Journal of Business and Entrepreneurship
Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan Journal of Business and Entrepreneurship
Volume 1, Nomor 3, Oktober 2013
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN FASILITAS KESEHATAN: PENGARUHNYA TERHADAP KEPERCAYAAN, LOYALITAS DAN WOM RUMAH SAKIT Muhammad Gunawan Alif dan Yuliana Duti Harahap
SURVEI INDEX KEPUASAN SUPPLIER SEBAGAI PENERAPAN PEMASARAN HOLISTIK (STUDI KASUS PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK) Dian Kurnia Rizki
ANALISIS PENGARUH PERAN STRATEGIS BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PERSEPSI INVESTASI PENGEMBANGAN PEGAWAI (STUDI KASUS PT X) Ricky Lukman dan Tigor Pangaribuan
CAPITAL STRUCTURE AND INSTITUTIONAL CHARACTERISTICS: COMPARISON BETWEEN ASIAN COUNTRIES Andhyka Prasetya Tangkudung dan Ancella Anitawati Hermawan
ANALISIS PERSEPSI PENGARUH TEKANAN LINGKUNGAN EKSTERNAL TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN KEUANGAN SEBAGAI POTENSI UNTUK MEMBANGUN DYNAMIC CAPABILITY Ahmad Marzuqi
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
1
Journal of Business and Entrepreneurship
Dari Redaksi
P
erkenankan kami dari Journal of Business and Entrepreneurship mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas terbitnya jurnal yang ketiga untuk volume yang pertama ini. Akademisi dan peneliti yang memiliki minat terhadap jurnal ini sudah mulai banyak dengan adanya tulisan yang masuk secara konsisten sehingga jurnal ini bisa terbit dengan pada waktunya. Topik yang menjadi pembahasan dalam jurnal ini sangat beragam mengingat nama jurnal juga mengandung semua aspek. Pada Jurnal terbitan ini, kami memuat lima tulisan yang dimulai oleh Muhammad Gunawan Alif dari Sampoerna School of Business, Universitas Siswa Bangsa Internasional dan Yuliana Duti Harahap dari RS ANTAM Medika dengan judul yaitu: KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN FASILITAS KESEHATAN: PENGARUHNYA TERHADAP KEPERCAYAAN, LOYALITAS DAN WOM RUMAH SAKIT. Penelitian ini menginvestigasi pengaruh komunikasi interpersonal dari tenaga medis/perawat dan doctor serta fasilitas kesehatan terhadap kepercayaan, loyalitas, dan word-of-mouth (WOM). Tiga pasien rumah sakit di Jakarta bersedia berpartisipasi dalam studi ini. Analisis yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM) menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal dari tenaga medis/perawat dan doctor serta fasilitas kesehatan berpengaruh positif terhadap kepercayaan, dan loyalitas serta menimbulkan word-of-mouth (WOM) yang positif
SEBAGAI PENERAPAN PEMASARAN HOLISTIK (STUDI KASUS PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK)” ditulis oleh Sdr. Dian Kurnia Rizki. Tulisan ini bertujuan untuk mengukur indeks kepuasan supplier dari enam supplier Telkom Wholesale Service Division (DWS) yang telah bekerja selama beberapa tahun sebagai pelaksana marketing holistic. Sebagai tambahan, tulisan ini menganalisa gap antara ekspektasi supplier dan kepuasannya. Akhirnya, nilai kepuasan dengan tingkat kepentingan dari setiap variable dipetakan pada operasi kuadran IPA atau Important Performance Analysis. Hasil dari studi ini menyatakan bahwa supplier cukup puas dengan kerjasama meskipun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Tulisan kedua berjudul “SURVEI INDEX KEPUASAN SUPPLIER
Tulisan ketiga ditulis oleh Sdr. Ricky Lukman dan Tigor Pangaribuan dengan judul “ANALISIS PENGARUH PERAN STRATEGIS BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PERSEPSI INVESTASI PENGEMBANGAN PEGAWAI (STUDI KASUS PT X)”. Fokus dari tulisan ini adalah pengaruh strategi bagian sumber daya manusia dalam persepsi investasi pengembangan pegawai di PT. X. Studi ini meneliti bagaimana setiap sub variabel dari bagian sumber daya manusia (strategic partner, administrative expert, employee champion, and change agent) mempengaruhi variabel-variable dalam persepsi investasi pengembangan pegawai . Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner yang diberikan pada pegawai tingkat manajer di PT. X. Data dianalisa dengan menggunakan SPSS regresi berganda. Hasil dari studi ini meng-
ii
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
indikasikan bahwa peran sebagai strategic partner, administrative expert, employee champion and change agent menjelaskan 53.4% dari persepesi investasi pengembangan pegawai. Dan 46.4% lainnya dipengaruhi variable lain di luar model. Tulisan keempat berjudul “CAPITAL STRUCTURE AND INSTITUTIONAL CHARACTE-RISTIC: COMPARISON BETWEEN ASIAN COUNTRIES” ditulis Sdr. Andhyka Prasetya Tangkudung dan Ancella Anitawati Hermawan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan pengaruh karakteristik perusahaan: tingkat keuntungan, umur dan ukuran perusahaan, pertumbuhan GDP dan suku bunga terhadap struktur modal perusahaan di negara maju dan berkembang di kawasan Asia. Penelitian ini mengacu pada penelitian Vasiliou et al (2009) dan Huat (2008). Struktur modal perusahaan diukur dengan mengunakan rasio hutang terhadap modal perusahaan (ROA). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda, dengan sampel 1.365 observasi perusahaan dari 8 negara yang terdaftar di dalam bursa saham masing-masing negara, selama periode 2009-2011 di kawasan Asia. Dari penelitian ini, diperoleh hasil variabel tingkat keuntungan dan umur perusahaan memiliki hubungan negatif dengan struktur modal, sedangkan ukuran perusahaan dan tingkat suku bunga memiliki hubungan yang positif dengan struktur modal. Tulisan kelima berjudul “ANALISIS PERSEPSI PENGARUH TEKANAN LINGKUNGAN EKSTERNAL TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN KEUANGAN SEBAGAI POTENSI UNTUK MEMBANGUN DYNAMIC CAPAISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
BILITY” yang ditulis oleh Sdr. Ahmad Marzuqi. Tujuan paper ini adalah: Pertama, mengetahui terdapatnya tekanan lingkungan eksternal di industri minyak dan gas terhadap PT. Pertamina Hulu Energi dan apa saja bentuk tekanan eksternal tersebut.Kedua, mengetahui apakah PT. Pertamina Hulu Energi memiliki kapabilitas manajemen keuangan sebagai sumber untuk membangun sustainable growth. Ketiga, mengetahui apakah terdapat kapabilitas lain yang dapat bersinergi dengan kapabilitas manajemen keuangan sebagai potensi untuk membangun dynamic capabilities. Hasil studi menunjukkan bahwa: Pertama, terdapat tekanan lingkungan eksternal di lingkungan industri PT. Pertamina Hulu Energi yang secara umum berupa tekanan global, tekanan ekonomi, tekanan politik dan hukum, dan tekanan yang secara khusus berupa tiga faktor seperti competitive intensity, turbulensi pasar dan volatilitas lingkungan. Kedua, terdapat sepuluh kapabilitas manajemen keuangan yang paling penting bagi PT. Pertamina Hulu Energi. Kapabilitas tersebut adalah investment decision, managerial decision, cost control, portfolio management, risk management and control, financing decision, treasury management, investment, information system dan financial reporting. Ketiga, diantara sepuluh kapabilitas manajemen keuangan yang dianggap paling penting, tujuh kapabilitas manajemen keuangan berada pada skala dibawah rata-rata industrinya (skala 3) yaitu investment decision, managerial decision, cost control, portfolio management, risk management and control, investment dan information system. Skor tertinggi dari sepuluh kapabilitas tersebut yaitu kapabilitas financial reporting dengan skor 3,17 yang iii
Journal of Business and Entrepreneurship
berarti berada sedikit diatas rata-rata industri.
dipublikasikan pada jurnal yang akan datang.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang bisa membantu terbitnya jurnal ini secara ontime. Kami juga meminta dengan sangat agar teman-teman peneliti, pengajar, dan praktisi dapat mengirimkan tulisan untuk
Hormat kami,
iv
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Prof. Dr.Adler Haymans Manurung Chief Editor
Journal of Business and Entrepreneurship
Daftar Isi
DARI REDAKSI .............................................................................................
ii – iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN FASILITAS KESEHATAN: PENGARUHNYA TERHADAP KEPERCAYAAN, LOYALITAS DAN WOM RUMAH SAKIT Muhammad Gunawan Alif dan Yuliana Duti Harahap....................................
1 - 12
SURVEI INDEX KEPUASAN SUPPLIER SEBAGAI PENERAPAN PEMASARAN HOLISTIK (STUDI KASUS PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK) Dian Kurnia Rizki............................................................................................. 13 - 27
ANALISIS PENGARUH PERAN STRATEGIS BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PERSEPSI INVESTASI PENGEMBANGAN PEGAWAI (STUDI KASUS PT X) Ricky Lukman dan Tigor Pangaribuan ............................................................ 28 - 47
CAPITAL STRUCTURE AND INSTITUTIONAL CHARACTERISTICS: COMPARISON BETWEEN ASIAN COUNTRIES Andhyka Prasetya Tangkudung dan Ancella Anitawati Hermawan ................ 48 - 67
ANALISIS PERSEPSI PENGARUH TEKANAN LINGKUNGAN EKSTERNAL TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN KEUANGAN SEBAGAI POTENSI UNTUK MEMBANGUN DYNAMIC CAPABILITY Ahmad Marzuqi ................................................................................................ 68 - 90
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
v
Journal of Business and Entrepreneurship
vi
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan: Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas dan WOM Rumah Sakit M. Gunawan Alif Sampoerna School of Business Universitas Siswa Bangsa Internasional
Yuliana Duti Harahap RS ANTAM Medika / MMCom - Trisakti
This study investigates the influence of interpersonal communication of paramedics/nurses and doctors as well as health facilities in affecting the hospital trust, loyalty and intention to generate positive word-of-mouth (WOM). Three hospital patients in Jakarta were voluntarily participating in this study. An analysis using Structural Equation Model (SEM) showed that interpersonal communication of paramedics/nurses, doctors and hospital healthcare facilities positively affecting the trust and loyalty of patients to the hospital, and at the end generating positive WOM. Keywords: komunikasi interpersonal, dokter, paramedis/perawat, fasilitas kesehatan, trust, loyalty, dan word-of-mouth (WOM)
Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan: Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas dan WOM Rumah Sakit
PENDAHULUAN Dengan tersedianya semakin banyak rumah sakit dengan beragam fasilitas dan layanan, maka pelayanan jasa kesehatan yang bermutu menjadi penting untuk memenangkan persaingan bagi rumah sakit. Hal ini semakin perlu diperhatikan oleh rumah sakit yang kini dapat dituntut oleh masyarakat sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Hafizurrachman, 2009a). ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Rumah sakit mengemban tugas dan fungsi pelayanan yang mengharuskan setiap personal yang terlibat pada penyelenggaraan rumah sakit untuk memenuhi standar dan kriteria minimum. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit Depertemen Kesehatan berkerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional berusaha meningkatkan jumlah tenaga kesehatan terdidik (dokter, bidan, spesialis, laboran, dan teknisi). Selain itu pemerintah juga 1
Journal of Business and Entrepreneurship
melakukan akreditasi terhadap tingkat pelayanan rumah sakit kepada pasien. Hal ini semakin penting untuk diperhatikan karena konsumen kini semakin menuntut terhadap produk dan jasa yang mereka konsumsi karena daya beli yang semakin membaik, tersedianya alternatif dan informasi mengenai produk dan jasa di sejumlah media tradisional maupun daring (Alif, 2012). Hal yang sama tentunya juga berlaku berlaku bagi layanan rumah sakit. Sejumlah rumah sakit di Indonesia telah berupaya membenahi diri untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa layanan kesehatan. Sebagian pengelola rumah sakit telah berusaha meningkatkan layanan mereka, baik dalam meningkatkan kualitas layanan medis, fasilitas medis rumah sakit, dokter dan paramedis, hingga fasilitas gedung dan bangunan rumah sakit. Meskipun demikian, tidak berarti tingkat kepuasan pasien dapat meningkat dengan cepat. Karena di rumah sakit kepuasan juga dipengaruhi oleh komponen proses dalam rumah sakit ketika layanan kesehatan diberikan. Studi longitudinal selama tahun 1948-2008 yang dilakukan oleh Zolnierek dan DiMatteo (2009) menemukan hasil yang dapat menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien akan ikut menentukan hasil kesehatan yang positif. Cooper (1994) yang melakukan penelitian tentang layanan kesehatan rumah sakit menemukan bahwa kualitas dokter, fasilitas perawatan dan teknologi, fasilitas diagnosis, kualitas perawatan secara keseluruhan, perhatian interpersonal, kesadaran staf terhadap kebutuhan personal pasien, kontrol pasien dari pengalaman rumah sakit, lokasi dan biaya, serta kemudahan lokasi rumah sakit memberikan pengaruh terhadap citra rumah sakit.
Salah satu masalah yang sering menimbulkan ketidakpuasan pasien adalah komunikasi antara dokter dan/atau petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya. Selain itu pasien sering merasa tidak puas karena fasilitas kesehatan tidak selalu tersedia di rumah sakit, sehingga membuat treatment kesehatan mereka tertunda atau harus menunggu terlalu lama. Hal ini juga dapat mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan oleh rumah sakit (Nordby 2004; Sharma & Chahal 1999). Semuanya ini tentu dapat mempengaruhi kepercayaan (trust) terhadap rumah sakit, yang selanjutnya dapat mempengaruhi loyalitas (Morgan dan Hunt 1994) dan keinginan untuk membangkitkan WOM positif mengenai rumah sakit tersebut (Rabin 2008).
2
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1a) pengaruh komunikasi interpersonal dokter terhadap kepercayaan kepada rumah sakit (RS); 1b) pengaruh komunikasi interpersonal staf dan paramedis terhadap kepercayaan kepada RS; 1c) pengaruh ketersediaan fasilitas medis terhadap kepercayaan kepada RS; dan 2) pengaruh kepercayaan terhadap RS kepada loyalitas pada RS; 3) pengaruh loyalitas untuk menciptakan word of mouth (WOM) positif bagi RS. TINJAUAN TEORI Dengan semakin banyaknya rumah sakit yang bersaing untuk memperoleh
Journal of Business and Entrepreneurship
pasien maka tuntutan terhadap rumah sakit menjadi semakin besar. Cleary dan McNeil (1988) menyebutkan kepuasan dengan perawatan kesehatan dan layanan dokter merupakan indikator kualitas perawatan yang terpenting. Kedua peneliti ini menyebutkan tiga jenis dasar penentu kepuasan: karakteristik pasien, struktur perawatan, dan proses perawatan. Membangun hubungan yang bersifat layanan antara karakteristik pasien yang berbeda-beda memerlukan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi di antara paramedis dan dokter dengan pasien mereka. Selain itu, struktur perawatan, seperti manajemen informasi dan desain organisasi, dapat pula berkontribusi untuk meningkatkan kepuasan pasien (Glickman et al. 2007). Proses perawatan itu sendiri meliputi perawatan teknis dan aspek interpersonal hubungan antara dokter dan pasiennya. Sehubungan dengan proses interpersonal ini, ada tiga dimensi yang harus diperhatikan: komunikasi, pengambilan keputusan yang berorientasi pada pasien, dan perilaku interpersonal (Stewart et al 1999). Studi-studi mengenai proses interpersonal dan kepuasan erat berhubungan dengan komunikasi. Cara bagaimana seseorang bersikap, bersuara dan memilih kata dan kalimat secara personal sangat mempengaruhi hasil dari upaya komunikasi. Watzlawick, Bavelas dan Jackson (2011) menjelaskan ketika orang berinteraksi satu dengan yang lain, mereka mengirim pesan tertentu, berdasarkan level konten. Pesan-pesan ini mungkin verbal atau nonverbal. Pada saat yang sama ketika mereka mengirim konten, mereka juga mengirimkan informasi tambahan. Tingkat hubungan dicirikan sebagai bagaimana konten harus dipahami, terutama dalam hal hubungan di antara komunikator. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan inti dari keterampilan klinis (Beaulieu 2011). Karena melalui wawancara dengan pasien dokter dapat memperoleh informasi diagnostik dan memberikan saran terapi. Komunikasi dokter dan pasien yang efektif akan menciptakan kesehatan pasien yang lebih positif. Sejumlah studi memang memperlihatkan bahwa masalah komunikasi yang serius sangat umum terjadi dalam praktik klinis, bahkan kesalahan komunikasi sering memunculkan tuduhan terjadinya tindakan malpraktik (Simpson et al. 1991). Dalam konteks hubungan antara dokter dan pasien, beberapa artikel menyimpulkan bahwa pasien lebih puas ketika bertemu dengan dokter yang peka terhadap kebutuhan pasien, suportif, dan memiliki penampilan yang meyakinkan (DiMatteo et al, 1985;. Buller dan Buller 1987; Cleary dan McNeil 1988; Greene et al, 1994). Pasien akan merasa lebih dihargai jika diperlakukan dengan hormat dan bermartabat saat mereka berkunjung ke rumah sakit dan dirawat oleh dokter. Beberapa aspek dari keputusan medis yang berorientasi pada pasien akan ikut memberikan kepuasan kepada pasien. Dokter yang memberi peluang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, negosiasi, dan aspek lain dari pertemuan medis akan membuat pasien merasa lebih puas (Greene et al 1994;. Franciosi et al 2004). Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa pasien akan merasa lebih puas ketika dokter tidak memiliki gaya komunikasi yang kaku (Buller, & Buller 1987; Greene et al, 1994). Masalah komunikasi interpersonal antar petugas kesehatan tak hanya terjadi dengan dokter namun juga dengan staf dan paramedis yang melayani pasien. Hal ini dapat terjadi pada proses pemberian 3
Journal of Business and Entrepreneurship
layanan kesehatan bagi pasien di bangsal rawat atau di klinik rawat jalan. Penyampaian pesan yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien, akan lebih berhasil jika pasien dengan senang hati bersedia mengikuti beberapa informasi yang disampaikan oleh perawat sebagai komunikator (Wloszczak-Szubzda et al 2013; Nordby 2004). Untuk itu pesan yang disampaikan perawat harus dapat diterima dengan baik dan dapat dimengerti dengan mudah oleh pasien. Karena itu diperlukan suatu bentuk komunikasi yang bukan sekadar sebagai kegiatan memberikan informasi belaka, namun harus berupa pemberian informasi yang mengandung nilai motivasi bagi pasien untuk dapat mengubah sikap, opini atau perilaku pasien melalui pendekatan komunikasi interpersonal (WloszczakSzubzda et al 2013). Sedang Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Selain masalah komunikasi pasien dengan dokter dan paramedis suatu masalah yang sering muncul dan mengganggu kepuasan pasien terhadap rumah sakit adalah karena keterbatasan fasilitas kesehatan yang tersedia yang dapat mempengaruhi keamanan maupun kenyamanan pasien (Sharma & Chahal 1999). Fasilitas kesehatan ini menjadi hal yang sangat penting karena merupakan sumber pemasukan yang sangat penting bagi rumah sakit (Pavarini, Sanders dan Lindsay 2012). Garbarino & Johnson (1999) menjelaskan karena sifat jasa yang intangible maka konsumen akan menggunakan petunjuk lingkungan fisik untuk membantu mereka menentukan impresi secara umum. Berikutnya Shamdasani dan Balakrisnan (2000) juga menyatakan bahwa lingkungan fisik dan
kontak dengan karyawan berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan dan loyalitas pelanggan.
4
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Kepercayaan Kepercayaan (trust) dianggap sebagai hal yang sangat penting dalam terciptanya suatu hubungan yang baik. Kepercayaan didefinisikan sebagai “a willingness to rely on an exchange partner in whom one has confidence (Moorman et al 1993: 82). Moorman et al (1992) sebelumnya menyebutkan kepercayaan sebagai suatu keinginan dan keyakinan untuk bergantung pada mitra pertukaran. Rosseau et al. (1998) mendefinisikan kepercayaan sebagai keadaan psikologis yang terdiri dari maksud untuk menerima suatu ketidakpastian yang didasarkan pada perilaku harapan positif pada niat atau perilaku lain. Rousseau et al (1998) menyatakan kepercayaan (trust) adalah keadaan psikologis berisi keinginan untuk menerima kekurangan/kelemahan, berdasarkan perilaku yang positif terhadap intensi atau perilaku dalam keadaan berisiko dan saling tergantung. Bologlu (2002) menyebutkan dimensi kepercayaan didefinisikan sebagai dimensi hubungan bisnis yang menentukan tingkat dimana orang merasa dapat bergantung pada integritas janji yang ditawarkan oleh orang lain. Chaudhuri dan Holbrook (2002) mendefinisikan kepercayaan terhadap merek (brand trust) sebagai kemauan pelanggan untuk meyakini kemampuan merek dalam melakukan fungsi-fungsi yang dijanjikannya. Kepercayaan akan membangkitkan loyalitas karena mengurangi biaya untuk mempertimbangkan manfaat dari suatu merek (Berry 2007) dan dapat mengurangi
Journal of Business and Entrepreneurship
ketakutan pelanggan terhadap perilaku oportunistik yang dilakukan oleh penyedia layanan (Bendapudi & Berry, 1997). Dalam literatur pemasaran Morgan dan Hunt (1994) telah memperlihatkan bahwa kepercayaan terhadap merek menyebabkan loyalitas merek dan komitmen karena kepercayaan menciptakan hubungan pertukaran yang sangat dihargai. Kepercayaan memiliki kaitan erat dengan loyalitas pelanggan. Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan pertukaran (exchange) harapan yang muncul didasari pada perilaku yang jujur, berdasarkan norma-norma umum yang berlaku. Kepercayaan merupakan suatu kesediaan untuk bergantung pada mitra pertukaran karena suatu keyakinan, sehingga kepercayaan merupakan anteseden dari komitmen (Taylor, 2004). Bahkan dalam sejumlah studi mengenai pertukaran daring, kepercayaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menciptakan loyalitas (Kim et al. 2009). Loyalitas Secara umum loyalitas diartikan sebagai suatu perilaku konsumen untuk membeli suatu produk atau merek yang sama secara berulang-ulang. Oliver (1997) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali atau menyarankan menggunakan produk atau layanan yang dipilih untuk digunakan secara konsisten di masa mendatang, sehingga merek atau suatu set merek yang sama digunakan berulang kali, tanpa terpengaruh oleh situasi tertentu atau upaya-upaya pemasaran yang mendorong konsumen untuk beralih. Pelanggan yang loyal tidak hanya menyerap informasi dari merek, tetapi ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
mereka juga berfungsi sebagai sumber informasi bagi pelanggan lain. Karena itu membangun dan menciptakan loyalitas pelanggan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi merek. Seperti yang dinyatakan oleh Pavlou (2003) dalam studinya mengenai transaksi di internet bahwa kepuasan pelanggan dan kepercayaan merupakan prasyarat yang penting untuk perilaku loyalitas, serta berperan penting dalam pengembangan hubungan pelanggan jangka panjang. Karena itu loyalitas pelanggan menjadi penting dalam membangkitkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Loyalitas pelanggan menjamin kelangsungan hidup perusahaan ketika terjadi persaingan yang semakin keras (hyper-competition). Loyalitas membantu perusahaan untuk memperkuat posisi mereka di masa depan dan bersaing secara efisien dengan perusahaan internasional raksasa yang telah menyebar di seluruh dunia. Dalam konteks kesehatan di Indonesia membangun loyalitas semakin penting karena pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri terus meningkat, baik ke Singapura, maupun Malaysia. Menurut Menteri Kesehatan Dr. Nafsiah Mboi, rata-rata 600 ribu orang pasien Indonesia yang berobat di luar negeri setiap tahun (Liputan6.com). Word of Mouth Bloemer et al (2002) menyatakan kepercayaan akan mempengaruhi komitmen pelanggan yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap intensi pembelian, intensitas harga dan word of mouth (WOM). Dalam praktik kita sering mendengar sejumlah negatif WOM yang menceritakan kegagalan layanan di sejumlah rumah sakit. 5
Journal of Business and Entrepreneurship
Hal ini masih terjadi bahkan untuk sejumlah rumah sakit yang telah berupaya menciptakan kesan yang unik dalam sistem penyampaian jasa. Baik melalui berbagai fasilitas fisik yang mendukung (physical support), maupun kemampuan dari pada karyawan dan manajemen dalam menciptakan hubungan secara internal maupun eksternal. Gladwell (2000) menyebutkan ada tiga jenis kepribadian orang dalam menyebarkan pesan-pesan merek, yaitu mavens (merasa ahli tentang suatu produk), konektor (orang yang menghubungkan) dan salesmen (yang memang berperan untuk menjual). Allsop, Bassett dan Hoskins (2007) mendukung kenyataan ini dengan menyatakan tidak seluruh jaringan sosial sama, dan tidak setiap individu memiliki pengaruh yang sama. Sedang Balter dan Butman (2005) beranggapan bahwa setiap orang dapat menceritakan tentang produk dan layanan setiap saat karena WOM bukanlah semata menjadi identifikasi dari suatu kelompok kecil orang yang memberi pengaruh seperti mavens atau selebritis. Sebelumnya sejumlah studi juga telah memperlihatkan bahwa konsumen juga merasa terlibat untuk berpartisipasi dalam WOM dengan tujuan memenuhi kebutuhan informasi pribadi mereka (Bloch et al., 1986; Burnkrant and Cousineau, 1975; Cohen and Golden, 1972; Pincus and Waters, 1977). Menurut Silverman (2001), word of mouth (WOM) menjadi penting karena dapat membangkitkan kepercayaan yang bersifat mandiri karena memperolehnya dari pihak ketiga. Selain itu WOM dapat menyampaikan suatu pengalaman dan informasi ini dapat membantu mengurangi suatu risiko dalam mengkonsumsi suatu produk.
Dalam konteks WOM bagi rumah sakit mungkin apa yang dinyatakan Ammar, Moore, dan Wright (2008) merupakan suatu keniscayaan. “Most people would not buy a new car without checking consumer ratings, but patients still rely largely on word-of-mouth to select a physician”
6
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Model Penelitian dan Hipotesis Berdasarkan tinjauan literatur sebelumnya maka disusunlah model penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian Berdasarkan studi literatur dan dan model penelitian di atas maka disusunlah hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1a: Semakin baik kemampuan komunikasi interpersonal paramedis (perawat) akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan kepada rumah sakit. Hipotesis 1b: Semakin baik kemampuan komunikasi interpersonal dokter akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan kepada rumah sakit. Hipotesis 1c: Semakin baik fasilitas kesehatan yang dimiliki rumah sakit akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan kepada rumah sakit. Hipotesis 2: Semakin baik kepercayaan terhadap rumah sakit akan berpengaruh positif terhadap loyalitas kepada rumah sakit.
Journal of Business and Entrepreneurship
Hipotesis 3: Semakin baik loyalitas terhadap rumah sakit akan berpengaruh positif terhadap keinginan menciptakan word-of-mouth positif.
METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei di tiga rumah sakit masing-masing di Kebun Jeruk, Kuningan dan Kemayoran, dengan pendekatan cross sectional. Sampel dilakukan secara purposif terhadap pasien di ketiga rumah sakit tersebut. Untuk mengecek validitas dan reliabilitas alat ukur digunakan SPSS 19 serta menggunakan perangkat lunak Amos untuk menganalisis hasil penelitian yang berdasarkan Structural Equation Model (SEM). Variabel dan Pengukuran Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas (independent variabel) yaitu komunikasi interpersonal paramedis/perawat, komunikasi interpersonal dokter dan fasilitas kesehatan; dua variabel perantara (intervening variable) yaitu variabel trust dan loyalitas, dengan word of mouth sebagai variabel dependen. Variabel komunikasi interpersonal paramedis/perawat dikembangkan dengan mengacu kepada Beaulieu et.al. (2011) dan Woszczak-Szubzda et al 2013, diukur dengan menggunakan empat pertanyaan menggunakan skala Likert (1-5). Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan mengharuskan satu pertanyaan dihilangkan agar diperoleh pengukuran yang valid (KMO=0,608; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5 ) dan reliabel (Cronbach Alpha = 0,761). ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Pengukuran variabel komunikasi interpersonal dokter dikembangkan berdasarkan pada Beaulieu et.al. (2011) dan Buller, & Buller (1987), diukur dengan lima pertanyaan menggunakan skala Likert (1-5). Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan mengharuskan satu pertanyaan dihilangkan agar diperoleh measurement yang valid (KMO = 0,660; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) serta reliabel (Cronbach Alpha= 0,607). Sedang pengukuran variabel fasilitas alat-alat kesehatan mengacu pada Sharma & Chahal (1999) dengan menggunakan lima pernyataan dalam skala Likert (1-5), dan setelah dilakukan pengujian hanya tiga yang valid (KMO=0,637; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach Alfa= 0,627). Variabel trust diukur dikembangkan berdasarkan kajian Colquitt, Scott, & LePine (2007) menggunakan empat pernyataan dalam skala Likert (1-5). Setelah dilakukan pengujian satu pernyataan harus dihilangkan agar valid untuk digunakan (KMO=0,688, AntiImage Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach Alfa=0,749). Sedang variabel loyalitas diukur mengacu pada Oliver (1997) dan Moorman et al (1993), dengan menggunakan lima pernyataan yang setelah diuji ternyata kelimanya valid (KMO=0,719; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach Alfa=0,824). Terakhir variabel word-of-mouth dikembangkan berdasarkan studi Mangold, Miller & Brockway (1999) dan Allsop, Bassett & Hoskins (2007) menggunakan empat pernyataan yang setelah diuji keempatnya memenuhi syarat validitas (KMO=0,621, Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) dan reliabilitas (Cronbach Alfa=0,667). 7
Journal of Business and Entrepreneurship
Karakteristik Subyek Penelitian Dari 150 kuesioner yang disebarkan dalam survei diperoleh 136 kuesioner yang dijawab lengkap sehingga dapat dianalisis. Subyek penelitian terdiri 80 orang pria dan 56 wanita, dengan kelompok terbesar berusia antara 30-39 tahun (41,9%), diikuti dengan subyek di kelompok usia 40-49 tahun (37,5%), kelompok usia lebih dari 50 tahun (14,7%), dan yang paling sedikit subyek dengan usia 20-29 (5,9%). Dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas subyek penelitian adalah Sarjana (S1) sebanyak 47,1%, diikuti subyek yang memiliki pendidikan SLTA sebanyak 23,5%. Subyek yang memiliki pendidikan Akademi sebanyak 22,8% dan yang paling sedikit adalah subyek dengan pendidikan S2 dan SLTP yaitu masing-masing 5,9% dan 0,7%.
interpersonal staf/paramedis rumah sakit tidak terbukti mempengaruhi trust (Estimate=0,028; SE=0,028; p=0,392). Dengan demikian Hipotesis 1a tidak terbukti. Sedang Hipotesis 1b, komunikasi interpersonal dokter terbukti mempengaruhi trust (Estimate=0,563; SE=0,171; p<0,1), begitu pula dengan Hipotesis 1c, fasilitas kesehatan rumah sakit ikut mempengaruhi trust (Estimate=0,508; SE=0,113; p<0,1). Selanjutnya Hipotesis 2, trust ternyata memang terbukti mempengaruhi loyalitas secara positif (Estimate=0,597; SE=1,518; p<0,05). Begitu pula dengan Hipotesis 3, loyalitas ternyata terbukti ikut mempengaruhi terciptanya word-of-mouth secara positif (Estimate=0,543; SE=0,129; p<0,01). KESIMPULAN DAN SARAN DISKUSI HASIL PENELITIAN
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan program AMOS untuk menguji pengaruh dari setiap variabel bedasarkan hipotesis. Hasil pengujian kesesuaian model (Goodness of Fit) dalam SEM memperlihatkan Goodness of Fit yang baik. RMSEA=0,042 < 0,05 (Goodness of Fit); GFI=0,860 (Marginal Fit); IFI = 0,934 (Goodness of Fit); TLI=0,920 (Goodness of Fit); CFI=0,931 (Goodness of Fit). Berdasarkan beberapa kriteria pengujian goodness of fit tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan memenuhi syarat goodness of fit sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis teori. Dari hasil estimasi regresi model SEM terlihat bahwa komunikasi
Penelitian ini telah memenuhi persyaratan kesesuaian model (Goodness of Fit) yang cukup baik. Meskipun demikian hipotesis 1a, mengenai komunikasi interpersonal perawat ternyata tidak terbukti ikut mempengaruhi trust. Hal ini diduga terjadi karena pasien memiliki ekspektasi dan harapan yang lebih besar terhadap dokter dan fasilitas kesehatan, yang dalam penelitian ini keduanya memang terbukti mempengaruhi trust mereka. Hal ini menjelaskan bahwa ekspektasi terhadap paramedis/perawat tidaklah setinggi ekpektasi terhadap dokter, yang mungkin dapat disebabkan karena karena kualitas standar perawat di sejumlah rumah sakit memang masih belum terlalu baik (Hafizzurachman, 2009b). Dengan demikian hal ini sesungguhnya menegaskan kembali bahwa pasien datang untuk berobat di rumah sakit lebih
8
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
karena mereka memiliki kepercayaan terhadap dokter dan fasilitas kesehatan yang tersedia di rumah sakit. Dengan demikian menjadi sangat penting bagi dokter-dokter di rumah sakit untuk terus meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal mereka. Selain itu penelitian ini memperlihatkan bahwa fasilitas kesehatan rumah sakit merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Kelengkapan fasilitas kesehatan akan ikut memperbaiki kepercayaan pasien terhadap kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Penelitian ini juga menegaskan kembali, untuk ranah kesehatan trust juga terbukti dapat membangkitkan loyalitas, dan selanjutnya membangkitkan word-ofmouth positif. Hal ini menjelaskan bahwa trust merupakan hal yang sangat penting dalam suatu aktivitas bisnis dan pemasaran, dan karena itu harus dikelola dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Keterbatasan Penelitian
Beaulieu, M.D., J. Haggerty, D. Santor, J.F. Lévesque, R. Pineault, F. Burge, D.Gass, F. Bouharaoui, C. Beaulieu (2011); Interpersonal Communication from the Patient Perspective: Comparison of Primary Healthcare Evaluation Instruments; Healthcare Policy Vol 7 (Special Issue): 108-123
Penelitian ini hanya menggunakan variabel komunikasi interpersonal perawat dan dokter serta ketersediaan fasilisitas kesehatan di rumah sakit tanpa memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat ikut mempengaruhi kepercayaan, loyalitas dan kemauan untuk membangkitkan WOM positif bagi rumah sakit. Tentu masih ada sejumlah faktorfaktor lain yang dapat ikut mempengaruhi kepercayaan dan loyalitas yang dapat diteliti sehingga dapat lebih memperkuat pemahaman dan pengetahuan pengelola rumah sakit untuk menciptakan kepercayaan dan loyalitas terhadap suatu rumah sakit.
Alif (2012); Advertising Growth in Indonesia: An Effort to Build a Reputation. Media Scene, Vol. 23: 30-39. Allsop, Dee T., B.R. Bassett & J.A. Hoskins (2007); Word-of-Mouth Research: Principles and Applications; Journal of Advertising Research, December, 398-411. Ammar, S. More & R. Wright (2008); Analysing customer satisfaction surveys using a fuzzy rule-based decision support system: Enhancing customer management; Database Marketing & Customer Strategy Management, 15(2), 91105. Balter, D. & J. Butman (2005); Grapevine: The NewArt of Word-of-Mouth Marketing; New York:Portfolio,
Bendapudi, Neeli & Leonard L. Berry (1997); Customers ì Motivation for Maintaining Relationships with Service Providers; Journal of Retailing, 73(1), 15-37 Berry,
D. (2007); Healthcare Communication: Theory and Practice. London: Open University Press.
--==<>==--
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
9
Journal of Business and Entrepreneurship
Bloch, P.H., D.H. Sherrell & N.M. Ridgeway (1986); Consumer search: an extended framework; Journal of Consumer Research, 13, 119-126 Bologlu, Seyhmus (2002); Dimensions of Customer Loyalty: Separating Friends from Well Wishers; Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, pp 4759. Buller, M.K. & D.B. Buller (1987); Physicians’ Communication Style and Patient Satisfaction; Journal of Health and Social Behavior, Vol. 28: December, 375-388. Burnkrant, R.E. & A. Cousineau (1975); Informational and Normative Social Influence in Buyer Behavior; Journal of Consumer Research, 2, 206-215. Chaudhuri, Arjun & M.B. Hoolbrook (2002); Product-class effects on brand commitment and brand outcomes: the role of brand trust and brand affect; Brand Management, 10 (1), 33-58. Cleary, P.D. & B.J. McNeil (1988); Patient satisfaction as an indicator of quality care; Inquiry, 25 (1), 2536. Colquitt, J.A., B.A. Scott, & J.A. LePine (2007); Trust, Trustworthiness, and Trust Propensity: A MetaAnalytic Test of Their Unique Relationships With Risk Taking and Job Performance; Journal of Applied Psychology, Vol. 92, No. 4, 909–927
Healthy Work Organizations. Chichester: Wiley. Franciosi, M., F. Pellegrini, G. De Berardis, M. Belfiglio (2004); Correlates of satisfaction for the relationship with their physician in type 2 diabetic patients; Diabetes Research and Clinical Practice 66(3):277-286. Garbarino, E. & M.S. Johnson (1999); The Different Role of Satisfaction, Trust and Commitment in Customer Relationship; Journal of Marketing, April, 63, 70-87 Gladwell, Malcom (2000); Tipping Point; Little Brown. Glickman, SW, K.A. Baggett KA, C.G. Krubert (2007); Promoting quality; the health-care organization from a management perspective; International Journal of Quality Health Care. 19:341-8. Greene, MG, R.D. Adelman & E. Friedmann (1994); Older patient satisfaction with communication during an initial medical encounter; Social Science Med. 38(9):1279–88 Hafizurrachman (2009a); Sumberdaya Manusia Rumah Sakit di QHospital; Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009 Hafizurrachman (2009b); Health status, ability, and motivation influenced district hospital nurse performance; Medical Journal Indonesia 18: 283-9.
Cooper, C. (1994); The costs of healthy work organizations, in C. Cooper & S. Williams (Eds.); Creating
Kim, D.J., D.L. Ferrin & H.R. Rao (2009); Trust and Satisfaction, two steeping stone for successful ecommerce relationship: a
10
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
longitudinal exploration; Information Systems Research, Vol. 20, No. 2, June, pp 237-257. Mangold, W.G., F. Miller & G.R. Brockway (1999); Word-ofmouth communication in the service marketplace; Journal of Services Marketing, Vol. 13. No 1, pp 73-89 Moorman, C., R. Deshpande & G. Zaltman (1993); Factors Affecting Trust in Market Relationship; Journal of Marketing 57, (January), 81-101. Moorman, C., G. Zaltman & R. Deshpande (1992); Relationship Between providers and user of market research: the dynamic of trust within and between organizations; Journal of Marketing Research (24), August, 314-328. Morgan R.M. & S.D. Hunt (1994); The commitment-trust theory of relationship marketing; Journal of Marketing, 58 (July), Nordby, Halvor (2004); Communicative challenges for paramedics: language and interpretation; Scand J Trauma Resusc Emerg Med 12; 178-181 Oliver, Richard L (1997); Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer; New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Pavarini, Peter, S. Sanders & M. Lindsay (2012); Health Care Reform Going Forward: What’s the Impact on Providers? Becker’s Hospital Review, December. Pavlou, P.A. (2003); Consumer Acceptance of Electronic Commerce: Integrating Trust and Risk with the Technology Acceptance Model;
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
International Journal of Electronic Commerce 69-103. Pincus, S. & L.K. Waters (1977); Informational social influence and product quality judgments; Journal of Applied Psychology, Vol 62(5), Oct, 615-619. Rabin, R (2008); You can find Dr, right, with some effort, New York Times, 29 September, 1-9. Rousseau, D. M., S.B. Sitkin, R.S. Burt & C. Camerer (1998); Not so different after all: A cross-discipline view of trust; Academy of Management Review, 23, 393–404. Shamdasani, P.N. & A.A. Balakrisnan (2000); Determinants of Relationship Quality and Loyalty in Personalized Services; Asia Pacific Journal of Management, 17 (3), 399-422. Sharma, R.D. & Hardeep Chahal (1999); A Study of Patient Satisfaction in Outdoor Services of Private Health Care Facilities; Vikalpa, Vol. 24, No. 4, OctoberDecember 59-76Singer et al (2009), xxxxxxx Silverman, G. (2001); The Secrets of Wordof-Mouth Marketing; New York: American Management Association. Simpson, M., R. Buckman, M. Stewart, P. Maguire, M. Lipkin, D. Novack & J. Till (1991); Doctor-patient commun ication: the Toronto Consensus Statement; BMJ. November; 303(6814): 1385– 1387. Stewart, AL, A. Nápoles-Springer, E.J. Pérez-Stable, S. Posner S, A.B. Bindman, H.L. Pinderhughes, AE
11
Journal of Business and Entrepreneurship
Washington (1999); Interpersonal processes of care in diverse populations; The Milbank Quarterly. 77:305-339, 1999 Taylor, S.A., K. Celuch & S. Goodwin (2004);The importance of brand equity to customer loyalty; Journal of Product & Brand Management,Vol.13, No.4, pp.217-227 Watzlawick, Paul, J.B. Bavelas & D.D. Jackson (2011); Pragmatics of Human Communication: A study of interactional patterns, pathologies, and paradoxes; W.W. Norton & Company
12
Wloszczak-Szubda, Anna, M.J. Jarost & M. Goniewicz (2013); Professional communication competences of paramedicspractical and educational perspectives; Annals of Agricultural and Environmental Medicine, Vol 20, No 2, 366–372 Zolnierek, K.B.H. & M.R. Dimatteo (2009); Physician Communication and Patient Adherence to Treatment: A Metaanalysis; Medical Care, August; 47 (8): 826-834.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Survei Index Kepuasan Supplier Sebagai Penerapan Pemasaran Holistik (Studi Kasus PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk) Dian Kurnia Rizki PT Telkom Indonesia (DWS)
The purpose of this journal is to measure supplier satisfaction index from six suppliers of Telkom Wholesale Service Division (DWS) who have been cooperating for couple years as implementation of holistic marketing. In addition, the journal also analyzes the gap between the supplier’s expectation and satisfaction. Finally, the number of satisfaction with the level of importance of each variable is mapped on the quadrant operation IPA or Important Performance Analysis. The results of this study stated that the suppliers are quite satisfied with the cooperation although there are several variables that need to be concerned further. Through these results, it is expected to be a basic consideration for improvement of cooperation in the future, so that the supplier satisfaction will be better. Keywords: Supplier Satisfaction Index; marketing holistic; GAP Analysis; Important Performance Analysis
Survei Index Kepuasan Supplier Sebagai Penerapan Pemasaran Holistik (Studi Kasus PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk)
PENDAHULUAN Latar Belakang Telkom Divisi Wholesale Service (DWS) merupakan salah satu divisi di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang menjalankan salah satu dari portofolio bisnis Telekomunikasi yaitu penyewaan jaringan infrastruktur telekomunikasi dan interkoneksi. Pelanggan dari Telkom ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
DWS adalah operator lain atau OLO (Other License Operator), contohnya XL Axiata, Indosat, Axis, dan Bakrie Telecom. Dalam menjalankan bisnisnya di tahun 2012, Telkom DWS berkewajiban untuk menerapkan corporate value Telkom (5C) sebagai bentuk komitmen. Salah satu corporate value dari 5C itu adalah co-creation of win-win partnership yang merupakan komitmen perusahaan untuk memper13
Journal of Business and Entrepreneurship
lakukan mitra bisnis sebagai rekanan yang setara. Salah satu key behaviour dari corporate value tersebut adalah secara aktif mencari feedback dari mitra kerja. Co-creation of win-win partnership sebagai coporate value tersebut merupakan contoh implementasi dari penerapan konsep holistik marketing (Kotler dan Keller, 2009) yang salah satu komponennya adalah relationship marketing termasuk dengan para supplier. Perhatian khusus yang diberikan pada kesetaraan hubungan dengan para mitra bisnis, termasuk para supplier, disebabkan oleh eratnya hal tersebut dengan proses penyelenggaraan layanan kepada para pelanggan oleh Telkom DWS agar tidak terkendala. Seperti yang dikatakan oleh (Snyder, 2003), bahwa mitra yang tidak puas, tidak akan berkontribusi secara maksimal dan akan memberikan layanan yang kurang berkualitas. Selain dapat memperlancar proses pelayanan kepada OLO, komitmen ini dirasa penting dalam menangkap peluang bisnis dan memenangkan persaingan pasar. Berdasarkan hasil olahan data, dari TriTech dan beberapa laporan tahunan Operator Telekomunikasi, menunjukan bahwa pertumbuhan jumlah subscriber bertambah sangat signifikan dari tahun ke tahun baik untuk pengguna seluler, FWA (Fixed Wireless Access), dan FWL (Fixed Wire Line). Naiknya kebutuhan jaringan infrastruktur juga disebabkan oleh perkembangan dari trend layanan paket data retail seperti paket Blackberry, paket internet, atau mobile banking. Paket layanan retail tersebut membutuhkan jaringan infrastruktur dengan kapasitas yang besar untuk menjaga kualitas nya. Memperhatikan besarnya peluang bisnis yang besar di pasar, maka keberadaan mitra yang puas karena kerjasama yang saling menguntungkan sangat diperlukan.
Meskipun peluang bisnis cukup signifikan di pasar, namun tingkat kompetisi di industri ini juga cukup tinggi. Berdasarkan data olahan dari dokumen internal perusahaan, berikut ini adalah peta persaingan di pasar jaringan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia :
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa posisi Telkom, yang diwakili oleh DWS, saat ini merupakan market leader dilihat dari faktor kekuatan pasar serta jenis layanan yang ditawarkan. Pesaing terberat Telkom saat ini adalah Indosat yang berada di posisi kedua karena ketersediaan jaringan yang juga cukup besar. Sedangkan perusahaan lainnya merupakan para pemain yang relatif baru sehingga masih jauh dari posisi Telkom saat ini. Untuk mempertahankan posisinya, Telkom DWS perlu melakukan efisiensi dan efektifitas dalam proses penyelenggaraan layanannya ke OLO sehingga kualitas layanan terjamin dan mampu menawarkan harga yang lebih kompetitif. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kerjasama yang baik dengan para supplier sesuai yang dikatakan oleh (Trend, 2005) bahwa satu-satunya jalan
14
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Gambar 1. Data Competition Matrix Pasar Infrastruktur Jaringan Telekomunikasi di Indonesia 2011 Sumber: Telah diolah kembali dari dokumen internal perusahaan.
Journal of Business and Entrepreneurship
untuk bertahan di persaingan pasar yang ketat, adalah dengan menjadikan supplier sebagai mitra yang setara. Hal ini karena para supplier memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan posisi saing dan tingkat efisiensi supply chain (Park, Shin, & Tai-Woo, 2010). Kepuasan supplier adalah perasaan kesetaraan dalam hubungan supply chain antara penjual dan pembeli meskipun terdapat ketidakseimbangan posisi tawar (Benton & Maloni, 2005). Seperti yang dikatakan Leenders, Johnson, Flynn, & Fearon (2006), tanpa kepuasan, supplier akan menghasilkan out put berkualitas rendah, yang ikut menurunkan kualitas layanan perusahaan sehingga volume penjualan akan terganggu dan sebagai konsekuensinya keuntungan perusahaan akan berkurang. Selain itu, hubungan Telkom DWS dengan OLO akan terganggu karena tidak mampu memenuhi permintaan sesuai target waktu yang disepakati di awal.
Berdasarkan hal tersebut, maka secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui variabel–variabel yang menjadi penentu kepuasan supplier terhadap Telkom DWS dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama (PKS). b. Mengetahui tingkat kepentingan variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan supplier. c. Mengetahui performansi pada variabel tersebut pada kepuasan secara keseluruhan, per supplier, dan per tahapan kerjasama. d. Mengetahui variabel yang terdapat gap antara ekspektasi dengan harapan supplier sehingga perlu diperhatikan lebih untuk perbaikan kerjasama ke depan. TINJAUAN TEORI Kepuasan Supplier
TUJUAN PENELITIAN Sesuai pemaparan di atas, maka diperlukan pengukuran kepuasan supplier yang telah mengikatkan diri dengan Telkom DWS melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS). Seperti yang dikatakan oleh Essig dan Amann (2009), tanpa pengukuran kepuasan supplier, maka akan sulit menjaga hubungan baik antara supplier dan buyer. Padahal, hubungan ini sangat penting bagi Telkom DWS baik dalam proses delivery layanan ke OLO maupun sebagai salah satu bentuk komitmen terhadap corporate value yaitu co-creation of win-win partnership yang merupakan penerapan dari konsep holistic marketing. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Menurut Benton dan Maloni (2005), kepuasan supplier adalah perasaan kesetaraan dalam hubungan supply chain antara penjual dan pembeli meskipun terdapat ketidakseimbangan posisi tawar. Sedangkan menurut Essig & Amann (2009), kepuasan supplier adalah perasaan adil yang dirasakan oleh supplier dalam pemenuhan kebutuhannya, berdasarkan pada insentif buyer dan kontribusi supplier dalam hubungan jual beli di pasar B2B. Berdasarkan hasil penelitian Meena dan Sarmah (2012), terdapat empat faktor yang mempengaruhi kepuasan supplier. Tiga dari empat faktor tersebut yaitu kebijakan pembelian, kebijakan pembayaran dan kebijakan koordinasi. Berikut ini adalah penjelasan detail terkait faktor tersebut: 15
Journal of Business and Entrepreneurship
a. Kebijakan Pembelian Pada umumnya, kebijakan pembelian di sebuah perusahaan itu adalah kebijakan yang terkait proses order dan penyelenggaraan layanan atau produk yang berpengaruh langsung terhadap kepuasan supplier (Essig dan Amann, 2009; Maunu, 2003). Selain itu, masih terkait pembelian, kepuasan supplier juga dipengaruhi langsung dengan jadwal pembelian yang tepat (Lascelles dan Dales, 1989; Essig dan Amann, 2009; Maunu, 2003). Menurut Soetanto dan Proverbs (2002), kejelasan dalam parameter teknis juga mempengaruhi kepuasaan. b. Kebijakan Pembayaran Menurut Soetanto dan Proverbs (2002), Essig dan Amann (2009), Maunu (2003) dan Wong (2000), pembayaran yang tepat waktu, proses pembayaran dan penerimaan barang atau layanan memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan supplier. Verhoef et al. (2001) menjelaskan bahwa kebijakan pembayaran yang buruk dapat mengakibatkan supplier melakukan penjualan ke pihak lainnya. Selain itu, tingkat kemampuan finansial perusahaan juga berpengaruh pada kepuasan karena erat kaitannya dengan kemampuan pembayaran dan skema harga yang ditawarkan oleh supplier (Soetanto dan Proverbs 2002; Burt et al., 2008; Essig dan Amann, 2009). Oleh sebab itu, kebijakan pembayaran di sini dapat diartikan sebagai kebijakan perusahaan terkait proses pembayaran.
penyelenggaraan layanan memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan supplier. Tidak hanya itu saja, Eissig dan Amann (2009) juga menjelaskan bahwa Earnest Money Deposit (EMD), ketepatan waktu dalam pengembalian barang yang ditolak, garansi bank serta ketepatan waktu pemesanan kepada supplier juga mempengaruhi tingkat kepuasan para supplier. Perilaku para pegawai di perusahaan terhadap supplier juga dianggap mempengaruhi tingkat kepuasan mereka (Moorman et al., 1992). Sehingga, kebijakan koordinasi di sini dapat diartikan kebijakan perusahaan terkait koordinasi dalam penyelenggaraan layanan. Meskipun kepuasan supplier erat kaitannya dengan supply chain management, namun hal ini juga bukan bagian terpisah dari marketing. Menurut AMA (American Marketing Association) tahun 2007, ditetapkan pengertian baru tentang pemasaran yaitu sebagai fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Dari pengertian tersebut, maka konsep marketing tidak lagi terbatas pada penjualan saja, namun juga meliputi beberapa konsep marketing. Pemasaran holistik
c. Kebijakan Koordinasi Komunikasi antara perusahaan dengan supplier merupakan faktor yang penting untuk setiap hubungan yang baik dan menurut Essig dan Amann (2009) serta Maunu (2003), komunikasi dan kemudahan dalam
Menurut Kotler et all (2009), konsep marketing merupakan upaya perusahaan untuk melakukan kegiatan marketing. Salah satunya adalah konsep pemasaran holistik. Konsep ini didasarkan pada pengembangan, desain, dan implementasi program marketing, proses, dan aktivitas
16
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
yang menunjukan kekuatan serta keterikatan mereka. Pada konsep tersebut, seluruh hal memiliki pengaruh ke marketing, seperti pelanggan, pegawai, perusahaan lain, kompetitor, bahkan keseluruhan masyarakt. Sehingga diperlukan adanya suatu perspektif yang terintegrasi. Pemasaran holistik terdiri dari 4 komponen yaitu relationship marketing, integrated marketing, internal marketing dan social responsibility marketing. Relationship marketing yang bertujuan untuk menciptakan hubungan jangka panjang dengan para stakeholder seperti pelanggan, supplier, distributor dan mitra perusahaan lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikatakan merupakan penerapan dari pemasaran holistik. METODOLOGI Objek Penelitian Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah PT Telkom Indonesia khususnya
Divisi Wholesale Service atau disebut Telkom DWS yang menyewakan infrastruktur telekomunikasi kepada operator lain yang disebut juga OLO (Other Licensed Operator). Operasional Variabel Untuk menjaga relevansi penelitian, hasil penelitian Meena dan Sarmah (2012) mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan supplier disesuaikan dengan dokumen Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Telkom DWS dan para supplier. Mengacu pada beberapa dokumen PKS yang berlaku, kegiatan kerjasama dibagi menjadi beberapa tahap yaitu sebelum pemesanan (pre-order), pemesanan (order), instalasi (installation), pembayaran (collection & payment), dan setelah instalasi (after installation). Berikut ini merupakan operasional variabel yang digunakan pada kuisioner dalam penelitian ini:
Tabel 1. Operasional Variabel No
Tahap
Coding
Variabel
Kategori Faktor
1
Pre-Order
C1a3 C1b3
a. Kejelasan ketentuan hak dan kewajiban kedua belah pihak. b. Ketepatan waktu proses sirkulir PKS/ amandemen di sisi Telkom
• Kebijakan Pembelian • Kebijakan Pembelian
2
Order
D1a3 D1b3 D1c3
a. Kejelasan pengajuan order (target RFS, perangkat, kapasitas, dan informasi lain yang relevant di luar data lokasi) b. Kejelasan koordinat dan alamat lengkap yang akan dilakukan instalasic. K e l e n g k a p a n administrasi dalam proses order.
• Kebijakan Pembelian • Kebijakan Pembelian • Kebijakan Pembelian
3
Installation
E1a3 E1b3 E1c3
a. Kemudahan proses pemberian izin untuk survei/peninjauan lokasi/ pemasangan perangkat.
• Kebijakan Koordinasi
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
17
Journal of Business and Entrepreneurship
No
Tahap
Coding
Variabel
E1d3
b. Koordinasi internal Telkom dalam pelaksanaan instalasi. c. Dukungan internal Telkom dalam pelaksanaan proses integrasi. d. Proses tanda tangan Berita Acara Layak Operasi
• Kebijakan Koordinasi • Kebijakan Koordinasi
4
Collection & Payment
F1a3 F1b3 F1c3 F1d3 F1e3
a. Ketepatan waktu pembayaran biaya sewa. b. Ketepatan jumlah pembayaran sesuai dengan Berita Acara Kemitraan. c. Kemudahan proses pengajuan klaim ganti rugi atas kerusakan. d. Ketepatan waktu pembayaran ganti rugi jika terjadi kerusakan. e. Ketepatan jumlah pembayaran ganti rugi jika terjadi kerusakan.
• Kebijakan Koordinasi • Kebijakan Pembayaran • Kebijakan Pembayaran • Kebijakan Koordinasi • Kebijakan Pembayaran
5
After Installation
G1a3 G1b3 G1c3 G1d3
a. Pemeliharaan kualitas perangkat milik mitra. b. Kecepatan menginformasikan apabila ada gangguan dari pelanggan. c. Kecepatan memberitahukan informasi pemutusan perangkat sesuai permintaan pelanggan. d. Kecepatan memberitahukan informasi relokasi perangkat sesuai permintaan pelanggan.
• Kebijakan Pembayaran • Kebijakan Koordinasi • Kebijakan Koordinasi • Kebijakan Koordinasi • Kebijakan Koordinasi
Desain Kuesioner Pengambilan data primer dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang terstruktur yang disebar oleh pihak ketiga secara langsung dan dilakukan dengan face to face interview kepada masing-masing perwakilan supplier. Selain itu, untuk menjaga agar hasil dari kuisioner tidak bias karena terdapat konflik kepentingan di supplier, maka penyebaran kuisioner dilakukan oleh pihak ketiga atau bukan oleh Telkom DWS sendiri. Tipe pertanyaan pada kuesioner ini adalah pertanyaan tertutup dan terbuka. Sedangkan skala yang 18
Kategori Faktor
digunakan pada penelitian mengenai kepuasan supplier adalah Likert dengan skala 1 – 5 (Meena dan Sarmah, 2012; Essig dan Amann, 2009). Sampel Pada penelitian, digunakan teknik judgmental sampling para senior leader Telkom DWS untuk menentukan sampel dari total 13 supplier yang telah bekerjasama dengan Telkom DWS sampai 2012. Selanjutnya, para supplier dipilih berdasarkan dua kriteria. Pertama, para supplier paling tidak telah bekerjasama ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
dengan Telkom DWS selama 1 tahun. Hal ini memperhatikan bahwa minimal jangka waktu sewa dengan supplier adalah 6 bulan, sehingga dalam waktu setahun diharapkan semua tahapan kegiatan dalam perjanjian dengan supplier sudah dilakukan, maka responden dari masingmasing supplier dapat menjawab pertanyaan pada kuisioner. Adapun kriteria yang kedua adalah nilai transaksi dengan supplier tersebut minimal mencapai seratus juta rupiah per tahunnya. Nilai minimal transaksi ini ditentukan karena jika transaksi dengan supplier mencapai nilai tersebut, maka menurut kebijakan perusahaan, supplier tersebut dapat dikategorikan supplier utama yang penting mengingat nilai transaksi yang cukup besar. Dari total 13 supplier yang saat ini telah bekerja sama dengan Telkom DWS, maka terdapat enam perusahaan yang memenuhi kriteria supplier untuk dijadikan sampel. Demi menjaga kerahasiaan perusahaan, maka penulisan nama supplier yang menjadi sampel menggunakan inisial. Berikut ini adalah nama-nama supplier dari Telkom DWS:
Tabel 2. Daftar Sampel Supplier Telkom DWS No Nama Supplier
Jenis Layanan
1
PT Pg
Sewa link (sirkit langganan)
2
PT T
Sewa link (sirkit langganan)
3
PT P
Sewa radio IP
4
PT C
Sewa radio IP
5
PT V
Sewa radio IP
6
PT M
Sewa radio IP
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Masing-masing supplier dipilih 5 -key informan sebagai responden dari kuisioner penelitian ini sehingga total responden berjumlah 30 orang dari 6 perusahaan supplier Telkom DWS. Mengacu pada Phillips (1981), pemilihan key informan tersebut berdasarkan kualifikasi khusus yaitu memiliki status tertentu misalnya seperti CEO atau COO perusahaan, memiliki pengetahuan yang khusus misalnya orang keuangan, legal, atau teknis lapangan, atau key informan tersebut merupakan account manager/sales team yang banyak berhubungan dengan Telkom DWS. Metode Analisa Data Index Kepuasan Supplier (IKS) Mengacu pada rumus yang digunakan oleh Meena dan Sarmah (2012) yang mengacu rumus dari Anderson dan Fornell (2000) dan Fornel et all (2001), maka rumus menghitung IKS adalah:
IKS = Keterangan: Wi = Bobot variabel = Nilai rata-rata variabel n = Jumlah variabel 9 = Skala yang digunakan Masih menurut Meena dan Sarmah (2012), berikut ini adalah arti dari nilai IKS: < 60 = tidak memuaskan 60 – 80 = cukup memuaskan > 80 = sangat memuaskan Metode perhitungan IKS adalah untuk mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui kepuasan supplier secara keseluruhan, kepuasan masing-masing 19
Journal of Business and Entrepreneurship
supplier, dan kepuasan mereka per tahapan kerjasama.
selain itu mereka juga telah merasa puas terhadap performansi perusahaan untuk variabel tersebut. Sehingga, untuk menjaga kepuasan responden, perusahaan sebaiknya mempertahankan prestasi nya.
