ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 1, Maret 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) EDITOR IN CHIEF Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL BOARD MEMBERS Baldric Siregar STIE YKPN Yogyakarta
Soeratno Universitas Gadjah Mada
Dody Hapsoro STIE YKPN Yogyakarta
Wisnu Prajogo STIE YKPN Yogyakarta MANAGING EDITORS Sinta Sudarini STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL SECRETARY Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta
PUBLISHER Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1406 Fax. (0274) 486155 EDITORIAL ADDRESS Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155 http://www.stieykpn.ac.id O e-mail:
[email protected] Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit. JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 1, Maret 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAFTAR ISI
MODELPENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI Widodo 1-12 PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN NIAT BELI KONSUMEN SERTADAMPAKNYAPADALOYALITAS KONSUMEN Dharmawan Lubis 13-27 PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS TERHADAP PENCAPAIAN AKADEMIK MAHASISWA Conny Tjandra Rahardja 29-44 MANAJEMEN LABADAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 Jenny 45-59 MANAJEMEN LABANYATASEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN UKURAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DENGAN KINERJA KEUANGAN Taufan Tiastono 61-73 ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK INDONESIA TANGGAL 8 OKTOBER 2008: STUDI PERISTIWA BERBASIS DATA INTRADAY Liasari Azali Baldric Siregar 75-86
ISSN: 1978-3116 MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI...............................(Widodo)
Vol. 5, No. 1, Maret 2011 Hal. 1-12
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI Widodo Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang Jalan Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Telepon +62 24 6583584 ext 563, Fax. +62 24 6582455 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This study based on reserach gap strategy evaluation, namely experience and procedure knowledge. Contribution in this study is intervening variable output control, process control. The respondents for this research were the 120 executives (from a total of 526 executives) of rurol banking in Central Java Province. The data were then analyzed using Structural Equation Model (SEM) of AMOS. Finding result of this study indicates that strategy evaluation in the effort increasing organization performance of main preference is trought ouput control built trought process control Keywords: experience, procedure knowledge, output control, process control organization performance
PENDAHULUAN Strategi yang dijalankan oleh organisasi harus terus menerus dievaluasi, sesuai atau tidak dengan lingkungan organisasi secara internal maupun eksternal. Menurut FW. Gueck (1996) proses evaluasi erat kaitannya dengan usaha pengendalian kegiatan yang sedang berjalan. Kinerja organisasi akan tergantung pada bagaimana proses evaluasi dan pengawasan strategi dilaksanakan (Ferdinand, 2002). Selanjutnya evaluasi strategi dapat diarahkan pada bekerjanya faktor-faktor yang berada dalam kendali perusahaan
maupun di luar kendali perusahaan. Ada tiga pertimbangan penetapan suatu sistem pengawasan, yaitu 1) Untuk mengkoordinir semua aktivitas yang ada dalam organisasi. 2) Manajer secara pribadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan 3) Jika rencana yang ditetapkan terjadi kegagalan, manajemen harus memutuskan kapan dan bagaimana caranya untuk campur tangan dengan cara misalnya mengubah manajemen agar bertanggungjawab (Quinn, 1990). Menurut Jaworski (1988) terdapat jenis orientasi pengawasan, yaitu hasil akhir, aktivitas, dan kemampuan. Ketiga pengawasan tersebut secara langsung tidak saling berhubungan satu sama lain. Pada pendekatan hasil akhir, pengawasan melibatkan manajerial yang relatif kecil dan orientasi pada kepercayaan Pada pendekatan aktivitas, pengawasan dilakukan dengan monitoring oleh penyelia tingkat tinggi, kemudian intervensi hubungan dan aktivitas, serta metoda dalam mengevaluasi kinerja organisasi (Oliver, 1994). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas evaluasi strategi, di antaranya pengalaman. Berdasarkan Resourced-Based Theory, pengalaman adalah keahlian perorangan yang diperoleh melalui praktik kerja yang cukup lama dan terus dapat dipertahankan melalui pengalaman (Grant, 1991). Karyawan yang telah lama bekerja memiliki rutinitas yang jauh lebih stabil daripada karyawan baru. Hal ini merupakan aspek penting untuk meraih keunggulan bersaing. Rajagopalan (1998) menjelaskan bahwa sumber daya manusia yang telah berpengalaman
1
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 1-12
merupakan aset stratejik dan berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Agency Theory menjelaskan bagaimana memaksimalkan perilaku sumber daya manusia yang berpengalaman dalam evaluasi strategi sehingga mempunyai berpengaruh terhadap kinerja organisasi (Walker, 1986). Namun studi Krafft (1999) menunjukkan bahwa pengalaman tidak terbukti berpengaruh terhadap kinerja. Schmid (1986) menjelaskan bahwa pengalaman pada suatu variasi (jenis) dalam bidang kerja dapat meningkatkan kinerja organisasi, bukan pengalaman umum. Intensitas pengaruh tersebut paling tinggi berpengalaman 2 sampai 5 tahun. Jika terdapat perbedaan antarkaryawan tinggi, misalnmya karyawan baru 1 tahun dan karyawan lain 10 tahun, maka pengalaman kerja ini akan menurunkan kinerja organisasi. Efektifitas evaluasi strategi selain variabel pengalaman adalah pengetahuan prosedur. Studi Sharma (2002) menyarankan bahwa antara variabel pengetahuan prosedur dengan kinerja organisasi terdapat variabel intervening. Oleh karena itu, Sharma menyarankan bahwa variabel intervening pada riset mendatang merupakan area studi yang menarik. Berdasarkan kontroversi studi, maka riset ini bertujuan menelaah model pengembangan evaluasi strategi sehingga dapat memicu peningkatan kinerja organisasi. MATERI DAN METODE PENELITIAN Menurut Wiklund (1999), ukuran kinerja adalah pertumbuhan sedang menurut Beal (2000) adalah kemampualabaan. Secara fungsional kinerja organisasi tercermin pada hal berikut ini (Ferdinand: 2003), yaitu 1) Perusahaan yang berkinerja baik akan tercermin pada tingkat kinerja manajemen sumberdaya manusia (SDM) yang ada seperti tingginya tingkat produktivitas, tingkat kreatifitas, dan keinovatifan SDM dalam organisasi; 2) Organisasi yang berkinerja baik akan tercermin pada tingkat kinerja manajemen operasi produksi seperti tingginya tingkat efisiensi proses bisnis internal, mutu produk dan layanan yang menyertai produk yang dihasilkan, tingkat kecepatan proses, dan tingkat akurasi proses; 3) Organisasi yang berkinerja baik akan nampak pada tingginya kinerja manajemen pemasaran seperti tingginya volume penjualan, market share, serta profitabilitas pemasaran; dan 4) Perusahaan yang berkinerja baik akan nampak
2
pada tingginya kinerja manajemen keuangan seperti ketersediaan dana, penggunaan dana yang efisien dan efektif yang nampak dalam berbagai risiko keuangan seperti likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. Studi Menon (1999) menjelaskan bahwa proses strategi yang baik akan menghasilkan strategi yang berkualitas yang dibangun berdasarkan lingkungan pembelajaran organisasional yang terus menerus. Kondisi tersebut pada gilirannya akan meningkatkan kinerja perusahaan (Ferdinand, 2002). Salah satu dimensi budaya organisasi yaitu adaptabilitas sebagai kemampuan untuk melakukan perubahan internal untuk merespon lingkungan berpeluang meningkatkan kinerja (Denison, 1996). Oleh karena itu, adaptabilitas menuntut organisasi harus mengembangkan normanorma dan keyakinan-keyakinan yang bersifat menunjang kemampuan untuk menerima dan kemudian menafsirkan berbagai sinyal yang berasal dari lingkungan dan menjabarkan ke dalam perubahan kognitif dan perilaku. Lingkungan internal seperti pengetahuan prosedur akan mempengaruhi efektifitas pengawasan. Pengetahuan prosedur berkaitan dengan intensitas kemampuan manajer dalam menspesifikasikan aktivitas yang harus dilakukan oleh karyawan guna mencapai sasaran (Ouchi, 1979). Pengetahuan semacam itu mempunyai sifat yang jelas dalam situasi tugas-tugas rutin. Menurut Jaworski (1989), jika manajer dapat menspesifikan secara jelas transformasi untuk semua aktivitas, maka jabatan kerja, peran, dan prosedur mempunyai peluang untuk dikembangkan pada monitoring pekerjaan. Oleh karena itu, terdapat hubungan pengetahuan prosedur dengan penerapan proses pengawasan. Studi Jaworksi (1989) menjelaskan bahwa pengetahuan prosedur yang baik ditunjukkan dengan kemampuan pengetahuan, artinya karyawan memiliki pengetahuan yang jelas yang dapat memandu dalam melaksanakan tugas, serta prosedur kerja yang handal, artinya SDM menghandalkan diri pada prosedur dan praktik kerja untuk melaksanakan tugas. Manajer yang dapat mengembangkan ukuran spesifik dan akurat untuk mengukur kinerja profesional mempunyai peluang untuk menggunakan pengetahuan prosedur Jika pengetahuan prosedur baik, maka pengawasan proses akan semakin baik. Apabila perusahaan mengembangkan dokumen yang menspesifikasikan kinerja yang diinginkan, maka
MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI...............................(Widodo)
karyawan akan mengantisipasi aktivitas-aktivitas yang bersifat dapat meningkatkan pencapaian tujuan. Aktivitas tersebut mencakup interaksi, komunikasi, dan feedback. Selain itu, perusahaan juga dapat mengembangkan metode-metode tertentu untuk mendorong interaksi. Studi yang dilakukan oleh Sharma (2002) menyimpulkan bahwa semakin tinggi pengetahuan prosedur semakin tinggi kinerja manajer. Pengetahuan prosedur mempengaruhi efektifitas kerja tenaga penjualan (Luckett, 1999). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H1: Semakin tinggi pengetahuan prosedur, semakin tinggi pengawasan proses. Monte (1999) menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas yang telah ditentukan, kebutuhan individu adalah pemahaman prosedur dan tugas, serta kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu (Bonner, 1994) serta kemampuan yang spesifik (Libby, 1994). Oleh karena itu pengetahuan prosedur merupakan informasi dari tugas yang digunakan oleh individu untuk menginterpretasikan, menyusun rencana, dan melaksanakan kerja (Anderson, 1992). Peningkatan pengetahuan prosedur dengan cara memanfaatkan umpan balik hasil. Bonner (1994) menjelaskan bahwa umpan balik adalah penting karena individu dapat melakukan prosedur yang sesuai dan menghentikan prosedur yang tidak sesuai. Morrison et al. (1995) mengemukakan bahwa umpan balik terutama untuk mengkonfirmasikan dan menguatkan tanggapan yang benar. Studi Luckett (1999) menjelaskan bahwa terdapat dua format instruksi yang biasanya berhubungan dengan prosedur pengetahuan, yaitu 1) Cara memerintah, yaitu daftar prosedur atau langkah-langkah untuk melakukan atau menyelenggarakan aturan. Hal tersebut penting ketika membentuk dasar jenis instruksi yang lain, misalnya contoh kapan mengevaluasi kinerja manajer dan 2) Pemahaman aturan yaitu pemahaman aturan yang berkaitan satu sama lain dan berkelanjutan. misalnya pemahaman aturan hubungan antara aktivitas manajer yang berbeda. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H2: Semakin tinggi pengetahuan prosedur, semakin tinggi pengawasan output. Menurut Krafft (1999), pengalaman merupakan akumulasi terhadap pengetahuan. Pengalaman timbul
melalui suatu proses adaptasi dan akumulasi sehingga terjadi kristalisasi pengetahuan. Teori Human Capital (Becker, 1997; Ohlott, Ruderman dan McCauley, 1994) menjelaskan bahwa jika manajer memiliki pengalaman kerja lebih banyak, maka pandangan dan penguasaan keahlian dalam bidang manajemen menjadi lebih meningkat, sedangkan para ekonom menggunakan masa kerja sebagai ukuran untuk modal manusia, dimana jenis tugas kerja lebih bersifat menantang (Tasmi, 1988). Namun, studi Schmid (1988) menjelaskan bahwa variasi pengalaman dalam bidang kerja dapat meningkatkan kinerja, bukan pengalaman umum (lama kerja). Intensitas pengalaman tersebut paling lama 2 sampai 5 tahun. Jika terdapat perbedaan pengalaman yang lama antarkaryawan tinggi, misal karyawan baru 1 tahun dan karyawan lain 10 tahun, maka pengalaman kerja ini akan menurunkan kinerja. Studi Ellis (2000) menunjukkan bahwa indikasi pengalaman mencakup pengelolaan bisnis, penanganan keluhan konsumen, dan hubungan baik dengan pihak luar. Menurut McEnrue (1988), kinerja ditentukan oleh pengalaman kerja yang diukur dengan lama kerja di dalam organisasi dan lamanya kerja pada tugastugas tertentu. Kriteria pengalaman tersebut mencakup manajer yang memiliki variasi pengalaman kerja dalam organisasi akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dan manajer yang memiliki pengalaman kerja terlalu lama akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah. Hal tersebut terjadi karena kejenuhan. Spencer (1986) menjelaskan bahwa pengalaman kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap turn over dan tingkat absensi karyawan. Namun, studi Smith (1986) menyimpulkan bahwa pengalaman kerja pada bidang kerja bukanya pengalaman umum yang meningkatkan kinerja. Pengalaman kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja tersebut mempunyai rentang waktu 2 sampai 5 tahun. Teori Resourced-Based (Rajagopalan, 1998) berpandangan bahwa pengalaman merupakan aset stratejik dan mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Studi Fernando (2007 ) menyimpulkan bahwa pengalaman mempengaruhi kinerja dan adaptasi tenaga penjualan. Studi Krafft (1999) tidak membuktikan studi Rajagopalan (1998) karena pengalaman mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah:
3
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 1-12
H3: Semakin tinggi derajat pengalaman yang intensif, semakin tinggi pengawasan proses. Spencer (1986) menyatakan bahwa pengalaman kerja karyawan mencakup 1) Pengalaman dalam tentang sikap kelompok terhadap organisasi, yaitu sikap positif dan negatif terhadap perusahaan; 2) Pengalaman pemenuhan harapan, yaitu berkaitan dengan pemenuhan harapan tentang kehidupan organisasi tempat bekerja; 3) Pengalaman tantangan kerja, yaitu kemampuan organisasi untuk memberikan tantangan dan semangat kerja; 4) Pengalaman kontribusi, artinya sumbangan pencapaian tujuan organisasi; dan 5) Pengalaman ketergantungan pada organisasi, artinya dorongan karyawan yang mengalir secara stabil. Kondisi-kondisi pengalaman kerja tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam petunjuk tentang adanya komitmen karyawan yang mempunyai pengaruh pada kinerja organisasi dan turn over karyawan.. Studi Velsor (1997) menjelaskan bahwa wanita menjadi manajer untuk kali pertama dalam usia lebih tua daripada pria. Hal tersebut disebabkan wanita lebih sedikit pengalaman sebagai manajer dibanding dengan pria. Sebagaian besar keahlian dan kemampuan manajemen diperoleh di tempat kerja melalui pengalaman dan perkembangan karier. Namun sebagian besar juga diperoleh dari jenjang pendidikan formal (Cynthia, 1994). Studi Stuart (2002) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara pengalaman pekerjaan supervisor dengan 8 komponen keterampilan dalam melakukan pekerjaan. Delapan komponen tersebut adalah berpikir analitis, komitmen dalam bekerja, kualitas komunikasi, dinamika perubahan, orientasi layanan konsumen, inisiatif, inovatif, dan kolaborasi dalam tim kerja. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika karyawan memiliki variasi pengalaman kerja, maka akan meningkatkan kinerja karyawan dan jika karyawan mempunyai pengalaman kerja dalam bidang pekerjaan dalam waktu yang lama, maka akan menurunkan kinerja karyawan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H4: Semakin tinggi derajat pengalaman yang intensif, semakin tinggi pengawasan output. Pengawasan merupakan aktifitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpanganpenyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktifitas-aktifitas yang direncanakan (George, 1990).
4
Pengawasan pada satu sisi seringkali menimbulkan ancaman terhadap kebebasan dan otonomi pribadi orang. Hal tersebut ditunjukkan pada waktu legalitas atau keabsahan wewenang mendapat sorotan yang tajam dan ketika timbul gerakan yang semakin meluas yang menuntut kebebasan dan otonomi yang lebih besar bagi diri individu, sehingga konsep evaluasi tidak mendapat respon yang menggembirakan. Namun pada sisi lain pengawasan sangat perlu dalam suatu organisasi. Klasifikasi pengawasan mencakup pengawasan formal dan pengawasan informal. Pengawasan formal mencakup pengawasan proses dan output. Menurut Jaworski (1989) pengawasan proses merupakan pengendalian terhadap proses dilaksanakan. Pengawasan proses melihat dan memonitor bagaimana karyawan bekerja secara runtin dalam kesehariannya (Merchan, 1995). Pengawasan proses secara khusus dari hari ke hari memonitor kegiatan dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang dilakukan karyawan seperti tingkat kunjungan dan jumlah korespondensi yang ditemui. Pada tahapan pengawasan proses manajer mempengaruhi bagaimana suatu tugas harus dilaksanakan. Berdasarkan pengawasan proses diharapkan perilaku karyawan sesuai dengan perilaku yang dikehendaki, sehingga menghasilkan yang sesuai dengan mekanisme yang ada. Hal tersebut seperti pembuatan laporan kunjungan secara periodik, mengadakan sejumlah kunjungan selama satu minggu, memelihara hubungan atau interaksi dengan klien, serta menata anggaran yang ada. Jaworski (1989) menyatakan bahwa indikasi adanya pengawasan proses yang baik mencakup 1) Adanya pembuatan laporan rutin; 2) Evaluasi prosedur pengawasan, artinya mengevaluasi prosedur-prosedur yang digunakan untuk pengawasan; dan. 3) Adanya pengawasan prosedur dalam pelaksanaan pekerjaan. Ferdinand (2002) menjelaskan bahwa salah satu fokus pengelolaan sistem adalah pada pengelolaan proses. Apabila pengembangan strategi organisasi dipandang sebagai proses, maka proses yang berkualitas seharusnya menjadi perhatian bersama dalam manajemen. Hal ini berarti pengelolaan proses diharapkan dapat menampilkan sebuah proses yang berkualitas, termasuk pengawasan proses. Pengawasan proses berfokus pada pemenuhan standar, baik standar
MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI...............................(Widodo)
kualitas maupun kuantitas produk atau jasa selama proses transformasi aktual itu sendiri. Pengawasan proses sangat tergantung pada umpan balik (Grinfinth, 2002). Studi Wheelen (2003) menjelaskan bahwa jika kinerja kurang baik atau yang tidak diinginkan merupakan hasil dari penggunaan yang tidak tepat dari sebuah proses, maka karyawan harus memperbaiki aktivitas karyawan atau perlu peningkatan pengawasan proses. Studi Grinfinth ( 2002) menjelaskan bahwa banyaknya perusahaan yang menggunakan pengawasan proses, disebabkan karena pengawasan tipe ini merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan partisipasi karyawan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H5: Semakin tinggi pengawasan proses, semakin tinggi pengawasan output. Studi Denisi (1999). menunjukkan bahwa pemberian perhatian rendah dalam pengawasan proses ini karena terbentur waktu dan ruang Studi House dalam Denisi (1999) menjelaskan bahwa kegiatan tersebut tidak perlu diawasi karena sejauh ini kegiatan rutin merupakan wewenang dan tanggungjawab karyawan yang berusaha sendiri sesuai ruang dan waktu. Studi Kohli (1990) menjelaskan bahwa pengawasan proses dapat meningkatkan kinerja. Studi Jaworski (1989) menjelaskan bahwa pengawasan proses berpengaruh pada job-tension, dysfunctional behavior, dan information asymetry. Pengawasan proses mempengaruhi kuantitas dan kualitas kinerja organisasi (Morris, 1991). Berdasarkan uraian tersebut atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H6: Semakin tinggi pengawasan proses, maka semakin tinggi kinerja organisasi. Pengawasan pada hasil akhir berakar dari konsep output atau pengawasan outcome (Anderson, 1992). Melalui pengawasan output, pengawas lebih memperhatikan sasaran hasil akhir yang telah dicapai karyawan, peningkatan dalam usaha, serta dengan pengawasan tersebut akan memberikan umpan balik. Pengawasan semacam ini menyediakan sedikit informasi pada karyawan tentang mengapa karyawan dituntut untuk mencapai hasil akhir. Ketika pengawas melakukan pengawasan output, maka pengawas akan mengajak karyawan untuk berusaha mencapai strategi dan hasil yang lebih tinggi. Studi Shanker (1993) menjelaskan bahwa indikasi pengawasan output yang
baik mencakup pengawasan pada target yang dibebankan, pengawasan profitabilitas, dan penjelasan umpan balik, artinya jika karyawan gagal mencapai tujuan karyawan diharuskan menjelaskan penyebab kegagalan tersebut. Pengawasan output dapat memberikan evaluasi bagi karyawan dalam memberikan tugas selanjutnya. Di sisi yang lain tujuan dan teori pengawasan hasil akhir memberikan kejelasan fokus, tujuan, dan perhatian dalam tugas karyawan. Kemudian memudahkan pencarian informasi yang relevan dan penentuan strategi yang nantinya membantu pencapaian tujuan (Locke: 1990) dalam Anderson (1992). Dengan demikian, pengawasan output mungkin akan menimbulkan ketegangan, namun berdampak positif, karena dapat menggali informasi dan strategi yang tepat dan dapat mendorong untuk terlibat dalam orientasi pembelajaran. Studi yang dilakukan beberapa peneliti dapat memberikan keyakinan bahwa ketika tujuan dan umpan balik pengawasan output yang diberikan pengawasan bersifat terlalu pribadi maka hal tersebut akan berhubungan erat dengan orientasi belajar masing-masing karyawan (Abraham, 1984), sedang karyawan yang berorientasi pada kinerja akan memandang output sebagai suatu sarana untuk memperoleh reward dari orang lain. Karyawan ingin memiliki kemampuan lebih dan mau mempertimbangkan hasil akhir yang dicapai sebagai bukti terhadap kemampuannya. (Ames, 1988). Jika pengawas memberikan fokus pengawasan pada hasil akhir, maka evaluasi terhadap karyawan tergantung pada keadaan dan kondisi pencapaian hasil akhir. Semakin tinggi kemungkinan karyawan mempertimbangkan pencapaian hasil akhir sebagai ujian tentang kompetensi atau persaingan dengan yang lain, semakin menghasilkan kinerja yang tinggi (Weitz, 1986). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H7: Semakin tinggi pengawasan output, semakin tinggi kinerja organisasi. Responden studi ini adalah Pimpinan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah sampel sebesar 120 BPR dari total populasi 526 BPR. Jumlah BPR tersebut terdistribusi di 75 BPR wilayah koordinasi Bank Indonesia Kantor Semarang, 29 BPR wilayah koordinasi Bank Indonesia Kantor Surakarta, dan 16 BPR wilayah koordinasi Bank Indonesia Kantor Purwokerto. Dipilihnya obyek BPR
5
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 1-12
Provinsi Jawa Tengah ini karena fenomena bisnis tingkat Non Performing Loans (NPLs) hingga tahun 2008 masih di atas 10%. Sumber data adalah data primer, artinya data yang diperoleh langsung dari responden yakni manajer BPR di Provinsi Jawa Tengah. Selain itu juga menggunakan data sekunder yaitu diperoleh dari Bank Indonesis, Badan Pusat Statistik (BPS), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), maupun dari literatur-literatur yang berkaitan dengan studi ini. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket, yakni suatu daftar yang berisi pertanyaan yang diberikan kepada manajer BPR di Provinsi Jawa Tengah. Variabel penelitian dalam studi ini mencakup 1) pengalaman yang intensif dengan indikator. adalah pengelolaan bisnis, menangani keluhan pelanggan, dan hubungan baik dengan pihak luar; 2) Pengetahuan prosesur dengan indikator kemampuan pengetahuan dan kemutahiran; 3) Pengawasan proses dengan indikator. laporan rutin, pengawasan prosesdur, dan evaluasi prosedur; 4) Pengawsan output dengan indikator target organisasi dan profitabilitas; dan 5) Kinerja SDM dengan indikator kuantitas kerja, kualitas kerja, dan pengetahuan tentang pekerjaan, ide, dan perencanaan kerja. Teknik analisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dari paket software AMOS 4.0. Model ini merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan relatif rumit (Ferdinand, 2000). Keunggulan aplikasi SEM dalam penelitian manajemen adalah kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor serta kemampuannya untuk mengukur hubungan-hubungan yang secara teoritis ada. HASIL PENELITIAN Setelah model dianalisis melalui faktor konfirmatori, maka masing-masing indikator dalam model yang fit tersebut dapat digunakan untuk mendefinisikan konstruk laten, sehingga full model SEM dapat dianalisis. Hasil pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan bahwa model ini sesuai dengan data atau fit terhadap data yang digunakan dalam penelitian. Hal tersebut ditunjukkan dengan ChiSquare, Probability, CMIN/DF, dan TLI yang berada
6
dalam rentang nilai yang diharapkan meskipun GFI dan AGFI diterima secara marjinal. Parameter estimasi hubungan kausalitas antara konstruk yang dihipotesiskan dianalisis dengan menggunakan kriteria critical ratio yang identik dengan uji-t dalam analisis regresi. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan kriteria critical ratio yang identik dengan uji-t dalam analisis regresi, maka hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian yang diajukan disajikan pada Tabel 2.
PEMBAHASAN Diterimanya hipotesis pertama yaitu semakin tinggi pengetahuan prosedur, semakin tinggi pengawasan proses menunjukkan bahwa pengawasan proses merupakan pengawasan yang melihat dan memonitor bagaimana karyawan bekerja secara runtin dalam kesehariannya. Pengawas proses secara khusus dari hari ke hari memonitor kegiatan dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang dilakukan karyawan seperti tingkat kunjungan dan jumlah korespondensi yang ditemui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan prosedur berpengaruh terhadap pengawasan proses, sedangkan pengetahuan prosedur berkaitan dengan intensitas kemampuan manajer dalam menspesifikasikan aktivitas yang harus dilakukan oleh karyawan guna mencapai sasaran. Pengetahuan semacam itu mempunyai sifat yang jelas dalam situasi tugas-tugas rutin. Oleh karena itu, kerja pengeatuhuan prosedur harus dilakukan dengan baik untuk meningkatkan pengawasan proses. Diterimanya hipotesis kedua yaitu semakin tinggi pengetahuan prosedur, semakin tinggi pengawasan output menunjukkan bahwa pengawasan output merupakan pengawasan yang lebih memperhatikan sasaran hasil akhir yang telah dicapai oleh karyawan, peningkatan dalam usaha, serta pengawasan yang akan memberikan umpan balik. Pengawasan semacam ini menyediakan sedikit informasi pada karyawan tentang mengapa dituntut untuk mencapai hasil akhir. Ketika pengawas melakukan pengawasan output, maka pengawas akan mengajak karyawan untuk berusaha mencapai strategi dan hasil yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan prosedur berpengaruh terhadap
MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI...............................(Widodo)
.91
e1
PROCKNOW1 .96
.71
.51
e2
.74
PENGETAHUAN PROCEDUR
CONPROS1
Z1
.17
PROCKNOW2
e6
.86 .69 CONPROS2
PENGAWASAN PROSES
.81
.10
.65
.24
.22
e7
.83
e8
CONPROS3
.29 .74 e3
.27 .74
INTEXP1
Z2
.86
.27
PENGALAMAN INTENSIF
INEXP2 .77
.74 e5
e12
.86
.59 e4
PERFORM1
.63
KINERJA .80 ORGANISASI
.86
PERFORM2 .71
.23
e13 .50
PERFORM3
INTEXP3
.30
.93
.25 UJI MODEL Chi-Square =95.360 Probability =.187 CMIN/DF =1.135 GFI =.910 AGFI =.871 TLI =.986 CFI =.988 RMSEA =.034
.86 PERFORM4
.33
e14
e15
Z3
PENGAWASAN OUTPUT .86
.82 .80 CONPUT1
CONPUT2
.67 e9
CONPUT3 .75
.65 e10
e11
Gambar 1 Full Model Pengembangan Evaluasi Strategi
Tabel 1 Regresion Wight PENGAWASAN_PROSES PENGAWASAN_PROSES PENGAWASAN_OUT PUT PENGAWASAN_OUT PUT PENGAWASAN_OUT PUT KINERJA_ORGANISASI KINERJA_ORGANISASI
Pengaruh <-PENGALAMAN_INTENSIF <-PENGETAHUAN_PROCEDUR <-PENGALAMAN_INTENSIF <-PENGETAHUAN_PROCEDUR <-PENGAWASAN_PROSES <-PENGAWASAN_OUT PUT <-PENGAWASAN_PROSES
Estimate 0.236 0.171 0.250 0.289 0.274 0.306 0.275
Estimate 0.220 0.205 0.243 0.360 0.285 0.333 0.311
S.E. 0.097 0.121 0.094 0.118 0.102 0.113 0.118
C.R. 2.269 2.687 2.583 3.058 2.807 2.948 2.647
Sumber: Data primer, diolah.
7
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 1-12
Tabel 2 Ikhtisar Hipotesis Hipotesis Semakin tinggi pengetahuan prosedur, semakin tinggi H1 pengawasan proses Semakin tinggi pengetahuan prosedur, semakin tinggi H2 pengawasan output Semakin tinggi derajat pengalaman yang intensif , H3 semakin tinggi pengawasan proses.. Semakin tinggi derajat pengalaman yang intensif, H4 semakin tinggi pengawasan output. Semakin tinggi pengawasan proses , maka akan H5 tinggi pengawasan output Semakin tinggi pengawasan proses, maka akan H6 semakin tinggi kinerja organisasi. Semakin tinggi pengawasan output, maka akan H7 semakin tinggi kinerja organisasi Sumber: Data Primer, diolah. No Hipotesis
pengawasan output, sedangkan pengetahuan prosedur berkaitan dengan intensitas kemampuan manajer dalam menspesifikasikan aktivitas yang harus dilakukan oleh karyawan guna mencapai sasaran Pengetahuan semacam itu mempunyai sifat yang jelas dalam situasi tugas-tugas rutin. Oleh karena itu, kerja pengeatuhuan prosedur harus dilakukan dengan baik untuk meningkatkan pengawasan output. Diterimanya hipotesis ketiga yaitu semakin tinggi derajat pengalaman yang intensif, semakin tinggi pengawasan proses menunjukkan bahwa pengawasan proses merupakan pengawasan yang melihat dan memonitor bagaimana karyawan bekerja secara runtin dalam kesehariannya. Pengawas proses secara khusus dari hari ke hari memonitor kegiatan dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang dilakukan karyawan seperti tingkat kunjungan dan jumlah korespondensi yang ditemui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman intensif berpengaruh terhadap pengawasan proses, sedangkan pengalaman intensif merupakan pengalaman yang memiliki variasi kerja dalam organisasi. Hasil penelitian ini mendukung secara empirik studi Fernado (2007). Oleh karena itu kerja pengalaman yang intensif harus dilakukan dengan baik untuk meningkatkan pengawasan proses. Diterimanya hipotesis keempat yaitu semakin tinggi derajat pengalaman yang intensif, semakin tinggi
8
Hasil Uji Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
pengawasan output menunjukkan bahwa pengawasan output merupakan pengawasan yang lebih memperhatikan sasaran hasil akhir yang telah dicapai oleh karyawan, peningkatan dalam usaha, serta pengawasan yang akan memberikan umpan balik. Pengawasan semacam ini menyediakan sedikit informasi pada karyawan tentang mengapa mereka dituntut untuk mencapai hasil akhir. Ketika pengawas melakukan pengawasan output, penhgawas maka akan mengajak karyawan untuk berusaha mencapai strategi dan hasil yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman intensif berpengaruh terhadap pengawasan output, sedangkan pengalaman intensif merupakan pengalaman yang memiliki variasi kerja dalam organisasi. Hasil penelitian ini mendukung secara empirik studi Stuart (2002). Oleh karena itu, kerja pengalaman yang intensif harus dilakukan dengan baik untuk meningkatkan pengawasan output . Diterimanya hipotesis kelima yaitu semakin tinggi pengawasan proses, semakin tinggi pengawasan output menunjukkan bahwa pengawasan output merupakan pengawasan yang lebih memperhatikan sasaran hasil akhir yang telah dicapai oleh karyawan, peningkatan dalam usaha, serta pengawasan yang akan memberikan umpan balik. Pengawasan semacam ini menyediakan sedikit informasi pada karyawan tentang mengapa dituntut untuk
MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI...............................(Widodo)
mencapai hasil akhir. Ketika pengawas melakukan pengawasan output, maka pengawas akan mengajak karyawan untuk berusaha mencapai strategi dan hasil yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan proses berpengaruh terhadap pengawasan output, sedangkan pengawasan proses melihat dan memonitor bagaimana karyawan bekerja secara runtin dalam kesehariannya. Pengawas proses secara khusus dari hari ke hari memonitor kegiatan dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang dilakukan karyawan seperti tingkat kunjungan dan jumlah respondens yang ditemui. Hasil penelitian ini mendukung secara empirik studi Grinfinth (2002). Oleh karena itu, kerja pengawasan proses harus dilakukan dengan baik untuk meningkatkan pengawasan output Diterimanya hipotesis keenam yaitu semakin tinggi pengawasan proses, semakin tinggi kinerja organisasi menunjukkan bahwa kinerja organisasi diukur dengan tingkat profitability dibandingkan dengan rata-rata industri, tingkat market share dibandingkan dengan rata–rata industri, efisiensi organisasi dibandingkan dengan rata–rata industri, dan posisi pasar dibandingkan dengan rata-rata industri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan proses berpengaruh terhadap kinerja organisasi, sedangkan pengawasan proses melihat dan memonitor bagaimana karyawan bekerja secara runtin dalam kesehariannya. Pengawas proses secara khusus dari hari ke hari memonitor kegiatan dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan yang dilakukan karyawan seperti tingkat kunjungan dan jumlah respondens yang ditemui. Hasil penelitian ini mendukung secara empirik studi Kohli (1990) dan Morris (1991). Oleh karena itu, kerja pengawasan proses harus ditingkatkan dengan baik untuk meningkatkan kinerja SDM. Diterimanya hipotesis ketujuh yaitu semakin tinggi pengawasan output, semakin tinggi kinerja organisasi menunjukkan bahwa kinerja organisasi diukur dengan tingkat profitability dibandingkan dengan rata-rata industri, tingkat market share dibandingkan dengan rata–rata industri, efisiensi organisasi dibandingkan dengan rata–rata industri, dan posisi pasar dibandingkan dengan rata-rata industri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan output berpengaruh terhadap kinerja organisasi, sedangkan pengawasan output merupakan
pengawasan yang lebih memperhatikan sasaran hasil akhir yang telah dicapai oleh karyawan, peningkatan dalam usaha, serta dengan pengawasan yang akan memberikan umpan balik. Pengawasan semacam ini menyediakan sedikit informasi pada karyawan tentang mengapa dituntut untuk mencapai hasil akhir. Ketika pengawas melakukan pengawasan output, pengawas akan mengajak karyawan untuk berusaha mencapai strategi dan hasil yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini mendukung secara empirik studi Weitz (1986). Oleh karena itu, kerja pengawasan output harus dilakukan dengan baik untuk meningkatkan kinerja organisasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil temuan pada studi ini, maka prioritas upaya peningkatan kinerja organisasi adalah melalui pengawasan proses, pengawasan output, pengalaman intensif, dan pengetahuan prosedur. Hasil pengujian full model SEM menunjukkan bahwa model tersebut sesuai dengan data atau fit terhadap data yang digunakan. Namun terdapat uji kesesuaian yang diterima secara marginal yaitu AGFI = 0.870. Saran Pengembangan model empirik pada studi ini tidak memasukan variabel lingkungan karena studi ini memfokuskan pada fenomena kondisi internal perusahaan. Budaya organisasi merupakan pola yang terpadu tentang perilaku manusia dan berkaitan dengan masalah penyesuaian kondisi internal dan eksternal. Berdasarkan hasil studi BPR di Provinsi Jawa Tengah memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan BPR Provinsi lain. Hal tersebut disebabkan sebagian besar BPR Provinsi Jawa Tengah dimiliki oleh pemerintah daerah baik pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi. Kepemilikan oleh pemerintah daerah perlu penanganan yang berbeda dengan BPR yang dimiliki oleh perseorangan atau swasta. Oleh karena itu, budaya organisasi memiliki peran dalam proses kinerja SDM sehingga pada penelitian berikutnya perlu mempertimbangkan faktor budaya pada lingkungan organisasi sebagai suatu area studi yang menarik.
