaiman, 2004: 43), artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan 5%, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel berarti menerima H0 dan menolak Ha. Dalam menerima atau menolak hipotesis yang diajukan dengan melihat hasil output SPSS, kita dapat hanya melihat nilai dari signifikan uji t masing-masing variabel. Jika nilai signifikan < 0,05 maka dapat kita simpulkan bahwa menolak H0 dan menerima Ha (Ghozali, 2006: 89). HASIL DAN PEMBAHASAN Data Penelitian Bagian ini mendeskripsikan data penelitian khususnya mengenai perkembangan masing-masing variabel penelitian selama bulan Januari tahun 2007-bulan Desember 2011, secara terperinci disajikan pula nilai maksimum dan minimum serta rata-ratanya per tahunnya. Tabel 4.1. di bawah ini adalah data lengkap tiap akhir bulan mengenai IHSG, tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah selama bulan Januari tahun 2007bulan Desember 2011.
180
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Tabel 2. Harga Saham, Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah dalam Per bulan dan Rata-rata Periode 2007-2011 Tahun Bulan Harga Tingkat Tingkat Kurs SahamRp/$ Inflasi Suku Bunga (X3)Rp/$ USD (Y) (X1) SBI (X2) USD (persen) (persen) 2007
7-Jan 7-Feb 7-Mar 7-Apr 7-Mei 7-Jun 7-Jul 7-Agust 7-Sep 7-Okt 7-Nov 7-Des maksimum
1,757.26 1,740.97 1,830.92 1,999.17 2,084.32 2,139.28 2,348.67 2,194.34 2,359.21 2,643.49 2,688.33 2,745.83 2,745.83
6.26 6.30 6.52 6.29 6.01 5.77 6.06 6.5 6.95 6.88 6.71 6.59 6.95
9.50 9.25 9.00 9.00 8.75 8.75 8.25 8.25 8.25 8.25 8.25 8.00 9.50
9.135 9.206 9.164 9.128 8.872 9.099 9.232 9.457 9.183 9.149 9.423 9.466 9.47
minimum rata-rata 8-Jan 2008 8-Feb 8-Mar 8-Apr 8-Mei 8-Jun 8-Jul 8-Agust 8-Sep 8-Okt 8-Nov Des-08 maksimum minimum rata-rata 9-Jan 2009
1,740.97 2,210.98 2,627.25 2,721.94 2,447.30 2,304.52 2,444.35 2,349.10 2,304.51 2,165.94 1,832.51 1,256.70 1,241.54 1,355.41 2,721.94 1,241.54 2,087.59 1,332.67
5.77 6.40 7.36 7.40 8.17 8.96 10.38 11.03 11.9 11.85 12.14 11.77 11.68 11.06 12.14 7.36 10.31 9.17
8.00 8.63 8.00 8.00 8.00 8.00 8.25 8.73 9.23 9.28 9.71 10.98 11.24 10.83 11.24 8.00 9.19 9.50
8.87 9.21 9.337 9.096 9.263 9.28 9.365 9.271 9.164 9.199 9.425 11.05 12.212 11.005 12.21 9.10 9.81 11.412
181
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
9-Feb 9-Mar 9-Apr 9-Mei 9-Jun 9-Jul 9-Agust 9-Sep 9-Okt 9-Nov Des-09 maksimum minimum rata-rata 10-Jan 2010 10-Feb 10-Mar 10-Apr 10 Mei 10-Jun 10-Jul 10-Agust 10-Sep Okt-10 10-Nov 10-Des maksimum minimum rata-rata 11-Jan 2011 11-Feb 11-Mar 11-Apr 11-Mei 11-Jun 11-Jul 11-Agust 11-Sep
1,285.48 1,434.07 1,722.77 1,916.83 2,026.78 2,323.24 2,341.54 2,467.59 2,367.70 2,415.84 2,534.36 2,534.36 1,285.48 2,014.07 2,610.80 2,549.03 2,777.30 2,971.25 2,796.96 2,913.68 3,069.28 3,081.88 3,501.30 3,635.32 3,531.21 3,703.51 3,703.51 2,549.03 3,095.13 3,409.17 3,470.35 3,678.67 3,819.62 3,836.97 3,888.57 4,130.80 3,841.73 3,549.03
8.6 7.92 6.04 6.04 3.65 2.71 2.75 2.83 2.57 2.41 2.78 9.17 2.41 4.79 3.72 3.81 3.43 3.91 4.16 5.05 6.22 6.44 5.80 5.67 6.33 6.96 6.96 3.43 5.13 7.02 6.84 6.65 6.16 5.98 5.54 4.61 4.79 4.61
182