Importance Attribute Performance (IPA) IPA pertama kali diperkenalkan oleh John A. Martilla dan John C. James (1977). Metode ini digunakan untuk mengaitkan performansi sebuah variabel penelitian dengan tingkat kepentingannya berdasarkan informasi dari responden. Dengan mengetahui tingkat kepentingan dan performansi masing-masing variabel, selanjutnya dapat dipetakan variabel tersebut dalam 4 kuadran, di bawah ini, untuk analisa lebih lanjut.
Gambar 2. Pemetaan variabel IPA
l
Low priority (Prioritas rendah) Meskipun responden menilai rendah performansi perusahaan pada variabel yang terletak pada kuadran ini, namun mereka juga tidak menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang penting. Sehingga, variabel-variabel tersebut merupakan prioritas rendah bagi perusahaan untuk menjaga kepuasan mereka.
l
Possible overkill (Terlalu berlebih) Responden merasa performansi yang baik dari perusahaan pada tiap-tiap variabel di kuadran ini, hanya saja, mereka menganggap variabel tersebut memiliki kepentingan yang rendah. Sehingga, meskipun hal tersebut baik untuk diteruskan, namun sebaiknya sumber daya yang alokasikan dipindahkan untuk variabel pada kuadran 1 misalnya.
Keterangan: l
l
20
Concentrate here (Konsentrasi di sini) Menurut para responden, tingkat kepentingan variabel yang terletak pada kuadran ini adalah tinggi, namun menurut mereka, performansi perusahaan pada variabel ini masih rendah. Sehingga, diharapkan perusahaan akan berkonsentrasi untuk memperbaiki semua variabel yang terletak pada kuadran tersebut. Keep up the good work (Pertahankan prestasi) Responden menganggap penting variabel yang ada pada kuadran dua ini,
Analisa gap Metode analisa ini digunakan pada penelitian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan (gap) antara harapan responden dan tingkat kepuasan mereka pada variabel yang diukur. Untuk menguji ada tidaknya gap tersebut dan berapa besar nilai gap nya, digunakan pair sample t test atau Wilcoxon test dengan menggunakan confidence level 95%. Pair sample t test digunakan untuk menguji nilai gap secara keseluruhan responden yang berjumlah 30 orang atau menurut Central Limit Theorm, data nya dapat diasumsikan berdistribusi normal. Pada test ini, berdasarkan Levine ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
et.all (2011), jika nilai hasil t-hitung berada di antara nilai upper tail dan lower tail nya, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai harapan dengan nilai kepuasan yang diberikan oleh supplier dan sebaliknya. Sedangkan Wilcoxon test digunakan untuk menguji nilai gap per perusahaan supplier di mana jumlah responden hanya ada 5 sehingga data tidak terdistribusi normal atau dapat dikategorikan sebagai non parametrik. Pada test ini, jika nilai sig < 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai harapan dengan nilai kepuasan yang diberikan oleh supplier dan sebaliknya.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Perubahan Operasional Variabel Dari hasil penyebaran kuisioner kepada 3 responden pertama pada supplier yang berbeda, diketahui bahwa terdapat beberapa operasional variabel yang tidak relevan karena meskipun tercantum dalam dokumen perjanjian kerjasama, namun tidak pernah terjadi di lapangan. Operasional variabel tersebut adalah:
Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha variabel. Berdasarkan hasil SPSS, nilai Cronbach Alpha mencapai 0,843 untuk seluruh variabel penelitian. Sedangkan nilai Crobach Alpha pada tingkat kepentingan, harapan dan kepuasan masing-masing variabel adalah diatas 0,7. maka dapat dikatakan bahwa baik secara keseluruhan maupun masing-masing variabel penelitian sudah cukup reliable (Essig dan Amann, 2009). Sedangkan untu pengukuran uji validitas, berdasarkan Essig dan Amann (2009), dilakukan menggunakan metode analisa faktor dengan melihat nilai component matrix. Berdasarkan hasil olahan SPSS, di mana nilai component matrixnya nya lebih dari 0,5, maka penelitian ini dapat dikatakan valid (Malhotra, 2010). Hasil Perhitungan Index Kepuasan Supplier (IKS) Index Kepuasan keseluruhan Supplier Berikut ini adalah grafik dari IKS Telkom DWS dari 6 supplier:
a. Kemudahan proses pengajuan klaim ganti rugi atas kerusakan b. Ketepatan waktu pembayaran ganti rugi jika terjadi kerusakan c. Ketepatan jumlah pembayaran ganti rugi jika terjadi kerusakan. Oleh sebab itu, ketiga variabel tersebut dihapus dari kuisioner karena akan mempengaruhi hasil penelitian jika tetap dipertahankan. Sehingga, operasional variabel pada tahapan kerjasama collection and payment, dari total 5 variabel, menjadi tinggal 2 variabel. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Gambar 3. Grafik Index Kepuasan Keseluruhan Supplier Telkom DWS Dari gambar di atas, secara keseluruhan, IKS para supplier Telkom DWS adalah 70% atau dapat dikatakan cukup memuaskan. Adapun dari ke enam supplier, PT Pg memiliki index kepuasan 21
Journal of Business and Entrepreneurship
paling tinggi (74%) terhadap kerjasama yang selama ini dijalin dengan Telkom DWS, sedangkan PT T memiliki index kepuasan paling rendah (64%) meskipun nilainya masih di atas 60%. Sedangkan perbandingan grafik index kepuasan supplier Telkom DWS per variabel tahapan kerjasama adalah:
Hasil Perhitungan Analisa Gap
Gambar 3. Grafik Index Kepuasan Supplier Telkom DWS (per variabel)
Gambar 4. Analisa Gap Keseluruhan Supplier Telkom DWS
Dari gambar grafik di atas dan mengacu keterangan grafik sesuai tabel 3.1, maka dapat dianalisa bahwa rata-rata para supplier memberikan nilai cukup memuaskan pada tahapan kerjasama pre order adalah karena mereka merasa bahwa ketentuan hak dan kewajiban dalam perjanjian kerjasama (PKS) sudah jelas, serta proses sirkulir PKS pada internal Telkom DWS dirasa sudah tepat waktu. Sedangkan pada tahapan kerjasama installation, meskipun juga dinilai cukup memuaskan, namun nilai nya lebih rendah daripada tahapan kerjasama pre order. Hal ini karena supplier merasa kemudahan proses pemberian izin di Telkom terkadang agak sulit dan harus melalui prosedur yang terlalu ketat. Selain itu, koordinasi internal Telkom saat integrasi perangkat tidak seragam karena tergantung area instalasi perangkat. Misalnya, koordinasi internal Telkom di area Jawa dirasa lebih baik daripada di area Bali dan Nusa Tenggara.
Berdasarkan data di atas, secara keseluruhan, gap yang dirasakan oleh para supplier Telkom DWS adalah sebesar 0,81. Adapun nilai gap yang terkecil antara harapan dan kepuasan dirasakan oleh PT C yaitu 0,47. Sedangkan nilai gap terbesar dirasakan oleh PT T yang nilai gap nya mencapai 1,08. Secara garis besar, para supplier menetapkan standar harapan yang cukup tinggi kepada Telkom DWS. Hal ini karena mereka melihat Telkom DWS sebagai salah satu divisi dari perusahaan BUMN yang dinilai memiliki good governance yang baik, sehingga dianggap mampu memenuhi harapan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi kepuasan supplier dengan baik. Hanya saja, pada kenyataan di lapangan, dengan segala keterbatasan Telkom sebagai BUMN, hal ini dapat menjadi penghambat pemenuhan harapan tersebut. Sehingga pada akhirnya, nilai kepuasan yang dirasakan supplier tidak setinggi nilai harapannya.
22
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Dari hasil tabel pair t-test, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai harapan dan kepuasan para supplier terhadap Telkom DWS pada masing-masing variabel. Berikut ini adalah gambaran analisa gap seluruh supplier dari Telkom DWS:
Journal of Business and Entrepreneurship
Sedangkan gambar grafik yang menunjukan analisa GAP per variabel nya adalah:
Gambar 6. Grafik IPA Kepuasan Supplier Telkom DWS Gambar 5. Grafik Analisa Gap Keseluruhan Supplier Telkom DWS (per variabel) Mengacu pada tabel 3.1 tentang keterangan singkat kode variabel kepuasan sebelumnya dan gambar grafik di atas, diketahui bahwa nilai kepuasan pada variabel pemeliharaan perangkat mitra memiliki nilai gap yang paling kecil yaitu 0,5 lebih rendah daripada nilai harapannya karena kegiatan operation & maintenance (O&M) pada umumnya berlangsung lancar dan rutin. Sayangnya, nilai gap yang paling besar adalah pada variabel kemudahan proses pemberian izin dengan nilai gap mencapai 1,07. Supplier mengharapkan bahwa proses pemberian izin dapat berlangsung lebih lancar. Hanya saja pada kenyataannya, meskipun koordinasi Divisi dan Area sudah baik, namun karena ada beberapa hal terkait keamanan perangkat internal maupun pelanggan lain yang tidak diketahui kantor Divisi, mengakibatkan proses perizinan di kantor Area harus melalui proses yang ketat dan cukup memakan waktu. Hasil Importance Performance Analysis (IPA) Berikut ini adalah hasil pemetaan IPA dari masing-masing tahapan kerjasama: ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Dalam kuadran satu, terdapat variabel tahapan kerjasama installation. Para supplier Telkom DWS merasa tahapan kerjasama ini cukup penting. Hanya saja, pada tahapan ini terdapat variabel terkait kemudahan proses pemberian izin dan koordinasi internal Telkom saat instalasi yang menurut nilai index kepuasan beberapa mitra tidak puas, namun secara average dengan nilai pada variabel terkait koordinasi internal Telkom saat integrasi dan penandatanganan Berita Acara Layak Operasi (BALOP), tahapan ini dapat dikatakan memuaskan. Pada kuadran dua, terdapat variabel tahapan kerjasama order. Para supplier Telkom DWS menganggap bahwa tahapan ini sangat penting bagi mereka, meskipun kepuasan mereka terhadap Telkom pada tahapan ini tidak terlalu tinggi. Data order seperti titik koordinat, kapasitas, konfigurasi perangkat dan kelengkapan administrasi merupakan modal awal bagi supplier untuk mengerjakan pekerjaan mereka. Sayangnya, dalam beberapa kasus, Telkom DWS tidak memberikan info secara lengkap. Variabel tahapan kerjasama after installation masuk dalam kuadran tiga karena para supplier menilai kurang puas terhadap Telkom DWS meskipun mereka juga menilai bahwa hal tersebut tidak 23
Journal of Business and Entrepreneurship
Survei index kepuasan supplier yang dilakukan oleh Telkom DWS tidak hanya untuk mendukung corporate value Telkom yaitu co-creation and win-win partnership, tapi juga sebagai contoh penerapan dari konsep holistik marketing terutama di pasar B2B yang salah satu komponennya adalah relationship marketing termasuk dengan para supplier. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan supplier. Mengacu pada penelitian Meena dan Sarmah (2012), faktor-faktor tersebut adalah terkait kebijakan pembelian, kebijakan pembayaran, dan kebijakan koordinasi. Untuk menjaga relevansi dengan dokumen PKS antara Telkom dengan para supplier, maka ketiga faktor tersebut disesuaikan dalam lima tahapan kerjasama yaitu pre order, order, installation, collection & payment dan after installation yang dijabarkan lebih detail pada operasional variabel penelitian ini.
Sesuai dengan tujuan penelitian berikutnya, berdasarkan hasil perhitungan nilai index nya (70%), dapat dikatakan bahwa ke enam supplier Telkom DWS yang menjadi responden merasa cukup puas dengan kerjasama selama ini. Dari keenam supplier tersebut, PT Pg memberikan index kepuasan paling tinggi yaitu mencapai 76%, sedangkan PT T memberikan index kepuasan yang paling rendah yaitu 64%. Untuk nilai index kepuasan masing-masing tahapan kerjasama, maka tahapan pre order dinilai paling baik yaitu 72%, sedangkan yang paling rendah adalah pada tahapan installation (68%). Jika melihat lebih detail pada tahapan kerjasama dan variabel dari masing-masing tahapan tersebut, ditemukan bahwa tahapan kerjasama pre order, index kepuasan para supplier cukup baik. Menurut analisa GAP nya, dua variabel pendukungnya baik terkait kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak pada dokumen perjanjian serta variabel yang terkait ketepatan waktu proses sirkulir tanda tangan, meskipun terbukti terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik, namun angka perbedaanya tidak terlalu besar dibandingkan yang lain. Menurut supplier, dokumen perjanjian sudah mengakomodir kebutuhan akan dua belah pihak. Dan meskipun pada beberapa kasus proses sirkulir tanda tangan perjanjian, Telkom DWS cenderung lama, namun hal ini masih diterima mengingat Telkom merupakan perusahaan BUMN yang birokratisnya cukup tinggi. Dari segi kinerja Telkom DWS pada tahapan kerjasama pre order juga terbukti baik sesuai dengan analisa IPA nya, di mana pre order masuk dalam kuadran possible overkill atau terlalu berlebihan. Meskipun secara perfomansi dapat dikatakan baik, namun jika mempertimbangkan tingkat
24
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
terlalu penting bagi mereka dibandingkan 2 tahapan yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini menjadi kurang penting karena permintaan relokasi, pemutusan perangkat, dan gangguan jarang terjadi. Berdasarkan gambar kuadran empat di atas, diketahui bahwa performansi Telkom DWS pada tahapan pre order dan colletion and payment sudah berlebihan. Dapat dikatakan berlebihan karena meskipun performansi nya sangat bagus dan supplier merasa puas, namun sebenarnya hal itu bukan menjadi sesuatu yang penting bagi supplier. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Journal of Business and Entrepreneurship
kepentingan tahapan tersebut di mata supplier, pre order dianggap tidak terlalu penting bagi mereka. Sehingga sebaiknya Telkom DWS tidak berfokus pada tahapan itu untuk mengelola kepuasan supplier. Di sisi lain, nilai index kepuasan supplier tidak terlalu tinggi untuk tahapan kerjasama installation. Hal ini disebabkan oleh nilai index kepuasan yang lebih rendah terkait proses perizinan pengerjaan dan terkait koordinasi internal Telkom pada saat instalasi. Dari analisa GAP nya, diketahui bahwa dua variabel ini memiliki nilai GAP yang cukup besar dan terbukti terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik. Meskipun proses perizinan ini harus dilakukan secara hati-hati karena menyangkut perangkat yang erat kaitannya dengan peta kekuatan Telkom, namun supplier merasa bahwa proses perizinan yang ada terlalu berbelit belit dan sangat memakan waktu. Padahal para supplier tersebut juga memiliki tengat waktu yang singkat untuk memenuhi kebutuhan dari Telkom DWS. Sedangkan terkait dengan koordinasi internal Telkom pada saat instalasi, dengan adanya sumber daya Telkom di seluruh area Indonesia bahkan hingga tingkat kabupaten, supplier berharap bahwa koordinasinya akan berjalan lancar. Namun keadaan di lapangan sering ditemui kasus di mana koordinasi tidak berjalan dengan lancar baik terkait koordinasi antara kantor Divisi dengan Area maupun antara kantor Area sendiri. Kedua hal tersebut yang menjadikan performansi Telkom DWS tidak terlalu baik padahal supplier menganggap tahapan kerjasama installation adalah tahapan yang penting. Oleh sebab itu, berdasarkan analisa IPA nya hal ini masuk dalam kuadran 1 (concentrate here) atau hal yang perlu segera diperhatikan. Sehingga dalam upaya untuk memperbaiki kepuasan supplier ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
bekerjasama dengan Telkom DWS, perlu difokuskan kepada proses perizinan dan koordinasi internal saat instalasi. Implikasi Manajerial Implikasi manajerial dari penelitian ini bagi Telkom DWS adalah sebagai bahan dasar pertimbangan untuk perbaikan bentuk kerjasama yang lebih baik dengan para supplier dalam upaya mendukung salah satu corporate value Telkom yaitu co-creation and win-win partnership dan penerapan dari konsep holistik marketing. a. Adapun yang sebaiknya menjadi fokus utama dalam perbaikan bentuk kerjasama adalah pada tahapan installation terutama terkait proses perizinan dan instalasi. Untuk melakukan hal tersebut, Telkom DWS perlu berkoordinasi untuk perizinan dan instalasi dengan divisi Telkom yang lain seperti Divisi Infrastruktur Telekomunikasi (DIVINFRATEL) dan Divisi Akses (DIVA) karena kedua divisi tersebut lah yang memiliki wewenang terkait pengerjaan infrastruktur di Telkom. Koordinasi yang dilakukan tidak hanya pada tingkat kantor Divisi saja, namun juga harus sampai pada kantor Area di seluruh Indonesia karena surat izin dikeluarkan dari kantor area dan pengerjaan instalasi harus dilakukan dengan sepengetahuan mereka. b. Meskipun perbaikan di tahapan installation perlu difokuskan karena performansi nya yang kurang baik, namun Telkom DWS juga perlu memperhatikan yang lain. Misalnya dengan memastikan kepada para supplier bahwa mereka betul memahami tata cara pembayaran 25
Journal of Business and Entrepreneurship
Telkom DWS sebagaimana telah tercantum pada dokumen perjanjian. Jika para supplier mengerti, maka diharapkan kepuasan supplier dapat ditingkatkan. c. Pelaksanaan rekonsiliasi tagihan secara rutin terbukti dapat menjaga kepuasan supplier terkait ketepatan jumlah pembayaran kepada mereka. Oleh sebab itu, sebaiknya Telkom DWS melaksanakan rekonsiliasi tagihan rutin terhadap seluruh supplier sehingga dispute terkait jumlah pembayaran tagihan dapat dihindari. d. Tidak hanya itu saja, tahapan kerjasama order terutama terkait pemberian informasi data detail di surat order juga perlu menjadi perhatian dari Telkom DWS. Dalam hal ini, Telkom DWS dapat berkoordinasi terlebih dahulu dengan tim lapangan OLO sebagai pelanggan untuk mengetahui data detail seperti konfigurasi perangkat, data koordinat dan alamat lengkap. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, maka Telkom DWS dapat mengajukan surat order kepada para supplier. Dengan upaya ini, diharapkan kepuasan supplier dapat meningkat karena detail permintaan sudah diterima dengan baik. e. Melihat nilai index kepuasannya, PT T memiliki nilai yang paling rendah. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih dari Telkom DWS untuk mempertahankan kepuasan supplier. Meskipun perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari Telkom, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan memutuskan kerjasama sebagai supplier jika kepuasan nya tidak terpenuhi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Telkom DWS adalah dengan memenuhi harapan PT T terutama 26
terkait kelengkapan dokumen order, atau dengan cara melakukan benchmark terhadap apa yang berhasil dilakukan Telkom DWS kepada PT Pg sehingga memiliki nilai index yang paling tinggi. Saran Meskipun terbukti bermanfaat, hanya saja penelitian ini memiliki keterbatasan terutama dalam jumlah respondennya dan hanya terfokus pada tahapan kerjasama sesuai dengan dokumen perjanjian antara Telkom DWS dengan para supplier nya. Untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk menggunakan dimensi lain sebagai faktor yang diukur sesuai dengan jurnaljurnal sebelumnya. Sebagai contoh, penelitian selanjutnya dapat mengukur kepuasan supplier jika dikaitkan dengan posisi tawar nya pada saat negosiasi harga, SLG, atau kepuasan mereka terkait hubungan interpersonal dengan perusahaan buyer.
DAFTAR PUSTAKA Benton, W. C., & Maloni, M. (2005); The influence of power driven buyer/ seller relationships; Journal of Operations Management 23 , 1-22. Burt, D.N., Dobler, D.W. & Starling, S.L. (2008), World Class Supply Management: The Key to Supply Chain Management 7 th ed, Tata McGraw-Hill, New Delhi Essig, M., & Amann, M. (2009); Supplier satisfaction: Conceptial basics and explorative findings; Journal of Purchasing & Supply Management 15 , 103-113. Hutt, M. D., & Speh, T. W. (2004); Business marketing management; Ohio: Thomson - South Western . ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Kotler, Keller, et al; Marketing Management - An Asian Perspective; Prentice Hall. 2009
needs, wants and preferences; Journal of Purchasing & Supply Management , 127-138.
Malhotra, Naresh K. (2010); Marketing Research sixth edition; New Jersey: Pearson.
Snyder, J. (2003); Suppliers lose faith in GM as partner; Retrieved from Automotive News Europe: www.highbeam.com/doc/1G1111030457.html
Martilla John A., James John C. (1977); Importance-Performance Analysis; Journal of Marketing, 41, 1, 77-79. Maunu, S. (2003), Supplier satisfaction: the concept and measurement system, unpublished PhD thesis, Department of Industrial Engineering and Management, University of Oulu, available at http://herkules.oulu.fi./ i s b n 9 5 1 4 2 7 1 6 8 8 / isbn9514271688.pdf PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (2012); Corporate value & strategy framework Direktorat Enterprise & Wholesale; Jakarta: Author Ramsay, J., & Wagner, B. A. (2009); Organisational Supplying Behavior: Understanding supplier
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Soetanto, R. & Proverbs, D.G (2002), Modeling the satisfaction of contractors: the impact of client performance; Engineering Construction & Architectural Management Review, Vol.9 No.5/ 6, 453-65. Verhoef, P.C., Franses, P.H. and Hoekstra, J.C. (2001), The impact of satisfaction and payment equity on cross-buying; a dynamic model for a multi-service provider; Journal of Retailing, Vol. 77 No.3, 78-359. Wong, A. (2000); Integrating supplier satisfaction with customer satisfaction; Total Quality Management , s427-2432.
27
Journal of Business and Entrepreneurship
Analisis Pengaruh Peran Strategis Bagian Sumber Daya Manusia Terhadap Persepsi Investasi Pengembangan Pegawai (Studi Kasus PT X) Ricky Lukman Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
Tigor Pangaribuan Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
The focus of the thesis is about the influence of strategic human resource role on percieved investment in employees’ development in PT. X. This study investigated how each sub variables of human resource role (strategic partner, administrative expert, employee champion and change agent) has influenced variabes of percieved investmen in employees’ development. Data was collected using questionnaires given to the employees at manager level in PT.X. Data was analyzed using SPSS– multiple regression. The results of this study indicate that from the all sub variables of human resource role, from all the role there is one role that have most significant influence on percieved investment in employees’ development. Role as a strategic partner, administrative expert, employee champion and change agent have influence 53.4% on percieved investmen in employees’ development. And about 46.6% was influence by other variables outside this research model. Keywords: Human resource role; employee developmen; strategic partner; administrative expert; human resource champion; change agent
Analisis Pengaruh Peran Strategis Bagian Sumber Daya Manusia Terhadap Persepsi Investasi Pengembangan Pegawai (Studi Kasus PT X) PENDAHULUAN PT.X merupakan perusahaan farmasi nasional pada yang berdiri dipicu oleh kelangkaan ketersediaan suplai obat. Awalnya pendirian PT.X bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan obat-obatan di
wilayah Sumatera Selatan dan sekitarnya. Dimulai sebagai farmasi kecil yang memproduksi tablet, semakin lama semakin berkembang hingga tahun PT.X mampu memasarkan seluruh produk yang dimilikinya di Sumatra. Dan juga mulai
28
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
memasuki pangsa pasar pulau Jawa yang diawali di Surabaya hingga terus berkembang hingga ke manca negara sampai saat ini. Dalam memperkuat jaringannya PT.X memindahkan kantor pusat ke Jakarta. Dan sejak 1994 pertumbuhan PT.X berada diatas rata-rata pertumbuhan industri farmasi di Indonesia pada umumnya. Perkembangan PT.X yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dari produksi hingga pemasaran produk. Pada saat ini PT.X berfokus untuk tetap memproduksi dan memasarkan produknya. PT.X selalu berusaha mempertahankan posisinya sebagai salah satu pemimpin pasar nasional, dan berusaha memenuhi tantangan untuk menjadi pemain regional dan pengakuan global. Produk PT.X sudah memenuhi pasar farmasi diluar Indonesia antara lain Filipina, Nigeria, Thailand, Singapura, Malaysia, Srilanka, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Hongkong, Afganistan, Inggris dan Kamerun. Untuk memperluas jaringan baik secara regional maupun global PT.X telah melakukan partner strategis maupun kerjasama dengan perusahaan asing yang memiliki kesamaan pandangan kedepan Keadaan industri farmasi Indonesia dewasa ini semakin membaik serta didominasi oleh perusahaan farmasi lokal. Pangsa pasar yang dikuasai oleh produsen farmasi lokal pada tahun 2012 diproyeksikan mencapai 77% sesuai dengan target tahun lalu (Saksono, 2012). Saat ini jumlah produsen farmasi di Indonesia sebanyak 199 perusahaan dan terus bertambah, sebanyak 24 perusahaan penanaman modal asing, 4 milik negara (BUMN), serta sisanya penanaman modal dalam negeri. (Saksono, 2012). Kepemilikan asing yang sedikit di Indonesia ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang mengharuskan ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
perusahaan asing bekerjasama dengan perusahaan lokal dan maksimal kepemilikan saham sebesar 75% (Saksono, 2012). Peningkatan serta penguatan perusahaan farmasi lokal adalah angin segar bagi industri farmasi Indonesia. Namun disisi lain ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian industri farmasi di Indonesia. Antara lain mengenai bahan baku industri farmasi yang sebagian besar masih merupakan produk impor (UGM,2012). Bahan sintetik obat-obatan hampir 90% impor serta penelitian kimia dan biotekhnologi masih hanya terbatas pada level perguruan tinggi belum ke tahap industri (UGM,2012). Hal ini kiranya yang perlu menjadi perhatian bagi para pelaku industri farmasi nasional. Agar tidak hanya menguasai sektor hilir saja di mana produksi dan pemasaran produk, namun juga pada sektor hulu. Dalam hal ini mencakup bahan baku obat-obatan serta penelitian kimia dan biotekhnologi yang ditingkatkan ke level industri. Perkembangan keilmuan tentang sumberdaya manusia yang semakin maju dari waktu ke waktu, mendorong perluasan peran dari fungsi sumberdaya manusia di perusahaan. Semakin banyak perusahaan menempatkan bagian sumberdaya manusia sebagai partner strategis (Noe, Hollenback, Gerhart & Wright, 2010). Seiring perkembangannya manajemen sumberdaya manusia, pada awalnya lebih kearah administrative linkage (Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2010). Saat itu bagian SDM lebih mengarah pada day –to- day activities di perusahaan, terpisah dari manajemen strategis. Saat ini banyak perusahaan memandang bagian SDM bagian penting dan menerapkan integrative linkage. Pada saat bagian SDM berfungsi sebagai integrative linkage, bagian SDM terlibat dalam manajemen strategis 29
Journal of Business and Entrepreneurship
terutama dalam perumusan dan pelaksanaan strategi perusahaan. Dalam bukunya Human Resource Champions Ulrich menjelaskan bahwa peran HR harus sebagai business partner role = strategic partner + administrative expert + employee advocate + change agent (Ulrich,1997). Peran ini memperluas cakupan dari fungsi sumberdaya manusia dalam perusahaan. Peran dari SDM adalah multifungsi termasuk menunjang kegiatan bagian lain. Perkembangan dunia bisnis saat ini selalu dikaitkan dengan faktor manusia atau lebih dikenal sebagai human capital yang menjadi salah satu poin penting terkait pertumbuhan perusahaan. Untuk itulah semakin banyak dan maraknya perusahaan yang mulai berivestasi untuk pengembangan sumberdaya manusia. Sebut saja beberapa perusahaan besar dunia seperti General Electric, Xerox, United Technologies dan IBM yang menanamkan dana yang tidak sedikit untuk pengembangan pegawai mereka (Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2010). Perusahaan melihat bahwa melalui program-program pengembangan yang dibuat akan membantu perusahaan secara umum dan pegawai secara khusus. Dalam hal ini membantu pegawai untuk meningkatkan kompetensi dan beradaptasi dengan perkembangan lingkungan yang mengharuskan pegawai untuk menyesuaikan. Pengembangan yang dilakukan berhubungan dengan tuntutan ke depan, dan diperuntukan bagi pegawai dengan pengalaman yang banyak untuk berpindah ke posisi yang baru dan juga terkait pada manajemen talenta (Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2010). Melalui penelitian ini ingin melihat pengaruh dari peran bagian sumberdaya manusia terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai yaitu apakah
persepsi pegawai terhadap peran dari bagian sumberdaya manusia dalam kaitannya sebagai business partner ,peran apakah yang paling dominan dalam kaitannya bagian sumberdaya manusia sebagai business partner dalam kaitannya terhadap persepsi karyawan, Apakah persepsi pegawai terhadap investasi yang diberikan perusahaan bagi pengembangan pegawai, apakah peran strategis dari bagian sumberdaya manusia berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi pegawai terkait investasi dalam pengembangan pegawai.