9
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 1-12
DAFTAR PUSTAKA Abraham, A. 1984. Control in Business Organizations. Boston: Ptman Publising. Amess, H.J., and Alain Verbeke. 1988. Controling the Performance of People in Organizations, In Handbooks of Organizational Design. New York: Oxford University. Anderson and Narus. 1992. “A Model of Distribution Firm and Manufacturer Firm Working Parntnerships”. Journal of Marketing. 54: 23-45. Bank Indonesia. 2007. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah. Becker, B.E., Huseild. M.A., and Sparat. M. F. 1997. “Human Resources as a Source of Shareholder Value: Research and Recommendation”. Human Resource Management: 39-56. Beal and Upton. N. Teal E. J. 2000. “Strategic and Business Planning Pratices of Fast Growth Family Firms”. Journal of Small Business Management. 39: 60 -71. Bonner and Walker. O.C. 1994. “Motivation and Performance in Industrial Selling Present Knowledge and Needed Research”. Journal of Marketing Research. 14:156-168. Cynthia, D. and Avila Alen A. 1994. “Assesing the Relationshops Among Performance Measures, Managerial Practices, and Satisfaction When Evaluating the Salesforce”. The Journal of Personal Selling & Sales Management. 11 (3): 25 32. Denison, D.R. and Mishra A.K. 1996. “Toward a Theory Organizational Culture and Efectiveness”. Organization Sceince: 204 – 223. Denisi, G. and Origer Nancy K. 1999. “Enviroment, Structure, and Consensus in Strategy Formulation and Evaluation: A Conseptual Integration”. Academy of Management Journal. 11 (2): 313-
10
324. Ellis, G.H. and Eric Mollemen. 2000. “Performance Management When Innovation and Learning Become Critical Performance Indicators”. Personal Review 22: 93-113. Ferdinand, Augusty, 2000. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BP Undip. __________ .2002. “Kualitas Strategi Pemasaran Sebuah Studi Pendahuluan”. Jurnal Sain Pemasaran Indonesia. Vol I, No. 1: 107-119. __________. 2003. Sustainable Competitive Advantage: Sebuah Eksplorasi Model Konseptual. Research Paper Series. FW., Glueck and L.R Jauch. 1996. Strategic Management and Business Policy. McGraw-Hill.Inc. Fernado, Jarrmilo and Locander.W.J. 2007. “On Strategic Net Works”. Strategic Management Journal. 9: 31-41. George, R Terry. 1990. Principles of Management. 8th Ed. Richard D. Irvin Inc. Grant, Robert M. 1991. “The Resource-Based Theory of Competitive Advantage : Implications for Strategy Formulation”. California Management Review. 33 (3): 114. Griffith, Robert F Kramp. 1998. “An Examination of the Web-Based Strategies of the Top 100 US. Retailers”. Journal of Marketing Theory and Practice. Summer. 6 (3): 12-21. Griffith, Robert F Kramp and Wormiley. W.M. 2002. “Effect of Race on Organizational Experience, Job Performance Evaluations, and Career Outcomes”. Academy of Management Journal. 33 (1): 64 -75. Jaworski, B.J. 1993. “Control Combinations in Marketing: Conseptual Framework and Empirical Evi-
MODEL PENGEMBANGAN EVALUASI STRATEGI...............................(Widodo)
dence”. Journal of Marketing: 57-69. Jaworski, B.J and MacINNIS. D.J. 1989. “Marketing Jobs and Management Controls Toward a Framework”. Journal of Marketing Research. 26 (4): 406-416. ____________. 1988. “Toward a Theory of Marketing Control: Enviromental Context, Control Type, and Consequences”. Journal of Marketing. 52: 23-33. Kohli, A. Kand Jaworski. 1990. “The Construct, Research Propotion, and Managerial Implication”. Journal of Marketing. 54 (April): 1-18. Krafft, Manfred. 1999. “An Empirical Investigation of the Antecendens of Sales Force Control Systems”. Journal of Marketing. 6: 120-134.
Development in Organizations. (3): 236-273. Moris, Michael K. Mount and Murray R. Barrick. 1989. “Five-Factor Model of Personality and Performance in Jobs Involving Interpesonal Intercations. Human Performance: 145-165. Monte, B. and Sarah Moore. 1999. “Linking Business Strategy and Human Resources Management: Issues and Implications”. Personnel Review. Vol. 23. No.1: 63-84. Ohlott, P.J. McCauley and Ruderman. 1994. Development Challenge Profile Learning from Job Experiences-Manual and Trainer’s Grensboro. NC: Center for Creative Leadership. Oliver, Richard L. dan Anderson E. 1994. “An Empirical Test of the Consequences of Behavior and Outcome-Based Sales Control System”. Journal of Marketing. Vol. 58: 53-67.
Libby, Y. and Tan Mingfang. 1999. “Enviromental Dynamism, Capital Structure, and Inovations: An Empirical Test”. The International Journal of Organizational Analysis. 10 (2):156.
Ouchi, William G. 1979. “A Conseptual Framework for the Design Organizational Control Mechanism”. Management Science. 25: 933-847.
Luekett, P. and Wyner. 1999. “Self-Efficacy: The foundation of Human Performance”. Performance Improvement Quarterly.18 (2): 5-18.
Quin, J.J., and Gold M. 1990. “The Paradox of Strategic Controls”. Strategic Management Journal, Vo.11: 43-57.
McEnrue, M.P. 1988. “Length of Experiences and The Performance of Manager in The Establishment Phase of Their Careers”. Academy Management Journal. 31 (1): 175-185.
Rajagopalan, N. and Spretze. G.M. 1997. “Toward A Theory of Strategic Change: A Multi-Lens Perspective and Integrative Framework”. Control Combination in MarketingManagement Review: 48-79.
Menon A, Bharadwaj S.G, Adidam P.J., and Edison S.W. 1999. “Antecendents and Consequence of Marketing Strategy Making: Model and Test”. Journal of Marketing. Vol 63: 18-40. Mercant, J., Robert J. Fisher, and Nevin John R. 1995. “Collaborative Communication in Interfirm Realtionships: Moderating Effect of Integration and Control”. Journal of Marketing. Vol. 80:183-115. Morrrison and Hock. P.J. 1995. “Career Building: Learning from Cumulative Work Experience. Career
Schmid, F., and Outerbridge. 1986. “Impact of Job Experience and Ability on Job Knowledge, Work Sample Performance and Supervisory Ratings of Performance”. Journal of Applied Psycology. 71: 432-439. Shanker, Krishnan Jaworski. “Conseptual Framework and Empirical Evidence”. Journal of Marketing. Vol. 57: 57-69. Spencer, D.G. and Steer R.M. 1986. “The Influence of Personal Factor and Perceived Work Experi-
11
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 1-12
ences on Employee Turover and Absteeim”. Academy of Management Journal. Vol.23 (2): 567-572. Stuart, A.T. 2002. “How Strategy Making Proceses Can Make Difference”. Strategic Management Journal. (4): 251-265. Tasmi, N.M. and Ohlott. G.N. 1988. “Career Development and Level Manager:A Social Perspective: Personnel. 57(3): 66 -75. Velsor, E.V. and Hughes. 1997. “Gender Differrence in the Development of Manager. Center for Creative Leadership. No.145: 23-39. Walker, O.C. and Neil M.F. 1997. “Motivation and Performance in Industrial Selling Present Knowledge and Needed Research”. Journal of Marketing Research. Vol.14:156-168. Weitz, BA., Sujan H., and Sujan M. 1986. “Knowledge, Motivation, and an Adaptive Behavior: A Frame for Improving Selling Effectiveness”. Journal of Marketing. Vol. 50: 174-191. Wheelen, T.L. and Hunger. J.D. 2003. Strategic Management 5th Ed. Addison- Wesley Publising Company, Inc. Wiklund, F.R, and Minzberg. 1999. “Visonary Leadership and Strategic Management “. Strategic Management. Vol. 16:17-32.
12
ISSN: 1978-3116 PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
Vol. 5, No. 1, Maret 2011 Hal. 13-27
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN NIAT BELI KONSUMEN SERTA DAMPAKNYA PADA LOYALITAS KONSUMEN Dharmawan Lubis Jalan Merdeka Nomor 3, Jepara, Jawa Tengah E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
This research is aimed to understand the brand influence (brand reputation, the ability of specific brand to be predicted, brand competency) to brand trust, trust influence to customer’s buying intention, and buying intention’s influence to customer loyality. This research indicate that the ability factor of specific brand to be predicted has positive and significant influence to customer trust of a specific brand. The brand competency factor also has a positive and significant influence to customer trust of a specific brand. The brand reputation factor has positive and significant influence to customer trust of a specific brand. The customer trust of a specific brand has a positive and significant influence to customer’s buying intention. The customer trust of a specific brand is able to predicted the customer’s buying intention in the amount of 53,6%, while the rest 46,4% of costumer’s buying intention is influenced by other variable which not included in this research model. The analysis result of customer’s buying intention influence to customer loyality is known that the buying intention has positive and significant influence to customer loyality. Customer’s buying intention is able to predict the customer loyality in the amount of 70,1%, while the rest 29,9% of customer loyality is influenced by other variable which not included in this research model.
Era globalisasi menjanjikan peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia, memperluas pasar produk bagi perusahaan Indonesia, dan keadaan tersebut akan memunculkan persaingan yang semakin ketat antarperusahaan. Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia kepada mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan memperebutkan pangsa pasar. Salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut adalah brand yang didefinisikan menurut Aaker (1997) sebagai nama dan atau simbol yang bersifat membedakan logo, cap, atau kemasan dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian, brand membedakan barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Teori pemasaran dan praktik pemasaran dewasa ini lebih menfokuskan diri pada seni untuk menarik pelanggan baru daripada mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Penekanan pada perspektif ini lebih kepada upaya peningkatan penjualan daripada membangun sebuah hubungan pelanggan baik sebelum maupun pada saat terjadinya penjualan dan bukan sesudah penjualan (Kotler, 2000). Paradigma atau konsep pemasaran yang baru lebih menekankan pada hubungan jangka panjang yang dilakukan secara terus menerus antara konsumen dengan produsen. Dengan kata lain, konsep pemasaran
Keywords: brand, trust, buying intention, customer loyality
13
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
yang baru lebih menekankan pada loyalitas konsumen terhadap perusahaan. Hawkins et al. (1992) seperti yang dikutip Tjiptono (2002: 27) mendefinisikan loyalitas brand sebagai suatu tanggapan perilaku yang cenderung untuk dinyatakan setiap waktu oleh beberapa unit pembuat keputusan dengan memperhatikan pada satu atau lebih alternatif brand di luar brand tertentu yang sejenis dan merupakan suatu proses psikologis. Loyalitas yang timbul pada konsumen dapat mengefektifkan dan mengefisienkan program pemasaran yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan. Dasar terciptanya hubungan jangka panjang (loyalitas pelanggan pada suatu perusahaan/brand) terletak pada kepercayaan antara konsumen dengan produsen. Hubungan paradigma yang didasari oleh kepercayaan dewasa ini menjadi sangat penting dalam dunia industri yang selalu berubah-ubah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dwyer dan Scuur (2000) seperti yang dikutip oleh Ferrinadewi (2005), kepercayaan merupakan faktor penting dalam kondisi perubahan dan transaksi yang terpisah menjadi hubungan pertukaran yang terus menerus. Kepercayaan menurut Ballester dan Alleman merupakan variabel kunci dalam mengembangkan keinginan konsumen akan produk yang tahan lama untuk mempertahankan hubungan jangka panjang, dalam hal ini hubungan konsumen dengan brand dari suatu perusahaan tertentu (Ferrinadewi, 2005). Blaster (2002) seperti yang dikutip Ferrinadewi (2005) menyatakan bahwa hubungan konsumen dengan perusahaan dalam jangka panjang yang dilakukan dengan cara membuat produk yang berkualitas dan mampu memberikan citra yang baik tidak cukup mendapatkan kepercayaan konsumen. Berdasarkan pendapat tersebut konsumen perlu mengalami sendiri dalam proses pertukaran sehingga dapat terbentuk rasa percaya terhadap merek dalam benak konsumen. Untuk menciptakan kepercayaan konsumen pada suatu brand, menurut Lau dan Lee (1999) dapat diciptakan dengan memperhatikan aspek karakteristik brand yang terdiri dari 1) Brand predictability yaitu suatu bentuk keyakinan konsumen bahwa kinerja suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan tertentu mampu memenuhi kebutuhan konsumen; 2) Brand competence yaitu keyakinan konsumen di mana merek yang bersangkutan merupakan merek yang ahli dalam
14
kategori produk tertentu; dan 3) Brand reputation yaitu keyakinan konsumen di mana merek dari kategori produk tertentu memiliki reputasi yang baik di mata konsumen. Maraknya persaingan antarperusahaan menuntut pihak perusahaan untuk dapat menciptakan produk yang berkualitas dan dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Hal ini dilakukan dalam rangka penciptaan loyalitas pelanggan pada brand perusahaan dengan jalan menciptakan kepercayaan pelanggan kepada brand perusahaan dan karakteristik brand atau produk yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh karakteristik brand terhadap kepercayaan, niat beli, dan loyalitas konsumen. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pengaruh karakteristik brand (reputasi, kemampuan untuk diprediksi, dan kompetensi suatu merek) terhadap kepercayaan pada brand; 2) Untuk mengetahui pengaruh kepercayaan pada merek terhadap niat beli konsumen; dan 3) Untuk mengetahui pengaruh niat beli konsumen terhadap loyalitas konsumen. MATERI DAN METODE PENELITIAN Brand merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena brand memberi identitas terhadap produk yang dijual perusahaan. Brand bukan hanya bagian dari produk saja tetapi juga memberi nilai positif bagi suatu produk. Jadi, bagi perusahaan brand bukan sekedar nama saja tetapi brand adalah aset bagi perusahaan. Definisi brand menurut Kotler dan Keller (2008) adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa penjual atau sekelompok penjual dan untuk mendiferensiasi dari barang atau jasa pesaing. Berdasarkan definisi tersebut, maka disimpulkan bahwa brand adalah produk atau jasa penambah dimensi dengan cara tertentu sehingga mendiferensiasi dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Brand pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut dan melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberi produk-produk yang tampak identik. Menurut Kotler dan Armstrong
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
(1997), brand mempunyai empat arti, yaitu 1) Atribut, produk menjadi perhatian yang pertama bagi pembeli karena atribut inilah yang mencerminkan produk; 2) Manfaat, pembeli memilih produk karena produk tersebut memberi manfaat kepada pemakainya sehingga atribut itu sendiri harus diterjemahkan ke dalam manfaat yang fungsional dan emosional; 3) Nilai, brand menyatakan sesuatu tentang nilai produk sehingga pembeli memberi nilai tersendiri terhadap produk dengan merek tertentu dan pembeli menilai paket manfaat yang ditawarkan oleh brand produk; 4) Kepribadian, brand memproyeksikan kepribadian sehingga brand berusaha untuk menarik dan membuat orang ikut terlibat dalam citra brand itu sendiri. Definisi nilai brand menurut Kotler dan Armstrong (1997) adalah berdasarkan sejauh mana brand mempunyai loyalitas brand, kesadaran nama brand, anggapan mutu, asosiasi brand yang tinggi, dan aset lain seperti paten, brand dagang, dan hubungan distribusi. Pengertian memberi nilai kepada pelanggan dengan menguatkan pelanggan dari brand equity adalah apabila konsumen mampu mendapatkan informasi secara benar dari produk untuk brand tertentu yang diinginkan yang selanjutnya informasi yang didapat ini dijadikan suatu pegangan dalam proses pembelian sehingga konsumen mempunyai rasa percaya akan produk dari satu brand dan pada akhirnya akan tercapai suatu kepuasan konsumen terhadap produk tersebut. Pemasar harus menangani brand-nya secara hati-hati untuk melindungi nilai brand. Strategi harus dikembangkan secara efektif untuk mempertahankan atau memperbaiki kesadaran brand, mutu, dan manfaat brand yang dipahami, serta asosiasi brand positif sepanjang waktu. Hal ini memerlukan investigasi penelitian dan pengembangan secara terus menerus, iklan yang terampil, serta perdagangan dan layanan konsumen yang baik (Kotler dan Armstrong, 1997). Costabile (1998) mendefinisikan kepercayaan konsumen (Ferrinadewi, 2005), yaitu persepsi akan keterhandalan dari sudut pandang konsumen yang didasarkan pada pengalaman atau lebih pada uruturutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan. Kepercayaan menurut Balester et al. (2000) seperti yang dikutip oleh Ferrinadewi (2005) merupakan variabel kunci dalam mengembangkan keinginan
konsumen terhadap produk yang tahan lama untuk mempertahankan hubungan jangka panjang dengan konsumen dengan brand dari suatu perusahaan tertentu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan dari konsumen pada produk perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut konsumen perlu mengalami sendiri dalam proses pertukaran sehingga dapat terbentuk rasa percaya terhadap merek dalam benak konsumen yang didefinisikan sebagai keterlibatan. Melalui keterlibatan konsumen akan tercipta pengalaman yang menjadi awal terbentuknya kepercayaan. Kepercayaan konsumen pada suatu produk dapat diciptakan dengan memberi jaminan keamanan pada produk. Demikian juga dengan manfaat dari produk yang bersangkutan (misalnya perusahaan obat memberi jaminan bagi konsumen bahwa akan sembuh dengan mengkonsumsi obat perusahaan). Kepercayaan konsumen dapat pula diciptakan dengan kejujuran produsen dalam menyampaikan komposisi atau bahan-bahan yang digunakan pada suatu produk tertentu. Demikian juga dengan penyampaian efek samping terhadap penggunaan produk yang bersangkutan. Pengembangan produk yang dilakukan secara terus menerus merupakan suatu bentuk kepedulian pihak perusahaan untuk menciptakan suatu produk yang aman dan bermanfaat bagi konsumen. Niat menurut Ajzen (1988) digambarkan sebagai situasi seseorang sebelum melakukan suatu tindakan yang dapat dijadikan dasar untuk memprediksikan perilaku atau tindakan tersebut (Zulganef, 2002). Seorang pemasar akan berusaha keras untuk mengukur niat melakukan pembelian oleh konsumen serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi niatan tersebut. Menurut Assael (1998), pemasar akan selalu menguji elemen-elemen dari bauran pemasaran yang mungkin mempengaruhi purchase intention, misalnya dengan menguji konsep produk, strategi iklan, packing atau brand. Fishbein dan Ajzen (1988) seperti yang dikutip oleh Asakdiyah (2005) menjelaskan hubungan antara sikap, minat, dan perilaku yang dikenal dengan model intensi perilaku atau dikenal dengan teori Reasoned Action. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang sangat tergantung pada minatnya sedangkan minat berperilaku sangat tergantung pada sikap dan norma subyektif perilaku. Keyakinan terhadap akibat perilaku sangat mempengaruhi sikap dan norma subyektifnya.
15
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
Keyakinan menunjukkan informasi yang dimiliki seseorang tentang suatu obyek. Berdasarkan informasi, sikap atau perilaku terhadap suatu obyek merupakan suatu yang menguntungkan atau merugikan. Purchase Intention merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek. Assael (1998) seperti yang dikutip oleh Setyawan dan Susila (2004) mendefinisikan niat beli sebagai kecenderungan untuk melakukan tindakan terhadap obyek. Menurut Kotler (2008), niat membeli/ niat untuk membeli adalah tahap sebelum keputusan pembelian dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Dalam Theory of Planned Behaviour yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1998), sikap dapat digunakan untuk memprediksi minat berperilaku sebagaimana dikutip oleh Ma’ruf (2003). Ketika konsumen memiliki sikap yang baik terhadap produk atau layanan yang diterimanya, konsumen cenderung akan memiliki minat berperilaku yang favourable perusahaan sehingga dapat mempererat hubungan konsumen dengan perusahaan. Dengan demikian, purchase intention dapat dipandang sebagai minat berperilaku yang favourable karena minat merupakan perilaku yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian. Keputusan pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Kotler, 2008), yaitu 1) Faktor Budaya, faktor budaya memiliki pengaruh yang paling luas dan paling dalam terhadap perilaku konsumen. Para pemasar perlu memahami peran yang dimainkan kebudayaan, sub-budaya, dan kelas sosial
konsumen.; 2) Faktor Sosial, perusahaan perlu mempertimbangkan faktor sosial ketika merancang strategi pemasaran mereka karena faktor ini dapat mempengaruhi tanggapan konsumen; 3) Faktor Pribadi, usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri mempengaruhi konsumen terhadap apa yang akan dibeli; dan 4) Faktor Psikologis, motivasi, persepsi, pembelajaran dan kepercayaan serta sikap turut mempengaruhi pemilihan pembelian konsumen. Upaya pemasaran dengan mempelajari perilaku konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi tahap-tahap pembuatan keputusan pembelian konsumen dan proses pasca pembelian konsumen adalah untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen terhadap produk yang dibelinya. Usaha untuk memberikan kepuasan kepada konsumen ini dilakukan untuk memotivasi konsumen supaya menyenangi merek produk yang dipasarkan perusahaan tersebut sehingga konsumen memiliki loyalitas terhadap merek produk tersebut. Faktor psikologis merupakan faktor yang penting dalam pembentukan loyalitas seseorang terhadap suatu brand. Seorang konsumen yang melakukan pembelian ulang terhadap suatu produk dengan brand tertentu tidak berarti bahwa konsumen tersebut loyal terhadap brand tersebut. Seorang konsumen dikatakan loyal terhadap suatu brand apabila konsumen mengadopsi brand tersebut di dalam dirinya. Dalam hal ini faktor kepuasan, rasa senang, dan tidak senang menjadi hal yang menentukan dalam bentuk loyalitas konsumen terhadap suatu brand tertentu.
Pembeli komit Pembeli yang menyukai merek menganggap merek sebagai saudara Pembeli yang puas dengan biaya peralihan Pembeli yang puas/bersifat kebiasaan tidak ada masalah untuk beralih Pembeli berpindah-pindah/peka terhadap perubahan harga tidak ada loyalitas merek Sumber: Aaker (1997) Gambar 1 Piramida Loyalitas
16
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
Selain itu proses belajar dan pengalaman juga berpengaruh dalam pembentukan loyalitas tersebut. Seorang konsumen yang loyal terhadap suatu brand produk tentu akan melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan brand yang sama. Tingkatan loyalitas brand menurut Aaker (1997: 57) adalah: Gambar 1 menunjukkan tingkat loyalitas konsumen terhadap suatu brand yang meliputi lima tingkatan (Aaker, 1997), yaitu 1) Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal sama sekali dan tidak tertarik pada brand tersebut dan brand apapun dianggap memadai. Dengan demikian, brand memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian; 2) Tingkat loyalitas yang kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Pada dasarnya tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan brand terutama jika peralihan brand tersebut membutuhkan usaha; 3) Tingkat loyalitas yang ketiga berisi orang-orang atau pembeli yang puas, namun masih memikul biaya peralihan, biaya dalam waktu, uang atau risiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih brand; 4) Tingkat loyalitas yang keempat terdiri dari konsumen yang sungguh-sungguh menyukai brand tersebut. Preferensinya mungkin dilandaskan pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan, atau kesan kualitas yang tinggi; dan 5) Tingkat loyalitas yang kelima adalah para pelanggan yang setia yang mempunyai suatu kebanggan dalam menemukan atau menjadi pengguna dari suatu brand. Brand tersebut sangat penting baginya baik dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai sikapnya yang sebenarnya. Loyalitas yang dimiliki oleh konsumen terhadap suatu brand akan memberikan arti yang penting bagi perusahaan (Aaker, 1997), karena 1) Mengurangi biaya pemasaran, pelanggan yang memiliki loyalitas brand dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena calon pelanggan baru biasanya kurang termotivasi untuk beralih dari brand yang sudah digunakan; 2) Meningkatkan perdagangan, peningkatan perdagangan penting dalam rangka memperkenalkan ukuran baru, jenis baru, dan perluasan brand; 3) Menarik minat pelanggan baru, kelompok pelanggan yang relatif puas akan memberikan suatu pencitraan bahwa brand merupakan produk yang diterima luas, berhasil, beredar di pasaran, dan sanggup mengusaha-
kan dukungan layanan dan peningkatan kualitas produk; dan 4) Memberi waktu untuk merespon ancaman-ancaman persaingan, jika salah satu pesaing mengembangkan produk baru yang lebih unggul, seorang pengikut loyal akan memberi waktu kepada perusahaan tersebut agar memperbaruhi produknya dengan cara menyesuaikannya. Menurut Hawkins et al. (1992) seperti dikutip Tjiptono (2002) menyatakan bahwa di dalam pasar yang terdapat banyak pilihan brand, harga yang bervariasi, dan banyaknya produk pengganti maka loyalitas brand cenderung menurun. Dalam keadaan pasar yang demikian perusahaan yang memproduksi produk tertentu perlu mengembangkan strategi pemasaran tertentu, sehingga konsumen tetap memiliki loyalitas terhadap produk perusahaan. Adapun strategi yang dikembangkan untuk menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen terhadap suatu brand tertentu menurut Loudon dan Della Bitta (1997) adalah meningkatkan mutu layanan purna jual, menurunkan harga misalnya dengan pemberian diskon, mengembangkan sistem dan pesan-pesan periklanan yang baik dan persuasif, memberikan kupon belanja, pemberian contoh produk secara cuma-cuma (sampel produk), meningkatkan citra produk melalui promosi yang gencar, dan menghindari terjadinya kehabisan persediaan. Untuk memahami loyalitas brand dan manajemennya, digunakan pertimbangan pendekatan dalam pengukurannya (Aaker, 1997), yaitu dengan 1) Kepuasan, diagnosis terpenting untuk setiap tingkatan loyalitas brand adalah pengukuran terhadap kepuasan dan ketidakpuasan; 2) Rasa suka terhadap brand, produsen atau pemasar harus dapat mengetahui apakah konsumen atau pelanggan suka terhadap produk dan jasa perusahaan; 3) Komitmen, brand yang paling kuat mempunyai ekuitas sangat tinggi akan mempunyai sejumlah besar pelanggan setia. Jika terdapat tingkat komitmen yang besar relatif mudah untuk mendeteksi karena komitmen itu termanifestasi dalam berbagai bentuk. Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komunikasi yang terlibat dengan produk tersebut. Sebelum melakukan pembelian suatu produk biasanya konsumen merencanakan terlebih dahulu tentang barang apa yang akan dibelinya, jumlah, harga, tempat pembelian, merek, dan sebagainya. Hal ini
17
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
dilakukan dengan tujuan agar konsumen tidak salah dalam memilih atau kecewa terhadap produk yang dibelinya. Salah satu faktor yang digunakan konsumen untuk menentukan keputusan pembelian mereka adalah brand. Brand didefinisikan sebagai nama dan atau simbol yang bersifat membedakan seperti sebuah logo, cap, atau kemasan dengan maksud mengindentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian, membedakan dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Brand merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli, memberikan jaminan kualitas, dan dapat menciptakan suatu sikap konsumen yang baik pada produk tersebut dalam bentuk kepercayaan brand. Berdasarkan hal tersebut, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H1: Karakteristik brand (reputasi, kemampuan untuk diprediksi, dan kompetensi) berpengaruh positif terhadap kepercayaan pada brand. Brand menurut Keller (2003) seperti yang dikutip Tjiptono (2008) dapat memberi beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial misalnya mengklasifikasi dimensi manfaat atau utilitas brand ke dalam tujuh manfaat pokok, yaitu sebagai identifikasi sumber produk, penetapan tanggungjawab pada pemanufaktur atau distributor, pengurang risiko, penekan biaya pencarian internal dan eksternal, janji atau ikatan khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri, serta signal kualitas. Jika beberapa hal ini mampu dipenuhi oleh suatu brand dipastikan konsumen akan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada brand tersebut. Kepercayaan yang dimiliki konsumen memberi kontribusi positif pada pengambilan keputusan pembelian. Berdasarkan hal tersebut, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H2 : Kepercayaan pada brand berpengaruh positif terhadap niat beli konsumen. Brand memberi manfaat bagi produsen dan konsumen. Keller (2003) seperti yang dikutip Tjiptono (2008) menyatakan bahwa manfaat brand bagi produsen antara lain sebagai sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi, bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk
18
yang unik, signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, kemudahan memilih dan membelinya lagi di lain waktu, dan sarana penciptaan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan pembelian yang dilakukan konsumen memiliki suatu dasar atau alasan yang kuat. Keputusan pembelian yang dilakukan secara berulang dalam jangka panjang merupakan salah satu indikator loyalitas konsumen pada suatu brand atau produk. Hal ini dipertegas dengan penelitian yang dilakukan oleh Harcar et al. (2006) dimana dalam penelitiannya memberi bukti bahwa niat beli konsumen pada produk store brand dalam jangka panjang akan menciptakan loyalitas konsumen pada produk store brand. Berdasarkan hal tersebut, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H3 : Niat beli memiliki pengaruh yang positif terhadap loyalitas konsumen. Penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian empiris untuk menguji hipotesis dan didesain sebagai penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan pengumpulan informasi (data) dari sampel tertentu yang hanya dilakukan satu kali dan dikumpulkan dari sampel yang berbeda serta pada waktu yang berbeda (Santoso dan Tjiptono, 2001). Penelitian ini dilakukan pada konsumen produk makanan instan merek X di kota Yogyakarta. Populasi sebagai kumpulan objek yang akan diteliti (Sugiyono, 2000), adalah seluruh konsumen produk makanan instan merek X di kota Yogyakarta. Teknik penentuan sampel yang dilakukan pada penelitian ini bersifat tidak acak (non-random sampling) yaitu purposive sampling. Pada jenis penelitian ini anggota sampel ditentukan berdasarkan ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri populasi (Sugiyono, 2000). Ciri sampel pada penelitian ini adalah konsumen yang sudah mengkonsumsi mie instan merek X secara rutin minimal sejak enam bulan terakhir. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang representatif (Agusti, 2002) adalah sebanyak 5 sampai 20 kali jumlah butir kuesioner atau 5 sampai 10 kali banyaknya parameter atau dengan kata lain sebanyak 29 X 5 = 145 orang responden. Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak 150 eksemplar.
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari jawaban kuesioner yang dibagikan kepada konsumen yang mengkonsumsi mie instan merek X. Pengukuran dalam penelitian terdiri dari pemberian angka pada peristiwaperistiwa empiris sesuai dengan aturan-aturan tertentu (Cooper dan Emory, 1997). Pengukuran data pada penelitian ini menggunakan teknik skala Likert berskala 1 sampai 5. Pertanyaan pada kuesioner dibuat dalam beberapa bentuk pilihan dimana masing-masing item jawaban memiliki bobot yang berbeda. Bobot masingmasing kuesioner adalah sebagai berikut sangat setuju (5), setuju (4), cukup setuju (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Teknik pengujian instrumen dilakukan dengan uji validitas dan reliabilias. Uji validitas dimaksudkan untuk menguji apakah tiap-tiap butir benar-benar telah mengungkapkan faktor atau indikator yang ingin diselidiki (Umar, 2003). Semakin tinggi validitas suatu alat ukur, semakin tepat alat ukur tersebut mengenai sasaran. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment sebagai berikut (Umar, 2003):
rxy = Keterangan: rxy = koefisien korelasi x = skor butir dalam faktor y = jumlah skor semua butir dalam faktor N = jumlah sampel atau responden Taraf kesalahan ( α ) : 0,05 Uji reliabilitas ini adalah untuk menguji apakah kuesioner yang dibagikan kepada responden benarbenar dapat diandalkan sebagai alat pengukur atau jika diberikan secara berulang akan didapatkan hasil yang konsisten (Umar, 2003). Pengujian ini hanya dilakukan pada butir-butir pertanyaan yang sudah diuji validitasnya dan telah dinyatakan sebagai butir yang valid. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer Program SPSS versi 15. Suatu instrumen dinyatakan valid jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 (Hair et al., 1998: 138). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas item digunakan rumus Alpha Cronbach’s sebagai berikut (Umar, 2003):
Keterangan: rtt = koefisien reliabilitas M = jumlah butir Vx = variansi butir Vy = variansi total Taraf kesalahan () = 0,05 Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik brand (reputasi, kemampuan untuk diprediksi, dan kompetensi) terhadap kepercayaan pada brand. Model regresi linier berganda adalah sebagai berikut (Atmaja, 1997): Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan: Y = kepercayaan brand a = konstanta b1, b2, b3 = koefisien regresi X1 = reputasi brand X2 = kemampuan brand untuk diprediksi X3 = kompetensi suatu brand e = standar eror = 0,05 Uji F digunakan untuk membuktikan pengaruh karakteristik brand (reputasi, kemampuan untuk diprediksi, dan kompetensi) secara simultan terhadap kepercayaan pada brand. Uji t digunakan untuk membuktikan pengaruh karakteristik merek (reputasi, kemampuan brand untuk diprediksi, dan kompetensi) secara parsial terhadap kepercayaan pada brand. HASIL PENELITIAN Ringkasan hasil uji validitas yang dilakukan adalah sebagai berikut:
19
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
Tabel 1 Uji Validitas Variabel
Butir
rhitung
rtabel
Keterangan
Brand Predictability
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8
0,668 0,742 0,720 0,679 0,727 0,648 0,647 0,805 0,597 0,702 0,718 0,773 0,723 0,733 0,615 0,636 0,640 0,608 0,648 0,703 0,711 0,742 0,675 0,703 0,697 0,734 0,682 0,663 0,612
0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160 0,160
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Brand Competence
Brand Reputation
Trust in The Brand
Niat Beli
Brand Loyalty
Sumber: Data primer, diolah.
Hasil uji validitas pada Tabel 1 menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan dalam penelitian ini menunjukkan nilai rhitung > rtabel, maka semua item pernyataan dalam penelitian ini dinyatakan valid atau sahih. Hasil uji reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 15 adalah sebagai berikut Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel dalam penelitian memiliki nilai koefisien Alpha Cronbach > 0,6, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini adalah reliabel atau
20
handal. Untuk mengetahui karaktersitik demografi responden yang menjadi sampel pada penelitian ini, digunakan analisis persentase. Karakteristik demografi responden pada penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, dan pekerjaan. Hasil analisis persentase yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Berdasarkan hasil analisis persentase pada karakteristik jenis kelamin diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pria, yaitu sebanyak 99 orang atau sebesar 66%, sedangkan sisanya sebanyak 51 orang atau sebesar 34% adalah
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
Tabel 2 Uji Reliabilitas Variabel
Koef Alpha Cronbach
Limit of. Alpha Cronbach
Keterangan
0,874 0,838 0,872 0,834 0,829 0,900
0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Brand Predictability Brand Competence Brand Reputation Trust in The Brand Niat Beli Brand Loyalty Sumber: Data primer, diolah.
wanita. Mayoritas responden berusia antara 20 sampai 34 tahun (59,3%), 16% responden berusia kurang dari 20 tahun, 16% responden berusia antara 35 sampai 49 tahun, dan 8,7% responden berusia lebih dari 49 tahun. Berdasarkan karakteristik pekerjaan dapat diketahui bahwa mayoritas responden pada penelitian ini (41,3%) bekerja sebagai pegawai swasta, 34,7% bekerja sebagai pelajar atau mahasiswa, 10% responden bekerja sebagai wiraswasta, 8,7% responden bekerja sebagai PNS/TNI/
POLRI, dan 5,3% responden bekerja pada sektor yang lainnya. Untuk mendeskripsikan jawaban responden pada masing-masing variabel dalam penelitian ini digunakan analisis deksriptif. Metode yang digunakan untuk mendeskripsikan jawaban responden dilakukan dengan menggunakan analisis mean-aritmatik. Jawaban responden pada penelitian ini dikelompokkan ke dalam lima kategori dengan interval kelas sebagai berikut:
Tabel 3 Karakteristik Demografi Responden Demografi Jenis kelamin Usia Pekerjaan
Karakteristik Pria Wanita Total Kurang dari 20 tahun 20 - 34 tahun 35 - 49 tahun Lebih dari 49 tahun Total Pelajar/MahasiswaP NS/TNI/POLRI Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya Total
Jumlah
Persentase
99 51 150 24 89 24 13
66.0 34.0 100 16.0 59.3 16.0 8.7
150 52 13 62 15 8 150
100 34.7 8.7 41.3 10.0 5.3 100
Sumber: Data primer, diolah.