8.40 8.21 7.59 7.25 7.00 6.71 6.60 6.50 6.50 6.50 6.50 9.50 6.50 7.27 6.45 6.40 6.30 6.20 6.30 6.30 6.60 6.60 6.60 6.40 6.40 6.30 6.60 6.20 6.40 6.00 6.70 6.70 7.18 7.40 7.40 -
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
12.04 11.633 10.767 10.392 10.276 9.970 10.11 9.729 9.593 9.527 9.447 12.04 9.45 10.41 9.412 9.382 9.161 9.057 9.226 9.128 8.997 9.086 8.969 8.973 9.058 9.036 9.41 8.97 9.12 9.102 8.867 8.753 8.617 8.580 8.640 8.551 8.621 8.867
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
11-Agust 3,790.85 11-Nov 3,715.08 Des-11 3,821.99 maksimum 4,130.80 minimum 3,409.17 rata-rata 3,746.07 Sumber: data diolah dari http://www.bi.go.id)
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
4.42 8.879 4.15 9.216 3.79 9.113 7.02 7.40 9.22 3.79 6.00 8.55 5.38 6.90 8.82 data sekunder (http://finance.yahoo.com,
Berdasarkan tabel 2 tersebut terlihat bahwa pada tiap akhir tahun, harga saham, tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, trend harga saham mulai meningkat dan dirasakan stabil mulai bulan Juni 2009 sampai dengan Desember 2011. Harga saham rata-rata tertinggi pada tahun 2011 yakni sebesar Rp 3,746.07 per 1 $ USD. Harga saham tertinggi Rp 4,130.8 per 1 $ USD pada bulan Juli 2011 sedangkan harga saham terendah terjadi pada bulan November 2008 sebesar Rp 1,241.54 per 1 $ USD. Tabel 5.1. di atas juga menyajikan tingkat inflasi tertinggi yakni terjadi pada bulan September 2008 yakni sebesar 12,14 persen. Sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan Nopember 2009 sebesar 2,41 persen. Inflasi rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2008 adalah sebesar 10.31 persen. Tingkat Suku Bunga SBI yang tertinggi terjadi pada bulan Nopember 2008 sebesar 11,24 persen sedangkan terendah terjadi pada bulan Januari 2011, dengan tingkat suku bunga rata-rata tertinggi terjadi pada tahun adalah sebesar 9.19 persen. Trend Kurs selama bulan Januari tahun 2007- bulan Desember 2011 mengalami fluktuasi tertinggi terjadi pada bulan Februari 2009 yakni sebesar Rp 12.212 per $ USD sedangkan terendah terjadi pada bulan sebesar Rp 8.551 per $ USD, dengan rata-rata sebesar Rp 9.472,8 per $ USD. Kurs tidak akan selamanya dipatok di titik yang tinggi, juga pada titik yang rendah. Justru ini merupakan peluang bagi investor, untuk mendapatkan keuntungan optimal dari kurs bank. Ada saat ketika kurs harus dinaikkan, ada pula saat lain manakala kurs harus diturunkan. Kalau anda sanggup menebak dengan akurat, kapan kurs naik atau turun, maka kita dapat menikmati banyak keuntungan dari berbagai penempatan dana. Sebab, fluktuasi kurs memiliki korelasi erat dengan naik turunnya indeks pasar saham serta kurs mata uang. Kenaikan tingkat kurs dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Menurut Samsul (2006:201), penurunan inflasi akan membuat perusahaan memperoleh profitabilitas lebih besar karena harga bahan baku menjadi lebih murah dengan asumsi harga penjualan tetap atau bahkan naik. Dari hasil tersebut maka manajemen dapat memperhatikan faktor inflasi, nilai tukar, dan tingkat bunga SBI sebagai prediksi Indeks Saham Sektor Pertambangan (Mining Index). Inflasi adalah suau variabel ekonomi makro yang dapat sekaligus menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan.