30
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi karyawan mengenai pengembangan pegawai dalam perusahaan terkait dengan peran dari bagian sumberdaya manusia (Human resources role). Adapun manfaat dari penelitian ini untuk melihat apakah bagian sumberdaya manusia sudah menjalankan fungsi strategis dalam kaitannya sebagai business partner dan peran apa yang paling menonjol. Serta kaitannya dengan pengembangan pegawai, apakah fungsi tersebut sudah memenuhi kebutuhan dalam pengembangan pegawai terkait upaya untuk meningkatkan kapabilitas perusahaan. Dapat dijadikan pedoman dalam penelitian selanjutnya dan memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai human resources role. TINJAUAN TEORI Manajemen strategis melibatkan fungsifungsi yang ada di perusahaan, salah satunya adalah SDM. Disini dimaksudkan bahwa bagian SDM harus paham dan mengerti bagaimana proses perancangan
Journal of Business and Entrepreneurship
strategi dari “hulu” sampai “hilir” (Noe, Hollenback, Gerhart & Wright,2010). Banyak pandangan mengenai arti manajemen strategis SDM yang dikemukakan oleh banyak ahli seperti Noe (2010), Ulrich (1997), Dessler (2010) dan Harness (2009). Namun semuanya mengarah kepada pengertian yang sama satu dengan yang lain. Menurut Ulrich (1997) manajemen strategis SDM mensejajarkan antara SDM dan bisnis strategi serta berfokus kepada eksekusi strategi sebagai hasil akhir. Lebih lengkapnya dikatakan bahwa SDM profesional menjadi partner strategis pada saat mereka merubah strategi kepada aksi dan menciptakan praktek SDM yang sejajar dengan strategi bisnis (Ulrich, 1997). Pandangan lain mengatakan bahwa manajemen strategis SDM sebagai sebuah
pendekatan untuk menghubungkan praktek SDM untuk memperluas objektif perusahaan dan karakteristik pasar (Harness, 2009). Pendapat yang hampir sama dikemukakan Dessler (2010) manajemen strategis SDM didefinisikan sebagai formulasi dan eksekusi kebijakan serta praktek SDM yang menghasilkan kompetensi pegawai untuk digunakan oleh perusahaan dalam mencapai sasaran strategisnya. Dari pandangan diatas dapat dilihat bahwa bagian SDM terkait strategis berperan sejak formulasi sampai dengan eksekusi. Dalam formulasi strategi terkait SDM, ada 4 level integrasi yang mungkin terjadi antara fungsi SDM dan fungsi manajemen strategis yaitu (Noe, Hollenback, Gerhart & Wright,2010):
Gambar 1. Linkage of Strategic Planning and HRM (Noe, Hollenback, Gerhart & Wright,2010)
Untuk melihat secara jelas peran dari bagian sumberdaya manusia dimulai sejak perumusan, pemilihan sampai peng-
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
aplikasian strategi (Noe, Hollenback, Gerhart & Wright,2010), digambarkan melalui bagan berikut ini.
31
Journal of Business and Entrepreneurship
Gambar 2. Emergent strategies (Noe, Hollenback, Gerhart dan Wright ) Pandangan mengenai peran dari bagian sumberdaya manusia sebagai bagian dari gambaran besar perusahaan memiliki beberapa fungsi. Berbagai pandangan yang muncul seiring
perkembangan dari keilmuan ang ada. Dikutip dari Bhatnagar dimana pandangan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian seperti dalam tabel.
Tabel 3. HR Roles Matrix and overlap in research literature (Bhatnagar & Sharma, 2005) Authors
Administrative Role
Transformational Role
Welfare Role
Strategic Partner Role
Strategic HR Role
Legge (1995)
-
Deviant Innovator
-
Organizational Diagnostician
-
Tyson (1999)
Clerks of works
-
Contract manger
-
-
Torington (1979)
Analysts of benevolence
-
Human bureaucrat
-
-
Storey (1992)
Hand maiden
Adviser
Regulator
Change maker
-
Ulrich 1997
Administrative Expert
Change Agent
Employee Champion
Strateggic partner
Business partner role
Buyens and Vos (1999)
Boffin
Fireman
Butler
Dreamer
-
Kossek and Block (2000)
Transaction
Transition
Translation
Transformation
-
Jackson and Schuler (2000)
Monitoring
Change Facilitator
Enabler
Partnership
Strategic and innovation
32
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Menurut Schuler (1983) departemen sumberdaya manusia memiliki beberapa peran kunci di dalam organisasi antara lain: l
l
l
l
Enabler Role Peran bagian SDM disini mendukung line managers dalam mensukseskan program SDM di lapangan. Bagian SDM menyediakan manajer dengan informasi, informasi atau data yang diperlukan dan diminta untuk memperlancarkegiatan. Untuk memenuhi kewajiban ini bagian SDM harus mudah untuk diakses atau akan kehilangan kontak dengan kebutuhan manajer di lapangan. Monitoring Role Disini bagian SDM harus tetap mengambil peran dalam pengawasan program yang telah dibuat. Walaupun sudah didelegasikan kepada line managers terkait implementasi program. Hal ini bertujuan untuk mengawal konsistensi dan keadilan dalam tahap eksekusi di lapangan. Innovator Role Bagian SDM harus mampu melakukan pembaharuan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Menyediakan aplikasi yang terbaru dan mengembangkan serta mengeksplorasi pendekatan yang inovatif untuk mengatasi masalah sumberdaya manusia yang muncul. Adapter Role Mendorong serta membantu organisasi untuk berubah beradaptasi terhadap tekhnologi, struktur, proses, budaya dan prosedur untuk memenuhi permintaan dalam kompetisi. Bagian SDM harus mampu memfasilitasi perubahan organisasi untuk mempertahankan flexibilitas dan adaptabilitas.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Sedangkan manurut Storey (1999), bagian SDM memiliki 4 tipe utama, di mana setiap tipe memiliki pandangan dan reaksi yang berbeda dalam pengembangan manajemen SDM, antara lain : l l
l
l
Advisers ,bagian SDM berperan seperti konsultan internal. Handmaidens, bagian SDM menawarkan bantuan terhadap klien dalam hal ini line managers. Regulators, bagian SDM memformulasi, melaksanakan dan memonitor dari ‘peraturan’ pegawai. Changemakers, bagian SDM membantu pegawai dalam mencapai garis baru yang sesuai dengan garis yang dibuat oleh bisnis perusahaan.
Buyens & Vos (1999) memiliki pandangan lain mengenai peran dari bagian sumberdaya manusia. Dalam melihat peran dari bagian SDM dapat dibagi menjadi 4 peran yaitu (Bhatnagar & Sharma, 2005): l Boffin : value driven HRM l Fireman : HRM as intelligent box l Butler : executive HRM l Dreamer : Reactive HRM Merujuk pada beberapa teori tentang peran dari sumberdaya manusia, salah satu teori yang sering digunakan dan menjadi acuan dalam beberapa penelitian Bhatnagar (2005), Liebowitz (2010), Buyens & Vos (2001) adalah pandangan HR Role dari Dave Ulrich tahun 1997. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan lingkungan, peran dari bagian sumberdaya manusia juga mengalami perkembangan dan perubahan antara lain (Ulrich, 1997) : l Operasional ke strategis l Kualitatif ke kuantitatif l Pengawas ke partner l Jangka pendek ke jangka panjang 33
Journal of Business and Entrepreneurship
Administratif ke konsultatif Berorientasi fungsi ke berorientasi bisnis Fokus internal ke eksternal dan konsumen fokusReactive to proactive Fokus aktivitas dan fokus solusi
l l l l
Future/strategic process Management of Strategic HR
Management of transformation & change
Process
People
Management of Firm infrastructure
Dalam bukunya Human Resource Champions Ulrich menjelaskan bahwa peran HR harus sebagai business partner role = strategic partner + administrative expert + employee advocate + change agent (Ulrich, 1997). Peran ini memperluas cakupan dari fungsi sumberdaya manusia dalam perusahaan. Peran dari SDM adalah multifungsi termasuk menunjang kegiatan bagian lain.
Management of employee contribution
Day to day/operational focus
Gambar 3.HR Roles in Building a Competitive Orgnization (Ulrich, 1997 )
Tabel 2.Definition of HR Roles (Ulrich, 1997) Role/Cell
Deliverable/Outcome
Methaphor
Activity
Management of Strategic Human Resources
Eksekusi strategi
Partner strategis
Aligning HR and business strateggy : “Organizational diagnosis”
Ahli administratif
Reengineering Organization Processes: “Shared services”
Meningkatkan kapabilitas dan komitmen pegawai
Employee Champion
Listening and responding to Employees : “Providing resources to employees”
Menciptakan pembaharuan bagi organisasi
Agen perubahan
Managing transformation and change: “Ensuring capacity for change”
Management of Membangun infrastruktur Firm Infrastructure yang efektif
Management of Employee Contribution Management of Transformation and Change
l
34
Partner strategis Bagian SDM dapat dikatakan sebagai strategic partner pada saat berdasarkan bisnis strategi yang sudah dirumuskan bagian SDM menselaraskan strategi SDM dan mengerti “bahasa bisnis” perusahaan tidak hanya sekitar isu-isu
l
bagian SDM namun mencakup keseluruhan. Bagian SDM menterjemahkan strategi tersebut menjadi aksi (Ulrich, 1997). Ahli administratif Bagian SDM dikatakan sebagai administrative expert pada saat mereka
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
mampu mengubah cara pemyampaian pelayanan yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien (Ulrich, 1997). l
Employee Champion Pada saat bagian SDM melegitimasi tuntutan pada pegawai serta mampu membantu pegawai untuk memenuhi tuntutan melalui pembelajaran dan skala prioritas (Ulrich, 1997).
l
Agen perubahan Pada saat bagian SDM secara terinci dan sistematis menerapkan proses perubahan kepada proses dan inisiatif bisnis (Ulrich, 1997). Membantu organisasi untuk merespon kepada inisiatif untuk perubahan, proses perubahan dan perubahaan budaya (Ulrich, 1997).
Menjelaskan pengertian “People are our most important asset”, melalui employee value propositions menjelaskan bahwa pegawai akan mendapatkan dari perusahaan pada saat mereka memenuhi ekspektasi yang diharapkan (Ulrich, 2005). Bagian SDM yang profesional harus mampu membantu pengembangan pegawai dan menyediakan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengembangan pegawai adalah suatu yang vital, dalam mempertahankan dan mengembangkan kapabilitas baik pegawai sebagai individu maupun organisasi sebagai keseluruhan (Lee & Bruvold, 2003). Pengembangan kepada pegawai memunculkan pemahaman bagi pegawai bahwa organisasi peduli dan menghargai apa yang mereka lakukan (Lee & Bruvold, 2003). Pendapat lain mengenai pengembangan pegawai mengartikan bahwa pengembangan pegawai sebagai aktivitas individual ataupun organisasi melalui peningkatan pembelajaran, yang berkontribusi kepada tujuan baik personal ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
maupun organisasi (Flowers, Jones & Hogan, 2009). Schuler (1983) mengatakan bahwa dalam program pengembangan dan pelatihan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu on the job programs dan off the job training programs. Dalam on the job training program meliputi job instruction, apperenticeships, internships and assistanships, job rotation, multiple management dan supervisory assistance. Sedangkan off the job training program meliputi formal course, self training, simulation, assesment centre, role playing dan sensitivity training. Pandangan yang hampir sama terkait pengembangan pegawai oleh Noe (2008), bahwa ada 4 pendekatan dalam pengembangan pegawai yaitu pendidikan formal, penilaian, pengalaman kerja dan hubungan interpersonal. Program edukasi formal meliputi off site dan on site programs. METODOLOGI Penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian untuk diteliti sebagai berikut : H1 : Peran startegis dari bagian sumberdaya manusia sebagai partner strategis berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi manajer terkait investasi dalam pengembangan pegawai. H2 : Peran strategis dari bagian sumberdaya manusia sebagai ahli administratif berpengaruh signifikan terhadap persepsi manajer terkait investasi dalam pengembangan pegawai. H3 : Peran strategis dari bagian sumberdaya manusia sebagai employee champion berpengaruh signifikan terhadap persepsi manajer terkait investasi dalam pengembangan pegawai. 35
Journal of Business and Entrepreneurship
H4 : Peran strategis dari bagian sumberdaya manusia sebagai agen perubahan berpengaruh signifikan terhadap persepsi manajer terkait investasi dalam pengembangan pegawai. Gambar 3. Model Penelitian
Sumber: Diproses oleh Peneliti
Pada penelitian ini mengacu pada pengertian variabel dependent dan variabel independen diatas, maka variabel-variabel yang akan digunakan adalah Variabel dependen, peran strategis dari bagian sumberdaya manusia serta Variabel independen, persepsi investasi pengembangan pegawai. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi yang diasosiasikan dengan pendekatan kuantitatif. Strategi kuantitatif mengelaborasi model perhitungan terstruktur yang menggabungkan faktor penyebab dan identifikasi kekuatan dari variabel yang multiple (Rusdy,2010).
Gambar 4. Klasifikasi Rancangan Penelitian 36
Data primer dari penelitian ini didapatkan oleh peneliti dalam bentuk kuesioner yang diadopsi dari buku dan jurnal, yaitu : 1. Human Resources Role didalam buku Human Resource Champion karangan Dave Ulrich tahun 1997. 2. Creating value for employees: investment in employee development karangan Chau Hoon Lee dan Norman T Bruvold yang dipublikasikan oleh Int. J. Of Human Resource Management 14:6 September 2003 981-1000, Routledge tahun 2003.
Tabel 3. Contoh pertanyaan pada kuesioner Variabel
Pertanyaan
Strategic Partner
Bagian sumberdaya manusia memastikan bahwa strategi SDM sesuai dengan strategi bisnis perusahaan. Bagian sumberdaya manusia aktif berpartisipasi dalam perencanaan bisnis.
Administra- Bagian sumberdaya manusia berpartitive Expert sipasi dalam meningkatkan efisiensi operasi. Keefektifan bagian sumberdaya manusia diukur oleh kemampuannya untuk menjalankan proses SDM secara efisien. Employee Champion
Bagian sumberdaya manusia berpartisipasi dalam meningkatkan komitmen pegawai. Bagian sumberdaya manusia, mengembangkan proses dan program untuk mengurus kebutuhan personal pegawai.
Change Agent
Bagian sumberdaya manusia membantu organisasi beradaptasi untuk berubah. Bagian sumberdaya manusia menghabiskan waktu dalam pembaharuan organisasi, perubahan atau transformasi.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Employee Development
Organisasi saya menyediakan konseling karir dan bantuan bagi pegawai. Organisasi saya responsif terhadap permintaan pegawai mengenai perpindahan lateral.
Pada penelitian ini, peneliti merujuk populasi pada karyawan dari departemen non SDM dan dalam posisi manajer, untuk penelitian ini penyebaran kuesioner dilakukan di PT. X wilayah Jakarta, Palembang, Makassar, Semarang, Cikarang dan Surabaya dengan kategori sebagai berikut : l
Merupakan karyawan divisi atau departemen non-SDM, pemilihan departemen non-SDM untuk meningkatkan obyektifitas dalam penilaian mengenai kualitas bagian SDM PT.X.
l
Memiliki jabatan manajer, disesuaikan dengan pertanyaan dalam kuesioner dan disesuaikan dengan tujuan dari penelitian dan perusahaan.
l
Merupakan pegawai tetap perusahaan
Pada penelitian ini teknik pengambilan data non probabilitas yang digunakan adalah dengan purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh sample itu (Sumarsono, 2004). Menurut Maholtra (2007), purposive atau juga dikenal
judgemental sampling memilih elemen yang secara jelas dipilih berdasarkan penilaian dari peneliti. Hal ini menyesuaikan sample yang dipilih peneliti dengan tujuan serta relevansi dengan rancangan riset (Sumarsono, 2004). Dalam hal ini pemilihan manajer non SDM di PT.X sebagai responden. Roscoe (1975) mengatakan bahwa ada beberapa acuan terkait penentuan ukuran sample yaitu tidak lebih kecil dari 30, pada analisis regresi berganda sample paling tidak harus 10 kali atau lebih dari jumlah variabel (Sekaran, 2001). Pada penelitian ini terdapat 5 variabel. Maka berdasarkan acuan diatas maka minimal sample berjumlah 50. Peneliti dalam hal ini menyebarkan kuesioner sebanyak 97 buah kuesioner yang digunakan menggunakan memakai 5-point likert. Dari 97 kuesioner yang disebar kepada responden, jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 56 dengan rincian 53 dilanjutkan untuk diolah dan 3 dinyatakan error, tingkat pengembalian sebesar 58,76%. Untuk menguji instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data sudah baik, maka perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen tersebut. Analisis faktor digunakan untuk menguji validitas pada penelitian ini. Penetuan untuk valid atau tidaknya suatu kuesioner yang dibuat dapat dibuktikan melalui nilai loading factor yang lebih dari 0.5 (Ghozali, 2005).
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Variabel
Jumlah item sebelum Uji Validitas
Jumlah item setelah Uji Validitas
Cronbach’s Alfa
Percieved Investment In Employee Development
9
9
0.887
Strategic Partner
10
10
0.940
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
37
Journal of Business and Entrepreneurship
Administrative Expert
10
10
0.896
Employee Champion
10
10
0.904
Change Agent
10
9
0.890
Sumber: Data Primer
Analisis faktor ingin menemukan suatu cara meringkas (summarize) informasi yang ada dalam variabel asli (awal) menjadi satu set dimensi baru atau variate (Ghozali, 2005). Pada tahap pertama analisis faktor adalah uji asumsi, yaitu uji kecukupan sampling melalui Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Kaiser’s Measure of Sampling Adequacy (KMOMSA). Apabila nilai KMO dan KMOMSA lebih dari 0.5 menunjukkan sampling data telah tercukupi untuk analisis faktor. Tahap kedua adalah
pembentukan kelompok-kelompok faktor yang terdiri dari variabel-variabel yang memiliki korelasi tinggi. Pembentukan faktor ini berdasarkan nilai loading faktor. Faktor Loading adalah angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan kelompok faktor satu, faktor dua, atau kelompok faktor lainnya yang terbentuk. Untuk melakukan analisis faktor jumlah sample yang dianjurkan antara 50 – 100 sample atau rasio 1 : 10 ,setiap variabel harus memiliki 10 sample (Santoso, 2002).
Tabel 5.Hasil Loading factor Variabel
Indikator
Loading factor
Investment in Employee Development
Dev1 Dev2 Dev3 Dev4 Dev5 Dev6 Dev7 Dev8 Dev9
,784 ,777 ,720 ,809 ,696 ,614 ,603 ,735 ,784
Strategic1 Strategic2 Strategic3 Strategic4 Strategic5 Strategic6 Strategic7 Strategic8 Strategic9 Strategic10
,819 ,781 ,857 ,737 ,827 ,798 ,677 ,856 ,888 ,831
Strategic Partner
38
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Administrative Expert
Admin1 Admin2 Admin3 Admin4 Admin5 Admin6 Admin7 Admin8 Admin9 Admin10
,653 ,743 ,633 ,729 ,716 ,733 ,708 ,771 ,775 ,765
Employee Champion
Champion1 Champion2 Champion3 Champion4 Champion5 Champion6 Champion7 Champion8 Champion9 Champion10
,696 ,608 ,713 ,727 ,614 ,816 ,808 ,744 ,815 ,761
Change1 Change2 Change3 Change5 Change6 Change7 Change8 Change9 Change10
,744 ,725 ,706 ,721 ,708 ,742 ,748 ,819 ,691
Change Agent
Sumber : Data Primer
Reliabilitas mengacu pada suatu skala yang menghasilkan hasil yang konsisten jika dilakukan pengulangan pengukuran. Menurut Malhotra (2010), reliabilitas dicerminkan melalui nilai koefisien yang tinggi. Cronbach’s Alpha bervariasi dari 0
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
sampai 1. Jika nilainya > 0.5 mengidentifikasikan bahwa data tersebut memiliki reliabilitas internal yang konsisten. Semakin tinggi nilai koefisien tersebut, maka semakin reliabel data yang digunakan dalam penelitian.
39
Journal of Business and Entrepreneurship
Tabel 6. Hasil Cronbach’s Alfa
Dilihat dari distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, pria men-
dominasi dengan persentase sebanyak 67.9% yaitu sejumlah 36 orang dari total 53 orang responden. Sedangkan wanita sebesar 32.1% yaitu sejumlah 17 orang dari total 53 orang responden. Berdasarkan pada distribusi responden menurut usia terlihat bahwa responden yang berusia antara 26 – 30 tahun sebanyak 10 orang atau 18.9%. Sedangkan untuk responden berusia antara 31 – 35 tahun sebanyak 15 orang atau 28.3%. Responden pada usia 31 – 35 adalah respoden yang mendominasi sebanyak 15 orang dari total keseluruhan sebanyak 53 responden. Untuk responden yang berusia antara 36 – 40 tahun terdapat sebanyak 11 orang atau 20.8%. Kemudian untuk responden berusia 41 – 45 tahun sebanyak 10 orang atau sebesar 18.9%. Untuk responden berumur 46 – 50 sebanyak 4 orang atau 7.5%. Dan untuk responden berumur diatas 50 tahun sebanyak 3 orang atau 5.7%. Distribusi responden menurut latar belakang pendidikan, responden dengan pendidikan SMA atau sederajat berjumlah 4 orang atau sejumlah 7.5%. Sedangkan untuk responden dengan pendidikan D1 – D3 sebanyak 3 orang atau 5.7%. Responden dengan latar belakang pendidikan S1 sebanyak 37 orang atau 69.8%. Dan untuk responden dengan latar belakang pendidikan S2 sebanyak 8 orang atau 15.1%. Sedangkan untuk responden dengan latar belakang S3 sebanyak 1 orang atau 1.9%. berdasarkan waktu kerja responden dapat diketahui bahwa sebagian besar manajer PT.X telah bekerja selama rentang 2 – 11 tahun. Atau sebanyak 37 orang yaitu sekitar 69.8 %. Didasarkan pada hasil penelitian dalam hal ini responden, didominasi oleh karyawan pria dan pada divisi Marketing. Dalam melihat analisis deskriptif mengenai peran strategis bagian SDM terhadap Persepsi Investasi Pengembangan
40
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Variabel
Cronbach’s Alfa
PIED
0.887
Strategic Partner
0.940
Administrative Expert
0.896
Employee Champion
0.904
Change Agent
0.890
Sumber : Data Primer
Dalam menjawab rumusan masalah penelitian tentang pengaruh variabelvariabel bebas (strategic partner, administrative expert, employee champion, change agent) terhadap variabel terikat (employee development), digunakan teknik analisis regresi berganda. Model peramalan regresi yang baik harus minim dari kesalalahan peramalan. Maka dari itu untuk meminimkan kesalahan dalam peramalan sebelum melakukan regresi harus dilakukan beberapa uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, autokorelasi, homokedastisitas dan multikolineritas. Kemudian baru dilakukan teknik regresi berganda dengan persamaan (Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2011):
Keterangan: Y : PIED a : Konstanta X1 : Strategic Partner X2 : Administrative Expert X3 : Employee Champion X4 : Change Agent β1,2,3 4 : Koefisien regresi ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Journal of Business and Entrepreneurship
Pegawai dapat diketahui melalui kuesioner yang ada. Kuesioner yang digunakan memiliki 5 skala yaitu jawaban pada skala 1 untuk rendah, 2 untuk cukup rendah, 3 untuk sedang, 4 untuk cukup tinggi dan 5 untuk tinggi.
Regresi adalah sebuah model permalan, dan untuk mengurangi kesalahan seminimal mungkin dalam peramalan perlu dilakukan uji asumsi klasik antara lain uji normalitas, heteroskedatisitas, multi-kolinieritas dan autokorelasi (Santoso, 2011). Berdasarkan pada tabel hasil uji koefisiensi determinasi yang muncul dapat dilihat nilai R² (R square). Pada tabel terlihat bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0.534. Hal ini berarti 53.4% dari variabel persepsi investasi pengembangan pegawai dapat dijelaskan oleh keempat variabel independen yaitu partner strategis, ahli administratif, employee champion dan agen perubahan. Sedangkan sisanya sebesar (100%-53.4% = 46.6%) dijelaskan oleh variabelvariabel lain selain model penelitian yang ada.