21
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
Tabel 4 Kategori Interval Kelas Mean
1,00 – 1,80 1,81 – 2,60 2,61 – 3,40 3,41 – 4,20 4,21 – 5,00
Karakteristik brand
Kategori Kepercayaan
Niat beli
Loyalitas
Sangat buruk Buruk Cukup baik Baik Sangat baik
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
Sumber: Data primer, diolah.
Ringkasan hasil analisis mean-aritmatik yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa responden memiliki penilaian yang baik terhadap karakteristik brand yang terdiri dari reputasi brand, kemampuan suatu brand untuk diprediksi, kompetensi suatu brand. Hasil analisis ini mengindikasikan produk X memiliki reputasi yang baik di mata konsumen, kualitas produk mie instan merek X dapat diukur berdasarkan nama brand, dan perusahaan X sebagai produsen mie instan merek X merupakan perusahaan yang berkompeten di bidang makanan cepat saji. Hasil analisis deskriptif pada variabel kepercayaan konsumen, niat beli, dan loyalitas konsumen termasuk dalam kategori yang tinggi. Hal ini
menujukkan bahwa konsumen memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada produk mie instan merek X, konsumen memiliki niat yang tinggi untuk membeli mie instan merek X, dan konsumen memiliki tingkat loyalitas yang tinggi pada produk mie instan merek X. PEMBAHASAN Untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan analisis regresi. Analisis regresi pada penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh karakteristik brand terhadap kepercayaan dan niat beli konsumen serta dampak niat beli pada loyalitas konsumen. Hasil analisis regresi berganda adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Deskripsi Jawaban Responden Variabel A. Brand Predictability Brand Competence Brand Reputation Trust in The Brand Niat Beli B. Brand Loyalty Sumber: Data primer, diolah.
22
N
Mean
Std. Deviation
150 150 150 150 150 150
3.8760 3.9183 3.9283 3.8320 4.0911 4.0475
.67144 .72033 .63743 .53499 .69288 .67984
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
Tabel 6 Pengaruh Karakteristik Brand (Reputasi Brand, Kemampuan Suatu Brand Untuk Diprediksi, Kompetensi Suatu Brand)Terhadap Kepercayaan Pada Brand Variabel
Unstandardized Coefficients B
Standardized Coefficients Std. Error
(Constant) .980 Brand Predictability .197 Brand Competence .170 Brand Reputation .362 Fhitung 131.588 Prob. 0,000 Adj. R Square 0,724
.147 .071 .065 .068
Beta .248 .229 .431
t
Sig.
6.691 2.781 2.633 5.293
.000 .006 .009 .000
Dependent Variable: Kepercayaan brand Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan hasil uji regresi secara simultan (uji F) dengan menggunakan bantuan komputer Program SPSS versi 15, diperoleh nilai Fhitung sebesar 131,588 dengan probabilitas (p) = 0,000. Berdasarkan ketentuan analisis regresi secara simultan yaitu nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik merek (reputasi merek, kemampuan suatu merek untuk diprediksi, kompetensi suatu merek) mampu memprediksi kepercayaan konsumen pada merek. Kemampuan prediksi karakteristik merek (reputasi merek, kemampuan suatu merek untuk diprediksi, kompetensi suatu merek) terhadap kepercayaan pada merek ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,724. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik brand (reputasi brand, kemampuan suatu brand untuk diprediksi, kompetensi suatu brand) secara simultan mampu memprediksi kepercayaan konsumen pada brand sebesar 72,4%, sedangkan sisanya sebesar 27,6% kepercayaan konsumen pada merek dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Untuk membuktikan apakah karakteristik brand (reputasi brand, kemampuan suatu brand untuk diprediksi, kompetensi suatu brand) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada brand digunakan uji t.
Hasil uji regresi secara parsial atau uji t pada taraf signifikansi () 0,05, diperoleh nilai thitung faktor kemampuan suatu brand untuk diprediksi sebesar 2,781 probabilitas (p) 0,000 dan koefisien regresi (b) sebesar 0,248. Berdasarkan ketentuan analisis regresi secara parsial di mana nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor kemampuan suatu brand untuk diprediksi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada suatu brand. Hasil analisis ini menunjukkan keyakinan konsumen bahwa membeli mie instan merek X merupakan keputusan yang benar, keyakinan yang dimiliki konsumen bahwa ada hubungan antara kualitas produk mie instan dengan merek mie instan X, keyakinan konsumen bahwa mie instan merek X konsisten dalam kualitas, keyakinan konsumen bahwa mie instan merek X yang dibeli saat ini memiliki kualitas yang sama pada pembelian sebelumnya, dan keyakinan konsumen bahwa kualitas dari mie instan merek X sesuai dengan yang diperhitungkan, secara nyata memberi pengaruh positif dalam meningkatkan kepercayaan konsumen pada produk mie instan merek X. Berdasarkan hasil uji regresi secara parsial atau uji t pada taraf signifikansi () 0,05, diperoleh nilai thitung faktor kompetensi suatu brand sebesar 2,633
23
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
probabilitas (p) 0,006 dan koefisien regresi (b) sebesar 0,229. Berdasarkan ketentuan analisis regresi secara parsial di mana nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor kompetensi suatu brand memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada suatu brand. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa merek X adalah salah satu merek terbaik dalam kategori produk mie instan, merek X memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan mie instan merek yang lainnya, merek X mampu memberikan sesuatu yang dibutuhkan dibandingkan mie instan merek lainnya, dan merek X lebih sempurna dalam menjalankan fungsinya dibandingkan mie instan merek lainnya secara nyata memberi pengaruh positif dalam meningkatkan kepercayaan konsumen pada produk mie instan merek X. Berdasarkan hasil uji regresi secara parsial atau uji t pada taraf signifikansi () 0,05, diperoleh nilai thitung faktor reputasi merek sebesar 5,293 probabilitas (p) 0,009 dan koefisien regresi (b) sebesar 0,431. Berdasarkan ketentuan analisis regresi secara parsial di mana nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor reputasi brand memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada suatu brand. Hasil analisis ini menunjukkan merek X memiliki reputasi sebagai produk mie instan yang baik, merek X memiliki reputasi yang baik dalam hal kualitas dan rasa, orang menyatakan bahwa merek X merupakan merek yang baik, dan konsumen yang jarang mendengar komentar yang buruk mengenai merek X secara nyata memberi
pengaruh positif dalam meningkatkan kepercayaan konsumen pada produk mie instan merek X. Untuk mengetahui pengaruh kepercayaan konsumen suatu brand terhadap niat beli konsumen digunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil analisis regresi berganda ditunjukkan pada Tabel 7. Berdasarkan uji F yang dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 15, diperoleh nilai Fhitung sebesar 173,282 dengan probabilitas (p) = 0,000. Berdasarkan ketentuan analisis uji F yaitu nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen pada suatu merek mampu memprediksi niat beli konsumen. Kemampuan prediksi kepercayaan konsumen pada suatu merek terhadap niat beli ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,536. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen pada suatu merek mampu memprediksi niat beli konsumen sebesar 53,6%, sedangkan sisanya sebesar 46,4% niat beli konsumen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Untuk membuktikan apakah kepercayaan konsumen pada suatu merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat beli digunakan uji t. Berdasarkan hasil uji t pada taraf signifikansi () 0,05, diperoleh nilai thitung faktor kepercayaan konsumen pada suatu merek sebesar 13,164 probabilitas (p) 0,000 dan koefisien regresi (b) sebesar 0,734. Berdasarkan ketentuan uji t di mana nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor kepercayaan konsumen pada suatu merek memiliki pengaruh yang positif dan
Tabel 7 Pengaruh Kepercayaan Brand Terhadap Niat Beli Variabel
Unstandardized Coefficients B
(Constant) Trust in The Brand Fhitung Prob. Adj. R Square
.446 .951 173.282 0,000 0,536
Dependent Variable: Niat beli Sumber: Data primer, diolah.
24
Standardized Coefficients Std. Error .280 .072
Beta .734
t
Sig.
1.597 13.164
.112 .000
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
signifikan terhadap niat beli konsumen. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen pada merek X, merek X memberikan jaminan kualitas yang baik, keyakinan konsumen bahwa konsumen dapat mempercayai merek X secara keseluruhan, keyakinan konsumen bahwa konsumen dapat mempercayakan produk mie instan yang dibutuhkan pada merek X, dan keyakinan konsumen bahwa merek X tidak akan mengecewakan secara nyata memberi pengaruh positif dalam meningkatkan niat beli konsumen pada produk mie instan merek X. Berdasarkan hasil uji F yang dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 15, diperoleh nilai F hitung sebesar 350,451 dengan probabilitas (p) = 0,000. Berdasarkan ketentuan analisis uji F yaitu nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa niat beli konsumen pada produk mie instan X mampu memprediksi loyalitas konsumen. Kemampuan prediksi niat beli konsumen pada produk mie instan X terhadap loyalitas konsumen ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,701. Hal ini menunjukkan, bahwa niat beli konsumen pada produk mie instan X mampu memprediksi loyalitas konsumen sebesar 70,1%, sedangkan sisanya sebesar 29,9% loyalitas konsumen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Untuk membuktikan apakah niat beli konsumen pada produk mie instan X memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas konsumen digunakan uji t. Berdasarkan hasil uji t pada taraf signifikansi () 0,05, diperoleh nilai thitung faktor niat beli konsumen pada
produk brand Indomie sebesar 18,720 probabilitas (p) 0,000 dan koefisien regresi (b) sebesar 0,838. Berdasarkan ketentuan uji t di mana nilai probabilitas (p) 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor niat beli konsumen pada produk mie instan X memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen. Hasil analisis ini menunjukkan semakin tinggi niat konsumen untuk membeli mie instan merek X karena percaya dengan kualitas X, semakin tinggi niat konsumen untuk membeli mie instan merek brand karena brand merupakan produsen produk mie instan dengan kemampuan yang baik, dan semakin tinggi niat konsumen untuk membeli mie instan merek X karena merk X memiliki reputasi merek yang baik secara nyata memberi pengaruh positif dalam meningkatkan loyalitas konsumen pada produk mie instan merek X. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis pengaruh karakteristik merek terhadap kepercayaan merek dapat disimpulkan bahwa karakteristik merek (reputasi, kemampuan suatu merek untuk diprediksi, kompetensi suatu merek) secara simultan mampu memprediksi kepercayaan konsumen pada merek sebesar 72,4%, sedangkan sisanya sebesar 27,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Faktor kemampuan suatu merek untuk diprediksi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada
Tabel 8 Pengaruh Niat Beli Terhadap Loyalitas Konsumen Variabel
Unstandardized Coefficients B
(Constant) Niat beli Fhitung Prob. Adj. R Square
.682 .823 350.451 0,000 0,701
Standardized Coefficients Std. Error .182 .044
Beta .838
t
Sig.
3.739 18.720
.000 .000
Dependent Variable: Loyalitas konsumen Sumber: Data primer, diolah
25
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 13-27
suatu merek, kompetensi suatu merek, dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada suatu merek. Faktor reputasi merek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada suatu merek. Hasil analisis pengaruh kepercayaan merek terhadap niat beli menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen pada suatu merek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli konsumen. Kepercayaan konsumen pada suatu merek mampu memprediksi niat beli konsumen sebesar 53,6%, sedangkan sisanya sebesar 46,4% konsumen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Hasil analisis pengaruh niat beli terhadap loyalitas konsumen menunjukkan bahwa niat beli berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen. Niat beli konsumen mampu memprediksi loyalitas konsumen sebesar 70,1%, sedangkan sisanya sebesar 29,9% loyalitas konsumen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Saran Berdasarkan hal penelitian dan simpulan, peneliti memberikan saran bagi manajemen PT X sebagai produsen mie instant merek X, yaitu meningkatkan loyalitas pelanggan sebagai hal mutlak yang harus dilakukan melalui peningkatan niat beli konsumen dan peningkatan kepercayaan konsumen pada merek X melalui konsumen, niat beli, dan kepercayaan konsumen pada produk merek X. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan citra/image produk yang mengacu dari aspeknya dan dapat dilakukan dengan berkaitan dengan kemampuan suatu merek untuk mampu diprediksi. Pihak manajemen PT X harus melakukan proses produksi yang berkualitas, dimana produk mie instan merek X harus dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas, memiliki cita rasa khas, dan proses produksi yang higienis. Hal ini penting untuk dilakukan dengan tujuan kualitas setiap produk mie instant X dapat terstandarisasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, D.A.. 1997. Manajemen Ekuitas Merek, Manfaat Nilai Suatu Merek. Jakarta: Penerbit Mitra Utama. Asakdiyah, M. 2005. “Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Purchase Intention: Studi Kasus Pada Konsumen Riff Cafe”, Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, Vol .1, No 2. Assael, H. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action, 6 ed. Singapore: Thomson Learning. Atmaja, L.S. 1997. Statistik Bisnis, Buku 2. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Augusty, F. 2002. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Penerbit Fakultas Ekonomi UNDIP. Azjen, R. 1988. Consumer Behaviour. United States of America: Prentice Hall, Inc. Cooper, D.R. dan Emory, C.W. 1997. Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.. Della Bitta, Albert J. dan Loudon, D.L. 1997. Consumer Behavior: Concepts and Applications, 4 th ed, Nwe York: McGraw-Hill, Inc. Dharmmesta, B.S. 1999. “Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 3. Ferrinadewi, E. 2005. “Pengaruh Tipe Keterlibatan Konsumen Terhadap Kepercayaan Merek dan Dampaknya Pada Keputusan Pembelian”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol .17, No. 1. Hair Jr., J.F. R.E. Anderson, R.L, Tatham, and W.C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis: With Readings, 5ed, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
26
PENGARUH BRAND CHARACTERISTIC TERHADAP KEPERCAYAAN DAN ............... (Dharmawan Lubis)
Harcar, T., Kara, A., dan Kucukemiroglu, O. 2006. “Consumer’s Perceived Value and Buying Behavior of Store Brands: An Empirical Investigation”, The Bussiness Review, Vol. 5, No. 2. Kotler, P. dan Armstrong, G. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kotler, P. 2000. Marketing Management. 10 th ed, Upper Saddla River, New York: Prectice-Hall International, Inc. Kotler, P. dan Keller, K.L. 2008. Marketing Management, 12 ed, Upper Saddle River, New York: Pearson Education International. Lau, G.T. dan Lee, S.H. 1999. “Consumers’ Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty”, Journal of Market Focused Management, Vol. 4, No. 2. Ma’ruf, B.A. 2003. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Alfa Beta. Santoso, S., dan Tjiptono F. 2001. Riset Pemasaran. Jakarta: Penerbit Elexmedia Computindo. Setyawan, P. dan Susila, W. 2004. “Analisis Faktor Yang Dipertimbangkan Nasabah Dalam Mengambil Keputusan Pembelian”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 8. No. 2. Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit CV. Alfabeta. Tjiptono, F. 2008. Brand Management & Strategy. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi Pemasaran. Edisi 2. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Umar, H. 2003. Metodologi Penelitian, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
27
ISSN: 1978-3116 PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
Vol. 5, No. 1, Maret 2011 Hal. 29-44
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS TERHADAP PENCAPAIAN AKADEMIK MAHASISWA Conny Tjandra Rahardja Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research examined the influence of personality plus taxonomies: sanguine, choleric, melancholic, and phlegmatis of undergraduated students’ academic performance. There are 181 business school students participated in this study. Most of respondents come from admission year 2006 and 2007. This research found several findings: 1) the positive aspects of melancholic has positive effect to the academic performance and 2) the negative aspects of melancholic, choleric, and phlegmatis have positive effects to the academic performance. Keywords: personality plus and academic performance
PENDAHULUAN Setiap manusia dilahirkan di dunia dengan kepribadian yang unik. Setiap kepribadian memiliki keunggulan dan kelemahan. Pengetahuan tentang keunggulan dan kelemahan diri akan membuka wawasan bagi mahasiswa untuk dapat memahami diri sendiri dan lingkungannya. Pemahaman ini sangat penting untuk menjadikan mahasiswa adaptif dalam menghadapi kondisi lingkungan yang selalu berubah dan bermanfaat dalam mempersiapkan mahasiswa memasuki dunia kerja karena pada dasarnya atasan, bawahan, dan rekan sekerja terdiri atas pribadi-pribadi unik.
Penelitian ini, berfokus pada dua variabel, yaitu kepribadian dan pencapaian akademik. Menurut Chamorro dan Furnham (2004), penilaian mengenai potensi yang dimiliki dan permasalahan yang dihadapi oleh setiap individu secara umum dapat tercermin di dalam dua variabel ini. Namun Chamorro dan Furnham (2004) juga mengatakan bahwa penilaian terhadap seorang individu secara spesifik harus meliputi penilaian kemampuan intelektual, karakter, motivasi, dan antusiasme dalam diri masing-masing individu. Semua faktor ini secara bersama-sama bermanfaat untuk memprediksi pola perilaku yang stabil dengan melakukan pengamatan di ruang observasi, kelas, dan kantor. Berdasarkan riset-riset yang dilakukan sebelumnya, tipe kepribadian berkorelasi dengan keberhasilan seseorang dalam pencapaian akademik dan karir ketika memasuki dunia kerja. Gellissen dan Graaf (2005) menemukan adanya hubungan secara langsung antara kepribadian seseorang dengan keberhasilan dalam berkarir. Penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik kepribadian memberikan kontribusi yang penting terhadap pencapaian status karir dan besarnya pendapatan. Penelitian Gellissen dan Graaf (2005) melibatkan pria dan wanita yang berusia 18-70 tahun dari berbagai bidang pekerjaan, baik laki-laki dan wanita. Penelitian Siebert dan Kraimer (2001) memberikan temuan yang sama, yaitu meneliti hubungan antara lima dimensi kepribadian Five-Factor Model (FFM) dan keberhasilan karir dengan melibatkan 496 sampel (318
29
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
pria dan 178 wanita) pada pekerjaan dan organisasi yang beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian extraversion berhubungan positif dengan tingkat gaji, promosi, dan kepuasan kerja, sedangkan neuroticism berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Agreeableness berhubungan negatif dengan kepuasan kerja dan openness berhubungan negatif dengan tingkat gaji. Terdapat hubungan negatif antara kepibadian agreeableness dan gaji pada sampel yang memiliki pekerjaan yang berorientasi kepada manusia. Namun tidak ada hubungan di antara kedua variabel tersebut pada pekerjaan yang tidak berorientasi kepada manusia. Banyak peneliti sosial memiliki keyakinan bahwa kemampuan yang dibutuhkan untuk memperoleh kesuksesan di dunia kerja berbeda dengan keberhasilan di kelas (Kuncell, Hezlett, & Ones: 2004). Keyakinan ini secara empiris dan teoritis tidak terbukti. Riset ilmiah yang dilakukan selama satu abad membuktikan kemampuan kognitif secara umum dapat digunakan untuk meramalkan keberhasilan hidup seseorang pada spektrum yang lebih luas, misalnya kinerja dan pencapaian karir, perilaku dalam memelihara kesehatan, kreativitas, dan perilaku sosial (Gottfredson, 1997; Jensen, 1998; Lubkinsi, 2000; Ree & Caretta, 1998). Terdapat beberapa teori yang membahas tipetipe kepribadian, antara lain tipe-tipe kepribadian menurut Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), FiveFactor Model (FFM), dan Personality Plus. Pada prinsipnya tipe-tipe kepribadian membahas faktorfaktor kepribadian yang serupa. Penelitian-penelitian terdahulu mendasarkan pada tipe-tipe kepribadian menurut MBTI dan FFM, sedangkan penelitian ini menggunakan tipe-tipe kepribadian menurut personality plus yang dikembangkan oleh Littaeur (1996). Personality plus membagi tipe-tipe kepribadian menjadi empat, yaitu tipe sanguinis, koleris, melankolis, dan phlegmatis. Keunikan individu menyebabkan setiap individu tidak akan memiliki kepribadian yang sama persis. Masing-masing tipe kepribadian personality plus memiliki aspek-aspek positif dan negatif yang dapat berdampak terhadap pencapaian akademik seseorang. Keunikan individu menyebabkan seorang individu dapat memiliki aspek-sepek positif kepribadiaan sanguinis, dan sangat dimungkinkan yang bersangkutan hanya memiliki sedikit aspek-aspek negatif dari kepribadian sanguinis.
30
Peneliti tertarik untuk menguji pengaruh aspekaspek positif dan negatif masing-masing tipe-tipe kepribadian terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Hal ini sangat penting bagi sekolah bisnis untuk memahami tipe-tipe kepribadian mahasiswa, kemudian mengolahnya untuk meningkatkan prestasi akademik mahasiswa. Pada akhirnya prestasi akademik yang baik diharapkan akan meningkatkan keunggulan bersaing mahasiswa dalam memasuki dunia kerja. Keunggulan bersaing mahasiswa dalam dunia kerja akan meningkatkan keunggulan bersaing sekolah bisnis dalam kompetisi nasional, bahkan global. Berdasarkan penjelasan tersebut, permasalahan penelitian ini dirumuskan, yaitu 1) Apakah aspek-aspek positif dan negatif dari masing-masing tipe kepribadian personality plus berpengaruh secara signifikan terhadap pencapaian akademik mahasiswa? dan 2) Tipe-tipe kepribadian personality plus manakah yang dapat menunjang keberhasilan mahasiswa secara akademik? MATERI DAN METODE PENELITIAN Teori empat temperamen berakar dari teori four humors dari Yunani yang diungkapkan oleh Hippocrates. Hipocrates mempercayai perilaku manusia disebabkan oleh cairan dari tubuh yang disebut “humors,” serta terkait dengan elemen klasik dari alam. Keempat elemen klasik yang terdiri atas udara, air, bumi, dan api, masingmasing dikaitkan dengan tipologi kepribadian yang disebut sanguinis, phlegmatis, melankolis, dan kolerik. Keempat elemen klasik dapat dianalogikan sebagai berikut: Selanjutnya Galen, meneliti temperamen dan kondisi psikologis seseorang yang menentukan perilaku yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Avicena mengembangkan empat tipologi kepribadian yang dikaitkan dengan aspek emosional, kapasitas mental, perilaku moral, kesadaran diri, mobilitas, dan impian. Keempat teori ini dalam penelitian disebut dengan Personality Plus dengan mengacu pada penamaan yang dikemukakan oleh Littaeur (1996). Personality Plus termasuk teori kepribadian kuno yang dijadikan acuan untuk pengembangan teori kepribadian modern. Adapun ahli psikologi yang telah mengembangkan antara lain Maimonides, Immanuel Kant, Alfred Adler, dan Ivan Pavlov. Cattell (1987) mengkonseptualisasi dan
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
Tabel 1 Keterkaitan Elemen Alam, Kualitas, Humors, Tipe Kepribadian, dan Musim Element Air Earth Fire Water
Qualities Warm/moist Cold/dry Warm/dry Cold/moist
Humors Blood Black bile Yellow bile Phlegm
Type Sanguine Melancholy Choleric Phlegmatis
Season Spring Autumn Summer Winter
Sumber: Levine, 1971. memasukkan intelegensia sebagai bagian dari kepribadian. Hal ini berakibat kepribadian akan tercermin pada tingkat intelegensia seseorang yang dapat diukur dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) bagi mahasiswa. IPK tinggi maupun rendah yang dicapai oleh mahasiswa mencerminkan sikap mental dan pola perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari dalam meresponi sesuatu yang di sekitarnya, antara lain bagaimana meresponi tugas, bagaimana meresponi dosen, dan kemampuan membangun kelompok belajar (sosialisasi), serta meresponi aktivitas lain-lain selama masa studi. Tipe-tipe kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu menunjukkan tingkat usaha untuk mengupayakan keingintahuan akan keterampilan baru yang akan meningkatkan level kemampuan dan pengetahuan individu. Cattell juga menyatakan
beberapa aspek kognitif bersifat tetap dan tidak dapat dimodifikasi karena pengaruh temperamen (kepribadian). Penelitian tentang jenis kepribadian personality plus dari Littaeur (1996) masih sangat terbatas, namun apabila ditelaah dan dicermati setiap tipe-tipe kepribadian baik menurut MBTI, FFM, dan personality plus pada prinsipnya memiliki akar dan basis yang sama. Hubungan kepribadian personality plus dan tipologi kepribadian yang lain dapat digambarkan sebagai berikut: Berdasarkan pemahaman ini maka penulis memanfaatkan hasil temuan penelitian dari tipe-tipe kepribadian lain yang telah diteliti secara ilmiah, yaitu FFM dan MBTI sebagai landasan teori. Felder (2002) meneliti dampak kepribadian mahasiswa jurusan teknik
Sumber: iR Information Research Gambar 1 Hubungan Kepribadian Personality Plus dengan Tipologi Kepribadian Lain
31
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
mesin terhadap pencapaian akademik. Felder (2002) menyimpulkan MBTI merupakan metode yang efektif untuk mengkarakteristikkan perbedaan cara mahasiswa teknik mesin untuk belajar, meresponi perbedaan instruksi dosen dan lingkungan kelas, serta mengformulasikan tujuan karir. Felder juga menguraikan keterkaitan masing-masing kepribadian MBTI dengan pencapaian akademik sebagai berikut 1) Intuitors memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan sensing dalam pelajaran yang memerlukan daya abstraksi yang tinggi, namun hasil yang sebaliknya diperoleh dalam pelajaran yang bersifat praktik; 2) Thinkers secara konsisten memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan feeler. Meskipun feeler memiliki prestasi akademik yang baik, namun banyak yang mengalami drop-out dari fakultas teknik mesin; 3) Dalam menghadapai tuntutan tugas yang yang tinggi dan jadwal yang padat sesuai kurikulum, dan kemampuan untuk mengelola waktu, judgers secara konsisten memiliki kinerja yang lebih unggul dibandingkan perceivers; 4) Extraverts bereaksi secara positif dibandingkan introvert ketika sama-sama diminta untuk mengerjakan secara berkelompok; 5) Mayoritas sensor berminat untuk bekerja di perusahaan besar, dan mayoritas intuitors merencanakan untuk bekerja di perusahaan kecil atau menjadi peneliti setelah lulus; 6) Intuitors memiliki keberhasilan tiga kali lipat dibandingkan sensors untuk menjadi top rating dalam tugas-tugas yang memerlukan kemampuan pemecahan masalah kreatif dan memiliki nilai yang tinggi pada pekerjaan yang kreatif dan inovatif setelah mereka berkarir; dan 7) Feelers memiliki keberhasilan yang tinggi dalam bersosialisasi ketika berkarir dibandingkan thinkers. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepribadian menurut MBTI merupakan alat yang bermanfaat untuk membantu dosen teknik mesin dan petinggi kampus untuk memahami dan merumuskan disain pengajaran agar mudah diterima oleh semua mahasiswa yang memiliki berbagai tipe kepribadian. Borg dan Shapiro (1996) dan Ziegert (2000) mengkaitkan tipe kepribadian mahasiswa berdasarkan MBTI dengan hasil pencapaian akademik pada beberapa mata kuliah ekonomi. Riset ini menyimpulkan terdapat korelasi yang signifikan antara tipe kepribadian dengan pencapaian akademik. Analisis tipe kepribadian FFM dan tingkat
32
intelektual individu dilakukan oleh Ackerman dan Heggestadt (1997). Hasil penelitian menunjukkan kepribadiaan openness to experience -karakter individu yang memiliki level rasa ingin-tahu dan minat yang tinggi terhadap intelektual- berpengaruh positif terhadap hasil tes kognitif yang dilakukan. Selain itu, tipe-tipe kepribadian FFM yang lain, seperti: agreeableness, neuroticism, extraversion, dan conscientiousness juga berkorelasi positif terhadap kemampuan kognitif. Namun openness to experience merupakan dimensi kepribadian yang paling konsisten berkorelasi dengan indicator pencapaian akademik dan tidak dapat dipungkiri juga terhadap perolehan nilai hasil ujian (Chamorro Premuzic & Furnham, 2005). Hasil ini tidak hanya mendukung pendapat Cattell, namun juga merupakan ide pencapaian seseorang di masa yang akan datang. Peneliti lain, Chowdhury dan Mohammed (2006) menyimpulkan terdapat keterkaitan antara tipe kepribadian agreeableness dan conscientiousness (dari FFM) dengan prestasi akademik mahasiswa jurusan ekonomi. Mahasiswa yang memiliki agreeableness dan conscientiousness tinggi memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan yang memiliki tipe kepribadian tersebut yang rendah. Borg dan Harriet (2002) mengungkapkan tipe kepribadian merupakan variabel yang sangat signifikan untuk menentukan keberhasilan studi mahasiswa jurusan ekonomi tingkat akhir. Demikian pula pada mahasiswa baru, Borg dan Harriet (2002) juga menemukan mahasiswa dengan kepribadian introversion memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan yang extraversion untuk mata kuliah ekonomi pengantar. Chamorro dan Furnham (2003) meneliti apakah kepribadian dapat memprediksi pencapaian akademik dari mahasiswa. Selain ini, penelitian juga menambahkan indikator perilaku akademi seperti tingkat kehadiran dan usaha membuat makalah dengan menggunakan tipe-tipe kepribadian menurut FFM. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan, mahasiswa dengan kepribadian conscientiousness memiliki pencapaian akademik yang sangat baik, sebaliknya kepribadian neuroticism sangat merusak kinerja akademik mahasiswa. Walt dan Pickworth (2007) menginvestigasi hubungan kepribadian dengan kesuksesan akademik di fakultas kedokteran hewan. Dengan menggunakan
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
16 tipe kepribadian MBTI, disimpulkan karakteristik dalam kepribadian dapat digunakan untuk memprediksi kebiasaan belajar yang baik dan hasil ujian mahasiswa. Mahasiswa yang berhasil dalam studi adalah mahasiswa yang memiliki karakter, antara lain kestabilan emosional, keseriusan, dan ketelitian dapat beradaptasi dengan lingkungan, disiplin diri yang kuat, praktis tidak sekedar penuh imajinasi, tenang dan tidak mudah cemas. Dalam disertasinya, Poropat (2004) menuliskan faktor-faktor kepribadian yang tercakup dalam FFM dapat digunakan untuk memprediksi kinerja seseorang baik secara akademik maupun prestasi yang akan dicapai ketika bekerja secara konsisten. Bagi individu yang memiliki kepribadian conscientiousness yang tinggi dapat diprediksi akan memiliki kinerja yang sangat baik di dunia pendidikan dan dunia kerja. Mengacu pada hasil penelitian terdahulu yang menyatakan adanya keterkaitan antara tipe-tipe kepribadian menurut MBTI dan FFM dengan pencapaian akademik mahasiswa, maka dalam penelitian ini juga akan mengkaitkan tipe-tipe kepribadian personality plus dengan pencapaian akademik mahasiswa sekolah bisnis. Personality plus merupakan teori empat temperamen berakar dari teori four humors dari Yunani yang diungkapkan oleh Hippocrates, kemudian dikembangkan oleh Littaeur (1996) dalam lembagalembaga sosial. Personality plus yang meliputi sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis menjelaskan bahwa manusia memiliki kepribadian yang cenderung
pada salah satu jenis kepribadian atau kombinasi dua jenis kepribadian yang dominan. Penelitian ilmiah yang menguji dampak tipe kepribadian personality plus terhadap kinerja masih terbatas, sehingga peneliti menganalogikan model tipe kepribadian personality plus dengan tipe kepribadian MBTI dan FFM yang telah diuraikan. Peneliti menggunakan tipe kepribadian personality plus dalam studi eksplorasi untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara aspekaspek positif dan negatif dari tipe-tipe kepribadiansanguinis, koleris, melankolis, dan phlegmatis terhadap pencapaian akademik mahasiswa sekolah bisnis yang diukur dari IP kumulatif. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan tipetipe kepribadian manakah yang memiliki pencapaian akademik lebih baik dari tipe-tipe yang lain. Skema model penelitian yang dikembangkan ditunjukkan pada Gambar 2. Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan aspek-aspek positif dan negatif dari kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis. Tipologi kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah personality plus yang dikembangkan secara intensif oleh Littaeur dan timnya. Littaeur (1996) membagi kepribadian manusia tersebut menjadi empat, yaitu sanguinis, koleris, melankolis, dan phlegmatis. Sanguinis adalah orang-orang atau sifat kepribadian yang penuh kreativitas dan canda ria, pesta pora, dinamis tidak terkendali, spontanitas, percaya diri, penuh pesona, dan karisma yang dapat membuat perhatian orang-orang di sekeliling berfokus
Sanguinis ( + / - )
Koleris (+/-) Indeks Prestasi Kumulatif Melankolis (+/-)
Phlegmatis (+/-)
Gambar 2 Model Penelitian Tipe-Tipe Kepribadian dan Pencapaian Akademik
33
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
kepadanya. Kepribadian sanguinis mencerminkan ekstrovert, suka berbicara, dan sangat optimis. Kepribadian ini memiliki kreativitas serta rasa humor yang tinggi, antusias, dan ekspresif. Aspek-aspek positif dari variabel diukur dengan cara responden memberikan isian pada kuesioner pada kolom satu bagian keunggulan, antara lain penuh kesenangan dan selera humor yang baik; dapat merebut hati orang melalui pesona kepribadiannya; bersifat demonstratif dalam mengungkap rasa sayang, sedangkan aspekaspek negatif antara lain kurang keteraturan dalam segala bidang kehidupan, menceritakan kembali satu cerita secara berulang-ulang, pelupa, kurang memiliki kemampuan untuk membuat kehidupan yang teratur. Kepribadian sanguinis termasuk extraversion dan suka bersosialisasi. Menurut Goff dan Ackerman (1992) kepribadian yang extraversion, kreatif, dan kepercayaan diri yang kuat memiliki dampak positif terhadap intelektualitas seseorang. Intelektualitas yang sangat baik akan terukur dengan pencapaian akademik yang baik pula. Keunggulan pribadi sanguinis ini berdampak positif terhadap keberhasilan dan pencapaian akademik dan karir seseorang, karena kemampuan diri untuk bersosialisasi dan kemampuan membangun networking yang baik. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H1a: Aspek-aspek positif kepribadian sanguinis berpengaruh positif terhadap pencapaian akademik siswa. Namun pribadi ini dapat pula memiliki unsurunsur arogansi, sesuka hati, membesarkan diri, pemimpi, tidak melakukan pekerjaan apapun, bersifat impulsif, sulit diprediksi, dan biasanya diberi trade mark sebagai lintah, yang suka memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan diri. Kelemahan pribadi sanguinis yang demikian akan menghambat keberhasilan pencapaian akademik seseorang, karena merupakan pribadi yang dijauhi dan tidak disukai oleh rekan-rekannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H1b: Aspek-aspek negatif kepribadian sanguinis berpengaruh negatif terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Koleris adalah orang-orang atau sifat kepribadian yang dilahirkan untuk menjadi pemimpin yang mengatur, memotivasi, memerintah, menstimulasi,
34
memanipulasi, antusiasme, memancarkan kepercayaan diri yang kuat, menyukai kesibukan, dan mengelola segala aktivitas dengan baik. Koleris memiliki kemampuan yang baik untuk mengorganisasikan kegiatan dan selalu berorientasi kepada tujuan. Koleris memiliki disiplin diri yang kuat, terorganisasi, dan sistematis yang ekuivalen dengan conscientiousness pada kepribadian FFM. Di samping itu, koleris juga termasuk pada kepribadian yang extraversion termasuk orang–orang yang berkemauan keras, tidak sabar, gila kerja, dan suka meremehkan berbagai tindakan-tindakan dan orang-orang lain yang dianggap bodoh. Individu berkepribadian koleris sulit untuk rileks dan memiliki waktu senggang, karena seluruh waktu yang ada telah dirancang untuk beraktivitas. Semangat kerja yang tinggi dan tidak kenal lelah diharapkan dapat pencapaian kinerja yang optimal, di bidang pendidikan dan karir. Berdasarkan hasil penelitian Goff dan Ackerman (1992) kepribadian yang extraversion dan conscientiousness berkaitan secara positif dengan intelegensia seseorang. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H2a: Aspek-aspek positif kepribadian koleris berpengaruh positif terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Selain memiliki aspek-aspek positif, ada pula individu-individu koleris memiliki aspek-aspek negatif yaitu mudah marah, tidak sabar, eksplosif, pendendam, memiliki pendekatan yang keras terhadap pihak lain, sulit meminta maaf, dan sulit mengakui kehebatan pihak lain. Peneliti menduga individu yang memiliki kelemahan kepribadian koleris yang bertemperamen tinggi, mudah marah, dan suka bertengkar sulit untuk mencapai keberhasilan karir ketika bekerja, karena tidak ada perusahaan yang ingin memiliki pemimpin yang pemarah dan kurang pertimbangan. Demikian pula ketika mahasiswa masih menempuh studi, karakter pemarah, tukang perintah, dan suka merendahkan pihak lain menyebabkan individu ini dijauhi oleh rekanrekannya. Untuk mata kuliah yang membutuhkan kerja sama tim akan menyebabkan individu-individu koleris sulit mendapatkan hasil akademik yang optimal. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H2b: Aspek-aspek negatif kepribadian koleris berpengaruh negatif terhadap pencapaian kinerja
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
akademik mahasiswa. Melankolis adalah orang-orang atau sifat kepribadian yang berkebalikan dengan sanguinis. Mereka bijaksana, pemikir, taat pada aturan dan menghendaki kesempurnaan, memiliki ide-ide kreatif, introspektif, filosofis, analitis, memiliki seni yang tinggi (artistik), dan menyukai musik. Di samping itu, melankolis merupakan pribadi yang intraversion dan serius. Kemauan untuk menjadi terbaik dan serius sangat mendukung keberhasilan individu yang melankolis. Semua keunggulan melankolis ini berdampak positif terhadap pencapaian akademik seseorang. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H3a: Aspek-aspek positif kepribadian melankolis berpengaruh positif terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Di samping memiliki keunggulan yang sangat positif untuk mencapai keberhasilan dalam kehidupan, termasuk karir dan studi, individu melankolis yang memiliki aspek-aspek negatif dari kepribadian melankolis justru sulit berkembang dan sulit mencapai keberhasilan yang diinginkannya, karena kelemahankelemahan dalam kepribadian ini dapat membatasi dan menghambat potensi yang dimiliki seseorang untuk mencapai suatu keberhasilan. Adapun aspek-aspek negatif kepribadian melankolis, antara lain suka menyendiri dan berwajah muram, sangat kritis terhadap orang lain; sering memandang segala sesuatu dari sisi negatif sehingga tampak membuat-buat masalah, mudah tertekan, mudah sakit hati, perasa, depresi, putus asa, dan terkadang berperilaku yang merusak. Karakter perfeksionis telah menyebabkan kepribadian melankolis suka menunda-nunda pekerjaan dan tugas, karena selalu muncul rasa tidak puas; sering muncul rasa tidak aman, dan rendah diri. Penundaan terhadap tugas dapat menyebabkan tugas dikerjakan secara terburu-buru mendekati deadline yang mengakibatkan hasil kerja yang tidak optimal. Perasaan moody, tidak bahagia, mudah tertekan, dan depresi dapat mengganggu konsentrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H3b: Aspek-aspek negatif kepribadian melankolis berpengaruh negatif terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Phlegmatis adalah orang-orang atau sifat-sifat
kepribadian yang menyukai damai, tenang, sabar, tidak emosional suka mengalah, memiliki banyak teman, konsisten, rasional, pengamat, memiliki belas kasihan yang tinggi, menyukai rutinitas pekerjaan, dan mudah berkompromi untuk menghindari pertentangan yang terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nyhus dan Pons (2005) disimpulkan wanita dan pria yang memiliki kestabilan emosi -tenang, memiliki rasa aman, dan ulet memperoleh gaji yang tinggi ketika mereka berkarir- sehingga peneliti menduga keunggulan kepribadian phlegmatis ini juga akan berdampak positif terhadap pencapaian akademik mahasiswa, karena kemampuan bekerja dalam kelompok sangat mendukung untuk mencapai keberhasilan studi siswa. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H4a: Aspek-aspek positif kepribadian phlegmatis berpengaruh positif terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Di samping aspek-aspek positif yang dimiliki oleh kepribadian phlegmatis, aspek-aspek negatif yang dapat muncul adalah rasa malas dan tidak peduli. Peneliti menduga kelemahan yang dimiliki oleh kepribadian phlegmatis justru berdampak negatif terhadap pencapaian kinerja seseorang. Aspek-aspek negatif lain yang dimiliki oleh kepribadian phlegmatis antara lain sulit mengambil keputusan, sulit untuk berkata tidak, tidak antusias, tidak tegas, tidak ada motivasi, tidak suka terlibat (acuh tak acuh), pemalas, resisten terhadap perubahan, dan tidak peduli pada rencana-rencana pihak lain yang dianggap tidak membawa kenyamanan dan kedamaian, dan memiliki ketergantungan kepada pihak lain. Misalnya kepribadian phlegmatis membutuhkan orang lain sebagai pencetus ide atau motor penggerak bagi dirinya. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H4b: Aspek-aspek negatif kepribadian phlegmatis berpengaruh negatif terhadap pencapaian akademik mahasiswa. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian adalah mahasiswa sekolah bisnis di Yogyakarta. Sekolah bisnis adalah perguruan tinggi yang berupa fakultas ekonomi dan sekolah tinggi ilmu ekonomi, jurusan akuntansi dan manajemen. Pada
35
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
penelitian ini yang dijadikan sampel adalah mahasiswa S-1 dari dua sekolah bisnis terkemuka di Yogyakarta. Sampel penelitian akan diambil dari mahasiswa sekolah bisnis di Yogyakarta yang masih aktif kuliah dari berbagai angkatan. Dalam pemilihan sampel ini, peneliti mempunyai tujuan dan target tertentu (purposive sampling), sehingga pemilihan sampel tidak dilakukan secara acak. Tujuan metode pemilihan sampel tidak acak adalah untuk menaikkan tingkat representatif sampel (Indriantoro dan Supomo, 1999). Sumber data yang akan dikumpulkan berasal dari sumber data primer dan sekunder. Adapun sumber data primer digunakan untuk mengumpulkan data tipetipe kepribadian. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada responden. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Littaeur (1996). Kuesioner akan dibagikan kepada 200 mahasiswa sekolah bisnis diYogyakarta. Tabel 2 berikut ini merupakan data responden berdasarkan tahun angkatan di perguruan tinggi, program studi, jenis kelamin, dan IPK. Pengumpulan data penelitian dilakukan selama kurang lebih 2 (dua) bulan mulai awal Desember 2009
sampai dengan akhir Januari 2010. Kuesioner disebar sebayak 200 eksmplar dan jumlah kuesioner yang kembali 181 eksemplar. Tingginya tingkat pengembalian karena keterlibatan peneliti di dalam kelas untuk memberikan penjelasan kepada responden. Jumlah responden terbanyak dari angkatan 2007 sebesar 52,48%, angkatan 2006 sebesar 29,2%, dan selebihnya diambil dari berbagai angkatan. Pada pengisian kuesioner, responden dikumpulkan di suatu ruangan dan diberikan arahan untuk memahami istilah-istilah asing yang terdapat pada kuesioner tipe-tipe kepribadian. Pengarahan pengisian kuesioner sangat penting dilakukan agar sampel memperoleh pemahaman yang benar sehingga diperoleh hasil pengisian kuesioner yang akurat. Setelah data terkumpul dilakukan penghitungan skor pada kuesioner. Pada setiap isian kuesioner akan diberikan skor. Pemberian skor ini untuk mengklasifikasikan responden pada masing-masing tipe kepribadian. Setelah kuesioner terkumpul, data diinput, dan peneliti mengolah data dengan program SPSS. Ketika menginput data di SPSS, pada masing-masing tipe kepribadian diisikan angka-angka skor dalam bentuk indeks, misalnya untuk masing-masing tipe kepribadian
Tabel 2 Data Responden Berdasarkan Tahun Angkatan, Program Studi, Jenis Kelamin, dan IPK Angkatan/
Jenis Kelamin
Prog. Studi 2008 AKT 2007 AKT MJM 2006 AKT MJM 2005 AKT MJM 2004 AKT MJM 2003 AKT MJM 2002 MJM 2001 AKT Jumlah
Pria Wanita 3 26 26 20 23 16 28 7 2 7 4 4 2 1 3 2 1 1 3 1 1 91 90
Sumber: Data primer, diolah.