183
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Tandelilin (2001:214) melihat bahwa peningkatan inflasi secara relatif merupakan signal negatif bagi pemodal di pasar modal. Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi akan meningkatkan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, maka profitabilitas perusahaan akan turun. Secara langsung, inflasi mengakibatkan turunnya profitabilitas dan daya beli uang. Secara tidak langsung inlasi mempengaruhi lewat perubahan tingkat bunga. Sirait dan D. Siagian (2002:227), mengemukakan bahwa kenaikan inflasi dapat menurunkan capital gain yang menyebabkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh investor. Di sisi perusahaan, terjadinya peningkatan inflasi, dimana peningkatannya tidak dapat dibebankan kepada konsumen, dapat menurunkan tingkat pendapatan perusahaan. Hal ini berarti resiko yang akan dihadapi perusahaan akan lebih besar untuk tetap berinvestasi dalam bentuk saham, sehingga permintaan terhadap saham menurun. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas di pasar modal menjadi komoditi yang tidak menarik. Hal ini berarti inflasi memiliki hubungan yang negatif dengan return saham. Menurut Samsul (2006:202), perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga sahamnya. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya. Analisa yang digunakan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran mengenai objek pada penelitian ini yakni statistik deskriptif melalui sampel atau populasi yang diambil tanpa dibuat suatu kesimpulan yang berlaku umum. Selanjutnya apabila dilihat dari nilai minimum, maksimum, dan rata-rata (mean) serta standar deviasi (δ) dari masingmasing variabel penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tingkat Inflasi, Tingkat Kurs SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Data yang digunakan dalam penelitian ini untuk masing-masing variabel berjumlah 60 yang diperoleh dari 12 bulan dikalikan periode tahun pengamatan (5 tahun/dari tahun 2007-2011). Berikut ini adalah hasil statistik deskriptif dari data yang digunakan dalam penelitian ini:
184
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Tabel 3. Deskriptif Statistik
Sumber: data diolah Inflasi yang merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat inflasi periode tahun 2007-2011 (bulan Januari 2007 – Desember 2011) rata-rata sebesar 6.40%. Nilai maksimum sebesar 12.14% dan nilai minimum sebesar 2.41%, dengan standar deviasi sebesar 2.57%. Tingkat bunga SBI yang merupakan surat berharga yang dikeluarkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek (1-3) dengan system diskoto/bunga. Rata-rata tingkat bunga SBI periode tahun 2007-2011 (bulan Januari 2007 – Desember 2011) berada pada posisi 7.63% dengan nilai maksimum sebesar 11.24% dan minimum 6%. Sedangkan standar deviasi sebesar 1.33%. Nilai tukar yang merupakan sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat di pertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain, yang dalam hal ini Rupiah terhadap US dollar. Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa rata-rata nilai tukar periode tahun 2007-2011 (bulan Januari 2007 – Desember 2011) sebesar 9.47 (Nilai Rupiah terhadap Dollar As). Nilai maksimum sebesar 12.21 dan nilai minimum sebesar 8.55 dengan standar deviasi sebesar 0.83. IHSG yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja saham yang tercatat di bursa efek. Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa rata-rata IHSG periode tahun 2007-2011 (bulan Januari 2007 – Desember 2011) sebesar 2630.77. Nilai maksimum sebesar 4130.80 dan nilai minimum sebesar 1241.54. Sedangkan standar deviasi sebesar 790.33.
185
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Uji Stationer Data Gambar di bawah ini adalah analisis koreloram sebagai salah satu analisis untuk menguji apakah data stationer ataukah tidak, hasil ini diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 7. Berdasarkan plot korelogram, seluruh data penelitian mengalami penyimpangan karena keluar dari marka pada lag 1, sehingga seluruh data mengalami autokorelasi dan parsial autokorelasi pada lag 1. Oleh karena itu seluruh data tidak stationer pada tingkat level atau probabilitas Q-Stat semuanya signifikan atau <0.05. Oleh karena itu dilakukan uji data first difference pada seluruh data penelitian Adapun gambar plot Korelogram berturut-turut disajikan untuk data IHSG, Inflasi, Kurs, dan tingkat SBI.
Gambar 1. Plot Korelogram untuk Data IHSG Setelah uji pada data first difference, ternyata data IHSG sudah stationer karena tidak ada satupun data pada setiap lag keluar dari marka baik pada fungsi AC maupun PAC, dan semua probabilitas Q-statistik tidak signifikan karena nilainya > 0.05. Gambar selanjutnya adalah hasil analisis korelogram untuk data tingkat inflasi.
Gambar 2. Plot Korelogram untuk Data Inflasi
186
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Gambar hasil dari analisis korelogram untuk data Kurs disajikan pada gambar 3. berikut ini.