Tabel 7. Hasil Kuesioner Variabel
Nilai Rata-Rata
Kategori
Strategic Partner
3.49
Sedang/Moderate
Administrative Expert
3.55
Sedang/Moderate
Employee Champion
3.34
Sedang/Moderate
Change Agent
3.46
Sedang/Moderate
Employee Development (PIED)
3.28
Sedang/Moderate
Tabel 8. Hasil Regresi Model Summary
Merujuk pada nilai signifikansi maka untuk menentukan hipotesis diterima atau ditolak adalah: Tabel 9. Hasil Hipotesis Independent Variabel
Dependen Variabel
Hipotesis
Strategic Partner
PIED
H1
Memiliki pengaruh yang signifikan
Administrative Expert
PIED
H2
Tidak memiliki pengaruh yang signifikan
Employee Champion
PIED
H3
Tidak memiliki pengaruh yang signifikan
Change Agent
PIED
H4
Tidak memiliki pengaruh yang signifikan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Keterangan
41
Journal of Business and Entrepreneurship
Pembahasan Berdasarkan hasil yang dikumpulkan dari para manajer dapat dijelaskan bahwa sampai saat ini kualitas dari bagian sumberdaya manusia PT.X cukup baik. Ini terlihat dari penilaian gabungan antara peran-peran dari bagian SDM yang bernilai 3.46 atau jika dilihat rata-rata total 138.4 poin. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas bagian SDM PT.X sebagai bisnis partner cukup baik (Moderate) di mana dengan indikasi bahwa total dibawah 90 mengindikasikan kualitas rendah dan total diatas 160 mengindikasikan kualitas tinggi (Ulrich, 1997). Berdasarkan peran dari bagian sumberdaya manusia yang ada meliputi strategic partner, administrative expert, employee champion dan change agent terdapat 2 peran yang memiliki nilai mean paling tinggi. Peran sebagai ahli administratif dan partner strategis paling tinggi dengan nilai rata-rata 3.55 dan 3.49. Mengacu kepada arti dari administrative expert di mana sebagai ahli administratif bagian sumberdaya manusia harus mampu menciptakan efisiensi infrastruktur baik bagi proses SDM maupun bisnis keseluruhan (Ulrich, 1997). Disini bagian SDM mengurusi kepada administrasi day to day operations. Hasil dari penilaian ini menunjukkan bahwa PT.X berhasil melakukan perubahan sesuai dengan langkah yang diambil bagian SDM di mana lebih memfokuskan ke level strategis tanpa meninggalkan operasional (day to day) ini terlihat dari selisih mean yang sedikit antara kedua peran. Sebelumnya bagian SDM PT.X lebih mengarah kepada operasional (day to day). Perubahan kearah strategis dapat dilihat melalui upaya dari PT.X dalam hal ini bagian SDM yang melakukan perubahan struktur departemen SDM. Di mana sejak awal tahun 2012
didasarkan pada kebutuhan akan perkembangan ke depannya. Bagian SDM PT.X melakukan perubahan dalam unitunit dan peran didalam departemen. Sebelum 2012 gambaran besar dari departemen SDM PT.X dibagi menjadi 3 besar yaitu training, organization development dan operations. Namun ketiga bagian besar ini masih mengurusi tugas dari bagian perencanaan hingga pelaksanaan di lapangannya. Dan dapat dikatakan lebih condong kearah pelaksanaan dilapangan sehingga perencanaan agak kurang. Untuk itu maka sejak awal tahun 2012 struktur departemen SDM PT.X mengalami perubahan untuk lebih meningkatkan fungsi strategis namun tanpa melupakan fungsi operasional. Disini perubahan dilakukan di mana bagian Organization Development ditarik lebih keatas ke leher organisasi dibawah manajer SDM. Di mana diharapkan bagian ini berperan seperti konsultan dan menjadi strategic thinking dari bagian SDM. Sedangkan bagian training diubah menjadi People Development di mana fokus bagian ini lebih kepada pemenuhan needs for training dari pegawai sesuai bidang dan posisi. Berfokus pada implementasi pelatihan yang berguna bgi peningkatan kompetensi pegawai. Dan bagian Operations mengalami perubahan menjadi Human Resource Management yang berfungsi menjadi assessment centre, resource centre dan mengurusi pegawai dari mulai awal masuk hingga keluar perusahaan. Disini dapat dilihat bahwa transisi bagian SDM PT.X mengarahkan agar tidak terlalu fokus kepada operational think namun juga harus mengembangkan bagian perencanaan. Dengan dibaginya menjadi unit yang menangani tentang perencanaan dan unit yang menangani implementasi sehingga tidak lagi terjadi
42
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
percampuran antara perencanaan dan implementasi yang akhirnya malah menyebabkan inefisiensi. Persepsi pegawai mengenai investasi pengembangan pegawai di PT.X mengindikasikan bahwa pegawai cukup puas dengan pengembangan yang diberikan hal ini terlihat dari nilai rata-rata 3.28. Mengacu pada arti operasional bahwa investasi pengembangan pegawai berarti melengkapi pegawai dengan pengetahuan dan kemampuan baru, yang dapat digunakan karyawan untuk mengantisipasi serta siap sedia dalam memenuhi tuntutan pekerjaan baru (Chay dan Norman, 2003). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Didapatkan hasil bahwa terdapat satu variabel yang berdampak signifikan dan tiga variabel yang berdampak tidak signifikan terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Variabel peran SDM sebagai partner strategis berpengaruh signifikan terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Sedangkan tiga variabel lainnya yaitu ahli administratif, employee champion dan agen perubahan tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Peran dari bagian sumberdaya manusia sebagai partner strategis memiliki pengaruh yang signifikan dan satu-satunya terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Hal ini terlihat dari nilai Sig. yang berada < 0.05 yaitu sebesar 0.035. Persepsi pengembangan pegawai yang tinggi dapat dijelaskan oleh peran bagian SDM PT.X sebagai partner strategis yang meningkat sehingga mampu membuat programprogram pengembangan yang sesuai dengan strategi bisnis perusahaan. Selain itu peran bagian SDM sebagai partner strategis disini berarti bahwa bagian SDM ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
mengerti “bahasa bisnis” perusahaan tidak hanya berada di sekitar isu-isu bagian SDM saja. Bagian SDM PT.X dianggap sudah cukup baik dalam memberikan value terhadap apa yang diharapkan oleh bagianbagian lain diluar bagian SDM dan perusahaan secara umum. Bagian SDM PT.X dianggap mampu menjadi partner yang memberikan solusi ke depan tidak hanya menjadi partner yang bersifat reaktif saja. Sebagai partner strategis bagian sumberdaya manusia memiliki tugas utama untuk meningkatkan kapabilitas dari perusahaan. Peningkatan kapabilitas perusahaan hanya dapat dimungkinkan melalui peningkatan kapabilitas individu terlebih dahulu. Sebagai partner strategis bagian SDM disini harus mampu meningkatkan kapabilitas individu dikaitkan dengan program-program pengembangan yang dirancang sesuai kebutuhan. Berdasarkan hasil yang ada bahwa peran sebagai partner strategis bagian SDM PT.X telah dijalankan dan terlihat dari pengaruhnya terhadap kepuasan dari para manajer terhadap pengembangan yang diberikan. Kemampuan bagian SDM PT.X dalam menterjemahkan strategi bisnis dan diselaraskan dengan strategi bagian SDM hingga menjadi program-program yang riil akan sangat berdampak signifikan terhadap persepsi manajer terkait investasi pengembangan yang diberikan. Persepsi manajer mengenai pengembangan yang diberikan akan terbangun dengan baik karena peran sebagai partner strategis menjadikan bagian SDM PT.X sebagai value added partners bagi para manajer. Hal ini terlihat pada saat pernyataan tentang bagian SDM PT.X sebagai partner strategis ditanyakan, manajer melihatnya pertama melalui program-program pengembangan yang diberikan. Bagian SDM menjadi bagian integral dari 43
Journal of Business and Entrepreneurship
pembuatan sampai pengimplementasian strategi. Keikutsertaan bagian SDM dalam perancangan strategi akan membantu dalam mendiagnosa organisasi. Semakin tinggi penilaian yang diberikan kepada bagian SDM sebagai partner strategis berpengaruh juga kepada semakin tingginya persepsi pegawai tentang pengembangan yang diberikan. Dan tingginya persepsi pegawai dalam hal ini manajer PT.X terhadap pengembangan yang diberikan berdampak salah satunya pada rendahnya turnover manajer PT.X. Berdasarkan pada data yang ada diketahui bahwa pada tahun 2011 sampai awal Agustus 2012 jumlah turnover manajer PT.X sebanyak total 17 orang. Berdasarkan data diatas jumlah turnover manajer di PT.X kurang dari 10% dari total manajer. Kemudian tiga variabel lain yaitu ahli administratif, employee champion, dan agen perubahan tidak berdampak signifikan terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Untuk nilai peran SDM PT.X sebagai employee champion dengan rata-rata berkategori sedang (moderate) yaitu 3.34. Walaupun peran ini tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Sedangkan untuk peran bagian sumberdaya manusia sebagai agen perubahan tidak memiliki pengaruh signifikan dengan persepsi investasi pengembangan pegawai. Namun untuk besarannya sendiri, peran ini termasuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 3.46.
adalah peran sebagai ahli administratif. Persepsi manajer mengenai pengembangan yang diberikan oleh PT.X dapat dikatakan cukup memuaskan. Sedangkan secara keseluruhan bagian sumberdaya manusia PT.X dinilai sebagai business partner memiliki kualitas yang cukup baik. Menjadi business partner disini maksudnya bagian SDM PT.X memiliki kompetensi untuk mendiagnosa organisasi, melakukan proses reenginering, mendengar serta merespon pegawai dan melakukan transformasi budaya. Dan dari penelitian yang ada didapatkan bahwa peran bagian SDM sebagai partner strategis berpengaruh signifikan terhadap persepsi investasi pengembangan pegawai. Saran Sesuai hasil uraian sebelumnya maka dapat disusun saran-saran sebagai berikut: 1.
Untuk menjadi modern human resource role, maka bagian SDM PT.X harus memfokuskan peningkatan peran sebagai partner strategis terlebih dahulu untuk menjadi peran yang paling menonjol dan berkategori tinggi. Di mana peran inilah yang berdampak terhadap signifikan terhadap pengembangan pegawai. Untuk meningkatkan peran tersebut dapat dilakukan beberapa hal seperti menghindari perencanaan strategi terhenti hanya di level atas, balance scorecard, menyesuaikan HR plans dan Business Plan serta memetakan kompetensi dan kapabilitas perusahaan (Ulrich, 1997).
2.
Salah satu faktor utama untuk menjadi partner strategis adalah pengikutsertaan bagian SDM dalam proses perencanaan strategi di top
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada PT.X peran bagian sumberdaya manusia yang paling menonjol 44
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
level. Sehingga hal ini akan membantu bagaimana isu-isu mengenai organisasi yang bisa dibawa ke dalam perumusan strategi perusahaan. Bagian SDM tidak hanya menerima program business plans yang sudah jadi, dan menyesuaikan dengan program SDM. Namun bagian SDM ikut serta dalam perumusan business plans di bagian top level hal tersebut dari awal perencanaan sampai pengaplikasiannya. Dapat menjadi masukan kepada perusahaan untuk mengadakan posisi HR Director yang sejajar dengan jabatan direktur. Hal ini terkait dengan kewenangan yang akan membantu bagian SDM dalam interaksi dan komunikasi dengan bagian-bagian lain. 3.
4.
Peningkatan peran sebagai partner strategis juga bisa dilakukan di mana bagian SDM pada awal tahun dapat memaparkan kepada pegawai kira-kira program-program apa saja yang direncanakan akan dibuat oleh bagian SDM disesuaikan strategi bisnis. Melalui tahap awal ini juga membantu pekerja untuk mengetahui dan jika mungkin memilih kira-kira program apa yang berguna bagi mereka ke depannya. Lalu diakhir tahun bagian SDM bisa merangkum dan menjelaskan program apa saja yang telah dilakukan selama 1 tahun sehingga pegawai bisa membandingkan dari awal yang direncanakan dan pada implementasi program apakah sesuai dengan strategi bisnis. Pertimbangan untuk menggunakan tenaga ahli konsultan SDM dari eksternal perusahaan. Hal ini untuk membantu melakukan intervensi dan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
masukan terutama terkait budaya. Melalui pandangan dari pihak luar akan memberi masukan baru kepada bagian SDM hal apa saja yang dapat menjadi perhatian dan pembaharuan terhadap budaya organisasi dan change. 5.
Peningkatan pelatihan terutama untuk bagian menengah keatas ,level manajer. Dan dari individual development plan dapat menjadi masukan bagi bagian SDM PT.X dalam mengadakan program pengembangan dan pelatihan. Selain itu juga terutama pengembangan untuk level manajer keatas harus disertai dengan komitmen dari manajemen salah satunya terkait biaya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi jabatan maka pelatihan atau pengembangan yang diberikan lebih spesifik per individu. Salah satunya yang mungkin menjadi pertimbangan adalah pengembangan terkait melanjutkan pendidikan di mana ini memerlukan biaya dan komitmen dari manajemen untuk menjalankan program tersebut.
6.
Pengembangan jaringan, di mana pengaksesan data terutama untuk level manajer keatas bersifat open. Tidak harus selalu melalui komputer kantor ,namun juga dapat melalui komputer pribadi. Untuk data yang bersifat rahasia bisa dibatasi atau harus meminta ijin terlebih dahulu dalam pengaksesannya. Sehingga memudahkan pegawai dilapangan dalam operasionalnya tidak harus selalu ke kantor untuk mengakses data.
7.
Pelayanan dalam hal informasi tentang program SDM. Diharapkan adanya 45
Journal of Business and Entrepreneurship
sosialisasi terlebih dahulu secara umum tentang program baru yang akan dilaksanakan terhadap semua bagian SDM. Sehingga bila ada pegawai yang bertanya tentang program tersebut ke pegawai bagian SDM ,semuanya dapat menjelaskan secara garis besar. Dan baru menghubungkan kepada pegawai yang terkait jika ingin mengetahui lebih dalam. Jadi tidak membingungkan pegawai harus menghubungi siapa di bagian SDM yang terkait untuk mendapatkan informasi. Dan juga lebih menekankan fungsi dari human resource business partner di cabang untuk membantu sosialisasi program dan memberi informasi bagi pegawai. Jika dari hrbp dirasa kurang barulah kemudian dihubungkan kepada bagian SDM kantor pusat. 8.
9.
46
Program konseling yang didukung dengan penyediaan sumberdaya manusia khusus yang menangani bagian konseling pegawai. Hal ini untuk menjadi penyaluran voice pegawai dan untuk menurunkan tingkat stress dari pegawai dalam menghadapi masalah terkait pekerjaan ataupun pribadi. Atau dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan untuk teknik konseling bagi bagian human resource business partner dicabang. Hal ini dapat membantu bagaimana pegawai dapat melakukan konseling terutama bagi hal yang berhubungan dengan karir mereka. Peningkatan profesionalitas dalam pekerjaan tanpa mengesampingkan nilai kekeluargaan. Peningkatan performa dengan penilaian yang lebih objektif. Karena untuk beberapa hal dilihat dari data lama bekerja
responden antara 2 – 11 tahun sehingga kadang profesionalitas menjadi kabur. Untuk itu penilaian lebih objektif bisa mencoba menerapkan assesment dengan sistem 360p . Sistem penilaian ini yang didasarkan dari atasan, bawahan dan peers akan lebih membantu mengurangi subjekifitas ,lebih profesional dan menghindari faktor like or dislike.
DAFTAR PUSTAKA Bhatnagar, J.,& Sharma, S. (2005); The Indian Perspective of Strategic HR Roles and Organizational Learning Capabilitiy; International Joirnal of Human Resource Management, 16, 1711 – 1739. Dessler, G. (2010); Human Resource Management; Pearson Flowers, W.M.S., Jones, E., Hogan, R.L. (2009); Employee Development Approach for Generation Yers: A conceptual Frameworks; Paper. Ghozali, I. (2005); Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS; Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Harness, T. (2009); Research Methods for the Empirical Study of strategic Human Resource Management; Qualitative Market Research: An International Journal, 12, 321 – 336. Lee, C.H., & Bruvold, N.T. (2003); Creating Values for Employees: Investment in Employee development; Int. J. Human Resource Management, 14, 981 – 1000. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Liebowitz, J., (2010); The Role of HR in Achieving a Sustainability Culture; Journal of Sustainable Development Vol.3 No.4. Canadian Centre of Science and Education
Santoso, S. (2011); Mastering SPSS Versi 19; Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Maholtra, N.K. (2007); Marketing Research, An Applied Orientation; (5th ed.); New Jersey: Pearson Education, Inc.
Storey, J. (1992); Development In The Management Of Human Resources; UK : Blackwell Publisher.
Noe, R.A., Hollenback, J.A., Gerhart, B.,& Wright, P.M. (2008); Human Resource Management – Gaining A Competitive Advantage (6th ed.); New York : McGraw Hill.
Sumarsono, S. (2004); Metode Riset Sumber Daya Manusia; Yogyakarta: Graha Ilmu
Rusdy, V. (2010); Pemasaran Internal Sebagai Pendorong Pencapaian Keunggulan Bersaing Berkesinambungan Perusahaan; Jakarta: MM-FEUI. Saksono, H. (2012); Pangsa Pasar Produsen Farmasi Lokal Diproyeksikan 77%; http:// www.indonesiafinancetoday.com/ read/26387/Pangsa-PasarProdusen-Farmasi-LokalDiproyeksikan-77 . Diakses pada 28 Agustus 2012. Santoso, S. (2000); Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik; Jakarta : PT . Elex Media Komputindo.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Sekaran, U. (2001); Research Methods for Business; New York : John Wiley & Sons, Inc.
Ulrich, D. (1997); Human Resource Champions - The Next Agenda for Adding Value and Delivering results; Boston, MA : Harvard Business School Press. Ulrich, D.,& Brockbank, W. (2005); The HR value proposition; Harvard Business School. UGM. Administrator. (2012); Industri Farmasi Indonesia Masih Tertinggal; http:// farmasi.ugm.ac.id/berita-148industri-farmasi-indonesia-masihtertinggal-.html . Diakses pada 28 Agustus 2012.
47
Journal of Business and Entrepreneurship
Capital Structure and Institutional Characteristics: Comparison between Asian Countries Andhyka Prasetya Tangkudung Master of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia
Ancella Anitawati Hermawan Master of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia
The purpose of this research is to examine whether there are differences in firm characteristics influence : the level of benefits, age and size of the company, GDP growth and interest rates on the capital structure of companies in developed and developing countries in Asia. This study draws on research Vasiliou et al (2009), and Huat (2008). Capital structure of the company here is measured by using the ratio of debt-to-equity firms (ROA). Hypothesis testing is done by using multiple regression models, with a sample of 1,365 observations which is from 8 countries companies listed on the stock exchange of each country, during the period of 2009-2011 in the Asia region. The eight countries classified as developed countries and developing countries based on the order of magnitude of the GDP in each country. From this research, the result that the variable levels of profitability and firm age is negatively related to capital structure, while the size of the company and the interest rate has a positive relationship with capital structure. The results of this study provide empirical evidence that there is almost no difference occurs between the factors that affect the capital structure of the developed and developing countries in Asia. This finding supports research Vasiliou et al (2009) who obtained the same results but with the object of research using the countries in the European region. Keywords : Capital Structure, Profitability, Firm Age, Firm Size, Interest
Capital Structure and Institutional Characteristics: Comparison between Asian Countries BACKGROUND One of the decisions faced by financial managers associated with the continuity of the company’s operating and financial decision-making is a capital structure that is a financial decision relating to the composition of debt and preferred
shares of common stock to be used by the company, in which the manager must be able to collect the funds coming from the company and outside the company efficiently, in terms of funding decisions is a financial decision that can minimize capital costs of the company.
48
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
There are many factors that can affect the composition of the capital structure, even in every country there are specific factors alone can affect the capital structure. The level of corporate profits is one of the factors that negatively affect the capital structure (Huat, 2008) the same thing also obtained from the research conducted by De Jong et al. (2008) related to the pecking order theory, which in theory firms first use internal funds typically use retained earnings. If internal funds are not sufficient, then the company issuing the stock of debt before issuing bonds because the cost is relatively cheaper. Westhead (2003) said that based on the stage model, firms with age much longer will adopt a more professional management style and the use of complex control systems. Furthermore, the trade-off theory says that there is a positive relationship between firm size and the amount of debt, it is supported by the assumption that the larger the company, the lower the risk of bankruptcy and bankruptcy costs are relatively lower. A significant positive correlation between the growth of the company’s sales to the company’s capital structure (Phitaloka, 2009) is also one of the factors that affect the composition of the capital structure of the company. In addition to these factors there are several macroeconomic factors that may affect the composition of the capital structure of a company, such as GDP growth, which has a negative effect on the capital structure represent the company through corporate leverage levels as expressed by De Jong et al . (2008). Meanwhile, according to Hui (2006) states that the interest rate is a key variable in determining the optimal capital structure and maturity of the loan. The same thing also expressed by Babbel (2007) in which the interest rate will initially moves against ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
the equity value, then be directly proportional to the interest rate. Based on a previous study conducted among others by Vasiliou et al. (2009) stated that in general the results obtained in this study are relatively similar to the research that has been done in other countries, although there are specific differences in the institutional regulations applicable in each country, but the differences do not seem to affect the characteristics of the institutional management thinking Eurozone finance when they decide the company’s capital structure. On the basis of this study, this study will use a sample of firms in the region are already listed on the stock exchange in their respective countries. In this study will be a comparison between the countries in Asia that are classified into groups of developed and developing countries. The sample state that will be used among other countries China, Japan, India and South Korea represent the developed countries, the sample selection for the classification of countries is done randomly with the criteria of having the 115 ranking GDP in the year 2011. As for the representatives of developing countries to use the samples from Indonesia, Thailand, Malaysia and the Philippines, the sample selection was based on several factors. First, the four countries are countries with emerging markets in which the literature on the determinants that affect capital structure is limited. Second, the four countries affected by the Asian financial crisis that strikes in 1997 (Huat, 2008). LITERATURE REVIEW Capital is one of the important elements in the company, which is a source of capital funding for the enterprise carries on business in order to seek maximum 49
Journal of Business and Entrepreneurship
profit with minimum capital in accordance with economic principles. The company’s capital can be separated into 2 parts according to the source the capital from owners equity and debt, the separation of these sources of capital which later became known as the capital structure. Optimal capital structure can be said if the company has contributed the maximum to shareholders, this would be achieved if the value of the firm in accordance with the maximum primary goal of corporate finance by Demodaran (2006). Modigliani and Miller concluded that the value of the company is not affected by the selection of capital structure. In the analysis of capital structure by Modigliani and Miller (1958), they use some of the assumptions that market conditions have been perfect where it is assumed the market is perfectly competitive markets, companies and investors earn the same interest rate, no bankruptcy costs, firms have the same class of business risk, corporate taxes are the sole burden of the government, a perpetual cash flow, lack of information asymmetry, managers always aim to increase shareholder wealth. In analyzing capital needs of the company may decide to use internal or external funding, internal funding sources in the form of equity can be defined as property rights and property of the company in the form of unlimited money to a company to the owners of capital to an unlimited period of time can derived from profit / earnings last year were stored in Retained Earnings. There are several sources of internal funding, according Demodaran (2006), among others: owner’s quity, venture capital and warrants,. While the company’s external funding is a loan given by the lender or investor by paying a certain obligation in accordance with the
applicable rate. In external financing company can use the funds obtained from creditors or investors, whereby each source of funding has the characteristics of funding each, Demodaran (2006) further describes the types of financial instruments consisting of a loan from the bank (bank loan) and issuing debt securities/bonds.
50
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Internal Factors Affecting the Company’s Corporate Capital Structure There are many factors that can affect the composition of the capital structure of the company, Vasiliou (2008) conducted a study of the influence of the capital structure and the characteristics of the institution by making comparisons between countries in the countries of Europe and America and Greece as the country makes the comparison. This study concludes that the general characteristics of the institutional differences had little influence on the thinking of financial managers in determining the capital structure of the company, in their research using tax benefits-financial distress tradeoff theory, Asymetric information, agency costs, product market and industry factors as determinant influence tested in the company’s capital structure. Another study conducted by Huat (2008) explains that the company’s profitability and growth rate had a significantly negative relationship to leverage companies across the country that were sampled in the study. Deesomak (2004) in his research on the determinants of capital structure are made to countries in the Asia Pacific region produces some of the conclusions are: first, the positive effect of firm size and the negative impact of growth, nondebt tax shield, liquidity and share price performance to leverage support theories of capital structure exists. Second, the level
Journal of Business and Entrepreneurship
In the pecking-order theory, firms will use internal funds first source (retained earnings) before using the external funding that debt by issuing bonds or even sell their shares. Bonds will be a priority given the company arising from the publication costs are relatively cheaper than the issuance of shares. Myers and Majluf (1984) explains that companies are choosing internal funding will adapt the target dividend payout ratio (the ratio of dividends to net income) they are the investment opportunities that they have, then choose the debt, and the last published equity. This is supported by studies Ozkan (2001) and Gucharan (2010) who found that profitability has a negative effect on leverage although only significantly so for some countries such as Indonesia, the Philippines and Thailand. These findings indicate that the level of corporate profits is higher then the company will reduce the use of debt in financing their investments. This indicates that the pecking order theory of capital structure applies here when the company will use internal cash resources and debt and then use its own capital in the fund company.
result of research conducted by Ariff et al. (2007). Owned by the company’s reputation is closely related to confidence (trust) to be built in order to interact with outsiders, the company can use to obtain capital funds coming from outside the Bank, which in cooperation with the party holding the reputation of the company is very important role in the success of the collaboration. According to Wu (2006) is generally a long-standing company are in the adult stage in the product cycle, whereas the newly established companies generally have substantial capital requirements as it is in the growth stage, the need for capital will be negatively associated with the passing of time since when the company has entered the mature stage firms generally will have a capital requirement that is not much when it is at an earlier stage. Paffermayr (2008) in his study mentioned that the company has an older age has a debt ratio tends to be lower than the company that was newly established, further said that there is a positive correlation between the taxation of a company with firm age in which the impact of taxation on the the company continues to increase with increasing age of the company. Nivorozhkin (2005) and Sharif (2012) in his study said that large companies that have been operating for many years will be more stable and does not require debt to augment working capital, while smaller companies are not long in running its operations will require more debt for capital needs.
Firm Age
Firm Size
The company has long standing good corporate governance will apply a good reputation due to issues that are owned and will be built by the company this is the
A few studies that have been done previously discovered some facts about the effect of the size of the company with the capital structure, Fama and French (1998)
of interest of the capital structure varies in each country in the region. Third, the financial crisis in 1997 is believed to have changed the role of these two factors both corporate factors and the factors that affect the capital structure. Profitability
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
51
Journal of Business and Entrepreneurship
says that the growing market share of smaller tend to produce higher returns than stocks of larger, so the size of the company be negatively related to the cost of capital. De Jong et al. (2008) found significant positive effect between firm size with the capital structure of a firm and consistent with conventional theories of capital structure in general, although the results of these studies also found a ketidaksignifikansian and inconsistencies between the effect of firm size and capital structure, but it occurs only in a few countries so that the research findings can generally be ignored.
Growth Sales growth rate of a company be one consideration in capital structure policy. According to Brigham and Houston (2001) companies with a relatively stable level of sales may be safer to get more credit and bear the burden remains higher than the company whose sales are not stable. So the company with high sales growth rates will be easier to obtain debt. Soebiantoro and Sujoko (2007) in his study also said that the positive correlation between the growth of the debt based on the fact the high-growth companies, the higher the firm’s capital structure in the form of long-term debt. Other studies say that the higher the market growth opportunities (Phitaloka, 2009). In research and Saifudin Fury (2012) for manufacturing companies, found that sales growth has no significant effect in influencing the capital structure of the company. These findings support the results of preceding studies that say high sales will boost the company (Rakhmawati, 2008). 52
Interest Rates Ju (2006) in his study states that the interest rate is a key variable in determining the optimal capital structure and maturity of the loan. In addition, interest rate volatility and the relationship between the interest rate and the asset value of the company plays an important role in determining the maturity of debt. The same thing also expressed by staking trial (2007) in their study, they found that the traditional theory of capital structure including the trade-off between tax benefits and the possibility of increased costs of financial distress associated with leverage, and the trade-off between protecting the franchise value with increasing the value of the company through which the interest rate will initially be contrary to equity, which then directly proportional to the interest rate. Subsequent research conducted by Dincergok and Yalciner (2011) using data from manufacturing firms in the country of Turkey, Brazil, Argentina and Indonesia during the period 2000-2007 resulting in the finding that interest rates have a negative effect on total debt ratio. Using the results of this study will be the basis for proving that interest rates will negatively affect the capital structure in the Asia region. GDP Growth GDP Growth is an important variable in macroeconomics where GDP growth has a negative relationship to total debt ratio and short-term debt ratio, but positively related to long-term debt ratio. This indicates that higher economic growth encourages companies to use long-term debt and reduce short-term debt (Gajurel, 2006), this study supports the hypothesis ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
of Myer’s (1977) study Huat (2008) which says that companies with growth that tend not to maximize the use of debt (debt) Further Gajurel (2006) adds that the GDP growth rate has a negative impact on leverage are judged by the high correlation between company growth and GDP growth rate.
So in other words between firm age to be negatively related to capital requirements, therefore the authors include variable life company as one determinant of which will be tested in this study as the second hypothesis is: H2:
Age of firm negatively affect the Debt to Asset Ratio (DAR).
Hypothesis Development The main objective of this study was to determine whether the characteristics of the company have a significant effect on the company’s capital structure, the pecking-order theory explained that the trend of companies will use internal cash resources first before deciding to use external sources of funding. In a study conducted by Myers (1984) found that debt has a negative relationship with profitability, the study was supported by research conducted by Ozkan (2001) who say the same thing, these relationships will have an impact on the capital structure of the company which is the main research object to study this. So in the end the writer wants to know the magnitude of the effect on the capital structure of companies in the countries in Asia that produces the first hypothesis is: H1:
The level of corporate profits negatively affect the Debt to Asset Ratio (DAR).
Using research results Chio et al. (2006) said that with the company as it ages the need for capital would likely not as much as in the previous stage, this is possible because the old company assumed already in the mature stage (mature) while the newly established company will need more capital larger to meet the demand, in order to run their business is new and growing. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
In the trade-off theory says that there is a positive relationship between firm size and the amount of debt, it is supported by the assumption that the larger the company, the lower the risk of bankruptcy and bankruptcy costs are relatively lower. The theory is supported by many studies that there is, among others, by De Jong et al. (2008) who found significant effects between firm size (firm size) with the capital structure of a firm and consistent with conventional theories of capital structure in general, although the results of these studies also found a ketidaksignifikansian and inconsistencies between the effect of firm size and capital structure in some countries. By using the theory and the results of that study, the authors will try to establish a positive relationship with successful data obtained by third hypothesis as follows: H3:
Firm size positive effect on the Debt to Asset Ratio (DAR).
From various studies that have been done before, one of them conducted by Soebiantoro and Sujoko (2007) says that a positive correlation between the growth of the debt based on the fact the high-growth companies, the higher the firm’s capital structure in the form of long-term debt. The company’s growth can occur because companies do business the greater at each period, the higher the market growth 53
Journal of Business and Entrepreneurship
companies greater business opportunities that will have implications on the stability of sales growth. When companies lack the funds to finance its operations, the company can safely use debt as a stable sales the company will be able to pay the fixed costs arising from the debt. A positive relationship between the growth of the company with the company’s capital structure is revealed in a study conducted by Phitaloka (2009), while the fourth hypothesis of this research are: H4:
The growth rate of the company have a positive effect to the Debt to Asset Ratio (DAR).
Interest rates is a key variable in determining the optimal capital structure and maturity of the loan. In addition, interest rate volatility and the relationship between the interest rate and the asset value of the company plays an important role in determining the maturity of debt. When the interest rate is constant, the interest rate affect both the optimal leverage ratio (Nengjliu & Hui, 2006). Subsequent research conducted by staking (2007) found that traditional theories of capital structure including the trade-off between tax benefits and the possibility of increased costs of financial distress associated with leverage, and the trade-off between protecting the franchise value by increasing corporate value through interest rate , conclude that there is a positive relationship between the interest rate the capital structure. Thus, one hypothesis can be taken on the basis of this research will be the fifth hypothesis is:
related to total debt ratio and short-term debt ratio but positively associated with long-term debt ratio. Research conducted by Gajurel (2006) suggests that higher economic growth encourages companies to use long-term debt and reduce short-term debt, which supports the hypothesis of Myer’s (1977). Huat (2008) in his study says that companies with large growth tend not to maximize the use of debt (debt) while research by Gajurel (2006) adds that the GDP growth rate has a negative impact on leverage are judged by the high correlation between the growth of the company and the level of GDP growth. Furthermore, De Jong et al. (2008) analyzed the direct impact of countryspecific factors on leverage, the evidence obtained indicates that the GDP growth rate has a significant impact on the capital structure of the company. (De Jong et al. 2008). These findings are sufficient to make this variable as one of the determining factors that will affect the capital structure but must be tested in a sixth hypothesis : H6:
GDP Growth has a negative influence on the Debt to Asset Ratio (DAR).