36
IPK >3 1 25 17 26 7 1 5 1
2 - 3 <2 2 26 1 25 1 17 1 2 10 1 5 1 3
1
1 84
1 93
4
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
memiliki total skor keunggulan (aspek-aspek positif) senilai 20 poin dan total skor untuk kelemahan (aspekaspek negatif) senilai 20 poin. Pengukuran dan penskalaan dilakukan dengan indeks. Indeks dihitung dari skor isian keunggulan dan kelemahan masingmasing kepribadian dibagi dengan total skor = 20. Data untuk pencapaian akademik diinputkan IPK untuk masing-masing responden. Hasil skoring ditunjukkan pada Tabel 3. Dalam penelitian sangatlah dimungkinkan adanya responden yang memiliki tipe kepribadian ganda, misalnya sanguinis dan koleris serta koleris dan melankolis karena pada dasarnya manusia yang multi-dimensi memiliki kombinasi kepribadian yang berbeda-beda. Pada penelitian ini terdapat satu dependent variabel dan empat independent variabel. Seperti yang terdeskripsi pada Gambar 2 tentang skema penelitian, yang menjadi dependent variabel adalah variabel pencapaian akademik, sedangkan yang menjadi independent variabel adalah variabel tipe-tipe kepribadian yang terdapat pada personality plus, yaitu sanguinis, koleris, melankolis, dan phlegmatis. Masingmasing tipe kepribadian memiliki keunggulan dan kelemahan yang juga dicantumkan dalam model. Model penelitian yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
S2 = Aspek-aspek negatif kepribadian sanguinis K2 = Aspek-aspek negatif kepribadian koleris M2 = Aspek-aspek negatif kepribadian melankolis P2 = Aspek-aspek negatif kepribadian phlegmatis e = residual HASIL PENELITIAN Berdasarkan statistik deskriptif pada Tabel 4 diperoleh hasil bahwa aspek-aspek positif kepribadian sanguinis memiliki nilai rata-rata 0,263 sedang aspek-aspek negatifnya 0,2607; aspek-aspek positif kepribadian koleris memiliki nilai rata-rata 0,194 sedangkan aspekaspek negatifnya 0,232; aspek-aspek positif kepribadian melankolis memiliki nilai rata-rata 0,240 sedangkan aspek-aspek negatifnya 0,255; dan aspekaspek positif kepribadian phlegmatis memiliki nilai ratarata 0,296 sedangkan negatifnya 0,2404. Untuk aspekaspek positif dan negatif dari semua tipe kepribadian personality plus memiliki nilai rata-rata 0,2 karena sebagian sampel menonjol di salah satu tipe kepribadian namun rendah di tipe kepribadian lainnya, sehingga ketika dihitung nilai rata-ratanya semua tipe-tipe kepribadian memiliki nilai rata-rata yang rendah. Berdasarkan Tabel 4, maka aspek-aspek positif kepribadian sanguinis i) berkorelasi positif dengan aspek-aspek negatif sanguinis sebesar 0,477 yang menunjukkan keduanya merupakan bagian dari kepribadian sanguinis; ii) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif kepribadian koleris; iii) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian melankolis; iv) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif kepribadian phlegmatis; v) tidak berkorelasi dengan aspek-aspek negatif kepribadian koleris dan phlegmatis. Aspek-aspek negatif kepribadian sanguinis i) berkorelasi positif dengan aspek-aspek positif kepribadian sanguinis; ii)
Keterangan model penelitian: Y = Indeks prestasi kumulatif responden a = konstanta S1 = Aspek-aspek positif kepribadian sanguinis K1 = Aspek-aspek positif kepribadian koleris M1= Aspek-aspek positif kepribadian melankolis P1 = Aspek-aspek positif kepribadian phlegmatis
Tabel 3 Sampel Pengukuran Responden dengan Indeks Responden 1 2 3
U1 8/20 4/20 5/20
L1 7/20 4/20 6/20
U2 2/20 2/20 2/10
L2 4/20 5/20 3/20
U3 6/20 8/20 6/20
L3 4/20 6/20 7/20
U4 4/20 6/20 7/20
L4 5/20 5/20 4/20
IPK 3.18 3.44 3.19
Sumber: Data primer, diolah.
37
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
Tabel 4 Statistik Deskriptif dan Korelasi antar Variabel Var S1 S2 K1 K2 M1 M2 P1 P2
Mean .263 .2607 .194 .232 .240 .255 .296 .2404
Std Dev. .1517 .1184 .1581 .1402 .1243 .1261 .1598 .1285
S1 1 .477** -.291** -.064 -.353** -.197** -.255** -.040
S2
K1
K2
M1
M2
1 -.142 -.220** -.223** -.465** .026 -.053
1 .594** -.145 -.102 -.471** -.320**
1 .083 -.165* -.482** -.567**
1 .299** -.182* .013
1 .179* -.176*
**Signifikan < 0.01 *Signifikan < 0.05 berkorelasi negatif dengan aspek-aspek negatif kepribadian koleris, hubungan negatif ini disebabkan kepribadian sanguinis yang ceria dan berhura-hura, tidak disiplin, tidak teliti, tidak tertib, tidak teratur, talk more do less, dan ceroboh. Berkebalikan dengan karakter koleris sangat disiplin, tidak sabaran, keras kepala, arogan, suka merendahkan orang lain yang tidak sesuai dengan standar kerjanya, dan berfokus pada pekerjaan secara berkelebihan; iii) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian melankolis, karena kepribadian sanguinis merupakan kepribadian ekstrovert, periang, tidak disiplin, dan cenderung ceroboh, sedangkan kepribadian melankolis memiliki kecenderungan pendiam, introvert, namun perfeksionis dalam melakukan pekerjaan yang diberikan; iv) tidak berkorelasi dengan aspek-aspek positif kepribadian koleris serta aspek-aspek negatif kepribadian phlegmatis. Aspek-aspek positif kepribadian koleris i) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif kepribadian sanguinis karena aspek-aspek positif kepribadian koleris yang disiplin, memiliki target pencapaian pekerjaan yang ketat, tipe pekerja keras, dan sangat serius. Meskipun kedua kepribadian ini sama-sama ekstrovert, namun sanguinis lebih mengfokuskan pada ekstrovert yang kurang disiplin, mudah bosan, tidak teratur, dan banyak cakap (bicara) untuk topik humor; ii) berkorelasi positif dengan aspekaspek negatif kepribadian koleris karena keduanya merupakan satu kesatuan dalam kepribadian koleris;
38
iii) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian phlegmatis karena kepribadian phlegmatis merupakan kepribadian introvert, penurut, kurang bersemangat, suka berdamai dengan siapa saja. Sebaliknya, kepribadian koleris suka bekerja keras, suka memimpin, suka belajar pada hal-hal baru, dan berfokus pada tujuan/target yang ditetapkan; iv) tidak berkorelasi dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian melankolis serta aspek-aspek negatif kepribadian sanguinis. Aspek-aspek negatif kepribadian koleris i) berkorelasi positif dengan aspek-aspek positif kepribadian koleris; ii) berkorelasi negatif dengan aspekaspek negatif kepribadian sanguinis, karena kepribadian koleris tidak segan untuk berkata-kata keras dan pedas secara terbuka kepada orang lain yang dianggap tidak teliti, santai, banyak humor daripada serius, dan tidak teratur, merupakan aspek-aspek negatif kepribadian sanguinis; iii) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian phlegmatis karena kepribadian koleris cenderung berkata pedas dan keras yang dapat memunculkan permusuhan atau konflik dengan pihak lain, sedangkan kepribadian phlegmatis adalah kepribadian introvert yang suka berdamai dengan semua orang; iv) tidak berkorelasi dengan aspek-aspek positif kepribadian sanguinis serta aspek-aspek positif dan negatif kepribadian melankolis. Aspek-aspek positif kepribadian melankolis i) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian sanguinis karena sanguinis bersifat
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
ekstrovert mencari perhatian dan memonopoli pembicaraan, kurang disiplin, tidak teratur, dan memiliki banyak teman. Sebaliknya, kepribadian melankolis cenderung introvert, serius, pemikir, memiliki jiwa seni, dan perfeksionis; ii) berkorelasi positif dengan aspekaspek negatif kepribadian melankolis karena keduanya merupakan satu kesatuan bagian dalam kepribadian melankolis; iii) tidak memiliki korelasi dengan aspekaspek positif dan negatif kepribadian koleris serta aspek-aspek positif dan negatif kepribadian phlegmatis. Aspek-aspek negatif kepribadian melankolis i) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian sanguinis, karena aspek-aspek negatif kepribadian melankolis yang meliputi perasa, tidak percaya diri, dan suka menunda-nunda pekerjaan yang disebabkan oleh keinginan untuk mengerjakan segala sesuatu dengan sempurna. Sebaliknya, kepribadian sanguinis terlalu percaya diri, memiliki tingkat konsistensi dan kedisiplinan yang rendah; ii) berkorelasi positif dengan aspek-aspek positif melankolis karena keduanya merupakan satu kesatuan bagian dalam kepribadian melankolis; iii) tidak memiliki korelasi dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian koleris serta aspek-aspek positif dan negatif kepribadian phlegmatis. Aspek-aspek positif kepribadian phlegmatis i) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif kepribadian sanguinis, karena kepribadian phlegmatis bersifat introvert, cenderung mengikuti ide-ide orang lain, tenang, pendamai, pendiam. Sebaliknya, kepribadian sanguinis bersifat ekstrovert, pencetus ide, pembawa keramaian dan kemeriahan di suatu kelompok dengan ide-ide segarnya; ii) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian koleris, karena koleris bersifat ekstrovert dengan kegemaran untuk memimpin dan mengatur orang lain untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Sebaliknya, phlegmatis bersifat introvert, suka mengikuti perintah, suka berdamai, dan tidak menyukai konfrontasi dengan alasan apapun; iii) berkorelasi positif dengan aspekaspek negatif kepribadian phlegmatis karena keduanya merupakan satu kesatuan bagian dari kepribadian phlegmatis; iv) tidak berkorelasi dengan aspek-aspek negatif kepribadian sanguinis serta aspek-aspek positif dan negatif kepribadian melankolis. Aspek-aspek negatif kepribadian phlegmatis: i) berkorelasi negatif dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian koleris. Kepribadian koleris menyukai ide-ide baru dan sangat berkomitmen tinggi terhadap tujuan, serta memiliki kepemimpinan yang kuat, ekstrovert, seringkali tidak sabar dan suka memaksakan kehendak kepada orang lain yang dianggap bodoh. Sebaliknya, kepribadian phlegmatis suka menyenang-nyenangkan hati pihak lain melalui sifat penurut dan tampak tidak berinisiatif. Sifat memendam perasaan, keinginan, dan pendapat diri sendiri bertujuan untuk memnciptakan kedamaian. Bagi pihak lain yang tidak memahami karakteristik ini akan memberikan trademark negatif sebagai pribadi tidak antusias, lemah, dan pemalas; ii) berkorelasi positif dengan aspek-aspek positif kepribadian phlegmatis karena keduanya merupakan satu kesatuan bagian dalam kepribadian phlegmatis; iii) tidak berkorelasi dengan aspek-aspek positif dan negatif kepribadian sanguinis serta aspek-aspek positif dan negatif melankolis. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh hasil R square sebesar 27,9%. Hal ini menunjukkan pencapaian prestasi akademik mahasiswa dapat dijelaskan oleh variabel tipe-tipe kepribadian person-
Tabel 5 Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summary Model
R
1
.528a
R Square Adjusted R Square .279
.245
Std. Error of the Estimate .52076
a. Predictors: (Constant), P2, M1, S2, K1, M2, S1, K2, P1
39
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
ality plus sebesar 27,9%, sedangkan sisanya sebesar 72,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Berdasarkan uji F yang dilakukan dapat disimpulkan variabel tipe-tipe kepribadian personality plus yang meliputi sanguinis, koleris, melankolis, dan phlegmatis secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja akademik mahasiswa. Hal dapat dilihat dari hasil F hitung yang sebesar 8,361 dengan tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,1. Uji signifikasi masing-masing tipe kepribadian secara individual berfungsi untuk melihat tingkat signifikasi masing aspek-aspek positif dan negatif dari
tipe-tipe kepribadian sanguinis, koleris, melankolis, phlegmatis terhadap pencapaian akademik mahasiswa. Berdasarkan Uji t pada Tabel 7, variabel tipe-tipe kepribadian personality plus yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pencapaian akademik mahasiswa sekolah adalah aspek-aspek positif dan negatif dari tipe kepribadian koleris masing-masing memiliki tingkat signifikansi 0,071 dan 0,083 lebih kecil dari 0,1; aspek negatif dari kepribadian melankolis memiliki tingkat signifikansi 0,011 lebih kecildari 0,1; aspek negatif dari kepribadian phlegmatis dengan tingkat signifkansi 0,075 lebih kecil dari 0,1. Sedangkan aspek-aspek positif dan negatif tipe-tipe kepribadian
Tabel 6 Hasil Uji F, ANOVAb Model Sum of Squares 1Regression 18.139 Residual 46.916 Total 65.055
df 8 173 181
Mean Square 2.267 .271
F 8.361
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), P2, M1, S2, K1, M2, S1, K2, P1 b. Dependent Variabel: IPK
Tabel 7 Hasil Uji t Coefficientsa
Model (Constant) S1 S2 K1 K2 M1 M2 P1 P2
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta .094 1.260 1.444 1.414 1.482 1.130 2.208 .779 1.553
.365 .817 .899 .778 .849 .859 .855 .798 .868
*) Signifikan pada tingkat 0,1
40
.319 .285 .373 .347 .234 .465 .208 .333
t
Sig.
.258 1.542 1.607 1.818 1.745 1.315 2.582 .975 1.789
.796 .125 .110 .071* .083* .190 .011* .331 .075*
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
lainnya tidak berpengaruh secara signifikan, karena memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 0,1. Hasil pengujian hipotesis mendukung hipotesis 2a yang menyatakan aspek-aspek positif dari kepribadian koleris berdampak positif secara signifikan terhadap pencapaian akademik mahasiswa di sekolah bisnis (ß =0,373, p< 0,1). Hasil pengujian terhadap hipotesis 2b yang menyatakan aspek-aspek negatif dari kepribadian koleris berdampak negatif terhadap pencapaian akademik justru memberikan hasil pengujian yang sebaliknya, yaitu aspek-aspek negatif dari kepribadian koleris berdampak positif secara signifikan terhadap pencapaian akademik (ß = 0,347, p < 0,1). Hasil pengujian terhadap hipotesis 3b yang menyatakan aspek-aspek negatif dari kepribadian melankolis berdampak negatif terhadap pencapaian akademik, justru memberikan hasil pengujian yang sebaliknya, yaitu aspek-aspek negatif dari kepribadian melankolis berdampak positif secara signifikan terhadap pencapaian akademik (ß = 0,465, p < 0,1). Hasil pengujian terhadap hipotesis 4b yang menyatakan aspek-aspek negatif dari kepribadian phlegmatis berdampak negatif terhadap pencapaian akademik, justru memberikan hasil pengujian yang sebaliknya, yaitu aspek-aspek negatif dari kepribadian phlegmatis berdampak positif secara signifikan terhadap pencapaian akademik (ß = 0,333, p < 0,1). Hasil pengujian terhadap hipotesis 1a, 1b, 3a, dan 4a tidak berdampak secara signifikan terhadap pencapaian akademik. Hipotesis 1a dan 1b tidak didukung oleh hasil pengujian hipotesis. Hal ini disebabkan aspek-aspek positif dari tipe-tipe kepribadian sanguinis yang penuh kesenangan dan selera humor yang baik dan dapat merebut hati orang melalui pesona kepribadiannya tidak mencerminkan sikap diri yang tenang dan penuh konsentrasi untuk belajar. Kecenderungan untuk banyak bicara dan humoris justru dapat menganggu konsentrasi belajar di kelas, belajar kelompok, dan belajar individu. Berdasarkan pengamatan sehari-hari orang yang talkative sulit berkonsentrasi penuh serta memiliki ketahanan belajar yang rendah, karena cenderung mencari teman untuk bersosialisasi. Padahal untuk mencapai kinerja akademik yang baik dibutuhkan ketenangan, keseriusan, dan konsentrasi belajar secara individu dan kelompok dengan topik pembahasan materi kuliah bukan humor. Namun di pihak lain
kemampuan bersosialisasi juga dapat mendukung keberhasilan akademik karena ada teman-teman yang membantu dalam belajar, sedangkan aspek-aspek negatif antara lain: kurang keteraturan dalam segala bidang kehidupan, menceritakan kembali satu cerita secara berulang-ulang, pelupa, kurang memiliki kemampuan untuk membuat kehidupan yang teratur merupakan karakter yang tidak mendukung pencapaian akademik yang baik. Untuk dapat mencapai prestasi akademik yang baik dibutuhkan kedisiplinan dan keteraturan. Akibat dari aspek-aspek positif dan negatif yang tidak relevan dengan sikap pembelajar, maka variabel-variabel kepribadian tersebut tidak berpengaruh terhadap pencapaian mahasiswa di sekolah bisnis. Hipotesis 2a didukung oleh hasil pengujian hipotesis, bahwa aspek-aspek positif yang dimiliki kepribadian koleris yang berani mengeksplorasi halhal baru menunjukkan sifat kreatif dan inovatif, berkemauan keras, disiplin, serta memiliki semangat bersaing merupakan kunci sukses untuk dapat mencapai prestasi akademik dengan baik. Berasarkan hasil pengujian hipotesis aspek-aspek negatif dari kepribadian koleris juga berdampak positif secara signifikan terhadap pencapaian akademik. Meskipun hasil pengujian mendukung hipotesis 2b dengan arah berlawanan, namun dapat dijelaskan sebagai sesuatu yang logis, karena aspek-aspek negatif yang dimiliki kepribadian koleris, seperti sulit mengenali perasaan sakit hati orang lain, sulit menerima pendapat pihak lain atau perubahan (resisten), menyampaikan kepada pihak lain secara terbuka tepat seperti apa yang dipikirkan, tinggi hati, tidak berbelas kasihan, pekerja keras, dan orang yang tidak sabar terhadap orang lain bukanlah faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan akademik. Kemauan yang kuat dan kemandirian yang dimiliki oleh kepribadian koleris mampu menutupi aspek-aspek negatif dari kepribadian koleris, meminimalkan risiko kegagalan akademik, dan tetap mengoptimalkan pencapaian akademik. Verdasarkan hasil pengujian, hipotesis 3a tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian akademik. Keberadaan kepribadian melankolis suka mencari hubungan logis antar kejadian serta melakukan segala sesuatu dengan persisten dan ideal dapat berdampak positif terhadap prestasi akademik. Namun di pihak lain, aspek positif dari kepribadian melankolis
41
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
yang juga peduli dan tanggap terhadap sikap, perasaan orang lain. Sikap yang perasa demikian membuat kepribadian ini mengikut arus teman-teman sekitar yang kurang baik, sehingga dapat mengakibatkan tanggung jawab belajar tererosi. Diduga kondisi tarik menarik yang demikian ini akan mengakibatkan hipotesis 3a tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pencapaian akademik, sedangkan hipotesis 3b menyatakan aspekaspek negatif kepribadian melankolis berpengaruh negatif terhadap pencapaian akademik, ternyata menghasilkan pengujian yang sebaliknya, yaitu aspekaspek negatif dari kepribadian melankolis justru berdampak positif terhadap prestasi akademik mahasiswa di sekolah bisnis. Aspek-aspek negatif dari kepribadian seperti sulit memaafkan dan melupakan sakit hati atau ketidakadilan, sensitif, mempermasalahkan dan memberi perhatian besar terhadap hal-hal yang sepele/kecil, dan perfeksionis. Karakter perfeksionis dan memberikan perhatian yang besar terhadap hal-hal kecil mampu menjadi motor bagi kepribadian melankolis untuk dapat berprestasi secara akademik. Kedua karakter negatif ini memiliki kekuatan untuk mengalahkan aspek-aspek negatif lain dari kepribadian melankolis. Hipotesis 4a yang menyatakan aspek-aspek positif dari kepribadian phlegmatis berpengaruh positif terhadap prestasi akademik tidak terbukti, keunggulan kepribadian ini yang meliputi orang yang mudah menerima pendapat orang lain, tanpa perlu mengemukakan pendapatnya sendiri, dan orang cenderung hanya meresponi percakapan bukan memulainya. Aspek-aspek positif dari kepribadian phlegmatis menyebabkan individu berkepribadian phlegmatis cenderung diatur oleh keadaan sekitar, sehingga inisiatif belajar juga diatur pihak lain. Akibatnya aspek-aspek positif ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pencapaian akademik. Di samping itu, peneliti menduga aspek-aspek negatif dari kepribadian phlegmatis yang kurang bersemangat dan antusias dapat berdampak positif terhadap pencapaian akademik karena individu phlegmatis ikut-ikutan teman yang memiliki semangat belajar, akibatnya individu ini mencapai prestasi akademik yang baik. Karakter suka berdamai dan mengalah pada orang lain (menghindari konflik dan petikaian) diduga akan menimbulkan belas kasih dari teman-teman yang berhasil secara akademik untuk melibatkan dan mendukung kepribadian
42
phlegmatis untuk belajar, dan akhirnya mampu mencapai prestasi akademik yang baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi eksplorasi pengaruh tipe-tipe kepribadian personality plus terhadap pencapaian akademik. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, tipe-tipe kepribadian yang berdampak positif terhadap pencapaian akademik mahasiswa sekolah bisnis ada empat variabel tipe kepribadian, yaitu aspek-aspek positif dari kepribadian koleris, aspek-aspek negatif dari kepribadian koleris, aspek-aspek negatif kepribadian melankolis, dan aspekaspek negatif kepribadian phlegmatis, sedangkan variabel-variabel lainnya tidak berdampak secara signifikan terhadap pencapaian akademik. Saran Peneliti telah memanfaatkan model tipe-tipe kepribadian yang belum pernah diuji secara ilmiah untuk melakukan studi eksplorasi: Dampak model kepribadian personality plus terhadap kinerja akademik mahasiswa di sekolah bisnis yang perlu diuji kembali oleh periset lain. Meskipun model tipe-tipe kepribadian ini banyak diterapkan dalam praktik-praktik manajemen organisasi non profit/sosial, karena memberikan kontribusi yang positif bagi keberhasilan pengelolaan sumber daya manusia (SDM), namun keberhasilan kinerja organisasi sosial tersebut yang masih perlu diuji secara ilmiah. Temuan hasil riset model tipe kepribadian personality plus ini hanya terdapat satu hipetesis yang didukung, tiga hipotesis yang didukung secara berlawanan arah, dan empat hipotesis lain tidak berpengaruh terhadap pencapaian akademik. Oleh karena itu, hal ini merupakan wacana bagi peneliti untuk melakukan penelitian ulang dengan memperbanyak jumlah variabel independen yang diduga mampu menjelaskan variabel pencapaian akademik dengan lebih baik. Di samping itu, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan model kepribadian yang telah diuji dan telah dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah internasional terakreditasi, misalnya big five personality model.
PENGARUH TIPE-TIPE KEPRIBADIAN PERSONALITY PLUS.............. (Conny Tjandra Rahardja)
DAFTAR PUSTAKA Ackerman, P.L., dan Heggestad, E. 1997. “Intelligence, Personality, and Interests: Evidence for Overlapping Traits”. Psychological Bulletin, 121: 219–245. Boudreau, J.W., Boswell, W.R., dan Judge, T.A. 2001. “Effects of Personality on Executive Career Success in the United States and Europe”. Journal of Vocational Behavior, 58 (1): 53-81. Borg, M.O., dan Shapiro, S., L. 1996. “Personality Type and Student Performance in Principles Economics”. Journal Of Economic Education, 78: 3-25. Borg, O., Mary, and Stranahan, Harriet, A. 2002. “Personality Type and Student Performance in Upper-Level Economics Courses: The Importance Of Race And Gender”. Journal Of Economic Education, Winter. Brand, C. 1987. The Importance of General Intelligence. In A S Modgil and C Modgil (Eds). Arthur Jensen: Concensus And Controversy. New York: Falmer. Cattell, R.B. 1987. Intelligence: Its Structure, Growth, and Action. Amsterdam: North Holland. Chamorro, T., and Furnham, A. 2003. “Personality Predicts Academic Performance: Evidence from Two Longitudinal University Samples”. Journal Of Research In Personality, 37(4): 319-338. ___________________________. 2004. “A Possible Model to Understand the Personality–Intelligence Interface”. British Journal Of Psychology, 95: 249–264. Chamorro-Premuzic, T. & Furnham, A. 2005. Personality and Intellectual Competence. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Chowdhury, M., and Amin, M.N. 2006. “Personality and Students’ Academic Achievement: in Effects of Conscientiousness and Agreeableness
on Performance in Principles of Economics. International”. Journal Of Social Behavior And Personality, 34(4): 381-388. Felder, R., M. 2002. “The Effects of Personality Type on Engineering Student Performance and Attitudes”. Journal Of Engineering Education, 91(1): 3-17. Gelissen, John, and P.M. De Graaf. 2006. “Personality, Social Background, and Occupational Career Succesd”. Social Science Research, 35: 702726. Goff, M. & Ackerman, P.L. 1992. “Personality-Intelligence Relations:Assessment of Typical Intellectual Engagement”. Journal Of Educational Psychology, 84: 537–553. Indriantoro, N., dan Supomo, B. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Jensen, A. R. 1998. The G Factor: The Science of Mental Ability. Westport. CT: Praeger. Judge, T.A., Higgins, C.A., Thoresen, C.J., Barrick, M.R., 1999. “The Big Personality Traits, General Mental Ability, and Career Success Across the Life Span”. Personnel Psychology, 52 (3): 621-652. Kuncell, N.R., Sarah A.H., and Deniz, S.O. 2004. “Academic Performance, Career Potential, Creativity, and Job Performance: Can One Construct Predict Them All?” Journal Of Personality And Social Psychology. 86 (1): 148-161. Lahaye, Tim. 1984. Why You Act The Way You Do. Wheaton, IL: Tyndale House Publishers, Inc. Levine, Edwin Burton. 1971. Hippocrates. NY: Twayne Publishers. Littaeur, Florence. 1996. Personality Plus. Jakarta: Binarupa Aksara.
43
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 29-44
Lubkinsi, D. 2000. “Scientific and Social Significance of Assessing Individual Differences: Sinking Shafts at a Few Critical Points”. Annual Review Of Psychology. 405-444. Nyhus, Ellen K., and Pons, Empar. 2005. “The Effects of Personality of Earnings”. Journal Of Economic Psychology. 26 (3): 363-384. Poropat, A., E. 2004. An Examination of The Relationship Between Personality and Citizenship Performance in Academic and Worlplace Settings (Doctoral Dissertation, University Of Queensland, Australia, 2004). Ree, M.J., and Carreta, T.R. 1998. “General Cognitive Ability and Occupational Performance”. International Review Of Industrial And Organizational Psychology, 13: 159-184. Siebert, S.E., and Kraimer, M.L., 2001. “The Five-Factors Model of Personality and Career Success”. Journal Of Vocational Behavior, 58 (1): 1-21. Walt, H.S., and Pickworth G. 2007. “Personality and Academic Performance of Three Cohorts Of Veterinary Students In South Africa”. Journal Of Veterinary Medical Education, 34 (3), 356365. Ziegert, A.L. 2000. “The Role of Personality Temperament and Student Learning in Principles of Economics: Further Evidence”. Journal Of Economic Education, L 31: 307-322. http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Personality_Plus. Download Dari Ir Information Research, Vol 9 (1) – Oktober 2003.
44
ISSN: 1978-3116 MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
Vol. 5, No. 1 Maret 2011 Hal. 45-59
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 Jenny E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
are lower than revenues mean in 2008.