Gambar 3. Plot Korelogram untuk Data Kurs Sebagian besar data kurs yang diobservasi memiliki probabilitas Q-statistik tidak signifikan karena nilainya > 0.05 atau data tersebut stationer, hanya beberapa saja yang tidak memenuhi kriteria data stationer. Hal ini dapat dikatakan bahwa data kurs mendekati stationer. Sama halnya dengan data IHSG dan Inflasi, data kurs juga bersifat stationer. Sedangkan data untuk tingkat SBI disajikan pada gambar 4. di bawah ini :
Gambar 5. Plot Korelogram untuk Data Tingkat SBI Sebagian besar data SBI yang diobservasi memiliki probabilitas Q-statistik tidak signifikan karena nilainya > 0.05 atau data tersebut stationer, hanya beberapa saja yang tidak memenuhi kriteria data stationer. Hal ini dapat dikatakan bahwa data tingkat SBI mendekati stationer.
187
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Normalitas Uji normalitas dilakukan oleh penulis menggunakan Uji Jarque – Bera. Berdasarkan uji JB nilai JB-Test =3.734729, sedangkan Chi Square dengan k=4, derajat bebas atau df = 60-4, maka df=56 pada α = 5%. Probability = 1-α =0.95 yaitu χ 2 – tabel = 6.57. Dengan demikian JB test < χ 2 – tabel, berarti menerima Ho yang menyatakan residual μ1 berdistribusi normal. Demikian halnya bukti dari probabilitas uji JB = 0.154 > 0.05 berarti JB hitung tidak signifikan maka kita akan menerima Ho, berarti data telah memenuhi asumsi normalitas.
Sumber: data diolah Gambar 6. Grafik Histogram untuk Variabel IHSG Berdasarkan gambar di atas dapat dinyatakan bahwa probabilitas UJi – JB untuk masing-masing variabel sebagian besar yakni variabel IHSG, Kurs, dan Inflasi) > 0.05 berarti JB hitung tidak signifikan maka menerima Ho, sedangkan variabel Kurs lebih < 0.05, hal ini berarti data telah mendekati asumsi normalitas. Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t1 (sebelumnya) (Ghozali, 2001). Alat analisis yang digunakan adalah uji Durbin-Watson Statistik. Untuk mengetahui terjadi atau tidak autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai statistik hitung Durbin-Watson pada perhitungan regresi dengan statistik tabel Durbin-Watson pada Tabel 4. di bawah ini. Tabel 4. Data Hasil Pengolahan Durbin Watson Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error t-Statistic
188
Prob.
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
C INFLASI KURS SUKU_BUN
9882.554 97.69143 -478.1240 -438.6060
R-squared 0.774791 Adjusted Rsquared 0.762726 S.E. of regression 384.9743 Sum squared resid 8299492. Log likelihood -440.2571 F-statistic 64.21916 Prob(F-statistic) 0.000000
589.7174 31.18239 68.96159 64.64298
16.75812 3.132903 -6.933192 -6.785052
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
0.0000 0.0028 0.0000 0.0000
Mean dependent var
2630.768
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
790.3264 14.80857 14.94819 14.86318 2.346782
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai DW sebesar 1.346782. Bila nilai DW terletak diantara batas atas atau upper bound (du) dan (4‐du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi. Sedangkan berdasarkan tabel Durbin Watson (Ghozali, 2001), nilai du yaitu sebesar 1.7274 dan dL sebesar 1.4443. Oleh karena nilai DW 2.346782 terletak di antara (du) 1.7274 dan kurang dari 4 - du (4 -1.7274), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak ada autokorelasi. Pengujian-pengujian di atas telah membuktikan kalau data yang akan digunakan telah memenuhi syarat normalitas, tidak ada heteroskedastisitas, tidak ada autokorelasi, dan bebas multikolinearitas. Dengan 4 pengujian pendahuluan ini, maka pengujian atas persamaan multiple regression dapat dilakukan dengan hasil yang akurat. Heteroskedastisitas Asumsi metode OLS (Ordinary Least Square) atau Metode Kuadrat terkecil sebagai salah satu metode estimasi model regresi sederhana maupun berganda, bahwa residual (ei) mempunyai rata-rata nol atau E(ei)=0, mempunyai varian yang konstan atau Var (ei) =σ2 dan bebas autokorelasi yang tidak saling berhubungan antara satu observasi dengan observasi lainnya atau Cov (ei, ej) = 0 sehingga menghasilkan estimator yang BLUE. Masalah heterokedastisitas terjadi jika varian tidak konstan (heterokedastisitas) dan terjadi hubungan yang kuat antar residual. Jika residual tidak nol tidak masalah bagi estimator OLS, hanya akan mempengaruhi intersep bukan slope estimatornya. Data-data time series jarang mengalami gangguan ini, tetapi masalah heteroskedastisitas sering dialami oleh data cros section. Pengamatan pola hubungan variabel dengan grafik diperlukan, salah satunya dengan menggunakan diagram pencar (scater diagram) dengan garis regresinya. Scater Diagram, yaitu memuat pola plot data dengan multiple graph, first series againts all. Adapun hasil uji normalitas dengan menggunakan diagram pencar pada gambar 7. berikut ini.