METHODOLOGY
One of the important macroeconomic variables are GDP growth negatively
This study use the variables that have been demonstrated in previous studies would affect the company’s capital structure by using one of the multiple regression statistical tools (multiple regression). The model of this research is the development of models of previous studies that have been done by Vasiliou (2008), Huat (2008), De Jong et al. (2008) but there are some differences with the previous studies of the research object using countries in Asia and the independent
54
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
H5:
Interest rates positive effect on the Debt to Asset Ratio (DAR).
Journal of Business and Entrepreneurship
variables to be tested by combining variables from multiple studies at once. Using the results of studies that have been done then that will be the dependent variable in the research model is the variable cost of debt-to-asset ratio (DAR / Debt to Asset Ratio). Then the variables that will affect the capital structure and a major variable / dependent in this study include profitability, age of firm, firm size, firm growth, interest rate and GDP growth. Regression model of the variables that will be observable effect on the capital structure, will be written in the following models: DARit = β0 + β1PRO it+ β2AGEit + β3SIZEit + β4GROt + β5INTit + β6GDPit + εit Where : DARit PROit AGEit SIZEit GROit INTit GDPit
= = = = = = =
Debt to asset ratio Profitability Firm Age Firm Size Growth Interest Rates GDP Growth
This study focused on the classification of developed and developing countries in Asia, with the aim of comparing the variables that affect the capital structure of the company in every country classifications. In regression obtained later, is expected to provide an overview of the variables that will impact significantly and no significant effect in determining the company’s capital structure.
Population and Sample The sample used in this study is a nonfinancial companies listed on the stock exchange of each country in the period 2009-2011 based on the criteria on a sample that has been described in Chapter 3, obtained a sample of 1.365 companies with complete data for materials research in 2009 to 2011 and meet all the criteria. Details of the company name of each country that entered the sample can be found in Appendix 1. The determination procedures sample data used in this study are shown in Table 4.1 below:
Table 1. Determination Procedures Samples Tahapan
China
India
Japan
Korea Indonesia Malaysia Philipnes Thailand
1
2,520
3,970
3,847
2,043
499
996
336
1,474
2
-159
-680
-272
-136
-83
-66
-62
-141
3
2,361
3,290
3,575
1,907
416
930
274
1,333
4
300
298
331
340
271
308
244
436
5
-75
-158
-29
-197
-149
-157
-129
-269
6
225
140
302
143
122
151
115
167
% 10% 4% 8% Source: data processing results
7%
29%
16%
42%
13%
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
55
Journal of Business and Entrepreneurship
Explanation of criteria at each stage of the study are as follows: 1. The number of companies listed on the stock. 2. Company’s financial sector and unclassified. 3. The number of non-financial companies listed on the exchange. 4. The data were successfully acquired company. 5. Companies with incomplete data. 6. The number of companies sampled in the study. The number of samples used in this study is 1365 as companies from 8 countries for 3 consecutive years, starting from 2009 to 2011. Distribution of sample firms by country is presented in Table 4.2 below:
Descriptive Statistics Summary of descriptive statistics of the variables used in this study are presented in Table 3. Before further processing, the data obtained first-checked the data outliers. Determination of data outliers in this study using the approach winsorized data that lies beyond the three standard deviations above and below the average (mean) of the variable. Table 3. Variable Descriptive Statistics Research
From Table 4.2 above, it appears that the data obtained fairly balanced from each state with the smallest percentage of 8% (Philipines) and the largest 22% (Indonesia). This stands to reason because to obtain corporate data contained in any other country outside Indonesia is quite difficult, even though it’s been a lot of websites that facilitate it but still with limited access and completeness of data from each website. 56
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Number of observations 1637, by winsorized approach (Hermawan, 2009) for outliners by the 3 standard deviations of the mean. DAR = ratio of Debt to Asset Ratio, which is total debt divided by total assets, PRO = is the level of corporate profits is proxied by ROA = Return on Assets ratio is by dividing the net profit to total assets, AGE = age calculated from the company’s corporate the lisitng on the stock market, sIZE = firm size is calculated as by the natural logarithm (ln) of net sales, GRO = rate of growth of the company, INT = lending rate (lending rate), GDP = GDP growth of any country. From Table 3 are presented above we can see that the average of 1.365 DAR owned by companies as sample, we can conclude that the trend of the use of debt is higher in developed countries compared to developing countries, it is seen from the average value DAR variable values are generally higher than the average found in developing countries. In general, the rate of profit (PRO) obtained in the study sample was quite varied with a large enough range. In aggregate the average profit earned by companies that are higher in developing countries compared with developed countries. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
In general, the variable AGE has an average age of larger companies in developed rather than developing countries except Indonesia, this illustrates that in developed countries, the industry is more advanced due to the company was already standing there.S SIZE variable has a range of data, it indicates the size of firms sampled in this test is quite varied from small companies to large enterprises from various countries testing samples. Countries that have an average age of most of the collection is dominated countries except Indonesia, indicating that the developed countries have companies that are more mature (mature) statistically. Variable GRO has an average high of 12:24 on the lowest China and Japan for 0008 in the state, with the highest value at 16:26 on Indonesia and the lowest state of (1) on the Philipines. The results of these statistics are evidence that China is a country that is rapidly growing in the world economy as well as the economic powerhouse of Asia, so in general it can be concluded that the countries that were visited during the study experienced increased growth except Japan. INT variable which is the lending rate prevailing in each country has the highest average of 13:38% in Indonesia and the lowest of 1.6% in the country Japan. Highest rate (maximum) of 14.49% are in the state of Indonesia and the lowest (minimum) amount of 5% in the country of Malaysia. High or low interest loans to a country is closely related to economic policy that is applied to the country concerned. GDP variable is GDP growth of each country in the study sample, which can be concluded that countries that were visited during the study experienced increased growth except Japan, further GRO 57
Journal of Business and Entrepreneurship
variables and GDP have a positive influence on China and Japan.
Analysis of correlations between variables are presented in the research model of the test results presented in the tables in appendix relationship, turns out to have mixed results in each country sample. Variable PRO has a negative relationship in each country with a significance level at α = 1% level except in the Philipines, PRO variables positively related to variable DAR. This means that the profits that will negatively impact the company’s debt ratio where the higher profits then it is likely the company uses debt evidenced by the diminution of the debt ratio is likely to be low. This supports previous studies that have been done by Gucharan (2010) who found that profitability has the opposite effect to leverage although only significantly so for some countries such as Indonesia, the Philippines and Thailand. These results indicate that the level of corporate profits is higher then the company will reduce the use of debt in financing their investments, this indicates that the pecking order theory of capital structure applies here when the company will use internal cash resources and debt and then use its own capital the financing company. AGE variable has a positive relationship in China and negative in the Philipines and both are at the significance level α = 1%. Top of the positive relationship that occurs between the DAR Variable Variable AGE is happening in China’s state illustrates that firm age has a significant impact on the amount of debt the company indicated by the ratio of its debt, which if positive relation indicates that the older the age, the greater the
company’s debt use and vice versa. If the resulting negative relationship, it means that the older the debt, the smaller companies are used by the company, which is in line with studies that have been done to the company in the European region by Paffermayr (2008) which states that the company has an older age have the debt ratio tends to be lower than the company still existed. However, for a negative relationship occurred in the Philipines are still not found in previous research that states that. For the other countries sampled this study also found a similar but not significant in the level. SIZE variable has a positive relationship throughout the country and at the level of significance α = 1% except for Indonesia’s state-level significance is at α = 5%. This indicates that in all countries the sample is the amount of debt a company sanat influenced by the size of the company, where a positive relationship here means that the bigger a company, the greater the amount of debt used by the company. This finding is consistent with previous studies that have been carried out by De Jong et al (2008) who found that the significance of the influence of firm size (firm size) with the capital structure of a firm and consistent with conventional theories of capital structure in general, although the results of these studies also found the ketidaksignifikansian and inconsistencies between the effect of firm size and capital structure, but it only happens on a few countries so that the research findings can generally be ignored. INT only significant variable in the China only with a positive confidence level α = 5%, other 7 countries in the INT variable still has a positive relationship except in Thailand, but with a significance level below the tolerance. Interest rates here have a positive relationship, which
58
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Correlation analysis
Journal of Business and Entrepreneurship
means that the higher the interest rate, the greater the debt used by companies, but it is contrary to the results of previous studies that have been done by Dincergok and Yalciner (2011) using data from the enterprise IT manufacturing in the country Turkey, Brazil, Argentina and Indonesia during the period 2000-2007 resulting in the finding that interest rates have a negative effect on total debt ratio. For GRO variables and GDP in Pearson’s correlation analysis did not reveal any effect on the company’s capital structure variables are proxied in DAR, despite a number of previous studies to find the influence between these variables.
RESULT AND ANALYSIS Effect of Benefits Level Against Corporate Capital Structure Testing hypotheses 1a aimed to test whether the level of corporate profits in this study is proxied by the amount of net profit company will affect corporate capital structure decisions in this study is proxied using the ratio of debt to total assets (DAR). From the regression results in Table 4.10, shows that the variable has a negative coefficient on the PRO nationwide sample tests with significance level at α = 5% except in the Philipines that have no significance at these levels. Thus, in general it can be concluded that the level of corporate profits influence decisions in determining their capital structure, whereby when the company earned huge profits firms will tend to use their own capital as a source of funding rather than having to use a third-party funds or debt. So that the results of this study support the hypothesis, then the hypothesis 1a accepted. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
The results of this study support the results of several previous studies that have been done by Myers and Majluf (1984) who explained that the company chose internal funding will adapt the target dividend payout ratio they are the investment opportunities that they have, then choose debt , and the last published equity. Then Ozkan (2001), Gucharan (2010) in subsequent studies to obtain results that support this research, where the research they said that the company’s profitability is higher then the company will reduce the use of debt in financing their investments, this indicates that the pecking order theory of capital structure applies here when the company will use internal cash resources and debt and then use its own capital in the fund company. The results of this study as well as a proof of pecking-order theory that says the company will use internal funds first source (retained earnings) before using the external funding that debt by issuing bonds or even sell their shares. Bonds will be a priority given the company arising from the publication costs are relatively cheaper than the issuance of shares, in addition to using debt financing also involves a reduction of the tax if the company has taxable income. At the end of the results obtained, there were no significant differences between the effects of variable levels of corporate profits (PRO) throughout the test sample.
Effect of Age Against Corporate Capital Structure Testing hypotheses 2a aimed to test whether firm age calculated in this study since the company listed in the stock market in each country will affect corporate capital structure decisions in this study is 59
Journal of Business and Entrepreneurship
proxied using the ratio of debt to total assets (DAR). From the regression results in Table 4.10, shows that the variable AGE has a negative coefficient on the state of India, Japan, Korea, Malaysia, Philipines and Thailand, but only in the country of Malaysia and the Philipines are having significance at α = 5%. While in China and Indonesia AGE variable has a positive coefficient, but at a level that is not significant or is at α more than 5%. Although there are only two countries that have a significant negative coefficient between variables with the dependent variable AGE DAR, but in general it can be concluded that the older the age of a company it will be less likely to use debt as a funding source because the company is already in the mature stage, although conclusions This does not apply generally throughout the country, because there are some countries that have such a positive relationship in China and Indonesia. These results do not support the hypothesis of this study, the hypothesis 2a is rejected. The results of this study support previous research that has been done by Nivorozhkin (2005) and Paffermayr (2008), both of which concluded that the company had an older age have the debt ratio tends to be lower than the company that is newly established, the results of this study further states that there is a positive correlation between the taxation of a company with firm age in which the impact of taxation on a firm continues to increase with age of the company. This study was supported by Wu (2006) who said generally the company’s long-standing are in the adult stage (mature) in the product cycle, whereby when a new company established generally have substantial capital requirements due to being in a stage of growth, capital requirements will be negatively associated with time since when
the company has entered the mature stage (mature) firms generally will have a capital requirement that is not much when it is at an earlier stage. From this study it can be concluded that the older the company, the propensity to use debt as a source of funding decreases, it is possible because of longestablished companies tend to be in stable condition has been more than the company’s financial affairs are still new standing still require substantial funds in running the company. For the case of the older companies need more and more debt financing as a positive relationship shown in the China, Indonesia and Thailand, may mean that in these countries is going high economic growth in which both start-up companies as well as the long-standing race the race to expand their business at the same time, it is supported by the fact that in Asia, especially China is now a country with the highest economic growth in the world, in addition to Indonesia, which is still in the Asia region is also affected by the impact of economic growth. Although there are differences in relations between countries as sample, but both countries have significance between firm age variable and the ratio of debt the company has relationships that support the research hypothesis. Besides these two countries come from different countries, namely the developed and developing countries, so we can assume there is no significant difference between the effect of the age variable distinguishing firms with capital structure in both the developed and developing countries.
60
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Effect of Company Size Of Capital Structure Testing hypotheses 3a intended to test whether the size of the companies in this study was calculated from the natural
Journal of Business and Entrepreneurship
logarithm of the company’s net sales value will affect corporate capital structure decisions in this study is proxied using the ratio of debt to total assets (DAR). From the regression results in Table 4.10, shows that the variable SIZE has a positive coefficient in all countries with a significant level of testing samples at α = 5%. It can be concluded that company size influence decisions in determining their capital structure. So the results of this study can be concluded that the larger the size of a company, the propensity to use debt as a source of funding higher. From the results of this study support the hypothesis, then the hypothesis 3a accepted. The results of this study strongly supported by research that says big companies generally diversify the business so unlikely event of bankruptcy (Wessel, 1988 and Mazur, 2007). And also by other research that produces findings small firms will have low leverage ratios as small firms are most likely to be liquidated when it is in a state of financial distress (Ozkan, 2001). The conclusion that can be drawn from this research is the firm’s capital structure is strongly influenced by large or small a company, it is related to the previous hypothesis 1a which states that the profits generated by a company the more likely the company is using debt as a source of funding increases. This is reasonable because generally, the larger a company it will be proportional to the benefits it produces, as well as conversely the smaller the company the ability to generate profits will also be getting smaller, though not an absolute force. From the results of this study with similar results for the relationship and the level of significance of the variable size of the company with the capital structure, it is concluded that this variable has the same ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
effect for both groups developed and developing countries in Asia. Effect of Growth Rate Against Corporate Capital Structure Testing hypotheses 4a aimed to test whether the rate of growth companies proxied in this study by looking at the company’s annual sales growth in each country will affect corporate capital structure decisions in this study is proxied using the ratio of debt to total assets (DAR). From the regression results in Table 4.10, shows that the variable GRO has a positive coefficient in the China, India, Korea, Malaysia, Philipines and Thailand, but the country is negatively related to Japan and Indonesia. From the results of these regressions showed no significance between variables GRO with DAR, which means the value of this variable is above significance α = 5%. So from this result indicates that the growth of the company has an ambiguous impact on each country, but not at a significant level, therefore the results do not support the hypothesis, then the hypothesis is rejected 4a. The results of this study stated that the growth of the company has an positively related to capital structure although this result was rejected by the finding that occurs in the Japan and Indonesia. In all the countries the sample of this study prove that the company’s growth was not significantly affect the capital structure of the company itself, so the research that states the company’s sales growth has no significant effect on the company’s capital structure as proposed by Saifuddin (2012) against the company manufacturers listed on the Stock Exchange in 2009-2010 proved. However, these findings do not support the results 61
Journal of Business and Entrepreneurship
of research conducted by Phitaloka (2009) who said the company’s growth has a significantly positive effect on the capital structure of the company. The results vary in each state, indicating that there was no significant difference in the effect of the capital structure of the company’s growth in both the developed and developing countries.
Testing hypotheses 5a aimed to test whether the prevailing lending rate in the study was obtained through the World Bank’s decision will affect the company’s capital structure in this study is proxied using the ratio of debt to total assets (DAR). From the regression results in Table 4.10, shows that the variable INT has a positive coefficient in all countries except Thailand which has a negative relationship. From the results of the regression on the entire sample countries, only China and influential country beada at the α significance level of more than 5%. The majority of the research results are not shown to affect the debt ratio, so it can be concluded INT variable has no effect on the dependent variable in this research model DAR. So high or low interest rates prevailing in a country does not have influence over the company’s decision to use debt as a source of funding. These results support the hypothesis of the study, the hypothesis is rejected 5a. From these results provide conflicting results with studies that have been conducted by Yalciner (2011) using data from manufacturing firms in the country of Turkey, Brazil, Argentina and Indonesia during the period 2000-2007 resulting in the finding that interest rates have a negative effect on total debt ratio. In theory,
the interest rate is the cost of borrowing directly from the company (cost of debt), so that when interest rates rise, the tendency of the company’s debt ratio will fall, it is very logical because the company would be looking for a cheaper source of funding than some alternatives are available. However, if we refer to the current financial system in each country, as countries in the region, especially Indonesia still tend to use bank-based financial system (bank base) then the results of this study are not surprising (Irawati, 2008). This is because the mindset of the people who still put the bank as a source of funds, so that the culture of the company can be formed because of local culture in the country. When a company located in a country that is bank-based financial system, when the company plans to expand the business that coincided with the rise in lending rates set by the central bank in the country, the company will continue to make loans to banks as sources funding. In almost all countries in the sample used in this study except Thailand showed a similar relationship between the variable interest rate with a capital structure that is a negative, but which have a significant effect only in China. This is possible because in recent years the economic growth of the country is growing rapidly and is referred to as a key driver of regional growth (swa.co.id). China’s high economic growth during the past 30 years has been driven by the end of communism in China. In particular, driven by market forces, private companies have grown, while foreign investment has flowed. With the growth that is being intensively the entrepreneurs in China will vigorously to expand its business, so that regardless of prevailing interest rates will remain
62
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Effect of Interest Rate Against Corporate Capital Structure
Journal of Business and Entrepreneurship
attractive to the entrepreneurs. From these results, it can be concluded that there is no difference in the results given to the capital structure due to changes in interest rates between developed and developing countries in Asia. GDP growth Effect Of Capital Structure Testing hypotheses 6a intended to test whether the rate of growth of Gross Domestic Product (GDP) in a country will affect corporate capital structure decisions in this study is proxied using the ratio of debt to total assets (DAR). From the regression results in Table 4.10, it appears that the GDP variable has a positive coefficient in all countries except Japan and Indonesia, which has a negative relationship. The results of the regression on the entire sample countries is at a level that is not significant at the á or more than 5%, so the variable GDP lacked DAR effect on the dependent variable in this research model. This means that the rate of GDP growth that occurs in a country is not an indication of a large or small ratio of debt in the capital structure of the company in a country. The tendency of the use of debt as a source of funding to the company were not significantly influenced by GDP growth, and therefore rejected the hypothesis 6a. Most countries sampled in this study rejected the results of previous research conducted by Gajurel (2006), Huat (2008) and De Jong et al (2008). They found that in general the growth of GDP which is considered to represent a country’s economic growth, whereas the state in economic growth better then tend not to maximize the use of debt, or in other words, economic growth is encouraging companies to use long-term debt and reduce short- term debt. The results support ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
the notion is found in only two countries, namely the study sample Japan and Indonesia which have a negative relationship to the dependent variable DAR. The similarity of the results obtained by these two countries can be attributed to a history that never happened where Indonesia was colonized by Japan in a long time. So characteristic of the economies of both countries have in common, especially in the financial system that uses a bank-based system (bank base). In addition, the two countries have more in common in terms of natural disasters being faced by the two countries, Indonesia experienced successive tsunami and volcanic eruptions, while in Japan recently experienced a period of recovery following a natural disaster such as an earthquake. This situation is of course to some extent will affect the economy of both countries. The results of this study once found that is not always rapid economic growth in a country can be large or small impact on the company’s debt ratio in the country, but it depends on the economic conditions present in the country. Most countries are used as samples in this study showed a positive relationship except in Japan and Indonesia, so that the conclusions drawn no distinction between factors that affect the capital structure. CONCLUSION The research was conducted based on the conceptual framework of capital structure and firm characteristics by comparing the conditions that exist in some countries in Asia. Capital structure of companies in each country is affected by a variety of factors, with comparisons between countries is expected to obtain an idea of the condition of the capital structure between developed and 63
Journal of Business and Entrepreneurship
developing countries in Asia this. The results showed that the variable rate of profit (PRO) has a negative relationship with the company’s debt ratio significantly, variable firm age (AGE) has a negative relationship with the company’s debt ratio significantly only in the country of Malaysia and the Philippines alone, indicating that the older age a company it will be less likely to use debt as a funding source because the company is already in the mature stage. Variable firm size (SIZE) is positively associated with the firm’s debt ratio significantly, variable interest rate (INT) had a positive relationship with the company’s debt ratio significantly affected only in China. The results of this study also concluded that in general there is no difference factors that affect the capital structure of the company, but for certain factors such as interest rates have a significant effect on developed countries and developing countries are not significant. In addition there are significant differences in the variable rate of corporate profits and the size of the company, this happens because most companies that are in the group of developed countries have a higher rate of return and have an average age of firms is also higher compared to developing countries. This study has several limitations, among others: the object that made the research has not included all companies listed on the stock exchange in each country. Only 1,365 companies that made the study sample due to non-fulfillment of the required criteria, such as the annual financial statements are incomplete. The use of proxy are few and limited in representing the variables used in the study, as well as the presence of sample data still did not meet the test for normality (Kolgomorov-Smirnov) is one of the
limitations of this study, it will have an impact on the level of data normality BLUE criteria (Best Linear Unbiased Estimation).
64
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
REFERENCES Akhir Komunisme Dorong Pertumbuhan Ekonomi China. 9 Januari 2013. http://erabaru.net/top-news/39news4/7363-akhir-komunismedorong-pertumbuhan-ekonomichinaBancel, Frack & Mittoo, Usha R. (2002); The determinants of capital structure choice : A survey of european firms; International Research Journal of Finance and Economics. Budinarta, Julika (2011); Pengaruh karakteristik bank terhadap tingkat kualitas coporate governance pada industri perbankan; Tesis Magister manajemen Universitas Indonesia. Jakarta Brigham, Eugene and Houston, Joel F (2001); Manajemen Keuangan II; Jakarta:Salemba Empat Deesomak R, Paudyal K & Pescetto G (2004); The determinants of capital structure : evidence from the Asia Pacific region; Journal of Multinational Financial Management, 14, 385-405. Dina, Alexandra Ryan Ahmad (2011); Pengaruh peran monitoring bank sebagai mekanisme corporate governance terhadap peningkatan nilai perusahaan; Tesis Magister manajemen Universitas Indonesia. Jakarta
Journal of Business and Entrepreneurship
Dincergok, Burcu, and Yalciner, Kursat (2011); Capital structure desicisions of manufacturing firms’ in developing dountry; Middle East Finance and Economic, Euro Journal Publishing, issue : 12 (2011) Ellili, Nejla Ould Daoud & Farouk, Sherine (2011); Examining the capital structure determinants : Empirical analysis of companies traded on Abu Dhabi stock exchange; International Research Journal of Finance and Economics. Issue 67. Erdiana (2011); Analisis pengaruh firm size, business risk, profitability, asset growth, dan sales growth terhadap struktur modal; Skripsi Universitas Diponegoro. Furi, Vira Ratna dan Saifudin (2012); Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2010); JURAKSI vol. 1 no. 2. Februari 2012. Gajurel, Dinesh Prasad (2006); Macroeconomic influences on corporate capital structure; International Research Journal of Finance and Economics. GDP growth (annual %). 1 September 2012. http://data.worldbank.org Gonzales, Victor M & Francisco Gonzales (2008); Influence of bank concentration and institutions on capital structure : New international evidence; Journal of Corporate Finance 14, 363-375. Goyal V.K, Kenneth L & Racic S (2001); Growth opportunities and corporate debt policy : the case of
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
the U.S. defense industry; Journal of Financial Economics 64, 35-59. Gul, Ferdinand A (1999); Growth opportunities , capital structure and dividend policies in Japan; Journal of Corporate Finance 5, 141-168. Gungoraydinoglu, Ali & Oztekin, Ozde (2011); Firm-and country- level determinants of corporate leverage : Some new international evidence; Journal of Corporate Finance 17, 1457-1474. Gurcharan S. (2010); A Review of optimal capital structure determinant of selected ASEAN countries; International Research Journal of Finance and Economics. Issue 47. Hasono, Karous (2002); Growth opportunities, collateral and debt structure : the case of the Japanese machine manufacturing firms; Japan and the World Economy 15, 275-297. Hermawan, Ancella A. (2009); Pengaruh efektivitas dewan komisaris dan komite audit, kepemilikan oleh keluarga dan peran monitoring bank terhadap kandungan informasi laba; Disertasi Universitas Indonesia. Huat, Ng Chin (2008); The determinants of capital strucrture: evidence from selected ASEAN countries; Faculty of Businessand Accountancy University Malaya. IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Negara Berkembang Asia; 9 Januari 2013. http://swa.co.id/ listed-articles/imf-pangkasproyeksi-pertumbuhan-negaraberkembang-asia
65
Journal of Business and Entrepreneurship
Inflation, consumer prices (annual %). 1 September 2012. http:// data.worldbank.org
Keuangan ; Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Ju, Nengjiu & Ou-Yang, Hui (2006); Capital structure, debt maturity, and stochastic interest rates; Journal of Business vol.79 no.5, 2468-2502.
Rozikin, Khoirur (2009); Determinandeterminan struktur modal; KOMPAK, vol.1 no.2.
Kayo, Eduardo K. & Kimura, Herbert (2010); Hierarchical determinant of capital structure; Journal of Banking & Finance 35, 358-371. Kjellman, Anders & Hansen, Staffan (1995); Determinants of capital structure : theory vs practice; Scand Journal Management vol. 11 no.2, 91-102. Kusuma, Hadri (2009); Size perusahaan dan profitabilitas : Kajian empiris terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta; Jurnal Ekonomi Pembangunan, Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal. 81-93. Lending interest rate (%).1 September 2012. http://data.worldbank.org Lewis, C.M, R.J ,Rogalski & J.K, Seward (2001); Industry onditions, growth opportunities and market reactions to convertible debt financing decisions; Journal of Banking & Finance 27,153-181. Mahmud, Muhammad (2003); The relationship between economic growth and capital structure of listed companies : Evidence of Japan, Malayasia, and Pakistan; The Pakistan Development Review 42 : 4 Part II, 727-750. Nachrowi, D. Nachrowi, & Usman, Hardius (2006); Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan
66
Staking, Kim B. & Babbel, David F. (2007); The relation between capital structure, interest rate sensitivity, and market value in the property-liability insurance industry; The Journal of Risk and Insurance vol.62 no.4, pp.690718. Sujoko dan Soebiantoro (2007); Pengaruh struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor ekstern terhadap nilai perusahaan; Jurnal Ekonomi dan Manajemen. Phitaloka, Nina Diah (2009); Pengaruh faktor –faktor intern perusahaan terhadap kebijakan hutang : dengan pendekatan pecking oreder theory; Skripsi Universitas Bandar Lampung. Plaffermayr, M, Stockl M & Winner H (2008); Capital structure, corporate taxation and firm age; Oxford University Center For Business Taxation. Rahardja, Prathama & Manurung, Mandala. (2002); Pengantar Ilmu Ekonomi; Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rivai, Catharina Wulandari (2011); Analisis pengaruh inflasi, perubahan produk domestik bruto dan indeks harga saham gabungan terhadap struktur modal perusahaan di Indonesia; Tesis Magister manajemen Universitas Indonesia. Jakarta ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Ross, Stephen A, Randolph W. Westerfield, Jeffrey Jaffe, and Bradford D. Jordan (2008); Modern Financial Management (8th ed); McGrawHill International Edition. Seftianne (2011); Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan public sector manufaktur; Jurnal Bisnis dan Akuntansi vol. 13 no.,1, hal.39-56. Sharif, B, Naeem MA and Khan, AJ. (2012); Firm’s characteristics and capital structure : a panel data analysis of Pakistan’s insurance sector; African Journal of Business Management., vol. 6(14), 4939-4947 Sundaresan, Suresh & Neng Wang (2006); Dynamic investment, capital structure, and debt overhang;
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
International Research Journal of Finance and Economics. Titman, Sheridan and Wessels, Roberto (1988); The determinant of capital structure choice; The Journal of Finance, vol. 43 no. 1, pp. 1-19 Van Binsbergen J, Graham J.H, Yang Jie (2006); Optimal capital structure; Journal of Finance Vasiliou, Dimitrios & Daskalakis, Nikolaos; Instutional characteristics and capital structure : A cross-national comparison; Global Finance Journal 19, 286-306. Wu, H. W. & Chiou, J., Cheng, L. (2006); The determinants of working capital management; Journal of American Academy of Business, 10 (1), 149-155.
67
Journal of Business and Entrepreneurship
Analisis Persepsi Pengaruh Tekanan Lingkungan Eksternal Terhadap Kemampuan Manajemen Keuangan Sebagai Potensi Untuk Membangun Dynamic Capability Ahmad Marzuqi Ganesha Operation dan Owner Amanah-ASI
External environmental pressures erodes firm’s financial management capabilities that exist today. To sustain sustainable growth, firms required to create new capabilities and to reconfigure the company’s resources and capabilities. This paper discusses the existence of external environmental pressures on the firm’s financial management capability and to analyze other capabilities to form a new configuration of capability as potential to build dynamic capabilities as the new sources of competitive advantage of the company in the future. Keywords: Kapabilitas Manajemen keuangan, tekanan lingkungan eksternal, potensi membangun dynamic capabilities.