This research investigates whether reduction in corporate tax rates in 2009 provide an incentive for managers to do earnings management and motivate managers to get tax saving by accruals decision. This research also investigates whether giving tax reduction facility for revenues up to 50 billion provide incentive for managers to accelerate revenues recognition. The motivation for this research comes from attempts by previous researchers to indentify earnings management incentive and to find empirical evidence about earnings management (Scholes et aI., 1992; Boynton et aI., 1992; Klassen et aI., 1993; Harris, 1993; Guenther, 1994; Lopesz et aI., 1998; Petroni et al., 1999; Beatty dan Harris, 2001; Shane dan Stock, Setyowati, 2002; Prasetio dan Nursanto, 2004; 2006; Zimmermann dan Goncharov, 2006). Earnings management in this research are measured by discretionary accruals modified Jones model (1995). This research uses multiple regression analysis, paired sample t test and one sample t test to test first (HI) and second hypothese (H2). Samples in this research consist of two groups. One group smnple consist of 55 manufacturing firm listed on Indonesia Stock Exchange for the period of 2008 to 2009. Second group sample consist of 24 public firm listed on Indonesia Stock Exchange for the period of 2007 to 2009. The results show that in 2008, large firms have positive discretionary accruals whereas in 2009, large firms have negative discretionary accruals. The results of this research verify that small firm’s revenues mean in 2009
Keywords: earnings management, accruals discresioner, income tax minimalize
PENDAHULUAN Prinsip akuntansi yang berlaku umum memungkinkan perusahaan untuk memilih di antara berbagai metode dan kebijakan akuntansi. Pemilihan metode dan kebijakan akuntansi mempengaruhi besarnya laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, yang menjadi aturan dan panduan dalam akuntansi keuangan. Aturan akuntansi keuangan menentukan kebijakan pengakuan dan pengukuran. Kebijakan tersebut berhubungan dengan kebijakan bagaimana aset diukur, kapan kewajiban diakui, kapan pendapatan dan keuntungan diakui, serta kapan biaya dan kerugian diakui. Oleh karena itu, penentuan saat pengakuan pendapatan dan biaya dapat memberikan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi angka laba dalam laporan keuangan. Laporan keuangan disusun atas dasar akrual yang ditetapkan dalam standar akuntansi keuangan (PSAK Nomor 01, Revisi 2009). Akuntansi akrual membedakan antara laba akuntansi dan arus kas dari operasi. Berdasarkan akuntansi akrual, pendapatan diakui saat dihasilkan dan biaya diakui saat terjadi, tanpa
45
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
memperhatikan penerimaan maupun pengeluaran kas. Selain itu, menurut prinsip penandingan beberapa biaya (misalnya biaya garansi) diestimasi dan dicatat sebelum terjadi, untuk menandingkan biaya tersebut dengan pendapatan yang dihasilkan oleh biaya (Guenther, 1994). Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan sehingga kebijakan akrual memungkinkan manajer untuk melakukan manipulasi akrual dengan berbagai insentif. Jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi arus kas maka manajemen laba dapat berupa “kosmetik”. Manajemen laba yang berupa kosmetik adalah manajemen laba yang dilakukan dengan tujuan untuk mempercantik laporan keuangan. Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan memanipulasi besaran laba kepada beberapa stakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan atau mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba dilakukan oleh manajer perusahaan dengan berbagai insentif, di antaranya insentif untuk meningkatkan kompensasi, menghindari pelanggaran perjanjian utang, mempengaruhi harga saham dan memenuhi ramalan analis (Shane dan Stock, 2006) serta menghindari biaya politik (Northcut et al., 1998). Insentif untuk melakukan manajemen laba juga dilakukan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah yang berhubungan dengan pemberian proteksi impor (Jones, 1991). Selain itu, manajemen laba juga dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meminimalkan pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah (Scholes et al., 1992; Klassen et al., 1993; Harris, 1993; Guenther, 1994; Petroni et al., 1999; Beatty dan Harris, 2001; Shane dan Stock, Setyowati, 2002; Prasetio dan Nursanto, 2004; 2006; Zimmermann dan Goncharov (2006). Manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai strategi dan mekanisme. Strategi manajemen laba dapat dilakukan dengan meningkatkan laba, big bath, dan perataan laba. Meningkatkan laba dapat dilakukan baik pada periode berjalan maupun beberapa periode akuntansi agar kinerja perusahaan dipandang lebih baik. Big bath dilakukan dengan menarik semua rugi tahun-tahun yang akan datang ke tahun berjalan sehingga tahun berjalan mengalami rugi besar tetapi
46
setelah itu terjadi peningkatan profitabilitas pada tahun berikutnya. Perataan laba merupakan bentuk umum dari manajemen laba yang dapat dilakukan dengan meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasi laba, sedangkan mekanisme manajemen laba dapat dilakukan dengan manajemen laba melalui klasifikasi dan pergeseran laba. Manajemen laba melalui klasifikasi dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan biaya dan pendapatan secara khusus pada bagian tertentu laporan laba rugi, yaitu pada pos luar biasa dan tidak berulang sehingga tidak dianggap penting oleh analis. Pergeseran laba dilakukan dengan memindahkan laba dari satu periode ke periode lainnya. Akan tetapi, pilihan strategi pergeseran laba tergantung pada pertimbangan tahun dari waktu tertentu (Scholes et al., 1992). Manajemen laba yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah terutama dimotivasi oleh perubahan tarif pajak yang memberikan peluang bagi manajer perusahaan untuk menggeser laba melalui pengakuan pendapatan dan biaya. Manajer perusahaan bereaksi terhadap perubahan tarif pajak dengan menggeser laba dari satu periode ke periode lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan penghematan pajak. Selain itu, laba juga digeser secara geografis antarnegara bagian oleh perusahaan multinasional (Klassen et al., 1993; Harris, 1993) maupun perusahaan yang memiliki hubungan afiliasi (Beatty dan Harris, 2001). Manajer perusahaan berusaha meminimalkan pajak dengan cara meningkatkan akrual untuk menjadikan angka laba lebih rendah (Maydew, 1997). Pada tanggal 23 September 2008 telah dipublikasikan peraturan perpajakan terbaru, UndangUndang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan. Menurut peraturan perpajakan terbaru ini, pajak penghasilan perusahaan dikenakan atas penghasilan kena pajak dengan tarif tunggal sebesar 28% pada tahun 2009 dan 25% pada tahun 2010. Tarif pajak penghasilan tersebut menurun dibandingkan tarif sebelumnya yang ditetapkan sesuai dengan lapisan penghasilan kena pajak. Selain itu, terdapat ketentuan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2007 tentang penurunan tarif pajak penghasilan bagi perusahaan di Indonesia yang berbentuk perseroan terbuka (PT). Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perusahaan berbentuk perseroan terbuka di Indonesia
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) diberikan tarif 5% lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku sehingga besarnya tarif pajak penghasilan perusahaan tersebut menjadi 23% pada tahun 2009 dan 20% pada tahun 2010. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 memberikan fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan di Indonesia dengan pendapatan sampai dengan Rp50 miliar yang akan mendapatkan pengurangan tarif 50% dari tarif normal 28% atas penghasilan kena pajak sampai dengan Rp4,8 miliar. Peraturan perpajakan terbaru ini efektif berlaku per 1 Januari 2009. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah penurunan tarif pajak penghasilan perusahaan di Indonesia pada tahun 2009 memberikan insentif bagi manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah penurunan tarif pajak penghasilan perusahaan di Indonesia pada tahun 2009 mendorong manajer untuk memperoleh penghematan pajak melalui kebijakan akrual. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan yang mendapatkan fasilitas pengurangan pajak mempercepat pengakuan pendapatan pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. MATERI DAN METODE PENELITIAN Manajemen laba didefinisikan sebagai pengungkapan manajemen dalam pengertian intervensi dengan maksud tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba bukan suatu istilah teknis dalam akuntansi atau keuangan, tetapi manajemen laba terjadi ketika manajemen perusahaan memiliki peluang untuk membuat keputusan akuntansi yang mengubah laba yang dilaporkan dan memanfaatkan peluang-peluang tersebut (Weil, 2009). Healy dan Wahlen (1999) menyatakankan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan memanipulasi besaran laba kepada beberapa stakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan atau mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka
akuntansi yang dilaporkan. Berdasarkan definisi dapat disimpulkan bahwa manajemen laba dapat mengurangi kualitas laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan dan mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Penelitian mengenai manajemen laba lebih mengacu pada sudut pandang oportunistis dibandingkan sudut pandang efisiensi. Menurut Tarjo (2008), praktik manajemen laba dapat dipandang dari dua perspektif yang berbeda, baik sebagai tindakan yang salah (negatif) maupun tindakan yang seharusnya dilakukan manajemen (positif). Pandangan lain menganggap bahwa manajemen laba merupakan upaya untuk memuaskan pemegang saham. Manajemen laba menyebabkan banyak informasi yang harus diungkap perusahaan sehingga memiliki konsekuensi terhadap meningkatnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik. Manajemen laba merupakan fenomena yang sukar untuk dihindari karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Dalam praktik, para manajer dapat memilih kebijakan akuntansi sesuai standar akuntansi keuangan. Oleh karena itu, sangat wajar jika para manajer memilih kebijakan tersebut untuk memaksimalkan utilitasnya dan nilai perusahaan. Jadi manajemen laba adalah pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Perilaku manajemen laba sesuai dengan teori keagenan. Menurut teori keagenan, manajemen selalu berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya. Mengingat manajemen memiliki keleluasaan untuk memilih salah satu kebijakan akuntansi dari prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka wajar jika muncul pemikiran bahwa manajemen akan memilih metode akuntansi yang secara khusus membantu manajemen dalam mencapai tujuannya (Kusumawardhani dan Siregar, 2009). Kebijakan akuntansi dalam manajemen laba terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu pertama adalah pemilihan kebijakan akuntansi sedangkan kedua adalah penggunaan akrual diskresioner. Akrual diskresioner sering digunakan sebagai ukuran manajemen laba. Menurut Herawaty (2008), asimetri informasi antara manajemen dan pemilik memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba yang meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemegang saham mengenai nilai perusahaan yang sebenarnya.
47
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
Manajemen laba dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan yang dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola yaitu manajemen perusahaan. Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan menyebabkan adanya oportunistik manajemen yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, sehingga menyebabkan nilai perusahaan berkurang di masa yang akan datang. Perubahan tarif pajak penghasilan yang mengarah pada penurunan tarif pajak penghasilan perusahaan memberikan insentif bagi manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba dengan meminimalkan pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Jika para manajer mencoba untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajak, maka perubahan tarif pajak ini akan memberikan suatu insentif yang kuat untuk menunda laba. Perusahaan yang diduga mengurangi laporan laba rugi untuk mencapai penghematan pajak adalah perusahaan besar, perusahaan dengan tingkat utang jangka panjang yang rendah, dan perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajer yang tinggi (Guenther, 1994). Setyowati (2002) memfokuskan pada perilaku manajemen laba dalam kaitannya dengan insentif untuk meminimalkan pajak. Setyowati menduga bahwa manajer akan berusaha menunda pengakuan laba satu periode sebelum berlakunya penurunan tarif pajak (berdasarkan UU Pajak Penghasilan Nomor 10 tahun 1994) dan membebankan laba yang ditunda tersebut ke dalam laporan keuangan periode berlakunya tarif pajak baru dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pajak yang mesti dibayar. Penundaan laba dapat dilihat dengan adanya akrual diskresioner yang negatif pada tahun 1994 dan akrual diskresioner yang positif pada tahun 1995. Sampel yang digunakan dalam penelitian Setyowati adalah 48 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Penelitian Setyowati memfokuskan pada akrual diskresioner sebagai ukuran manajemen laba seperti Jones (1991). Temuan penelitian Setyowati tidak dapat membuktikan bahwa perusahaan berusaha
48
menurunkan laba pada tahun 1994 dengan tujuan untuk mendapatkan penghematan pajak. Penelitian Prasetyo dan Nursanto (2004) menguji apakah penurunan tarif pajak di Indonesia pada tahun 2000 (berdasarkan UU Pajak Penghasilan Nomor 17 tahun 2000) akan memberi peluang bagi perusahaan untuk menikmati penghematan pajak, juga memicu manajer untuk melakukan kebijakan akrual. Prasetio dan Nursanto menduga bahwa manajer akan berusaha menunda pengakuan laba satu atau dua periode sebelum berlakunya penurunan tarif pajak dan membebankan laba yang ditunda tersebut ke dalam laporan keuangan periode berlakunya tarif pajak baru dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pajak yang mesti dibayar oleh perusahaan. Sampel yang memenuhi syarat dalam penelitian Prasetio dan Nursanto berjumlah 58 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Prasetio dan Nursanto menggunakan model Jones (1991) yang dijadikan dasar untuk memisahkan tingkat akrual yang normal dari tingkat akrual yang tidak normal. Prasetio dan Nursanto tidak dapat membuktikan bahwa perusahaan berusaha menurunkan laba pada tahun 2000 dengan tujuan untuk mendapatkan penghematan pajak pada tahun 2001, yaitu pada saat berlakunya tarif pajak baru. Manajemen laba dan minimalisasi pajak juga dilakukan oleh perusahaan multinasional dan perusahaan yang memiliki hubungan afiliasi di Amerika Serikat. Klassen et al. (1993) meneliti pergeseran laba geografis oleh 191 perusahaan multinasional Amerika Serikat dalam merespon perubahan tarif pajak di seluruh dunia selama tahun 1984-1990. Perubahan tarif pajak yang berbeda memberikan insentif bagi pergeseran laba geografis oleh perusahaan multinasional. Klassen et al. menguji peningkatan pada penghasilan yang dikenakan pajak di wilayah yang mengalami pengurangan relatif pada tarif pajak dan penurunan pada penghasilan yang dikenakan pajak di wilayah yang mengalami peningkatan relatif pada tarif pajak. Perhatian Klassen et al. adalah pada pergeseran penghasilan kena pajak, sebagai lawan dari laba yang dilaporkan kepada pemegang saham. Untuk menyelidiki apakah laba digeser dari satu wilayah ke wilayah lain, Klassen et al. membandingkan perubahan pada penghasilan kena pajak yang dinormalkan dengan nilai buku ekuitas (perubahan Return on Equity), untuk operasi perusahaan multinasional dan perusahaan
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
kontrol. Hasil penelitian Klassen et al. konsisten dengan pergeseran laba geografis dalam merespon perubahan tarif pajak selama tahun 1980-an. Klassen et al. memberikan bukti bahwa perusahaan multinasional U.S. menggeser laba ke Amerika Serikat dari Kanada dan dari Amerika Serikat. ke Eropa pada tahun 1985 dan 1986, sesuai dengan peningkatan tarif Kanada dan penurunan tarif di Eropa. Pada tahun 1987, ketika tarif Amerika Serikat menurun dan tarif di negara lain relatif tetap, penelitian Klassen et al. menunjukkan bahwa perusahaan sampel menggeser laba ke Amerika Serikat untuk tahun 1988. Hasil secara umum menunjukkan pergeseran laba dari Amerika Serikat ke operasi bukan Amerika Serikat selain Eropa dan Kanada dapat menggambarkan penurunan pajak di negara-negara lain, seperti Jepang dan Australia. Harris (1993) melakukan penelitian yang membandingkan laba dan aktivitas investasi perusahaan multinasional Amerika Serikat. dan perusahaan multinasional di seluruh dunia sebelum dan setelah TRA 1986. Ketetapan TRA 86 yang difokuskan dalam penelitian ini adalah penurunan tarif pajak perusahaan dari 45% menjadi 34% dan pengurangan subsidi pajak untuk investasi modal: perpanjangan umur yang dapat didepresiasi dan penghapusan kredit pajak investasi. Beberapa ketetapan TRA 86 yang lainnya dapat mempengaruhi tindakan perusahaan multinasional dengan mengubah pajak Amerika Serikat atas laba yang dikirimkan kembali (ke negara asal) melalui perhitungan kredit pajak luar negeri. Harris memfokuskan pada pengurangan tarif marginal berdasarkan undang-undang dan penurunan pada insentif investasi modal domestik. Menurut Harris, perusahaan akan termotivasi untuk melaporkan jumlah laba bersih yang lebih besar di Amerika Serikat setelah TRA 86 daripada sebelum TRA 86. Data sampel dibatasi dari Compustat PC Plus dan PC Plus Global Vantage untuk tahun 1984-1990. Hasil penelitian Harris konsisten dengan pergeseran laba karena penurunan tarif pajak Amerika Serikat dan dengan investasi perusahaan Amerika Serikat yang secara relatif lebih pada yurisdiksi luar negeri setelah TRA 86, tetapi tidak pada biaya investasi Amerika Serikat. Penelitian Harris memberikan bukti mengenai dampak khusus TRA 86 terhadap perilaku perusahaan. Beatty dan Harris (2001) menguji apakah bank yang dimiliki oleh interstate multibank holding com-
panies mengkoordinasikan keuntungan dan kerugian sekuritas untuk mengatur pajak, laba, dan tujuan manajemen modal selama tahun 1991-1992. Secara khusus, Beatty dan Harris menguji apakah realisasi keuntungan dan kerugian sekuritas berhubungan dengan tujuan individu bank, kelompok konsolidasian, atau keduanya. Beatty dan Harris memprediksikan bahwa jumlah keuntungan sekuritas anak perusahaan bank yang direalisasi akan berhubungan secara positif dengan tarif pajak negara bagian anak perusahaan yang lainnya dalam kelompok konsolidasian dan akan berhubungan secara negatif dengan tarif pajak negara bagiannya sendiri. Anak perusahaan bank memiliki beberapa insentif untuk mengatur laporan labanya sendiri, atau kelompok konsolidasiannya, atau keduanya. Beatty dan Harris menguji apakah realisasi keuntungan dan kerugian sekuritas berhubungan dengan rasio modal bank individu, atau dengan rasio modal rata-rata bank lainnya dalam kelompok konsolidasiannya, atau keduanya. Hasil penelitian Beatty dan Harris menunjukkan bahwa anak perusahaan bank mengatur realisasi keuntungannya tidak hanya untuk mengurangi pajak negara bagian mereka sendiri, tetapi juga secara strategis untuk mengurangi beban pajak kelompok konsolidasiannya. Secara khusus, anggota kelompok konsolidasian bank menggeser pengakuan laba ke anggota kelompok yang dikenakan pajak lebih rendah dan jauh dari anggota kelompok yang dikenakan pajak lebih tinggi. Beatty dan Harris juga menemukan bukti yang menunjukkan bahwa bank merealisasikan keuntungan dan kerugian sekuritas untuk mengatur laporan laba mereka sendiri dan laporan laba kelompok. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Shane dan Stock (2006) meneliti sejauh mana ramalan laba analis sekuritas dan harga saham mencerminkan pengaruh sementara laba terhadap pergeseran laba yang dimotivasi oleh pajak. Selama periode bertahap dua tahun penurunan pajak TRA 86, perusahaan memiliki insentif yang kuat untuk menggeser laba dari kuartal keempat ke kuartal pertama dari tahun fiskal tarif pajak yang lebih rendah. Perubahan sementara laba yang sesuai antara kuartal yang berdekatan tersebut pada tahun fiskal yang berbeda memainkan suatu peranan penting dalam rancangan penelitian Shane dan Stock. Perusahaan yang sama tersebut memiliki atau tidak memiliki insentif pajak untuk menggeser laba
49
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
antara periode kedua penurunan pajak dan kuartal fiskal ketiga yang jatuh pada tahun fiskal yang sama. Sampel penelitian Shane dan Stock terdiri dari 19.272 observasi dengan 1.467 perusahaan untuk kuartal yang berakhir September 1984 hingga Juni 1990 yang diperoleh dari ringkasan file I/B/E/S. Hasil penelitian Shane dan Stock membuktikan bahwa ramalan laba analis keuangan gagal mengantisipasi manajemen laba yang menggeser laba dari kuartal keempat pada tahun tarif pajak lebih tinggi ke kuartal pertama dari tahun tarif pajak lebih rendah. Kegagalan tersebut karena ketidakmampuan untuk mengakui komponen-komponen sementara dari laba yang dilaporkan. Shane dan Stock juga menguji return saham dan menemukan return abnormal negatif di sekitar pengumuman laba kuartal keempat perusahaan pada tahun tarif pajak tinggi, serta return abnormal positif disekitar pengumuman laba untuk kuartal pertama perusahaan yang sama pada tahun tarif pajak lebih rendah. Shane dan Stock juga menemukan bukti bahwa harga pasar tidak secara penuh mencerminkan pengaruh sementara laba terhadap pergeseran laba yang dimotivasi pajak, dan bahwa ketidakefisienan analis menjelaskan tentang setengah dari ketidakefisienan. Zimmermann (2006) menguji perilaku manajemen laba perusahaan Rusia pada tahun 2001 dan 2002. Penelitian Zimmermann menganalisis peran insentif bersaing menggunakan perilaku manajemen pajak perusahaan Rusia. Zimmermann menganalisis pengaruh struktur kepemilikan terhadap tingkat manajemen pajak. Menurut Zimmermann, perusahaan Rusia mengatur laba menurun untuk mengurangi pajak penghasilan. Zimmermann menguji ketidakberesan distribusi laba pada sub sampel perusahaan dengan tarif pajak marginal yang relatif tinggi dan rendah pada tahun 2001 dan 2002, yang membedakan antara insentif yang rendah versus insentif yang tinggi untuk manajemen pajak. Zimmermann menyatakan bahwa insentif untuk memberikan informasi keuangan kualitas tinggi membatasi manajemen pajak. Terakhir, Zimmermann menguji apakah interaksi antara kekuatan pasar, kekuatan politik, dan perubahan undang-undang pajak dari tahun 2001 hingga 2002 disebabkan suatu perubahan pada praktik pelaporan. Dengan melakukan uji univariate dan multivariate, Zimmermann menemukan hasil yang sesuai dengan dugaannya bahwa perusahaan mengatur pajak dan tingkat
50
manajemen pajak meningkat dengan tarif pajak marginal. Perusahaan perseorangan memiliki insentif yang lebih rendah untuk menyediakan pengungkapan yang berguna secara informatif dan mengatur pajak untuk tingkat yang lebih besar dibanding perusahaan publik. Perubahan dari pernyesuaian tinggi ke penyesuaian rendah mengubah perilaku pelaporan perusahaan publik dengan lebih kuat dibanding perusahaan perseorangan. Perusahaan publik kurang terlibat dalam manajemen pajak pada tahun 2002 dibanding perusahaan perseorangan. Penelitian Frank et al. (2009) menguji hubungan antara pelaporan keuangan dan pajak yang agresif dan menemukan suatu hubungan positif yang kuat. Penelitian ini dimotivasi oleh skandal-skandal akuntansi baru-baru ini, aktivitas perlindungan pajak yang agresif, dan peningkatan celah akuntansi-pajak. Kombinasi bukti kemampuan perusahaan untuk mengatur laba akuntansi menaik (tanpa mempengaruhi penghasilan kena pajak) dengan kemampuan untuk mengatur penghasilan kena pajak menurun (tanpa mempengaruhi laba akuntansi) menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kesempatan untuk terlibat dalam perilaku pelaporan keuangan dan pajak yang agresif pada periode pelaporan yang sama. Perusahaan secara umum melaporkan laba akuntansi yang lebih tinggi kepada pemegang saham atau penghasilan kena pajak yang lebih rendah kepada otoritas pajak karena penyesuaian antara GAAP dan undang-undang pajak memaksa perusahaan untuk memutuskan ukuran manakah dari laba yang lebih penting untuk diatur. Kemampuan perusahaan untuk terlibat dalam perilaku pelaporan keuangan dan pajak yang agresif sebagian tergantung pada tingkat penyesuaian akuntansi-pajak. Frank et al. menemukan suatu hubungan positif yang kuat antara keagresifan pelaporan keuangan dan pelaporan pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya yang ada tidak cukup untuk mengimbangi insentif pelaporan keuangan dan pelaporan pajak, seperti ketidaksesuaian antara standar akuntansi keuangan dan undang-undang pajak yang memungkinkan perusahaan untuk mengatur laba akuntansi menaik dan penghasilan kena pajak menurun dalam periode pelaporan yang sama. Perusahaan dapat menunda laba dalam antisipasi penurunan tarif pajak. Penundaan laba dapat dilakukan dengan menunda pendapatan dan
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
mempercepat biaya. Penundaan pendapatan dapat dilihat dari adanya penurunan aset lancar (yaitu piutang usaha), sedang percepatan biaya dapat dilihat dari adanya peningkatan kewajiban lancar (yaitu biaya yang masih harus dibayar). Perubahan aset lancar dan kewajiban lancar mewakili perbedaan antara laba bersih dan arus kas dari operasi, tidak termasuk perbedaan yang tidak diduga mempengaruhi penghasilan kena pajak. Perbedaan antara laba bersih dan arus kas dari operasi merupakan perbedaan yang diduga mempengaruhi penghasilan kena pajak. Manajemen laba yang dimotivasi oleh pajak mensyaratkan adanya perubahan dan pengurangan penghasilan kena pajak. Perusahaan juga dapat menunda laba dalam antisipasi penurunan tarif pajak dengan menunda penjualan, mempercepat pengeluaran penelitian dan pengembangan, mempercepat promosi periklanan, mempercepat pembebanan biaya sewa dan bunga, serta mempercepat kontribusi pensiun. Penundaan penjualan mengakibatkan perusahaan mempercepat penurunan biaya penjualan, umum dan administrasi. Dengan demikian, biaya penjualan, umum dan administrasi mungkin menurun sebagai akibat adanya penundaan pada aktivitas yang menghasilkan pendapatan, yang memicu biaya penjualan, umum dan administrasi. Manajer perusahaan akan termotivasi untuk melaporkan jumlah laba bersih yang lebih besar pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dibandingkan pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 karena penurunan tarif berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 meningkatkan return setelah pajak untuk laba perusahaan. Perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan besar dengan pendapatan pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 melebihi 50 miliar. Dengan demikian, hipotesis pertama penelitian ini adalah manajer perusahaan berusaha menunda pengakuan laba bersih pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dan mengakui laba yang ditunda tersebut pada laporan laba rugi periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dengan tujuan untuk penghematan pajak. Hipotesis pertama dapat disusun sebagai berikut: H1: Akrual diskresioner perusahaan besar pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 bernilai negatif.
Perusahaan yang mendapat fasilitas pengurangan pajak pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 diduga mempercepat pengakuan pendapatan pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. Perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan kecil dengan pendapatan pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tidak melebihi Rp50 miliar. Pendapatan dipercepat dan diakui pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 agar pendapatan pada periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008 tidak melebih Rp50 miliar sehingga perusahaan mendapatkan fasilitas pengurangan pajak atas penghasilan kena pajak sampai dengan Rp4,8 miliar. Dengan demikian, hipotesis kedua dapat disusun sebagai berikut: H2: Pendapatan perusahaan kecil pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan pendapatan pada periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan publik yang terdaftar di BEI periode 20072009. Metoda pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling sehingga sampel dipilih berdasarkan kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang ditentukan. Sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok. Pertama sampel untuk perusahaan besar yaitu perusahaan dengan jumlah pendapatan melebihi Rp50 miliar. Kedua sampel untuk perusahaan kecil yaitu perusahaan yang mendapat fasilitas pengurangan pajak penghasilan. Perusahaan kecil tersebut, pada tahun 2009 (periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008) memiliki pendapatan yang tidak melebihi Rp50 miliar. Sampel kelompok pertama digunakan untuk menguji hipotesis pertama (H1), sedangkan sampel kelompok kedua digunakan untuk menguji hipotesis kedua (H2). Sampel yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama (H1) adalah perusahaan manufaktur dengan kriteria sebagai berikut: 1) Data laporan keuangan yang berakhir 31 Desember, selama tahun 2008-2009; 2) Perusahaan yang tidak mengalami kerugian secara berturut-turut selama tahun 2008-2009; 3) Perusahaan yang memiliki pendapatan melebihi Rp50
51
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
miliar pada periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008; dan 4) Data pendapatan, laba bersih, piutang, aset tetap, total aset dan kas dari operasi lengkap dari tahun 2008-2009. Sampel yang digunakan untuk menguji hipotesis kedua (H2) adalah perusahaan publik dengan kriteria sebagai berikut: 1) Data laporan laba rugi yang berakhir 31 Desember, selama tahun 2007-2009, 2) Perusahaan yang tidak mengalami kerugian selama tahun 2009; 3) Perusahaan yang memiliki pendapatan tidak melebihi Rp50 miliar pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008; dan 4) Data pendapatan lengkap dari tahun 2007-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metoda pengumpulan data menggunakan metoda dokumentasi atau kutipan langsung dari berbagai sumber. Data diperoleh dari Indonesia Stock Exchange untuk mengetahui semua perusahaan go public di BEI dari tahun 2007 hingga 2009. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen adalah total akrual sedangkan variabel independen adalah aset tetap dan selisih perubahan pendapatan dengan perubahan piutang. Manajemen laba merupakan pengungkapan manajemen dalam pengertian intervensi dengan maksud tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rekayasa laba dengan menaikkan atau menurunkan laba pada komponen akrual yang dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggungjawab manajer. Penelitian ini hanya menguji manajemen laba melalui akrual. Alasan utama hanya menguji akrual adalah bahwa akrual pada umumnya lebih mudah diatur selama periode waktu yang singkat dibandingkan perubahan pada metode akuntansi atau struktur modal. Manajemen laba diukur dengan menggunakan proksi akrual diskresioner, yaitu tingkat akrual yang tidak normal. Akrual diskresioner merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba yang dilakukan oleh manajer. Berdasarkan perspektif manajerial, akrual menunjukkan instrumen-instrumen adanya manajemen laba. Perhitungan akrual diskresioner diawali dengan perhitungan total akrual. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi berganda menggunakan program SPSS for Windows
52
versi 16.0. Analisis regresi berganda dilakukan untuk menguji akrual diskresioner pada hipotesis pertama (H1) yang sebelumnya dilakukan pengujian asumsi klasik dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan hasil penelitian. Asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat multikolinearitas, tidak terdapat heteroskedastisitas, tidak terdapat autokorelasi, dan normalitas. Analisis regresi berganda dilakukan untuk menguji apakah akrual diskresioner berbeda dari nilai estimasi (bernilai positif atau negatif). Jika perusahaan menunda laba pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, dan menggeser laba tersebut pada periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008, maka akrual diskresioner tahun 2008 akan bernilai negatif dan akrual diskresioner tahun 2009 akan bernilai positif. Hipotesis pertama (H1) diterima jika intercept negatif dan signifikan pada tingkat 5% untuk tahun 2008 yang menunjukkan bahwa perusahaan besar memiliki akrual diskresioner negatif untuk tahun itu. Pengujian dengan menggunakan one sample t test dilakukan untuk menguji hipotesis pertama (H1) apakah akrual diskresioner pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 berbeda dari nol. Jika perusahaan menunda pengakuan laba pada satu periode sebelum berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008 dan menggeser laba tersebut ke periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008, maka nilai t tingkat akrual diskresioner tahun 2008 akan bernilai negatif dan nilai t tingkat akrual diskresioner tahun 2009 akan bernilai positif. Jadi, hipotesis pertama (H1) akan diterima jika nilai t tingkat akrual diskresioner tahun 2008 bernilai negatif. Uji beda dua rata-rata berpasangan dengan menggunakan paired samples t-test untuk membandingkan pendapatan perusahaan kecil pada hipotesis kedua (H2), yaitu pendapatan pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dengan pendapatan pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. Pendapatan pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 menggunakan tingkat signifikansi 5%. Jika perusahaan mempercepat pendapatan pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 agar pendapatan pada periode pertama berlakunya Undang-
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
Undang Nomor 36 tahun 2008 tidak melebihi Rp50 miliar maka paired sample t-test akan mengindikasikan bahwa rata-rata pendapatan tahun 2009 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2008. Jadi, hipotesis kedua (H2) diterima jika rata-rata pendapatan tahun 2009 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2008. HASIL PENELITIAN Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok. Sampel kelompok pertama terdiri dari perusahaan besar, yaitu perusahaan manufaktur dengan jumlah pendapatan melebihi Rp50 miliar dan sampel kelompok kedua terdiri dari perusahaan kecil, yaitu perusahaan dengan jumlah pendapatan tidak melebihi Rp50 miliar. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 berjumlah 397 perusahaan. Berdasarkan jumlah tersebut, 148 perusahaan bergerak pada sektor manufaktur. Tabel 1 menggambarkan prosedur pemilihan sampel kelompok pertama. Selama tahun 2008 dan 2009 terdapat 296 pengamatan. Jumlah tersebut diperoleh dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk tahun 2008 dan 2009 masing-masing 148 perusahaan. Berdasarkan jumlah tersebut, 58 perusahaan mengalami kerugian
berturut-turut selama tahun 2008 dan 2009 dan 35 perusahaan dikeluarkan dari sampel karena merupakan outliers. Outliers diperoleh setelah melakukan pengujian asumsi klasik. Sampel akhir yang dapat digunakan sebanyak 55 perusahaan manufaktur. Sampel kelompok kedua diperoleh dari database BEI dengan periode pengamatan selama tahun 2007-2009. Tabel 2 menggambarkan prosedur pemilihan sampel kelompok kedua. Selama tahun 2007 hingga 2009 terdapat 144 pengamatan. Jumlah tersebut diperoleh dari seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI untuk tahun 2007 hingga 2009 masing-masing sejumlah 48 perusahaan. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan kecil dengan pendapatan tidak melebihi 50 miliar. Berdasarkan 48 perusahaan sebagai perusahaan kecil, 24 perusahaan dikeluarkan sebagai sampel karena mengalami kerugian. Perusahaan yang mengalami kerugian tidak dikenakan pajak. Sampel akhir terdiri dari 24 perusahaan kecil. Statistik deskriptif pada Tabel 3 memberikan gambaran mengenai nilai rata-rata, deviasi standar, maksimum, dan minimum variabel-variabel dalam penelitian ini. Data maksimum dan minimum memperlihatkan kisaran data yang normal untuk menghindari biasnya hasil penelitian.
Tabel 1 Prosedur Pemilihan Sampel Kelompok Pertama Keterangan Jumlah sampel awal Perusahaan manufaktur yang mengalami kerugian selama tahun 2008-2009 Outliers Jumlah sampel akhir
Jumlah 148 (58) (35) 55
Sumber: Data penelitian, diolah. Tabel 2 Prosedur Pemilihan Sampel Kelompok Kedua Keterangan Jumlah sampel awal Perusahaan kecil yang mengalami rugi selama tahun 2009 Jumlah sampel akhir
Jumlah 48 (24) 24
Sumber: Data penelitian, diolah.
53
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
Tabel 4 menyajikan nilai rata-rata, deviasi standar, maksimum, dan minimum akrual diskresioner tahun 2008 dan 2009. Perbedaan rata-rata akrual diskresioner tahun 2008 dan 2009 cukup signifikan. Rata-rata akrual diskresioner yang negatif pada tahun 2009 menunjukkan indikasi awal adanya manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun 2009. Jika dilihat dari deviasi standar dapat disimpulkan bahwa terdapat variasi yang tidak terlalu besar antara akrual diskresioner tahun 2008 dan 2009. Tabel 5 menyajikan nilai rata-rata, deviasi standar, maksimum, dan minimum pendapatan tahun 2007, 2008 dan 2009. Rata-rata pendapatan tahun 2007, 2008 dan 2009 tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Selain itu, jika dilihat dari deviasi standar, pendapatan
tahun 2007, 2008 dan 2009 tidak memiliki variasi yang terlalu besar. Hipotesis pertama (H1) dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini mensyaratkan pemenuhan beberapa asumsi klasik. Tujuan asumsi klasik adalah untuk mengetahui kelayakan data sebelum digunakan dalam analisis regresi. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan meliputi asumsi multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Berdasarkan pengujian asumsi multikolinearitas, nilai VIF sebesar 1,132 (2008) dan 1,176 (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antara dua variabel independen karena VIF yang dihasilkan tersebut kurang dari 10 (VIF < 10).
Tabel 3 Statistik Deskriptif Variabel-variabel Penelitian Variabel
Minimum Maksimum
Total Akrual Selisih Perubahan Pendapatan dan Perubahan Piutang Aset Tetap Sumber: Data penelitian, diolah.
-0,147
0,127
Ratarata -3,111
Deviasi Standar 0,061
-1,388
1,716
0,119
0,422
0,064
1,103
0,423
0,210
Tabel 4 Statistik Deskriptif Akrual Diskresioner Akrual Diskresioner
Minimum
Maksimum
Akrual Diskresioner 2008 Akrual Diskresioner 2009 Sumber: Data penelitian, diolah.
-0,116 -0,097
0,154 0,092
Tabel 5 Statistik Deskriptif Pendapatan
Sumber: Data penelitian, diolah.