189
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Sumber: data diolah Gambar 7. Uji Heteroskedastisitas dengan Scater Diagram (Diagram Pencar) Oleh karena data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Berdasarkan Gambar 5.7. terlihat titik-titik menyebar secara acak baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, dan juga terlihat titik-titik tersebut tidak membentuk suatu pola tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Multikolinieritas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (Ghozali, 2001). Tabel 5. Hasil Pengolahan Data untuk Uji Multikoliniearitas
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 5. menunjukkan bahwa secara umum multikoliniearitas dapat dideteksi dari ada tidaknya hubungan yang signifikan antar variabel bebas. Caranya dengan membandingkan korelasi (r) parsial variabel IHSG, inflasi, kurs dan suku bunga, apakah > atau < dari korelasi regresi (R). Korelasi R adalah akar dari R2 atau jika r < 0.8 berarti tidak terjadi multikoliniearitas. Analisis Regresi dan Hasil Pengujian Hipotesis Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinan digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel-variabel dependen. Nilai koefisien adalah
190
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
antara nol sampai dengan satu dan ditunjukkan dengan nilai adjusted R2. Dan berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinan (R2) diperoleh sebesar 0.762726 atau 76.27 %. Hal ini menunjukkan bahwa 76.27% kinerja IHSG dipengaruhi oleh variabel inflasi, nilai tukar, dan tingkat bunga SBI. Sedangkan sisanya sebesar 23.73% dijelaskan oleh variabel lain. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini : Tabel 6. Hasil Uji Determinasi (R2) Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INFLASI KURS SUKU_BUN
9882.554 97.69143 -478.1240 -438.6060
589.7174 31.18239 68.96159 64.64298
16.75812 3.132903 -6.933192 -6.785052
0.0000 0.0028 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted Rsquared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.774791
Mean dependent var
2630.768
0.762726 384.9743 8299492. -440.2571 64.21916 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
790.3264 14.80857 14.94819 14.86318 2.346782
Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengukur kekuatan dua variabel atau lebih dan juga menunjukan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Adapun rumus dari regresi linier berganda (multiple linier regresion) secara umum adalah: Y= a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e Analisis regresi linier digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas (Ghozali, 2001). Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Hasil pengujian analisis regresi sebagaimana pada lampiran diketahui nilai t hitung sebagai berikut :
191
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Tabel 7. Hasil Uji t Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INFLASI SUKU_BUN KURS
9882.554 97.69143 -438.6060 -478.1240
589.7174 31.18239 64.64298 68.96159
16.75812 3.132903 -6.785052 -6.933192
0.0000 0.0028 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted Rsquared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.774791
Mean dependent var
2630.768
0.762726 384.9743 8299492. -440.2571 64.21916 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
790.3264 14.80857 14.94819 14.86318 2.346782
Sumber: data diolah Berdasarkan hasil Uji t, maka pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: 1.
Pengujian terhadap variabel Inflasi Hipotesis pertama menyebutkan bahwa Inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Berdasarkan hasil perhitungan data menggunakan program Eview 7. diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0,0028. Ini berarti keputusan terima H1 dan tolak H0, artinya inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan arah hubungan positif.
2.
Pengujian terhadap variabel Nilai Tukar Hipotesis ketiga menyebutkan bahwa Nilai Tukar berpengaruh signifikan dan positif terhadap IHSG. Berdasarkan hasil perhitungan data menggunakan program Eviews 7. diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Ini berarti keputusan tolak H0 dan terima H2, artinya nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap IHSG karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan arah hubungan negatif.
3.