Analisis Persepsi Pengaruh Tekanan Lingkungan Eksternal Terhadap Kemampuan Manajemen Keuangan Sebagai Potensi Untuk Membangun Dynamic Capability
Globalisasi mempengaruhi peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar negara melalui interaksi diberbagai bidang, sehingga batasan-batasan suatu negara menjadi semakin sempit. Pada bidang industri, kemudahan untuk mengakses kebutuhan industri secara global menyebabkan berbagai industri berkembang pesat, ekspansi perusahaanperusahaan lintas negara terjadi dengan mudah, hal ini berakibat perusahaanperusahaan harus berjuang lebih keras untuk bertahan dari peningkatan intensitas
persaingan dengan cara meningkatkan produktifitas perusahaan (Hoskisson, 2011). Hal tersebut terlihat dari peningkatan volume perdagangan internasional untuk barang-barang pabrikan yang mengalami pertambahan sampai seratus kali (dari $95 Milyar ke $12 Trilyun) dari sejak dimulainya globalisasi tahun 1955 sampai dengan tahun 2007 (BBC News, 2007). Industri minyak dan gas sebagai salah satu sektor vital dengan sifatnya yang tidak dapat diperbaharui, membuat minyak dan gas menjadi komoditi yang mahal dan mempengaruhi ekonomi global, bahkan
68
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
PENDAHULUAN
Journal of Business and Entrepreneurship
sering kali mempengaruhi kondisi politik global. Hal ini di perburuk dengan adanya krisis ekonomi global yang dimulai di Amerika pada tahun 2008 yang diakibatkan subprime mortgage, kemudian efeknya berpengaruh hampir ke seluruh dunia, dilanjutkan terjadinya krisis ekonomi di Eropa yang sampai saat ini belum berhasil ditangani menyebabkan kondisi industri dan ekonomi global akan terkena imbasnya (BBC Asia edition, 2011). Pada saat krisis ekonomi melanda dunia, negara power-house economies Asia seperti China dan India tidak terpengaruh oleh krisis, bahkan perindustrian kedua negara ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan berakibat langsung terhadap harga minyak dunia, tingginya permintaan kedua negara tersebut menyebabkan harga minyak dunia mencapai angka tertinggi bahkan menembus rekor dunia, khususnya terjadi saat krisis 2008 yang mencapai angka $147 per barel. Sebaliknya dengan India dan China, negara-negara industri maju di dunia barat terkena dampak langsung dari krisis global tersebut, untuk itu mereka harus melakukan efisiensi dan menurunkan permintaan terhadap minyak sampai diatas 5% pada tahun 2008. Efisiensi yang dilakukan menyebabkan turunnya permintaan terhadap minyak dunia dan akan berakibat turunnya harga minyak dunia. Pada akhirnya kedua hal berlawanan tersebut menyebabkan volatilitas harga minyak (BBC Asia edition, 2011). Kenaikan harga minyak dunia yang kerap terjadi bertambah buruk dengan adanya gejolak politik yang terus bergulir di kawasan timur tengah. Terjadinya ketegangan politik antara Iran sebagai negara yang memiliki cadangan minyak terbesar dunia dengan Israel dan Amerika, dimana Iran akan menutup selat Hormuz yang merupakan tempat yang mengISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
hasilkan 40% dari total minyak dunia (Gedalyahu, 2011). kemudian beberapa gangguan di Nigeria dan Mexico sebagai negara penghasil minyak ikut menyebabkan ketidakstabilan harga minyak, kondisi ini mengakibatkan peningkatan ketidakstabilan di lingkungan bisnis dunia serta mengakibatkan terjadinya turbulensi ekonomi dunia. Turbulensi ekonomi tersebut harus disikapi oleh perusahaan dengan menerapkan strategi baru yang dapat beradaptasi terhadap keadaaan lingkungan bisnis yang terus berubah (Volberda, 1999). Berkaitan dengan strategi bisnis perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan sebagai salah satu akibat dari kondisi krisis ekonomi global, menuntut perusahaan untuk memiliki sistem manajemen yang lebih baik dan formulasi strategi yang tepat ditengah ketidakpastian lingkungan industri yang berfluktuasi. Penentuan strategi yang tepat akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, untuk menjaga keunggulan daya bersaing tersebut maka perusahaan yang bergerak di dalam industri minyak dan gas bumi memerlukan dynamic capability. Dynamic capability merupakan kemampuan perusahaan untuk melakukan integrasi, membangun, dan merekonfigurasi kompetensi internal dan eksternalnya terhadap perubahan lingkungan yang cepat (Teece, Pisano dan Shuen, 1997). PT. Pertamina (Persero) sebagai National Oil and Gas Company memiliki strategi aggresive in upstream profitable in downstream, strategi ini menyebabkan adanya tuntutan terhadap PT. Pertamina Hulu Energi sebagai salah satu anak perusahaan dan dalam hal ini menjadi objek penelitian untuk agresif dalam melakukan kegiatan perusahaannya agar menghasilkan produksi yang tinggi 69
Journal of Business and Entrepreneurship
sehingga dapat mencapai profit. PT. Pertamina Hulu Energi sebagai sebuah perusahaan baru dihadapkan pada terjadinya globalisasi disertai dengan perubahan lingkungan bisnis akibat krisis ekonomi dan meningkatnya kompetisi, diharapkan akan menjadi transformasi Pertamina untuk mencapai visi menjadi perusahaan minyak dan gas nasional kelas dunia untuk dapat membangun kemampuan yang dapat mengadaptasi tekanan lingkungan eksternal dan memaksimumkan shareholder value. Dalam paper ini, peneliti melakukan analisis terhadap tekanan lingkungan eksternal dalam industri minyak dan gas bumi yang berpengaruh terhadap PT. Pertamina Hulu Energi yang akan menjadi penyebab perlunya membangun dynamic capability. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengidentifikasi kapabilitas manajemen keuangan yang ada di PT. Pertamina Hulu Energi agar dapat mengetahui kekuatan manajemen finansial yang ada untuk membangun sustainable growth pada perusahaan dan mengidentifikasi serta menganalisis kemampuan lain yang berpotensi untuk membangun dynamic capability. Semua hal tersebut diperlukan untuk menjaga keunggulan daya saing PT. Pertamina Hulu Energi sehingga sebagai perusahaan BUMN dapat memberikan profit bagi perusahaan induknya, PT Pertamina (Persero).
2.
3.
Mengetahui apakah PT. Pertamina Hulu Energi memiliki kapabilitas manajemen keuangan sebagai sumber untuk membangun sustainable growth. Mengetahui apakah terdapat kapabilitas lain yang dapat bersinergi dengan kapabilitas manajemen keuangan sebagai potensi untuk membangun dynamic capabilities.
TINJAUAN TEORI TEKANAN LINGKUNGAN EKSTERNAL Tekanan lingkungan eksternal merupakan tekanan dari luar perusahaan yang direpresentasikan dengan terjadinya perubahan lingkungan menjadi dinamis dikarenakan perubahan yang cepat dalam teknologi, product life cycle yang lebih pendek, pertambahan kompetisi global dan percepatan perbaikan pengetahuan dalam praktek bisnis (Fredrickson and Mitchel, 1984). Dalam penelitian ini dilakukan analisis awal mengenai terdapatnya tekanan lingkungan eksternal yang terdiri dari competitive intensity, turbulensi pasar dan volatilitas lingkungan yang berpengaruh terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Analisis ini perlu dilakukan dengan adanya asumsi bahwa dynamic capability diperlukan dalam kondisi terdapatnya tekananan lingkungan eksternal tersebut (Irbansyah, 2011). Competitive Intensity
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui terdapatnya tekanan lingkungan eksternal di industri minyak dan gas terhadap PT. Pertamina Hulu Energi dan apa saja bentuk tekanan eksternal tersebut.
Competitive intensity merupakan situasi dimana kompetisi menjadi lebih intensif dikarenakan banyaknya kompetitor di pasar yang sama dan kurangnya kesempatan untuk pertumbuhan lebih lanjut. Seiring kompetisi yang terus intensif, langkah perusahaan tidak lagi tegas dan pasti, tetapi lebih banyak
70
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
dipengaruhi oleh aksi yang kemungkinan dilakukan oleh para kompetitor. Dalam kondisi bertambahnya tingkat kompetisi yang semakin intensif ini keadaan menjadi kurang dapat diprediksi dan tidak pasti (Auh, 2004). Turbulensi Pasar Lawton (2003) menyatakan bahwa turbulensi dalam lingkungan bisnis merupakan ketidakstabilan yang ada di pasar yang diekspresikan dengan menjadi lebih pendeknya inovasi dan siklus produksi, meningkatnya keberagaman produk dan horizon perencanaan yang lebih pendek. Sebagai contoh bentuk turbulensi dalam dunia perdagangan yang mengakibatkan kebingungan yang disebabkan oleh terjadinya terorisme, perang, kenaikan harga minyak ketidakpastian yang mendalam terhadap dunia tempat kita tinggal. Kebiasaan baru muncul di masyarakat disaat turbulensi bukan lagi menjadi kejadian yang luar biasa tetapi menjadi sebuah kejadian yang berulang-ulang, turbulensi menjadi sesuatu yang konstan dan dapat dikatakan sebagai kebiasaan “predictable unpredictable”. Volatilitas Lingkungan Volatilitas lingkungan merupakan kondisi disaat tingkat ketidakstabilan atau ketidakpastian dihadapi oleh sebuah perusahaan (Dess and Beard, 1984). Pandangan bahwa stabilitas ekonomi merupakan hal yang penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan setelah terjadinya depresi tahun 1930an. Ketika volatilitas dengan skala kecil tidak dipertimbangkan didalam tujuan kebijakan ekonomi, telah terbukti bahwa volatilitas mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi (Mobarak, 2005). ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Kapabilitas Manajemen Keuangan Manajemen keuangan dapat didefinisikan sebagai aktifitas perusahaan yang berkaitan dengan usaha dalam menginvestasikan aset perusahaan untuk meningkatkan wealth, men-generate cash (Ross et al., 2010). Sedangkan Emery et al. (2007) menyebutkan bahwa finance juga berhubungan dengan hal pembuatan keputusan (decision making), kemudian Emery et al. juga mengelompokkan tiga area utama dari finance yaitu: a. Corporate Finance Management, diturunkan lagi menjadi tiga kategori utama yaitu : Investment decision atau capital budgeting, Financing decision atau capital structure dan Managerial decision. b. Investment, c. Capital Market dan Financial Intermediaries. Seorang manager keuangan di sebuah perusahaan besar mempunyai posisi yang tinggi, seperti vice president dan chief financial officer. Posisi tersebut biasanya kemudian membawahi dua bidang yaitu treasurer dan controller. McRoberts dan Sloan (1998) menyatakan teori mengenai Financial Management Capability Model yang merupakan sebuah alat untuk memperkuat manajemen keuangan secara bertahap. Terdapat lima tahapan progresif dalam capability levels, Lima tahapan kapabilitas tersebut adalah: l Start up level yang mendeskripsikan bahwa karakteristik manajemen keuangan belum ditetapkan sebagai kebijakan kunci. l Control level, berdasarkan FM Capability Model secara umum merupakan bagian dari control level, seperti capital budgeting, capital 71
Journal of Business and Entrepreneurship
l
l
l
l
structure, investment, risk management and control, portfolio management, treasury management, dividend policy dan financial reporting. Integrated level, dimana manajer operasional bekerja dengan menggunakan finance untuk mengembangkan struktur finansial yang akan menghasilkan cost-effective controls. Managed level, tahap ini mengatur sumber informasi untuk mendukung pengambil keputusan, menyajikan bantuan teknik analisis, memonitor outcomes dari keputusan, dan menyajikan informasi yang cukup untuk implikasi finansial. Optimizing level, tahap ini fokus terhadap pengembangan yang berkelanjutan. Altman’s Z-Score Model
Karena penelitian dilakukan pada satu perusahaan, dilakukan perhitungan dengan menggunakan Altman Z-Score Model untuk melihat sisi kesehatan keuangan perusahaan dari tingkat risiko default nya. Metode ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap berbagai rasio keuangan dari peminjam (borrower) dan melakukan pembobotan kepada berbagai rasio tersebut, teknik ini disebut Altman’s Z-Score Model. Model perhitungan Altman ini juga dapat dilakukan pada perusahaan tertutup, karena Altman telah melakukan revisi perhitungan Z-Score dengan mengganti market value of equity dengan book value of equity. (Altman, 2000). Z = 0.717 X1 + 0.874 X2 + 3.107 X3 + 0.420 X4 + 0.998 X5
72
(1)
Dimana: X1 = perbandingan antara Working Capital terhadap total asset X2 = perbandingan antara saldo laba (retained earning) terhadap total asset X3 = perbandingan antara earning before interest and taxes terhadap total asset X4 = perbandingan antara book value of equity terhadap long-term liabilities X5 = perbandingan antara sales terhadap total asset Berdasarkan revisi Altman’s scoring model tersebut, semua perusahaan dengan nilai Z kurang dari 1.23 akan dipertimbangkan sebagai sebuah perusahaan dengan risiko default yang tinggi. Jika nilai Z di antara 1.23 dan 2.99, maka perusahaan dianggap tidak bisa ditentukan (indeterminant) risiko kegagalannya. Sedangkan perusahaan dengan nilai Z diatas 2.99 dianggap sebagai perusahaan dengan risiko default yang kecil (Saunders and Cornett, 2011). Dynamic Capabilities Dynamic Capabilities merupakan kapabilitas perusahaan untuk melakukan integrasi, membangun, dan merekonfigurasi kompetensi internal dan eksternalnya terhadap perubahan lingkungan yang cepat (Teece, Pisano dan Shuen, 1997 : 516). Eisenhardt dan Martin (2000) menyatakan bahwa dynamic capabilities sebagai proses dari perusahaan dalam memakai sumberdaya yang secara spesifik merupakan proses untuk melakukan integrasi, rekonfigurasi, pencapaian, dan pelepasan sumberdaya untuk menyesuaikan ataupun bahkan menciptakan perubahan pasar.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Salah satu contoh dari implementasi teori dynamic capabilities telah dilakukan oleh Helfat (1997) dalam studi kasus terhadap industri perminyakan di Amerika yang menunjukkan bahwa R&D merupakan dynamic capabilities. Dia memperlihatkan bahwa aktifitas R&D pada industri minyak di Amerika itu dapat berkembang dalam merespon perubahan harga di pasar dan telah menguji peran dari sumberdaya pelengkap dalam persiapan R&D yang efektif. METODOLOGI Penelitian ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menghimpun data berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada responden, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara dengan manajemen perusahaan sebagai responden dalam penelitian dan bertujuan sebagai pendukung data yang diperoleh dari hasil kuesioner. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari penelitian-penelitian sebelumnya dan dikembangkan dari kerangka teori yang ada. Penelitian membahas tiga hal yang dianalisis dengan kuesioner yaitu tekanan lingkungan eksternal, kapabilitas manajemen keuangan sebagai sumber keunggulan daya saing, dan kapabilitas lain sebagai potensi pembangun dynamic capabilities. Objek Penelitian dan Responden Objek penelitian adalah PT. Pertamina Hulu Energi selaku anak perusahan PT. Pertamina (persero) yang merupakan perusahaan BUMN dalam bidang minyak dan gas direpresentasikan oleh manajemen perusahaan sebagai ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
responden yang dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut : a. Para staf ahli, manajer, senior manajer, vice president dan direktur PT. Pertamina Hulu Energi, b. Posisi di perusahaan saat ini setidaknya ada di level madya, c. Telah bekerja di industri minyak dan gas minimal tiga tahun masa kerja Mengukur Adanya Tekanan Lingkungan Eksternal Kuesioner dan wawancara di gunakan untuk mengukur terdapatnya tekanan lingkungan eksternal secara umum terhadap oleh PT. Pertamina Hulu Energi serta tiga parameter utama yang di asumsikan terdapat di lingkungan eksternal perusahaan saat ini yaitu competitive intensity, turbulensi pasar, dan volatilitas lingkungan. Format kuesioner berupa dua pertanyaan, yaitu: a. Pengukuran mengenai adanya tekanan lingkungan eksternal didapatkan dengan memberikan pertanyaan yang diawali dengan ilustrasi singkat mengenai tekanan lingkungan eksternal. Kemudian para responden diharapkan memberikan tanggapan berupa tulisan yang menggambarkan persepsi mereka mengenai terdapatnya tekanan lingkungan eksternal terhadap perusahaan (Irbansyah, 2011). b. Pertanyaan kedua menggunakan kuesioner yang diadaptasi dan dikembangkan dari kuesioner yang digunakan oleh Irbansyah (2011) untuk mengukur tekanan eksternal terhadap perusahaaan. Variabel yang digunakan dari kuesioner tersebut kemudian dilakukan penyesuaian dengan cara exploratory dan metode analogi. Pada kuesioner ini ditampilkan tiga faktor 73
Journal of Business and Entrepreneurship
utama tekanan lingkungan eksternal dengan menyajikan lima belas pertanyaan yang terdiri dari enam pertanyaan pada faktor competitive intensity, lima pertanyaan pada faktor turbulensi ekonomi dan empat
pertanyaan untuk faktor volatilitas lingkungan. Lima belas indikator pertanyaan tersebut akan menggambarkan penyebab terjadinya faktor eksternal yang dimaksud seperti disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Faktor dan Indikator Tekanan Lingkungan Eksternal FAKTOR
INDIKATOR Kompetisi yang terjadi pada industri minyak dan gas di area kami sangat tinggi Terdapat persaingan dalam perolehan blok minyak dan gas
Competitive Intensity
Berbagai program teknologi yang digunakan perusahaan kami, dapat dengan mudah dilakukan pula oleh kompetitor Peringkat perolehan produksi dapat dilihat dalam persaingan di industri kami Dengan mudah kami memperoleh informasi mengenai pergerakan kompetisi yang dilakukan kompetitor Kompetitor relatif kuat untuk berkompetisi dengan perusahaan kami Dalam industri ini, preferensi customer bisnis seringkali berubah Customer bisnis sensitif terhadap harga ICP (International Crude Price Oil)
Turbulensi Pasar
Selalu ada permintaan customer bisnis baru dalam pasar yang kami layani Sulit untuk memonitor permintaan customer bisnis di pasar yang kami layani Dalam pasar minyak dan gas, preferensi customer bisnis terhadap spesifikasi produk selalu berubah Permintaan terhadap produk yang kami jual tidak dapat di prediksi
Volatilitas Lingkungan
Volume produksi dalam industri minyak dan gas cenderung tidak stabil Production forecasts terhadap produk kami cenderung tidak akurat Sangat sulit untuk memonitor perubahan harga produk kami dipasar ICP
Sumber: Dimodifikasi dari Irbansyah, 2011 74
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Mengukur Keuangan
Kapabilitas
Manajemen
Langkah kedua memfokuskan pada pengukuran kapabilitas manajemen keuangan apa saja yang dimiliki oleh perusahaan sebagai sumber keunggulan daya saing. Pertama, mengurutkan kapabilitas manajemen keuangan yang dimiliki perusahaan berdasarkan tingkat kepentingannya. Dalam hal ini terdiri dari 12 parameter yang di urutkan seperti terlihat pada tabel 2, Kedua, untuk melihat kapabilitas tersebut memiliki keunggulan
daya saing dibandingkan dengan kompetitor, maka diukur persepsi responden terhadap nilai tingkat kapabilitas kapabilitas manajemen keuangan perusahaan terhadap rata-rata industri tempat perusahaan berkompetisi seperti yang disebutkan pada tabel 2. Kemudian dari hasil kuesioner tersebut akan di ambil tiga urutan teratas untuk selanjutnya di asumsikan sebagai kapabilitas manajemen keuangan terpenting yang dimiliki PT. Pertamina Hulu Energi sebagai sumber keunggulan daya saing perusahaan.
Tabel 2. Parameter Kapabilitas Manajemen Keuangan Perusahaan NO
JENIS KAPABILITAS KEUANGAN
PENJELASAN SINGKAT
a.
Investment Decision/ Capital Budgeting
memutuskan kemana dan dalam bentuk apa asset perusahaan akan diinvestasikan
b.
Financing Decision/ Capital Structure
menentukan bagaimana perusahaan akan mendapatkan dana investasinya (misalnya menerbitkan saham atau obligasi)
c.
Managerial Decision
menentukan “sebesar apa” dan “secepat apa” perusahaan akan tumbuh, bagaimana bentuk programnya, dll
d.
Investment
mempelajari transaksi keuangan dari sisi investor diluar perusahaan
e.
Risk Management and Control
teknik mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko financial, risiko operasional, market risk dan credit risk
f.
Information sistem
kapabilitas mengenai sistem informasi keuangan
g.
Portfolio management
keputusan pemilihan kombinasi asset yang tepat dengan tujuan mengurangi risiko sampai level paling minimum
h.
Treasury management
manajemen cash perusahaan untuk memaksimalkan likuiditas, mengurangi risiko operasi dan keuangan
i.
Dividend policy
kebijakan mengenai pembayaran dividend kepada shareholder
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
75
Journal of Business and Entrepreneurship
j.
Cost control
Kapabilitas memonitoring, forecasting, reporting, dan tracking budget perusahaan (strategi pembelanjaan)
k.
Financial reporting
kapabilitas dalam menyajikan pelaporan keuangan
l.
International finance
kapabilitas yang terkait perdagangan internasional, foreign investment, sistem keuangan global dan kurs tukar
Sumber: Diolah dari Berk, 2011; Brealey, 2007; Emery, 2007; Hady, 2010; Ross, 2010
Mengukur Kapabilitas Lain sebagai Potensi Membangun Dynamic Capabilities Irbansyah (2011) menyebutkan bahwa pengukuran potensi dynamic capabilities dilakukan apabila terdapat tekanan lingkungan eksternal terhadap perusahaan sesuai dengan kuesioner tahap satu. Kemudian dapat dilihat jenis kapabilitas non-keuangan apa saja yang dimiliki perusahaan yang dapat dikolaborasikan dengan kapabilitas manajemen keuangan perusahaan
sebagai potensi membangun dynamic capabilities. Pengukuran kapabilitas lain ini dilakukan dengan menyajikan daftar 20 kapabilitas umum yang dimiliki perusahaan seperti pada tabel 3. Tahap pertama responden diharapkan untuk mengurutkan kapabilitas tersebut berdasarkan tingkat kepentingannya, selanjutnya pada tahap kedua responden diharapkan persepsinya untuk mengisi kuesioner mengenai kualitas kapabilitas tersebut dengan menggunakan skala likert.
Tabel 3. Parameter Kapabilitas Pendukung Kapabilitas Keuangan NO
KAPABILITAS
PENJELASAN
a.
Human Capital
Stok kompetensi, kapabilitas dan atribut personal sebagai kapabilitas melakukan kerja menghasilkan economic value
b.
Proses produksi
kapabilitas dalam memproses bahan baku menjadi produk jadi secara efektif dan efisien
c.
Struktur organisasi
Kapabilitas struktural perusahaan yang memudahkan pola komunikasi yang efektif dalam menciptakan nilai
d.
R&D
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, termasuk SDM untuk merancang aplikasi baru
e.
Networking (jaringan)
kapabilitas perusahaan dalam membangun jaringan bisnis dan menghasilkan peluang bisnis
f.
Strategic management
kapabilitas mengenai kebijakan berkelanjutan untuk mengevaluasi dan mengendalikan perusahaan dalam industri tempatnya berkompetisi
76
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
g.
Database
kapabilitas dalam mengumpulkan, menyimpan dan memanfaatkan data untuk kepentingan bisnis perusahaan
h.
Bisnis internasional
kapabilitas melakukan transaksi bisnis lintas batas negara
i.
Pengelolaan aset
kapabilitas memanajemen aset (memonitor dan memelihara)
j.
Sistem informasi perusahaan
kapabilitas teknologi yang menyatukan semua informasi menjadi satu, sehingga perusahaan dapat memperoleh informasi dengan mudah
k.
Supply chain (rantai pasokan)
kapabilitas untuk memanajemen seluruh rantai produksi yang saling berhubungan dari bahan baku sampai ke tangan customer
l.
After Sales Service
kapabilitas perusahaan untuk melakukan aktivitas mengenai kepuasan customernya
m.
Pemasaran
kapabilitas mengatarkan value produk untuk menarik perhatian customer, komunikasi dan pengembangan bisnis
n.
Teknikal kontraktual
kapabilitas mengenai proses pembuatan kontrak dan kekuatan legalitasnya
o.
Value chain
rantai kegiatan operasi perusahaan untuk memberikan nilai tambah produk secara bertahap dan independen
p.
Kepemimpinan dan pengambilan keputusan
kapabilitas perusahaan dalam memiliki figur kepemimpinan yang efektif dalam mengambil keputusan bisnis yang tepat
q.
Knowledge management
kapabilitas dalam menidentifikasi, menciptakan, mendistribusi dan mengadopsi wawasan dan pengalaman
r.
Strategic partnership
kapabilitas untuk membentuk afiliasi dengan mitra strategis untuk kepentingan bisnis yang lebih efektif dan efisien
s.
Sistem manajemen lingkungan
mekanisme untuk mencapai performa lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan
t.
Sistem keselamatan kerja
sistem manajemen untuk mengurangi dan menekan kerugian dari kesehatan dan keselamatan dengan pencegahan dan perbaikan sistem berkelanjutan
u.
Internal audit
kapabilitas dalam evaluasi dan meningkatkan efektifitas managemen risiko, kontrol dan penyelenggaraan yang baik
Sumber: dimodifikasi dari Silitonga, 2008 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
77
Journal of Business and Entrepreneurship
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Profile Responden Melalui pengumpulan data yang disajikan bersama-sama kuesioner dengan mengajukan enam karakteristik responden,
maka secara umum didapatkan profile responden seperti tersaji pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Profile Responden Secara Umum
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
Analisis Tekanan Lingkungan Eksternal Umum Analisis terhadap adanya tekanan lingkungan eksternal dilakukan dengan Indepth interview dengan manajemen PT. Pertamina Hulu Energi dan kuesioner. Tekanan Global Globalisasi membuat PT. Pertamina Hulu Energi harus menyesuaikan diri terhadap bertambahnya competitive
intensity di tingkat nasional yang disebabkan datangnya perusahaan minyak dan gas multinasional, selain itu PHE juga memiliki lapangan minyak di luar negeri yang membuat perusahaan dihadapkan pada persaingan global yang tajam dengan mayoritas perusahaan multinasional. Wilayah operasi yang mencakup luar negeri juga membuat PHE harus meningkatkan kapabilitasnya agar memiliki competitive advantage dalam lingkungan industri ini.
78
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Tekanan Ekonomi Meningkatnya tingkat kompetisi juga disebabkan tekanan ekonomi global yang dipicu oleh meroketnya ekonomi China sebagai negara super power baru. Dalam hal ini, perkembangan industrinya yang sangat pesat menyebabkan kebutuhan China terhadap sumberdaya energi juga sangat besar, oleh karena itu China bersikap sangat agresif untuk mencari sumber energi dari seluruh dunia “at any cost”. Hal tersebut berpengaruh langsung terhadap peningkatan intensitas kompetisi di industri minyak bumi dan gas, selain itu karena China juga memiliki beberapa perusahaan minyak besar yang melakukan ekspansi di berbagai negara. Tekanan Politik dan Hukum Analisis persepsi terhadap responden mengenai tekanan lingkungan eksternal lebih didominasi oleh pernyataan tentang adanya tekanan politik dan hukum. Sebagai perusahaan BUMN, PT. Pertamina Hulu Energi dituntut untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, adanya tekanan dari pejabat pemerintah, DPR, Pemerintah daerah dan juga dari partner. Diberlakukannya UU No. 22 tahun 2001 menyebabkan PT. Pertamina kehilangan hak monopoli dan harus bersaing langsung dengan perusahaan lain yang menyebabkan tingkat kompetisi semakin tajam. Selain itu sebagai perusahaan BUMN, manajemen PT. Pertamina Hulu Energi tidak dapat sepenuhnya menentukan keputusan yang berkaitan dengan bisnis perusahaan seperti fungsi perusahaan swasta. Beberapa keputusan dilakukan bukan atas pertimbangan bisnis, melainkan lebih karena kepentingan strategis negara. Sebagai contoh keputusan untuk melakukan akuisisi terhadap perusahaan ONWJ (Off-shore North West Java yang ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
merupakan akuisisi 100% saham British Petroleum) dilakukan karena pemerintah melindungi kepentingan negara dalam mengamankan stok minyak bumi dan gas dari CNOOC (China National Offshore Oil Corporation), sebagai keputusan strategis hal ini diambil karena bila tidak dilakukan maka seluruh stok gas tersebut akan dibawa ke China. Analisis Tiga Faktor Tekanan Lingkungan Eksternal Analisis eksternal dengan tiga faktor dan lima belas indikator persepsi memperlihatkan hasil seperti disajikan pada gambar 1. Hasil tabulasi memperlihatkan bahwa competitive intensity menjadi tekanan eksternal yang paling dominan terhadap PT. Pertamina Hulu Energi dengan nilai rata-rata sebesar 3,36. Terjadinya globalisasi mempengaruhi semua jenis industri secara global tidak terkecuali industri minyak dan gas, bersamaan dengan hal itu, pemberlakuan UU No.22 tahun 2001 menambah kemudahan kompetitor global melakukan ekspansi ke dalam negeri dan menjalankan kegiatan usahanya di wilayah negara Indonesia. Hal tersebut menambah tingginya intensitas kompetisi pada industri minyak dan gas di Indonesia.