54
Ratarata 4,313 -3,285
Deviasi Standar 0,063 0,046
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
Berdasarkan pengujian asumsi autokorelasi, nilai Durbin Watson sebesar 1,866 (2008) dan 2,293 (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi diantara variabel dependen, yaitu berada di antara dU (Durbin Watson upper) dan 4-dU. Nilai Durbin Watson upper dan 4-dU dengan jumlah sampel 55 (n=55) dan jumlah variabel independen 2 (k=2) berkisar antara 1,6406 hingga 2,3594. Berdasarkan pengujian asumsi heteroskedastisitas, nilai probabilitas variabel selisih perubahan pendapatan dan perubahan piutang sebesar 0,908 (2008) dan 0,210 (2009) sedangkan untuk variabel aset tetap sebesar 0,544 (2008) dan 0,275 (2009). Nilai tersebut menunjukkan bahwa model tidak mengandung unsur heteroskedastisitas karena tidak terdapat variabel independen yang signifikan. Berdasarkan uji normalitas, nilai probabilitas Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,200 (2008 dan 2009) dan nilai Shapiro-Wilk sebesar 0,367 (2008) dan 0,545 (2009). Nilai tersebut menunjukkan bahwa residual data terdistribusi normal. Hasil analisis regresi berganda untuk tahun 2008 menunjukkan nilai intercept positif dan tidak signifikan dengan nilai probabilitas 0,597. Besarnya intercept tahun 2008 adalah 0,013. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2008, perusahaan besar tidak melakukan manajemen laba untuk memperoleh penghematan pajak. Intercept positif dan tidak signifikan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa perusahaan besar memiliki akrual diskresioner yang positif untuk tahun tersebut sehingga hipotesis pertama (H1) tidak terbukti. Hasil analisis regresi berganda untuk tahun 2009 menunjukkan nilai intercept negatif dan signifikan pada tingkat 0,008. Besarnya intercept untuk tahun 2009 adalah -0,047. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2009 perusahaan menunda laba untuk memperoleh penghematan pajak. Intercept negatif dan signifikan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa perusahaan memiliki akrual diskresioner yang negatif untuk tahun tersebut. Hipotesis pertama juga diuji dengan menggunakan one sample t test. Hipotesis pertama (H1) diterima jika nilai t tingkat akrual diskresioner tahun 2008 bernilai negatif dan nilai t tingkat akrual diskresioner tahun 2009 bernilai positif (Setyowati, 2002). Hasil uji t menunjukkan nilai t akrual diskresioner tahun 2008 positif dan signifikan pada tingkat 0,000 sedangkan nilai t akrual diskresioner tahun 2009 negatif dan signifikan pada tingkat 0,040.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2008, perusahaan besar tidak melakukan manajemen laba untuk memperoleh penghematan pajak sehingga hipotesis pertama (H1) ditolak. Nilai t akrual diskresioner tahun 2009 yang negatif menunjukkan indikasi adanya penundaan laba yang dilakukan oleh perusahaan besar pada tahun 2009. Hasil uji beda dua rata-rata pendapatan tahun 2008 dan pendapatan tahun 2009 membuktikan bahwa rata-rata pendapatan tahun 2009 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2008. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima. Besarnya perbedaan antara rata-rata pendapatan tahun 2008 dan pendapatan tahun 2009 adalah 2,165 dengan nilai probabilitas sebesar 0,349. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perbedaan antara rata-rata pendapatan tahun 2008 dan rata-rata pendapatan tahun 2009 tidak signifikan. Hasil uji beda dua rata-rata pendapatan tahun 2007 dan pendapatan tahun 2008 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan tahun 2008 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2007. Besarnya perbedaan antara rata-rata pendapatan tahun 2007 dan pendapatan tahun 2008 adalah 1,688 dengan nilai probabilitas sebesar 0,450. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perbedaan antara rata-rata pendapatan tahun 2007 dan rata-rata pendapatan tahun 2008 tidak signifikan. PEMBAHASAN Tabel 6 menyajikan pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda, paired sample t-test dan one sample t test. Pembahasan hipotesis pertama (H1) dan hipotesis kedua (H2) dapat disimpulkan sebagai berikut: Dalam pengujian hipotesis pertama (H1), hasil analisis regresi berganda untuk tahun 2008 menunjukkan bahwa akrual diskresioner perusahaan besar pada satu periode sebelum berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008 bernilai positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis pertama (H1) ditolak. Penolakan terhadap H1 juga konsisten dengan hasil uji beda dua rata-rata berpasangan yang menunjukkan bahwa rata-rata akrual diskresioner tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan rata-rata akrual diskresioner tahun 2009. Selain itu, penolakan terhadap H1 juga dapat dilihat dari hasil uji nilai t akrual
55
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
Tabel 18 Hasil Penelitian Hipotesis Penelitian
Pembuktian
Deskripsi
H1: Akrual diskresioner perusahaan besar pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 bernilai negatif.
1. Hipotesis 1 diterima jika intecept negatif dan signifikan pada tingkat 0,05 untuk tahun 2008. 2. Hipotesis 1 diterima jika rata-rata akrual diskresioner tahun 2008 lebih rendah dibandingkan ratarata akrual diskresioner tahun 2009. 3. Hipotesis 1 diterima jika nilai t akrual diskresioner tahun 2008 bernilai negatif dan signifikan serta nilai t akrual diskresioner tahun 2009 bernilai positif dan signifikan.
Hipotesis 1 ditolak. 1. Intercept positif dan tidak signifikan. 2. Rata-rata akrual diskresioner tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan rata-rata akrual diskresioner tahun 2009. 3. Nilai t akrual diskresioner tahun 2008 bernilai positif dan signifikan serta nilai t akrual diskresioner tahun 2009 bernilai negatif dan signifikan.
H2: Pendapatan perusahaan kecil pada satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan pendapatan pada periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008.
Hipotesis 2 diterima apabila rata-rata pendapatan pada tahun 2009 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan pada tahun 2008.
Hipotesis 2 diterima.Ratarata pendapatan pada tahun 2009 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan pada tahun 2008.
Sumber: Data penelitian, diolah. diskresioner tahun 2008 yang menunjukkan bahwa nilai t akrual diskresioner tahun 2008 positif dan signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perusahaan besar tidak menunda pelaporan laba pada tahun 2008 (satu periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2002) dan
56
Nursanto (2004). Penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2002) dan Nursanto (2004) tidak dapat membuktikan bahwa perusahaan berusaha menurunkan laba pada satu periode sebelum berlakunya undangundang pajak penghasilan yang baru. Hasil analisis regresi berganda untuk tahun 2009 menunjukkan bahwa akrual diskresioner perusahaan
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
besar pada periode pertama berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008 bernilai negatif. Akrual diskresioner yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pada tahun 2009, perusahaan besar menunda pengakuan laba yang dilaporkan. Laba yang ditunda pengakuannya tersebut kemungkinan akan dilaporkan pada laporan laba rugi tahun 2010. Hasil analisis regresi berganda untuk tahun 2009 sesuai dengan hasil analisis regresi berganda dalam penelitian yang dilakukan oleh Guenther (1994). Penelitian Guenther (1994) menunjukkan nilai intercept negatif dan signifikan pada periode pertama berlakunya undang-undang pajak penghasilan yang baru. Perusahaan besar tidak melakukan manajemen laba yang menunda pengakuan laba pada tahun 2008 dengan berbagai alasan. Alasan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Tarif pajak yang ditetapkan untuk perusahaan besar pada tahun 2010 lebih rendah dibandingkan tahun 2009, sehingga perusahaan memilih untuk menunda laba pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008; 2) Kemungkinan perusahaan tidak memiliki waktu yang cukup untuk merencanakan dan melakukan aktivitas penundaan laba karena Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 baru disahkan pada tanggal 23 September 2008 dan efektif berlaku per 1 Januari 2009; 3) Pada tahun 2008 terjadi krisis global yang berdampak pada perekonomian Indonesia terutama industri, perdagangan, ekspor dan impor serta pasar modal Indonesia. Krisis global tersebut mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan pendapatan. Oleh karena itu, jika pada tahun 2008 perusahaan melakukan manajemen laba dengan menunda laba maka kinerja perusahaan akan terlihat buruk; dan 4) Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, perusahaan tidak memiliki kebebasan penuh untuk memilih metode akuntansi guna menurunkan laba. Pemilihan kebijkan akuntansi di Indonesia juga dipengaruhi oleh peraturan perpajakan. Sebagai contoh, perusahaan hanya diizinkan untuk menggunakan metode rata-rata dan FIFO untuk menilai persediaan. Dalam pengujian hipotesis kedua (H2), hasil uji beda dua rata-rata dengan paired sample t-test menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan pada satu periode sebelum berlakunya Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008. Hasil tersebut menunjukkan hipotesis kedua (H2) diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan perusahaan kecil pada tahun 2009 lebih rendah dibandingkan pendapatan pada tahun 2008. Hasil uji beda dua rata-rata pendapatan tahun 2007 dan pendapatan tahun 2008 disajikan sebagai pembanding. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan tahun 2008 lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2007. Ratarata pendapatan tahun 2008 yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2007 kemungkinan karena adanya krisis global yang menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan kecil pada tahun 2008. Krisis global pada tahun 2008 memperkuat motif perusahaan kecil untuk mempercepat pendapatan pada tahun 2008 guna memperoleh fasilitas pengurangan pajak pada tahun 2009. Percepatan pendapatan pada tahun 2008 menyebabkan kinerja perusahaan kecil terlihat lebih baik dibandingkan kinerja tanpa melakukan percepatan pendapatan. Kinerja perusahaan kecil dapat dilihat dari pendapatan yang dihasilkan pada tahun 2008. Dengan melihat hasil uji beda dua rata-rata pendapatan tahun 2007 dan 2008 serta pendapatan tahun 2008 dan 2009 dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008, perusahaan mempercepat pengakuan pendapatan untuk memperoleh fasilitas pengurangan pajak pada tahun 2009. Hal ini dibuktikan dengan melihat rata-rata pendapatan tahun 2009 yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan tahun 2007 maupun 2008. SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji beda dua rata-rata dengan paired sample t-test dan uji nilai t untuk menguji hipotesis pertama (H1) dan kedua (H2). Dalam pengujian hipotesis pertama (H1), analisis regresi berganda untuk tahun 2008 menunjukkan bahwa akrual diskresioner perusahaan besar pada satu periode sebelum berlakunya UndangUndang Nomor 36 tahun 2008 bernilai positif sehingga hipotesis pertama (H1) ditolak. Analisis regresi
57
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 45-59
berganda untuk tahun 2009 menunjukkan bahwa akrual diskresioner perusahaan besar pada periode pertama berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 bernilai negatif. Akrual diskresioner yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pada tahun 2009 perusahaan menunda pengakuan laba yang dilaporkan. Hasil uji beda dua rata-rata pendapatan tahun 2008 dan pendapatan tahun 2009 membuktikan bahwa rata-rata pendapatan tahun 2009 lebih rendah dibandingkan ratarata pendapatan tahun 2008. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima. Implikasi Penelitian Implikasi hasil penelitian ini memberikan kontribusi yang penting dalam memberikan bukti konsekuensi pendapatan karena perubahan tarif pajak. Penelitian ini juga memberikan pengetahuan dalam penggunaan data laporan keuangan yang menunjukkan masalahmasalah perpajakan perusahaan yang listing di BEI. Hasil penelitian ini berimplikasi bagi auditor independen, pengambil keputusan yang berhubungan dengan kebijakan perpajakan, serta analis keuangan, investor, dan insititusi penyusun standar akuntansi terutama untuk mengetahui adanya manajemen laba yang dimotivasi oleh perubahan peraturan perpajakan. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yang perlu diungkapkan. Penelitian mengenai manajemen laba yang dimotivasi perubahan tarif pajak dengan menggunakan data laporan keuangan sampai dengan tahun 2010 tidak dapat dilakukan karena data laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2010 belum tersedia. Walaupun indikasi adanya manajemen laba pada tahun 2009 telah ditemukan, penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan besar pada tahun 2009 dan 2010. Saran Dalam penelitian ini ditemukan adanya indikasi manajemen laba pada tahun 2009. Hal ini dapat menjadi motivasi bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian mengenai manajemen laba yang dimotivasi
58
oleh perubahan tarif pajak dengan menggunakan data laporan keuangan tahun 2009 dan 2010. Penelitian berikutnya dapat menyelidiki insentif untuk penghindaran terhadap pergeseran, perataan, dan manipulasi angka-angka pajak yang disajikan.
DAFTAR PUSTAKA Beatty, Anne and Harris, David G. 2001. “Intra-Group, Interstate Strategic Income Management for Tax, Financial Reporting, and Regulatory Purposes”. Accounting Review. Vol. 76, No. 4: 515-536. Cloyd, C.B., Pratt Jamie, and Stock Toby. 1996. “The Use of Financial Accounting Choice to Support Aggressive Tax Positions: Public and Private Firms”. Journal of Accounting Research. Vol. 34, No. 1. Dechow, P.M., Sloan R.G., and Sweeney, A.P. (1995). “Detecting Earnings Management.” Accounting Review. Vol. 70, No. 2: 193-225. Frank, M.M., Lynch, L.J., and Rego, S.O. 2009. “Tax Reporting Aggressiveness and Its Relation to Aggressive Financial Reporting”. Accounting Review. Vol. 84, No. 2: 467–496. Gramlich, Jeffrey D. 1991. “The Effect of the Alternative Minimum Tax Book Income Adjustment on Accrual Decision.” Journal of the American Taxation Association. Vol. 13: 36-56. Guenther, David A. 1994. “Earnings Management in Response to Corporate Tax Rate Changes: Evidence from the 1986 Tax Reform Act”. Accounting Review. Vol. 69, No. 1: 230-243. Harris, David G. 1993. “The Impact of U.S. Tax Law Revision on Multinational Corporations’ Capital Location and Income-Shifting Decisions.” Journal of Accounting Research. Vol. 31. Healy, P.M. and Wahlen, J.M. 1999. “A Review of the Earnings Management Literature and Its Impli-
MANAJEMEN LABA DAN MINIMALISASI PAJAK PENGHASILAN DENGAN ............... (Jenny)
cations for Standard Setting”. Accounting Horizon. Vol. 13, No. 4: 365-383. Herawaty, Vinola. 2008. “Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Jones, Jennifer J. 1991. “Earnings Management During Import Relief Investigations”. Journal of Accounting Research. Vol. 29, No. 2: 193-228. Klassen, Kenneth, Lang, Mark, and Wolfson, Mark. 1993. “Geographic Income Shifting by Multinational Corporations in Response to Tax Rate Changes”. Journal of Accounting Research. Vol. 31. Kusumawardhani, Niken, A.S. dan Siregar, S.V. 2009. “Fenomena Manajemen Laba Menjelang IPO dan Kaitannya dengan Nilai Perusahaan Perdana serta Kinerja Perusahaan Pasca-IPO: Studi Empiris pada Perusahaan yang IPO di Indonesia Tahun 2000-2003”. Simposium Nasional Akuntansi 12. Palembang. Maydew, Edward L. 1997. “Tax-Induced Earnings Management by Firms with Net Operating Losses”. Journal of Accounting Research. Vol. 35, No.1.
Scholes, M.S., Wilson G.P., and Wolfson M.A. 1992. “Firms’ Response to Anticipated Reductions in Tax Rates: The Tax Reform Act of 1986". Journal of Accounting Research. Vol. 30: 161-85. Setyowati, Lilis. 2002. “Rekayasa Akrual untuk Meminimalkan Pajak”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.5, No.3: 325-340. Shane, Philip B. and Stock Toby. 2006. “Security Analyst and Stock Market Efficiency in Anticipating Tax-Motivated Income Shifting”. Accounting Review. Vol. 81, No. 1: 227-250. Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Weil, Roman L. 2009. “Quality of Earnings and Earnings Management”. Working Paper of the American Institute of Certified Public Accountants. Zimmermann, Jochen and Goncharov Igor. 2006. “Earnings Management when Incentives Compete: The Role of Tax Accounting in Russia”. Journal of International Accounting Research. Vol. 5, No. 41.
Petroni, K.R. and Shackelford, D.A. 1999. “Managing Annual Accounting Reports to Avoid State Taxes: An Analysis of Property-Casualty Insurers”. Accounting Review. Vol. 74, No.3: 371-393. Prasetio, Januar E. dan Nursanto, Agus. 2004. “Kebijakan Akrual untuk Meminimalkan Pajak pada Perusahaan Go Public di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. X, No.1: 92-108. PSAK 1. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan. Schipper, Khaterine. 1989. “Commentary on Earnings Management”. Accounting Horizon. Vol. 3: 91102.
59
ISSN: 1978-3116 MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
Vol. 5, No. 1, Maret 2011 Hal. 61-73
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN UKURAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DENGAN KINERJA KEUANGAN Taufan Tiastono Jalan Kaliurang Km. 7,5, Perumahan Kaliurang Pratama E-1, Sleman E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The objective of this study was to analyze the relationship between the size of institutional ownership on earnings management and financial performance. The study was based on agency theory. This study was performed using empirical research. Data were collected from the Indonesian Capital Market Directory (ICMD). The sample in this study consisted of 143 observations or 72 companies listed in Indonesia Stock Exchange from 2006 to 2008. This study uses analysis of structural equation modeling (SEM). The results of this study failed to prove the first hypothesis which state that the measure of institutional ownership affects financial performance. While the second hypothesis that states the size of institutional ownership affect real earnings management and the third hypothesis which states the real earnings management affect the financial performance were successfully proved. Keywords: agency theory, the size of institutional ownership, real earnings management, financial performance
PENDAHULUAN Sejak Berle dan Means (1932) meneliti struktur kepemilikan perusahaan publik, masalah keagenan merupakan isu sentral dalam literatur keuangan. Dengan
semakin besarnya perusahaan dan luasan usahanya, maka pemilik tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya secara langsung sehingga inilah yang memicu munculnya masalah keagenan. Masalah dalam teori keagenan muncul ketika manajer dan pemegang saham memiliki kepentingan yang berbeda. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat dua masalah keagenan yang berkaitan dengan kepemilikan, yaitu masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976) dan masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas (Shleifer dan Vishny, 1997). Masalah keagenan yang pertama terjadi jika kepemilikan tersebar di tangan banyak pemegang saham sehingga tidak ada satu pihak yang dapat mengendalikan manajemen, sehingga hanya ada pihak manajemen yang relatif tanpa adanya pengendalian untuk menjalankan perusahaan. Masalah keagenan tersebut menyebabkan perusahaan dapat dijalankan sesuai dengan keinginan manajemen sendiri, sedangkan masalah keagenan yang kedua akan terjadi jika terdapat seorang pemegang saham mayoritas dan beberapa pemegang saham lain yang kepemilikannya minoritas. Hal ini menyebabkan pemegang saham mayoritas memiliki kendali absolut sehingga dapat melakukan tindakan yang menguntungkan pemegang saham mayoritas tetapi merugikan pemegang saham minoritas (Feliana, 2007). Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan dapat berdampak pada pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan pemilik
61
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 61-73
perusahaan. Biaya agensi dapat diminimalisir dengan beberapa alternatif, salah satunya dengan adanya kepemilikan investor institusional yang dapat berfungsi sebagai agen monitor. Moh’d et al. (1998) menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu investor institusional akan mengurangi biaya agensi. Keberadaan pemegang saham institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Masalah agensi juga dapat dikurangi dengan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan tersebut tidak hanya terbatas dilakukan oleh pihak dari dalam perusahaan, tetapi juga dapat dilakukan dari pihak eksternal perusahaan yaitu dengan mengaktifkan pengawasan melalui investor-investor institusional (Putri dan Natsir, 2006). Kepemilikan perusahaan oleh institusi akan mendorong pengawasan yang lebih efektif, karena institusi merupakan profesional yang memiliki kemampuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan (Murhadi, 2008). Pozen (1994) mengungkapkan beberapa metode yang digunakan oleh pemilik institusional dapat mempengaruhi pembuatan keputusan manajerial, mulai dari diskusi informal dengan manajemen, sampai dengan pengendalian seluruh kegiatan operasional dan pengambilan keputusan perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional yang didefinisikan sebagai investor yang berasal dari sektor keuangan seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen perusahaan, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh para manajer untuk mencapai tujuan khusus. Terdapat dua cara yang saling melengkapi dalam berfikir tentang manajemen laba. Pertama, perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam kompensasi, kontrak dan kas politik. Kedua, perspektif kontrak efisien ketika manajemen laba dilakukan untuk menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam kontrak, tetapi manajemen laba sering diartikan pula sebagai sesuatu yang tidak baik dilakukan oleh manajer, sehingga banyak
62
definisi yang menekankan manajemen laba sebagai sesuatu perilaku oportunistik manajemen. Penelitian Theresia (2005) menunjukkan bahwa tindakan manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Manajemen akan memilih metode akuntansi tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Gideon (2005) menyatakan bahwa manajemen laba akan sangat mempengaruhi tingkat kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen. Setiawati dan Naim (2000) merangkum berbagai hal penelitian terdahulu untuk mendeteksi faktor-faktor penyebab terjadinya praktik manajemen laba yang terdiri dari praktek peningkatan laba dan praktek penurunan laba. Praktik peningkatan laba dilakukan manajer untuk memaksimalkan kompensasi yang didasarkan pada kinerja akuntansi, memperoleh atau mempertahankan kendali perusahaan, pertimbangan pasar modal pada saat penawaran saham perdana, serta pertimbangan memperbaiki kinerja yang dilaporkan pada stakeholder, sedangkan praktik penurunan laba dilakukan manajer untuk memperoleh penghematan pajak, menyiasati peraturan pemerintah misalnya untuk meminimalkan jumlah denda untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, dan pertimbangan kondisi persaingan untuk mencegah masuknya pesaing baru. Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah konsentrasi kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan. Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh konsentrasi kepemilikan institusional terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk hubungan kepemilikan institusional berpengaruh dengan manajemen laba dan kinerja keuangan serta apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan teori, terutama akuntansi keuangan mengenai agency theory, struktur kepemilikan institusional, dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan yang dilaporkan. Di samping itu, penelitian juga bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami struktur kepemilikan institusional serta praktik manajemen laba dan kinerja keuangan, sehingga
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
dapat meningkatkan nilai dan pertumbuhan perusahaan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Kepemilikan suatu perusahaan terdiri atas kepemilikan institusional, kepemilikan individual, atau campuran keduanya dengan proporsi tertentu. Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain). Investor institusional memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan investor individual, di antaranya yaitu 1) Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual untuk mendapatkan informasi; 2) Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi, sehingga dapat menguji tingkat keandalan informasi; 3) Investor institusional, secara umum memiliki relasi bisnis yang lebih kuat dengan manajemen; 4) Investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan; dan 5) Investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham sehingga dapat meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin di tingkat harga. Kepemilikan perusahaan publik dulu dipandang tersebar di antara banyak pemegang saham sesuai model Berle dan Means (1932). Akan tetapi, sejak penelitian La Porta et al. (1999), hal ini tidak terbukti untuk di luar Amerika Serikat. La Porta et al. (1999) menyampaikan suatu kondisi yang tak terduga sebelumnya yaitu kepemilikan perusahan-perusahaan terkonsentrasi hanya pada beberapa pemegang saham, seperti yang dikutip dalam La Porta et al. (1999) bahwa “dispersed ownership in large public companies is simply a myth... the finance textbook model of management faced by multitudes of dispersed shareholders is an exception and not the rule”. Secara spesifik untuk Indonesia, La Porta et al. (1999) menemukan bahwa french origin countries group (termasuk Indonesia) memiliki konsentrasi kepemilikan tertinggi dibandingkan dengan tiga origin countries group yang lain. Dalam kelompok tersebut bahkan sampel perusahaan Indonesia menunjukkan konsentrasi kepemilikan yang lebih besar dari rata-rata kelompoknya yaitu pemegang saham tiga terbesar menguasai kepemilikan rata-rata 58%.
Lemahnya perlindungan hukum dan lingkungan institusional berkaitan sangat erat dengan kepemilikan yang terkonsentrasi (La Porta et al. 1999 dan 2000). Scott (2009) membagi cara pemahaman terhadap manajemen laba menjadi dua, yaitu pertama, menyatakan laba dipandang sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political cost dan kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting, manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi dirinya dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak–pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut. Menurut Assih dan Gudono (2000) mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan keuangan serta mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000). Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Investor mungkin tidak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi
63
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 61-73
return dan risiko portofolionya (Ashari dkk., 1994) dalam Assih (2004). Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatar belakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu 1) Bonus Plan Hypothesis, manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Dalam suatu perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, maka seorang manajer perusahaan akan melakukan penaikan laba saat ini yaitu dengan memilih metode akuntansi yang mampu menggeser laba dari masa depan ke masa kini. Tindakan ini dilakukan dikarenakan manajer termotivasi untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, maka tidak akan ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, maka manajer juga tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, begitu sebaliknya. Jadi manajer hanya akan menaikkan laba bersih perusahaan hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap; 2) Debt Covenant Hypothesis, Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasinya dalam pandangan pihak eksternal. Dalam suatu perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity cukup tinggi, mendorong manajer perusahaan untuk cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan berakibat menimbulkan kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor dan bahkan perusahaan dapat terancam melanggar perjanjian utang; 3) Political Cost Hypothesis, Dalam suatu perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, mendorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba
64
yang dilaporkan. Adanya biaya politik dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Agency theory berasumsi bahwa setiap individu semata mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga akan dapat menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Sedangkan pemegang saham sebagai pihak principal tentu akan mengadakan kontrak dengan tujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya sendiri yakni supaya profitabilitas yang selalu meningkat. Scott (2000) mengemukakan adanya beberapa motivasi yang menyebabkan terjadinya manajemen laba, yaitu 1) Bonus Purposes, manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985); 2) Political Motivations, manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan-peraturan yang lebih ketat; 3) Taxation Motivations, motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan; 4) Pergantian CEO, CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan; 5) Initital Public Offering (IPO), perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, sehingga menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan; dan 6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor, informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu 1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain; 2) Mengubah metode akuntansi, perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, misalnya merubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus; dan 3) Menggeser periode biaya atau pendapatan. Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional. Menggeser periode biaya atau pendapatan biasa dilakukan untuk memenuhi kepentingan perusahaan pada periode berjalan, jika perusahaan ingin mengadakan IPO maka manajemen akan melakuakan earning management dengan cara menggeser periode pendapatan mendatang ke periode sekarang untuk mengahsilkan income yang maksimum. Dengan kata lain, ini merupakan informasi positif bagi investor. Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan misalnya mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, dan mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai. Trueman dan Titman (1988) berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap perioda. Sebaliknya, pihak lain mungkin dapat menarik simpulan sesuatu mengenai laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer. Dalam menyiapkan laporan mungkin manajer dapat memindah, antarperioda, pada saat sebagian laba ekonomi diketahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan. Perpindahan tersebut dapat dicapai, sebagai contoh melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur ekonomis perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama dengan laba ekonomi pada setiap perioda. Fleksibilitas untuk menunda laba antarperioda hanya tersedia bagi beberapa perusahaan dan hanya manajer yang mengetahui apakah mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak. Richardson (1998) menunjukkan bukti hubungan antara ketidakseimbangan informasi dengan
manajemen laba. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa tingkat ketidakseimbangan informasi akan mempengaruhi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Hasil penelitian Richardson menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara ukuran ketidakseimbangan informasi (bid-ask spreads dan analyst forecast dispersion) dan manajemen laba setelah mengendalikan faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba, seperti variabilitas aliran kas, ukuran, risiko, dan pengungkapan keuangan perusahaan. Pengertian kinerja keuangan menurut Mulyadi (1997) adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Melalui peningkatan kinerja, perusahaan akan menurunkan biaya modal, sementara itu investasi terhadap perusahaan akan meningkat dan harga saham akan meningkat pula. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan, manipulasi laba, dan pengungkapan laporan keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Pengungkapan laporan keuangan akan memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dan dapat digunakan untuk melihat baik tidaknya kinerja perusahaan. Dukungan empiris perihal faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain penelitian yang dilakukan oleh Husnan (2000) yang menemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada manajemen dibanding dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi. Xu dan Wang (1999) menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan oleh legal person shareholders dapat memonitor manajemen secara lebih efektif melalui pengendalian oleh board of directors, pemilihan karyawan perusahaan, dan pemberian kompensasi terhadap chief corporate officer. Struktur kepemilikan yang menyebar luas umumnya hanya terdapat di Amerika Serikat dan Inggris. Negara-negara maju lainnya dan negara– negara sedang berkembang umumnya untuk struktur kepemilikan perusahaan masih dikendalikan oleh keluarga atau institusi. La Porta et al. (1999) dalam Arifin
65
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 61-73
(2003), melaporkan bahwa 85% dari perusahaan Spanyol mempunyai pemegang saham kendali, dibandingkan Inggris yang hanya 10% dan Amerika Serikat 20%. Begitu pula hasil penelitian Crijns dan De Clerck (1997), dalam Van den Berghe dan Carchon (2001), di Belgia; Shahira (2003) di Mesir; Wiwattanakantung (2000) di Thailand; Sarac (2002) di Turki; dan Arifin (2003) di Indonesia. Anderson dkk. (2002) mengatakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga atau institusi mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur, kreditur menganggap kepemilikan keluarga atau institusi lebih melindungi kepentingan kreditur. Anderson dan Reeb (2002) menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari adanya kepemilikan institusi. Arifin (2003) menunjukkan bahwa perusahaan publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, dalam perusahaan yang dikendalikan institusi, masalah agensinya lebih kecil karena berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika kepemilikan institusi lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan institusi yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat dibatasi. Berdasarkan hasil penelitianpenelitian tersebut, penulis menyusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Ukuran kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. Selama ini dikenal adanya manipulasi kinerja oleh manajemen perusahaan sebagai upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual dengan mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya (Healey dan Wahlen, 1998; Du Charme et al, 2000). Sikap seperti sering disebut dengan sikap oportunistik dimana hal ini dinilai sebagai sikap curang manajemen yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (Beneish, 2001). Manipulasi kinerja sampai saat ini sering dikenal dengan istilah earnings management yang dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain dengan
66
melakukan penurunan laba, perataan laba, dan peningkatan laba. Manajemen laba yang pertama yaitu dengan menggeser pendapatan masa depan menjadi pendapatan sekarang, atau sebaliknya. Selanjutnya, menggeser biaya sekarang menjadi biaya masa depan, atau sebaliknya sehingga mengakibatkan laba pada periode bersangkutan dapat dilaporkan dengan lebih tinggi atau lebih rendah (Espenlaub, 1999). Manajemen laba dilakukan oleh manajer pada faktor -faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunan laporan keuangan berdasarkan akuntansi akrual. Padahal kinerja fundamental perusahaan tersebut digunakan oleh pemodal untuk menilai prospek perusahaan, yang tercermin pada kinerja saham. Manajemen laba yang dilakukan manajer pada laporan keuangan tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja saham (Haris, 2004). Bryshaw dan Eldin (1989) menemukan bukti bahwa alasan manajemen melakukan manajemen laba adalah 1) Skema kompensasi manajemen yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan dan 2) Fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan pengambilalihan secara langsung. Berdasarkan hasil penelitianpenelitian tersebut, penulis menyusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Selain itu juga dapat dikelompokkan secara lebih spesifik lagi dalam kategori struktur kepemilikan yang meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan, dan individual domestik (Xu, 1997). Xu dan Wang (1999) membuktikan bahwa struktur kepemilikan (mix dan konsentrasi) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory). Peningkatan utang
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
diartikan oleh pihak luar sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah. Hal itu akan direspon secara positif oleh pasar (Brigham, 1999). Pengaruh dari struktur kepemilikan perusahaan dapat dijelaskan dari hasil penelitian berikut ini, yaitu 1) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemilikan terkonsentrasi dan produktifitas sebagai salah satu proksi dari kinerja perusahaan dan 2) Pengaruh kepemilikan terkonsentrasi lebih kuat untuk perusahaan yang didominasi oleh legal person shareholders daripada perusahaan yang didominasi oleh perusahaan (Rudi Isnanta, 2008). Kepemilikan saham oleh legal person shareholders dapat memonitor manjemen secara efektif melalui pengendalian oleh board of directors, pemilihan karyawan perusahaan, dan pemberian kompensasi terhadap chief corporate officer. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, penulis menyusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H3: Ukuran kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2006-2008 yang memiliki struktur konsentrasi kepemilikan institusional (minimal saham yang dimiliki oleh investor institusional adalah 20% dari total saham perusahaan) dengan kriteria perusahaan merupakan kelompok industri manufaktur di PT. BEI yang tercatat sampai dengan tahun 2008 dan perusahaan menerbitkan laporan keuangan auditan dengan tahun buku yang berakhir pada 31 Desember antara periode tahun 2006 sampai dengan 2008. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kausal antarvariabel eksogen dan variabel endogen. Dalam penelitian ini variabel eksogen adalah konsentrasi kepemilikan institusional, variabel endogen intervening adalah manajemen laba dan nilai pemegang saham, dan variabel endogen tergantung adalah kinerja keuangan. Konsentrasi kepemilikan institusional adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan lain). Hal ini sesuai dengan penelitian La Porta et al. (1999) dan Faccio dan Lang (2002) yang menunjukkan bahwa terjadi konsentrasi kepemilikan
perusahaan publik di Indonesia. Variabel konsentrasi kepemilikan institusional diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh institusi minimal 20% terhadap total saham perusahaan. Pengukuran variabel ini mengacu La Porta et al. (1999) yang menyatakan bahwa kepemilikan saham di negara yang tidak terdapat kepemilikan terkonsentrasi (Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang) maksimal 20%, sehingga konsentrasi kepemilikan institusional minimal 20%. Manajemen laba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tindakan manajemen yang menyimpang dari aktivitas operasi normal dengan tujuan utama untuk menemukan target laba yang diharapkan (Roychowdhury, 2005). Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan. Variabel kinerja keuangan diukur dengan data fundamental perusahaan, yaitu data yang berasal dari laporan keuangan. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan melakukan analisis faktor pada return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). Secara matematis ROE dirumuskan sebagai berikut:
ROA diperoleh dengan cara membandingkan net income after tax (NIAT) terhadap average total asset. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan model Structural Equation Model (SEM), sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi statistik deskriptif dan analisis statistik. Analisis statistik merupakan analisis yang mengacu pada perhitungan data penelitian yang berupa angka-angka yang dianalisis dengan bantuan komputer melalui program AMOS, sedangkan statistik deskriptif merupakan analisis yang menjelaskan gejala-gejala yang terjadi pada seluruh variabel penelitian untuk mendukung hasil analisis statistik.