Pengujian terhadap variabel Tingkat Bunga SBI Hipotesis kedua yang menyebutkan bahwa tingkat bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Berdasarkan hasil perhitungan data menggunakan program Eview 7. diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0.000. Ini berarti keputusan yang diambil adalah terima H3 dan tolak H0 artinya tingkat bunga SBI berpengaruh signifikan positif terhadap IHSG karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan arah hubungan negatif.
192
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Berdasarkan hasil pengujian dengan metode regresi linier berganda untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen (inflasi , tingkat bunga SBI, dan nilai tukar) terhadap variabel dependen (IHSG) maka dapat disusun sebuah persamaan sebagai berikut: IHSG = 9882.55 + 97.69 INF – 438.61 SBI – 478.12 KURS + e Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Koefisien regresi inflasi (INF) adalah sebesar 97.69 yang berarti bahwa setiap peningkatan inflasi sebesar 1% akan menaikan IHSG sebanyak 97.69% dengan asumsi variabel lain konstan, begitu juga sebaliknya. b. Koefisien regresi tingkat bunga SBI (SBI) adalah sebesar – 438.61 yang berarti bahwa setiap peningkatan tingkat bunga SBI sebesar 1% akan menurunkan besarnya IHSG sebanyak 438.61% dengan asumsi variabel lain konstan, begitu juga sebaliknya. c. Koefisien regresi nilai tukar (KURS) adalah sebesar 478.12 yang berarti bahwa setiap peningkatan nilai tukar sebesar 1% akan menurunkan IHSG sebanyak 478.12% dengan asumsi variabel lain konstan, begitu juga sebaliknya Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F) Pengujian hipotesis uji F digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Dari hasil pengujian simultan diperoleh sebagai berikut: Tabel 8. Hasil Uji F Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient Std. Error 589.7174 31.18239 64.64298 68.96159
t-Statistic
Prob.
16.75812 3.132903 -6.785052 -6.933192
0.0000 0.0028 0.0000 0.0000
C INFLASI SUKU_BUN KURS
9882.554 97.69143 -438.6060 -478.1240
R-squared Adjusted Rsquared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.774791
Mean dependent var
2630.768
0.762726 384.9743 8299492. -440.2571 64.21916 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
790.3264 14.80857 14.94819 14.86318 2.346782
Sumber: data diolah
193
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Hasil pengolahan data terlihat bahwa variabel independen (inflasi, tingkat bunga SBI dan nilai tukar) mempunyai signifikansi F hitung sebesar 64.22 dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel independen (inflasi, tingkat bunga SBI dan nilai tukar) berpengaruh terhadap IHSG. Dengan demikian hipotesis pertama (H1) dalam penelitian ini dapat diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Prospek perusahaan sangat tergantung dari peluang keuntungan yang dimiliki perusahaan. Karena prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan, maka analisis penilaian saham yang dilakukan oleh investor arus mempertimbangkan variabel makro yang mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro. Karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat retur yang disyaratkan atas investasi tersebut. Fluktuasi yang terjadi di pasar modal terkait dengan perubahan yang terjadi pada variabel makro. Harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi investor terhadap faktor earning, aliran kas, dan tingkat return yang disyaratkan investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kinerja ekonomi makro. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IHSG dapat dijelaskan oleh inflasi, tingkat bunga SBI dan nilai tukar. Namun, dari ketiga variabel tersebut hanya inflasi yang berpengaruh signifikan positif terhadap IHSG, suku bunga dengan arah negatif dan tingkat kurs juga dengan arah negatif. Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pengujian parsial terhadap variabel inflasi diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari inflasi terhadap IHSG. Hasil dari penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan Nurjanah P. (2005) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh Variabel Makro Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan. Adapun hasil penelitiannya inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Harga Konsumen Sektor Keuangan. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Suku bunga tidak akan selamanya dipatok di titik yang tinggi, juga pada titik yang rendah. Justru ini merupakan peluang bagi investor, untuk mendapatkan keuntungan optimal dari suku bunga bank. Ada saat ketika suku bunga harus dinaikkan, ada pula saat lain manakala suku bunga harus diturunkan. Kalau anda sanggup menebak dengan akurat, kapan suku bunga naik atau turun, maka kita dapat menikmati banyak keuntungan dari berbagai penempatan dana. Sebab, fluktuasi suku bunga memiliki korelasi erat dengan naik turunnya indeks pasar saham serta nilai tukar mata uang. Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke
194
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hasil pengujian parsial terhadap variabel tingkat bunga SBI menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari tingkat bunga SBI terhadap IHSG. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thobarry (2009) yang berjudul Analisis Pengaruh, Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (Periode Pengamatan Tahun 20002008). Penelitiannya menggunakan regresi linier berganda dimana variabel suku bunga dan pertumbuhan GDP hanya signifikan bila diuji secara bersamaan dan tidak berpengaruh signifikan bila diuji secara parsial. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pengujian parsial terhadap variabel nilai tukar diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari inflasi terhadap IHSG dengan arah negatif. Hasil dari penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan Maulino (2009) yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil uji parsial didapatkan bahwa nilai tukar US $ berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan. Dengan demikian hipotesis keempat penelitian ini atau H3 diterima. Penelitian ini tidak dapat membuktikan teori bahwa terdepresiasinya nilai tukar Rupiah dapat meningkatkan nilai-nilai barang yang di ekspor, karena melemahnya nilai Rupiah akan menyebabkan harga-harga barang ekspor dari dalam negeri cenderung mengalami penurunan di luar negeri, penurunan harga ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang-barang ekspor. Sebalikya apabila nilai rupiah terapresiasi akan menurunkan nilai barang ekspor, dan meningkatkan harga barang-barang impor. Selanjutnya Octavia (2007), mengemukakan bahwa hubungan atau pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga saham itu sendiri sangat erat. Apabila nilai tukar menguat, maka secara tidak langsung Indeks Harga Saham juga akan naik, tapi bila nilai tukar itu melemah maka Indeks Harga Saham juga akan turun. Naik turunnya harga saham akan terjadi karena apresiasi rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan naik turunnya permintaan saham di pasar modal oleh investor. Hal ini dikarenakan nilai tukar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham. Sedangkan menurut Arifin (2007) mengemukakan bahwa hubungan antara tingkat kurs dengan indeks harga saham, adalah apabila tingkat bunga tinggi maka pemilik modal memilih menabung di bank. Sehingga penjualan secara serentak akan berdampak pada penurunan harga saham. PENUTUP Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi IHSG. Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa inflasi, tingkat bunga SBI dan nilai tukar secara simultan
195
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
berpengaruh signifikan terhadap variabel IHSG. Berdasarkan pengujian secara parsial variabel tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel IHSG sehingga hipotesis pertama juga didukung oleh data penelitian. Tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap variabel IHSG, sehingga hipotesis kedua juga didukung oleh data penelitian. Sedangkan variabel nilai tukar juga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel IHSG sehingga hipotesis ketiga didukung oleh data penelitian. DAFTAR PUSTAKA A.K Coleman dan K.A Tettey. 2008. Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing. Jakarta: Salemba Empat. Ang, Robbert. 1997. Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Mediasoft. Asngari, Imam. 2012. Modul Praktikum Ekonometrika Program Eviews dan SPSS. Laboratorium Komputer Fakultas Ekonomi UNSRI. Bun Lenny dan Sarwo Edy Handoyo. 2008. Pengaruh Harga Minyak Dunia, Tingkat Suku Bunga SBI, Dan Kurs Rp/USD Terhadap Naik Turunnya IHSG. Jurnal Ekonomi, tahun XIII, No.03 November 2008. 295-304. Brigham, 2008, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Salemba Empat, Jakarta. Dornbusch R, Fischer S, Startz R. 2002. Makroekonomi. Ed. Ke-10. Roy IM, penerjemah; Wibisono Y, editor. Jakarta: PT Media Global Edukasi. Terjemahan dari: Macroeconomics 10th Edition. Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar , Erlangga: Jakarta. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Jogiyanto Hartono, 2005. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif. Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi ,UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Madura, Jeff, 2006, International Corporate Finance. Cetakan Kedelapan. Salemba Empat : Jakarta Maulino , Deddy Azhar. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Universitas Gunadarma. Depok. (JURNAL) Mohamad Samsul. Erlangga.
2006.
Pasar
Modal
196
dan
Manajemen
Portofolio.