Gambar 1. Pengaruh Tiga Faktor Tekanan Eksternal Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
79
Journal of Business and Entrepreneurship
Turbulensi pasar merupakan faktor eksternal kedua yang dominan mempengaruhi perusahaan dengan rata-rata sebesar 2,96. Turbulensi di ekspresikan dengan terjadinya ketidakstabilan di pasar yang mengakibatkan menjadi lebih pendeknya inovasi dan siklus produksi, meningkatnya keberagaman produk dan horizon perencanaan yang lebih pendek. (Lawton, 2003). Volatilitas lingkungan merupakan faktor ketiga yang pengaruhnya paling kecil dibanding tiga faktor yang diukur. Volatilitas ini merupakan kondisi disaat ketidakstabilan atau ketidakpastian dihadapi oleh perusahaan. Secara umum Turbulensi dan volatilitas dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan globalisasi, volatilitas lingkungan terjadi dikarenakan adanya krisis ekonomi dunia yang berpengaruh ke berbagai negara dan menambah uncertainty di dunia bisnis, selanjutnya keadaan tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya turbulensi pasar. Competitive Intensity Hasil tabulasi menghasilkan komposisi seperti pada gambar 2, dapat dilihat bahwa dalam faktor competitive intensity, indikator yang paling berpengaruh pada intensitas kompetisi disebabkan oleh faktor tingginya tingkatan kompetisi di area perusahaan beroperasi dengan nilai rata-rata sebesar 3,7.
Indikator lain yang dominan adalah relatif kuatnya kompetitor yang ada di lingkungan industri PT. Pertamina Hulu Energi, disebabkan mayoritas kompetitor merupakan perusahaan multinasional yang memiliki pengalaman, keunggulan teknologi, sumberdaya modal dan sejarah yang lebih panjang dalam industri minyak dan gas bumi. Turbulensi Pasar Hasil tabulasi data memperlihatkan bahwa sensitifitas customer terhadap harga merupakan indikator yang paling berpengaruh terhadap terjadinya turbulensi pasar yang menyebabkan tekanan eksternal terhadap perusahaan. Sensitifitas customer terhadap harga memperlihatkan nilai ratarata sebesar 3,47 seperti disajikan pada gambar 3. Pada dasarnya minyak bumi dan gas merupakan komoditi yang memiliki sifat inelastis, hal ini berarti berapapun harga yang ditawarkan, maka akan dibeli oleh customer. Pada saat turbulensi, sensitifitas harga ini terjadi pada pasar minyak mentah dunia ICP (International Crude Price), disaat bersamaan beberapa negara industri yang merupakan customer utama sedang mengalami krisis ekonomi, sehingga kenaikan harga minyak mentah tersebut menimbulkan sensitifitas customer.
Gambar 2. Pengaruh Indikator Competitive Intensity
Gambar 3. Pengaruh Indikator Turbulensi Pasar
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
80
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Pada posisi selanjutnya selalu adanya permintaan customer baru menjadi indikator kedua yang menyebabkan terjadinya turbulensi pasar dengan nilai rata-rata sebesar 3,13. Permintaan customer selalu ada dikarenakan produk minyak dan gas memiliki pasar yang sangat luas, sehingga menyebabkan berapapun jumlah minyak dan gas diproduksi akan terserap oleh pasar. Volatilitas Lingkungan Hasil tabulasi data seperti disajikan pada gambar 4, memperlihatkan bahwa indikator yang paling dominan adalah tidak stabilnya produksi minyak dengan angka sebesar 3,17. Tidak stabilnya produksi minyak mengikuti trend harga minyak mentah dunia, pada saat harga minyak mengalami kenaikan pada angka yang tinggi, produsen melakukan peningkatan untuk melakukan eksplorasi dalam skala yang besar.
Gambar 4. Pengaruh Indikator Volatilitas Lingkungan
dunia akan mengalami kenaikan dan penurunan harga yang drastis. Analisis Kapabilitas Manajemen Keuangan Sebagai Sumber Pertumbuhan Berkelanjutan Analisis kapabilitas manajemen keuangan sebagai sumber pertumbuhan berkelanjutan dilakukan melalui dua tahapan yaitu ranking dan membandingkan tingkat kapabilitas terhadap rata-rata industri. Ranking Kapabilitas Manajemen Keuangan Analisis kapabilitas manajemen keuangan perusahaan dilakukan dengan melakukan ranking tingkat kepentingan kapabilitas manajemen keuangan yang dimiliki PT. Pertamina Hulu Energi. Selanjutnya dari hasil ranking tersebut ditampilkan urutan kapabilitas menurut tingkat kepentingannya di perusahaan. Hasil tabulasi memperlihatkan hasil ranking urutan kapabilitas berdasarkan kepentingannya berturut-turut adalah seperti tersaji pada tabel 5. Urutan pertama kapabilitas berdasarkan tingkat kepentingannya adalah kapabilitas investment decision. Brealey, Myers dan Marcus (2007) menyebutkan bahwa investment decision dan financing decision merupakan chief task dari seorang manajer keuangan.
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
Indikator selanjutnya sangat sulit dalam memonitor perubahan harga ada di urutan kedua dengan angka 3,03. Sulit memonitor harga dipasar minyak dunia (ICP) International Crude Oil Price terutama disaat terjadinya krisis ekonomi dan perubahan peta kekuatan ekonomi dunia, disebabkan harga minyak mentah ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Tabel 5. Daftar Urutan Kapabilitas Keuangan Menurut Kepentingannya Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner 81
Journal of Business and Entrepreneurship
Pada urutan kedua terdapat managerial decision yang berhubungan dengan keputusan akan “sebesar apa” dan “secepat apa” perusahaan tumbuh, serta bagaimana bentuk program yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, serta berbagai keputusan manajerial lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa managerial decision sangat berhubungan dengan kapabilitas manajerial dari para manajer di perusahaan. Managerial decision pada praktiknya berhubungan dengan investment decision dan dapat dilakukan dengan melakukan valuasi terhadap proyek-proyek yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dengan melakukan perhitungan adalah average rate of return, payback period, net present value, profitability index, dan internal rate of return. Pada urutan ketiga terdapat kapabilitas cost control. Cost control merupakan kapabilitas perusahaan untuk memonitoring, forecasting, reporting, dan tracking budget perusahaan atau dapat disebut juga dengan strategi pembelanjaan perusahaan. Berdasarkan perhitungan profil laba rugi PT. Pertamina Hulu Energi, terlihat pada biaya usaha (total cost) dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 biaya usaha sebesar Rp. 3.934 Milyar, mengalami kenaikan ke tahun 2010 sebesar 135 % menjadi Rp. 5.314 milyar, lalu kemudian tahun 2010 mengalami kenaikan ke tahun 2011 di estimasi sebesar 123% menjadi Rp. 6.525 Milyar. Jika kita lihat walaupun mengalami kenaikan nominal dari tahun ke tahun, tetapi persentase perubahan dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 12%. Hal ini mengindikasikan PT. Pertamina Hulu Energi telah berhasil melakukan cost control dengan baik, adapun peningkatan nilai total cost itu dapat dipengaruhi oleh nilai ICP (International Crude Price)
ataupun nilai kurs mata uang asing dari tahun ke tahun. Perbandingan Tingkat Kapabilitas Terhadap Rata-rata Industri Gambar 5 memperlihatkan bahwa mayoritas kapabilitas manajemen keuangan masih berada dibawah skala rata-rata industri, dengan catatan bahwa pada kuesioner yang diberikan kepada para responden tertulis skala likert dengan keterangan berturut-turut angka (1) satu menunjukkan kapabilitas yang dimiliki sangat rendah dibandingkan dengan ratarata industri, angka (2) dua menunjukkan kapabilitas lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata industri. Angka (3) berarti kapabilitas tersebut sama dengan rata-rata industri, angka (4) empat mengartikan lebih baik, dan angka (5) menunjukkan bahwa kapabilitas tersebut jauh lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata industri. Kapabilitas investment decision yang pada tahap ranking menempati posisi pertama memiliki skor 2,6. Hal ini mengindikasikan bahwa kapabilitas investment decision masih berada dibawah rata-rata industri, padahal akan sangat penting bagi perusahaan jika kapabilitas investment decision ini berada pada posisi yang kompetitif. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan berada di posisi puncak pada persaingan industri dan memiliki kapabilitas untuk menentukan bentuk investasi terbaik yang harus dilakukan oleh perusahaan. Kapabilitas managerial decision yang merupakan urutan kedua pada tahapan ranking memiliki skor 2,7. Hal ini mengindikasikan bahwa kapabilitas ini masih berada dibawah kapabilitas manajemen keuangan rata-rata industri. Berhubungan dengan kapabilitas managerial decision ini, perusahaan
82
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
dituntut untuk memiliki talenta-talenta sumberdaya manusia dan kapabilitas human capital berstandar world class untuk dapat bersaing secara global sebagai manager perusahaan. Cost control yang merupakan urutan ke tiga pada ranking kapabilitas memiliki nilai hampir mendekati rata-rata industri dengan skor 2,93. Hal ini mengindikasikan pada dasarnya cost control sudah dilakukan dengan benar, tinggal dilakukan sedikit peningkatan untuk membuat kapabilitas ini bisa menyamai atau melebihi rata-rata industri. Hasil perhitungan biaya usaha memperlihatkan bahwa PT. Pertamina Hulu Energi telah dapat melakukan penurunan biaya sebesar 12% selama tiga tahun beroperasi, bukan tidak mungkin perusahaan ini dapat menekan biaya lebih besar di masa depan dengan memperhatikan struktur biaya secara lebih teliti lagi.
Gambar 5. Tingkat Kapabilitas Manajemen Keuangan Terhadap Rata-rata Industri Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
Beberapa hal yang menarik dari analisis ini adalah bahwa kapabilitas financial reporting dan dividend policy memiliki kapabilitas yang berada diatas rata-rata industri. Kapabilitas financing decision sedikit diatas rata-rata industri dengan skor 3,03. Kapabilitas treasury management dengan tingkat kapabilitas ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
yang persis sama dengan rata-rata industri 3,00, mengindikasikan kapabilitas perusahaan dalam mengatur cash perusahaan sudah setaraf dengan perusahaan lain dalam industri. Kapabilitas dividend policy dan financial reporting memiliki skor sama 3,17 yang berarti berada diatas rata-rata industri dan mengindikasikan sudah cukup baik. Hal lain yang menjadi perhatian penulis adalah posisi international finance yang tidak masuk urutan teratas, bahkan berada pada posisi terakhir di ranking 12. Asumsi awal penulis bahwa kapabilitas ini seharusnya cukup kritikal bagi PT. Pertamina Hulu Energi, mengingat wilayah kerjanya yang menjangkau luar negeri. Beberapa aset luar negeri PT. Pertamina Hulu Energi bahkan berada pada negara dengan indeks risiko yang tinggi. Berdasarkan asumsi tersebut PT. Pertamina Hulu Energi akan banyak melakukan transaksi perdagangan internasional yang meliputi penjualan dan pembelian produk/jasa tertentu yang berkaitan dengan transaksi keuangan internasional (international financial transaction), melalui kegiatan investasi internasional (international investment), pembiayaan internasional (international financing), penganggaran internasional (international budgeting) dan pendapatan internasional (international earning). Pada umumnya dilakukan dalam foreign currency yang sering mengalami volatilitas, sehingga membutuhkan pengendalian dan manajemen risiko keuangan internasional (international financial risk management). (Hady, 2010) Perhitungan Altman Z-Score Perhitungan Altman Z-Score dilakukan untuk menghitung risiko default perusahaan dengan menggunakan rumus 1, Altman’s Z-Score Model, maka didapatkan 83
Journal of Business and Entrepreneurship
perhitungan seperti diperlihatkan pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Altman’s Z-Score Model Sumber:
Diolah oleh penulis dari Laporan Keuangan PT. Pertamina Hulu Energi
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai Z-score pada tahun 2009 berada pada kisaran nilainya berada diantara 1.23 sampai 2.99, yaitu sebesar 2.21, yang mengindikasikan bahwa tingkat risiko kegagalan PT. Pertamina Hulu Energi indeterminant atau berada pada grey area. Hal ini juga mengartikan bahwa PT. Pertamina Hulu Energi menghadapi risiko yang mengancam bisnis perusahaan ini, karena kondisi grey area menggambarkan bahwa terdapat kondisi keuangan di suatu bagian perusahaan yang membutuhkan perhatian khusus. Bila dianalisis lebih detail, terlihat nilai X1 sebesar -0.16 atau menandakan bahwa working capital bernilai negatif yang berarti pada tahun 2009 perusahaan memiliki masalah dengan likuiditas. Dari neraca perusahaan dapat dilihat juga bahwa jumlah aktiva tidak lancar lebih banyak dari aktiva lancar, hal ini menimbulkan risiko likuiditas yang memungkinkan perusahaan tidak dapat menyediakan dana untuk pembayaran kewajiban jatuh tempo, oleh karena itu harus dilakukan perbaikan kesehatan keuangan perusahaan. Berkaitan dengan kapabilitas manajemen keuangan, kondisi 84
ini harus ditangani dengan kapabilitas treasury management yang dapat mengatur likuiditas keuangan perusahaan, juga memitigasi risiko likuiditas tersebut. Pada tahun 2010 nilai Z-Score sebesar 3.54 dan dan tahun 2011 sebesar 3.36 yang berada diatas angka 2.99 yang mengindikasikan bahwa tingkat risiko default PT. Pertamina Hulu Energi untuk tahun 2010 dan 2011 rendah dan berada pada kondisi keuangan yang aman, oleh karena itu perusahaan masih memiliki opsi untuk melakukan penambahan tingkat hutang sebagai sumber pembiayaan investasi jangka panjang dengan sumber dana dari luar perusahaan. Apabila dihubungkan dengan kapabilitas capital structure, maka perusahaan masih bisa menambah proporsi debt nya lebih banyak terhadap ekuitas pada kombinasi struktur modalnya. Hasil simulasi Z-Score yang dilakukan menunjukkan untuk tahun 2010 didapatkan nilai yang sangat besar, sehingga penulis mengasumsikan nilai wajar yang dibutuhkan dalam investasi minyak bumi dengan nilai Rp. 100 Trilyun atau sekitar $ 9 Milyar dengan asumsi kurs dollar sebesar Rp. 9.000, mengacu kepada nilai investasi migas yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2009 sebesar $16.6 Milyar (Indosiar.com, 2009) dengan nilai Z-Score paling mendekati nilai minimum, yaitu sebesar 3.062519882, sedangkan untuk simulasi tahun 2011 didapatkan nilai pertambahan hutang jangka panjang maksimum sebesar Rp 86.581 Trilyun dengan nilai minimum sebesar Z-Score = 3.000112427. Potensi Perusahaan Dalam Membangun Dynamic Capabilities Potensi membangun dynamic capabilities mungkin dilakukan jika perusahaan memiliki kapabilitaskapabilitas pendukung dalam manajemen ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
keuangan. Dalam tekanan lingkungan yang dinamis, potensi membangun dynamic capabilities dapat ditingkatkan kalau perusahaan dapat memperbaharui dan merekonfigurasi kompetensi fungsional mereka dan memperkenalkan konfigurasi baru yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan yang drastis. (Fredrickson dan Mitchell, 1984).
kebijakan berkelanjutan untuk mengevaluasi dan mengendalikan perusahaan dalam industri tempatnya berkompetisi. Strategic management dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam lingkungan eksternalnya untuk mendapatkan sustainable competitive advantage dan above average performance.
Analisis Kapabilitas Lain Sebagai Potensi Perusahaan Dalam Membangun Dynamic Capabilities Analisis kapabilitas lain (non-fungsi keuangan) yang dimiliki perusahaan dilakukan dengan kuesioner dengan dua langkah. Pertama ranking kapabilitas yang akan menunjukkan hasil kapabilitas perusahaan, kemudian kuesioner kedua menganalisis persepsi reponden terkait dengan kualitas kapabilitas tersebut.
Tabel 7. Ranking Kapabilitas Lain
Ranking Kapabilitas Lain Sebagai Potensi Membangun Dynamic Capabilities Hasil perhitungan mengenai ranking 21 kapabilitas lain yang dapat bersinergi dengan manajemen keuangan disajikan pada tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada urutan pertama merupakan kapabilitas human capital, hal ini karena manusia merupakan sumberdaya dan aset perusahaan yang akan menentukan seluruh rangkaian program dan keputusan yang dilakukan oleh PT. Pertamina Hulu Energi, sehingga kualitas kapabilitas human capital akan menentukan kualitas perusahaan itu sendiri dan sesuai fungsinya untuk menghasilkan economic value bagi perusahaan. Urutan berikutnya merupakan kapabilitas strategic management, dengan adanya kapabilitas ini di urutan tiga besar memperlihatkan bahwa PT. Pertamina Hulu Energi menilai penting kemampuan yang berhubungan dengan pengaturan ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Ranking 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jenis Kapabilitas Human Capital Strategic Management Struktur Organisasi Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan Teknikal Kontraktual Pengelolaan Aset Strategic Partnership R&D Sistem Keselamatan Kerja Networking (Jaringan) Database Pemasaran Knowledge Management Internal Audit Bisnis International Supply Chain (Rantai Pasok) Value Chain Sistem Manajemen Lingkungan Sistem Informasi Perusahaan Proses Produksi After Sales Service
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
Pada posisi ketiga terdapat kapabilitas struktur organisasi yang mutlak diperlukan perusahaan untuk membentuk suatu struktur perusahaan yang dapat memudahkan pola komunikasi yang efektif dalam mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi merupakan bentuk 85
Journal of Business and Entrepreneurship
hubungan pelaporan formal dalam perusahaan, prosedur, kontrol, otoritas dan proses pengambilan keputusan. Membangun sebuah struktur organisasi yang efektif untuk menunjang strategi perusahaan tidaklah mudah, dikarenakan adanya uncertainty ditengah terjadinya perubahan ekonomi global yang cepat dan lingkungan kompetisi yang terus berubah. (Hoskisson, 2010).
Gambar 6. Kualitas Kapabilitas Lain Sebagai Potensi Pembangun Dynamic Capabilities Berdasarkan tingkatan persepsi kualitas kapabilitas lain seperti tersaji pada gambar 6, secara umum tingkatan
kapabilitas lain berada pada skala antara 1-2, yang berarti bahwa kualitas kapabilitas lain tersebut tidak memadai dan lebih rendah dari tidak memadai. Human Capital memiliki skor tingkat kualitas sebesar 1,7 yang mengindikasikan sedikit dibawah skala tidak memadai. Kapabilitas ini jelas tingkat kepentingannya dan bersifat strategik bagi perusahaan karena merupakan aset perusahaan yang terlibat dalam seluruh rangkaian kegiatan perusahaan. Dalam mencapai target Pertamina untuk mencapai angka 1 juta BOEPD yang harus didukung human capital bertaraf world class, hal ini tentu mengindikasikan bahwa PT. Pertamina Hulu Energi masih harus melakukan peningkatan tingkat kapabilitas human capital yang sudah ada di perusahaan saat ini ataupun melakukan recruitment sumber daya manusia yang memiliki standard world class human capital. Kapabilitas strategic management memiliki skor 2,1 yang mengindikasikan bahwa kapabilitas ini berada sedikit diatas skala tidak memadai. Strategic management akan sangat penting untuk menentukan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang untuk mencapai sustainable competitive advantage dan above average performance. Kapabilitas struktur organisasi memiliki skor sebesar 1,6 yang mengindikasikan bahwa kapabilitas ini dibawah skala tidak memadai dan mendekati skala sangat tidak memadai. Apabila dilihat dari strukturalnya PT. Pertamina Hulu Energi sebenarnya memiliki struktur organisasi yang cukup ramping yang dimungkinkan pola komunikasi terjadi lebih efektif. Hal yang mungkin terjadi dengan rendahnya persepsi tingkat kualitas kapabilitas ini adalah terdapatnya persinggungan kepentingan karena terdapatnya dualisme
86
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Kualitas Kapabilitas Lain Sebagai Potensi Pembangun Dynamic Capabilities Seperti metode pada kapabilitas keuangan, kapabilitas lain kemudian dilihat kualitasnya dan dibandingkan terhadap skala likert yang tertulis pada kuesioner dengan keterangan berturut-turut angka (1) satu menunjukkan kapabilitas yang dimiliki sangat tidak memadai, angka (2) dua menunjukkan kapabilitas tidak memadai. Angka (3) berarti kapabilitas tersebut cukup, angka (4) empat mengartikan baik, dan angka (5) menunjukkan bahwa kapabilitas tersebut sangat baik.
Gambar 6. Tingkatan Kualitas Kapabilitas lain Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
Journal of Business and Entrepreneurship
pekerjaan apabila sumberdaya manusia yang ada kurang dari jumlah yang dibutuhkan. Hal lainnya adalah adanya tekanan eksternal terhadap struktur organisasi perusahaan yang dapat mengintervensi kepentingan yang seharusnya bisa dilakukan secara efektif. Implementasi Dynamic Capabilities Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan mengenai kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas lain sebagai bundling untuk potensi membangun dynamic capabilities di PT. Pertamina Hulu Energi, didapatkan hasil bahwa secara umum kapabilitas yang dimiliki oleh perusahaan masih belum baik atau belum memadai untuk dapat dilakukan konfigurasi kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas lain pembangun dynamic capabilities di perusahaan. Untuk dapat dilakukan penerapan dynamic capabilities di perusahaan, diperlukan terlebih dahulu langkahlangkah perbaikan terhadap kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas lain agar terjadi peningkatan kualitas dan peningkatan daya saing kapabilitas terhadap industri. Peningkatan kualitas kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas non-keuangan menjadi lebih baik akan membuat kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas lain tersebut layak untuk dilakukan bundling sebagai pembangun dynamic capabilities perusahaan untuk memperoleh keunggulan daya saing perusahaan di masa depan. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
1. Terdapat tekanan lingkungan eksternal di lingkungan industri PT. Pertamina Hulu Energi yang secara umum berupa tekanan global, tekanan ekonomi, tekanan politik dan hukum, dan tekanan yang secara khusus berupa tiga faktor seperti competitive intensity, turbulensi pasar dan volatilitas lingkungan. 2. Terdapat tiga kapabilitas manajemen keuangan yang paling penting bagi PT. Pertamina Hulu Energi yaitu investment decision, managerial decision dan cost control. Kualitas ketiga kapabilitas keuangan tersebut masih berada dibawah rata-rata industri. 3. Tingkat kesehatan keuangan PT. Pertamina Hulu Energi ditinjau dari risiko kebangkrutannya berdasarkan hasil perhitungan Altman Z-Score Model memperlihatkan bahwa secara umum tingkat risiko kebangkrutan PT. Pertamina Hulu Energi berada pada level rendah/aman. 4. Terdapat tiga kapabilitas lain (nonkeuangan) terpenting bagi PT Pertamina Hulu Energi yaitu human capital, strategic management dan struktur organisasi. Kualitas ketiga kapabilitas lain (non-keuangan) tersebut secara umum masih rendah, kualitasnya berada dibawah skala cukup (3). 5. Implementasi potensi dynamic capabilities di PT. Pertamina Hulu Energi belum dapat diterapkan, karena secara umum kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas pendukung masih belum memadai untuk dilakukan bundling. Perbaikan terhadap kapabilitas manajemen keuangan dan kapabilitas lain sebagai pendukung perlu dilakukan terlebih dahulu. 87
Journal of Business and Entrepreneurship
Implikasi Berdasarkan hasil temuan yang didapatkan dari analisis permasalahan, terdapat beberapa hal yang penting diperhatikan agar hasil penelitian memberikan implikasi positif bagi perusahaan, diantaranya: 1. Beberapa kapabilitas keuangan memiliki tingkat kemampuan pada skala yang sama dan sedikit diatas ratarata industri seperti financing decision, treasury management, dividend policy dan financial reporting dapat menjadi sumber keunggulan daya saing perusahaan. 2. Perlu dilakukan optimisasi untuk meningkatkan tujuh kapabilitas manajemen keuangan investment decision, managerial decision, investment dan portfolio management yang dapat dilakukan dengan pemutakhiran/pemakaian software yang lebih mensimulasikan proses dan lebih komprehensif, misalnya Capital Planing Software dan Petroleum Economics Software, dan untuk kapabilitas risk management and control dapat digunakan simulasi Montecarlo untuk sensitifity analysis. Perbaikan kapabilitas cost control untuk kepentingan efisiensi biaya dapat dilakukan dengan dengan cara melihat struktur biaya dengan lebih detail. Perbaikan kapabilitas information system dapat dilakukan dengan pemutakiran sistem teknologi informasi pendukung manajemen keuangan perusahaan, mengatur lebih baik sumber informasi perusahaan untuk kepentingan pengambilan keputusan dengan menggunakan simulasi, historical trends, dan manipulasi variabel-variabel untuk melihat akibatnya terhadap outcomes. 88
3. Perlu dilakukan prioritas international finance dengan melakukan benchmarking dengan perusahaan lain yang berpengalaman beroperasi internasional. 4. PT. Pertamina Hulu Energi perlu memilih partner stratejik yang tepat agar jaringan yang ada dapat digunakan secara maksimal, kemudian dapat dimungkinkan untuk meningkatkan kualitas kinerja dalam hal pengiriman informasi dari pemasok terhadap PT Pertamina Hulu Energi dan penggunaan konsep Just In Time untuk meminimumkan inventori yang ada. 5. Perlu dilakukan efisiensi proses produksi PT. Pertamina Hulu Energi. Juga perlu ada pemanfaatan dari asetaset perusahaan yang bisa menghasilkan profit bagi perusahaan. 6. Perlu adanya pengembangan sumber daya manusia, tidak hanya dari sisi kuantitas tapi juga dari sisi kualitas. Hal ini juga yang akan mendukung kepemimpinan dan juga kefektifan dalam pengambilan keputusan. 7. Efisiensi struktur organisasi agar memudahkan adanya transfer informasi maupun pengetahuan. Hal ini yang akan meningkatkan knowledge management.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai format identifikasi yang spesifik dalam mengukur tekanan lingkungan eksternal di industri hulu minyak bumi dan gas. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh tekanan lingkungan umum terhadap kemampuan perusahaan untuk membangun dynamic capabilities. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tekanan eksternal terhadap potensi dynamic capabilities pada beberapa perusahaan yang penggunaannya dapat digeneralisasi. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara khusus mengenai pengaruh tekanan politik terhadap PT. Pertamina Hulu Energi. 5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penerapan dynamic capabilities pada perusahaan minyak dan gas di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Altman, E. (2000); Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting The Z Score and ZETA Models; New York Univesity, p. 23-26. Alfian, Aan. (2012, Desember 14); Personal Interview. Auh, S., Menguc, B. (2005); Balancing exploration and exploitation: The moderating role of competitive intensity; Journal of business research (58), p. 1652-1661 BBC News, (2007); Globalisation shakes the world; BBC News. 21 January 2007. Brealey, R.A., Myers, S.C., Marcus,A.J. (2007); Fundamental Of Corprate Finance; Fifth Edition. McGrawHill International Edition. Dess, G.G. & Beard, D.W. (1984); Dimention of Organizational task environments; Administrative Science Quarterly, 29, 52-73. Eisenhardt, K.M. & Martin, J.A. (2000); Dynamic capabilities: what are
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
they? Strategic Management Journal, 21 (10/11), 1105-1121 Emery, R.E., Finnerty, J.D. Stowe, J.D. (2007); Corporate Financial Management, Third Edition, Pearson Education, Inc., Prentice Hall. Fredrickson., J. W., Mitchell, T. R. (1984) Strategic Decision Processes: Comprehensiveness and performance in an industry with an unstable environment; Academy of Management Journal, 2,: 399-423. Gedalyahu, T.B. (2010); Iran Prepared to Block Gulf Oil and Wreck Western Economies; First Publish: 5/17/2010, 4:21 PM / Last Update: 5/17/2010, 4:42 PM Hady, H. (2010); Manajemen Keuangan Internasional; Edisi 2, Mitra Wacana Media. Helfat, C.E. (1997); Know-how and asset complementary and dynamic capability accumulation: the case of R&D; Strategic Management Journal, 18 (5). Hoskisson, R.E., Hitt, M. A., Ireland, D.; (2011), Strategic Management: Competitiveness and Globalization: Concepts; Ninth Edition, Thomson South Western. Irbansyah, B. (2011); Dynamic capability based on knowledge creation and learning orientation to build competitive advantage; Dissertation Summary. University of Indonesia Lawton, T.C. (2003) Managing proactively in turbulent times: insights from the low-fare airline business; Irish Journal of Management 24(1), 173–193. 89
Journal of Business and Entrepreneurship
McRoberts, H.A., Sloan, B.C. (1998); Financial management capability model; International Journal of Goverment Auditing; 25, 3.
Kasus PT. NIP, Perusahaan Distributor Kimia Pertanian; Tesis. Magister Manajemen, Universitas Indonesia.
Mobarak, A., 2005. Democracy, volatility and economic development; Review of Economics and Statistics 87, 348–361.
Teece, D.J., Pisano, G. and Shuen, A. (1997) Dynamic capabilities and strategic management; Strategic Management Journal 18(7), 509–533.
Ross, S.A., Westerfield, R.W., Jaffe, J. (2010); Corporate Finance. Ninth Edition; McGraw Hill. International Edition
Thompson, A.A., Strickland, A.J., Gamble, J.E. (2010); Crafting and Executing Strategy. The Quest for Competitive Advantage. Concepts and Cases. Seventeenth Edition; McGraw-Hill International Edition.
Saunders, Anthony and Cornett, Marcia M. Financial Institution Management (7th edition); Singapore. McGrawHill, 2011.
Volberda, H.W. (1999) Building the Flexible Firm: How to Remain Competitive; Oxford University Press, Oxford
Silitonga, P. (2008); Analisis Understanding, awareness, dan Current Practice Terhadap Rencana Pemasaran Sebagai Sumber Competitive advantage. (Studi
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/ 7387203.stm (BBC Asia Edition) 16 Oktober 2011, 21:07
90
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013