67
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 61-73
HASIL PENELITIAN Hasil statistik deskriptif yaitu variabel-variabel penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel KEP_INSTI FAC1_2 ABN_DISKEXP ABN_PROD ABN_CFO
Minimum
Maximum
Mean
.21 -1.54 -.30 -.27 -.27
.90 1.59 .27 .34 .21
.5146 -.0646 -.0328 .0371 -.0040
Sumber: Data penelitian, diolah. Variabel konsentrasi kepemilikan institusional menunjukkan sebaran kisaran angka data antara 0,21 dan 0,90 dengan angka rata-rata (mean) 0,5146. Konsentrasi kepemilikan tersebut memperlihatkan data kepemilikan cukup terkonsentrasi pada satu atau beberepa pemilik dengan mean 0,5146. Dominasi kepemilikan pada pemilik tertentu bisa mengakibatkan terjadinya ekspropriasi oleh pemegang mayoritas terhadap pemegang saham minoritas. Variabel FAC1_2 merupakan hasil analisis faktor dari variabel ROE dan ROI. Variabel ini menunjukkan sebaran kisaran angka data antara -1,54 sampai 1,59, dengan rata-rata 0, 5146. Untuk variabel abnormal arus kas kegiatan operasi (ABN_CFO), abnormal biaya produksi (ABN_PROD), dan abnormal biaya diskresioner (ABN_DISEXP) yang diukur berdasarkan konsep manipulasi aktivitas nyata dapat dilihat bahwa nilai rerata seluruh sampel masingmasing sebesar -0,0040 untuk ABN_CFO, 0,0371 untuk ABN_PROD, dan -0,0328 untuk ABN_DISEXP. Sesuai dengan indikasi awal tentang adanya manipulasi aktivitas nyata dapat dilihat dari nilai rata-ratanya. PEMBAHASAN Menurut Roychowdhury (2006), perusahaan yang terbukti melakukan tindakan manipulasi aktivitas nyata cenderung memperlihatkan arus kas kegiatan operasi yang rendah, biaya produksi yang tinggi dan biaya
68
diskresioner yang rendah dari yang seharusnya. Nilai ABN_CFO yang secara rata-rata di bawah 0 (0,0040<0) mengindikasikan perusahaan melakukan manipulasi aktivitas nyata melalui arus kas kegiatan operasi. Hal ini berebda dengan nilai ABN_PROD yang secara rata-rata berada diatas 0 (0,0371>0) mengindikasikan perusahaan terbukti melakukan manipulasi aktivitas nyata melalui biaya produksi. Demikian halnya dengan nilai ABN_DISEXP yakni sebesar 0,00287 atau secara rata-rata berada di bawah 0 (-0,0328<0) maka mengindikasikan perusahaan sampel secara keseluruhan melakukan manipulasi aktivitas nyata melalui biaya diskresioner. Untuk pembuktian lebih lanjut dugaan tersebut, dapat dilihat pada hasil pengujian hipotesis penelitian. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur atau Path Analisys dan uji asumsi Structural Equation Model (SEM). Analisis ini dipilih untuk mengetahui hubungan ukuran kepemilikan institusional terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan serta mengetahui dampak manajemen laba terhadap kinerja keuangan pada perusahaan di bidang manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2006 sampai 2008. Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi SEM. Berdasarkan ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam permodel ini minumun berjumlah 100 sampel. Dengan menggunakan sampel sebanyak 143 observasi maka jumlah sampel ini telah memenuhi kriteria ukuran sampel minimum, sehingga data penelitian ini telah memiliki kecukupan data. Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam analisis, peneliti menggunakan uji statistik yang telah disediakan dalam program AMOS 7 yaitu dengan uji skweness value. Asumsi normalitas terpenuhi jika nilai critical ratio (cr) lebih kecil dari nilai ±2,58 (Arbucle, 1997). Berdasarkan nilai c.r (critical ratio) sebesar 1,325 yang nilainya berada diantara -2,58
.2,58. Dengan demikian, dalam pengujian data untuk pemodelan SEM, data yang digunakan berdistribusi normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Untuk melihat apakah terdapat multikolinieritas atau singularitas dalam sebuah kombinasi variabel, peneliti mengamati determinan matrik kovarians. Determinan yang benar-benar kecil mengindikasikan adanya multikolinieritas atau singularitas (Tabachnick
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
dan Fidel, 1998), sehingga data tidak dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan. Berdasarkan hasil uji didapatkan nilai determinant of sample covariance matrix sebesar 0,000. Angka ini cenderung sama dengan nol sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas atau singularitas dalam data ini, sehingga asumsi multikolinieritas terpenuhi. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, indikator -indikator goodness of fit secara umum menunjukkan bahwa model pengukuran yang digunakan dapat diterima. Berikut masing-masing pengujian goodness of fit pada model penelitian. Tabel 2 Measurement Model – Goodness of fit Indeks Chi Square Probability CMIN/DF GFI RMSEA AGFI TLI CFI
Cut Off Value Mendekati 0 $ 0,05 # 2,00 $ 0,90 # 0,08 $ 0,90 $ 0,90 $ 0,90
Hasil 1,923 0,382 0,962 0,995 0,000 0,965 1,001 1,000
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber: Data penelitian, diolah. Nilai Chi Square dengan tingkat signifikansi sebesar 1,923. Hal ini menunjukkan bahwa Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarians sampel dengan matrik kovarians populasi yang diestimasi dapat diterima, artinya matrik kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi adalah sama. Berdasarkan analisis terhadap goodnes of fit – GFI mencerminkan tingkat kesesuian model secara keseluruhan. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan GFI > 0,90. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai GFI sebesar 0,995 >0,9, sehingga model memiliki fit yang baik. The minimum Sampel Discrepancy Funcion – CMIN/DF merupakan indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodnes of fit model dan jumlah koefisien-koefisien yang diestimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Hasil CMIN/DF sebesar 0,962 yang nilainya lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan CMIN/DF < 2,0 menunjukkan model fit yang baik. The Root Mean Square Error of Approxima-
tion – RMSEA merupakan indeks yang digunakan untuk mengkompensasi Chi Square Statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodnes of fit yang dapat diharapkan apabila model diestimasi dalam populasi. Nilai penerimaan yang direkomendasikan <0,08 sementara hasil pengujian sebesar 0,000, menunjukkan bahwa model adalah baik. Adjusted Goodness of Fit Index – AGFI sebagai pengembangan indeks GFI, merupakan indeks yang telah disesuaikan dengan rasio degree of freedom model yang diusulkan dengan dengan degree of fredom dari null model. Hasil penelitian menunjukkan nilai AGFI sebesar 0,965 yang nilainya lebih besar dari nilai AGFI yang direkomendasikan >0,9 sehingga menunjukkan bahwa model ini memiliki fit yang baik. Tucker Lewis Index – TLI merupakan alternatif incremental fit index yang membandingkan model yang diuji dengan baseline. Nilai yang direkomendasikan sebagai tingkat kesesuaian yang baik adalah >0,90. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TLI sebesar 1,001 sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat kesesuaian berada pada kriteria yang baik. Comparative Fit Index – CFI merupakan indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model yang diuji dengan model null. Nilai yang direkomendasikan CFI >0,95, sedang hasil pengujian sebesar 1,000 menunjukkan bahwa model adalah baik. Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa bahwa konsentrasi kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil p=0,328>0,05, menunjukkan bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan positif terhadap manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis pertama dalam penelitian ini tidak didukung. Hal ini disebabkan karena terkonsentrasinya struktur kepemilikan belum mampu memberikan kontrol yang baik terhadap tindakan manajemen terhadap sikap oportunitiknya dalam melakukan manajemen laba. Jika kepemilikan saham terkonsentrasi ke publik, maka kepemilikannya dapat berpindah tangan secara tidak terbatas, sehingga terkonsentrasinya kepemilikan publik ini tidak mampu mengontrol kinerja perusahaan. Hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa bahwa manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Hasil dari pengujian p=0,000>0,05, menunjukkan bahwa manajemen berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
69
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 61-73
Dengan demikian, hipotesis kedua dalam penelitian ini didukung. Hal ini disebabkan karena tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh para manajer, sehingga informasi yang terkandung dalam laporan keuangan dinilai pemodal memiliki prospek bagus bagi perusahaan, sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa bahwa ukuran kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan hasil p=0,015<0,05, menunjukkan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh secara signifikan positif terhadap kinerja keuangan. Dengan demikian, hipotesis ketiga dalam penelitian ini didukung. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xu dan Wang (1999) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan karena kepemilikan saham yang terkonsentrasi dapat memonitor manajemen secara efektif melalui pengendalian oleh Board of Director, pemilihan karyawan perusahaan, dan pemberian kompensasi. Selain itu, kepemilikan saham yang terkonsentrasi menunjukkan rendahnya biaya keagenen, karena konflik yang terjadi antarpemilik menjadi semakin kecil, sehingga meningkatkan produktivitas dan kinerja keuangannya. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa ukuran kepemilikan institusional tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, tetapi berpengaruh secara langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sementara itu variabel manajemen laba terbukti berpengaruh secara langsung terhadap kinerja keuangan. Dengan demikian, manajemen laba bukan sebagai variabel mediasi hubungan antara ukuran kepemilikan institusional dengan kinerja keuangan. Hasil yang sama juga terjadi pada pengaruh struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan adalah signifikan, sedangkan pengaruh struktur kepemilikan terhadap manajemen laba tidak signifikan. Dengan demikian, manajemen laba bukan sebagai variabel mediasi hubungan antara struktur kepemilikan dengan kinerja keuangan. Pengaruh langsung ukuran kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan sebesar 0,176 dan pengaruh tidak langsungnya sebesar 0,016. Begitu juga dengan pengaruh langsung manajemen laba nyata
70
terhadap kinerja keuangan sebesar 0,261 dan pengaruh tidak langsungnya sebesar 0,000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba nyata tidak mampu memediasi hubungan antara ukuran kepemilikan institusional dan kinerja keuangan. SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis, maka simpulan penelitian ini adalah 1) Variabel ukuran kepemilikan institusional tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0,328>0,05; 2) Variabel ukuran kepemilikan institusional, terbukti berpengaruh secara signifikan positif terhadap kinerja keuangan. Hal ini di tunjukkan dengan koefisien probabilitas sebesar 0,015< 0,05; dan 3) Variabel manajemen laba nyata, terbukti berpengaruh secara signifikan positif terhadap kinerja keuangan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0,000>0,05. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya terbatas pada industri manufaktur saja. Hal ini menjadikan suatu keterbatasan karena sifat masing-masing industri berbeda-beda, sehingga hasilnya tidak dapat mewakili industri yang ada secara keseluruhan. Saran Hal-hal yang dapat dikembangkan dan diperbaiki dari penelitian ini adalah 1) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan variabel-variabel baru yang diduga dapat mempengaruhi maupun memoderasi penelitian tentang kinerja keuangan; 2) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperpanjang periode penelitian untuk mengurangi bias penelitian; 3) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian serupa dengan memperbanyak anggota sampel, tidak hanya pada satu industri saja dan juga dapat menggunakan alat analisis yang berbeda.
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. 2003. Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi yang Dikontrol Keluarga: Bukti dari Perusahaan Publik di Indonesia. Disertasi Pascasarjana FEUI. Anderson, R.C., S.A. Mansi, and D.M. Reeb. 2002. Founding Family Ownership and the Agency Cost of Debt. http:/www.sssrn.com. Ashari, N., H.C Koh, S.L.Tan dan W.H Wong.1994.”Factor Affectin Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore”, Journal of Accounting and Business Research. Autum: 91-301. Asih, Prihat dan Gudono. 2000. “Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 3:17-34. Beneish, Messod D. 2001. “Earnings Management: A Perspective”, Working Paper, April. Espenlaub, Susanne, 1999, “Discussion of The Life Cycle of Initial Public Offering Firms”, Journal of Business Finance & Accounting, 26 (9) & (10), Nov/ Des.Berle, Adolph dan Means, Gardiner, 1932. The Modern Corporation dan Private Property. New York: MacMillan. Berle, Adolph and Means, Gardiner, 1932. The Modern Corporation and Private Property. New York: MacMillan. Brigham, Eugene F. and Joel F Houston. 1999. Manajemen Keuangan. Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga. Bryshaw, R. E and Ahmed Eldin. 1989. “The Smoothing Hipothesisand The Role of Exchange Differences”. Journal of Business, Finance and Accounting: 621-633.
Bushee, B. J. 1998. The Influence of Institutional investors on Myopic R & D Investment Behavior”. The Accounting Review December. Cheng, Q. and Terry D.W. 2005. “Equity Incentives and Earnings Management”. The Accounting Review. 80: 441-476. Dechow, P.M. dan Richard. G.S. 1991. “Executive Incentives and The Horizon Problem: An Empirical Investigation”. Journal of Accounting and Economics. 14: 51 – 89. Dechow, P.M., Richard G.S., and Amy P.S. 1995. “Detecting Earnings Management”. The Accounting Review. 70: 193-225. Dechow, P.M., S.P. Kothari, and R. Watts. 1998. “The Relation between Earnings and Cash Flows”. Journal of Accounting and Economics. 25: 133168. Dechow, P.M and Douglas J.S. 2000. “Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners, and Regulators.” Accounting Horizons. 14 (Juni): 235 – 250. Faccio, Mara and L.H.P. Lang. 2002. “The Ultimate Ownership of Western European Corporations”. Journal of Financial Economics. Vol. 65: 365-395. Feliana, Yie Ke. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan dan Transaksi dengan Pihak-pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa Terhadap Daya Informasi Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi X 2007. Fuerst, Oren and Hyon Kang-Sok. 2000. Corporate Governance Expected Operating Performance, and Pricing. Working Papers. Yale School of Management: 1-138. Gideon SB Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII 2005.
71
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 61-73
Gunny, K. 2005. “What are the Consequences of Real Earnings Management?.” WorkingPaper. University of Colorado. Healy, P.M., and J.M. Wahlen, 1998. “A Review of The Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting”. Accounting Horizons 13 (4): 365-383. Holderness, CG. and D P Sheehan. 1991. “Monitoring the Owner: the Case of Turner Broadcasting”. Journal of Finanacial Economics. 30: 325-346. Jensen, M. C. and W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, October: 305-360. Jones, Jennifer J. 1991. “Earnings Management During Import Relief Investigations”. Journal of Accounting Research. Vol. 29, No. 2, Autumn: 193228. Jones, Steward and Rohit Sharma. 2001. “The Impact of Free Cash Flows, Financial Leverage and Accounting Regulation on Earnings Management in Australia ‘Old’ dan ‘New’ Economics”. Managerial Finance. Vol. 27 (12): 18-39. La Porta, Rafael, F. Lpoez-De-Silanes, and A. Shleifer. 1999. “Corporate Ownership Around the Word”. Journal of Finance, Vol. 54, No. 2: 471-517. ________ and R. W. Vishny. 2000. “Agency Problems dan Dividend Policies Around the World”. Journal of Finance, Vol. LV, No. 1: 1-33. Moh’d MA., Perry LG., and Rinbey JN. 1998. “The Impact of Ownership Structure on Corporate Debt Policy: a Time Series Cross – Sectional Analysis”. The Finacial Review. 33: 85-98. Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Edisi Kedua. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
72
Pozen, Robert C. 1994. “Institutional Investor: The Reluctant Activists”. Harvard Business Review.Boston:Jan/Feb 1994. Vol. 72. Iss 1: 140. Setiawati dan Naim. 2000. Putri, Sheranita Eka. 2006. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan terhadap Agency. Richardson, Vernon J. 1998. Information Asymmetry an Earnings Management: Some Evidence. Working Paper, 30 Maret. Roychowdhury, S. 2006. “Earnings Management through Real Activities Manipulation”. Journal of Accounting and Economics. 42: 335-370. Scott, William R. 2003. Financial Accounting Theory. Third Edition. Toronto, Ontario: Pearson Education Canada Inc. Schipper, Katherine. 1989. Comentary Katherine on Earnings Management. Accounting Horizon. Shleifer, A. and R. W. Vishny. 1997. “A Survey of Corporate Governance”. Journal of Finance, Vol. LII, No. 2, June: 737-783. Husnan, Suad. 2000. Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang). Edisi 4. Cetakan ke 4. Yogyakarta: BPFE. Demzetz dan Lehn. 1985. Sweeney, Amy Patricia. 1994. “Debt-Covenant Violations and Managers’ Accounting Response”. Journal of Accounting and Economics. 17: 281308. Trueman dan Titman. 1988. Dwi Hastuti, Theresia. 2005. Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII 2005. Watts, R, L. and Zimmerman J.L. 1986. Positive Accounting Theory. New York: Prentice Hall.
MANAJEMEN LABA NYATA SEBAGAI PEMEDIASI HUBUNGAN ............... (Taufan Tiastono)
Xu, X. and Y. Wang. 1997. Ownership Structure, Corporate Governance: The Cases of Chinese Stock Company, Working Paper. http://papers.ssrn. com/sol3/ papers.cfm?abstract_id=45303. Zang, Amy Y. 2006. Evidence on the Tradeoff between Real Manipulation and AccrualManipulation. Working Paper. Duke University.
73
ISSN: 1978-3116 ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK ............... (Liasari Azali dan Baldric Siregar)
Vol. 5, No. 1, Maret 2011 Hal. 75-86
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK INDONESIA TANGGAL 8 OKTOBER 2008: STUDI PERISTIWA BERBASIS DATA INTRADAY Liasari Azali Jalan Kalitan Nomor 11A, Surakarta, 57141 E-mail: [email protected]
Baldric Siregar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]
ABSTRACT This research is event study using intraday data. We observe a closing event of Indonesia Stock Exchange on October 8th 2008. The study investigates abnormal returns before and after event and those of every 30 minutes period as well. Intraday data per 30 minutes is used to calculate the 30 minutes returns. We use 200 estimate and 53 window periods. The sampling taken from 37 companies listed on LQ 45 index. One sample ttest and paired sample t test are used to test the hypothesis. The results show that there are abnormal returns around the event. Abnormal returns happened more often before the event with no pattern. Keywords: event study, abnormal returns, intraday data
PENDAHULUAN Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 melanda sektor keuangan seluruh dunia. Krisis keuangan global berawal dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage) di Amerika
Serikat yang kemudian menjalar merusak sistem perbankan bukan hanya di Amerika Serikat saja namun meluas hingga ke Eropa lalu ke Asia. Kepanikan melanda bursa saham seluruh dunia. Harga saham anjlok, perbankan gulung tikar, perusahaan-perusahaan tutup, harga kebutuhan naik, dan meningkatnya jumlah pengangguran. Negara-negara di Amerika dan Eropa yang terkena dampak krisis global menyatakan bahwa krisis ini merupakan krisis terburuk yang pernah dialami dan menuju ke resesi yang berkepanjangan. Pemerintah berbagai negara menggelontorkan dana (bailout) dalam jumlah yang besar untuk membantu menstabilkan perekonomian di negaranya. Namun, krisis ekonomi dasyat ini tidak mampu mengembalikan kepercayaan pelaku pasar. Semua pelaku pasar di bursa berbondongbondong menjual saham yang dimiliki. Tekanan jual yang begitu tinggi menyebabkan bursa morat-marit dan perekonomian terus memburuk. Meski pemerintah bekerja keras secara aktif turun tangan membenahi kekacauan ekonomi di negaranya, kepanikan terus berlanjut dan pelaku pasar mulai bertindak irasional. Bahkan pemerintah di beberapa negara secara ekstrim menutup bursanya karena harga saham turun secara drastis, seperti di Rusia, Ukrania, dan Rumania. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, dimana otoritas bursa
75
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 75-86
secara mendadak memutuskan untuk menutup Bursa Efek Indonesia (BEI) selama beberapa hari untuk meredam kepanikan pelaku pasar. Krisis yang terjadi di pasar modal Indonesia tahun 2008 berbeda dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Krisis yang terjadi pada tahun 2008 merupakan dampak adanya krisis global. Pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa krisis Oktober 2008 adalah krisis pasar modal Indonesia, sedangkan krisis yang terjadi di tahun 1998 adalah krisis moneter. Selama krisis pasar modal ini, investor berusaha menarik dananya dari pasar modal karena merasa harga sahamnya terus terpangkas dalam kurun waktu yang sangat cepat. Investor berusaha keluar dari bursa untuk menyelamatkan dana yang dimiliki. Hal yang sama pun terjadi di pasar modal Indonesia dimana investor asing berusaha keluar dari lantai bursa, menarik dana yang ditanamkan di Indonesia secara besar-besaran yang mengakibatkan aksi jual besar-besaran (panic selling) sehingga harga saham terus anjlok. Otoritas bursa khawatir pelaku pasar bertindak irasional berkepanjangan. Oleh karena itu, otoritas BEI memutuskan untuk menutup perdagangan saham pada 8 Oktober 2008 pukul 11.08 WIB tanpa pengumuman terlebih dahulu. Sebagian orang menyebut peristiwa penutupan BEI sebagai peristiwa Black Wednesday. Ketika perdagangan saham ditutup pada 8 Oktober 2008, IHSG merosot tajam 168,052 poin atau 10,38% dari awal perdagangan ke posisi 1.456,669. Posisi IHSG ini merupakan posisi terendah sejak September 2006. Sementara BEI disuspend, pemerintah menyiapkan lima langkah stabilisasi pasar di antaranya memperbesar porsi saham yang dapat di buy back dari 10% menjadi 20%, meniadakan batasan pembelian saham dalam satu hari dari sebelumnya maksimal 25% dari volume perdagangan harian menjadi 100%, membolehkan buy back tanpa RUPSLB namun cukup keterbukaan informasi, menyiapkan dana infrastruktur sebesar Rp4.000.000.000.000 untuk membantu BUMN buy back saham, pembukaan awal transaksi bursa tanpa preopening, dan adanya pembatasan auto rejection (AR) sebesar 10% dari sebelumnya 30%. Peraturan baru tentang auto rejection (SE-005/BEI.PSH/10-2008) yakni mengenai auto rejection batas atas menjadi 20% dari sebelumnya 10%, sedangkan batas bawah tetap sama 10%. Selama ini pemberlakuan auto rejection selalu
76
simetris antara batas atas dan bawah namun karena kondisi pasar yang sedang tertekan krisis keuangan global maka berubah menjadi asimetris. BEI disuspend selama 3 hari dan otoritas bursa membuka kembali perdagangan saham pada 13 Oktober 2008. Peristiwa krisis pasar modal pada Oktober 2008 menggugah rasa ingin tahu peneliti untuk mengamati return yang terjadi di sekitar peristiwa penutupan BEI tanggal 8 Oktober 2008. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa dan apakah terdapat abnormal return di setiap periode peristiwa. Peneliti menggunakan studi peristiwa dengan basis data intraday. Data intraday dalam penelitian ini berupa harga saham per 30 menitan untuk menghitung return 30 menitan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Teori tentang hipotesis pasar efisien pertama kali dikemukakan oleh Fama (1970). Menurut konsep hipotesis pasar efisien, pasar dikatakan efisien apabila harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada (“stock prices reflect all available information”). Menurut Fama, terdapat tiga bentuk tingkat efisiensi pasar berdasar pada tingkat penyerapan informasinya, yaitu pasar efisien bentuk lemah, pasar efisien bentuk semi kuat, dan pasar efisien bentuk kuat. Dalam mempelajari konsep pasar efisien, perhatian diarahkan pada sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan harga sekuritas. Kecepatan reaksi harga saham terhadap pengumuman suatu peristiwa menggambarkan tingkat efisiensi suatu pasar. Semakin efisien suatu pasar maka semakin cepat informasi yang terefleksi dalam harga saham (Jogiyanto, 2003). Teori pasar efisien telah menjadi acuan kajian yang mendapat perhatian luas selama tiga dasawarsa terakhir dan menjadi topik paling menarik dalam perkembangan teori keuangan perusahaan. Studi peristiwa adalah metoda untuk menentukan apakah terdapat abnormal return berkaitan dengan munculnya peristiwa yang tidak diantisipasi. Studi peristiwa merupakan suatu pengamatan mengenai harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah terdapat abnormal return yang diperoleh oleh pemegang saham sebagai akibat
ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK ............... (Liasari Azali dan Baldric Siregar)
dari suatu peristiwa tertentu. Studi peristiwa dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat. Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman (Jogiyanto, 2003). Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return. Sebagian besar studi peristiwa mengamati berbagai peristiwa yang terkait langsung dengan aktivitas ekonomi. Hal yang harus diperhatikan dan paling penting dalam studi peristiwa adalah penentuan peristiwa yang hendak diteliti. Peristiwa harus terdefinisi dengan baik, artinya sebagai informasi yang relevan atau tidak terhadap para pelaku pasar modal. Beberapa studi peristiwa menggunakan data intraday untuk mengamati perilaku harian atas harga saham. Studi peristiwa dapat berkaitan dengan peristiwa ekonomi maupun peristiwa non-ekonomi. Studi peristiwa yang berkaitan dengan peristiwa ekonomi misalnya pengumuman informasi publik, peristiwa perubahan harga saham yang drastis, pengumuman dividen, pengumuman laba, pengumuman right issue, pengumuman stocksplit. Studi peristiwa non-ekonomi pada umumnya peristiwa politik dan sosial di suatu negara, misalnya resuflle kabinet di Indonesia, Pemilu 5 April 2004, dan pengumuman hasil Pilkada. Kim dan Verrecchia (1991) melakukan pengamatan reaksi harga saham dan volume perdagangan atas adanya pengumuman informasi kepada publik dengan menggunakan studi peristiwa. Peneliti membagi periode penelitian ke dalam 3 periode. Periode 1 terdiri dari 4 peristiwa yakni pelaku pasar mendapati risiko atas investasi yang dilakukan, pelaku pasar mengamati signal publik, pasar buka, dan pelaku pasar membeli atau menjual sekuritas. Periode 2 merupakan periode dimana pelaku pasar mulai mempelajari reaksi pasar terhadap pengumuman. Periode 3 terjadi suatu peristiwa dimana return dari risky asset terealisasi dan konsumsi terjadi. Peneliti menyimpulkan bahwa volume perdagangan merupakan indikator utama untuk mempelajari reaksi pasar
terhadap pengumuman publik. Scoot et al. (1996) menguji tentang information content of dividend hypothesis (ICH) yang dihubungkan dengan bentuk pasar. Peneliti beranggapan bahwa terdapat asimetri antara ekspektasi investor berkaitan dengan kinerja sekuritas dalam bull atau bear market. Ekspektasi yang asimetri ini akibat refleksi reaksi harga sekuritas terhadap adanya informasi suatu peristiwa. Terdapat 2 kondisi bear dan bull dalam penelitian ini. Periode bull yakni Agustus 1970 sampai dengan Desember 1972 dan Juli 1982 sampai dengan Agustus 1983, sedangkan periode bear Februari 1973 sampai dengan November 1974 dan April 1981 sampai dengan Juni 1982. Penelitian ini menggunakan market adjusted return model atau single indeks market model (SIMM). Beta periode sebelum dan sesudah peristiwa dengan menggunakan SIMM dan analisis dipisahkan menggunakan dua rangkaian estimasi. Menggunakan periode estimasi 200 hari, dan periode pengamatan dengan rentang 20 hari sekitar hari pengumuman dividen. Observasi return 200 hari untuk setiap sekuritas dikombinasikan ke 100 observasi dua harian. Jika informasi terkandung dalam pengumuman perubahan dividen, peneliti berharap akan menemukan abnormal return yang besar di sekitar pengumuman dividen yang meningkat di bear market daripada di bull market. Sebaliknya, peneliti berharap menemukan abnormal return yang besar di sekitar pengumuman dividen yang menurun di bull market daripada di bear market. Peristiwa pengumuman dividen dibagi dalam dua tipe pengumuman yakni pengumuman dividen yang meningkat dan pengumuman dividen yang menurun. Peristiwa pengumuman dividen kemudian dipasangkan dan dikombinasikan berdasar bentuk pasar. Peneliti menggunakan standardized abnormal return periode dua harian di sekitar peristiwa untuk menguji apakah terdapat abnormal return di sekitar peristiwa pengumuman dividen. Hasil atas regresi menunjukkan secara kuat bahwa harga sekuritas bereaksi lebih kepada pengumuman dividen yang menurun sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis awal dan ICH. Acker et al. (2002) menguji determinan atas spread dan perilaku di sekitar tanggal pengumuman laba. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian atas perusahaan di Inggris dengan periode pengamatan
77
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 75-86
tahun 1986-1994. Penelitian ini menemukan bahwa harga penutupan dipengaruhi oleh biaya proses-processing cost (diproksikan dengan volume perdagangan), biaya pengendalian sediaan, volume perdagangan dan variabilitas atas return, dan asimetri teori (biasanya adanya peningkatan volume perdagangan yang tinggi). Peneliti menggunakan periode pengamatan 15 hari sebelum pengumuman laba. Secara garis besar, peneliti menyimpulkan secara jelas bahwa volume, spread, dan variabilitas return dipengaruhi oleh pengumuman laba. Hal ini ditunjukkan dengan adanya spread yang rendah, volume perdagangan yang tinggi, dan variabilitas return yang tinggi pada hari pengumuman dan hari setelah pengumuman. Chairul Anwar (2004) melakukan studi peristiwa reaksi pasar terhadap pemilihan umum tanggal 5 April 2004 pada Bursa Efek Jakarta. Peneliti meneliti apakah pasar di Indonesia bereaksi terhadap pemilihan umum yang terjadi di Indonesia pada 5 April 2004. Peneliti mengamati abnormal return dan volume perdagangan atas saham 45 perusahaan yang masuk dalam indeks LQ 45. Data yang digunakan adalah harga saham harian, volume perdagangan harian, dan jumlah saham yang beredar. Peneliti menggunakan periode penelitian 44 hari, yakni 34 hari sebelum sampai dengan 8 hari sesudah pemilihan umum untuk pengamatan atas abnormal return dan 15 hari yakni 7 hari sebelum dan 8 hari sesudah pemilihan umum untuk pengamatan atas volume perdagangan. Peneliti melakukan pengujian statistik regresi dan uji beda dua rata-rata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pemilihan umum, sedangkan volume perdagangan tidak berbeda signifikan sebelum dan sesudah pemilihan umum. Annelia dan Prihantoro (2007) meneliti tentang resuflle kabinet yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini menganalisis reaksi pasar terhadap pengumuman reshuffle kabinet Indonesia bersatu yang dilakukan pada 7 Mei 2007. Penelitian menggunakan sampel 45 perusahaan yang masuk dalam indeks LQ 45 periode Februari 2007 sampai dengan Juli 2007. Peneliti mengamati abnormal return dengan periode pengamatan 7 hari sebelum dan 7 hari sesudah tanggal pengumuman reshuffle kabinet Indonesia bersatu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
78
pengaruh yang signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah reshuffle kabinet. Thang Long (2008) menguji apakah terdapat reaksi yang berlebihan di Pasar Modal Vietnam. Hipotesis reaksi berlebihan atau overreaction hypothesis mengacu pada hasil penelitian aplikasi psikologi yang menyatakan bahwa manusia cenderung berlebihan terhadap berita atau event yang bersifat dramatis. Studi ini menggunakan studi peristiwa dengan sampel 33 perusahaan dan periode pengamatan antara Januari 2001 sampai dengan Desember 2005. Di antara periode penelitian, peneliti mendapati 153 kenaikan harga saham dan 177 penurunan harga saham yang esktrim. Pengamatan sampel atas 33 perusahaan dilakukan 100 hari sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan dan penurunan harga secara untuk mencari tahu apakah terdapat abnormal return pada periode tersebut. Peneliti menggunakan generalized method of movements untuk estimasi expected stock return seperti yang dideskripsikan oleh CAPM. Selain itu peneliti juga menghitung abnormal return, cumulative abnormal return (CAR), rata-rata cumulative abnormal return, dan melakukan penghitungan t-statistic. Peneliti menemukan bahwa terdapat reaksi berlebihan terhadap berita baik dan berita buruk. Mcinish dan Wood (1992) menguji pola spread bid-ask atas saham-saham yang listing di bursa New York dengan data intraday terhadap return, variabilitas harga, dan volume perdagangan. Data terdiri dari harga pasar bid dan ask pada semester pertama tahun 1989 untuk semua saham NYSE yang masuk dalam consolidated quotation system. Time series per menit ditimbang dengan persentase atas spread bid-ask selama hari perdagangan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi yang mana hari perdagangan dibagi ke 1 interval 31 menitan dan 12 interval 30 menitan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa spread berhubungan lurus dengan aktivitas perdagangan, spread berhubungan langsung dengan tingkat risiko dan jumlah informasi dan spread berhubungan terbalik dengan kompetisi di pasar. Hupperets dan Menkveld (2001) meneliti 7 saham yang cross listing di New York dan Amsterdam (Aegon, Ahold, KLM, KPN, Philips, Royal Dutch, dan Unilever). Saham-saham ini diperdagangkan di Amsterdam dan berakhir di New York dengan perbedaan waktu 1 jam. Peneliti menggunakan data bid,
ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK ............... (Liasari Azali dan Baldric Siregar)
quote, dan volume perdagangan atas 261 hari perdagangan dengan data intraday interval 15menitan. Peneliti beranggapan apabila votalitas spread dan volume memuncak pada jam 14.30 (CET) di bursa Amsterdam maka hal ini menunjukkan adanya peristiwa pengungkapan sistematik di Amerika Serikat. Jika pada waktu tersebut volume perdagangan tinggi, harga saham volatil, dan spread besar maka mengindikasikan bahwa perdagangan yang terjadi berdasar informasi. Perdagangan berdasar informasi tersebut menunjukkan bahwa bursa saham New York dan Amsterdam terintegrasi dengan baik. Pengujian data intraday dalam penelitian ini menggunakan least square regression dan hasilnya menunjukkan bahwa bursa saham Amsterdam dan New York tidak terintegrasi secara sempurna. Brocks et al. (2003) meneliti tentang bagaimana pasar sekuritas merespon peristiwa yang tidak diinginkan (bersifat negatif) terhadap 21 perusahaan seperti kandasnya Exxon Valdez, kecelakaan pesawat, ledakan yang terjadi di Quantum Chemical, Philip Petroleum, dan ARCO, hingga meninggalnya CEO dan pemimpin McClatchy Newspaper dan Gillette. Peneliti juga mengamati 21 perusahaan pesaing ketika peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Peneliti menggunakan data intraday untuk mengamati perubahan variabel harga, volume, spread, dan location dengan interval 15, 30, 90, dan 120 menit di sekitar peristiwa terjadi. Peneliti menemukan bahwa pasar tidak merespon dengan cepat pengumuman peristiwa yang tidak dinginkan. Lee et al. (2005) meneliti tentang dampak informasi laba perusahaan dengan menggunakan analisis intraday menggunakan variabel spread, depth, dan volume perdagangan. Sampel penelitian terdiri dari 230 perusahaan. Periode penelitian menggunakan data 253 hari perdagangan yakni pada tanggal 4 Januari 1988 sampai dengan 30 Desember 1988. Penelitian ini menggunakan studi peristiwa dengan pengamatan 4 hari di sekitar hari pengumuman pendapatan (H-2 s.d. H+2) dimana data intraday dibagi ke interval 30 menitan. Peneliti menggunakan pengujian univariat dan multivariat untuk menguji perubahan terhadap spread, depth, dan volume perdagangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa likuiditas menurun sebelum pengumuman laba. Sumiyana (2006) meneliti tentang
ketidakkonsistenan harga penutupan akhir hari perdagangan dalam perepresentasian nilai saham dengan studi empiris berbasis data intraday. Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyana bertujuan untuk menguji fenomena day-end effect di BEI. Sampel penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam daftar indeks LQ 45 baik semester pertama maupun semester kedua untuk tahun 2006. Peneliti menggunakan data intraday dengan batas waktu 30 menitan dalam satu hari perdagangan untuk mengkalkulasi return. Satu hari perdagangan dibagi ke dalam 12 periode 30 menitan. Jumlah periode yang diamati peneliti selama periode penelitian sebanyak 9.956 periode interval 30 menitan. Peneliti menggunakan uji regresi dan pengujian t-statistic untuk masingmasing koefisien variabel interval waktu dengan membandingkan antara return interval ke-1 sampai dengan yang ke-12. Peneliti juga memasukkan dan menganalisis hubungan antara day-end effect dan pengendali faktor ukuran perusahaan, volume perdagangan, dan spread. Penelitian ini membuktikan kevalidan keberadaan day-end effect dari adanya pengaruh ekspektasi investor dalam berdagang beserta pengaruh mekanisma perioda perdagangan akhir hari. Heflin et al. (2007) meneliti hubungan antara penilaian analis keuangan atas pengungkapan kebijakan perusahaan. Peneliti mengamati spread, volume perdagangan, perubahan harga saham, dan harga saham di sekitar periode pengungkapan kebijaksanaan perusahaan. Peneliti menemukan bukti bahwa praktik pengungkapan akuntasi yang mempengaruhi kualitas informasi publik merupakan faktor yang menentukan pola spread intraday. Selain itu, peneliti mengungkapkan bahwa kualitas pengungkapan kebijaksanaan perusahaan yang tinggi dapat mengurangi spread tanpa memperhatikan kapan pelaku pasar akan bertransaksi. Muntermann dan Guettler (2007) menguji pengaruh pengungkapan ad hoc terhadap harga saham dan volume perdagangan di Jerman. Data penelitian menggunakan periode penelitian 1 Agustus 2003 sampai dengan 31 Agustus 2004. Selama periode tersebut terdapat 2.705 pengungkapan ad hoc. Peneliti mengamati harga saham dan volume perdagangan dengan basis data intraday per menit di sekitar pengungkapan ad hoc. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat reaksi setelah pengumuman
79
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 75-86
pengungkapan ad hoc. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dan adanya abnormal return di sekitar periode pengumuman. Peneliti juga menemukan bahwa pengungkapan ad hoc direaksi lebih kuat pada perusahaan kecil daripada perusahaan besar. Sumiyana dan Gamaliel (2009) menguji fenomena noise dan overreaction pada harga pembukaan di BEI. Sama dengan penelitian pada Sumiyana sebelumnya tentang fenomena day-end effect (2006), sampel penelitian menggunakan data 9.956 interval 30 menitan. Sampel penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam daftar indeks LQ 45 tahun 2006. Penelitian ini menguji return yang terjadi sepanjang hari perdagangan untuk membuktikan validitas keberadaan noise dan overreaction. Peneliti melakukan pengendalian penelitian dengan basis hari perdagangan. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat kerangka pola terjadinya noise dan overreaction pada harga pembukaan dan selalu ada pengkoreksian atas noise dan overreaction awal hari perdagangan. Peristiwa krisis Pasar Modal Indonesia merupakan guncangan besar bagi seluruh pelaku bursa, terutama bagi investor yang secara aktif melakukan transaksi investasi secara besar-besaran. Penutupan bursa secara mendadak dan tanpa pengumuman terlebih dahulu menunjukkan otoritas bursa berusaha mengantisipasi penurunan harga saham yang lebih tajam guna melindungi emiten-emitennya. Peneliti berhipotesis seharusnya terdapat abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa ini. Abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya dan return ekspektasi. Normal return merupakan return ekspektasi dan merupakan return yang terjadi pada keadaan normal dimana tidak terjadi suatu peristiwa. 4Oleh karena itu, hipotesis peneliti dinyatakan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut: H1: Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah penutupan Bursa Efek Indonesia 8 Oktober 2008. H2: Terdapat abnormal return di setiap periode 30 menitan pada periode peristiwa penutupan Bursa Efek Indonesia 8 Oktober 2008. Peristiwa dalam studi peristiwa ini adalah peristiwa penutupan BEI tanggal 8 Oktober 2008. Penurunan saham yang berlangsung secara tajam dan
80
berkelanjutan membuat pelaku pasar panik dan bertindak irasonal sehingga otoritas bursa secara mendadak menghentikan aktivitas perdagangan bursa tanpa pengumuman terlebih dahulu. Perusahaan yang terdaftar listing di BEI hingga 8 Oktober 2008 tercatat sebanyak 398 perusahaan (www.idx.co.id). Peneliti menggunakan sampel 45 perusahaan yang masuk ke dalam indeks LQ 45 periode 1 Agustus 2008 sampai dengan 31 Januari 2009. Peneliti memilih sampel 45 perusahaan yang masuk dalam indeks LQ 45 karena perusahaan-perusahaan tersebut umumnya memiliki likuiditas yang tinggi dan mengurangi fenomena saham tidur untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat. Sampel perusahaan yang diteliti adalah perusahaan-perusahaan yang selama periode penelitian memenuhi persyaratan sebagai berikut 1) Mempunyai informasi harga saham yang lengkap selama periode penelitian dan 2) Perusahaan sampel tidak melakukan company actions (stocks split, stock dividend, dan right issue) selama periode penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data intraday berupa harga saham 30 menitan yang akan digunakan untuk mengkalkulasi normal return dan abnormal return yang terjadi selama periode penelitian. Sumber data berasal dari sumber sekunder yang artinya data mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada. Peneliti menggunakan stock record sistem real time financial information (RTI) yang tersedia di Laboratorium Komputer Lantai 2 Gedung Maksi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Sedangkan sumber data penunjang yang lain adalah website BEI (www.idx.co.id). Variabel dalam penelitian ini adalah normal return dan abnormal return, dimana normal return dikalkulasi untuk mendapatkan abnormal return. Peneliti menguji apakah terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Selanjutnya peneliti menguji apakah terdapat abnormal return di setiap periode 30 menitan pada periode peristiwa. Periode estimasi adalah periode sebelum peristiwa terjadi, dalam hal ini peneliti menggunakan periode estimasi 200 periode 30 menitan. Periode yang digunakan untuk mengestimasi return disebut dengan periode estimasi (estimation period). Periode waktu dimana peristiwa terjadi yang digunakan untuk menghitung abnormal return (AR) disebut periode
ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK ............... (Liasari Azali dan Baldric Siregar)
peristiwa (event period). Penelitian ini menggunakan periode peristiwa 53 periode 30 menitan, yakni 26 periode 30 menitan sebelum peristiwa (t-26 s.d. t-1), 1 periode 30 menitan saat peristiwa (t0), dan 26 periode 30 menitan setelah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008 (t+1 s.d. t+26). Periode estimasi yang digunakan peneliti untuk mendapatkan estimasi tentang normal return menggunakan 200 periode 30 menitan yakni periode 30 menitan pada hari perdagangan tanggal 26 Agustus 2008 sampai dengan 19 September 2008. Pada 20 hari perdagangan pada periode estimasi terdapat 200 periode 30 menitan yang digunakan peneliti untuk menghitung normal return. Pemilihan periode estimasi ini berselang 7 hari pra-libur hari raya Idul Fitri, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya holiday effect libur hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H. Sedangkan periode peristiwa yang diamati oleh peneliti adalah 6 sampai dengan 15 Oktober 2008. Hari perdagangan bursa dibagi ke dalam 2 sesi perdagangan. Untuk hari Senin sampai dengan Kamis, sesi 1 berlangsung pada pukul 09.30 sampai dengan 12.00 WIB, sedangkan sesi 2 berlangsung pada pukul 13.30 sampai dengan 16.00 WIB. Untuk hari Jumat, sesi 1 berlangsung pada pukul 09.30 sampai dengan 11.30 WIB, sedangkan sesi 2 bursa belangsung pada pukul 14.00 sampai dengan 16.00 WIB. Peneliti membagi periode 30 menitan untuk perdagangan Senin sampai dengan Kamis ke dalam 11 periode return 30 menitan, sedangkan untuk perdagangan Jumat, peneliti membagi periode 30 menitan ke dalam 9 periode return 30 menitan. Berdasarkan pembagian periode tersebut, didapatkan 11 periode 30 menitan pada 3 hari sebelum hari peristiwa, 11 periode 30 menitan pada 2 hari sebelum hari peristiwa terjadi, 5 periode 30 menitan pada hari peristiwa, 11 periode 30 menitan pada 1 hari setelah hari peristiwa, 11 periode 30 menitan pada 2 hari setelah hari peristiwa, dan 4 periode return 30 menitan pada 3 hari setelah peristiwa. Pembagian periode 30 menitan hari perdagangan dapat dipahami dalam peraga sebagai berikut:
Tabel 1 Return 30 Menitan Hari Perdagangan Senin – Kamis Periode Return 30 menitan
Waktu Perdagangan
Return periode 30 menitan ke-01 Return periode 30 menitan ke-02 Return periode 30 menitan ke-03 Return periode 30 menitan ke-04 Return periode 30 menitan ke-05 Return periode 30 menitan ke-06 Return periode 30 menitan ke-07 Return periode 30 menitan ke-08 Return periode 30 menitan ke-09 Return periode 30 menitan ke-10 Return periode 30 menitan ke-11
16.00(t-1)-09.30 09.30-10.00 10.00-10.30 10.30-11.00 11.00-11.30 11.30-12.00 13.30-14.00 14.00-14.30 14.30-15.00 15.00-15.30 15.30-16.00
Sumber: Data penelitian, diolah. Tabel 2 Return 30 Menitan Hari Perdagangan Jumat Periode Return 30 menitan
Waktu Perdagangan
Return periode 30 menitan ke-01 Return periode 30 menitan ke-02 Return periode 30 menitan ke-03 Return periode 30 menitan ke-04 Return periode 30 menitan ke-05 Return periode 30 menitan ke-06 Return periode 30 menitan ke-07 Return periode 30 menitan ke-08 Return periode 30 menitan ke-09
16.00(t-1)-09.30 09.30-10.00 10.00-10.30 10.30-11.00 11.00-11.30 14.00-14.30 14.30-15.00 15.00-15.30 15.30-16.00
Sumber: Data penelitian, diolah. Tabel 3 Jumlah Periode Return 30 Menitan Hari Perdagangan
Jumlah Periode Return 30 menitan
Senin, 6 Oktober 2008 Selasa, 7 Oktober 2008 Rabu, 8 Oktober 2008 Senin, 13 Oktober 2008 Selasa, 14 Oktober 2008 Rabu, 15 Oktober 2008
11 11 5 11 11 4
Sumber: Data penelitian, diolah.