Jakarta:
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dollar AS (USD) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
Natarsyah. 2003. Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang GoPublic di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.15, No.3, Hal 294-312 Nopirin. 1996. Ekonomi Moneter. BPFE, Yogyakarta: BPFE. Oktavia, D.A. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 makanan ringan ekstrudat. Jurnal Standardisasi Vol. 9. No. 1. Tahun 2007. P 1 – 9. Prathama, Mandala Manurung. 2001. Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar: Edisi Ketiga. Jakarta : LP-FEUI. Lipsey, Richard, dkk. 1998. (dialih bahasakan oleh Agus Maulana). Pengantar Makroekonomi. Jakarta: Binarupa Aksara. Sarjono. 2009. SPSS : Sebuah Pengantar, Aplikasi Untuk Riset. Jakarta : Salemba Empat. Samuelson, Paul A., 1992, Microeconomic, Fourteenth Edition, Mc. Graw Hill, International Book Company. Salvatore, D,1996. Ekonomi Internasional. Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sirait dan D. Siagian. 2002. Analisis Keterkaitan Sektor Riil, Sektor Moneter, daan Sektor Luar Negeri Dengan Pasar Modal: Studi Empiris Di BEJ.Jurnal Ekonomi Perusahaan. Vol. 9, No. 2 Hal. 207-232. Suhaedi, 2000. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Rasio Profitabilitas, dan Beta Akuntansi terhadap Beta Saham Syariah di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Keuangan Dan Bisnis Vol. 6, No. 4, September. Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Tandelilin, Eduardus, 2001. Analisis Investasi Manajemen Portfolio.Cetakan Pertama, BPFE: Yogyakarta. Thobarry, Achmad ATH, 2009. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (Kajian empiris pada Bursa Efek Indonesia Periode Pengamatan Tahun 20002008). Semarang : Tesis Fakultas Ekonomi UNDIP. Utami, Rahayu. 2003. Peran Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 5, No. 2, hal. 123-131. Wahid Sulaiman. 2004. Analisis-Analisis Regresi menggunakan SPSS. Yogyakarta : ANDI. www.bi.go.id
197
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Motif Rasional Terhadap Keputusan Pembelian Steak (Studi Kasus Di Waroeng Steak and Shake Jalan Angkatan 66 Nomor 426 Palembang)
VOL. 3 NO. 2 MEI 2013
PENGARUH MOTIF RASIONAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBEIAN STEAK (STUDI KASUS DI WAROENG STEAK AND SHAKE JALAN ANGKATAN 66 NOMOR 426 PALEMBANG) Dibyantoro Nirwan Rasyid Ade Ristania Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Abstrak The purpose of this study was to determine the effect on purchasing decisions rational motive Steak and look for a variable or which is the most dominant factor in influencing decisions. The variables used in this report is the independent variable that consists of price, quality, service, location and the dependent variable is the purchase decision. The sample used is 80 people who are consumers in Waroeng Steak and Shake Road Force 66 Number 429 of Palembang. The questionnaire results show that a correlation of 0.442 Rsquare. Among the four variables X, there are 3 variables that have no effect and should be repaired again but variable hargalah most dominant and influential of 0.639. The author concluded that the company should improve the quality of products, services and promotion of good order Waroeng Steak and Shake locations are known to everyone, and remains a steakhouse developed. Keywords: rational motives, purchasing decisions PENDAHULUAN Makanan adalah sesuat yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Khususnya bagi manusia yang terus melakukan kegiatan setiap harinya. Menurut Dedi Setiawan dalam webnya menyebutkan bahwa makanan dapat dibagi menjadi tiga yaitu makanan primer, sekunder dan tersier. Salah satu dari makanan sekunder adalah steak. Steak merupakan olahan daging sapi, ayam, ikan bahkan cumi yang diiris lalu dipanggang atau dibakar. Steak merupakan makanan eropa yang diperkenalkan di Indonesia seiring dengan kemajuan dan berkembangnya Indonesia. Apalagi masyarakat Indonesia yang suka dengan kuliner, steak jadi salah satu pilihan untuk disantap. Ketika hal itu terjadi maka keputusan pembelian itu bisa dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi seorang Individu utnuk mengkonsumsinya dimana faktor tersebut adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis (Kotler, 2008:166). Menurut Kotler (2008:166-183) faktor budaya terdiri dari kelas sosial, faktor sosial terdiri dari kelompok referensi, keluarga dan Peran status. Faktor personal dibagi menjadi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri. Faktor berikutnya adalah faktor psikologis. Faktor psikologis ini terbagi lagi menjadi beberapa bagian, yang pertama adalah motivasi, persepsi, pembelajaran dan memori. Salah satu dari faktor-faktor tersebut yang sangat penting adalah motivasi. Sebuah Motivasi menciptakan suatu motif-motif dari pembelian suatu konsumen. Menurut Swasta dan Handoko (1997), motif seorang manusia dalam melakukan pembelian suatu produk
197