81
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 75-86
Ada beberapa tahapan analisis data yang dilakukan. Pertama, menentukan normal return (NR) menggunakan model estimasi untuk setiap sekuritas. Model estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean adjusted model yaitu menjumlahkan return sesungguhnya setiap saham selama periode estimasi. Hasil penjumlahan return sesungguhnya dibagi dengan jumlah periode dalam periode estimasi. Return periode 30 menitan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Ri, : Return saham-i pada periode 30 menitan ke-t. Pit : Harga saham-i pada periode 30 menitan ke-t. Pit-1: Harga saham-i pada periode 30 menitan ke-t-1. NR setiap tiap sekuritas didapat dengan rumus sebagai berikut:
NRi,: Normal return saham-i. “Ri: Total return saham-i dari periode estimasi. T : Jumlah periode estimasi 30 menitan. Kedua, menghitung abnormal return (AR) pada periode peristiwa untuk setiap sekuritas. Abnormal return dihitung per periode 30 menitan. Menghitung abnormal return pada periode 30 menitan ke-t dihitung dengan rumus sebagai berikut: ARi,t= Ri,t-NRi ARi,t : Abnormal return saham-i pada periode 30 menitan ke-t. Ri,t : Actual return saham-i pada periode 30 menitan ke-t. NRi : Normal return saham-i. Ketiga, menghitung average abnormal return (ARR) untuk semua sekuritas pada setiap periode peristiwa. AAR selama event period dihitung dengan rumus sebagai berikut:
82
: Average abnormal return. ARnt : Abnormal return pada periode 30 menitan ke-t. n : Jumlah sampel yang digunakan. Keempat, menentukan apakah AAR signifikan. Signifikansi AAR ditentukan dengan menggunakan uji t sampel berpasangan (paired-samples t test). Jika AAR berbeda dari nol, hal ini mengindikasikan bahwa pasar modal Indonesia adalah pasar efisien yang ditunjukkan dengan adanya reaksi terhadap peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008 yang tercemin dengan adanya abnormal return di sekitar terjadinya peristiwa. Sebaliknya, jika tidak ditemukan adanya abnormal return di sekitar terjadinya peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008, maka hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kebocoran informasi sebelum peristiwa terjadi. HASIL PENELITIAN Sampel penelitian terdiri dari 45 perusahaan yang masuk dalam penghitungan indeks LQ 45 periode 1 Agustus 2008 sampai dengan 31 Januari 2009 sesuai dengan ketetapan BEI Peng-364/BEI.PSH/U/07-2008 tanggal 31 Juli 2008. Perusahaan yang terdaftar di BEI hingga 8 Oktober 2008 tercatat sebanyak 398 perusahaan. Tabel 4 Sampel Keterangan Jumlah sampel awal Perusahaan yang disuspend selama periode pengamatan Jumlah sampel akhir
Jumlah 45 (8) 37
Sumber: Data penelitian, diolah. Berdasarkan 45 sampel perusahaan tersebut, hanya 37 perusahaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian. Terdapat 8 perusahaan yang tidak digunakan sebagai sampel penelitian karena tidak memenuhi syarat mempunyai informasi harga saham yang lengkap selama periode penelitian. Pada 7 Oktober 2008, otoritas BEI mesuspend 6 perusahaan
ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK ............... (Liasari Azali dan Baldric Siregar)
Bakrie Group, antara lain PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), dan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Saham-saham Bakrie Group disuspend karena harga saham-sahamnya jatuh lebih dari 30% pada perdagangan 6 Oktober 2008, sedangkan 2 saham lain yang mengalami suspend oleh otoritas BEI pada periode penelitian adalah Bank International Indonesia Tbk (BNII) dan Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB). BNII disuspend oleh otoritas BEI berkaitan dengan ketidakjelasan rencana akuisisi saham BNII oleh Malayan Banking Berhad (Maybank), sedangkan TRUB disuspend karena terlambat mempublikasikan laporan keuangan quartalan ke otoritas BEI. Statistik deskriptif pada Tabel 5 memberikan gambaran mengenai nilai rata-rata, deviasi standar, maksimum, dan minimum variabel-variabel dalam penelitian ini. Nilai rata-rata dan deviasi standar digunakan untuk menentukan fluktuasi satuan variabel-variabel yang diuji. Data maksimum dan minimum memperlihatkan kisaran data yang normal untuk menghindari biasnya hasil penelitian. Tabel 5 menyajikan statistik deskriptif untuk variabel average actual return dan average abnormal return. Tabel 5 menunjukkan variabel average actual return dan average abnormal return memiliki nilai maksimum masing-masing sebesar 0,054668; 0,046527 dan nilai minimum masing-masing sebesar -0,067031; 0,075172. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa komponen return bervariasi. Tabel 5 juga menunjukkan average actual return dan average abnormal return memiliki nilai rata-rata masing-masing sebesar -
0,00426613; -0,01197258 dengan deviasi standar masing-masing sebesar 0,023207770; 0,023124401. Tabel 5 juga menyajikan nilai rata-rata, deviasi standar, maksimum, dan minimum average abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Rata-rata average abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008 masing-masing sebesar -0,020332059 dan -0,00447584 dengan standar deviasi masing-masing sebesar 0,024992799 dan 0,018526724. Rata-rata average abnormal return yang negatif menunjukkan indikasi bahwa reaksi pelaku pasar negatif terhadap adanya peristiwa penutupan BEI 2008. Nilai maximum average abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008 masingmasing sebesar 0,025676 dan 0,046527 serta nilai minimum masing-masing sebesar -0,075172 dan -0,048764. Pada hipotesis 1 diprediksi bahwa terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Hipotesis 1 diuji dengan uji t sampel berpasangan untuk membandingkan 26 periode 30 menitan sebelum peristiwa dengan 26 periode sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Hasil uji beda dua ratarata average abnormal return sebelum dan sesudah disajikan sebagai pembanding. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa rata-rata average abnormal return setelah peristiwa lebih rendah dibandingkan ratarata average abnormal return sebelum peristiwa. Besarnya perbedaan antara rata-rata average abnormal return adalah -0,016612101. Hasil pengujian menunjukkan signifikansi abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI dengan menggunakan uji t sampel berpasangan sebesar 0,010.
Tabel 5 Statistik Deskriptif Keterangan Average Actual Return Average Abnormal Return Average Abnormal Return Sebelum Average Abnormal Return Sesudah
N 52 52
Min -0,067031 -0,075172
Max 0,054668 0,046527
Rata-rata -0,00426613 -0,01197258
Std. Deviation 0,023207770 0,023124401
26
-0,075172
0,025676
-0,020332059
0,024992799
26
-0,048764
0,046527
-0,00447584
0,018526724
Sumber: Data penelitian, diolah.
83
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 75-86
Jika signifikansi<0,05 maka hipotesis 1 diterima. Berdasar perhitungan dengan menggunakan SPSS 13.0 yang ditunjukkan dalam Tabel 6, ditunjukkan bahwa signifikansi<0,05 (0,010<0,05). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis 1 diterima, yakni terdapat perbedaan abnormal return periode 30 menitan sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Pada hipotesis 2 diprediksi bahwa terdapat abnormal return di setiap periode 30 menitan sebelum dan sesudah penutupan BEI 8 Oktober 2008. Pengujian hipotesis 2 menggunakan one-sample t test untuk menguji apakah terdapat abnormal return di setiap
periode 30 menitan. Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat abnormal return di sekitar peristiwa penutupan bursa, dimana abnormal return terjadi di 17 periode 30 menitan sebelum peristiwa, di periode 30 menitan saat peristiwa terjadi, dan di 11 periode 30 menitan setelah peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Oleh karena itu, hal ini membuktikan bahwa hipotesis 2 diterima yakni terdapat abnormal return di setiap periode 30 menitan di sekitar peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008, sedangkan nilai t yang negatif menunjukkan bahwa pelaku bursa bereaksi negatif terhadap peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008.
Tabel 6 AR pada Periode Peristiwa Periode t-26 t-25 t-24 t-23 t-22 t-21 t-20 t-19 t-18 t-17 t-16 t-15 t-14 t-13 t-12 t-11 t-10 t-9 t-8 t-7 t-6 t-5 t-4 t-3 t-2 t-1 t0
t -8,579 -3,125 -4,012 -1,452 -3,068 -2.226 -5.005 -4.787 -5.249 -2.587 -0.051 -3.349 1.199 -5.579 3.681 1.472 -1.386 -3.416 -2.149 -1.740 -5.668 -0.264 -10.618 -1.769 -10.191 -0.444 -4.136
Sig 0.000 0.004 0.000 0.155 0.004 0.032 0.000 0.000 0.000 0.014 0.959 0.002 0.239 0.000 0.001 0.150 0.174 0.002 0.038 0.090 0.000 0.793 0.000 0.085 0.000 0.659 0.000
Keterangan Periode t Sig Keterangan Signifikan t+1 -3.537 0.001 Signifikan Signifikan t+2 -5.380 0.000 Signifikan Signifikan t+3 -0203 0.841 Tidak signifikan Tidak signifikan t+4 1.338 0.189 Tidak signifikan Signifikan t+5 0.890 0.379 Tidak signifikan Signifikan t+6 -1.666 0.104 Tidak signifikan Signifikan t+7 2.849 0.007 Signifikan Signifikan t+8 -0.687 0.497 Tidak signifikan Signifikan t+9 -0.237 0.814 Tidak signifikan Signifikan t+10 0.827 0.413 Tidak signifikan Tidak signifikan t+11 -1.135 0.264 Tidak signifikan Signifikan t+12 7.253 0.000 Signifikan Tidak signifikan t+13 1.652 0.107 Tidak signifikan Signifikan t+14 -2.354 0.024 Signifikan Signifikan t+15 -2.199 0.034 Signifikan Tidak signifikan t+16 -1.350 0.186 Tidak signifikan Tidak signifikan t+17 -1.142 0.261 Tidak signifikan Signifikan t+18 0.733 0.468 Tidak signifikan Signifikan t+19 -2.741 0.009 Signifikan Tidak signifikan t+20 -3.088 0.004 Signifikan Signifikan t+21 -2.396 0.022 Signifikan Tidak signifikan t+22 -2.142 0.039 Signifikan Signifikan t+23 0.884 0.382 Tidak signifikan Tidak signifikan t+24 -1.964 0.057 Tidak signifikan Signifikan t+25 -5.953 0.000 Signifikan Tidak signifikan t+26 1.546 0.131 Tidak signifikan Signifikan
Sumber: Data penelitian, diolah.
84
ABNORMAL RETURN SEKITAR PENUTUPAN BURSA EFEK ............... (Liasari Azali dan Baldric Siregar)
PEMBAHASAN
perdagangan bursa dibuka kembali.
Pengujian hipotesis 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa penutupan BEI, sedangkan pada pengujian hipotesis 2 hasilnya menunjukkan bahwa terdapat abnormal return di setiap periode 30 menitan pada periode peristiwa. Abnormal return lebih sering terjadi di periode 30 menitan sebelum peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008 terjadi tanpa ada pola tertentu. Abnormal return lebih sering terjadi sebelum peristiwa karena pelaku pasar bertindak irasional dan melakukan panic selling secara besar-besaran karena investor lokal memiliki kekhawatiran bahwa harga sahamnya dapat turun secara drastis dalam waktu yang sangat cepat. Peneliti menyimpulkan bahwa pasar modal Indonesia bereaksi negatif terhadap peristiwa penutupan BEI 2008 yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return di sekitar peristiwa. Kejadian di lantai bursa merupakan dampak lanjutan dari krisis sektor keuangan di Amerika Serikat. Permasalahan ini memburuk ketika investor kehilangan kepercayaan terhahap otoritas sektor keuangan. Faktor inilah yang menyebabkan terjadinya panic selling di bursa. Selain itu, demi menyelamatkan perusahaannya agar tidak bankrut, mereka akan menjual apa saja yang bisa mereka jual. Aksi jual besar-besaran di lantai bursa sebelum bursa ditutup tidak dapat dibendung. Penawaran yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan permintaan. Sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan, tentunya hal ini akan membuat harga saham yang dijual menjadi jatuh dan mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berbagai rumor penyebab anjloknya harga saham beredar di lantai bursa, seperti efek dari krisis keuangan global, efek short selling, suspend 6 saham Bakrie Group, hingga gagal bayar dalam transaksi buy back Bakrie Group. Berbagai rumor negatif berhembus dan memperburuk situasi bursa. Hal inilah yang menyebabkan pergerakan naik turunnya harga saham secara volatile sebelum dan sesudah penutupan bursa oleh otoritas BEI. Namun peneliti beranggapan bahwa kenaikan dan penurunan harga saham secara tajam disebabkan karena investor tidak menggunakan fundamental perusahaan sebagai dasar penilaian harga saham. Sementara BEI disuspend, pemerintah menyiapkan berbagai langkah stabilisasi pasar bilamana
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menguji apakah terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa dan apakah terdapat abnormal return di setiap periode peristiwa 30 menitan di sekitar peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Peneliti menggunakan data intraday 30 menitan untuk mengkalkulasi normal return dan abnormal return. Penelitian ini menggunakan uji paired-samples t test untuk pengujian hipotesis 1 dan menggunakan untuk uji one-sampel t test pengujian hipotesis 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah terjadinya peristiwa dan abnormal return lebih sering terjadi di periode 30 menitan sebelum peristiwa penutupan BEI 2008 terjadi. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pelaku bursa bereaksi atas adanya peristiwa penutupan BEI 8 Oktober 2008. Penutupan BEI pada 8 Oktober 2008 seacara mendadak oleh otoritas BEI karena pelaku pasar bertindak irasional terhadap keputusan investasi yang mereka lakukan. Selama pasar modal disuspend, otoritas bursa bekerja dengan cepat membuat kebijakan-kebijakan baru untuk memulihkan krisis modal yang dihadapi. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan dapat mengembalikan rasa percaya diri pelaku pasar untuk kembali melantai di BEI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penutupan bursa ini direaksi oleh pelaku pasar yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return di sekitar peristiwa penutupan BEI 2008. Saran Implikasi hasil penelitian ini memberikan kontribusi yang penting dalam memberikan bukti mengenai return di sekitar peristiwa. Penelitian ini juga memberikan pengetahuan tentang peristiwa yang tidak terantisipasi sehingga pelaku bursa memiliki gambaran tentang peristiwa yang tidak terantisipasi. Penjelasan yang didapatkan diharapkan dapat digunakan untuk mengantisipasi kejadian tidak diinginkan yang mungkin terjadi kembali.
85
JEB, Vol. 5, No. 1, Maret 2011: 75-86
DAFTAR PUSTAKA Admati, Anat R. and Pfleiderer, Paul. 1988. “A Theory of Intraday Patterns: Volume and Price Variablity”. The Review of Financial Studies. Vol. 1, No.1. Spring: 3-40. Annelia, Corry P.H. dan Prihantoro. 2007. “Pengaruh Resuffle Kabinet terhadap Pergerakan Harga Saham LQ45 di Indonesia”. Proceeding PESAT. Vol. 2. Below, Scoot D. and Johnson, Keith H. 1996. “An Analysis of Shareholder Reaction to Dividend Announcements in Bull and Bear Markets”. Journal Of Financial And Strategic Decisions. Vol. 9, No. 3. Fall. Brocks, Raymond M.; Patel, Ajay; and Su, Tie. 2003. “How the Equity Market Responds to Unanticipated Events”. Journal of Business. Vol. 76, No. 1. Anwar, Chairul. 2004. “Studi Peristiwa Reaksi Pasar terhadap Pemilihan Umum Tanggl 5 April 2004 pada Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. No. 2, Jilid 9. Daniella, Acker; Stalker, Mathew; and Tonks, Ian. 2002. “Daily Closing Inside Spreads and Trading Volumes Around Earnings Announcements”. Financial Markets Group An ESRC Research Centre. Fama, E. F. 1970. “Efficient Capital Market: a Review of Theory and Empirical Work”. Journal of Finance.25: 387-417. Hartono, Jogiyanto M. 2003). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE. Heflin, Frank; Shaw, Kenneth W.; and Wild, John J. 2007.. “Disclosure Policy and Intraday Spread Patterns”. Review of Accounting and Finance. Vol. 6, No. 3: 285-303.
86
Hupperets, Erik and Menkveld, Bert. 2001. “Intraday Analysis of Market Integration: Dutch Blue Chips traded in Amsterdam and New York”. The Rodney L. White Center for Financial Research. Kim, Oliver and Verrecchia, Robert. 1991. “Trading Volume and Price Reactions to Public Announcements”. Journal of Accounting Research. Vol. 29, No. 2. Autumn: 302-321. Lee, Charles M. C.; Mucklow, Belinda; and Ready, Mark J. 2005. “Spreads, Depths, and the Impact of Earnings Information: An Intraday Analysis”. The Review of Financial Studies. Vol. 6, N0. 2: 345-374. Long, Pham V. T. 2008. “Abnormal Returns after Large Stock Price Changes: Evidence from the Vietnamese Stock Market”. VDF Working Paper. No. 082. Mcinish, Thomas H. and Wood, Robert A. 1992. “An Analysis of Intraday Patterns in Bid/Ask Spreads for NYSE Stocks”. The Journal of Finance. Vol. 47, No. 2. June: 753-764. Muntermann, Jann and Guettler, Andre. 2007. “Intraday Stock Price Effects of Ad Hoc Disclosures: The German Case”. Sumiyana. 2006. “Day-End Effect: Ketidakkonsistenan Harga Penutupan Akhir Hari Perdagangan dalam Perepresentasian Nilai Saham (Studi Empiris Berbasis Intraday Data, Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 11, No. 2. Mei: 212-236. Sumiyana dan Gamaliel, Hendrik. 2009. “Perilaku Harga Pembukaan (Opening Price): Noise dan/atau Overreaction (Studi Empiris Berbasis Intraday Data).” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 12, No. 1. Januari: 30-50.
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 1, Maret 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ. Dewi, Kurnia, pp. 11-22, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi. Khasanah, Mufidhatul, pp. 23-31, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004. Yusuf, Muhammad, pp. 33-48, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Kusumawati, Rini, pp. 49-58, Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek Norpratiwi, AM Vianey, pp. 59-65, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum. Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Puspitasari, Christiana Rini, pp. 67-75, Dampak Ekonomi Pembangunan Perumahan Casa Grande di Kabupaten Sleman Terhadap Masyarakat di Luar Perumahan, Tahun 2000-2005 (Studi Kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman) Estikasari, Ni Nengah Ami Estikasari, pp. 77-86, Pengaruh Pendukung Online pada Web Site Penyedia Layanan Telekomunikasi dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 87-97, Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Prajogo, Wisnu, pp. 99-103, Interpersonal Network: Keterkaitannya dengan Personality dan Kinerja Berdasarkan Sudut Pandang Social Resources Theory Algifari, pp. 105-112, Analisis Pertumbuhan Ekspor Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi Supriyanto, Y, pp. 113-118, Kontroversi Penggunaan Risk-Adjusted Discount Rates (RADR) untuk Mendiskontokan Cash Flows dalam Capital Budgeting Vol. 1, No. 3, Nopember 2007 Anatan, Lina dan Fahmy Radhi, pp. 119-133, The Effect of Environmental Factors, Manufacturing Strategy and Technology on Operational Performance: Study Amongst Indonesian Manufacturers Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 135-146, Triple-R Strategy of Reformation—Revitalization, Reflection, and Realization: in Memory of 10 Years of Reformation and 100 Years of National Awakening [2008] Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 147-160, Analisis Deskriptif Struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005 Astuti, Kurnia dan Budiono Sri Handoko, pp. 161-173, Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman Fachrunnisa, Olivia, pp. 175-186, Identifikasi Pentingnya Komunikasi Nonverbal di Organisasi Purnamawati, Astuti, pp. 187-192, Pengukuran Tingkat Keunggulan Komparatif Barang Ekspor Indonesia Vol. 2, No. 1, Maret 2008 Maryatmo, R., pp. 1-8, Strategi Bisnis Eceran (Studi Kasus di Yogyakarta) Windayani, Santi, pp. 9-28, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Informasi Kinerja dalam Penganggaran Prajogo, Wisnu, pp. 29-35, Pengaruh Proactive Personality pada In-Role dan Extra-Role Performance (Kasus pada Sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta) Sardjito, Bambang dan Osmad Muthaher, pp. 37-49, Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating Raharjo, Achmad, pp. 51-55, Prospek Pengembangan Industri Komponen dan Perakitan Otomotif di Kabupaten Sleman
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Fatmawati, Sri, pp. 57-65, Pemerataan Kepemilikan Saham dan Keadilan: Kebijakan Pemecahan Saham Vol. 2, No. 2, Juli 2008 Dominanto, Nedi Nugrah, pp. 67-75, Perbedaan Sikap Terhadap Iklan, Merek, Dan Niat Beli Konsumen pada Iklan dengan Fear Appeal Tinggi dan Rendah pada Partisipan Wanita Suparmono, pp. 77-94, Analisis Optimasi Faktor Produksi Budidaya Udang Galah di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Fajar, Siti Al, pp. 95-100, Model Kepemimpinan Baru dalam Mengelola Diversitas Angkatan Kerja dalam Rangka Meraih Keunggulan Bersaing Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 101-113, Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006 Fatmawati, Sri, pp. 115-126, Kerjasama Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap Perdagangan Barang Indonesia Manoppo, Yosua Pontolumiu, pp. 127-144, Pengaruh Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, Risiko yang Dipersepsikan, dan Harapan Konsumen pada Loyalitas Pelanggan dan Komplain Pelanggan pada Salon Kecantikan “X” yang Ada di Yogyakarta Vol. 2, No. 3, Nopember 2008 Anwar, Andlie Liano, pp. 145-158, Analisis Pengaruh Pendukung Online Website Layanan Operator Seluler pada Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Operator Seluler di Indonesia Edy, pp. 159-174, Pengaruh Budaya Organisasional dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat “Rumah Sakit Mata Dr. YAP” Yogyakarta dengan Motivasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Pemediasi Sukmawati, Ferina, pp. 175-194, Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu Rosalina, Willy Lutfiani, pp. 195-216, Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap Perilaku Melayani Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu Rosidi, Abidarin, pp. 217-232, Iklan Industri Kecil Melalui Word Wide Web (WWW) di Daerah Istimewa Yogyakarta: Masalah Efektifitas Isi dan Desain Iklan Badrudin, Rudy, pp. 233-246, Dampak Krisis Keuangan Amerika Serikat terhadap Perdagangan Internasional Indonesia
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Vol. 3, No. 1, Maret 2009 Sari, Dessy Puspita, pp. 1-10, Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan pada Niat Pembelian Ulang Konsumen Soeroso, Amiluhur, pp. 11-19, Manfaat Ekonomi Konservasi Barang Pusaka Kebudayaan: Kasus Gedung Peninggalan De Javasche Bank Yogyakarta Wijaya, N.H. Setiadi, pp. 21-30, Sumberdaya Manusia (SDM) Pembelajar: Menggapai Kinerja dan Daya Saing Organisasi yang Lebih Tinggi Sarwoko, pp. 31-39, Pengaruh Blok-Blok Perdagangan Bebas Regional terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia: Menggunakan Model Gravitasi, Tahun 2003-2007 Arista, Fany dan Baldric Siregar, pp. 41-60, Peran Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba di Masa Depan Sayono, Jusup Agus, Ujang Sumarwan, Noer Azam Achsani, dan Hartoyo, pp. 61-80, Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kepemilikan, Penggunaan, Pembayaran, dan Peluang terjadinya Gagal Bayar dalam Bisnis Kartu Kredit Vol. 3, No. 2, Juli 2009 Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 81-89, Koreksi Bias Koefisien Beta Di Bursa Efek Indonesia Handayani, Asri Wening, pp. 91-105, Pola Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Membeli Rumah di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2008 Badrudin, Rudy, pp. 107-117, Dampak Kegiatan Investasi terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah Wijaya, Tony, pp. 119-131, Model Empiris Perilaku Berwirausaha Usaha Kecil Menengah di DIY dan Jawa Tengah Mustholihah, Siti, pp. 133-143, Peran Dana Penguatan Modal dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman Paluruan, Astrid Rona Novianty dan Baldric Siregar, pp. 145-166, Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Laporan Keuangan Dimoderasi oleh Akrual Diskresioner Jangka Pendek dJangka Panjang
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Vol. 3, No. 3, Nopember 2009 Utama, Agung dan Fahmy Radhi, pp. 167-174, Pengaruh Penerapan Total Quality Management dan Just In Time Terhadap Kinerja Operasional dan Keunggulan Kompetitif Badrudin, Rudy dan Ina Hamsinah, pp. 175-185, Aspek Keseimbangan Pasar pada Fenomena Kenaikan Tiket Angkutan Umum Kereta Api pada Masa Lebaran Tahun 2009 Fatihudin, Didin dan Noto Adam, Misrin Hariyadi, serta Iis Holisin, pp. 187-191, Model Pengembangan dan Peningkatan Pendapatan Home Industry Sepatu/Sandal Melalui Peningkatan Modal, Keterampilan, dan Perluasan Pasar di Kemasan Krian Sidoarjo Algifari, pp. 193-201, Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 203-223, Kinerja Pasar dan Informasi Akuntansi sebagai Pembentuk Portofolio Saham Astutik, Lya Dwi dan Nur Fadjrih Asyik, pp. 225-237, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Nasabah dalam Penggunaan Automatic Teller Machine (ATM) Bersama pada PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Surabaya Vol. 4, No. 1, Maret 2010 Maharani, Putri Nazma, pp. 1-20, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi -Niat Konsumen dalam Pembelian Produk The Body Shop Algifari, pp. 21-29, Model Vector Autoregressive Laju Inflasi dan Tingkat Bunga di Indonesia Ekoningtyas, Deassy, pp. 31-42, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan yang akan Menjelang Pensiun di PT. Krakatau Steel Cilegon Paramita, Dilha Ayu, pp. 43-50, Perilaku Transformasional Dosen pada Motivasi Mahasiswa Serta Dampaknya pada Pembelajaran, Pemberdayaan, dan Kepuasan Mahasiswa Kusumawati, Heni dan M. Hadi Suparyono, pp. 51-61, Menentukan Acuan Nilai Tukar Rupiah dengan Komparasi Nilai Tukar Hard Currencies Mardatillah, pp. 63-69, Identifikasi Kebutuhan-Kebutuhan yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Dosen Wanita pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Di Balikpapan Vol. 4, No. 2, Juli 2010 Oktovianus, Rustama T., pp. 71-88, Pengaruh Iklan Informatif dan Persuasif Terhadap Niat Membeli yang Dimediasi oleh Persepsi Kualitas
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Laksmidewi, AA. Ayu TP., pp. 89-108, Pengaruh Faktor Kekompakan, Motivasi, dan Peran Kepemimpinan Ketua Kelompok terhadap Keberhasilan Usaha Perikanan Wahyuni, RR. Yun, pp. 109-123, Analisis Optimalisasi Retribusi Pasar di Kabupaten Sleman Prabu, Damar Sasongko W., pp. 125-138, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Keinovatifan Individu dalam Teknologi Informasi pada Computer Self- Efficacy dengan Computer Anxiety sebagai Variabel Pemediasi Lim, Yohanes Tael, pp. 139-146, Pengaruh Misleading Price Advertising terhadap Kredibilitas Iklan dan Kesediaan Membeli pada Jasa Operator Seluler Kusreni, Sri, pp. 147-160, Ekspor Indonesia ke Triad Market Global Pasca Krisis Keuangan Amerika Serikat Tahun 2008-2009 Vol. 4, No. 3, Nopember 2010 Radhi, Fahmy, pp. 161-171, Analisis Kualitas Jasa dengan Servqual Model Studi Pada Angkutan Penyeberangan Antar Pulau di Kawasan Pariwisata di Indonesia Susanti, Anggraheni Niken, Rahmawati, dan Y. Anni Aryani, pp. 173-183, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan Kualitas Laba sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2007 Dais, M. Chairul, pp. 185-199, Pengaruh Kepuasan Kompensasi pada Perilaku Melayani dan Dampaknya pada Kinerja Karyawan Amelia, Anisah, pp. 201-220, Pengaruh Work-To-Family Conflict dan Family-To-Work Conflict terhadap Kepuasan dalam Bekerja, Keinginan Pindah Tempat Kerja, dan Kinerja Karyawan M. Vera Mini, pp. 221-238, Pengaruh Pengalaman Konsumen pada Sikap, Persepsi dan Perilaku yang Ditampakkan Saat Mengalami Ketidakpuasan atau Keluhan: Studi Kasus PDAM di Kota Brebes Frinces, Zein Heflin, pp. 239-247, Indonesia’s Economic Response To Global Economic Crises: A Conceptual Approach
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 1, Maret 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 O Fax. (0274) 486155 e-mail: [email protected] Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengah-tengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004). Materi dan Metode ditulis lengkap. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). Daftar Pustaka a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 1, Maret 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah 1. 2. 3.
Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.